7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka ... - Digilib UNIMED
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>2.1.</strong> <strong>Kerangka</strong> Teoritis<br />
<strong>2.1.</strong>1. Pengertian Belajar<br />
<strong>BAB</strong> <strong>II</strong><br />
<strong>TINJAUAN</strong> <strong>PUSTAKA</strong><br />
Belajar mengandung pengertian terjadinya perubahan dari persepsi dan<br />
perilaku, termasuk juga perbaikan perilaku, misalnya pemuasan kebutuhan<br />
masyarakat dan pribadi secara lengkap. Tidak semua perubahan perilaku berarti<br />
belajar. Orang yang tangannya patah karena kecelakaan mengubah tingkah<br />
lakunya, tetapi kehilangan tangan itu sendiri bukanlah belajar. Mungkin orang itu<br />
melakukan perbuatan belajar untuk mengimbangi tangannya yang hilang itu<br />
dengan mempelajari keterampilan-keterampilan baru. Oleh karena itu, belajar<br />
dapat didefinisikan sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktik,<br />
dan pengalaman (Kunandar, 2011).<br />
Menurut Slameto (1991) dalam Siswanto dan Rechana (2011), belajar<br />
ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu<br />
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman<br />
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut<br />
Lester D. Crow & Alice Crow dalam Kunandar (2011), bahwa belajar adalah<br />
perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan, dan sikap. Menurut definisi ini<br />
seseorang mengalami proses belajar jika ada perubahan dari tidak tahu menjadi<br />
tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari kurang baik menjadi baik. Menurut Kamus<br />
Umum Bahasa Indonesia, belajar adalah berusaha (berlatih dan sebagainya)<br />
supaya mendapat sesuatu kepandaian. Beberapa definisi tentang belajar yang<br />
lainnya adalah sebagai berikut (Sardiman (2000) dalam Kunandar (2011)).<br />
a. Cronbach memberikan definisi: belajar adalah perubahan tingkah laku<br />
sebagai hasil pengalaman.<br />
b. Harold Spears memberikan batasan: belajar adalah dilakukan dengan<br />
mengamati, membaca, menirukan, mencoba, mendengarkan, mengikuti<br />
petunjuk dan pengarahan.<br />
c. Geogh mengatakan: belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil<br />
praktik.<br />
7
Anthony Robbins dalam Trianto (2011), mendefinisikan belajar sebagai<br />
proses menciptakan hubungan antara sesuatu (pengetahuan) yang sudah dipahami<br />
dan sesuatu (pengetahuan) yang baru. Dari definisi ini dimensi belajar memuat<br />
beberapa unsur, yaitu: (1) penciptaan hubungan; (2) sesuatu hal (pengetahuan)<br />
yang sudah dipahami; dan (3) sesuatu (pengetahuan) yang baru. Jadi dalam makna<br />
belajar, di sini bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui<br />
(nol), tetapi merupakan keterkaitan dari dua pengetahuan yang sudah ada dengan<br />
pengetahuan baru.<br />
Proses belajar terjadi melalui banyak cara baik disengaja maupun tidak<br />
disengaja dan berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan<br />
pada diri pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan perilaku tetap<br />
berupa pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiaasaan yang baru<br />
diperoleh individu (Trianto, 2011).<br />
<strong>2.1.</strong>2. Pengertian Mengajar<br />
Menurut Subiyanto (1988) dalam Trianto (2011), unsur terpenting dalam<br />
mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada<br />
hakikatnya tidak lebih dari sekedar menolong para siswa untuk memperoleh<br />
pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada<br />
perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa. Cara mengajar guru yang baik<br />
merupakan kunci dan prasarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik. Salah<br />
satu tolak ukur bahwa siswa telah belajar dengan baik ialah jika siswa itu dapat<br />
mempelajari apa yang seharusnya dipelajari, sehingga indikator hasil belajar yang<br />
diinginkan dapat dicapai oleh siswa (Trianto, 2011).<br />
Menurut Sanjaya (2010), mengajar diartikan sebagai proses penyampaian<br />
informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Menurut Gazali dalam<br />
Kunandar (2011), mengartikan mengajar sebagai kegiatan menanamkan<br />
pengetahuan pada seseorang. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, mengajar<br />
adalah memberikan pelajaran. Mengajar juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan<br />
yang dilakukan guru dengan memakai bahan pelajaran sebagai medium untuk<br />
membawa anak-anak dalam pembentukan pribadi (Kunandar, 2011).<br />
8
<strong>2.1.</strong>3. Hasil Belajar<br />
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah<br />
ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley dalam Sudjana (2009),<br />
membagi tiga macam hasil belajar, yakni: (1) keterampilan dan kebiasaan, (2)<br />
pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil<br />
belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.<br />
Sedangkan Gagne dalam Sudjana (2009), membagi lima kategori hasil belajar,<br />
yakni: (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4)<br />
sikap, dan (5) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan<br />
tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,<br />
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis<br />
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan<br />
ranah psikomotoris.<br />
a. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang tediri dari<br />
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis,<br />
sintesis, dan evaluasi.<br />
b. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni<br />
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.<br />
c. Ranah psikomotoris, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan<br />
kemampuan bertindak. Ada enam aspek ranah psikomotoris, yakni gerakan<br />
refleks, keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan<br />
atau ketepatan, gerakan keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan<br />
interpretatif.<br />
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Diantara<br />
ketiga ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di<br />
sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi<br />
bahan pengajaran.<br />
Alat-alat penilaian hasil belajar, yakni tes, baik tes uraian (esai) maupun<br />
tas objektif. Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil<br />
belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan<br />
pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 2009).<br />
9
2.2. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)<br />
2.<strong>2.1.</strong> Pengertian Pembelajaran Kooperatif<br />
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya<br />
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama<br />
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif dapat<br />
didefinisikan sebagai satu pendekatan mengajar dimana murid bekerja sama<br />
diantara satu sama lain dalam kelompok belajar yang kecil untuk menyelesaikan<br />
tugas individu atau kelompok yang diberikan oleh guru (Isjoni, 2009).<br />
Menurut Kunandar (2011), pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran<br />
yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh<br />
antarsiswa untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang dapat<br />
menimbulkan permusuhan. Sementara itu, menurut Slavin (1977) dalam Sunandar<br />
(2008), pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang<br />
mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam kelompok<br />
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Sanjaya (2010),<br />
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan<br />
sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang<br />
mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku<br />
yang berbeda (heterogen).<br />
2.2.2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif<br />
Menurut Slavin (1977) dalam Sunandar (2008), tujuan pembelajaran<br />
kooperatif adalah untuk membangkitkan interaksi yang efektif diantara anggota<br />
kelompok melalui diskusi. Dalam hal ini sebagian besar aktivitas pembelajaran<br />
berpusat pada siswa. Siswa mempelajari materi pelajaran, berdiskusi untuk<br />
memecahkan masalah. Dengan adanya interaksi yang efektif dimungkinkan<br />
semua anggota kelompok dapat meguasai materi secara merata. Karena pada<br />
dasarnya metode diskusi adalah cara penyampaian bahan pelajaran dimana guru<br />
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengumpulkan pendapat, membuat<br />
kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan masalah. Menurut<br />
Cortright (2005) dalam Pietersz dan Saragih (2010), pembelajaran kooperatif<br />
10
ukan hanya sekedar pembelajaran secara berkelompok, tetapi siswa diharuskan<br />
mampu memprsentasikan, menghubungkan, dan mengaplikasikan informasi<br />
ataupun pengetahuan yang diberikan sehingga proses pembelajaran yang<br />
dilakukan menjadi lebih bermakna. Sedangkan menurut Kailani dan Badi’ah<br />
(2010), pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada anak didik untuk<br />
mengembangkan keterampilan sosial, keterampilan kerjasama dan kolaborasi<br />
serta tanya jawab. Selain itu, dengan pembelajaran kooperatif mendorong anak<br />
didik untuk bisa menerima perbedaan yang luas terhadap keragaman budaya,<br />
status sosial, dan ketidakmampuan teman-teman yang lain.<br />
Belajar kooperatif dapat mengembangkan solidaritas sosial di kalangan<br />
siswa. Dengan belajar kooperatif, diharapkan kelak akan muncul generasi baru<br />
yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial<br />
yang kuat. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk<br />
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap<br />
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan<br />
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang<br />
berbeda latar belakangnya (Trianto, 2011).<br />
2.2.3. Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif<br />
sebagai berikut.<br />
Unsur-unsur pembelajaran kooperatif menurut Kunandar (2011) adalah<br />
a. Saling ketergantungan positif<br />
Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang mendorong<br />
agar siswa merasa saling membutuhkan antarsesama. Dengan saling<br />
membutuhkan antarsesama, maka mereka merasa saling ketergantungan satu<br />
sama lain.<br />
b. Interaksi tatap muka<br />
Interkasi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling<br />
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan<br />
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interkasi tatap muka memungkinkan<br />
para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar<br />
11
menjadi bervariasi. Dengan interaksi ini diharapkan akan memudahkan dan<br />
membantu siswa dalam mempelajari suatu materi atau konsep.<br />
c. Akuntabilitas individual<br />
Meskipun pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar<br />
kelompok, tetapi penilaian dalam rangka mengetahui tingkat penguasaan<br />
siswa terhadap suatu materi pelajaran dilakukan secara individual. Hasil<br />
penilaian secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru<br />
kepada kelompok agar semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota<br />
kelompok yang memerlukan bantuan dan siapa anggota kelompok yang dapat<br />
memberikan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar<br />
semua anggotanya. Oleh karena itu, tiap anggota kelompok harus<br />
memberikan konstribusi demi keberhasilan kelompok. Penilaian kelompok<br />
yang didasarkan atas rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara<br />
individual inilah yang dimaksud dengan akuntabilitas individual.<br />
d. Keterampilan menjalin hubungan antarpribadi<br />
Pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan keterampilan menjalin<br />
hubungan antarpribadi. Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran kooperatif<br />
ditekankan aspek-aspek: tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,<br />
mengkritik ide dan bukan mengkritik orangnya, berani mempertahankan<br />
pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat<br />
positif lainnya.<br />
Sementara itu, menurut Ibrahim, dkk. (2000) dalam Kunandar (2011),<br />
unsur-unsur pembelajaran kooperatif adalah: (1) siswa dalam kelompoknya<br />
haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”; (2)<br />
siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya; (3) siswa<br />
haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan<br />
yang sama; (4) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di<br />
antara anggota kelompoknya; (5) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan<br />
hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok;<br />
(6) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk<br />
12
elajar bersama; (7) siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara<br />
individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.<br />
2.2.4. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran<br />
Tradisional<br />
Dalam pembelajaran tradisional juga dikenal belajar kelompok.<br />
Meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan prinsipil antara kelompok belajar<br />
kooperatif dengan kelompok belajar tradisional. Abdurrahman dan Bintaro (2000)<br />
dalam Kunandar (2011), mengemukakan beberapa perbedaan antara kelompok<br />
belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional pada tabel <strong>2.1.</strong><br />
Tabel <strong>2.1.</strong> Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran<br />
Tradisional<br />
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional<br />
Adanya saling ketergantungan positif,<br />
saling membantu, dan saling<br />
memberikan motivasi sehingga ada<br />
interaksi promotif<br />
Adanya akuntabilitas individual yang<br />
mengukur penguasaan materi<br />
pelajaran tiap anggota kelompok dan<br />
kelompok diberi umpan balik tentang<br />
hasil belajar para anggotanya sehingga<br />
dapat saling mengetahui siapa yang<br />
memerlukan bantuan dan siapa yang<br />
dapat memberikan bantuan<br />
Kelompok belajar heterogen, baik<br />
dalam kemampuan akademis, jenis<br />
kelamin, ras, etnik, dan sebagainya<br />
sehingga dapat saling mengetahui<br />
siapa yang memerlukan bantuan dan<br />
siapa yang dapat memberikan bantuan<br />
Ketua kelompok dipilih secara<br />
demokratis atau bergilir untuk<br />
memberikan pengalaman memimpin<br />
bagi para anggota kelompok<br />
Keterampilan sosial yang diperlukan<br />
dalam kerja gotong royong seperti<br />
kepemimpinan, kemampuan<br />
berkomunikasi, mempercayai orang<br />
lain, dan mengelola konflik secara<br />
13<br />
Guru sering membiarkan adanya siswa<br />
yang mendominasi kelompok atau<br />
menggantungkan diri pada kelompok<br />
Akuntabilitas individual sering<br />
diabaikan sehingga tugas-tugas sering<br />
diborong oleh salah seorang anggota<br />
kelompok, sedangkan anggota<br />
kelompok lainnya “enak-enak saja” di<br />
atas keberhasilan temannya yang<br />
dianggap “pemborong”<br />
Kelompok belajar biasanya homogen<br />
Ketua kelompok sering ditentukan<br />
oleh guru atau kelompok dibiarkan<br />
untuk memilih ketuanya dengan cara<br />
masing-masing<br />
Keterampilan sosial sering tidak<br />
secara langsung diajarkan
langsung diajarkan<br />
Pada saat belajar kooperatif sedang<br />
berlangsung, guru terus melakukan<br />
pemantauan melalui obsevasi dan<br />
melakukan intervensi jika terjadi<br />
masalah dalam kerja sama<br />
antaranggota kelompok<br />
Guru memerhatikan secara langsung<br />
proses kelompok yang terjadi dalam<br />
kelompok-kelompok belajar<br />
Penekanan tidak hanya pada<br />
penyelesaian tugas, tetapi juga<br />
hubungan interpersonal (hubungan<br />
antarpribadi yang saling menghargai)<br />
2.2.5. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif<br />
14<br />
Pemantauan melalui observasi dan<br />
intervensi sering tidak dilakukan oleh<br />
guru pada saat belajar kelompok<br />
sedang berlangsung<br />
Guru sering tidak memerhatikan<br />
proses kelompok yang terjadi dalam<br />
kelompok-kelompok belajar<br />
Penekanan sering hanya pada<br />
penyelesaian tugas<br />
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang<br />
menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah ini ditunjukkan pada<br />
tabel 2.2.<br />
Tabel 2.2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Fase Tingkah Laku Guru<br />
Fase-1<br />
Menyampaikan tujuan dan<br />
memotivasi siswa<br />
Fase-2<br />
Menyajikan informasi<br />
Fase-3<br />
Mengorganisasikan siswa ke<br />
dalam kelompok kooperatif<br />
Fase-4<br />
Membimbing kelompok bekerja<br />
dan belajar<br />
Fase-5<br />
Evaluasi<br />
Fase-6<br />
Memberikan penghargaan<br />
Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran<br />
yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut<br />
dan memotivasi siswa belajar.<br />
Guru menyajikan informasi kepada siswa<br />
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan<br />
bacaan.<br />
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana<br />
caranya membentuk kelompok belajar dan<br />
membantu setiap kelompok agar melakukan<br />
transisi secara efisien.<br />
Guru membimbing kelompok-kelompok<br />
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas<br />
mereka.<br />
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang<br />
materi yang telah dipelajari atau masingmasing<br />
kelompok mempersentasikan hasil<br />
kerjanya.<br />
(Sumber: Ibrahim, dkk. (2000) dalam Trianto (2011))<br />
Guru mencari cara-cara untuk menghargai<br />
baik upaya maupun hasil belajar individu<br />
dan kelompok.
2.2.6. Model Pembelajaran Kooperatif<br />
Ada empat tipe yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran<br />
kooperatif (Abdurrahman dan Bintaro (2000) dalam Kunandar (2011), yakni<br />
sebagai berikut.<br />
a. Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)<br />
b. Tipe Jigsaw<br />
c. Tipe GI (Group Investigation)<br />
d. Tipe Struktural, yang meliputi TPS (Think-Pair-Share) dan NHT (Numbered<br />
Head Together)<br />
2.2.7. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif<br />
Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran<br />
diantaranya adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2010).<br />
a. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa tidak terlalu menggantungkan pada<br />
guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri,<br />
menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.<br />
b. Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan<br />
ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya<br />
dengan ide-ide orang lain.<br />
c. Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain<br />
dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.<br />
d. Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk<br />
lebih bertanggung jawab dalam belajar.<br />
e. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk<br />
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampun sosial, termasuk<br />
mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan<br />
yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif<br />
terhadap sekolah.<br />
f. Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangan kemampuan siswa<br />
untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, serta menerima umpan balik.<br />
15
Siswa dapat memecahkan masalah tanpa takut membuat kesalahan, karena<br />
keputusan yang dibuat adalah tanggung jawab kelompoknya.<br />
g. Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa<br />
menggunakan informasi.<br />
h. Interaksi selama pembelajaran kooperatif berlangsung dapat meningkatan<br />
motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk<br />
proses pendidikan jangka panjang.<br />
Kelemahan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran<br />
diantaranya adalah sebagai berikut (Sanjaya, 2010).<br />
a. Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif<br />
membutuhkan waktu. Tidak rasional mengharapkan siswa dapat mengerti dan<br />
memahami filsafat pembelajaran kooperatif secara otomatis. Untuk siswa<br />
yang dianggap memiliki kelebihan, mereka akan merasa terlambat oleh siswa<br />
yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan seperti ini<br />
dapat menggangu suasana kerja sama dalam kelompok.<br />
b. Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling<br />
membelajarkan. Oleh karena itu, dapat terjadi cara belajar yang tidak dicapai<br />
siswa jika tanpa peer teaching yang efektif.<br />
c. Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada<br />
hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa<br />
sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu<br />
siswa.<br />
d. Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan<br />
kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Hal<br />
ini tidak dapat tercapai hanya dengan satu kali penerapan model ini.<br />
e. Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat<br />
penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktifitas dalam kehidupan yang<br />
hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu<br />
sebaiknya melalui pembelajaran kooperatif selain siswa bekerja sama, siswa<br />
juga belajar bagaimana membangun kepercayaan diri.<br />
16
2.2.8. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head Together)<br />
Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama<br />
adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk<br />
memengaruhi pola interaksi siswa. Numbered Head Together (NHT) pertama kali<br />
dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa<br />
dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek<br />
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2011). Numbered<br />
Head Together (NHT) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling<br />
membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain<br />
itu, tipe Numbered Head Together (NHT) juga mendorong siswa untuk<br />
meningkatkan semangat kerja sama mereka (Lie, 2010).<br />
2.2.8.1. Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT<br />
Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh kelas, guru<br />
menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut (Kunandar, 2011).<br />
a. Langkah 1: Penomoran (Numbering)<br />
Penomoran (numbering), yaitu guru membagi para siswa menjadi beberapa<br />
kelompok yang beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka<br />
nomor sehingga tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor<br />
berbeda.<br />
b. Langkah 2: Pengajuan pertanyaan (Questioning)<br />
Pengajuan pertanyaan (questioning), yaitu guru mengajukan suatu pertanyaan<br />
kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi dari yang bersifat spesifik<br />
hingga yang bersifat umum. Contoh pertanyaan yang bersifat spesifik adalah:<br />
“Di mana letak kerajaan Majapahit?,” sedangkan contoh pertanyaan yang<br />
bersifat umum adalah: “Mengapa perjuangan bangsa Indonesia sebelum 1908<br />
mengalami kegagalan?.”<br />
Menurut Usman (2010), dalam proses belajar mengajar, bertanya memiliki<br />
peranan penting sebab pertanyaan yang tersusun dengan baik dan teknik<br />
pelontaran yang tepat pula akan memberikan dampak positif terhadap siswa,<br />
yaitu:<br />
17
1. meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar,<br />
2. membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap suatu masalah<br />
yang sedang dihadapi atau dibicarakan,<br />
3. mengembangkan pola dan cara belajar aktif dari siswa sebab berpikir itu<br />
sendiri sesungguhnya adalah bertanya,<br />
4. menuntut proses berpikir siswa sebab pertanyaan yang baik akan<br />
membantu siswa agar dapat menentukan jawaban yang baik,<br />
5. memusatkan perhatian siswa terhadap masalah yang sedang dibahas.<br />
Menurut Usman (2010), dasar-dasar pertanyaan yang baik adalah:<br />
1. jelas dan mudah dimengerti oleh siswa,<br />
2. berikan informasi yang cukup untuk menjawab pertanyaan,<br />
3. difokuskan pada suatu masalah atau tugas tertentu,<br />
4. berikan waktu yang cukup kepada anak untuk berpikir sebelum menjawab<br />
pertanyaan,<br />
5. bagikanlah semua pertanyaan kepada seluruh murid secara merata,<br />
6. berikan respons yang ramah dan menyenangkan sehingga timbul<br />
keberanian siswa untuk menjawab atau bertanya,<br />
7. tuntunlah jawaban siswa sehingga mereka dapat menimbulkan sendiri<br />
jawaban yang benar.<br />
c. Langkah 3: Berpikir bersama (Head together)<br />
Berpikir bersama (head together), yaitu para siswa berpikir bersama dan<br />
menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu, serta meyakinkan<br />
bahwa tiap anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.<br />
d. Langkah 4: Pemberian jawaban (Answering)<br />
Pemberian jawaban (answering), yaitu guru menyebutkan satu nomor dan<br />
para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan<br />
dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas.<br />
18
2.2.8.2. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT<br />
Keunggulan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut.<br />
a. Memberi motivasi<br />
Menurut Woodworth dan Marques (2000) dalam Nurtafita (2011), motivasi<br />
adalah suatu tujuan jiwa yang mendorong individu untuk aktivitas-aktivitas<br />
tertentu dan tujuan-tujuan tertentu terhadap situasi di sekitarnya. Segala<br />
sesuatu yang baru dan segala perubahan dapat menumbuhkan motivasi.<br />
Begitu juga dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, dengan<br />
pemberian nomor merupakan hal baru bagi siswa dalam belajar, sehingga<br />
siswa dapat termotivasi dalam belajar.<br />
b. Menambah rasa percaya diri<br />
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT juga dapat menambah rasa percaya<br />
diri siswa, karena dalam model ini ada pemanggilan nomor dalam menjawab<br />
hasil diskusi. Sehingga dalam diri siswa timbul rasa percaya diri mereka.<br />
c. Siswa aktif<br />
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan menambah keaktifan siswa<br />
dalam belajar, karena siswa boleh memberikan pendapat dan menukar<br />
pendapat, sehingga siswa aktif dalam belajar (Nurtafita, 2011).<br />
d. Setiap siswa menjadi siap semua.<br />
e. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.<br />
f. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai (Hamsa, 2009).<br />
a. Waktu ruang<br />
Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut.<br />
Belajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT<br />
memerlukan waktu yang agak panjang, supaya siswa lebih memahami<br />
materinya.<br />
b. Membuat panik siswa<br />
Di samping membuat percaya diri, model pembelajaran kooperatif tipe NHT<br />
juga dapat membuat grogi atau panik siswa, karena dalam metode ini bagi<br />
nomor yang dipanggil harus menjawab dan mereka panik pada pemanggilan<br />
nomor.<br />
19
c. Membuat repot guru<br />
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan metode diskusi<br />
kelompok yang menggunakan nomor, sehingga sebelum pembelajaran<br />
dimulai guru harus mempersiapkan nomor, hal ini dapat membuat guru agak<br />
repot (Nurtafita, 2011).<br />
d. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan<br />
waktu yang lama.<br />
e. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru (Hamsa, 2009).<br />
2.3. Alat Indera pada Manusia<br />
Apabila alat indera dibagi ke dalam kelompok alat indera, maka dapat<br />
dibagi ke dalam tiga grup kelompok, yakni sebagai berikut.<br />
a. Kemoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan zat<br />
kimia yaitu indera pembau (hidung) dan indera pengecap (lidah).<br />
b. Mekanoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan<br />
gaya berat, tegangan suara dan tekanan yakni indera peraba (kulit) dan indera<br />
pendengaran (telinga).<br />
c. Fotoreseptor adalah alat indera yang merespon terhadap rangsangan cahaya<br />
seperti indera penglihatan (mata).<br />
2.3.1. Mata (Indera Penglihat)<br />
a. Bagian-bagian Mata<br />
Bagian yang melindungi mata adalah alis mata, kelopak mata, dan bulu<br />
mata. Alis mata merupakan rambut (bulu) yang terletak diatas mata. Kelopak<br />
mata berfungsi untuk melindungi mata dari benda-benda asing, misalnya debu,<br />
asap, dan keringat. Bulu mata juga berguna melindungi mata dari benda asing.<br />
Mata juga dilengkapi dengan kelenjar air mata dan otot mata. Kelenjar<br />
air mata menghasilkan air mata. Air mata berfungsi untuk membasahi kornea<br />
mata agar tidak kering dan sebagai pelumas agar mata mudah digerakkan. Otot<br />
mata berguna untuk menggerakkan bola mata sehingga dapat bergerak ke kanan-<br />
kiri dan ke atas-bawah.<br />
20
Gambar <strong>2.1.</strong> Bagian-bagian mata (Widiantoro, 2012)<br />
Adapun bagian-bagian mata yang berhubungan dengan fungsi<br />
penglihatan dapat dilihat pada tabel 2.3.<br />
Tabel 2.3. Bagian-bagian Mata dan Fungsinya<br />
Bagian Mata Fungsi<br />
Konjungtiva Melindungi kornea dari gesekan.<br />
Sklera<br />
Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan<br />
menjadi tempat melekatnya otot-otot mata.<br />
Kornea (selaput Menerima cahaya yang masuk ke mata, tidak berwarna<br />
bening)<br />
(bening) dan tidak mempunyai pembuluh darah.<br />
Kerusakan pada kornea dapat menyebabkan kebutaan.<br />
Koroid Mengandung pembuluh darah dan melindungi refleksi<br />
cahaya dalam mata.<br />
Badan siliaris Menyokong lensa, mengandung otot yang<br />
memungkinkan lensa berubah bentuk, dan<br />
Iris (selaput pelangi)<br />
mensekresikan aqueous humor (humor berair).<br />
Warna iris memberikan warna pada mata. Iris bekerja<br />
dan pupil (anak sama dengan pupil untuk mengatur banyaknya cahaya<br />
mata)<br />
yang masuk ke mata sehingga sesuai dengan kebutuhan.<br />
Fungsi pupil sama dengan fungsi diafragma pada<br />
kamera.<br />
Lensa<br />
Memfokuskan dan meneruskan cahaya yang masuk ke<br />
mata agar tepat jatuh ke retina. Dengan demikian mata<br />
dapat melihat dengan jelas. Lensa mata mempunyai<br />
kemampuan untuk mencembung dan memipih untuk<br />
memfokuskan jatuhnya cahaya.<br />
21
Badan bening Terletak di belakang lensa, bentuknya seperti agar-agar,<br />
untuk meneruskan cahaya yang telah melewati lensa.<br />
Cahaya itu selanjutnya disampaikan ke selaput jala.<br />
Retina (selaput jala) Selaput jala menerima cahaya yang diteruskan oleh<br />
bagian-bagian mata didepannya. Pada selaput jala<br />
terdapat ujung-ujung saraf penerima. Retina<br />
Saraf mata<br />
mengandung sel batang (sel basilus) dan sel kerucut (sel<br />
konus).<br />
Meneruskan rangsang cahaya yang diterima. Rangsang<br />
tersebut diteruskan ke susunan saraf pusat yang berada<br />
di otak. Dengan demikian, kita dapat melihat suatu<br />
benda.<br />
Fovea<br />
kuning)<br />
(bintik Bagian retina yang mengandung sel kerucut.<br />
Bintik buta Daerah tempat saraf optik meninggalkan bagian dalam<br />
bola mata dan tidak mengandung sel konus dan batang.<br />
Vitreous humor Menyokong lensa dan menolong dalam menjaga bentuk<br />
(humor bening) bola mata.<br />
Aqueos humor Menjaga bentuk kantong depan bola mata.<br />
(humor berair)<br />
Pada bagian retina, terdapat sel batang (sel basilus) yang mampu<br />
menerima rangsang sinar tak berwana dan sel kerucut (sel konus) yang mampu<br />
menerima rangsang sinar kuat dan berwarna. Sel batang mengandung pigmen<br />
yang peka terhadap cahaya yang disebut rodopsin, yaitu suatu bentuk senyawa<br />
antara vitamin A dengan protein tertentu. Sel kerucut mengandung pigmen<br />
iodopsin, yaitu senyawa retinin dan opsin. Iodopsin terdiri dari tiga jenis yaitu<br />
iodopsin merah, hijau, dan biru.<br />
b. Cara Kerja Mata<br />
Mata bekerja saat melihat objek. Tanpa cahaya, mata tidak dapat<br />
menjalankan fungsinya. Cahaya memasuki mata melalui pupil. Lensa mata<br />
mengarahkan cahaya sehingga benda jatuh pada retina. Kemudian, ujung-ujung<br />
saraf penerima yang ada di retina menyampaikan bayangan itu ke otak. Setelah<br />
diproses di otak, kita dapat melihat benda itu.<br />
22
Secara ringkas jalannya sinar yang masuk ke dalam mata melalui:<br />
Kornea aqueous humor pupil lensa vitreus<br />
humor retina<br />
c. Kelainan/Penyakit pada Mata<br />
1. Miopi (rabun jauh) adalah ketidakmampuan mata untuk melihat benda<br />
yang jauh dengan jelas. Kelainan ini dapat diatasi dengan menggunakan<br />
kacamata berlensa minus (lensa cekung).<br />
2. Hipermiopi (rabun dekat) adalah ketidakmampuan mata melihat benda<br />
dekat dengan jelas. Kelainan mata ini dapat diatasi dengan menggunakan<br />
kacamata berlensa plus (lensa cembung).<br />
3. Presbiopi (mata tua) adalah ketidakmampuan mata untuk melihat benda<br />
yang dekat dan jauh dengan jelas. Kelaianan ini dapat diatasi dengan<br />
kacamata berlensa ganda, yaitu minus dan plus.<br />
4. Rabun senja adalah kelainan mata berupa ketidakmampuan mata untuk<br />
melihat pada senja hari. Rabun senja disebabkan oleh kekurangan<br />
vitamin A. Biasanya rabun senja bersifat sementara. Di siang hari, mata<br />
mampu melihat lebih baik.<br />
5. Buta warna adalah ketidakmampuan mata untuk melihat warna-warna<br />
tertentu. Misalnya, buta warna merah tidak dapat melihat mata merah.<br />
6. Katarak adalah cacat mata, yaitu buramnya dan berkurang elastisitasnya<br />
lensa mata. Hal ini terjadi karena adanya pengapuran pada lensa. Pada<br />
orang yang terkena katarak pandangan menjadi kabur dan daya<br />
akomodasi berkurang.<br />
2.3.2. Telinga (Indera Pendengar)<br />
a. Bagian-bagian Telinga<br />
Bagian-bagian penyusun telinga dan fungsinya dapat dilihat pada tabel 2.4.<br />
23
Tabel 2.4. Bagian Penyusun Telinga dan Fungsinya<br />
Bagian Penyusun Telinga Fungsi<br />
Telinga luar<br />
a. Pinna (daun telinga)<br />
b. Saluran auditori (liang)<br />
Telinga tengah<br />
a. Membran timpani (selaput<br />
gendang)<br />
b. Tulang martil (os maleus)<br />
Tulang landasan (os inkus)<br />
Tulang sanggurdi (os stapes)<br />
c. Saluran Eustachius<br />
Telinga dalam<br />
a. Jendela oval<br />
b. Jendela melingkar<br />
c. Koklea (rumah siput)<br />
d. Saluran semisirkuler dan<br />
utrikulus<br />
e. Membran basiler<br />
f. Organ korti<br />
g. Membran tektorial<br />
Membantu mengkonsentrasikan<br />
gelombang suara (vibrasi)<br />
a. Meneruskan vibrasi ke osikula<br />
b. Meneruskan vibrasi (getaran) ke<br />
jendela oval<br />
24<br />
c. Menyeimbangkan tekanan udara<br />
antara telinga tengah dan lingkungan,<br />
saluran penghubung antara ruang<br />
telinga dengan rongga faring<br />
a. Penghubung telinga tengah dengan<br />
telinga dalam<br />
b. Sebagai reseptor suara<br />
c. Sebagai reseptor untuk gerakan kepala<br />
d. Sebagai reseptor gravitasi<br />
e. Meneruskan vibrasi<br />
f. Tempat terdapatnya sel reseptor suara<br />
berbentuk rambut<br />
g. Meneruskan vibrasi organ korti<br />
Gambar 2.2. Bagian-bagian telinga (Widiantoro, 2012)
. Cara Kerja Telinga<br />
Daun telinga berfungsi sebagai corong untuk mengumpulkan getar bunyi.<br />
Getaran bunyi tersebut kemudian masuk ke dalam lubang telinga. Apabila getaran<br />
bunyi mencapai gendang telinga, maka gendang telinga ikut bergetar. Getaran<br />
gendang telinga menggetarkan tulang-tulang pendengaran. Selanjutnya, tingkap<br />
jorong dan rumah siput ikut bergetar. Demikian juga dengan cairan limfa di dalam<br />
rumah siput. Cairan limfa merangsang ujung-ujung saraf. Ujung-ujung saraf<br />
menyampaikan rangsangan bunyi tersebut ke otak. Dengan demikian, kita dapat<br />
mendengar bunyi. Getaran bunyi yang terlalu keras dapat merobek gendang<br />
telinga sehingga pendengaran dapat terganggu.<br />
melalui:<br />
Secara ringkas impuls getaran suara yang masuk ke dalam telinga<br />
Daun telinga saluran pendengaran membran timpani<br />
osikula (maleus, inkus, stapes) koklea organ korti saraf<br />
auditori otak<br />
c. Kelainan/Penyakit pada Telinga<br />
Gangguan pada pendengaran (tuli), dapat disebabkan oleh:<br />
1. Tuli konduksi, dapat terjadi karena:<br />
Penyubatan saluran telinga oleh minyak serumen<br />
Penebalan atau pecahnya membran timpani<br />
Pangapuran tulang pendengaran<br />
Kekakuan hubungan stapes pada fenestra ovali<br />
2. Tuli saraf, dapat disebabkan oleh kerusakan saraf pendengaran<br />
2.3.3. Lidah (Indera Pengecap)<br />
a. Bagian-bagian Lidah<br />
(Pratiwi, dkk. 2007)<br />
Permukaaan lidah kasar karena penuh bitil-bintil yang disebut papila.<br />
Pada binti-bintil lidah terdapat saraf pengecap. Lidah merupakan otot yang tebal.<br />
Papilla lidah ada 3 macam, yaitu:<br />
25
1. bentuk benang/filiformis, merupakan papila perasa dan banyak terdapat<br />
pada bagian depan lidah,<br />
2. bentuk seperti huruf V/sirkumvalata, banyak terdapat pada bagian<br />
belakang lidah,<br />
3. bentuk jamur/fungiformis, banyak terdapat pada bagian depan lidah dan<br />
bagian sisi lidah.<br />
Daerah sensasi rasa manis terletak di bagian depan, rasa asin di bagian<br />
tepi, rasa asam di bagian kedua sisi lidah dan rasa pahit di bagian tengah belakang<br />
lidah.<br />
Gambar 2.3. Bagian-bagian lidah (Widiantoro, 2012)<br />
26
. Cara Kerja Lidah<br />
Makanan atau minuman yang masuk ke dalam mulut memberi<br />
rangsangan ke ujung-ujung saraf pengecap. Rangsangan dari makanan tersebut<br />
kemudian diteruskan ke otak. Dengan demikian, kita dapat mengecap (merasakan)<br />
makanan atau minuman tersebut. Selain sebagai indera pengecap, lidah juga<br />
berfungsi sebagai alat bicara dan pengatu letal makanan. Perpaduan gerakan lidah,<br />
bibir, langit-langit mulut, dan gigi menghasilkan berbagai macam bunyi. Lidah<br />
mengatur letak makanan pada saat sedang dikunyah. Setelah itu, lidah akan<br />
mendorong makanan masuk ke kerongkongan.<br />
c. Kelainan/Penyakit pada Lidah<br />
Penyakit yang sering menyerang lidah adalah sariawan. Sariawan<br />
mengakibatkan lidah memerah dan tampak luka. Penyakit ini cukup mengganggu<br />
karena menimbulkan rasa sakit pada saat kita menggerakkan lidah untuk<br />
mengunyah dan berbicara. Penyakit ini dapat dicegah dan disembuhkan dengan<br />
mengonsumsi vitamin C.<br />
2.3.4. Hidung (Indera Pembau)<br />
a. Bagian-bagian Hidung<br />
Bagian hidung yang sangat sensitif terhadap bau terdapat pada bagian<br />
atas (di dalam) rongga hidung. Di dalam pintu rongga hidung (bagian depan)<br />
terdapat rambut halus yang berguna untuk menyaring udara yang dihirup dan<br />
selaput lendir yang berguna untuk menjaga kelembapan udara dalam hidung.<br />
Gambar 2.4. Bagian-bagian hidung (Widiantoro, 2012)<br />
27
. Cara Kerja Hidung<br />
Bau dapat tercium jika bau tersebut sampai di rongga hidung. Bagian bau<br />
menimbulkan rangsangan yang kemudian diterima oleh ujung-ujung saraf pembau<br />
yang ada di hidung. Rangsangan bau tersebut diteruskan ke otak. Dengan<br />
demikian, kita dapat mencium bau.<br />
c. Kelainan/Penyakit pada Hidung<br />
1. Anosmia adalah ketidakmampuan hidung untuk mencium bau. Anosmia<br />
diakibatkan oleh terjadinya penyumbatan rongga hidung, misalnya akibat<br />
pilek dan pembengkakan kelenjar polip.<br />
2. Influenza merupakan penyakit yang menyerang saluran pernapasan.<br />
Influenza disebut juga “flu”. Influenza disebabkan oleh virus influenza.<br />
Gejala-gejala penyakit ini antara lain adalah batuk, sakit kepala, sakit di<br />
bagian otot-otot badan dan hidung berair.<br />
3. Sinusitis merupakan peradangan sinus, yaitu rongga-rongga dalam<br />
tulang yang berhubungan dengan rongga hidung, yang gawat dan<br />
biasanya terjadi dalam waktu menahun.<br />
4. Rhinitis allergica disebabkan oleh adanya reaksi alergi pada hidung<br />
yang ditimbulkan oleh masuknya substansi asing ke dalam saluran<br />
tenggorokan.<br />
2.3.5. Kulit (Indera Peraba)<br />
Kulit berfungsi sebagai indera peraba. Dengan kulit, kita dapat<br />
membedakan permukaan kasar dan permukaan halus. Demikian pula kita dapat<br />
membedakan benda panas dan benda dingin. Kulit juga dapat berfungsi sebagai<br />
pelindung tubuh dengan cara melapisi tubuh.<br />
28
a. Lapisan-lapisan Kulit<br />
1. Epidermis<br />
2. Dermis<br />
Gambar 2.5. Penampang kulit manusia (Widiantoro, 2012)<br />
Stratum korneum, merupakan lapisan zat tanduk, mati, dan selalu<br />
mengelupas.<br />
Stratum lusidium, merupakan lapisan zat tanduk, yang tersusun atas sel-sel<br />
yang tidak berinti dan berfungsi mengganti stratum korneum.<br />
Stratum granulosum, yang berisi sedikit keratin yang menyebabkan kulit<br />
menjadi keras dan kering.<br />
Stratum germinativum, tersusun atas sel-sel yang selalu membentuk sel-sel<br />
baru ke arah luar.<br />
Penyusun utama dari bagian dermis adalah jaringan penyokong yang<br />
terdiri dari serat yang berwarna putih dan serat yang berwarna kuning. Serat<br />
kuning bersifat elastis/lentur, sehingga kulit dapat mengembang.<br />
Dermis terletak di bawah epidermis. Lapisan ini mengandung:<br />
Akar rambut<br />
Pembuluh darah<br />
Syaraf<br />
Kelenjar minyak (glandula sebasea), menghasilkan minyak yang berfungsi<br />
meminyaki rambut agar tidak kering.<br />
29
Kelenjar keringat (glandula sudorifera), menghasilkan keringat yang di<br />
dalamnya terlarut berbagai macam garam, terutama garam dapur.<br />
3. Hipodermis<br />
Hipodermis terletak di bawah dermis. Lapisan ini banyak mengandung<br />
lemak. Lemak berfungsi sebagai cadangan makanan, pelindung tubuh terhadap<br />
benturan, dan menahan panas tubuh.<br />
b. Cara Kerja Kulit<br />
Sentuhan yang dilakukan pada semua benda menghasilkan rangsang.<br />
Rangsang itu diterima oleh reseptor kulit. Kemudian, rangsang itu diteruskan oleh<br />
reseptor ke otak. Dengan demikian, kita dapat meraba suatu benda. Otak juga<br />
memerintahkan tubuh untuk menanggapi rangsang itu. Karena informasi yang<br />
cepat, tubuh kita dapat terhidar dari bahaya luar, misalnya saat kita menyentuh<br />
benda yang panas. Jika tubuh tidak tahan panas itu, maka secara refleks tubuh<br />
akan menghindari panas tersebut. Dengan demikian, tubuh terhindar dari<br />
kerusakan yang lebih fatal.<br />
Macam-macam reseptor pada kulit adalah:<br />
1. Korpuskula Pacini : tekanan<br />
2. Korpuskula Ruffini : panas<br />
3. Korpuskula Krause : dingin<br />
4. Korpuskula Meissner : sentuhan<br />
5. Korpuskula ujung saraf terbuka : rasa nyeri<br />
c. Kelainan/Penyakit pada Kulit<br />
1. Jerawat, mudah menyerang kulit wajah, leher, punggung, dan dada.<br />
Jerawat dapat timbul akibat ketidakseimbangan hormon dan kulit yang<br />
kotor.<br />
2. Panu, disebabkan oleh jamur yang hinggap di kulit. Panu timbul karena<br />
penderita tidak menjaga kebersihan.<br />
3. Kadas, tampak sebagai bulatan putih bersisik. Kadas menimbulkan rasa<br />
gatal yang ditimbulkan oleh jamur.<br />
30
4. Biang keringat dapat mengenai siapa saja: baik anak-anak, remaja, atau<br />
orang tua. Biang keringat terjadi karena kelenjar keringat tersumbat oleh<br />
sel-sel kulit mati yang tidak dapat terbuang secara sempurna. Keringat<br />
yang terperangkap tersebut menyebabkan timbulnya bintik-bintik<br />
kemerahan yang disertai gatal. Daki, debu, dan kosmetik juga dapat<br />
menyebabkan biang keringat. Orang yang tinggal di daerah tropis yang<br />
kelembapannya tidak terlalu tinggi akan lebih mudah terkena biang<br />
keringat. Biasanya, anggota badan yang terkena biang keringat yaitu<br />
dahi, leher, punggung, dan dada.<br />
2.4. <strong>Kerangka</strong> Berpikir<br />
31<br />
(Aryulina, dkk. 2004)<br />
Pembelajaran biologi yang kita kenal atau bahkan pernah kita alami<br />
hanya bertumpu pada pengetahuan dari guru. Praktik pembelajaran di dalam kelas<br />
masih menggunakan pendekatan konvensional yang berpusat pada guru. Padahal,<br />
seharusnya dalam suatu pembelajaran yang efektif, siswa yang seharusnya<br />
dituntut aktif dalam meggunakan anggota tubuhnya, mengasah kemampuan<br />
berpikirnya serta aktif mencari tahu ilmu pengetahuan dari berbagai sumber yang<br />
berhubungan dengan materi pelajaran di kelas. Guru hanya bertugas sebagai<br />
fasilitator dan pemberi motivasi. Maka perlu adanya pola pembelajaran yang<br />
secara langsung melibatkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk itu<br />
dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT<br />
(Numbered Head Together) pada sub materi pokok alat indera pada manusia yang<br />
mendorong siswa untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran.