21.06.2013 Views

EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI

EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI

EVALUASI PENYAMPAIAN PESAN DALAM KOMUNIKASI

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>EVALUASI</strong> <strong>PENYAMPAIAN</strong> <strong>PESAN</strong> <strong>DALAM</strong> <strong>KOMUNIKASI</strong><br />

Primardiana H. Wijayati<br />

Jurusan Sastra Jerman Fak. Sastra Universitas Negeri Malang<br />

Abstract: Communication is a sender-receiver process of transferring information<br />

(message, idea, concept) to influence each other. A communication is comprehensive<br />

when receiver could perceive, absorb, encode, explain and get influenced by<br />

sent-message. Daily communication often goes eschewed when the communicator s<br />

delivered-sense and the communicant received-sense diverge. The four aspects describing<br />

communicator delivery and communicant reception are the factual issues,<br />

the self manifestation of the communicator, the relationship between the communicator<br />

and the communicant, and the appeals of the communicator to the communicant..<br />

Key words: communication, message, factual issues, relationship, self manifestation,<br />

appeals, culture.<br />

Komunikasi merupakan kebutuhan dasar<br />

hidup manusia. Melalui komunikasi seseorang<br />

dapat menetapkan sebuah keputusan,<br />

mengemukakan permasalahan, memecahkan<br />

masalah, memberikan informasi, melepaskan<br />

ketegangan, memberikan pengetahuan,<br />

dan menanamkan keyakinan. Pada<br />

umumnya, komunikasi dilakukan dengan<br />

menggunakan kata-kata (lisan) yang dapat<br />

dimengerti oleh kedua belah pihak. Apabila<br />

tidak ada bahasa verbal yang dapat<br />

dimengerti oleh keduanya, komunikasi<br />

masih dapat dilakukan dengan menggunakan<br />

gerak-gerik badan, menunjukkan<br />

sikap tertentu, misalnya tersenyum,<br />

menggelengkan kepala, mengangkat bahu.<br />

Cara seperti ini disebut komunikasi dengan<br />

bahasa nonverbal (Wikipedia, 2008). Melalui<br />

komunikasi, sikap dan perasaan seseorang<br />

atau sekelompok orang dapat<br />

dipahami oleh pihak lain. Akan tetapi,<br />

158<br />

komunikasi hanya akan efektif apabila<br />

pesan yang disampaikan dapat ditafsirkan<br />

sama oleh komunikan. Sebuah komunikasi<br />

bukan hanya sekedar pertukaran kata.<br />

Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi:<br />

tersenyum, merapikan rambut atau<br />

pakaian ketika ada orang lain, menatap,<br />

mengangguk, mengerutkan kening, menutup<br />

hidung ketika ada orang merokok di<br />

dekat dan berbagai contoh perilaku lainnya.<br />

Komunikasi merupakan perwujudan dari<br />

ekspresi manusia tentang apa yang dipikirkan<br />

dan dirasakannya baik dalam bentuk<br />

verbal maupun nonverbal. Mulyana (2004)<br />

menjelaskan bahwa ada dua prinsip dasar<br />

yang harus dipatuhi oleh para peserta<br />

komunikasi yaitu (1) peserta komunikasi<br />

seyogyanya menggunakan lambang-lambang<br />

verbal dan nonverbal yang mereka<br />

kenal dan pahami untuk menyampaikan<br />

maksud atau makna pesan komunikasinya,


159 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

dan dalam keadaan normal mereka mesti<br />

menafsirkan setiap lambang dengan cara<br />

yang hampir sama pula; (2) dalam konteks<br />

komunikasi atasan-bawahan, atasan lebih<br />

berkewajiban untuk menyesuaikan diri<br />

dengan gaya komunikasi bawahan daripada<br />

sebaliknya. Jika Anda seorang berpendidikan<br />

berbicara dengan tukang becak atau<br />

tukang sayur, Andalah yang harus<br />

mengubah gaya komunikasi Anda dan<br />

mencoba memahami gaya komunikasi<br />

mereka, bukan justru meminta mereka<br />

untuk menyesuaikan diri dengan gaya<br />

komunikasi Anda. Apabila kedua prinsip<br />

tersebut tidak terpenuhi, baik salah satu<br />

ataupun keduanya, maka komunikasi akan<br />

terhambat.<br />

PROSES <strong>PENYAMPAIAN</strong> <strong>PESAN</strong><br />

Komunikasi akan lengkap hanya bila<br />

komunikan mempersepsi atau menyerap<br />

perilaku yang disandi, memberi makna<br />

kepadanya dan terpengaruh olehnya (Porter<br />

dan Samovar, dalam Mulyana dan Rakhmat,<br />

2000: 14). Secara ringkas, proses berlangsungnya<br />

komunikasi bisa dijelaskan seperti<br />

berikut.<br />

1. Komunikator (sender) yang mempunyai<br />

maksud berkomunikasi dengan orang<br />

lain mengirimkan suatu pesan kepada<br />

orang yang dimaksud. Pesan yang<br />

disampaikan itu bisa berupa informasi<br />

dalam bentuk bahasa ataupun lewat<br />

simbol-simbol yang bisa dimengerti<br />

kedua pihak.<br />

2. Pesan (message) itu disampaikan atau<br />

dibawa melalui suatu media atau saluran<br />

baik secara langsung maupun tidak langsung.<br />

Contohnya berbicara langsung<br />

melalui telepon, surat, e-mail, atau media<br />

lainnya.<br />

3. Komunikan (receiver) menerima pesan<br />

yang disampaikan dan menerjemahkan<br />

isi pesan yang diterimanya ke dalam<br />

bahasa yang dimengerti oleh komunikan<br />

itu sendiri.<br />

4. Komunikan (receiver) memberikan umpan<br />

balik (feedback) atau tanggapan atas<br />

pesan yang dikirimkan kepadanya,<br />

apakah dia mengerti atau memahami<br />

pesan yang dimaksud oleh si<br />

komunikator (Wikipedia, 2008).<br />

Pada kenyataannya dalam komunikasi<br />

sehari-hari sering terjadi ketidaksinkronan<br />

antara maksud yang hendak disampaikan<br />

oleh seorang komunikator dengan pesan<br />

yang diterima oleh komunikan sebagai<br />

partner komunikasi. Apabila maksud yang<br />

dikomunikasikan tidak sampai sesuai<br />

dengan yang dimaksudkan, hal ini dapat<br />

menimbulkan kesalahpahaman, atau<br />

ketegangan antara kedua belah pihak.<br />

Mengapa terjadi kesalahpahaman dalam<br />

berkomunikasi? Faktor apa saja yang<br />

menghambat komunikasi? Berikut ini<br />

berturut-turut akan diuraikan bagaimana<br />

komunikasi berlangsung hingga dapat<br />

menimbulkan kesalahpahaman dan faktorfaktor<br />

penghambat komunikasi.<br />

Gangguan komunikasi adalah ketidakmampuan<br />

atau gangguan berbicara dengan<br />

orang lain atau ketidakmampuan membina<br />

hubungan emosional seperti pertemanan,<br />

persahabatan lewat surat atau kolegial atau<br />

memeliharanya (Wikipedia, 2008). Bentuk<br />

khusus namun ekstrim dari gangguan<br />

komunikasi adalah mutisme dan diam<br />

secara psikogenik (seseorang yang diam<br />

membisu disebabkan oleh keadaan psikis<br />

tanpa adanya gangguan pada organ berbicara).<br />

Gangguan bisa berupa kegaduhan,<br />

penggunaan bahasa asing, tidak konsentrasi,<br />

tidak berminat, masalah pribadi, kesalahan<br />

tekanan ketika melafalkan, kesalahan<br />

pembentukan kalimat, penyakit, kesalahan<br />

materi, dan makna ganda (pesan yang<br />

pertentangan). Gangguan komunikasi terjadi<br />

hampir setiap hari di semua aspek kehidupan<br />

manusia, baik kehidupan di dunia<br />

kerja maupun kehidupan pribadi. Gangguan<br />

yang lebih ringan dan biasanya tanpa akibat,<br />

misalnya pada hubungan kolegial dan<br />

kelompok, karena pembawaan, cara ber-


gaul, humor dan bentuk percakapan<br />

seseorang dapat menetralisir reaksi yang<br />

ditunjukkan oleh bahasa tubuh atau reaksi<br />

emosional lawan bicara.<br />

Auernheimer (http://www.uni-koeln.de-<br />

/ew-fak/paedagogik/interkulturelle/ publikationen/muenchen.html,<br />

diakses tanggal 5<br />

Juni 2008), mengungkapkan dua penyebab<br />

gangguan komunikasi, yaitu 1) perbedaan<br />

harapan yang dapat menimbulkan kekecewaan,<br />

dan 2) sudut pandang yang berbeda<br />

terhadap tataran isi dan tataran hubungan.<br />

Adapun Watzlawick (http://www.uni.koeln.de/phil-fak/paedsem/psych/medien/lehrertraining/nlp/watzlawikaxiome.<br />

html, diakses tanggal 8 Juli 2008) mengemukakan<br />

lima aksioma gangguan komunikasi,<br />

yaitu 1) Kemustahilan tidak berkomunikasi,<br />

2) gangguan pada tataran hubungan<br />

dan isi, 3) interpungsi terhadap akibat,<br />

4) kesalahan dalam memaknai antara komunikasi<br />

digital dan analog, dan 5) gangguan<br />

dalam interaksi yang simetris, sedangkan<br />

Schulz von Thun (2008) membedakannya<br />

ke dalam empat tataran, di samping tataran<br />

isi pokok yang dia sebut sebagai<br />

Schulz meninjau proses pengiriman dan<br />

penyampaian pesan dari aspek psikologis<br />

dan menggambarkannya ke dalam Segi<br />

Empat Komunikasi Empat Mulut dan<br />

Empat Telinga . Menurut pendapatnya<br />

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 160<br />

Sachinhalt dan tataran hubungan<br />

(Beziehung), terdapat dua aspek lain yang<br />

menggambarkan penyampaian dan penerimaan<br />

pesan yang disebut dengan<br />

Selbstoffenbarung<br />

Skema 1: Segi Empat Komunikasi<br />

(tampilan diri) dan<br />

Appell (ajakan). Ke empat tataran tersebut<br />

mesti dimiliki oleh komunikator maupun<br />

komunikan, dengan demikian di dalam<br />

berita yang disampaikan terkandung ke<br />

empat tataran isi pokok berita, tampilan diri<br />

komunikator, hubungan komunikator<br />

terhadap komunikan dan ajakan komunikator<br />

kepada komunikan. Apabila maksud<br />

komunikator tidak sesuai sampai ke telinga<br />

komunikan, maka akan terjadi gangguan<br />

komunikasi. Sebuah berita dapat mengandung<br />

beberapa pesan sekaligus, sedangkan<br />

berita tersebut dapat disampaikan hanya<br />

melalui sebuah kata, misalnya Pergi! ,<br />

melalui sebuah pandangan mata yang<br />

menyiratkan banyak makna atau bahkan<br />

melalui kalimat yang panjang. Proses<br />

pengiriman dan penerimaan berita menurut<br />

Schulz von Thun (2008) digambarkan<br />

secara visual sebagai berikut.<br />

kualitas percakapan tergantung pada fungsi<br />

indra mulut dan indra telinga. Kedua indra<br />

tersebut masing-masing memiliki empat<br />

tataran yang seharusnya sama ketika sebuah<br />

pesan disampaikan oleh komunikator dan


161 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

diterima oleh komunikan dan ketika pesan<br />

tersebut sampai pada telinga penerima<br />

terjadi pemaknaan pesan. Pemaknaan atau<br />

interpretasi pesan yang diterima oleh<br />

seseorang dipengaruhi oleh 4 macam telinga<br />

penerima, yaitu telinga tampilan diri<br />

(Selbstoffenbarungsohr), telinga isi pokok/informasi<br />

(Sachohr), telinga hubungan<br />

(Beziehungsohr) dan telinga ajakan (Appellohr).<br />

Demikian pula sebuah pesan<br />

disampaikan melalui komunikator melalui<br />

Empat Mulut yang mengandung empat<br />

tataran yang sama yaitu tataran isi<br />

pokok/informasi (Sachebene), tataran tampilan<br />

diri (Selbstkundgabe), tataran<br />

hubungan (Beziehungsseite), dan tataran<br />

ajakan (Appellseite).<br />

Tataran isi pokok (Sachebene)<br />

merupakan titik sentral informasi yang<br />

dapat berupa data, fakta dan keadaan dalam<br />

suatu percakapan. Pada tataran ini berlaku<br />

tiga kriteria yaitu: (1) tentang benar atau<br />

tidak benar atau cocok atau tidak cocok, (2)<br />

relevansi (apakah keadaan yang disampaikan<br />

pada tema pembicaraan penting atau<br />

tidak penting), dan (3) apakah informasi<br />

memenuhi kriteria kepadaan (apakah informasi<br />

yang disampaikan sudah memadai<br />

untuk tema atau masih banyak hal lain yang<br />

harus dipertimbangkan?). Dengan demikian,<br />

komunikator harus menyampaikan informasi<br />

secara jelas dan dapat dipahami.<br />

Komunikan yang membuka telinganya lebar-lebar<br />

untuk menerima informasi, harus<br />

menyimak pesan yang disampaikan dengan<br />

seksama tentang data, fakta dan isi dan<br />

harus mengaitkan berbagai kemungkinan<br />

terkait dengan ketiga kriteria tadi. Sisi<br />

positif dari informasi yang diterima oleh<br />

telinga isi pokok adalah informasi didengar<br />

dan diterima apa adanya sesuai fakta,<br />

sedangkan sisi negatifnya adalah<br />

mengabaikan aspek kemanusiaan.<br />

Tataran tampilan diri (Selbstkundgabe)<br />

merupakan tampilan diri komunikator<br />

baik secara implisit maupun<br />

eksplisit yang ikut serta saat komunikator<br />

menyampaikan pesan. Pada saat yang bersamaan<br />

komunikan menerima pesan<br />

sekaligus menangkap tampilan diri komunikator.<br />

Seorang komunikan akan<br />

memaknai informasi yang disampaikan dan<br />

memberikan respons terkait dengan tampilan<br />

diri si komunikator, misalnya: bagaimana<br />

tampilan diri komunikator di mata<br />

saya? Bagaimana cara berbicaranya? Dan<br />

hal-hal lain yang tampak dari tampilan<br />

komunikator. Jika seseorang mengatakan<br />

tentang sesuatu, itu berarti ia juga menyatakan<br />

tentang dirinya. Setiap pernyataan<br />

berisi juga sebuah pemaklumatan diri,<br />

sebuah petunjuk apa yang terjadi di dalam<br />

dirinya, bagaimana suasana hatinya, bagaimana<br />

posisi saya dan bagaimana peran saya,<br />

baik dikehendaki atau tidak dikehendaki.<br />

Pesan yang sampai di telinga penerima<br />

mempunyai dampak negatif dan positif. Jika<br />

pesan sampai kepada penerima melalui<br />

telinga tampilan diri maka pertanyaan<br />

tentang siapa yang menyampaikan berita<br />

dan bagaimana dia menyampaikan pesan<br />

dapat dijawab. Dampak negatif yang akan<br />

terjadi adalah permakluman, pengamatan<br />

secara psikologis, dan menyimak secara<br />

mekanis, sedangkan dampak positif yang<br />

muncul adalah tetap menunjukkan sikap<br />

tenang pada saat menghadapi kondisi yang<br />

tidak menyenangkan, menyimak dengan<br />

aktif dan menunjukkan empati.<br />

Pada tataran hubungan, jika seseorang<br />

berbicara kepada partner bicara melalui<br />

ungkapan, nada dan mimik, baik disadari<br />

atau tidak sebenarnya ia telah menunjukkan<br />

bagaimana posisinya terhadap partner bicara<br />

dan bagaimana penilaiannya terhadap<br />

partner bicara, tentu saja hal ini mengacu<br />

pada situasi percapakan yang sedang berlangsung.<br />

Di dalam setiap pernyataan tersirat<br />

pula sebuah petunjuk hubungan yang<br />

dapat ditangkap oleh komunikan, apalagi<br />

jika komunikan memiliki pendengaran yang<br />

sensitif. Informasi yang dimaknai oleh<br />

telinga hubungan (Beziehungsohr) menunjukkan<br />

bagaimana komunikan memaknai


informasi yang diterimanya dikaitkan<br />

dengan hubungan antara komunikator<br />

dengan komunikan, apa yang dipikirkan<br />

oleh komunikator tentang komunikan,<br />

bagaimana ia diperlakukan oleh komunikator,<br />

bagaimana kesan komunikator<br />

terhadap komunikan dan bagaimana posisi<br />

komunikator terhadap komunikan.<br />

Tataran komunikasi selanjutnya adalah<br />

tataran ajakan. Jika seseorang menyampaikan<br />

sebuah pernyataan yang ditujukan<br />

kepada orang lain, sebenarnya ia juga<br />

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 162<br />

berniat mempengaruhi orang lain. Secara<br />

terang-terangan atau tersembunyi pada<br />

tataran ini tersimpan keinginan, ajakan,<br />

saran, petunjuk, efek dan sebagainya.<br />

Telinga Ajakan biasanya diikuti oleh<br />

kesiapan untuk menjawab pertanyaan: Apa<br />

yang harus saya lakukan sekarang, pikirkan<br />

dan rasakan?<br />

Berikut ini akan disajikan sebuah<br />

contoh cerita yang terjadi dalam kehidupan<br />

sehari-hari.<br />

Der Mann (= Sender) sagt zu seiner am Steuer sitzenden Frau (= Empfänger): Du, da vorne<br />

ist grün!<br />

Seorang laki-laki (komunikator) berkata kepada istrinya (komunikan) yang duduk di<br />

belakang setir mobil:<br />

Sayang, lampunya sudah hijau!<br />

Pesan apa sajakah yang terkandung di<br />

dalam berita tersebut, pesan apa yang<br />

disembunyikan oleh komunikator (baik<br />

disadari atau tidak) di balik kalimat<br />

tersebut, dan bagaimana komunikan memahami<br />

berita tersebut? (kemungkinan jawaban/reaksi<br />

apa yang kira-kira muncul dari<br />

sang istri?)<br />

Contoh di atas menggambarkan sebuah<br />

situasi yang menunjukkan bahwa lampu di<br />

traffic light berubah menjadi berwarna<br />

hijau. Ini adalah isi pokok (Sachinhalt) yang<br />

terkandung di dalam situasi tersebut.<br />

Aspek kedua yaitu tentang pesan apa<br />

yang ingin disampaikan oleh komunikator<br />

terkait dengan tampilan diri (Selbstoffenbarung).<br />

Di dalam setiap berita tidak hanya<br />

terkandung informasi tentang isi yang<br />

disampaikan, melainkan juga informasi<br />

tentang orang yang mengirimkan berita.<br />

Dari contoh di atas, kita dapat memperoleh<br />

informasi bahwa sang suami mampu<br />

menggunakan bahasa Jerman dan mengenali<br />

warna (tidak buta warna). Di samping<br />

itu, dia sedang dalam keadaan terjaga lahir<br />

dan batin. Lebih jauh, mungkin dia sedang<br />

dalam keadaan tergesa-gesa, dan sebagainya.<br />

Pendek kata: di dalam setiap berita<br />

tercermin sedikit informasi tentang tampilan<br />

diri komunikator. Makna tampilan diri<br />

digunakan untuk mengaitkan pemaklumatan<br />

diri yang tampak dan yang tersembunyi.<br />

Selanjutnya, dari contoh kalimat di atas<br />

dapat dilihat pula aspek hubungan<br />

komunikator dengan komunikan. Hubungan<br />

(Beziehung) antara komunikator dan<br />

komunikan sering dapat dilihat dari ungkapan<br />

yang dipilih, tekanan nada, dan<br />

signal-signal lain yang menyertainya dan<br />

bukan ditunjukkan melalui bahasa. Terkait<br />

dengan tataran hubungan, komunikan<br />

biasanya memiliki telinga yang sensitif<br />

karena ia merasa sedang diperlakukan<br />

dengan baik atau tidak baik. Pada contoh<br />

kalimat sebelumnya, sang suami memberikan<br />

isyarat yang dapat dipahami bahwa ia<br />

tidak memercayai istrinya mengemudikan<br />

mobil sehingga ia memberikan aba-aba saat<br />

lampu traffic light berubah menjadi hijau.<br />

Ada kemungkinan sang istri menjawab<br />

dengan kasar: Fährst du oder fahre ich?<br />

(Kamu atau saya yang menyetir?), sebagai<br />

ungkapan pembelaan diri. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa sanggahan yang dikemukakan<br />

bukan mengacu pada isi berita<br />

(karena sang istri pasti menyetujui bahwa<br />

lampu memang berwarna hijau), melainkan<br />

pada pesan yang terkandung pada tataran<br />

hubungan. Lebih jelasnya, dalam aspek<br />

hubungan terkandung dua jenis pesan.


163 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

Pesan pertama bermuara pada pendapat<br />

komunikator tentang komunikan, bagaimana<br />

ia memandang komunikan. Pada<br />

contoh tadi, sang suami menganggap bahwa<br />

istrinya memerlukan bantuan. Pesan kedua<br />

berisi informasi hubungan dan pesan, bagaimana<br />

komunikator memandang hu-bungan<br />

dirinya dengan komunikan.<br />

Tataran keempat adalah ajakan<br />

(Appell). Tidak ada sebuah kalimat pun<br />

yang hanya diucapkan begitu saja. Hampir<br />

semua berita mempunyai fungsi mempengaruhi<br />

penerima. Pada contoh tadi bentuk<br />

perintah yang mungkin terkandung di<br />

dalamnya adalah: Tolong injak gas, agar<br />

kita bisa melaju ketika lampu masih hijau!<br />

Dengan demikian, berita berfungsi juga<br />

untuk mengajak komunikan melakukan atau<br />

meninggalkan sesuatu, memikirkan atau<br />

merasakan sesuatu.<br />

Apabila terdapat perbedaan antara<br />

maksud komunikator dan pemahaman<br />

komunikan yang disebabkan oleh ketidaklengkapan<br />

proses penerimaan berita oleh<br />

telinga, maka akan terjadi gangguan<br />

komunikasi. Secara biologis setiap manusia<br />

memiliki dua buah daun telinga, sedangkan<br />

untuk penerimaan berita diperlukan empat<br />

telinga, yaitu telinga yang menangkap isi<br />

(Sachohr), menangkap tampilan diri<br />

komunikator (Selbstoffenbarungsohr),<br />

menangkap hubungan (Beziehungsohr), dan<br />

telinga yang menangkap pesan ajakan.<br />

Berikut ini adalah beberapa kemungkinan<br />

jawaban yang diberikan oleh si istri sebagai<br />

reaksi dari pesan yang sampai di telinganya.<br />

Fährst du oder fahre ich? (Beziehungsohr)<br />

Kamu atau saya yang menyetir? (Telinga hubungan)<br />

Ja, hier ist eine grüne Welle, das ist sehr praktisch. (Sachohr)<br />

Ya. Lampunya sudah hijau. (Telinga isi pokok)<br />

Ich bin doch nicht farbenblind! (Selbstoffenbarungsohr)<br />

Memang saya buta warna?! (Telinga tampilan diri)<br />

Ja, klar! ... und die Frau gibt sofort Gas (Appellohr)<br />

Ya! ... dan si istri langsung tancap gas. (Telinga ajakan)<br />

CARA MENGATASI KESALAHPAHAMAN <strong>DALAM</strong> <strong>KOMUNIKASI</strong><br />

Untuk mengatasi kesalahpahaman yang<br />

disebabkan oleh ketidaklengkapan telinga<br />

menerima informasi, berikut ini disajikan<br />

).<br />

Skema 2: Cara Berkomunikasi Pada Empat Tataran<br />

Tampilan Diri<br />

Ungkapan dengan bentuk<br />

Komunikasi<br />

personal saya<br />

Mengutarakan pendapat pribadi<br />

Menjelaskan maksud/tujuan Hubungan<br />

dua belas tehnik dalam berkomunikasi<br />

dengan kolega (Schulz von Thun, 2008<br />

Isi Pokok<br />

Bersikap netral<br />

Saling memahami<br />

Menyimak analitis<br />

Aktif menyimak<br />

Mengutarakan perasaan<br />

secara langsung<br />

Memberikan dan menerima<br />

masukan<br />

Ajakan<br />

Memberikan argumentasi<br />

yang meyakinkan<br />

Mengajukan pertanyaan<br />

Bersikap fair


Tataran Isi Pokok<br />

Pada tataran isi pokok sebaiknya seorang<br />

komunikan menempatkan isi berita<br />

sebagai titik pokok, dan tidak menempatkan<br />

pesan tersebut sesuai minat pribadi. Agar<br />

kenetralan isi berita tetap terjaga, baik komunikator<br />

maupun komunikan harus menempatkan<br />

tugas dan kesulitan sebagai milik<br />

bersama yang harus diselesaikan secara<br />

sistematis secara bersama-sama pula. Ungkapan<br />

dapat lebih dipahami jika komunikator<br />

menyampaikan pikiran dan argumennya<br />

dengan sistematis. Adapun caranya melalui:<br />

(a) gunakan kalimat yang sederhana<br />

dan pendek dengan makna yang mudah dipahami,<br />

(b) jelaskan kata-kata asing atau<br />

istilah tertentu jika diperlukan, (c) sampaikan<br />

informasi secara runtut, (d) batasi penyampaian<br />

berita hanya pada pokok pembicaraan,<br />

(e) gunakan bantuan visual seperti<br />

grafik. Di samping itu, informasi dapat diterima<br />

dengan baik jika komunikan menyimak<br />

berita dengan berpikir analitis. Hal ini<br />

berarti: (a) jangan berfantasi sendiri jika<br />

mendengar kata-kata yang berbunga-bunga,<br />

(b) percakapan harus tetap berpijak pada<br />

pernyataan lawan bicara, (c) argumen yang<br />

kuat harus disampaikan dengan tenang, dan<br />

(d) pemimpin percakapan dapat menemukan<br />

alasan yang tidak disampaikan secara<br />

tersirat.<br />

Tataran Hubungan<br />

Suksesnya komunikasi pada tataran hubungan<br />

ditentukan oleh keaktifan komunikan<br />

dalam menyimak informasi. Percakapan<br />

yang konstruktiv hanya mungkin berlangsung<br />

jika komunikan tidak membatasi diri<br />

hanya sebagai pendengar pasif, melainkan<br />

aktiv melakukan langkah-langkah berikut:<br />

(a) berusaha menempatkan diri pada posisi<br />

komunikator, (b) berusaha menangkap maksud<br />

komunikator, (c) menahan diri untuk<br />

melakukan penilaian pribadi, memberikan<br />

saran dan reaksi spontan, (d) dengan bahasa<br />

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 164<br />

tubuhnya komunikan menunjukkan kepada<br />

komunikator bahwa ia menyimak ungkapan<br />

komunikator dengan sungguh-sungguh, (e)<br />

mengajukan beberapa pertanyaan mendalam<br />

sebagai tanda komunikan mengikuti pembicaraan<br />

yang disampaikan oleh komunikator,<br />

dan (f) menyimpulkan pernyataan komunikator<br />

atau berusaha mengulang kembali bagian-bagian<br />

yang penting. Selain itu, kedua<br />

belah pihak diharapkan dapat menunjukkan<br />

perasaannya secara langsung. Gambaran<br />

perasaan seseorang dapat ditangkap terutama<br />

melalui signal-signal nonbahasa. Signal<br />

yang mudah ditangkap adalah perasaan<br />

simpati, antipati dan rasa takut. Di dunia<br />

kerja seringkali diperlukan usaha keras untuk<br />

mengungkapkan langsung perasaan terhadap<br />

partner bicara. Karena itu diperlukan<br />

latihan yang sesuai untuk bisa mengamati<br />

gerak hati dan menggambarkannya dengan<br />

tepat.<br />

Tataran Tampilan Diri<br />

Pada tataran tampilan diri komunikator<br />

sebaiknya mengungkapkan keyakinan dan<br />

perasaan dalam bentuk ungkapan saya ,<br />

dengan demikian partner bicara akan lebih<br />

mempercayai Anda. Khususnya komunikasi<br />

yang berlangsung saat ada konflik, sangat<br />

penting untuk mengemukakan perasaan<br />

Anda secara terus terang. Adapun langkah<br />

yang harus ditempuh agar konflik tidak<br />

berkepanjangan adalah: (a) kemukakan kalimat<br />

dengan ungkapan saya , misalnya:<br />

Saya selalu kesal jika... , (b) hindari<br />

ungkapan dengan menggunakan bentuk<br />

kalimat Anda dan Kamu , misalnya:<br />

Tapi Anda juga selalu datang telat ... , (c)<br />

hindari ungkapan dengan bentuk orang ,<br />

misalnya: Orang tidak dapat menuntut hal<br />

itu dari Bapak XY... , ungkapkan hasil<br />

pengamatan dan keinginan Anda secara<br />

langsung, misalnya: Saya menginginkan<br />

Anda yang mengambil alih pekerjaan itu ...<br />

bukan dengan ungkapan: Seandainya saja


165 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

Anda yang mengambil alih pekerjaan itu.<br />

Tehnik selanjutnya untuk keberhasilan<br />

komunikasi adalah mengungkapkan pendapat<br />

pribadi. Kebanyakan partner bicara<br />

menganggap bahwa sebaiknya mereka tidak<br />

mengutarakan pendapatnya secara terus<br />

terang. Sebagian bersembunyi di balik sikap<br />

otoriter. Sebenarnya di lubuk hati yang<br />

paling seseorang mempunyai keingi-nan<br />

untuk mendengar pendapat koleganya yang<br />

disampaikan dengan jujur. Di samping itu,<br />

sebagian orang dengan sadar cenderung<br />

menyembunyikan maksud dan tujuan yang<br />

sebenarnya. Mereka mengemukakan informasi<br />

dalam ungkapan yang tidak jelas.<br />

Justru sesungguhnya percakapan yang<br />

konstruktif bisa tercipta jika harapan dan<br />

keinginan seluruh anggota percakapan<br />

diungkapkan secara jelas.<br />

Tataran Ajakan<br />

Pada tataran ajakan hendaknya pelaku<br />

percakapan memberikan argumentasi yang<br />

meyakinkan. Pada tataran ajakan, komunikasi<br />

mempunyai makna mempengaruhi<br />

seseorang. Pada dasarnya terdapat dua<br />

kemungkinan ajakan yang ditujukan kepada<br />

partner bicara (a) ajakan terselubung. Seorang<br />

komunikator seringkali dapat<br />

mempengaruhi perilaku komunikan melalui<br />

kata-kata atau informasi tanpa disadari oleh<br />

yang bersangkutan. Pengaruh ini tampak<br />

sekali terutama jika menyangkut perasaan.<br />

Karena itu pengaruh dari ajakan terselubung<br />

tidak pernah dapat dipastikan sebelumnya,<br />

(b) ajakan terang-terangan. Jika seorang<br />

komunikator bertujuan membina hubungan<br />

yang jelas dan jujur dengan komunikan,<br />

maka ia harus menyampaikan harapan dan<br />

keinginannya dengan terus terang. Jika<br />

komunikan berhasil dipengaruhi dan<br />

menunjukkan perubahan sikap, sering muncul<br />

rasa heran atau kaget. Jika orang yang<br />

berhasil dipengaruhi menyadari bahwa<br />

perilakunya selama ini menimbulkan<br />

konsekuensi tertentu, maka akan timbul<br />

kesadaran pada dirinya untuk mengubah<br />

sikapnya. Tentu saja perubahan sikap ini<br />

menimbulkan keinginan orang yang<br />

mempengaruhi untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan.<br />

Pertanyaan yang mungkin<br />

diajukan antara lain: Ada masalah apa<br />

sebenarnya? atau Kapan dan di mana<br />

masalah itu muncul? Pertemanan yang<br />

baik hanya dapat terwujud jika partner bicara<br />

tidak mempunyai dugaan dikelabui.<br />

Karena itu Anda harus terus menghindari<br />

ajakan terselubung dan menyerukan ajakan<br />

secara terus terang.<br />

Langkah-langkah tersebut dapat diterapkan<br />

jika komunikasi yang sedang<br />

dibangun ingin berjalan lancar dan berhasil<br />

tanpa timbul kesalahpahaman di antara<br />

komunikator dan komunikan. Di samping<br />

gangguan komunikasi yang dijelaskan di<br />

atas, pemahaman yang minim terhadap<br />

aspek budaya lawan bicara dapat menjadi<br />

penyebab komunikasi tidak lancar. Mengapa<br />

orang harus memahami komunikasi<br />

antarbudaya?<br />

PEMAHAMAN BUDAYA <strong>DALAM</strong><br />

<strong>KOMUNIKASI</strong> ANTARBUDAYA<br />

Di samping mengikuti langkah-langkah<br />

yang disarankan oleh Schulz von Thun pada<br />

setiap tataran seperti yang dikemukakan<br />

pada Skema 2, pemahaman budaya partner<br />

bicara sangat diperlukan untuk memperlancar<br />

komunikasi dan menghindari kesalahpahaman.<br />

Menurut para ilmuwan sosial (dalam<br />

Mulyana, 2004) budaya dan komunikasi<br />

mempunyai hubungan timbal balik, seperti<br />

dua sisi dari satu mata uang. Budaya<br />

menjadi bagian dari perilaku komunikasi<br />

dan pada gilirannya komunikasi pun turut<br />

menentukan, memelihara, mengembangkan<br />

atau mewariskan budaya. Setiap bangsa<br />

mendefinisikan konsep kebenaran, rasionalitas,<br />

objektivitas, kesopanan, penghinaan,<br />

kebebasan, tanggung jawab atau kebohongan<br />

secara berlainan. Sebagai ilustrasi,


erbohong untuk menjaga harmoni<br />

hubungan sosial lebih dapat diterima dalam<br />

hubungan budaya Timur daripada keterusterangan<br />

dalam budaya Barat yang sering<br />

menyinggung perasaan .<br />

Selanjutnya Mulyana mengutarakan<br />

bahwa Jerman, seperti juga negara-negara<br />

di Eropa Barat, Amerika dan Australia,<br />

termasuk ke dalam budaya-budaya<br />

individualistik yang ditandai dengan komunikasi<br />

konteks-rendah, yakni komunikasi<br />

yang menekankan rincian, kelugasan,<br />

keterusterangan, dan ketepatan. Cara<br />

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 166<br />

Gambar 1. Instruksi di kamar mandi<br />

Gambar 2. Instruksi di tempat cuci piring<br />

berkomunikasi mereka berlawanan dengan<br />

komunikasi konteks-tinggi bangsa Timur<br />

yang samar, tidak langsung, berbelit-belit,<br />

dan tidak tentu ujung pangkalnya (orang<br />

bisa mengobrol berlama-lama tanpa tujuan).<br />

Budaya Jerman sarat dengan spesifikasi,<br />

rincian, jadwal, dan ketepatan waktu dengan<br />

mengabaikan konteks. Bahasa Jerman<br />

bersifat instruktif dan rinci. Hal ini terbukti<br />

dari tulisan yang terpampang di setiap sudut<br />

dan di setiap tempat, bahkan di dalam<br />

kamar mandi, di toilet dan di dapur pun<br />

terpampang instruksi sebagai berikut:


167 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

Instruksi tersebut ditujukan untuk semua<br />

pemakai kamar mandi dan dapur berisi<br />

petunjuk pemakaian. Pada gambar pertama<br />

tercantum informasi bahwa pengguna<br />

kamar mandi harus menyemprotkan Biff<br />

yang tersedia di situ setelah selesai mandi<br />

dan setelah itu membilasnya dengan air agar<br />

tidak terjadi pengendapan kapur yang dapat<br />

menyebabkan flek. Informasi yang tertera<br />

pada gambar kedua adalah tentang cara<br />

menggunakan tempat cuci piring. Orang<br />

Gambar 4. Instruksi di toilet<br />

Tulisan tersebut bermaksud memberitahukan<br />

kepada pengguna toilet bahwa ia<br />

harus menekan tombol untuk air pembersih<br />

selama lima detik. Baik di dalam alat<br />

transportasi, di tempat pembuangan sampah,<br />

di tempat parkir, di pemberhentian bis,<br />

pendek kata di semua tempat selalu ada<br />

:<br />

Gambar 5. Jadwal perjalanan kereta api<br />

Salah satu faktor yang mempengaruhi<br />

kelugasan bahasa orang Jerman adalah<br />

yang menggunakan tempat cuci piring<br />

tidak boleh membuang sisa makanan di<br />

tempat cuci piring, tidak boleh membuang<br />

minyak goreng bekas, mengecek apakah air<br />

mengalir dengan lancar setelah mencuci<br />

piring, dan jika air tidak mengalir dengan<br />

lancar pemakai harus menggunakan pembersih<br />

saluran cuci piring agar semua<br />

kotoran yang menghambat jalannya air bisa<br />

dibersihkan. Adapun petunjuk yang<br />

dipasang di toilet adalah sebagai berikut:<br />

instruksi yang disampaikan dengan rinci,<br />

sehingga bagi orang asing yang datang ke<br />

Jerman tidak perlu bertanya jika ingin<br />

mengetahui informasi kapan kereta datang<br />

atau berangkat ke sebuah kota, karena informasi<br />

itu sudah terpampang dengan jelas dan<br />

rinci, seperti pada gambar berikut<br />

iklim. Orang-orang yang tinggal di daerah<br />

beriklim dingin, menghabiskan lebih


anyak waktu untuk berpakaian, menyimpan<br />

makanan, dan merencanakan bagaimana<br />

menghadapi musim dingin, sementara<br />

orang-orang yang tinggal di wilayah<br />

beriklim hangat, punya akses terhadap satu<br />

sama lainnya sepanjang tahun. Orang<br />

Jerman dikenal pula dengan kedisiplinannya,<br />

antre, teliti dan cermat, dan ini<br />

yang membuat bangsa Jerman maju dan<br />

sejahtera.<br />

Etika berbicara dalam konteks bisnis<br />

sangat bervariasi (Lewis, dalam Mulyana,<br />

2004). Misalnya, umumnya orang Jerman<br />

dan orang Swedia adalah pendengar yang<br />

baik. Namun tidak demikian halnya dengan<br />

orang Italia dan orang Spanyol; mereka<br />

malah sering memotong pembicaraan,<br />

dengan bahasa tubuh dan isyarat tangan<br />

yang hidup dan terkesan berlebihan. Di<br />

Jepang dan Finlandia, diam adalah suatu<br />

bagian integral dalam percakapan; jeda<br />

dianggap sebagai istirahat, ramah, dan<br />

pantas. Karena itu orang Jepang tidak<br />

menyukai orang Amerika yang argumentatif,<br />

sementara orang Amerika sulit<br />

memahami orang Jepang yang pendiam.<br />

Orang Yunani menganggap negosiasi bisnis<br />

tidak terpisah dari interaksi sosial. Mereka<br />

akan berbicara dengan rekan bisnisnya<br />

mengenai masalah-masalah pribadi dan halhal<br />

lain yang tidak ada berkaitan dengan<br />

bisnis sebelum perundingan dimulai.<br />

Mereka tidak menjadwalkan waktu untuk<br />

bertemu dengan menyisihkan waktu untuk<br />

melakukan perjanjian lainnya. Di Yunani,<br />

seorang eksekutif menganggap bahwa orang<br />

yang mengabaikan rincian sebagai tidak<br />

dapat dipercaya, sementara para eksekutif<br />

top di Amerika atau Kanada hanya perlu<br />

menyepakati pokok-pokok perundingan,<br />

dan menyerahkan rincian-rinicannya kepada<br />

bawahan mereka. Di Inggris, dalam presentasi<br />

bisnis lelucon sering digunakan untuk<br />

menyegarkan suasana. Namun lelucon tidak<br />

biasa disisipkan dalam presentasi bisnis<br />

orang Jerman atau orang Jepang. Anda bisa<br />

Wijayati, Evaluasi Penyampaian Pesan dalam Komunikasi 168<br />

dianggap tidak serius bila mengemukakan<br />

lelucon di hadapan mereka.<br />

Di Jerman, memotong kentang dengan<br />

pisau tidaklah lazim. Memotong kentang<br />

dengan garpu menunjukkan bahwa seseorang<br />

semasa kecil mendapatkan pendidikan<br />

etika sehingga tahu etika makan.<br />

Barangsiapa memotong kentang dengan<br />

pisau, berarti ia tidak dididik dan tidak tahu<br />

etika. Tentu saja aturan etika seperti ini<br />

tidak dipahami oleh orang asing. Jika<br />

seorang Inggris sedang berada di Jerman<br />

dan suatu ketika memotong kentang<br />

menggunakan pisau, maka tanpa disadarinya<br />

ia akan dicap tidak mengenal etika.<br />

Padahal memotong kentang dengan garpu<br />

bagi orang Inggris dianggap tidak tahu<br />

etika, karena di Inggris garpu tidak pernah<br />

digunakan untuk memotong. Di Jerman,<br />

secara hukum dilarang menyeberangi jalan<br />

ketika lampu masih berwarna merah, karena<br />

itu orang Jerman tetap berdiri dengan sabar<br />

di traffic light yang berwarna merah sampai<br />

berubah menjadi hijau, meskipun tidak ada<br />

satu pun kendaraan yang lewat. Di Inggris,<br />

Belanda, Spanyol atau negara-negara lainnya<br />

yang tidak menerapkan aturan hukum<br />

seperti ini, tentu saja perilaku seperti ini<br />

bisa mengherankan. Mulyana (2004)<br />

menguraikan lebih lanjut konsep individu<br />

dan kolektif berlaku juga pada kelompok<br />

paling kecil masyarakat yakni keluarga. Di<br />

negara-negara individualistis orang tua<br />

mendidik anaknya untuk mandiri, seperti di<br />

Inggris dan Amerika yang menerapkan<br />

undang-undang bahwa anak-anak keluar<br />

dari rumah paling lambat ketika akan<br />

memasuki kuliah. Di Spanyol dan Italia<br />

tidak ada aturan seperti itu; banyak orang<br />

yang sudah beranjak dewasa tetap tinggal<br />

bersama orang tuanya, bahkan sampai<br />

menikah. Keluarga pada masyarakat yang<br />

berorientasi kelompok berperan lebih<br />

penting bahkan hingga mereka membentuk<br />

keluarga baru, daripada pada masyarakat<br />

yang berorientasi individu. Di Amerika,


169 BAHASA DAN SENI, Tahun 37, Nomor 2, Agustus 2009<br />

Inggris, Jerman dan Belanda sangat jarang<br />

ditemui keluarga besar .<br />

Mengenali bagaimana proses penyampaian<br />

pesan ditinjau dari aspek psikologis<br />

dan budaya sangatlah penting agar tidak<br />

terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi.<br />

Di samping itu, menerapkan tehnik<br />

berkomunikasi yang baik merupakan salah<br />

satu cara untuk dapat meraih komunikasi<br />

yang sukses. Komunikasi dapat berlangsung<br />

dengan baik hanya apabila pesan yang<br />

disampaikan oleh komunikator dapat<br />

ditafsirkan sama oleh komunikan.<br />

Perbedaan maksud yang terjadi di antara<br />

komunikator dan pemahaman komunikan<br />

dapat menimbulkan gangguan komunikasi.<br />

Hal ini dapat dihindari apabila keempat<br />

telinga - yaitu telinga yang menangkap isi<br />

(Sachohr), menangkap tampilan diri<br />

komunikator (Selbstoffenbarungsohr),<br />

menangkap hubungan (Beziehungsohr), dan<br />

telinga yang menangkap pesan ajakan -<br />

berfungsi dengan baik dalam proses<br />

penerimaan berita<br />

DAFTAR RUJUKAN<br />

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat.<br />

2000. Komunikasi Antarbudaya.<br />

Panduan Berkomunikasi Dengan Orangorang<br />

Berbeda Budaya. Bandung:<br />

Remaja Rosdakarya.<br />

Mulyana, Deddy. 2004. Komunikasi<br />

Populer. Kajian komunikasi dan Budaya<br />

Kontemporer. Bandung: Pustaka Bany<br />

Quraisy.<br />

Schulz von Thun, Friedemann. 2008.<br />

Miteinander Reden: 1 Störungen und<br />

Klärungen. Allgemeine Psychologie der<br />

Kommunikation. Hamburg: Rowohlt.<br />

Schulz von Thun, Friedemann. 2008.<br />

Miteinander Reden: 2 Stille, Werte und<br />

Persönlichkeitsentwicklung.<br />

Differentielle Psychologie der<br />

Kommunikation. Hamburg: Rowohlt.<br />

Schulz von Thun, Friedemann. 2008.<br />

Miteinander Reden: 3 Das Innere<br />

Team und Situationsgerechte<br />

Kommunikation. Kommunikation,<br />

Person, Situation. Hamburg: Rowohlt<br />

Wikipedia. Interkulturelles Lernen.<br />

(http://de.wikipedia.org/wiki/, diakses<br />

tanggal 5 Juni 2008).<br />

Wikipedia. Kommunikationsstörung.<br />

(http://de.wikipedia.org/wiki/, diakses<br />

tanggal 5 Juni 2008).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!