05.08.2013 Views

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

Article Format PDF - Journal | Unair

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PERKEMBANGAN MUSIK DANGDUT INDONESIA 1960AN-1990AN<br />

Fathin Luaylik<br />

Johny A. Khusyairi<br />

Abstrak<br />

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai relevansi keadaan sosial-politik<br />

dan kultural terhadap keberadaan Musik Dangdut. Penulisan artikel ini dilakukan<br />

dengan menggunakan metode Sejarah yang selain menggunakan sumber-sumber<br />

sekunder, juga menggunakan sumber-sumber primer seperti koran dan menggunakan<br />

metode Sejarah Lisan. Penamaan jenis musik ini adalah hasil dari penjulukan<br />

merendahkan, dang duut, yang merupakan nama sindiran atas penilaian terhadap<br />

eksistensi Dangdut yang semula dianggap sebagai musik kalangan Bawah. Dalam<br />

perkembangannya, ternyata musik Dangdut mampu masuk ke dalam ruang dengar<br />

kalangan Menengah ke Atas lewat beragam kesempatan. Berbeda dari kehadiran<br />

awalnya di tahun 1960an hingga awal 1970an yang dianggap kampungan, pada<br />

dekade-dekade sesudahnya musik Dangdut menyebar secara lebih modern sesuai<br />

dengan perkembangan teknologi rekaman. Disamping itu, oleh karena besarnya<br />

khalayak penggemarnya, musik Dangdut kerap menjadi alat politik untuk<br />

mendapatkan dukungan massa. Era tahun 1990an menjadi titik balik dari musik<br />

Dangdut karena citra yang kian membaik dan peningkatan kesejahteraan<br />

penyanyinya.<br />

Kata kunci: Sejarah Dangdut, kelas Bawah, Musik.<br />

Abstract<br />

This article aim to explicate the relevance of social and political circumstances to the<br />

presence of Dangdut Music. The article was written based on historical methods in<br />

which, besides employing primary resources, employing secondary resources such as<br />

newspapers and oral history. The naming of this music was actually a derogatory<br />

identification, dang and duut, such an insinuation to the presence of Dangdut which<br />

initially was considered as a lower class music. Later, this music was successfully<br />

penetrated to the middle and upper classes in diversed events. Unlike its initial<br />

presence in 1960s and 1970s which was considered as kampungan (tacky<br />

embarrassing), in the next decades the music was dispersed moderner in accordance to<br />

the progress of recording technology. In addition, as a consequence of the huge number<br />

of its fans, Dangdut music was recurrently used as political tool to snatch political<br />

mass.The 1990s era was the turning point of Dangdut music as its improved images<br />

and improved prosperity of its singers.<br />

Keywords: The History of Dangdut, Lower Class, Music.<br />

Tidak seperti musik pada umumnya, yang<br />

menjadi media hiburan semata, musik<br />

Dangdut juga berfungsi sebagai media<br />

komunikasi sosial. Musik yang memang<br />

memiliki bahasa universal, berhasil<br />

mengantarkan musik dangdut sebagai<br />

media komunikasi massa, seperti dakwah,<br />

menyampaikan pesan dan protes. Musik<br />

dangdut dengan segala kekuatan sosial<br />

yang dimilikinya mampu menyampaikan,<br />

terlepas dari keberhasilannya, bahasa<br />

cinta, pesan dan protes sosial, serta pesan<br />

agama (dakwah) pada khalayak yang luas.<br />

Wajah musik dangdut yang ada<br />

1) Mahasiswa Magister Kebijakan Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga.<br />

Email:<br />

fathinluaylik@yahoo.com.<br />

2) Staf pengajar pada Departemen Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, Surabaya.<br />

Email:<br />

johnykhusyairi@gmail.com.<br />

26


yang hadir hingga pada tahun 1990an,<br />

tidak lepas dari perjalanan panjang musik<br />

ini dalam mengukuhkan nama dan<br />

statusnya dalam dunia musik di Indonesia.<br />

Musik yang salah satunya berakar pada<br />

irama (musik) Melayu ini pada tahuntahun<br />

1950an hingga 1960an liriknya<br />

bertema percintaan. Baris-baris syairnya<br />

pun berupa cenderung puitis dan terdapat<br />

gaya bahasa metaforis. Kondisi ini<br />

berubah ketika pada awal tahun 1970an<br />

ketika aliran musik Rock diadaptasi dalam<br />

irama Melayu dalam bentuk kostum, alat<br />

musik serta gaya panggung (Kompas, 15<br />

Mei 1985). Pengaruh musik Rock ini<br />

mengubah karakter irama Melayu menjadi<br />

lebih atraktif, variatif dan agresif,<br />

terutama dalam baris-baris syairnya.<br />

Perubahan ini seakan tidak terlepas dari<br />

unsur sifat agresif dari seni musik yang<br />

berbahasa universal ini, yaitu kemampuan<br />

musik tatkala datang walaupun tidak<br />

d i m e n e g e r t i , d a n t i d a k i n g i n<br />

mendengarkan, namun musik datang<br />

menembus dinding sehingga sampai pada<br />

telinga kita (Kompas, 10 September<br />

1979).<br />

Sifat seni yang agresif ini lantas<br />

dimanfaatkan oleh Rhoma Irama bersama<br />

Soneta Grupnya untuk menyampaikan<br />

dakwah kebangsaan. Rhoma melakukan<br />

perubahan karakter lirik pada lagu-lagu<br />

gubahannya agar dapat menyejajarkan diri<br />

dengan aliran musik lainnya yang pada<br />

masanya merasa diri lebih “gedongan” ,<br />

ketimbang dangdut . Lirik lagu dangdut<br />

yang semula diwarnai tema cinta mulai<br />

diwarnai dengan tema-tema sosial,<br />

ketakwaan dan sebagainya. Seorang<br />

cendekiawan Muslim pada masa itu,<br />

Dawam Rahardjo, menyatakan bahwa<br />

lagu-lagu Rhoma Irama mengandung<br />

kritik sosial yang vulgar sehingga<br />

dianggap komunikatif. Lebih dari itu,<br />

yang paling menarik perhatian Dawam<br />

adalah keberanian dan kemampuan<br />

Rhoma Irama dalam memadukan irama<br />

Melayu dengan Rock sekalipun dengan<br />

lirik-lirik yang bernafaskan Islam (Fokus,<br />

8 Desember 1983).<br />

Terdapat asumsi bahwa faktor<br />

pendorong utama adanya perubahan<br />

karakter syair irama Melayu, yaitu adanya<br />

pemberian julukan atas musik ini dengan<br />

musik Dangdut, sebuah nama yang<br />

merendahkan karena menjuluki dari<br />

peniruan atau onomatopi atas bunyi<br />

instrumen utama musik ini, ketipung, yang<br />

di telinga terdengar 'dang' dan 'duut'.<br />

Dengan kata lain, musik ini dianggap<br />

sebagai musik rendahan dan kurang<br />

bermutu seperti tercermin dari olok-olok<br />

yang muncul dalam pemberian julukan<br />

pada jenis musik ini. Realistasnya,<br />

memang ada syair lagu dangdut yang<br />

seakan ditulis apa adanya dengan syairsyair<br />

yang lugas dan sangat mudah<br />

dicerna.<br />

Bagi Rhoma Irama yang juga<br />

anggota PAMMI (Persatuan Artis Musik<br />

Melayu Indonesia), yang juga disebut<br />

sebagai Raja Dangdut, adanya syair yang<br />

terlalu lugas tidak menjadi masalah<br />

selama syair tidak bersifat destruktif dan<br />

memuat selera rendah akan dibiarkan<br />

karena seni memiliki otonomi sendiri<br />

(Tempo, 25 Mei 1991). Konsekuensi dari<br />

kelugasan syair lagu Dangdut, maka<br />

khalayak penggemarnya menjadi sangat<br />

luas terutama di kalangan menengah ke<br />

bawah. Dalam pelbagai pementasan<br />

musik Dangdut, jumlah penonton dari<br />

kelas bawah yang menjadi mayoritas.<br />

Sebagai akibat kedekatan Dangdut dengan<br />

kalangan bawah, tidak jarang musik ini<br />

digunakan sebagai media mengumpulkan<br />

ma ssa ket i ka ka mp any e. Massa<br />

berdatangan ketika kampanye suatu partai<br />

m e ng g un a k a n d a n gd u t se b a ga i<br />

hiburannya. Bahkan tidak jarang massa<br />

yang datang hanya ingin menyaksikan<br />

ketika penyanyi dangdut beraksi di atas<br />

pentas (Tempo, 9 April 1977).<br />

Berbic ara tent ang Dangdut<br />

memang tidak bisa lepas dari peran<br />

penting dari grup musik Dangdut<br />

melegenda di Indonesia, Soneta Group.<br />

Sebagai sebuah grup musisi Dangdut<br />

(OM, Orkes Melayu) yang terdepan,<br />

So n e t a G r o u p m e m a n g t e l a h<br />

27


menunjukkan kelasnya sendiri. Jika ditilik<br />

dari segi aransemen musik, lagu-lagu yang<br />

dihasilkan oleh Soneta Group berhasil<br />

memasukkan beberapa aliran musik baik<br />

dari Barat maupun Timur, seperti Rock,<br />

Kuracha, dan tentunya dari Melayu<br />

sendiri. Sedangkan dari sisi syair, grup<br />

yang dipimpin oleh Raja Dangdut ini<br />

sangat bervariasi dari lirik-lirik cinta,<br />

kritik sosial, pesan moral (keagamaan),<br />

nasionalisme dan sebagainya. Pendek<br />

kata, Soneta Group telah memberi warna<br />

dominan dalam perkembangan musik<br />

Dangdut di Indonesia. Pada titik inilah,<br />

tulisan ini melihat lebih jauh kelahiran dan<br />

perkembangan musik Dangdut antara<br />

tahun 1971-1997, termasuk juga pengaruh<br />

yang diberikan oleh Soneta Group dalam<br />

genre musi ini.<br />

Dari “Melayu” ke Dangdut<br />

Banyak munculnya kelompok<br />

musik pada masanya memberikan warna<br />

pada sejarah musik Indonesia. Termasuk<br />

popularitas yang diperoleh tidak lepas dari<br />

turunnya pamor jenis musik yang telah ada<br />

sebelumnya. Awal tahun 1938 terdapat<br />

sebuah kebebasan pemakaian istilah<br />

“Musik Melayu” dimana dr. A.K Gani,<br />

salah satu tokoh Partai Serikat Islam<br />

Indonesia (PSII) merupakan orang<br />

pertama yang menggunakan istilah Musik<br />

Melayu. Pada pertunjukan keronconng<br />

dalam rangka memperingati hari Sumpah<br />

Pemuda lahirlah anggapan bahwa irama<br />

keroncong identik dengan irama Melayu<br />

yakni bentuk perlawanan terhadap<br />

karakter Barat dan Cina (Frederick 1982;<br />

Khusyairi 2003).<br />

Perjalanan berlanjut pada tahun<br />

1955, Musik Melayu akhirnya identik<br />

de ngan ”Mel ayu De li ”. Me la lu i<br />

penelusuran asal daerah perkembangan<br />

Musik Melayu yang kemudian dikenal<br />

sebagai dangdut dikenal sebagai musik<br />

ban gsa Indone si a ka rena te mpa t<br />

kelahirannya, Deli, dan proses perubahan<br />

selanjutnya terjadi di lingkup wilayah<br />

Indonesia. Namun sesungguhnya musik<br />

Melayu sudah lama akrab di telinga<br />

28<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

bangsa Indonesia, hanya sebelumnya<br />

belum disebut Dangdut (Frederick &<br />

Kesumah 1995: 27).<br />

Asal Dangdut sendiri sebenarnya<br />

sudah terlihat pada awal tahun 1940-an<br />

dengan adanya perpaduan berbagai unsur<br />

Parsi, Arab dan Musik Melayu. Keadaan<br />

bangsa yang pada saat itu berjuang meraih<br />

kemerdekaan, maka Musik Melayu<br />

banyak bertema tentang nasionalisme<br />

seperti Halo-halo Bandung (Piper dan<br />

Jabo 1987).<br />

Lambat laun identitas Musik<br />

Melayu identik dengan orkes Dangdut,<br />

merupakan awal mula puncak pamor yang<br />

dicapai Dangdut sampai saat ini. Hal inilah<br />

yang menyebabkan dangdut dianggap<br />

sebagai kesenian rakyat yang juga<br />

memiliki perpaduan unsur musik Rock.<br />

Perpaduan i ni t erl iha t pada gaya<br />

panggung, pakaian serta pemakaian<br />

perlatan musik untuk menghasilkan irama<br />

Melayu (Frederick & Kesumah 1995: 30).<br />

K e a d a a n p o l i t i k y a n g<br />

mempengaruhi perkembangan Musik<br />

Melayu yaitu masa Demokrasi Terpimpin.<br />

Dimana pada masa ini film-film india<br />

membanjiri Indonesia sedangkan film<br />

barat dilarang peredarannya. Sehingga<br />

nuansa India mendominasi dengan<br />

menyampaikan maslaah kehidupa n<br />

kalangan bawah melalui film (Tempo, 30<br />

Juni 1984).<br />

Nuansa India terlihat dalam film<br />

musikal Serodja (1959) dibintangi oleh<br />

Said Effendi, Djuwita (1952), sedangkan<br />

lagu India terlihat pada lagu Boneka dari<br />

India (1956) dibawakan Ellya Khadam<br />

bersama Om. Kelana Ria pimpinan Munif<br />

Bahasuan. Karakter India semakin gencar,<br />

sedangkan musik keroncong yang mulai<br />

menggunakan alat-alat modern sehingga<br />

dianggap bersifat borjuis popularitasnya<br />

semakin menurun. Sehingga melalui filmfilm<br />

india inilah banyak penyanyi<br />

“mempromosikan” berbentuk soundtract<br />

film India seperti yang dilakukan Said<br />

Effendi.


Penyebaran Musik Melayu Tahun 1960<br />

sampai 1980-an<br />

Penyebaran Musik Melayu dapat<br />

dipilah dalam tiga generasi, dari generasi<br />

pertunjukan keliling hingga era panggung<br />

pertunjukan dan kaset rekaman. Cakupan<br />

ketiga periode penyebaran musik Dangdut<br />

diterangkan pada sub bagian berikut.<br />

1. Periode Tahun 1960-an<br />

Tahun 1960-an pertunjukan keliling<br />

sangat mendominasi dari satu daerah ke<br />

daerah lainnya. Baik lagu maupun<br />

penyanyi berisfat menjadi milik grup.<br />

Media pendukung penyebaran pada masa<br />

ini yaitu radio dan sesekalai melihat<br />

pertunjukan. Melalui pertunjukan keliling<br />

masaal berakibat, banyak bermunculan<br />

Tabel 1.1<br />

Orkes Melayu Periode 1950-1960<br />

kelompok musik daerah yang berskala<br />

kecil.<br />

Radio transistor merupakan media<br />

penyebaran satu-satunya yang hanya<br />

dimiliki oleh kalangan tertentu saja,<br />

karena harganya belum terjangkau.<br />

Pendengar radio transistor memiliki<br />

selera tesrendiri dalam hal musik yang<br />

disiarkan oleh Radio Republik Indonesia<br />

(RRI) dinggap kurang bergairah karena<br />

melodi dan syair musik sulit dipahami.<br />

Pendengar memilih lagu Barat dari radio<br />

amatir terkendala bahasa, sehingga<br />

pengguna radio transistor ini lebih<br />

memilih Musik Melayu sebagai hiburan<br />

sehari-hari.<br />

Generasi pertama ini merupakan<br />

penerus dari tradisi Musik Tanjidor atau<br />

N o. N am a O rkes M ela yu Pi mp ina n Judul L a gu P enya nyi<br />

P endukun g<br />

1 O M .Sina r M e da n U m a r F a uzy<br />

K ud aku L ar i H a sna h T ha ha r,<br />

A sse ra n<br />

E m ma G a ng ga ,<br />

A . Ra ch m an,<br />

A .H a rr is.<br />

2 O rk es R R I M e da n L ili S u ha eri S ela ya ng P a ndan g, P ena m pila n<br />

A ra s K abu<br />

m er upak an<br />

per pa dua n musi k<br />

M e layu de ng an<br />

or kestra<br />

3 O M .K e nanga n H u sein A idit P ilu C ik S uha na ,<br />

Juha na S a tta r,<br />

M .Sa ugy<br />

4 O M . Bu kit Sigun ta ng A , C halik S ed etik L ag i H a sna h T ha ha r,<br />

5 O M .B ar in da ng M . Y us<br />

S uha em i,E m ma<br />

G a ngga , N u r ’a in,<br />

C ik A sma ni,<br />

M .M as ha bi<br />

6 I ra m a A gu ng S a id E f f endi S em a lam di<br />

C ik R ubia h,<br />

M a la ysia d an E m ma G a ng ga ,<br />

diam b an g S or e C ik S uha na ,<br />

(C ipta an .I sma il M .Sa ugy, A ulad y<br />

M Z ), T im a ng-<br />

T im a ng A na kku<br />

S ay ang, Bim ba ng<br />

da n R a gu, H a nya<br />

N ya nyia n, F a twa<br />

P ujangg a( C ipta an<br />

S aid E f end i, S er oja<br />

(C ipta an H usein<br />

B aw a fi e)<br />

dan Z a ka r ya<br />

7 K ela na R ia A d i K a r so da n E llya A gu s ( B onek a da ri Ind ia , B eb an<br />

M u ni f Ba ha soa n A sm a ra ) , D juhan a S a tta r ( K ece w a ,<br />

(G ab unga n k edua n K e lu ha n A na k Y a tim ), M .Ma sha bi<br />

na m a ini “A d i (R e nung ka nla h, R a tapa n A na k T ir i),<br />

M u ni f)<br />

M unif b aha sua n ( Bu nga N irw a na ,<br />

K ha lif a h)<br />

Sumber : Fokus, 8 Desember 1983, hlm.13-16.<br />

29


Keroncong yang dipertunjukkan dari<br />

kampung ke kampung. Selain itu<br />

pertunjukan juga dilakukan di ruang<br />

jamuan pada acara tertentu karena<br />

diundang pelaksana acara. Walaupun<br />

d e m i ki a n , t i d a k ad a se m a n g a t<br />

berkompetisi atau komersial antar ke<br />

penyanyi dan kelompok Musik Melayu.<br />

Seperti yang dialami OM. Kahwa<br />

diundang pada acara penjaman atau<br />

perhelatan (Eriyanto).<br />

1. Periode Tahun 1970-an<br />

Tahun 1970- an me rupaka n ma sa<br />

pertunjukan panggung yang banyak<br />

didatangi penonton dan menggunakan<br />

perlaatan canggih. Pertunjukan tidak<br />

dilakukan secara berkeliling melainkan<br />

industri panggung bersifat massal. Tahun<br />

1970-an inilah Dangdut mulai terbiasa<br />

didengar, namun masih tengah berjuang<br />

30<br />

mendapatkan pengakuan dari masyarakat.<br />

Hal ini disebabkan larena terbukanya<br />

kebijakan ekonomi terhadap modal asing,<br />

sehingga Dangdut mendapatkan pengaruh<br />

Pop dan Rock. Adopsi terhadap unsur<br />

Barat ini terlihat pada aransemen musik<br />

Rhoma Irama yang sebelumnya hanya<br />

menggunakan alat-alat musik akustik<br />

namun selanjutnya mulai memadukan<br />

Saxophone, Tenor, satu set Drum, Timpani<br />

dan Terompet. Dari sinilah pertunjukan<br />

dangdut menjadi lebih atrakrif dan megah.<br />

Dangdut kerap menjadi bahan ejekan serta<br />

diidentikkan sebagai musik rendahan dan<br />

tidak modern. Berkembangnya anggapan<br />

bahwa apa yang berasal dari Barat<br />

mnerupakan hal “modern dan maju”<br />

sedangkan, yang berasal dari wilayah<br />

lokal dianggap “kuno dan kampungan”<br />

(Lohanda 1991: 139).<br />

Tabel 1.2<br />

Orkes Melayu Periode tahun 1960-1970<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

No Nama Orkes Melayu Pemimpin Judul Lagu Penyanyi<br />

Pendukung<br />

1 Pancanada (1962) Zakarya Rahasia Sukma( Elvy Sukaesih,<br />

Ciptaan Illin Kartini, Rosadi,<br />

Sumantri), Achmad Bahasil,<br />

Curahan Hati Hartono dan<br />

(Ciptaan<br />

M.Haris)<br />

Zakarya<br />

2 Chandralela (1966) Husein Bawafie Kau Pergi Tanpa Ellya Khadam,<br />

PesanEllya<br />

Khadam, Djuhana<br />

Sattar<br />

Djuhana Sattar<br />

3 Pancaran Muda Zakarya -Bulan Purnama -Titik Sandhora<br />

(Ciptaan: Syafii (masa bergabung<br />

Glimboh dan (1968-1973)<br />

Zakarya) -Lilis Surjani<br />

dinyanyikan oleh<br />

Lilis Surjani<br />

-Boleh-boleh<br />

Jangan, Jangan<br />

Sembarangan<br />

Colek (<br />

dinyanyikan oleh<br />

Titik Sandhora)<br />

Sumber : Fokus, Dangdut Sebuah “Flashback”, 8 Desember 1983.


Tahun 1960 sampai 1970-an, melalui OM.<br />

Chandralela lagu-lagu Melayu bernuansa<br />

In di a b e rha si l m e re bu t si m pa t i<br />

pendengarnya. Hal ini berbeda dengan apa<br />

yang dilakukan Zakarya bersama OM.<br />

Pancaran Muda-nya yang mencoba<br />

mendekatkan dangdut dengan pop. Tahun<br />

1 96 0 -a n Z a ka r y a me n d a pa t k a n<br />

kepercayaan untuk menciptakan lagu pop<br />

melayu seperti Tety Kadi (Kasih Diambil<br />

Orang) dan Emilia Contesa (Wak Mina<br />

Lata).<br />

Periode Tahun 1980-an<br />

Generasi ketiga, penyebaran<br />

Dangdut lebih didukung oleh meluasnya<br />

kaset rekaman. Pada tahun 1980-an, mulai<br />

masuk pemilik modal industri rekaman.<br />

Melalui rekaman kaset inilah, dangdut<br />

mulai dikenal kalangan atas. Jika<br />

sebelumnya produser rekaman “tidak<br />

mau” me nyentuh Dangdut karena<br />

Dangdut memilki peluang pasar yang<br />

kurang menguntungkan. Jika pada masa<br />

sebelumnya untuk menikmati dangdut<br />

harus datang ke pertunjukan, namun saat<br />

adanya kaset rekaman penggemar bisa<br />

berkenalan dengan idolanya melalui hasil<br />

r e k a m a n . Ka d a n g ka l a se o r a n g<br />

penggemar, dapat menirukan idolanya<br />

sekalipun tak pernah bertatap muka,<br />

seperti Nano Romanza yang tidak pernah<br />

bertemu dengan Rhoma, namun dengan<br />

mempelajari dari kaset rekaman maupun<br />

film berhasil menirukan suara dan gaya<br />

penampilan Rhoma Irama (Tempo, 30 Juni<br />

1984).<br />

Penggunaan istilah mulai dari<br />

Irama Melayu, Melayu Deli , Orkes<br />

Me l ay u sa m pa i O rke s Da ng du t<br />

membuktikan bahwa dangdut memiliki<br />

sejarahnya tersendri. Dangdut memiliki<br />

perbedaan dengan budaya populer dan<br />

modern di Indonesia. Secara sederhana<br />

dangdut memiliki keterkaitan sangat luas<br />

dengan budaya populer. Seperti yang<br />

dinyatakan Mus Mualim bahwa Dangdut<br />

adalah apa yang diinginkan masyarakat.<br />

Tidak jarang perkembangan dangdut<br />

se ring dihubungkan dengan sifat<br />

egalitarian-nya (Frederick & Kesumah<br />

1995: 21).<br />

Kedekatan Dangdut terhadap<br />

sele ra masyarakat yang merakyat<br />

dikarenakan syair-syair lagu dangdut<br />

diciptakan berdasarkan lingkungan sekitar<br />

yang menjadi tema utama lagu. Shingga<br />

wajar jika lirik lagunya lebih banyak<br />

m e ng un g ka p k an r e a l i ta s hi d u p<br />

ma sy a ra ka t ke l a s ba wa h u nt u k<br />

melampiaskan berbagai perasaan yang<br />

tertekan (Frederick & Kesumah 1995: 27).<br />

Identitas Musik Melayu<br />

Pada tahun 1970-an merupakan<br />

masa Dangdut benar-benar merupakan<br />

musik rakyat. Hal ini dapat dilihat dari<br />

perbandingan antara Dangdut sebelumnya<br />

yang mencari bentuk, namun sampai saat<br />

ini mengukuhkan bentuknya. Jika<br />

sebelumnya syair bersifat hiperbola<br />

menjadi lebih sederhana dan menyentuh<br />

kehidupan masyarakat sehari-hari. Syair<br />

tidak harus indah dan melambung dan<br />

tidak menggunakan kata pilihan. Melalui<br />

sifat lirik sederhana permaslahan seharihari<br />

dipotret secara lugas sehingga tidak<br />

jarang terkesan anarkis (Eriyanto: 8).<br />

Ada beberapa karakteristik untuk<br />

menganalisa musik sebagai identitas<br />

nasional ataupun lokal. Beberapa kriteria<br />

mengenai musik sebagai identitas nasional<br />

atau lokal antara lain (a) dinyanyikan<br />

dalam bahasa daerah, (b) unsur musikan<br />

(instrumen, organisasi formal, ritmik, (c)<br />

direkam di Jakarta oleh produser utama<br />

group dan diditribusikan melalui jaringan<br />

media nasional (Weintraub 2010: 19).<br />

Ba ny ak ny a hi po te sa ya n g<br />

be rusa ha m e nje l aska n m en gen ai<br />

perubahan bentuk (struktur lagu, tatanan<br />

lirik) dan gaya (penyajian, peralatan) dari<br />

orkes harmonium ke orkes Melayu<br />

menunjukkan banyaknya sumber awal<br />

mula Musik melayu. Menurut B.Y.<br />

Supardi menganggap lagu Melayu atau<br />

Musik Melayu berasal dari kesenian<br />

daerah suku Melayu di daerah Sumatera<br />

bagian Timur dan Kepulauan Riau.<br />

31


Kesenian Melayu bisa dilhat dari tradisi<br />

pesta panen. Prosesi membawa hasil padi<br />

lalu bersama menginjak tumpukan padi<br />

yang kemudian menyerukan “ahoi-ahoi”<br />

unt uk me muj i ke besa ran Tuha n.<br />

Kebiasaan saling berbalas pantun inilah<br />

merupakan awal mula senandung ata<br />

dendang Melayu (Fokus, 8 Desember<br />

1983 :14).<br />

Indikasi musik Dangdut terhadap<br />

karakter musik rakyat dapat ditinjau dari<br />

beberapa aspek seperti yang disampaikan<br />

William H. Frederick yaitu dari segi syair<br />

dan ideologi. Dari segi syair, dapat dilihat<br />

adanya kemampuan Rhoma Irama melihat<br />

dinamika masyarakat dan menuangkan ke<br />

dalam syair. Seperti pada lagu Begadang<br />

(dalam album OM. Soneta Volume I,<br />

Yukawi, 1973) melalui lagu inilah Rhoma<br />

berusaha menyampaikan pesan moral<br />

serta kritik sosial. Sedangkan pada<br />

soundtrack film Perjuangan dan Doa,<br />

Soneta mampu membawa ekspresi<br />

nasionalisme.<br />

Perubahan karakter syair Musik<br />

Melayu tahun 1950 sampai 1960-an,<br />

mulai bentuk syair terdiri dari susunan<br />

pantun serta sulit untuk dipahami<br />

maknanya menjadi lebih sederhana seperti<br />

Fatwa Pujangga (ciptaan Said Effendi)<br />

dan Begadang (ciptaan Rhoma Irama).<br />

Fatwa Pujangga<br />

Tlah ku terima suratmu yang lalu<br />

Penuh sanjungan kata merayu<br />

Syair dan pantun tersusun indah...sayang<br />

Bagaikan sabda fatwa pujangga<br />

Kanku simpan suuratmu yang itu<br />

Bak pusaka ayang sangat bermutu<br />

Walau kita tak lagi bersua..sayang<br />

Cukup sudah tandamu setia<br />

Begadang<br />

Begadang jangan begadang<br />

Kalau tiada gunanya<br />

Begadang boleh saja<br />

Kalau ada perlunya<br />

Kalau terlalu banyak begadang<br />

Muka Pucat karena darah berkurang<br />

32<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

Sedangkan apabila ditinjau dari sisi<br />

ideologi, selera penikmat dangdut sangat<br />

memepengaruhi tingkat pembelian kaset<br />

rekaman. Melalui selera inilah yang<br />

menentukan bahwa dangdut dengan tema<br />

syair mengungkap permaslahan kalangan<br />

bawah yang akan memiliki tingkat<br />

pembelian tertinggi. Sebagai contoh lagu<br />

Pangeran Dangdut dari Abiem Ngesti<br />

laku terjual 300 ribu keping dalam waktu<br />

enam bulan.<br />

Eskalasi Dangdut<br />

Tahun 1990-an dimana Musik<br />

Melayu telah melewati masa-masa<br />

perjuangan untuk menyejajarkan diri<br />

dengan musik-musik lainnya. Dari sisi<br />

pe nyanyi ba ik dari kostum, gaya<br />

penampilan, kemasan dalam pementasan<br />

dan rekaman, kesejahteraan dan prestise<br />

telah mengalami peningkatan. Lebih dari<br />

itu, pada periode ini beberapa stasiun<br />

televisi mulai berlomba untuk menjadikan<br />

musik Dangdut sebagai salah satu mata<br />

acaranya. Bahkan, beberapa artis musik<br />

Pop berusaha menyanyikan lagu dangdut<br />

demi memetik buah-buah rupiah yang<br />

dihasilkan oleh “pohon” Dangdut.<br />

Menariknya, penggemar Dandut memang<br />

meningkat pula, bahkan dari kalangan<br />

menengah ke atas. Namun, sebagian besar<br />

dari penggemar ini adalah penggemar<br />

Dangdut yang dahulu berada di lapisan<br />

bawah masya raka t, nam un te la h<br />

mengalami peningkatan kemakmuran<br />

ekonomi sehingga mengalami eskalasi<br />

sosial dari kelas bawah menuju kelas<br />

menengah. Alhasil, para penggemar dari<br />

kalangan menengah ke atas tersebut<br />

rupanya sebagian besar merupakan<br />

jelmaan dari penggemar tulen yang<br />

memang sejak awal telah menggemari<br />

Dangdut (Khusyairi 1997).<br />

Celakanya terdapat upaya campur<br />

tangan pemerintah yang menggunakan<br />

Dangdut dalam beberapa peristiwa politik<br />

seperti kampanye. Kiprah politik Rhoma<br />

Irama sudah terlihat sejak tahun 1977 dan<br />

1982 di bawah naungan Partai Persatuan


Pembangunan (PPP). Kampanye tanggal<br />

25 Maret 1977 lagu Begadang diubah<br />

syairnya oleh Rhoma Irama menjadi:<br />

Menusuk boleh menusuk, asal yang ada<br />

artinya, menusuk boleh menusuk, asal<br />

Ka'bah yang ditusuk (Tempo, 9 April<br />

1977: 54).<br />

Kampanye PPP berbeda dengan<br />

Golkar pada tahun 1971, 1977 dan 1982.<br />

Pada kampanye 1971 Golkar banyak<br />

mengerahkan artis-artis Safari wilayah<br />

Jakarta untuk kampanye di beberapa<br />

daerah. Namun pada tahun 1977 tidak lagi<br />

menggunakan artis Safari ke daerahdaerah<br />

karena adanya kesulitan keuangan<br />

dana kampanye seperti yang dinyatakan<br />

ketua Umum Golkar, Amir Murtono<br />

(Tempo, 9 April 1977: 55). Keterlibatan<br />

artis Safari pada kampanye Golkar tahun<br />

1971 menghasilkan kemenangan Golkar<br />

dan sekaligus tercipta generasi-enerasi<br />

baru kesenian daerah.<br />

Ma sa-masa gemil ang Musik<br />

Dangdut pada tahun 1990-an dipengaruhi<br />

semakin kuatnya pada dunia politik.<br />

Pemerintah memberikan porsi besar<br />

terhadap pementasan dangdut. Ditambah<br />

lagi pernyataan menteri sekretarsi negara,<br />

Moerdiono yang mengangap bahasa<br />

musik adalah suatu hal yang sederhana<br />

yaitu kesenangannya terhadap musik<br />

tertentu lahir dengan sendirinya tanpa<br />

adanya paksaan dari. Moerdiono juga<br />

menyatakan bahwa suatu saat dirinya akan<br />

lahir sebagai “Raja Dangdut”.<br />

Rea ksi pun be rlanjut yang<br />

mengantarkan Merdiono pada tahun 1995<br />

sebagai “Bapak Musik Dangdut” dan<br />

dikukuhkan kembali pada acara AD TPI<br />

tahun 1997. Sebagai timbal balik kepada<br />

musik Dangdut, Moerdiono memberikan<br />

nama Sekar Langit kepada elompok<br />

penyanyi yang beranggotakan Evie<br />

Tamala, Camelia Malik dan Iis Dahlia.<br />

Melalui pemberian nama ini terlihat<br />

bahwa Dangdut dapat dianggap tidak<br />

semata musik kalangan bawah namun<br />

khalayak yang lebih luas, melalui campur<br />

tangan pemerintah.<br />

Kiprah Dangdut dalam dunia<br />

birokrasi Indonesia terjadi pada tahun<br />

1992 tatkala Basofi Sudirman, yang pada<br />

waktu itu menjadi wakil gubernur DKI<br />

Jakarta menyanyikan Tidak semua Lakilaki.<br />

Selanjutnya, pada tahun 1997 Basofi<br />

mengeluarkan album keduanya. Basofi<br />

menggunakan dangdut sebagai media<br />

promosi Gerakan Kembali ke Desa (GKD)<br />

dan Gerakan Nasional Orang Tua Asuh<br />

(GN-OTA) serta pengentasan kemiskinan.<br />

Berbagai langkah yang ditempuh<br />

tokoh politik terhadap dangdut, semakin<br />

memperjelas perjalanan dangdut yang<br />

awalnya dicemooh, dipinggirkan akhirnya<br />

digunakan sebagai bahasa politik (Tempo,<br />

25 Mei 1991: 50).<br />

Film Soneta Group 1971-1997<br />

Pembahasan mengenai syair lagu<br />

Soneta Group tidak bisa dilepaskan dari<br />

peran serta film musikal. Film, bagi<br />

Soneta Group pada dekade-dekade<br />

1970an dan 1980an, merupakan satusatunya<br />

cara untuk mempertahankan<br />

eksistensi Dangdut di dunia hiburan. Tetap<br />

berkarya walaupun ada pencekalan<br />

terhadap aksi pertunjukan di televisi<br />

maupun pertunjukan langsung. Alasan<br />

pen ce kal an m em an g bel um bisa<br />

dipastikan,apabila dihubungkan dengan<br />

persaingan partai politik maka, pada<br />

pemilu tahun 1971, 1977 dan 1982 terlihat<br />

lebih banyak dominasi persaingan antara<br />

PPP dengan Golkar.<br />

Pelarangan terhadap penampilan<br />

Rhoma bersama Soneta Group telah<br />

berjalan sejak tahun 1983, ketika Rhoma<br />

Irama masih aktif di PPP. Pelarangan terus<br />

berlanjut hingga sebelas tahun lamanya.<br />

Keadaan ini sempat menimbulkan<br />

pertanyaan pada diri Rhoma, padahal ia<br />

selalu memenuhi kewajiban membayar<br />

pajak penghasilan dan perusahaan kepada<br />

pemerintah. Terbukti dengan setiap<br />

produser mengajukan namanya selalu<br />

ditolak. (Forum Keadilan, 31 Maret 1994).<br />

Memang secara pertunjukan panggung<br />

dilarang, namun film musikal menjadi<br />

media bagi Rhoma untuk kembali ke dunia<br />

hiburan. Seperti pemutaran kembali film<br />

33


Nada-nada Rindu bersama Camelia Malik<br />

pada 21 Mei 1988 dalam acara Apresiasi<br />

Film Nasional ke-38. Budhi Sutrisno,<br />

direktur utama PT. Mercu Alam Abadi<br />

34<br />

yang menangani peredaran Film Rhoma<br />

menyatakan bahwa tampilnya kembali<br />

Rhoma di TVRI untuk memenuhi<br />

keinginan penggemar setelah lama tidak<br />

N o Judul Fi lm M usikal Tahun Sutradara Produksi<br />

1 O ma Iram a P enasaran 1 976 A. Haris PT. Sjam Stu dio Film Pro duction<br />

I d an II<br />

(Jackson )<br />

2 G itar Tua Om a Irama<br />

PT Sjam Studio Film Product ion s<br />

(Sjamsuddin)<br />

3 D arah Mu da 1 977<br />

PT Sjam Studio Film Product ion s<br />

Maman (Sjamsuddin)<br />

4 O ma Iram a R aja<br />

Firmans yah PT Cipta Permai Indah Film (Lucy<br />

D angdut<br />

Su kardi)<br />

5 B erkelana I<br />

1 978<br />

PT. C ipta Permai Ind ah Film (Lucy<br />

Yung Su kardi)<br />

6 B erkelana II 1 978 Indrajaya N aviri Film Prod uctions (Dharmawan<br />

Su santo)<br />

7 B egad ang 1 978 Maman PT. H anna International Fi lm (Zai nal<br />

Firmansjah A bid in )<br />

8 C inta Segi tiga 1 979<br />

PT. N aviri Film Prod uction<br />

Yung (Dharmaw an Sus anto)<br />

9 K am elia<br />

Indrajaya PT.Naviri Fil m Producti on s<br />

1 979<br />

(Dharmaw an Sus anto)<br />

10 Perjuanga n dan doa 1 980 Maman<br />

Firmansjah<br />

PT. R homa Irama Film (Rhoma Irama)<br />

11 M elod i Cinta Rho ma<br />

Irama<br />

1 980<br />

PT Rhoma Ira ma Fil m (Rhoma Irama)<br />

12 B adai di Awal B ah agia 1 981<br />

M uchlis<br />

R aya PT.Naviri Fil m Producti on s<br />

(Dharmaw an Sus anto)<br />

13 Pengorban an 1 982 Benny 0 27/ SIP/FCN/DPF-II/198 2 (Perusah aan<br />

Mu harram Film T idak diketahui)<br />

14 S atri a Ber gi ta r 1 983 Nurhadie<br />

Irawam<br />

PT. R homa Film Production<br />

15 C inta Kemba r 1 984<br />

16 Pengabdian<br />

Maman PT Naviri Fil m Producti on s<br />

1 984 Firmansjah (Dharmaw an Sus anto)<br />

17 K emilau Cinta di Langit 1 985 Muchlis PT Firman Abadi Fi lm ( Bud hi<br />

Jingga<br />

Raya Su trisno)<br />

18 M engg apai M atahari I 1 986 Nurhadie PT Firman Abadi Fi lm (Budhi Su trisno)<br />

d an II<br />

Irawan ta hun 1986<br />

19 N ada -nada Rindu<br />

M uchlis Firman M ercu Al am Fil m (Budh i<br />

1 987 R aya Su trisno)<br />

20 H anya Tuhan Ya ng<br />

Ta hu<br />

1 988 Asrul Sani<br />

21 B unga Desa 1 989 A . Rachman PT Firman Mercu Alama (Lukma n<br />

Su santo)<br />

22 Jaka Swara 1 990 Lilik Sudjio PT Firman Mercu Alam Fi lm (Bu dhi<br />

Su trisno)<br />

23 N ada da n Dakwa h 1 991 Chaerul<br />

Umamt<br />

PT Bola D unia Fil m (Hasrat D jo eir)<br />

24 Ta bir Biru 1 993 M uchlis<br />

R aya<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

Tabel 1.4<br />

Daftar Film-film Musikal Rhoma Irama Tahun 1970-1990-an<br />

PT Bola D unia Fil m (Hasrat D jo eir)<br />

Sumber: http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05/investasi-dinar-iqd.html diakses pada tanggal 23<br />

Maret 2011, pk.11.30 WIB.


tampil di televisi. Untuk film Nada-Nada<br />

Rindu mendapat pengharagaan sebaga<br />

film terbaik versi FFI tahun 1988 (Jawa<br />

Pos, 21 Mei 1988 : I)<br />

Kesimpulan<br />

Musik Da ngdut berkembang<br />

seiring dengan perkembangan elektronik<br />

yang menyentuh dunia musik Indonesia.<br />

Pertunjukan yang semula bersifat fisikal<br />

secara langsung dengan pementasan<br />

berkeliling, akhirnya jauh lebih mudah<br />

masuk ke dalam ruang hati penggemarnya<br />

melalui media audio-visual. Rekaman<br />

musik serta film-film yang dihasilkan<br />

dengan atmosfer Dangdut menjadi media<br />

ampuh untuk memperluas penggemarnya.<br />

Sebagai konsekuensi dari perluasan<br />

jumlah penggemar ini, musik Dangdut tak<br />

jarang me nj adi medium i nfi ltrasi<br />

pemerintah sekaligus magnet untuk<br />

mendapatkan pendukung.<br />

Syair-syair lagu Soneta Group<br />

baik yang bertemakan dakwah maupun<br />

nasionalisme, merupakan salah satu<br />

l a n g k a h R h o m a I r a m a u n t u k<br />

menyam paikan pesan dalam lagulagunya.<br />

Karakteristik lagu dakwah<br />

diselingi pesan nasionalisme, menjadi<br />

bukti mengurangi kesan<br />

mendayu-dayu<br />

pada Musik Melayu. Keadaan sosio<br />

kultural ikut mempengaruhi karakteristik<br />

syair awal tahun 1971 dimana Musik<br />

Melayu belum diterima sepenuhnya oleh<br />

kalangan penikmat Pop maupun Rock.<br />

Keadaan inilah membuat syair Soneta<br />

Group didominasi oleh pernyataan sikap<br />

“mengalah” terhadap semua pendapat<br />

menyudutkan Musik Melayu. Barulah<br />

pada tahun 1990-an mengalami perubahan<br />

yaitu menjelaskan keberadaan Musik<br />

Melayu yang mengalami peningkatan<br />

eksistensi dalam berbagai bidang.<br />

Proses perjalanan historis mulai<br />

tahun 1970-an membuktikan tidak mudah<br />

bagi Musik Melayu diterima menjadi<br />

selera masyarakat menengah ke atas.<br />

Berbagai pendapat merendahkan terlontar,<br />

Musik Melayu dianggap sebagai musik<br />

ident itas kal angan bawah, musik<br />

l i n gk u n ga n k u m u h da n m u si k<br />

kampungan. Anggapan ini lebih banyak<br />

didominasi karena penggemarnya yang<br />

mayoritas kalangan menengah ke bawah.<br />

Awal tahun 1970-an Rhoma Irama<br />

be rsa ma Sone t a Go up m e nc oba<br />

melakukan revolusi Musik Melayu yakni<br />

menggabungkan dengan unsur<br />

Langkah Rhoma Irama semakin menuai<br />

pendapat merendahkan, namun Rhoma<br />

Irama menjawab anggapan tersebut<br />

dengan sebuah lagu berjudul Musik.<br />

Rock.<br />

Selanjutnya Musik Melayu lebih<br />

dikenal dengan sebutan Dangdut. Istilah<br />

Dangdut sebenarnya digunakan untuk<br />

merendahkan Musik Melayu yang berasal<br />

dari dominasi gendang. Sekarang,<br />

Dangdut merupakan salah satu jenis musik<br />

yang terus bergema di dunia hiburan. Dari<br />

segi intensitas pertunjukan baik di televisi,<br />

panggung pertunjukan langsung, dan<br />

acara keseharian, dangdut memiliki porsi<br />

sama besar dengan jenis musik lainnya<br />

seperti Pop dan Rock.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Aka, H.Surya. Ketua Komisi Penyiaran<br />

Indonesia Daerah Jawa Timur<br />

(KPID) dan Waki l Ketua<br />

Persatuan Artis Musik Melayu<br />

Indonesia Propinsi Jawa Timur<br />

(PAMMI). Koleksi Lagu Soneta<br />

Fans Club Surabaya, (tidak<br />

diterbitkan).<br />

Bouvier, Helene. 2002. Lebur ! Seni<br />

Musik dan Pertunjukan dalam<br />

Masyarakat Madura. Jakarta:<br />

Yayasan Obor Indonesia.<br />

Eriyanto. Indonesia Bergoyang Dunia<br />

Kita Goyang Dangdut dan<br />

Politik Musik Kotemporer<br />

Indonesia. Penelitian Tidak<br />

Diterbitkan.<br />

Frederick, William H. “Rhoma Irama and<br />

The Dangdut Style: Aspect Of<br />

Cont em porar y Indone sia n<br />

35


Popular Culture”, dalam Jurnal<br />

Indonesia,<br />

No.34, Oktober 1982,<br />

Cornell Southeast Asia Program.<br />

Cornell University. Indonesia<br />

Monogtap Politics.<br />

Frederick, William H. dalam Dloyana<br />

Kesumah dkk. 1995. Pesanpesan<br />

Budaya Lagu-lagu Pop<br />

dangdut dan Pengaruhnya<br />

te rh adap Pe rilak u Sosia l<br />

R e maj a Ko t a . Ja ka r t a :<br />

Departemen Pendidikan dan<br />

K e b u d a y a a n R e p u b l i k<br />

Indonesia.<br />

_____________. “Mengapa Dangdut<br />

Rhoma Jadi Penting”, dalam majalah<br />

Tempo<br />

30 Juni 1984.<br />

Jabo, Sawung dan Suzan Piper, “Musik<br />

Indonesia, dari 1950- an hingga<br />

1980-an”, dalam Prisma, 5 Mei<br />

1987.<br />

Khusyairi, Johny Alfian. Popularitas<br />

Sebuah Musik: Studi Tentang<br />

Pertumbuhan Pem inat Musik<br />

Dangdut di Kalangan Menengah<br />

Indonesia, (Skripsi pada Jurusan<br />

Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan<br />

Ilmu Politik, Universitas Gadjah<br />

Mada Yogyakarta). 1997.<br />

_____________. “ Genealogi Dangdut :<br />

S e bu a h U pa y a Me l a c a k<br />

Keaslian Dangdut, dalam Jurnal<br />

Mozaik, Vol.I, No.1, Januari-<br />

Juni 2003 Surabaya: Komunitas<br />

Ka j i a n Ke b ud a ya a n d a n<br />

Masyarakat (K3M) Fakultas<br />

Sastra Universitas Airlangga.<br />

Kuntowijoyo. 2007. Penjelasan Sejarah<br />

(Hi st ori cal Ex pl anat ion ) .<br />

Yogyakarta: Tiara Wacana.<br />

N. Weintraub, Andrew. 2010.<br />

36<br />

Dangdut<br />

Histories: A Social and Musical<br />

History of Indonesia's Most<br />

Popular Music. New York:<br />

Oxford University Press.<br />

Sedyawati, Edi dan Supardi Djoko<br />

Damono (ed.). 1991. Seni dalam<br />

Masyarakat Indonesia . Jakarta:<br />

Gramedia Pustaka Utama.<br />

Simatupang, Lono.L. Seni & Antropologi.<br />

1996. “Dangdut Is Very...Very<br />

Indonesia” The Search of Cultural<br />

Nationalism in Indonesia Modern<br />

Popular Music, dalam. Buletin<br />

Antropologi, tahun. xi/1996. No.20,<br />

Yogyakarta : Jurusan Antropologi<br />

Fakultas Sastra Universitas Gadjah<br />

Mada.<br />

Soedarsono, R.M. 1999. Seni Pertunjukan<br />

Indonesia di Era Globalisasi .<br />

Ja ka rta : Dire kto rat Je nde ral<br />

Pendidikan Tinggi Departemen<br />

Pendidikan dan Kebudayaan.<br />

Yampolsky, Philip, ”Hati yang Luka”, An<br />

indonesian Hit. Jurnal Indonesia No.<br />

47 April 1989.<br />

Yasmin. Penerimaan Khalayak Remaja<br />

Terhadap Musik Dangdut Melalui<br />

Film Mendadak Dangdut, (Skripsi<br />

pada Jurusan Ilmu Komunikasi<br />

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu<br />

Politik Universitas Airlangga).<br />

Koran<br />

Kompas,<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

Senin, 10 September 1979. Sato,<br />

Mira, “Dangdut: Jangan Jadi<br />

C a n d u B i l a P o s i s i n y a<br />

Kebanyakan, Sudah Waktunya<br />

Kita Mengambil Jarak”.<br />

_____, Minggu, 31 Oktober 1982. "Kisah<br />

“Industri” Dua Super Group<br />

Dangdut”.<br />

______, Sabtu, 20 Juli 1985. Sitohang,


______<br />

Rona ld, “Musik Dangdut<br />

I d e n t i k d e n g a n M u s i k<br />

Melayu?”<br />

, 20 Juli 1985. “Perjalanan<br />

Seorang Bintang (I) Saya<br />

Samarkan dengan Rhoma...“.<br />

______, 21 Juli 1985. “Perjalanan<br />

Seorang Bintang (II- Habis)<br />

Rhoma Sebuah Dinasti.<br />

______, Kamis, 17 Oktober 1985.<br />

“Dangdut sebagai Wahana<br />

penyampaian Protes”.<br />

______, Senin, 24 Desember 1985.<br />

“Soneta Vs God Bless, Musik<br />

yang Membebaskan”.<br />

______,<br />

Minggu, 1 Mei 1988. “Nama dan<br />

Peristiwa”.<br />

______, Minggu, 29 Mei 1988. “Rhoma<br />

Irama, Pembuat Singkong”.<br />

_ _ _ _ _ _ , M i n g g u , 2 9 M e i<br />

1988.Pertunjukan Rhoma dan<br />

Soneta, Antara Perjuangan Dan<br />

Goyang, , “<br />

______, Minggu 2 April 1989. “ Rhoma<br />

Irama dan Dakwah Kebangsaan”.<br />

______,<br />

Kamis 4 Oktober 1990. “Penjual<br />

Foto, Pencopet dan Guru SD Ikut<br />

Berdangdut”.<br />

______, Senin, 31 Desember 1991.<br />

”Dangdut dengan Kemasan Internasional'.<br />

______, Minggu, 6 September 1992.<br />

”Rhoma Irama Akhirnya Tampil di<br />

Jepang”.<br />

______, Minggu, 6 Agustus 1995.<br />

“Semarak Dangdut di Ancol<br />

kemasan “Wah” Buat Dangdut”.<br />

______,Rhoma Irama, Masuk Golkar<br />

karena “Lillahi Ta'al a” ,<br />

Kompas, Senin, 29 April 1997<br />

Surabaya Post, 14 Juli 1976. “Surabaya<br />

Pelabuhan Empuk Bagi Rhoma<br />

Irama”.<br />

___________, 23 September 1976. ”Lagu<br />

Rupiah Dilarang di TV”.<br />

___________, 11 Oktober 1979. “Semua<br />

Musik Sama Derajatnya”.<br />

___________, 17 November 1979. “K.H<br />

Idham Cholid, Tidak Benar<br />

R h o m a I r a m a<br />

M e n g k o m e r s i l k a n<br />

Agama”.<br />

___________, 21 Desember 1979.<br />

“Peredaran Film Nasional<br />

Makin Baik, Unggul atas<br />

Film Impor”.<br />

___________, 26 Oktober 1979. “Iklan<br />

Film “Cinta Segitiga”.<br />

___________, Senin,1 Agustus 1988.<br />

“ Su a t u Sa a t M u si k<br />

Bercorak Keindonesiaan<br />

Akan Lahir”<br />

___________, Sabtu, 27 Agustus 1988.<br />

“Disesalkan, Artis Safari<br />

Penganut Lagu Cengeng”.<br />

___________, Minggu, 28 Agustus 1988.<br />

“Stop Lagu Cengeng ! Lantas ?”.<br />

___________, Selasa, 30 Agustus<br />

1988. Hati yang Luka”Malah<br />

Dicari,<br />

___________, Jumat, 14 September 1990.<br />

“Safari Malam Ini, mulai<br />

Mina Hingga Cowok<br />

Banyak Duwit”<br />

___________, Selasa, 2 Oktober 1990.<br />

”Ul a m a Be l um Si a p<br />

menghadapi Televisi untuk<br />

37


Dakwah”.<br />

Jawa Pos, 21 Mei 1988. “Bersama<br />

Camelia Malik Rhoma Tampil<br />

Lagi di TV”.<br />

_______, 28 Mei 1988. “Ujian” di TIM,<br />

Rhoma Lulus,<br />

_______, 30 Mei 1988. “Bila Rhoma<br />

Menyinggahi 50 kota di Seluruh<br />

Indonesia”.<br />

_______, 19 Juni 1988. “ Rhoma<br />

Menyiapkan Hanya Tuhan Yang<br />

Tahu<br />

_______,<br />

20 Juni 1988. “Menjelang Show<br />

Warga Banjarmasin Sudah<br />

Mulai Demam Rhoma Irama”<br />

_______, 7 Agustus 1988. “ Dengan 25<br />

Truk Rhoma Goyang Kota<br />

Kaltim<br />

_______, 25 Agustus 1988. “Surya Rock<br />

Dangdut 88 Sukses Jelajah 22<br />

Kota<br />

_______, 26 Agustus 1988. “Film Terbaru<br />

Rhoma Irama Mulai Syuting 29<br />

Agustus”.<br />

_______, 2 Mei 1988. “Kamar Rhoma<br />

I ra m a Be r ub a h M e nj a d i<br />

Gudang”.<br />

_______, 16 Juni 1988. “Setahun Rhoma<br />

Irama Keliling Indonesia”.<br />

_______, 10 Mei 1989. “Rhoma Irama<br />

La nj utkan Surya Da ngdut<br />

Show”89”.<br />

_______, 25 April 1990. “Zainuddin dan<br />

Rhoma di Senayan”.<br />

Majalah<br />

Tempo, 28 Februari 1976. “ Bersaing<br />

38<br />

Jangan Bersaing, Kalau Tidak<br />

Ada Gunanya.,”<br />

_______, 9 April 1977. “Dan Oma Serta<br />

Upit Ikut Kampanye”.<br />

_______, 22 Maret 1979. Agar Bibir Tidak<br />

Keseleo,<br />

_______, 5 Mei 1979. “Dangdut Setelah<br />

Halal Di TV-RI”.<br />

_______,5 Mei 1979. “Soalnya Sih<br />

Komersiil Saja”.<br />

_______,5 Mei 1979. 'Sampai Dangdut<br />

Berlistrik”.<br />

_______, 2 Juni 1979. “Dangdut yang<br />

Lain”.<br />

_______, 30 Juni 1984. “Sat ria<br />

Berdakwah, Raja dari Bawah”.<br />

_______, 25 Mei 1991. “Gemerincing<br />

Dunia Dangdut”<br />

_______, 16 Mei 1992. “Dangdut Goyang<br />

Terus Pop Kok Loyo”.<br />

F o k u s ,<br />

Verleden, Vol. 1, No.1<br />

Desember 2012: 1 - 109<br />

_______, 25 Mei 1991. “G oyang<br />

Dangdut”.<br />

8 D e s e m b e r 1 9 8 3 .<br />

“Alhamdulilla<br />

h , R h o m a<br />

Masih Bol eh<br />

Menyanyi”.<br />

_______, 8 Desember 1983. “Dangdut<br />

Sebuah “Flashback”.<br />

_______, Aribowo, 8 Desember 1983.<br />

“Proklamasi Identitas”.<br />

Forum Keadilan , 31 Maret 1994. “Politik<br />

I s l a m T i d a k<br />

Menghalalkan Segala<br />

Cara”,<br />

D & R, Rhoma rama: “ Masa Transisi<br />

S a y a A d a


S e p u l u h<br />

Tahun”, 21<br />

S e p t e m b e r<br />

1996.<br />

Panji Masyarakat No. 355. “Raja Dangdut<br />

Bermahkota Ka'bah”.<br />

______________ No. 388. “Rhoma<br />

Irama: Roh dan Dukungan Aransemen”<br />

______________________, “Ragam<br />

Pendapat tentang Rhoma dan Dangdut”<br />

Internet :<br />

http://tonyvanjava.blogspot.com/2008/05<br />

/investasi-dinar-iqd.html , Daftar<br />

Film-film Musikal Rhoma Irama, 23<br />

Maret 2011, Pukul.12.30 WIB.<br />

http://www.rajadangdut.com/film.php?ha<br />

l=3, Daftar Film-film Musikal<br />

Rhoma Irama, 23 Maret 2011,<br />

Pukul.12.30 WIB.<br />

39

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!