Sambutan Pada Acara Haul Syaikh Nawawi Al-Bantani ke-115 di ...
Sambutan Pada Acara Haul Syaikh Nawawi Al-Bantani ke-115 di ...
Sambutan Pada Acara Haul Syaikh Nawawi Al-Bantani ke-115 di ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI<br />
PADA ACARA HAUL SYAIKH NAWAWI<br />
AL-BANTANI KE-<strong>115</strong> DI PESANTREN<br />
AN-NAWAWI SERANG - BANTEN,<br />
TANGGAL 24 OKTOBER 2008<br />
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.<br />
Yth. Pimpinan Pondok Pesantren An-<strong>Nawawi</strong>;<br />
Yth. Ketua Panitia <strong>Haul</strong> <strong>Syaikh</strong> <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<strong>Bantani</strong>; Dan ha<strong>di</strong>rin yang berbahagia,<br />
Marilah kita panjatkan puji dan syukur <strong>ke</strong> ha<strong>di</strong>rat <strong>Al</strong>lah SWT karena berkat rahmat dan<br />
karunia-Nya pada saat ini kita dapat mengha<strong>di</strong>ri haul almaghfurlah <strong>Syaikh</strong> <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>bantani <strong>ke</strong>l15.<br />
Shalawat dan salam semoga tercurah <strong>ke</strong>pada Nabi dan dan pemimpin yang paling mulia<br />
sepanjang zaman, Nabi Muhammad SAW, beserta <strong>ke</strong>luarga, sahabat dan umatnya yang mengikuti<br />
sunnahnya hingga akhir zaman.<br />
Mengenang nama besar <strong>Syaikh</strong> <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<strong>Bantani</strong> adalah berarti mengenang perjuangan<br />
salah seorang ulama pewaris Nabi, yang telah berpulang <strong>ke</strong> rahmatullah pada tanggal 25 Syawwal<br />
1314 H <strong>di</strong> Syeib <strong>Al</strong>i, sebuah kawasan <strong>di</strong> kota Makkah al-Mukarromah. Berkaitan dengan haul<br />
<strong>Syaikh</strong> <strong>Nawawi</strong> al-<strong>Bantani</strong> yang <strong>di</strong>adakan sekarang ini, tentu tidak <strong>di</strong>maksudkan untuk<br />
mengkultuskan beliau. Ajaran Islam melarang umatnya mengkultuskan manusia siapapun. Saya<br />
perlu menggarisbawahi, peringatan haul seorang ulama hendaklah <strong>di</strong>pandang dalam <strong>ke</strong>rangka<br />
meneladani <strong>ke</strong>priba<strong>di</strong>an, pemikiran dan perjuangannya yang kita peringati, <strong>di</strong> samping tentunya<br />
kita mendoakan semoga <strong>Al</strong>lah mengampuni dan dan merahmati almarhum.<br />
Ha<strong>di</strong>rian dan ha<strong>di</strong>rat yang berbahagia,<br />
Sosok Syekh an-<strong>Nawawi</strong> al-<strong>Bantani</strong> memang sangat fenomenal, dari sejumlah nama besar<br />
Ulama yang bisa <strong>di</strong>sebut sebagai tokoh Kitab Kuning Indonesia, yang <strong>di</strong>akui tidak hanya <strong>di</strong><br />
pesantren-pesantren <strong>di</strong> Indonesia, tetapi juga <strong>di</strong> universitas-universitas <strong>di</strong> luar negeri. Misalnya,<br />
Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<strong>Bantani</strong>, Syekh Abdul Shamad <strong>Al</strong>-Palimbani, Syekh Yusuf Makassari, Syekh<br />
Syamsu<strong>di</strong>n Sumatrani, Hamzah Fansuri, Nurud<strong>di</strong>n <strong>Al</strong>-Raniri, Sheikh Ihsan <strong>Al</strong>Jampesi, dan Syekh<br />
Muhammad Mahfudz <strong>Al</strong>-Tirmasi. Nama Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<strong>Bantani</strong> boleh <strong>di</strong>sebut sebagai tokoh<br />
utamanya. Ulama <strong>ke</strong>lahiran Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, Serang, Banten, ini layak<br />
menempati posisi itu karena hasil karyanya menja<strong>di</strong> rujukan utama berbagai pesantren <strong>di</strong> tanah<br />
air, bahkan <strong>di</strong> sejumlah perguruan tinggi <strong>di</strong> luar negeri. Bahkan, namanya <strong>di</strong>aba<strong>di</strong>kan <strong>di</strong> dalam<br />
kamus al-Munjid yang <strong>ke</strong>tokohannya dan <strong>ke</strong>populerannya setaraf dengan tokoh-tokoh dunia<br />
lainnnya.<br />
Syekh <strong>Nawawi</strong> sejak <strong>ke</strong>cil telah <strong>di</strong>arahkan ayahnya, KH. Umar bin Arabi menja<strong>di</strong> seorang<br />
ulama. Setelah men<strong>di</strong><strong>di</strong>k langsung puteranya, KH. Umar yang sehariharinya menja<strong>di</strong> penghulu<br />
Kecamatan Tanara menyerahkan <strong>Nawawi</strong> <strong>ke</strong>pada KH. Sahal, ulama ter<strong>ke</strong>nal <strong>di</strong> Banten. Usai dari<br />
Banten, <strong>Nawawi</strong> melanjutkan pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kannya <strong>ke</strong>pada ulama besar Purwakarta, Kyai Yusuf. Ketika<br />
berusia 15 tahun bersama dua orang saudaranya, <strong>Nawawi</strong> pergi <strong>ke</strong> Tanah Suci untuk menunaikan<br />
ibadah haji. Tapi, setelah musim haji usai, ia tidak langsung <strong>ke</strong>mbali <strong>ke</strong> tanah air. Dorongan<br />
menuntut ilmu menyebabkan ia bertahan <strong>di</strong> Kota Suci Mekkah untuk menimba ilmu <strong>ke</strong>pada<br />
ulama-ulama besar <strong>ke</strong>lahiran Indonesia dan negeri lainnya, seperti Imam Masji<strong>di</strong>l Haram Syekh
Ahmad Khatib Sambas, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, Syekh Ahmad<br />
Dimyati, Ahmad Zaini Dahlan, Muhammad Khatib Hambali, dan Syekh Abdul Hamid<br />
Daghestani. Tiga tahun lamanya ia menggali ilmu dari ulama-ulama Mekkah. Setelah merasa<br />
bekal ilmunya cukup, segeralah ia <strong>ke</strong>mbali <strong>ke</strong> tanah air, ia lalu mengajar <strong>di</strong> pesantren ayahnya.<br />
Namun, kon<strong>di</strong>si tanah air agaknya tidak menguntungkan pengembangan ilmunya. Saat itu,<br />
hampir semua ulama Islam mendapat tekanan dari penjajah Belanda. Keadaan itu tidak<br />
menyenangkan hati <strong>Nawawi</strong>. Lagi pula, <strong>ke</strong>inginannya menuntut ilmu <strong>di</strong> negeri yang telah<br />
menarik hatinya, begitu berkobar. Akhirnya, <strong>ke</strong>mbalilah Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>ke</strong> Tanah Suci.<br />
Kecerdasan dan <strong>ke</strong>tekunannya mengantarkan ia menja<strong>di</strong> salah satu murid yang terpandang <strong>di</strong><br />
Masji<strong>di</strong>l Haram. Oleh karenanya, <strong>ke</strong>tika Syekh Ahmad Khatib Sambas uzur menja<strong>di</strong> Imam<br />
Masji<strong>di</strong>l Haram, Syaik <strong>Nawawi</strong> <strong>di</strong>tunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah ia menja<strong>di</strong> Imam<br />
Masji<strong>di</strong>l Haram dengan panggilan Syekh <strong>Nawawi</strong> al-Jawi. Selain menja<strong>di</strong> Imam Masjid, ia juga<br />
mengajar dan menyelenggarakan halaqah (<strong>di</strong>skusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari<br />
berbagai belahan dunia.<br />
Laporan Snouck Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah <strong>di</strong> tahun 1884-1885<br />
menyebut, Syekh <strong>Nawawi</strong> setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00 memberikan tiga<br />
perkuliahan sesuai dengan <strong>ke</strong>butuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari<br />
Indonesia adalah KH. Kholil Madura, K.H. Asnawi Kudus, K.H. Tubagus Bakri, KH. Arsyad<br />
Thawil dari Banten dan KH. Hasyim Asy'ari dari Jombang. Mereka inilah yang <strong>ke</strong>mu<strong>di</strong>an hari<br />
menja<strong>di</strong> ulama-ulama ter<strong>ke</strong>nal <strong>di</strong> tanah air. Sejak 15 tahun sebelum <strong>ke</strong>wafatannya, Syekh<br />
<strong>Nawawi</strong> sangat giat dalam menulis buku. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu lagi untuk<br />
mengajar. Ia termasuk penulis yang produktif dalam melahirkan kitab-kitab mengenai berbagai<br />
persoalan agama.<br />
Beberapa kalangan menyebut karya-karyanya mencapai lebih dari 100 judul, meliputi<br />
berbagai <strong>di</strong>siplin ilmu, seperti tauhid, ilmu kalam, sejarah, syari'ah, tafsir, dan lainnya. Di antara<br />
buku yang <strong>di</strong>tulisnya dan mu'tabar, seperti Tafsir Marah Labid, Atsimar al-Yaniah fi ArRiyadah<br />
al-Ba<strong>di</strong>ah, Nurazh Sullam, al-Futuhat alMadaniyah, Tafsir <strong>Al</strong>-Munir, Tangih <strong>Al</strong>-Qoul, Fath<br />
Majid, Sullam Munajah, Nihayah Zein, Salalim <strong>Al</strong>-Fudhala, Bidayah <strong>Al</strong>-Hidayah, <strong>Al</strong>-Ibriz <strong>Al</strong>-<br />
Daani, Bugyah <strong>Al</strong>Awwam, Futuhus Samad, dan al-Agdhu Tsamin. Sebagian karyanya tersebut<br />
juga <strong>di</strong>terbitkan <strong>di</strong> Timur Tengah. Dengan kiprah dan karya-karyanya ini, menempatkan <strong>di</strong>rinya<br />
sebagai Sayyid Ulama Hijaz hingga sekarang.<br />
Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>di</strong><strong>ke</strong>nal sebagai ulama dan pemikir yang memiliki pandangan dan pen<strong>di</strong>rian<br />
yang khas, beliau amat konsisten dan memiliki komitmen yang kuat bagi perjuangan umat Islam.<br />
Namun demikian, dalam menghadapi pemerintahan kolonial Hin<strong>di</strong>a Belanda, ia memiliki caranya<br />
tersen<strong>di</strong>ri. Syekh <strong>Nawawi</strong> misalnya, tidak agresif dan reaksioner dalam menghadapi kaum<br />
penjajah. Tapi, itu tak berarti ia kooperatif dengan mereka. Syekh <strong>Nawawi</strong> tetap menentang <strong>ke</strong>ras<br />
<strong>ke</strong>rjasama dengan kolonial dalam bentuk apapun. Ia lebih suka memberikan perhatian <strong>ke</strong>pada<br />
dunia ilmu-ilmu <strong>ke</strong>-Islam, mengajar dan para muridnya dalam rangka menegakkan <strong>ke</strong>benaran<br />
agama <strong>Al</strong>lah S WT.<br />
Apapun, umat Islam patut bersyukur pernah memiliki ulama dan guru besar <strong>ke</strong>agamaan seperti<br />
Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<strong>Bantani</strong>. Kini, tahun haul (ulang tahun wafatnya) <strong>di</strong>peringati puluhan ribu<br />
orang <strong>di</strong> Tanara, Banten, setiap tahunnya. Syekh <strong>Nawawi</strong> al-<strong>Bantani</strong> wafat dalam usia 84 tahun <strong>di</strong><br />
Syeib A'li, sebuah kawasan <strong>di</strong> pinggiran kota Mekkah, pada 25 Syawal 1314H/1879 M.<br />
Ha<strong>di</strong>rin dan ha<strong>di</strong>rat yang berbahagia,<br />
Saya mengharapkan semoga pemimpin dan pengelola pesantren An-<strong>Nawawi</strong> dapat<br />
melanjutkan pengab<strong>di</strong>an dan mengembangkan pemikiran yang <strong>di</strong>rintis oleh Syekh <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong>-<br />
<strong>Bantani</strong> sehingga Pesantren an-<strong>Nawawi</strong> mampu tampil sebagai lembaga pen<strong>di</strong><strong>di</strong>kan <strong>ke</strong>agamaan<br />
yang melahirkan sumber daya insani unggulan <strong>di</strong> tengah arus globalisasi ini.<br />
Demikian beberapa hal yang dapat saya sampaikan dalam rangka haul almaghfurlah <strong>Syaikh</strong><br />
<strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong><strong>Bantani</strong> <strong>ke</strong>-<strong>115</strong>. mudah-mudahan ada manfaatnya bagi kita semua. Semoga amal
pengab<strong>di</strong>an <strong>Syaikh</strong> <strong>Nawawi</strong> <strong>Al</strong><strong>Bantani</strong> semasa hidupnya <strong>di</strong>terima <strong>di</strong> sisi <strong>Al</strong>lah SWT serta<br />
mendapatkan balasan surga dan <strong>ke</strong>ridhaan-Nya.<br />
Waffakonallahu waiyyakum.<br />
Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.<br />
Jakarta, Oktober 2008<br />
Menteri Agama RI<br />
ttd<br />
Muhammad M. Basyuni