08.08.2013 Views

risalah sidang vii mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan ...

risalah sidang vii mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan ...

risalah sidang vii mendengarkan keterangan ahli yang dihadirkan ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxp;;;;;;;;;;;;;;;;;;;<br />

;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;<br />

MAHKAMAH KONSTITUSI<br />

REPUBLIK INDONESIA<br />

---------------------<br />

RISALAH SIDANG<br />

PERKARA NOMOR 140/PUU-VII/2009<br />

PERIHAL<br />

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1<br />

TAHUN 1965 TENTANG PENYALAHGUNAAN<br />

DAN/ATAU PENODAAN AGAMA<br />

TERHADAP<br />

UNDANG-UNDANG DASAR<br />

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945<br />

ACARA<br />

MENDENGARKAN KETERANGAN<br />

AHLI YANG DIHADIRKAN MK, SAKSI DARI<br />

PEMOHON, AHLI DARI PEMERINTAH DAN PIHAK<br />

TERKAIT<br />

(VII)<br />

J A K A R T A<br />

RABU, 3 MARET 2010


PERIHAL<br />

MAHKAMAH KONSTITUSI<br />

REPUBLIK INDONESIA<br />

--------------<br />

RISALAH SIDANG<br />

PERKARA NOMOR 140/PUU-VII/2009<br />

Pengujian Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang<br />

Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama terhadap Undang-Undang<br />

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.<br />

PEMOHON<br />

Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan<br />

(Imparsial) dkk.<br />

ACARA<br />

Mendengarkan Keterangan Ahli <strong>yang</strong> <strong>dihadirkan</strong> MK, Saksi dari Pemohon,<br />

Ahli dari Pemerintah dan Pihak Terkait (VII)<br />

Rabu, 3 Maret 2010, Pukul 10.00 – 15.35 WIB<br />

Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI,<br />

Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat.<br />

SUSUNAN PERSIDANGAN<br />

1) Prof. Dr. Moh. Mahfud MD., S.H. (Ketua)<br />

2) Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. (Anggota)<br />

3) Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. (Anggota)<br />

4) Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. (Anggota)<br />

5) Hamdan Zoelva, S.H., M.H. (Anggota)<br />

6) Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum. (Anggota)<br />

7) Dr. H.M. Arsyad Sanusi, S.H., M.Hum. (Anggota)<br />

8) Dr. Harjono, S.H., MCL. (Anggota)<br />

9) Drs. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M.Hum. (Anggota)<br />

Fadzlun Budi SN, S.H., M.Hum. Panitera Pengganti<br />

1


Pihak <strong>yang</strong> Hadir:<br />

Pemohon:<br />

- Muhammad Nur Khoiron (Desantara Foundation)<br />

- Margaretha (Demos)<br />

Kuasa Hukum Pemohon:<br />

- Uli Parulian Sihombing, S.H., LL.M.<br />

- Nurkholis Hidayat, S.H.<br />

- Zainal Abidin, S.H.<br />

- Siti Aminah, S.H.<br />

- Judianto Simanjuntak, S.H.<br />

- Muhammad Isnur, S.H.<br />

- Vicky Silvanie, S.H.<br />

- Adam. M. Pantauw, S.H.<br />

- Putri Kanesia, S.H.<br />

- M. Chairul Anam, S.H.<br />

Saksi dari Pemohon:<br />

- Sardy<br />

Ahli <strong>yang</strong> <strong>dihadirkan</strong> MK<br />

- Prof. Dr. Andi Hamzah<br />

- Dr. Eddy O.S. Hiariej<br />

Pemerintah:<br />

- Prof. Dr. IBG. Yudha Triguna, MS. (Dirjen Bimas Hindu)<br />

- Drs. Budi Setiawan, M. Sc. (Dirjen Bimas Budha)<br />

- H. Mubarok (Kepala Biro Hukum Departemen Agama)<br />

- Ahmad Johari (Direktur Penerangan dari Departeman Agama)<br />

- Cholilah, S.H., M.H. (Direktur Litigasi Dephukham)<br />

- Mashuri.<br />

- Dr. Mualimin Abdi, S.H., M.H. (Kasubdit Dephukham untuk Penyiapan<br />

dan Pendampingan Sidang MK)<br />

Ahli dari Pemerintah:<br />

- K.H. Hafidz Usman<br />

- Philipus K. Wijaya<br />

2


Pihak Terkait (PBNU):<br />

- Asrul Sani<br />

Pihak Terkait (Majelis Ulama Indonesia/MUI):<br />

- Drs. H. Amidhan (Koordinator)<br />

- H.M. Lutfi Hakim, S.H., M.H. (Anggota)<br />

- Hj. Aisyah Amini, S.H., M.H. (Anggota)<br />

- Wirawan Adnan (Anggota)<br />

Ahli dari Pihak Terkait (Majelis Ulama Indonesia/MUI):<br />

- Amin Djamaluddin<br />

Kuasa Hukum Pihak Terkait PPP:<br />

- Muhammad Naril Ilham, S.H.<br />

Kuasa Hukum Pihak Terkait (Dewan Dakwah Islamiyah):<br />

- Abdul Rahman Tardjo, S.H.<br />

- Azham, S.H.<br />

Pihak Terkait (Ittihadul Muballighin):<br />

- Drs. H. Ningram Abdullah, M.Ag. (Sekretaris Jenderal)<br />

- Ahmad Michdan, S.H. (Kuasa Hukum)<br />

Pihak Terkait (Yayasan Irene Center):<br />

- Hj. Irene Handoyo<br />

- Hj. Navitri<br />

- Sally Setianingsih<br />

- Endar Kusuma<br />

Kuasa Hukum Pihak Terkait (Yayasan Irene Center):<br />

- Muhammad Ichsan, S.H., M.H.<br />

- Akhmad Henry Setiawan, S.H., M.H.<br />

Ahli dari Pihak Terkait (Yayasan Irene Center):<br />

- K.H. Sulaiman Zachawerus<br />

- Dra. Hj. Nurdiati Akma<br />

3


Pihak Terkait (BASSRA):<br />

- K.H. Nairul Rochman<br />

- Dr. Eggy Sudjana, S.H., M.Si. (Kuasa Hukum)<br />

Pihak Terkait (BKOK):<br />

- Ir. Engkus Ruswana, M.M<br />

- Arnold Panahal<br />

Pihak Terkait (HPK):<br />

- Aa. Sudirman<br />

- Hadi Prajoko<br />

Pihak Terkait (KWI):<br />

- Rudi Pratikno<br />

4


SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB<br />

1. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi untuk mendengar <strong>keterangan</strong><br />

Saksi dan <strong>keterangan</strong> Ahli serta tangapan dari Pihak Terkait yaitu Irena<br />

Center, Ittihadul Muballighin dan Bassra dalam Perkara Nomor 140/PUU-<br />

VII/009 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.<br />

Silakan Pemohon untuk memperkenalkan siapa <strong>yang</strong> hadir dan<br />

<strong>dihadirkan</strong>. Anda mewakili <strong>yang</strong> lain saja, disebut satu-satu, tidak perlu<br />

bicara sendiri-sendiri agar cepat, silakan.<br />

2. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Selamat pagi Yang Mulia, selamat pagi hadirin sekalian.<br />

Terima kasih. Pada hari ini kami dari Pemohon <strong>yang</strong> hadir adalah<br />

Kuasa Hukum Pemohon, kemudian juga Pemohon Prinsipal dari Yayasan<br />

Desantara diwakili oleh Direktur Eksekutifnya, Saudara Nur Khoiron <strong>yang</strong><br />

di sebelah kiri saya. kemudian ada juga Saksi Sardy, kemudian untuk<br />

Saksi Korban, kemudian juga untuk Pemohon Prinsipal <strong>yang</strong> lain adalah<br />

Demos yaitu Saudara Margaretha, <strong>yang</strong> sebelah kiri saya paling ujung,<br />

Wakil Direktur Eksekutif Demos, kemudian untuk Ahli hari ini Prof.<br />

Sutandyo Widyo Subroto itu kebetulan berhalangan karena mengajar di<br />

UNDIP dia minta waktu minggu depan tanggal 10, Yang Mulia.<br />

Untuk Kuasa Hukum saya sendiri Uli Parulian Sihombing, di<br />

sebelah kiri saya, M. Choirul Anam, kemudian ini Nurkholis, kemudian<br />

Zainal Abidin di sebelah kanannya, <strong>yang</strong> paling belakang ini Adam M.<br />

Pantauw, kemudian di sampingnya Putri Kanesia, kemudian Vicky,<br />

kemudian Muhammad Isnur, kemudian Judianto Simanjuntak dan <strong>yang</strong><br />

terakhir Siti Aminah.<br />

Itu saja Yang Mulia, terima kasih.<br />

3. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Pemerintah, silakan.<br />

KETUK PALU 3 X<br />

5


4. PEMERINTAH : DR. MUALIMIN ABDI, S.H., M.H. (KABAG<br />

PENYAJIAN DAN PENYIAPAN KETERANGAN PEMERINTAH PADA<br />

SIDANG MK)<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk<br />

kita semua. Dari Pemerintah dalam perjalanan Pak Menteri Agama<br />

Suryadharma Ali, Kemudian ada Pak Yuda Triguna dari Dirjen Indung,<br />

kemudian ada Pak Mubarok…, Pak Budi Setiawan, ya terima kasih.<br />

Selamat datang, Bapak. Dirjen Budha, kemudian ada Pak Mubarok,<br />

Kepala Biro Hukum Departeman Agama, kemudian ada Pak Ahmad<br />

Johari Direktur Penerangan dari Departeman Agama, kemudian ada Pak<br />

Mashuri, kemudian ada Ibu Cholilah dari Direktorat Litigasi Perundangundangan,<br />

kemudian saya sendiri Mualimin Abdi.<br />

Kemudian Yang Mulia, Pemerintah juga menghadirkan Ahli, <strong>yang</strong><br />

sekarang hadir ada dua yaitu Pak K.H. Hafidz Usman dan Pak Philip K.<br />

Wijaya. Jadi nanti <strong>yang</strong> sesuai daftar kemungkinan akan kita susulkan<br />

atau untuk minggu depan, Yang Mulia.<br />

Terima kasih.<br />

5. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Pihak Terkait, Ittihadul Muballighin.<br />

6. PIHAK TERKAIT(ITTIHADUL MUBALLIGHIN) : DRS. H. NINGRAM<br />

ABDULLAH, M. AG.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Dari Ittihadul Muballighin, kami nama Ningram Abdullah dengan<br />

penasihat hukum Bapak Ahmad Michdan.<br />

Terima kasih,<br />

Wassalamualaikum wr. wb.<br />

7. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik berikutnya dari Yayasan Irena Center.<br />

8. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Kami hadir lengkap, <strong>yang</strong> sebelah kanan saya Hj. Irene Handoyo<br />

pendiri Yayasan Irene Center. Kemudian ketuanya Ibu Hj. Navitri,<br />

kemudian ada dua orang pengurus lainnya Sally Setianingsih dan Endar<br />

Kusuma di belakang. Kemudian kami menghadirkan 2 Ahli, <strong>yang</strong> sebelah<br />

6


kiri saya K.H. Sulaiman Zachawerus dan kemudian Ahli <strong>yang</strong> satu lagi<br />

Dra. Hj. Nurdiati Akma. Sementara saya Kuasa Muhammad Ichsan.<br />

Ya, terima kasih.<br />

9. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Bassra.<br />

10. PIHAK TERKAIT (BASSRA) : K.H. NAIRUL ROCHMAN<br />

Assalamualaikum wr.wb.<br />

Bapak Majelis <strong>yang</strong> saya muliakan, saya dari Badan Silaturahmi<br />

Ulama Pesantren Madura, nama saya K.H. Nairul Rochman dan Kuasa<br />

Hukum dari kami adalah Bapak Eggy Sudjana, terima kasih.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

11. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Dari NU?<br />

12. PIHAK TERKAIT (PBNU) : ASRUL SANI<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Saya Asrul Sani, mewakili Pengurus Besar Nadhatul Ulama, terima<br />

kasih.<br />

13. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Majelis Ulama Indonesia, silakan.<br />

14. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Dari Majelis Ulama hadir di sini Koordinator Bapak Amidhan,<br />

kemudian saya anggota, M. Lutfi Hakim, dan anggota lagi ada di<br />

belakang Ibu Aisyah Amini, serta kami akan hadirkan Saksi pada pagi<br />

hari ini yaitu Bapak Amin Djamaluddin.<br />

Terima kasih.<br />

15. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Bapak Amin Djamaluddin, ya? Oke, sebentar.<br />

Dewan Da’wah, silakan.<br />

7


16. IKUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (DEWAN DAKWAH<br />

ISLAMIYAH) : ABDUL RAHMAN TARDJO, S.H., M.H.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Hadir di Dewan Da’wah, saya Kuasa Hukum, Abdul Rahman<br />

Tardjo, dan di sebelah saya Pak Azam, hadir juga beberapa Pengurus<br />

Dewan Da’wah berada di belakang.<br />

Terima kasih.<br />

Wassalamualaikum wr. wb.<br />

17. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Oke.<br />

Sudah lengkap, ya?<br />

Darimana, Pak?<br />

18. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (PPP) : M. NARIL ILHAM<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Saya Muhammad Naril Ilham dari Partai Persatuan Pembangunan,<br />

Kuasa Hukum, terima kasih.<br />

19. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik. Silakan ini Ahli <strong>yang</strong> didatangkan oleh Mahkamah Konstitusi<br />

memperkenalkan satu-satu, Prof. Andi Hamzah, sudah kenal tapi perlu<br />

memperkenalkan diri juga, Pak.<br />

20. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : PROF. DR. ANDI HAMZAH<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Nama saya Andi Hamzah, lahir di Senkang 14 Juni 1933. Saya<br />

menjabat Jaksa 1 Mei 1954 sampai 1994, sesudah itu menjadi Guru<br />

Besar Universitas Trisakti sampai sekarang sejak pensiun 1994 sampai<br />

sekarang. Sekarang juga saya menjadi Tim Pakar Departemen<br />

Pertahanan, Anggota Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan juga<br />

Anggota Penyusun KUHP dan Ketua Penyusun KUHAP.<br />

Sekian, terima kasih.<br />

21. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Dr. Eddy Hiariej.<br />

8


22. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : DR. EDDY O.S. HIARIEJ, S.H.,<br />

M.H.<br />

Assalamualaikum wr. wb.,<br />

Salam sejahtera dan selamat pagi, perkenalkan saya Eddy OS<br />

Hiariej, staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, terima<br />

kasih.<br />

23. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, mari kita memulai pada (…,)<br />

24. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Maaf Yang Mulia, ada para pihak <strong>yang</strong> juga belum<br />

memperkenalkan diri dari <strong>yang</strong> lain.<br />

25. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Darimana? Dipersilakan.<br />

Ada <strong>yang</strong> belum dipersilakan?<br />

26. PIHAK TERKAIT (BKOK) : IR. ENGKUS RUSWANA, M.M.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Kami dari BKOK.<br />

27. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Oh BKOK, ya.<br />

28. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, ada lagi?<br />

29. PIHAK TERKAIT(HPK) : SUDIRMAN<br />

Rahayu.<br />

Saya Sudirman dari Himpunan Penghayat Kepercayaan bersama<br />

Mas Hadi Prajoko terima kasih<br />

Rahayu.<br />

30. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, masih ada lagi?<br />

9


31. PIHAK TERKAIT (KWI) : RUDI PRATIKNO<br />

Terima kasih, Yang Mulia<br />

Saya Rudi Pratikno mewakili dari KWI, terima kasih.<br />

32. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, KWI, ya.<br />

Baik, jadi pagi ini kita akan <strong>mendengarkan</strong> Ahli dan Saksi. Lalu<br />

nanti setelah Sholat Dzuhur, Pihak Terkait. Nah, Ahli dan Saksi kalau<br />

tidak terselesaikan pagi ini kita sambung nanti sedikit sesudah habis<br />

Sholat Dzuhur. Nah, untuk itu dimohon Saksi Sardy supaya maju untuk<br />

mengambil sumpah dulu. Yang saksi satunya Amin Djamaluddin mana?<br />

Tadi menghadirkan Saksi?<br />

33. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Maaf, Yang Mulia, masih dalam perjalanan.<br />

Terima kasih.<br />

34. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Oh ya. Baik, Saudara Sardy, Saudara Penghayat Kepercayaan mau<br />

bersumpah dengan apa?<br />

35. SAKSI DARI PEMOHON : SARDY<br />

Pancasila.<br />

36. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Tidak ada sumpah Pancasila. Berjanji saja, ya? Oke, silakan Pak<br />

Harjono, ini Saksi.<br />

37. HAKIM ANGGOTA : DR. HARJONO, S.H., MCL.<br />

Cukup dengan mengatakan saya berjanji. Sampaikan, ya.<br />

“Saya berjanji akan menerangkan <strong>yang</strong> sebenarnya tidak lain dari<br />

<strong>yang</strong> sebenarnya”. Terima kasih.<br />

38. SAKSI DARI PEMOHON : SARDY<br />

“Saya berjanji akan menerangkan <strong>yang</strong> sebenarnya tidak lain dari<br />

<strong>yang</strong> sebenarnya”.<br />

10


39. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Silakan duduk. Kemudian sekarang para Ahli <strong>yang</strong> beragama<br />

Islam dahulu, K.H. Hafidz Usman, mohon maju. Kemudian Dr. Edward<br />

Hiariej, kemudian Prof. Andi Hamzah, kemudian K.H. Sulaiman<br />

Zachawerus. Ini saja saya kira, apa ada lagi Ahli <strong>yang</strong> sekarang di<br />

datangkan?<br />

40. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Mohon maaf, Yang Mulia, Ahli kami ada satu lagi, Dra. Hj. Nurdiati<br />

Akma.<br />

41. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, silakan. Ini Ahli apa Saksi? Nurdiati ini Ahli apa Saksi?<br />

42. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Ahli, Yang Mulia.<br />

43. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Terus maju, sini, kalau Ahli. Ahli beneran, ya? Masih ada lagi <strong>yang</strong><br />

belum dipanggil? Baik, ada lima.<br />

Pak Fadlil.<br />

44. HAKIM ANGGOTA : DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM.<br />

Untuk pengucapan sumpah, ikuti kata <strong>yang</strong> saya pandukan.<br />

“Bismillahirrahmanirrahiim, demi Allah saya bersumpah, sebagai<br />

Ahli akan memberikan <strong>keterangan</strong> <strong>yang</strong> sebenarnya, sesuai dengan<br />

ke<strong>ahli</strong>an saya.<br />

Terima kasih, cukup.<br />

45. AHLI-AHLI:<br />

“Bismillahirrahmanirrahiim, demi Allah saya bersumpah, sebagai<br />

Ahli akan memberikan <strong>keterangan</strong> <strong>yang</strong> sebenarnya, sesuai dengan<br />

ke<strong>ahli</strong>an saya”.<br />

11


46. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Silakan duduk kembali. Baik, akan lebih efektif penggunaan<br />

waktu, jadi semua Saksi dan Ahli ini kita dengarkan dulu semuanya, baru<br />

nanti tanya jawab. Karena kalau selesai satu tanya, selesai satu tanya,<br />

bisa seperti kemarin, dua orang saja habis waktu dua setengah jam.<br />

Sekarang semuanya, lalu nanti tanya silang, toh sebenarnya banyak<br />

substansi <strong>yang</strong> sama. Nah, untuk itu saya persilakan dulu Saudara Sardy<br />

sebagi Saksi.<br />

47. SAKSI DARI PEMOHON : SARDY<br />

Terima kasih, selamat pagi, Salam Rahayu.<br />

Yang Mulia, <strong>mendengarkan</strong>lah kami seorang penghayat <strong>yang</strong><br />

gagal menjadi tentara. Gara-gara jadi penghayat, saya sebagai<br />

penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa<br />

mendaftarkan jadi tentara, waktu itu ABRI.<br />

Majelis <strong>sidang</strong> <strong>yang</strong> mulia.<br />

Perkenankanlah saya, nama Sardy, umur 35 tahun, alamat Bojong<br />

Menteng, RW 5, RT 5 Kelurahan Bojong Menteng, Rawa Lumbu, Bekasi.<br />

Untuk menceritakan pengalaman pribadi saya mengenai kegagalan<br />

menjadi calon ABRI akibat identitas saya sebagai penghayat<br />

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan kornologi sebagai<br />

berikut, sejak kecil saya bercita-cita jadi ABRI <strong>yang</strong> sekarang namanya<br />

TNI. Untuk itu saya rajin berolah raga terutama olah raga lari, lari<br />

siangpun saya lakoni agar fisik saya kuat dan belajar dengan tekun agar<br />

bekal pendidikan saya cukup untuk melamar jadi calon ABRI.<br />

Ketika saya lulus SMA, ketika saya di SMA untuk jurusan <strong>yang</strong><br />

berkaitan dengan pendaftaran ABRI, sudah saya siapkan yaitu A2<br />

biologi, karena waktu itu ABRI itu menerima cuma A1 dan A2. Ketika<br />

saya lulus SMA pada tanggal 28 Mei 1994, cita-cita saya untuk jadi ABRI<br />

ingin segera saya wujudkan. Ketika ada pengumuman untuk pendaftaran<br />

calon ABRI maka segera saya mencari informasi dan mengurus segala<br />

persyaratan <strong>yang</strong> dibutuhkan untuk menjadi calon ABRI.<br />

Ketika saya mengurus surat kelakuan baik <strong>yang</strong> menjadi salah<br />

satu syarat untuk melamar calon ABRI surat dari RT, RW, dan Desa<br />

waktu itu, <strong>yang</strong> sekarang sudah menjadi kelurahan, lancar tidak ada<br />

masalah apa-apa. Kemudian saya mendatangi Kantor Koramil yaitu<br />

Kantor Koramil Bantar Gebang, saya diberikan surat rekomendasi untuk<br />

melanjutkan ke Polsek Bantar Gebang, Bekasi. Selanjutnya saya<br />

mengajukan berkas persyaratan untuk kelakukan baik ke Kantor Polsek<br />

Bantar Gebang karena untuk mendaftarkan calon ABRI menurut staf sipil<br />

pembuat kelakukan baik <strong>yang</strong> berhak mengeluarkan adalah Polres Bekasi<br />

dan selanjutnya staf sipil membuatkan surat pengantar lengkap dengan<br />

stempel Polsek untuk ke Polres Bekasi.<br />

12


Selanjutnya berkas pengajuan kelakukan baik <strong>yang</strong> saya<br />

masukkan ke bagian pembuatan surat kelakuan baik di Kantor Polres<br />

Bekasi ketika sedang antri saya dipanggil ke dalam oleh petugas sipil<br />

Polres dan beliau mengatakan bahwa orang penghayat itu tidak bisa jadi<br />

calon ABRI. Dan beliau menyarankan agar identitas agama saya<br />

dirubah. Kemudian semua berkas dikembalikan kepada saya. Karena<br />

besarnya keinginan saya menjadi ABRI, walaupun dengan berat hati<br />

selanjutnya saya mengurus perubahan identitas saya dalam KTP di Desa<br />

atau Kelurahan dan Kecamatan menjadi pemeluk salah satu agama.<br />

Beberapa hari kemudian setelah selesai merubah identitas, berkas<br />

itu saya ajukan lagi, dan saya masukkan ke loket pembuatan kelakukan<br />

baik. Dalam suasana mengantri saya dipanggil kembali untuk masuk ke<br />

dalam ruangan. Setelah di dalam saya di jemput polisi <strong>yang</strong> berpakaian<br />

seragam dan di bawa ke ruangan penyidik, di sana saya diinterogasi<br />

tentang semua kegiatan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang<br />

Maha Esa. Saya jelaskan dengan panjang lebar, ketika polisi itu<br />

menanyakan keberadaan orang penghayat di Bekasi, saya menjawab di<br />

Bekasi Penghayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa sudah ada<br />

pengurusnya dari Desa, Kecamatan sampai Kabupaten/Kota. “Kalau<br />

Bapak masih menanyakan kepada saya, kenapa Bapak seorang polisi<br />

setahu saya polisi itu sangat dekat dengan masyarakat, kalau Bapak<br />

tidak tahu keberadaan orang penghayat di Bekasi kalau begitu Bapak<br />

kurang informasi”. Polisi itu marah dan memukul saya, kepala saya, <strong>yang</strong><br />

tepat di telinga kanan saya menggunakan berkas pengajuan kelakuan<br />

baik saya.<br />

Setelah melakukan pemukulan itu polisi itu meninggalkan saya<br />

sendiri di ruangan. Beberapa menit kemudian polisi itu kembali menemui<br />

saya dan membawa saya ke suatu ruangan, mungkin itu ruangan<br />

atasannya karena di sana ada seseorang <strong>yang</strong> berpakaian safari. Di sana<br />

saya ditanya dengan pertanyaan <strong>yang</strong> sama, tetapi kali ini saya tidak<br />

menjawab atau tidak mengatakan Bapak kurang informasi, saya takut<br />

kena pukul <strong>yang</strong> kedua kalinya. Kemudian polisi itu menelpon, tidak tahu<br />

saya, nelpon kemana, <strong>yang</strong> jelas mungkin ke Kodam Jaya atau ke Mabes<br />

Polri. Setelah telepon itu di tutup polisi itu mengatakan, “Penghayat<br />

Kepercayaan Tehadap Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa mendaftar calon<br />

ABRI dan kalau pun dipaksakan percuma hanya untuk membuang-buang<br />

uang”.<br />

Selanjutnya saya pulang tetapi tidak ke rumah melainkan ke<br />

rumah pengurus penghayat <strong>yang</strong> ada di Bekasi, tempat tinggal di<br />

Kampung Melayu Jakarta Timur, untuk mendapatkan kejelasan mengapa<br />

orang Pengayat Terhadap Tuhan Yang Maha Esa tidak bisa<br />

mendaftarkan calon ABRI. Setalah sesampainya di rumah beliau saya<br />

langsung mengatakannya, menanyakannya, beliau mengatakan, “Yang<br />

sabar, kita sedang berjuang, memang orang Penghayat Kepercayaan<br />

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa selalu didiskriminasikan tetapi untuk<br />

bela negara berbakti kepada nusa dan bangsa bukan jadi ABRI saja,<br />

13


masih banyak menurut ajaran leluhur kita Indonesia”, beliau menasehati<br />

saya. Saya berpikir tidak bisa begitu karena cita-cita datang dari hati<br />

<strong>yang</strong> sangat dalam dan saya pun pamitan untuk pulang.<br />

Dalam perjalanan pulang saya sangat kecewa sekali. Sesampainya<br />

di Bekasi saya istirahat untuk menghilangkan lelah di pintu air Bekasi. Di<br />

sana saya merenung dan teringat waktu libur semester saya, kala itu<br />

saya aktif di organisasi pencinta alam sekolah. Kami membuat acara<br />

pendakian, pendakian gunung di Serang Banten. Di sana tidak<br />

menemukan gunung <strong>yang</strong> tinggi, tetapi di sana saya menemui suku<br />

pedalaman <strong>yang</strong> tinggal di tiga bukit, namanya Suku Baduy. Saya<br />

sempat berbincang-bincang dengan mereka. Bahasa <strong>yang</strong> mereka<br />

gunakan Bahasa Sunda.<br />

Saya bertanya kepada mereka, agama apa <strong>yang</strong> mereka anut?<br />

Mereka menjawab Sunda Wiwitan. Yang sangat mengherankan bagi saya<br />

di sana tidak ada satupun anak Suku Baduy <strong>yang</strong> sekolah, dan saya pun<br />

kembali bertanya “Kenapa anak-anak Bapak Ibu tidak ada <strong>yang</strong><br />

sekolah?” Ada satu orang <strong>yang</strong> menjawab, “kami dengan bercocok<br />

tanam, sandang pangan sudah tercukupi, kami tidak mau <strong>yang</strong><br />

berlebihan dan kami sambil menjalankan ajaran leluhur kami yaitu<br />

kerukunan hidup, kalau anak-anak kami sekolah pasti bisa pintar, cerdas,<br />

tambah wawasan dan pasti punya cita-cita, kalau cita-cita anak saya,<br />

pemerintah bisa menyalurkan atau melayani, kalau tidak, akan sakit hati<br />

kepada pemerintah, sementara ini pemerintah tidak mau memberikan<br />

kebebasan kepada kaum adat, Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan<br />

Yang Maha Esa dan sebagainya”.<br />

Ternyata pembicaraan orang Badui waktu itu betul juga. Dengan<br />

emosi, saya, tas, dan isinya, berkas kelakuan baik <strong>yang</strong> tidak jadi dan<br />

ijazah SMA asli saya, saya lemparkan ke Kalimalang, pintu air Bekasi.<br />

Jadi sia-sia pengorbanan saya sekolah selama 12 tahun, karena dengan<br />

kecewanya saya. Hampir selama 5 tahun saya mengalami kegoncangan<br />

kekecewaaan, sangat berat, dan tidak mengerti kenapa orang Penghayat<br />

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa <strong>yang</strong> menjalankan ajaran<br />

leluhur bangsa sendiri dan memegang teguh nilai-nilai Pancasila, <strong>yang</strong><br />

mengajarkan kedamaian dan kerukunan hidup tidak bisa mengabdikan<br />

diri untuk bela negara menjadi ABRI. Bukankah kami juga warga negara,<br />

Pak? Tapi kenapa kami sebagai penghayat kepercayaan selalu<br />

didiskriminasikan?<br />

Majelis Hakim <strong>yang</strong> mulia, pengalaman ini sangat membawa<br />

trauma terhadap diri saya, apalagi anak-anak saya sekarang sudah<br />

mengatakan bercita-cita menjadi TNI. Yang takut, saya takut akan<br />

nantinya akan menghadapi kekecewaan <strong>yang</strong> sama seperti saya. Sudah<br />

saya kasih pilihan, mau jadi pengacara, mau jadi insinyur, tetapi tetap<br />

anak saya memilih untuk menjadi TNI.<br />

Demikian pengalaman saya sebagai korban perlakuan<br />

diskriminasi, karena sebagai Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan<br />

Yang Maha Esa. Semoga Majelis Hakim <strong>yang</strong> mulia dalam menentukan<br />

14


keputusan nanti, Majelis Hakim dalam keadaan sehat, sehat lahir, dan<br />

sehat batin. Sehat lahir kecukupan sandang, pangan, dan papan. Sehat<br />

batin mempunyai tenggang rasa. Semoga Majelis Hakim dalam keadaan<br />

baik, bijak, dan bajik, lahir tidak bohong, dan tidak dusta, batin tulus dan<br />

jujur. Semoga Majelis Hakim dalam keadaan benar, benar lahir, tahu hak<br />

dan kewajiban, benar batin mempunyai harga diri. Semoga Majelis<br />

Hakim dalam keadaan pintar, pintar lahir nyata, dalam tekad ucap dan<br />

lampah <strong>yang</strong> baik, pintar batin, panutannya semua hidup. Semoga<br />

Majelis Hakim dalam keadaan selamat, selamat lahir, tidak melakukan<br />

perbuatannya <strong>yang</strong> mencelakaan orang lain, selamat batin hidup sebagai<br />

kawula gusti <strong>yang</strong> kumawula kepada gustinya.<br />

Semoga pengalaman saya ini dapat menjadi bahan pertimbangan<br />

majelis Hakim Mahkamah Konstitusi <strong>yang</strong> mulia dalam menentukan<br />

keputusan <strong>yang</strong> seadil-adilnya mengenai Undang-Undang Nomor<br />

1/PNPS/1965 <strong>yang</strong> sangat tidak sesuai dengan Pembukaan Undang-<br />

Undang Dasar RI Tahun 1945 tentang kecerdasan bangsa alenia<br />

keempat <strong>yang</strong> berbunyi, “kemudian daripada itu, untuk membentuk<br />

suatu pemerintahan negara Indonesia <strong>yang</strong> melindungi segenap bangsa<br />

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan<br />

dan mencerdaskan umum, mencerdaskan bangsa, untuk mencerdaskan<br />

kehidupan bangsa, dan seterusnya...”.<br />

Terima kasih, Rahayu, Rahayu.<br />

48. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Saudara Sardy belum menyerahkan CV ke sini, ya, riwayat hidup?<br />

Saudara usianya berapa sekarang?<br />

49. SAKSI DARI PEMOHON : SARDY<br />

Umur saya 35 tahun.<br />

50. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

35 ya, oke. Nanti identitas <strong>yang</strong> agak lengkap diserahkan ke PP<br />

ya. Baik (…)<br />

51. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Maaf Yang Mulia, melaporkan dari MUI, Saksi dari MUI telah hadir<br />

di per<strong>sidang</strong>an. Terima kasih.<br />

15


52. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, baik. Saya minta Ahli maju dulu, Bapak Philipus K. Wijya tadi<br />

belum diambil sumpah. Silakan Bapak maju. Rohaniawan ini…, silakan<br />

Rohaniawan ini …, beragama Budha, Bapak ya, silakan.<br />

Bu Maria, ini Ahli dari Pemerintah.<br />

53. HAKIM ANGGOTA: PROF. DR. MARIA FARIDA INDRATI, S.H.,<br />

M.H.<br />

Ucapkan lafal janji <strong>yang</strong> saya ucapkan.<br />

Namu sakya muni budaya, demi Yang Budha saya bersumpah<br />

sebagai Ahli akan memberikan <strong>keterangan</strong> <strong>yang</strong> sebenarnya sesuai<br />

dengan ke<strong>ahli</strong>an saya, sadu sadu sadu.”<br />

54. AHLI DARI PEMERINTAH : PHILIPUS K. WIJAYA<br />

Namu sakya muni budaya, demi Yang Budha saya bersumpah<br />

sebagai Ahli akan memberikan <strong>keterangan</strong> <strong>yang</strong> sebenarnya sesuai<br />

dengan ke<strong>ahli</strong>an saya, sadu sadu sadu.”<br />

55. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Silakan kembali, Bapak.<br />

Mana <strong>yang</strong> dari Majelis Ulama? Maju, Pak. Namanya siapa?<br />

56. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Pak Amin Djamaluddin.<br />

57. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Amin Djamaluddin, oke silakan Pak Amin Djamaluddin.<br />

Pak Akil, disumpah Bapak.<br />

58. HAKIM ANGGOTA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.<br />

Baik Saudara Saksi, ikuti lafal sumpah <strong>yang</strong> saya ucapkan.<br />

Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, akan<br />

menerangkan <strong>yang</strong> sebenarnya, tidak lain dari sebenarnya.<br />

59. AHLI DARI MUI : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Bismillahirrahmanirrahim, demi Allah saya bersumpah, akan<br />

menerangkan <strong>yang</strong> sebenarnya, tidak lain dari sebenarnya.<br />

16


60. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Silakan kembali ke tempat, Bapak.<br />

Sekarang kita dengarkan dulu <strong>keterangan</strong> Ahli Prof. Andi Hamzah.<br />

Boleh ke podium, Bapak. Tetapi boleh juga duduk.<br />

61. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : PROF. DR. ANDI HAMZAH<br />

Yang Mulia Majelis Hakim, pertama saya kemukakan di sini bahwa<br />

saya akan memberikan <strong>keterangan</strong> sesuai ke<strong>ahli</strong>an saya, jadi dari sudut<br />

hukum pidana khususnya berkaitan dengan Penetapan Presiden Republik<br />

Indonesia Nomor 1/PNPS/1965 ini, jadi ada kaitannya dengan rumusan<br />

delik di dalam hukum pidana. Jadi tentu di sini agak bersifat teknis<br />

yuridis.<br />

Setelah saya membaca kira-kira 20 KUHP negara-negara asing,<br />

bahkan telah menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, maka saya<br />

menarik kesimpulan bahwa pada umumnya ada delik-delik atau tindak<br />

pidana <strong>yang</strong> bersifat netral, artinya sama saja seluruh dunia itu,<br />

pencurian, perkosaan, pembunuhan, pemalsuan surat, penghinaan,<br />

semua ada di dalam KUHP di negara manapun juga. Mungkin ancaman<br />

pidananya agak sedikit berbeda, misalnya pencurian di sini 5 tahun, di<br />

Belanda 4 tahun di Pakistan 3 tahun. Tetapi semua sama saja. Jadi<br />

dalam masalah ini tidak ada masalah kolonial atau tidak kolonial. Jadi<br />

waktu menyusun KUHP, Rancangan KUHP, saya anggota, saya ditugasi<br />

menyusun delik lingkungan hidup dengan mentah-mentah saya salin dari<br />

KUHP Belanda saja, karena sama saja.<br />

Ada 3 hal menurut saya <strong>yang</strong> tidak netral, artinya setiap negara<br />

mungkin berbeda, dan kenyataannya juga berbeda, tidak netral, jadi<br />

dalam hal ini mesti hati-hati:<br />

Yang pertama, Delik Kesusilaan, itu akan berbeda antar negara.<br />

Jadi di Belanda misalnya, Jepang, Perancis dan lain-lain itu makin hari<br />

makin lunak delik kesusilaan itu. Sedangkan Indonesia semakin hari<br />

semakin kencang dengan dikeluarkannya Undang-Undang Pornografi<br />

misalnya itu.<br />

Yang kedua, Delik Agama, ini juga tidak netral. Jadi Indonesia ini<br />

dengan…, tentu seperti Pempres ini dengan keras mengatur tentang<br />

delik agama. Ada negara <strong>yang</strong> tidak memidana orang <strong>yang</strong> menghina<br />

agama, seperti RRC, jadi orang bisa berteriak di Tiananmen menghina<br />

agama apapun tidak dipidana. Sedangkan di sini agak keras. Sedangkan<br />

ada <strong>yang</strong> sedang, seperti Belanda, ternyata kawan saya ada, di bawah<br />

KUHP baru dari Belanda, ada delik, ada agama di sana, menghalangi<br />

pemujaan agama dan sebagainya, ada di Belanda. Ternyata ada tiga<br />

pasal <strong>yang</strong> juga ada dalam Rancangan KUHP. Jadi andaikata Rancangan<br />

KUHP <strong>yang</strong> sudah 28 tahun, tidak ada negara di dunia membuat<br />

Rancangan KUHP demikian lama tidak keluar-keluar. Andaikata itu sudah<br />

berlaku tidak ada masalah ini, karena di sana sudah diatur 3 pasal kalau<br />

17


tidak salah, mengenai penodaan agama. Mirip-mirip dengan…, ternyata<br />

mirip-mirip dengan <strong>yang</strong> sudah diatur di KUHP Belanda <strong>yang</strong> baru.<br />

Jadi, <strong>yang</strong> ketiga, tidak netral ideologi, delik ideologi. Hampir<br />

semua negara tidak mengatur delik ideologi. Apa mau faham apa<br />

terserahlah, tidak dipidana, karena prinsip nya pikiran orang tidak bisa<br />

dipidana. Hanya dua negara <strong>yang</strong> mengatur delik ideologi, <strong>yang</strong> justru<br />

saling hitam putih, yaitu RRC. RRC delik <strong>yang</strong> terberat adalah<br />

merongrong komunisme, marxisme, leninisme, maoisme itu. Merongrong<br />

komunisme adalah tindak pidana paling berat di RRC. Terbalik Indonesia,<br />

tahun 1998 dimasukkan dalam KUHP larangan penyebaran komunisme,<br />

marxisme dan segala bentuknya. Pasti terbalik, hitam-putih. Itu dua<br />

negara, <strong>yang</strong> menganut, <strong>yang</strong> mencantumkan ideologi. Kabarnya juga<br />

Jerman sebenarnya melarang nazisme. Jadi itu tiga negara…, <strong>yang</strong> tidak<br />

netral.<br />

Kemudian, cara merumuskan delik ini, bahwa kita KUHP Indonesia<br />

mengikuti Belanda, mengikuti Perancis, bahwa KUHP Indonesia itu<br />

rumusan deliknya harus sesuai dengan asas legalitas. Jadi, nullum<br />

delictum nulla poena sine praevia lege poenali, harus ada undangundang<br />

pidana, perundang-undangan pidana <strong>yang</strong> ada sebelumnya<br />

perbuatan, baru orang dapat dipidana. Perundang-undangan pidana,<br />

wettelijke strafbepaling, jadi Perda boleh, orang bisa dipidana dengan<br />

Perda, karena memakai istilah wettelijke strafbepaling, ketentuan<br />

perundang-undangan pidana. Lain kalau KUHAP, KUHAP itu haas wet,<br />

harus dengan undang-undang. Jadi orang <strong>yang</strong> ditangkap, ditahan dan<br />

seterusnya harus dengan undang-undang. Tidak boleh dengan Perda.<br />

Kemudian, ternyata bahwa asas legalitas nullum delictum itu<br />

dianggap kurang memadai. Karena apa gunanya ada undang-undang<br />

sebelumnya, tapi undang-undang karet. Undang-undang karet, semua<br />

orang bisa menafsirkan semaunya undang-undang tersebut. Jadi sudah<br />

ada undang-undang sebelumnya, tapi bersifat karet, itu percuma, maka<br />

muncul rumus baru yaitu nullum crimen sine lege scripta, tidak ada delik<br />

tindak pidana tanpa ada undang-undang <strong>yang</strong> ketat sebelumnya. Nullum<br />

crimen sine lege strigta, Bahasa Belandanya geen delict zonder een<br />

preciese wettelijk bepaling, harus ada undang-undang persis tidak boleh<br />

ditafsirkan menjadi karet.<br />

Itulah dianut di dalam KUHP Indonesia karena mengikuti Belanda,<br />

sehingga kalau teliti membaca KUHP Indonesia itu, semua definisi itu,<br />

kecuali satu, ‘penganiayaan’. ‘Mencuri’ definisi, “mengambil suatu barang<br />

kepunyaan orang lain, de maksud memilikinya dengan melawan hukum”.<br />

Di luar itu bukan pencurian. Lain misalnya dengan Malaysia <strong>yang</strong> tidak<br />

menganut scripta itu, “barang siapa mencuri barang orang lain”, begitu<br />

saja. Jadi, mencuri barang orang lain di Malaysia, kembalikan lagi<br />

dihukum, mencuri. Indonesia tidak, jadi kalau saya, ada orang memakai<br />

barang orang, mobil, keliling-keliling untuk coba-coba baru kembali ke<br />

garasi, tidak mungkin dihukum pencurian karena tidak memenuhi<br />

definisi, “maksud memilikinya”. Kecuali penganiayaan tadi, karena tidak<br />

18


mungkin orang membuat definisi penganiayaan, karena ratusan, ribuan<br />

cara untuk menganiaya orang.<br />

Oleh karena itu, kita Indonesia ini sudah melenceng dari itu,<br />

karena terlalu banyak membuat undang-undang di luar KUHP <strong>yang</strong><br />

ternyata banyak bukan definisi, tidak definisi, remang-remang. Dan ini<br />

perundang-undangan di luar KUHP, ada dua macam yaitu Undangundang<br />

pidana, memang undang-undang pidana, tindak pidana<br />

ekonomi, tindak pidana korupsi, money laundering, Pengadilan HAM,<br />

kekerasan rumah tangga, pornografi, itu memang Undang-undang<br />

Pidana.<br />

Tetapi di samping itu ada Perundang-undangan Administrasi <strong>yang</strong><br />

bersanksi pidana. Perundangan Administrasi <strong>yang</strong> bersanksi pidana<br />

ukurannya itu tidak boleh mencantumkan pidana berat, jadi maksimum<br />

kurungan 1 tahun atau denda sekian. Karena maksud itu, itu disebut<br />

ordening strafrecht hukum pidana pemerintahan, bukan untuk<br />

menghukum orang benar-benar, hanya untuk menakut-nakuti, menaati<br />

ketentuan administrasi itu. Lain dari Undang-Undang Pidana. Maka itu di<br />

Belanda kalau orang mau dihukum lebih dari 1 tahun harus dibuat baju<br />

Undang-Undang Pidana atau masukkan KUHP, <strong>yang</strong> di Belanda cuma<br />

satu Undang-Undang di luar KUHP yaitu Undang-Undang Tindak Pidana<br />

Ekonomi. Jadi, semua masuk KUHP, money laundering masuk,<br />

Penodaan Agama masuk, semua masuk KUHP. Yang Perundangan<br />

Administrasi bersanksi pidana ini tidak boleh lebih pidananya dari 1<br />

tahun kurungan, ini kita langgar.<br />

Banyak sekali Perundang-undangan Administrasi Indonesia<br />

menghukum dan mengancam pidana berat sekali. Jadi Undang-Undang<br />

Kehutanan itu Perundang-undangan Administrasi pidananya 10 tahun,<br />

karena itu sudah menyalahi, harus membuat Undang-Undang Tindak<br />

Pidana Kehutanan. Undang-Undang Narkotika, pidana mati, padahal<br />

Undang-Undang Administrasi itu cara mendatangkan narkoba,<br />

mendistribusi narkotika pidananya mati, harus membuat Undang-Undang<br />

Tindak Pidana Narkotika atau masukkan dalam KUHP .<br />

Inilah menjadi kesulitan dan dikaitkan dengan Pempres ini<br />

ternyata dua- duanya ada, jadi ada ketentuan di sini Perundangundangan<br />

Administrasi yaitu Pasal 1, “Setiap orang dilarang dengan<br />

sengaja di muka umum menceritakan, mengajurkan atau<br />

mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang<br />

sesuatu agama <strong>yang</strong> dianut di Indonesia atau melakukan kegiatankegiatan<br />

keagamaan <strong>yang</strong> menyerupai kegiatan keagamaan dari agama<br />

itu penafsiran tentang kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok<br />

agama itu”, tidak ada sanksi kan? Lalu Pasal 2, “Barang siapa <strong>yang</strong><br />

melanggar ketentuan tersebut pada Pasal 1 diberi perintah peringatan<br />

keras untuk menghentikan perbuatan itu”. Jadi teguran dari Menteri<br />

Agama, Menteri Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri.<br />

Ketentuan ini saya tau betul, kenapa? Ini rancangan ini di buat<br />

oleh Kejaksaan Agung, waktu saya masih jaksa, jadi saya tahu betul, jadi<br />

19


ceritanya Jaksa Agung Gunawan waktu itu ketakutan ada isu dia mau<br />

disantet orang, maka itu dia membuat ini, larangan kepercayaan agama<br />

takut di santet. Lalu di Kejaksaan Agung dibentuklah PAKEM (Pengawas<br />

Aliran Kepercayaan dalam Masyarakat). Lalu di ayat (2) di sini, “Apabila<br />

pelanggaran tersebut dalam ayat (1) dilakukan oleh organisasi atau<br />

sesuatu aliran kepercayaan maka Presiden Republik Indonesia dapat<br />

membubarkan organisasi itu dan menyatakan sebagai organisasi atau<br />

aliran tersebut sebagai orsati aliran terlarang”. Satu dan lain setelah<br />

presiden mendapat kiriman dari Menteri Agama, Menteri Jaksa Agung,<br />

dan Menteri Dalam Negeri. Jadi ini teguran, ini sanksi pembubaran<br />

administrasi . Tapi tiba-tiba pada Pasal 3, “Apabila setelah dilakukan<br />

tindakan oleh Menteri Agama bersama-sama Menteri Jaksa Agung dan<br />

Menteri Dalam Negeri dan oleh Presiden Republik Indonesia menurut<br />

ketentuan dalam Pasal 2 terhadap orang orsati atau aliran kepercayaan<br />

mereka masih terus melanggar ketentuan dalam Pasal 1, terus<br />

melakukan penafsiran bertentangan pada ajaran pokok agama, orang<br />

<strong>yang</strong> bersangkutan dari aliran itu dipidana dengan pidana penjara<br />

selama-lamanya 5 tahun. Ini sudah menyalahi, karena apa? Ini<br />

ketentuan administrasi <strong>yang</strong> mestinya ancaman pidananya itu hanya 1<br />

tahun kurungan atau denda. Kemudian juga ini tidak memenuhi<br />

persyaratan nullum crimen sine lege scripta karena di sini bisa<br />

multitafsir.<br />

Menafsirkan sesuatu agama <strong>yang</strong> dianut di Indonesia<br />

bertentangan dengan pokok-pokok ajaran itu. Jadi seorang misalnya<br />

Suni menafsirkan..., membuat penafsiran pasti bertentangan dengan<br />

pokok-pokok ajaran aliran Syiah. Saya tidak ambil contoh Indonesia,<br />

nanti tidak enak. Dipakai orang di luar negeri saja. Jadi kalau ini bisa<br />

menjadi karet, yaitu mengenai aliran administrasi <strong>yang</strong> bersanksi<br />

pidana. Kemudian di dalam Pasal 4 tidak ada masalah karena dia<br />

menambah KUHP. Jadi Pempres ini 2 sifatnya, satu Perundang-undangan<br />

Administrasi, baru ada sanksi administrasi, baru ada alternatifnya sanksi<br />

pidana 5 tahun, tapi juga ada Perundangan Pidana yaitu memasukkan<br />

pasal baru di dalam KUHP, “Dipidana dengan pidana penjara selamalamanya<br />

5 tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum<br />

mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan <strong>yang</strong> pada pokoknya<br />

bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu<br />

agama di Indonesia dengan maksud agar supaya orang tidak menganut<br />

agama apapun juga <strong>yang</strong> bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Jadi<br />

menurut saya Pasal 156A ini, khususnya A masih lumayan, artinya masih<br />

memenuhi nullum crimen sine lege scripta, tapi B nya B nya juga bisa<br />

multitafsir, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut suatu<br />

agama apapun juga <strong>yang</strong> bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa,<br />

agama mana <strong>yang</strong> ber-Ketuhanan Yang Maha Esa itu bisa ditafsirkan<br />

macam-macam lagi.<br />

Kesimpulan saya, andaikata KUHP <strong>yang</strong> rancangan itu sudah jadi,<br />

masalah ini tidak ada semua karena di sana juga sudah diatur mengenai<br />

20


delik agama dan juga ternyata Belanda <strong>yang</strong> negara sekuler juga sudah<br />

menambah KUHP-nya di sini bahwa 3 pasal tadi menghalang-halangi …,<br />

tapi semuanya bersifat definisi tidak seperti <strong>yang</strong> kita Indonesia susun,<br />

sehingga mereka itu, apa namanya, menyebut kita Sarjana Hukum<br />

Indonesia sangat menghina dengan mengatakan stomme hond / anjing<br />

blo’on, oleh karena itu buku saya tidak pakai S.H. karena buku saya dari<br />

perpustakaan Belanda juga, nanti dia bilang S.H. ini stomme hond /<br />

anjing blo’on.<br />

Sekian, wasslamualikum wr. wb.<br />

62. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. MD<br />

Baik, sebelum ke Pak Eddy Hiariej, karena Pak Andi Hamzah ini<br />

Ahli <strong>yang</strong> diundang oleh Mahkamah Konstitusi, bukan oleh pihak, Pak<br />

saya minta penegasan saja bahwa ancaman pidana di dalam Hukum<br />

Administrasi itu ya, harus ringan tidak lebih dari 1 tahun itu ada undangundangnya<br />

tidak <strong>yang</strong> menyatakan bahwa harus itu, atau itu hanya<br />

karena kebiasaan?<br />

63. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : PROF. DR. ANDI HAMZAH<br />

Kebiasaan itu.<br />

64. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. MD<br />

Kebiasaan saja, oke.<br />

Baik, silakan sekarang Pak Eddy Hiariej.<br />

65. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : DR. EDDY O.S. HIARIEJ, S.H.,<br />

M.H.<br />

Terima kasih, Majelis <strong>yang</strong> mulia.<br />

Selamat pagi, Assalamualaikum wr. wb.<br />

Dan salam sejahtera, Majelis <strong>yang</strong> mulia, kami akan membaca<br />

<strong>yang</strong> sudah sebetulnya kami serahkan ke Panitera, sudah kami tuangkan<br />

dalam slide, yaitu mengenai permohonan Pengujian Undang-Undang<br />

Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan, Penyalahgunaan dan/atau<br />

Penodaan Agama. Sebagai pengantar keberadaan Undang-Undang<br />

Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau<br />

Penodaan Agama memang menimbulkan kontroversi.<br />

Ada pendapat bahwa undang-undang a quo bertentangan dengan<br />

sejumlah pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sejumlah pasal<br />

tersebut adalah Pasal 1 ayat (3) tentang negara hukum, Pasal 28D ayat<br />

(1) tentang kepastian hukum <strong>yang</strong> adil dan persamaan di hadapan<br />

hukum, Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2) tentang kebebasan memeluk<br />

agama dan beribadah menurut agama serta kebebasan menyakini<br />

21


kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati<br />

nuraninya, Pasal 28I ayat (1) hak beragama dan Pasal 29 ayat (2)<br />

tentang jaminan untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan<br />

agama dan kepercayaannya. Ada juga <strong>yang</strong> berpendapat bahwa undangundang<br />

a quo tidaklah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar<br />

1945 dan memberi perlindungan terhadap pemeluk agama.<br />

Setelah kami mencermati betul isi dari undang-undang a quo dan<br />

kami sesuaikan dengan bidang ke<strong>ahli</strong>an kami di bidang hukum pidana<br />

maka tanggapan kami adalah sebagai berikut, dalam praktek penegakan<br />

hukum tidaklah dapat dipungkiri bahwa dalam praktek penegakan<br />

hukum undang-undang a quo selalu digunakan untuk mengadili<br />

pemikiran dan keyakinan seseorang, hal ini bertentangan dengan<br />

postulat cogitationis poenam nemo partitur, hukum tidak bisa atau<br />

seseorang tidak bisa dihukum atas apa <strong>yang</strong> ada dalam pikirannya atau<br />

sesuatu <strong>yang</strong> diyakini atau sesuatu <strong>yang</strong> dipercayai.<br />

Mengapa sampai terjadi dalam praktek hukum <strong>yang</strong> demikian?<br />

Tadi banyak sudah disinggung oleh Ahli Prof. Dr. Andi Hamzah bahwa<br />

memang dalam asas legalitas itu ada 4 prinsip <strong>yang</strong> melekat, <strong>yang</strong><br />

pertama adalah nullum crimen nulla poena sine lege praevia, tidak ada<br />

perbuatan pidana tidak ada pidana tanpa undang-undang sebelumnya.<br />

Yang kedua adalah nullum crimen nulla poena sine lege scripta tidak ada<br />

perbuatan pidana tidak ada undang-undang pidana tanpa undangundang<br />

pidana tertulis, <strong>yang</strong> ketiga adalah nullum crimen nulla poena<br />

sine lege certa tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa<br />

Undang-Undang Pidana <strong>yang</strong> jelas, dan <strong>yang</strong> keempat adalah Nullum<br />

crimen, nulla poena sine praevia lege stricta tidak ada perbuatan<br />

pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang <strong>yang</strong> ketat. Dalam<br />

berbagai literatur sering disingkat bahwa asas legalitas dalam hukum<br />

pidana harus menganut lex praevia, lex certa, lex scripta, dan lex stricta.<br />

Jadi sekali lagi bahwa dalam penegakkan hukum pasal-pasal ini sering<br />

kali disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.<br />

Akan tetapi bila kita mencermati substansi dengan berbagai<br />

interpretasi terhadap ketentuan atau dalam undang-undang a quo, maka<br />

pendapat <strong>ahli</strong> sebagai berikut; pertama adalah interpretasi doktriner.<br />

Interpretasi doktriner ini adalah memperkuat argumentasi dengan<br />

merujuk pada suatu doktrin tertentu <strong>yang</strong> dalam hal ini adalah doktrin<br />

mengenai keberadaan hukum pidana. Kepentingan <strong>yang</strong> harus dilindungi<br />

oleh hukum pidana ada tiga. Yang pertama adalah individuale belangen<br />

atau kepentingan-kepentingan individu, <strong>yang</strong> kedua adalah social of<br />

maatshcappelijke belangen kepentingan-kepentingan sosial atau<br />

kepentingan-kepentingan masyarakat, dan <strong>yang</strong> berikut adalah staats<br />

belangen kepentingan-kepentingan negara. Sebagaimana fungsi umum<br />

hukum pidana het strafrecht zich richt tegen min of meer abnormale<br />

gedragingen, jadi fungsi hukum pidana adalah melakukan atau<br />

mencegah atau menanggulangi kelakuan-kelakuan <strong>yang</strong> tidak normal.<br />

Tindakan-tindakan <strong>yang</strong> tidak normal <strong>yang</strong> dimaksud adalah <strong>yang</strong><br />

22


tindakan-tindakan <strong>yang</strong> menyerang kepentingan individu, kepentingan<br />

masyarakat, maupun kepentingan negara.<br />

Yang berikut, <strong>yang</strong> kedua, Ahli melihat dari segi interpretasi<br />

tradisional. Interpretasi tradisional adalah interpretasi dengan cara<br />

melihat suatu perilaku dalam tradisi hukum masyarakat. Tidaklah dapat<br />

dipungkiri bahwa masalah beragama adalah masalah <strong>yang</strong> sangat<br />

sensitif bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia<br />

sehingga dapat menimbulkan konflik horisontal. Keberadaan undangundang<br />

a quo masih tetap dibutuhkan sebagai prevensi generale atau<br />

prevensi umum agar tidak terjadi konflik <strong>yang</strong> dimaksud.<br />

Yang ketiga adalah berdasarkan interpretasi sistematis gramatical,<br />

bahwa hukum pidana dalam undang-undang a quo tidak diberlakukan<br />

secara serta merta bilamana terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1<br />

undang-undang a quo. Tadi sudah dijelaskan oleh Ahli Prof. Dr. Andi<br />

Hamzah, ada ketentuan dalam Pasal 2 <strong>yang</strong> mengatakan bahwa jika<br />

terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1, pemerintah memberi peringatan<br />

untuk menghentikan perbuatannya. Jika dilakukan oleh suatu organisasi<br />

maka organisasi tersebut dapat dibubarkan atau dinyatakan sebagai<br />

organisasi terlarang. Hukum pidana baru berfungsi jika ketentuan dalam<br />

Pasal 2 undang-undang a quo tidak lagi berfungsi.<br />

Menurut pendapat Ahli bahwa ketentuan-ketentuan tersebut<br />

mengindikasikan bahwa fungsi umum hukum pidana dalam undangundang<br />

a quo adalah bersifat ultimum remedium, artinya hukum pidana<br />

adalah sarana <strong>yang</strong> paling akhir <strong>yang</strong> digunakan untuk menegakkan<br />

hukum bilamana instrumen penegakan hukum lainnya tidak lagi<br />

berfungsi.<br />

Yang berikut, <strong>yang</strong> keempat, <strong>yang</strong> digunakan oleh Ahli adalah<br />

interpretasi historis. Keberadaan undang-undang a quo adalah untuk<br />

melindungi kepentingan umat beragama di Indonesia. Atas dasar Pasal 4<br />

undang-undang a quo kemudian disisipkan ketentuan tersebut ke dalam<br />

KUHP sehingga menjadi Pasal 156 a <strong>yang</strong> berada di bawah bab tentang<br />

kejahatan terhadap ketertiban umum. Pasal-pasal tersebut dikenal<br />

dengan haatzai artikelen atau pasal-pasal penyebar kebencian. Menurut<br />

sejarahnya pasal-pasal tersebut berasal dari Code British <strong>yang</strong><br />

diberlakukan oleh penjajah Inggris di India. Pasal-pasal itu kemudian<br />

diadopsi oleh Belanda dan diterapkan secara concordantie beginselen di<br />

daerah jajahannya Indonesia.<br />

Yang kelima adalah interpretasi futuristik, <strong>yang</strong> tadi juga sudah<br />

disinggung oleh Prof. Andi Hamzah, substansi undang-undang a quo<br />

lebih rinci telah dimasukkan ke dalam RUU KUHP Bab 7 tentang Tindak<br />

Pidana Terhadap Agama dan Kehidupan Beragama. Bab 7 tersebut<br />

terdiri dari bagian ke-1, yakni tindak pidana terhadap agama <strong>yang</strong><br />

meliputi penghinaan terhadap agama dan penghasutan untuk<br />

meniadakan keyakinan terhadap agama, bagian ke-2 yaitu tindak pidana<br />

terhadap kehidupan beragama dan sarana ibadah <strong>yang</strong> mencakup<br />

gangguan terhadap penyelenggaraan ibadah dan kegiatan keagamaan<br />

23


serta perusakan tempat ibadah. Dengan dimasukkannya pasal-pasal<br />

tersebut dalam RUU KUHP memberi indikasi <strong>yang</strong> kuat bahwa para <strong>ahli</strong><br />

pidana di Indonesia cenderung mempertahankan undang-undang a quo.<br />

Yang terakhir <strong>yang</strong> dipakai oleh Ahli adalah interpretasi<br />

komparatif. Interpretasi komparatif adalah interpretasi dengan<br />

membandingkan ketentuan tersebut di negara lain. Negara <strong>yang</strong> dipakai<br />

sebagai perbandingan di sini adalah Belanda. Mengapa Ahli<br />

menggunakan Belanda? Pertama, sistem hukum di Indonesia secara<br />

mutatis mutandis sama dengan sistem hukum di Belanda, dan <strong>yang</strong><br />

kedua Hukum Pidana Indonesia kalau boleh dikatakan adalah anak<br />

kandung dari Hukum Pidana Belanda. Pasal-pasal tersebut diadopsi oleh<br />

Belanda dari Code British <strong>yang</strong> diberlakukan oleh penjajah Inggris di<br />

India pada saat Inggris menguasai Belanda berdasarkan Traktat London.<br />

Pasal-pasal penyebar kebencian <strong>yang</strong> terdapat dalam Wetboek<br />

van Strafrecht di Belanda identik dengan Pasal 154, Pasal 155, Pasal 156<br />

dan Pasal 157 KUHP Indonesia. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam<br />

Pasal 156A KUHP Indonesia tidak terdapat dalam Wetboek van Strafrecht<br />

di Belanda, bahkan pasal-pasal penyebar kebencian ini telah dihapus<br />

lebih dari 50 tahun di Belanda sebagai pengejawantahan kritik hukum<br />

para pakar hukum pidana Belanda antara lain van Bemmelen <strong>yang</strong><br />

menyatakan bahwa pasal-pasal tersebut merintangi kehidupan<br />

berdemokrasi.<br />

Majelis <strong>yang</strong> mulia, dalam pembaharuan Wetboek van Strafrecht<br />

di Belanda pada tahun 1983 Twee de Kammer atau parlemen<br />

memasukkan pasal-pasal men<strong>yang</strong>kut tindak pidana terhadap agama<br />

dan kehidupan beragama.<br />

Pasal 145 WvS mengenai menghalang-halangi, menghentikan<br />

atau menghalang-halangi upacara keagamaan <strong>yang</strong> dikenal dengan<br />

istilah Verhendering godsdienstige bijeenkomst.<br />

Pasal 146 WvS membuat keributan dalam upacara keagamaan<br />

atau Storing godsdienstige bijeenkomst. Pasal 147 WvS tentang<br />

Penodaan atau Penghinaan terhadap Tuhan, Nabi atau Rasul <strong>yang</strong><br />

diterjemahkan sebagai Smalende godslastering.<br />

Pasal 147A adalah pasal tambahan <strong>yang</strong> baru saja dimasukkan<br />

pada awal tahun 2000 di negeri Belanda yaitu penyebarluasan penodaan<br />

atau penghinaan terhadap Tuhan, Nabi atau Rasul <strong>yang</strong> dikenal dengan<br />

istilah Verspreiding smalende godslastering.<br />

Kemudian dalam Pasal 137 WvS di negeri Belanda terkait<br />

penghinaan golongan penduduk atau belediging van groep mensen<br />

ditambahkan Pasal 137C WvS men<strong>yang</strong>kut penghinaan terhadap<br />

golongan penduduk termasuk di dalamnya adalah golongan agama.<br />

Pasal-pasal tersebut di atas di dalam WvS diletakkan di bawah<br />

Bab V dengan judul Misdrijven Tegen de Openbare Orde atau kejahatan<br />

terhadap ketertiban umum.<br />

Kesimpulan <strong>ahli</strong>, berdasarkan keseluruhan uraian di atas<br />

keberadaan Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 masih tetap relevan<br />

24


dan tidak bertentangan dengan konstitusi tetapi sebagai instrumen<br />

pengaman untuk melindungi kehidupan beragama dalam rangka<br />

menjaga ketertiban umum.<br />

Yang kedua, pelaksanaan undang-undang tersebut harus<br />

dilakukan secara hati-hati sehingga tidak mengarah kepada pengadilan<br />

terhadap pemilikiran, pendapat atau keyakinan seseorang.<br />

Demikian Yang Mulia, terima kasih.<br />

66. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Terima kasih, Saudara Ahli.<br />

Lalu Ahli berikutnya <strong>yang</strong> <strong>dihadirkan</strong> oleh Pemerintah Kiai Hafidz<br />

Usman, bisa maju ke podium.<br />

67. AHLI DARI PEMERINTAH : K.H. HAFIDZ USMAN<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Yang saya muliakan Ketua Mahkamah dan Anggota Mahkamah<br />

Konstitusi. Izinkanlah saya untuk menyampaikan beberapa poin<br />

pandangan mengenai uji materiil Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun<br />

1965.<br />

Saya kebetulan lahir tetangganya orang Baduy, Banten dan saya<br />

sekarang tinggal di Bandung dam pernah punya pengalaman juga di<br />

Senayan, anggota DPR dan pensiun Departemen Agama.<br />

Teringat waktu kecil karena rumah saya d ipinggir jalan besar<br />

sering dapat tamu orang Baduy orang tua saya menjamu seperti biasa<br />

dan tidak pernah ditanyakan bagaimana dan bagaimananya. Dan orang<br />

Baduy sekarang sudah ada <strong>yang</strong> menjadi anggota DPRD Kabupaten<br />

Lebak dan ada juga <strong>yang</strong> sudah pergi haji.<br />

Saya kebetulan di Bandung juga punya pengalaman mendirikan<br />

IAIN <strong>yang</strong> sekarang menjadi UIN Sunan Gunung Jati dan saya<br />

mempunyai kegiatan setelah pensiun menjadi Ketua Majelis Ulama<br />

Indonesia Jawa Barat dan menjadi Ketua Forum Kerukunan Umat<br />

Beragama.<br />

Dalam kaitan uji materiil undang-undang ini kami telah<br />

menyampaikan sikap baik dari MUI seluruh Jawa Barat maupun juga dari<br />

Forum Kerukunan Umat Beragama seluruh Jawa Barat, dua minggu<br />

<strong>yang</strong> lalu kami datang ke sini.<br />

Ketua Mahkamah <strong>yang</strong> saya muliakan.<br />

Saya berpendapat bahwa bangsa Indonesia mencatat<br />

perkembangan dirinya sejak juga zaman kesultanan di berbagai daerah<br />

mengakui komponen masyarakat <strong>yang</strong> terdiri dari berbagai suku <strong>yang</strong><br />

menganut agama masing-masing. Tidak diketemukan <strong>keterangan</strong> <strong>yang</strong><br />

menunjukkan pernah terjadi konflik keberagamaan, karena agama. Hal<br />

ini merupakan kekayaan bangsa Indonesia Bhinneka Tunggal Ika. Jadi<br />

25


kalaupun, katakanlah ada konflik bukan karena agama, karena<br />

kepentingan.<br />

Masih perlu dijelaskan apa <strong>yang</strong> dimaksud Pemohon dengan<br />

kebebasan beragama. Apakah kebebasan dalam mengikuti salah satu<br />

agama atau bebas beragama, dalam arti bebas menerjemahkan dan<br />

menafsirkan norma agama? Jika mengikuti hal <strong>yang</strong> kedua, tentu akan<br />

timbul kerancuan tentang eksistensi agama itu sendiri.<br />

Pertumbuhan bangsa Indonesia sekarang sungguh telah mantap<br />

dalam kehidupan beragama, dengan dibuktikan perubahan Undang-<br />

Undang Dasar, walaupun sudah empat kali, akan tetapi tidak merubah<br />

Bab XI, Agama Pasal 29 ayat (1) dan (2).<br />

Dalam hal kebebasan <strong>yang</strong> sekarang diekspos sebagai hak asasi<br />

manusia, sebagai penjabaran dari Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945,<br />

sungguh sudah jelas belaka termuat dalam Pasal 28J sebagai hasil<br />

perubahan kedua <strong>yang</strong> tidak diubah pada perubahan ketiga dan<br />

perubahan keempat Undang-Undang Dasar.<br />

Ketua Mahkamah <strong>yang</strong> saya muliakan.<br />

Izinkan saya membaca ulang Pasal 28J Undang-Undang Dasar<br />

ayat (1) “setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain,<br />

dalam tertib kehidupan bermasyarakat dan bernegara.” Dan ayat (2)<br />

“dalam menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk<br />

kepada pembatasan <strong>yang</strong> ditetapkan dengan undang-undang, dengan<br />

maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan<br />

atas kebebasan hak orang lain dan untuk memenuhi tuntutan <strong>yang</strong> adil<br />

sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan<br />

ketertiban umum dalam satu masyarakat demokratis.” Saya ulangi, Pasal<br />

28J ini dilahirkan pada perubahan kedua Undang-Undang Dasar. Yang<br />

tidak dilakukan perubahan lagi pada perubahan ketiga dan keempat.<br />

Kita mengakui adanya agama-agama <strong>yang</strong> dipeluk oleh penduduk<br />

di Indonesia. Kita bisa sebut ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha,<br />

Konfusius Yahudi, Shinto, atau lainnya.<br />

Ketua Mahkamah <strong>yang</strong> saya muliakan.<br />

Kalau boleh, saya ingin membacakan penjelasan dari Undang-<br />

Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965, pada penjelas pasal demi pasal.<br />

Pasal 1 “dengan kata-kata di muka umum dimaksudkan apa <strong>yang</strong><br />

lazim diartikan dengan kata-kata itu dalam Kitab Undang-Undang Hukum<br />

Pidana. Agama-agama <strong>yang</strong> dipeluk oleh penduduk di Indonesia ialah<br />

Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Konfusius.” Kemudian<br />

dimuat, ini tidak berarti bahwa agama-agama lain misalnya Yahudi,<br />

Zarasustrian, Shinto, Toism, dilarang di Indonesia. Mereka mendapat<br />

jaminan penuh seperti <strong>yang</strong> diberikan oleh Pasal 29 ayat (2) dan mereka<br />

dibiarkan adanya, asal tidak melanggar ketentuan-ketentuan <strong>yang</strong><br />

terdapat dalam peraturan ini atau peraturan perundangan lain. Demikian<br />

penjelasan Pasal 1 dari Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965.<br />

Dalam Islam dikenal adanya nilai-nilai agama, <strong>yang</strong> termasuk<br />

dalam kategori maklumun minnna dinni bidharurah. Yakni nilai-nilai<br />

26


agama <strong>yang</strong> sangat jelas dari sumbernya, baik Al-quran maupun sunnah<br />

Rosulullah Saw.<br />

Dalam terapnnya dikenal sebagai hal-hal <strong>yang</strong> mujmali, tercapai<br />

konsensus dan disepakati bersama, atau ada hal-hal <strong>yang</strong> mukfalakhi,<br />

diakui sebagai ranah perbedaaan dan <strong>yang</strong> ditolerir.<br />

Perlu dijelaskan, seperti umat Islam mengakui Muhammad bin<br />

Abdullah adalah Rasulullah dan Khatamun Nabiyin. Baik itu Suni<br />

mauopun Syiah sama. Sedikit saya ingin saya menyampaikan<br />

perbedaan, Suni mengakui khillafah dari Khalafaur Rasyidin <strong>yang</strong><br />

empat. Siah hanya merokomendir pengakuan kepada Ali Kaharamallah<br />

Wajah. Suni dan Syiah sama shoalatnya, tidak ada tambahan shalat<br />

lima kali sehari semalam. Hanya bedanya mungkin, <strong>yang</strong> perlu karena<br />

tadi soalnya disinggung oleh <strong>yang</strong> <strong>ahli</strong> supaya kita ada umat Islam bisa<br />

memilah mana sesungguhnya hal-hal <strong>yang</strong> dapat dijadikan nilai baku<br />

untuk membina ketertiban umum di tengah-tengan masyarakat kita.<br />

Seperti Suni mengakui shalat Jumat dengan tidak harus diatur siapa<br />

imam siap khatib tetapi atas kesepakatan bersama. Syiah imam dan<br />

khatib Jumat harus dari pihak pemerintah, sehingga ada kelompoknya<br />

<strong>yang</strong> mengatakan kalau <strong>yang</strong> ditugaskan tidak datang maka Jumat bisa<br />

dirubah shalat dzuhur saja.<br />

Ini dikemukakan supaya kita berpikir proposional, mana nilai<br />

agama <strong>yang</strong> memang maklumun minnna dinni bidharurah, mana <strong>yang</strong><br />

mujmali, dan mana <strong>yang</strong>.mukftalafi.<br />

Sedikit menyinggung tentang pidana, kebetulan saya dulu ikut<br />

menyusun KUHAP. Anggota DPR tahun 1977-1982. Kami sesungguhnya<br />

ada semacam komitmen, seandainya bisa dilaksanakan setelah KUHAP<br />

selesai diundangkan maka segera ada revisi KUHP-nya. Sebab di situ<br />

ada nilai-nilai <strong>yang</strong> perlu disesuaikan dengan budaya <strong>yang</strong> beragama di<br />

Indonesia, seperti defisi zina dan perzinahan. Harus disesuaikan<br />

sepanjang persetubuhan dilakukan di luar pernikahan adalah itu<br />

perzinahan, dalam hukum Islam. Dan itu termasuk dalam kelompok<br />

hukum hudud {sic}. Tidak bisa dipandang pendekatan lain. Dalam<br />

Islam dikenal mana <strong>yang</strong> sifatnya Jinayat karena jelas dalam Al-Quran<br />

dan Sunnah Rosul mana <strong>yang</strong> sifatnya Ta’jir pelajaran.<br />

68. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Kiai bisa terfokus ke masalah PNPS ini?<br />

69. AHLI DARI PEMERINTAH : KH. HAFIDZ USMAN<br />

Ya, ini saya terundang karena tadi ingin membedakan.<br />

70. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya.<br />

27


71. AHLI DARI PEMERINTAH : KH. HAFIDZ USMAN<br />

Kemudian saya ingin menambahkan Pemerintah dalam hal ini,<br />

kepala negara sebagai penyelenggara negara perlu menegaskan<br />

kewenangannya dalam menjamin dan melakukan perlindungan<br />

kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing.<br />

Arti kata memeluk agama adalah beribadat, dalam arti<br />

beragama yakni, itulah makna beragama. Artinya Pemerintah sebagai<br />

penyelenggara negara harus menjaga eksistensi orang beragama,<br />

beribadat menurut agamanya.<br />

Ketua Mahkamah <strong>yang</strong> saya muliakan, saya berkeyakinan dengan<br />

beberapa pertimbangan pemikiran <strong>yang</strong> sebagian saya kemukakan di<br />

sini. Tetapi keyakinan saya mantap bahwa Undang-undang Nomor 1<br />

PNPS Tahun 1965 masih tetap relevan dan tidak bertentangan dengan<br />

rasa keadilan hukum masyarakat, bangsa Indonesia. Dan cita-cita<br />

proklamasi dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945.<br />

Itulah <strong>yang</strong> ingin saya sampaikan dan sedikit ditulis formal, hati<br />

nurani saya sesungguhnya berbicara lebih dari ini. Karena kecintaan<br />

kepada bangsa dan negara Indonesia. Bagi kami, bagi saya Indonesia<br />

adalah negara <strong>yang</strong> sah. Orang <strong>yang</strong> akan menggangu eksistensi<br />

keutuhan NKRI sesungguhnya pihak-pihak ini perlu diluruskan<br />

pemikirannya.<br />

Demikian, wabilahitaufikwalhidayah, wassalamualaikum wr. wb.<br />

72. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Berikutnya Bapak Philipus K. Wijaya.<br />

73. AHLI DARI PEMERINTAH : PHILIPUS K. WIJAYA<br />

Mohon izin, Yang Mulia, untuk disampaikan di tempat duduk.<br />

Selamat siang Yang Mulia, Ketua Mahkamah dan Anggota<br />

Mahkamah Konstitusi, dan <strong>yang</strong> terhormat semua <strong>yang</strong> hadir dalam<br />

<strong>sidang</strong> ini.<br />

Salam sejahtera, nama saya Philip Kuncoro Wijaya, saya sebagai<br />

Ahli dari Pemerintah. CV saya mungin belum disampaikan, nanti akan<br />

saya susulkan.<br />

Sehari-hari saya adalah pengajar di program pasca di Universitas<br />

Airlangga Surabaya, juga di sebagai pembina akademik dari beberapa<br />

universiatas, seperti Majong, Universitas Majong <strong>yang</strong> ada di Malang,<br />

Universitas Jinan <strong>yang</strong> ada di Guangzhau dan sebagainya.<br />

Di dalam kehidupan beragama, saya selaku Wakil Sekjen Walubi<br />

Indonesia dan Ketua Walubi Jawa Timur dan juga sebagai pembina di<br />

FKUBm yaitu, Forum Kerukunan Antar Beragama di Jawa Timur.<br />

28


Di bidang-bidang interfaith <strong>yang</strong> lainnya saya hampir mengikuti<br />

seluruh rangkaian dialog interfaith <strong>yang</strong> diselenggarakan di manca<br />

negara, kemudian juga masih sebagai anggota dari WCRP <strong>yang</strong> salah<br />

satu ketuanya adalah Bapak Kiai Hasyim Muzadi, saya juga masih duduk<br />

sebagai governing code di WCRP yaitu skala <strong>yang</strong> lebih kecil daripada<br />

WCRP untuk wilayah Asia, kemudian juga sebagai pembina di CDCC, IRC<br />

dan banyak lagi.<br />

Saya ingin menyampaikan secara lebih singkat, karena banyak<br />

hal-hal <strong>yang</strong> disampaikan di pembicara sebelumnya dan juga <strong>yang</strong> telah<br />

disampaikan oleh <strong>ahli</strong> dari Pemerintah Bapak K.H. Hafidz, sehingga saya<br />

menyampaikan <strong>yang</strong> belum disampaikan saja.<br />

Menurut saya adanya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1965<br />

tentang Penodaan Agama, paling tidak bisa menjadi pegangan dari<br />

aparat hukum dalam bertindak, karena kasus-kasus <strong>yang</strong> terjadi kalau<br />

saya melihat di Jawa Timur sendiri, sering sekali terjadi kasus-kasus<br />

penodaan agama <strong>yang</strong> aneh-aneh. Yang baru beberapa hari <strong>yang</strong> lalu<br />

yaitu ada <strong>yang</strong> mengaku sebagai nabi di Pulau Kangean, dan ini sudah<br />

diurus oleh aparat pemerintah, sehingga dampaknya tidak meluas.<br />

Sebuah undang-undang, tadi sudah dibahas sangat mendalam<br />

karena saya bukan orang hukum. Tapi menurut saya sebuah undangundang<br />

diperlukan itu tidak bisa disetarakan satu negara dengan negara<br />

<strong>yang</strong> lain, paling tidak ada bedanya karena perbedaan budaya atau<br />

mungkin tingkat pendidikan, tingkat kematangan dan sebagainya <strong>yang</strong><br />

membedakan, sehingga pada akhirnya mungkin bisa disetarakan kalau<br />

hal-hal <strong>yang</strong> lain bisa disetarakan. Jadi banyak sekali kearifan lokal untuk<br />

setiap negara, setiap bangsa, setiap daerah harusnya juga menjadi titiktitik<br />

<strong>yang</strong> perlu diperhatikan di dalam penerapan undang-undang itu<br />

sendiri.<br />

Namun tadi kasus pertama <strong>yang</strong> disampaikan oleh Saudara kita,<br />

<strong>yang</strong> memeluk sebuah kepercayaan <strong>yang</strong> belum diakui secara formal,<br />

itu seharusnya kemungkinan karena terjadi kesalahan tafsir tentang<br />

Undang-Undang Nomor 1 ini, karena Undang-Undang Nomor 1 ini tidak<br />

menghalangi adanya kepercayaan <strong>yang</strong> lain. Bahkan beberapa contoh<br />

diajukan itu dengan kata di depannya “misalnya” artinya tidak hanya<br />

<strong>yang</strong> disebut saja, bahkan <strong>yang</strong> lain-lain harusnya diakui sepanjang<br />

tidak menodai agama <strong>yang</strong> lain, iya poinnya kira-kira seperti itu.<br />

Kita sangat memperhatikan adanya Undang-Undang Nomor 1<br />

Tahun 1965 ini dan juga perkembangan belakangan ini. Kita telah<br />

diskusikan, kita adakan dialog khusus di dalam FKUB Jawa Timur, kita<br />

adakan dialog internal di dalam umat agama Buddha sendiri dan juga<br />

saya sempat melakukan dialog beberapa.., 2 bulan <strong>yang</strong> lalu kira-kira<br />

sebelum Pak K.H. Hasyim Muzadi diajukan sebagai saksi <strong>ahli</strong> di <strong>sidang</strong><br />

<strong>yang</strong> terhormat ini. Jadi sempat kita berdua berdiskusi panjang lebar,<br />

satu jam lebih mengenai poin ini.<br />

Di dalam agama <strong>yang</strong> saya peluk, agama Budha juga tidak<br />

kurang kasus-kasus <strong>yang</strong> dengan tanda kutip penodaan agama<br />

29


ermunculan. Saya kira <strong>yang</strong> lebih tahu Bapak Dirjen Pembina Umat<br />

Buddha <strong>yang</strong> kebetulan hadir di sini. Tapi sebagai minoritas kita mungkin<br />

kekurangan kemampuan untuk bereaksi sehingga banyak sekali kasuskasus<br />

<strong>yang</strong> dibiarkan begitu saja lewat.<br />

Kasus <strong>yang</strong> mungkin belakangan cukup menghebohkan tapi juga<br />

belum mendapatkan penyelesaiaan <strong>yang</strong> tuntas yaitu berdirinya “Buddha<br />

Bar” di Jakarta, jadi itu nama orang suci dalam agama kita itu dibuat<br />

nama sebuah bar itu <strong>yang</strong> terjadi.<br />

Memang di dalam agama Buddha, kita punya banyak penafsiran<br />

sehingga di dalam agama Buddha juga mempunyai banyak sekali sektesekte.<br />

Namun <strong>yang</strong> paling penting adalah tidak menodai <strong>yang</strong> sudah<br />

ada dan bisa saling mendukung dengan hidup rukun, damai dan<br />

sebagainya. Tidak kalah dengan Pak Kyai <strong>yang</strong> duduk di sebelah saya<br />

<strong>yang</strong> sangat concern kepada NKRI kita ini. Saya juga pernah menjalani<br />

pendidikan bela negara dan saya diangkat sebagai jadi Ketua Alumni<br />

Bela Negara di Indonesia.<br />

Tentu saja kita sangat yakin bahwa Undang-Undang Nomor 1<br />

Tahun 1965 ini saat ini masih dibutuhkan.<br />

Terima kasih Yang Mulia.<br />

74. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, terima kasih, Bapak.<br />

Singkat tetapi jelas. Mudah-mudahan juga Bapak Amin<br />

Djamaluddin bisa singkat dan jelas seperti beliau ini.<br />

Dipersilakan maju, Bapak.<br />

75. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (MUI) : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Yang Mulia Mahkamah Konstitusi, pada kesempatan ini secara<br />

ringkas saya sebagai Saksi akan bacakan pokok-pokok ajaran sesat <strong>yang</strong><br />

selama ini saya hadapi terutama sekali di Jakarta ini. Saya meghimpun<br />

banyak tetapi Karena mengingat waktu, saya ringkas saja dan insya<br />

Allah materi lengkapnya akan kami serahkan Kepaniteraan Mahkamah<br />

Konstitusi Yang Mulia ini.<br />

Pertama-tama kami katakan bahwa Undag-Undang Nomor 1<br />

Tahun 1965 ini adalah sangat dibutuhkan. Berdasarkan pengalaman<br />

kami selama ini, menghadapi banyaknya aliran-aliran sesat <strong>yang</strong> muncul<br />

di Indonesia ini. Contohnya <strong>yang</strong> pertama adalah ingkar sunnah, yaitu<br />

kelompok <strong>yang</strong> tidak percaya sama hadist Nabi Muhammad Saw dan<br />

menuduh Imam Bukhari itu adalah orang komunis <strong>yang</strong> pura-pura<br />

masuk Islam untuk membikin hadits <strong>yang</strong> sebanyak-banyaknya untuk<br />

menyesatkan umat Islam. Yang diikuti mereka hanyalah Al-quran saja.<br />

Seperti contoh, umpamanya tadi pagi tanggal 1 Ramadhan, ustadznya<br />

ini datang bersama pengurus masjid bertanya, kamu puasa? Jawabnya<br />

30


puasa, kamu lihat bulan? Jawabnya tidak, bodoh tidak lihat bulan kok<br />

puasa, tidak paham Al-quran. Al-Quran mengatakan Faman Syahida<br />

minkum musyahrafal Yahsuhu. Siapa <strong>yang</strong> melihat bulan itu <strong>yang</strong> puasa,<br />

<strong>yang</strong> tidak melihat bulan tidak wajib puasa bodoh dasar.<br />

Semua pengurus mesjid dihubungi ditanya <strong>yang</strong> sama, akhirnya<br />

karena ini ustadz kita, guru hadits kita pantasan semua tidak puasa<br />

karena tidak lihat bulan. Itu diceramahkan di mic masjid tiap hari Jumat.<br />

Allah kata ustadz kita ini Haji Sanwani, tidak akan salah memasukan<br />

orang ke dalam surga atau neraka. Kalau dia orang beriman dibuang di<br />

laut, dimakan ikan tetap saja masuk surga, tidak bakalan salah itu<br />

dimakan ikan tetap saja masuk surga. Tetapi orang kafir dimandikan,<br />

dikafankan, dishalatkan, dikuburkan baik-baik tetap saja masuk neraka.<br />

Jadi mereka itu kalau ada orang meninggal tidak perlu dimandikan, tidak<br />

perlu dikafankan, ditanam begitu atau di buang kelaut dimakan ikan, ya<br />

Allah tidak akan salah memasukkan orang ke dalam surga atau neraka.<br />

Itu ingkar sunnah itu. Akhirnya masyarakat kesal, tidak sabar<br />

mendengar Imam Bukhari komunis itu lagi mereka mengaji akhirnya<br />

masyarakat berkumpul ditangkap saja, cuma tidak dipukul digotong<br />

saja, dipikul ramai-ramai ustadznya, dibawa ke Koramil, akhirnya<br />

diserahkan Koramil, orang ini orang sesat. Karena menuduh orang<br />

komunis, orang Rusia <strong>yang</strong> pura-pura masuk Islam untuk membikin<br />

hadist <strong>yang</strong> sebanyak-banyaknya, kemudian untuk menyesatkan umat<br />

Islam. Itu ingkar sunnah itu.<br />

Dua, tokohnya <strong>yang</strong> lain Teguh Esha. Teguh Esha ini menulis di<br />

“Panji Emas Ali Topan Anak Jalanan.” Setelah belajar Islam, Ali Topan<br />

Santri Jalanan. Setelah itu dia mengangkat dirinya menjadi rasul.<br />

Shalatnya bukan mengikut rasul, tetapi mengikut burung, maaf seperti<br />

burung dara itu kalau shalat itu, begitu shalatnya. Akhirnya lagi Shalat<br />

di Bandung sana ditangkap orang karena shalatnya mengikuti burung<br />

begitu. Dan Tegu Esha ini akhirnya Tempo memuat berita Teguh Esha<br />

nabi jalanan, kata majalah Tempo itu, ada semua datanya ini. Itu<br />

contoh <strong>yang</strong> lain tentang ingkar sunnah itu.<br />

Ketiga, Lia Aminuddin, malaikat Jibril. Macam-macam ini ajaran<br />

Lia Aminuddin ini. Ini mereka itu, maaf , mereka itu mebuat agama baru<br />

telah lahir agama baru sallamullah. Dia mau menyatukan semua agama,<br />

Islam dihapus, Kristen dihapus, Hindu di hapus, Buddha dihapus,<br />

bergabunglah kepada agama sallamullah ini. Kirim wahyunya itu ke<br />

kantor kami, tiap wahyunya <strong>yang</strong> turun itu bertumpuk di kantor kami<br />

itu. Ya, kalau mau bukti ya bisa di anu. Wahyu dia turun, berkembang<br />

terus pemikirannya akhirnya tadi Lia Aminuddin berganti Lia Eden karena<br />

hidup di surga, bersuamikan malaikat jibril dan berhubungan seks seperti<br />

manusia biasa ini dengan malaikat Jibril di surga. Akhirnya saya laporkan<br />

ke kepolisian ini penodaan agama, kemudian masyarakat <strong>yang</strong> tidak<br />

sabaran akhirnya Surga Eden <strong>yang</strong> di rumah dia di Bungur sana<br />

dikepung, akhirnya ditangkap polisi, dibawa ke Komdak dengan anjinganjingnya<br />

itu.<br />

31


Menurut ajaran Agama Salamullah, <strong>yang</strong> mentukan suci atau<br />

kotornya seseorang itu adalah anjing. Kalau datang ke rumahnya ajing<br />

menggonggong itu orang kotor itu tamu itu. Kalau datang ke rumahnya<br />

anjingnya diam, ini orang suci. Jadi anjing itu <strong>yang</strong> menentukan suci<br />

atau kotornya seseorang begitu, hanya dengan anjing itu Aminudin<br />

sama Nabi Muhammad Abdurahman diangkut semua oleh polisi di bawah<br />

ke Polda dan saya diperiksa juga sebagai pelapor dan pengadilan juga<br />

saya hadir, pembelanya lima puluh pengacara, ba<strong>yang</strong>kan. Lima puluh<br />

pengacara pembela Lia Aminuddin.<br />

Kemudian HMA Bijak Bestari. Ini tamatan Akabri Udara, tamat<br />

HMA ini. Dia mengangkat dirinya Tuhan tertinggi di atas Allahu Akbar.<br />

Allahu Akbar setingkat di bawah dia, mengetahui semua <strong>yang</strong> ghaib,<br />

bisa memerintahkan malaikat semua malaikat itu patuh dan tunduk sama<br />

dia. Datanya ada semuanya, jadi mengangkat Tuhan dirinya Tuhan<br />

tertinggi di atas Allahu Akbar, Allahu Akbar setingkat di bawah dia, suatu<br />

saat utusanya datang ke kantor minta damai, jangan LPPI buat brosur<br />

tentang sesatnya HMA Bijak Bestari, ya saya tolak sebab Bijak Bestari ini<br />

saya katakan, Bijak Bestari itu lebih dari Firaun, Firaun hanya dirinya<br />

Tuhan tertinggi. Tapi Bijak Bestari adalah setingkat di atas Allahu Akbar.<br />

Jadi ini contohnya, Bijak Bestari.<br />

Kemudian Nabi Musadek. Nabi Musadek ini saya terima datang ke<br />

kantor saya, ini Nabi itu bersama saya mengajak saya untuk masuk dan<br />

membisikkan sama saya dapat wahyu itu dipanggil oleh semua pengikut<br />

di kantor itu, ya rasul, ya rasul, ya rasul. Di kantor ini saya, kemudian<br />

mengajarkan syahadat ashadu alla illahailallah waashadu anna almasih<br />

almaud rasulullah, tidak wajib puasa, belum wajib puasa, belum wajib<br />

sholat, belum wajib zakat, belum wajib haji, hanya sholat malam dua<br />

rakaat, <strong>yang</strong> tidak sholat malam harus lapor sama rasul, lihat orang<br />

lapor kalau kayak bisa satu juta tebusan dosanya tapi kalau miskin ya<br />

tergantung daripada keadaan orang <strong>yang</strong> lapor itu. Kalau orang Bintaro<br />

di sana bisa <strong>yang</strong> banyak pengikutnya bisa di atas satu juta itu tebusan<br />

dosa karena tidak shalat malam itu.<br />

Saya lapor ke Mabes Polri, akhirnya diproses dan sekarang itu<br />

dihukum empat tahun penjara. Jadi sekarang ini itu di Indonesia ini<br />

Malaikat Jibril di penjara, Rasul Muhammad Abdurahaman penjara tiga<br />

tahun, Rasul Musadek penjara empat tahun. Jadi Malaikat Rasul dua<br />

Rasul dalam penjara ini Indonesia ini.<br />

Kemudian di Kudus ada rasul baru Sabda Kusumo namanya.<br />

Ganti syahadat ashadu alla ilaha illahlah washadu anna sabda kusumo<br />

rasullulah. Ada silsilahnya dari Nabi Adam sampai dia itu ada lengkap,<br />

saya lampirkan juga ini sebagai bahan.<br />

Kemudian Surga Eden dan sekarang itu sudah jadi tersangka di<br />

Polda Bandung, di Cirebon, dia ini mengaku dirinya Tuhan. Ada Jibril,<br />

ada bidadari tinggal dalam surga ini. Dan sudah sekian lama praktiknya<br />

ini.<br />

32


Tanggal 4 Januari 2010 datang ke kantor LPPI, orang melaporkan<br />

tentang adanya Surga Eden ini. Korban, <strong>yang</strong> mana dia ini resmi nikah<br />

di catatan sipil di KUA Allahnya, juga hadir Tuhannya juga hadir ada<br />

fotonya, semua fotonya Tuhannya di sini. Setelah nikah resmi<br />

Tuhannya ini melarang berhubungan suami istri selama enam bulan,<br />

tapi istrinya ini dikerjain terus oleh dia. Dikerjain terus oleh Tuhan ini,<br />

istrinya berpikir kok saya sudah nikah resmi di KUA, suaminya juga<br />

berpikir saya sudah nikah resmi kenapa tidak boleh berhubungan? Tapi<br />

Tuhan terus berhubungan dengan istrinya itu. Akhirnya kedua-duanya<br />

keluar dari tata kerajaan Eden ini dan datang ke kantor saya diantar oleh<br />

teman-teman “Garis” dan tanggal 10 Januari 2010 saya ke Cirebon<br />

mengatur strategi, setelah saya pelajari tentang situasi di Cirebon itu<br />

saya perintahkan mereka “Ini dilaporkan ke Polda, karena sudah berada<br />

di beberapa daerah di luar Cirebon”.<br />

Akhirnya tanggal 12 Januari 2010, mereka lapor ke Polda,<br />

kemudian diintelin oleh pihak kepolisian, ternyata benar, hidup mereka<br />

itu telanjang bulat, maaf. Jadi Tuhan itu suruh memerintah bidadari ini<br />

untuk telanjang bulat tidak berpakaian, kapan harus disetubuhi, boleh.<br />

Jadi semua disetubuhi, sehingga koran-koran banyak juga <strong>yang</strong> memuat<br />

ini. Pengikut disetubuhi, ditonton ramai-ramai, betul. Ditonton ramairamai,<br />

telanjang, disetubuhi, dan di CD-kan lagi. Saya ketemu di Polda,<br />

saya tanya sama Tuhan ini. Ini kan urusan kamar, sama urusan.., saya<br />

tidak panggil Tuhan, Bapak dan istri Bapak. Kenapa difoto, kenapa di<br />

CD-kan? Diam Tuhan itu, tidak bisa jawab dia.<br />

Jadi kalau umpanyanya orang <strong>yang</strong> disetubuhi oleh Tuhan ini<br />

melahirkan anak. Apa harus bangga bahwa itu anak Tuhan. Harus<br />

bangga bahwa itu anak Tuhan? Dikumpulkan anak Tuhan ini, jadi<br />

keluarga Imran dalam Al-quran ini, jadi keluarga Imran dalam al-Quran<br />

ini. Ibunya, perempuan-perempuan <strong>yang</strong> sudah disetubuhi itu, itu<br />

keluarga Mariam. Jadi ini luar biasa ini ajaran Rahmat Tontowi ini.<br />

76. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik Pak baik. Tadi sudah banyak contoh, lalu apa <strong>yang</strong> ingin<br />

Bapak katakan kaitannya dengan PNPS (…)<br />

77. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (MUI) : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Maaf Yang Mulia, JIL <strong>yang</strong> belum saya katakan.<br />

78. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Apa?<br />

33


79. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (MUI) : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Jaringan Islam Liberal.<br />

80. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Silakan, tapi dipersingkat saja.<br />

81. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (MUI) : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Ya, JIL ini menggugat Al-quran. Ratusan ayat quran <strong>yang</strong> salah,<br />

saya kutip semua ayat <strong>yang</strong> salah. Ratusan ayat, <strong>yang</strong> paling besar<br />

salahnya itu menurut JIL ayat <strong>yang</strong> berbunyi inna dinna indallahi islam,<br />

itu salah. Yang benar, “inna dinna indallahi hanafiah. Jadi mereka itu<br />

lagi memperjuangkan menerbitkan Al-quran ala Indonesia. Al-quran versi<br />

mereka itu, ratusan ayat Al-quran <strong>yang</strong> dikatakan salah, itu JIL.<br />

Penghinaannya <strong>yang</strong> luar biasa terhadap umat Islam. Orang <strong>yang</strong><br />

meyakini bahwa Al-quran itu adalah wahyu suci, itu keledai semua. Jadi<br />

kita ini keledai semua menurut mereka.<br />

Jadi ini data-datanya ada semua di sini tentang JIL ini. Ayat<br />

quran <strong>yang</strong> dibuat juga saya kutip semua. Jadi mereka itu tokohnya itu<br />

adalah Ulil Abtar Abdallah sebagai koordinator. Di sini, Ulil di wawancarai<br />

oleh wartawan. Dia itu mendapat 1,4 miliar satu tahun tapi itu kecil<br />

katanya. Jadi mendapat biaya dari Asia Foundation 1,4 miliar tapi itu<br />

kecil kata Ulil. Jadi ini mereka ini, berbuat ini untuk kepentingan luar.<br />

Jadi, itulah <strong>yang</strong> dapat saya sampaikan dalam kesempatan ini.<br />

Oleh sebab itu, kalau umpamanya PNPS Nomor 1 Tahun 1965 ini dicabut<br />

dan tidak ada sandaran hukumnya ini selama ini. Saya kira Lia<br />

Aminuddin, Musadek dan Bijak Bestari sudah dibunuh orang, sudah<br />

dibunuh. Untung ada undang-undang ini, <strong>yang</strong> menyelamatkan mereka<br />

itu. Jadi tidak bertindak liar, tidak main hakim sendiri, diserahkan sama<br />

polisi, polisi diproses sesuai dengan kesalahannya. Kemudian polisi<br />

serahkan kepada kejaksaan, kejaksaaan dibawa ke pengadilan dan<br />

dituntut berdasarkan pasal ini. Kalau pasal ini dicabut berarti Bapak-<br />

Bapak Yang Mulia di sini, Mahkamah Konstitusi ini menyuruh kami di<br />

lapangan ini untuk bermain hakim sendiri, jangan salahkan kami nanti<br />

kalau orang <strong>yang</strong> ngaku dirinya Tuhan, saya tangkap, digebuk, karena<br />

tidak ada payung hukum lagi.<br />

Maaf, Karena saksi ini adalah pelaksana di lapangan. Sudah<br />

banyak sekali ini, sudah banyak sekali hal-hal kesesatan semacam ini<br />

saksi alami tapi tidak pernah di sakiti, tidak pernah dipukul, tapi<br />

diserahkan kepada pihak <strong>yang</strong> berwajib untuk diadili sesuai dengan pasal<br />

ini.<br />

Jadi sekali lagi, kalau pasal ini dicabut akan menyuruh kami ini<br />

untuk bertindak main hakim sendiri. Ya, berarti kami insya Allah tidak<br />

salah salah karena selama ini tidak pernah kami pukul, tapi setelah ini<br />

34


dicabut, ya, kami pukul saja ini orang-orang, orang-orang sesat. Kami ini<br />

bukan orang-orang kuliah di perguruan tinggi Pak, kami ini orang<br />

lapangan, mengalami ini. Jadi bahan bagi kami untuk membela Islam<br />

82. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik.<br />

83. SAKSI DARI PIHAK TERKAIT (MUI) : AMIN DJAMALUDDIN<br />

Lebih kurangnya minta maaf.<br />

Wabillahitaufik walhidayah, wassalamualikum wr. wb.<br />

84. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Untuk sesi ini <strong>yang</strong> terakhir Ibu Nurdiati tadi. Siapa tadi? Kalau<br />

Pak Zaenuddin nanti sesudah Sulaiman Zachawerus itu nanti sesudah<br />

Pihak Terkait bicara dulu baru memberi kesaksian atau ke<strong>ahli</strong>an.<br />

Silakan.<br />

85. AHLI DARI PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) : DRA.<br />

HJ. NURDIATI AKMA<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Yang Mulia, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini ternyata<br />

memberi berkah kepada seluruh Bangsa Indonesia ini. Paling tidak<br />

setelah kita beberapa kali mengikuti <strong>sidang</strong> di Mahkamah Konstitusi ini,<br />

terbongkar banyak hal <strong>yang</strong> terselamatkan. Di beberapa tempat setelah<br />

saya menghadiri pengajian atau taklim, ada <strong>yang</strong> sempat marah tatkala<br />

tetangganya bercanda, hanya bercanda tetapi karena sudah berbeda<br />

agama bercandanya dianggap keterlaluan. Masak Bu, dibilang malaikat<br />

memakai celana gombrang, masak Bu, Nabi Muhammad dibilang<br />

wajahnya mirip Alain Delon dan sebagainya.<br />

Apakah kita pukul apa kita apakan? Untung ada undang-undang<br />

ini, sehingga saya sempat katakan. Sekarang kita punya ajaran Islam,<br />

udhu’u illa sabili rabikka bil hikmah warma idzatan hasanah wajadilhum<br />

illa bill aksan. Ajak ngomong dulu dia baik-baik, ajak dia diskusi dulu dia<br />

baik-baik, tatkala dia sudah tidak bisa diajak baik-baik, dikasih nasihat,<br />

kita punya suatu payung hukum. Negeri ini, negeri <strong>yang</strong> berdasarkan<br />

hukum. Semua rakyat terlindungi.<br />

Dengan adanya undang-undang ini sebetulnya, bagi umat Islam<br />

diperbolehkan untuk kita adu-adu otot. Tentu <strong>yang</strong> akan kecewa adalah<br />

mereka <strong>yang</strong> lemah. Justru undang-undang mengatur negeri ini menjadi<br />

negeri <strong>yang</strong> tenteram, paling tidak sedikit tentram. Karena apa? Karena<br />

<strong>yang</strong> telah tadi dikemukakan dari kelompok Budha dari kelompok <strong>yang</strong><br />

lain mereka merasa terayomi. Tatkala umat <strong>yang</strong> begitu besar. Saya<br />

35


ingat beberapa tahun <strong>yang</strong> lalu majalah “Monitor”, itu sempat saya<br />

meredam satu kelurahan <strong>yang</strong> ingin mencari kantor itu untuk membakar,<br />

untuk membunuh siapa <strong>yang</strong> melakukan itu. Karena apa? Karena ini<br />

sudah menyinggung, menodai nilai-nilai agama <strong>yang</strong> mereka anut dan<br />

mereka sangat patuhi. Oleh karena itu kami berkesimpulan, agar<br />

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini tetap harus dipertahankan,<br />

bahkan dipertegas dan diperbanyak sosialisasinya. Karena mungkin <strong>yang</strong><br />

terjadi adalah sosilisasi <strong>yang</strong> kurang. Kalau rakyat bawah, menengah ke<br />

bawah.., pendidikannya rendah mereka dengan mudah mereka diberi<br />

pencernaan. Tetapi <strong>yang</strong> kelompok menengah ke atas ini, janganjangan<br />

you tidak mengerti dan mungkin pura-pura tidak mengerti.<br />

Negeri kita negeri <strong>yang</strong> memang bukan berdasarkan agama,<br />

berdasarkan Pancasila. Tetapi tidak dibenarkan orang di dalamnya tidak<br />

beragama. Ba<strong>yang</strong>kan kalau di satu rumah boleh memeluk agama<br />

sesukanya, tanpa melihat koridor agama <strong>yang</strong> dibenarkan di Indonesia.<br />

Saya tidak bisa memba<strong>yang</strong>kan Bapak <strong>yang</strong> tadi diangkat sumpah untuk<br />

menjadi saksi? Bingung mau pakai demi apa? Demi Tuhan, demi apa?<br />

Akhirnya jadi bingung sendiri. Ba<strong>yang</strong>kan kalau di satu rumah sepuluh<br />

keluarga, di satu RW ada seratus. Betapa bingungnya kita?<br />

Oleh karena itu bahwa ada aturan di negeri ini, bahwa ada agama<br />

<strong>yang</strong> dibenarkan dan tidak boleh orang <strong>yang</strong> tidak beragama. Kalau<br />

tidak beragama silakan cari negeri <strong>yang</strong> lain <strong>yang</strong> bisa memayungi<br />

mereka.<br />

Akhirnya saya berkesimpulan memohon kepada Mejelis Hakim dan<br />

Yang Mulia semuanya untuk kita bersepakat agar undang-undang ini<br />

tetap dipertahankan, terutama masalah <strong>yang</strong> disebutkan oleh Saksi Ahli<br />

<strong>yang</strong> terakhir sebelum saya, tentang Jaringan Islam Liberal. Ini banyak<br />

pertanyaan berkali-kali kami datang di pengajian, tiap kali kami datang<br />

kepada di majelis taklim. Bagaimana ini Bu, Islam kita ini diapain,<br />

diobok-obok? Apa kita umat Islam ini diam saja. Apa kita harus<br />

bergerak, apa kita harus apa? Apa iya saya harus membenarkan<br />

gerakan-gerakan mereka? Untung ada undang-undang seperti ini.<br />

Barangkali kerja keras dari lembaga hukum untuk<br />

mensosialisasikan undang-undang ini dan menyebarkan, memberikan<br />

pemahaman bahwa negeri ini, negeri <strong>yang</strong> beragama dan agama <strong>yang</strong><br />

telah disepakati adalah agama ini, ini, ini.<br />

Terima kasih.<br />

Wabilahitaufik walhidayah, wassalamualaikum. wr. wb .<br />

86. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, semua Saksi dan Ahli sudah tampil kecuali nanti Pak<br />

Sulaiman. Itu nanti karena beliau <strong>dihadirkan</strong> sebagai Ahli dari Irena<br />

Center, sehingga Irena bicara dulu baru Bapak nanti.<br />

36


Saya berikan kesempatan di sana satu, di sana satu. Khususkhusus<br />

untuk Ahli dari MK, karena dari MK ini setelah ini tidak balik lagi.<br />

Ini undangan MK, Bapak Prof. Andi Hamzah dan Pak Eddy Hiariej (…)<br />

87. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Dari MUI akan bertanya pada Ahli <strong>yang</strong> di MK, mohon juga diberi<br />

kesempatan.<br />

88. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, boleh, 1 saja dari Pihak Terkait. Ada ndak dari sini? Singkat<br />

saja, ya? Pengalaman saya kalau Anda bicara terlalu panjang, tanya saja<br />

langsung apa. Di sana juga, di sana juga. Kita biasanya jam 12:00<br />

istirahat untuk sholat dzuhur dan makan siang.<br />

Silakan.<br />

89. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Pertanyaan kami dari Kuasa Hukum Pemohon kepada Saksi Dr.<br />

Eddy O.S. Hiariej. Untuk Dr. Eddy O.S. Hiariej, Anda, saya bingung<br />

seperti itu, penjelasan Anda di satu sisi Anda mendukung kebebasan<br />

berpikir, beragama dan lain-lain. Kemudian di kesimpulan tiba-tiba Anda<br />

menyatakan, ini relevan. Padahal dalam fakta bahwa banyak kasus<br />

Undang-Undang PNPS ini justru masuk ke wilayah pemidanaan<br />

pemikiran.<br />

Nah, <strong>yang</strong> saya ingin tanyakan, bagaimana membuktikan<br />

khususnya mengenai mens rea dari penodaan agama ini? Kita tahu<br />

bahwa sangat abstrak sekali membuktikan penodaan agama khususnya<br />

dalam bentuk mens rea -nya.<br />

Terima kasih.<br />

90. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Dari Pemerintah ada? Cukup.<br />

Dari Majelis Ulama.<br />

91. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Sedikit pertanyaan kepada Saudara Saksi dari..., Saudara Saksi<br />

Sardy boleh Yang Mulia, ya. Selaku penghayat kepercayaan apakah<br />

Saudara ataupun organisasi Saudara pernah diberi perintah atau<br />

peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya dalam suatu<br />

37


keputusan bersama, Menteri Agama atau menteri, atau Jaksa Agung<br />

atau Menteri Dalam Negeri?<br />

Kemudian untuk Ahli, Bapak Prof. Dr. Andi Hamzah. Apakah<br />

pidana penjara dalam Pasal 3 PNPS <strong>yang</strong> selama-lamanya 5 tahun ini,<br />

Saudara katakan menyalahi ancaman satu tahun maksimal. Apakah<br />

dalam pengertian <strong>yang</strong> lain, Ahli masih setuju, atau tetap setuju adanya<br />

suatu hukuman pidana mati..,hukuman pidana administrasi, kendati<br />

hukuman maksimalnya tidak 5 tahun tapi 1 tahun? Mohon penegasan.<br />

Kemudian <strong>yang</strong> kedua, Ahli mengatakan Pasal 4 PNPS a quo pada<br />

dasarnya tidak ada masalah karena telah dimasukkan ke dalam KUHP.<br />

Sedangkan Ahli dari Pemohon yaitu Prof. Sahetapy mengatakan adalah<br />

sangat mengherankan bagaimana suatu undang-undang <strong>yang</strong><br />

direkayasa di zaman tirani dan kemudian dengan prosedur <strong>yang</strong> tidak<br />

jelas di-simsalabim menjadi Pasal 156A KUHP. Pertanyaannya adalah<br />

secara ilmu hukum pidana, apakah lazim memasukkan suatu pasal<br />

pidana tertentu ke dalam suatu kodifikasi hukum pidana? Pertanyaan<br />

serupa mohon juga dijawab oleh Saudara <strong>ahli</strong> Eddy Hiariej.<br />

Kemudian untuk Saudara Ahli Dr. Eddy O.S Hiariej. Yang pertama,<br />

tadi Ahli menjelaskan tentang historis PNPS. Pemohon mendalilkan<br />

bahwa produk PNPS Nomor 1 Tahun 1965 dibuat pada masa<br />

pemberlakukan hukum darurat perang. Apakah benar dibuat di dalam<br />

suatu masa hukum darurat perang? Mohon kepastiannya.<br />

Kemudian <strong>yang</strong> kedua, Pemohon juga mendalilkan Pasal 3<br />

Undang-Undang PNPS bertentangan dengan asas kepastian hukum,<br />

karena tidak jelas dimengerti dan tidak dapat diperkirakan, misalnya<br />

tentang <strong>yang</strong> dimaksud pokok-pokok ajaran agama dan lain-lain. Apa<br />

pendapat Ahli tentang pernyataan Pemohon dalam permohonannya ini?<br />

Yang terakhir, tadi Ahli menjelaskan adanya pengaturan penodaan<br />

agama juga dalam KUHP Belanda. Setahu saya, setahu kami, Partai<br />

Kristen Demokrat atau PKD di Belanda praktis hampir selalu menguasai<br />

parlemen. Bisakah Saudara menjelaskan apa latar belakang Partai PKD<br />

mengusung undang-undang <strong>yang</strong> mengatur penodaan agama ini?<br />

Terima kasih.<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

92. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya baik, cukup.<br />

Jadi begini Saudara Sardy tidak usah menjawab. Nanti sore saja<br />

kalau menjawab. Sekarang, masing-masing 2,5 menit untuk Ahli.<br />

Silakan Prof. Andi!<br />

93. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : PROF. DR. ANDI HAMZAH<br />

Jawabannya saya mengenai 1 tahun tadi, sebenarnya saya lupa<br />

tadi menyampaikan kepada Yang Mulia Ketua. Bahwa ada kaitan dengan<br />

38


penahanan. Bahwa <strong>yang</strong> satu tahun itu tidak bisa ditahan kan menurut<br />

KUHAP.<br />

Di dalam Undang-Undang Administrasi ini umumnya pegawai<br />

negeri sipil (...)<br />

94. PIHAK TERKAIT (MUI) : M. LUTFI HAKIM, S.H., M.H.<br />

Mohon menggunakan mic, Yang Mulia.<br />

95. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : PROF. DR. ANDI HAMZAH<br />

....adalah penyidik, Departemen Kehutanan, Departemen<br />

Perikanan, itu ada penyidik semua itu. Jadi kalau diancam 5 tahun dia<br />

akan bisa menahan orang, ya kan? Dimana dia tahan? Apa penjara mau<br />

terima kalau ada orang surat perintah penahanan <strong>yang</strong> bukan dari polisi<br />

atau kejaksaan. Ini menjadi persoalan kan? Maka itu minimumnya satu<br />

tahun, artinya dia tidak bisa melakukan penahanan. Kalau ditaruh 5<br />

tahun, dia bisa melakukan penahanan. Ini praktisnya seperti itu. Jadi<br />

kalau mau lebih dari 1 tahun harus dikasih baju Undang-Undang Pidana,<br />

atau masukkan dalam KUHP. Ya, jadi seperti Undang-Undang<br />

Lingkungan Hidup, itu kan kalau kita 10 tahun. Kalau Belanda dia<br />

masukkan ke Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi, supaya mendapat<br />

baju, payung Undang-Undang Pidana.<br />

Begitu, saya kira itu. Masih ada <strong>yang</strong> ditanya tadi?<br />

96. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Oke, Saudara Eddy Hiariej.<br />

97. AHLI (YANG DIHADIRKAN MK) : DR. EDDY O.S. HIARIEJ, S.H.,<br />

M.H.<br />

Terima kasih, Majelis <strong>yang</strong> mulia.<br />

Yang pertama dari Pemohon mengenai kebebasan berpikir dan<br />

berkeyakinan <strong>yang</strong> saya maksudkan adalah <strong>yang</strong> seperti <strong>yang</strong> Saudara<br />

ajukan tadi adalah saksi <strong>yang</strong> menganut aliran kepercayaan. Ini tidak<br />

bisa diadili atau dihukum karena itu ialah keyakinan dan kepercayaan<br />

<strong>yang</strong> bersangkutan.<br />

Kemudian pertanyaan Saudara mengenai mens rea. Kalau kita<br />

berbicara mengenai mens rea berarti kita berbicara mengenai subjektive<br />

onrecht element, melawan hukum <strong>yang</strong> subjektif. Dalam hukum pidana<br />

kita menggunakan teori <strong>yang</strong> namanya kesengajaan <strong>yang</strong> diobjektifkan.<br />

Artinya apa? Subjektive onrecht element itu hanya bisa dilihat, hanya<br />

bisa diketahui kalau ada subjektive onrecht element. Saudara bisa<br />

kembali mempelajari bukunya Moelyatno, mengenai elemen-elemen<br />

perbuatan pidana.<br />

39


Yang berikut pertanyaan dari Pihak Terkait, bahwa penambahan<br />

pasal seperti 156A atau misalnya Pasal 136B itu adalah hal <strong>yang</strong> wajar<br />

dalam pemberharuan KUHP. Kalau membuka Wetboek van Strafrecht di<br />

Belanda itu biasanya di setiap tambahan Pasal 156A,15..., apa,<br />

tambahan-tambahan dengan mengunakan huruf.<br />

Kemudian <strong>yang</strong> kedua mengenai pertanyaan keadaan darurat<br />

perang. Saya kira keadaan darurat perang tidak ada hubungannya tidak<br />

ada hubungannya dengan Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965.<br />

Keadaan darurat perang itu diumumkan oleh Nasution pada tahun 1957<br />

ketika <strong>sidang</strong> konstituante di Bandung ingin mengubah dasar negara<br />

Pancasila dan keadaan darurat perang itu sudah di cabut pada Tahun<br />

1963, ketika Irian Barat kembali ke dalam pangkuan wilayah RI.<br />

Pada Tahun 1965, tadi <strong>yang</strong> sudah dikatakan oleh Prof. Andi<br />

Hamzah, pada saat itu adalah Jaksa Agung Gunawan waktu itu <strong>yang</strong><br />

kemudian untuk membasmi aliran kepercayaan <strong>yang</strong> dianggap sesat.<br />

Tetapi jangan juga dilupakan bahwa pada saat itu banyak terjemahanterjemahan<br />

sesat <strong>yang</strong> dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia sekitar<br />

tahun 1964-1965 antara lain <strong>yang</strong> diplesetkan oleh PKI itu bahwa orang<br />

Islam itu tidak perlu shalat sesuai surat Al-Ma’un ayat, fawailul<br />

lilmusholin, celakalah bagi orang-orang <strong>yang</strong> shalat.” Tapi tidak<br />

meneruskan ayat itu. lha, ini kemudian asbamul nuzul adanya Undang-<br />

Undang Nomor 1 PNPS 1965.<br />

Yang berikut adalah mengenai <strong>yang</strong> didalilkan oleh Pemohon<br />

bahwa dalam pasal tersebut tidak mengandung kepastian hukum.<br />

Memang kalau kita kembali pada prinsip pada asas legalitas lex praevia,<br />

lex certa, lex stricta dan lex scripta ini memang antara <strong>yang</strong> satu<br />

dengan <strong>yang</strong> lain saling bersinggungan.<br />

Sebagai satu contoh, tadi dikatakan bahwa tidak ada pidana,<br />

tidak ada perbuatan pidana tanpa ada Undang-Undang Pidana <strong>yang</strong><br />

ketat. Kalau Undang-Undang Pidana <strong>yang</strong> ketat itu berarti tidak boleh<br />

dilakukan analogi, tetapi terjadi analogi di dalam hukum pidana itu sudah<br />

terjadi di Belanda sejak tahun 1921. Artinya apa? Perkembangan hukum<br />

itu selalu dia selalu sesuai zaman dan masanya. Jadi betul di satu sisi<br />

memang ada satu postulat dasar <strong>yang</strong> di kemukakan oleh Immanuel<br />

Kant “súmmum ius, summa iniuria” suatu hukum <strong>yang</strong> semakin pasti<br />

semakin tidak adil. Terserah kepada Majelis, mau memilih kepada<br />

kepastian hukum ataukah kepada keadilan. Dan konsep dasar hukum<br />

pidana itu selalu mengantinomikan antara juctice versus kepastian<br />

hukum.<br />

Yang terakhir, bahwa <strong>yang</strong> menarik bahwa memang Partai<br />

Kristen Demokrat selalu menguasai Twee de Kammer atau parlemen di<br />

Belanda dan dalam memorie van toelichting dimasukkan pasal-pasal<br />

penodaan agama dalam Wetboek Van Strafrecht di negeri Belanda<br />

semata-mata adalah untuk melidungi golongan minoritas.<br />

Sekian dan terima kasih.<br />

40


98. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Yang Mulia, mohon 10 detik.<br />

99. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, baik. Dengan demikian <strong>sidang</strong> akan ditutup dan akan dibuka<br />

kembali jam 14.00.<br />

KETUK PALU 3X<br />

SIDANG DISKORS PUKUL 12.05 WIB<br />

SIDANG DIBUKA KEMBALI PUKUL 14.00 WIB<br />

100. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H. MD<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Dengan mencabut skors, <strong>sidang</strong> pleno untuk Perkara Nomor<br />

140/PUU-VII/2009 dinyatakan dibuka kembali.<br />

KETUK PALU 3X<br />

Berikutnya kita akan <strong>mendengarkan</strong> tanggapan atau <strong>keterangan</strong><br />

dari Pihak Terkait yaitu Yayasan Irena Center<br />

Silakan.<br />

101. PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) : HJ. IRENE<br />

HANDOYO<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, Pemerintah, DPR,<br />

Terkait, Pemohon dan hadirin seluruhnya.<br />

Ruang <strong>sidang</strong> ini, perlu diketahui sebenarnya bukan panggung<br />

saya. Saya bukan <strong>ahli</strong> hukum, saya hanya seorang Ibu <strong>yang</strong> menangis<br />

karena kegelisahan anak-anak, bangsa terutama <strong>yang</strong> beragama Islam.<br />

Mereka merintih dan menangis karena maraknya penodaan agama <strong>yang</strong><br />

menimpa diri mereka.<br />

41


Saya tampil di sini untuk melengkapi, menyajikan <strong>yang</strong> belum<br />

terungkap. Itu sebabnya saya hadir di sini.<br />

Yang Mulia Majelis Hakim.<br />

Sebagaimana <strong>yang</strong> kita ketahui, bukti-bukti penodaan agama<br />

<strong>yang</strong> dilakukan oleh orang-orang <strong>yang</strong> mengaku beragama Islam dan<br />

menodai agama Islam. Contohnya Mirza Gulam Ahmad, nabi dari aliran<br />

Ahmadiyah. Kesesatan Ahmadiyah adalah dia mengaku sebagai nabi dan<br />

rasul, kitab sucinya tazkirah ibadah hajinya gharabwah dan qodhiyan.<br />

Berikutnya adalah Lia Aminuddin <strong>yang</strong> mengaku sebagai<br />

penguasa kerajaan Tuhan. Pada tahun 1997 dia mengaku sebagai Imam<br />

Mahdi, maaf mengaku sebagai Jibril. Tahun 1998 mengaku sebagai<br />

Imam Mahdi dan setelah menggunduli rambutnya mengaku sebagai,<br />

mendapat maaf, agak terputus, mengaku sebagai Jibril roh kudus.<br />

Ini adalah fotonya Lia Aminuddin, ini adalah jamaahnya<br />

salamullah dan ini ketika Lia Aminuddin mengaku mendapatkan wahyu<br />

dari Allah.<br />

Berikutnya, akan saya sajikan bukti-bukti penodaan agama oleh<br />

pihak luar Islam dengan cara melakukan penafsiran <strong>yang</strong> menyimpang.<br />

Adapun <strong>yang</strong> dimaksud perbuatan di depan umum, bisa dilaksanakan<br />

lewat lisan, tulisan lewat media cetak, media elektronik, buku, brosur,<br />

koran, VCD, website. Akan saya tunjukkan buktinya masing-masing<br />

tentang penodaan itu.<br />

Buku, pada tahun 2004 beredar buku The Islamic Invasion <strong>yang</strong><br />

ditulis oleh Robert Morey dengan edisi lux, dijual di kaki lima hanya<br />

dengan harga 5000 rupiah untuk setebal 300 halaman, luar biasa<br />

kejinya.<br />

Kita lihat fotonya Robert Morey, itulah dia dan bukunya The<br />

Islamic Invasion, apa <strong>yang</strong> dia katakan? Dia mengatakan bahwa Allah<br />

adalah dewa bulan, dan itu tercantum pada halaman 58.<br />

Berikutnya lagi, dia menyatakan bahwa Allah SWT adalah<br />

sebesar-besarnya penipu dan itu tercantum dalam halaman 76.<br />

Berikutnya lagi, dia menyatakan bahwa Rasullulah SAW kesurupan dan<br />

kemungkinan besar epilepsi. Dan itu tercantum dalam halaman 85. Lebih<br />

lanjut lagi dia mengatakan ajaran Rasullulah SAW absurd, tidak ada<br />

peluang untuk benar dan itu tercantum dalam halaman 93.<br />

Berikutnya lagi, dia menyatakan bahwa ajaran-ajaran setan ada<br />

dalam kitab suci Al-qurannya orang Islam, Nabi Muhammad SAW<br />

dikatakan mendapat inspirasi dari syaitan. Hal itu bisa dilihat pada<br />

halaman 30.<br />

Kejeniusan Rasulullah mengubah ibadah penyembahan dewa<br />

bulan menjadi dewa Islam, menjadi agama Islam, maaf. Dan agama<br />

Islam adalah agama terbesar di dunia, itu kata Robert Morey <strong>yang</strong><br />

tercantum pada halaman 109.<br />

Dia menyatakan shalat adalah pemaksaan kultural dan sekaligus<br />

dia menyatakan imperialisme budaya sudah terjadi di dalam Islam, itu<br />

42


pun dinyatakan oleh Robert Morey. Kemudian kita saksikan lagi,<br />

dikatakan juga bahwa Islam menindas wanita, itu ada di halaman 52.<br />

Muhammad melakukan pembunuhan, perampokan terhadap<br />

orang <strong>yang</strong> dianggap kafir atas nama Allah, itu <strong>yang</strong> dikatakannya dalam<br />

buku Robert Morey ini.<br />

Berikut lagi, Islam mengadopsi simbol ritus agama dan nama<br />

tuhan dari agama pagan kuno, itu adalah tuduhan Robert Morey.<br />

Berikutnya, maka kata Robert Morey orang-orang muslim harus menolak<br />

kitab suci Al-Quran dan Al-Quran bukan bersumber dari wahyu.<br />

Berikutnya kita saksikan foto-foto ini, menurut Robert Morey, foto dewa<br />

bulan <strong>yang</strong> dia temukan di Hazor, dia katakan umat Islam adalah<br />

penyembah berhala yaitu dewa matahari.<br />

Bagaimana penodaan lewat buku? Selain Robert Morey kita bisa<br />

lihat juga di dalam buku <strong>yang</strong> di tulis oleh Drs. H. Amos, entah “H” itu<br />

singkatan apa, mungkin Himar. Namanya sendiri adalah Purnomo<br />

Winangun, dia mengatakan bahwa ibadah haji adalah ibadah mainan<br />

anak kecil. Dia menyatakan bahwa Allah itu bukan dzat tapi z-a-t zat<br />

,benda. Berikutnya lagi dia menyatakan Allah itu lebih dari satu, bukan<br />

Allahu Ahad, dia menyatakan bahwa Muhammad itu itu tidak selamat<br />

bahkan minta diselamatkan, minta di doakan oleh umatnya supaya<br />

selamat. Dia menyatakan Hajar Aswad itulah berhala <strong>yang</strong> disembah<br />

oleh umat Islam. Dia menyatakan upacara ibadah haji sebagai ibadah<br />

penyembahan berhala. Maka dia mengatakan umat Islam<br />

memberhalakan Makkah dan Ka’bah. Hajar Aswad sangat di dewa-dewa<br />

kan dan dianggap sebagai Allah Yang Maha Besar, itulah kata terjemah<br />

kata Purnomo Winangun, itulah terjemah daripada kalimat Allahu Akbar.<br />

Siapapun <strong>yang</strong> tidak mau mencium Hajar Aswad, katanya<br />

Purnomo Winangun maka bagi orang Islam dia adalah kafir. Sekarang<br />

kita saksikan penodaan lewat brosur. Banyak brosur-brosur penodaan,<br />

dalam kesempatan ini saya tampilkan contohnya saja, Insya Allah sekitar<br />

lima brosur.<br />

Brosur ini kalau dilihat sekilas sepertinya brosur umat Islam, tapi<br />

ternyata bukan brosur umat Islam. Bahkan brosur-brosur ini<br />

membandingkan antara Al-Quran dengan kitab suci agama <strong>yang</strong> lain.<br />

Dan disebutkan disitu ayat-ayat dan juga suratnya.<br />

Allah disebut sebagai nama dewa bangsa Arab <strong>yang</strong> mengairi<br />

bumi. Jadi Allah adalah dewa zaman pra Islam.<br />

Berikutnya disebutkan, Isa AS ruh Allah, maka Isa adalah Allah.<br />

Berikutnya siapakah <strong>yang</strong> bernama Allah itu? Isinya jadi <strong>yang</strong> bernama<br />

Allah itu adalah dewa.<br />

Berikutnya lagi adalah brosur <strong>yang</strong> berjudul keselamatan. Dia<br />

menyatakan shiratal mustaqim adalah Isa anak Maryam <strong>yang</strong> harus<br />

diikuti dan ditaati, memakai ayat Al-Quran yaitu surat Zukruf ayat 61 tapi<br />

disimpangkan maknanya. Manusia bisa memperoleh keselamatan jika<br />

ikuti shiratal mustaqim. Siapa shiratal mustaqim? Maka dikatakan Isa<br />

A.S.<br />

43


Demikian pula rahasia jalan ke surga. Seolah pembuatnya Islam<br />

karena ditulis pembuatnya adalah Dakwah Ukhuwah lengkap dengan P<br />

Box-nya. Isinya adalah agar manusia dapat mencapai surga harus<br />

mengikuti Isa A.S, dan kemudian dia pun mengutip dari surat Maryam<br />

ayat 19, ayat Al-quran dipelencengkan penafsirannya di sini dan<br />

memakai ayat dari kitab suci <strong>yang</strong> lain.<br />

Bagaimana penodaan dalam bentuk VCD? Penodaan dalam<br />

bentuk VCD kita bisa saksikan, saya akan perdengarkan kepada Ibu dan<br />

Bapak hanya dalam waktu 3 menit atau 2 menit, klip penodaan terhadap<br />

Al-quran. Ini peristiwa ini terjadi di Batu, Malang. Dan inilah<br />

pembuktian-pembuktiannya.<br />

(PEMUTARAN VIDEO)<br />

Yang diangkat itu adalah kitab suci Al-Quran<br />

Insya Allah Ibu dan Bapak seluruhnya, Yang Mulia Majelis Hakim<br />

juga mendengar dan melihat dengan saksama apa <strong>yang</strong> diletakkan di<br />

lantai itu, dan apa <strong>yang</strong> dihujat, apa <strong>yang</strong> mereka katakan mengusir roh<br />

setan dari kitab suci Al-Quran.<br />

Inilah bentuk konkrit pembuktian dari penodaan agama <strong>yang</strong><br />

Saudara pertanyakan.<br />

Kita lanjutkan, ada kemudian orang <strong>yang</strong> mengaku bernama Ali<br />

Makrus. Dia mengaku mantan muslim, dia mengaku mantan Ketua FPI<br />

Surabaya. Apa kemudian <strong>yang</strong> dia katakan<br />

(PEMUTARAN VIDEO)<br />

Ibu dan Bapak bisa menyaksikan betapa biadab, kejam, keji atau<br />

lain <strong>yang</strong> lebih tepat daripada ungkapan ini. Ini jelas fitnah dan kita<br />

semua tahu bahwa mereka melakukan fitnah itu. Peristiwa itu sampai<br />

hari ini tetap berlangsung, saya buktikan harian Republika, Jumat<br />

tanggal 19 Februari 2010 masih juga memberitakan tentang Makrus Ali<br />

atau Ali Makrus itu. Apa <strong>yang</strong> dia perbuat menghina ajaran dan ibadah<br />

umat Islam, menimbulkan kebencian pada pihak lain karena terlihat<br />

simbol dari kegiatan penceramah di tempat ibadah agama tertentu.<br />

Diduga ini merupakan upaya provokasi terhadap umat Islam<br />

Ibu dan Bapak <strong>yang</strong> dirahmati Allah.<br />

Bukan hanya itu saja, mereka juga melakukannya di website.<br />

Coba kita lihat dan saya mohon kepada Saudara-Saudara saya seiman<br />

dan seakidah, jangan terpancing emosi, di dalam ruangan ini kita<br />

membuktikan seperti permintaan dari pihak Pemohon, apa ukuran<br />

penistaan atau penodaan agama. Ini saya akan beberkan<br />

pembuktiannya, silakan diukur kalau Anda masih punya hati nurani.<br />

Forum blog ini oleh Forum Murtadin Indonesia, bisa dibaca blognya.<br />

Isinya menggambarkan surga dan nikmatnya pesta seks dalam<br />

Islam. Berikutnya kebohongan Islam. Silakan, web-nya. Isi<br />

44


menggambarkan Rasulullah <strong>yang</strong> dimuliakan oleh umat Islam meminta<br />

dituangkan minuman keras atau khamer.<br />

Berikutnya kebohongan Islam, isinya adalah Allah dan Rasulullah<br />

memperbolehkan sodomi. Kata mereka sodomi dihalalkan Allah dan<br />

Rasulullah. Kemudian Laskar Murtadin, isinya, mereka menggunakan<br />

foto ulama Islam tapi mengajak kepada gerakan pemurtadan. Siapa foto<br />

beliau <strong>yang</strong> tercantum di sini, Habib Riziq dan Abu Bakar Ba’asir. Maaf<br />

Dja’far Umar Thalib. “Kami laskar murtadin mengajak Saudara-Saudara<br />

sekalian untuk meninggalkan Islam dan bergabung bersama kami dalam<br />

misi pemurtadan.” Omong kosong, bohong dan sekaligus fitnah, bukan<br />

hanya penodaan.<br />

Berita muslim shahih, namanya demikian, tapi isinya apa?<br />

Menyatakan Allah adalah Tuhan abal-abal. Berita muslim shahah lebih<br />

lanjut menyatakan tiga bukti logis dan faktual, Allah SWT bukan Tuhan.<br />

Disebut saya katakan muslim itu goblok, Allah bukan Tuhan tapi berhala.<br />

Berita muslim shahih mengatakan Islam agama sakit, Muhammad tidak<br />

sinting tapi sakit jiwa. Berita muslim shahih berikutnya mengatakan,<br />

nilai moral nabi <strong>yang</strong> meniduri gadis 9 tahun. Islam expose menyatakan<br />

menyebut nama Allah sebagai Ouwlah, ini lebih kurang ajar lagi.<br />

Mohon tidak emosi Saudara seiman dan seakidah karena kita<br />

dalam pembuktian.<br />

Islam expose menggambar sosok lelaki jelek dengan menyatakan<br />

itu adalah Rasulullah sebagai pemakai kondom merek “durex,” itu dalam<br />

bahasa Belanda.<br />

The gangster of Muhammed, kemudian berita muslim shahih<br />

mengatakan isi gambar kartun Allah, Nabi Muhammad dan muslim<br />

digambarkan dalam adegan <strong>yang</strong> sangat menghina.<br />

Sekali lagi karena ini pembuktian, coba kita ukur sampai dimana<br />

ukuran obyektif para Pemohon.<br />

Klik publication, gambar kartun muslim melakukan sholat<br />

dikatakan menyembah dewa bulan. Itu pertanyaannya, sholat sama<br />

dengan menyembah dewa bulan dan mereka gambarkan dewa bulan<br />

<strong>yang</strong> ada di Azhor.<br />

Berikut lagi kita saksikan, mereka katakan nabi Muhammad SAW<br />

masuk neraka, maka dikelilingi oleh api neraka sujud menyembah<br />

kepada Yesus Kristuslah Tuhan katanya. Lihat mereka memasang ayatayat<br />

bibelnya di. Yohanes Pasal 1 ayat (10), Yohanes Pasal 5 ayat (27),<br />

Filipi Pasal 2 ayat (11).<br />

Kemudian merekapun menyatakan bahwa Allah adalah setan,<br />

lengkap dengan ayat Bibelnya, kembali tadi ayat Bibelnya, Lukas Pasal 9<br />

ayat (23) dan (24).<br />

Berikutnya faithfreedom.com, tidak kurang biadabnya, isinya<br />

adalah gambar komik tentang perzinahan dia sebut nama Muhammad<br />

dan Zainab. faithfreedom.com, faithfreedom-Indonesia, dia<br />

menyatakan, dia membuat komik tentang Rasullah dengan Hafsa.<br />

Padahal Nabi Muhammad SAW tidak boleh untuk digambarkan, umut<br />

45


Islam tidak pernah mencoba-coba untuk menggambar beliau. Tapi<br />

mengapa umat di luar Islam, pihak ketiga membuat seperti ini? Dan di<br />

situ dikatakan gambar komik tentatang Al Azl, ngeseks islamiyah<br />

katanya, dan masih ada lebih dari 100 website situs atau blog lain <strong>yang</strong><br />

berisi penodaan terhadap ajaran dan simbol-simbol agama Islam.<br />

Nah, sekarang coba kita mempersilakan pada pihak Pemohon,<br />

apakah Saudara masih punya hati nurani melihat ini semua? Kita<br />

sekarang membuat pembuktian terbalik. Kalau agama Anda<br />

diperlakukan seperti ini apakah Anda juga terima dan nyatakan ini<br />

kebebasan beragama? Siapkah? Elton John dia orang Kristen dia<br />

mengatakan “Jesus was a gay Lord ”<br />

Berikut, Michael Elton John menyebut Yesus seorang gay,<br />

penyanyi Kristen asal Inggris dikutuk oleh Amerika. Ternyata Amerika<br />

juga mengenal pengutukan. Masih ada <strong>yang</strong> lain kalau Anda ingin tahu.<br />

Kalau undang-undang ini dihapuskan apa <strong>yang</strong> terjadi? Yesus merokok<br />

dan minum bir, gegerkan Kristen di India sampai menimbulkan<br />

kerusuhan di sana.<br />

Berikutnya, ini coba Anda lihat bagaimana kalau salib Anda dibuat<br />

seperti ini? Salib kodok hijau, katak hijau. Maka sebelah tangan kanan<br />

dan kiri memegang mug dan kemudian telur. Jangan terkejut, ini juga<br />

sudah ada. Tapi umat Islam tidak pernah mau berbuat seperti ini,<br />

selama sekian tahun kami tetap diam dan sabar, karena kami taat<br />

hukum, lihatlah, siaplah untuk melihat gambar ini. Bagaimana kalau<br />

Tuhan Anda diperbuat seperti ini, siapkah? Sampai dimana hati nurani<br />

Anda? detik.com ini juga menimpa Budha, dikatakan patung Budha<br />

berwajah mendiang Gus Dur menuai protes umat Budha. Ini <strong>yang</strong><br />

dilakukan, inilah kalau tidak ada Undang-Undang tentang Penodaan<br />

Agama dan itukah <strong>yang</strong> Anda inginkan? Sampai dimana hati nurani<br />

Anda? Undang-Undang Nomor 1 justru untuk membentengi agar supaya<br />

umat beragama tetap dalam keadaan aman, apakah ada agenda<br />

tersendiri dari pihak Anda untuk kemudian membuat bangsa ini menjadi<br />

carut marut dan ribut? Kami sejak lama sudah menahan diri. Sampai<br />

ketika peristiwa Mei tahun 1978 umat Islam dituduh dengan fitnah <strong>yang</strong><br />

sangat keji. Teriak Allahu Akbar kemudian memperkosa dan teriak dan<br />

fitnahan itu menyebar seluruh dunia <strong>yang</strong> sampai hari ini Anda-Anda<br />

hanya bisa memfitnah dan tidak mampu membuktikan.<br />

Barangkali Majelis Hakim, saya mohon Yang Mulia <strong>mendengarkan</strong><br />

apa <strong>yang</strong> disampaikan berikutnya beberapa menit oleh penasihat hukum<br />

kami.<br />

Terima kasih.<br />

102. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Tidak usah, terlalu panjang.<br />

46


Berikutnya Ittihadul Muballighin, nanti saja. Gantian biar kalau<br />

waktunya habis tersisa nanti boleh. Yang sudah terdaftar dulu, kuota<br />

waktunya biar tepat.<br />

103. PIHAK TERKAIT(ITTIHADUL MUBALLIGHIN) : DRS. H. NINGRAM<br />

ABDULLAH, M. AG.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Yang Mulia Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi.<br />

Kami akan bacakan pendapat Ittihadul Muballigin tentang<br />

terhadap permohonan pengujian materil Undang-Undang Nomor 1 PNPS<br />

1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama oleh tim<br />

advokasi kebebasan beragama.<br />

Assalamualikum wr.wb<br />

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah Swt atas<br />

segala rahmat dan nikmat serta shalawat dan salam semoga tercurah<br />

kepada Nabi Muhammad Saw semoga kita dapat memperjuangkan<br />

ajaran sunnahnya.<br />

Yang Mulua Ketua dan Anggota Hakim Mahkamah Konstitusi <strong>yang</strong><br />

berbahagia,<br />

Islam adalah agama <strong>yang</strong> mendambakan perdamaian. Hal ini<br />

tergambar <strong>yang</strong> dianjurkannya kita setiap bertemu mengucapkan<br />

assalamualaikum, damai untuk Anda. Demikian juga ketika selesai<br />

sholat kita, mengucapkan salam kedamaian <strong>yang</strong> didambakan bukan<br />

hanya untuk diri sendiri tapi untuk pihak lain. Sehingga kata Nabi<br />

seorang muslim adalah siapa <strong>yang</strong> menyelamatkan orang lain, <strong>yang</strong><br />

mendapatkan kedamaian dari gangguan lidah dan tangannya.<br />

Jadi perdamaian merupakan salah satu ciri utama agama Islam,<br />

karenanya agama Islam mengharusakan adanya kedamaian bagi seluruh<br />

mahluk, sehingga dalam perang pun kalau mereka cenderung kepada<br />

kedamaian maka sambutlah kecenderungan itu dan berserah dirilah<br />

kepada Allah.<br />

Bahwa dalam rangka mewujudkan perdamaian itu dengan pihak<br />

lain Islam pun mengajarkan dialog <strong>yang</strong> baik. Dan dialog itu pun ada<br />

keputusannya, dalam As-sabba dikatakan, “katakanlah kamikah <strong>yang</strong><br />

benar atau Anda <strong>yang</strong> benar, kamikah <strong>yang</strong> salah atau Anda <strong>yang</strong><br />

salah?”<br />

Para Hakim <strong>yang</strong> mulia, dalam perkara <strong>yang</strong> kita <strong>sidang</strong>kan hari<br />

ini tentu berpedoman dengan ini. Kami pendukung Undang-Undang<br />

Nomor 1 ini <strong>yang</strong> benar atau Pemohon, Tim Advokasi Kebebasan<br />

Beragama? Jawabannya tentu adalah dari isi permohonan <strong>yang</strong> diajukan,<br />

dari terungkap dari <strong>sidang</strong>-<strong>sidang</strong> terdahulu, maka sebenarnya kamilah<br />

<strong>yang</strong> benar, kami dan pendukung inilah <strong>yang</strong> benar, sedangkan mereka<br />

adalah sesat <strong>yang</strong> sesesat-sesatnya. Karena mereka tidak mau<br />

kedamaian.<br />

47


Untuk itu Hakim <strong>yang</strong> mulia, kalau pada <strong>sidang</strong> dahulu ada dari<br />

Saksi Pemohon mengatakan bahwa, undang-undang ini perlu<br />

dimasukkan kantong sampah, justru permohonan merekalah <strong>yang</strong> perlu<br />

dimasukkan kantong sampah, kenapa? Karena mereka tidak berhak uji<br />

materiil, karena mereka tidak bergerak dalam bidang keagamaan.<br />

Karena ini Undang-Undang Penodaan Agama dan empat Pemohon <strong>yang</strong><br />

perorangan itu juga tidak tergangu aktivitasnya.<br />

Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi, berbicara soal<br />

kerukunan dan toleransi, Islam merupakan agama <strong>yang</strong> paling menjaga<br />

kerukunan dan toleransi. Islam datang tidak hanya berjuang<br />

mempertahankan eksistensinya sebagai agama tetapi juga mengakui<br />

eksistensi agama lain, tidak seperti tadi <strong>yang</strong> kita dengar. Oleh karena<br />

itu maka jelas Al-Quran mengatakan, lha iqraha fidin, ada paksaan<br />

dalam agama Islam.” Lakum diinukum waliyadin, “bagimu agamamu dan<br />

bagiku agamaku.” Dan orang Islam diperintahkan untuk memberi<br />

perlindungan terhadap non muslim <strong>yang</strong> meminta perlindungan, surat<br />

At-taubah ayat 6 “dan jika seorang diantara orang musyrik itu minta<br />

perlindungan kepadamu, lindungilah ia supaya ia mendengar firman<br />

Allah, kemudian antarkan ia ke tempat <strong>yang</strong> aman baginya, demikian<br />

itu disiapkan mereka kaum <strong>yang</strong> tidak mengetahui".<br />

Sungguh seorang muslim dilarang menodai agama lain, karenanya<br />

orang Islam tidak pernah menodai agamanya, kenapa? Karena<br />

berpedoman kepada Al- quran surat Al-anam ayat 108, walla tasibu<br />

ladzina yada’una mindunillah,fayasubullaha ad wabighairil ilm. Dan<br />

janganlah kamu memaki-maki, menghina sembahan-sembahan <strong>yang</strong><br />

mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki-maki<br />

Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” Yang terjadi tadi itu<br />

adalah mereka memaki-maki tanpa pengetahuan dan tanpa batas.<br />

Umat Islam tidak akan menodai agama lain, kalau agamanya<br />

tidak dinodai. Umat Islam tidak akan mengganggu aliran-aliran <strong>yang</strong><br />

menyimpang dari Islam jika tidak mengatasnamakan Islam dan tidak<br />

menjelekkan Islam. Oleh karenanya jangan coba-coba agama lain atau<br />

aliran lain mengaku Islam mengubah-ngubah ajaran Islam, keimanan<br />

seorang muslim akan melawannya siapapun <strong>yang</strong> merubah-rubah ajaran<br />

Islam.<br />

Oleh karena itu Hakim <strong>yang</strong> mulia, di sinilah urgensinya di sinilah<br />

pentingnya negara melindungi umat beragama dari siapa saja <strong>yang</strong><br />

merong-rong keberagaman seorang muslim.<br />

Maka Undang-Undang PNPS Nomor 1 Tahun 1965 ini harus<br />

dipertahankan. Pemohon selalu mengatasnamakan kebebasan, padahal<br />

kebebasan <strong>yang</strong> kami garisbawahi adalah <strong>yang</strong> seperti dikatakan oleh<br />

Ibnu Koldun, kebebasan sesorang dibatasi oleh kebebasan orang lain<br />

khuriyatun mar’ i mahdhotun bidhatun khairi, hak seorang pun dibatasi<br />

oleh hak orang lain . Dengan dalih kebebasan, apakah bebas menghina,<br />

menodai, apakah undang-undang ini tidak diperlukan? Kami bertanya<br />

kepada Pemohon dan Kuasa Pemohon, apakah Anda beragama? Kalau<br />

48


Pemohon dan Kuasa Hukum Pemohon beragama, apakah rela agama<br />

Anda dihina? Apakah rela agama Anda dinodai? Kalau Pemohon dan<br />

Kuasa Hukum Pemohon tidak beragama, maka tidak berhak menguji ini,<br />

karena Indonesia berdasar pada Tuhan Yang Maha Esa.<br />

Sekali lagi undang-undang ini perlu dipertahankan. Kita tidak bisa<br />

ba<strong>yang</strong>kan kalau undang-undang ini dicabut, sebagai ilustrasi saja jika<br />

ada seorang dari sebuah desa dipukul oleh desa lain maka akan terjadi<br />

tawuran masal, kenapa? Menjaga kehormatan desa, mereka tidak<br />

mempertimbangkan benar dan salahnya. Apalagi agama <strong>yang</strong> sakral ini,<br />

dihina, dinodai, maka apa <strong>yang</strong> terjadi kira-kira kita ba<strong>yang</strong>kan. Itulah<br />

mutlaknya, perlunya Undang-Undang PNPS ini.<br />

Para Hakim Konstitusi <strong>yang</strong> mulia, sebagaimana kita pelajari dulu<br />

di sekolah, pembuka Undang-undang Dasar, batang tubuh dan<br />

penjelasan adalah merupakan suatu kesatuan <strong>yang</strong> tidak bisa dipisahpisahkan.<br />

Ternyata kalau kita baca mengenai memisah-misahkan bahkan<br />

memotong, bahkan menyembunyikan, sudah jelas tadi dibacakan oleh<br />

Pak kyai kita bahwa, Pasal 28 itu jelas. Ayat (1) “setiap orang wajib<br />

menghormati hak asasi manusia orang <strong>yang</strong> lain dalam tertib kehidupan<br />

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ayat (2) di dalam<br />

menjalankan hak dan kebebasannya setiap orang wajib tunduk kepada<br />

pembatasan <strong>yang</strong> ditetapkan dengan undang-undang, dengan maksud<br />

semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak<br />

dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan <strong>yang</strong> adil<br />

sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan,<br />

ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis<br />

Jadi jelas adanya pembatasan <strong>yang</strong> dikatakan undang-undang,<br />

maka Undang-Undang PNPS ini adalah konstitusional <strong>yang</strong> harus<br />

dipertahankan.<br />

Hakim Yang Mulia, kalau kami amati semua fenomena <strong>yang</strong><br />

terjadi di Indonesia ini, baik bidang politik, bidang sosial, agama <strong>yang</strong><br />

serba kontroversi ini adalah akibat dari liberalisme dan HAM <strong>yang</strong><br />

dipahami oleh sementara kelompok semau gue kata orang Jakarta<br />

Betawi.<br />

Mereka <strong>yang</strong> mengajukan kebebasan agama lewat undangundang<br />

ini adalah mereka <strong>yang</strong> terpengaruh dari liberalisme dan HAM<br />

<strong>yang</strong> ada di Barat. Kami bertanya kepada Hakim <strong>yang</strong> mulia, apakah<br />

sama liberalisme dan HAM <strong>yang</strong> ada di Barat dengan liberalisme dan<br />

HAM <strong>yang</strong> ada di Indonesia? Kalau sama tentunya free sex bebas,<br />

mabuk-mabukan bebas, judi bebas, menghina agama bebas, memilih<br />

agama bebas. Oleh karena itu maka, Hakim <strong>yang</strong> mulia, liberalisme dan<br />

HAM di Indonesia ini harus dibatasi oleh Pancasila, harus dibatasi oleh<br />

norma etika dan agama. Nah, karena itu maka bisalah ini nampaknya<br />

terjadi adalah karena ideologi lama <strong>yang</strong> berbaju baru. Oleh karena itu<br />

maka ya untuk bidang ke hukum kami serahkan kepada dari kuasa<br />

hukum kami Achmad Michdan.<br />

Terima kasih, wassalamualaikum, wr. wb.<br />

49


104. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Selanjutnya dari Bassra.<br />

105. PIHAK TERKAIT (BASSRA) : K.H. NAIRUL ROCHMAN<br />

Assalamualaikum, wr. wb.<br />

Bapak Ketua Mahkamah <strong>yang</strong> kami muliakan, kami dari Bassra<br />

akan menyerahkan sikap Bassra secara tertulis melalui Majelis<br />

Mahkamah kepada Panitera nanti dan selanjutnya mungkin nanti akan<br />

sikap kami akan dijabarkan oleh advokat kami Dr. Eggy Sudjana, S.H.,<br />

M.Si.<br />

Hanya kami akan menggarisbawahi, apalagi setelah mendengar<br />

banyak penodaan-penodaan terhadap agama terutama kepada umat<br />

Islam, maka sebetulnya dengan adanya PNPS kita menahan diri.<br />

Menurut ajaran kami Allah sudah berfirman waqotilu fii sabilillahi ladzi<br />

adyuqotiluna adnakum {sic}........ “dan perangilah di jalan Allah orangorang<br />

<strong>yang</strong> memerangi kamu tetapi janganlah kamu melampaui batas.”<br />

Itu Islam. Jadi kalau ada <strong>yang</strong> orang memerangi pasti akan diperangi<br />

oleh orang Islam tapi jangan sampai melampaui batas. Mengapa?<br />

Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang <strong>yang</strong><br />

melampaui batas.<br />

Orang-orang di luar sudah sepakat, seandainya jaminan ini, PNPS<br />

ini dicabut akan ada fatwa ulama untuk menekan ayat ini. Kita tidak<br />

boleh dibodohin <strong>yang</strong> tadi masya Allah, mau menangis hati saya. Allah<br />

dibegitukan, Muhammad Saw dibegitukan dan menurut kami 5 tahun itu<br />

sedikit. Mengapa saya katakan sedikit? Saya punya alasan, satu nilai<br />

akidah dan iman serta pokok-pokok ajaran agama lebih mahal dari nilai<br />

atau harga jiwa, raga, dan dunia serta isinya. Lebih baik mati kita kalau<br />

seumpamanya ajaran Islam diinjak-injak, mahal nilai akidah menurut<br />

kita. Kita hidup di dunia ini sementara 70 paling banyak kalau kita umur<br />

70. Selanjutnya berabad-abad. Naudzubillah kalau kita di penjara, di<br />

azab oleh Allah di neraka naudzubillah himindzalik tidak ada artinya di<br />

dunia. Dunia hanya sementara tidak artinya, hidup <strong>yang</strong> menipu.<br />

Apapun kenikmatannya, dua hari, tiga hari, seminggu, setahun biasa.<br />

Bapak (kurang jelas) mungkin sudah merasakan, itu biasa menjadi<br />

hakim itu kalau sudah setahun, dua tahun awal-awalnya Masya Allah,<br />

itulah dunia menipu. Maka nomor dua, alasannya orang <strong>yang</strong><br />

membunuh semua sesamanya bisa di pidana penjara belasan tahun<br />

sampai seumur hidup atau dihukum mati. Orang <strong>yang</strong> menghancurkan<br />

akal dan jasad orang lain dengan narkoba bisa dipidana penjara sampai<br />

belasan tahun atau seumur hidup atau hukum mati, maka orang atau<br />

kelompok <strong>yang</strong> menghancurkan akidah dan iman, orang atau kelompok<br />

lain dengan melakukan permusuhan, penyalahgunaan dan penodaan<br />

terhadap pokok-pokok ajaran agamanya seharusnya dipidana orang atau<br />

50


kelompok itu lebih berat, atau setidaknya lebih sama dengan pidananya<br />

orang <strong>yang</strong> membunuh dan orang <strong>yang</strong> mengedarkan narkoba. Justru<br />

itu Islam sebenarnya sudah sempurna. Firman Allah alyaumal akmakum,<br />

dinukun, wathoalaikum ni’mati waladziril islammadina {sic} “pada hari<br />

ini semenjak 14 abad tahun <strong>yang</strong> lalu Allah berfirman, hari ini telah<br />

kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu<br />

nikmatku lantaran telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” Maka<br />

orang atau kelompok dari umat Islam <strong>yang</strong> mempunyai paham atau<br />

penafsiran atau kegiatan <strong>yang</strong> tidak sesuai dengan ajaran Islam <strong>yang</strong><br />

telah sempurna dan telah final semenjak 14 abad lalu, khususnya<br />

adalah masalah-masalah pokok bukanlah masalah-masalah fura’i atau<br />

khilafiah, orang atau kelompok tersebut sudah keluar dari Islam atau<br />

sudah bukan orang Islam lagi murtad dan sudah menganut aliran sesat.<br />

Maka Islam di Indonesia ada NU, Muhammadiyah, Persis dan<br />

lain-lainnya <strong>yang</strong> kesemuanya itu hidup berdampingan dengan rukun<br />

dan harmonis disebabkan karena mereka tidak menyimpang dari pokokpokok<br />

ajaran Islam. Tetapi kalau orang atau kelompok tersebut masih<br />

ngotot dan bersikukuh dengan paham atau penafsiran-penafsiran atau<br />

kegiatan-kegiatan <strong>yang</strong> tidak sesuai dengan pokok-pokok ajaran Islam,<br />

maka dipersilakan keluar dari agama Islam dengan membentuk agama<br />

sendiri di luar Islam dengan tidak mengembel-embeli kata-kata Islam<br />

pada agama tersebut. Itulah <strong>yang</strong> dinamakan kebebasan beragama,<br />

kebebasan meyakini kepercayaan dan kebebasan menyatakan pikiran<br />

atau sikap sesuai dengan hati nuraninya. Bukan <strong>yang</strong> dikatakan<br />

kebebasan meyakini, kebebasan beragama, kebebasan meyakini<br />

kepercayaan, dan kebebasan menyatakan pikiran atau sikap sesuai<br />

dengan hati nuraninya bukan dimaksud seseorang atau sekelompok<br />

<strong>yang</strong> menganut suatu agama khususnya agama Islam dengan paham<br />

atau penafsiran atau ajaran <strong>yang</strong> dia buat sendiri, sesuai dengan hati<br />

nuraninya sendiri dan menyimpang dari pokok-pokok agama itu tetapi<br />

justru hal <strong>yang</strong> demikian itu adalah pelecehan atau penodaan terhadap<br />

agama.<br />

Maka bentuk apa saja baik dikelompok maupun perorangan <strong>yang</strong><br />

melakukan penafsiran agama Islam atau agama lainnya <strong>yang</strong> dianut di<br />

Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan <strong>yang</strong><br />

menyerupai kegiatan-kegiatan keagamaan itu sedangkan penafsiran atau<br />

kegiatan-kegiatan <strong>yang</strong> menyimpang dari ajaran pokok-pokok ajaran<br />

agama tersebut, berarti kelompok atau orang itu telah melecehkan dan<br />

menodai agama tersebut, dan kelompok itu atau orang itu telah<br />

melanggar HAM.<br />

Dengan ini Bassra mengatakan seandainya Undang-Undang<br />

Nomor 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan atau Penodaan Agama<br />

dicabut pasti akan terjadi penodaan suatu agama <strong>yang</strong> dilakukan oleh<br />

seseorang atu kelompok maupun agama lain. Dua, penyelewengan<br />

agama <strong>yang</strong> ada di Indonesia untuk kepentingan tertentu <strong>yang</strong><br />

menyimpang dari pokok-pokok agama itu. Tiga, berkembangnya aliran<br />

51


sesat secara bebas. Empat, merebaknya orang melanggar HAM dengan<br />

leluasa. Yang kesemuanya ini akan menimbulkan:<br />

1. Keresahan umat dalam memeluk agamanya selama hidup di<br />

Indonesia.<br />

2. Tidak adanya ketentraman menunaikan ibadah menurut agamanya<br />

masing-masing.<br />

3. Tidak ada jaminan dari Pemerintah bagi rakyatnya untuk<br />

menikmati ketentraman menunaikan agamanya.<br />

4. Tidak ada jaminan dari Pemerintah bagi rakyatnya untuk<br />

menunaikan ibadah dengan murni, utuh menurut agamnya masingmasing.<br />

Sehingga akan terjadi kekacauan dan keributan <strong>yang</strong><br />

ujung-ujungnya pertengkaran dan perang antara umat dan bangsa<br />

kita sendiri.<br />

Kalau keadaannya sudah seperti ini, akan merambat kepada<br />

lenyapnya persatuan dan kesatuan <strong>yang</strong> akhirnya NKRI pasti akan<br />

pecah.<br />

Maka dengan hal-hal tersebut di atas pengurus Bassra memohon<br />

kepada Mahkamah Konstitusi agar mengabaikan permohonan pihak<br />

Pemohon dan jangan membatalkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun<br />

1965 ini.<br />

Demikian dan akan diteruskan penjabarannya oleh advokat kami,<br />

wassalamualaikum wr. wb.<br />

106. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, kami beri waktu masing-masing 5 menit untuk panasihat<br />

hukum.<br />

Dari Irene Center.<br />

107. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Terima kasih Yang Mulia.<br />

Assalamualaikum wr. wb.<br />

Hanya tiga poin. Yang pertama adalah pada permohonan<br />

Pemohon, di samping mempergunakan legal standing-nya berdasarkan<br />

Pasal 51 ayat (1) juga menyebutkan hak gugat LSM atau NGO standing<br />

Tusu. Dan ini tidak tepat, karena tidak ada di anggaran dasar atau<br />

akte pendirian <strong>yang</strong> menyebutkan menyebutkan aspek keagamaan.<br />

Mereka bukan wali dari orang-orang <strong>yang</strong> mengalami kerugian<br />

konstitusional, oleh Karena faktor penodaan agama. Jadi artinya, di<br />

samping dalam aspek kerugian konstitusional menurut Pasal 51 ayat (1),<br />

karena tidak mengalami kerugian secara nyata, tidak mengalami<br />

kerugian dalam aspek potensional, sebagaimana <strong>yang</strong><br />

diargumentasikan, didalilkan oleh mereka maka tentunya kalaupun ini<br />

52


menjadikan sebuah ketegasan bagi mereka tentu mereka harus<br />

membuktikan di per<strong>sidang</strong>an ini.<br />

Yang kedua kalaupun mereka mempergunakan hak gugat LSM<br />

atau NGO standing Tusu ini juga tidak tepat. Karena mereka tidak ada di<br />

dalam akte pendirian atau anggaran dasar mereka. Menyebutkan nilainilai<br />

keagamaan <strong>yang</strong> mereka usung di dalam akte pendirian. Dan<br />

mereka bukan wali dari orang-orang <strong>yang</strong> mengalami kerugian secara<br />

konstitusional berdasarkan unsur penodaan agama.<br />

Oleh karena itu berkaitan dengan pokok posita mereka, ada dua<br />

hal <strong>yang</strong> sangat bertentangan di sini adalah persoalan unsur pada Pasal<br />

1 ayat (1) undang-undang, sebagaimana <strong>yang</strong> kemudian dipersoalkan<br />

dalam pengujian ini. Dua unsur <strong>yang</strong> penting adalah persoalan yakni<br />

berkaitan dengan masalah penodaan, tetapi <strong>yang</strong> dikembangkan dalam<br />

positanya adalah berkaitan dengan aspek kebebasan sebagaimana <strong>yang</strong><br />

pernah dijelaskan oleh rekan kami dari MUI Lutfi. Ini terjadi sebuah<br />

upaya manipulatif obscuur libel, kabur di dalam hal positanya. Tidak<br />

ada relevansi antara persoalan posita dengan tuntutan <strong>yang</strong> ada di<br />

dalam permohonan itu sendiri. Oleh karena itu singkat saja kami<br />

katakan bahwa kami menolak legal standing , <strong>yang</strong> kedua untuk<br />

menyatakan bahwa menolak pengujian permohonan pengujian <strong>yang</strong><br />

diajukan sebelas orang Pemohon melalui kuasa hukumnya, dan <strong>yang</strong><br />

ketiga adalah, mohon kembali untuk menyatakan bahwa undangundang<br />

itu tetap berlaku dan kekuatan hukum <strong>yang</strong> mengikat.<br />

Terimah kasih, wassalamualaikum, wr. wb.<br />

108. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Dari Bassra<br />

109. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (BASSRA) : DR. EGGY SUDJANA,<br />

S.H., M.SI.<br />

Terimah kasih assalamualaikum, wr. wb.<br />

Dalam perspektif hukum <strong>yang</strong> kita persoalkan sekarang, saya<br />

ingin sampaikan Yang Mulia Majelis Hakim dari Mahkamah Konstitusi.<br />

Bahwa ada dua unsur saja <strong>yang</strong> ingin saya stressing atau tekankan.<br />

Pertama ketidakseriusan dari Pemohon <strong>yang</strong> Prinsipal bukan<br />

lawyer-nya tidak hadir pada umumnya saya lihat. Yang sesungguhnya<br />

menunjukkan ketidakseriusan dan agenda apa <strong>yang</strong> kita tidak mengerti.<br />

Karena kalau soal serius tidak serius, ini soal agama sangat prinsipil,<br />

kita semua serius, soal apa namanya kesibukan kita juga banyak<br />

kesibukan. Nah, untuk itu perlu catatan saja untuk Majelis Hakim,<br />

permohonan dari mereka <strong>yang</strong> tidak serius ini seyogianya jangan juga<br />

ditanggapi serius. Artinya harus diabaikan.<br />

Yang kedua, dalam konteks apa namanya pasal-pasal <strong>yang</strong><br />

dikemukakan oleh Pemohon. Kalau kita perhatikan hanya dibenturkan<br />

53


dari Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 PNPS 1965 ini dengan Pasal 28D<br />

dan juga kaitannya dengan Pasal 156 KUHP dan sifatnya teknis <strong>yang</strong><br />

tidak prinsipal menurut pemahaman hukum dan tidak mengerti secara<br />

substansi hukum <strong>yang</strong> sesungguhnya di Indonesia berlaku Pancasila dan<br />

Undang-Undang Dasar 1945.<br />

Kita mengerti di dalam Undang-Undang Dasar 1945 mukadimah<br />

alenia ketiga mengatakan “berkat rahmat Allah, dinyatakan<br />

kemerdekaan bangsa Indonesia di batang tubuhnya Pasal 29 “Negara<br />

Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan, “ dulu masih ada koma<br />

dengan kewajiban menjalankan syariat Islam tapi dipotong. Tapi<br />

sekarang masih ada Pasal 29 ayat (1) itu.<br />

Kemudian di Pasal 5 Undang-Undang Dasar 1945 juga, bahwa<br />

pembuat undang-undang itu Presiden dan DPR, kemudian lebih fokus<br />

lagi di Pasal 9 Undang-Undang Dasar 1945 Presiden dan Wakil Presiden<br />

bersumpah demi Allah, maka logika hukum ini kalau kita mau sangat<br />

mencermati dengan baik adalah seyogianya, karena negara Republik<br />

Indonesia dasarnya adalah Tuhan, Tuhan <strong>yang</strong> dimaksud adalah Allah,<br />

Allah itu punya hukum namanya hukum Islam harusnya di negeri ini<br />

berlaku hukum Islam. Dengan pendekatan ini tidak perlu pendekatan ini<br />

tidak perlu istilah negara Islam segala macam. Cuma persoalannya<br />

Presiden kita dari Soekarno sampai SBY Islamnya disfungsional,<br />

Islamnya tidak dalam konteks <strong>yang</strong> sesungguhnya, komitmen kepada<br />

Islam itu sendiri. Begitu juga DPR-nya maka tidak lahir kejelasan dari<br />

hukum Islam.<br />

Karena undang-undang ini lahir, kita mengerti ilmunya kita sama,<br />

mengerti bahwa lahirnya undang-undang itu paling tidak historisnya<br />

jelas, sosiologis, baru yuridisnya. Tambahan dari saya adalah harus<br />

dimengerti, psikologisnya dan filosofisnya. Nah, Undang-Undang Nomor<br />

1 PNPS Tahun 1965 ini kita harus ingat pergolakan pada waktu itu <strong>yang</strong><br />

luar biasa, satu juta setengah atau satu setengah juta orang meninggal<br />

proses pembunuhan dari gejolak ideologi ini, <strong>yang</strong> tadi kita dengar soal<br />

ideologi berbeda dari negara-negara dari Professor Andi Hamzah. Jadi<br />

dengan pemahaman <strong>yang</strong> lengkap seperti ini, Undang-Undang PNPS ini<br />

bukan saja relevan tetapi ini harus diperkuat lagi menjadi masuk KUHP,<br />

sebagaimana <strong>yang</strong> disarankan Prof. Andi Hamzah, itu menjadi klausul<br />

<strong>yang</strong> harus jelas.<br />

Kemudian <strong>yang</strong> lebih fokusnya lagi, aliran-aliran <strong>yang</strong> seperti ini<br />

tidak mengurangi rasa hormat saya kepada <strong>yang</strong> aliran kepercayaan<br />

<strong>yang</strong> Rahayu-Rahayu tadi itu saya sarankan itu bukan kerugian<br />

konstitusional, karena itu tidak termasuk kategori agama. Dia masuk ke<br />

Departemen Pariwisata dan Kebudayaan. Nah, ke sanalah diurus diri kau<br />

itu supaya jelas. Karena tidak ada urusannya dengan agama. Dia bukan<br />

agama, begitu juga dengan <strong>yang</strong> lain-lain. Yang agama sudah<br />

dinyatakan enam ya, <strong>yang</strong> ada dalam konteks negara Republik<br />

Indonesia.<br />

54


Nah, dengan demikian Majelis Hakim Yang Mulia, negara kita<br />

adalah dasarnya Tuhan. Tuhannya adalah Allah, Allah punya hukum,<br />

dan hukum itu namanya hukum Islam. Para hakim wajib menjalankan<br />

hukum Islam.<br />

Saya kira itu. Assalamualaikum wr.wb<br />

110. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, terima kasih. Persis 5 menit 5 menit. Dan Terakhir masih<br />

<strong>mendengarkan</strong> dulu sebelum nanti sebelum tanya jawab dipersilakan<br />

untuk mengajukan pertanyaan…’<br />

111. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (ITTIHADUL MUBALLIGHIN) :<br />

AHMAD MICHDAN, S.H.<br />

Majelis, ini dari Ijtihadiyah belum.<br />

112. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, (suara tidak terdengar jelas). Oh, tadi masih ada juga ya. Ya,<br />

dipersilakan.<br />

113. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (ITTIHADUL MUBALLIGHIN) :<br />

AHMAD MICHDAN, S.H.<br />

Baik, Majelis <strong>yang</strong> terhormat.<br />

Pada prinsipnya kami berkesimpulan bahwa permohonan<br />

Pemohon tidak mempunyai legal standing. Dan <strong>yang</strong> kedua bahwa<br />

terkait, kami Pihak Terkait, mensomir para Pemohon untuk membuktikan<br />

kerugian sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 tentang PNPS<br />

Tahun 1965 ini.<br />

Yang ketiga, bahwa kami Pihak Terkait menyimpulkan, Pemohon<br />

telah mencoba mengadili umat atau penganut agama Islam dengan cara<br />

mengadu domba dengan pemahaman Islam <strong>yang</strong> dangkal. Oleh karena<br />

itu, kami menyimpulkan permohonan Pemohon harus ditolak secara<br />

keseluruhan. Tentu Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 sesuai<br />

dengan pendapat para <strong>ahli</strong> perlu di sempurnakan.<br />

Demikian, billahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr. wb.<br />

114. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Ya, formulasi hukumnya tidak jelas ya. Katanya tadi tidak punya<br />

legal standing. Tidak punya legal standing, tidak bisa di tolak, iya kan?<br />

Tidak punya legal standing berarti kita tidak masuk ke perkara. Selesai<br />

perkara ini ditutup, tapi boleh mengajukan lagi. Tapi kalau ditolak berarti<br />

kita nilai perkaranya itu.<br />

55


Saudara mau minta ditolak apa minta di..., tidak punya legal<br />

standing?<br />

115. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (ITTIHADUL MUBALLIGHIN) :<br />

AHMAD MICHDAN, S.H.<br />

Di tolak, Majelis.<br />

116. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Minta di tolak, berarti perkara ini jalan kan? Kalau tidak punya<br />

legal standing itu artinya dia tidak berhak berperkara dan perkara<br />

ditutup kan gitu. Ini berhak dia berperkara. Nanti kita nilai perkaranya.<br />

Baik, saya persilakan kepada K.H. Sulaiman Zachawerus.<br />

117. AHLI DARI PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) : K.H.<br />

SULAIMAN ZACHAWERUS<br />

Assalamuaalaikum wr.wb.<br />

Majelis hakim <strong>yang</strong> saya muliakan, saya bernama Sulaiman<br />

Zachawerus, putra dari seorang Ibu dari Ternate dan ayah dari Sanger<br />

Talaud, <strong>yang</strong> tadinya Kristen, dan marga Zachawerus itu adalah marga<br />

Kristen. Satu-satunya Zachawerus <strong>yang</strong> muslim adalah saya.<br />

Pada saat ini posisi saya adalah selaku Ketua MUI Kabupaten<br />

Bekasi juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama Kabupaten Bekasi<br />

sekaligus penasihat di Irene Center.<br />

Ingin mengomentari tentang Undang-Undang Nomor 1 Tahun<br />

1965 tentang PNPS ini. Setelah digugat oleh para Pemohon, bagi kami ini<br />

merupakan blessing in disguise. Karena selama ini Undang-Undang<br />

Nomor 1 tahun 1965 ini tenggelam entah dimana. Sebagai blessing in<br />

disguise artinya orang awam kemudian semuanya menjadi tahu bahwa<br />

negara ini punya Undang-Undang Anti Penodaan Agama. Padahal kita<br />

tahu, bahwa agama itu adalah the ultimate concern of human artinya<br />

kepedulian <strong>yang</strong> paling tinggi dari setiap manusia adalah agama. Jadi,<br />

kalau agama di nodai, maka taruhannya adalah nyawa.<br />

Kalau tidak dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965<br />

di negeri ini, kita lihat tadi presentasi <strong>yang</strong> disampaikan oleh Irene<br />

Center tentang bagaimana Nabi Muhammad <strong>yang</strong> sedang ereksi melihat<br />

anak kecil, bagaimana Allah <strong>yang</strong> digambarkan seperti setan,<br />

kemaluannya diperlihatkan sedang mensodomi Nabi Muhammad,<br />

kemudian Nabi Muhammad mensodomi umatnya muslim, tapi<br />

digambarkan seperti babi. Hati siapa <strong>yang</strong> tidak akan marah? Kami tahu<br />

situs-situs itu dimana alamatnya, tapi kami tau kami ini berbangsa dan<br />

bernegara, kita tidak perlu memerintahkan laskar Islam untuk<br />

menyerang mereka sehingga pendek kata saja Majelis Hakim, terutama<br />

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, kami mohon agar Undang-<br />

56


Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini, tidak saja masih relevan tetapi harus<br />

dibukukan dan diberlakukan implemantasinya dengan lebih ketat agar<br />

tidak adalagi blog-blog atau website, tulisan, majalah dan brosur <strong>yang</strong><br />

bisa seenaknya menghina dan menodai agama, rasul, kitab suci kita Al-<br />

Quran. Karena itu, tugas kita semua menjaga ketentraman hidup<br />

beragama di negeri ini. Dengan adanya undang-undang itu, maka<br />

sekali lagi kami harapkan kepada Majelis Hakim untuk fokus bahwa<br />

undang-undang ini bukan harus terus diberlakukan tetapi harus lebih<br />

disosialisasikan untuk lebih kukuh diberlakukan agar tidak terjadi hal-hal<br />

<strong>yang</strong> kita tidak sama inginkan.<br />

Demikian, assalamualaikum wr. wb.<br />

118. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, Saudara kita punya waktu kalau mau dipakai semua, waktu<br />

<strong>yang</strong> tersisa 53 menit untuk semacam tanya jawab atau saling minta<br />

penjelasan. Tapi kalau sampai tidak selama itu <strong>sidang</strong> ini selesai ya<br />

selesai.<br />

Nah, untuk itu saya persilakan kepada Pemohon, kepada<br />

Pemerintah, kepada Pihak Terkait <strong>yang</strong> ingin menyampaikan pertanyaanpertanyaan,<br />

kemana saja silang saja begitu ya? Dewan Dakwah ya?<br />

Dewan Dakwah ya? Bapak darimana?<br />

119. PIHAK TERKAIT (HPK) : SUDIRMAN<br />

HPK.<br />

120. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Himpunan Penghayat Kepercayaan, baik.<br />

Dewan Dakwah dulu, Silakan.<br />

121. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (DEWAN DAKWAH ISLAMIYAH):<br />

AZAM, S.H.<br />

Terima kasih Yang Mulia Majelis Hakim <strong>yang</strong> kami hormati.<br />

Assalamualaikum, wr. wb. .<br />

Saya hanya sedikit mau menanyakan kepada Saksi Sardy yaitu<br />

penghayat kepercayaan. Ada satu hal lagi <strong>yang</strong> tadi dikatakan oleh<br />

Saksi Sardy <strong>yang</strong> seringkali diucapkan di depan <strong>sidang</strong> bahwa Penghayat<br />

Kepercayaan mengatakan Ketuhanan Yang Maha Esa dan itu berulangulang.<br />

Padahal kalau kita bicara Ketuhanan Yang Maha Esa, saya pikir<br />

semuanya sudah tahulah. Ini saya pikir nyambung-nya kemana kalau dia<br />

seringkali berbicara begitu? Dan perlu saya ingin tegaskan di sini dan<br />

menjadi sebuah catatan saya dan juga Majelis Hakim, bahwa memang..,<br />

saya katakan ini aliran bukan agama penghayat kepercayaan apa <strong>yang</strong><br />

57


sudah dijelaskan tadi oleh Bung Eggy, memang harus lari ke parawisata,<br />

betul. Ini platformnya juga tidak jelas, kitabnya juga apa? Tahu-tahu<br />

datang, dengan susah sekali MK tadi mau menyiapkan<br />

penyumpahannya, terpaksa ya harus Hakim Majelis sendiri <strong>yang</strong> harus<br />

turun-tangan sendiri untuk menyumpah, <strong>yang</strong> setahu saya setiap<br />

penyumpahan itu mesti harus ada Panitera atau siapapun <strong>yang</strong> di luar<br />

hakim langsung. Itu saja <strong>yang</strong> perlu saya sampaikan.<br />

Yang Kedua ini, saya sedikit lebih mempertegas lagi kepada Bapak<br />

Profesor. Philip ya dari Budha. Tadi Bapak Profesor itu, Anda tadi <strong>yang</strong><br />

saya tangkap itu sedikit mengeluh tentang keminoritasan Anda sebagai<br />

orang Buddha. Di sini Anda mengatakan bahwa, apalagi <strong>yang</strong> dikaitkan<br />

dengan adanya penodaan dan penghinaan terhadap agama Anda. Anda<br />

sudah tadi menjelaskan dengan contoh bahwa saya setelah melakukan<br />

sesuatu terhadap adanya penodaan terhadap agama saya itu dengan<br />

contoh Budha Bar <strong>yang</strong> sampai sekarang prosesnya itu tidak, tidak<br />

ditindaklanjuti secara hukum.<br />

Saya pikir walaupun Anda minoritas, Insya Allah kaum mayoritas<br />

akan ikut membantu, kalau itu men<strong>yang</strong>kut penodaan agama. Dan<br />

itulah dari pihak kami sebagai orang Islam, bahwa Islam itu adalah<br />

agama rahmatan lil alamin dan siap untuk membantu <strong>yang</strong> lemah. Kalau<br />

reposisinya sudah benar. Apalagi sudah dikaitkan dengan adanya<br />

Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965.<br />

Saya pikir itu saja <strong>yang</strong> nanti <strong>yang</strong> perlu harus di pertegas lagi<br />

nanti dari Pak Prof.<br />

Terima kasih.<br />

122. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Himpunan Penghayat Kepercayaan, silakan.<br />

123. PIHAK TERKAIT(HPK) : SUDIRMAN<br />

Rahayu, selamat sore Yang Mulia Hakim Mahkamah Konstitusi.<br />

Saya <strong>mendengarkan</strong> berbagai macam Ahli <strong>yang</strong> disampaikan<br />

segala macam pihak baik itu dari Saksi/Ahli dari MK <strong>yang</strong> <strong>dihadirkan</strong>,<br />

maupun Saksi/Ahli dari MUI dan Saudara-Saudara saya dari umat<br />

muslim.<br />

Pertama-pertama saya berterima kasih kepada Saudara Eggy<br />

Sudjana <strong>yang</strong> sudah mau bicara Rahayu, kita cukup terbiasa dengan<br />

kata-kata seperti itu.<br />

Saksi Ahli dari MUI telah menjelaskan fakta-fakta empiris <strong>yang</strong><br />

begitu banyak di masyarakat. Rasanya saya juga miris, kelihatan bahwa<br />

ada pihak ketiga <strong>yang</strong> ingin memprovokasi terhadap keberadaan<br />

kerukunan umat beragama. Saling menjatuhkan antara umat beragama,<br />

sebagaimana tadi sudah disampaikan oleh beberapa <strong>ahli</strong>, bahwa<br />

nuansanya adalah kepentingan politik, perebutan umat beragama saja.<br />

58


Bahwa apa <strong>yang</strong> saya tangkap, Pemerintah memang perlu memberi<br />

saluran <strong>yang</strong> tepat untuk kondisi <strong>yang</strong> demikian.<br />

Tetapi saya masih ingat sekali dalam kaum kami, karena saya<br />

dulu adalah anggota Fordem dimana Presiden <strong>yang</strong> saya cintai Guus Dur<br />

bersama-sama saya sekitar tahun 1999-2000, dia menyampaikan bahwa<br />

teman-teman Konghucu diakui sebagai agama negara. Pada saat makan<br />

bersama dengan beliau, saya menyampaikan, “Guus, mengapa<br />

Konghucu <strong>yang</strong> dari Cina diakui sebagai agama negara, kami <strong>yang</strong> dari<br />

masyarakat adat punya keberadaan religi adat, belum diakui.” Jawaban<br />

Guus Dur!, “nggowo rene kabeh gung, mumpung aku jadi Presiden !”.<br />

Apa <strong>yang</strong> saya lakukan tahun 2000? Kemudian apa <strong>yang</strong> disampaikan<br />

oleh Presiden Guus Dur <strong>yang</strong> saya cintai, saya lakukan. Ternyata tidak<br />

sampai setahun Guus Dur jatuh. Sehingga kami belum bisa berinteraksi<br />

panjang. Tetapi apa <strong>yang</strong> dilakukan Presiden hari ini, Abdurrahman<br />

Wahid. Saya sangat hormat dan sangat cintai, beliau melakukan gugatan<br />

tersebut.<br />

Ada dua pandangan dari para saksi <strong>yang</strong> diajukan dari MUI,<br />

bahwa, penerjemahan, “penodaan agama” itu ada dua persepsi. Yang<br />

kami tanyakan kepada Ibu Nurdiati Akma. Dia menerjemahkan<br />

“penodaan agama” itu adalah orang-orang <strong>yang</strong> bertuhan tapi tidak<br />

beragama.<br />

Yang kedua, bahwa undang-undang ini tidak boleh satu pun<br />

orang <strong>yang</strong> tidak beragama sebagaimana diakui oleh negara hidup di<br />

negeri ini. Kalau memang pengertiannya seperti ini, kami ini dimana<br />

sebagai bagian dari pada negeri ini asli, pribumi asli untuk bisa<br />

merefleksi terhadap pencipta jagat raya ini, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.<br />

Kami tidak mempermasalahkan. Bahkan kami tidak pernah<br />

mengambil sendiri-sendiri agama-agama <strong>yang</strong> datang dari negeri luar.<br />

Kami sangat menghormati agama-agama <strong>yang</strong> datang dari negeri luar di<br />

negeri ini untuk hidup bersama-sama dalam proses kehidupan<br />

bermasyarakat dan bernegara.<br />

Tetapi, kami ingin kesetaraan menjalankan kepercayaan kepada<br />

Tuhan Yang Maha Esa. Itu perlu adanya proteksi dan perlindungan <strong>yang</strong><br />

jelas. Ini kami sampaikan kepada Bu Nurdiati Akma, bagaimana<br />

menterjemahkan prinsip-prinsip dari penodaan agama itu sendiri.<br />

Yang kedua, ada kesimpulan <strong>yang</strong> telah disampaikan oleh para<br />

saksi <strong>ahli</strong> dari MK. Yaitu Pak Andi Hamzah, bahwa untuk delik pidana di<br />

dunia ini masih multitafsir, masih sangat subjektif tergantung kebijakan<br />

negara, terutama delik susila, delik agama dan delik ideologi. Apa <strong>yang</strong><br />

disampaikan oleh Pak Andi Hamzah, ternyata juga dijelaskan secara rinci<br />

oleh Saksi/Ahli <strong>yang</strong> lain namanya Pak Eddy. Dia menjelaskan bahwa,<br />

undang-undang tidak boleh subyektif, harus obyektif pada intinya<br />

begitu. Tapi dia lupa, bahwa norma-norma hukum <strong>yang</strong> harus dipegang<br />

itu adalah tiga prinsip dasar, yaitu kesetaraan di bidang hukum,<br />

kepastian hukum, dan keadilan hukum itu beliaunya tidak bisa<br />

59


menyampaikan kesimpulan <strong>yang</strong> betul-betul kongkrit untuk<br />

menterjemahkan pengertian penodaan agama atas agama-agama.<br />

Saya sepakat dengan PBNU bahkan Bassra, kalau ingin<br />

mendirikan agama sendiri tidak masalah, jangan sampai sendi-sendi<br />

agama <strong>yang</strong> sudah ada itu ditafsirkan sedemikian rupa mengaku Islam<br />

tapi beribadah bersholat mengahap timur, ini kan kejadian seperti ini<br />

sering terjadi dianggapnya ini adalah bagian daripada kami. Padahal<br />

kami tidak pernah mengambil satu pun sendi sendi agama <strong>yang</strong> ada di<br />

dalam agama kan sudah ada.<br />

Kami berharap ada kejelasan <strong>yang</strong> real atas undang-undang ini<br />

sehingga tidak ada lagi multitafsir. Kalau keberadaan multitafsir<br />

diteruskan implementasinya di masyarakat menjadi problem <strong>yang</strong> luar<br />

biasa dan kami berharap undang-undang ini dicabut dan diajukan lagi<br />

dalam bentuk <strong>yang</strong> saling melindungi dan saling keseteraan di dalam<br />

kehidupan masyarakat.<br />

Barangkali itu <strong>yang</strong> bisa kami sampaikan ke Hakim Konstitusi<br />

sangkalangkong, rahayu, rahayu.<br />

124. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Terima kasih juga, sangkalangkong itu artinya terima kasih, dari<br />

BKOK.<br />

125. PIHAK TERKAIT (BKOK) : IR. ENGKUS RUSWANA, M.M.<br />

Yang Mulia Bapak Ketua dan Majelis Hakim Konstitusi.<br />

Setelah <strong>mendengarkan</strong> <strong>keterangan</strong> para Saksi dan Terkait tadi<br />

sebenarnya kami sudah mengatakan bahwa seakan-akan tidak ada<br />

ruang untuk hidup bagi kami hidup di negara ini, untuk itu kami<br />

bertanya. Apakah negara ini hanya untuk pemeluk agama, jadi<br />

persoalan tadi.<br />

Kedua jika tidak ada hubungan dengan kami, undang-undang ini<br />

telah membuat kami tersingkir bahwa dari Pasal 2 ayat (2), Pasal (3),<br />

Pasal (4) itu ditegas, dinyatakan itu mela<strong>yang</strong> aliran kepercayaan. Apa<br />

sebenarnya tidak terkait pada persoalan ini.<br />

Cukup sekian, Rahayu.<br />

126. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Cukup, Saudara Sardy.<br />

Tadi Saudara mendapat beberapa pertanyaan. Tapi kalau<br />

sifatnya pertanyaan konseptual itu tidak harus dijawab karena Saudara<br />

sebagai Saksi. Saksi itu hanya apa <strong>yang</strong> dialami, dilihat, didengar. Kalau<br />

ditanya konsep ilmiahnya apa itu serahkan saja ke kuasa hukumnya<br />

kalau mau menjawab, tapi kalau tidak mau menjawab tidak apa.<br />

Kemudian ya, silakan Saudara Saksi.<br />

60


127. SAKSI DARI PEMOHON : SARDY<br />

Mungkin masalah pertanyaan tadi bukan untuk saya, saya<br />

serahkan saja. Terima kasih.<br />

128. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, Ahli dari Budha, Bapak tadi ada pertanyaan untuk Bapak<br />

atau tidak persis pertanyaan sebenarnya. Tapi ada hal <strong>yang</strong> di singgung,<br />

silakan.<br />

129. AHLI DARI PEMERINTAH : PHILIPUS K. WIJAYA<br />

Terima kasih, Yang Mulia.<br />

Saya juga berterima kasih kepada Saudara-Saudara dari umat<br />

muslim <strong>yang</strong> bersedia membantu, itu sesuatu <strong>yang</strong> luar biasa. Semoga<br />

kerukunan seperti ini <strong>yang</strong> bisa dijaga. Jadi, ada saling menghormati dan<br />

saling membantu dan sebagainya. Mungkin ini sedikit di luar topik kali<br />

ini jadi saya tidak memperpanjang, terima kasih.<br />

130. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, lalu ada pertanyaan-pertanyaan <strong>yang</strong> tidak jelas<br />

ditunjukkan kepada siapa. Ya..dari HPK dari kepada ya, <strong>ahli</strong> <strong>yang</strong> dari<br />

Majelis Ulama tadi Bu Nur ya?<br />

Bu Nurdiati, silakan Bu Nur. Pertanyaan tadi <strong>yang</strong> sempat saya<br />

tangkap memang tampaknya ada upaya adu domba. Ada pertanyaan<br />

baru, apakah dari HPK dan BKOK itu hampir sama, apakah orang tidak<br />

boleh kalau tidak beragama tetapi bertuhan. Percaya pada Tuhan tapi<br />

tidak menganut pada agama, apakah tidak boleh di Indonesia seperti itu<br />

atau kalau istiah BKOK itu apakah negara Indonesia ini hanya untuk<br />

pemeluk agama? Bagaimana aliran kepercayaan <strong>yang</strong> sesudahnya tidak<br />

ada misalnya.<br />

Silakan, Bu.<br />

131. AHLI DARI PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) : DRA.<br />

HJ. NURDIATI AKMA<br />

Terima kasih.<br />

Barangkali kalau kita runtut kenapa keluarnya undang-undang ini?<br />

Ini adalah juga berkaitan tentang terjadinya G30/SPKI, kemudian<br />

adanya apa namanya, penistaan agama dari komunis. Kemudian<br />

pembubaran dari PKI itu sendiri, maka negara ini, Negara Republik<br />

Indonesia <strong>yang</strong> berlandaskan Pancasila Berketuhanan Yang Maha Esa<br />

memang hanya diperuntukan untuk orang <strong>yang</strong> beragama. Dan agama<br />

61


itu sudah jelas ada 6 agama , apakah itu namanya aliran kepercayaan<br />

apapun namanya, silakan ada naungannya. Naungannya adalah salah<br />

satu dari agama tersebut.<br />

Alangkah kalang kabutnya tadi Saudara dari <strong>yang</strong> “Rahayu” tadi<br />

akan mengangkat sumpah. Sumpahnya cara apa? Negara kita punya<br />

ada aturan, kalau negara ini tidak ada aturan, tidak ada koridor harus<br />

hanya enam agama, ba<strong>yang</strong>kan apa <strong>yang</strong> kita lakukan dalam ruangan ini<br />

dengan berbagai-bagai macam keyakinan kalau itu tidak ada payungnya,<br />

payungnya adalah agama. Jadi saya rasa jelas sekali kalau undangundang<br />

ini, Undang-Undang Penistaan terhadap agama. Jadi beda<br />

dengan <strong>yang</strong> pertanyaannya tadi.<br />

Kalau selama warga negara Indonesia tidak melakukan penistaan,<br />

tidak melakukan penghinaan, penodaan terhadap satu agama saya rasa<br />

tidak ada masalah, ini kan timbulnya undang-undang ini karena<br />

banyaknya penodaan-penodaan. Masih kurangkah data-data dan fakta<br />

<strong>yang</strong> tadi sudah dikemukakan, apa lagi oleh Ibu Irene, bagaimana<br />

diungkap mulai dari buku, dari majalah, dari brosur sampai dari kata<br />

bahkan masih ada <strong>yang</strong> disimpan dan tidak sempat dikeluarkan. SMS<br />

<strong>yang</strong> mereka masukkan ke dalam HP kita umat islam <strong>yang</strong> isinya adalah<br />

kotor dan malu sekali untuk digambarkan di sini. Ini <strong>yang</strong> undangundang.<br />

Jadi konteks pembicaraan kita pada saat ini adalah Undang-<br />

Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini sangat-sangat dibutuhkan. Sebetulnya<br />

<strong>yang</strong> membutuhkan bukan kami umat Islam <strong>yang</strong> mayoritas jumlahnya<br />

besar dan tadi Saudaraku dari Buddha mengatakan terima kasih pada<br />

umat Islam memang patut sekali. Kita baca pada sejarah dunia, kita<br />

baca di media, dimana umat Islam mayoritas agama lain terlindungi,<br />

karena Islam itu damai. Islam itu datang membawa kedamaian,<br />

keselamatan. Bagaimana Nabi Muhammad Saw pada waktu<br />

futuhulMakkah, beliau memegang kemenangan dengan 10.000 umat<br />

Islam masuk kota Mekah, tidak terjadi balas dendam, tidak terjadi<br />

pembunuhan. Bahkan beliau mengayomi siapa <strong>yang</strong> masuk kerumah Abu<br />

Sofyan, siapa <strong>yang</strong> masuk…, semua dilindungi dan mereka semua aman<br />

selama mereka tidak merusak umat Islam.<br />

Tapi coba kita lihat dimana umat Islam <strong>yang</strong> sedikit, umat islam<br />

dikejar dibunuh, disakiti karena Islam tidak mengajarkan seperti itu.<br />

Alhamdullilah mudah-mudahan Saudara terbuka terutama <strong>yang</strong><br />

beragama Islam, sadarlah bahwa Islam itu mengantarkan kedamaian<br />

jadi kalau, rahmatan lil alamin memberikan kerahmatan bagi seluruh<br />

alam, bukan untuk umat Islam saja. Andai <strong>yang</strong> beragana di luar islam<br />

terlindungi, terayomi.<br />

Jadi saya kembalikan lagi kepada Majelis Hakim bahwa tolong<br />

untuk Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 ini perlu untuk diperkuat,<br />

dikokohkan dan lebih banyak lagi disosialisasikan, dibuka mata-mata<br />

mereka untuk juga ikut, berterima kasih kepada negara <strong>yang</strong> telah<br />

mengeluarkan undang-undang ini karena berarti mereka bisa selamat<br />

hidup di negeri <strong>yang</strong> tercinta ini. Terima kasih.<br />

62


132. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, cukup ya masih ada lagi?<br />

133. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Instrupsi, Majelis Hakim.<br />

134. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Pak EggY Sudjana sama dari HPK.<br />

Silakan, Pak Eggy.<br />

135. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (BASSRA) : DR. EGGY SUDJANA,<br />

S.H., M.SI.<br />

Iya, mau klarifikasi. Satu Saudaraku, saya kurang tahu namanya<br />

tadi, pak siapa.<br />

Tadi, saya menyebut Rahayu tidak ada maksud penistaan, kalau<br />

Anda anggap itu penistaan demi Allah, demi Rasul saya mohon maaf.<br />

Ya, artinya saya tidak ada itu, cuma saya kan tidak tahu siapa nama<br />

Anda dan siapa saksi itu.<br />

Jadi jelas, <strong>yang</strong> ingin dipertegas disini adalah Islam itu rahmatan<br />

lil alamin, Islam bukan kelompok, Islam bukan golongan, Islam adalah<br />

tata nilai <strong>yang</strong> muatannya keadilan, kedamaian, kesejahteraan,<br />

ketertiban, keselamatan for everybody buat siapa saja.<br />

Jadi oleh karena itu, negara ini dasarnya Tuhan, Tuhannya adalah<br />

Allah, Allah itu punya hukum namanya hukum Islam, ya dalam teori<br />

demokrasi juga <strong>yang</strong> mayoritas itu adalah <strong>yang</strong> menentukan. Maka<br />

seyogianya teman-teman <strong>yang</strong> non muslim ya berbesar hati, lega dan<br />

tidak ada masalah untuk pengertian seperti ini.<br />

Di samping itu menurut ketentuan <strong>yang</strong> ada makanya tadi saya<br />

sebut Departemen Pariwisata dan Kebudayaan, memang koridornya<br />

diarahkan di situ bagi <strong>yang</strong> bukan katagori agama. Dalam Islam bahkan<br />

mau kafir juga boleh kok, setan saja diciptakan Allah untuk melawan<br />

dirinya, untuk oposisi sama dirinya boleh kok. Apa lagi diantara kita,<br />

kalau tidak sejalan ya tidak ap-apa lakum din nukum waliyaddin, sudah<br />

jelas kalau dalam Islam, tadi kan Anda tanya sebagai warga negara<br />

tempatnya ya dimana kita ini, di Indonesia jelas dilindungi hukum <strong>yang</strong><br />

luar biasa, rakmatan lil alamin-nya gitu lho. Kita hargai Anda, kita<br />

bersaudara sebangsa setanah air. Kalau soal agama lakum dinukum<br />

waliyaddin, Anda-Anda kita kita tapi posisinya jelas.<br />

Maka oleh karena itu tegas Majelis Hakim Yang Mulia, karena<br />

katagori <strong>yang</strong> dipersoalkan ini soal penodaan agama dan mereka-mereka<br />

63


dalam konteks definisi hari ini bukan masuk katagori agama, maka<br />

seyogianya tidak perlu dipersoalkan dalam persoalan ya penistaan<br />

agama atau bukan begitu lho atau saya kira. Keberatan mereka tidak<br />

ada urusan.<br />

Kalau pikiran saya begitu, Majelis Hakim.<br />

Terima kasih.<br />

136. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik, dari HPK ya?<br />

137. PIHAK TERKAIT (HPK) : HADI PRAJOKO<br />

Terima kasih kesempatannya, Yang Mulia.<br />

Sebelum lupa saya ucapkan terima kasih sekali kepada Saudara<br />

Eggy Sudjana <strong>yang</strong> sudah dengan sejuk mengucapkan permohonan<br />

maaf. Kami terima dan kita sama-sama satu bangsa, satu tanah air, luar<br />

biasa.<br />

Khusus buat Ibu <strong>yang</strong> sebelum Saudara Eddy mengatakan, ini<br />

saya kaget luar biasa kaget dan sejatinya pekan lalu kami dari Himpunan<br />

Penghayat Kepercayaan sudah memberi penjelasan. Dan sejatinya<br />

mustinya diketahui, tapi ini mungkin bukti kenyataan betapa di Republik<br />

ini, di gedung <strong>yang</strong> sangat terhormat dengan 9 pilar <strong>yang</strong> demikian<br />

berwibawa menggambarkan 9 Majelis Hakim Konstitusi, ternyata masih<br />

ada warga negara <strong>yang</strong> belum mengetahui bahwa ada Penghayat<br />

Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mereka-mereka <strong>yang</strong><br />

mengikuti jejak ajaran keyakinan leluhur bangsanya jauh sebelum ada<br />

sistem keyakinan dari luar datang.<br />

Dan sejatinya pula Republik ini sudah memberi secercah harapan.<br />

Yang pertama pekan lalu sudah saya katakan, untuk <strong>yang</strong> pertama<br />

kalinya penghayat kepercayaan <strong>yang</strong> selalu dihina dan di nomorduakan,<br />

kami merasa dan bukan bergenit-genit diberi kesempatan untuk<br />

didengar suaranya. Dan negarapun sejatinya sudah memberikan sedikit<br />

terang bagi kami, dan Ibu bisa baca bersama-sama mungkin, sudah<br />

ada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi K<strong>yang</strong><br />

dilanjutkan dengan PP Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan<br />

Undang-Undang Administrasi Kependudukan Nomor 23, itu sejatinya<br />

merupakan pengakuan.<br />

Tapi kembali ke pokok pembahasan kita tentang Undang-Undang<br />

Nomor 1 PNPS Tahun 1965, seperti Saudara Eddy katakan. Bisa jadi<br />

tidak ada kaitannya, urusannya di Departemen Kebudayaan dan<br />

Pariwisata.<br />

Sejatinya undang-undang ini sangat berkaitan dengan kami,<br />

sebagaimana kami telah jelaskan pekan lalu. Dari pasal-pasal <strong>yang</strong><br />

demikian sedikit, mungkin lima atau empat dari Uundang-Undang Nomor<br />

1 itu, pada intinya bisa dibagi dua, perlindungan bagi mereka <strong>yang</strong><br />

64


eragama dan ancaman-ancaman bagi mereka pemeluk penghayat<br />

kepercayaan. Jadi jelaslah sudah kami sangat berkepentingan dalam<br />

konteks per<strong>sidang</strong>an kali ini. Sekali lagi kami mengucapkan terima kasih<br />

dan kami tidak akan lupakan para penghayat kepercayaan ini untuk<br />

pertama kalinya dalam sejarah Republik ini penghayat dimintai<br />

<strong>keterangan</strong> dan diberi kesempatan untuk berbicara di forum ini.<br />

Terima kasih, Rahayu.<br />

138. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Cukup ya?<br />

Baiklah kalau begitu <strong>sidang</strong> ini bisa dianggap cukup, silakan dari<br />

Irena Center.<br />

139. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Pertanyaan <strong>yang</strong> saya ke Kuasa Hukum Pemohon.<br />

Saya agak sedikit memperdalam persoalan masalah legal standing<br />

mereka, karena setahu saya (…)<br />

140. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Saudara mau tanya soal legal standing ya?<br />

141. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Maksud saya lebih mempertegas, keberadaan daripada yayasanyayasan<br />

sebagai Pemohon dalam persoalan ini.<br />

142. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Yayasan Pemohon?<br />

143. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Para Pemohon mereka.<br />

144. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Kalau para Pemohon itu nanti keberadaannya kan men<strong>yang</strong>kut<br />

soal legal standing. Legal standing itu nanti menjadi pertimbangan<br />

Hakim saja. Tidak usah di ini, kecuali mau substansi perkara. Kalau<br />

eksistensi Pemohon sudah dibahas terus sejak minggu lalu dan itu sudah<br />

65


kami catat, nanti menjadi bagian awal dari Putusan Mahkamah ini. Ya<br />

soal legal standing.<br />

Baik, ada <strong>yang</strong> lain?<br />

145. KUASA HUKUM PIHAK TERKAIT (YAYASAN IRENE CENTER) :<br />

MUHAMMAD ICHSAN, S.H., M.H.<br />

Tidak, terima kasih.<br />

146. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Cukup, baik, kalau begitu kita akan bertemu lagi <strong>sidang</strong> tanggal<br />

10 hari Rabu <strong>yang</strong> akan datang jam 10.00. Dan secara resmi nanti<br />

Kepaniteraan akan menyampaikan (…)<br />

147. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Interupsi Yang Mulia, <strong>sidang</strong>nya Jumat atau Rabu?<br />

148. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Jumat depan kosong, nanti Jumat depannya lagi. Jadi tanggal 17<br />

dan 19 bagaimana?<br />

149. KUASA HUKUM PEMOHON : ULI PARULIAN SIHOMBING, S.H.,<br />

LL.M.<br />

Jadi Jumat besok kosong ya? Jumat besok kosong.<br />

150. KETUA : PROF. DR. MOH. MAHFUD MD., S.H.<br />

Baik dengan demikian <strong>sidang</strong> dinyatakan selesai dan ditutup.<br />

KETUK PALU 3X<br />

SIDANG DITUTUP PUKUL 15.35 WIB<br />

66

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!