08.08.2013 Views

Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Pupuk terhadap Pertumbuhan.pdf

Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Pupuk terhadap Pertumbuhan.pdf

Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Pupuk terhadap Pertumbuhan.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Pengaruh</strong> <strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> <strong>dan</strong> <strong>Jenis</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>terhadap</strong><br />

<strong>Pertumbuhan</strong>, Produksi Silase <strong>dan</strong> Biji Pipilan<br />

Jagung Hibrida pada Inceptisols Dramaga<br />

I Gusti Made Subiksa<br />

31<br />

Peneliti Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12 Bogor 16114<br />

Abstrak. <strong>Tanam</strong>an jagung memiliki multi fungsi antara lain sebagai bahan pangan (food),<br />

pakan (feed), <strong>dan</strong> bahan bakar (fuel). Oleh karenanya sering kali terjadi persaingan dalam<br />

pemanfaatannya, sehingga tidak jarang terjadi lonjakan harga jagung yang cukup tajam.<br />

Jagung untuk pakan tidak hanya dapat memanfaatkan biji (grain) tetapi juga tanaman<br />

segar yang difermentasi untuk pembuatan silase. Karena permintaan yang besar dari luar<br />

negeri, maka budidaya jagung untuk produksi silase cukup menjanjikan. Penelitian<br />

pengaruh jarak tanam <strong>dan</strong> jenis pupuk <strong>terhadap</strong> pertumbuhan, produksi silase, <strong>dan</strong> biji<br />

pipilan jagung hibrida telah dilakukan pada Inceptisols Dramaga, Bogor. Tujuan<br />

penelitian adalah untuk mengetahui jarak tanam yang ideal untuk memproduksi bahan<br />

silase yang tinggi, tetapi tidak mengganggu produksi biji jagung. Penelitian menggunakan<br />

rancangan split plot dengan 3 ulangan. Petak utama adalah 2 tingkat jarak tanam yaitu<br />

75x25 cm <strong>dan</strong> 60x20 cm, <strong>dan</strong> anak petak adalah 4 jenis pemupukan NPK tunggal <strong>dan</strong><br />

NPK majemuk yang masing-masing dikombinasikan dengan pupuk kan<strong>dan</strong>g. Sebagai<br />

indikator adalah jagung hibrida P-21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak tanam<br />

60x20 cm dapat meningkatkan tinggi tanaman <strong>dan</strong> produksi bahan silase dari rata-rata<br />

45,8 t ha -1 menjadi rata-rata 60,1 t ha -1 atau meningkat 31% dibandingkan jarak tanam<br />

75x25 cm. Namun, jarak tanam yang rapat tersebut menurunkan produksi biji jagung<br />

pipilan karena tongkol yang terbentuk lebih kecil. <strong>Pupuk</strong> NPK majemuk (15-15-15)<br />

mempunyai respon yang lebih baik <strong>terhadap</strong> tanaman jagung dibandingkan dengan NPK<br />

tunggal (urea, SP-36, <strong>dan</strong> KCl) sebagai pupuk dasar. <strong>Pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g dengan dosis 1,5 t<br />

ha -1 umumnya memberikan pertumbuhan yang lebih baik <strong>dan</strong> hasil biji pipilan yang lebih<br />

tinggi.<br />

Abstract. Corn is consider as multi functions crops such as for food, feed and fuel<br />

utilization. Therefore, competition in use caused sharply price fluctuation. Corn for feed<br />

not only utilize the grain but also fresh biomass or fermented silage. Due to huge demand<br />

of silage from abroad, the cultivation of corn for silage production is promising. Study on<br />

the influence of plant spacing and fertilizer to the plant growth, shelled grain production<br />

and biomass silage of hybrids corn has carried out on Inceptisols Dramaga, Bogor. The<br />

objective was to determine the ideal spacing to produce high amount of silage, but does<br />

not affect the production of grain. Research using a split plot design with three<br />

replications. The main plot is two level crop spacing namely 75x25 cm and 60x20 cm, and<br />

the subplot is 4 types of single and compound NPK fertilizer and their combined with<br />

manure. The crop indicator is P-21 hybrid corn. Results showed that the crop spacing of<br />

60x20 cm treatment increased plant height and production of silage from an average of<br />

45.8 t.ha -1 to an average of 60.1 t.ha -1 , or increased about 31% compared to the 75x25 cm<br />

spacing. However, the dense spacing decreased grain production since smaller corn cobs.<br />

349


I Gusti Made Subiksa<br />

NPK compound fertilizer (15-15-15) have a better response compared to single NPK as<br />

basal fertilizer. Manure with dose 1.5 t.ha -1 has better corn growth and yield compared to<br />

without manure treatment.<br />

Keywords: Feed, silage, biomass, fertilizer, hybrid corn, crop spacing<br />

PENDAHULUAN<br />

Jagung adalah salah satu komoditas pangan yang masih diimpor dalam jumlah yang cukup<br />

besar. Tahun 2011, total produksi jagung Indonesia sekitar 17,64 juta ton (BPS, 2012),<br />

namun masih impor sekitar 2,5 juta ton (DJPDN, 2012). (tambahkan berapa kebutuhan,<br />

produksi dalam negeri, <strong>dan</strong> jumlah jagung yang harus diimpor Indonesia saat ini).<br />

Intensifikasi tanaman jagung masih terkendala rendahnya akses petani <strong>terhadap</strong> benih<br />

bermutu <strong>dan</strong> input produksi lainnya, sehingga produktivitasnya masih tergolong rendah.<br />

Rata-rata produktivitas jagung secara nasional saat ini sekitar 45,65 ku ha -1 , masih jauh<br />

dari potensi produksi jagung varietas Lamuru/Sukmaraga 76-85 ku ha -1 atau jagung<br />

hibrida >10 t ha -1 (Hermanto et al. 2009). Benih yang ditanam petani, sebagian besar<br />

masih diperoleh dari tanaman sebelumnya karena benih hibrida harganya tidak terjangkau.<br />

Sementara itu ketersediaan pupuk masih sering mengalami kelangkaan, padahal tanaman<br />

jagung memerlukan pemupukan yang lebih tinggi dibandingkan tanaman padi. Rencana<br />

pemerintah untuk membatasi subsidi pupuk juga akan menjadi persoalan baru yang harus<br />

dihadapi petani.<br />

Komoditas jagung saat ini <strong>dan</strong> masa mendatang akan menjadi komoditas strategis<br />

karena jagung memiliki multi manfaat. Saat ini sebagian besar jagung dimanfaatkan untuk<br />

pakan ternak, namun di masa mendatang jagung akan banyak dibutuhkan oleh industri<br />

makanan <strong>dan</strong> sumber energi terbarukan. Persaingan pemanfaatan akan semakin ketat bila<br />

tanaman jagung dimanfaatkan untuk silase. Permintaan silase untuk ekspor cukup tinggi,<br />

antara lain dari Korea Selatan yang meminta pasokan silase secara rutin sebanyak 1-2 juta<br />

t th -1 (Azrai et al. 2007). Silase adalah hijauan pakan ternak yang difermentasi sehingga<br />

nilai nutrisinya meningkat <strong>dan</strong> bisa disimpan dalam jangka waktu yang lama (Windiyani,<br />

2011). Silase yang difermentasi dengan baik akan menghasilkan pH yang lebih rendah.<br />

Kondisi ini dapat dimaksimalkan jika gula difermentasi menjadi asam laktat. Disamping<br />

itu pada pH tersebut silase akan tetap stabil untuk waktu yang tak terbatas selama udara<br />

tidak masuk ke dalam silo (Jajo, 2008).<br />

<strong>Jarak</strong> tanam jagung untuk produksi biji umumnya menggunakan 75x25 cm (1<br />

tanaman) atau 75x40 cm (2 tanaman). <strong>Jarak</strong> tanam yang sama juga diterapkan sebagian<br />

besar petani di Amerika (ISU, 2006). Lebih lanjut dijelaskan bahwa jarak tanam yang<br />

lebih rapat seringkali diterapkan untuk menekan pertumbuhan gulma, disamping hasil<br />

yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan jarak tanam rekomendasi. Larson (2003)<br />

menyatakan bahwa jarak tanam <strong>dan</strong> penempatan benih adalah faktor yang sangat<br />

berpengaruh pada potensi hasil jagung.<br />

350


<strong>Pengaruh</strong> <strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> <strong>dan</strong> <strong>Jenis</strong> <strong>Pupuk</strong><br />

Unsur N, P, <strong>dan</strong> K adalah hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman. Untuk<br />

menjaga ketersediaannya di dalam tanah unsur hara tersebut perlu ditambahkan melalui<br />

pemupukan. <strong>Pupuk</strong> N, P, <strong>dan</strong> K dapat berbentuk pupuk tunggal atau pupuk majemuk,<br />

masing-masing memiliki keunggulan tergantung kondisi lingkungan tumbuh <strong>dan</strong> jenis<br />

tanaman. Dahnke et al. (1992) menyatakan bahwa rekomendasi pemupukan untuk corn<br />

grain, corn silage, pop corn <strong>dan</strong> sweet corn berbeda-beda.<br />

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh jarak tanaman <strong>dan</strong> jenis<br />

pupuk <strong>terhadap</strong> pertumbuhan tanaman, produksi silase, <strong>dan</strong> produksi jagung.<br />

METODOLOGI<br />

Penelitian dilakukan pada tanah Inceptisols di Desa Cikarawang Dramaga Bogor, tekstur<br />

liat <strong>dan</strong> reaksi tanah agak masam (pH 5,6). Karakteristik lokasi daerah penelitian disajikan<br />

pada Tabel 1. Penelitian dilakukan pada MH 2010/2011 menggunakan tanaman indikator<br />

jagung varietas P-21. Penelitian menggunakan rancangan split plot dengan 3 ulangan.<br />

Petak utama adalah:<br />

S1 = jarak tanam konvensional 75x25 cm (populasi 53 ribu tanaman ha -1 ).<br />

S2 = jarak tanam rapat 60x20 cm (populasi 83 ribu tanaman ha -1 ).<br />

Anak petak adalah:<br />

J1 = pupuk tunggal NPK dengan dosis 350 kg urea, 170 kg SP-36, <strong>dan</strong> 150 kg KCl ha -1 .<br />

J2 = perlakuan J-1 ditambah 1,5 ton pukan ha -1 ;<br />

J3 = pupuk NPK majemuk 400 kg ha -1 ;<br />

J4 = perlakuan J-3 ditambah 1,5 ton pukan ha -1 .<br />

Pemupukan dengan NPK tunggal dilakukan 3 kali sesuai perlakuan, yaitu<br />

pemupukan basal saat tanam dengan dosis 130 kg urea, 170 kg SP-36, <strong>dan</strong> 100 kg KCl ha -<br />

1 . Pemupukan dengan NPK majemuk juga dilakukan saat tanam dengan dosis 400 kg ha -1 .<br />

Pemupukan II dilakukan saat tanaman berumur 30 hari dengan dosis 100 kg urea ha -1 <strong>dan</strong><br />

pemupukan III saat tanaman berumur 50 hari dengan dosis 100 kg urea <strong>dan</strong> 50 kg KCl ha -<br />

1 . <strong>Pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g sesuai perlakuan diberikan pada saat tanam, bersamaan dengan pupuk<br />

anorganik. Komposisi perlakuan <strong>dan</strong> waktu aplikasi pupuk disajikan pada Tabel 2.<br />

<strong>Tanam</strong>an indikator adalah jagung varietas P-21 ditanam dengan jarak tanam sesuai<br />

perlakuan <strong>dan</strong> 1 biji per lubang pada petak percobaan berukuran 3,75x7,5 m. <strong>Pupuk</strong> basal<br />

NPK tunggal <strong>dan</strong> NPK majemuk serta pupuk kan<strong>dan</strong>g diberikan dengan cara larikan 5 cm<br />

dari baris tanaman.<br />

351


I Gusti Made Subiksa<br />

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah komposit (0-20 cm) Inceptisols Cikarawang<br />

Dramaga Bogor.<br />

Tekstur:<br />

Pasir<br />

Debu<br />

Liat<br />

pH (1:5)<br />

H 2O<br />

KCl<br />

Bahan organik:<br />

C<br />

N<br />

C/N<br />

P2O5: Ekstrak HCl 25%<br />

Ekstrak Bray 1<br />

352<br />

Parameter Satuan Nilai<br />

%<br />

%<br />

%<br />

%<br />

%<br />

9<br />

14<br />

77<br />

5,6<br />

4,8<br />

1,18<br />

0,19<br />

6<br />

mg 1.00g -1<br />

24<br />

ppm<br />

4,6<br />

K2O (HCl 25%) mg.100g -1 Susunan kation:<br />

12<br />

Ca<br />

Mg<br />

K<br />

Na<br />

Jumlah<br />

KTK (NH4OAc pH7)<br />

KB<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

) -1<br />

cmol (+ kg<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

%<br />

4,36<br />

0,97<br />

0,14<br />

0,07<br />

5,54<br />

14,32<br />

39<br />

Al 3+ ( KCl 1N)<br />

H<br />

-1<br />

cmol (+) kg 1,28<br />

+ (KCl 1N)<br />

Kejenuhan Al<br />

-1<br />

cmol (+) kg<br />

%<br />

0,16<br />

9<br />

Tabel 2. Komposisi perlakuan <strong>dan</strong> tahapan aplikasi pupuk.<br />

<strong>Pupuk</strong> basal (kg.ha<br />

Perlakuan<br />

-1 ) <strong>Pupuk</strong> II <strong>Pupuk</strong> III<br />

Urea SP-<br />

36<br />

KCl NPK Pukan Urea Urea KCl<br />

<strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> 75x25 cm (S1)<br />

S1J1 130 170 100 - 100 100 50<br />

S1J2 130 170 100 - 1.500 100 100 50<br />

S1J3 - - - 400 100 100 50<br />

S1J4 - - - 400 1.500 100 100 50<br />

<strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> 60x20 cm (S2)<br />

S2J1 130 170 100 - 100 100 50<br />

S2J2 130 170 100 - 1.500 100 100 50<br />

S2J3 - - - 400 100 100 50<br />

S2J4 - - - 400 1.500 100 100 50<br />

Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi tinggi tanaman <strong>dan</strong> jumlah daun saat<br />

tanaman berumur 14 hari, kemudian diulangi seminggu sekali sampai tanaman berumur<br />

56 hari. Panen untuk produksi silase dilakukan saat tanaman berumur 68 hari dengan cara


<strong>Pengaruh</strong> <strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> <strong>dan</strong> <strong>Jenis</strong> <strong>Pupuk</strong><br />

ubinan 3,75 m 2 untuk perlakuan S1 <strong>dan</strong> 3,6 m 2 untuk perlakuan S2. Pemotongan tanaman<br />

dilakukan 10 cm di atas tanah, kemudian ditimbang lalu dicincang dengan chopper. Panen<br />

untuk produksi biji dilakukan saat tanaman berumur 98 hari saat klobot tongkol sudah<br />

mengering. Jagung yang siap panen ditandai titik hitam pada pangkal biji, klobot<br />

mengering <strong>dan</strong> biji mengeras. Pengamatan komponen hasil meliputi berat tongkol,<br />

panjang tongkol, diameter tongkol, <strong>dan</strong> berat kering jagung pipilan (kadar air 14%).<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

<strong>Pertumbuhan</strong> tanaman <strong>dan</strong> produksi silase<br />

<strong>Pertumbuhan</strong> tanaman jagung menunjukkan bahwa kerapatan populasi<br />

mempengaruhi tinggi tanaman. Pada tingkat populasi 56 ribu tanaman ha -1 (jarak tanam<br />

75x25 cm), tinggi tanaman rata-rata berkisar antara 217-238 cm. Se<strong>dan</strong>gkan pada jarak<br />

tanam yang lebih rapat (60x20 cm) tinggi tanaman menjadi lebih tinggi yaitu antara 237-<br />

247 cm. Hal ini menunjukkan bahwa pada jarak tanam yang lebih rapat, persaingan tiap<br />

individu untuk memperoleh sinar matahari semakin tinggi sehingga tanaman mengalami<br />

etiolasi.<br />

Pemupukan dengan NPK majemuk cenderung lebih berpengaruh <strong>terhadap</strong> tinggi<br />

tanaman dibandingkan memupuk dengan NPK tunggal. <strong>Pengaruh</strong> NPK majemuk tampak<br />

lebih jelas pada tingkat kerapatan tanaman lebih tinggi. <strong>Pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g tidak memberikan<br />

pengaruh yang nyata <strong>terhadap</strong> tinggi tanaman, baik yang dikombinasikan dengan NPK<br />

tunggal maupun NPK majemuk.<br />

Tabel 3. <strong>Pengaruh</strong> perlakuan <strong>terhadap</strong> pertumbuhan tanaman jagung <strong>dan</strong> produksi silase.<br />

Perlakuan<br />

Tinggi tanaman 56<br />

HST (cm)<br />

Jumlah daun<br />

56 HST<br />

Produksi silase<br />

(t ha -1 )<br />

S1J1 217 b 12.4 a 43.4 b<br />

S1J2 238 a 12.1 a 47.1 a<br />

S1J3 235 a 12.8 a 44.7 ab<br />

S1J4 233 a 11.9 a 49.8 a<br />

Rerata S-1 230,75 A 12,30 A 46,25 B<br />

S2J1 241 a 12.5 a 59.1 a<br />

S2J2 237 a 11.8 a 60.2 a<br />

S2J3 245 a 12.2 a 61.9 a<br />

S2J4 247 a 12.4 a 62.7 a<br />

Rerata S-2 242,50 A 12,23 A 60,98 A<br />

Panen untuk produksi silase dilakukan saat tanaman jagung mencapai fase<br />

pengisian biji. Hasil panen untuk silase menunjukkan bahwa perlakuan jarak tanam 60x20<br />

cm menghasilkan jumlah silase lebih tinggi dibandingkan perlakuan jarak tanam 75x25<br />

cm. Pada jarak tanam 75x25 cm, produksi silase berkisar antara 43,4-49,8 t ha -1 , se<strong>dan</strong>g<br />

353


I Gusti Made Subiksa<br />

pada jarak tanam 60x20 cm produksi silase segar mencapai 59,1-62,7 t ha -1 . Namun hasil<br />

silase yang dicapai ini masih lebih rendah dibandingkan dengan produksi silase dari<br />

jagung Sukmaraga yang bisa mencapai 71 t ha -1 (Mejaya et al. 2005). Pemupukan dengan<br />

NPK majemuk Ponska cenderung menghasilkan silase yang lebih tinggi dibandingkan<br />

menggunakan NPK tunggal yang di-blending. Hal ini diduga karena unsur N pada NPK<br />

majemuk lepas lebih lambat dibandingkan dengan unsur N pada urea. Dengan demikian<br />

unsur N pada NPK majemuk bisa bertahan lebih lama <strong>dan</strong> tercuci lebih sedikit<br />

dibandingkan N pada urea.<br />

Pemupukan dengan pupuk kan<strong>dan</strong>g memiliki pengaruh yang nyata <strong>terhadap</strong><br />

tanaman jagung yang ditanam dengan jarak tanam konvensional (75x25 cm). Se<strong>dan</strong>gkan<br />

pada jarak tanam yang rapat (60x20 cm), pengaruh pupuk kan<strong>dan</strong>g tidak berbeda nyata<br />

dibandingkan tanpa pupuk kan<strong>dan</strong>g.<br />

Produksi jagung<br />

Data rata-rata dari hasil pengamatan parameter produksi jagung ditampilkan pada<br />

Tabel 4. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jarak tanam berpengaruh nyata <strong>terhadap</strong><br />

ukuran tongkol jagung. Panjang tongkol jagung lebih pendek pada jarak tanaman rapat<br />

(60x20 cm) dibandingkan dengan jarak tanam rekomendasi (75x25 cm). Diameter tongkol<br />

<strong>dan</strong> berat tongkol juga mengalami penurunan yang nyata pada jarak tanam 60x20 cm.<br />

Menurunnya panjang, diameter, <strong>dan</strong> berat tongkol diduga disebabkan oleh beberapa<br />

faktor, antara lain karena proses fotosintesis tidak optimal, tanaman tidak tumbuh normal<br />

karena etiolasi, kompetisi mendapatkan unsur hara yang lebih tinggi <strong>dan</strong> kemungkinan<br />

karena kegagalan penyerbukan akibat terhalang daun yang terlalu lebat.<br />

<strong>Pupuk</strong> NPK majemuk Ponska tidak berpengaruh nyata <strong>terhadap</strong> diameter tongkol,<br />

tetapi cenderung meningkatkan panjang tongkol dibandingkan NPK tunggal, khususnya<br />

pada tanaman jagung yang ditanam dengan jarak 75x25 cm. Rata-rata berat tongkol tidak<br />

dipengaruhi secara nyata oleh jenis pupuk NPK. Namun demikian ada kecenderungan<br />

perlakuan dengan NPK majemuk memiliki rata-rata bobot tongkol lebih tinggi<br />

dibandingkan dengan NPK tunggal.<br />

<strong>Jarak</strong> tanam tidak berpengaruh <strong>terhadap</strong> produksi biji pipilan kering. Populasi yang<br />

tinggi dengan jarak tanam yang rapat (60x20 cm) tidak serta merta meningkatkan hasil<br />

jagung pipilan dibandingkan dengan jarak tanam yang direkomendasikan. Hal ini<br />

disebabkan karena jarak tanam yang rapat, persaingan mendapatkan sinar matahari <strong>dan</strong><br />

unsur hara menjadi sangat ketat. Walaupun populasi lebih banyak, namun tongkol yang<br />

terbentuk lebih pendek <strong>dan</strong> lebih kecil, sehingga pada akhirnya produksi tidak optimal.<br />

Pada perlakuan jarak tanam 75x25 cm rata-rata hasil yang diperoleh berkisar antara 6,85-<br />

7,50 t ha -1 , se<strong>dan</strong>gkan dengan jarak tanam yang rapat hasil jagung pipilan kering mencapai<br />

6,83-7,33 t ha -1 . Hal ini berarti bahwa tanaman jagung yang ditanam rapat untuk produksi<br />

354


<strong>Pengaruh</strong> <strong>Jarak</strong> <strong>Tanam</strong> <strong>dan</strong> <strong>Jenis</strong> <strong>Pupuk</strong><br />

silase, sewaktu-waktu dapat dikonversi menjadi pertanaman untuk produksi biji tanpa<br />

khawatir produksi biji jagung pipilan. Hal ini penting mengingat harga silase bisa<br />

berfluktuasi tajam karena harga ditetapkan oleh pembeli dari luar negeri.<br />

Tabel 4. <strong>Pengaruh</strong> perlakuan <strong>terhadap</strong> parameter komponen hasil.<br />

Perlakuan<br />

Panjang tongkol Diameter tongkol Berat tongkol<br />

Produksi biji<br />

pipilan<br />

(cm) (cm) (g) (kg ha -1 )<br />

S1J1 20,75 b 5,21 a 193 a 6.850 b<br />

S1J2 22,03 ab 5,27 a 208 a 7.397 ab<br />

S1J3 24,75 a 5,08 a 205 a 7.420 ab<br />

S1J4 23,94 ab 5,31 a 216 a 7.503 a<br />

Rerata S-1 22,87 A 5,22 A 205,50 A 7.29 A<br />

S2J1 17,37 a 4,97 a 168 a 6.830 a<br />

S2J2 18,10 a 4,93 a 182 a 7.327 a<br />

S2J3 18,60 a 4,65 a 180 a 7.177 a<br />

S2J4 18,53 a 4,85 a 169 a 7.300 a<br />

Rerata S-2 18,15 B 4,85 A 174,75 B 7.16 A<br />

Pemupukan dengan NPK majemuk Ponska secara umum cenderung menghasilkan<br />

biji jagung pipilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan NPK tunggal. <strong>Tanam</strong>an yang<br />

ditanam dengan jarak konvensional 75x25 cm, peningkatan hasilnya lebih baik<br />

dibandingkan tanaman dengan jarak tanam yang rapat.<br />

KESIMPULAN<br />

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:<br />

1. <strong>Jarak</strong> tanam sangat berpengaruh <strong>terhadap</strong> pertumbuhan tanaman <strong>dan</strong> produksi silase<br />

jagung. <strong>Jarak</strong> tanam yang rapat menyebabkan populasi tanaman lebih tinggi <strong>dan</strong><br />

menghasilkan bahan silase yang lebih banyak.<br />

2. <strong>Jarak</strong> tanam 75x25 cm <strong>dan</strong> 60x20 cm tidak berpengaruh <strong>terhadap</strong> produksi jagung<br />

pipilan, sehingga tanaman yang direncanakan untuk silase bisa dialihkan untuk<br />

produksi biji.<br />

3. Penggunaan pupuk NPK majemuk memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan<br />

dengan pupuk NPK tunggal <strong>terhadap</strong> pertumbuhan <strong>dan</strong> hasil tanaman jagung.<br />

4. <strong>Pupuk</strong> kan<strong>dan</strong>g berpengaruh nyata <strong>terhadap</strong> pertumbuhan <strong>dan</strong> hasil tanaman jagung,<br />

khususnya pada jarak tanam 75x25 cm.<br />

355


I Gusti Made Subiksa<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Azrai, M., M.J. Mejaya, <strong>dan</strong> M. Yasin. 2007. Pemuliaan jagung khusus. Dalam Sumarno<br />

et al. (Eds). Jagung, Teknik Produksi <strong>dan</strong> Pengembangan. Pusat Penelitian <strong>dan</strong><br />

Pengembangan <strong>Tanam</strong>an Pangan, Ba<strong>dan</strong> Litbang Pertanian.<br />

BPS. 2012. Statistik Indonesia 2012. Ba<strong>dan</strong> Pusat Statistik.<br />

Dahnke, W.C., C. Fanning, and A. Cattanach. 1992. Fertilizing Corn Grain, Popcorn,<br />

Silage Corn, and Sweet Corn. Soil Testing and Soil Science Dept, ND Univ.<br />

DJPDN. 2012. Menuju Swasembada Jagung Tahun 2014. Direktorat Jenderal<br />

Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan.<br />

Hermanto, D. Sadikin, <strong>dan</strong> E. Hikmat. 2009. Deskripsi Varietas Unggul Palawija 1918-<br />

2009. Pusat Penelitian <strong>dan</strong> Pengembangan <strong>Tanam</strong>an Pangan, Ba<strong>dan</strong> Litbang<br />

Pertanian.<br />

ISU. 2006. Corn production. Iowa State University Extension. http://www.agronext.<br />

iastate.edu/corn/production/management/planting/row.html<br />

Jajo. 2008. Prinsip dasar pembuatan silase. http://jajo66.wordpress.com/2008/06/02/<br />

prinsip-dasar-pembuata n-silase/<br />

Larson, E. 2003. How to plant corn for higher yield. http://deltafarmpress.com/corn/ howplant-corn-higher-yields.<br />

Mejaya, M.J., M. Dahlan, F. Kasim, M. Gafar, W. Wakman, M. Adnan, M. Said, R.<br />

Iriany, R. Efendi, Fatmawati, Talanca, Takdir, Santosa, Isnaini, <strong>dan</strong> M. Nawir.<br />

2005. Ringkasan laporan pembentukan genotif unggul jagung khusus. Balai<br />

Penelitian <strong>Tanam</strong>an Serealia, Maros.<br />

Windiyani, H. 2011. Silase salah satu metode penyimpanan pakan ternak dari limbah<br />

pertanian. http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/index.php?option<br />

356

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!