08.08.2013 Views

Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi.pdf

Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi.pdf

Kajian Sistem Kendali Mutu Pupuk Hayati Pra-Komersialisasi.pdf

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Kajian</strong> <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> <strong>Pra</strong>-<br />

<strong>Komersialisasi</strong><br />

Edi Husen<br />

Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara<br />

Pelajar No. 12, Bogor (Email: edihusen@yahoo.com)<br />

Abstrak. Keunggulan suatu produk pupuk hayati ditentukan oleh jumlah populasi,<br />

viabilitas mikroba dalam kurun waktu tertentu, dan efikasinya pada tanaman pada<br />

berbagai kondisi di lapangan. <strong>Sistem</strong> kendali mutu pupuk hayati merupakan salah<br />

instrumen penting untuk menjamin keefektifan pupuk hayati dalam meningkatkan<br />

pertumbuhan dan hasil tanaman serta menjaga keberlanjutan produktivitas tanah. Sebagai<br />

makhluk hidup yang tersimpan dalam bahan pembawa (carrier), keberhasilan penggunaan<br />

pupuk hayati tidak hanya ditentukan oleh keungulan inokulan, tetapi juga oleh proses<br />

formulasi yang terkait dengan higienisitas produksi dan kecocokan bahan pembawa.<br />

<strong>Sistem</strong> kendali mutu internal yang diterapkan saat ini masih terbatas pada uji laboratorium<br />

dan belum sampai pada uji efikasi pada tanaman dan tanah dengan penetapan masa<br />

kedaluara pupuk. Makalah ini menyajikan proposal sistem kendali mutu pupuk hayati pra-<br />

komersialisasi yang dimulai dari sampling pupuk untuk uji laboratorium dan efektivitas,<br />

serta penetapan masa kedaluarsa pupuk. Parameter uji mencakup viabilitas dan karakter<br />

funsional mikroba selama masa simpan, patogenisitas, dan tingkat kontaminasi serta<br />

pengaruhnya pada tanaman dan aktivitas mikroba tanah pasca inokulasi.<br />

Kata kunci: kendali mutu, pupuk hayati, mikroba, viabilitas, komersialisasi<br />

Abstract. The quality of a product of biofertilizer is determined mainly by the number of<br />

population, viability of microbes in a particular period of time, and its efficacy on plants<br />

in various field conditions. A system of quality control is one important instrument to<br />

ensure the effectiveness of a biofertilizer in increasing plant growth and yield and<br />

sustaining soil productivity. As a living organism lived in the carrier material, the<br />

succsessful use of biofertilizer is not only determined by its excellent traits, but also by its<br />

formulation process associated with higienist procedures and material compatibility<br />

(carrier). Current internal quality control system implemented is still limited to<br />

laboratory tests and not to the efficacy trials on plants and soil as well as determination<br />

of expiring date. This paper presents a proposed quality control system of biofertilizer<br />

prior to commercialization starting from sampling procedures for laboratory testing and<br />

its efficacy, as well as the determination of the expiring date period. Test parameters<br />

include microbial viability and traits during storage, pathogenicity, and the level of<br />

contamination and its effects on plant growth and soil microbial activity after inoculation.<br />

Keywords: quality control, biofertilizer, microbes, viability, commercialization<br />

70<br />

749


E. Husen<br />

PENDAHULUAN<br />

<strong>Sistem</strong> kendali mutu pupuk hayati merupakan salah satu aspek penting untuk menjamin<br />

keefektifan pupuk hayati dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman serta<br />

menjaga keberlanjutan produktivitas tanah. Sebagai makhluk hidup yang disimpan dalam<br />

bahan pembawa (carrier), keberhasilan penggunaan pupuk hayati tidak hanya ditentukan<br />

oleh mutu inokulan saat diproduksi, tetapi juga oleh mutu inokulan pasca produksi yang<br />

terkait dengan penyimpanan dan pengangkutan pupuk (Simanungkalit et al. 2006). <strong>Mutu</strong><br />

inokulan saat diproduksi antara lain berhubungan dengan higienisitas produksi dan bahan<br />

pembawa yang digunakan. Teknik produksi yang terkontrol berpengaruh pada kepadatan<br />

populasi yang diinginkan dan viabilitas inokulan selama penyimpanan serta mengurangi<br />

tingkat kontaminasi, sehingga inokulan yang dihasilkan memiliki masa kedaluarsa yang<br />

lebih panjang.<br />

750<br />

Saat ini berbagai jenis pupuk hayati telah dihasilkan oleh berbagai lembaga<br />

penelitian dan perguruan tinggi dan sebagian sudah dikomersialkan (beredar di pasaran).<br />

<strong>Pupuk</strong> hayati yang ditawarkan untuk meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman<br />

cukup beragam, antara lain pupuk hayati yang mengandung mikroba penambat N<br />

(simbiotik dan non-simbiotik), pelarut fosfat, penghasil zat pemacu tumbuh, pengendali<br />

cekaman lingkungan ekstrim dan patogen, baik yang diproduksi dalam bentuk pupuk<br />

hayati tunggal maupun dalam bentuk majemuk (consortia). Beragamnya jenis pupuk<br />

hayati yang beredar saat ini, pada satu sisi memberi keuntungan bagi pengguna/ petani<br />

karena banyak pilihan yang tersedia. Namun pada sisi lain, biaya tambahan yang<br />

dikeluarkan untuk membeli pupuk hayati dapat saja tidak seimbang dengan kenaikan<br />

produksi tanaman bila mutu pupuk rendah. Hasil penelitian pada tahun 2005-2006<br />

memperlihatkan bahwa tidak semua pupuk hayati komersial yang beredar memiliki mutu<br />

sesuai dengan promosi yang dijanjikan (Husen et al. 2007). Penyebabnya antara lain bisa<br />

dari teknologi produksi yang belum sempurna atau pupuk yang digunakan telah melewati<br />

masa kedaluarsa. Untuk itu, sistem pengendalian mutu pupuk hayati terpadu pasca<br />

komersialisasi yaitu sebelum pupuk diproduksi dalam skala komersial diperlukan agar<br />

pupuk yang dihasilkan memberikan hasil yang sepadan dengan harga jual produk.<br />

Penggunaan pupuk hayati bermutu tidak saja akan meningkatkan kepercayaan konsumen<br />

terhadap manfaat pupuk hayati, tetapi juga dapat meningkatkan daya saing produk-produk<br />

pupuk hayati lokal terhadap pupuk hayati sejenis dari luar negeri.<br />

Makalah ini menyajikan proposal sistem pengendalian mutu pupuk hayati internal<br />

pra-komersialisasi sebagai salah satu instrumen penting dalam pengembangan pupuk<br />

hayati pada skala industri. Konsep kanjian sistem pengujian mutu ini mengacu pada<br />

sistem yang sudah dikembangkan sebelumnya dengan menambahkan beberapa aspek<br />

penting sesuai dengan perkembangan teknologi saat ini.


<strong>Kajian</strong> <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> <strong>Pra</strong>-<strong>Komersialisasi</strong><br />

TINJAUAN SISTEM KENDALI DAN SYARAT MUTU<br />

Regulasi <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong><br />

<strong>Sistem</strong> kendali mutu pupuk hayati yang pertama kali diberlakukan di Indonesia diatur<br />

berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.SK.I.A.5.84.5, tahun<br />

1984 yang selanjutnya disempurnakan dengan SK.I.HK.050.91.7A, tahun 1991. Regulasi ini<br />

dikeluarkan dalam rangka pelaksanaan program intensifikasi kedelai pada masa itu.<br />

Mekanisme pengujian dan penetapan kelayakan mutu produk pupuk hayati pada tahun<br />

1991 tersebut di atas secara rinci diuraikan oleh Simanungkalit et al. (2006). <strong>Pupuk</strong> hayati<br />

diuji di laboratorium pengawasan mutu benih yang ditunjuk untuk menentukan kelayakan<br />

mutu inokulan sesuai standar yang ditetapkan. Mengingat pupuk hayati ini digunakan<br />

untuk program intensifikasi kedelai, maka pengambilan contohnya untuk diuji di<br />

laboratorium juga dilakukan oleh lembaga resmi, yaitu Balai Pengawasan Sertifikasi<br />

Benih. Syarat mutu dan sistem kendalinya relatif mudah dipenuhi oleh produsen pupuk<br />

karena pupuk hayati yang diproduksi hanya mengandung satu jenis mikroba (pupuk hayati<br />

tunggal), yaitu bakteri bintil akar kedelai Rhizobium. Salah satu syarat mutu yang<br />

diutamakan adalah jumlah populasi bakteri minimum yang terdapat dalam kemasan<br />

pupuk, yaitu >10 9 sel g -1 atau ml -1 pada saat diproduksi dan >10 7 sel g -1 atau ml -1 pada<br />

masa kedaluarsa. Syarat mutu pupuk hayati ini sangat jauh berbeda dengan yang<br />

diberlakukan saat ini karena mikroba yang dikandung oleh pupuk hayati umumnya lebih<br />

dari satu jenis mikroba (pupuk hayati majemuk).<br />

Penggabungan berbagai jenis mikroba dalam pupuk hayati yang saat ini banyak<br />

diproduksi dan diperdagangkan hampir umum dijumpai. Bakteri penambat N (simbiotik<br />

maupun non-simbiotik) disatukan dengan pelarut fosfat, penghasil zat pemacu tumbuh<br />

ataupun pengendali cekaman (stres) yang juga dikenal dengan istilah konsorsia mikroba.<br />

Kemajuan di bidang mikrobiologi dewasa ini juga memungkinkan menyatukan lebih dari<br />

satu jenis kelompok fungsional mikroba di dalam satu kemasan pupuk hayati seperti<br />

kelompok bakteri yang disatukan dengan aktinomisetes dan/atau fungi (cendawan) dengan<br />

fungsi beragam. Terlepas dari keraguan apakah pupuk hayati majemuk ini efektif<br />

meningkatkan pertumbuhan tanaman (karena potensi munculnya sifat kompetisi antar<br />

mikroba pasca aplikasi), yang jelas penetapan syarat mutu dan sistem kendalinya menjadi<br />

semakin kompleks.<br />

Syarat <strong>Mutu</strong> dan Sertifikasi (Permentan No.70/2011)<br />

Dalam rangka pengendalian mutu dan memberikan kepastian usaha bagi produsen/<br />

pelaku usaha pupuk hayati, Kementerian Pertanian telah mengeluarkan Peraturan Menteri<br />

Pertanian Nomor: 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang <strong>Pupuk</strong> Organik, <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong><br />

751


E. Husen<br />

dan Pembenah Tanah. Di dalam Permentan ini diatur alur sistem uji mutu dan efektivitas<br />

pupuk hayati sampai pada serifikasi ijin edar. Penetapan syarat mutu pupuk hayati<br />

sebagaimana yang diatur dalam Permentan ini didasarkan atas hasil penelitian dan<br />

pengkajian yang dilakukan oleh Badan Litbang Petanian (Simanungkalit et al. 2006;<br />

Husen et al. 2007) dan sumber-sumber lain yang terkait (Ghosh, 2001; Roughley et al.<br />

1990). Selain pengujian jumlah populasi mikroba yang dikandung pupuk hayati, juga<br />

disyaratkan uji fungsional yang mencakup uji kemampuan menambat N, melarutkan P,<br />

menghasilkan hormon, dan uji fungsional lainnya. Tabel 1 menyajikan contoh syarat<br />

teknis jumlah populasi mikroba pada pupuk hayati tunggal dan majemuk yang disarikan<br />

dari Permentan Nomor: 70/Permentan/SR.140/ 10/2011.<br />

Tabel 1. Ringkasan syarat teknis jumlah populasi mikroba pada pupuk hayati tunggal dan<br />

majemuk (Permentan Nomor: 70/Permentan/SR.140/ 10/2011)<br />

Jenis <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong>/Mikroba Syarat Teknis Menurut Jenis Bahan Pembawa<br />

Tepung/serbuk Granul/pelet Cair<br />

<strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> Tunggal<br />

A. Bakteri bintil akar (Rhizobium/dll) > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/ml<br />

B. Endomikoriza<br />

- Mikoriza Arbuskular (total propagul) > 50 MPN/g > 50 MPN/g<br />

- Gigaspora margarita (total spora) 25-30 spora/g 25-30 spora/g<br />

- Glomus manihotis (total spora) > 50 spora/g > 50 spora/g<br />

- Glomus agregatum (total spora) > 10 spora/g > 10 spora/g<br />

C. Ektomikoriza<br />

- Sceloderma columnare, Pisholitus tintorius/dll<br />

(total propagul/spora)<br />

D. Mikroba non-simbiotik dan/atau Endofitik<br />

- Bakteri: Azospirilum/Azotobacter/Bacillus/<br />

Pseudomonas/ dll. (total sel)<br />

752<br />

> 5% dari<br />

volume<br />

> 5% dari<br />

volume<br />

> 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 8 cfu/ml<br />

- Aktinomiset: Streptomyces/ dll. (total sel) > 10 6 cfu/g > 10 5 cfu/g > 10 5 cfu/ml<br />

- Fungi/Cendawan: Aspergillus/Penicillium/ dll<br />

(total sel)<br />

> 10 5 cfu/g > 10 4 cfu/g > 10 4 cfu/ml<br />

<strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> Majemuk (Konsorsia)<br />

Total sel masing-masing jenis mikroba:<br />

- Bakteri: Azospirilum/Azotobacter/Bacillus/<br />

Pseudomonas/ dll.<br />

> 10 7 cfu/g > 10 7 cfu/g > 10 8 cfu/ml<br />

- Aktinomiset: Streptomyces/ dll. > 10 6 cfu/g > 10 5 cfu/g > 10 5 cfu/ml<br />

- Fungi/Cendawan: Aspergillus/Penicillium/ dll > 10 5 cfu/g > 10 4 cfu/g > 10 4 cfu/ml<br />

Keterangan:<br />

- Nama-nama mikroba yang disebutkan dalam tabel adalah contoh mikroba.<br />

- Cfu = colony forming unit (satuan bentukan koloni); MPN = most probable number<br />

Uji efikasi pada tanaman dilakukan setelah lolos persyaratan teknis dari hasil uji<br />

mutu di laboratorium. Pengujian umumnya dilakukan di rumah kaca menggunakan<br />

tanaman semusim atau sesuai dengan peruntukan pupuk hayati yang diuji. Basis dari uji<br />

efikasi adalah bahwa pupuk hayati yang diuji mampu meningkatkan pertumbuhan<br />

tanaman dan atau mampu menghemat penggunaan pupuk anorganik minimal sampai 25%


<strong>Kajian</strong> <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> <strong>Pra</strong>-<strong>Komersialisasi</strong><br />

dari dosis rekomendasi (dosis standar). Hasil ini didapatkan bila nilai RA E (relative<br />

agronomic effectiveness), yaitu perbandingan antara kenaikan hasil pada pupuk yang diuji<br />

dengan kenaikan hasil pada pupuk standar lebih dari 100% (Machay et al. 1984).<br />

Sertifikat lolos uji (izin edar) diberikan untuk jangka waktu lima tahun dan setelah itu<br />

pemilik pupuk dapat memperpanjang kembali.<br />

Uraian di atas memperlihatkan bahwa untuk mendapatkan sertifikat izin edar<br />

pupuk hayati diperlukan berbagai pengujian. Hal ini menyiratkan bahwa hanya pupuk<br />

hayati yang betul-betul bermutu dengan hasil konsisten yang akan memperoleh sertifikat<br />

izin edar. Hasil ini sesuai dengan fakta bahwa jumlah pupuk hayati yang beredar masih<br />

sangat sedikit, yaitu sekitar 35 merek pupuk hayati pada tahun 2003 dan popularitasnya<br />

masih tergolong rendah yang diukur dari jumlah petani pemakai yang kurang dari 10%<br />

(Husen et al. 2007). Berbeda dengan pupuk anorganik atau pupuk kimia lainnya, pupuk<br />

hayati mengandung makhluk hidup yang disimpan dalam bahan pembawa, sehingga<br />

viabilitas mikrobanya perlu dipertahankan dengan baik selama kurun waktu sebelum masa<br />

kedaluarsa, yakni sekitar 6 bulan. Dengan demikian, teknik formulasi pupuk hayati yang<br />

tepat dengan sistem kendali mutu terpadu sangat diperlukan.<br />

PROPOSAL SISTEM KENDALI MUTU PRA-KOMERSIALISASI<br />

<strong>Sistem</strong> kendali mutu terpadu sebaiknya dimulai pada waktu pupuk hayati sudah<br />

diproduksi dalam skala pilot (berupa prototipe produk) atau sebelum pupuk diproduksi<br />

dalam skala komersial. Tahapannya mencakup: (i) sampling pupuk, penataan (layout)<br />

tempat penyimpanan, uji lapangan dan laboratorium. Secara skematis diagram alir<br />

tahapan pelaksanaan sistem kendali mutu pupuk hayati yang diusulkan disajikan pada<br />

Gambar 1.<br />

Sampling pupuk hayati dan tanah<br />

Sampling pupuk hayati untuk pengujian dilakukan terhadap produk pupuk dalam<br />

satu batch (seri) produksi. Sebanyak 12 sampai 15 kemasan diambil secara acak. Masing-<br />

masing 5 kemasan ditempatkan dalam wadah terbuka yang selanjutnya 5 kemasan<br />

pertama disimpan di ruangan (indoor) dan 5 kemasan kedua disimpan di tempat terbuka<br />

(outdoor) untuk uji daya simpan 0, 3, 6, 9 dan 12 bulan. Sisanya digunakan untuk<br />

keperluan uji efikasi di lapangan. <strong>Pupuk</strong> hayati yang sudah dibuka dan digunakan untuk<br />

uji efikasi selanjutnya ditempatkan di ruangan untuk uji daya simpan seperti di atas.<br />

Pengujian pada perlakuan penyimpanan mencakup uji viabilitas, uji karakter fungsional,<br />

patogenisitias, dan higienisitas pupuk hayati.<br />

Sampling contoh tanah dilakukan pada tiap petak percobaan pasca aplikasi pupuk<br />

hayati, termasuk perlakuan tanpa pupuk hayati. Pengambilan contoh tanah dapat<br />

753


E. Husen<br />

dilakukan dua kali, yaitu pada kurun waktu 2 minggu setelah aplikasi dan pada fase awal<br />

pembungan. Pengaruh aplikasi pupuk hayati terhadap perbaikan kualitas tanah dapat<br />

dievaluasi dari tingkat aktivitas mikroba.<br />

754<br />

Gambar 1. Diagram alir sistem kendali mutu pupuk hayati pra-komersialisasi<br />

Uji viabilitas<br />

Viabilitas mikroba selama masa penyimpanan diuji berdasarkan kepadatan<br />

populasi mikroba per gram atau ml contoh pupuk yang dihitung dengan teknik<br />

pengenceran bertingkat (10 1 – 10 9 ). Mikroba dalam larutan yang sudah diencerkan<br />

ditumbuhkan dalam media agar selektif dengan metode spread plate (Zuberer, 1994).<br />

Media agar yang akan digunakan dapat menggunakan media agar umum untuk<br />

menghitung pupulasi total bakteri, aktinomisetes, dan fungi/cendawan atau media selektif<br />

berdasarkan fungsi mikroba seperti media bakteri penambat N2 dan media pelarut P<br />

maupun media selektif untuk species spesifik. Media untuk menghitung populasi total<br />

bakteri antara lain nutrient agar (NA), tryptone-yeast (TY), total aktinomisetes yaitu<br />

media M3 ditambah antibiotik dan anti fungi, total fungi dengan media potato dextrose<br />

agar (PDA) yang ditambahkan antibiotik. Media selektif penambat N2 hidup bebas (freeliving)<br />

yaitu dengan media bebas-N. Media selektif bakteri pelarut P dapat menggunakan<br />

media Pikovskaya atau yang dimodifikasi. Selain media tersebut, juga dapat digunakan<br />

media MRS (Man, Rogosa & Sharpe) untuk pengujian Lactobacillus dan yeast mannitol


<strong>Kajian</strong> <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> <strong>Pra</strong>-<strong>Komersialisasi</strong><br />

agar untuk Rhizobium. Komposisi media tersebut di atas mengikuti media yang diuraikan<br />

oleh Weaver et al. (1994), Somasegaran dan Hoben (1994), Alef (1995), Cowan (1974),<br />

dan Subba-Rao (1999).<br />

Hasil uji viabilitas mikroba selama masa penyimpanan akan menentukan masa<br />

kedaluarsa pupuk. Jumlah populasi yang masih berada di atas batas minimal populasi<br />

(Tabel 1) pada tahapan pengujian tertentu menjadi patokan masa kedaluarsa pupuk.<br />

Uji karakter fenotip (fungsional)<br />

Pengujian karakter fenotip/fungsional mikroba yang mencerminkan fungsi dan<br />

kegunaan pupuk hayati dapat dilakukan secara selektif, antara lain uji kemampuan<br />

melarutkan P terikat, menambat N2, dan menghasilkan hormon seperti IAA (indoleacetic<br />

acid). Pengujian secara kualitatif dapat dilakukan dengan menggunakan media agar<br />

selektif seperti diuraikan di atas. Mikroba pelarut P pada media agar dicirikan oleh zona<br />

terang (halo zone) di sekeliling koloni. Kemampuan menambat N2 ditentukan oleh<br />

kemampuannya tumbuh pada media tanpa N (N-free) seperti media Azotobacter atau<br />

media yeast mannitol agar (YMA).<br />

Pengujian secara kuantitatif karakter fungsional mikroba dapat dilakukan secara<br />

kolorimetri menggunakan spektrofotometer, yaitu untuk mikroba pelarut P dan penghasil<br />

IAA. Mikroba penghasil hormon IAA dapat diuji dengan menumbuhkan mikroba pada<br />

pupuk hayati pada dalam media cair garam minimal yang diperkaya dengan L-tryptophan<br />

(Frankenberger dan Poth, 1988) atau media tanpa L-tryptophan yaitu media yeast-glucose<br />

(Benizri et al. 1998). Kemampuan mikroba menghasilkan IAA dari media yeast-glucose<br />

atau mengubah L-tryptophan (prekursor IAA) menjadi IAA diukur secara kolorimetri<br />

mengikuti metode Gordon dan Weber (1951). Pengukuran umumnya dilakukan setelah<br />

masa inkubasi selama 0 (kontrol) dan 48 jam (Husen et al. 2007). Uji kuantitatif mikroba<br />

pelarut P dapat dilakukan dengan menumbuhkan mikroba pada pupuk hayati pada media<br />

cair Pikovskaya (2,5 g/L Ca2PO4). Pengukuran konsentrasi P tersedia (yang dibebaskan<br />

oleh mikroba) dapat dihitung mengikuti metode Puslittanak (1998).<br />

Uji patogenisitas dan k ontaminan<br />

Uji patogenisitas perlu dilakukan untuk menjamin bahwa mikroba dalam pupuk<br />

hayati tidak mengalami perubahan menjadi patogen baik setelah diproduksi maupun<br />

selama penyimpanan. Pengujian umumnya dilakukan melalui reaksi hipersensitif tanaman<br />

tembakau yang diinokulasi dengan mikroba pada pupuk hayati. Reaksi hipersensitif yang<br />

menandakan mikroba pada pupuk hayati bersifat patogen dicirikan oleh timbulnya gejala<br />

bercak nekrosis pada daun tembakau.<br />

755


E. Husen<br />

Uji kontaminan umumnya dikaitkan dengan tingkat higienisitas bahan dan media<br />

yang digunakan untuk keamanan pengguna dan kesehatan lingkungan. Tingkat<br />

kontaminan diindikasikan oleh jumlah populasi bakteri Salmonella dan Eschericia coli.<br />

Bila masing-masing jumlah pupulasi bakteri kontaminan ini tidak terdeteksi pada media<br />

agar dengan tingkat pengenceran 1000 kali, maka pupuk hayati dinyatakan aman. Uji<br />

kontaminan ini juga untuk menentukan apakah pupuk bekas pakai masih layak digunakan<br />

atau tidak tercemar selama masa penyimpanan.<br />

Uji aktivitas mikroba<br />

756<br />

Tingkat aktivitas mikroba tanah pasca aplikasi pupuk hayati dapat diuji<br />

berdasarkan tingkat respirasi tanah. Prosedur pengukuran laju respirasi dapat<br />

menggunakan metode trapping alkali mengikuti metode Isermeyer (Alef 1995) yang<br />

dimodifikasi Zibilske (1994). Prinsip dari metode pengukuran respirasi ini adalah<br />

mengukur CO2 yang berevolusi (menandakan aktivitas mikroba) selama masa inkubasi<br />

tanah dengan NaOH. Larutan NaOH yang menangkap CO2 dititrasi dengan HCl.<br />

Beberagai tahapan uji yang dilakukan di atas akan dapat ditentukan tingkat efikasi<br />

pupuk terhadap tanaman dan pengaruhnya pada kualitas tanah pasca aplikasi. Selain itu,<br />

akan diperoleh cara penyimpanan pupuk yang baik, masa kedaluarsa pupuk, tingkat<br />

keamanan pupuk, dan stabilitas karakter fungsional mikroba selama masa produksi dan<br />

penyimpanan.<br />

KES IMPULAN<br />

<strong>Pupuk</strong> hayati yang mengandung makhluk hidup yang disimpan dalam bahan pembawa<br />

rentan terhadap gangguan lingkungan yang akan berpengaruh pada tingkat viabilitas dan<br />

perubahan karakteristik fungsionalnya. <strong>Sistem</strong> kendali mutu terpadu pupuk hayati prakomersialisasi<br />

sangat diperlukan untuk menjamin bahwa pupuk hayati yang akan<br />

diproduksi dalam skala industri benar-benar berkualitas. Kualitas pupuk hayati ditentukan<br />

oleh jumlah populasi mikroba yang tetap terjaga selama masa penyimpanan (sebelum<br />

masa kedaluarsa), efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman, dan aman digunakan baik<br />

untuk tanaman maupun lingkungan.<br />

DAFTAR PUS TAKA<br />

Alef, K. 1995. Microbiological characterization of contaminated soils. p 503-505 In K.<br />

Alef and P. Nannipieri (Eds). Methods in Applied Soil Microbilogy and<br />

Biochemistry. Academic Press. London


<strong>Kajian</strong> <strong>Sistem</strong> <strong>Kendali</strong> <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> <strong>Pra</strong>-<strong>Komersialisasi</strong><br />

Benizri, E., A. Courtade, C. Picard, and A. Guckert. 1998. Role of maize root exudates in<br />

the production of auxins by Pseudomonas fluorescens M.3.1: Short<br />

communication. Soil Biol. Biochem. 30: 1481-1484<br />

Cowan, S.T. 1974. Cowan and Steel’s Manual for the identification of medical bacteria.<br />

2 nd edition. Cambridge University Press. Australia<br />

Frankenberger Jr, W.T. and M. Poth. 1988. L-tryptophan transaminase of a bacterium<br />

isolated from the rhizosphere of Festuca octoflora (Graminae). Soil Biol.<br />

Biochem. 20: 299-304.<br />

Ghosh, T.K. 2001. A Review on quality control of biofertilizer in India Fertiliser<br />

Marketing News 32(8): 1-9.<br />

Gordon, S.A. and R.P. Weber, 1951. Colorimetric estimation of indoleacetic acid. Plant<br />

Physiol 26:192-197.<br />

Husen, E., R.D.M Simanungkalit, and Irawan. 2007. Characterization and quality<br />

assessment of Indonesian commercial biofertilizers. Indonesian Journal of<br />

Agricultural Science 8: 31-38.<br />

Machay. A.D., J.K. Syers, and P.E.H. Gregg. 1984. Ability of chemical extraction<br />

procedures to assess the agronomic effectiveness of phosphate rock material.<br />

New Zealand Journal of Agricultural Research 27:219-230.<br />

Peraturan Menteri Pertanian No. 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang <strong>Pupuk</strong> Organik,<br />

<strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong>, dan Pembenah Tanah. Jakarta.<br />

Puslittanak. 1998. Penuntun analisis kimia tanah dan tanaman. Pusat Penelitian Tanah dan<br />

Agroklimat, Bogor.<br />

Roughley, R.J., G.W. Griffith, and L.G. Gemell. 1990. The Australian Inoculants<br />

Research and Control Service (AIRCS). Procedures 1990. NSW Agriculture &<br />

Fisheries, Gosford NSW, Australia.<br />

Simanungkalit, R.D.M., E. Husen, dan R. Saraswati. 2006. Baku <strong>Mutu</strong> <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong> dan<br />

<strong>Sistem</strong> Pengawasannya, p 245-264 Dalam <strong>Pupuk</strong> Organik dan <strong>Pupuk</strong> <strong>Hayati</strong>.<br />

Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan. Bogor.<br />

Somasegaran, P and H.J. Hoben, 1994. Handbook for Rhizobia (Methods in Legume -<br />

Rhizobium Technology). Springer-Verlag. New York.<br />

Subba Rao, N.S. 1999. Soil Microbiology (Fourth Edition of Soil Microorganis ms and<br />

Plant Growth). Science Publishers, Inc. USA.<br />

Weaver, R.W., S. Angle, P. Bottomley, D. Bezdicek, S. Smith, A. Tabatabai, and A.<br />

Wolum. 1994. Methods of Soil Analysis. Part 2 Microbiological and<br />

Biochemical Properties. SSSA. Inc.<br />

757


E. Husen<br />

Zibilske LM (1994) Carbon mineralization, In: RW Weaver RW, Angle S, Bottomley P,<br />

Bezdicek D, Smith S, Tabatabai A, Wollum A (eds) Methods of Soil Analysis, Part<br />

2 Microbiological and Biochemical Properties, SSSA, Inc, pp 835-863.<br />

Zuberer. D.A. 1994. Recovery and enumeration of viable bacteria. P. 119-144. In R.W.<br />

Weaver et al (ed) Methods of Soil Analysis. Part 2 Microbiological and<br />

Biochemical Properties. SSSA. I<br />

758

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!