10.08.2013 Views

Karakteristik Banjir Puncak pada Sungai-Sungai di Pulau Jawa

Karakteristik Banjir Puncak pada Sungai-Sungai di Pulau Jawa

Karakteristik Banjir Puncak pada Sungai-Sungai di Pulau Jawa

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

KARAKTERISTIK BANJIR PUNCAK PADA SUNGAI-SUNGAI<br />

DI PULAU JAWA<br />

The Characteristics of Peak Flood of Rivers in Java Island<br />

William M. Putuhena, Wanny K. A<strong>di</strong>darma, dan Sri Mulat Yuningsih<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air<br />

Jln. Ir. H. Juanda No.193, Bandung 40135<br />

ABSTRAK<br />

<strong>Karakteristik</strong> banjir puncak untuk sungai-sungai <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong> mengalami<br />

perubahan atau tepatnya secara statistik mengalami pergeseran <strong>di</strong>stribusi peluang. Hal<br />

ini <strong>di</strong>tunjang oleh kajian perubahan iklim global. Berdasarkan data debit maksimum<br />

tahunan yang terkumpul <strong>di</strong> 66 lokasi pos duga air yang tersebar <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong> dari<br />

tahun 1919 sampai dengan 2001, dapat <strong>di</strong>hitung besaran banjir rencana dengan<br />

berbagai periode ulang serta <strong>di</strong>stribusi peluang dari dua kelompok seri data. Dari<br />

kajian tersebut dapat <strong>di</strong>simpulkan bahwa ada in<strong>di</strong>kasi pergeseran <strong>di</strong>stribusi <strong>di</strong> Citarum-<br />

Nanjung, Cikapundung-Gandok, dan Cisadane-Batubeulah. Besaran banjir puncak<br />

spesifik (m 3 /detik/km 2 ) mengecil bilamana luas daerah aliran sungai membesar. Di<br />

beberapa lokasi, banjir puncak spesifik membesar (lebih besar dari 1 m 3 /detik/km 2 )<br />

karena pengaruh dari hujan badai terpusat yang <strong>di</strong>gambarkan melalui peta isohit. Ja<strong>di</strong>,<br />

besarnya banjir puncak sangat <strong>di</strong>pengaruhi oleh kon<strong>di</strong>si badai setempat selain<br />

perubahan iklim global serta pemicu lain seperti perubahan fungsi lahan.<br />

ABSTRACT<br />

The characteristics of peak flood for rivers on Java island have been changing<br />

or, statistically speaking, the frequency <strong>di</strong>stributions have been moving sideways. It is<br />

supported by the globally climate changes. Based on annual maximum <strong>di</strong>scharge<br />

(instantaneous) in 66 gaging stations from 1919 to 2001, the magnitude of design<br />

flood and <strong>di</strong>stribution frequency of two groups of data were analysed. A shift in the<br />

<strong>di</strong>stribution at Citarum-Nanjung, Cikapundung-Gandok and Cisadane-Batubeulah<br />

in<strong>di</strong>cates a consequence of climate changes. The yields of peak flood per square<br />

kilometer were decreasing when the basin areas increase. In some location, such as at<br />

the centre of storm, the specific yield became larger (more than 1 m 3 /sec/km 2 ). It<br />

concludes that the magnitude of peak flood depends on the geographic con<strong>di</strong>tion of<br />

the sites, which affect the characteristics of the storm, as well as the global climate<br />

changes and the changes of land use pattern.<br />

ISBN 979-9474-34-5<br />

81


PENDAHULUAN<br />

Wanny et al.<br />

<strong>Banjir</strong> besar sering terja<strong>di</strong> akhir-akhir ini <strong>di</strong> daerah yang sebelumnya jarang<br />

<strong>di</strong>landa banjir. Faktor penyebab banjir sangat kompleks karena melibatkan alam<br />

(meteorologi dan hidrologi), perencanaan, operasi dan pemeliharaan infrastruktur<br />

(bendung dan bendungan), pengaturan tata ruang, dan lain-lain. Interaksi antar faktorfaktor<br />

penyebab tersebut menghasilkan tingkat kerentanan terhadap banjir. Kerja sama<br />

yang baik antar-instansi terkait dengan masyarakat dalam menata fungsi lahan dapat<br />

mengurangi tingkat kerentanan atau bahkan mengurangi besarnya banjir. Salah satu<br />

akar permasalahan banjir adalah faktor lingkungan yang <strong>di</strong>wakili oleh hujan dan aliran<br />

air <strong>di</strong> sungai yang secara hidrologis <strong>di</strong>gambarkan sebagai hidrograf dengan puncak<br />

dan volume banjir. Keja<strong>di</strong>an debit maksimum atau banjir puncak hanya beberapa saat,<br />

tetapi mampu menimbulkan saat kritis yang dapat menghancurkan tanggul atau tebing;<br />

melimpaskan air karena melebihi kapasitas tampung sungai, menyebabkan bendung<br />

atau bangunan air lainnya jebol. Dampak dari keja<strong>di</strong>an tersebut adalah penggenangan<br />

air <strong>di</strong> wilayah permukiman dan pertanian.<br />

Oleh karena itu <strong>di</strong>anggap perlu untuk mengkaji karakteristik banjir puncak<br />

<strong>di</strong>tinjau dari perubahannya dalam dekade terakhir maupun kemampuan dari daerah<br />

aliran sungai (DAS) dalam menanggapi hujan badai.<br />

KARAKTERISTIK BANJIR PUNCAK DARI SUNGAI-SUNGAI<br />

DI PULAU JAWA<br />

Uraian umum<br />

Aliran air <strong>di</strong> sungai yang dengan cepat menaik membentuk sebuah hidrograf<br />

<strong>di</strong>mana debit aliran maksimum yang tercapai sering <strong>di</strong>sebut sebagai banjir puncak.<br />

Makin besar banjir yang terja<strong>di</strong>, peluang terja<strong>di</strong>nya makin kecil. <strong>Banjir</strong> puncak yang<br />

<strong>pada</strong> umumnya terja<strong>di</strong> <strong>di</strong>gambarkan oleh periode ulang 2 tahunan dan nilainya hampir<br />

sama dengan rata-rata seri data. Analisis hidrologi banjir hanya dapat <strong>di</strong>lakukan jika<br />

data debit maksimum tahunan (sesaat) dari pos duga air <strong>di</strong> lokasi tertentu terse<strong>di</strong>a<br />

dalam periode yang cukup panjang (biasanya minimal 20 tahun). Satu-satunya metode<br />

yang <strong>di</strong>gunakan dalam analisis ini adalah analisis frekuensi (Kite,1988).<br />

<strong>Karakteristik</strong> banjir puncak selama dekade terakhir<br />

Periode setelah tahun 1990 merupakan masa <strong>di</strong>mana nilai ekstrim besar (banjir) dan<br />

kecil (kekeringan) sering terja<strong>di</strong>. Hal ini mungkin terja<strong>di</strong> oleh karena adanya perubahan<br />

iklim global yang terja<strong>di</strong> akhir-akhir ini akibat adanya pemanasan global (Burroughs,<br />

82


<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

2003). Dampak dari adanya perubahan iklim ini dapat <strong>di</strong>deteksi apabila seri data debit<br />

maksimum tahunan cukup panjang, seperti halnya <strong>di</strong> Citarum-Nanjung (40 tahun),<br />

Cikapundung–Gandok (33 tahun), dan Cisadane–Batubeulah (30 tahun) (Gambar 1).<br />

Perubahan atau pergeseran <strong>di</strong>stribusi peluang mencirikan adanya penyimpangan, apalagi<br />

kalau pergeseran tersebut menghasilkan peluang terja<strong>di</strong>nya debit yang lebih besar menja<strong>di</strong><br />

makin meningkat. Hal ini dapat <strong>di</strong>lihat <strong>pada</strong> Gambar 2, 3, dan 4.<br />

Pergeseran <strong>di</strong>stribusi peluang <strong>pada</strong> bagian mode sangat nyata <strong>pada</strong> Gambar 2<br />

karena periode seri data yang <strong>di</strong>gunakan sangat berbeda yaitu 1919-1935 dan 1973-<br />

2001, lain halnya dengan Gambar 3 dan 4.<br />

<strong>Banjir</strong> puncak yang lebih kecil dari 30 m 3 /detik <strong>pada</strong> tahun 1958-1974 tidak<br />

pernah terja<strong>di</strong>, tetapi <strong>pada</strong> periode 1974-1994 terja<strong>di</strong> paling tidak sekali (Gambar 3).<br />

Demikian pula halnya dengan Cisadane-Batubeulah keja<strong>di</strong>an banjir ekstrim besar dan<br />

kecil terja<strong>di</strong> <strong>pada</strong> periode terakhir (1984-2000), hal ini dapat <strong>di</strong>cermati <strong>pada</strong> bagian<br />

ekor (tail) dari <strong>di</strong>stribusi peluang (Gambar 4).<br />

Pada Gambar 4 jelas terlihat bahwa <strong>pada</strong> periode tahun 1984-2000 banjir<br />

maksimum yang lebih besar dari 800 m 3 /detik lebih sering terja<strong>di</strong> dan bahkan lebih<br />

besar dari 1.050 m 3 /detik yang belum pernah terja<strong>di</strong> <strong>pada</strong> periode 1969-1982.<br />

Kajian terhadap sifat hujan badai<br />

<strong>Karakteristik</strong> banjir puncak rencana<br />

Analisis banjir rencana <strong>di</strong>terapkan <strong>pada</strong> sekitar 66 lokasi pos duga air yang tersebar<br />

<strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong>; <strong>Jawa</strong> Barat (Jabar) 39 pos, <strong>Jawa</strong> Tengah (Jateng) 12 pos, dan <strong>Jawa</strong> Timur<br />

(Jatim) 14 pos (Gambar 1) (Pusair,1995). Hasil perhitungan dapat <strong>di</strong>lihat <strong>pada</strong> Lampiran 1<br />

(Pusair,1995). Sebagian besar seri data debit maksimum tahunan mempunyai panjang<br />

sekitar 20 tahun. Oleh sebab itu debit banjir rencana yang <strong>di</strong>perhitungkan dalam kajian ini<br />

hanya maksimal sampai dengan periode ulang 50 tahun saja (Lye,1991). Untuk<br />

memberikan gambaran mengenai besarnya banjir maksimum yang terja<strong>di</strong> <strong>pada</strong> setiap<br />

kilometer persegi DAS, besaran banjir puncak terutama bagi periode ulang 2 tahun <strong>di</strong>bagi<br />

dengan luas DAS. Daerah rawan banjir secara hidrologis mempunyai ciri besarnya banjir<br />

rencana per kilometer persegi cukup tinggi apalagi bila <strong>di</strong>sertai dengan rasio antara banjir<br />

rencana periode ulang 50 dan 2 tahun cukup tinggi. Hal yang pertama, banjir puncak<br />

rencana per km 2 sangat bergantung <strong>pada</strong> curah hujan badai (storm) yang terja<strong>di</strong>. IOH<br />

(1983) membuat peta Mean Annual Maximum 1 Day Rainfall yang dapat <strong>di</strong>gunakan<br />

sebagai in<strong>di</strong>kator wilayah sub-DAS yang menerima hujan badai yang cukup tinggi,<br />

misalnya lebih dari 160 mm/hari (Gambar 5).<br />

83


Gambar 1. Lokasi pos duga air<br />

84<br />

Wanny et al.


<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

Peluang(%)<br />

30<br />

25<br />

20<br />

15<br />

10<br />

5<br />

0<br />

200 225 250 275 300 325 350 375 400 425 450 500<br />

Debit banjir (m 3 /detik)<br />

1919-1935 1973-2001<br />

Gambar 2. Distribusi peluang banjir puncak Citarum-Nanjung, luas DAS = 1.675 km 2<br />

Peluang(%)<br />

35<br />

30<br />

25<br />

20<br />

15<br />

10<br />

5<br />

0<br />

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110<br />

Debit banjir (m 3 /detik)<br />

1958-1974 1975-1994<br />

Gambar 3. Distribusi peluang banjir puncak Cikapundung-Gandok, luas DAS= 90 km 2<br />

85


Peluang (%)<br />

20<br />

18<br />

16<br />

14<br />

12<br />

10<br />

8<br />

6<br />

4<br />

2<br />

0<br />

300<br />

350<br />

400<br />

450<br />

500<br />

550<br />

600<br />

Debit banjir (m 3 /detik)<br />

1969-1982 1984-2000<br />

650<br />

700<br />

750<br />

800<br />

850<br />

950<br />

1000<br />

1050<br />

1100<br />

1150<br />

Wanny et al.<br />

Gambar 4. Distribusi peluang banjir puncak Cisadane-Batubeulah, luas DAS = 820 km 2<br />

Wilayah Banten mempunyai pusat badai <strong>di</strong> 180 mm. Sub-DAS yang kena<br />

pengaruh adalah Cisata-Pasirseureuh dan Cikadueun-Cibogo. Hulu Cikadueun-Cibogo<br />

kena pengaruh pusat badai tersebut, sehingga menghasilkan banjir rencana 2 tahunan<br />

sebesar 2,6 m 3 /detik/km 2 . Tidak demikian halnya dengan Cisata yang hanya 1<br />

m 3 /detik/km 2 . Di wilayah Sukabumi Selatan pusat badai 180 mm memanjang<br />

mengikuti garis pantai. Sub-DAS yang ada <strong>di</strong> dalam adalah Ciletuh-Cipiring dan<br />

Cilangla-Leuwineutek yang menghasilkan debit banjir rencana masing-masing 2,0 dan<br />

1,6 m 3 /detik/km 2 . Dekat wilayah Semarang terbentuk pusat hujan 160 mm <strong>di</strong>mana<br />

<strong>Sungai</strong> Kupang-Pageukir mengalir dan menghasilkan debit 1,3 m 3 /detik/km 2 . Sebelah<br />

barat Yogyakarta terdapat pusat hujan 160 mm <strong>di</strong>mana <strong>Sungai</strong> Jali-Winong berada<br />

sehingga menghasilkan debit banjir 1,8 m 3 /detik/km 2 . Di bagian selatan Malang ada<br />

pusat badai 180 mm <strong>di</strong>mana Bagong-Temon berada dengan banjir 3,7 m 3 /detik/km 2 ,<br />

dan agak ke barat <strong>di</strong>mana Grindulu-Gunungsari terletak yang banjirnya mencapai 2,5<br />

m 3 /detik/km 2 .<br />

Kajian terhadap luas DAS<br />

<strong>Banjir</strong> puncak yang lebih besar dari 1 m 3 /detik/km 2 seperti yang sudah<br />

<strong>di</strong>jelaskan tidak <strong>di</strong>ikutsertakan dalam perhitungan persamaan antara banjir puncak dan<br />

luas DAS karena pengaruh hujan sangat dominan <strong>pada</strong> kasus tersebut. Dari Gambar 6<br />

terlihat bahwa untuk Jabar variasi banjir sangat besar. <strong>Banjir</strong> besar terja<strong>di</strong> <strong>pada</strong><br />

wilayah Banten dan Jateng Utara, sedangkan Cimanuk, Citarum, dan Citanduy berada<br />

<strong>di</strong> bawah 0,6 m 3 /detik/km 2 , begitu pula halnya dengan Jateng Selatan dan Jatim.<br />

86


<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

Gambar 5. Hujan maksimum harian rata-rata tahunan<br />

87


Wanny et al.<br />

Bila titik-titik tersebut <strong>di</strong>kelompokkan per wilayah maka akan dapat <strong>di</strong>hasilkan<br />

tiga persamaan sebagai berikut:<br />

1. Cimanuk, Citarum, Cisadane, K. Solo, dan K. Brantas<br />

y = - 0,1567 log x + 0,7728 dengan R 2 = 0,8002..........................(1)<br />

2. Banten, Sukabumi, Citanduy, K. Solo, dan K. Brantas<br />

y = - 0,2841 log x + 1,3072 dengan R 2 = 0,7160.........................(2)<br />

3. Jateng, K. Solo, dan K. Brantas<br />

y = - 0,3198 log x + 1,4461 dengan R 2 = 0,8475........................(3)<br />

<strong>di</strong>mana:<br />

y = banjir puncak rencana periode ulang 2 tahun (m 3 /detik/km 2 )<br />

x = luas DAS (km 2 )<br />

R 2 = koefisien deterministik menggambarkan korelasi antar y dan x.<br />

Persamaan (2) dan (3) menghasilkan lengkung yang hampir sama, terlihat <strong>pada</strong><br />

Gambar 6.<br />

yield (m 3 /dt/km 2 )<br />

1.2<br />

1.0<br />

0.8<br />

0.6<br />

0.4<br />

0.2<br />

0.0<br />

0.0 5000.0 10000.0 15000.0<br />

luas DPS (km 2 )<br />

banten<br />

cimanuk<br />

cisadane<br />

citarum<br />

citanduy<br />

jateng utara<br />

jateng sel.<br />

solo brantas<br />

serayu<br />

pers.1<br />

pers.2<br />

pers.3<br />

sukabumi<br />

Gambar 6. Hubungan antara luas DAS (DPS) dengan banjir puncak periode ulang 2 tahun<br />

Khusus untuk Bengawan Solo dengan luas DAS lebih dari 5.000 km 2 , terlihat<br />

jelas <strong>pada</strong> Gambar 7, banjir puncak rencana spesifik bertambah kecil bila luas DAS<br />

bertambah besar. Meskipun debit banjir periode ulang 2 tahun untuk Babat,<br />

Bojonegoro, Cepu, Kauman, dan Napel tidak berurutan besarnya sesuai dengan luas<br />

DAS-nya <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan dengan Babat, Bojonegoro, dan Cepu (Tabel 1), tetapi jika<br />

<strong>di</strong>hitung berdasarkan debit spesifiknya (Gambar 7), terlihat bahwa makin besar luas<br />

88


<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

makin kecil debit banjr spesifiknya. Secara hidrograf hal ini berarti puncak mengecil<br />

tetapi volume hidrograf bertambah besar jika luas DAS bertambah.<br />

yield (m 3 /dt/km 2 )<br />

0.4<br />

0.35<br />

0.3<br />

0.25<br />

0.2<br />

0.15<br />

0.1<br />

0.05<br />

0<br />

2 thn 5 thn 10 thn 20 thn 25 thn 50 thn<br />

Periode ulang (tahun)<br />

babat(16286km2)<br />

bojonegoro(13956km2)<br />

cepu(11125km2)<br />

kauman(5310km2)<br />

napel(10095km2)<br />

Gambar 7. Grafik banjir rencana periode ulang 2 sampai dengan 50 tahun untuk<br />

Bengawan Solo<br />

Kajian terhadap rasio banjir rencana periode ulang 50 tahun dan 2 tahun<br />

Besarnya perban<strong>di</strong>ngan antara banjir rencana periode ulang 50 tahun dengan 2<br />

tahun berkisar antara 1,1 - 5,0. Untuk Jabar berkisar antara 1,1 – 5, Jateng dan Jatim<br />

berkisar 1,1 - 3,0.<br />

KESIMPULAN<br />

1. <strong>Banjir</strong> puncak atau banjir maksimum tahunan <strong>pada</strong> periode tahun 1970-2000<br />

mengalami perubahan <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan tahun-tahun sebelumnya. Ada in<strong>di</strong>kasi bahwa<br />

banjir-banjir besar lebih sering terja<strong>di</strong>. Hal ini terja<strong>di</strong> karena beberapa faktor<br />

penyebab seperti dampak dari perubahan iklim global <strong>di</strong>tambah perubahan fungsi<br />

lahan yang keduanya memacu banjir puncak untuk membesar.<br />

2. <strong>Sungai</strong> <strong>di</strong> daerah Banten dan Jateng Utara <strong>pada</strong> dasarnya secara alami termasuk<br />

rawan banjir menurut hasil analisis banjir rencana <strong>di</strong>pandang dari sifat hujan<br />

badai. Tingkat kerawanan akan meningkat bila <strong>di</strong>picu oleh pengalihan fungsi<br />

lahan hutan atau sawah menja<strong>di</strong> perkotaan.<br />

89


DAFTAR PUSTAKA<br />

Wanny et al.<br />

Burroughs, William. 2003. Climate Into the 21 st Century. Cambridge University Press.<br />

p. 20.<br />

Kite, G.W.1988. Frequency and Risk Analysis in Hydrology. Water Resources<br />

Publications. Colorado.<br />

Lye, L.M.1991. An Introduction to Probabilistic Modelling for The Water Resources<br />

Engineer. Course Notes. Memorial University of New Zealand, St. John’s<br />

(Unpublished).<br />

Institute of Hydrology (IOH). 1983. Flood Design Manual for Java and Sumatra.<br />

Wallingford, Oxon, UK.<br />

Pusair. 1995. Penelitian debit banjir periode ulang <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong>. Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Pengairan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pekerjaan<br />

Umum, Departemen Pekerjaan Umum (Tidak <strong>di</strong>publikasikan).<br />

90


<strong>Karakteristik</strong> <strong>Banjir</strong> <strong>Puncak</strong> <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

Lampiran 1. Debit banjir rencana untuk sungai <strong>di</strong> <strong>Pulau</strong> <strong>Jawa</strong><br />

No. Nama daerah sungai Luas<br />

Debit banjir rencana dengan periode ulang<br />

2 tahun 5 tahun 10 tahun 20 tahun 25 tahun 50 tahun<br />

km 2 m 3 /detik<br />

1 DAS Bagong - Temon 41,6 155,8 187,8 199,7 206,9 208,5 212,4<br />

2 DAS Bodri - Juwero 552,3 541,5 720,5 851 985,3 1029,9 1174<br />

3 DAS Brantas - Ke<strong>di</strong>ri 6361,8 497,5 570,2 611 646,1 656,5 687,1<br />

4 DAS Brantas - Ploso 1004,5 852,2 967,1 1029,9 1083,1 1098,7 1144,1<br />

5 DAS Brantas - Pundensari 409,3 545,4 644,6 710,4 773,9 794,2 857,3<br />

6 DAS Cibuni - Cibungur 1080,7 725,2 1095 1339,9 1574,7 1649,2 1878,7<br />

7 DAS Cidurian - Kopomaja 303,7 213,5 274 304,8 329 335,9 354,6<br />

8 DAS Cidurian - Parigi 602,2 196,2 261,9 305,4 347,2 360,4 401,2<br />

9 DAS Cigulung - Maribaya 36,8 46,3 90,9 134,3 188,9 209,3 283,3<br />

10 DAS Cojolang - Cikadu 368,5 359,3 452,2 489,6 515,4 522,2 539,2<br />

11 DAS Cikadeueun - Cibogo 32,2 82,4 121,5 142,8 160,1 165 178,6<br />

12 DAS Cikapundung - Gandok 90,4 48,7 69,1 82,4 94,8 98,7 110,5<br />

13 DAS Cikapundung - Maribaya 76 34,5 62 84,3 108,7 117,1 144,8<br />

14 DAS Cikarang - Cikarang 53,5 145,4 204,9 240,8 273 282,9 312,3<br />

15 DAS Cikawung - Cimei 549,6 170 186,5 193,8 199,1 200,6 204,5<br />

16 DAS Cilanglang - Leuwineukteuk 176,7 360,8 501,5 594,7 684 712,4 799,7<br />

17 DAS Ciletuh - Cipiring 81 133 164 183,9 202,8 208,7 226,9<br />

18 DAS Ciliman - Leuwikopo 101 88,1 102,7 110,4 116,6 118,4 123,5<br />

19 DAS Ciliman - Manjul 318,5 115,5 116,3 118 122,1 124 131,5<br />

20 DAS Ciman<strong>di</strong>ri - Tegaldatar 520,6 181,9 291,6 359,7 420,2 438,3 491,4<br />

21 DAS Cimanuk - Bojongloa 286 112,1 144 156,8 164,9 166,8 171,4<br />

22 DAS Cimanuk - Leuwidaun 456,6 160,6 229,5 275,1 318,8 332,7 375,4<br />

23 DAS Cimanuk - Leuwigoong 759,6 206,4 282,5 333,7 383,3 399,2 448,6<br />

24 DAS Cimanuk – Tomo 1966,3 589,6 644,7 664,9 677,7 680,8 688,4<br />

25 DAS Cimanuk - Ciwado 1263,7 288 372,7 431,1 488,8 507,5 566,6<br />

26 DAS Cimanuk - Warungpeti 433,6 142,8 194,5 230,8 267,2 279,1 317<br />

27 DAS Cimayong - Pasirgadung 74,2 31 49,9 69,6 96,2 106,7 146,7<br />

28 DAS Cipunagara - Sumurbarang 687,6 359,9 379 379,5 383,9 386,8 401,1<br />

29 DAS Cirasea - Cengkrong 64,02 28,4 36,7 40 42,3 42,9 44,5<br />

30 DAS Cisadane - Batubeulah 819,6 687,8 903,5 1005,4 1080,6 1100,7 1153,5<br />

31 DAS Cisadane - Legok Muncang 196 115,1 163,5 188,4 207,9 213,3 228<br />

32 DAS Cisata – Pasirseureuh 60 58,7 85,1 102,9 119,8 125,2 141,6<br />

33 DAS Ciseel – Cilisung 190,2 167,4 197,8 203,3 204,5 204,6 204,7<br />

34 DAS Citanduy - Cikawung 2636,6 802,1 946,6 1020,7 1080,1 1097,1 1144,6<br />

35 DAS Citanduy - Cirahong 602 376,8 446,8 483,4 513,6 522,4 547,6<br />

91


Lampiran 1. lanjutan<br />

92<br />

No. Nama daerah sungai Luas<br />

Debit banjir rencana dengan periode ulang<br />

Wanny et al.<br />

2 tahun 5 tahun 10 tahun 20 tahun 25 tahun 50 tahun<br />

km 2 m 3 /detik<br />

37 DAS Citanduy - Leuwitonjong 444,8 186,7 254,2 298,8 341,7 355,3 397,1<br />

38 DAS Citanduy - Pataruman 1416,8 832,3 1080,5 1187,9 1261,2 1279,8 1326,1<br />

39 DAS Citarum - Nanjung 1674,5 285,6 328,1 355,3 380,9 388,9 413,6<br />

40 DAS Citarum - Palumbon 5440,5 1496,6 2537,1 3367 4268,4 4576,6 5596,1<br />

41 DAS Citatih - Kebonrandu 401 209,1 319,4 392,5 462,6 484,8 553,3<br />

42 DAS Ciujung - Kragilan 1562,7 772,4 914 970,3 1008,7 1018,6 1043,9<br />

43 DAS Ciujung - Rangkasbitung 1063,8 654,7 954,1 1202,5 1464,5 1551,4 1828,6<br />

44 DAS Comal - Kecepit 86,9 64,4 78,2 87,3 96,1 98,9 107,4<br />

45 DAS Elo - Mendut 457 212 307,7 371,1 432 451,3 510,7<br />

46 DAS Grindulu - Gunungsari 249,1 630 717 749,3 770,2 775,3 788,1<br />

47 DAS Jali - Winong 130 236,1 308,6 326,6 333,2 334,1 335<br />

48 DAS Kalibaru - Karangdoro 372,4 287,5 416,2 518,2 629,7 668 796,4<br />

49 DAS Kupang - Pagerukir 34,7 45 57 63,3 68,6 70,1 74,5<br />

50 DAS Ma<strong>di</strong>un - Nambangan 2126 546,1 659,1 727,2 788,8 807,7 864,3<br />

51 DAS Pekalen - Condong 168,6 113,9 160 186,6 210,1 217,2 238,2<br />

52 DAS Progo - Borobudur 948 607,6 928,8 1141,4 1245,4 1410,1 1609,4<br />

53 DAS Progo - Kranggan II 423,4 206,8 277,8 325,8 372,5 387,5 434,4<br />

54 DAS Sanen - Sanen 272,7 158 250,9 319,8 390,7 414,3 489,8<br />

55 DAS Serang - Muncar 97,7 88,8 108,5 118,8 127,3 129,8 136,9<br />

56 DAS Serang - Tongpait 2531,6 578 597,2 598,1 598,5 599 602,1<br />

57 DAS Serayu - Banjarnegara 723,3 475,5 608,1 691 773,3 799,4 878,8<br />

58 DAS Serayu - Banyumas 2631,3 1180,1 1426,5 1589,7 1746,3 1795,9 1948,9<br />

59 DAS Serayu - Rawalo 2826,5 1605,2 1885,2 1996,2 2068,3 2086,1 2129,4<br />

60 DAS Sewo - Sewoharjo 64,5 22,9 28,8 31,7 34,1 34,8 36,7<br />

61 DAS Solo - Babat 16286,2 1511,8 1747,2 1903,1 2052,6 2100,1 2246,2<br />

62 DAS Solo - Bojonegoro 13956,5 1913,8 2216,4 2416,7 2608,9 2669,9 2857,6<br />

63 DAS Solo - Cepu 11125 1753,9 2052,3 2249,9 2439,4 2499,5 2684,7<br />

64 DAS Solo - Kauman 5195,6 1168,9 1403,9 1537,5 1653,2 1687,8 1789,1<br />

65 DAS Solo - Napel 10095 1882,8 2178,7 2333,6 2460,5 2497,1 2601<br />

66 DAS Tangsi - Susukan 121,5 193,9 254,6 285,2 309,7 316,7 336,6

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!