10.08.2013 Views

Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil untuk Kelestarian ...

Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil untuk Kelestarian ...

Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil untuk Kelestarian ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Prosiding Seminar Nasional <strong>Evaluasi</strong> Multifungsi <strong>Pencemaran</strong> dan Konversi <strong>Limbah</strong> Lahan <strong>Industri</strong> Pertanian <strong>Tekstil</strong><br />

Penyunting: Undang Kurnia, F. Agus, D. Setyorini, dan A. Setiyanto<br />

EVALUASI PENCEMARAN LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL UNTUK<br />

KELESTARIAN LAHAN SAWAH<br />

EVALUATION OF THE POLLUTION OF LIQUID WASTES TEXTILE INDUSTRY ON THE SUSTAINABILITY OF RICE FIELD<br />

Husein Suganda, Diah Setyorini, Harry Kusnadi, Ipin Saripin, dan Undang Kurnia<br />

ABSTRAK<br />

Balai Penelitian Tanah, Bogor<br />

Kawasan industri tekstil di sepanjang jalan raya Rancaekek–Cicalengka,<br />

dikembangkan sejak tahun 1978. Pengembangan kawasan industri di lahan sawah<br />

produktif ternyata kurang tepat. Selain mengurangi luas lahan sawah, limbahnya<br />

berdampak mencemari ekosistem sawah. Pembuangan limbah industri ke badan air<br />

sungai dapat menurunkan produktivitas lahan sawah dan kualitas hasil tanaman karena<br />

air sungai yang tercemar tersebut digunakan sebagai sumber air pengairan. <strong>Evaluasi</strong><br />

pencemaran limbah industri tekstil <strong>untuk</strong> kelestarian lahan sawah di Rancaekek-<br />

Cicalengka, Bandung dilaksanakan dari Februari sampai Juni 2002. Penelitian bertujuan<br />

<strong>untuk</strong> mengidentifikasi unsur-unsur pencemar (polutan) dalam limbah industri tekstil<br />

yang terdapat dalam tanah, air, dan tanaman; serta mempelajari seberapa jauh limbah<br />

pencemar mengurangi luas tanam, menurunkan produktivitas tanah dan kualitas hasil<br />

tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur logam berat (Cu, Zn, Pb, Cd,<br />

Co, Ni, Cr) ditemukan dalam lumpur limbah. Cu, Zn, dan Cr ditemukan paling tinggi<br />

dibandingkan dengan unsur lainnya dengan kandungan sekitar 210-680 ppm. Air limbah<br />

pada outlet pabrik, saluran/sungai jika diproses terlebih dahulu, kandungan logam<br />

beratnya sangat rendah < 0,04 mg/l, bahkan Zn, Pb, dan Cd tak terdeteksi. Unsur-unsur<br />

yang masih terlarut dalam air bebas lumpur adalah NO3, PO4, dan SO4. Natrium adalah<br />

kation tertinggi yang dijumpai dalam air bebas lumpur berkisar antara 217-830 mg/l.<br />

Sulfat dijumpai antara 101-1251 mg/l. Air sungai Cikijing mengandung Na dan SO4<br />

paling tinggi dibanding unsur lainnya mencapai 583 mg/l dan 980 mg/l. Konsentrasi Cu<br />

dan Zn pada tanah lapisan olah (0-20 cm) antara 43-83 ppm dan 57 – 137 ppm, paling<br />

tinggi dibanding logam berat lainnya (Pb, Cd, dan Co). Kecenderungan ini sama halnya<br />

pada hasil padi, jerami, dan beras, yaitu konsentrasi Cu dan Zn dalam jerami berkisar<br />

antara 13 dan 64 ppm, dan beras antara 7 dan 23 ppm. <strong>Pencemaran</strong> limbah industri ini<br />

menyebabkan menurunnya hasil gabah antara 1-1,5 t/ha/musim. Sekitar 1.215 ha<br />

tanaman padi tercemar aliran limbah langsung, dan 727 ha terkena limbah jika banjir.<br />

Menurunnya produktivitas lahan sawah menyebabkan berkurangnya produksi gabah total<br />

dan pendapatan petani di daerah ini sehingga berdampak terhadap menurunnya kegiatan<br />

ekonomi lain dan mengancam ketahanan pangan.<br />

ISBN 979-9474-20-5<br />

203


Suganda et al.,<br />

ABSTRACT<br />

<strong>Industri</strong>al textile areas are located along the road of Rancaekek-Cicalengka, was<br />

developed since 1978. The development of industrial zona on productive paddy field is<br />

unwise. Besides decreasing in paddy field area, the wastes’ effect will pollute paddy field<br />

ecosystem. Effluents of industrial outlet to river bodies can reduce the productivity of<br />

paddy field and yield quality, because the water polluted is used for irrigation. In order to<br />

evaluate the effect of textile industries pollution on sustainability of paddy field in<br />

Rancaekek-Cicalengka, Bandung, this study was conducted from February to June 2002.<br />

The objectives of this research were: to identify the elements’ pollution of textile industrial<br />

wastes in the soil, water, and plant; and to study, how so the pollutants decrease rice<br />

planting area, reduce soil productivity, and yield quality. Research results showed that the<br />

heavy metals (Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, Cr) found in sludge of industrial wastes. For these<br />

cases Cu, Zn, and Cr were found the highest compared to other element of heavy metal,<br />

ranging between 210 and 600 ppm. Water wastes on industries outlet after filtering<br />

process have a low concentration of heavy metal, even Zn, Pb and Cd were undectable.<br />

The elements, which still found at the water without sludge, were cation and anion, likes<br />

NO3, PO4 and SO4. Sodium was the highest cation in the water without sludge between<br />

217 and 830 mg l -1 . While SO4 was found between 101 and 1251 mg l -1 . In the River of<br />

Cikijing contains highest sodium and SO4 compared to other element, it can reach 583<br />

and 980 mg l -1 . The concentration of Cu and Zn in tillage layer were 43 – 83 ppm and 57<br />

–137 ppm, it was the highest compared to other heavy metal elements (Pb, Cd and Co),<br />

these tendency was the same with harvested yield, straw and hulled rice. In the straw was<br />

13-64 ppm and the hulled rice was 7-23 ppm. The industrial wastes pollution may cause a<br />

decrease on the harvest of dried rice yield between 1 and 1.5 t ha –1 season -1 . Area of<br />

around 1,215 ha was directly affected by wastes polluted, and 727 ha, if any flooding. The<br />

impact of decreasing of the productivity, automatically caused reducing the farmers’<br />

income, and total product of rice, so that, it affected other economies activities and the<br />

food security.<br />

PENDAHULUAN<br />

Kebijakan pemerintah dalam menempatkan kawasan industri di daerah<br />

persawahan yang subur merupakan langkah yang kurang tepat, karena terjadi<br />

pengalihan fungsi lahan sawah ke penggunaan lain. Hasil penelitian Wahyunto et al.<br />

(2001) di Sub DAS Citarik, menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan lahan sawah<br />

seluas 787 ha terhitung dari tahun 1991 sampai 2000.<br />

Sejauh ini pengkajian dampak negatif dari konversi lahan sawah lebih banyak<br />

dipandang dari nilai ekonomi komoditas yang hilang. Padahal semestinya dilakukan<br />

pula kajian secara mendalam dari aspek lainnya, seperti penurunan kualitas sumber<br />

daya tanah, air, udara, dan keragaman hayati. Alihfungsi tersebut menyebabkan<br />

hilangnya beberapa keuntungan ekternal (externalities) yang bisa didapatkan dari<br />

keberadaan lahan sawah. Oleh karena itu, penting artinya <strong>untuk</strong> melakukan<br />

204


<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

kuantifikasi berbagai peranan lahan sawah (multifungsi), sehingga didapatkan<br />

justifikasi kuat dalam melakukan advokasi <strong>untuk</strong> mempertahankan keberadaan lahan<br />

sawah (Irianto et al., 2001; Tala’ohu et al., 2001).<br />

Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah <strong>untuk</strong> kawasan industri<br />

adalah terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh buangan limbah<br />

industri tersebut. Menurut ketentuan, limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus<br />

aman bagi lingkungan biofisik lahan, badan air maupun kesehatan manusia atau<br />

hewan. <strong>Limbah</strong> tersebut harus diolah terlebih dahulu dalam instalasi pengolah air<br />

limbah (IPAL) dan mengalami pemrosesan fisik, kimia, dan biologi sebelum dibuang<br />

ke lingkungan atau badan air/sungai. Namun kenyataannya limbah buangan tersebut<br />

masih sering dikeluhkan masyarakat, karena dampak negatif yang ditimbulkannya<br />

seperti bau, warna, dan gangguan kesehatan.<br />

Sungai terkadang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, namun sering<br />

dimanfaatkan sebagai air irigasi bagi persawahan di bagian hilirnya. Seperti terjadi di<br />

Sub DAS Citarik, pihak industri atau pabrik di wilayah Kabupaten Sumedang<br />

membuang limbahnya ke S. Cihideung dan S. Cikijing yang merupakan sumber air<br />

irigasi bagi persawahan di Kabupaten Bandung. Para petani di kawasan tersebut<br />

melaporkan beberapa kali menanam padi dalam setahun tanpa mendapatkan hasil atau<br />

hasilnya sangat minim (Abdurachman et al., 2000).<br />

Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi di atas ambang batas,<br />

mungkin tidak sakit meskipun mengandung unsur/senyawa kimia atau logam berat yang<br />

berbahaya. Namun bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan<br />

mengakumulasi unsur/senyawa yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak<br />

negatif bagi kesehatan manusia dan hewan yang mengkonsumsi produk tersebut.<br />

Penelitian tentang dampak dan pergerakan jenis-jenis unsur/senyawa yang<br />

terkandung dalam limbah dan kadar unsur/senyawa kimia dalam limbah tersebut perlu<br />

diketahui mulai dari pusat industri sampai ke bagian hilirnya, karena pengaruh<br />

limbahnya akan mempengaruhi luas tanam dan kualitas hasil tanaman, sehingga pada<br />

akhirnya akan menurunkan ketahanan pangan di suatu daerah. Ketahanan pangan<br />

bertujuan <strong>untuk</strong> meningkatkan ketersediaan komoditas pokok karbohidrat dalam<br />

jumlah yang cukup, terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi oleh<br />

masyarakat sepanjang waktu (Karama, 1999).<br />

Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan bagi produksi pertanian, maka<br />

lahan pertanian tersebut harus dicadangkan atau dilindungi dari konversi lahan.<br />

Adanya konversi lahan, tidak hanya menurunkan produksi tanaman, tetapi juga dapat<br />

menyebabkan menurunnya pendapatan petani dan menurunannya penyerapan tenaga<br />

kerja/buruh tani, serta kehilangan peluang <strong>untuk</strong> memperoleh pendapatan dari<br />

penyewaan traktor dan penggilingan padi bagi masyarakat sekitar (Sumaryanto dan<br />

205


Suganda et al.,<br />

Nur Suhaeti, 1997). Diduga pencemaran yang terjadi pada lahan sawah di Sub DAS<br />

Citarik hulu mengganggu stabilitas ketahanan pangan di daerah tersebut.<br />

Penelitian bertujuan <strong>untuk</strong> mengidentifikasi unsur-unsur pencemar (poluttan)<br />

dalam limbah industri tekstil yang terdapat dalam tanah, air dan tanaman; serta<br />

mempelajari seberapa jauh limbah pencemar mengurangi luas tanam, menurunkan<br />

produktivitas tanah dan kualitas hasil tanaman padi.<br />

BAHAN DAN METODE<br />

Lokasi dan waktu penelitian<br />

Penelitian dilaksanakan di daerah sentra produksi padi Kabupaten Bandung.<br />

Daerah tersebut merupakan persawahan irigasi yang meliputi dua kabupaten yaitu<br />

Bandung dan Sumedang, terletak antara posisi 6 o 56’20” – 7 o 00’45” LS dan<br />

107 o 45’19” dan 107 o 49’34” BT. Persawahan di Kabupaten Bandung mencakup lima<br />

kecamatan yaitu Rancaekek, Cicalengka, Cikancung, Majalaya, dan Solokan Jeruk,<br />

sedangkan persawahan di Kabupaten Sumedang mencakup Kecamatan Jatinangor,<br />

Cikeruh, dan Cimanggung. Daerah persawahan ini termasuk Sub DAS Citarik.<br />

Jalan raya Rancaekek menuju Cicalengka merupakan batas persawahan yang<br />

terletak antara wilayah Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Bandung. Kabupaten<br />

Bandung terletak di sebelah kanan jalan, sedangkan Sumedang di sebelah kiri jalan.<br />

Aliran air berasal dari wilayah Kabupaten Sumedang. Sepanjang jalan tersebut sejak<br />

tahun 1978 mulai dikembangkan menjadi daerah kawasan industri tekstil Jawa Barat.<br />

Waktu pelaksanaan penelitian berlangsung dari Februari sampai Juni 2002.<br />

Analisis contoh air limbah, tanah, air sumur/sungai dan tanaman dilaksanakan dari<br />

Juli sampai Agustus 2002 di Laboratorium Kimia Tanah, Pusat Penelitian dan<br />

Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor.<br />

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian di lapangan<br />

Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap kegiatan yakni; (i) pra survei,<br />

penyiapan peta, surat perizinan, pengenalan wilayah, pengumpulan data sekunder<br />

mencakup data curah hujan, jumlah pabrik, produksi padi/musim/tahun, dll.; (ii)<br />

survei lapangan, dengan maksud <strong>untuk</strong> pengambilan contoh air limbah pabrik, air<br />

sungai/irigasi, tanah dan tanaman, selain itu dilakukan wawancara dengan petani<br />

<strong>untuk</strong> mengetahui: hasil gabah/musim, dampak pencemaran limbah pabrik dan<br />

masalah banjir; dan (iii) analisis contoh tanah, air, dan tanaman/bagian tanaman di<br />

laboratorium Puslitbangtanak, Bogor.<br />

206


Penentuan lokasi pengambilan contoh<br />

<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

Penentuan lokasi pengambilan contoh meliputi pengambilan contoh air limbah<br />

industri tekstil, air sungai/irigasi, air sumur, tanah, dan tanaman.<br />

Air limbah. Air limbah diambil dari pabrik tekstil yang berpotensi besar sampai<br />

kecil menghasilkan limbah dan memiliki Instalasi Pengolahan Air <strong>Limbah</strong> (IPAL) yang<br />

berdiri sejak 1978. Pengambilan contoh air limbah dilakukan pada outlet pabrik sebelum<br />

diproses dan setelah melalui IPAL. Masing-masing contoh air limbah dimasukan dalam<br />

botol air mineral (600 ml). Jika tersedia diambil juga contoh endapan lumpur padat.<br />

Air sungai/irigasi. Lokasi pengambilan contoh adalah di sekitar pusat<br />

industri/pencemar (outlet), yaitu pada badan air sungai/irigasi penerima limbah pabrik<br />

secara langsung atau tidak langsung dan pada inlet/sumber air irigasi yang masuk ke<br />

petakan sawah. Penentuan titik pengambilan contoh air berikutnya dilaksanakan<br />

dengan interval 0,5-1,0 km mengikuti alur sungai. Masing-masing contoh air<br />

sungai/irigasi dimasukan ke dalam botol air mineral (600 ml). Contoh air sungai<br />

diambil pada ke dalaman + 20 cm di bawah permukaan air.<br />

Air sumur. Penentuan titik pengambilan contoh air sumur dilakukan secara acak<br />

pada sumur-sumur yang dekat sampai terjauh dari pabrik (> 5 km) yang dibuat sebelum<br />

daerah tersebut dijadikan kawasan industri tekstil. Masing-masing contoh air sumur<br />

dimasukan ke dalam botol air mineral (600 ml). Contoh air diambil pada ke dalaman + 20<br />

cm di bawah permukaan air sumur. Selain diambil contohnya, pemilik sumur tersebut<br />

diwawancarai tentang perubahan tinggi muka air sumurnya antara musim hujan dan<br />

kemarau dan antara sebelum dan setelah berdiri kawasan industri tersebut.<br />

Tanah. Contoh tanah <strong>untuk</strong> menentukan pengaruh pencemaran limbah diambil<br />

secara komposit pada ke dalaman 0-20 cm di daerah yang diduga tercemar limbah.<br />

Contoh tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik (berukuran 1,0 kg). Sebagai<br />

pembanding diambil pula contoh tanah dari lokasi yang dianggap tidak teraliri limbah,<br />

yaitu di bagian hulu pabrik atau yang memiliki elevasi lebih tinggi. Pengambilan<br />

contoh tanah utuh <strong>untuk</strong> analisis sifat-sifat fisik tanah dilakukan pada tanah-tanah<br />

yang pada saat survei memiliki kadar air sekitar kapasitas lapang. Interval<br />

pengambilan contoh tanah berkisar berturut-turut: 0; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0 dan 8,0 km dari<br />

pusat kawasan pabrik.<br />

Tanaman. Saat pelaksanaan survei, sebagian besar padi sedang dipanen,<br />

sehingga contoh tanaman mudah didapat. Titik pengambilan contoh tanaman<br />

dilakukan tepat/tidak jauh dari titik pengambilan contoh tanah komposit, dengan<br />

maksud agar dapat dikorelasikan antara bahan pencemar yang ada di dalam tanah dan<br />

tanaman. Contoh tanaman dipisahkan menjadi contoh jerami dan gabah. Saat<br />

pengambilan contoh tanaman, dilakukan wawancara dengan petani berkaitan dengan<br />

produktivitas lahan dan dampak pencemaran pabrik terhadap lahannya.<br />

207


Suganda et al.,<br />

Metode analisis limbah, tanah, air, dan tanaman<br />

Analisis limbah, tanah, dan air sungai. Unsur-unsur/parameter-parameter dan<br />

metode analisis contoh disajikan pada Tabel 1.<br />

Tabel 1. Unsur-unsur/parameter-parameter yang dianalisis di laboratorium dari<br />

contoh, limbah, tanah dan air sungai/sumur<br />

Unsur/<br />

parameter<br />

Fisika tanah<br />

Tekstur<br />

Pasir<br />

Debu<br />

Liat<br />

pF<br />

BD<br />

Unsur Kimia<br />

C<br />

N<br />

P2O5<br />

K2O<br />

pH<br />

NH4<br />

Ca<br />

Mg<br />

K<br />

Na<br />

Fe<br />

Al<br />

Mn<br />

NO3<br />

PO4<br />

SO4<br />

Logam berat<br />

Cu<br />

Zn<br />

Pb<br />

Cd<br />

Co<br />

Ni<br />

Cr<br />

Se<br />

Kadar lumpur<br />

Daya hantar<br />

listrik (DHL)<br />

<strong>Limbah</strong> cair<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l<br />

dS/m<br />

Lumpur/tanah Air sungai/sumur<br />

…. Metode analisis * dan satuan …….<br />

Pipet<br />

(%)<br />

(%)<br />

(%)<br />

Tekanan air (% isi)<br />

Gravimetri (g/cc)<br />

Walkey and Black (%)<br />

Kjeldahl (%)<br />

HCl 25% (mg/100g)<br />

Bray I (ppm)<br />

HCl 25% (mg/100g)<br />

Ekstrak H2O 1:5<br />

-<br />

NH4-Acetat 1N, pH7<br />

me/100g<br />

,,<br />

,,<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

NH4-Acetat 1N, pH7<br />

me/100g<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

* Metode analisis mengacu pada Penuntun Analisa Tanah, Sudjadi et al. (1971)<br />

208<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

-<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l bebas lumpur<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

,,<br />

mg/l<br />

dS/m


<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

Unsur hara tanaman dan logam berat yang dianalisis dari contoh tanaman<br />

disajikan pada Tabel 2.<br />

Tabel 2. Unsur-unsur hara makro tanaman dan logam berat yang dianalisis dari<br />

contoh tanaman (jerami dan beras)<br />

Unsur Satuan<br />

Makro<br />

N, P, K, Ca, Mg dan S<br />

Logam berat<br />

Fe, Mn, Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, Cr<br />

Peta pencemaran limbah industri<br />

Faktor-faktor yang dipertimbangan dalam pembuatan peta pencemaran limbah<br />

pada lahan sawah, khususnya <strong>untuk</strong> mendeliniasi masing-masing areal yang tercemar<br />

adalah jangkauan aliran air sungai/irigasi dari sumber pencemar, warna tanah/air,<br />

topografi, wawancara dengan petugas pengairan dan petani. Luas lahan sawah yang<br />

mengalami penurunan produktivitas akibat pencemaran dan genangan di daerah ini di<br />

kelompokan ke dalam empat katagori: (i) L (limbah); (ii) B+L (banjir < 1 minggu +<br />

limbah); (iii) B+L (banjir > 1 minggu + limbah); dan (iv) B (banjir > 2 minggu atau<br />

bulanan).<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Iklim dan pola tanam<br />

Menurut Oldeman (1975) daerah ini memiliki tipe curah hujan B1. Curah hujan<br />

di atas 200 mm/bulan terjadi pada bulan-bulan Nopember, Desember, Januari, dan<br />

Februari. Bulan Juli - Agustus mempunyai rata-rata curah hujan bulanan kurang dari<br />

100 mm. Secara klimatologi daerah ini dapat ditanam padi–palawija sepanjang tahun.<br />

Dengan adanya saluran irigasi dan sungai-sungai, dapat dilakukan dua kali tanam padi<br />

dan satu kali palawija.<br />

Di daerah cekungan, saat musim hujan air tergenang atau banjir sehingga hanya<br />

dapat dilakukan satu kali tanam. Musim tanam biasanya dimulai pada bulan Juli-<br />

Agustus dan bulan Oktober padi di panen.<br />

Tata air dan irigasi<br />

Daerah ini merupakan kawasan Sub DAS Citarik yang bermuara ke S. Citarum.<br />

Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai ini dari arah Utara (Sumedang) yaitu: S.<br />

Citarik Hulu, S. Cikijing, S. Citaraju, S. Cimande, S. Ciburaleng, S. Cibodas, dan S.<br />

%<br />

ppm<br />

209


Suganda et al.,<br />

Cibedah. Sungai Cikijing, S. Cimande dan S. Cibodas merupakan sungai-sungai<br />

utama saluran pembuangan limbah cair pabrik.<br />

Dari arah Timur-Selatan, sungai-sungai yang bermuara ke S. Citarik yaitu S.<br />

Cijalupang, S. Ciwirama, S. Cikopo, S. Cigentur, dan S. Ciburial. Sungai-sungai yang<br />

mengalir dari arah ini umumnya sedikit digunakan sebagai saluran pembuangan<br />

limbah kecuali S. Cijalupang. Beberapa karakteristik sungai daerah survei dapat<br />

dilihat pada Tabel 3).<br />

Tabel 3. Karakteristik sungai-sungai di daerah survei<br />

No<br />

1.<br />

2.<br />

3.<br />

4.<br />

5.<br />

6.<br />

7.<br />

8.<br />

9.<br />

10.<br />

11.<br />

12.<br />

13.<br />

14.<br />

15.<br />

16.<br />

17.<br />

18.<br />

19.<br />

20.<br />

21.<br />

Tanggal<br />

pengamatan<br />

22-3-2002<br />

24<br />

24<br />

25<br />

25<br />

24<br />

24<br />

24<br />

24<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

25<br />

26<br />

27<br />

Nama sungai Lebar dan dalam Warna air<br />

Saluran Citalaga<br />

Citarik<br />

Citarik<br />

Citarik<br />

Citarik<br />

Cibodas<br />

Cibodas<br />

Cibodas<br />

Cibodas<br />

Cikijing<br />

Cikijing<br />

Cikijing<br />

Citaraju<br />

Sal. ITM<br />

Ciburaleng<br />

Cimande<br />

Cimande<br />

Cimande<br />

Cimande<br />

Saluran Tengah<br />

Cisunggala<br />

m<br />

0,4 x 0,5<br />

3,0 x 0,75<br />

3,0 x 0,75<br />

3,0 x 1,25<br />

6,0 x 3,0<br />

2,0 x 0,5<br />

2,0 x 0,5<br />

3,0 x 0,75<br />

3,5 x 1,0<br />

1,5 x 0,5<br />

2,0 x 0,5<br />

1,0 x 0,25<br />

2,0 x 0,5<br />

1,0 x 0,3<br />

1,5 x 0,5<br />

2,0 x 0,5<br />

2,0 x 1,0<br />

3,0 x 1,0<br />

3,0 x 0,75<br />

1,5 x 0,5<br />

2,0 x 0,75<br />

Keterangan: * Ditandai ada lumpur berwarna abu-abu kehitaman atau kemerahan<br />

Bening-kuning<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh keabuan<br />

Keruh keabuan<br />

Keruh kekuningan<br />

Kehitaman<br />

Kehitaman<br />

Kehitaman<br />

Putih keabuan<br />

Kehitaman<br />

Putih keabuan<br />

Keruh kekuningan<br />

Keruh kekuningan<br />

Kekuningan<br />

Kekuningan<br />

Kekuningan<br />

Kekuningan<br />

Indikator<br />

pencemaran*<br />

Tidak ada<br />

Tidak ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Tidak ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Tidak ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Ada<br />

Tidak ada<br />

Tidak ada<br />

Selain sungai-sungai tersebut, di daerah ini terdapat jaringan irigasi yang<br />

dikelola oleh Cabang Dinas Kecamatan Cicalengka dan Kecamatan Majalaya yaitu<br />

daerah irigasi (DI) Cikopo dan Majalaya. Adanya jaringan irigasi ini cukup membantu<br />

meningkatkan produktivitas lahan sawah.<br />

Berdasarkan hasil wawancara dengan petani, sejak tahun 1980-an akibat erosi<br />

yang tinggi di bagian hulu, pertumbuhan penduduk, dan pengelolaan lahan yang<br />

intensif, badan S. Citarik telah mengalami pendangkalan sekitar 1-3 m di bagianbagian<br />

tertentu serta mengalami penyempitan 1-2 m di bagian hilir, sehingga<br />

manakala musim hujan air meluap ke lahan persawahan yang menyebabkan<br />

genangan/banjir.<br />

210


Jumlah pabrik tekstil<br />

<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

Pabrik tekstil terletak di sepanjang jalan Rancaekek-Cicalengka dan antara<br />

Cicalengka-Majalaya, yaitu di bagian daerah persawahan Rancaekek, Cicalengka, dan<br />

Majalaya. Jumlah pabrik antara Rancaekek-Cicalengka dan Cicalengka-Majalaya<br />

adalah 42 buah.<br />

Hampir semua pabrik memiliki IPAL dimana limbah sebelum dilalirkan ke<br />

saluran pembuangan melalui pemrosesan dulu, agar memenuhi baku mutu kualitas air<br />

yang dipantau oleh Badan Pengendali Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA).<br />

Baku mutu limbah industri tekstil setelah proses IPAL sesuai dengan kriteria<br />

yang dikeluarkan oleh BAPEDALDA harus memenuhi antara lain: pH (6-9), air tidak<br />

berwarna dan tidak berbau, suhu air < 30 o C, dan kadar BOD dan COD berturut-turut<br />

85 dan 250 mg/l.<br />

Sifat-sifat tanah<br />

Tanah di daerah ini tergolong Inceptisols, terdiri atas Typic Endoaquepts (SSS,<br />

1994) atau setara dengan Gleisol Tipik (Puslittan, 1983) dan Vertic Endoaquepts<br />

(SSS, 1994) atau setara dengan Gleisol Vertik (Puslittan, 1983). Fisiografi adalah<br />

dataran aluvium, berbahan induk endapan aluvial, dengan tekstur tanah liat berdebu<br />

(Abdurachman et al., 2000). Hasil analisis sifat-sifat fisik dan kimia tanah daerah ini<br />

di uraikan sebagai berikut:<br />

Fisika tanah. Tanah sawah di daerah ini memiliki berat isi antara 0,83-1,18 g/cm 3 ,<br />

ruang pori total 55,5-68,7% vol dan pori air tersedia antara 15,6-14,8 % vol. Tanah ini<br />

tergolong mudah diolah dibandingkan dengan tanah dengan berat isi tinggi (>1,25<br />

g/cm 3 ), cukup dapat menyimpan air dan pertumbuhan akar tidak mengalami<br />

hambatan.<br />

Kimia tanah. Lahan sawah di daerah ini memiliki pH (H2O) antara 5,2-7,8 (agak<br />

masam sampai agak basa), bahan organik tergolong sangat rendah-sedang (C-org:<br />

0,68 – 3,11%), N rendah: dalam selang nilai 0,08-0,34%, P2O5 tersedia (P-Bray1)<br />

rendah-tinggi yakni antara 1,3-28,8 ppm. Kadar K bervariasi dari sangat rendah<br />

hingga sangat tinggi, yaitu K2O (HCl 25%) antara 1-54 mg/100g, KTK tanah rendah<br />

sampai tinggi yaitu 14,19-33,73 me/100g dan berkejenuhan basa tinggi 63->100%.<br />

Perbedaan sifat-sifat tanah tersebut diduga antara lain akibat perbedaan pengelolaan<br />

tanah dan tanaman yang dilakukan petani terhadap masing-masing lahannya serta<br />

akibat pengaruh pencemaran limbah pabrik. Namun secara potensial sifat kimia<br />

tanahnya cukup baik.<br />

211


Suganda et al.,<br />

Logam berat dan beberapa ion yang terlarut dalam limbah pabrik tekstil<br />

Contoh limbah pabrik diambil dalam tiga bentuk yaitu cair, lumpur, dan tanah,<br />

sedangkan letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di proses di<br />

IPAL. Kadar dan kandungan logam berat dalam limbah pabrik disajikan pada Tabel 4,<br />

sedangkan beberapa kation dan anion yang terkandung dalam limbah cair pabrik<br />

tekstil disajikan pada Tabel 5.<br />

Tabel 4. Unsur logam berat dan kandungannya dalam limbah pabrik tekstil dan sungai<br />

Pabrik/sungai Jenis limbah<br />

PT.K<br />

PT. A<br />

S. Cikijing<br />

S. Cijalupang<br />

PT. K<br />

PT. F<br />

Tanah (sludge)<br />

Lumpur<br />

Lumpur<br />

Lumpur<br />

Tanah sawah<br />

Air limbah (-IPAL)<br />

Air limbah (+IPAL)<br />

Air limbah (-IPAL)<br />

Air limbah (+IPAL)<br />

Cu Zn Pb<br />

Logam berat<br />

Cd Co Ni Cr<br />

210,3<br />

210,0<br />

3,23<br />

8,68<br />

62,5<br />

0,02<br />

0,02<br />

0,02<br />

0,02<br />

682,31<br />

662,80<br />

-<br />

-<br />

-<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,03<br />

0,01<br />

(-IPAL) = sebelum masuk IPAL; (+IPAL) = setelah diproses melalui IPAL.<br />

7,32<br />

15,61<br />

1,35<br />

21,09<br />

23,92<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

ppm<br />

0,13<br />

0,13<br />

0,28<br />

0,16<br />

0,11<br />

mg/l bebas lumpur<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,78<br />

0,50<br />

15,58<br />

28,17<br />

28,98<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,02<br />

0,00<br />

28,31<br />

27,43<br />

12,03<br />

42,96<br />

17,26<br />

Tabel 5. Berapa kation dan anion yang terkandung dalam air limbah pabrik tekstil<br />

Asal contoh<br />

limbah<br />

PT F<br />

PT K<br />

Jenis<br />

Kation Anion<br />

limbah pH NH4 K Ca Mg Na NO3 PO4 SO4<br />

Air limbah<br />

(-IPAL)<br />

(+IPAL<br />

Lumpur<br />

Air limbah<br />

(-IPAL)<br />

(+IPAL)<br />

Keterangan : - tidak terukur<br />

6,5<br />

7,1<br />

6,9<br />

-<br />

-<br />

mg/l bebas lumpur<br />

0,04<br />

0,04<br />

0,01<br />

0,00<br />

451,72<br />

413,40<br />

12,37<br />

25,47<br />

12,59<br />

11,7 7,7 52,6 20,6 216,8 4,6 3,4 101,6<br />

4,7 25,9 50,5 18,8 297,6 8,2 5,3 193,0<br />

64,2 67,5 21,0 33,4 277,9 7,8 6,5 101,0<br />

11,8 18,6 7,8 7,8 832,6 4,4 6,4 1207,3<br />

30,4 15,7 7,5 7,5 644,3 11,1 0,9 1251,3<br />

Hasil analisis menunjukkan kandungan bahan pencemar dan logam berat dalam<br />

limbah terdapat dalam padatan/lumpur. Hal ini ditunjukkan bila lumpurnya dipisahkan<br />

dulu, maka kadar logam berat dalam air limbah hampir tak terdeteksi (Pb, Cd dan Cr).<br />

Jika pabrik membuang limbah setelah melalui proses IPAL yang baik, maka yang<br />

akan terkandung dalam limbah adalah Cu, Zn, Co dan Ni, itupun dalam konsentrasi <<br />

0,04 mg/l. Pada Tabel 5, terlihat kandungan anion SO4 agak tinggi dibanding lainnya<br />

212<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00


<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

(742-1339 mg/l). Hal ini berkaitan dengan bahan yang digunakan dalam proses<br />

pengolahan limbah yakni senyawa sulfur yang berlebihan (sodium hydrophosphate).<br />

Pada Tabel 5 terindikasi bahwa di dalam air bebas lumpur masih terlarut unsurunsur<br />

kimia dalam jumlah besar dan berbahaya bagi kesehatan. Bila terakumulasi<br />

dalam tanah, menyebabkan penurunan kualitas tanah akibat berubahnya sifat fisik<br />

tanah dan terganggunya pertukaran kation dalam tanah. Natrium adalah kation dengan<br />

kadar tertinggi dalam air bebas lumpur berkisar antara 217- 830 mg/l. Kadar sulfat<br />

(SO4) dalam limbah dapat mencapai 101-1251 mg/l.<br />

Logam berat dan beberapa ion yang terlarut dalam air sungai<br />

Hasil analisis kandungan logam berat di dalam contoh air beberapa sungai di<br />

daerah survei dengan lumpur dipisahkan (air bebas lumpur) disajikan pada Tabel 6.<br />

Air sungai yang telah dipisahkan dari lumpurnya mempunyai kandungan logam berat<br />

sangat rendah atau tidak terdeteksi, hanya Ni yang masih terdeteksi antara 0,01<br />

sampai 0,06 ppm <strong>untuk</strong> semua air sungai, kecuali S. Cikijing dan S. Cicalengka pada<br />

lokasi dekat outlet pabrik.<br />

Tabel 6. Kandungan lumpur dan logam berat pada air sungai di daerah survei<br />

Nama sungai Lumpur<br />

Cu Zn Pb<br />

Logam berat<br />

Cd Co Ni Cr<br />

mg/l ppm<br />

Citalaga (T1)<br />

69 0,00 0,00 0,01 0,00 0,02 0,04 0,00<br />

Citarik (CT1)<br />

60 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,03 0,00<br />

Citarik (CT4) 159 0,00 0,00 0,00 0,01 0,02 0,02 0,00<br />

Cibodas (CB2) 212 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,03 0,00<br />

Cibodas (CB3) 1762 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,04 0,00<br />

Cikijing (CK3) 179 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,04 0,00<br />

Cikijing<br />

- 0,01 0,19 0,05 0,01 0,02 1,00 0,01<br />

Cimande (CM1) 149 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,06 0,00<br />

Cimande (CM4) 245 0,00 0,00 0,00 0,00 0,02 0,04 0,00<br />

Cijalupang<br />

1948 0,00 0,01 0,00 0,00 0,01 0,03 0,00<br />

Cisunggalah<br />

173 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,00<br />

Cicalengka<br />

- 0,01 0,03 0,01 0,01 0,02 0,10 0,20<br />

Keterangan: - tidak terukur<br />

Ion lainnya yang terlarut dalam air sungai bebas lumpur disajikan pada Tabel 7.<br />

Pada Tabel 7 menunjukkan pada beberapa air sungai terdapat akumulasi natrium dan<br />

sulfat, seperti pada S. Cikijing, saluran ITM, S. Cicalengka dan S. Cibodas. Kandungan<br />

natrium pada S. Cikijing mencapai 583 mg/l dan sulfat mencapai 980 mg/l. Konsentrasi<br />

213


Suganda et al.,<br />

ini lebih rendah dibandingkan dengan yang dikandung air limbah pabrik. Hal ini<br />

disebabkan karena terjadi pengenceran di dalam badan sungai. Sampai titik pengamatan<br />

+ 4 km dari pusat kawasan industri (S. Cimande-4), akumulasi natrium dan sulfat masih<br />

terdeteksi. S. Taraju jaraknya + 7 km dari pusat kawasan industri, namun karena aliran<br />

airnya tidak lancar/stagnan menyebabkan kadar natrium dan sulfat dalam air sungai<br />

masih terukur tinggi yakni berturut-turut 193 dan 273 mg/l.<br />

Tabel 7. Kadar natrium dan beberapa anion yang terkandung dalam air sungai<br />

Asal contoh air sungai pH Na + NO3 2- PO4 2- SO4 2-<br />

Citalaga<br />

Citarik-1*<br />

Citarik-2<br />

Citarik-3<br />

Citarik-4<br />

Cibodas-2<br />

Cibodas-3<br />

Cibodas-4<br />

Cikijing-1<br />

Cikijing-2<br />

Citaraju<br />

Saluran ITM<br />

Cimande-1<br />

Cimande-2<br />

Cimande-3<br />

Cimande-4<br />

Cicalengka<br />

Cijalupang<br />

Cisunggalah<br />

Walungan Tengah<br />

6,7<br />

6,7<br />

6,5<br />

6,6<br />

6,8<br />

7,1<br />

7,0<br />

6,9<br />

7,2<br />

7,2<br />

7,1<br />

7,2<br />

6,7<br />

6,7<br />

6,7<br />

6,8<br />

-<br />

7,2<br />

6,6<br />

6,9<br />

8,7<br />

2,1<br />

7,1<br />

9,9<br />

32,7<br />

70,7<br />

47,3<br />

25,6<br />

580,0<br />

583,3<br />

193,3<br />

425,3<br />

9,0<br />

12,5<br />

24,5<br />

26,2<br />

550,0<br />

7,8<br />

5,5<br />

7,7<br />

mg/l bebas lumpur<br />

3,7<br />

1,6<br />

1,5<br />

1,8<br />

2,2<br />

10,4<br />

5,2<br />

5,8<br />

1,9<br />

1,9<br />

18,3<br />

0,9<br />

3,6<br />

4,2<br />

6,5<br />

3,2<br />

8,1<br />

4,6<br />

0,6<br />

0,8<br />

Keterangan: * Citarik-1; adalah bagian hulu dari kawasan industri diasumsikan sebagai daerah yang tidak terkena limbah<br />

- tidak terukur<br />

Logam berat dalam air sumur<br />

0,2<br />

0,1<br />

0,1<br />

0,1<br />

0,2<br />

0,3<br />

0,4<br />

0,2<br />

1,7<br />

2,1<br />

0,4<br />

1,1<br />

0,1<br />

0,1<br />

0,2<br />

0,1<br />

1,4<br />

0,2<br />

0,1<br />

0,8<br />

3,0<br />

2,5<br />

4,0<br />

5,2<br />

37,8<br />

6,5<br />

38,5<br />

18,2<br />

979,5<br />

965,5<br />

272,5<br />

65,9<br />

5,2<br />

8,5<br />

15,1<br />

13,9<br />

80,0<br />

8,4<br />

8,0<br />

3,3<br />

Hasil analisis logam berat terhadap contoh air beberapa sumur disajikan pada<br />

Tabel 8, sedangkan ion-ion lainnya yang terkandung dalam air sumur disajikan pada<br />

Tabel 9.<br />

Unsur-unsur logam berat Cu, Co, dan Ni dalam contoh air sumur kurang dari<br />

0,05 mg/l, sedangkan Zn, Pb, dan Cd, dan Cr tidak ditemukan dalam air sumur.<br />

214


<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

Saat survei dilakukan, kualitas air sumur di daerah survei sangat bervariasi,<br />

dengan pH air 6,4-7,0. Air sumur di Papanggungan, Citaraju, dan Jelegong terlihat<br />

sudah sangat tercemar, ditandai dengan adanya unsur-unsur Na, SO4 dalam air limbah<br />

dan air sungai, selain unsur-unsur lainnya tinggi seperti kalium, nitrat dan besi juga<br />

cukup tinggi.<br />

Tabel 8. Kandungan beberapa unsur logam berat dalam air sumur<br />

Air sumur Cu Co Ni<br />

Cibodas<br />

Cisangiang<br />

Papanggungan<br />

Citaraju<br />

Warungcina<br />

Jelegong<br />

Haurpugur<br />

Cigentur<br />

0,01<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,00<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,00<br />

ppm<br />

0,02<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,01<br />

0,03<br />

0,01<br />

Tabel 9. Kation dan anion yang terkandung dalam air sumur<br />

Lokasi sumur<br />

Cibodas<br />

Sangiang<br />

Papanggungan<br />

Citaraju<br />

Warungcina<br />

Jelegong<br />

Haurpugur<br />

Cigentur<br />

K (sumur<br />

dalam)<br />

0,02<br />

0,04<br />

0,04<br />

0,04<br />

0,04<br />

0,03<br />

0,05<br />

0,04<br />

Kation Anion<br />

K + Ca2+ Mg2+ Na + Fe3+ Al3+ Mn2+ NO3 - PO4 2- SO4 2-<br />

mg/l bebas lumpur<br />

0,1<br />

5,1<br />

126,1<br />

5,2<br />

3,7<br />

31,2<br />

4,6<br />

27,2<br />

4,0<br />

35,0<br />

67,5<br />

225,0<br />

35,0<br />

70,0<br />

167,0<br />

47,5<br />

100,0<br />

10,0<br />

6,0<br />

10,5<br />

50,0<br />

6,3<br />

14,2<br />

21,0<br />

8,5<br />

25,0<br />

25,0<br />

8,8<br />

38,7<br />

180,0<br />

45,3<br />

22,0<br />

74,0<br />

25,0<br />

32,7<br />

44,3<br />

0,07<br />

0,00<br />

0,01<br />

2,17<br />

0,33<br />

0,13<br />

0,00<br />

0,00<br />

2,17<br />

0,17<br />

0,20<br />

0,20<br />

3,92<br />

0,12<br />

0,08<br />

0,12<br />

0,08<br />

0,04<br />

Logam berat dalam tanah<br />

0,01<br />

0,04<br />

0,79<br />

0,02<br />

0,49<br />

1,33<br />

0,01<br />

0,23<br />

0,02<br />

6,6<br />

11,1<br />

340,0<br />

5,4<br />

24,9<br />

4,1<br />

1,0<br />

29,2<br />

0,75<br />

0,1<br />

0,3<br />

1,4<br />

0,3<br />

0,3<br />

4,1<br />

0,2<br />

0,9<br />

0,2<br />

3,3<br />

16,7<br />

148,9<br />

63,1<br />

2,9<br />

86,6<br />

27,5<br />

37,4<br />

1,1<br />

Hasil analisis kandungan logam berat terhadap contoh tanah sawah yang<br />

diambil dari kedalaman 0-20 cm disajikan pada Tabel 10.<br />

Semua contoh tanah yang dianalisis mengandung Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan<br />

Ni. Berdasarkan batas kritis logam berat dalam tanah menurut Alloway (1993)<br />

terdapat tanah sawah yang mengandung logam berat melampaui batas bawah dari<br />

kriteria batas kritis yaitu Cu, Zn, dan Co.<br />

215


Suganda et al.,<br />

Tabel 10. Rata-rata logam berat pada beberapa contoh tanah di daerah survei<br />

Logam berat<br />

Cu<br />

Zn<br />

Pb<br />

Cd<br />

Co<br />

Cr<br />

Ni<br />

Keterangan : * = 23 contoh<br />

- tidak terukur<br />

Rata-rata*<br />

Jerami beras<br />

43,33<br />

ppm<br />

83,46<br />

57,37<br />

136,67<br />

8,73<br />

22,76<br />

0,05<br />

0,19<br />

14,07<br />

26,79<br />

0,78<br />

24,92<br />

13,75<br />

20,53<br />

Logam berat dalam jerami dan beras<br />

Batas kritis dalam tanah<br />

(Alloway, 1993)<br />

60-125<br />

70-400<br />

100-400<br />

3-8<br />

25-50<br />

75-100<br />

-<br />

Hasil analisis logam berat dalam jaringan tanaman (jerami dan gabah/beras)<br />

disajikan pada Tabel 11.<br />

Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah<br />

batas kritis, kecuali Cr tergolong berbahaya (>5 ppm). Kadar Ni dalam jerami dan<br />

beras cukup tinggi dibandingkan dengan logam lainnya tetapi belum ada kriteria<br />

kecukupan/nilai batas kritis dalam tanaman, sehingga tidak dapat disimpulkan. Batas<br />

maksimum residu dalam pangan yang ditetapkan oleh WHO adalah 0,24 ppm <strong>untuk</strong><br />

Cd, dan 2,0 ppm <strong>untuk</strong> Pb. Meskipun kadar kedua unsur logam berat tersebut di dalam<br />

beras dari daerah survei masih di bawah batas maksimum yang disarankan, namun<br />

perlu diwaspadai oleh konsumen karena bila dikonsumsi secara kontinyu akan bersifat<br />

akumulatif dan dapat membahayakan kesehatan.<br />

Tabel 11. Kisaran kandungan logam berat dalam jerami dan beras<br />

Kisaran*<br />

Logam berat Jerami Beras<br />

Cu<br />

Zn<br />

Pb<br />

Cd<br />

Co<br />

Cr<br />

Ni<br />

Keterangan : * = 23 contoh<br />

- tidak terukur<br />

216<br />

2-13<br />

17-64<br />

0,71-5,384<br />

0,029-0,351<br />

0,108-5,917<br />

0,673-4,521<br />

0,437-15,864<br />

ppm<br />

2-7<br />

14-23<br />

0,092-0,918<br />

0,026-0,180<br />

0,111-4,157<br />

0,985-17,110<br />

0,609-43,072<br />

Batas kritis dalam<br />

tanaman (Alloway,<br />

1993)<br />

20-100<br />

10-400<br />

50-300<br />

5-30<br />

15-30<br />

5-30<br />

-


Pertumbuhan dan hasil padi<br />

<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

Berdasarkan hasil wawancara dengan 19 petani terpilih di daerah survei,<br />

disimpulkan bahwa lahan sawah yang terkena limbah pabrik tekstil menyebabkan<br />

pertumbuhan dan hasil padi kurang baik (kehampaan sangat tinggi), walaupun<br />

pemeliharaan dan pemupukan sudah mengikuti dosis anjuran (100-150 kg urea, 50-<br />

100 kg SP36, dan 50 kg KCl/ha). Akibat limbah tekstil, kualitas tanah dan air<br />

pengairan pada saat-saat tertentu sangat jelek. Gabah kering giling (GKG) yang<br />

diperoleh selama MH 2001-2002 (panen Maret–April) ≤ 3,5 t/ha (Desa Tenjolaya, dan<br />

Desa Bojongsalam, Kecamatan Cicalengka), padahal sebelumnya dapat mencapai<br />

4,0–5,5 t GKG/ha. Bila dibandingkan dengan lahan yang satu hamparan dan tidak<br />

terkena limbah, hasil gabahnya dapat mencapai 4,5–5,0 t GKG/ha (Desa Jatimukti,<br />

Jatinangor, Cigentur, Majalaya). Menurut Darmono (2001), bahan toksik logam berat<br />

seperti Pb, Cd, dan Hg menyebabkan matinya kehidupan biota air dan menurunkan<br />

produksi tanaman pangan.<br />

Petani di Kecamatan Solokanjeruk harus 2-3 kali tandur (tanam padi) jika ada<br />

limbah dan banjir yang masuk ke persawahan. Daerah yang paling parah terkena<br />

limbah adalah di kampung Papanggungan, Desa Jelegong, Rancaekek dimana lahan<br />

sawahnya sudah tidak bisa ditanami padi lagi karena air dan tanah berwarna hitam<br />

akibat endapan lumpur limbah. Genangan air saat survei sekitar 30-50 cm di atas<br />

permukaan tanah. Ada petani yang mencoba mengusahakan ikan mas dan nila pada<br />

petakan ke-3 atau ke-4 dari saluran yang dianggap kualitas airnya agak baik, dan<br />

ikannya masih dapat hidup.<br />

Selain limbah, penyebab menurunnya luas tanam/panen di derah ini adalah<br />

genangan/banjir selama musim hujan (Nopember–Juni), terutama di daerah cekungan,<br />

dimana aliran air terhambat akibat S. Citarik mengalami pendangkalan dan<br />

penyempitan, seperti di Desa Sangiang, Rancaekek dan Desa Tangsimekar, Majalaya.<br />

Lahan terkena limbah dan kebanjiran<br />

Luas lahan sawah yang terkena aliran air limbah dan kebanjiran saat musim<br />

hujan disajikan pada Tabel 12. Sedangkan sebarannya dapat dilihat pada Lampiran<br />

Gambar I.<br />

Tabel 12 menunjukkan sekitar 30% dari total luas sawah yang disurvei terkena<br />

aliran limbah dan banjir setiap tahunnya. Jika yang terkena aliran limbah saja yang<br />

dihitung, hasil gabah setiap musim panen berkurang 1-1,5 t/ha. Untuk 2 kali tanam<br />

dalam setahun daerah ini akan kehilangan gabah sekitar 2.430-3.645 ton. Jika harga<br />

gabah basah saat panen Rp. 1.000/kg,-,maka kerugian daerah ini sekitar Rp. 2,43 –<br />

Rp. 3,65 milyar/tahun. Akibat limbah ataupun banjir, tidak hanya menurunkan<br />

217


Suganda et al.,<br />

produktivitas lahan, tetapi dapat menurunkan indeks tanam/panen dan kualitas hasil<br />

panen. Usaha-usaha penanggulangan perlu segera dilakukan terhadap sistem tata air di<br />

hulu dan hilir, pola tanam dan remediasi (perbaikan) lahan tercemar agar kerusakan<br />

yang terjadi tidak lebih parah.<br />

Tabel 12. Luas lahan sawah yang terkena limbah dan kebanjiran di DAS Citarik<br />

Parameter Luas*<br />

Terkena aliran limbah<br />

<strong>Limbah</strong> dan banjir/genangan < 1 minggu<br />

<strong>Limbah</strong> dan banjir/genangan > 1 minggu<br />

Banjir/genangan > 2 minggu-bulan<br />

Keterangan: * Luas lahan sawah yang disurvei + 8200 ha.<br />

Persentase<br />

terhadap total sawah<br />

ha %<br />

1.215<br />

Banjir adalah bencana yang rutin terjadi setiap tahun di daerah ini, terutama<br />

pada daerah pertemuan anak-anak sungai Citarik dengan S.Citarik. Pada daerah<br />

cekungan, sekitar 520 ha lahan tergenang selama berbulan-bulan, akibatnya petani<br />

hanya dapat menanami padi di lahannya sekitar bulan Juli-Agustus (musim kemarau).<br />

253<br />

474<br />

520<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Kesimpulan<br />

1. Unsur logam berat Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Ni, dan Cr ditemukan dalam lumpur<br />

limbah industri tekstil. Untuk kasus ini, kadar Cu, Zn, dan Cr ditemukan paling<br />

tinggi di bandingkan dengan unsur lainnya, yakni berturut-turut 210, 682, dan<br />

452 ppm.<br />

2. Air limbah pabrik tekstil yang diproses melalui IPAL secara baik menghasilkan<br />

kandungan logam berat dalam air bebas lumpur rendah (< 0,04 mg/l), bahkan Zn,<br />

Pb, dan Cd tak terdeteksi. Yang masih terlarut dalam air bebas lumpur adalah<br />

NO3 - , PO4 2- , dan SO4 2- . Kandungan natrium dalam air cukup tinggi berkisar<br />

antara 217-298 mg/l (PT F) dan dapat mencapai 830 mg/l (PT. K), sedangkan<br />

sulfat (SO4 2- ) ditemukan dalam jumlah tinggi antara 101-193 mg/l (limbah PT. F)<br />

bahkan dapat mencapai 1207-1251 mg/l (PT. K).<br />

3. Air S. Cikijing mengandung natrium dan SO4 2- tertinggi dibandingkan dengan<br />

sungai-sungai lainnya, berturut-turut mencapai 583 dan 980 mg/l. Kualitas air<br />

sumur di daerah survei sangat bervariasi, seperti sumur di Papanggungan,<br />

Citaraju, dan Jelegong terlihat tercemar berat karena kontaminasi bahan<br />

pencemar seperti yang terkandung dalam air limbah dan sungai.<br />

218<br />

14,8<br />

3,1<br />

5,8<br />

6,3


<strong>Evaluasi</strong> <strong>Pencemaran</strong> <strong>Limbah</strong> <strong>Industri</strong> <strong>Tekstil</strong><br />

4. Konsentrasi Cu dan Zn pada tanah lapisan olah (0-20 cm) berkisar antara 48-83<br />

ppm dan 57-137 ppm, paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam<br />

berat lainnya (Pb, Cd, dan Co), sedangkan konsentrasinya dalam jerami 13-64<br />

ppm dan beras 7-23 ppm.<br />

5. Kandungan logam berat dalam jerami dan gabah/beras di daerah survei masih di<br />

bawah batas bawah kriteria kritis dalam tanaman, kecuali Cr. Walaupun demikian<br />

unsur-unsur logam berat tersebut apabila termakan hewan/manusia secara terus<br />

menerus perlu diwaspadai karena bisa menimbulkan pencemaran<br />

dakhil/gangguan kesehatan.<br />

6. Total area persawahan yang tercemar aliran limbah pabrik tekstil langsung seluas<br />

± 1.215 ha; terkena limbah saat banjir lebih dari satu minggu seluas 254 ha;<br />

terkena limbah saat banjir kurang dari satu minggu seluas 474 ha; dan lahan<br />

tergenang banjir bulanan (Desember - Mei) seluas 520 ha.<br />

7. Hasil gabah pada lahan sawah yang terkena limbah pabrik tekstil berkurang<br />

antara 1-1,5 t/ha/panen. Kerugian di daerah ini dapat mencapai Rp. 2.43 – Rp.<br />

3.65 milyar/tahun.<br />

Saran<br />

1. Teknologi remediasi lahan sawah tercemar logam berat di daerah ini diperlukan<br />

agar produk pertanian yang dihasilkan memenuhi kriteria keamanan pangan.<br />

2. Air limbah yang keluar dari pabrik setelah melalui IPAL diusahakan tidak<br />

langsung dialirkan ke saluran irigasi atau sungai, tetapi perlu dialirkan dulu ke<br />

dalam kolam-kolam yang ditanami tanaman yang mampu menyerap senyawa<br />

logam berat.<br />

3. Pola tanam pada lahan sawah yang terkena limbah, saat ini perlu dikaji ulang<br />

dengan mengganti komoditas yang tidak berorientasi pangan namun bernilai<br />

ekonomis.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Abdurachman, A., S. Sutono, H. Kusnadi, dan Y. Hadian. 2000. Pengkajian baku<br />

mutu tanah: sumber dan proses terjadinya pencemaran logam berat. Laporan<br />

Akhir No. 61-b/Puslittanak/2000. Bagian Proyek: Penelitian Sumberdaya Lahan<br />

dan Agroklimat. Bogor. (Tidak dipublikasikan)<br />

Alloway. B.J. 1993. Heavy Metals in Soils. 2 nd Ed. Blackie Academic and Proof.<br />

Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan <strong>Pencemaran</strong>: Hubungannya dengan<br />

Toksikologi Senyawa Logam. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 179<br />

hal.<br />

219


Suganda et al.,<br />

Irianto, G., B. Kartiwa, E. Surmaini, dan W. Estiningtyas. 2001. Pengaruh lahan<br />

sawah terhadap karakteristik hidrologi suatu DAS (Studi Kasus DAS<br />

Kaligarang). hlm. 65-77 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan<br />

Sawah. Departemen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Puslitbangtanak,<br />

Bogor bekerjasama dengan MAFF Jepang dan Sekretariat ASEAN.<br />

Karama, S.1999. Pembangunan pertanian <strong>untuk</strong> menempatkan pertanian sebagai<br />

andalan. hlm. 1-10 dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Tanah,<br />

Iklim, dan Pupuk. Lido, Bogor. 6-8 Desember 1999. Pusat Penelitian Tanah dan<br />

Agroklimat, Bogor.<br />

Oldeman, L.R. 1975. An Agroclimate Map of Java Cont. Centr. Res. Inst. Food<br />

Crops. Bogor. Indonesia. No.17:P.12.<br />

Pusat Penelitian Tanah. 1983. Terms of Reference. Survei Kapabilitas Tanah. Proyek<br />

Penelitian Pertanian Menunjang Transmigrasi (P3MT), Pusat Penelitian Tanah,<br />

Bogor. No. 59/1983. (Tidak dipublikasikan)<br />

Soil Survey Staf. 1994. Keys to Soil Taxonomy. United States Departement of<br />

Agriculture. Soil Conservation Service. 6 th Ed.<br />

Sudjadi, M., I.M. Widjik, dan M. Soleh. 1971. Penuntun Analisa Tanah. Publ. No.<br />

10:51-61. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.<br />

Sumaryanto and Nur Suhaeti, R. 1997. Assessment of losses related to irrigated<br />

lowland convertion. Indonesia Agricultural Research and Development Journal<br />

V(1). & (2):20-28.<br />

Tala’ohu, S.H., Fahmuddin Agus, dan Gatot Irianto. 2001. Hubungan perubahan<br />

penggunaan lahan dengan daya sangga air sub DAS Citarik dan DAS<br />

Kaligarang. hlm 93-102 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan<br />

Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan<br />

Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan<br />

Agroklimat, Bogor.<br />

Wahyunto, M. Zainal Abidin, Adi Priyono, dan Sunaryo. 2001. Studi perubahan<br />

penggunaan lahan di Sub DAS Citarik, Jawa Barat dan DAS Kaligarang, Jawa<br />

Tengah. hlm 39 - 63 dalam Prosiding Seminar Nasional Multifungsi Lahan<br />

Sawah. Bogor, 1 Mei 2001. Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan<br />

Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan<br />

Agroklimat, Bogor.<br />

220


Konversi Lahan Pertanian: Aspek Hukum dan Implementasinya<br />

Gambar 1. Peta pencemaran limbah industri di lahan persawahan sub DAS Citarik (2002)<br />

221

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!