You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
USTAD SELEB BERMASALAH NESTAPA DI PANTI SAMUEL<br />
KEJAMNYA<br />
ISTRI<br />
JENDERAL<br />
EDISI <strong>118</strong> | 3 - 9 MARET 2014
DAFTAR ISI<br />
Edisi <strong>118</strong> 3 - 9 maret 2014<br />
Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />
Fokus<br />
Di Bawah Siksa<br />
ISTRI Jenderal<br />
Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />
Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />
menjadi tersangka kasus<br />
penyekapan dan penganiayaan PRT.<br />
Berusaha membujuk korban agar<br />
mencabut laporan.<br />
Nasional<br />
Hukum<br />
n Ketika Ustad dan Habib Disemprit MUI<br />
n menyoal rancangan seribu pasal<br />
internasional<br />
n kisah pilu dari panti samuel<br />
kriminal<br />
n tangkapan kakap di hutan cekungan<br />
ekonomi<br />
n Ukraina Terbelah<br />
n yingluck terjerat fulus beras<br />
n mencuci ‘kota dosa’ cina<br />
interview<br />
n andi mattalatta<br />
kolom<br />
n melindungi prt, berkaca dari filipina<br />
n Menunggu Wagyu Asli Jepang<br />
bisnis<br />
n pasar sempit pesawat ringan<br />
n menghitung harga whatsapp<br />
n dolar tepar, bursa berkibar<br />
lensa<br />
sisi lain CAPRES<br />
n raja, satria, sampai profesor<br />
spoRT<br />
n adakah judi di balik ali?<br />
buku<br />
n ambisi rhoma seperti reagan dan estrada<br />
Seni hiburan<br />
n lukisan misterius pascabanjir<br />
people<br />
n Valentino Rossi | Vanessa-Mae | Katy Perry<br />
GAya hidup<br />
n di pokok beringin<br />
n sentuhan lembut cinta virtual<br />
n film pekan ini<br />
n agenda<br />
Cover:<br />
Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik<br />
n Mirip sTroke, tapi Bukan<br />
n wisata dua dimensi anak krakatau<br />
n gula merah masakan nusantara<br />
Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />
Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />
Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />
Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />
Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />
Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />
Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />
Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />
Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />
Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />
appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />
No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.
lensa<br />
Lukisan Misterius<br />
PascaBanjir<br />
Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />
Foto-foto: ari saputra/detikfoto<br />
Lukisan di tembok rumah Haeriyah terlihat biasa. Istimewanya, ia muncul secara misterius setelah banjir yang menggenangi rumah<br />
Haeriyah surut. Selain itu, bentuk lukisan yang imajinatif mengundang warga menafsirkan berdasarkan persepsi masing-masing. Dari<br />
ayat Al-Quran, metafisika, hingga cerita perzinaan.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
lensa<br />
Warga melihat lukisan dinding ruang tamu di rumah Haeriyah di Cililitan, Jakarta Timur. Sebagian warga mempercayai coretan tersebut bernilai<br />
metafisika.
lensa<br />
Detail lukisan imajinatif yang mengandung penafsiran beragam. Sebagian warga yang datang mengambil cuilan lukisan cat minyak tersebut dan<br />
menaruhnya di dompet sebagai "jimat" keberuntungan.
Guratan cat hitam seperti riak tinta membuat ilusi yang atraktif. Berbagai dugaan mengemuka untuk menjawab kenapa ia bisa muncul pascabanjir.
lensa<br />
Rumah Haeriyah memang menjadi langganan banjir karena berada di bantaran Kali Ciliwung. Tetapi baru kali ini banjir meninggalkan bekas<br />
ganjil.
lensa<br />
Sejak lukisan itu terlihat pada Minggu (23/2), warga terus berdatangan. Pada Rabu (26/2), Haeriyah memilih menghapusnya dengan mengecat<br />
ulang tembok karena banyak yang menafsirkan lukisan itu ke hal-hal metafisika.
nasional<br />
Ketika<br />
Ustad dan Habib<br />
Disemprit MUI<br />
Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan masyarakat mendapat perhatian serius<br />
Majelis Ulama. Akan ada sertifikasi bagi dai atau ustad seleb yang tampil di televisi.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Ustad Guntur Bumi (kedua<br />
kiri) didampingi pengacaranya,<br />
Warsito, mengklarifikasi<br />
tudingan yang dialamatkan<br />
kepadanya, Jumat (28/2).<br />
detikhot<br />
Lepas tengah malam, rumah keluarga<br />
Yarnelli, 74 tahun, mendadak ramai.<br />
Saat itu, Jumat, 7 Februari lalu, jam dinding<br />
menunjukkan pukul 02.00 WIB.<br />
Ada hal ganjil di kamar Yarnelli yang membuat<br />
para penghuni rumah terbangun dari tidurnya.<br />
Ada belasan belatung berserak di atas kasur<br />
Yarnelli.<br />
Hans Suta Widya, 50 tahun, anak Yarnelli<br />
yang tinggal di rumah itu bersama istrinya,<br />
Mami, 35 tahun, langsung panik. Begitu juga<br />
Nurcayati, 94 tahun, ibu Yarnelli. “Belatung itu<br />
wujudnya persis seperti waktu pengobatan di<br />
padepokan Ustad Guntur Bumi,” kata Hans,<br />
mengenang kejadian itu.<br />
Sehari sebelum munculnya belatung misterius<br />
itu, Hans memang membawa ibu serta<br />
neneknya tersebut ke padepokan milik ustad<br />
kondang itu di kawasan perumahan elite<br />
Pondok Indah, Jakarta Selatan. Keduanya ingin<br />
disembuhkan lewat pengobatan alternatif yang<br />
dilakukan suami artis Puput Melati itu.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Umat muslim melakukan<br />
doa dan zikir bersama Ustad<br />
Arifin Ilham, di Masjid Istiqlal,<br />
beberapa waktu lalu.<br />
Agung Pambudhy/Detikcom<br />
Menurut Hans, sudah berbulan-bulan Nurcayati<br />
mengalami lumpuh pada kakinya sehingga<br />
tidak bisa berjalan. Sedangkan Yarnelli mengeluh<br />
kakinya selalu terasa sakit saat berjalan.<br />
Beberapa dokter sudah mereka sambangi, tapi<br />
penyakit itu belum pergi juga. Ikhtiar akhirnya<br />
dilakukan Hans dengan membawa Yarnelli dan<br />
Nurcayati ke padepokan milik Ustad Guntur<br />
Bumi, atau yang biasa disebut UGB, pada Kamis<br />
sore, 6 Februari lalu.<br />
Menurut Hans, UGB menyatakan bisa menyembuhkan<br />
penyakit Yarnelli dan Nurcayati<br />
secara total. Syaratnya, harus membayar sejumlah<br />
uang seharga kerbau sebagai sedekah<br />
pengobatan. Nilainya pun bervariasi, dari Rp 25<br />
juta hingga Rp 75 juta. Namun, lewat seminggu,<br />
penyakit Yarnelli dan Nurcayati tak kunjung<br />
sembuh. “Tak ada perubahan apa pun. Nenek<br />
dan ibu saya tetap sakit,” ujar Hans saat ditemui<br />
majalah detik.<br />
Hal ini mendorong Hans melaporkan sang<br />
ustad ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tuduhannya,<br />
UGB melakukan praktek perdukunan<br />
dan penistaan agama. Hans menuding cara<br />
pengobatan yang dilakukannya mengandung<br />
unsur menakut-nakuti dan menimbulkan kecemasan.<br />
“Kami diminta mengusap kepala kami masing-masing.<br />
Saat mengusap itulah berguguran<br />
belatung dan serpihan serat kawat dari atas<br />
kepala,” Hans menuturkan.<br />
Namun UGB, saat dimintai konfirmasi secara<br />
terpisah, menyangkal tuduhan itu, apalagi<br />
anggapan melakukan praktek perdukunan.<br />
“Musyrik dari mana? Sesat dari mana? Itu yang<br />
disesalkan, saya seperti mengkoordinir lainnya,”<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Seorang<br />
ustad semestinya<br />
menjadi tuntunan,<br />
bukan tontonan.<br />
KH Muhyidin<br />
Djunaidi<br />
ucap Guntur saat ditemui di kawasan Jakarta<br />
Selatan, Kamis, 27 Februari, lalu.<br />
Menurut dia, metode rukiyah syariah yang<br />
dijalankannya dengan cara membacakan ayat<br />
suci Al-Quran. “Sewaktu di Kalimantan, ada<br />
pengobatan yang keluar kawatnya, itu tergantung<br />
percaya atau enggak,” UGB melanjutkan.<br />
Guntur Bumi juga menyayangkan mengapa<br />
masalah ini sampai dibawa ke Majelis Ulama.<br />
Padahal pihaknya dengan Hans sudah berdamai<br />
dan “zakat” berupa perhiasan sudah<br />
dikembalikan.<br />
Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan<br />
masyarakat akhir-akhir ini memang mendapat<br />
perhatian serius dari MUI. Untuk “menertibkan”<br />
kiprah para ustad yang sering nongol di<br />
televisi atau yang beken disebut ustad seleb,<br />
lembaga pembuat fatwa itu akan memanggil<br />
mereka untuk berdiskusi.<br />
“Ada tata cara etika berdakwah dalam menyampaikan<br />
pesan kepada umat. Pertama,<br />
jangan mempermudah mengeluarkan fatwafatwa,<br />
ada mekanisme yang berlaku,” ujar Ketua<br />
Harian MUI Bidang Luar Negeri, KH Muhyidin<br />
Djunaidi.<br />
Muhyidin menjelaskan banyak dari ustad seleb<br />
itu yang dinilainya sembarangan memberi<br />
fatwa kala ditanya jemaah. “Kedua, ada yang<br />
mengucapkan kata-kata yang menimbulkan<br />
kontroversi. Ini kan soal agama, sangat sensitif,”<br />
tuturnya.<br />
Kemudian, atas pesanan pembayar honor,<br />
ada juga ustad seleb yang terkadang tampil di<br />
luar kaidah agama. “Ada yang agak eksentrik.”<br />
Muhyidin juga mencermati kelakuan ustad<br />
seleb yang lebih mementingkan urusan popularitas<br />
ketimbang agama. “Ketiga, ustad ini<br />
lebih pada ustad tontonan daripada tuntunan.<br />
Seorang ustad semestinya menjadi tuntunan,<br />
bukan tontonan,” dia menjelaskan.<br />
Bukan hanya itu. MUI juga melihat banyak<br />
ustad yang justru tampil di luar kaidah agama,<br />
seperti untuk perdukunan, ilmu gaib, atau<br />
pengobatan alternatif, yang menyalahi etika<br />
berdakwah. Yang tak kalah menyita perhatian<br />
MUI adalah soal ustad seleb yang dikatrol karena<br />
pesanan pengusaha. Tentu itu amat disayangkan.<br />
Karena itu, MUI akan melakukan “fit<br />
and proper test” terhadap para ustad ini. “Nanti<br />
akan ada semacam sertifikasi,” ujar Muhyidin.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Dai seleb sering<br />
tampil nyeleneh di<br />
televisi karena kegiatan<br />
dakwah keagamaan<br />
yang sudah masuk<br />
ranah pasar. Ada hukum<br />
supply and demand.<br />
Prof Dr Komaruddin<br />
Hidayat<br />
Selain menyoroti ustad seleb, MUI akan<br />
menertibkan para habib yang saat menggelar<br />
ceramah sampai mengganggu pengguna jalan.<br />
Majelis Ulama menilai seharusnya pengajian<br />
dengan menutup jalan yang sampai menimbulkan<br />
kemacetan tidak dilakukan.<br />
“Pengajian itu jangan sampai mengganggu<br />
ketertiban masyarakat. Jalan raya bukan tempat<br />
pengajian. Masak berdakwah mengganggu,<br />
bikin kemacetan,” tuturnya. Muhyidin mengatakan<br />
para habib ini akan disurati dan<br />
diatur waktu untuk berdiskusi. Jangan<br />
sampai syiar agama justru menimbulkan<br />
persepsi buruk soal Islam di mata<br />
masyarakat.<br />
Sementara itu, mantan Rektor<br />
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,<br />
Jakarta, Prof Dr Komaruddin<br />
Hidayat menilai munculnya ustad-ustad<br />
seleb bukan tanpa sebab. Mereka<br />
jadi sering muncul di televisi lantaran ada<br />
permintaan dari masyarakat. “Dai seleb sering<br />
tampil nyeleneh di televisi karena kegiatan<br />
dakwah keagamaan yang sudah masuk ranah<br />
pasar. Ada hukum supply and demand,” ujar<br />
Komaruddin kepada majalah detik.<br />
Karena itu, jika penonton tidak menghendaki,<br />
para ustad seleb pun akan jarang muncul<br />
lagi. Jadi eksistensi mereka ditentukan pasar,<br />
yakni penonton. Namun, ketika para ustad itu<br />
mulai melakukan hal yang nyeleneh, menurut<br />
Komaruddin, lembaga yang kompeten, semisal<br />
Komisi Penyiaran Indonesia, memang perlu<br />
mengaturnya.<br />
Menanggapi permintaan itu, Bekti Nugroho,<br />
anggota Komisi Penyiaran Indonesia, mengaku<br />
sudah memelototi semua tayangan di televisi<br />
yang menggunakan frekuensi publik. Tidak<br />
ketinggalan terkait kiprah para ustad di televisi.<br />
Bekti mengimbau setiap stasiun televisi hanya<br />
menyajikan program siaran atau iklan yang<br />
mencerdaskan dan memunculkan sikap kritis.<br />
“Sayang kalau frekuensi tidak digunakan sebagaimana<br />
mestinya. Jadi marilah kita gunakan<br />
frekuensi sebagai sarana edukasi dan mengasah<br />
daya kritis masyarakat. Kalau enggak, kita<br />
bakal kalah dari negara lain,” ucapnya.<br />
■ Kustiah Tanjung, Mauludi Rismoyo | Deden<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Menyoal<br />
Rancangan<br />
Seribu<br />
Pasal<br />
Pemerintah meneruskan pembahasan<br />
RUU KUHP dan KUHAP meski diprotes KPK.<br />
Tak akan ditarik karena pembahasannya<br />
sejak 12 tahun lalu.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Ketua Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi<br />
Abraham Samad<br />
Ekho Ardiyanto/antara foto<br />
Konferensi pers di kantor Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi, Jakarta,<br />
Rabu, 19 Februari lalu, terasa berbeda.<br />
Biasanya pimpinan KPK atau<br />
juru bicara memberikan keterangan kepada<br />
wartawan dalam suasana rileks, tapi saat itu ketegangan<br />
menyelimuti wajah Abraham Samad.<br />
Ketua KPK itu seperti berusaha mengendalikan<br />
emosinya.<br />
Mantan aktivis antikorupsi itu menjelaskan<br />
sikap lembaganya atas pembahasan Rancangan<br />
Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana<br />
(RUU KUHP) dan Kitab Undang-Undang<br />
Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bergulir di<br />
Dewan Perwakilan Rakyat. “KPK tidak sedang<br />
menolak serta-merta RUU KUHP dan RUU KU-<br />
HAP. Tetapi kami mohon kepada pemerintah<br />
untuk menunda,” kata Abraham, didampingi<br />
Wakil Ketua KPK Zulkarnain serta juru bicara<br />
Johan Budi.<br />
Abraham khawatir tugas KPK dalam memberantas<br />
korupsi bisa terganggu jika pemerintah<br />
dan DPR ngotot mengegolkan kedua RUU itu<br />
menjadi undang-undang. Ada beberapa hal<br />
krusial dalam dua rancangan tersebut yang<br />
dikhawatirkan oleh lembaga antirasuah itu, di<br />
antaranya dimasukkannya delik korupsi dalam<br />
Buku II RUU KUHP tentang Tindak Pidana,<br />
khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana<br />
Korupsi.<br />
Aturan itu dinilai bisa menghilangkan sifat<br />
korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sebab,<br />
korupsi sudah diatur secara khusus (lex specialis)<br />
di dalam UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999,<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Ketua Tim Perumus<br />
RUU KUHP dan KUHAP<br />
Muladi (kiri) didampingi<br />
Dirjen Peraturan<br />
Perundang-undangan<br />
Kementerian Hukum dan<br />
HAM Wahiduddin Adams<br />
(kanan) memaparkan daftar<br />
inventarisasi masalah RUU<br />
KUHAP kepada Komisi III<br />
DPR, Kamis (23/1).<br />
Yudhi Mahatma/antara foto<br />
yang telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.<br />
Selain soal delik korupsi, RUU KUHP memasukkan<br />
unsur kejahatan luar biasa lainnya. Jika<br />
sifat kejahatan luar biasa (extraordinary crime)<br />
hilang, fungsi lembaga khusus, seperti KPK, Pusat<br />
Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,<br />
serta Badan Narkotika Nasional, tidak relevan<br />
lagi.<br />
Substansi soal penyadapan yang dilakukan<br />
saat penyelidikan seperti diatur dalam Pasal<br />
83 RUU KUHAP juga menjadi keberatan KPK.<br />
Pasal itu mengatur, penyadapan pembicaraan<br />
harus seizin hakim pemeriksa pendahuluan,<br />
yang akan mempersulit KPK melakukan langkah<br />
hukum.<br />
Aturan lain yang dinilai bakal mengamputasi<br />
kewenangan KPK adalah ketentuan soal penyitaan,<br />
yang diatur dalam Pasal 75. Penyitaan<br />
harus mendapat izin hakim pemeriksa pendahuluan.<br />
Aturan tentang pembatasan masa<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Wakil Ketua Komisi III DPR<br />
Aziz Syamsuddin<br />
Reno Esnir/antara foto<br />
penahanan lima hari untuk penyidikan, kata<br />
Abraham, juga menyulitkan, dan mustahil bagi<br />
KPK untuk melakukan pemberkasan. Belum<br />
lagi soal penyuapan atau gratifikasi yang tidak<br />
masuk dalam delik tindak pidana korupsi di<br />
RUU KUHAP.<br />
“Kedua RUU ini sangat vital, maka pengkajiannya<br />
juga harus mendalam dan tidak tergesagesa,”<br />
ujarnya.<br />
Sederet keberatan itulah yang mendorong<br />
KPK menyurati Presiden Susilo<br />
Bambang Yudhoyono pada pertengahan<br />
Februari lalu. Surat juga ditujukan kepada<br />
Ketua DPR, pimpinan Komisi III DPR, Menteri<br />
Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta<br />
Panitia Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP<br />
di DPR.<br />
“Kalau pemerintah dan DPR ngotot,<br />
berarti mereka tidak punya political will<br />
terhadap pemberantasan korupsi,”<br />
Abraham menuturkan.<br />
Tidak hanya mengancam<br />
keberadaan lembaga seperti<br />
KPK, proses pembahasan dua<br />
RUU itu juga dinilai terburuburu<br />
karena dilakukan di pengujung masa tugas<br />
anggota Dewan. Padahal RUU KUHP memuat<br />
766 pasal dan RUU KUHAP 285 pasal, sehingga<br />
total ada 1.051 pasal.<br />
Direktur Program Transparency International<br />
Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan<br />
waktu pembahasan RUU KUHP dan RUU KU-<br />
HAP cuma sampai Mei mendatang, sebelum<br />
DPR berganti dengan anggota periode berikutnya.<br />
Pembahasannya juga tidak melibatkan banyak<br />
pakar hukum dan lembaga lain, termasuk<br />
KPK. “Dengan waktu mendesak, ditakutkan ini<br />
akan menjadi produk loncatan politik,” ucapnya.<br />
Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin<br />
tak membantah anggapan bahwa DPR berperan<br />
mendorong pembahasan kedua RUU tersebut,<br />
karena hal itu sesuai kesepakatan dengan<br />
pemerintah serta surat amanat presiden<br />
kepada DPR pada 31 Januari tahun lalu. Kendati<br />
begitu, ia menolak jika Dewan dijadikan sasaran<br />
protes.<br />
Politikus Partai Golkar yang juga Ketua Panitia<br />
Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP itu mempersilakan<br />
mereka yang meminta penundaan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
nasional<br />
Menteri Koordinator Politik,<br />
Hukum, dan Keamanan<br />
Djoko Suyanto<br />
ari saputra/detikfoto<br />
revisi kedua undang-undang itu melayangkan<br />
keberatan kepada pemerintah. “Karena RUU<br />
KUHP dan KUHAP usulan pemerintah,” katanya<br />
melalui pesan singkat telepon seluler.<br />
Hampir senada, bekas Ketua Komisi III Gede<br />
Pasek Suardika membantah jika dikatakan DPR<br />
mengebut pembahasan. Dia bilang, hingga ia<br />
dipindahkan dari Komisi Hukum oleh fraksinya,<br />
Fraksi Demokrat, pada awal Februari lalu, RUU<br />
KUHP dan KUHAP belum dibahas satu pasal<br />
pun. “Jadi KPK jangan paranoid,” ujarnya.<br />
Sumber majalah detik mengungkap hal<br />
berbeda. Pembahasan revisi KUHP dan KUHAP<br />
terus dilakukan dengan melibatkan sejumlah<br />
praktisi hukum, akademisi, serta beberapa<br />
mantan pemimpin KPK. Ketua tim penyusun<br />
RUU KUHP, yang juga mantan Gubernur<br />
Lembaga Ketahanan Nasional, Muladi, sudah<br />
memberikan pendapatnya di Komisi III. Hal<br />
itu dilakukan meski sejumlah kalangan menyampaikan<br />
keberatan, termasuk KPK, sejak<br />
pemerintah menyerahkan draf kedua RUU itu<br />
kepada DPR. Keberatan tersebut seperti tak<br />
digubris.<br />
Penentangan itu juga tak membuat pemerintah<br />
surut langkah. Direktur Jenderal Hak Asasi<br />
Manusia Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti<br />
Harkrisnowo berkukuh melanjutkan<br />
pembahasan dan tak akan menarik kedua RUU<br />
itu dari DPR. “Karena belum ada perintah lebih<br />
lanjut, maka (saya) terus memimpin pembahasan,”<br />
tuturnya.<br />
Adapun Menteri Koordinator Politik, Hukum,<br />
dan Keamanan Djoko Suyanto membantah<br />
adanya kongkalikong antara pemerintah dan<br />
DPR. Apalagi RUU KUHP dan KUHAP disusun<br />
sejak 12 tahun lalu. “RUU ini bukan kemarin<br />
sore. Kami didorong kapan KUHAP direvisi. Ini<br />
diajukan, kok malah diprotes,” ucapnya Rabu,<br />
25 Februari lalu.<br />
Djoko juga menolak jika kedua RUU itu<br />
disebut mengebiri kewenangan KPK. Ia pun<br />
meminta komisi antikorupsi tersebut menyusun<br />
daftar inventarisasi masalah, dan diajukan<br />
ke DPR. “Itu (RUU KUHP) ada 700 lebih pasal.<br />
Masak hanya karena belasan pasal jadi dicabut,”<br />
katanya. n<br />
Kustiah, Nur Khafifah | Dimas<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
hukum<br />
Kisah Pilu<br />
dari Panti Samuel<br />
Anak-anak Panti Asuhan Samuel di<br />
Gading Serpong terlihat kurus tak<br />
terurus. Beberapa di antaranya<br />
mengalami luka memar. Pemiliknya<br />
dilaporkan ke polisi dengan dugaan<br />
melakukan penelantaran dan<br />
kekerasan.<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
hukum<br />
Ketua Komnas Perlindungan Anak<br />
Arist Merdeka Sirait (tengah)<br />
bersama sejumlah anak penghuni<br />
Panti Asuhan Samuel.<br />
Lucky.R/ANTARA FOTO<br />
Rumah Nomor 1 Sektor VI, Blok GC-<br />
10, Cluster Michelia, Summarecon<br />
Gading Serpong, tampak megah.<br />
Pagar setinggi lebih dari 2 meter<br />
membentengi bangunan dua lantai bercat<br />
krem itu. Pada bagian luar pagar tergantung<br />
selembar terpal biru dengan tulisan “The Samuel’s<br />
Home”.<br />
Beberapa waktu belakangan, bangunan panti<br />
asuhan di perumahan mewah di Kabupaten<br />
Tangerang, Banten, itu menjadi sorotan media.<br />
Penyebabnya apa lagi kalau bukan kasus dugaan<br />
kekerasan yang dialami anak-anak telantar<br />
yang ditampung di sana. Salah satu anak mengaku<br />
kerap dianiaya dua pemilik Panti Asuhan<br />
Samuel, di antaranya dipukul dengan gesper.<br />
“Saya juga pernah dikurung di kandang anjing,”<br />
kata bocah berusia 9 tahun itu di kantor<br />
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Jalan<br />
Sunter Boulevard, Jakarta Utara. Bocah laki-laki<br />
itu dipaksa tidur dengan enam anjing semalaman.<br />
Pagi harinya, ia baru dikeluarkan dari<br />
kandang. “Habis itu, seharian enggak dikasih<br />
makan,” ujarnya.<br />
Selama ini Samuel Watulingas dan istrinya,<br />
Yuni Winata, pemilik panti, menampung 41<br />
anak dan bayi, yang terdiri atas 12 perempuan<br />
dan 29 laki-laki. Untuk mengasuh anak-anak<br />
telantar itu, mereka menerima sumbangan dari<br />
sejumlah donatur.<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
hukum<br />
Kami menduga<br />
sumbangan<br />
para donatur ini<br />
dimanfaatkan untuk<br />
kekayaan pemilik,<br />
bukan untuk anak<br />
panti.<br />
Tapi, meski bantuan terus mengalir, anakanak<br />
panti ini tidak sejahtera. Seorang donatur<br />
melihat beberapa anak terlihat kurus<br />
seperti tak terurus. Beberapa di antaranya<br />
mengalami luka memar di sejumlah bagian<br />
tubuhnya. “Padahal donatur ini sering<br />
memberi sumbangan,” tutur Gading<br />
Nainggolan dari LBH Mawar Saron.<br />
Dugaan penyiksaan ini terungkap<br />
setelah tujuh anak<br />
diizinkan bermain di warung<br />
Internet (warnet).<br />
Kesempatan itu mereka<br />
manfaatkan untuk kabur<br />
menemui salah seorang<br />
donatur, dan menceritakan<br />
kisah pilu yang<br />
mereka alami di panti. Donatur<br />
itulah yang kemudian<br />
melaporkan masalah tersebut<br />
ke LBH Mawar Saron.<br />
“Kami menduga sumbangan para donatur<br />
ini dimanfaatkan untuk kekayaan pemilik,<br />
bukan untuk anak panti,” ucap Gading. Kebanyakan<br />
donatur mendapatkan informasi soal<br />
Panti Asuhan Samuel dari Internet.<br />
Komisi Nasional Perlindungan Anak juga<br />
turun tangan mengungkap dugaan kekerasan<br />
yang dialami anak-anak Panti Samuel. Pada<br />
Senin, 24 Februari lalu, Komnas bersama anggota<br />
kepolisian berhasil mengevakuasi 12 anak<br />
berusia di bawah 5 tahun dari panti tersebut.<br />
Komnas bergerak setelah menerima laporan<br />
masyarakat bahwa ada bayi berumur 3 bulan<br />
di panti itu yang meninggal pada pertengahan<br />
Februari lalu.<br />
“Kami melakukan investigasi pada 15 Februari<br />
2014, dan mendapat informasi anak balita berinisial<br />
C, berusia 3 bulan, meninggal. Dua anak<br />
di sana juga kritis,” kata Ketua Umum Komnas<br />
Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada<br />
majalah detik.<br />
Komnas segera berkoordinasi dengan kepolisian<br />
dan melakukan penggerebekan. Betul saja,<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
hukum<br />
Beberapa pengacara dari LBH<br />
Mawar Saron mendampingi 10 anak<br />
yang diduga mengalami tindak<br />
kekerasan di Panti Asuhan Samuel<br />
ke Markas Polda Metro Jaya,<br />
Jakarta, Rabu (26/2).<br />
Grandyos Zafna/detikfoto<br />
di sana Arist mendapati dua anak balita sedang<br />
mengalami demam tinggi. Mereka segera<br />
dilarikan ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit<br />
Beth saida Summarecon Serpong. Sepuluh anak<br />
balita lain dievakuasi ke rumah penitipan anak<br />
Kementerian Sosial.<br />
Saat mengevakuasi belasan anak balita itu,<br />
Arist dan timnya sempat mendapat tentangan<br />
dari Samuel. Mereka pun beradu argumentasi.<br />
“Tapi tidak ada rebut-merebut,” ujarnya. “Akhirnya<br />
dia (Samuel) mengerti, bahkan istrinya<br />
(Yuni) ikut mengantar dua anak balita yang<br />
demam tinggi itu ke UGD.”<br />
Sementara itu, soal tujuh anak yang kabur,<br />
Arist mengaku baru tahu dari informasi LBH<br />
Mawar Saron. Setelah melakukan koordinasi,<br />
kedua lembaga itu melaporkan kasus dugaan<br />
penelantaran dan tindak kekerasan terhadap<br />
anak di panti asuhan tersebut ke Kepolisian<br />
Daerah Metro Jaya.<br />
LBH Mawar Saron bahkan melaporkan Samuel<br />
dan Yuni ke Unit Perlindungan Perempuan<br />
dan Anak Polda Metro Jaya pada 16 Februari<br />
lalu. Samuel dan istrinya dijerat dengan Pasal<br />
77 dan Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan<br />
Anak terkait dengan penelantaran dan<br />
kekerasan fisik. Keduanya dilaporkan berkat<br />
pengaduan tujuh anak, yakni J, 12 tahun, Y (13),<br />
YE (14), LA (17), JJ (9), YA (13), dan H (20).<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
hukum<br />
Samuel (kiri) dan istrinya,<br />
Yuni (kanan)<br />
Ari Saputra/detikfoto<br />
Gading menambahkan, para korban diduga<br />
mengalami kekerasan oleh pemilik panti dan<br />
istrinya. Banyak hal sepele yang menyebabkan<br />
anak-anak tersebut mengalami pemukulan,<br />
seperti bermain di warnet. Bahkan, dari laporan<br />
para korban, ada anak yang mengalami<br />
pelecehan seksual. “Pelecehan (seksual)-nya<br />
mungkin ada. Ini rencananya akan jadi laporan<br />
baru nanti,” tutur Gading.<br />
Beberapa warga yang ditemui majalah detik<br />
juga mengaku, sejak awal mereka mencurigai<br />
adanya kekerasan di panti tersebut. “Saya dengar<br />
itu terjadi sejak mereka tinggal di depan Sekolah<br />
Penabur, Jalan Kelapa Gading Barat, Gading Serpong,”<br />
ucap ketua RW setempat, Arie Wibowo.<br />
Arie menambahkan, selama ini pihaknya belum<br />
sekali pun menerima permohonan pengurusan<br />
izin dari pengelola Panti Asuhan Samuel.<br />
“Kami sering protes karena perumahan enggak<br />
boleh buat usaha,” katanya.<br />
Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Kabupaten<br />
Tangerang Uyung Muryadi menyatakan<br />
Panti Samuel tak berizin. “Jadi ini ilegal. Akan<br />
kami investigasi lebih mendalam. Soal hukumnya,<br />
biar polisi yang melakukan,” ujarnya.<br />
Namun semua tudingan itu dibantah Samuel<br />
Watulingas. Ia menegaskan pantinya<br />
me ngantongi izin. Panti itu, ujarnya, dibentuk<br />
oleh Yayasan Kasih Sayang Ayah Bunda, yang<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
hukum<br />
Suasana Panti Asuhan Samuel<br />
di Gading Serpong, Tangerang,<br />
Selasa (25/2).<br />
Ari Saputra/detikfoto<br />
didaftarkan di Pengadilan Negeri Tangerang<br />
dengan nomor HT.01/014/1050/2000/PN.Tangerang<br />
dan surat izin Dinas Sosial bernomor<br />
62/02-Binsos/2001 Tangerang.<br />
Samuel juga mengaku tidak pernah menyiksa,<br />
apalagi mengurung anak-anak di<br />
kandang anjing. “Itu bumbu-bumbu mereka,<br />
enggak pernah saya lakukan itu,” tuturnya<br />
secara terpisah. Meski begitu, Samuel mengaku<br />
siap menghadapi proses hukum. Bahkan<br />
ia pasrah jika masalah ini bakal menyeretnya<br />
ke penjara. ■ M. Rizal | Deden<br />
Majalah detik 3 - 9 Maret 2014
kriminal<br />
Tangkapan<br />
Kakap<br />
di Hutan<br />
Cekungan<br />
Dua warga negara Iran yang diduga<br />
bagian dari sindikat narkotik<br />
internasional ditangkap saat membawa<br />
60 kilogram sabu. Barang haram senilai<br />
Rp 140 miliar itu akan diedarkan di<br />
Indonesia dan Australia.<br />
ilustrasi: edi wahyono<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kriminal<br />
Mustova dan Hashem,<br />
warga Iran penyelundup<br />
60 kg sabu yang<br />
diamankan BNN.<br />
Ahmad fikri/detikcom<br />
Sayed Hashem Musapivour dan<br />
Mustova Moradivaland tak berkutik<br />
saat disergap 40 anggota kepolisian,<br />
Badan Narkotika Nasional (BNN),<br />
dan Drug Enforcement Administration (DEA)<br />
di hutan Cagar Alam Cekungan I, Desa Jayanti,<br />
Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi,<br />
Jawa Barat, Rabu pagi, 26 Februari lalu.<br />
Dua warga negara Iran itu tertangkap saat<br />
membawa tiga buah tas besar berisi 60 kilogram<br />
narkotik jenis sabu.<br />
Penangkapan itu sejatinya merupakan hasil<br />
pengintaian yang cukup lama oleh aparat BNN<br />
dan DEA, yang menerima informasi akan adanya<br />
transaksi narkotik kelas kakap. Badan Narkotika<br />
juga mendapat petunjuk bahwa pada 8<br />
Februari 2014, “target” bernama Mustova akan<br />
menginap di Hotel Bayu Amarta, Pelabuhan<br />
Ratu.<br />
Benar saja, sekitar pukul 01.00 WIB, Mustova<br />
muncul di pantai dan menyewa perahu besar<br />
untuk menuju ke tengah laut. Di tengah laut,<br />
perahu yang disewanya dihampiri sebuah perahu<br />
karet kecil. Dengan dua kali kerlipan sinar<br />
senter, seperti sebuah kode, orang di perahu<br />
karet pun berpindah sembari membawa barang<br />
yang ternyata 3 tas berisi 60 kilogram sabu.<br />
“Kami (BNN), bekerja sama dengan DEA,<br />
telah mengendus adanya transaksi yang dilakukan<br />
oleh warga negara Iran ini. Mereka<br />
rencananya menyelundupkan sabu untuk diedarkan<br />
di Indonesia, dan setengahnya akan di-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kriminal<br />
Mustova memindahkan<br />
barang bawaannya sekitar 10<br />
meter dari lokasi kecelakaan,<br />
dan menguburnya.<br />
selundupkan ke Australia,” kata Deputi Bidang<br />
Pemberantasan BNN Brigadir Jenderal Polisi<br />
Deddy Fauzi el-Hakim kepada majalah detik,<br />
Kamis, 27 Februari lalu.<br />
Sesampai di darat, barang itu dipindahkan ke<br />
mobil Toyota Avanza warna perak yang disewa<br />
Mustova dari warga Kampung Gumelar, Kelurahan<br />
Pelabuhan Ratu. Mobil itu dikemudikan<br />
Asep Suryana alias Apay, 30 tahun, yang tidak<br />
tahu apa isi barang yang dibawa<br />
Mustova. Apay hanya diminta<br />
mengantarnya ke tempat hiburan<br />
di Kota Sukabumi.<br />
“Sopir ini tidak curiga. Sebab,<br />
di Pelabuhan Ratu, banyak turis<br />
yang sering menyewa mobil ke<br />
warga,” ujar Kepala Kepolisian<br />
Resor Sukabumi Ajun Komisaris<br />
Besar Asep Edi Suheri secara terpisah.<br />
Nah, di tengah jalan menuju Sukabumi,<br />
tepatnya di Jalan Batu Sapi, Pelabuhan Ratu,<br />
mobil mengalami kecelakaan, dan terperosok<br />
ke jurang di hutan Cagar Alam Cekungan I atau<br />
yang dikenal dengan hutan lindung Cagar Alam<br />
Tangkuban Perahu. Setelah kejadian, Mustova<br />
memindahkan barang bawaannya sekitar 10<br />
meter dari lokasi kecelakaan, dan menguburnya.<br />
Polisi datang setelahnya.<br />
Meski tak kedapatan membawa barang<br />
haram, Mustova diamankan. Namun, keesokan<br />
harinya, ia dilepas karena dokumen yang<br />
dimilikinya lengkap. Mustova juga bersedia<br />
menyelesaikan kasus kecelakaan itu secara damai.<br />
Dari kantor polisi, Mustova pun bergegas<br />
menuju Jakarta untuk bertemu dengan Sayed<br />
Hashem, yang telah menunggunya di sebuah<br />
apartemen di Jakarta Barat.<br />
Keberadaan keduanya di apartemen itu juga<br />
telah diintai oleh petugas BNN dan DEA. Beberapa<br />
hari kemudian, dua warga Iran itu berangkat<br />
menuju Pelabuhan Ratu, dan menginap di<br />
Hotel Bayu Amarta. Di hotel itu mereka rupanya<br />
menyusun strategi pengambilan barang<br />
yang “diamankan” di hutan. Keduanya tak sadar<br />
sedang dikuntit petugas BNN dan anggota<br />
agensi pemberantasan obat-obatan terlarang<br />
Amerika Serikat (DEA) itu.<br />
Baru pada Rabu pagi, 26 Februari, keduanya<br />
check-out dari hotel dan pergi menuju<br />
hutan lindung Cagar Alam Tangkuban Perahu<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kriminal<br />
Dua warga Iran dibekuk<br />
BNN, DEA, dan polisi<br />
di Hutan Cagar Alam<br />
Pelabuhan Ratu.<br />
Ahmad fikri/detikcom<br />
menggunakan mobil sewaan. “Kami mengintai<br />
semalaman, menunggu para tersangka mengambil<br />
sabu yang mereka tanam,” ucap Deddy<br />
Fauzi.<br />
Setelah menemukan barang yang ditanam,<br />
Mustova dan rekannya itu memasukkannya<br />
ke mobil. Nah, tak lama beranjak dari tempat<br />
tersebut, keduanya dihadang aparat gabungan<br />
kepolisian, BNN, dan beberapa petugas dari<br />
DEA. Tiga tas berisi puluhan kilogram bubuk<br />
kristal putih itu langsung disita.<br />
Menurut Deddy, setelah dites, sabu<br />
bawaan Mustova berjenis amfetamin tipe<br />
stimulan. “Kita tahu metamfetamin tersebut<br />
bernilai Rp 1,7-2 juta per gram. Maka, kalau<br />
beratnya 60-70 kilogram, nilainya hampir Rp<br />
140 miliar. Dan ini berkualitas terbaik,” Deddy<br />
menambahkan.<br />
Mustova dan Hashem akhirnya mengakui<br />
sudah tiga kali melakukan transaksi dengan<br />
menyelundupkan 200 kilogram sabu sejak<br />
Desember 2013. Penangkapan kedua tersangka<br />
terus dikembangkan untuk mengungkap sindikat<br />
narkotik yang melibatkan warga negara<br />
asing tersebut, termasuk mendalami peranan<br />
Mustova dan Hashem dalam kasus sebelumnya<br />
yang diungkap BNN dan Markas Besar<br />
Polri di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi,<br />
yang menewaskan tiga warga Iran.<br />
Deddy menduga kedua tersangka merupakan<br />
bagian dari sindikat narkotik internasional<br />
Bulan Sabit Emas (Golden Crescent). Anggota<br />
jaringan ini biasanya warga Afganistan, Iran,<br />
Turki, dan Nigeria. Namun orang Iran-lah yang<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kriminal<br />
Mobil sewaan Mustova yang<br />
mengalami kecelakaan di<br />
Hutan Cekungan.<br />
ahmad fikri/detikcom<br />
dikenal nekat dan berani membawa narkotik<br />
dalam paket besar.<br />
“Beda dengan sindikat Kolombia atau Cina,<br />
yang paling berani membawa 5-10 kilogram.<br />
Itu pun dengan melibatkan banyak orang. Iran<br />
tidak, mereka lebih percaya pada bangsanya<br />
sendiri dan nekat melalui jalur yang susah,<br />
seperti melawan ombak besar,” ujarnya.<br />
Kepala Pusat Pengkajian<br />
dan Pengembangan Kebijakan<br />
Kawasan Asia-Pasifik dan<br />
Afrika Kementerian Luar Negeri<br />
RI, Mohamad Hery Saripudin,<br />
sebelumnya mengakui<br />
masalah penyelundupan<br />
narkotik oleh warga negara<br />
Iran telah menjadi isu yang<br />
kerap menjadi bahasan pemerintah Indonesia dan<br />
Iran. “Meski begitu, dalam penyelesaian masalah<br />
tersebut, masing-masing berpegang pada hukum<br />
yang ada,” tutur Hery saat ditemui beberapa<br />
waktu lalu.<br />
Setelah penangkapan Mustova dan Hashem,<br />
jajaran Polres Sukabumi gencar merazia orang<br />
asing dan di tempat rawan, seperti kawasan<br />
Pantai Selatan. “Kami akan meningkatkan<br />
pengawasan, mengoptimalkan Babinsa, dan<br />
memperbanyak razia di wilayah perbatasan Sukabumi-Bogor<br />
atau Sukabumi-Lebak dan Kota<br />
Sukabumi,” kata Kepala Polres Sukabumi Asep<br />
Edi Suheri. n<br />
M. rIzal, Ahmad Fikri (Sukabumi), Arif Arianto | Dimas<br />
Majalah detik detik 20 - 326 - 9 januari maret 2014
Belasan pembantu bekerja di rumah Brigjen<br />
Mangisi Situmorang. Mereka sering dikasari<br />
istri majikannya, Mutiara.<br />
plak<br />
Sengsara di Rumah Jenderal<br />
“Aku enggak<br />
betah. Aku mau<br />
pulang.”<br />
kk kamu<br />
tanx rmhx<br />
pa mangisi<br />
situmorang<br />
di mana<br />
Yuliana menangis sambil sembunyi-sembunyi<br />
mengeluarkan HP nelpon bapaknya padahal<br />
lagi disuruh ngepel.<br />
Yuliana mengirim<br />
sms minta dijemput.<br />
Kerabat berhasil menjemput paksa<br />
Yuliana. Dia bebas, tapi pembantu lainnya<br />
tak bisa pergi. Yuliana mengadukan nasib<br />
mereka ke Polresta Bogor.<br />
“Kamu sudah<br />
saya beli!"<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Di Bawah<br />
Siksa<br />
Istri<br />
Jenderal<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />
menjadi tersangka kasus penyekapan dan penganiayaan PRT. Berusaha<br />
membujuk korban agar mencabut laporan.<br />
Yuliana Hesty Lewier langsung<br />
menangis begitu sang ayah, Agustinus<br />
Lewier, menunjukkan foto<br />
ibunya, Mariana. Gadis 17 tahun itu<br />
baru saja terbebas dari hari-hari penuh derita<br />
di rumah mewah Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />
Situmorang, di Bogor, Jawa Barat.<br />
“Yang saya sedih itu karena mamak (ibu),”<br />
kata Yuli saat bertemu ayahnya di Lembaga<br />
Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Yuli<br />
untuk sementara tinggal di LPSK, Jl. Proklamasi<br />
No. 56 Krukut Taman Sari Jakarta Barat DKI<br />
Jakarta. Sang ayah sengaja terbang dari Dobo,<br />
Kabupaten Kepulauan Aru Selatan, Maluku<br />
Tenggara ke Jakarta untuk bertemu Yuli.<br />
Yuli tinggal di LPSK setelah berhasil dievakuasi<br />
paksa oleh kerabatnya dari rumah Mangisi. “Jangan<br />
menangis, kamu sedih karena mamak (ibu), nanti<br />
kamu ketemu mamak,” hibur Agus pada putrinya.<br />
Sudah tiga bulan Yuli tidak bertemu sang ibu<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Agustinus Lewier (ayah Yuliana)<br />
dan Mariana (Ibu Yuliana).<br />
Agustinus menunjukkan foto<br />
Yuliana<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
setelah keduanya terpisah di Terminal Pulogadung,<br />
Jakarta pada Oktober 2013. Bocah lulusan<br />
SMP itu bekerja sebagai pembantu rumah<br />
tangga (PRT) di rumah mewah Mangisi. Sedangkan<br />
sang ibu dibawa ke Medan, Sumatera<br />
Utara untuk bekerja pada mertua sang jenderal<br />
purnawirawan itu.<br />
Meski bekerja di rumah mewah, gadis berusia<br />
17 tahun itu ternyata tidak kerasan. Istri<br />
Pak Jenderal, Mutiara Simanjuntak, sangat<br />
galak dan ringan tangan. Yuli banyak mendapat<br />
siksa. Terlambat sedikit saja menghadap<br />
Mutiara, bila dipanggil, ia kena tampar. Mangisi<br />
pun hanya diam bila sang istri menyiksa para<br />
PRT. “Aku juga dipukul dan dicekik,” ucap Yuli<br />
kepada majalah detik.<br />
Rumah Mangisi yang dikelilingi pagar kawat<br />
berduri diurus oleh 18 PRT. Yuli bertugas mengepel<br />
lantai dan mencuci pakaian.<br />
Ada sejumlah larangan di rumah jenderal<br />
yang sebelum pensiun menjabat sebagai Kepala<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Mabes<br />
Polri itu. Larangan itu mulai dari tidak boleh<br />
membawa handphone sampai tidak boleh<br />
keluar rumah. “Yang boleh keluar hanya Agus,<br />
kepercayaan Ibu Mutiara,” kata Yuli.<br />
Sebagian PRT di rumah itu masih berada di<br />
bawah umur. Di antara pembantu perempuan<br />
ada yang hamil, tapi sudah melahirkan. Ada<br />
juga orang cacat.<br />
Para PRT itu tidur dalam satu ruangan di<br />
lantai dua tanpa kasur. Bahkan, bila membuat<br />
kesalahan, ada yang disuruh tidur di lantai<br />
tanpa memakai pakaian alias bugil. Kadang<br />
juga dihukum tidak boleh makan. “Kalau bikin<br />
salahnya siang, maka baru boleh makan lagi<br />
paginya,” cerita Yuli.<br />
Kekejaman Mutiara juga diakui Istiqomah<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Isi SMS Yuliana yang minta<br />
dibebaskan dari rumah Brigjen<br />
(Purn) Mangisi Situmorang.<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
alias Hesti. Perempuan berusia 26 tahun ini<br />
sering dipukuli oleh Mutiara. Suatu hari, ia bahkan<br />
sempat ditetesi minyak goreng panas oleh<br />
Mutiara gara-gara menjatuhkan perabot dapur.<br />
“Saya menjatuhkan baskom,” ujar Hesti.<br />
Riris Setyawati, PRT lainnya, disiksa oleh Mutiara<br />
gara-gara meminta pulang. Permintaan<br />
itu berbalas tamparan. Perutnya yang tengah<br />
mengandung juga menjadi sasaran. “Perut saya<br />
diremas oleh beliau,” kata Riris.<br />
Karena tidak betah lagi, pada 29 Januari 2014<br />
Yuli pun menelepon ayahnya dengan meminjam<br />
handphone orang lain. Gadis itu menangis<br />
selama 10 menit. Ia curhat disekap dan disiksa<br />
oleh majikannya.<br />
“Dia bilang, ‘Bapak, saya disekap karena<br />
mereka sangka saya pelacur’,” ujar Yuli seperti<br />
ditirukan Agus kepada majalah detik.<br />
Panik luar biasa, Agus lantas menghubungi<br />
iparnya yang berada di Jakarta, Jimmy Kubela.<br />
Ia meminta tolong agar Yuli diselamatkan. Masalah<br />
muncul karena alamat majikan Yuli tidak<br />
detail. Agus gagal menghubungi anaknya, sebab<br />
HP yang dipakai untuk menelepon dibanting<br />
majikan. Akhirnya pesan SMS dari Yuli tiba di<br />
telepon genggam Jimmy. Ia memberikan nama<br />
majikannya di Bogor: Mangisi Situmorang.<br />
Jimmy akhirnya tiba di rumah Mangisi di Perumahan<br />
Duta Pakuan, Jl. Danau Matana Blok<br />
C5/18, Rabu 12 Februari 2014. Rumah berlantai<br />
dua itu tertutup rapat. Pagar tingginya dipasangi<br />
kawat berduri. Ia memanggil-manggil penghuni<br />
rumah, tapi tidak ada yang merespons.<br />
Esok harinya, Jimmy datang lagi bersama<br />
Ketua RT setempat. Kali ini ia berhasil masuk<br />
bersamaan dengan Mangisi yang baru pulang.<br />
Lantas seorang perempuan keluar langsung<br />
menanyakan tujuan kedatangan Jimmy. Perempuan<br />
itu adalah Mutiara, istri Mangisi.<br />
Mutiara menunjukkan Yuli. Jimmy melihat<br />
saudaranya itu seperti dipaksa tersenyum, padahal<br />
wajahnya pucat. Jimmy menyampaikan<br />
maksud untuk mengambil Yuli, namun Mutiara<br />
melarang. Ia diminta membayar ganti rugi Rp 6<br />
juta jika mau Yuli pulang. “Saya bilang, ‘Anak ini<br />
kan kerja di sini, kenapa harus membayar?’ Gaji<br />
dia juga tidak dibayar,” kata Jimmy.<br />
Setelah berdebat alot, akhirnya Yuli berhasil diselamatkan.<br />
Jimmy langsung melapor ke Mapolresta<br />
Bogor. Yuli mendapat pendampingan dari<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Evakuasi korban penyekapan<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor. Ia juga<br />
meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan<br />
Saksi dan Korban, Rabu 19 Februari 2014.<br />
Hari itu juga polisi mendatangi rumah Mangisi<br />
untuk mengevakuasi 17 PRT lainnya.<br />
Namun petugas gagal masuk. Evakuasi baru<br />
berhasil setelah LPSK mendesak Kabareskrim<br />
Mabes Polri Komjen Suhardi Alius untuk turun<br />
tangan.<br />
Berhasil keluar dari rumah jenderal, Yuli trauma.<br />
Ia takut sesuatu bakal menimpa ibunya.<br />
Sebab, selama kerja di rumah Mutiara, ia sering<br />
ditakut-takuti dan diancam agar tidak macammacam<br />
atau keselamatan sang ibu menjadi taruhan.<br />
“Dia diancam agar tidak macam-macam<br />
jika tidak ingin ibunya dibunuh. Makanya masih<br />
trauma,” papar sumber di LBH.<br />
•••<br />
Mutiara diperiksa Polresta Bogor pada Senin<br />
24 Februari 2014. Sang suami pun mendampinginya.<br />
Setelah melakukan gelar perkara yang<br />
dihadiri utusan Polda Jabar dan Mabes Polri, penyidik<br />
menetapkan Mutiara sebagai tersangka.<br />
Istri brigjen ini dijerat dengan tiga UU sekaligus,<br />
yaitu UU Perlindungan Anak, Perdagangan<br />
Orang (trafficking), dan Penghapusan Kekerasan<br />
dalam Rumah Tangga.<br />
Wajah Mutiara terlihat pasrah ketika diperiksa<br />
kembali sebagai tersangka pada Jumat<br />
28 Februari 2014. Mutiara dan Mangisi kompak<br />
menyangkal tudingan menyiksa PRT. Yang<br />
terjadi, menurut Mutiara, adalah pertengkaran<br />
antar-PRT sendiri.<br />
Perilaku para PRT itu tidak baik. Mereka sangat<br />
liar, bahkan pernah hendak saling bunuh.<br />
“Saya tidak pernah memarahi, (kalau) menegur,<br />
iya. Keras saya, saya orang Batak,” kata Mutiara.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mutiara Simanjuntak<br />
isfari hikmat / majalah detik<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
Adik Mutiara tidak percaya Mutiara menyiksa<br />
PRT-nya. Ia membenarkan kakaknya memang<br />
dikenal disiplin mirip sang ayah yang pernah<br />
menjadi komandan kodim di Medan. Sang<br />
kakak ingin rumahnya selalu rapi seperti hotel.<br />
“Seprainya harus tegang kayak di hotel-hotel,”<br />
cerita wanita yang hanya mau disebut dengan<br />
panggilan adik bungsu itu.<br />
Mutiara juga membantah tidak membayar<br />
gaji para PRT. Perjanjiannya adalah gaji diberikan<br />
ketika akan pulang. Kontrak kerja minimal<br />
1 tahun. Yuli tidak dibayar karena ia berada di<br />
rumah Mutiara lantaran dititipkan sang ibu,<br />
bukan untuk bekerja. “Segala keperluan mereka<br />
dipenuhi,” timpal Mangisi.<br />
Soal jumlah PRT yang mencapai 18 orang,<br />
dijelaskan sebagian akan dipekerjakan di pembudidayaan<br />
lele di Curug Nangka, Bogor. Budi daya<br />
lele itu dibuat untuk Mangisi yang telah pensiun.<br />
Mutiara dan Mangisi mengaku menampung 18<br />
PRT itu di rumahnya dengan tujuan mulia.<br />
Istri jenderal itu mengaku siap mematuhi<br />
hukum dan menerima hukuman bila terbukti<br />
bersalah. “Saya sangat menyesal seumur-umur.<br />
Hanya merusak keluarga besar saya seluruhnya.<br />
Di mata masyarakat ini, saya manusia<br />
paling jahat sedunia,” ujar Mutiara.<br />
Meski siap menghadapi proses hukum, keluarga<br />
Mutiara melakukan sejumlah upaya agar kasus itu<br />
tidak berlanjut. Hesti, kakak Mutiara, membawa<br />
Mariana ke Jakarta untuk menemui Yuli dan membujuk<br />
Yuli agar mencabut laporannya ke polisi.<br />
Agus, yang berseberangan dengan sang istri,<br />
berharap Mariana segera sadar dan tidak membela<br />
keluarga brigjen itu. Ia ingin bekas majikan<br />
anaknya itu dihukum setimpal. “Saya akan di sini<br />
sampai selesai urusan,” katanya. n ISFARI HIKMAT, MonIQUE<br />
SHIntaMI, PastI LIBerty MAPPAPA, solihin I Irwan nugroho<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mereka Lari dari<br />
Rumah Brigjen Mangisi<br />
Sebanyak 14 perempuan menyusuri<br />
jalan tol Jagorawi, Bogor. Menenteng<br />
tas dan kantong plastik berisi pakaian,<br />
mereka berjalan menuju gerbang tol<br />
Baranangsiang.<br />
Hujan yang menderas memaksa mereka<br />
berteduh di kantor PT Jasa Marga,<br />
tidak jauh dari gerbang tol. Pada Sabtu, 29<br />
September 2012, itu, petugas keamanan<br />
kantor awalnya menduga mereka pekerja<br />
proyek pelebaran jalan tol.<br />
Anehnya, hingga menjelang malam,<br />
mereka tidak juga beranjak. Setelah ditanyai,<br />
ketahuanlah para perempuan asal<br />
Nusa Tenggara Timur itu baru saja kabur<br />
dari rumah majikan mereka di Kompleks<br />
Duta Pakuan, Bogor Baru.<br />
Mengaku bekerja di rumah pasangan<br />
Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak,<br />
mereka lari karena tidak kunjung<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
digaji. Selama beberapa bulan, mereka<br />
hanya diberi makan dan uang saku Rp 10<br />
ribu per hari.<br />
Petugas satpam akhirnya mengontak<br />
Kepolisian Resor Bogor Kota, yang kemudian<br />
menjemput mereka. Kasus ini<br />
akhirnya ditangani oleh Kepolisian Sektor<br />
Bogor Tengah dan para pembantu rumah<br />
tangga itu didampingi Mahakati, yang<br />
jadi penasihat hukumnya.<br />
Mahakati membenarkan, yang menyekap<br />
14 kliennya itu adalah Mutiara<br />
Simanjuntak, yang sekarang ditetapkan<br />
sebagai tersangka penganiayaan terhadap<br />
pembantu rumah tangga Yuliana<br />
Hesty Lewier. Seingat Mahakati, saat<br />
itu Mangisi masih berpangkat komisaris<br />
besar dan berdinas di Bali.<br />
Mahakati dan Mangisi sempat terlibat<br />
adu mulut di kantor Polsek Bogor Tengah.<br />
“Dulu belum sampai melapor, jadi<br />
mereka hanya ditegur dan berjanji tidak<br />
akan mengulangi,” ujar Mahakati.<br />
Setelah kesepakatan itu, Kepala Kepolisian<br />
Sektor Tengah Ajun Komisaris Victor<br />
Gatot Nababan memulangkan para pembantu<br />
itu ke rumah Mangisi. Keputusan<br />
itu diprotes oleh aktivis dari Jaringan Advokasi<br />
Nasional Pekerja Rumah Tangga<br />
(Jala PRT).<br />
Koordinator Nasional Jala, Lita Anggraini,<br />
menceritakan, saat itu mereka<br />
sempat berdemo dan menolak pulang<br />
dari kantor Victor hingga boleh menemui<br />
para PRT itu. Mereka minta polisi melakukan<br />
proses hukum karena, menurut<br />
mereka, ulah majikan termasuk kekerasan<br />
ekonomi terhadap PRT.<br />
Menurut Lita, mestinya polisi melakukan<br />
penyelidikan karena, dari penelusuran<br />
Jala PRT, para perempuan dari Flores dan<br />
Sumba itu didapat dari PT IJ. Kepolisian Bali<br />
sempat memeriksa agen penyalur PRT yang<br />
berkantor di Bali tersebut karena diduga<br />
terlibat dalam perdagangan manusia.<br />
Namun protes Lita tidak digubris. Kepada<br />
Lita, Victor saat itu menyatakan tidak ada<br />
kekerasan terhadap 14 PRT di rumah Mangisi.<br />
Menurut dia, hanya ada kesalahpahaman<br />
dan kasusnya dilebih-lebihkan oleh<br />
media massa. “Kami baru tahu sekarang,<br />
ternyata yang dihadapi polsek itu jenderal<br />
aktif,” kata Lita.<br />
Mutiara pun menyanggah jika disebutkan<br />
bahwa para PRT di rumahnya pernah<br />
kabur pada 2012. Berdasarkan keterangan<br />
Mutiara, salah satu PRT yang terlibat asmara<br />
mengajak teman-temannya keluar<br />
dari rumah untuk jalan-jalan. “Tidak seperti<br />
yang dibilang bahwa mereka kabur,” kata<br />
Mutiara kepada majalah detik.<br />
Namun, anehnya, Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />
Mangisi menyatakan para PRT<br />
pada 2012 itu berjanji tidak akan kabur lagi.<br />
“Mereka malah bilang mau bekerja dan tidak<br />
akan kabur lagi,” Mangisi menambahkan.<br />
Tetangga sang brigjen juga menguatkan<br />
kabar bahwa para PRT itu memang kabur.<br />
“Mengaku enggak betah karena majikannya<br />
galak,” cerita si tetangga, Lidya. n Pasti lIBerti,<br />
Isfari hIkmat | Okta wIguna<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mangisi<br />
di Pusaran<br />
Cukong Kayu & FBI<br />
Kesatuan yang dipimpin Mangisi Situmorang terseret<br />
kasus aliran uang pengusaha kayu buat dana penyelidikan<br />
pembalakan liar. Kariernya berlanjut hingga brigadir<br />
jenderal. Tak pernah melaporkan harta ke KPK.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya istri jenderalAan Anwas mengeluhkan repotnya<br />
menjalankan Operasi Wanalaga<br />
yang memburu pelaku pembalakan<br />
liar di Papua. “Biaya penyelidikan<br />
tidak ada. Tapi, tidak menjalankan tugas karena<br />
Rumah dua lantai milik Mangisi<br />
Situmorang di perumahan<br />
Duta Pakuan Bogor. Rumah di<br />
komplek ini dibanderol minimal<br />
Rp 2 miliar.<br />
Okta Marfianto/detikcom<br />
tidak ada dana, pasti mendapat sanksi,” kata<br />
Aan saat masih menjadi anggota satuan reserse<br />
Kepolisian Daerah Papua.<br />
Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jayapura<br />
pada 2006, Aan mengatakan alasan tiada duit<br />
tidak akan diterima oleh atasannya, Direktur<br />
Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris<br />
Besar Mangisi Situmorang. Memakai alasan<br />
anggaran, kata Aan, risikonya, mereka akan<br />
dipandang tidak cakap dan bisa dimutasi.<br />
Gara-gara cekaknya anggaran operasional<br />
itulah Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu<br />
Polda Papua, Komisaris Marthen Renuw, meminjam<br />
uang dari M. Yudi Firmansyah, direktur<br />
perusahaan kayu PT Marindo Utama. Mulai<br />
September 2002 hingga Desember 2003, Marthen<br />
mengklaim meminjam uang lebih dari Rp<br />
1 miliar kepada Yudi.<br />
Marthen menyatakan, semua uang itu dipakai<br />
buat biaya penyelidikan terhadap perusahaan<br />
pembalakan liar, seperti membayar tiket<br />
pesawat dan menyewa speedboat. Pinjaman itu<br />
dia laporkan kepada atasannya, Mangisi, dan<br />
Kapolda Papua Inspektur Jenderal Budi Utomo.<br />
Namun pinjaman uang itu oleh Kejaksaan<br />
Negeri Jayapura dianggap sebagai gratifikasi,<br />
dan penggunaan uang itu buat penyelidikan<br />
adalah pencucian uang. Pasalnya, saat “uang<br />
pinjaman” ditransfer ke rekening Marthen, PT<br />
Marindo tengah diselidikinya dalam kasus ille-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mengurus satu<br />
kasus saja bisa<br />
ratusan juta<br />
rupiah.<br />
gal logging.<br />
Di hadapan hakim, Marthen menyatakan<br />
penyelidikan terhadap Marindo disetop karena<br />
Dinas Kehutanan Papua menyebut mereka<br />
mengantongi izin menebang hutan. Mangisi<br />
Situmorang yang meneken Surat Perintah<br />
Penghentian Penyidikan pada 2003.<br />
Namun pada 2004 ternyata Marindo kembali<br />
diperiksa karena menebang kayu, padahal izinnya<br />
kedaluwarsa. Marthen pun diseret ke meja hijau.<br />
Dalam kasus ini, Mangisi menjadi saksi yang<br />
memberatkan buat Marthen. Mantan Kepala<br />
Kepolisian Resor Bandung Timur ini menyatakan<br />
medan Papua yang berat membuat biaya<br />
penyelidikan yang ada tidaklah memadai. “Satu<br />
kasus bisa memakan biaya ratusan juta rupiah,”<br />
kata Mangisi saat bersaksi di pengadilan.<br />
Mangisi mengklaim tidak tahu-menahu cara<br />
Marthen mendapatkan uang operasional tadi.<br />
Namun, dalam surat-menyurat dengan Kapolda<br />
Papua, Mangisi pernah meminta uang Rp<br />
1,2 miliar dari Mabes Polri dan Kementerian<br />
Kehutanan untuk mengembalikan uang yang<br />
dipinjam Marthen dari Yudi.<br />
Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang<br />
ini akhirnya kandas di pengadilan. Majelis<br />
hakim yang diketuai Lodewyk Tiwery menilai,<br />
uang dari cukong kayu itu hanya pinjaman. Lagi<br />
pula, uang itu dipakai buat menangkap pelaku<br />
illegal logging dengan hasil lelang kayu sitaan<br />
mencapai Rp 30 miliar.<br />
Putusan bebas itu juga diberikan karena jaksa<br />
tidak bisa menghadirkan para pengirim uang<br />
kepada Marthen. Jadi, motif di balik peminjaman<br />
uang itu tidak bisa digali. Kasus ini pun tidak<br />
sampai ke Mahkamah Agung (MA) karena jaksa<br />
telat sehari dalam melayangkan memori kasasi.<br />
Selain saat menangani pembalakan liar dan<br />
korupsi pejabat Papua, nama Mangisi juga<br />
banyak diberitakan ketika menginvestigasi<br />
penembakan terhadap konvoi lima kendaraan<br />
sekolah internasional milik PT Freeport Indonesia.<br />
Insiden pada 31 Agustus 2002 itu melukai<br />
sembilan orang dan menewaskan tiga orang,<br />
termasuk dua warga negara Amerika Serikat.<br />
Tim Gabungan Advokat Mil 62-63 menilai,<br />
penangkapan 12 tersangka pada Januari 2006<br />
menyalahi aturan hukum Indonesia karena melibatkan<br />
agen Biro Penyelidik Federal Amerika<br />
Serikat (FBI). Mereka juga menyebut penangkap-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Agen FBI menyelidiki tempat<br />
kejadian perkara. Agen FBI<br />
dituding terlibat terlalu jauh<br />
dalam penyelidikan kasus<br />
penembakan warga negara<br />
Amerika di Papua.<br />
Getty Images<br />
an Antonius Wamang<br />
dan kawan-kawan yang<br />
dianggap tentara Organisasi<br />
Papua Merdeka itu<br />
salah prosedur.<br />
Surat penangkapan<br />
para tersangka yang diteken<br />
Mangisi Situmorang<br />
keluar pada 11 Januari<br />
2006. Padahal Mangisi<br />
baru kembali dari Jakarta<br />
pada 12 Januari 2006.<br />
Artinya, penjemputan<br />
mereka oleh agen FBI memakai truk kontainer<br />
dari Hotel Amole hingga diantar ke Polsek<br />
Kuala Kencana, berlangsung tanpa surat penahanan<br />
yang sah. Karena, baru keesokan harinya<br />
mereka berstatus tahanan saat sudah tiba di<br />
markas Polda Papua.<br />
Ketika itu Mabes Polri membenarkan keterlibatan<br />
FBI, namun Wakil Kepala Divisi Humas<br />
Mabes Polri Brigadir Jenderal Anton Bachrul<br />
Alam membantah FBI terlibat dalam penyelidikan.<br />
“Kami tidak pernah membiarkan FBI<br />
menginterogasi tahanan karena mereka berada<br />
dalam wilayah yurisdiksi Indonesia,” ujarnya.<br />
Usai berdinas di provinsi di ujung timur itu,<br />
Mangisi Situmorang dimutasi ke Polda Nusa<br />
Tenggara Timur pada Februari 2006. Namun<br />
karier lulusan Akpol 1978 ini di kesatuan reserse<br />
terhenti karena jabatan barunya adalah Inspektur<br />
Pengawas Daerah.<br />
Pada 30 Desember 2009, Mangisi dipindah<br />
lagi menjadi Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian<br />
Daerah Bali. Jika sebelumnya Mangisi<br />
ada di pusaran kasus kriminal, saat di Bali namanya<br />
hanya muncul dalam berita seremonial<br />
pembukaan kantor cabang Kamar Dagang dan<br />
Industri Prancis di sana.<br />
Sambil memangku jabatan pengawas itu, Mangisi<br />
masuk Sekolah Perwira Tinggi. Masih berpangkat<br />
Komisaris Besar, pada 24 Februari 2012<br />
Mangisi masuk ke Mabes Polri dengan jabatan<br />
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan.<br />
Ketika teman seangkatannya, Jenderal Timur<br />
Pradopo, pensiun sebagai Kapolri, Mangisi<br />
menutup kariernya dengan pangkat brigadir<br />
jenderal. Dia masuk masa purnawirawan mulai<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mangisi<br />
seharusnya kena<br />
sanksi karena<br />
tak pernah<br />
melaporkan<br />
hartanya ke KPK.<br />
Wakil Koordinator ICW Ade Irawan<br />
November 2013.<br />
Satu masalah yang tersisa dari karier sepanjang<br />
35 tahun itu adalah Mangisi tidak tercatat<br />
pernah melaporkan kekayaannya ke KPK. Padahal<br />
semua pejabat negara wajib memasukkan<br />
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara<br />
(LHKPN) sebelum dan sesudah menduduki<br />
jabatan, juga saat pensiun.<br />
Wakil Koordinator Indonesia Corruption<br />
Watch, Ade Irawan, menilai Mangisi harus terkena<br />
sanksi karena tak melaporkan kekayaannya.<br />
“LHKPN penting untuk mencegah penyelenggara<br />
negara tidak korup dan menghindari<br />
pencucian uang,” kata Ade.<br />
Mangisi menyatakan sudah pernah melaporkan<br />
kekayaannya kepada lembaga antirasuah. “Sebelumnya,<br />
saya sudah lapor,” kata Mangisi. Harta<br />
Mangisi sudah menjadi pergunjingan sejak 2005.<br />
Ketika tengah ramai pengadilan kasus aliran dana<br />
cukong kayu ke Direktorat Reserse dan Kriminal<br />
Polda Papua, surat kaleng soal kekayaan Mangisi<br />
beredar di milis isu-isu Papua.<br />
Pengirimnya, Ira Nasution dan Hendra Setiawan,<br />
menyebut Mangisi tengah membangun<br />
rumah senilai Rp 5 miliar di Bogor. Dia juga disebut-sebut<br />
punya sejumlah rumah di Bandung<br />
dan perkebunan di Tiga Dolok, Sumatera Utara.<br />
Penulis surat itu sudah tidak bisa dikontak lagi<br />
karena alamat e-mail mereka sudah mati.<br />
Kerabat Mangisi membenarkan adanya tanah<br />
seluas 2.000 meter persegi di Sumatera<br />
Utara, yang awalnya milik orang tua sang brigadir<br />
jenderal. Mangisi mengambil alih dengan<br />
mencicilnya selama dua tahun.<br />
Mangisi mulai dua tahun lalu juga mengambil<br />
alih bisnis budi daya ikan lele dari keluarga istrinya.<br />
Mangisi tengah membangun rumah pekerja<br />
yang, menurut dia, akan diisi oleh pembantu<br />
yang kini ditampung di rumahnya di Bogor.<br />
Ternak lele di areal seluas 4.000 meter persegi itu<br />
terletak di Desa Sinarwangi, Curug Nangka, Bogor.<br />
Menurut pria berusia 58 tahun itu, usaha lele hanya<br />
sekadar mencari kesibukan setelah pensiun.<br />
Harta lainnya yang disebut pengirim surat<br />
kaleng adalah rumah Mangisi di kompleks Duta<br />
Pakuan, Bogor. Rumah itulah yang dua pekan terakhir<br />
ini banyak diberitakan karena menjadi lokasi<br />
kasus dugaan penyekapan dan penyiksaan pembantu<br />
oleh Mutiara Simanjuntak, istri Mangisi.<br />
Mangisi mengatakan, rumah itu sudah<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mutiara Simanjuntak, istri<br />
Mangisi, di peternakan lele<br />
miliknya di areal seluas<br />
4.000 meter persegi di Desa<br />
Sinarwangi, Bogor.<br />
Okta Marfianto/detikcom<br />
lama dibangunnya tetapi hanya ditinggali<br />
anak-anaknya. Namun dia dan istrinya baru<br />
benar-benar tinggal di situ setelah berdinas<br />
di Mabes Polri.<br />
Dari penelusuran majalah detik, rumah<br />
berlantai dua di kompleks Duta Pakuan, seperti<br />
milik Mangisi, rata-rata dijual paling murah Rp<br />
2 miliar. Nilai pasti rumah itu dan total kekayaannya<br />
memang gelap karena Mangisi, yang<br />
pejabat, tidak terbuka soal hartanya.<br />
Mangisi merasa tidak perlu membuka soal<br />
hartanya, termasuk kepada KPK dengan alasan<br />
jabatannya tidak terlalu penting. “Kebetulan jabatan<br />
saya di Mabes dan Polda itu kan jabatan<br />
staf. Tidak di operasional,” kata Mangisi. ■<br />
ISFARI hiKMAT, moniQUE shintami | OKTA Wiguna<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Sudah ke Argentina,<br />
Tetap Jadi Air Mata<br />
RUU Perlindungan PRT sudah mengendap selama hampir 10 tahun di DPR.<br />
Padahal DPR sudah studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Suasana rapat DPR.<br />
Rachman Heryanto/detikcom<br />
“Rak bakal dadi, kuwi (enggak bakal jadi,<br />
itu).”<br />
Kalimat itu meluncur begitu saja<br />
dari mulut Ketua Komisi IX DPR<br />
Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning ketika<br />
membicarakan soal Rancangan<br />
Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah<br />
Tangga (RUU Perlindungan PRT). Produk perundangan<br />
itu tersendat di komisinya selama<br />
hampir 10 tahun.<br />
RUU Perlindungan PRT merupakan satu<br />
dari dua perundangan yang bernasib miris di<br />
Komisi IX. Perundangan lainnya adalah RUU<br />
Keperawatan.<br />
Ribka masih memendam kesal. Ia merupakan<br />
Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP yang dipasrahi<br />
penyelesaian RUU Keperawatan. Namun<br />
tidak satu pun anggota komisinya memberikan<br />
dukungan penyelesaian pembahasan.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Sudah 10 tahun<br />
menunggu tetap<br />
tidak disahkan.<br />
Ditinggal pergi<br />
begitu saja.<br />
Ribka Tjiptaning<br />
Puncaknya, saat rapat Panja RUU Keperawatan<br />
pada Selasa 18 Februari 2014 lalu gagal<br />
dilaksanakan. Hanya 6 anggota komisi dari empat<br />
fraksi yang datang ke ruang rapat. Empat<br />
fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi<br />
PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PDIP.<br />
Padahal, untuk mencapai kuorum, fraksi<br />
yang hadir harus mencapai lima. Alhasil, rapat<br />
pembahasan batal.<br />
Bagi Ribka, nasib RUU Keperawatan dan<br />
RUU Perlindungan PRT sama: mengendap selama<br />
dua periode masa jabatan anggota DPR.<br />
Apalagi, saat ini sudah memasuki masa pemilu<br />
legislatif 2014, banyak anggota DPR sibuk berkampanye<br />
di daerah pemilihannya sehingga<br />
melepaskan tanggung jawab legislasi mereka.<br />
“Sudah 10 tahun menunggu tetap tidak disahkan.<br />
Ditinggal pergi begitu saja,” jelasnya.<br />
Perjalanan RUU Perlindungan PRT sangat<br />
panjang. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi<br />
Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini,<br />
mengungkapkan regulasi perlindungan<br />
PRT sudah bergulir sejak 1999. Namun saat itu<br />
masih berupa diskusi.<br />
Tahun 2004, DPR sepakat untuk memasukkan<br />
RUU Perlindungan PRT dalam Program Legislasi<br />
Nasional (Prolegnas). Sayang, perjalanan<br />
pembahasannya hanya setengah hati. Selama<br />
periode 2004-2009, RUU ini tidak mengalami<br />
perkembangan sama sekali.<br />
Pada masa sidang 2010/2011, DPR mencoret<br />
RUU Perlindungan PRT dari daftar legislasi.<br />
Namun Jala PRT mengerahkan massa hingga<br />
menduduki gerbang depan kompleks DPR,<br />
MPR, dan DPD di Senayan, Jakarta. Alhasil, RUU<br />
Perlindungan PRT masuk kembali ke Prolegnas.<br />
“Sempat mau dicoret pada 2010/2011, tapi<br />
kami demo dan akhirnya dibahas lagi. Jadi memang<br />
selalu harus ditekan seperti itu,” ungkap<br />
Lita.<br />
Namun kembalinya RUU Perlindungan PRT<br />
ke daftar Prolegnas tidak memberi arti apa<br />
pun. DPR hingga kini belum memutuskan RUU<br />
ini sebagai inisiatif DPR. Padahal, pada 2011<br />
mereka sudah melakukan studi banding ke Afrika<br />
Selatan dan Argentina untuk mempelajari<br />
pemberlakuan UU Perlindungan PRT di kedua<br />
negara itu.<br />
Perjalanan ke luar negeri ini hanya menghasilkan<br />
penyelesaian draf RUU Perlindungan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
UU kami ini UU<br />
air mata, tidak<br />
seksi, tidak ada<br />
keuntungan<br />
secara politik.<br />
Lita Anggraini<br />
PRT. Draf ini sudah diserahkan ke Badan Legislasi<br />
(Baleg) pada April 2013. Namun Baleg tidak<br />
memberikan keputusan bahwa RUU ini sudah<br />
menjadi hak inisiatif DPR sehingga, tetap saja,<br />
pembahasan mandek.<br />
“Sudah jadi rahasia umum UU itu ada dua jenis,<br />
UU mata air dan UU air mata. UU kami ini<br />
UU air mata, tidak seksi, tidak ada keuntungan<br />
secara politik,” keluh Lita.<br />
Padahal perlindungan terhadap pembantu ini<br />
semakin dibutuhkan. Permintaan PRT mengalami<br />
peningkatan. Situs penyalur pekerja domestik,<br />
www.pembantu.com, mengaku kewalahan<br />
meladeni permintaan PRT secara online.<br />
PRT yang terdaftar melalui situs tersebut<br />
hanya 177 orang saja. Mereka didaftarkan oleh<br />
berbagai agen penyalur. Sedangkan permintaan<br />
tenaga domestik mencapai ribuan.<br />
Setiap harinya, situs ini menerima permintaan<br />
PRT dari pendaftar baru (calon majikan).<br />
Jumlah anggota baru mengalami peningkatan<br />
40-50 anggota per hari. Informasi yang diterima<br />
majalah detik menyebutkan, anggota baru ini<br />
mengaku antre hingga berkali-kali menelepon<br />
pengelola situs.<br />
Pemilik situs www.pembantu.com, Nasrul<br />
Salam Zakaria, mengakui pencari PRT mengalami<br />
kesulitan. Tugas situsnya hanya menjadi<br />
perantara saja. Untuk kontrak dan gaji merupakan<br />
pembicaraan antara penyalur dan calon<br />
majikan.<br />
“Untuk majikannya juga kita tidak berhubungan<br />
langsung. Setelah ‘sign in’, akan ada nama<br />
penyalurnya. Nah, silakan datang langsung ke<br />
penyalur atau berhubungan dengan penyalur<br />
tersebut,” jelasnya.<br />
Namun tingginya perkembangan bisnis penyaluran<br />
pekerja domestik tidak diimbangi<br />
dengan perlindungan hukum bagi PRT. Direktur<br />
LBH APIK Jakarta, Ratna Batara Munti, menyebutkan<br />
pekerja domestik merupakan pihak<br />
yang rentan terhadap aksi kekerasan dalam<br />
rumah tangga.<br />
PRT masih dipandang bukan sebagai pekerja.<br />
Selama ini, pengelolaan hubungan kerja masih<br />
menitikberatkan pada hubungan keluarga,<br />
sehingga hak-hak PRT sebagai pekerja lebih banyak<br />
dikesampingkan.<br />
“Kita punya UU Tenaga Kerja. Tapi, untuk<br />
tenaga kerja sektor informal, apalagi PRT, yang<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
rengga sancaya/detikfoto<br />
secara budaya masyarakat masih memandang<br />
rendah karena dianggap kerja domestik yang<br />
biasa dilakukan bukan profesional,” akunya.<br />
Profesi ini sangat rentan terhadap kejahatan<br />
tindak pidana penjualan orang. Ratna menyebutkan<br />
pihak yang terkait dalam bisnis pekerja<br />
domestik adalah penyalur dan majikan. Hubungan<br />
antara PRT dan perusahaan penyalur<br />
ini harusnya turut menjadi perhatian.<br />
Modus yang digunakan dalam trafficking<br />
adalah perusahaan penyalur dan majikan memanfaatkan<br />
status PRT yang membutuhkan<br />
dana di depan tanpa kontrak, sehingga posisi<br />
PRT lemah. Dana yang diberikan di muka ini dianggap<br />
sebagai uang pembelian orang, bukan<br />
bagian kontrak kerja.<br />
Namun, dengan alasan kekeluargaan, maka<br />
kejahatan ini cepat ditutupi. Tak jarang PRT<br />
yang menjadi korban menarik laporan dari kepolisian<br />
dengan alasan kekeluargaan. Padahal<br />
catatan kekerasan terhadap mereka mencapai<br />
peningkatan tiap tahunnya.<br />
Jala PRT mencatat jumlah kekerasan PRT<br />
di Indonesia pada 2013 mencapai angka 336.<br />
Kekerasan ini melibatkan agen penyalur hingga<br />
majikan.<br />
Sayang, DPR masih menganggap perlindungan<br />
PRT tidak layak diundangkan. Mereka<br />
menganggap PRT adalah profesi berdasarkan<br />
kekeluargaan saja. Perjalanan 10 tahun RUU<br />
Perlindungan PRT tidak membuahkan hasil apa<br />
pun. ■<br />
MOniQUE shinTami, PASTI libeRTI maPAPPA, IRWAN NUGROHO, OKTA<br />
WIGUNA I ARYO bhaWONO<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Nestapa<br />
Pekerja Rumah Tangga<br />
Kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) jumlahnya terus meningkat<br />
setiap tahunnya. Sepanjang 2013, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja<br />
Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat ada 336 kasus.<br />
Menurut Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini, jumlah kasus itu didapat<br />
dari pendampingan terhadap korban dan berita di media massa. Mayoritas korban<br />
kasus itu bukan cuma dikasari dan dimaki, tapi juga menjadi korban kekerasan ekonomi,<br />
terutama bekerja tanpa digaji.<br />
Jala PRT mencatat, pertumbuhan jumlah kasus kekerasan terhadap pembantu setengah<br />
hari yang bekerja di apartemen. Pelakunya acap kali kalangan ekspatriat.<br />
Ironisnya, kebanyakan proses hukum kasus-kasus itu mentok di kepolisian.<br />
Kasus kekerasan<br />
terhadap PRT<br />
terus meningkat.<br />
Korbannya banyak<br />
yang masih<br />
anak-anak.<br />
Berikut ini gambaran kasus kekerasan terhadap<br />
PRT di Indonesia.<br />
Jumlah Kasus<br />
327<br />
336<br />
273<br />
2011 2012 2013<br />
Kasus<br />
2013<br />
Pelaku:<br />
Jenis kekerasan:<br />
Majikan:<br />
332<br />
Agen PRT:<br />
102<br />
Penipu/perampok:<br />
4<br />
Fisik:<br />
217<br />
Psikologis:<br />
332<br />
Ekonomi:<br />
237<br />
Seksual:<br />
32<br />
Multikasus:<br />
217<br />
Usia korban:<br />
Jenis kelamin:<br />
Di bawah 18 tahun:<br />
98 orang<br />
Di atas 18 tahun:<br />
238 orang<br />
336<br />
semua perempuan<br />
Sumber: Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT)<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Yuliana Hesty Lewier:<br />
Aku Sering Disiksa,<br />
Dipukul, DAn Dicekik<br />
“Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli<br />
terlambat, ditampar sama Ibu Mutiara.”<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya istri jenderalYuliana Hesty Lewier sungguh berani.<br />
Pembantu rumah tangga yang<br />
masih bocah ini melaporkan Mutiara<br />
Boru Simanjuntak, istri Brigadir Jenderal<br />
(Purnawirawan) Mangisi Situmorang, ke<br />
polisi.<br />
Gadis 17 tahun asal Dobo, Kabupaten Kepulauan<br />
Aru Selatan, Maluku Tenggara, ini mengaku<br />
disekap dan disiksa oleh Mutiara, majikannya.<br />
Ia juga tidak mendapatkan gaji selama<br />
Aku di sana tidak dibayar.<br />
Di sana aku sering disiksa,<br />
dipukul, dan dicekik.<br />
Tap untuk<br />
mendengarkan<br />
tiga bulan bekerja sebagai PRT<br />
di rumah jenderal di Bogor, Jawa<br />
Barat, itu.<br />
“Aku di sana sering disiksa,<br />
dipukul, dan dicekik,” cerita gadis<br />
kelahiran 24 Mei 1996 ini, yang akhirnya<br />
berhasil keluar dari rumah Brigadir Jenderal<br />
(Purnawirawan) Mangisi Situmorang setelah<br />
dijemput paksa oleh kerabatnya.<br />
Mutiara telah ditetapkan sebagai tersangka<br />
dengan dugaan melanggar Pasal 2 Undang-<br />
Undang Perdagangan Orang atau Pasal 44<br />
Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah<br />
Tangga, dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />
Perlindungan Anak.<br />
Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />
majalah detik dengan Yuliana Hesty Lewier<br />
di kantor Lembaga Bantuan Hukum Keadilan<br />
Bogor Raya.<br />
Kenapa Yuliana keluar dari rumah Brigadir<br />
Jenderal (Purnawirawan) Mangisi<br />
Situmorang?<br />
Aku di sana tidak dibayar. Di sana aku sering<br />
disiksa, dipukul, dan dicekik (menunjukkan bekas<br />
luka di kening).<br />
Berapa lama bekerja di sana?<br />
2-3 bulan.<br />
Pekerjaannya di sana apa?<br />
Sebagai pembantu, bidang nyuci sama ngepel<br />
di sana.<br />
Bagaimana ceritanya Yuliana datang ke<br />
sana?<br />
Dulu dari Ambon ke Palembang, kerja di<br />
perkebunan kelapa sawit. Sudah itu, aku pulang<br />
sama Ibu (Mariana, ibu kandung Yuliana)<br />
ke Jakarta. Di Terminal Pulogadung, ada dua<br />
orang, ibu aku enggak kenal. Mereka samperi<br />
aku, nanya, “Adek mau kerja, ya?” Aku jawab,<br />
ya mau kerja.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Para PRT di rumah Mutiara<br />
Simanjuntak berhasil dievakuasi.<br />
ayi/majalahdetik<br />
Tap untuk<br />
mendengarkan<br />
Pekerjaan apa yang ditawarkan saat itu?<br />
Kata mereka, aku mau dipekerjakan di toko.<br />
Tapi ternyata bukan ke toko, dibawa ke rumah<br />
Ibu Mutiara Situmorang.<br />
Apakah pernah bertemu lagi dengan<br />
orang yang mengantar Yuli ke rumah Mutiara<br />
Situmorang?<br />
Tidak (pernah ketemu) lagi. Setelah diantar<br />
ke situ, aku enggak pernah ketemu lagi. Tapi<br />
orangnya masih kuingat. Perempuan dua.<br />
Mengapa Yuli dianiaya?<br />
Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli terlambat,<br />
ditampar sama Ibu Mutiara.<br />
Siapa saja yang menganiaya?<br />
Cuma Ibu Mutiara.<br />
Bagaimana sikap Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />
Mangisi?<br />
Bapak sama anak-anaknya baik banget.<br />
Apakah Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />
Mangisi melarang bila istrinya menganiaya<br />
Yuli?<br />
Bapak cuma diam saja, tidak bicara.<br />
Bagaimana Yuli akhirnya bisa keluar dari<br />
rumah itu?<br />
Pertama kali aku telepon sama Bapak di Ambon,<br />
terus ketahuan sama Ibu Mutiara. Handphone<br />
aku diambil dan dibanting. Kartunya diambil.<br />
Lalu aku pinjam teman, Riris, orang Jawa.<br />
Kemudian aku dijemput abang Jimmy untuk<br />
bisa keluar.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Kata majikan, aku sudah<br />
dibeli. Jadi tidak perlu<br />
tanya-tanya soal gaji itu<br />
lagi.<br />
Tap untuk<br />
mendengarkan<br />
Ada berapa orang yang bekerja di rumah<br />
itu?<br />
Ada 16 orang.<br />
Berapa umur mereka?<br />
Ada yang 13 (tahun), 18, ada yang 21.<br />
Apakah teman-teman Yuli juga ingin<br />
keluar?<br />
Iya, mereka mau keluar. Tapi tidak bisa keluar<br />
karena rumahnya dilingkari kawat duri. Aku<br />
bisa keluar karena dijemput saudara. Pernah<br />
ada juga pekerja cowok yang bisa<br />
kabur lewat lantai 3.<br />
Selama di sana, apakah diperbolehkan<br />
keluar dari rumah?<br />
Tidak pernah. Yang bisa keluar<br />
rumah itu cuma Agus, orang Flores,<br />
kepercayaan Ibu Mutiara.<br />
Digaji berapa?<br />
Katanya sembilan ratus (ribu rupiah). Yuli sudah<br />
tiga bulan di sana tidak pernah digaji. Yang<br />
lain pun tidak pernah. Sekali pun, seribu rupiah<br />
pun.<br />
Kenapa Yuli enggak digaji?<br />
Kata majikan, aku sudah dibeli. Jadi tidak<br />
perlu tanya-tanya soal gaji itu lagi.<br />
Soal makan bagaimana?<br />
Makan tiga kali sehari. Tapi, kalau buat kesalahan,<br />
dihukum tidak boleh makan. Misalnya,<br />
kalau kita makan pagi, lalu membuat kesalahan<br />
pada siang, maka baru pagi lagi kita boleh<br />
makan.<br />
Kalau tidur bagaimana?<br />
Tidurnya bareng di ruangan. Tidak ada kasur,<br />
cuma lantai doang.<br />
Selain Yuli, apakah ada yang dianiaya<br />
juga?<br />
Ada yang pernah seperti aku. Yang bisu dan<br />
cacat juga ada.<br />
Ada yang dipukul?<br />
Ada, teman aku namanya Hesti. Kalau kami<br />
sudah tidur, jam 12 malam Ibu Mutiara buka<br />
celana Hesti. Teman aku itu tidur cuma pakai<br />
selimut. Celananya dibuka sama Ibu Mutiara.<br />
Apakah Yuli dan teman-teman di sana<br />
hendak dibawa ke tempat kerja lain?<br />
Tidak tahu. n Isfari Hikmat<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Brigjen (Purn) Mangisi & Mutiara:<br />
Yuliana<br />
Itu Nakal,<br />
Pemalas,<br />
& Liar<br />
Saya tahu hukumnya. Saya ini istri<br />
polisi, masak tidak tahu itu? Cuma,<br />
karena rasa kasihan, semua itu<br />
saya kesampingkan demi mereka.<br />
Majalah detik 3 - 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya istri jenderal“Sayalah yang Anda cari,”<br />
kata perempuan itu begitu<br />
muncul dari balik pintu rumahnya.<br />
Mengenakan setelan<br />
blus dan celana panjang hitam-hitam yang<br />
rapi, wajah perempuan itu dipoles make-up<br />
tipis.<br />
Perempuan berambut panjang itu adalah Mutiara<br />
Simanjuntak. Saat Mutiara muncul, majalah<br />
detik sedang berbincang dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />
Mangisi Situmorang, suami Mutiara.<br />
Jenderal purnawirawan itu sedang menceritakan<br />
tentang rumahnya yang dipagari kawat berduri<br />
karena sering kemalingan.<br />
Mutiara ditetapkan sebagai tersangka dengan<br />
dugaan melanggar Pasal 2 Undang-Undang<br />
Perdagangan Orang, atau Pasal 44 Undang-<br />
Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga<br />
(KDRT), dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />
Perlindungan Anak. Ia dilaporkan ke polisi oleh<br />
Yuliana Hesty Lewier, pembantu rumah tangga<br />
(PRT)-nya sendiri.<br />
Yuliana Lewier didampingi<br />
Direktur LBH Keadilan Bogor<br />
Raya Sugeng Teguh Santoso<br />
setelah dikeluarkan dari<br />
kediaman Mutiara.<br />
isfari hikMAT/majalah detik<br />
Majalah detik detik 3 - 39 - februari 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Ia dikenal disiplin.<br />
Mutiara mirip<br />
ayahnya yang<br />
pernah menjadi<br />
komandan militer.<br />
Ia ingin segalanya<br />
serba rapi.<br />
Mutiara dan sang suami pun membantah<br />
melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap<br />
PRT. Ia balik menuduh PRT di rumahnya,<br />
termasuk Yuliana, berkelakuan buruk. “Nakal,<br />
pemalas, dan liar,” kata Mutiara.<br />
Mutiara berkeberatan saat majalah detik<br />
mengambil video selama wawancara. “Saya belum<br />
dandan seperti Syahrini. Kalau saya sudah<br />
pakai bulu mata palsu, baru kalian boleh (ambil<br />
video), ya. Benar, saya ini menyaingi Syahrini<br />
(karena kasus ini),” canda Mutiara.<br />
Istri purnawirawan jenderal ini mengaku<br />
suka bercanda. Namun, di mata keluarganya, ia<br />
dikenal disiplin. Sang adik, yang minta namanya<br />
tidak disebut, menyatakan Mutiara mirip ayahnya<br />
yang pernah menjadi komandan militer. Ia<br />
ingin segalanya serba rapi.<br />
Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />
majalah detik dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />
Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak<br />
di rumahnya, Perumahan Duta Pakuan, Jl. Danau<br />
Matana Blok C5/18, Bogor, Jawa Barat.<br />
Anda dituduh menyekap dan menganiaya<br />
PRT. Bagaimana tanggapannya?<br />
Mutiara: Jadi, kalau saya dibilang penyekap<br />
atau penganiaya, atau pekerjaan sosial yang<br />
saya lakukan selama ini? Tidak segampang itu.<br />
Saya ini jadi istri bayangkari puluhan tahun.<br />
Bagaimana Anda menjelaskan masalah<br />
sebenarnya yang terjadi di rumah ini?<br />
Mutiara: Saya menyatakan penyekapan<br />
yang Anda lihat itu karena kawat berduri ini,<br />
itu karena untuk mencegah maling. Karena<br />
(rumah) saya sudah empat kali dibobol. Rumah<br />
saya di sana, garasi dari kayu jati dibelah. Diambil<br />
segala barang-barang saya. Jadi, saya<br />
tinggal di sini baru dua tahun, memang sudah<br />
lama karena suami saya bertugas.<br />
Kapan Yuliana datang ke rumah Anda?<br />
Mutiara: Itu tiga bulan lalu. Persisnya saya<br />
lupa.<br />
Siapa yang membawa Yuliana kepada<br />
Anda? Katanya dari Pulogadung?<br />
Mutiara: Saudara juga. Namanya orang Batak<br />
itu kan ikatannya kuat. Saya kan tidak bisa<br />
bedakan apakah dia tukang rokok atau tukang<br />
Majalah detik 3 - 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
apa. Mungkin dikasih ke saya karena, setelah<br />
suami saya ini pensiun, saya mau buka (ternak)<br />
lele. Adalah kesibukan kita kecil-kecilan.<br />
Mangisi: Dia tahu kita perlu orang. Kita mau<br />
buka ternak lele di Curug Nangka (Bogor) sana.<br />
Kita kasihan pada Yuliana dan ibunya, Mariana.<br />
Mereka sebelumnya kerja di (perkebunan) kelapa<br />
sawit. Kalau tidak salah, satu bulan hanya<br />
dapat Rp 600 ribu. Jadi tidak cukup gajinya, kaburlah<br />
mereka. Setelah disepakati, ibu Yuliana<br />
bekerja dengan ibu mertua saya, okelah disepakati<br />
gajinya Rp 1 juta satu bulan. Tapi minimal<br />
setahun. Kalau ada rezeki, ongkos pulang nanti<br />
kita yang tanggung. Dengan bonus-bonusnya<br />
kalau ada rezeki. Tapi, yang pasti, 12 juta ini dia<br />
pegang bersih.<br />
Bagaimana dengan gaji Yuliana? Mengapa<br />
ia mengaku gajinya tidak dibayarkan?<br />
Mangisi: Dia kan dititipkan oleh<br />
ibunya pada kita. Dia tahu anaknya<br />
ini nakal.<br />
Mutiara: Nakal, pemalas, maaf kata, liar.<br />
Sudut ruang pencucian di<br />
kediaman Mutiara. Foto<br />
ini diambil setelah seluruh<br />
pembantu dikeluarkan.<br />
isfari hikMAT/majalah detik<br />
Kenakalan Yuliana seperti apa? Bisa diceritakan?<br />
Mangisi: Penjelasan ibunya seperti itu (nakal,<br />
pemalas, dan liar). Di sini pun dia tidak bekerja<br />
full (penuh).<br />
Kenapa mempekerjakan perempuan<br />
yang hamil?<br />
Mutiara: Riris (PRT yang hamil) ini datang<br />
membohongi saya, datang dengan baju longgar-longgar<br />
dengan tas di depan. Hari pertama<br />
Majalah detik 3 - 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Saat itu sudah kayak latihan militer. Buka pagar,<br />
saya gendongin masuk. Selama adik saya belum<br />
datang, saya pijitin-lah itu.<br />
Mangisi: Teriak-teriak dia.<br />
Mutiara: Didengar tetangga kan dikira ada<br />
apa. Akhirnya saya bawa dia ke RS Pasutri.<br />
Sampai masuk ke (rumah) sini lagi, saya rawat<br />
itu bayi, dari tidur, minum susu, beol, mandi,<br />
semua saya (yang urus). Itu ada fotonya.<br />
Kediaman Mutiara di Bogor<br />
tampak tertutup rapat. Kawat<br />
berduri mengelilingi rumah<br />
mewah ini.<br />
isfari hikMAT/majalah detik<br />
tidak kelihatan, hari kedua kelihatan bahwa dia<br />
hamil. “Kok perut kamu besar?” “Iya, Bu, saya<br />
hamil.” “Kenapa kamu tidak ngomong?” “Saya<br />
takut tidak diterima.”<br />
Dia datang hamil enam bulan, pas jalan dua<br />
bulan sakit perutlah dia, tanda-tandanya mau<br />
melahirkan. Saya telepon kakak saya di Curug<br />
Nangka. Segera meluncur, mau melahirkan ini.<br />
Anda juga dituduh memukul PRT?<br />
Mutiara: Tidak, saya tidak pernah<br />
begitu-begitu, ya. Memang saya tegur<br />
mereka karena kadang-kadang<br />
mereka menginjak kepala si cacat itu (salah satu<br />
PRT). Saya marah, karena saya takut ada orang<br />
mati di rumah saya. Siapa yang mau tanggung<br />
jawab?<br />
Jangan begitu, saya selalu mengajarkan kasih.<br />
Tapi, maaf, mereka ini orang-orang telantar.<br />
Bapak ini juga sering marah sama saya, anakanak<br />
juga. Pulangilah Ma, orang-orang ini. Itu<br />
yang bikin saya menyesal seumur hidup. Saya<br />
tidak mendengar suami saya, orang tua saya,<br />
Majalah detik 3 - 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Kadang-kadang<br />
mereka menginjak<br />
kepala si cacat<br />
itu (salah satu<br />
Prt). Saya marah,<br />
karena saya takut<br />
ada orang mati di<br />
rumah saya.<br />
anak-anak saya.<br />
Artinya Anda direpotkan oleh pembantu<br />
Anda sendiri?<br />
Mutiara: Itulah kehidupan mereka ini. Sebenarnya<br />
pusing kepala saya ini. Tidak mampu<br />
juga saya menghadapi orang ini. Kehidupan<br />
mereka ini liar di rumah saya.<br />
Mangisi: Sebenarnya mereka ini ditampung<br />
karena rasa kasihan. Rasa sosial istri saya. Istri<br />
saya masak untuk makan mereka, bukan mereka<br />
masak untuk kita. Mereka, kalau tidak ada<br />
kerjaan, makan-makan, duduk-duduk sambil<br />
makan es krim, makan cokelat.<br />
Namun ada tuduhan yang menyatakan<br />
Anda bersikap kasar, bahkan menyiksa<br />
pembantu….<br />
Mutiara: Saya tidak pernah memarahi, (kalau)<br />
menegur, iya. Keras saya, saya orang Batak.<br />
Mereka ini, maaf, seperti orang liar. Kelaparan.<br />
Jadi, kalau ada makanan, kita masukan ke<br />
lemari, itu dijilat-jilatin. Tanya pembantu saya.<br />
Dibuang, ketemu mereka, mereka jilatin. Beras<br />
itu berceceran, si Fero itu yang makan, dia itu<br />
makannya beras. Hobi makan beras.<br />
Mangisi: Kadang buang sampah sembarangan.<br />
Mutiara: Bicara mereka tidak<br />
pernah sopan. Hidup seperti itu, liar.<br />
Untuk apa saya mempekerjakan di<br />
bawah umur, yang cacat? Saya tahu hukumnya.<br />
Saya ini istri polisi, masak tidak tahu itu?<br />
Cuma, karena rasa kasihan, semua itu saya<br />
kesampingkan demi mereka.<br />
Mangisi: Paling lama kerja itu tujuh bulan,<br />
itu si Fero yang paling lama. Selebihnya itu tigaempat<br />
bulan. Jadi, mereka itu baku hantam di<br />
antara mereka sendiri.<br />
Apakah betul mereka ini dipekerjakan<br />
nonstop sampai larut malam?<br />
Mutiara: Kerja tidak ada, semua bersih-bersih<br />
saja. Karena yang masak kan saya. Nyuci pakai<br />
mesin. Itu pun saya. Yang menyapu rumah juga<br />
sering saya.<br />
Mangisi: Lo, sebenarnya bekerja itu samasama,<br />
Ibu ini tidak melepas.<br />
Bagaimana penjelasan soal gaji mereka<br />
yang dikatakan tidak dibayar?<br />
Majalah detik 3 - 9 MARET 2014
Fokus<br />
kejamnya<br />
istri jenderal<br />
Mutiara usai memandikan bayi dari salah satu<br />
pembantu bernama Riris. Bayi prematur ini<br />
diberi nama Amora olehnya.<br />
REPRO/isfari majalah detik<br />
Mutiara: Jadi, mereka masuk ke sini, mereka<br />
bilang, “Ibu, kalau setelah kami pulang, baru<br />
gaji (kami) ibu kasihkan.” Itu sudah perjanjian,<br />
dia yang mau, saya tinggal menuruti saja. Jadi<br />
bohong itu, pertama-tama ditanya juga di sini,<br />
dia bilang pun seperti itu, gaji disimpan saja<br />
sama Ibu.<br />
Mangisi: Nanti kalau mau pulang dibayar,<br />
karena keperluan sehari-hari mereka dipenuhi<br />
semua. Segala macam dibelikan, tidak perlu<br />
lagi pegang uang, uang untuk apa? Dan dia<br />
juga mau menabung kalau nanti pulang. Kalau<br />
kita kasih sekarang, kan bisa hilang atau apa.<br />
Nanti pulang tidak bisa juga. ■<br />
ISFARI hikmat I iin yumiyanti<br />
Majalah detik 3 - - 9 MARET 2014
Kolom<br />
Melindungi PRT,<br />
Berkaca dari Filipina<br />
Oleh Lita Anggraini<br />
Filipina meratifikasi Konvensi ILO 189<br />
pada September 2012 dan mengesahkan UU<br />
Perlindungan PRT pada Januari 2013.<br />
Biodata<br />
Nama: Lita Anggraini<br />
Kantor: Jalan Kalibata Utara<br />
I Nomor 18, Jakarta Selatan<br />
Pendidikan:<br />
■ Hubungan Internasional,<br />
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu<br />
Politik Universitas Gadjah<br />
Mada, Yogyakarta, 1995<br />
■ Mengikuti pelatihan,<br />
pertemuan, lokakarya terkait<br />
isu-isu perempuan, gender,<br />
dan buruh migran di sejumlah<br />
negara, seperti Pakistan,<br />
Kanada, Filipina, dan Nepal.<br />
Pembantu rumah tangga adalah pekerja karena dia bekerja, ada<br />
majikan yang mempekerjakan, dan menerima upah. Ini adalah<br />
pekerjaan tertua dan terbesar karena paling dibutuhkan di berbagai<br />
belahan dunia. Organisasi Buruh Dunia (ILO) pada 2009<br />
memperkirakan, secara global, lebih dari 50 juta PRT mengisi sebagian besar<br />
angkatan kerja, terutama di negara-negara berkembang. Jumlahnya terus<br />
meningkat, termasuk di Indonesia.<br />
Kehadiran PRT menciptakan tenaga kerja (stamina, pikiran), ruang, dan<br />
kesempatan bagi jutaan orang untuk bergerak leluasa. Kontribusi PRT secara<br />
riil tidak hanya pada aktivitas ekonomi-sosial ratusan ribu keluarga pemberi<br />
kerja yang bekerja di berbagai sektor, tapi juga pada keluarga, masyarakat<br />
wilayah asal, juga negara.<br />
Sayang, pemerintah justru mendiskriminasi PRT dari statistik nasional data<br />
angkatan kerja dan ekonomi nasional.<br />
Studi ILO-International Programme on the Elimination of Child Labour<br />
pada 2002 memperkirakan, terdapat 2,6 juta PRT di seluruh Indonesia. Se-
Aktivitas:<br />
■ RUMPUN Tjoet Njak Dien,<br />
lembaga swadaya masyarakat<br />
yang bergerak di bidang<br />
advokasi pembantu rumah<br />
tangga di Yogyakarta, 1995-<br />
1996<br />
■ LAPPERA Indonesia, LSM di<br />
bidang isu-isu perburuhan,<br />
1996-1998<br />
■ Manajer RUMPUN Tjoet Njak<br />
Dien Yogyakarta, 1998-2000<br />
■ Direktur Eksekutif RUMPUN<br />
Tjoet Njak Dien, 2000-2005<br />
dan 2011-2013<br />
■ Koordinator Nasional Jaringan<br />
Advokasi Pekerja Rumah<br />
Tangga, 2004-sekarang<br />
■ Koalisi Perempuan Indonesia,<br />
2000-sekarang<br />
mentara itu, dari rapid assessment Jala PRT pada 2009, diperkirakan jumlah<br />
PRT mencapai 10,7 juta karena 67 persen dari rumah tangga kelas menengah<br />
dan menengah-atas mempekerjakan PRT. Jumlah ini menunjukkan bahwa<br />
menjadi PRT adalah pilihan pekerjaan yang bisa memberi kehidupan.<br />
Namun sejauh ini mereka bekerja tanpa jaminan perlindungan normatif<br />
atas hak-haknya sebagai pekerja, sehingga rentan akan eksploitasi dan pelanggaran<br />
hak-hak. Mereka berada dalam situasi perbudakan modern: upah<br />
sangat rendah dan terkadang tak dibayar atau dipotong secara semenamena,<br />
tak ada batasan beban kerja, jam kerja rata-rata 12-16 jam, tak ada hari<br />
libur mingguan, cuti, minim akses bersosialisasi, dan tak ada jaminan sosial.<br />
Kasus kekerasan terhadap PRT maupun PRT anak juga menonjol di beberapa<br />
kota besar di Indonesia. Data dari berbagai sumber menunjukkan, selama 2011-<br />
2012 terdapat 653 kasus. Paling mutakhir tentunya kasus penyekapan 15 PRT oleh<br />
keluarga Brigjen MS di Bogor beberapa waktu lalu. Ini merupakan pengulangan<br />
kasus yang terekspos media pada 30 September 2012. Kami turut menginvestigasi<br />
kasus ini hingga Polres Bogor Kota dan Polsek Bogor Tengah pada 3 Oktober<br />
2012. Namun kami dihalang-halangi oleh Kepala Polsek Bogor Tengah.<br />
Dari catatan kasus yang dihimpun oleh Jala PRT beserta anggotanya—<br />
LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, dan RUMPUN Tjoet Njak Dien—penanganan<br />
hukum atas kasus kekerasan PRT kebanyakan tidak berJalan secara adil dan<br />
tuntas. Tak ada hukuman dan efek jera untuk pelaku.<br />
Dalam kasus penganiayaan PRT anak, Sunarsih, hingga meninggal di Pengadilan<br />
Negeri Surabaya Selatan dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, misalnya,<br />
Nyonya Ita sebagai pelaku kekerasan hanya dihukum 2 tahun. Sebelumnya,<br />
pada 1999, 2001, 2004, dan 2005, Nyonya Ita juga diadili dalam kasus kekerasan<br />
terhadap PRT. Ini menunjukkan dia tak pernah jera karena memang<br />
hukuman yang dijatuhkan sangat ringan.<br />
Secara umum, 65 persen proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap<br />
PRT berhenti di kepolisian. Hal ini antara lain terjadi pada PRT anak,<br />
Rara, 16 tahun, oleh sebuah keluarga di kompleks perumahan Slipi, Jakarta,<br />
September 2011. Kasusnya berhenti di Polres Jakarta Barat. Begitu juga yang
menimpa Serli, 11 tahun, oleh keluarga salah satu anggota TNI di Bekasi<br />
Timur pada November 2011, berhenti di kepolisian Bekasi Timur.<br />
Menyimak contoh-contoh tersebut, akankah Dewan Perwakilan Rakyat dan<br />
pemerintah terus menutup mata terhadap permasalahan PRT? Bukankah PRT<br />
juga bisa dipastikan ada di tengah-tengah keluarga para anggota Dewan yang<br />
terhormat dan para penyelenggara negara di berbagai tingkatan?<br />
Faktanya, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun<br />
2003 tidak mengatur tentang PRT. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23<br />
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan<br />
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak<br />
Pidana Perdagangan Orang tidak mengatur situasi kerja normatif PRT yang<br />
menjamin hak-hak mereka sebagaimana pekerja lainnya.<br />
Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT masuk dalam Program<br />
Legislasi Nasional DPR sejak 2004, dan baru menjadi RUU prioritas Prolegnas<br />
DPR 2010 setelah berkali-kali masyarakat sipil mendesaknya. Baru<br />
pada 2012 RUU ini dibahas. Komisi IX DPR pun melakukan studi banding<br />
ke Afrika Selatan dan Argentina pada 27-31 Agustus 2012 dan uji publik ke<br />
daerah pada 27-28 Februari 2013.<br />
Komisi IX DPR pada 25 Maret 2013 melakukan finalisasi RUU Perlindungan<br />
PRT untuk diserahkan ke Badan Legislasi DPR guna dilakukan harmonisasi.<br />
Sepertinya upaya Dewan periode ini maksimal sampai di situ. Sebab, hingga<br />
masa sidang ketiga DPR 2013-2014, belum terjadi pembahasan kembali di<br />
Badan Legislasi.
Ratifikasi Konvensi ILO 189<br />
Di tingkat internasional telah dicapai kemajuan yang sangat monumental<br />
untuk menuju dunia yang adil bagi PRT. Telah lahir Konvensi Kerja Layak<br />
PRT (Konvensi ILO Nomor 189) yang mengakui PRT sebagai pekerja serta<br />
memberikan penghormatan dan perlindungan atas hak-hak yang melekat<br />
padanya dan situasi kerja layak PRT sebagaimana pekerja yang lainnya.<br />
Konvensi ini menjadi pintu ke babak baru menuju perjuangan selanjutnya.<br />
Kita melihat langkah maju sudah ditempuh Filipina yang meratifikasi<br />
Konvensi ILO 189 pada September 2012 dan diikuti pengesahan UU Perlindungan<br />
PRT Filipina pada Januari 2013. Filipina menjadi contoh negara yang<br />
konsisten melindungi PRT di dalam negeri dan luar negeri. Filipina tidak<br />
hanya menuntut negara tujuan PRT migran, tapi juga konsisten memberlakukan<br />
perlindungan yang sama terhadap PRT di dalam negeri. Hal yang<br />
dibutuhkan Indonesia.<br />
Kita sering dihadapkan pada berbagai kasus PRT migran yang terjadi di<br />
negara tujuan. Dan kita menjadi marah karenanya. Ironisnya, ketika terjadi<br />
kasus kekerasan yang sama terhadap PRT di dalam negeri, pemerintah dan<br />
DPR, bahkan publik, anteng-anteng saja. n<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
gaya hidup<br />
Mirip Stroke,<br />
tapi Bukan<br />
Banyak dikira stroke, padahal bukan. Tapi tetap butuh<br />
pemeriksaan kesehatan untuk mendapat kepastian.<br />
foto-foto: thinkstock<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Mirip Stroke<br />
Tanda-tanda panic attack sangat mirip stroke.<br />
Apalagi jika sudah parah. Sakit menusuk di<br />
dada, susah bernapas, jantung berdebar kengaya<br />
hidup<br />
Luna kebingungan. Sita, sahabatnya,<br />
mendadak mengeluh sesak napas<br />
hebat. Tak lama setelah itu, Sita terlihat<br />
diam. Pingsan. Luna makin panik<br />
karena kantor sudah sepi tak ada<br />
orang.<br />
Gadis 27 tahun itu sempat<br />
mencoba menolong<br />
dengan mengoleskan<br />
minyak angin ke sekitar<br />
hidung Sita. Maksudnya<br />
agar temannya itu segera<br />
siuman. Namun usahanya<br />
tak berhasil.<br />
Dia lantas lari memanggil office<br />
boy (OB) dan memintanya membantu<br />
mengangkat Sita ke mobil. Ditemani<br />
salah satu OB, Luna meluncur ke sebuah<br />
rumah sakit di dekat kantornya di Jakarta<br />
Pusat.<br />
Di UGD, Sita langsung mendapat pertolongan.<br />
Dokter jaga segera memeriksa<br />
dan membuat tindakan agar Sita segera siuman.<br />
Tak lama Sita pun sadar.<br />
Karena Sita mengeluh sakit yang sangat di<br />
dada, dokter lantas melakukan pemeriksaan<br />
jantung, termasuk tes elektrokardiogram. Tes<br />
ini untuk mengetahui apakah denyut jantung<br />
normal atau tidak.<br />
Namun hasilnya cukup mengagetkan. Secara<br />
umum kondisi fisik Sita baik-baik saja. Hasil tes<br />
EKG-nya juga fine-fine. Paling hanya tensinya<br />
saja yang rendah.<br />
Meski begitu, dokter tetap memberikan sejumlah<br />
resep obat-obatan untuk berjaga-jaga.<br />
Setelah sekitar tiga jam di UGD, Sita diperbolehkan<br />
pulang.<br />
Sekitar dua bulan setelah kejadian itu, Sita<br />
kembali mengalami hal serupa. Sesak di dada<br />
dan pingsan. Lagi-lagi dia dilarikan ke rumah<br />
sakit. Diperiksa sana-sini, lagi-lagi semua fine.<br />
Dokter lantas menduga Sita sama sekali tidak<br />
sakit, melainkan memiliki semacam gangguan<br />
yang disebut panic attack. Dia direkomendasikan<br />
untuk mengunjungi psikolog.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
gaya hidup<br />
cang, kemudian pingsan.<br />
Menurut psikolog klinis Liza Marielly Djapri,<br />
saat orang mengalami ini biasanya memang<br />
selalu dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah<br />
diperiksa, semua normal.<br />
Meski bukan masalah kesehatan fisik, panic<br />
attack sangat menyakitkan. Biasanya berlangsung<br />
selama kurang lebih satu jam. Tapi yang<br />
paling sakit 15 menit pertama.<br />
Dalam kasus yang parah, orang yang terkena<br />
panic attack bisa menjadi freeze atau membeku<br />
sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Seperti<br />
pingsan tapi sebenarnya tidak.<br />
“Hal ini karena mereka yang terkena panic<br />
attack merasakan sesuatu yang tidak nyaman<br />
di jantungnya,” ujarnya.<br />
Namun, sebenarnya orang-orang di sekitarnya<br />
tidak perlu ikut-ikutan panik. Kondisi ini<br />
biasanya akan berangsur membaik dan kembali<br />
normal seperti sediakala.<br />
Untuk mengetahui yang terjadi merupakan<br />
panic attack atau bukan memang sulit diketahui<br />
orang awam. Karena itu, cara paling baik memang<br />
dibawa ke rumah sakit untuk di periksa.<br />
Jika memang kondisi kesehatan dan jantungnya<br />
baik-baik saja, pasien bisa mencoba untuk<br />
bertemu dengan psikolog. Nah, dari sini biasanya<br />
akan diketahui dia terkena panic attack<br />
atau bukan.<br />
Liza mengatakan, panic attack sebenarnya<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
gaya hidup<br />
bukan persoalan yang harus terlalu ditakutkan.<br />
Tapi memang membutuhkan penanganan agar<br />
tidak terus terjadi.<br />
“Dengan penanganan yang tepat, panic<br />
attack bisa diatasi sehingga tidak terjadi lagi,”<br />
ujar ibu dua anak ini.<br />
Menurut Liza, panic attack bisa terjadi pada<br />
setiap orang. Namun, biasanya gangguan ini<br />
“menyerang” orang-orang dengan karakter<br />
agak pencemas sejak kecil.<br />
Biasanya mereka juga memiliki manajemen<br />
dan regulasi stres yang tidak<br />
baik. “Kombinasi tiga hal itu sangat<br />
mungkin mengakibatkan<br />
orang terkena panic attack,”<br />
ujar alumnus Universitas Indonesia<br />
itu.<br />
Dulu panic attack banyak<br />
menyerang orang-orang di<br />
atas 30 tahun, saat mereka<br />
merasa hidup di dunia sudah<br />
tidak aman. Namun, akhirakhir<br />
ini, usia orang dengan<br />
panic attack semakin muda.<br />
“Banyak yang belum 30 tahun atau yang baru<br />
30 tahun sudah terkena. Mungkin karena saat<br />
ini kekhawatiran orang makin kompleks, jadi<br />
gampang kena,” ujarnya.<br />
Pemicu<br />
Liza menduga, semakin memudanya usia<br />
orang terkena panic attack, salah satunya akibat<br />
terlalu banyak tuntutan sejak kecil. Karena,<br />
sejak 15 tahun terakhir, tekanan pada anak semakin<br />
keras.<br />
Padahal anak-anak, bahkan di usia sekolah<br />
dasar, sebenarnya masih dalam dunia bermain.<br />
“Tapi, sejak dini, mereka dipaksa terlalu keras<br />
belajar sehingga kehilangan dunia bermainnya,”<br />
katanya.<br />
Menurut Liza, hal ini bisa membuat benihbenih<br />
kemunculan panic attack. Atau yang<br />
lebih membahayakan akan terjadi depresi dan<br />
stres di usia muda.<br />
n NURVITA indarini | ken<br />
yunita<br />
Majalah Majalah detik detik 2 - 8 3 Desember - 9 maret 2014 2013
wisata<br />
Wisata Dua Dimensi<br />
Anak Krakatau<br />
Saya bisa naik gunung sekaligus melakukan snorkeling di sini. Sayangnya, banyak<br />
wisatawan yang tidak menjaga kebersihan, sehingga banyak sampah bertebaran.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
wisata<br />
nyempatkan diri melakukan snorkeling di sekitar<br />
gunung yang belakangan aktif ini.<br />
Akhirnya kesempatan saya mendatangi<br />
gunung itu pun kesampaian. Dan asyiknya,<br />
kepergian saya ini nyaris gratis alias ada yang<br />
berbaik hati membayari.<br />
Tidak semuanya gratis, sih. Biaya naik feri dari<br />
Pelabuhan Merak ke Bakauheni, sewa penginapan,<br />
dan empat kali makan ditanggung.<br />
Lumayan menghemat ongkos.<br />
Rombongan saya berangkat dari Pelabuhan<br />
Merak di Banten menuju Pelabuhan Bakauheni,<br />
Lampung. Dari Jakarta, Merak bisa dijangthinkstock<br />
udah lama saya ingin pergi ke Gunung Anak<br />
Krakatau. Cerita yang saya dengar dari temanteman<br />
traveler benar-benar membuat saya<br />
seakan harus menginjakkan kaki gunung yang<br />
muncul misterius pada 1927 ini.<br />
Sebagian petualang menyebut Gunung<br />
Anak Krakatau sebagai wisata dua dimensi.<br />
Mereka yang datang tak cuma akan mendapat<br />
pemandangan indah khas gunung, tapi juga<br />
bisa basah-basahan di laut.<br />
Maklum saja, Gunung Anak Krakatau memang<br />
berada di tengah laut. Jadi kebanyakan<br />
traveler, selain mendaki ke puncak, akan me-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
wisata<br />
ari saputra/detikfoto<br />
kau menggunakan bus. Tarifnya Rp 10-30 ribu<br />
dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.<br />
Karena ingin menghemat waktu, kami<br />
sengaja berangkat malam hari agar esok<br />
paginya bisa langsung beraktivitas. Tapi<br />
tentu saja cara ini lumayan menguras<br />
tenaga karena hampir tak ada waktu<br />
istirahat selain di perjalanan.<br />
Feri yang saya tumpangi berangkat<br />
sekitar pukul 01.00 WIB. Harga<br />
tiketnya Rp 11 ribu untuk dewasa dan<br />
Rp 8.000 untuk anak-anak. Merak-Bakauheni<br />
membutuhkan waktu sekitar tiga jam.<br />
Saya lumayan takjub melihat feri yang saya<br />
tumpangi. Kapal penyeberangan ini cukup<br />
bersih. Tak berbeda jauh dengan kamar mandinya.<br />
Sungguh berbeda dengan bayangan saya<br />
sebelumnya.<br />
Karena butuh istirahat, saya memilih tidur<br />
selama di perjalanan. Sebenarnya ada semacam<br />
tempat lesehan di kapal bagi yang ingin tidur.<br />
Tapi, untuk mendapatkan tempat, penumpang<br />
mesti membayar Rp 8.000.<br />
Tapi terkadang tempat lesehan itu sudah<br />
penuh orang. Pingin selonjoran saja susah. Jadi<br />
saya memutuskan tidur di luar saja, gratis dan<br />
tempatnya masih luas sehingga saya bisa tidur.<br />
Tapi awas masuk angin, ya.<br />
Waktu tiga jam berlalu nyaris tak terasa. Saya<br />
buru-buru mengikuti rombongan turun dari<br />
kapal, lalu melanjutkan perjalanan ke Dermaga<br />
Canti dengan menumpang angkutan carteran.<br />
Mobil angkot ini relatif murah jika disewa berombongan.<br />
Tapi, kalau hanya satu-dua orang,<br />
jatuhnya akan sangat mahal. Lebih murah naik<br />
ojek saja jika hanya pergi sendirian. Waktu<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
wisata<br />
agung/detikfoto<br />
tempuhnya sekitar dua jam.<br />
Di Dermaga Canti, terdapat kapal-kapal yang<br />
dapat disewa untuk berkeliling ke pulau-pulau<br />
di sekitar Gunung Anak Krakatau. Tujuan pertama<br />
kami adalah Pulau Sebuku Kecil, dengan<br />
waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan.<br />
Saya, yang sudah “lapar” pantai, langsung<br />
takjub oleh pemandangan Pulau Sebuku Kecil.<br />
Gradasi warna pantainya sangat indah dan,<br />
yang pasti, bersih banget. Tapi, hati-hati, banyak<br />
batu karang tajam di sekitar pantai.<br />
Saya tak berlama-lama berada di pulau ini.<br />
Setelah berfoto ria dan bermain air, saya dan<br />
rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke<br />
destinasi selanjutnya: Pulau Sebuku Besar.<br />
Lokasinya tak jauh. Di pulau ini, aktivitas saya<br />
adalah snorkeling. Sayang, pantainya kurang<br />
bersih. Banyak sampah di sana-sini, sehingga<br />
mengurangi kenyamanan pengunjung.<br />
Untuk melakukan snorkeling, saya harus<br />
menyewa alat seharga Rp 30 ribu per hari atau<br />
Rp 55 ribu untuk dua hari. Meski kurang suka<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
wisata<br />
agung/detikfoto<br />
karena banyak sampah, saya turun ke laut juga.<br />
Hitung-hitung relaksasi.<br />
Setelah kurang-lebih dua jam nyebur, saya<br />
diajak melanjutkan perjalanan ke Pulau Sebesi.<br />
Di sana ada rumah penduduk yang bisa disewa<br />
untuk menginap barang semalam.<br />
Saya beruntung karena mendapatkan rumah<br />
yang cukup bagus. Listrik di pulau ini hanya<br />
menyala pada pukul 18.00-24.00 WIB. Sejenak<br />
saya beristirahat setelah makan siang yang<br />
cukup lezat di home stay.<br />
Sore hari, sekitar pukul 16.30 WIB, saya kembali<br />
diajak menuju destinasi selanjutnya, yaitu<br />
Pulau Umang-umang, untuk menikmati sunset.<br />
Tapi saya dan beberapa teman menikmati sunset<br />
di atas kapal saja. Tak kalah indahnya, kok.<br />
Saya sudah tak sabar menunggu esok hari<br />
untuk menuju Gunung Anak Krakatau. Dari<br />
jadwal yang dibagikan, saya akan berangkat<br />
sekitar pukul 03.00 WIB.<br />
Satu-satunya cara menuju ke gunung ini<br />
adalah naik kapal. Trekking ke puncak Anak<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
wisata<br />
thinkstock<br />
Krakatau tidak membutuhkan waktu lama<br />
karena tingginya hanya sekitar 23 meter di atas<br />
permukaan laut, paling-paling 15-20 menit.<br />
Tapi, hati-hati, treknya lumayan susah karena<br />
berpasir dan berbatu. Konon, ketinggian gunung<br />
ini terus bertambah setiap tahunnya. Terdapat<br />
zona bahaya di puncaknya, yang terlihat<br />
berwarna putih.<br />
Para pendaki tidak boleh menginjakkan kaki<br />
di zona berbahaya ini. Penjaga gunung akan<br />
memberi tahu soal zona bahaya ini kepada<br />
setiap pendaki yang datang.<br />
Hal menarik lainnya adalah suhu yang berbeda<br />
antara bagian kanan dan kiri. Tidak jelas apa<br />
penyebabnya, namun suhu di sisi kanan terasa<br />
lebih dingin daripada sisi kiri.<br />
Tentu saya tak melewatkan acara foto-foto<br />
sebelum turun. Apalagi saat itu matahari masih<br />
malu-malu menampakkan diri. Saya juga<br />
sempat sarapan nasi uduk setelah turun dari<br />
puncak.<br />
Dari Gunung Anak Krakatau, saya dan rombongan<br />
tak langsung kembali ke Pulau Sebesi.<br />
Kami mampir dulu ke Pulau Lagoon Cabe<br />
untuk snorkeling. Pulaunya sangat kecil, nyaris<br />
tampak seperti rawa-rawa saja.<br />
Lagi-lagi saya agak kecewa karena masih ada<br />
saja sampah bertebaran di pulau. Mungkin<br />
banyak wisatawan yang membuang sampah<br />
sembarangan. Untung saja airnya lumayan<br />
bersih.<br />
Setelah puas, saya dan rombongan pun kembali<br />
ke Pulau Sebesi untuk berkemas-kemas<br />
dan bersiap-siap kembali ke Ibu Kota. n<br />
Adhe Nisa | Ken Yunita<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
Keberadaan masakan Nusantara<br />
seakan tergusur. Lumayan<br />
jarang di mal-mal. Tapi cobalah<br />
yang ini. Dijamin tak kecewa.<br />
foto-foto : dok. gula merah<br />
Gula Merah<br />
Masakan<br />
Nusantara<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
GGula<br />
Merah. Melihat nama<br />
restoran ini, saya langsung terpikir<br />
beberapa masakan Indonesia.<br />
Yang saya tahu, banyak makanan<br />
Nusantara yang dimasak dengan<br />
bumbu dasar gula merah.<br />
Dugaan saya benar. Restoran di Setiabudi<br />
Building, Jakarta Selatan, ini memang<br />
menyajikan aneka masakan khas Indonesia.<br />
Dan pastinya berbumbu dasar gula merah.<br />
“Dinamai Gula Merah karena bahan baku<br />
utamanya gula merah. Rasanya identik untuk<br />
mencirikan masakan khas Indonesia,” begitu<br />
kata salah satu pelayan kepada saya.<br />
Di Jakarta, ada tiga outlet Gula Merah.<br />
Tapi, di gerai mana saja Anda bersantap, rasa<br />
makanannya dijamin sama persis. Maklum<br />
saja, manajemen menerapkan sistem dapur<br />
bersama.<br />
Jadi bumbu-bumbunya diracik di satu tempat.<br />
“Supaya kualitasnya tetap sama meski outletnya<br />
berbeda,” ujar pelayan itu.<br />
Di buku menu terdapat sekitar 65 menu<br />
makanan, mulai appetizer, main course, hingga<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
Semuanya terlihat lezat.<br />
Serasa pingin memesan<br />
semua makanan dan<br />
minuman yang tersedia<br />
dessert. Untuk menemani acara makan, ada 30<br />
macam minuman yang bisa dipilih.<br />
Seperti biasa, saya langsung lapar mata begitu<br />
memegang buku menu. Semuanya terlihat<br />
lezat. Serasa pingin memesan semua makanan<br />
dan minuman yang tersedia, ha-ha-ha….<br />
Tapi, karena kami hanya berdua, akhirnya<br />
saya hanya memesan kacang panjang tumis<br />
teri, dendeng Baracik, nasi bakar telur, tempe<br />
kremes, dan emping.<br />
Selain menu yang saya pesan, tentu masih<br />
banyak menu Nusantara lainnya. Sebut saja<br />
soto Betawi, sop buntut, nasi bakar tiga<br />
rasa, tahu kipas, dan bubur sumsum durian.<br />
Terdengar lezat, kan?<br />
Untuk minumannya, saya memilih jus kelapa.<br />
Sedangkan rekan saya memilih teh jahe. Untuk<br />
menu penutup, kami sama-sama pingin rujak<br />
buah yang segar.<br />
Seperti biasa, minuman selalu datang<br />
pertama. Seorang pelayan mengantarkan<br />
segelas teh jahe dan jus kelapa. Teh jahe pesanan<br />
teman saya berwarna cokelat kehitaman.<br />
“Rasa jahenya lumayan kuat, tapi rasa tehnya<br />
masih ada. Lumayan,” begitu komentar teman<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
saya tentang minuman seharga Rp 9.000 itu.<br />
Saya pun tak sabar mencoba minuman yang<br />
saya pesan. Agaknya jus kelapa ini ditambahi<br />
sedikit sirop, sehingga warnanya menjadi pink<br />
menarik.<br />
Dan ternyata rasanya secantik warnanya.<br />
Rasa kelapa yang agak gurih berpadu nikmat<br />
dengan sirop yang agak manis. Saya sampai tak<br />
terasa sudah menghabiskan hampir separuh<br />
gelas.<br />
Tak lama kemudian, seluruh makanan yang<br />
saya pesan datang. Hampir bersamaan. Saya<br />
sengaja tak memesan nasi putih karena,<br />
katanya, porsi nasi bakar di sini lumayan besar,<br />
cukup untuk berdua.<br />
Dan benar. Begitu saya membuka bungkusan<br />
daun pisang, porsi nasinya memang cukup<br />
banyak. Belum lagi lauk-pauknya, mulai telur,<br />
sambal kering kentang plus kacang goreng,<br />
dan sambal.<br />
Saya berbagi dengan teman saya. Pada<br />
suapan pertama, saya langsung tahu nasi ini<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
rasanya enak. Bukan nasi tawar seperti nasi<br />
putih biasa, melainkan nasi gurih. Makanan<br />
seharga Rp 25 ribu ini jelas enak.<br />
Tapi penyebutan nasi bakar kurang pas karena<br />
nyaris tidak ada bau atau sisa-sisa pembakaran<br />
pada nasinya kecuali sedikit gosong pada daun<br />
pisang pembungkusnya.<br />
Saya menyantap nasi gurih ini bersama<br />
dendeng Baracik, dendeng setengah kering<br />
dengan topping irisan bawang merah serta<br />
cabai rawit hijau dan merah.<br />
Tak lupa tomat merah, yang bikin masakan<br />
khas Sumatera Barat ini makin menggiurkan.<br />
Dendengnya sangat lembut dan empuk. Anda<br />
tak perlu bersusah payah mengunyah.<br />
Ternyata gurihnya nasi dan dendeng yang<br />
pedas-pedas manis menyatu pas. Enak. Apalagi<br />
ditambah emping. Ada empat lembar dendeng<br />
nikmat dalam satu porsi seharga Rp 42 ribu<br />
tersebut.<br />
Dalam sekejap, nasi bakar dan dendeng<br />
lenyap dari pandangan. Saya pun segera<br />
memalingkan pandangan ke piring putih berisi<br />
kacang panjang tumis teri. Terlihat segar dan<br />
menggoda.<br />
Tapi perut saya sudah cukup kenyang setelah<br />
menyantap nasi bakar dan dendeng. Akhirnya<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
kuliner<br />
tumis kacang panjang itu saya gado saja alias<br />
makan tanpa nasi.<br />
Rasanya mirip masakan rumahan, yang tentu<br />
saja enak. Kacang panjangnya masih kriuk-kriuk,<br />
pertanda dimasak dalam waktu yang pas, tidak<br />
kelamaan. Seporsi dihargai Rp 19 ribu.<br />
Sembari mengudap tumis kacang panjang,<br />
saya nyemil tempe kremes. Satu porsi berisi<br />
empat potong tempe goreng tepung berwarna<br />
kecokelatan.<br />
Kres. Rasa tempenya agak semangit, tapi<br />
enak. Orang Jawa sering menjadikan tempe<br />
semacam ini untuk bumbu masakan pengganti<br />
vetsin. Dan tempe di piring pun ludes.<br />
Karena kenyang, saya minta pelayan tidak<br />
segera mengeluarkan menu dessert yang saya<br />
pesan. Jeda dulu barang sepuluh menit agar<br />
makanan yang disantap “turun”.<br />
Setelah berha-ha-hi-hi sebentar, rujak buah<br />
sampai ke meja untuk menutup acara makan<br />
siang kali ini. Untuk semua makanan tadi, saya<br />
merogoh kocek Rp 190 ribuan. Lumayan, tapi<br />
pastinya enak! n KEN YUNITA<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
people<br />
Vanessa-Mae<br />
getty images<br />
Valentino Rossi<br />
Katy Perry<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
people<br />
Katy Perry<br />
Katy Perry kembali membuat<br />
kehebohan. Bukan soal penampilannya<br />
yang serba seksi<br />
atau lagunya yang bercokol di<br />
puncak tangga-tangga lagu.<br />
Kali ini Katy jadi perbincangan karena<br />
klip video lagu Dark Horse dianggap<br />
menghina Islam. Dia pun banjir kecaman<br />
di berbagai media sosial.<br />
Sejumlah media massa di Amerika<br />
dan di seluruh dunia juga beramai-ramai<br />
membahas video yang dirilis pada 20 Februari<br />
lalu itu.<br />
Dalam video sutradara Mathew<br />
Cullen tersebut, Katy berperan sebagai<br />
Ratu Mesir bernama Katy-Patra yang<br />
sedang mencari kekasih. Dia menyeleksi<br />
para pria yang ingin mendapatkannya.<br />
Kepada pria-pria yang gagal, Katy-<br />
Patra akan langsung memberikan<br />
ganjaran. Nah, salah satu pejuang cinta<br />
itu adalah seorang pria dengan kalung<br />
berliontin tulisan “Allah”.<br />
Mungkin, jika kalung itu hanya dikenakan,<br />
video tersebut tidak akan menjadi<br />
persoalan. Yang jadi masalah, tokoh<br />
pria tersebut digambarkan terbakar.<br />
Kemudian kalung dan liontin “Allah”<br />
juga ikut terbakar. Hangus. Hingga<br />
kini belum ada tanggapan resmi dari<br />
pihak penyanyi kelahiran 25 Oktober<br />
1984 itu. Hmm, apa maksudnya, Katy?<br />
n Ken Yunita<br />
getty images<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
people<br />
Valentino Rossi<br />
Hasil musim lalu jelas tak<br />
cukup menggembirakan<br />
untuk Valentino Rossi. Dia<br />
menargetkan musim depan<br />
lebih kompetitif.<br />
Karena itu, dia tak mau tanggung-tanggung.<br />
“Saya mencoba lebih kuat, lebih<br />
ngotot,” ujar pria kelahiran Urbino, Italia,<br />
16 Februari 1979, itu saat bertemu dengan<br />
majalah detik di Jakarta beberapa<br />
waktu lalu.<br />
Rossi berharap nanti lebih sering mendapatkan<br />
podium setiap akhir pekan. Itu<br />
satu-satunya cara agar pembalap Yamaha<br />
itu bisa kembali berjaya.<br />
Dia juga tak ingin mengecewakan<br />
Yamaha selaku sponsornya. Namun dia<br />
juga berharap Yamaha meningkatkan<br />
kemampuan sepeda motornya. “Karena<br />
persaingan akan lebih tinggi, jadi harus<br />
maksimal,” ujar peraih tiga kali gelar juara<br />
dunia MotoGP itu.<br />
Rossi mengaku tak ingin buang-buang<br />
waktu selagi punya kesempatan. Dia<br />
ingin dikenal sebagai pembalap yang berkualitas,<br />
bahkan setelah pensiun nanti.<br />
“Saya ingin orang mengingat saya<br />
sebagai pembalap yang mengagumkan,”<br />
ujar penyuka warna hijau ini.<br />
n Femidiah | Ken Yunita<br />
getty images<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
people<br />
Vanessa-Mae<br />
Menjadi pemain biola terkenal<br />
rupanya bukan satusatunya<br />
keinginan Vanessa-<br />
Mae. Perempuan 34 tahun<br />
itu ternyata punya impian menjadi atlet<br />
ski sejak kecil.<br />
Dan kini Vanessa berhasil mewujudkan<br />
impian itu. Dia mewakili negaranya,<br />
Thailand, di Olimpiade Musim Dingin<br />
di Sochi, Rusia, pada Februari lalu.<br />
Prestasi Vanessa memang tidak terlalu<br />
bagus. Tapi, paling tidak, meski berada<br />
di urutan terakhir, Vanessa mampu<br />
mencapai garis finis. Padahal 22 dari<br />
89 peserta tak mampu menyelesaikan<br />
lomba.<br />
Sebelumnya, selama setahun, dia<br />
mati-matian berlatih ski agar bisa mengikuti<br />
kompetisi ski Olimpiade Musim<br />
Dingin. Demi semua itu, Vanessa rela<br />
mengesampingkan karier musiknya.<br />
“Orang-orang terkejut melihat saya<br />
berlatih ski—seorang pemain biola<br />
klasik, dari Asia yang seumur hidupnya<br />
tinggal di kota,” ujar perempuan berdarah<br />
Thailand-Inggris ini.<br />
Vanessa menjadi atlet kedua Thailand<br />
yang bertanding di Olimpiade Musim<br />
Dingin. Sebelumnya, atlet Prawat Nagvajara<br />
mewakili Thailand di perlombaan ski<br />
cross-country pada Olimpiade Salt Lake<br />
City 2002 dan Olimpiade Turin 2006.<br />
Lalu apakah Vanessa akan benar-benar<br />
meninggalkan musik? Ternyata tidak. Dia<br />
akan kembali menekuni musik. Ya, kita<br />
tunggu kembalinya Vanessa. n KEN YUNITA<br />
getty images<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
Andi Mattalatta, mantan<br />
Menteri Hukum dan HAM:<br />
Hakim MK<br />
Tak Berambisi<br />
Jadi Presiden<br />
Majalah detik Majalah 24 februari detik 3 - 92 maret 2014
interview<br />
“Idealnya, hakim konstitusi itu adalah jabatan publik terakhir.<br />
Boleh seumur hidup, tapi harus ada evaluasi.”<br />
omisi III Dewan Perwakilan<br />
Rakyat membentuk tim pakar untuk<br />
membantu proses seleksi calon hakim<br />
konstitusi pengganti Akil Mochtar, yang<br />
tersandung kasus suap, dan Harjono,<br />
yang akan pensiun. Selain Profesor Syafii<br />
Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, H<br />
Ahmad Syarifuddin Natabaya, Laudin<br />
Marsuni, Pataniari Siahaan, Saldi Isra,<br />
dan Husni Umar, nama Andi Mattalatta<br />
masuk tim ini.<br />
Selain pernah menjadi Menteri Hukum dan<br />
Hak Asasi Manusia, Andi pernah terlibat dalam<br />
pembahasan amendemen Undang-Undang<br />
Dasar 1945 tahap I-IV dan aktif di Forum Konstitusi.<br />
Karena itu, kompetensinya di bidang<br />
hukum tak perlu diragukan lagi. Begitupun<br />
selama menjadi politikus dari Golkar, namanya<br />
tak pernah diberitakan secara miring.<br />
Tak mengherankan bila ia sebetulnya pernah<br />
diminta memimpin Mahkamah Konstitusi,<br />
juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi Andi<br />
menolak dengan dalih merasa belum menjadi<br />
negarawan.<br />
“Saya masih kepingin mobil mewah, seperti<br />
Porsche. Juga masih tertarik bila melihat<br />
wanita cantik, meski bisa mengendalikan<br />
diri,” kata Andi berseloroh. Berikut ini petikan<br />
perbincangan majalah detik dengan Komisaris<br />
PT Freeport Indonesia itu di Bandara<br />
Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 27<br />
Februari 2014.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
DPR jangan lagi dicemooh (oleh masyarakat).<br />
Sebab, Akil Mochtar merupakan figur hasil<br />
seleksi DPR.<br />
Kedua, secara obyektif, DPR merasa perlu<br />
dengan hadirnya tim pakar. Sebab, bagaimanapun,<br />
selain persyaratan umum berupa sehat<br />
jasmani dan rohani, calon hakim konstitusi itu<br />
harus memenuhi beberapa persyaratan.<br />
rengga sancaya / detikfoto<br />
Tap mendengarkan<br />
Sejauh mana peran tim pakar dalam proses<br />
seleksi?<br />
Keberadaan tim pakar ini kan mengambil<br />
semangat salah satu isi dari perpu yang dibatalkan<br />
MK. Menurut saya, keberadaan tim ini<br />
bertujuan agar proses seleksi itu dilakukan secara<br />
obyektif dan transparan. Figur hasil seleksi<br />
Apa saja persyaratan itu?<br />
Secara kategoris ada tiga, yakni tentang rekam<br />
jejak. Dia harus adil, fair, dan lain sebagainya.<br />
Nah, itu harus ditelusuri, dilihat kiprahnya<br />
di masyarakat. Jika dia pengusaha, lawyer, atau<br />
pejabat, pernah atau tidak tersangkut masalah<br />
hukum.<br />
Kedua adalah negarawan. Dari seluruh institusi<br />
negara, hanya Mahkamah Konstitusi<br />
yang mensyaratkan predikat tersebut. Untuk<br />
menjadi presiden, hakim agung, anggota DPR,<br />
Panglima TNI, atau Kapolri, tidak ada syarat<br />
predikat negarawan. Kenapa untuk menjadi<br />
hakim konstitusi harus memenuhi predikat<br />
itu? Karena hasil putusan MK itu final dan<br />
mengikat. Ketiga, memahami konstitusi dan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
ketatanegaraan. Dua hal itu terpisah, tapi duaduanya<br />
harus dikuasai oleh calon. Itu bukan<br />
alternatif.<br />
Artinya?<br />
Ketatanegaraan adalah ahli hukum tata<br />
negara. Sedangkan konstitusi meliputi segala<br />
aspek kehidupan bangsa, karena dalam konstitusi<br />
diatur tentang ideologi, sistem ekonomi,<br />
Keputusan MK tidak bisa di-review dan bersifat<br />
mengikat. Karena itu, hakim konstitusi tidak<br />
boleh orang sembarangan.<br />
Tap mendengarkan<br />
pendidikan, serta pertahanan. Nah, kalau ada<br />
review tentang undang-undang ekonomi, apakah<br />
inline dengan Pasal 33 UUD 1945, lantas<br />
siapa orang yang pantas melakukannya? Ya,<br />
orang yang mengerti ekonomilah.<br />
Hubungan kausalitas antara syarat itu<br />
dan putusan MK?<br />
Begini, keputusan presiden atau DPR bisa dianulir,<br />
tapi keputusan MK tidak bisa di-review<br />
dan bersifat mengikat. Tidak boleh diganggu.<br />
Juga perkara yang masuk harus cepat diputuskan.<br />
Soal impeachment misalnya. Kalau tidak<br />
segera diputuskan, akan menjadi bola liar. Soal<br />
undang-undang yang di-review misalnya, kalau<br />
lama tidak diputuskan, akan berdampak pada<br />
para pelaksana undang-undang, karena ragu.<br />
Karena itu, hakim konstitusi tidak boleh orang<br />
sembarangan.<br />
Tapi apa sih arti istilah negarawan yang<br />
Anda maksud?<br />
Dulu, saat kami membahas (amendemen)<br />
UUD 1945, tidak ada kata sepakat (tentang arti<br />
negarawan itu). Kami berpendapat, nantilah<br />
(istilah) itu dibahas dalam undang-undang.<br />
Saya pernah dua kali menghubungi Pak Oetojo<br />
Oesman (Menteri Kehakiman era Orde Baru)<br />
untuk dicalonkan sebagai Ketua MK, tapi beliau<br />
tidak tertarik karena itu memang lembaga<br />
baru. Setelah itu, banyak orang yang menyebut-nyebut<br />
nama saya, tapi juga tidak bersedia<br />
karena saya belum sampai pada predikat itu.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Ada syarat calon harus bergelar doktor<br />
atau magister yang berkaitan dengan hukum.…<br />
Itu ditentukan dalam undang-undang, se-<br />
interview<br />
presiden, menjadi menteri.<br />
Kenapa begitu?<br />
Ya, kalau calon itu kemudian menjadi hakim<br />
konstitusi dan masih mempunyai keinginan,<br />
dia bisa saja mengedepankan kepentingannya.<br />
Misalnya dalam review undang-undang<br />
tentang presiden, tentang kementerian, dan<br />
sebagainya.<br />
Bersama kolega, Menteri<br />
Sekretaris Negara Hatta<br />
Rajasa, Menko Polkam Widodo<br />
AS, dan Sekretaris Kabinet<br />
Sudi Silalahi sebelum rapat di<br />
Kantor Presiden, 30 Mei 2008.<br />
haryanto/presidensby.info<br />
Kenapa? Karena saya masih kepingin mobil<br />
mewah, seperti Porsche, sementara negarawan<br />
itu sudah tidak memikirkan keduniaan lagi,<br />
tak berorientasi pada jabatan dan pekerjaan.<br />
Mereka bukan pencari kerja. Jadi (idealnya) itu<br />
merupakan jabatan publik terakhir. Artinya,<br />
dia (hakim konstitusi) tidak boleh lagi menjadi<br />
Apakah justru tidak melanggar HAM<br />
karena membatasi hak?<br />
Oh, tidak. Sebagai kompensasi, jabatan itu<br />
tidak ada batasnya, sampai meninggal. Memang<br />
setiap tahun ada evaluasi, apakah yang<br />
bersangkutan masih mampu melaksanakan<br />
tugasnya. Makanya, semula syarat usia itu<br />
minimal 60 tahun. Tapi kemudian menjadi 40,<br />
apalagi masing-masing pihak (biasanya) sudah<br />
mempunyai jago.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
hingga harus kita laksanakan. Karena hakim<br />
konstitusi ini kan mengadili perkara hasil kerja<br />
presiden dan DPR, jadi high philosophy. Karena<br />
itu, martabatnya juga harus tinggi.<br />
Terkait tafsir kewenangan MK mengadili<br />
sengketa pemilu kepala daerah, apakah<br />
masih harus seperti itu?<br />
Mencari hakim konstitusi sebaiknya<br />
jangan seperti menyeleksi orang yang<br />
mencari kerja.<br />
Itu perlu diskusi yang panjang. Mengapa<br />
dulu kita menganggap pilkada bukan bagian<br />
dari pemilu, karena dalam undang-undang<br />
tidak ada istilah pilkada. Kepala daerah dipilih<br />
secara demokratis. Presiden, wakil presiden,<br />
DPR, DPRD, DPD dipilih secara langsung, pemilihan<br />
umum, rezim pemilu.<br />
Pemilihan kepala daerah bukan rezim pemilu.<br />
Sementara itu, yang ditangani MK adalah<br />
sengketa pemilu. Kenapa konstitusi tidak memasukkan<br />
pemilihan kepala daerah ke rezim<br />
pemilu, karena daerah itu kan otonom. Kita<br />
harus menghargai asal-usul daerah.<br />
Ada daerah yang tidak memiliki daerah tingkat<br />
dua, misalnya DKI Jakarta. Atau ada daerah<br />
khusus yang menetapkan syarat bahwa kepala<br />
daerah harus memiliki latar belakang kultur<br />
daerah itu, seperti Papua atau Yogyakarta,<br />
Sultan.<br />
Jadi kita memang sengaja mencantumkan<br />
kepala daerah dipilih secara demokratis, bisa<br />
pemilu, bisa pilkada. Nah, kawan-kawan saat<br />
membahas pemerintahan daerah rupanya<br />
dimasukkan ke pilkada.<br />
Beberapa akademisi senior enggan<br />
mendaftar menjadi hakim konstitusi karena<br />
beranggapan tidak adanya kepastian<br />
soal fairness dan keadilan dalam proses<br />
seleksi....<br />
Kalau saya sebutkan syarat kenegarawanan<br />
adalah mereka yang sudah tidak mengurusi<br />
soal keduniaan, dan jabatan itu jabatan<br />
terakhir bagi mereka, ya undanglah. Jadi me-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
mang sebaiknya jangan seperti menyeleksi<br />
orang yang mencari kerja. Kalau diundang,<br />
saya kira akan banyak yang mendaftar, termasuk<br />
para guru besar yang sudah senior.<br />
Kalaupun mereka tidak lulus, akan menerima<br />
karena kalah oleh rekannya yang sederajat.<br />
Bukan dengan membandingkan seorang<br />
guru besar yang sudah senior dengan mereka<br />
yang baru lulus doktor.<br />
Kalau ada yang pernah tak lulus tapi kali<br />
ini kembali mendaftar, menurut Anda, dia<br />
masih layak?<br />
Ya, tergantung apa motivasinya. Ke depan,<br />
tentu perlu review persyaratan agar tidak ada<br />
kesan mencari kerja, sehingga orang berminat<br />
karena ada martabatnya.<br />
rengga sancaya / detikfoto<br />
Soal hakim konstitusi, menurut Anda<br />
perlu pengawasan?<br />
Kalau itu dirasa perlu demi kebaikan, ya mari<br />
kita review. Kalau saya berpendapat, karena<br />
hakim konstitusi itu jabatan terakhir dan bisa<br />
seumur hidup, dia perlu evaluasi. Apakah seorang<br />
hakim masih mampu atau memenuhi<br />
syarat atau tidak, perlu lembaga itu. Bisa dari<br />
kalangan internal atau ad hoc. Tetapi oleh<br />
pengawasan masyarakat pun bisa. Artinya, kita<br />
manfaatkan yang ada. Jangan karena lembaga<br />
pengawas tidak ada kemudian kita apatis.<br />
Kasus Akil membuat stigma hakim dari<br />
partai politik itu brengsek?<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
bangsa. Dia lembaga perkaderan. Makanya<br />
perlu juga di-review. Yang diberi monopoli<br />
membangun kekuasaan itu ya partai politik.<br />
Makanya pada 2004, saat pembahasan Undang-Undang<br />
Pemilu, saya mengusulkan satu<br />
pasal bahwa partai politik dalam menentukan<br />
calonnya harus demokratis dan terbuka sesuai<br />
dengan ketentuan partai. Kalau undang-undang<br />
itu dilaksanakan, kekhawatiran masyarakat<br />
terhadap kader partai itu tidak akan terjadi.<br />
Hanya, selama ini tidak pernah dibahas oleh<br />
masyarakat, termasuk pers.<br />
Meninjau rumah tahanan<br />
Salemba usai mencanangkan<br />
"Bulan Tertib Pemasyarakatan"<br />
pada 14 Februari 2008.<br />
foto: Hukumham.info<br />
Untuk membersihkannya, tidak cukup hanya<br />
melarang kader partai menjadi hakim konstitusi.<br />
Perlu kerja keras dari semua elemen politik<br />
karena, bagaimanapun, partai itu kan aset<br />
Tetapi kader partai kan bisa membawa<br />
misi partai saat menjalankan tugasnya?<br />
Hipotesis seperti itu tidak selamanya benar.<br />
Banyak kok kader yang saat menjabat justru<br />
melawan partainya. Sebab, kendali duit lebih<br />
kuat ketimbang kendali partai. Karena itu, perlu<br />
dicari mekanisme mencari orang yang buta<br />
duit. n ARIF ARIanto<br />
Tap mendengarkan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
interview<br />
BIODATA<br />
Nama: Andi Mattalatta<br />
Tempat/Tanggal Lahir: Bone, 30<br />
September 1952<br />
Istri: Andi Kusumawaty<br />
Anak:<br />
• Andi Kusma Neswaty<br />
• Andi Yulia Hertaty<br />
• Andi Shanti Listiawati<br />
• Andi Nadya Cesaria<br />
Karier:<br />
• Komisaris PT Freeport<br />
Indonesia (9 Juni 2010 hingga<br />
sekarang)<br />
• Menteri Hukum dan Hak Asasi<br />
Manusia, Kabinet Indonesia<br />
Bersatu (2007-2009)<br />
• Ketua Fraksi Partai Golkar<br />
Dewan Perwakilan Rakyat dari<br />
Partai Golkar (2004-2007)<br />
• Ketua Fraksi Karya Pembangunan<br />
DPR/MPR (1998-1999)<br />
• Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan<br />
DPR/MPR (1994-1997)<br />
• Kepala Bagian Kemahasiswaan<br />
Universitas Hasanuddin, Makassar<br />
(1978-1981)<br />
• Pelaksana Tugas Pembantu<br />
Rektor III Universitas Hasanuddin,<br />
Makassar (1981-1982)<br />
Penghargaan:<br />
• Mahasiswa Teladan Se-Universitas<br />
Hasanuddin, Makassar<br />
(1976)<br />
• Alumni Berprestasi dari Ikatan<br />
Alumni Universitas Hasanuddin,<br />
Makassar (1996)<br />
Pendidikan:<br />
• SMPN I Bone (1964-1967)<br />
• SMA Muhammadiyah Makassar<br />
(1968-1969)<br />
• S-1 Fakultas Hukum Universitas<br />
Hasanuddin, Makassar (1971-<br />
1976)<br />
• S-2 Fakultas Hukum Universitas<br />
Indonesia (1982-1984)<br />
• Dosen Universitas Hasanuddin,<br />
Makassar (1976-1988)<br />
• Kepala Subbagian Kegiatan<br />
Mahasiswa Universitas Hasanuddin,<br />
Makassar (1977-1978)<br />
rengga sancaya / detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
uku<br />
Ambisi Rhoma seperti<br />
Reagan dan Estrada<br />
Karena mendukung PPP, Rhoma Irama<br />
pernah empat kali diancam dibunuh.<br />
Resensi –<br />
Rhoma Irama<br />
Judul:<br />
Politik Dakwah dalam Nada<br />
Penulis:<br />
Moh. Shofan<br />
Penerbit:<br />
Imania<br />
Terbit:<br />
Januari 2014<br />
Tebal:<br />
lxiii + 293 halaman<br />
Sinisme terhadap Rhoma<br />
Irama kembali mencuat dalam<br />
beberapa hari terakhir. Penyebabnya adalah penyebutan gelar professor<br />
honoris causa dalam sebuah spanduk. Padahal, selama ini,<br />
yang lazim dikenal adalah doctor honoris causa. Bagi mereka yang telanjur<br />
kurang menyukai sosok sang "Raja Dangdut", hal tersebut tentu menambah<br />
amunisi kebencian setelah stigma tukang kawin dan rasis yang dialamatkan<br />
kepadanya.<br />
Padahal, bila mau mengurangi sedikit prasangka, setidaknya merujuk<br />
buku karya Moh. Shofan ini, Rhoma adalah salah satu seniman<br />
besar yang dimiliki bangsa ini. Visinya jauh melampaui para seniman,<br />
bahkan para aktivis yang dalam dua dekade ini biasa mejeng di media<br />
massa.<br />
Jauh sebelum para pegiat antikorupsi berteriak soal demokrasi<br />
dan pemberantasan korupsi, Rhoma Irama telah menyuarakannya
lewat lagu Indonesia pada 1980. Melalui lagu itu, ia melakukan perlawanan<br />
dan berharap mampu menembus dinding tebal telinga para<br />
koruptor yang seolah tak mampu mendengar jeritan derita rakyat<br />
jelata.<br />
"Hapuskan korupsi di segala birokrasi // Demi terciptanya kemakmuran yang<br />
merata // Bukankah cita-cita bangsa // Mencapai negeri makmur sentosa."<br />
Sebelumnya syair-syair lagu yang diciptakan Rhoma secara<br />
detail menerobos jauh ke berbagai kontroversi yang mencuat ke<br />
permukaan. Musik dangdut di tangannya menjelma sebagai oposisi<br />
menyuarakan kegelisahan masyarakat bawah, membuat penguasa<br />
Orde Baru kala itu marah.<br />
Pada pengujung 1970-an, penguasa Orde Baru mencampuradukkan<br />
yang dianggap salah secara hukum dengan apa yang dianggap<br />
salah menurut selera mereka. Juga karena Golongan Karya kian<br />
semena-mena dalam berpolitik, Rhoma dengan lantang berdendang<br />
lewat lagu Hak Azasi pada 1978.<br />
"Terapkan demokrasi Pancasila // Sebagai landasan negara kita // Janganlah<br />
suka memperkosa // Kebebasan warga negara // Karena itu bertentangan.<br />
Dengan perikemanusiaan.”<br />
Ia pun secara terbuka menunjukkan keberpihakannya kepada<br />
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang terus berupaya dipinggirkan.<br />
Hasilnya, dengan Rhoma sebagai vote getter dalam Pemilu<br />
1977 dan 1982, perolehan suara PPP mengungguli Golkar di Ibu<br />
Kota Jakarta.<br />
Akibatnya cukup fatal. Pemerintah menutup pintu rapat-rapat bagi<br />
Rhoma untuk bisa tampil di TVRI, 11 tahun lamanya. Belum lagi te ror<br />
fisik yang dialamatkan langsung kepadanya. Tak cuma helikopter<br />
yang nyaris tiap hari berputar-putar di rumahnya di kawa san Tebet.<br />
“Empat kali terjadi percobaan pembunuhan terhadap Rhoma.<br />
Dengan belati di Medan, golok di Palembang, peluru di Jember, dan<br />
granat di Jawa Timur,” tulis Shofan (halaman 228).<br />
Rhoma juga telah bicara soal kebinekaan atau pluralisme melalui
135 Juta pada 1977. Bahkan, juga tak melupakan fenomena sosial<br />
yang terjadi seperti lagu Lari Pagi, yang dalam beberapa tahun terakhir<br />
kembali digandrungi para profesional Ibu Kota dengan membentuk<br />
aneka komunitas berlari.<br />
Semua lagu tentang isu-isu tersebut masih enak didengar dan<br />
aktual dengan perkembangan zaman kiwari. Ini menandakan,<br />
karya Rhoma sarat dengan pengamatan terhadap realitas sosial.<br />
Dia punya sikap dan karya nyata untuk membuktikan kecintaannya<br />
pada bumi pertiwi.<br />
Tak mengherankan bila majalah Asiaweek dalam artikel “Superstar<br />
with a Message” (edisi 16 Agustus 1985) menyebut Rhoma<br />
Irama sebagai “Southeast Asia Superstar”.<br />
lll<br />
Selain menyoroti karya-karya Rhoma, baik yang Melayu maupun syairsyair<br />
yang kental dengan dakwah, Shofan mengupas rencana Rhoma<br />
menuju Istana Merdeka. Lewat Partai Kebangkitan Bangsa, Rhoma telah<br />
mendirikan pos-pos pemenangan di sejumlah daerah hingga membuat<br />
tabloid RIFFORI (Rhoma Irama for RI).<br />
Cita-cita atau ambisi tersebut tentu sah-sah saja di alam demokrasi.<br />
Contoh pun sudah ada di Amerika Serikat dan Filipina. Sebelum menjadi<br />
Presiden Amerika ke-40, Ronald Wilson Reagan pernah berakting dalam<br />
film Bedtime for Bonzo (1951). Begitu juga Joseph Ejercito Estrada, sebelum<br />
memimpin Filipina (1998-2001), selama tiga dekade menjadi aktor film.
sudrajat/majalah detik<br />
Ambisi ini menjadi sebuah pekerjaan dan tantangan besar bagi Rhoma.<br />
Dengan visi-misi kebangsaan yang tersebar dalam deretan lagu-lagunya<br />
yang nasionalis dan pluralis, Rhoma dituntut mampu mewujudkannya<br />
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satu hal yang banyak dipertanyakan<br />
adalah terkait ceramahnya di sebuah masjid pada 2012. Waktu itu,<br />
ia menolak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon wakil gubernur<br />
hanya karena keturunan Tionghoa dan beragama Kristen.<br />
Mungkin karena sehari-hari Shofan menjadi peneliti di Paramadina, buku<br />
ini mendapatkan banyak testimoni. Ada cendekiawan Dawam Rahardjo,<br />
pengamat politik Yudi Latif, pengamat musik Bens Leo dan Denny Sakrie,<br />
hingga Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dan seorang kiai Lutfi Zubaid.<br />
Dari testimoni itu sekaligus menggambarkan bahwa Rhoma dan karya-karyanya<br />
ternyata tak cuma digemari kaum jelata. Tapi juga oleh mereka yang<br />
kini bertitel doktor, yang sehari-hari aktif di kampus-kampus.<br />
Meski begitu, bukan berarti mereka mendukung langkah Rhoma menjadi<br />
RI-1. Juga penulisan dan penerbitan buku ini. Semoga! n<br />
SUDRAJAT<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sisi lain capres<br />
Raja,<br />
Satria,<br />
sampai<br />
Profesor<br />
Pendukung Rhoma Irama memasang baliho dengan mencantumkan embel-embel gelar profesor. Diragukan,<br />
tapi sang “Raja Dangdut” itu tak mau ambil pusing.<br />
Setiap calon anggota legislatif<br />
sampai calon presiden, pasti<br />
akan berusaha menampilkan<br />
keunggulan yang dimilikinya<br />
dengan harapan terpilih dalam pemilihan<br />
umum. Seperti yang dilakukan para<br />
pendukung Rhoma Irama, salah satu<br />
kandidat calon presiden dari Partai Kebangkitan<br />
Bangsa (PKB), selain mantan<br />
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md<br />
dan bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla.<br />
Pendukung Rhoma tak lupa mencantumkan<br />
gelar akademik “profesor” yang<br />
dimiliki pria yang dijuluki “Raja Dangdut”<br />
itu. Ini tampak pada baliho yang dipa-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sisi lain capres<br />
sang di Tanjung Barat, Jakarta Selatan,<br />
tepatnya di depan pintu gerbang Tanjung<br />
Barat Town House. Spanduk berukuran<br />
tinggi sekitar 3 meter dan lebar 2 meter<br />
ini dihiasi foto Rhoma mengenakan jas<br />
hitam, berdasi, dan berpeci.<br />
Di bagian atas foto tertulis “Presiden Kita<br />
Bersama”, dengan setiap huruf awal yang<br />
dicetak lebih besar sehingga, jika disingkat,<br />
menjadi “PKB”. Lambang dan nama partainya<br />
sendiri berada di bagian atas spanduk.<br />
Nah, di bagian paling bawah, gelar itu<br />
dicantumkan dalam tulisan “Prof. Rhoma<br />
Irama” dengan huruf yang dicetak tebal.<br />
Rhoma mengaku mendapatkan gelar<br />
profesor dari American University of<br />
Hawaii (AHU). Ia mengklaim pantas<br />
mendapatkan gelar itu karena sudah<br />
lama menyandang gelar “Raja Dangdut”<br />
di Indonesia. “Dasarnya karena saya guru<br />
besar musik dangdut di Indonesia. Makanya<br />
gelar di situ ‘professor in music’,”<br />
kata pendiri grup musik Soneta ini, Rabu<br />
26 Februari lalu.<br />
Gelar profesor kehormatan itu ia peroleh<br />
pada Januari 2005 melalui Manajer<br />
Taman Mini Indonesia Indah (TMII). “Beliau<br />
mengundang saya untuk menerima<br />
gelar itu dari American University of Hawaii,”<br />
ujarnya, seraya menyebut ada tiga<br />
profesor dari AHU yang memberikan<br />
gelar tersebut. “Saya senang,” tuturnya.<br />
Belakangan, banyak kalangan meragukan<br />
gelar profesor yang disandang Rhoma<br />
itu. Sebabnya, AHU dikenal sebagai<br />
kampus virtual, dan ijazahnya tidak diakui<br />
di beberapa negara. Apalagi Direktur<br />
Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso<br />
menegaskan, “honoris causa” alias<br />
gelar kehormatan hanya diberikan untuk<br />
gelar doktor. “Profesor itu saya pastikan<br />
enggak ada,” ujarnya. Djoko merujuk<br />
pada ketentuan Undang-Undang Nomor<br />
12/2012 tentang Perguruan Tinggi, yang<br />
mengatur bahwa pemberian gelar harus<br />
sepengetahuan Kementerian Pendidikan<br />
dan Kebudayaan.<br />
Namun Rhoma sendiri tak mau ambil<br />
pusing, dan mengaku tidak mengerti soal<br />
ketentuan itu. “Saya hanya diberikan (gelar)<br />
dengan dasar saya guru besar musik<br />
dangdut, kalau soal ‘honoris causa’, saya<br />
enggak ngerti,” katanya.<br />
Bekas suami artis dangdut Angel Lelga<br />
ini sebelumnya juga ramai diberitakan<br />
karena balihonya. Tahun lalu ada pendukung<br />
Rhoma yang memasang baliho<br />
raksasa dengan tulisan “Partainya Ksatria<br />
Bergitar”--disingkat PKB--dengan gambar<br />
Rhoma sedang menunggang kuda,<br />
berserban, dan mengalungkan gitar di<br />
badannya. Satria Bergitar adalah salah<br />
satu film yang dibintangi Rhoma di era<br />
1980-an. Dari film ini, Rhoma juga sering<br />
dijukuki “Satria Bergitar”.<br />
Rhoma sendiri mengaku enggan memakai<br />
embel-embel gelar apa pun, meskipun<br />
ia dijuluki “Raja Dangdut”, “Satria<br />
Bergitar”, dan bergelar “profesor”. “Saya<br />
lebih enjoy dengan yang sekarang,” ujarnya.<br />
“Rhoma Irama tanpa gelar.”<br />
Entah karena hal itu atau lantaran ramai<br />
diberitakan, baliho Prof. Rhoma Irama<br />
yang dipasang di Tanjung Barat, kini tak<br />
lagi terlihat. n FERDINAN, khaeRUR REZA | DImas<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Ukraina<br />
Terbelah<br />
“Aku ingin melaporkan kepada kalian,<br />
kas negara telah dirampok dan kini kosong.”<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Rumah pribadi mantan Presiden Ukraina<br />
Viktor Yanukovych<br />
getty images<br />
Rumah megah di tanah seluas hampir<br />
137 hektare itu punya semua yang<br />
diimpikan setiap orang. Di halamannya<br />
yang sangat jembar, ada kebun<br />
binatang mini dengan rupa-rupa satwa langka.<br />
Di tengah lingkungan sekitar yang lesi karena<br />
diselimuti salju, tamannya yang lapang tampak<br />
segar mengelilingi kolam<br />
nan bening.<br />
Di bagian lain, ada lapangan<br />
golf mini untuk<br />
melemaskan otot-otot<br />
yang tegang. Yang langsung menohok mata,<br />
di halaman terparkir kapal kayu yang sangat<br />
gagah. Masih kinclong dan, yang pasti, mahal.<br />
Sedangkan garasinya tak ubahnya museum<br />
mobil. Puluhan mobil dan sepeda motor antik<br />
langka berderet-deret rapi.<br />
Ada mobil-mobil tua dari era Uni Soviet,<br />
seperti limusin Zil dan ZAZ965s, tapi juga ada<br />
sejumlah mobil antik buatan Amerika Serikat<br />
dan Eropa, misalnya Bentley Continental S1<br />
dan Chevrolet Impala keluaran 1963. Tak usah<br />
lagi diceritakan seperti apa interior rumah itu.<br />
Semuanya serba mahal.<br />
Menurut sebuah dokumen yang tersisa, sang<br />
pemilik, Viktor Yanukovych, membelanjakan<br />
sekitar Rp 19,2 miliar hanya untuk membeli<br />
furnitur ruang makan dari satu perusahaan Jerman.<br />
Dokumen lain menyebutkan Yanukovych<br />
menghabiskan Rp 11 juta untuk ongkos satu<br />
kali kunjungan dokter hewan bagi ikan-ikan<br />
peliharaannya.<br />
“Sangat indah dan terasa damai di sini...<br />
tapi ini semua diperoleh dengan mencuri dari<br />
kami,” kata Svetlana Gorbenkova, seorang agen<br />
properti dari Kota Kiev, Ukraina, pekan lalu.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Lenin merupakan<br />
bagian dari<br />
sejarah kami,<br />
bagian dari<br />
hubungan kami<br />
dengan Rusia.<br />
Dengan pendapatan per tahun “hanya” sekitar<br />
US$ 100 ribu atau Rp 1,15 miliar, kemewahan istana<br />
milik Yanukovych ini jadi tanda tanya, dari<br />
mana sumber uangnya.<br />
Rumah besar yang berada sekitar 20 kilometer<br />
arah utara dari<br />
Kota Kiev itu kini kosong<br />
tanpa penghuni.<br />
Sang pemilik, Presiden<br />
Ukraina yang terguling,<br />
kabur meninggalkannya<br />
begitu saja.<br />
Setelah bentrokan<br />
berdarah di Alun-alun<br />
Kemerdekaan alias<br />
Lapangan Maidan dua<br />
pekan lalu antara polisi<br />
dan massa antipemerintah<br />
yang menewaskan puluhan orang, posisi<br />
Presiden Yanukovych semakin terpojok. Setelah<br />
puluhan anggota parlemen dari Partai Wilayah,<br />
partai pendukung utamanya, mengundurkan<br />
diri, Yanukovych tinggal menghitung waktu.<br />
Ditambah lagi, parlemen Ukraina sepakat<br />
mengadukan Yanukovych ke Mahkamah Kriminal<br />
Internasional atas pembunuhan terhadap<br />
massa antipemerintah di Alun-alun Maidan.<br />
Menteri Dalam Negeri Arsen Avakov sudah<br />
mengeluarkan perintah penangkapan Yanukovych<br />
atas rupa-rupa kejahatan.<br />
Sebelum ditangkap, pada Jumat malam, 21<br />
Februari, Yanukovych buru-buru angkat kaki<br />
dari rumahnya dengan helikopter menuju Kota<br />
Kharkiv. Diduga, sekarang Yanukovych berada<br />
di Rusia di bawah perlindungan sekutunya tersebut.<br />
“Dia tak punya nyali untuk berhadapan<br />
langsung dengan rakyatnya dan mengatakan,<br />
‘Aku menyerah.’ Dia hanya langsung kabur.<br />
Dasar pengecut,” Ihor Knyazov, seorang juru<br />
masak, mencerca Yanukovych.<br />
Mayor Yaroslav Berousov, komandan pasukan<br />
penjaga rumah pribadi Yanukovych, mengatakan<br />
Presiden Ukraina itu sama sekali tak<br />
menyampaikan keputusannya untuk meninggalkan<br />
Kiev kepada para pengawal. Saat para<br />
aktivis antipemerintah menggeruduk rumah di<br />
Desa Novi Petrivtsi, Vyshhorod Raion, itu, keesokan<br />
harinya Mayor Yaroslav menyerahkan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Seorang perempuan<br />
menangis setelah berdoa<br />
untuk para korban bentrokan<br />
massa oposisi melawan<br />
polisi Ukraina di Alun-alun<br />
Maidan dua pekan lalu.<br />
Stringer/REUTERS<br />
kunci rumah tersebut tanpa<br />
perlawanan.<br />
“Kami akan menjaga rumah<br />
ini sampai nanti presiden baru<br />
terpilih datang... Yanukovych tak akan pulang<br />
lagi,” kata Ostap Kryvdyk, salah satu pemimpin<br />
massa antipemerintah, yang kini menduduki<br />
rumah Yanukovych.<br />
●●●<br />
Di Donetsk, ibu kota provinsi paling timur<br />
di Ukraina, orang-orang masih berkerumun<br />
di alun-alun kota sepanjang malam. Mereka<br />
berjaga di sekeliling patung Lenin, melindungi<br />
dari orang-orang yang berniat menumbangkan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Apa yang terjadi hari<br />
ini merupakan sebuah<br />
vandalisme, sebuah<br />
kudeta.<br />
simbol hubungan Ukraina dengan Rusia itu.<br />
“Lenin merupakan bagian dari sejarah kami,<br />
bagian dari hubungan kami dengan Rusia,” kata<br />
Olga, 25 tahun, seorang ekonom. Dia takut, perubahan<br />
haluan kebijakan Ukraina, dari semula<br />
bergandengan tangan dengan Kremlin beralih<br />
ke negara-negara Uni Eropa, akan membuatnya<br />
kehilangan pekerjaan.<br />
“Teman-temanku di Uni Eropa mengatakan<br />
kami akan berada dalam masalah sangat serius<br />
jika kami berpaling ke Barat.<br />
Perekonomian kami tak cukup<br />
kompetitif. Terang lebih<br />
baik jika kami berteman<br />
dengan Rusia. Tapi juga jelas,<br />
Yanukovych harus pergi. Dia<br />
gagal, dia lemah.”<br />
Setelah Yanukovych ambil<br />
langkah seribu, negara di<br />
tepi Laut Hitam itu kini<br />
menghadapi masalah pelik. Menurut Perdana<br />
Menteri Ukraina yang baru diangkat, Arseny<br />
Yatseniuk, kantong pemerintah Ukraina sekarang<br />
“kering-kerontang”. Pinjaman senilai US$<br />
37 miliar yang didapat oleh Yanukovych hilang<br />
tak tentu rimbanya.<br />
“Aku ingin melaporkan kepada kalian, kas<br />
negara telah dirampok dan kini kosong,” kata<br />
Yatseniuk, Kamis, 27 Februari. Pemerintah<br />
sementara Ukraina telah meminta bantuan kepada<br />
Dana Moneter Internasional (IMF) untuk<br />
menambal kas negara yang bolong. Sekarang<br />
hanya tersisa US$ 430 juta atau Rp 5 triliun di<br />
brankas pemerintah Ukraina.<br />
Di saat kantong nyaris kosong-melompong,<br />
Ukraina malah terancam terpecah. Yanukovych,<br />
yang sudah tertendang dari Kiev, rupanya<br />
belum menyerah. “Mereka mencoba menakutnakuti<br />
aku. Tapi aku tak punya niat meninggalkan<br />
negara ini, juga tak berniat mundur. Aku<br />
presiden yang sah,” kata Yanukovych sesaat<br />
setelah terbang ke Kharkiv. “Apa yang terjadi<br />
hari ini merupakan sebuah vandalisme, sebuah<br />
kudeta.” Dia menyamakan tindakan oposisi<br />
menggusurnya dari kekuasaan serupa dengan<br />
yang dilakukan Adolf Hitler bersama Partai<br />
Nazi di Jerman dan Austria.<br />
Walaupun kekuasaannya cepat sekali runtuh,<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Massa anti-Yanukovych<br />
mengibarkan bendera<br />
Ukraina di atas panser di<br />
muka gedung parlemen<br />
di Kiev setelah Presiden<br />
Yanukovych tergusur.<br />
Yannis Behrakis/ REUTERS<br />
namun disokong oleh sekutu lamanya, Rusia,<br />
Yanukovych tak bisa dianggap angin lalu oleh<br />
pemerintah sementara di Kiev. Yang tambah<br />
bikin runyam, mantan sekutu dari timur itu<br />
sepertinya belum rela melepaskan cengkeramannya<br />
di Ukraina. Hanya beberapa saat setelah<br />
oposisi mengambil alih kekuasaan, Presiden<br />
Rusia Vladimir Putin segera memerintahkan<br />
pasukan Rusia di perbatasan bersiaga dan<br />
menggelar latihan perang.<br />
Komentar Kremlin atas pemerintah baru di<br />
Kiev juga sama sekali tak bersahabat. “Jika segerombolan<br />
orang yang mengenakan masker<br />
hitam sembari menenteng Kalashnikov di Kiev<br />
dianggap sebagai pemerintah, sungguh sulit<br />
bagi kami bekerja sama dengan pemerintah<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Massa pro-Rusia berunjuk<br />
rasa di Kota Simferopol,<br />
Crimea, pekan lalu.<br />
Sebelumnya, kelompok<br />
bersenjata menguasai<br />
gedung parlemen di kota<br />
itu.<br />
David Mdzinarishvili/REUTERS<br />
seperti itu,” kata Perdana Menteri Rusia Dmitry<br />
Medvedev.<br />
Tangan-tangan Rusia di Ukraina memang masih<br />
sangat kuat. Selain bergantung pada pasokan<br />
gas dari Rusia, di wilayah otonomi Crimea,<br />
sebagian besar penduduknya merupakan etnis<br />
Rusia. Pangkalan Armada Laut Hitam Rusia<br />
juga berada di Sevastopol, Crimea. Di wilayah<br />
di tepi Laut Hitam itu, bendera-bendera Rusia<br />
berkibar tinggi.<br />
Pertengahan pekan lalu, sekelompok geng<br />
bersenjata lengkap menguasai gedung parlemen<br />
Crimea di Simferopol dan mengerek<br />
bendera Rusia. Mereka semua mengenakan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Seorang perempuan<br />
berpose di samping<br />
patung kuda di kompleks<br />
rumah pribadi mantan<br />
Presiden Ukraina Viktor<br />
Yanukovych di pinggiran<br />
Kota Kiev.<br />
Mitchell/Getty Images<br />
tanda bertulisan ”Crimea adalah Rusia”. “Mereka<br />
tak tampak seperti relawan atau amatir.<br />
Mereka profesional,” kata Maxim, seorang aktivis<br />
pendukung Rusia. Di luar gedung, ratusan<br />
orang berkerumun mendesak pemimpin<br />
parlemen mengumumkan referendum guna<br />
menentukan apakah Crimea akan bergabung<br />
dengan Rusia.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Pasukan tak dikenal<br />
dan tanpa identitas<br />
berpatroli di luar<br />
Bandara Internasional<br />
Simferopol, Crimea,<br />
pekan lalu. Mereka<br />
menolak menyebutkan<br />
identitas, apakah prajurit<br />
Ukraina atau Rusia.<br />
Sean Gallup/Getty Images<br />
Oleksandr Turchynov, presiden sementara<br />
Ukraina, sudah menyampaikan peringatan<br />
kepada Kremlin. “Setiap pergerakan militer,<br />
apalagi jika bersenjata, melewati perbatasan<br />
akan kami anggap sebagai agresi militer,” kata<br />
Turchynov. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat<br />
John Kerry pun sudah menelepon Sergei<br />
Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mendesak<br />
supaya Moskow menahan diri. “Semua orang<br />
harus mundur dan menghindari segala bentuk<br />
provokasi,” ujar Kerry. ■<br />
SAPTO PRADITYO | KYIV post | guArdiAN | telegrAPH | reuters | NYtimes<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Yingluck<br />
Terjerat<br />
Fulus Beras<br />
Perdana Menteri Thailand Yingluck<br />
Shinawatra akan diperiksa Komisi<br />
Antikorupsi. Apakah kasus ini bakal<br />
menjungkalkannya dari kursinya?<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Di perbatasan Thailand dengan Myanmar,<br />
opium dan senjata api bukan lagi<br />
satu-satunya komoditas primadona<br />
bagi para penyelundup. Barang yang<br />
satu ini tak berbahaya, gampang diperoleh, tapi<br />
juga bisa bikin cepat kaya: beras.<br />
Di Kota Myawaddy, di bagian tenggara Myanmar,<br />
50 kilogram beras hanya bernilai sekitar Rp<br />
320 ribu. Tapi, di seberang Sungai Moei, yang<br />
membatasi Myawaddy dengan kota Mae Sot,<br />
Thailand, beras dengan berat yang sama dijual<br />
hampir dua kali lipatnya, Rp 600 ribu. Melihat<br />
tambang emas di depan mata, siapa yang tak<br />
ngiler?<br />
Beratus-ratus karung “pakan ayam”–kode<br />
para penyelundup untuk beras dari Myanmar--menyeberang<br />
Sungai Moei setiap hari.<br />
Menurut seorang penyelundup, pengiriman<br />
beras melintasi perbatasan ke Thailand biasanya<br />
dikerjakan pada malam hari. “Kami sudah<br />
melakukannya sejak beberapa tahun lalu,” kata<br />
dia pekan lalu. Setiap kali dia mengirim, paling<br />
sedikit 100 karung beras. Setiap karung berisi<br />
Perdana Menteri Thailand<br />
Yingluck Shinawatra<br />
meninggalkan Markas Angkatan<br />
Udara Thailand di Bangkok<br />
seusai rapat kabinet Selasa<br />
pekan lalu.<br />
Athit Perawongmetha/REUTERS<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
50 kilogram beras.<br />
Penyelundup kecil-kecilan memanggul sendiri<br />
karung “pakan ayam” itu di punggungnya<br />
menyeberangi sungai. Menjadi penyelundup,<br />
sekalipun hanya sanggup mengirim beberapa<br />
karung beras ke seberang sungai setiap hari,<br />
jauh lebih menguntungkan ketimbang menjadi<br />
buruh di Myawaddy. Upah buruh rata-rata di<br />
Tak ada seorang pun dipenjara<br />
karena bekerja seperti ini di<br />
Myanmar.<br />
kota itu hanya sekitar Rp 50 ribu per hari.<br />
Abang Tone, seorang penyelundup menyebutkan<br />
nama panggilannya, mengatakan<br />
bisa meraup penghasilan sekitar Rp 1,2 juta per<br />
hari. Dia sama sekali tak takut suatu kali bakal<br />
tertangkap petugas patroli perbatasan. “Sepanjang<br />
kalian mendapatkan ‘izin’ dari tentara dan<br />
membayar orang yang tepat, tak ada persoalan....<br />
Tak ada seorang pun dipenjara karena bekerja<br />
seperti ini di Myanmar,” kata Abang Tone<br />
dengan enteng.<br />
Menutup lubang-lubang lokasi penyelundupan<br />
di perbatasan Thailand-Myanmar memang<br />
bukan perkara gampang. “Kami hanya punya<br />
59 petugas untuk mengawasi perbatasan sepanjang<br />
550 kilometer,” Supachai Sasomboon,<br />
Wakil Kepala Bea Cukai di Mae Sot, mengeluh.<br />
Sejak Yingluck Shinawatra duduk di kursi<br />
Perdana Menteri Thailand pada 2011, dia mengadopsi<br />
kebijakan populis yang pernah diterapkan<br />
sang kakak, Thaksin Shinawatra, Perdana<br />
Menteri Thailand dari 2001 hingga 2006. Salah<br />
satu kebijakan populis Yingluck yang paling<br />
populer adalah subsidi beras. Lewat skema<br />
subsidi ini, saat harga beras jatuh, pemerintah<br />
Thailand memborong beras para petani Negeri<br />
Gajah Putih hampir dua kali lipat harga di pasar<br />
dan menimbunnya di gudang.<br />
Para petani Thailand, yang sebagian besar<br />
tinggal di wilayah pedesaan di bagian utara negeri<br />
itu, terang menyokong kebijakan tersebut.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Pekerja mengemas<br />
beras di Provinsi Suphun<br />
Buri, Thailad. Kawasan<br />
ini menjadi lumbung<br />
dukungan Yingluck<br />
Shinawatra karena subsidi<br />
beras bagi petani.<br />
Chaiwat Subprasom/ Reuters<br />
Mereka inilah basis utama pendukung Partai<br />
Pheu Thai, partai penjelmaan Partai Thai Rak<br />
Thai, yang didirikan Thaksin Shinawatra pada<br />
1998. Thai Rak Thai dibekukan oleh Mahkamah<br />
Konstitusi karena terbukti melanggar aturan<br />
pemilihan umum pada 2007.<br />
Kebijakan subsidi beras sudah sekian lama<br />
menjadi “bom waktu” bagi Yingluck. Kelompok<br />
oposisi menuding, Yingluck “membeli” suara<br />
para petani lewat kebijakan yang sangat royal<br />
itu. Para ekonom mengkritik skema subsidi itu<br />
karena, selain mendistorsi harga pasar, juga<br />
membebani anggaran pemerintah. Sekarang<br />
harga beras Thailand menjadi lebih mahal<br />
ketimbang beras Vietnam dan India. Tahun<br />
lalu, lembaga pemeringkat kredit, Moody's,<br />
memperingatkan skema subsidi itu akan menyedot<br />
sekitar 8 persen anggaran pemerintah<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Sudah lebih dari sebulan, Perdana Menteri<br />
Thailand Yingluck Shinawatra terusir dari<br />
kantornya di Bangkok. Massa anti-pemerintah<br />
yang digalang oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />
Rakyat memblokade seluruh akses ke<br />
kompleks kantor Perdana Menteri. Setiap kali<br />
hendak menggelar rapat dengan anggota kabinetnya,<br />
dia terpaksa berpindah-pindah tempat.<br />
Bahkan kini, setiap kali bepergian, Yingluck<br />
harus menyamarkan perjalanannya. Tak ada<br />
lagi sirene meraung-raung. Tak ada pula konvoi<br />
kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />
orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti<br />
ketika lampu merah di jalan menyala. Seolaholah<br />
tak ada tempat lagi bagi Yingluck di Ibu<br />
Kota Bangkok.<br />
Di Bangkok, Yingluck mungkin dicaci. Tapi,<br />
di wilayah utara Thailand, di kampung kelahirinternasional<br />
Kami, para kaus merah, akan<br />
mengawalnya dengan pengamanan<br />
maksimum.<br />
Thailand.<br />
“Pemerintah bakal menghadapi masalah keuangan<br />
serius,” kata Nipon Puapongsakorn,<br />
ekonom Thailand Development Research<br />
Institute. “Beras bukanlah anggur, kalian tak<br />
bisa menyimpannya selamanya. Semakin lama<br />
ditimbun di gudang, nilainya bakal jatuh.”<br />
Kekhawatiran itu terbukti. Sejak beberapa<br />
bulan lalu, pembayaran subsidi beras ini mulai<br />
seret. Petani mulai kehilangan kesabaran. Pemerintah<br />
Thailand terpaksa menerbitkan surat<br />
utang untuk membayar subsidi beras yang<br />
tertunggak. Nilai subsidi beras terus membubung<br />
akibat kesalahan kalkulasi, korupsi, dan<br />
penyelundupan. Walhasil, bukan cuma petani<br />
Thailand yang menikmati subsidi, tapi petanipetani<br />
di Myanmar dan Kamboja juga ikut<br />
berpesta dengan guyuran subsidi beras dari<br />
pemerintah Thailand.<br />
●●●<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Para petani<br />
menggelar protes di<br />
kantor Kementerian<br />
Perdagangan Thailand<br />
menuntut pelunasan<br />
pembayaran subsidi<br />
beras, dua pekan lalu.<br />
Chaiwat Subprasom/REUTERS<br />
annya di Chiang Mai, dia tetap dipuja-puji. Saat<br />
mendarat di Bandara Mae Fah Luang di Chiang<br />
Rai, Rabu pekan lalu, ratusan massa pendukungnya<br />
berkerumun menyambutnya. Dalam<br />
setahun terakhir, inilah kunjungan pertama<br />
Yingluck ke daerah utara.<br />
Kessinee Chuenchom, pemimpin massa<br />
kaus merah–julukan bagi pendukung keluarga<br />
Shinawatra–menyarankan supaya Yingluck<br />
mengalihkan kantor sementaranya ke Chiang<br />
Rai atau Chiang Mai untuk menghindari gangguan<br />
massa anti-pemerintah. Dia menjamin,<br />
tak bakal ada yang bisa menyentuh Yingluck di<br />
daerahnya.<br />
“Kami harus melindungi Perdana Menteri,<br />
karena dialah orang yang bakal menjaga demokrasi.<br />
Kami, para kaus merah, akan mengawalnya<br />
dengan pengamanan maksimum,”<br />
kata Krissanapong Prombuengram, pemim-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Perdana Menteri<br />
Thailand Yingluck<br />
Shinawatra disambut<br />
pendukungnya di Kota<br />
Chiang Mai, Kamis<br />
pekan lalu.<br />
Stringer/REUTERS<br />
pin kaus merah lain. Yingluck barangkali<br />
memang perlu lebih banyak lagi pengawal,<br />
sebab musuh politiknya mengincar dari semua<br />
posisi.<br />
Medan “perang” antara kubu pemerintah<br />
melawan oposisi Thailand melebar ke manamana.<br />
Tak cuma di jalan, sekarang Yingluck juga<br />
mesti siap “bertarung” di pengadilan. Rencananya,<br />
Komisi Antikorupsi Thailand akan meminta<br />
keterangan Yingluck pada Kamis pekan lalu.<br />
Komisi Antikorupsi menuding Yingluck mengabaikan<br />
korupsi yang terjadi dalam penyaluran<br />
subsidi beras. Padahal dia merupakan Ketua<br />
Komite Nasional Kebijakan Beras Thailand. Namun<br />
massa kaus merah menggembok gerbang<br />
kantor Komisi di Jalan Nonthaburi dan mengusir<br />
semua pimpinan Komisi.<br />
Lewat akun Facebook miliknya, Yingluck<br />
membela diri. Menurut Yingluck, kebijakan<br />
skema subsidi diputuskan oleh kabinet dan<br />
disetujui parlemen. Dia mengaku tak punya<br />
wewenang untuk mengatur detail kebijakan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Para petani tengah<br />
beristirahat bersama<br />
traktor mereka di<br />
jalan raya di Provinsi<br />
Ayutthaya, dua pekan<br />
lalu. Mereka menuntut<br />
pembayaran subsidi<br />
beras dari pemerintah<br />
yang tertunggak<br />
beberapa bulan.<br />
Damir Sagolj/REUTERS<br />
tersebut. Dia juga menyindir Komisi Antikorupsi<br />
yang dianggapnya menjadi lebih tangkas<br />
dan sigap mengerjakan penyidikan kasus itu.<br />
Padahal kemajuan kasus-kasus lain jauh lebih<br />
lambat. “Aku sudah menjalankan semua tugasku<br />
dengan sebaik-baiknya. Berlawanan dengan<br />
tuduhan itu, aku tak melakukan kesalahan apa<br />
pun,” Yingluck membela diri.<br />
Vicha Mahakhun, Komisioner Komisi<br />
Antikorupsi, menangkis sindiran Yingluck<br />
di Facebook. Menurut Mahakhun, proses<br />
investigasi kasus korupsi subsidi beras sudah<br />
berlangsung lebih dari setahun, yakni<br />
sejak Desember 2012. Mereka juga pernah<br />
melayangkan peringatan ke kantor Yingluck<br />
soal dugaan patgulipat dalam penjualan stok<br />
beras pemerintah. ■<br />
SAPTO PRADITYO I TelegraPH I Bangkok POST I reuTers I econoMIST<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
mencuci<br />
‘Kota Dosa’<br />
Cina<br />
“Sungguh ironis,<br />
bintang-bintang<br />
porno Jepang sangat<br />
populer di Cina, tapi<br />
para pelacur ini malah<br />
dikejar-kejar.”<br />
GBTIMES<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Xiaoli mendapat gaji lebih tinggi dan punya<br />
rumah lebih bagus daripada rata-rata temannya.<br />
Teman-temannya curiga, dia bisa memperoleh<br />
semua itu dengan cara menjajakan tubuh sebagai<br />
pelacur. Bahkan ibunya sendiri memaksanya<br />
mundur dari pekerjaannya dan mencari<br />
sumber pendapatan lain. Lelah dengan semua<br />
tekanan itu, Xiaoli menyerah. Dia berniat keluar<br />
dari pekerjaan yang telah memberinya gaji lumayan<br />
tinggi itu.<br />
Zhang Yun, juga bukan nama sebenarnya,<br />
bekerja di sebuah perusahaan di Kota Dongguan<br />
dan menerima tekanan sosial serupa. Setiap<br />
kali mengaku bekerja di Dongguan, orang selainternasional<br />
ASIAONE<br />
Hu Xiaoli, bukan nama sebenarnya,<br />
berang bukan kepalang saat temantemannya<br />
menuduhnya bekerja sebagai<br />
perempuan penghibur. Gadis<br />
22 tahun ini bekerja di sebuah hotel bintang<br />
di Kota Dongguan, kota yang punya berderet<br />
stempel negatif: Kota Dosa, Ibu Kota Seks Cina,<br />
dan Amsterdam Oriental.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Kita harus menghajar bisnis<br />
esek-esek ini sama seperti<br />
kita menghancurkan bisnis<br />
obat terlarang setahun<br />
lalu.”<br />
lu memandangnya dengan syak.<br />
“Padahal apa salahnya bekerja di Dongguan?”<br />
kata Zhang Yun dengan sebal dua pekan lalu.<br />
Gadis cantik dari Provinsi Hunan yang masih<br />
hidup melajang ini bekerja sebagai direktur<br />
keuangan sebuah pabrik. Dia menerima gaji<br />
8.000 yuan atau sekitar Rp 15,3 juta per bulan.<br />
Beberapa bulan lalu, lewat perantaraan<br />
seorang teman, Zhang<br />
berencana berkencan buta<br />
dengan seorang laki-laki. Namun<br />
laki-laki itu mendadak<br />
membatalkan kencan setelah<br />
mendengar kabar bahwa<br />
Zhang bekerja di Dongguan.<br />
“Tidak semua perempuan<br />
sukses hanya mengandalkan<br />
penampilannya,” kata Zhang.<br />
Ketika komunis berkuasa<br />
di Cina pada 1949, pemerintah<br />
memberangus semua bentuk prostitusi.<br />
Namun, ketika Sang Naga mulai menggeliat,<br />
dan mesin ekonomi Cina semakin panas melaju<br />
kencang, bisnis terlarang di bawah tanah<br />
itu juga tumbuh subur, terutama di Dongguan.<br />
Menurut taksiran harian South China Morning<br />
Post dua tahun lalu, ada sekitar 300 ribu perempuan<br />
penghibur di Dongguan dan ada sekitar<br />
800 ribu tenaga kerja yang terkait dengan<br />
bisnis “keringat” ini. Setiap tahun perputaran<br />
duit di bisnis esek-esek di Dongguan berkisar<br />
US$ 8 miliar atau sekitar Rp 93 triliun, hampir<br />
sepersepuluh pendapatan kotor kota itu.<br />
Ibarat gula-gula, Dongguan punya semua<br />
modal untuk menarik perempuan penghibur<br />
dari seluruh daerah di Cina berkerumun di kota<br />
itu. Di Dongguan, perempuan-perempuan<br />
penghibur yang masih belia bisa meraup duit<br />
10 ribu yuan atau sekitar Rp 18 juta per bulan<br />
dengan gampang. “Kami tak pernah memaksa<br />
mereka. Mereka datang sukarela dan pergi<br />
sendiri,” kata seorang germo.<br />
Kota di Provinsi Guangdong ini berbatasan<br />
langsung dengan dua kota yang menjadi<br />
lambang kekuatan ekonomi Cina: Guangzhou<br />
di utara dan Shenzhen di selatan. Dari Hong<br />
Kong, Dongguan bisa ditempuh hanya dalam<br />
waktu kurang dari 70 menit dengan kereta.<br />
Tak mengherankan jika tak sedikit pelanggan<br />
setia “kupu-kupu” Dongguan adalah laki-laki<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
memoles citranya, tahun lalu pemerintah Dongguan<br />
membuat iklan khusus untuk menghapus<br />
predikat Kota Dosa. Tapi cap yang sudah menempel<br />
puluhan tahun itu telanjur melekat.<br />
l l l<br />
REUTERS<br />
hidung belang kaya dari Hong Kong. “Kami<br />
mendapatkan sesuatu yang tak bisa diberikan<br />
perempuan Hong Kong,” seorang laki-laki<br />
Hong Kong memberikan pengakuan. “Laki-laki<br />
itu egois. Kami ingin dihargai... ya kami paham<br />
ini palsu, tapi kami menyukainya.”<br />
Saking kondangnya reputasi kehidupan malam<br />
kota itu, menurut mantan Ketua Partai Komunis<br />
Dongguan Liu Zhigeng, ”Setiap istri pasti cemas<br />
setiap kali suaminya melakukan perjalanan bisnis<br />
ke Dongguan.... Ini sungguh memalukan.” Demi<br />
Alberto sudah delapan tahun tinggal di Cina.<br />
Beberapa kali dia singgah di Dongguan dan<br />
menginap di salah satu hotel bintang lima di<br />
kota itu bersama rekanan bisnisnya. Walaupun<br />
dikelola oleh manajemen hotel internasional,<br />
jangan dikira penginapan itu steril dari perempuan<br />
penghibur.<br />
Laki-laki kelahiran Italia ini menuturkan, setiap<br />
kali singgah di Dongguan, rekan-rekan bisnisnya<br />
bungah bukan kepalang. “Begitu checkin<br />
di hotel, mereka buru-buru pergi bersauna,”<br />
kata Alberto dua pekan lalu. Rupanya mereka<br />
tak hendak memeras keringat dengan berpanas-panas<br />
dalam ruang sauna.<br />
Yang mereka incar adalah perempuan-perempuan<br />
penghibur yang bertebaran di hotel<br />
itu, dari ruang spa, sauna, ruang karaoke, hingga<br />
lorong-lorong kamar. Malam itu, Alberto berce-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
Jika tidak, kami pasti sudah<br />
tutup bertahun-tahun<br />
lalu.<br />
rita, tiga kali pintu kamarnya diketuk perempuan<br />
yang menawarkan “jasa” untuk menemaninya<br />
di kamar. “Aku menyukai perempuan, tapi aku<br />
takut polisi setiap saat datang menggerebek,”<br />
kata Alberto.<br />
Alberto beruntung tak melayani godaan<br />
perempuan-perempuan itu. Pada Ahad malam,<br />
9 Februari lalu, sekitar 6.700 polisi Dongguan<br />
serentak menggeruduk ribuan tempat hiburan—hotel,<br />
panti pijat, spa, dan karaoke—yang<br />
dicurigai menjadi kedok<br />
bisnis prostitusi. Ada 1.948<br />
tempat hiburan yang telah<br />
diinvestigasi dan 162 orang<br />
ditangkap. Di Cina, seorang<br />
pelacur hanya dihukum penjara<br />
15 hari atau denda 2.000<br />
yuan (Rp 38 juta). Namun<br />
sang germo bisa dihukum<br />
hingga 5 tahun penjara.<br />
Operasi menggusur pelacuran dari Dongguan<br />
ini bakal berlangsung selama tiga bulan.<br />
Hu Chunhua, Ketua Partai Komunis Cina di<br />
Provinsi Guangdong, buru-buru mengeluarkan<br />
perintah untuk menggerebek tempat-tempat<br />
berkumpulnya “kupu-kupu” penghibur itu<br />
setelah stasiun televisi Central China Television<br />
(CCTV) menayangkan laporan khusus penelusuran<br />
mereka terhadap lokasi-lokasi pelacuran<br />
terselubung di Dongguan.<br />
“Kita harus menghajar bisnis esek-esek ini<br />
sama seperti kita menghancurkan bisnis obat<br />
terlarang setahun lalu,” kata Chunhua. Dia<br />
pantas geram karena telah dipermalukan oleh<br />
tayangan CCTV. Dalam tayangan sepanjang 14<br />
menit itu, tampak betapa mami-mami perempuan<br />
penghibur itu sama sekali tak takut dengan<br />
polisi, bahkan cenderung melecehkan.<br />
Bahkan mereka sesumbar, polisi tak akan<br />
menyentuh bisnis terlarang mereka. “Jika tidak,<br />
kami pasti sudah tutup bertahun-tahun lalu,”<br />
ujar seorang germo. Wartawan CCTV membuktikannya.<br />
Dia dua kali melaporkan praktek<br />
prostitusi di sebuah hotel, tapi tak sekali pun<br />
petugas polisi nongol.<br />
Bukan rahasia lagi bahwa bisnis seks ini, juga<br />
bisnis terlarang lainnya, menjadi ladang subur<br />
polisi untuk mengeruk fulus. Gara-gara membiarkan<br />
pelacuran tumbuh subur di kotanya,<br />
Wakil Wali Kota dan Kepala Biro Keamanan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
internasional<br />
REUTERS<br />
Kota Dongguan Yan Xiaokang serta beberapa<br />
kepala kantor distrik polisi dicopot. Tak aneh<br />
jika bisnis ini, seperti alang-alang yang tak mati<br />
sekalipun dibakar, sukar sekali dibasmi. Dalam<br />
sepuluh tahun terakhir, tiga kali pemerintah<br />
Cina menggelar operasi besar-besaran untuk<br />
menggusur bisnis esek-esek di Dongguan.<br />
Yu, seorang germo di Dongguan, dan ribuan<br />
germo lain beserta anak buahnya, untuk<br />
sementara tiarap dan “mengungsi” ke kota<br />
lain. “Badai bakal datang,” Yu menerima pesan<br />
pendek di ponselnya pada pagi hari sebelum<br />
penggerebekan. Dia segera menutup spa miliknya<br />
dan memulangkan anak buahnya.<br />
Pendapat warga Dongguan terbelah soal<br />
penggusuran pelacuran. Ada yang menyokong,<br />
ada pula yang bersimpati kepada perempuanperempuan<br />
ini. “Sungguh ironis, bintang-bintang<br />
porno Jepang sangat populer di Cina, tapi<br />
para pelacur ini malah dikejar-kejar,” kata Chen<br />
Chang, warga Dongguan. n SAPTO praditYO | global<br />
timeS | Xinhua | China dailY | ForbeS<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Adakah Judi<br />
di Balik<br />
Ali?<br />
“I’m the greatest, I am<br />
king of the world.”<br />
WASHINGTON TIMES<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Ketika dia<br />
menatapmu, tak<br />
peduli kalian siapa,<br />
kamu akan terasa<br />
mengkerut menjadi<br />
setinggi 1 meter.”<br />
Charles L. “Sonny” Liston adalah<br />
“monster” di ring tinju pada 1950-<br />
1960-an. Kenal tinju dari seorang<br />
pendeta di penjara, Sonny memiliki<br />
kekuatan pukulan menakutkan. Dia seperti<br />
Mike Tyson pada masanya.<br />
Sebagian besar lawannya tumbang mencium<br />
kanvas sebelum lonceng tanda berakhirnya<br />
ronde ketiga berdentang. Bahkan Floyd<br />
Patterson, juara dunia tinju kelas berat<br />
termuda, hanya bertahan kurang dari<br />
tiga menit. Dua kali bertarung melawan<br />
Liston, dua kali pula Patterson<br />
tumbang sebelum ronde pertama berakhir.<br />
“Orang bicara mengenai Mike<br />
Tyson, tapi Sonny Liston lebih buas,<br />
lebih merusak.... Ketika dia menatapmu,<br />
tak peduli kalian siapa, kamu<br />
akan terasa mengkerut menjadi<br />
setinggi 1 meter,” kata promotor<br />
tinju Harold Conrad. Pukulan<br />
Liston, baik jab maupun hook,<br />
menurut Johnny Tocco—dia<br />
pernah melatih Sonny, George<br />
Foreman, dan Tyson—paling keras di antara<br />
semua bekas anak didiknya.<br />
Bahkan Muhammad Ali pun sempat keder<br />
saat naik ring melawan Sonny pada Selasa<br />
malam 50 tahun lalu, 25 Februari 1964, di Convention<br />
Hall, Miami Beach, Florida. Padahal<br />
Ali—saat itu masih memakai nama Cassius<br />
Marcellus Clay—yang kala itu baru 22 tahun,<br />
sempat sesumbar bakal menganvaskan Sonny<br />
si Beruang Besar pada ronde kedelapan. “Aku<br />
akan mengirimnya ke kebun binatang setelah<br />
tuntas mencambukinya,” si Mulut Besar Cassius<br />
berkoar.<br />
Cassius memang sengaja memancing emosi<br />
Sonny. “Aku tahu Sonny kelewat percaya diri.<br />
Dia yakin bisa menyelesaikan pertarungan<br />
hanya dalam dua ronde,” kata Cassius. Di atas<br />
ring, Cassius alias Ali sengaja berdiri di ujung jari<br />
kaki supaya bisa berdiri sejajar dengan Sonny.<br />
“Aku tak bohong, aku sebenarnya takut...<br />
mengetahui betapa kerasnya pukulan dia.<br />
Tapi aku tak punya pilihan selain naik ring dan<br />
bertarung,” kata Ali seusai pertarungan. Tak<br />
mengherankan jika di bandar taruhan Sonny<br />
jauh lebih diunggulkan dibanding Ali. Dari 46<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Sonny Liston vs Muhammad Ali<br />
WASHINGTON TIMES<br />
penulis olahraga, hanya tiga orang yang percaya<br />
Cassius bisa mengalahkan Sonny.<br />
Ronde pertama, Sonny memang bernafsu<br />
ingin segera mengakhiri perlawanan Cassius.<br />
Namun, dengan langkah kupu-kupunya,<br />
Ali menari-nari menjaga jarak dari jangkauan<br />
pukulan Sonny. Strategi Ali benar-benar mangkus<br />
meredam keberingasan si Beruang Besar.<br />
Sekali-sekali, Cassius menyengat balik dengan<br />
pukulan jab tangan kirinya.<br />
Selamat melewati ronde pertama, kepercayaan<br />
diri Cassius mulai bangkit. “Aku merasa<br />
tenang karena aku tahu bakal bisa bertahan,”<br />
kata Ali. Di ronde ketiga, si Mulut Besar mulai<br />
bisa mengendalikan pertarungan. Kombinasi<br />
gerak kakinya yang sangat lincah dengan sengatan<br />
jab-nya menyakiti Sonny. “My God, Cassius<br />
Clay is winning this fight!” penyiar televisi<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Aku tak bohong,<br />
aku sebenarnya<br />
takut... mengetahui<br />
betapa kerasnya<br />
pukulan dia.<br />
Lee Keiter berteriak di samping ring.<br />
Klimaks pertarungan itu sungguh tak disangka.<br />
Ketika lonceng tanda dimulainya ronde<br />
ketujuh berdentang, Ali melangkah ke tengah<br />
ring. Namun, sekian detik ditunggu, Sonny<br />
masih duduk di pojok, hingga akhirnya wasit<br />
Barney Felix menyatakan kemenangan untuk<br />
Cassius Clay. Belakangan, Sonny mengaku tak<br />
sanggup lagi melanjutkan pertarungan akibat<br />
cedera bahu. Hasil pemeriksaan tim dokter<br />
juga menyokong pernyataan Sonny Liston.<br />
Maka lahirlah juara dunia tinju kelas berat<br />
baru, petinju terbesar sepanjang masa: Muhammad<br />
Ali. “I’m the greatest, I am king of<br />
the world,” si Mulut Besar berteriak ke arah<br />
penonton dari atas ring.<br />
l l l<br />
Seperti koran New York Times kala itu menulis,<br />
hasil pertarungan Cassius Clay melawan<br />
Sonny Liston benar-benar sulit dipercaya. Muncul<br />
rupa-rupa rumor, berembus macam-macam<br />
kabar burung dan spekulasi.<br />
Spekulasi itu semakin kencang setelah digelar<br />
pertarungan ulang Ali-Sonny pada 25 Mei 1965<br />
di Lewiston, Maine. Entah bagaimana caranya,<br />
mendadak Sonny Liston tersungkur mencium<br />
kanvas hanya dua menit setelah ronde pertama<br />
dimulai. Tak ada yang menyaksikan bagaimana<br />
pukulan Ali melayang. Konon, saking cepatnya,<br />
pukulan Ali yang menjatuhkan Sonny segera<br />
mendapat julukan: Phantom Punch.<br />
Setelah menganvaskan Sonny, alih-alih menyingkir<br />
ke pojok ring, Ali malah mengangkang<br />
di atas tubuh Sonny. “Get up and fight, sucker!”<br />
teriak Ali kepada Sonny, yang masih tergeletak<br />
di kanvas. Bukan cuma sesama petinju, seperti<br />
Jack Dempsey, Joe Louis, dan Floyd Patterson,<br />
yang menaruh syak, rupanya Biro Investigasi<br />
Federal Amerika Serikat (FBI) juga curiga “ada<br />
main” dalam dua kali pertarungan Ali-Sonny<br />
Liston.<br />
Dokumen hasil investigasi FBI yang diungkap<br />
oleh Washington Times pekan lalu menyingkap<br />
kisah di balik pertarungan akbar setengah abad<br />
silam itu. Memo FBI bertanggal 24 Mei 1966<br />
memuat wawancara agen FBI dengan seorang<br />
penjudi dari Houston, Barnett Magids. Kepada<br />
FBI, Magids menuturkan percakapannya deng-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Sonny Liston vs<br />
Muhammad Ali<br />
MIRROR<br />
an sesama penjudi, Ash Resnick. Mister Resnick<br />
punya hubungan kuat dengan jaringan<br />
mafia yang dikendalikan oleh Meyer Lansky<br />
dan Vincent “Jimmy Blue Eyes” Alo.<br />
“Suatu kali, Resnick memperkenalkan Magids<br />
kepada Sonny Liston di Hotel Thunderbird,”<br />
FBI menulis. Hotel Thunderbird dimiliki oleh<br />
jaringan mafia. Seminggu sebelum pertarungan<br />
Ali-Sonny, FBI menulis di memonya, Resnick<br />
mengundang Magids ke Florida. Semua biaya<br />
ditanggung Resnick. Namun, tiga hari sebelum<br />
pertarungan, Magids menelepon Resnick<br />
mengabarkan tak bisa datang. “Iseng-iseng,<br />
Magids bertanya kepada Resnick, bagaimana<br />
kira-kira hasil pertarungan Ali-Sonny. Resnick<br />
mengatakan Sonny akan menjatuhkan Ali di<br />
ronde kedua.”<br />
Beberapa jam menjelang pertarungan, Magids<br />
kembali menelepon Resnick menanyakan<br />
bagaimana kira-kira hasil pertarungan malam<br />
itu. “Resnick meminta Magids tak usah bertaruh<br />
dan tonton saja pertarungan itu di televisi<br />
dan dia akan tahu kenapa.”<br />
Malam itu, bersama jutaan orang di seluruh<br />
dunia, dia menyaksikan pertarungan si Mulut<br />
Besar melawan Beruang Besar. “Seketika dia<br />
paham bahwa Resnick tahu Sonny bakal kalah,”<br />
agen FBI menulis. Menurut sejumlah penuturan<br />
pemain judi di Las Vegas kepada Magids,<br />
malam itu konon Resnick dan Sonny Liston<br />
meraup lebih dari US$ 1 juta hasil bertaruh.<br />
Keduanya menjagokan kemenangan Ali.<br />
Walaupun mencium aroma mencurigakan di<br />
balik pertarungan besar itu, FBI tak bisa menemukan<br />
bukti bahwa Sonny Liston sengaja<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
sport<br />
Sonny Liston vs<br />
Muhammad Ali<br />
MIRROR<br />
mengalah. FBI juga tak menemukan bukti<br />
keterlibatan Ali dalam permainan itu. Tapi FBI<br />
percaya, Resnick-lah dalang “permainan” tersebut.<br />
Tangan Resnick dicurigai juga bermain di<br />
sejumlah olahraga lain.<br />
Pada awal 1970-an, dia merupakan sobat karib<br />
Wilt Chamberlain, bintang liga bola basket<br />
NBA, yang baru mulai menanjak. Dia beberapa<br />
kali menjadi tamu di Hotel Caesars Palace di<br />
Las Vegas, yang dikelola Resnick. “Dia akan selalu<br />
menjadi biang korupsi dalam olahraga profesional<br />
sampai ada yang menghentikannya,”<br />
agen FBI menulis. Ali tak bersedia memberikan<br />
keterangan, sementara Sonny meninggal empat<br />
tahun setelah tarung ulang melawan Ali. n<br />
SAPTO PRADITYO | washIngton TImes | SPort ILLUstrated | wsJ<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
Menunggu Wagyu<br />
Asli Jepang<br />
Pemerintah mengizinkan<br />
impor sapi wagyu dari<br />
Jepang. Selama ini,<br />
wagyu diimpor dari<br />
Australia. Jepang<br />
berjanji berinvestasi<br />
sapi wagyu di Indonesia.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
HARGA sepiring steak daging sapi<br />
di Holycow Steak house di kawasan<br />
Santa, Jakarta Selatan, itu kurang<br />
dari Rp 100 ribu. Tapi itu untuk<br />
daging sapi biasa. Bagi peminat kuliner sejati—<br />
atau sekadar ingin membuat kekasihnya terkesan—bisa<br />
memilih menu daging yang lebih<br />
elite. Daging sapi Jepang alias wagyu.<br />
Di rumah makan itu, sepiring wagyu steak<br />
dijual dengan harga Rp 550 ribu. Dengan harga<br />
semahal itu, pengunjung akan mendapatkan<br />
daging yang lemaknya mudah lumer sehingga<br />
teksturnya lembut. Bahkan, karena lembutnya,<br />
daging itu tidak boleh dimasak terlalu lama. Selain<br />
itu, kadar lemak jenuh daging wagyu sangat<br />
rendah dan mengandung asam oleic—seperti di<br />
minyak zaitun—yang malah mengurangi kadar<br />
kolesterol.<br />
Meski namanya wagyu—rumah makan itu<br />
menyebut de ngan istilah generik internasio<br />
Daging wagyu sedang<br />
dimasak di salah satu<br />
rumah makan di Jakarta.<br />
Rengga Sencaya/detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
Peternak di Australia<br />
memiliki organisasi<br />
Asosiasi Wagyu Australia,<br />
yang anggotanya para<br />
peternak sapi ras Jepang<br />
itu.<br />
nal, yakni Kobe beef—tapi asal sapinya bukan<br />
kelahiran Jepang, melainkan Australia. Pemilik<br />
Holy cow, Afit Dwi Putranto, menjamin daging<br />
itu dari sapi murni ras Jepang alias full blood.<br />
“Sapinya asli Jepang yang dibawa ke Australia,”<br />
kata Afit. “Namun tidak ada percampuran<br />
dengan sapi di Australia.”<br />
Mulai tahun ini, Afit mungkin tidak perlu lagi<br />
menjelaskan “KTP” si sapi<br />
yang dagingnya disajikan di<br />
atas piring rumah makan miliknya.<br />
Pasalnya, pemerintah<br />
sudah mengizinkan impor<br />
sapi Jepang, dan pemerintah<br />
Tokyo sudah menawarkan<br />
mengekspornya.<br />
“Kalau ada pengusaha kita<br />
mau mengambil (daging wagyu)<br />
dari Jepang dengan harga dan kualitas Jepang,<br />
ya silakan saja,” kata Direktur Jenderal Perdagangan<br />
Luar Negeri Kementerian Perdagangan,<br />
Bachrul Chairi. Meski begitu, sejauh ini belum<br />
ada importir yang mengajukan permohonan<br />
impor sapi yang pasarnya sangat terbatas itu.<br />
Langkah ini diambil setelah Organisasi Kesehatan<br />
Hewan Internasional yang bermarkas<br />
di Paris, Office International des Epizooties,<br />
menyatakan Jepang sudah bebas penyakit<br />
mulut dan kuku serta sapi gila pada Mei 2013.<br />
Keputusan ini disusul dengan langkah Organisasi<br />
Perdagangan Luar Negeri Jepang (JETRO),<br />
yang mengirim proposal ke Indonesia untuk<br />
memasok daging dari Kobe.<br />
Di Jepang sendiri, istilah Kobe beef sudah<br />
dipatenkan untuk sapi ras Tajima, yang dibesarkan<br />
dan dipotong di wilayah Hyogo. Jepang<br />
tidak pernah mengekspor Kobe beef ini sampai<br />
2012. Tidak mengherankan jika harian Amerika<br />
Serikat, Miami New Times, misalnya, pernah<br />
meributkan label “Kobe Beef” di restoran-restoran<br />
di Negara Bagian Florida karena dagingnya<br />
bukan dari Jepang.<br />
Karena soal itu, para peternak di luar Jepang<br />
menggunakan istilah wagyu untuk menyebut<br />
sapi serupa dengan yang dari Kobe, Ibu Kota<br />
Hyogo, itu. Peternak di Australia, misalnya,<br />
memiliki organisasi Asosiasi Wagyu Australia,<br />
yang anggotanya para peternak sapi ras Jepang<br />
itu.<br />
Australia menjadi negara terbesar kedua<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
Para pembeli sedang<br />
memilih daging sapi di<br />
pasar induk Tokyo.<br />
Koichi Kamoshida/Getty Images<br />
yang membesarkan wagyu setelah Amerika<br />
Serikat. Menurut situs Asosiasi, mereka bahkan<br />
mengirim 15 ribu wagyu bakalan ke Jepang setiap<br />
tahunnya.<br />
Dari anggota asosiasi ini, sekitar 10 perusahaan<br />
Indonesia mengimpor wagyu. Ketua Asosiasi<br />
Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas<br />
Sembiring, mengatakan para importir wagyu<br />
itu siap mendatangkan daging langsung dari<br />
Kobe. Penambahan sumber impor akan membuat<br />
persaingan semakin ketat. “Harga pasti<br />
lebih murah, yang diuntungkan konsumen,”<br />
kata Thomas.<br />
Sebagian wagyu yang diimpor itu dalam<br />
bentuk sapi bakalan, bukan daging yang siap<br />
diolah. Sejumlah peternakan, seperti di Lam<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
Importir melepas daging<br />
wagyu mulai harga Rp<br />
350 ribu per kilogram<br />
sampai Rp 2 juta.<br />
pung, Semarang, dan Wonosobo, berbisnis<br />
menggemukkan wagyu yang didatangkan dari<br />
Australia.<br />
Salah satu perusahaan penggemukan adalah<br />
PT Santosa Agrindo (Santori), yang sejak dua<br />
tahun lalu menggemukkan sapi wagyu di Lampung.<br />
“Kami memiliki sekitar 1.600 ekor sapi<br />
wagyu,” ujar Dayan Antoni, Kepala Pembiakan<br />
Ternak Santori.<br />
Seperti sapi biasa sebangsa<br />
angus, dengan kapal,<br />
wagyu berukuran sekitar<br />
250 kilogram dikirim ke Indonesia.<br />
Santori kemudian<br />
merawat wagyu itu selama<br />
400 hari sehingga beratnya<br />
setidaknya 500 kilogram. Untuk sapi seperti<br />
angus, kadang baru 400 kilogram sudah dipotong,<br />
tapi wagyu mesti lebih gendut lagi. Penyebabnya?<br />
Agar persebaran lemak—disebut<br />
marbling—di dagingnya lebih banyak.<br />
Persebaran lemak ini penting karena menjadi<br />
ukuran kualitas dan harga wagyu. Importir<br />
melepas daging wagyu mulai harga Rp 350 ribu<br />
per kilogram sampai Rp 2 juta. “Ini tergantung<br />
marbling,” kata Thomas.<br />
Pemerintah Indonesia mengizinkan wagyu<br />
dari Jepang datang karena berbagai sebab.<br />
Selain sudah dinyatakan bebas penyakit kuku<br />
dan mulut, izin keluar karena Jepang memberi<br />
sejumlah konsesi. Salah satunya, Jepang<br />
membuka pintu bagi daging ayam olahan asal<br />
Indonesia.<br />
Selama ini, impor daging ayam olahan ke<br />
Jepang lebih banyak dari Cina, Thailand, dan<br />
Brasil. Menurut Syukur, pemerintah dan JETRO<br />
sedang membahas prosedur dan persyaratan<br />
ekspor daging ayam olahan tersebut. “Jadi ada<br />
imbal-baliknya juga untuk kita,” ujar Direktur<br />
Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,<br />
Syukur Iwantoro.<br />
Selain itu, Jepang menjanjikan investasi di<br />
pembibitan sapi wagyu dan ras sapi andalan<br />
Indonesia, sapi Bali. Pihak JETRO telah meminta<br />
pemerintah membantu investor Jepang<br />
bertemu dengan kepala-kepala daerah untuk<br />
mencari lahan yang cocok.<br />
Pemerintah bahkan akan menggerakkan perusahaan<br />
miliknya, seperti PT Berdikari, untuk<br />
budi daya wagyu. Berdikari ini, kata Syukur,<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
memiliki 6.000 hektare lebih lahan ternak sapi<br />
di Sidrap, Sulawesi Selatan, tapi hanya 1.000<br />
hektare yang terpakai.<br />
Pengusaha sapi swasta, yang gembira karena<br />
keran impor wagyu dari negara aslinya dibuka,<br />
tidak terlalu optimistis dengan janji Jepang soal<br />
investasi. Dayan, yang juga koordinator Asosiasi<br />
Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, mengatakan<br />
bahwa Jepang sangat kokoh menjaga<br />
wagyu. “Mereka biasanya hanya ekspor semen<br />
(sperma) beku atau embrio,” katanya.<br />
Jadi, kalaupun benar ada investasi, Dayan<br />
meminta pemerintah memastikan sapinya benar-benar<br />
ras Jepang murni, bukan campuran<br />
wagyu dengan sapi-sapi lain. n<br />
HANS henriCUS B.S. aron<br />
Anaknya pun Bernama Kobe<br />
NAMA pemain basket yang membawa Los Angeles<br />
Lakers lima kali juara NBA itu adalah Kobe Bryant.<br />
Asal nama itu sederhana: orang tuanya terkesan<br />
saat menikmati daging wagyu alias Kobe beef.<br />
Nama pemain basket itu menunjukkan bahwa daging sapi<br />
Jepang sangat dikagumi. Lemaknya yang banyak dan titik<br />
didihnya yang rendah membuat seakan lumer saat dimakan.<br />
Tapi orang Jepang sendiri tidak tahu bahwa kualitas daging<br />
sapi mereka begitu bagus sampai Restorasi Meiji datang.<br />
Jepang memang tidak memiliki tradisi makan daging sapi.<br />
Jadi, ketika ada orang asing datang ke Kobe—yang kemudian<br />
menjadi salah satu kota dagang Jepang—mereka takjub<br />
merasakan dagingnya yang begitu enak. Sebutan daging<br />
Kobe atau Kobe beef pun muncul.<br />
Daging wagyu yang dikonsumsi di Indonesia datang<br />
dari Australia meski keturunan Jepang. Mereka menyebut<br />
produknya wagyu (bahasa Jepang yang berarti sapi) karena<br />
nama Kobe beef sudah dipatenkan.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
ekonomi<br />
MEMBEDAKAN<br />
KUALITAS<br />
Wagyu<br />
Sejumlah kriteria digunakan untuk<br />
menentukan kualitas daging wagyu<br />
alias sapi Jepang. Tapi standar<br />
yang paling ketat dipakai adalah<br />
penyebaran lemak di dalam daging.<br />
Lemak tak jenuh di wagyu ini<br />
membuat rasanya berasa lumer di<br />
lidah.<br />
Berikut ini cara membedakan<br />
standar lemak (marbling) dalam<br />
wagyu. Ada 12 kelas dan yang<br />
dianggap memenuhi standar Kobe<br />
beef adalah nomor 6 sampai 12.<br />
Sapi jenis Tajima-gyu<br />
yang lahir di Prefektur<br />
Hyogo. Setiap sapi<br />
lahir diberi 10 angka<br />
identitas. Saat membeli<br />
daging, angka identitas<br />
ini bisa melacak<br />
asal-muasal sapi<br />
sampai ke perusahaan<br />
Jepang yang<br />
menggemukkan.<br />
Mereka akan siap<br />
dipotong dalam usia<br />
28 bulan, dan rata-rata<br />
dipotong pada usia 32<br />
bulan. Hanya sapi yang<br />
dipotong di wilayah<br />
Prefektur Hyogyo, yang<br />
beribu kota Kobe, yang<br />
mendapat pengesahan<br />
Kobe beef.<br />
Tidak semua<br />
daging dari Hyogo<br />
masuk kategori<br />
Kobe beef karena<br />
mesti memenuhi<br />
syarat, terutama<br />
penyebaran<br />
lemaknya.<br />
STANDAR koBE BEEF<br />
di bawah standar<br />
masuk standar kobe beef<br />
Sapi itu hanya mendapat makanan terbaik—<br />
jerami, maize, barley, dan biji-bijian lain. Minuman<br />
hanya air bersih dan segar. Perawatan juga<br />
dipastikan agar sapi-sapi itu tidak stres.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Pasar Sempit<br />
Pesawat Ringan<br />
Pasar pesawat ringan sangat kecil. Pajak tinggi menjadi hambatan.<br />
Bisnis impor pesawat menjadi seret.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Pesawat trike yang banyak<br />
dipakai penggemar olahraga<br />
dirgantara karena harganya<br />
miring.<br />
Budi alimuddin/detik foto<br />
PERUSAHAAN penerbangan ini memang<br />
tidak bisa dibilang besar. Dengan<br />
nama PT Asia Aero Technology,<br />
perusahaan ini mengoperasikan satu<br />
lapangan terbang kecil, yakni di Pusat Pendidikan<br />
Dirgantara di kawasan Bumi Perkemahan<br />
Cibubur, Jakarta Timur. Mereka juga memberi<br />
layanan pelatihan penerbangan pesawat ringan.<br />
Meski begitu, perusahaan ini sebenarnya<br />
juga memiliki bisnis lain: mengimpor pesawat<br />
terbang kecil, yang hanya memiliki satu atau<br />
dua tempat duduk. Tapi bisnis sebagai pesawat<br />
ini tidak terlalu moncer.<br />
Sudah dua tahun tidak ada yang membeli<br />
pesawat baru dari Asia Aero. Malah, dalam tiga<br />
tahun terakhir, perusahaan hanya bisa mengimpor<br />
satu pesawat terbang kecil. “(Itu digunakan)<br />
salah satu anggota Asia Aero Flying Club<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Robert Cau (paling kanan),<br />
pemilik pesawat ringan CTSW,<br />
di lapangan udara Cibubur.<br />
Budi alimuddin/detik foto<br />
di Solo,” kata Direktur Operasional Asia Aero<br />
Technology, Bagas Adhadhirga.<br />
Pasar pesawat terbang kecil memang sangat<br />
kecil. Populasi pesawat kecil untuk hobi—atau<br />
kadang disebut olahraga—di Indonesia sangat<br />
sedikit. Hanya sekitar 100 buah. Sedangkan<br />
untuk versi yang lebih murah, gantole bermesin<br />
atau lazim disebut trike, jumlahnya sekitar<br />
300 buah.<br />
Pesawat-pesawat ini tersebar di beberapa<br />
lapangan terbang kecil. Di Jakarta, selain di<br />
Cibubur, ada di Bandara Pondok Cabe. Tempat<br />
lain yang relatif dekat adalah lapangan terbang<br />
Lido di Sukabumi, Jawa Barat.<br />
Konsumen pesawat ringan ini di antaranya<br />
Robert Cau. Direktur wilayah Indonesia sebuah<br />
perusahaan dari Swiss ini biasa datang setiap<br />
Sabtu ke Cibubur. Dari sana, ia akan terbang 1-2<br />
jam di wilayah Jawa Barat, Jakarta, atau Banten.<br />
Ia menggilai olahraga dirgantara ini karena<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Mesin trike alias gantole<br />
bermesin. Busi dan suku<br />
cadang pesawat kecil ini<br />
menggunakan suku cadang<br />
mobil.<br />
Budi alimuddin/detik foto<br />
obsesi sejak kecil adalah menjadi pilot. Cita-cita<br />
pria asal Kisaran, Asahan, Sumatera Utara, itu<br />
terbengkalai. Akhirnya lulusan Somerset College,<br />
Inggris, itu bisa merealisasi cita-citanya<br />
setelah ia bekerja di perusahaan multinasional.<br />
Populasi pesawat ini relatif sedikit di Indonesia,<br />
padahal harganya tidak semahal yang<br />
banyak dibayangkan orang. Robert, yang juga<br />
menjadi Ketua Umum Asia Aero Flying Club<br />
Cibubur, misalnya, sudah hampir lima tahun ini<br />
memiliki pesawat kecil berkapasitas dua tempat<br />
duduk buatan Flight Design dari Jerman, yakni<br />
seri CTSW. Pesawat itu ia beli Rp 1,5 miliar, tidak<br />
berbeda jauh dengan banyak mobil mewah<br />
yang berseliweran di Jakarta.<br />
Meski bisa dibilang “murah” untuk ukuran<br />
olahraga dirgantara, harga itu masih mahal<br />
dibanding di luar negeri. Pasalnya, di Indonesia<br />
pajaknya bisa mencapai 62-67 persen. “Padahal<br />
di Amerika Serikat, Australia, dan Jerman, pesawat<br />
ini biaya pajaknya nol persen,” ucap Bagas.<br />
Jika tidak ada pajak barang mewah, harga<br />
pesawat terbang kecil bakal sangat murah.<br />
“Bayangkan saja, harga pesawat itu tak lebih<br />
mahal ketimbang mobil Pajero Sport,” kata<br />
Robert, yang pekerjaan sehari-harinya adalah<br />
memimpin operasi perusahaan dari Swiss,<br />
Sefar, untuk wilayah Indonesia.<br />
Harga lebih miring lagi bisa didapatkan untuk<br />
tipe pesawat trike. Harga baru pesawat yang<br />
berbentuk gantole bermesin ini di Indonesia<br />
sekitar Rp 600 juta. Tapi yang bekas jauh lebih<br />
murah. “(Yang bekas) paling kayak harga Xenia-<br />
Avanza,” kata Robert menyebut mobil paling<br />
populer di Indonesia yang harganya kurang<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Salah satu pesawat ringan<br />
yang disimpan di hanggar<br />
lapangan udara Cibubur.<br />
Budi alimuddin/detik foto<br />
dari Rp 200 juta itu.<br />
Karena kecilnya pasar itu, perusahaan seperti<br />
Asia Aero Technology tidak berani menyetok<br />
pesawat terbang jualannya. Bahkan suku cadang<br />
pun tidak mereka stok. “Kami hanya berani<br />
menyediakan jika ada pemesan,” kata Bagas.<br />
Untung saja, pesawat ringan itu mesinnya<br />
sederhana dan relatif murah pemeliharaannya.<br />
Perawatan berkala, misalnya, mesti dilakukan<br />
setiap 2.000 jam terbang dengan biaya hanya<br />
Rp 600 ribu. Sedangkan setiap pekan paling<br />
hanya terbang 1-2 jam, sehingga sampai saat ini<br />
baru tercatat terbang 340 jam. “Jadi saya butuh<br />
berapa bulan lagi tuh untuk mencapai 2.000<br />
jam,” ucapnya.<br />
Biaya pemeliharaan pesawat trike lebih murah<br />
lagi. Saringan udara, misalnya, menggunakan<br />
saringan udara untuk mobil Daihatsu. Busi<br />
juga menggunakan busi mobil. “Harganya tak<br />
lebih dari 100 ribu,” ucapnya.<br />
Biaya operasional juga tidak mahal. Robert<br />
hanya mengeluarkan sekitar Rp 200 ribu untuk<br />
mengisi bahan bakar sebelum terbang. Yang<br />
menjadi ganjalan Robert dan importir pesawat<br />
ringan agaknya memang hanya urusan pajak<br />
saja. ■ Budi Alimuddin<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Menghitung Harga<br />
WhatsApp<br />
Facebook mencaplok WhatsApp dengan nilai spektakuler,<br />
Rp 221 triliun. Jumlah pengguna WhatsApp jadi alasan.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Pendiri Facebook, Mark<br />
Zuckerberg, memutuskan<br />
membeli WhatsApp meski<br />
perusahaan ini belum<br />
menghasilkan uang.<br />
Albert Gea/REUTERS<br />
MARK Zuckerberg dan istrinya, Priscilla<br />
Chan, bersiap menikmati malam<br />
Valentine di rumah. Kue cokelat<br />
bertabur stroberi siap disantap<br />
keluarga pendiri Facebook itu di kediamannya,<br />
Palo Alto, California, Amerika Serikat.<br />
Tapi makan malam Valentine itu terganggu<br />
oleh kedatangan Jan Koum. Pendiri WhatsApp,<br />
aplikasi semacam BlackBerry Messenger, itu<br />
dalam dua tahun terakhir sering bertemu dengan<br />
Zuckerberg.<br />
Urusan kedua orang itu sederhana: Zuckerberg<br />
ingin membeli WhatsApp tapi Koum tidak juga<br />
melepasnya, terutama berkaitan dengan harganya.<br />
Pada malam Valentine itu, kesepakatan diambil.<br />
Zuckerberg sepakat Facebook mengambil<br />
alih kepemilikan WhatsApp dengan harga yang<br />
mengguncangkan dunia: US$ 19 miliar.<br />
Jika dirupiahkan, nilainya sekitar Rp 221 triliun.<br />
Angka ini sangat spektakuler. Seluruh investasi<br />
asing yang masuk Indonesia pada 2011, misalnya,<br />
cuma Rp 186 triliun alias lebih sedikit da<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Pendiri WhatsApp, Jan<br />
Koum, tidak terburu-buru<br />
menjadikan WhatsApp<br />
sebagai mesin uang.<br />
Albert Gea/REUTERS<br />
ripada harga “sebuah” WhatsApp, perusahaan<br />
yang hanya memiliki 55 karyawan.<br />
Angka ini spektakuler bahkan dalam ukuran<br />
akuisisi perusahaan dunia. Facebook, misalnya,<br />
“cuma” membayar US$ 1 miliar untuk mendapatkan<br />
Instagram. Lenovo, perusahaan komputer<br />
Cina, juga “hanya” membayar US$ 2,9<br />
miliar untuk mendapatkan Motorola Mobility,<br />
perusahaan ponsel Amerika Serikat. Padahal<br />
Motorola Mobility memiliki 3.800 karyawan<br />
dengan pabrik lengkap, sedangkan WhatsApp<br />
hanya memiliki 55 karyawan.<br />
Pembelian ini lebih spektakuler karena<br />
Whats App bisa dibilang belum menghasilkan<br />
apa-apa. CEO dan salah satu pendiri WhatsApp,<br />
Jan Koum, sudah dari jauh-jauh hari mengatakan<br />
mereka saat ini belum berkonsentrasi pada<br />
urusan mendapatkan uang.<br />
“Kami memandang monetisasi (menjadikannya<br />
sumber uang) baru akan berjalan setelah<br />
5 atau 10 tahun berjalan,” kata Koum seperti<br />
dikutip sebuah media Desember tahun silam.<br />
“Kami saat ini sedang berusaha membangun<br />
perusahaan yang bisa tetap bertahan sampai<br />
100 tahun mendatang.”<br />
Dalam pernyataan setelah perusahaan diambil<br />
alih Facebook, Koum kembali mengungkapkan<br />
hal yang sama. Ia kembali menolak<br />
iklan dipasang di WhatsApp, meski iklan bisa<br />
menjadi sumber uang. Ia puas dengan model<br />
langganan saat ini—gratis pada tahun pertama<br />
dan membayar sekitar US$ 1 (Rp 11 ribu) per<br />
tahun. “Monetisasi belum menjadi prioritas<br />
kami,” katanya seperti dikutip New York Times.<br />
Zuckerberg pun sadar uang tidak akan datang<br />
cepat dari WhatsApp. “Saya pikir kami mungkin<br />
akan kehilangan uang untuk sementara waktu,”<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Salah satu ruangan di kantor<br />
pusat Facebook. Perusahaan<br />
ini mengucurkan lebih dari<br />
Rp 200 triliun untuk membeli<br />
perusahaan yang hanya<br />
memiliki 55 karyawan,<br />
WhatsApp.<br />
Robert Galbraith/REUTERS<br />
katanya seperti ditulis Boston Globe. Namun ia<br />
menambahkan, “Nantinya mungkin akan ada<br />
keuntungan bagi Facebook.”<br />
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah<br />
mengapa Facebook berani membeli perusahaan<br />
yang pemasukannya belum jelas dengan<br />
harga sangat fantastis itu. Zuckerberg hanya<br />
menjelaskan alasan harga itu adalah pengguna<br />
WhatsApp yang sangat banyak. Saat ini WhatsApp<br />
digunakan sekitar 465 juta orang.<br />
Menurut Facebook, dengan pertumbuhan<br />
jumlah pengguna saat ini, layanan chatting<br />
ini bakal menyamai pengguna mereka, yakni<br />
semiliar orang atau sepertujuh dari penduduk<br />
yang hidup di bumi. “Nilai WhatsApp lebih dari<br />
US$ 19 miliar,” kata Zuckerberg, kurang dari<br />
sepekan setelah pembelian diumumkan. “Hanya<br />
sedikit layanan Internet di dunia yang bisa<br />
mendapatkan pengguna sampai 1 miliar orang.”<br />
Sejumlah pengamat pun berhitung mengapa<br />
Facebook berani mengeluarkan uang sebanyak<br />
itu. Pertama, nilai US$ 19 miliar itu tidak semuanya<br />
berbentuk uang. Hanya US$ 4 miliar (sekitar<br />
Rp 46 triliun) yang benar-benar uang kontan.<br />
Sisanya dalam bentuk saham Facebook. Meski<br />
saham itu bisa dijual, nilainya bergantung<br />
pada kinerja Facebook itu sendiri—juga anak<br />
usahanya, termasuk yang baru dibeli, seperti<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Tap/klik untuk berkomentar<br />
WhatsApp.<br />
Zuckerberg mengungkapkan, dalam jangka<br />
pendek, pendapatan dari WhatsApp memang<br />
masih kecil. Tapi bisa dipastikan mereka akan<br />
berpikir keras untuk menjadikannya sebagai<br />
mesin duit. Sebagai gambaran, lima tahun<br />
silam Facebook belum memiliki pendapatan<br />
apa pun. Tapi tahun lalu Facebook bisa meraup<br />
pemasukan US$ 8 miliar.<br />
Pengalaman Google mungkin juga menjadi<br />
pertimbangan Zuckerberg. Google pada<br />
2006 membeli YouTube dengan harga yang<br />
dipandang spektakuler saat itu, yakni US$ 1,65<br />
miliar. Pengeluaran itu sudah tertutup. Menurut<br />
eMarketer, pendapatan YouTube tahun lalu<br />
mencapai US$ 5,6 miliar atau 11 persen dari<br />
keseluruhan pendapatan Google. Jelas bukan<br />
angka yang buruk. ■ Nur Khoiri<br />
Terlalu Cepat<br />
Dunia Berganti<br />
SAMPAI dua tahun silam, ponsel<br />
BlackBerry menjadi gadget paling banyak<br />
terlihat di Indonesia. Saat ini?<br />
Kehadirannya sudah sangat jarang<br />
terlihat. Masih ingat Friendster? Pada<br />
2008, situs sosial ini memiliki 115 juta<br />
pengguna. Tapi sekarang sudah punah,<br />
penggunanya bedol deso ke Facebook.<br />
Saat ini Facebook digunakan lebih<br />
dari semiliar orang. Tapi apakah ada<br />
jaminan ia akan awet? Pengalaman<br />
BlackBerry dan Friendster memperlihatkan<br />
bahwa industri teknologi<br />
sangat cepat berubah. Hanya dalam<br />
waktu beberapa bulan sebuah situs<br />
top bisa langsung habis, seperti kasus<br />
Friendster.<br />
Salah satu analis memperkirakan<br />
Facebook berusaha mencegah<br />
nasibnya terjerembap seperti Friendster,<br />
yang relevansinya hilang hanya<br />
dalam hitungan bulan. Itu sebabnya,<br />
mereka rajin mencaplok perusahaanperusahaan<br />
yang dipandang memiliki<br />
masa depan menjanjikan, seperti Instagram<br />
dan WhatsApp. ■ NK<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Dolar<br />
Tepar,<br />
Bursa<br />
Berkibar<br />
Harga saham ikut terdongkrak kenaikan<br />
nilai tukar rupiah. Modal asing mulai masuk<br />
kembali ke bursa. Saham sektor manufaktur<br />
dan aneka industri layak dilirik.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
ALLEN Conterius serius mengamati<br />
layar iPad di tangannya. Ia<br />
memperhatikan pergerakan harga<br />
saham yang tertera di situs sebuah<br />
perusahaan sekuritas. Allen memperhatikan<br />
naik-turunnya harga saham karena saat ini rupiah<br />
menguat.<br />
Maklum, sebagai trader yang meraih margin<br />
lewat transaksi jangka pendek, Allen harus<br />
mencermati posisi yang tepat untuk membeli<br />
ataupun melakukan aksi profit taking. Tanggal<br />
10 Februari lalu, Allen, yang pekerjaan sebenarnya<br />
wiraswasta, menjual sebagian sahamnya<br />
karena harganya sedang naik bersamaan dengan<br />
melemahnya dolar.<br />
Namun kini Allen menongkrongi layar iPad<br />
untuk bersiap-siap melompat kembali ke pasar<br />
guna membeli saham. “Rupiah menguat kan artinya<br />
(harga) saham akan naik,” katanya. Tapi ia<br />
cemas, jika membeli sekarang, harganya tinggi.<br />
Layar elektronik<br />
menunjukkan pergerakan<br />
harga saham di Mandiri<br />
Sekuritas, Jakarta.<br />
ANTARA FOTO/Andika Wahyu<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Penguatan rupiah ini<br />
membuat modal asing<br />
kembali lagi ke bursa,<br />
sehingga harga saham<br />
mulai naik.<br />
“Bisa bahaya kalau indeks mengalami koreksi<br />
(harga saham turun sesaat).”<br />
Nilai rupiah, yang membuat Allen menjual<br />
saham dan sekarang bersiap membeli lagi,<br />
memang sedang menguat. Dalam dua pekan<br />
terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus<br />
bergerak meninggalkan level Rp 12 ribu per<br />
dolar, yang dihuni sejak Januari lalu.<br />
Menteri Keuangan Chatib<br />
Basri mengatakan penguatan<br />
mata uang terhadap dolar<br />
Amerika memang terjadi<br />
di beberapa pasar negara<br />
berkembang (emerging market),<br />
seperti Indonesia, Brasil,<br />
Afrika Selatan, dan Turki.<br />
Namun penguatan yang paling<br />
tajam memang terjadi pada rupiah. “Angkanya<br />
jauh lebih baik dari yang diperkirakan para pelaku<br />
pasar,” ujar Chatib.<br />
Nilai tukar mata uang negara-negara berkembang<br />
itu rontok pada kuartal terakhir tahun lalu.<br />
Penyebab utamanya, Amerika Serikat mulai<br />
mengurangi stimulus ekonomi. Langkah Federal<br />
Reserve—bank sentral Amerika—membuat<br />
tingkat bunga di negara itu akan naik, sehingga<br />
modal di negara berkembang banyak dipindah<br />
ke Amerika Serikat.<br />
Perlahan negara-negara berkembang ini<br />
mulai bisa mengatasi dampak pengurangan<br />
(tapering) stimulus dan sekarang mata uangnya<br />
mulai beranjak naik. Meski begitu, pasar<br />
memperhatikan dengan hati-hati langkah Janet<br />
Yellen, yang sejak awal Februari menjabat Gubernur<br />
Federal Reserve.<br />
“Apakah Yellen akan menjalankan kebijakan<br />
seperti gubernur sebelumnya atau memiliki<br />
kebijakan baru, para pelaku pasar sedang menunggu,”<br />
kata Pardomuan Sihombing, Direktur<br />
Recapital Asset Management.<br />
Penguatan rupiah ini membuat modal asing<br />
kembali lagi ke bursa, sehingga harga saham<br />
mulai naik. “Penguatan ini akan tetap bertahan<br />
selama pemerintah mampu menjaga stabilitas<br />
makroekonomi, seperti menahan laju defisit<br />
transaksi berjalan,” kata Pardomuan.<br />
Bersamaan dengan penguatan rupiah, harga<br />
saham memang ikut terkerek. Pada awal tahun,<br />
indeks harga saham masih di bawah 4.200, tapi<br />
pekan lalu sempat melewati 4.600.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Tumpukan dolar di sebuah bank<br />
di Jakarta. Nilai dolar cenderung<br />
menurun sejak awal tahun.<br />
Rachman Heryanto/detikfoto<br />
Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities,<br />
memperkirakan indeks bakal menyentuh<br />
4.700 dalam triwulan pertama, yang bakal habis<br />
Maret ini. Salah satu faktor yang bisa memicu<br />
sentimen itu adalah rilis laporan inflasi bulan<br />
Januari dan neraca perdagangan. Hingga akhir<br />
tahun, diperkirakan indeks akan menyentuh<br />
level 4.850-4.950.<br />
Sedangkan isu pengurangan stimulus<br />
di pasar saham oleh pemerintah Amerika<br />
Serikat, menurut Reza, tidak perlu menjadi<br />
kekhawatiran para pelaku pasar karena<br />
dampaknya bersifat temporer. “Pelarian dana<br />
asing itu hanya bersifat sementara karena<br />
Amerika dan negara-negara besar lainnya<br />
tetap membutuhkan negara berkembang<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
isnis<br />
Gubernur Federal Reserve<br />
Janet Yellen dan Menteri<br />
Keuangan Chatib Basri<br />
REUTERS/Mary F. Calvert<br />
Rachman Heryanto/detikfoto<br />
seperti Indonesia,” tutur Reza.<br />
Tentu saja tidak semua saham seragam kenaikannya.<br />
Analis Lautan Dana Investama, Willy<br />
Sanjaya, mengatakan saham yang harganya<br />
akan naik pesat adalah yang perusahaannya<br />
banyak menggunakan dolar. Sektor ini antara<br />
lain manufaktur, aneka industri, dan consumer<br />
goods.<br />
Willy hanya mewanti-wanti, penguatan indeks<br />
ini juga terpengaruh oleh politik karena<br />
tahun ini bakal ada pergantian kepala negara.<br />
“Jika calon yang diinginkan pasar tidak terpilih,<br />
penguatan-penguatan yang terjadi selama ini<br />
akan kembali menjadi pelemahan,” kata Willy.<br />
Situasi-situasi inilah yang membuat Allen<br />
semakin rajin menengok iPad dan melihat<br />
saham-saham yang sedang ia incar untuk<br />
dibeli. n Hans Henricus B.S. Aron<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
teater<br />
Di Pokok Beringin<br />
Pahitnya hidup mengajarkan Ma’e hidup jujur. Anak-anaknya akhirnya memahami<br />
prinsip ini setelah mengalami pergulatan mereka sendiri.<br />
foto: agung pambudhy/detikfoto<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
teater<br />
D<br />
alam tank top<br />
merah menyala,<br />
Retno (Rini<br />
Samsi) terduduk<br />
lesu di pokok<br />
pohon beringin<br />
tua. Belum ada<br />
juga pelanggan.<br />
Sebelumnya, dia<br />
berdiri di bawah<br />
lampu taman agar lebih jelas terlihat. Hasilnya,<br />
cuma satu pemuda yang minat, mahasiswa<br />
yang gede nafsunya tapi hanya serupiah duitnya.<br />
Retno ogah.<br />
Di bawah beringin dia mengadu kepada Ma’e<br />
(Megarita), merasa jadi orang yang tersia-sia.<br />
Perempuan tua itu membesarkan hati Retno,<br />
yang sudah dianggap anaknya sendiri. Dan sekali<br />
lagi Ma’e mengulang nasihatnya, “Ngamen<br />
saja, Nduk, kau kan bisa nyanyi. Jangan jadi<br />
lonte.”<br />
Ma’e menganggap dirinyalah perempuan<br />
yang tersia-sia itu. Suaminya dulu pergi begitu<br />
tahu Ma’e mandul. Sekarang dia tinggal di<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
teater<br />
bawah beringin besar di alun-alun Yogyakarta,<br />
hidup dari pemberian anak-anak angkatnya<br />
yang juga hidup di alun-alun.<br />
Selain Retno, anak Ma’e adalah Panut (Aryo<br />
Nagoro), yang pekerjaan resminya pengemis.<br />
Dia kerap berbohong kepada Ma’e ketika<br />
memberikan sebagian penghasilannya dan setiap<br />
kali itu pula Ma’e tahu Panut berbohong.<br />
“Kowe nyopet lagi ya, Le? Emoh aku, nih ambil<br />
lagi saja uangnya.”<br />
Panut pernah berjanji tidak akan mencopet<br />
lagi. Ma’e ingin Panut jadi kuli. Lagi pula dia<br />
pencopet yang buruk, tangannya tidak cekatan,<br />
sering kepergok. Tadi pagi dia gagal mencopet<br />
ponsel di Pasar Beringharjo setelah tangannya<br />
gemetar, akhirnya ponsel itu dikembalikan kepada<br />
pemiliknya.<br />
Anak angkat Ma’e satu lagi adalah Koyal (Banon<br />
Gautama), pengemis yang doyan beli lotre<br />
tapi tidak pernah menang, dan sekarang nyaris<br />
hilang ingatan. Koyal yakin suatu hari pasti<br />
akan dapat duit setinggi Gunung Merapi. Duit<br />
itu akan dibelikannya rumah mewah, mobil<br />
mewah, punya langganan becak untuk keliling<br />
kota, dan duit itu akan ditaburkan di rumah<br />
Ma’e serta rumah orang-orang kampung.<br />
“Gila! Mimpi gila! Asu!” Tukijan (Arief Wiyatna)<br />
memaki Koyal. Tukijan adalah pemuda<br />
pengangguran yang ingin membuka lahan di<br />
pulau seberang. Dia menaruh hati pada Retno<br />
dan tidak peduli pekerjaan atau masa lalu<br />
perempuan itu.<br />
Tukijan ingin menikahi Retno dan membawanya<br />
ke pulau seberang, membuka dan<br />
menggarap lahan baru di sana. Namun Retno<br />
berat meninggalkan ibu angkatnya yang sudah<br />
sepuh itu. Mengapa harus berlelah-lelah meng-<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
teater<br />
garap lahan di tempat baru yang belum jelas<br />
hasilnya, padahal di sini pun dia bisa hidup?<br />
Disutradarai Bejo Sulaktono, Mega-mega dibawakan<br />
aktor serta aktris DKJ dan Prodi Teater<br />
IKJ pada 21 dan 22 Februari 2014 di Teater Kecil,<br />
Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ceritanya merupakan<br />
karya klasik Arifin C. Noer, ditulis pada 1967,<br />
dan sudah berkali-kali dipentaskan dalam berbagai<br />
versi oleh macam-macam kelompok teater.<br />
Jumat, 21 Februari, itu juga bukan penampilan<br />
pertama Prodi Teater IKJ membawakan Megamega.<br />
Pada 22 Oktober 2013, kelompok ini<br />
membawakan cerita yang sama di Art Summit,<br />
Jakarta, dan sepekan sebelumnya, 14 & 15 Februari<br />
2014, di Banjarmasin. Mega-mega akan<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
teater<br />
dibawakan juga di Singapura dan Australia<br />
melalui link Perhimpunan Pelajar Indonesia di<br />
dua negara itu.<br />
Bejo Sulaktono mempertahankan unsur tradisi<br />
dan budaya Yogyakarta yang kental melalui<br />
karakter, cara ungkap, musik, dan pohon beringin<br />
tua di alun-alun yang jadi setting cerita.<br />
Walau temanya isu lama, yakni lotre dan transmigrasi,<br />
suasana kekiniannya tetap terjaga.<br />
Cerita yang pedih ini pun diimbangi dengan<br />
situasi komedi yang menonjol, banyolan khas<br />
Yogya.<br />
“Ceritanya universal, tidak terbatas waktu<br />
dan tempat. Kisah kemanusiaan kan selalu menyentuh<br />
dari dulu sampai sekarang,” kata Bejo<br />
Sulaktono seusai pementasan.<br />
Dia memberi contoh, dulu lotre/judi pernah<br />
kontroversial karena dilegalkan, sedangkan sekarang<br />
ketika judi diharamkan negara, masyarakat<br />
ternyata tetap menggantungkan harapan<br />
seperti dulu berharap menang lotre. Bentuknya<br />
saja yang berubah, yakni jadi menang undian,<br />
dapat promo, atau belanja gila-gilaan saat sale.<br />
Intinya, punya harapan besar tapi tidak ingin<br />
mewujudkannya dengan cara bekerja keras.<br />
Mega-mega adalah bahan renungan bagi<br />
siapa pun yang punya mimpi. Tokoh-tokohnya<br />
adalah pejuang mimpi-mimpi mereka. Dan<br />
seperti lotre, hidup setelah detik sekarang adalah<br />
sesuatu yang tak<br />
tertebak. Maka, tanpa<br />
diperjuangkan, mengutip<br />
tagline pementasan<br />
ini, “Kita selalu merasa<br />
kehilangan, tetapi kita<br />
belum pernah mendapatkan.”<br />
n<br />
SILVIA galikanO<br />
Majalah detik detik 6 - 39 - februari 9 maret 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Sentuhan Lembut<br />
Cinta Virtual<br />
Ketika manusia berkawan akrab<br />
dengan gadget, bahkan terikat<br />
secara emosional, apakah peran<br />
manusia sebagai mitra berinteraksi,<br />
tergantikan? Her memberi<br />
renungan yang indah.<br />
Majalah detik Majalah 30 desember Majalah detik detik 2013 9 - 153 - desember 5 - 9 januari maret 2014<br />
2013
seni hiburan<br />
FILM<br />
Judul: Her<br />
Genre: Drama |<br />
Romance | Sci-Fi<br />
Sutradara: Spike Jonze<br />
Skenario: Spike Jonze<br />
Produksi:<br />
Warner Bros. Pictures<br />
Pemain: Joaquin pHoenix,<br />
Amy aDams, Scarlett<br />
Johansson<br />
Durasi: 2 jam 6 menit<br />
M<br />
anusia lalu-lalang<br />
di kaki gedung-gedung<br />
pencakar langit Los<br />
Angeles masa depan.<br />
Sambil berjalan, tiap<br />
orang sibuk bicara<br />
sendiri. Bukan sendiri, tepatnya, tapi dengan<br />
“seseorang” di luar sana, yang suaranya disampaikan<br />
lewat earpiece yang terpasang di salah<br />
satu kuping.<br />
Di antara manusia sibuk itu Theodore<br />
Twombly (Joaquin Phoenix) duduk di bangku<br />
taman. Dia juga sedang ngobrol seru dengan<br />
temannya lewat earpiece, kadang suaranya<br />
meninggi, kadang sampai terkikik.<br />
Teman curhat manusia masa depan itu se-<br />
Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
benarnya bukan manusia, melainkan operating<br />
system (OS), komputer teknologi canggih yang<br />
dapat mendengar, bicara, dan melihat. Alatnya<br />
selebar telapak tangan, ada kamera, dan bisa<br />
memunculkan tulisan tangan. Pasangannya<br />
adalah earpiece, yang kalau diletakkan di lubang<br />
telinga, maka akan ada yang menyahut di sana.<br />
OS milik Theodore bernama Samantha (diisisuarakan<br />
Scarlett Johansson) yang bersuara<br />
serak seksi. Awalnya, Samantha hanya membantu<br />
dalam bekerja, mengingatkan ada email<br />
masuk, atau mengatur jadwal harian Theodore.<br />
Namun, lama-kelamaan, komunikasi mereka<br />
semakin pribadi.<br />
Theodore merasa nyaman curhat tentang<br />
apa saja pada Samantha, termasuk tentang<br />
pernikahannya yang gagal dengan Catherine<br />
(Rooney Mara) tapi dia tak juga menandatangani<br />
surat perceraian. Theodore masih tenggelam<br />
dalam depresi, sedangkan Catherine<br />
sudah bisa melanjutkan hidupnya.<br />
Theodore adalah pria berusia 40-an, berkumis,<br />
berkacamata geeky, bercelana panjang<br />
dengan garis pinggang tinggi (mirip celana<br />
pelawak Jojon), dan gemar berkemeja warna<br />
pastel. Dia bekerja sebagai penulis kartu ucapan,<br />
di kantor yang tidak banyak karyawan.<br />
Saat malam, Theodore pulang ke apartemennya<br />
yang luas. Menyalakan kamera, memasang<br />
earpiece, dan melanjutkan obrolan dengan<br />
Samantha hingga mengantuk. Pernah pula<br />
Samantha meminta Theodore tidak mematikan<br />
kamera agar dia bisa melihat bagaimana<br />
Theodore tidur.<br />
Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Her adalah tipikal film<br />
tentang pria kesepian.<br />
Tinggal sendirian di<br />
apartemen, kerja dengan<br />
rutinitas orang kantoran,<br />
dan sensitif.<br />
Bersamaan tumbuhnya rasa cinta di hati<br />
Theodore, tumbuh pula rasa ingin memiliki<br />
dan cemburu. Theodore ingin<br />
Samantha hanya untuknya. Padahal<br />
Samantha melayani jutaan orang yang<br />
berteman dengan OS. Di detik yang<br />
sama, saat bicara dengan Theodore, Samantha<br />
pun bicara dengan ribuan orang<br />
lainnya.<br />
Her adalah tipikal film tentang<br />
pria kesepian. Tinggal<br />
sendirian di apartemen,<br />
kerja dengan rutinitas<br />
orang kantoran, dan<br />
sensitif. Karakter<br />
Theodore yang rapuh<br />
nampak benar di balik<br />
gesturnya yang kikuk<br />
dan seringai kekanakannya.<br />
Kisah cintanya<br />
ganjil, menyedihkan,<br />
dan<br />
semakin menguatkan<br />
anggapan teknologi yang diakrabi<br />
justru menjadikan seseorang makin kesepian.<br />
Her juga merupakan sebuah alegori bahwa<br />
pria kesepian takut pada perempuan, sehingga<br />
memilih bermain aman dengan gadget.<br />
Lapis terdalam Her lebih condong ke metafisika<br />
ketimbang fisik. Betapa tidak, karakter yang<br />
paling menarik justru tidak ada wujudnya. Melalui<br />
film ini, Spike Jonze semakin memantapkan<br />
diri sebagai sutradara spesialis film berkonsep<br />
pemikiran tingkat tinggi lalu menghelanya ke<br />
sebuah meditasi tentang hubungan manusia.<br />
Tengok saja film-film Jonze sebelumnya, seperti<br />
Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002),<br />
dan Where the Wild Things Are (2009).<br />
Her lebih menyerupai Synecdoche (2008)-nya<br />
Charlie Kaufman, yang jadi penulis skenario<br />
Being John Malkovich dan Adaptation. Punya<br />
banyak kesamaan juga dengan Eternal Sunshine<br />
of the Spotless Mind (2004), tentang sulitnya<br />
moving on dari hubungan yang awalnya nampak<br />
sempurna.<br />
Samantha disuarakan dengan sangat hidup<br />
oleh Scarlett Johansson. Tak mengherankan<br />
kalau penonton berharap sosoknya muncul<br />
walau hanya beberapa detik, entah itu di layar<br />
komputer, atau di gadget Theodore, atau jadi<br />
salah satu di kerumunan, atau jadi hantu blau<br />
apapunlah. Sampai-sampai kritikus menyebut<br />
inilah penampilan Johansson yang paling dikenang<br />
abad ini, walau dia tampil tanpa sosok.<br />
Penampilan Phoenix kali ini sangat berbeda<br />
dari penampilan sebelumnya di The Master<br />
(2012). Dengan kehalusan yang luar biasa dia<br />
melekatkan kesepian dan kerinduan dalam diri<br />
Theodore. Matanya berbicara lebih banyak<br />
ketimbang yang dia ucapkan. Terlebih lagi Jonze<br />
kerap membingkai Theodore dalam ruang<br />
yang luas. Bahkan apartemennya membuat<br />
Theodore jadi kecil.<br />
Jonze menyodorkan pertanyaan tentang<br />
bisakah dua sistem yang berbeda, yakni manusia<br />
dan teknologi, menemukan kebahagiaan?<br />
Pertanyaan ini berputar terus sepanjang film.<br />
Mungkin itu sebabnya Jonze menempatkan<br />
Amy (Amy Adams), kawan kuliah Theodore dan<br />
sekarang jadi tetangga, sebagai kayu patok.<br />
Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014
seni hiburan<br />
FILM<br />
Amy pernah berkata pada Theodore<br />
yang sedang mabuk cinta pada OSnya,<br />
“Menurut saya, siapa pun yang<br />
jatuh cinta itu aneh. Semacam kegilaan<br />
yang dapat diterima masyarakat.” Amy<br />
membuat kesimpulan yang tepat tentang<br />
Her bahwa, kadang, gila bisa terasa<br />
indah. n SILVIA GALIKANO<br />
Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014
seni hiburan<br />
Film Pekan Ini<br />
FREE<br />
BIRDS<br />
Jenis Film:<br />
Animation,<br />
Adventure, Comedy<br />
Produser:<br />
Scott Mosier<br />
Produksi:<br />
Relativity Media<br />
Sutradara:<br />
Jimmy Hayward<br />
Durasi:<br />
91 menit<br />
F ilm animasi ini mengisahkan<br />
pe tualangan dua ekor kalkun<br />
yang memiliki sisi berlawanan.<br />
Reggie (Owen Wilson) secara mendadak<br />
diajak Jake (Woody Harrelson) untuk<br />
bertualang ke masa lalu.<br />
Tujuan Jake cuma satu, mengubah sejarah<br />
dengan menyingkirkan kalkun dari daftar<br />
menu Thanksgiving untuk selamanya.<br />
Walau banyak per bedaan, demi kesuksesan<br />
misi mereka, keduanya saling bekerja sama<br />
untuk mengubah sejarah kalkun.<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
Film Pekan Ini<br />
T ahun 79 SM, kisah epik tentang Milo (Kit Harington), budak<br />
yang menjadi gladiator tak terkalahkan. Berlomba melawan waktu<br />
untuk menyelamatkan kekasihnya, Cassia (Emily Browning), putri<br />
dari seorang pedagang kaya yang telah ditunangkan dengan seorang senator<br />
Romawi yang korup. Saat Gunung Vesuvius meletus, Milo harus berjuang<br />
mencari jalan keluar dari bencana dan menyelamatkan Cassia dari runtuhnya<br />
negeri Pompeii yang megah.<br />
POMPEII<br />
Jenis Film: Action, Drama, Adventure<br />
Produser: Paul W.S. Anderson,<br />
Jeremy Bolt, Don Carmody,<br />
Robert Kulzer, Martin Moszkowicz<br />
Produksi: Entertainment One<br />
Sutradara: Paul W.S. Anderson<br />
Durasi: 105 menit<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
seni hiburan<br />
Film Pekan Ini<br />
STREET SOCIETY<br />
Jenis Film: Action, Drama<br />
Produser: Eryck Wowor,<br />
Irwan Santoso<br />
Produksi: Ewis Pictures<br />
Sutradara: Awi Suryad<br />
Durasi: 97 menit<br />
J akarta. Simbol kemajuan<br />
Indonesia. Dengan latar<br />
inilah Street Society bergulir. Sebuah<br />
kisah yang akan membawa kita menelusuri<br />
ke hidupan anak-anak muda Indonesia<br />
pemilik supercars, seperti Lamborghini,<br />
McLaren, Aston Martin, serta Ferrari. Lebih<br />
dari simbol kemapanan, mobil-mobil ini<br />
datang dengan performa yang mampu<br />
memacu adrenalin para pengemudinya ke<br />
level tertinggi.<br />
Adalah Rio (Marcel Chandrawinata), juara<br />
street racing Jakarta yang urakan namun<br />
karismatik, yang menjadi tokoh utama.<br />
Bersama sobat dekatnya, Monty (Daniel<br />
Topan), si kutu buku yang jenius tuning, dan<br />
Bang Frankie (Ferry Salim), si pemilik bengkel<br />
performance, Rio berusaha menjawab<br />
tantangan demi tantangan yang datang ke<br />
arahnya.<br />
Nico (Edward Gunawan), si juara racing<br />
asal Surabaya, adalah musuh bebuyutannya.<br />
Namun di luar itu masih ada Gde (Yogie Tan), si<br />
juara racing Bali; Nanda (Kelly Tandiono), si racer<br />
cantik asal Semarang;; dan juga Yopie (Edward<br />
Akbar), sosok misterius yang baru muncul di<br />
tengah society pemilik supercars Jakarta.<br />
Majalah Majalah detik detik 4 - 103 november - 9 maret 2014<br />
2013
seni hiburan<br />
agenda<br />
maret<br />
Pameran<br />
Food, Hotel<br />
& TOURism<br />
Bali 2014<br />
6-8 Maret 2014, Bali Nusa<br />
Dua Convention Centre,<br />
Nusa Dua, Bali<br />
mar<br />
6<br />
Nyanyi Sunyi Kembang GeNJer<br />
7, 8, 9 Maret 2014<br />
Goethe Haus. Produser, Penulis, dan Sutradara: Faiza<br />
Mardzoeki, Aktor: Pipien Putri, Niniek L. Karim, Ruth<br />
Marini, Irawita, Ani Surestu, dan Heliana Sinaga<br />
mar<br />
7<br />
mar<br />
5<br />
Bali Live iNTeRNATiONAl<br />
Jazz Festival 2014<br />
5-8 Maret 2014<br />
Jazz Café in Ubud, Hard Rock Café in Kuta, Ryoshi<br />
House of Jazz, Uma Cucina Ubud, Mozaic Beach<br />
Club Kerobokan, SOS Anantara Seminyak, Nusa<br />
Dua Beach Hotel & Spa, Sundara Jimbaran, and Le<br />
Meridien Hotel Jimbaran.<br />
Earth Wind & Fire Experience featuring Al Mckay,<br />
Incognito, Tania Maria, Omar, Estaire Godinez<br />
featuring Stokley Williams from Mint Condition,<br />
Playas Gotta Play Feat D Notes Harris, Robbert<br />
Turner, Kevin Briggs & Sandy Winarta, Nita Aartsen,<br />
Israel Varela & Yeppy Romero, Balawan, Rio<br />
Sidik Quartet, Nancy Ponto & The Soul Brothers,<br />
and Massive Soul feat Dee Dice.<br />
Abimanyu GugUR<br />
Karya Retno Maruti<br />
Natyasastra Padnecwara<br />
Pergelaran Tari 38 Tahun<br />
Padnecwara<br />
Gedung Kesenian Jakarta<br />
7 & 8 Maret 2014<br />
pk. 20.00 WIB & 11.00 WIB<br />
Informasi tiket: 021-3441892,<br />
085715911169 (sms only)<br />
Pameran KomPUTer mbc 2014<br />
8-12 Maret 2014 PK. 09.00 WIB<br />
Grand Bima Hall, Jogja Expo Center<br />
mar<br />
7<br />
mar<br />
8<br />
Peluncuran bUKU<br />
dan diSKUSi<br />
BUNG KARNO: KOLEKTOR<br />
DAN PATRON SENI RUPA<br />
INDONESIA<br />
6 Maret 2014 PUKUL 08.00-12.00<br />
WIB <br />
Gedung Lengkung Sekolah Pascasarjana<br />
UGM, Jl. Teknika Utara,<br />
Pogung, Yogyakarta<br />
Pembicara: Dr. Lono Simatupang<br />
(Antropolog dan Dosen PSPR<br />
UGM) J.J. Rizal (Sejarawan dan<br />
Direktur Penerbit Komunitas<br />
Bambu Jakarta) Mikke Susanto<br />
(Penulis buku dan Dosen FSR ISI<br />
Yogyakarta) <br />
Pendaftaran: Nichi (081917532093),<br />
Zuli (081804209909)<br />
mar<br />
6<br />
ALTER BRIDGE<br />
TOUR JAKARTA 2014<br />
8 Maret 2014, 19.00 WIB<br />
Mata Elang International Stadium Ancol, Jakarta Utara<br />
Promotor: 7 Kings Entertainment<br />
mar<br />
8<br />
Majalah detik 3 - 9 maret 2014
Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />
Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />
Email: redaksi@majalahdetik.com<br />
Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />
@majalah_detik<br />
majalah detik<br />
Tap untuk<br />
kembali ke cover