30.03.2014 Views

20140303_MajalahDetik_118

20140303_MajalahDetik_118

20140303_MajalahDetik_118

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

USTAD SELEB BERMASALAH NESTAPA DI PANTI SAMUEL<br />

KEJAMNYA<br />

ISTRI<br />

JENDERAL<br />

EDISI <strong>118</strong> | 3 - 9 MARET 2014


DAFTAR ISI<br />

Edisi <strong>118</strong> 3 - 9 maret 2014<br />

Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />

Fokus<br />

Di Bawah Siksa<br />

ISTRI Jenderal<br />

Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />

menjadi tersangka kasus<br />

penyekapan dan penganiayaan PRT.<br />

Berusaha membujuk korban agar<br />

mencabut laporan.<br />

Nasional<br />

Hukum<br />

n Ketika Ustad dan Habib Disemprit MUI<br />

n menyoal rancangan seribu pasal<br />

internasional<br />

n kisah pilu dari panti samuel<br />

kriminal<br />

n tangkapan kakap di hutan cekungan<br />

ekonomi<br />

n Ukraina Terbelah<br />

n yingluck terjerat fulus beras<br />

n mencuci ‘kota dosa’ cina<br />

interview<br />

n andi mattalatta<br />

kolom<br />

n melindungi prt, berkaca dari filipina<br />

n Menunggu Wagyu Asli Jepang<br />

bisnis<br />

n pasar sempit pesawat ringan<br />

n menghitung harga whatsapp<br />

n dolar tepar, bursa berkibar<br />

lensa<br />

sisi lain CAPRES<br />

n raja, satria, sampai profesor<br />

spoRT<br />

n adakah judi di balik ali?<br />

buku<br />

n ambisi rhoma seperti reagan dan estrada<br />

Seni hiburan<br />

n lukisan misterius pascabanjir<br />

people<br />

n Valentino Rossi | Vanessa-Mae | Katy Perry<br />

GAya hidup<br />

n di pokok beringin<br />

n sentuhan lembut cinta virtual<br />

n film pekan ini<br />

n agenda<br />

Cover:<br />

Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

n Mirip sTroke, tapi Bukan<br />

n wisata dua dimensi anak krakatau<br />

n gula merah masakan nusantara<br />

Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />

Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />

Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />

Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />

Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />

Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />

Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />

Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />

Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />

Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />

appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />

No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.


lensa<br />

Lukisan Misterius<br />

PascaBanjir<br />

Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />

Foto-foto: ari saputra/detikfoto<br />

Lukisan di tembok rumah Haeriyah terlihat biasa. Istimewanya, ia muncul secara misterius setelah banjir yang menggenangi rumah<br />

Haeriyah surut. Selain itu, bentuk lukisan yang imajinatif mengundang warga menafsirkan berdasarkan persepsi masing-masing. Dari<br />

ayat Al-Quran, metafisika, hingga cerita perzinaan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


lensa<br />

Warga melihat lukisan dinding ruang tamu di rumah Haeriyah di Cililitan, Jakarta Timur. Sebagian warga mempercayai coretan tersebut bernilai<br />

metafisika.


lensa<br />

Detail lukisan imajinatif yang mengandung penafsiran beragam. Sebagian warga yang datang mengambil cuilan lukisan cat minyak tersebut dan<br />

menaruhnya di dompet sebagai "jimat" keberuntungan.


Guratan cat hitam seperti riak tinta membuat ilusi yang atraktif. Berbagai dugaan mengemuka untuk menjawab kenapa ia bisa muncul pascabanjir.


lensa<br />

Rumah Haeriyah memang menjadi langganan banjir karena berada di bantaran Kali Ciliwung. Tetapi baru kali ini banjir meninggalkan bekas<br />

ganjil.


lensa<br />

Sejak lukisan itu terlihat pada Minggu (23/2), warga terus berdatangan. Pada Rabu (26/2), Haeriyah memilih menghapusnya dengan mengecat<br />

ulang tembok karena banyak yang menafsirkan lukisan itu ke hal-hal metafisika.


nasional<br />

Ketika<br />

Ustad dan Habib<br />

Disemprit MUI<br />

Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan masyarakat mendapat perhatian serius<br />

Majelis Ulama. Akan ada sertifikasi bagi dai atau ustad seleb yang tampil di televisi.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ustad Guntur Bumi (kedua<br />

kiri) didampingi pengacaranya,<br />

Warsito, mengklarifikasi<br />

tudingan yang dialamatkan<br />

kepadanya, Jumat (28/2).<br />

detikhot<br />

Lepas tengah malam, rumah keluarga<br />

Yarnelli, 74 tahun, mendadak ramai.<br />

Saat itu, Jumat, 7 Februari lalu, jam dinding<br />

menunjukkan pukul 02.00 WIB.<br />

Ada hal ganjil di kamar Yarnelli yang membuat<br />

para penghuni rumah terbangun dari tidurnya.<br />

Ada belasan belatung berserak di atas kasur<br />

Yarnelli.<br />

Hans Suta Widya, 50 tahun, anak Yarnelli<br />

yang tinggal di rumah itu bersama istrinya,<br />

Mami, 35 tahun, langsung panik. Begitu juga<br />

Nurcayati, 94 tahun, ibu Yarnelli. “Belatung itu<br />

wujudnya persis seperti waktu pengobatan di<br />

padepokan Ustad Guntur Bumi,” kata Hans,<br />

mengenang kejadian itu.<br />

Sehari sebelum munculnya belatung misterius<br />

itu, Hans memang membawa ibu serta<br />

neneknya tersebut ke padepokan milik ustad<br />

kondang itu di kawasan perumahan elite<br />

Pondok Indah, Jakarta Selatan. Keduanya ingin<br />

disembuhkan lewat pengobatan alternatif yang<br />

dilakukan suami artis Puput Melati itu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Umat muslim melakukan<br />

doa dan zikir bersama Ustad<br />

Arifin Ilham, di Masjid Istiqlal,<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Agung Pambudhy/Detikcom<br />

Menurut Hans, sudah berbulan-bulan Nurcayati<br />

mengalami lumpuh pada kakinya sehingga<br />

tidak bisa berjalan. Sedangkan Yarnelli mengeluh<br />

kakinya selalu terasa sakit saat berjalan.<br />

Beberapa dokter sudah mereka sambangi, tapi<br />

penyakit itu belum pergi juga. Ikhtiar akhirnya<br />

dilakukan Hans dengan membawa Yarnelli dan<br />

Nurcayati ke padepokan milik Ustad Guntur<br />

Bumi, atau yang biasa disebut UGB, pada Kamis<br />

sore, 6 Februari lalu.<br />

Menurut Hans, UGB menyatakan bisa menyembuhkan<br />

penyakit Yarnelli dan Nurcayati<br />

secara total. Syaratnya, harus membayar sejumlah<br />

uang seharga kerbau sebagai sedekah<br />

pengobatan. Nilainya pun bervariasi, dari Rp 25<br />

juta hingga Rp 75 juta. Namun, lewat seminggu,<br />

penyakit Yarnelli dan Nurcayati tak kunjung<br />

sembuh. “Tak ada perubahan apa pun. Nenek<br />

dan ibu saya tetap sakit,” ujar Hans saat ditemui<br />

majalah detik.<br />

Hal ini mendorong Hans melaporkan sang<br />

ustad ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tuduhannya,<br />

UGB melakukan praktek perdukunan<br />

dan penistaan agama. Hans menuding cara<br />

pengobatan yang dilakukannya mengandung<br />

unsur menakut-nakuti dan menimbulkan kecemasan.<br />

“Kami diminta mengusap kepala kami masing-masing.<br />

Saat mengusap itulah berguguran<br />

belatung dan serpihan serat kawat dari atas<br />

kepala,” Hans menuturkan.<br />

Namun UGB, saat dimintai konfirmasi secara<br />

terpisah, menyangkal tuduhan itu, apalagi<br />

anggapan melakukan praktek perdukunan.<br />

“Musyrik dari mana? Sesat dari mana? Itu yang<br />

disesalkan, saya seperti mengkoordinir lainnya,”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Seorang<br />

ustad semestinya<br />

menjadi tuntunan,<br />

bukan tontonan.<br />

KH Muhyidin<br />

Djunaidi<br />

ucap Guntur saat ditemui di kawasan Jakarta<br />

Selatan, Kamis, 27 Februari, lalu.<br />

Menurut dia, metode rukiyah syariah yang<br />

dijalankannya dengan cara membacakan ayat<br />

suci Al-Quran. “Sewaktu di Kalimantan, ada<br />

pengobatan yang keluar kawatnya, itu tergantung<br />

percaya atau enggak,” UGB melanjutkan.<br />

Guntur Bumi juga menyayangkan mengapa<br />

masalah ini sampai dibawa ke Majelis Ulama.<br />

Padahal pihaknya dengan Hans sudah berdamai<br />

dan “zakat” berupa perhiasan sudah<br />

dikembalikan.<br />

Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan<br />

masyarakat akhir-akhir ini memang mendapat<br />

perhatian serius dari MUI. Untuk “menertibkan”<br />

kiprah para ustad yang sering nongol di<br />

televisi atau yang beken disebut ustad seleb,<br />

lembaga pembuat fatwa itu akan memanggil<br />

mereka untuk berdiskusi.<br />

“Ada tata cara etika berdakwah dalam menyampaikan<br />

pesan kepada umat. Pertama,<br />

jangan mempermudah mengeluarkan fatwafatwa,<br />

ada mekanisme yang berlaku,” ujar Ketua<br />

Harian MUI Bidang Luar Negeri, KH Muhyidin<br />

Djunaidi.<br />

Muhyidin menjelaskan banyak dari ustad seleb<br />

itu yang dinilainya sembarangan memberi<br />

fatwa kala ditanya jemaah. “Kedua, ada yang<br />

mengucapkan kata-kata yang menimbulkan<br />

kontroversi. Ini kan soal agama, sangat sensitif,”<br />

tuturnya.<br />

Kemudian, atas pesanan pembayar honor,<br />

ada juga ustad seleb yang terkadang tampil di<br />

luar kaidah agama. “Ada yang agak eksentrik.”<br />

Muhyidin juga mencermati kelakuan ustad<br />

seleb yang lebih mementingkan urusan popularitas<br />

ketimbang agama. “Ketiga, ustad ini<br />

lebih pada ustad tontonan daripada tuntunan.<br />

Seorang ustad semestinya menjadi tuntunan,<br />

bukan tontonan,” dia menjelaskan.<br />

Bukan hanya itu. MUI juga melihat banyak<br />

ustad yang justru tampil di luar kaidah agama,<br />

seperti untuk perdukunan, ilmu gaib, atau<br />

pengobatan alternatif, yang menyalahi etika<br />

berdakwah. Yang tak kalah menyita perhatian<br />

MUI adalah soal ustad seleb yang dikatrol karena<br />

pesanan pengusaha. Tentu itu amat disayangkan.<br />

Karena itu, MUI akan melakukan “fit<br />

and proper test” terhadap para ustad ini. “Nanti<br />

akan ada semacam sertifikasi,” ujar Muhyidin.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Dai seleb sering<br />

tampil nyeleneh di<br />

televisi karena kegiatan<br />

dakwah keagamaan<br />

yang sudah masuk<br />

ranah pasar. Ada hukum<br />

supply and demand.<br />

Prof Dr Komaruddin<br />

Hidayat<br />

Selain menyoroti ustad seleb, MUI akan<br />

menertibkan para habib yang saat menggelar<br />

ceramah sampai mengganggu pengguna jalan.<br />

Majelis Ulama menilai seharusnya pengajian<br />

dengan menutup jalan yang sampai menimbulkan<br />

kemacetan tidak dilakukan.<br />

“Pengajian itu jangan sampai mengganggu<br />

ketertiban masyarakat. Jalan raya bukan tempat<br />

pengajian. Masak berdakwah mengganggu,<br />

bikin kemacetan,” tuturnya. Muhyidin mengatakan<br />

para habib ini akan disurati dan<br />

diatur waktu untuk berdiskusi. Jangan<br />

sampai syiar agama justru menimbulkan<br />

persepsi buruk soal Islam di mata<br />

masyarakat.<br />

Sementara itu, mantan Rektor<br />

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,<br />

Jakarta, Prof Dr Komaruddin<br />

Hidayat menilai munculnya ustad-ustad<br />

seleb bukan tanpa sebab. Mereka<br />

jadi sering muncul di televisi lantaran ada<br />

permintaan dari masyarakat. “Dai seleb sering<br />

tampil nyeleneh di televisi karena kegiatan<br />

dakwah keagamaan yang sudah masuk ranah<br />

pasar. Ada hukum supply and demand,” ujar<br />

Komaruddin kepada majalah detik.<br />

Karena itu, jika penonton tidak menghendaki,<br />

para ustad seleb pun akan jarang muncul<br />

lagi. Jadi eksistensi mereka ditentukan pasar,<br />

yakni penonton. Namun, ketika para ustad itu<br />

mulai melakukan hal yang nyeleneh, menurut<br />

Komaruddin, lembaga yang kompeten, semisal<br />

Komisi Penyiaran Indonesia, memang perlu<br />

mengaturnya.<br />

Menanggapi permintaan itu, Bekti Nugroho,<br />

anggota Komisi Penyiaran Indonesia, mengaku<br />

sudah memelototi semua tayangan di televisi<br />

yang menggunakan frekuensi publik. Tidak<br />

ketinggalan terkait kiprah para ustad di televisi.<br />

Bekti mengimbau setiap stasiun televisi hanya<br />

menyajikan program siaran atau iklan yang<br />

mencerdaskan dan memunculkan sikap kritis.<br />

“Sayang kalau frekuensi tidak digunakan sebagaimana<br />

mestinya. Jadi marilah kita gunakan<br />

frekuensi sebagai sarana edukasi dan mengasah<br />

daya kritis masyarakat. Kalau enggak, kita<br />

bakal kalah dari negara lain,” ucapnya.<br />

■ Kustiah Tanjung, Mauludi Rismoyo | Deden<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Menyoal<br />

Rancangan<br />

Seribu<br />

Pasal<br />

Pemerintah meneruskan pembahasan<br />

RUU KUHP dan KUHAP meski diprotes KPK.<br />

Tak akan ditarik karena pembahasannya<br />

sejak 12 tahun lalu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ketua Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi<br />

Abraham Samad<br />

Ekho Ardiyanto/antara foto<br />

Konferensi pers di kantor Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi, Jakarta,<br />

Rabu, 19 Februari lalu, terasa berbeda.<br />

Biasanya pimpinan KPK atau<br />

juru bicara memberikan keterangan kepada<br />

wartawan dalam suasana rileks, tapi saat itu ketegangan<br />

menyelimuti wajah Abraham Samad.<br />

Ketua KPK itu seperti berusaha mengendalikan<br />

emosinya.<br />

Mantan aktivis antikorupsi itu menjelaskan<br />

sikap lembaganya atas pembahasan Rancangan<br />

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana<br />

(RUU KUHP) dan Kitab Undang-Undang<br />

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bergulir di<br />

Dewan Perwakilan Rakyat. “KPK tidak sedang<br />

menolak serta-merta RUU KUHP dan RUU KU-<br />

HAP. Tetapi kami mohon kepada pemerintah<br />

untuk menunda,” kata Abraham, didampingi<br />

Wakil Ketua KPK Zulkarnain serta juru bicara<br />

Johan Budi.<br />

Abraham khawatir tugas KPK dalam memberantas<br />

korupsi bisa terganggu jika pemerintah<br />

dan DPR ngotot mengegolkan kedua RUU itu<br />

menjadi undang-undang. Ada beberapa hal<br />

krusial dalam dua rancangan tersebut yang<br />

dikhawatirkan oleh lembaga antirasuah itu, di<br />

antaranya dimasukkannya delik korupsi dalam<br />

Buku II RUU KUHP tentang Tindak Pidana,<br />

khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana<br />

Korupsi.<br />

Aturan itu dinilai bisa menghilangkan sifat<br />

korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sebab,<br />

korupsi sudah diatur secara khusus (lex specialis)<br />

di dalam UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ketua Tim Perumus<br />

RUU KUHP dan KUHAP<br />

Muladi (kiri) didampingi<br />

Dirjen Peraturan<br />

Perundang-undangan<br />

Kementerian Hukum dan<br />

HAM Wahiduddin Adams<br />

(kanan) memaparkan daftar<br />

inventarisasi masalah RUU<br />

KUHAP kepada Komisi III<br />

DPR, Kamis (23/1).<br />

Yudhi Mahatma/antara foto<br />

yang telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.<br />

Selain soal delik korupsi, RUU KUHP memasukkan<br />

unsur kejahatan luar biasa lainnya. Jika<br />

sifat kejahatan luar biasa (extraordinary crime)<br />

hilang, fungsi lembaga khusus, seperti KPK, Pusat<br />

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,<br />

serta Badan Narkotika Nasional, tidak relevan<br />

lagi.<br />

Substansi soal penyadapan yang dilakukan<br />

saat penyelidikan seperti diatur dalam Pasal<br />

83 RUU KUHAP juga menjadi keberatan KPK.<br />

Pasal itu mengatur, penyadapan pembicaraan<br />

harus seizin hakim pemeriksa pendahuluan,<br />

yang akan mempersulit KPK melakukan langkah<br />

hukum.<br />

Aturan lain yang dinilai bakal mengamputasi<br />

kewenangan KPK adalah ketentuan soal penyitaan,<br />

yang diatur dalam Pasal 75. Penyitaan<br />

harus mendapat izin hakim pemeriksa pendahuluan.<br />

Aturan tentang pembatasan masa<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Wakil Ketua Komisi III DPR<br />

Aziz Syamsuddin<br />

Reno Esnir/antara foto<br />

penahanan lima hari untuk penyidikan, kata<br />

Abraham, juga menyulitkan, dan mustahil bagi<br />

KPK untuk melakukan pemberkasan. Belum<br />

lagi soal penyuapan atau gratifikasi yang tidak<br />

masuk dalam delik tindak pidana korupsi di<br />

RUU KUHAP.<br />

“Kedua RUU ini sangat vital, maka pengkajiannya<br />

juga harus mendalam dan tidak tergesagesa,”<br />

ujarnya.<br />

Sederet keberatan itulah yang mendorong<br />

KPK menyurati Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono pada pertengahan<br />

Februari lalu. Surat juga ditujukan kepada<br />

Ketua DPR, pimpinan Komisi III DPR, Menteri<br />

Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta<br />

Panitia Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP<br />

di DPR.<br />

“Kalau pemerintah dan DPR ngotot,<br />

berarti mereka tidak punya political will<br />

terhadap pemberantasan korupsi,”<br />

Abraham menuturkan.<br />

Tidak hanya mengancam<br />

keberadaan lembaga seperti<br />

KPK, proses pembahasan dua<br />

RUU itu juga dinilai terburuburu<br />

karena dilakukan di pengujung masa tugas<br />

anggota Dewan. Padahal RUU KUHP memuat<br />

766 pasal dan RUU KUHAP 285 pasal, sehingga<br />

total ada 1.051 pasal.<br />

Direktur Program Transparency International<br />

Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan<br />

waktu pembahasan RUU KUHP dan RUU KU-<br />

HAP cuma sampai Mei mendatang, sebelum<br />

DPR berganti dengan anggota periode berikutnya.<br />

Pembahasannya juga tidak melibatkan banyak<br />

pakar hukum dan lembaga lain, termasuk<br />

KPK. “Dengan waktu mendesak, ditakutkan ini<br />

akan menjadi produk loncatan politik,” ucapnya.<br />

Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin<br />

tak membantah anggapan bahwa DPR berperan<br />

mendorong pembahasan kedua RUU tersebut,<br />

karena hal itu sesuai kesepakatan dengan<br />

pemerintah serta surat amanat presiden<br />

kepada DPR pada 31 Januari tahun lalu. Kendati<br />

begitu, ia menolak jika Dewan dijadikan sasaran<br />

protes.<br />

Politikus Partai Golkar yang juga Ketua Panitia<br />

Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP itu mempersilakan<br />

mereka yang meminta penundaan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Menteri Koordinator Politik,<br />

Hukum, dan Keamanan<br />

Djoko Suyanto<br />

ari saputra/detikfoto<br />

revisi kedua undang-undang itu melayangkan<br />

keberatan kepada pemerintah. “Karena RUU<br />

KUHP dan KUHAP usulan pemerintah,” katanya<br />

melalui pesan singkat telepon seluler.<br />

Hampir senada, bekas Ketua Komisi III Gede<br />

Pasek Suardika membantah jika dikatakan DPR<br />

mengebut pembahasan. Dia bilang, hingga ia<br />

dipindahkan dari Komisi Hukum oleh fraksinya,<br />

Fraksi Demokrat, pada awal Februari lalu, RUU<br />

KUHP dan KUHAP belum dibahas satu pasal<br />

pun. “Jadi KPK jangan paranoid,” ujarnya.<br />

Sumber majalah detik mengungkap hal<br />

berbeda. Pembahasan revisi KUHP dan KUHAP<br />

terus dilakukan dengan melibatkan sejumlah<br />

praktisi hukum, akademisi, serta beberapa<br />

mantan pemimpin KPK. Ketua tim penyusun<br />

RUU KUHP, yang juga mantan Gubernur<br />

Lembaga Ketahanan Nasional, Muladi, sudah<br />

memberikan pendapatnya di Komisi III. Hal<br />

itu dilakukan meski sejumlah kalangan menyampaikan<br />

keberatan, termasuk KPK, sejak<br />

pemerintah menyerahkan draf kedua RUU itu<br />

kepada DPR. Keberatan tersebut seperti tak<br />

digubris.<br />

Penentangan itu juga tak membuat pemerintah<br />

surut langkah. Direktur Jenderal Hak Asasi<br />

Manusia Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti<br />

Harkrisnowo berkukuh melanjutkan<br />

pembahasan dan tak akan menarik kedua RUU<br />

itu dari DPR. “Karena belum ada perintah lebih<br />

lanjut, maka (saya) terus memimpin pembahasan,”<br />

tuturnya.<br />

Adapun Menteri Koordinator Politik, Hukum,<br />

dan Keamanan Djoko Suyanto membantah<br />

adanya kongkalikong antara pemerintah dan<br />

DPR. Apalagi RUU KUHP dan KUHAP disusun<br />

sejak 12 tahun lalu. “RUU ini bukan kemarin<br />

sore. Kami didorong kapan KUHAP direvisi. Ini<br />

diajukan, kok malah diprotes,” ucapnya Rabu,<br />

25 Februari lalu.<br />

Djoko juga menolak jika kedua RUU itu<br />

disebut mengebiri kewenangan KPK. Ia pun<br />

meminta komisi antikorupsi tersebut menyusun<br />

daftar inventarisasi masalah, dan diajukan<br />

ke DPR. “Itu (RUU KUHP) ada 700 lebih pasal.<br />

Masak hanya karena belasan pasal jadi dicabut,”<br />

katanya. n<br />

Kustiah, Nur Khafifah | Dimas<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


hukum<br />

Kisah Pilu<br />

dari Panti Samuel<br />

Anak-anak Panti Asuhan Samuel di<br />

Gading Serpong terlihat kurus tak<br />

terurus. Beberapa di antaranya<br />

mengalami luka memar. Pemiliknya<br />

dilaporkan ke polisi dengan dugaan<br />

melakukan penelantaran dan<br />

kekerasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Ketua Komnas Perlindungan Anak<br />

Arist Merdeka Sirait (tengah)<br />

bersama sejumlah anak penghuni<br />

Panti Asuhan Samuel.<br />

Lucky.R/ANTARA FOTO<br />

Rumah Nomor 1 Sektor VI, Blok GC-<br />

10, Cluster Michelia, Summarecon<br />

Gading Serpong, tampak megah.<br />

Pagar setinggi lebih dari 2 meter<br />

membentengi bangunan dua lantai bercat<br />

krem itu. Pada bagian luar pagar tergantung<br />

selembar terpal biru dengan tulisan “The Samuel’s<br />

Home”.<br />

Beberapa waktu belakangan, bangunan panti<br />

asuhan di perumahan mewah di Kabupaten<br />

Tangerang, Banten, itu menjadi sorotan media.<br />

Penyebabnya apa lagi kalau bukan kasus dugaan<br />

kekerasan yang dialami anak-anak telantar<br />

yang ditampung di sana. Salah satu anak mengaku<br />

kerap dianiaya dua pemilik Panti Asuhan<br />

Samuel, di antaranya dipukul dengan gesper.<br />

“Saya juga pernah dikurung di kandang anjing,”<br />

kata bocah berusia 9 tahun itu di kantor<br />

Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Jalan<br />

Sunter Boulevard, Jakarta Utara. Bocah laki-laki<br />

itu dipaksa tidur dengan enam anjing semalaman.<br />

Pagi harinya, ia baru dikeluarkan dari<br />

kandang. “Habis itu, seharian enggak dikasih<br />

makan,” ujarnya.<br />

Selama ini Samuel Watulingas dan istrinya,<br />

Yuni Winata, pemilik panti, menampung 41<br />

anak dan bayi, yang terdiri atas 12 perempuan<br />

dan 29 laki-laki. Untuk mengasuh anak-anak<br />

telantar itu, mereka menerima sumbangan dari<br />

sejumlah donatur.<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Kami menduga<br />

sumbangan<br />

para donatur ini<br />

dimanfaatkan untuk<br />

kekayaan pemilik,<br />

bukan untuk anak<br />

panti.<br />

Tapi, meski bantuan terus mengalir, anakanak<br />

panti ini tidak sejahtera. Seorang donatur<br />

melihat beberapa anak terlihat kurus<br />

seperti tak terurus. Beberapa di antaranya<br />

mengalami luka memar di sejumlah bagian<br />

tubuhnya. “Padahal donatur ini sering<br />

memberi sumbangan,” tutur Gading<br />

Nainggolan dari LBH Mawar Saron.<br />

Dugaan penyiksaan ini terungkap<br />

setelah tujuh anak<br />

diizinkan bermain di warung<br />

Internet (warnet).<br />

Kesempatan itu mereka<br />

manfaatkan untuk kabur<br />

menemui salah seorang<br />

donatur, dan menceritakan<br />

kisah pilu yang<br />

mereka alami di panti. Donatur<br />

itulah yang kemudian<br />

melaporkan masalah tersebut<br />

ke LBH Mawar Saron.<br />

“Kami menduga sumbangan para donatur<br />

ini dimanfaatkan untuk kekayaan pemilik,<br />

bukan untuk anak panti,” ucap Gading. Kebanyakan<br />

donatur mendapatkan informasi soal<br />

Panti Asuhan Samuel dari Internet.<br />

Komisi Nasional Perlindungan Anak juga<br />

turun tangan mengungkap dugaan kekerasan<br />

yang dialami anak-anak Panti Samuel. Pada<br />

Senin, 24 Februari lalu, Komnas bersama anggota<br />

kepolisian berhasil mengevakuasi 12 anak<br />

berusia di bawah 5 tahun dari panti tersebut.<br />

Komnas bergerak setelah menerima laporan<br />

masyarakat bahwa ada bayi berumur 3 bulan<br />

di panti itu yang meninggal pada pertengahan<br />

Februari lalu.<br />

“Kami melakukan investigasi pada 15 Februari<br />

2014, dan mendapat informasi anak balita berinisial<br />

C, berusia 3 bulan, meninggal. Dua anak<br />

di sana juga kritis,” kata Ketua Umum Komnas<br />

Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada<br />

majalah detik.<br />

Komnas segera berkoordinasi dengan kepolisian<br />

dan melakukan penggerebekan. Betul saja,<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Beberapa pengacara dari LBH<br />

Mawar Saron mendampingi 10 anak<br />

yang diduga mengalami tindak<br />

kekerasan di Panti Asuhan Samuel<br />

ke Markas Polda Metro Jaya,<br />

Jakarta, Rabu (26/2).<br />

Grandyos Zafna/detikfoto<br />

di sana Arist mendapati dua anak balita sedang<br />

mengalami demam tinggi. Mereka segera<br />

dilarikan ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit<br />

Beth saida Summarecon Serpong. Sepuluh anak<br />

balita lain dievakuasi ke rumah penitipan anak<br />

Kementerian Sosial.<br />

Saat mengevakuasi belasan anak balita itu,<br />

Arist dan timnya sempat mendapat tentangan<br />

dari Samuel. Mereka pun beradu argumentasi.<br />

“Tapi tidak ada rebut-merebut,” ujarnya. “Akhirnya<br />

dia (Samuel) mengerti, bahkan istrinya<br />

(Yuni) ikut mengantar dua anak balita yang<br />

demam tinggi itu ke UGD.”<br />

Sementara itu, soal tujuh anak yang kabur,<br />

Arist mengaku baru tahu dari informasi LBH<br />

Mawar Saron. Setelah melakukan koordinasi,<br />

kedua lembaga itu melaporkan kasus dugaan<br />

penelantaran dan tindak kekerasan terhadap<br />

anak di panti asuhan tersebut ke Kepolisian<br />

Daerah Metro Jaya.<br />

LBH Mawar Saron bahkan melaporkan Samuel<br />

dan Yuni ke Unit Perlindungan Perempuan<br />

dan Anak Polda Metro Jaya pada 16 Februari<br />

lalu. Samuel dan istrinya dijerat dengan Pasal<br />

77 dan Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan<br />

Anak terkait dengan penelantaran dan<br />

kekerasan fisik. Keduanya dilaporkan berkat<br />

pengaduan tujuh anak, yakni J, 12 tahun, Y (13),<br />

YE (14), LA (17), JJ (9), YA (13), dan H (20).<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Samuel (kiri) dan istrinya,<br />

Yuni (kanan)<br />

Ari Saputra/detikfoto<br />

Gading menambahkan, para korban diduga<br />

mengalami kekerasan oleh pemilik panti dan<br />

istrinya. Banyak hal sepele yang menyebabkan<br />

anak-anak tersebut mengalami pemukulan,<br />

seperti bermain di warnet. Bahkan, dari laporan<br />

para korban, ada anak yang mengalami<br />

pelecehan seksual. “Pelecehan (seksual)-nya<br />

mungkin ada. Ini rencananya akan jadi laporan<br />

baru nanti,” tutur Gading.<br />

Beberapa warga yang ditemui majalah detik<br />

juga mengaku, sejak awal mereka mencurigai<br />

adanya kekerasan di panti tersebut. “Saya dengar<br />

itu terjadi sejak mereka tinggal di depan Sekolah<br />

Penabur, Jalan Kelapa Gading Barat, Gading Serpong,”<br />

ucap ketua RW setempat, Arie Wibowo.<br />

Arie menambahkan, selama ini pihaknya belum<br />

sekali pun menerima permohonan pengurusan<br />

izin dari pengelola Panti Asuhan Samuel.<br />

“Kami sering protes karena perumahan enggak<br />

boleh buat usaha,” katanya.<br />

Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Kabupaten<br />

Tangerang Uyung Muryadi menyatakan<br />

Panti Samuel tak berizin. “Jadi ini ilegal. Akan<br />

kami investigasi lebih mendalam. Soal hukumnya,<br />

biar polisi yang melakukan,” ujarnya.<br />

Namun semua tudingan itu dibantah Samuel<br />

Watulingas. Ia menegaskan pantinya<br />

me ngantongi izin. Panti itu, ujarnya, dibentuk<br />

oleh Yayasan Kasih Sayang Ayah Bunda, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Suasana Panti Asuhan Samuel<br />

di Gading Serpong, Tangerang,<br />

Selasa (25/2).<br />

Ari Saputra/detikfoto<br />

didaftarkan di Pengadilan Negeri Tangerang<br />

dengan nomor HT.01/014/1050/2000/PN.Tangerang<br />

dan surat izin Dinas Sosial bernomor<br />

62/02-Binsos/2001 Tangerang.<br />

Samuel juga mengaku tidak pernah menyiksa,<br />

apalagi mengurung anak-anak di<br />

kandang anjing. “Itu bumbu-bumbu mereka,<br />

enggak pernah saya lakukan itu,” tuturnya<br />

secara terpisah. Meski begitu, Samuel mengaku<br />

siap menghadapi proses hukum. Bahkan<br />

ia pasrah jika masalah ini bakal menyeretnya<br />

ke penjara. ■ M. Rizal | Deden<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


kriminal<br />

Tangkapan<br />

Kakap<br />

di Hutan<br />

Cekungan<br />

Dua warga negara Iran yang diduga<br />

bagian dari sindikat narkotik<br />

internasional ditangkap saat membawa<br />

60 kilogram sabu. Barang haram senilai<br />

Rp 140 miliar itu akan diedarkan di<br />

Indonesia dan Australia.<br />

ilustrasi: edi wahyono<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mustova dan Hashem,<br />

warga Iran penyelundup<br />

60 kg sabu yang<br />

diamankan BNN.<br />

Ahmad fikri/detikcom<br />

Sayed Hashem Musapivour dan<br />

Mustova Moradivaland tak berkutik<br />

saat disergap 40 anggota kepolisian,<br />

Badan Narkotika Nasional (BNN),<br />

dan Drug Enforcement Administration (DEA)<br />

di hutan Cagar Alam Cekungan I, Desa Jayanti,<br />

Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi,<br />

Jawa Barat, Rabu pagi, 26 Februari lalu.<br />

Dua warga negara Iran itu tertangkap saat<br />

membawa tiga buah tas besar berisi 60 kilogram<br />

narkotik jenis sabu.<br />

Penangkapan itu sejatinya merupakan hasil<br />

pengintaian yang cukup lama oleh aparat BNN<br />

dan DEA, yang menerima informasi akan adanya<br />

transaksi narkotik kelas kakap. Badan Narkotika<br />

juga mendapat petunjuk bahwa pada 8<br />

Februari 2014, “target” bernama Mustova akan<br />

menginap di Hotel Bayu Amarta, Pelabuhan<br />

Ratu.<br />

Benar saja, sekitar pukul 01.00 WIB, Mustova<br />

muncul di pantai dan menyewa perahu besar<br />

untuk menuju ke tengah laut. Di tengah laut,<br />

perahu yang disewanya dihampiri sebuah perahu<br />

karet kecil. Dengan dua kali kerlipan sinar<br />

senter, seperti sebuah kode, orang di perahu<br />

karet pun berpindah sembari membawa barang<br />

yang ternyata 3 tas berisi 60 kilogram sabu.<br />

“Kami (BNN), bekerja sama dengan DEA,<br />

telah mengendus adanya transaksi yang dilakukan<br />

oleh warga negara Iran ini. Mereka<br />

rencananya menyelundupkan sabu untuk diedarkan<br />

di Indonesia, dan setengahnya akan di-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mustova memindahkan<br />

barang bawaannya sekitar 10<br />

meter dari lokasi kecelakaan,<br />

dan menguburnya.<br />

selundupkan ke Australia,” kata Deputi Bidang<br />

Pemberantasan BNN Brigadir Jenderal Polisi<br />

Deddy Fauzi el-Hakim kepada majalah detik,<br />

Kamis, 27 Februari lalu.<br />

Sesampai di darat, barang itu dipindahkan ke<br />

mobil Toyota Avanza warna perak yang disewa<br />

Mustova dari warga Kampung Gumelar, Kelurahan<br />

Pelabuhan Ratu. Mobil itu dikemudikan<br />

Asep Suryana alias Apay, 30 tahun, yang tidak<br />

tahu apa isi barang yang dibawa<br />

Mustova. Apay hanya diminta<br />

mengantarnya ke tempat hiburan<br />

di Kota Sukabumi.<br />

“Sopir ini tidak curiga. Sebab,<br />

di Pelabuhan Ratu, banyak turis<br />

yang sering menyewa mobil ke<br />

warga,” ujar Kepala Kepolisian<br />

Resor Sukabumi Ajun Komisaris<br />

Besar Asep Edi Suheri secara terpisah.<br />

Nah, di tengah jalan menuju Sukabumi,<br />

tepatnya di Jalan Batu Sapi, Pelabuhan Ratu,<br />

mobil mengalami kecelakaan, dan terperosok<br />

ke jurang di hutan Cagar Alam Cekungan I atau<br />

yang dikenal dengan hutan lindung Cagar Alam<br />

Tangkuban Perahu. Setelah kejadian, Mustova<br />

memindahkan barang bawaannya sekitar 10<br />

meter dari lokasi kecelakaan, dan menguburnya.<br />

Polisi datang setelahnya.<br />

Meski tak kedapatan membawa barang<br />

haram, Mustova diamankan. Namun, keesokan<br />

harinya, ia dilepas karena dokumen yang<br />

dimilikinya lengkap. Mustova juga bersedia<br />

menyelesaikan kasus kecelakaan itu secara damai.<br />

Dari kantor polisi, Mustova pun bergegas<br />

menuju Jakarta untuk bertemu dengan Sayed<br />

Hashem, yang telah menunggunya di sebuah<br />

apartemen di Jakarta Barat.<br />

Keberadaan keduanya di apartemen itu juga<br />

telah diintai oleh petugas BNN dan DEA. Beberapa<br />

hari kemudian, dua warga Iran itu berangkat<br />

menuju Pelabuhan Ratu, dan menginap di<br />

Hotel Bayu Amarta. Di hotel itu mereka rupanya<br />

menyusun strategi pengambilan barang<br />

yang “diamankan” di hutan. Keduanya tak sadar<br />

sedang dikuntit petugas BNN dan anggota<br />

agensi pemberantasan obat-obatan terlarang<br />

Amerika Serikat (DEA) itu.<br />

Baru pada Rabu pagi, 26 Februari, keduanya<br />

check-out dari hotel dan pergi menuju<br />

hutan lindung Cagar Alam Tangkuban Perahu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Dua warga Iran dibekuk<br />

BNN, DEA, dan polisi<br />

di Hutan Cagar Alam<br />

Pelabuhan Ratu.<br />

Ahmad fikri/detikcom<br />

menggunakan mobil sewaan. “Kami mengintai<br />

semalaman, menunggu para tersangka mengambil<br />

sabu yang mereka tanam,” ucap Deddy<br />

Fauzi.<br />

Setelah menemukan barang yang ditanam,<br />

Mustova dan rekannya itu memasukkannya<br />

ke mobil. Nah, tak lama beranjak dari tempat<br />

tersebut, keduanya dihadang aparat gabungan<br />

kepolisian, BNN, dan beberapa petugas dari<br />

DEA. Tiga tas berisi puluhan kilogram bubuk<br />

kristal putih itu langsung disita.<br />

Menurut Deddy, setelah dites, sabu<br />

bawaan Mustova berjenis amfetamin tipe<br />

stimulan. “Kita tahu metamfetamin tersebut<br />

bernilai Rp 1,7-2 juta per gram. Maka, kalau<br />

beratnya 60-70 kilogram, nilainya hampir Rp<br />

140 miliar. Dan ini berkualitas terbaik,” Deddy<br />

menambahkan.<br />

Mustova dan Hashem akhirnya mengakui<br />

sudah tiga kali melakukan transaksi dengan<br />

menyelundupkan 200 kilogram sabu sejak<br />

Desember 2013. Penangkapan kedua tersangka<br />

terus dikembangkan untuk mengungkap sindikat<br />

narkotik yang melibatkan warga negara<br />

asing tersebut, termasuk mendalami peranan<br />

Mustova dan Hashem dalam kasus sebelumnya<br />

yang diungkap BNN dan Markas Besar<br />

Polri di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi,<br />

yang menewaskan tiga warga Iran.<br />

Deddy menduga kedua tersangka merupakan<br />

bagian dari sindikat narkotik internasional<br />

Bulan Sabit Emas (Golden Crescent). Anggota<br />

jaringan ini biasanya warga Afganistan, Iran,<br />

Turki, dan Nigeria. Namun orang Iran-lah yang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mobil sewaan Mustova yang<br />

mengalami kecelakaan di<br />

Hutan Cekungan.<br />

ahmad fikri/detikcom<br />

dikenal nekat dan berani membawa narkotik<br />

dalam paket besar.<br />

“Beda dengan sindikat Kolombia atau Cina,<br />

yang paling berani membawa 5-10 kilogram.<br />

Itu pun dengan melibatkan banyak orang. Iran<br />

tidak, mereka lebih percaya pada bangsanya<br />

sendiri dan nekat melalui jalur yang susah,<br />

seperti melawan ombak besar,” ujarnya.<br />

Kepala Pusat Pengkajian<br />

dan Pengembangan Kebijakan<br />

Kawasan Asia-Pasifik dan<br />

Afrika Kementerian Luar Negeri<br />

RI, Mohamad Hery Saripudin,<br />

sebelumnya mengakui<br />

masalah penyelundupan<br />

narkotik oleh warga negara<br />

Iran telah menjadi isu yang<br />

kerap menjadi bahasan pemerintah Indonesia dan<br />

Iran. “Meski begitu, dalam penyelesaian masalah<br />

tersebut, masing-masing berpegang pada hukum<br />

yang ada,” tutur Hery saat ditemui beberapa<br />

waktu lalu.<br />

Setelah penangkapan Mustova dan Hashem,<br />

jajaran Polres Sukabumi gencar merazia orang<br />

asing dan di tempat rawan, seperti kawasan<br />

Pantai Selatan. “Kami akan meningkatkan<br />

pengawasan, mengoptimalkan Babinsa, dan<br />

memperbanyak razia di wilayah perbatasan Sukabumi-Bogor<br />

atau Sukabumi-Lebak dan Kota<br />

Sukabumi,” kata Kepala Polres Sukabumi Asep<br />

Edi Suheri. n<br />

M. rIzal, Ahmad Fikri (Sukabumi), Arif Arianto | Dimas<br />

Majalah detik detik 20 - 326 - 9 januari maret 2014


Belasan pembantu bekerja di rumah Brigjen<br />

Mangisi Situmorang. Mereka sering dikasari<br />

istri majikannya, Mutiara.<br />

plak<br />

Sengsara di Rumah Jenderal<br />

“Aku enggak<br />

betah. Aku mau<br />

pulang.”<br />

kk kamu<br />

tanx rmhx<br />

pa mangisi<br />

situmorang<br />

di mana<br />

Yuliana menangis sambil sembunyi-sembunyi<br />

mengeluarkan HP nelpon bapaknya padahal<br />

lagi disuruh ngepel.<br />

Yuliana mengirim<br />

sms minta dijemput.<br />

Kerabat berhasil menjemput paksa<br />

Yuliana. Dia bebas, tapi pembantu lainnya<br />

tak bisa pergi. Yuliana mengadukan nasib<br />

mereka ke Polresta Bogor.<br />

“Kamu sudah<br />

saya beli!"<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Di Bawah<br />

Siksa<br />

Istri<br />

Jenderal<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />

menjadi tersangka kasus penyekapan dan penganiayaan PRT. Berusaha<br />

membujuk korban agar mencabut laporan.<br />

Yuliana Hesty Lewier langsung<br />

menangis begitu sang ayah, Agustinus<br />

Lewier, menunjukkan foto<br />

ibunya, Mariana. Gadis 17 tahun itu<br />

baru saja terbebas dari hari-hari penuh derita<br />

di rumah mewah Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang, di Bogor, Jawa Barat.<br />

“Yang saya sedih itu karena mamak (ibu),”<br />

kata Yuli saat bertemu ayahnya di Lembaga<br />

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Yuli<br />

untuk sementara tinggal di LPSK, Jl. Proklamasi<br />

No. 56 Krukut Taman Sari Jakarta Barat DKI<br />

Jakarta. Sang ayah sengaja terbang dari Dobo,<br />

Kabupaten Kepulauan Aru Selatan, Maluku<br />

Tenggara ke Jakarta untuk bertemu Yuli.<br />

Yuli tinggal di LPSK setelah berhasil dievakuasi<br />

paksa oleh kerabatnya dari rumah Mangisi. “Jangan<br />

menangis, kamu sedih karena mamak (ibu), nanti<br />

kamu ketemu mamak,” hibur Agus pada putrinya.<br />

Sudah tiga bulan Yuli tidak bertemu sang ibu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Agustinus Lewier (ayah Yuliana)<br />

dan Mariana (Ibu Yuliana).<br />

Agustinus menunjukkan foto<br />

Yuliana<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

setelah keduanya terpisah di Terminal Pulogadung,<br />

Jakarta pada Oktober 2013. Bocah lulusan<br />

SMP itu bekerja sebagai pembantu rumah<br />

tangga (PRT) di rumah mewah Mangisi. Sedangkan<br />

sang ibu dibawa ke Medan, Sumatera<br />

Utara untuk bekerja pada mertua sang jenderal<br />

purnawirawan itu.<br />

Meski bekerja di rumah mewah, gadis berusia<br />

17 tahun itu ternyata tidak kerasan. Istri<br />

Pak Jenderal, Mutiara Simanjuntak, sangat<br />

galak dan ringan tangan. Yuli banyak mendapat<br />

siksa. Terlambat sedikit saja menghadap<br />

Mutiara, bila dipanggil, ia kena tampar. Mangisi<br />

pun hanya diam bila sang istri menyiksa para<br />

PRT. “Aku juga dipukul dan dicekik,” ucap Yuli<br />

kepada majalah detik.<br />

Rumah Mangisi yang dikelilingi pagar kawat<br />

berduri diurus oleh 18 PRT. Yuli bertugas mengepel<br />

lantai dan mencuci pakaian.<br />

Ada sejumlah larangan di rumah jenderal<br />

yang sebelum pensiun menjabat sebagai Kepala<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Mabes<br />

Polri itu. Larangan itu mulai dari tidak boleh<br />

membawa handphone sampai tidak boleh<br />

keluar rumah. “Yang boleh keluar hanya Agus,<br />

kepercayaan Ibu Mutiara,” kata Yuli.<br />

Sebagian PRT di rumah itu masih berada di<br />

bawah umur. Di antara pembantu perempuan<br />

ada yang hamil, tapi sudah melahirkan. Ada<br />

juga orang cacat.<br />

Para PRT itu tidur dalam satu ruangan di<br />

lantai dua tanpa kasur. Bahkan, bila membuat<br />

kesalahan, ada yang disuruh tidur di lantai<br />

tanpa memakai pakaian alias bugil. Kadang<br />

juga dihukum tidak boleh makan. “Kalau bikin<br />

salahnya siang, maka baru boleh makan lagi<br />

paginya,” cerita Yuli.<br />

Kekejaman Mutiara juga diakui Istiqomah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Isi SMS Yuliana yang minta<br />

dibebaskan dari rumah Brigjen<br />

(Purn) Mangisi Situmorang.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

alias Hesti. Perempuan berusia 26 tahun ini<br />

sering dipukuli oleh Mutiara. Suatu hari, ia bahkan<br />

sempat ditetesi minyak goreng panas oleh<br />

Mutiara gara-gara menjatuhkan perabot dapur.<br />

“Saya menjatuhkan baskom,” ujar Hesti.<br />

Riris Setyawati, PRT lainnya, disiksa oleh Mutiara<br />

gara-gara meminta pulang. Permintaan<br />

itu berbalas tamparan. Perutnya yang tengah<br />

mengandung juga menjadi sasaran. “Perut saya<br />

diremas oleh beliau,” kata Riris.<br />

Karena tidak betah lagi, pada 29 Januari 2014<br />

Yuli pun menelepon ayahnya dengan meminjam<br />

handphone orang lain. Gadis itu menangis<br />

selama 10 menit. Ia curhat disekap dan disiksa<br />

oleh majikannya.<br />

“Dia bilang, ‘Bapak, saya disekap karena<br />

mereka sangka saya pelacur’,” ujar Yuli seperti<br />

ditirukan Agus kepada majalah detik.<br />

Panik luar biasa, Agus lantas menghubungi<br />

iparnya yang berada di Jakarta, Jimmy Kubela.<br />

Ia meminta tolong agar Yuli diselamatkan. Masalah<br />

muncul karena alamat majikan Yuli tidak<br />

detail. Agus gagal menghubungi anaknya, sebab<br />

HP yang dipakai untuk menelepon dibanting<br />

majikan. Akhirnya pesan SMS dari Yuli tiba di<br />

telepon genggam Jimmy. Ia memberikan nama<br />

majikannya di Bogor: Mangisi Situmorang.<br />

Jimmy akhirnya tiba di rumah Mangisi di Perumahan<br />

Duta Pakuan, Jl. Danau Matana Blok<br />

C5/18, Rabu 12 Februari 2014. Rumah berlantai<br />

dua itu tertutup rapat. Pagar tingginya dipasangi<br />

kawat berduri. Ia memanggil-manggil penghuni<br />

rumah, tapi tidak ada yang merespons.<br />

Esok harinya, Jimmy datang lagi bersama<br />

Ketua RT setempat. Kali ini ia berhasil masuk<br />

bersamaan dengan Mangisi yang baru pulang.<br />

Lantas seorang perempuan keluar langsung<br />

menanyakan tujuan kedatangan Jimmy. Perempuan<br />

itu adalah Mutiara, istri Mangisi.<br />

Mutiara menunjukkan Yuli. Jimmy melihat<br />

saudaranya itu seperti dipaksa tersenyum, padahal<br />

wajahnya pucat. Jimmy menyampaikan<br />

maksud untuk mengambil Yuli, namun Mutiara<br />

melarang. Ia diminta membayar ganti rugi Rp 6<br />

juta jika mau Yuli pulang. “Saya bilang, ‘Anak ini<br />

kan kerja di sini, kenapa harus membayar?’ Gaji<br />

dia juga tidak dibayar,” kata Jimmy.<br />

Setelah berdebat alot, akhirnya Yuli berhasil diselamatkan.<br />

Jimmy langsung melapor ke Mapolresta<br />

Bogor. Yuli mendapat pendampingan dari<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Evakuasi korban penyekapan<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor. Ia juga<br />

meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan<br />

Saksi dan Korban, Rabu 19 Februari 2014.<br />

Hari itu juga polisi mendatangi rumah Mangisi<br />

untuk mengevakuasi 17 PRT lainnya.<br />

Namun petugas gagal masuk. Evakuasi baru<br />

berhasil setelah LPSK mendesak Kabareskrim<br />

Mabes Polri Komjen Suhardi Alius untuk turun<br />

tangan.<br />

Berhasil keluar dari rumah jenderal, Yuli trauma.<br />

Ia takut sesuatu bakal menimpa ibunya.<br />

Sebab, selama kerja di rumah Mutiara, ia sering<br />

ditakut-takuti dan diancam agar tidak macammacam<br />

atau keselamatan sang ibu menjadi taruhan.<br />

“Dia diancam agar tidak macam-macam<br />

jika tidak ingin ibunya dibunuh. Makanya masih<br />

trauma,” papar sumber di LBH.<br />

•••<br />

Mutiara diperiksa Polresta Bogor pada Senin<br />

24 Februari 2014. Sang suami pun mendampinginya.<br />

Setelah melakukan gelar perkara yang<br />

dihadiri utusan Polda Jabar dan Mabes Polri, penyidik<br />

menetapkan Mutiara sebagai tersangka.<br />

Istri brigjen ini dijerat dengan tiga UU sekaligus,<br />

yaitu UU Perlindungan Anak, Perdagangan<br />

Orang (trafficking), dan Penghapusan Kekerasan<br />

dalam Rumah Tangga.<br />

Wajah Mutiara terlihat pasrah ketika diperiksa<br />

kembali sebagai tersangka pada Jumat<br />

28 Februari 2014. Mutiara dan Mangisi kompak<br />

menyangkal tudingan menyiksa PRT. Yang<br />

terjadi, menurut Mutiara, adalah pertengkaran<br />

antar-PRT sendiri.<br />

Perilaku para PRT itu tidak baik. Mereka sangat<br />

liar, bahkan pernah hendak saling bunuh.<br />

“Saya tidak pernah memarahi, (kalau) menegur,<br />

iya. Keras saya, saya orang Batak,” kata Mutiara.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara Simanjuntak<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Adik Mutiara tidak percaya Mutiara menyiksa<br />

PRT-nya. Ia membenarkan kakaknya memang<br />

dikenal disiplin mirip sang ayah yang pernah<br />

menjadi komandan kodim di Medan. Sang<br />

kakak ingin rumahnya selalu rapi seperti hotel.<br />

“Seprainya harus tegang kayak di hotel-hotel,”<br />

cerita wanita yang hanya mau disebut dengan<br />

panggilan adik bungsu itu.<br />

Mutiara juga membantah tidak membayar<br />

gaji para PRT. Perjanjiannya adalah gaji diberikan<br />

ketika akan pulang. Kontrak kerja minimal<br />

1 tahun. Yuli tidak dibayar karena ia berada di<br />

rumah Mutiara lantaran dititipkan sang ibu,<br />

bukan untuk bekerja. “Segala keperluan mereka<br />

dipenuhi,” timpal Mangisi.<br />

Soal jumlah PRT yang mencapai 18 orang,<br />

dijelaskan sebagian akan dipekerjakan di pembudidayaan<br />

lele di Curug Nangka, Bogor. Budi daya<br />

lele itu dibuat untuk Mangisi yang telah pensiun.<br />

Mutiara dan Mangisi mengaku menampung 18<br />

PRT itu di rumahnya dengan tujuan mulia.<br />

Istri jenderal itu mengaku siap mematuhi<br />

hukum dan menerima hukuman bila terbukti<br />

bersalah. “Saya sangat menyesal seumur-umur.<br />

Hanya merusak keluarga besar saya seluruhnya.<br />

Di mata masyarakat ini, saya manusia<br />

paling jahat sedunia,” ujar Mutiara.<br />

Meski siap menghadapi proses hukum, keluarga<br />

Mutiara melakukan sejumlah upaya agar kasus itu<br />

tidak berlanjut. Hesti, kakak Mutiara, membawa<br />

Mariana ke Jakarta untuk menemui Yuli dan membujuk<br />

Yuli agar mencabut laporannya ke polisi.<br />

Agus, yang berseberangan dengan sang istri,<br />

berharap Mariana segera sadar dan tidak membela<br />

keluarga brigjen itu. Ia ingin bekas majikan<br />

anaknya itu dihukum setimpal. “Saya akan di sini<br />

sampai selesai urusan,” katanya. n ISFARI HIKMAT, MonIQUE<br />

SHIntaMI, PastI LIBerty MAPPAPA, solihin I Irwan nugroho<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mereka Lari dari<br />

Rumah Brigjen Mangisi<br />

Sebanyak 14 perempuan menyusuri<br />

jalan tol Jagorawi, Bogor. Menenteng<br />

tas dan kantong plastik berisi pakaian,<br />

mereka berjalan menuju gerbang tol<br />

Baranangsiang.<br />

Hujan yang menderas memaksa mereka<br />

berteduh di kantor PT Jasa Marga,<br />

tidak jauh dari gerbang tol. Pada Sabtu, 29<br />

September 2012, itu, petugas keamanan<br />

kantor awalnya menduga mereka pekerja<br />

proyek pelebaran jalan tol.<br />

Anehnya, hingga menjelang malam,<br />

mereka tidak juga beranjak. Setelah ditanyai,<br />

ketahuanlah para perempuan asal<br />

Nusa Tenggara Timur itu baru saja kabur<br />

dari rumah majikan mereka di Kompleks<br />

Duta Pakuan, Bogor Baru.<br />

Mengaku bekerja di rumah pasangan<br />

Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak,<br />

mereka lari karena tidak kunjung<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

digaji. Selama beberapa bulan, mereka<br />

hanya diberi makan dan uang saku Rp 10<br />

ribu per hari.<br />

Petugas satpam akhirnya mengontak<br />

Kepolisian Resor Bogor Kota, yang kemudian<br />

menjemput mereka. Kasus ini<br />

akhirnya ditangani oleh Kepolisian Sektor<br />

Bogor Tengah dan para pembantu rumah<br />

tangga itu didampingi Mahakati, yang<br />

jadi penasihat hukumnya.<br />

Mahakati membenarkan, yang menyekap<br />

14 kliennya itu adalah Mutiara<br />

Simanjuntak, yang sekarang ditetapkan<br />

sebagai tersangka penganiayaan terhadap<br />

pembantu rumah tangga Yuliana<br />

Hesty Lewier. Seingat Mahakati, saat<br />

itu Mangisi masih berpangkat komisaris<br />

besar dan berdinas di Bali.<br />

Mahakati dan Mangisi sempat terlibat<br />

adu mulut di kantor Polsek Bogor Tengah.<br />

“Dulu belum sampai melapor, jadi<br />

mereka hanya ditegur dan berjanji tidak<br />

akan mengulangi,” ujar Mahakati.<br />

Setelah kesepakatan itu, Kepala Kepolisian<br />

Sektor Tengah Ajun Komisaris Victor<br />

Gatot Nababan memulangkan para pembantu<br />

itu ke rumah Mangisi. Keputusan<br />

itu diprotes oleh aktivis dari Jaringan Advokasi<br />

Nasional Pekerja Rumah Tangga<br />

(Jala PRT).<br />

Koordinator Nasional Jala, Lita Anggraini,<br />

menceritakan, saat itu mereka<br />

sempat berdemo dan menolak pulang<br />

dari kantor Victor hingga boleh menemui<br />

para PRT itu. Mereka minta polisi melakukan<br />

proses hukum karena, menurut<br />

mereka, ulah majikan termasuk kekerasan<br />

ekonomi terhadap PRT.<br />

Menurut Lita, mestinya polisi melakukan<br />

penyelidikan karena, dari penelusuran<br />

Jala PRT, para perempuan dari Flores dan<br />

Sumba itu didapat dari PT IJ. Kepolisian Bali<br />

sempat memeriksa agen penyalur PRT yang<br />

berkantor di Bali tersebut karena diduga<br />

terlibat dalam perdagangan manusia.<br />

Namun protes Lita tidak digubris. Kepada<br />

Lita, Victor saat itu menyatakan tidak ada<br />

kekerasan terhadap 14 PRT di rumah Mangisi.<br />

Menurut dia, hanya ada kesalahpahaman<br />

dan kasusnya dilebih-lebihkan oleh<br />

media massa. “Kami baru tahu sekarang,<br />

ternyata yang dihadapi polsek itu jenderal<br />

aktif,” kata Lita.<br />

Mutiara pun menyanggah jika disebutkan<br />

bahwa para PRT di rumahnya pernah<br />

kabur pada 2012. Berdasarkan keterangan<br />

Mutiara, salah satu PRT yang terlibat asmara<br />

mengajak teman-temannya keluar<br />

dari rumah untuk jalan-jalan. “Tidak seperti<br />

yang dibilang bahwa mereka kabur,” kata<br />

Mutiara kepada majalah detik.<br />

Namun, anehnya, Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi menyatakan para PRT<br />

pada 2012 itu berjanji tidak akan kabur lagi.<br />

“Mereka malah bilang mau bekerja dan tidak<br />

akan kabur lagi,” Mangisi menambahkan.<br />

Tetangga sang brigjen juga menguatkan<br />

kabar bahwa para PRT itu memang kabur.<br />

“Mengaku enggak betah karena majikannya<br />

galak,” cerita si tetangga, Lidya. n Pasti lIBerti,<br />

Isfari hIkmat | Okta wIguna<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mangisi<br />

di Pusaran<br />

Cukong Kayu & FBI<br />

Kesatuan yang dipimpin Mangisi Situmorang terseret<br />

kasus aliran uang pengusaha kayu buat dana penyelidikan<br />

pembalakan liar. Kariernya berlanjut hingga brigadir<br />

jenderal. Tak pernah melaporkan harta ke KPK.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderalAan Anwas mengeluhkan repotnya<br />

menjalankan Operasi Wanalaga<br />

yang memburu pelaku pembalakan<br />

liar di Papua. “Biaya penyelidikan<br />

tidak ada. Tapi, tidak menjalankan tugas karena<br />

Rumah dua lantai milik Mangisi<br />

Situmorang di perumahan<br />

Duta Pakuan Bogor. Rumah di<br />

komplek ini dibanderol minimal<br />

Rp 2 miliar.<br />

Okta Marfianto/detikcom<br />

tidak ada dana, pasti mendapat sanksi,” kata<br />

Aan saat masih menjadi anggota satuan reserse<br />

Kepolisian Daerah Papua.<br />

Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jayapura<br />

pada 2006, Aan mengatakan alasan tiada duit<br />

tidak akan diterima oleh atasannya, Direktur<br />

Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris<br />

Besar Mangisi Situmorang. Memakai alasan<br />

anggaran, kata Aan, risikonya, mereka akan<br />

dipandang tidak cakap dan bisa dimutasi.<br />

Gara-gara cekaknya anggaran operasional<br />

itulah Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu<br />

Polda Papua, Komisaris Marthen Renuw, meminjam<br />

uang dari M. Yudi Firmansyah, direktur<br />

perusahaan kayu PT Marindo Utama. Mulai<br />

September 2002 hingga Desember 2003, Marthen<br />

mengklaim meminjam uang lebih dari Rp<br />

1 miliar kepada Yudi.<br />

Marthen menyatakan, semua uang itu dipakai<br />

buat biaya penyelidikan terhadap perusahaan<br />

pembalakan liar, seperti membayar tiket<br />

pesawat dan menyewa speedboat. Pinjaman itu<br />

dia laporkan kepada atasannya, Mangisi, dan<br />

Kapolda Papua Inspektur Jenderal Budi Utomo.<br />

Namun pinjaman uang itu oleh Kejaksaan<br />

Negeri Jayapura dianggap sebagai gratifikasi,<br />

dan penggunaan uang itu buat penyelidikan<br />

adalah pencucian uang. Pasalnya, saat “uang<br />

pinjaman” ditransfer ke rekening Marthen, PT<br />

Marindo tengah diselidikinya dalam kasus ille-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mengurus satu<br />

kasus saja bisa<br />

ratusan juta<br />

rupiah.<br />

gal logging.<br />

Di hadapan hakim, Marthen menyatakan<br />

penyelidikan terhadap Marindo disetop karena<br />

Dinas Kehutanan Papua menyebut mereka<br />

mengantongi izin menebang hutan. Mangisi<br />

Situmorang yang meneken Surat Perintah<br />

Penghentian Penyidikan pada 2003.<br />

Namun pada 2004 ternyata Marindo kembali<br />

diperiksa karena menebang kayu, padahal izinnya<br />

kedaluwarsa. Marthen pun diseret ke meja hijau.<br />

Dalam kasus ini, Mangisi menjadi saksi yang<br />

memberatkan buat Marthen. Mantan Kepala<br />

Kepolisian Resor Bandung Timur ini menyatakan<br />

medan Papua yang berat membuat biaya<br />

penyelidikan yang ada tidaklah memadai. “Satu<br />

kasus bisa memakan biaya ratusan juta rupiah,”<br />

kata Mangisi saat bersaksi di pengadilan.<br />

Mangisi mengklaim tidak tahu-menahu cara<br />

Marthen mendapatkan uang operasional tadi.<br />

Namun, dalam surat-menyurat dengan Kapolda<br />

Papua, Mangisi pernah meminta uang Rp<br />

1,2 miliar dari Mabes Polri dan Kementerian<br />

Kehutanan untuk mengembalikan uang yang<br />

dipinjam Marthen dari Yudi.<br />

Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang<br />

ini akhirnya kandas di pengadilan. Majelis<br />

hakim yang diketuai Lodewyk Tiwery menilai,<br />

uang dari cukong kayu itu hanya pinjaman. Lagi<br />

pula, uang itu dipakai buat menangkap pelaku<br />

illegal logging dengan hasil lelang kayu sitaan<br />

mencapai Rp 30 miliar.<br />

Putusan bebas itu juga diberikan karena jaksa<br />

tidak bisa menghadirkan para pengirim uang<br />

kepada Marthen. Jadi, motif di balik peminjaman<br />

uang itu tidak bisa digali. Kasus ini pun tidak<br />

sampai ke Mahkamah Agung (MA) karena jaksa<br />

telat sehari dalam melayangkan memori kasasi.<br />

Selain saat menangani pembalakan liar dan<br />

korupsi pejabat Papua, nama Mangisi juga<br />

banyak diberitakan ketika menginvestigasi<br />

penembakan terhadap konvoi lima kendaraan<br />

sekolah internasional milik PT Freeport Indonesia.<br />

Insiden pada 31 Agustus 2002 itu melukai<br />

sembilan orang dan menewaskan tiga orang,<br />

termasuk dua warga negara Amerika Serikat.<br />

Tim Gabungan Advokat Mil 62-63 menilai,<br />

penangkapan 12 tersangka pada Januari 2006<br />

menyalahi aturan hukum Indonesia karena melibatkan<br />

agen Biro Penyelidik Federal Amerika<br />

Serikat (FBI). Mereka juga menyebut penangkap-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Agen FBI menyelidiki tempat<br />

kejadian perkara. Agen FBI<br />

dituding terlibat terlalu jauh<br />

dalam penyelidikan kasus<br />

penembakan warga negara<br />

Amerika di Papua.<br />

Getty Images<br />

an Antonius Wamang<br />

dan kawan-kawan yang<br />

dianggap tentara Organisasi<br />

Papua Merdeka itu<br />

salah prosedur.<br />

Surat penangkapan<br />

para tersangka yang diteken<br />

Mangisi Situmorang<br />

keluar pada 11 Januari<br />

2006. Padahal Mangisi<br />

baru kembali dari Jakarta<br />

pada 12 Januari 2006.<br />

Artinya, penjemputan<br />

mereka oleh agen FBI memakai truk kontainer<br />

dari Hotel Amole hingga diantar ke Polsek<br />

Kuala Kencana, berlangsung tanpa surat penahanan<br />

yang sah. Karena, baru keesokan harinya<br />

mereka berstatus tahanan saat sudah tiba di<br />

markas Polda Papua.<br />

Ketika itu Mabes Polri membenarkan keterlibatan<br />

FBI, namun Wakil Kepala Divisi Humas<br />

Mabes Polri Brigadir Jenderal Anton Bachrul<br />

Alam membantah FBI terlibat dalam penyelidikan.<br />

“Kami tidak pernah membiarkan FBI<br />

menginterogasi tahanan karena mereka berada<br />

dalam wilayah yurisdiksi Indonesia,” ujarnya.<br />

Usai berdinas di provinsi di ujung timur itu,<br />

Mangisi Situmorang dimutasi ke Polda Nusa<br />

Tenggara Timur pada Februari 2006. Namun<br />

karier lulusan Akpol 1978 ini di kesatuan reserse<br />

terhenti karena jabatan barunya adalah Inspektur<br />

Pengawas Daerah.<br />

Pada 30 Desember 2009, Mangisi dipindah<br />

lagi menjadi Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian<br />

Daerah Bali. Jika sebelumnya Mangisi<br />

ada di pusaran kasus kriminal, saat di Bali namanya<br />

hanya muncul dalam berita seremonial<br />

pembukaan kantor cabang Kamar Dagang dan<br />

Industri Prancis di sana.<br />

Sambil memangku jabatan pengawas itu, Mangisi<br />

masuk Sekolah Perwira Tinggi. Masih berpangkat<br />

Komisaris Besar, pada 24 Februari 2012<br />

Mangisi masuk ke Mabes Polri dengan jabatan<br />

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan.<br />

Ketika teman seangkatannya, Jenderal Timur<br />

Pradopo, pensiun sebagai Kapolri, Mangisi<br />

menutup kariernya dengan pangkat brigadir<br />

jenderal. Dia masuk masa purnawirawan mulai<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mangisi<br />

seharusnya kena<br />

sanksi karena<br />

tak pernah<br />

melaporkan<br />

hartanya ke KPK.<br />

Wakil Koordinator ICW Ade Irawan<br />

November 2013.<br />

Satu masalah yang tersisa dari karier sepanjang<br />

35 tahun itu adalah Mangisi tidak tercatat<br />

pernah melaporkan kekayaannya ke KPK. Padahal<br />

semua pejabat negara wajib memasukkan<br />

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara<br />

(LHKPN) sebelum dan sesudah menduduki<br />

jabatan, juga saat pensiun.<br />

Wakil Koordinator Indonesia Corruption<br />

Watch, Ade Irawan, menilai Mangisi harus terkena<br />

sanksi karena tak melaporkan kekayaannya.<br />

“LHKPN penting untuk mencegah penyelenggara<br />

negara tidak korup dan menghindari<br />

pencucian uang,” kata Ade.<br />

Mangisi menyatakan sudah pernah melaporkan<br />

kekayaannya kepada lembaga antirasuah. “Sebelumnya,<br />

saya sudah lapor,” kata Mangisi. Harta<br />

Mangisi sudah menjadi pergunjingan sejak 2005.<br />

Ketika tengah ramai pengadilan kasus aliran dana<br />

cukong kayu ke Direktorat Reserse dan Kriminal<br />

Polda Papua, surat kaleng soal kekayaan Mangisi<br />

beredar di milis isu-isu Papua.<br />

Pengirimnya, Ira Nasution dan Hendra Setiawan,<br />

menyebut Mangisi tengah membangun<br />

rumah senilai Rp 5 miliar di Bogor. Dia juga disebut-sebut<br />

punya sejumlah rumah di Bandung<br />

dan perkebunan di Tiga Dolok, Sumatera Utara.<br />

Penulis surat itu sudah tidak bisa dikontak lagi<br />

karena alamat e-mail mereka sudah mati.<br />

Kerabat Mangisi membenarkan adanya tanah<br />

seluas 2.000 meter persegi di Sumatera<br />

Utara, yang awalnya milik orang tua sang brigadir<br />

jenderal. Mangisi mengambil alih dengan<br />

mencicilnya selama dua tahun.<br />

Mangisi mulai dua tahun lalu juga mengambil<br />

alih bisnis budi daya ikan lele dari keluarga istrinya.<br />

Mangisi tengah membangun rumah pekerja<br />

yang, menurut dia, akan diisi oleh pembantu<br />

yang kini ditampung di rumahnya di Bogor.<br />

Ternak lele di areal seluas 4.000 meter persegi itu<br />

terletak di Desa Sinarwangi, Curug Nangka, Bogor.<br />

Menurut pria berusia 58 tahun itu, usaha lele hanya<br />

sekadar mencari kesibukan setelah pensiun.<br />

Harta lainnya yang disebut pengirim surat<br />

kaleng adalah rumah Mangisi di kompleks Duta<br />

Pakuan, Bogor. Rumah itulah yang dua pekan terakhir<br />

ini banyak diberitakan karena menjadi lokasi<br />

kasus dugaan penyekapan dan penyiksaan pembantu<br />

oleh Mutiara Simanjuntak, istri Mangisi.<br />

Mangisi mengatakan, rumah itu sudah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara Simanjuntak, istri<br />

Mangisi, di peternakan lele<br />

miliknya di areal seluas<br />

4.000 meter persegi di Desa<br />

Sinarwangi, Bogor.<br />

Okta Marfianto/detikcom<br />

lama dibangunnya tetapi hanya ditinggali<br />

anak-anaknya. Namun dia dan istrinya baru<br />

benar-benar tinggal di situ setelah berdinas<br />

di Mabes Polri.<br />

Dari penelusuran majalah detik, rumah<br />

berlantai dua di kompleks Duta Pakuan, seperti<br />

milik Mangisi, rata-rata dijual paling murah Rp<br />

2 miliar. Nilai pasti rumah itu dan total kekayaannya<br />

memang gelap karena Mangisi, yang<br />

pejabat, tidak terbuka soal hartanya.<br />

Mangisi merasa tidak perlu membuka soal<br />

hartanya, termasuk kepada KPK dengan alasan<br />

jabatannya tidak terlalu penting. “Kebetulan jabatan<br />

saya di Mabes dan Polda itu kan jabatan<br />

staf. Tidak di operasional,” kata Mangisi. ■<br />

ISFARI hiKMAT, moniQUE shintami | OKTA Wiguna<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Sudah ke Argentina,<br />

Tetap Jadi Air Mata<br />

RUU Perlindungan PRT sudah mengendap selama hampir 10 tahun di DPR.<br />

Padahal DPR sudah studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Suasana rapat DPR.<br />

Rachman Heryanto/detikcom<br />

“Rak bakal dadi, kuwi (enggak bakal jadi,<br />

itu).”<br />

Kalimat itu meluncur begitu saja<br />

dari mulut Ketua Komisi IX DPR<br />

Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning ketika<br />

membicarakan soal Rancangan<br />

Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah<br />

Tangga (RUU Perlindungan PRT). Produk perundangan<br />

itu tersendat di komisinya selama<br />

hampir 10 tahun.<br />

RUU Perlindungan PRT merupakan satu<br />

dari dua perundangan yang bernasib miris di<br />

Komisi IX. Perundangan lainnya adalah RUU<br />

Keperawatan.<br />

Ribka masih memendam kesal. Ia merupakan<br />

Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP yang dipasrahi<br />

penyelesaian RUU Keperawatan. Namun<br />

tidak satu pun anggota komisinya memberikan<br />

dukungan penyelesaian pembahasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Sudah 10 tahun<br />

menunggu tetap<br />

tidak disahkan.<br />

Ditinggal pergi<br />

begitu saja.<br />

Ribka Tjiptaning<br />

Puncaknya, saat rapat Panja RUU Keperawatan<br />

pada Selasa 18 Februari 2014 lalu gagal<br />

dilaksanakan. Hanya 6 anggota komisi dari empat<br />

fraksi yang datang ke ruang rapat. Empat<br />

fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi<br />

PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PDIP.<br />

Padahal, untuk mencapai kuorum, fraksi<br />

yang hadir harus mencapai lima. Alhasil, rapat<br />

pembahasan batal.<br />

Bagi Ribka, nasib RUU Keperawatan dan<br />

RUU Perlindungan PRT sama: mengendap selama<br />

dua periode masa jabatan anggota DPR.<br />

Apalagi, saat ini sudah memasuki masa pemilu<br />

legislatif 2014, banyak anggota DPR sibuk berkampanye<br />

di daerah pemilihannya sehingga<br />

melepaskan tanggung jawab legislasi mereka.<br />

“Sudah 10 tahun menunggu tetap tidak disahkan.<br />

Ditinggal pergi begitu saja,” jelasnya.<br />

Perjalanan RUU Perlindungan PRT sangat<br />

panjang. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi<br />

Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini,<br />

mengungkapkan regulasi perlindungan<br />

PRT sudah bergulir sejak 1999. Namun saat itu<br />

masih berupa diskusi.<br />

Tahun 2004, DPR sepakat untuk memasukkan<br />

RUU Perlindungan PRT dalam Program Legislasi<br />

Nasional (Prolegnas). Sayang, perjalanan<br />

pembahasannya hanya setengah hati. Selama<br />

periode 2004-2009, RUU ini tidak mengalami<br />

perkembangan sama sekali.<br />

Pada masa sidang 2010/2011, DPR mencoret<br />

RUU Perlindungan PRT dari daftar legislasi.<br />

Namun Jala PRT mengerahkan massa hingga<br />

menduduki gerbang depan kompleks DPR,<br />

MPR, dan DPD di Senayan, Jakarta. Alhasil, RUU<br />

Perlindungan PRT masuk kembali ke Prolegnas.<br />

“Sempat mau dicoret pada 2010/2011, tapi<br />

kami demo dan akhirnya dibahas lagi. Jadi memang<br />

selalu harus ditekan seperti itu,” ungkap<br />

Lita.<br />

Namun kembalinya RUU Perlindungan PRT<br />

ke daftar Prolegnas tidak memberi arti apa<br />

pun. DPR hingga kini belum memutuskan RUU<br />

ini sebagai inisiatif DPR. Padahal, pada 2011<br />

mereka sudah melakukan studi banding ke Afrika<br />

Selatan dan Argentina untuk mempelajari<br />

pemberlakuan UU Perlindungan PRT di kedua<br />

negara itu.<br />

Perjalanan ke luar negeri ini hanya menghasilkan<br />

penyelesaian draf RUU Perlindungan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

UU kami ini UU<br />

air mata, tidak<br />

seksi, tidak ada<br />

keuntungan<br />

secara politik.<br />

Lita Anggraini<br />

PRT. Draf ini sudah diserahkan ke Badan Legislasi<br />

(Baleg) pada April 2013. Namun Baleg tidak<br />

memberikan keputusan bahwa RUU ini sudah<br />

menjadi hak inisiatif DPR sehingga, tetap saja,<br />

pembahasan mandek.<br />

“Sudah jadi rahasia umum UU itu ada dua jenis,<br />

UU mata air dan UU air mata. UU kami ini<br />

UU air mata, tidak seksi, tidak ada keuntungan<br />

secara politik,” keluh Lita.<br />

Padahal perlindungan terhadap pembantu ini<br />

semakin dibutuhkan. Permintaan PRT mengalami<br />

peningkatan. Situs penyalur pekerja domestik,<br />

www.pembantu.com, mengaku kewalahan<br />

meladeni permintaan PRT secara online.<br />

PRT yang terdaftar melalui situs tersebut<br />

hanya 177 orang saja. Mereka didaftarkan oleh<br />

berbagai agen penyalur. Sedangkan permintaan<br />

tenaga domestik mencapai ribuan.<br />

Setiap harinya, situs ini menerima permintaan<br />

PRT dari pendaftar baru (calon majikan).<br />

Jumlah anggota baru mengalami peningkatan<br />

40-50 anggota per hari. Informasi yang diterima<br />

majalah detik menyebutkan, anggota baru ini<br />

mengaku antre hingga berkali-kali menelepon<br />

pengelola situs.<br />

Pemilik situs www.pembantu.com, Nasrul<br />

Salam Zakaria, mengakui pencari PRT mengalami<br />

kesulitan. Tugas situsnya hanya menjadi<br />

perantara saja. Untuk kontrak dan gaji merupakan<br />

pembicaraan antara penyalur dan calon<br />

majikan.<br />

“Untuk majikannya juga kita tidak berhubungan<br />

langsung. Setelah ‘sign in’, akan ada nama<br />

penyalurnya. Nah, silakan datang langsung ke<br />

penyalur atau berhubungan dengan penyalur<br />

tersebut,” jelasnya.<br />

Namun tingginya perkembangan bisnis penyaluran<br />

pekerja domestik tidak diimbangi<br />

dengan perlindungan hukum bagi PRT. Direktur<br />

LBH APIK Jakarta, Ratna Batara Munti, menyebutkan<br />

pekerja domestik merupakan pihak<br />

yang rentan terhadap aksi kekerasan dalam<br />

rumah tangga.<br />

PRT masih dipandang bukan sebagai pekerja.<br />

Selama ini, pengelolaan hubungan kerja masih<br />

menitikberatkan pada hubungan keluarga,<br />

sehingga hak-hak PRT sebagai pekerja lebih banyak<br />

dikesampingkan.<br />

“Kita punya UU Tenaga Kerja. Tapi, untuk<br />

tenaga kerja sektor informal, apalagi PRT, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

rengga sancaya/detikfoto<br />

secara budaya masyarakat masih memandang<br />

rendah karena dianggap kerja domestik yang<br />

biasa dilakukan bukan profesional,” akunya.<br />

Profesi ini sangat rentan terhadap kejahatan<br />

tindak pidana penjualan orang. Ratna menyebutkan<br />

pihak yang terkait dalam bisnis pekerja<br />

domestik adalah penyalur dan majikan. Hubungan<br />

antara PRT dan perusahaan penyalur<br />

ini harusnya turut menjadi perhatian.<br />

Modus yang digunakan dalam trafficking<br />

adalah perusahaan penyalur dan majikan memanfaatkan<br />

status PRT yang membutuhkan<br />

dana di depan tanpa kontrak, sehingga posisi<br />

PRT lemah. Dana yang diberikan di muka ini dianggap<br />

sebagai uang pembelian orang, bukan<br />

bagian kontrak kerja.<br />

Namun, dengan alasan kekeluargaan, maka<br />

kejahatan ini cepat ditutupi. Tak jarang PRT<br />

yang menjadi korban menarik laporan dari kepolisian<br />

dengan alasan kekeluargaan. Padahal<br />

catatan kekerasan terhadap mereka mencapai<br />

peningkatan tiap tahunnya.<br />

Jala PRT mencatat jumlah kekerasan PRT<br />

di Indonesia pada 2013 mencapai angka 336.<br />

Kekerasan ini melibatkan agen penyalur hingga<br />

majikan.<br />

Sayang, DPR masih menganggap perlindungan<br />

PRT tidak layak diundangkan. Mereka<br />

menganggap PRT adalah profesi berdasarkan<br />

kekeluargaan saja. Perjalanan 10 tahun RUU<br />

Perlindungan PRT tidak membuahkan hasil apa<br />

pun. ■<br />

MOniQUE shinTami, PASTI libeRTI maPAPPA, IRWAN NUGROHO, OKTA<br />

WIGUNA I ARYO bhaWONO<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Nestapa<br />

Pekerja Rumah Tangga<br />

Kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) jumlahnya terus meningkat<br />

setiap tahunnya. Sepanjang 2013, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja<br />

Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat ada 336 kasus.<br />

Menurut Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini, jumlah kasus itu didapat<br />

dari pendampingan terhadap korban dan berita di media massa. Mayoritas korban<br />

kasus itu bukan cuma dikasari dan dimaki, tapi juga menjadi korban kekerasan ekonomi,<br />

terutama bekerja tanpa digaji.<br />

Jala PRT mencatat, pertumbuhan jumlah kasus kekerasan terhadap pembantu setengah<br />

hari yang bekerja di apartemen. Pelakunya acap kali kalangan ekspatriat.<br />

Ironisnya, kebanyakan proses hukum kasus-kasus itu mentok di kepolisian.<br />

Kasus kekerasan<br />

terhadap PRT<br />

terus meningkat.<br />

Korbannya banyak<br />

yang masih<br />

anak-anak.<br />

Berikut ini gambaran kasus kekerasan terhadap<br />

PRT di Indonesia.<br />

Jumlah Kasus<br />

327<br />

336<br />

273<br />

2011 2012 2013<br />

Kasus<br />

2013<br />

Pelaku:<br />

Jenis kekerasan:<br />

Majikan:<br />

332<br />

Agen PRT:<br />

102<br />

Penipu/perampok:<br />

4<br />

Fisik:<br />

217<br />

Psikologis:<br />

332<br />

Ekonomi:<br />

237<br />

Seksual:<br />

32<br />

Multikasus:<br />

217<br />

Usia korban:<br />

Jenis kelamin:<br />

Di bawah 18 tahun:<br />

98 orang<br />

Di atas 18 tahun:<br />

238 orang<br />

336<br />

semua perempuan<br />

Sumber: Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT)<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Yuliana Hesty Lewier:<br />

Aku Sering Disiksa,<br />

Dipukul, DAn Dicekik<br />

“Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli<br />

terlambat, ditampar sama Ibu Mutiara.”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderalYuliana Hesty Lewier sungguh berani.<br />

Pembantu rumah tangga yang<br />

masih bocah ini melaporkan Mutiara<br />

Boru Simanjuntak, istri Brigadir Jenderal<br />

(Purnawirawan) Mangisi Situmorang, ke<br />

polisi.<br />

Gadis 17 tahun asal Dobo, Kabupaten Kepulauan<br />

Aru Selatan, Maluku Tenggara, ini mengaku<br />

disekap dan disiksa oleh Mutiara, majikannya.<br />

Ia juga tidak mendapatkan gaji selama<br />

Aku di sana tidak dibayar.<br />

Di sana aku sering disiksa,<br />

dipukul, dan dicekik.<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

tiga bulan bekerja sebagai PRT<br />

di rumah jenderal di Bogor, Jawa<br />

Barat, itu.<br />

“Aku di sana sering disiksa,<br />

dipukul, dan dicekik,” cerita gadis<br />

kelahiran 24 Mei 1996 ini, yang akhirnya<br />

berhasil keluar dari rumah Brigadir Jenderal<br />

(Purnawirawan) Mangisi Situmorang setelah<br />

dijemput paksa oleh kerabatnya.<br />

Mutiara telah ditetapkan sebagai tersangka<br />

dengan dugaan melanggar Pasal 2 Undang-<br />

Undang Perdagangan Orang atau Pasal 44<br />

Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah<br />

Tangga, dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />

Perlindungan Anak.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />

majalah detik dengan Yuliana Hesty Lewier<br />

di kantor Lembaga Bantuan Hukum Keadilan<br />

Bogor Raya.<br />

Kenapa Yuliana keluar dari rumah Brigadir<br />

Jenderal (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang?<br />

Aku di sana tidak dibayar. Di sana aku sering<br />

disiksa, dipukul, dan dicekik (menunjukkan bekas<br />

luka di kening).<br />

Berapa lama bekerja di sana?<br />

2-3 bulan.<br />

Pekerjaannya di sana apa?<br />

Sebagai pembantu, bidang nyuci sama ngepel<br />

di sana.<br />

Bagaimana ceritanya Yuliana datang ke<br />

sana?<br />

Dulu dari Ambon ke Palembang, kerja di<br />

perkebunan kelapa sawit. Sudah itu, aku pulang<br />

sama Ibu (Mariana, ibu kandung Yuliana)<br />

ke Jakarta. Di Terminal Pulogadung, ada dua<br />

orang, ibu aku enggak kenal. Mereka samperi<br />

aku, nanya, “Adek mau kerja, ya?” Aku jawab,<br />

ya mau kerja.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Para PRT di rumah Mutiara<br />

Simanjuntak berhasil dievakuasi.<br />

ayi/majalahdetik<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

Pekerjaan apa yang ditawarkan saat itu?<br />

Kata mereka, aku mau dipekerjakan di toko.<br />

Tapi ternyata bukan ke toko, dibawa ke rumah<br />

Ibu Mutiara Situmorang.<br />

Apakah pernah bertemu lagi dengan<br />

orang yang mengantar Yuli ke rumah Mutiara<br />

Situmorang?<br />

Tidak (pernah ketemu) lagi. Setelah diantar<br />

ke situ, aku enggak pernah ketemu lagi. Tapi<br />

orangnya masih kuingat. Perempuan dua.<br />

Mengapa Yuli dianiaya?<br />

Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli terlambat,<br />

ditampar sama Ibu Mutiara.<br />

Siapa saja yang menganiaya?<br />

Cuma Ibu Mutiara.<br />

Bagaimana sikap Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi?<br />

Bapak sama anak-anaknya baik banget.<br />

Apakah Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi melarang bila istrinya menganiaya<br />

Yuli?<br />

Bapak cuma diam saja, tidak bicara.<br />

Bagaimana Yuli akhirnya bisa keluar dari<br />

rumah itu?<br />

Pertama kali aku telepon sama Bapak di Ambon,<br />

terus ketahuan sama Ibu Mutiara. Handphone<br />

aku diambil dan dibanting. Kartunya diambil.<br />

Lalu aku pinjam teman, Riris, orang Jawa.<br />

Kemudian aku dijemput abang Jimmy untuk<br />

bisa keluar.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Kata majikan, aku sudah<br />

dibeli. Jadi tidak perlu<br />

tanya-tanya soal gaji itu<br />

lagi.<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

Ada berapa orang yang bekerja di rumah<br />

itu?<br />

Ada 16 orang.<br />

Berapa umur mereka?<br />

Ada yang 13 (tahun), 18, ada yang 21.<br />

Apakah teman-teman Yuli juga ingin<br />

keluar?<br />

Iya, mereka mau keluar. Tapi tidak bisa keluar<br />

karena rumahnya dilingkari kawat duri. Aku<br />

bisa keluar karena dijemput saudara. Pernah<br />

ada juga pekerja cowok yang bisa<br />

kabur lewat lantai 3.<br />

Selama di sana, apakah diperbolehkan<br />

keluar dari rumah?<br />

Tidak pernah. Yang bisa keluar<br />

rumah itu cuma Agus, orang Flores,<br />

kepercayaan Ibu Mutiara.<br />

Digaji berapa?<br />

Katanya sembilan ratus (ribu rupiah). Yuli sudah<br />

tiga bulan di sana tidak pernah digaji. Yang<br />

lain pun tidak pernah. Sekali pun, seribu rupiah<br />

pun.<br />

Kenapa Yuli enggak digaji?<br />

Kata majikan, aku sudah dibeli. Jadi tidak<br />

perlu tanya-tanya soal gaji itu lagi.<br />

Soal makan bagaimana?<br />

Makan tiga kali sehari. Tapi, kalau buat kesalahan,<br />

dihukum tidak boleh makan. Misalnya,<br />

kalau kita makan pagi, lalu membuat kesalahan<br />

pada siang, maka baru pagi lagi kita boleh<br />

makan.<br />

Kalau tidur bagaimana?<br />

Tidurnya bareng di ruangan. Tidak ada kasur,<br />

cuma lantai doang.<br />

Selain Yuli, apakah ada yang dianiaya<br />

juga?<br />

Ada yang pernah seperti aku. Yang bisu dan<br />

cacat juga ada.<br />

Ada yang dipukul?<br />

Ada, teman aku namanya Hesti. Kalau kami<br />

sudah tidur, jam 12 malam Ibu Mutiara buka<br />

celana Hesti. Teman aku itu tidur cuma pakai<br />

selimut. Celananya dibuka sama Ibu Mutiara.<br />

Apakah Yuli dan teman-teman di sana<br />

hendak dibawa ke tempat kerja lain?<br />

Tidak tahu. n Isfari Hikmat<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Brigjen (Purn) Mangisi & Mutiara:<br />

Yuliana<br />

Itu Nakal,<br />

Pemalas,<br />

& Liar<br />

Saya tahu hukumnya. Saya ini istri<br />

polisi, masak tidak tahu itu? Cuma,<br />

karena rasa kasihan, semua itu<br />

saya kesampingkan demi mereka.<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderal“Sayalah yang Anda cari,”<br />

kata perempuan itu begitu<br />

muncul dari balik pintu rumahnya.<br />

Mengenakan setelan<br />

blus dan celana panjang hitam-hitam yang<br />

rapi, wajah perempuan itu dipoles make-up<br />

tipis.<br />

Perempuan berambut panjang itu adalah Mutiara<br />

Simanjuntak. Saat Mutiara muncul, majalah<br />

detik sedang berbincang dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />

Mangisi Situmorang, suami Mutiara.<br />

Jenderal purnawirawan itu sedang menceritakan<br />

tentang rumahnya yang dipagari kawat berduri<br />

karena sering kemalingan.<br />

Mutiara ditetapkan sebagai tersangka dengan<br />

dugaan melanggar Pasal 2 Undang-Undang<br />

Perdagangan Orang, atau Pasal 44 Undang-<br />

Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga<br />

(KDRT), dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />

Perlindungan Anak. Ia dilaporkan ke polisi oleh<br />

Yuliana Hesty Lewier, pembantu rumah tangga<br />

(PRT)-nya sendiri.<br />

Yuliana Lewier didampingi<br />

Direktur LBH Keadilan Bogor<br />

Raya Sugeng Teguh Santoso<br />

setelah dikeluarkan dari<br />

kediaman Mutiara.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

Majalah detik detik 3 - 39 - februari 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Ia dikenal disiplin.<br />

Mutiara mirip<br />

ayahnya yang<br />

pernah menjadi<br />

komandan militer.<br />

Ia ingin segalanya<br />

serba rapi.<br />

Mutiara dan sang suami pun membantah<br />

melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap<br />

PRT. Ia balik menuduh PRT di rumahnya,<br />

termasuk Yuliana, berkelakuan buruk. “Nakal,<br />

pemalas, dan liar,” kata Mutiara.<br />

Mutiara berkeberatan saat majalah detik<br />

mengambil video selama wawancara. “Saya belum<br />

dandan seperti Syahrini. Kalau saya sudah<br />

pakai bulu mata palsu, baru kalian boleh (ambil<br />

video), ya. Benar, saya ini menyaingi Syahrini<br />

(karena kasus ini),” canda Mutiara.<br />

Istri purnawirawan jenderal ini mengaku<br />

suka bercanda. Namun, di mata keluarganya, ia<br />

dikenal disiplin. Sang adik, yang minta namanya<br />

tidak disebut, menyatakan Mutiara mirip ayahnya<br />

yang pernah menjadi komandan militer. Ia<br />

ingin segalanya serba rapi.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />

majalah detik dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />

Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak<br />

di rumahnya, Perumahan Duta Pakuan, Jl. Danau<br />

Matana Blok C5/18, Bogor, Jawa Barat.<br />

Anda dituduh menyekap dan menganiaya<br />

PRT. Bagaimana tanggapannya?<br />

Mutiara: Jadi, kalau saya dibilang penyekap<br />

atau penganiaya, atau pekerjaan sosial yang<br />

saya lakukan selama ini? Tidak segampang itu.<br />

Saya ini jadi istri bayangkari puluhan tahun.<br />

Bagaimana Anda menjelaskan masalah<br />

sebenarnya yang terjadi di rumah ini?<br />

Mutiara: Saya menyatakan penyekapan<br />

yang Anda lihat itu karena kawat berduri ini,<br />

itu karena untuk mencegah maling. Karena<br />

(rumah) saya sudah empat kali dibobol. Rumah<br />

saya di sana, garasi dari kayu jati dibelah. Diambil<br />

segala barang-barang saya. Jadi, saya<br />

tinggal di sini baru dua tahun, memang sudah<br />

lama karena suami saya bertugas.<br />

Kapan Yuliana datang ke rumah Anda?<br />

Mutiara: Itu tiga bulan lalu. Persisnya saya<br />

lupa.<br />

Siapa yang membawa Yuliana kepada<br />

Anda? Katanya dari Pulogadung?<br />

Mutiara: Saudara juga. Namanya orang Batak<br />

itu kan ikatannya kuat. Saya kan tidak bisa<br />

bedakan apakah dia tukang rokok atau tukang<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

apa. Mungkin dikasih ke saya karena, setelah<br />

suami saya ini pensiun, saya mau buka (ternak)<br />

lele. Adalah kesibukan kita kecil-kecilan.<br />

Mangisi: Dia tahu kita perlu orang. Kita mau<br />

buka ternak lele di Curug Nangka (Bogor) sana.<br />

Kita kasihan pada Yuliana dan ibunya, Mariana.<br />

Mereka sebelumnya kerja di (perkebunan) kelapa<br />

sawit. Kalau tidak salah, satu bulan hanya<br />

dapat Rp 600 ribu. Jadi tidak cukup gajinya, kaburlah<br />

mereka. Setelah disepakati, ibu Yuliana<br />

bekerja dengan ibu mertua saya, okelah disepakati<br />

gajinya Rp 1 juta satu bulan. Tapi minimal<br />

setahun. Kalau ada rezeki, ongkos pulang nanti<br />

kita yang tanggung. Dengan bonus-bonusnya<br />

kalau ada rezeki. Tapi, yang pasti, 12 juta ini dia<br />

pegang bersih.<br />

Bagaimana dengan gaji Yuliana? Mengapa<br />

ia mengaku gajinya tidak dibayarkan?<br />

Mangisi: Dia kan dititipkan oleh<br />

ibunya pada kita. Dia tahu anaknya<br />

ini nakal.<br />

Mutiara: Nakal, pemalas, maaf kata, liar.<br />

Sudut ruang pencucian di<br />

kediaman Mutiara. Foto<br />

ini diambil setelah seluruh<br />

pembantu dikeluarkan.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

Kenakalan Yuliana seperti apa? Bisa diceritakan?<br />

Mangisi: Penjelasan ibunya seperti itu (nakal,<br />

pemalas, dan liar). Di sini pun dia tidak bekerja<br />

full (penuh).<br />

Kenapa mempekerjakan perempuan<br />

yang hamil?<br />

Mutiara: Riris (PRT yang hamil) ini datang<br />

membohongi saya, datang dengan baju longgar-longgar<br />

dengan tas di depan. Hari pertama<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Saat itu sudah kayak latihan militer. Buka pagar,<br />

saya gendongin masuk. Selama adik saya belum<br />

datang, saya pijitin-lah itu.<br />

Mangisi: Teriak-teriak dia.<br />

Mutiara: Didengar tetangga kan dikira ada<br />

apa. Akhirnya saya bawa dia ke RS Pasutri.<br />

Sampai masuk ke (rumah) sini lagi, saya rawat<br />

itu bayi, dari tidur, minum susu, beol, mandi,<br />

semua saya (yang urus). Itu ada fotonya.<br />

Kediaman Mutiara di Bogor<br />

tampak tertutup rapat. Kawat<br />

berduri mengelilingi rumah<br />

mewah ini.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

tidak kelihatan, hari kedua kelihatan bahwa dia<br />

hamil. “Kok perut kamu besar?” “Iya, Bu, saya<br />

hamil.” “Kenapa kamu tidak ngomong?” “Saya<br />

takut tidak diterima.”<br />

Dia datang hamil enam bulan, pas jalan dua<br />

bulan sakit perutlah dia, tanda-tandanya mau<br />

melahirkan. Saya telepon kakak saya di Curug<br />

Nangka. Segera meluncur, mau melahirkan ini.<br />

Anda juga dituduh memukul PRT?<br />

Mutiara: Tidak, saya tidak pernah<br />

begitu-begitu, ya. Memang saya tegur<br />

mereka karena kadang-kadang<br />

mereka menginjak kepala si cacat itu (salah satu<br />

PRT). Saya marah, karena saya takut ada orang<br />

mati di rumah saya. Siapa yang mau tanggung<br />

jawab?<br />

Jangan begitu, saya selalu mengajarkan kasih.<br />

Tapi, maaf, mereka ini orang-orang telantar.<br />

Bapak ini juga sering marah sama saya, anakanak<br />

juga. Pulangilah Ma, orang-orang ini. Itu<br />

yang bikin saya menyesal seumur hidup. Saya<br />

tidak mendengar suami saya, orang tua saya,<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Kadang-kadang<br />

mereka menginjak<br />

kepala si cacat<br />

itu (salah satu<br />

Prt). Saya marah,<br />

karena saya takut<br />

ada orang mati di<br />

rumah saya.<br />

anak-anak saya.<br />

Artinya Anda direpotkan oleh pembantu<br />

Anda sendiri?<br />

Mutiara: Itulah kehidupan mereka ini. Sebenarnya<br />

pusing kepala saya ini. Tidak mampu<br />

juga saya menghadapi orang ini. Kehidupan<br />

mereka ini liar di rumah saya.<br />

Mangisi: Sebenarnya mereka ini ditampung<br />

karena rasa kasihan. Rasa sosial istri saya. Istri<br />

saya masak untuk makan mereka, bukan mereka<br />

masak untuk kita. Mereka, kalau tidak ada<br />

kerjaan, makan-makan, duduk-duduk sambil<br />

makan es krim, makan cokelat.<br />

Namun ada tuduhan yang menyatakan<br />

Anda bersikap kasar, bahkan menyiksa<br />

pembantu….<br />

Mutiara: Saya tidak pernah memarahi, (kalau)<br />

menegur, iya. Keras saya, saya orang Batak.<br />

Mereka ini, maaf, seperti orang liar. Kelaparan.<br />

Jadi, kalau ada makanan, kita masukan ke<br />

lemari, itu dijilat-jilatin. Tanya pembantu saya.<br />

Dibuang, ketemu mereka, mereka jilatin. Beras<br />

itu berceceran, si Fero itu yang makan, dia itu<br />

makannya beras. Hobi makan beras.<br />

Mangisi: Kadang buang sampah sembarangan.<br />

Mutiara: Bicara mereka tidak<br />

pernah sopan. Hidup seperti itu, liar.<br />

Untuk apa saya mempekerjakan di<br />

bawah umur, yang cacat? Saya tahu hukumnya.<br />

Saya ini istri polisi, masak tidak tahu itu?<br />

Cuma, karena rasa kasihan, semua itu saya<br />

kesampingkan demi mereka.<br />

Mangisi: Paling lama kerja itu tujuh bulan,<br />

itu si Fero yang paling lama. Selebihnya itu tigaempat<br />

bulan. Jadi, mereka itu baku hantam di<br />

antara mereka sendiri.<br />

Apakah betul mereka ini dipekerjakan<br />

nonstop sampai larut malam?<br />

Mutiara: Kerja tidak ada, semua bersih-bersih<br />

saja. Karena yang masak kan saya. Nyuci pakai<br />

mesin. Itu pun saya. Yang menyapu rumah juga<br />

sering saya.<br />

Mangisi: Lo, sebenarnya bekerja itu samasama,<br />

Ibu ini tidak melepas.<br />

Bagaimana penjelasan soal gaji mereka<br />

yang dikatakan tidak dibayar?<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara usai memandikan bayi dari salah satu<br />

pembantu bernama Riris. Bayi prematur ini<br />

diberi nama Amora olehnya.<br />

REPRO/isfari majalah detik<br />

Mutiara: Jadi, mereka masuk ke sini, mereka<br />

bilang, “Ibu, kalau setelah kami pulang, baru<br />

gaji (kami) ibu kasihkan.” Itu sudah perjanjian,<br />

dia yang mau, saya tinggal menuruti saja. Jadi<br />

bohong itu, pertama-tama ditanya juga di sini,<br />

dia bilang pun seperti itu, gaji disimpan saja<br />

sama Ibu.<br />

Mangisi: Nanti kalau mau pulang dibayar,<br />

karena keperluan sehari-hari mereka dipenuhi<br />

semua. Segala macam dibelikan, tidak perlu<br />

lagi pegang uang, uang untuk apa? Dan dia<br />

juga mau menabung kalau nanti pulang. Kalau<br />

kita kasih sekarang, kan bisa hilang atau apa.<br />

Nanti pulang tidak bisa juga. ■<br />

ISFARI hikmat I iin yumiyanti<br />

Majalah detik 3 - - 9 MARET 2014


Kolom<br />

Melindungi PRT,<br />

Berkaca dari Filipina<br />

Oleh Lita Anggraini<br />

Filipina meratifikasi Konvensi ILO 189<br />

pada September 2012 dan mengesahkan UU<br />

Perlindungan PRT pada Januari 2013.<br />

Biodata<br />

Nama: Lita Anggraini<br />

Kantor: Jalan Kalibata Utara<br />

I Nomor 18, Jakarta Selatan<br />

Pendidikan:<br />

■ Hubungan Internasional,<br />

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu<br />

Politik Universitas Gadjah<br />

Mada, Yogyakarta, 1995<br />

■ Mengikuti pelatihan,<br />

pertemuan, lokakarya terkait<br />

isu-isu perempuan, gender,<br />

dan buruh migran di sejumlah<br />

negara, seperti Pakistan,<br />

Kanada, Filipina, dan Nepal.<br />

Pembantu rumah tangga adalah pekerja karena dia bekerja, ada<br />

majikan yang mempekerjakan, dan menerima upah. Ini adalah<br />

pekerjaan tertua dan terbesar karena paling dibutuhkan di berbagai<br />

belahan dunia. Organisasi Buruh Dunia (ILO) pada 2009<br />

memperkirakan, secara global, lebih dari 50 juta PRT mengisi sebagian besar<br />

angkatan kerja, terutama di negara-negara berkembang. Jumlahnya terus<br />

meningkat, termasuk di Indonesia.<br />

Kehadiran PRT menciptakan tenaga kerja (stamina, pikiran), ruang, dan<br />

kesempatan bagi jutaan orang untuk bergerak leluasa. Kontribusi PRT secara<br />

riil tidak hanya pada aktivitas ekonomi-sosial ratusan ribu keluarga pemberi<br />

kerja yang bekerja di berbagai sektor, tapi juga pada keluarga, masyarakat<br />

wilayah asal, juga negara.<br />

Sayang, pemerintah justru mendiskriminasi PRT dari statistik nasional data<br />

angkatan kerja dan ekonomi nasional.<br />

Studi ILO-International Programme on the Elimination of Child Labour<br />

pada 2002 memperkirakan, terdapat 2,6 juta PRT di seluruh Indonesia. Se-


Aktivitas:<br />

■ RUMPUN Tjoet Njak Dien,<br />

lembaga swadaya masyarakat<br />

yang bergerak di bidang<br />

advokasi pembantu rumah<br />

tangga di Yogyakarta, 1995-<br />

1996<br />

■ LAPPERA Indonesia, LSM di<br />

bidang isu-isu perburuhan,<br />

1996-1998<br />

■ Manajer RUMPUN Tjoet Njak<br />

Dien Yogyakarta, 1998-2000<br />

■ Direktur Eksekutif RUMPUN<br />

Tjoet Njak Dien, 2000-2005<br />

dan 2011-2013<br />

■ Koordinator Nasional Jaringan<br />

Advokasi Pekerja Rumah<br />

Tangga, 2004-sekarang<br />

■ Koalisi Perempuan Indonesia,<br />

2000-sekarang<br />

mentara itu, dari rapid assessment Jala PRT pada 2009, diperkirakan jumlah<br />

PRT mencapai 10,7 juta karena 67 persen dari rumah tangga kelas menengah<br />

dan menengah-atas mempekerjakan PRT. Jumlah ini menunjukkan bahwa<br />

menjadi PRT adalah pilihan pekerjaan yang bisa memberi kehidupan.<br />

Namun sejauh ini mereka bekerja tanpa jaminan perlindungan normatif<br />

atas hak-haknya sebagai pekerja, sehingga rentan akan eksploitasi dan pelanggaran<br />

hak-hak. Mereka berada dalam situasi perbudakan modern: upah<br />

sangat rendah dan terkadang tak dibayar atau dipotong secara semenamena,<br />

tak ada batasan beban kerja, jam kerja rata-rata 12-16 jam, tak ada hari<br />

libur mingguan, cuti, minim akses bersosialisasi, dan tak ada jaminan sosial.<br />

Kasus kekerasan terhadap PRT maupun PRT anak juga menonjol di beberapa<br />

kota besar di Indonesia. Data dari berbagai sumber menunjukkan, selama 2011-<br />

2012 terdapat 653 kasus. Paling mutakhir tentunya kasus penyekapan 15 PRT oleh<br />

keluarga Brigjen MS di Bogor beberapa waktu lalu. Ini merupakan pengulangan<br />

kasus yang terekspos media pada 30 September 2012. Kami turut menginvestigasi<br />

kasus ini hingga Polres Bogor Kota dan Polsek Bogor Tengah pada 3 Oktober<br />

2012. Namun kami dihalang-halangi oleh Kepala Polsek Bogor Tengah.<br />

Dari catatan kasus yang dihimpun oleh Jala PRT beserta anggotanya—<br />

LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, dan RUMPUN Tjoet Njak Dien—penanganan<br />

hukum atas kasus kekerasan PRT kebanyakan tidak berJalan secara adil dan<br />

tuntas. Tak ada hukuman dan efek jera untuk pelaku.<br />

Dalam kasus penganiayaan PRT anak, Sunarsih, hingga meninggal di Pengadilan<br />

Negeri Surabaya Selatan dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, misalnya,<br />

Nyonya Ita sebagai pelaku kekerasan hanya dihukum 2 tahun. Sebelumnya,<br />

pada 1999, 2001, 2004, dan 2005, Nyonya Ita juga diadili dalam kasus kekerasan<br />

terhadap PRT. Ini menunjukkan dia tak pernah jera karena memang<br />

hukuman yang dijatuhkan sangat ringan.<br />

Secara umum, 65 persen proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap<br />

PRT berhenti di kepolisian. Hal ini antara lain terjadi pada PRT anak,<br />

Rara, 16 tahun, oleh sebuah keluarga di kompleks perumahan Slipi, Jakarta,<br />

September 2011. Kasusnya berhenti di Polres Jakarta Barat. Begitu juga yang


menimpa Serli, 11 tahun, oleh keluarga salah satu anggota TNI di Bekasi<br />

Timur pada November 2011, berhenti di kepolisian Bekasi Timur.<br />

Menyimak contoh-contoh tersebut, akankah Dewan Perwakilan Rakyat dan<br />

pemerintah terus menutup mata terhadap permasalahan PRT? Bukankah PRT<br />

juga bisa dipastikan ada di tengah-tengah keluarga para anggota Dewan yang<br />

terhormat dan para penyelenggara negara di berbagai tingkatan?<br />

Faktanya, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun<br />

2003 tidak mengatur tentang PRT. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23<br />

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan<br />

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak<br />

Pidana Perdagangan Orang tidak mengatur situasi kerja normatif PRT yang<br />

menjamin hak-hak mereka sebagaimana pekerja lainnya.<br />

Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT masuk dalam Program<br />

Legislasi Nasional DPR sejak 2004, dan baru menjadi RUU prioritas Prolegnas<br />

DPR 2010 setelah berkali-kali masyarakat sipil mendesaknya. Baru<br />

pada 2012 RUU ini dibahas. Komisi IX DPR pun melakukan studi banding<br />

ke Afrika Selatan dan Argentina pada 27-31 Agustus 2012 dan uji publik ke<br />

daerah pada 27-28 Februari 2013.<br />

Komisi IX DPR pada 25 Maret 2013 melakukan finalisasi RUU Perlindungan<br />

PRT untuk diserahkan ke Badan Legislasi DPR guna dilakukan harmonisasi.<br />

Sepertinya upaya Dewan periode ini maksimal sampai di situ. Sebab, hingga<br />

masa sidang ketiga DPR 2013-2014, belum terjadi pembahasan kembali di<br />

Badan Legislasi.


Ratifikasi Konvensi ILO 189<br />

Di tingkat internasional telah dicapai kemajuan yang sangat monumental<br />

untuk menuju dunia yang adil bagi PRT. Telah lahir Konvensi Kerja Layak<br />

PRT (Konvensi ILO Nomor 189) yang mengakui PRT sebagai pekerja serta<br />

memberikan penghormatan dan perlindungan atas hak-hak yang melekat<br />

padanya dan situasi kerja layak PRT sebagaimana pekerja yang lainnya.<br />

Konvensi ini menjadi pintu ke babak baru menuju perjuangan selanjutnya.<br />

Kita melihat langkah maju sudah ditempuh Filipina yang meratifikasi<br />

Konvensi ILO 189 pada September 2012 dan diikuti pengesahan UU Perlindungan<br />

PRT Filipina pada Januari 2013. Filipina menjadi contoh negara yang<br />

konsisten melindungi PRT di dalam negeri dan luar negeri. Filipina tidak<br />

hanya menuntut negara tujuan PRT migran, tapi juga konsisten memberlakukan<br />

perlindungan yang sama terhadap PRT di dalam negeri. Hal yang<br />

dibutuhkan Indonesia.<br />

Kita sering dihadapkan pada berbagai kasus PRT migran yang terjadi di<br />

negara tujuan. Dan kita menjadi marah karenanya. Ironisnya, ketika terjadi<br />

kasus kekerasan yang sama terhadap PRT di dalam negeri, pemerintah dan<br />

DPR, bahkan publik, anteng-anteng saja. n<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

Mirip Stroke,<br />

tapi Bukan<br />

Banyak dikira stroke, padahal bukan. Tapi tetap butuh<br />

pemeriksaan kesehatan untuk mendapat kepastian.<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Mirip Stroke<br />

Tanda-tanda panic attack sangat mirip stroke.<br />

Apalagi jika sudah parah. Sakit menusuk di<br />

dada, susah bernapas, jantung berdebar kengaya<br />

hidup<br />

Luna kebingungan. Sita, sahabatnya,<br />

mendadak mengeluh sesak napas<br />

hebat. Tak lama setelah itu, Sita terlihat<br />

diam. Pingsan. Luna makin panik<br />

karena kantor sudah sepi tak ada<br />

orang.<br />

Gadis 27 tahun itu sempat<br />

mencoba menolong<br />

dengan mengoleskan<br />

minyak angin ke sekitar<br />

hidung Sita. Maksudnya<br />

agar temannya itu segera<br />

siuman. Namun usahanya<br />

tak berhasil.<br />

Dia lantas lari memanggil office<br />

boy (OB) dan memintanya membantu<br />

mengangkat Sita ke mobil. Ditemani<br />

salah satu OB, Luna meluncur ke sebuah<br />

rumah sakit di dekat kantornya di Jakarta<br />

Pusat.<br />

Di UGD, Sita langsung mendapat pertolongan.<br />

Dokter jaga segera memeriksa<br />

dan membuat tindakan agar Sita segera siuman.<br />

Tak lama Sita pun sadar.<br />

Karena Sita mengeluh sakit yang sangat di<br />

dada, dokter lantas melakukan pemeriksaan<br />

jantung, termasuk tes elektrokardiogram. Tes<br />

ini untuk mengetahui apakah denyut jantung<br />

normal atau tidak.<br />

Namun hasilnya cukup mengagetkan. Secara<br />

umum kondisi fisik Sita baik-baik saja. Hasil tes<br />

EKG-nya juga fine-fine. Paling hanya tensinya<br />

saja yang rendah.<br />

Meski begitu, dokter tetap memberikan sejumlah<br />

resep obat-obatan untuk berjaga-jaga.<br />

Setelah sekitar tiga jam di UGD, Sita diperbolehkan<br />

pulang.<br />

Sekitar dua bulan setelah kejadian itu, Sita<br />

kembali mengalami hal serupa. Sesak di dada<br />

dan pingsan. Lagi-lagi dia dilarikan ke rumah<br />

sakit. Diperiksa sana-sini, lagi-lagi semua fine.<br />

Dokter lantas menduga Sita sama sekali tidak<br />

sakit, melainkan memiliki semacam gangguan<br />

yang disebut panic attack. Dia direkomendasikan<br />

untuk mengunjungi psikolog.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

cang, kemudian pingsan.<br />

Menurut psikolog klinis Liza Marielly Djapri,<br />

saat orang mengalami ini biasanya memang<br />

selalu dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah<br />

diperiksa, semua normal.<br />

Meski bukan masalah kesehatan fisik, panic<br />

attack sangat menyakitkan. Biasanya berlangsung<br />

selama kurang lebih satu jam. Tapi yang<br />

paling sakit 15 menit pertama.<br />

Dalam kasus yang parah, orang yang terkena<br />

panic attack bisa menjadi freeze atau membeku<br />

sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Seperti<br />

pingsan tapi sebenarnya tidak.<br />

“Hal ini karena mereka yang terkena panic<br />

attack merasakan sesuatu yang tidak nyaman<br />

di jantungnya,” ujarnya.<br />

Namun, sebenarnya orang-orang di sekitarnya<br />

tidak perlu ikut-ikutan panik. Kondisi ini<br />

biasanya akan berangsur membaik dan kembali<br />

normal seperti sediakala.<br />

Untuk mengetahui yang terjadi merupakan<br />

panic attack atau bukan memang sulit diketahui<br />

orang awam. Karena itu, cara paling baik memang<br />

dibawa ke rumah sakit untuk di periksa.<br />

Jika memang kondisi kesehatan dan jantungnya<br />

baik-baik saja, pasien bisa mencoba untuk<br />

bertemu dengan psikolog. Nah, dari sini biasanya<br />

akan diketahui dia terkena panic attack<br />

atau bukan.<br />

Liza mengatakan, panic attack sebenarnya<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

bukan persoalan yang harus terlalu ditakutkan.<br />

Tapi memang membutuhkan penanganan agar<br />

tidak terus terjadi.<br />

“Dengan penanganan yang tepat, panic<br />

attack bisa diatasi sehingga tidak terjadi lagi,”<br />

ujar ibu dua anak ini.<br />

Menurut Liza, panic attack bisa terjadi pada<br />

setiap orang. Namun, biasanya gangguan ini<br />

“menyerang” orang-orang dengan karakter<br />

agak pencemas sejak kecil.<br />

Biasanya mereka juga memiliki manajemen<br />

dan regulasi stres yang tidak<br />

baik. “Kombinasi tiga hal itu sangat<br />

mungkin mengakibatkan<br />

orang terkena panic attack,”<br />

ujar alumnus Universitas Indonesia<br />

itu.<br />

Dulu panic attack banyak<br />

menyerang orang-orang di<br />

atas 30 tahun, saat mereka<br />

merasa hidup di dunia sudah<br />

tidak aman. Namun, akhirakhir<br />

ini, usia orang dengan<br />

panic attack semakin muda.<br />

“Banyak yang belum 30 tahun atau yang baru<br />

30 tahun sudah terkena. Mungkin karena saat<br />

ini kekhawatiran orang makin kompleks, jadi<br />

gampang kena,” ujarnya.<br />

Pemicu<br />

Liza menduga, semakin memudanya usia<br />

orang terkena panic attack, salah satunya akibat<br />

terlalu banyak tuntutan sejak kecil. Karena,<br />

sejak 15 tahun terakhir, tekanan pada anak semakin<br />

keras.<br />

Padahal anak-anak, bahkan di usia sekolah<br />

dasar, sebenarnya masih dalam dunia bermain.<br />

“Tapi, sejak dini, mereka dipaksa terlalu keras<br />

belajar sehingga kehilangan dunia bermainnya,”<br />

katanya.<br />

Menurut Liza, hal ini bisa membuat benihbenih<br />

kemunculan panic attack. Atau yang<br />

lebih membahayakan akan terjadi depresi dan<br />

stres di usia muda.<br />

n NURVITA indarini | ken<br />

yunita<br />

Majalah Majalah detik detik 2 - 8 3 Desember - 9 maret 2014 2013


wisata<br />

Wisata Dua Dimensi<br />

Anak Krakatau<br />

Saya bisa naik gunung sekaligus melakukan snorkeling di sini. Sayangnya, banyak<br />

wisatawan yang tidak menjaga kebersihan, sehingga banyak sampah bertebaran.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

nyempatkan diri melakukan snorkeling di sekitar<br />

gunung yang belakangan aktif ini.<br />

Akhirnya kesempatan saya mendatangi<br />

gunung itu pun kesampaian. Dan asyiknya,<br />

kepergian saya ini nyaris gratis alias ada yang<br />

berbaik hati membayari.<br />

Tidak semuanya gratis, sih. Biaya naik feri dari<br />

Pelabuhan Merak ke Bakauheni, sewa penginapan,<br />

dan empat kali makan ditanggung.<br />

Lumayan menghemat ongkos.<br />

Rombongan saya berangkat dari Pelabuhan<br />

Merak di Banten menuju Pelabuhan Bakauheni,<br />

Lampung. Dari Jakarta, Merak bisa dijangthinkstock<br />

udah lama saya ingin pergi ke Gunung Anak<br />

Krakatau. Cerita yang saya dengar dari temanteman<br />

traveler benar-benar membuat saya<br />

seakan harus menginjakkan kaki gunung yang<br />

muncul misterius pada 1927 ini.<br />

Sebagian petualang menyebut Gunung<br />

Anak Krakatau sebagai wisata dua dimensi.<br />

Mereka yang datang tak cuma akan mendapat<br />

pemandangan indah khas gunung, tapi juga<br />

bisa basah-basahan di laut.<br />

Maklum saja, Gunung Anak Krakatau memang<br />

berada di tengah laut. Jadi kebanyakan<br />

traveler, selain mendaki ke puncak, akan me-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

ari saputra/detikfoto<br />

kau menggunakan bus. Tarifnya Rp 10-30 ribu<br />

dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.<br />

Karena ingin menghemat waktu, kami<br />

sengaja berangkat malam hari agar esok<br />

paginya bisa langsung beraktivitas. Tapi<br />

tentu saja cara ini lumayan menguras<br />

tenaga karena hampir tak ada waktu<br />

istirahat selain di perjalanan.<br />

Feri yang saya tumpangi berangkat<br />

sekitar pukul 01.00 WIB. Harga<br />

tiketnya Rp 11 ribu untuk dewasa dan<br />

Rp 8.000 untuk anak-anak. Merak-Bakauheni<br />

membutuhkan waktu sekitar tiga jam.<br />

Saya lumayan takjub melihat feri yang saya<br />

tumpangi. Kapal penyeberangan ini cukup<br />

bersih. Tak berbeda jauh dengan kamar mandinya.<br />

Sungguh berbeda dengan bayangan saya<br />

sebelumnya.<br />

Karena butuh istirahat, saya memilih tidur<br />

selama di perjalanan. Sebenarnya ada semacam<br />

tempat lesehan di kapal bagi yang ingin tidur.<br />

Tapi, untuk mendapatkan tempat, penumpang<br />

mesti membayar Rp 8.000.<br />

Tapi terkadang tempat lesehan itu sudah<br />

penuh orang. Pingin selonjoran saja susah. Jadi<br />

saya memutuskan tidur di luar saja, gratis dan<br />

tempatnya masih luas sehingga saya bisa tidur.<br />

Tapi awas masuk angin, ya.<br />

Waktu tiga jam berlalu nyaris tak terasa. Saya<br />

buru-buru mengikuti rombongan turun dari<br />

kapal, lalu melanjutkan perjalanan ke Dermaga<br />

Canti dengan menumpang angkutan carteran.<br />

Mobil angkot ini relatif murah jika disewa berombongan.<br />

Tapi, kalau hanya satu-dua orang,<br />

jatuhnya akan sangat mahal. Lebih murah naik<br />

ojek saja jika hanya pergi sendirian. Waktu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

agung/detikfoto<br />

tempuhnya sekitar dua jam.<br />

Di Dermaga Canti, terdapat kapal-kapal yang<br />

dapat disewa untuk berkeliling ke pulau-pulau<br />

di sekitar Gunung Anak Krakatau. Tujuan pertama<br />

kami adalah Pulau Sebuku Kecil, dengan<br />

waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan.<br />

Saya, yang sudah “lapar” pantai, langsung<br />

takjub oleh pemandangan Pulau Sebuku Kecil.<br />

Gradasi warna pantainya sangat indah dan,<br />

yang pasti, bersih banget. Tapi, hati-hati, banyak<br />

batu karang tajam di sekitar pantai.<br />

Saya tak berlama-lama berada di pulau ini.<br />

Setelah berfoto ria dan bermain air, saya dan<br />

rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke<br />

destinasi selanjutnya: Pulau Sebuku Besar.<br />

Lokasinya tak jauh. Di pulau ini, aktivitas saya<br />

adalah snorkeling. Sayang, pantainya kurang<br />

bersih. Banyak sampah di sana-sini, sehingga<br />

mengurangi kenyamanan pengunjung.<br />

Untuk melakukan snorkeling, saya harus<br />

menyewa alat seharga Rp 30 ribu per hari atau<br />

Rp 55 ribu untuk dua hari. Meski kurang suka<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

agung/detikfoto<br />

karena banyak sampah, saya turun ke laut juga.<br />

Hitung-hitung relaksasi.<br />

Setelah kurang-lebih dua jam nyebur, saya<br />

diajak melanjutkan perjalanan ke Pulau Sebesi.<br />

Di sana ada rumah penduduk yang bisa disewa<br />

untuk menginap barang semalam.<br />

Saya beruntung karena mendapatkan rumah<br />

yang cukup bagus. Listrik di pulau ini hanya<br />

menyala pada pukul 18.00-24.00 WIB. Sejenak<br />

saya beristirahat setelah makan siang yang<br />

cukup lezat di home stay.<br />

Sore hari, sekitar pukul 16.30 WIB, saya kembali<br />

diajak menuju destinasi selanjutnya, yaitu<br />

Pulau Umang-umang, untuk menikmati sunset.<br />

Tapi saya dan beberapa teman menikmati sunset<br />

di atas kapal saja. Tak kalah indahnya, kok.<br />

Saya sudah tak sabar menunggu esok hari<br />

untuk menuju Gunung Anak Krakatau. Dari<br />

jadwal yang dibagikan, saya akan berangkat<br />

sekitar pukul 03.00 WIB.<br />

Satu-satunya cara menuju ke gunung ini<br />

adalah naik kapal. Trekking ke puncak Anak<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

thinkstock<br />

Krakatau tidak membutuhkan waktu lama<br />

karena tingginya hanya sekitar 23 meter di atas<br />

permukaan laut, paling-paling 15-20 menit.<br />

Tapi, hati-hati, treknya lumayan susah karena<br />

berpasir dan berbatu. Konon, ketinggian gunung<br />

ini terus bertambah setiap tahunnya. Terdapat<br />

zona bahaya di puncaknya, yang terlihat<br />

berwarna putih.<br />

Para pendaki tidak boleh menginjakkan kaki<br />

di zona berbahaya ini. Penjaga gunung akan<br />

memberi tahu soal zona bahaya ini kepada<br />

setiap pendaki yang datang.<br />

Hal menarik lainnya adalah suhu yang berbeda<br />

antara bagian kanan dan kiri. Tidak jelas apa<br />

penyebabnya, namun suhu di sisi kanan terasa<br />

lebih dingin daripada sisi kiri.<br />

Tentu saya tak melewatkan acara foto-foto<br />

sebelum turun. Apalagi saat itu matahari masih<br />

malu-malu menampakkan diri. Saya juga<br />

sempat sarapan nasi uduk setelah turun dari<br />

puncak.<br />

Dari Gunung Anak Krakatau, saya dan rombongan<br />

tak langsung kembali ke Pulau Sebesi.<br />

Kami mampir dulu ke Pulau Lagoon Cabe<br />

untuk snorkeling. Pulaunya sangat kecil, nyaris<br />

tampak seperti rawa-rawa saja.<br />

Lagi-lagi saya agak kecewa karena masih ada<br />

saja sampah bertebaran di pulau. Mungkin<br />

banyak wisatawan yang membuang sampah<br />

sembarangan. Untung saja airnya lumayan<br />

bersih.<br />

Setelah puas, saya dan rombongan pun kembali<br />

ke Pulau Sebesi untuk berkemas-kemas<br />

dan bersiap-siap kembali ke Ibu Kota. n<br />

Adhe Nisa | Ken Yunita<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

Keberadaan masakan Nusantara<br />

seakan tergusur. Lumayan<br />

jarang di mal-mal. Tapi cobalah<br />

yang ini. Dijamin tak kecewa.<br />

foto-foto : dok. gula merah<br />

Gula Merah<br />

Masakan<br />

Nusantara<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

GGula<br />

Merah. Melihat nama<br />

restoran ini, saya langsung terpikir<br />

beberapa masakan Indonesia.<br />

Yang saya tahu, banyak makanan<br />

Nusantara yang dimasak dengan<br />

bumbu dasar gula merah.<br />

Dugaan saya benar. Restoran di Setiabudi<br />

Building, Jakarta Selatan, ini memang<br />

menyajikan aneka masakan khas Indonesia.<br />

Dan pastinya berbumbu dasar gula merah.<br />

“Dinamai Gula Merah karena bahan baku<br />

utamanya gula merah. Rasanya identik untuk<br />

mencirikan masakan khas Indonesia,” begitu<br />

kata salah satu pelayan kepada saya.<br />

Di Jakarta, ada tiga outlet Gula Merah.<br />

Tapi, di gerai mana saja Anda bersantap, rasa<br />

makanannya dijamin sama persis. Maklum<br />

saja, manajemen menerapkan sistem dapur<br />

bersama.<br />

Jadi bumbu-bumbunya diracik di satu tempat.<br />

“Supaya kualitasnya tetap sama meski outletnya<br />

berbeda,” ujar pelayan itu.<br />

Di buku menu terdapat sekitar 65 menu<br />

makanan, mulai appetizer, main course, hingga<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

Semuanya terlihat lezat.<br />

Serasa pingin memesan<br />

semua makanan dan<br />

minuman yang tersedia<br />

dessert. Untuk menemani acara makan, ada 30<br />

macam minuman yang bisa dipilih.<br />

Seperti biasa, saya langsung lapar mata begitu<br />

memegang buku menu. Semuanya terlihat<br />

lezat. Serasa pingin memesan semua makanan<br />

dan minuman yang tersedia, ha-ha-ha….<br />

Tapi, karena kami hanya berdua, akhirnya<br />

saya hanya memesan kacang panjang tumis<br />

teri, dendeng Baracik, nasi bakar telur, tempe<br />

kremes, dan emping.<br />

Selain menu yang saya pesan, tentu masih<br />

banyak menu Nusantara lainnya. Sebut saja<br />

soto Betawi, sop buntut, nasi bakar tiga<br />

rasa, tahu kipas, dan bubur sumsum durian.<br />

Terdengar lezat, kan?<br />

Untuk minumannya, saya memilih jus kelapa.<br />

Sedangkan rekan saya memilih teh jahe. Untuk<br />

menu penutup, kami sama-sama pingin rujak<br />

buah yang segar.<br />

Seperti biasa, minuman selalu datang<br />

pertama. Seorang pelayan mengantarkan<br />

segelas teh jahe dan jus kelapa. Teh jahe pesanan<br />

teman saya berwarna cokelat kehitaman.<br />

“Rasa jahenya lumayan kuat, tapi rasa tehnya<br />

masih ada. Lumayan,” begitu komentar teman<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

saya tentang minuman seharga Rp 9.000 itu.<br />

Saya pun tak sabar mencoba minuman yang<br />

saya pesan. Agaknya jus kelapa ini ditambahi<br />

sedikit sirop, sehingga warnanya menjadi pink<br />

menarik.<br />

Dan ternyata rasanya secantik warnanya.<br />

Rasa kelapa yang agak gurih berpadu nikmat<br />

dengan sirop yang agak manis. Saya sampai tak<br />

terasa sudah menghabiskan hampir separuh<br />

gelas.<br />

Tak lama kemudian, seluruh makanan yang<br />

saya pesan datang. Hampir bersamaan. Saya<br />

sengaja tak memesan nasi putih karena,<br />

katanya, porsi nasi bakar di sini lumayan besar,<br />

cukup untuk berdua.<br />

Dan benar. Begitu saya membuka bungkusan<br />

daun pisang, porsi nasinya memang cukup<br />

banyak. Belum lagi lauk-pauknya, mulai telur,<br />

sambal kering kentang plus kacang goreng,<br />

dan sambal.<br />

Saya berbagi dengan teman saya. Pada<br />

suapan pertama, saya langsung tahu nasi ini<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

rasanya enak. Bukan nasi tawar seperti nasi<br />

putih biasa, melainkan nasi gurih. Makanan<br />

seharga Rp 25 ribu ini jelas enak.<br />

Tapi penyebutan nasi bakar kurang pas karena<br />

nyaris tidak ada bau atau sisa-sisa pembakaran<br />

pada nasinya kecuali sedikit gosong pada daun<br />

pisang pembungkusnya.<br />

Saya menyantap nasi gurih ini bersama<br />

dendeng Baracik, dendeng setengah kering<br />

dengan topping irisan bawang merah serta<br />

cabai rawit hijau dan merah.<br />

Tak lupa tomat merah, yang bikin masakan<br />

khas Sumatera Barat ini makin menggiurkan.<br />

Dendengnya sangat lembut dan empuk. Anda<br />

tak perlu bersusah payah mengunyah.<br />

Ternyata gurihnya nasi dan dendeng yang<br />

pedas-pedas manis menyatu pas. Enak. Apalagi<br />

ditambah emping. Ada empat lembar dendeng<br />

nikmat dalam satu porsi seharga Rp 42 ribu<br />

tersebut.<br />

Dalam sekejap, nasi bakar dan dendeng<br />

lenyap dari pandangan. Saya pun segera<br />

memalingkan pandangan ke piring putih berisi<br />

kacang panjang tumis teri. Terlihat segar dan<br />

menggoda.<br />

Tapi perut saya sudah cukup kenyang setelah<br />

menyantap nasi bakar dan dendeng. Akhirnya<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

tumis kacang panjang itu saya gado saja alias<br />

makan tanpa nasi.<br />

Rasanya mirip masakan rumahan, yang tentu<br />

saja enak. Kacang panjangnya masih kriuk-kriuk,<br />

pertanda dimasak dalam waktu yang pas, tidak<br />

kelamaan. Seporsi dihargai Rp 19 ribu.<br />

Sembari mengudap tumis kacang panjang,<br />

saya nyemil tempe kremes. Satu porsi berisi<br />

empat potong tempe goreng tepung berwarna<br />

kecokelatan.<br />

Kres. Rasa tempenya agak semangit, tapi<br />

enak. Orang Jawa sering menjadikan tempe<br />

semacam ini untuk bumbu masakan pengganti<br />

vetsin. Dan tempe di piring pun ludes.<br />

Karena kenyang, saya minta pelayan tidak<br />

segera mengeluarkan menu dessert yang saya<br />

pesan. Jeda dulu barang sepuluh menit agar<br />

makanan yang disantap “turun”.<br />

Setelah berha-ha-hi-hi sebentar, rujak buah<br />

sampai ke meja untuk menutup acara makan<br />

siang kali ini. Untuk semua makanan tadi, saya<br />

merogoh kocek Rp 190 ribuan. Lumayan, tapi<br />

pastinya enak! n KEN YUNITA<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Vanessa-Mae<br />

getty images<br />

Valentino Rossi<br />

Katy Perry<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Katy Perry<br />

Katy Perry kembali membuat<br />

kehebohan. Bukan soal penampilannya<br />

yang serba seksi<br />

atau lagunya yang bercokol di<br />

puncak tangga-tangga lagu.<br />

Kali ini Katy jadi perbincangan karena<br />

klip video lagu Dark Horse dianggap<br />

menghina Islam. Dia pun banjir kecaman<br />

di berbagai media sosial.<br />

Sejumlah media massa di Amerika<br />

dan di seluruh dunia juga beramai-ramai<br />

membahas video yang dirilis pada 20 Februari<br />

lalu itu.<br />

Dalam video sutradara Mathew<br />

Cullen tersebut, Katy berperan sebagai<br />

Ratu Mesir bernama Katy-Patra yang<br />

sedang mencari kekasih. Dia menyeleksi<br />

para pria yang ingin mendapatkannya.<br />

Kepada pria-pria yang gagal, Katy-<br />

Patra akan langsung memberikan<br />

ganjaran. Nah, salah satu pejuang cinta<br />

itu adalah seorang pria dengan kalung<br />

berliontin tulisan “Allah”.<br />

Mungkin, jika kalung itu hanya dikenakan,<br />

video tersebut tidak akan menjadi<br />

persoalan. Yang jadi masalah, tokoh<br />

pria tersebut digambarkan terbakar.<br />

Kemudian kalung dan liontin “Allah”<br />

juga ikut terbakar. Hangus. Hingga<br />

kini belum ada tanggapan resmi dari<br />

pihak penyanyi kelahiran 25 Oktober<br />

1984 itu. Hmm, apa maksudnya, Katy?<br />

n Ken Yunita<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Valentino Rossi<br />

Hasil musim lalu jelas tak<br />

cukup menggembirakan<br />

untuk Valentino Rossi. Dia<br />

menargetkan musim depan<br />

lebih kompetitif.<br />

Karena itu, dia tak mau tanggung-tanggung.<br />

“Saya mencoba lebih kuat, lebih<br />

ngotot,” ujar pria kelahiran Urbino, Italia,<br />

16 Februari 1979, itu saat bertemu dengan<br />

majalah detik di Jakarta beberapa<br />

waktu lalu.<br />

Rossi berharap nanti lebih sering mendapatkan<br />

podium setiap akhir pekan. Itu<br />

satu-satunya cara agar pembalap Yamaha<br />

itu bisa kembali berjaya.<br />

Dia juga tak ingin mengecewakan<br />

Yamaha selaku sponsornya. Namun dia<br />

juga berharap Yamaha meningkatkan<br />

kemampuan sepeda motornya. “Karena<br />

persaingan akan lebih tinggi, jadi harus<br />

maksimal,” ujar peraih tiga kali gelar juara<br />

dunia MotoGP itu.<br />

Rossi mengaku tak ingin buang-buang<br />

waktu selagi punya kesempatan. Dia<br />

ingin dikenal sebagai pembalap yang berkualitas,<br />

bahkan setelah pensiun nanti.<br />

“Saya ingin orang mengingat saya<br />

sebagai pembalap yang mengagumkan,”<br />

ujar penyuka warna hijau ini.<br />

n Femidiah | Ken Yunita<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Vanessa-Mae<br />

Menjadi pemain biola terkenal<br />

rupanya bukan satusatunya<br />

keinginan Vanessa-<br />

Mae. Perempuan 34 tahun<br />

itu ternyata punya impian menjadi atlet<br />

ski sejak kecil.<br />

Dan kini Vanessa berhasil mewujudkan<br />

impian itu. Dia mewakili negaranya,<br />

Thailand, di Olimpiade Musim Dingin<br />

di Sochi, Rusia, pada Februari lalu.<br />

Prestasi Vanessa memang tidak terlalu<br />

bagus. Tapi, paling tidak, meski berada<br />

di urutan terakhir, Vanessa mampu<br />

mencapai garis finis. Padahal 22 dari<br />

89 peserta tak mampu menyelesaikan<br />

lomba.<br />

Sebelumnya, selama setahun, dia<br />

mati-matian berlatih ski agar bisa mengikuti<br />

kompetisi ski Olimpiade Musim<br />

Dingin. Demi semua itu, Vanessa rela<br />

mengesampingkan karier musiknya.<br />

“Orang-orang terkejut melihat saya<br />

berlatih ski—seorang pemain biola<br />

klasik, dari Asia yang seumur hidupnya<br />

tinggal di kota,” ujar perempuan berdarah<br />

Thailand-Inggris ini.<br />

Vanessa menjadi atlet kedua Thailand<br />

yang bertanding di Olimpiade Musim<br />

Dingin. Sebelumnya, atlet Prawat Nagvajara<br />

mewakili Thailand di perlombaan ski<br />

cross-country pada Olimpiade Salt Lake<br />

City 2002 dan Olimpiade Turin 2006.<br />

Lalu apakah Vanessa akan benar-benar<br />

meninggalkan musik? Ternyata tidak. Dia<br />

akan kembali menekuni musik. Ya, kita<br />

tunggu kembalinya Vanessa. n KEN YUNITA<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

Andi Mattalatta, mantan<br />

Menteri Hukum dan HAM:<br />

Hakim MK<br />

Tak Berambisi<br />

Jadi Presiden<br />

Majalah detik Majalah 24 februari detik 3 - 92 maret 2014


interview<br />

“Idealnya, hakim konstitusi itu adalah jabatan publik terakhir.<br />

Boleh seumur hidup, tapi harus ada evaluasi.”<br />

omisi III Dewan Perwakilan<br />

Rakyat membentuk tim pakar untuk<br />

membantu proses seleksi calon hakim<br />

konstitusi pengganti Akil Mochtar, yang<br />

tersandung kasus suap, dan Harjono,<br />

yang akan pensiun. Selain Profesor Syafii<br />

Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, H<br />

Ahmad Syarifuddin Natabaya, Laudin<br />

Marsuni, Pataniari Siahaan, Saldi Isra,<br />

dan Husni Umar, nama Andi Mattalatta<br />

masuk tim ini.<br />

Selain pernah menjadi Menteri Hukum dan<br />

Hak Asasi Manusia, Andi pernah terlibat dalam<br />

pembahasan amendemen Undang-Undang<br />

Dasar 1945 tahap I-IV dan aktif di Forum Konstitusi.<br />

Karena itu, kompetensinya di bidang<br />

hukum tak perlu diragukan lagi. Begitupun<br />

selama menjadi politikus dari Golkar, namanya<br />

tak pernah diberitakan secara miring.<br />

Tak mengherankan bila ia sebetulnya pernah<br />

diminta memimpin Mahkamah Konstitusi,<br />

juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi Andi<br />

menolak dengan dalih merasa belum menjadi<br />

negarawan.<br />

“Saya masih kepingin mobil mewah, seperti<br />

Porsche. Juga masih tertarik bila melihat<br />

wanita cantik, meski bisa mengendalikan<br />

diri,” kata Andi berseloroh. Berikut ini petikan<br />

perbincangan majalah detik dengan Komisaris<br />

PT Freeport Indonesia itu di Bandara<br />

Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 27<br />

Februari 2014.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

DPR jangan lagi dicemooh (oleh masyarakat).<br />

Sebab, Akil Mochtar merupakan figur hasil<br />

seleksi DPR.<br />

Kedua, secara obyektif, DPR merasa perlu<br />

dengan hadirnya tim pakar. Sebab, bagaimanapun,<br />

selain persyaratan umum berupa sehat<br />

jasmani dan rohani, calon hakim konstitusi itu<br />

harus memenuhi beberapa persyaratan.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Tap mendengarkan<br />

Sejauh mana peran tim pakar dalam proses<br />

seleksi?<br />

Keberadaan tim pakar ini kan mengambil<br />

semangat salah satu isi dari perpu yang dibatalkan<br />

MK. Menurut saya, keberadaan tim ini<br />

bertujuan agar proses seleksi itu dilakukan secara<br />

obyektif dan transparan. Figur hasil seleksi<br />

Apa saja persyaratan itu?<br />

Secara kategoris ada tiga, yakni tentang rekam<br />

jejak. Dia harus adil, fair, dan lain sebagainya.<br />

Nah, itu harus ditelusuri, dilihat kiprahnya<br />

di masyarakat. Jika dia pengusaha, lawyer, atau<br />

pejabat, pernah atau tidak tersangkut masalah<br />

hukum.<br />

Kedua adalah negarawan. Dari seluruh institusi<br />

negara, hanya Mahkamah Konstitusi<br />

yang mensyaratkan predikat tersebut. Untuk<br />

menjadi presiden, hakim agung, anggota DPR,<br />

Panglima TNI, atau Kapolri, tidak ada syarat<br />

predikat negarawan. Kenapa untuk menjadi<br />

hakim konstitusi harus memenuhi predikat<br />

itu? Karena hasil putusan MK itu final dan<br />

mengikat. Ketiga, memahami konstitusi dan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

ketatanegaraan. Dua hal itu terpisah, tapi duaduanya<br />

harus dikuasai oleh calon. Itu bukan<br />

alternatif.<br />

Artinya?<br />

Ketatanegaraan adalah ahli hukum tata<br />

negara. Sedangkan konstitusi meliputi segala<br />

aspek kehidupan bangsa, karena dalam konstitusi<br />

diatur tentang ideologi, sistem ekonomi,<br />

Keputusan MK tidak bisa di-review dan bersifat<br />

mengikat. Karena itu, hakim konstitusi tidak<br />

boleh orang sembarangan.<br />

Tap mendengarkan<br />

pendidikan, serta pertahanan. Nah, kalau ada<br />

review tentang undang-undang ekonomi, apakah<br />

inline dengan Pasal 33 UUD 1945, lantas<br />

siapa orang yang pantas melakukannya? Ya,<br />

orang yang mengerti ekonomilah.<br />

Hubungan kausalitas antara syarat itu<br />

dan putusan MK?<br />

Begini, keputusan presiden atau DPR bisa dianulir,<br />

tapi keputusan MK tidak bisa di-review<br />

dan bersifat mengikat. Tidak boleh diganggu.<br />

Juga perkara yang masuk harus cepat diputuskan.<br />

Soal impeachment misalnya. Kalau tidak<br />

segera diputuskan, akan menjadi bola liar. Soal<br />

undang-undang yang di-review misalnya, kalau<br />

lama tidak diputuskan, akan berdampak pada<br />

para pelaksana undang-undang, karena ragu.<br />

Karena itu, hakim konstitusi tidak boleh orang<br />

sembarangan.<br />

Tapi apa sih arti istilah negarawan yang<br />

Anda maksud?<br />

Dulu, saat kami membahas (amendemen)<br />

UUD 1945, tidak ada kata sepakat (tentang arti<br />

negarawan itu). Kami berpendapat, nantilah<br />

(istilah) itu dibahas dalam undang-undang.<br />

Saya pernah dua kali menghubungi Pak Oetojo<br />

Oesman (Menteri Kehakiman era Orde Baru)<br />

untuk dicalonkan sebagai Ketua MK, tapi beliau<br />

tidak tertarik karena itu memang lembaga<br />

baru. Setelah itu, banyak orang yang menyebut-nyebut<br />

nama saya, tapi juga tidak bersedia<br />

karena saya belum sampai pada predikat itu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Ada syarat calon harus bergelar doktor<br />

atau magister yang berkaitan dengan hukum.…<br />

Itu ditentukan dalam undang-undang, se-<br />

interview<br />

presiden, menjadi menteri.<br />

Kenapa begitu?<br />

Ya, kalau calon itu kemudian menjadi hakim<br />

konstitusi dan masih mempunyai keinginan,<br />

dia bisa saja mengedepankan kepentingannya.<br />

Misalnya dalam review undang-undang<br />

tentang presiden, tentang kementerian, dan<br />

sebagainya.<br />

Bersama kolega, Menteri<br />

Sekretaris Negara Hatta<br />

Rajasa, Menko Polkam Widodo<br />

AS, dan Sekretaris Kabinet<br />

Sudi Silalahi sebelum rapat di<br />

Kantor Presiden, 30 Mei 2008.<br />

haryanto/presidensby.info<br />

Kenapa? Karena saya masih kepingin mobil<br />

mewah, seperti Porsche, sementara negarawan<br />

itu sudah tidak memikirkan keduniaan lagi,<br />

tak berorientasi pada jabatan dan pekerjaan.<br />

Mereka bukan pencari kerja. Jadi (idealnya) itu<br />

merupakan jabatan publik terakhir. Artinya,<br />

dia (hakim konstitusi) tidak boleh lagi menjadi<br />

Apakah justru tidak melanggar HAM<br />

karena membatasi hak?<br />

Oh, tidak. Sebagai kompensasi, jabatan itu<br />

tidak ada batasnya, sampai meninggal. Memang<br />

setiap tahun ada evaluasi, apakah yang<br />

bersangkutan masih mampu melaksanakan<br />

tugasnya. Makanya, semula syarat usia itu<br />

minimal 60 tahun. Tapi kemudian menjadi 40,<br />

apalagi masing-masing pihak (biasanya) sudah<br />

mempunyai jago.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

hingga harus kita laksanakan. Karena hakim<br />

konstitusi ini kan mengadili perkara hasil kerja<br />

presiden dan DPR, jadi high philosophy. Karena<br />

itu, martabatnya juga harus tinggi.<br />

Terkait tafsir kewenangan MK mengadili<br />

sengketa pemilu kepala daerah, apakah<br />

masih harus seperti itu?<br />

Mencari hakim konstitusi sebaiknya<br />

jangan seperti menyeleksi orang yang<br />

mencari kerja.<br />

Itu perlu diskusi yang panjang. Mengapa<br />

dulu kita menganggap pilkada bukan bagian<br />

dari pemilu, karena dalam undang-undang<br />

tidak ada istilah pilkada. Kepala daerah dipilih<br />

secara demokratis. Presiden, wakil presiden,<br />

DPR, DPRD, DPD dipilih secara langsung, pemilihan<br />

umum, rezim pemilu.<br />

Pemilihan kepala daerah bukan rezim pemilu.<br />

Sementara itu, yang ditangani MK adalah<br />

sengketa pemilu. Kenapa konstitusi tidak memasukkan<br />

pemilihan kepala daerah ke rezim<br />

pemilu, karena daerah itu kan otonom. Kita<br />

harus menghargai asal-usul daerah.<br />

Ada daerah yang tidak memiliki daerah tingkat<br />

dua, misalnya DKI Jakarta. Atau ada daerah<br />

khusus yang menetapkan syarat bahwa kepala<br />

daerah harus memiliki latar belakang kultur<br />

daerah itu, seperti Papua atau Yogyakarta,<br />

Sultan.<br />

Jadi kita memang sengaja mencantumkan<br />

kepala daerah dipilih secara demokratis, bisa<br />

pemilu, bisa pilkada. Nah, kawan-kawan saat<br />

membahas pemerintahan daerah rupanya<br />

dimasukkan ke pilkada.<br />

Beberapa akademisi senior enggan<br />

mendaftar menjadi hakim konstitusi karena<br />

beranggapan tidak adanya kepastian<br />

soal fairness dan keadilan dalam proses<br />

seleksi....<br />

Kalau saya sebutkan syarat kenegarawanan<br />

adalah mereka yang sudah tidak mengurusi<br />

soal keduniaan, dan jabatan itu jabatan<br />

terakhir bagi mereka, ya undanglah. Jadi me-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

mang sebaiknya jangan seperti menyeleksi<br />

orang yang mencari kerja. Kalau diundang,<br />

saya kira akan banyak yang mendaftar, termasuk<br />

para guru besar yang sudah senior.<br />

Kalaupun mereka tidak lulus, akan menerima<br />

karena kalah oleh rekannya yang sederajat.<br />

Bukan dengan membandingkan seorang<br />

guru besar yang sudah senior dengan mereka<br />

yang baru lulus doktor.<br />

Kalau ada yang pernah tak lulus tapi kali<br />

ini kembali mendaftar, menurut Anda, dia<br />

masih layak?<br />

Ya, tergantung apa motivasinya. Ke depan,<br />

tentu perlu review persyaratan agar tidak ada<br />

kesan mencari kerja, sehingga orang berminat<br />

karena ada martabatnya.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Soal hakim konstitusi, menurut Anda<br />

perlu pengawasan?<br />

Kalau itu dirasa perlu demi kebaikan, ya mari<br />

kita review. Kalau saya berpendapat, karena<br />

hakim konstitusi itu jabatan terakhir dan bisa<br />

seumur hidup, dia perlu evaluasi. Apakah seorang<br />

hakim masih mampu atau memenuhi<br />

syarat atau tidak, perlu lembaga itu. Bisa dari<br />

kalangan internal atau ad hoc. Tetapi oleh<br />

pengawasan masyarakat pun bisa. Artinya, kita<br />

manfaatkan yang ada. Jangan karena lembaga<br />

pengawas tidak ada kemudian kita apatis.<br />

Kasus Akil membuat stigma hakim dari<br />

partai politik itu brengsek?<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

bangsa. Dia lembaga perkaderan. Makanya<br />

perlu juga di-review. Yang diberi monopoli<br />

membangun kekuasaan itu ya partai politik.<br />

Makanya pada 2004, saat pembahasan Undang-Undang<br />

Pemilu, saya mengusulkan satu<br />

pasal bahwa partai politik dalam menentukan<br />

calonnya harus demokratis dan terbuka sesuai<br />

dengan ketentuan partai. Kalau undang-undang<br />

itu dilaksanakan, kekhawatiran masyarakat<br />

terhadap kader partai itu tidak akan terjadi.<br />

Hanya, selama ini tidak pernah dibahas oleh<br />

masyarakat, termasuk pers.<br />

Meninjau rumah tahanan<br />

Salemba usai mencanangkan<br />

"Bulan Tertib Pemasyarakatan"<br />

pada 14 Februari 2008.<br />

foto: Hukumham.info<br />

Untuk membersihkannya, tidak cukup hanya<br />

melarang kader partai menjadi hakim konstitusi.<br />

Perlu kerja keras dari semua elemen politik<br />

karena, bagaimanapun, partai itu kan aset<br />

Tetapi kader partai kan bisa membawa<br />

misi partai saat menjalankan tugasnya?<br />

Hipotesis seperti itu tidak selamanya benar.<br />

Banyak kok kader yang saat menjabat justru<br />

melawan partainya. Sebab, kendali duit lebih<br />

kuat ketimbang kendali partai. Karena itu, perlu<br />

dicari mekanisme mencari orang yang buta<br />

duit. n ARIF ARIanto<br />

Tap mendengarkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

BIODATA<br />

Nama: Andi Mattalatta<br />

Tempat/Tanggal Lahir: Bone, 30<br />

September 1952<br />

Istri: Andi Kusumawaty<br />

Anak:<br />

• Andi Kusma Neswaty<br />

• Andi Yulia Hertaty<br />

• Andi Shanti Listiawati<br />

• Andi Nadya Cesaria<br />

Karier:<br />

• Komisaris PT Freeport<br />

Indonesia (9 Juni 2010 hingga<br />

sekarang)<br />

• Menteri Hukum dan Hak Asasi<br />

Manusia, Kabinet Indonesia<br />

Bersatu (2007-2009)<br />

• Ketua Fraksi Partai Golkar<br />

Dewan Perwakilan Rakyat dari<br />

Partai Golkar (2004-2007)<br />

• Ketua Fraksi Karya Pembangunan<br />

DPR/MPR (1998-1999)<br />

• Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan<br />

DPR/MPR (1994-1997)<br />

• Kepala Bagian Kemahasiswaan<br />

Universitas Hasanuddin, Makassar<br />

(1978-1981)<br />

• Pelaksana Tugas Pembantu<br />

Rektor III Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1981-1982)<br />

Penghargaan:<br />

• Mahasiswa Teladan Se-Universitas<br />

Hasanuddin, Makassar<br />

(1976)<br />

• Alumni Berprestasi dari Ikatan<br />

Alumni Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1996)<br />

Pendidikan:<br />

• SMPN I Bone (1964-1967)<br />

• SMA Muhammadiyah Makassar<br />

(1968-1969)<br />

• S-1 Fakultas Hukum Universitas<br />

Hasanuddin, Makassar (1971-<br />

1976)<br />

• S-2 Fakultas Hukum Universitas<br />

Indonesia (1982-1984)<br />

• Dosen Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1976-1988)<br />

• Kepala Subbagian Kegiatan<br />

Mahasiswa Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1977-1978)<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


uku<br />

Ambisi Rhoma seperti<br />

Reagan dan Estrada<br />

Karena mendukung PPP, Rhoma Irama<br />

pernah empat kali diancam dibunuh.<br />

Resensi –<br />

Rhoma Irama<br />

Judul:<br />

Politik Dakwah dalam Nada<br />

Penulis:<br />

Moh. Shofan<br />

Penerbit:<br />

Imania<br />

Terbit:<br />

Januari 2014<br />

Tebal:<br />

lxiii + 293 halaman<br />

Sinisme terhadap Rhoma<br />

Irama kembali mencuat dalam<br />

beberapa hari terakhir. Penyebabnya adalah penyebutan gelar professor<br />

honoris causa dalam sebuah spanduk. Padahal, selama ini,<br />

yang lazim dikenal adalah doctor honoris causa. Bagi mereka yang telanjur<br />

kurang menyukai sosok sang "Raja Dangdut", hal tersebut tentu menambah<br />

amunisi kebencian setelah stigma tukang kawin dan rasis yang dialamatkan<br />

kepadanya.<br />

Padahal, bila mau mengurangi sedikit prasangka, setidaknya merujuk<br />

buku karya Moh. Shofan ini, Rhoma adalah salah satu seniman<br />

besar yang dimiliki bangsa ini. Visinya jauh melampaui para seniman,<br />

bahkan para aktivis yang dalam dua dekade ini biasa mejeng di media<br />

massa.<br />

Jauh sebelum para pegiat antikorupsi berteriak soal demokrasi<br />

dan pemberantasan korupsi, Rhoma Irama telah menyuarakannya


lewat lagu Indonesia pada 1980. Melalui lagu itu, ia melakukan perlawanan<br />

dan berharap mampu menembus dinding tebal telinga para<br />

koruptor yang seolah tak mampu mendengar jeritan derita rakyat<br />

jelata.<br />

"Hapuskan korupsi di segala birokrasi // Demi terciptanya kemakmuran yang<br />

merata // Bukankah cita-cita bangsa // Mencapai negeri makmur sentosa."<br />

Sebelumnya syair-syair lagu yang diciptakan Rhoma secara<br />

detail menerobos jauh ke berbagai kontroversi yang mencuat ke<br />

permukaan. Musik dangdut di tangannya menjelma sebagai oposisi<br />

menyuarakan kegelisahan masyarakat bawah, membuat penguasa<br />

Orde Baru kala itu marah.<br />

Pada pengujung 1970-an, penguasa Orde Baru mencampuradukkan<br />

yang dianggap salah secara hukum dengan apa yang dianggap<br />

salah menurut selera mereka. Juga karena Golongan Karya kian<br />

semena-mena dalam berpolitik, Rhoma dengan lantang berdendang<br />

lewat lagu Hak Azasi pada 1978.<br />

"Terapkan demokrasi Pancasila // Sebagai landasan negara kita // Janganlah<br />

suka memperkosa // Kebebasan warga negara // Karena itu bertentangan.<br />

Dengan perikemanusiaan.”<br />

Ia pun secara terbuka menunjukkan keberpihakannya kepada<br />

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang terus berupaya dipinggirkan.<br />

Hasilnya, dengan Rhoma sebagai vote getter dalam Pemilu<br />

1977 dan 1982, perolehan suara PPP mengungguli Golkar di Ibu<br />

Kota Jakarta.<br />

Akibatnya cukup fatal. Pemerintah menutup pintu rapat-rapat bagi<br />

Rhoma untuk bisa tampil di TVRI, 11 tahun lamanya. Belum lagi te ror<br />

fisik yang dialamatkan langsung kepadanya. Tak cuma helikopter<br />

yang nyaris tiap hari berputar-putar di rumahnya di kawa san Tebet.<br />

“Empat kali terjadi percobaan pembunuhan terhadap Rhoma.<br />

Dengan belati di Medan, golok di Palembang, peluru di Jember, dan<br />

granat di Jawa Timur,” tulis Shofan (halaman 228).<br />

Rhoma juga telah bicara soal kebinekaan atau pluralisme melalui


135 Juta pada 1977. Bahkan, juga tak melupakan fenomena sosial<br />

yang terjadi seperti lagu Lari Pagi, yang dalam beberapa tahun terakhir<br />

kembali digandrungi para profesional Ibu Kota dengan membentuk<br />

aneka komunitas berlari.<br />

Semua lagu tentang isu-isu tersebut masih enak didengar dan<br />

aktual dengan perkembangan zaman kiwari. Ini menandakan,<br />

karya Rhoma sarat dengan pengamatan terhadap realitas sosial.<br />

Dia punya sikap dan karya nyata untuk membuktikan kecintaannya<br />

pada bumi pertiwi.<br />

Tak mengherankan bila majalah Asiaweek dalam artikel “Superstar<br />

with a Message” (edisi 16 Agustus 1985) menyebut Rhoma<br />

Irama sebagai “Southeast Asia Superstar”.<br />

lll<br />

Selain menyoroti karya-karya Rhoma, baik yang Melayu maupun syairsyair<br />

yang kental dengan dakwah, Shofan mengupas rencana Rhoma<br />

menuju Istana Merdeka. Lewat Partai Kebangkitan Bangsa, Rhoma telah<br />

mendirikan pos-pos pemenangan di sejumlah daerah hingga membuat<br />

tabloid RIFFORI (Rhoma Irama for RI).<br />

Cita-cita atau ambisi tersebut tentu sah-sah saja di alam demokrasi.<br />

Contoh pun sudah ada di Amerika Serikat dan Filipina. Sebelum menjadi<br />

Presiden Amerika ke-40, Ronald Wilson Reagan pernah berakting dalam<br />

film Bedtime for Bonzo (1951). Begitu juga Joseph Ejercito Estrada, sebelum<br />

memimpin Filipina (1998-2001), selama tiga dekade menjadi aktor film.


sudrajat/majalah detik<br />

Ambisi ini menjadi sebuah pekerjaan dan tantangan besar bagi Rhoma.<br />

Dengan visi-misi kebangsaan yang tersebar dalam deretan lagu-lagunya<br />

yang nasionalis dan pluralis, Rhoma dituntut mampu mewujudkannya<br />

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satu hal yang banyak dipertanyakan<br />

adalah terkait ceramahnya di sebuah masjid pada 2012. Waktu itu,<br />

ia menolak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon wakil gubernur<br />

hanya karena keturunan Tionghoa dan beragama Kristen.<br />

Mungkin karena sehari-hari Shofan menjadi peneliti di Paramadina, buku<br />

ini mendapatkan banyak testimoni. Ada cendekiawan Dawam Rahardjo,<br />

pengamat politik Yudi Latif, pengamat musik Bens Leo dan Denny Sakrie,<br />

hingga Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dan seorang kiai Lutfi Zubaid.<br />

Dari testimoni itu sekaligus menggambarkan bahwa Rhoma dan karya-karyanya<br />

ternyata tak cuma digemari kaum jelata. Tapi juga oleh mereka yang<br />

kini bertitel doktor, yang sehari-hari aktif di kampus-kampus.<br />

Meski begitu, bukan berarti mereka mendukung langkah Rhoma menjadi<br />

RI-1. Juga penulisan dan penerbitan buku ini. Semoga! n<br />

SUDRAJAT<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sisi lain capres<br />

Raja,<br />

Satria,<br />

sampai<br />

Profesor<br />

Pendukung Rhoma Irama memasang baliho dengan mencantumkan embel-embel gelar profesor. Diragukan,<br />

tapi sang “Raja Dangdut” itu tak mau ambil pusing.<br />

Setiap calon anggota legislatif<br />

sampai calon presiden, pasti<br />

akan berusaha menampilkan<br />

keunggulan yang dimilikinya<br />

dengan harapan terpilih dalam pemilihan<br />

umum. Seperti yang dilakukan para<br />

pendukung Rhoma Irama, salah satu<br />

kandidat calon presiden dari Partai Kebangkitan<br />

Bangsa (PKB), selain mantan<br />

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md<br />

dan bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla.<br />

Pendukung Rhoma tak lupa mencantumkan<br />

gelar akademik “profesor” yang<br />

dimiliki pria yang dijuluki “Raja Dangdut”<br />

itu. Ini tampak pada baliho yang dipa-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sisi lain capres<br />

sang di Tanjung Barat, Jakarta Selatan,<br />

tepatnya di depan pintu gerbang Tanjung<br />

Barat Town House. Spanduk berukuran<br />

tinggi sekitar 3 meter dan lebar 2 meter<br />

ini dihiasi foto Rhoma mengenakan jas<br />

hitam, berdasi, dan berpeci.<br />

Di bagian atas foto tertulis “Presiden Kita<br />

Bersama”, dengan setiap huruf awal yang<br />

dicetak lebih besar sehingga, jika disingkat,<br />

menjadi “PKB”. Lambang dan nama partainya<br />

sendiri berada di bagian atas spanduk.<br />

Nah, di bagian paling bawah, gelar itu<br />

dicantumkan dalam tulisan “Prof. Rhoma<br />

Irama” dengan huruf yang dicetak tebal.<br />

Rhoma mengaku mendapatkan gelar<br />

profesor dari American University of<br />

Hawaii (AHU). Ia mengklaim pantas<br />

mendapatkan gelar itu karena sudah<br />

lama menyandang gelar “Raja Dangdut”<br />

di Indonesia. “Dasarnya karena saya guru<br />

besar musik dangdut di Indonesia. Makanya<br />

gelar di situ ‘professor in music’,”<br />

kata pendiri grup musik Soneta ini, Rabu<br />

26 Februari lalu.<br />

Gelar profesor kehormatan itu ia peroleh<br />

pada Januari 2005 melalui Manajer<br />

Taman Mini Indonesia Indah (TMII). “Beliau<br />

mengundang saya untuk menerima<br />

gelar itu dari American University of Hawaii,”<br />

ujarnya, seraya menyebut ada tiga<br />

profesor dari AHU yang memberikan<br />

gelar tersebut. “Saya senang,” tuturnya.<br />

Belakangan, banyak kalangan meragukan<br />

gelar profesor yang disandang Rhoma<br />

itu. Sebabnya, AHU dikenal sebagai<br />

kampus virtual, dan ijazahnya tidak diakui<br />

di beberapa negara. Apalagi Direktur<br />

Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso<br />

menegaskan, “honoris causa” alias<br />

gelar kehormatan hanya diberikan untuk<br />

gelar doktor. “Profesor itu saya pastikan<br />

enggak ada,” ujarnya. Djoko merujuk<br />

pada ketentuan Undang-Undang Nomor<br />

12/2012 tentang Perguruan Tinggi, yang<br />

mengatur bahwa pemberian gelar harus<br />

sepengetahuan Kementerian Pendidikan<br />

dan Kebudayaan.<br />

Namun Rhoma sendiri tak mau ambil<br />

pusing, dan mengaku tidak mengerti soal<br />

ketentuan itu. “Saya hanya diberikan (gelar)<br />

dengan dasar saya guru besar musik<br />

dangdut, kalau soal ‘honoris causa’, saya<br />

enggak ngerti,” katanya.<br />

Bekas suami artis dangdut Angel Lelga<br />

ini sebelumnya juga ramai diberitakan<br />

karena balihonya. Tahun lalu ada pendukung<br />

Rhoma yang memasang baliho<br />

raksasa dengan tulisan “Partainya Ksatria<br />

Bergitar”--disingkat PKB--dengan gambar<br />

Rhoma sedang menunggang kuda,<br />

berserban, dan mengalungkan gitar di<br />

badannya. Satria Bergitar adalah salah<br />

satu film yang dibintangi Rhoma di era<br />

1980-an. Dari film ini, Rhoma juga sering<br />

dijukuki “Satria Bergitar”.<br />

Rhoma sendiri mengaku enggan memakai<br />

embel-embel gelar apa pun, meskipun<br />

ia dijuluki “Raja Dangdut”, “Satria<br />

Bergitar”, dan bergelar “profesor”. “Saya<br />

lebih enjoy dengan yang sekarang,” ujarnya.<br />

“Rhoma Irama tanpa gelar.”<br />

Entah karena hal itu atau lantaran ramai<br />

diberitakan, baliho Prof. Rhoma Irama<br />

yang dipasang di Tanjung Barat, kini tak<br />

lagi terlihat. n FERDINAN, khaeRUR REZA | DImas<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Ukraina<br />

Terbelah<br />

“Aku ingin melaporkan kepada kalian,<br />

kas negara telah dirampok dan kini kosong.”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Rumah pribadi mantan Presiden Ukraina<br />

Viktor Yanukovych<br />

getty images<br />

Rumah megah di tanah seluas hampir<br />

137 hektare itu punya semua yang<br />

diimpikan setiap orang. Di halamannya<br />

yang sangat jembar, ada kebun<br />

binatang mini dengan rupa-rupa satwa langka.<br />

Di tengah lingkungan sekitar yang lesi karena<br />

diselimuti salju, tamannya yang lapang tampak<br />

segar mengelilingi kolam<br />

nan bening.<br />

Di bagian lain, ada lapangan<br />

golf mini untuk<br />

melemaskan otot-otot<br />

yang tegang. Yang langsung menohok mata,<br />

di halaman terparkir kapal kayu yang sangat<br />

gagah. Masih kinclong dan, yang pasti, mahal.<br />

Sedangkan garasinya tak ubahnya museum<br />

mobil. Puluhan mobil dan sepeda motor antik<br />

langka berderet-deret rapi.<br />

Ada mobil-mobil tua dari era Uni Soviet,<br />

seperti limusin Zil dan ZAZ965s, tapi juga ada<br />

sejumlah mobil antik buatan Amerika Serikat<br />

dan Eropa, misalnya Bentley Continental S1<br />

dan Chevrolet Impala keluaran 1963. Tak usah<br />

lagi diceritakan seperti apa interior rumah itu.<br />

Semuanya serba mahal.<br />

Menurut sebuah dokumen yang tersisa, sang<br />

pemilik, Viktor Yanukovych, membelanjakan<br />

sekitar Rp 19,2 miliar hanya untuk membeli<br />

furnitur ruang makan dari satu perusahaan Jerman.<br />

Dokumen lain menyebutkan Yanukovych<br />

menghabiskan Rp 11 juta untuk ongkos satu<br />

kali kunjungan dokter hewan bagi ikan-ikan<br />

peliharaannya.<br />

“Sangat indah dan terasa damai di sini...<br />

tapi ini semua diperoleh dengan mencuri dari<br />

kami,” kata Svetlana Gorbenkova, seorang agen<br />

properti dari Kota Kiev, Ukraina, pekan lalu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Lenin merupakan<br />

bagian dari<br />

sejarah kami,<br />

bagian dari<br />

hubungan kami<br />

dengan Rusia.<br />

Dengan pendapatan per tahun “hanya” sekitar<br />

US$ 100 ribu atau Rp 1,15 miliar, kemewahan istana<br />

milik Yanukovych ini jadi tanda tanya, dari<br />

mana sumber uangnya.<br />

Rumah besar yang berada sekitar 20 kilometer<br />

arah utara dari<br />

Kota Kiev itu kini kosong<br />

tanpa penghuni.<br />

Sang pemilik, Presiden<br />

Ukraina yang terguling,<br />

kabur meninggalkannya<br />

begitu saja.<br />

Setelah bentrokan<br />

berdarah di Alun-alun<br />

Kemerdekaan alias<br />

Lapangan Maidan dua<br />

pekan lalu antara polisi<br />

dan massa antipemerintah<br />

yang menewaskan puluhan orang, posisi<br />

Presiden Yanukovych semakin terpojok. Setelah<br />

puluhan anggota parlemen dari Partai Wilayah,<br />

partai pendukung utamanya, mengundurkan<br />

diri, Yanukovych tinggal menghitung waktu.<br />

Ditambah lagi, parlemen Ukraina sepakat<br />

mengadukan Yanukovych ke Mahkamah Kriminal<br />

Internasional atas pembunuhan terhadap<br />

massa antipemerintah di Alun-alun Maidan.<br />

Menteri Dalam Negeri Arsen Avakov sudah<br />

mengeluarkan perintah penangkapan Yanukovych<br />

atas rupa-rupa kejahatan.<br />

Sebelum ditangkap, pada Jumat malam, 21<br />

Februari, Yanukovych buru-buru angkat kaki<br />

dari rumahnya dengan helikopter menuju Kota<br />

Kharkiv. Diduga, sekarang Yanukovych berada<br />

di Rusia di bawah perlindungan sekutunya tersebut.<br />

“Dia tak punya nyali untuk berhadapan<br />

langsung dengan rakyatnya dan mengatakan,<br />

‘Aku menyerah.’ Dia hanya langsung kabur.<br />

Dasar pengecut,” Ihor Knyazov, seorang juru<br />

masak, mencerca Yanukovych.<br />

Mayor Yaroslav Berousov, komandan pasukan<br />

penjaga rumah pribadi Yanukovych, mengatakan<br />

Presiden Ukraina itu sama sekali tak<br />

menyampaikan keputusannya untuk meninggalkan<br />

Kiev kepada para pengawal. Saat para<br />

aktivis antipemerintah menggeruduk rumah di<br />

Desa Novi Petrivtsi, Vyshhorod Raion, itu, keesokan<br />

harinya Mayor Yaroslav menyerahkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Seorang perempuan<br />

menangis setelah berdoa<br />

untuk para korban bentrokan<br />

massa oposisi melawan<br />

polisi Ukraina di Alun-alun<br />

Maidan dua pekan lalu.<br />

Stringer/REUTERS<br />

kunci rumah tersebut tanpa<br />

perlawanan.<br />

“Kami akan menjaga rumah<br />

ini sampai nanti presiden baru<br />

terpilih datang... Yanukovych tak akan pulang<br />

lagi,” kata Ostap Kryvdyk, salah satu pemimpin<br />

massa antipemerintah, yang kini menduduki<br />

rumah Yanukovych.<br />

●●●<br />

Di Donetsk, ibu kota provinsi paling timur<br />

di Ukraina, orang-orang masih berkerumun<br />

di alun-alun kota sepanjang malam. Mereka<br />

berjaga di sekeliling patung Lenin, melindungi<br />

dari orang-orang yang berniat menumbangkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Apa yang terjadi hari<br />

ini merupakan sebuah<br />

vandalisme, sebuah<br />

kudeta.<br />

simbol hubungan Ukraina dengan Rusia itu.<br />

“Lenin merupakan bagian dari sejarah kami,<br />

bagian dari hubungan kami dengan Rusia,” kata<br />

Olga, 25 tahun, seorang ekonom. Dia takut, perubahan<br />

haluan kebijakan Ukraina, dari semula<br />

bergandengan tangan dengan Kremlin beralih<br />

ke negara-negara Uni Eropa, akan membuatnya<br />

kehilangan pekerjaan.<br />

“Teman-temanku di Uni Eropa mengatakan<br />

kami akan berada dalam masalah sangat serius<br />

jika kami berpaling ke Barat.<br />

Perekonomian kami tak cukup<br />

kompetitif. Terang lebih<br />

baik jika kami berteman<br />

dengan Rusia. Tapi juga jelas,<br />

Yanukovych harus pergi. Dia<br />

gagal, dia lemah.”<br />

Setelah Yanukovych ambil<br />

langkah seribu, negara di<br />

tepi Laut Hitam itu kini<br />

menghadapi masalah pelik. Menurut Perdana<br />

Menteri Ukraina yang baru diangkat, Arseny<br />

Yatseniuk, kantong pemerintah Ukraina sekarang<br />

“kering-kerontang”. Pinjaman senilai US$<br />

37 miliar yang didapat oleh Yanukovych hilang<br />

tak tentu rimbanya.<br />

“Aku ingin melaporkan kepada kalian, kas<br />

negara telah dirampok dan kini kosong,” kata<br />

Yatseniuk, Kamis, 27 Februari. Pemerintah<br />

sementara Ukraina telah meminta bantuan kepada<br />

Dana Moneter Internasional (IMF) untuk<br />

menambal kas negara yang bolong. Sekarang<br />

hanya tersisa US$ 430 juta atau Rp 5 triliun di<br />

brankas pemerintah Ukraina.<br />

Di saat kantong nyaris kosong-melompong,<br />

Ukraina malah terancam terpecah. Yanukovych,<br />

yang sudah tertendang dari Kiev, rupanya<br />

belum menyerah. “Mereka mencoba menakutnakuti<br />

aku. Tapi aku tak punya niat meninggalkan<br />

negara ini, juga tak berniat mundur. Aku<br />

presiden yang sah,” kata Yanukovych sesaat<br />

setelah terbang ke Kharkiv. “Apa yang terjadi<br />

hari ini merupakan sebuah vandalisme, sebuah<br />

kudeta.” Dia menyamakan tindakan oposisi<br />

menggusurnya dari kekuasaan serupa dengan<br />

yang dilakukan Adolf Hitler bersama Partai<br />

Nazi di Jerman dan Austria.<br />

Walaupun kekuasaannya cepat sekali runtuh,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Massa anti-Yanukovych<br />

mengibarkan bendera<br />

Ukraina di atas panser di<br />

muka gedung parlemen<br />

di Kiev setelah Presiden<br />

Yanukovych tergusur.<br />

Yannis Behrakis/ REUTERS<br />

namun disokong oleh sekutu lamanya, Rusia,<br />

Yanukovych tak bisa dianggap angin lalu oleh<br />

pemerintah sementara di Kiev. Yang tambah<br />

bikin runyam, mantan sekutu dari timur itu<br />

sepertinya belum rela melepaskan cengkeramannya<br />

di Ukraina. Hanya beberapa saat setelah<br />

oposisi mengambil alih kekuasaan, Presiden<br />

Rusia Vladimir Putin segera memerintahkan<br />

pasukan Rusia di perbatasan bersiaga dan<br />

menggelar latihan perang.<br />

Komentar Kremlin atas pemerintah baru di<br />

Kiev juga sama sekali tak bersahabat. “Jika segerombolan<br />

orang yang mengenakan masker<br />

hitam sembari menenteng Kalashnikov di Kiev<br />

dianggap sebagai pemerintah, sungguh sulit<br />

bagi kami bekerja sama dengan pemerintah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Massa pro-Rusia berunjuk<br />

rasa di Kota Simferopol,<br />

Crimea, pekan lalu.<br />

Sebelumnya, kelompok<br />

bersenjata menguasai<br />

gedung parlemen di kota<br />

itu.<br />

David Mdzinarishvili/REUTERS<br />

seperti itu,” kata Perdana Menteri Rusia Dmitry<br />

Medvedev.<br />

Tangan-tangan Rusia di Ukraina memang masih<br />

sangat kuat. Selain bergantung pada pasokan<br />

gas dari Rusia, di wilayah otonomi Crimea,<br />

sebagian besar penduduknya merupakan etnis<br />

Rusia. Pangkalan Armada Laut Hitam Rusia<br />

juga berada di Sevastopol, Crimea. Di wilayah<br />

di tepi Laut Hitam itu, bendera-bendera Rusia<br />

berkibar tinggi.<br />

Pertengahan pekan lalu, sekelompok geng<br />

bersenjata lengkap menguasai gedung parlemen<br />

Crimea di Simferopol dan mengerek<br />

bendera Rusia. Mereka semua mengenakan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Seorang perempuan<br />

berpose di samping<br />

patung kuda di kompleks<br />

rumah pribadi mantan<br />

Presiden Ukraina Viktor<br />

Yanukovych di pinggiran<br />

Kota Kiev.<br />

Mitchell/Getty Images<br />

tanda bertulisan ”Crimea adalah Rusia”. “Mereka<br />

tak tampak seperti relawan atau amatir.<br />

Mereka profesional,” kata Maxim, seorang aktivis<br />

pendukung Rusia. Di luar gedung, ratusan<br />

orang berkerumun mendesak pemimpin<br />

parlemen mengumumkan referendum guna<br />

menentukan apakah Crimea akan bergabung<br />

dengan Rusia.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Pasukan tak dikenal<br />

dan tanpa identitas<br />

berpatroli di luar<br />

Bandara Internasional<br />

Simferopol, Crimea,<br />

pekan lalu. Mereka<br />

menolak menyebutkan<br />

identitas, apakah prajurit<br />

Ukraina atau Rusia.<br />

Sean Gallup/Getty Images<br />

Oleksandr Turchynov, presiden sementara<br />

Ukraina, sudah menyampaikan peringatan<br />

kepada Kremlin. “Setiap pergerakan militer,<br />

apalagi jika bersenjata, melewati perbatasan<br />

akan kami anggap sebagai agresi militer,” kata<br />

Turchynov. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat<br />

John Kerry pun sudah menelepon Sergei<br />

Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mendesak<br />

supaya Moskow menahan diri. “Semua orang<br />

harus mundur dan menghindari segala bentuk<br />

provokasi,” ujar Kerry. ■<br />

SAPTO PRADITYO | KYIV post | guArdiAN | telegrAPH | reuters | NYtimes<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Yingluck<br />

Terjerat<br />

Fulus Beras<br />

Perdana Menteri Thailand Yingluck<br />

Shinawatra akan diperiksa Komisi<br />

Antikorupsi. Apakah kasus ini bakal<br />

menjungkalkannya dari kursinya?<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Di perbatasan Thailand dengan Myanmar,<br />

opium dan senjata api bukan lagi<br />

satu-satunya komoditas primadona<br />

bagi para penyelundup. Barang yang<br />

satu ini tak berbahaya, gampang diperoleh, tapi<br />

juga bisa bikin cepat kaya: beras.<br />

Di Kota Myawaddy, di bagian tenggara Myanmar,<br />

50 kilogram beras hanya bernilai sekitar Rp<br />

320 ribu. Tapi, di seberang Sungai Moei, yang<br />

membatasi Myawaddy dengan kota Mae Sot,<br />

Thailand, beras dengan berat yang sama dijual<br />

hampir dua kali lipatnya, Rp 600 ribu. Melihat<br />

tambang emas di depan mata, siapa yang tak<br />

ngiler?<br />

Beratus-ratus karung “pakan ayam”–kode<br />

para penyelundup untuk beras dari Myanmar--menyeberang<br />

Sungai Moei setiap hari.<br />

Menurut seorang penyelundup, pengiriman<br />

beras melintasi perbatasan ke Thailand biasanya<br />

dikerjakan pada malam hari. “Kami sudah<br />

melakukannya sejak beberapa tahun lalu,” kata<br />

dia pekan lalu. Setiap kali dia mengirim, paling<br />

sedikit 100 karung beras. Setiap karung berisi<br />

Perdana Menteri Thailand<br />

Yingluck Shinawatra<br />

meninggalkan Markas Angkatan<br />

Udara Thailand di Bangkok<br />

seusai rapat kabinet Selasa<br />

pekan lalu.<br />

Athit Perawongmetha/REUTERS<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

50 kilogram beras.<br />

Penyelundup kecil-kecilan memanggul sendiri<br />

karung “pakan ayam” itu di punggungnya<br />

menyeberangi sungai. Menjadi penyelundup,<br />

sekalipun hanya sanggup mengirim beberapa<br />

karung beras ke seberang sungai setiap hari,<br />

jauh lebih menguntungkan ketimbang menjadi<br />

buruh di Myawaddy. Upah buruh rata-rata di<br />

Tak ada seorang pun dipenjara<br />

karena bekerja seperti ini di<br />

Myanmar.<br />

kota itu hanya sekitar Rp 50 ribu per hari.<br />

Abang Tone, seorang penyelundup menyebutkan<br />

nama panggilannya, mengatakan<br />

bisa meraup penghasilan sekitar Rp 1,2 juta per<br />

hari. Dia sama sekali tak takut suatu kali bakal<br />

tertangkap petugas patroli perbatasan. “Sepanjang<br />

kalian mendapatkan ‘izin’ dari tentara dan<br />

membayar orang yang tepat, tak ada persoalan....<br />

Tak ada seorang pun dipenjara karena bekerja<br />

seperti ini di Myanmar,” kata Abang Tone<br />

dengan enteng.<br />

Menutup lubang-lubang lokasi penyelundupan<br />

di perbatasan Thailand-Myanmar memang<br />

bukan perkara gampang. “Kami hanya punya<br />

59 petugas untuk mengawasi perbatasan sepanjang<br />

550 kilometer,” Supachai Sasomboon,<br />

Wakil Kepala Bea Cukai di Mae Sot, mengeluh.<br />

Sejak Yingluck Shinawatra duduk di kursi<br />

Perdana Menteri Thailand pada 2011, dia mengadopsi<br />

kebijakan populis yang pernah diterapkan<br />

sang kakak, Thaksin Shinawatra, Perdana<br />

Menteri Thailand dari 2001 hingga 2006. Salah<br />

satu kebijakan populis Yingluck yang paling<br />

populer adalah subsidi beras. Lewat skema<br />

subsidi ini, saat harga beras jatuh, pemerintah<br />

Thailand memborong beras para petani Negeri<br />

Gajah Putih hampir dua kali lipat harga di pasar<br />

dan menimbunnya di gudang.<br />

Para petani Thailand, yang sebagian besar<br />

tinggal di wilayah pedesaan di bagian utara negeri<br />

itu, terang menyokong kebijakan tersebut.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Pekerja mengemas<br />

beras di Provinsi Suphun<br />

Buri, Thailad. Kawasan<br />

ini menjadi lumbung<br />

dukungan Yingluck<br />

Shinawatra karena subsidi<br />

beras bagi petani.<br />

Chaiwat Subprasom/ Reuters<br />

Mereka inilah basis utama pendukung Partai<br />

Pheu Thai, partai penjelmaan Partai Thai Rak<br />

Thai, yang didirikan Thaksin Shinawatra pada<br />

1998. Thai Rak Thai dibekukan oleh Mahkamah<br />

Konstitusi karena terbukti melanggar aturan<br />

pemilihan umum pada 2007.<br />

Kebijakan subsidi beras sudah sekian lama<br />

menjadi “bom waktu” bagi Yingluck. Kelompok<br />

oposisi menuding, Yingluck “membeli” suara<br />

para petani lewat kebijakan yang sangat royal<br />

itu. Para ekonom mengkritik skema subsidi itu<br />

karena, selain mendistorsi harga pasar, juga<br />

membebani anggaran pemerintah. Sekarang<br />

harga beras Thailand menjadi lebih mahal<br />

ketimbang beras Vietnam dan India. Tahun<br />

lalu, lembaga pemeringkat kredit, Moody's,<br />

memperingatkan skema subsidi itu akan menyedot<br />

sekitar 8 persen anggaran pemerintah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Sudah lebih dari sebulan, Perdana Menteri<br />

Thailand Yingluck Shinawatra terusir dari<br />

kantornya di Bangkok. Massa anti-pemerintah<br />

yang digalang oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />

Rakyat memblokade seluruh akses ke<br />

kompleks kantor Perdana Menteri. Setiap kali<br />

hendak menggelar rapat dengan anggota kabinetnya,<br />

dia terpaksa berpindah-pindah tempat.<br />

Bahkan kini, setiap kali bepergian, Yingluck<br />

harus menyamarkan perjalanannya. Tak ada<br />

lagi sirene meraung-raung. Tak ada pula konvoi<br />

kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />

orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti<br />

ketika lampu merah di jalan menyala. Seolaholah<br />

tak ada tempat lagi bagi Yingluck di Ibu<br />

Kota Bangkok.<br />

Di Bangkok, Yingluck mungkin dicaci. Tapi,<br />

di wilayah utara Thailand, di kampung kelahirinternasional<br />

Kami, para kaus merah, akan<br />

mengawalnya dengan pengamanan<br />

maksimum.<br />

Thailand.<br />

“Pemerintah bakal menghadapi masalah keuangan<br />

serius,” kata Nipon Puapongsakorn,<br />

ekonom Thailand Development Research<br />

Institute. “Beras bukanlah anggur, kalian tak<br />

bisa menyimpannya selamanya. Semakin lama<br />

ditimbun di gudang, nilainya bakal jatuh.”<br />

Kekhawatiran itu terbukti. Sejak beberapa<br />

bulan lalu, pembayaran subsidi beras ini mulai<br />

seret. Petani mulai kehilangan kesabaran. Pemerintah<br />

Thailand terpaksa menerbitkan surat<br />

utang untuk membayar subsidi beras yang<br />

tertunggak. Nilai subsidi beras terus membubung<br />

akibat kesalahan kalkulasi, korupsi, dan<br />

penyelundupan. Walhasil, bukan cuma petani<br />

Thailand yang menikmati subsidi, tapi petanipetani<br />

di Myanmar dan Kamboja juga ikut<br />

berpesta dengan guyuran subsidi beras dari<br />

pemerintah Thailand.<br />

●●●<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Para petani<br />

menggelar protes di<br />

kantor Kementerian<br />

Perdagangan Thailand<br />

menuntut pelunasan<br />

pembayaran subsidi<br />

beras, dua pekan lalu.<br />

Chaiwat Subprasom/REUTERS<br />

annya di Chiang Mai, dia tetap dipuja-puji. Saat<br />

mendarat di Bandara Mae Fah Luang di Chiang<br />

Rai, Rabu pekan lalu, ratusan massa pendukungnya<br />

berkerumun menyambutnya. Dalam<br />

setahun terakhir, inilah kunjungan pertama<br />

Yingluck ke daerah utara.<br />

Kessinee Chuenchom, pemimpin massa<br />

kaus merah–julukan bagi pendukung keluarga<br />

Shinawatra–menyarankan supaya Yingluck<br />

mengalihkan kantor sementaranya ke Chiang<br />

Rai atau Chiang Mai untuk menghindari gangguan<br />

massa anti-pemerintah. Dia menjamin,<br />

tak bakal ada yang bisa menyentuh Yingluck di<br />

daerahnya.<br />

“Kami harus melindungi Perdana Menteri,<br />

karena dialah orang yang bakal menjaga demokrasi.<br />

Kami, para kaus merah, akan mengawalnya<br />

dengan pengamanan maksimum,”<br />

kata Krissanapong Prombuengram, pemim-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Perdana Menteri<br />

Thailand Yingluck<br />

Shinawatra disambut<br />

pendukungnya di Kota<br />

Chiang Mai, Kamis<br />

pekan lalu.<br />

Stringer/REUTERS<br />

pin kaus merah lain. Yingluck barangkali<br />

memang perlu lebih banyak lagi pengawal,<br />

sebab musuh politiknya mengincar dari semua<br />

posisi.<br />

Medan “perang” antara kubu pemerintah<br />

melawan oposisi Thailand melebar ke manamana.<br />

Tak cuma di jalan, sekarang Yingluck juga<br />

mesti siap “bertarung” di pengadilan. Rencananya,<br />

Komisi Antikorupsi Thailand akan meminta<br />

keterangan Yingluck pada Kamis pekan lalu.<br />

Komisi Antikorupsi menuding Yingluck mengabaikan<br />

korupsi yang terjadi dalam penyaluran<br />

subsidi beras. Padahal dia merupakan Ketua<br />

Komite Nasional Kebijakan Beras Thailand. Namun<br />

massa kaus merah menggembok gerbang<br />

kantor Komisi di Jalan Nonthaburi dan mengusir<br />

semua pimpinan Komisi.<br />

Lewat akun Facebook miliknya, Yingluck<br />

membela diri. Menurut Yingluck, kebijakan<br />

skema subsidi diputuskan oleh kabinet dan<br />

disetujui parlemen. Dia mengaku tak punya<br />

wewenang untuk mengatur detail kebijakan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Para petani tengah<br />

beristirahat bersama<br />

traktor mereka di<br />

jalan raya di Provinsi<br />

Ayutthaya, dua pekan<br />

lalu. Mereka menuntut<br />

pembayaran subsidi<br />

beras dari pemerintah<br />

yang tertunggak<br />

beberapa bulan.<br />

Damir Sagolj/REUTERS<br />

tersebut. Dia juga menyindir Komisi Antikorupsi<br />

yang dianggapnya menjadi lebih tangkas<br />

dan sigap mengerjakan penyidikan kasus itu.<br />

Padahal kemajuan kasus-kasus lain jauh lebih<br />

lambat. “Aku sudah menjalankan semua tugasku<br />

dengan sebaik-baiknya. Berlawanan dengan<br />

tuduhan itu, aku tak melakukan kesalahan apa<br />

pun,” Yingluck membela diri.<br />

Vicha Mahakhun, Komisioner Komisi<br />

Antikorupsi, menangkis sindiran Yingluck<br />

di Facebook. Menurut Mahakhun, proses<br />

investigasi kasus korupsi subsidi beras sudah<br />

berlangsung lebih dari setahun, yakni<br />

sejak Desember 2012. Mereka juga pernah<br />

melayangkan peringatan ke kantor Yingluck<br />

soal dugaan patgulipat dalam penjualan stok<br />

beras pemerintah. ■<br />

SAPTO PRADITYO I TelegraPH I Bangkok POST I reuTers I econoMIST<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

mencuci<br />

‘Kota Dosa’<br />

Cina<br />

“Sungguh ironis,<br />

bintang-bintang<br />

porno Jepang sangat<br />

populer di Cina, tapi<br />

para pelacur ini malah<br />

dikejar-kejar.”<br />

GBTIMES<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Xiaoli mendapat gaji lebih tinggi dan punya<br />

rumah lebih bagus daripada rata-rata temannya.<br />

Teman-temannya curiga, dia bisa memperoleh<br />

semua itu dengan cara menjajakan tubuh sebagai<br />

pelacur. Bahkan ibunya sendiri memaksanya<br />

mundur dari pekerjaannya dan mencari<br />

sumber pendapatan lain. Lelah dengan semua<br />

tekanan itu, Xiaoli menyerah. Dia berniat keluar<br />

dari pekerjaan yang telah memberinya gaji lumayan<br />

tinggi itu.<br />

Zhang Yun, juga bukan nama sebenarnya,<br />

bekerja di sebuah perusahaan di Kota Dongguan<br />

dan menerima tekanan sosial serupa. Setiap<br />

kali mengaku bekerja di Dongguan, orang selainternasional<br />

ASIAONE<br />

Hu Xiaoli, bukan nama sebenarnya,<br />

berang bukan kepalang saat temantemannya<br />

menuduhnya bekerja sebagai<br />

perempuan penghibur. Gadis<br />

22 tahun ini bekerja di sebuah hotel bintang<br />

di Kota Dongguan, kota yang punya berderet<br />

stempel negatif: Kota Dosa, Ibu Kota Seks Cina,<br />

dan Amsterdam Oriental.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Kita harus menghajar bisnis<br />

esek-esek ini sama seperti<br />

kita menghancurkan bisnis<br />

obat terlarang setahun<br />

lalu.”<br />

lu memandangnya dengan syak.<br />

“Padahal apa salahnya bekerja di Dongguan?”<br />

kata Zhang Yun dengan sebal dua pekan lalu.<br />

Gadis cantik dari Provinsi Hunan yang masih<br />

hidup melajang ini bekerja sebagai direktur<br />

keuangan sebuah pabrik. Dia menerima gaji<br />

8.000 yuan atau sekitar Rp 15,3 juta per bulan.<br />

Beberapa bulan lalu, lewat perantaraan<br />

seorang teman, Zhang<br />

berencana berkencan buta<br />

dengan seorang laki-laki. Namun<br />

laki-laki itu mendadak<br />

membatalkan kencan setelah<br />

mendengar kabar bahwa<br />

Zhang bekerja di Dongguan.<br />

“Tidak semua perempuan<br />

sukses hanya mengandalkan<br />

penampilannya,” kata Zhang.<br />

Ketika komunis berkuasa<br />

di Cina pada 1949, pemerintah<br />

memberangus semua bentuk prostitusi.<br />

Namun, ketika Sang Naga mulai menggeliat,<br />

dan mesin ekonomi Cina semakin panas melaju<br />

kencang, bisnis terlarang di bawah tanah<br />

itu juga tumbuh subur, terutama di Dongguan.<br />

Menurut taksiran harian South China Morning<br />

Post dua tahun lalu, ada sekitar 300 ribu perempuan<br />

penghibur di Dongguan dan ada sekitar<br />

800 ribu tenaga kerja yang terkait dengan<br />

bisnis “keringat” ini. Setiap tahun perputaran<br />

duit di bisnis esek-esek di Dongguan berkisar<br />

US$ 8 miliar atau sekitar Rp 93 triliun, hampir<br />

sepersepuluh pendapatan kotor kota itu.<br />

Ibarat gula-gula, Dongguan punya semua<br />

modal untuk menarik perempuan penghibur<br />

dari seluruh daerah di Cina berkerumun di kota<br />

itu. Di Dongguan, perempuan-perempuan<br />

penghibur yang masih belia bisa meraup duit<br />

10 ribu yuan atau sekitar Rp 18 juta per bulan<br />

dengan gampang. “Kami tak pernah memaksa<br />

mereka. Mereka datang sukarela dan pergi<br />

sendiri,” kata seorang germo.<br />

Kota di Provinsi Guangdong ini berbatasan<br />

langsung dengan dua kota yang menjadi<br />

lambang kekuatan ekonomi Cina: Guangzhou<br />

di utara dan Shenzhen di selatan. Dari Hong<br />

Kong, Dongguan bisa ditempuh hanya dalam<br />

waktu kurang dari 70 menit dengan kereta.<br />

Tak mengherankan jika tak sedikit pelanggan<br />

setia “kupu-kupu” Dongguan adalah laki-laki<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

memoles citranya, tahun lalu pemerintah Dongguan<br />

membuat iklan khusus untuk menghapus<br />

predikat Kota Dosa. Tapi cap yang sudah menempel<br />

puluhan tahun itu telanjur melekat.<br />

l l l<br />

REUTERS<br />

hidung belang kaya dari Hong Kong. “Kami<br />

mendapatkan sesuatu yang tak bisa diberikan<br />

perempuan Hong Kong,” seorang laki-laki<br />

Hong Kong memberikan pengakuan. “Laki-laki<br />

itu egois. Kami ingin dihargai... ya kami paham<br />

ini palsu, tapi kami menyukainya.”<br />

Saking kondangnya reputasi kehidupan malam<br />

kota itu, menurut mantan Ketua Partai Komunis<br />

Dongguan Liu Zhigeng, ”Setiap istri pasti cemas<br />

setiap kali suaminya melakukan perjalanan bisnis<br />

ke Dongguan.... Ini sungguh memalukan.” Demi<br />

Alberto sudah delapan tahun tinggal di Cina.<br />

Beberapa kali dia singgah di Dongguan dan<br />

menginap di salah satu hotel bintang lima di<br />

kota itu bersama rekanan bisnisnya. Walaupun<br />

dikelola oleh manajemen hotel internasional,<br />

jangan dikira penginapan itu steril dari perempuan<br />

penghibur.<br />

Laki-laki kelahiran Italia ini menuturkan, setiap<br />

kali singgah di Dongguan, rekan-rekan bisnisnya<br />

bungah bukan kepalang. “Begitu checkin<br />

di hotel, mereka buru-buru pergi bersauna,”<br />

kata Alberto dua pekan lalu. Rupanya mereka<br />

tak hendak memeras keringat dengan berpanas-panas<br />

dalam ruang sauna.<br />

Yang mereka incar adalah perempuan-perempuan<br />

penghibur yang bertebaran di hotel<br />

itu, dari ruang spa, sauna, ruang karaoke, hingga<br />

lorong-lorong kamar. Malam itu, Alberto berce-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Jika tidak, kami pasti sudah<br />

tutup bertahun-tahun<br />

lalu.<br />

rita, tiga kali pintu kamarnya diketuk perempuan<br />

yang menawarkan “jasa” untuk menemaninya<br />

di kamar. “Aku menyukai perempuan, tapi aku<br />

takut polisi setiap saat datang menggerebek,”<br />

kata Alberto.<br />

Alberto beruntung tak melayani godaan<br />

perempuan-perempuan itu. Pada Ahad malam,<br />

9 Februari lalu, sekitar 6.700 polisi Dongguan<br />

serentak menggeruduk ribuan tempat hiburan—hotel,<br />

panti pijat, spa, dan karaoke—yang<br />

dicurigai menjadi kedok<br />

bisnis prostitusi. Ada 1.948<br />

tempat hiburan yang telah<br />

diinvestigasi dan 162 orang<br />

ditangkap. Di Cina, seorang<br />

pelacur hanya dihukum penjara<br />

15 hari atau denda 2.000<br />

yuan (Rp 38 juta). Namun<br />

sang germo bisa dihukum<br />

hingga 5 tahun penjara.<br />

Operasi menggusur pelacuran dari Dongguan<br />

ini bakal berlangsung selama tiga bulan.<br />

Hu Chunhua, Ketua Partai Komunis Cina di<br />

Provinsi Guangdong, buru-buru mengeluarkan<br />

perintah untuk menggerebek tempat-tempat<br />

berkumpulnya “kupu-kupu” penghibur itu<br />

setelah stasiun televisi Central China Television<br />

(CCTV) menayangkan laporan khusus penelusuran<br />

mereka terhadap lokasi-lokasi pelacuran<br />

terselubung di Dongguan.<br />

“Kita harus menghajar bisnis esek-esek ini<br />

sama seperti kita menghancurkan bisnis obat<br />

terlarang setahun lalu,” kata Chunhua. Dia<br />

pantas geram karena telah dipermalukan oleh<br />

tayangan CCTV. Dalam tayangan sepanjang 14<br />

menit itu, tampak betapa mami-mami perempuan<br />

penghibur itu sama sekali tak takut dengan<br />

polisi, bahkan cenderung melecehkan.<br />

Bahkan mereka sesumbar, polisi tak akan<br />

menyentuh bisnis terlarang mereka. “Jika tidak,<br />

kami pasti sudah tutup bertahun-tahun lalu,”<br />

ujar seorang germo. Wartawan CCTV membuktikannya.<br />

Dia dua kali melaporkan praktek<br />

prostitusi di sebuah hotel, tapi tak sekali pun<br />

petugas polisi nongol.<br />

Bukan rahasia lagi bahwa bisnis seks ini, juga<br />

bisnis terlarang lainnya, menjadi ladang subur<br />

polisi untuk mengeruk fulus. Gara-gara membiarkan<br />

pelacuran tumbuh subur di kotanya,<br />

Wakil Wali Kota dan Kepala Biro Keamanan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

REUTERS<br />

Kota Dongguan Yan Xiaokang serta beberapa<br />

kepala kantor distrik polisi dicopot. Tak aneh<br />

jika bisnis ini, seperti alang-alang yang tak mati<br />

sekalipun dibakar, sukar sekali dibasmi. Dalam<br />

sepuluh tahun terakhir, tiga kali pemerintah<br />

Cina menggelar operasi besar-besaran untuk<br />

menggusur bisnis esek-esek di Dongguan.<br />

Yu, seorang germo di Dongguan, dan ribuan<br />

germo lain beserta anak buahnya, untuk<br />

sementara tiarap dan “mengungsi” ke kota<br />

lain. “Badai bakal datang,” Yu menerima pesan<br />

pendek di ponselnya pada pagi hari sebelum<br />

penggerebekan. Dia segera menutup spa miliknya<br />

dan memulangkan anak buahnya.<br />

Pendapat warga Dongguan terbelah soal<br />

penggusuran pelacuran. Ada yang menyokong,<br />

ada pula yang bersimpati kepada perempuanperempuan<br />

ini. “Sungguh ironis, bintang-bintang<br />

porno Jepang sangat populer di Cina, tapi<br />

para pelacur ini malah dikejar-kejar,” kata Chen<br />

Chang, warga Dongguan. n SAPTO praditYO | global<br />

timeS | Xinhua | China dailY | ForbeS<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Adakah Judi<br />

di Balik<br />

Ali?<br />

“I’m the greatest, I am<br />

king of the world.”<br />

WASHINGTON TIMES<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Ketika dia<br />

menatapmu, tak<br />

peduli kalian siapa,<br />

kamu akan terasa<br />

mengkerut menjadi<br />

setinggi 1 meter.”<br />

Charles L. “Sonny” Liston adalah<br />

“monster” di ring tinju pada 1950-<br />

1960-an. Kenal tinju dari seorang<br />

pendeta di penjara, Sonny memiliki<br />

kekuatan pukulan menakutkan. Dia seperti<br />

Mike Tyson pada masanya.<br />

Sebagian besar lawannya tumbang mencium<br />

kanvas sebelum lonceng tanda berakhirnya<br />

ronde ketiga berdentang. Bahkan Floyd<br />

Patterson, juara dunia tinju kelas berat<br />

termuda, hanya bertahan kurang dari<br />

tiga menit. Dua kali bertarung melawan<br />

Liston, dua kali pula Patterson<br />

tumbang sebelum ronde pertama berakhir.<br />

“Orang bicara mengenai Mike<br />

Tyson, tapi Sonny Liston lebih buas,<br />

lebih merusak.... Ketika dia menatapmu,<br />

tak peduli kalian siapa, kamu<br />

akan terasa mengkerut menjadi<br />

setinggi 1 meter,” kata promotor<br />

tinju Harold Conrad. Pukulan<br />

Liston, baik jab maupun hook,<br />

menurut Johnny Tocco—dia<br />

pernah melatih Sonny, George<br />

Foreman, dan Tyson—paling keras di antara<br />

semua bekas anak didiknya.<br />

Bahkan Muhammad Ali pun sempat keder<br />

saat naik ring melawan Sonny pada Selasa<br />

malam 50 tahun lalu, 25 Februari 1964, di Convention<br />

Hall, Miami Beach, Florida. Padahal<br />

Ali—saat itu masih memakai nama Cassius<br />

Marcellus Clay—yang kala itu baru 22 tahun,<br />

sempat sesumbar bakal menganvaskan Sonny<br />

si Beruang Besar pada ronde kedelapan. “Aku<br />

akan mengirimnya ke kebun binatang setelah<br />

tuntas mencambukinya,” si Mulut Besar Cassius<br />

berkoar.<br />

Cassius memang sengaja memancing emosi<br />

Sonny. “Aku tahu Sonny kelewat percaya diri.<br />

Dia yakin bisa menyelesaikan pertarungan<br />

hanya dalam dua ronde,” kata Cassius. Di atas<br />

ring, Cassius alias Ali sengaja berdiri di ujung jari<br />

kaki supaya bisa berdiri sejajar dengan Sonny.<br />

“Aku tak bohong, aku sebenarnya takut...<br />

mengetahui betapa kerasnya pukulan dia.<br />

Tapi aku tak punya pilihan selain naik ring dan<br />

bertarung,” kata Ali seusai pertarungan. Tak<br />

mengherankan jika di bandar taruhan Sonny<br />

jauh lebih diunggulkan dibanding Ali. Dari 46<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs Muhammad Ali<br />

WASHINGTON TIMES<br />

penulis olahraga, hanya tiga orang yang percaya<br />

Cassius bisa mengalahkan Sonny.<br />

Ronde pertama, Sonny memang bernafsu<br />

ingin segera mengakhiri perlawanan Cassius.<br />

Namun, dengan langkah kupu-kupunya,<br />

Ali menari-nari menjaga jarak dari jangkauan<br />

pukulan Sonny. Strategi Ali benar-benar mangkus<br />

meredam keberingasan si Beruang Besar.<br />

Sekali-sekali, Cassius menyengat balik dengan<br />

pukulan jab tangan kirinya.<br />

Selamat melewati ronde pertama, kepercayaan<br />

diri Cassius mulai bangkit. “Aku merasa<br />

tenang karena aku tahu bakal bisa bertahan,”<br />

kata Ali. Di ronde ketiga, si Mulut Besar mulai<br />

bisa mengendalikan pertarungan. Kombinasi<br />

gerak kakinya yang sangat lincah dengan sengatan<br />

jab-nya menyakiti Sonny. “My God, Cassius<br />

Clay is winning this fight!” penyiar televisi<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Aku tak bohong,<br />

aku sebenarnya<br />

takut... mengetahui<br />

betapa kerasnya<br />

pukulan dia.<br />

Lee Keiter berteriak di samping ring.<br />

Klimaks pertarungan itu sungguh tak disangka.<br />

Ketika lonceng tanda dimulainya ronde<br />

ketujuh berdentang, Ali melangkah ke tengah<br />

ring. Namun, sekian detik ditunggu, Sonny<br />

masih duduk di pojok, hingga akhirnya wasit<br />

Barney Felix menyatakan kemenangan untuk<br />

Cassius Clay. Belakangan, Sonny mengaku tak<br />

sanggup lagi melanjutkan pertarungan akibat<br />

cedera bahu. Hasil pemeriksaan tim dokter<br />

juga menyokong pernyataan Sonny Liston.<br />

Maka lahirlah juara dunia tinju kelas berat<br />

baru, petinju terbesar sepanjang masa: Muhammad<br />

Ali. “I’m the greatest, I am king of<br />

the world,” si Mulut Besar berteriak ke arah<br />

penonton dari atas ring.<br />

l l l<br />

Seperti koran New York Times kala itu menulis,<br />

hasil pertarungan Cassius Clay melawan<br />

Sonny Liston benar-benar sulit dipercaya. Muncul<br />

rupa-rupa rumor, berembus macam-macam<br />

kabar burung dan spekulasi.<br />

Spekulasi itu semakin kencang setelah digelar<br />

pertarungan ulang Ali-Sonny pada 25 Mei 1965<br />

di Lewiston, Maine. Entah bagaimana caranya,<br />

mendadak Sonny Liston tersungkur mencium<br />

kanvas hanya dua menit setelah ronde pertama<br />

dimulai. Tak ada yang menyaksikan bagaimana<br />

pukulan Ali melayang. Konon, saking cepatnya,<br />

pukulan Ali yang menjatuhkan Sonny segera<br />

mendapat julukan: Phantom Punch.<br />

Setelah menganvaskan Sonny, alih-alih menyingkir<br />

ke pojok ring, Ali malah mengangkang<br />

di atas tubuh Sonny. “Get up and fight, sucker!”<br />

teriak Ali kepada Sonny, yang masih tergeletak<br />

di kanvas. Bukan cuma sesama petinju, seperti<br />

Jack Dempsey, Joe Louis, dan Floyd Patterson,<br />

yang menaruh syak, rupanya Biro Investigasi<br />

Federal Amerika Serikat (FBI) juga curiga “ada<br />

main” dalam dua kali pertarungan Ali-Sonny<br />

Liston.<br />

Dokumen hasil investigasi FBI yang diungkap<br />

oleh Washington Times pekan lalu menyingkap<br />

kisah di balik pertarungan akbar setengah abad<br />

silam itu. Memo FBI bertanggal 24 Mei 1966<br />

memuat wawancara agen FBI dengan seorang<br />

penjudi dari Houston, Barnett Magids. Kepada<br />

FBI, Magids menuturkan percakapannya deng-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs<br />

Muhammad Ali<br />

MIRROR<br />

an sesama penjudi, Ash Resnick. Mister Resnick<br />

punya hubungan kuat dengan jaringan<br />

mafia yang dikendalikan oleh Meyer Lansky<br />

dan Vincent “Jimmy Blue Eyes” Alo.<br />

“Suatu kali, Resnick memperkenalkan Magids<br />

kepada Sonny Liston di Hotel Thunderbird,”<br />

FBI menulis. Hotel Thunderbird dimiliki oleh<br />

jaringan mafia. Seminggu sebelum pertarungan<br />

Ali-Sonny, FBI menulis di memonya, Resnick<br />

mengundang Magids ke Florida. Semua biaya<br />

ditanggung Resnick. Namun, tiga hari sebelum<br />

pertarungan, Magids menelepon Resnick<br />

mengabarkan tak bisa datang. “Iseng-iseng,<br />

Magids bertanya kepada Resnick, bagaimana<br />

kira-kira hasil pertarungan Ali-Sonny. Resnick<br />

mengatakan Sonny akan menjatuhkan Ali di<br />

ronde kedua.”<br />

Beberapa jam menjelang pertarungan, Magids<br />

kembali menelepon Resnick menanyakan<br />

bagaimana kira-kira hasil pertarungan malam<br />

itu. “Resnick meminta Magids tak usah bertaruh<br />

dan tonton saja pertarungan itu di televisi<br />

dan dia akan tahu kenapa.”<br />

Malam itu, bersama jutaan orang di seluruh<br />

dunia, dia menyaksikan pertarungan si Mulut<br />

Besar melawan Beruang Besar. “Seketika dia<br />

paham bahwa Resnick tahu Sonny bakal kalah,”<br />

agen FBI menulis. Menurut sejumlah penuturan<br />

pemain judi di Las Vegas kepada Magids,<br />

malam itu konon Resnick dan Sonny Liston<br />

meraup lebih dari US$ 1 juta hasil bertaruh.<br />

Keduanya menjagokan kemenangan Ali.<br />

Walaupun mencium aroma mencurigakan di<br />

balik pertarungan besar itu, FBI tak bisa menemukan<br />

bukti bahwa Sonny Liston sengaja<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs<br />

Muhammad Ali<br />

MIRROR<br />

mengalah. FBI juga tak menemukan bukti<br />

keterlibatan Ali dalam permainan itu. Tapi FBI<br />

percaya, Resnick-lah dalang “permainan” tersebut.<br />

Tangan Resnick dicurigai juga bermain di<br />

sejumlah olahraga lain.<br />

Pada awal 1970-an, dia merupakan sobat karib<br />

Wilt Chamberlain, bintang liga bola basket<br />

NBA, yang baru mulai menanjak. Dia beberapa<br />

kali menjadi tamu di Hotel Caesars Palace di<br />

Las Vegas, yang dikelola Resnick. “Dia akan selalu<br />

menjadi biang korupsi dalam olahraga profesional<br />

sampai ada yang menghentikannya,”<br />

agen FBI menulis. Ali tak bersedia memberikan<br />

keterangan, sementara Sonny meninggal empat<br />

tahun setelah tarung ulang melawan Ali. n<br />

SAPTO PRADITYO | washIngton TImes | SPort ILLUstrated | wsJ<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Menunggu Wagyu<br />

Asli Jepang<br />

Pemerintah mengizinkan<br />

impor sapi wagyu dari<br />

Jepang. Selama ini,<br />

wagyu diimpor dari<br />

Australia. Jepang<br />

berjanji berinvestasi<br />

sapi wagyu di Indonesia.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

HARGA sepiring steak daging sapi<br />

di Holycow Steak house di kawasan<br />

Santa, Jakarta Selatan, itu kurang<br />

dari Rp 100 ribu. Tapi itu untuk<br />

daging sapi biasa. Bagi peminat kuliner sejati—<br />

atau sekadar ingin membuat kekasihnya terkesan—bisa<br />

memilih menu daging yang lebih<br />

elite. Daging sapi Jepang alias wagyu.<br />

Di rumah makan itu, sepiring wagyu steak<br />

dijual dengan harga Rp 550 ribu. Dengan harga<br />

semahal itu, pengunjung akan mendapatkan<br />

daging yang lemaknya mudah lumer sehingga<br />

teksturnya lembut. Bahkan, karena lembutnya,<br />

daging itu tidak boleh dimasak terlalu lama. Selain<br />

itu, kadar lemak jenuh daging wagyu sangat<br />

rendah dan mengandung asam oleic—seperti di<br />

minyak zaitun—yang malah mengurangi kadar<br />

kolesterol.<br />

Meski namanya wagyu—rumah makan itu<br />

menyebut de ngan istilah generik internasio­<br />

Daging wagyu sedang<br />

dimasak di salah satu<br />

rumah makan di Jakarta.<br />

Rengga Sencaya/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Peternak di Australia<br />

memiliki organisasi<br />

Asosiasi Wagyu Australia,<br />

yang anggotanya para<br />

peternak sapi ras Jepang<br />

itu.<br />

nal, yakni Kobe beef—tapi asal sapinya bukan<br />

kelahiran Jepang, melainkan Australia. Pemilik<br />

Holy cow, Afit Dwi Putranto, menjamin daging<br />

itu dari sapi murni ras Jepang alias full blood.<br />

“Sapinya asli Jepang yang dibawa ke Australia,”<br />

kata Afit. “Namun tidak ada percampuran<br />

dengan sapi di Australia.”<br />

Mulai tahun ini, Afit mungkin tidak perlu lagi<br />

menjelaskan “KTP” si sapi<br />

yang dagingnya disajikan di<br />

atas piring rumah makan miliknya.<br />

Pasalnya, pemerintah<br />

sudah mengizinkan impor<br />

sapi Jepang, dan pemerintah<br />

Tokyo sudah menawarkan<br />

mengekspornya.<br />

“Kalau ada pengusaha kita<br />

mau mengambil (daging wagyu)<br />

dari Jepang dengan harga dan kualitas Jepang,<br />

ya silakan saja,” kata Direktur Jenderal Perdagangan<br />

Luar Negeri Kementerian Perdagangan,<br />

Bachrul Chairi. Meski begitu, sejauh ini belum<br />

ada importir yang mengajukan permohonan<br />

impor sapi yang pasarnya sangat terbatas itu.<br />

Langkah ini diambil setelah Organisasi Kesehatan<br />

Hewan Internasional yang bermarkas<br />

di Paris, Office International des Epizooties,<br />

menyatakan Jepang sudah bebas penyakit<br />

mulut dan kuku serta sapi gila pada Mei 2013.<br />

Keputusan ini disusul dengan langkah Organisasi<br />

Perdagangan Luar Negeri Jepang (JETRO),<br />

yang mengirim proposal ke Indonesia untuk<br />

memasok daging dari Kobe.<br />

Di Jepang sendiri, istilah Kobe beef sudah<br />

dipatenkan untuk sapi ras Tajima, yang dibesarkan<br />

dan dipotong di wilayah Hyogo. Jepang<br />

tidak pernah mengekspor Kobe beef ini sampai<br />

2012. Tidak mengherankan jika harian Amerika<br />

Serikat, Miami New Times, misalnya, pernah<br />

meributkan label “Kobe Beef” di restoran-restoran<br />

di Negara Bagian Florida karena dagingnya<br />

bukan dari Jepang.<br />

Karena soal itu, para peternak di luar Jepang<br />

menggunakan istilah wagyu untuk menyebut<br />

sapi serupa dengan yang dari Kobe, Ibu Kota<br />

Hyogo, itu. Peternak di Australia, misalnya,<br />

memiliki organisasi Asosiasi Wagyu Australia,<br />

yang anggotanya para peternak sapi ras Jepang<br />

itu.<br />

Australia menjadi negara terbesar kedua<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Para pembeli sedang<br />

memilih daging sapi di<br />

pasar induk Tokyo.<br />

Koichi Kamoshida/Getty Images<br />

yang membesarkan wagyu setelah Amerika<br />

Serikat. Menurut situs Asosiasi, mereka bahkan<br />

mengirim 15 ribu wagyu bakalan ke Jepang setiap<br />

tahunnya.<br />

Dari anggota asosiasi ini, sekitar 10 perusahaan<br />

Indonesia mengimpor wagyu. Ketua Asosiasi<br />

Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas<br />

Sembiring, mengatakan para importir wagyu<br />

itu siap mendatangkan daging langsung dari<br />

Kobe. Penambahan sumber impor akan membuat<br />

persaingan semakin ketat. “Harga pasti<br />

lebih murah, yang diuntungkan konsumen,”<br />

kata Thomas.<br />

Sebagian wagyu yang diimpor itu dalam<br />

bentuk sapi bakalan, bukan daging yang siap<br />

diolah. Sejumlah peternakan, seperti di Lam­<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Importir melepas daging<br />

wagyu mulai harga Rp<br />

350 ribu per kilogram<br />

sampai Rp 2 juta.<br />

pung, Semarang, dan Wonosobo, berbisnis<br />

menggemukkan wagyu yang didatangkan dari<br />

Australia.<br />

Salah satu perusahaan penggemukan adalah<br />

PT Santosa Agrindo (Santori), yang sejak dua<br />

tahun lalu menggemukkan sapi wagyu di Lampung.<br />

“Kami memiliki sekitar 1.600 ekor sapi<br />

wagyu,” ujar Dayan Antoni, Kepala Pembiakan<br />

Ternak Santori.<br />

Seperti sapi biasa sebangsa<br />

angus, dengan kapal,<br />

wagyu berukuran sekitar<br />

250 kilogram dikirim ke Indonesia.<br />

Santori kemudian<br />

merawat wagyu itu selama<br />

400 hari sehingga beratnya<br />

setidaknya 500 kilogram. Untuk sapi seperti<br />

angus, kadang baru 400 kilogram sudah dipotong,<br />

tapi wagyu mesti lebih gendut lagi. Penyebabnya?<br />

Agar persebaran lemak—disebut<br />

marbling—di dagingnya lebih banyak.<br />

Persebaran lemak ini penting karena menjadi<br />

ukuran kualitas dan harga wagyu. Importir<br />

melepas daging wagyu mulai harga Rp 350 ribu<br />

per kilogram sampai Rp 2 juta. “Ini tergantung<br />

marbling,” kata Thomas.<br />

Pemerintah Indonesia mengizinkan wagyu<br />

dari Jepang datang karena berbagai sebab.<br />

Selain sudah dinyatakan bebas penyakit kuku<br />

dan mulut, izin keluar karena Jepang memberi<br />

sejumlah konsesi. Salah satunya, Jepang<br />

membuka pintu bagi daging ayam olahan asal<br />

Indonesia.<br />

Selama ini, impor daging ayam olahan ke<br />

Jepang lebih banyak dari Cina, Thailand, dan<br />

Brasil. Menurut Syukur, pemerintah dan JETRO<br />

sedang membahas prosedur dan persyaratan<br />

ekspor daging ayam olahan tersebut. “Jadi ada<br />

imbal-baliknya juga untuk kita,” ujar Direktur<br />

Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,<br />

Syukur Iwantoro.<br />

Selain itu, Jepang menjanjikan investasi di<br />

pembibitan sapi wagyu dan ras sapi andalan<br />

Indonesia, sapi Bali. Pihak JETRO telah meminta<br />

pemerintah membantu investor Jepang<br />

bertemu dengan kepala-kepala daerah untuk<br />

mencari lahan yang cocok.<br />

Pemerintah bahkan akan menggerakkan perusahaan<br />

miliknya, seperti PT Berdikari, untuk<br />

budi daya wagyu. Berdikari ini, kata Syukur,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

memiliki 6.000 hektare lebih lahan ternak sapi<br />

di Sidrap, Sulawesi Selatan, tapi hanya 1.000<br />

hektare yang terpakai.<br />

Pengusaha sapi swasta, yang gembira karena<br />

keran impor wagyu dari negara aslinya dibuka,<br />

tidak terlalu optimistis dengan janji Jepang soal<br />

investasi. Dayan, yang juga koordinator Asosiasi<br />

Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, mengatakan<br />

bahwa Jepang sangat kokoh menjaga<br />

wagyu. “Mereka biasanya hanya ekspor semen<br />

(sperma) beku atau embrio,” katanya.<br />

Jadi, kalaupun benar ada investasi, Dayan<br />

meminta pemerintah memastikan sapinya benar-benar<br />

ras Jepang murni, bukan campuran<br />

wagyu dengan sapi-sapi lain. n<br />

HANS henriCUS B.S. aron<br />

Anaknya pun Bernama Kobe<br />

NAMA pemain basket yang membawa Los Angeles<br />

Lakers lima kali juara NBA itu adalah Kobe Bryant.<br />

Asal nama itu sederhana: orang tuanya terkesan<br />

saat menikmati daging wagyu alias Kobe beef.<br />

Nama pemain basket itu menunjukkan bahwa daging sapi<br />

Jepang sangat dikagumi. Lemaknya yang banyak dan titik<br />

didihnya yang rendah membuat seakan lumer saat dimakan.<br />

Tapi orang Jepang sendiri tidak tahu bahwa kualitas daging<br />

sapi mereka begitu bagus sampai Restorasi Meiji datang.<br />

Jepang memang tidak memiliki tradisi makan daging sapi.<br />

Jadi, ketika ada orang asing datang ke Kobe—yang kemudian<br />

menjadi salah satu kota dagang Jepang—mereka takjub<br />

merasakan dagingnya yang begitu enak. Sebutan daging<br />

Kobe atau Kobe beef pun muncul.<br />

Daging wagyu yang dikonsumsi di Indonesia datang<br />

dari Australia meski keturunan Jepang. Mereka menyebut<br />

produknya wagyu (bahasa Jepang yang berarti sapi) karena<br />

nama Kobe beef sudah dipatenkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

MEMBEDAKAN<br />

KUALITAS<br />

Wagyu<br />

Sejumlah kriteria digunakan untuk<br />

menentukan kualitas daging wagyu<br />

alias sapi Jepang. Tapi standar<br />

yang paling ketat dipakai adalah<br />

penyebaran lemak di dalam daging.<br />

Lemak tak jenuh di wagyu ini<br />

membuat rasanya berasa lumer di<br />

lidah.<br />

Berikut ini cara membedakan<br />

standar lemak (marbling) dalam<br />

wagyu. Ada 12 kelas dan yang<br />

dianggap memenuhi standar Kobe<br />

beef adalah nomor 6 sampai 12.<br />

Sapi jenis Tajima-gyu<br />

yang lahir di Prefektur<br />

Hyogo. Setiap sapi<br />

lahir diberi 10 angka<br />

identitas. Saat membeli<br />

daging, angka identitas<br />

ini bisa melacak<br />

asal-muasal sapi<br />

sampai ke perusahaan<br />

Jepang yang<br />

menggemukkan.<br />

Mereka akan siap<br />

dipotong dalam usia<br />

28 bulan, dan rata-rata<br />

dipotong pada usia 32<br />

bulan. Hanya sapi yang<br />

dipotong di wilayah<br />

Prefektur Hyogyo, yang<br />

beribu kota Kobe, yang<br />

mendapat pengesahan<br />

Kobe beef.<br />

Tidak semua<br />

daging dari Hyogo<br />

masuk kategori<br />

Kobe beef karena<br />

mesti memenuhi<br />

syarat, terutama<br />

penyebaran<br />

lemaknya.<br />

STANDAR koBE BEEF<br />

di bawah standar<br />

masuk standar kobe beef<br />

Sapi itu hanya mendapat makanan terbaik—<br />

jerami, maize, barley, dan biji-bijian lain. Minuman<br />

hanya air bersih dan segar. Perawatan juga<br />

dipastikan agar sapi-sapi itu tidak stres.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pasar Sempit<br />

Pesawat Ringan<br />

Pasar pesawat ringan sangat kecil. Pajak tinggi menjadi hambatan.<br />

Bisnis impor pesawat menjadi seret.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pesawat trike yang banyak<br />

dipakai penggemar olahraga<br />

dirgantara karena harganya<br />

miring.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

PERUSAHAAN penerbangan ini memang<br />

tidak bisa dibilang besar. Dengan<br />

nama PT Asia Aero Technology,<br />

perusahaan ini mengoperasikan satu<br />

lapangan terbang kecil, yakni di Pusat Pendidikan<br />

Dirgantara di kawasan Bumi Perkemahan<br />

Cibubur, Jakarta Timur. Mereka juga memberi<br />

layanan pelatihan penerbangan pesawat ringan.<br />

Meski begitu, perusahaan ini sebenarnya<br />

juga memiliki bisnis lain: mengimpor pesawat<br />

terbang kecil, yang hanya memiliki satu atau<br />

dua tempat duduk. Tapi bisnis sebagai pesawat<br />

ini tidak terlalu moncer.<br />

Sudah dua tahun tidak ada yang membeli<br />

pesawat baru dari Asia Aero. Malah, dalam tiga<br />

tahun terakhir, perusahaan hanya bisa mengimpor<br />

satu pesawat terbang kecil. “(Itu digunakan)<br />

salah satu anggota Asia Aero Flying Club<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Robert Cau (paling kanan),<br />

pemilik pesawat ringan CTSW,<br />

di lapangan udara Cibubur.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

di Solo,” kata Direktur Operasional Asia Aero<br />

Technology, Bagas Adhadhirga.<br />

Pasar pesawat terbang kecil memang sangat<br />

kecil. Populasi pesawat kecil untuk hobi—atau<br />

kadang disebut olahraga—di Indonesia sangat<br />

sedikit. Hanya sekitar 100 buah. Sedangkan<br />

untuk versi yang lebih murah, gantole bermesin<br />

atau lazim disebut trike, jumlahnya sekitar<br />

300 buah.<br />

Pesawat-pesawat ini tersebar di beberapa<br />

lapangan terbang kecil. Di Jakarta, selain di<br />

Cibubur, ada di Bandara Pondok Cabe. Tempat<br />

lain yang relatif dekat adalah lapangan terbang<br />

Lido di Sukabumi, Jawa Barat.<br />

Konsumen pesawat ringan ini di antaranya<br />

Robert Cau. Direktur wilayah Indonesia sebuah<br />

perusahaan dari Swiss ini biasa datang setiap<br />

Sabtu ke Cibubur. Dari sana, ia akan terbang 1-2<br />

jam di wilayah Jawa Barat, Jakarta, atau Banten.<br />

Ia menggilai olahraga dirgantara ini karena<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Mesin trike alias gantole<br />

bermesin. Busi dan suku<br />

cadang pesawat kecil ini<br />

menggunakan suku cadang<br />

mobil.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

obsesi sejak kecil adalah menjadi pilot. Cita-cita<br />

pria asal Kisaran, Asahan, Sumatera Utara, itu<br />

terbengkalai. Akhirnya lulusan Somerset College,<br />

Inggris, itu bisa merealisasi cita-citanya<br />

setelah ia bekerja di perusahaan multinasional.<br />

Populasi pesawat ini relatif sedikit di Indonesia,<br />

padahal harganya tidak semahal yang<br />

banyak dibayangkan orang. Robert, yang juga<br />

menjadi Ketua Umum Asia Aero Flying Club<br />

Cibubur, misalnya, sudah hampir lima tahun ini<br />

memiliki pesawat kecil berkapasitas dua tempat<br />

duduk buatan Flight Design dari Jerman, yakni<br />

seri CTSW. Pesawat itu ia beli Rp 1,5 miliar, tidak<br />

berbeda jauh dengan banyak mobil mewah<br />

yang berseliweran di Jakarta.<br />

Meski bisa dibilang “murah” untuk ukuran<br />

olahraga dirgantara, harga itu masih mahal<br />

dibanding di luar negeri. Pasalnya, di Indonesia<br />

pajaknya bisa mencapai 62-67 persen. “Padahal<br />

di Amerika Serikat, Australia, dan Jerman, pesawat<br />

ini biaya pajaknya nol persen,” ucap Bagas.<br />

Jika tidak ada pajak barang mewah, harga<br />

pesawat terbang kecil bakal sangat murah.<br />

“Bayangkan saja, harga pesawat itu tak lebih<br />

mahal ketimbang mobil Pajero Sport,” kata<br />

Robert, yang pekerjaan sehari-harinya adalah<br />

memimpin operasi perusahaan dari Swiss,<br />

Sefar, untuk wilayah Indonesia.<br />

Harga lebih miring lagi bisa didapatkan untuk<br />

tipe pesawat trike. Harga baru pesawat yang<br />

berbentuk gantole bermesin ini di Indonesia<br />

sekitar Rp 600 juta. Tapi yang bekas jauh lebih<br />

murah. “(Yang bekas) paling kayak harga Xenia-<br />

Avanza,” kata Robert menyebut mobil paling<br />

populer di Indonesia yang harganya kurang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Salah satu pesawat ringan<br />

yang disimpan di hanggar<br />

lapangan udara Cibubur.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

dari Rp 200 juta itu.<br />

Karena kecilnya pasar itu, perusahaan seperti<br />

Asia Aero Technology tidak berani menyetok<br />

pesawat terbang jualannya. Bahkan suku cadang<br />

pun tidak mereka stok. “Kami hanya berani<br />

menyediakan jika ada pemesan,” kata Bagas.<br />

Untung saja, pesawat ringan itu mesinnya<br />

sederhana dan relatif murah pemeliharaannya.<br />

Perawatan berkala, misalnya, mesti dilakukan<br />

setiap 2.000 jam terbang dengan biaya hanya<br />

Rp 600 ribu. Sedangkan setiap pekan paling<br />

hanya terbang 1-2 jam, sehingga sampai saat ini<br />

baru tercatat terbang 340 jam. “Jadi saya butuh<br />

berapa bulan lagi tuh untuk mencapai 2.000<br />

jam,” ucapnya.<br />

Biaya pemeliharaan pesawat trike lebih murah<br />

lagi. Saringan udara, misalnya, menggunakan<br />

saringan udara untuk mobil Daihatsu. Busi<br />

juga menggunakan busi mobil. “Harganya tak<br />

lebih dari 100 ribu,” ucapnya.<br />

Biaya operasional juga tidak mahal. Robert<br />

hanya mengeluarkan sekitar Rp 200 ribu untuk<br />

mengisi bahan bakar sebelum terbang. Yang<br />

menjadi ganjalan Robert dan importir pesawat<br />

ringan agaknya memang hanya urusan pajak<br />

saja. ■ Budi Alimuddin<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Menghitung Harga<br />

WhatsApp<br />

Facebook mencaplok WhatsApp dengan nilai spektakuler,<br />

Rp 221 triliun. Jumlah pengguna WhatsApp jadi alasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pendiri Facebook, Mark<br />

Zuckerberg, memutuskan<br />

membeli WhatsApp meski<br />

perusahaan ini belum<br />

menghasilkan uang.<br />

Albert Gea/REUTERS<br />

MARK Zuckerberg dan istrinya, Priscilla<br />

Chan, bersiap menikmati malam<br />

Valentine di rumah. Kue cokelat<br />

bertabur stroberi siap disantap<br />

keluarga pendiri Facebook itu di kediamannya,<br />

Palo Alto, California, Amerika Serikat.<br />

Tapi makan malam Valentine itu terganggu<br />

oleh kedatangan Jan Koum. Pendiri WhatsApp,<br />

aplikasi semacam BlackBerry Messenger, itu<br />

dalam dua tahun terakhir sering bertemu dengan<br />

Zuckerberg.<br />

Urusan kedua orang itu sederhana: Zuckerberg<br />

ingin membeli WhatsApp tapi Koum tidak juga<br />

melepasnya, terutama berkaitan dengan harganya.<br />

Pada malam Valentine itu, kesepakatan diambil.<br />

Zuckerberg sepakat Facebook mengambil<br />

alih kepemilikan WhatsApp dengan harga yang<br />

mengguncangkan dunia: US$ 19 miliar.<br />

Jika dirupiahkan, nilainya sekitar Rp 221 triliun.<br />

Angka ini sangat spektakuler. Seluruh investasi<br />

asing yang masuk Indonesia pada 2011, misalnya,<br />

cuma Rp 186 triliun alias lebih sedikit da­<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pendiri WhatsApp, Jan<br />

Koum, tidak terburu-buru<br />

menjadikan WhatsApp<br />

sebagai mesin uang.<br />

Albert Gea/REUTERS<br />

ripada harga “sebuah” WhatsApp, perusahaan<br />

yang hanya memiliki 55 karyawan.<br />

Angka ini spektakuler bahkan dalam ukuran<br />

akuisisi perusahaan dunia. Facebook, misalnya,<br />

“cuma” membayar US$ 1 miliar untuk mendapatkan<br />

Instagram. Lenovo, perusahaan komputer<br />

Cina, juga “hanya” membayar US$ 2,9<br />

miliar untuk mendapatkan Motorola Mobility,<br />

perusahaan ponsel Amerika Serikat. Padahal<br />

Motorola Mobility memiliki 3.800 karyawan<br />

dengan pabrik lengkap, sedangkan WhatsApp<br />

hanya memiliki 55 karyawan.<br />

Pembelian ini lebih spektakuler karena<br />

Whats App bisa dibilang belum menghasilkan<br />

apa-apa. CEO dan salah satu pendiri WhatsApp,<br />

Jan Koum, sudah dari jauh-jauh hari mengatakan<br />

mereka saat ini belum berkonsentrasi pada<br />

urusan mendapatkan uang.<br />

“Kami memandang monetisasi (menjadikannya<br />

sumber uang) baru akan berjalan setelah<br />

5 atau 10 tahun berjalan,” kata Koum seperti<br />

dikutip sebuah media Desember tahun silam.<br />

“Kami saat ini sedang berusaha membangun<br />

perusahaan yang bisa tetap bertahan sampai<br />

100 tahun mendatang.”<br />

Dalam pernyataan setelah perusahaan diambil<br />

alih Facebook, Koum kembali mengungkapkan<br />

hal yang sama. Ia kembali menolak<br />

iklan dipasang di WhatsApp, meski iklan bisa<br />

menjadi sumber uang. Ia puas dengan model<br />

langganan saat ini—gratis pada tahun pertama<br />

dan membayar sekitar US$ 1 (Rp 11 ribu) per<br />

tahun. “Monetisasi belum menjadi prioritas<br />

kami,” katanya seperti dikutip New York Times.<br />

Zuckerberg pun sadar uang tidak akan datang<br />

cepat dari WhatsApp. “Saya pikir kami mungkin<br />

akan kehilangan uang untuk sementara waktu,”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Salah satu ruangan di kantor<br />

pusat Facebook. Perusahaan<br />

ini mengucurkan lebih dari<br />

Rp 200 triliun untuk membeli<br />

perusahaan yang hanya<br />

memiliki 55 karyawan,<br />

WhatsApp.<br />

Robert Galbraith/REUTERS<br />

katanya seperti ditulis Boston Globe. Namun ia<br />

menambahkan, “Nantinya mungkin akan ada<br />

keuntungan bagi Facebook.”<br />

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah<br />

mengapa Facebook berani membeli perusahaan<br />

yang pemasukannya belum jelas dengan<br />

harga sangat fantastis itu. Zuckerberg hanya<br />

menjelaskan alasan harga itu adalah pengguna<br />

WhatsApp yang sangat banyak. Saat ini WhatsApp<br />

digunakan sekitar 465 juta orang.<br />

Menurut Facebook, dengan pertumbuhan<br />

jumlah pengguna saat ini, layanan chatting<br />

ini bakal menyamai pengguna mereka, yakni<br />

semiliar orang atau sepertujuh dari penduduk<br />

yang hidup di bumi. “Nilai WhatsApp lebih dari<br />

US$ 19 miliar,” kata Zuckerberg, kurang dari<br />

sepekan setelah pembelian diumumkan. “Hanya<br />

sedikit layanan Internet di dunia yang bisa<br />

mendapatkan pengguna sampai 1 miliar orang.”<br />

Sejumlah pengamat pun berhitung mengapa<br />

Facebook berani mengeluarkan uang sebanyak<br />

itu. Pertama, nilai US$ 19 miliar itu tidak semuanya<br />

berbentuk uang. Hanya US$ 4 miliar (sekitar<br />

Rp 46 triliun) yang benar-benar uang kontan.<br />

Sisanya dalam bentuk saham Facebook. Meski<br />

saham itu bisa dijual, nilainya bergantung<br />

pada kinerja Facebook itu sendiri—juga anak<br />

usahanya, termasuk yang baru dibeli, seperti<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

WhatsApp.<br />

Zuckerberg mengungkapkan, dalam jangka<br />

pendek, pendapatan dari WhatsApp memang<br />

masih kecil. Tapi bisa dipastikan mereka akan<br />

berpikir keras untuk menjadikannya sebagai<br />

mesin duit. Sebagai gambaran, lima tahun<br />

silam Facebook belum memiliki pendapatan<br />

apa pun. Tapi tahun lalu Facebook bisa meraup<br />

pemasukan US$ 8 miliar.<br />

Pengalaman Google mungkin juga menjadi<br />

pertimbangan Zuckerberg. Google pada<br />

2006 membeli YouTube dengan harga yang<br />

dipandang spektakuler saat itu, yakni US$ 1,65<br />

miliar. Pengeluaran itu sudah tertutup. Menurut<br />

eMarketer, pendapatan YouTube tahun lalu<br />

mencapai US$ 5,6 miliar atau 11 persen dari<br />

keseluruhan pendapatan Google. Jelas bukan<br />

angka yang buruk. ■ Nur Khoiri<br />

Terlalu Cepat<br />

Dunia Berganti<br />

SAMPAI dua tahun silam, ponsel<br />

BlackBerry menjadi gadget paling banyak<br />

terlihat di Indonesia. Saat ini?<br />

Kehadirannya sudah sangat jarang<br />

terlihat. Masih ingat Friendster? Pada<br />

2008, situs sosial ini memiliki 115 juta<br />

pengguna. Tapi sekarang sudah punah,<br />

penggunanya bedol deso ke Facebook.<br />

Saat ini Facebook digunakan lebih<br />

dari semiliar orang. Tapi apakah ada<br />

jaminan ia akan awet? Pengalaman<br />

BlackBerry dan Friendster memperlihatkan<br />

bahwa industri teknologi<br />

sangat cepat berubah. Hanya dalam<br />

waktu beberapa bulan sebuah situs<br />

top bisa langsung habis, seperti kasus<br />

Friendster.<br />

Salah satu analis memperkirakan<br />

Facebook berusaha mencegah<br />

nasibnya terjerembap seperti Friendster,<br />

yang relevansinya hilang hanya<br />

dalam hitungan bulan. Itu sebabnya,<br />

mereka rajin mencaplok perusahaanperusahaan<br />

yang dipandang memiliki<br />

masa depan menjanjikan, seperti Instagram<br />

dan WhatsApp. ■ NK<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Dolar<br />

Tepar,<br />

Bursa<br />

Berkibar<br />

Harga saham ikut terdongkrak kenaikan<br />

nilai tukar rupiah. Modal asing mulai masuk<br />

kembali ke bursa. Saham sektor manufaktur<br />

dan aneka industri layak dilirik.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

ALLEN Conterius serius mengamati<br />

layar iPad di tangannya. Ia<br />

memperhatikan pergerakan harga<br />

saham yang tertera di situs sebuah<br />

perusahaan sekuritas. Allen memperhatikan<br />

naik-turunnya harga saham karena saat ini rupiah<br />

menguat.<br />

Maklum, sebagai trader yang meraih margin<br />

lewat transaksi jangka pendek, Allen harus<br />

mencermati posisi yang tepat untuk membeli<br />

ataupun melakukan aksi profit taking. Tanggal<br />

10 Februari lalu, Allen, yang pekerjaan sebenarnya<br />

wiraswasta, menjual sebagian sahamnya<br />

karena harganya sedang naik bersamaan dengan<br />

melemahnya dolar.<br />

Namun kini Allen menongkrongi layar iPad<br />

untuk bersiap-siap melompat kembali ke pasar<br />

guna membeli saham. “Rupiah menguat kan artinya<br />

(harga) saham akan naik,” katanya. Tapi ia<br />

cemas, jika membeli sekarang, harganya tinggi.<br />

Layar elektronik<br />

menunjukkan pergerakan<br />

harga saham di Mandiri<br />

Sekuritas, Jakarta.<br />

ANTARA FOTO/Andika Wahyu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Penguatan rupiah ini<br />

membuat modal asing<br />

kembali lagi ke bursa,<br />

sehingga harga saham<br />

mulai naik.<br />

“Bisa bahaya kalau indeks mengalami koreksi<br />

(harga saham turun sesaat).”<br />

Nilai rupiah, yang membuat Allen menjual<br />

saham dan sekarang bersiap membeli lagi,<br />

memang sedang menguat. Dalam dua pekan<br />

terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus<br />

bergerak meninggalkan level Rp 12 ribu per<br />

dolar, yang dihuni sejak Januari lalu.<br />

Menteri Keuangan Chatib<br />

Basri mengatakan penguatan<br />

mata uang terhadap dolar<br />

Amerika memang terjadi<br />

di beberapa pasar negara<br />

berkembang (emerging market),<br />

seperti Indonesia, Brasil,<br />

Afrika Selatan, dan Turki.<br />

Namun penguatan yang paling<br />

tajam memang terjadi pada rupiah. “Angkanya<br />

jauh lebih baik dari yang diperkirakan para pelaku<br />

pasar,” ujar Chatib.<br />

Nilai tukar mata uang negara-negara berkembang<br />

itu rontok pada kuartal terakhir tahun lalu.<br />

Penyebab utamanya, Amerika Serikat mulai<br />

mengurangi stimulus ekonomi. Langkah Federal<br />

Reserve—bank sentral Amerika—membuat<br />

tingkat bunga di negara itu akan naik, sehingga<br />

modal di negara berkembang banyak dipindah<br />

ke Amerika Serikat.<br />

Perlahan negara-negara berkembang ini<br />

mulai bisa mengatasi dampak pengurangan<br />

(tapering) stimulus dan sekarang mata uangnya<br />

mulai beranjak naik. Meski begitu, pasar<br />

memperhatikan dengan hati-hati langkah Janet<br />

Yellen, yang sejak awal Februari menjabat Gubernur<br />

Federal Reserve.<br />

“Apakah Yellen akan menjalankan kebijakan<br />

seperti gubernur sebelumnya atau memiliki<br />

kebijakan baru, para pelaku pasar sedang menunggu,”<br />

kata Pardomuan Sihombing, Direktur<br />

Recapital Asset Management.<br />

Penguatan rupiah ini membuat modal asing<br />

kembali lagi ke bursa, sehingga harga saham<br />

mulai naik. “Penguatan ini akan tetap bertahan<br />

selama pemerintah mampu menjaga stabilitas<br />

makroekonomi, seperti menahan laju defisit<br />

transaksi berjalan,” kata Pardomuan.<br />

Bersamaan dengan penguatan rupiah, harga<br />

saham memang ikut terkerek. Pada awal tahun,<br />

indeks harga saham masih di bawah 4.200, tapi<br />

pekan lalu sempat melewati 4.600.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Tumpukan dolar di sebuah bank<br />

di Jakarta. Nilai dolar cenderung<br />

menurun sejak awal tahun.<br />

Rachman Heryanto/detikfoto<br />

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities,<br />

memperkirakan indeks bakal menyentuh<br />

4.700 dalam triwulan pertama, yang bakal habis<br />

Maret ini. Salah satu faktor yang bisa memicu<br />

sentimen itu adalah rilis laporan inflasi bulan<br />

Januari dan neraca perdagangan. Hingga akhir<br />

tahun, diperkirakan indeks akan menyentuh<br />

level 4.850-4.950.<br />

Sedangkan isu pengurangan stimulus<br />

di pasar saham oleh pemerintah Amerika<br />

Serikat, menurut Reza, tidak perlu menjadi<br />

kekhawatiran para pelaku pasar karena<br />

dampaknya bersifat temporer. “Pelarian dana<br />

asing itu hanya bersifat sementara karena<br />

Amerika dan negara-negara besar lainnya<br />

tetap membutuhkan negara berkembang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Gubernur Federal Reserve<br />

Janet Yellen dan Menteri<br />

Keuangan Chatib Basri<br />

REUTERS/Mary F. Calvert<br />

Rachman Heryanto/detikfoto<br />

seperti Indonesia,” tutur Reza.<br />

Tentu saja tidak semua saham seragam kenaikannya.<br />

Analis Lautan Dana Investama, Willy<br />

Sanjaya, mengatakan saham yang harganya<br />

akan naik pesat adalah yang perusahaannya<br />

banyak menggunakan dolar. Sektor ini antara<br />

lain manufaktur, aneka industri, dan consumer<br />

goods.<br />

Willy hanya mewanti-wanti, penguatan indeks<br />

ini juga terpengaruh oleh politik karena<br />

tahun ini bakal ada pergantian kepala negara.<br />

“Jika calon yang diinginkan pasar tidak terpilih,<br />

penguatan-penguatan yang terjadi selama ini<br />

akan kembali menjadi pelemahan,” kata Willy.<br />

Situasi-situasi inilah yang membuat Allen<br />

semakin rajin menengok iPad dan melihat<br />

saham-saham yang sedang ia incar untuk<br />

dibeli. n Hans Henricus B.S. Aron<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

Di Pokok Beringin<br />

Pahitnya hidup mengajarkan Ma’e hidup jujur. Anak-anaknya akhirnya memahami<br />

prinsip ini setelah mengalami pergulatan mereka sendiri.<br />

foto: agung pambudhy/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

D<br />

alam tank top<br />

merah menyala,<br />

Retno (Rini<br />

Samsi) terduduk<br />

lesu di pokok<br />

pohon beringin<br />

tua. Belum ada<br />

juga pelanggan.<br />

Sebelumnya, dia<br />

berdiri di bawah<br />

lampu taman agar lebih jelas terlihat. Hasilnya,<br />

cuma satu pemuda yang minat, mahasiswa<br />

yang gede nafsunya tapi hanya serupiah duitnya.<br />

Retno ogah.<br />

Di bawah beringin dia mengadu kepada Ma’e<br />

(Megarita), merasa jadi orang yang tersia-sia.<br />

Perempuan tua itu membesarkan hati Retno,<br />

yang sudah dianggap anaknya sendiri. Dan sekali<br />

lagi Ma’e mengulang nasihatnya, “Ngamen<br />

saja, Nduk, kau kan bisa nyanyi. Jangan jadi<br />

lonte.”<br />

Ma’e menganggap dirinyalah perempuan<br />

yang tersia-sia itu. Suaminya dulu pergi begitu<br />

tahu Ma’e mandul. Sekarang dia tinggal di<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

bawah beringin besar di alun-alun Yogyakarta,<br />

hidup dari pemberian anak-anak angkatnya<br />

yang juga hidup di alun-alun.<br />

Selain Retno, anak Ma’e adalah Panut (Aryo<br />

Nagoro), yang pekerjaan resminya pengemis.<br />

Dia kerap berbohong kepada Ma’e ketika<br />

memberikan sebagian penghasilannya dan setiap<br />

kali itu pula Ma’e tahu Panut berbohong.<br />

“Kowe nyopet lagi ya, Le? Emoh aku, nih ambil<br />

lagi saja uangnya.”<br />

Panut pernah berjanji tidak akan mencopet<br />

lagi. Ma’e ingin Panut jadi kuli. Lagi pula dia<br />

pencopet yang buruk, tangannya tidak cekatan,<br />

sering kepergok. Tadi pagi dia gagal mencopet<br />

ponsel di Pasar Beringharjo setelah tangannya<br />

gemetar, akhirnya ponsel itu dikembalikan kepada<br />

pemiliknya.<br />

Anak angkat Ma’e satu lagi adalah Koyal (Banon<br />

Gautama), pengemis yang doyan beli lotre<br />

tapi tidak pernah menang, dan sekarang nyaris<br />

hilang ingatan. Koyal yakin suatu hari pasti<br />

akan dapat duit setinggi Gunung Merapi. Duit<br />

itu akan dibelikannya rumah mewah, mobil<br />

mewah, punya langganan becak untuk keliling<br />

kota, dan duit itu akan ditaburkan di rumah<br />

Ma’e serta rumah orang-orang kampung.<br />

“Gila! Mimpi gila! Asu!” Tukijan (Arief Wiyatna)<br />

memaki Koyal. Tukijan adalah pemuda<br />

pengangguran yang ingin membuka lahan di<br />

pulau seberang. Dia menaruh hati pada Retno<br />

dan tidak peduli pekerjaan atau masa lalu<br />

perempuan itu.<br />

Tukijan ingin menikahi Retno dan membawanya<br />

ke pulau seberang, membuka dan<br />

menggarap lahan baru di sana. Namun Retno<br />

berat meninggalkan ibu angkatnya yang sudah<br />

sepuh itu. Mengapa harus berlelah-lelah meng-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

garap lahan di tempat baru yang belum jelas<br />

hasilnya, padahal di sini pun dia bisa hidup?<br />

Disutradarai Bejo Sulaktono, Mega-mega dibawakan<br />

aktor serta aktris DKJ dan Prodi Teater<br />

IKJ pada 21 dan 22 Februari 2014 di Teater Kecil,<br />

Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ceritanya merupakan<br />

karya klasik Arifin C. Noer, ditulis pada 1967,<br />

dan sudah berkali-kali dipentaskan dalam berbagai<br />

versi oleh macam-macam kelompok teater.<br />

Jumat, 21 Februari, itu juga bukan penampilan<br />

pertama Prodi Teater IKJ membawakan Megamega.<br />

Pada 22 Oktober 2013, kelompok ini<br />

membawakan cerita yang sama di Art Summit,<br />

Jakarta, dan sepekan sebelumnya, 14 & 15 Februari<br />

2014, di Banjarmasin. Mega-mega akan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

dibawakan juga di Singapura dan Australia<br />

melalui link Perhimpunan Pelajar Indonesia di<br />

dua negara itu.<br />

Bejo Sulaktono mempertahankan unsur tradisi<br />

dan budaya Yogyakarta yang kental melalui<br />

karakter, cara ungkap, musik, dan pohon beringin<br />

tua di alun-alun yang jadi setting cerita.<br />

Walau temanya isu lama, yakni lotre dan transmigrasi,<br />

suasana kekiniannya tetap terjaga.<br />

Cerita yang pedih ini pun diimbangi dengan<br />

situasi komedi yang menonjol, banyolan khas<br />

Yogya.<br />

“Ceritanya universal, tidak terbatas waktu<br />

dan tempat. Kisah kemanusiaan kan selalu menyentuh<br />

dari dulu sampai sekarang,” kata Bejo<br />

Sulaktono seusai pementasan.<br />

Dia memberi contoh, dulu lotre/judi pernah<br />

kontroversial karena dilegalkan, sedangkan sekarang<br />

ketika judi diharamkan negara, masyarakat<br />

ternyata tetap menggantungkan harapan<br />

seperti dulu berharap menang lotre. Bentuknya<br />

saja yang berubah, yakni jadi menang undian,<br />

dapat promo, atau belanja gila-gilaan saat sale.<br />

Intinya, punya harapan besar tapi tidak ingin<br />

mewujudkannya dengan cara bekerja keras.<br />

Mega-mega adalah bahan renungan bagi<br />

siapa pun yang punya mimpi. Tokoh-tokohnya<br />

adalah pejuang mimpi-mimpi mereka. Dan<br />

seperti lotre, hidup setelah detik sekarang adalah<br />

sesuatu yang tak<br />

tertebak. Maka, tanpa<br />

diperjuangkan, mengutip<br />

tagline pementasan<br />

ini, “Kita selalu merasa<br />

kehilangan, tetapi kita<br />

belum pernah mendapatkan.”<br />

n<br />

SILVIA galikanO<br />

Majalah detik detik 6 - 39 - februari 9 maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Sentuhan Lembut<br />

Cinta Virtual<br />

Ketika manusia berkawan akrab<br />

dengan gadget, bahkan terikat<br />

secara emosional, apakah peran<br />

manusia sebagai mitra berinteraksi,<br />

tergantikan? Her memberi<br />

renungan yang indah.<br />

Majalah detik Majalah 30 desember Majalah detik detik 2013 9 - 153 - desember 5 - 9 januari maret 2014<br />

2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

Judul: Her<br />

Genre: Drama |<br />

Romance | Sci-Fi<br />

Sutradara: Spike Jonze<br />

Skenario: Spike Jonze<br />

Produksi:<br />

Warner Bros. Pictures<br />

Pemain: Joaquin pHoenix,<br />

Amy aDams, Scarlett<br />

Johansson<br />

Durasi: 2 jam 6 menit<br />

M<br />

anusia lalu-lalang<br />

di kaki gedung-gedung<br />

pencakar langit Los<br />

Angeles masa depan.<br />

Sambil berjalan, tiap<br />

orang sibuk bicara<br />

sendiri. Bukan sendiri, tepatnya, tapi dengan<br />

“seseorang” di luar sana, yang suaranya disampaikan<br />

lewat earpiece yang terpasang di salah<br />

satu kuping.<br />

Di antara manusia sibuk itu Theodore<br />

Twombly (Joaquin Phoenix) duduk di bangku<br />

taman. Dia juga sedang ngobrol seru dengan<br />

temannya lewat earpiece, kadang suaranya<br />

meninggi, kadang sampai terkikik.<br />

Teman curhat manusia masa depan itu se-<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

benarnya bukan manusia, melainkan operating<br />

system (OS), komputer teknologi canggih yang<br />

dapat mendengar, bicara, dan melihat. Alatnya<br />

selebar telapak tangan, ada kamera, dan bisa<br />

memunculkan tulisan tangan. Pasangannya<br />

adalah earpiece, yang kalau diletakkan di lubang<br />

telinga, maka akan ada yang menyahut di sana.<br />

OS milik Theodore bernama Samantha (diisisuarakan<br />

Scarlett Johansson) yang bersuara<br />

serak seksi. Awalnya, Samantha hanya membantu<br />

dalam bekerja, mengingatkan ada email<br />

masuk, atau mengatur jadwal harian Theodore.<br />

Namun, lama-kelamaan, komunikasi mereka<br />

semakin pribadi.<br />

Theodore merasa nyaman curhat tentang<br />

apa saja pada Samantha, termasuk tentang<br />

pernikahannya yang gagal dengan Catherine<br />

(Rooney Mara) tapi dia tak juga menandatangani<br />

surat perceraian. Theodore masih tenggelam<br />

dalam depresi, sedangkan Catherine<br />

sudah bisa melanjutkan hidupnya.<br />

Theodore adalah pria berusia 40-an, berkumis,<br />

berkacamata geeky, bercelana panjang<br />

dengan garis pinggang tinggi (mirip celana<br />

pelawak Jojon), dan gemar berkemeja warna<br />

pastel. Dia bekerja sebagai penulis kartu ucapan,<br />

di kantor yang tidak banyak karyawan.<br />

Saat malam, Theodore pulang ke apartemennya<br />

yang luas. Menyalakan kamera, memasang<br />

earpiece, dan melanjutkan obrolan dengan<br />

Samantha hingga mengantuk. Pernah pula<br />

Samantha meminta Theodore tidak mematikan<br />

kamera agar dia bisa melihat bagaimana<br />

Theodore tidur.<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Her adalah tipikal film<br />

tentang pria kesepian.<br />

Tinggal sendirian di<br />

apartemen, kerja dengan<br />

rutinitas orang kantoran,<br />

dan sensitif.<br />

Bersamaan tumbuhnya rasa cinta di hati<br />

Theodore, tumbuh pula rasa ingin memiliki<br />

dan cemburu. Theodore ingin<br />

Samantha hanya untuknya. Padahal<br />

Samantha melayani jutaan orang yang<br />

berteman dengan OS. Di detik yang<br />

sama, saat bicara dengan Theodore, Samantha<br />

pun bicara dengan ribuan orang<br />

lainnya.<br />

Her adalah tipikal film tentang<br />

pria kesepian. Tinggal<br />

sendirian di apartemen,<br />

kerja dengan rutinitas<br />

orang kantoran, dan<br />

sensitif. Karakter<br />

Theodore yang rapuh<br />

nampak benar di balik<br />

gesturnya yang kikuk<br />

dan seringai kekanakannya.<br />

Kisah cintanya<br />

ganjil, menyedihkan,<br />

dan<br />

semakin menguatkan<br />

anggapan teknologi yang diakrabi<br />

justru menjadikan seseorang makin kesepian.<br />

Her juga merupakan sebuah alegori bahwa<br />

pria kesepian takut pada perempuan, sehingga<br />

memilih bermain aman dengan gadget.<br />

Lapis terdalam Her lebih condong ke metafisika<br />

ketimbang fisik. Betapa tidak, karakter yang<br />

paling menarik justru tidak ada wujudnya. Melalui<br />

film ini, Spike Jonze semakin memantapkan<br />

diri sebagai sutradara spesialis film berkonsep<br />

pemikiran tingkat tinggi lalu menghelanya ke<br />

sebuah meditasi tentang hubungan manusia.<br />

Tengok saja film-film Jonze sebelumnya, seperti<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002),<br />

dan Where the Wild Things Are (2009).<br />

Her lebih menyerupai Synecdoche (2008)-nya<br />

Charlie Kaufman, yang jadi penulis skenario<br />

Being John Malkovich dan Adaptation. Punya<br />

banyak kesamaan juga dengan Eternal Sunshine<br />

of the Spotless Mind (2004), tentang sulitnya<br />

moving on dari hubungan yang awalnya nampak<br />

sempurna.<br />

Samantha disuarakan dengan sangat hidup<br />

oleh Scarlett Johansson. Tak mengherankan<br />

kalau penonton berharap sosoknya muncul<br />

walau hanya beberapa detik, entah itu di layar<br />

komputer, atau di gadget Theodore, atau jadi<br />

salah satu di kerumunan, atau jadi hantu blau<br />

apapunlah. Sampai-sampai kritikus menyebut<br />

inilah penampilan Johansson yang paling dikenang<br />

abad ini, walau dia tampil tanpa sosok.<br />

Penampilan Phoenix kali ini sangat berbeda<br />

dari penampilan sebelumnya di The Master<br />

(2012). Dengan kehalusan yang luar biasa dia<br />

melekatkan kesepian dan kerinduan dalam diri<br />

Theodore. Matanya berbicara lebih banyak<br />

ketimbang yang dia ucapkan. Terlebih lagi Jonze<br />

kerap membingkai Theodore dalam ruang<br />

yang luas. Bahkan apartemennya membuat<br />

Theodore jadi kecil.<br />

Jonze menyodorkan pertanyaan tentang<br />

bisakah dua sistem yang berbeda, yakni manusia<br />

dan teknologi, menemukan kebahagiaan?<br />

Pertanyaan ini berputar terus sepanjang film.<br />

Mungkin itu sebabnya Jonze menempatkan<br />

Amy (Amy Adams), kawan kuliah Theodore dan<br />

sekarang jadi tetangga, sebagai kayu patok.<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Amy pernah berkata pada Theodore<br />

yang sedang mabuk cinta pada OSnya,<br />

“Menurut saya, siapa pun yang<br />

jatuh cinta itu aneh. Semacam kegilaan<br />

yang dapat diterima masyarakat.” Amy<br />

membuat kesimpulan yang tepat tentang<br />

Her bahwa, kadang, gila bisa terasa<br />

indah. n SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

FREE<br />

BIRDS<br />

Jenis Film:<br />

Animation,<br />

Adventure, Comedy<br />

Produser:<br />

Scott Mosier<br />

Produksi:<br />

Relativity Media<br />

Sutradara:<br />

Jimmy Hayward<br />

Durasi:<br />

91 menit<br />

F ilm animasi ini mengisahkan<br />

pe tualangan dua ekor kalkun<br />

yang memiliki sisi berlawanan.<br />

Reggie (Owen Wilson) secara mendadak<br />

diajak Jake (Woody Harrelson) untuk<br />

bertualang ke masa lalu.<br />

Tujuan Jake cuma satu, mengubah sejarah<br />

dengan menyingkirkan kalkun dari daftar<br />

menu Thanksgiving untuk selamanya.<br />

Walau banyak per bedaan, demi kesuksesan<br />

misi mereka, keduanya saling bekerja sama<br />

untuk mengubah sejarah kalkun.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

T ahun 79 SM, kisah epik tentang Milo (Kit Harington), budak<br />

yang menjadi gladiator tak terkalahkan. Berlomba melawan waktu<br />

untuk menyelamatkan kekasihnya, Cassia (Emily Browning), putri<br />

dari seorang pedagang kaya yang telah ditunangkan dengan seorang senator<br />

Romawi yang korup. Saat Gunung Vesuvius meletus, Milo harus berjuang<br />

mencari jalan keluar dari bencana dan menyelamatkan Cassia dari runtuhnya<br />

negeri Pompeii yang megah.<br />

POMPEII<br />

Jenis Film: Action, Drama, Adventure<br />

Produser: Paul W.S. Anderson,<br />

Jeremy Bolt, Don Carmody,<br />

Robert Kulzer, Martin Moszkowicz<br />

Produksi: Entertainment One<br />

Sutradara: Paul W.S. Anderson<br />

Durasi: 105 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

STREET SOCIETY<br />

Jenis Film: Action, Drama<br />

Produser: Eryck Wowor,<br />

Irwan Santoso<br />

Produksi: Ewis Pictures<br />

Sutradara: Awi Suryad<br />

Durasi: 97 menit<br />

J akarta. Simbol kemajuan<br />

Indonesia. Dengan latar<br />

inilah Street Society bergulir. Sebuah<br />

kisah yang akan membawa kita menelusuri<br />

ke hidupan anak-anak muda Indonesia<br />

pemilik supercars, seperti Lamborghini,<br />

McLaren, Aston Martin, serta Ferrari. Lebih<br />

dari simbol kemapanan, mobil-mobil ini<br />

datang dengan performa yang mampu<br />

memacu adrenalin para pengemudinya ke<br />

level tertinggi.<br />

Adalah Rio (Marcel Chandrawinata), juara<br />

street racing Jakarta yang urakan namun<br />

karismatik, yang menjadi tokoh utama.<br />

Bersama sobat dekatnya, Monty (Daniel<br />

Topan), si kutu buku yang jenius tuning, dan<br />

Bang Frankie (Ferry Salim), si pemilik bengkel<br />

performance, Rio berusaha menjawab<br />

tantangan demi tantangan yang datang ke<br />

arahnya.<br />

Nico (Edward Gunawan), si juara racing<br />

asal Surabaya, adalah musuh bebuyutannya.<br />

Namun di luar itu masih ada Gde (Yogie Tan), si<br />

juara racing Bali; Nanda (Kelly Tandiono), si racer<br />

cantik asal Semarang;; dan juga Yopie (Edward<br />

Akbar), sosok misterius yang baru muncul di<br />

tengah society pemilik supercars Jakarta.<br />

Majalah Majalah detik detik 4 - 103 november - 9 maret 2014<br />

2013


seni hiburan<br />

agenda<br />

maret<br />

Pameran<br />

Food, Hotel<br />

& TOURism<br />

Bali 2014<br />

6-8 Maret 2014, Bali Nusa<br />

Dua Convention Centre,<br />

Nusa Dua, Bali<br />

mar<br />

6<br />

Nyanyi Sunyi Kembang GeNJer<br />

7, 8, 9 Maret 2014<br />

Goethe Haus. Produser, Penulis, dan Sutradara: Faiza<br />

Mardzoeki, Aktor: Pipien Putri, Niniek L. Karim, Ruth<br />

Marini, Irawita, Ani Surestu, dan Heliana Sinaga<br />

mar<br />

7<br />

mar<br />

5<br />

Bali Live iNTeRNATiONAl<br />

Jazz Festival 2014<br />

5-8 Maret 2014<br />

Jazz Café in Ubud, Hard Rock Café in Kuta, Ryoshi<br />

House of Jazz, Uma Cucina Ubud, Mozaic Beach<br />

Club Kerobokan, SOS Anantara Seminyak, Nusa<br />

Dua Beach Hotel & Spa, Sundara Jimbaran, and Le<br />

Meridien Hotel Jimbaran.<br />

Earth Wind & Fire Experience featuring Al Mckay,<br />

Incognito, Tania Maria, Omar, Estaire Godinez<br />

featuring Stokley Williams from Mint Condition,<br />

Playas Gotta Play Feat D Notes Harris, Robbert<br />

Turner, Kevin Briggs & Sandy Winarta, Nita Aartsen,<br />

Israel Varela & Yeppy Romero, Balawan, Rio<br />

Sidik Quartet, Nancy Ponto & The Soul Brothers,<br />

and Massive Soul feat Dee Dice.<br />

Abimanyu GugUR<br />

Karya Retno Maruti<br />

Natyasastra Padnecwara<br />

Pergelaran Tari 38 Tahun<br />

Padnecwara<br />

Gedung Kesenian Jakarta<br />

7 & 8 Maret 2014<br />

pk. 20.00 WIB & 11.00 WIB<br />

Informasi tiket: 021-3441892,<br />

085715911169 (sms only)<br />

Pameran KomPUTer mbc 2014<br />

8-12 Maret 2014 PK. 09.00 WIB<br />

Grand Bima Hall, Jogja Expo Center<br />

mar<br />

7<br />

mar<br />

8<br />

Peluncuran bUKU<br />

dan diSKUSi<br />

BUNG KARNO: KOLEKTOR<br />

DAN PATRON SENI RUPA<br />

INDONESIA<br />

6 Maret 2014 PUKUL 08.00-12.00<br />

WIB
<br />

Gedung Lengkung Sekolah Pascasarjana<br />

UGM, Jl. Teknika Utara,<br />

Pogung, Yogyakarta<br />

Pembicara:
Dr. Lono Simatupang<br />

(Antropolog dan Dosen PSPR<br />

UGM)
J.J. Rizal (Sejarawan dan<br />

Direktur Penerbit Komunitas<br />

Bambu Jakarta)
Mikke Susanto<br />

(Penulis buku dan Dosen FSR ISI<br />

Yogyakarta)
<br />

Pendaftaran: Nichi (081917532093),<br />

Zuli (081804209909)<br />

mar<br />

6<br />

ALTER BRIDGE<br />

TOUR JAKARTA 2014<br />

8 Maret 2014, 19.00 WIB<br />

Mata Elang International Stadium Ancol, Jakarta Utara<br />

Promotor: 7 Kings Entertainment<br />

mar<br />

8<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />

Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />

Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

Tap untuk<br />

kembali ke cover

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!