30.03.2014 Views

20140303_MajalahDetik_118

20140303_MajalahDetik_118

20140303_MajalahDetik_118

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

USTAD SELEB BERMASALAH NESTAPA DI PANTI SAMUEL<br />

KEJAMNYA<br />

ISTRI<br />

JENDERAL<br />

EDISI <strong>118</strong> | 3 - 9 MARET 2014


DAFTAR ISI<br />

Edisi <strong>118</strong> 3 - 9 maret 2014<br />

Tap Pada konten untuk membaca artikel<br />

Fokus<br />

Di Bawah Siksa<br />

ISTRI Jenderal<br />

Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />

menjadi tersangka kasus<br />

penyekapan dan penganiayaan PRT.<br />

Berusaha membujuk korban agar<br />

mencabut laporan.<br />

Nasional<br />

Hukum<br />

n Ketika Ustad dan Habib Disemprit MUI<br />

n menyoal rancangan seribu pasal<br />

internasional<br />

n kisah pilu dari panti samuel<br />

kriminal<br />

n tangkapan kakap di hutan cekungan<br />

ekonomi<br />

n Ukraina Terbelah<br />

n yingluck terjerat fulus beras<br />

n mencuci ‘kota dosa’ cina<br />

interview<br />

n andi mattalatta<br />

kolom<br />

n melindungi prt, berkaca dari filipina<br />

n Menunggu Wagyu Asli Jepang<br />

bisnis<br />

n pasar sempit pesawat ringan<br />

n menghitung harga whatsapp<br />

n dolar tepar, bursa berkibar<br />

lensa<br />

sisi lain CAPRES<br />

n raja, satria, sampai profesor<br />

spoRT<br />

n adakah judi di balik ali?<br />

buku<br />

n ambisi rhoma seperti reagan dan estrada<br />

Seni hiburan<br />

n lukisan misterius pascabanjir<br />

people<br />

n Valentino Rossi | Vanessa-Mae | Katy Perry<br />

GAya hidup<br />

n di pokok beringin<br />

n sentuhan lembut cinta virtual<br />

n film pekan ini<br />

n agenda<br />

Cover:<br />

Ilustrasi: Kiagus Auliansyah<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

n Mirip sTroke, tapi Bukan<br />

n wisata dua dimensi anak krakatau<br />

n gula merah masakan nusantara<br />

Pemimpin Redaksi: Arifin Asydhad Wakil Pemimpin Redaksi: Iin Yumiyanti Redaksi: Dimas Adityo, Irwan<br />

Nugroho, Mulat Esti Utami, Nur Khoiri, Sapto Pradityo, Sudrajat, Oktamandjaya Wiguna, Arif<br />

Arianto, Aryo Bhawono, Deden Gunawan, Hans Henricus, Silvia Galikano, Nurul Ken Yunita,<br />

Kustiah, M Rizal, Budi Alimuddin, Pasti Liberti Mappapa, Monique Shintami, Isfari Hikmat, Bahtiar<br />

Rifai Bahasa: Habib Rifa’i, Rahmayoga Wedar Tim Foto: Dikhy Sasra, Ari Saputra, Haris Suyono, Agus<br />

Purnomo Product Management: Sena Achari, Eko Tri Hatmono Creative Designer: Mahmud Yunus, Kiagus<br />

Aulianshah, Galih Gerryaldy, Desy Purwaningrum, Suteja, Mindra Purnomo, Zaki Al Farabi, Edi<br />

Wahyono, Fuad Hasim, Luthfy Syahban.<br />

Kontak Iklan: Arnie Yuliartiningsih, Email: sales@detik.com Telp: 021-79177000, Fax: 021-79187769<br />

Direktur Utama: Budiono Darsono Direktur: Nur Wahyuni Sulistiowati, Heru Tjatur, Warnedy Kritik dan Saran:<br />

appsupport@detik.com Alamat Redaksi: Gedung Aldevco Octagon Lantai 2, Jl. Warung Jati Barat Raya<br />

No.75 Jakarta Selatan, 12740 Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472 Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.


lensa<br />

Lukisan Misterius<br />

PascaBanjir<br />

Tap untuk melihat foto UKURAN BESAR<br />

Foto-foto: ari saputra/detikfoto<br />

Lukisan di tembok rumah Haeriyah terlihat biasa. Istimewanya, ia muncul secara misterius setelah banjir yang menggenangi rumah<br />

Haeriyah surut. Selain itu, bentuk lukisan yang imajinatif mengundang warga menafsirkan berdasarkan persepsi masing-masing. Dari<br />

ayat Al-Quran, metafisika, hingga cerita perzinaan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


lensa<br />

Warga melihat lukisan dinding ruang tamu di rumah Haeriyah di Cililitan, Jakarta Timur. Sebagian warga mempercayai coretan tersebut bernilai<br />

metafisika.


lensa<br />

Detail lukisan imajinatif yang mengandung penafsiran beragam. Sebagian warga yang datang mengambil cuilan lukisan cat minyak tersebut dan<br />

menaruhnya di dompet sebagai "jimat" keberuntungan.


Guratan cat hitam seperti riak tinta membuat ilusi yang atraktif. Berbagai dugaan mengemuka untuk menjawab kenapa ia bisa muncul pascabanjir.


lensa<br />

Rumah Haeriyah memang menjadi langganan banjir karena berada di bantaran Kali Ciliwung. Tetapi baru kali ini banjir meninggalkan bekas<br />

ganjil.


lensa<br />

Sejak lukisan itu terlihat pada Minggu (23/2), warga terus berdatangan. Pada Rabu (26/2), Haeriyah memilih menghapusnya dengan mengecat<br />

ulang tembok karena banyak yang menafsirkan lukisan itu ke hal-hal metafisika.


nasional<br />

Ketika<br />

Ustad dan Habib<br />

Disemprit MUI<br />

Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan masyarakat mendapat perhatian serius<br />

Majelis Ulama. Akan ada sertifikasi bagi dai atau ustad seleb yang tampil di televisi.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ustad Guntur Bumi (kedua<br />

kiri) didampingi pengacaranya,<br />

Warsito, mengklarifikasi<br />

tudingan yang dialamatkan<br />

kepadanya, Jumat (28/2).<br />

detikhot<br />

Lepas tengah malam, rumah keluarga<br />

Yarnelli, 74 tahun, mendadak ramai.<br />

Saat itu, Jumat, 7 Februari lalu, jam dinding<br />

menunjukkan pukul 02.00 WIB.<br />

Ada hal ganjil di kamar Yarnelli yang membuat<br />

para penghuni rumah terbangun dari tidurnya.<br />

Ada belasan belatung berserak di atas kasur<br />

Yarnelli.<br />

Hans Suta Widya, 50 tahun, anak Yarnelli<br />

yang tinggal di rumah itu bersama istrinya,<br />

Mami, 35 tahun, langsung panik. Begitu juga<br />

Nurcayati, 94 tahun, ibu Yarnelli. “Belatung itu<br />

wujudnya persis seperti waktu pengobatan di<br />

padepokan Ustad Guntur Bumi,” kata Hans,<br />

mengenang kejadian itu.<br />

Sehari sebelum munculnya belatung misterius<br />

itu, Hans memang membawa ibu serta<br />

neneknya tersebut ke padepokan milik ustad<br />

kondang itu di kawasan perumahan elite<br />

Pondok Indah, Jakarta Selatan. Keduanya ingin<br />

disembuhkan lewat pengobatan alternatif yang<br />

dilakukan suami artis Puput Melati itu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Umat muslim melakukan<br />

doa dan zikir bersama Ustad<br />

Arifin Ilham, di Masjid Istiqlal,<br />

beberapa waktu lalu.<br />

Agung Pambudhy/Detikcom<br />

Menurut Hans, sudah berbulan-bulan Nurcayati<br />

mengalami lumpuh pada kakinya sehingga<br />

tidak bisa berjalan. Sedangkan Yarnelli mengeluh<br />

kakinya selalu terasa sakit saat berjalan.<br />

Beberapa dokter sudah mereka sambangi, tapi<br />

penyakit itu belum pergi juga. Ikhtiar akhirnya<br />

dilakukan Hans dengan membawa Yarnelli dan<br />

Nurcayati ke padepokan milik Ustad Guntur<br />

Bumi, atau yang biasa disebut UGB, pada Kamis<br />

sore, 6 Februari lalu.<br />

Menurut Hans, UGB menyatakan bisa menyembuhkan<br />

penyakit Yarnelli dan Nurcayati<br />

secara total. Syaratnya, harus membayar sejumlah<br />

uang seharga kerbau sebagai sedekah<br />

pengobatan. Nilainya pun bervariasi, dari Rp 25<br />

juta hingga Rp 75 juta. Namun, lewat seminggu,<br />

penyakit Yarnelli dan Nurcayati tak kunjung<br />

sembuh. “Tak ada perubahan apa pun. Nenek<br />

dan ibu saya tetap sakit,” ujar Hans saat ditemui<br />

majalah detik.<br />

Hal ini mendorong Hans melaporkan sang<br />

ustad ke Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tuduhannya,<br />

UGB melakukan praktek perdukunan<br />

dan penistaan agama. Hans menuding cara<br />

pengobatan yang dilakukannya mengandung<br />

unsur menakut-nakuti dan menimbulkan kecemasan.<br />

“Kami diminta mengusap kepala kami masing-masing.<br />

Saat mengusap itulah berguguran<br />

belatung dan serpihan serat kawat dari atas<br />

kepala,” Hans menuturkan.<br />

Namun UGB, saat dimintai konfirmasi secara<br />

terpisah, menyangkal tuduhan itu, apalagi<br />

anggapan melakukan praktek perdukunan.<br />

“Musyrik dari mana? Sesat dari mana? Itu yang<br />

disesalkan, saya seperti mengkoordinir lainnya,”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Seorang<br />

ustad semestinya<br />

menjadi tuntunan,<br />

bukan tontonan.<br />

KH Muhyidin<br />

Djunaidi<br />

ucap Guntur saat ditemui di kawasan Jakarta<br />

Selatan, Kamis, 27 Februari, lalu.<br />

Menurut dia, metode rukiyah syariah yang<br />

dijalankannya dengan cara membacakan ayat<br />

suci Al-Quran. “Sewaktu di Kalimantan, ada<br />

pengobatan yang keluar kawatnya, itu tergantung<br />

percaya atau enggak,” UGB melanjutkan.<br />

Guntur Bumi juga menyayangkan mengapa<br />

masalah ini sampai dibawa ke Majelis Ulama.<br />

Padahal pihaknya dengan Hans sudah berdamai<br />

dan “zakat” berupa perhiasan sudah<br />

dikembalikan.<br />

Perilaku para ustad yang banyak dikeluhkan<br />

masyarakat akhir-akhir ini memang mendapat<br />

perhatian serius dari MUI. Untuk “menertibkan”<br />

kiprah para ustad yang sering nongol di<br />

televisi atau yang beken disebut ustad seleb,<br />

lembaga pembuat fatwa itu akan memanggil<br />

mereka untuk berdiskusi.<br />

“Ada tata cara etika berdakwah dalam menyampaikan<br />

pesan kepada umat. Pertama,<br />

jangan mempermudah mengeluarkan fatwafatwa,<br />

ada mekanisme yang berlaku,” ujar Ketua<br />

Harian MUI Bidang Luar Negeri, KH Muhyidin<br />

Djunaidi.<br />

Muhyidin menjelaskan banyak dari ustad seleb<br />

itu yang dinilainya sembarangan memberi<br />

fatwa kala ditanya jemaah. “Kedua, ada yang<br />

mengucapkan kata-kata yang menimbulkan<br />

kontroversi. Ini kan soal agama, sangat sensitif,”<br />

tuturnya.<br />

Kemudian, atas pesanan pembayar honor,<br />

ada juga ustad seleb yang terkadang tampil di<br />

luar kaidah agama. “Ada yang agak eksentrik.”<br />

Muhyidin juga mencermati kelakuan ustad<br />

seleb yang lebih mementingkan urusan popularitas<br />

ketimbang agama. “Ketiga, ustad ini<br />

lebih pada ustad tontonan daripada tuntunan.<br />

Seorang ustad semestinya menjadi tuntunan,<br />

bukan tontonan,” dia menjelaskan.<br />

Bukan hanya itu. MUI juga melihat banyak<br />

ustad yang justru tampil di luar kaidah agama,<br />

seperti untuk perdukunan, ilmu gaib, atau<br />

pengobatan alternatif, yang menyalahi etika<br />

berdakwah. Yang tak kalah menyita perhatian<br />

MUI adalah soal ustad seleb yang dikatrol karena<br />

pesanan pengusaha. Tentu itu amat disayangkan.<br />

Karena itu, MUI akan melakukan “fit<br />

and proper test” terhadap para ustad ini. “Nanti<br />

akan ada semacam sertifikasi,” ujar Muhyidin.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Dai seleb sering<br />

tampil nyeleneh di<br />

televisi karena kegiatan<br />

dakwah keagamaan<br />

yang sudah masuk<br />

ranah pasar. Ada hukum<br />

supply and demand.<br />

Prof Dr Komaruddin<br />

Hidayat<br />

Selain menyoroti ustad seleb, MUI akan<br />

menertibkan para habib yang saat menggelar<br />

ceramah sampai mengganggu pengguna jalan.<br />

Majelis Ulama menilai seharusnya pengajian<br />

dengan menutup jalan yang sampai menimbulkan<br />

kemacetan tidak dilakukan.<br />

“Pengajian itu jangan sampai mengganggu<br />

ketertiban masyarakat. Jalan raya bukan tempat<br />

pengajian. Masak berdakwah mengganggu,<br />

bikin kemacetan,” tuturnya. Muhyidin mengatakan<br />

para habib ini akan disurati dan<br />

diatur waktu untuk berdiskusi. Jangan<br />

sampai syiar agama justru menimbulkan<br />

persepsi buruk soal Islam di mata<br />

masyarakat.<br />

Sementara itu, mantan Rektor<br />

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,<br />

Jakarta, Prof Dr Komaruddin<br />

Hidayat menilai munculnya ustad-ustad<br />

seleb bukan tanpa sebab. Mereka<br />

jadi sering muncul di televisi lantaran ada<br />

permintaan dari masyarakat. “Dai seleb sering<br />

tampil nyeleneh di televisi karena kegiatan<br />

dakwah keagamaan yang sudah masuk ranah<br />

pasar. Ada hukum supply and demand,” ujar<br />

Komaruddin kepada majalah detik.<br />

Karena itu, jika penonton tidak menghendaki,<br />

para ustad seleb pun akan jarang muncul<br />

lagi. Jadi eksistensi mereka ditentukan pasar,<br />

yakni penonton. Namun, ketika para ustad itu<br />

mulai melakukan hal yang nyeleneh, menurut<br />

Komaruddin, lembaga yang kompeten, semisal<br />

Komisi Penyiaran Indonesia, memang perlu<br />

mengaturnya.<br />

Menanggapi permintaan itu, Bekti Nugroho,<br />

anggota Komisi Penyiaran Indonesia, mengaku<br />

sudah memelototi semua tayangan di televisi<br />

yang menggunakan frekuensi publik. Tidak<br />

ketinggalan terkait kiprah para ustad di televisi.<br />

Bekti mengimbau setiap stasiun televisi hanya<br />

menyajikan program siaran atau iklan yang<br />

mencerdaskan dan memunculkan sikap kritis.<br />

“Sayang kalau frekuensi tidak digunakan sebagaimana<br />

mestinya. Jadi marilah kita gunakan<br />

frekuensi sebagai sarana edukasi dan mengasah<br />

daya kritis masyarakat. Kalau enggak, kita<br />

bakal kalah dari negara lain,” ucapnya.<br />

■ Kustiah Tanjung, Mauludi Rismoyo | Deden<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Menyoal<br />

Rancangan<br />

Seribu<br />

Pasal<br />

Pemerintah meneruskan pembahasan<br />

RUU KUHP dan KUHAP meski diprotes KPK.<br />

Tak akan ditarik karena pembahasannya<br />

sejak 12 tahun lalu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ketua Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi<br />

Abraham Samad<br />

Ekho Ardiyanto/antara foto<br />

Konferensi pers di kantor Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi, Jakarta,<br />

Rabu, 19 Februari lalu, terasa berbeda.<br />

Biasanya pimpinan KPK atau<br />

juru bicara memberikan keterangan kepada<br />

wartawan dalam suasana rileks, tapi saat itu ketegangan<br />

menyelimuti wajah Abraham Samad.<br />

Ketua KPK itu seperti berusaha mengendalikan<br />

emosinya.<br />

Mantan aktivis antikorupsi itu menjelaskan<br />

sikap lembaganya atas pembahasan Rancangan<br />

Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana<br />

(RUU KUHP) dan Kitab Undang-Undang<br />

Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang bergulir di<br />

Dewan Perwakilan Rakyat. “KPK tidak sedang<br />

menolak serta-merta RUU KUHP dan RUU KU-<br />

HAP. Tetapi kami mohon kepada pemerintah<br />

untuk menunda,” kata Abraham, didampingi<br />

Wakil Ketua KPK Zulkarnain serta juru bicara<br />

Johan Budi.<br />

Abraham khawatir tugas KPK dalam memberantas<br />

korupsi bisa terganggu jika pemerintah<br />

dan DPR ngotot mengegolkan kedua RUU itu<br />

menjadi undang-undang. Ada beberapa hal<br />

krusial dalam dua rancangan tersebut yang<br />

dikhawatirkan oleh lembaga antirasuah itu, di<br />

antaranya dimasukkannya delik korupsi dalam<br />

Buku II RUU KUHP tentang Tindak Pidana,<br />

khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana<br />

Korupsi.<br />

Aturan itu dinilai bisa menghilangkan sifat<br />

korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Sebab,<br />

korupsi sudah diatur secara khusus (lex specialis)<br />

di dalam UU Tipikor Nomor 31 Tahun 1999,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Ketua Tim Perumus<br />

RUU KUHP dan KUHAP<br />

Muladi (kiri) didampingi<br />

Dirjen Peraturan<br />

Perundang-undangan<br />

Kementerian Hukum dan<br />

HAM Wahiduddin Adams<br />

(kanan) memaparkan daftar<br />

inventarisasi masalah RUU<br />

KUHAP kepada Komisi III<br />

DPR, Kamis (23/1).<br />

Yudhi Mahatma/antara foto<br />

yang telah diubah dengan UU Nomor 20/2001.<br />

Selain soal delik korupsi, RUU KUHP memasukkan<br />

unsur kejahatan luar biasa lainnya. Jika<br />

sifat kejahatan luar biasa (extraordinary crime)<br />

hilang, fungsi lembaga khusus, seperti KPK, Pusat<br />

Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,<br />

serta Badan Narkotika Nasional, tidak relevan<br />

lagi.<br />

Substansi soal penyadapan yang dilakukan<br />

saat penyelidikan seperti diatur dalam Pasal<br />

83 RUU KUHAP juga menjadi keberatan KPK.<br />

Pasal itu mengatur, penyadapan pembicaraan<br />

harus seizin hakim pemeriksa pendahuluan,<br />

yang akan mempersulit KPK melakukan langkah<br />

hukum.<br />

Aturan lain yang dinilai bakal mengamputasi<br />

kewenangan KPK adalah ketentuan soal penyitaan,<br />

yang diatur dalam Pasal 75. Penyitaan<br />

harus mendapat izin hakim pemeriksa pendahuluan.<br />

Aturan tentang pembatasan masa<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Wakil Ketua Komisi III DPR<br />

Aziz Syamsuddin<br />

Reno Esnir/antara foto<br />

penahanan lima hari untuk penyidikan, kata<br />

Abraham, juga menyulitkan, dan mustahil bagi<br />

KPK untuk melakukan pemberkasan. Belum<br />

lagi soal penyuapan atau gratifikasi yang tidak<br />

masuk dalam delik tindak pidana korupsi di<br />

RUU KUHAP.<br />

“Kedua RUU ini sangat vital, maka pengkajiannya<br />

juga harus mendalam dan tidak tergesagesa,”<br />

ujarnya.<br />

Sederet keberatan itulah yang mendorong<br />

KPK menyurati Presiden Susilo<br />

Bambang Yudhoyono pada pertengahan<br />

Februari lalu. Surat juga ditujukan kepada<br />

Ketua DPR, pimpinan Komisi III DPR, Menteri<br />

Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta<br />

Panitia Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP<br />

di DPR.<br />

“Kalau pemerintah dan DPR ngotot,<br />

berarti mereka tidak punya political will<br />

terhadap pemberantasan korupsi,”<br />

Abraham menuturkan.<br />

Tidak hanya mengancam<br />

keberadaan lembaga seperti<br />

KPK, proses pembahasan dua<br />

RUU itu juga dinilai terburuburu<br />

karena dilakukan di pengujung masa tugas<br />

anggota Dewan. Padahal RUU KUHP memuat<br />

766 pasal dan RUU KUHAP 285 pasal, sehingga<br />

total ada 1.051 pasal.<br />

Direktur Program Transparency International<br />

Indonesia Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan<br />

waktu pembahasan RUU KUHP dan RUU KU-<br />

HAP cuma sampai Mei mendatang, sebelum<br />

DPR berganti dengan anggota periode berikutnya.<br />

Pembahasannya juga tidak melibatkan banyak<br />

pakar hukum dan lembaga lain, termasuk<br />

KPK. “Dengan waktu mendesak, ditakutkan ini<br />

akan menjadi produk loncatan politik,” ucapnya.<br />

Wakil Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin<br />

tak membantah anggapan bahwa DPR berperan<br />

mendorong pembahasan kedua RUU tersebut,<br />

karena hal itu sesuai kesepakatan dengan<br />

pemerintah serta surat amanat presiden<br />

kepada DPR pada 31 Januari tahun lalu. Kendati<br />

begitu, ia menolak jika Dewan dijadikan sasaran<br />

protes.<br />

Politikus Partai Golkar yang juga Ketua Panitia<br />

Kerja RUU KUHP dan RUU KUHAP itu mempersilakan<br />

mereka yang meminta penundaan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


nasional<br />

Menteri Koordinator Politik,<br />

Hukum, dan Keamanan<br />

Djoko Suyanto<br />

ari saputra/detikfoto<br />

revisi kedua undang-undang itu melayangkan<br />

keberatan kepada pemerintah. “Karena RUU<br />

KUHP dan KUHAP usulan pemerintah,” katanya<br />

melalui pesan singkat telepon seluler.<br />

Hampir senada, bekas Ketua Komisi III Gede<br />

Pasek Suardika membantah jika dikatakan DPR<br />

mengebut pembahasan. Dia bilang, hingga ia<br />

dipindahkan dari Komisi Hukum oleh fraksinya,<br />

Fraksi Demokrat, pada awal Februari lalu, RUU<br />

KUHP dan KUHAP belum dibahas satu pasal<br />

pun. “Jadi KPK jangan paranoid,” ujarnya.<br />

Sumber majalah detik mengungkap hal<br />

berbeda. Pembahasan revisi KUHP dan KUHAP<br />

terus dilakukan dengan melibatkan sejumlah<br />

praktisi hukum, akademisi, serta beberapa<br />

mantan pemimpin KPK. Ketua tim penyusun<br />

RUU KUHP, yang juga mantan Gubernur<br />

Lembaga Ketahanan Nasional, Muladi, sudah<br />

memberikan pendapatnya di Komisi III. Hal<br />

itu dilakukan meski sejumlah kalangan menyampaikan<br />

keberatan, termasuk KPK, sejak<br />

pemerintah menyerahkan draf kedua RUU itu<br />

kepada DPR. Keberatan tersebut seperti tak<br />

digubris.<br />

Penentangan itu juga tak membuat pemerintah<br />

surut langkah. Direktur Jenderal Hak Asasi<br />

Manusia Kementerian Hukum dan HAM Harkristuti<br />

Harkrisnowo berkukuh melanjutkan<br />

pembahasan dan tak akan menarik kedua RUU<br />

itu dari DPR. “Karena belum ada perintah lebih<br />

lanjut, maka (saya) terus memimpin pembahasan,”<br />

tuturnya.<br />

Adapun Menteri Koordinator Politik, Hukum,<br />

dan Keamanan Djoko Suyanto membantah<br />

adanya kongkalikong antara pemerintah dan<br />

DPR. Apalagi RUU KUHP dan KUHAP disusun<br />

sejak 12 tahun lalu. “RUU ini bukan kemarin<br />

sore. Kami didorong kapan KUHAP direvisi. Ini<br />

diajukan, kok malah diprotes,” ucapnya Rabu,<br />

25 Februari lalu.<br />

Djoko juga menolak jika kedua RUU itu<br />

disebut mengebiri kewenangan KPK. Ia pun<br />

meminta komisi antikorupsi tersebut menyusun<br />

daftar inventarisasi masalah, dan diajukan<br />

ke DPR. “Itu (RUU KUHP) ada 700 lebih pasal.<br />

Masak hanya karena belasan pasal jadi dicabut,”<br />

katanya. n<br />

Kustiah, Nur Khafifah | Dimas<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


hukum<br />

Kisah Pilu<br />

dari Panti Samuel<br />

Anak-anak Panti Asuhan Samuel di<br />

Gading Serpong terlihat kurus tak<br />

terurus. Beberapa di antaranya<br />

mengalami luka memar. Pemiliknya<br />

dilaporkan ke polisi dengan dugaan<br />

melakukan penelantaran dan<br />

kekerasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Ketua Komnas Perlindungan Anak<br />

Arist Merdeka Sirait (tengah)<br />

bersama sejumlah anak penghuni<br />

Panti Asuhan Samuel.<br />

Lucky.R/ANTARA FOTO<br />

Rumah Nomor 1 Sektor VI, Blok GC-<br />

10, Cluster Michelia, Summarecon<br />

Gading Serpong, tampak megah.<br />

Pagar setinggi lebih dari 2 meter<br />

membentengi bangunan dua lantai bercat<br />

krem itu. Pada bagian luar pagar tergantung<br />

selembar terpal biru dengan tulisan “The Samuel’s<br />

Home”.<br />

Beberapa waktu belakangan, bangunan panti<br />

asuhan di perumahan mewah di Kabupaten<br />

Tangerang, Banten, itu menjadi sorotan media.<br />

Penyebabnya apa lagi kalau bukan kasus dugaan<br />

kekerasan yang dialami anak-anak telantar<br />

yang ditampung di sana. Salah satu anak mengaku<br />

kerap dianiaya dua pemilik Panti Asuhan<br />

Samuel, di antaranya dipukul dengan gesper.<br />

“Saya juga pernah dikurung di kandang anjing,”<br />

kata bocah berusia 9 tahun itu di kantor<br />

Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron, Jalan<br />

Sunter Boulevard, Jakarta Utara. Bocah laki-laki<br />

itu dipaksa tidur dengan enam anjing semalaman.<br />

Pagi harinya, ia baru dikeluarkan dari<br />

kandang. “Habis itu, seharian enggak dikasih<br />

makan,” ujarnya.<br />

Selama ini Samuel Watulingas dan istrinya,<br />

Yuni Winata, pemilik panti, menampung 41<br />

anak dan bayi, yang terdiri atas 12 perempuan<br />

dan 29 laki-laki. Untuk mengasuh anak-anak<br />

telantar itu, mereka menerima sumbangan dari<br />

sejumlah donatur.<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Kami menduga<br />

sumbangan<br />

para donatur ini<br />

dimanfaatkan untuk<br />

kekayaan pemilik,<br />

bukan untuk anak<br />

panti.<br />

Tapi, meski bantuan terus mengalir, anakanak<br />

panti ini tidak sejahtera. Seorang donatur<br />

melihat beberapa anak terlihat kurus<br />

seperti tak terurus. Beberapa di antaranya<br />

mengalami luka memar di sejumlah bagian<br />

tubuhnya. “Padahal donatur ini sering<br />

memberi sumbangan,” tutur Gading<br />

Nainggolan dari LBH Mawar Saron.<br />

Dugaan penyiksaan ini terungkap<br />

setelah tujuh anak<br />

diizinkan bermain di warung<br />

Internet (warnet).<br />

Kesempatan itu mereka<br />

manfaatkan untuk kabur<br />

menemui salah seorang<br />

donatur, dan menceritakan<br />

kisah pilu yang<br />

mereka alami di panti. Donatur<br />

itulah yang kemudian<br />

melaporkan masalah tersebut<br />

ke LBH Mawar Saron.<br />

“Kami menduga sumbangan para donatur<br />

ini dimanfaatkan untuk kekayaan pemilik,<br />

bukan untuk anak panti,” ucap Gading. Kebanyakan<br />

donatur mendapatkan informasi soal<br />

Panti Asuhan Samuel dari Internet.<br />

Komisi Nasional Perlindungan Anak juga<br />

turun tangan mengungkap dugaan kekerasan<br />

yang dialami anak-anak Panti Samuel. Pada<br />

Senin, 24 Februari lalu, Komnas bersama anggota<br />

kepolisian berhasil mengevakuasi 12 anak<br />

berusia di bawah 5 tahun dari panti tersebut.<br />

Komnas bergerak setelah menerima laporan<br />

masyarakat bahwa ada bayi berumur 3 bulan<br />

di panti itu yang meninggal pada pertengahan<br />

Februari lalu.<br />

“Kami melakukan investigasi pada 15 Februari<br />

2014, dan mendapat informasi anak balita berinisial<br />

C, berusia 3 bulan, meninggal. Dua anak<br />

di sana juga kritis,” kata Ketua Umum Komnas<br />

Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait kepada<br />

majalah detik.<br />

Komnas segera berkoordinasi dengan kepolisian<br />

dan melakukan penggerebekan. Betul saja,<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Beberapa pengacara dari LBH<br />

Mawar Saron mendampingi 10 anak<br />

yang diduga mengalami tindak<br />

kekerasan di Panti Asuhan Samuel<br />

ke Markas Polda Metro Jaya,<br />

Jakarta, Rabu (26/2).<br />

Grandyos Zafna/detikfoto<br />

di sana Arist mendapati dua anak balita sedang<br />

mengalami demam tinggi. Mereka segera<br />

dilarikan ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit<br />

Beth saida Summarecon Serpong. Sepuluh anak<br />

balita lain dievakuasi ke rumah penitipan anak<br />

Kementerian Sosial.<br />

Saat mengevakuasi belasan anak balita itu,<br />

Arist dan timnya sempat mendapat tentangan<br />

dari Samuel. Mereka pun beradu argumentasi.<br />

“Tapi tidak ada rebut-merebut,” ujarnya. “Akhirnya<br />

dia (Samuel) mengerti, bahkan istrinya<br />

(Yuni) ikut mengantar dua anak balita yang<br />

demam tinggi itu ke UGD.”<br />

Sementara itu, soal tujuh anak yang kabur,<br />

Arist mengaku baru tahu dari informasi LBH<br />

Mawar Saron. Setelah melakukan koordinasi,<br />

kedua lembaga itu melaporkan kasus dugaan<br />

penelantaran dan tindak kekerasan terhadap<br />

anak di panti asuhan tersebut ke Kepolisian<br />

Daerah Metro Jaya.<br />

LBH Mawar Saron bahkan melaporkan Samuel<br />

dan Yuni ke Unit Perlindungan Perempuan<br />

dan Anak Polda Metro Jaya pada 16 Februari<br />

lalu. Samuel dan istrinya dijerat dengan Pasal<br />

77 dan Pasal 80 ayat 2 Undang-Undang Perlindungan<br />

Anak terkait dengan penelantaran dan<br />

kekerasan fisik. Keduanya dilaporkan berkat<br />

pengaduan tujuh anak, yakni J, 12 tahun, Y (13),<br />

YE (14), LA (17), JJ (9), YA (13), dan H (20).<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Samuel (kiri) dan istrinya,<br />

Yuni (kanan)<br />

Ari Saputra/detikfoto<br />

Gading menambahkan, para korban diduga<br />

mengalami kekerasan oleh pemilik panti dan<br />

istrinya. Banyak hal sepele yang menyebabkan<br />

anak-anak tersebut mengalami pemukulan,<br />

seperti bermain di warnet. Bahkan, dari laporan<br />

para korban, ada anak yang mengalami<br />

pelecehan seksual. “Pelecehan (seksual)-nya<br />

mungkin ada. Ini rencananya akan jadi laporan<br />

baru nanti,” tutur Gading.<br />

Beberapa warga yang ditemui majalah detik<br />

juga mengaku, sejak awal mereka mencurigai<br />

adanya kekerasan di panti tersebut. “Saya dengar<br />

itu terjadi sejak mereka tinggal di depan Sekolah<br />

Penabur, Jalan Kelapa Gading Barat, Gading Serpong,”<br />

ucap ketua RW setempat, Arie Wibowo.<br />

Arie menambahkan, selama ini pihaknya belum<br />

sekali pun menerima permohonan pengurusan<br />

izin dari pengelola Panti Asuhan Samuel.<br />

“Kami sering protes karena perumahan enggak<br />

boleh buat usaha,” katanya.<br />

Secara terpisah, Kepala Dinas Sosial Kabupaten<br />

Tangerang Uyung Muryadi menyatakan<br />

Panti Samuel tak berizin. “Jadi ini ilegal. Akan<br />

kami investigasi lebih mendalam. Soal hukumnya,<br />

biar polisi yang melakukan,” ujarnya.<br />

Namun semua tudingan itu dibantah Samuel<br />

Watulingas. Ia menegaskan pantinya<br />

me ngantongi izin. Panti itu, ujarnya, dibentuk<br />

oleh Yayasan Kasih Sayang Ayah Bunda, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


hukum<br />

Suasana Panti Asuhan Samuel<br />

di Gading Serpong, Tangerang,<br />

Selasa (25/2).<br />

Ari Saputra/detikfoto<br />

didaftarkan di Pengadilan Negeri Tangerang<br />

dengan nomor HT.01/014/1050/2000/PN.Tangerang<br />

dan surat izin Dinas Sosial bernomor<br />

62/02-Binsos/2001 Tangerang.<br />

Samuel juga mengaku tidak pernah menyiksa,<br />

apalagi mengurung anak-anak di<br />

kandang anjing. “Itu bumbu-bumbu mereka,<br />

enggak pernah saya lakukan itu,” tuturnya<br />

secara terpisah. Meski begitu, Samuel mengaku<br />

siap menghadapi proses hukum. Bahkan<br />

ia pasrah jika masalah ini bakal menyeretnya<br />

ke penjara. ■ M. Rizal | Deden<br />

Majalah detik 3 - 9 Maret 2014


kriminal<br />

Tangkapan<br />

Kakap<br />

di Hutan<br />

Cekungan<br />

Dua warga negara Iran yang diduga<br />

bagian dari sindikat narkotik<br />

internasional ditangkap saat membawa<br />

60 kilogram sabu. Barang haram senilai<br />

Rp 140 miliar itu akan diedarkan di<br />

Indonesia dan Australia.<br />

ilustrasi: edi wahyono<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mustova dan Hashem,<br />

warga Iran penyelundup<br />

60 kg sabu yang<br />

diamankan BNN.<br />

Ahmad fikri/detikcom<br />

Sayed Hashem Musapivour dan<br />

Mustova Moradivaland tak berkutik<br />

saat disergap 40 anggota kepolisian,<br />

Badan Narkotika Nasional (BNN),<br />

dan Drug Enforcement Administration (DEA)<br />

di hutan Cagar Alam Cekungan I, Desa Jayanti,<br />

Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi,<br />

Jawa Barat, Rabu pagi, 26 Februari lalu.<br />

Dua warga negara Iran itu tertangkap saat<br />

membawa tiga buah tas besar berisi 60 kilogram<br />

narkotik jenis sabu.<br />

Penangkapan itu sejatinya merupakan hasil<br />

pengintaian yang cukup lama oleh aparat BNN<br />

dan DEA, yang menerima informasi akan adanya<br />

transaksi narkotik kelas kakap. Badan Narkotika<br />

juga mendapat petunjuk bahwa pada 8<br />

Februari 2014, “target” bernama Mustova akan<br />

menginap di Hotel Bayu Amarta, Pelabuhan<br />

Ratu.<br />

Benar saja, sekitar pukul 01.00 WIB, Mustova<br />

muncul di pantai dan menyewa perahu besar<br />

untuk menuju ke tengah laut. Di tengah laut,<br />

perahu yang disewanya dihampiri sebuah perahu<br />

karet kecil. Dengan dua kali kerlipan sinar<br />

senter, seperti sebuah kode, orang di perahu<br />

karet pun berpindah sembari membawa barang<br />

yang ternyata 3 tas berisi 60 kilogram sabu.<br />

“Kami (BNN), bekerja sama dengan DEA,<br />

telah mengendus adanya transaksi yang dilakukan<br />

oleh warga negara Iran ini. Mereka<br />

rencananya menyelundupkan sabu untuk diedarkan<br />

di Indonesia, dan setengahnya akan di-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mustova memindahkan<br />

barang bawaannya sekitar 10<br />

meter dari lokasi kecelakaan,<br />

dan menguburnya.<br />

selundupkan ke Australia,” kata Deputi Bidang<br />

Pemberantasan BNN Brigadir Jenderal Polisi<br />

Deddy Fauzi el-Hakim kepada majalah detik,<br />

Kamis, 27 Februari lalu.<br />

Sesampai di darat, barang itu dipindahkan ke<br />

mobil Toyota Avanza warna perak yang disewa<br />

Mustova dari warga Kampung Gumelar, Kelurahan<br />

Pelabuhan Ratu. Mobil itu dikemudikan<br />

Asep Suryana alias Apay, 30 tahun, yang tidak<br />

tahu apa isi barang yang dibawa<br />

Mustova. Apay hanya diminta<br />

mengantarnya ke tempat hiburan<br />

di Kota Sukabumi.<br />

“Sopir ini tidak curiga. Sebab,<br />

di Pelabuhan Ratu, banyak turis<br />

yang sering menyewa mobil ke<br />

warga,” ujar Kepala Kepolisian<br />

Resor Sukabumi Ajun Komisaris<br />

Besar Asep Edi Suheri secara terpisah.<br />

Nah, di tengah jalan menuju Sukabumi,<br />

tepatnya di Jalan Batu Sapi, Pelabuhan Ratu,<br />

mobil mengalami kecelakaan, dan terperosok<br />

ke jurang di hutan Cagar Alam Cekungan I atau<br />

yang dikenal dengan hutan lindung Cagar Alam<br />

Tangkuban Perahu. Setelah kejadian, Mustova<br />

memindahkan barang bawaannya sekitar 10<br />

meter dari lokasi kecelakaan, dan menguburnya.<br />

Polisi datang setelahnya.<br />

Meski tak kedapatan membawa barang<br />

haram, Mustova diamankan. Namun, keesokan<br />

harinya, ia dilepas karena dokumen yang<br />

dimilikinya lengkap. Mustova juga bersedia<br />

menyelesaikan kasus kecelakaan itu secara damai.<br />

Dari kantor polisi, Mustova pun bergegas<br />

menuju Jakarta untuk bertemu dengan Sayed<br />

Hashem, yang telah menunggunya di sebuah<br />

apartemen di Jakarta Barat.<br />

Keberadaan keduanya di apartemen itu juga<br />

telah diintai oleh petugas BNN dan DEA. Beberapa<br />

hari kemudian, dua warga Iran itu berangkat<br />

menuju Pelabuhan Ratu, dan menginap di<br />

Hotel Bayu Amarta. Di hotel itu mereka rupanya<br />

menyusun strategi pengambilan barang<br />

yang “diamankan” di hutan. Keduanya tak sadar<br />

sedang dikuntit petugas BNN dan anggota<br />

agensi pemberantasan obat-obatan terlarang<br />

Amerika Serikat (DEA) itu.<br />

Baru pada Rabu pagi, 26 Februari, keduanya<br />

check-out dari hotel dan pergi menuju<br />

hutan lindung Cagar Alam Tangkuban Perahu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Dua warga Iran dibekuk<br />

BNN, DEA, dan polisi<br />

di Hutan Cagar Alam<br />

Pelabuhan Ratu.<br />

Ahmad fikri/detikcom<br />

menggunakan mobil sewaan. “Kami mengintai<br />

semalaman, menunggu para tersangka mengambil<br />

sabu yang mereka tanam,” ucap Deddy<br />

Fauzi.<br />

Setelah menemukan barang yang ditanam,<br />

Mustova dan rekannya itu memasukkannya<br />

ke mobil. Nah, tak lama beranjak dari tempat<br />

tersebut, keduanya dihadang aparat gabungan<br />

kepolisian, BNN, dan beberapa petugas dari<br />

DEA. Tiga tas berisi puluhan kilogram bubuk<br />

kristal putih itu langsung disita.<br />

Menurut Deddy, setelah dites, sabu<br />

bawaan Mustova berjenis amfetamin tipe<br />

stimulan. “Kita tahu metamfetamin tersebut<br />

bernilai Rp 1,7-2 juta per gram. Maka, kalau<br />

beratnya 60-70 kilogram, nilainya hampir Rp<br />

140 miliar. Dan ini berkualitas terbaik,” Deddy<br />

menambahkan.<br />

Mustova dan Hashem akhirnya mengakui<br />

sudah tiga kali melakukan transaksi dengan<br />

menyelundupkan 200 kilogram sabu sejak<br />

Desember 2013. Penangkapan kedua tersangka<br />

terus dikembangkan untuk mengungkap sindikat<br />

narkotik yang melibatkan warga negara<br />

asing tersebut, termasuk mendalami peranan<br />

Mustova dan Hashem dalam kasus sebelumnya<br />

yang diungkap BNN dan Markas Besar<br />

Polri di Ujung Genteng, Kabupaten Sukabumi,<br />

yang menewaskan tiga warga Iran.<br />

Deddy menduga kedua tersangka merupakan<br />

bagian dari sindikat narkotik internasional<br />

Bulan Sabit Emas (Golden Crescent). Anggota<br />

jaringan ini biasanya warga Afganistan, Iran,<br />

Turki, dan Nigeria. Namun orang Iran-lah yang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kriminal<br />

Mobil sewaan Mustova yang<br />

mengalami kecelakaan di<br />

Hutan Cekungan.<br />

ahmad fikri/detikcom<br />

dikenal nekat dan berani membawa narkotik<br />

dalam paket besar.<br />

“Beda dengan sindikat Kolombia atau Cina,<br />

yang paling berani membawa 5-10 kilogram.<br />

Itu pun dengan melibatkan banyak orang. Iran<br />

tidak, mereka lebih percaya pada bangsanya<br />

sendiri dan nekat melalui jalur yang susah,<br />

seperti melawan ombak besar,” ujarnya.<br />

Kepala Pusat Pengkajian<br />

dan Pengembangan Kebijakan<br />

Kawasan Asia-Pasifik dan<br />

Afrika Kementerian Luar Negeri<br />

RI, Mohamad Hery Saripudin,<br />

sebelumnya mengakui<br />

masalah penyelundupan<br />

narkotik oleh warga negara<br />

Iran telah menjadi isu yang<br />

kerap menjadi bahasan pemerintah Indonesia dan<br />

Iran. “Meski begitu, dalam penyelesaian masalah<br />

tersebut, masing-masing berpegang pada hukum<br />

yang ada,” tutur Hery saat ditemui beberapa<br />

waktu lalu.<br />

Setelah penangkapan Mustova dan Hashem,<br />

jajaran Polres Sukabumi gencar merazia orang<br />

asing dan di tempat rawan, seperti kawasan<br />

Pantai Selatan. “Kami akan meningkatkan<br />

pengawasan, mengoptimalkan Babinsa, dan<br />

memperbanyak razia di wilayah perbatasan Sukabumi-Bogor<br />

atau Sukabumi-Lebak dan Kota<br />

Sukabumi,” kata Kepala Polres Sukabumi Asep<br />

Edi Suheri. n<br />

M. rIzal, Ahmad Fikri (Sukabumi), Arif Arianto | Dimas<br />

Majalah detik detik 20 - 326 - 9 januari maret 2014


Belasan pembantu bekerja di rumah Brigjen<br />

Mangisi Situmorang. Mereka sering dikasari<br />

istri majikannya, Mutiara.<br />

plak<br />

Sengsara di Rumah Jenderal<br />

“Aku enggak<br />

betah. Aku mau<br />

pulang.”<br />

kk kamu<br />

tanx rmhx<br />

pa mangisi<br />

situmorang<br />

di mana<br />

Yuliana menangis sambil sembunyi-sembunyi<br />

mengeluarkan HP nelpon bapaknya padahal<br />

lagi disuruh ngepel.<br />

Yuliana mengirim<br />

sms minta dijemput.<br />

Kerabat berhasil menjemput paksa<br />

Yuliana. Dia bebas, tapi pembantu lainnya<br />

tak bisa pergi. Yuliana mengadukan nasib<br />

mereka ke Polresta Bogor.<br />

“Kamu sudah<br />

saya beli!"<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Di Bawah<br />

Siksa<br />

Istri<br />

Jenderal<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Istri Brigjen (Purnawirawan) Mangisi Situmorang, Mutiara Simanjuntak,<br />

menjadi tersangka kasus penyekapan dan penganiayaan PRT. Berusaha<br />

membujuk korban agar mencabut laporan.<br />

Yuliana Hesty Lewier langsung<br />

menangis begitu sang ayah, Agustinus<br />

Lewier, menunjukkan foto<br />

ibunya, Mariana. Gadis 17 tahun itu<br />

baru saja terbebas dari hari-hari penuh derita<br />

di rumah mewah Brigjen (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang, di Bogor, Jawa Barat.<br />

“Yang saya sedih itu karena mamak (ibu),”<br />

kata Yuli saat bertemu ayahnya di Lembaga<br />

Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Yuli<br />

untuk sementara tinggal di LPSK, Jl. Proklamasi<br />

No. 56 Krukut Taman Sari Jakarta Barat DKI<br />

Jakarta. Sang ayah sengaja terbang dari Dobo,<br />

Kabupaten Kepulauan Aru Selatan, Maluku<br />

Tenggara ke Jakarta untuk bertemu Yuli.<br />

Yuli tinggal di LPSK setelah berhasil dievakuasi<br />

paksa oleh kerabatnya dari rumah Mangisi. “Jangan<br />

menangis, kamu sedih karena mamak (ibu), nanti<br />

kamu ketemu mamak,” hibur Agus pada putrinya.<br />

Sudah tiga bulan Yuli tidak bertemu sang ibu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Agustinus Lewier (ayah Yuliana)<br />

dan Mariana (Ibu Yuliana).<br />

Agustinus menunjukkan foto<br />

Yuliana<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

setelah keduanya terpisah di Terminal Pulogadung,<br />

Jakarta pada Oktober 2013. Bocah lulusan<br />

SMP itu bekerja sebagai pembantu rumah<br />

tangga (PRT) di rumah mewah Mangisi. Sedangkan<br />

sang ibu dibawa ke Medan, Sumatera<br />

Utara untuk bekerja pada mertua sang jenderal<br />

purnawirawan itu.<br />

Meski bekerja di rumah mewah, gadis berusia<br />

17 tahun itu ternyata tidak kerasan. Istri<br />

Pak Jenderal, Mutiara Simanjuntak, sangat<br />

galak dan ringan tangan. Yuli banyak mendapat<br />

siksa. Terlambat sedikit saja menghadap<br />

Mutiara, bila dipanggil, ia kena tampar. Mangisi<br />

pun hanya diam bila sang istri menyiksa para<br />

PRT. “Aku juga dipukul dan dicekik,” ucap Yuli<br />

kepada majalah detik.<br />

Rumah Mangisi yang dikelilingi pagar kawat<br />

berduri diurus oleh 18 PRT. Yuli bertugas mengepel<br />

lantai dan mencuci pakaian.<br />

Ada sejumlah larangan di rumah jenderal<br />

yang sebelum pensiun menjabat sebagai Kepala<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Mabes<br />

Polri itu. Larangan itu mulai dari tidak boleh<br />

membawa handphone sampai tidak boleh<br />

keluar rumah. “Yang boleh keluar hanya Agus,<br />

kepercayaan Ibu Mutiara,” kata Yuli.<br />

Sebagian PRT di rumah itu masih berada di<br />

bawah umur. Di antara pembantu perempuan<br />

ada yang hamil, tapi sudah melahirkan. Ada<br />

juga orang cacat.<br />

Para PRT itu tidur dalam satu ruangan di<br />

lantai dua tanpa kasur. Bahkan, bila membuat<br />

kesalahan, ada yang disuruh tidur di lantai<br />

tanpa memakai pakaian alias bugil. Kadang<br />

juga dihukum tidak boleh makan. “Kalau bikin<br />

salahnya siang, maka baru boleh makan lagi<br />

paginya,” cerita Yuli.<br />

Kekejaman Mutiara juga diakui Istiqomah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Isi SMS Yuliana yang minta<br />

dibebaskan dari rumah Brigjen<br />

(Purn) Mangisi Situmorang.<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

alias Hesti. Perempuan berusia 26 tahun ini<br />

sering dipukuli oleh Mutiara. Suatu hari, ia bahkan<br />

sempat ditetesi minyak goreng panas oleh<br />

Mutiara gara-gara menjatuhkan perabot dapur.<br />

“Saya menjatuhkan baskom,” ujar Hesti.<br />

Riris Setyawati, PRT lainnya, disiksa oleh Mutiara<br />

gara-gara meminta pulang. Permintaan<br />

itu berbalas tamparan. Perutnya yang tengah<br />

mengandung juga menjadi sasaran. “Perut saya<br />

diremas oleh beliau,” kata Riris.<br />

Karena tidak betah lagi, pada 29 Januari 2014<br />

Yuli pun menelepon ayahnya dengan meminjam<br />

handphone orang lain. Gadis itu menangis<br />

selama 10 menit. Ia curhat disekap dan disiksa<br />

oleh majikannya.<br />

“Dia bilang, ‘Bapak, saya disekap karena<br />

mereka sangka saya pelacur’,” ujar Yuli seperti<br />

ditirukan Agus kepada majalah detik.<br />

Panik luar biasa, Agus lantas menghubungi<br />

iparnya yang berada di Jakarta, Jimmy Kubela.<br />

Ia meminta tolong agar Yuli diselamatkan. Masalah<br />

muncul karena alamat majikan Yuli tidak<br />

detail. Agus gagal menghubungi anaknya, sebab<br />

HP yang dipakai untuk menelepon dibanting<br />

majikan. Akhirnya pesan SMS dari Yuli tiba di<br />

telepon genggam Jimmy. Ia memberikan nama<br />

majikannya di Bogor: Mangisi Situmorang.<br />

Jimmy akhirnya tiba di rumah Mangisi di Perumahan<br />

Duta Pakuan, Jl. Danau Matana Blok<br />

C5/18, Rabu 12 Februari 2014. Rumah berlantai<br />

dua itu tertutup rapat. Pagar tingginya dipasangi<br />

kawat berduri. Ia memanggil-manggil penghuni<br />

rumah, tapi tidak ada yang merespons.<br />

Esok harinya, Jimmy datang lagi bersama<br />

Ketua RT setempat. Kali ini ia berhasil masuk<br />

bersamaan dengan Mangisi yang baru pulang.<br />

Lantas seorang perempuan keluar langsung<br />

menanyakan tujuan kedatangan Jimmy. Perempuan<br />

itu adalah Mutiara, istri Mangisi.<br />

Mutiara menunjukkan Yuli. Jimmy melihat<br />

saudaranya itu seperti dipaksa tersenyum, padahal<br />

wajahnya pucat. Jimmy menyampaikan<br />

maksud untuk mengambil Yuli, namun Mutiara<br />

melarang. Ia diminta membayar ganti rugi Rp 6<br />

juta jika mau Yuli pulang. “Saya bilang, ‘Anak ini<br />

kan kerja di sini, kenapa harus membayar?’ Gaji<br />

dia juga tidak dibayar,” kata Jimmy.<br />

Setelah berdebat alot, akhirnya Yuli berhasil diselamatkan.<br />

Jimmy langsung melapor ke Mapolresta<br />

Bogor. Yuli mendapat pendampingan dari<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Evakuasi korban penyekapan<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Lembaga Bantuan Hukum Keadilan Bogor. Ia juga<br />

meminta perlindungan ke Lembaga Perlindungan<br />

Saksi dan Korban, Rabu 19 Februari 2014.<br />

Hari itu juga polisi mendatangi rumah Mangisi<br />

untuk mengevakuasi 17 PRT lainnya.<br />

Namun petugas gagal masuk. Evakuasi baru<br />

berhasil setelah LPSK mendesak Kabareskrim<br />

Mabes Polri Komjen Suhardi Alius untuk turun<br />

tangan.<br />

Berhasil keluar dari rumah jenderal, Yuli trauma.<br />

Ia takut sesuatu bakal menimpa ibunya.<br />

Sebab, selama kerja di rumah Mutiara, ia sering<br />

ditakut-takuti dan diancam agar tidak macammacam<br />

atau keselamatan sang ibu menjadi taruhan.<br />

“Dia diancam agar tidak macam-macam<br />

jika tidak ingin ibunya dibunuh. Makanya masih<br />

trauma,” papar sumber di LBH.<br />

•••<br />

Mutiara diperiksa Polresta Bogor pada Senin<br />

24 Februari 2014. Sang suami pun mendampinginya.<br />

Setelah melakukan gelar perkara yang<br />

dihadiri utusan Polda Jabar dan Mabes Polri, penyidik<br />

menetapkan Mutiara sebagai tersangka.<br />

Istri brigjen ini dijerat dengan tiga UU sekaligus,<br />

yaitu UU Perlindungan Anak, Perdagangan<br />

Orang (trafficking), dan Penghapusan Kekerasan<br />

dalam Rumah Tangga.<br />

Wajah Mutiara terlihat pasrah ketika diperiksa<br />

kembali sebagai tersangka pada Jumat<br />

28 Februari 2014. Mutiara dan Mangisi kompak<br />

menyangkal tudingan menyiksa PRT. Yang<br />

terjadi, menurut Mutiara, adalah pertengkaran<br />

antar-PRT sendiri.<br />

Perilaku para PRT itu tidak baik. Mereka sangat<br />

liar, bahkan pernah hendak saling bunuh.<br />

“Saya tidak pernah memarahi, (kalau) menegur,<br />

iya. Keras saya, saya orang Batak,” kata Mutiara.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara Simanjuntak<br />

isfari hikmat / majalah detik<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

Adik Mutiara tidak percaya Mutiara menyiksa<br />

PRT-nya. Ia membenarkan kakaknya memang<br />

dikenal disiplin mirip sang ayah yang pernah<br />

menjadi komandan kodim di Medan. Sang<br />

kakak ingin rumahnya selalu rapi seperti hotel.<br />

“Seprainya harus tegang kayak di hotel-hotel,”<br />

cerita wanita yang hanya mau disebut dengan<br />

panggilan adik bungsu itu.<br />

Mutiara juga membantah tidak membayar<br />

gaji para PRT. Perjanjiannya adalah gaji diberikan<br />

ketika akan pulang. Kontrak kerja minimal<br />

1 tahun. Yuli tidak dibayar karena ia berada di<br />

rumah Mutiara lantaran dititipkan sang ibu,<br />

bukan untuk bekerja. “Segala keperluan mereka<br />

dipenuhi,” timpal Mangisi.<br />

Soal jumlah PRT yang mencapai 18 orang,<br />

dijelaskan sebagian akan dipekerjakan di pembudidayaan<br />

lele di Curug Nangka, Bogor. Budi daya<br />

lele itu dibuat untuk Mangisi yang telah pensiun.<br />

Mutiara dan Mangisi mengaku menampung 18<br />

PRT itu di rumahnya dengan tujuan mulia.<br />

Istri jenderal itu mengaku siap mematuhi<br />

hukum dan menerima hukuman bila terbukti<br />

bersalah. “Saya sangat menyesal seumur-umur.<br />

Hanya merusak keluarga besar saya seluruhnya.<br />

Di mata masyarakat ini, saya manusia<br />

paling jahat sedunia,” ujar Mutiara.<br />

Meski siap menghadapi proses hukum, keluarga<br />

Mutiara melakukan sejumlah upaya agar kasus itu<br />

tidak berlanjut. Hesti, kakak Mutiara, membawa<br />

Mariana ke Jakarta untuk menemui Yuli dan membujuk<br />

Yuli agar mencabut laporannya ke polisi.<br />

Agus, yang berseberangan dengan sang istri,<br />

berharap Mariana segera sadar dan tidak membela<br />

keluarga brigjen itu. Ia ingin bekas majikan<br />

anaknya itu dihukum setimpal. “Saya akan di sini<br />

sampai selesai urusan,” katanya. n ISFARI HIKMAT, MonIQUE<br />

SHIntaMI, PastI LIBerty MAPPAPA, solihin I Irwan nugroho<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mereka Lari dari<br />

Rumah Brigjen Mangisi<br />

Sebanyak 14 perempuan menyusuri<br />

jalan tol Jagorawi, Bogor. Menenteng<br />

tas dan kantong plastik berisi pakaian,<br />

mereka berjalan menuju gerbang tol<br />

Baranangsiang.<br />

Hujan yang menderas memaksa mereka<br />

berteduh di kantor PT Jasa Marga,<br />

tidak jauh dari gerbang tol. Pada Sabtu, 29<br />

September 2012, itu, petugas keamanan<br />

kantor awalnya menduga mereka pekerja<br />

proyek pelebaran jalan tol.<br />

Anehnya, hingga menjelang malam,<br />

mereka tidak juga beranjak. Setelah ditanyai,<br />

ketahuanlah para perempuan asal<br />

Nusa Tenggara Timur itu baru saja kabur<br />

dari rumah majikan mereka di Kompleks<br />

Duta Pakuan, Bogor Baru.<br />

Mengaku bekerja di rumah pasangan<br />

Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak,<br />

mereka lari karena tidak kunjung<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

digaji. Selama beberapa bulan, mereka<br />

hanya diberi makan dan uang saku Rp 10<br />

ribu per hari.<br />

Petugas satpam akhirnya mengontak<br />

Kepolisian Resor Bogor Kota, yang kemudian<br />

menjemput mereka. Kasus ini<br />

akhirnya ditangani oleh Kepolisian Sektor<br />

Bogor Tengah dan para pembantu rumah<br />

tangga itu didampingi Mahakati, yang<br />

jadi penasihat hukumnya.<br />

Mahakati membenarkan, yang menyekap<br />

14 kliennya itu adalah Mutiara<br />

Simanjuntak, yang sekarang ditetapkan<br />

sebagai tersangka penganiayaan terhadap<br />

pembantu rumah tangga Yuliana<br />

Hesty Lewier. Seingat Mahakati, saat<br />

itu Mangisi masih berpangkat komisaris<br />

besar dan berdinas di Bali.<br />

Mahakati dan Mangisi sempat terlibat<br />

adu mulut di kantor Polsek Bogor Tengah.<br />

“Dulu belum sampai melapor, jadi<br />

mereka hanya ditegur dan berjanji tidak<br />

akan mengulangi,” ujar Mahakati.<br />

Setelah kesepakatan itu, Kepala Kepolisian<br />

Sektor Tengah Ajun Komisaris Victor<br />

Gatot Nababan memulangkan para pembantu<br />

itu ke rumah Mangisi. Keputusan<br />

itu diprotes oleh aktivis dari Jaringan Advokasi<br />

Nasional Pekerja Rumah Tangga<br />

(Jala PRT).<br />

Koordinator Nasional Jala, Lita Anggraini,<br />

menceritakan, saat itu mereka<br />

sempat berdemo dan menolak pulang<br />

dari kantor Victor hingga boleh menemui<br />

para PRT itu. Mereka minta polisi melakukan<br />

proses hukum karena, menurut<br />

mereka, ulah majikan termasuk kekerasan<br />

ekonomi terhadap PRT.<br />

Menurut Lita, mestinya polisi melakukan<br />

penyelidikan karena, dari penelusuran<br />

Jala PRT, para perempuan dari Flores dan<br />

Sumba itu didapat dari PT IJ. Kepolisian Bali<br />

sempat memeriksa agen penyalur PRT yang<br />

berkantor di Bali tersebut karena diduga<br />

terlibat dalam perdagangan manusia.<br />

Namun protes Lita tidak digubris. Kepada<br />

Lita, Victor saat itu menyatakan tidak ada<br />

kekerasan terhadap 14 PRT di rumah Mangisi.<br />

Menurut dia, hanya ada kesalahpahaman<br />

dan kasusnya dilebih-lebihkan oleh<br />

media massa. “Kami baru tahu sekarang,<br />

ternyata yang dihadapi polsek itu jenderal<br />

aktif,” kata Lita.<br />

Mutiara pun menyanggah jika disebutkan<br />

bahwa para PRT di rumahnya pernah<br />

kabur pada 2012. Berdasarkan keterangan<br />

Mutiara, salah satu PRT yang terlibat asmara<br />

mengajak teman-temannya keluar<br />

dari rumah untuk jalan-jalan. “Tidak seperti<br />

yang dibilang bahwa mereka kabur,” kata<br />

Mutiara kepada majalah detik.<br />

Namun, anehnya, Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi menyatakan para PRT<br />

pada 2012 itu berjanji tidak akan kabur lagi.<br />

“Mereka malah bilang mau bekerja dan tidak<br />

akan kabur lagi,” Mangisi menambahkan.<br />

Tetangga sang brigjen juga menguatkan<br />

kabar bahwa para PRT itu memang kabur.<br />

“Mengaku enggak betah karena majikannya<br />

galak,” cerita si tetangga, Lidya. n Pasti lIBerti,<br />

Isfari hIkmat | Okta wIguna<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mangisi<br />

di Pusaran<br />

Cukong Kayu & FBI<br />

Kesatuan yang dipimpin Mangisi Situmorang terseret<br />

kasus aliran uang pengusaha kayu buat dana penyelidikan<br />

pembalakan liar. Kariernya berlanjut hingga brigadir<br />

jenderal. Tak pernah melaporkan harta ke KPK.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderalAan Anwas mengeluhkan repotnya<br />

menjalankan Operasi Wanalaga<br />

yang memburu pelaku pembalakan<br />

liar di Papua. “Biaya penyelidikan<br />

tidak ada. Tapi, tidak menjalankan tugas karena<br />

Rumah dua lantai milik Mangisi<br />

Situmorang di perumahan<br />

Duta Pakuan Bogor. Rumah di<br />

komplek ini dibanderol minimal<br />

Rp 2 miliar.<br />

Okta Marfianto/detikcom<br />

tidak ada dana, pasti mendapat sanksi,” kata<br />

Aan saat masih menjadi anggota satuan reserse<br />

Kepolisian Daerah Papua.<br />

Saat bersaksi di Pengadilan Negeri Jayapura<br />

pada 2006, Aan mengatakan alasan tiada duit<br />

tidak akan diterima oleh atasannya, Direktur<br />

Reserse dan Kriminal Polda Papua Komisaris<br />

Besar Mangisi Situmorang. Memakai alasan<br />

anggaran, kata Aan, risikonya, mereka akan<br />

dipandang tidak cakap dan bisa dimutasi.<br />

Gara-gara cekaknya anggaran operasional<br />

itulah Kepala Satuan Tindak Pidana Tertentu<br />

Polda Papua, Komisaris Marthen Renuw, meminjam<br />

uang dari M. Yudi Firmansyah, direktur<br />

perusahaan kayu PT Marindo Utama. Mulai<br />

September 2002 hingga Desember 2003, Marthen<br />

mengklaim meminjam uang lebih dari Rp<br />

1 miliar kepada Yudi.<br />

Marthen menyatakan, semua uang itu dipakai<br />

buat biaya penyelidikan terhadap perusahaan<br />

pembalakan liar, seperti membayar tiket<br />

pesawat dan menyewa speedboat. Pinjaman itu<br />

dia laporkan kepada atasannya, Mangisi, dan<br />

Kapolda Papua Inspektur Jenderal Budi Utomo.<br />

Namun pinjaman uang itu oleh Kejaksaan<br />

Negeri Jayapura dianggap sebagai gratifikasi,<br />

dan penggunaan uang itu buat penyelidikan<br />

adalah pencucian uang. Pasalnya, saat “uang<br />

pinjaman” ditransfer ke rekening Marthen, PT<br />

Marindo tengah diselidikinya dalam kasus ille-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mengurus satu<br />

kasus saja bisa<br />

ratusan juta<br />

rupiah.<br />

gal logging.<br />

Di hadapan hakim, Marthen menyatakan<br />

penyelidikan terhadap Marindo disetop karena<br />

Dinas Kehutanan Papua menyebut mereka<br />

mengantongi izin menebang hutan. Mangisi<br />

Situmorang yang meneken Surat Perintah<br />

Penghentian Penyidikan pada 2003.<br />

Namun pada 2004 ternyata Marindo kembali<br />

diperiksa karena menebang kayu, padahal izinnya<br />

kedaluwarsa. Marthen pun diseret ke meja hijau.<br />

Dalam kasus ini, Mangisi menjadi saksi yang<br />

memberatkan buat Marthen. Mantan Kepala<br />

Kepolisian Resor Bandung Timur ini menyatakan<br />

medan Papua yang berat membuat biaya<br />

penyelidikan yang ada tidaklah memadai. “Satu<br />

kasus bisa memakan biaya ratusan juta rupiah,”<br />

kata Mangisi saat bersaksi di pengadilan.<br />

Mangisi mengklaim tidak tahu-menahu cara<br />

Marthen mendapatkan uang operasional tadi.<br />

Namun, dalam surat-menyurat dengan Kapolda<br />

Papua, Mangisi pernah meminta uang Rp<br />

1,2 miliar dari Mabes Polri dan Kementerian<br />

Kehutanan untuk mengembalikan uang yang<br />

dipinjam Marthen dari Yudi.<br />

Kasus dugaan korupsi dan pencucian uang<br />

ini akhirnya kandas di pengadilan. Majelis<br />

hakim yang diketuai Lodewyk Tiwery menilai,<br />

uang dari cukong kayu itu hanya pinjaman. Lagi<br />

pula, uang itu dipakai buat menangkap pelaku<br />

illegal logging dengan hasil lelang kayu sitaan<br />

mencapai Rp 30 miliar.<br />

Putusan bebas itu juga diberikan karena jaksa<br />

tidak bisa menghadirkan para pengirim uang<br />

kepada Marthen. Jadi, motif di balik peminjaman<br />

uang itu tidak bisa digali. Kasus ini pun tidak<br />

sampai ke Mahkamah Agung (MA) karena jaksa<br />

telat sehari dalam melayangkan memori kasasi.<br />

Selain saat menangani pembalakan liar dan<br />

korupsi pejabat Papua, nama Mangisi juga<br />

banyak diberitakan ketika menginvestigasi<br />

penembakan terhadap konvoi lima kendaraan<br />

sekolah internasional milik PT Freeport Indonesia.<br />

Insiden pada 31 Agustus 2002 itu melukai<br />

sembilan orang dan menewaskan tiga orang,<br />

termasuk dua warga negara Amerika Serikat.<br />

Tim Gabungan Advokat Mil 62-63 menilai,<br />

penangkapan 12 tersangka pada Januari 2006<br />

menyalahi aturan hukum Indonesia karena melibatkan<br />

agen Biro Penyelidik Federal Amerika<br />

Serikat (FBI). Mereka juga menyebut penangkap-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Agen FBI menyelidiki tempat<br />

kejadian perkara. Agen FBI<br />

dituding terlibat terlalu jauh<br />

dalam penyelidikan kasus<br />

penembakan warga negara<br />

Amerika di Papua.<br />

Getty Images<br />

an Antonius Wamang<br />

dan kawan-kawan yang<br />

dianggap tentara Organisasi<br />

Papua Merdeka itu<br />

salah prosedur.<br />

Surat penangkapan<br />

para tersangka yang diteken<br />

Mangisi Situmorang<br />

keluar pada 11 Januari<br />

2006. Padahal Mangisi<br />

baru kembali dari Jakarta<br />

pada 12 Januari 2006.<br />

Artinya, penjemputan<br />

mereka oleh agen FBI memakai truk kontainer<br />

dari Hotel Amole hingga diantar ke Polsek<br />

Kuala Kencana, berlangsung tanpa surat penahanan<br />

yang sah. Karena, baru keesokan harinya<br />

mereka berstatus tahanan saat sudah tiba di<br />

markas Polda Papua.<br />

Ketika itu Mabes Polri membenarkan keterlibatan<br />

FBI, namun Wakil Kepala Divisi Humas<br />

Mabes Polri Brigadir Jenderal Anton Bachrul<br />

Alam membantah FBI terlibat dalam penyelidikan.<br />

“Kami tidak pernah membiarkan FBI<br />

menginterogasi tahanan karena mereka berada<br />

dalam wilayah yurisdiksi Indonesia,” ujarnya.<br />

Usai berdinas di provinsi di ujung timur itu,<br />

Mangisi Situmorang dimutasi ke Polda Nusa<br />

Tenggara Timur pada Februari 2006. Namun<br />

karier lulusan Akpol 1978 ini di kesatuan reserse<br />

terhenti karena jabatan barunya adalah Inspektur<br />

Pengawas Daerah.<br />

Pada 30 Desember 2009, Mangisi dipindah<br />

lagi menjadi Inspektur Pengawas Daerah Kepolisian<br />

Daerah Bali. Jika sebelumnya Mangisi<br />

ada di pusaran kasus kriminal, saat di Bali namanya<br />

hanya muncul dalam berita seremonial<br />

pembukaan kantor cabang Kamar Dagang dan<br />

Industri Prancis di sana.<br />

Sambil memangku jabatan pengawas itu, Mangisi<br />

masuk Sekolah Perwira Tinggi. Masih berpangkat<br />

Komisaris Besar, pada 24 Februari 2012<br />

Mangisi masuk ke Mabes Polri dengan jabatan<br />

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan.<br />

Ketika teman seangkatannya, Jenderal Timur<br />

Pradopo, pensiun sebagai Kapolri, Mangisi<br />

menutup kariernya dengan pangkat brigadir<br />

jenderal. Dia masuk masa purnawirawan mulai<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mangisi<br />

seharusnya kena<br />

sanksi karena<br />

tak pernah<br />

melaporkan<br />

hartanya ke KPK.<br />

Wakil Koordinator ICW Ade Irawan<br />

November 2013.<br />

Satu masalah yang tersisa dari karier sepanjang<br />

35 tahun itu adalah Mangisi tidak tercatat<br />

pernah melaporkan kekayaannya ke KPK. Padahal<br />

semua pejabat negara wajib memasukkan<br />

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara<br />

(LHKPN) sebelum dan sesudah menduduki<br />

jabatan, juga saat pensiun.<br />

Wakil Koordinator Indonesia Corruption<br />

Watch, Ade Irawan, menilai Mangisi harus terkena<br />

sanksi karena tak melaporkan kekayaannya.<br />

“LHKPN penting untuk mencegah penyelenggara<br />

negara tidak korup dan menghindari<br />

pencucian uang,” kata Ade.<br />

Mangisi menyatakan sudah pernah melaporkan<br />

kekayaannya kepada lembaga antirasuah. “Sebelumnya,<br />

saya sudah lapor,” kata Mangisi. Harta<br />

Mangisi sudah menjadi pergunjingan sejak 2005.<br />

Ketika tengah ramai pengadilan kasus aliran dana<br />

cukong kayu ke Direktorat Reserse dan Kriminal<br />

Polda Papua, surat kaleng soal kekayaan Mangisi<br />

beredar di milis isu-isu Papua.<br />

Pengirimnya, Ira Nasution dan Hendra Setiawan,<br />

menyebut Mangisi tengah membangun<br />

rumah senilai Rp 5 miliar di Bogor. Dia juga disebut-sebut<br />

punya sejumlah rumah di Bandung<br />

dan perkebunan di Tiga Dolok, Sumatera Utara.<br />

Penulis surat itu sudah tidak bisa dikontak lagi<br />

karena alamat e-mail mereka sudah mati.<br />

Kerabat Mangisi membenarkan adanya tanah<br />

seluas 2.000 meter persegi di Sumatera<br />

Utara, yang awalnya milik orang tua sang brigadir<br />

jenderal. Mangisi mengambil alih dengan<br />

mencicilnya selama dua tahun.<br />

Mangisi mulai dua tahun lalu juga mengambil<br />

alih bisnis budi daya ikan lele dari keluarga istrinya.<br />

Mangisi tengah membangun rumah pekerja<br />

yang, menurut dia, akan diisi oleh pembantu<br />

yang kini ditampung di rumahnya di Bogor.<br />

Ternak lele di areal seluas 4.000 meter persegi itu<br />

terletak di Desa Sinarwangi, Curug Nangka, Bogor.<br />

Menurut pria berusia 58 tahun itu, usaha lele hanya<br />

sekadar mencari kesibukan setelah pensiun.<br />

Harta lainnya yang disebut pengirim surat<br />

kaleng adalah rumah Mangisi di kompleks Duta<br />

Pakuan, Bogor. Rumah itulah yang dua pekan terakhir<br />

ini banyak diberitakan karena menjadi lokasi<br />

kasus dugaan penyekapan dan penyiksaan pembantu<br />

oleh Mutiara Simanjuntak, istri Mangisi.<br />

Mangisi mengatakan, rumah itu sudah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara Simanjuntak, istri<br />

Mangisi, di peternakan lele<br />

miliknya di areal seluas<br />

4.000 meter persegi di Desa<br />

Sinarwangi, Bogor.<br />

Okta Marfianto/detikcom<br />

lama dibangunnya tetapi hanya ditinggali<br />

anak-anaknya. Namun dia dan istrinya baru<br />

benar-benar tinggal di situ setelah berdinas<br />

di Mabes Polri.<br />

Dari penelusuran majalah detik, rumah<br />

berlantai dua di kompleks Duta Pakuan, seperti<br />

milik Mangisi, rata-rata dijual paling murah Rp<br />

2 miliar. Nilai pasti rumah itu dan total kekayaannya<br />

memang gelap karena Mangisi, yang<br />

pejabat, tidak terbuka soal hartanya.<br />

Mangisi merasa tidak perlu membuka soal<br />

hartanya, termasuk kepada KPK dengan alasan<br />

jabatannya tidak terlalu penting. “Kebetulan jabatan<br />

saya di Mabes dan Polda itu kan jabatan<br />

staf. Tidak di operasional,” kata Mangisi. ■<br />

ISFARI hiKMAT, moniQUE shintami | OKTA Wiguna<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Sudah ke Argentina,<br />

Tetap Jadi Air Mata<br />

RUU Perlindungan PRT sudah mengendap selama hampir 10 tahun di DPR.<br />

Padahal DPR sudah studi banding ke Afrika Selatan dan Argentina.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Suasana rapat DPR.<br />

Rachman Heryanto/detikcom<br />

“Rak bakal dadi, kuwi (enggak bakal jadi,<br />

itu).”<br />

Kalimat itu meluncur begitu saja<br />

dari mulut Ketua Komisi IX DPR<br />

Fraksi PDIP Ribka Tjiptaning ketika<br />

membicarakan soal Rancangan<br />

Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah<br />

Tangga (RUU Perlindungan PRT). Produk perundangan<br />

itu tersendat di komisinya selama<br />

hampir 10 tahun.<br />

RUU Perlindungan PRT merupakan satu<br />

dari dua perundangan yang bernasib miris di<br />

Komisi IX. Perundangan lainnya adalah RUU<br />

Keperawatan.<br />

Ribka masih memendam kesal. Ia merupakan<br />

Ketua Komisi IX DPR dari Fraksi PDIP yang dipasrahi<br />

penyelesaian RUU Keperawatan. Namun<br />

tidak satu pun anggota komisinya memberikan<br />

dukungan penyelesaian pembahasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Sudah 10 tahun<br />

menunggu tetap<br />

tidak disahkan.<br />

Ditinggal pergi<br />

begitu saja.<br />

Ribka Tjiptaning<br />

Puncaknya, saat rapat Panja RUU Keperawatan<br />

pada Selasa 18 Februari 2014 lalu gagal<br />

dilaksanakan. Hanya 6 anggota komisi dari empat<br />

fraksi yang datang ke ruang rapat. Empat<br />

fraksi itu adalah Fraksi Partai Demokrat, Fraksi<br />

PKS, Fraksi PPP, dan Fraksi PDIP.<br />

Padahal, untuk mencapai kuorum, fraksi<br />

yang hadir harus mencapai lima. Alhasil, rapat<br />

pembahasan batal.<br />

Bagi Ribka, nasib RUU Keperawatan dan<br />

RUU Perlindungan PRT sama: mengendap selama<br />

dua periode masa jabatan anggota DPR.<br />

Apalagi, saat ini sudah memasuki masa pemilu<br />

legislatif 2014, banyak anggota DPR sibuk berkampanye<br />

di daerah pemilihannya sehingga<br />

melepaskan tanggung jawab legislasi mereka.<br />

“Sudah 10 tahun menunggu tetap tidak disahkan.<br />

Ditinggal pergi begitu saja,” jelasnya.<br />

Perjalanan RUU Perlindungan PRT sangat<br />

panjang. Koordinator Jaringan Nasional Advokasi<br />

Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT), Lita Anggraini,<br />

mengungkapkan regulasi perlindungan<br />

PRT sudah bergulir sejak 1999. Namun saat itu<br />

masih berupa diskusi.<br />

Tahun 2004, DPR sepakat untuk memasukkan<br />

RUU Perlindungan PRT dalam Program Legislasi<br />

Nasional (Prolegnas). Sayang, perjalanan<br />

pembahasannya hanya setengah hati. Selama<br />

periode 2004-2009, RUU ini tidak mengalami<br />

perkembangan sama sekali.<br />

Pada masa sidang 2010/2011, DPR mencoret<br />

RUU Perlindungan PRT dari daftar legislasi.<br />

Namun Jala PRT mengerahkan massa hingga<br />

menduduki gerbang depan kompleks DPR,<br />

MPR, dan DPD di Senayan, Jakarta. Alhasil, RUU<br />

Perlindungan PRT masuk kembali ke Prolegnas.<br />

“Sempat mau dicoret pada 2010/2011, tapi<br />

kami demo dan akhirnya dibahas lagi. Jadi memang<br />

selalu harus ditekan seperti itu,” ungkap<br />

Lita.<br />

Namun kembalinya RUU Perlindungan PRT<br />

ke daftar Prolegnas tidak memberi arti apa<br />

pun. DPR hingga kini belum memutuskan RUU<br />

ini sebagai inisiatif DPR. Padahal, pada 2011<br />

mereka sudah melakukan studi banding ke Afrika<br />

Selatan dan Argentina untuk mempelajari<br />

pemberlakuan UU Perlindungan PRT di kedua<br />

negara itu.<br />

Perjalanan ke luar negeri ini hanya menghasilkan<br />

penyelesaian draf RUU Perlindungan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

UU kami ini UU<br />

air mata, tidak<br />

seksi, tidak ada<br />

keuntungan<br />

secara politik.<br />

Lita Anggraini<br />

PRT. Draf ini sudah diserahkan ke Badan Legislasi<br />

(Baleg) pada April 2013. Namun Baleg tidak<br />

memberikan keputusan bahwa RUU ini sudah<br />

menjadi hak inisiatif DPR sehingga, tetap saja,<br />

pembahasan mandek.<br />

“Sudah jadi rahasia umum UU itu ada dua jenis,<br />

UU mata air dan UU air mata. UU kami ini<br />

UU air mata, tidak seksi, tidak ada keuntungan<br />

secara politik,” keluh Lita.<br />

Padahal perlindungan terhadap pembantu ini<br />

semakin dibutuhkan. Permintaan PRT mengalami<br />

peningkatan. Situs penyalur pekerja domestik,<br />

www.pembantu.com, mengaku kewalahan<br />

meladeni permintaan PRT secara online.<br />

PRT yang terdaftar melalui situs tersebut<br />

hanya 177 orang saja. Mereka didaftarkan oleh<br />

berbagai agen penyalur. Sedangkan permintaan<br />

tenaga domestik mencapai ribuan.<br />

Setiap harinya, situs ini menerima permintaan<br />

PRT dari pendaftar baru (calon majikan).<br />

Jumlah anggota baru mengalami peningkatan<br />

40-50 anggota per hari. Informasi yang diterima<br />

majalah detik menyebutkan, anggota baru ini<br />

mengaku antre hingga berkali-kali menelepon<br />

pengelola situs.<br />

Pemilik situs www.pembantu.com, Nasrul<br />

Salam Zakaria, mengakui pencari PRT mengalami<br />

kesulitan. Tugas situsnya hanya menjadi<br />

perantara saja. Untuk kontrak dan gaji merupakan<br />

pembicaraan antara penyalur dan calon<br />

majikan.<br />

“Untuk majikannya juga kita tidak berhubungan<br />

langsung. Setelah ‘sign in’, akan ada nama<br />

penyalurnya. Nah, silakan datang langsung ke<br />

penyalur atau berhubungan dengan penyalur<br />

tersebut,” jelasnya.<br />

Namun tingginya perkembangan bisnis penyaluran<br />

pekerja domestik tidak diimbangi<br />

dengan perlindungan hukum bagi PRT. Direktur<br />

LBH APIK Jakarta, Ratna Batara Munti, menyebutkan<br />

pekerja domestik merupakan pihak<br />

yang rentan terhadap aksi kekerasan dalam<br />

rumah tangga.<br />

PRT masih dipandang bukan sebagai pekerja.<br />

Selama ini, pengelolaan hubungan kerja masih<br />

menitikberatkan pada hubungan keluarga,<br />

sehingga hak-hak PRT sebagai pekerja lebih banyak<br />

dikesampingkan.<br />

“Kita punya UU Tenaga Kerja. Tapi, untuk<br />

tenaga kerja sektor informal, apalagi PRT, yang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

rengga sancaya/detikfoto<br />

secara budaya masyarakat masih memandang<br />

rendah karena dianggap kerja domestik yang<br />

biasa dilakukan bukan profesional,” akunya.<br />

Profesi ini sangat rentan terhadap kejahatan<br />

tindak pidana penjualan orang. Ratna menyebutkan<br />

pihak yang terkait dalam bisnis pekerja<br />

domestik adalah penyalur dan majikan. Hubungan<br />

antara PRT dan perusahaan penyalur<br />

ini harusnya turut menjadi perhatian.<br />

Modus yang digunakan dalam trafficking<br />

adalah perusahaan penyalur dan majikan memanfaatkan<br />

status PRT yang membutuhkan<br />

dana di depan tanpa kontrak, sehingga posisi<br />

PRT lemah. Dana yang diberikan di muka ini dianggap<br />

sebagai uang pembelian orang, bukan<br />

bagian kontrak kerja.<br />

Namun, dengan alasan kekeluargaan, maka<br />

kejahatan ini cepat ditutupi. Tak jarang PRT<br />

yang menjadi korban menarik laporan dari kepolisian<br />

dengan alasan kekeluargaan. Padahal<br />

catatan kekerasan terhadap mereka mencapai<br />

peningkatan tiap tahunnya.<br />

Jala PRT mencatat jumlah kekerasan PRT<br />

di Indonesia pada 2013 mencapai angka 336.<br />

Kekerasan ini melibatkan agen penyalur hingga<br />

majikan.<br />

Sayang, DPR masih menganggap perlindungan<br />

PRT tidak layak diundangkan. Mereka<br />

menganggap PRT adalah profesi berdasarkan<br />

kekeluargaan saja. Perjalanan 10 tahun RUU<br />

Perlindungan PRT tidak membuahkan hasil apa<br />

pun. ■<br />

MOniQUE shinTami, PASTI libeRTI maPAPPA, IRWAN NUGROHO, OKTA<br />

WIGUNA I ARYO bhaWONO<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Nestapa<br />

Pekerja Rumah Tangga<br />

Kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga (PRT) jumlahnya terus meningkat<br />

setiap tahunnya. Sepanjang 2013, Jaringan Nasional Advokasi Pekerja<br />

Rumah Tangga (Jala PRT) mencatat ada 336 kasus.<br />

Menurut Koordinator Nasional Jala PRT, Lita Anggraini, jumlah kasus itu didapat<br />

dari pendampingan terhadap korban dan berita di media massa. Mayoritas korban<br />

kasus itu bukan cuma dikasari dan dimaki, tapi juga menjadi korban kekerasan ekonomi,<br />

terutama bekerja tanpa digaji.<br />

Jala PRT mencatat, pertumbuhan jumlah kasus kekerasan terhadap pembantu setengah<br />

hari yang bekerja di apartemen. Pelakunya acap kali kalangan ekspatriat.<br />

Ironisnya, kebanyakan proses hukum kasus-kasus itu mentok di kepolisian.<br />

Kasus kekerasan<br />

terhadap PRT<br />

terus meningkat.<br />

Korbannya banyak<br />

yang masih<br />

anak-anak.<br />

Berikut ini gambaran kasus kekerasan terhadap<br />

PRT di Indonesia.<br />

Jumlah Kasus<br />

327<br />

336<br />

273<br />

2011 2012 2013<br />

Kasus<br />

2013<br />

Pelaku:<br />

Jenis kekerasan:<br />

Majikan:<br />

332<br />

Agen PRT:<br />

102<br />

Penipu/perampok:<br />

4<br />

Fisik:<br />

217<br />

Psikologis:<br />

332<br />

Ekonomi:<br />

237<br />

Seksual:<br />

32<br />

Multikasus:<br />

217<br />

Usia korban:<br />

Jenis kelamin:<br />

Di bawah 18 tahun:<br />

98 orang<br />

Di atas 18 tahun:<br />

238 orang<br />

336<br />

semua perempuan<br />

Sumber: Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT)<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Yuliana Hesty Lewier:<br />

Aku Sering Disiksa,<br />

Dipukul, DAn Dicekik<br />

“Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli<br />

terlambat, ditampar sama Ibu Mutiara.”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderalYuliana Hesty Lewier sungguh berani.<br />

Pembantu rumah tangga yang<br />

masih bocah ini melaporkan Mutiara<br />

Boru Simanjuntak, istri Brigadir Jenderal<br />

(Purnawirawan) Mangisi Situmorang, ke<br />

polisi.<br />

Gadis 17 tahun asal Dobo, Kabupaten Kepulauan<br />

Aru Selatan, Maluku Tenggara, ini mengaku<br />

disekap dan disiksa oleh Mutiara, majikannya.<br />

Ia juga tidak mendapatkan gaji selama<br />

Aku di sana tidak dibayar.<br />

Di sana aku sering disiksa,<br />

dipukul, dan dicekik.<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

tiga bulan bekerja sebagai PRT<br />

di rumah jenderal di Bogor, Jawa<br />

Barat, itu.<br />

“Aku di sana sering disiksa,<br />

dipukul, dan dicekik,” cerita gadis<br />

kelahiran 24 Mei 1996 ini, yang akhirnya<br />

berhasil keluar dari rumah Brigadir Jenderal<br />

(Purnawirawan) Mangisi Situmorang setelah<br />

dijemput paksa oleh kerabatnya.<br />

Mutiara telah ditetapkan sebagai tersangka<br />

dengan dugaan melanggar Pasal 2 Undang-<br />

Undang Perdagangan Orang atau Pasal 44<br />

Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah<br />

Tangga, dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />

Perlindungan Anak.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />

majalah detik dengan Yuliana Hesty Lewier<br />

di kantor Lembaga Bantuan Hukum Keadilan<br />

Bogor Raya.<br />

Kenapa Yuliana keluar dari rumah Brigadir<br />

Jenderal (Purnawirawan) Mangisi<br />

Situmorang?<br />

Aku di sana tidak dibayar. Di sana aku sering<br />

disiksa, dipukul, dan dicekik (menunjukkan bekas<br />

luka di kening).<br />

Berapa lama bekerja di sana?<br />

2-3 bulan.<br />

Pekerjaannya di sana apa?<br />

Sebagai pembantu, bidang nyuci sama ngepel<br />

di sana.<br />

Bagaimana ceritanya Yuliana datang ke<br />

sana?<br />

Dulu dari Ambon ke Palembang, kerja di<br />

perkebunan kelapa sawit. Sudah itu, aku pulang<br />

sama Ibu (Mariana, ibu kandung Yuliana)<br />

ke Jakarta. Di Terminal Pulogadung, ada dua<br />

orang, ibu aku enggak kenal. Mereka samperi<br />

aku, nanya, “Adek mau kerja, ya?” Aku jawab,<br />

ya mau kerja.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Para PRT di rumah Mutiara<br />

Simanjuntak berhasil dievakuasi.<br />

ayi/majalahdetik<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

Pekerjaan apa yang ditawarkan saat itu?<br />

Kata mereka, aku mau dipekerjakan di toko.<br />

Tapi ternyata bukan ke toko, dibawa ke rumah<br />

Ibu Mutiara Situmorang.<br />

Apakah pernah bertemu lagi dengan<br />

orang yang mengantar Yuli ke rumah Mutiara<br />

Situmorang?<br />

Tidak (pernah ketemu) lagi. Setelah diantar<br />

ke situ, aku enggak pernah ketemu lagi. Tapi<br />

orangnya masih kuingat. Perempuan dua.<br />

Mengapa Yuli dianiaya?<br />

Saat dipanggil Ibu Mutiara, kalau Yuli terlambat,<br />

ditampar sama Ibu Mutiara.<br />

Siapa saja yang menganiaya?<br />

Cuma Ibu Mutiara.<br />

Bagaimana sikap Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi?<br />

Bapak sama anak-anaknya baik banget.<br />

Apakah Brigadir Jenderal (Purnawirawan)<br />

Mangisi melarang bila istrinya menganiaya<br />

Yuli?<br />

Bapak cuma diam saja, tidak bicara.<br />

Bagaimana Yuli akhirnya bisa keluar dari<br />

rumah itu?<br />

Pertama kali aku telepon sama Bapak di Ambon,<br />

terus ketahuan sama Ibu Mutiara. Handphone<br />

aku diambil dan dibanting. Kartunya diambil.<br />

Lalu aku pinjam teman, Riris, orang Jawa.<br />

Kemudian aku dijemput abang Jimmy untuk<br />

bisa keluar.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Kata majikan, aku sudah<br />

dibeli. Jadi tidak perlu<br />

tanya-tanya soal gaji itu<br />

lagi.<br />

Tap untuk<br />

mendengarkan<br />

Ada berapa orang yang bekerja di rumah<br />

itu?<br />

Ada 16 orang.<br />

Berapa umur mereka?<br />

Ada yang 13 (tahun), 18, ada yang 21.<br />

Apakah teman-teman Yuli juga ingin<br />

keluar?<br />

Iya, mereka mau keluar. Tapi tidak bisa keluar<br />

karena rumahnya dilingkari kawat duri. Aku<br />

bisa keluar karena dijemput saudara. Pernah<br />

ada juga pekerja cowok yang bisa<br />

kabur lewat lantai 3.<br />

Selama di sana, apakah diperbolehkan<br />

keluar dari rumah?<br />

Tidak pernah. Yang bisa keluar<br />

rumah itu cuma Agus, orang Flores,<br />

kepercayaan Ibu Mutiara.<br />

Digaji berapa?<br />

Katanya sembilan ratus (ribu rupiah). Yuli sudah<br />

tiga bulan di sana tidak pernah digaji. Yang<br />

lain pun tidak pernah. Sekali pun, seribu rupiah<br />

pun.<br />

Kenapa Yuli enggak digaji?<br />

Kata majikan, aku sudah dibeli. Jadi tidak<br />

perlu tanya-tanya soal gaji itu lagi.<br />

Soal makan bagaimana?<br />

Makan tiga kali sehari. Tapi, kalau buat kesalahan,<br />

dihukum tidak boleh makan. Misalnya,<br />

kalau kita makan pagi, lalu membuat kesalahan<br />

pada siang, maka baru pagi lagi kita boleh<br />

makan.<br />

Kalau tidur bagaimana?<br />

Tidurnya bareng di ruangan. Tidak ada kasur,<br />

cuma lantai doang.<br />

Selain Yuli, apakah ada yang dianiaya<br />

juga?<br />

Ada yang pernah seperti aku. Yang bisu dan<br />

cacat juga ada.<br />

Ada yang dipukul?<br />

Ada, teman aku namanya Hesti. Kalau kami<br />

sudah tidur, jam 12 malam Ibu Mutiara buka<br />

celana Hesti. Teman aku itu tidur cuma pakai<br />

selimut. Celananya dibuka sama Ibu Mutiara.<br />

Apakah Yuli dan teman-teman di sana<br />

hendak dibawa ke tempat kerja lain?<br />

Tidak tahu. n Isfari Hikmat<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Brigjen (Purn) Mangisi & Mutiara:<br />

Yuliana<br />

Itu Nakal,<br />

Pemalas,<br />

& Liar<br />

Saya tahu hukumnya. Saya ini istri<br />

polisi, masak tidak tahu itu? Cuma,<br />

karena rasa kasihan, semua itu<br />

saya kesampingkan demi mereka.<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya istri jenderal“Sayalah yang Anda cari,”<br />

kata perempuan itu begitu<br />

muncul dari balik pintu rumahnya.<br />

Mengenakan setelan<br />

blus dan celana panjang hitam-hitam yang<br />

rapi, wajah perempuan itu dipoles make-up<br />

tipis.<br />

Perempuan berambut panjang itu adalah Mutiara<br />

Simanjuntak. Saat Mutiara muncul, majalah<br />

detik sedang berbincang dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />

Mangisi Situmorang, suami Mutiara.<br />

Jenderal purnawirawan itu sedang menceritakan<br />

tentang rumahnya yang dipagari kawat berduri<br />

karena sering kemalingan.<br />

Mutiara ditetapkan sebagai tersangka dengan<br />

dugaan melanggar Pasal 2 Undang-Undang<br />

Perdagangan Orang, atau Pasal 44 Undang-<br />

Undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga<br />

(KDRT), dan/atau Pasal 80 Undang-Undang<br />

Perlindungan Anak. Ia dilaporkan ke polisi oleh<br />

Yuliana Hesty Lewier, pembantu rumah tangga<br />

(PRT)-nya sendiri.<br />

Yuliana Lewier didampingi<br />

Direktur LBH Keadilan Bogor<br />

Raya Sugeng Teguh Santoso<br />

setelah dikeluarkan dari<br />

kediaman Mutiara.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

Majalah detik detik 3 - 39 - februari 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Ia dikenal disiplin.<br />

Mutiara mirip<br />

ayahnya yang<br />

pernah menjadi<br />

komandan militer.<br />

Ia ingin segalanya<br />

serba rapi.<br />

Mutiara dan sang suami pun membantah<br />

melakukan penyekapan dan penyiksaan terhadap<br />

PRT. Ia balik menuduh PRT di rumahnya,<br />

termasuk Yuliana, berkelakuan buruk. “Nakal,<br />

pemalas, dan liar,” kata Mutiara.<br />

Mutiara berkeberatan saat majalah detik<br />

mengambil video selama wawancara. “Saya belum<br />

dandan seperti Syahrini. Kalau saya sudah<br />

pakai bulu mata palsu, baru kalian boleh (ambil<br />

video), ya. Benar, saya ini menyaingi Syahrini<br />

(karena kasus ini),” canda Mutiara.<br />

Istri purnawirawan jenderal ini mengaku<br />

suka bercanda. Namun, di mata keluarganya, ia<br />

dikenal disiplin. Sang adik, yang minta namanya<br />

tidak disebut, menyatakan Mutiara mirip ayahnya<br />

yang pernah menjadi komandan militer. Ia<br />

ingin segalanya serba rapi.<br />

Berikut ini wawancara Isfari Hikmat dari<br />

majalah detik dengan Brigjen (Purnawirawan)<br />

Mangisi Situmorang dan Mutiara Simanjuntak<br />

di rumahnya, Perumahan Duta Pakuan, Jl. Danau<br />

Matana Blok C5/18, Bogor, Jawa Barat.<br />

Anda dituduh menyekap dan menganiaya<br />

PRT. Bagaimana tanggapannya?<br />

Mutiara: Jadi, kalau saya dibilang penyekap<br />

atau penganiaya, atau pekerjaan sosial yang<br />

saya lakukan selama ini? Tidak segampang itu.<br />

Saya ini jadi istri bayangkari puluhan tahun.<br />

Bagaimana Anda menjelaskan masalah<br />

sebenarnya yang terjadi di rumah ini?<br />

Mutiara: Saya menyatakan penyekapan<br />

yang Anda lihat itu karena kawat berduri ini,<br />

itu karena untuk mencegah maling. Karena<br />

(rumah) saya sudah empat kali dibobol. Rumah<br />

saya di sana, garasi dari kayu jati dibelah. Diambil<br />

segala barang-barang saya. Jadi, saya<br />

tinggal di sini baru dua tahun, memang sudah<br />

lama karena suami saya bertugas.<br />

Kapan Yuliana datang ke rumah Anda?<br />

Mutiara: Itu tiga bulan lalu. Persisnya saya<br />

lupa.<br />

Siapa yang membawa Yuliana kepada<br />

Anda? Katanya dari Pulogadung?<br />

Mutiara: Saudara juga. Namanya orang Batak<br />

itu kan ikatannya kuat. Saya kan tidak bisa<br />

bedakan apakah dia tukang rokok atau tukang<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

apa. Mungkin dikasih ke saya karena, setelah<br />

suami saya ini pensiun, saya mau buka (ternak)<br />

lele. Adalah kesibukan kita kecil-kecilan.<br />

Mangisi: Dia tahu kita perlu orang. Kita mau<br />

buka ternak lele di Curug Nangka (Bogor) sana.<br />

Kita kasihan pada Yuliana dan ibunya, Mariana.<br />

Mereka sebelumnya kerja di (perkebunan) kelapa<br />

sawit. Kalau tidak salah, satu bulan hanya<br />

dapat Rp 600 ribu. Jadi tidak cukup gajinya, kaburlah<br />

mereka. Setelah disepakati, ibu Yuliana<br />

bekerja dengan ibu mertua saya, okelah disepakati<br />

gajinya Rp 1 juta satu bulan. Tapi minimal<br />

setahun. Kalau ada rezeki, ongkos pulang nanti<br />

kita yang tanggung. Dengan bonus-bonusnya<br />

kalau ada rezeki. Tapi, yang pasti, 12 juta ini dia<br />

pegang bersih.<br />

Bagaimana dengan gaji Yuliana? Mengapa<br />

ia mengaku gajinya tidak dibayarkan?<br />

Mangisi: Dia kan dititipkan oleh<br />

ibunya pada kita. Dia tahu anaknya<br />

ini nakal.<br />

Mutiara: Nakal, pemalas, maaf kata, liar.<br />

Sudut ruang pencucian di<br />

kediaman Mutiara. Foto<br />

ini diambil setelah seluruh<br />

pembantu dikeluarkan.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

Kenakalan Yuliana seperti apa? Bisa diceritakan?<br />

Mangisi: Penjelasan ibunya seperti itu (nakal,<br />

pemalas, dan liar). Di sini pun dia tidak bekerja<br />

full (penuh).<br />

Kenapa mempekerjakan perempuan<br />

yang hamil?<br />

Mutiara: Riris (PRT yang hamil) ini datang<br />

membohongi saya, datang dengan baju longgar-longgar<br />

dengan tas di depan. Hari pertama<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Saat itu sudah kayak latihan militer. Buka pagar,<br />

saya gendongin masuk. Selama adik saya belum<br />

datang, saya pijitin-lah itu.<br />

Mangisi: Teriak-teriak dia.<br />

Mutiara: Didengar tetangga kan dikira ada<br />

apa. Akhirnya saya bawa dia ke RS Pasutri.<br />

Sampai masuk ke (rumah) sini lagi, saya rawat<br />

itu bayi, dari tidur, minum susu, beol, mandi,<br />

semua saya (yang urus). Itu ada fotonya.<br />

Kediaman Mutiara di Bogor<br />

tampak tertutup rapat. Kawat<br />

berduri mengelilingi rumah<br />

mewah ini.<br />

isfari hikMAT/majalah detik<br />

tidak kelihatan, hari kedua kelihatan bahwa dia<br />

hamil. “Kok perut kamu besar?” “Iya, Bu, saya<br />

hamil.” “Kenapa kamu tidak ngomong?” “Saya<br />

takut tidak diterima.”<br />

Dia datang hamil enam bulan, pas jalan dua<br />

bulan sakit perutlah dia, tanda-tandanya mau<br />

melahirkan. Saya telepon kakak saya di Curug<br />

Nangka. Segera meluncur, mau melahirkan ini.<br />

Anda juga dituduh memukul PRT?<br />

Mutiara: Tidak, saya tidak pernah<br />

begitu-begitu, ya. Memang saya tegur<br />

mereka karena kadang-kadang<br />

mereka menginjak kepala si cacat itu (salah satu<br />

PRT). Saya marah, karena saya takut ada orang<br />

mati di rumah saya. Siapa yang mau tanggung<br />

jawab?<br />

Jangan begitu, saya selalu mengajarkan kasih.<br />

Tapi, maaf, mereka ini orang-orang telantar.<br />

Bapak ini juga sering marah sama saya, anakanak<br />

juga. Pulangilah Ma, orang-orang ini. Itu<br />

yang bikin saya menyesal seumur hidup. Saya<br />

tidak mendengar suami saya, orang tua saya,<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Kadang-kadang<br />

mereka menginjak<br />

kepala si cacat<br />

itu (salah satu<br />

Prt). Saya marah,<br />

karena saya takut<br />

ada orang mati di<br />

rumah saya.<br />

anak-anak saya.<br />

Artinya Anda direpotkan oleh pembantu<br />

Anda sendiri?<br />

Mutiara: Itulah kehidupan mereka ini. Sebenarnya<br />

pusing kepala saya ini. Tidak mampu<br />

juga saya menghadapi orang ini. Kehidupan<br />

mereka ini liar di rumah saya.<br />

Mangisi: Sebenarnya mereka ini ditampung<br />

karena rasa kasihan. Rasa sosial istri saya. Istri<br />

saya masak untuk makan mereka, bukan mereka<br />

masak untuk kita. Mereka, kalau tidak ada<br />

kerjaan, makan-makan, duduk-duduk sambil<br />

makan es krim, makan cokelat.<br />

Namun ada tuduhan yang menyatakan<br />

Anda bersikap kasar, bahkan menyiksa<br />

pembantu….<br />

Mutiara: Saya tidak pernah memarahi, (kalau)<br />

menegur, iya. Keras saya, saya orang Batak.<br />

Mereka ini, maaf, seperti orang liar. Kelaparan.<br />

Jadi, kalau ada makanan, kita masukan ke<br />

lemari, itu dijilat-jilatin. Tanya pembantu saya.<br />

Dibuang, ketemu mereka, mereka jilatin. Beras<br />

itu berceceran, si Fero itu yang makan, dia itu<br />

makannya beras. Hobi makan beras.<br />

Mangisi: Kadang buang sampah sembarangan.<br />

Mutiara: Bicara mereka tidak<br />

pernah sopan. Hidup seperti itu, liar.<br />

Untuk apa saya mempekerjakan di<br />

bawah umur, yang cacat? Saya tahu hukumnya.<br />

Saya ini istri polisi, masak tidak tahu itu?<br />

Cuma, karena rasa kasihan, semua itu saya<br />

kesampingkan demi mereka.<br />

Mangisi: Paling lama kerja itu tujuh bulan,<br />

itu si Fero yang paling lama. Selebihnya itu tigaempat<br />

bulan. Jadi, mereka itu baku hantam di<br />

antara mereka sendiri.<br />

Apakah betul mereka ini dipekerjakan<br />

nonstop sampai larut malam?<br />

Mutiara: Kerja tidak ada, semua bersih-bersih<br />

saja. Karena yang masak kan saya. Nyuci pakai<br />

mesin. Itu pun saya. Yang menyapu rumah juga<br />

sering saya.<br />

Mangisi: Lo, sebenarnya bekerja itu samasama,<br />

Ibu ini tidak melepas.<br />

Bagaimana penjelasan soal gaji mereka<br />

yang dikatakan tidak dibayar?<br />

Majalah detik 3 - 9 MARET 2014


Fokus<br />

kejamnya<br />

istri jenderal<br />

Mutiara usai memandikan bayi dari salah satu<br />

pembantu bernama Riris. Bayi prematur ini<br />

diberi nama Amora olehnya.<br />

REPRO/isfari majalah detik<br />

Mutiara: Jadi, mereka masuk ke sini, mereka<br />

bilang, “Ibu, kalau setelah kami pulang, baru<br />

gaji (kami) ibu kasihkan.” Itu sudah perjanjian,<br />

dia yang mau, saya tinggal menuruti saja. Jadi<br />

bohong itu, pertama-tama ditanya juga di sini,<br />

dia bilang pun seperti itu, gaji disimpan saja<br />

sama Ibu.<br />

Mangisi: Nanti kalau mau pulang dibayar,<br />

karena keperluan sehari-hari mereka dipenuhi<br />

semua. Segala macam dibelikan, tidak perlu<br />

lagi pegang uang, uang untuk apa? Dan dia<br />

juga mau menabung kalau nanti pulang. Kalau<br />

kita kasih sekarang, kan bisa hilang atau apa.<br />

Nanti pulang tidak bisa juga. ■<br />

ISFARI hikmat I iin yumiyanti<br />

Majalah detik 3 - - 9 MARET 2014


Kolom<br />

Melindungi PRT,<br />

Berkaca dari Filipina<br />

Oleh Lita Anggraini<br />

Filipina meratifikasi Konvensi ILO 189<br />

pada September 2012 dan mengesahkan UU<br />

Perlindungan PRT pada Januari 2013.<br />

Biodata<br />

Nama: Lita Anggraini<br />

Kantor: Jalan Kalibata Utara<br />

I Nomor 18, Jakarta Selatan<br />

Pendidikan:<br />

■ Hubungan Internasional,<br />

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu<br />

Politik Universitas Gadjah<br />

Mada, Yogyakarta, 1995<br />

■ Mengikuti pelatihan,<br />

pertemuan, lokakarya terkait<br />

isu-isu perempuan, gender,<br />

dan buruh migran di sejumlah<br />

negara, seperti Pakistan,<br />

Kanada, Filipina, dan Nepal.<br />

Pembantu rumah tangga adalah pekerja karena dia bekerja, ada<br />

majikan yang mempekerjakan, dan menerima upah. Ini adalah<br />

pekerjaan tertua dan terbesar karena paling dibutuhkan di berbagai<br />

belahan dunia. Organisasi Buruh Dunia (ILO) pada 2009<br />

memperkirakan, secara global, lebih dari 50 juta PRT mengisi sebagian besar<br />

angkatan kerja, terutama di negara-negara berkembang. Jumlahnya terus<br />

meningkat, termasuk di Indonesia.<br />

Kehadiran PRT menciptakan tenaga kerja (stamina, pikiran), ruang, dan<br />

kesempatan bagi jutaan orang untuk bergerak leluasa. Kontribusi PRT secara<br />

riil tidak hanya pada aktivitas ekonomi-sosial ratusan ribu keluarga pemberi<br />

kerja yang bekerja di berbagai sektor, tapi juga pada keluarga, masyarakat<br />

wilayah asal, juga negara.<br />

Sayang, pemerintah justru mendiskriminasi PRT dari statistik nasional data<br />

angkatan kerja dan ekonomi nasional.<br />

Studi ILO-International Programme on the Elimination of Child Labour<br />

pada 2002 memperkirakan, terdapat 2,6 juta PRT di seluruh Indonesia. Se-


Aktivitas:<br />

■ RUMPUN Tjoet Njak Dien,<br />

lembaga swadaya masyarakat<br />

yang bergerak di bidang<br />

advokasi pembantu rumah<br />

tangga di Yogyakarta, 1995-<br />

1996<br />

■ LAPPERA Indonesia, LSM di<br />

bidang isu-isu perburuhan,<br />

1996-1998<br />

■ Manajer RUMPUN Tjoet Njak<br />

Dien Yogyakarta, 1998-2000<br />

■ Direktur Eksekutif RUMPUN<br />

Tjoet Njak Dien, 2000-2005<br />

dan 2011-2013<br />

■ Koordinator Nasional Jaringan<br />

Advokasi Pekerja Rumah<br />

Tangga, 2004-sekarang<br />

■ Koalisi Perempuan Indonesia,<br />

2000-sekarang<br />

mentara itu, dari rapid assessment Jala PRT pada 2009, diperkirakan jumlah<br />

PRT mencapai 10,7 juta karena 67 persen dari rumah tangga kelas menengah<br />

dan menengah-atas mempekerjakan PRT. Jumlah ini menunjukkan bahwa<br />

menjadi PRT adalah pilihan pekerjaan yang bisa memberi kehidupan.<br />

Namun sejauh ini mereka bekerja tanpa jaminan perlindungan normatif<br />

atas hak-haknya sebagai pekerja, sehingga rentan akan eksploitasi dan pelanggaran<br />

hak-hak. Mereka berada dalam situasi perbudakan modern: upah<br />

sangat rendah dan terkadang tak dibayar atau dipotong secara semenamena,<br />

tak ada batasan beban kerja, jam kerja rata-rata 12-16 jam, tak ada hari<br />

libur mingguan, cuti, minim akses bersosialisasi, dan tak ada jaminan sosial.<br />

Kasus kekerasan terhadap PRT maupun PRT anak juga menonjol di beberapa<br />

kota besar di Indonesia. Data dari berbagai sumber menunjukkan, selama 2011-<br />

2012 terdapat 653 kasus. Paling mutakhir tentunya kasus penyekapan 15 PRT oleh<br />

keluarga Brigjen MS di Bogor beberapa waktu lalu. Ini merupakan pengulangan<br />

kasus yang terekspos media pada 30 September 2012. Kami turut menginvestigasi<br />

kasus ini hingga Polres Bogor Kota dan Polsek Bogor Tengah pada 3 Oktober<br />

2012. Namun kami dihalang-halangi oleh Kepala Polsek Bogor Tengah.<br />

Dari catatan kasus yang dihimpun oleh Jala PRT beserta anggotanya—<br />

LBH Jakarta, LBH Apik Jakarta, dan RUMPUN Tjoet Njak Dien—penanganan<br />

hukum atas kasus kekerasan PRT kebanyakan tidak berJalan secara adil dan<br />

tuntas. Tak ada hukuman dan efek jera untuk pelaku.<br />

Dalam kasus penganiayaan PRT anak, Sunarsih, hingga meninggal di Pengadilan<br />

Negeri Surabaya Selatan dan Pengadilan Tinggi Jawa Timur, misalnya,<br />

Nyonya Ita sebagai pelaku kekerasan hanya dihukum 2 tahun. Sebelumnya,<br />

pada 1999, 2001, 2004, dan 2005, Nyonya Ita juga diadili dalam kasus kekerasan<br />

terhadap PRT. Ini menunjukkan dia tak pernah jera karena memang<br />

hukuman yang dijatuhkan sangat ringan.<br />

Secara umum, 65 persen proses hukum terhadap pelaku kekerasan terhadap<br />

PRT berhenti di kepolisian. Hal ini antara lain terjadi pada PRT anak,<br />

Rara, 16 tahun, oleh sebuah keluarga di kompleks perumahan Slipi, Jakarta,<br />

September 2011. Kasusnya berhenti di Polres Jakarta Barat. Begitu juga yang


menimpa Serli, 11 tahun, oleh keluarga salah satu anggota TNI di Bekasi<br />

Timur pada November 2011, berhenti di kepolisian Bekasi Timur.<br />

Menyimak contoh-contoh tersebut, akankah Dewan Perwakilan Rakyat dan<br />

pemerintah terus menutup mata terhadap permasalahan PRT? Bukankah PRT<br />

juga bisa dipastikan ada di tengah-tengah keluarga para anggota Dewan yang<br />

terhormat dan para penyelenggara negara di berbagai tingkatan?<br />

Faktanya, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun<br />

2003 tidak mengatur tentang PRT. Selain itu, Undang-Undang Nomor 23<br />

Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga dan<br />

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak<br />

Pidana Perdagangan Orang tidak mengatur situasi kerja normatif PRT yang<br />

menjamin hak-hak mereka sebagaimana pekerja lainnya.<br />

Rancangan Undang-Undang Perlindungan PRT masuk dalam Program<br />

Legislasi Nasional DPR sejak 2004, dan baru menjadi RUU prioritas Prolegnas<br />

DPR 2010 setelah berkali-kali masyarakat sipil mendesaknya. Baru<br />

pada 2012 RUU ini dibahas. Komisi IX DPR pun melakukan studi banding<br />

ke Afrika Selatan dan Argentina pada 27-31 Agustus 2012 dan uji publik ke<br />

daerah pada 27-28 Februari 2013.<br />

Komisi IX DPR pada 25 Maret 2013 melakukan finalisasi RUU Perlindungan<br />

PRT untuk diserahkan ke Badan Legislasi DPR guna dilakukan harmonisasi.<br />

Sepertinya upaya Dewan periode ini maksimal sampai di situ. Sebab, hingga<br />

masa sidang ketiga DPR 2013-2014, belum terjadi pembahasan kembali di<br />

Badan Legislasi.


Ratifikasi Konvensi ILO 189<br />

Di tingkat internasional telah dicapai kemajuan yang sangat monumental<br />

untuk menuju dunia yang adil bagi PRT. Telah lahir Konvensi Kerja Layak<br />

PRT (Konvensi ILO Nomor 189) yang mengakui PRT sebagai pekerja serta<br />

memberikan penghormatan dan perlindungan atas hak-hak yang melekat<br />

padanya dan situasi kerja layak PRT sebagaimana pekerja yang lainnya.<br />

Konvensi ini menjadi pintu ke babak baru menuju perjuangan selanjutnya.<br />

Kita melihat langkah maju sudah ditempuh Filipina yang meratifikasi<br />

Konvensi ILO 189 pada September 2012 dan diikuti pengesahan UU Perlindungan<br />

PRT Filipina pada Januari 2013. Filipina menjadi contoh negara yang<br />

konsisten melindungi PRT di dalam negeri dan luar negeri. Filipina tidak<br />

hanya menuntut negara tujuan PRT migran, tapi juga konsisten memberlakukan<br />

perlindungan yang sama terhadap PRT di dalam negeri. Hal yang<br />

dibutuhkan Indonesia.<br />

Kita sering dihadapkan pada berbagai kasus PRT migran yang terjadi di<br />

negara tujuan. Dan kita menjadi marah karenanya. Ironisnya, ketika terjadi<br />

kasus kekerasan yang sama terhadap PRT di dalam negeri, pemerintah dan<br />

DPR, bahkan publik, anteng-anteng saja. n<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

Mirip Stroke,<br />

tapi Bukan<br />

Banyak dikira stroke, padahal bukan. Tapi tetap butuh<br />

pemeriksaan kesehatan untuk mendapat kepastian.<br />

foto-foto: thinkstock<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Mirip Stroke<br />

Tanda-tanda panic attack sangat mirip stroke.<br />

Apalagi jika sudah parah. Sakit menusuk di<br />

dada, susah bernapas, jantung berdebar kengaya<br />

hidup<br />

Luna kebingungan. Sita, sahabatnya,<br />

mendadak mengeluh sesak napas<br />

hebat. Tak lama setelah itu, Sita terlihat<br />

diam. Pingsan. Luna makin panik<br />

karena kantor sudah sepi tak ada<br />

orang.<br />

Gadis 27 tahun itu sempat<br />

mencoba menolong<br />

dengan mengoleskan<br />

minyak angin ke sekitar<br />

hidung Sita. Maksudnya<br />

agar temannya itu segera<br />

siuman. Namun usahanya<br />

tak berhasil.<br />

Dia lantas lari memanggil office<br />

boy (OB) dan memintanya membantu<br />

mengangkat Sita ke mobil. Ditemani<br />

salah satu OB, Luna meluncur ke sebuah<br />

rumah sakit di dekat kantornya di Jakarta<br />

Pusat.<br />

Di UGD, Sita langsung mendapat pertolongan.<br />

Dokter jaga segera memeriksa<br />

dan membuat tindakan agar Sita segera siuman.<br />

Tak lama Sita pun sadar.<br />

Karena Sita mengeluh sakit yang sangat di<br />

dada, dokter lantas melakukan pemeriksaan<br />

jantung, termasuk tes elektrokardiogram. Tes<br />

ini untuk mengetahui apakah denyut jantung<br />

normal atau tidak.<br />

Namun hasilnya cukup mengagetkan. Secara<br />

umum kondisi fisik Sita baik-baik saja. Hasil tes<br />

EKG-nya juga fine-fine. Paling hanya tensinya<br />

saja yang rendah.<br />

Meski begitu, dokter tetap memberikan sejumlah<br />

resep obat-obatan untuk berjaga-jaga.<br />

Setelah sekitar tiga jam di UGD, Sita diperbolehkan<br />

pulang.<br />

Sekitar dua bulan setelah kejadian itu, Sita<br />

kembali mengalami hal serupa. Sesak di dada<br />

dan pingsan. Lagi-lagi dia dilarikan ke rumah<br />

sakit. Diperiksa sana-sini, lagi-lagi semua fine.<br />

Dokter lantas menduga Sita sama sekali tidak<br />

sakit, melainkan memiliki semacam gangguan<br />

yang disebut panic attack. Dia direkomendasikan<br />

untuk mengunjungi psikolog.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

cang, kemudian pingsan.<br />

Menurut psikolog klinis Liza Marielly Djapri,<br />

saat orang mengalami ini biasanya memang<br />

selalu dibawa ke rumah sakit. Namun, setelah<br />

diperiksa, semua normal.<br />

Meski bukan masalah kesehatan fisik, panic<br />

attack sangat menyakitkan. Biasanya berlangsung<br />

selama kurang lebih satu jam. Tapi yang<br />

paling sakit 15 menit pertama.<br />

Dalam kasus yang parah, orang yang terkena<br />

panic attack bisa menjadi freeze atau membeku<br />

sehingga tidak bisa melakukan apa pun. Seperti<br />

pingsan tapi sebenarnya tidak.<br />

“Hal ini karena mereka yang terkena panic<br />

attack merasakan sesuatu yang tidak nyaman<br />

di jantungnya,” ujarnya.<br />

Namun, sebenarnya orang-orang di sekitarnya<br />

tidak perlu ikut-ikutan panik. Kondisi ini<br />

biasanya akan berangsur membaik dan kembali<br />

normal seperti sediakala.<br />

Untuk mengetahui yang terjadi merupakan<br />

panic attack atau bukan memang sulit diketahui<br />

orang awam. Karena itu, cara paling baik memang<br />

dibawa ke rumah sakit untuk di periksa.<br />

Jika memang kondisi kesehatan dan jantungnya<br />

baik-baik saja, pasien bisa mencoba untuk<br />

bertemu dengan psikolog. Nah, dari sini biasanya<br />

akan diketahui dia terkena panic attack<br />

atau bukan.<br />

Liza mengatakan, panic attack sebenarnya<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


gaya hidup<br />

bukan persoalan yang harus terlalu ditakutkan.<br />

Tapi memang membutuhkan penanganan agar<br />

tidak terus terjadi.<br />

“Dengan penanganan yang tepat, panic<br />

attack bisa diatasi sehingga tidak terjadi lagi,”<br />

ujar ibu dua anak ini.<br />

Menurut Liza, panic attack bisa terjadi pada<br />

setiap orang. Namun, biasanya gangguan ini<br />

“menyerang” orang-orang dengan karakter<br />

agak pencemas sejak kecil.<br />

Biasanya mereka juga memiliki manajemen<br />

dan regulasi stres yang tidak<br />

baik. “Kombinasi tiga hal itu sangat<br />

mungkin mengakibatkan<br />

orang terkena panic attack,”<br />

ujar alumnus Universitas Indonesia<br />

itu.<br />

Dulu panic attack banyak<br />

menyerang orang-orang di<br />

atas 30 tahun, saat mereka<br />

merasa hidup di dunia sudah<br />

tidak aman. Namun, akhirakhir<br />

ini, usia orang dengan<br />

panic attack semakin muda.<br />

“Banyak yang belum 30 tahun atau yang baru<br />

30 tahun sudah terkena. Mungkin karena saat<br />

ini kekhawatiran orang makin kompleks, jadi<br />

gampang kena,” ujarnya.<br />

Pemicu<br />

Liza menduga, semakin memudanya usia<br />

orang terkena panic attack, salah satunya akibat<br />

terlalu banyak tuntutan sejak kecil. Karena,<br />

sejak 15 tahun terakhir, tekanan pada anak semakin<br />

keras.<br />

Padahal anak-anak, bahkan di usia sekolah<br />

dasar, sebenarnya masih dalam dunia bermain.<br />

“Tapi, sejak dini, mereka dipaksa terlalu keras<br />

belajar sehingga kehilangan dunia bermainnya,”<br />

katanya.<br />

Menurut Liza, hal ini bisa membuat benihbenih<br />

kemunculan panic attack. Atau yang<br />

lebih membahayakan akan terjadi depresi dan<br />

stres di usia muda.<br />

n NURVITA indarini | ken<br />

yunita<br />

Majalah Majalah detik detik 2 - 8 3 Desember - 9 maret 2014 2013


wisata<br />

Wisata Dua Dimensi<br />

Anak Krakatau<br />

Saya bisa naik gunung sekaligus melakukan snorkeling di sini. Sayangnya, banyak<br />

wisatawan yang tidak menjaga kebersihan, sehingga banyak sampah bertebaran.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

nyempatkan diri melakukan snorkeling di sekitar<br />

gunung yang belakangan aktif ini.<br />

Akhirnya kesempatan saya mendatangi<br />

gunung itu pun kesampaian. Dan asyiknya,<br />

kepergian saya ini nyaris gratis alias ada yang<br />

berbaik hati membayari.<br />

Tidak semuanya gratis, sih. Biaya naik feri dari<br />

Pelabuhan Merak ke Bakauheni, sewa penginapan,<br />

dan empat kali makan ditanggung.<br />

Lumayan menghemat ongkos.<br />

Rombongan saya berangkat dari Pelabuhan<br />

Merak di Banten menuju Pelabuhan Bakauheni,<br />

Lampung. Dari Jakarta, Merak bisa dijangthinkstock<br />

udah lama saya ingin pergi ke Gunung Anak<br />

Krakatau. Cerita yang saya dengar dari temanteman<br />

traveler benar-benar membuat saya<br />

seakan harus menginjakkan kaki gunung yang<br />

muncul misterius pada 1927 ini.<br />

Sebagian petualang menyebut Gunung<br />

Anak Krakatau sebagai wisata dua dimensi.<br />

Mereka yang datang tak cuma akan mendapat<br />

pemandangan indah khas gunung, tapi juga<br />

bisa basah-basahan di laut.<br />

Maklum saja, Gunung Anak Krakatau memang<br />

berada di tengah laut. Jadi kebanyakan<br />

traveler, selain mendaki ke puncak, akan me-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

ari saputra/detikfoto<br />

kau menggunakan bus. Tarifnya Rp 10-30 ribu<br />

dengan waktu tempuh sekitar 3 jam.<br />

Karena ingin menghemat waktu, kami<br />

sengaja berangkat malam hari agar esok<br />

paginya bisa langsung beraktivitas. Tapi<br />

tentu saja cara ini lumayan menguras<br />

tenaga karena hampir tak ada waktu<br />

istirahat selain di perjalanan.<br />

Feri yang saya tumpangi berangkat<br />

sekitar pukul 01.00 WIB. Harga<br />

tiketnya Rp 11 ribu untuk dewasa dan<br />

Rp 8.000 untuk anak-anak. Merak-Bakauheni<br />

membutuhkan waktu sekitar tiga jam.<br />

Saya lumayan takjub melihat feri yang saya<br />

tumpangi. Kapal penyeberangan ini cukup<br />

bersih. Tak berbeda jauh dengan kamar mandinya.<br />

Sungguh berbeda dengan bayangan saya<br />

sebelumnya.<br />

Karena butuh istirahat, saya memilih tidur<br />

selama di perjalanan. Sebenarnya ada semacam<br />

tempat lesehan di kapal bagi yang ingin tidur.<br />

Tapi, untuk mendapatkan tempat, penumpang<br />

mesti membayar Rp 8.000.<br />

Tapi terkadang tempat lesehan itu sudah<br />

penuh orang. Pingin selonjoran saja susah. Jadi<br />

saya memutuskan tidur di luar saja, gratis dan<br />

tempatnya masih luas sehingga saya bisa tidur.<br />

Tapi awas masuk angin, ya.<br />

Waktu tiga jam berlalu nyaris tak terasa. Saya<br />

buru-buru mengikuti rombongan turun dari<br />

kapal, lalu melanjutkan perjalanan ke Dermaga<br />

Canti dengan menumpang angkutan carteran.<br />

Mobil angkot ini relatif murah jika disewa berombongan.<br />

Tapi, kalau hanya satu-dua orang,<br />

jatuhnya akan sangat mahal. Lebih murah naik<br />

ojek saja jika hanya pergi sendirian. Waktu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

agung/detikfoto<br />

tempuhnya sekitar dua jam.<br />

Di Dermaga Canti, terdapat kapal-kapal yang<br />

dapat disewa untuk berkeliling ke pulau-pulau<br />

di sekitar Gunung Anak Krakatau. Tujuan pertama<br />

kami adalah Pulau Sebuku Kecil, dengan<br />

waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan.<br />

Saya, yang sudah “lapar” pantai, langsung<br />

takjub oleh pemandangan Pulau Sebuku Kecil.<br />

Gradasi warna pantainya sangat indah dan,<br />

yang pasti, bersih banget. Tapi, hati-hati, banyak<br />

batu karang tajam di sekitar pantai.<br />

Saya tak berlama-lama berada di pulau ini.<br />

Setelah berfoto ria dan bermain air, saya dan<br />

rombongan kembali melanjutkan perjalanan ke<br />

destinasi selanjutnya: Pulau Sebuku Besar.<br />

Lokasinya tak jauh. Di pulau ini, aktivitas saya<br />

adalah snorkeling. Sayang, pantainya kurang<br />

bersih. Banyak sampah di sana-sini, sehingga<br />

mengurangi kenyamanan pengunjung.<br />

Untuk melakukan snorkeling, saya harus<br />

menyewa alat seharga Rp 30 ribu per hari atau<br />

Rp 55 ribu untuk dua hari. Meski kurang suka<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

agung/detikfoto<br />

karena banyak sampah, saya turun ke laut juga.<br />

Hitung-hitung relaksasi.<br />

Setelah kurang-lebih dua jam nyebur, saya<br />

diajak melanjutkan perjalanan ke Pulau Sebesi.<br />

Di sana ada rumah penduduk yang bisa disewa<br />

untuk menginap barang semalam.<br />

Saya beruntung karena mendapatkan rumah<br />

yang cukup bagus. Listrik di pulau ini hanya<br />

menyala pada pukul 18.00-24.00 WIB. Sejenak<br />

saya beristirahat setelah makan siang yang<br />

cukup lezat di home stay.<br />

Sore hari, sekitar pukul 16.30 WIB, saya kembali<br />

diajak menuju destinasi selanjutnya, yaitu<br />

Pulau Umang-umang, untuk menikmati sunset.<br />

Tapi saya dan beberapa teman menikmati sunset<br />

di atas kapal saja. Tak kalah indahnya, kok.<br />

Saya sudah tak sabar menunggu esok hari<br />

untuk menuju Gunung Anak Krakatau. Dari<br />

jadwal yang dibagikan, saya akan berangkat<br />

sekitar pukul 03.00 WIB.<br />

Satu-satunya cara menuju ke gunung ini<br />

adalah naik kapal. Trekking ke puncak Anak<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


wisata<br />

thinkstock<br />

Krakatau tidak membutuhkan waktu lama<br />

karena tingginya hanya sekitar 23 meter di atas<br />

permukaan laut, paling-paling 15-20 menit.<br />

Tapi, hati-hati, treknya lumayan susah karena<br />

berpasir dan berbatu. Konon, ketinggian gunung<br />

ini terus bertambah setiap tahunnya. Terdapat<br />

zona bahaya di puncaknya, yang terlihat<br />

berwarna putih.<br />

Para pendaki tidak boleh menginjakkan kaki<br />

di zona berbahaya ini. Penjaga gunung akan<br />

memberi tahu soal zona bahaya ini kepada<br />

setiap pendaki yang datang.<br />

Hal menarik lainnya adalah suhu yang berbeda<br />

antara bagian kanan dan kiri. Tidak jelas apa<br />

penyebabnya, namun suhu di sisi kanan terasa<br />

lebih dingin daripada sisi kiri.<br />

Tentu saya tak melewatkan acara foto-foto<br />

sebelum turun. Apalagi saat itu matahari masih<br />

malu-malu menampakkan diri. Saya juga<br />

sempat sarapan nasi uduk setelah turun dari<br />

puncak.<br />

Dari Gunung Anak Krakatau, saya dan rombongan<br />

tak langsung kembali ke Pulau Sebesi.<br />

Kami mampir dulu ke Pulau Lagoon Cabe<br />

untuk snorkeling. Pulaunya sangat kecil, nyaris<br />

tampak seperti rawa-rawa saja.<br />

Lagi-lagi saya agak kecewa karena masih ada<br />

saja sampah bertebaran di pulau. Mungkin<br />

banyak wisatawan yang membuang sampah<br />

sembarangan. Untung saja airnya lumayan<br />

bersih.<br />

Setelah puas, saya dan rombongan pun kembali<br />

ke Pulau Sebesi untuk berkemas-kemas<br />

dan bersiap-siap kembali ke Ibu Kota. n<br />

Adhe Nisa | Ken Yunita<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

Keberadaan masakan Nusantara<br />

seakan tergusur. Lumayan<br />

jarang di mal-mal. Tapi cobalah<br />

yang ini. Dijamin tak kecewa.<br />

foto-foto : dok. gula merah<br />

Gula Merah<br />

Masakan<br />

Nusantara<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

GGula<br />

Merah. Melihat nama<br />

restoran ini, saya langsung terpikir<br />

beberapa masakan Indonesia.<br />

Yang saya tahu, banyak makanan<br />

Nusantara yang dimasak dengan<br />

bumbu dasar gula merah.<br />

Dugaan saya benar. Restoran di Setiabudi<br />

Building, Jakarta Selatan, ini memang<br />

menyajikan aneka masakan khas Indonesia.<br />

Dan pastinya berbumbu dasar gula merah.<br />

“Dinamai Gula Merah karena bahan baku<br />

utamanya gula merah. Rasanya identik untuk<br />

mencirikan masakan khas Indonesia,” begitu<br />

kata salah satu pelayan kepada saya.<br />

Di Jakarta, ada tiga outlet Gula Merah.<br />

Tapi, di gerai mana saja Anda bersantap, rasa<br />

makanannya dijamin sama persis. Maklum<br />

saja, manajemen menerapkan sistem dapur<br />

bersama.<br />

Jadi bumbu-bumbunya diracik di satu tempat.<br />

“Supaya kualitasnya tetap sama meski outletnya<br />

berbeda,” ujar pelayan itu.<br />

Di buku menu terdapat sekitar 65 menu<br />

makanan, mulai appetizer, main course, hingga<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

Semuanya terlihat lezat.<br />

Serasa pingin memesan<br />

semua makanan dan<br />

minuman yang tersedia<br />

dessert. Untuk menemani acara makan, ada 30<br />

macam minuman yang bisa dipilih.<br />

Seperti biasa, saya langsung lapar mata begitu<br />

memegang buku menu. Semuanya terlihat<br />

lezat. Serasa pingin memesan semua makanan<br />

dan minuman yang tersedia, ha-ha-ha….<br />

Tapi, karena kami hanya berdua, akhirnya<br />

saya hanya memesan kacang panjang tumis<br />

teri, dendeng Baracik, nasi bakar telur, tempe<br />

kremes, dan emping.<br />

Selain menu yang saya pesan, tentu masih<br />

banyak menu Nusantara lainnya. Sebut saja<br />

soto Betawi, sop buntut, nasi bakar tiga<br />

rasa, tahu kipas, dan bubur sumsum durian.<br />

Terdengar lezat, kan?<br />

Untuk minumannya, saya memilih jus kelapa.<br />

Sedangkan rekan saya memilih teh jahe. Untuk<br />

menu penutup, kami sama-sama pingin rujak<br />

buah yang segar.<br />

Seperti biasa, minuman selalu datang<br />

pertama. Seorang pelayan mengantarkan<br />

segelas teh jahe dan jus kelapa. Teh jahe pesanan<br />

teman saya berwarna cokelat kehitaman.<br />

“Rasa jahenya lumayan kuat, tapi rasa tehnya<br />

masih ada. Lumayan,” begitu komentar teman<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

saya tentang minuman seharga Rp 9.000 itu.<br />

Saya pun tak sabar mencoba minuman yang<br />

saya pesan. Agaknya jus kelapa ini ditambahi<br />

sedikit sirop, sehingga warnanya menjadi pink<br />

menarik.<br />

Dan ternyata rasanya secantik warnanya.<br />

Rasa kelapa yang agak gurih berpadu nikmat<br />

dengan sirop yang agak manis. Saya sampai tak<br />

terasa sudah menghabiskan hampir separuh<br />

gelas.<br />

Tak lama kemudian, seluruh makanan yang<br />

saya pesan datang. Hampir bersamaan. Saya<br />

sengaja tak memesan nasi putih karena,<br />

katanya, porsi nasi bakar di sini lumayan besar,<br />

cukup untuk berdua.<br />

Dan benar. Begitu saya membuka bungkusan<br />

daun pisang, porsi nasinya memang cukup<br />

banyak. Belum lagi lauk-pauknya, mulai telur,<br />

sambal kering kentang plus kacang goreng,<br />

dan sambal.<br />

Saya berbagi dengan teman saya. Pada<br />

suapan pertama, saya langsung tahu nasi ini<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

rasanya enak. Bukan nasi tawar seperti nasi<br />

putih biasa, melainkan nasi gurih. Makanan<br />

seharga Rp 25 ribu ini jelas enak.<br />

Tapi penyebutan nasi bakar kurang pas karena<br />

nyaris tidak ada bau atau sisa-sisa pembakaran<br />

pada nasinya kecuali sedikit gosong pada daun<br />

pisang pembungkusnya.<br />

Saya menyantap nasi gurih ini bersama<br />

dendeng Baracik, dendeng setengah kering<br />

dengan topping irisan bawang merah serta<br />

cabai rawit hijau dan merah.<br />

Tak lupa tomat merah, yang bikin masakan<br />

khas Sumatera Barat ini makin menggiurkan.<br />

Dendengnya sangat lembut dan empuk. Anda<br />

tak perlu bersusah payah mengunyah.<br />

Ternyata gurihnya nasi dan dendeng yang<br />

pedas-pedas manis menyatu pas. Enak. Apalagi<br />

ditambah emping. Ada empat lembar dendeng<br />

nikmat dalam satu porsi seharga Rp 42 ribu<br />

tersebut.<br />

Dalam sekejap, nasi bakar dan dendeng<br />

lenyap dari pandangan. Saya pun segera<br />

memalingkan pandangan ke piring putih berisi<br />

kacang panjang tumis teri. Terlihat segar dan<br />

menggoda.<br />

Tapi perut saya sudah cukup kenyang setelah<br />

menyantap nasi bakar dan dendeng. Akhirnya<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


kuliner<br />

tumis kacang panjang itu saya gado saja alias<br />

makan tanpa nasi.<br />

Rasanya mirip masakan rumahan, yang tentu<br />

saja enak. Kacang panjangnya masih kriuk-kriuk,<br />

pertanda dimasak dalam waktu yang pas, tidak<br />

kelamaan. Seporsi dihargai Rp 19 ribu.<br />

Sembari mengudap tumis kacang panjang,<br />

saya nyemil tempe kremes. Satu porsi berisi<br />

empat potong tempe goreng tepung berwarna<br />

kecokelatan.<br />

Kres. Rasa tempenya agak semangit, tapi<br />

enak. Orang Jawa sering menjadikan tempe<br />

semacam ini untuk bumbu masakan pengganti<br />

vetsin. Dan tempe di piring pun ludes.<br />

Karena kenyang, saya minta pelayan tidak<br />

segera mengeluarkan menu dessert yang saya<br />

pesan. Jeda dulu barang sepuluh menit agar<br />

makanan yang disantap “turun”.<br />

Setelah berha-ha-hi-hi sebentar, rujak buah<br />

sampai ke meja untuk menutup acara makan<br />

siang kali ini. Untuk semua makanan tadi, saya<br />

merogoh kocek Rp 190 ribuan. Lumayan, tapi<br />

pastinya enak! n KEN YUNITA<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Vanessa-Mae<br />

getty images<br />

Valentino Rossi<br />

Katy Perry<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Katy Perry<br />

Katy Perry kembali membuat<br />

kehebohan. Bukan soal penampilannya<br />

yang serba seksi<br />

atau lagunya yang bercokol di<br />

puncak tangga-tangga lagu.<br />

Kali ini Katy jadi perbincangan karena<br />

klip video lagu Dark Horse dianggap<br />

menghina Islam. Dia pun banjir kecaman<br />

di berbagai media sosial.<br />

Sejumlah media massa di Amerika<br />

dan di seluruh dunia juga beramai-ramai<br />

membahas video yang dirilis pada 20 Februari<br />

lalu itu.<br />

Dalam video sutradara Mathew<br />

Cullen tersebut, Katy berperan sebagai<br />

Ratu Mesir bernama Katy-Patra yang<br />

sedang mencari kekasih. Dia menyeleksi<br />

para pria yang ingin mendapatkannya.<br />

Kepada pria-pria yang gagal, Katy-<br />

Patra akan langsung memberikan<br />

ganjaran. Nah, salah satu pejuang cinta<br />

itu adalah seorang pria dengan kalung<br />

berliontin tulisan “Allah”.<br />

Mungkin, jika kalung itu hanya dikenakan,<br />

video tersebut tidak akan menjadi<br />

persoalan. Yang jadi masalah, tokoh<br />

pria tersebut digambarkan terbakar.<br />

Kemudian kalung dan liontin “Allah”<br />

juga ikut terbakar. Hangus. Hingga<br />

kini belum ada tanggapan resmi dari<br />

pihak penyanyi kelahiran 25 Oktober<br />

1984 itu. Hmm, apa maksudnya, Katy?<br />

n Ken Yunita<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Valentino Rossi<br />

Hasil musim lalu jelas tak<br />

cukup menggembirakan<br />

untuk Valentino Rossi. Dia<br />

menargetkan musim depan<br />

lebih kompetitif.<br />

Karena itu, dia tak mau tanggung-tanggung.<br />

“Saya mencoba lebih kuat, lebih<br />

ngotot,” ujar pria kelahiran Urbino, Italia,<br />

16 Februari 1979, itu saat bertemu dengan<br />

majalah detik di Jakarta beberapa<br />

waktu lalu.<br />

Rossi berharap nanti lebih sering mendapatkan<br />

podium setiap akhir pekan. Itu<br />

satu-satunya cara agar pembalap Yamaha<br />

itu bisa kembali berjaya.<br />

Dia juga tak ingin mengecewakan<br />

Yamaha selaku sponsornya. Namun dia<br />

juga berharap Yamaha meningkatkan<br />

kemampuan sepeda motornya. “Karena<br />

persaingan akan lebih tinggi, jadi harus<br />

maksimal,” ujar peraih tiga kali gelar juara<br />

dunia MotoGP itu.<br />

Rossi mengaku tak ingin buang-buang<br />

waktu selagi punya kesempatan. Dia<br />

ingin dikenal sebagai pembalap yang berkualitas,<br />

bahkan setelah pensiun nanti.<br />

“Saya ingin orang mengingat saya<br />

sebagai pembalap yang mengagumkan,”<br />

ujar penyuka warna hijau ini.<br />

n Femidiah | Ken Yunita<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


people<br />

Vanessa-Mae<br />

Menjadi pemain biola terkenal<br />

rupanya bukan satusatunya<br />

keinginan Vanessa-<br />

Mae. Perempuan 34 tahun<br />

itu ternyata punya impian menjadi atlet<br />

ski sejak kecil.<br />

Dan kini Vanessa berhasil mewujudkan<br />

impian itu. Dia mewakili negaranya,<br />

Thailand, di Olimpiade Musim Dingin<br />

di Sochi, Rusia, pada Februari lalu.<br />

Prestasi Vanessa memang tidak terlalu<br />

bagus. Tapi, paling tidak, meski berada<br />

di urutan terakhir, Vanessa mampu<br />

mencapai garis finis. Padahal 22 dari<br />

89 peserta tak mampu menyelesaikan<br />

lomba.<br />

Sebelumnya, selama setahun, dia<br />

mati-matian berlatih ski agar bisa mengikuti<br />

kompetisi ski Olimpiade Musim<br />

Dingin. Demi semua itu, Vanessa rela<br />

mengesampingkan karier musiknya.<br />

“Orang-orang terkejut melihat saya<br />

berlatih ski—seorang pemain biola<br />

klasik, dari Asia yang seumur hidupnya<br />

tinggal di kota,” ujar perempuan berdarah<br />

Thailand-Inggris ini.<br />

Vanessa menjadi atlet kedua Thailand<br />

yang bertanding di Olimpiade Musim<br />

Dingin. Sebelumnya, atlet Prawat Nagvajara<br />

mewakili Thailand di perlombaan ski<br />

cross-country pada Olimpiade Salt Lake<br />

City 2002 dan Olimpiade Turin 2006.<br />

Lalu apakah Vanessa akan benar-benar<br />

meninggalkan musik? Ternyata tidak. Dia<br />

akan kembali menekuni musik. Ya, kita<br />

tunggu kembalinya Vanessa. n KEN YUNITA<br />

getty images<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

Andi Mattalatta, mantan<br />

Menteri Hukum dan HAM:<br />

Hakim MK<br />

Tak Berambisi<br />

Jadi Presiden<br />

Majalah detik Majalah 24 februari detik 3 - 92 maret 2014


interview<br />

“Idealnya, hakim konstitusi itu adalah jabatan publik terakhir.<br />

Boleh seumur hidup, tapi harus ada evaluasi.”<br />

omisi III Dewan Perwakilan<br />

Rakyat membentuk tim pakar untuk<br />

membantu proses seleksi calon hakim<br />

konstitusi pengganti Akil Mochtar, yang<br />

tersandung kasus suap, dan Harjono,<br />

yang akan pensiun. Selain Profesor Syafii<br />

Maarif, Laica Marzuki, Zein Bajeber, H<br />

Ahmad Syarifuddin Natabaya, Laudin<br />

Marsuni, Pataniari Siahaan, Saldi Isra,<br />

dan Husni Umar, nama Andi Mattalatta<br />

masuk tim ini.<br />

Selain pernah menjadi Menteri Hukum dan<br />

Hak Asasi Manusia, Andi pernah terlibat dalam<br />

pembahasan amendemen Undang-Undang<br />

Dasar 1945 tahap I-IV dan aktif di Forum Konstitusi.<br />

Karena itu, kompetensinya di bidang<br />

hukum tak perlu diragukan lagi. Begitupun<br />

selama menjadi politikus dari Golkar, namanya<br />

tak pernah diberitakan secara miring.<br />

Tak mengherankan bila ia sebetulnya pernah<br />

diminta memimpin Mahkamah Konstitusi,<br />

juga Komisi Pemberantasan Korupsi. Tapi Andi<br />

menolak dengan dalih merasa belum menjadi<br />

negarawan.<br />

“Saya masih kepingin mobil mewah, seperti<br />

Porsche. Juga masih tertarik bila melihat<br />

wanita cantik, meski bisa mengendalikan<br />

diri,” kata Andi berseloroh. Berikut ini petikan<br />

perbincangan majalah detik dengan Komisaris<br />

PT Freeport Indonesia itu di Bandara<br />

Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 27<br />

Februari 2014.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

DPR jangan lagi dicemooh (oleh masyarakat).<br />

Sebab, Akil Mochtar merupakan figur hasil<br />

seleksi DPR.<br />

Kedua, secara obyektif, DPR merasa perlu<br />

dengan hadirnya tim pakar. Sebab, bagaimanapun,<br />

selain persyaratan umum berupa sehat<br />

jasmani dan rohani, calon hakim konstitusi itu<br />

harus memenuhi beberapa persyaratan.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Tap mendengarkan<br />

Sejauh mana peran tim pakar dalam proses<br />

seleksi?<br />

Keberadaan tim pakar ini kan mengambil<br />

semangat salah satu isi dari perpu yang dibatalkan<br />

MK. Menurut saya, keberadaan tim ini<br />

bertujuan agar proses seleksi itu dilakukan secara<br />

obyektif dan transparan. Figur hasil seleksi<br />

Apa saja persyaratan itu?<br />

Secara kategoris ada tiga, yakni tentang rekam<br />

jejak. Dia harus adil, fair, dan lain sebagainya.<br />

Nah, itu harus ditelusuri, dilihat kiprahnya<br />

di masyarakat. Jika dia pengusaha, lawyer, atau<br />

pejabat, pernah atau tidak tersangkut masalah<br />

hukum.<br />

Kedua adalah negarawan. Dari seluruh institusi<br />

negara, hanya Mahkamah Konstitusi<br />

yang mensyaratkan predikat tersebut. Untuk<br />

menjadi presiden, hakim agung, anggota DPR,<br />

Panglima TNI, atau Kapolri, tidak ada syarat<br />

predikat negarawan. Kenapa untuk menjadi<br />

hakim konstitusi harus memenuhi predikat<br />

itu? Karena hasil putusan MK itu final dan<br />

mengikat. Ketiga, memahami konstitusi dan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

ketatanegaraan. Dua hal itu terpisah, tapi duaduanya<br />

harus dikuasai oleh calon. Itu bukan<br />

alternatif.<br />

Artinya?<br />

Ketatanegaraan adalah ahli hukum tata<br />

negara. Sedangkan konstitusi meliputi segala<br />

aspek kehidupan bangsa, karena dalam konstitusi<br />

diatur tentang ideologi, sistem ekonomi,<br />

Keputusan MK tidak bisa di-review dan bersifat<br />

mengikat. Karena itu, hakim konstitusi tidak<br />

boleh orang sembarangan.<br />

Tap mendengarkan<br />

pendidikan, serta pertahanan. Nah, kalau ada<br />

review tentang undang-undang ekonomi, apakah<br />

inline dengan Pasal 33 UUD 1945, lantas<br />

siapa orang yang pantas melakukannya? Ya,<br />

orang yang mengerti ekonomilah.<br />

Hubungan kausalitas antara syarat itu<br />

dan putusan MK?<br />

Begini, keputusan presiden atau DPR bisa dianulir,<br />

tapi keputusan MK tidak bisa di-review<br />

dan bersifat mengikat. Tidak boleh diganggu.<br />

Juga perkara yang masuk harus cepat diputuskan.<br />

Soal impeachment misalnya. Kalau tidak<br />

segera diputuskan, akan menjadi bola liar. Soal<br />

undang-undang yang di-review misalnya, kalau<br />

lama tidak diputuskan, akan berdampak pada<br />

para pelaksana undang-undang, karena ragu.<br />

Karena itu, hakim konstitusi tidak boleh orang<br />

sembarangan.<br />

Tapi apa sih arti istilah negarawan yang<br />

Anda maksud?<br />

Dulu, saat kami membahas (amendemen)<br />

UUD 1945, tidak ada kata sepakat (tentang arti<br />

negarawan itu). Kami berpendapat, nantilah<br />

(istilah) itu dibahas dalam undang-undang.<br />

Saya pernah dua kali menghubungi Pak Oetojo<br />

Oesman (Menteri Kehakiman era Orde Baru)<br />

untuk dicalonkan sebagai Ketua MK, tapi beliau<br />

tidak tertarik karena itu memang lembaga<br />

baru. Setelah itu, banyak orang yang menyebut-nyebut<br />

nama saya, tapi juga tidak bersedia<br />

karena saya belum sampai pada predikat itu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Ada syarat calon harus bergelar doktor<br />

atau magister yang berkaitan dengan hukum.…<br />

Itu ditentukan dalam undang-undang, se-<br />

interview<br />

presiden, menjadi menteri.<br />

Kenapa begitu?<br />

Ya, kalau calon itu kemudian menjadi hakim<br />

konstitusi dan masih mempunyai keinginan,<br />

dia bisa saja mengedepankan kepentingannya.<br />

Misalnya dalam review undang-undang<br />

tentang presiden, tentang kementerian, dan<br />

sebagainya.<br />

Bersama kolega, Menteri<br />

Sekretaris Negara Hatta<br />

Rajasa, Menko Polkam Widodo<br />

AS, dan Sekretaris Kabinet<br />

Sudi Silalahi sebelum rapat di<br />

Kantor Presiden, 30 Mei 2008.<br />

haryanto/presidensby.info<br />

Kenapa? Karena saya masih kepingin mobil<br />

mewah, seperti Porsche, sementara negarawan<br />

itu sudah tidak memikirkan keduniaan lagi,<br />

tak berorientasi pada jabatan dan pekerjaan.<br />

Mereka bukan pencari kerja. Jadi (idealnya) itu<br />

merupakan jabatan publik terakhir. Artinya,<br />

dia (hakim konstitusi) tidak boleh lagi menjadi<br />

Apakah justru tidak melanggar HAM<br />

karena membatasi hak?<br />

Oh, tidak. Sebagai kompensasi, jabatan itu<br />

tidak ada batasnya, sampai meninggal. Memang<br />

setiap tahun ada evaluasi, apakah yang<br />

bersangkutan masih mampu melaksanakan<br />

tugasnya. Makanya, semula syarat usia itu<br />

minimal 60 tahun. Tapi kemudian menjadi 40,<br />

apalagi masing-masing pihak (biasanya) sudah<br />

mempunyai jago.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

hingga harus kita laksanakan. Karena hakim<br />

konstitusi ini kan mengadili perkara hasil kerja<br />

presiden dan DPR, jadi high philosophy. Karena<br />

itu, martabatnya juga harus tinggi.<br />

Terkait tafsir kewenangan MK mengadili<br />

sengketa pemilu kepala daerah, apakah<br />

masih harus seperti itu?<br />

Mencari hakim konstitusi sebaiknya<br />

jangan seperti menyeleksi orang yang<br />

mencari kerja.<br />

Itu perlu diskusi yang panjang. Mengapa<br />

dulu kita menganggap pilkada bukan bagian<br />

dari pemilu, karena dalam undang-undang<br />

tidak ada istilah pilkada. Kepala daerah dipilih<br />

secara demokratis. Presiden, wakil presiden,<br />

DPR, DPRD, DPD dipilih secara langsung, pemilihan<br />

umum, rezim pemilu.<br />

Pemilihan kepala daerah bukan rezim pemilu.<br />

Sementara itu, yang ditangani MK adalah<br />

sengketa pemilu. Kenapa konstitusi tidak memasukkan<br />

pemilihan kepala daerah ke rezim<br />

pemilu, karena daerah itu kan otonom. Kita<br />

harus menghargai asal-usul daerah.<br />

Ada daerah yang tidak memiliki daerah tingkat<br />

dua, misalnya DKI Jakarta. Atau ada daerah<br />

khusus yang menetapkan syarat bahwa kepala<br />

daerah harus memiliki latar belakang kultur<br />

daerah itu, seperti Papua atau Yogyakarta,<br />

Sultan.<br />

Jadi kita memang sengaja mencantumkan<br />

kepala daerah dipilih secara demokratis, bisa<br />

pemilu, bisa pilkada. Nah, kawan-kawan saat<br />

membahas pemerintahan daerah rupanya<br />

dimasukkan ke pilkada.<br />

Beberapa akademisi senior enggan<br />

mendaftar menjadi hakim konstitusi karena<br />

beranggapan tidak adanya kepastian<br />

soal fairness dan keadilan dalam proses<br />

seleksi....<br />

Kalau saya sebutkan syarat kenegarawanan<br />

adalah mereka yang sudah tidak mengurusi<br />

soal keduniaan, dan jabatan itu jabatan<br />

terakhir bagi mereka, ya undanglah. Jadi me-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

mang sebaiknya jangan seperti menyeleksi<br />

orang yang mencari kerja. Kalau diundang,<br />

saya kira akan banyak yang mendaftar, termasuk<br />

para guru besar yang sudah senior.<br />

Kalaupun mereka tidak lulus, akan menerima<br />

karena kalah oleh rekannya yang sederajat.<br />

Bukan dengan membandingkan seorang<br />

guru besar yang sudah senior dengan mereka<br />

yang baru lulus doktor.<br />

Kalau ada yang pernah tak lulus tapi kali<br />

ini kembali mendaftar, menurut Anda, dia<br />

masih layak?<br />

Ya, tergantung apa motivasinya. Ke depan,<br />

tentu perlu review persyaratan agar tidak ada<br />

kesan mencari kerja, sehingga orang berminat<br />

karena ada martabatnya.<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Soal hakim konstitusi, menurut Anda<br />

perlu pengawasan?<br />

Kalau itu dirasa perlu demi kebaikan, ya mari<br />

kita review. Kalau saya berpendapat, karena<br />

hakim konstitusi itu jabatan terakhir dan bisa<br />

seumur hidup, dia perlu evaluasi. Apakah seorang<br />

hakim masih mampu atau memenuhi<br />

syarat atau tidak, perlu lembaga itu. Bisa dari<br />

kalangan internal atau ad hoc. Tetapi oleh<br />

pengawasan masyarakat pun bisa. Artinya, kita<br />

manfaatkan yang ada. Jangan karena lembaga<br />

pengawas tidak ada kemudian kita apatis.<br />

Kasus Akil membuat stigma hakim dari<br />

partai politik itu brengsek?<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

bangsa. Dia lembaga perkaderan. Makanya<br />

perlu juga di-review. Yang diberi monopoli<br />

membangun kekuasaan itu ya partai politik.<br />

Makanya pada 2004, saat pembahasan Undang-Undang<br />

Pemilu, saya mengusulkan satu<br />

pasal bahwa partai politik dalam menentukan<br />

calonnya harus demokratis dan terbuka sesuai<br />

dengan ketentuan partai. Kalau undang-undang<br />

itu dilaksanakan, kekhawatiran masyarakat<br />

terhadap kader partai itu tidak akan terjadi.<br />

Hanya, selama ini tidak pernah dibahas oleh<br />

masyarakat, termasuk pers.<br />

Meninjau rumah tahanan<br />

Salemba usai mencanangkan<br />

"Bulan Tertib Pemasyarakatan"<br />

pada 14 Februari 2008.<br />

foto: Hukumham.info<br />

Untuk membersihkannya, tidak cukup hanya<br />

melarang kader partai menjadi hakim konstitusi.<br />

Perlu kerja keras dari semua elemen politik<br />

karena, bagaimanapun, partai itu kan aset<br />

Tetapi kader partai kan bisa membawa<br />

misi partai saat menjalankan tugasnya?<br />

Hipotesis seperti itu tidak selamanya benar.<br />

Banyak kok kader yang saat menjabat justru<br />

melawan partainya. Sebab, kendali duit lebih<br />

kuat ketimbang kendali partai. Karena itu, perlu<br />

dicari mekanisme mencari orang yang buta<br />

duit. n ARIF ARIanto<br />

Tap mendengarkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


interview<br />

BIODATA<br />

Nama: Andi Mattalatta<br />

Tempat/Tanggal Lahir: Bone, 30<br />

September 1952<br />

Istri: Andi Kusumawaty<br />

Anak:<br />

• Andi Kusma Neswaty<br />

• Andi Yulia Hertaty<br />

• Andi Shanti Listiawati<br />

• Andi Nadya Cesaria<br />

Karier:<br />

• Komisaris PT Freeport<br />

Indonesia (9 Juni 2010 hingga<br />

sekarang)<br />

• Menteri Hukum dan Hak Asasi<br />

Manusia, Kabinet Indonesia<br />

Bersatu (2007-2009)<br />

• Ketua Fraksi Partai Golkar<br />

Dewan Perwakilan Rakyat dari<br />

Partai Golkar (2004-2007)<br />

• Ketua Fraksi Karya Pembangunan<br />

DPR/MPR (1998-1999)<br />

• Sekretaris Fraksi Karya Pembangunan<br />

DPR/MPR (1994-1997)<br />

• Kepala Bagian Kemahasiswaan<br />

Universitas Hasanuddin, Makassar<br />

(1978-1981)<br />

• Pelaksana Tugas Pembantu<br />

Rektor III Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1981-1982)<br />

Penghargaan:<br />

• Mahasiswa Teladan Se-Universitas<br />

Hasanuddin, Makassar<br />

(1976)<br />

• Alumni Berprestasi dari Ikatan<br />

Alumni Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1996)<br />

Pendidikan:<br />

• SMPN I Bone (1964-1967)<br />

• SMA Muhammadiyah Makassar<br />

(1968-1969)<br />

• S-1 Fakultas Hukum Universitas<br />

Hasanuddin, Makassar (1971-<br />

1976)<br />

• S-2 Fakultas Hukum Universitas<br />

Indonesia (1982-1984)<br />

• Dosen Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1976-1988)<br />

• Kepala Subbagian Kegiatan<br />

Mahasiswa Universitas Hasanuddin,<br />

Makassar (1977-1978)<br />

rengga sancaya / detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


uku<br />

Ambisi Rhoma seperti<br />

Reagan dan Estrada<br />

Karena mendukung PPP, Rhoma Irama<br />

pernah empat kali diancam dibunuh.<br />

Resensi –<br />

Rhoma Irama<br />

Judul:<br />

Politik Dakwah dalam Nada<br />

Penulis:<br />

Moh. Shofan<br />

Penerbit:<br />

Imania<br />

Terbit:<br />

Januari 2014<br />

Tebal:<br />

lxiii + 293 halaman<br />

Sinisme terhadap Rhoma<br />

Irama kembali mencuat dalam<br />

beberapa hari terakhir. Penyebabnya adalah penyebutan gelar professor<br />

honoris causa dalam sebuah spanduk. Padahal, selama ini,<br />

yang lazim dikenal adalah doctor honoris causa. Bagi mereka yang telanjur<br />

kurang menyukai sosok sang "Raja Dangdut", hal tersebut tentu menambah<br />

amunisi kebencian setelah stigma tukang kawin dan rasis yang dialamatkan<br />

kepadanya.<br />

Padahal, bila mau mengurangi sedikit prasangka, setidaknya merujuk<br />

buku karya Moh. Shofan ini, Rhoma adalah salah satu seniman<br />

besar yang dimiliki bangsa ini. Visinya jauh melampaui para seniman,<br />

bahkan para aktivis yang dalam dua dekade ini biasa mejeng di media<br />

massa.<br />

Jauh sebelum para pegiat antikorupsi berteriak soal demokrasi<br />

dan pemberantasan korupsi, Rhoma Irama telah menyuarakannya


lewat lagu Indonesia pada 1980. Melalui lagu itu, ia melakukan perlawanan<br />

dan berharap mampu menembus dinding tebal telinga para<br />

koruptor yang seolah tak mampu mendengar jeritan derita rakyat<br />

jelata.<br />

"Hapuskan korupsi di segala birokrasi // Demi terciptanya kemakmuran yang<br />

merata // Bukankah cita-cita bangsa // Mencapai negeri makmur sentosa."<br />

Sebelumnya syair-syair lagu yang diciptakan Rhoma secara<br />

detail menerobos jauh ke berbagai kontroversi yang mencuat ke<br />

permukaan. Musik dangdut di tangannya menjelma sebagai oposisi<br />

menyuarakan kegelisahan masyarakat bawah, membuat penguasa<br />

Orde Baru kala itu marah.<br />

Pada pengujung 1970-an, penguasa Orde Baru mencampuradukkan<br />

yang dianggap salah secara hukum dengan apa yang dianggap<br />

salah menurut selera mereka. Juga karena Golongan Karya kian<br />

semena-mena dalam berpolitik, Rhoma dengan lantang berdendang<br />

lewat lagu Hak Azasi pada 1978.<br />

"Terapkan demokrasi Pancasila // Sebagai landasan negara kita // Janganlah<br />

suka memperkosa // Kebebasan warga negara // Karena itu bertentangan.<br />

Dengan perikemanusiaan.”<br />

Ia pun secara terbuka menunjukkan keberpihakannya kepada<br />

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang terus berupaya dipinggirkan.<br />

Hasilnya, dengan Rhoma sebagai vote getter dalam Pemilu<br />

1977 dan 1982, perolehan suara PPP mengungguli Golkar di Ibu<br />

Kota Jakarta.<br />

Akibatnya cukup fatal. Pemerintah menutup pintu rapat-rapat bagi<br />

Rhoma untuk bisa tampil di TVRI, 11 tahun lamanya. Belum lagi te ror<br />

fisik yang dialamatkan langsung kepadanya. Tak cuma helikopter<br />

yang nyaris tiap hari berputar-putar di rumahnya di kawa san Tebet.<br />

“Empat kali terjadi percobaan pembunuhan terhadap Rhoma.<br />

Dengan belati di Medan, golok di Palembang, peluru di Jember, dan<br />

granat di Jawa Timur,” tulis Shofan (halaman 228).<br />

Rhoma juga telah bicara soal kebinekaan atau pluralisme melalui


135 Juta pada 1977. Bahkan, juga tak melupakan fenomena sosial<br />

yang terjadi seperti lagu Lari Pagi, yang dalam beberapa tahun terakhir<br />

kembali digandrungi para profesional Ibu Kota dengan membentuk<br />

aneka komunitas berlari.<br />

Semua lagu tentang isu-isu tersebut masih enak didengar dan<br />

aktual dengan perkembangan zaman kiwari. Ini menandakan,<br />

karya Rhoma sarat dengan pengamatan terhadap realitas sosial.<br />

Dia punya sikap dan karya nyata untuk membuktikan kecintaannya<br />

pada bumi pertiwi.<br />

Tak mengherankan bila majalah Asiaweek dalam artikel “Superstar<br />

with a Message” (edisi 16 Agustus 1985) menyebut Rhoma<br />

Irama sebagai “Southeast Asia Superstar”.<br />

lll<br />

Selain menyoroti karya-karya Rhoma, baik yang Melayu maupun syairsyair<br />

yang kental dengan dakwah, Shofan mengupas rencana Rhoma<br />

menuju Istana Merdeka. Lewat Partai Kebangkitan Bangsa, Rhoma telah<br />

mendirikan pos-pos pemenangan di sejumlah daerah hingga membuat<br />

tabloid RIFFORI (Rhoma Irama for RI).<br />

Cita-cita atau ambisi tersebut tentu sah-sah saja di alam demokrasi.<br />

Contoh pun sudah ada di Amerika Serikat dan Filipina. Sebelum menjadi<br />

Presiden Amerika ke-40, Ronald Wilson Reagan pernah berakting dalam<br />

film Bedtime for Bonzo (1951). Begitu juga Joseph Ejercito Estrada, sebelum<br />

memimpin Filipina (1998-2001), selama tiga dekade menjadi aktor film.


sudrajat/majalah detik<br />

Ambisi ini menjadi sebuah pekerjaan dan tantangan besar bagi Rhoma.<br />

Dengan visi-misi kebangsaan yang tersebar dalam deretan lagu-lagunya<br />

yang nasionalis dan pluralis, Rhoma dituntut mampu mewujudkannya<br />

dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Satu hal yang banyak dipertanyakan<br />

adalah terkait ceramahnya di sebuah masjid pada 2012. Waktu itu,<br />

ia menolak Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai calon wakil gubernur<br />

hanya karena keturunan Tionghoa dan beragama Kristen.<br />

Mungkin karena sehari-hari Shofan menjadi peneliti di Paramadina, buku<br />

ini mendapatkan banyak testimoni. Ada cendekiawan Dawam Rahardjo,<br />

pengamat politik Yudi Latif, pengamat musik Bens Leo dan Denny Sakrie,<br />

hingga Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y. Thohari dan seorang kiai Lutfi Zubaid.<br />

Dari testimoni itu sekaligus menggambarkan bahwa Rhoma dan karya-karyanya<br />

ternyata tak cuma digemari kaum jelata. Tapi juga oleh mereka yang<br />

kini bertitel doktor, yang sehari-hari aktif di kampus-kampus.<br />

Meski begitu, bukan berarti mereka mendukung langkah Rhoma menjadi<br />

RI-1. Juga penulisan dan penerbitan buku ini. Semoga! n<br />

SUDRAJAT<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sisi lain capres<br />

Raja,<br />

Satria,<br />

sampai<br />

Profesor<br />

Pendukung Rhoma Irama memasang baliho dengan mencantumkan embel-embel gelar profesor. Diragukan,<br />

tapi sang “Raja Dangdut” itu tak mau ambil pusing.<br />

Setiap calon anggota legislatif<br />

sampai calon presiden, pasti<br />

akan berusaha menampilkan<br />

keunggulan yang dimilikinya<br />

dengan harapan terpilih dalam pemilihan<br />

umum. Seperti yang dilakukan para<br />

pendukung Rhoma Irama, salah satu<br />

kandidat calon presiden dari Partai Kebangkitan<br />

Bangsa (PKB), selain mantan<br />

Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md<br />

dan bekas Wakil Presiden Jusuf Kalla.<br />

Pendukung Rhoma tak lupa mencantumkan<br />

gelar akademik “profesor” yang<br />

dimiliki pria yang dijuluki “Raja Dangdut”<br />

itu. Ini tampak pada baliho yang dipa-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sisi lain capres<br />

sang di Tanjung Barat, Jakarta Selatan,<br />

tepatnya di depan pintu gerbang Tanjung<br />

Barat Town House. Spanduk berukuran<br />

tinggi sekitar 3 meter dan lebar 2 meter<br />

ini dihiasi foto Rhoma mengenakan jas<br />

hitam, berdasi, dan berpeci.<br />

Di bagian atas foto tertulis “Presiden Kita<br />

Bersama”, dengan setiap huruf awal yang<br />

dicetak lebih besar sehingga, jika disingkat,<br />

menjadi “PKB”. Lambang dan nama partainya<br />

sendiri berada di bagian atas spanduk.<br />

Nah, di bagian paling bawah, gelar itu<br />

dicantumkan dalam tulisan “Prof. Rhoma<br />

Irama” dengan huruf yang dicetak tebal.<br />

Rhoma mengaku mendapatkan gelar<br />

profesor dari American University of<br />

Hawaii (AHU). Ia mengklaim pantas<br />

mendapatkan gelar itu karena sudah<br />

lama menyandang gelar “Raja Dangdut”<br />

di Indonesia. “Dasarnya karena saya guru<br />

besar musik dangdut di Indonesia. Makanya<br />

gelar di situ ‘professor in music’,”<br />

kata pendiri grup musik Soneta ini, Rabu<br />

26 Februari lalu.<br />

Gelar profesor kehormatan itu ia peroleh<br />

pada Januari 2005 melalui Manajer<br />

Taman Mini Indonesia Indah (TMII). “Beliau<br />

mengundang saya untuk menerima<br />

gelar itu dari American University of Hawaii,”<br />

ujarnya, seraya menyebut ada tiga<br />

profesor dari AHU yang memberikan<br />

gelar tersebut. “Saya senang,” tuturnya.<br />

Belakangan, banyak kalangan meragukan<br />

gelar profesor yang disandang Rhoma<br />

itu. Sebabnya, AHU dikenal sebagai<br />

kampus virtual, dan ijazahnya tidak diakui<br />

di beberapa negara. Apalagi Direktur<br />

Jenderal Pendidikan Tinggi Djoko Santoso<br />

menegaskan, “honoris causa” alias<br />

gelar kehormatan hanya diberikan untuk<br />

gelar doktor. “Profesor itu saya pastikan<br />

enggak ada,” ujarnya. Djoko merujuk<br />

pada ketentuan Undang-Undang Nomor<br />

12/2012 tentang Perguruan Tinggi, yang<br />

mengatur bahwa pemberian gelar harus<br />

sepengetahuan Kementerian Pendidikan<br />

dan Kebudayaan.<br />

Namun Rhoma sendiri tak mau ambil<br />

pusing, dan mengaku tidak mengerti soal<br />

ketentuan itu. “Saya hanya diberikan (gelar)<br />

dengan dasar saya guru besar musik<br />

dangdut, kalau soal ‘honoris causa’, saya<br />

enggak ngerti,” katanya.<br />

Bekas suami artis dangdut Angel Lelga<br />

ini sebelumnya juga ramai diberitakan<br />

karena balihonya. Tahun lalu ada pendukung<br />

Rhoma yang memasang baliho<br />

raksasa dengan tulisan “Partainya Ksatria<br />

Bergitar”--disingkat PKB--dengan gambar<br />

Rhoma sedang menunggang kuda,<br />

berserban, dan mengalungkan gitar di<br />

badannya. Satria Bergitar adalah salah<br />

satu film yang dibintangi Rhoma di era<br />

1980-an. Dari film ini, Rhoma juga sering<br />

dijukuki “Satria Bergitar”.<br />

Rhoma sendiri mengaku enggan memakai<br />

embel-embel gelar apa pun, meskipun<br />

ia dijuluki “Raja Dangdut”, “Satria<br />

Bergitar”, dan bergelar “profesor”. “Saya<br />

lebih enjoy dengan yang sekarang,” ujarnya.<br />

“Rhoma Irama tanpa gelar.”<br />

Entah karena hal itu atau lantaran ramai<br />

diberitakan, baliho Prof. Rhoma Irama<br />

yang dipasang di Tanjung Barat, kini tak<br />

lagi terlihat. n FERDINAN, khaeRUR REZA | DImas<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Ukraina<br />

Terbelah<br />

“Aku ingin melaporkan kepada kalian,<br />

kas negara telah dirampok dan kini kosong.”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Rumah pribadi mantan Presiden Ukraina<br />

Viktor Yanukovych<br />

getty images<br />

Rumah megah di tanah seluas hampir<br />

137 hektare itu punya semua yang<br />

diimpikan setiap orang. Di halamannya<br />

yang sangat jembar, ada kebun<br />

binatang mini dengan rupa-rupa satwa langka.<br />

Di tengah lingkungan sekitar yang lesi karena<br />

diselimuti salju, tamannya yang lapang tampak<br />

segar mengelilingi kolam<br />

nan bening.<br />

Di bagian lain, ada lapangan<br />

golf mini untuk<br />

melemaskan otot-otot<br />

yang tegang. Yang langsung menohok mata,<br />

di halaman terparkir kapal kayu yang sangat<br />

gagah. Masih kinclong dan, yang pasti, mahal.<br />

Sedangkan garasinya tak ubahnya museum<br />

mobil. Puluhan mobil dan sepeda motor antik<br />

langka berderet-deret rapi.<br />

Ada mobil-mobil tua dari era Uni Soviet,<br />

seperti limusin Zil dan ZAZ965s, tapi juga ada<br />

sejumlah mobil antik buatan Amerika Serikat<br />

dan Eropa, misalnya Bentley Continental S1<br />

dan Chevrolet Impala keluaran 1963. Tak usah<br />

lagi diceritakan seperti apa interior rumah itu.<br />

Semuanya serba mahal.<br />

Menurut sebuah dokumen yang tersisa, sang<br />

pemilik, Viktor Yanukovych, membelanjakan<br />

sekitar Rp 19,2 miliar hanya untuk membeli<br />

furnitur ruang makan dari satu perusahaan Jerman.<br />

Dokumen lain menyebutkan Yanukovych<br />

menghabiskan Rp 11 juta untuk ongkos satu<br />

kali kunjungan dokter hewan bagi ikan-ikan<br />

peliharaannya.<br />

“Sangat indah dan terasa damai di sini...<br />

tapi ini semua diperoleh dengan mencuri dari<br />

kami,” kata Svetlana Gorbenkova, seorang agen<br />

properti dari Kota Kiev, Ukraina, pekan lalu.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Lenin merupakan<br />

bagian dari<br />

sejarah kami,<br />

bagian dari<br />

hubungan kami<br />

dengan Rusia.<br />

Dengan pendapatan per tahun “hanya” sekitar<br />

US$ 100 ribu atau Rp 1,15 miliar, kemewahan istana<br />

milik Yanukovych ini jadi tanda tanya, dari<br />

mana sumber uangnya.<br />

Rumah besar yang berada sekitar 20 kilometer<br />

arah utara dari<br />

Kota Kiev itu kini kosong<br />

tanpa penghuni.<br />

Sang pemilik, Presiden<br />

Ukraina yang terguling,<br />

kabur meninggalkannya<br />

begitu saja.<br />

Setelah bentrokan<br />

berdarah di Alun-alun<br />

Kemerdekaan alias<br />

Lapangan Maidan dua<br />

pekan lalu antara polisi<br />

dan massa antipemerintah<br />

yang menewaskan puluhan orang, posisi<br />

Presiden Yanukovych semakin terpojok. Setelah<br />

puluhan anggota parlemen dari Partai Wilayah,<br />

partai pendukung utamanya, mengundurkan<br />

diri, Yanukovych tinggal menghitung waktu.<br />

Ditambah lagi, parlemen Ukraina sepakat<br />

mengadukan Yanukovych ke Mahkamah Kriminal<br />

Internasional atas pembunuhan terhadap<br />

massa antipemerintah di Alun-alun Maidan.<br />

Menteri Dalam Negeri Arsen Avakov sudah<br />

mengeluarkan perintah penangkapan Yanukovych<br />

atas rupa-rupa kejahatan.<br />

Sebelum ditangkap, pada Jumat malam, 21<br />

Februari, Yanukovych buru-buru angkat kaki<br />

dari rumahnya dengan helikopter menuju Kota<br />

Kharkiv. Diduga, sekarang Yanukovych berada<br />

di Rusia di bawah perlindungan sekutunya tersebut.<br />

“Dia tak punya nyali untuk berhadapan<br />

langsung dengan rakyatnya dan mengatakan,<br />

‘Aku menyerah.’ Dia hanya langsung kabur.<br />

Dasar pengecut,” Ihor Knyazov, seorang juru<br />

masak, mencerca Yanukovych.<br />

Mayor Yaroslav Berousov, komandan pasukan<br />

penjaga rumah pribadi Yanukovych, mengatakan<br />

Presiden Ukraina itu sama sekali tak<br />

menyampaikan keputusannya untuk meninggalkan<br />

Kiev kepada para pengawal. Saat para<br />

aktivis antipemerintah menggeruduk rumah di<br />

Desa Novi Petrivtsi, Vyshhorod Raion, itu, keesokan<br />

harinya Mayor Yaroslav menyerahkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Seorang perempuan<br />

menangis setelah berdoa<br />

untuk para korban bentrokan<br />

massa oposisi melawan<br />

polisi Ukraina di Alun-alun<br />

Maidan dua pekan lalu.<br />

Stringer/REUTERS<br />

kunci rumah tersebut tanpa<br />

perlawanan.<br />

“Kami akan menjaga rumah<br />

ini sampai nanti presiden baru<br />

terpilih datang... Yanukovych tak akan pulang<br />

lagi,” kata Ostap Kryvdyk, salah satu pemimpin<br />

massa antipemerintah, yang kini menduduki<br />

rumah Yanukovych.<br />

●●●<br />

Di Donetsk, ibu kota provinsi paling timur<br />

di Ukraina, orang-orang masih berkerumun<br />

di alun-alun kota sepanjang malam. Mereka<br />

berjaga di sekeliling patung Lenin, melindungi<br />

dari orang-orang yang berniat menumbangkan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Apa yang terjadi hari<br />

ini merupakan sebuah<br />

vandalisme, sebuah<br />

kudeta.<br />

simbol hubungan Ukraina dengan Rusia itu.<br />

“Lenin merupakan bagian dari sejarah kami,<br />

bagian dari hubungan kami dengan Rusia,” kata<br />

Olga, 25 tahun, seorang ekonom. Dia takut, perubahan<br />

haluan kebijakan Ukraina, dari semula<br />

bergandengan tangan dengan Kremlin beralih<br />

ke negara-negara Uni Eropa, akan membuatnya<br />

kehilangan pekerjaan.<br />

“Teman-temanku di Uni Eropa mengatakan<br />

kami akan berada dalam masalah sangat serius<br />

jika kami berpaling ke Barat.<br />

Perekonomian kami tak cukup<br />

kompetitif. Terang lebih<br />

baik jika kami berteman<br />

dengan Rusia. Tapi juga jelas,<br />

Yanukovych harus pergi. Dia<br />

gagal, dia lemah.”<br />

Setelah Yanukovych ambil<br />

langkah seribu, negara di<br />

tepi Laut Hitam itu kini<br />

menghadapi masalah pelik. Menurut Perdana<br />

Menteri Ukraina yang baru diangkat, Arseny<br />

Yatseniuk, kantong pemerintah Ukraina sekarang<br />

“kering-kerontang”. Pinjaman senilai US$<br />

37 miliar yang didapat oleh Yanukovych hilang<br />

tak tentu rimbanya.<br />

“Aku ingin melaporkan kepada kalian, kas<br />

negara telah dirampok dan kini kosong,” kata<br />

Yatseniuk, Kamis, 27 Februari. Pemerintah<br />

sementara Ukraina telah meminta bantuan kepada<br />

Dana Moneter Internasional (IMF) untuk<br />

menambal kas negara yang bolong. Sekarang<br />

hanya tersisa US$ 430 juta atau Rp 5 triliun di<br />

brankas pemerintah Ukraina.<br />

Di saat kantong nyaris kosong-melompong,<br />

Ukraina malah terancam terpecah. Yanukovych,<br />

yang sudah tertendang dari Kiev, rupanya<br />

belum menyerah. “Mereka mencoba menakutnakuti<br />

aku. Tapi aku tak punya niat meninggalkan<br />

negara ini, juga tak berniat mundur. Aku<br />

presiden yang sah,” kata Yanukovych sesaat<br />

setelah terbang ke Kharkiv. “Apa yang terjadi<br />

hari ini merupakan sebuah vandalisme, sebuah<br />

kudeta.” Dia menyamakan tindakan oposisi<br />

menggusurnya dari kekuasaan serupa dengan<br />

yang dilakukan Adolf Hitler bersama Partai<br />

Nazi di Jerman dan Austria.<br />

Walaupun kekuasaannya cepat sekali runtuh,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Massa anti-Yanukovych<br />

mengibarkan bendera<br />

Ukraina di atas panser di<br />

muka gedung parlemen<br />

di Kiev setelah Presiden<br />

Yanukovych tergusur.<br />

Yannis Behrakis/ REUTERS<br />

namun disokong oleh sekutu lamanya, Rusia,<br />

Yanukovych tak bisa dianggap angin lalu oleh<br />

pemerintah sementara di Kiev. Yang tambah<br />

bikin runyam, mantan sekutu dari timur itu<br />

sepertinya belum rela melepaskan cengkeramannya<br />

di Ukraina. Hanya beberapa saat setelah<br />

oposisi mengambil alih kekuasaan, Presiden<br />

Rusia Vladimir Putin segera memerintahkan<br />

pasukan Rusia di perbatasan bersiaga dan<br />

menggelar latihan perang.<br />

Komentar Kremlin atas pemerintah baru di<br />

Kiev juga sama sekali tak bersahabat. “Jika segerombolan<br />

orang yang mengenakan masker<br />

hitam sembari menenteng Kalashnikov di Kiev<br />

dianggap sebagai pemerintah, sungguh sulit<br />

bagi kami bekerja sama dengan pemerintah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Massa pro-Rusia berunjuk<br />

rasa di Kota Simferopol,<br />

Crimea, pekan lalu.<br />

Sebelumnya, kelompok<br />

bersenjata menguasai<br />

gedung parlemen di kota<br />

itu.<br />

David Mdzinarishvili/REUTERS<br />

seperti itu,” kata Perdana Menteri Rusia Dmitry<br />

Medvedev.<br />

Tangan-tangan Rusia di Ukraina memang masih<br />

sangat kuat. Selain bergantung pada pasokan<br />

gas dari Rusia, di wilayah otonomi Crimea,<br />

sebagian besar penduduknya merupakan etnis<br />

Rusia. Pangkalan Armada Laut Hitam Rusia<br />

juga berada di Sevastopol, Crimea. Di wilayah<br />

di tepi Laut Hitam itu, bendera-bendera Rusia<br />

berkibar tinggi.<br />

Pertengahan pekan lalu, sekelompok geng<br />

bersenjata lengkap menguasai gedung parlemen<br />

Crimea di Simferopol dan mengerek<br />

bendera Rusia. Mereka semua mengenakan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Seorang perempuan<br />

berpose di samping<br />

patung kuda di kompleks<br />

rumah pribadi mantan<br />

Presiden Ukraina Viktor<br />

Yanukovych di pinggiran<br />

Kota Kiev.<br />

Mitchell/Getty Images<br />

tanda bertulisan ”Crimea adalah Rusia”. “Mereka<br />

tak tampak seperti relawan atau amatir.<br />

Mereka profesional,” kata Maxim, seorang aktivis<br />

pendukung Rusia. Di luar gedung, ratusan<br />

orang berkerumun mendesak pemimpin<br />

parlemen mengumumkan referendum guna<br />

menentukan apakah Crimea akan bergabung<br />

dengan Rusia.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Pasukan tak dikenal<br />

dan tanpa identitas<br />

berpatroli di luar<br />

Bandara Internasional<br />

Simferopol, Crimea,<br />

pekan lalu. Mereka<br />

menolak menyebutkan<br />

identitas, apakah prajurit<br />

Ukraina atau Rusia.<br />

Sean Gallup/Getty Images<br />

Oleksandr Turchynov, presiden sementara<br />

Ukraina, sudah menyampaikan peringatan<br />

kepada Kremlin. “Setiap pergerakan militer,<br />

apalagi jika bersenjata, melewati perbatasan<br />

akan kami anggap sebagai agresi militer,” kata<br />

Turchynov. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat<br />

John Kerry pun sudah menelepon Sergei<br />

Lavrov, Menteri Luar Negeri Rusia, mendesak<br />

supaya Moskow menahan diri. “Semua orang<br />

harus mundur dan menghindari segala bentuk<br />

provokasi,” ujar Kerry. ■<br />

SAPTO PRADITYO | KYIV post | guArdiAN | telegrAPH | reuters | NYtimes<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Yingluck<br />

Terjerat<br />

Fulus Beras<br />

Perdana Menteri Thailand Yingluck<br />

Shinawatra akan diperiksa Komisi<br />

Antikorupsi. Apakah kasus ini bakal<br />

menjungkalkannya dari kursinya?<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Di perbatasan Thailand dengan Myanmar,<br />

opium dan senjata api bukan lagi<br />

satu-satunya komoditas primadona<br />

bagi para penyelundup. Barang yang<br />

satu ini tak berbahaya, gampang diperoleh, tapi<br />

juga bisa bikin cepat kaya: beras.<br />

Di Kota Myawaddy, di bagian tenggara Myanmar,<br />

50 kilogram beras hanya bernilai sekitar Rp<br />

320 ribu. Tapi, di seberang Sungai Moei, yang<br />

membatasi Myawaddy dengan kota Mae Sot,<br />

Thailand, beras dengan berat yang sama dijual<br />

hampir dua kali lipatnya, Rp 600 ribu. Melihat<br />

tambang emas di depan mata, siapa yang tak<br />

ngiler?<br />

Beratus-ratus karung “pakan ayam”–kode<br />

para penyelundup untuk beras dari Myanmar--menyeberang<br />

Sungai Moei setiap hari.<br />

Menurut seorang penyelundup, pengiriman<br />

beras melintasi perbatasan ke Thailand biasanya<br />

dikerjakan pada malam hari. “Kami sudah<br />

melakukannya sejak beberapa tahun lalu,” kata<br />

dia pekan lalu. Setiap kali dia mengirim, paling<br />

sedikit 100 karung beras. Setiap karung berisi<br />

Perdana Menteri Thailand<br />

Yingluck Shinawatra<br />

meninggalkan Markas Angkatan<br />

Udara Thailand di Bangkok<br />

seusai rapat kabinet Selasa<br />

pekan lalu.<br />

Athit Perawongmetha/REUTERS<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

50 kilogram beras.<br />

Penyelundup kecil-kecilan memanggul sendiri<br />

karung “pakan ayam” itu di punggungnya<br />

menyeberangi sungai. Menjadi penyelundup,<br />

sekalipun hanya sanggup mengirim beberapa<br />

karung beras ke seberang sungai setiap hari,<br />

jauh lebih menguntungkan ketimbang menjadi<br />

buruh di Myawaddy. Upah buruh rata-rata di<br />

Tak ada seorang pun dipenjara<br />

karena bekerja seperti ini di<br />

Myanmar.<br />

kota itu hanya sekitar Rp 50 ribu per hari.<br />

Abang Tone, seorang penyelundup menyebutkan<br />

nama panggilannya, mengatakan<br />

bisa meraup penghasilan sekitar Rp 1,2 juta per<br />

hari. Dia sama sekali tak takut suatu kali bakal<br />

tertangkap petugas patroli perbatasan. “Sepanjang<br />

kalian mendapatkan ‘izin’ dari tentara dan<br />

membayar orang yang tepat, tak ada persoalan....<br />

Tak ada seorang pun dipenjara karena bekerja<br />

seperti ini di Myanmar,” kata Abang Tone<br />

dengan enteng.<br />

Menutup lubang-lubang lokasi penyelundupan<br />

di perbatasan Thailand-Myanmar memang<br />

bukan perkara gampang. “Kami hanya punya<br />

59 petugas untuk mengawasi perbatasan sepanjang<br />

550 kilometer,” Supachai Sasomboon,<br />

Wakil Kepala Bea Cukai di Mae Sot, mengeluh.<br />

Sejak Yingluck Shinawatra duduk di kursi<br />

Perdana Menteri Thailand pada 2011, dia mengadopsi<br />

kebijakan populis yang pernah diterapkan<br />

sang kakak, Thaksin Shinawatra, Perdana<br />

Menteri Thailand dari 2001 hingga 2006. Salah<br />

satu kebijakan populis Yingluck yang paling<br />

populer adalah subsidi beras. Lewat skema<br />

subsidi ini, saat harga beras jatuh, pemerintah<br />

Thailand memborong beras para petani Negeri<br />

Gajah Putih hampir dua kali lipat harga di pasar<br />

dan menimbunnya di gudang.<br />

Para petani Thailand, yang sebagian besar<br />

tinggal di wilayah pedesaan di bagian utara negeri<br />

itu, terang menyokong kebijakan tersebut.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Pekerja mengemas<br />

beras di Provinsi Suphun<br />

Buri, Thailad. Kawasan<br />

ini menjadi lumbung<br />

dukungan Yingluck<br />

Shinawatra karena subsidi<br />

beras bagi petani.<br />

Chaiwat Subprasom/ Reuters<br />

Mereka inilah basis utama pendukung Partai<br />

Pheu Thai, partai penjelmaan Partai Thai Rak<br />

Thai, yang didirikan Thaksin Shinawatra pada<br />

1998. Thai Rak Thai dibekukan oleh Mahkamah<br />

Konstitusi karena terbukti melanggar aturan<br />

pemilihan umum pada 2007.<br />

Kebijakan subsidi beras sudah sekian lama<br />

menjadi “bom waktu” bagi Yingluck. Kelompok<br />

oposisi menuding, Yingluck “membeli” suara<br />

para petani lewat kebijakan yang sangat royal<br />

itu. Para ekonom mengkritik skema subsidi itu<br />

karena, selain mendistorsi harga pasar, juga<br />

membebani anggaran pemerintah. Sekarang<br />

harga beras Thailand menjadi lebih mahal<br />

ketimbang beras Vietnam dan India. Tahun<br />

lalu, lembaga pemeringkat kredit, Moody's,<br />

memperingatkan skema subsidi itu akan menyedot<br />

sekitar 8 persen anggaran pemerintah<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Sudah lebih dari sebulan, Perdana Menteri<br />

Thailand Yingluck Shinawatra terusir dari<br />

kantornya di Bangkok. Massa anti-pemerintah<br />

yang digalang oleh Komite Reformasi Demokrasi<br />

Rakyat memblokade seluruh akses ke<br />

kompleks kantor Perdana Menteri. Setiap kali<br />

hendak menggelar rapat dengan anggota kabinetnya,<br />

dia terpaksa berpindah-pindah tempat.<br />

Bahkan kini, setiap kali bepergian, Yingluck<br />

harus menyamarkan perjalanannya. Tak ada<br />

lagi sirene meraung-raung. Tak ada pula konvoi<br />

kendaraan berderet-deret. Bahkan rombongan<br />

orang nomor satu di Thailand ini pun berhenti<br />

ketika lampu merah di jalan menyala. Seolaholah<br />

tak ada tempat lagi bagi Yingluck di Ibu<br />

Kota Bangkok.<br />

Di Bangkok, Yingluck mungkin dicaci. Tapi,<br />

di wilayah utara Thailand, di kampung kelahirinternasional<br />

Kami, para kaus merah, akan<br />

mengawalnya dengan pengamanan<br />

maksimum.<br />

Thailand.<br />

“Pemerintah bakal menghadapi masalah keuangan<br />

serius,” kata Nipon Puapongsakorn,<br />

ekonom Thailand Development Research<br />

Institute. “Beras bukanlah anggur, kalian tak<br />

bisa menyimpannya selamanya. Semakin lama<br />

ditimbun di gudang, nilainya bakal jatuh.”<br />

Kekhawatiran itu terbukti. Sejak beberapa<br />

bulan lalu, pembayaran subsidi beras ini mulai<br />

seret. Petani mulai kehilangan kesabaran. Pemerintah<br />

Thailand terpaksa menerbitkan surat<br />

utang untuk membayar subsidi beras yang<br />

tertunggak. Nilai subsidi beras terus membubung<br />

akibat kesalahan kalkulasi, korupsi, dan<br />

penyelundupan. Walhasil, bukan cuma petani<br />

Thailand yang menikmati subsidi, tapi petanipetani<br />

di Myanmar dan Kamboja juga ikut<br />

berpesta dengan guyuran subsidi beras dari<br />

pemerintah Thailand.<br />

●●●<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Para petani<br />

menggelar protes di<br />

kantor Kementerian<br />

Perdagangan Thailand<br />

menuntut pelunasan<br />

pembayaran subsidi<br />

beras, dua pekan lalu.<br />

Chaiwat Subprasom/REUTERS<br />

annya di Chiang Mai, dia tetap dipuja-puji. Saat<br />

mendarat di Bandara Mae Fah Luang di Chiang<br />

Rai, Rabu pekan lalu, ratusan massa pendukungnya<br />

berkerumun menyambutnya. Dalam<br />

setahun terakhir, inilah kunjungan pertama<br />

Yingluck ke daerah utara.<br />

Kessinee Chuenchom, pemimpin massa<br />

kaus merah–julukan bagi pendukung keluarga<br />

Shinawatra–menyarankan supaya Yingluck<br />

mengalihkan kantor sementaranya ke Chiang<br />

Rai atau Chiang Mai untuk menghindari gangguan<br />

massa anti-pemerintah. Dia menjamin,<br />

tak bakal ada yang bisa menyentuh Yingluck di<br />

daerahnya.<br />

“Kami harus melindungi Perdana Menteri,<br />

karena dialah orang yang bakal menjaga demokrasi.<br />

Kami, para kaus merah, akan mengawalnya<br />

dengan pengamanan maksimum,”<br />

kata Krissanapong Prombuengram, pemim-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Perdana Menteri<br />

Thailand Yingluck<br />

Shinawatra disambut<br />

pendukungnya di Kota<br />

Chiang Mai, Kamis<br />

pekan lalu.<br />

Stringer/REUTERS<br />

pin kaus merah lain. Yingluck barangkali<br />

memang perlu lebih banyak lagi pengawal,<br />

sebab musuh politiknya mengincar dari semua<br />

posisi.<br />

Medan “perang” antara kubu pemerintah<br />

melawan oposisi Thailand melebar ke manamana.<br />

Tak cuma di jalan, sekarang Yingluck juga<br />

mesti siap “bertarung” di pengadilan. Rencananya,<br />

Komisi Antikorupsi Thailand akan meminta<br />

keterangan Yingluck pada Kamis pekan lalu.<br />

Komisi Antikorupsi menuding Yingluck mengabaikan<br />

korupsi yang terjadi dalam penyaluran<br />

subsidi beras. Padahal dia merupakan Ketua<br />

Komite Nasional Kebijakan Beras Thailand. Namun<br />

massa kaus merah menggembok gerbang<br />

kantor Komisi di Jalan Nonthaburi dan mengusir<br />

semua pimpinan Komisi.<br />

Lewat akun Facebook miliknya, Yingluck<br />

membela diri. Menurut Yingluck, kebijakan<br />

skema subsidi diputuskan oleh kabinet dan<br />

disetujui parlemen. Dia mengaku tak punya<br />

wewenang untuk mengatur detail kebijakan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Para petani tengah<br />

beristirahat bersama<br />

traktor mereka di<br />

jalan raya di Provinsi<br />

Ayutthaya, dua pekan<br />

lalu. Mereka menuntut<br />

pembayaran subsidi<br />

beras dari pemerintah<br />

yang tertunggak<br />

beberapa bulan.<br />

Damir Sagolj/REUTERS<br />

tersebut. Dia juga menyindir Komisi Antikorupsi<br />

yang dianggapnya menjadi lebih tangkas<br />

dan sigap mengerjakan penyidikan kasus itu.<br />

Padahal kemajuan kasus-kasus lain jauh lebih<br />

lambat. “Aku sudah menjalankan semua tugasku<br />

dengan sebaik-baiknya. Berlawanan dengan<br />

tuduhan itu, aku tak melakukan kesalahan apa<br />

pun,” Yingluck membela diri.<br />

Vicha Mahakhun, Komisioner Komisi<br />

Antikorupsi, menangkis sindiran Yingluck<br />

di Facebook. Menurut Mahakhun, proses<br />

investigasi kasus korupsi subsidi beras sudah<br />

berlangsung lebih dari setahun, yakni<br />

sejak Desember 2012. Mereka juga pernah<br />

melayangkan peringatan ke kantor Yingluck<br />

soal dugaan patgulipat dalam penjualan stok<br />

beras pemerintah. ■<br />

SAPTO PRADITYO I TelegraPH I Bangkok POST I reuTers I econoMIST<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

mencuci<br />

‘Kota Dosa’<br />

Cina<br />

“Sungguh ironis,<br />

bintang-bintang<br />

porno Jepang sangat<br />

populer di Cina, tapi<br />

para pelacur ini malah<br />

dikejar-kejar.”<br />

GBTIMES<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Xiaoli mendapat gaji lebih tinggi dan punya<br />

rumah lebih bagus daripada rata-rata temannya.<br />

Teman-temannya curiga, dia bisa memperoleh<br />

semua itu dengan cara menjajakan tubuh sebagai<br />

pelacur. Bahkan ibunya sendiri memaksanya<br />

mundur dari pekerjaannya dan mencari<br />

sumber pendapatan lain. Lelah dengan semua<br />

tekanan itu, Xiaoli menyerah. Dia berniat keluar<br />

dari pekerjaan yang telah memberinya gaji lumayan<br />

tinggi itu.<br />

Zhang Yun, juga bukan nama sebenarnya,<br />

bekerja di sebuah perusahaan di Kota Dongguan<br />

dan menerima tekanan sosial serupa. Setiap<br />

kali mengaku bekerja di Dongguan, orang selainternasional<br />

ASIAONE<br />

Hu Xiaoli, bukan nama sebenarnya,<br />

berang bukan kepalang saat temantemannya<br />

menuduhnya bekerja sebagai<br />

perempuan penghibur. Gadis<br />

22 tahun ini bekerja di sebuah hotel bintang<br />

di Kota Dongguan, kota yang punya berderet<br />

stempel negatif: Kota Dosa, Ibu Kota Seks Cina,<br />

dan Amsterdam Oriental.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Kita harus menghajar bisnis<br />

esek-esek ini sama seperti<br />

kita menghancurkan bisnis<br />

obat terlarang setahun<br />

lalu.”<br />

lu memandangnya dengan syak.<br />

“Padahal apa salahnya bekerja di Dongguan?”<br />

kata Zhang Yun dengan sebal dua pekan lalu.<br />

Gadis cantik dari Provinsi Hunan yang masih<br />

hidup melajang ini bekerja sebagai direktur<br />

keuangan sebuah pabrik. Dia menerima gaji<br />

8.000 yuan atau sekitar Rp 15,3 juta per bulan.<br />

Beberapa bulan lalu, lewat perantaraan<br />

seorang teman, Zhang<br />

berencana berkencan buta<br />

dengan seorang laki-laki. Namun<br />

laki-laki itu mendadak<br />

membatalkan kencan setelah<br />

mendengar kabar bahwa<br />

Zhang bekerja di Dongguan.<br />

“Tidak semua perempuan<br />

sukses hanya mengandalkan<br />

penampilannya,” kata Zhang.<br />

Ketika komunis berkuasa<br />

di Cina pada 1949, pemerintah<br />

memberangus semua bentuk prostitusi.<br />

Namun, ketika Sang Naga mulai menggeliat,<br />

dan mesin ekonomi Cina semakin panas melaju<br />

kencang, bisnis terlarang di bawah tanah<br />

itu juga tumbuh subur, terutama di Dongguan.<br />

Menurut taksiran harian South China Morning<br />

Post dua tahun lalu, ada sekitar 300 ribu perempuan<br />

penghibur di Dongguan dan ada sekitar<br />

800 ribu tenaga kerja yang terkait dengan<br />

bisnis “keringat” ini. Setiap tahun perputaran<br />

duit di bisnis esek-esek di Dongguan berkisar<br />

US$ 8 miliar atau sekitar Rp 93 triliun, hampir<br />

sepersepuluh pendapatan kotor kota itu.<br />

Ibarat gula-gula, Dongguan punya semua<br />

modal untuk menarik perempuan penghibur<br />

dari seluruh daerah di Cina berkerumun di kota<br />

itu. Di Dongguan, perempuan-perempuan<br />

penghibur yang masih belia bisa meraup duit<br />

10 ribu yuan atau sekitar Rp 18 juta per bulan<br />

dengan gampang. “Kami tak pernah memaksa<br />

mereka. Mereka datang sukarela dan pergi<br />

sendiri,” kata seorang germo.<br />

Kota di Provinsi Guangdong ini berbatasan<br />

langsung dengan dua kota yang menjadi<br />

lambang kekuatan ekonomi Cina: Guangzhou<br />

di utara dan Shenzhen di selatan. Dari Hong<br />

Kong, Dongguan bisa ditempuh hanya dalam<br />

waktu kurang dari 70 menit dengan kereta.<br />

Tak mengherankan jika tak sedikit pelanggan<br />

setia “kupu-kupu” Dongguan adalah laki-laki<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

memoles citranya, tahun lalu pemerintah Dongguan<br />

membuat iklan khusus untuk menghapus<br />

predikat Kota Dosa. Tapi cap yang sudah menempel<br />

puluhan tahun itu telanjur melekat.<br />

l l l<br />

REUTERS<br />

hidung belang kaya dari Hong Kong. “Kami<br />

mendapatkan sesuatu yang tak bisa diberikan<br />

perempuan Hong Kong,” seorang laki-laki<br />

Hong Kong memberikan pengakuan. “Laki-laki<br />

itu egois. Kami ingin dihargai... ya kami paham<br />

ini palsu, tapi kami menyukainya.”<br />

Saking kondangnya reputasi kehidupan malam<br />

kota itu, menurut mantan Ketua Partai Komunis<br />

Dongguan Liu Zhigeng, ”Setiap istri pasti cemas<br />

setiap kali suaminya melakukan perjalanan bisnis<br />

ke Dongguan.... Ini sungguh memalukan.” Demi<br />

Alberto sudah delapan tahun tinggal di Cina.<br />

Beberapa kali dia singgah di Dongguan dan<br />

menginap di salah satu hotel bintang lima di<br />

kota itu bersama rekanan bisnisnya. Walaupun<br />

dikelola oleh manajemen hotel internasional,<br />

jangan dikira penginapan itu steril dari perempuan<br />

penghibur.<br />

Laki-laki kelahiran Italia ini menuturkan, setiap<br />

kali singgah di Dongguan, rekan-rekan bisnisnya<br />

bungah bukan kepalang. “Begitu checkin<br />

di hotel, mereka buru-buru pergi bersauna,”<br />

kata Alberto dua pekan lalu. Rupanya mereka<br />

tak hendak memeras keringat dengan berpanas-panas<br />

dalam ruang sauna.<br />

Yang mereka incar adalah perempuan-perempuan<br />

penghibur yang bertebaran di hotel<br />

itu, dari ruang spa, sauna, ruang karaoke, hingga<br />

lorong-lorong kamar. Malam itu, Alberto berce-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

Jika tidak, kami pasti sudah<br />

tutup bertahun-tahun<br />

lalu.<br />

rita, tiga kali pintu kamarnya diketuk perempuan<br />

yang menawarkan “jasa” untuk menemaninya<br />

di kamar. “Aku menyukai perempuan, tapi aku<br />

takut polisi setiap saat datang menggerebek,”<br />

kata Alberto.<br />

Alberto beruntung tak melayani godaan<br />

perempuan-perempuan itu. Pada Ahad malam,<br />

9 Februari lalu, sekitar 6.700 polisi Dongguan<br />

serentak menggeruduk ribuan tempat hiburan—hotel,<br />

panti pijat, spa, dan karaoke—yang<br />

dicurigai menjadi kedok<br />

bisnis prostitusi. Ada 1.948<br />

tempat hiburan yang telah<br />

diinvestigasi dan 162 orang<br />

ditangkap. Di Cina, seorang<br />

pelacur hanya dihukum penjara<br />

15 hari atau denda 2.000<br />

yuan (Rp 38 juta). Namun<br />

sang germo bisa dihukum<br />

hingga 5 tahun penjara.<br />

Operasi menggusur pelacuran dari Dongguan<br />

ini bakal berlangsung selama tiga bulan.<br />

Hu Chunhua, Ketua Partai Komunis Cina di<br />

Provinsi Guangdong, buru-buru mengeluarkan<br />

perintah untuk menggerebek tempat-tempat<br />

berkumpulnya “kupu-kupu” penghibur itu<br />

setelah stasiun televisi Central China Television<br />

(CCTV) menayangkan laporan khusus penelusuran<br />

mereka terhadap lokasi-lokasi pelacuran<br />

terselubung di Dongguan.<br />

“Kita harus menghajar bisnis esek-esek ini<br />

sama seperti kita menghancurkan bisnis obat<br />

terlarang setahun lalu,” kata Chunhua. Dia<br />

pantas geram karena telah dipermalukan oleh<br />

tayangan CCTV. Dalam tayangan sepanjang 14<br />

menit itu, tampak betapa mami-mami perempuan<br />

penghibur itu sama sekali tak takut dengan<br />

polisi, bahkan cenderung melecehkan.<br />

Bahkan mereka sesumbar, polisi tak akan<br />

menyentuh bisnis terlarang mereka. “Jika tidak,<br />

kami pasti sudah tutup bertahun-tahun lalu,”<br />

ujar seorang germo. Wartawan CCTV membuktikannya.<br />

Dia dua kali melaporkan praktek<br />

prostitusi di sebuah hotel, tapi tak sekali pun<br />

petugas polisi nongol.<br />

Bukan rahasia lagi bahwa bisnis seks ini, juga<br />

bisnis terlarang lainnya, menjadi ladang subur<br />

polisi untuk mengeruk fulus. Gara-gara membiarkan<br />

pelacuran tumbuh subur di kotanya,<br />

Wakil Wali Kota dan Kepala Biro Keamanan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


internasional<br />

REUTERS<br />

Kota Dongguan Yan Xiaokang serta beberapa<br />

kepala kantor distrik polisi dicopot. Tak aneh<br />

jika bisnis ini, seperti alang-alang yang tak mati<br />

sekalipun dibakar, sukar sekali dibasmi. Dalam<br />

sepuluh tahun terakhir, tiga kali pemerintah<br />

Cina menggelar operasi besar-besaran untuk<br />

menggusur bisnis esek-esek di Dongguan.<br />

Yu, seorang germo di Dongguan, dan ribuan<br />

germo lain beserta anak buahnya, untuk<br />

sementara tiarap dan “mengungsi” ke kota<br />

lain. “Badai bakal datang,” Yu menerima pesan<br />

pendek di ponselnya pada pagi hari sebelum<br />

penggerebekan. Dia segera menutup spa miliknya<br />

dan memulangkan anak buahnya.<br />

Pendapat warga Dongguan terbelah soal<br />

penggusuran pelacuran. Ada yang menyokong,<br />

ada pula yang bersimpati kepada perempuanperempuan<br />

ini. “Sungguh ironis, bintang-bintang<br />

porno Jepang sangat populer di Cina, tapi<br />

para pelacur ini malah dikejar-kejar,” kata Chen<br />

Chang, warga Dongguan. n SAPTO praditYO | global<br />

timeS | Xinhua | China dailY | ForbeS<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Adakah Judi<br />

di Balik<br />

Ali?<br />

“I’m the greatest, I am<br />

king of the world.”<br />

WASHINGTON TIMES<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Ketika dia<br />

menatapmu, tak<br />

peduli kalian siapa,<br />

kamu akan terasa<br />

mengkerut menjadi<br />

setinggi 1 meter.”<br />

Charles L. “Sonny” Liston adalah<br />

“monster” di ring tinju pada 1950-<br />

1960-an. Kenal tinju dari seorang<br />

pendeta di penjara, Sonny memiliki<br />

kekuatan pukulan menakutkan. Dia seperti<br />

Mike Tyson pada masanya.<br />

Sebagian besar lawannya tumbang mencium<br />

kanvas sebelum lonceng tanda berakhirnya<br />

ronde ketiga berdentang. Bahkan Floyd<br />

Patterson, juara dunia tinju kelas berat<br />

termuda, hanya bertahan kurang dari<br />

tiga menit. Dua kali bertarung melawan<br />

Liston, dua kali pula Patterson<br />

tumbang sebelum ronde pertama berakhir.<br />

“Orang bicara mengenai Mike<br />

Tyson, tapi Sonny Liston lebih buas,<br />

lebih merusak.... Ketika dia menatapmu,<br />

tak peduli kalian siapa, kamu<br />

akan terasa mengkerut menjadi<br />

setinggi 1 meter,” kata promotor<br />

tinju Harold Conrad. Pukulan<br />

Liston, baik jab maupun hook,<br />

menurut Johnny Tocco—dia<br />

pernah melatih Sonny, George<br />

Foreman, dan Tyson—paling keras di antara<br />

semua bekas anak didiknya.<br />

Bahkan Muhammad Ali pun sempat keder<br />

saat naik ring melawan Sonny pada Selasa<br />

malam 50 tahun lalu, 25 Februari 1964, di Convention<br />

Hall, Miami Beach, Florida. Padahal<br />

Ali—saat itu masih memakai nama Cassius<br />

Marcellus Clay—yang kala itu baru 22 tahun,<br />

sempat sesumbar bakal menganvaskan Sonny<br />

si Beruang Besar pada ronde kedelapan. “Aku<br />

akan mengirimnya ke kebun binatang setelah<br />

tuntas mencambukinya,” si Mulut Besar Cassius<br />

berkoar.<br />

Cassius memang sengaja memancing emosi<br />

Sonny. “Aku tahu Sonny kelewat percaya diri.<br />

Dia yakin bisa menyelesaikan pertarungan<br />

hanya dalam dua ronde,” kata Cassius. Di atas<br />

ring, Cassius alias Ali sengaja berdiri di ujung jari<br />

kaki supaya bisa berdiri sejajar dengan Sonny.<br />

“Aku tak bohong, aku sebenarnya takut...<br />

mengetahui betapa kerasnya pukulan dia.<br />

Tapi aku tak punya pilihan selain naik ring dan<br />

bertarung,” kata Ali seusai pertarungan. Tak<br />

mengherankan jika di bandar taruhan Sonny<br />

jauh lebih diunggulkan dibanding Ali. Dari 46<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs Muhammad Ali<br />

WASHINGTON TIMES<br />

penulis olahraga, hanya tiga orang yang percaya<br />

Cassius bisa mengalahkan Sonny.<br />

Ronde pertama, Sonny memang bernafsu<br />

ingin segera mengakhiri perlawanan Cassius.<br />

Namun, dengan langkah kupu-kupunya,<br />

Ali menari-nari menjaga jarak dari jangkauan<br />

pukulan Sonny. Strategi Ali benar-benar mangkus<br />

meredam keberingasan si Beruang Besar.<br />

Sekali-sekali, Cassius menyengat balik dengan<br />

pukulan jab tangan kirinya.<br />

Selamat melewati ronde pertama, kepercayaan<br />

diri Cassius mulai bangkit. “Aku merasa<br />

tenang karena aku tahu bakal bisa bertahan,”<br />

kata Ali. Di ronde ketiga, si Mulut Besar mulai<br />

bisa mengendalikan pertarungan. Kombinasi<br />

gerak kakinya yang sangat lincah dengan sengatan<br />

jab-nya menyakiti Sonny. “My God, Cassius<br />

Clay is winning this fight!” penyiar televisi<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Aku tak bohong,<br />

aku sebenarnya<br />

takut... mengetahui<br />

betapa kerasnya<br />

pukulan dia.<br />

Lee Keiter berteriak di samping ring.<br />

Klimaks pertarungan itu sungguh tak disangka.<br />

Ketika lonceng tanda dimulainya ronde<br />

ketujuh berdentang, Ali melangkah ke tengah<br />

ring. Namun, sekian detik ditunggu, Sonny<br />

masih duduk di pojok, hingga akhirnya wasit<br />

Barney Felix menyatakan kemenangan untuk<br />

Cassius Clay. Belakangan, Sonny mengaku tak<br />

sanggup lagi melanjutkan pertarungan akibat<br />

cedera bahu. Hasil pemeriksaan tim dokter<br />

juga menyokong pernyataan Sonny Liston.<br />

Maka lahirlah juara dunia tinju kelas berat<br />

baru, petinju terbesar sepanjang masa: Muhammad<br />

Ali. “I’m the greatest, I am king of<br />

the world,” si Mulut Besar berteriak ke arah<br />

penonton dari atas ring.<br />

l l l<br />

Seperti koran New York Times kala itu menulis,<br />

hasil pertarungan Cassius Clay melawan<br />

Sonny Liston benar-benar sulit dipercaya. Muncul<br />

rupa-rupa rumor, berembus macam-macam<br />

kabar burung dan spekulasi.<br />

Spekulasi itu semakin kencang setelah digelar<br />

pertarungan ulang Ali-Sonny pada 25 Mei 1965<br />

di Lewiston, Maine. Entah bagaimana caranya,<br />

mendadak Sonny Liston tersungkur mencium<br />

kanvas hanya dua menit setelah ronde pertama<br />

dimulai. Tak ada yang menyaksikan bagaimana<br />

pukulan Ali melayang. Konon, saking cepatnya,<br />

pukulan Ali yang menjatuhkan Sonny segera<br />

mendapat julukan: Phantom Punch.<br />

Setelah menganvaskan Sonny, alih-alih menyingkir<br />

ke pojok ring, Ali malah mengangkang<br />

di atas tubuh Sonny. “Get up and fight, sucker!”<br />

teriak Ali kepada Sonny, yang masih tergeletak<br />

di kanvas. Bukan cuma sesama petinju, seperti<br />

Jack Dempsey, Joe Louis, dan Floyd Patterson,<br />

yang menaruh syak, rupanya Biro Investigasi<br />

Federal Amerika Serikat (FBI) juga curiga “ada<br />

main” dalam dua kali pertarungan Ali-Sonny<br />

Liston.<br />

Dokumen hasil investigasi FBI yang diungkap<br />

oleh Washington Times pekan lalu menyingkap<br />

kisah di balik pertarungan akbar setengah abad<br />

silam itu. Memo FBI bertanggal 24 Mei 1966<br />

memuat wawancara agen FBI dengan seorang<br />

penjudi dari Houston, Barnett Magids. Kepada<br />

FBI, Magids menuturkan percakapannya deng-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs<br />

Muhammad Ali<br />

MIRROR<br />

an sesama penjudi, Ash Resnick. Mister Resnick<br />

punya hubungan kuat dengan jaringan<br />

mafia yang dikendalikan oleh Meyer Lansky<br />

dan Vincent “Jimmy Blue Eyes” Alo.<br />

“Suatu kali, Resnick memperkenalkan Magids<br />

kepada Sonny Liston di Hotel Thunderbird,”<br />

FBI menulis. Hotel Thunderbird dimiliki oleh<br />

jaringan mafia. Seminggu sebelum pertarungan<br />

Ali-Sonny, FBI menulis di memonya, Resnick<br />

mengundang Magids ke Florida. Semua biaya<br />

ditanggung Resnick. Namun, tiga hari sebelum<br />

pertarungan, Magids menelepon Resnick<br />

mengabarkan tak bisa datang. “Iseng-iseng,<br />

Magids bertanya kepada Resnick, bagaimana<br />

kira-kira hasil pertarungan Ali-Sonny. Resnick<br />

mengatakan Sonny akan menjatuhkan Ali di<br />

ronde kedua.”<br />

Beberapa jam menjelang pertarungan, Magids<br />

kembali menelepon Resnick menanyakan<br />

bagaimana kira-kira hasil pertarungan malam<br />

itu. “Resnick meminta Magids tak usah bertaruh<br />

dan tonton saja pertarungan itu di televisi<br />

dan dia akan tahu kenapa.”<br />

Malam itu, bersama jutaan orang di seluruh<br />

dunia, dia menyaksikan pertarungan si Mulut<br />

Besar melawan Beruang Besar. “Seketika dia<br />

paham bahwa Resnick tahu Sonny bakal kalah,”<br />

agen FBI menulis. Menurut sejumlah penuturan<br />

pemain judi di Las Vegas kepada Magids,<br />

malam itu konon Resnick dan Sonny Liston<br />

meraup lebih dari US$ 1 juta hasil bertaruh.<br />

Keduanya menjagokan kemenangan Ali.<br />

Walaupun mencium aroma mencurigakan di<br />

balik pertarungan besar itu, FBI tak bisa menemukan<br />

bukti bahwa Sonny Liston sengaja<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


sport<br />

Sonny Liston vs<br />

Muhammad Ali<br />

MIRROR<br />

mengalah. FBI juga tak menemukan bukti<br />

keterlibatan Ali dalam permainan itu. Tapi FBI<br />

percaya, Resnick-lah dalang “permainan” tersebut.<br />

Tangan Resnick dicurigai juga bermain di<br />

sejumlah olahraga lain.<br />

Pada awal 1970-an, dia merupakan sobat karib<br />

Wilt Chamberlain, bintang liga bola basket<br />

NBA, yang baru mulai menanjak. Dia beberapa<br />

kali menjadi tamu di Hotel Caesars Palace di<br />

Las Vegas, yang dikelola Resnick. “Dia akan selalu<br />

menjadi biang korupsi dalam olahraga profesional<br />

sampai ada yang menghentikannya,”<br />

agen FBI menulis. Ali tak bersedia memberikan<br />

keterangan, sementara Sonny meninggal empat<br />

tahun setelah tarung ulang melawan Ali. n<br />

SAPTO PRADITYO | washIngton TImes | SPort ILLUstrated | wsJ<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Menunggu Wagyu<br />

Asli Jepang<br />

Pemerintah mengizinkan<br />

impor sapi wagyu dari<br />

Jepang. Selama ini,<br />

wagyu diimpor dari<br />

Australia. Jepang<br />

berjanji berinvestasi<br />

sapi wagyu di Indonesia.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

HARGA sepiring steak daging sapi<br />

di Holycow Steak house di kawasan<br />

Santa, Jakarta Selatan, itu kurang<br />

dari Rp 100 ribu. Tapi itu untuk<br />

daging sapi biasa. Bagi peminat kuliner sejati—<br />

atau sekadar ingin membuat kekasihnya terkesan—bisa<br />

memilih menu daging yang lebih<br />

elite. Daging sapi Jepang alias wagyu.<br />

Di rumah makan itu, sepiring wagyu steak<br />

dijual dengan harga Rp 550 ribu. Dengan harga<br />

semahal itu, pengunjung akan mendapatkan<br />

daging yang lemaknya mudah lumer sehingga<br />

teksturnya lembut. Bahkan, karena lembutnya,<br />

daging itu tidak boleh dimasak terlalu lama. Selain<br />

itu, kadar lemak jenuh daging wagyu sangat<br />

rendah dan mengandung asam oleic—seperti di<br />

minyak zaitun—yang malah mengurangi kadar<br />

kolesterol.<br />

Meski namanya wagyu—rumah makan itu<br />

menyebut de ngan istilah generik internasio­<br />

Daging wagyu sedang<br />

dimasak di salah satu<br />

rumah makan di Jakarta.<br />

Rengga Sencaya/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Peternak di Australia<br />

memiliki organisasi<br />

Asosiasi Wagyu Australia,<br />

yang anggotanya para<br />

peternak sapi ras Jepang<br />

itu.<br />

nal, yakni Kobe beef—tapi asal sapinya bukan<br />

kelahiran Jepang, melainkan Australia. Pemilik<br />

Holy cow, Afit Dwi Putranto, menjamin daging<br />

itu dari sapi murni ras Jepang alias full blood.<br />

“Sapinya asli Jepang yang dibawa ke Australia,”<br />

kata Afit. “Namun tidak ada percampuran<br />

dengan sapi di Australia.”<br />

Mulai tahun ini, Afit mungkin tidak perlu lagi<br />

menjelaskan “KTP” si sapi<br />

yang dagingnya disajikan di<br />

atas piring rumah makan miliknya.<br />

Pasalnya, pemerintah<br />

sudah mengizinkan impor<br />

sapi Jepang, dan pemerintah<br />

Tokyo sudah menawarkan<br />

mengekspornya.<br />

“Kalau ada pengusaha kita<br />

mau mengambil (daging wagyu)<br />

dari Jepang dengan harga dan kualitas Jepang,<br />

ya silakan saja,” kata Direktur Jenderal Perdagangan<br />

Luar Negeri Kementerian Perdagangan,<br />

Bachrul Chairi. Meski begitu, sejauh ini belum<br />

ada importir yang mengajukan permohonan<br />

impor sapi yang pasarnya sangat terbatas itu.<br />

Langkah ini diambil setelah Organisasi Kesehatan<br />

Hewan Internasional yang bermarkas<br />

di Paris, Office International des Epizooties,<br />

menyatakan Jepang sudah bebas penyakit<br />

mulut dan kuku serta sapi gila pada Mei 2013.<br />

Keputusan ini disusul dengan langkah Organisasi<br />

Perdagangan Luar Negeri Jepang (JETRO),<br />

yang mengirim proposal ke Indonesia untuk<br />

memasok daging dari Kobe.<br />

Di Jepang sendiri, istilah Kobe beef sudah<br />

dipatenkan untuk sapi ras Tajima, yang dibesarkan<br />

dan dipotong di wilayah Hyogo. Jepang<br />

tidak pernah mengekspor Kobe beef ini sampai<br />

2012. Tidak mengherankan jika harian Amerika<br />

Serikat, Miami New Times, misalnya, pernah<br />

meributkan label “Kobe Beef” di restoran-restoran<br />

di Negara Bagian Florida karena dagingnya<br />

bukan dari Jepang.<br />

Karena soal itu, para peternak di luar Jepang<br />

menggunakan istilah wagyu untuk menyebut<br />

sapi serupa dengan yang dari Kobe, Ibu Kota<br />

Hyogo, itu. Peternak di Australia, misalnya,<br />

memiliki organisasi Asosiasi Wagyu Australia,<br />

yang anggotanya para peternak sapi ras Jepang<br />

itu.<br />

Australia menjadi negara terbesar kedua<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Para pembeli sedang<br />

memilih daging sapi di<br />

pasar induk Tokyo.<br />

Koichi Kamoshida/Getty Images<br />

yang membesarkan wagyu setelah Amerika<br />

Serikat. Menurut situs Asosiasi, mereka bahkan<br />

mengirim 15 ribu wagyu bakalan ke Jepang setiap<br />

tahunnya.<br />

Dari anggota asosiasi ini, sekitar 10 perusahaan<br />

Indonesia mengimpor wagyu. Ketua Asosiasi<br />

Pengusaha Importir Daging Indonesia, Thomas<br />

Sembiring, mengatakan para importir wagyu<br />

itu siap mendatangkan daging langsung dari<br />

Kobe. Penambahan sumber impor akan membuat<br />

persaingan semakin ketat. “Harga pasti<br />

lebih murah, yang diuntungkan konsumen,”<br />

kata Thomas.<br />

Sebagian wagyu yang diimpor itu dalam<br />

bentuk sapi bakalan, bukan daging yang siap<br />

diolah. Sejumlah peternakan, seperti di Lam­<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

Importir melepas daging<br />

wagyu mulai harga Rp<br />

350 ribu per kilogram<br />

sampai Rp 2 juta.<br />

pung, Semarang, dan Wonosobo, berbisnis<br />

menggemukkan wagyu yang didatangkan dari<br />

Australia.<br />

Salah satu perusahaan penggemukan adalah<br />

PT Santosa Agrindo (Santori), yang sejak dua<br />

tahun lalu menggemukkan sapi wagyu di Lampung.<br />

“Kami memiliki sekitar 1.600 ekor sapi<br />

wagyu,” ujar Dayan Antoni, Kepala Pembiakan<br />

Ternak Santori.<br />

Seperti sapi biasa sebangsa<br />

angus, dengan kapal,<br />

wagyu berukuran sekitar<br />

250 kilogram dikirim ke Indonesia.<br />

Santori kemudian<br />

merawat wagyu itu selama<br />

400 hari sehingga beratnya<br />

setidaknya 500 kilogram. Untuk sapi seperti<br />

angus, kadang baru 400 kilogram sudah dipotong,<br />

tapi wagyu mesti lebih gendut lagi. Penyebabnya?<br />

Agar persebaran lemak—disebut<br />

marbling—di dagingnya lebih banyak.<br />

Persebaran lemak ini penting karena menjadi<br />

ukuran kualitas dan harga wagyu. Importir<br />

melepas daging wagyu mulai harga Rp 350 ribu<br />

per kilogram sampai Rp 2 juta. “Ini tergantung<br />

marbling,” kata Thomas.<br />

Pemerintah Indonesia mengizinkan wagyu<br />

dari Jepang datang karena berbagai sebab.<br />

Selain sudah dinyatakan bebas penyakit kuku<br />

dan mulut, izin keluar karena Jepang memberi<br />

sejumlah konsesi. Salah satunya, Jepang<br />

membuka pintu bagi daging ayam olahan asal<br />

Indonesia.<br />

Selama ini, impor daging ayam olahan ke<br />

Jepang lebih banyak dari Cina, Thailand, dan<br />

Brasil. Menurut Syukur, pemerintah dan JETRO<br />

sedang membahas prosedur dan persyaratan<br />

ekspor daging ayam olahan tersebut. “Jadi ada<br />

imbal-baliknya juga untuk kita,” ujar Direktur<br />

Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,<br />

Syukur Iwantoro.<br />

Selain itu, Jepang menjanjikan investasi di<br />

pembibitan sapi wagyu dan ras sapi andalan<br />

Indonesia, sapi Bali. Pihak JETRO telah meminta<br />

pemerintah membantu investor Jepang<br />

bertemu dengan kepala-kepala daerah untuk<br />

mencari lahan yang cocok.<br />

Pemerintah bahkan akan menggerakkan perusahaan<br />

miliknya, seperti PT Berdikari, untuk<br />

budi daya wagyu. Berdikari ini, kata Syukur,<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

memiliki 6.000 hektare lebih lahan ternak sapi<br />

di Sidrap, Sulawesi Selatan, tapi hanya 1.000<br />

hektare yang terpakai.<br />

Pengusaha sapi swasta, yang gembira karena<br />

keran impor wagyu dari negara aslinya dibuka,<br />

tidak terlalu optimistis dengan janji Jepang soal<br />

investasi. Dayan, yang juga koordinator Asosiasi<br />

Produsen Daging dan Feedlot Indonesia, mengatakan<br />

bahwa Jepang sangat kokoh menjaga<br />

wagyu. “Mereka biasanya hanya ekspor semen<br />

(sperma) beku atau embrio,” katanya.<br />

Jadi, kalaupun benar ada investasi, Dayan<br />

meminta pemerintah memastikan sapinya benar-benar<br />

ras Jepang murni, bukan campuran<br />

wagyu dengan sapi-sapi lain. n<br />

HANS henriCUS B.S. aron<br />

Anaknya pun Bernama Kobe<br />

NAMA pemain basket yang membawa Los Angeles<br />

Lakers lima kali juara NBA itu adalah Kobe Bryant.<br />

Asal nama itu sederhana: orang tuanya terkesan<br />

saat menikmati daging wagyu alias Kobe beef.<br />

Nama pemain basket itu menunjukkan bahwa daging sapi<br />

Jepang sangat dikagumi. Lemaknya yang banyak dan titik<br />

didihnya yang rendah membuat seakan lumer saat dimakan.<br />

Tapi orang Jepang sendiri tidak tahu bahwa kualitas daging<br />

sapi mereka begitu bagus sampai Restorasi Meiji datang.<br />

Jepang memang tidak memiliki tradisi makan daging sapi.<br />

Jadi, ketika ada orang asing datang ke Kobe—yang kemudian<br />

menjadi salah satu kota dagang Jepang—mereka takjub<br />

merasakan dagingnya yang begitu enak. Sebutan daging<br />

Kobe atau Kobe beef pun muncul.<br />

Daging wagyu yang dikonsumsi di Indonesia datang<br />

dari Australia meski keturunan Jepang. Mereka menyebut<br />

produknya wagyu (bahasa Jepang yang berarti sapi) karena<br />

nama Kobe beef sudah dipatenkan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


ekonomi<br />

MEMBEDAKAN<br />

KUALITAS<br />

Wagyu<br />

Sejumlah kriteria digunakan untuk<br />

menentukan kualitas daging wagyu<br />

alias sapi Jepang. Tapi standar<br />

yang paling ketat dipakai adalah<br />

penyebaran lemak di dalam daging.<br />

Lemak tak jenuh di wagyu ini<br />

membuat rasanya berasa lumer di<br />

lidah.<br />

Berikut ini cara membedakan<br />

standar lemak (marbling) dalam<br />

wagyu. Ada 12 kelas dan yang<br />

dianggap memenuhi standar Kobe<br />

beef adalah nomor 6 sampai 12.<br />

Sapi jenis Tajima-gyu<br />

yang lahir di Prefektur<br />

Hyogo. Setiap sapi<br />

lahir diberi 10 angka<br />

identitas. Saat membeli<br />

daging, angka identitas<br />

ini bisa melacak<br />

asal-muasal sapi<br />

sampai ke perusahaan<br />

Jepang yang<br />

menggemukkan.<br />

Mereka akan siap<br />

dipotong dalam usia<br />

28 bulan, dan rata-rata<br />

dipotong pada usia 32<br />

bulan. Hanya sapi yang<br />

dipotong di wilayah<br />

Prefektur Hyogyo, yang<br />

beribu kota Kobe, yang<br />

mendapat pengesahan<br />

Kobe beef.<br />

Tidak semua<br />

daging dari Hyogo<br />

masuk kategori<br />

Kobe beef karena<br />

mesti memenuhi<br />

syarat, terutama<br />

penyebaran<br />

lemaknya.<br />

STANDAR koBE BEEF<br />

di bawah standar<br />

masuk standar kobe beef<br />

Sapi itu hanya mendapat makanan terbaik—<br />

jerami, maize, barley, dan biji-bijian lain. Minuman<br />

hanya air bersih dan segar. Perawatan juga<br />

dipastikan agar sapi-sapi itu tidak stres.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pasar Sempit<br />

Pesawat Ringan<br />

Pasar pesawat ringan sangat kecil. Pajak tinggi menjadi hambatan.<br />

Bisnis impor pesawat menjadi seret.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pesawat trike yang banyak<br />

dipakai penggemar olahraga<br />

dirgantara karena harganya<br />

miring.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

PERUSAHAAN penerbangan ini memang<br />

tidak bisa dibilang besar. Dengan<br />

nama PT Asia Aero Technology,<br />

perusahaan ini mengoperasikan satu<br />

lapangan terbang kecil, yakni di Pusat Pendidikan<br />

Dirgantara di kawasan Bumi Perkemahan<br />

Cibubur, Jakarta Timur. Mereka juga memberi<br />

layanan pelatihan penerbangan pesawat ringan.<br />

Meski begitu, perusahaan ini sebenarnya<br />

juga memiliki bisnis lain: mengimpor pesawat<br />

terbang kecil, yang hanya memiliki satu atau<br />

dua tempat duduk. Tapi bisnis sebagai pesawat<br />

ini tidak terlalu moncer.<br />

Sudah dua tahun tidak ada yang membeli<br />

pesawat baru dari Asia Aero. Malah, dalam tiga<br />

tahun terakhir, perusahaan hanya bisa mengimpor<br />

satu pesawat terbang kecil. “(Itu digunakan)<br />

salah satu anggota Asia Aero Flying Club<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Robert Cau (paling kanan),<br />

pemilik pesawat ringan CTSW,<br />

di lapangan udara Cibubur.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

di Solo,” kata Direktur Operasional Asia Aero<br />

Technology, Bagas Adhadhirga.<br />

Pasar pesawat terbang kecil memang sangat<br />

kecil. Populasi pesawat kecil untuk hobi—atau<br />

kadang disebut olahraga—di Indonesia sangat<br />

sedikit. Hanya sekitar 100 buah. Sedangkan<br />

untuk versi yang lebih murah, gantole bermesin<br />

atau lazim disebut trike, jumlahnya sekitar<br />

300 buah.<br />

Pesawat-pesawat ini tersebar di beberapa<br />

lapangan terbang kecil. Di Jakarta, selain di<br />

Cibubur, ada di Bandara Pondok Cabe. Tempat<br />

lain yang relatif dekat adalah lapangan terbang<br />

Lido di Sukabumi, Jawa Barat.<br />

Konsumen pesawat ringan ini di antaranya<br />

Robert Cau. Direktur wilayah Indonesia sebuah<br />

perusahaan dari Swiss ini biasa datang setiap<br />

Sabtu ke Cibubur. Dari sana, ia akan terbang 1-2<br />

jam di wilayah Jawa Barat, Jakarta, atau Banten.<br />

Ia menggilai olahraga dirgantara ini karena<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Mesin trike alias gantole<br />

bermesin. Busi dan suku<br />

cadang pesawat kecil ini<br />

menggunakan suku cadang<br />

mobil.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

obsesi sejak kecil adalah menjadi pilot. Cita-cita<br />

pria asal Kisaran, Asahan, Sumatera Utara, itu<br />

terbengkalai. Akhirnya lulusan Somerset College,<br />

Inggris, itu bisa merealisasi cita-citanya<br />

setelah ia bekerja di perusahaan multinasional.<br />

Populasi pesawat ini relatif sedikit di Indonesia,<br />

padahal harganya tidak semahal yang<br />

banyak dibayangkan orang. Robert, yang juga<br />

menjadi Ketua Umum Asia Aero Flying Club<br />

Cibubur, misalnya, sudah hampir lima tahun ini<br />

memiliki pesawat kecil berkapasitas dua tempat<br />

duduk buatan Flight Design dari Jerman, yakni<br />

seri CTSW. Pesawat itu ia beli Rp 1,5 miliar, tidak<br />

berbeda jauh dengan banyak mobil mewah<br />

yang berseliweran di Jakarta.<br />

Meski bisa dibilang “murah” untuk ukuran<br />

olahraga dirgantara, harga itu masih mahal<br />

dibanding di luar negeri. Pasalnya, di Indonesia<br />

pajaknya bisa mencapai 62-67 persen. “Padahal<br />

di Amerika Serikat, Australia, dan Jerman, pesawat<br />

ini biaya pajaknya nol persen,” ucap Bagas.<br />

Jika tidak ada pajak barang mewah, harga<br />

pesawat terbang kecil bakal sangat murah.<br />

“Bayangkan saja, harga pesawat itu tak lebih<br />

mahal ketimbang mobil Pajero Sport,” kata<br />

Robert, yang pekerjaan sehari-harinya adalah<br />

memimpin operasi perusahaan dari Swiss,<br />

Sefar, untuk wilayah Indonesia.<br />

Harga lebih miring lagi bisa didapatkan untuk<br />

tipe pesawat trike. Harga baru pesawat yang<br />

berbentuk gantole bermesin ini di Indonesia<br />

sekitar Rp 600 juta. Tapi yang bekas jauh lebih<br />

murah. “(Yang bekas) paling kayak harga Xenia-<br />

Avanza,” kata Robert menyebut mobil paling<br />

populer di Indonesia yang harganya kurang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Salah satu pesawat ringan<br />

yang disimpan di hanggar<br />

lapangan udara Cibubur.<br />

Budi alimuddin/detik foto<br />

dari Rp 200 juta itu.<br />

Karena kecilnya pasar itu, perusahaan seperti<br />

Asia Aero Technology tidak berani menyetok<br />

pesawat terbang jualannya. Bahkan suku cadang<br />

pun tidak mereka stok. “Kami hanya berani<br />

menyediakan jika ada pemesan,” kata Bagas.<br />

Untung saja, pesawat ringan itu mesinnya<br />

sederhana dan relatif murah pemeliharaannya.<br />

Perawatan berkala, misalnya, mesti dilakukan<br />

setiap 2.000 jam terbang dengan biaya hanya<br />

Rp 600 ribu. Sedangkan setiap pekan paling<br />

hanya terbang 1-2 jam, sehingga sampai saat ini<br />

baru tercatat terbang 340 jam. “Jadi saya butuh<br />

berapa bulan lagi tuh untuk mencapai 2.000<br />

jam,” ucapnya.<br />

Biaya pemeliharaan pesawat trike lebih murah<br />

lagi. Saringan udara, misalnya, menggunakan<br />

saringan udara untuk mobil Daihatsu. Busi<br />

juga menggunakan busi mobil. “Harganya tak<br />

lebih dari 100 ribu,” ucapnya.<br />

Biaya operasional juga tidak mahal. Robert<br />

hanya mengeluarkan sekitar Rp 200 ribu untuk<br />

mengisi bahan bakar sebelum terbang. Yang<br />

menjadi ganjalan Robert dan importir pesawat<br />

ringan agaknya memang hanya urusan pajak<br />

saja. ■ Budi Alimuddin<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Menghitung Harga<br />

WhatsApp<br />

Facebook mencaplok WhatsApp dengan nilai spektakuler,<br />

Rp 221 triliun. Jumlah pengguna WhatsApp jadi alasan.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pendiri Facebook, Mark<br />

Zuckerberg, memutuskan<br />

membeli WhatsApp meski<br />

perusahaan ini belum<br />

menghasilkan uang.<br />

Albert Gea/REUTERS<br />

MARK Zuckerberg dan istrinya, Priscilla<br />

Chan, bersiap menikmati malam<br />

Valentine di rumah. Kue cokelat<br />

bertabur stroberi siap disantap<br />

keluarga pendiri Facebook itu di kediamannya,<br />

Palo Alto, California, Amerika Serikat.<br />

Tapi makan malam Valentine itu terganggu<br />

oleh kedatangan Jan Koum. Pendiri WhatsApp,<br />

aplikasi semacam BlackBerry Messenger, itu<br />

dalam dua tahun terakhir sering bertemu dengan<br />

Zuckerberg.<br />

Urusan kedua orang itu sederhana: Zuckerberg<br />

ingin membeli WhatsApp tapi Koum tidak juga<br />

melepasnya, terutama berkaitan dengan harganya.<br />

Pada malam Valentine itu, kesepakatan diambil.<br />

Zuckerberg sepakat Facebook mengambil<br />

alih kepemilikan WhatsApp dengan harga yang<br />

mengguncangkan dunia: US$ 19 miliar.<br />

Jika dirupiahkan, nilainya sekitar Rp 221 triliun.<br />

Angka ini sangat spektakuler. Seluruh investasi<br />

asing yang masuk Indonesia pada 2011, misalnya,<br />

cuma Rp 186 triliun alias lebih sedikit da­<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Pendiri WhatsApp, Jan<br />

Koum, tidak terburu-buru<br />

menjadikan WhatsApp<br />

sebagai mesin uang.<br />

Albert Gea/REUTERS<br />

ripada harga “sebuah” WhatsApp, perusahaan<br />

yang hanya memiliki 55 karyawan.<br />

Angka ini spektakuler bahkan dalam ukuran<br />

akuisisi perusahaan dunia. Facebook, misalnya,<br />

“cuma” membayar US$ 1 miliar untuk mendapatkan<br />

Instagram. Lenovo, perusahaan komputer<br />

Cina, juga “hanya” membayar US$ 2,9<br />

miliar untuk mendapatkan Motorola Mobility,<br />

perusahaan ponsel Amerika Serikat. Padahal<br />

Motorola Mobility memiliki 3.800 karyawan<br />

dengan pabrik lengkap, sedangkan WhatsApp<br />

hanya memiliki 55 karyawan.<br />

Pembelian ini lebih spektakuler karena<br />

Whats App bisa dibilang belum menghasilkan<br />

apa-apa. CEO dan salah satu pendiri WhatsApp,<br />

Jan Koum, sudah dari jauh-jauh hari mengatakan<br />

mereka saat ini belum berkonsentrasi pada<br />

urusan mendapatkan uang.<br />

“Kami memandang monetisasi (menjadikannya<br />

sumber uang) baru akan berjalan setelah<br />

5 atau 10 tahun berjalan,” kata Koum seperti<br />

dikutip sebuah media Desember tahun silam.<br />

“Kami saat ini sedang berusaha membangun<br />

perusahaan yang bisa tetap bertahan sampai<br />

100 tahun mendatang.”<br />

Dalam pernyataan setelah perusahaan diambil<br />

alih Facebook, Koum kembali mengungkapkan<br />

hal yang sama. Ia kembali menolak<br />

iklan dipasang di WhatsApp, meski iklan bisa<br />

menjadi sumber uang. Ia puas dengan model<br />

langganan saat ini—gratis pada tahun pertama<br />

dan membayar sekitar US$ 1 (Rp 11 ribu) per<br />

tahun. “Monetisasi belum menjadi prioritas<br />

kami,” katanya seperti dikutip New York Times.<br />

Zuckerberg pun sadar uang tidak akan datang<br />

cepat dari WhatsApp. “Saya pikir kami mungkin<br />

akan kehilangan uang untuk sementara waktu,”<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Salah satu ruangan di kantor<br />

pusat Facebook. Perusahaan<br />

ini mengucurkan lebih dari<br />

Rp 200 triliun untuk membeli<br />

perusahaan yang hanya<br />

memiliki 55 karyawan,<br />

WhatsApp.<br />

Robert Galbraith/REUTERS<br />

katanya seperti ditulis Boston Globe. Namun ia<br />

menambahkan, “Nantinya mungkin akan ada<br />

keuntungan bagi Facebook.”<br />

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah<br />

mengapa Facebook berani membeli perusahaan<br />

yang pemasukannya belum jelas dengan<br />

harga sangat fantastis itu. Zuckerberg hanya<br />

menjelaskan alasan harga itu adalah pengguna<br />

WhatsApp yang sangat banyak. Saat ini WhatsApp<br />

digunakan sekitar 465 juta orang.<br />

Menurut Facebook, dengan pertumbuhan<br />

jumlah pengguna saat ini, layanan chatting<br />

ini bakal menyamai pengguna mereka, yakni<br />

semiliar orang atau sepertujuh dari penduduk<br />

yang hidup di bumi. “Nilai WhatsApp lebih dari<br />

US$ 19 miliar,” kata Zuckerberg, kurang dari<br />

sepekan setelah pembelian diumumkan. “Hanya<br />

sedikit layanan Internet di dunia yang bisa<br />

mendapatkan pengguna sampai 1 miliar orang.”<br />

Sejumlah pengamat pun berhitung mengapa<br />

Facebook berani mengeluarkan uang sebanyak<br />

itu. Pertama, nilai US$ 19 miliar itu tidak semuanya<br />

berbentuk uang. Hanya US$ 4 miliar (sekitar<br />

Rp 46 triliun) yang benar-benar uang kontan.<br />

Sisanya dalam bentuk saham Facebook. Meski<br />

saham itu bisa dijual, nilainya bergantung<br />

pada kinerja Facebook itu sendiri—juga anak<br />

usahanya, termasuk yang baru dibeli, seperti<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Tap/klik untuk berkomentar<br />

WhatsApp.<br />

Zuckerberg mengungkapkan, dalam jangka<br />

pendek, pendapatan dari WhatsApp memang<br />

masih kecil. Tapi bisa dipastikan mereka akan<br />

berpikir keras untuk menjadikannya sebagai<br />

mesin duit. Sebagai gambaran, lima tahun<br />

silam Facebook belum memiliki pendapatan<br />

apa pun. Tapi tahun lalu Facebook bisa meraup<br />

pemasukan US$ 8 miliar.<br />

Pengalaman Google mungkin juga menjadi<br />

pertimbangan Zuckerberg. Google pada<br />

2006 membeli YouTube dengan harga yang<br />

dipandang spektakuler saat itu, yakni US$ 1,65<br />

miliar. Pengeluaran itu sudah tertutup. Menurut<br />

eMarketer, pendapatan YouTube tahun lalu<br />

mencapai US$ 5,6 miliar atau 11 persen dari<br />

keseluruhan pendapatan Google. Jelas bukan<br />

angka yang buruk. ■ Nur Khoiri<br />

Terlalu Cepat<br />

Dunia Berganti<br />

SAMPAI dua tahun silam, ponsel<br />

BlackBerry menjadi gadget paling banyak<br />

terlihat di Indonesia. Saat ini?<br />

Kehadirannya sudah sangat jarang<br />

terlihat. Masih ingat Friendster? Pada<br />

2008, situs sosial ini memiliki 115 juta<br />

pengguna. Tapi sekarang sudah punah,<br />

penggunanya bedol deso ke Facebook.<br />

Saat ini Facebook digunakan lebih<br />

dari semiliar orang. Tapi apakah ada<br />

jaminan ia akan awet? Pengalaman<br />

BlackBerry dan Friendster memperlihatkan<br />

bahwa industri teknologi<br />

sangat cepat berubah. Hanya dalam<br />

waktu beberapa bulan sebuah situs<br />

top bisa langsung habis, seperti kasus<br />

Friendster.<br />

Salah satu analis memperkirakan<br />

Facebook berusaha mencegah<br />

nasibnya terjerembap seperti Friendster,<br />

yang relevansinya hilang hanya<br />

dalam hitungan bulan. Itu sebabnya,<br />

mereka rajin mencaplok perusahaanperusahaan<br />

yang dipandang memiliki<br />

masa depan menjanjikan, seperti Instagram<br />

dan WhatsApp. ■ NK<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Dolar<br />

Tepar,<br />

Bursa<br />

Berkibar<br />

Harga saham ikut terdongkrak kenaikan<br />

nilai tukar rupiah. Modal asing mulai masuk<br />

kembali ke bursa. Saham sektor manufaktur<br />

dan aneka industri layak dilirik.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

ALLEN Conterius serius mengamati<br />

layar iPad di tangannya. Ia<br />

memperhatikan pergerakan harga<br />

saham yang tertera di situs sebuah<br />

perusahaan sekuritas. Allen memperhatikan<br />

naik-turunnya harga saham karena saat ini rupiah<br />

menguat.<br />

Maklum, sebagai trader yang meraih margin<br />

lewat transaksi jangka pendek, Allen harus<br />

mencermati posisi yang tepat untuk membeli<br />

ataupun melakukan aksi profit taking. Tanggal<br />

10 Februari lalu, Allen, yang pekerjaan sebenarnya<br />

wiraswasta, menjual sebagian sahamnya<br />

karena harganya sedang naik bersamaan dengan<br />

melemahnya dolar.<br />

Namun kini Allen menongkrongi layar iPad<br />

untuk bersiap-siap melompat kembali ke pasar<br />

guna membeli saham. “Rupiah menguat kan artinya<br />

(harga) saham akan naik,” katanya. Tapi ia<br />

cemas, jika membeli sekarang, harganya tinggi.<br />

Layar elektronik<br />

menunjukkan pergerakan<br />

harga saham di Mandiri<br />

Sekuritas, Jakarta.<br />

ANTARA FOTO/Andika Wahyu<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Penguatan rupiah ini<br />

membuat modal asing<br />

kembali lagi ke bursa,<br />

sehingga harga saham<br />

mulai naik.<br />

“Bisa bahaya kalau indeks mengalami koreksi<br />

(harga saham turun sesaat).”<br />

Nilai rupiah, yang membuat Allen menjual<br />

saham dan sekarang bersiap membeli lagi,<br />

memang sedang menguat. Dalam dua pekan<br />

terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar terus<br />

bergerak meninggalkan level Rp 12 ribu per<br />

dolar, yang dihuni sejak Januari lalu.<br />

Menteri Keuangan Chatib<br />

Basri mengatakan penguatan<br />

mata uang terhadap dolar<br />

Amerika memang terjadi<br />

di beberapa pasar negara<br />

berkembang (emerging market),<br />

seperti Indonesia, Brasil,<br />

Afrika Selatan, dan Turki.<br />

Namun penguatan yang paling<br />

tajam memang terjadi pada rupiah. “Angkanya<br />

jauh lebih baik dari yang diperkirakan para pelaku<br />

pasar,” ujar Chatib.<br />

Nilai tukar mata uang negara-negara berkembang<br />

itu rontok pada kuartal terakhir tahun lalu.<br />

Penyebab utamanya, Amerika Serikat mulai<br />

mengurangi stimulus ekonomi. Langkah Federal<br />

Reserve—bank sentral Amerika—membuat<br />

tingkat bunga di negara itu akan naik, sehingga<br />

modal di negara berkembang banyak dipindah<br />

ke Amerika Serikat.<br />

Perlahan negara-negara berkembang ini<br />

mulai bisa mengatasi dampak pengurangan<br />

(tapering) stimulus dan sekarang mata uangnya<br />

mulai beranjak naik. Meski begitu, pasar<br />

memperhatikan dengan hati-hati langkah Janet<br />

Yellen, yang sejak awal Februari menjabat Gubernur<br />

Federal Reserve.<br />

“Apakah Yellen akan menjalankan kebijakan<br />

seperti gubernur sebelumnya atau memiliki<br />

kebijakan baru, para pelaku pasar sedang menunggu,”<br />

kata Pardomuan Sihombing, Direktur<br />

Recapital Asset Management.<br />

Penguatan rupiah ini membuat modal asing<br />

kembali lagi ke bursa, sehingga harga saham<br />

mulai naik. “Penguatan ini akan tetap bertahan<br />

selama pemerintah mampu menjaga stabilitas<br />

makroekonomi, seperti menahan laju defisit<br />

transaksi berjalan,” kata Pardomuan.<br />

Bersamaan dengan penguatan rupiah, harga<br />

saham memang ikut terkerek. Pada awal tahun,<br />

indeks harga saham masih di bawah 4.200, tapi<br />

pekan lalu sempat melewati 4.600.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Tumpukan dolar di sebuah bank<br />

di Jakarta. Nilai dolar cenderung<br />

menurun sejak awal tahun.<br />

Rachman Heryanto/detikfoto<br />

Reza Priyambada, Kepala Riset Trust Securities,<br />

memperkirakan indeks bakal menyentuh<br />

4.700 dalam triwulan pertama, yang bakal habis<br />

Maret ini. Salah satu faktor yang bisa memicu<br />

sentimen itu adalah rilis laporan inflasi bulan<br />

Januari dan neraca perdagangan. Hingga akhir<br />

tahun, diperkirakan indeks akan menyentuh<br />

level 4.850-4.950.<br />

Sedangkan isu pengurangan stimulus<br />

di pasar saham oleh pemerintah Amerika<br />

Serikat, menurut Reza, tidak perlu menjadi<br />

kekhawatiran para pelaku pasar karena<br />

dampaknya bersifat temporer. “Pelarian dana<br />

asing itu hanya bersifat sementara karena<br />

Amerika dan negara-negara besar lainnya<br />

tetap membutuhkan negara berkembang<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


isnis<br />

Gubernur Federal Reserve<br />

Janet Yellen dan Menteri<br />

Keuangan Chatib Basri<br />

REUTERS/Mary F. Calvert<br />

Rachman Heryanto/detikfoto<br />

seperti Indonesia,” tutur Reza.<br />

Tentu saja tidak semua saham seragam kenaikannya.<br />

Analis Lautan Dana Investama, Willy<br />

Sanjaya, mengatakan saham yang harganya<br />

akan naik pesat adalah yang perusahaannya<br />

banyak menggunakan dolar. Sektor ini antara<br />

lain manufaktur, aneka industri, dan consumer<br />

goods.<br />

Willy hanya mewanti-wanti, penguatan indeks<br />

ini juga terpengaruh oleh politik karena<br />

tahun ini bakal ada pergantian kepala negara.<br />

“Jika calon yang diinginkan pasar tidak terpilih,<br />

penguatan-penguatan yang terjadi selama ini<br />

akan kembali menjadi pelemahan,” kata Willy.<br />

Situasi-situasi inilah yang membuat Allen<br />

semakin rajin menengok iPad dan melihat<br />

saham-saham yang sedang ia incar untuk<br />

dibeli. n Hans Henricus B.S. Aron<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

Di Pokok Beringin<br />

Pahitnya hidup mengajarkan Ma’e hidup jujur. Anak-anaknya akhirnya memahami<br />

prinsip ini setelah mengalami pergulatan mereka sendiri.<br />

foto: agung pambudhy/detikfoto<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

D<br />

alam tank top<br />

merah menyala,<br />

Retno (Rini<br />

Samsi) terduduk<br />

lesu di pokok<br />

pohon beringin<br />

tua. Belum ada<br />

juga pelanggan.<br />

Sebelumnya, dia<br />

berdiri di bawah<br />

lampu taman agar lebih jelas terlihat. Hasilnya,<br />

cuma satu pemuda yang minat, mahasiswa<br />

yang gede nafsunya tapi hanya serupiah duitnya.<br />

Retno ogah.<br />

Di bawah beringin dia mengadu kepada Ma’e<br />

(Megarita), merasa jadi orang yang tersia-sia.<br />

Perempuan tua itu membesarkan hati Retno,<br />

yang sudah dianggap anaknya sendiri. Dan sekali<br />

lagi Ma’e mengulang nasihatnya, “Ngamen<br />

saja, Nduk, kau kan bisa nyanyi. Jangan jadi<br />

lonte.”<br />

Ma’e menganggap dirinyalah perempuan<br />

yang tersia-sia itu. Suaminya dulu pergi begitu<br />

tahu Ma’e mandul. Sekarang dia tinggal di<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

bawah beringin besar di alun-alun Yogyakarta,<br />

hidup dari pemberian anak-anak angkatnya<br />

yang juga hidup di alun-alun.<br />

Selain Retno, anak Ma’e adalah Panut (Aryo<br />

Nagoro), yang pekerjaan resminya pengemis.<br />

Dia kerap berbohong kepada Ma’e ketika<br />

memberikan sebagian penghasilannya dan setiap<br />

kali itu pula Ma’e tahu Panut berbohong.<br />

“Kowe nyopet lagi ya, Le? Emoh aku, nih ambil<br />

lagi saja uangnya.”<br />

Panut pernah berjanji tidak akan mencopet<br />

lagi. Ma’e ingin Panut jadi kuli. Lagi pula dia<br />

pencopet yang buruk, tangannya tidak cekatan,<br />

sering kepergok. Tadi pagi dia gagal mencopet<br />

ponsel di Pasar Beringharjo setelah tangannya<br />

gemetar, akhirnya ponsel itu dikembalikan kepada<br />

pemiliknya.<br />

Anak angkat Ma’e satu lagi adalah Koyal (Banon<br />

Gautama), pengemis yang doyan beli lotre<br />

tapi tidak pernah menang, dan sekarang nyaris<br />

hilang ingatan. Koyal yakin suatu hari pasti<br />

akan dapat duit setinggi Gunung Merapi. Duit<br />

itu akan dibelikannya rumah mewah, mobil<br />

mewah, punya langganan becak untuk keliling<br />

kota, dan duit itu akan ditaburkan di rumah<br />

Ma’e serta rumah orang-orang kampung.<br />

“Gila! Mimpi gila! Asu!” Tukijan (Arief Wiyatna)<br />

memaki Koyal. Tukijan adalah pemuda<br />

pengangguran yang ingin membuka lahan di<br />

pulau seberang. Dia menaruh hati pada Retno<br />

dan tidak peduli pekerjaan atau masa lalu<br />

perempuan itu.<br />

Tukijan ingin menikahi Retno dan membawanya<br />

ke pulau seberang, membuka dan<br />

menggarap lahan baru di sana. Namun Retno<br />

berat meninggalkan ibu angkatnya yang sudah<br />

sepuh itu. Mengapa harus berlelah-lelah meng-<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

garap lahan di tempat baru yang belum jelas<br />

hasilnya, padahal di sini pun dia bisa hidup?<br />

Disutradarai Bejo Sulaktono, Mega-mega dibawakan<br />

aktor serta aktris DKJ dan Prodi Teater<br />

IKJ pada 21 dan 22 Februari 2014 di Teater Kecil,<br />

Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Ceritanya merupakan<br />

karya klasik Arifin C. Noer, ditulis pada 1967,<br />

dan sudah berkali-kali dipentaskan dalam berbagai<br />

versi oleh macam-macam kelompok teater.<br />

Jumat, 21 Februari, itu juga bukan penampilan<br />

pertama Prodi Teater IKJ membawakan Megamega.<br />

Pada 22 Oktober 2013, kelompok ini<br />

membawakan cerita yang sama di Art Summit,<br />

Jakarta, dan sepekan sebelumnya, 14 & 15 Februari<br />

2014, di Banjarmasin. Mega-mega akan<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

teater<br />

dibawakan juga di Singapura dan Australia<br />

melalui link Perhimpunan Pelajar Indonesia di<br />

dua negara itu.<br />

Bejo Sulaktono mempertahankan unsur tradisi<br />

dan budaya Yogyakarta yang kental melalui<br />

karakter, cara ungkap, musik, dan pohon beringin<br />

tua di alun-alun yang jadi setting cerita.<br />

Walau temanya isu lama, yakni lotre dan transmigrasi,<br />

suasana kekiniannya tetap terjaga.<br />

Cerita yang pedih ini pun diimbangi dengan<br />

situasi komedi yang menonjol, banyolan khas<br />

Yogya.<br />

“Ceritanya universal, tidak terbatas waktu<br />

dan tempat. Kisah kemanusiaan kan selalu menyentuh<br />

dari dulu sampai sekarang,” kata Bejo<br />

Sulaktono seusai pementasan.<br />

Dia memberi contoh, dulu lotre/judi pernah<br />

kontroversial karena dilegalkan, sedangkan sekarang<br />

ketika judi diharamkan negara, masyarakat<br />

ternyata tetap menggantungkan harapan<br />

seperti dulu berharap menang lotre. Bentuknya<br />

saja yang berubah, yakni jadi menang undian,<br />

dapat promo, atau belanja gila-gilaan saat sale.<br />

Intinya, punya harapan besar tapi tidak ingin<br />

mewujudkannya dengan cara bekerja keras.<br />

Mega-mega adalah bahan renungan bagi<br />

siapa pun yang punya mimpi. Tokoh-tokohnya<br />

adalah pejuang mimpi-mimpi mereka. Dan<br />

seperti lotre, hidup setelah detik sekarang adalah<br />

sesuatu yang tak<br />

tertebak. Maka, tanpa<br />

diperjuangkan, mengutip<br />

tagline pementasan<br />

ini, “Kita selalu merasa<br />

kehilangan, tetapi kita<br />

belum pernah mendapatkan.”<br />

n<br />

SILVIA galikanO<br />

Majalah detik detik 6 - 39 - februari 9 maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Sentuhan Lembut<br />

Cinta Virtual<br />

Ketika manusia berkawan akrab<br />

dengan gadget, bahkan terikat<br />

secara emosional, apakah peran<br />

manusia sebagai mitra berinteraksi,<br />

tergantikan? Her memberi<br />

renungan yang indah.<br />

Majalah detik Majalah 30 desember Majalah detik detik 2013 9 - 153 - desember 5 - 9 januari maret 2014<br />

2013


seni hiburan<br />

FILM<br />

Judul: Her<br />

Genre: Drama |<br />

Romance | Sci-Fi<br />

Sutradara: Spike Jonze<br />

Skenario: Spike Jonze<br />

Produksi:<br />

Warner Bros. Pictures<br />

Pemain: Joaquin pHoenix,<br />

Amy aDams, Scarlett<br />

Johansson<br />

Durasi: 2 jam 6 menit<br />

M<br />

anusia lalu-lalang<br />

di kaki gedung-gedung<br />

pencakar langit Los<br />

Angeles masa depan.<br />

Sambil berjalan, tiap<br />

orang sibuk bicara<br />

sendiri. Bukan sendiri, tepatnya, tapi dengan<br />

“seseorang” di luar sana, yang suaranya disampaikan<br />

lewat earpiece yang terpasang di salah<br />

satu kuping.<br />

Di antara manusia sibuk itu Theodore<br />

Twombly (Joaquin Phoenix) duduk di bangku<br />

taman. Dia juga sedang ngobrol seru dengan<br />

temannya lewat earpiece, kadang suaranya<br />

meninggi, kadang sampai terkikik.<br />

Teman curhat manusia masa depan itu se-<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

benarnya bukan manusia, melainkan operating<br />

system (OS), komputer teknologi canggih yang<br />

dapat mendengar, bicara, dan melihat. Alatnya<br />

selebar telapak tangan, ada kamera, dan bisa<br />

memunculkan tulisan tangan. Pasangannya<br />

adalah earpiece, yang kalau diletakkan di lubang<br />

telinga, maka akan ada yang menyahut di sana.<br />

OS milik Theodore bernama Samantha (diisisuarakan<br />

Scarlett Johansson) yang bersuara<br />

serak seksi. Awalnya, Samantha hanya membantu<br />

dalam bekerja, mengingatkan ada email<br />

masuk, atau mengatur jadwal harian Theodore.<br />

Namun, lama-kelamaan, komunikasi mereka<br />

semakin pribadi.<br />

Theodore merasa nyaman curhat tentang<br />

apa saja pada Samantha, termasuk tentang<br />

pernikahannya yang gagal dengan Catherine<br />

(Rooney Mara) tapi dia tak juga menandatangani<br />

surat perceraian. Theodore masih tenggelam<br />

dalam depresi, sedangkan Catherine<br />

sudah bisa melanjutkan hidupnya.<br />

Theodore adalah pria berusia 40-an, berkumis,<br />

berkacamata geeky, bercelana panjang<br />

dengan garis pinggang tinggi (mirip celana<br />

pelawak Jojon), dan gemar berkemeja warna<br />

pastel. Dia bekerja sebagai penulis kartu ucapan,<br />

di kantor yang tidak banyak karyawan.<br />

Saat malam, Theodore pulang ke apartemennya<br />

yang luas. Menyalakan kamera, memasang<br />

earpiece, dan melanjutkan obrolan dengan<br />

Samantha hingga mengantuk. Pernah pula<br />

Samantha meminta Theodore tidak mematikan<br />

kamera agar dia bisa melihat bagaimana<br />

Theodore tidur.<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Her adalah tipikal film<br />

tentang pria kesepian.<br />

Tinggal sendirian di<br />

apartemen, kerja dengan<br />

rutinitas orang kantoran,<br />

dan sensitif.<br />

Bersamaan tumbuhnya rasa cinta di hati<br />

Theodore, tumbuh pula rasa ingin memiliki<br />

dan cemburu. Theodore ingin<br />

Samantha hanya untuknya. Padahal<br />

Samantha melayani jutaan orang yang<br />

berteman dengan OS. Di detik yang<br />

sama, saat bicara dengan Theodore, Samantha<br />

pun bicara dengan ribuan orang<br />

lainnya.<br />

Her adalah tipikal film tentang<br />

pria kesepian. Tinggal<br />

sendirian di apartemen,<br />

kerja dengan rutinitas<br />

orang kantoran, dan<br />

sensitif. Karakter<br />

Theodore yang rapuh<br />

nampak benar di balik<br />

gesturnya yang kikuk<br />

dan seringai kekanakannya.<br />

Kisah cintanya<br />

ganjil, menyedihkan,<br />

dan<br />

semakin menguatkan<br />

anggapan teknologi yang diakrabi<br />

justru menjadikan seseorang makin kesepian.<br />

Her juga merupakan sebuah alegori bahwa<br />

pria kesepian takut pada perempuan, sehingga<br />

memilih bermain aman dengan gadget.<br />

Lapis terdalam Her lebih condong ke metafisika<br />

ketimbang fisik. Betapa tidak, karakter yang<br />

paling menarik justru tidak ada wujudnya. Melalui<br />

film ini, Spike Jonze semakin memantapkan<br />

diri sebagai sutradara spesialis film berkonsep<br />

pemikiran tingkat tinggi lalu menghelanya ke<br />

sebuah meditasi tentang hubungan manusia.<br />

Tengok saja film-film Jonze sebelumnya, seperti<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Being John Malkovich (1999), Adaptation (2002),<br />

dan Where the Wild Things Are (2009).<br />

Her lebih menyerupai Synecdoche (2008)-nya<br />

Charlie Kaufman, yang jadi penulis skenario<br />

Being John Malkovich dan Adaptation. Punya<br />

banyak kesamaan juga dengan Eternal Sunshine<br />

of the Spotless Mind (2004), tentang sulitnya<br />

moving on dari hubungan yang awalnya nampak<br />

sempurna.<br />

Samantha disuarakan dengan sangat hidup<br />

oleh Scarlett Johansson. Tak mengherankan<br />

kalau penonton berharap sosoknya muncul<br />

walau hanya beberapa detik, entah itu di layar<br />

komputer, atau di gadget Theodore, atau jadi<br />

salah satu di kerumunan, atau jadi hantu blau<br />

apapunlah. Sampai-sampai kritikus menyebut<br />

inilah penampilan Johansson yang paling dikenang<br />

abad ini, walau dia tampil tanpa sosok.<br />

Penampilan Phoenix kali ini sangat berbeda<br />

dari penampilan sebelumnya di The Master<br />

(2012). Dengan kehalusan yang luar biasa dia<br />

melekatkan kesepian dan kerinduan dalam diri<br />

Theodore. Matanya berbicara lebih banyak<br />

ketimbang yang dia ucapkan. Terlebih lagi Jonze<br />

kerap membingkai Theodore dalam ruang<br />

yang luas. Bahkan apartemennya membuat<br />

Theodore jadi kecil.<br />

Jonze menyodorkan pertanyaan tentang<br />

bisakah dua sistem yang berbeda, yakni manusia<br />

dan teknologi, menemukan kebahagiaan?<br />

Pertanyaan ini berputar terus sepanjang film.<br />

Mungkin itu sebabnya Jonze menempatkan<br />

Amy (Amy Adams), kawan kuliah Theodore dan<br />

sekarang jadi tetangga, sebagai kayu patok.<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

FILM<br />

Amy pernah berkata pada Theodore<br />

yang sedang mabuk cinta pada OSnya,<br />

“Menurut saya, siapa pun yang<br />

jatuh cinta itu aneh. Semacam kegilaan<br />

yang dapat diterima masyarakat.” Amy<br />

membuat kesimpulan yang tepat tentang<br />

Her bahwa, kadang, gila bisa terasa<br />

indah. n SILVIA GALIKANO<br />

Majalah detik 30 desember Majalah detik 20133 - 5 - 9 januari maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

FREE<br />

BIRDS<br />

Jenis Film:<br />

Animation,<br />

Adventure, Comedy<br />

Produser:<br />

Scott Mosier<br />

Produksi:<br />

Relativity Media<br />

Sutradara:<br />

Jimmy Hayward<br />

Durasi:<br />

91 menit<br />

F ilm animasi ini mengisahkan<br />

pe tualangan dua ekor kalkun<br />

yang memiliki sisi berlawanan.<br />

Reggie (Owen Wilson) secara mendadak<br />

diajak Jake (Woody Harrelson) untuk<br />

bertualang ke masa lalu.<br />

Tujuan Jake cuma satu, mengubah sejarah<br />

dengan menyingkirkan kalkun dari daftar<br />

menu Thanksgiving untuk selamanya.<br />

Walau banyak per bedaan, demi kesuksesan<br />

misi mereka, keduanya saling bekerja sama<br />

untuk mengubah sejarah kalkun.<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

T ahun 79 SM, kisah epik tentang Milo (Kit Harington), budak<br />

yang menjadi gladiator tak terkalahkan. Berlomba melawan waktu<br />

untuk menyelamatkan kekasihnya, Cassia (Emily Browning), putri<br />

dari seorang pedagang kaya yang telah ditunangkan dengan seorang senator<br />

Romawi yang korup. Saat Gunung Vesuvius meletus, Milo harus berjuang<br />

mencari jalan keluar dari bencana dan menyelamatkan Cassia dari runtuhnya<br />

negeri Pompeii yang megah.<br />

POMPEII<br />

Jenis Film: Action, Drama, Adventure<br />

Produser: Paul W.S. Anderson,<br />

Jeremy Bolt, Don Carmody,<br />

Robert Kulzer, Martin Moszkowicz<br />

Produksi: Entertainment One<br />

Sutradara: Paul W.S. Anderson<br />

Durasi: 105 menit<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


seni hiburan<br />

Film Pekan Ini<br />

STREET SOCIETY<br />

Jenis Film: Action, Drama<br />

Produser: Eryck Wowor,<br />

Irwan Santoso<br />

Produksi: Ewis Pictures<br />

Sutradara: Awi Suryad<br />

Durasi: 97 menit<br />

J akarta. Simbol kemajuan<br />

Indonesia. Dengan latar<br />

inilah Street Society bergulir. Sebuah<br />

kisah yang akan membawa kita menelusuri<br />

ke hidupan anak-anak muda Indonesia<br />

pemilik supercars, seperti Lamborghini,<br />

McLaren, Aston Martin, serta Ferrari. Lebih<br />

dari simbol kemapanan, mobil-mobil ini<br />

datang dengan performa yang mampu<br />

memacu adrenalin para pengemudinya ke<br />

level tertinggi.<br />

Adalah Rio (Marcel Chandrawinata), juara<br />

street racing Jakarta yang urakan namun<br />

karismatik, yang menjadi tokoh utama.<br />

Bersama sobat dekatnya, Monty (Daniel<br />

Topan), si kutu buku yang jenius tuning, dan<br />

Bang Frankie (Ferry Salim), si pemilik bengkel<br />

performance, Rio berusaha menjawab<br />

tantangan demi tantangan yang datang ke<br />

arahnya.<br />

Nico (Edward Gunawan), si juara racing<br />

asal Surabaya, adalah musuh bebuyutannya.<br />

Namun di luar itu masih ada Gde (Yogie Tan), si<br />

juara racing Bali; Nanda (Kelly Tandiono), si racer<br />

cantik asal Semarang;; dan juga Yopie (Edward<br />

Akbar), sosok misterius yang baru muncul di<br />

tengah society pemilik supercars Jakarta.<br />

Majalah Majalah detik detik 4 - 103 november - 9 maret 2014<br />

2013


seni hiburan<br />

agenda<br />

maret<br />

Pameran<br />

Food, Hotel<br />

& TOURism<br />

Bali 2014<br />

6-8 Maret 2014, Bali Nusa<br />

Dua Convention Centre,<br />

Nusa Dua, Bali<br />

mar<br />

6<br />

Nyanyi Sunyi Kembang GeNJer<br />

7, 8, 9 Maret 2014<br />

Goethe Haus. Produser, Penulis, dan Sutradara: Faiza<br />

Mardzoeki, Aktor: Pipien Putri, Niniek L. Karim, Ruth<br />

Marini, Irawita, Ani Surestu, dan Heliana Sinaga<br />

mar<br />

7<br />

mar<br />

5<br />

Bali Live iNTeRNATiONAl<br />

Jazz Festival 2014<br />

5-8 Maret 2014<br />

Jazz Café in Ubud, Hard Rock Café in Kuta, Ryoshi<br />

House of Jazz, Uma Cucina Ubud, Mozaic Beach<br />

Club Kerobokan, SOS Anantara Seminyak, Nusa<br />

Dua Beach Hotel & Spa, Sundara Jimbaran, and Le<br />

Meridien Hotel Jimbaran.<br />

Earth Wind & Fire Experience featuring Al Mckay,<br />

Incognito, Tania Maria, Omar, Estaire Godinez<br />

featuring Stokley Williams from Mint Condition,<br />

Playas Gotta Play Feat D Notes Harris, Robbert<br />

Turner, Kevin Briggs & Sandy Winarta, Nita Aartsen,<br />

Israel Varela & Yeppy Romero, Balawan, Rio<br />

Sidik Quartet, Nancy Ponto & The Soul Brothers,<br />

and Massive Soul feat Dee Dice.<br />

Abimanyu GugUR<br />

Karya Retno Maruti<br />

Natyasastra Padnecwara<br />

Pergelaran Tari 38 Tahun<br />

Padnecwara<br />

Gedung Kesenian Jakarta<br />

7 & 8 Maret 2014<br />

pk. 20.00 WIB & 11.00 WIB<br />

Informasi tiket: 021-3441892,<br />

085715911169 (sms only)<br />

Pameran KomPUTer mbc 2014<br />

8-12 Maret 2014 PK. 09.00 WIB<br />

Grand Bima Hall, Jogja Expo Center<br />

mar<br />

7<br />

mar<br />

8<br />

Peluncuran bUKU<br />

dan diSKUSi<br />

BUNG KARNO: KOLEKTOR<br />

DAN PATRON SENI RUPA<br />

INDONESIA<br />

6 Maret 2014 PUKUL 08.00-12.00<br />

WIB
<br />

Gedung Lengkung Sekolah Pascasarjana<br />

UGM, Jl. Teknika Utara,<br />

Pogung, Yogyakarta<br />

Pembicara:
Dr. Lono Simatupang<br />

(Antropolog dan Dosen PSPR<br />

UGM)
J.J. Rizal (Sejarawan dan<br />

Direktur Penerbit Komunitas<br />

Bambu Jakarta)
Mikke Susanto<br />

(Penulis buku dan Dosen FSR ISI<br />

Yogyakarta)
<br />

Pendaftaran: Nichi (081917532093),<br />

Zuli (081804209909)<br />

mar<br />

6<br />

ALTER BRIDGE<br />

TOUR JAKARTA 2014<br />

8 Maret 2014, 19.00 WIB<br />

Mata Elang International Stadium Ancol, Jakarta Utara<br />

Promotor: 7 Kings Entertainment<br />

mar<br />

8<br />

Majalah detik 3 - 9 maret 2014


Alamat Redaksi : Aldevco Octagon Building Lt. 4<br />

Jl. Warung Jati Barat Raya No. 75, Jakarta 12740 , Telp: 021-7941177 Fax: 021-7944472<br />

Email: redaksi@majalahdetik.com<br />

Majalah detik dipublikasikan oleh PT Agranet Multicitra Siberkom, Grup Trans Corp.<br />

@majalah_detik<br />

majalah detik<br />

Tap untuk<br />

kembali ke cover

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!