STUDI EKSEGETIKAL TERHADAP MAKNA MISTERI ... - SAAT
STUDI EKSEGETIKAL TERHADAP MAKNA MISTERI ... - SAAT
STUDI EKSEGETIKAL TERHADAP MAKNA MISTERI ... - SAAT
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
104 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan<br />
demikian juga untuk auvto, di ayat 4 tampaknya menuntut to. musth,rion tou/<br />
Cristou/ menjadi anteseden objek dari manifestasi yang diungkapkan.<br />
Sebenarnya, berkaitan dengan pemikiran ini, sebagian orang mengusulkan<br />
bahwa Paulus di sini mengklaim dirinya sebagai orang yang melaksanakan<br />
tindakan penyataan, yang di bagian lain diatributkan kepada Allah. 39<br />
Namun, hal ini meragukan karena meski Paulus dapat dikatakan sebagai<br />
instrumen penyataan Allah, tidak sekalipun kita menemukan klaimnya<br />
secara langsung sebagai seorang divine revealer. 40 Lebih lanjut, Bockmuehl,<br />
menurut pendapat penulis, telah memperlihatkan sebuah karya yang lain<br />
dengan cukup meyakinkan bahwa fanero,w (to demonstrate, to manifest in<br />
the empirical or logical sense) tidak sinonim dengan avpokalu,ptw. 41 Yang<br />
dimaksud di sini adalah hasrat Paulus untuk mendemonstrasikan atau<br />
memanifestasikan musth,rion tou/ Cristou/ sebagaimana ia memang terikat<br />
(bdk. 2Kor. 4:20). Hal ini sesuai dengan yang telah dikatakan sebelumnya<br />
di 1:24, gagasan yang sama juga diungkapkan dalam surat lainnya (bdk. Ef.<br />
3:1; 4:1; 6:20; Flp. 1:7, 12 dst.; Flm. 9, 13).<br />
Implikasi lain, jika dio. kai. de,demai dipertahankan, maka itu tidak lagi<br />
menghubungkan klausa tujuan ayat 4 dengan to. musth,rion melalui kata<br />
ganti relatif, namun gantinya, sebagai inferential conjunction, “dio. kai, refers<br />
summatim to the preceding thought: that is, the writer’s concern for a ‘door<br />
of the word’ in order that he may speak the mystery.” 42 Perubahan semantik<br />
ini pada gilirannya mengawali hubungan konseptual antara ikatan-ikatan<br />
fisik Paulus dan kebutuhan untuk menyampaikan firman Kristus seperti<br />
yang terefleksikan melalui parafrase: “that God may open for us an<br />
opportunity for proclamation, so that we may speak forth the mystery of<br />
Christ. For it is to this end that I have been imprisoned, in order that I<br />
might manifest it, as indeed I am obliged to do” (4:3, 4). Jadi, Bockmuehl<br />
menyimpulkan bahwa teks tersebut “asserts not simply that Paul is bound<br />
for the sake of the mystery of Christ, but that in fact his preaching and his<br />
very bond together constitute his manifestation of the mystery.” 43<br />
39<br />
Lih. mis. O’Brien, Colossians, Philemon 240; Eduard Lohse, Colossians and<br />
Philemon (Hermeneia; Philadelphia: Fortress, 1971) 165; Ernest Best, “The Revelation<br />
to Evangelize the Gentiles,” Journal of Theological Studies NS 35 (1984) 1-30, khususnya<br />
h. 23.<br />
40<br />
Bockmuehl, “Note” 491; juga dalam “Revelation and Mystery” 191-192. Pandangan<br />
yang menolak, E. Lohmeyer, Die Briefe an die Philipper, and die Kolosser und an<br />
Philemon (KEKNT; Göttingen: Vendenhoeck, 1964) 9.162.<br />
41<br />
Bockmuehl, “Das Verb fanero,w im Neuen Testament: Versuch einer<br />
Neuauswertung,” Biblische Zeitschrift 32 (1988) 87-99.<br />
42<br />
Bockmuehl, “Note” 491.<br />
43<br />
Ibid. 493.