13.07.2015 Views

1 Perbandingan Metode Berteologi F. D. Schleiermacher Dan Alister ...

1 Perbandingan Metode Berteologi F. D. Schleiermacher Dan Alister ...

1 Perbandingan Metode Berteologi F. D. Schleiermacher Dan Alister ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

1<strong>Perbandingan</strong> <strong>Metode</strong> <strong>Berteologi</strong> F. D. <strong>Schleiermacher</strong><strong>Dan</strong> <strong>Alister</strong> McgrathPENDAHULUANDi dalam sosiologi agama kita mengetahui bahwa agama memiliki tiga aspekdasar. Tiga aspek itu adalah mitos, ritus, dan etika. Mitos adalah suatu kumpulankepercayaan (a set of beliefs) yang merupakan ekspresi kognitif dari suatu sistem agama.Mitos ini berfungsi memenuhi kebutuhan kognitif dari penganut agama tersebut. Ritusmerupakan dimensi ekspresif dari suatu sistem agama. Ia merupakan ekspresi dari apayang dipercayai oleh penganut agama tersebut. Ritus memenuhi kebutuhan emosionalpenganut agama tersebut. Sedangkan etika merupakan dimensi praktis dari suatu sistemagama. Ia merupakan praktek dari apa yang dipercayai di dalam bentuk tingkah lakusehari-hari. Apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh penganut agama tersebut.Etika berfungsi memenuhi kebutuhan fungsional manusia. 1Menjadi pertanyaan bagi kita adalah darimana datangnya doktrin ini? Apasumber doktrin? Pertanyaan ini berkenaan dengan metode berteologi. Mengenaibagaimana berteologi. Aliran-aliran besar di dalam Protestanisme memiliki metodeberteologi yang berbeda-beda. Aliran liberalisme, ekumenikalisme, evangelikalisme, danfundamentalisme berbeda di dalam metode berteologi mereka. 2 Di dalam makalah inipenulis akan membandingkan metode berteologi dari Friedrich <strong>Schleiermacher</strong> yangmerupakan bapak teologi liberal dan <strong>Alister</strong> McGrath dari kalangan evangelikal (injili).Karena itu makalah ini pertama-tama akan membahas metode berteologi<strong>Schleiermacher</strong> yaitu inti agama menurut <strong>Schleiermacher</strong> yang merupakan sumberteologinya, mengapa berteologi, dan otoritas tertinggi di dalam teologi. Kemudian akandibahas metode berteologi menurut McGrath yaitu otoritas tertinggi, dan sumber di dalam1 Eka Darmaputera, “Menuju Teologi Kontekstual di Indonesia,” dalam Konteks <strong>Berteologi</strong> diIndonesia (ed. Eka Darmaputera; Jakarta: Gunung Mulia, 1991), 14. Di dalam kekristenan mitos biasadisebut doktrin atau teologi dan ritus disebut liturgi. Di dalam makalah ini doktrin dan teologi adalahsinonim.2 Ini terlihat, misalnya, di dalam buku Neil Ormerod, Introducing Contemporary Theologies(Maryknoll: Orbis, 1997) yang mengamati metode berteologi teolog-teolog kontemporer. Bagi dia karenateologi adalah suatu studi sistematik terhadap penyataan (revelation) maka metode berteologi berkaitandengan penyataan, apa yang dinyatakan, bagaimana kita memverifikasi klaim-klaim penyataan tersebut(lihat ibid. 42).


2berteologi.Kemudian penulis akan mencoba mencari titik temu atau paling tidakkesamaan diantara keduanya dan perbedaannya.METODE BERTEOLOGI SCHELEIERMACHER<strong>Berteologi</strong> menurut <strong>Schleiermacher</strong> tidak terlepas dari agama itu sendiri. Karenaagama merupakan bahan material yang diolah menjadi teologi. Tetapi apa esensi agamamenurut <strong>Schleiermacher</strong>?Agama Sebagai Perasaan Bergantung yang MutlakBagi <strong>Schleiermacher</strong> agama tidaklah ditemukan di dalam rumusan-rumusan doktrin atausistem teologi. Ia sendiri mengatakan bahwa doktrin-doktrin, sistem teologi, pengertiantentang asal mula dan akhir dari dunia, atauthese analyses of the nature of an incomprehensible Being, wherein everythingrun to cold argufying, and the highest can be treated in the tone of a commoncontroversy? And this is–let me appeal to your own feeling–not the character ofreligion. If you have only given attention to these dogmas and opinions,therefore, you do not yet know religion itself, and what you despise is not it. 3Agama itu juga tidak ditemukan di dalam cara bertingkah laku atau etika, sebagaimanayang dilakukan oleh Kant yang membuat agama sebagai implikasi dari etika. 4Sebaliknya bagi <strong>Schleiermacher</strong> agama itu pada esensinya di temukan di dalam ranahperasaan (feeling; dari bahasa Jerman: Gefuhl). Perasaan ini bukan sekedar rasa, emosi,atau sensasi semata-mata. Ia lebih dari itu karena perasaan ini adalah “immediateconsciousness of the universal existence of all finite things, in and trough the Infinite, andof all temporal things in and trough the Eternal.” 5 Lebih lanjut dikatakan “true religionis sense and taste for the Infinite.” 6 Di dalam pemahamannya yang lebih matang iamengatakan bahwa:3 F. D. <strong>Schleiermacher</strong>, On Religion. Speeches to Its Cultured Despisers (trans. John Oman;Louisville: Westminster/John Knox Press, 1994) 15.4 John Dillenberger dan Claude Welch, Protestant Christianity Interpreted through ItsDevelopment (New York: Charles Scriber’s Sons, 1952) 183.5 <strong>Schleiermacher</strong>, On Religion 36. Penekanan oleh penulis buku.6 Ibid. 39. Penekanan oleh penulis buku.


4sains atau etika. Ketiganya tidak dapat dipisahkan. Mereka berdampingan sebagaimanamanusia tidak dapat begitu saja memisahkan rasio, hati nurani, dan perasaan. Namunkegiatan etis dan sains tidak dapat berkembang tanpa agama. Bahkan ia mengatakanbahwa semua kebudayaan dalam derajat tertentu bersandar kepada agama karenakebudayaan mengandaikan kesatuan transenden atau keutuhan realitas, dan kesadaranbatin dari kesatuan tersebut adalah agama. 9Doktrin Sebagai Ekspresi Pengalaman BeragamaScheleiermacher, sebagaimana terlihat di atas, membedakan agama atau perasaanreligius dengan doktrin atau teologi. Bahkan keduanya dapat terpisah. Seseorang dapatmemiliki perasaan kebergantungan yang mutlak tanpa doktrin atau teologi. Sebaliknyaseseorang dapat memiliki pendidikan teologi yang baik tapi tidak saleh. Jika demikianbagaimana relasi antara doktrin atau teologi dengan agama sebagai kesadaran atauperasaan kebergantungan mutlak? Ia menjelaskan hubungannya demikian : “Christiandoctrines are account of the Christian religious affections set forth in speech”. 10 Daridefinisi ini kita dapat memahami bahwa doktrin merupakan suatu ekspresi daripengalaman religius itu sendiri. Ekspresi ini adalah di dalam bentuk kata-kata. Tetapiekspresi ini hanya merupakan ekspresi dari perasaan beragama. Ia bukan suatu ekspresitentang Allah di dalam diriNya sendiri sebagaimana yang dipahami oleh kalanganskolastik Protestan. Adalah keliru mengatakan bahwa doktrin atau teologi merupakanungkapan mengenai Allah itu sendiri. Doktrin adalah refleksi manusia terhadap perasaanreligius manusia yang diungkapkan dengan kata-kata. Dengan demikian maka perasaanreligius manusia merupakan material untuk seseorang membangun teologinya.Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa teologi adalah refleksi manusia terhadapagama. Namun ia sendiri tidak percaya adanya suatu agama yang umum karena perasaankebergantungan mutlak tersebut selalu dimanifestasikan di dalam bentuk kehidupanreligius yang konkrit dan melalui komunitas religius. Jika disamakan dengan isi danbentuk dari Aristoteles maka perasaan kebergantungan mutlak adalah isi atau esensi dariagama tetapi ia selalu mengambil bentuk di dalam tradisi religius tertentu. Dengan9 <strong>Schleiermacher</strong>, On Religion 80-81.10 <strong>Schleiermacher</strong>, The Christian Faith 76.


KOSTYUK V.A. et al.Protective effect of rutin-iron (II) complexagainst acute oxidative stress and liver injury inMT-I/MT-II null transgenic mice induced bythioacetamideIn these experiments potential antioxidantproperties of flavonoids-metal complexes wereinvestigated in vivo. Rutin-iron (II) complex wasselected as effective and the most stableantiradical agent. In this study, we had to find asuitable model to test the pathology associatedwith oxidative stress and overproduction of ROS.Acute hepatic injury in mice induced byinjections of thioacetamide was evaluated for thispurpose. Thioacetamide (TAA) is a thionosulfurcontainingcompound and can cause severehepatotoxicity by oxidative stress. Theoverproduction of reactive oxygen species (ROS)and oxidative modification of cellularconstituents with TAA administration are due toits metabolic activation by cytochromes P-450-containing monooxygenases in endoplasmicreticulum of hepatocytes [29], activation ofKupffer cells [3], and down-regulation ofdismutase, catalase and glutathione peroxidasewhich are responsible for elimination ofsuperoxide anion and the breakdown of hydrogenperoxide [22]. Involvement of ROS in TAAhepatotoxicity was supported by studiesdemonstrating the protective effects ofantioxidants such as thioredoxin and melatonin[10,26]. In a preliminary study, it was found thatpretreatment of WT mice with flavonoid-metalcomplexes resulted in twofold increase of theliver level of metallothioneins (MT) at 12 h afterTAA administration in comparison with micetreated with TAA alone. Since MT is well knownendogenous antioxidants [4,14,23] a possibleprotection against oxidative injury in WT micecan result from increasing the liver MT levelsrather than antioxidant activity of iron complex.No increase of low basal level of MT was foundin MT-II null mice. Therefore, in order toexclude indirect protection through increasingliver metallothioneins, MT-I/MT-II null(knockout) mice were used for testingantioxidant properties of rutin-iron complex invivo.Table 4. Effects of 20 min pretreatment with rutin-iron complex on the acute liver injury assessed by plasma ALT and LDH12 h after thioacetamide administration.Table 5. Effects of 20 min pretreatment with rutin-iron complex on the glutathione level (µmol/g tissue) and GSH/GSSGratio in liver of MT-KO mice12 h after of thioacetamide treatment.65Copyright © 2006 C.M.B. Edition


6keramat tetapi ia harus terbuka untuk selalu direvisi. Tugas teologi adalah untukmemelihara agar khotbah-khotbah gereja dan rumusan-rumusan doktrin sesuai dengananalisa kontemporer terhadap perasaan kebergantungan secara mutlak dari orang Kristen.Jika ia masih sesuai ia masih dapat dipertahankan. Jika ia tidak sesuai lagi maka ia harusdirevisi atau dibuang. 14Tetapi teologi juga mempunyai tugas konstruktif. Ia harus membangun suaturumusan doktrin yang baru yang lebih sesuai dan dengan kesalehan atau agama orangKristen kontemporer. Disini <strong>Schleiermacher</strong> melihat adanya aspek historis dan kulturaldari doktrin-doktrin. <strong>Schleiermacher</strong> percaya bahwa perasaan religius adalah yangterutama dan teologi bersifat derivatif. Ia harus secara konstan diperbaharui sesuaidengan perubahan-perubahan di dalam komunitas Kristen. Dengan kata lain bagi<strong>Schleiermacher</strong>: “Every doctrinal form is bound to a particular time and no claim can bemade for its permanent validity. It is the task of theology in every present age, by criticalreflection, to express anew the implication of the living religious consciousness.” 15Dengan demikian maka dapat kita simpulkan bahwa bagi <strong>Schleiermacher</strong>pengalaman religius merupakan sumber terutama bagi teologi. Namun apa peranan tradisiteologi atau warisan teologi Protestan klasik didalam merumuskan teologi? Apa peranankonteks budaya kontemporer didalam merumuskan teologi? Kita dapat melihat bahwa<strong>Schleiermacher</strong> berusaha untuk bersikap adil kepada mereka berdua. Baginya tradisiteologi perlu karena ia adalah pengalaman komunitas Kristen pada masa lalu yang perludiuji dengan pengalaman Kristen pada masa kini. Kebudayaan kontemporer itu perluuntuk mengetahui perasaan religius komunitas Kristen masa kini. Maka dapatdisimpulkan bahwa bagi <strong>Schleiermacher</strong> ada unsur-unsur tradisi teologi, kebudayaankontemporer, dan pengalaman religius di dalam berteologi. Namun sumber terutama danjuga kriteria terutama adalah pengalaman religius orang Kristen tersebut. 16Maka semua doktrin-doktrin Kristen berasal dari refleksi terhadap pengalamanatau perasaan kebergantungan mutlak tersebut. Misalnya konsep tentang kekekalan,kemahahadiran, maha kuasa, maha tahu dan penciptaan berasal dari perasaan14 <strong>Schleiermacher</strong>, The Christian Faith 390.15 Claude Welch, Protestant Theology in the Nineteenth Century, Volume 1, 1799-1870 (NewHaven and London: Yale University Press, 1974) 72 dikutip dari Grenz dan Olson, 20-th Theology 46.16 Keith Clements, <strong>Schleiermacher</strong> 46.


7kebergantungan mutlak kepada Allah. Konsep dosal asal, kekudusan dan keadilan Allahberasal dari pemaparan tentang kesadaran terhadap dosa. Doktrin kasih Allah, Kristussebagai penebus, dan pembenaran oleh iman dikembangkan dari kesadaran akan kasihkarunia. 17Bagaimana dengan Alkitab? Alkitab memainkan peranan yang penting di dalamteologi <strong>Schleiermacher</strong> meskipun bukan yang terutama. Doktrin Kristen tidak ditariksecara eksklusif dari Alkitab, melainkan “must be extracted from the Christian religiousself-consciousness, i.e., the inward experience of Christian People.” 18 Alkitab pentingkarena ia mencatat pengalaman religius komunita Kristen mula-mula. Lebih lanjut, PBmencatat kesadaran Yesus akan Allah yang sempurna dan dampaknya bagi komunitaKristen mula-mula. Catatan ini ditujukan bagi komunita Kristen yang selanjutnya.Dengan demikian otoritas Alkitab tidaklah mutlak. Ia hanya berfungsi sebagai model bagisemua usaha orang-orang Kristen untuk menginterpretasi signifikansi Yesus Kristus bagikondisi historis tertentu. 19 Alkitab memiliki otoritas yang relatif bagi teologi Kristen yaitusepanjang dan dimana ia memperlihatkan kesadaran Kristus sendiri akan Allah.Kesadaran ini yang direproduksi di dalam kesadaran umat Kristen. Kesadaran inilah yangmerupakan kriteria terutama di dalam teologi bukan Alkitab.METODE BERTEOLOGI ALISTER McGRATHKekristenan bagi <strong>Alister</strong> McGrath bukanlah sekumpulan pendirian yang tidakjelas terhadap dunia dan manusia. Ia bukan pula sekumpulan perasaan dan emosi yangtidak terstruktur. Kekristenan tidak juga berpusat pada sebuah buku. Tetapi bagi <strong>Alister</strong>McGrath kekristenan berpusat pada: “beliefs about Jesus Christ, which give rise tospecific religious and moral attitudes to God, others human being, and the world. JesusChrist is the beginning, the center, and the end of the Christian message of hope.” 20Dengan demikian Yesus dari Nazaret merupakan pusat dari kekristenan. Ia pula yangmenjadi faktor pencetus dan yang melahirkan doktrin-doktrin. McGrath menjelaskanya:“The precipitating cause of Christian faith and Christian doctrine was and is a man17 Dillenberger dan Welch, Protestant Christianity 187.18 <strong>Schleiermacher</strong>, Christian Faith 265.19 Ibid. 594.20 <strong>Alister</strong> McGrath, Studies in Doctrine (Grand Rapids: Zondervan, 1997) 232.


8named Jesus, who appeared in Palestine in the time of the emperor Tiberius and wascrucified under Roman procurator Pontius Pilate.” 21Yesus Kristus sebagai Pusat KekristenanYesus Kristus mendapatkan posisi sentral ini karena ia merupakan perwujudnyataandan penyataan diri Allah sendiri. Bagi McGrath manusia perlu diberitahu sepertiapakah Allah itu sebenarnya. Allah harus diizinkan untuk mengungkapkan diriNyasendiri dengan demikian membiarkan Allah menjadi Allah. Allah membuat pengetahuantentang diriNya sendiri dapat dijangkau oleh manusia yaitu melalui penyataan diri Allahsendiri. Bagi McGrath penyataan diri Allah ini terfokus pada pribadi dan karya YesusKristus. Yesus Kristus adalah penyataan akan Allah itu sendiri. Melalui Yesus Kristuskita dapat melihat Allah dan mengetahui kehendakNya.Yesus Kristus inilah yang kemudian menjadi sumber historis berdirinya komunitaiman dimana narasi Yesus dari Nazaret menjadi narasi fondasionalnya. Suatu komunitadan suatu narasi fondasional muncul di dalam komunita tersebut berkaitan dengan sejarahYesus tersebut. Yesus sendiri merupakan pribadi yang perlu dijelaskan. McGrathmengatakan: “Jesus is the primary explicandum of Christian Theology.” 22 Komunitaiman yang mula-mula menyadari bahwa Yesus membawa penghakiman ilahi dan juga didalam kematianNya suatu pembaharuan dan pertobatan. Karena itu Ia perlu dijelaskan didalam kerangka bahasa tentang Allah dan kemanusiaan.Alkitab Sebagai Sumber Teologi yang TerutamaKomunita Kristen menempatkan peristiwa tentang Yesus dari Nazaret sebagaikisah yang menentukan pemahaman komunita akan kondisi historis mereka kini danmasa depan mereka. Sikap mereka terhadap kekuasaan, kematian, keputusasaan, semuakondisi historis mereka kini, ditentukan oleh narasi Yesus dari Nazaret. Dengan demikiannarasi Yesus Kristus ini diinterpertasi sebagai suatu kisah yang mendasari eksistensiKristen.21 <strong>Alister</strong> McGrath, The Genesis of Doctrine (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 1990) 1.22 Ibid.


9Narasi ini kemudian ditansmisikan melalui Alkitab. Alkitablah yangmemperantarai Yesus dari Nazaret itu kepada kita. Alkitab adalah palungan dimanaKristus berbaring. Kita hanya dapat mengenal Yesus dari narasi di dalam Alkitab.Dengan demikian ada kaitan erat antara Allah yang berinkarnasi itu dengan Firman Allahdi dalam Alkitab.Namun demikian Alkitab tidaklah identik dengan penyataan diri Allah itu sendiridi dalam Yesus Kristus. Alkitab memang dianggap sebagai suatu sarana untukmenjumpai penyataan diri Allah sendiri di dalam Yesus Kristus. Meski ia memuatpenyataan diri Allah di dalam Kristus, namun ia tidak dapat secara langsungdiidentifikasikan dengan penyatan diri Allah itu sendiri di dalam Yesus Kritus. Alkitabbukan Kristus tetapi kita tidak dapat menjumpai Yesus di luar dari apa yang dinyatakanAlkitab. Bagi McGrath, Alkitab merupakan kesaksian terhadap Yesus Kristus yangdiinspirasikan oleh Roh Kudus. Alkitab datang kepada manusia sebagai firman Allahyang membuktikan dirinya sendiri dan yang meyakinkan. Selain itu, jika kita menerimaotoritas Kristus maka kita juga akan menerima sikap-Nya terhadap Alkitab. Bagi YesusKristus Alkitab merupakan pemberian Allah dan berasal dari Allah. Dengan demikianmaka kita juga harus menerima Alkitab sebagai kitab yang diinspirasikan Allah danberasal dari Allah.Selain menjadi perantara antara Kristus dengan kita, Alkitab juga dianggapsebagai sumber daripada doktrin Kristen. Di sini muncul pertanyaan bagaimana transisidari narasi sampai ke doktrin terjadi?Bagi McGrath narasi Alkitab mengandung dasar atau fondasi yang bersifatinterpretatif yang memberikan petunjuk bagi afirmasi-afirmasi doktrinal. Dasar yangbersifat interpretatif tersebut merupakan kerangka kerja konseptual yang berkaitandengan struktur narasi di dalam Alkitab. Kerangka kerja konseptual inilah yang nantinyamenghasilkan kerangka kerja yang lebih canggih yang adalah doktrin itu sendiri.Kerangka kerja konseptual ini yang kemudian dipakai untuk membaca dan memahaminarasi Alkitab. Dari pembacaan ini kemudian akan dihasilkan kerangka kerja konseptualyang lebih baik. Dengan demikian ada suatu interaksi dinamis antara narasi dan doktrin.


10Dengan menggunakan istilah Piaget, narasi diasimilasikan dengan doktrin dan doktrindiakomodasikan dengan narasi. Ini yang disebut dengan lingkaran hermeneutis. 23Doktrin berfungsi memberikan kerangka kerja konseptual. Narasi diinterpretasimelalui doktrin. Doktrin bukan kerangka kerja yang dipilih secara sembarangan tetapi iadiajukan (meski bersifat sementara) oleh narasi itu sendiri. Doktrin menetapkaninterpretasi tertentu atau spektrum interpretasi mana saja yang tepat terhadap suatu narasidan yang sesuai dengan pemahaman komunita Kristen terhadap dirinya sendiri. Namundoktrin bersifat sekunder sedangkan narasi Alkitab adalah primer.Sumber-Sumber Teologi Yang SekunderDi dalam berteologi masih ada sumber-sumber teologi yang lain selain Alkitab.Hanya sumber-sumber ini bersifat sekunder bagi McGrath. Sumber-sumber tersebutadalah rasio, tradisi, dan pengalaman. 241. Pengalaman.Pengalaman di sini dipahami sebagai kehidupan batiniah seseorang, dimanamelaluinya seseorang menjadi sadar akan perasaan-perasaan dan emosi-emosisubyektifnya. Pengalaman berhubungan dengan dunia pengalaman batiniah dansubyektif seseorang. Dalam hal teologi, pengalaman adalah sesuatu yang penting. Tanpapengalaman, teologi menjadi miskin dan cacat, seumpama rumah kosong yang perlu diisi.Namun bagaimana pendekatan antara teologi dan pengalaman?. Doktrinmerupakan alat untuk menginterpretasi pengalaman karena pengalaman itu sendiri adalahsesuatu yang perlu dijelaskan dan diinterpertasikan. Pengalaman bukan agenpenginterpertasi tetapi ia perlu diinterpertasikan. McGrath sendiri menjelaskan demikian:“experience is the explicandum, rather than the explicans; it is what requires to beinterpreted, rather than the interpreting agent itself.” 25 Doktrin juga mengoreksipengalaman. Fungsi ini muncul karena pengalaman itu sendiri, termasuk pengalamanreligius, merupakan pengalaman yang dapat salah. Sehingga pengalaman perludikoreksi.23 <strong>Alister</strong> McGrath, A Passion for Truth (Downers Grove: IVP, 1996) 112.24 ______, Christian Theology: An Introduction (Oxford: Blackwell, 1994) 151.25 McGrath, A Passion 78.


11Doktrin Kristen memiliki tiga tujuan. Ia berfungsi untuk mengenali pengalaman.Ia berfungsi agar kita dapat mengalami pengalaman dan mengenali pengalaman. Dengandemikian teologi bukan sekedar proposisi yang kering tetapi juga untuk memahamipengalaman dan agar pengalaman tersebut dapat dialami.Kedua ia berfungsi untuk menginterpertasi pengalaman. Sebagai contoh untuk halini McGrath mengtuip perkataan Agustinus yang terkenal yaitu: “Engkau telahmenciptakan kami bagi diriMu sendiri, dan hati kami tidak pernah tenang hingga kamiberistirahat di dalam Engkau.” Di sini ketidakpuasan manusia terhadap hal-hal yangmateri menandakan kerinduan manusia terhadap yang kekal. Perasaan inidiinterpertasikan sebagai kerinduan terhadap Allah. 26Ketiga ia berfungsi untuk mentransformasi pengalaman. Kita tidak hanyadiberitahu bahwa kita orang berdosa tetapi juga perlu pengampunan ilahi danpembaharuan. Maka teologi bukan hanya menginterpretasi pengalaman manusia tetapijuga menunjukkan kondisi manusia dan cara mengubah kondisi tersebut.2. RasioRasio merupakan kemampuan dasar manusia untuk berpikir yang berdasarargumen dan bukti. Secara teologis ia netral dan tidak mengancam iman kecuali jika iadianggap sebagai satu-satunya sumber pengetahuan akan Allah. Sikap seperti ini jatuh kedalam rasionalisme yang secara eksklusif bersandar kepada rasio manusia semata danmenolak untuk mempertimbangkan segala macam penyataan dari Allah. Rasio sendirimerupakan sumber yang penting dalam berteologi. Namun yang menjadi pertanyaanadalah peran apakah yang dimainkan oleh rasio di dalam teologi? Teologi Kristen harusmenggunakan kemampun rasio manusia di dalam memikirkan implikasi-implikasi dariaspek-aspek penyataan Allah. Namun rasio harus berefleksi berdasarkan penyataan dankemudian mencari implikasi-implikasi lebih lanjut dari penyataan Allah tersebut.McGrath menentang penggunaan rasio dari kalangan Pencerahan. Pencerahanberusaha menegakan ilmu, termasuk teologi, semata-mata berdasarkan rasio dan berusahamencari rasio universal yang dapat diterima oleh semua umat manusia. McGrathmenggunakan dekonstruksi sosiologis untuk meruntuhkan rasio universal denganmengatakan bahwa tidak ada rasio universal, dan apa yang rasional bukan dihasilkan26 Ibid., 81.


12semata-mata dari satu metode, misalnya metode ilmiah. Ada jalan-jalan lain kepadakebenaran. McGrath menjelaskan:‘Being reasonable’ is not reducible to a single method, and can easily lead to the‘tyranny of rationality’ trough the assertation that only this way of thingking, oronly this type of argument, has any validity. And, as postmodern writer havestressed, ‘being reasonable’ all too often amounts to a demand to ‘accept my wayof thinking’. 27McGrath bersama dengan pascamodernisme menyatakan bahwa kerangka kerjarasionalitas bersifat terkondisi secara sosial dan historis. Bagi McGrath rasio haruslahmenunjuk kepada kerangka kerja rasionalitas dan kebenaran-kebenaran yang terbuktidengan sendirinya di dalam suatu komunita tertentu di dalam zaman tertentu. Dengandemikian apa yang rasional terbatas di dalam komunita tertentu. Rasio dan penyataantunduk kepada batasan sejarah.3. TradisiTradisi merupakan suatu proses refleksi yang aktif terhadap pemahamanpemahamanteologis dan spiritual. Di dalam proses ini pemahaman-pemahaman teologisdan spiritual tersebut dihargai, dinilai, dan ditransmisikan dari satu generasi ke generasiyang lain. Tradisi merupakan suatu cara memahami Alkitab yang disadari gereja sebagaiyang bertanggungjawab dan dapat dipercayai. Dengan demikian maka tradisi dan Alkitabbukanlah dianggap sebagai dua sumber dari penyataan, tetapi mereka koinheren, salingmelekat satu dengan yang lain. Alkitab, yang kita terima sekarang ini, tidak dapat dibacaseolah-olah ia tidak pernah dibaca oleh generasi-generasi sebelumnya. Alkitab telahdinilai, dibaca, dan dinterpretasi pada masa yang lalu.Tradisi merupakan suatu kesadaran bahwa ada aspek komunal dari iman Kristentermasuk di dalam interpretasi kita terhadap Alkitab. Teologi harus bersedia untuk untukmempertimbangkan pandangan-pandangan mereka yang telah mendahului kita di dalamiman.Prinsip Sola Scriptura dikalangan Reformator tidaklah bertentangan dengankonsep ini. McGrath mengakui hanya Alkitab yang berotoritas. Namun prinsip tersebuttidaklah berarti bahwa Alkitab harus dibaca secara individualistis. Namun prinsip ini mau27 Ibid. 94.


13mengatakan bahwa cara memahami Alkitab yang lama terbuka untuk diperiksa apakahmereka masih dapat disandari atau tidak. 28TITIK TEMU: SUMBER-SUMBER TEOLOGI YANG SAMASetelah melihat penguraian di atas maka dapat kita simpulkan bahwa sumbersumberteologi bagi kedua orang teolog ini sebenarnya sama. <strong>Schleiermacher</strong> tetapmelihat bahwa Alkitab, tradisi Protestan, pengalaman religius, dan rasio penting danperlu adalah perlu bagi usaha berteologi. Demikian pula dengan <strong>Alister</strong> McGrath, darikalangan Evangelikal, tetap melihat bahwa unsur-unsur rasio, tradisi, dan pengalamanreligius dalah sesuatu yang penting di dalam berteologi disamping Alkitab. McGrathtidak beranggapan bahwa hanya Alkitab sebagai sumber satu-satunya di dalamberteologi.Hanya disini yang menjadi perbedaan adalah apa yang menjadi standar utama didalam berteologi. Atau dengan kata lain didalam hirarki norma dalam berteologi manayang primer dan mana yang sekunder. Di sini kedua teolog tersebut berbeda. BagiMcGrath, dari kalangan evangelikal, Alkitab adalah sumber pertama dan memilikiotoritas terutama di dalam berteologi. Alkitab ini yang dipakai untuk mengukur danmenilai sumber-sumber yang lain. Bagi McGrath pengalaman agama tidak dapatdijadikan fondasi berteologi. Karena pengalaman itu sendiri adalah sesuatu yang perludiinterpretasikan. Selain dari itu kata-kata (dalam hal ini doktrin) dapat menunjukanpengalaman dan bagaimana mendapatkan pengalaman itu.Sebaliknya bagi <strong>Schleiermacher</strong> sumber yang terutama dan otoritas yang terutamadi dalam berteologi adalah pengalaman religius yang ditunjukan dengan perasaanbergantung yang mutlak kepada Allah yang contohnya sudah diperlihatkan oleh YesusKristus dari Nazaret. Bagi <strong>Schleiermacher</strong> Alkitab tidak dapat dijadikan sumber terutamabagi teologi dan otoritas terutama dalam berteologi. Karena Alkitab hanyalah catatanmanusia yang dapat salah dan telah diturunkan otoritasnya oleh kritik-kritik Alkitab.Selain daripada itu teologi, jika ingin masih berbicara untuk zaman itu, harusmendasarkan dirinya pada sesuatu yang empiris bukan pada konsep-konsep metafisik28 McGrath. Studies in Doctrine 247.


14yaang sudah ditutup oleh Imanuel Kant. Sesuatu yang empiris itu tentu saja pengalamanmanusia dan bukan Alkitab.Dengan persamaan dan perbedaan di atas maka sulitlah kiranya bagi merekauntuk dapat dipertemukan. Karena sumber terutama dan otoritas terutama di dalamberteologinya berbeda. Pada masa yang akan datang dialog atau diskusi harus dilakukanpada level yang lebih mendalam yaitu di dalam norma tertinggi di dalam berteologi.Dengan kata lain, dialog atau diskusi berkaitan dengan masalah pengalaman dan Alkitabsebagai norma tertinggi di dalam berteologi.METODE BERTEOLOGI YANG BERBEDAMeminjam skema dari Henry E. Lie 29 maka skema dari metode berteologi dariScheleiermacher adalah sebagai berikut:AlkitabPengalamanAgamaTradisiRasioIni merupakan metode berteologi <strong>Schleiermacher</strong>. Pusatnya adalah pengalaman yangbersifat normatif. Di dalam kasus ini adalah perasaan bergantung mutlak kepada Allahatau kesadaran Kristiani. Yang lain seperti Alkitab, tradisi, dan rasio harusdiakomodasikan dengan pengalaman.Sedangkan metode berteologi dari <strong>Alister</strong> McGrath adalah sebagai berikut:29 Henry E. Lie, “Open Particularism: An Evangelical Alternative to Meet the Challenge ofReligious Pluralism in the Asian Context” (Ph. D. diss., Trinity Evangelical Divinity School, 1998) 210-11.Skema ini digunakan oleh Henry Efferin untuk memperlihatkan metode berteologi dari Samartha dan OpenParticularism.


15TradisiAlkitabPengalaman AgamaRasio<strong>Alister</strong> McGrath menempatkan Alkitab pada pusat dari metode berteologi bukan sebagaisatu-satunya sumber dan otoritas tetapi sebagai otoritas primer dan sumber primer.<strong>Metode</strong> ini melibatkan suatu interaksi yang konstan dan hidup dengan pengalaman masakini, tradisi, dan rasio. <strong>Metode</strong> ini merupakan suatu metode yang sadar akanketerkondisian kita secara historis dan kultural, oleh sebab itu berusaha melibatkanpengalaman masa kini di dalam proses merumuskan teologi.PENUTUPDi dalam paper ini kita melihat bahwa ada kesamaan-kesamaan di dalam sumbersumberberteologi di antara kedua teolog tersebut. Sumber-sumber tersebut adalah rasio,Alkitab, tradisi, dan pengalaman. Perbedaan yang mendasar adalah didalam kriteria dansumber terutama. Bagi <strong>Schleiermacher</strong> ia adalah pengalaman yaitu pengalaman religius.Bagi McGrath ia adalah Alkitab.Di dalam semangat ekumenis kiranya perlu dikembangkan dialog yangkonstruktif, bukan hanya antar pemeluk agama yang berbeda, tetapi juga di dalam tradisitradisiKristen yang berbeda. Merupakan suatu ironi bila kita bersedia berdialog dengansesama pemeluk agama tetapi antara sesama tradisi Kristen itu tidak terjadi.Dialog antar tradisi ini tidaklah harus sampai kepada persetujuan untuk samatetapi juga persetujuan untuk berbeda, karena inilah tanda kedewasaan di dalamkepribadian dan di dalam komunita Kristen. Pada masa yang akan datang untukmembangun dialog pada level yang lebih mendalam yaitu pada level norma atau otoritastertinggi di dalam berteologi.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!