“Positive Deviance” Bulletin
“Positive Deviance” Bulletin
“Positive Deviance” Bulletin
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
POSITIVE DEVIANCE<br />
Pendekatan pemecahan masalah masyarakat berbasis masyarakat<br />
(A Community Based Approach to Solving Community Problems)<br />
Vol. I No. 3 Agustus 2004<br />
Dear Readers,<br />
I<br />
t seems that our <strong>“Positive</strong> <strong>Deviance”</strong> <strong>Bulletin</strong><br />
continues to attract interest from many people<br />
who want to learn more about the PD methodology<br />
and it’s application to health issues in Indonesia.<br />
This third edition will introduce you the application<br />
of the PD approach to other health issues.<br />
Several PD implementing agencies in Indonesia<br />
are trying to adapt this methodology to other projects<br />
besides malnutrition in Under 5 children i.e :<br />
anemia for children under five and pregnant<br />
women, trafficking, as well as Posyandu Quality. In<br />
the spirit of sharing let us learn from their experiences.<br />
The number of programs using the PD approach to<br />
address the problem of Under 5 malnutrition is increasing<br />
tremendeously. We all continue to learn<br />
from each other’s experiences through the<br />
Monthly PD Network Meeting and also through this<br />
<strong>Bulletin</strong> in the form of success stories and program<br />
progress statistics. The PD <strong>Bulletin</strong> is posted on the<br />
international website: www.positivedeviance.org.<br />
and is also available in hard or soft copy through<br />
Save the Children US (see box below)This way we<br />
can share our experiences with the global PD<br />
community. This is the main purpose of our bilingual<br />
bulletin rather than as a tool for learning<br />
English and Bahasa Indonesia. Our translations<br />
from one language to the other reflect accuracy<br />
of the information rather than accuracy of the<br />
word for word translation.<br />
APPLYING PD APPROACH TO OTHER ISSUES<br />
I<br />
n addition to addressing malnutrition problems,<br />
Save the Children has experience applying the<br />
PD approach to other issues ie: Breastfeeding in<br />
Vietnam, Maternal and Newborn Care in Pakistan<br />
Pembaca yang Budiman,<br />
T<br />
ampaknya bulletin kita <strong>“Positive</strong> <strong>Deviance”</strong> semakin<br />
menarik minat banyak pihak yang ingin<br />
belajar lebih lanjut mengenai pendekatan PD dan<br />
penerapannya dalam berbagai masalah kesehatan<br />
di Indonesia. Edisi ketiga ini akan memperkenalkan<br />
penerapan pendekatan PD terhadap masalah kesehatan<br />
lainnya. Beberapa lembaga pelaksana PD di<br />
Indonesia sedang melaksanakan pendekatan ini<br />
pada proyek lain selain masalah malnutrisi pada<br />
anak balita seperti: anemia pada anak balita dan<br />
ibu hamil, perdagangan gelap anak perempuan<br />
serta kualitas Posyandu. Dalam semangat saling bagi<br />
pengalaman, marilah kita belajar dari pengalaman<br />
mereka.<br />
Jumlah program yang menggunakan pendekatan<br />
PD untuk mengatasi masalah kurang gizi pada anak<br />
balita sedang berkembang sangat pesat. Kita semua<br />
terus belajar dari pengalaman satu sama lain<br />
melalui pertemuan bulanan Jejaring PD dan juga<br />
melalui buletin dalam bentuk ceritera sukses dan statistik<br />
perkembangan program. Buletin PD ini dapat<br />
diakses pada website internasional:<br />
www.positivedeviance.org. dan juga dapat diperoleh<br />
melalui Save the Children US (lihat alamat dibawah<br />
ini). Dengan cara ini kita dapat membagi pengalaman<br />
dengan masyarakat PD global. Inilah tujuan<br />
utama dari buletin dua bahasa ini dari pada<br />
sebagai alat belajar Bahasa Inggeris dan Indonesia.<br />
Terjemahan dari satu bahasa ke bahasa lainnya lebih<br />
menunjukkan ketepatan informasi dari pada ketepatan<br />
kata per kata.<br />
PENERAPAN PENDEKATAN PD PADA MASALAH LAIN<br />
isamping upaya penanggulangan masalah<br />
D kurang gizi, Save the Children telah berpengalaman<br />
menerapkan pendekatan PD pada masalah lain<br />
seperti : Pemberian ASI (Air Susu Ibu) di Vietnam, Pe-<br />
EDITORIAL<br />
Staff Redaksi / Editorial Staff : Sam Nuhamara; Evie Woro; Ronald Gunawan; Caroline Butar-Butar; Maria Aruan; Randa Wilkinson; Vanessa<br />
Dickey. Layout : Aditias Alamat Redaksi/Contact Adress : Save the Children US. Jl. Wijaya II No 36 Jakarta Selatan.12160 Telp.(021)72799570<br />
Fax : (021)72799571 e-Groups :pdnetworkindo@yahoogroups.com<br />
1
and Female Genital Circumcision in Egypt, and<br />
child trafficking, Posyandu performance and<br />
condom use among transvestites in Indonesia.<br />
Some other INGOs in Indonesia are now piloting<br />
the PD approach to address anemia, TB, and<br />
high risk pregnancies. Below are the some experiences<br />
we would like to share to you.<br />
meliharaan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di<br />
Pakistan, sunatan anak perempuam di Mesir, perdagangan<br />
gelap anak, kinerja Posyandu dan penggunaan<br />
kondom pada kelompok Waria di Indonesia.<br />
.Beberapa LSM Internasional di Indonesia saat ini sedang<br />
uji coba pendekatan PD untuk menanggulangi<br />
masalah anemia, TB dan kehamilan resiko tinggi.<br />
Dibawah ini adalah beberapa pengalaman yang<br />
ingin kami ceriterakan.<br />
PD for Anemia Rehabilitation<br />
By Erlyn Sulistiyaningsih/ Mercy Corps<br />
igh prevalence of anemia (70.6%, HKI 2001)<br />
H among children under 5 in Mercy Corps areas<br />
in Jakarta encouraged the Mercy Corps Hearth Program<br />
to conduct an anemia rehabilitation pilot project<br />
using the PD/Hearth approach. The selected<br />
pilot project site is RW 3 in Kelurahan Galur where<br />
Mercy Corps has been conducting malnutrition rehabilitation<br />
in another RW. According to a baseline<br />
study that identified children among 6 month – 36<br />
months suffering from anemia, 53.4% of a total of<br />
58 children are anemic, of which 24.1% suffer mild<br />
anemia and 29.3% suffer moderate anemia. The<br />
baseline study was conducted together with<br />
SEAMEO which has access to the Hemoglobin test<br />
the HemoCue B-Hemoglobin photometer.<br />
We informed the community of the baseline study<br />
result and provided information about the ramifications<br />
this has on children’s health and development.<br />
The community realized that this is a big problem for<br />
them and should be addressed immediately. Then<br />
we introduced the PD/Hearth approach to solve<br />
the problem and the community agreed to use this<br />
method and they fully support the implementation<br />
in order to free their children from anemia. Mercy<br />
Corps provided PD training to Posyandu cadres.Together<br />
with Mercy Corps assistance, those<br />
cadres have taken an active role in implementing<br />
the PD methodology step by step which is guided<br />
by the 3 goals as follows:<br />
• Rehabilitate Anemia TODAY<br />
• Maintain rehabilitation with practice at home<br />
• Prevent anemia in the future<br />
Because it is a new application for Mercy Corps as<br />
well as for the community RW 3 Galur, the learning<br />
process has been gradual but continous. The transition<br />
from a traditional nutrition program to incorporating<br />
the PD approach has raised the awareness<br />
of the cadres that they are learning a lot and that<br />
this process is interesting and useful. Their active<br />
participation in doing the PD steps; define the problem,<br />
determine wealth ranking, determine if there<br />
are PD families, discover common habits and PD<br />
behaviors and design an anemia rehabilitation program<br />
has enabled them to understand PD/Hearth<br />
PD untuk Rehabilitasi Anemia<br />
Oleh Erlyn Sulistyaningsih/Mercy Corps<br />
T<br />
ingginya prevalensi anemia (70,6%, HKI 2001) pada<br />
anak balita di wilayah kerja Mercy Corps di Jakarta<br />
mendorong Program Hearth Mercy Corps melakukan<br />
proyek uji coba Rehabilitasi Anemia dengan menggunakan<br />
pendekatan PD dan Pos Gizi. Sebagai wilayah<br />
uji coba, yang terpilih adalah RW 3 Kelurahan Galur<br />
dimana pada saat itu Mercy Corps juga sedang melakukan<br />
program rehabilitasi kurang gizi di RW yang lain.<br />
Berdasarkan hasil survey data awal telah diidentifikasi<br />
bahwa penderita anemia pada anak usia 6 bulan – 3<br />
tahun mencapai 53.4% dari total 58 anak. Dari jumlah<br />
penderita anemia tersebut, sekitar 24.1% adalah<br />
penderita anemia ringan dan 29.3% adalah penderita<br />
anemia sedang. Studi data awal tersebut dilakukan<br />
dengan bekerja sama dengan SEAMEO dan dalam pemeriksaan<br />
kadar Hb menggunakan HemoCue B-<br />
Hemoglobin photometer.<br />
Hasil studi tersebut disampaikan kepada masyarakat<br />
setempat, dan diberi pemahaman mengenai dampak<br />
anemia terhadap kesehatan dan perkembangan<br />
anak-anak. Masyarakat mulai menyadari sebagai suatu<br />
masalah besar yang harus segera diatasi. Setelah<br />
diperkenalkan metode PD dan Pos Gizi untuk mengatasi<br />
permasalahan ini, masyarakat RW 3 Galur setuju penerapan<br />
metode ini dan mereka akan membantu sepenuhnya<br />
agar anak-anak mereka dapat terbebas<br />
dari anemia. Setelah itu, Mercy Corps melakukan pelatihan<br />
PD dan Pos Gizi kepada para kader posyandu.<br />
Atas bimbingan Mercy Corps, para kader berperan aktif<br />
dalam melakukan pendekatan PD ini langkah demi<br />
langkah dengan mengacu pada 3 tujuan yang akan<br />
dicapai yaitu :<br />
• Rehabilitasi Anemia yang terjadi HARI INI<br />
• Mempertahankan rehabilitasi dengan PRAKTEK di<br />
rumah<br />
• Mencegah terjadinya anemia di masa yang akan<br />
datang<br />
Berhubung hal ini merupakan suatu hal yang baru baik<br />
untuk Mercy Corps maupun masyarakat RW 3 Galur,<br />
maka proses pembelajaran berjalan tahap demi tahap<br />
tetapi terus-menerus. Peralihan dari program gizi tradisional<br />
menuju pendekatan PD telah menimbulkan<br />
kesadaran para kader bahwa ternyata banyak pelajaran<br />
baru yang menarik dan berguna yang mereka<br />
peroleh. Keikutsertaan kader secara aktif dalam setiap -<br />
langkah PD seperti: merumuskan permasalahan, menentukan<br />
peringkat kesejahteraan, memastikan<br />
2
in the implementation. According to the findings<br />
from the Positive Deviance Inquiry to PD families, we<br />
found some special behaviors that enable their children<br />
to not suffer from anemia. Those behaviors<br />
are:<br />
• Consume vegetables and fruit that are rich in<br />
Vitamin A and C such as carrots, green vegetables,<br />
papaya and oranges.<br />
• Consume small salty fish, rebon, beans, tempe,<br />
fish, and egg<br />
• Do not drink coffee<br />
• Do not drink tea during meals<br />
• Deworm regularly<br />
• Complete immunization<br />
• Practice good hygiene such as cutting fingers<br />
nails and washing hands with soap before eating<br />
In March 2004, one anemia rehabilitation center<br />
opened and all the involved cadres managed the<br />
center by taking turns. This enabled them to learn<br />
how to manage the rehabilitation center. They have<br />
more skills to manage their own rehabilitation centers<br />
The rehabilitation center runs for 10 days and is off for<br />
2 weeks each month. During the off days, the participants<br />
are encouraged to practice at home what<br />
they have learned at the center. The cadres also<br />
conduct home visits. The purpose of the home visit is<br />
to motivate the participants to practice new behaviours<br />
learned during the 10 days at the center and to<br />
help them solving some problems encountered in<br />
terms of practicing the new behaviors. Beside cadres’<br />
and participants’ contribution, other community<br />
members also provide contributions organized by<br />
local leaders (RTs and RW). They collected money to<br />
complete ingredients and supplies needed during<br />
the program.<br />
Those PD behaviors are practiced in the anemia rehabilitation<br />
center to enable the mothers who have<br />
anemic children to learn those behaviors and practice<br />
them at home until they become a habit. This<br />
behavior change will free their children from suffering<br />
from anemia. In addition, Mercy Corps provides<br />
60<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
58<br />
42<br />
0<br />
47<br />
37<br />
11<br />
H1-Anemia H10-Anemia 1st month 2nd month<br />
42<br />
33<br />
26<br />
apakah ada keluarga PD, menemukan kebiasaan<br />
umum masyarakat dan perilaku PD serta turut aktif<br />
dalam merancang program perbaikan anemia,<br />
membuat para kader dapat lebih memahami proses<br />
pelaksanaan pendekatan PD dan Pos Gizi. Dari hasil<br />
Penyelidikan PD, ternyata banyak ditemukan perilakuperilaku<br />
khusus dari keluarga PD yang membuat anak<br />
mereka tidak menderita anemia. Perilaku tersebut diantaranya<br />
adalah:<br />
• Sering mengkonsumsi sayuran dan buah yang<br />
kaya vitaman A dan C seperti wortel, sayuran hijau,<br />
pepaya, dan jeruk;<br />
• Sering mengkonsumsi teri, rebon, kacangkacangan,tempe,<br />
ikan, dan telur;<br />
• Anak tidak diberi kopi<br />
• Anak tidak diberi minum teh pada waktu makan<br />
• Anak diberi obat cacing secara teratur<br />
• Imunisasi lengkap<br />
• Ibu rajin menjaga kebersihan anak seperti gunting<br />
kuku, cuci tangan dengan sabun sebelum makan<br />
Pada bulan Maret 2004, dibuka satu pos rehabilitasi<br />
anemia dan semua kader terlibat secara aktif<br />
mengelola pos ini secara bergantian. Hal ini memungkinkan<br />
mereka belajar mengelola pos rehabilitasi.<br />
Mereka akan lebih terampil dalam mengelola sendiri<br />
pos rehabilitasi. Pos Rehabilitasi berlangsung selama<br />
10 hari, kemudian libur selama 2 minggu setiap bulan.<br />
Dalam masa libur ini, peserta diharapkan dapat mempraktekan<br />
apa yang telah dipelajari di pos rehabilitasi<br />
sedangkan para kader melakukan kunjungan rumah.<br />
Tujuan dari kunjungan rumah adalah memotivasi peserta<br />
untuk mempraktekan perilaku baru yang dipelajari<br />
selama 10 hari di pos dan membantu mengatasi<br />
hambatan dalam mempraktekan perilaku baru tersebut.<br />
Selain kontribusi dari kader dan peserta, anggota<br />
masyarakat lain juga memberikan kontribusinya yang<br />
digerakan oleh tokoh masyarakat setempat (RT dan<br />
RW). Mereka mengumpulkan iuran/dana untuk<br />
melengkapi bahan makanan dan perlengkapan yang<br />
dibutuhkan selama program.<br />
Perilaku-perilaku PD tersebut diatas dipraktekkan<br />
dalam pos rehabilitasi anemia untuk memampukan<br />
para ibu yang anaknya anemia dapat belajar perilaku-perilaku<br />
tersebut dan mempraktekkannya di<br />
rumah hingga<br />
menjadi suatu<br />
56<br />
kebiasaan. Terjadinya<br />
perubahan<br />
perilaku<br />
tersebut akan<br />
mild<br />
membebaskan<br />
anak-anak<br />
moderate<br />
22 22<br />
mereka dari<br />
normal anemia.<br />
Disamping itu<br />
Mercy Corps<br />
memberikan<br />
Grafik 1 : Perkembangan Status Anemia di Galur /Graph 1 Progress on Anemia Status in Galur.<br />
suplemen zat<br />
besi berupa<br />
sirup kepada<br />
anak–anak anemia<br />
dengan<br />
3
iron supplements to those anemic children with prevention<br />
dosage during rehabilitation. During the first<br />
two week session, an important message needed to<br />
be emphasized to the participants’ mothers. The children’s<br />
rehabilitation is due to new behaviors and not<br />
only due to the iron supplement.<br />
Two weeks later a 2 nd center opened and other cadres<br />
started to manage their own rehabilitation center.<br />
In the first circle, 19 children participated in the<br />
program representing 58% with mild anemia and 42%<br />
with moderate anemia. After 10 days, 11% were rehabilitated<br />
and mild and moderate anemia decreased<br />
to 47% and 37% as described in graph 1.<br />
Of course rehabilitation should be maintained during<br />
caring at home by practicing new behaviors. Cadres<br />
conducted home visits to encourage mothers to<br />
practice the new behaviors. After 2 weeks off, the<br />
percentage of rehabilitated children increase to<br />
26.3%, meanwhile mild and moderate anemia decreased<br />
to 42.1% and 31.5% as illustrated in the<br />
graph below. This data reflects behavior change<br />
among participants since they started to practice PD<br />
behaviors at home.<br />
The activities are facilitated by the village midwife.<br />
During the session, a village midwife facilitates the<br />
antenatal care, weighing, monitoring, TT immunizadosis<br />
preventif selama program rehabilitasi. Selama<br />
sesi dua minggu pertama suatu pesan penting perlu<br />
ditekankan kepada para ibu peserta program bahwa<br />
rehabilitasi anaknya adalah disebabkan oleh perilaku<br />
baru dan bukan hanya karena suplemen sirup zat<br />
besi.<br />
Dua minggu kemudian Pos kedua dibuka dan kader<br />
lain mulai mengelola pos rehabilitasi mereka sendiri.<br />
Pada periode pertama sejumlah 19 anak mengikuti<br />
program dimana 58% menderita anemia ringan dan<br />
42% menderita anemia sedang. Setelah 10 hari,11 %<br />
diantaranya menjadi pulih, sementara anemia ringan<br />
dan sedang menurun masing-masing menjadi 47%<br />
dan 37% seperti yang digambarkan pada grafik 1.<br />
Tentu saja usaha rehabilitasi ini harus diteruskan selama<br />
perawatan di rumah dengan mempraktekkan<br />
perilaku baru. Para kader melakukan kunjungan<br />
rumah untuk mendorong para ibu mempraktekkan<br />
perilaku baru. Setelah 2 minggu libur, persentase anak<br />
yang normal meningkat menjadi 26.3%, sementara<br />
anemia ringan dan sedang menurun masing-masing<br />
menjadi 42.1% dan 31.5%. Data ini menunjukkkan terjadinya<br />
perubahan perilaku pengasuh peserta program<br />
karena mempraktekkan perilaku-perilaku PD<br />
dirumah.<br />
PD for High Risk Pregnancies<br />
By Maria - CARE<br />
OME (Center for Mother Education) project is<br />
C designed to reduce the risks of delivery for<br />
high risk pregnancies in Kapuas and Pulang Pisau<br />
district in Central Kalimantan. CARE, in colloboration<br />
with the local Community Health Center, conducted<br />
a PDI (Positive Deviance Inquiry) on feeding,<br />
health seeking and caring practices among<br />
pregnant women. The findings of the PDI included<br />
“daily morning<br />
walk/exercise” and “more<br />
attention by their husband<br />
during pregnancy’. The<br />
project started in January<br />
2004 with PD training for<br />
local health staff and<br />
cadres. The project now<br />
covers 11 villages in two<br />
districts with the total total<br />
number of participants<br />
132 pregnant women.<br />
Each group consists of 6-8<br />
participants attending the<br />
centers for 3 days (2 hours<br />
per day) per month and<br />
each participant being<br />
advised to attend 3 times<br />
during pregnancy.<br />
COME activities in Kalimantan/Kegiatan COME di Kalimantan<br />
PD pada Ibu Hamil Resiko Tinggi<br />
Oleh Maria - CARE<br />
royek COME ( Center for Mother Education) dirancang<br />
untuk mengurangi resiko melahirkan dari<br />
P<br />
kehamilan beresiko tinggi di Kabupaten Kapuas dan<br />
Pulang Pisau-Kalimantan Tengah. CARE bekerjasama<br />
dengan Puskesmas setempat melakukan penyelidikan<br />
PD mengenai kebiasaan makan dan mendapatkan<br />
pelayanan kesehatan dari para ibu hamil. Hasil temuan<br />
penyellidikan PD meliputi : “kebiasaan<br />
jalan/senam setiap pagi”<br />
dan “lebih banyak perhatian<br />
suami selama kehamilan”.<br />
Proyek ini dimulai<br />
pada bulan Januari 2004<br />
dengan diawali dengan<br />
pelatihan PD bagi staf kesehatan<br />
dan kader setempat.<br />
Proyek ini melayani 11<br />
desa di dua kabupaten<br />
dengan jumlah peserta 132<br />
ibu hamil. Setiap kelompok<br />
terdiri dari 6-8 orang<br />
menghadiri pos ibu hamil (2<br />
jam perhari) per bulan dan<br />
setiap peserta diminta<br />
mengikuti program ini sebanyak<br />
3 kali selama kehamilan.<br />
Aktifitas kelompok difasilitasi oleh bidan desa. Selama<br />
sesi berlangsung, bidan desa melakukan pemeriksaan<br />
kehamilan, penimbangan, monitoring, imunisasi<br />
TT, mengukur tekanan darah, promosi tablet besi.<br />
4
tion, blood pressure, promotion of iron tablets,<br />
group savings for delivery and supplemental feeding,<br />
as well as exercise which was discovered to be<br />
a PD behavior. The participants bring food contributions<br />
which are locally available and prepare meals<br />
together with the other participants.<br />
Senam hamil, tabulin (tabungan ibu bersalin), pemberian<br />
makanan tambahan dan senam yang ditemukan sebagai<br />
perilaku PD. Kegiatan COME di Kalimantan<br />
Setiap peserta membawa kontribusi bahan makanan<br />
yang tersedia local serta menyiapkan makanan secara<br />
bersama-sama.<br />
Is the PD Program Sustainable?<br />
By Dewi Saparini – PCI<br />
y design, the PD approach should be sustainable<br />
because new behaviors are internalized<br />
B<br />
and continue after the PD NERS (Positive Deviance<br />
Nutrition Education and Rehabilitation Session)<br />
ends. The PD NERP (Positive Deviance Nutrition Education<br />
and Rehabilitation Program) not only<br />
changes the behaviors of individual families, but<br />
also changes how a community perceives malnutrition<br />
and their ability to change the situation, if necessary,<br />
with only local inputs. PCI has proven that<br />
this methodology works. After PCI ended its material<br />
support at the<br />
end of March 2004,<br />
the two different<br />
communities in<br />
Tanah Tinggi and<br />
Cengkareng Barat<br />
respectively took<br />
over the responsibility<br />
of providing financial<br />
support for the<br />
three existing NERS.<br />
The two RW Health<br />
Committees succeded<br />
in convincing<br />
their community<br />
leaders, RW staff and<br />
local potential donors<br />
through community<br />
meetings and<br />
door to door visits.<br />
When Ibu Amran (Health Committee) and Ibu Evie (<br />
a volunteer ) from Tanah Tinggi promoted the PD<br />
NERP to the community leader and local potential<br />
donors, they received positive support from the local<br />
leaders as well as some money and were asked<br />
whether they needed other food contributions.<br />
Pertemuan masyarakat membahas program keberlanjutan Pos Gizi di Tanah<br />
Tinggi/Community meeting for PD-NERS sustainability in Tanah Tinggi<br />
The 13 RT in RW 07 Cengkareng Barat are committed<br />
to providing Rp 10,000,- respectively on a<br />
monthly basis. In the first month the committee succeeded<br />
in collecting a total of Rp 210,00,- enough<br />
to conduct 2 NERS with 15 malnourished children<br />
under 3 years old per NERS. In RW 08 - Tanah Tinggi<br />
each RT donated between Rp 10,000 – 30,000 on a<br />
voluntary basis and succeeded in having enough<br />
funding to conduct 1 NERS with 10 participants.<br />
These two communities have completed 2 PD NERS<br />
with their own resources and they have asked PCI<br />
Apakah Program PD Berkelanjutan<br />
Oleh Dewi Saparini - PCI<br />
ada dasarnya, pendekatan PD seharusnya berkesinambungan<br />
karena perilaku baru di-praktekan<br />
P<br />
terus menerus setelah kegiatan PD-Pos Gizi. Program<br />
Pemulihan dan Pendidikan Gizi dengan metode PD,<br />
tidak hanya merubah perilaku keluarga secara individu,<br />
tetapi juga merubah cara berpikir masyarakat terhadap<br />
masalah kekurangan gizi dan bagaimana menggunakan<br />
kemampuan mereka sendiri untuk merubah<br />
situasi tersebut sedapat mungkin hanya dengan bahanbahan<br />
setempat. PCI telah membuktikan bahwa<br />
pendekatan ini menjamin kesinambungan. Setelah PCI<br />
mengakhiri bantuan material<br />
pada akhir Maret<br />
2004, dua kelompok<br />
masyarakat di Tanah<br />
Tinggi dan Cengkareng<br />
Barat masing-masing<br />
mengambil alih tanggung<br />
jawab dalam meyediakan<br />
dana penyelenggaraan<br />
3 Pos Gizi yang<br />
ada. Dua Tim Kesehatan<br />
RW berhasil meya-kinkan<br />
tokoh masyarakat<br />
mereka, pengurus RW/RT<br />
dan donor lokal potensial<br />
melalui pertemuan<br />
masyarakat maupun kunjungan<br />
kerumah-rumah.<br />
Ketika Ibu Amran (Tim Kesehatan<br />
RW) dan Ibu Evie<br />
(seorang kader) dari<br />
Tanah Tinggi mempromosikan program PD-Pos Gizi<br />
kepada tokoh masyarakat dan donor lokal potensial ,<br />
mereka sangat mendukung dan langsung menyumbangkan<br />
dana bahkan menanyakan apakah mereka<br />
dapat menyumbang dalam bentuk bahan makanan<br />
lain.<br />
Tiga belas RT di RW 7 Cengkareng Barat bertekad memberi<br />
iuran bulanan masing-masing sebesar Rp 10.000,-<br />
Pada bulan pertama mereka berhasil mengumpulkan<br />
dana sebesar Rp 210.000,-yang cukup untuk membiayai<br />
penyelenggaraan 2 Pos Gizi dengan peserta 15 anak<br />
batita kurang gizi per pos. Di RW 08 – Tanah Tinggi<br />
setiap RT menyumbang antara Rp 10.000 – Rp 30.000.,<br />
berdasarkan kemampuan masing-masing dan dianggap<br />
memadai untuk mendanai penyelenggaraan 1 Pos<br />
Gizi dengan jumlah 10 peserta<br />
Kedua kelompok masyarakat tersebut telah menyelesaikan<br />
2 sesi Pos Gizi dengan menggunakan sumber<br />
5
to only provide technical support. The two RW<br />
health committees are committed to being accountable<br />
and managing the donations and establishing<br />
a reporting mechanism to the community<br />
forum on monthly basis.<br />
daya mereka sendiri dan mereka hanya meminta<br />
bantuan teknis dari PCI. Kedua Tim Kesehatan RW<br />
bertekad untuk mengelola donasi masyarakat secara<br />
bertanggung jawab dan mengembangkan<br />
suatu mekanisme pelaporan kepada masyarakat<br />
dalam forum pertemuan bulanan.<br />
A<br />
PD Posyandu Orientation<br />
By Randa Wilkinson – SC<br />
3 day Orientation training in Positive Deviance<br />
was conducted by Jerry Sternin, Nanang Sunarya,<br />
and Randa Wilkinson to orient DHO and<br />
Puskesmas staff from Cianjur in how to apply the PD<br />
Approach to Posyandu Performance and Goiter.<br />
Participants included staff from the Cianjur DHO<br />
departments of Community Mobilization, Vaccinations,<br />
Nutrition, and Health Services, Puskesmas staff<br />
from several sub districts, Mercy Corps PD team<br />
members; Vanessa Dickey and Pak Ma’ad and Pak<br />
Solet, the village secretary from Makasari, Naringgul<br />
where a PD goiter pilot project will begin later in the<br />
year.<br />
Pak Jerry facilitated the first morning with<br />
stories and power points about Positive Deviance,<br />
and coached everyone in the correct process for<br />
using this approach. The<br />
participants then broke up<br />
into small groups to find PD<br />
situations in their own lives<br />
not related to nutrition.<br />
The task was to define exactly<br />
what the problem is<br />
and what the desired outcome<br />
would be. This first<br />
step- DEFINE is sometimes<br />
quite difficult to articulate.<br />
After presenting back to<br />
the whole group, we then<br />
looked at Posyandu performance.<br />
What is the<br />
problem? After much debate,<br />
the following definition<br />
was agreed upon by<br />
the group –<br />
PROBLEM: Lack of<br />
ownership of poysandu by<br />
the community leads to<br />
decreased participation,<br />
lack of support by community,<br />
leaders, other sectors<br />
and to lack of quality services.<br />
POSITIVE OUTCOME: Community has sense<br />
of ownership of posyandu which is demonstrated<br />
by high participation, quality health services being<br />
provided, and support from community, leaders,<br />
health and other officials.<br />
The next step in the orientation workshop<br />
was to discover if there were any PD Posyandus.<br />
Out of the 2295 posyandu being run in the district of<br />
Penimbangan dilakukan oleh ibu dan kader /<br />
Weighing done by mother and cadres<br />
Orientasi PD Posyandu<br />
Oleh Randa Wilkinson – SC<br />
uatu pelatihan orientasi 3 hari mengenai Positive<br />
Deviance telah dilaksanakan oleh Jerry<br />
S<br />
Sternin, Nanang Sunarya dan Randa Wilkinson sebagai<br />
orientasi Dinkes dan staf Puskesmas Cianjur<br />
dalam hal penerapan pendekatan PD pada kinerja<br />
Posyandu dan gondok. Peserta orientasi terdiri dari<br />
staf Dinkes Cianjur yang mewakili departemen Mobilisasi<br />
Masyarakat, vaksinasi, Gizi, dan Pelayanan<br />
Kesehatan, staf Puskesmas dari beberapa kecamatan;<br />
anggota tim PD Mercy Corps : Vanessa Dickey,<br />
Pak Ma’ad dan Pak Solet; sekretaris desa Makasari,<br />
Naringgul dimana pilot proyek Gondok PD akan<br />
dimulai pada akhir tahun ini.<br />
Pak Jerry memfasilitasi sesi pagi hari pertama dengan<br />
ceritera dan presentasi slide mengenai PD,<br />
dan membimbing setiap orang kedalam proses<br />
yang benar bagi penerapan<br />
pendekatan ini.<br />
Para peserta dibagi dalam beberapa<br />
kelompok untuk menemukan<br />
situasi PD dalam kehidupan<br />
mereka yang tidak ada hubungannya<br />
dengan gizi. Tugas kelompok<br />
adalah menentukan secara<br />
tepat apa masalah yang dihadapi<br />
dan apa hasil yang ingin dicapai.<br />
Langkah pertama ini –<br />
MENENTUKAN –kadangkala sulit<br />
dipahami. Setelah presentasi kembali<br />
dihadapan semua kelompok,<br />
kemudian melihat pada kinerja Posyandu.<br />
Apa masalahnya? Setelah<br />
berdebat panjang lebar, akhirnya<br />
menyepakati definisi sebagai berikut<br />
:<br />
MASALAH : masyarakat kurang<br />
merasa memiliki Posyandu, menyebabkan<br />
berkurangnya partisipasi,<br />
dukungan dari masyarakat, tokoh<br />
masyarakat, sector lain dan menurunnya<br />
kualitas pelayanan.<br />
HASIL POSITIVE : masyarakat merasa<br />
memiliki Posyandu yang ditunjukkan<br />
oleh partisipasi yang tinggi, pelayanan yang<br />
berkualitas dan dukungan masyarakat, tokoh<br />
masyarakat, petugas kesehatan maupun sektor<br />
lainnya.<br />
Langkah berikut dalam lokakarya ini adalah menemukan<br />
apakah ada Posyandu PD, yang dimiliki<br />
6
Cianjur, there are 27 that meet the criteria of providing<br />
the community with the desired services, reflected<br />
in a consistent monthly attendance rate for<br />
growth monitoring activities of over 90%, and quality<br />
health services.<br />
The 2nd day of the training the participants<br />
spent studying and learning from two Posyandu taking<br />
place that morning, one was in a rural setting,<br />
and the other in the city of Cipanas. Posyandu PD<br />
observations included; pre and post natal care;<br />
growth monitoring, immunization, community mobilization.<br />
PD Posyandu behaviors identified by the<br />
participants included – direct and immediate results<br />
of KMS (growth monitoring) are communicated to<br />
the mother or care giver, the KMS cards are kept by<br />
the family and not by the kaders, the religious leaders<br />
announcing the Posyandu dates and immunization<br />
dates to the community, and the Bidans consult<br />
with pregnant women in a semi private area.<br />
The third day of training was spent on action<br />
plans for the participants. Because this was an orientation,<br />
before the participants can implement a<br />
program on Posyandu performance they need to<br />
prepare their communities and receive more training<br />
and technical assistance. The awareness of PD<br />
examples in everyone’s lives provided the participants<br />
with “new eyes” for program development.<br />
oleh masyarakat. Dari 2.295 posyandu yang ada di<br />
kabupaten Cianjur, ada 27 posyandu yang memenuhi<br />
kriteria menyediakan pelayanan yang diinginkan<br />
oleh masyarakat, dengan melihat angka<br />
kehadiran bulanan yang konsisten mengikuti<br />
Posyandu lebih dari 90%.<br />
Hari kedua lokakarya, para peserta belajar dari 2 Posyandu<br />
yang berjalan pagi hari, satu dari daerah<br />
pedesaan dan satu lagi dari daerah perkotaan di<br />
Cipanas. Observasi Posyandu PD mencakup : pemeriksaan<br />
kehamilan dan setelah melahirkan; penimbangan,<br />
imunisasi, dan mobilisasi masyarakat.<br />
Praktek Posyandu PD yang diidentifikasi peserta<br />
adalah : hasil penimbangan pada KMS dikomunikasikan<br />
kepada ibu atau pengasuh anak secara langsung<br />
dan segera, KMS disimpan oleh ibu dan bukannya<br />
kader, tokoh agama mengumumkan hari<br />
posyandu dan imunisasi kepada masyarakat, dan<br />
Bidan melakukan pemeriksaan kehamilan di tempat<br />
yg semi tertutup.<br />
Hari ketiga digunakan untuk menyusun rencana<br />
kerja dari para peserta. Karena hal ini baru merupakan<br />
orientasi, maka sebelum peserta dapat melaksanakan<br />
program kinerja Posyandu mereka harus<br />
menyiapkan masyarakat mereka dan menerima pelatihan<br />
dan bantuan teknis. Kesadaran terhadap<br />
contoh PD dari kehidupan masing-masing peserta<br />
akan “membuka mata” mereka bagi pengembangan<br />
program.<br />
SUCCESS STORY<br />
KISAH KEBERHASILAN<br />
Reducing Costly Snacking<br />
By Maria (CARE)<br />
srudin (Aas), a 37 month old little boy from<br />
A Longkali, East Kalimantan, was identified as<br />
being moderately malnourished at the beginning of<br />
NERS; He weighed 11.8 kg and his young mother<br />
Dursti (18 years old) usually spent Rp 5,000 to Rp<br />
10,000,- per day just to buy CHIKI snacking for Aas.<br />
Most of the mothers in Longkali are “rubber tapper”<br />
and they would prefer to earn money and provide<br />
snacking money rather than care for and provide<br />
affection to their children. Some mothers say “ my<br />
child is very difficult to feed taking too much time<br />
to feed” and the mother would preferred going to<br />
the field to earn money, “rubber tapp”<br />
After attending 2 PD NERS of 12 days, Dursti looks<br />
differently on caring for Aas. Now she always<br />
washes her hands and Aas’s hands with soap before<br />
feeding Aas whereas she often forgot before.<br />
She is trying to actively feed her child now whereas<br />
before she was impatient when Aas ran away. She<br />
now only spends Rp 3000,- over 2-3 days on snacks<br />
compared to Rp 5,000-Rp 10,000 per day before.<br />
A<br />
Mengurangi Jajanan Mahal<br />
By Maria (CARE)<br />
srudin (Aas),seorang bocah laki-laki usia 37 bulan<br />
dari Longkali, Kalimantan Timur, diidentifikasi<br />
sebagai anak kurang gizi sedang pada awal mengikuti<br />
Pos Gizi; Berat Badannya 11,8 kg dan ibunya<br />
yang masih muda berusia 18 tahun biasanya<br />
menghabiskan Rp 5000,- sampai Rp 10,000,- per hari<br />
hanya untuk membeli jajanan CHIKI untuk Aas. Kebanyakan<br />
ibu-ibu di Longkali adalah “penyadap karet”<br />
dan mereka lebih cenderung mencari uang dan<br />
memberikan uang jajan dari pada merawat dan<br />
memberi kasih sayang kepada anaknya. Beberapa<br />
ibu mengatakan bahwa “anak saya sangat sulit<br />
makan” menghabiskan banyak waktu untuk<br />
menyuapinya dan para ibu lebih suka pergi ke<br />
ladang untuk menyadap karet yang mendatangkan<br />
uang.<br />
Setelah mengikuti 2 sesi Pos Gizi (12 hari per sesi),<br />
Dursti kelihatan berbeda dalam hal mengasuh Aas.<br />
Dia selalu mencuci tangannya maupun tangan Aas<br />
dengan sabun sebelum memberi makan Aas dimana<br />
sebelumnya dia sering lupa melakukannya.<br />
7
Dursti no longer buys CHIKI but chooses more<br />
healthy snacks. Aas is no longer malnourished; he<br />
now weighs 12.2 kg since Aas now eats 4 meals a<br />
day instead of only 2 meals. Dursti is very happy<br />
with her child’s weight plotted in the green area.<br />
She hopes to maintain Aas’s growth and she is<br />
proud that not only has she reduced costly snacking,<br />
but her child is healthy.<br />
A hope to Prevent Younger Siblings<br />
from Becoming Malnurished<br />
By Yayuk- Perdhaki<br />
izky Hendrawan, a 19 month old little boy from<br />
R<br />
RW 011- Johar Baru- Central Jakarta is the<br />
youngest of five children and his mother is pregnant<br />
with the sixth child. The first day of the NERS in April<br />
2004, his weight was 8.2 kg and based on the<br />
Growth Monitoring Card he was identified as being<br />
severely malnourished. He was pale, weak with a<br />
swollen stomach, constantly crying and clinging to<br />
his mother.<br />
Two days after joining the NERS, Rizky was treated<br />
for worms and since then his appetite has improved<br />
and he no longer crys<br />
all the time. He doesn’t cling<br />
to his mother and has started<br />
to interact with other children.<br />
After 2 months of partipating<br />
in PD NERP, Rizky has increased<br />
his weigh to 10.5 kg<br />
and is no longer malnourished.<br />
His mother, Samsia has felt<br />
the benefit of attending the<br />
PD NERS. She practices feeding<br />
him more protein, vegetables<br />
and fruits and has reduced<br />
the amount of unhealthy<br />
snacking. She also practices<br />
new behaviors such as<br />
washing Rizky’s hands with soap<br />
before eating, and keeping Rizky<br />
clean.<br />
Rizki setelah 2 bulan mengikuti<br />
pos gizi/ Rizky after 2 months of<br />
NERS<br />
Samsia said that “I hope my new baby will not be<br />
severely malnourished since I now practice some<br />
new behaviors” mentioned above.<br />
Dia sekarang telaten menyuapi dan membujuk Aas<br />
untuk makan dimana sebelumnya dia kurang sabar<br />
ketika Aas berlarian. Dia sekarang hanya mengeluarkan<br />
Rp 3000 untuk jajanan Aas selama 2-3 hari<br />
dibanding dengan sebelumnya yang menghabiskan<br />
Rp 5000 – Rp10.000 per hari. Dursti tidak lagi<br />
membeli jajanan CHIKI tetapi membeli jajanan<br />
yang lebih sehat. Aas saat ini tidak lagi kurang gizi,<br />
beratnya sudah mencapai 12,2 kg karena<br />
sekarang Aas makan 4 kali sehari daripada hanya<br />
2 kali. Dursti sangat senang dengan berat badan<br />
Aas yang berada pada daerah hijau di KMS. Ia<br />
berharap dapat mempertahankan pemulihan gizi<br />
anaknya dan ia bangga karena telah berhasil<br />
mengurangi jajanan mahal dan ternyata anaknya<br />
sehat.<br />
Secercah Harapan Kelahiran Baru<br />
Bebas Dari Malnutrisi<br />
Oleh Yayuk- Perdhaki<br />
izky Hendrawan, bocah laki usia 19 bulan dari<br />
R<br />
RW 011 – Johar baru, Jakarta Pusat merupakan<br />
anak kelima dan saat ini ibunya sedang hamil anak<br />
keenam. Pada hari pertama Pos gizi di bulan April<br />
2004, beratnya hanya 8,2 kg dan berdasarkan KMS<br />
dia dikategorikan gizi buruk. Dia pucat, lemah,<br />
cengeng, perutnya buncit dan<br />
senangnya gandulan pada ibunya.<br />
Dua hari setelah mengikuti Pos Gizi, Rizky<br />
diberi obat cacing, dan sejak itu nafsu<br />
makannya membaik dan tidak lagi cengeng.<br />
Tidak lagi gandulan pada ibunya<br />
dan mulai berinteraksi dengan anak-anak<br />
yang lain. Setelah 2 bulan mengikuti Pos<br />
Gizi, Rizky bertambah berat badannya<br />
menjadi 10,5 kg dan tidak lagi kurang gizi.<br />
Ibunya, Samsia merasakan manfaatnya<br />
mengikuti Pos Gizi. Dia membiasakan memberi<br />
anaknya lebih banyak protein, sayursayuran<br />
dan buah-buahan serta mengurangi<br />
jumlah jajanan tidak sehat. Dia juga<br />
mempraktekkan perilaku baru seperti mencuci<br />
tangannya Rizky dengan sabun sebelum<br />
makan dan tetap menjaga kebersihan<br />
Rizky.<br />
Samsia mengatakan bahwa “saya berharap bayi<br />
saya yang akan lahir kemudian tidak mengalami<br />
gizi buruk”, karena sekarang saya melakukan berbagai<br />
perilaku baru seperti tersebut diatas.<br />
Mother’s Active Feeding and<br />
Father’s Affection<br />
Bertha – World Vision<br />
ndhika, a 19 month old little boy from Ciracas-East<br />
Jakarta was identified as suffering<br />
A<br />
from moderate malnutrition. He weighed 8.5 kg be-<br />
Ibu Telaten Menyuapi dan Ayah<br />
Memberi Kasih Sayang<br />
Oleh Bertha – World Vision<br />
A<br />
ndhika, bocah laki usia 19 bulan dari Ciaracasjakarta<br />
Timur diidentifikasi menderita kurang<br />
gizi sedang. Berat badannnya 8,5 kg sebelum mengikuti<br />
Pos Gizi dan tingkahnya sedikit paranoid<br />
8
fore joining the PD NERP and acted a little bit paranoid,<br />
because he had never interacted with other<br />
children under five. He was very difficult to feed, and<br />
his mother Mariani never tried to persuade Andhika<br />
to eat. His Father, Tatang Riswandi is a public transportation<br />
driver with an average income Rp 20,000-<br />
per day. He works until 11 pm at night to earn this<br />
amount.<br />
After joining several NERS, Andhika’s weight increased<br />
to 9,5 kg by March and continued to increased<br />
to 10.3 kg by June 2004. He now looks and<br />
acts differently; he is more<br />
active, he plays with other<br />
children, singing, dancing<br />
and starting to count and<br />
able to indicate many parts<br />
of his body. Even though<br />
he has graduated from<br />
NERS, his mother would prefer<br />
to continue coming to<br />
the NERS since she has<br />
learned new things and<br />
practices new behaviors.<br />
She is now more motivated<br />
to be persistant in actively<br />
feeding Andhika. She practices<br />
new behaviors such<br />
as: washing hands with<br />
soap before she feeds her<br />
child and before she prepares<br />
meals, being more<br />
attentive to Andhika’s hygiene-<br />
cutting nails 3 times<br />
a week, cleaning ears and<br />
brushing teeth. Andhika<br />
now also washes his hands<br />
with soap before eating<br />
which he never did before<br />
participating in the NERS.<br />
Mariani practices preparing<br />
balanced and varied meals.<br />
According to Mariani, the increase in Andhika’s<br />
weigth is also influenced by the affection shown by<br />
her husband; playing with Andhika when he is at<br />
home, and providing toys for Andhika. In May 2004,<br />
Andhika participated in a subdistrict competition<br />
event for “Balita Sehat” organized by the Ciracas<br />
subdistrict officer and Andhika was selected as one<br />
of “the best three” out of all participants in the subdistrict.<br />
“Unbeliveable” said Mariani.<br />
paranoid karena tidak pernah berinteraksi dengan<br />
anak balita yang lain. Dia sangat sulit makan dan<br />
ibunya Mariani tidak pernah berusaha membujuk Andhika<br />
untuk mau makan. Ayahnya, Tatang Riswandi<br />
adalah supir angkutan umum dengan pendapatan<br />
rata-rata sebesar Rp 20,000 per hari. Ia bekerja sampai<br />
jam 11 malam untuk mendapatkan uang sejumlah itu.<br />
Setelah mengikuti beberapa sesi Pos Gizi, berat badan<br />
Andhika bertambah menjadi 9.5 kg pada bulan Maret<br />
yang lalu dan terus meningkat menjadi 10,3 kg pada<br />
bulan Juni 2004. Dia sekarang kelihatannya dan tingkahnya<br />
berbeda; ia lebih aktif, ia dapat bermain dengan<br />
anak yang lain, menyanyi,<br />
menari dan mulai belajar berhitung<br />
dan dapat mengenali bagianbagian<br />
dari tubuhnya. Walaupun<br />
sudah dinyatakan lulus dari Pos Gizi,<br />
ibunya lebih suka datang terus di<br />
Pos Gizi, karena dia telah belajar<br />
hal baru dan mempraktekkan perilaku<br />
baru. Dia sekarang lebih termotivasi<br />
untuk tetap telaten<br />
menyuapi Andhika. Dia mempraktekkan<br />
perilaku baru seperti cuci<br />
tangan dengan sabun sebelum<br />
memberi makan kepada anaknya<br />
dan sebelum menyiapkan<br />
makanan, lebih memperhatikan<br />
kebersihan Andhika : potong kuku 3<br />
x seminggu, membersihkan telinga<br />
dan sikat gigi. Andhika sekarang<br />
juga mencuci tangannya dengan<br />
sabun sebelum makan yang mana<br />
tidak pernah dilakukan sebelum<br />
mengikuti Pos Gizi. Mariani terbiasa<br />
dengan menyediakan makanan<br />
yang seimbang dan bervariasi.<br />
Menurut Mariani, kenaikan berat<br />
Andhika dan ibunya bersama piala “Balita Sehat” badan Andhika juga dipengaruhi<br />
Andhika and his mother with “Balita Sehat “ trophy oleh perhatian dan kasih sayang<br />
yang diberikan oleh suaminya: bermain<br />
bersama Andhika ketika dia berada dirumah,<br />
dan memberikan mainan untuk Andhika. Pada bulan<br />
Mei 2004, Andhika mengikuti lomba “Balita Sehat” se<br />
kecamatan Ciracas yang diselenggarakan oleh pemerintah<br />
setempat dan Andhika terpilih sebagai juara<br />
tiga dari seluruh peserta di kecamatan tersebut.<br />
“Rasanya tidak percaya” kata Mariani.<br />
Andhika terpilih sebagai juara tiga dari seluruh peserta di kecamatan tersebut.<br />
“Rasanya tidak percaya” kata Mariani.<br />
Andhika was selected as one of “the best three” out of all participants in the<br />
subdistrict. “Unbeliveable” said Mariani.<br />
9
THE NERS PROGRESS<br />
PERKEMBANGAN POS GIZI<br />
PERKEMBANGAN POS GIZI DI INDONESIA BULAN MARET – MEI 2004<br />
THE PROGRESS OF NERS IN INDONESIA DURING MARCH – MAY 2004<br />
Nama Lembaga/<br />
Name of organization<br />
CARE<br />
Wilayah/<br />
Location<br />
Kab. Pasir, Penajam-<br />
Kalimantar Timur<br />
Jml Pos Gizi dan Anak Kurang Gizi yang Dilayani/<br />
No of NERS and Malnourished Children involved<br />
Maret/March April/April Mei/May<br />
a b c d a b c d a b c d<br />
10 32 11 10 10 63 23 19 10 108 29 30<br />
YBS Jakarta 8 48 22 9 8 44 20 12 8 44 22 10<br />
DINKES CIAN-<br />
JUR<br />
MERCY CORPS<br />
YPMK PERD-<br />
HAKI<br />
PROJECT CON-<br />
CERN<br />
WORLD VISION<br />
Gekbrong-Cianjur 10 92 39 15 9 84 42 3 9 69 58 6<br />
Galur-Jak. Pusat, Penggilingan-Jakut<br />
Johar Baru<br />
Jak Pusat<br />
Cengk. Barat-Jak. Barat<br />
dan Tanah Tinggi- Jak<br />
Pusat<br />
Jakarta Timur dan Utara<br />
serta Surabaya<br />
3 21 12 3 14 163 65 64 7 77 20 41<br />
2 25 10 1 7 74 27 1 7 83 36 16<br />
14 127 31 45 3 38 13 13 3 39 12 15<br />
83 567 160 232 89 714 211 216 93 628 193 171<br />
TOTAL 130 912 285 315 140 1180 401 328 137 1048 370 289<br />
Keterangan/note :<br />
Kolom/column<br />
a: # Pos Gizi/NERS<br />
b: # anak kurang gizi yang dilayani/malnourish children involved<br />
c: # anak yang naik berat badan < 400 gram/gain weigth children = 400 gram/ gain weigth children >= 400 gram<br />
# anak yang berat badan tidak naik dan turun tidak termasuk/ children remain or lost weigth excluded.<br />
Berdasarkan table di atas, maka persentase anak yang kurang gizi dan mengalami kenaikan berat<br />
badan >= 400 gram / bulan (ambang batas untuk “mengejar ketertinggalan pertumbuhan”) berkisar<br />
antara 27,6% s / d 34,5% seperti pada grafik 2 dibawah ini.<br />
Based on the data from the table above, the % of malnourished children who gained weight >= 400 gram /<br />
month (a cut of point for “catch up growth”) is 27,6% to 34,5% as described in graph 2 below.<br />
GRAFIK 2: KENAIKAN BERAT BADAN ANAK (%) PERBULAN/<br />
GRAPH 2: GAIN WEIGHT ( % ) PER MONTH<br />
KENAIKKAN BB<br />
GAIN WEIGHT<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
31.3 34.5 34 27.8<br />
35.3<br />
27.6<br />
< 400 GRAM<br />
>= 400 GRAM<br />
0<br />
MARET APRIL MEI<br />
BULAN / MONTH<br />
Jaringan Lembaga PD/The PD network:<br />
CARE Indonesia; Catholic Relief; Dinas Kesehatan Cianjur; Mercy Corps ; Perdhaki; Project Concern International,;<br />
Save the Children; World Vision, Yayasan Aulia, YPSI, YPMA, YBS.<br />
10