karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan ... - Pustaka Deptan
karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan ... - Pustaka Deptan
karakteristik, potensi, dan teknologi pengelolaan ... - Pustaka Deptan
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
35%, kandungan Al 0−16%, <strong>dan</strong> pH tanah<br />
4,60−5,70 (Subagyo et al. 1987; Prasetyo<br />
et al. 2005).<br />
KOMPOSISI MINERAL<br />
Susunan mineral primer yang dominan<br />
pada Ultisol dengan bahan induk yang<br />
berbeda disajikan pada Tabel 3. Kuarsa<br />
yang dominan terdapat pada Ultisol<br />
yang terbentuk dari tufa berkapur <strong>dan</strong><br />
dari batuan granit (Pedon 3, Typic<br />
Haplohumults <strong>dan</strong> Pedon 1, Typic Kandiudults).<br />
Pada Ultisol yang berkembang<br />
dari batuan tufa masam ( Pedon 2, Typic<br />
Paleudults), kuarsa <strong>dan</strong> opak mendominasi<br />
susunan mineral pasir, se<strong>dan</strong>gkan<br />
pada Ultisol dari bahan volkan<br />
intermedier (Pedon 4, Typic Paleudults),<br />
opak merupakan mineral yang dominan<br />
pada fraksi pasir. Yatno et al. (2000)<br />
menyatakan Ultisol dari batuan liat <strong>dan</strong><br />
pasir didominasi oleh mineral kuarsa.<br />
Kandungan mineral mudah lapuk<br />
(weatherable mineral) seperti orthoklas,<br />
biotit, epidot, gelas volkan olivin, sanidin<br />
amfibol, augit, <strong>dan</strong> hiperstin pada tanah<br />
Ultisol umumnya rendah bahkan sering<br />
tidak ada (Subardja 1986; Suharta <strong>dan</strong><br />
Prasetyo 1986; Prasetyo et al. 1998;<br />
Prasetyo et al. 2005). Dengan demikian<br />
Ultisol tergolong tanah yang miskin akan<br />
unsur hara.<br />
Hasil penelitian tersebut menunjukkan<br />
bahwa bahan induk tanah Ultisol<br />
menentukan komposisi mineralnya. Pada<br />
tanah yang berbahan induk batuan<br />
masam, mineral primer didominasi oleh<br />
kuarsa, se<strong>dan</strong>gkan pada tanah dari bahan<br />
volkan didominasi oleh opak. Tufa masam<br />
merupakan jenis batuan sedimen masam<br />
dari bahan volkan sehingga komposisi<br />
mineral primernya didominasi oleh<br />
campuran opak <strong>dan</strong> kuarsa.<br />
Komposisi mineral liat Ultisol didominasi<br />
oleh kaolinit (Suharta <strong>dan</strong> Prasetyo<br />
1986; Setyawan 1997; Prasetyo et al. 2001;<br />
Alkusuma <strong>dan</strong> Badayos 2003; Prasetyo et<br />
al. 2005). Gambar 1 memperlihatkan<br />
komposisi mineral liat dari Ultisol berbahan<br />
induk batuan granit. Pada gambar tersebut<br />
kaolinit ditunjukkan oleh puncak difraksi<br />
7, 18A, <strong>dan</strong> 3,56A. Mineral liat lainnya<br />
adalah vermikulit dengan puncak difraksi<br />
14,2A <strong>dan</strong> gibsit dengan puncak difraksi<br />
4,83A. Puncak difraksi 11A pada perlakuan<br />
pemanasan K + hingga 550 ° C menunjukkan<br />
a<strong>dan</strong>ya interlayer hidroksi Al.<br />
Ultisol merupakan tanah masam yang<br />
telah mengalami pencucian basa-basa<br />
yang intensif <strong>dan</strong> umumnya dijumpai<br />
pada lingkungan dengan drainase baik.<br />
Kondisi tersebut sangat menunjang<br />
untuk pembentukan mineral kaolinit.<br />
Namun, dominasi kaolinit tersebut tidak<br />
mempunyai kontribusi yang nyata pada<br />
sifat kimia tanah, karena kapasitas tukar<br />
kation kaolinit sangat rendah, berkisar<br />
1,20−12,50 cmol/kg liat (Briendly et al.<br />
1986; Prasetyo <strong>dan</strong> Gilkes 1997). Mineral<br />
liat lainnya yang sering dijumpai adalah<br />
haloisit <strong>dan</strong> gibsit (Subagyo et al. 1986).<br />
A<strong>dan</strong>ya mineral smektit pada tanah<br />
Ultisol pernah dilaporkan oleh Subagyo<br />
et al. (1986) pada Ultisol dari batuan<br />
gamping di daerah Tuban, Jawa Timur <strong>dan</strong><br />
oleh Prasetyo et al. (2000) pada Ultisol<br />
dari bahan tufa berkapur di daerah<br />
Pametikarata, Sumba Timur. Smektit merupakan<br />
jenis mineral 2:1 yang kehadirannya<br />
dalam tanah akan sangat menentukan<br />
sifat fisik <strong>dan</strong> kimia tanah. Pembentukan<br />
mineral ini memerlukan lingkungan dengan<br />
pH netral <strong>dan</strong> terjadi akumulasi basa-basa<br />
<strong>dan</strong> silika. Pada kedua jenis tanah Ultisol<br />
tersebut, smektit berasal dari bahan induk<br />
tanah (inherited) yang terbentuk melalui<br />
proses geologi (geogenic), bukan melalui<br />
proses pembentukan tanah (pedogenic).<br />
Smektit pada Ultisol umumnya se<strong>dan</strong>g<br />
dalam proses pelapukan, yang dicirikan<br />
oleh tingginya Al dapat ditukar <strong>dan</strong> nilai<br />
kapasitas tukar kation yang rendah.<br />
TEKNOLOGI<br />
PENGELOLAAN ULTISOL<br />
Tabel 3.<br />
Jenis tanah<br />
Komposisi mineral primer yang dominan pada horizon argilik tanah<br />
Ultisol dari beberapa bahan induk.<br />
Kedalaman Kandungan minyak (%)<br />
(cm) Opak Zirkon Kuarsa Lapukan Fragmen<br />
Pedon 1, Typic 21−35 8 80 10 1<br />
Kandiudults dari 35−56 8 1 81 9<br />
batu granit 1) 56−90 7 1 79 9 1<br />
90−125 10 2 75 13<br />
125−150 9 1 72 13<br />
Pedon 2, Typic 13−37 31 9 49 3<br />
Paleudults dari batuan 37−65 32 7 47 1 5<br />
tufa masam 2) 65−150 34 10 49 2<br />
Pedon 3, Typic 15−28 2 80 2 15<br />
Haplohumults dari 28−57 1 79 1 19<br />
batuan tufa berkapur 3) 57−83 2 69 1 26<br />
83−105 2 62 1 35<br />
Pedon 4, Typic 24−48 87 3<br />
Paleudults dari batuan 48−75 91 1 8<br />
volkan 4) 75−105 95 5<br />
105−130 91 2 5<br />
Sumber: 1) Suharta <strong>dan</strong> Prasetyo (1986); 2) Subardja (1986); 3) Prasetyo et al. (1998);<br />
4)<br />
Prasetyo et al. (2005).<br />
Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol<br />
mempunyai <strong>potensi</strong> yang tinggi untuk<br />
pengembangan pertanian lahan kering.<br />
Namun demikian, pemanfaatan tanah ini<br />
menghadapi kendala <strong>karakteristik</strong> tanah<br />
yang dapat menghambat pertumbuhan<br />
tanaman terutama tanaman pangan bila<br />
tidak dikelola dengan baik. Beberapa<br />
kendala yang umum pada tanah Ultisol<br />
adalah kemasaman tanah tinggi, pH ratarata<br />
< 4,50, kejenuhan Al tinggi, miskin<br />
kandungan hara makro terutama P, K, Ca,<br />
<strong>dan</strong> Mg, <strong>dan</strong> kandungan bahan organik<br />
rendah. Untuk mengatasi kendala tersebut<br />
dapat diterapkan <strong>teknologi</strong> pengapuran,<br />
pemupukan P <strong>dan</strong> K, <strong>dan</strong> pemberian bahan<br />
organik. Penerapan <strong>teknologi</strong> tersebut<br />
dapat meningkatkan hasil tanaman<br />
jagung (Tabel 4).<br />
Pengapuran<br />
Untuk mengatasi kendala kemasaman <strong>dan</strong><br />
kejenuhan Al yang tinggi dapat dilakukan<br />
42 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006