hubungan aljabar trilinier umum operator kreasi dan ... - Fisik@net
hubungan aljabar trilinier umum operator kreasi dan ... - Fisik@net
hubungan aljabar trilinier umum operator kreasi dan ... - Fisik@net
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
SKRIPSI<br />
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR<br />
KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI<br />
KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK<br />
TERBEDAKAN<br />
Didik Pramono<br />
01/147265/PA/08580<br />
Departemen Pendidikan Nasional<br />
Universitas Gadjah Mada<br />
Fakultas Matematika <strong>dan</strong> Ilmu Pengetahuan Alam<br />
Yogyakarta<br />
2006
SKRIPSI<br />
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR<br />
KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI<br />
KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK<br />
TERBEDAKAN<br />
Didik Pramono<br />
01/147265/PA/08580<br />
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh<br />
derajat Sarjana S1 Program Studi Fisika pada Jurusan Fisika<br />
Departemen Pendidikan Nasional<br />
Universitas Gadjah Mada<br />
Fakultas Matematika <strong>dan</strong> Ilmu Pengetahuan Alam<br />
Yogyakarta<br />
2006
SKRIPSI<br />
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR<br />
KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI<br />
KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK<br />
TERBEDAKAN<br />
Didik Pramono<br />
01/147265/PA/08580<br />
Dinyatakan lulus ujian skripsi oleh tim penguji<br />
pada tanggal 12 Januari 2006<br />
Tim Penguji<br />
Dr.Mirza Satriawan<br />
Pembimbing I<br />
Dr. Kuwat Triyana<br />
Penguji I<br />
Pembimbing II<br />
Juliasih M.Si<br />
Penguji II<br />
Penguji III
Karya sederhana ini kupersembahkan<br />
untuk seseorang yang memiliki senyum manis<br />
di wajahnya<br />
iii
Sesungguhnya dalam penciptaan langit <strong>dan</strong> bumi, <strong>dan</strong> silih bergantinya malam <strong>dan</strong><br />
siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang<br />
mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring <strong>dan</strong><br />
mereka memikirkan tentang penciptaan langit <strong>dan</strong> bumi (seraya berkata) : Ya Tuhan<br />
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka<br />
peliharalah kami dari siksa neraka.<br />
(Q.S. Ali Imran : 190 - 191)<br />
Jika jiwa-jiwa itu besar maka tubuh kan lelah memenuhi keinginannya.<br />
Ada saat-saat dimana hati itu menari-nari riang gembira <strong>dan</strong> jika para Raja<br />
mengetahui perasaan ini maka niscaya mereka akan merebutnya dengan<br />
pe<strong>dan</strong>g-pe<strong>dan</strong>gnya.<br />
Orang yang se<strong>dan</strong>g belajar seperti seorang yang se<strong>dan</strong>g mendaki sebuah gunung<br />
yang tinggi. Semakin keatas semakin luas pan<strong>dan</strong>gannya <strong>dan</strong> semakin indah<br />
peman<strong>dan</strong>gannya, semakin jelas <strong>hubungan</strong> antara titik awal pendakian dengan<br />
hal-hal yang ada di sekelilingnya.<br />
Jika wanita yang kita cintai tidak membalas perasaan kita, tak usah khawatir. Karena<br />
masih ada bidadari-bidadari surga yang siap melayani kita dengan penuh rasa<br />
cintanya, <strong>dan</strong> hal ini tentu jauh lebih baik daripada sekedar menangisi sesuatu yang<br />
tlah pergi.<br />
Bersabar dalam penantian demi mendapat sesuatu yang tepat lebih ringan<br />
dibandingkan bersabar dari akibat buruk karena tergesa-gesa.<br />
iv
PRAKATA<br />
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya <strong>dan</strong> limpahan rahmat-<br />
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Satu tahapan kehidupan<br />
telah terlewati, menyusul tahapan berikutnya yang tentunya akan lebih berat<br />
<strong>dan</strong> lebih menantang <strong>dan</strong> kuliah di Fisika telah banyak memberikan bekal untuk terus<br />
melaju di tahapan itu. Tidak ada kata mundur, itulah yang seharusnya dilakukan<br />
agar menuai sebuah keberhasilan. Sungguh, inilah suatu hal yang sangat menggembirakan.<br />
Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah<br />
membantu kami dalam penulisan tugas akhir ini. Kami sengaja tidak menyebutkan<br />
nama mereka satu persatu, karena yang demikian itu tidaklah dapat membalas jasa<br />
atas kebaikan yang telah mereka lakukan untuk kami. Dan kami juga khawatir bila<br />
nanti ada pihak yang tidak turut tercantumkan. Namun khusus kepada dosen kami<br />
Bapak Dr. Mirza Satriawan yang telah membimbing kami dengan kebaikan hati<br />
<strong>dan</strong> kesabarannya, kami mengucapkan Jazakumullahu Katsiran <strong>dan</strong> terimakasih yang<br />
sebesar-besarnya. Dan juga khusus kepada teman kami Mas Pribadi <strong>dan</strong> Lalu Adi<br />
Sopian yang telah banyak membantu kami.<br />
Demikian yang dapat kami sampaikan dalam kata pengantar ini, kami berharap<br />
semoga apa yang telah kami lakukan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu<br />
pengetahuan khususnya ilmu Fisika <strong>dan</strong> bagi siapa saja yang membaca tulisan ini.<br />
Tak lupa penulis minta maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-teman di prodi<br />
Fisika jika kami memilki kesalahan dalam tingkah laku selama bergaul dengan temanteman.<br />
Yogyakarta, 4 Januari 2006<br />
Didik Pramono<br />
v
DAFTAR ISI<br />
Halaman Judul<br />
i<br />
Halaman Pengesahan<br />
ii<br />
Halaman Persembahan<br />
iii<br />
Halaman Motto<br />
iv<br />
PRAKATA<br />
v<br />
INTISARI<br />
viii<br />
I PENDAHULUAN 1<br />
1. Latar Belakang Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1<br />
2. Tinjauan Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2<br />
3. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4<br />
4. Ruang lingkup Kajian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4<br />
5. Sistematika Penulisan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5<br />
6. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5<br />
II TEORI KUANTISASI MEDAN 6<br />
1. Kuantisasi Me<strong>dan</strong> Boson . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6<br />
2. Kuantisasi Me<strong>dan</strong> Fermion . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11<br />
III SIFAT SIMETRI KEADAAN 13<br />
1. Permutasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16<br />
2. Tabel Young . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17<br />
3. Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel . . . . . . . . . . . . . 18<br />
vi
vii<br />
IV ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU) 31<br />
1. Persyaratan Umum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31<br />
2. Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU ) . . . . . . . . . . . . . . . . 31<br />
a. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik<br />
Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 33<br />
b. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik<br />
Total . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35<br />
c. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson<br />
Orde Dua . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36<br />
d. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion<br />
Orde Dua . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38<br />
3. Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40<br />
V KESIMPULAN <strong>dan</strong> SARAN 41<br />
1. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41<br />
2. Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42<br />
A Program Maple Untuk Mencari Nilai Norm dari Suatu Vektor Keadaan 44
INTISARI<br />
HUBUNGAN ALJABAR TRILINIER UMUM OPERATOR<br />
KREASI DAN ANIHILASI DENGAN TIPE SIMETRI<br />
KEADAAN KUANTUM MULTIPARTIKEL IDENTIK TAK<br />
TERBEDAKAN<br />
Oleh :<br />
Didik Pramono<br />
01/147265/PA/08580<br />
Telah dilakukan penyelidikan untuk mencari <strong>hubungan</strong> antara Aljabar Trilinier<br />
Umum (ATU) <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi <strong>dan</strong> tipe-tipe simetri keadaan kuantum<br />
sistem n partikel identik tak terbedakan. Tipe-tipe simetri keadaan kuantum<br />
terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) dari grup permutasi S n . Nilai<br />
norma dari seluruh vektor keadaan yang terkait dengan tipe simetri tertentu dicari<br />
dengan ATU. Nilai norma untuk vektor keadaan yang tidak termasuk dalam tipe<br />
simetri yang dicari <strong>hubungan</strong>nya dengan ATU dibuat lenyap. Dari persyaratan untuk<br />
membuat nilai norma lenyap diperoleh persamaan atau nilai koefisien ATU yang<br />
mendeskripsikan <strong>hubungan</strong> tersebut dengan tipe simetri yang dicari. Analisa pada<br />
keadaan tipe simetrik total <strong>dan</strong> anti simetrik total dicari dengan membuang keadaankeadaan<br />
tipe simetri selain tipe-tipe tersebut <strong>dan</strong> hanya diperoleh persamaan. Untuk<br />
tipe simetri paraboson <strong>dan</strong> parafermion orde 2 (dua) diperoleh <strong>aljabar</strong> Govorkov.<br />
viii
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
1. Latar Belakang Masalah<br />
Partikel-partikel yang telah terdeteksi kehadirannya di alam diketahui mematuhi<br />
dua jenis statistika kuantum, yaitu statistika Bose-Einstein (BE) <strong>dan</strong> statistika<br />
Fermi-Dirac (FD). Partikel yang mematuhi statistika BE disebut partikel boson <strong>dan</strong><br />
partikel yang mematuhi statistika FD disebut partikel fermion.<br />
Selain dari statistika<br />
BE <strong>dan</strong> FD masih ada teori-teori statistika kuantum lain sebagai usaha untuk<br />
membuat generalisasi dari keduanya. Asas-asas yang ada dalam fisika kuantum tidak<br />
mensyaratkan hanya ada dua jenis statistika kuantum saja. Diperoleh fakta dalam<br />
eksperimen bahwa ada kondisi-kondisi tertentu dimana dapat muncul statistika kuantum<br />
bentuk lain, seperti fenomena elektron pada sistem 2 dimensi yang ternyata<br />
dapat dianalisa dengan statistika anyon.<br />
Statistika kuantum ber<strong>hubungan</strong> dengan<br />
tipe simetri keadaan kuantum partikel-partikelnya. Tipe simetri keadaan kuantum<br />
partikel-partikel boson bersifat simetrik total, se<strong>dan</strong>g tipe simetri partikel-partikel<br />
fermion bersifat anti simetrik total. Selain dari tipe simetrik total <strong>dan</strong> anti simetrik<br />
total masih banyak kemungkinan tipe-tipe simetri lain yang terkait dengan sebuah<br />
wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n .<br />
Pembahasan sistem multipartikel secara efektif dikaji dalam teori me<strong>dan</strong> kuantum.<br />
Dalam rumusan teori me<strong>dan</strong> kuantum, statistika kuantum BE <strong>dan</strong> FD terkait<br />
dengan bentuk <strong>aljabar</strong> <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> a † <strong>dan</strong> anihilasi a yang berbentuk :<br />
[a i , a † j ] − ≡ a i a † j − a† j a i = δ ij (I.1)<br />
[a i , a † j ] + ≡ a i a † j + a† j a i = δ ij (I.2)<br />
1
2<br />
dimana relasi komutasi (−) untuk statistika BE <strong>dan</strong> relasi anti komutasi (+) untuk<br />
statistika FD. Bentuk relasi komutasi tidak lain adalah generalisasi metode kuantisasi<br />
Heisenberg pada sistem klasik osilator harmonik yang diperluas untuk teori me<strong>dan</strong><br />
kuantum. Se<strong>dan</strong>g relasi anti komutasi tidak memiliki pa<strong>dan</strong>an pada sistem klasik.<br />
Bentuk relasi anti komutasi dipostulatkan oleh Jor<strong>dan</strong> <strong>dan</strong> Wigner untuk mengatasi<br />
kesulitan-kesulitan yang muncul ketika mengkuantisasi me<strong>dan</strong> Dirac seperti munculnya<br />
energi negatif <strong>dan</strong> probabilitas negatif (Ryder, 1996).<br />
Untuk membangun statistika kuantum selain BE <strong>dan</strong> FD dapat dilakukan dengan<br />
merumuskan kembali bentuk <strong>aljabar</strong> <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi (OKA). Usaha<br />
tersebut telah dilakukan misalnya oleh Green (1953), Govorkov (1990), <strong>dan</strong> Greenberg<br />
(1990). Green <strong>dan</strong> Govorkov mempostulatkan bentuk <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA (terdiri<br />
dari 3 <strong>operator</strong> : 2 <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> 1 <strong>operator</strong> anihilasi), se<strong>dan</strong>gkan Greenberg<br />
mempostulatkan bentuk <strong>aljabar</strong> bilinier (terdiri dari 2 <strong>operator</strong> : 1 <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong><br />
<strong>dan</strong> 1 <strong>operator</strong> anihilasi) yang disebut <strong>aljabar</strong> Quon. Aljabar Quon adalah bentuk<br />
generalisasi dari <strong>aljabar</strong> bilinier boson <strong>dan</strong> fermion dengan memberikan parameter<br />
q. Mengikuti ide dari Greenberg, bentuk <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> Green <strong>dan</strong> Govorkov juga<br />
dapat diperluas seperti yang dilakukan oleh Satriawan (2005). Dalam skripsi ini akan<br />
diteliti bentuk <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA yang dikembangkan oleh Satriawan yang disebut<br />
Aljabar Trilinier Umum <strong>dan</strong> menghubungkannya dengan tipe-tipe simetri keadaan<br />
kuantum yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n .<br />
2. Tinjauan Pustaka<br />
Statistika kuantum BE yang dipatuhi oleh partikel-partikel boson menggunakan<br />
<strong>aljabar</strong> OKA berbentuk relasi komutasi pada persamaan (I.1). Statistika kuantum<br />
FD yang dipatuhi oleh partikel-partikel fermion menggunakan relasi anti komutasi<br />
persamaan (I.2). Bentuk-bentuk lain dari <strong>aljabar</strong> OKA muncul dengan cara
3<br />
dipostulatkan. Alasannya adalah bahwa <strong>aljabar</strong> OKA FD sendiri juga dipostulatkan.<br />
Green (1953) pertama kali memperkenalkan <strong>aljabar</strong> OKA yang dikenal dengan <strong>aljabar</strong><br />
parastatistik. Green mengganti kombinasi bilinier <strong>aljabar</strong> OKA BE <strong>dan</strong> FD<br />
dengan kombinasi trilinear dengan bentuk :<br />
[[a i , a † j ] ±, a † k ] = 2 p δ ika † j<br />
(I.3)<br />
dimana a † j <strong>dan</strong> a j secara berurutan adalah <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi partikel tunggal<br />
pada keadaan j <strong>dan</strong> bilangan p adalah bilangan bulat selain nol.<br />
Govorkov (1990), dengan deformasi pada <strong>aljabar</strong> parastatistik Green, mempostulatkan<br />
<strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA berbentuk :<br />
[a i a † j , a† k ] = 1 p δ ika † j (I.4)<br />
dengan bilangan p juga bilangan bulat selain nol. Greenberg (1990) mempostulatkan<br />
<strong>aljabar</strong> bilinier OKA yang dikenal dengan <strong>aljabar</strong> Quon yang berbentuk :<br />
a i a † j − qa† j a i = δ ij<br />
(I.5)<br />
dengan bilangan q adalah parameter interpolasi yang kontinyu bernilai (−1 ≤ q ≤ 1),<br />
dimana nilai q = 1 tidak lain adalah <strong>aljabar</strong> BE se<strong>dan</strong>g q = −1 tidak lain adalah<br />
<strong>aljabar</strong> FD.<br />
Selanjutnya Satriawan (2005) mengembangkan bentuk <strong>aljabar</strong> bilinier OKA<br />
yang berbentuk :<br />
a i a † j + Ba† j a i + Cδ ij = 0<br />
(I.6)
4<br />
<strong>dan</strong> <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA berbentuk :<br />
a i a † j a† k + Ba† j a ia † k + Ca† j a† k a i + Da † k a† j a i + Ea † k a ia † j + F δ ika † j + Gδ ija † k = 0 (I.7)<br />
Dari persamaan diatas, telah ditunjukkan bahwa dari <strong>aljabar</strong> bilinier OKA dapat diperoleh<br />
<strong>aljabar</strong> Quon, se<strong>dan</strong>gkan dari <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA diperoleh <strong>aljabar</strong> OKA Green<br />
<strong>dan</strong> Govorkov (<strong>aljabar</strong> Green merupakan kasus khususnya <strong>dan</strong> <strong>aljabar</strong> Govorkov<br />
diperoleh dengan kaidah pemisahan gugus).<br />
Jadi <strong>aljabar</strong> bilinier persamaan (I.6)<br />
adalah bentuk <strong>umum</strong> dari <strong>aljabar</strong> Quon, se<strong>dan</strong>g <strong>aljabar</strong> <strong>trilinier</strong> OKA persamaan (I.7)<br />
adalah bentuk <strong>umum</strong> dari <strong>aljabar</strong> Green <strong>dan</strong> Govorkov. Aljabar tilinier OKA persamaan<br />
(I.7) kemudian dikenal dengan Aljabar Trilinier Umum yang disingkat ATU.<br />
3. Tujuan Penelitian<br />
Tujuan dari skripsi ini adalah melakukan penelitian untuk mencari <strong>hubungan</strong><br />
ATU dengan tipe-tipe simetri vektor-vektor keadaan kuantum multipartikel identik<br />
tak terbedakan yang terkait dengan wakilan uniter tak tereduksi grup permutasi S n ,<br />
khususnya <strong>hubungan</strong> nilai-nilai koefisien ATU yang sesuai untuk masing-masing tipe<br />
simetri.<br />
4. Ruang lingkup Kajian<br />
Kajian dibatasi pada keadaan-keadaan kuantum multi partikel (multiparticle<br />
quantum states) yang tidak lebih dari 4 partikel <strong>dan</strong> tipe simetri yang diselidiki hanya<br />
4 tipe simetri yaitu tipe simetrik total, tipe anti simetrik total, tipe paraboson orde 2,<br />
<strong>dan</strong> tipe parafermion orde 2.
5<br />
5. Sistematika Penulisan<br />
Skripsi ini terdiri dari 5 bab dengan uraian : Bab I berisi latar belakang<br />
masalah, tinjauan pustaka, tujuan penelitian, ruang lingkup kajian, sistematika penulisan<br />
<strong>dan</strong> metode yang digunakan dalam penelitian. Bab II berisi uraian singkat tentang<br />
kuantisasi me<strong>dan</strong>. Bab III berisi tentang sifat simetri keadaan kuantum multipartikel.<br />
Bab IV berisi tentang analisa ATU disertai dengan pembahasannya. Dan bab terakhir<br />
berisi tentang kesimpulan <strong>dan</strong> saran bagi penelitian selanjutnya.<br />
6. Metode Penelitian<br />
Penelitian dilakukan dengan kajian matematik disertai dengan bantuan program<br />
komputer dalam bahasa Maple versi 9.5.
BAB II<br />
TEORI KUANTISASI MEDAN<br />
Teori me<strong>dan</strong> kuantum adalah aplikasi mekanika kuantum pada me<strong>dan</strong> yang<br />
meyediakan kerangka kerja bagi fisika partikel. Teori ini digunakan untuk merumuskan<br />
kembali teori kuantum yang konsisten untuk sistem kuantum multipartikel,<br />
khususnya dalam menjelaskan interaksi-interaksi yang menyebabkan penciptaan <strong>dan</strong><br />
pemusnahan partikel. Operator yang berperan penting dalam teori me<strong>dan</strong> kuantum<br />
adalah <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi (OKA). Dari bentuk <strong>aljabar</strong> OKA dapat diketahui<br />
sifat me<strong>dan</strong>nya <strong>dan</strong> juga sekaligus sifat simetri keadaan kuantum sistem multipartikel<br />
yang dihasilkannya.<br />
1. Kuantisasi Me<strong>dan</strong> Boson<br />
Me<strong>dan</strong> skalar real relativistik memenuhi persamaan Klein-Gordon ( = c =<br />
1, ✷ ≡ ∂2<br />
∂t 2 − ∇ 2 )<br />
(✷ + m 2 )ϕ = 0 (II.1)<br />
yang dapat diturunkan dari prinsip variasi yang dikenakan pada suatu aksi<br />
∫<br />
S =<br />
L(ϕ, ∂ u ϕ)d 4<br />
(II.2)<br />
dimana ∂ u ≡ ∂ϕ/∂x u <strong>dan</strong> dengan bentuk Lagrangiannya<br />
L = 1 2 (∂ uϕ)(∂ u ϕ) − m2<br />
2 ϕ2 = 1 2 [(∂ 0ϕ) 2 − ( → ∇ ϕ) 2 − m 2 ϕ 2 ] (II.3)<br />
6
7<br />
Dari sistem klasik menuju ke sistem kuantum, me<strong>dan</strong> dijadikan <strong>operator</strong> Hermitian<br />
yang ekspansi Fouriernya dituliskan :<br />
∫<br />
ϕ(x) =<br />
d 3 k<br />
(2π) 3 2ω k<br />
[<br />
a(k)e −ikx + a † (k)e ikx]<br />
(II.4)<br />
dengan ω = (k 2 + m 2 ) 1/2 , k adalah vektor gelombang se<strong>dan</strong>g m adalah parameter<br />
yang berdimensi kebalikan dari panjang. Koefisien a(k) <strong>dan</strong> a † (k) juga merupakan<br />
<strong>operator</strong>. Kuantitas ϕ(x) sekarang dianalogikan seperti vektor posisi x dalam mekanika<br />
partikel, oleh karena itu momentum konjugat Π(x) dari ϕ(x) dapat diperoleh dari<br />
Π (x) =<br />
δL<br />
δ ˙ϕ (x)<br />
= ˙ϕ (x)<br />
(II.5)<br />
Variabel ϕ (x) <strong>dan</strong> Π (x) memenuhi relasi komutasi Heisenberg, yaitu<br />
[ϕ (x) , ϕ (x ′ )] = [Π (x) , Π (x ′ )] = 0<br />
[ϕ (x) , Π (x ′ )] = iδ 3 (x − x ′ )<br />
(II.6)<br />
Dengan menggunakan normalisasi kubus, solusi persamaan Klein-Gordon diberikan<br />
oleh<br />
1<br />
f k (x) =<br />
[(2π) 3 e−ikx<br />
(II.7)<br />
1/2<br />
2ω k ]<br />
fk ∗ 1<br />
(x) =<br />
[(2π) 3 eikx<br />
(II.8)<br />
1/2<br />
2ω k ]<br />
yang ber<strong>hubungan</strong> dengan energi positif <strong>dan</strong> negatif <strong>dan</strong> membentuk himpunan keadaan<br />
kuantum ortonormal yaitu<br />
∫<br />
f ∗ k (x)i ↔ ∂ 0 f k ′(x)d 3 x = δ 3 (k − k ′ )<br />
(II.9)
8<br />
dimana ↔ ∂ 0 didefinisikan oleh<br />
A(t) ↔ ∂ 0 B(t) = A(t) ∂B(t)<br />
∂t<br />
− ∂A(t) B(t)<br />
∂t<br />
(II.10)<br />
Ekspansi Fourier me<strong>dan</strong> kemudian dapat dituliskan<br />
∫<br />
ϕ(x) =<br />
d 3 k<br />
[(2π) 3 2ω k ] 1/2 [f k(x)a(k) + f ∗ k a † (k)]<br />
(II.11)<br />
bila dibalik dengan menggunakan persamaan (II.9) diperoleh<br />
∫<br />
a(k) = d 3 x [ ]<br />
(2π) 3 1/2<br />
2ω k f<br />
∗<br />
k (x)i ∂ ↔ 0 ϕ(x)<br />
∫<br />
a † (k ′ ) = d 3 x [ ]<br />
(2π) 3 1/2<br />
2ω k ϕ(x ′ )i ∂ ↔ 0 f k ′(x ′ )<br />
(II.12)<br />
(II.13)<br />
dari persamaan (II.5),(II.6),(II.12)<strong>dan</strong> (II.13) diperoleh relasi komutasi<br />
[<br />
a(k), a † (k ′ ) ] = (2π) 3 2ω k δ 3 (k − k ′ ) (II.14)<br />
[a(k), a(k ′ )] = [ a † (k), a † (k ′ ) ] = 0<br />
(II.15)<br />
Dari persamaan di atas, terlihat bahwa <strong>operator</strong> a(k) <strong>dan</strong> a † (k) memainkan<br />
peranan yang sangat penting untuk memberikan tafsiran partikel dari me<strong>dan</strong> yang<br />
terkuantisasi. Pertama, dibentuk sebuah <strong>operator</strong><br />
(2π) 3 2ω k δ 3 (0)N(k) = a † (k)a(k)<br />
(II.16)<br />
yang dapat ditunjukkan bahwa N(k) <strong>dan</strong> N(k ′ ) komut yaitu<br />
[N(k), N(k ′ )] = 0<br />
(II.17)
9<br />
sehingga swakeadaan dari <strong>operator</strong> ini dapat dijadikan sebagai basis. Misal swanilai<br />
dari N(k) adalah n(k):<br />
N(k) |n(k)〉 = n(k) |n(k)〉<br />
(II.18)<br />
dari persamaan (II. 14), (II.15), <strong>dan</strong> (II.16) diperoleh<br />
[<br />
N(k), a † (k) ] = a † (k)<br />
[N(k), a(k)] = −a(k)<br />
yang dapat dipakai untuk mendapatkan<br />
N(k)a † (k) |n(k)〉 = a † (k)N(k) |n(k)〉 + a † (k) |n(k)〉<br />
= [n(k) + 1] a † (k) |n(k)〉<br />
(II.19)<br />
<strong>dan</strong><br />
N(k)a(k) |n(k)〉 = a(k)N(k) |n(k)〉 − a(k) |n(k)〉<br />
= [n(k) − 1] a † (k) |n(k)〉<br />
(II.20)<br />
Persamaan diatas menunjukkan jika keadaan |n(k)〉 memiliki swanilai n(k), keadaan<br />
a † (k) |n(k)〉 <strong>dan</strong> a(k) |n(k)〉 adalah swakeadaan dari N(k) berkenaan dengan swanilai<br />
n(k) + 1 <strong>dan</strong> n(k) − 1. Operator N(k) disebut <strong>operator</strong> bilangan partikel yang<br />
digunakan untuk menghitung jumlah partikel.<br />
Persamaan (II.20) bila terus bekerja pada suatu keadaan akan menyebabkan<br />
swanilai n(k) berkurang 1 <strong>dan</strong> untuk menghindarinya bernilai negatif maka harus
10<br />
ada keadaan dasar yang memenuhi<br />
a(k) |0〉 = 0<br />
(II.21)<br />
oleh karena itu<br />
N(k) |0〉 = a † (k)a(k) |0〉 = 0<br />
(II.22)<br />
keadaan dasar adalah keadaan vakum dimana tidak terdapat partikel dengan momentum<br />
k. Aplikasi dari a † (k) menaikkan nilai N(k) sebanyak 1 sehingga nilai N(k)<br />
adalah bilangan bulat. Operator a(k) <strong>dan</strong> a † (k) disebut <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi<br />
partikel sebagai bentuk kuanta dari me<strong>dan</strong>.<br />
Kuanta me<strong>dan</strong> diatas ternyata dapat ditunjukkan memenuhi statistika Bose-<br />
Einstein. Dari persamaan (II.19), keadaan a † (k) |n(k)〉 <strong>dan</strong> keadaan |n(k) + 1〉 adalah<br />
sebanding, sehingga dapat dituliskan<br />
a † (k) |n(k)〉 = c + (n(k)) |n(k) + 1〉<br />
atau lebih tepatnya<br />
a † (k i ) |n(k 1 ), n(k 2 ), · · · , n(k i ), · · · 〉<br />
= c + (n(k)) |n(k 1 ), n(k 2 ), · · · , n(k i ) + 1, · · · 〉 (II.23)<br />
dimana c + (n(k)) adalah konstanta yang diperoleh dengan persyaratan bahwa seluruh<br />
keadaan ternormalisasi :<br />
|c + (n(k))| 2 〈n(k) + 1|n(k) + 1〉 = 〈 n(k) ∣ ∣ a(k)a † (k) ∣ ∣ n(k)<br />
〉<br />
= [n(k) + 1] 〈n(k)|n(k)〉 (2π) 3 2ω k
11<br />
selanjutnya diperoleh nilai<br />
|c + (n(k))| 2 = [n(k) + 1](2π) 3 2ω k<br />
c + (n(k)) = ([n(k) + 1](2π) 3 2ω k ) 1/2<br />
Keadaan sistem multipartikel dapat diperoleh dari<br />
|n(k 1 ), n(k 2 ), · · · , n(k i ), · · · 〉<br />
= ∏ i<br />
{<br />
}<br />
1<br />
(2π) 3 2ω ki [n(k i ) + 1] 1/2 [a† (k i )] n(k i)<br />
|0〉 (II.24)<br />
Tidak ada batasan nilai n(k), sembarang bilangan partikel dapat menempati keadaan<br />
yang memiliki momentum yang sama. Sifat simetri keadaan partikel diperoleh dari<br />
persamaan (II.15) yaitu<br />
[<br />
a † (k), a † (k ′ ) ] |0〉 = 0<br />
(a † (k)a † (k ′ ) − a † (k ′ )a † (k)) |0〉 = 0<br />
|k ′ , k〉 − |k, k ′ 〉 = 0<br />
(II.25)<br />
|k ′ , k〉 = |k, k ′ 〉<br />
Jadi, relasi komutasi yang diperoleh pada persamaan (II.14) <strong>dan</strong> (II.15) telah<br />
menuntun kepada kuantisasi me<strong>dan</strong> yang menghasilkan partikel boson.<br />
2. Kuantisasi Me<strong>dan</strong> Fermion<br />
Partikel fermion mematuhi prinsip eksklusi Pauli yang melarang dua atau<br />
lebih partikel memiliki keadaan yang sama dalam sebuah sistem kuantum. Dijumpai<br />
banyak kesulitan ketika mengkuantisasikan me<strong>dan</strong> fermion dengan prosedur kuantisasi<br />
yang sama seperti me<strong>dan</strong> boson, misalnya muncul energi negatif <strong>dan</strong> probabili-
12<br />
tas negatif (Ryder, 1996). Kesulitan-kesulitan tersebut ternyata dapat diatasi dengan<br />
mengganti relasi komutasi persamaan (II.13) <strong>dan</strong> (II.14) menjadi relasi anti komutasi<br />
berbentuk<br />
[b(k), b † (k ′ )] + = (2π) 3 k 0<br />
m δ3 (k − k ′ )<br />
[b(k), b(k ′ )] + = [b † (k), b † (k ′ )] + = 0<br />
(II.26)<br />
(II.27)<br />
Dapat ditunjukkan dari persamaan (II.26) keadaan multipartikel yang dibangun memiliki<br />
sifat anti simetrik<br />
[b † (k), b † (k)] |0〉 = 0<br />
(b † (k)b † (k ′ ) + b † (k ′ )b † (k)) |0〉 = 0<br />
|k ′ , k〉 + |k, k ′ 〉 = 0<br />
(II.28)<br />
|k ′ , k〉 = − |k, k ′ 〉<br />
jika k = k ′ maka<br />
|k, k〉 = − |k, k〉<br />
|k, k〉 + |k, k〉 = 0<br />
2 |k, k〉 = 0<br />
|k, k〉 = 0<br />
ini menunjukkan bahwa untuk sistem 2 partikel atau lebih fermion tidak boleh berada<br />
pada keadaan yang memiliki momentum yang sama atau dengan kata lain sistem ini<br />
patuh pada prinsip eksklusi Pauli.
BAB III<br />
SIFAT SIMETRI KEADAAN<br />
Sistem multipartikel identik tak terbedakan adalah sistem yang tediri dari<br />
partikel-partikel yang memilki sifat-sifat kuantum intrinsik (massa, spin, muatan)<br />
yang sama <strong>dan</strong> keadaan-keadaan kuantum yang saling tumpang tindih. Ruang Hilbert<br />
yang mewakili sistem ini bersifat invarian terhadap aksi permutasi partikel. Tiaptiap<br />
partikel berasosiasi dengan satu ruang Hilbert partikel tunggal yaitu H (1) . Secara<br />
<strong>umum</strong> ruang Hilbert sistem n partikel H (n) merupakan subruang dari produk<br />
perkalian tensor n buah H (1) yaitu H (n) ⊆ ⊗ n i=1H (1) .<br />
Secara <strong>umum</strong> vektor dalam ⊗ n i=1H (1) dapat ditulis sebagai kombinasi linier<br />
dari vektor monomial |i 1 , · · · i n 〉 = |i 1 〉 ⊗ · · · ⊗ |i n 〉, dimana |i α 〉 adalah vektor<br />
monomial partikel tunggal dengan bilangan kuantum partikel tunggal {i α }. Himpunan<br />
{|i α 〉} untuk i α yang berbeda diasumsikan membentuk himpunan lengkap dari<br />
vektor-vektor keadaan ortonormal dalam H (1) , <strong>dan</strong> himpunan {|i 1 , · · · i n 〉} dengan<br />
nilai yang berbeda untuk i 1 , · · · i n membentuk himpunan lengkap dari vektor-vektor<br />
keadaan ortonormal dalam ⊗ n i=1H (1) .<br />
Ruang Hilbert untuk sistem multipartikel identik yang vektor keadaannya dibentuk<br />
oleh aksi <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> anihilasi pada vektor keadaan vakum sering juga<br />
disebut sebagai ruang Fock F. Dalam rumusan F, vektor keadaan sistem n partikel<br />
dituliskan dengan kombinasi linier dari vektor monomial yang didefinisikan sebagai<br />
berikut<br />
|i 1 , i 2 , i 3 , · · · , i n 〉 ≡ a † i n · · · a † i 2<br />
a † i n<br />
|0〉 (III.1)<br />
Vektor monomial kemudian diinterpretasikan sebagai vektor keadaan n partikel de-<br />
13
14<br />
ngan bilangan kuantum tunggal i 1 , · · · , i n karena keberadaan <strong>operator</strong> bilangan N i<br />
yang mematuhi aturan<br />
[N i , a † j ] = δ ija † j , N i |0〉 = 0 a i a † j |0〉 = δ ij |0〉 (III.2)<br />
Aksi dari <strong>operator</strong> permutasi U(p) pada basis ini diberikan oleh<br />
U (p) |i 1 , · · · , i n 〉 ≡ ∣ ∣ ip(1) , · · · , i p(n)<br />
〉<br />
(III.3)<br />
dimana aksi ini linier untuk seluruh ⊗ n i=1H (1) .<br />
Hamiltonian dari sistem multipartikel bersifat invarian terhadap aksi permutasi<br />
partikel, oleh karenanya Hamiltonian tersebut komut dengan <strong>operator</strong> permutasi<br />
yaitu<br />
[H, U(p)] = 0<br />
(III.4)<br />
yang menunjukkan swafungsi energi dapat menjadi basis bagi ruang wakilan <strong>operator</strong><br />
permutasi.<br />
Diberikan contoh kasus 2 (dua) partikel,<br />
U(12) |1, 2〉 = λ |1, 2〉<br />
|2, 1〉 = λ |1, 2〉<br />
(III.5)<br />
Permutasi sekali lagi menghasilkan<br />
U 2 (12) |1, 2〉 = λ 2 |1, 2〉<br />
|1, 2〉 = λ 2 |1, 2〉<br />
(III.6)<br />
Swanilai dari <strong>operator</strong> permutasi λ = ±1. Untuk swanilai λ = 1 menyebabkan swa-
15<br />
fungsi bersifat simetrik , yaitu |1, 2〉 = |2, 1〉, se<strong>dan</strong>g swanilai λ = 1 menyebabkan<br />
swanilai bersifat anti simetrik yaitu |1, 2〉 = − |2, 1〉. Dua jenis tipe simetri terhadap<br />
permutasi keadaan ini menggambarkan 2 jenis partikel yang berbeda, sifat simetrik<br />
untuk partikel boson yang mematuhi statistika Bose-Einstein <strong>dan</strong> sifat anti simetrik<br />
untuk partikel fermion yang mematuhi statistika Fermi-Dirac. Untuk sistem yang<br />
lebih dari 2 partikel dapat muncul tipe-tipe simetri lain.<br />
Untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat simetri berkenaan dengan permutasi<br />
keadaan kuantum n buah partikel identik digunakan grup permutasi S n . Wakilan S n<br />
dapat direduksi menjadi wakilan-wakilan uniter tak tereduksi (WUTT) yang terkait<br />
dengan sub-subruang yang invarian dinotasikan dengan H λ , dengan label λ adalah<br />
partisi dari n. Partisi dari n didefinisikan sebagai berikut :<br />
• Sebuah partisi dari n dituliskan λ ≡ λ 1 , λ 2 , · · · , λ r yang berupa barisan dari<br />
bilangan bulat positif λ i , yang disusun secara menurun dengan aturan λ i<br />
≥<br />
λ i+1 , i = 1, ..., r dimana jumlah totalnya ∑ r<br />
i=1 λ i = n<br />
• Dua partisi λ, µ dikatakan sama jika λ i = µ i untuk seluruh i.<br />
• Sebuah partisi λ terkait dengan sebuah Diagram Young yaitu sebuah gambar<br />
grafis yang terdiri dari n buah kotak yang tersusun dalam r baris, baris ke i<br />
terdiri dari λ i kotak.<br />
Vektor-vektor di dalam H λ dikatakan memiliki tipe simetri λ <strong>dan</strong> dapat berdiri<br />
sendiri sebagai ruang Hilbert yang mendeskripsikan suatu sistem fisis tertentu. WUTT<br />
dari S n pada akhirnya dapat dicari dari diagram Young bersesuaian dengan partisi λ<br />
dengan mengisikan indek bilangan-bilangan. Diagram Young yang berisi indek-indek<br />
bilangan disebut Tabel Young. Sebelum membahas tentang Tabel Young, terlebih dulu<br />
disajikan tentang permutasi dari n buah objek.
16<br />
1. Permutasi<br />
Permutasi dari sebuah himpunan yang terdiri dari n buah objek didefinisikan<br />
sebagai sebuah pemetaan bijektif pada himpunan itu sendiri. Sembarang permutasi<br />
dari n buah objek dituliskan<br />
p =<br />
⎛<br />
⎞<br />
⎜<br />
⎝ 1 2 3 · · · n ⎟<br />
⎠<br />
p 1 p 2 p 3 · · · p n<br />
dimana bilangan-bilangan pada baris pertama dipindahkan ke tempat yang bersesuaian<br />
pada baris kedua. Himpunan dari permutasi n buah objek berjumlah n!.<br />
Sembarang permutasi dari n buah objek dituliskan<br />
p =<br />
⎛<br />
⎞<br />
⎜<br />
⎝ 1 2 3 · · · n ⎟<br />
⎠<br />
p 1 p 2 p 3 · · · p n<br />
inversi dari p<br />
p −1 =<br />
⎛<br />
⎜<br />
⎝ p 1 p 2 p 3 · · · p n<br />
1 2 3 · · · n<br />
⎞<br />
⎟<br />
⎠<br />
Elemen identitas e dituliskan<br />
e =<br />
⎛<br />
⎜<br />
⎝ 1 2 3 4 · · · n<br />
1 2 3 4 · · · n<br />
⎞<br />
⎟<br />
⎠<br />
Notasi penulisan lain yang lebih sederhana yaitu dengan menggunakan struk-
17<br />
tur siklus. Untuk lebih jelas diberikan contoh suatu permutasi<br />
p =<br />
⎛<br />
⎜<br />
⎝ 1 2 3 4 5 6<br />
3 5 4 1 2 6<br />
⎞<br />
⎟<br />
⎠<br />
objek 1 dipermutasikan ke objek 3 <strong>dan</strong> objek 3 dipermutasikan ke objek 4 se<strong>dan</strong>g<br />
objek 4 ke objek 1, jadi ketiga objek ini membentuk 3-siklus <strong>dan</strong> dapat ditulis (134).<br />
Objek yang lain yaitu 2 <strong>dan</strong> 5 membentuk 2-siklus <strong>dan</strong> dapat ditulis (25), Objek 6<br />
tidak berubah oleh karenanya hanya membentuk 1-siklus <strong>dan</strong> ditulis (6). Jadi permutasi<br />
di atas secara keseluruhan ditulis (134)(25)(6). Panjang struktur siklus dapat<br />
digunakan untuk menentukan kelas dari seluruh elemen grup permutasi.<br />
Sebagai<br />
contoh, elemen dari S 3 terdiri dari 3 kelas yaitu; 1-siklus elemen identitas e, 2-siklus<br />
teridiri dari elemen (12), (23), <strong>dan</strong> (13), 3-siklus terdiri dari (123) <strong>dan</strong> (321).<br />
2. Tabel Young<br />
Setiap WUTT dari S n yang terkait dengan sub-subruang invarian H λ dapat<br />
dicari dengan metode Tabel Young. Indek bilangan yang muncul dalam satu baris<br />
menunjukkan simetrik <strong>dan</strong> indek kolom menunjukkan anti-simetrik.<br />
Contoh : untuk kasus n = 3 ada 3 buah partisi yang berbeda yaitu (3), (2,1)<br />
<strong>dan</strong> (1,1,1). Diagram Youngnya secara berturutan<br />
Pengisian indek bilangan 1, 2, ..., n pada kotak diagram Young tidak boleh<br />
berulang. Ada dua macam Tabel Young yaitu Tabel Young Normal <strong>dan</strong> Tabel Young
18<br />
Standar. Tabel Young Normal diperoleh dengan pengisian bilangan secara berurutan<br />
dari kotak kiri ke kotak sebelah kanan kemudian dilanjutkan ke baris berikutnya.<br />
Se<strong>dan</strong>g Tabel Young Standar diperoleh dengan pengisian bilangan-bilangan<br />
yang tidak secara berurutan asalkan bilangan tersebut semakin membesar dari kotak<br />
paling kiri ke kotak sebelah kanan <strong>dan</strong> dari atas ke bawah. Contoh Tabel Young<br />
Normal<br />
1 2<br />
3<br />
<strong>dan</strong><br />
1 2 3<br />
4<br />
Contoh Tabel Young Standar<br />
1 3<br />
2<br />
<strong>dan</strong><br />
1 3 4<br />
2<br />
Tabel Young Normal dituliskan Θ λ , se<strong>dan</strong>g Tabel Young Standarnya untuk<br />
partisi yang sama dituliskan Θ p λ atau pΘ λ, dengan p adalah permutasi dari bilangan<br />
pada kotak diagram Young.<br />
3. Sifat Simetri Keadaan Kuantum Multipartikel<br />
Didefinisikan permutasi horisontal <strong>dan</strong> vertikal sebagai berikut : Diberikan<br />
Tabel Young Θ p λ , permutasi horisontal hp λ<br />
adalah permutasi bilangan yang muncul<br />
dalam satu baris pada kotak diagram Young, se<strong>dan</strong>g permutasi vertikal v p λ<br />
adalah permutasi<br />
bilangan yang muncul dalam satu kolom pada kotak diagram Young . Didefinisikan<br />
<strong>operator</strong> Penyimetri s p λ<br />
yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh permutasi
19<br />
horisontal yakni<br />
s p λ = ∑ h<br />
h p λ<br />
(III.7)<br />
Didefinisikan <strong>operator</strong> Anti Penyimetri yang diperoleh dengan menjumlahkan seluruh<br />
permutasi vertikal dengan aturan<br />
a p λ = ∑ v<br />
(−1) v λ<br />
v p λ<br />
(III.8)<br />
Kemudian didefinisikan juga suatu <strong>operator</strong> penyimetri tak tereduksi atau disebut<br />
Penyimetri Young e p λ<br />
yang didefinisikan<br />
e p λ = ∑ h,v<br />
(−1) v λ<br />
h p λ vp λ<br />
(III.9)<br />
Penyimetri Young di atas bila bekerja pada suatu vektor monomial akan membentuk<br />
vektor-vektor keadaan kuantum dalam H λ yang memiliki tipe simetri λ sebagai ruang<br />
wakilan WUTT dari S n .<br />
Kemudian akan dicari semua vektor keadaan yang bersesuaian dengan partisipartisi<br />
sistem n partikel sampai n = 4. Untuk sistem yang terdiri dari 2 (dua) buah<br />
partikel, terdapat 2 partisi untuk S 2 yaitu (2) <strong>dan</strong> (1,1) yang bentuk Tabel Youngnya<br />
secara berurutan<br />
1 2 <strong>dan</strong><br />
1<br />
2<br />
Nilai Penyimetri untuk partisi (2) adalah s 1 = e+(12) <strong>dan</strong> Anti penyimetrinya adalah
20<br />
a 1 = e. Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2) adalah<br />
e 1 = s 1 a 1 = (e + (12))e = e + (12)<br />
Bila vektor monomial partikel tunggal dituliskan |1〉 <strong>dan</strong> |2〉 <strong>dan</strong> vektor monomial<br />
untuk sistem 2 (dua) partikel |1〉 ⊗ |2〉 = |1, 2〉, diperoleh aksi <strong>operator</strong> Penyimetri<br />
Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel yaitu<br />
e 1 |1, 2〉 = e + (12) |1, 2〉 = |1, 2〉 + |2, 1〉<br />
(III.10)<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 2 (dua)<br />
partikel. Nilai Penyimetri untuk partisi (1,1) adalah s 2 = e <strong>dan</strong> Anti penyimetrinya<br />
adalah a 2 = e − (12). Nilai Penyimetri Young untuk partisi (1,1) adalah<br />
e 2 = s 2 a 2 = e(e − (12)) = e − (12)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young pada vektor monomial 2 (dua) partikel akan menghasilkan<br />
vektor keadaan :<br />
e 2 |1, 2〉 = e − (12) |1, 2〉 = |1, 2〉 − |2, 1〉<br />
(III.11)<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan anti simetrik total untuk sistem 2 (dua)<br />
partikel.<br />
Untuk sistem yang terdiri dari 3 (tiga) partikel, terdapat 3 buah partisi untuk<br />
S 3 yaitu (3), (2,1), <strong>dan</strong> (1,1,1). Bentuk Tabel Young untuk partisi (3) :<br />
Θ 1 = 1 2 3
21<br />
seluruh p yang ada berupa h λ sehingga nilai Penyimetrinya adalah s 1 = ∑ p p =<br />
e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321), se<strong>dan</strong>g permutasi vertikal v λ hanya elemen<br />
e sehingga nilai Anti penyimetrinya a 1 = e. Nilai Penyimetri Young<br />
e 1 = s 1 a 1 =<br />
( ∑<br />
p<br />
p<br />
)<br />
e = e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321)<br />
Bila vektor monomial untuk 3 (tiga) partikel dituliskan |1, 2, 3〉, aksi Penyimetri Youngnya<br />
diberikan oleh<br />
e 1 |1, 2, 3〉 =(e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321)) |1, 2, 3〉<br />
= |1, 2, 3〉 + |2, 1, 3〉 + |3, 2, 1〉 + |1, 3, 2〉 + |3, 1, 2〉<br />
(III.12)<br />
+ |2, 3, 1〉<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 3 (tiga)<br />
partikel.<br />
Bentuk Tabel Young Normal partisi (2,1) adalah :<br />
Θ 2 = 1 2<br />
3<br />
Nilai Penyimetri s 2 = e + (12) se<strong>dan</strong>gkan nilai Anti penyimetrinya a 2 = e − (13)<br />
sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young :<br />
e 2 = s 2 a 2 = (e + (12))(e − (13)) = e + (12) − (31) − (321)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel
22<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 2 |1, 2, 3〉 = (e + (12) − (31) − (321)) |1, 2, 3〉<br />
= |1, 2, 3〉 + |2, 1, 3〉 − |3, 2, 1〉 − |2, 3, 1〉<br />
(III.13)<br />
Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,1) :<br />
Θ (23)<br />
2 = 1 3<br />
2<br />
Nilai Penyimetri Young s 2 = e + (13) se<strong>dan</strong>gkan nilai Anti penyimetrinya a 2 =<br />
e − (12), sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young :<br />
e (23)<br />
2 = s 2 a 2 = (e + (13)) (e − (12)) = e + (13) − (12) − (123)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel<br />
:<br />
e (23)<br />
2 |1, 2, 3〉 = (e + (13) − (12) − (123)) |1, 2, 3〉<br />
= |1, 2, 3〉 + |3, 2, 1〉 − |2, 1, 3〉 − |3, 1, 2〉<br />
(III.14)<br />
Bentuk tabel Young untuk partisi (1,1,1) :<br />
1<br />
Θ 3 =<br />
2<br />
3
23<br />
Seluruh permutasi berupa v λ sehingga diperoleh nilai Penyimetri Young :<br />
e 3 = s 3 a 3 =e((e) − (12) − (13) − (23) + (123) + (321))<br />
=e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial sistem 3 (tiga) partikel<br />
e 3 |1, 2, 3〉 = (e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)) |1, 2, 3〉<br />
= |1, 2, 3〉 − |2, 1, 3〉 − |3, 2, 1〉 − |1, 3, 2〉 + |3, 1, 2〉 + |2, 3, 1〉<br />
(III.15)<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe anti simetrik total untuk sistem 3<br />
(tiga) partikel.<br />
Grup S 4 memiliki elemen permutasi sebanyak 4! = 24 <strong>dan</strong> terdiri dari 5 partisi<br />
yaitu (4), (3,1), (2,2), (2,1,1), <strong>dan</strong> (1,1,1,1). Bentuk diagram Youngnya secara<br />
berturutan adalah<br />
Nilai-nilai Penyimetri Young untuk masing-masing partisi adalah sebagai berikut :<br />
Bentuk tabel Young untuk partisi (4)<br />
Θ 1 = 1 2 3 4<br />
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (4) adalah jumlah dari seluruh permutasi yang
24<br />
ada, yaitu<br />
e 1 = ∑ p<br />
p<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel<br />
menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 1 |1, 2, 3, 4〉 = ∑ p<br />
p |1, 2, 3, 4〉<br />
(III.16)<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan tipe simetrik total untuk 4 (empat)<br />
partikel.<br />
Partisi (3,1) dapat dibuat 1 (satu) Tabel Young Normal <strong>dan</strong> 2 (dua) Tabel<br />
Young Standar. Bentuk Tabel Young Normalnya :<br />
Θ 2 = 1 2 3<br />
4<br />
Nilai Penyimetri Youngnya adalah<br />
e 2 =e + (12) + (13) + (23) + (123) + (321) − (14) − (142)<br />
− (14)(23) − (143) − (1423) − (1432)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 2 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 + |2, 1, 3, 4〉 + |3, 2, 1, 4〉 + |1, 3, 2, 4〉<br />
+ |3, 1, 2, 4〉 + |2, 3, 1, 4〉 − |4, 2, 3, 1〉 − |2, 4, 3, 1〉<br />
(III.17)<br />
− |4, 3, 2, 1〉 − |3, 2, 4, 1〉 − |3, 4, 2, 1〉 − |2, 3, 4, 1〉
25<br />
Bentuk 2 (dua) Tabel Young standarnya<br />
Θ 23<br />
2 = 1 2 4<br />
3<br />
<strong>dan</strong> Θ (243)<br />
2 = 1 3 4<br />
2<br />
Nilai Penyimetri Young secara berturutan<br />
e 23<br />
2 =e + (12) + (14) + (24) + (124) + (421)<br />
− (13) − (132) − (13)(24) − (134) − (1324) − (1342)<br />
<strong>dan</strong><br />
e (243)<br />
2 =e + (13) + (14) + (34) + (134) + (431)<br />
− (12) − (123) − (124) − (12)(34) − (1234) − (1243)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel secara<br />
berturutan akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 23<br />
2 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 + |2, 1, 3, 4〉 + |4, 2, 3, 1〉 + |1, 4, 3, 2〉<br />
+ |4, 1, 3, 2〉 + |2, 4, 3, 1〉 − |3, 2, 1, 4〉 − |2, 3, 1, 4〉<br />
(III.18)<br />
− |3, 4, 1, 2〉 − |4, 2, 1, 3〉 − |4, 3, 1, 2〉 − |2, 4, 1, 3〉<br />
<strong>dan</strong><br />
e (243)<br />
2 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 + |3, 2, 1, 4〉 + |4, 2, 3, 1〉 + |1, 2, 4, 3〉<br />
+ |4, 2, 1, 3〉 + |3, 2, 4, 1〉 − |2, 1, 3, 4〉 − |3, 1, 2, 4〉<br />
(III.19)<br />
− |4, 1, 3, 2〉 − |2, 1, 4, 3〉 − |4, 1, 2, 3〉 − |3, 1, 4, 2〉<br />
Partisi (2,2) terdiri dari 1 Tabel Young Normal <strong>dan</strong> 1 Tabel Young Standar.
26<br />
Bentuk Tabel Young Normal partisi untuk (2,2)<br />
Θ 3 = 1 2<br />
3 4<br />
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,2)<br />
e 3 =e + (12) + (34) − (13) − (24) − (124) − (132) − (143)<br />
− (234) − (1432) − (1234) + (1324) + (1423)<br />
+ (1432) + (12)(34) + (13)(24) + (14)(23)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young pada vektor monomial 4 (empat) partikel akan menghasilkan<br />
vektor keadaan :<br />
e 3 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 + |2, 1, 3, 4〉 + |1, 2, 4, 3〉 − |3, 2, 1, 4〉<br />
− |1, 4, 3, 2〉 − |4, 1, 3, 2〉 − |2, 3, 1, 4〉 − |3, 2, 4, 1〉<br />
− |1, 4, 2, 3〉 − |2, 3, 4, 1〉 − |4, 1, 2, 3〉 + |4, 3, 1, 2〉<br />
+ |3, 4, 2, 1〉 + |2, 3, 4, 1〉 + |2, 1, 4, 3〉 + |3, 4, 1, 2〉 + |4, 3, 2, 1〉<br />
(III.20)<br />
Bentuk Tabel Young Standar untuk partisi (2,2)<br />
Θ (23)<br />
3 = 1 3<br />
2 4
27<br />
Nilai penyimetri Young untuk partisi (2,2)<br />
e (23)<br />
3 =e − (12) + (13) − (24) − (34) − (123) − (134) − (142)<br />
− (432) + (1234) − (1324) − (1423) + (1432) + (13)(24)<br />
+ (14)(32) + (12)(34)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e (23)<br />
3 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 − |2, 1, 3, 4〉 + |3, 2, 1, 4〉 − |1, 4, 3, 2〉<br />
− |1, 2, 4, 3〉 − |3, 1, 2, 4〉 − |4, 2, 1, 3〉 − |2, 4, 3, 1〉<br />
− |1, 3, 4, 2〉 + |4, 1, 2, 3〉 − |4, 3, 1, 2〉 − |3, 4, 2, 1〉<br />
(III.21)<br />
+ |2, 3, 4, 1〉 + |3, 4, 1, 2〉 + |4, 3, 2, 1〉 + |2, 1, 4, 3〉<br />
Partisi(2,1,1) terdiri dari 1 Tabel Young Normal <strong>dan</strong> 2 Tabel Young Standar.<br />
Bentuk diagram Young Normal untuk partisi (2,1,1)<br />
1 2<br />
Θ 4 =<br />
3<br />
4<br />
Nilai Penyimetri Young partisi (2,1,1)<br />
e 4 =e − (13) − (14) − (34) + (134) + (431) + (12) − (132)<br />
− (142) − (12)(34) + (1342) − (1432)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel
28<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 4 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 − |3, 2, 1, 4〉 − |4, 2, 3, 1〉 − |1, 2, 4, 3〉<br />
+ |4, 2, 1, 3〉 + |3, 2, 4, 1〉 + |2, 1, 3, 4〉 − |2, 3, 1, 4〉<br />
(III.22)<br />
− |2, 4, 3, 1〉 − |2, 1, 4, 3〉 + |2, 4, 1, 3〉 − |2, 3, 4, 1〉<br />
Bentuk diagram Young Standar untuk partisi (2,1,1)<br />
Θ (23)<br />
4 =<br />
1 3<br />
2<br />
4<br />
Nilai Penyimetri Young untuk partisi (2,1,1)<br />
e (23)<br />
4 =e − (12) − (14) − (24) + (124) + (421)<br />
+ (13) − (123) − (143) − (13)(24) + (1243) + (1432)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e (23)<br />
4 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 − |2, 1, 3, 4〉 − |4, 2, 3, 1〉 − |1, 4, 3, 2〉<br />
+ |4, 1, 3, 2〉 + |2, 4, 3, 1〉 + |3, 2, 1, 4〉 − |3, 1, 2, 4〉<br />
(III.23)<br />
− |3, 2, 4, 1〉 − |3, 4, 1, 2〉 + |4, 1, 2, 3〉 + |2, 3, 4, 1〉<br />
Bentuk diagram Young Standar yang lain untuk partisi (2,1,1)<br />
Θ (234)<br />
4 =<br />
1 4<br />
2<br />
3
29<br />
Nilai Penyimetri Youngnya<br />
e (234)<br />
4 =e − (12) − (13) − (23) + (123) + (321)<br />
+ (14) − (124) − (134) − (14)(23) + (1234) − (1324)<br />
Aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4 (empat) partikel<br />
akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e (234)<br />
4 |1, 2, 3, 4〉 = |1, 2, 3, 4〉 − |2, 1, 3, 4〉 − |3, 2, 1, 4〉 − |1, 3, 2, 4〉<br />
+ |3, 1, 2, 4〉 + |2, 3, 1, 4〉 + |4, 2, 3, 1〉 − |4, 1, 3, 2〉<br />
(III.24)<br />
− |4, 2, 1, 3〉 − |4, 3, 2, 1〉 + |4, 1, 2, 3〉 − |4, 3, 1, 2〉<br />
Bentuk diagram Young untuk partisi (1,1,1,1) adalah<br />
1<br />
Θ 5 =<br />
2<br />
3<br />
4<br />
Nilai penyimetri Youngnya sama dengan jumlah seluruh permutasi vertikal untuk 4<br />
objek, yaitu<br />
e 5 = ∑ p<br />
(−1) p p = a<br />
Oleh karena itu, aksi <strong>operator</strong> Penyimetri Young di atas pada vektor monomial 4<br />
(empat) partikel akan menghasilkan vektor keadaan :<br />
e 5 |1, 2, 3, 4〉 = a |1, 2, 3, 4〉<br />
(III.25)
30<br />
Vektor keadaan di atas adalah vektor keadaan simetrik total untuk sistem 4 (empat)<br />
partikel.
BAB IV<br />
ALJABAR TRILINEAR UMUM (ATU)<br />
1. Persyaratan Umum<br />
Untuk membangun <strong>aljabar</strong> OKA, maka vektor-vektor keadaan kuantum dalam<br />
ruang Fock F untuk sistem multipartikel identik tak terbedakan harus memenuhi beberapa<br />
persyaratan, yaitu :<br />
1. Nilai produk skalar vektor-vektor pada F tidak bergantung pada bilangan kuantum<br />
yang se<strong>dan</strong>g diselidiki.<br />
2. Ruang Fock F yang dibentang oleh seluruh vektor monomial dari keadaan n-<br />
partikel harus invarian terhadap aksi S n .<br />
3. Tidak ada nilai norma yang negatif untuk seluruh vektor keadaan kuantum.<br />
Syarat pertama menghendaki bilangan kuantum untuk seluruh keadaan memiliki kedudukan<br />
yang sama. Syarat kedua menyebabkan vektor monomial dapat menjadi<br />
ruang wakilan bagi grup S n <strong>dan</strong> sebaliknya yaitu grup S n dapat membagi ruang Fock<br />
menjadi sub-subruang tak tereduksi yang invarian. Syarat ketiga ber<strong>hubungan</strong> dengan<br />
sifat keuniteran (probabilitas).<br />
2. Analisa Aljabar Trilinear Umum ( ATU )<br />
ATU tersusun dari permutasi tiga <strong>operator</strong> yaitu 2 <strong>operator</strong> <strong>kreasi</strong> <strong>dan</strong> 1 <strong>operator</strong><br />
anihilasi <strong>dan</strong> kemungkinan kontraksinya. ATU berbentuk:<br />
a i a † j a† k + Ba† j a ia † k + Ca† j a† k a i + Da † k a† j a i<br />
+ Ea † k a ia † j + F δ ika † j + Gδ ija † k = 0 (IV.1)<br />
31
32<br />
Aplikasi persamaan (IV.1) pada vektor keadaan vakum<br />
(a i a † j a† k + Ba† j a ia † k + Ca† j a† k a i + Da † k a† j a i<br />
+ Ea † k a ia † j + F δ ika † j + Gδ ija † k ) |0〉 = 0 (IV.2)<br />
diperoleh<br />
a i a † j a† k |0〉 + (B + F ) δ ika † j |0〉 + (E + G) δ ija † k |0〉 = 0<br />
(IV.3)<br />
dikalikan dari kiri dengan 〈0| a l diperoleh<br />
〈0| a l a i a † j a† k |0〉 + (B + F ) δ ikδ lj + (E + G) δ ij δ lk = 0 (IV.4)<br />
Diasumsikan bahwa seluruh vektor monomial memilki nilai norm 1. Dari persamaan<br />
(IV.4), nilai norma vektor monomial untuk 2 partikel sama dengan 1 akan mengakibatkan<br />
E + G = −1<br />
(IV.5)<br />
Dimisalkan analisa ATU pada 〈2, 1| (12) |1, 2〉 menghasilkan nilai norma α, maka<br />
diperoleh<br />
B + F = −α<br />
(IV.6)<br />
Untuk mencari <strong>hubungan</strong> antara ATU dengan vektor keadaan yang memiliki<br />
tipe simetri keadaan kuantum yang dikehendaki dapat dilakukan cara sebagai berikut<br />
:<br />
1. Seluruh vektor keadaan yang terkait dengan bentuk partisi tertentu dari n dicari
33<br />
nilai normanya dengan ATU (Lamp. A).<br />
2. Nilai norma dibuat 0 untuk vektor-vektor keadaan selain tipe simetri yang dikehendaki<br />
ada.<br />
3. Untuk mendapatkan nilai norma 0 dapat diambil suatu persamaan atau suatu<br />
nilai koefisien ATU sebagai persyaratan. Persyaratan yang diperoleh digunakan<br />
untuk mengevaluasi seluruh nilai norma dari kasus partikel itu <strong>dan</strong> untuk kasus<br />
partikel di atasnya.<br />
4. Persamaan atau nilai koefisien yang diambil merupakan <strong>hubungan</strong> yang dicari<br />
antara ATU dengan vektor keadaan bertipe simetri yang dikehendaki.<br />
a. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Simetrik Total Tipe<br />
simetrik total dicirikan dengan bentuk partisi (n) (n= jumlah partikel) yang bentuk<br />
diagram Youngnya hanya terdiri 1 baris saja. Sampai kasus 4 partikel, terdapat 3 buah<br />
partisi simetrik total yaitu (2), (3), <strong>dan</strong> (4). Hubungan ATU dengan vektor keadaan<br />
bertipe simetrik total ini diperoleh dengan membuat 0 nilai norma vektor keadaan<br />
selain tipe simetrik total.<br />
Analisa ATU untuk kasus 2 partikel pada vektor keadaan partisi (2) yang<br />
diberikan oleh persamaan (III.10) <strong>dan</strong> pada vektor keadaan partisi (1,1) diberikan<br />
oleh persamaan (III.11), secara berturutan menghasilkan nilai norma<br />
nilai norma partisi (2) = −2E − 2G + 2B + 2F = 2 + 2α (IV.7)<br />
nilai norma partisi (1,1) = 2B + 2F − 2E − 2G = 2 − 2α (IV.8)<br />
persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai<br />
α = 1<br />
(IV.9)
34<br />
Jadi, untuk kasus 2 partikel diperlukan nilai α = 1 agar diperoleh vektor keadaan<br />
bertipe simetrik total saja.<br />
Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi<br />
(3), (2,1), <strong>dan</strong> (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) <strong>dan</strong><br />
(III.15), dengan memakai nilai α = 1 secara berturutan menghasilkan nilai norma<br />
nilai norma partisi (3) = 48 + 12F + 12G − 12C − 12D (IV.10)<br />
nilai norma partisi (2,1) = −4F − 4G + 4C + 4D − 4 (IV.11)<br />
nilai norma partisi (2,1) = 2F + 2G − 2C − 2D + 2 (IV.12)<br />
nilai norma partisi (1,1,1) = 0 (IV.13)<br />
agar diperoleh vektor keadaan yang bertipe simetrik total saja maka persamaan (IV.11)<br />
<strong>dan</strong> (IV.12) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai<br />
F = G − C − D + 1<br />
(IV.14)<br />
Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.9) <strong>dan</strong> (IV.14) agar vektor<br />
keadaan yang ada hanya bertipe simetrik total saja.<br />
Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU <strong>dan</strong> dengan memakai persamaan (IV.9)<br />
<strong>dan</strong> (IV.14) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya vektor keadaan bertipe<br />
simetrik total saja yaitu pada partisi (4), sehingga untuk kasus 4 partikel tidak diperoleh<br />
persyaratan lagi.<br />
Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU
35<br />
dengan persamaan<br />
B = C − G + D<br />
F = G − C − D + 1<br />
(IV.15)<br />
(IV.16)<br />
b. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Anti Simetrik Total<br />
Partisi dengan bentuk (1, 1, 1, · · · ) dikatakan memilki tipe anti simetrik total. Sampai<br />
kasus 4 partikel, terdapat 3 buah partisi anti simetrik total yaitu (1,1), (1,1,1),<br />
<strong>dan</strong> (1,1,1,1). Hubungan ATU dengan vektor keadaan bertipe anti simetrik total ini<br />
dipero-leh dengan membuat 0 nilai norma seluruh vektor keadaan selain tipe anti<br />
simetrik total.<br />
Persamaan (IV.7) dibuat sama dengan 0 , diperoleh nilai<br />
α = −1<br />
(IV.17)<br />
Jadi untuk kasus 2 partikel diperoleh persamaan α = −1.<br />
Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor-vektor keadaan untuk partisi<br />
(3), (2,1), <strong>dan</strong> (1,1,1) yang diberikan oleh persamaan (III.12), (III.13), (III.14) <strong>dan</strong><br />
(III.15), dengan memakai nilai α = −1 secara berturutan menghasilkan nilai norma<br />
nilai norma partisi (3) = 0 (IV.18)<br />
nilai norma partisi (2,1) = 0 (IV.19)<br />
nilai norma partisi (2,1) = 6F − 6G + 6C − 6D − 6 (IV.20)<br />
nilai norma partisi (1,1,1) = 48 − 12F + 12G − 12C + 12D (IV.21)<br />
agar diperoleh vektor keadaan yang anti simetrik saja maka persamaan (IV.20) dibuat
36<br />
0 , diperoleh<br />
F = G − C + D + 1<br />
(IV.22)<br />
Jadi, untuk kasus 3 partikel, diperlukan persamaan (IV.17) <strong>dan</strong> (IV.22) agar vektor<br />
keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik total saja.<br />
Untuk kasus 4 partikel, analisa ATU <strong>dan</strong> dengan memakai persamaan (IV.17)<br />
<strong>dan</strong> (IV.22) telah menghasilkan vektor keadaan yang ada hanya bertipe anti simetrik<br />
total saja yaitu pada partisi (1,1,1,1), sehingga untuk kasus sampai 4 partikel tidak<br />
diperoleh persyaratan lagi.<br />
Jadi, vektor-vektor keadaan bertipe simetrik total dapat diperoleh dari ATU<br />
dengan persamaan<br />
B = C − G − D − 2<br />
F = G − C + D + 1<br />
(IV.23)<br />
(IV.24)<br />
c. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Tipe Paraboson Orde Dua<br />
Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2 adalah<br />
vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 baris. Sampai kasus<br />
4 partikel partisi-partisi diagram Young termasuk dalam elemen paraboson orde 2<br />
adalah : (2), (1,1), (3), (2,1), (4), (3,1), <strong>dan</strong> (2,2). Secara berurutan bentuk diagram<br />
Youngnya<br />
Untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri paraboson<br />
orde 2 saja, maka nilai norma dari vektor -vektor keadaan di atas dijaga agar
37<br />
tidak bernilai 0 , se<strong>dan</strong>gkan vektor -vektor keadaan selain dari bentuk di atas dibuat<br />
sama dengan 0 .<br />
Untuk kasus 2 partikel, tidak diperoleh persamaan karena semua nilai norma<br />
tidak boleh 0 .<br />
Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (1,1,1) yang<br />
diberikan oleh persamaan (III.15) menghasilkan nilai norma<br />
6(1 + B + F )(B 2 + BF + GB + GF + 2B + 2F + 1 + D − C) (IV.25)<br />
dibuat 0 untuk suku yang kedua agar nilai norma vektor keadaan pada kasus 2 partikel<br />
tetap ada, diperoleh<br />
F = (−B2 − GB − D − 2B − 1 + C)<br />
(B + 2 + G)<br />
(IV.26)<br />
Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) akan<br />
dibuat 0 yaitu vektor keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.21), (III.22), <strong>dan</strong><br />
(III.23). Nilai norma ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.26)<br />
ternyata dalam bentuk variabel B, C, D <strong>dan</strong> G <strong>dan</strong> tidak mengandung konstanta. Oleh<br />
karena itu, untuk membuat nilai norma 0 untuk ketiga vektor keadaan ini, diambil<br />
nilai-nilai<br />
B = C = G = D = 0<br />
(IV.27)<br />
dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai<br />
E = −1<br />
F = − 1 2<br />
(IV.28)<br />
(IV.29)
38<br />
Bila nilai norma seluruh vektor keadaan dievaluasi dengan mengambil nilai-nilai di<br />
atas, maka telah didapatkan vektor-vektor keadaan yang ada hanya bertipe simetri<br />
paraboson orde 2 saja. Aljabar ATU persamaan (IV.1) kemudian menjadi<br />
a i a † j a† k − a† k a ia † j − 1 2 δ ika † j = 0<br />
(IV.30)<br />
[a i a † j , a† k ] − = 1 2 δ ika † j<br />
yang tidak lain lain adalah <strong>aljabar</strong> Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2.<br />
Jadi, diperoleh <strong>hubungan</strong> antara ATU dengan vektor keadaan tipe paraboson orde 2<br />
berupa <strong>aljabar</strong> Govorkov.<br />
d. Hubungan ATU dengan Vektor-vektor Keadaan Simetri Parafermion Orde<br />
Dua Vektor-vektor keadaan yang termasuk dalam tipe simetri parafermion orde 2<br />
adalah vektor keadaan yang bentuk diagram Youngnya tidak lebih dari 2 kolom. Untuk<br />
kasus sampai 4 partikel, partisi-partisi yang termasuk dalam elemen parafermion<br />
orde 2 adalah ; (2), (1,1), (2,1), (1,1,1), (2,2), (2,1,1) <strong>dan</strong> (1,1,1,1), secara berturutan<br />
bentuk diagram Youngnya<br />
Nilai norma vektor-vektor keadaan dengan partisi di atas dijaga agar tidak bernilai 0<br />
, se<strong>dan</strong>g nilai norma vektor keadaan yang lain yakni vektor keadaan dengan bentuk<br />
partisi (3), (4), <strong>dan</strong> (3,1) dibuat 0 .<br />
Untuk kasus 2 partikel, semua nilai norma tidak dibuat 0 .<br />
Untuk kasus 3 partikel, analisa ATU pada vektor keadaan partisi (3) pada per-
39<br />
samaan (III.12) menghasilkan nilai norma<br />
6(−1 + B + F )(−B 2 − BF + GB + GF + 2B + 2F − 1 + D1 + C) (IV.31)<br />
Nilai di atas dibuat 0 untuk suku kedua agar nilai norma pada kasus 2 partikel tetap<br />
ada, diperoleh<br />
F = −( B2 − GB − D − 2B + 1 − C<br />
) (IV.32)<br />
B − 2 − G<br />
Untuk kasus 4 partikel terdapat 3 vektor keadaan untuk partisi (3,1) yaitu vektor<br />
keadaan yang diberikaan oleh persamaan (III.17), (III.18), <strong>dan</strong> (III.19). Nilai norma<br />
ketiga vektor keadaan ini setelah dimasukkan persamaan (IV.32) ternyata berupa<br />
variabel B, C, D <strong>dan</strong> G <strong>dan</strong> tidak mengandung konstanta. Oleh karena itu, untuk<br />
membuat 0 nilai norma ketiga vektor keadaan ini, diambil nilai-nilai<br />
B = C = G = D = 0<br />
(IV.33)<br />
dengan pilihan di atas berakibat koefisien lainnya bernilai<br />
E = −1<br />
F = 1 2<br />
(IV.34)<br />
(IV.35)<br />
Aljabar ATU persamaan (IV.1) menjadi<br />
a i a † j a† k − a† k a ia † j + 1 2 δ ika † j = 0<br />
[ ]<br />
a i a † j , a† k<br />
= − 1 2 δ ika † j<br />
(IV.36)<br />
yang tidak lain lain adalah <strong>aljabar</strong> Govorkov persamaan (I.4) dengan nilai p = 2.
40<br />
Jadi, diperoleh <strong>hubungan</strong> antara ATU dengan vektor keadaan tipe parafermion orde 2<br />
berupa <strong>aljabar</strong> Govorkov.<br />
3. Pembahasan<br />
Analisa nilai norma dengan ATU untuk mendapatkan vektor-vektor keadaan<br />
bertipe simetrik total <strong>dan</strong> antisimetrik total saja pada kasus sampai 4 partikel tidak dihasilkan<br />
nilai-nilai koefisien pada ATU, namun hanya berupa persamaan-persamaan.<br />
Persamaan-persamaan ini menunjukkan a<strong>dan</strong>ya <strong>hubungan</strong> antara koefisien satu dengan<br />
koefisien lainnya.<br />
Untuk keadaan simetri paraboson orde 2 , analisa nilai norma untuk kasus 4<br />
partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma<br />
vektor keadaan untuk partisi (2,1,1) berupa variabel B, C, D <strong>dan</strong> G <strong>dan</strong> tidak terdapat<br />
konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (2,1,1) diambil nilai<br />
B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E <strong>dan</strong> F bernilai E = −1<br />
<strong>dan</strong> F = −1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada <strong>aljabar</strong><br />
Govorkov untuk paraboson dengan nilai p = 2.<br />
Untuk keadaan simetri parafemion orde 2 , analisa nilai norma untuk kasus 4<br />
partikel dengan persyaratan yang diperoleh dari kasus 3 partikel diperoleh nilai norma<br />
vektor keadaan untuk partisi (3,1) berupa variabel B, C, D <strong>dan</strong> G <strong>dan</strong> tidak terdapat<br />
konstanta. Oleh karena itu, untuk membuat 0 nilai norma partisi (3,1) diambil nilai<br />
B = C = D = G = 0, yang berakibat nilai koefisien E <strong>dan</strong> F bernilai E = −1<br />
<strong>dan</strong> F = 1/2. Hasil tersebut tak lain adalah nilai koefisien-koefisien pada <strong>aljabar</strong><br />
Govorkov untuk parafermion dengan nilai p = −2.<br />
Jadi untuk keadaan tipe simetri paraboson <strong>dan</strong> parafermion orde 2 , ATU tereduksi<br />
menjadi <strong>aljabar</strong> Govorkov (pers. I.4) dengan nilai p = ±2 (+ untuk paraboson<br />
<strong>dan</strong> - untuk parafermion). Nilai norma untuk seluruh vektor keadaan bernilai positif.
BAB V<br />
KESIMPULAN <strong>dan</strong> SARAN<br />
1. Kesimpulan<br />
1. Nilai-nilai koefisien ATU akan menentukan nilai norma vektor keadaan dengan<br />
tipe simetri tertentu.<br />
2. Nilai-nilai koefisien tertentu akan memberikan hanya vektor keadaan dengan<br />
tipe simetri tertentu yang memiliki norma tidak 0. Agar diperoleh vektor keadaan<br />
bertipe simetrik total saja, maka persyaratannya adalah<br />
B = C − G + D<br />
F = G − C − D + 1<br />
se<strong>dan</strong>gkan agar diperoleh vektor keadaan bertipe antisimetrik total saja, maka<br />
persyaratannya adalah<br />
B = C − G − D − 2<br />
F = G − C + D + 1<br />
Untuk vektor keadaan bertipe simetri paraboson orde 2, diperlukan persyaratan<br />
B = C = G = D = 0<br />
E = −1<br />
F = − 1 2<br />
yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada <strong>aljabar</strong> Govorkov untuk parabo-<br />
41
42<br />
son dengan nilai p = 2.<br />
Se<strong>dan</strong>gkan untuk vektor keadaan bertipe simetri<br />
parafermion orde 2 diperlukan persyaratan<br />
B = C = G = D = 0<br />
E = −1<br />
F = 1 2<br />
yang sesuai dengan koefisien-koefisien pada <strong>aljabar</strong> Govorkov untuk parafermion<br />
dengan nilai p = −2.<br />
2. Saran<br />
Perlu diteliti <strong>hubungan</strong> ATU dengan bentuk tipe-tipe simetri yang lain yang<br />
belum ditinjau dalam skripsi ini, misalnya tipe simetri yang terkait dengan diagram<br />
Young yang berbentuk :<br />
· · ·<br />
.<br />
dimana tipe simetri di atas menghendaki muanculnya tipe simetrik <strong>dan</strong> anti simetrik<br />
secara bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA<br />
Feynman, R. P., 1972, Statistical Mechanics, Addison-Wesley, United States of<br />
America.<br />
Green, H. S, 1953, Physical Review, Vol. 90, Hal. 270.<br />
Greenberg, O., W., 1990, Physical Review Letter, Vol. 64, Hal. 705.<br />
Greiner, W., Neise, L. <strong>dan</strong> Stocker, H., 1995, Thermodynamics and Statistical Mechanics,<br />
Springer-Verlag, New York.<br />
Griffiths, D.J., 1994, Introduction to Quantum Mechanics, Printice Hall inc., New<br />
Jersey.<br />
Govorkov, A., B., 1990, Theoretical Mathematical Physics, Vol. 85, Hal. 1167.<br />
Mandl, F., Shaw, G., 1984, Quantum Field Theory, John Wiley and Sons, Inc., Cichester<br />
Satriawan, M., 2002, Ph.D Thesis, University of Illinois, Chicago<br />
Satriawan, M., 2005, Physics Journal of the Indonesian Physical Society, Vol. C7,<br />
Hal. 0221.<br />
Tung, Wu-Ki, 1985, Group Theory In Physics, World Scientific Publishing, Singapura.<br />
Ryder, L.,H., 1996, Quantum Field Theory, edisi kedua, Cambridge University Press,<br />
Cambridge<br />
43
LAMPIRAN A<br />
Program Maple Untuk Mencari Nilai Norma dari Suatu Vektor<br />
Keadaan<br />
44