Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi - Gradien
Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi - Gradien
Kecepatan Korosi Oleh 3 Bahan Oksidan Pada Plat Besi - Gradien
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No. 2 Juli 2006 : 161-166<br />
<strong>Kecepatan</strong> <strong>Korosi</strong> <strong>Oleh</strong> 3 <strong>Bahan</strong> <strong>Oksidan</strong> <strong>Pada</strong> <strong>Plat</strong> <strong>Besi</strong><br />
Zul Bahrum Caniago<br />
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu, Indonesia<br />
Diterima 25 Juni 2006: disetujui 1 Juli 2006<br />
Abstrak - Telah dilakukan penelitian untuk menentukan kecepatan korosi yang disebabkan oleh tiga bahan oksidan<br />
yaitu air, asam dan garam terhadap logam (plat besi). Waktu pengamatan dilakukan secara berselang, yakni t = 0, 5<br />
,10, 15, 20 dan 25 hari. Dengan menggunakan sinar Gamma (γ) yang dihasilkan dari sumber Cobalt (Co-60) yang<br />
diradiasikan pada plat logam, kemudian radiasi sinar γ dideteksi oleh tabung Geiger Muller. Intensitas cacahan<br />
menunjukkan daya tembus sinar γ semakin tinggi pada logam yang teroksidasi dengan waktu yang lebih lama. Hal ini<br />
memberi arti terjadi kerenggangan molekul besi, kerenggangan tersebut akibat proses oksidasi (korosi). Hasil<br />
penelitian menunjukkan bahwa daya serap sinar γ dalam material merupakan fungsi eksponensial terhadap waktu.<br />
<strong>Kecepatan</strong> korosi yang didapatkan adalah untuk asam sulfat = - 0.0056 dB/hari, garam = - 0.0053 dB/hari, dan air = -<br />
0.0047 dB/hari.<br />
Kata Kunci: <strong>Korosi</strong>; <strong>Oksidan</strong>; Sinar γ<br />
1. Pendahuluan<br />
Secara teoritis ilmu tentang nuklir, relatif tidak<br />
mengalami perkembangan seperti ilmu pengetahuan<br />
yang lain, karena masih banyak fenomena nuklir yang<br />
belum dapat dijelaskan secara tuntas. Namun dari segi<br />
pemanfaatan, teknologi nuklir telah banyak<br />
dimanfaatkan dalam berbagai bidang, misalnya<br />
kedokteran, bidang rekayasa dan konstruksi, material.<br />
<strong>Pada</strong> bidang konstruksi bangunan, teknologi nuklir<br />
dimanfatkan misalnya, untuk memantau keretakan pada<br />
bangunan dan kecepatan korosi pada logam.<br />
<strong>Korosi</strong> atau oksidasi dapat menyebabkan turunnya<br />
kualitas dan kekuatan dari suatu bahan. Untuk<br />
menghindari kerugian yang lebih besar, perlu tindakan<br />
preventif dengan cara mengawasi proses korosi<br />
secara dini. Pengawasan korosi dapat digunakan radiasi<br />
sinar γ, yakni dengan menyinari bahan yang<br />
mengalami korosi dengan Sinar γ, kemudian akan<br />
dapat diketahui tingkat atau kelajuan proses korosi<br />
pada bahan yang diawasi tersebut untuk selanjutnya<br />
dapat diprediksi tingkat kerusakan [4].<br />
Logam adalah bahan yang banyak digunakan untuk<br />
berbagai keperluan. Dalam udara terbuka logam mudah<br />
teroksidasi yang menimbulkan korosi/ karat, sehingga<br />
dapat menurunkan kualitas dan kekuatannya.<br />
<strong>Kecepatan</strong> korosi pada suatu bahan, dipengaruhi oleh<br />
kelembaban udara dan kadar garam atau asam,<br />
sehingga daerah pinggir pantai memiliki peluang yang<br />
sangat besar terjadinya korosi. <strong>Korosi</strong> terjadi dimulai<br />
dari permukaan logam yang terbuka dan menyebar ke<br />
bagian lain sesuai dengan fungsi waktu. Bagian yang<br />
terkena korosi mengalami perubahan susunan molekul<br />
karena terjadinya ikatan kimiawi antara atom logam<br />
dengan oksigen.<br />
Sinar γ dengan sifat gelombang elektromagnetik dan<br />
memiliki daya tembus kuat, dapat digunakan untuk<br />
mendeteksi tingkat korosi yang terjadi pada logam,<br />
yakni dengan teknik penyinaran pada bagian yang<br />
terkena korosi. <strong>Pada</strong> bagian logam yang terkena<br />
korosi akan terjadi perubahan kerapatan logam,<br />
sehingga terjadi perubahan daya serap antara yang<br />
terkena korosi dengan yang tidak terkena korosi.<br />
Perbedaan daya serap sinar γ pada bahan yang terkena<br />
korosi ini akan memberikan informasi tingkat korosi<br />
yang terjadi pada logam [5].<br />
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kecepatan<br />
tingkat korosi dari suatu bahan yang disebabkan oleh<br />
3(tiga ) jenis bahan oksidan (garam, udara, asam).<br />
Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
Zul Bahrum Caniago, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166 162<br />
kontribusi kepada Iptek dalam salah satu pemanfaatan<br />
teknologi nuklir. Sedangkan manfaat, dapat ditunjukan<br />
manfaat sinar γ untuk mengukur tingkat korosi logam<br />
secara dini untuk diambil tindakan yang diperlukan<br />
untuk mengatasi kerugian yang lebih besar pada suatu<br />
sistem kontuksi besi.<br />
1.1. Sifat Fisika Sinar γ.<br />
Sinar γ adalah radiasi elektomagnetik dengan daya<br />
tembus tinggi dengan panjang gelombang 10 -7 - 10 -11<br />
cm. Sinar γ dipancarkan dari inti atom yang tidak<br />
stabil (radioaktif) atau pada inti dalam keadaan<br />
tereksitasi (excited state), kemudian sinar γ terpancar<br />
ke keadaan dasar dengan jalan memancarkan radiasi<br />
elektromagnetik yang disebut sebagai Sinar γ. Dengan<br />
kata lain, jika suatu inti berada dalam keadaan<br />
tereksitasi namun karena ketakstabilan dari keadaan<br />
tereksitasi, inti tersebut akan berpinduh ke keadaan<br />
stabil, inti tersebut akan memancarkan sinar γ. Sinar γ<br />
sama seperti radiasi sinar elektromagnetik lainnya biasa<br />
dipandang sebagai paket-paket energi yang disebut<br />
foton (γ). Massa dan muatan suatu inti yang<br />
memancarkan sinar γ tidak berubah.<br />
Sinar γ ini memiliki energi yang sama dengan selisih<br />
antara tingkat-tingkat energi tersebut. Sebagai contoh<br />
tinjau peluruhan 60 Co 27 menjadi 60 Ni 28 melalui emisi<br />
partikel beta.<br />
60<br />
60<br />
Co<br />
27<br />
→ Ni28<br />
+ β + 0<br />
Dimana 0 (neutrino) adalah zarah elementer yang<br />
mempunyai massa hampir sama dengan nol dan tidak<br />
bennuatan listrik sehingga sangat sukar dibuktikan<br />
keberadaannya. 60 Ni 28 yang dalam keadaan teruja ini<br />
mempunyai energi sebesar 2,5057 Mev. Dia akan<br />
meluruh dengan memancarkan dua sinar γ.<br />
Proses pancaran inti dari keadaan teruja ke keadaan<br />
dasar disebut proses deexitasi. Deeksitasi suatu anak<br />
luruh memiliki energi yang merupakan selisih antara<br />
tingkat teruja dan tingkat dasar.<br />
1.2. Interaksi Sinar γ Dengan Materi<br />
Seperti halnya atom, maka sebuah inti dapat berada<br />
dalam kedaan ikat yang energinya lebih tinggi daripada<br />
keadaan dasar. Jika inti yang tereksitasi ini kembali ke<br />
keadaan dasar, maka inti tersebut akan memancarkan<br />
sinar γ. Sinar γ ini memiliki energi yang bersesuaian<br />
dengan perbedaan energi antara berbagai keadaan awal<br />
dan keadaan akhir dalam transisi yang bersangkutan.<br />
Dengan kata lain sinar γ ini memiliki energi yang sama<br />
dengan selisih antara tingkat-tingkat energi tersebut.<br />
Sinar γ merupakan sinar elektromagnetik, tidak<br />
bermassa dan tidak bermuatan. Kondisi inilah yang<br />
menyebabkan sinar γ memiliki daya tembus material<br />
yang cukup tinggi atau memiliki daya ionisasi yang<br />
kecil.<br />
1.3. Penyerapan Sinar γ [1]<br />
Tiga cara utama Sinar-X atau Sinar γ dapat kehilangan<br />
energinya ketika melewati materi, yaitu Efek<br />
fotolistrik, Hamburan compton, dan Produksi pasangan.<br />
Efek Fotolistrik [1]- Yaitu gejala terlepasnya electron<br />
logam akibat logam tersebut dijatuhi radiasi<br />
elektromagnetik. Elektron dapat terlepas dari logam<br />
karena ia menyerap energi dari radiasi tersebut.<br />
Besamya energi kinetik elektron yang terlepas<br />
E = hf −<br />
k<br />
hf o<br />
E k<br />
= hf −W<br />
Dimana W sering disebut fungsi kerja atau energi<br />
ambang.<br />
Gambar 1. Skema pancaran γ dari peluruhan [1][3]<br />
Hamburan Compton [1] - Gejala Compton adalah<br />
gejala dimana sinar-X atau sinar γ yang menumbuk<br />
electron dihamburkan dengan panjang gelombang yang<br />
lebih besar. Menurut teori kuantum cahaya, foton<br />
berlaku sebagai partikel, hanya proton tidak memiliki<br />
massa diam. Foton sinar γ menumbuk electron yang<br />
mula-mula diam terhadap sistem koordinat dan
163<br />
Zul Bahrum Caniago, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166<br />
kemudian mengalami hamburan dari arahnya semula,<br />
sedangkan elektronnya menerima impulse dan mulai<br />
bergerak. Dalam tumbukan ini foton dapat dipandang<br />
sebagai partikel yang kehilangan sejumlah energi<br />
kinetik K yang diterima oleh electron, walaupun<br />
sebenamya kita mengamati dua foton yang berbeda.<br />
Jika foton semula mempunyai frekuensi δ, maka foton<br />
terhambur mempunyai frekuensi yang lebih rendah δ'<br />
sehingga terjadi kehilangan energi sebesar<br />
K = hδ − hδ '<br />
Produksi Pasangan [1] - Ketika foton melewati dekat<br />
inti dimungkinkan terjadinya electron dan positron<br />
(elektron bermuatan positif), dimana jumlahan<br />
keduanya menghasilkan muatan yaitu nol. Dalam<br />
semua kasus baik efek fotolistrik, efek Compton dan<br />
produksi pasangan energi foton ditransfer pada electron<br />
yang diikuti dengan kehilangan energi terutama<br />
disebabkan oleh proses oksidasi atau ionisasi. <strong>Pada</strong><br />
energi foton rendah efek fotolistrik merupakan<br />
mekanisme utama dari. kehilangan energi. Pentingnya<br />
efek fotolistrik dengan bertambahnya energi diganti<br />
dengan hamburan Compton, lebih besar nomor atomic<br />
penyerapannya lebih tinggi pula energi ketika efek<br />
fotolistrik memegang peranan penting. Dalam unsur<br />
ringan hamburan Compton berperan utama pada energi<br />
foton, beberapa puluh KeV, sedangkan pada unsur<br />
berat peran utama pada energi hampir 1 MeV. Produksi<br />
pasangan peluangnya meningkat lebih besar energinya<br />
dari energi ambang 1,02 MeV, lebih besar nomor<br />
atomik penyerapannya. Intensitas I dari berkas sinar γ<br />
dari laju transpor energi per satuan luas penampang<br />
dari berkas itu. Energi fraksional yang hilang dari<br />
berkas ketika melalui penyerapan setebal dx adalah :<br />
dI<br />
− = µ dx<br />
I<br />
Konstanta pembanding µ disebut koefisien Alennasi<br />
linier dan harganya bergantung dari energi foton dan<br />
sifat material penyerap. Integrasi persamaan itu adalah<br />
µ x<br />
I = I<br />
0e<br />
Jadi Intensitas radiasi menurun secara eksponensial<br />
terhadap tebal penyerap. Hubungan antara tebal<br />
penyerap x dengan rasio Io/I adalah<br />
⎛ I ⎞<br />
ln ⎜<br />
⎟<br />
=<br />
⎝ I<br />
0<br />
x<br />
⎠<br />
µ<br />
1.4. Proses pengkorosian pada plat <strong>Besi</strong><br />
<strong>Pada</strong> proses pengkorosian besi, penyebab utamanya<br />
adalah terjadi reduksi oksigen pada molekul asam oleh<br />
molekul logam. Mekanisme korosi lebih lanjut dapat<br />
dijelaskan sebagai berikut : <strong>Pada</strong> permukaan logam<br />
yang bersentuhan langsung dengan oksidan dapat<br />
dipandang sebagai anoda, pada bagian ini terjadi<br />
reaksi:<br />
Fe( s) → 2<br />
Fe( +<br />
aq ) + 2e<br />
Elektron yang dihasilkan melakukan pertukaran dengan<br />
oksigen, atau mengalami reduksi :<br />
+<br />
O2( g) + 4H( aq ) + 4e → 2H2O( l)<br />
Dari proses reaksi di atas, ion H + berperan sebagai<br />
pereduksi oksigen. Makin besar kosentrasi H + (makin<br />
asam) reaksi berlangsung semakin cepat. Sebaliknya<br />
makin kecil kosentrasi ion H + (makin basa) reaksi<br />
berlangsung semakin lambat. <strong>Besi</strong> tidak terkorosi pada<br />
pH > 9. Ion Fe 2+ yang terbentuk pada anoda<br />
mengalami oksidasi berlanjut membentuk Fe 3+ yang<br />
selanjutnya membentuk senyawa oksidasi terhidrasi,<br />
Fe 2 0 3 x H 2 O, yang disebut sebagai korosi besi.<br />
2+<br />
4Fe ( aq) + O2( g) + 4H2O()<br />
l<br />
+<br />
2Fe<br />
2O3x<br />
− H2O( s) + 8H( aq)<br />
Katoda adalah bagian yang mendapat banyak suplai<br />
oksigen, sehingga korosi terjadi pada bagian ini. <strong>Pada</strong><br />
proses pengkorosian besi bisa dilakukan secara alamiah<br />
atau secara buatan. Secara alamiah, bila oksigen yang<br />
terdapat dalam udara dapat bersentuhan dengan<br />
permukaan logam besi yang lembab, kemungkinan<br />
terjadinya korosi lebih besar. <strong>Korosi</strong> terutama terjadi<br />
pada bagian sel yang kekurangan oksigen. Gejala ini<br />
dapat dijelaskan berdasarkan reaksi-reaksi pada<br />
permukaan katoda yang memerlukan elektron. Reaksi<br />
katoda hanya dapat terjadi bila ada oksigen, dapat<br />
dilihat, seperti dibawah ini:<br />
2( H O) + O + 4e<br />
− ↔ 4( OH) −<br />
2<br />
2<br />
(Pembentukan Hidroksil)<br />
Disamping itu dari reaksi katoda ini memerlukan<br />
elektron dan logam daerah disekitarnya yang kurang<br />
oksigen harus menyerahkan elektron-elektronya. Jadi<br />
dapat dsimpulkan bahwa daerah yang kurang<br />
oksigennya menjadi anoda. Set oksidasi akan<br />
mempercepat korosi didaerah dimana konsentrasi
Zul Bahrum Caniago, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166 164<br />
oksigen lebih rendah. <strong>Besi</strong> mempunyai potensial<br />
elektroda φ sebesar -0,44 volt. Agar terjadi rekasi<br />
anoda:<br />
−<br />
3 + −<br />
( OH) Fe → Fe + 3e (Reaksi anoda)<br />
Hal ini disebabkan karena Fe harus melepaskan ketiga<br />
elektronnya agar berlangsung reaksi katoda sehingga<br />
terjadi ion Fe 3+.<br />
Bila kita lakukan reaksi:<br />
6H 0 + 3O + 2e<br />
− → 12( OH) − (Reaksi katoda)<br />
2 2<br />
Sehingga akan terjadi kesetaraan reaksi sebagai berikut:<br />
−<br />
3+<br />
− −<br />
4Fe + 6H20<br />
+ 3O2<br />
+ 12e → 4Fe + 12( OH) + 12e<br />
4Fe + 6H 2<br />
0 + 3O 2<br />
→ 4Fe( OH) 3<br />
Bila reaksi terjadi dalam aair yang diperkaya dengan<br />
oksigen akan didapat hasil korosi yang tidak larut<br />
dalam air dan akan mengendap yang selanjutnya<br />
disebut karat.<br />
2. Metode Penelitian<br />
sesudah melewati sampel (I) kemudian mengihtung<br />
daya serapnya masing-masing. Untuk menentukan daya<br />
serap (A) adalah<br />
I<br />
A = log (1)<br />
I<br />
I adalah Intensitas sinar γ setelah melewati bahan<br />
(cacah/menit) dan Io adalah Intensitas sinar γ sebelum<br />
bahan terkorosi (cacah/menit)<br />
<strong>Kecepatan</strong> korosi adalah:<br />
d ⎛ I ⎞<br />
v =<br />
⎜log ⎟<br />
dt ⎝ I<br />
0 ⎠<br />
3. Hasil Dan Pembahasan<br />
0<br />
(2)<br />
Hasil pengukuran rata-rata intensitas sinar γ yang<br />
melewati plat besi pada berbagai medium korosi<br />
dengan 3 jenis oksidan ditunjukkan pada tabel 1.<br />
Tabel 1. Intensitas sinar γ yang melewati plat<br />
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Fisika<br />
Eksperimen Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan<br />
Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam penelitian ini<br />
digunakan metode eksperimen, bahan yang digunakan<br />
adalah plat besi. <strong>Plat</strong> besi tersebut dipotong dengan<br />
ukuran yang sama. Kemudian dikorosikan pada media<br />
korosi (oksidan) yaitu air (H 2 O), asam sulfat (H 2 S0 4 ),<br />
dan air garam (NaCl).<br />
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah<br />
perangkat alat pendeteksi Tabung Geiger Muller,<br />
Sumber radiasi sinar γ (Co-60), dan Digit Counter.<br />
Lempengan besi dengan ukuran (2x3 cm, ketebalan 3<br />
mm) diletakkan diatas gelas yang berisi media yang<br />
berbeda-beda disusun dalam sebuah kotak kayu yang<br />
terlebih dahulu dibasahi dengan oksidan. Sebagai<br />
sampel pengontrol adalah logam yang bebas korosi,<br />
yang diukur intsnsitas sinar γ sebelum dan sesudah<br />
melewati sampel dan dihitung daya serap sinar γ pada<br />
plat besi tersebut dinyatakan sebagai data Ao.<br />
Sedangkan sampel uji, digunakan plat besi yang telah<br />
mengalami korosi dengan waktu pengoksidasian yang<br />
berbeda, yaitu: ± 5 hari, 10 hari, 15 hari, 20 hari, dan<br />
25 hari. Data yang diambil sama dengan data pada<br />
sampel kontrol yaitu intensitas sinar γ sebelum (I o ) dan<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa korosi terbesar<br />
terjadi pada plat besi dengan oksidan asam sulfat<br />
(H 2 SO 4 ) dan terkecil terjadi dengan oksidan air(H 2 O)<br />
Dari tabel 1, untuk oksidan H 2 O, nilai rata-rata<br />
intensitas meningkat dari 278,8 (waktu korosi 5 hari)<br />
menjadi 293,9 (waktu korosi 25 hari). Sedangkan<br />
oksidan dengan larutan NaCl , nilai rata-rata<br />
intensitasnya meningkat dari 281,1 (waktu korosi 5<br />
hari) menjadi 295,1 (waktu korosi 25 hari). Demikian<br />
untuk oksidan H2S04, peningkatan nilai rata-rata<br />
intensitas dimulai dari 286,8 (waktu korosi 5 hari) dan<br />
berakhir 300.7 (wakt korosi 25 hari). Peningkatan<br />
instensitas sinar γ yang menembus pada bahan<br />
bersesuaian dengan semakin lamanya waktu oksidasi,<br />
dengan demikian oksidasi meyebabkan kerenggangan<br />
molekul besi sehingga sinar γ berpeluang lolos.<br />
Perbandingan karakteristik bahan (hubungan Intensitas<br />
dengan lama korosi) yang mengalami korosi dengan 3
165<br />
Zul Bahrum Caniago, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166<br />
jenis oksidan dapat dilihat pada gambar 2 berikut :<br />
Dari kurva yang diperlihatkan pada gambar 3, maka<br />
diperoleh linearisasi daya serap sebagai berikut :<br />
H 2 O = - 0.0056 t + 0.4404<br />
NaCl = - 0.0053 t + 0.4363<br />
H 2 SO 4 = - 0.0047 t + 0.4257<br />
Dengan menggunakan persamaan (2) maka diperoleh<br />
kecepatan korosi v sebagai berikut :<br />
Asam sulfat = - 0.0056 dB/hari<br />
Garam = - 0.0053 dB/hari<br />
Air = - 0.0047 dB/hari<br />
Gambar 2. Karakteristik bahan yang mengalami korosi<br />
4. Kesimpulan<br />
Dari gambar 1 terlihat bahwa semakin lama besi<br />
terkorosi maka intensitas sinar γ yang melewati plat<br />
besi mengalami kenaikan. Dampaknya adalah intensitas<br />
sinar γ yang diserap oleh plat besi mengalami<br />
penurunan yang bersesuaian dengan lama proses korosi<br />
yang dialami. Semakin tinggi intensitas sinar γ yang<br />
melewati plat besi, maka semakin kecil intensitas yang<br />
diserap oleh plat besi.<br />
Hasil penyerapan intensitas sinar γ (A) oleh plat besi di<br />
tunjukan pada tabel 2. Dan grafik daya serap dilihatkan<br />
oleh gambar 3.<br />
Tabel 2. Daya Serap<br />
<strong>Besi</strong> mengalami korosi terbesar (kecepatan tingkat<br />
korosinya paling besar) berturut-turut dengan oksidan<br />
H 2 S0 4 kecepatan korosi rata-rata 0,00198 dB/hari,<br />
NaCI kecepatan korosi rata-ratanya 0,00165 dB/hari<br />
dan HzO kecepatan kurosi rata-ratanya 0,00157<br />
dB/hari.<br />
Intensitas sinar γ paling banyak melewati plat besi<br />
dengan oksidan H 2 S0 4 dengan interval 286,8 sampai<br />
300,7.<br />
<strong>Plat</strong> besi yang mengalami korosi mudah ditembus oleh<br />
sinar γ dengan arti lain daya serap rendah. <strong>Plat</strong> besi<br />
yang tingkat korosinya kecil mampu menyerap<br />
intensitas sinar γ dengan cepat<br />
Penentuan kualitas material logam dapat dilakukan<br />
dengan menembakkan sinar γ pada logam itu, bila<br />
intensitas sinar γ banyak melewati logam (sedikit yang<br />
diserap oleh logam) maka dapat diartikan kualitas<br />
logam relatif rendah. Maka disarankan untuk menguji<br />
kualitas material bangunan dapat memanfaatkan sinar γ<br />
yang ditembakan pada material tersebut.<br />
Daftar Pustaka<br />
Gambar 3. Daya serap<br />
[1] Arthur Beiser The Houw Liong, Concepts Of Modern<br />
Physics, 1981, MC Graw-Hill, INC.<br />
[2] Kenneth S. Krane, Modern Physics, 1992, Department<br />
Of Physics, Oregon State University.<br />
[3] Kenneth S. Krane, Introductory Nuclear Physics, 1988,<br />
Oregen State University.
Zul Bahrum Caniago, Jurnal <strong>Gradien</strong> Vol. 2 No.2 Juli 2006 : 161-166 166<br />
[4] Lawrenceh. Van Vlack, Elements Of Materials Science<br />
and engineering, 1985, University Of Michigan, USA.<br />
[5] M. Ridwan, M.Sc, Ph. D, dkk, Pengantar Ilmu<br />
Pengetahuan dan teknologi nuklir, 1978, Jakarta.