Fulltext PDF - Jurnal UPI - Universitas Pendidikan Indonesia
Fulltext PDF - Jurnal UPI - Universitas Pendidikan Indonesia
Fulltext PDF - Jurnal UPI - Universitas Pendidikan Indonesia
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
PEMBELAJARAN MELALUI PENDEKATAN REACT<br />
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATEMATIS SISWA SMP<br />
Oleh: Tapilouw Marthen<br />
Dosen FPMIPA <strong>Universitas</strong> <strong>Pendidikan</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
ABSTRAK<br />
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa dan menggambarkan pencampaian kemampuan<br />
matematika siswa, penalaran dan kemampuan komunikasi berdasarkan konteks belajar dan mengajar<br />
melalui pendekatan REACT. Metoda yang dipakai dalam penelitian ini adalah quasi eksperimental<br />
dan sampel penelitian ini adalah tiga sekolah menegah pertama di kota Bandung yang masing-masing<br />
tergolong dalam tingkatan rendah, menegah dan atas. Penelitian ini dilaksanakan trhadap dua kelas<br />
VIII di setiap sekolahnya, yang dipilih melalui pemilihan acak. Hasil dari penelitian ini adalah,<br />
kemampuan matematika , penalaran dan komunikasi dari kelas REACT lebih baik dari kelas<br />
konvensional yang berada pada sekolah SMP tingkat atas. Tetapi pencapaian yang didasarkan pada<br />
kemampuan matematika pada keas REACT di SMP yang tingkatannya rendah ,dengan kelas<br />
konvesianal perbedaannya sedikit. Hanya saja, pada SMP yang tingkatannya rendah, kemampuan<br />
penalaran matematika kelas konvensional lebih tinggi dari pada kelas REACT. Kebanyakan siswa<br />
mengalami hambatan dalam memecahkan soal esai matematika yang ditujukan untuk menghitung<br />
kemampuan penalaran. Keterbatasan dari pembelajaran REACT yang ditujukan untuk membangun<br />
pengetahuan baru berdasarkan kemampuan siswa, adalah pengaturan waktu pada setiap aktivitas<br />
kelas dikarnakan keterbatasan jadwal sekolah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pembelajaran melalui<br />
pendekatan REACT merupakan pilihan yang lebih baik dalam mendukung perkembangan kemampuan<br />
matematika karena para siswa temotivasi untuk belajar dan mengembangkan kemampuan matematika<br />
mereka juga.<br />
Kata kunci: REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating and Transfering), Kemampuan,<br />
Penalaran dan Komunikasi Matematika<br />
ABSTRACT<br />
The aims of this study are to analyze and describe the students’ achievement on mathematics<br />
comprehension, reasoning, and communication ability based on Contextual Teaching and Learning<br />
(CTL) through REACT approach. The method of this study is quasi experiment, and the samples are<br />
3 SMPs that consist of higher, middle, and lower rank of students at SMP in Bandung City. This<br />
study was carried out at 2 classes of grade VIII from each school, that were chosen through random<br />
cluster sampling. The results of this study are, that the mathematics comprehension, reasoning, and<br />
communication from REACT classes are better than those of conventional classes of the higher rank<br />
SMP. But the achievements based on prior mathematics ability of the lower rank SMP of the REACT<br />
class and conventional class is slightly different. Only at the lower rank SMP, the mathematics<br />
reasoning ability of conventional class is higher than the REACT class. Most of the students<br />
experiencing difficulties on solving mathematics essay test that aimed at measuring their reasoning<br />
ability. The constrain of REACT’s learning that focus on giving chance to construct new knowledge<br />
based on students’ ability is the time management on each class activity because of the limited school<br />
schedule. The conclusion of this study is that Contextual Teaching and Learning through REACT<br />
approach is a better choice to promote the development of mathematics ability, because most of the<br />
students are motivated to learn and develop their mathematics ability as well.<br />
Key word: REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, and Transferring).<br />
Comprehension, Reasoning, and Mathematics Communication.<br />
ISSN 1412-565X<br />
11
PENDAHULUAN<br />
<strong>Pendidikan</strong> diselenggarakan sebagai suatu<br />
proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta<br />
didik, memberikan keteladanan, membangun<br />
kemauan, membangun kreativitas dalam<br />
pembelajaran adalah suatu ketetapan pada Undang<br />
Undang Nomor 20 Tahun 2003. Sehubungan<br />
dengan pendidikan sebagai suatu proses<br />
pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik,<br />
pada pembelajaran matematika, peningkatan<br />
kemampuan matematis merupakan aspek penting.<br />
Gambaran mengenai kemampuan matematika<br />
dijelaskan sebagai standar kompetensi matematika<br />
pada tingkat satuan pendidikan mulai dari SD dan<br />
MI sampai SMA/K dan MA adalah pemahaman<br />
matematis, memiliki kemampuan<br />
mengkomunikasikan gagasan, menggunakan<br />
penalaran, keterampilan melakukan penyelidikan<br />
atau investigasi, menyelesaikan masalah, dan<br />
memiliki sikap menghargai matematika.<br />
Dalam pembelajaran, guru sekedar<br />
membantu menyediakan sarana dan situasi agar<br />
proses konstruksi pengetahuan berjalan dengan baik<br />
(Suparno, 1997). Namun demikian, bukan sesuatu<br />
yang mudah supaya siswa dapat mempelajari<br />
matematika, karena terkait dengan motivasi, dan<br />
siswa mempunyai strategi pemecahan masalah<br />
sendiri yang belum tentu tepat penyelesaiannya Oleh<br />
karena itu, diperlukan perhatian guru dalam<br />
pembelajaran melalui konteks dan strategi yang<br />
berbeda-beda yang disesuaikan dengan situasi siswa<br />
belajar supaya siswa dapat membangun<br />
pengetahuan baru berdasarkan kemampuan dasar<br />
yang dimilikinya. Pentingnya pembelajaran<br />
kontekstual, diwacanakan oleh Crawford (2001) dan<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya,<br />
CORD (1999) di USA mempublikasikan hasil<br />
12<br />
kajian mereka dengan mengedepankan fakta, yaitu:<br />
1) orang tua dan para pemberi kerja menyatakan<br />
bahwa pendidikan matematika dan sains perlu<br />
dibenahi, 2) selama ini kita belum melakukan secara<br />
optimal apa yang harus dilakukan dalam mengajar<br />
anak-anak untuk memahami bagaimana<br />
menggunakan gagasan-gagasan dalam matematika,<br />
3) metode yang digunakan guru, yang dianggap baik<br />
di masa lalu ternyata kurang cocok untuk masa kini,<br />
4) kita perlu mengubah strategi pendidikan dan hal<br />
ini harus dimulai dari kelas, 5) keberhasilan dalam<br />
pembelajaran jika tujuan utama guru adalah<br />
mengembangkan pemahaman yang mendalam<br />
tentang konsep-konsep dasar dalam kurikulum.<br />
Selanjutnya, disarankan oleh CORD dan<br />
Crawford untuk melakukan pembelajaran<br />
komtekstual melalui REACT. Akronim REACT<br />
menjelaskan bahwa lima aspek yang merupakan satu<br />
kesatuan dalam pelaksanaan pembelajaran yaitu<br />
menghubungkan (Relating), melakukan pencarian<br />
dan penyelidikan yang dilakukan oleh siswa secara<br />
aktif untuk menemukan makna konsep yang<br />
dipelajari (Expeririencing), penerapan pengertian<br />
matematika dalam penyelesaian masalah<br />
(Applying), memberikan kesempatan kepada siswa<br />
belajar melalui bekerjasama dan berbagi<br />
(Cooperating), dan memberikan kesempatan<br />
kepada siswa melakukan transfer pengetahuan<br />
matematika dalam penyelesaian masalah<br />
matematika dan pada bidang aplikasi matematika<br />
lainnya (Transffering).<br />
Pembelajaran yang menekankan pada lima<br />
aspek yang ditunjukkan pada REACT merupakan<br />
urutan pengelompokan keterampilan yang berjalan<br />
bersama-sama di atas “benang rutin” yang<br />
menyokong pedoman pembelajaran (Nisbet &<br />
Schucksmith, 1998). Berdasarkan penjelasan<br />
<strong>Jurnal</strong> Penelitian <strong>Pendidikan</strong><br />
Vol. 11, No. 2, Oktober 2010
mengenai penerapan pendekatan pembelajaran<br />
melalui REACT, terdapat aspek refleksi terhadap<br />
proses pembelajaran yang melibatkan pengajar dan<br />
pembelajaran. Oleh karena itu, terdapat kaitan antara<br />
tiga aspek yaitu: 1) mengaitkan bahan ajar yang baru<br />
dengan bahan ajar sebelumnya, 2) menentukan dan<br />
memilih langkah terbaik untuk mencapai tujuan<br />
serta keterampilan dan informasi yang diperlukan,<br />
dan 3) merenungkan tentang kualitas pembelajaran<br />
yang dihasilkan, apa yang dapat dipelajari, dan<br />
aspek apa yang dapat digunakan kembali.<br />
Sumarmo (2003) dalam kajiannya tentang<br />
pembelajaran matematika sekolah menyatakan<br />
bahwa Guru perlu mempertimbangkan mengubah<br />
pandangan mereka dalam pembelajaran<br />
matematika, dari guru sebagai pengajar berubah<br />
menjadi pendidik, fasilitator, motivator, dan manajer<br />
pembelajaran. Dari penerapan strategi melayani<br />
siswa secara sama diubah menjadi memerhatikan<br />
siswa sesuai dengan kebutuhannya; semula guru<br />
menetapkan tujuan pembelajaran dimana siswa<br />
mengingat informasi dan prosedur penyelesaian<br />
berubah menjadi pencapaian pemahaman<br />
mendalam, pemecahan masalah, penalaran,<br />
komunikasi, koneksi, dan siswa menemukan makna<br />
konsep yang dipelajari karena mereka aktif belajar<br />
selama pembelajaran.<br />
Melalui studi atas pelaksanaan<br />
pembelajaran matematika di SMP, beberapa peneliti<br />
menyatakan kesimpulan sebagai berikut: (1)<br />
Rendahnya kualitas pemahaman matematis siswa<br />
SMP karena dalam proses pembelajaran matematika<br />
guru terlalu berkonsentrasi pada latihan<br />
menyelesaikan yang bersifat prosedural dan<br />
mekanistis (IMSTEP-JICA, 1999); (2) Guru belum<br />
meerapkan pendekatan pembelajaran karena praktis<br />
seperti terikat pada waktu belajar terjadwal, lebih<br />
ISSN 1412-565X<br />
efektif bilaman menggunakan pendekatan<br />
pembelajaran yang berpusat pada guru (Siregar,<br />
2005); (3) Terdapat peningkatan kemampuan<br />
berfikir tingkit tinggi bila dalam pembelajaran<br />
digunakan metode pembelajaran tidak langsung atau<br />
metode gabungan dengan proporsi lebih besar<br />
melalui memberikan kesempatan siswa<br />
mengembangkan kemampuan matematis yang<br />
mereka miliki (Suryadi, 2005); (4) Kemampuan<br />
komunikasi matematis siswa lebih meningkat<br />
bilamana dalam pembelajaran diaplikasikan strategi<br />
pembelajaran melalui kelompok kecil (Ansari<br />
2004); (5) Melalui penerapan pendekatan openended<br />
dalam pembelajaran secara efektif,<br />
kemampuan penalaran matematis siswa meningkat<br />
signifikan (Dahlan, 2005); dan (6) Pembelajaran<br />
berbasis masalah dan menyajikan masalah terbuka<br />
melalui penggunaan media pembelajaran interaktif<br />
berpengaruh secara signifikan pada peningkatan<br />
kemampuan matematis siswa (Herman, 2006;<br />
Priatna, 2007); (7) Daya matematis siswa yang<br />
mendapatkan pembelajaran melalui investigasi<br />
kelompok lebih baik dari siswa yang mendapatkan<br />
investigasi individual (Syaban, 2008).<br />
Melalui studi pendahuluan yang dilakukan<br />
peneliti, dengan menggunakan pengamatan terhadap<br />
proses pembelajaran matematika di SMP dan tes<br />
matematika menggunakan soal uraian, pendekatan<br />
pembelajaran yang digunakan guru belum optimal<br />
meningkatkan kemampuan matematis siswa, media<br />
pembelajaran belum digunakan untuk meningkatkan<br />
partisipasi aktif siswa menemukan sendiri makna<br />
dari pengertian matematika yang dipelajari, dan<br />
pendekatan pembelajaran yang digunakan lebih<br />
berpusat pada guru. Penggunaan tes hasil belajaran<br />
dengan tujuan mengidentifikasi kemampuan<br />
pemahaman matematis, komunikasi matematis,<br />
13
penalaran matematis, dan pemecahan masalah<br />
belum digunakan efektif karena alasan teknis<br />
pelaksanaan evaluasi, waktu tes, banyaknya murid<br />
pada tiap kelas sebagai kendala digunakannya<br />
bentuk tes uraian untuk mengukur kemampuan<br />
matematis siswa.<br />
Bagaimanakah peningkatan kemampuan<br />
pemahaman matematis, penalaran, dan komunikasi<br />
siswa bilamana pembelajarannya kontekstual,<br />
melalui REACT? Faktor apa saja yang menjadi<br />
kendala dalam pembelajaran matematika melalui<br />
penerapan pendekatan kontekstual?<br />
Memperhatikan pendapat Sumarmo<br />
(2003), pemahaman matematis dapat<br />
dikelompokkan menjadi pemahaman induktif dan<br />
intuitif. Pemahaman induktif meliputi pemahaman<br />
mekanikal, instrumental,, dan komputasional yang<br />
diidentifikasi melalui indikator dapat melaksanakan<br />
perhitungan rutin, algoritmik, dan menerapkan<br />
rumus pada kasus serupa. Pemahaman intuitif<br />
meliputi pemahaman rasional, fungsional,<br />
mengaitkan satu konsep dengan konsep lainnya, dan<br />
dapat memperkirakan suatu kebenaran tanpa ragu.<br />
Kemampuan komunikasi dapat diidentifikasi<br />
melalui kemampuan menyatakan ide dan konsep<br />
matematika secara lisan dan tulisan menggunakan<br />
simbol dan menghubungkan benda nyata, gambar,<br />
dan diagram ke dalam ide matematika. Sementara<br />
itu NCTM (1989) menyatakan bahwa kemampuan<br />
komunikasi matematis diidentifikasi melalui<br />
menyatakan ide matematis dan menjelaskannya<br />
melalui penggunaan notasi matematika, gambar,<br />
tabel, dan alat visualisasi lain supaya konsep yang<br />
disajikan dipahami oleh orang lain. Kemampuan<br />
penalaran matematis meliputi membuat konjektur,<br />
analisis, evaluasi, menemukan pemecahan masalah<br />
tak rutin, melakukan pembuktian, dan membuat<br />
14<br />
kesimpulan (Mullis, 2001; Suryadi, 2005;<br />
BSNP,2008).<br />
METODE DAN PROSEDUR<br />
Metode yang digunakan dalam penelitian ini<br />
adalah kuasi eksperimen dengan desain kelompok<br />
kontrol hanya pos-tes, meliputi dua kelompok yang<br />
dinyatakan dengan diagram berikut:<br />
X<br />
O<br />
- O<br />
X = pembelajaran melalui REACT<br />
O =<br />
tes kemampuan matematis (pemahaman,<br />
penalaran, dan komunikasi matematis).<br />
Populasi penelitian ini adalah siswa pada<br />
tiga SMP di Kota Bandung masing-masing satu dari<br />
sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah.<br />
Pada tiap sekolah di atas ditentukan secara<br />
purposif yaitu siswa kelas 8 (kelas 2 SMP),<br />
kemudian dipilih dua kelas 8 secara acak yaitu satu<br />
kelas sebagai kelas perlakuan (eksperimen) yang<br />
pembelajarannya melalui REACT dan satu kelas<br />
sebagai kelas kontrol.<br />
Setelah melakukan pembelajaran melalui<br />
penerapan REACT menggunakan LKS, dilakukan<br />
tes kemampuan matematis yaitu Tes Sub-Sumatif<br />
dan Tes Sumatif, observasi kelas dan wawancara.<br />
Berdasarkan nilai sub-sumatif (NSS) dan sumatif<br />
(NS) diperoleh nilai kemampuan matematis (KM)<br />
NSS 2NS<br />
menggunakan rumus, KM =<br />
.<br />
3<br />
Prosedur inferensi diawali melalui uji homogenitas<br />
varian dan uji normalitas. Berdasarkan uji<br />
normalitas yang menunjukkan bahwa data<br />
berdistribusi normal maka uji perbedaan rata-rata<br />
pada penelitian ini menggunakan uji t dengan<br />
tingkat kesalahan α = 5 %<br />
<strong>Jurnal</strong> Penelitian <strong>Pendidikan</strong><br />
Vol. 11, No. 2, Oktober 2010
HASIL PENELITIAN DAN DISKUSI<br />
A. Kemampuan Matematis (gabungan)<br />
(1) Sub-Sumatif<br />
ISSN 1412-565X<br />
Kemampuan matematis siswa pada tes sub<br />
sumatif berdasarkan peingkat sekolah dan<br />
pendekatan pembelajaran dijelaskan pada Gambar<br />
1.<br />
70<br />
60<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
SUB SUMATIF<br />
tinggi sedang rendah<br />
REACT<br />
KONVENSIONAL<br />
Gambar 1. Kemampuan Matematis pada Tes<br />
Sub-Sumatif ditinjau dari peringkat sekolah dan<br />
pendekatan pembelajaran.Skor max 100.<br />
Pada Gambar 1 dijelaskan bahwa nilai<br />
kemampuan matematis siswa peringkat Tinggi,<br />
Sedang, dan Rendah, yang mengalami pembelajaran<br />
maelalui REACT lebih tinggi dari pada siswa yang<br />
belajarnya konvensional..<br />
Melalui uji hipotesis, H 0<br />
: 1 v.s<br />
2<br />
H 1<br />
: 1 <br />
2<br />
= nilai rata-rata kelompok<br />
1<br />
REACT dan = nilai rata-rata kelompok<br />
2<br />
Konvensional diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,002<br />
berarti Ho ditolak atau nilai KM siswa sekolah<br />
peringkat Tinggi yang pembelajarannya melalui<br />
REACT lebih tinggi daripada Konvensional, 2) α<br />
= 5% > sig = 0,010 berarti H0 ditolak atau nilai<br />
KM siswa sekolah peringkat Sedang yang<br />
belajarnya melalui REACT lebih tinggi daripada<br />
siswa Konvensional, 3) α = 5% > sig = 0,010<br />
berarti Ho ditolak atau dapat diterima nilai KM<br />
siswa sekolah peringkat Rendah yang<br />
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari<br />
siswa Konvensional.<br />
(2) Sumatif<br />
Kemampuan Matematis siswa pada tes<br />
Sumatif berdasarkan peringkat sekolah dan<br />
pendekatan pembelajaran disajikan pada Gambar<br />
2.<br />
80<br />
70<br />
60<br />
50<br />
40<br />
30<br />
20<br />
10<br />
0<br />
SUMATIF<br />
tinggi sedang rendah<br />
REACT<br />
KONVENSIONAL<br />
Gambar 2. KM pada Tes Sumatif ditinjau dari<br />
peringkat sekolah dan pendekatan pembelajaran. Skor<br />
max 100.<br />
Melalui uji hipotesis, H 0<br />
: 1 v.s<br />
2<br />
H 1<br />
: 1 ;<br />
2<br />
= nilai rata-rata kelompok<br />
1<br />
REACT; = nilai rata-rata kelompok<br />
2<br />
Konvensional.<br />
Diperoleh, 1) α = 5% > sig = 0,02 berarti Ho ditolak<br />
atau menerima nilai sumatif kelompok REACT<br />
pada sekolah peringkat Tinggi ternyata lebih tinggi<br />
daripada kelompok Konvensional, 2) α = 5% <<br />
sig = 0,247 berarti Ho diterima atau kemampuan<br />
matematis siswa peringkat Sedang kelompok<br />
REACT tidak berbeda daripada konvensional; 3) α<br />
= 5% > sig = 0,004 berarti Ho ditolak atau menerima<br />
nilai siswa sekolah peringkat Rendah ternyata lebih<br />
tinggi dari siswa kelompok REACT.<br />
(3) Kemampuan Matematis Gabungan<br />
Gambaran kemampuan matematis siswa<br />
yang diperoleh dari tes sub-sumatif dan sumatif<br />
disajikan pada Gambar 3 dan Tabel 1<br />
70<br />
65<br />
60<br />
55<br />
50<br />
NILAI AKHIR<br />
tinggi sedang rendah<br />
REACT<br />
KONVENSIONAL<br />
Gambar 3. KM berdasarkan pringkat sekolah dan<br />
pembelajaran Konvensional (Skor Max 100)<br />
15
Tabel 1<br />
Kemampuan Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan<br />
Penerapan Pendekatan Pembelajaran<br />
Peringkat React Konvensional<br />
Sekolah KMSS KMS KMG KMSS KMS KMG<br />
Tinggi 64.17 72.00 69.39 59.20 61.21 60.54<br />
Sedang 62.27 66.91 65.36 50.70 55.24 53.73<br />
Rendah 59.00 56.21 57.14 50.00 54.92 53.28<br />
Rata-rata 61.81 65.04 63.96 53.30 57.12 55.85<br />
Keterangan:<br />
KMSS = Kemampuan Matematis pada Sub-Sumatif<br />
KMS = Kemampuan Matematis pada Sumatif<br />
KMG = Kemampuan Matematis Gabungan<br />
Data pada Gambar 3 dan Tabel 1<br />
menjelaskan bahwa kemampuan matematis (KM)<br />
siswa yang belajarnya melalui REACT lebih tinggi<br />
daripada siswa yang belajarnya Konvensional<br />
B. Kemampuan pemahaman matematis<br />
Pada Gambar 4 dan Tabel 2 dijelaskan<br />
bahwa nilai rata-rata kemampuan pemahaman siswa<br />
sekolah peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang<br />
pembelajarannya melalui REACT dan<br />
Konvensional.<br />
skor rata-rata<br />
40.00<br />
30.00<br />
20.00<br />
10.00<br />
0.00<br />
Pemahaman berdasarkan peringkat<br />
sekolah (REACT dan Konvensional)<br />
tinggi sedang rendah<br />
peringkat sekolah<br />
REACT<br />
Konvensional<br />
Gambar 4. Pemahaman Matematis Siswa ditinjau dari<br />
peringkat sekolah dan kelompok pembelajaran<br />
Skor Max 40<br />
Tabel 2<br />
Pemahan Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan<br />
Pendekatan Pembelajaran<br />
Peringkat React Konvensional<br />
Sekolah PmSS PmS PmG PmSS PmS PmG<br />
Tinggi 25.67 29.98 28.54 23.68 26.18 25.35<br />
Sedang 24.91 29.53 27.99111 20.28 24.40 23.02667<br />
Rendah 23.60 24.30 24.06667 20.00 22.98 21.98889<br />
Rata-rata 25.66667 29.98333 28.54444 23.68 26.18333 25.34889<br />
Keterangan:<br />
PmSS = Pemahaman Matematis pada Sub-Sumatif<br />
PmS = Pemahaman Matematis pada Sumatif<br />
PmG = Pamahaman Matematis Gabungan<br />
Melalui uji perbedaan rata-rata atau uji t<br />
diperoleh: 1) Pada sekolah peringkat tinggi, Sig =<br />
0,048 < α = 5% berarti hipotesis nol ditolak atau<br />
16<br />
dapat diterima pemahaman matematis siswa yang<br />
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi dari<br />
siswa yang belajarnya Konvensional, 2) Pada<br />
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,001 < α = 5%<br />
berarti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima<br />
pemahaman matematis siswa yang pembelajarnnya<br />
melalui REACT lebih tinggi daripada siswa yang<br />
belajarnya konvensional, 3) Pada sekolah peringkat<br />
Rendah. Sig = 0,141 > α = 5% berarti hipotesis nol<br />
diterima atau dapat diterima pemahaman matematis<br />
siswa yang pembelajarannya melalui REACT<br />
berbedanya tidak signifikan dari siswa yang<br />
belajarnya konvension<br />
C. Kemampuan Penalaran Matematis<br />
Kemampuan penalaran siswa peringkat<br />
sekolah Tinggi, Sedang, dan Rendah ditunjukkan<br />
pada Gambar 4.dan Tabel 3<br />
skor rata-rata<br />
30.00<br />
20.00<br />
10.00<br />
0.00<br />
Penalaran berdasarkan peringkat<br />
sekolah (REACT dan Konvensional)<br />
tinggi sedang rendah<br />
peringkat sekolah<br />
REACT<br />
Konvensional<br />
Berdasarkan Peringkat Sekolah. Skor Max 30<br />
Tabel 3<br />
Penalaran Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah<br />
dan Pendekatan Pembelajaran<br />
Peringkat React Konvensional<br />
Sekolah PnSS PnS PnG PnSS PnS PnG<br />
Tinggi 19.25 20.09 19.81 17.76 17.45 17.55<br />
Sedang 18.68 20.00 19.56 15.21 14.25 14.57<br />
Rendah 17.70 14.39 15.49 15.00 15.64 15.43<br />
Rata-rata 18.54 18.16 18.29 15.99 15.78 15.85<br />
Keterangan:<br />
PnSS = Penalaran Matematis pada Sub-Sumatif<br />
PnS = Penalaran Matematis pada Sumatif<br />
PnG<br />
= Penalaran Matematis Gabungan<br />
Melalui uji perbedaan rata-rata yang<br />
dilakukan diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat<br />
Tinggi. Sig = 0,046 < α = 5%. berarti hipotesis nol<br />
ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang<br />
<strong>Jurnal</strong> Penelitian <strong>Pendidikan</strong><br />
Vol. 11, No. 2, Oktober 2010
elajarnya melalui REACT lebih tinggi dari pada<br />
siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada<br />
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,020 < α = 5%<br />
bearti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima<br />
penalaran siswa yang pembelajarannya melalui<br />
REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya<br />
konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah.<br />
Sig = 0,20 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima<br />
atau siswa yang pembelajarannya melalui REACT<br />
tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional..Kondisi ini menunjukkan bahwa<br />
dalam pembelajaran, siswa dengan pemahaman<br />
matematis pada kategori kurang perlu didorong dan<br />
difasilitasi supaua lebih banyak bertanya, lebih<br />
tekun, tidak boleh putus asa menghadapi tantangan<br />
dalam pembelajaran. Selama pembelajaran melalui<br />
REACT pada studi ini, dilakukan berbagai upaya<br />
supaya siswa yang kurang meningkatkan<br />
kemampuan pemahaman dan penalarannya.<br />
Ditinjau dari rekor yang dicapai oleh siswa yang<br />
capaiannya kurang diperoleh informasi bahwa<br />
umumnya siswa tersebut baru sampai pada tahap<br />
memahami masalah seperti temuan Sabandar<br />
(2005).<br />
D. Kemampuan Komunikasi Matematis<br />
Kemampuan komunikasi matematis siswa<br />
yang diperoleh melalui studi ini, disajikan pada<br />
Gambar 5 dan Tabel 4 berikut ini.<br />
Melalui uji perbedaan rata-rata yang<br />
dilakukan diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat<br />
Tinggi. Sig = 0,046 < α = 5%. berarti hipotesis nol<br />
ditolak atau dapat diterima penalaran siswa yang<br />
belajarnya melalui REACT lebih tinggi dari pada<br />
siswa yang belajarnya konvensional, 2) Pada<br />
sekolah peringkat Sedang, Sig = 0,020 < α = 5%<br />
bearti hipotesis nol ditolak atau dapat diterima<br />
penalaran siswa yang pembelajarannya melalui<br />
REACT lebih tinggi dari siswa yang belajarnya<br />
konvensional, 3) Pada sekolah peringkat Rendah.<br />
Sig = 0,20 > α = 5% berarti hipotesis nol diterima<br />
atau siswa yang pembelajarannya melalui REACT<br />
tidak berbeda daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional..Kondisi ini menunjukkan bahwa<br />
dalam pembelajaran, siswa dengan pemahaman<br />
matematis pada kategori kurang perlu didorong dan<br />
difasilitasi supaua lebih banyak bertanya, lebih<br />
tekun, tidak boleh putus asa menghadapi tantangan<br />
dalam pembelajaran. Selama pembelajaran melalui<br />
REACT pada studi ini, dilakukan berbagai upaya<br />
supaya siswa yang kurang meningkatkan<br />
kemampuan pemahaman dan penalarannya.<br />
Ditinjau dari rekor yang dicapai oleh siswa yang<br />
capaiannya kurang diperoleh informasi bahwa<br />
umumnya siswa tersebut baru sampai pada tahap<br />
skor rata-rata<br />
30.00<br />
20.00<br />
10.00<br />
0.00<br />
Komunikasi berdasarkan peringkat<br />
sekolah (REACT dan Konvensional)<br />
tinggi sedang rendah<br />
peringkat sekolah<br />
REACT<br />
Konvensional<br />
Gambar 5 Kemampuan Komunikasi Siswa ditinjau<br />
dari peringkat sekolah dan pembelajaran (Skor max<br />
30)<br />
Tabel 4<br />
Komunikasi Matematis Berdasarkan Peringkat Sekolah dan<br />
Pendekatan Pembelajaran<br />
Peringkat React Konvensional<br />
Sekolah KSS KS KG KSS KS KG<br />
Tinggi 19.25 21.93 21.03 17.76 17.58 17.64<br />
Sedang 18.68 19.46 19.20 15.21 16.59 16.13<br />
Rendah 20.00 17.53 18.35 15.00 16.30 15.87<br />
Rata-rata 19.31 19.64 19.53 15.99 16.82 16.54<br />
Keterangan:<br />
KSS<br />
KS<br />
KG<br />
= Komunikasi Matematis pada Sub-Sumatif<br />
= Komunikasi Matematis pada Sumatif<br />
= Komunikasi Matematis Gabungan<br />
Data pada Gambar 5 dan Tabel 4<br />
menunjukkan bahwa nilai rata-rata komunikasi<br />
siswa yang pembelajarannya melalui REACT lebih<br />
ISSN 1412-565X<br />
17
tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
Konvensional. Melalui uji perbedaan rata-rata<br />
diperoleh, 1) Pada sekolah peringkat Tinggi, . Sig<br />
= 0,001 < α = 5%. Berarti H 0<br />
ditolak atau dapat<br />
diterima kemampuan komunikasi siswa yang<br />
mengalami pembelajaran melalui REACT lebih<br />
tinggi dari siswa yang belajarnya konvensional, 2)<br />
Pada sekolah peringkat Sedang. . Sig = 0,013 < α =<br />
5%.berati H 0<br />
ditolak atau dapat diterima<br />
kemampuan komunikasi matematis siswa yang<br />
pembelajarannya melalui REACT lebih tinggi<br />
daripada siswa yang belajarnya konvensiona, 3)<br />
Sekolah Peringkat Rendah. . Sig = 0,200 > α = 5%.<br />
Berarti H 0<br />
diterima atau perbedaan kemampuan<br />
komunikasi matematis siswa yang mengalami<br />
pembelajaran melalui REACT tidak berbeda<br />
daripada siswa yang belajarnya konvensional.<br />
KESIMPULAN<br />
Berdasarkan hasil analisis, pembahasan,<br />
dan temuan penelitian maka kesimpulan penelitian<br />
ini adalah<br />
1. Kemampuan matematis siswa (gabungan)<br />
ditinjau dari peringkat sekolah, dan<br />
pengelompokan berdasarkan kemampuan<br />
matematika awal adalah:<br />
a. Kemampuan Matematis (KM) siswa yang<br />
mengalami pembelajaran melalui REACT<br />
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
Konvensional<br />
b. Kemampuan matematis siswa sekolah<br />
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang<br />
mengalami pembelajaran melalui REACT<br />
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional<br />
2. Kemampuan pemahaman matematis siswa<br />
ditinjau dari pendekatan pembelajaran,<br />
peringkat sekolah, dan pengelompokan<br />
berdasarkan kemampuan matematika awal<br />
18<br />
adalah:<br />
a. Pemahaman matematis siswa yang<br />
mengalami pembelajaran melalui<br />
pendekatan REACT lebih tinggi daripada<br />
siswa yang belajarnya konvensional<br />
b. Pemahaman matematis siswa sekolah<br />
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang<br />
mengalami pembelajaran melalui REACT<br />
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional.<br />
3. Kemampuan penalaran matematis matematis<br />
siswa ditinjau dari pendekatan pembelajaran,<br />
peringkat sekolah, dan pengelompokan<br />
berdasarkan kemampuan matematika awal<br />
adalah:<br />
a. Penalaran matematis siswa yang mengalami<br />
pembelajaran melalui pendekatan REACT<br />
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional<br />
b. Penalaran matematis siswa sekolah<br />
peringkat Tinggi, Sedang yang mengalami<br />
pembelajaran melalui REACT lebih tinggi<br />
daripada siswa yang belajarnya<br />
konvensional.<br />
4. Kemampuan komunikasi matematis siswa<br />
ditinjau dari pendekatan pembelajaran,<br />
peringkat sekolah, dan pengelompokan<br />
berdasarkan kemampuan matematika awal<br />
adalah:<br />
a. Siswa yang mengalami pembelajaran<br />
melalui pendekatan REACT, kemampuan<br />
komunikasi mereka lebih tinggi daripada<br />
siswa yang belajarnya konvensional<br />
b. Komunikasi matematis siswa sekolah<br />
peringkat Tinggi, Sedang, dan Rendah yang<br />
mengalami pembelajaran melalui REACT<br />
lebih tinggi daripada siswa yang belajarnya<br />
<strong>Jurnal</strong> Penelitian <strong>Pendidikan</strong><br />
Vol. 11, No. 2, Oktober 2010
konvensional.<br />
5. Kesulitan yang dialami siswa umumnya dalam<br />
menyelesaikan masalah matematika yang<br />
disajikan melalui bentuk esai atau soal ceritera<br />
yang indikatornya menunjukkan penalaran<br />
matematis.<br />
SARAN<br />
Berdasarkan uraian mengenai temuan,<br />
kesimpulan, maka disarankan beberapa hal berikut:<br />
1 Bagi guru matematika disarankan untuk mencoba<br />
melakukan pembelajaran melalui REACT,<br />
karena melalui pendekatan REACT dapat<br />
diketahui kemampuan siswa menjelaskan secara<br />
lisan dan tulisan menghubungkan pengertian<br />
matematika yang sudah dipelajari dengan yang<br />
sementara dipelajari, keterlibatan melakukan<br />
kegiatan hands-on, menggunakan pengertian<br />
matematika dalam pemecahan masalah, kerja<br />
dalam kebersamaan melalui kelompok. Untuk<br />
itu yang sebaiknya dilakukan adalah menyiapkan<br />
pertanyaan arahan (pemicu), rencana kegiatan<br />
hands-on dan petunjuk kegiatan kelompok,<br />
menyiapkan masalah matematika yang nonrutin,<br />
dan alokasi waktu melakukan refleksi.<br />
2 Bagi guru matematika yang bermaksud mencoba<br />
untuk mengembangkan pembelajaran melalui<br />
REACT sebaiknya mempertimbangkan, faktorfaktor<br />
(i) konsisten mengajukan pertanyaan<br />
pemicu, agar siswa mampu melakukan<br />
eksplorasi dan penyelidikan; (ii) mengutamakan<br />
kegiatan hands-on dan doing-math untuk<br />
menciptakan suasana pembelajaran yang<br />
menyenangkan dan mendorong siswa melakukan<br />
eksplorasi dan penyelidikan. Pada kondisi<br />
tertentu guru perlu mempertimbangkan untuk<br />
menggunakan kombinasi pengajaran<br />
konvensional dan pembelajaran melalui REACT.<br />
3 Bagi <strong>Universitas</strong> <strong>Pendidikan</strong> <strong>Indonesia</strong> (<strong>UPI</strong>)<br />
khususnya UPT PLP yang selama ini<br />
bekerjasama dengan sekolah mitra melalui<br />
pelaksanaan program PLP, disarankan<br />
identifikasi fakta mengenai penerapan<br />
pendekatan pembelajaran di sekolah-sekolah<br />
tempat mahasiswa melakukan PLP dan<br />
mempublikasikan supaya mahasiswa dosen<br />
pembimbing memahami kondisi sekolah pada<br />
umum. Pemahaman kondisi sekolah sebelum<br />
mahasiswa melaksanakan program PLP<br />
merupakan masukan bila dalam kegiatan PLP<br />
tersebut ada rencana melakukan inovasi<br />
pembelajaran.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
BSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan <strong>Pendidikan</strong> Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional<br />
<strong>Pendidikan</strong><br />
CORD. (1999). Teaching Mathematics Contextually. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004]<br />
Crawford, M. (2001). Teaching Contextually: Research, Rational, and Techniques for Improving Student<br />
Motivation and Achievement in Mathematics Science. Tersedia: http://www.cord.org [1 Juni 2004]<br />
Dahlan. J.A. (2005). Implementasi Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Open-Ended dalam<br />
Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematik Siswa SMP. Makalah Pada Seminar<br />
Nasional Matematika di <strong>Universitas</strong> <strong>Pendidikan</strong> <strong>Indonesia</strong>. Tidak diterbitkan<br />
Herman, T. (2006). Pengembangan Pembelajaran Matematika Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan<br />
Berpikir Kristis dan Kreatif Siswa SMP. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Tidak Diterbitkan.<br />
IMSTEP-JICA. (1999). Permasalahan Pembelajaran Matematika SD, SLTP, dan SMU di Kota Bandung. Bandung:<br />
FPMIPA<br />
Johnson, E.B.(2007). Contextual Teaching & Learning& menjadikan Kegiatan Belajar-Mengajar Mengasyikkan<br />
dan Bermakna. Bandung: Mizan Media Utama.<br />
ISSN 1412-565X<br />
19
National Council Of Teacher of Mathematics (2000). Principles and Standards for School Mathematics.<br />
Tersedia:http://www.nctm.org/standards/overview.htm [20 Januari 2004].<br />
Sumarmo, U. (2003).. Pembelajaran Keterampilan Membaca Matematika pada Siswa Sekolah Menengah. Makalah<br />
pada Seminar Nasional Nasional <strong>Pendidikan</strong> Sains dan Matematika. [23 Agustus 2003] kerjasama JICA<br />
dan FPMIPA <strong>UPI</strong>, Bandung.<br />
Suparno,P. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam <strong>Pendidikan</strong>. Yogyakarta: Kanisius.<br />
Suryadi,D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung<br />
dan Tidak Langsung dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa<br />
SLP. Disertasi: Tidak Diterbitkan.<br />
Syaban. M. (2008). Menumbuhkembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas<br />
melalui Pembelajaran Investigasi. Disertasi. Tidak Diterbitkan.<br />
BIODATA SINGKAT<br />
Penulis adalah Dosen FPMIPA <strong>Universitas</strong> <strong>Pendidikan</strong> <strong>Indonesia</strong><br />
20<br />
<strong>Jurnal</strong> Penelitian <strong>Pendidikan</strong><br />
Vol. 11, No. 2, Oktober 2010