10.07.2015 Views

SELAMAT DATANG PSIKOLOGI! - SAAT

SELAMAT DATANG PSIKOLOGI! - SAAT

SELAMAT DATANG PSIKOLOGI! - SAAT

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

VERITAS 1/1 (April 2000) 99-104<strong>SELAMAT</strong> <strong>DATANG</strong> <strong>PSIKOLOGI</strong>!PAUL GUNADISewaktu saya sedang berkuliah, seseorang pernah bertanya kepadaibu saya mengenai bidang studi apa yang sedang saya pelajari. Setelahmendengar jawaban bahwa saya sedang belajar psikologi, dengan sertamerta ia menasehati ibu saya bahwa psikologi adalah ilmu yang melawanTuhan dan sebaiknyalah saya menempuh bidang ilmu yang lain. Lebihdari 20 tahun kemudian, komentar tersebut tetap mewakili sebagianpandangan orang Kristen terhadap psikologi. Namun demikian, denganrasa syukur saya harus mengatakan bahwa sambutan gereja-gerejaterhadap sumbangsih ilmu psikologi pada umumnya adalah positif.Seminari pun telah merangkul disiplin ilmu ini dan memasukkannyasebagai mata kuliah ke dalam kurikulum pendidikan teologi.TIDAK KOMPATIBEL DENGAN KEKRISTENANSebenarnya kecurigaan kelompok tertentu Kristen terhadap psikologibukanlah tanpa dasar. Beberapa tokoh psikologi—dan sudah tentupandangan teoretis mereka—lebih berkiblat ke arah anti-Kristen daripadasebaliknya. Sebagai contoh, Albert Ellis, yang terkenal dengan teori RationalEmotive Therapy-nya, pernah menulis sebuah makalah yangberjudul, “There is No Place for the Concept of Sin in Psychotherapy,” 1(“Tidak Ada Tempat bagi Konsep Dosa di dalam Psikoterapi”). Tokohyang lain, misalnya Eric Fromm, menentang dogma kristiani yangmenekankan bahwa tujuan akhir manusia ialah memuliakan Allah sebabbaginya Tuhan merupakan sebuah fiksi belaka. 2Bagi sebagian tokoh psikologi, konsep tentang Tuhan daneksistensinya bukan saja tidak relevan dengan psikologi, melainkan jugatidak relevan dengan kehidupan manusia modern, titik! Sigmund Freud,tokoh pemula psikologi dan perintis psikoanalisis, dengan sinismengatakan bahwa kalangan intelektual tidak akan mempercayai konseptentang Tuhan. 3 Sikap Freud terhadap agama memang tidak ramah. Pada1V. C. Grounds, Christianity and Psychotherapy: Two Rival Views of Reality?(Seminary Study Series; tidak dipublikasikan. Denver: Denver Seminary, t. t.).2Ibid.3Ibid.


100 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan1907 ia menulis sebuah makalah dengan judul “Obsessive Acts in ReligiousPractices” (“Tindak Obsesif dalam Kegiatan Agamawi”) di manaia menjabarkan pengamatannya tentang perilaku obsesif di dalamkegiatan agamawi. 4Bagi Freud, agama seolah-olah adalah tongkat penyanggah belakabagi orang yang lemah. Ia menjelaskan bahwa agama bersumber dariperpanjangan rasa ketidakberdayaan manusia yang muncul pada masakanak-kanak. 5 Jadi, agama sesungguhnya merupakan ilusi semata dansarana pertahanan (defense) yang berkembang guna menolong manusiamengatasi kemahaperkasaan alam. 6 Lebih jauh lagi, Freud bahkanmendefinsikan Tuhan tidak lebih dari sekadar proyeksi sosok ayah yangdiperbesar dalam kehidupan manusia. 7 Kesimpulan akhir Freud sungguhsederhana: Manusia akan kehilangan iman religiusnya tatkala otoritassosok ayah dalam hidupnya memudar. 8Tokoh-tokoh psikologi yang lain tidak jauh berbeda dari Freud meskitidaklah sevulgar Freud. P. C. Vitz mendaftarkan sekurang-kurangnyalima tokoh kontemporer yang telah menelurkan pandangan yangberlawanan dengan iman kristiani, yaitu Carl Jung, Erich Fromm, CarlRogers, Abraham Maslow dan Rollo May. Menurut Vitz, pandanganmereka pada dasarnya merupakan bentuk penyembahan diri dan bercoraknarsisistik karena terlalu menitikberatkan pada pemenuhan atauaktualisasi diri. Ia menjuluki konsep pemuasan diri dalam psikologimodern ini sebagai sebuah “agama” di mana diri-lah yang disembah dandikultuskan. Berangkat dari pemahaman ini tidaklah salah jika Vitzberkesimpulan bahwa psikologi sebagai sebuah “agama” memangbernapaskan anti-Kristen. 9Kita mungkin menghela napas panjang ketika membaca sekilastinjauan di atas dan mulai bertanya-tanya, “Mengapa kita telah membukapintu dan membiarkan psikologi melenggang masuk ke rumah kitadengan begitu mudahnya? Bukankah lebih tepat jika kita menolaksumbangsih psikologi dan hanya berpegang pada Alkitab?” Saya bisamemaklumi reaksi seperti ini sebagaimana saya pun dapat memahamicetusan keprihatinan teman ibu saya itu. Kita tidak dapat dan tidak bolehmembiarkan seluruh psikologi masuk, namun kita bisa dan seharusnya4N. S. Duvall, “On Being Human: A Psychoanalytic Perspective” dalam ChristianPerspectives on Being Human (J. P. Moreland dan D. M. Ciocchi, eds.; Grand Rapids:Baker, 1993) 151-168.5Grounds, Christianity.6Duvall, “On Being Human.”7Ibid.8Grounds, Christianity.9Psychology As Religion: The Cult of Self-Worship (Edisi kedua; Grand Rapids:Eerdmans, 1994).


Selamat Datang Psikologi!101mengundang sebagian psikologi masuk. Semua ilmu pengetahuan,termasuk psikologi, harus disaring melalui Alkitab dan saya percaya yanglolos penyaringan akan bermanfaat bagi kehidupan kita di bumi ini.KOMPATIBEL DENGAN KEKRISTENANDi samping konsep-konsep yang bertentangan dengan Alkitab,ternyata ada cukup banyak pandangan psikologi yang terdapat di dalam(dan tidak bertentangan dengan) Alkitab dan telah menambahpemahaman kita akan hidup ini. Misalnya, psikologi sarat denganpenekanan pada kebutuhan dasar manusia akan hubungan yang intimdengan sesama—diwujudkan dalam kasih dan percaya—dan tema inipun banyak ditemukan di Alkitab. 10 Beberapa contoh lainnya sepertikebutuhan akan makna hidup, pertumbuhan emosional, bebas dari rasabersalah, emosi yang destruktif seperti kecemasan, kemarahan, dandepresi, juga dicatat dan dibahas di Alkitab. 11Praktek psikoterapi pun sebenarnya tidaklah terlalu berseberangandengan praktek pelayanan penggembalaan, kalau tidak dapat dikatakanbahwa keduanya sebetulnya bertetangga. Istilah terapis yang kita kenalsekarang berasal dari kata Yunani therapon yang berarti “seseorang yangsecara dekat dan intim menolong, melayani, dan menyembuhkan.” 12Dalam bahasa Latin, therapon diterjemahkan ministerium yang dalambahasa Inggrisnya adalah minister atau pelayan. Dengan kata lain, akardari terapi dan pelayanan sesungguhnya sangat berdekatan. 13Kenyataannya adalah sebelum psikologi muncul sebagai sebuah bidangilmu tersendiri, para hamba Tuhan sudah menjalani dan berfungsi sebagaipenasehat atau penolong dengan memanfaatkan hikmat yang sekarangkita sebut psikologi. 14TEOLOGI DI ATAS <strong>PSIKOLOGI</strong>Meski berdekatan, psikologi dan teologi tidaklah sejajar. Teologiharus menjadi penyaring dan otoritas untuk menyeleksi sumbang pikirpsikologi, bukan sebaliknya. Secara historis, teologi jauh lebih mendahuluipsikologi dalam hal perkembangan dan pematangan pemikirannya. Darisegi epistemologis, sebagai sebuah bidang ilmu, teologi telah memiliki10W. T. Kirwan, Biblical Concepts for Christian Counseling (Grand Rapids: Baker,1984).11Ibid.12T. C. Ogden, “The Historic Pastoral Care Tradition: A Resource for ChristianPsychologists,” Journal of Psychology and Theology 20/2 (1992) 137.13Ibid.14Ibid.


102 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanankemantapan dan kedalaman yang jauh lebih sistematis vis-à-vis psikologi.Dari segi pragmatis, teologi termasuk pelayanan penggembalaan didalamnya telah menyebarkan faedah yang diakui dan dinikmati oleh lebihbanyak orang ketimbang psikologi.Berjuta manusia telah menerima keselamatan dalam Tuhan Yesus danmengalami perubahan hidup yang drastis sebagai akibat pertobatanmereka—suatu bukti khasiat yang tidak mudah diragukan. Sebaliknya,jumlah orang yang mengalami perubahan hidup akibat perkenalandengan psikologi modern jauh di bawah pertobatan rohani secara kristiani.Perubahan hidup mereka pun tidaklah seradikal perubahan akibatkeselamatan dalam Kristus.Namun saya memperhatikan ada sebuah gejala baru di kalangan parapelayan Tuhan yang menganggap diri kurang mampu atau terlatih untukmenangani masalah-masalah kehidupan. Saya melihat adanya bahayamereduksi tugas hamba Tuhan hanya pada masalah “rohani” dankalaupun harus bersentuhan dengan masalah kehidupan, itu pun yang“ringan-ringan” saja. Dengan tajam C. A. Kolar membagikanpengamatannya, yakni secara tanpa sadar kita telah menerima diktumbahwa yang paling terampil menghadapi masalah kehidupan adalahpsikiater, kemudian psikolog klinis, setelah itu psikoterapis, dan terakhirhamba Tuhan. Menurut Kolar, pada akhirnya hamba Tuhan membatasilingkup pelayanannya pada hal-hal yang berkaitan dengan keselamatanbelaka. 15Di dalam kuliah-kuliah yang saya ajar, seringkali saya mengingatkanpara mahasiswa bahwa dunia kita ini telah berjalan selama ribuan tahuntanpa psikologi. Sebagai sebuah bidang ilmu, psikologi modern barumencapai perkembangan luasnya sekitar 50 tahun terakhir ini. Kehadiranpsikologi tidak menambah perbaikan mutu kehidupan manusia secaradrastik, walaupun ia tidak pula menguranginya. Saya kira kita perlumencermati pengamatan Kolar tadi dan mengubah paradigma pemikiranyang telah mulai berkembang ini. Solusi yang diberikan Kolar sangatlahpraktis, yakni perlengkapi para hamba Tuhan dengan keterampilankonseling pada tingkatan profesional agar dapat siap memberipertolongan yang dibutuhkan dewasa ini. Namun sebelumnya, saya kirakita perlu mendudukkan masalah pada proporsi sebenarnya. Memangbetul ada banyak masukan dari psikologi yang dapat bermanfaat bagipelayanan hamba Tuhan, tetapi sebaliknya dan seharusnya, kita perlumelihat sumbangsih teologi untuk psikologi pula.15Solution-Focused Pastoral Counseling (Grand Rapids: Zondervan, 1997).


Selamat Datang Psikologi!103TEOLOGI UNTUK <strong>PSIKOLOGI</strong>Boleh dikata cukup banyak sumbangsih yang dapat diberikan olehteologi kepada psikologi. J. R. Beck menjabarkan empat keterkaitan antarateologi dan psikologi di mana sumbangsih dari kedua belah pihak dapatsaling menguntungkan. 16 Pertama, teologi diperlukan agar kita bisamemahami manusia seutuhnya. Pada hakekatnya psikologi merupakancabang ilmu yang mempelajari manusia, namun tanpa pengertian teologisupaya kita memahami manusia tidaklah akan berakhir lengkap.Kedua, teologi melengkapi psikologi dalam upayanya menolongmanusia. Beck menjelaskan bahwa psikologi berusaha meningkatkankualitas kehidupan manusia dengan cara mengidentifikasi problem,mencari tahu penyebabnya dan mengembangkan jalan keluarnya. Dalamkonteks ini, psikologi bersifat soteriologis, dan jantung kekristenansoteriologis pula, yakni Kristus telah datang untuk membebaskan manusiadari problem dosa.Ketiga, teologi mengarahkan psikologi untuk memberi pengakuankepada Allah Pencipta yang terus menjalin hubungan dengan manusiaciptaan-Nya. Sebaliknya, psikologi mengajak teologi untuk memberiperhatian kepada penderitaan, kebutuhan, serta keputusasaan manusia,dan bukan hanya pada hal-hal yang bersifat transenden.Keempat, pada saat penciptaan, Tuhan telah memberi mandat kepadamanusia untuk menguasai bumi dan segala ciptaan-Nya serta untukmengenal diri kita dan dunia kita. Berdasarkan pemahaman ini, Beckmendorong kita untuk terus mendalami baik teologi maupun psikologiyang dapat menambah pengenalan kita akan dunia dan diri kita.<strong>PSIKOLOGI</strong> UNTUK TEOLOGID. Browning memberikan beberapa masukan yang bermanfaattentang sumbangsih yang dapat diberikan psikologi kepada teologi.Menurutnya, psikodiagnosis sangatlah berfaedah bagi pelayanankonseling di gereja. Ia menjelaskan bahwa teologi menerangkan pelbagaidampak dosa terhadap jiwa manusia dan dosa itu sendiri merupakanpenyalahgunaan kebebasan manusia. Gangguan jiwa berhubungandengan faktor-faktor yang merintangi atau membatasi kebebasan manusiasebelum atau pada saat dosa diperbuat.Dengan kata lain, bagi Browning, diagnosis psikologis dapatmembantu hamba Tuhan memahami hal-hal yang merintangi kebebasan16“The Role of Theology in the Training of Christian Psychologists,” Journal ofPsychology and Theology 20/2 (1992) 99-109.


104 Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayananmanusia untuk bertumbuh secara rohani. Sudah tentu diagnosispsikologis tidaklah berfungsi untuk menggantikan penilaian spiritual; iahanyalah melengkapi diagnosis rohani.Sumbangsih kedua yang bisa dibagikan psikologi adalah pemahamandevelopmental terhadap kehidupan manusia. Menurut Browning, denganmasukan psikologis ini, hamba Tuhan akan lebih dapat mengerti riwayatperkembangan dari suatu masalah, misalnya latar belakang perkembangankecemasan, riwayat konflik atau sejarah kecacatan kepribadianyang dimiliki seseorang. 17KESIMPULANMelihat fakta-fakta di atas ini, sikap yang berhati-hati terhadappsikologi—dan bukan kecurigaan—adalah sikap yang perlu terus kitapelihara. Kita tidak perlu membuang psikologi, namun kita juga jangansampai mendewakan psikologi. Psikologi—dalam hal ini konseling—bukanlah satu-satunya jawaban terhadap problem manusia; konselingyang bersifat psikologis hanya merupakan satu dari sejumlah jawabanyang ada terhadap problem manusia, sebagaimana diakui oleh C. R.Rogers sendiri. 18Ada banyak sumber daya yang terdapat dalam firman Tuhan yangkurang tergali atau—ini yang lebih menyedihkan—kurang dihargai.Browning sendiri pada akhirnya menyimpulkan bahwa apa yangdisumbangsihkan psikologi sebenarnya bukanlah hal-hal yang tidakdimiliki oleh kekristenan kita. Ia merangkumnya dengan sangat indahdan tepat: “Psikologi menolong kita memilah, mempertajam,menyeimbangkan dan melihat dengan lebih dalam sumber daya yangtelah kita miliki.” 19 Saya berharap kita semua dapat dengan lega berkata:“Selamat datang psikologi!” tanpa berharap terlalu banyak—atau terlalusedikit—darinya.17“Psychology in the Service of the Church,” Journal of Psychology and Theology20/2 (1992) 127-136.18Counseling and Psychotherapy (Boston: Houghton Mifflin, 1942).19“Psychology in the Service of the Church” 135.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!