10.07.2015 Views

(Reduced Impact Logging) di Kalimantan Timur - Forest Climate ...

(Reduced Impact Logging) di Kalimantan Timur - Forest Climate ...

(Reduced Impact Logging) di Kalimantan Timur - Forest Climate ...

SHOW MORE
SHOW LESS
  • No tags were found...

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pembalakan denganDampak Dikurangi(<strong>Reduced</strong> <strong>Impact</strong><strong>Logging</strong>) <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong><strong>Timur</strong>: Sebuah Carauntuk MelestarikanHutan dan KeuntunganMetode pembalakan dengan dampak<strong>di</strong>kurangi dapat mengurangi emisi CO e2hingga 34 juta ton pada tahun 2030


PrioritaspenguranganemisiProgram prioritas <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>untuk mengurangi emisi gas rumahkaca (GRK) antara lain peningkatanpenggunaan lahan nonhutan untukkepentingan ekonomi, implementasipraktik pembalakan dengan dampak<strong>di</strong>kurangi / reduced impact logging (RIL),dan konservasi dan rehabilitasi lahangambut yang kaya kandungan karbon.DDPI telah melakukan analisis awal yangmengidentifikasi adanya 2,6 juta hektarelahan terdegradasi yang dapat <strong>di</strong>gunakanuntuk bu<strong>di</strong> daya pertanian, termasukkelapa sawit. Pengurangan emisi yang<strong>di</strong>hasilkan bervariasi mulai dari 3 hingga40 juta ton per tahun pada tahun 2030,bergantung pada seberapa ekstensiflahan ini <strong>di</strong>gunakan untuk menggantikanlaju deforestasi yang telah <strong>di</strong>rencanakan.RIL merupakan elemen pentingdalam strategi <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> gunamemastikan pengelolaan konsesipenebangan yang ekstensif secara lebihterkontrol dan berkelanjutan. Pelaksanaanpraktik RIL yang ketat dapat mengurangiemisi hingga 34 juta ton pada tahun 2030.Analisis yang <strong>di</strong>lakukan oleh DDPI jugamenyoroti tiga pendekatan yang salingterkait untuk mengurangi emisi darilahan gambut: pembelian izin-izinpenggunaan lahan gambut dalam yangada saat ini; pelestarian lahan gambutyang tidak terganggu; dan rehabilitasilahan gambut yang telah terdegradasi.Langkah-langkah ini secara bersamaandapat mengurangi emisi tahunan CO ehingga 18 juta ton pada tahun 2030.2Pembangunan berkelanjutan<strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>, salah satu provinsi <strong>di</strong> Indonesiayang memiliki keanekaragaman ekologis tinggi, selamabeberapa tahun terakhir telah bekerja secara aktif untukmencapai pertumbuhan hijau (green growth). GubernurDr. Awang Faroek Ishak bercita-cita untuk menciptakanmasa depan <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> yang terus menghasilkankemakmuran ekonomi sekaligus melestarikan kekayaanlingkungan hidup dan mengurangi emisi karbon.Beberapa tonggak pencapaian penting antaralain pembentukan Kaltim Green pada tahun 2009,sebuah kelompok kerja tingkat provinsi yang menangani isu-isulingkungan, yang <strong>di</strong>ikuti dengan pen<strong>di</strong>rian Dewan Daerah Perubahan Iklim(DDPI) <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> pada bulan Februari 2011. Lembaga inimenye<strong>di</strong>akan kerangka bagi aspirasi provinsi menuju green growth, dan<strong>di</strong>dukungoleh penasihat teknis independen untuk perencanaan pembangunanyang berkelanjutan. Ketua Umum DDPI adalah Gubernur Awang Faroek,sedangkan Profesor Daddy Ruhiyat adalah Direktur Eksekutif DDPI.Bersama dengan Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>telah menyusun sebuah strategi pembangunan yang berkelanjutan dan ramahlingkungan. Strategi ini menggabungkan pertumbuhan ekonomi denganpengurangan emisi gas rumah kaca yang signifikan dan pelestarian lingkunganmelalui pengelolaan lahan yang efisien dan industri-industri yang rendah karbon.Strategi Permbangunan <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> yangBerkelanjutan dan Ramah Lingkungan yang<strong>di</strong>publikasikan pada Oktober 2010, merupakanlangkah maju yang penting untuk mengubahpembangunan provinsi <strong>di</strong> masa depan. Sebagaidasar kebijakan provinsi yang <strong>di</strong>setujui olehGubernur Awang pada bulan Mei 2011, strategiini mengkaji emisi yang <strong>di</strong>hasilkan dalamskenario kon<strong>di</strong>si biasa (business-as-usual)<strong>di</strong> tingkat provinsi, dan mengidentifikasi 20cara untuk mengurangi emisi dan mencapaipertumbuhan ekonomi rendah karbon.Dokumen mengenai pembalakandengan dampak <strong>di</strong>kurangi (RIL)berikut ini adalah salah satu dari rangkaian brosuryang <strong>di</strong>terbitkan oleh DDPI untuk menciptakan pemahamanyang lebih baik mengenai isu-isu green growth <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong><strong>Timur</strong>.


Emisi sektor kehutanan dapat <strong>di</strong>kurangiSektor kehutanan merupakan penghasilemisi gas rumah kaca terbesar ketiga <strong>di</strong>provinsi <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>, yaitu sebesar45 MtCO e pada tahun 2005. Degradasi2yang <strong>di</strong>sebabkan oleh pembalakanhutan adalah salah satu kontributorterbesar dari volume emisi tersebut.Provinsi <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> memiliki areaseluas 19,7 juta hektare, <strong>di</strong>mana 12,8 jutahektare dari luas tersebut merupakanhutan alami. Konsesi pembalakan, yang<strong>di</strong>sebut dengan Hak Penguasaan Hutanatau HPH, telah <strong>di</strong>berikan untuk areaseluas 6.146.320 hektare. Pada tahun2009, volume pembalakantahunan mencapai 1.694.215 meterkubik.Kegiatan pengelolaan hutan danpembalakan <strong>di</strong> Indonesia <strong>di</strong>aturdengan sistem Tebang Pilih TanamIndonesia (TPTI). Pengaturan inimemberikan sanksi kepada yangmelanggar, tetapipenegakan aturan ini tidak berjalansecara merata. Seluruh konsesipembalakan <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>,kecuali dua konsesi, menerapkanpraktik pembalakan dengan dampak<strong>di</strong>kurangi yang masih sangat jauh daristandar praktik terbaik internasional.RIL dapat mengurangi kerusakanlingkungan (collateral damage) yang<strong>di</strong>sebabkan pembalakan, tetapi RILmembutuhkan perencanaan awalyang lebih baik, praktik pembalakanyang lebih hati-hati, dan reboisasipasca panen yang lebih baik.Hasil akhirnya adalah jumlah biomassayang hilang melalui pembalakan biasadapat <strong>di</strong>kurangi hingga 30%. Jikaseluruh konsesi pembalakan <strong>di</strong> provinsimenerapkan praktik RIL, maka emisiCO e <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> dapat berkurang2hingga 10% pada tahun 2030.Pembalakan dengan dampak <strong>di</strong>kurangitidak menurunkan pendapatanBanyak perusahaan operatorpembalakan memiliki persepsi yangsalah mengenai RIL, yaitu mengartikanRIL sebagai pembalakan denganpendapatan yang <strong>di</strong>kurangi (reduce<strong>di</strong>ncome logging). Para operator tidaksepenuhnya memahami manfaat yang<strong>di</strong>hasilkan RIL: efisiensi yang lebihbaik dalam operasi, penghematanbiaya, dan limbah yang lebih se<strong>di</strong>kitdan secara keseluruhan akanmenghasilkan pendapatan yang lebihtinggi dan biaya yang lebih rendah.Dengan dukungan dan edukasiyang memadai, para operator dapatmengubah praktik yang merekajalankan, dan secara substansialmengurangi emisi. Para operatorjuga dapat memperoleh keuntungan,karena meskipun biaya awal untukpembalakan yang berkelanjutan lebihtinggi, namun pendapatan jangkapanjang yang <strong>di</strong>peroleh juga lebih tinggi.Melalui penerapan yang tepat, RIL dapat menghasilkan manfaat dan hasil yangsignifikan terhadap karbon bersih yang hilangManfaat RIL bagi lingkunganKarbon netral bersih▪ 41% lebih se<strong>di</strong>kit kerusakan terhadap sisategakan▪ 50% lebih se<strong>di</strong>kit area yang tertutup olehjalurpenyaradan▪ 40% lebih se<strong>di</strong>kit area yang rusakoleh konstruksi jalan▪ 50% lebih se<strong>di</strong>kit kerusakan pada keseluruhanlokasi▪ 33% lebih se<strong>di</strong>kit pembukaan kanopi▪ 33% lebih se<strong>di</strong>kit volume kayu yang hilangKarbon hilang melalui kegiatan penebangan <strong>di</strong> HPHt-karbon per ha205 105228342142Kepa- Karbon Pertum- Stok Karbon Pertum- Kepadatanhilang buhan karbon hilang buhan datankarbon melalui kembalipasca yang kembali karbonrata- pemba- saat pene- terhin- setelah rata-ratabanganrata <strong>di</strong> lakan siklus(pemba- darkan RIL setelahkonsesi konven- regene- lakan melalui 30 tahunsional rasi konven- RIL(RIL)sional)4221205SUMBER: Killmann et al. 2001; Putz et al. 2010; Stanley et al 2009; Putz 2008; Lasco et al 2006


Praktik pembalakan konvensionaltidak efisienFokus pembalakan konvensional telah lama <strong>di</strong>tujukan pada seberapa banyakkayu yang dapat <strong>di</strong>ekstrak dengan cara yang tercepat dan termurah. Akan tetapi,seringkali praktik tersebut menghasilkan limbah dan kerusakan lingkungan.Limbah <strong>di</strong>hasilkan sebelum dan selama berlangsungnya panen, yaitu ketikatunggul tidak <strong>di</strong>potong cukup rendah hingga mendekati tanah, dan tidakmemadainya jalan hingga memaksa pemakaian traktor untuk membukajalan melalui hutan, atau kurangnya kepedulian yang menyebabkanpenempatan kayu gelondongan (logs) menja<strong>di</strong> tidak teratur.Dalam pembalakan konvensional hanya se<strong>di</strong>kit perhatian yang<strong>di</strong>berikan untuk inisiatif pembaruan atau penanaman kembali hutansetelah kegiatan panen. Selama berlangsungnya proses, hanya adase<strong>di</strong>kit kesadaran tentang bagaimana praktik pembalakan yang lebihhati-hati akan memberikan keuntungan bagi para operator danlingkungan.Secara keseluruhan, pembalakan konvensional dapat menyebabkanhilangnya biomassa hingga empat kali lipat dari target tebangankomersial yang sebenarnya <strong>di</strong>sebabkan kerusakan lingkungan yangtidak perlu terja<strong>di</strong>. Manfaat dari pembalakan dengan dampak <strong>di</strong>kurangiadalah kemampuan untuk mencegah <strong>di</strong>hasilkannya limbah.RIL – panduan 7-langkah1. Membuat inventori lahan dan memetakan pohonpohon yang akan <strong>di</strong>tebangsecara in<strong>di</strong>vidu.2. Merencanakan dan membangun jalan, jalur penyaradan, dan tempatpendaratan untuk mengakses area panen dengan cara yang akanmemperkecil gangguan terhadap tanah dan melindungi aliran air.3. Menerapkan teknik penebangan dan penggergajian yang tepat: memotongliana dan tumbuhan pemanjat lainnya yang menghubungkan tajuk pohonsatu dengan lainnya, menetapkan arah rebah tebangan, memotong tunggulpohon sedekat mungkin dengan permukaan tanah, memotong batang pohonke dalam ukuran-ukuran tertentu (logs) untuk memaksimalkan kegunaannya.4. Menderek kayu gelondongan ke jalur penyaradan yang telah <strong>di</strong>siapkan, danmemastikan bahwa mesin penyaradan selalu berada <strong>di</strong> jalur penyaradan.5. Menyimpan kayu gelondongan dengan cara menangguhkan kayu tersebut<strong>di</strong> tempat penyimpanan untuk melindungi tanah dan sisa vegetasi.6. Menganalisis setiap panen sehingga para pembalak dan pemilik dapatmengetahui cara untuk meningkatkan praktik yang <strong>di</strong>jalankan.7. Memperbarui, menanam kembali, dan regenerasi hutan untukmemaksimalkan pertumbuhan dan kekuatan hutan <strong>di</strong> masa depan.


RIL dapat menghasilkan pendapatan bersih yang lebih tinggiRIL melibatkan berbagai inisiatif spesifikdalam kegiatan perencanaan,pemanenan, dan pasca panen yang tidak<strong>di</strong>lakukanDalam jangka waktu 40 tahun, pembalakan dengan dampak <strong>di</strong>kurangimenghasilkan net present value per hektare yang lebih tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkandalam pembalakan konvensional. pembalakan konvensional STUDI KASUS: MALAYSIAKegiatan-kegiatan tambahan iniMeskipun biaya pemanenan RIL lebih tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan pembalakan konvensional, namun NPVyang <strong>di</strong>hasilkan RIL juga lebih tinggi, karena:meningkatkan biaya operasional dari▪ Kerusakan lebih se<strong>di</strong>kit pada sisa tegakan yang dapat meningkatkan hasil <strong>di</strong> masa depan▪ Limbah langsung yang lebih se<strong>di</strong>kitoperasi pembalakan, yang– Kayu▪ Limbah tidak langsung yang lebih se<strong>di</strong>kitmembuat RIL secara ekonomis tidak– Tenaga kerja– Mesinmenarik<strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan pembalakan konvensional.Sebagai contoh, kegiatan pra-pemanenanyang ekstensif, antara lain pemetaanpohon-pohon yang akan <strong>di</strong>tebangsecara in<strong>di</strong>vidu dan perencanaan jalan,serta pengenalan mengenai teknikteknikpemanenan baru,membutuhkan investasi dalam halpelatihan, modal,dan pengawasan. Semua hal ini menja<strong>di</strong>tambahan untuk biaya awal. Meskipundemikian, net present value (NPV)dari pendapatan jangka panjang yang<strong>di</strong>terima melalui pembalakandengan dampak <strong>di</strong>kurangi juga lebihtinggi.Hasil akhir yang tinggi dapat <strong>di</strong>capai,karena RIL menghasilkan lebih se<strong>di</strong>kitkerusakan pada tegakan hutan(stan<strong>di</strong>ng forest) yang masih tersisa.Pertumbuhan ulang biomassa yang lebihtinggi dan volume kayu yang lebih besarakan <strong>di</strong>hasilkan pada rotasi kedua,karenaakan ada lebih banyak pohon yangmasih <strong>di</strong>biarkan tumbuh. Selain itu,penggergajian yang lebih akurat ketikamenebang, akan mengurangi limbah daripohon yang <strong>di</strong>tebang dan mengurangibanyaknya limbah pembalakan yangtertinggal <strong>di</strong> hutan, yang akhirnyamenghasilkan pendapatan lebih tinggiuntuk tiap pohon yang <strong>di</strong>tebang.Efisiensi lebih tinggi melalui perencanaanyang lebih baik akan berujung padatingkat kerusakan mesin (downtime),biaya pemeliharaan, bahkan biayatenaga kerja yang lebih rendah.Biaya pemanenan 1RM/m 3 267170PembalakankonvensionalRIL1 Dalam jangka waktu 1 tahun2 Dalam jangka waktu 40 tahunSUMBER: Samad et al, 2009NPV sistem pemanenan 2RM/ha584Pembalakankonvensional737RIL


<strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> dapatmenerapkan RILMelalui upaya bersama dari semua pihak yang terlibat, <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> dapatmengatasi tantangan-tantangan yang <strong>di</strong>hadapi dalam menerapkan RIL danmelestarikan keberadaan sekunder secara lebih baik. Di dalam kerangka hukumyang ada saat ini, banyak manfaat yang dapat <strong>di</strong>peroleh melalui penegakan danpengetatan peraturan yang ada. Penyerahan rencana RIL sebagai syarat untukmemperoleh izin konsesi pembalakan dapat menja<strong>di</strong> pertimbangan. Keahlian danpengetahuan yang spesifik tentang RIL masih sangat kurang <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>- hal ini mungkin merupakan salah satu hambatan yang paling mudah <strong>di</strong>atasi.Penegakan peraturan yang lebih baikPenegakan peraturan yang tidak menyeluruh dan a<strong>di</strong>l untuk perlindunganhutan merupakan isu klasik dalam sektor kehutanan Indonesia. Satuhambatan adalah duplikasi peraturan <strong>di</strong> tingkat kabupaten dan provinsi,yang menyebabkan ketidakjelasan batasan tanggung jawab. Untukmengatasi hal ini pihak berwenang <strong>di</strong> tingkat provinsi dapat melakukanpemeriksaan menyeluruh terhadap peraturan-peraturan tersebut danmenghapuskan upaya sama yang <strong>di</strong>lakukan <strong>di</strong> tingkat kabupaten.Langkah pertama yang dapat <strong>di</strong>lakukan adalah melalui percontohan (pilot)<strong>di</strong> sebuah wilayah tertentu <strong>di</strong>mana penegakan peraturan sangat buruk. Saatini DDPI bersama dengan lembaga-lembaga lain (misalnya <strong>di</strong>nas kehutananprovinsi) berupaya untuk membentuk satgas kecil tingkat provinsi, yangakan bekerja untuk mempersiapkan, melatih, dan mendukung para pejabatDinas Kehutanan dalam mengawasi operasi konsesi penebangan hutan.Penegakan penalti/hukumanPembalakan liar (illegal logging), baik dalam bentuk pembalakan <strong>di</strong> lahannonkonsesi maupun pembalakan berlebih (over-logging), merupakan penghambatutama bagi para operator legal untuk mengadopsi RIL. Praktik-praktik tidakbertanggung jawab ini dapat menekan harga pasar karena biaya operasinyayang lebih rendah. Selain itu, operator RIL bersusah payah menjaga konsesinyahanya untuk melihat bahwa hasil kerjanya <strong>di</strong>eksploitasi oleh para pembalak liar.Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> berkomitmenuntuk memperkuat upaya penegakan hukum terhadap para pembalak liar.Sebuah bukti nyata dari hasil penegakan peraturan yang <strong>di</strong>publikasikansecara luas dapat memberikan sinyal terhadap komitmen dan tujuanprovinsi <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> untuk menegakkan supremasi hukum.Promosi rencana pemanenan yang berkelanjutanPerubahan kebijakan pada tingkat provinsi sedang <strong>di</strong>pertimbangkan untukmemastikan bahwa para operator menyusun dan mengajukan rencanaRIL guna menerapkan praktik pemanenan yang berkelanjutan sebelum<strong>di</strong>berikan izin penebangan. Namun, ada maupun tidak peraturan baru,pemohon izin konsesi dapat <strong>di</strong>dorong untuk turut menyertakan rencanaRIL. Dukungan dari pusat dan provinsi dapat <strong>di</strong>berikan melalui penilaian danpersetujuan atau penolakan terhadap rencana implementasi RIL tersebut.


Bantuan adopsi RILSejumlah operator telah menyampaikan kese<strong>di</strong>aan untuk mengadopsi RIL apabilakebutuhan biaya tambahan dapat <strong>di</strong>biayai dan para pekerja mendapatkan pelatihanyang memadai.Dana untuk membiayai biaya sewa atau pembelian peralatan khusus dapatmembantu para operator yang mau mengadopsi praktik RIL. Revisi peraturan dapat<strong>di</strong>lakukan dengan cara memberikan penghentian pajak sementara (tax break) atautambahan lahan hutan konsesi bagi para operator pembalakan yang menerapkanpraktik RIL pada konsesi-konsesi lainnya.Pembentukan sebuah organisasi untuk melatih para pekerja tentang teknik-teknikRIL dapat membantu para operator dalam mengatasi kelangkaan pengalaman RIL <strong>di</strong>seluruh wilayah Indonesia.Penasihat teknis independen telah memberikan pelatihan dan bantuan tentang RIL,namun kapasitas mereka dalam menjalankan operasi <strong>di</strong>batasi oleh ketergantunganpada pendanaan eksternal. Para operator RIL seringkali merasa keberatan untukmembayar biaya pelatihan karena pemahaman yang salah bahwa RIL memerlukanbiaya tinggi. Siklus permasalahan ini menyulitkan pengadopsian RIL pada skalayang lebih luas.Biaya yang <strong>di</strong>butuhkan untuk mendorong para operator mengadopsi praktik RILdapat <strong>di</strong>tanggung oleh seluruh operator dengan cara menuntut retribusi dari semuakonsesi pembalakan yang beroperasi <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>, dan mengembangkanmekanisme pencairan dana <strong>di</strong>sertai prosedur pemeriksaan dan pengawasan yangjelas untuk mencegah penyalahgunaannya.Dibutuhkan upaya yang melibatkanbanyak pemangku kepentinganMeskipun RIL merupakan caramenghemat biaya dalam pemanenansecara berkelanjutan, tetapi masih banyaktantangan yang harus <strong>di</strong>atasi agar dapat<strong>di</strong>terapkan secara luas <strong>di</strong> <strong>Kalimantan</strong><strong>Timur</strong>. Untuk mengatasi tantangantantangantersebut, seluruh pemangkukepentingan harus ikut berpartisipasi.Berikut ini beberapa pelaku kunci yangmempunyai dampak sangat besar:Pemerintah <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> – dapatmemastikan bahwa kebijakan danperaturan <strong>di</strong>tegakkan dan <strong>di</strong>terapkandengan benar; pemerintah dapatjuga mempertimbangkan perbaikandan perubahan kebijakan.Masyarakat sipil – dapat memberikanmasukan mengenai peraturan, danumpan balik mengenai dampak sosial,lingkungan, dan ekonomi dari proyekpercontohan RIL. Organisasi-organisasilingkungan ternama, seperti WorldWildlife Fund for Nature atau The NatureConservancy, dapat membantu untukmemimpin proyek percontohan (pilotproject), dan memberikan saran, keahlian,serta pelatihan teknis untuk implementasi.Pemegang konsesi hutan – dapatmengadopsi RIL melalui proyekpercontohan dan perlahan membangunkeyakinan dan pemahaman tentangmanfaat ekonomi dan lingkunganyang <strong>di</strong>hasilkan RIL. Semakin banyakpemegang konsesi yangmengadopsiRIL, maka mereka bisa menja<strong>di</strong> kelompokpendukung yang dapat mempromosikanadopsi RIL lebih jauh lagi.Dengan dukungan dari para pemangkukepentingan, <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong> dapatsepenuhnya mengadopsi RIL danmengubah praktik-praktik menujukehutanan yang berkelanjutan.Implementasi langkah-langkahtersebut dapat mengurangi emisi CO e2hingga34 juta ton pada tahun 2030.


Dewan Daerah PerubahanIklim (DDPI) <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong><strong>di</strong><strong>di</strong>rikan pada bulan Februari2011 dengan tujuan:• Merumuskan strategitingkat provinsi terkaitpengurangan emisi danmitigasi perubahan iklim• Mengkoor<strong>di</strong>nasikankegiatan-kegiatan dalambidang adaptasi, mitigasi,dan adopsi teknologi• Merancang strategiprovinsi <strong>Kalimantan</strong> <strong>Timur</strong>untuk mengakses pasarperdagangan karbon• Mengawasi, melaporkan,dan memverifikasi seluruhkegiatan dan peraturanterkait perubahan iklim• Memastikan bahwa seluruhkabupaten mengadopsistrategi pembangunanyang berkelanjutan danramah lingkunganMapforbackpageLuas lahan: 19,7 juta hektareHutan alam: 12,8 juta hektareKonsesi hutan:Konsesi pembalakan (HPH):6.146.320 hektareVolume pembalakan pertahun: 1.694.215 meter kubikPopulasi: 3.550.600PDB (2010): Rp 320 triliunPDB per kapita: Rp 90 jutaDiterbitkan oleh DDPI, November 2011

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!