pokok tersebut ialah masalah menyatukan aneka suku bangsa denganstereotip tertentu, masalah menyatukan kelima agama besar yang <strong>di</strong>akui<strong>di</strong> Indonesia beserta aliran kepercayaan lainnya, dan masalah <strong>di</strong>skriminasipenduduk minoritas (Brata, 2007:85).Dalam rangka mengatasi tiga masalah tersebut, Indonesia memilikiempat faktor pendukung integrasi sosial yakni ikatan historis, SumpahPemuda 1928, nasionalisme, dan persamaan bahasa (Brata,2007:86).Ditinjau dari latar belakang sejarah, awal kehidupan harmonis antar umatberagama <strong>di</strong> Nusantara <strong>di</strong>mulai dengan kemunculan Prasasti Kelurak dankakawin pada zaman Kerajaan Majapahit yang berjudul Purudasanta, ataulebih <strong>di</strong>kenal dengan nama Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam kakawinberjudul Sutasoma tersebut, Mpu Tantular mengemukakan semboyanBhinneka Tunggal Ika.Pada zaman Kerajaan Majapahit, Bhinneka Tunggal Ika <strong>di</strong>kenal sebagaisebuah semboyan untuk menyatukan umat yang beragama Hindu denganBuddha. Persatuan dalam hal ini tidaklah berarti sinkretisme, <strong>di</strong>mana keduaagama tersebut bersatu dan membentuk agama baru. Persatuan dalam halini berarti kehidupan harmonis, <strong>di</strong> mana kedua agama hidup berdampingandan saling menghargai satu sama lain. Oleh karena itu, dapat <strong>di</strong>simpulkanbahwa perumusan mengenai persatuan dalam wujud sastra dan bahasamerupakan daya kreatif rakyat untuk mengatasi masalah keanekaragamanagama (Karto<strong>di</strong>rdjo, 1993: 7). Dalam proses perjalanannya, Bhinneka TunggalIka yang terpampang <strong>di</strong> cengkraman sang Garuda Pancasila memiliki artiyang lebih luas, yakni bersatu <strong>di</strong> tengah perbedaan suku bangsa, bahasa,adat istiadat, agama, ras, serta budaya.Perkembangan sejarah berikutnya ialah kemunculan bahasa MelayuRiau Pasar sebagai lingua franca. Peribahasa tak kenal maka tak sayangyang <strong>di</strong>hidupi oleh rakyat Indonesia kini memiliki makna yang mendalam.Bagaimana bangsa ini dapat bersatu dengan harmonis apabila tidakmemiliki sebuah me<strong>di</strong>a komunikasi yang sama untuk saling mengenal?Ibarat sebuah pohon, bahasa ialah akar yang menopang dan menghidupisebuah bangsa untuk saling berkomunikasi dan mengenal satu sama lain.Dalam buku Universal Categories of Culture, Koentjaraningratmengutip pendapat C. Kluckhohn yang mengandung intisari bahwa<strong>di</strong> dunia ini terdapat tujuh unsur kebudayaan yang sifatnya universal.Bahasa merupakan salah satu dari ketujuh unsur tersebut, <strong>di</strong> mana bahasadapat <strong>di</strong>wujudkan dalam bentuk lisan, tulisan, maupun gerakan tubuh.36 - Anastasia
Sedangkan Chaedar Alwasilah mengemukakan lima hal pokok mengenaibahasa; yakni bahasa sebagai sistem simbol manusia, bahasa sebagai alatuntuk berkomunikasi dengan orang lain, memiliki kesepakatan tertentu,melambangkan suatu benda dengan sebuah kata, dan menerjemahkanucapan orang lain berdasarkan pengalaman <strong>di</strong>ri sen<strong>di</strong>ri (Brata, 2007: 12).Melalui bahasa, seseorang dapat beradaptasi dengan lingkungannya,mengekspresikan gagasannya pada orang lain, dan menjalin hubungandengan masyarakat lain. Bahasa Indonesia memiliki fungsi khusus sebagaibahasa nasional, yaitu sebagai identitas bangsa Indonesia. BahasaIndonesia yang berakar dari bahasa Melayu Riau Pasar <strong>di</strong>sebutkan sebagaibahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.Melalui bahasa persatuan inilah, rakyat Indonesia berkomunikasi danakhirnya bersatu untuk memerdekakan bangsanya.Dalam perkembangan selanjutnya, bahasa Indonesia menja<strong>di</strong> faktoresensial yang dapat memenuhi keempat faktor pendukung integrasisosial. Pertama, faktor ikatan historis, <strong>di</strong> mana bahasa Indonesia menja<strong>di</strong>pemersatu rakyat untuk berkomunikasi hingga akhirnya berjuang bersamauntuk memerdekakan bangsa ini. Kedua, faktor Sumpah Pemuda tahun1928, <strong>di</strong> mana bahasa Indonesia <strong>di</strong>sebutkan sebagai bahasa persatuanrakyat Indonesia. Ketiga, faktor nasionalisme, <strong>di</strong> mana bahasa Indonesiamerupakan identitas rakyat Indonesia. Keempat, faktor persamaanbahasa, <strong>di</strong> mana bahasa Indonesia menja<strong>di</strong> me<strong>di</strong>a rakyat Indonesia dalamberkomunikasi. Bahasa Indonesia mengemukakan gagasan mengenaikesetaraan, <strong>di</strong> mana semua rakyat Indonesia menggunakan bahasaIndonesia yang sama dalam berkomunikasi dengan sesama, tanpamemandang perbedaan agama, jenis kelamin, usia, kelas sosial, suku, ras,provinsi, dan budaya. Hal yang menja<strong>di</strong> pokok permasalahan Indonesiasaat ini ialah: mengapa pertikaian antar rakyat dapat terja<strong>di</strong>, mengingatbangsa Indonesia memiliki bahasa Indonesia yang memenuhi keempatfaktor pendukung integrasi sosial?Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa Indonesia saat ini.Bahasa adalah me<strong>di</strong>a untuk berkomunikasi yang <strong>di</strong>ungkapkan secara lisan,tulisan, maupun bahasa tubuh. Tata bahasa yang baik, <strong>di</strong>ksi yang <strong>di</strong>sesuaikandengan situasi dan kon<strong>di</strong>si, ekspresi yang menyejukkan orang lain, bahasatubuh yang menjaga perasaan orang lain, dan majas yang santun akanmemberikan energi positif yang luar biasa bagi orang lain. Pembelajaranmengenai penggunaan bahasa santun kepada anak-anak dan generasiBahasa Indonesia, Suryakanta Rakyat Indonesia - 37
- Page 3:
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN K
- Page 6 and 7:
pelajar memiliki andil besar bagi p
- Page 8 and 9:
mereka dalam memahami persoalan-per
- Page 10 and 11:
dan bahkan perumusan terus-menerus,
- Page 12 and 13:
yang sama tentang Indonesia. Tidak
- Page 16 and 17:
2. Juara Kedua: Christ Soselisa (SM
- Page 18 and 19: Ni Komang Yulia Cempaka Sari, siswa
- Page 20 and 21: sebagai media interaksi kaum muda u
- Page 22 and 23: Meskipun demikian, masih ada catata
- Page 24 and 25: ilmu pengetahuan dan teknologi, ter
- Page 26 and 27: Daftar PustakaAnderson, Benedict. 2
- Page 28 and 29: Dari Pesantren untuk IndonesiaTaufi
- Page 33 and 34: Jangan Pernah Satukan Perbedaan!Dew
- Page 35 and 36: Contoh lainnya adalah para hewan pe
- Page 37 and 38: Jangan Memaksa untuk Menyatukan Per
- Page 39 and 40: Kemajemukan Menimbulkan Disintegras
- Page 41 and 42: tabuh, dan gerak tari Pegayaman yan
- Page 43 and 44: Pada beberapa referensi disebutkan
- Page 45 and 46: Antara Toleransi, Mayoritas, dan Mi
- Page 47 and 48: Istilah “dominasi mayoritas”, s
- Page 49 and 50: kecil, anak dididik untuk dapat ber
- Page 51: hiburan yang sesuai dengan latar be
- Page 54 and 55: mengatakan bahwa jumlah suku bangsa
- Page 56 and 57: Keanekaragaman atau kemajemukan ini
- Page 58 and 59: terkadang menimbulkan konflik antar
- Page 61 and 62: Eksotisme Bhinneka Tunggal IkaRiski
- Page 63 and 64: suku, agama, bahasa, maupun ras. Se
- Page 65 and 66: akan sangat ironis bila di luar san
- Page 67: Bahasa Indonesia, Suryakanta Rakyat
- Page 71 and 72: Pendidikan karakter ini pun perlu d
- Page 73 and 74: Indonesia, terutama generasi muda s
- Page 75 and 76: Dari Pesantren untuk IndonesiaTaufi
- Page 77 and 78: menjadi modal utama membangun persa
- Page 79 and 80: plural. Pesantren yang tumbuh dan b
- Page 81 and 82: nilai-nilai multikultural serta men
- Page 83 and 84: Keharmonisan di Balik Pluralisme di
- Page 85 and 86: Perbedaan adalah AnugerahTidak sepe
- Page 87 and 88: seperti kebutuhan akan kehidupan so
- Page 89 and 90: Belajar Toleransi dari Lereng Merap
- Page 91 and 92: tersebut memang tidaklah salah namu
- Page 93 and 94: terletak pada muatan pesan syairnya
- Page 95 and 96: Belajar dari Keunikan Perayaan Nyep
- Page 97 and 98: mengumandangkan adzan sebagaimana h
- Page 99 and 100: dipersatukan dengan bendera, lagu k
- Page 101 and 102: Kebhinnekaan dalam Satu Hatidi Dusu
- Page 103 and 104: turun-temurun dari tradisi nenek mo
- Page 105: Bali, dimana sekelompok masyarakat
- Page 108 and 109: kesengsaraan yang luar biasa dan ke
- Page 110 and 111: yang menakjubkan dan memanjakan mat
- Page 112 and 113: untuk solider dan toleran terhadap
- Page 114 and 115: ikut berkontribusi untuk menciptaka
- Page 116 and 117: Contoh kehidupan harmonis di dalam
- Page 118 and 119:
Pada saat itu saya masih duduk di b
- Page 120 and 121:
murid beragama non muslim, yaitu 2
- Page 123 and 124:
Implementasi Pendidikan Multikultur
- Page 125 and 126:
udaya, ras, seksualitas dan gender,
- Page 127 and 128:
Pendidikan multikultural yang dimak
- Page 129 and 130:
Pertukaran Pelajar Antardaerahdalam
- Page 131 and 132:
lainnya. Pendidikan multibudaya ata
- Page 133 and 134:
“Pendidikan membuat perbedaan bes
- Page 135 and 136:
Mewujudkan Harmoni Bangsa: Revitali
- Page 137 and 138:
aya merupakan sebuah terminologi ya
- Page 139 and 140:
ogoh. Begitu pula pemuda yang berag
- Page 141 and 142:
sama lain yang terjadi di tempat it
- Page 143:
Triyanto. 2011. Hubungan Sosial. Di
- Page 146 and 147:
Beberapa literatur menunjukkan, per
- Page 148 and 149:
irama senjang ini pada umumnya mono
- Page 150 and 151:
Pada akhirnya nanti SEWAKUL akan di
- Page 153 and 154:
Apakah Hal-Hal Kecil yang Sudah Ter
- Page 155 and 156:
adalah permainan yang membutuhkan l
- Page 157 and 158:
Bumi Serpong Damai, atau yang biasa
- Page 159 and 160:
lobang besar kedua pemain). Pemenan
- Page 161 and 162:
Seperti yang kita ketahui, kontes k
- Page 163 and 164:
Tradisi Pacu Jaluo:Implementasi Ada
- Page 165 and 166:
eberapa adat, baik itu Jawa, Minang
- Page 167 and 168:
selalu eksis keberadaannya di muka
- Page 169:
Daftar PustakaBukuEffendy, Tenas. 2
- Page 172 and 173:
Negara pluralis itu masyarakatnya w
- Page 174 and 175:
sebagian bangsa Indonesia sering me
- Page 176 and 177:
menjadikan generasi selanjutnya mem
- Page 179 and 180:
Profil PenulisALFI FATONA PUTRI, la
- Page 181 and 182:
esai dalam Lomba Esai Sosial Budaya
- Page 183 and 184:
lebih dikenal sebagai The Research
- Page 185 and 186:
Sosial Budaya Nasional 2013 yang di
- Page 187:
lomba esai tingkat nasional yang di