Titian GemilangMeralat GenerasiTerpinggirkanM Anwar SaniDirektur<strong>Al</strong>-<strong>Azhar</strong> <strong>Peduli</strong> <strong>Ummat</strong>Melengkapi tugas sebagaiamil (pengelola zakat),para amil di <strong>Al</strong>-<strong>Azhar</strong><strong>Peduli</strong> <strong>Ummat</strong>, wajibmelakukan program layanan aktif.Bentuk layanan terhadap kaumdhuafa secara langsung, tidak sekadarmenunggu mereka datang ataumengirim proposal. Selama berinteraksidengan kaum dhuafa, amilharus menyerap nafas kehidupanmereka. Semua dirangkum dan dipikirkanjalan keluarnya, <strong>untuk</strong> mengangkatkeberdayaan mereka. Datalangsung itu, juga sebagai inspirasimenelorkan program yang benarbenarbermanfaat, agar distribusizakat tidak salah.Salah satu temuan yang jadikajian dari hasil layanan aktif iniadalah, nasib generasi yang miskintapi tidak punya prestasi secara akademik.Bagaimana nasib mereka.Selama ini, sudah banyak beasiswayang menyelematkan generasidhuafa yang punya prestasi akademik.Lantas, bagaimana denganyang bukan juara?Dalam dialog dengan calonpeserta pendidikan fotografer danvideografi di Rumah Gemilang Indonesia(<strong>RGI</strong>) – <strong>Al</strong>-<strong>Azhar</strong> <strong>Peduli</strong> <strong>Ummat</strong>,sebagian peserta mengungkapkanpertanyaan itu. Azizah, salahsatu calon peserta <strong>RGI</strong> melontarpertanyaan-pertanyaan kritis yangnyaris membuat lidah kelu.“Saya dari keluarga tidakmampu dan saya bukan juara disekolah, bagaimana masa depankami nanti?”“Koruptor dan orang-orangyang selama ini kita lihat hebat tapipembohong, bukankah dulu merekajuara dan lulusan dari perguruantinggi terkenal. Mereka dari lulusansekolah terbaik?”Pertanyaan lugu itu, amatjujur. Selama ini sudah berlebih,fasilitas beasiswa <strong>untuk</strong> kalanganyang berprestasi secara akademik.Tapi, generasi seperti Azizah yangjumlahnya lebih banyak agak terlupakan.Sebelum masuk <strong>RGI</strong>, Azizahputus sekolah, kemudian melanjutkandi sekolah terbuka, hingga lulusUAN tahun ini.Menjadi murid sekolah terbuka,perlu mental kuat. Azizah masihingat, tatkala mau numpang disebuah SMP Negeri, pintu kelasnyadiborgol, tak boleh masuk. Ia danteman-temannya saat itu menangis.Hatinya tercabik-cabik. Pendidikan,ternyata kerap pula membuat hatisebuah generasi terluka.Selama menempuh sekolahterbuka dari SMP sampai SMA,Azizah dan teman-temannya, patunganmembuat seragam sendiri.Meski tak wajib, tapi merekaingin merasa bangga mengenakanseragam sekolah. Dimana punruang belajar, tak penting. Lapangan,sawah, surau, masjid, hinggabekas kandang kambing tak jadisoal. Bagi mereka, ilmu hadir dimanasaja, meski kenyataannyasebagian besar dipenjara dalametalase kemewahan.Dalam sedu sedan menuntutilmu di ruang bebas itu, terdapatorang-orang hebat yang disebutAzizah, sebagai Guru Relawan. Merekaorang-orang yang menyedekahkanpengetahuannya <strong>untuk</strong> dibagike semua generasi lintas sekat. Takada gaji, guru relawan itu kepuasnnyajika ilmu yang diberikannyadapat mengubah hidup generasiseperti Azizah, jadi lebih baik.Ia bercita-cita, setelah lulusdari <strong>RGI</strong> akan kembali ke komunitasnya.Kali ini tak sebagai murid,tapi ia akan menjadi guru. Dengansegala keterbatasannya, ia inginpengetahuan dapat dinikmatisemua generasi. Ia tak mau lagi,melihat sebuah generasi traumamelihat pintu kelas diborgol. Azizah,ingin memberi beasiswa bagi anakanakyang tidak juara tapi miskin.Itu pula yang melatarbelakangi<strong>RGI</strong> lahir. Karena tiap generasi, berhakmendapatkan ilmu dan pengetahuanyang sama. Dengan ilmu danpengetahuan itulah, sebuah generasidapat meralat hidup lebih baik.30Majalah , Edisi Juni 2010
Majalah , Edisi Juni 2010 31