GABUNG test
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
RINGKASAN EKSEKUTIF<br />
Sebagai negara berpopulasi terbesar ke-empat di dunia, Indonesia memiliki populasi<br />
anak-anak dengan jumlah sekitar 80 juta orang. Statistik Indonesia (BPS, 2013) mengenai<br />
proyeksi penduduk tahun 2010 – 2035 menunjukkan bahwa jumlah anak-anak pada umur<br />
sekolah 7-12 tahun akan mencapai 24.6 juta orang pada tahun 2015. Sedangkan anak-anak<br />
berusia 13-15 tahun (umur sekolah menengah pertama-SMP) dan anak-anak yang sedang<br />
bersekolah di sekolah menengah atas (berumur 16-18 tahun) diperkirakan akan mencapai 11<br />
juta orang pada 2015. Selanjutnya, akan ada pertumbuhan yang tinggi pada populasi di daerah<br />
perkotaan. Peningkatan jumlah penduduk khususnya pada daerah perkotaan akan<br />
meningkatkan pula pemakaian transportasi darat. Meningkatnya jumlah penduduk, termasuk<br />
anak-anak dan pemuda, serta mobilitas penduduk akan meningkatkan risiko terjadinya<br />
kecelakaan di jalan raya.<br />
Kondisi keselamatan jalan raya di Indonesia saat ini berada dalam masalah serius. Jumlah<br />
korban kecelakaan pada tahun 2010 mencapai 31.234 jiwa dan beberapa studi mempercayai<br />
bahwa angka tersebut masih di bawah angka yang seharusnya (under-reported) (INDII, 2010).<br />
Indonesia sedang berada pada posisi yang menentukan untuk mengontrol tingkat keselamatan<br />
yang dialami oleh penduduknya di jalan raya. Indonesia juga sedang menghadapi pertumbuhan<br />
kendaraan bermotor yang tinggi terutama pertumbuhan sepeda motor. Oleh karena itu,<br />
meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan serius dalam keselamatan di jalan<br />
raya menjadi sangat penting, khususnya bagi anak-anak dan pemuda. Untuk menciptakan<br />
kondisi selamat bagi anak dan pemuda, dibutuhkan intervensi khusus untuk menciptakan<br />
lingkungan sekolah dan sekitar sekolah yang lebih aman dan mengurangi kemungkinan mereka<br />
mengalami kecelakaan di jalan raya.<br />
Secara umum, ada beberapa faktor penyebab utama dari terjadinya kecelakaan di jalan<br />
raya termasuk kelalaian manusia, buruknya kondisi jalan, kendaraan tidak layak jalan, dan<br />
kurangnya regulasi terkait termasuk lemahnya penegakan hukum. Dari perspektif kesehatan<br />
masyarakat, luka atau cedera akibat kecelakaan di jalan raya sebenarnya dapat diantisipasi<br />
bahkan dihindari. Dalam rangka menyiapkan antisipasi serta pencegahan yang lebih baik<br />
terhadap meningkatnya resiko kecelakaan di jalan raya, khususnya diantara anak-anak,
merupakan sebuah kebutuhan untuk mengadakan penelitian dan kajian mengenai situasi terkini<br />
keselamatan di jalan raya pada anak.<br />
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui keadaan terkini atas program dan kebijakan<br />
keselamatan di jalan raya yang berbasis anak-anak, termasuk infrastruktur dan fasilitas terkait<br />
lainnya, pengetahuan, perilaku dan praktek terkait keselamatan di jalan raya siswa di Bandung,<br />
Jawa Barat.<br />
Pada penelitian ini dikumpulkan dua tipe informasi yang berbeda, yaitu data primer dan<br />
data sekunder di Bandung. Data primer dikumpulkan melalui survei, wawancara mendalam dan<br />
Focus Group Discussion (FGD). Data sekunder diperoleh melalui institusi-institusi terkait.<br />
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mencari informasi yang relevan dan data<br />
dari berbagai institusi dan organisasi untuk mendapat indikator kunci termasuk: cedera dari<br />
kecelakaan yang diderita dan tingkat keparahannya, peta wilayah dengan tingkat kecelakaan<br />
tinggi, kebijakan, program, infrastruktur dan sumber lainnya dalam keselamatan jalan raya yang<br />
berbasis anak-anak, data yang relevan juga akan digunakan untuk mengukur SROI (Social Return<br />
on Investment) atau tingkat pengembalian kerugian sosial dari investasi dalam proyek<br />
keselamatan di jalan raya.<br />
Survei mengenai keselamatan di jalan raya pada anak-anak di Bandung ini berfokus pada<br />
isu-isu pengetahuan anak-anak, perilaku dan praktek yang terkait pada keselamatan di jalan<br />
raya dan kecelakaan. Kuesioner terstruktur digunakan untuk mengumpulkan informasi dari<br />
anak-anak yang bersekolah di sekolah yang terpilih sebagai sampel. Total siswa yang menjadi<br />
sampel adalah 480 responden (80 siswa tiap kecamatan yang meliputi 6 wilayah di kota dan<br />
kabupaten Bandung). Siswa yang menjadi responden dari kajian ini adalah mereka yang<br />
bersekolah di sekolah dasar umum (SD) dan sekolah dasar agama (MI) pada kelas 4 dan 5,<br />
serta pada sekolah menengah pertama yang juga sekolah umum (SMP) serta sekolah agama<br />
(MTs) yang sedang berada di kelas 8 dan 9.<br />
Pertanyaan serta materi diskusi akan berfokus pada pengetahuan informan dan peserta<br />
diskusi kunci, perilaku dan praktek keselamatan di jalan raya yang mereka implementasikan<br />
sendiri serta terhadap anak/siswa/anggota masyarakat lainnya. Terhadap informan kunci dari<br />
institusi pemerintahan daerah, pedoman yang diberikan berfokus pada kebijakan dan peranan<br />
pemerintah daerah pada isu keselamatan di jalan raya. Total jumlah responden pada wawancara<br />
mendalam adalah 60 orang informan (12 orang tua siswa dari siswa SMP/MTs, 20 guru/kepala<br />
sekolah, 8 polisi lalu lintas, 8 anggota komunitas motor/ojek lokal, dan 12 informan dari<br />
berbagai pemangku kepentingan (stakeholders), yang terdiri dari: 2 orang dari Dinas
Perhubungan, 2 orang dari Dinas Pendidikan, 2 orang dari Dinas Pekerjaan Umum, 2 orang<br />
dari Dinas Kesehatan, 2 orang dari petugas gawat darurat rumah sakit lokal, dan 2 orang dari<br />
Organda.<br />
Diskusi kelompok terpusat (FGD) dari studi ini dilakukan untuk mengumpulkan<br />
informasi dari siswa dan orang tua murid SD/MI. Total jumlah partisipan diskusi kelompok<br />
terfokus adalah 6 FGD (4 FGD pada anak dan 2 FGD pada orang tua murid SD/MI). Selain itu,<br />
untuk merepresentasikan semua kemungkinan kasus, kuesioner dan pedoman diskusi<br />
menggunakan ilustrasi visual atau studi kasus yang menggambarkan beberapa<br />
kejadian/kebiasaan berperilaku keselamatan dari keseharian anak dan orang tua.<br />
Hasil dari studi ini dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah mengenai<br />
pengetahuan anak-anak terhadap keselamatan di jalan raya dan kedua adalah mengenai perilaku<br />
dan praktek mereka mengenai keselamatan di jalan raya. Bagian terakhir menjelaskan temuan<br />
mengenai kebijakan keselamatan dan penegakan peraturan dari berbagai pemangku<br />
kepentingan, komunitas, orang tua, dan guru.<br />
1. Pengetahuan Tentang Keselamatan di Jalan Raya<br />
Dalam hal pengetahuan reponden mengenai pengertian dari rambu-rambu lalulintas, 4<br />
dari 5 orang anak telah mengetahui paling tidak definisi dari 3 (tiga) rambu lalu lintas di gambar<br />
yang disediakan. Selanjutnya, hasil survei menunjukkan bahwa hampir semua responden<br />
(97.08% dari seluruh responden) mengetahui atau pernah mendengar istilah lampu lalu lintas<br />
dan 85.83% dari seluruh siswa mengetahui pengertian dari ketiga warna di lampu lalu lintas.<br />
Mengenai pengatahuan responden dalam hal insfrastruktur di jalan raya, hanya 1 dari 4 murid<br />
yang tidak mengetahui atau tidak pernah mendengar istilah trotoar sama sekali. Hanya 1 dari<br />
4 siswa yang tidak mengatahui atau belum pernah mendengar istilah zebra cross. Sedangkan<br />
hanya 1 dari 3 siswa yang tidak mengetahui atau belum pernah mendengar mengenai halte<br />
sama sekali.<br />
Selanjutnya, terdapat 2 dari 3 orang responden—baik di kelompok laki-laki maupun<br />
perempuan—terbiasa untuk menggunakan kaki kanan terlebih dahulu ketika turun dari<br />
kendaraan umum, dimana pengetahuan ini merupakan pengetahuan yang keliru. 97.92% dari<br />
responden mengetahui bahwa pengendara sepeda motor seharusnya menggunakan helm<br />
ketika berkendara. Dalam hal pengetahuan mengenai Surat Izin Mengemudi (SIM), 4 dari 5<br />
siswa mengetahui SIM, terdapat 293 siswa (61%) yang menjawab bahwa usia 17 tahun adalah<br />
umur untuk seseorang bisa mendapatkan SIM.
Secara umum, materi terkait keselamatan di jalan raya di Indonesia hanya dapat<br />
ditemukan pada aktivitas di luar jam kelas (kegiatan ekstrakurikuler). Dari seluruh responden,<br />
4 dari 5 siswa telah pernah menerima pelajaran terkait keselamatan jalan raya, tapi masih ada<br />
sekitar 14.37% siswa yang belum pernah menerima pelajaran atau bahan mengenai keselamatan<br />
di jalan raya sama sekali. Orang tua dan guru-guru adalah pelaku utama dalam proses memberi<br />
pengetahuan dan pengertian kepada anak-anak mengenai pelajaran terkait keselamatan di jalan<br />
raya untuk anak-anak. Hal ini berarti upaya intervensi mengenai keselamatan di jalan raya bagi<br />
anak-anak harus juga diberikan kepada orang tua dan para guru, selain anak-anak itu sendiri.<br />
Dari 411 orang yang mengakui bahwa mereka telah menerima pelajaran mengenai keselamatan<br />
di jalan raya terdapat 226 orang siswa (50%) yang menjawab bahwa materi yang diberikan akan<br />
lebih efektif apabila diberikan dengan cara bercerita atau mengajar dan hal ini tergambar baik<br />
pada siswa sekolah dasar maupun sekolah menengah pertama.<br />
2. Perilaku dan Praktek Keselamatan di Jalan Raya<br />
Dilihat dari moda transportasi yang digunakan, lebih dari setengah siswa di Bandung<br />
berjalan kaki menuju sekolah mereka (57.7%), namun terdapat 22% responden yang pergi ke<br />
sekolah menggunakan sepeda motor. Selain itu, terdapat 43.5 % (208 jiwa) responden mengaku<br />
pernah mengendarai sepeda motor, tapi seluruh anak-anak tersebut belum memiliki SIM<br />
karena mereka masih ada di bawah umur yang seharusnya untuk mendapat SIM. Dua dari tiga<br />
siswa SMP menyatakan bahwa mereka pernah mengendarai sepeda motor. Sementara itu,<br />
terdapat 18% responden sekolah dasar pernah mengendarai sepeda motor. Hal ini merupakan<br />
kondisi yang sangat mengkhawatirkan dan perlu diwaspadai bersama. Temuan mengejutkan<br />
lainnya adalah 4 dari 5 siswa (81%) yang belum pernah mengendarai sepeda motor menyatakan<br />
bahwa orang tua mereka memperbolehkan mengendarai motor ketika berangkat ke sekolah.<br />
Berdasarkan tingkat sekolah, 84% dari responden sekolah menengah pertama<br />
menyatakan bahwa mereka diizinkan oleh orang tua, sedangkan untuk tingkat sekolah dasar<br />
sekitar 68% (7 dari 10) menyatakan bahwa mereka diizinkan untuk mengendarai sepeda motor<br />
ke sekolah. Rerata umur ketika mereka diperbolehkan pertama kalinya mengendarai sepeda<br />
motor oleh orang tuanya adalah saat 12 tahun, dengan umur paling rendah adalah 8 tahun dan<br />
tertua adalah 17 tahun. Sekitar 7% dari responden diperbolehkan mengendarai sepeda motor<br />
sejak umur di bawah 10 tahun. 14% dari responden menyatakan bahwa guru atau pun pihak<br />
sekolah memperbolehkan mereka untuk membawa sepeda motor ke sekolah. Rerata jarak
yang diperbolehkan oleh orang tua kepada anak-anaknya untuk membawa sepeda motor<br />
adalah 5,6 kilometer dan rerata kecepatan yang diperbolehkan adalah 24.85 km/jam.<br />
Terdapat 73% responden (3 dari 4 orang) yang menyatakan pernah diajari cara<br />
mengendarai sepeda motor oleh orang tuanya. Hampir 85% dari responden diajarkan<br />
mengendarai sepeda motor oleh orang tua ketika mereka berumur 10-14 tahun dengan rerata<br />
umur ketika mereka pertama kali diajarkan sepeda motor adalah 11 - 12 tahun, dan 11%<br />
responden diajari mengendarai oleh orang tuanya ketika mereka berumur di bawah 10 tahun.<br />
Mengenai pemakaian helm, 2 dari 3 responden yang mengendarai sepeda motor tidak<br />
mengenakan helm ketika mengendarai dalam jarak yang pendek dan ketika mereka memasuki<br />
daerah pemukiman. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari responden tersebut yang pernah<br />
mengalami tilang polisi yaitu 10.7% atau 22 orang dari 206 responden.<br />
Mengenai perilaku menyebrang jalan, hampir semua responden (98.5%) selalu melihat<br />
ke kanan dan kiri serta mengangkat tangan mereka ketika menyeberangi jalan raya (84%).<br />
Sekitar 60% dari responden mengatakan bahwa mereka menyeberangi jalan di sembarang<br />
tempat.<br />
Dalam hal mengendarai sepeda, 90% dari responden belum pernah mengendarai<br />
sepeda, sedangkan hanya 2% yang bersepeda ke sekolah. Satu dari tiga responden mengatakan<br />
mereka tidak memiliki aksesoris/perlengkapan terkait keselamatan (seperti, lampu, rem, bel)<br />
yang terpasang di sepeda mereka. Hanya 8% yang menggunakan helm ketika bersepeda, dan<br />
5% yang menggunakan alas sandal/sepatu.<br />
Dalam hal penggunaan angkutan umum, terdapat 78% dari responden mengatakan<br />
mereka terbiasa turun dari kendaraan umum tidak di halte. Ketika ditanyakan mengenai<br />
penyebab mengapa mereka tidak berhenti di helte, sebanyak 58% dari responden menyatakan<br />
bahwa tidak ada halte di tempat tujuan mereka, 20% menjawab bahwa halte terletak jauh dari<br />
tempat tujuan mereka, dan sekitar 12% menjawab bahwa memang pengemudi kendaraan<br />
umum sudah terbiasa menurunkan penumpang di sembarang tempat dan hal tersebut<br />
merupakan hal yang wajar. Mengenai pengalaman dengan aksi kriminalitas ketika menggunakan<br />
transportasi umum, hampir semua (95%) responden mengatakan tidak pernah mengalaminya.<br />
Dari 5% responden yang pernah mengalami kriminalitas di transportasi umum, 3 tipe kejahatan<br />
yang paling sering dialami adalah pencurian, pelecehan, dan kekerasan/kejahilan.<br />
Dari seluruh responden, ada 1 dari 3 anak yang pernah mengalami kecelakaan lalu lintas.<br />
Tipe kecelakaan yang paling sering dialami oleh responden adalah kecelakaan sepeda motor<br />
(65%). Dari responden yang pernah mengalami kecelakaan, 10.1% harus dilarikan ke rumah
sakit ketika mereka kecelakaan terakhir kali. Akan tetapi, kecelakaan yang dialami responden<br />
relatif tidak terlalu parah karena rata-rata dari mereka hanya dirawat untuk masa satu hari.<br />
3. Hasil Terkait Kebijakan Keselamatan di Jalan Raya<br />
dan Penegakan Hukumnya<br />
Dari wawancara mendalam dengan beberapa orang tua siswa, kami menemukan bahwa<br />
sebagian besar orang tua yang diwawancara tidak menjalankan prinsip-prinsip keselamatan di<br />
jalan raya. Kehadiran polisi di jalan raya secara luas ternyata sangat penting, dimana jika mereka<br />
mudah ditemukan di ruas jalan mana saja maka masyarakat akan mematuhi peraturan.<br />
80% dari responden penelitian ini yang merupakan pengendara sepeda motor yang<br />
memang diizinkan oleh orang tuanya untuk mengendarai motor. Hal ini didukung pernyataan<br />
orang tua yang menyatakan bahwa mereka memang memperbolehkan anak mereka membawa<br />
motor untuk jarak yang pendek. Mereka pun mengajarkan dan melatih anak-anak mereka<br />
tentang bagaimana mengendarai sepeda motor secara aman seperti dengan cara menghidupkan<br />
lampu penanda sebelum berbelok. Hal ini tentu menyebabkan dilema bagi beberapa anak-anak,<br />
karena disatu sisi mereka tidak diperbolehkan membawa sepeda motor oleh peraturan<br />
sedangkan di sisi lain orang tua mereka memperbolehkannya.<br />
Selain itu, beberapa guru mengungkapkan bahwa mengendarai sepeda motor ke<br />
sekolah diperbolehkan. Jika mereka mendapatkan izin dari orang tua maka pihak sekolah dan<br />
orang tua akan menandatangani surat yang menyatakan bahwa anak mereka diperbolehkan<br />
mengendarai sepeda motor dengan beberapa syarat.<br />
Mengenai pengalaman mendapatkan SIM, beberapa informan mengeluhkan lamanya<br />
proses. Selain itu, mereka juga mempermasalahkan materi tes yang diujikan sangat sulit untuk<br />
dijawab.<br />
Dari beberapa wawancara mendalam dengan komunitas pengemudi ojek, diketahui<br />
bahwa tidak ada peraturan dalam komunitas yang mewajibkan mereka menggunakan peralatan<br />
pelindung seperti helm, jaket, sarung tangan, dan sepatu. Komunitas pengendara ojek hanya<br />
menjalankan kebijakan keselamatan di jalan raya secara informal. Mereka tidak memiliki<br />
dokumen yang menuliskan peraturan apa saja yang harus mereka patuhi terkait keselamatan<br />
di jalan raya.<br />
Materi mengenai keselamatan di jalan raya belum termasuk dalam kurikulum sekolah<br />
secara eksplisit. Hampir semua informan guru menyatkaan bahwa materi keselamatan di jalan<br />
raya tidak diajarkan secara eksplisit dalam kurikulum pelajaran sekolah. Akan tetapi, beberapa
subjek pelajaran memiliki materi yang berkaitan dengan keselamatan di jalan raya seperti<br />
Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, serta Ilmu Pengetahuan Sosial.<br />
Forum Lalu Lintas dan Transportasi Darat adalah forum yang mengoordinasikan<br />
beberapa pemangku kebijakan (stakeholders) pemerintah daerah dengan bagian keselamatan di<br />
jalan raya dan manajemen lalu lintas. Beberapa informan dari pihak kepolisian mengakui adanya<br />
forum ini. Akan tetapi, hal ini tidak pada informan dari stakeholders lain, seperti: Dinas<br />
Pendidikan dan Dinas Kesehatan. Sebagian besar informan dari pemerintah daerah tidak benarbenar<br />
mengerti Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) dan Inpres. Keselamatan di<br />
jalan raya untuk anak-anak membutuhkan kolaborasi antarsektor. Seluruh pemangku<br />
kepentingan yang diwawancarai pada studi ini setuju bahwa keselamatan di jalan raya adalah<br />
tanggung jawab masyarakat luas.<br />
Hasil wawancara mendalam dengan berbagai pemangku kepentingan juga menemukan<br />
kesimpulan bahwa penyediaan keselamatan umum di jalan raya masih minimum. Mereka<br />
menyatakan bahwa kualitas jalan raya, keberadaan zebra cross, jembatan penyeberangan dan<br />
pedestrian/trotoar jauh dari standar minimum. Bus sekolah, jembatan penyeberang, dan halte<br />
adalah beberapa infrastruktur yang perlu disediakan untuk meningkatkan keselamatan di jalan<br />
raya pada lingkungan sekolah. Beberapa stakeholder dan juga kepolisian telah berkolaborasi<br />
dengan stasiun radio lokal untuk melakukan diseminasi dan diskusi terkait keselamatan di jalan<br />
raya.<br />
Rekomendasi<br />
Sumber informasi utama mengenai keselamatan di jalan raya bagi anak terdapat pada orang tua dan<br />
juga guru. Oleh karenanya, program/intervensi untuk meningkatkan keselamatan di jalan raya bagi<br />
anak harus befokus juga pada penguatan peran orang tua dan guru sebagai perantara penyampaian<br />
materi keselamatan di jalan raya.<br />
Lebih dari setengah responden pergi ke sekolah dengan berjalan kaki. Oleh karenanya, pemerintah,<br />
masyarakat, dan guru harus melindungi mereka dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas<br />
fasilitas/infrastruktur untuk berjalan kaki khususnya infrastruktur dan pengetahuan untuk berjalan<br />
kaki yang selamat.<br />
Meskipun hampir semua responden bisa mengendarai sepeda, hanya2 % yang menggunakannya<br />
untuk berangkat ke sekolah. Oleh karenanya, program untuk meningkatkan penggunaan sepeda oleh<br />
siswa sangat dibutuhkan. Program tersebut bisa dilakukan dalam bentuk insentif finansial,<br />
pembangunan infrastruktur bersepeda yang aman dan kampanye cara mengendarai sepeda yang<br />
berkeselamatan.
Hampir separuh dari responden dapat mengendarai sepeda motor, dimana hal tersebut merupakan<br />
tindakan ilegal bagi mereka. Oleh karenanya, diperlukan program komprehensif dan kebijakan untuk<br />
membuat anak-anak, serta orang tua, untuk tidak menggunakan sepeda motor karena dari hasil studi<br />
ini sepeda motor adalah penyebab utama kecelakaan di jalan raya.<br />
Hampir semua orang tua memperbolehkan dan mengajarkan anak-anak mereka untuk mengendarai<br />
sepeda motor. Oleh karenanya, program yang ditujukan untuk mengubah kebiasaan ini adalah<br />
sebuah keharusan untuk menghindarkan anak-anak dari mengendarai sepeda motor.<br />
Seluruh pemangku kepentingan terkait keselamatan di jalan raya bagi anak-anak termasuk kepolisian,<br />
pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat, harus mempersiapkan dan<br />
menjalankan strategi yang meningkatkan keselamatan di jalan raya. Program ini termasuk kampanye<br />
publik, pengadaan dan peningkatan infrastruktur terkait keselamatan di jalan raya, dan kebijakan<br />
terkait serta implementasinya.
PENDAHULUAN<br />
Tingkat fatalitas kecelakaan di jalan raya Indonesia sangatlah tinggi dengan sekitar<br />
31,000 jiwa yang tewas setiap tahunnya. Indonesia berada dalam posisi yang menentukan untuk<br />
mengontrol tingkat keselamatan di jalan raya bagi masyarakatnya. Perubahan besar merupakan<br />
sebuah keharusan. Sebagai respon atas mandat dari Undang-Undang Transportasi dan Lalu<br />
Lintas No. 22 tahun 2009, Pemerintah Indonesia membuat RUNK jalan untuk periode 2011-<br />
2035 pada tahun 2011. RUNK ini juga berkesuaian dengan United Nation’s Decade of Action for<br />
Road Safety 2011-2020. Rencana aksi ini dipublikasikan pada 2011 dan direncanakan menjadi<br />
program yang ambisius untuk peningkatan performa keselamatan di jalan raya sampai tahun<br />
2035 dalam rencana kerja tiap 5 tahun. Rencana aksi ini disusun berdasarkan sistem<br />
keselamatan yang direkomendasikan oleh PBB pada Decade of Action Plan-nya. Instruksi ini juga<br />
didesain untuk menjadi pedoman umum bagi kebijakan keselamatan di jalan raya pada berbagai<br />
lembaga dan sebagai respon atas kurangnya kesadaran masyarakat terhadap masalah serius<br />
terkait trauma akibat kecelakaan di jalan raya.<br />
Program ini menargetkan pengurangan tingkat fatalitas tiap kendaraan (dan tiap<br />
penduduk) sebesar 50% pada 2020 dan sebesar 80% pada tahun 2035, menggunakan tingkat<br />
fatalitas tahun 2010 sebagai angka dasar (RUNK, 2011). Rencana aksi ini tidak dapat langsung<br />
didanai oleh pemerintah, tapi tetap memberikan pedoman yang bermanfaat bagi seluruh<br />
pemangku kepentingan. Pada tahun 2013, Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2013<br />
diterbitkan oleh presiden Indonesia dan mengandung rencana kerja yang detail mengenai<br />
dekade aksi untuk keselamatan di jalan raya (sesuai dengan RUNK) dengan lembaga yang<br />
bertanggungjawab melakukan identifikasi dan menyiapkan jadwal untuk setiap rencana aksi.<br />
Inpres 4/2013 kemudian harus diteruskan menjadi agenda tingkat lokal, dan harus disediakan<br />
pedoman mengenai rencana kerja dan jadwal yang berkesuaian dengan rencana strategis<br />
nasional (RENSTRA).<br />
Kondisi keselamatan di jalan raya Indonesia sangatlah bermasalah. Jumlah korban<br />
kecelakaan tahun 2010 adalah 31.234 dan beberapa studi menyatakan bahwa angka tersebut<br />
masih di bawah angka yang seharusnya (INDII, 2010). Indonesia berada dalam kondisi yang<br />
menentukan untuk mengontrol tingkat keselamatan di jalan raya bagi masyarakatnya.
Gambar1 Target Pengurangan Tingkat Fatalitas Kecelakaan di Jalan raya tahun 2020 - 2035<br />
(Yahya, 2012)<br />
Indonesia juga sedang mengalami pertumbuhan tinggi untuk jumlah kendaraan<br />
bermotor khususnya sepeda motor. Tabel 1 dan 2 menunjukkan pertumbuhan kendaraan<br />
bermotor dan kondisi keselamatan di jalan raya dan gambar 1 menunjukkan proyeksi dari<br />
tingkat kecelakaan di jalan raya Indonesia apabila tidak ada perbaikan yang dilakukan dan apabila<br />
ada upaya untuk mencapai target pengurangan sebesar 50% pada 2020 dan 80% pada 2035<br />
(Yahya et al, 2011).<br />
Tabel 1 Pertumbuhan Kendaraan Bermotor di Indonesia<br />
Program yang diinisiasi oleh lembaga Save the Children sangatlah penting dan sesuai<br />
dengan program Decade of Action for Road Safety 2011-2020, dalam upaya meningkatkan<br />
keselamatan masyarakat dalam program ini, maka pemerintah lokal harus mengakuinya sebagai<br />
program yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan. Kesejahteraan anak-anak merupakan<br />
urusan dan tanggung jawab pemerintah pusat. Jalan raya dan lingkungannya harus bisa<br />
melindungi anak-anak kita.<br />
Sebagai negara berpopulasi terbesar ke-empat di dunia, Indonesia memiliki populasi<br />
anak-anak dengan jumlah sekitar 80 juta orang. Statistik Indonesia mengenai proyeksi
penduduk tahun 2010 – 2035 (2013) menunjukkan bahwa jumlah anak-anak pada umur sekolah<br />
7-12 tahun akan mencapai 24.6 juta orang pada tahun 2015. Sedangkan anak-anak berusia 13-<br />
15 tahun (umur sekolah menengah pertama-SMP) dan anak-anak yang sedang bersekolah di<br />
sekolah menengah atas (berumur 16-18 tahun) diperkirakan akan mencapai 11 juta orang pada<br />
2015. Selanjutnya, akan ada pertumbuhan yang tinggi pada populasi di daerah perkotaan.<br />
Peningkatan jumlah penduduk khususnya pada daerah perkotaan akan meningkatkan pula<br />
pemakaian transportasi darat. Meningkatnya jumlah penduduk, termasuk anak-anak dan<br />
pemuda, serta mobilitas penduduk akan meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan di jalan<br />
raya.<br />
Tabel 2 Kondisi Keselamatan di Jalan Raya di Indonesia<br />
Data statistik menunjukkan bahwa kecelakaan di jalan raya menjadi hal yang harus<br />
diperhatikan di Indonesia. Korps Lalu Lintas Kepolisian Indonesia melaporkan bahwa terdapat<br />
31,185 korban dan jiwa dan sekitar 150,000 korban luka-luka dari kecelakaan di jalan raya pada<br />
2011. Dari angka tersebut, 70% merupakan pengendara sepeda motor atau penumpangnya<br />
dan 29% dari korban berusia di bawah 15 tahun. Hampir 10,000 jiwa anak-anak meninggal<br />
akibat kecelakaan (Korlantas, 2011). Di Indonesia, Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)<br />
menunjukkan bahwa prevalensi terluka atau cedera akibat kecelakaan di jalan raya meningkat<br />
dari 7.5% menjadi 8.2 % antara tahun 2007 dan 2013 (Kemenkes 2007, 2013). Lebih dari 40 %<br />
dari luka-luka diakibatkan oleh jatuh dari kendaraan, dan 40.6 % diakibatkan kecelakaan sepeda<br />
motor. Riskesdas 2013 juga menunjukkan prevalensi luka-luka di Indonesia adalah 8,2%,<br />
sedangkan prevalensi luka-luka di Jawa Barat lebih tinggi daripada rerata nasional, yaitu 8,5%.
Karakteristi<br />
k<br />
Kelompok<br />
Umur (tahun)<br />
Tabel 3 Prevalensi Cedera berdasarkan Penyebabnya di Indonesia 2013<br />
Penyebab Cedera<br />
Lukaluka<br />
Sepeda Transpor- Terja Tertusuk Terbakar<br />
Gigitan Terkena Keracunan<br />
motor tasi lain tuh Objek Tajam<br />
Binatang Benda Jatuh<br />
Lain<br />
nya<br />
Penyebab Cedera<br />
Karakteristi Lukaluka<br />
Sepeda Transpor- Terja<br />
k<br />
motor tasi lain tuh<br />
Tertusuk Terbakar<br />
Objek Tajam<br />
Gigitan Terkena Keracunan<br />
Lain<br />
Binatang Benda Jatuh<br />
nya<br />
Terendah 8.3 28.1 5.5 50.8 10.4 0.7 0.6 3.6 0.038 0.5<br />
Menengah<br />
bawah 8.4 37 7.2 43.6 8 0.5 0.4 2.6 0.024 0.6<br />
Menengah 8.4 41.5 7.2 40 7.2 0.8 0.3 2.5 0.009 0.4<br />
Menengah atas 8.7 45.1 7.4 37.9 6 0.7 0.3 2.1 0.002 0.5<br />
Tertinggi 7.5 46.9 7.8 35.7 5.8 0.9 0.2 2 0.014 0.6<br />
(Sumber: Riskesdas, 2013)<br />
Kasus kecelakaan di jalan raya pada Provinsi Jawa Barat tergolong signifikan. Berdasarkan<br />
Kepolisian Daerah Jawa Barat, kecelakaan lalu lintas meningkat sebesar 17,2% dari tahun 2010<br />
ke 2011. Hampir semua kecelakaan melibatkan sepeda motor. Jumlah korban jiwa akibat<br />
kecelakaan juga meningkat tajam sebesar 80,42% selama periode yang sama. Direktorat<br />
Manajemen Lalu Lintas Kepolisian Daerah Jawa Barat mencatat sekitar 2.077 kecelakaan jalan<br />
raya yang berakhir dengan korban luka serius yang berlangsung setiap empat jam dan 7.430<br />
kasus luka ringan yang terjadi setiap jam. Mereka mengestimasi kerugian ekonomi akibat<br />
kecelakaan di Jawa Barat mencapai IDR 13.917.650.000,- .<br />
Data-data yang disajikan di atas tidak memperhitungkan dengan baik jumlah anak-anak<br />
yang terlibat dalam kecelakaan tersebut. Karena jumlah penduduknya, meningkatnya statistik<br />
kecelakaan di jalan semakin menerangkan bahwa anak-anak berada pada resiko yang lebih tinggi<br />
dalam menjadi korban dalam kecelakaan. Setiap hari, jutaan siswa menjadi penglaju menuju dan<br />
dari sekolah melewati jalan yang berbahaya atau transportasi yang tidak terawat dengan baik.<br />
Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai<br />
keselamatan berlalu lintas. Bagi anak-anak dan pemuda secara umum, terdapat kebutuhan atas<br />
intervensi untuk menyediakan lingkungan yang lebih aman dan nyaman di sekitar sekolah dan<br />
mengurangi kemungkinan mereka mengalami kecelakaan di jalan raya.<br />
Secara umum, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab utama terjadinya<br />
kecelakaan seperti kelalaian manusia, kondisi jalan yang buruk, kendaraan yang tidak layak jalan,<br />
dan lemahnya regulasi serta pengawasannya. Dari perspektif kesehatan masyarakat, cedera<br />
akibat kecelakaan seharusnya dapat diantisipasi dan dihindari. Dalam rangka memberikan<br />
antisipasi dan prevensi paling baik terhadap meningkatnya risiko kecelakaan, terutama bagi<br />
anak-anak, merupakan sebuah kebutuhan untuk melaksanakan kajian dan penelitian mengenai<br />
kondisi terkini atas keselamatan di jalan raya, terutama bagi anak-anak di Bandung.
Tujuan Penelitian<br />
Secara umum, survei ini bertujuan untuk mengetahui kondisi terkini dari kebijakan dan<br />
program keselamatan di jalan raya pada anak, termasuk infrastruktur dan fasilitas<br />
penunjang lainnya, pengetahuan keselamatan di jalan raya, perilaku dan praktek oleh<br />
anak di Bandung, Jawa Barat.<br />
Tujuan khusus dari survei ini adalah sebagai berikut.<br />
Untuk mengetahui pengetahuan mengenai keselamatan di jalan pada anak, dan pihak<br />
lain disekitarnya, seperti: orang tua, guru, polisi, komunitas, dan pemerintah daerah.<br />
Untuk mengetahui perilaku terkini dan praktek keselamatan di jalan raya pada guru<br />
dan para siswa.<br />
Untuk mengetahui kebijakan dan program keselamatan di jalan raya yang berbasis<br />
pada anak-anak termasuk infrastruktur dan faktor penting lain terkait keadaan<br />
geografis.
METODE PENELITIAN<br />
Ruang Lingkup Penelitian<br />
Penelitian ini terdiri dari 2 jenis cara pengumpulan data yaitu pengumpulan data primer<br />
dan pengumpulandata sekunder, di kota dan kabupaten Bandung. Data primer didapatkan<br />
melalui survei, wawancara mendalam dan diskusi kelompok terpusat (FGD), sedangkan data<br />
sekunder didapatkan melalui pencarian infromasi ke berbagai institusi terkait keselamatan di<br />
jalan raya.<br />
Survei mengenai keselamatan di jalan raya pada anak-anak di Bandung ini berfokus pada<br />
permasalahan terkait pengetahuan, perilaku dan praktek di jalan raya terkait keselamatan pada<br />
anak. Survei ini akan mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan terkait keselamatan di<br />
jalan raya pada anak-anak berdasarkan jenis kelamin dan tingkat pendidikan, perilaku<br />
keselamatan di jalan raya terhadap prosedur dan peraturan keamanan di jalan raya; dan praktek<br />
keselamatan terkait bagaimana menghindari risiko, kecelakaan dan penanganan yang perlu<br />
dilakukan ketika menghadapi kecelakaan. Untuk mendapatkan hasil yang komprehensif, survei<br />
ini juga mengumpulkan data terkait keselamatan di jalan daru orang tua, guru, dan pemangku<br />
kepentingan lainnya, menggunakan metode kualitatif wawancara mendalam dan diskusi<br />
kelompok terfokus (FGD).<br />
Pengumpulan data sekunder akan dilakukan dengan mencari informasi yang relevan<br />
serta data dari berbagai instansi dan organisasi yang memegang indikator penting seperti:<br />
tingkat kecelakaan anak-anak dan keparahannya, kebijakan, program, infrastruktur dan sumber<br />
lainnya terkait keselamatan di jalan raya bagi anak-anak, data relevan akan digunakan untuk<br />
mengukur tingkat pengembalian sosial dari investasi atau SROI (Social Return on Investment)<br />
dari proyek keselamatan di jalan raya pada lingkungan sekolah.<br />
Metode Sampling<br />
Karena daerah yang akan diteliti adalah kota dan kabupaten Bandung, survei ini akan<br />
mengumpulkan data dari 6 (enam) kecamatan di Bandung, 3 kecamatan terletak di kota<br />
Bandung dan 3 kecamatan lainnya di kabupaten Bandung. Dalam memilih kecamatan yang akan<br />
menjadi area yang diteliti, daerah kota dan kabupaten dibagi menjadi 3 area, urban – suburban
– rural, yang memiliki tingkat kecelakaan di jalan raya tinggi berdasarkan data dan informasi<br />
dari kepolisian (Dirlantas Polda Jabar, Polwiltabes Bandung dan Polres Kab. Bandung).<br />
Kecamatan yang terpilih di kota Bandung adalah: (1) Regol; (2) Bandung Kulon; (3) Kiara<br />
Condong. Kecamatan di kabupaten Bandung yang terpilih adalah: (1) Soreang; (2) Dayeh Kolot;<br />
(3) Pasir Jambu.<br />
Survei<br />
Survei ini dilakukan pada 480 orang siswa sebagai responden di kota Bandung dan<br />
kabupaten Bandung. Pada tiap kecamatan, 20 siswa akan dipilih secara acak (randomly selected)<br />
sebagai responden di tiap sekolah, sehingga akan ada total total 80 siswa pada tiap kecamatan.<br />
Di setiap kecamatan yang terpilih, 4 (empat) sekolah akan dipilih secara acak sebagai target<br />
responden berdasarkan statusnya (sekolah negeri atau swasta – termasuk sekolah agama di<br />
bawah administrasi Kementerian Agama).<br />
Pada setiap sekolah yang terpilih, 20 (dua puluh) siswa dipilih secara acak sebagai<br />
responden, dengan mempertimbangkan proporsi jenis kelamin di setiap sekolah (sekolah<br />
dasar-SD/MI dan sekolah menengah pertama-SMP/MTs). Siswa yang menjadi responden dari<br />
studi ini adalah siswa sekolah dasar dari sekolah negeri maupun sekolah agama pada kelas 4<br />
dan 5, serta pada sekolah menengah pertama juga berasal dari sekolah negeri dan sekolah<br />
agama pada kelas 8 dan 9.<br />
Target Responden atau Informan<br />
Survei ini mengumpulkan data kuantitatif serta kualitatif secara bersamaan. Informasi<br />
kuantitatif dikumpulkan menggunakan kuesioner terstruktur, sedangkan informasi kualitatif<br />
dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus (FGD).<br />
Wawancara mendalam digunakan untuk mengumpulkan informasi dari informan kunci,<br />
termasuk orang tua siswa SMP/MTs, guru/kepala sekolah, polisi, komunitas (sepeda<br />
motor/ojeg) dan pemangku kepentingan lainnya. Pelaksanaan pengumpulan data dilakukan<br />
mulai dari 14 Juli sampai 15 Agustus, 2014. Pengumpulan data ini melibatkan para guru, orang<br />
tua siswa sekolah menengah pertama, komunitas, dan pemangku kepentingan lainnya di<br />
Bandung. Proses pengumpulan data kembali dilanjutkan mulai dari 26 Agustus sampai 5<br />
September, 2014 karena waktu untuk melakukan wawancara bersinggungan dengan hari raya<br />
Idul Fitri, sehingga banyak informan yang melaksanakan mudik atau pulang kampung. Selain itu,<br />
hampir semua petugas institusi yang berkaitan dengan lalu lintas sedang bekerja di lapangan
pada waktu pengumpulan tersebut. Pewawancara harus melakukan seluruh kegiatan<br />
wawancara mendalam di kantor informan yang bersangkutan.<br />
Jumlah total responden wawancara mendalam adalah 60 orang, terdiri dari: 12 orang<br />
tua siswa SMP/MTs, 20 orang guru/kepala sekolah, 8 petugas kepolisian, 8 orang anggota<br />
komunitas, dan sekitar 12 informan dari pemerintah daerah yang meliputi 2 orang dari Dinas<br />
Perhubungan, 2 orang dari Dinas Pendidikan, 2 orang dari Dinas Pekerjaan Umum, 2 orang<br />
dari Dinas Kesehatan, 2 petugas gawat darurat di rumah sakit, dan 2 informan dari Organda.<br />
Jumlah informan yang diwawancarai dapat dilihat pada tabel di bawah ini:<br />
Tabel 4 Daftar Informan<br />
No. Informan Kota Kab Realisasi Target<br />
1 Orang tua siswa SMP/MTs 6 6 12 12<br />
2 Guru/Kepala sekolah 10 10 20 20<br />
3 Polisi 4 4 8 8<br />
4 Komunitas Sepeda Motor 4 4 8 8<br />
5 Dinas PU 1 1 2 2<br />
6 Dinas Perhubungan 1 1 2 2<br />
7 Dinas Kesehatan 1 1 2 2<br />
8 Dinas Pendidikan 1 1 2 2<br />
9 Organda 1 1 2 2<br />
10 Rumah sakit 1 1 2 2<br />
Total Informan 30 30 60 60<br />
Focus Group Disscussions (FGDs) dilakukan untuk mendapatkan informasi dari anakanak<br />
dan orang tua siswa SD/MI. FGD dilakukan dari tanggal 14 Juli sampai 23 Juli, 2014. Dalam<br />
memilih partisipan untuk FGD anak-anak dipilih secara acak di setiap daerah yang terpilih. Dari<br />
kabupaten Bandung, dua sekolah dipilih dari kecamatan Soreang dan Pasir Jambu. Dari<br />
kecamatan Soreang, SMP Negeri 1 Soreang terpilih dan dari Pasir Jambu MI Sukarasa yang<br />
terpilih. Untuk kota Bandung, SD Bojong 1 dan Mts Istiqomah menjadi representatif.<br />
Sedangkan untuk peserta FGD dari kalangan orang tua siswa, dipilih beberapa orang dari SD<br />
Negeri Cibiru 1 kabupaten Bandung dan SD Negeri Bojong di kota Bandung.
Total FGD yang dilaksanakan adalah 6 FGD (4 FGD dilakukan dengan anak-anak dan 2<br />
FGD bersama orang tua SD/MI). Detail dari peserta diskusi pada tiap FGD adalah:<br />
Tabel 5 Daftar Focus Group Discussion (FGD)<br />
FGD Kota Bandung Kabupaten Bandung<br />
Orang tua murid sekolah<br />
dasar<br />
Murid SD/MTs atau SMP/MI<br />
SD Negeri Bojong (6 orang)<br />
SDN Bojong 1 (5 orang)<br />
MTs Istiqomah (5 orang)<br />
SD Cibiru 1 (6 orang)<br />
MI Sukarasa Pasirjambu (5 orang),<br />
SMPN 1 Soreang (5 orang)<br />
Kuesioner terstruktur digunakan untuk mengumpulkan informasi dari siswa yang<br />
bersekolah di sekolah sampel. Total siswa yang menjadi sampel adalah 480 responden (80<br />
siswa per kecamatan di 6 kecamatan). Daftar responden survey ini dapat dilihat pada tabel<br />
berikut.<br />
Tabel 6 Target Responden/Informan berdasarkan Lokasi<br />
Kota Bandung<br />
Kabupaten Bandung<br />
No.<br />
Target Informan /<br />
Responden<br />
Bandung Kiara<br />
Dayeh Pasir Total<br />
Regol Kulon Condong Soreang Kolot Jambu<br />
Survei / Kuesioner terstruktur<br />
1 Siswa<br />
Kelas 4 SD/MI 20 20 20 20 20 20 120<br />
Kelas 5 SD/MI 20 20 20 20 20 20 120<br />
Kelas 7 SMP/MTs 20 20 20 20 20 20 120<br />
Kelas 8 SMP/MTs 20 20 20 20 20 20 120<br />
Wawancara mendalam<br />
1 Orang tua murid SMP/MTs 2 2 2 2 2 2 12<br />
2 Guru/Kepala sekolah<br />
?<br />
? ? ? ? ?<br />
20<br />
3 Polisi 4 4 8<br />
4 Komunitas 4 4 8<br />
5 Dinas Perhubungan 1 1 2<br />
6 Dinas Pendidikan 1 1 2<br />
7 Dinas PU 1 1 2<br />
8 Dinas Kesehatan 1 1 2<br />
9 Rumah sakit 1 1 2<br />
10 Organda 1 1 2<br />
Focus Group Discussion (FGD)<br />
1 Anak-anak 2 2 4<br />
2 Orang tua muird SD/MI 1 1 2
Instrumen survei<br />
Kuesioner terstruktur dibuat dalam rangka menangkap aspek pengetahuan, perilaku<br />
dan praktek para siswa dalam berkesalamatan di jalan, serta hubungan/interaksi anak dengan<br />
komunitas, sekolah, kondisi keluarga, dan peraturan lokal dan regulasi mengenai keselamatan<br />
jalan. Survei ini juga berusaha mengeksplorasi karakteristik responden pada tingkat sekolah<br />
untuk mendapatkan informasi yang lebih komprehensif.<br />
Kuesioner yang dirancang ditujukan untuk dapat menggambarkan pengalaman para<br />
siswa dalam keselamatan di jalan raya dan topik terkait lainnya. Dalam rangka<br />
merepresentasikan semua kemungkinan kasus, kuesioner dan pedoman FGD menggunakan<br />
ilustrasi visual atau studi kasus yang sesuai dengan keseharian mereka. Sebelumnya telah<br />
dilakukan uji coba (pre-<strong>test</strong>) untuk mengecek alur serta kejelasan kuesioner bagi para<br />
responden.<br />
Lebih jauh lagi, dalam mengumpulkan informasi dari informan kunci dan juga pemangku<br />
kepentingan yang relevan, pedoman pertanyaan dan diskusi telah dikembangkan sebelumnya.<br />
Pertanyaan dan materi diskusi berfokus pada pengetahuan informan, perilaku dan praktek<br />
dalam keselamatan di jalan raya yang mereka terapkan begitu pula dengan anakanak/siswa/anggota<br />
komunitas. Terhadap informan kunci dari pemerintah daerah, pedoman<br />
berfokus pada kebijakan dan peran pemerintah dalam isu keselamatan di jalan raya.<br />
Tim Survei Lapangan<br />
Tim survei terdiri atas peneliti dari Lembaga Demografi, Fakultas Ekonomi, Universitas<br />
Indonesia. Koordinator lapangan, peneliti bertanggung jawab dalam keseluruhan aktivitas<br />
survei, mulai dari pembuatan instrumen survei, melakukan sampling, memilih responden,<br />
merekrut tim lapangan, memproses data, menganalisis data, menulis laporan,<br />
mempresentasikan hasil, melakukan revisi, dan tahapan finalisasi serta penyerahan laporan.<br />
Koordinator lapangan didukung oleh beberapa peneliti, yang bertanggungjawab untuk<br />
mengawasi jalannya survei. Data analis berperan dalam mengembangkan instrumen dan analisis<br />
hasil (post-survey).
TINJAUAN LITERATUR<br />
Implementasi Hak-Hak Anak di Indonesia<br />
(Profil Anak-Anak Indonesia, 2012 Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan<br />
Perlindungan Anak-Anak)<br />
Sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak yang disahkan oleh Sidang Umum PBB pada 20<br />
November, 1989, dan diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1990, anak-anak didefinisikan<br />
sebagai setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun. Undang-undang No. 23 tahun 2002<br />
tentang perlindungan anak pada pasal 1 menyatakan bahwa anak-anak adalah setiap orang yang<br />
berusia di bawah 18 tahun, meskipun mereka belum dilahirkan. Undang-undang ini merupakan<br />
ratifikasi atas Konvensi terhadap Hak-hak Anak (CRC). Konvensi ini adalah instrumen<br />
internasional dalam hak azasi yang lebih komprehensif. CRC memuat 54 pasal, yang sampai<br />
saat ini hanya diketahui sebagai konvensi atas hak azasi, khususnya bagi anak-anak. Pasal-pasal<br />
tersebut juga mengandung permasalahan kemasyarakatan, politik, ekonomi, dan sosial serta<br />
hak berbudaya.<br />
Sesuai dengan data pada Buku Profil Anak-Anak di Indonesia (2012) menggambarkan<br />
kondisi anak-anak Indonesia yang berumur 0-17 tahun pada 2011. Ada setidaknya sekitar 82.5<br />
juta jiwa (proyeksi dari hasil sensus penduduk pada 2010) anak-anak yang berusia 6-17 pada<br />
tahun 2011, yang merupakan harta tidak ternilai bagi Indonesia. Mereka harus dipersiapkan<br />
dengan baik sehingga mereka dapat menciptakan masa depan yang cerah bagi Indonesia. Jumlah<br />
anak-anak di Indonesia pada 2011 adalah sepertiga dari populasi (33.9%). Berdasarkan jenis<br />
kelaminnya, 51,3% dari mereka adalah laki-laki, dan sisanya adalah perempuan. Buku ini<br />
menyediakan data dan informasi anak-anak Indonesia dalam hal kebebasan dan hak-hak sipil,<br />
keluarga dan adopsi, pendidikan dan kesehatan, serta perlindungan spesial bagi anak-anak.
Hak-Hak Dasar Mengenai Kesehatan dan Kesejahteraan<br />
Dalam hal kesehatan dasar, Indonesia telah sukses mengurangi tingkat kematian anakanak<br />
dari 91 anak setiap 1000 kelahiran pada 1990 menjadi 35 anak setiap 1000 kelahiran pada<br />
2010. Lebih jauh lagi, jumlah anak-anak yang kekurangan berat badan kronis menurun dari 38%<br />
pada 1990 menjadi 20% pada 2007.<br />
a. Penolong Kelahiran<br />
Tenaga penolong kelahiran adalah pihak yang sangat berpengaruh dalam menjaga<br />
keselamatan dari proses kelahiran yang dialami oleh ibu dan anaknya. Penolong kelahiran<br />
dengan keahlian yang baik, seperti dokter, bidan dan tenaga kesehatan terlatih dapat membuat<br />
proses kelahiran lebih aman dibandingkan tenaga penolong tradisional seperti dukun beranak.<br />
Namun, masih ada beberapa orang yang meminta pertolongan dari dukun beranak dalam<br />
proses melahirkannya.<br />
Pada 2011, 81.25% anak-anak di Indonesia dilahirkan dengan pertolongan bidan, dokter,<br />
dan tenaga kesehatan lainnya; sedangkan, di daerah pedesaan, terdapat 25.66% ibu yang<br />
melahirkan dengan bantuan dukun beranak.<br />
b. Hak mendapatkan asuransi kesehatan<br />
Persoalan kesehatan sangat mengganggu secara fisik dan mental, termasuk kecelakaan,<br />
atau hal lain yang dapat mengganggu keseharian. Kondisi ketidaksehatan (morbidity) anak-anak<br />
Indonesia adalah 16.12%. Apabila melihat pada jenis kelamin, %tase anak-anak yang sakit tidak<br />
signifikan berbeda antara anak laki-laki (16.28%) dan anak perempuan (15.95%). Tetapi, jika<br />
kita melihat pada perbedaan daerah tempat tinggal, terdapat perbedaan signifikan antara %tase<br />
anak-anak yang sakit di perkotaan (17.22%) dan yang sakit di pedesaan (14.95%).<br />
Fasilitas kesehatan adalah termasuk instrumen kesehatan dan pekerja kesehatan di<br />
tengah masyarakat, seperti dokter/poliklinik, puskesmas/pustu dan praktek kesehatan lainnya.<br />
Bagaimanapun juga, masih terdapat anak-anak yang dibawa ke praktek kesehatan tradisional<br />
oleh orang tua mereka (1.47%), dukun beranak (0.41%) dan jenis praktek kesehatan lainnya<br />
(1.86%).
c. Hak Mendapatkan Pendidikan<br />
Pendidikan adalah hal paling fundamental bagi anak-anak sehingga mereka dapat tumbuh<br />
dan berkembang secara optimal. UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak bab II pasal<br />
9 ayat (1) menyatakan bahwa setiap anak memiliki hak untuk menuntut pendidikan dalam<br />
rangka mengembangkan diri mereka dan meningkatkan kecerdasan berdasarkan minat dan<br />
bakat mereka. Melalui pendidikan, khususnya pendidikan di sekolah, seorang anak tidak hanya<br />
mendapatkan ilmu pengetahuan tetapi juga bisa mengembangkan sifat sehingga mereka dapat<br />
secara kognitif dan afektif menjadi individu yang dewasa. sebagai tambahan, juga dinyatakan<br />
dalam UU No. 23 tahun 2002 bab IX pasal 49 bahwa negara, pemerintah, keluarga, dan orang<br />
tua berkewajiban menyediakan pendidikan bagi anak-anak. Meskipun demikian, dalam<br />
kenyatannya, tidak semua anak-anak mendapatkan kesempatan yang sama dalam menempuh<br />
pendidikan, sehingga membuat mereka harus putus sekolah.<br />
d. Angka Partisipasi Sekolah (APS)<br />
APS digunakan untuk melihat partisipasi di sekolah berdasarkan kelompok umur tertentu. APS<br />
dikategorikan menjadi APS 7-12 tahun, APS 13-15 tahun, APS 16-18 tahun, dan APS 19-24<br />
tahun. APS 7-12 tahun menunjukkan jumlah anak pada usia tersebut yang menempuh<br />
pendidikan di setiap level pendidikan yang setara. Pada 2010, APS 7-12 tahun adalah 97.58%.<br />
Hal ini berarti dari 100 anak-anak berusia 7-12 tahun, hanya terdapat 3 orang anak yang tidak<br />
menempuh pendidikan (sedang tidak bersekolah atau tidak pernah bersekolah). APS 13-15<br />
tahun adalah 87.78%, dan APS 16-17 tahun adalah 61.17%.<br />
e. Tingkat Putus Sekolah<br />
Putus sekolah didefinisikan sebagai anak-anak yang tidak menyelesaikan pendidikan mereka<br />
atau keluar dari proses pendidikan pada level tertentu dari pendidikannya, sehingga mereka<br />
tidak memiliki sertifikat atau bukti lulus dari pendidikan mereka sebelumnya. Tingkat putus<br />
sekolah pada umur 7-17 tahun adalah 2.91% pada 2011. Tingkat putus sekolah pada umur 7-<br />
12 tahun adalah 0.67%; mereka yang berumur 13-15 tahun adalah 2.21%; dan pada rentang<br />
usia 16-17 tahun adalah 2.32%. Hampir sebagian dari anak-anak (49.51%) yang berusia 7-17<br />
tahun keluar dari pendidikan formal karena mereka tidak memiliki uang untuk membayar biaya<br />
studi mereka ; 9.2% dari mereka karena alasan bekerja; 3.05% dari mereka putus sekolah<br />
karena harus menikah atau mengurus keluarga; sedangkan sisanya karena alasan-alasan lainnya.
Lebih lanjut lagi, ada sekitar 1& dari anak-anak berusia 16-17 yang tidak dapat membaca dan<br />
menulis.<br />
Idealnya, tingkat putus sekolah pada semua level pendidikan adalah 0%. Hal ini karena sekolah<br />
merupakan tempat yang paling baik bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan, selain<br />
rumah sendiri (termasuk pengetahuan dalam keselamatan di jalan raya). Kemampuan membaca<br />
dan menulis dapat membuka kesempatan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian<br />
pada setiap simbol, tanda, dan rambu lalu lintas di jalan raya, yang akan menurunkan jumlah<br />
kecelakaan di jalan raya.<br />
f. Transportasi Menuju Sekolah<br />
Hasil dari Susenas 2011 menunjukkan bahwa mayoritas siswa atau lebih dari tiga perempat<br />
penduduk (78.43 %) berusia 7-17 tahun yang pergi ke sekolah tidak menggunakan kendaraan<br />
apapun atau melalui berjalan kaki. Sementara itu, sekitar 21.57 % dari siswa yang pergi ke<br />
sekolah dengan kendaraan, yang terdiri dari 7.95 % menggunakan sepeda motor, 6.61 %<br />
menggunakan transportasi publik, 5.35 % menggunakan sepeda, dan sekitar 0.69 % yang<br />
menggunakan mobil, kendaraan roda tiga/dokar, dan transportasi umum lainnya.<br />
Jika melihat pada jenjang pendidikannya, hampir semua siswa sekolah dasar atau yang setara<br />
(86,81 %) dan siswa sekolah menengah pertama dan yang setara (69.22 %) pergi ke sekolah<br />
tidak menggunakan kendaraan apapun atau berjalan kaki. Fakta ini dapat menjelaskan bahwa<br />
jarak ke sekolah yang relatif dekat. Instruksi Presiden (Inpres) tahun 1973 mengenai<br />
pembangunan sekolah dasar di setiap desa atau kelurahan memungkinkan masyarakat untuk<br />
dapat mendaftarkan anak mereka untuk mengikuti kegiatan persekolahan di sekitar rumah<br />
mereka atau yang lebih jauh. Bagaimanapun juga, tidak terdapat transportasi yang bisa<br />
mengantarkan mereka dari rumah ke sekolah, sehingga mereka harus pergi ke sekolah dengan<br />
berjalan kaki. Dengan melihat pada fasilitas yang tersedia menuju sekolah, transportasi<br />
khususnya sepeda motor dan transportasi umum paling banyak digunakan oleh siswa sekolah<br />
menengah atas atau yang setara. Hal ini disebabkan oleh lokasi sekolah yang hanya berada di<br />
pusat kota.Berkaitan pula dengan hasil studi lainnya, hampir semua siswa pergi ke sekolah<br />
dengan berjalan kaki. Di peringkat kedua adalah dengan mengendarai sepeda motor atau<br />
dengan ojek. Jumlah siswa yang pergi ke sekolah dengan berjalan kaki sudah tepat dan perlu<br />
ditingkatkan, tetapi penggunaan sepeda motor oleh siswa perlu ditekan. Siswa di bawah umur<br />
tidak diperbolehkan mengendarai sepeda motor karena kondisi fisik dan emosionalnya yang<br />
belum dewasa dan regulasi yang mengatur.
Hak-Hak Sipil dan Kebebasan<br />
a. Hak untuk Mendapatkan Akte Kelahiran<br />
b. Hak untuk Mengakses Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK)<br />
Internet telah digunakan oleh berbagai kelompok penduduk dan umur, termasuk anak berusia<br />
5-17 tahun. Berdasarkan hasil dari Susenas 2011, sekitar 15.3 % dari anak-anak berumur 5-17<br />
tahun di Indonesia telah mendapatkan akses terhadap internet di 3 bulan terakhir sebelum<br />
survei dilaksanakan. Tabel 3.1 menunjukkan proporsi anak-anak yang mampu mengakses<br />
internet. Proporsi pengguna internet memiliki kesamaan seiring peningkatan kelompok umur.<br />
Hampir sebagian (44.66 %) dari remaja berumur 16-17 tahun telah mengakses internet di 3<br />
bulan terakhir. Proporsi yang lebih rendah adalah pada anak berumur 5-6 tahun (0.47 %).<br />
Pola umum penggunaan internet apabila berdasarkan jenis kelamin. Proporsi dari pengguna<br />
internet baik oleh laki-laki dan perempuan meningkat seiring peningkatan umur. Secara total,<br />
proporsi pengguna internet oleh anak-anak berusia 5-17 tahun lebih besar pada perempuan,<br />
sekitar 15.88 % bagi perempuan dan 14.76 % pada laki-laki.<br />
Hasil ini menunjukkan terjadinya perubahan. Intervensi pada materi yang dipresentasikan<br />
mengenai keselamatan di jalan raya dapat diberikan melalui media internet.<br />
Hak Untuk Menikmati Lingkungan Keluarga<br />
dan Pengasuhan Alternatif<br />
a. Hak Mendapatkan Pendidikan Usia Dini (PAUD)<br />
Pada 2011, ditemukan bahwa 14.8 % dari anak-anak berusia 0-6 tahun di Indonesia menempuh<br />
pendidikan usia dini di PAUD. Di daerah pedesaan, hanya sekitar 12.6% yang mendaftar di<br />
PAUD, sedangkan ada sekitar 17,1% di daerah perkotaan.<br />
Di Jawa Tengah, 14.82% anak berusia 0-6 tahun pernah mengikuti PAUD. %tase dapat menjadi<br />
kesempatan untuk memasukan materi keselamatan di jalan raya bagi anak-anak berusia 0-6<br />
tahun di Indonesia dan Pulau Jawa, khususnya di Bandung.<br />
Pada 2011, ditemukan bahwa 14.8 % dari anak-anak berusia 0-6 tahun di Indonesia menempuh<br />
pendidikan usia dini di PAUD. Di daerah pedesaan, hanya sekitar 12.6% yang mendaftar di<br />
PAUD, sedangkan ada sekitar 17,1% di daerah perkotaan.
Di Jawa Tengah, 14.82% anak berusia 0-6 tahun pernah mengikuti PAUD. %tase dapat menjadi<br />
kesempatan untuk memasukan materi keselamatan di jalan raya bagi anak-anak berusia 0-6<br />
tahun di Indonesia dan Pulau Jawa, khususnya di Bandung.<br />
b. Hak Untuk Anak-Anak dan Orang Tua Tinggal Bersama<br />
Sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan usia dini<br />
pada pendidikan informal adalah dalam bentuk pendidikan dalam keluarga atau lingkungan<br />
sekitar. Sesuai dengan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak-anak, keluarga adalah<br />
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan istri, atau ibu dan anak, atau ayah<br />
dan anak, atau keluarga sedarah dalam rentang tiga generasi.<br />
Lingkungan kelauarga adalah sebuah lingkungan yang memiliki pengaruh yang luas terhadap<br />
pertumbuhan anak. Pendidikan dini bagi anak dimulai dari lingkungan keluarga ini. Oleh karena<br />
itu, menjadi sangat penting bagi orang tua untuk memberikan contoh yang baik sehingga anakanak<br />
mereka dapat mencontoh perilaku mereka. Hal ini sangat penting bagi anak-anak untuk<br />
mengembangkan sikap yang baik di masa depan. Sehingga, keberadaan kedua orang tua<br />
sangatlah penting.<br />
Berdasarkan hasil Susenas 2011, data menunjukkan bahwa %tase anak-anak yang tinggal<br />
bersama ibu kandung mencapai 90.85 %. Semantara itu, %tase anak-anak yang tidak tinggal<br />
dengan ibu kandung mereka mencapai 9.15 % karena sang ibu telah meninggal atau tinggal di<br />
rumah yang berbeda. %tase anak-anak yang tinggal dengan ibu kandung mereka adalah sebesar<br />
91.14 % pada anak laki-laki dan 90.54 % pada anak perempuan. Berkaitan dengan keselamatan<br />
di jalan raya, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa orang tua dan guru adalah aktor utama<br />
yang mempunyai peran besar dalam memberikan pendidikan keselamatan di jalan raya bagi<br />
anak-anak. Sehingga, kemampuan anak dalam beradaptasi dengan kondisi ini telah menjadi<br />
faktor penolong yang mampu meningkatkan pengetahuan dan membentuk perilaku yang aman.<br />
Hak Mendapatkan Perlindungan Khusus<br />
UU No. 23 tahun 2002 mengenai perlindungan anak secara eksplisit menyatakan bahwa<br />
perlindungan anak secara lengkap meliputi perlindungan khusus. Perlindungan khusus diberikan<br />
kepada anak-anak yang berada dalam keadaan yang berbahaya, dalam masalah hukum,<br />
tereksploitas secara ekonomi dan seksual, penyandang disabilitas dan ditinggalkan, dan korban<br />
aksi kriminal.
Untuk menjamin hak-hak anak terpenuhi, pekerja anak haruslah mendapatkan perlindungan.<br />
Terdapat aturan dan regulasi internasional yang mengatur pekerja anak. Peraturan tersebut<br />
adalah Konvensi ILO nomor 138 mengenai umur minimum seorang pekerja anak dan Konvensi<br />
nomor 182 mengenai pelanggaran dan aksi cepat menghilangkan segala jenis pekerjaan yang<br />
tidak layak bagi anak-anak. Bagaimanapun juga, tiga perempat pekerja anak di dunia tinggal di<br />
negara yang belum meratifikasi peraturan tersebut. Itu berarti mereka yang tidak terlindungi<br />
secara hukum internasional yang berlaku. Pada 2011, ILO mencatat bahwa sekitar 215 juta<br />
pekerja anak di dunia, yang mana 115 juta di antaranya bekerja di lingkungan kerja yang<br />
berbahaya. Hak mereka sebagai anak-anak juga dilanggar karena setengah dari mereka bekerja<br />
penuh, sehingga tidak pergi ke sekolah, dan tidak memiliki kesempatan untuk bermain dan<br />
mendapatkan pelayanan yang memadai serta gizi yang memadai (www.ILO.org).<br />
a. Anak-Anak Berusia 0-17 Tahun yang Bekerja<br />
Indonesia adalah salah satu negara yang telah meratifikasi peraturan ILO tersebut. Regulasi<br />
mengenai pekerja anak tertuang dalam pasal 68 sampai pasal 75 UU No. 23 tahun 2003. Pasal<br />
68 menyatakan dengan jelas bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja anak.<br />
Bagaimanapun juga, pasal 69 menyatakan beberapa pengecualian, bagi anak berumur 13-15<br />
tahun diperbolehkan melakukan pekerjaan yang ringan hanya apabila pekerjaan tersebut tidak<br />
mengganggu kesehatan fisik, mental, dan kesehatan sosial serta pengembangan diri mereka.<br />
Pengusaha yang mempekerjakan anak-anak untuk melakukan pekerjaan ringan diharuskan<br />
memenuhi beberapa kriteria berikut:<br />
a. Adanya surat persetujuan dari orang tua atau penjaga<br />
b. Kontrak kerja antara pengusaha dengan orang tua atau penjaga<br />
c. Maksimal jam kerja adalah 3 (tiga) jam<br />
d. Dilakukan pada siang dan tidak mengganggu waktu sekolah<br />
e. Kebersihan dan keselamatan kerja<br />
f. Hubungan kerja yang jelas<br />
g. Upah yang cukup bagi kinerjanya<br />
Dalam dunia kerja, terdapat anak-anak berusia 10-17 tahun yang bekerja. Papua adalah provinsi<br />
dengan tingkat partisipasi pekerja anak paling tinggi. Hampir semua pekerja anak adalah lulusan<br />
dari sekolah dasar yang mencapai 75.83 %. Pekerja anak yang bekerja di bidang pertanian<br />
mencapai 49.24 %, hampir tiga perempat (32.36 %) bekerja di sektor jasa, dan 18.4 % di sektor<br />
manufaktur. Selain itu, 58.16 % dari pekerja anak adalah pekerja keluarga yang tidak dibayar.
Pada bidang pertanian, proporsi pekerja anak yang bekerja sebagai pekerja keluarga tidak<br />
dibayar mencapai 39.13 %.<br />
Hasil dari Survei Pekerja Anak (SPA) yang merupakan kerjasama antara BPS dan ILO<br />
(International Labor Organization) pada 2009 menunjukkan bahwa terdapat 4.1 juta anak<br />
berusia 5-17 tahun yang merupakan pekerja anak. Di lain pihak, berdasarkan hasil Sakernas<br />
Agustus 2011, terdapat sekitar 4 juta anak berusia 10-17 yang bekerja di 33 provinsi di<br />
Indonesia.<br />
Rerata gaji bagi pekerja anak pada 2011 adalah 623 ribu rupiah. rerata Rerata gaji bagi pekerja<br />
anak pada 2011 adalah 623 ribu rupiah. rerata gaji bagi pekerja anak berusia 10-14 tahun adalah<br />
664 ribu rupiah, yang lebih tinggi daripada rerata gaji mereka yang berumur 15-17 yaitu 616<br />
ribu rupiah.<br />
Berdasarkan daerah tempat tinggal, rerata gaji bagi pekerja anak di perkotaan lebih besar<br />
daripada di pekerja anak di pedesaan. Rerata gaji pekerja anak di perkotaan adalah 653 ribu<br />
rupiah, sedangkan rerata gaji pekerja anak di pedesaan adalah 590 ribu rupiah.<br />
Pendapatan yang dimaksudkan dalam publikasi ini merujuk kepada semua jenis pendaptan yang<br />
diterima oleh pekerja baik dalam bentuk kas atau lainnya dan diukur dalam mata uang rupiah.<br />
A. WHO, World Report on Traffic Injury Prevention, 2004<br />
Laporan ini menjelaskan mengenai dasar-dasar dan dampak secara global dari luka-luka<br />
akibat kecelakaan di jalan raya, resiko yang ada dan intervensi yang seharusnya dilakukan untuk<br />
menghindari dampak kecelakaan, dan akhirnya adalah rekomendasi mengenai beberapa aksi<br />
yang dapat dilakukan oleh negara-negara di dunia untuk mengurangi dampaknya.<br />
Berdasarkan laporan ini, dampak dari kecelakaan di jalan raya adalah permasalahan<br />
utama tapi dilupakan dalam pembicaraan kesehatan masyarakat di dunia, hal ini membutuhkan<br />
aksi yang nyata bagi pencegahan yang efektif dan berkelanjutan. Dari semua sistem yang dimiliki<br />
oleh manusia ketika berhadapan dengan kebutuhan sehari-hari, transportasi di jalan raya<br />
merupakan yang paling kompleks dan berbahaya.<br />
Laporan ini adalah laporan utama pertama mengenai pencegahan luka-luka akibat<br />
kecelakaan di jalan raya yang dibuat bersama oleh World Health Organization (WHO) dan<br />
World Bank, dan menggarisbawahi perhatian dari kedua institusi mengenai efek yang sangat<br />
buruk dari sistem transportasi darat yang tidak aman bagi kesehatan masyarakat dan<br />
pembangunan dunia. Merupakan sebuah keharusan untuk mengakui bahwa situasi di jalan raya
sudah semakin berbahaya dalam hal kematian dan luka-luka dan untuk kemudian mengambil<br />
langkah yang tepat.<br />
Hal yang Mendasar dan Dampak Kecelakaan di Jalan Raya<br />
Setiap hari di seluruh dunia, hampir 16.000 orang tewas disebabkan berbagai jenis lukaluka.<br />
Luka-luka merepresentasikan 12% dari beban dunia atas penyakit yang ada, penyebab<br />
ketiga paling penting dalam hal keseluruhan kematian (mortalitas) di antara mereka yang<br />
berumur 1 – 40 tahun. Kategori luka-luka di seluruh dunia didominasi oleh mereka yang<br />
mengalami kecelakaan di jalan raya. Sesuai dengan data WHO, kematian dari luka-luka akibat<br />
kecelakaan di jalan raya berkontribusi sekitar 25% dalam semua jenis kematian akibat lukaluka.<br />
Estimasi dari jumlah tahunan kematian di jalan raya bervariasi, sebagai hasil dari<br />
terbatasnya kumpulan data kecelakaan dan analisanya, permasalahan angka yang di bawah angka<br />
seharusnya dan perbedaan interpretasi. Angka yang ada bervariasi mulai dari 750 000<br />
(kemungkinan terlalu kecil, karena menggunakan data tahun 1998 sebagai tahun dasar) sampai<br />
1 183 492 tiap tahunnya – atau sekitar 3000 nyawa melayang setiap harinya. Sekitar 85% dari<br />
semua kematian di jalan raya secara global, 90% dari kekurangan dalam penyesuaian umur<br />
hilang kecelakaan, dan 96% dari anak-anak yang terbunuh secara global akibat kecelakaan di<br />
jalan raya terjadi di negara-negara miskin dan negara berpendapatan menengah. Lebih dari 50%<br />
kematian terjadi di antara dewasa tahap awal dengan rentang umur 15–44 years. Diantara<br />
anak-anak berumur 5–14 tahun, dan pemuda berumur 15–29, luka-luka akibat kecelakaan di<br />
jalan raya adalah penyebab kematian terbesar kedua di dunia.<br />
Dalam istilah ekonomi, biaya yang timbul akibat kecelakaan diestimasi mencapai 1% dari<br />
gross national product (GNP) di negara berpendapatan rendah, 1.5% pada negara<br />
berpendapatan menengah dan 2% pada negara kaya. Biaya langsung yang muncul secara global<br />
akibat kecelakaan ini disetimasi mencapai US$ 518 miliar, dengan biaya pada negara-negara<br />
berpendapatan rendah – diestimasi mencapai US$ 65 miliar – melebihi jumlah total hibah<br />
pembangunan yang diterima negara tersebut tiap tahunnya. Lebih jauh lagi, biaya yang<br />
diestimasi pada negara berpendapatan rendah dan berpendapatan menengah diperkirakan<br />
secara signifikan dilaporkan di bawah angka yang seharusnya. Denagn menggunakan data yang<br />
komprehensif dan teknik pengukuran, estimasi biaya tahunan (baik langsung maupun tidak<br />
langsung) dari luka-luka dari kecelakaan di jalan raya di negara-negara Uni Eropa (EU) sendiri,<br />
berkontribusi pada 5% dari total kematian secara global, melebihi €180 miliar (US$ 207 miliar)
(9, 21). Untuk Amerika Serikat, biaya human capital dari kecelakaan di jalan raya pada tahun<br />
2000 diestimasi sekitar US$ 230 miliar (22). Apabila estimasi yang memperbandingkan pada<br />
biaya langsung dan tidak langsung dari kecelakaan di jalan raya di negara berpendapatan rendah<br />
dan menengah, total biaya ekonomi secara global dari kecelakaan di jalan raya diperkirakan<br />
akan melebihi perkiraan yang ada sekarang yaitu US$ 518 miliar.<br />
Kecelakaan di jalan raya tidak hanya menyebabkan beban berat pada perekonomian<br />
nasional dan regional tetapi juga pada tingkat rumah tangga. Di Kenya, sebagai contoh, lebih<br />
dari 75% penderita kecelakaan di jalan raya adalah mereka yang secara ekonomi merupakan<br />
penduduk muda yang produktif. Meskipun terdapat biaya sosial ekonomi yang besar, telah ada<br />
beberapa investasi kecil pada pengembangan dan penelitian mengenai keselamatan di jalan raya,<br />
jika dibandingkan dengan tipe lain dari penyakit.<br />
Faktor-Faktor Risiko Kecelakaan<br />
Dalam lalu lintas di jalan raya, resiko adalah fungsi dari empat hal. Pertama adalah<br />
eksposur – jumlah perpindahan atau perjalanan dalam suatu sistem oleh pengguna yang<br />
berbeda atau kepadatan penduduk tertentu. Kedua adalah mengenai kemungkinan mengalami<br />
kecelakaan, sesuai dengan tingkat eksposurnya. Ketiga adalah kemungkinan menderita lukaluka,<br />
ketika kecelakaan. Keempat adalah dampak dari luka-luka.<br />
Analisa terhadap data yang tersedia serta penelitian lain mengenai lalu lintas di jalan<br />
raya menunjukkan bahwa ketika permasalahan keselamatan di jalan raya dialami di berbagai<br />
belahan dunia seringkali berbeda secara kualitas dan kuantitas, yang masih memiliki banyak<br />
karakteristik yang tidak berbeda jauh. Karakteristik dominan dari resiko yang diasosiasikan<br />
dengan lalu lintas di jalan raya adalah sebagai berikut:<br />
• Perjalanan yang tidak penting, pilihan dari rute dan moda perjalanan yang lebih tidak aman,<br />
dan lalu lintas yang tidak aman terus meningkat.<br />
• Desain dari jalan raya dan jaringan jalan adalah faktor yang penting. Kemungkinan terkena<br />
dengan resiko meningkat secara signifikan seiring jaringan jalan yang gagal untuk mengatur<br />
arus lalu lintas yang tinggi pada daerah dengan populasi tinggi atau memisahkan pedestrian<br />
dari lalu lintas kendaraan bermotor.
• Kecepatan yang melebihi batas terjadi dimana-mana dan berkontribusi pada sekitar 30%<br />
kecelakaan di jalan raya dan kematian yang terjadi. Pada kecepatan 80 km/jam, pengguna<br />
mobil mengemudi 20 kalu lebih beresiko untuk tewas ketika terjadi kecelakan dibandingkan<br />
pada kecepatan 30 km/jam. Pengguna pedestrain atau trotoar memiliki 90% kemungkinan<br />
selamat dari kecelakaan yang melibatkan mobil pada kecepatan mobil 30 km/jam atau di<br />
bawahnya, tetapi kurang dari 50% kesempatan untuk bertahan hidup dari dampak<br />
kecelakaan dengan mobil pada kecepatan 45 km/jam atau lebih.<br />
• Pengaruh alkohol masih menjadi kontributor yang tinggi pada kecelakaan dan meningkatkan<br />
resikonya. Semua non-zero BAC level membawa resiko lebih besar daripada zero BAC,<br />
dan resiko kecelakaan mulai meningkat tajam pada level 0.04 g/dl. BAC yang diperbolehkan<br />
dibatasi pada 0.10 g/dl menimbulkan resiko tiga kali lebih besar dibandingkan ketika batasnya<br />
adalah 0.05 g/dl; pada 0.08 g/dl, resikonya dua kali lebih besar apabila jika pada 0.05 g/dl.<br />
• Pejalan kaki, pesepeda, dan pengguna sepeda motor roda dua mendapatkan bagian yang<br />
tidak sesuai dari beban dampak kecelakaan di jalan raya secara global dan mereka semua<br />
berada pada resiko yang tinggi untuk mengalami kecelakaan.<br />
• Pengemudi pemula yang masih muda memiliki resiko kecelakaan yang lebih tinggi; resiko di<br />
antara pengendara muda lebih tinggi dibandingkan pada semua kelompok umur lainnya.<br />
Kecepatan yang di atas batas adalah kontributor utama sebagai penyebab kecelakaan yang<br />
melibatkan pengemudi berusia muda.<br />
• Untuk semua pengguna jalan, resiko kecelakaan meningkat seiring dengan gagalnya melihat<br />
dan gagalnya terlihat oleh kendaraan lainnya. Jika pada siang hari lampu dinyalakan, hampir<br />
sepertiga dari kecelakaan pada kendaraan bermotor roda dua melibatkan kurangnya<br />
penglihatan dapat dihindarkan; pada kasus mobil, lebih dari 10% kecelakaan tersebut dapat<br />
dihindarkan.<br />
• Tidak digunakannya sabuk pengaman dan penahan tubuh anak membuat resiko luka-luka<br />
yang serius dan fatal meningkat lebih dari dua kali lipat, sama seperti tidak digunakannya<br />
helm oleh pengemudi sepeda. Tidak jauh dari fakta tersebut, tidak digunakannya helm<br />
pelindung oleh pengemudi sepeda motor hampir melipatgandakan resijo luka serius dan<br />
fatal di kepala.
• Analisa atas kecelakaan menunjukkan bahwa mayoritas dari dampak kecelakaan yang dialami<br />
oleh pejalan kaki melibatkan dampak dari tidak terlindunginya dia dari bagian depan mobil.<br />
Apabila semua mobil didesain untuk memberikan perlindungan yang sama seperti pada<br />
mobil terbaik pada kelas yang sama, kira-kira setengah dari seluruh dampak yang fatal dan<br />
membuat cacat pada pengguna mobil dapat dihindari. Desain pinggiran jalan dan posisi dari<br />
objek yang ada di pinggir jalan memegang kunci penting dalam menentukan dampak<br />
kecelakaan, sebagaiman juga mempengaruhi perilaku pengendara di jalan raya.<br />
• Perawatan pasca kecelakaan yang tidak tepat menjadi problem utama di banyak tempat.<br />
Ketersediaan dan kualitas perawatan tersebut memiliki efek yang substansial pada apakah<br />
luka akibat kecelakaan menimbulkan efek pada kematian atau kecacatan.<br />
• Ketersediaan data pada negara-negara berpengahasilan rendah mengenai kecelakaan di jalan<br />
raya biasanya masih dasar. Untuk kajian yang lebih baik lagi mengenai faktor yang<br />
mempengaruhi resiko pada tingkat lokal membutuhkan lebih banyak investasi yang<br />
sistematis, independen, dan penelitian berkualitas tinggi diperlukan, sebagian besar dari<br />
negara kaya. Penelitian pada tingkat global mengenai penyebab kecelakaan dan dampak dari<br />
kecelakaan tersebut sangat penting untuk mencapai sistem lalu lintas yang lebih baik<br />
Perjalanan yang tidak penting, pilihan dari rute dan moda perjalanan yang lebih tidak aman,<br />
dan lalu lintas yang tidak aman terus meningkat.<br />
• Desain dari jalan raya dan jaringan jalan adalah faktor yang penting.
Intervensi untuk Menghindarkan Dampak Luka<br />
Akibat Kecelakaan di Jalan Raya<br />
Penelitian yang berhubunngan dan pembangunan selama lebih dari 30 tahun telah<br />
membuktikan bahwa banyak intervensi yang bisa dilakukan untuk mencegah kecelakaan di jalan<br />
raya serta dampaknya. Terdapat perbedaan antara pengetahuan yang efektif dengan praktek<br />
yang sebenarnya sering menjadi pertimbangan. Sebagaimana juga dengan area lain pada<br />
kesehatan masyarakat, pencegahan dampak dari kecelakaan membutuhkan manajemen yang<br />
efektif untuk meletakkan kebijakan yang berkelanjutan, terukur berdasarkan bukti yang ada,<br />
dan mampu menghadapi permasalahan ketika mereka diimplementasikan.<br />
Transportasi yang baik dan kebijakan tata guna lahan menawarkan berbagai cara untuk<br />
mengurangi eskposur terdahap resiko dari dampak kecelakaan di jalan raya. Perencanaan yang<br />
aman dan desai jaringan jalan dapat meminimalkan resiko dari kecelakaan dan dampak lukalukanya.<br />
Alat perlindungan dari kecelakaan pada kendaraan dapat menyelamatkan nyawa dan<br />
mengurangi luka-luka bagi pengguna jalan raya, baik di dalam maupun di luar kendaraan.<br />
Kesesuaian dengan peraturan terkait keamanan di jalan raya dapat meningkat secara signifikan<br />
dengan menggunakan kombinasi peraturan, penegakan hukum, dan informasi serta edukasi.<br />
Ketersediaan dari pelayanan gawat darurat yang berkualitas dapat menyelamatkan nyawa, dan<br />
mengurangi secara besar penderitaan dan konsekuensi jangka panjang dari kecelakaan jalan<br />
raya.<br />
Proporsi yang cukup besar pada dampak kecelakaan di negara-negara berpendapatan<br />
rendah dan menengah terjadi di antara pengguna jalan yang tidak terlindungi. Kebijakan yang<br />
penting harus mampu menampung ukuran yang luas yang memberikan pengguna jalan<br />
perlindungan yang lebih baik. Semua strategi perlindungan yang dideskripsikan dalam laporan<br />
ini menuntut mobilisasi aksi yang lebih luas, pada semua kalangan, melibatkan banyak ahli dari<br />
berbagai disiplin dan sektor, dan yang paling penting adalah sektor kesehatan.<br />
Meskipun banyak upaya dilakukan untuk menemukan dan mendokumentsaikan contoh<br />
dari “praktek yang tepat” pada keselamatan di jalan raya di negara berkembang, contoh yang<br />
ada kemungkinan sangat sedikit. Bagian ini, akan menjadi penjelasan bagi apa yang sudah<br />
berhasil dilakukan oleh negara dengan kendaraan bermotor berjumlah besar. Hal yang tidak<br />
bisa dipungkiri adalah intervensi yang ditampilkan pada bagian ini tidak akan benar-benar<br />
berjalan di negara miskin ataupun negara berpendapatan menangah, yang memang sudah<br />
terbukti. Kebutuhan mereka, harus dicari lebih jauh untuk di tes sebagai strategi pencegahan,
untuk menemukan jalan untuk beradaptasi bagi kondisi lokal – dan tidak hanya sekedar<br />
mengadopsi dan menggunakan tanpa merubah.<br />
Apabila kita menyimpulkan pesan yang dibawa oleh laporan ini, kita dapat meringkas<br />
aksi untuk keselamatan di jalan raya dapat dilaksanakan dengan cara:<br />
APA YANG PEMERINTAH<br />
BISA LAKUKAN?<br />
• Pembangunan institusi<br />
• Membuat keselamatan di jalan raya menjadi prioritas politik.<br />
• Menunjuk institusi pemimpin dalam upaya keselamatan di jalan raya, memberikan sumber<br />
daya yang cukup, dan akuntabel bagi masyarakat.<br />
• Mengembangkan pendekatan multidisiplin bagi studi keselamatan di jalan raya.<br />
• Membuat target keselamatan di jalan raya yang benar dan membuat rencana umum<br />
nasional keselamatan di jalan raya untuk mencapainya.<br />
• Mendukung pembentukan kelompok yang mengadvokasi keamanan di jalan raya.<br />
• Menyediakan anggaran bagi keselamatan di jalan raya dan meningkatkan investasi pada<br />
aktivitas yang mendemonstrasikan secara efektif keselamatan di jalan raya.<br />
• Kebijakan, legislasi dan penegakan hukum<br />
• Menghidupkan kembali dan menegakan peraturan yang mengharuskan penggunaan sabuk<br />
pengaman dan pelindung bagi anak, dan mengenakan helm bagi pengendara sepeda motor<br />
dan helm sepeda bagi pengendara sepeda.<br />
• Menghidupkan dan menegakan peraturan yang mencegah pengendara di bawah pengaruh<br />
alcohol untuk mengemudi.<br />
• Mengatur dan mengawasi aturan batas kecepatan.<br />
• Mengatur dan mengawasi secara ketat mengenai standar keamanan kendaraan.<br />
• Meyakinkan bahwa pertimbangan keselamatan di jalan raya disertakan pada lingkungan dan<br />
kajian lain tentang proyek baru dan evaluasi atas kebijakan dan rencana transportasi.<br />
• Menyiapkan sistem pengumpulan data yang didesain untuk mengumpulkan dan<br />
menganalisis data dan digunakan untuk meningkatkan keselamatan.<br />
• Mengatur desain standar bagi jalan raya yang mempromosikan keselamatan bagi seluruh<br />
pengguna.<br />
• Membuat infrastuktur yang aman bagi semua.
• Menyediakan jasa transportasi publik yang aman dan terjangkau.<br />
• Menggalakan kembali penggunaan sepeda dan berjalan kaki.<br />
APA YANG AHLI / TENAGA<br />
KESEHATAN PUBLIK BISA<br />
LAKUKAN?<br />
• Menyertakan keselamatan di jalan raya dalam promosi aktivitas kesehatan dan pencegahan<br />
penyakit.<br />
• Menyiapkan sasaran bagi pengurangan dampak kesehatan yang muncul dari kecelakaan di<br />
jalan raya.<br />
• Mengumpulkan data terkait kesehatan secara sistematis pada besaran, dan kerakteristik<br />
serta konsekuensi dari kecelakaan di jalan raya.<br />
• Mendukung penelitian pada faktor-faktor yang beresiko dan pada pembangunan,<br />
implementasi, monitoring dan evaluasi dari intervensi yang efektif, termasuk meningkatkan<br />
pelayanan.<br />
• Mempromosikan pembangunan kapasitas pada semua area keselamatan di jalan raya dan<br />
manajemen dari korban selamat kecelakaan.<br />
• Menerjemahkan informasi berdasarkan ilmu pengetahuan menjadi kebijakan dan praktek<br />
yang dapat melindungi pengguna kendaraan dan pengguna jalan yang terkena bahaya secara<br />
efektif.<br />
• Menguatkan pelayanan sebelum di rumah sakit dan di rumah sakit begitu pula pelayanan<br />
rehabilitasi bagi korban trauma.<br />
• Mengembangkan keahlian melayani trauma dari petugas kesehatan di tingkat pelayanan<br />
kesehatan primer, sekunder, dan tersier.<br />
• Mempromosikan lebih lanjut integrasi antara kesehatan dan masalah keselamatan ke dalam<br />
kebijakan transportasi dan mengembangkan metode untuk memfasilitasinya.<br />
• Melakukan kampanye untuk kesadaran atas keselamatan di jalan raya yang lebih baik,<br />
berdasarkan pengetahuan mengenai dampak kesehatan dan biayanya.
APA YANG PABRIK<br />
OTOMOTIF BISA LAKUKAN?<br />
•<br />
• Menjamin bahwa semua kendaraan memenuhi standar keamanan yang sesuai dengan<br />
negara berpendapatan tinggi – tidak mempedulikan darimana kendaraan tersebut dibuat –<br />
termasuk pengadaan sabuk pengaman dan perlengkapan keamanan dasar lainnya.<br />
• Mulai membuat kendaraan dengan bagian depan yang lebih aman, sehingga mengurangi<br />
dampak luka yang dialami oleh pengguna jalan yang tertabrak.<br />
• Terus meningkatkan keselamatan kendaraan dengan terus melakukan penelitian dan<br />
pengembangan.<br />
• Menggunakan iklan dan memasarkan kendaraan yang mengutamakan keselamatan dan<br />
keamanan.<br />
APA YANG LEMBAGA /<br />
NEGARA DONOR BISA<br />
LAKUKAN?<br />
• Membuat peningkatan keselamatan di jalan raya sebagai prioritas pembangunan global.<br />
• Menyertakan komponen keselamatan di jalan raya pada bantuan untuk kesehatan,<br />
transportasi, lingkungan dan program edukasi.<br />
• Mempromosikan desain bagi infrastruktur yang lebih aman.<br />
• Mendukung penelitian, program dan kebijakan dalam keselamatan di jalan raya pada negara<br />
berpendapatan rendah dan menengah.<br />
• Membuat dana proyek infrastruktur transportasi harus memenuhi audit keamanan dan<br />
setiap hal yang diharuskan.<br />
• Menyediakan mekanisme untuk membiayai transfer pengalaman dan promosi dari<br />
keselamatan di jalan raya pada negara berkembang.<br />
• Memfasilitasi pembangunan kapasitas manajemen keselamatan di tingkat regional dan<br />
nasional.
APA YANG KOMUNITAS,<br />
KELOMPOK MASYARAKAT,<br />
DAN INDIVIDU BISA<br />
LAKUKAN?<br />
• Memaksa pemerintah untuk membuat jalanan menjadi aman.<br />
• Mengidentifikasi permasalahan keselamatan di tingkat lokal.<br />
• Menolong merencanakan sistem transportasi yang aman dan efisien dan mengakomodasi<br />
pengemudi dan juga pengguna jalan yang sangat rentan, seperti pesepeda dan pejalan kaki.<br />
• Meminta pengadaan alat keamanan, seperti sabuk keselamatan di dalam mobil.<br />
• Mendorong penegakan hukum keselamatan berlalu lintas dan regulasi lainnya, dan<br />
mengampanyekan sanksi bagi pelanggar aturan lalu lintas.<br />
• Berperilaku secara bertanggung jawab dengan: mematuhi batas kecepatan di jalan raya,<br />
tidak mengemudi ketika di bawah pengaruh alkohol, selalu menggunakan sabuk pengaman<br />
dan membatasi pergerakan anak di dalam kendaraan, meskipun dalam perjalanan singkat,<br />
menggunakan pelindung kepala ketika mengemudi sepeda roda dua.<br />
B. Global Status on Road Safety, WHO, 2013<br />
Berdasarkan laporan bertajuk Global Status on Road Safety yang dibuat oleh WHO pada<br />
2013, kecelakaan di jalan raya adalah penyebab kematian terbesar kedelapan secara global, dan<br />
penyebab kemtian utama bagi orang dewasa pada kelompok umur 15–29. Lebih dari satu juta<br />
orang tewas setiap tahunnya di jalanan secara global, dan biaya yang keluar sebagai konsekuensi<br />
kecelakaan ini mencapai miliaran US dollar. Tren terkini menampilkan bahwa pada tahun 2030<br />
kematian akibat kecelakaan di jalan raya akan menjadi penyebab kematian terbesar kelima<br />
apabila tidak ada aksi nyata yang dilakukan. Beberapa strategi yang terbukti mampu mengurangi<br />
dampak kecelakaan di jalan daya dan sejumlah negara telah sukses mengimplementasikannya.<br />
Laporan ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak ada penurunan dalam jumlah<br />
orang yang meninggal di jalanan secara global: sekitar 1.24 juta kematian terjadi setiap<br />
tahunnya. Akan tetapi, kenyataan ini harus dipertimbangkan bahwa telah disebabkan oleh<br />
peningkatan sebesar 15% pada jumlah kendaraan di dunia, menunjukkan bahwa intervensi<br />
untuk meningkatkan keselamatan di jalan raya secara global telah memitigasi kenaikan dampak
kematian dari kecelakaan. Di 88 negara – dimana sekitar 1.6 miliar orang tinggal – telah terjadi<br />
penurunan jumlah kematian di jalan raya antara tahun 2007 dan 2010, hal ini menunjukkan<br />
bahwa perbaikan keselamatan di jalan raya adalah dimungkinkan, dan masih banyak lagi nyawa<br />
yang bisa diselamatkan apabila negara-negara tersebut mengambil aksi lebih lanjut.<br />
Bagaimanapun juga, dari 87 negara yang diamati dapat dilihat terjadinya peningkatan jumlah<br />
kematian akibat kecelakaan di jalan raya pada periode yang sama. Laporan ini juga menunjukkan<br />
bahwa tingkat kefatalan tertinggi terjadi pada negara-negara berpendapatan menengah,<br />
terutama di Benua Afrika. Lebih dari tiga perempat korban kematian akibat kecelakaan di jalan<br />
raya adalah laki-laki muda.<br />
Laporan ini juga mengatakan adanya kebutuhan untuk melakukan standarisasi koleksi<br />
data dan meningkatkan kualitas data mengenai keselamatan di jalan raya pada korban tewas,<br />
luka-luka ringan dan kecacatan. Laporan ini juga menekankan pentingnya perawatan pasca<br />
kecelakaan yang baik, termasuk dalam bentuk menyediakan akses tercepat bagi korban<br />
kecelakaan menuju pusat kesehatan, dan dalam menjamin kualitas dari petugas yang melayani<br />
trauma korban kecelakaan dalam mencegah dampak negatif yang berhubungan dengan<br />
kecelakaan. Selain itu, laporan pertama Global status report on road safety menggarisbawahi<br />
kurangnya peraturan yang komprehensif atas faktor-faktor kunci penyebab resiko (kecepatan<br />
kendaraan, berkendara di bawah pengaruh minuman keras, helm sepeda motor, sabuk<br />
pengaman dan pengaman anak) dampak luka-luka dari kecelakaan. Antara tahun 2008 dan<br />
2011, 35 negara, merepresentasikan hampir 10% dari populasi dunia, mengesahkan peraturan<br />
yang ditujukan pada salah satu dari kelima faktor kunci penyebab resiko di atas. Aksi yang<br />
diambil oleh negera-negara tersebut dengan mengimplementasikan peraturan baru menjadi<br />
indikasi bahwa – dengan komitmen tiap negara – kemajuan sangat dimungkinkan. Akan tetapi,<br />
sampai saat ini belum ada peningkatan dalam jumlah negara yang memiliki legislasi yang cukup<br />
untuk mengatasi kelima faktor kunci di atas – 28 negara (mewakili 7% populasi dunia) dengan<br />
peraturan yang lebih komprehensif tidak mengalami peningkatan sejak evaluasi terakhir pada<br />
tahun 2009.<br />
Laporan tersebut juga menggaris bawahi bahwa penegakan hukum mengenai<br />
keselamatan di jalan raya, yang sangat penting bagi kesuksesan tiap negara, masih pada tingkat<br />
yang rendah. Laporan ini juga telah menjadi pengingat yang kuat bagi pemerintah untuk<br />
memenuhi kebutuhan pengguna jalan raya non-kendaraan bermotor. Dua puluh tujuh % dari<br />
semua kematian di jalan raya terjadi di antara pejalan kaki dan pengguna sepeda, angka ini<br />
mendekati sepertiga dari keseluruhan kematian di jalan raya, bahkan di beberapa negara
mencapai 75%. Sebagaimana dunia semakin intensif dalam menggunakan kendaraan bermotor,<br />
berjalan kaki dan bersepeda harus dibuat lebih aman dan dipromosikan sebagai perilaku yang<br />
sehat dan pilihan bepergian yang lebih murah. Namun, hanya 68 negara yang memiliki peraturan<br />
pada tingkat nasional atau daerah yang mempromosikan berjalan kaki serta bersepeda, dan<br />
hanya 79 negara yang memiliki peraturan yang melindungi pejalan kaki serta pesepeda dengan<br />
memisahkan mereka dari lalu lintas yang sama dengan kendaraan bermotor. Meskipun<br />
pemerintah semakin menyadari kebutuhan untuk mempromosikan moda transportasi<br />
alternatif, penekanan harus diberikan untuk membuat moda transportasi tersebut lebih aman.<br />
Untuk menyikapi keselamatan pejalan kaki, pesepeda, dan pengendara sepeda motor<br />
sangat penting untuk mengurangi jumlah kematian akibat kecelakaan di jalan raya secara global.<br />
Laporan tersebut secara lebih lanjut menyajikan peran penting infrastruktur yang dapat<br />
menurunkan tingkat cedera di antara seluruh pengguna jalan raya, termasuk pejalan kaki,<br />
pesepeda, dan pengendara sepeda motor. Laporan ini lebih lanjut merekomendasikan<br />
pemerintah untuk mengimplementasikan audit atas keselamatan di jalan raya untuk mengetahui<br />
level keselamatan pada infrastruktur yang telah ada dan masih akan dibangun. Selanjutnya juga<br />
ditampilkan kemajuan yang telah dilakukan untuk mengimplementasikan standar keselamatan<br />
kendaraan, dan mendorong pemerintah untuk bekerja sama dengan industri otomotif dalam<br />
memastikan bahwa kendaraan buatan mereka memenuhi standar yang telah dibuat. Kemajuan<br />
berarti telah dibuat dalam meningkatkan keselamatan di jalan raya dan dalam menyelamatkan<br />
jiwa pengguna jalan, tetapi apa yang laporan ini tampilkan adalah bahwa sebenarnya dibutuhkan<br />
aksi yang lebih baik dan cepat untuk mencegah hilangnya nyawa lainnya di jalan raya.<br />
Oleh karena itu laporan tersebut menyajikan beberapa rekomendasi yaitu:<br />
• Pemerintah harus segera meloloskan undang-undang yang mengatur dan memenuhi<br />
praktek terbaik dalam mengatasi faktor kunci yang mampu menghindari penyebab<br />
kematian, luka-luka dan kecacatan secara komprehensif.<br />
• Pemerintah harus melakukan investasi yang cukup secara finansial dan pada sumber daya<br />
manusia dalam hal penegakan hukum yang telah dibuat, sebagai komponen penting untuk<br />
berhasil mencapai target di atas.<br />
• Meningkatkan kepekaan publik menjadi strategi yang sangat penting dalam meningkatkan<br />
pengertian dan dukungan atas upaya hukum dan penegakannya.<br />
• Upaya yang lebih keras dibutuhkan untuk membuat infrastruktur jalan yang lebih aman<br />
bagi pejalan kaki dan pesepeda. Kebutuhan oleh pengguna jalan ini harus dipertimbangkan<br />
terlebih dahulu, ketika kebijakan keselamatan di jalan raya, perencanaan transportasi dan
tata ruang lahan dibuat. Secara khusus, pemerintah harus mempertimbangkan bagaimana<br />
bentuk transportasi tidak bermotor dapat terintegrasi dengan sistem transportasi yang<br />
aman dan berkelanjutan.<br />
C. The Global Burdern of Diseases<br />
from Motorized Road Transport, The World Bank, 2012<br />
Laporan ini menghitung, untuk pertama kalinya, kerugian kesehatan dari dampak<br />
kecelakaan dan polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor. Laporan ini<br />
menggabungkan estimasi beban dunia dari luka-luka akibat kecelakaan di jalan raya yang<br />
berdasarkan data baru yang sangat banyak dari daerah-daerah yang sebelumnya tidak memiliki<br />
informasi dengan estimasi efek kesehatan dari kendaraan. Hasil dari analisis laporan ini adalah:<br />
• Transportasi dengan kendaraan bermotor menyebabkan beban yang sangat besar pada<br />
kesehatan secara umum, mengakibatkan lebih dari 1.5 juta kematian dan 79.6 juta orang<br />
yang sehat kehilangan waktu hidup sehatnya setiap tahun. Kematian dari transportasi darat<br />
melebihi kematian dari HIV, tuberculosis, atau malaria. Deaths from road transport<br />
exceed those from HIV, tuberculosis, or malaria. Cedera dan polusi dari kendaraan<br />
berkontribusi terhadap enam dari 10 penyebab kematian secara global.<br />
• Cedera akibat kecelakaan memiliki dampak yang substansial bagi kehamilan dan kesehatan<br />
anak-anak. Kerugian kesehatan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor melebihi<br />
kerugian akibat faktor lain yang mempengaruhi kesehatan anak-anak, termasuk berat<br />
badan yang sangat kurang dan proses menyusui yang tidak optimal.<br />
• Kecelakaan di jalan raya menduduki peringkat 10 besar penyebab kematian mulai dari<br />
tahun pertama kehidupan sampai umur ke 59. Sebagai tambahan, kecelakaan di jalan raya<br />
adalah 10 besar penyebab kematian diantara perempuan pada usia mengasuh anak dan<br />
penyebab keempat kematian pada perempuan berumur 15 sampai 29 tahun.<br />
• Beban akibat moda transportasi kendaraan bermotor terus meningkat. Selama dua dekade<br />
terakhir, kematian akibat kecelakaan di jalan raya meningkat sebesar 46%. Kematian yang<br />
diakibatkan oleh polusi udara, yang kontributor utamanya adalah kendaraan bermotor,<br />
meningkat sebesar 11%.<br />
• Kerugian kesehatan akibat kombinasi efek akibat kecelakaan di jalan raya dan polusi dari<br />
moda transportasi sangat substansial di semua area. Ketika kematian dari transportasi<br />
darat di negara yang lebih miskin, seperti di sub-Sahara Afrika, kerugian kesehatan dari
polusi kendaraan bermotor cenderung lebih tinggi daripada di negara-negara kata, seperti<br />
Eropa Barat.<br />
• Kecelakaan bertanggung jawab pada hampir semua beban yang disebabkan oleh kendaraan<br />
bermotor, mencapai 95% dari tahun hidup sehat yang hilang. Kecelakaan di jalan<br />
menyebabkan 1.3 juta tewas dan 78.2 juta cedera tidak serius yang dilayani oleh petugas<br />
medis.<br />
• Korban pejalan kaki sendiri mencapai 35% dari korban kecelakaan secara global dan lebih<br />
dari 50% di bagian timur dan tengah dari area sub-Saharan Afrika.<br />
• Polusi yang berasal dari kendaraan adalah penyebab dari 184,000 kematian secara global,<br />
termasuk 91,000 korban jiwa dari penyakit asma, 59,000 kematian dari struk, dan 34,000<br />
korban dari infeksi pernapasan, penyakit tenggorokan kronis, dan paru-paru.<br />
• Statistik pemerintah secara substansial melaporkan angka-angka terkait kecelakaan jauh<br />
lebih rendah dari seharusnya (underreport). Berdasarkan estimasi dari data Global Burden<br />
of Disease tahun 2010 dinyatakan bahwa kematian akibat kecelakaan di jalan raya<br />
seharusnya dua kali dari angka yang dilaporkan oleh lembaga statistik di India, empat kali<br />
lebih besar di Tiongkok, dan lebih dari enam kali pada angka resmi dari beberapa negara<br />
di Afrika.<br />
Laporan ini kembali menyatakan adanya kebutuhan atas moda transportasi yang aman dan<br />
bersih untuk mencapai kondisi dunia yang lebih sehat dan tujuan pembangunan. Laporan ini<br />
memanggil kolaborasi multisektor yang meliputi bidang transportasi, kesehatan, dan sektor<br />
perkotaan, untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Secara khusus:<br />
• Kecelakaan di jalan raya merupakan pembahasan utama pada laporan Global Burden of<br />
Disease. Sehingga, program keselamatan di jalan raya terus meningkat bersamaan dengan<br />
ekspansi jenis transportasi yang ada dan hali ini sangat penting untuk menghindarkan<br />
korban jiwa dan sekaligus mempromosikan pembangunan.<br />
• Pencegahan resiko kesehatan membutuhkan strategi investasi jangka panjang untuk<br />
membangun kapasitas institusi nasional sehingga mereka dapat secara aktif mengatur<br />
masalah keselamatan dan performa moda transportasi melalui beberapa intervensi yang<br />
ditargetkan. Hal ini penting mengingat kompleksitas dari sektor-sektor yang mengatur<br />
keselamatan di jalan raya dan membutuhkan pendekatan yang sistematis daripada upaya<br />
yang terpisah-pisah.
• Ketika malnutrisi, diare dan banyak penyakit menular lainnya terjadi pada lingkungan<br />
dengan kemiskinan ekstrim, beban kesehatan yang disebabkan oleh moda transportasi<br />
darat semakin meningkat dengan pertumbuhan ekonomi dan penggunaan kendaraan<br />
bermotor yang semakin banyak. Hal yang lebih penting adalah baik negara maupun lembaga<br />
donor mengembangkan kerangka kebijakan yang komprehensif dalam hal investasi pada<br />
kesehatan dan kesejahteraan penduduknya. Dibutuhkan 70 tahun bagi negara maju untuk<br />
membalik tren negatif pada kesehatan dari moda transportasi, tetapi negara berkembang<br />
dapat menjalankan proses ini lebih cepat melalui investasi strategis dan kolaborasi antar<br />
sektor.<br />
• Karena keterbatasan data dan metode, kita telah merendahkan efek polusi dari kendaraan.<br />
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mendapatkan informasi geografis yang lebih detail<br />
atas seberapa besar tingkat paparan polusi udara pada manusia daerah dengan<br />
pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi dan untuk mampu mengerti efek kesehatan<br />
dari polusi akibat kemacetan secara lebih baik. Sebagai tambahan, perhitungan yang lebih<br />
komprehensif mengenai beban transportasi darat membutuhkan penelitian lebih lanjut<br />
untuk dapat mengetahui kerugian dari aktivitas fisik akibat meningkatnya penggunaan<br />
kendaraan bermotor, yang mana tidak dapat dilakukan dengan data dan metode yang<br />
tersedia saat ini.<br />
• Sampai saat ini dibutuhkan pembahasan yang lebih baik mengenai dampak kesehatan dari<br />
transportasi darat. Sistem statistik yang menangani permasalahan ini perlu untuk diperbaiki<br />
dan ditingkatkan untuk mengumpulkan indikator kunci untuk memonitor dan<br />
mengevaluasi efek indikator tersebut. Tidak adanya perhitungan yang terpercaya mengenai<br />
dampak kesehatan tidak hanya membahayakan aksi yang telah dilakukan berbagai pihak,<br />
sehingga hal ini akan membuat upaya pemerintah menjadi percuma atau menyebabkan<br />
dana pembangunan pada isu ini menjadi inefektif.
E.Review of Road Safety in Urban Areas, DFID, 2000<br />
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menampilkan status pada sifat dari masalah jalan raya di<br />
perkotaan. Penelitian ini dibatasi pada studi deskriptif dan temuannya berdasarkan atas tinjauan<br />
pustaka dan pertukaran pengalaman tim penelitian.<br />
PERMASALAHAN<br />
KESELAMATAN DI<br />
PERKOTAAN<br />
• 750.000-880.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya pada 1999. Sekitar 85% dari<br />
angka tersebut terjadi di negara berkembang dan jaringan jalan raya perkotaan<br />
berkontribusi pada proporsi signifikan dari permasalahan kecelakaan di jalan raya secara<br />
nasional. Antara 35 sampai 70 % dari semua kecelakaan terjadi di daerah kota.<br />
• Pengguna jalan yang paling rentan adalah pejalan kaki, terutama di negara miskin. Mayoritas<br />
korban datang dari kelompok masyarakat paling miskin.<br />
• Kecelakaan jalan raya di perkotaan melibatkan proporsi yang tinggi pada bus dan<br />
kendaraan pribadi. Kecelakaan terjadi kebanyakan pada ruas daripada di persimpangan dan<br />
menandakan bahaya perluasan kapasitas jalan raya yang seringkali mengorbankan pengguna<br />
jalan paling rentan.<br />
• Tidak ada hubungan jelas yang ditemukan antara tingkat urbanisasi degan proporsi<br />
kecelakaan yang terjadi di perkotaan tapi hal ini bisa dijelaskan karena moda transportasi<br />
di perkotaan hampir tidak tersedia jika di daerah pedesaan terutama di negara miskin.<br />
Data dari tiga negara mengindikasikan paling tidak sepertiga kecelakaan jalan raya di<br />
pedesaan terjadi dimana ada jalan raya yang menghubungkan desa-desa atau dengan kota<br />
kecil.<br />
• Urbanisasi di negara berkembang terus berlanjut, meskipun secara relaitf kecelakaan di<br />
jalan raya akan terus meningkat di masa depan.
• Diperkirakan bahwa biaya akibat kecelakaan di jalan raya di negara berkembang mencapai<br />
US$ 65 miliar, yang mana lebih besar dibandingkan total bantuan pembangunan yang<br />
mereka terima dari negara-negara kaya anggota OECD. Kecelakaan jalan raya di<br />
perkotaan cenderung tidak lebih serius secara keseluruhan dibandingkan kecelakaan jalan<br />
raya di pedesaan tetapi karena jumlahnya lebih besar di perkotaan maka kecelakaan di<br />
jalan raya berjumlah setengah dari total biaya yang timbul.<br />
• Studi terhadap rumah sakit dan survei pada komunitas menunjukkan peran ekonomi dari<br />
laki-laki yang berlebihan pada kecelakaan di jalan raya. Hal ini menyebabkan Ini cenderung<br />
menempatkan beban ekonomi lebih berat pada orang miskin dan menekankan beban pada<br />
perempuan yang memiliki kewajiban untuk merawat para korban. Dibutuhkan penelitian<br />
yang lebih banyak untuk mengetahui dan menghitung dampaknya.<br />
METODE TERBAIK<br />
DI NEGARA MAJU<br />
• Kemajuan yang cukup baik telah dicapai dalam meningkatkan keselamatan di jalan raya<br />
pada daerah perkotaan di negara maju dengan fokus pada mengurangi kecepatan<br />
kendaraan dengan pengaturan lalu lintas dan penegakan hukum serta menyediakan<br />
lingkungan yang lebih aman bagi pengguna jalan yang rentan Edukasi juga memainkan peran<br />
penting dalam pendekatan yang holistic dalam hal keselamatan di jalan raya, sebagai contoh<br />
dalam inisiasi membuat rute menuju sekolah yang lebih aman.<br />
• Penekanan lebih banyak ditempatkan pada mengatur pendekatan multisektor pada tingkat<br />
lokal di perkotaan dengan hubungan yang kuat antara perencanaan kota dan strategi<br />
pembangunan dan menyediakan kesempatan yang cukup bagi partisipasi komunitas.<br />
• Perkotaan di negara maju pasti memiliki rencana transportasi dengan standar keselamatan<br />
yang jelas, institusi yang kuat dan sumber daya yang cukup dalam mencapai target tersebut.<br />
73 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
DAMPAK SOSIAL<br />
EKONOMI<br />
Telah ada beberapa proyek yang difokuskan pada peningkatan keselamatan di jalan raya.<br />
Proyek yang ditujukan pada peningkatan keselamatan jalan raya pada tingkat nasional<br />
atau memperkuat otoritas jalan nasional telah seringkali memasukkan komponen target<br />
pada pejalan kaki yang menempatkan fokus pada permasalahan perkotaan.<br />
Aktivitas keselamatan di jalan raya, termasuk rekayasa keselamatan jalan raya,<br />
seharusnya tidak diasumsikan sama dengan rekayasa lalu lintas. Yang terkini, proyek<br />
transportasi perkotaan di Dhaka telah mengakui hal ini dengan memasukkan penguatan<br />
komponen secara institusi khususnya untuk rekayasa keselamatan dan operasi polisi<br />
lalu lintas.<br />
Sampai saat ini hanya ada sedikit data mengenai efektivitas perbaikan keselamatan di<br />
perkotaan negara-negara berkembang tetapi terdapat beberapa hasil yang menjanjikan<br />
dari uji coba pada pelebaran persimpangan, pemisahan jalur untuk kendaraan tidak<br />
bermotor dan pejalan kaki serta pembatas kecepatan.<br />
Lambatnya perbaikan keselamatan jalan raya tidak hanya disebabkan oleh kurangnya<br />
teknik yang dikuasai tetapi lebih pada kurangnya komitmen, kapitas institusi dan sumber<br />
daya yang tersedia. Permasalahannya diperparah dengan fakta bahwa persoalan<br />
keselamatan di jalan raya membutuhkan pendekatan multisektor yang melibatkan ahli<br />
rekayasa, kepolisian, petugas kesehatan dan lainnya. Dibutuhkan pendekatan<br />
koordinasi, fakta yang sering diabaikan oleh banyak negara berkembang. Ketika proyek<br />
telah memasukkan transfer teknologi, penguatan<br />
kelembagaan pada faktor input sering kali terlalu cepat<br />
dan berfokus pada hasil seperti desain perbaikan<br />
LANGKAH YANG<br />
daripada meninggalkan unit keselamatan perkotaan yang HARUS DIAMBIL<br />
berkelanjutan.<br />
Ada beberapa indikasi, khususnya di India, bahwa kerjasama publik<br />
cukup berpotensi untuk memulai peningkatan keselamatan di daerah<br />
perkotaan.<br />
PRAKTEK DI<br />
NEGARA MAJU<br />
74 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
Perbaikan keselamatan di perkotaan seharusnya diidentifikasi secara terpisah meskipun<br />
untuk alasan praktis mereka diperlakukan sebagai komponen dari proyek pembangunan<br />
nasional atau pembangunan perkotaan.<br />
Keselamatan di jalan raya harus secara efektif dikelola sebagai bagian dari keseluruhan<br />
strategi dari pengembangan kota dan rencana transportasi i.e. sesuai dengan visi masa<br />
depan kota tersebut. Seluruh kebijakan perkotaan dan transportasi memiliki potensi<br />
untuk memberi dampak keselamatan dan keselamatan harus selalu diperhitungkan.<br />
Pendekatan manajemen sangat penting dalam menyukseskan rencana dan<br />
pelaksanaannya. Pendekatan yang ada seharusnya multisektor dan menyertakan<br />
keikutsertaan yang kuat dari pemangku kebijakan dan partisipasi komunitas.<br />
Implementasi strategi keselamatan di jalan raya yang sukses bergantung pada komitmen<br />
umum dan komitmen politik, kemampuan dari lembaga yang melaksanakan, sumber<br />
daya yang tersedia, dan koordinasi multisektor. Proyek pembangunan harus<br />
mengerahkan sumber daya yang cukup bagi aspek-aspek tersebut, secara khusus,<br />
berfokus pada penyediaan lembaga keselamatan di jalan raya pada kota-kota besar.<br />
Budaya keselamatan dalam otoritas jalan raya harus dikembangkan bersama dengan<br />
lembaga lain seperti departemen perawatan dan perencanaan, mempelajari bagaimana<br />
mereka dapat berkontribusi pada pengurangan kecelakaan. Keselamatan pengguna jalan<br />
harus menjadi tanggung jawab dari otoritas jalan raya secara keseluruhan, dan semua<br />
lembaga, tidak hanya ahli rekayasa lalu lintas/keselamatan.<br />
Pengelolaan keselamatan di jalan raya juga akan membutuhkan kerja sama dari berbagai<br />
pemerintah lokal dan lembaga swadaya masyarakat serta perusahaan. Dibutuhkan<br />
lembaga coordinator yang kuat untuk menjamin implementasinya. Lembaga ini mungkin<br />
tidak dapat merekomendasikan model khusus bagi koordinasinya tetapi cukup jelas<br />
bahwa organisasi ini harus mampu merencanakan proyek keselamatan di jalan raya,<br />
menyediakan anggaran, pelaksanaan proyek dan pengawasan atas efektivitasnya.<br />
Sementara koordinasi multisektor adalah sebuah keharusan, jauh lebih baik satu<br />
lembaga mampu memimpin dalam jangka pendek dalam rangka mengatasi<br />
ketidakefektivitasan dari pendekatan koordinasi.<br />
Sebagian dana dari pengguna jalan raya harus diberikan untuk meningkatkan<br />
keselamatan jalan raya di perkotaan dengan pendekatan yang rasional untuk mengatur<br />
dana yang tersedia.<br />
75 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
Kerjasama swasta dengan perusahaan (Public-private partnerships) memiliki potensi yang<br />
cukup besar khususnya ketika sektor swasta memiliki komitmen untuk juga<br />
mengembangkan kota mereka. Kerjasama tetap tidak menggantikan organisasi<br />
keselamatan jalan raya yang dipimpin oleh pemerintah tetapi memberikan dorongan<br />
yang diperlukan untuk menyediakan sumber daya dan mempercepat implementasi<br />
program kerja.<br />
Langkah-langkah keselamatan di jalan raya harus berfokus pada peningkatan<br />
keselamatan dari pengguna jalan paling rentan yang akan berasal dari bagian paling<br />
miskin di masyarakat perkotaan. Langkah-langkah tersebut termasuk fasilitas yang lebih<br />
baik bagi pejalan kaki dan kendaraan roda dua, mengurangi kecepatan kendaraan,<br />
pengaturan lalu lintas dan transportasi publik yang lebih aman. Perubahan harus<br />
dikenalkan melalui pengertian akan kebutuhan dari kelompok yang ditargetkan dan<br />
bukan melalui pendekatan dari atas ke bawah saja (top down approaches). Langkahlangkah<br />
di atas harus terintegrasi dan implementasinya didahului dengan konsultasi dan<br />
publikasi terlebih dahulu.<br />
Program keselamatan di jalan raya harus berbasis informasi mengenai kecelakaan yang<br />
baik. Data mengenai kesehatan dan indikator sekunder harus dipertimbangkan<br />
sebagaimana sistem kepolisian yang semakin baik dan penting baik bagi perencanaan<br />
dan tujuan pengawasan.<br />
Dibutuhkan penelitian untuk mengembankan pendekatan baru untuk keselamatan jalan<br />
raya khusunya untuk mengubah perilaku dari komunitas paling rentan dan pengemudi<br />
moda transportasi massal. Evaluasi dari pendekatan ini menjadi penting, sebagai hasil<br />
dari proses pemahaman akan penelitian tersebut.<br />
The Global Road Safety Partnership (GRSP) adalah kunci penting bagi akses informasi<br />
keselamatan di jalan raya dan diseminasi rekomendasi.<br />
76 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
F.Safe Road for All: Post Agenda after 2015<br />
Berdasarkan dokumen ini, pendanaan dan penyertaan teknis untuk mendukung<br />
pembangunan nasional kapasitas keselamatan di jalan raya di negara berpendapatan rendah dan<br />
menengah sangat penting. Kini kita mengahadapi situasi dimana dana internasional yang<br />
tersedia untuk mendukung program dekade aksi akan habis pada 2015. Kita sangat butuh<br />
menemukan sumber baru pendanaan finansial untuk bagian kedua dari dekade aksi. Tahun 2015<br />
adalah tahun yang penting karena adanya agenda penting lainnya – diluncurkannya Tujuan<br />
Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) untuk menggantikan Tujuan Pembangunan Milenium<br />
(MDGs). Pencegahan dampak kecelakaan telah diabaikan paling tidak karena hal ini bukan<br />
menjadi prioritas dalam MDGs. Kita tidak dapat membiarkan untuk tertinggal lagi. Untuk lebih<br />
dari dua tahun ke depan harus dibuat kebijakan yang menarik bagi keselamatan di jalan raya<br />
dan transportasi darat untuk diikutsertakan pada agenda pembangunan pasca 2015 dalam hal<br />
kerjasama internasional pada pembangunan berkelanjutan.<br />
Rekomendasi kunci yang diberikan dari dokumen ini adalah:<br />
Keselamatan di jalan raya harus diakui dan disertai dalam kerangka Tujuan Pembangunan<br />
Berkelanjutan pasca 2015. Hal ini juga meliputi pengurangan atas tingkat kecelakaan<br />
secara global sebesar 50% pada 2030, yang diukur dari data dasar 2007-2010 oleh Global<br />
Status Report on Road Safety 2013 dari WHO. Hal ini konsisten dengan tujuan saat ini<br />
pada Decade of Action for Road Safety oleh PBB, untuk ‘menyetabilkan dan kemudian<br />
mengurangi’ tingkat fatalitas akibat kecelakaan di jalan raya secara global pada 2020.<br />
Integrasi tujuan tersebut dengan SDGs akan mengonfirmasi komitmen dari 100+ negara<br />
yang mensponsori Dekade Aksi hasil sidang umum PBB. Hal ini akan dibangun dan<br />
memperluas capaian terkini pada advokasi keselamatan jalan raya secara global dan<br />
menghubungkan pendekatan ‘Sistem Keselamatan’ dari Dekade Aksi menuju agenda yang<br />
lebih luas yaitu transportasi berkelanjutan dan kota layak tinggal yang lebih sehat.<br />
Pengaturan kecepatan berada pada fokus utama pendekatan ‘Sistem Keselamatan’. Sampai<br />
77 | A s esaat s m e<br />
ini<br />
n AWHO w a l RGlobal o a d s<br />
Status<br />
i d e S aReport f e t y<br />
2013<br />
P r o j emenunjukkan c t , 2 0 1 4<br />
bahwa hanya 59 negara yang<br />
memiliki batas kecepatan di perkotaan di bawah 50kph dan mengizinkan otoritas lokal<br />
untuk lebih jauh lagi mengurangi batas atas kecepatan ketika terdapat kehadiran
Hanya 26 negara yang mengatakan bahwa penegakan peraturan kecepatan mereka sebagai<br />
‘baik’. Program Pengkajian Jalan Raya Internasional (The International Road Assessment<br />
Programme) menemukan bahwa lebih dari 80% jalan raya di negara miskin dan<br />
berpendapatan menengah dimana terdapat pejalan kaki memiliki kecepatan 40km/jam<br />
atau lebih dan tidak ada pedestrian di sana. Harus ada upaya yang serius untuk<br />
menghubungkan batas kecepatan dengan proteksi fisik yang diberikan bagi pengguna jalan<br />
dengan jalan raya itu dan desain kendaraannya. Contoh awal harus diberikan oleh Bank<br />
Kerjasama Multilateral (MDBs) dengan menjamin bahwa desain kecepatan dinyatakan bagi<br />
jalan yang baru atau jalan yang ditingkatkan dibatasi untuk mencapai tingkat keselamatan<br />
minimum. MDB harus berkomitmen untuk memiliki kebijakan ini untuk semua proyejk<br />
jalan raya pada 2015.<br />
Pemerintah harus menyediakan komitmen yang kuat bagi konferensi tingkat menteri pada<br />
Dekade Aksi pada 2015 dan berpartisipasi untuk memberi tahu kemajuan mereka sejak<br />
konferensi pertama tingkat menteri dalam kerangka Global Road Safety diselenggarakan<br />
oleh Federasi Russia di Moscow pada 2009 dan diluncurkannya Dekade Aksi pada 2011.<br />
Konferensi tingkat menteri pada tahun 2015 harus membahas kekurangan serius pada<br />
pendanaan global bagi keselamatan di jalan raya dan mengajukan langkah-langkah praktis<br />
khusus dan kerjasama bagi integrasi upaya pencegahan dampak kecelakaan dengan<br />
kerangka pembangunan pasca 2015.<br />
Kita menyambut komitmen Ban Ki-moon, Sekretaris Jenderal PBB, untuk memasukkan<br />
transportasi berkelanjutan sebagai prioritas bagi Agenda Aksi 2012-2017 dari dia, dan<br />
kami merekomendasikan isu dukungan regional bagi transportasi dan keselamatan, dan<br />
bagaimana kebijakan transportasi dapat diorganisasi untuk memiliki suara lebih besar di<br />
PBB terutama dalam kelompok kerjanya.<br />
Lebih jauh lagi kami merekomendasikan Sekretaris Jenderal untuk mendirikan Kelompok<br />
Tingkat Tinggi untuk menilai kemajuan dalam implementasi dari Dekade Aksi 2011-2020.<br />
Tanggung jawab dari kelompok tersebut harus meliputi penilaian atas pendanaan global<br />
atas Dekade Aksi dengan pandangan untuk membuat rekomendasi dalam memacu<br />
78 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4<br />
sumber daya yang dibutuhkan untuk mempromosikan program pengurangan dampak<br />
kecelakaan di tingkat nasional dan regional dan untuk membuat laporan dan rekomendasi
pencegahan dampak kecelakaan dengan kerangka pembangunan pasca 2015.<br />
Sebelum pelaksanaan konferensi tingkat menteri kami mengupayakan pihak pemerintah<br />
untuk bekerja dengan Road Safety Collaboration PBB dan Regional Commissions PBB<br />
untuk mengidentifikasi area dimana kolaborasi keselamatan jalan raya bisa dilakukan.<br />
Sebagai contoh, target level regional harus dikembangkan konsisten dengan Dekade Aksi.<br />
Ini juga meliputi tingkat penggunaan sabuk pengaman dan helm; desain keselamatan<br />
minimum bagi performa infrastruktur jalan raya; pengaturan dan penegakan kebijakan<br />
kecepatan sesuai Sistem Keselamatan; penerapan regulasi keselamatan kendaraan dari<br />
PBB dan mendukung program penilaian bagi mobil baru pada tingkat regional. Inisiasi ini,<br />
di setiap bagian di dunia, dapat menolong menstimulasi aktivitas nasional, memicu<br />
kebanggan nasional dan mendapatkan hasil yang diinginkan oleh negara tersebut. Akan<br />
tetapi usaha tersebut memerlukan dana dan bantuan teknis.<br />
Katalis pendanaan bagi tahun-tahun awal Dekade Aksi ternyata masih kurang cukup, dan<br />
jauh di bawah level yang direkomendasikan pada laporan 1006 dari kami. Sampai saat ini<br />
masih belum ada komitmen baru untuk periode baru setelah tahun 2015, sehingga<br />
aktivitas pada periode kedua Dekade Aksi sampai saat ini belum mendapatkan pendanaan.<br />
Donor pemerintah yang biasanya memberikan dana, dan yang baru, harus mengakui<br />
bahwa kecelakaan di jalan raya sangat penting dalam kerangka pembangunan internasional<br />
berkelanjutan dan upayanya harus digandakan dalam hal investasi yang diberikan dalam<br />
keselamatan di jalan raya. Filantropi kesehatan dalam hal kesehatan masyarakat harus<br />
mengikuti bukti dari beban global dari penyakti dan memperhitungkan pencegahan<br />
dampak kecelakaan di jalan raya dalam portofolio mereka.<br />
Pada tingkat nasional, pemerintah membutuhkan lembaga yang dapat memimpin aksi lintas<br />
pemangku kebijakan dalam hal keselamatan di jalan raya. Efektivitas lembaga ini sering<br />
dibatasi oleh lemahnya pendanaan. Banyak contoh dari negara-negara yang memiliki<br />
lembaga tersebut dan dibiayai dari pajak atas penggunaan jalan tetapi belum ada penelitian<br />
yang bisa membandingkan metode terbaik yang dapat menuntun negara baru dengan<br />
tingkat kendaraan bermotor yang tinggi. Kami merekomendasikan studi komparasi<br />
79 | A s edilakukan s m e n Asecara w a l Rglobal o a d s iuntuk d e S amenilai f e t y perbedaan P r o j e c t , institusi 2 0 1 4 yang didanai dengan skema di<br />
atas atau asuransi dan laporan dari praktek terbaik.<br />
Dengan pendanaan publik yang terbatas di banyak negara di dunia, kami
pengembalian yang tinggi dari menyaingi program publik ini. Instrumen ini sangat<br />
potensial dalam mengatasi jurang antara sektor pemerintah, swasta, dan komunitas<br />
yang mendapatkan keuntungan dari trauma akibat kecelakaan yang lebih rendah (e.g.<br />
kesehatan, asuransi, hukum, bisnis) dan bagi yang memiliki solusinya (e.g. otoritas jalan<br />
raya, kepolisian, pendidikan dan teknologi kendaraan).<br />
Sebuah inisiatif pendanaan internasional yang baru juga diperlukan. Sudah tiba waktunya bagi<br />
perusahaan yang bergerak di sektor otomotif untuk turut membantu, untuk memenuhi<br />
tanggung jawab moral dan sosial dengan mendukung program inisiatif pendanaan inovatif untuk<br />
Dekade Aksi. Pembuat mobil dan turk, perusahaan asuransi, perusahaan bahan bakar,<br />
perusahaan penyewaan mobil, dan komponen otomotif serta jasa lainnya harus berkontribusi<br />
dengan membantu inisiatif pendanaan inovatif yang mendorong konsumen mereka untuk<br />
memberikan sedikit donasi pada setiap penjualan untuk mendukung pencegahan kecelakaan<br />
jalan raya global. Apabila sukses, usaha ini dapat memberikan pendanaan yang signifikan untuk<br />
mendorong implementasi Dekade Aksi Global untuk keselamatan di jalan raya pada level<br />
negara.<br />
80 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
81 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
82 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4
83 | A s e s m e n A w a l R o a d s i d e S a f e t y P r o j e c t , 2 0 1 4