26.07.2016 Views

Bisnis Jakarta 26 Juli 2016

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Ek bis<br />

<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>, Selasa <strong>26</strong> <strong>Juli</strong> <strong>2016</strong><br />

3<br />

PP Holding BUMN Migas Terbit Agustus<br />

JAKARTA - Menteri<br />

BUMN Rini Soemarno menargetkan<br />

penerbitan Peraturan<br />

Pemerintah (PP) pembentukan<br />

perusahaan induk<br />

(Holding Company) BUMN<br />

Migas yang menyatukan<br />

Pertamina dan PGN dimana<br />

Pertamina menjadi induk usaha<br />

induk usaha terealisasi<br />

pada Agustus <strong>2016</strong>. “PP<br />

Holding BUMN Migas diupayakan<br />

terbit Agustus <strong>2016</strong>.<br />

Ini bisa disebut pecah telur<br />

soal pembentukan holding<br />

BUMN,” kata Rini, di Kantor<br />

Kementerian BUMN, <strong>Jakarta</strong>,<br />

kemarin.<br />

Setelah PP Holding BUMN<br />

Migas terbit diharapkan menjadi<br />

pemacu terbitnya PP<br />

Holding lima sektor lainnya<br />

yaitu pertambangan, keuangan,<br />

jalan tol, perumahan serta<br />

konstruksi dan rekayasa.<br />

“PP Holding Migas Agustus,<br />

sedangkan PP Holding lainnya<br />

ditargetkan bisa terbit<br />

sebelum akhir <strong>2016</strong>,” ujarnya.<br />

Proses penerbitan PP<br />

Holding membutuhkan waktu<br />

karena harus dituntaskan<br />

antar lembaga seperti Kementerian<br />

Hukum dan<br />

HAM. “Inti dari pembentukan<br />

Holding BUMN antara<br />

lain tercapainya efisiensi<br />

dengan meminimalisasi biaya,<br />

memperluas investasi<br />

serta menghindari pengurangan<br />

karyawan. “Yang<br />

paling utama jangan sampai<br />

ada double investasi, seperti<br />

antara Pertamina dan<br />

PGN,” ujarnya.<br />

Deputi BUMN bidang Energi,<br />

Logistik dan Kawasan<br />

Edwin Hidayat mengatakan,<br />

draf PP holding BUMN energi<br />

sudah ditandatangani oleh<br />

Menteri BUMN, selanjutnya<br />

oleh Menteri Keuangan untuk<br />

kemudian disampaikan ke<br />

Sekretaris Negara. “Kami<br />

harapkan holding ini mendorong<br />

terciptanya efisiensi<br />

dan tidak ada lagi duplikasi<br />

investaso. Holding juga bisa<br />

bersinergi dengan PLN karena<br />

terkait dengan bauran energi<br />

yang butuh gas untuk<br />

menyelesaikan proyek 35.000<br />

MW,” ujar Edwin.<br />

Sementara itu, Direktur<br />

Keuangan PT Pertamina (Persero)<br />

Arief Budiman mengatakan<br />

dengan realisasi Holding<br />

BUMN Energi, maka setelah<br />

penggabungan diharapkan<br />

investasi hingga 2021<br />

bisa mencapai 1,5 miliar dolar<br />

AS. “Infrastruktur gas bisa<br />

berkembang lebih cepat, dan<br />

optimalisasi penggunaan Fasilitas<br />

Floting Storage and<br />

Regasification (FSRU) bisa<br />

terwujud,” ujarnya. (ant)<br />

Bidik Repatriasi,<br />

BUMN Terbitkan<br />

Obligasi Rp60 Triliun<br />

<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>/ist<br />

KOMODITAS STRATEGIS - Komisi IV DPR akan memperjuangkan lahirnya undang-undang yang akan melindungi industri kelapa sawit di Indonesia, karena kelapa sawit merupakan<br />

komoditas strategis.<br />

JAKARTA - Komisi IV DPR<br />

akan terus memperjuangkan<br />

lahirnya undang-undang yang<br />

akan melindungi industri kelapa<br />

sawit di Indonesia, karena<br />

kelapa sawit merupakan komoditas<br />

strategis. Anggota<br />

Komisi IV DPR, Firman Soebagyo<br />

mengatakan, kelapa<br />

sawit sangat strategis untuk<br />

kepentingan ekonomi, penciptaan<br />

lapangan kerja, pengentasan<br />

kemiskinan, pemerataan<br />

pembangunan di daerah,<br />

bahkan untuk konservasi<br />

lingkungan.<br />

“Kita jangan mau dibohongi<br />

negara maju yang mempropagandakan<br />

bahwa kelapa<br />

sawit merusak lingkungan.<br />

Kita lawan kampanye negatif<br />

itu, karena sawit adalah masa<br />

depan kita,” katanya.<br />

Beberapa poin penguatan<br />

sektor kelapa sawit akan dicantumkan<br />

di dalam RUU Perkelapasawitan<br />

yang masuk dalam<br />

Prolegnas tahun <strong>2016</strong>. Antara<br />

lain, Indonesia akan memiliki<br />

badan pengatur komoditas<br />

sawit yang menangani aspek<br />

hulu hingga hilir komoditas<br />

strategis ini.<br />

Badan ini berada di bawah<br />

dan bertanggung jawab langsung<br />

kepada presiden dan<br />

nantinya bisa mengakses dana<br />

dari APBN untuk kepentingan<br />

sawit nasional. “Badan ini hampir<br />

sama dengan BP Migas atau<br />

sama dengan Malaysia Palm Oil<br />

Board (MPOB) di Malaysia,”<br />

ujar Firman yang juga Wakil<br />

Ketua Baleg (Badan Legislasi)<br />

DPR.<br />

Dengan badan ini, nantinya<br />

semua produksi hingga transaksi<br />

tercatat, selain itu regulasi<br />

kebijakan soal sawit nanti<br />

akan dibuat oleh badan ini, termasuk<br />

standardisasi sawit.<br />

“Karena selama ini kita selalu<br />

dibenturkan dengan masalah<br />

standardisasi. Kita ini punya<br />

ISPO dan standar keberlanjutan<br />

wajib ini akan masuk dalam<br />

UU, sehingga posisinya akan<br />

lebih kuat. Jadi nantinya buyer<br />

harus menyesuaikan standar<br />

yang dibuat Indonesia,”<br />

katanya.<br />

Saat ini RUU tersebut sedang<br />

dalam tahap penyempurnaan<br />

naskah akademik dan<br />

sudah disepakati masuk dalam<br />

Prolegnas <strong>2016</strong>. Menurut dia,<br />

ditargetkan pada Maret-April<br />

2017 RUU tersebut sudah bisa<br />

diundangkan. RUU Perkelapasawitan<br />

secara formal menyatakan<br />

sawit sebagai komoditas<br />

strategis nasional, sehingga<br />

pemerintah wajib memberikan<br />

proteksi atas komoditas<br />

perkebunan tersebut.<br />

Menurut Firman, hadirnya<br />

UU yang khusus mengatur komoditas<br />

sawit sudah sangat<br />

mendesak di Indonesia, sebab<br />

secara realita sawit telah memberikan<br />

sumbangan sedikitnya<br />

Rp300 triliun pada 2015, naik<br />

dari tahun sebelumnya Rp250<br />

triliun, baik berupa devisa ekspor,<br />

pajak, maupun kontribusi<br />

lainnya.<br />

Angka ini jauh lebih tinggi<br />

dari sektor migas yang saat ini<br />

cadangannya terus menurun,<br />

namun telah memiliki regulasi<br />

tersendiri. Selain itu, Indonesia<br />

merupakan produsen dan<br />

pengekspor minyak sawit terbesar.<br />

Namun sawit di pasar<br />

internasional menjadi bulanbulanan<br />

negara penghasil<br />

minyak nabati lainnya dengan<br />

terus menerus menggaungkan<br />

kampanye hitam atas<br />

sawit. (ant)<br />

JAKARTA -<br />

Menteri BUMN<br />

Rini Soemarno<br />

memperkirakan<br />

sejumlah perusahaan<br />

milik negara<br />

siap menerbitkan<br />

obligasi sekitar<br />

Rp60 triliun untuk<br />

menyerap dana repatriasi<br />

hasil Program<br />

Tax Amnesty<br />

(pengampunan pajak).<br />

“Obligasi<br />

BUMN disiapkan<br />

dalam denominasi<br />

rupiah hingga Rp6<br />

Rini Soemarno<br />

triliun. Selain itu<br />

juga obligasi global<br />

sebesar Rp1,5 miliar dolar AS,” kata Rini, di kantor Kementerian<br />

BUMN, <strong>Jakarta</strong>, kemarin.<br />

Menurut Rini, penerbitan obligasi sejumlah BUMN<br />

tersebut bagian dari opsi instrumen yang digunakan untuk<br />

dapat menyerap dana repatriasi. Obligasi salah satu<br />

instrumen lainnya seperti penawaran saham kepada publik<br />

(IPO), sekuritisasi aset, “brown field” (pembiayaan<br />

proyek-proyek yang sedang dibangun dan penempatan<br />

dana di bank BUMN), right issue, investasi langsung maupun<br />

investasi pengembangan hortikultura, ujarnya pula.<br />

PT Pertamina akan menerbitkan global bond sebesar 1,5<br />

miliar dolar AS atau sekitar Rp19,8 triliun. Sedangkan BUMN<br />

yang akan menerbitkan obligasi rupiah, antara lain PT Bank<br />

Tabungan Negara yang akan direalisasikan pada akhir <strong>Juli</strong><br />

<strong>2016</strong>. Sedangkan empat BUMN yang akan menerbitkan saham<br />

baru (right issue) meliputi PT Jasa Marga (Persero),<br />

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT PP (Persero) Tbk, dan<br />

PT Waskita Karya (Persero). “Right issue 4 BUMN ini sedang<br />

proses mendapat persetujuan dari DPR,” ujarnya.<br />

Adapun yang diproyeksikan go public yaitu PT Tugu<br />

Pratama anak usaha Pertamina, dan Waskita Beton anak<br />

usaha Wakita Karya. Selain itu, ujar Rini, dana repatriasi<br />

juga bisa diserap oleh Holding Company PT Perkebunan<br />

Nusantara III yang bekerja sama dengan UKM untuk<br />

pengembangan sektor hortikultura.<br />

“PTPN III bisa menyediakan paket-paket investasi pada<br />

lahan seluas 100 hektare, 500 hektare, 1.000 hektare untuk<br />

dimanfaatkan mengembangkan tanaman hortikultura berupa<br />

sayuran, buah-buahan dengan UMKM,” ujarnya lagi.<br />

Khusus investasi langsung ditawarkan ekspansi refinary<br />

di Balikpapan dengan imbal hasil 15 persen, serta<br />

proyek jalan tol Bali (brown field). Pada sektor perbankan,<br />

ia membenarkan, empat bank BUMN telah mempersiapkan<br />

berbagai instrumen untuk menyerap dana repatriasi<br />

tersebut. “Prinsipnya, investasi itu bersifat jangka<br />

panjang, karena itu ditawarkan investasi di berbagai<br />

proyek-proyek BUMN,” ujar Rini lagi. (ant)<br />

Hasil Amnesti Pajak<br />

Belum Bisa Terlihat<br />

Amnesti Pajak akan Bantu Tekan LDR<br />

JAKARTA - Menteri Koordinator<br />

Bidang Perekonomian<br />

Darmin Nasution mengatakan<br />

hasil pelaksanaan program<br />

amnesti pajak belum dapat<br />

terlihat, karena secara efektif<br />

kebijakan pemerintah ini baru<br />

berlaku selama satu minggu.<br />

“Yang namanya satu minggu<br />

masa kamu ukur? Tunggu<br />

satu atau dua bulan ini baru<br />

kita menarik kesimpulan,” kata<br />

Darmin di <strong>Jakarta</strong>, kemarin.<br />

Ia mengatakan program<br />

amnesti pajak yang direncanakan<br />

berlangsung selama<br />

sembilan bulan atau hingga<br />

31 Maret 2017, belum tentu<br />

bisa diprediksi hasilnya<br />

dalam dua bulan, karena<br />

banyaknya pertimbangan.<br />

Salah satu faktor pertimbangan<br />

itu, kata dia, adalah kesediaan<br />

para wajib pajak untuk<br />

menjadi peserta amnesti pajak<br />

dalam waktu cepat, karena<br />

mereka harus mencari informasi<br />

maupun mengikuti<br />

prosedur administrasi terlebih<br />

dahulu. “Dua bulan bahkan<br />

belum cukup waktunya, karena<br />

masih banyak orang yang<br />

bertanya kiri dan kanan,” ungkap<br />

Darmin.<br />

Sebelumnya, Wakil Menteri<br />

Keuangan Mardiasmo mengungkapkan,<br />

deklarasi modal<br />

wajib pajak yang ikut program<br />

amnesti pajak sudah mencapai<br />

Rp400 miliar hingga Jumat (22/<br />

7). “Sudah Rp400 miliar<br />

yang deklarasi hartanya,”<br />

kata Mardiasmo.<br />

Sementara, Surat Pernyataan<br />

Harta (SPH) yang<br />

sudah masuk ke Direktorat<br />

Jenderal Pajak dalam rangka<br />

program pengampunan<br />

pajak, kata Mardiasmo,<br />

sudah mencapai lebih dari<br />

20 berkas.<br />

“Kemarin kan saya bilang<br />

Rp2 miliar uang tebusan<br />

itu dari Rp100 miliar, kan<br />

2 persen (pajak). Ini sudah<br />

lebih dari tiga kali, lebih dari<br />

itu (Rp6 miliar),” kata Mardiasmo<br />

yang juga merupakan<br />

Ketua DPN IAI kepada<br />

wartawan. (ant)<br />

Sumut Diminta Dukung<br />

Swasembada Pangan Nasional<br />

MEDAN - Menteri Pertanian<br />

Andi Amran Sulaiman<br />

meminta Pemerintah Provinsi<br />

Sumatera Utara tetap mendukung<br />

swasembada pangan<br />

nasional yang ditargetkan<br />

Presiden RI Joko Widodo.<br />

“Sumut harus bisa kembali<br />

menjadi produsen padi peringkat<br />

kelima atau bahkan keempat<br />

terbesar naaional,”<br />

ujarnya di Medan, kemarin.<br />

Ia mengatakan hal itu pada<br />

Rapat Koordinasi Pangan<br />

Provinsi Sumut serta penandatanganan<br />

Perjanjian Kesepakatan<br />

Kesanggupan Luas<br />

Tambah Tanam (LTT) dan Kesanggupan<br />

Capaian Serapan<br />

Gabah. Kesepakatan itu dilakukan<br />

antara dinas pertanian<br />

kabupaten/kota dan kodim se-<br />

Sumut di Kantor Gubernur<br />

Sumut. “Saya yakin Sumut akan<br />

kembali ke posisi nomor lima<br />

atau empat kalau LTT dilaksanakan<br />

“ ujar Mentan.<br />

Menurut Menteri, dewasa<br />

ini, Kementerian Pertanian<br />

berupaya untuk meningkatkan<br />

produksi padi di Indonesia<br />

dengan mengubah pola masa<br />

tanam. Salah satu cara adalah<br />

dengan meningkatkan luas tanam<br />

dan panen atau menjadi<br />

1.000.000 hingga 1,2 juta hektare<br />

dari sebelumnya yang<br />

maaih sekitar 500.000-an<br />

hektare.<br />

Cara lainnya adalah meningkatkan<br />

maksimal produksi<br />

di setiap <strong>Juli</strong>, Agustus,<br />

dan September. Pada bulanbulan<br />

itu, kata dia, merupakan<br />

waktu yang harus dijaga<br />

ketat karena merupakan<br />

kritikal poin, lintasan kritis<br />

untuk masa tanam. “Selama<br />

ini, padabulan tersebut jadi<br />

masa luas tambah tanamnya<br />

defisit sehingga berdampak<br />

menjadi bulan paceklik pada<br />

bulan Desember, Januari,<br />

dan Februari,” ujarnya. (ant)<br />

<strong>Bisnis</strong> <strong>Jakarta</strong>/ant<br />

TEKAN LDR - Dirut BTN Maryono (kedua kanan) didampingi jajaran direksi memberikan keterangan pers<br />

tentang kinerja BTN semester 1 tahun <strong>2016</strong> di <strong>Jakarta</strong>, kemarin. Maryono menilai limpahan dana repatriasi<br />

dari amnesti pajak sebesar Rp50 triliun akan menekan rasio pinjaman terhadap simpanan (loan to deposit<br />

ratio/LDR) perseroan yang mencapai 110 persen.<br />

JAKARTA - PT Bank<br />

Tabungan Negara (Persero)<br />

Tbk meyakini limpahan dana<br />

repatriasi dari amnesti pajak<br />

sebesar Rp50 triliun akan<br />

menekan rasio pinjaman terhadap<br />

simpanan (loan to deposit<br />

ratio) perseroan yang<br />

mencapai 110 persen. “Memang<br />

110 persen, namun bukan<br />

berarti kami kesulitan<br />

likuiditas. Itu karena kami<br />

mempunyai dana kredit jangka<br />

menengah dan panjang,”<br />

kata Direktur Utama<br />

Bank BTN Maryono di <strong>Jakarta</strong>,<br />

kemarin.<br />

Maryono membantah jika<br />

tingkat LDR yang ketat di<br />

atas 100 persen mengindikasikan<br />

BTN kesulitan<br />

likuiditas. Menurutnya, jika<br />

diperhitungkan dengan indikator<br />

lain, tingkat likuiditas<br />

BTN lebih baik. “Kalau<br />

melihat dari ‘financing to<br />

deposit ratio (FDR), kami<br />

berada di 97 persen,” ujarnya.<br />

Adapun, Bank Indonesia<br />

memasang batas atas<br />

LDR/LFR sebesar 92 persen,”<br />

katanya.<br />

Dia meyakini, setelah<br />

BTN resmi menjadi bank<br />

persepsi amnesti pajak,<br />

likuiditas akan terus membaik.<br />

Maryono optimistis<br />

perseroan akan memperoleh<br />

sedikitnya limpahan dana<br />

repatriasi sebesar Rp50 triliun.<br />

Direktur Keuangan BTN<br />

Iman Nugroho Soeko menerangkan,<br />

LDR perseroan<br />

tinggi, karena BTN memiliki<br />

portofolio yang luas untuk<br />

kredit jangka panjang. Dia<br />

menekankan LDR bukan<br />

satu-satunya indikator penentu<br />

kesehatan ikuiditas<br />

lembaga perbankan. “Kami<br />

juga patuhi ketentuan dari<br />

OJK mengenai prinsip kehati-hatian.<br />

Memang orang<br />

sering melihat likuiditas dari<br />

LDR, tetapi ini keliru buat<br />

kami,” imbuhnya.<br />

Untuk amnesti pajak, Iman<br />

menerangkan instrumen deposito<br />

diharapkan menjadi<br />

sarana penampung dana repatriasi<br />

yang bisa menekan<br />

LDR ke bawah 100 persen.<br />

“Mudah-mudahan Rp50 triliun<br />

bisa didapat. Instrumen<br />

deposito yang bisa<br />

menangkap untuk menekan<br />

LDR itu,” tegasnya.<br />

Instrumen lain untuk amnesti<br />

pajak, BTN juga menyiapkan<br />

produk Kontrak Investasi<br />

Kolektif-Efek Beragun<br />

Aset (KIK-EBA) dan<br />

EBA-SP yang ditargetkan<br />

meneyerap Rp10 triliun. Kemudian<br />

obligasi yang direncanakan<br />

Rp10 triliun, dan<br />

berbagai instrumen pasar<br />

keuangan seperti surat<br />

utang jangka menengah dan<br />

sertifikat deposit. (ant)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!