09.12.2012 Views

Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara

Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara

Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

(Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries)<br />

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA<br />

2001<br />

1


KATA PENGANTAR<br />

Laporan ini merupakan hasil akhir Kajian Model Vitalisasi Usaha Kecil<br />

Menengah diberbagai negara. Dalam kajian ini dibahas mengenai model konsep<br />

kebijakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikembangkan di Thailand,<br />

Indonesia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika. Selain itu juga dibahas<br />

analisis konsep kebijakan pengembangan UKM dan rekomendasi kebijakan<br />

pengembangan UKM yang perlu dipertimbangkan dalam rangka penerapannya di<br />

Indonesia.<br />

Laporan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengembangan<br />

UKM di beberapa negara dan alternatif strategi kebijakan pengembangan UKM yang<br />

dapat diimplementasikan dalam kerangka pengembangan UKM di Indonesia.<br />

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedutaan besar<br />

Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, Amerika, kedutaan negara sahabat<br />

lainnya dan instansi yang terkait dengan UKM seperti MenegKop dan PKM, the ASIA<br />

Foundation, yang telah memberikan data dan informasi baik berupa makalah, buku, dan<br />

laporan maupun melalui wawancara dalam rangka pelaksanaan kegiatan ini.<br />

Semoga hasil kajian yang tertuang dalam naskah laporan ini memberi manfaat<br />

yang baik bagi masyarakat luas, khususnya bagi para pengambil keputusan di tingkat<br />

pemerintah pusat dan daerah.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

Jakarta, Desember 2001<br />

Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan<br />

<strong>Administrasi</strong> Pembangunan dan Otomasi<br />

<strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong><br />

Drs. Idup Suhady, Msi.<br />

i


EXECUTIVE SUMMARY<br />

Kajian Model Vitalisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Berbagai<br />

<strong>Negara</strong> bertujuan untuk mengkaji konsep kebijakan dan penerapan<br />

pengembangan UKM di berbagai negara serta merumuskan model vitalisasi<br />

UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Dalam kajian ini dibahas konsep<br />

kebijakan pengembangan UKM di Thailand, Indonesia, Jepang, Taiwan, Korea<br />

Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat dan penerapannya di negara tersebut.<br />

Hasil analisis komparatif dan rekomendasi kajian adalah seperti dipaparkan<br />

dibawah ini.<br />

Upaya untuk menghilangkan peminggiran (marjinalisasi) terhadap usaha kecil<br />

dan menengah (UKM) di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai cara. Pada<br />

dasarnya marjinalisasi UKM ini merupakan persoalan aksesibilitas dan<br />

akomodasi terhadap perumusan kebijakan-kebijakan publik yang dapat<br />

dihilangkan kalau pemerintah, melakukan presures (tekanan-tekanan) yang<br />

efektif terhadap upaya tersebut, sehingga produk kebijakan yang dihasilkan tidak<br />

selalu merugikan UKM.<br />

Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />

terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />

Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan BPS, BI,<br />

Depperindag, BKPM dan UU No. 9 tahun 1995, menjadi salah satu faktor yang<br />

membuat sektor ini terkesampingkan. Di negara lain, seperti Thailand, Jepang,<br />

Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia, definisi UKM amat jelas dibedakan dari<br />

segi batas jumlah tenaga kerja dan jumlah modal yang dimiliki oleh UKM, kecuali<br />

Amerika Serikat yang hanya membatasi dari segi jumlah tenaga kerjanya saja.<br />

Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />

UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />

dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />

rata-rata UKM dibeberapa negara yang telah disebutkan di atas adalah lebih dari<br />

90% dari total keseluruhan kegiatan usaha dibidang ekonomi. Selain itu sektor<br />

UKM memberikan kontribusi yang nyata dalam penambahan PDB negara –<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

ii


negara tersebut. Dengan demikian peran UKM sangat vital dalam pertumbuhan<br />

perekonomian suatu negara.<br />

Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />

persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di Thailand, Jepang, Taiwan,<br />

Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Secara umum perbedaan<br />

kebijakan pengembangan UKM terdiri dari segi pendanaan dan keuangan,<br />

teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk, pemasaran dan promosi<br />

produk UKM, serta pengembangan sumber daya manusia sektor UKM.<br />

Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah adanya institusi<br />

tersendiri yang menangani kebijakan UKM di beberapa negara, seperti Small<br />

Medium Business Administration - SMBA (Korea Selatan), Small Medium<br />

Enterprises Administration - SMEA (Taiwan), Small Business Administration -<br />

SBA (Amerika), Small Medium Industry Development Cooperation - SMIDEC<br />

(Malaysia), SME promotion commision (Thailand) dan Japan Small Medium<br />

Enterprise Corporation - JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia ada dua<br />

yaitu MenegKop dan PKM dan Depperindag, yang kadangkala menimbulkan<br />

dualisme kebijakan yang saling tumpang tindih.<br />

Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dan lembaga penelitian<br />

dalam mengembangkan UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan<br />

Thailand. Indonesia, Malaysia dan Amerika belum sepenuhnya melibatkan<br />

peran universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan UKM.<br />

Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan, Korea<br />

Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada UKM<br />

selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand mendapat<br />

bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri. UKM di<br />

Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />

Program kegiatan pendanaan UKM yang dilaksanakan di Indonesia berupa<br />

pemberian kredit secara umum dan insentif pajak, sedangkan Thailand, Taiwan,<br />

Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika mempunyai program yang lebih<br />

variatif, seperti insentif investasi, dana pemulihan ekonomi, dan SME equity fund<br />

(Thailand), subsidi bunga, kredit modal usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

iii


Selatan, Taiwan dan USA), kredit investasi, (Jepang, Taiwan, Korea Selatan),<br />

subsidi nilai tukar (Korea Selatan) pendanaan perdagangan, bantuan promosi<br />

ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />

peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />

Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />

produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />

kepada teknologi tepat guna dan teknologi informasi. Sedangkan Thailand,<br />

Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi<br />

UKM berorientasi kepada teknologi modern dan high technology yang<br />

mengedepankan inovasi serta hak kekayaan intelektual dan paten.<br />

Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />

belum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />

namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />

Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />

mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />

internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />

commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />

Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />

commerce dalam pemasaran UKM.<br />

Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, Pendidikan dan<br />

Pelatihan (Diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />

oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM- nya<br />

Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />

kewirausahawan dan Diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />

Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada Diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />

tingkatannya, misalnya Diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />

Amerika), Training of Trainers (TOT) (Jepang dan Taiwan), Diklat pemanfaatan<br />

teknologi maju (Korea Selatan, Malaysia dan Amerika), Diklat pemberdayaan<br />

UKM bagi wanita (Taiwan dan Amerika), dan Diklat kepemimpinan (Amerika).<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

iv


Dari paparan komparatif di atas rekomendasi strategi kebijakan<br />

pengembangan UKM yang perlu dipertimbangkan untuk dapat diterapkan oleh<br />

pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:<br />

1. Rekomendasi kebijakan untuk tataran konsep kebijakan pengembangan UKM<br />

di Indonesia. Rekomendasi kebijakan jangka pendek adalah diperlukan<br />

koordinasi antar institusi pemerintah untuk tetap memiliki konsistensi dalam<br />

membuat konsep kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang perlu adanya<br />

perubahan terhadap undang-undang usaha kecil yang memasukan platform<br />

kebijakan dan yang melibatkan semua stakeholders (pihak terkait).<br />

2. Rekomendasi kebijakan pandangan umum terhadap kebijakan<br />

pengembangan UKM. Dalam jangka pendek pemerintah perlu membedakan<br />

dengan jelas apakah kebijakan UKM adalah kebijakan ekonomi atau<br />

kebijakan kesejahteraan. Sedangkan kebijakan jangka panjangnya UKM<br />

harus dipandang sebagai unit ekonomi yang dilakukan dengan pendekatan<br />

bisnis.<br />

3. Rekomendasi kebijakan institusi pemerintah. Rekomendasi kebijakan jangka<br />

pendeknya adalah perlu adanya koordinasi yang intensif antara Menteri<br />

<strong>Negara</strong> dan departemen yang menangani UKM. Sedangkan dalam jangka<br />

panjangnya hanya ada satu institusi yang menjadi pembuat kebijakan UKM.<br />

4. Rekomendasi kebijakan peran pemerintah dalam pengembangan UKM.<br />

Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah masalah teknis UKM dapat<br />

diberikan kepada institusi profesional, misalnya pihak universitas atau swasta.<br />

Peran pemerintah hanya sebagai fasilitator bagi pengembangan UKM.<br />

Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung keterlibatan<br />

universitas dan swasta dalam mengembangkan UKM agar tercapai efektifitas<br />

dan efisiensi usaha.<br />

5. Rekomendasi kebijakan pasar terbuka. Dalam jangka pendek pemerintah<br />

Indonesia perlu mempromosikan konsep dan ide tentang pasar bebas<br />

terhadap UKM. Dalam jangka panjang pemerintah perlu mengusahakan agar<br />

UKM secara bertahap mengarahkan pemasaran produknya kepada pasar<br />

regional dan global.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

v


6. Rekomendasi kebijakan perdagangan domestik. Dalam jangka pendek<br />

pemerintah perlu mengurangi masalah perdagangan antar pulau dan antar<br />

daerah. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu menerbitkan<br />

undang-undang perdagangan domestik untuk mengurangi atau<br />

menghilangkan gangguan-gangguan dalam melakukan usaha perdagangan.<br />

7. Rekomendasi kebijakan pembentukan asosiasi dan kamar dagang. Dalam<br />

jangka pendek KADIN harus memberikan kewenangan kepada KADINDA<br />

untuk membantu mengembangkan UKM di daerah. Sedangkan dalam jangka<br />

panjang pemerintah diharapkan dapat mendukung usaha untuk mendirikan<br />

asosiasi terutama asosiasi UKM.<br />

8. Rekomendasi kebijakan pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Dalam<br />

jangka pendek pemberian kredit kepada UKM agar dilakukan secara<br />

profesional. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />

pertumbuhan institusi keuangan yang efisien dan tidak diskriminatif kepada<br />

UKM.<br />

9. Rekomendasi kebijakan status hukum UKM. Dalam jangka pendek<br />

pemerintah pusat perlu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah<br />

untuk dapat memberikan ijin usaha. Sedangkan dalam jangka panjang<br />

pemberian ijin perlu dirubah menjadi pemberian register atau tanda daftar<br />

usaha kecuali untuk usaha tertentu.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

vi


Daftar Isi<br />

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... I<br />

EXECUTIVE SUMMARY ......................................................................................................................... II<br />

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................VII<br />

DAFTAR TABEL....................................................................................................................................... IX<br />

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................1<br />

1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................................1<br />

1.2. PERUMUSAN MASALAH ........................................................................................................................2<br />

1.3. TUJUAN.................................................................................................................................................2<br />

1.4. SASARAN...............................................................................................................................................3<br />

1.5. OUTPUT DAN MANFAAT.......................................................................................................................3<br />

1.6. METODE KAJIAN..................................................................................................................................3<br />

1.7. JADWAL PELAKSANAAN......................................................................................................................5<br />

1.8. SISTEMATIKA ......................................................................................................................................5<br />

BAB. II KERANGKA TEORI .....................................................................................................................6<br />

2.1. TINJAUAN UMUM .................................................................................................................................6<br />

2.2. DEFINISI MODEL VITALISASI UKM....................................................................................................9<br />

2.3. FAKTOR-FAKTOR PENINGKATAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. ...................15<br />

BAB. III KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI<br />

BERBAGAI NEGARA ...............................................................................................................................17<br />

3. 1 GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH...............................17<br />

3. 2. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI THAI<strong>LAN</strong>D ...........................................................17<br />

3.2.1. Gambaran Umum UKM di Thailand. ..........................................................................................17<br />

3.2.2. Undang-Undang Promosi UKM..................................................................................................19<br />

3.2.3. Masalah yang dihadapi UKM dalam melakukan kegiatan usahanya..........................................19<br />

3.2.4. Kebijakan pemerintah Thailand dalam pengembangan UKM. ...................................................20<br />

3.2.5. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Thailand.......................................22<br />

3.3. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI INDONESIA ...........................................................22<br />

3.3.1. Gambaran Umum UKM di Indonesia..........................................................................................22<br />

3.3.2. Kendala dan Peluang ..................................................................................................................23<br />

3.3.3. Strategi Kebijakan Pengembangan UKM....................................................................................24<br />

3.3.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Indonesia .....................................28<br />

3.4.KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI JEPANG..................................................................29<br />

3.4.1. Gambaran Umum UKM di Jepang..............................................................................................29<br />

3.4.2. Dasar-dasar Penetapan Kebijakan UKM di Jepang. ..................................................................29<br />

3.4.3. Kerangka Dasar Kebijakan Pemerintah Jepang Dalam Pengembangan UKM..........................30<br />

3.4.4. Dasar Hukum UKM di Jepang. ...................................................................................................31<br />

3.4.5. Implementasi Kebijakan Pengembangan UKM di Jepang ..........................................................32<br />

3.4.6. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Jepang..........................................33<br />

3.5. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI TAIWAN................................................................33<br />

3.5.1. Gambaran Umum UKM di Taiwan. ............................................................................................33<br />

3.5.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan ...................................................................36<br />

3.5.3. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Taiwan. ........................................43<br />

3.6. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI KOREA SELATAN .................................................43<br />

3.6.1. Gambaran Umum UKM di Korea Selatan...................................................................................43<br />

3.6.2. Arah Kebijakan Umum Pengembangan UKM.............................................................................46<br />

3.6.3. Kebijakan Pemberian Bantuan kepada UKM..............................................................................46<br />

3.6.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Korea Selatan ..............................54<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

vii


3. 7. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI MALAYSIA..........................................................54<br />

3.7.1. Gambaran Umum UKM di Malaysia...........................................................................................54<br />

3.7.2. Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia .............................................................................55<br />

3.7.3. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Malaysia.......................................58<br />

3.8. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI AMERIKA SERIKAT. .............................................58<br />

3.8.1. Gambaran umum UKM di Amerika Serikat.................................................................................58<br />

3.8.2. Strategi Kebijakan pengembangan UKM di Amerika..................................................................60<br />

3.8.3. Beberapa fakta dan data tentang UKM di Amerika. ..................................................................63<br />

3.8.4. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Amerika Serikat............................64<br />

BAB IV ANALISIS KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM .................................66<br />

DI BEBERAPA NEGARA..........................................................................................................................66<br />

4.1. ANALISIS KOMPARATIF VITALISASI UKM ......................................................................................66<br />

4.2. ANALISIS KOMPARATIF KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM...........................................68<br />

BAB V PENUTUP .......................................................................................................................................79<br />

5.1. KESIMPU<strong>LAN</strong> ......................................................................................................................................79<br />

5.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI INDONESIA .................................................81<br />

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................85<br />

LAMPIRAN..................................................................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

viii


DAFTAR TABEL<br />

TABLE 1 . TAHAPAN DAN OPERASIONALISASI KAJIAN .....................................................................................3<br />

TABLE 2 . KENDALA DAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH PENDANAAN UKM .........................................13<br />

TABLE 3. KERANGKA PIKIR MODEL VITALISASI UKM..................................................................................16<br />

TABLE 4. DEFINISI UKM DI THAI<strong>LAN</strong>D..........................................................................................................18<br />

TABLE 5. PERUBAHAN DASAR HUKUM UKM DI JEPANG ...............................................................................31<br />

TABLE 6 . ECONOMIC GROWTH RATE IN THE ASIAN COUNTRIES, 1999...........................................................34<br />

TABLE 7. PINJAMAN KHUSUS BAGI UKM TAIWAN ........................................................................................40<br />

TABLE 8. DEFINISI UKM DI KOREA SELATAN................................................................................................44<br />

TABLE 9. JUMLAH PEKERJA UKM DI KOREA SELATAN .................................................................................45<br />

TABLE 10. JUMLAH UKM DI KOREA SELATAN ..............................................................................................45<br />

TABLE 11. INDUSTRIAL AND TECHNICAL ASSISTANCE FUND MATCHING FUND ............................................58<br />

TABLE 12. REKOMENDASI MODEL VITALISASI UKM DI INDONESIA..............................................................84<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

ix


Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

x


1.1. Latar Belakang<br />

BAB I<br />

PENDAHULUAN<br />

Berbagai paket kebijakan pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis tahun<br />

1997 lebih difokuskan pada struktur konglomerasi sebagai ‘soko guru’<br />

perekonomian nasional. Hal ini diindikasikan oleh berbagai program pemerintah<br />

yang ditujukan untuk pemulihan kembali kegiatan ekonomi berbasis<br />

konglomerasi. Misalnya, program rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi<br />

utang swasta sebagai program utama yang memerlukan biaya ekonomi yang<br />

sangat mahal (very high cost economy).<br />

Output yang diharapkan dari program pemberdayaan ekonomi berbasis<br />

konglomerasi ini adalah tercapainya langkah privatisasi yaitu pemerintah akan<br />

menerima hasil dari penjualan aset-aset yang sangat diharapkan dapat dibeli<br />

pihak asing. Dengan demikian sangat dimungkinkan apabila beberapa<br />

perusahaan besar yang merupakan penyangga utama (main buffer)<br />

perekonomian Orde Baru dapat habis terjual kepada pihak asing.<br />

Dengan berkembangnya trend perubahan status kepemilikan mayoritas<br />

perusahaan berskala besar menjadi milik pihak asing, maka pelaku (actor)<br />

perekonomian nasional yang masih tersisa adalah sektor-sektor ekonomi rakyat<br />

yang terdiri dari usaha kecil dan menengah (small & medium enterprises) yang<br />

mencakup sektor pertanian dan industri manufaktur yang luas, yang relatif<br />

terhindar dari krisis. Sektor ini menjadi tumpuan harapan publik sehingga<br />

reformasi ekonomi perlu diorientasikan pada transformasi ekonomi yang lebih<br />

mengedepankan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Selain itu sektor UKM<br />

mempunyai andil yang sangat besar dalam perekonomian nasional karena dinilai<br />

telah mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi<br />

yang luas kepada masyarakat. Sektor UKM juga mempunyai kemampuan untuk<br />

berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat<br />

pada masa krisis. Oleh karenanya, peran UKM perlu diperluas agar sektor UKM<br />

dapat semakin tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan mandiri.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

1


Sebagai bahan perbandingan, pesatnya perkembangan usaha kecil dan<br />

menengah di Jepang dan Amerika Serikat menyebabkan sektor ini dapat<br />

menjadi salah satu pilar ekonomi negara tersebut. UKM di Jepang memberikan<br />

kontribusi yang besar terhadap perusahaan berskala besar dalam mendorong<br />

daya saing ekonomi bangsa (national competitiveness). Kondisi ini dapat dicapai<br />

melalui suatu paket kebijakan yang dapat mendorong peran UKM sehingga<br />

memiliki peran yang vital dalam perekonomian negara. Sehubungan dengan hal<br />

tersebut diatas maka upaya pengembangan UKM di Indonesia dapat meniru<br />

(benchmark) model vitalisasi usaha kecil dan menengah di negara lain (seperti<br />

Jepang dan Amerika Serikat) yang telah memiliki usaha kecil dan menengah<br />

yang kuat dalam perekonomian negaranya.<br />

Atas dasar hal di atas, <strong>Lembaga</strong> <strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong> memandang perlu<br />

untuk melakukan kajian tentang model vitalisasi UKM di berbagai negara<br />

sebagai bahan rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di Indonesia.<br />

1.2. Perumusan masalah<br />

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang<br />

dibahas dalam kajian ini adalah:<br />

a. Bagaimanakah konsep kebijakan dan penerapan pengembangan UKM di<br />

berbagai negara?<br />

b. Bagaimanakah model vitalisasi UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia?<br />

1.3. Tujuan<br />

Kajian model vitalisasi UKM dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran<br />

yang komprehensif berupa perbandingan berbagai model kebijakan<br />

pengembangan UKM serta penerapan yang dilaksanakan di berbagai negara.<br />

Adapun tujuan kajian ini adalah untuk:<br />

1. Mengkaji konsep kebijakan pengembangan UKM serta penerapannya di<br />

berbagai negara<br />

2. Merumuskan model vitalisasi UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

2


1.4. Sasaran<br />

Adapun sasaran dari kajian ini adalah terumuskannya berbagai alternatif<br />

strategi pengembangan UKM dalam rangka vitalisasi peran sektor tersebut.<br />

1.5. Output dan Manfaat<br />

Keluaran (output) dan manfaat dari kajian ini adalah tersedianya:<br />

1. Gambaran mengenai pengembangan UKM di berbagai negara<br />

2. Alternatif strategi kebijakan pengembangan UKM yang dapat<br />

diimplementasikan dalam kerangka pengembangan UKM di Indonesia<br />

1.6. Metode kajian.<br />

Kajian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan<br />

analisis komparatif tentang model vitalisasi UKM di berbagai negara. Analisis<br />

komparatif ini dilakukan dengan cara menganalisis beberapa parameter yang<br />

dipandang sebagai determinan terhadap pengembangan UKM sehingga<br />

diharapkan tersedianya gambaran secara menyeluruh model vitalisasi UKM<br />

tersebut termasuk persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang<br />

terdapat dalam parameter tertentu (Sarundajang, 2001).<br />

Adapun tahapan-tahapan dan operasionalisasi kegiatan yang dilakukan<br />

dalam rangka pelaksanaan kajian ini dapat dilihat dalam tabel berikut.<br />

Table 1 . Tahapan dan Operasionalisasi Kajian<br />

No. TAHAP KEGIATAN OUTPUT<br />

1. Pengumpulan kepustakaan<br />

dan dokumentasi<br />

2. Penyusunan Research<br />

Design / dan kelengkapan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

• Mengumpulkan text book,<br />

karya tulis dan dokumen<br />

yang berhubungan dengan<br />

UKM<br />

• Korespondensi<br />

• Menyusun research design,<br />

instrumen penelitian, dan<br />

3<br />

• Terkumpulnya berbagai text<br />

book, karya tulis, dan berbagai<br />

dokumen tentang UKM<br />

• Tersusunnya kerangka pikir<br />

kegiatan kajian<br />

•<br />

• Tersusunnya research design,<br />

instrumen penelitian


persiapan penelitian<br />

(laporan awal)<br />

3. Studi banding/komparatif<br />

melalui seminar Model<br />

Vitalisasi UKM di<br />

Berbagai <strong>Negara</strong><br />

bahan kelengkapannya<br />

sebagai laporan pertama<br />

hasil kajian teoritis<br />

• Melakukan studi banding<br />

dan komparasi tentang<br />

model vitalisasi UKM di<br />

beberapa negara<br />

4. Analisis komparatif • Mengidentifikasi dan<br />

klasifikasi model vitalisasi<br />

UKM dibeberapa negara<br />

• Mengidentifikasi hambatan<br />

dalam pengembangan UKM<br />

di Indonesia<br />

5. Penulisan dan Penyusunan<br />

Laporan akhir Sementara<br />

• Menganalisis hasil studi<br />

banding<br />

• Menganalisis strategi<br />

kebijakan pengembangan<br />

UKM yang dapat<br />

diterapkan di Indonesia<br />

6. Ekspose hasil kajian • Memaparkan analisis hasil<br />

kajian (Laporan Akhir<br />

Sementara) pada forum<br />

pimpinan <strong>LAN</strong><br />

7. Penulisan Laporan Akhir<br />

(Final <strong>Report</strong>)<br />

♦ Merevisi Laporan Akhir<br />

Sementara berdasarkan hasil<br />

ekspose yang dilaksanakan<br />

Narasumber dalam kajian ini meliputi :<br />

• Tersusunnya laporan awal<br />

kajian<br />

4<br />

• Tersusunnya laporan yang berisi<br />

model vitalisasi UKM di<br />

beberapa negara<br />

• Tersusunnya laporan gambaran<br />

empiris mengenai<br />

pengembangan UKM di<br />

beberapa negara<br />

• Teridentifikasinya hambatan<br />

bagi pengembangan UKM di<br />

Indonesia<br />

• Tersusunnya Laporan akhir<br />

sementara dan rekomendasi<br />

kebijakan sebagai bahan ekpose<br />

• Terkumpulnya berbagai<br />

masukan, kritik dan saran bagi<br />

penyempurnaan laporan akhir<br />

kajian<br />

♦ Tersusunnya Laporan Akhir<br />

Kajian dan rekomendasi<br />

kebijakan model vitalisasi UKM<br />

- Duta besar dan perwakilan dari kedutaan besar Jepang, Korea Selatan,<br />

Thailand, Amerika Serikat (The Asia Foundation), dan Malaysia<br />

- Pejabat Instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan UKM<br />

- Pejabat struktural dan fungsional <strong>LAN</strong> yang mempunyai kompetensi dalam<br />

bidang UKM<br />

Adapun negara-negara yang menjadi pembanding dalam kajian ini<br />

adalah: (1).Thailand; (2). Indonesia; (3). Jepang; (4). Taiwan; (5). Korea Selatan;<br />

(6). Malaysia; dan (7). Amerika<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>


1.7. Jadwal Pelaksanaan.<br />

Pelaksanaan kajian ini berjangka waktu 9 (sembilan) bulan pada tahun<br />

anggaran 2001.<br />

1.8. Sistematika<br />

Laporan hasil kajian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab. I,<br />

pendahuluan yang memuat latar belakang kajian, perumusan masalah, maksud<br />

dan tujuan, sasaran, output dan manfaat kajian, metode kajian, jadwal<br />

pelaksanaan dan sistematika penulisan. Bab. II, memuat tinjauan pustaka yang<br />

berisi tentang tinjauan umum UKM, definisi-definisi dan kerangka kajian model<br />

vitalisasi UKM di berbagai negara. Bab. III, mengenai konsep kebijakan<br />

pengembangan UKM di berbagai negara yang mengulas berbagai konsep<br />

kebijakan UKM di berbagai negara. Bab. IV, analisis perbandingan strategi<br />

kebijakan pengembangan UKM dibeberapa negara. Bab. V, penutup yang<br />

membahas kesimpulan model vitalisasi UKM dibeberapa negara dan<br />

rekomendasi strategi kebijakan UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

5


2.1. Tinjauan Umum<br />

BAB. II<br />

KERANGKA TEORI<br />

Selama dua dekade sektor manufaktur Indonesia yang didominasi oleh UKM<br />

mengalami pertumbuhan yang sangat cepat yaitu rata-rata 12 % per tahun pada<br />

periode tahun 1965 – 1980 dan 12,7 % per tahun pada periode 1980- 1989<br />

(Thee Kian Wie, 1993, hal. 1). Selain itu sektor ini pada tahun 1992 telah<br />

menyumbangkan lebih dari 20% terhadap Gross Domestic Product Indonesia<br />

(GDP) dan juga memberikan peningkatan kontribusi terhadap nilai tambah dan<br />

ekspor sektor manufaktur dunia. Oleh karena prestasi Indonesia dalam<br />

peningkatan sektor manufaktur tersebut dibandingkan dengan negara<br />

berkembang lainnya, maka Indonesia dianggap sebagai negara yang mendekati<br />

standar Newly Industrialized Country (NIC) versi Organization for Economic<br />

Cooperation and Development (OECD) dan versi Prof. Bela Balassa pada tahun<br />

1990 (Ezaki, 1991).<br />

Peningkatan status Indonesia pada tataran internasional tersebut tidak<br />

terlepas dari peran usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia yang telah<br />

memberikan kontribusi ekspor terbesar pada masa krisis yaitu ekspor tekstil dan<br />

produk tekstil, mebel, mainan anak-anak, kerajinan kulit, rotan dan kelapa sawit<br />

(Kompas, 20-2-2001). Selain itu UKM juga mempunyai peranan yang penting<br />

dalam rangka peningkatan penyerapan tenaga kerja dan ekspor. Sebagai contoh<br />

di Jawa Tengah jumlah UKM mencapai lebih dari 1.747.266 unit usaha atau<br />

meliputi 30% dari potensi ekonomi di Indonesia dengan nilai ekspor sebesar<br />

1.155 milyar dolar AS pada tahun 1998 dan mampu menyerap lebih dari 7.000<br />

tenaga kerja pada tahun 1997-1998 (Republika, 18-3-2000). Hal ini sesuai<br />

dengan laporan Bank Dunia (2001) bahwa UKM lebih cenderung memusatkan<br />

diri pada peningkatan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja.<br />

Selain itu pengembangan UKM memegang peranan penting tidak hanya<br />

dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan tetapi juga sebagai<br />

promosi bagi terjalinnya masyarakat yang lebih pluralis. Oleh karenanya perlu<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

6


ada pendekatan baru dalam meningkatkan efektifitas strategi dan program<br />

pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan UKM. Tantangan besar<br />

dalam mengembangkan UKM adalah membangun keberhasilan pengelolaan<br />

lembaga keuangan mikro (LKM), meningkatkan kegiatan keuangan UKM dan<br />

penyediaan jasa non financial kepada UKM (Ismawan, 2001).<br />

World Bank (2001) memberikan petunjuk tentang prinsip dasar strategi<br />

pengembangan UKM yaitu :<br />

a. Menciptakan lapangan usaha. Faktor utama keberhasilan pengembangan<br />

strategi UKM adalah penyiapan lingkungan usaha yang dapat membantu<br />

UKM berkompetisi dalam lapangan usaha yang sama, baik produk maupun<br />

jasanya. Untuk membangun lapangan usaha tersebut, pemerintah perlu<br />

mengevaluasi kembali pendanaan dan manfaat regulasi yang berlaku dan<br />

hambatan pengembangan UKM. Selain itu pemerintah juga dituntut untuk<br />

melaksanakan regulasi yang dibutuhkan UKM secara fleksibel dan<br />

menerapkan kebijakan kompetisi dan proteksi barang untuk membuka<br />

peluang pasar bagi UKM.<br />

b. Menentukan kebijakan pengeluaran publik dengan memanfaatkan sumber<br />

daya publik secara efektif. Pemerintah perlu mendesain suatu strategi yang<br />

jelas dan terkoordinasi bagi pengembangan UKM yang tepat dan adil serta<br />

efisien memisahkan tujuan-tujuan kebijakan tersebut. Kebijakan pengeluaran<br />

publik perlu diarahkan pada target sumber daya dan jasa yang diminati oleh<br />

pasar dan ada justifikasi yang jelas atau pertimbangan keadilan bagi<br />

penggunaan sumber daya publik tersebut. Dengan menggunakan metodologi<br />

keuangan mikro dan operasionalisasi pelayanan maka perkembangan UKM<br />

dapat dinilai berdasarkan kriteria kinerja, efektifitas biaya, kelanggengan<br />

keuangan dan dampak pelayanannya kepada publik.<br />

c. Mendorong keterlibatan swasta dalam menyediakan layanan keuangan dan<br />

layanan lainnya. Di beberapa negara berkembang, UKM tidak mempunyai<br />

akses terhadap institusi atau lembaga yang dapat membantu UKM sesuai<br />

dengan kebutuhan UKM tersebut. Untuk itu pemerintah perlu memastikan<br />

bahwa UKM memiliki akses yang besar terhadap institusi atau lembaga<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

7


antuan tersebut dalam rangka mengembangkan UKM. Oleh karenanya<br />

pemerintah perlu berusaha untuk mengembangkan pasar yang dikelola<br />

swasta yang layanannya sesuai dengan kebutuhan UKM yang mendorong<br />

pengembangan pasar baik dari segi penawaran dan permintaan (supply dan<br />

demand).<br />

Sehubungan dengan prinsip dasar tersebut dalam rangka mengembangkan<br />

UKM, Sri Mulyani Indrawati (1997) menyarankan agar pemerintah perlu<br />

mengadakan intervensi kebijakan. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk<br />

meningkatkan peran UKM dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Intervensi<br />

yang perlu dilakukan pemerintah adalah pada:<br />

a. Kebijakan kredit. Kebijakan pemberian kredit kepada UKM ini merupakan<br />

bagian dari kebijakan keuangan UKM (financial policy) yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintah melalui Bank Indonesia. Bank Indonesia mengeluarkan peraturan<br />

bagi bank komersial baik bank domestik maupun bank asing untuk<br />

mengalokasikan dana kredit untuk UKM sebesar 20% dari total keseluruhan<br />

dana kreditnya. Pemberian alokasi kredit ini harus sesuai dengan harga<br />

pasar dan tanpa ada bantuan subsidi bunga dari pemerintah.<br />

b. Kebijakan kompetisi dan proteksi. Kebijakan ini dipandang sebagai bagian<br />

dari kebijakan untuk memasarkan dan mempromosikan produk UKM<br />

(marketing and promotion product) dan juga sebagai perlindungan bagi UKM.<br />

UKM selalu menghadapi ketidakadilan dalam berkompetisi dengan usaha<br />

besar karena Indonesia belum mempunyai kebijakan kompetisi atau<br />

kebijakan anti monopoli.<br />

c. Kebijakan kemitraan dan jaringan usaha. Melalui kebijakan ini pemerintah<br />

mendorong agar usaha besar bermitra dengan UKM karena seperti kita<br />

ketahui usaha besar lebih maju dalam berbagai hal seperti tingkat<br />

produktifitas, penggunaan teknologi dan tingkat efisiensi.<br />

d. Kebijakan alokasi dana 5% dari BUMN kepada UKM. Pemerintah Indonesia<br />

juga perlu mengeluarkan peraturan yang mewajibkan BUMN mengalokasikan<br />

dananya sebesar 5% untuk pengembangan dan kemandirian UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

8


e. Kebijakan usaha besar menjual stok barang kepada UKM. Strategi kebijakan<br />

lain untuk membantu mengembangkan UKM adalah pemerintah berusaha<br />

untuk mendorong agar usaha besar yang sudah go public mau menjual stok<br />

barangnya kepada UKM. Dengan demikian akan terjalin sinergi yang<br />

mutualisme antara usaha besar dan UKM.<br />

Walaupun demikian banyak kendala yang dihadapi UKM dalam rangka<br />

peningkatan dan pengembangan UKM. Oleh karena itu perlu adanya kajian<br />

tentang intervensi pemerintah di berbagai negara terhadap pengembangan UKM<br />

dalam hal kebijakan financial, pengembangan sumber daya manusia, kualitas<br />

produk dan juga promosi atau pemasaran produk serta penerapan atau<br />

penggunaan teknologi bagi UKM. Sebelum membahas intervensi pemerintah di<br />

berbagai negara terhadap pengembangan UKM, terlebih dahulu akan dibahas<br />

pengertian dan batasan model vitalisasi UKM.<br />

2.2. Definisi Model Vitalisasi UKM.<br />

Dari kalimat model vitalisasi UKM diatas yang dimaksud dengan model<br />

menurut Print (1993, hal. 61) adalah “a simplified representation of reality which<br />

is often depicted in diagrammatic form in order to provide a structure for<br />

examining the variables that constitutes the reality as well as their inter<br />

relationship” (contoh sederhana tentang suatu kenyatan yang digambarkan<br />

dalam bentuk diagram untuk mendeskripsikan suatu struktur yang menganalisis<br />

variabel-variabel yang terdapat pada kenyataan tersebut dan hubungan antar<br />

variabel tersebut). Hampir sama dengan Print (1993), Mustopadidjaya (2001, hal,<br />

7) mendefinisikan model sebagai “simplifikasi realitas menurut struktur saling<br />

berhubungan antar variabel (kausal atau fungsional) yang dibangun atas dasar<br />

teori tertentu dan dengan maksud tertentu, yang memungkinkan prediksi<br />

perubahan ataupun pengembangan suatu strategi dan langkah-langkah<br />

kebijakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan”. Sedangkan definisi<br />

sederhana dari istilah model yang terdapat dalam Longman Dictionary of<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

9


Contemporary English adalah “a small representation or copy of something”,<br />

sebagai contoh: a model of aircraft, a model of car. Dalam kajian ini, istilah<br />

model yang digunakan adalah definisi dari Print (1993) dan Mustopadidjaya<br />

(2001) karena lebih representatif dalam menggambarkan definisi model.<br />

Sedangkan definisi vitalisasi dapat ditelusuri dengan melihat kata dasarnya<br />

yaitu kata vital. Salim dan Salim (1991) mengartikan vital sebagai “sangat<br />

penting bagi kelangsungan hidup”. Sehingga yang dimaksud dengan vitalisasi<br />

UKM dalam kajian ini adalah membuat sesuatu dalam hal ini pemberdayaan<br />

UKM menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup perekonomian nasional.<br />

Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan di atas maka kajian<br />

model vitalisasi UKM dalam laporan ini adalah suatu studi perbandingan yang<br />

menganalisis perbedaan dan persamaan tentang model–model kebijakan<br />

pengembangan UKM di beberapa negara dalam rangka mempertahankan<br />

kelangsungan hidup perekonomian negara-negara tersebut, terutama<br />

kelangsungan hidup perekonomian Indonesia.<br />

Beberapa negara memberikan pengertian dan batasan UKM yang berlaku di<br />

negara tersebut. Definisi UKM pada umumnya berdasarkan pada dua faktor yaitu<br />

faktor jumlah pegawai dan faktor jumlah modal. Faktor yang pertama dalam hal<br />

jumlah pegawai pada suatu industri atau perusahaan, misalnya Indonesia dalam<br />

hal ini Biro Pusat Statistik (BPS) memberikan pengertian dan batasan bahwa<br />

usaha kecil adalah suatu usaha yang mempekerjakan 5 sampai dengan 19<br />

orang dalam suatu perusahaan. Sedangkan usaha menengah adalah usaha<br />

yang mempekerjakan 20 sampai dengan 99 orang dalam suatu perusahaan<br />

(Thee Kian Gie, 1993). Sedangkan yang termasuk usaha kecil di Inggris adalah<br />

suatu usaha yang mempunyai jumlah pekerja sebanyak 0 sampai dengan 49<br />

orang dalam suatu perusahaan, sedangkan jumlah pekerja yang termasuk dalam<br />

usaha menengah adalah 50 sampai dengan 249 orang. Taiwan dan Hong Kong<br />

tidak membedakan antara usaha kecil dan usaha menengah. Namun keduanya<br />

membedakan sektor usahanya yaitu usaha manufaktur dan usaha non<br />

manufaktur. Untuk usaha manufaktur jumlah pegawai UKM di Taiwan adalah 0<br />

sampai dengan 20 orang atau 200 orang, sedangkan UKM di Hongkong adalah<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

10


0 sampai dengan 100 orang. Jumlah pegawai UKM pada sektor usaha non<br />

manufaktur di Taiwan adalah 0 sampai dengan 5 orang atau 50 orang,<br />

sedangkan di Hongkong adalah 0 sampai dengan 50 orang.<br />

Pengertian dan batasan yang kedua untuk menentukan UKM dari beberapa<br />

literatur adalah faktor besarnya modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau<br />

industri. Besarnya jumlah modal UKM berbeda pada masing-masing negara.<br />

Indonesia berdasarkan Undang-undang No 9 tahun 1995 menetapkan modal Rp.<br />

200 juta ke bawah untuk usaha kecil dan lebih dari Rp. 200 juta sampai 1 milyar<br />

sebagai usaha menengah. Departemen Perdagangan dan Industri (Deperindag)<br />

dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendefinisikan usaha kecil<br />

sebagai usaha yang mempunyai modal kurang dari 600 milyar Rupiah sama<br />

seperti yang didefinisikan oleh Bank Indonesia (Thee Kian Gie, 1993). Filipina<br />

menetapkan jumlah modal untuk usaha kecil adalah sebesar 500.001 sampai<br />

dengan 5.000.000 Peso. Sedangkan untuk usaha menengah jumlah modalnya<br />

adalah 5.000.001 sampai dengan 20.000.000 Peso. Sedangkan Inggris<br />

menetapkan modal sebesar maksimum 7 juta Euro sebagai usaha kecil dan<br />

modal maksimum 40 juta Euro sebagai usaha menengah. Taiwan menetapkan<br />

batasan UKM berdasarkan modal untuk sektor manufaktur sebesar maksimal 80<br />

juta dolar Taiwan dan untuk sektor non manufaktur sebesar maksimal 100 juta<br />

dolar Taiwan.<br />

Beberapa pengertian UKM tersebut sesuai dengan pengertian yang<br />

diungkapkan oleh Steinhoff (1978, hal. 6) yang didapat dari Committee for<br />

Economic Development bahwa “a small business is one which possesses at<br />

least two of the following four characteristics:<br />

1. Management of the firm is independent. Usually the managers are also<br />

the owners.<br />

2. Capital is supplied and the ownership is held by an individual or a small<br />

group.<br />

3. The area of operation is mainly local, with the workers and owners living in<br />

one home community. However,the markets need not to be local.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

11


4. The relative size of the firms within its industry must be small when<br />

compared with the biggest units in its field. This measure can be in terms<br />

of sales volume, number of employees, or other significant comparisons.<br />

Menurut Steinhoff (1978) karakteristik kedua dan keempat merupakan<br />

karakteristik yang paling siginifikan dalam menentukan kriteria apakah suatu<br />

usaha dapat dikategorikan sebagai usaha kecil, usaha menengah atau<br />

perusahaan besar. Kriteria tersebut adalah menurut besarnya modal usaha<br />

(capital), jumlah penjualan (sales volume), jumlah pegawai (number of<br />

employees) dan karakteristik perbandingan lainnya.<br />

Dari pengertian dan batasan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan<br />

bahwa UKM adalah suatu kegiatan usaha yang mempunyai jumlah pegawai –<br />

sumber daya manusia dan jumlah modal dan jumlah penjualan (financial factor)<br />

tertentu pada suatu negara sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara<br />

tersebut. Dalam pengertian dan batasan tersebut ada dua hal penting yang perlu<br />

digarisbawahi dalam menentukan usaha kecil dan menengah yaitu sumber daya<br />

manusia (SDM) dan keuangan (financial).<br />

Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan faktor pendukung<br />

yang amat penting dalam mengembangkan UKM dan akan berkembang apabila<br />

ditunjang oleh kualitas SDM yang memadai yang berorientasi pada<br />

pengembangan jiwa enterpreneurship. Indrawati (1997) mencatat bahwa kualitas<br />

SDM pada UKM merupakan salah satu masalah yang perlu dipecahkan.<br />

Beberapa aspek kualitas SDM yang menjadi kendala dalam pengembangan<br />

UKM meliputi rendahnya tingkat pendidikan pegawai UKM maupun pengusaha<br />

UKM, selain itu keterbatasan akses dan kesempatan untuk meningkatkan<br />

keterampilam dan kompetensi mereka melalui program pelatihan juga<br />

merupakan kendala yang perlu dicarikan jalan keluarnya (Indrawati, 1997).<br />

Dalam pada itu faktor keuangan juga merupakan faktor yang signifikan dalam<br />

mengembangkan UKM karena tumbuh dan berkembangnya UKM masih<br />

bergantung kepada kebijakan pemerintah dalam memberikan kemudahan<br />

melalui pemberian bantuan keuangan (financial assistance) yang berupa kredit,<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

12


antuan permodalan dan sebagainya. Ada beberapa kendala yang dihadapi<br />

oleh UKM dalam hal bantuan keuangan, misalnya terbatasnya dana dalam<br />

negeri untuk kredit UKM (Kompas, 26-1-2001), realisasi kredit untuk UKM belum<br />

tersedia (kompas, 17 – 7- 2000). Dalam hal kebijakan kredit, Sri Mulyani<br />

Indrawati (1997) mensinyalir adanya masalah dalam penyaluran kredit yang<br />

dihadapi oleh sektor perbankan dan UKM. Sektor perbankan agak sukar dalam<br />

mengidentifikasi UKM yang kredibel dan dalam kondisi baik atau layak mendapat<br />

kredit. Selain itu sektor perbankan juga mempunyai resiko dan mengeluarkan<br />

biaya yang cukup besar dalam mengalokasikan dananya untuk UKM daripada<br />

untuk usaha besar karena bank membutuhkan banyak staf untuk menangani<br />

kredit bagi UKM yang jumlahnya banyak namun permintaan kreditnya kecil<br />

(labour intensive). Sedangkan masalah yang dihadapi UKM dalam hal kebijakan<br />

kredit adalah terbatasnya akses dan kapabilitas UKM dalam membuat usulan<br />

kegiatan yang baik dan dapat diterima oleh sektor perbankan (human resource<br />

capability). Selain itu UKM mempunyai kesulitan dalam memberikan jaminan<br />

atau agunan (collateral) dan UKM mempunyai keterbatasan atau belum pernah<br />

mengajukan kredit sebelumnya (inexperience).<br />

Sama halnya dengan paparan Sri Mulyani Indrawati (1997) yang telah<br />

disebutkan di atas, Indrawan (2001, hal. 60) menggambarkan kendala dan<br />

strategi pemecahan masalah kebijakan pemberian kredit sebagai berikut:<br />

Table 2 . Kendala dan Strategi Pemecahan Masalah Pendanaan UKM<br />

Kendala Strategi pemecahan masalah<br />

Sisi UKM 1. Struktur (aset dan modal kecil)<br />

2. Manajerian (corak usaha<br />

tradisional, kemampuan staf<br />

rendah)<br />

3. Ketidakmampuan memenuhi<br />

syarat kredit.<br />

Sisi perbankan 1. Biaya transaksi kredit tinggi<br />

2. Jaringan kantor dan SDM<br />

terbatas<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

3. Sumber dana mahal<br />

4. Sulit mencari UKM yang<br />

layak menerima kredit<br />

13<br />

1. Kredit investasi dan modal kerja.<br />

2. Pendampingan usaha<br />

3. Kredit kelayakan usaha (tanpa<br />

jaminan dan syarat lunak)<br />

1. biaya transaksi dikurangi<br />

2. kerjasama bank umum dengan<br />

lembaga lain seperti BPR<br />

ditingkatkan secara gradual<br />

3. menggunakan pola kredit plus<br />

4. mengkombinasikan kredit<br />

dengan pembinaan.


Faktor eksogen Resesi pertumbuhan ekonomi<br />

minus<br />

14<br />

Disiasati dgn. cara memprioritaskan<br />

UKM yang sanggup bertahan di<br />

masa krisis serta memiliki prospek<br />

pasar ekspor yang baik.<br />

Selain faktor keuangan dan sumber daya manusia tersebut di atas, faktor lain<br />

yang mempengaruhi perkembangan UKM adalah pemasaran (marketing),<br />

kualitas produk, dan teknologi. Pemasaran, menurut Philip Kotler (1984, hal 8),<br />

meliputi “individual and organizational activities that facilitate and expedite<br />

satisfying exchange relationships in a dynamic environment through the creation,<br />

distribution, promotion and pricing of goods, services and ideas”. Secara harfiah<br />

pengertian diatas dalam konteks pemasaran UKM dapat dikatakan bahwa<br />

pemasaran merupakan cara-cara atau strategi suatu UKM dalam menciptakan,<br />

memperkenalkan, mempromosikan dan memasarkan produk dan jasa layanan<br />

UKM baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Namun pada<br />

kenyataannya, pemasaran merupakan faktor yang sering menjadi kendala bagi<br />

perkembangan UKM, sehingga UKM perlu bantuan atau intervensi pemerintah<br />

untuk menangani masalah pemasaran ini, terutama masalah pemasaran ekspor<br />

produk UKM (Indrawati, 1997; Kompas 17-7-2000; 26-1-2001; Levy, 1994).<br />

Produk adalah suatu yang dihasilkan atau diproduksi oleh suatu usaha<br />

produksi (produsen). Beberapa UKM juga bergerak dalam bidang produksi<br />

barang dan jasa. Kualitas produk UKM menjadi salah satu sorotan untuk<br />

pengembangan UKM agar UKM nantinya mempunyai bukan hanya keunggulan<br />

komparatif tapi juga keunggulan kompetitif (Sarasi, 2001), sehingga produk UKM<br />

dapat bersaing tidak hanya dalam tataran nasional, regional tetapi juga dalam<br />

tataran internasional. Masalah lainnya tentang produksi adalah mahalnya harga<br />

mesin atau peralatan industri, akses terhadap teknologi atau para ahli dalam<br />

bidang produksi, perlindungan bagi proses produksi (seperti distribusi,<br />

kontinuitas, harga produk) dan akses terhadap modal kerja serta suku bunga<br />

yang tinggi (Sri Mulyani Indrawati, 1997).<br />

Selain faktor pemasaran dan kualitas produk UKM, penerapan atau<br />

penggunaan teknologi juga merupakan variabel penting dalam mengembangkan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>


UKM. Kurangnya pemanfaatan kemajuan teknologi dalam meningkatkan mutu<br />

produk dan juga akselerasi promosi oleh UKM merupakan masalah yang perlu<br />

dicarikan solusinya (Levy, 1994).<br />

2.3. Faktor-Faktor Peningkatan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.<br />

Dari ulasan di atas dapat diidentifikasi beberapa faktor atau variabel yang<br />

menentukan peningkatan pengembangan UKM yaitu faktor sumber daya<br />

manusia, keuangan, pemasaran, kualitas produk dan teknologi. Faktor-faktor ini<br />

merupakan faktor yang dominan bagi penentuan kebijakan pemerintah dalam<br />

mengembangkan UKM. Gambaran sederhana variabel kajian ini adalah sebagai<br />

berikut:<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

15


Table 3. Kerangka Pikir Model Vitalisasi UKM<br />

Intervensi Pemerintah<br />

Sumber<br />

Daya<br />

Manusia<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

Keuangan<br />

(Financial)<br />

Model Vitalisasi UKM<br />

Pemasaran<br />

(Marketing)<br />

Studi Perbandingan<br />

REKOMENDASI KEBIJAKAN UKM<br />

Kualitas<br />

Produk<br />

Teknologi<br />

16


BAB. III<br />

KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH<br />

DI BERBAGAI NEGARA<br />

3. 1 Gambaran Umum Kebijakan Pengembangan Usaha Kecil Menengah<br />

Marjinalisasi terhadap UKM merupakan persoalan aksesibilitas dan<br />

akomodasi terhadap perumusan kebijakan-kebijakan publik. Faktanya gejala<br />

marjinalisasi itu dapat dihilangkan kalau ada presures (tekanan-tekanan) yang<br />

efektif bagi perumus kebijakan-kebijakan publik, sehingga produk kebijakan yang<br />

dihasilkan tidak selalu merugikan UKM.<br />

Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />

terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />

Beragamnya pemahaman mengenai UKM menjadi salah satu faktor yang<br />

membuat sektor ini terkesampingkan. Peminggiran UKM merupakan suatu hal<br />

yang amat ironis karena UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan<br />

masyarakat sehubungan dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja<br />

dan pertumbuhan perekonomian nasional.<br />

Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia berbeda dengan kebijakan yang<br />

diterapkan oleh beberapa negara. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam<br />

Bab ini akan dibahas perbandingan konsep kebijakan pengembangan UKM di<br />

beberapa negara dalam rangka vitalisasi kebijakan pengembangan UKM.<br />

3.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Thailand<br />

3.2. 1. Gambaran Umum UKM di Thailand.<br />

Kerajaan Thailand yang juga dilanda krisis pada tahun 1997 berhasil keluar<br />

dari krisis moneter yang berkepanjangan. Pulihnya Thailand dari krisis yang<br />

berkepanjangan disebabkan salah satunya adalah kuatnya peran UKM dalam<br />

meningkatkan perekonomian Thailand. Dalam bagian ini akan dijelaskan definisi<br />

UKM, undang-undang promosi UKM, masalah yang dihadapi UKM dalam<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

17


melakukan kegiatan usahanya dan konsep kebijakan pengembangan UKM yang<br />

dilakukan pemerintah Thailand dalam rangka vitalisasi UKM.<br />

UKM di Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan<br />

jumlah modal tetap (fixed assets) UKM. Karakteristik definisi ini dapat dipetakan<br />

seperti yang tertera dalam tabel berikut ini.<br />

Table 4. Definisi UKM di Thailand<br />

Sektor Produksi<br />

(manufaktur,<br />

pertanian,<br />

pertambangan)<br />

Jumlah Pegawai (Orang) Modal tetap (juta Baht)<br />

Usaha Kecil Usaha<br />

Tidak lebih dari<br />

50<br />

Sektor Jasa Tidak lebih dari<br />

Sektor<br />

Perdagangan<br />

Skala besar<br />

Sektor<br />

Perdagangan<br />

skala kecil<br />

50<br />

Tidak lebih dari<br />

25<br />

Tidak lebih dari<br />

15<br />

Menengah<br />

51 – 200 Tidak lebih dari<br />

Usaha kecil Usaha<br />

50<br />

51 – 200 Tidak lebih dari<br />

50<br />

26 – 50 Tidak lebih dari<br />

50<br />

16 – 30 Tidak lebih dari<br />

30<br />

Menengah<br />

51 – 200<br />

51 – 200<br />

51 – 100<br />

31 – 60<br />

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa UKM adalah usaha yang<br />

dilakukan oleh pengusaha pada sektor tertentu yang memiliki jumlah pegawai<br />

tertentu dengan jumlah modal tetap yang tertentu pula.<br />

Peran UKM di Thailand amatlah penting karena sebagian pendapatan<br />

negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan penambahan nilai ekspor UKM<br />

dari beberapa sektor seperti tekstil dan garmen, keramik, batu-batuan dan<br />

perhiasan, industri pertanian, industri furnitur kayu, dan produksi kulit. Selain itu<br />

peningkatan ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung, seperti industri<br />

besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan barang elektronik<br />

serta packaging (pengepakan barang).<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

18


3.2.2. Undang-Undang Promosi UKM<br />

Untuk meningkatkan peran UKM dalam peningkatan perekonomian maka<br />

Thailand menerbitkan undang-undang promosi UKM. Undang undang ini dibuat<br />

pada bulan Februari tahun 2000 yang mengatur tentang beberapa elemen dasar<br />

sebagai berikut:<br />

a. Komisi Promosi UKM diketuai oleh Perdana Menteri dan wakilnya adalah<br />

menteri perindustrian dengan jumlah anggota sebanyak 25 orang. Tugas dan<br />

tanggung jawab dari Komisi ini adalah merekomendasikan perencanaan<br />

promosi UKM kepada dewan kabinet, merekomendasikan insentif, dan<br />

peraturan-peraturan baru atau perubahan undang-undang terhadap institusi<br />

tertentu, dan mengawasi institusi tersebut dalam mengimplementasikan<br />

rencana aksi promosi UKM.<br />

b. Kantor Promosi UKM merupakan sebuah badan semi pemerintah yang<br />

otonom dan bertanggungjawab terhadap pengkoordinasian perumusan<br />

rencana aksi promosi UKM, mengelola dana promosi UKM sesuai dengan<br />

peraturan perundang-undangan yang telah disepakati dan dibuat oleh Komisi.<br />

c. Dana promosi UKM digunakan untuk membantu UKM dan membiayai<br />

kegiatan badan-badan pemerintah atau organisasi swasta yang sudah<br />

disetujui oleh Komisi promosi UKM.<br />

3.2.3. Masalah yang dihadapi UKM dalam melakukan kegiatan usahanya.<br />

Ada beberapa kendala yang dihadapi UKM di Thailand dalam melakukan<br />

kegiatan bisnisnya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:<br />

a. Masalah manajemen dan teknologi. Teknologi yang digunakan UKM<br />

kebanyakan adalah teknologi yang sudah ketinggalan jaman baik dari segi<br />

jenisnya maupun mesin atau alatnya. Manajemen bisnis UKM biasanya<br />

dikelola oleh keluarga. Pengelolaan bisnis UKM masih kurang memadai.<br />

Kurangnya informasi tentang standar internasional terhadap produksi barang<br />

dan jasa juga merupakan kendala yang sering dihadapi oleh UKM Thailand.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

19


. Masalah keuangan. Masalah yang dihadapi UKM Thailand adalah kurangnya<br />

akses terhadap bantuan keuangan, dan tingginya biaya operasi.<br />

c. Pemasaran. Masalah pemasaran yang dihadapi UKM adalah kurangnya<br />

pemasaran bagi produk non-diversikasi. Selain itu rendahnya kualitas ekspor<br />

produk juga menghambat pemasaran produk UKM Thailand. Tidak adanya<br />

jaringan pemasaran internasional juga salah satu faktor yang menghambat<br />

pemasaran UKM pada pasar internasional. Masih tingginya ketergantungan<br />

pemasaran UKM pada pasar tradisional dan rendahnya kompetisi harga<br />

produk UKM menyebabkan pemasaran produk UKM Thailand kurang<br />

kompetitif.<br />

d. Lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan kondusif. Kendala yang<br />

dihadapi UKM Thailand berupa peraturan dan undang-undang yang kurang<br />

mendukung terhadap pengembangan UKM. Struktur pajak yang rumit dan<br />

kurangnya daya dukung infrastruktur juga merupakan masalah yang perlu<br />

dipecahkan.<br />

e. Sumber daya manusia. Masalah yang paling krusial bagi pengembangan<br />

UKM adalah kurang kompetennya para wiraswastawan. Selain itu, kurang<br />

memadainya jumlah para ahli dan konsultan yang kompeten di bidangnya<br />

juga merupakan kendala yang menghambat perkembangan UKM di<br />

Thailand. Yang tidak kalah pentingnya adalah pengabaian pengembangan<br />

sumber daya manusia pada UKM merupakan masalah yang mendasar untuk<br />

segera dicarikan jalan keluarnya.<br />

3.2.4. Kebijakan pemerintah Thailand dalam pengembangan UKM.<br />

Pemerintah Thailand telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait<br />

dengan pengembangan UKM. Kebijakan pengembangan UKM tersebut adalah<br />

sebagai berikut:<br />

a. Mendirikan Bank Pembangunan UKM. Pada tanggal 5 Juni 2001, kabinet<br />

menyetujui dikeluarkannya undang-undang Small Industries Finance<br />

Corporation (SIFC). Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk<br />

meningkatkan fungsi SIFC yang membantu pengembangan Bank<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

20


Pembangunan UKM dengan persyaratan modal dasar pada tahun 2002<br />

adalah sebesar 7.800 juta Baht. Tugas utama bank ini adalah untuk secara<br />

aktif terlibat langsung dalam kegiatan usaha yang mendorong pendirian dan<br />

perluasan UKM, mengembangkan UKM, menyediakan kredit dan jaminan<br />

kredit, menjadi mitra dalam investasi UKM, menyediakan jasa konsultan atau<br />

jasa lainnya yang dikehendaki oleh menteri yang berkompeten. Bank ini<br />

dipercaya untuk membantu investasi dengan membeli saham-saham,<br />

mengeluarkan surat hutang (obligasi), melakukan bisnis mata uang sebagai<br />

salah satu jasa bagi UKM, menyediakan jasa penyimpanan uang bagi mitra<br />

Bank dan masyarakat yang disetujui oleh menteri.<br />

b. Meningkatkan sistem pendukung keuangan UKM. Sistem pendukung ini<br />

berupa lima kebijakan yang mendukung peningkatan UKM Thailand. Kelima<br />

kebijakan tersebut adalah: Pertama memberikan dukungan kepada UKM<br />

untuk dapat masuk dalam daftar pada pasar modal termasuk dalam the<br />

Market for Alternative Investment (MAI) yang didirikan pada tahun 1991<br />

dengan tujuan untuk memfasilitasi akses UKM dalam mendapatkan bantuan<br />

dana. Kedua mengeluarkan SME Equity Fund (Dana perimbangan UKM)<br />

dengan anggaran awal sebesar 1.000 juta Baht selama 10 tahun. Dana ini<br />

dapat dimanfaatkan dengan menginvestasikan pada kegiatan bisnis UKM<br />

yang potensial. Ketiga mengeluarkan Venture capital fund (modal ventura)<br />

dengan anggaran awal sebesar 1.200 juta Baht. Dana ini digunakan untuk<br />

mendorong investasi dalam bisnis UKM yang berbasis information technology<br />

atau UKM yang mempunyai inovasi tinggi. Keempat mengeluarkan Dana<br />

Pemulihan ekonomi Thailand dengan anggaran awal sebesar 100 juta US<br />

dollar selama 7 tahun. Dana ini ditujukan untuk memberikan perimbangan<br />

dana pada UKM dan merestrukturisasi UKM. Pemegang sahamnya adalah<br />

Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for Internatinal Cooperation<br />

(JBIC), Kreditanstalt fuer Wiederaubau (KfW) dan State Street Corporation<br />

(SsgA). Kebijakan yang terakhir adalah memperluas dan mengembangkan<br />

sistem jaminan kredit dengan cara merekapitalisasi Small Industry Credit<br />

Guarantee Corporation (SICGC) menjadi 8.000 juta Baht pada tahun 2003<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

21


dan mengembangkan kemampuan assessment (penilaian) resiko kredit.<br />

Kelima kebijakan ini dikembangkan pada pertengahan tahun 1999 oleh<br />

pemerintah sebelumnya dan direvitalisasi di bawah pemerintahan sekarang.<br />

c. Fasilitas pajak. Pemerintah menginstruksikan departemen keuangan untuk<br />

mengkaji pajak dan skim insentif investasi UKM yang merupakan salah satu<br />

dari tiga bidang pembayar pajak terbesar selain bidang pariwisata dan<br />

ekspor. Pola ini meliputi pemberian pajak pendapatan yang dipungut dari<br />

dividen, pajak keuntungan yang dipungut dari investasi dalam Bursa Saham<br />

Thailand (Stock Exchange) atau Dana ventura serta penurunan pajak<br />

pendapatan perusahaan UKM.<br />

3.2.5. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Thailand<br />

a. Peran UKM di Thailand sangat vital bagi peningkatan pertumbuhan<br />

perekonomian nasional dan juga merupakan salah satu faktor pengungkit<br />

bangkitnya Thailand dari krisis moneter.<br />

b. Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya<br />

peningkatan produktifitas dan efektifitas UKM, seperti ditetapkannya UU<br />

Promosi UKM, UU Small Industries Finance Corporations.<br />

c. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendukung peningkatan<br />

pengembangan UKM terutama dalam pendanaan UKM. Upaya yang<br />

dilakukan meliputi fasilitasi akses UKM dalam pasar internasional, penetapan<br />

SME Equity Fund, dan memberikan modal ventura pada UKM.<br />

d. Peran pemerintah adalah sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan<br />

UKM<br />

3.3. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Indonesia<br />

3.3.1. Gambaran Umum UKM di Indonesia<br />

Peranan dan kedudukan UKM dalam perekonomian nasional sebagai wadah<br />

ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh wilayah adalah sangat strategis.<br />

Karena itu pemberdayaan UKM merupakan prioritas dan sangat vital dalam<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

22


mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan daya saing, serta<br />

memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari peranan UKM<br />

sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang ditandai oleh rontoknya<br />

hegemoni kekuatan usaha-usaha besar.<br />

Sejak krisis terjadi, ekonomi Indonesia telah tumbuh sebesar 4,8% tahun<br />

2000 yaitu dari minus 14% pada awal krisis di tahun 1998 menjadi 3% pada akhir<br />

tahun 1999. Dalam pertumbuhan tersebut UKM memiliki peranan yang dominan<br />

dan terus meningkat, sebab pada periode tersebut peran UKM dalam<br />

penyerapan tenaga kerja nasional meningkat dari 99,4 % menjadi 99,47%<br />

dengan kontribusinya dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB)<br />

sebesar 57,72%.<br />

Belum optimalnya kontribusi dalam PDB antara lain disebabkan karena sejak<br />

terjadi krisis ekonomi tersebut fasilitasi dan dukungan keuangan terhadap pelaku<br />

bisnis, baik usaha kecil (UK), usaha menengah (UM) maupun usaha Besar (UB)<br />

sulit diberikan, karena pemerintah mengalami kesulitan keuangan dan dunia<br />

perbankan tidak dapat melakukan ekspansi kredit karena perbankan dalam<br />

proses rekapitalisasi.<br />

Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan berbagai upaya pemberdayaan<br />

UKM agar dapat meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga dapat<br />

memberikan sumbangan yang lebih besar lagi dalam PDB dan ekspor.<br />

3.3.2. Kendala dan Peluang<br />

Perlu dipahami bahwa upaya pemberdayaan UKM merupakan suatu hal yang<br />

mutlak diperlukan guna mewujudkan UKM yang memiliki kemampuan bersaing<br />

(competitive advantage) di pasar domestik, regional maupun internasional,<br />

dengan mengemban misi peningkatan mutu produk, memperluas pangsa pasar<br />

dan memperkokoh jaringan pemasaran bagi produk – produk UKM.<br />

Sementara itu lingkungan strategis UKM masih dihandalkan pada berbagai<br />

kendala baik intern maupun ekstern. Kendala intern terlihat dari rendahnya mutu<br />

SDM, terbatasnya modal, teknologi dan kerjasama usaha. Sedangkan kendala<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

23


ekstern ditandai oleh belum kondusifnya lingkungan bisnis dan belum<br />

memadainya infrastruktur.<br />

Disisi lain UKM mempunyai celah-celah yang dapat menjadi peluang untuk<br />

bangkit dalam memenangkan persaingan yaitu: globalisasi dan reformasi<br />

ekonomi, keberpihakan pemerintah yang kuat terhadap UKM, perkembangan<br />

teknologi, debirokratisasi dan deregulasi, otonomi daerah dan perubahan<br />

Departemen Koperasi menjadi Menteri <strong>Negara</strong> Koperasi dan PKM, tuntutan<br />

pelayanan masyarakat, meningkatnya kepedulian lembaga donor internasional<br />

terhadap UKM Indonesia dan sebagainya.<br />

Oleh karena itu UKM Indonesia ditantang untuk meningkatkan daya saing<br />

dan pangsa pasarnya, menguatkan dan memperluas basis usaha dan<br />

kewirausahaannya, memperkukuh struktur dunia usaha yang berintikan UKM<br />

dan memulihkan serta mengembangkan kemampuan untuk keluar dari krisis<br />

ekonomi.<br />

3.3.3. Strategi Kebijakan Pengembangan UKM<br />

Sehubungan dengan kondisi lingkungan strategis UKM di atas, maka strategi<br />

kebijakan pemberdayaan UKM mencakup empat strategi pokok.<br />

a. Strategi kebijakan pertama ditujukan untuk memungkinkan terbukanya<br />

kesempatan berusaha seluas-luasnya serta kepastian usaha sebagai<br />

prasyarat utama untuk menjamin berkembangnya UKM. Strategi kebijakan ini<br />

mencakup:<br />

(1). Sejalan dengan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas suku<br />

bunga pinjaman yang wajar dan dapat dijangkau oleh UKM, terutama<br />

pengusaha mikro; dilaksanakan penyempurnaan peraturan perundang-<br />

undangan dan kebijakan sektoral; penyederhanaan perizinan, peraturan<br />

daerah dan retribusi; serta peningkatan upaya penegakan hukum.<br />

(2). Pemberian sistem insentif pajak dan kemudahan untuk<br />

menumbuhkembangkan sistem dan jaringan lembaga pendukung UKM yang<br />

lebih meluas di daerah, seperti lembaga keuangan atau pembiayaan yang<br />

mandiri dan mengakar di masyarakat atau dapat disebut sebagai lembaga<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

24


keuangan masyarakat (LKM), lembaga penjamin dana, dan lembaga<br />

profesional sebagai penyedia pelatihan, teknologi, informasi, dan layanan<br />

advokasi.<br />

(3). Peningkatan kemampuan aparat dan menyederhanakan birokrasi<br />

pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan fungsi sebagai fasilitator<br />

sejalan dengan pelimpahan kewenangan daerah dalam melaksanakan<br />

kebijakan dan program pemberdayaan UKM.<br />

b. Strategi kebijakan kedua ditujukan untuk memperluas akses kepada sumber<br />

daya produktif agar UKM semakin mampu memanfaatkan kesempatan yang<br />

terbuka, potensi sumberdaya alam lokal yang dimiliki serta meningkatkan<br />

skala usahanya. Strategi kebijakan ini mencakup:<br />

(1). Peningkatan kemampuan lembaga layanan pengembangan usaha,<br />

teknologi dan informasi bagi UKM di tingkat lokal serta penciptaan sistem<br />

jaringan melalui penguatan manajemen atau pendampingan kepada lembaga<br />

layanan tersebut secara partisipatif dan kompetitif.<br />

(2). Peningkatan kualitas jasa layanan LKM serta lembaga keuangan<br />

sekunder di tingkat lokal melalui dukungan (a). perlindungan status badan<br />

hukum, kemudahan perizinan serta penyediaan sistem insentif; (b).penguatan<br />

manajemen serta pemodalan dan penjaminan secara partisipatif, kompetitif<br />

dan adil dengan memilih lembaga yang potensial, kuat dan menjanjikan<br />

berdasarkan kinerja masa lalunya; (c). pengembangan sistem penilaian kredit<br />

UKM yang didukung oleh jaringan sistem informasi antar LKM sehingga<br />

dapat menghilangkan persyaratan agunan dan memudahkan akses kredit;<br />

dan (d). pembentukan sistem jaringan antar LKM agar terjalin kerjasama dan<br />

tercipta sistem peminjaman antar LKM.<br />

(3). Mendorong berkembangnya lembaga-lembaga pelatihan khusus bagi<br />

UKM dan anggota sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat<br />

peningkatan kualitas SDM. <strong>Lembaga</strong>-lembaga tersebut adalah lembaga yang<br />

dikelola oleh dunia usaha serta masyarakat. Sistem insentif perlu diberikan<br />

pada tahap awal bersamaan dengan upaya perkuatan antara lain melalui<br />

pelatihan dan pemagangan pengelola dan instruktur; pembinaan manajemen;<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

25


sertifikasi pelatihan dan akreditasi; dan pengembangan jaringan kerjasama<br />

antar lembaga pelatihan. Sejalan dengan itu perlu dilakukan reorientasi dan<br />

restrukturisasi lembaga pendukung usaha milik pemerintah menjadi lembaga<br />

mandiri.<br />

c. Strategi kebijakan ketiga ditujukan untuk mengembangkan UKM yang<br />

mempunyai keunggulan kompetitif, terutama yang berbasis teknologi.<br />

Strategi ini mencakup:<br />

(1). Peningkatan kualitas pengusaha UKM menjadi wirausaha yang mampu<br />

memanfaatkan potensi, keterampilan atau keahliannya untuk berkreasi,<br />

berinovasi dan menciptakan lapangan kerja serta mengembangkan budaya<br />

berusaha.<br />

(2). Pengembangan lembaga inkubator bisnis dan teknologi yang selain<br />

dapat berfungsi untuk mendukung pengembangan UKM juga merupakan<br />

sarana untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi. Hal ini<br />

disertai dengan pengembangan modal ventura dan penyediaan pinjaman<br />

berjangka panjang; sistem insentif untuk kemitraan UKM dengan investor<br />

asing untuk produk unggulan berorientasi ekspor; dan dukungan penelitian<br />

dan pengembangan teknologi dalam pengembangan teknologi proses dan<br />

produk UKM.<br />

(3). Pengembangan jaringan produksi dan distribusi UKM melalui<br />

pengembangan usaha kelompok. Jaringan antar UKM dan antar kelompok<br />

UKM melalui wadah koperasi dengan mengembangkan keterkaitan usaha<br />

melalui integrasi vertikal dan horizontal, maupun jaringan antara UKM dan<br />

usaha besar melalui kemitraan usaha.<br />

(4). Perkuatan organisasi dan kemampuan manajemen UKM melalui wadah<br />

koperasi untuk meningkatkan skala usaha yang ekonomis dan meningkatkan<br />

efisiensi secara bersama, antara lain dengan implantasi tenaga ahli atau<br />

manajemen serta penerapan manajemen partisipatif dan manajemen mutu<br />

terpadu.<br />

(5). Pengembangan teknologi informasi dan membentuk jaringan kerjasama<br />

lembaga-lembaga layanan dan pendukung UKM sehingga tercipta spektrum<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

26


kerjasama layanan saran dan profesi atau keahlian yang paripurna disertai<br />

pelatihan dan pemagangan bagi para pengelolanya.<br />

d. Strategi kebijakan keempat dilakukan melalui pengembangan pemasaran<br />

dan jaringan usaha dengan kebijakan dan strategi yang meliputi pemberian<br />

iklim usaha yang kondusif, peningkatan daya saing dan capacity building,<br />

perluasan akses pasar, dan pengembangan sistem informasi serta<br />

infrastruktur.<br />

Strategi kebijakan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam berbagai program<br />

diantaranya:<br />

a. Program pengembangan sistem pendukung usaha. Program ini bertujuan<br />

menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memperkuat peran dan fungsi<br />

lembaga-lembaga pendukung yang penting untuk meningkatkan akses UKM<br />

kepada sumber daya produktif, terutama pelaku usaha yang masih tertinggal.<br />

Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya akses UKM terhadap<br />

kesempatan usaha, modal dan sumber daya produktif serta berkembangnya<br />

jaringan produksi. Program ini antara lain mencakup penyempurnaan segala<br />

peraturan dan ketentuan yang menghambat kesempatan dan kegiatan UKM<br />

serta mengurangi biaya transaksi yang timbul; dan perkuatan lembaga-<br />

lembaga pendukung pengembangan UKM, seperti sistem dan jaringan<br />

lembaga keuangan, pengembangan SDM, jasa pengembangan teknologi dan<br />

informasi serta sistem dan jaringan produksi dan distribusi.<br />

b. Program pengembangan kewirausahaan dan UKM berkeunggulan kompetitif.<br />

Program ini ditujukan untuk mengembangkan sikap dan semangat<br />

kewirausahaan serta meningkatkan kemampuan atau keterampilan<br />

pengusaha UKM yang dijiwai semangat kooperatif. Sasaran yang akan<br />

dicapai adalah terwujudnya UKM yang berjiwa wirausaha dan kooperatif,<br />

profesional, beretika usaha, serta berkeunggulan kompetitif. Program ini<br />

mencakup, antara lain pengembangan kewirausahaan dan kewirakoperasian<br />

serta pengembangan UKM dalam aspek keterampilan dan pengetahuan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

27


mengenai modal, pasar, manajemen usaha, teknologi, dan informasi. Hal<br />

tersebut ditempuh melalui pelatihan perencanaan dan strategi<br />

pengembangan usaha, etika berusaha dan profesi, pelatihan kepada<br />

pengurus atau pengelola dan angggota UKM dan koperasi untuk berusaha<br />

secara kooperatif, serta pelatihan motivator UKM dan koperasi untuk<br />

meningkatkan partisipasi aktif anggota, serta perkuatan dan pengembangan<br />

lembaga inkubator teknologi dan bisnis berdasarkan prinsip kemandirian;<br />

serta pengembangan desain, proses, mutu produk dan teknologi informasi<br />

bagi jaringan usaha.<br />

c. Program pemetaan dan sistem informasi pasar. Program ini dilakukan melalui<br />

promosi dan pengembangan infrastruktur jaringan, rekadana dan<br />

pemberdayaan asosiasi, penumbuhan iklim kondusif, bantuan perkuatan, dan<br />

kerjasama luar negeri. Penumbuhan iklim usaha yang kondusif dilakukan<br />

melalui pemberian dukungan peraturan peundang-undangan yang<br />

memberikan perlindungan kepada UKM diantaranya dengan melakukan<br />

kajian peraturan perundang-undangan UKM, penyusunan rancangan undang-<br />

undang subkontrak, kajian kebijakan ekspor impor, pemberian bebas fiskal<br />

bagi UKM untuk promosi, dan revisi Keppres tentang pencadangan Usaha.<br />

3.3.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Indonesia<br />

a. UKM mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan<br />

pertumbuhan perekonomian Indonesia. Oleh karenanya pemerintah<br />

menekankan strategi pemberdayaan UKM agar UKM dapat meningkatkan<br />

produktifitas dan daya saingnya.<br />

b. Pemerintah berupaya untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya<br />

serta kepastian usaha sebagai prasyarat untuk menjamin berkembangnya<br />

UKM.<br />

c. Peran universitas dan institusi penelitian belum dioptimalkan dalam<br />

mengenbangkan UKM.<br />

d. Peran pemerintah belum sepenuhnya sebagai fasilitator.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

28


3.4.Konsep kebijakan Pengembangan UKM di Jepang<br />

3.4.1. Gambaran Umum UKM di Jepang.<br />

Jumlah UKM di Jepang pada tahun 1996 adalah 5,09 juta usaha yang<br />

merupakan 99,7 % dari keseluruhan kegiatan usaha di Jepang yaitu 5,10 juta<br />

usaha. Sedangkan saham penjualan pada usaha industri manufaktur yang<br />

dimiliki UKM pada tahun 1997 adalah sebesar 50,8%. Sedangkan pada industri<br />

ritel saham penjualan UKM sebesar 75,7 %. Selain dari segi jumlah usaha dan<br />

pemilikan saham penjualan, UKM juga memegang peranan yang penting dalam<br />

penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 1996, UKM di Jepang menyerap 32,7 juta<br />

pekerja. Ini berarti sekitar 71 % dari total keseluruhan tenaga kerja di Jepang<br />

yang berjumlah 46 juta pekerja.<br />

3.4.2. Dasar-dasar Penetapan Kebijakan UKM di Jepang.<br />

Dalam menetapkan kebijakan pengembangan UKM, pemerintah Jepang<br />

mempunyai kerangka landasan yang jelas dengan menetapkan bahan kebijakan<br />

yang perlu dipertimbangkan. Bahan kebijakan pertama yang perlu<br />

dipertimbangkan adalah mengevaluasi lingkungan usaha untuk pengembangan<br />

UKM. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah sudah ada kebijakan yang<br />

mendukung iklim UKM, misalnya peraturan perundang-undangan tentang UKM<br />

dan kelembagaan usaha kecil menengah. Perlu juga dipertimbangkan apakah<br />

UKM mempunyai kendala dalam hal pengalaman usaha, akses informasi dan<br />

pemilikan modal.<br />

Sedangkan bahan yang kedua adalah penetapan kebijakan yang terkait<br />

dengan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah<br />

proses pembuatan kebijakan harus diorganisir; perubahan kebijakan yang terkait<br />

dengan peraturan perundangan-undangan harus dimasyarakatkan (sosialisasi);<br />

dan program kegiatan yang efektif dan efisien perlu direncanakan.<br />

Dalam rangka pembuatan kebijakan UKM, beberapa faktor yang perlu<br />

cermati adalah:<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

29


a. Kebijakan UKM merupakan kegiatan yang terkait dengan pemasaran<br />

perusahaan swasta yang berupa peningkatan motivasi dan pelatihan bagi<br />

UKM adalah prioritas utama dan intervensi pemerintah yang terlalu dalam<br />

akan menyebabkan kontraproduktif bagi pengembangan UKM.<br />

b. Target atau tujuan kebijakan ini adalah untuk mempengaruhi UKM dalam<br />

jangka panjang dan jangka menengah. Oleh karenanya kebijakan yang<br />

konsisten dan selangkah demi selangkah masih diperlukan. Dan kegiatan<br />

yang bersifat emergensi mungkin perlu dilaksanakan pada suatu saat<br />

tertentu.<br />

c. Menentukan kebijakan yang terkait dengan kinerja biaya tinggi. Dalam hal ini<br />

khususnya program pembangunan yang menekankan pada kelompok<br />

sasaran dan menentukan kebijakan yang tepat dan masih dianggap penting<br />

untuk dilakukan.<br />

d. Modifikasi kebijakan melalui sistem umpan balik. Dalam hal ini kebijakan<br />

yang sudah efektif perlu diperkenalkan melalui metode trial dan error.<br />

3.4.3. Kerangka Dasar Kebijakan Pemerintah Jepang Dalam Pengembangan UKM<br />

Kerangka dasar kebijakan pemerintah Jepang terbagi menjadi tiga, yaitu<br />

struktur pemerintahan, kebijakan lingkungan dan pengembangan program.<br />

Dasar yang pertama mensyaratkan agar departemen, institusi dan badan yang<br />

terkait dalam bidang UKM serta pemerintah daerah harus mempunyai kebijakan<br />

dan program yang mendukung pengembangan UKM. Selain itu Badan UKM di<br />

bawah koordinasi departemen ekonomi, perdagangan dan industri (METI) harus<br />

merencanakan dan melaksanakan sebagian besar program UKM dan juga<br />

menggabungkan program-program lain yang berhubungan dengan<br />

pengembangan UKM dari badan atau institusi lainnya.<br />

Dasar yang kedua mensyaratkan agar seluruh kebijakan lingkungan pada<br />

kegiatan UKM di Jepang harus mempunyai kebijakan usaha yang ramah<br />

lingkungan. Setiap kegiatan usaha yang berhubungan dengan regulasi dan<br />

institusi harus dipertahankan oleh masing-masing departemen, institusi, badan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

30


atau pemerintah daerah. Regulasi ini dapat direvisi dengan berkonsultasi kepada<br />

pemerintah pusat.<br />

Dasar yang ketiga mensyaratkan agar perubahan besar struktur kebijakan<br />

pengembangan program berdasarkan dasar hukum UKM yang diberlakukan<br />

pertama pada tahun 1963 dan sudah direvisi pada tahun 1999.<br />

3.4.4. Dasar Hukum UKM di Jepang.<br />

Ada beberapa fundamen penting yang perlu dikemukakan dalam bagian<br />

ini yaitu perubahan dan perbedaan mendasar dari dasar hukum UKM pada tahun<br />

1963 dan 1999 yang menyangkut evaluasi lingkungan UKM, tujuan kebijakan,<br />

arah kebijakan dan ruang lingkup atau definisi UKM di Jepang.<br />

Table 5. Perubahan Dasar Hukum UKM di Jepang<br />

Dasar hukum tahun 1963 Dasar Hukum tahun 1999<br />

Evaluasi lingkungan Struktur double layer<br />

� Terlalu kecil usahanya<br />

namun terlalu besar<br />

jumlahnya.<br />

� Kesan buruk tehadap UKM<br />

Tujuan kebijakan � Memberikan bantuan dalam<br />

meningkatkan produktivitas,<br />

upah dan lainnya.<br />

� Memiliki target untuk<br />

membuat sukses semua<br />

UKM<br />

Arah kebijakan � Membuat struktur UKM yang<br />

modern dalam rangka<br />

meningkatkan skala<br />

ekonomi dan produktivitas<br />

yang tinggi<br />

� Mengurangi kerugian dalam<br />

melakukan usaha dengan<br />

cara: menghindar dari akibat<br />

kompetisi dan melakukan<br />

perhitungan terhadap impor<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

31<br />

� Banyak UKM yang berkualitas<br />

sesuai dengan perkembangan<br />

ekonomi nasional walaupun<br />

perbedaan masih ada.<br />

� Lebih menekankan pada<br />

keragaman daripada skala<br />

� Memberikan bantuan kepada<br />

UKM yang vital dan<br />

independen untuk berkembang<br />

pada banyak bidang dan<br />

kegiatan yang berkembang,<br />

karena UKM yang vital<br />

merupakan sumber dari<br />

ekonomi yang dinamis<br />

� Meningkatkan revolusi dan<br />

kreativitas usaha melalui<br />

bantuan kepada usaha individu<br />

yang progresif<br />

� Memberikan bantuan dalam<br />

mencari sumber untuk<br />

pengelolaan usaha melalui<br />

penyediaan informasi usaha<br />

yang vital dan sumber lainnya<br />

serta memfasilitasi institusi<br />

terkait<br />

� Menyusun jaringan pengaman<br />

melalui bantuan untuk


Ruang Lingkup UKM:<br />

� Lingkup dasar<br />

(industri)<br />

� Grosir<br />

� Ritel<br />

� Jasa<br />

Modal : maksimal 50 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 300 orang<br />

Modal : maksimal 10 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 50 orang<br />

Modal : maksimal 10 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 50 orang<br />

Modal : maksimal 10 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 50 orang<br />

3.4.5. Implementasi Kebijakan Pengembangan UKM di Jepang<br />

32<br />

mempertahankan usaha atau<br />

mendukung perubahan pada<br />

usaha yang mengalami masa<br />

transisi ekonomi dan sosial.<br />

Modal : maksimal 300 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 300 orang<br />

Modal : maksimal 100 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 100 orang<br />

Modal : maksimal 50 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 50 orang<br />

Modal : maksimal 50 juta yen<br />

Pekerja: maksimal 100 orang<br />

Kebijakan yang ditempuh dalam mewujudkan peran UKM di Jepang<br />

bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan peran UKM. Kebijakan juga<br />

diarahkan dalam rangka meningkatkan kontribusi UKM dalam perekonomian dan<br />

status pekerja UKM. Di samping itu, peraturan perundang-undangan diharapkan<br />

dapat menunjang terwujudnya produktifitas dan iklim usaha UKM dalam<br />

memecahkan masalah dan mengatasi kendala yang dihadapi UKM dalam<br />

perekonomian dan aspek sosial lainnya, serta memajukan bisnis yang<br />

dilaksanakan UKM.<br />

Dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan<br />

pengembangan UKM di Jepang, maka strategi yang ditempuh melalui koordinasi<br />

Menteri Industri dan Perdagangan Internasional Jepang bekerjasama dengan<br />

pemerintah daerah dan asosiasi UKM meliputi berbagai aspek sebagai berikut:<br />

a) Pengembangan sumber daya manusia dan informasi yang dilaksanakan oleh<br />

Japan Small and Medium Enterprises Business Corporation (JASMEC)<br />

b) Pembiayaan yang dilaksanakan oleh Japan Finance Corporation of Small<br />

Business, People’s Finance Corporation dan The Soko Chukin Bank.<br />

c) Asuransi kredit dilaksanakan oleh Small Business Credit Insurance<br />

Corporation (SBCIC).<br />

d) Investasi dilaksanakan oleh Investment Promotion Corporation (IPC).<br />

e) Subkontrak dilaksanakan oleh National Association for Promoting<br />

Subcontracting Entreprising (NAPSE).<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>


f) Informasi dilaksanakan oleh National Center for Promotion of Information for<br />

Small and Medium Enterprises<br />

g) Bimbingan dilaksanakan oleh National Chamber of Commerce and Industry,<br />

National Federation of Commerce and Industry Association<br />

h) Penataan organisasi dilaksanakan oleh National Federation of Small and<br />

Medium Enterprises Organization dan National Federation for Promoting of<br />

Shopping District.<br />

3.4.6. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Jepang<br />

a. Pemerintah Jepang memahami bahwa UKM akan mendapat keuntungan<br />

atau manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market economy).<br />

b. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />

kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />

kepada usaha besar.<br />

c. Peran pemerintah Jepang dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />

sebagai fasilitator.<br />

d. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />

departemen perekonomian melalui JASMEC (Japan Small Medium<br />

Enterprises Business Corporation.<br />

e. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />

menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />

f. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />

.<br />

kebijakan kepada UKM.<br />

3.5. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan<br />

3.5.1. Gambaran Umum UKM di Taiwan.<br />

Selama 1999 yaitu setelah krisis moneter di wilayah Asia, pengaruh krisis<br />

moneter di Taiwan mulai sirna dan malah ekspor Taiwan kembali bergairah dan<br />

menunjukkan peningkatan yang tajam. Selain itu sektor produksi yang telah<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

33


diberikan rangsangan (stimulus) juga telah menunjukkan tanda-tanda kepulihan.<br />

Sedangkan gempa bumi yang melanda Taiwan pada tanggal 21 September<br />

1999 tidak banyak mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi Taiwan. Tidak<br />

terpengaruhinya pertumbuhan ekonomi makro negara Taiwan dapat terlihat dari<br />

Table 6 yang menggambarkan perbandingan pertumbuhan rata-rata ekonomi<br />

dibeberapa negara di Asia. Taiwan berdasarkan Table tersebut menunjukan<br />

peningkatan yang stabil dibandingkan negara Asia lainnya yaitu pertumbuhan<br />

ekonomi dari 4,8% di tahun 1998 menjadi 5,3% di tahun 1999 dan meningkat<br />

menjadi 6,7% di tahun 2000. Persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi terlihat<br />

jelas pada periode tahun 1999 – 2000 yaitu sebesar 1,4% dibandingkan dengan<br />

periode sebelumnya (1998- 1999 ) yaitu hanya sebesar 0,5%. Hal ini<br />

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Taiwan tidak banyak terpengaruh<br />

oleh krisis dan juga oleh gempa bumi yang melanda Taiwan di tahun 1999.<br />

Table 6 . Economic growth rate in the Asian Countries, 1999<br />

Unit: %<br />

Nama <strong>Negara</strong> 1998 1999 2000<br />

Taiwan 4,8 5,3 6,7<br />

Jepang -2,9 0,6 1,9<br />

Korea Selatan -5,8 9,0 5,9<br />

Thailand -9,4 3,7 4,2<br />

Malaysia -7,5 4,9 5,8<br />

Indonesia -13,4 (-14) -1,1 (3) 3,2 (4,8)<br />

Sumber:WEFA, Asia Executive Summary, Furst Quarter, 2000<br />

( ) = Data yang dikutip dari Iwantono (2001)<br />

UKM di Taiwan pada bulan Mei 2000 didefinisikan sebagai usaha dalam<br />

bidang manufaktur, konstruksi dan pertambangan yang memiliki modal tidak<br />

lebih dari 80 juta $ NT atau mempunyai jumlah pekerja tidak melebihi dari 200<br />

orang. Sedangkan definisi UKM dalam bidang perdagangan, transportasi dan<br />

jasa lainnya adalah usaha yang memiliki modal tidak lebih dari 100 juta $ NT<br />

dengan jumlah tenaga kerja tidak melebihi 50 orang.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

34


Meskipun terjadi perubahan-perubahan lingkungan baik internal maupun<br />

eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian di Taiwan, kinerja UKM<br />

Taiwan malah menunjukkan pertumbuhan yang positif pada tahun 1999,<br />

terutama dalam hal pertumbuhan jumlah UKM-nya yaitu 1.060.738 UKM<br />

(97,73% dari total 1.085.430 usaha dan persentase peningkatannya 1,49%),<br />

jumlah tenaga kerjanya 7.344.000 orang (total tenaga kerja 9.668.000 orang dan<br />

persentase peningkatannya 0,04%) dan jumlah pajak pertambahan nilai yang<br />

dibayarkan (persentase peningkatannya 3,33%) serta jumlah penjualan domestik<br />

yang terus meningkat.<br />

Dilihat dari faktor tenaga kerja di Taiwan pada tahun 1999, usia pekerja<br />

UKM yang terbesar adalah rata-rata antara 25 tahun sampai dengan 55 tahun.<br />

Perbedaan jenis kelamin di UKM lebih besar dibandingkan dengan usaha besar.<br />

Begipula halnya dengan latar belakang pendidikan, pekerja UKM pada umumnya<br />

adalah berpendidikan atau paling tinggi lulus sekolah menengah (SMU). Oleh<br />

karenanya gaji pekerja UKM umumnya lebih rendah dibandingkan dengan gaji<br />

pekerja pada usaha besar, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar pada<br />

pekerja yang baru. Selain itu juga UKM memiliki biaya personil yang lebih tinggi<br />

dibandingkan dengan usaha besar.<br />

Dengan berkembangnya era ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi<br />

dan teknologi internet dalam bidang ekonomi, strategi pemasaran UKM juga<br />

mengalami perubahan yang drastis yang berusaha untuk secara terus menerus<br />

melakukan operasionalisasi dan berkompetisi. Keunggulan kompetitif dari UKM<br />

Taiwan adalah kuatnya semangat kewirausahawan dan kemauan untuk berubah<br />

(willingness to change), serta fondasi yang kuat untuk melakukan kolaborasi<br />

jaringan produksi pada industri-industri tradisional dan peningkatan kualitas jiwa<br />

kewirausahawan pada sektor yang menggunakan high technology. Namun<br />

kelemahannya adalah berlanjutnya kekurangan sumber daya, inefisiensi<br />

produksi dan pemasaran produk serta pelaksanaan penelitian dan<br />

pengembangan (R&D). Hasil survey menunjukan bahwa strategi pemasaran<br />

UKM perlu ditekankan pada:<br />

1). meningkatkan produktivitas pemasaran;<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

35


2). memasarkan produk-produk baru;<br />

3). menciptakan corporate image; dan<br />

4). memperkuat after sales service.<br />

Perusahaan dan UKM yang baru dibentuk berdasarkan statistik<br />

menunjukan tingkat efisiensi yang tinggi dalam penggunaan modal dibandingkan<br />

perusahan dan UKM lama. Untuk membangun lingkungan yang kondusif bagi<br />

tumbuh dan berkembangnya usaha baru, pemerintah Taiwan telah<br />

mengeluarkan beberapa kebijakan seperti, Youth Enterprise Loans Scheme,<br />

Venture Capital Scheme, incubators, dan lain-lain. Namun, UKM masih<br />

membutuhkan koordinasi yang lebih baik pada tahap permulaan pembentukan<br />

usaha yang berupa penyediaan dukungan.<br />

UKM dalam penerapan penggunaan e-commerce lebih sedikit dibanding<br />

dengan usaha besar. Oleh karena itu, strategi promosi UKM dalam menciptakan<br />

lingkungan yang kondusif bagi pengembangan e-commerce di Taiwan meliputi:<br />

penguatan infrastruktur dasar e-commerce, mempercepat peningkatan bakat e-<br />

commerce, dan merangsang pertumbuhan e-commerce.<br />

Peran UKM dalam ekonomi Taiwan berubah dari sebagai usaha yang<br />

mengekspor produk akhir menjadi usaha yang memasok komponen ke usaha<br />

besar. Hal ini dikarenakan struktur industri yang terus meningkat ke arah industri<br />

yang menggunakan high technology.<br />

3.5.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan<br />

Pemerintah Taiwan melakukan pengembangan UKM secara terencana<br />

dan konsisten melalui upaya-upaya pemberdayaan UKM dengan memperhatikan<br />

pusat dan kompetisi bisnisnya, membangun jaringan kerja UKM yang kokoh,<br />

membantu UKM menjadi lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan, dan<br />

mempertinggi kemampuan dan akses UKM untuk memasuki pasar global dan<br />

internasional dengan cara joint venture, kerjasama teknik dan aliansi strategis.<br />

Taiwan mempunyai suatu sistem yang dikenal sebagai 10 (sepuluh)<br />

sistem program. Sistem program ini digunakan sebagai pedoman dalam rangka<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

36


membantu pengembangan UKM Taiwan. Kesepuluh sistem program ini adalah<br />

(1) sistem keuangan, (2) sistem manajemen, (3) sistem manajemen informasi,<br />

(4) sistem teknologi produksi, (5) sistem penelitian dan pengembangan, (6)<br />

sistem keselamatan industri, (7) sistem kontrol polusi, (8) sistem marketing, (9)<br />

sistem kerjasama yang saling menguntungkan dan (10) sistem peningkatan<br />

kualitas. Kesepuluh sistem ini membentuk suatu jaringan pembinaan UKM dan<br />

bersama dengan Small Medium Enterprise Administration (SMEA) yang<br />

bertanggung jawab terhadap pengkoordinasian kegiatan, menyediakan<br />

informasi, bimbingan jangka pendek, bimbingan individu, bimbingan kepada<br />

perusahaan, dan demonstrasi presentasi dan lain- lain yang berfungsi sebagai<br />

pendorong bagi UKM untuk terus berkembang. Pada tahun 2000 sistem ini telah<br />

menerapkan sekitar 100 rencana bimbingan yang membimbing lebih dari 1000<br />

UKM.<br />

Selain sepuluh sistem program tersebut pemerintah Taiwan juga memiliki<br />

SME Development Fund (SMEDF) yang menyediakan pembiayaan proyek dan<br />

juga pemberian bantuan kepada UKM dalam penggalangan modal awal dan<br />

pembentukan inkubator dan lain sebagainya. Pemerintah Taiwan melalui SMEA<br />

mendirikan Instant Solution Center (ISC) pada bulan Mei 1996. Pembentukan<br />

ISC ini adalah untuk memberikan bantuan bagi pertanyaan dan permintaan dari<br />

UKM. Selama 4 tahun ISC telah membantu sekitar 7000 UKM dan sekitar 70%<br />

masalah yang dihadapi UKM dapat terselesaikan. Masalah umum yang dihadapi<br />

UKM adalah masalah keuangan, pinjaman, hutang, pajak, perlindungan<br />

pemasaran dan teknologi. Namun yang paling dominan adalah masalah<br />

keuangan.<br />

SME Service Center (SMESC) yang dibentuk di Taipei dan beberapa kota<br />

lainnya oleh SMEA memiliki peran penting dalam membantu pengembangan<br />

UKM di Taiwan melalui training, seminar dan bimbingan. Sudah sekitar 6000<br />

seminar yang dihadiri 400.000 orang dan SMESC juga telah menerima sekitar<br />

200.000 telpon dan telah menyerahkan sekitar 20.000 kasus ke instansi terkait<br />

serta telah mengirimkan ahli untuk melayani masalah di lokasi UKM sekitar<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

37


60.000 kasus. Selain itu SMESC telah mengunjungi sekitar 20.000 UKM dan<br />

menyediakan informasi lebih dari 6.000.000 informasi.<br />

Selain itu pemerintah Taiwan berusaha dengan sekuat tenaga membantu<br />

tenaga kerja UKM yang meliputi sekitar 78,25% dari seluruh tenaga kerja di<br />

Taiwan UKM dalam hal meningkatkan kualitasnya dengan mendirikan SME<br />

Training Center (SMETC) beberapa tahun lalu. SMETC melaksanakan 300<br />

pelatihan dengan peserta sekitar 20.000 orang pada tahun 1999. Selain itu,<br />

SMETC mengadakan kegiatan lifelong learning dan learning passport bagi UKM<br />

dan sekitar 5.000 UKM sudah mendapatkan lifelong learning passport. Untuk<br />

meningkatkan kualitas tenaga kerja UKM pemerintah melaksanakan promosi<br />

pelatihan seminar dan program belajar jarak jauh. Program ini dilaksanakan oleh<br />

asosiasi UKM yang bekerjasama dengan beberapa universitas, akademi dan<br />

lembaga penelitian serta dengan Business Administration Consultants<br />

Association, SMESC, KADIN dan KADINDA. Program ini telah memperkuat<br />

berbagai aspek pelatihan yang dibutuhkan oleh UKM. Pada tahun 1999, telah<br />

diadakan sekitar 500 seminar dengan dihadiri oleh sekitar 55.000 peserta.<br />

Sealin itu, fasilitas untuk program belajar jarak jauh (PBJJ) yaitu video<br />

conferencing telah dibangun di sebelah utara, selatan dan pusat Taiwan<br />

sehingga dapat dilaksanakan secara simultan di ketiga daerah tersebut yang<br />

menekankan untuk memperkuat pelatihan UKM dalam bidang manajemen,<br />

keuangan dan akunting, IT dan kepegawaian. Sekitar 40 PBJJ telah<br />

dilaksanakan pada tahun 1999 dengan peserta sejumlah 6.000 orang.<br />

Pendirian the SME Service Network (SMESN) oleh pemerintah Taiwan<br />

ditujukan untuk menyediakan layanan kepada UKM daerah dan masyarakat<br />

daerah dalam menjalin kerjasama dan memperluas jaringan kerja antar UKM di<br />

daerah. Selain itu pemerintah juga memperkuat image bagi UKM di daerah,<br />

misalnya industri sepatu kota Sanchong, industri keramik kota Miaoli dan juga<br />

penyedian bimbingan kepada industri lokal yang mempunyai karakteristik khusus<br />

seperi daerah pariwisata di Lishan, daerah plesiran di Taichung, industri garmen<br />

di Shalu, industri batu bata di Huatan dan Changhua, industri bambu di Chushan<br />

dan Nantou, industri tradisional keramik di Nantou dan industri anggrek di<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

38


Pingtung. SMESN membantu UKM dalam bidang pengembangan produk,<br />

pembentukan aliansi strategik, diagnosa perusahaan, pelatihan pegawai,<br />

pelaksanaan pameran, promosi penjualan produk dan lain sebagainya.<br />

Pembentukan kelima service team yaitu Commercial District Upgrading<br />

and Reconstruction Service Team, Export Promotion Service Team,<br />

Management Assistance Service Team, Manufacturing Industry Technology<br />

Upgrading Service Team (MITUST) dan Internet Promotion Service Team yang<br />

diprakarsai oleh departemen perekonomian adalah bertujuan untuk membantu<br />

secara aktif UKM dalam meningkatkan kegiatan produksi UKM, memberikan<br />

bantuan penekanan yang sama terhadap tujuan jangka panjang dan jangka<br />

pendek serta memberikan pemecahan masalah yang dihadapi UKM sampai ke<br />

akar-akarnya. Sampai bulan Mei 2000 tercatat bahwa team tersebut telah<br />

memberikan bantuan bimbingan dan diagnosa keuangan perusahaan kepada<br />

100 UKM, membantu 50 UKM yang mengalami kesulitan dalam hal sistem<br />

perencanaan keuangan dan akuntansi, memberikan dignosa manajemen kepada<br />

500 UKM dan membimbing 120 UKM.<br />

Selain itu, pemerintah Taiwan juga telah menyediakan program bantuan<br />

keuangan bagi UKM. Program yang pertama adalah SME Credit Guarantee<br />

Fund (SMECGF). Skim kredit ini didukung oleh pemerintah dan perbankan<br />

Taiwan dan merupakan alat untuk mendapatkan bantuan keuangan bagi UKM<br />

Taiwan. Skim ini menyediakan jaminan kredit bagi UKM yang memiliki potensi<br />

berkembang yang kuat namun tidak ada memiliki cukup kolateral (agunan). Skim<br />

ini membagi resiko dengan institusi keuangan sehingga skim kredit ini dapat<br />

meyakinkan institusi keuangan untuk memberikan pinjaman kepada UKM<br />

tersebut dengan mudah. Namun skim kredit ini memiliki banyak kendala pada<br />

saat ini, seperti sistematisasi sumber pendanaan, kebutuhan untuk<br />

meningkatkan kualitas kredit, dan kebutuhan untuk mencapai keseimbangan<br />

antara pendapatan dan pengeluaran. Untuk memaksimalkan peran SMECGF,<br />

maka SMECGF mencari jalan untuk mengembangkan sumber pendapatan yang<br />

baru dan juga berusaha untuk memaksimalkan penggunaan dananya serta<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

39


mendorong UKM yang sudah dibantu dan berhasil memberikan kontribusi<br />

kepada SMECGF.<br />

Program bantuan keuangan yang kedua adalah Case Specifics Loans for<br />

SME (CSLSME). Dalam hal ini perbankan dan institusi keuangan Taiwan<br />

mendukung usaha pengembangan UKM melalui program penyedian pinjaman<br />

untuk kasus-kasus yang spesial dengan tujuan pengembangan tertentu.<br />

Pinjaman ini dibagi kedalam enam kategori yaitu, seperti yang terdapat dalam<br />

Tabel di bawah ini.<br />

Table 7. Pinjaman Khusus bagi UKM Taiwan<br />

Kategori Pinjaman Tipe Pinjaman Sumber pendanaan<br />

Pollution reduction Low interest loans bagi<br />

pembelian peralatan oleh<br />

UKM untuk pencegahan polusi<br />

Operating cost reduction � SME Guidance Upgrading<br />

Loans<br />

� Traditional<br />

Upgrading Loans<br />

Industry<br />

� Low interest loans untuk<br />

pembelian<br />

otomatisasi<br />

peralatan<br />

� Pinjaman bagi pembelian<br />

atau Upgrading peralatan<br />

otomatisasi<br />

� SME foundation<br />

establishment loans<br />

� Pinjaman kecil dan layak<br />

bagi UKM untuk<br />

memenuhi kebutuhan<br />

cash flow<br />

40<br />

Executive Yuan Development<br />

Fund<br />

Executive Yuan Development<br />

Fund<br />

Executive Yuan Development<br />

Fund<br />

Executive Yuan Development<br />

Fund<br />

Postal saving funds yang<br />

disediakan oleh Bank sentral<br />

Assistance in obtaining land Plant Relocation Loans SME development Fund<br />

Improving compettiveness � Project financing for SME development Fund<br />

�<br />

improving competitiveness<br />

Mutual assistance project<br />

financing<br />

SME development Fund<br />

Increasing willingness to Export and overseas Export-import bank of The<br />

invest<br />

Investment assistance loans Republic of China<br />

Pinjaman-pinjaman lainnya � Pinjaman untuk Taiwan Cooperative Bank<br />

peningkatan<br />

demand<br />

domestic<br />

� Pinjaman Natural disaster<br />

recovery<br />

SME development Fund<br />

� Cash flow financing pada SME development Fund<br />

periode resesi dan Council for economic planning<br />

penurunan<br />

and development medium and<br />

long term funding<br />

SME development Fund<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

SME Credit Guarantee Fund


Program bantuan keuangan yang ketiga adalah the mutual guarantee<br />

system (MGS). The mutual guarantee fund (MGF) dibentuk pada bulan Agustus<br />

1997 dan ditujukan untuk membentuk formasi bantuan lingkar yang saling<br />

menguntungkan (mutual assitance circles - MAC) melalui bantuan, kepercayaan,<br />

pembagian resiko bersama yang saling menguntungkan antar UKM. MGS dan<br />

MGF dan para anggota dapat memperoleh pendanaan dari bank melalui jaminan<br />

bersama. Jaminan lainnya dapat diperoleh dari perusahaan asuransi yang<br />

digunakan untuk meningkatkan besarnya pinjaman atau untuk membantu UKM<br />

mendapatkan pinjaman dari bank.<br />

Pada bulan Juni 1998, MGF telah mengoperasikan 12 model bantuan<br />

lingkar. Setiap lingkar mempunyai 12-15 UKM sehingga mencapai lebih dari 160<br />

UKM yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. MGF juga telah mencari alternatif<br />

solusi yang dapat membantu UKM meningkatkan sistem komputerisasinya. Pada<br />

bulan November 1998, MGF telah membuat MGS yang tidak memakai jaminan<br />

asuransi. Pada akhir bulan Mei 2000, sekitar 648 UKM telah membentuk 57<br />

MAC and mendapatkan pinjaman sejumlah 3,4 milyar $NT.<br />

Untuk mengantisipasi perubahan dunia yang cepat, pemerintah Taiwan<br />

telah mengembangkan the National Construction Plan for the 21 st Century.<br />

Perencanaan ini digunakan sebagai pedoman bagi kebijakan pemerintah. Selain<br />

itu kebijakan UKM merupakan elemen penting dalam kebijakan ekonomi Taiwan<br />

dan juga merupakan acuan tugas bagi para pemimpin untuk mensukseskan visi<br />

Taiwan yaitu abad 21 ini adalah abad UKM.<br />

Kebijakan pengembangan UKM di Taiwan dikoordinir oleh menteri<br />

ekonomi Taiwan. Menteri ekonomi inilah yang memberikan bantuan dan<br />

bimbingan kepada UKM agar tumbuh mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut<br />

menteri ekonomi Taiwan membantu dan mendorong UKM dengan kegiatan<br />

sebagai berikut:<br />

a. Penelitian dan pengembangan pasar (market research and development)<br />

meliputi penyediaan jasa informasi, penciptaan nama produk yang eksklusif,<br />

pengaturan jaringan usaha dan pengembangan pasar potensial.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

41


. Rasionalisasi kelanjutan pelaksanaan usaha meliputi 1). penelitian dan<br />

pengembangan produk baru. 2). modernisasi dan renovasi fasilitas produksi<br />

dan peningkatan teknologi produksi. 3). peningkatan metode manajemen<br />

usaha. 4). ekspansi pasar dan penerimaan informasi yang dibutuhkan. 5).<br />

perubahan dan penyesuaian bidang usaha. 6). penerimaan sumber daya dan<br />

pengetahuan teknis untuk operasionalisasi usaha.<br />

c. Promosi keuntungan bersama (mutual cooperation) meliputi 1). amalgamasi<br />

usaha perdagangan vertikal dan pengembangan dan promosi sistem satellite<br />

factory. 2). amalgamasi usaha perdagangan horizontal dan pengembangan<br />

dan promosi produksi bersama dan sistem pemasaran. 3). Dana mutual atau<br />

usaha koperasi. 4). kerjasama teknis dan pengembangan teknologi. 5).<br />

pengadaan barang, dan, 6). pembangunan sasaran pemasaran yang<br />

strategis.<br />

d. Perlindungan faktor produksi dan penemuan teknologi meliputi 1).<br />

memformasikan dan mengakumulasikan modal usaha. 2). mengakomodasi<br />

modal usaha. 3). penetapan tanah, pembangunan kantor, pengadaan<br />

peralatan, lokasi usaha dan informasi usaha. 4). pendidikan dan pelatihan<br />

pegawai serta peningkatan produktifitas pegawai. 5). melindungi sumber<br />

bahan dasar pertanian dan industri serta pengetahuan teknis. 6). membantu<br />

UKM mendapatkan dana dari pasar modal. 7). meningkatkan jasa layanan<br />

dan keterampilan teknis.<br />

e. Pendidikan dan pelatihan pegawai yang kompeten<br />

f. Pengembangan pendanaan UKM, meliputi 1). membiayai pengeluaran<br />

operasional untuk melaksanakan perencanaan. 2). berpartisipasi dalam<br />

proyek investasi dan pengembangan atau menyediakan jaminan keuangan<br />

bekerjasama dengan lembaga keuangan. 3). menanamkan investasi dalam<br />

UKM atau menyediakan dukungan dana bagi UKM.<br />

Dana pembangunan UKM didapat dari beberapa sumber berikut ini:<br />

a. dari anggaran belanja tahunan pemerintah pusat<br />

b. dana khusus<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

42


c. sumbangan (donasi) dari individu atau kelompok, atau organisasi publik<br />

maupun swasta.<br />

d. bunga bank yang berasal dari dana UKM.<br />

e. Dan penerimaan lainnya yang berhubungan dengan pengembangan UKM.<br />

3.5.3. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Taiwan.<br />

g. Pemerintah yang berkuasa di Taiwan memahami bahwa UKM Taiwan akan<br />

dapat keuntungan atau manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market<br />

economy).<br />

h. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />

kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />

kepada usaha besar.<br />

i. Peran pemerintah Taiwan dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />

sebagai fasilitator.<br />

j. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />

departemen perekonomian melalui Small Medium Enterprises Administration<br />

(SMEA).<br />

k. Perusahaan yang baru berdiri didorong untuk terus membantu UKM yang<br />

akan bangkrut.<br />

l. Penanaman investasi langsung merupakan salah satu alat untuk<br />

mengembangkan UKM.<br />

m. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />

menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />

n. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />

kebijakan kepada UKM.<br />

3.6. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Korea Selatan<br />

3.6.1. Gambaran Umum UKM di Korea Selatan<br />

Faktor penentu keberhasilan pengembangan UKM di Korea Selatan adalah<br />

institutional setting yang lengkap, kuat dan sistematis yaitu dalam bentuk<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

43


undang-undang yang komprehensif dan secara konsisten dilaksanakan dan<br />

didukung lembaga non pemerintah. Hal ini diikuti dengan pemutahiran kebijakan<br />

yang sejalan dengan tantangan dan kebutuhan, serta didukung oleh<br />

berfungsinya lembaga pembiayaan khusus untuk UKM. Kebijakan<br />

pengembangan UKM di Korea Selatan antara lain adalah dikeluarkannya skim<br />

kredit khusus UKM, pengembangan kerjasama kemitraan dengan usaha besar,<br />

bimbingan teknis dan managerial.<br />

Langkah lain yang ditempuh dalam menunjang perkembangan UKM adalah<br />

pembentukan Small and Medium Industry Policy Council (SMIPC) yang dipimpin<br />

oleh Perdana Menteri. Dewan ini pula yang menentukan kebijakan jumlah<br />

anggaran untuk bantuan organisasi-organisasi ekonomi untuk meningkatkan<br />

pembinaan UKM.<br />

Dalam pengalokasian dana perbankan bagi UKM pemerintah Korea Selatan<br />

tidak membatasi berapa minimal portfolio kredit UKM, akan tetapi dilakukan<br />

pengawasan jumlah maksimal portfolio kredit perbankan untuk kelompok<br />

konglomerat yaitu maksimal hanya 20 persen. Dengan demikian, otomatis porsi<br />

terbesar dana perbankan dialokasikan untuk UKM. Pengendalian terhadap kredit<br />

perbankan dilakukan pemerintah secara transparan dan setiap tahun otoritas<br />

moneter mengumumkan jumlah kredit yang disalurkan perbankan untuk<br />

konglomerat.<br />

UKM di Korea Selatan didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang<br />

mempekerjakan kurang dari 300 orang dan yang mempunyai modal dasar<br />

kurang dari 8 juta won. Selain itu suatu perusahaan dapat diklasifikasikan<br />

sebagai UKM kalau perusahaan tersebut bukan salah satu dari 30 perusahaan<br />

besar nasional dan sudah beroperasi selama kurang lebih tiga tahun.<br />

Table 8. Definisi UKM di Korea Selatan<br />

Klasifikasi industri Definisi UKM<br />

Manufaktur Modal maksimal adalah 6,7 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />

300 orang<br />

Pertambangan, transportasi Modal maksimal adalah 2,5 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />

dan konstruksi<br />

300 orang<br />

Pertanian, perikanan, dan Penjualan maksimal adalah 16 juta US$ dengan pekerja<br />

kehutanan<br />

maksimal 200 orang pada usaha pembibitan dan perikanan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

44


Modal maksimal adalah 4 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />

50 orang pada usaha pertanian dan kehutanan<br />

Jasa Terdapat 5 standar jasa:<br />

1. Modal maksimal adalah 25 juta US$ dengan pekerja<br />

maksimal 300 orang pada usaha proses informasi dan<br />

lainnya<br />

2. Modal maksimal adalah 16 juta US$ dengan pekerja<br />

maksimal 200 orang pada usaha komunikasi dan lainnya<br />

3. Modal maksimal adalah 8 juta US$ dengan pekerja<br />

maksimal 100 orang pada usaha penjualan komunikasi<br />

4. Modal maksimal adalah 4 juta US$ dengan pekerja<br />

maksimal 50 orang pada usaha wholesale dan lainnya<br />

5. Modal maksimal adalah 1,6 juta US$ dengan pekerja<br />

maksimal 30 orang pada usaha ritel dan lainnya<br />

Jumlah UKM di Korea Selatan pada akhir tahun 1998 adalah sekitar 2,6<br />

juta yang mewakili 99,2 % dari keseluruhan usaha di Korea Selatan dengan<br />

jumlah pekerja sebesar 7,65 juta orang yaitu 75,3 % dari total jumlah tenaga<br />

kerja di Korea Selatan.<br />

Table 9. Jumlah Pekerja UKM di Korea Selatan<br />

Jumlah pekerja<br />

(dalam ribuan)<br />

Jumlah Jumlah pekerja Persentase (%) Pekerja di<br />

Jumlah 10.178 7.659 75,3 2.519<br />

Di bidang<br />

Manufaktur<br />

2.980<br />

(2.324)<br />

2.149<br />

(1.638)<br />

perusahaan<br />

besar<br />

72,1 (70,5) 831 (686)<br />

Lain-lain 7.198 5.510 76,5 1.688<br />

( ) = jumlah perusahaan yang mempunyai pekerja minimal 5 pegawai.<br />

Sumber: 1998 Survey report on Basic Workplace Statistics.<br />

Table 10. Jumlah UKM di Korea Selatan<br />

Jumlah<br />

Perusahaan<br />

Jumlah Jumlah UKM Persentase (%) Perusahaan<br />

Jumlah 2.629.868 2.607.710 99,2 22.158<br />

Manufaktur 278.923<br />

(79.544)<br />

278.068<br />

(78.869)<br />

Besar<br />

99,7 (99,2) 855 (675)<br />

Lain-lain 2.350.945 2.329.642 99,1 21.303<br />

( ) = jumlah perusahaan yang mempunyai pekerja minimal 5 pegawai.<br />

Sumber: Survey <strong>Report</strong> on Basics Workplace Statistics<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

45


3.6.2. Arah Kebijakan Umum Pengembangan UKM<br />

Pada abad 21 jumlah dan peranan sektor swasta telah meningkat.<br />

Struktur industri telah berubah menjadi fungsi ke arah intensifikasi teknologi dan<br />

didukung oleh penggunaan teknologi baru. Untungnya Small Medium Business<br />

Administration (SMBA) yang berfungsi untuk mengembangkan dan<br />

mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan UKM di Korea<br />

Selatan, memahami kecenderungan tersebut dengan merubah kebijakannya dari<br />

“old fashioned support measure” kepada kebijakan baru yang secara aktif<br />

merespon terhadap inovasi-inovasi baru yang terjadi di abad 21. Oleh karena itu<br />

SMBA mengarahkan kebijakannya kepada perubahan struktur dan peningkatan<br />

daya saing internasional UKM. Pemerintah Korea Selatan membantu UKM<br />

mengembangkan kapabilitasnya. Selain itu kebijakan pemerintah juga<br />

menekankan pada pembangunan sistem dimana penghargaan dibuat dengan se<br />

adil mungkin sesuai dengan kompetisi pasar dan menciptakan suatu iklim<br />

dimana UKM dan perusahaan ventura dapat berkontribusi dalam meningkatkan<br />

pertumbuhan ekonomi nasional.<br />

3.6.3. Kebijakan Pemberian Bantuan kepada UKM.<br />

Ada paling sedikit 8 kebijakan dalam rangka pemberian bantuan kepada<br />

UKM yaitu pendirian UKM baru dan pengembangan UKM, peningkatan sistem<br />

inovasi teknologi UKM, penciptaan lingkungan usaha yang kondusif bagi<br />

pengelolaan UKM, peningkatan informasi bagi UKM, perluasan pasar domestik<br />

dan internasional bagi UKM, peningkatan peran dan perluasan industri UKM,<br />

pengembangan sistem pendukung yang efisien tehadap UKM, dan yang terakhir<br />

adalah pemberian insentif pajak kepada UKM dan badan yang terkait dengan<br />

UKM.<br />

a. Kebijakan yang pertama perluasan secara berkelanjutan peningkatan<br />

investasi terhadap tumbuhnya UKM baru dan peningkatan perkembangan UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

46


Kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah mendorong berkembangnya<br />

perusahaan ventura dan UKM; menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap<br />

tumbuhnya investasi bagi UKM dan perusahaan ventura; perluasan<br />

pembangunan infrastruktur bagi pertumbuhan usaha baru yang berkelanjutan;<br />

dan mempromosikan jiwa wiraswasta; serta mendukung usaha ventura untuk<br />

menciptakan pasar internasional.<br />

Pemerintah dan swasta bekerja sama dengan menyediakan dana<br />

investasi sebesar 830 juta US$ yang berasal dari dalam dan luar negeri sebagai<br />

dasar penyediaan keuangan publik yang diperuntukan bagi modal usaha<br />

pertama bagi UKM dan perusahaan ventura. Pada bulan September 2000, 147<br />

perusahaan ventura besar yang mempunyai aset sebesar 1,8 milyar US$ dan<br />

274 perusahaan patungan dengan aset 1,76 milyar US$ telah bersedia<br />

membantu program tersebut. Agar program pemberian dana atau modal awal<br />

bagi UKM dan perusahaan ventura berjalan secara efisien maka dana bantuan<br />

yang berbentuk pinjaman ini dikurangi. Sebagai penggantinya dana bantuan<br />

dalam bentuk investasi akan dikembangkan dan diperluas.<br />

Dalam rangka membentuk sistem pemberian bantuan yang bertanggung<br />

jawab dan komprehensif maka dibentuklah Da-San Venture Co. Ltd. Perusahaan<br />

ini dikelola secara independen oleh para ahli dari kalangan swasta yang<br />

profesional dan bertangung jawab, yang bertugas membantu UKM dan<br />

perusahaan baru untuk mengembangkan gagasan-gagasan usaha dengan<br />

teknologi mutakhir serta mencarikan mereka daerah yang tepat untuk melakukan<br />

usahanya.<br />

Selain itu pemerintah juga mendorong institusi keuangan dalam dan luar<br />

negeri untuk memperluas investasi mereka pada perusahaan dana ventura<br />

swasta. Vertex di Singapura dan SsgA di Amerika yang telah menginvestasikan<br />

sebesar 10 juta US $ di Korea Venture Fund. Pemerintah juga telah<br />

meningkatkan pengawasannya terhadap pasar KOSDAQ. Hal ini dilakukan untuk<br />

meningkatkan peran pemerintah dalam pemberian bantuan keuangan kepada<br />

UKM dan perusahaan ventura. Kelompok usaha lainnya juga sedang<br />

dipromosikan yaitu angel investment. Ada sekitar 25 club angels dan 52<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

47


usiness angels yang menginvestasikan dananya kepada 310 UKM dan<br />

perusahaan ventura.<br />

Institusi penelitian dan universitas dijadikan sebagai pusat pembibitan<br />

(incubator center) usaha baru dan diharapkan pada tahun depan pusat<br />

pembibitan usaha baru dapat ditingkatkan menjadi 332. Di Korea pada tahun<br />

2000 terdapat sekitar 292 pusat pembibitan usaha baru dan sekitar 3295 usaha<br />

baru yang akan memulai usahanya. SMBA memberikan bantuannya dengan<br />

membangun jaringan kerja antar pusat pembibitan usaha baru dan membina<br />

para manajer pada pusat tersebut untuk dapat menciptakan pelatihan khusus<br />

bagi mereka.<br />

Selain itu terdapat sekitar 200 kemitraan yang akan mendirikan usaha<br />

baru. Mereka merupakan pemuda yang aktif, cerdas dan ambisius. Ada juga<br />

sekitar 100 pelatihan untuk usaha baru di universitas dan pusat penelitian yang<br />

mendidik sekitar 7000 peserta. Pemerintah juga mendorong agar para profesor<br />

dan peneliti untuk memulai melakukan kegiatan lab-based start-ups dan sekitar<br />

337 UKM baru yang dilaksanakan oleh para profesor dan peneliti. SMBA<br />

mendorong pelaksanaan program kegiatan tersebut.<br />

Selain ketiga kegiatan di atas perlu juga usaha untuk menciptakan iklim<br />

yang kondusif bagi terciptanya jiwa wiraswasta yaitu pengusaha yang kreatif<br />

yang selalu berusaha untuk meningkatkan kemauannya dan teknologi pada<br />

beberapa bidang usaha. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Korea<br />

Selatan berusaha menyediakan berbagai kesempatan pendidikan dan<br />

memberikan kelompok usaha di universitas beberapa program bantuan. Selain<br />

itu pemerintah juga memberikan dorongan kepada usaha ventura dan usaha<br />

baru untuk menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi tumbuhnya minat para<br />

generasi muda untuk melakukan usaha ventura. Universitas diperbolehkan untuk<br />

melakukan kegiatan usaha di universitasnya dan profesor dapat bekerja sebagai<br />

pegawai pada perusahaan baru tersebut. Para manajer UKM dapat<br />

berpartisipasi dalam pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau organisasi<br />

publik lainnya.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

48


Dalam rangka membantu usaha ventura dan UKM melakukan usahanya<br />

pada pasar global, pemerintah telah membangun Pusat ventura Korea (Korea<br />

Venture Center) di Washington DC. Pusat usaha ini diharapkan dapat membantu<br />

usaha ventura domestik dalam beberapa bidang dan dengan cara yang<br />

ekstensif.<br />

b. Kebijakan yang kedua peningkatan sistem inovasi teknologi UKM. Ada<br />

beberapa kegiatan yang dilaksanakan pemerintah untuk mendukung kebijakan<br />

tersebut. Kegiatan yang pertama adalah penyediaan upaya peningkatan daya<br />

saing teknologi UKM. Dalam rangka melaksanakan kegiatan ini pemerintah telah<br />

menerapkan Five-year plan for improvement of technological development of<br />

SME kedalam tahap operasionalisasi. Selain itu pemerintah melakukan promosi<br />

visi jangka panjang dan pendek pengembangan teknologi UKM. SMBA<br />

melakukan survey tentang teknologi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan<br />

UKM dengan tujuan SMBA dapat membuat kebijakan yang lebih baik lagi.<br />

Pemerintah juga berupaya membangun fasilitas penelitian dalam bentuk jaringan<br />

dan data base.<br />

Kegiatan yang kedua adalah dukungan bagi inovasi teknologi dan dana<br />

pembangunan untuk UKM. UKM umumnya menghadapi masalah dalam hal<br />

pengembangan teknologi. Untuk itu pemerintah memfokuskan usaha<br />

bantuannya dengan mendukung peningkatan teknologi UKM. Selain itu<br />

pemerintah juga menyediakan sebagian pengeluarannya kepada UKM yang<br />

dapat mengembangkan produk UKM yang baru dengan menggunakan dan<br />

memanfaatkan kemampuan teknologinya.<br />

Kegiatan yang ketiga adalah mendukung konsorsium pengembangan<br />

teknologi pada institusi penelitian akademis dan industri. Pemerintah pusat dan<br />

daerah membantu UKM dengan memanfaatkan SDM dan fasilitas universitas<br />

dan pengembangan teknologi. Universitas, institusi penelitian dan UKM<br />

membentuk suatu konsorsium yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi<br />

yang dibutuhkan di lokasi produksi. Dukungan pemerintah pusat dan daerah<br />

adalah dalam bentuk pemberian bantuan dana.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

49


Kegiatan yang keempat adalah dukungan bagi bimbingan teknologi UKM.<br />

Dalam hal ini pemerintah membantu UKM dalam memecahkan masalah<br />

manajemen dan teknologi. Oleh karena itu pemerintah menyediakan insentif<br />

keuangan kepada para profesional dari universitas dan institusi penelitian untuk<br />

memberikan bimbingan teknis kepada UKM. SMBA pada kantor di tingkat lokal<br />

membantu UKM dengan cara menguji dan mengawasi produk baru yang<br />

dihasilkan UKM. Selain itu SMBA juga mendorong sekitar 18 institusi publik<br />

untuk memberikan kesempatan kepada UKM berpartisipasi dalam kegiatan<br />

litbang (R & D) di institusi tersebut dan mempromosikan kemampuan<br />

teknologinya. Pengeluaran kegiatan R&D pada tahun 2000 meningkat dari 4% di<br />

tahun 1999 menjadi 5 %.<br />

Pemerintah juga berupaya untuk memberikan dorongan bagi alih<br />

teknologi. Untuk mendorong alih teknologi dan perdagangan, pemerintah Korea<br />

Selatan telah membangun Korea Technology Trade Center yang<br />

mengintegrasikan jaringan informasi usaha. Pusat-pusat ini akan dibangun juga<br />

di universitas dan di institusi penelitian.<br />

c. Kebijakan ketiga penciptaan lingkungan usaha yang kondusif bagi<br />

pengelolaan UKM. Tujuan sistem pemberian bantuan keuangan pemerintah<br />

Korea untuk UKM adalah untuk mereduksi peningkatan biaya dan memperluas<br />

akses pemberian dana kepada UKM. Sistem pemberian bantuan keuangan<br />

pemerintah Korea terdiri dari sistem bantuan dana untuk institusi keuangan,<br />

permintaan atau supply dana Bank Korea dan sistem bantuan keuangan publik.<br />

Pemerintah memberikan jaminan kredit bagi UKM yang memiliki sekuritas<br />

yang lemah sehingga UKM tersebut dapat bantuan dana dari institusi keuangan.<br />

Pemerintah juga mendorong UKM untuk meningkatkan pendapatan mereka<br />

dalam usaha pasar uang dan mendorong insitusi keuangan untuk memperluas<br />

pinjaman kreditnya kepada UKM. Keuangan publik akan menangani usaha-<br />

usaha yang tidak dapat dijangkau oleh institusi keuangan, sehingga keuangan<br />

publik ini dapat secara aktif mengatasi kegagalan pasar.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

50


Selain diversifikasi sistem keuangan, pemerintah juga berupaya untuk<br />

meningkatkan sistem bantuan ketenagakerjaan UKM. UKM Korea telah lama<br />

mengalami kekurangan tenaga kerja. Untuk mengatasi tidak seimbangnya antara<br />

supply dan demand tenaga kerja, maka pemerintah sedang menggarap suatu<br />

master plan for vocational training 2000- 2003. Selain itu SMBA melakukan<br />

promosi outsourcing sumber daya manusia dengan mensinergikan kemitraan<br />

bidang industri dan akademis serta pembentukan kelompok yang terdiri dari<br />

manajemen dan teknik yang profesional dari dalam dan luar negeri.<br />

SMBA mendorong agar perusahaan besar sadar bahwa mereka tidak<br />

dapat berkembang tanpa UKM dan seluruh usaha diharapkan untuk melakukan<br />

kerjasama yang saling menguntungkan. Untuk itu pemerintah menyediakan<br />

berbagai insentif termasuk insentif pajak dan insentif pinjaman kepada<br />

perusahaan yang bekerjasama tersebut. SMBA juga memperkenalkan sistem<br />

yang mengevaluasi hubungan kerjasama antara 30 perusahaan besar dan UKM<br />

yang dimiliki 30 perusahaan tersebut. Pemerintah memusatkan kebijakannya<br />

pada penciptaan lingkungan yang menekankan pada subkontrak agar keadilan<br />

terjadi.<br />

d. Kebijakan keempat peningkatan sistem informasi bagi UKM. Untuk<br />

meningkatkan kemampuan UKM dalam menggunakan internet dan informasi,<br />

pemerintah manawarkan pelatihan tentang informatisasi kepada direktur dan<br />

pemimpin UKM. Pemerintah juga memperkenalkan proyek pembibitan<br />

(incubator) informasi yang akan diperluas untuk membantu UKM dalam<br />

memasarkan dan menjual produknya.<br />

Sistem informasi akan dibentuk untuk menyediakan seluruh informasi<br />

yang terkait dengan UKM melalui homepage SMBA (www.smba.go.kr). Seluruh<br />

kebijakan yang terkait dengan sistem informasi UKM perlu dikoordinasikan<br />

dengan instansi pemerintah yang relevan.<br />

Pemerintah menseleksi UKM yang memenuhi persyaratan dasar untuk<br />

membentuk sistem informasi. UKM ini akan diberikan konsultasi tentang<br />

enterprise resources planning (ERP). Untuk mendorong UKM mengadaptasi e-<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

51


commerce, pemerintah akan membuat dasar hukum untuk melakukan promosi<br />

melalui e-commerce dan memperkenalkan sistem e-commerce kepada<br />

masyarakat dalam rangka mengarahkan ekonomi Korea kepada e-commerce.<br />

Selain itu pemerintah juga melakukan usaha sosialisasi e-commerce melalui<br />

workshop, seminar, eksebisi dan forum diskusi.<br />

e. Kebijakan kelima perluasan pasar domestik dan internasional bagi UKM.<br />

Pembentukan sistem dukungan ekspor yang komprehensif memberi arahan<br />

kepada UKM dan usaha ventura untuk mengorientasikan usahanya kepada<br />

ekspor. Untuk melaksanakannya perlu adanya penguatan untuk koordinasi dan<br />

kerjasama antara SMBA dan Korean Trade Investment Promotion Agency<br />

(KOTRA) serta pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah mempromosikan<br />

penempatan di pasar dunia bagi para lulusan terbaik universitas dengan tujuan<br />

agar nantinya mereka merupakan pioner bagi pemasaran produk UKM di pasar<br />

internasional. Pusat pasar Korea dalam internet (www.smipc.org) diperluas dan<br />

ditingkatkan mutunya sebagai alat promosi UKM bagi pembeli dunia. Dalam hal<br />

ini, SMBA membantu UKM dalam mengembangkan kemampuannya untuk<br />

menciptakan pasar dunia melalui konsultasi, ekspor, pertemuan antara UKM<br />

domestik dan UKM luar negeri.<br />

Institusi publik juga didorong untuk membeli produk UKM. Institusi ini juga<br />

diharuskan untuk meningkatkan daya belinya dalam rangka stabilisasi<br />

manajemen UKM.<br />

f. Kebijakan keenam peningkatan peran dan perluasan industri UKM.<br />

Pemerintah berupaya untuk memperkuat fungsi sistem support untuk pengusaha<br />

kecil dan industri. Sistem informasi yang berdasarkan internet juga diperkuat<br />

untuk membentuk sistem jaringan antara pusat-pusat dukungan (support<br />

centres). Pendidikan bagi konsultan pada pusat dukungan lebih difokuskan<br />

terhadap seleksi usaha, analisis teknik perdagangan daerah, usaha SOHO,<br />

rekomendasi dana, dan teknik screening. SMBA memberikan bantuan dukungan<br />

keuangan kepada UKM dan industri tersebut.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

52


Untuk meningkatkan usaha di daerah, tujuan usaha diarahkan dan<br />

diperluas ke daerah. Pemberian dana peningkatan UKM di tingkat propinsi<br />

disediakan sebagai pengeluaran kerja rutin. Pemerintah mendorong agar<br />

perusahaan dan UKM baru memulai usahanya diluar ibukota propinsi dengan<br />

dukungan insentif pajak dan keuangan. Pusat dukungan UKM di beberapa<br />

ibukota propinsi agar mendukung UKM daerah.<br />

The Act on Assisting Women Entrepreneurs yang ditetapkan pada bulan<br />

Februari 1999 merupakan dasar hukum bagi program promosi untuk para wanita<br />

yang mau melakukan usaha dan manajamen. Dalam rangka meningkatkan daya<br />

saing usaha yang dilakukan para wanita, pemerintah menyediakan beberapa<br />

program pelatihan manajemen dan informasi yang berupa bantuan inovasi<br />

manajemen.<br />

g. Kebijakan ketujuh pengembangan sistem pendukung yang efisien tehadap<br />

UKM. Pemerintah memperkuat sistem koordinasi kebijakan UKM antar<br />

departemen. Untuk melakukan efisiensi manajemen UKM, SMBA membentuk<br />

dan melaksanakan database yang memuat perusahaan, dana masyarakat,<br />

sertifikasi teknologi dan kualitas dan hak paten.<br />

Pemerintah juga telah membentuk Presidential Commision untuk UKM<br />

dibawah kontrol presiden Kim. Komisi ini meliputi para wakil menteri, profesional<br />

pada perusahaan swasta dan SMBA. Tugas dari komisi ini adalah menyesuaikan<br />

dan mengintegrasikan kebijakan UKM.<br />

h. Kebijakan yang terakhir adalah pemberian insentif pajak kepada UKM dan<br />

badan yang terkait dengan UKM. Pemerintah memberikan kemudahan bagi UKM<br />

melalui pemberian insentif pajak yang berupa : penurunan pajak bagi UKM yang<br />

baru; pajak perusahaan hanya 50% bagi UKM baru; penurunan pajak<br />

pendaftaran sebesar 100% bagi UKM baru; penurunan pajak akuisisi sebesar<br />

100% bagi UKM baru; penurunan pajak pemilikan sebesar 50% bagi UKM baru.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

53


3.6.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Korea Selatan<br />

a. Pemerintah Korea Selatan memahami bahwa UKM mempunyai peran yang<br />

vital dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro dan akan mendapat<br />

manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market economy).<br />

b. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />

kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />

kepada usaha besar. Usaha besar yang membantu UKM perlu didukung.<br />

c. Peran pemerintah Korea Selatan dalam pengembangan UKM sebagai<br />

fasilitator.<br />

d. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />

departemen perekonomian melalui Small Medium Business Administration<br />

(SMBA).<br />

e. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />

menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />

f. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />

kebijakan kepada UKM.<br />

3. 7. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia<br />

3.7.1. Gambaran Umum UKM di Malaysia.<br />

Definisi UKM (SMI = Small-Medium Industries) di Malaysia adalah<br />

perusahaan manufaktur yang memiliki modal tidak melebihi 25 juta Ringgit<br />

Malaysia dan mempunyai pegawai yang tidak melebihi 150 orang serta telah<br />

disahkan oleh lembaga yang berwenang yaitu Ministry of Internatonal Trade and<br />

Industries (MITI).<br />

Salah satu tugas lembaga MITI adalah merancang dan membuat<br />

kebijakan-kebijakan sedangkan penerapannya, UKM dibina dan dimonitor oleh<br />

badan-badan yang berada di bawah MITI seperti SMIDEC (Small-Medium<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

54


Industry Development Cooperation) dan MATRID (Malaysian International<br />

Trade).<br />

UKM sangat berperan dalam meningkatkan daya saing melalui<br />

pendalaman dan perluasan jaringan industri serta peningkatan produktivitas.<br />

Selain itu UKM juga merupakan bagian integral dan dinamis dari proses industri<br />

di Malaysia. Peran UKM yang tidak kalah pentingnya adalah menurunkan angka<br />

impor terhadap barang menengah dan pokok.<br />

Kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional adalah pada<br />

penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 29,9%, pajak nilai tambah sebesar 20,1<br />

% dan total output sebesar 15,8 %. Sedangkan kontribusi sektor UKM yaitu<br />

bidang makanan dan minuman sebesar 20%; produk metal, mesin dan<br />

peralatan berat 18 %; produk kayu 17 %; garmen 12% produk kimia, minyak,<br />

plastik, dan karet 11 % dan produk lainnya 22%.<br />

3.7.2. Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia<br />

antara lain:<br />

Adapun program pengembangan UKM yang dilaksanakan oleh SMIDEC<br />

a. Industry Linkages Programmes dalam Malaysian Plan<br />

Program ini bertujuan meningkatkan industrialisasi di Malaysia berdasarkan<br />

kebijakan yang berlaku. Ada 2 (dua) hal yang diterapkan di negara ini:<br />

Industry Linkages dan Cluster Program. Yang dimaksud dengan Industry<br />

Linkages adalah mengawinkan UKM dengan Usaha Besar. Misalnya Sony<br />

Corporation mensubkontrakan pembuatan spare parts tertentu kepada<br />

beberapa UKM, sehingga terjalin hubungan yang saling menguntungkan bagi<br />

keduabelah pihak Linkage programme ini secara makro turut membantu<br />

meningkatkan produksi nasional.<br />

Sedangkan Cluster Program pada dasarnya adalah pengelompokan UKM<br />

berdasarkan skala prioritas. Di Malaysia bidang otomotif, kelautan dan ruang<br />

angkasa berada di dalam kelompok transportasi. Penentuan otomotif dalam<br />

kelompok ini berdasarkan lebih banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh<br />

dibandingkan kerugiannya. Keuntungan di sini tidak selalu keuntungan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

55


finansial (benefit not merely profit). Kelompok lainnya adalah industri<br />

elektronik dan listrik termasuk dalam kelompok ini adalah industri<br />

telekomunikasi, industri mesin dan industri dasar.<br />

b. Pengembangan Teknologi UKM<br />

Tujuan dari program ini adalah pemberian pengetahuan yang lebih luas<br />

kepada pengusaha UKM dan peningkatkan kapabilitas mereka dalam<br />

mengelola usahanya. Hal ini dapat dicapai melalui penyelenggaraan<br />

lokakarya dan seminar dengan mengundang ahli dan praktisi yang<br />

profesional. Selain itu pemerintah melakukan Technological Capability<br />

Enhancement Programme (TCEP) yang menawarkan bantuan keuangan<br />

yang dinamai Industrial and Technical Assistance Fund (ITAF).<br />

c. Technology Acquisition bagi UKM<br />

Agar pengusaha UKM melek teknologi maka digalakanlah program ini. Para<br />

pengusaha UKM dapat membeli teknologi komputerisasi yang ditawarkan<br />

atau dapat magang dengan menerima sejumlah honor di sebuah perusahaan<br />

besar yang sesuai dengan bidang usahanya. Selain itu technology acquisition<br />

fund (TAF) menyediakan sampai 70% bantuan keuangan kepada badan<br />

usaha milik Malaysia untuk pembelian peralatan dan mesin, lisensi teknologi,<br />

pemilikan hak paten, prototypes dan desain produk, penempatan produk<br />

Malaysia di pasar teknologi internasional dan program outsourcing ahli<br />

teknologi.<br />

d. Market Development Program<br />

Industrial Linkage programme (ILP) memberikan bantuan dalam<br />

mempertemukan beberapa perusahaan dan menghubungkan UKM agar<br />

supaya UKM menjadi suppliers dari komponen perusahaan tersebut.<br />

Pengembangan skim pasar membantu dalam mengidentifikasikan pasar<br />

potensial melaui MARTRADE, melaksanakan promosi pasar ekspor dan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

56


mengembangkan nama produk serta aktif dan berpartisipasi dalam forum dan<br />

misi perdagangan internasional.<br />

e. Enterprise Development Programme.<br />

Program ini melibatkan perusahaan untuk melakukan semacam klinik usaha<br />

pada setiap hari Rabu di SMIDEC untuk UKM yang membutuhkan<br />

konsultasi. Selain itu juga menyediakan perencanaan dan skim<br />

pengembangan usaha yang berupa ITAF 1 (lihat Tabel di bawah).<br />

f. Skill Development and Upgrading Programme.<br />

Pemerintah menyediakan berbagai program peningkatan keterampilan<br />

manajemen UKM kepada pegawai UKM melalui pusat pengembangan<br />

keterampilan. Untuk itu SMIDEC membantu untuk membiayai biaya pelatihan<br />

sebesar 50%.<br />

g. Pengembangan Infrastruktur UKM.<br />

Pemerintah menyediakan kawasan pengembangan industri untuk UKM yang<br />

merupakan konsep untuk mengintegrasikan UKM di satu daerah. Selain itu<br />

pemerintah juga menentukan dalam pengelolaan dan pengembangan fasilitas<br />

yang berupa fasilitas pembuangan sampah, pergudangan, akomodasi<br />

pekerja dan lain-lain. Biaya pembangunan infrastruktur ini dibantu oleh<br />

SMIDEC. Pemerintah juga berupaya untuk membangun pabrik yang<br />

terjangkau oleh UKM.<br />

h. Program Bantuan Keuangan UKM.<br />

Pemerintah menyediakan pinjaman lunak yang berupa skim modernisasi dan<br />

otomatisasi. Selain itu juga ada pinjaman lunak dalam rangka peningkatan<br />

kualitas produk melalui Bank Pembangunan. Bank Industri memberikan paket<br />

keuangan kepada UKM dan juga ada dana UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

57


Table 11. Industrial and Technical Assistance Fund Matching Fund<br />

No Jenis Skim Bantuan Jumlah Maximum Grant<br />

1 Business Planning and Development Scheme (ITAF 1) RM 40.000<br />

2 Process and Product Development Scheme (ITAF 2) RM 250.000<br />

3 Productivity and Quality Improvement Certification<br />

Scheme (ITAF 3)<br />

RM 250.000<br />

4 Market Development Scheme (ITAF 4) RM 40.000<br />

Selain ITAF matching grant, pemerintah Malaysia juga memberikan Y2K<br />

grant, rehabilitation grant dan factory auditing. Bantuan keuangan Y2K yaitu<br />

maksimum 30% dari total biaya kegiatan atau minimum RM 50.000 untuk setiap<br />

perusahaan. Sedangkan pemberian bantuan untuk rehabilitasi adalah maksimum<br />

RM 5 juta dan minimum RM 50.000 atau pemberian bunga sebesar 5%<br />

pertahun. Untuk mengaudit perusahaan pemerintah memberikan bantuan<br />

maksimum RM 10.000 untuk setiap perusahaan.<br />

3.7.3. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Malaysia<br />

a. Pemerintah Malaysia memahami bahwa UKM mempunyai peran yang besar<br />

dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Malaysia.<br />

b. Peran pemerintah Malaysia dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />

sebagai fasilitator.<br />

c. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />

departemen perekonomian melalui Small Medium Industry Development<br />

Cooperation (SMIDEC) dan Malaysian International Trade (MATRID).<br />

d. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />

menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />

3.8. Konsep kebijakan Pengembangan UKM di Amerika Serikat.<br />

3.8.1. Gambaran umum UKM di Amerika Serikat.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

58


Pemerintah Amerika Serikat amat mendukung bagi peningkatan<br />

perkembangan UKM. Cara yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS)<br />

yaitu dengan mewajibkan perusahaan besar untuk mendorong UKM<br />

berkembang dengan cara hasil produk UKM menjadi salah satu sumber produksi<br />

perusahaan besar. Dalam Handbook for Small Business yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintah Amerika Serikat, terungkap bahwa sebanyak 99,7 % dari semua<br />

usaha di AS adalah industri kecil dan 55 % dari usaha tersebut merupakan<br />

usaha perorangan. Selain itu usaha kecil tersebut menyumbang sekitar 43 %<br />

dari gross national product (GNP) Amerika Serikat (Ismawan, 2001).<br />

UKM di Amerika didefinisikan agak berbeda dengan definisi dari beberapa<br />

negara lain. Hal ini dikarenakan suatu usaha didefinisikan sebagai UKM hanya<br />

berdasarkan jumlah pegawai yaitu usaha yang memiliki kurang dari 500 pegawai<br />

dianggap sebagai usaha kecil.<br />

Kontribusi penting UKM di AS selain itu adalah sumbangan berupa<br />

inovasi dan peneman-penemuan baru. Lebih dari 50 % inovasi dan hasil cipta<br />

industri berskala besar pada mulanya dihasilkan oleh usaha kecil. Pemerintah<br />

Amerika Serikat telah menerbitkan suatu direktori hasil penemuan UKM yang<br />

setiap saat dapat dimanfaatkan oleh usaha besar atau investor. Para usaha<br />

besar dan investor ini dapat mengembangkan penemuan UKM tersebut dalam<br />

skala produksi massal dengan membayar royalti kepada si penemu.<br />

Tingginya komitmen pemerintah AS dalam pengembangan UKM terlihat<br />

dari pembentukan Small Business Administration (SBA) oleh pemerintah federal<br />

pada tahun 1953. Tujuan pendirian SBA ini adalah sebagai pembantu dan<br />

penggerak sektor usaha kecil di AS. Empat macam usaha yang mendapat<br />

bantuan dari badan ini adalah:<br />

a. di bidang finansial berupa pemberian bantuan dana.<br />

b. di bidang procurement (pengadaan barang) berupa pemberian bantuan<br />

dalam memenuhi persyaratan perizinan dan ketentuan administratif yang<br />

diperlukan untuk berdirinya suatu usaha baru.<br />

c. di bidang manajemen berupa pemberian bantuan manajemen baik secara<br />

langsung maupun melalui pelatihan-pelatihan.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

59


d. di bidang advocacy (bimbingan) berupa pemberian bantuan hukum dalam<br />

pencarian keadilan yang berkaitan dengan urusan bisnis.<br />

Dari ulasan di atas jelas bahwa pemberdayaan UKM di AS berjalan lebih<br />

efektif karena didorong dan didukung oleh pemberian bantuan dana (financial),<br />

manajemen, perizinan dan juga pemberian bantuan hukum apabila UKM<br />

menghadapi perselisihan.<br />

3.8.2. Strategi Kebijakan pengembangan UKM di Amerika.<br />

Secara umum ada tiga strategi dalam mencapai tujuan Small Business<br />

Administration (SBA) yaitu:<br />

a. Helping small business succeed (membantu UKM untuk sukses dalam<br />

usahanya). SBA membantu UKM mencapai keberhasilan melalui:<br />

1. Menjadi pendukung UKM. Hal ini dilakukan dengan strategi sebagai<br />

berikut: (1) mewakili kepentingan UKM dalam kabinet dan dewan ekonomi<br />

nasional. (2) menganalisis segala inisiatif peraturan perundang-undangan.<br />

(3) menentukan kondisi perekonomian dan kecenderungan ekonomi yang<br />

dapat mempengaruhi UKM. (4) menganalisis perubahan legislatif<br />

(peraturan). (5) menyediakan informasi statistik tentang kebutuhan dan<br />

status UKM, informasi tentang lowongan pekerjaan dan akses kredit. (6)<br />

melaksanakan dengar pendapat dengan publik.<br />

2. Menyediakan akses permodalan dan kredit bagi UKM. Hal ini dilaksanakan<br />

melalui strategi sebagai berikut: (1) memenuhi kebutuhan keuangan UKM<br />

dengan cara meningkatkan penyaluran modal dan kredit kepada UKM<br />

yang membutuhkan dan yang layak serta kualified, seperti perusahaan<br />

pasar modal. (2) meningkatkan pengawasan dan resiko manajemen<br />

melalui peningkatan pengawasan pemberian bantuan pinjaman dan resiko<br />

manajemen. (3)reengineering (peningkatan) melalui kegiatan peningkatan<br />

pinjaman dan perampingan 504 program dengan melakukan perubahan.<br />

SBA juga berupaya untuk meningkatkan efektifitasnya melalui kegiatan<br />

privatisasi, outsourcing dan penjualan aset. (4) perampingan program<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

60


pinjaman melalui penarian cara epat dan mudah untuk dapat menigkatkan<br />

akses terhadap pembiayaan ekspor. (5) meningkatkan pemasaran dan<br />

membentuk pasar baru melalui peningkatan jaringan kerja dan<br />

menciptakan pendekatan baru dalam membentuk pasar baru. SBA<br />

berupaya untuk memperluas One-Stop Capital Shops (OSCS) menjadi<br />

empowerment zones.<br />

3. Menyediakan akses terhadap pasar federal. Hal ini dilakukan melalui<br />

strategi berikut: (1). Pengawasan akan terus dilakukan terhadap<br />

pengadaan barang pada tingkat federal. (2) pelatihan dilaksanakan melalui<br />

pelatihan tentang e-commerce, peraturan procurement dan bagaimana<br />

menjualnya kepada federal, negara bagian dan pemerintah daerah. (3).<br />

Reinvention (4) e-government (5) peningkatan UKM yang kualified (6)<br />

kemitraan strategis.<br />

4. Menyediakan bantuan pengembangan kewirausahaan. Hal ini dilakukan<br />

dengan strategi berikut ini: (1) konsep pelayanan prima (2) e-government<br />

(3) pelayanan yang lebih kepada pelanggan (4). Peningkatan ekspor UKM<br />

(5). Pelatihan.<br />

b. Helping Americans recover from disaster (Membantu masyarakat Amerika<br />

Serikat pulih dari bencana). SBA menawarkan bantuan pinjaman untuk<br />

bencana kepada individu dan UKM. Strategi yang dilaksanakan adalah:<br />

1. mengembangkan sumber daya infrastruktur yang fleksibel yang dapat<br />

diterapkan pada daerah yang terkena bencana.<br />

2. E-government.<br />

3. Outsourcing pelayanan pinjaman dan melaksanakan penjualan aset.<br />

4. SBA bekerjasama dengan Federal Emergency Management Agency<br />

(FEMA), federal, negara bagian dan pemerintah daerah. SBA bersama<br />

dengan FEMA mengkoordinasikan pembangunan pusat bantuan bencana<br />

apabila terjadi bencana alam.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

61


c. Modernizing the SBA (Memodernisasi SBA). SBA merupakan suatu badan<br />

transformasi yang dapat membuat beberapa perubahan besar dalam<br />

melaksanakan proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa dan<br />

serta pengelolaan sumber daya manusia. Strategi yang digunakan adalah:<br />

1. Investasi sumber daya manusia. SBA menginvestasikan sumber daya<br />

manusia untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki motivasi tinggi,<br />

kreatif, produktif dan kompeten. Untuk mencapai tujuan tersebut,<br />

strateginya adalah: (1) meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui<br />

training dengan pendekatan yang berdasarkan pada kemajuan teknologi.<br />

(2) perubahan dan penataan tenaga kerja. Untuk mendapatkan jumlah<br />

pegawai yang sesuai maka tenaga kerja perlu direlokasi. (3) penyediaan<br />

perencanaan penggantian kepemimpinan dan pelatihan kepemimpinan.<br />

(4) melakukan survey kepegawaian pada setiap tahun (5) meningkatkan<br />

manajemen sumber daya manusia dan sistem informasi.<br />

2. Investasi teknologi informasi. SBA melakukan investasi dalam teknologi<br />

informasi untuk menghasilkan produk dan jasa yang berfungsi ganda,<br />

program yang berorientasi pada pelanggan dan kemitraan. Untuk<br />

mencapai tujuan tersebut strateginya adalah: (1) meningkatkan<br />

perencanaan keamanan informasi dan pelaksanaannya. (2) menerapkan<br />

e-government dan e-commerce. (3) memodernisasi sistem yang meliputi<br />

sistem pengawasan pinjaman, manajemen keuangan dan bantuan<br />

keuangan bencana, program pengembangan usaha. (4) melanjutkan<br />

peningkatan infrastruktur berupa broadband, workstation dan arsitektur<br />

server (5) identifikasi kesempatan outsourcing (6) memformalisasi<br />

keterlibatan pemimpin senior dalam proses perencanaan lT (7)<br />

melengkapi dan melaksanakan survey bagi keterampilan dalam bidang IT<br />

dan permintaan keterampilan IT.<br />

3. Manajemen keuangan. SBA melaksanakan peningkatan dan modernisasi<br />

proses dan sistem keuangan kearah sistem manajemen keuangan yang<br />

terintegrasi (Integrated financial management system). Untuk mencapai<br />

tujuan tersebut strateginya adalah: (1) meningkatkan dan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

62


mengimplementasikan sistem manajemen keuangan yang terintegrasi (2)<br />

meningkatkan dan mengimplementasikan sistem akunting pinjaman yang<br />

modern (3) mengimplementasikan Activity based costing system. (4)<br />

memperluas sistem keuangan yang meliputi struktur penganggaran (5)<br />

meningkatkan ketepatan laporan keuangan (6) melanjutkan peningkatan<br />

analisis kinerja pinjaman dan jumlah subsidi (7) melanjutkan untuk<br />

memberikan pelatihan agar pegawai UKM dapat mengembangkan diri<br />

menjadi pegawai yang kompeten.<br />

4. Manajemen resiko. Strategi yang digunakan adalah (1) meningkatkan<br />

pengawasan pinjaman melalui sistem infformasi terbaru, analisis dan<br />

penilaian resiko bagi peminjam dan yang meminjamkan. (2)<br />

mengadministrasi program pengujian yang aman dan baik. (3)<br />

mengoperasikan manajemn resiko (4) menyediakan pelatihan dan<br />

informasi (5) meningkatkan akses data program pinjaman SBA melalui<br />

sistem yang modern.<br />

3.8.3. Beberapa fakta dan data tentang UKM di Amerika.<br />

a. Masalah yang dihadapi oleh UKM di Amerika pada dasarnya meliputi:<br />

1. Biaya asuransi kesehatan<br />

2. Pajak pemerintah Federal yang dipungut terhadap pendapatan usaha<br />

3. Pegawai yang profesional dan bermutu<br />

4. Peraturan pemerintah yang tidak rasional, seperti kredit bank yang<br />

mempunyai peringkat yang ke 66 dari National Federation of Independent<br />

Business.<br />

b. Pembentukan Small Business Administration (SBA). Kegiatan SBA dan mitra<br />

kerjanya yaitu: 1). SBA menawarkan bantuan di 109 lokasi di USA, Guam,<br />

dan Puerto Rico. 2). 7.000 bank menyediakan dana bantuan pinjaman bagi<br />

SBA. 3). Ada sekitar 384 Small Business Investment Companies (SBIC) yang<br />

dikelola secara oleh swasta dan telah terdaftar di SBA. SBIC ini menyediakan<br />

dana ventura kepada UKM. 4). Ada sekitar 1000 Small Business<br />

Development Centers (SBDC) yang bersedia memberikan traininig dan<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

63


konseling. 5). 389 dari 13.000 sukarelawan Service Corps of Retired<br />

Executives (SCORE) bersedia meberikan konseling kepada Usaha Kecil di<br />

Amerika Serikat. 6).Ada sekitar 78 Women’s Business Centers yang<br />

menyediakan konseling. 7). Ada 20 One-Stop Capital Shops (OSCS) yang<br />

tersebar diberbagai lokasi strategis dan berfungsi untuk menawarkan bantuan<br />

multi fungsi antar pemerintah kepada para wiraswasta yang membutuhkan<br />

bantuan. 8). 62 Business Information Centers (BIC) menyediakan akses<br />

informasi bisnis. 9). 19 US Export Assistance Centers (USEAS) menyediakan<br />

petihan dan konseling serta bantuan keuangan bagi UKM yang tertarik dallam<br />

bidang penjualan barang dan jasa. 10). 70 kesepakatan nasional dan 200<br />

kesepakatan lokal dengan swasta.<br />

c. Dikeluarkannya undang-undang perdagangan antar negara bagian (Interstate<br />

commerce Act)<br />

d. Setiap <strong>Negara</strong> bagian dan kota-kota berkompetisi untuk mendapatkan<br />

investasi langsung dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk<br />

melakukan usaha di daerahnya.<br />

e. Di California, insentif pajak bagi usaha kecil belum dilaksanakan secara<br />

efektif dan program yang dilaksanakan pemerintah agak sukar untuk diukur.<br />

f. Apabila suatu usaha dapat dengan cepat melakukan kegiatannya pada suatu<br />

kota, maka hal ini merupakan cara yang paling baik dan efisien untuk menarik<br />

investor melakukan usaha yang baru.<br />

g. Perkembangan informasi dan teknologi yang cepat mengakibatkan usaha<br />

kecil dapat dengan mudah memperoleh data dan informasi tentang pasar luar<br />

negeri.<br />

3.8.4. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Amerika Serikat.<br />

a. UKM di Amerika mempunyai manfaat yang besar bagi kerangka makro<br />

ekonomi yang stabil dan cenderung baik, serta didukung oleh lingkungan<br />

ekonomi yang efisien dan transparan.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

64


. Penyederhanaan prosedur birokrasi untuk meningkatkan atau paling tidak<br />

mempertahankan kondisi pertumbuhan UKM, walaupun hambatan masuk<br />

dan keluarnya usaha agak rendah .<br />

c. Peran pemerintah di Amerika Serikat pada tingkat federal adalah sebagai<br />

fasilitator bagi berkembangnya UKM.<br />

d. <strong>Negara</strong> bagian dan kota bertanggung jawab dalam melakukan pengukuran<br />

untuk menarik investasi yang akan dilaksanakan di daerah tersebut.<br />

e. Asosiasi Usaha mempunyai peranan yang penting bagi konsultansi kebijakan<br />

untuk UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

65


BAB IV<br />

ANALISIS KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM<br />

DI BEBERAPA NEGARA<br />

4.1. Analisis Komparatif Vitalisasi UKM<br />

Berbagai konsep kebijakan pengembangan UKM yang telah disampaikan<br />

di atas memiliki perbedaan dan persamaan. Dalam bagian ini akan disampaikan<br />

analisis komparatif vitalisasi kebijakan pengembangan UKM diberbagai negara.<br />

UKM di Thailand memegang peran yang amat penting karena sebagian<br />

pendapatan negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan penambahan nilai<br />

ekspor UKM dari beberapa sektor seperti tekstil dan garmen, keramik, batu-<br />

batuan dan perhiasan, industri pertanian, industri furnitur kayu, dan produksi<br />

kulit. Selain itu peningkatan ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung,<br />

seperti industri besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan<br />

barang elektronik serta packaging (pengepakan barang).<br />

Peranan dan kedudukan UKM di Indonesia juga sangat penting dan strategis<br />

karena UKM sebagai wadah ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh wilayah.<br />

Oleh karena itu pemberdayaan UKM merupakan prioritas dan sangat vital dalam<br />

mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan daya saing, serta<br />

memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari peranan UKM<br />

sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang ditandai oleh rontoknya<br />

hegemoni kekuatan usaha-usaha besar.<br />

Semenjak krisis moneter, ekonomi Indonesia telah tumbuh sebesar 4,8%<br />

tahun 2000 yaitu dari minus 14% pada awal krisis di tahun 1998 menjadi 3%<br />

pada akhir tahun 1999. Dalam pertumbuhan tersebut UKM memiliki peranan<br />

yang dominan dan terus meningkat, sebab pada periode tersebut peran UKM<br />

dalam penyerapan tenaga kerja nasional meningkat dari 99,4 % menjadi 99,47%<br />

dengan kontribusinya dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB)<br />

sebesar 57,72%.<br />

Begipula halnya dengan Jepang, UKM mempunyai peran yang amat penting<br />

dalam membantu pertumbuhan ekonomi Jepang, baik dari segi financial maupun<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

66


dari segi penyerapan tenaga kerja. Jumlah UKM di Jepang pada tahun 1996<br />

adalah 5,09 juta usaha yang merupakan 99,7 % dari keseluruhan kegiatan usaha<br />

di Jepang yaitu 5,10 juta usaha. Sedangkan saham penjualan pada usaha<br />

industri manufaktur yang dimiliki UKM pada tahun 1997 adalah sebesar 50,8%.<br />

Sedangkan pada industri ritel saham penjualan UKM sebesar 75,7 %. Selain<br />

dari segi jumlah usaha dan pemilikan saham penjualan, UKM juga memegang<br />

peranan yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 1996, UKM<br />

di Jepang menyerap 32,7 juta pekerja. Ini berarti sekitar 71 % dari total<br />

keseluruhan tenaga kerja di Jepang yang berjumlah 46 juta pekerja.<br />

UKM juga merupakan usaha yang amat vital di Taiwan karena walaupun<br />

terjadi perubahan-perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal yang<br />

dapat mempengaruhi perekonomian di Taiwan, kinerja UKM Taiwan malah<br />

menunjukkan pertumbuhan yang positif pada tahun 1999, terutama dalam hal<br />

pertumbuhan jumlah UKM-nya yaitu 1.060.738 UKM (97,73% dari total<br />

1.085.430 usaha dan persentase peningkatannya 1,49%), jumlah tenaga<br />

kerjanya 7.344.000 orang (total tenaga kerja 9.668.000 orang dan persentase<br />

peningkatannya 0,04%) dan jumlah pajak pertambahan nilai yang dibayarkan<br />

(persentase peningkatannya 3,33%) serta jumlah penjualan domestik yang terus<br />

meningkat.<br />

UKM juga memegang peran yang penting di Korea Selatan terutama<br />

dalam hal penyerapan tenaga kerja. Jumlah UKM di Korea Selatan pada akhir<br />

tahun 1998 adalah sekitar 2,6 juta yang mewakili 99,2 % dari keseluruhan usaha<br />

di Korea Selatan dengan jumlah pekerja sebesar 7,65 juta orang yaitu 75,3 %<br />

dari total jumlah tenaga kerja di Korea Selatan.<br />

Begitupula di Malaysia, UKM sangat berperan dalam meningkatkan daya<br />

saing melalui pendalaman dan perluasan jaringan industri serta peningkatan<br />

produktivitas. Selain itu UKM juga merupakan bagian integral dan dinamis dari<br />

proses industri di Malaysia. Peran UKM yang tidak kalah pentingnya adalah<br />

menurunkan angka impor terhadap barang menengah dan pokok. Kontribusi<br />

UKM terhadap perekonomian nasional adalah pada penyerapan tenaga kerja<br />

yaitu sebesar 29,9%, pajak nilai tambah sebesar 20,1 % dan total output sebesar<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

67


15,8 %. Sedangkan kontribusi sektor UKM yaitu bidang makanan dan minuman<br />

sebesar 20%; produk metal, mesin dan peralatan berat 18 %; produk kayu 17 %;<br />

garmen 12% produk kimia, minyak, plastik, dan karet 11 % dan produk lainnya<br />

22%.<br />

Sedangkan pemerintah Amerika Serikat juga amat mendukung bagi<br />

peningkatan perkembangan UKM. Cara yang dilakukan pemerintah Amerika<br />

Serikat (AS) yaitu dengan mewajibkan perusahaan besar untuk mendorong UKM<br />

berkembang dengan cara hasil produk UKM menjadi salah satu sumber produksi<br />

perusahaan besar. Dalam Handbook for Small Business yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintah Amerika Serikat, terungkap bahwa sebanyak 99,7 % dari semua<br />

usaha di AS adalah industri kecil dan 55 % dari usaha tersebut merupakan<br />

usaha perorangan. Selain itu usaha kecil tersebut menyumbang sekitar 43 %<br />

dari gross national product (GNP) Amerika Serikat (Ismawan, 2001).<br />

Dari analisis komparatif di atas dapat dikatakan bahwa UKM memegang<br />

peranan yang vital dalam pertumbuhan perekonomian di beberapa negara dan<br />

peran UKM yang sangat dominan adalah dalam penyerapan tenaga kerja karena<br />

jumlah rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />

keseluruhan usaha. Selain itu, UKM juga memberikan kontribusi terhadap produk<br />

domestik bruto negara-negara tersebut. Dengan demikian sektor UKM<br />

mempunyai peran yang vital dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian<br />

suatu negara.<br />

4.2. Analisis Komparatif Konsep Kebijakan Pengembangan UKM<br />

Dalam menganalisis konsep kebijakan pengembangan UKM dapat dilihat<br />

dari beberapa aspek yaitu yang pertama adalah pada dataran konsep kebijakan.<br />

Konsep kebijakan pengembangan UKM perlu dibuat agar tetap konsisten.<br />

Thailand, Jepang ,Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat<br />

memiliki platform kebijakan yang jelas dalam mengembangkan UKM.<br />

Aspek yang kedua adalah pandangan umum terhadap kebijakan UKM.<br />

Kebijakan UKM di Indonesia kadangkala membingungkan yang dapat dipandang<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

68


sebagai kebijakan ekonomi dan juga sebagai kebijakan kesejahteraan. Taiwan,<br />

Jepang, Korea Selatan, dan Amerika memandang kebijakan UKM dalam konteks<br />

untuk usaha orientasi ekspor. Sedangkan Thailand dan Malaysia memandang<br />

kebijakan UKM sebagai kebijakan dengan pendekatan bisnis.<br />

Aspek yang ketiga adalah institusi pemerintah. Ada dualisme institusi<br />

pemerintah yang menangani UKM yaitu Menteri <strong>Negara</strong> Koperasi dan PKM dan<br />

Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Hanya satu institusi pemerintah<br />

yang menangani UKM di Jepang, Taiwan, Amerika, Korea Selatan, Malaysia dan<br />

Thailand dan negara tersebut mendelegasikan kepada institusi profesional<br />

lainnya.<br />

Aspek yang keempat adalah peranan pemerintah. Peran pemerintah<br />

Indonesia terlibat langsung dalam masalah teknis pelaksanaan UKM. Di negara<br />

Malaysia, Taiwan, Jepang, Thailand, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang<br />

menangani masalah teknis UKM adalah institusi yang profesional dan peran<br />

pemerintah hanya sebagai fasilitator.<br />

Aspek yang kelima adalah kebijakan terhadap pasar terbuka. Pemerintah<br />

Indonesia belum mempunyai keinginan dan ragu untuk melaksanakan kebijakan<br />

pasar terbuka. Malaysia, Taiwan, Amerika, Jepang, Malaysia dan Thailand<br />

sudah siap untuk ikut serta berkompetisi untuk meraih era perdagangan bebas.<br />

Aspek keenam adalah kebijakan perdagangan domestik. Perdagangan<br />

domestik mengalami penurunan karena banyak gangguan atau distorsi. Thailand<br />

menjamin arus barang, Amerika mengeluarkan undang-undang perdagangan<br />

antar negara bagian.<br />

Aspek yang ketujuh adalah asosiasi dan kamar dagang. Asosiasi dan KADIN<br />

belum secara efektif membantu UKM di Indonesia. Malaysia, Jepang<br />

mempunyai beberapa KADIN dan KADINDA. Thailand mempunyai otonomi<br />

perdagangan.<br />

Aspek kedelapan adalah pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Adanya<br />

tekanan untuk memberikan subsidi kredit kepada UKM. Jepang, Korea Selatan<br />

dan Amerika memperlakukan UKM sama dengan usaha besar dalam hal<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

69


pemberian kredit. Malaysia melaksanakan pemberian program kredit secara<br />

profesional.<br />

Aspek yang terakhir adalah status hukum UKM. Status hukum UKM<br />

merupakan hambatan bagi UKM di Indonesia. Di Malaysia, Jepang, Taiwan,<br />

Malaysia, Korea Selatan dan Amerika untuk mengurus dan mendapatkan ijin<br />

usaha membutuhkan waktu yang tidak begitu lama, sekitar satu minggu.<br />

Rekomendasi jangka pendeknya adalah memberikan kewenangan kepada<br />

pemerintah daerah untuk memberikan ijin usaha.<br />

Selain itu analisis komparatif strategi kebijakan pengembangan UKM dapat<br />

dideskripsikan sebagai berikut:<br />

Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan oleh<br />

negara Indonesia yaitu definisi dari BPS, BI, Depperindag, BKPM dan UU No. 9<br />

tahun 95, menjadi salah satu faktor yang membuat sektor ini terkesampingkan.<br />

Di negara lain, seperti Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia,<br />

definisi UKM amat jelas dibedakan dari segi batas jumlah tenaga kerja dan<br />

jumlah modal yang dimiliki oleh UKM, kecuali Amerika Serikat yang hanya<br />

membatasi dari segi jumlah tenaga kerjanya saja.<br />

Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />

UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />

dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />

rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />

keseluruhan usaha. Selain itu sektor UKM memberikan kontribusi yang nyata<br />

dalam penambahan PDB negara – negara tersebut. Dengan demikian peran<br />

UKM sangat vital dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara.<br />

Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />

persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di negara Thailand, Jepang,<br />

Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Secara umum perbedaan<br />

kebijakan pengembangan UKM terdiri dari segi pendanaan dan keuangan,<br />

teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk, pemasaran dan promosi<br />

produk UKM, serta pengembangan sumber daya manusia sektor UKM.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

70


Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah adanya institusi<br />

tersendiri yang menangani kebijakan UKM di beberapa negara, seperti SMBA<br />

(Korea Selatan), SMEA (Taiwan), SBA (Amerika), SMIDEC (Malaysia), SME<br />

promotion commision (Thailand) dan JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia<br />

ada dua yaitu MenegKop dan PKM dan Depperindag, yang kadangkala<br />

menimbulkan dualisme kebijakan yang saling tumpang tindih.<br />

Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dan lembaga penelitian<br />

dalam mengembangkan UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan<br />

Thailand. Indonesia, Malaysia dan Amerika belum melibatkan peran universitas<br />

dan lembaga penelitian dalam pengembangan UKM.<br />

Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan,<br />

Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada<br />

UKM selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand<br />

mendapat bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri.<br />

UKM di Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />

Program kegiatan yang dilaksanakan di Indonesia berupa pemberian kredit<br />

secara umum, sedangkan Thailand, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Malaysia<br />

dan Amerika mempunyai program yang lebih variatif, seperti insentif pajak, dana<br />

pemulihan ekonomi, dan modal ventura (Thailand), subsidi bunga, kredit modal<br />

usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan USA), kredit<br />

investasi, subsidi nilai tukar (Korea Selatan), insentif pajak, bantuan promosi<br />

ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />

peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />

Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />

produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />

kepada teknologi tepat guna. Sedangkan Thailand, Jepang, Taiwan, Korea<br />

Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi UKM berorientasi kepada<br />

teknologi informasi, teknologi modern yang mengedepankan inovasi serta hak<br />

kekayaan intelektual dan paten.<br />

Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

71


elum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />

namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />

Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />

mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />

internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />

commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />

Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />

commerce dalam pemasaran UKM.<br />

Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, pendidikan dan<br />

pelatihan (Diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />

oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM-nya<br />

Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />

kewirausahawan dan Diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />

Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada Diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />

tingkatannya, misalnya Diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />

Amerika), TOT (Jepang dan Taiwan), Diklat pemanfaatan teknologi maju (Korea<br />

Selatan, Malaysia dan Amerika).<br />

Untuk lebih jelasnya secara ringkas perbedaan dan persamaan model<br />

pengembangan UKM di beberapa negara digambarkan dalam matriks berikut ini.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

72


A. Definisi UKM<br />

Thailand<br />

Aset Usaha<br />

Kecil maks. 50<br />

juta baht.<br />

Tenaga Kerja<br />

maks.50 org.<br />

Aset Usaha<br />

Menengah 51<br />

– 200 juta<br />

Baht<br />

Tenaga Kerja.<br />

51-200 orang.<br />

Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />

Aset usaha<br />

kecil max. 200<br />

juta dan<br />

Tenaga kerja<br />

Usaha Kecil 5-<br />

19 orang.<br />

Usaha<br />

menengah<br />

asetnya max 1<br />

milyar, Tenaga<br />

Kerja Usaha<br />

Menengah 20 –<br />

99 orang.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

1. Whole Sale<br />

Tenaga Kerja maks<br />

100 org. Modal maks<br />

100 juta Yen<br />

2. Retail<br />

Tenaga Kerja maks<br />

50 org. Modal maks<br />

50 juta Yen<br />

3. Industri<br />

Tenaga Kerja maks<br />

300 org. Modal maks<br />

300 juta Yen<br />

4. Jasa<br />

Tenaga Kerja maks<br />

100 org Modal maks<br />

50 juta Yen<br />

1. Industri,<br />

Konstruksi dan<br />

Jasa Modal<br />

maks 80 juta<br />

$NT Tenaga<br />

Kerja maks. 200<br />

orang<br />

2. Bisnis lainya<br />

Asset maks 100<br />

juta NT $ dan<br />

Tenaga Kerja<br />

maks 50 orang.<br />

1. Industri<br />

manufaktur<br />

Tenaga Kerja<br />

maks 300 org<br />

dan modal 6,7<br />

juta US$<br />

2. Jasa Tenaga<br />

Kerja maks 30<br />

orang dan<br />

modal 1,6 juta<br />

US$<br />

3. Pertanian,<br />

perikanan<br />

Tenaga Kerja<br />

maks 50 org dan<br />

modal 4 juta<br />

US$<br />

4. Pertambangan<br />

Tenaga Kerja<br />

maks 300 orang<br />

dan modal maks<br />

2,5 juta US $<br />

Manufaktur<br />

Tenaga Kerja<br />

maks 150 orang<br />

dan modal maks.<br />

25 juta RM<br />

73<br />

Semua usaha<br />

yang mempunyai<br />

jumlah tenaga<br />

kerja kurang dari<br />

500 orang disebut<br />

usaha kecil.


B. Pendanaan dan Keuangan UKM<br />

Thailand<br />

1. Sumber<br />

dana<br />

a. Dana Masy<br />

b. APBN<br />

c. Bank<br />

d. Bank luar<br />

negeri<br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Bank Pemb.<br />

UKM<br />

b. SICGC<br />

c. SIFC<br />

d. Komisi<br />

promosi<br />

UKM<br />

3. Program<br />

a. MAI<br />

b. SME Equity<br />

Fund<br />

c. Modal<br />

Ventura<br />

d. Economy<br />

recovery<br />

Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />

1. Sumber<br />

1. Sumber Dana 1. Sumber Dana 1. Sumber Dana 1. Sumber 1.Sumber dana<br />

a. Dana Masy. a.Dana Masy. a. Dana Masy a. Dana Masy. dana<br />

b. APBN<br />

b. APBN<br />

b. APBN<br />

b. APBN a.Dana masy a. Dana masy.<br />

c. Laba BUMN c. Penyertaan c. Penyertaan c.Penyertaan b. APBN b. APBN<br />

d. Bank<br />

Usaha Besar<br />

Usaha Besar<br />

Usaha Besar c.penyertaan c. Penyertaan<br />

Usaha Besar usaha besar<br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Bank Umum<br />

b. Non Bank<br />

1. PNM<br />

2. KSPVSP<br />

3. KPI<br />

4.Modal ventur<br />

5. LPD, SPR<br />

c.Lembg. Penjam<br />

1. Askrindo<br />

2. Sarana<br />

Pengembangan<br />

Usaha<br />

d. LKM<br />

3. Program<br />

a. KUKM<br />

b. KKPA<br />

c. Dana Kredit<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Bank Umum<br />

b. Bank Khusus<br />

UKM<br />

c. People Finance<br />

Corporation<br />

d. JCGC<br />

e. Pasar Modal<br />

f. Asuransi<br />

(SBCIC)<br />

g. JFCS<br />

h. IPC<br />

i.JASMEC<br />

j.NAPSE<br />

3. Program<br />

a. Subsidi bunga<br />

b. Kredit Investasi<br />

c. Jaminan kredit<br />

yang bangkrut<br />

d. Kredit Modern.<br />

e. Modal Usaha<br />

f. subkontrak<br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Bank Umum<br />

b. Bank Khusus<br />

UKM<br />

c. Pasar Modal<br />

d. Asuransi<br />

e. SMEA<br />

f. ISC<br />

g.SMECGF<br />

h.EYDF<br />

3. Program<br />

a. Modal Usaha<br />

Pemula<br />

b. Kredit Investasi<br />

c. Jaminan Kredit<br />

yang bangkrut<br />

d. Kredit<br />

Modernisasi<br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Bank Umum<br />

b. Bank Khusus<br />

UKM<br />

c. People Finan-<br />

ce Corporation<br />

d. Pasar Modal<br />

e. Asuransi<br />

f. SMBA<br />

g. SMIPC<br />

3. Program<br />

a. Modal Usaha<br />

Pemula<br />

b. Kredit Investa-<br />

si<br />

c. Jaminan<br />

Kredit yang<br />

bangkrut<br />

2. <strong>Lembaga</strong><br />

a. ITAF<br />

b. Bank<br />

Industri<br />

c. Bank<br />

Pembangu<br />

an<br />

d. SMIDEC<br />

3. Program<br />

a. Perencaan<br />

pengemba<br />

ngan<br />

usaga<br />

b. Kredit<br />

peningkat<br />

an kualitas<br />

74<br />

2.<strong>Lembaga</strong><br />

a. SBA<br />

b. OSCS<br />

c. FEMA<br />

d. Pasar modal<br />

e. SBLC<br />

f. Exim Bank<br />

3.Program<br />

a. Pinjaman mikro<br />

b. Pinjaman<br />

usaha<br />

c. Pinjaman<br />

Modal usaha<br />

d. Pendanaan<br />

perdagangan


fund<br />

e. Jaminan<br />

kredit<br />

f. Insentif<br />

pajak<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

e. YELS<br />

f. Modal ventura<br />

g. Insentif pajak<br />

h. SMEDF<br />

i. MGS<br />

d. Kredit<br />

Modernisasi<br />

e. Subsidi Nilai<br />

Tukar<br />

(khusus)<br />

produk<br />

c. Sertifikasi<br />

peningkat<br />

an<br />

produktifit<br />

as<br />

d. Bantuan<br />

rehabilitasi<br />

75


C.Teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk.<br />

Thailand<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Perg.<br />

Tinggi<br />

b. Sentra<br />

industri<br />

c. Inkubator<br />

2. Program<br />

a.Inkubator<br />

b. pelatihan<br />

c.desain<br />

3. Orientasi<br />

a. IT<br />

b. Inovasi/<br />

paten<br />

Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Perguru. Tinggi<br />

b. Balai Penelitian<br />

c. Sentra-sentra<br />

Industri<br />

d. BPPT<br />

e. Incubator kearah<br />

Manajemen<br />

2. Program<br />

a. Incubasi<br />

b. Magang ke LN<br />

c. Pelatihan<br />

d.Desain<br />

e.mutu produk<br />

3. Orientasi<br />

a. Teknologi<br />

tepat guna<br />

b. IT<br />

c. HAKI (sedang<br />

dikembangkan)<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Perguruan<br />

tinggi<br />

b. Institute<br />

technology<br />

c. Incubator<br />

center<br />

d. Science park<br />

2. Program<br />

a. Desain<br />

b. incubasi<br />

c. magang dlm<br />

negeri<br />

d. pelatihan<br />

3. Orientasi<br />

a. Hitech<br />

(manufaktur)<br />

b. IT<br />

c. Inovasi/paten<br />

(HaKI)<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. PT<br />

b. Inst. Tech<br />

c. Incub.cen<br />

ter<br />

d. Science<br />

park<br />

e. MITUST<br />

2. Program<br />

a. Desain<br />

b. Incubasi<br />

c. Magang Dalam<br />

negeri<br />

d. Pelatihan<br />

3. Orientasi<br />

a. Hitech<br />

(Manufaktur)<br />

b. IT<br />

c. Inovasi/Paten<br />

(HaKI)<br />

1. lembaga<br />

a. Perguruan tingi<br />

b Institute<br />

technology<br />

c Incubator<br />

center<br />

d Science park<br />

2. Program<br />

a Desain<br />

b Incubasi<br />

c Magang Dalam<br />

negeri<br />

d Pelatihan<br />

3. Orientasi<br />

a Hitech<br />

(Manufaktur)<br />

b IT<br />

c Inovasi/Paten<br />

(HaKI)<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Perg.tinggi<br />

b. Swasta<br />

c. Outsourcing<br />

d. Incubator<br />

center<br />

2. Program<br />

a. melek<br />

teknologi<br />

b. lokakarya<br />

c. seminar<br />

d. technolgy<br />

acquisition<br />

e. pengembang<br />

an teknologi<br />

3. orientasi<br />

a. Hi tech.<br />

b. IT<br />

c. Komputerisa<br />

si<br />

d. Inovasi/pate<br />

n<br />

76<br />

1.<strong>Lembaga</strong><br />

a. Pem.<br />

Federal<br />

b. Swasta<br />

c. Outsoring<br />

d. IT<br />

2.Program<br />

a. Survey<br />

b. Pelatihan<br />

c. Pengaman.<br />

Infomasi<br />

d. STTR<br />

e. Sistem<br />

pengawas.<br />

f. e-commerce<br />

g. e-govern.<br />

3.orientasi<br />

a. IT<br />

b. Hitech<br />

c. Inovasi


D. Pemasaran dan Promosi<br />

Thailand<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Kantor<br />

promosi<br />

UKM<br />

b. Komisi<br />

promosi<br />

UKM<br />

c. Swasta<br />

d. Pemerintah<br />

2. Program<br />

a. Perencana<br />

an<br />

promosi<br />

b. MAI<br />

c. Pameran<br />

d. Pasar<br />

internasio<br />

nal<br />

Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. BPEN<br />

b. PT Sarinah<br />

c. Pusat<br />

informasi<br />

pemasaran<br />

(Deperinda<br />

g)<br />

d. Trading<br />

house<br />

(swasta)<br />

2. Program<br />

a. Misi<br />

dagang<br />

b. Pameran<br />

(LN/DN)<br />

c. Pemasaran<br />

bersama<br />

d. Subsidi<br />

program<br />

ekspor<br />

e. Bursa<br />

komoditas<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Jetro<br />

b. Trading House<br />

(pem./swasta)<br />

c. NCPI SME<br />

d. KADIN<br />

e. NFCIC<br />

f. NFPSD<br />

2. Program<br />

a. Pameran<br />

b. Dumping<br />

c. Bursa<br />

komoditas<br />

d. Aliansi strategis<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. TETO (Taiwan<br />

Economic & Trade<br />

Organization)<br />

b. CSD (Center for<br />

Synergic<br />

Development)<br />

c. ITRI (Industrial<br />

Tech. Research<br />

Institute)<br />

d. ISC<br />

e. SMESN<br />

f. EPST<br />

g. IPST<br />

2. Program<br />

a. Misi dagang<br />

investasi<br />

b. Aliansi strategis<br />

c. Cooperative<br />

exchange<br />

Program<br />

d. Bursa komoditas<br />

e. e.commerce.<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. SMBA (Small<br />

Medium Business<br />

Administration<br />

b. KITA (Korean<br />

Information Trade<br />

Association)<br />

c. KOTRA (Korea<br />

Trade Investment<br />

Promotion<br />

Agency)<br />

d. KEIC (Korea<br />

Export Insurance<br />

Cooperation)<br />

2. Program<br />

a. Promosi ekspor<br />

UKM<br />

b. Subsidi promosi<br />

ekspor<br />

c. E-government to<br />

business<br />

d. Asuransi ekspor<br />

e. Penyiapan<br />

website UKM<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. SMIDEC<br />

b. MARTRADE<br />

c. Swasta<br />

2. Program<br />

a. promosi ekspor<br />

b. Jaringan usaha<br />

c. Misi dagang<br />

internasional<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. SBA<br />

b. USEAC<br />

c. BIC<br />

d. SBIC<br />

e. SBDC<br />

f. ETAP<br />

77<br />

2.Program<br />

a. Promosi ekspor<br />

b. jaringan usaha<br />

c. e-commerce<br />

d. e-government to<br />

business


E. Pengembangan SDM<br />

Thailand<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Pusat<br />

promosi<br />

b. BLK<br />

2. Promosi<br />

a. Kewirausa<br />

haan<br />

b. Pelatihan<br />

c. Konsultasi<br />

Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Pusat<br />

pelatihan<br />

ekspor<br />

b. Balai latihan<br />

kerja<br />

c. Balatkop<br />

dan UKM<br />

2. Program<br />

a. Kewirausah<br />

aan<br />

b. Manajemen<br />

c. Pelatihan<br />

ekspor<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. Jasmec<br />

b. Training institute<br />

2. Program<br />

a. Pelatihan TOT<br />

b. Pelatihan<br />

konsultan<br />

c. Pelatihan<br />

evaluator<br />

d. Pelatihan peningk.<br />

Kemamp. UKM<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. CSD (Center for<br />

Synergy<br />

Development)<br />

b. ITRI (Industrial<br />

Tech Research<br />

Institute)<br />

c. SMESC<br />

d. SMETC<br />

2. Program<br />

a. Pelatihan TOT<br />

b. Pelatihan<br />

konsultan<br />

c. Pelatihan<br />

evaluator<br />

d. Pelatihan<br />

peningkatan<br />

kemampuan<br />

UKM<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. KINITI (Korea<br />

Institute of<br />

Industry &<br />

Information)<br />

b. KIDP (Korea<br />

Institute of<br />

Industrial Design<br />

Development)<br />

2. Program<br />

a. Pengembangan<br />

desain ekspor<br />

b. Pengembangan<br />

teknologi<br />

produksi<br />

c. Penyiapan<br />

teknologi<br />

informasi UKM<br />

d. Pemberdayaan<br />

UKM wanita<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. SMIDEC<br />

2. Program<br />

a. Pelatihan<br />

b. Pengembang.<br />

Teknologi<br />

produksi<br />

1. <strong>Lembaga</strong><br />

a. SBA<br />

b. SBDC<br />

78<br />

2. Program<br />

a. pelatihan<br />

b. pengembang<br />

an teknologi<br />

informasi<br />

c. implementasi<br />

HR<br />

management<br />

d. leadership<br />

course<br />

e. pemberdaya.<br />

UKM wanita


BAB V<br />

PENUTUP<br />

Dalam bagian ini dikemukakan kesimpulan umum model vitalisasi UKM di<br />

beberapa negara dan rekomendasi strategi kebijakan pengembangan UKM yang<br />

dapat diterapkan oleh pengambil keputusan di Indonesia.<br />

5.1. Kesimpulan<br />

Dari paparan pada Bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa UKM<br />

dibeberapa negara mempunyai peranan yang vital dalam pertumbuhan<br />

perekonomian di beberapa negara dan peran UKM yang sangat dominan adalah<br />

dalam penyerapan tenaga kerja karena jumlah rata-rata UKM dibeberapa negara<br />

adalah sekitar lebih dari 90% dari total keseluruhan usaha dan kontribusi sektor<br />

UKM dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara pembanding.<br />

Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />

terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />

Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan oleh<br />

Indonesia dari BPS, BI, Depperindag, BKPM dan UU No. 9 tahun 1995, menjadi<br />

salah satu faktor yang membuat sektor ini terkesampingkan. Di negara lain,<br />

seperti Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia, definisi UKM<br />

amat jelas dibedakan dari segi batas jumlah tenaga kerja dan jumlah modal yang<br />

dimiliki oleh UKM, kecuali Amerika Serikat yang hanya membatasi dari segi<br />

jumlah tenaga kerjanya saja.<br />

Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />

UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />

dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />

rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />

keseluruhan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Selain itu sektor UKM<br />

memberikan kontribusi yang nyata dalam penambahan PDB negara-negara<br />

tersebut. Dengan demikian peran UKM sangat vital dalam pertumbuhan<br />

perekonomian suatu negara.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

79


Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />

persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di negara Thailand, Jepang,<br />

Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Perbedaan yang paling<br />

mendasar adalah adanya institusi tersendiri yang menangani kebijakan UKM di<br />

beberapa negara, seperti SMBA (Korea Selatan), SMEA (Taiwan), SBA<br />

(Amerika), SMIDEC (Malaysia), SME promotion commision (Thailand) dan<br />

JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia ada dua yaitu MenegKop dan PKM<br />

dan Depperindag.<br />

Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dalam mengembangkan<br />

UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Thailand. Indonesia, Malaysia<br />

dan Amerika belum melibatkan peran universitas dalam pengembangan UKM.<br />

Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan, Korea<br />

Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada UKM<br />

selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand mendapat<br />

bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri. UKM di<br />

Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />

Program kegiatan pendanaan UKM yang dilaksanakan di Indonesia berupa<br />

pemberian kredit secara umum dan insentif pajak, sedangkan Thailand, Taiwan,<br />

Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika mempunyai program yang lebih<br />

variatif, seperti insentif investasi, dana pemulihan ekonomi, dan SME equity fund<br />

(Thailand), subsidi bunga, kredit modal usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea<br />

Selatan, Taiwan dan USA), kredit investasi, (Jepang, Taiwan, Korea Selatan),<br />

subsidi nilai tukar (Korea Selatan) pendanaan perdagangan, bantuan promosi<br />

ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />

peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />

Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />

produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />

kepada teknologi tepat guna dan teknologi informasi. Sedangkan Thailand,<br />

Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi<br />

UKM berorientasi kepada teknologi modern dan high technology yang<br />

mengedepankan inovasi serta hak kekayaan intelektual dan paten.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

80


Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />

belum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />

namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />

Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />

mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />

internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />

commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />

Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />

commerce dalam pemasaran UKM.<br />

Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, pendidikan dan<br />

pelatihan (diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />

oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM- nya<br />

Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />

kewirausahawan dan diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />

Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />

tingkatannya, misalnya diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />

Amerika), diklat TOT (Jepang dan Taiwan), diklat pemanfaatan teknologi maju<br />

(Korea Selatan, Malaysia dan Amerika), diklat pemberdayaan UKM bagi wanita<br />

(Taiwan dan Amerika), diklat kepemimpinan (Amerika).<br />

5.2. Rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di Indonesia<br />

Jika menyimak dari perbandingan konsep kebijakan pengembangan UKM di<br />

berbagai negara yang sudah dipaparkan di atas, tampaknya masih banyak<br />

upaya yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan<br />

UKM. Oleh karenanya rekomendasi strategi kebijakan pengembangan UKM<br />

untuk pemerintah adalah sebagai berikut:<br />

a. Rekomendasi kebijakan untuk tataran konsep kebijakan pengembangan UKM<br />

di Indonesia. Rekomendasi kebijakan jangka pendek adalah diperlukan<br />

koordinasi antar institusi pemerintah untuk tetap memiliki konsistensi dalam<br />

membuat konsep kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang perlu adanya<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

81


perubahan terhadap undang-undang usaha kecil yang memasukan platform<br />

kebijakan dan yang melibatkan semua stakeholders (pihak terkait).<br />

b. Rekomendasi kebijakan pandangan umum terhadap kebijakan<br />

pengembangan UKM. Dalam jangka pendek pemerintah perlu membedakan<br />

dengan jelas apakah kebijakan UKM adalah kebijakan ekonomi atau<br />

kebijakan kesejahteraan. Sedangkan kebijakan jangka panjangnya adalah<br />

UKM harus dipandang sebagai unit ekonomi yang dilakukan dengan<br />

pendekatan bisnis.<br />

c. Rekomendasi kebijakan institusi pemerintah. Rekomendasi kebijakan jangka<br />

pendeknya adalah perlu adanya koordinasi yang intensif antara Menteri<br />

<strong>Negara</strong> dan departemen yang menangani UKM. Sedangkan rekomendasi<br />

jangka panjangnya hanya ada satu institusi yang menjadi pembuat kebijakan<br />

UKM.<br />

d. Rekomendasi kebijakan peran pemerintah dalam pengembangan UKM.<br />

Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah masalah teknis UKM<br />

dapat diberikan kepada institusi profesional, misalnya pihak universitas atau<br />

swasta. Peran pemerintah hanya sebagai fasilitator bagi pengembangan<br />

UKM. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />

keterlibatan universitas dan swasta dalam mengembangkan UKM agar<br />

tercapai efektifitas dan efisiensi usaha.<br />

e. Rekomendasi kebijakan pasar terbuka. Rekomendasi jangka pendeknya<br />

adalah pemerintah Indonesia perlu mempromosikan konsep dan ide tentang<br />

pasar bebas terhadap UKM. Dalam jangka panjang pemerintah perlu<br />

mengusahakan agar UKM sedikit demi sedikit mengarahkan pemasaran<br />

produknya kepada pasar regional dan global.<br />

f. Rekomendasi kebijakan perdagangan domestik. Rekomendasi jangka<br />

pendeknya adalah mengurangi masalah perdagangan antar pulau dan antar<br />

daerah. Sedangkan dalam jangka penjangnya adalah pemerintah perlu<br />

menerbitkan undang-undang perdagangan domestik untuk mengurangi atau<br />

menghilangkan gangguan-gangguan dalam melakukan usaha perdagangan.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

82


g. Rekomendasi kebijakan pembentukan asosiasi dan kamar dagang.<br />

Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah KADIN harus memberikan<br />

kewenangan kepada KADINDA untuk membantu mengembangkan UKM di<br />

daerah. Dalam jangka panjang pemerintah diharapkan dapat mendukung<br />

usaha untuk mendirikan asosiasi terutama asosiasi UKM.<br />

h. Rekomendasi kebijakan pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Dalam<br />

kebijakan jangka pendek pemberian kredit kepada UKM dilakukan secara<br />

profesional. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />

pertumbuhan institusi keuangan yang efisien dan tidak diskriminatif kepada<br />

UKM.<br />

i. Rekomendasi kebijakan status hukum UKM. Dalam jangka pendek<br />

pemerintah perlu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk<br />

dapat memberikan ijin usaha. Sedangkan dalam jangka panjang pemberian<br />

ijin perlu dirubah menjadi pemberian register atau tanda daftar kecuali untuk<br />

usaha tertentu.<br />

j. Pengkajian lingkungan usaha kecil menengah dan kebijakan perencanaan<br />

untuk meningkatkan lingkungan tersebut. Dalam hal ini, yang pertama<br />

peranan kepemimpinan pemerintahan dalam mengembangkan sektor UKM<br />

merupakan hal yang paling penting untuk dikaji. Yang kedua pembagian<br />

wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam<br />

menangani masalah pengembangan UKM.<br />

k. Penerbitan kebijakan yang tepat. Faktor yang terkait dengan hal ini adalah<br />

pembuatan peraturan perdagangan yang transparan dan penegakannya<br />

didukung oleh pihak terkait terutama pihak pengadilan. Selain itu, kebijakan<br />

kompetisi, sistem pajak dan sistem tarif yang menunjang bagi<br />

berkembangnya UKM.<br />

l. Pelaksanaan program pembangunan yang efektif. Hal yang tercakup dalam<br />

lingkup ini adalah menetapkan titik pusat pada program kinerja biaya tinggi.<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

83


Dari rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di atas dapat dibuat<br />

gambaran model vitalisasi UKM yang dapat diterapkan di Indonesia sebagai<br />

berikut:<br />

Table 12. Rekomendasi Model Vitalisasi UKM di Indonesia<br />

Strategi pemberdayaan<br />

UKM meliputi<br />

intervensi pemerintah<br />

dalam mengintegrasikan<br />

dan mensinergikan:<br />

1. Institusionalisasi melalui penguatan kelembagaan UKM dan lembaga kebijakan<br />

UKM serta lembaga terkait lainnya<br />

2. Lingkungan yang kondusif melalui penerbitan peraturan perundang-undangan<br />

yang mendukung pengembangan UKM<br />

3. Peningkatan akses pendanaan dan keuangan UKM<br />

4. Penerapan teknologi pada UKM yang mengedepankan peningkatan kualitas<br />

produk UKM, dan teknologi informasi (e-commerce)<br />

5. Peningkatan kualitas SDM<br />

6. Jaringan usaha dan kemitraan UKM dan Usaha besar<br />

7. Orientasi UKM pada pasar regional dan global<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

Ekonomi Kerakyatan yang mandiri dan mampu meningkatkan<br />

pertumbuhan perekonomian nasional dan daya saing bangsa.<br />

84


Daftar Pustaka<br />

Budiman, A. Bido (2001), Searching for better SME, disampaikan pada Seminar Model<br />

Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />

Ezaki, M.(1991). ASEAN Prospects for NIC Status, South East Asian Studies, 28 (4)<br />

136-153<br />

Fukuoka, Tetsu (2001), Japan’s Policy Framework on SME Development, disampaikan<br />

pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />

Ismawan, Indra (2001), Sukses di Era Ekonomi Liberal bagi Koperasi, dan PKM,<br />

Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia<br />

Iwantono, Sutrisno(2001), Konsep Kebijakan Pengembangan Koperasi, UKM Indonesia,<br />

disampaikan pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21<br />

Agustus 2001<br />

Kompas, 17 Juli 2000; 26 Januari 2001; 20 Februari 2001;<br />

Kotler, Philip (1984), Marketing Management: Analysis, Planning and Control,<br />

Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.<br />

Ministry of Economic Affairs (2000), White papers on SME in Taiwan , Taipei: SMEA<br />

Mustopadidjaja (2001), Paradigma-paradigma pembangunan, Jakarta: Lembga<br />

<strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong><br />

Print, Murray (1993), Curriculum Development and Design, New South Wales : Allen<br />

and Unwin.<br />

Republika, 18 Maret 2001<br />

Salim, P., dan Salim Y. (1991), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern<br />

English Press.<br />

Sarasi, Vita (2001), Strategi Pengembangan Bisnis Berbasis Kualitas Produk pada Usaha<br />

Kecil Menengah di Jawa Barat, Usahawan No. 04 ( XXX), 30 – 33<br />

Sarundajang,S.H.(2001), Pemerintah Daerah di Berbagai <strong>Negara</strong>: Sebuah Pengantar,<br />

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan<br />

Shamsuddin,Sheikh Azmi (2001), Small and Medium Industries Development<br />

Corporation, disampaikan pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>,<br />

<strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

85


Sod-Eiam, Prompol (2001), SME Development Policy in Thailand, disampaikan pada<br />

Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />

Steinhoff, D. (1978), Small Business Management Fundamentals, New York: McGraw-<br />

Hill Book Company.<br />

Wie, Thee Kian (1993), Industrial Structure and Small and Medium Enterprise<br />

Development in IndonesiaWorking Papers: Economic Development Institute of The<br />

World Bank<br />

Woo, Kang Si (2001), New Challenges and Opportunities for Korean SMEs, disampaikan<br />

pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />

World Bank (2001), Small-and Medium-Scale Enterprise Development,<br />

http:www.worldbank..org/htmlfpd/privatesector/sme.htm<br />

Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />

86

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!