Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara
Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara
Full Report - PKAI-LAN - Lembaga Administrasi Negara
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
(Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries)<br />
PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA<br />
2001<br />
1
KATA PENGANTAR<br />
Laporan ini merupakan hasil akhir Kajian Model Vitalisasi Usaha Kecil<br />
Menengah diberbagai negara. Dalam kajian ini dibahas mengenai model konsep<br />
kebijakan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikembangkan di Thailand,<br />
Indonesia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika. Selain itu juga dibahas<br />
analisis konsep kebijakan pengembangan UKM dan rekomendasi kebijakan<br />
pengembangan UKM yang perlu dipertimbangkan dalam rangka penerapannya di<br />
Indonesia.<br />
Laporan ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai pengembangan<br />
UKM di beberapa negara dan alternatif strategi kebijakan pengembangan UKM yang<br />
dapat diimplementasikan dalam kerangka pengembangan UKM di Indonesia.<br />
Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada kedutaan besar<br />
Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia, Amerika, kedutaan negara sahabat<br />
lainnya dan instansi yang terkait dengan UKM seperti MenegKop dan PKM, the ASIA<br />
Foundation, yang telah memberikan data dan informasi baik berupa makalah, buku, dan<br />
laporan maupun melalui wawancara dalam rangka pelaksanaan kegiatan ini.<br />
Semoga hasil kajian yang tertuang dalam naskah laporan ini memberi manfaat<br />
yang baik bagi masyarakat luas, khususnya bagi para pengambil keputusan di tingkat<br />
pemerintah pusat dan daerah.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
Jakarta, Desember 2001<br />
Deputi Bidang Penelitian dan Pengembangan<br />
<strong>Administrasi</strong> Pembangunan dan Otomasi<br />
<strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong><br />
Drs. Idup Suhady, Msi.<br />
i
EXECUTIVE SUMMARY<br />
Kajian Model Vitalisasi Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Berbagai<br />
<strong>Negara</strong> bertujuan untuk mengkaji konsep kebijakan dan penerapan<br />
pengembangan UKM di berbagai negara serta merumuskan model vitalisasi<br />
UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia. Dalam kajian ini dibahas konsep<br />
kebijakan pengembangan UKM di Thailand, Indonesia, Jepang, Taiwan, Korea<br />
Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat dan penerapannya di negara tersebut.<br />
Hasil analisis komparatif dan rekomendasi kajian adalah seperti dipaparkan<br />
dibawah ini.<br />
Upaya untuk menghilangkan peminggiran (marjinalisasi) terhadap usaha kecil<br />
dan menengah (UKM) di Indonesia telah dilakukan dengan berbagai cara. Pada<br />
dasarnya marjinalisasi UKM ini merupakan persoalan aksesibilitas dan<br />
akomodasi terhadap perumusan kebijakan-kebijakan publik yang dapat<br />
dihilangkan kalau pemerintah, melakukan presures (tekanan-tekanan) yang<br />
efektif terhadap upaya tersebut, sehingga produk kebijakan yang dihasilkan tidak<br />
selalu merugikan UKM.<br />
Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />
terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />
Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan BPS, BI,<br />
Depperindag, BKPM dan UU No. 9 tahun 1995, menjadi salah satu faktor yang<br />
membuat sektor ini terkesampingkan. Di negara lain, seperti Thailand, Jepang,<br />
Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia, definisi UKM amat jelas dibedakan dari<br />
segi batas jumlah tenaga kerja dan jumlah modal yang dimiliki oleh UKM, kecuali<br />
Amerika Serikat yang hanya membatasi dari segi jumlah tenaga kerjanya saja.<br />
Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />
UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />
dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />
rata-rata UKM dibeberapa negara yang telah disebutkan di atas adalah lebih dari<br />
90% dari total keseluruhan kegiatan usaha dibidang ekonomi. Selain itu sektor<br />
UKM memberikan kontribusi yang nyata dalam penambahan PDB negara –<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
ii
negara tersebut. Dengan demikian peran UKM sangat vital dalam pertumbuhan<br />
perekonomian suatu negara.<br />
Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />
persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di Thailand, Jepang, Taiwan,<br />
Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Secara umum perbedaan<br />
kebijakan pengembangan UKM terdiri dari segi pendanaan dan keuangan,<br />
teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk, pemasaran dan promosi<br />
produk UKM, serta pengembangan sumber daya manusia sektor UKM.<br />
Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah adanya institusi<br />
tersendiri yang menangani kebijakan UKM di beberapa negara, seperti Small<br />
Medium Business Administration - SMBA (Korea Selatan), Small Medium<br />
Enterprises Administration - SMEA (Taiwan), Small Business Administration -<br />
SBA (Amerika), Small Medium Industry Development Cooperation - SMIDEC<br />
(Malaysia), SME promotion commision (Thailand) dan Japan Small Medium<br />
Enterprise Corporation - JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia ada dua<br />
yaitu MenegKop dan PKM dan Depperindag, yang kadangkala menimbulkan<br />
dualisme kebijakan yang saling tumpang tindih.<br />
Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dan lembaga penelitian<br />
dalam mengembangkan UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan<br />
Thailand. Indonesia, Malaysia dan Amerika belum sepenuhnya melibatkan<br />
peran universitas dan lembaga penelitian dalam pengembangan UKM.<br />
Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan, Korea<br />
Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada UKM<br />
selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand mendapat<br />
bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri. UKM di<br />
Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />
Program kegiatan pendanaan UKM yang dilaksanakan di Indonesia berupa<br />
pemberian kredit secara umum dan insentif pajak, sedangkan Thailand, Taiwan,<br />
Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika mempunyai program yang lebih<br />
variatif, seperti insentif investasi, dana pemulihan ekonomi, dan SME equity fund<br />
(Thailand), subsidi bunga, kredit modal usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
iii
Selatan, Taiwan dan USA), kredit investasi, (Jepang, Taiwan, Korea Selatan),<br />
subsidi nilai tukar (Korea Selatan) pendanaan perdagangan, bantuan promosi<br />
ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />
peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />
Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />
produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />
kepada teknologi tepat guna dan teknologi informasi. Sedangkan Thailand,<br />
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi<br />
UKM berorientasi kepada teknologi modern dan high technology yang<br />
mengedepankan inovasi serta hak kekayaan intelektual dan paten.<br />
Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />
belum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />
namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />
Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />
mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />
internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />
commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />
Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />
commerce dalam pemasaran UKM.<br />
Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, Pendidikan dan<br />
Pelatihan (Diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />
oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM- nya<br />
Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />
kewirausahawan dan Diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />
Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada Diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />
tingkatannya, misalnya Diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />
Amerika), Training of Trainers (TOT) (Jepang dan Taiwan), Diklat pemanfaatan<br />
teknologi maju (Korea Selatan, Malaysia dan Amerika), Diklat pemberdayaan<br />
UKM bagi wanita (Taiwan dan Amerika), dan Diklat kepemimpinan (Amerika).<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
iv
Dari paparan komparatif di atas rekomendasi strategi kebijakan<br />
pengembangan UKM yang perlu dipertimbangkan untuk dapat diterapkan oleh<br />
pemerintah Indonesia adalah sebagai berikut:<br />
1. Rekomendasi kebijakan untuk tataran konsep kebijakan pengembangan UKM<br />
di Indonesia. Rekomendasi kebijakan jangka pendek adalah diperlukan<br />
koordinasi antar institusi pemerintah untuk tetap memiliki konsistensi dalam<br />
membuat konsep kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang perlu adanya<br />
perubahan terhadap undang-undang usaha kecil yang memasukan platform<br />
kebijakan dan yang melibatkan semua stakeholders (pihak terkait).<br />
2. Rekomendasi kebijakan pandangan umum terhadap kebijakan<br />
pengembangan UKM. Dalam jangka pendek pemerintah perlu membedakan<br />
dengan jelas apakah kebijakan UKM adalah kebijakan ekonomi atau<br />
kebijakan kesejahteraan. Sedangkan kebijakan jangka panjangnya UKM<br />
harus dipandang sebagai unit ekonomi yang dilakukan dengan pendekatan<br />
bisnis.<br />
3. Rekomendasi kebijakan institusi pemerintah. Rekomendasi kebijakan jangka<br />
pendeknya adalah perlu adanya koordinasi yang intensif antara Menteri<br />
<strong>Negara</strong> dan departemen yang menangani UKM. Sedangkan dalam jangka<br />
panjangnya hanya ada satu institusi yang menjadi pembuat kebijakan UKM.<br />
4. Rekomendasi kebijakan peran pemerintah dalam pengembangan UKM.<br />
Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah masalah teknis UKM dapat<br />
diberikan kepada institusi profesional, misalnya pihak universitas atau swasta.<br />
Peran pemerintah hanya sebagai fasilitator bagi pengembangan UKM.<br />
Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung keterlibatan<br />
universitas dan swasta dalam mengembangkan UKM agar tercapai efektifitas<br />
dan efisiensi usaha.<br />
5. Rekomendasi kebijakan pasar terbuka. Dalam jangka pendek pemerintah<br />
Indonesia perlu mempromosikan konsep dan ide tentang pasar bebas<br />
terhadap UKM. Dalam jangka panjang pemerintah perlu mengusahakan agar<br />
UKM secara bertahap mengarahkan pemasaran produknya kepada pasar<br />
regional dan global.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
v
6. Rekomendasi kebijakan perdagangan domestik. Dalam jangka pendek<br />
pemerintah perlu mengurangi masalah perdagangan antar pulau dan antar<br />
daerah. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu menerbitkan<br />
undang-undang perdagangan domestik untuk mengurangi atau<br />
menghilangkan gangguan-gangguan dalam melakukan usaha perdagangan.<br />
7. Rekomendasi kebijakan pembentukan asosiasi dan kamar dagang. Dalam<br />
jangka pendek KADIN harus memberikan kewenangan kepada KADINDA<br />
untuk membantu mengembangkan UKM di daerah. Sedangkan dalam jangka<br />
panjang pemerintah diharapkan dapat mendukung usaha untuk mendirikan<br />
asosiasi terutama asosiasi UKM.<br />
8. Rekomendasi kebijakan pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Dalam<br />
jangka pendek pemberian kredit kepada UKM agar dilakukan secara<br />
profesional. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />
pertumbuhan institusi keuangan yang efisien dan tidak diskriminatif kepada<br />
UKM.<br />
9. Rekomendasi kebijakan status hukum UKM. Dalam jangka pendek<br />
pemerintah pusat perlu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah<br />
untuk dapat memberikan ijin usaha. Sedangkan dalam jangka panjang<br />
pemberian ijin perlu dirubah menjadi pemberian register atau tanda daftar<br />
usaha kecuali untuk usaha tertentu.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
vi
Daftar Isi<br />
KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... I<br />
EXECUTIVE SUMMARY ......................................................................................................................... II<br />
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................VII<br />
DAFTAR TABEL....................................................................................................................................... IX<br />
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................................................1<br />
1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................................................................1<br />
1.2. PERUMUSAN MASALAH ........................................................................................................................2<br />
1.3. TUJUAN.................................................................................................................................................2<br />
1.4. SASARAN...............................................................................................................................................3<br />
1.5. OUTPUT DAN MANFAAT.......................................................................................................................3<br />
1.6. METODE KAJIAN..................................................................................................................................3<br />
1.7. JADWAL PELAKSANAAN......................................................................................................................5<br />
1.8. SISTEMATIKA ......................................................................................................................................5<br />
BAB. II KERANGKA TEORI .....................................................................................................................6<br />
2.1. TINJAUAN UMUM .................................................................................................................................6<br />
2.2. DEFINISI MODEL VITALISASI UKM....................................................................................................9<br />
2.3. FAKTOR-FAKTOR PENINGKATAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH. ...................15<br />
BAB. III KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DI<br />
BERBAGAI NEGARA ...............................................................................................................................17<br />
3. 1 GAMBARAN UMUM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL MENENGAH...............................17<br />
3. 2. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI THAI<strong>LAN</strong>D ...........................................................17<br />
3.2.1. Gambaran Umum UKM di Thailand. ..........................................................................................17<br />
3.2.2. Undang-Undang Promosi UKM..................................................................................................19<br />
3.2.3. Masalah yang dihadapi UKM dalam melakukan kegiatan usahanya..........................................19<br />
3.2.4. Kebijakan pemerintah Thailand dalam pengembangan UKM. ...................................................20<br />
3.2.5. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Thailand.......................................22<br />
3.3. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI INDONESIA ...........................................................22<br />
3.3.1. Gambaran Umum UKM di Indonesia..........................................................................................22<br />
3.3.2. Kendala dan Peluang ..................................................................................................................23<br />
3.3.3. Strategi Kebijakan Pengembangan UKM....................................................................................24<br />
3.3.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Indonesia .....................................28<br />
3.4.KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI JEPANG..................................................................29<br />
3.4.1. Gambaran Umum UKM di Jepang..............................................................................................29<br />
3.4.2. Dasar-dasar Penetapan Kebijakan UKM di Jepang. ..................................................................29<br />
3.4.3. Kerangka Dasar Kebijakan Pemerintah Jepang Dalam Pengembangan UKM..........................30<br />
3.4.4. Dasar Hukum UKM di Jepang. ...................................................................................................31<br />
3.4.5. Implementasi Kebijakan Pengembangan UKM di Jepang ..........................................................32<br />
3.4.6. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Jepang..........................................33<br />
3.5. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI TAIWAN................................................................33<br />
3.5.1. Gambaran Umum UKM di Taiwan. ............................................................................................33<br />
3.5.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan ...................................................................36<br />
3.5.3. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Taiwan. ........................................43<br />
3.6. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI KOREA SELATAN .................................................43<br />
3.6.1. Gambaran Umum UKM di Korea Selatan...................................................................................43<br />
3.6.2. Arah Kebijakan Umum Pengembangan UKM.............................................................................46<br />
3.6.3. Kebijakan Pemberian Bantuan kepada UKM..............................................................................46<br />
3.6.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Korea Selatan ..............................54<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
vii
3. 7. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI MALAYSIA..........................................................54<br />
3.7.1. Gambaran Umum UKM di Malaysia...........................................................................................54<br />
3.7.2. Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia .............................................................................55<br />
3.7.3. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Malaysia.......................................58<br />
3.8. KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI AMERIKA SERIKAT. .............................................58<br />
3.8.1. Gambaran umum UKM di Amerika Serikat.................................................................................58<br />
3.8.2. Strategi Kebijakan pengembangan UKM di Amerika..................................................................60<br />
3.8.3. Beberapa fakta dan data tentang UKM di Amerika. ..................................................................63<br />
3.8.4. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Amerika Serikat............................64<br />
BAB IV ANALISIS KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM .................................66<br />
DI BEBERAPA NEGARA..........................................................................................................................66<br />
4.1. ANALISIS KOMPARATIF VITALISASI UKM ......................................................................................66<br />
4.2. ANALISIS KOMPARATIF KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM...........................................68<br />
BAB V PENUTUP .......................................................................................................................................79<br />
5.1. KESIMPU<strong>LAN</strong> ......................................................................................................................................79<br />
5.2. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM DI INDONESIA .................................................81<br />
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................85<br />
LAMPIRAN..................................................................................ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
viii
DAFTAR TABEL<br />
TABLE 1 . TAHAPAN DAN OPERASIONALISASI KAJIAN .....................................................................................3<br />
TABLE 2 . KENDALA DAN STRATEGI PEMECAHAN MASALAH PENDANAAN UKM .........................................13<br />
TABLE 3. KERANGKA PIKIR MODEL VITALISASI UKM..................................................................................16<br />
TABLE 4. DEFINISI UKM DI THAI<strong>LAN</strong>D..........................................................................................................18<br />
TABLE 5. PERUBAHAN DASAR HUKUM UKM DI JEPANG ...............................................................................31<br />
TABLE 6 . ECONOMIC GROWTH RATE IN THE ASIAN COUNTRIES, 1999...........................................................34<br />
TABLE 7. PINJAMAN KHUSUS BAGI UKM TAIWAN ........................................................................................40<br />
TABLE 8. DEFINISI UKM DI KOREA SELATAN................................................................................................44<br />
TABLE 9. JUMLAH PEKERJA UKM DI KOREA SELATAN .................................................................................45<br />
TABLE 10. JUMLAH UKM DI KOREA SELATAN ..............................................................................................45<br />
TABLE 11. INDUSTRIAL AND TECHNICAL ASSISTANCE FUND MATCHING FUND ............................................58<br />
TABLE 12. REKOMENDASI MODEL VITALISASI UKM DI INDONESIA..............................................................84<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
ix
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
x
1.1. Latar Belakang<br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
Berbagai paket kebijakan pemulihan ekonomi Indonesia pasca krisis tahun<br />
1997 lebih difokuskan pada struktur konglomerasi sebagai ‘soko guru’<br />
perekonomian nasional. Hal ini diindikasikan oleh berbagai program pemerintah<br />
yang ditujukan untuk pemulihan kembali kegiatan ekonomi berbasis<br />
konglomerasi. Misalnya, program rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi<br />
utang swasta sebagai program utama yang memerlukan biaya ekonomi yang<br />
sangat mahal (very high cost economy).<br />
Output yang diharapkan dari program pemberdayaan ekonomi berbasis<br />
konglomerasi ini adalah tercapainya langkah privatisasi yaitu pemerintah akan<br />
menerima hasil dari penjualan aset-aset yang sangat diharapkan dapat dibeli<br />
pihak asing. Dengan demikian sangat dimungkinkan apabila beberapa<br />
perusahaan besar yang merupakan penyangga utama (main buffer)<br />
perekonomian Orde Baru dapat habis terjual kepada pihak asing.<br />
Dengan berkembangnya trend perubahan status kepemilikan mayoritas<br />
perusahaan berskala besar menjadi milik pihak asing, maka pelaku (actor)<br />
perekonomian nasional yang masih tersisa adalah sektor-sektor ekonomi rakyat<br />
yang terdiri dari usaha kecil dan menengah (small & medium enterprises) yang<br />
mencakup sektor pertanian dan industri manufaktur yang luas, yang relatif<br />
terhindar dari krisis. Sektor ini menjadi tumpuan harapan publik sehingga<br />
reformasi ekonomi perlu diorientasikan pada transformasi ekonomi yang lebih<br />
mengedepankan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Selain itu sektor UKM<br />
mempunyai andil yang sangat besar dalam perekonomian nasional karena dinilai<br />
telah mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi<br />
yang luas kepada masyarakat. Sektor UKM juga mempunyai kemampuan untuk<br />
berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat<br />
pada masa krisis. Oleh karenanya, peran UKM perlu diperluas agar sektor UKM<br />
dapat semakin tumbuh dan berkembang menjadi kuat dan mandiri.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
1
Sebagai bahan perbandingan, pesatnya perkembangan usaha kecil dan<br />
menengah di Jepang dan Amerika Serikat menyebabkan sektor ini dapat<br />
menjadi salah satu pilar ekonomi negara tersebut. UKM di Jepang memberikan<br />
kontribusi yang besar terhadap perusahaan berskala besar dalam mendorong<br />
daya saing ekonomi bangsa (national competitiveness). Kondisi ini dapat dicapai<br />
melalui suatu paket kebijakan yang dapat mendorong peran UKM sehingga<br />
memiliki peran yang vital dalam perekonomian negara. Sehubungan dengan hal<br />
tersebut diatas maka upaya pengembangan UKM di Indonesia dapat meniru<br />
(benchmark) model vitalisasi usaha kecil dan menengah di negara lain (seperti<br />
Jepang dan Amerika Serikat) yang telah memiliki usaha kecil dan menengah<br />
yang kuat dalam perekonomian negaranya.<br />
Atas dasar hal di atas, <strong>Lembaga</strong> <strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong> memandang perlu<br />
untuk melakukan kajian tentang model vitalisasi UKM di berbagai negara<br />
sebagai bahan rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di Indonesia.<br />
1.2. Perumusan masalah<br />
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang<br />
dibahas dalam kajian ini adalah:<br />
a. Bagaimanakah konsep kebijakan dan penerapan pengembangan UKM di<br />
berbagai negara?<br />
b. Bagaimanakah model vitalisasi UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia?<br />
1.3. Tujuan<br />
Kajian model vitalisasi UKM dilaksanakan untuk mendapatkan gambaran<br />
yang komprehensif berupa perbandingan berbagai model kebijakan<br />
pengembangan UKM serta penerapan yang dilaksanakan di berbagai negara.<br />
Adapun tujuan kajian ini adalah untuk:<br />
1. Mengkaji konsep kebijakan pengembangan UKM serta penerapannya di<br />
berbagai negara<br />
2. Merumuskan model vitalisasi UKM yang dapat diaplikasikan di Indonesia.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
2
1.4. Sasaran<br />
Adapun sasaran dari kajian ini adalah terumuskannya berbagai alternatif<br />
strategi pengembangan UKM dalam rangka vitalisasi peran sektor tersebut.<br />
1.5. Output dan Manfaat<br />
Keluaran (output) dan manfaat dari kajian ini adalah tersedianya:<br />
1. Gambaran mengenai pengembangan UKM di berbagai negara<br />
2. Alternatif strategi kebijakan pengembangan UKM yang dapat<br />
diimplementasikan dalam kerangka pengembangan UKM di Indonesia<br />
1.6. Metode kajian.<br />
Kajian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan<br />
analisis komparatif tentang model vitalisasi UKM di berbagai negara. Analisis<br />
komparatif ini dilakukan dengan cara menganalisis beberapa parameter yang<br />
dipandang sebagai determinan terhadap pengembangan UKM sehingga<br />
diharapkan tersedianya gambaran secara menyeluruh model vitalisasi UKM<br />
tersebut termasuk persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan yang<br />
terdapat dalam parameter tertentu (Sarundajang, 2001).<br />
Adapun tahapan-tahapan dan operasionalisasi kegiatan yang dilakukan<br />
dalam rangka pelaksanaan kajian ini dapat dilihat dalam tabel berikut.<br />
Table 1 . Tahapan dan Operasionalisasi Kajian<br />
No. TAHAP KEGIATAN OUTPUT<br />
1. Pengumpulan kepustakaan<br />
dan dokumentasi<br />
2. Penyusunan Research<br />
Design / dan kelengkapan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
• Mengumpulkan text book,<br />
karya tulis dan dokumen<br />
yang berhubungan dengan<br />
UKM<br />
• Korespondensi<br />
• Menyusun research design,<br />
instrumen penelitian, dan<br />
3<br />
• Terkumpulnya berbagai text<br />
book, karya tulis, dan berbagai<br />
dokumen tentang UKM<br />
• Tersusunnya kerangka pikir<br />
kegiatan kajian<br />
•<br />
• Tersusunnya research design,<br />
instrumen penelitian
persiapan penelitian<br />
(laporan awal)<br />
3. Studi banding/komparatif<br />
melalui seminar Model<br />
Vitalisasi UKM di<br />
Berbagai <strong>Negara</strong><br />
bahan kelengkapannya<br />
sebagai laporan pertama<br />
hasil kajian teoritis<br />
• Melakukan studi banding<br />
dan komparasi tentang<br />
model vitalisasi UKM di<br />
beberapa negara<br />
4. Analisis komparatif • Mengidentifikasi dan<br />
klasifikasi model vitalisasi<br />
UKM dibeberapa negara<br />
• Mengidentifikasi hambatan<br />
dalam pengembangan UKM<br />
di Indonesia<br />
5. Penulisan dan Penyusunan<br />
Laporan akhir Sementara<br />
• Menganalisis hasil studi<br />
banding<br />
• Menganalisis strategi<br />
kebijakan pengembangan<br />
UKM yang dapat<br />
diterapkan di Indonesia<br />
6. Ekspose hasil kajian • Memaparkan analisis hasil<br />
kajian (Laporan Akhir<br />
Sementara) pada forum<br />
pimpinan <strong>LAN</strong><br />
7. Penulisan Laporan Akhir<br />
(Final <strong>Report</strong>)<br />
♦ Merevisi Laporan Akhir<br />
Sementara berdasarkan hasil<br />
ekspose yang dilaksanakan<br />
Narasumber dalam kajian ini meliputi :<br />
• Tersusunnya laporan awal<br />
kajian<br />
4<br />
• Tersusunnya laporan yang berisi<br />
model vitalisasi UKM di<br />
beberapa negara<br />
• Tersusunnya laporan gambaran<br />
empiris mengenai<br />
pengembangan UKM di<br />
beberapa negara<br />
• Teridentifikasinya hambatan<br />
bagi pengembangan UKM di<br />
Indonesia<br />
• Tersusunnya Laporan akhir<br />
sementara dan rekomendasi<br />
kebijakan sebagai bahan ekpose<br />
• Terkumpulnya berbagai<br />
masukan, kritik dan saran bagi<br />
penyempurnaan laporan akhir<br />
kajian<br />
♦ Tersusunnya Laporan Akhir<br />
Kajian dan rekomendasi<br />
kebijakan model vitalisasi UKM<br />
- Duta besar dan perwakilan dari kedutaan besar Jepang, Korea Selatan,<br />
Thailand, Amerika Serikat (The Asia Foundation), dan Malaysia<br />
- Pejabat Instansi pemerintah yang terkait dengan pengembangan UKM<br />
- Pejabat struktural dan fungsional <strong>LAN</strong> yang mempunyai kompetensi dalam<br />
bidang UKM<br />
Adapun negara-negara yang menjadi pembanding dalam kajian ini<br />
adalah: (1).Thailand; (2). Indonesia; (3). Jepang; (4). Taiwan; (5). Korea Selatan;<br />
(6). Malaysia; dan (7). Amerika<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>
1.7. Jadwal Pelaksanaan.<br />
Pelaksanaan kajian ini berjangka waktu 9 (sembilan) bulan pada tahun<br />
anggaran 2001.<br />
1.8. Sistematika<br />
Laporan hasil kajian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: Bab. I,<br />
pendahuluan yang memuat latar belakang kajian, perumusan masalah, maksud<br />
dan tujuan, sasaran, output dan manfaat kajian, metode kajian, jadwal<br />
pelaksanaan dan sistematika penulisan. Bab. II, memuat tinjauan pustaka yang<br />
berisi tentang tinjauan umum UKM, definisi-definisi dan kerangka kajian model<br />
vitalisasi UKM di berbagai negara. Bab. III, mengenai konsep kebijakan<br />
pengembangan UKM di berbagai negara yang mengulas berbagai konsep<br />
kebijakan UKM di berbagai negara. Bab. IV, analisis perbandingan strategi<br />
kebijakan pengembangan UKM dibeberapa negara. Bab. V, penutup yang<br />
membahas kesimpulan model vitalisasi UKM dibeberapa negara dan<br />
rekomendasi strategi kebijakan UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
5
2.1. Tinjauan Umum<br />
BAB. II<br />
KERANGKA TEORI<br />
Selama dua dekade sektor manufaktur Indonesia yang didominasi oleh UKM<br />
mengalami pertumbuhan yang sangat cepat yaitu rata-rata 12 % per tahun pada<br />
periode tahun 1965 – 1980 dan 12,7 % per tahun pada periode 1980- 1989<br />
(Thee Kian Wie, 1993, hal. 1). Selain itu sektor ini pada tahun 1992 telah<br />
menyumbangkan lebih dari 20% terhadap Gross Domestic Product Indonesia<br />
(GDP) dan juga memberikan peningkatan kontribusi terhadap nilai tambah dan<br />
ekspor sektor manufaktur dunia. Oleh karena prestasi Indonesia dalam<br />
peningkatan sektor manufaktur tersebut dibandingkan dengan negara<br />
berkembang lainnya, maka Indonesia dianggap sebagai negara yang mendekati<br />
standar Newly Industrialized Country (NIC) versi Organization for Economic<br />
Cooperation and Development (OECD) dan versi Prof. Bela Balassa pada tahun<br />
1990 (Ezaki, 1991).<br />
Peningkatan status Indonesia pada tataran internasional tersebut tidak<br />
terlepas dari peran usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia yang telah<br />
memberikan kontribusi ekspor terbesar pada masa krisis yaitu ekspor tekstil dan<br />
produk tekstil, mebel, mainan anak-anak, kerajinan kulit, rotan dan kelapa sawit<br />
(Kompas, 20-2-2001). Selain itu UKM juga mempunyai peranan yang penting<br />
dalam rangka peningkatan penyerapan tenaga kerja dan ekspor. Sebagai contoh<br />
di Jawa Tengah jumlah UKM mencapai lebih dari 1.747.266 unit usaha atau<br />
meliputi 30% dari potensi ekonomi di Indonesia dengan nilai ekspor sebesar<br />
1.155 milyar dolar AS pada tahun 1998 dan mampu menyerap lebih dari 7.000<br />
tenaga kerja pada tahun 1997-1998 (Republika, 18-3-2000). Hal ini sesuai<br />
dengan laporan Bank Dunia (2001) bahwa UKM lebih cenderung memusatkan<br />
diri pada peningkatan kegiatan yang banyak menyerap tenaga kerja.<br />
Selain itu pengembangan UKM memegang peranan penting tidak hanya<br />
dalam pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan tetapi juga sebagai<br />
promosi bagi terjalinnya masyarakat yang lebih pluralis. Oleh karenanya perlu<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
6
ada pendekatan baru dalam meningkatkan efektifitas strategi dan program<br />
pemerintah dalam rangka mendukung pengembangan UKM. Tantangan besar<br />
dalam mengembangkan UKM adalah membangun keberhasilan pengelolaan<br />
lembaga keuangan mikro (LKM), meningkatkan kegiatan keuangan UKM dan<br />
penyediaan jasa non financial kepada UKM (Ismawan, 2001).<br />
World Bank (2001) memberikan petunjuk tentang prinsip dasar strategi<br />
pengembangan UKM yaitu :<br />
a. Menciptakan lapangan usaha. Faktor utama keberhasilan pengembangan<br />
strategi UKM adalah penyiapan lingkungan usaha yang dapat membantu<br />
UKM berkompetisi dalam lapangan usaha yang sama, baik produk maupun<br />
jasanya. Untuk membangun lapangan usaha tersebut, pemerintah perlu<br />
mengevaluasi kembali pendanaan dan manfaat regulasi yang berlaku dan<br />
hambatan pengembangan UKM. Selain itu pemerintah juga dituntut untuk<br />
melaksanakan regulasi yang dibutuhkan UKM secara fleksibel dan<br />
menerapkan kebijakan kompetisi dan proteksi barang untuk membuka<br />
peluang pasar bagi UKM.<br />
b. Menentukan kebijakan pengeluaran publik dengan memanfaatkan sumber<br />
daya publik secara efektif. Pemerintah perlu mendesain suatu strategi yang<br />
jelas dan terkoordinasi bagi pengembangan UKM yang tepat dan adil serta<br />
efisien memisahkan tujuan-tujuan kebijakan tersebut. Kebijakan pengeluaran<br />
publik perlu diarahkan pada target sumber daya dan jasa yang diminati oleh<br />
pasar dan ada justifikasi yang jelas atau pertimbangan keadilan bagi<br />
penggunaan sumber daya publik tersebut. Dengan menggunakan metodologi<br />
keuangan mikro dan operasionalisasi pelayanan maka perkembangan UKM<br />
dapat dinilai berdasarkan kriteria kinerja, efektifitas biaya, kelanggengan<br />
keuangan dan dampak pelayanannya kepada publik.<br />
c. Mendorong keterlibatan swasta dalam menyediakan layanan keuangan dan<br />
layanan lainnya. Di beberapa negara berkembang, UKM tidak mempunyai<br />
akses terhadap institusi atau lembaga yang dapat membantu UKM sesuai<br />
dengan kebutuhan UKM tersebut. Untuk itu pemerintah perlu memastikan<br />
bahwa UKM memiliki akses yang besar terhadap institusi atau lembaga<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
7
antuan tersebut dalam rangka mengembangkan UKM. Oleh karenanya<br />
pemerintah perlu berusaha untuk mengembangkan pasar yang dikelola<br />
swasta yang layanannya sesuai dengan kebutuhan UKM yang mendorong<br />
pengembangan pasar baik dari segi penawaran dan permintaan (supply dan<br />
demand).<br />
Sehubungan dengan prinsip dasar tersebut dalam rangka mengembangkan<br />
UKM, Sri Mulyani Indrawati (1997) menyarankan agar pemerintah perlu<br />
mengadakan intervensi kebijakan. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk<br />
meningkatkan peran UKM dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Intervensi<br />
yang perlu dilakukan pemerintah adalah pada:<br />
a. Kebijakan kredit. Kebijakan pemberian kredit kepada UKM ini merupakan<br />
bagian dari kebijakan keuangan UKM (financial policy) yang dikeluarkan oleh<br />
pemerintah melalui Bank Indonesia. Bank Indonesia mengeluarkan peraturan<br />
bagi bank komersial baik bank domestik maupun bank asing untuk<br />
mengalokasikan dana kredit untuk UKM sebesar 20% dari total keseluruhan<br />
dana kreditnya. Pemberian alokasi kredit ini harus sesuai dengan harga<br />
pasar dan tanpa ada bantuan subsidi bunga dari pemerintah.<br />
b. Kebijakan kompetisi dan proteksi. Kebijakan ini dipandang sebagai bagian<br />
dari kebijakan untuk memasarkan dan mempromosikan produk UKM<br />
(marketing and promotion product) dan juga sebagai perlindungan bagi UKM.<br />
UKM selalu menghadapi ketidakadilan dalam berkompetisi dengan usaha<br />
besar karena Indonesia belum mempunyai kebijakan kompetisi atau<br />
kebijakan anti monopoli.<br />
c. Kebijakan kemitraan dan jaringan usaha. Melalui kebijakan ini pemerintah<br />
mendorong agar usaha besar bermitra dengan UKM karena seperti kita<br />
ketahui usaha besar lebih maju dalam berbagai hal seperti tingkat<br />
produktifitas, penggunaan teknologi dan tingkat efisiensi.<br />
d. Kebijakan alokasi dana 5% dari BUMN kepada UKM. Pemerintah Indonesia<br />
juga perlu mengeluarkan peraturan yang mewajibkan BUMN mengalokasikan<br />
dananya sebesar 5% untuk pengembangan dan kemandirian UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
8
e. Kebijakan usaha besar menjual stok barang kepada UKM. Strategi kebijakan<br />
lain untuk membantu mengembangkan UKM adalah pemerintah berusaha<br />
untuk mendorong agar usaha besar yang sudah go public mau menjual stok<br />
barangnya kepada UKM. Dengan demikian akan terjalin sinergi yang<br />
mutualisme antara usaha besar dan UKM.<br />
Walaupun demikian banyak kendala yang dihadapi UKM dalam rangka<br />
peningkatan dan pengembangan UKM. Oleh karena itu perlu adanya kajian<br />
tentang intervensi pemerintah di berbagai negara terhadap pengembangan UKM<br />
dalam hal kebijakan financial, pengembangan sumber daya manusia, kualitas<br />
produk dan juga promosi atau pemasaran produk serta penerapan atau<br />
penggunaan teknologi bagi UKM. Sebelum membahas intervensi pemerintah di<br />
berbagai negara terhadap pengembangan UKM, terlebih dahulu akan dibahas<br />
pengertian dan batasan model vitalisasi UKM.<br />
2.2. Definisi Model Vitalisasi UKM.<br />
Dari kalimat model vitalisasi UKM diatas yang dimaksud dengan model<br />
menurut Print (1993, hal. 61) adalah “a simplified representation of reality which<br />
is often depicted in diagrammatic form in order to provide a structure for<br />
examining the variables that constitutes the reality as well as their inter<br />
relationship” (contoh sederhana tentang suatu kenyatan yang digambarkan<br />
dalam bentuk diagram untuk mendeskripsikan suatu struktur yang menganalisis<br />
variabel-variabel yang terdapat pada kenyataan tersebut dan hubungan antar<br />
variabel tersebut). Hampir sama dengan Print (1993), Mustopadidjaya (2001, hal,<br />
7) mendefinisikan model sebagai “simplifikasi realitas menurut struktur saling<br />
berhubungan antar variabel (kausal atau fungsional) yang dibangun atas dasar<br />
teori tertentu dan dengan maksud tertentu, yang memungkinkan prediksi<br />
perubahan ataupun pengembangan suatu strategi dan langkah-langkah<br />
kebijakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan”. Sedangkan definisi<br />
sederhana dari istilah model yang terdapat dalam Longman Dictionary of<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
9
Contemporary English adalah “a small representation or copy of something”,<br />
sebagai contoh: a model of aircraft, a model of car. Dalam kajian ini, istilah<br />
model yang digunakan adalah definisi dari Print (1993) dan Mustopadidjaya<br />
(2001) karena lebih representatif dalam menggambarkan definisi model.<br />
Sedangkan definisi vitalisasi dapat ditelusuri dengan melihat kata dasarnya<br />
yaitu kata vital. Salim dan Salim (1991) mengartikan vital sebagai “sangat<br />
penting bagi kelangsungan hidup”. Sehingga yang dimaksud dengan vitalisasi<br />
UKM dalam kajian ini adalah membuat sesuatu dalam hal ini pemberdayaan<br />
UKM menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup perekonomian nasional.<br />
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan di atas maka kajian<br />
model vitalisasi UKM dalam laporan ini adalah suatu studi perbandingan yang<br />
menganalisis perbedaan dan persamaan tentang model–model kebijakan<br />
pengembangan UKM di beberapa negara dalam rangka mempertahankan<br />
kelangsungan hidup perekonomian negara-negara tersebut, terutama<br />
kelangsungan hidup perekonomian Indonesia.<br />
Beberapa negara memberikan pengertian dan batasan UKM yang berlaku di<br />
negara tersebut. Definisi UKM pada umumnya berdasarkan pada dua faktor yaitu<br />
faktor jumlah pegawai dan faktor jumlah modal. Faktor yang pertama dalam hal<br />
jumlah pegawai pada suatu industri atau perusahaan, misalnya Indonesia dalam<br />
hal ini Biro Pusat Statistik (BPS) memberikan pengertian dan batasan bahwa<br />
usaha kecil adalah suatu usaha yang mempekerjakan 5 sampai dengan 19<br />
orang dalam suatu perusahaan. Sedangkan usaha menengah adalah usaha<br />
yang mempekerjakan 20 sampai dengan 99 orang dalam suatu perusahaan<br />
(Thee Kian Gie, 1993). Sedangkan yang termasuk usaha kecil di Inggris adalah<br />
suatu usaha yang mempunyai jumlah pekerja sebanyak 0 sampai dengan 49<br />
orang dalam suatu perusahaan, sedangkan jumlah pekerja yang termasuk dalam<br />
usaha menengah adalah 50 sampai dengan 249 orang. Taiwan dan Hong Kong<br />
tidak membedakan antara usaha kecil dan usaha menengah. Namun keduanya<br />
membedakan sektor usahanya yaitu usaha manufaktur dan usaha non<br />
manufaktur. Untuk usaha manufaktur jumlah pegawai UKM di Taiwan adalah 0<br />
sampai dengan 20 orang atau 200 orang, sedangkan UKM di Hongkong adalah<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
10
0 sampai dengan 100 orang. Jumlah pegawai UKM pada sektor usaha non<br />
manufaktur di Taiwan adalah 0 sampai dengan 5 orang atau 50 orang,<br />
sedangkan di Hongkong adalah 0 sampai dengan 50 orang.<br />
Pengertian dan batasan yang kedua untuk menentukan UKM dari beberapa<br />
literatur adalah faktor besarnya modal yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau<br />
industri. Besarnya jumlah modal UKM berbeda pada masing-masing negara.<br />
Indonesia berdasarkan Undang-undang No 9 tahun 1995 menetapkan modal Rp.<br />
200 juta ke bawah untuk usaha kecil dan lebih dari Rp. 200 juta sampai 1 milyar<br />
sebagai usaha menengah. Departemen Perdagangan dan Industri (Deperindag)<br />
dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mendefinisikan usaha kecil<br />
sebagai usaha yang mempunyai modal kurang dari 600 milyar Rupiah sama<br />
seperti yang didefinisikan oleh Bank Indonesia (Thee Kian Gie, 1993). Filipina<br />
menetapkan jumlah modal untuk usaha kecil adalah sebesar 500.001 sampai<br />
dengan 5.000.000 Peso. Sedangkan untuk usaha menengah jumlah modalnya<br />
adalah 5.000.001 sampai dengan 20.000.000 Peso. Sedangkan Inggris<br />
menetapkan modal sebesar maksimum 7 juta Euro sebagai usaha kecil dan<br />
modal maksimum 40 juta Euro sebagai usaha menengah. Taiwan menetapkan<br />
batasan UKM berdasarkan modal untuk sektor manufaktur sebesar maksimal 80<br />
juta dolar Taiwan dan untuk sektor non manufaktur sebesar maksimal 100 juta<br />
dolar Taiwan.<br />
Beberapa pengertian UKM tersebut sesuai dengan pengertian yang<br />
diungkapkan oleh Steinhoff (1978, hal. 6) yang didapat dari Committee for<br />
Economic Development bahwa “a small business is one which possesses at<br />
least two of the following four characteristics:<br />
1. Management of the firm is independent. Usually the managers are also<br />
the owners.<br />
2. Capital is supplied and the ownership is held by an individual or a small<br />
group.<br />
3. The area of operation is mainly local, with the workers and owners living in<br />
one home community. However,the markets need not to be local.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
11
4. The relative size of the firms within its industry must be small when<br />
compared with the biggest units in its field. This measure can be in terms<br />
of sales volume, number of employees, or other significant comparisons.<br />
Menurut Steinhoff (1978) karakteristik kedua dan keempat merupakan<br />
karakteristik yang paling siginifikan dalam menentukan kriteria apakah suatu<br />
usaha dapat dikategorikan sebagai usaha kecil, usaha menengah atau<br />
perusahaan besar. Kriteria tersebut adalah menurut besarnya modal usaha<br />
(capital), jumlah penjualan (sales volume), jumlah pegawai (number of<br />
employees) dan karakteristik perbandingan lainnya.<br />
Dari pengertian dan batasan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan<br />
bahwa UKM adalah suatu kegiatan usaha yang mempunyai jumlah pegawai –<br />
sumber daya manusia dan jumlah modal dan jumlah penjualan (financial factor)<br />
tertentu pada suatu negara sesuai dengan peraturan yang berlaku di negara<br />
tersebut. Dalam pengertian dan batasan tersebut ada dua hal penting yang perlu<br />
digarisbawahi dalam menentukan usaha kecil dan menengah yaitu sumber daya<br />
manusia (SDM) dan keuangan (financial).<br />
Sumber daya manusia dalam suatu organisasi merupakan faktor pendukung<br />
yang amat penting dalam mengembangkan UKM dan akan berkembang apabila<br />
ditunjang oleh kualitas SDM yang memadai yang berorientasi pada<br />
pengembangan jiwa enterpreneurship. Indrawati (1997) mencatat bahwa kualitas<br />
SDM pada UKM merupakan salah satu masalah yang perlu dipecahkan.<br />
Beberapa aspek kualitas SDM yang menjadi kendala dalam pengembangan<br />
UKM meliputi rendahnya tingkat pendidikan pegawai UKM maupun pengusaha<br />
UKM, selain itu keterbatasan akses dan kesempatan untuk meningkatkan<br />
keterampilam dan kompetensi mereka melalui program pelatihan juga<br />
merupakan kendala yang perlu dicarikan jalan keluarnya (Indrawati, 1997).<br />
Dalam pada itu faktor keuangan juga merupakan faktor yang signifikan dalam<br />
mengembangkan UKM karena tumbuh dan berkembangnya UKM masih<br />
bergantung kepada kebijakan pemerintah dalam memberikan kemudahan<br />
melalui pemberian bantuan keuangan (financial assistance) yang berupa kredit,<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
12
antuan permodalan dan sebagainya. Ada beberapa kendala yang dihadapi<br />
oleh UKM dalam hal bantuan keuangan, misalnya terbatasnya dana dalam<br />
negeri untuk kredit UKM (Kompas, 26-1-2001), realisasi kredit untuk UKM belum<br />
tersedia (kompas, 17 – 7- 2000). Dalam hal kebijakan kredit, Sri Mulyani<br />
Indrawati (1997) mensinyalir adanya masalah dalam penyaluran kredit yang<br />
dihadapi oleh sektor perbankan dan UKM. Sektor perbankan agak sukar dalam<br />
mengidentifikasi UKM yang kredibel dan dalam kondisi baik atau layak mendapat<br />
kredit. Selain itu sektor perbankan juga mempunyai resiko dan mengeluarkan<br />
biaya yang cukup besar dalam mengalokasikan dananya untuk UKM daripada<br />
untuk usaha besar karena bank membutuhkan banyak staf untuk menangani<br />
kredit bagi UKM yang jumlahnya banyak namun permintaan kreditnya kecil<br />
(labour intensive). Sedangkan masalah yang dihadapi UKM dalam hal kebijakan<br />
kredit adalah terbatasnya akses dan kapabilitas UKM dalam membuat usulan<br />
kegiatan yang baik dan dapat diterima oleh sektor perbankan (human resource<br />
capability). Selain itu UKM mempunyai kesulitan dalam memberikan jaminan<br />
atau agunan (collateral) dan UKM mempunyai keterbatasan atau belum pernah<br />
mengajukan kredit sebelumnya (inexperience).<br />
Sama halnya dengan paparan Sri Mulyani Indrawati (1997) yang telah<br />
disebutkan di atas, Indrawan (2001, hal. 60) menggambarkan kendala dan<br />
strategi pemecahan masalah kebijakan pemberian kredit sebagai berikut:<br />
Table 2 . Kendala dan Strategi Pemecahan Masalah Pendanaan UKM<br />
Kendala Strategi pemecahan masalah<br />
Sisi UKM 1. Struktur (aset dan modal kecil)<br />
2. Manajerian (corak usaha<br />
tradisional, kemampuan staf<br />
rendah)<br />
3. Ketidakmampuan memenuhi<br />
syarat kredit.<br />
Sisi perbankan 1. Biaya transaksi kredit tinggi<br />
2. Jaringan kantor dan SDM<br />
terbatas<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
3. Sumber dana mahal<br />
4. Sulit mencari UKM yang<br />
layak menerima kredit<br />
13<br />
1. Kredit investasi dan modal kerja.<br />
2. Pendampingan usaha<br />
3. Kredit kelayakan usaha (tanpa<br />
jaminan dan syarat lunak)<br />
1. biaya transaksi dikurangi<br />
2. kerjasama bank umum dengan<br />
lembaga lain seperti BPR<br />
ditingkatkan secara gradual<br />
3. menggunakan pola kredit plus<br />
4. mengkombinasikan kredit<br />
dengan pembinaan.
Faktor eksogen Resesi pertumbuhan ekonomi<br />
minus<br />
14<br />
Disiasati dgn. cara memprioritaskan<br />
UKM yang sanggup bertahan di<br />
masa krisis serta memiliki prospek<br />
pasar ekspor yang baik.<br />
Selain faktor keuangan dan sumber daya manusia tersebut di atas, faktor lain<br />
yang mempengaruhi perkembangan UKM adalah pemasaran (marketing),<br />
kualitas produk, dan teknologi. Pemasaran, menurut Philip Kotler (1984, hal 8),<br />
meliputi “individual and organizational activities that facilitate and expedite<br />
satisfying exchange relationships in a dynamic environment through the creation,<br />
distribution, promotion and pricing of goods, services and ideas”. Secara harfiah<br />
pengertian diatas dalam konteks pemasaran UKM dapat dikatakan bahwa<br />
pemasaran merupakan cara-cara atau strategi suatu UKM dalam menciptakan,<br />
memperkenalkan, mempromosikan dan memasarkan produk dan jasa layanan<br />
UKM baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Namun pada<br />
kenyataannya, pemasaran merupakan faktor yang sering menjadi kendala bagi<br />
perkembangan UKM, sehingga UKM perlu bantuan atau intervensi pemerintah<br />
untuk menangani masalah pemasaran ini, terutama masalah pemasaran ekspor<br />
produk UKM (Indrawati, 1997; Kompas 17-7-2000; 26-1-2001; Levy, 1994).<br />
Produk adalah suatu yang dihasilkan atau diproduksi oleh suatu usaha<br />
produksi (produsen). Beberapa UKM juga bergerak dalam bidang produksi<br />
barang dan jasa. Kualitas produk UKM menjadi salah satu sorotan untuk<br />
pengembangan UKM agar UKM nantinya mempunyai bukan hanya keunggulan<br />
komparatif tapi juga keunggulan kompetitif (Sarasi, 2001), sehingga produk UKM<br />
dapat bersaing tidak hanya dalam tataran nasional, regional tetapi juga dalam<br />
tataran internasional. Masalah lainnya tentang produksi adalah mahalnya harga<br />
mesin atau peralatan industri, akses terhadap teknologi atau para ahli dalam<br />
bidang produksi, perlindungan bagi proses produksi (seperti distribusi,<br />
kontinuitas, harga produk) dan akses terhadap modal kerja serta suku bunga<br />
yang tinggi (Sri Mulyani Indrawati, 1997).<br />
Selain faktor pemasaran dan kualitas produk UKM, penerapan atau<br />
penggunaan teknologi juga merupakan variabel penting dalam mengembangkan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>
UKM. Kurangnya pemanfaatan kemajuan teknologi dalam meningkatkan mutu<br />
produk dan juga akselerasi promosi oleh UKM merupakan masalah yang perlu<br />
dicarikan solusinya (Levy, 1994).<br />
2.3. Faktor-Faktor Peningkatan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah.<br />
Dari ulasan di atas dapat diidentifikasi beberapa faktor atau variabel yang<br />
menentukan peningkatan pengembangan UKM yaitu faktor sumber daya<br />
manusia, keuangan, pemasaran, kualitas produk dan teknologi. Faktor-faktor ini<br />
merupakan faktor yang dominan bagi penentuan kebijakan pemerintah dalam<br />
mengembangkan UKM. Gambaran sederhana variabel kajian ini adalah sebagai<br />
berikut:<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
15
Table 3. Kerangka Pikir Model Vitalisasi UKM<br />
Intervensi Pemerintah<br />
Sumber<br />
Daya<br />
Manusia<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
Keuangan<br />
(Financial)<br />
Model Vitalisasi UKM<br />
Pemasaran<br />
(Marketing)<br />
Studi Perbandingan<br />
REKOMENDASI KEBIJAKAN UKM<br />
Kualitas<br />
Produk<br />
Teknologi<br />
16
BAB. III<br />
KONSEP KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA KECIL DAN MENENGAH<br />
DI BERBAGAI NEGARA<br />
3. 1 Gambaran Umum Kebijakan Pengembangan Usaha Kecil Menengah<br />
Marjinalisasi terhadap UKM merupakan persoalan aksesibilitas dan<br />
akomodasi terhadap perumusan kebijakan-kebijakan publik. Faktanya gejala<br />
marjinalisasi itu dapat dihilangkan kalau ada presures (tekanan-tekanan) yang<br />
efektif bagi perumus kebijakan-kebijakan publik, sehingga produk kebijakan yang<br />
dihasilkan tidak selalu merugikan UKM.<br />
Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />
terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />
Beragamnya pemahaman mengenai UKM menjadi salah satu faktor yang<br />
membuat sektor ini terkesampingkan. Peminggiran UKM merupakan suatu hal<br />
yang amat ironis karena UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan<br />
masyarakat sehubungan dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja<br />
dan pertumbuhan perekonomian nasional.<br />
Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia berbeda dengan kebijakan yang<br />
diterapkan oleh beberapa negara. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam<br />
Bab ini akan dibahas perbandingan konsep kebijakan pengembangan UKM di<br />
beberapa negara dalam rangka vitalisasi kebijakan pengembangan UKM.<br />
3.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Thailand<br />
3.2. 1. Gambaran Umum UKM di Thailand.<br />
Kerajaan Thailand yang juga dilanda krisis pada tahun 1997 berhasil keluar<br />
dari krisis moneter yang berkepanjangan. Pulihnya Thailand dari krisis yang<br />
berkepanjangan disebabkan salah satunya adalah kuatnya peran UKM dalam<br />
meningkatkan perekonomian Thailand. Dalam bagian ini akan dijelaskan definisi<br />
UKM, undang-undang promosi UKM, masalah yang dihadapi UKM dalam<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
17
melakukan kegiatan usahanya dan konsep kebijakan pengembangan UKM yang<br />
dilakukan pemerintah Thailand dalam rangka vitalisasi UKM.<br />
UKM di Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan<br />
jumlah modal tetap (fixed assets) UKM. Karakteristik definisi ini dapat dipetakan<br />
seperti yang tertera dalam tabel berikut ini.<br />
Table 4. Definisi UKM di Thailand<br />
Sektor Produksi<br />
(manufaktur,<br />
pertanian,<br />
pertambangan)<br />
Jumlah Pegawai (Orang) Modal tetap (juta Baht)<br />
Usaha Kecil Usaha<br />
Tidak lebih dari<br />
50<br />
Sektor Jasa Tidak lebih dari<br />
Sektor<br />
Perdagangan<br />
Skala besar<br />
Sektor<br />
Perdagangan<br />
skala kecil<br />
50<br />
Tidak lebih dari<br />
25<br />
Tidak lebih dari<br />
15<br />
Menengah<br />
51 – 200 Tidak lebih dari<br />
Usaha kecil Usaha<br />
50<br />
51 – 200 Tidak lebih dari<br />
50<br />
26 – 50 Tidak lebih dari<br />
50<br />
16 – 30 Tidak lebih dari<br />
30<br />
Menengah<br />
51 – 200<br />
51 – 200<br />
51 – 100<br />
31 – 60<br />
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa UKM adalah usaha yang<br />
dilakukan oleh pengusaha pada sektor tertentu yang memiliki jumlah pegawai<br />
tertentu dengan jumlah modal tetap yang tertentu pula.<br />
Peran UKM di Thailand amatlah penting karena sebagian pendapatan<br />
negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan penambahan nilai ekspor UKM<br />
dari beberapa sektor seperti tekstil dan garmen, keramik, batu-batuan dan<br />
perhiasan, industri pertanian, industri furnitur kayu, dan produksi kulit. Selain itu<br />
peningkatan ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung, seperti industri<br />
besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan barang elektronik<br />
serta packaging (pengepakan barang).<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
18
3.2.2. Undang-Undang Promosi UKM<br />
Untuk meningkatkan peran UKM dalam peningkatan perekonomian maka<br />
Thailand menerbitkan undang-undang promosi UKM. Undang undang ini dibuat<br />
pada bulan Februari tahun 2000 yang mengatur tentang beberapa elemen dasar<br />
sebagai berikut:<br />
a. Komisi Promosi UKM diketuai oleh Perdana Menteri dan wakilnya adalah<br />
menteri perindustrian dengan jumlah anggota sebanyak 25 orang. Tugas dan<br />
tanggung jawab dari Komisi ini adalah merekomendasikan perencanaan<br />
promosi UKM kepada dewan kabinet, merekomendasikan insentif, dan<br />
peraturan-peraturan baru atau perubahan undang-undang terhadap institusi<br />
tertentu, dan mengawasi institusi tersebut dalam mengimplementasikan<br />
rencana aksi promosi UKM.<br />
b. Kantor Promosi UKM merupakan sebuah badan semi pemerintah yang<br />
otonom dan bertanggungjawab terhadap pengkoordinasian perumusan<br />
rencana aksi promosi UKM, mengelola dana promosi UKM sesuai dengan<br />
peraturan perundang-undangan yang telah disepakati dan dibuat oleh Komisi.<br />
c. Dana promosi UKM digunakan untuk membantu UKM dan membiayai<br />
kegiatan badan-badan pemerintah atau organisasi swasta yang sudah<br />
disetujui oleh Komisi promosi UKM.<br />
3.2.3. Masalah yang dihadapi UKM dalam melakukan kegiatan usahanya.<br />
Ada beberapa kendala yang dihadapi UKM di Thailand dalam melakukan<br />
kegiatan bisnisnya. Masalah tersebut adalah sebagai berikut:<br />
a. Masalah manajemen dan teknologi. Teknologi yang digunakan UKM<br />
kebanyakan adalah teknologi yang sudah ketinggalan jaman baik dari segi<br />
jenisnya maupun mesin atau alatnya. Manajemen bisnis UKM biasanya<br />
dikelola oleh keluarga. Pengelolaan bisnis UKM masih kurang memadai.<br />
Kurangnya informasi tentang standar internasional terhadap produksi barang<br />
dan jasa juga merupakan kendala yang sering dihadapi oleh UKM Thailand.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
19
. Masalah keuangan. Masalah yang dihadapi UKM Thailand adalah kurangnya<br />
akses terhadap bantuan keuangan, dan tingginya biaya operasi.<br />
c. Pemasaran. Masalah pemasaran yang dihadapi UKM adalah kurangnya<br />
pemasaran bagi produk non-diversikasi. Selain itu rendahnya kualitas ekspor<br />
produk juga menghambat pemasaran produk UKM Thailand. Tidak adanya<br />
jaringan pemasaran internasional juga salah satu faktor yang menghambat<br />
pemasaran UKM pada pasar internasional. Masih tingginya ketergantungan<br />
pemasaran UKM pada pasar tradisional dan rendahnya kompetisi harga<br />
produk UKM menyebabkan pemasaran produk UKM Thailand kurang<br />
kompetitif.<br />
d. Lingkungan bisnis yang tidak mendukung dan kondusif. Kendala yang<br />
dihadapi UKM Thailand berupa peraturan dan undang-undang yang kurang<br />
mendukung terhadap pengembangan UKM. Struktur pajak yang rumit dan<br />
kurangnya daya dukung infrastruktur juga merupakan masalah yang perlu<br />
dipecahkan.<br />
e. Sumber daya manusia. Masalah yang paling krusial bagi pengembangan<br />
UKM adalah kurang kompetennya para wiraswastawan. Selain itu, kurang<br />
memadainya jumlah para ahli dan konsultan yang kompeten di bidangnya<br />
juga merupakan kendala yang menghambat perkembangan UKM di<br />
Thailand. Yang tidak kalah pentingnya adalah pengabaian pengembangan<br />
sumber daya manusia pada UKM merupakan masalah yang mendasar untuk<br />
segera dicarikan jalan keluarnya.<br />
3.2.4. Kebijakan pemerintah Thailand dalam pengembangan UKM.<br />
Pemerintah Thailand telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait<br />
dengan pengembangan UKM. Kebijakan pengembangan UKM tersebut adalah<br />
sebagai berikut:<br />
a. Mendirikan Bank Pembangunan UKM. Pada tanggal 5 Juni 2001, kabinet<br />
menyetujui dikeluarkannya undang-undang Small Industries Finance<br />
Corporation (SIFC). Tujuan dikeluarkannya undang-undang ini adalah untuk<br />
meningkatkan fungsi SIFC yang membantu pengembangan Bank<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
20
Pembangunan UKM dengan persyaratan modal dasar pada tahun 2002<br />
adalah sebesar 7.800 juta Baht. Tugas utama bank ini adalah untuk secara<br />
aktif terlibat langsung dalam kegiatan usaha yang mendorong pendirian dan<br />
perluasan UKM, mengembangkan UKM, menyediakan kredit dan jaminan<br />
kredit, menjadi mitra dalam investasi UKM, menyediakan jasa konsultan atau<br />
jasa lainnya yang dikehendaki oleh menteri yang berkompeten. Bank ini<br />
dipercaya untuk membantu investasi dengan membeli saham-saham,<br />
mengeluarkan surat hutang (obligasi), melakukan bisnis mata uang sebagai<br />
salah satu jasa bagi UKM, menyediakan jasa penyimpanan uang bagi mitra<br />
Bank dan masyarakat yang disetujui oleh menteri.<br />
b. Meningkatkan sistem pendukung keuangan UKM. Sistem pendukung ini<br />
berupa lima kebijakan yang mendukung peningkatan UKM Thailand. Kelima<br />
kebijakan tersebut adalah: Pertama memberikan dukungan kepada UKM<br />
untuk dapat masuk dalam daftar pada pasar modal termasuk dalam the<br />
Market for Alternative Investment (MAI) yang didirikan pada tahun 1991<br />
dengan tujuan untuk memfasilitasi akses UKM dalam mendapatkan bantuan<br />
dana. Kedua mengeluarkan SME Equity Fund (Dana perimbangan UKM)<br />
dengan anggaran awal sebesar 1.000 juta Baht selama 10 tahun. Dana ini<br />
dapat dimanfaatkan dengan menginvestasikan pada kegiatan bisnis UKM<br />
yang potensial. Ketiga mengeluarkan Venture capital fund (modal ventura)<br />
dengan anggaran awal sebesar 1.200 juta Baht. Dana ini digunakan untuk<br />
mendorong investasi dalam bisnis UKM yang berbasis information technology<br />
atau UKM yang mempunyai inovasi tinggi. Keempat mengeluarkan Dana<br />
Pemulihan ekonomi Thailand dengan anggaran awal sebesar 100 juta US<br />
dollar selama 7 tahun. Dana ini ditujukan untuk memberikan perimbangan<br />
dana pada UKM dan merestrukturisasi UKM. Pemegang sahamnya adalah<br />
Asian Development Bank (ADB), Japan Bank for Internatinal Cooperation<br />
(JBIC), Kreditanstalt fuer Wiederaubau (KfW) dan State Street Corporation<br />
(SsgA). Kebijakan yang terakhir adalah memperluas dan mengembangkan<br />
sistem jaminan kredit dengan cara merekapitalisasi Small Industry Credit<br />
Guarantee Corporation (SICGC) menjadi 8.000 juta Baht pada tahun 2003<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
21
dan mengembangkan kemampuan assessment (penilaian) resiko kredit.<br />
Kelima kebijakan ini dikembangkan pada pertengahan tahun 1999 oleh<br />
pemerintah sebelumnya dan direvitalisasi di bawah pemerintahan sekarang.<br />
c. Fasilitas pajak. Pemerintah menginstruksikan departemen keuangan untuk<br />
mengkaji pajak dan skim insentif investasi UKM yang merupakan salah satu<br />
dari tiga bidang pembayar pajak terbesar selain bidang pariwisata dan<br />
ekspor. Pola ini meliputi pemberian pajak pendapatan yang dipungut dari<br />
dividen, pajak keuntungan yang dipungut dari investasi dalam Bursa Saham<br />
Thailand (Stock Exchange) atau Dana ventura serta penurunan pajak<br />
pendapatan perusahaan UKM.<br />
3.2.5. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Thailand<br />
a. Peran UKM di Thailand sangat vital bagi peningkatan pertumbuhan<br />
perekonomian nasional dan juga merupakan salah satu faktor pengungkit<br />
bangkitnya Thailand dari krisis moneter.<br />
b. Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya<br />
peningkatan produktifitas dan efektifitas UKM, seperti ditetapkannya UU<br />
Promosi UKM, UU Small Industries Finance Corporations.<br />
c. Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mendukung peningkatan<br />
pengembangan UKM terutama dalam pendanaan UKM. Upaya yang<br />
dilakukan meliputi fasilitasi akses UKM dalam pasar internasional, penetapan<br />
SME Equity Fund, dan memberikan modal ventura pada UKM.<br />
d. Peran pemerintah adalah sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan<br />
UKM<br />
3.3. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Indonesia<br />
3.3.1. Gambaran Umum UKM di Indonesia<br />
Peranan dan kedudukan UKM dalam perekonomian nasional sebagai wadah<br />
ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh wilayah adalah sangat strategis.<br />
Karena itu pemberdayaan UKM merupakan prioritas dan sangat vital dalam<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
22
mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan daya saing, serta<br />
memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari peranan UKM<br />
sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang ditandai oleh rontoknya<br />
hegemoni kekuatan usaha-usaha besar.<br />
Sejak krisis terjadi, ekonomi Indonesia telah tumbuh sebesar 4,8% tahun<br />
2000 yaitu dari minus 14% pada awal krisis di tahun 1998 menjadi 3% pada akhir<br />
tahun 1999. Dalam pertumbuhan tersebut UKM memiliki peranan yang dominan<br />
dan terus meningkat, sebab pada periode tersebut peran UKM dalam<br />
penyerapan tenaga kerja nasional meningkat dari 99,4 % menjadi 99,47%<br />
dengan kontribusinya dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB)<br />
sebesar 57,72%.<br />
Belum optimalnya kontribusi dalam PDB antara lain disebabkan karena sejak<br />
terjadi krisis ekonomi tersebut fasilitasi dan dukungan keuangan terhadap pelaku<br />
bisnis, baik usaha kecil (UK), usaha menengah (UM) maupun usaha Besar (UB)<br />
sulit diberikan, karena pemerintah mengalami kesulitan keuangan dan dunia<br />
perbankan tidak dapat melakukan ekspansi kredit karena perbankan dalam<br />
proses rekapitalisasi.<br />
Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan berbagai upaya pemberdayaan<br />
UKM agar dapat meningkatkan produktivitas dan daya saingnya sehingga dapat<br />
memberikan sumbangan yang lebih besar lagi dalam PDB dan ekspor.<br />
3.3.2. Kendala dan Peluang<br />
Perlu dipahami bahwa upaya pemberdayaan UKM merupakan suatu hal yang<br />
mutlak diperlukan guna mewujudkan UKM yang memiliki kemampuan bersaing<br />
(competitive advantage) di pasar domestik, regional maupun internasional,<br />
dengan mengemban misi peningkatan mutu produk, memperluas pangsa pasar<br />
dan memperkokoh jaringan pemasaran bagi produk – produk UKM.<br />
Sementara itu lingkungan strategis UKM masih dihandalkan pada berbagai<br />
kendala baik intern maupun ekstern. Kendala intern terlihat dari rendahnya mutu<br />
SDM, terbatasnya modal, teknologi dan kerjasama usaha. Sedangkan kendala<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
23
ekstern ditandai oleh belum kondusifnya lingkungan bisnis dan belum<br />
memadainya infrastruktur.<br />
Disisi lain UKM mempunyai celah-celah yang dapat menjadi peluang untuk<br />
bangkit dalam memenangkan persaingan yaitu: globalisasi dan reformasi<br />
ekonomi, keberpihakan pemerintah yang kuat terhadap UKM, perkembangan<br />
teknologi, debirokratisasi dan deregulasi, otonomi daerah dan perubahan<br />
Departemen Koperasi menjadi Menteri <strong>Negara</strong> Koperasi dan PKM, tuntutan<br />
pelayanan masyarakat, meningkatnya kepedulian lembaga donor internasional<br />
terhadap UKM Indonesia dan sebagainya.<br />
Oleh karena itu UKM Indonesia ditantang untuk meningkatkan daya saing<br />
dan pangsa pasarnya, menguatkan dan memperluas basis usaha dan<br />
kewirausahaannya, memperkukuh struktur dunia usaha yang berintikan UKM<br />
dan memulihkan serta mengembangkan kemampuan untuk keluar dari krisis<br />
ekonomi.<br />
3.3.3. Strategi Kebijakan Pengembangan UKM<br />
Sehubungan dengan kondisi lingkungan strategis UKM di atas, maka strategi<br />
kebijakan pemberdayaan UKM mencakup empat strategi pokok.<br />
a. Strategi kebijakan pertama ditujukan untuk memungkinkan terbukanya<br />
kesempatan berusaha seluas-luasnya serta kepastian usaha sebagai<br />
prasyarat utama untuk menjamin berkembangnya UKM. Strategi kebijakan ini<br />
mencakup:<br />
(1). Sejalan dengan kebijakan moneter yang mendukung stabilitas suku<br />
bunga pinjaman yang wajar dan dapat dijangkau oleh UKM, terutama<br />
pengusaha mikro; dilaksanakan penyempurnaan peraturan perundang-<br />
undangan dan kebijakan sektoral; penyederhanaan perizinan, peraturan<br />
daerah dan retribusi; serta peningkatan upaya penegakan hukum.<br />
(2). Pemberian sistem insentif pajak dan kemudahan untuk<br />
menumbuhkembangkan sistem dan jaringan lembaga pendukung UKM yang<br />
lebih meluas di daerah, seperti lembaga keuangan atau pembiayaan yang<br />
mandiri dan mengakar di masyarakat atau dapat disebut sebagai lembaga<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
24
keuangan masyarakat (LKM), lembaga penjamin dana, dan lembaga<br />
profesional sebagai penyedia pelatihan, teknologi, informasi, dan layanan<br />
advokasi.<br />
(3). Peningkatan kemampuan aparat dan menyederhanakan birokrasi<br />
pemerintah pusat dan daerah untuk menjalankan fungsi sebagai fasilitator<br />
sejalan dengan pelimpahan kewenangan daerah dalam melaksanakan<br />
kebijakan dan program pemberdayaan UKM.<br />
b. Strategi kebijakan kedua ditujukan untuk memperluas akses kepada sumber<br />
daya produktif agar UKM semakin mampu memanfaatkan kesempatan yang<br />
terbuka, potensi sumberdaya alam lokal yang dimiliki serta meningkatkan<br />
skala usahanya. Strategi kebijakan ini mencakup:<br />
(1). Peningkatan kemampuan lembaga layanan pengembangan usaha,<br />
teknologi dan informasi bagi UKM di tingkat lokal serta penciptaan sistem<br />
jaringan melalui penguatan manajemen atau pendampingan kepada lembaga<br />
layanan tersebut secara partisipatif dan kompetitif.<br />
(2). Peningkatan kualitas jasa layanan LKM serta lembaga keuangan<br />
sekunder di tingkat lokal melalui dukungan (a). perlindungan status badan<br />
hukum, kemudahan perizinan serta penyediaan sistem insentif; (b).penguatan<br />
manajemen serta pemodalan dan penjaminan secara partisipatif, kompetitif<br />
dan adil dengan memilih lembaga yang potensial, kuat dan menjanjikan<br />
berdasarkan kinerja masa lalunya; (c). pengembangan sistem penilaian kredit<br />
UKM yang didukung oleh jaringan sistem informasi antar LKM sehingga<br />
dapat menghilangkan persyaratan agunan dan memudahkan akses kredit;<br />
dan (d). pembentukan sistem jaringan antar LKM agar terjalin kerjasama dan<br />
tercipta sistem peminjaman antar LKM.<br />
(3). Mendorong berkembangnya lembaga-lembaga pelatihan khusus bagi<br />
UKM dan anggota sebagai bagian dari upaya untuk mempercepat<br />
peningkatan kualitas SDM. <strong>Lembaga</strong>-lembaga tersebut adalah lembaga yang<br />
dikelola oleh dunia usaha serta masyarakat. Sistem insentif perlu diberikan<br />
pada tahap awal bersamaan dengan upaya perkuatan antara lain melalui<br />
pelatihan dan pemagangan pengelola dan instruktur; pembinaan manajemen;<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
25
sertifikasi pelatihan dan akreditasi; dan pengembangan jaringan kerjasama<br />
antar lembaga pelatihan. Sejalan dengan itu perlu dilakukan reorientasi dan<br />
restrukturisasi lembaga pendukung usaha milik pemerintah menjadi lembaga<br />
mandiri.<br />
c. Strategi kebijakan ketiga ditujukan untuk mengembangkan UKM yang<br />
mempunyai keunggulan kompetitif, terutama yang berbasis teknologi.<br />
Strategi ini mencakup:<br />
(1). Peningkatan kualitas pengusaha UKM menjadi wirausaha yang mampu<br />
memanfaatkan potensi, keterampilan atau keahliannya untuk berkreasi,<br />
berinovasi dan menciptakan lapangan kerja serta mengembangkan budaya<br />
berusaha.<br />
(2). Pengembangan lembaga inkubator bisnis dan teknologi yang selain<br />
dapat berfungsi untuk mendukung pengembangan UKM juga merupakan<br />
sarana untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi. Hal ini<br />
disertai dengan pengembangan modal ventura dan penyediaan pinjaman<br />
berjangka panjang; sistem insentif untuk kemitraan UKM dengan investor<br />
asing untuk produk unggulan berorientasi ekspor; dan dukungan penelitian<br />
dan pengembangan teknologi dalam pengembangan teknologi proses dan<br />
produk UKM.<br />
(3). Pengembangan jaringan produksi dan distribusi UKM melalui<br />
pengembangan usaha kelompok. Jaringan antar UKM dan antar kelompok<br />
UKM melalui wadah koperasi dengan mengembangkan keterkaitan usaha<br />
melalui integrasi vertikal dan horizontal, maupun jaringan antara UKM dan<br />
usaha besar melalui kemitraan usaha.<br />
(4). Perkuatan organisasi dan kemampuan manajemen UKM melalui wadah<br />
koperasi untuk meningkatkan skala usaha yang ekonomis dan meningkatkan<br />
efisiensi secara bersama, antara lain dengan implantasi tenaga ahli atau<br />
manajemen serta penerapan manajemen partisipatif dan manajemen mutu<br />
terpadu.<br />
(5). Pengembangan teknologi informasi dan membentuk jaringan kerjasama<br />
lembaga-lembaga layanan dan pendukung UKM sehingga tercipta spektrum<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
26
kerjasama layanan saran dan profesi atau keahlian yang paripurna disertai<br />
pelatihan dan pemagangan bagi para pengelolanya.<br />
d. Strategi kebijakan keempat dilakukan melalui pengembangan pemasaran<br />
dan jaringan usaha dengan kebijakan dan strategi yang meliputi pemberian<br />
iklim usaha yang kondusif, peningkatan daya saing dan capacity building,<br />
perluasan akses pasar, dan pengembangan sistem informasi serta<br />
infrastruktur.<br />
Strategi kebijakan tersebut selanjutnya diwujudkan dalam berbagai program<br />
diantaranya:<br />
a. Program pengembangan sistem pendukung usaha. Program ini bertujuan<br />
menciptakan iklim usaha yang kondusif serta memperkuat peran dan fungsi<br />
lembaga-lembaga pendukung yang penting untuk meningkatkan akses UKM<br />
kepada sumber daya produktif, terutama pelaku usaha yang masih tertinggal.<br />
Sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatnya akses UKM terhadap<br />
kesempatan usaha, modal dan sumber daya produktif serta berkembangnya<br />
jaringan produksi. Program ini antara lain mencakup penyempurnaan segala<br />
peraturan dan ketentuan yang menghambat kesempatan dan kegiatan UKM<br />
serta mengurangi biaya transaksi yang timbul; dan perkuatan lembaga-<br />
lembaga pendukung pengembangan UKM, seperti sistem dan jaringan<br />
lembaga keuangan, pengembangan SDM, jasa pengembangan teknologi dan<br />
informasi serta sistem dan jaringan produksi dan distribusi.<br />
b. Program pengembangan kewirausahaan dan UKM berkeunggulan kompetitif.<br />
Program ini ditujukan untuk mengembangkan sikap dan semangat<br />
kewirausahaan serta meningkatkan kemampuan atau keterampilan<br />
pengusaha UKM yang dijiwai semangat kooperatif. Sasaran yang akan<br />
dicapai adalah terwujudnya UKM yang berjiwa wirausaha dan kooperatif,<br />
profesional, beretika usaha, serta berkeunggulan kompetitif. Program ini<br />
mencakup, antara lain pengembangan kewirausahaan dan kewirakoperasian<br />
serta pengembangan UKM dalam aspek keterampilan dan pengetahuan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
27
mengenai modal, pasar, manajemen usaha, teknologi, dan informasi. Hal<br />
tersebut ditempuh melalui pelatihan perencanaan dan strategi<br />
pengembangan usaha, etika berusaha dan profesi, pelatihan kepada<br />
pengurus atau pengelola dan angggota UKM dan koperasi untuk berusaha<br />
secara kooperatif, serta pelatihan motivator UKM dan koperasi untuk<br />
meningkatkan partisipasi aktif anggota, serta perkuatan dan pengembangan<br />
lembaga inkubator teknologi dan bisnis berdasarkan prinsip kemandirian;<br />
serta pengembangan desain, proses, mutu produk dan teknologi informasi<br />
bagi jaringan usaha.<br />
c. Program pemetaan dan sistem informasi pasar. Program ini dilakukan melalui<br />
promosi dan pengembangan infrastruktur jaringan, rekadana dan<br />
pemberdayaan asosiasi, penumbuhan iklim kondusif, bantuan perkuatan, dan<br />
kerjasama luar negeri. Penumbuhan iklim usaha yang kondusif dilakukan<br />
melalui pemberian dukungan peraturan peundang-undangan yang<br />
memberikan perlindungan kepada UKM diantaranya dengan melakukan<br />
kajian peraturan perundang-undangan UKM, penyusunan rancangan undang-<br />
undang subkontrak, kajian kebijakan ekspor impor, pemberian bebas fiskal<br />
bagi UKM untuk promosi, dan revisi Keppres tentang pencadangan Usaha.<br />
3.3.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Indonesia<br />
a. UKM mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan<br />
pertumbuhan perekonomian Indonesia. Oleh karenanya pemerintah<br />
menekankan strategi pemberdayaan UKM agar UKM dapat meningkatkan<br />
produktifitas dan daya saingnya.<br />
b. Pemerintah berupaya untuk membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya<br />
serta kepastian usaha sebagai prasyarat untuk menjamin berkembangnya<br />
UKM.<br />
c. Peran universitas dan institusi penelitian belum dioptimalkan dalam<br />
mengenbangkan UKM.<br />
d. Peran pemerintah belum sepenuhnya sebagai fasilitator.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
28
3.4.Konsep kebijakan Pengembangan UKM di Jepang<br />
3.4.1. Gambaran Umum UKM di Jepang.<br />
Jumlah UKM di Jepang pada tahun 1996 adalah 5,09 juta usaha yang<br />
merupakan 99,7 % dari keseluruhan kegiatan usaha di Jepang yaitu 5,10 juta<br />
usaha. Sedangkan saham penjualan pada usaha industri manufaktur yang<br />
dimiliki UKM pada tahun 1997 adalah sebesar 50,8%. Sedangkan pada industri<br />
ritel saham penjualan UKM sebesar 75,7 %. Selain dari segi jumlah usaha dan<br />
pemilikan saham penjualan, UKM juga memegang peranan yang penting dalam<br />
penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 1996, UKM di Jepang menyerap 32,7 juta<br />
pekerja. Ini berarti sekitar 71 % dari total keseluruhan tenaga kerja di Jepang<br />
yang berjumlah 46 juta pekerja.<br />
3.4.2. Dasar-dasar Penetapan Kebijakan UKM di Jepang.<br />
Dalam menetapkan kebijakan pengembangan UKM, pemerintah Jepang<br />
mempunyai kerangka landasan yang jelas dengan menetapkan bahan kebijakan<br />
yang perlu dipertimbangkan. Bahan kebijakan pertama yang perlu<br />
dipertimbangkan adalah mengevaluasi lingkungan usaha untuk pengembangan<br />
UKM. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah sudah ada kebijakan yang<br />
mendukung iklim UKM, misalnya peraturan perundang-undangan tentang UKM<br />
dan kelembagaan usaha kecil menengah. Perlu juga dipertimbangkan apakah<br />
UKM mempunyai kendala dalam hal pengalaman usaha, akses informasi dan<br />
pemilikan modal.<br />
Sedangkan bahan yang kedua adalah penetapan kebijakan yang terkait<br />
dengan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah<br />
proses pembuatan kebijakan harus diorganisir; perubahan kebijakan yang terkait<br />
dengan peraturan perundangan-undangan harus dimasyarakatkan (sosialisasi);<br />
dan program kegiatan yang efektif dan efisien perlu direncanakan.<br />
Dalam rangka pembuatan kebijakan UKM, beberapa faktor yang perlu<br />
cermati adalah:<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
29
a. Kebijakan UKM merupakan kegiatan yang terkait dengan pemasaran<br />
perusahaan swasta yang berupa peningkatan motivasi dan pelatihan bagi<br />
UKM adalah prioritas utama dan intervensi pemerintah yang terlalu dalam<br />
akan menyebabkan kontraproduktif bagi pengembangan UKM.<br />
b. Target atau tujuan kebijakan ini adalah untuk mempengaruhi UKM dalam<br />
jangka panjang dan jangka menengah. Oleh karenanya kebijakan yang<br />
konsisten dan selangkah demi selangkah masih diperlukan. Dan kegiatan<br />
yang bersifat emergensi mungkin perlu dilaksanakan pada suatu saat<br />
tertentu.<br />
c. Menentukan kebijakan yang terkait dengan kinerja biaya tinggi. Dalam hal ini<br />
khususnya program pembangunan yang menekankan pada kelompok<br />
sasaran dan menentukan kebijakan yang tepat dan masih dianggap penting<br />
untuk dilakukan.<br />
d. Modifikasi kebijakan melalui sistem umpan balik. Dalam hal ini kebijakan<br />
yang sudah efektif perlu diperkenalkan melalui metode trial dan error.<br />
3.4.3. Kerangka Dasar Kebijakan Pemerintah Jepang Dalam Pengembangan UKM<br />
Kerangka dasar kebijakan pemerintah Jepang terbagi menjadi tiga, yaitu<br />
struktur pemerintahan, kebijakan lingkungan dan pengembangan program.<br />
Dasar yang pertama mensyaratkan agar departemen, institusi dan badan yang<br />
terkait dalam bidang UKM serta pemerintah daerah harus mempunyai kebijakan<br />
dan program yang mendukung pengembangan UKM. Selain itu Badan UKM di<br />
bawah koordinasi departemen ekonomi, perdagangan dan industri (METI) harus<br />
merencanakan dan melaksanakan sebagian besar program UKM dan juga<br />
menggabungkan program-program lain yang berhubungan dengan<br />
pengembangan UKM dari badan atau institusi lainnya.<br />
Dasar yang kedua mensyaratkan agar seluruh kebijakan lingkungan pada<br />
kegiatan UKM di Jepang harus mempunyai kebijakan usaha yang ramah<br />
lingkungan. Setiap kegiatan usaha yang berhubungan dengan regulasi dan<br />
institusi harus dipertahankan oleh masing-masing departemen, institusi, badan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
30
atau pemerintah daerah. Regulasi ini dapat direvisi dengan berkonsultasi kepada<br />
pemerintah pusat.<br />
Dasar yang ketiga mensyaratkan agar perubahan besar struktur kebijakan<br />
pengembangan program berdasarkan dasar hukum UKM yang diberlakukan<br />
pertama pada tahun 1963 dan sudah direvisi pada tahun 1999.<br />
3.4.4. Dasar Hukum UKM di Jepang.<br />
Ada beberapa fundamen penting yang perlu dikemukakan dalam bagian<br />
ini yaitu perubahan dan perbedaan mendasar dari dasar hukum UKM pada tahun<br />
1963 dan 1999 yang menyangkut evaluasi lingkungan UKM, tujuan kebijakan,<br />
arah kebijakan dan ruang lingkup atau definisi UKM di Jepang.<br />
Table 5. Perubahan Dasar Hukum UKM di Jepang<br />
Dasar hukum tahun 1963 Dasar Hukum tahun 1999<br />
Evaluasi lingkungan Struktur double layer<br />
� Terlalu kecil usahanya<br />
namun terlalu besar<br />
jumlahnya.<br />
� Kesan buruk tehadap UKM<br />
Tujuan kebijakan � Memberikan bantuan dalam<br />
meningkatkan produktivitas,<br />
upah dan lainnya.<br />
� Memiliki target untuk<br />
membuat sukses semua<br />
UKM<br />
Arah kebijakan � Membuat struktur UKM yang<br />
modern dalam rangka<br />
meningkatkan skala<br />
ekonomi dan produktivitas<br />
yang tinggi<br />
� Mengurangi kerugian dalam<br />
melakukan usaha dengan<br />
cara: menghindar dari akibat<br />
kompetisi dan melakukan<br />
perhitungan terhadap impor<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
31<br />
� Banyak UKM yang berkualitas<br />
sesuai dengan perkembangan<br />
ekonomi nasional walaupun<br />
perbedaan masih ada.<br />
� Lebih menekankan pada<br />
keragaman daripada skala<br />
� Memberikan bantuan kepada<br />
UKM yang vital dan<br />
independen untuk berkembang<br />
pada banyak bidang dan<br />
kegiatan yang berkembang,<br />
karena UKM yang vital<br />
merupakan sumber dari<br />
ekonomi yang dinamis<br />
� Meningkatkan revolusi dan<br />
kreativitas usaha melalui<br />
bantuan kepada usaha individu<br />
yang progresif<br />
� Memberikan bantuan dalam<br />
mencari sumber untuk<br />
pengelolaan usaha melalui<br />
penyediaan informasi usaha<br />
yang vital dan sumber lainnya<br />
serta memfasilitasi institusi<br />
terkait<br />
� Menyusun jaringan pengaman<br />
melalui bantuan untuk
Ruang Lingkup UKM:<br />
� Lingkup dasar<br />
(industri)<br />
� Grosir<br />
� Ritel<br />
� Jasa<br />
Modal : maksimal 50 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 300 orang<br />
Modal : maksimal 10 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 50 orang<br />
Modal : maksimal 10 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 50 orang<br />
Modal : maksimal 10 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 50 orang<br />
3.4.5. Implementasi Kebijakan Pengembangan UKM di Jepang<br />
32<br />
mempertahankan usaha atau<br />
mendukung perubahan pada<br />
usaha yang mengalami masa<br />
transisi ekonomi dan sosial.<br />
Modal : maksimal 300 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 300 orang<br />
Modal : maksimal 100 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 100 orang<br />
Modal : maksimal 50 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 50 orang<br />
Modal : maksimal 50 juta yen<br />
Pekerja: maksimal 100 orang<br />
Kebijakan yang ditempuh dalam mewujudkan peran UKM di Jepang<br />
bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan dan peran UKM. Kebijakan juga<br />
diarahkan dalam rangka meningkatkan kontribusi UKM dalam perekonomian dan<br />
status pekerja UKM. Di samping itu, peraturan perundang-undangan diharapkan<br />
dapat menunjang terwujudnya produktifitas dan iklim usaha UKM dalam<br />
memecahkan masalah dan mengatasi kendala yang dihadapi UKM dalam<br />
perekonomian dan aspek sosial lainnya, serta memajukan bisnis yang<br />
dilaksanakan UKM.<br />
Dalam rangka mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan dalam kebijakan<br />
pengembangan UKM di Jepang, maka strategi yang ditempuh melalui koordinasi<br />
Menteri Industri dan Perdagangan Internasional Jepang bekerjasama dengan<br />
pemerintah daerah dan asosiasi UKM meliputi berbagai aspek sebagai berikut:<br />
a) Pengembangan sumber daya manusia dan informasi yang dilaksanakan oleh<br />
Japan Small and Medium Enterprises Business Corporation (JASMEC)<br />
b) Pembiayaan yang dilaksanakan oleh Japan Finance Corporation of Small<br />
Business, People’s Finance Corporation dan The Soko Chukin Bank.<br />
c) Asuransi kredit dilaksanakan oleh Small Business Credit Insurance<br />
Corporation (SBCIC).<br />
d) Investasi dilaksanakan oleh Investment Promotion Corporation (IPC).<br />
e) Subkontrak dilaksanakan oleh National Association for Promoting<br />
Subcontracting Entreprising (NAPSE).<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>
f) Informasi dilaksanakan oleh National Center for Promotion of Information for<br />
Small and Medium Enterprises<br />
g) Bimbingan dilaksanakan oleh National Chamber of Commerce and Industry,<br />
National Federation of Commerce and Industry Association<br />
h) Penataan organisasi dilaksanakan oleh National Federation of Small and<br />
Medium Enterprises Organization dan National Federation for Promoting of<br />
Shopping District.<br />
3.4.6. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Jepang<br />
a. Pemerintah Jepang memahami bahwa UKM akan mendapat keuntungan<br />
atau manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market economy).<br />
b. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />
kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />
kepada usaha besar.<br />
c. Peran pemerintah Jepang dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />
sebagai fasilitator.<br />
d. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />
departemen perekonomian melalui JASMEC (Japan Small Medium<br />
Enterprises Business Corporation.<br />
e. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />
menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />
f. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />
.<br />
kebijakan kepada UKM.<br />
3.5. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan<br />
3.5.1. Gambaran Umum UKM di Taiwan.<br />
Selama 1999 yaitu setelah krisis moneter di wilayah Asia, pengaruh krisis<br />
moneter di Taiwan mulai sirna dan malah ekspor Taiwan kembali bergairah dan<br />
menunjukkan peningkatan yang tajam. Selain itu sektor produksi yang telah<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
33
diberikan rangsangan (stimulus) juga telah menunjukkan tanda-tanda kepulihan.<br />
Sedangkan gempa bumi yang melanda Taiwan pada tanggal 21 September<br />
1999 tidak banyak mempengaruhi kinerja pertumbuhan ekonomi Taiwan. Tidak<br />
terpengaruhinya pertumbuhan ekonomi makro negara Taiwan dapat terlihat dari<br />
Table 6 yang menggambarkan perbandingan pertumbuhan rata-rata ekonomi<br />
dibeberapa negara di Asia. Taiwan berdasarkan Table tersebut menunjukan<br />
peningkatan yang stabil dibandingkan negara Asia lainnya yaitu pertumbuhan<br />
ekonomi dari 4,8% di tahun 1998 menjadi 5,3% di tahun 1999 dan meningkat<br />
menjadi 6,7% di tahun 2000. Persentase kenaikan pertumbuhan ekonomi terlihat<br />
jelas pada periode tahun 1999 – 2000 yaitu sebesar 1,4% dibandingkan dengan<br />
periode sebelumnya (1998- 1999 ) yaitu hanya sebesar 0,5%. Hal ini<br />
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Taiwan tidak banyak terpengaruh<br />
oleh krisis dan juga oleh gempa bumi yang melanda Taiwan di tahun 1999.<br />
Table 6 . Economic growth rate in the Asian Countries, 1999<br />
Unit: %<br />
Nama <strong>Negara</strong> 1998 1999 2000<br />
Taiwan 4,8 5,3 6,7<br />
Jepang -2,9 0,6 1,9<br />
Korea Selatan -5,8 9,0 5,9<br />
Thailand -9,4 3,7 4,2<br />
Malaysia -7,5 4,9 5,8<br />
Indonesia -13,4 (-14) -1,1 (3) 3,2 (4,8)<br />
Sumber:WEFA, Asia Executive Summary, Furst Quarter, 2000<br />
( ) = Data yang dikutip dari Iwantono (2001)<br />
UKM di Taiwan pada bulan Mei 2000 didefinisikan sebagai usaha dalam<br />
bidang manufaktur, konstruksi dan pertambangan yang memiliki modal tidak<br />
lebih dari 80 juta $ NT atau mempunyai jumlah pekerja tidak melebihi dari 200<br />
orang. Sedangkan definisi UKM dalam bidang perdagangan, transportasi dan<br />
jasa lainnya adalah usaha yang memiliki modal tidak lebih dari 100 juta $ NT<br />
dengan jumlah tenaga kerja tidak melebihi 50 orang.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
34
Meskipun terjadi perubahan-perubahan lingkungan baik internal maupun<br />
eksternal yang dapat mempengaruhi perekonomian di Taiwan, kinerja UKM<br />
Taiwan malah menunjukkan pertumbuhan yang positif pada tahun 1999,<br />
terutama dalam hal pertumbuhan jumlah UKM-nya yaitu 1.060.738 UKM<br />
(97,73% dari total 1.085.430 usaha dan persentase peningkatannya 1,49%),<br />
jumlah tenaga kerjanya 7.344.000 orang (total tenaga kerja 9.668.000 orang dan<br />
persentase peningkatannya 0,04%) dan jumlah pajak pertambahan nilai yang<br />
dibayarkan (persentase peningkatannya 3,33%) serta jumlah penjualan domestik<br />
yang terus meningkat.<br />
Dilihat dari faktor tenaga kerja di Taiwan pada tahun 1999, usia pekerja<br />
UKM yang terbesar adalah rata-rata antara 25 tahun sampai dengan 55 tahun.<br />
Perbedaan jenis kelamin di UKM lebih besar dibandingkan dengan usaha besar.<br />
Begipula halnya dengan latar belakang pendidikan, pekerja UKM pada umumnya<br />
adalah berpendidikan atau paling tinggi lulus sekolah menengah (SMU). Oleh<br />
karenanya gaji pekerja UKM umumnya lebih rendah dibandingkan dengan gaji<br />
pekerja pada usaha besar, walaupun perbedaannya tidak terlalu besar pada<br />
pekerja yang baru. Selain itu juga UKM memiliki biaya personil yang lebih tinggi<br />
dibandingkan dengan usaha besar.<br />
Dengan berkembangnya era ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi<br />
dan teknologi internet dalam bidang ekonomi, strategi pemasaran UKM juga<br />
mengalami perubahan yang drastis yang berusaha untuk secara terus menerus<br />
melakukan operasionalisasi dan berkompetisi. Keunggulan kompetitif dari UKM<br />
Taiwan adalah kuatnya semangat kewirausahawan dan kemauan untuk berubah<br />
(willingness to change), serta fondasi yang kuat untuk melakukan kolaborasi<br />
jaringan produksi pada industri-industri tradisional dan peningkatan kualitas jiwa<br />
kewirausahawan pada sektor yang menggunakan high technology. Namun<br />
kelemahannya adalah berlanjutnya kekurangan sumber daya, inefisiensi<br />
produksi dan pemasaran produk serta pelaksanaan penelitian dan<br />
pengembangan (R&D). Hasil survey menunjukan bahwa strategi pemasaran<br />
UKM perlu ditekankan pada:<br />
1). meningkatkan produktivitas pemasaran;<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
35
2). memasarkan produk-produk baru;<br />
3). menciptakan corporate image; dan<br />
4). memperkuat after sales service.<br />
Perusahaan dan UKM yang baru dibentuk berdasarkan statistik<br />
menunjukan tingkat efisiensi yang tinggi dalam penggunaan modal dibandingkan<br />
perusahan dan UKM lama. Untuk membangun lingkungan yang kondusif bagi<br />
tumbuh dan berkembangnya usaha baru, pemerintah Taiwan telah<br />
mengeluarkan beberapa kebijakan seperti, Youth Enterprise Loans Scheme,<br />
Venture Capital Scheme, incubators, dan lain-lain. Namun, UKM masih<br />
membutuhkan koordinasi yang lebih baik pada tahap permulaan pembentukan<br />
usaha yang berupa penyediaan dukungan.<br />
UKM dalam penerapan penggunaan e-commerce lebih sedikit dibanding<br />
dengan usaha besar. Oleh karena itu, strategi promosi UKM dalam menciptakan<br />
lingkungan yang kondusif bagi pengembangan e-commerce di Taiwan meliputi:<br />
penguatan infrastruktur dasar e-commerce, mempercepat peningkatan bakat e-<br />
commerce, dan merangsang pertumbuhan e-commerce.<br />
Peran UKM dalam ekonomi Taiwan berubah dari sebagai usaha yang<br />
mengekspor produk akhir menjadi usaha yang memasok komponen ke usaha<br />
besar. Hal ini dikarenakan struktur industri yang terus meningkat ke arah industri<br />
yang menggunakan high technology.<br />
3.5.2. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Taiwan<br />
Pemerintah Taiwan melakukan pengembangan UKM secara terencana<br />
dan konsisten melalui upaya-upaya pemberdayaan UKM dengan memperhatikan<br />
pusat dan kompetisi bisnisnya, membangun jaringan kerja UKM yang kokoh,<br />
membantu UKM menjadi lebih siap dalam menghadapi berbagai tantangan, dan<br />
mempertinggi kemampuan dan akses UKM untuk memasuki pasar global dan<br />
internasional dengan cara joint venture, kerjasama teknik dan aliansi strategis.<br />
Taiwan mempunyai suatu sistem yang dikenal sebagai 10 (sepuluh)<br />
sistem program. Sistem program ini digunakan sebagai pedoman dalam rangka<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
36
membantu pengembangan UKM Taiwan. Kesepuluh sistem program ini adalah<br />
(1) sistem keuangan, (2) sistem manajemen, (3) sistem manajemen informasi,<br />
(4) sistem teknologi produksi, (5) sistem penelitian dan pengembangan, (6)<br />
sistem keselamatan industri, (7) sistem kontrol polusi, (8) sistem marketing, (9)<br />
sistem kerjasama yang saling menguntungkan dan (10) sistem peningkatan<br />
kualitas. Kesepuluh sistem ini membentuk suatu jaringan pembinaan UKM dan<br />
bersama dengan Small Medium Enterprise Administration (SMEA) yang<br />
bertanggung jawab terhadap pengkoordinasian kegiatan, menyediakan<br />
informasi, bimbingan jangka pendek, bimbingan individu, bimbingan kepada<br />
perusahaan, dan demonstrasi presentasi dan lain- lain yang berfungsi sebagai<br />
pendorong bagi UKM untuk terus berkembang. Pada tahun 2000 sistem ini telah<br />
menerapkan sekitar 100 rencana bimbingan yang membimbing lebih dari 1000<br />
UKM.<br />
Selain sepuluh sistem program tersebut pemerintah Taiwan juga memiliki<br />
SME Development Fund (SMEDF) yang menyediakan pembiayaan proyek dan<br />
juga pemberian bantuan kepada UKM dalam penggalangan modal awal dan<br />
pembentukan inkubator dan lain sebagainya. Pemerintah Taiwan melalui SMEA<br />
mendirikan Instant Solution Center (ISC) pada bulan Mei 1996. Pembentukan<br />
ISC ini adalah untuk memberikan bantuan bagi pertanyaan dan permintaan dari<br />
UKM. Selama 4 tahun ISC telah membantu sekitar 7000 UKM dan sekitar 70%<br />
masalah yang dihadapi UKM dapat terselesaikan. Masalah umum yang dihadapi<br />
UKM adalah masalah keuangan, pinjaman, hutang, pajak, perlindungan<br />
pemasaran dan teknologi. Namun yang paling dominan adalah masalah<br />
keuangan.<br />
SME Service Center (SMESC) yang dibentuk di Taipei dan beberapa kota<br />
lainnya oleh SMEA memiliki peran penting dalam membantu pengembangan<br />
UKM di Taiwan melalui training, seminar dan bimbingan. Sudah sekitar 6000<br />
seminar yang dihadiri 400.000 orang dan SMESC juga telah menerima sekitar<br />
200.000 telpon dan telah menyerahkan sekitar 20.000 kasus ke instansi terkait<br />
serta telah mengirimkan ahli untuk melayani masalah di lokasi UKM sekitar<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
37
60.000 kasus. Selain itu SMESC telah mengunjungi sekitar 20.000 UKM dan<br />
menyediakan informasi lebih dari 6.000.000 informasi.<br />
Selain itu pemerintah Taiwan berusaha dengan sekuat tenaga membantu<br />
tenaga kerja UKM yang meliputi sekitar 78,25% dari seluruh tenaga kerja di<br />
Taiwan UKM dalam hal meningkatkan kualitasnya dengan mendirikan SME<br />
Training Center (SMETC) beberapa tahun lalu. SMETC melaksanakan 300<br />
pelatihan dengan peserta sekitar 20.000 orang pada tahun 1999. Selain itu,<br />
SMETC mengadakan kegiatan lifelong learning dan learning passport bagi UKM<br />
dan sekitar 5.000 UKM sudah mendapatkan lifelong learning passport. Untuk<br />
meningkatkan kualitas tenaga kerja UKM pemerintah melaksanakan promosi<br />
pelatihan seminar dan program belajar jarak jauh. Program ini dilaksanakan oleh<br />
asosiasi UKM yang bekerjasama dengan beberapa universitas, akademi dan<br />
lembaga penelitian serta dengan Business Administration Consultants<br />
Association, SMESC, KADIN dan KADINDA. Program ini telah memperkuat<br />
berbagai aspek pelatihan yang dibutuhkan oleh UKM. Pada tahun 1999, telah<br />
diadakan sekitar 500 seminar dengan dihadiri oleh sekitar 55.000 peserta.<br />
Sealin itu, fasilitas untuk program belajar jarak jauh (PBJJ) yaitu video<br />
conferencing telah dibangun di sebelah utara, selatan dan pusat Taiwan<br />
sehingga dapat dilaksanakan secara simultan di ketiga daerah tersebut yang<br />
menekankan untuk memperkuat pelatihan UKM dalam bidang manajemen,<br />
keuangan dan akunting, IT dan kepegawaian. Sekitar 40 PBJJ telah<br />
dilaksanakan pada tahun 1999 dengan peserta sejumlah 6.000 orang.<br />
Pendirian the SME Service Network (SMESN) oleh pemerintah Taiwan<br />
ditujukan untuk menyediakan layanan kepada UKM daerah dan masyarakat<br />
daerah dalam menjalin kerjasama dan memperluas jaringan kerja antar UKM di<br />
daerah. Selain itu pemerintah juga memperkuat image bagi UKM di daerah,<br />
misalnya industri sepatu kota Sanchong, industri keramik kota Miaoli dan juga<br />
penyedian bimbingan kepada industri lokal yang mempunyai karakteristik khusus<br />
seperi daerah pariwisata di Lishan, daerah plesiran di Taichung, industri garmen<br />
di Shalu, industri batu bata di Huatan dan Changhua, industri bambu di Chushan<br />
dan Nantou, industri tradisional keramik di Nantou dan industri anggrek di<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
38
Pingtung. SMESN membantu UKM dalam bidang pengembangan produk,<br />
pembentukan aliansi strategik, diagnosa perusahaan, pelatihan pegawai,<br />
pelaksanaan pameran, promosi penjualan produk dan lain sebagainya.<br />
Pembentukan kelima service team yaitu Commercial District Upgrading<br />
and Reconstruction Service Team, Export Promotion Service Team,<br />
Management Assistance Service Team, Manufacturing Industry Technology<br />
Upgrading Service Team (MITUST) dan Internet Promotion Service Team yang<br />
diprakarsai oleh departemen perekonomian adalah bertujuan untuk membantu<br />
secara aktif UKM dalam meningkatkan kegiatan produksi UKM, memberikan<br />
bantuan penekanan yang sama terhadap tujuan jangka panjang dan jangka<br />
pendek serta memberikan pemecahan masalah yang dihadapi UKM sampai ke<br />
akar-akarnya. Sampai bulan Mei 2000 tercatat bahwa team tersebut telah<br />
memberikan bantuan bimbingan dan diagnosa keuangan perusahaan kepada<br />
100 UKM, membantu 50 UKM yang mengalami kesulitan dalam hal sistem<br />
perencanaan keuangan dan akuntansi, memberikan dignosa manajemen kepada<br />
500 UKM dan membimbing 120 UKM.<br />
Selain itu, pemerintah Taiwan juga telah menyediakan program bantuan<br />
keuangan bagi UKM. Program yang pertama adalah SME Credit Guarantee<br />
Fund (SMECGF). Skim kredit ini didukung oleh pemerintah dan perbankan<br />
Taiwan dan merupakan alat untuk mendapatkan bantuan keuangan bagi UKM<br />
Taiwan. Skim ini menyediakan jaminan kredit bagi UKM yang memiliki potensi<br />
berkembang yang kuat namun tidak ada memiliki cukup kolateral (agunan). Skim<br />
ini membagi resiko dengan institusi keuangan sehingga skim kredit ini dapat<br />
meyakinkan institusi keuangan untuk memberikan pinjaman kepada UKM<br />
tersebut dengan mudah. Namun skim kredit ini memiliki banyak kendala pada<br />
saat ini, seperti sistematisasi sumber pendanaan, kebutuhan untuk<br />
meningkatkan kualitas kredit, dan kebutuhan untuk mencapai keseimbangan<br />
antara pendapatan dan pengeluaran. Untuk memaksimalkan peran SMECGF,<br />
maka SMECGF mencari jalan untuk mengembangkan sumber pendapatan yang<br />
baru dan juga berusaha untuk memaksimalkan penggunaan dananya serta<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
39
mendorong UKM yang sudah dibantu dan berhasil memberikan kontribusi<br />
kepada SMECGF.<br />
Program bantuan keuangan yang kedua adalah Case Specifics Loans for<br />
SME (CSLSME). Dalam hal ini perbankan dan institusi keuangan Taiwan<br />
mendukung usaha pengembangan UKM melalui program penyedian pinjaman<br />
untuk kasus-kasus yang spesial dengan tujuan pengembangan tertentu.<br />
Pinjaman ini dibagi kedalam enam kategori yaitu, seperti yang terdapat dalam<br />
Tabel di bawah ini.<br />
Table 7. Pinjaman Khusus bagi UKM Taiwan<br />
Kategori Pinjaman Tipe Pinjaman Sumber pendanaan<br />
Pollution reduction Low interest loans bagi<br />
pembelian peralatan oleh<br />
UKM untuk pencegahan polusi<br />
Operating cost reduction � SME Guidance Upgrading<br />
Loans<br />
� Traditional<br />
Upgrading Loans<br />
Industry<br />
� Low interest loans untuk<br />
pembelian<br />
otomatisasi<br />
peralatan<br />
� Pinjaman bagi pembelian<br />
atau Upgrading peralatan<br />
otomatisasi<br />
� SME foundation<br />
establishment loans<br />
� Pinjaman kecil dan layak<br />
bagi UKM untuk<br />
memenuhi kebutuhan<br />
cash flow<br />
40<br />
Executive Yuan Development<br />
Fund<br />
Executive Yuan Development<br />
Fund<br />
Executive Yuan Development<br />
Fund<br />
Executive Yuan Development<br />
Fund<br />
Postal saving funds yang<br />
disediakan oleh Bank sentral<br />
Assistance in obtaining land Plant Relocation Loans SME development Fund<br />
Improving compettiveness � Project financing for SME development Fund<br />
�<br />
improving competitiveness<br />
Mutual assistance project<br />
financing<br />
SME development Fund<br />
Increasing willingness to Export and overseas Export-import bank of The<br />
invest<br />
Investment assistance loans Republic of China<br />
Pinjaman-pinjaman lainnya � Pinjaman untuk Taiwan Cooperative Bank<br />
peningkatan<br />
demand<br />
domestic<br />
� Pinjaman Natural disaster<br />
recovery<br />
SME development Fund<br />
� Cash flow financing pada SME development Fund<br />
periode resesi dan Council for economic planning<br />
penurunan<br />
and development medium and<br />
long term funding<br />
SME development Fund<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
SME Credit Guarantee Fund
Program bantuan keuangan yang ketiga adalah the mutual guarantee<br />
system (MGS). The mutual guarantee fund (MGF) dibentuk pada bulan Agustus<br />
1997 dan ditujukan untuk membentuk formasi bantuan lingkar yang saling<br />
menguntungkan (mutual assitance circles - MAC) melalui bantuan, kepercayaan,<br />
pembagian resiko bersama yang saling menguntungkan antar UKM. MGS dan<br />
MGF dan para anggota dapat memperoleh pendanaan dari bank melalui jaminan<br />
bersama. Jaminan lainnya dapat diperoleh dari perusahaan asuransi yang<br />
digunakan untuk meningkatkan besarnya pinjaman atau untuk membantu UKM<br />
mendapatkan pinjaman dari bank.<br />
Pada bulan Juni 1998, MGF telah mengoperasikan 12 model bantuan<br />
lingkar. Setiap lingkar mempunyai 12-15 UKM sehingga mencapai lebih dari 160<br />
UKM yang berpartisipasi dalam kegiatan ini. MGF juga telah mencari alternatif<br />
solusi yang dapat membantu UKM meningkatkan sistem komputerisasinya. Pada<br />
bulan November 1998, MGF telah membuat MGS yang tidak memakai jaminan<br />
asuransi. Pada akhir bulan Mei 2000, sekitar 648 UKM telah membentuk 57<br />
MAC and mendapatkan pinjaman sejumlah 3,4 milyar $NT.<br />
Untuk mengantisipasi perubahan dunia yang cepat, pemerintah Taiwan<br />
telah mengembangkan the National Construction Plan for the 21 st Century.<br />
Perencanaan ini digunakan sebagai pedoman bagi kebijakan pemerintah. Selain<br />
itu kebijakan UKM merupakan elemen penting dalam kebijakan ekonomi Taiwan<br />
dan juga merupakan acuan tugas bagi para pemimpin untuk mensukseskan visi<br />
Taiwan yaitu abad 21 ini adalah abad UKM.<br />
Kebijakan pengembangan UKM di Taiwan dikoordinir oleh menteri<br />
ekonomi Taiwan. Menteri ekonomi inilah yang memberikan bantuan dan<br />
bimbingan kepada UKM agar tumbuh mandiri. Untuk mencapai tujuan tersebut<br />
menteri ekonomi Taiwan membantu dan mendorong UKM dengan kegiatan<br />
sebagai berikut:<br />
a. Penelitian dan pengembangan pasar (market research and development)<br />
meliputi penyediaan jasa informasi, penciptaan nama produk yang eksklusif,<br />
pengaturan jaringan usaha dan pengembangan pasar potensial.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
41
. Rasionalisasi kelanjutan pelaksanaan usaha meliputi 1). penelitian dan<br />
pengembangan produk baru. 2). modernisasi dan renovasi fasilitas produksi<br />
dan peningkatan teknologi produksi. 3). peningkatan metode manajemen<br />
usaha. 4). ekspansi pasar dan penerimaan informasi yang dibutuhkan. 5).<br />
perubahan dan penyesuaian bidang usaha. 6). penerimaan sumber daya dan<br />
pengetahuan teknis untuk operasionalisasi usaha.<br />
c. Promosi keuntungan bersama (mutual cooperation) meliputi 1). amalgamasi<br />
usaha perdagangan vertikal dan pengembangan dan promosi sistem satellite<br />
factory. 2). amalgamasi usaha perdagangan horizontal dan pengembangan<br />
dan promosi produksi bersama dan sistem pemasaran. 3). Dana mutual atau<br />
usaha koperasi. 4). kerjasama teknis dan pengembangan teknologi. 5).<br />
pengadaan barang, dan, 6). pembangunan sasaran pemasaran yang<br />
strategis.<br />
d. Perlindungan faktor produksi dan penemuan teknologi meliputi 1).<br />
memformasikan dan mengakumulasikan modal usaha. 2). mengakomodasi<br />
modal usaha. 3). penetapan tanah, pembangunan kantor, pengadaan<br />
peralatan, lokasi usaha dan informasi usaha. 4). pendidikan dan pelatihan<br />
pegawai serta peningkatan produktifitas pegawai. 5). melindungi sumber<br />
bahan dasar pertanian dan industri serta pengetahuan teknis. 6). membantu<br />
UKM mendapatkan dana dari pasar modal. 7). meningkatkan jasa layanan<br />
dan keterampilan teknis.<br />
e. Pendidikan dan pelatihan pegawai yang kompeten<br />
f. Pengembangan pendanaan UKM, meliputi 1). membiayai pengeluaran<br />
operasional untuk melaksanakan perencanaan. 2). berpartisipasi dalam<br />
proyek investasi dan pengembangan atau menyediakan jaminan keuangan<br />
bekerjasama dengan lembaga keuangan. 3). menanamkan investasi dalam<br />
UKM atau menyediakan dukungan dana bagi UKM.<br />
Dana pembangunan UKM didapat dari beberapa sumber berikut ini:<br />
a. dari anggaran belanja tahunan pemerintah pusat<br />
b. dana khusus<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
42
c. sumbangan (donasi) dari individu atau kelompok, atau organisasi publik<br />
maupun swasta.<br />
d. bunga bank yang berasal dari dana UKM.<br />
e. Dan penerimaan lainnya yang berhubungan dengan pengembangan UKM.<br />
3.5.3. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Taiwan.<br />
g. Pemerintah yang berkuasa di Taiwan memahami bahwa UKM Taiwan akan<br />
dapat keuntungan atau manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market<br />
economy).<br />
h. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />
kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />
kepada usaha besar.<br />
i. Peran pemerintah Taiwan dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />
sebagai fasilitator.<br />
j. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />
departemen perekonomian melalui Small Medium Enterprises Administration<br />
(SMEA).<br />
k. Perusahaan yang baru berdiri didorong untuk terus membantu UKM yang<br />
akan bangkrut.<br />
l. Penanaman investasi langsung merupakan salah satu alat untuk<br />
mengembangkan UKM.<br />
m. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />
menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />
n. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />
kebijakan kepada UKM.<br />
3.6. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Korea Selatan<br />
3.6.1. Gambaran Umum UKM di Korea Selatan<br />
Faktor penentu keberhasilan pengembangan UKM di Korea Selatan adalah<br />
institutional setting yang lengkap, kuat dan sistematis yaitu dalam bentuk<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
43
undang-undang yang komprehensif dan secara konsisten dilaksanakan dan<br />
didukung lembaga non pemerintah. Hal ini diikuti dengan pemutahiran kebijakan<br />
yang sejalan dengan tantangan dan kebutuhan, serta didukung oleh<br />
berfungsinya lembaga pembiayaan khusus untuk UKM. Kebijakan<br />
pengembangan UKM di Korea Selatan antara lain adalah dikeluarkannya skim<br />
kredit khusus UKM, pengembangan kerjasama kemitraan dengan usaha besar,<br />
bimbingan teknis dan managerial.<br />
Langkah lain yang ditempuh dalam menunjang perkembangan UKM adalah<br />
pembentukan Small and Medium Industry Policy Council (SMIPC) yang dipimpin<br />
oleh Perdana Menteri. Dewan ini pula yang menentukan kebijakan jumlah<br />
anggaran untuk bantuan organisasi-organisasi ekonomi untuk meningkatkan<br />
pembinaan UKM.<br />
Dalam pengalokasian dana perbankan bagi UKM pemerintah Korea Selatan<br />
tidak membatasi berapa minimal portfolio kredit UKM, akan tetapi dilakukan<br />
pengawasan jumlah maksimal portfolio kredit perbankan untuk kelompok<br />
konglomerat yaitu maksimal hanya 20 persen. Dengan demikian, otomatis porsi<br />
terbesar dana perbankan dialokasikan untuk UKM. Pengendalian terhadap kredit<br />
perbankan dilakukan pemerintah secara transparan dan setiap tahun otoritas<br />
moneter mengumumkan jumlah kredit yang disalurkan perbankan untuk<br />
konglomerat.<br />
UKM di Korea Selatan didefinisikan sebagai suatu perusahaan yang<br />
mempekerjakan kurang dari 300 orang dan yang mempunyai modal dasar<br />
kurang dari 8 juta won. Selain itu suatu perusahaan dapat diklasifikasikan<br />
sebagai UKM kalau perusahaan tersebut bukan salah satu dari 30 perusahaan<br />
besar nasional dan sudah beroperasi selama kurang lebih tiga tahun.<br />
Table 8. Definisi UKM di Korea Selatan<br />
Klasifikasi industri Definisi UKM<br />
Manufaktur Modal maksimal adalah 6,7 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />
300 orang<br />
Pertambangan, transportasi Modal maksimal adalah 2,5 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />
dan konstruksi<br />
300 orang<br />
Pertanian, perikanan, dan Penjualan maksimal adalah 16 juta US$ dengan pekerja<br />
kehutanan<br />
maksimal 200 orang pada usaha pembibitan dan perikanan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
44
Modal maksimal adalah 4 juta US$ dengan pekerja maksimal<br />
50 orang pada usaha pertanian dan kehutanan<br />
Jasa Terdapat 5 standar jasa:<br />
1. Modal maksimal adalah 25 juta US$ dengan pekerja<br />
maksimal 300 orang pada usaha proses informasi dan<br />
lainnya<br />
2. Modal maksimal adalah 16 juta US$ dengan pekerja<br />
maksimal 200 orang pada usaha komunikasi dan lainnya<br />
3. Modal maksimal adalah 8 juta US$ dengan pekerja<br />
maksimal 100 orang pada usaha penjualan komunikasi<br />
4. Modal maksimal adalah 4 juta US$ dengan pekerja<br />
maksimal 50 orang pada usaha wholesale dan lainnya<br />
5. Modal maksimal adalah 1,6 juta US$ dengan pekerja<br />
maksimal 30 orang pada usaha ritel dan lainnya<br />
Jumlah UKM di Korea Selatan pada akhir tahun 1998 adalah sekitar 2,6<br />
juta yang mewakili 99,2 % dari keseluruhan usaha di Korea Selatan dengan<br />
jumlah pekerja sebesar 7,65 juta orang yaitu 75,3 % dari total jumlah tenaga<br />
kerja di Korea Selatan.<br />
Table 9. Jumlah Pekerja UKM di Korea Selatan<br />
Jumlah pekerja<br />
(dalam ribuan)<br />
Jumlah Jumlah pekerja Persentase (%) Pekerja di<br />
Jumlah 10.178 7.659 75,3 2.519<br />
Di bidang<br />
Manufaktur<br />
2.980<br />
(2.324)<br />
2.149<br />
(1.638)<br />
perusahaan<br />
besar<br />
72,1 (70,5) 831 (686)<br />
Lain-lain 7.198 5.510 76,5 1.688<br />
( ) = jumlah perusahaan yang mempunyai pekerja minimal 5 pegawai.<br />
Sumber: 1998 Survey report on Basic Workplace Statistics.<br />
Table 10. Jumlah UKM di Korea Selatan<br />
Jumlah<br />
Perusahaan<br />
Jumlah Jumlah UKM Persentase (%) Perusahaan<br />
Jumlah 2.629.868 2.607.710 99,2 22.158<br />
Manufaktur 278.923<br />
(79.544)<br />
278.068<br />
(78.869)<br />
Besar<br />
99,7 (99,2) 855 (675)<br />
Lain-lain 2.350.945 2.329.642 99,1 21.303<br />
( ) = jumlah perusahaan yang mempunyai pekerja minimal 5 pegawai.<br />
Sumber: Survey <strong>Report</strong> on Basics Workplace Statistics<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
45
3.6.2. Arah Kebijakan Umum Pengembangan UKM<br />
Pada abad 21 jumlah dan peranan sektor swasta telah meningkat.<br />
Struktur industri telah berubah menjadi fungsi ke arah intensifikasi teknologi dan<br />
didukung oleh penggunaan teknologi baru. Untungnya Small Medium Business<br />
Administration (SMBA) yang berfungsi untuk mengembangkan dan<br />
mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan UKM di Korea<br />
Selatan, memahami kecenderungan tersebut dengan merubah kebijakannya dari<br />
“old fashioned support measure” kepada kebijakan baru yang secara aktif<br />
merespon terhadap inovasi-inovasi baru yang terjadi di abad 21. Oleh karena itu<br />
SMBA mengarahkan kebijakannya kepada perubahan struktur dan peningkatan<br />
daya saing internasional UKM. Pemerintah Korea Selatan membantu UKM<br />
mengembangkan kapabilitasnya. Selain itu kebijakan pemerintah juga<br />
menekankan pada pembangunan sistem dimana penghargaan dibuat dengan se<br />
adil mungkin sesuai dengan kompetisi pasar dan menciptakan suatu iklim<br />
dimana UKM dan perusahaan ventura dapat berkontribusi dalam meningkatkan<br />
pertumbuhan ekonomi nasional.<br />
3.6.3. Kebijakan Pemberian Bantuan kepada UKM.<br />
Ada paling sedikit 8 kebijakan dalam rangka pemberian bantuan kepada<br />
UKM yaitu pendirian UKM baru dan pengembangan UKM, peningkatan sistem<br />
inovasi teknologi UKM, penciptaan lingkungan usaha yang kondusif bagi<br />
pengelolaan UKM, peningkatan informasi bagi UKM, perluasan pasar domestik<br />
dan internasional bagi UKM, peningkatan peran dan perluasan industri UKM,<br />
pengembangan sistem pendukung yang efisien tehadap UKM, dan yang terakhir<br />
adalah pemberian insentif pajak kepada UKM dan badan yang terkait dengan<br />
UKM.<br />
a. Kebijakan yang pertama perluasan secara berkelanjutan peningkatan<br />
investasi terhadap tumbuhnya UKM baru dan peningkatan perkembangan UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
46
Kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah mendorong berkembangnya<br />
perusahaan ventura dan UKM; menciptakan lingkungan yang kondusif terhadap<br />
tumbuhnya investasi bagi UKM dan perusahaan ventura; perluasan<br />
pembangunan infrastruktur bagi pertumbuhan usaha baru yang berkelanjutan;<br />
dan mempromosikan jiwa wiraswasta; serta mendukung usaha ventura untuk<br />
menciptakan pasar internasional.<br />
Pemerintah dan swasta bekerja sama dengan menyediakan dana<br />
investasi sebesar 830 juta US$ yang berasal dari dalam dan luar negeri sebagai<br />
dasar penyediaan keuangan publik yang diperuntukan bagi modal usaha<br />
pertama bagi UKM dan perusahaan ventura. Pada bulan September 2000, 147<br />
perusahaan ventura besar yang mempunyai aset sebesar 1,8 milyar US$ dan<br />
274 perusahaan patungan dengan aset 1,76 milyar US$ telah bersedia<br />
membantu program tersebut. Agar program pemberian dana atau modal awal<br />
bagi UKM dan perusahaan ventura berjalan secara efisien maka dana bantuan<br />
yang berbentuk pinjaman ini dikurangi. Sebagai penggantinya dana bantuan<br />
dalam bentuk investasi akan dikembangkan dan diperluas.<br />
Dalam rangka membentuk sistem pemberian bantuan yang bertanggung<br />
jawab dan komprehensif maka dibentuklah Da-San Venture Co. Ltd. Perusahaan<br />
ini dikelola secara independen oleh para ahli dari kalangan swasta yang<br />
profesional dan bertangung jawab, yang bertugas membantu UKM dan<br />
perusahaan baru untuk mengembangkan gagasan-gagasan usaha dengan<br />
teknologi mutakhir serta mencarikan mereka daerah yang tepat untuk melakukan<br />
usahanya.<br />
Selain itu pemerintah juga mendorong institusi keuangan dalam dan luar<br />
negeri untuk memperluas investasi mereka pada perusahaan dana ventura<br />
swasta. Vertex di Singapura dan SsgA di Amerika yang telah menginvestasikan<br />
sebesar 10 juta US $ di Korea Venture Fund. Pemerintah juga telah<br />
meningkatkan pengawasannya terhadap pasar KOSDAQ. Hal ini dilakukan untuk<br />
meningkatkan peran pemerintah dalam pemberian bantuan keuangan kepada<br />
UKM dan perusahaan ventura. Kelompok usaha lainnya juga sedang<br />
dipromosikan yaitu angel investment. Ada sekitar 25 club angels dan 52<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
47
usiness angels yang menginvestasikan dananya kepada 310 UKM dan<br />
perusahaan ventura.<br />
Institusi penelitian dan universitas dijadikan sebagai pusat pembibitan<br />
(incubator center) usaha baru dan diharapkan pada tahun depan pusat<br />
pembibitan usaha baru dapat ditingkatkan menjadi 332. Di Korea pada tahun<br />
2000 terdapat sekitar 292 pusat pembibitan usaha baru dan sekitar 3295 usaha<br />
baru yang akan memulai usahanya. SMBA memberikan bantuannya dengan<br />
membangun jaringan kerja antar pusat pembibitan usaha baru dan membina<br />
para manajer pada pusat tersebut untuk dapat menciptakan pelatihan khusus<br />
bagi mereka.<br />
Selain itu terdapat sekitar 200 kemitraan yang akan mendirikan usaha<br />
baru. Mereka merupakan pemuda yang aktif, cerdas dan ambisius. Ada juga<br />
sekitar 100 pelatihan untuk usaha baru di universitas dan pusat penelitian yang<br />
mendidik sekitar 7000 peserta. Pemerintah juga mendorong agar para profesor<br />
dan peneliti untuk memulai melakukan kegiatan lab-based start-ups dan sekitar<br />
337 UKM baru yang dilaksanakan oleh para profesor dan peneliti. SMBA<br />
mendorong pelaksanaan program kegiatan tersebut.<br />
Selain ketiga kegiatan di atas perlu juga usaha untuk menciptakan iklim<br />
yang kondusif bagi terciptanya jiwa wiraswasta yaitu pengusaha yang kreatif<br />
yang selalu berusaha untuk meningkatkan kemauannya dan teknologi pada<br />
beberapa bidang usaha. Sehubungan dengan hal tersebut pemerintah Korea<br />
Selatan berusaha menyediakan berbagai kesempatan pendidikan dan<br />
memberikan kelompok usaha di universitas beberapa program bantuan. Selain<br />
itu pemerintah juga memberikan dorongan kepada usaha ventura dan usaha<br />
baru untuk menciptakan suatu iklim yang kondusif bagi tumbuhnya minat para<br />
generasi muda untuk melakukan usaha ventura. Universitas diperbolehkan untuk<br />
melakukan kegiatan usaha di universitasnya dan profesor dapat bekerja sebagai<br />
pegawai pada perusahaan baru tersebut. Para manajer UKM dapat<br />
berpartisipasi dalam pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau organisasi<br />
publik lainnya.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
48
Dalam rangka membantu usaha ventura dan UKM melakukan usahanya<br />
pada pasar global, pemerintah telah membangun Pusat ventura Korea (Korea<br />
Venture Center) di Washington DC. Pusat usaha ini diharapkan dapat membantu<br />
usaha ventura domestik dalam beberapa bidang dan dengan cara yang<br />
ekstensif.<br />
b. Kebijakan yang kedua peningkatan sistem inovasi teknologi UKM. Ada<br />
beberapa kegiatan yang dilaksanakan pemerintah untuk mendukung kebijakan<br />
tersebut. Kegiatan yang pertama adalah penyediaan upaya peningkatan daya<br />
saing teknologi UKM. Dalam rangka melaksanakan kegiatan ini pemerintah telah<br />
menerapkan Five-year plan for improvement of technological development of<br />
SME kedalam tahap operasionalisasi. Selain itu pemerintah melakukan promosi<br />
visi jangka panjang dan pendek pengembangan teknologi UKM. SMBA<br />
melakukan survey tentang teknologi yang dibutuhkan oleh perusahaan dan<br />
UKM dengan tujuan SMBA dapat membuat kebijakan yang lebih baik lagi.<br />
Pemerintah juga berupaya membangun fasilitas penelitian dalam bentuk jaringan<br />
dan data base.<br />
Kegiatan yang kedua adalah dukungan bagi inovasi teknologi dan dana<br />
pembangunan untuk UKM. UKM umumnya menghadapi masalah dalam hal<br />
pengembangan teknologi. Untuk itu pemerintah memfokuskan usaha<br />
bantuannya dengan mendukung peningkatan teknologi UKM. Selain itu<br />
pemerintah juga menyediakan sebagian pengeluarannya kepada UKM yang<br />
dapat mengembangkan produk UKM yang baru dengan menggunakan dan<br />
memanfaatkan kemampuan teknologinya.<br />
Kegiatan yang ketiga adalah mendukung konsorsium pengembangan<br />
teknologi pada institusi penelitian akademis dan industri. Pemerintah pusat dan<br />
daerah membantu UKM dengan memanfaatkan SDM dan fasilitas universitas<br />
dan pengembangan teknologi. Universitas, institusi penelitian dan UKM<br />
membentuk suatu konsorsium yang bertujuan untuk mengembangkan teknologi<br />
yang dibutuhkan di lokasi produksi. Dukungan pemerintah pusat dan daerah<br />
adalah dalam bentuk pemberian bantuan dana.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
49
Kegiatan yang keempat adalah dukungan bagi bimbingan teknologi UKM.<br />
Dalam hal ini pemerintah membantu UKM dalam memecahkan masalah<br />
manajemen dan teknologi. Oleh karena itu pemerintah menyediakan insentif<br />
keuangan kepada para profesional dari universitas dan institusi penelitian untuk<br />
memberikan bimbingan teknis kepada UKM. SMBA pada kantor di tingkat lokal<br />
membantu UKM dengan cara menguji dan mengawasi produk baru yang<br />
dihasilkan UKM. Selain itu SMBA juga mendorong sekitar 18 institusi publik<br />
untuk memberikan kesempatan kepada UKM berpartisipasi dalam kegiatan<br />
litbang (R & D) di institusi tersebut dan mempromosikan kemampuan<br />
teknologinya. Pengeluaran kegiatan R&D pada tahun 2000 meningkat dari 4% di<br />
tahun 1999 menjadi 5 %.<br />
Pemerintah juga berupaya untuk memberikan dorongan bagi alih<br />
teknologi. Untuk mendorong alih teknologi dan perdagangan, pemerintah Korea<br />
Selatan telah membangun Korea Technology Trade Center yang<br />
mengintegrasikan jaringan informasi usaha. Pusat-pusat ini akan dibangun juga<br />
di universitas dan di institusi penelitian.<br />
c. Kebijakan ketiga penciptaan lingkungan usaha yang kondusif bagi<br />
pengelolaan UKM. Tujuan sistem pemberian bantuan keuangan pemerintah<br />
Korea untuk UKM adalah untuk mereduksi peningkatan biaya dan memperluas<br />
akses pemberian dana kepada UKM. Sistem pemberian bantuan keuangan<br />
pemerintah Korea terdiri dari sistem bantuan dana untuk institusi keuangan,<br />
permintaan atau supply dana Bank Korea dan sistem bantuan keuangan publik.<br />
Pemerintah memberikan jaminan kredit bagi UKM yang memiliki sekuritas<br />
yang lemah sehingga UKM tersebut dapat bantuan dana dari institusi keuangan.<br />
Pemerintah juga mendorong UKM untuk meningkatkan pendapatan mereka<br />
dalam usaha pasar uang dan mendorong insitusi keuangan untuk memperluas<br />
pinjaman kreditnya kepada UKM. Keuangan publik akan menangani usaha-<br />
usaha yang tidak dapat dijangkau oleh institusi keuangan, sehingga keuangan<br />
publik ini dapat secara aktif mengatasi kegagalan pasar.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
50
Selain diversifikasi sistem keuangan, pemerintah juga berupaya untuk<br />
meningkatkan sistem bantuan ketenagakerjaan UKM. UKM Korea telah lama<br />
mengalami kekurangan tenaga kerja. Untuk mengatasi tidak seimbangnya antara<br />
supply dan demand tenaga kerja, maka pemerintah sedang menggarap suatu<br />
master plan for vocational training 2000- 2003. Selain itu SMBA melakukan<br />
promosi outsourcing sumber daya manusia dengan mensinergikan kemitraan<br />
bidang industri dan akademis serta pembentukan kelompok yang terdiri dari<br />
manajemen dan teknik yang profesional dari dalam dan luar negeri.<br />
SMBA mendorong agar perusahaan besar sadar bahwa mereka tidak<br />
dapat berkembang tanpa UKM dan seluruh usaha diharapkan untuk melakukan<br />
kerjasama yang saling menguntungkan. Untuk itu pemerintah menyediakan<br />
berbagai insentif termasuk insentif pajak dan insentif pinjaman kepada<br />
perusahaan yang bekerjasama tersebut. SMBA juga memperkenalkan sistem<br />
yang mengevaluasi hubungan kerjasama antara 30 perusahaan besar dan UKM<br />
yang dimiliki 30 perusahaan tersebut. Pemerintah memusatkan kebijakannya<br />
pada penciptaan lingkungan yang menekankan pada subkontrak agar keadilan<br />
terjadi.<br />
d. Kebijakan keempat peningkatan sistem informasi bagi UKM. Untuk<br />
meningkatkan kemampuan UKM dalam menggunakan internet dan informasi,<br />
pemerintah manawarkan pelatihan tentang informatisasi kepada direktur dan<br />
pemimpin UKM. Pemerintah juga memperkenalkan proyek pembibitan<br />
(incubator) informasi yang akan diperluas untuk membantu UKM dalam<br />
memasarkan dan menjual produknya.<br />
Sistem informasi akan dibentuk untuk menyediakan seluruh informasi<br />
yang terkait dengan UKM melalui homepage SMBA (www.smba.go.kr). Seluruh<br />
kebijakan yang terkait dengan sistem informasi UKM perlu dikoordinasikan<br />
dengan instansi pemerintah yang relevan.<br />
Pemerintah menseleksi UKM yang memenuhi persyaratan dasar untuk<br />
membentuk sistem informasi. UKM ini akan diberikan konsultasi tentang<br />
enterprise resources planning (ERP). Untuk mendorong UKM mengadaptasi e-<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
51
commerce, pemerintah akan membuat dasar hukum untuk melakukan promosi<br />
melalui e-commerce dan memperkenalkan sistem e-commerce kepada<br />
masyarakat dalam rangka mengarahkan ekonomi Korea kepada e-commerce.<br />
Selain itu pemerintah juga melakukan usaha sosialisasi e-commerce melalui<br />
workshop, seminar, eksebisi dan forum diskusi.<br />
e. Kebijakan kelima perluasan pasar domestik dan internasional bagi UKM.<br />
Pembentukan sistem dukungan ekspor yang komprehensif memberi arahan<br />
kepada UKM dan usaha ventura untuk mengorientasikan usahanya kepada<br />
ekspor. Untuk melaksanakannya perlu adanya penguatan untuk koordinasi dan<br />
kerjasama antara SMBA dan Korean Trade Investment Promotion Agency<br />
(KOTRA) serta pemerintah daerah. Selain itu, pemerintah mempromosikan<br />
penempatan di pasar dunia bagi para lulusan terbaik universitas dengan tujuan<br />
agar nantinya mereka merupakan pioner bagi pemasaran produk UKM di pasar<br />
internasional. Pusat pasar Korea dalam internet (www.smipc.org) diperluas dan<br />
ditingkatkan mutunya sebagai alat promosi UKM bagi pembeli dunia. Dalam hal<br />
ini, SMBA membantu UKM dalam mengembangkan kemampuannya untuk<br />
menciptakan pasar dunia melalui konsultasi, ekspor, pertemuan antara UKM<br />
domestik dan UKM luar negeri.<br />
Institusi publik juga didorong untuk membeli produk UKM. Institusi ini juga<br />
diharuskan untuk meningkatkan daya belinya dalam rangka stabilisasi<br />
manajemen UKM.<br />
f. Kebijakan keenam peningkatan peran dan perluasan industri UKM.<br />
Pemerintah berupaya untuk memperkuat fungsi sistem support untuk pengusaha<br />
kecil dan industri. Sistem informasi yang berdasarkan internet juga diperkuat<br />
untuk membentuk sistem jaringan antara pusat-pusat dukungan (support<br />
centres). Pendidikan bagi konsultan pada pusat dukungan lebih difokuskan<br />
terhadap seleksi usaha, analisis teknik perdagangan daerah, usaha SOHO,<br />
rekomendasi dana, dan teknik screening. SMBA memberikan bantuan dukungan<br />
keuangan kepada UKM dan industri tersebut.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
52
Untuk meningkatkan usaha di daerah, tujuan usaha diarahkan dan<br />
diperluas ke daerah. Pemberian dana peningkatan UKM di tingkat propinsi<br />
disediakan sebagai pengeluaran kerja rutin. Pemerintah mendorong agar<br />
perusahaan dan UKM baru memulai usahanya diluar ibukota propinsi dengan<br />
dukungan insentif pajak dan keuangan. Pusat dukungan UKM di beberapa<br />
ibukota propinsi agar mendukung UKM daerah.<br />
The Act on Assisting Women Entrepreneurs yang ditetapkan pada bulan<br />
Februari 1999 merupakan dasar hukum bagi program promosi untuk para wanita<br />
yang mau melakukan usaha dan manajamen. Dalam rangka meningkatkan daya<br />
saing usaha yang dilakukan para wanita, pemerintah menyediakan beberapa<br />
program pelatihan manajemen dan informasi yang berupa bantuan inovasi<br />
manajemen.<br />
g. Kebijakan ketujuh pengembangan sistem pendukung yang efisien tehadap<br />
UKM. Pemerintah memperkuat sistem koordinasi kebijakan UKM antar<br />
departemen. Untuk melakukan efisiensi manajemen UKM, SMBA membentuk<br />
dan melaksanakan database yang memuat perusahaan, dana masyarakat,<br />
sertifikasi teknologi dan kualitas dan hak paten.<br />
Pemerintah juga telah membentuk Presidential Commision untuk UKM<br />
dibawah kontrol presiden Kim. Komisi ini meliputi para wakil menteri, profesional<br />
pada perusahaan swasta dan SMBA. Tugas dari komisi ini adalah menyesuaikan<br />
dan mengintegrasikan kebijakan UKM.<br />
h. Kebijakan yang terakhir adalah pemberian insentif pajak kepada UKM dan<br />
badan yang terkait dengan UKM. Pemerintah memberikan kemudahan bagi UKM<br />
melalui pemberian insentif pajak yang berupa : penurunan pajak bagi UKM yang<br />
baru; pajak perusahaan hanya 50% bagi UKM baru; penurunan pajak<br />
pendaftaran sebesar 100% bagi UKM baru; penurunan pajak akuisisi sebesar<br />
100% bagi UKM baru; penurunan pajak pemilikan sebesar 50% bagi UKM baru.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
53
3.6.4. Pelajaran yang dapat diambil dari Pengembangan UKM di Korea Selatan<br />
a. Pemerintah Korea Selatan memahami bahwa UKM mempunyai peran yang<br />
vital dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi makro dan akan mendapat<br />
manfaat dari ekonomi pasar terbuka (open market economy).<br />
b. Beberapa pembuat kebijakan menyarankan agar pemerintah mencabut<br />
kebijakan yang memberikan proteksi dan perlindungan yang berlebihan<br />
kepada usaha besar. Usaha besar yang membantu UKM perlu didukung.<br />
c. Peran pemerintah Korea Selatan dalam pengembangan UKM sebagai<br />
fasilitator.<br />
d. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />
departemen perekonomian melalui Small Medium Business Administration<br />
(SMBA).<br />
e. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />
menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />
f. Asosiasi usaha memegang peranan penting dalam pemberian saran<br />
kebijakan kepada UKM.<br />
3. 7. Konsep Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia<br />
3.7.1. Gambaran Umum UKM di Malaysia.<br />
Definisi UKM (SMI = Small-Medium Industries) di Malaysia adalah<br />
perusahaan manufaktur yang memiliki modal tidak melebihi 25 juta Ringgit<br />
Malaysia dan mempunyai pegawai yang tidak melebihi 150 orang serta telah<br />
disahkan oleh lembaga yang berwenang yaitu Ministry of Internatonal Trade and<br />
Industries (MITI).<br />
Salah satu tugas lembaga MITI adalah merancang dan membuat<br />
kebijakan-kebijakan sedangkan penerapannya, UKM dibina dan dimonitor oleh<br />
badan-badan yang berada di bawah MITI seperti SMIDEC (Small-Medium<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
54
Industry Development Cooperation) dan MATRID (Malaysian International<br />
Trade).<br />
UKM sangat berperan dalam meningkatkan daya saing melalui<br />
pendalaman dan perluasan jaringan industri serta peningkatan produktivitas.<br />
Selain itu UKM juga merupakan bagian integral dan dinamis dari proses industri<br />
di Malaysia. Peran UKM yang tidak kalah pentingnya adalah menurunkan angka<br />
impor terhadap barang menengah dan pokok.<br />
Kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional adalah pada<br />
penyerapan tenaga kerja yaitu sebesar 29,9%, pajak nilai tambah sebesar 20,1<br />
% dan total output sebesar 15,8 %. Sedangkan kontribusi sektor UKM yaitu<br />
bidang makanan dan minuman sebesar 20%; produk metal, mesin dan<br />
peralatan berat 18 %; produk kayu 17 %; garmen 12% produk kimia, minyak,<br />
plastik, dan karet 11 % dan produk lainnya 22%.<br />
3.7.2. Kebijakan Pengembangan UKM di Malaysia<br />
antara lain:<br />
Adapun program pengembangan UKM yang dilaksanakan oleh SMIDEC<br />
a. Industry Linkages Programmes dalam Malaysian Plan<br />
Program ini bertujuan meningkatkan industrialisasi di Malaysia berdasarkan<br />
kebijakan yang berlaku. Ada 2 (dua) hal yang diterapkan di negara ini:<br />
Industry Linkages dan Cluster Program. Yang dimaksud dengan Industry<br />
Linkages adalah mengawinkan UKM dengan Usaha Besar. Misalnya Sony<br />
Corporation mensubkontrakan pembuatan spare parts tertentu kepada<br />
beberapa UKM, sehingga terjalin hubungan yang saling menguntungkan bagi<br />
keduabelah pihak Linkage programme ini secara makro turut membantu<br />
meningkatkan produksi nasional.<br />
Sedangkan Cluster Program pada dasarnya adalah pengelompokan UKM<br />
berdasarkan skala prioritas. Di Malaysia bidang otomotif, kelautan dan ruang<br />
angkasa berada di dalam kelompok transportasi. Penentuan otomotif dalam<br />
kelompok ini berdasarkan lebih banyaknya keuntungan yang dapat diperoleh<br />
dibandingkan kerugiannya. Keuntungan di sini tidak selalu keuntungan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
55
finansial (benefit not merely profit). Kelompok lainnya adalah industri<br />
elektronik dan listrik termasuk dalam kelompok ini adalah industri<br />
telekomunikasi, industri mesin dan industri dasar.<br />
b. Pengembangan Teknologi UKM<br />
Tujuan dari program ini adalah pemberian pengetahuan yang lebih luas<br />
kepada pengusaha UKM dan peningkatkan kapabilitas mereka dalam<br />
mengelola usahanya. Hal ini dapat dicapai melalui penyelenggaraan<br />
lokakarya dan seminar dengan mengundang ahli dan praktisi yang<br />
profesional. Selain itu pemerintah melakukan Technological Capability<br />
Enhancement Programme (TCEP) yang menawarkan bantuan keuangan<br />
yang dinamai Industrial and Technical Assistance Fund (ITAF).<br />
c. Technology Acquisition bagi UKM<br />
Agar pengusaha UKM melek teknologi maka digalakanlah program ini. Para<br />
pengusaha UKM dapat membeli teknologi komputerisasi yang ditawarkan<br />
atau dapat magang dengan menerima sejumlah honor di sebuah perusahaan<br />
besar yang sesuai dengan bidang usahanya. Selain itu technology acquisition<br />
fund (TAF) menyediakan sampai 70% bantuan keuangan kepada badan<br />
usaha milik Malaysia untuk pembelian peralatan dan mesin, lisensi teknologi,<br />
pemilikan hak paten, prototypes dan desain produk, penempatan produk<br />
Malaysia di pasar teknologi internasional dan program outsourcing ahli<br />
teknologi.<br />
d. Market Development Program<br />
Industrial Linkage programme (ILP) memberikan bantuan dalam<br />
mempertemukan beberapa perusahaan dan menghubungkan UKM agar<br />
supaya UKM menjadi suppliers dari komponen perusahaan tersebut.<br />
Pengembangan skim pasar membantu dalam mengidentifikasikan pasar<br />
potensial melaui MARTRADE, melaksanakan promosi pasar ekspor dan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
56
mengembangkan nama produk serta aktif dan berpartisipasi dalam forum dan<br />
misi perdagangan internasional.<br />
e. Enterprise Development Programme.<br />
Program ini melibatkan perusahaan untuk melakukan semacam klinik usaha<br />
pada setiap hari Rabu di SMIDEC untuk UKM yang membutuhkan<br />
konsultasi. Selain itu juga menyediakan perencanaan dan skim<br />
pengembangan usaha yang berupa ITAF 1 (lihat Tabel di bawah).<br />
f. Skill Development and Upgrading Programme.<br />
Pemerintah menyediakan berbagai program peningkatan keterampilan<br />
manajemen UKM kepada pegawai UKM melalui pusat pengembangan<br />
keterampilan. Untuk itu SMIDEC membantu untuk membiayai biaya pelatihan<br />
sebesar 50%.<br />
g. Pengembangan Infrastruktur UKM.<br />
Pemerintah menyediakan kawasan pengembangan industri untuk UKM yang<br />
merupakan konsep untuk mengintegrasikan UKM di satu daerah. Selain itu<br />
pemerintah juga menentukan dalam pengelolaan dan pengembangan fasilitas<br />
yang berupa fasilitas pembuangan sampah, pergudangan, akomodasi<br />
pekerja dan lain-lain. Biaya pembangunan infrastruktur ini dibantu oleh<br />
SMIDEC. Pemerintah juga berupaya untuk membangun pabrik yang<br />
terjangkau oleh UKM.<br />
h. Program Bantuan Keuangan UKM.<br />
Pemerintah menyediakan pinjaman lunak yang berupa skim modernisasi dan<br />
otomatisasi. Selain itu juga ada pinjaman lunak dalam rangka peningkatan<br />
kualitas produk melalui Bank Pembangunan. Bank Industri memberikan paket<br />
keuangan kepada UKM dan juga ada dana UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
57
Table 11. Industrial and Technical Assistance Fund Matching Fund<br />
No Jenis Skim Bantuan Jumlah Maximum Grant<br />
1 Business Planning and Development Scheme (ITAF 1) RM 40.000<br />
2 Process and Product Development Scheme (ITAF 2) RM 250.000<br />
3 Productivity and Quality Improvement Certification<br />
Scheme (ITAF 3)<br />
RM 250.000<br />
4 Market Development Scheme (ITAF 4) RM 40.000<br />
Selain ITAF matching grant, pemerintah Malaysia juga memberikan Y2K<br />
grant, rehabilitation grant dan factory auditing. Bantuan keuangan Y2K yaitu<br />
maksimum 30% dari total biaya kegiatan atau minimum RM 50.000 untuk setiap<br />
perusahaan. Sedangkan pemberian bantuan untuk rehabilitasi adalah maksimum<br />
RM 5 juta dan minimum RM 50.000 atau pemberian bunga sebesar 5%<br />
pertahun. Untuk mengaudit perusahaan pemerintah memberikan bantuan<br />
maksimum RM 10.000 untuk setiap perusahaan.<br />
3.7.3. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Malaysia<br />
a. Pemerintah Malaysia memahami bahwa UKM mempunyai peran yang besar<br />
dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Malaysia.<br />
b. Peran pemerintah Malaysia dalam pengembangan UKM terbatas hanya<br />
sebagai fasilitator.<br />
c. Pengkoordinasian segala kebijakan yang terkait dengan UKM dilakukan oleh<br />
departemen perekonomian melalui Small Medium Industry Development<br />
Cooperation (SMIDEC) dan Malaysian International Trade (MATRID).<br />
d. Institusi keuangan formal, seperti bank bukan merupakan aktor yang<br />
menentukan bagi program pengembangan UKM.<br />
3.8. Konsep kebijakan Pengembangan UKM di Amerika Serikat.<br />
3.8.1. Gambaran umum UKM di Amerika Serikat.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
58
Pemerintah Amerika Serikat amat mendukung bagi peningkatan<br />
perkembangan UKM. Cara yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS)<br />
yaitu dengan mewajibkan perusahaan besar untuk mendorong UKM<br />
berkembang dengan cara hasil produk UKM menjadi salah satu sumber produksi<br />
perusahaan besar. Dalam Handbook for Small Business yang dikeluarkan oleh<br />
pemerintah Amerika Serikat, terungkap bahwa sebanyak 99,7 % dari semua<br />
usaha di AS adalah industri kecil dan 55 % dari usaha tersebut merupakan<br />
usaha perorangan. Selain itu usaha kecil tersebut menyumbang sekitar 43 %<br />
dari gross national product (GNP) Amerika Serikat (Ismawan, 2001).<br />
UKM di Amerika didefinisikan agak berbeda dengan definisi dari beberapa<br />
negara lain. Hal ini dikarenakan suatu usaha didefinisikan sebagai UKM hanya<br />
berdasarkan jumlah pegawai yaitu usaha yang memiliki kurang dari 500 pegawai<br />
dianggap sebagai usaha kecil.<br />
Kontribusi penting UKM di AS selain itu adalah sumbangan berupa<br />
inovasi dan peneman-penemuan baru. Lebih dari 50 % inovasi dan hasil cipta<br />
industri berskala besar pada mulanya dihasilkan oleh usaha kecil. Pemerintah<br />
Amerika Serikat telah menerbitkan suatu direktori hasil penemuan UKM yang<br />
setiap saat dapat dimanfaatkan oleh usaha besar atau investor. Para usaha<br />
besar dan investor ini dapat mengembangkan penemuan UKM tersebut dalam<br />
skala produksi massal dengan membayar royalti kepada si penemu.<br />
Tingginya komitmen pemerintah AS dalam pengembangan UKM terlihat<br />
dari pembentukan Small Business Administration (SBA) oleh pemerintah federal<br />
pada tahun 1953. Tujuan pendirian SBA ini adalah sebagai pembantu dan<br />
penggerak sektor usaha kecil di AS. Empat macam usaha yang mendapat<br />
bantuan dari badan ini adalah:<br />
a. di bidang finansial berupa pemberian bantuan dana.<br />
b. di bidang procurement (pengadaan barang) berupa pemberian bantuan<br />
dalam memenuhi persyaratan perizinan dan ketentuan administratif yang<br />
diperlukan untuk berdirinya suatu usaha baru.<br />
c. di bidang manajemen berupa pemberian bantuan manajemen baik secara<br />
langsung maupun melalui pelatihan-pelatihan.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
59
d. di bidang advocacy (bimbingan) berupa pemberian bantuan hukum dalam<br />
pencarian keadilan yang berkaitan dengan urusan bisnis.<br />
Dari ulasan di atas jelas bahwa pemberdayaan UKM di AS berjalan lebih<br />
efektif karena didorong dan didukung oleh pemberian bantuan dana (financial),<br />
manajemen, perizinan dan juga pemberian bantuan hukum apabila UKM<br />
menghadapi perselisihan.<br />
3.8.2. Strategi Kebijakan pengembangan UKM di Amerika.<br />
Secara umum ada tiga strategi dalam mencapai tujuan Small Business<br />
Administration (SBA) yaitu:<br />
a. Helping small business succeed (membantu UKM untuk sukses dalam<br />
usahanya). SBA membantu UKM mencapai keberhasilan melalui:<br />
1. Menjadi pendukung UKM. Hal ini dilakukan dengan strategi sebagai<br />
berikut: (1) mewakili kepentingan UKM dalam kabinet dan dewan ekonomi<br />
nasional. (2) menganalisis segala inisiatif peraturan perundang-undangan.<br />
(3) menentukan kondisi perekonomian dan kecenderungan ekonomi yang<br />
dapat mempengaruhi UKM. (4) menganalisis perubahan legislatif<br />
(peraturan). (5) menyediakan informasi statistik tentang kebutuhan dan<br />
status UKM, informasi tentang lowongan pekerjaan dan akses kredit. (6)<br />
melaksanakan dengar pendapat dengan publik.<br />
2. Menyediakan akses permodalan dan kredit bagi UKM. Hal ini dilaksanakan<br />
melalui strategi sebagai berikut: (1) memenuhi kebutuhan keuangan UKM<br />
dengan cara meningkatkan penyaluran modal dan kredit kepada UKM<br />
yang membutuhkan dan yang layak serta kualified, seperti perusahaan<br />
pasar modal. (2) meningkatkan pengawasan dan resiko manajemen<br />
melalui peningkatan pengawasan pemberian bantuan pinjaman dan resiko<br />
manajemen. (3)reengineering (peningkatan) melalui kegiatan peningkatan<br />
pinjaman dan perampingan 504 program dengan melakukan perubahan.<br />
SBA juga berupaya untuk meningkatkan efektifitasnya melalui kegiatan<br />
privatisasi, outsourcing dan penjualan aset. (4) perampingan program<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
60
pinjaman melalui penarian cara epat dan mudah untuk dapat menigkatkan<br />
akses terhadap pembiayaan ekspor. (5) meningkatkan pemasaran dan<br />
membentuk pasar baru melalui peningkatan jaringan kerja dan<br />
menciptakan pendekatan baru dalam membentuk pasar baru. SBA<br />
berupaya untuk memperluas One-Stop Capital Shops (OSCS) menjadi<br />
empowerment zones.<br />
3. Menyediakan akses terhadap pasar federal. Hal ini dilakukan melalui<br />
strategi berikut: (1). Pengawasan akan terus dilakukan terhadap<br />
pengadaan barang pada tingkat federal. (2) pelatihan dilaksanakan melalui<br />
pelatihan tentang e-commerce, peraturan procurement dan bagaimana<br />
menjualnya kepada federal, negara bagian dan pemerintah daerah. (3).<br />
Reinvention (4) e-government (5) peningkatan UKM yang kualified (6)<br />
kemitraan strategis.<br />
4. Menyediakan bantuan pengembangan kewirausahaan. Hal ini dilakukan<br />
dengan strategi berikut ini: (1) konsep pelayanan prima (2) e-government<br />
(3) pelayanan yang lebih kepada pelanggan (4). Peningkatan ekspor UKM<br />
(5). Pelatihan.<br />
b. Helping Americans recover from disaster (Membantu masyarakat Amerika<br />
Serikat pulih dari bencana). SBA menawarkan bantuan pinjaman untuk<br />
bencana kepada individu dan UKM. Strategi yang dilaksanakan adalah:<br />
1. mengembangkan sumber daya infrastruktur yang fleksibel yang dapat<br />
diterapkan pada daerah yang terkena bencana.<br />
2. E-government.<br />
3. Outsourcing pelayanan pinjaman dan melaksanakan penjualan aset.<br />
4. SBA bekerjasama dengan Federal Emergency Management Agency<br />
(FEMA), federal, negara bagian dan pemerintah daerah. SBA bersama<br />
dengan FEMA mengkoordinasikan pembangunan pusat bantuan bencana<br />
apabila terjadi bencana alam.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
61
c. Modernizing the SBA (Memodernisasi SBA). SBA merupakan suatu badan<br />
transformasi yang dapat membuat beberapa perubahan besar dalam<br />
melaksanakan proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa dan<br />
serta pengelolaan sumber daya manusia. Strategi yang digunakan adalah:<br />
1. Investasi sumber daya manusia. SBA menginvestasikan sumber daya<br />
manusia untuk menciptakan tenaga kerja yang memiliki motivasi tinggi,<br />
kreatif, produktif dan kompeten. Untuk mencapai tujuan tersebut,<br />
strateginya adalah: (1) meningkatkan keterampilan tenaga kerja melalui<br />
training dengan pendekatan yang berdasarkan pada kemajuan teknologi.<br />
(2) perubahan dan penataan tenaga kerja. Untuk mendapatkan jumlah<br />
pegawai yang sesuai maka tenaga kerja perlu direlokasi. (3) penyediaan<br />
perencanaan penggantian kepemimpinan dan pelatihan kepemimpinan.<br />
(4) melakukan survey kepegawaian pada setiap tahun (5) meningkatkan<br />
manajemen sumber daya manusia dan sistem informasi.<br />
2. Investasi teknologi informasi. SBA melakukan investasi dalam teknologi<br />
informasi untuk menghasilkan produk dan jasa yang berfungsi ganda,<br />
program yang berorientasi pada pelanggan dan kemitraan. Untuk<br />
mencapai tujuan tersebut strateginya adalah: (1) meningkatkan<br />
perencanaan keamanan informasi dan pelaksanaannya. (2) menerapkan<br />
e-government dan e-commerce. (3) memodernisasi sistem yang meliputi<br />
sistem pengawasan pinjaman, manajemen keuangan dan bantuan<br />
keuangan bencana, program pengembangan usaha. (4) melanjutkan<br />
peningkatan infrastruktur berupa broadband, workstation dan arsitektur<br />
server (5) identifikasi kesempatan outsourcing (6) memformalisasi<br />
keterlibatan pemimpin senior dalam proses perencanaan lT (7)<br />
melengkapi dan melaksanakan survey bagi keterampilan dalam bidang IT<br />
dan permintaan keterampilan IT.<br />
3. Manajemen keuangan. SBA melaksanakan peningkatan dan modernisasi<br />
proses dan sistem keuangan kearah sistem manajemen keuangan yang<br />
terintegrasi (Integrated financial management system). Untuk mencapai<br />
tujuan tersebut strateginya adalah: (1) meningkatkan dan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
62
mengimplementasikan sistem manajemen keuangan yang terintegrasi (2)<br />
meningkatkan dan mengimplementasikan sistem akunting pinjaman yang<br />
modern (3) mengimplementasikan Activity based costing system. (4)<br />
memperluas sistem keuangan yang meliputi struktur penganggaran (5)<br />
meningkatkan ketepatan laporan keuangan (6) melanjutkan peningkatan<br />
analisis kinerja pinjaman dan jumlah subsidi (7) melanjutkan untuk<br />
memberikan pelatihan agar pegawai UKM dapat mengembangkan diri<br />
menjadi pegawai yang kompeten.<br />
4. Manajemen resiko. Strategi yang digunakan adalah (1) meningkatkan<br />
pengawasan pinjaman melalui sistem infformasi terbaru, analisis dan<br />
penilaian resiko bagi peminjam dan yang meminjamkan. (2)<br />
mengadministrasi program pengujian yang aman dan baik. (3)<br />
mengoperasikan manajemn resiko (4) menyediakan pelatihan dan<br />
informasi (5) meningkatkan akses data program pinjaman SBA melalui<br />
sistem yang modern.<br />
3.8.3. Beberapa fakta dan data tentang UKM di Amerika.<br />
a. Masalah yang dihadapi oleh UKM di Amerika pada dasarnya meliputi:<br />
1. Biaya asuransi kesehatan<br />
2. Pajak pemerintah Federal yang dipungut terhadap pendapatan usaha<br />
3. Pegawai yang profesional dan bermutu<br />
4. Peraturan pemerintah yang tidak rasional, seperti kredit bank yang<br />
mempunyai peringkat yang ke 66 dari National Federation of Independent<br />
Business.<br />
b. Pembentukan Small Business Administration (SBA). Kegiatan SBA dan mitra<br />
kerjanya yaitu: 1). SBA menawarkan bantuan di 109 lokasi di USA, Guam,<br />
dan Puerto Rico. 2). 7.000 bank menyediakan dana bantuan pinjaman bagi<br />
SBA. 3). Ada sekitar 384 Small Business Investment Companies (SBIC) yang<br />
dikelola secara oleh swasta dan telah terdaftar di SBA. SBIC ini menyediakan<br />
dana ventura kepada UKM. 4). Ada sekitar 1000 Small Business<br />
Development Centers (SBDC) yang bersedia memberikan traininig dan<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
63
konseling. 5). 389 dari 13.000 sukarelawan Service Corps of Retired<br />
Executives (SCORE) bersedia meberikan konseling kepada Usaha Kecil di<br />
Amerika Serikat. 6).Ada sekitar 78 Women’s Business Centers yang<br />
menyediakan konseling. 7). Ada 20 One-Stop Capital Shops (OSCS) yang<br />
tersebar diberbagai lokasi strategis dan berfungsi untuk menawarkan bantuan<br />
multi fungsi antar pemerintah kepada para wiraswasta yang membutuhkan<br />
bantuan. 8). 62 Business Information Centers (BIC) menyediakan akses<br />
informasi bisnis. 9). 19 US Export Assistance Centers (USEAS) menyediakan<br />
petihan dan konseling serta bantuan keuangan bagi UKM yang tertarik dallam<br />
bidang penjualan barang dan jasa. 10). 70 kesepakatan nasional dan 200<br />
kesepakatan lokal dengan swasta.<br />
c. Dikeluarkannya undang-undang perdagangan antar negara bagian (Interstate<br />
commerce Act)<br />
d. Setiap <strong>Negara</strong> bagian dan kota-kota berkompetisi untuk mendapatkan<br />
investasi langsung dengan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk<br />
melakukan usaha di daerahnya.<br />
e. Di California, insentif pajak bagi usaha kecil belum dilaksanakan secara<br />
efektif dan program yang dilaksanakan pemerintah agak sukar untuk diukur.<br />
f. Apabila suatu usaha dapat dengan cepat melakukan kegiatannya pada suatu<br />
kota, maka hal ini merupakan cara yang paling baik dan efisien untuk menarik<br />
investor melakukan usaha yang baru.<br />
g. Perkembangan informasi dan teknologi yang cepat mengakibatkan usaha<br />
kecil dapat dengan mudah memperoleh data dan informasi tentang pasar luar<br />
negeri.<br />
3.8.4. Pelajaran yang dapat diambil dari pengembangan UKM di Amerika Serikat.<br />
a. UKM di Amerika mempunyai manfaat yang besar bagi kerangka makro<br />
ekonomi yang stabil dan cenderung baik, serta didukung oleh lingkungan<br />
ekonomi yang efisien dan transparan.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
64
. Penyederhanaan prosedur birokrasi untuk meningkatkan atau paling tidak<br />
mempertahankan kondisi pertumbuhan UKM, walaupun hambatan masuk<br />
dan keluarnya usaha agak rendah .<br />
c. Peran pemerintah di Amerika Serikat pada tingkat federal adalah sebagai<br />
fasilitator bagi berkembangnya UKM.<br />
d. <strong>Negara</strong> bagian dan kota bertanggung jawab dalam melakukan pengukuran<br />
untuk menarik investasi yang akan dilaksanakan di daerah tersebut.<br />
e. Asosiasi Usaha mempunyai peranan yang penting bagi konsultansi kebijakan<br />
untuk UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
65
BAB IV<br />
ANALISIS KOMPARATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN UKM<br />
DI BEBERAPA NEGARA<br />
4.1. Analisis Komparatif Vitalisasi UKM<br />
Berbagai konsep kebijakan pengembangan UKM yang telah disampaikan<br />
di atas memiliki perbedaan dan persamaan. Dalam bagian ini akan disampaikan<br />
analisis komparatif vitalisasi kebijakan pengembangan UKM diberbagai negara.<br />
UKM di Thailand memegang peran yang amat penting karena sebagian<br />
pendapatan negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan penambahan nilai<br />
ekspor UKM dari beberapa sektor seperti tekstil dan garmen, keramik, batu-<br />
batuan dan perhiasan, industri pertanian, industri furnitur kayu, dan produksi<br />
kulit. Selain itu peningkatan ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung,<br />
seperti industri besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan<br />
barang elektronik serta packaging (pengepakan barang).<br />
Peranan dan kedudukan UKM di Indonesia juga sangat penting dan strategis<br />
karena UKM sebagai wadah ekonomi rakyat yang tersebar di seluruh wilayah.<br />
Oleh karena itu pemberdayaan UKM merupakan prioritas dan sangat vital dalam<br />
mempercepat pembangunan daerah, meningkatkan daya saing, serta<br />
memperkokoh ketahanan ekonomi nasional. Hal ini terlihat dari peranan UKM<br />
sejak terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 yang ditandai oleh rontoknya<br />
hegemoni kekuatan usaha-usaha besar.<br />
Semenjak krisis moneter, ekonomi Indonesia telah tumbuh sebesar 4,8%<br />
tahun 2000 yaitu dari minus 14% pada awal krisis di tahun 1998 menjadi 3%<br />
pada akhir tahun 1999. Dalam pertumbuhan tersebut UKM memiliki peranan<br />
yang dominan dan terus meningkat, sebab pada periode tersebut peran UKM<br />
dalam penyerapan tenaga kerja nasional meningkat dari 99,4 % menjadi 99,47%<br />
dengan kontribusinya dalam pembentukan pendapatan domestik bruto (PDB)<br />
sebesar 57,72%.<br />
Begipula halnya dengan Jepang, UKM mempunyai peran yang amat penting<br />
dalam membantu pertumbuhan ekonomi Jepang, baik dari segi financial maupun<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
66
dari segi penyerapan tenaga kerja. Jumlah UKM di Jepang pada tahun 1996<br />
adalah 5,09 juta usaha yang merupakan 99,7 % dari keseluruhan kegiatan usaha<br />
di Jepang yaitu 5,10 juta usaha. Sedangkan saham penjualan pada usaha<br />
industri manufaktur yang dimiliki UKM pada tahun 1997 adalah sebesar 50,8%.<br />
Sedangkan pada industri ritel saham penjualan UKM sebesar 75,7 %. Selain<br />
dari segi jumlah usaha dan pemilikan saham penjualan, UKM juga memegang<br />
peranan yang penting dalam penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 1996, UKM<br />
di Jepang menyerap 32,7 juta pekerja. Ini berarti sekitar 71 % dari total<br />
keseluruhan tenaga kerja di Jepang yang berjumlah 46 juta pekerja.<br />
UKM juga merupakan usaha yang amat vital di Taiwan karena walaupun<br />
terjadi perubahan-perubahan lingkungan baik internal maupun eksternal yang<br />
dapat mempengaruhi perekonomian di Taiwan, kinerja UKM Taiwan malah<br />
menunjukkan pertumbuhan yang positif pada tahun 1999, terutama dalam hal<br />
pertumbuhan jumlah UKM-nya yaitu 1.060.738 UKM (97,73% dari total<br />
1.085.430 usaha dan persentase peningkatannya 1,49%), jumlah tenaga<br />
kerjanya 7.344.000 orang (total tenaga kerja 9.668.000 orang dan persentase<br />
peningkatannya 0,04%) dan jumlah pajak pertambahan nilai yang dibayarkan<br />
(persentase peningkatannya 3,33%) serta jumlah penjualan domestik yang terus<br />
meningkat.<br />
UKM juga memegang peran yang penting di Korea Selatan terutama<br />
dalam hal penyerapan tenaga kerja. Jumlah UKM di Korea Selatan pada akhir<br />
tahun 1998 adalah sekitar 2,6 juta yang mewakili 99,2 % dari keseluruhan usaha<br />
di Korea Selatan dengan jumlah pekerja sebesar 7,65 juta orang yaitu 75,3 %<br />
dari total jumlah tenaga kerja di Korea Selatan.<br />
Begitupula di Malaysia, UKM sangat berperan dalam meningkatkan daya<br />
saing melalui pendalaman dan perluasan jaringan industri serta peningkatan<br />
produktivitas. Selain itu UKM juga merupakan bagian integral dan dinamis dari<br />
proses industri di Malaysia. Peran UKM yang tidak kalah pentingnya adalah<br />
menurunkan angka impor terhadap barang menengah dan pokok. Kontribusi<br />
UKM terhadap perekonomian nasional adalah pada penyerapan tenaga kerja<br />
yaitu sebesar 29,9%, pajak nilai tambah sebesar 20,1 % dan total output sebesar<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
67
15,8 %. Sedangkan kontribusi sektor UKM yaitu bidang makanan dan minuman<br />
sebesar 20%; produk metal, mesin dan peralatan berat 18 %; produk kayu 17 %;<br />
garmen 12% produk kimia, minyak, plastik, dan karet 11 % dan produk lainnya<br />
22%.<br />
Sedangkan pemerintah Amerika Serikat juga amat mendukung bagi<br />
peningkatan perkembangan UKM. Cara yang dilakukan pemerintah Amerika<br />
Serikat (AS) yaitu dengan mewajibkan perusahaan besar untuk mendorong UKM<br />
berkembang dengan cara hasil produk UKM menjadi salah satu sumber produksi<br />
perusahaan besar. Dalam Handbook for Small Business yang dikeluarkan oleh<br />
pemerintah Amerika Serikat, terungkap bahwa sebanyak 99,7 % dari semua<br />
usaha di AS adalah industri kecil dan 55 % dari usaha tersebut merupakan<br />
usaha perorangan. Selain itu usaha kecil tersebut menyumbang sekitar 43 %<br />
dari gross national product (GNP) Amerika Serikat (Ismawan, 2001).<br />
Dari analisis komparatif di atas dapat dikatakan bahwa UKM memegang<br />
peranan yang vital dalam pertumbuhan perekonomian di beberapa negara dan<br />
peran UKM yang sangat dominan adalah dalam penyerapan tenaga kerja karena<br />
jumlah rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />
keseluruhan usaha. Selain itu, UKM juga memberikan kontribusi terhadap produk<br />
domestik bruto negara-negara tersebut. Dengan demikian sektor UKM<br />
mempunyai peran yang vital dalam peningkatan pertumbuhan perekonomian<br />
suatu negara.<br />
4.2. Analisis Komparatif Konsep Kebijakan Pengembangan UKM<br />
Dalam menganalisis konsep kebijakan pengembangan UKM dapat dilihat<br />
dari beberapa aspek yaitu yang pertama adalah pada dataran konsep kebijakan.<br />
Konsep kebijakan pengembangan UKM perlu dibuat agar tetap konsisten.<br />
Thailand, Jepang ,Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat<br />
memiliki platform kebijakan yang jelas dalam mengembangkan UKM.<br />
Aspek yang kedua adalah pandangan umum terhadap kebijakan UKM.<br />
Kebijakan UKM di Indonesia kadangkala membingungkan yang dapat dipandang<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
68
sebagai kebijakan ekonomi dan juga sebagai kebijakan kesejahteraan. Taiwan,<br />
Jepang, Korea Selatan, dan Amerika memandang kebijakan UKM dalam konteks<br />
untuk usaha orientasi ekspor. Sedangkan Thailand dan Malaysia memandang<br />
kebijakan UKM sebagai kebijakan dengan pendekatan bisnis.<br />
Aspek yang ketiga adalah institusi pemerintah. Ada dualisme institusi<br />
pemerintah yang menangani UKM yaitu Menteri <strong>Negara</strong> Koperasi dan PKM dan<br />
Departemen Perindustrian dan Perdagangan. Hanya satu institusi pemerintah<br />
yang menangani UKM di Jepang, Taiwan, Amerika, Korea Selatan, Malaysia dan<br />
Thailand dan negara tersebut mendelegasikan kepada institusi profesional<br />
lainnya.<br />
Aspek yang keempat adalah peranan pemerintah. Peran pemerintah<br />
Indonesia terlibat langsung dalam masalah teknis pelaksanaan UKM. Di negara<br />
Malaysia, Taiwan, Jepang, Thailand, Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang<br />
menangani masalah teknis UKM adalah institusi yang profesional dan peran<br />
pemerintah hanya sebagai fasilitator.<br />
Aspek yang kelima adalah kebijakan terhadap pasar terbuka. Pemerintah<br />
Indonesia belum mempunyai keinginan dan ragu untuk melaksanakan kebijakan<br />
pasar terbuka. Malaysia, Taiwan, Amerika, Jepang, Malaysia dan Thailand<br />
sudah siap untuk ikut serta berkompetisi untuk meraih era perdagangan bebas.<br />
Aspek keenam adalah kebijakan perdagangan domestik. Perdagangan<br />
domestik mengalami penurunan karena banyak gangguan atau distorsi. Thailand<br />
menjamin arus barang, Amerika mengeluarkan undang-undang perdagangan<br />
antar negara bagian.<br />
Aspek yang ketujuh adalah asosiasi dan kamar dagang. Asosiasi dan KADIN<br />
belum secara efektif membantu UKM di Indonesia. Malaysia, Jepang<br />
mempunyai beberapa KADIN dan KADINDA. Thailand mempunyai otonomi<br />
perdagangan.<br />
Aspek kedelapan adalah pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Adanya<br />
tekanan untuk memberikan subsidi kredit kepada UKM. Jepang, Korea Selatan<br />
dan Amerika memperlakukan UKM sama dengan usaha besar dalam hal<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
69
pemberian kredit. Malaysia melaksanakan pemberian program kredit secara<br />
profesional.<br />
Aspek yang terakhir adalah status hukum UKM. Status hukum UKM<br />
merupakan hambatan bagi UKM di Indonesia. Di Malaysia, Jepang, Taiwan,<br />
Malaysia, Korea Selatan dan Amerika untuk mengurus dan mendapatkan ijin<br />
usaha membutuhkan waktu yang tidak begitu lama, sekitar satu minggu.<br />
Rekomendasi jangka pendeknya adalah memberikan kewenangan kepada<br />
pemerintah daerah untuk memberikan ijin usaha.<br />
Selain itu analisis komparatif strategi kebijakan pengembangan UKM dapat<br />
dideskripsikan sebagai berikut:<br />
Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan oleh<br />
negara Indonesia yaitu definisi dari BPS, BI, Depperindag, BKPM dan UU No. 9<br />
tahun 95, menjadi salah satu faktor yang membuat sektor ini terkesampingkan.<br />
Di negara lain, seperti Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia,<br />
definisi UKM amat jelas dibedakan dari segi batas jumlah tenaga kerja dan<br />
jumlah modal yang dimiliki oleh UKM, kecuali Amerika Serikat yang hanya<br />
membatasi dari segi jumlah tenaga kerjanya saja.<br />
Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />
UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />
dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />
rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />
keseluruhan usaha. Selain itu sektor UKM memberikan kontribusi yang nyata<br />
dalam penambahan PDB negara – negara tersebut. Dengan demikian peran<br />
UKM sangat vital dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara.<br />
Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />
persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di negara Thailand, Jepang,<br />
Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Secara umum perbedaan<br />
kebijakan pengembangan UKM terdiri dari segi pendanaan dan keuangan,<br />
teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk, pemasaran dan promosi<br />
produk UKM, serta pengembangan sumber daya manusia sektor UKM.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
70
Salah satu perbedaan yang paling mendasar adalah adanya institusi<br />
tersendiri yang menangani kebijakan UKM di beberapa negara, seperti SMBA<br />
(Korea Selatan), SMEA (Taiwan), SBA (Amerika), SMIDEC (Malaysia), SME<br />
promotion commision (Thailand) dan JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia<br />
ada dua yaitu MenegKop dan PKM dan Depperindag, yang kadangkala<br />
menimbulkan dualisme kebijakan yang saling tumpang tindih.<br />
Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dan lembaga penelitian<br />
dalam mengembangkan UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan<br />
Thailand. Indonesia, Malaysia dan Amerika belum melibatkan peran universitas<br />
dan lembaga penelitian dalam pengembangan UKM.<br />
Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan,<br />
Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada<br />
UKM selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand<br />
mendapat bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri.<br />
UKM di Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />
Program kegiatan yang dilaksanakan di Indonesia berupa pemberian kredit<br />
secara umum, sedangkan Thailand, Taiwan, Jepang, Korea Selatan, Malaysia<br />
dan Amerika mempunyai program yang lebih variatif, seperti insentif pajak, dana<br />
pemulihan ekonomi, dan modal ventura (Thailand), subsidi bunga, kredit modal<br />
usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan USA), kredit<br />
investasi, subsidi nilai tukar (Korea Selatan), insentif pajak, bantuan promosi<br />
ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />
peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />
Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />
produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />
kepada teknologi tepat guna. Sedangkan Thailand, Jepang, Taiwan, Korea<br />
Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi UKM berorientasi kepada<br />
teknologi informasi, teknologi modern yang mengedepankan inovasi serta hak<br />
kekayaan intelektual dan paten.<br />
Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
71
elum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />
namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />
Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />
mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />
internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />
commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />
Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />
commerce dalam pemasaran UKM.<br />
Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, pendidikan dan<br />
pelatihan (Diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />
oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM-nya<br />
Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />
kewirausahawan dan Diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />
Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada Diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />
tingkatannya, misalnya Diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />
Amerika), TOT (Jepang dan Taiwan), Diklat pemanfaatan teknologi maju (Korea<br />
Selatan, Malaysia dan Amerika).<br />
Untuk lebih jelasnya secara ringkas perbedaan dan persamaan model<br />
pengembangan UKM di beberapa negara digambarkan dalam matriks berikut ini.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
72
A. Definisi UKM<br />
Thailand<br />
Aset Usaha<br />
Kecil maks. 50<br />
juta baht.<br />
Tenaga Kerja<br />
maks.50 org.<br />
Aset Usaha<br />
Menengah 51<br />
– 200 juta<br />
Baht<br />
Tenaga Kerja.<br />
51-200 orang.<br />
Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />
Aset usaha<br />
kecil max. 200<br />
juta dan<br />
Tenaga kerja<br />
Usaha Kecil 5-<br />
19 orang.<br />
Usaha<br />
menengah<br />
asetnya max 1<br />
milyar, Tenaga<br />
Kerja Usaha<br />
Menengah 20 –<br />
99 orang.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
1. Whole Sale<br />
Tenaga Kerja maks<br />
100 org. Modal maks<br />
100 juta Yen<br />
2. Retail<br />
Tenaga Kerja maks<br />
50 org. Modal maks<br />
50 juta Yen<br />
3. Industri<br />
Tenaga Kerja maks<br />
300 org. Modal maks<br />
300 juta Yen<br />
4. Jasa<br />
Tenaga Kerja maks<br />
100 org Modal maks<br />
50 juta Yen<br />
1. Industri,<br />
Konstruksi dan<br />
Jasa Modal<br />
maks 80 juta<br />
$NT Tenaga<br />
Kerja maks. 200<br />
orang<br />
2. Bisnis lainya<br />
Asset maks 100<br />
juta NT $ dan<br />
Tenaga Kerja<br />
maks 50 orang.<br />
1. Industri<br />
manufaktur<br />
Tenaga Kerja<br />
maks 300 org<br />
dan modal 6,7<br />
juta US$<br />
2. Jasa Tenaga<br />
Kerja maks 30<br />
orang dan<br />
modal 1,6 juta<br />
US$<br />
3. Pertanian,<br />
perikanan<br />
Tenaga Kerja<br />
maks 50 org dan<br />
modal 4 juta<br />
US$<br />
4. Pertambangan<br />
Tenaga Kerja<br />
maks 300 orang<br />
dan modal maks<br />
2,5 juta US $<br />
Manufaktur<br />
Tenaga Kerja<br />
maks 150 orang<br />
dan modal maks.<br />
25 juta RM<br />
73<br />
Semua usaha<br />
yang mempunyai<br />
jumlah tenaga<br />
kerja kurang dari<br />
500 orang disebut<br />
usaha kecil.
B. Pendanaan dan Keuangan UKM<br />
Thailand<br />
1. Sumber<br />
dana<br />
a. Dana Masy<br />
b. APBN<br />
c. Bank<br />
d. Bank luar<br />
negeri<br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Bank Pemb.<br />
UKM<br />
b. SICGC<br />
c. SIFC<br />
d. Komisi<br />
promosi<br />
UKM<br />
3. Program<br />
a. MAI<br />
b. SME Equity<br />
Fund<br />
c. Modal<br />
Ventura<br />
d. Economy<br />
recovery<br />
Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />
1. Sumber<br />
1. Sumber Dana 1. Sumber Dana 1. Sumber Dana 1. Sumber 1.Sumber dana<br />
a. Dana Masy. a.Dana Masy. a. Dana Masy a. Dana Masy. dana<br />
b. APBN<br />
b. APBN<br />
b. APBN<br />
b. APBN a.Dana masy a. Dana masy.<br />
c. Laba BUMN c. Penyertaan c. Penyertaan c.Penyertaan b. APBN b. APBN<br />
d. Bank<br />
Usaha Besar<br />
Usaha Besar<br />
Usaha Besar c.penyertaan c. Penyertaan<br />
Usaha Besar usaha besar<br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Bank Umum<br />
b. Non Bank<br />
1. PNM<br />
2. KSPVSP<br />
3. KPI<br />
4.Modal ventur<br />
5. LPD, SPR<br />
c.Lembg. Penjam<br />
1. Askrindo<br />
2. Sarana<br />
Pengembangan<br />
Usaha<br />
d. LKM<br />
3. Program<br />
a. KUKM<br />
b. KKPA<br />
c. Dana Kredit<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Bank Umum<br />
b. Bank Khusus<br />
UKM<br />
c. People Finance<br />
Corporation<br />
d. JCGC<br />
e. Pasar Modal<br />
f. Asuransi<br />
(SBCIC)<br />
g. JFCS<br />
h. IPC<br />
i.JASMEC<br />
j.NAPSE<br />
3. Program<br />
a. Subsidi bunga<br />
b. Kredit Investasi<br />
c. Jaminan kredit<br />
yang bangkrut<br />
d. Kredit Modern.<br />
e. Modal Usaha<br />
f. subkontrak<br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Bank Umum<br />
b. Bank Khusus<br />
UKM<br />
c. Pasar Modal<br />
d. Asuransi<br />
e. SMEA<br />
f. ISC<br />
g.SMECGF<br />
h.EYDF<br />
3. Program<br />
a. Modal Usaha<br />
Pemula<br />
b. Kredit Investasi<br />
c. Jaminan Kredit<br />
yang bangkrut<br />
d. Kredit<br />
Modernisasi<br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Bank Umum<br />
b. Bank Khusus<br />
UKM<br />
c. People Finan-<br />
ce Corporation<br />
d. Pasar Modal<br />
e. Asuransi<br />
f. SMBA<br />
g. SMIPC<br />
3. Program<br />
a. Modal Usaha<br />
Pemula<br />
b. Kredit Investa-<br />
si<br />
c. Jaminan<br />
Kredit yang<br />
bangkrut<br />
2. <strong>Lembaga</strong><br />
a. ITAF<br />
b. Bank<br />
Industri<br />
c. Bank<br />
Pembangu<br />
an<br />
d. SMIDEC<br />
3. Program<br />
a. Perencaan<br />
pengemba<br />
ngan<br />
usaga<br />
b. Kredit<br />
peningkat<br />
an kualitas<br />
74<br />
2.<strong>Lembaga</strong><br />
a. SBA<br />
b. OSCS<br />
c. FEMA<br />
d. Pasar modal<br />
e. SBLC<br />
f. Exim Bank<br />
3.Program<br />
a. Pinjaman mikro<br />
b. Pinjaman<br />
usaha<br />
c. Pinjaman<br />
Modal usaha<br />
d. Pendanaan<br />
perdagangan
fund<br />
e. Jaminan<br />
kredit<br />
f. Insentif<br />
pajak<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
e. YELS<br />
f. Modal ventura<br />
g. Insentif pajak<br />
h. SMEDF<br />
i. MGS<br />
d. Kredit<br />
Modernisasi<br />
e. Subsidi Nilai<br />
Tukar<br />
(khusus)<br />
produk<br />
c. Sertifikasi<br />
peningkat<br />
an<br />
produktifit<br />
as<br />
d. Bantuan<br />
rehabilitasi<br />
75
C.Teknologi dalam rangka peningkatan kualitas produk.<br />
Thailand<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Perg.<br />
Tinggi<br />
b. Sentra<br />
industri<br />
c. Inkubator<br />
2. Program<br />
a.Inkubator<br />
b. pelatihan<br />
c.desain<br />
3. Orientasi<br />
a. IT<br />
b. Inovasi/<br />
paten<br />
Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Perguru. Tinggi<br />
b. Balai Penelitian<br />
c. Sentra-sentra<br />
Industri<br />
d. BPPT<br />
e. Incubator kearah<br />
Manajemen<br />
2. Program<br />
a. Incubasi<br />
b. Magang ke LN<br />
c. Pelatihan<br />
d.Desain<br />
e.mutu produk<br />
3. Orientasi<br />
a. Teknologi<br />
tepat guna<br />
b. IT<br />
c. HAKI (sedang<br />
dikembangkan)<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Perguruan<br />
tinggi<br />
b. Institute<br />
technology<br />
c. Incubator<br />
center<br />
d. Science park<br />
2. Program<br />
a. Desain<br />
b. incubasi<br />
c. magang dlm<br />
negeri<br />
d. pelatihan<br />
3. Orientasi<br />
a. Hitech<br />
(manufaktur)<br />
b. IT<br />
c. Inovasi/paten<br />
(HaKI)<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. PT<br />
b. Inst. Tech<br />
c. Incub.cen<br />
ter<br />
d. Science<br />
park<br />
e. MITUST<br />
2. Program<br />
a. Desain<br />
b. Incubasi<br />
c. Magang Dalam<br />
negeri<br />
d. Pelatihan<br />
3. Orientasi<br />
a. Hitech<br />
(Manufaktur)<br />
b. IT<br />
c. Inovasi/Paten<br />
(HaKI)<br />
1. lembaga<br />
a. Perguruan tingi<br />
b Institute<br />
technology<br />
c Incubator<br />
center<br />
d Science park<br />
2. Program<br />
a Desain<br />
b Incubasi<br />
c Magang Dalam<br />
negeri<br />
d Pelatihan<br />
3. Orientasi<br />
a Hitech<br />
(Manufaktur)<br />
b IT<br />
c Inovasi/Paten<br />
(HaKI)<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Perg.tinggi<br />
b. Swasta<br />
c. Outsourcing<br />
d. Incubator<br />
center<br />
2. Program<br />
a. melek<br />
teknologi<br />
b. lokakarya<br />
c. seminar<br />
d. technolgy<br />
acquisition<br />
e. pengembang<br />
an teknologi<br />
3. orientasi<br />
a. Hi tech.<br />
b. IT<br />
c. Komputerisa<br />
si<br />
d. Inovasi/pate<br />
n<br />
76<br />
1.<strong>Lembaga</strong><br />
a. Pem.<br />
Federal<br />
b. Swasta<br />
c. Outsoring<br />
d. IT<br />
2.Program<br />
a. Survey<br />
b. Pelatihan<br />
c. Pengaman.<br />
Infomasi<br />
d. STTR<br />
e. Sistem<br />
pengawas.<br />
f. e-commerce<br />
g. e-govern.<br />
3.orientasi<br />
a. IT<br />
b. Hitech<br />
c. Inovasi
D. Pemasaran dan Promosi<br />
Thailand<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Kantor<br />
promosi<br />
UKM<br />
b. Komisi<br />
promosi<br />
UKM<br />
c. Swasta<br />
d. Pemerintah<br />
2. Program<br />
a. Perencana<br />
an<br />
promosi<br />
b. MAI<br />
c. Pameran<br />
d. Pasar<br />
internasio<br />
nal<br />
Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. BPEN<br />
b. PT Sarinah<br />
c. Pusat<br />
informasi<br />
pemasaran<br />
(Deperinda<br />
g)<br />
d. Trading<br />
house<br />
(swasta)<br />
2. Program<br />
a. Misi<br />
dagang<br />
b. Pameran<br />
(LN/DN)<br />
c. Pemasaran<br />
bersama<br />
d. Subsidi<br />
program<br />
ekspor<br />
e. Bursa<br />
komoditas<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Jetro<br />
b. Trading House<br />
(pem./swasta)<br />
c. NCPI SME<br />
d. KADIN<br />
e. NFCIC<br />
f. NFPSD<br />
2. Program<br />
a. Pameran<br />
b. Dumping<br />
c. Bursa<br />
komoditas<br />
d. Aliansi strategis<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. TETO (Taiwan<br />
Economic & Trade<br />
Organization)<br />
b. CSD (Center for<br />
Synergic<br />
Development)<br />
c. ITRI (Industrial<br />
Tech. Research<br />
Institute)<br />
d. ISC<br />
e. SMESN<br />
f. EPST<br />
g. IPST<br />
2. Program<br />
a. Misi dagang<br />
investasi<br />
b. Aliansi strategis<br />
c. Cooperative<br />
exchange<br />
Program<br />
d. Bursa komoditas<br />
e. e.commerce.<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. SMBA (Small<br />
Medium Business<br />
Administration<br />
b. KITA (Korean<br />
Information Trade<br />
Association)<br />
c. KOTRA (Korea<br />
Trade Investment<br />
Promotion<br />
Agency)<br />
d. KEIC (Korea<br />
Export Insurance<br />
Cooperation)<br />
2. Program<br />
a. Promosi ekspor<br />
UKM<br />
b. Subsidi promosi<br />
ekspor<br />
c. E-government to<br />
business<br />
d. Asuransi ekspor<br />
e. Penyiapan<br />
website UKM<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. SMIDEC<br />
b. MARTRADE<br />
c. Swasta<br />
2. Program<br />
a. promosi ekspor<br />
b. Jaringan usaha<br />
c. Misi dagang<br />
internasional<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. SBA<br />
b. USEAC<br />
c. BIC<br />
d. SBIC<br />
e. SBDC<br />
f. ETAP<br />
77<br />
2.Program<br />
a. Promosi ekspor<br />
b. jaringan usaha<br />
c. e-commerce<br />
d. e-government to<br />
business
E. Pengembangan SDM<br />
Thailand<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Pusat<br />
promosi<br />
b. BLK<br />
2. Promosi<br />
a. Kewirausa<br />
haan<br />
b. Pelatihan<br />
c. Konsultasi<br />
Indonesia Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia Amerika<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Pusat<br />
pelatihan<br />
ekspor<br />
b. Balai latihan<br />
kerja<br />
c. Balatkop<br />
dan UKM<br />
2. Program<br />
a. Kewirausah<br />
aan<br />
b. Manajemen<br />
c. Pelatihan<br />
ekspor<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. Jasmec<br />
b. Training institute<br />
2. Program<br />
a. Pelatihan TOT<br />
b. Pelatihan<br />
konsultan<br />
c. Pelatihan<br />
evaluator<br />
d. Pelatihan peningk.<br />
Kemamp. UKM<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. CSD (Center for<br />
Synergy<br />
Development)<br />
b. ITRI (Industrial<br />
Tech Research<br />
Institute)<br />
c. SMESC<br />
d. SMETC<br />
2. Program<br />
a. Pelatihan TOT<br />
b. Pelatihan<br />
konsultan<br />
c. Pelatihan<br />
evaluator<br />
d. Pelatihan<br />
peningkatan<br />
kemampuan<br />
UKM<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. KINITI (Korea<br />
Institute of<br />
Industry &<br />
Information)<br />
b. KIDP (Korea<br />
Institute of<br />
Industrial Design<br />
Development)<br />
2. Program<br />
a. Pengembangan<br />
desain ekspor<br />
b. Pengembangan<br />
teknologi<br />
produksi<br />
c. Penyiapan<br />
teknologi<br />
informasi UKM<br />
d. Pemberdayaan<br />
UKM wanita<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. SMIDEC<br />
2. Program<br />
a. Pelatihan<br />
b. Pengembang.<br />
Teknologi<br />
produksi<br />
1. <strong>Lembaga</strong><br />
a. SBA<br />
b. SBDC<br />
78<br />
2. Program<br />
a. pelatihan<br />
b. pengembang<br />
an teknologi<br />
informasi<br />
c. implementasi<br />
HR<br />
management<br />
d. leadership<br />
course<br />
e. pemberdaya.<br />
UKM wanita
BAB V<br />
PENUTUP<br />
Dalam bagian ini dikemukakan kesimpulan umum model vitalisasi UKM di<br />
beberapa negara dan rekomendasi strategi kebijakan pengembangan UKM yang<br />
dapat diterapkan oleh pengambil keputusan di Indonesia.<br />
5.1. Kesimpulan<br />
Dari paparan pada Bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa UKM<br />
dibeberapa negara mempunyai peranan yang vital dalam pertumbuhan<br />
perekonomian di beberapa negara dan peran UKM yang sangat dominan adalah<br />
dalam penyerapan tenaga kerja karena jumlah rata-rata UKM dibeberapa negara<br />
adalah sekitar lebih dari 90% dari total keseluruhan usaha dan kontribusi sektor<br />
UKM dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara pembanding.<br />
Lemahnya tekanan-tekanan terhadap perumus kebijakan publik agaknya<br />
terkait dengan pemahaman tentang UKM itu sendiri yang masih simpang siur.<br />
Beragamnya pemahaman, terutama definisi UKM yang dikeluarkan oleh<br />
Indonesia dari BPS, BI, Depperindag, BKPM dan UU No. 9 tahun 1995, menjadi<br />
salah satu faktor yang membuat sektor ini terkesampingkan. Di negara lain,<br />
seperti Thailand, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia, definisi UKM<br />
amat jelas dibedakan dari segi batas jumlah tenaga kerja dan jumlah modal yang<br />
dimiliki oleh UKM, kecuali Amerika Serikat yang hanya membatasi dari segi<br />
jumlah tenaga kerjanya saja.<br />
Peminggiran UKM tersebut merupakan suatu hal yang amat ironis karena<br />
UKM menyangkut kepentingan sebagian besar lapisan masyarakat sehubungan<br />
dengan peran UKM dalam penyerapan tenaga kerja. Hal ini terlihat dari jumlah<br />
rata-rata UKM dibeberapa negara adalah sekitar lebih dari 90% dari total<br />
keseluruhan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Selain itu sektor UKM<br />
memberikan kontribusi yang nyata dalam penambahan PDB negara-negara<br />
tersebut. Dengan demikian peran UKM sangat vital dalam pertumbuhan<br />
perekonomian suatu negara.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
79
Kebijakan pengembangan UKM di Indonesia memiliki perbedaan dan<br />
persamaan dengan kebijakan yang diterapkan di negara Thailand, Jepang,<br />
Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat. Perbedaan yang paling<br />
mendasar adalah adanya institusi tersendiri yang menangani kebijakan UKM di<br />
beberapa negara, seperti SMBA (Korea Selatan), SMEA (Taiwan), SBA<br />
(Amerika), SMIDEC (Malaysia), SME promotion commision (Thailand) dan<br />
JASMEC (Jepang), sedangkan di Indonesia ada dua yaitu MenegKop dan PKM<br />
dan Depperindag.<br />
Selain itu beberapa negara melibatkan universitas dalam mengembangkan<br />
UKM seperti Jepang, Taiwan, Korea Selatan dan Thailand. Indonesia, Malaysia<br />
dan Amerika belum melibatkan peran universitas dalam pengembangan UKM.<br />
Dari segi pendanaan dan keuangan, usaha besar di Jepang, Taiwan, Korea<br />
Selatan, Malaysia dan Amerika Serikat memberikan bantuan dana kepada UKM<br />
selain dari APBN, dan dana masyarakat. Sedangkan UKM di Thailand mendapat<br />
bantuan pendanaan dari sektor perbankan dalam dan luar negeri. UKM di<br />
Indonesia mendapatkan bantuan dari sektor perbankan dan laba BUMN.<br />
Program kegiatan pendanaan UKM yang dilaksanakan di Indonesia berupa<br />
pemberian kredit secara umum dan insentif pajak, sedangkan Thailand, Taiwan,<br />
Jepang, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika mempunyai program yang lebih<br />
variatif, seperti insentif investasi, dana pemulihan ekonomi, dan SME equity fund<br />
(Thailand), subsidi bunga, kredit modal usaha, jaminan kredit (Jepang, Korea<br />
Selatan, Taiwan dan USA), kredit investasi, (Jepang, Taiwan, Korea Selatan),<br />
subsidi nilai tukar (Korea Selatan) pendanaan perdagangan, bantuan promosi<br />
ekspor (USA), bantuan perencanaan dan pengembangan usaha, kredit<br />
peningkatan kualitas produk, bantuan rehabilitasi usaha (Malaysia).<br />
Dari segi pengembangan teknologi dalam rangka peningkatan kualitas<br />
produk, Indonesia menggalakkan penggunaan teknologi yang berorientasi<br />
kepada teknologi tepat guna dan teknologi informasi. Sedangkan Thailand,<br />
Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Malaysia dan Amerika penggunaan teknologi<br />
UKM berorientasi kepada teknologi modern dan high technology yang<br />
mengedepankan inovasi serta hak kekayaan intelektual dan paten.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
80
Dari segi pemasaran dan promosi produk UKM, Indonesia dan Thailand<br />
belum sepenuhnya beorientasi pada pemasaran produk untuk orientasi ekspor,<br />
namun masih mengandalkan pasar domestik. Sedangkan Jepang, Taiwan,<br />
Korea Selatan, Malaysia dan Amerika seimbang dalam memasarkan dan<br />
mempromosikan produknya baik kepada pasar domestik maupun pasar<br />
internasional (export oriented). Pemanfaatan teknologi informasi, seperti e-<br />
commerce sudah diterapkan oleh Amerika, Taiwan, Jepang dan Korea Selatan.<br />
Sedangkan Indonesia, Thailand dan Malaysia masih menjajagi pemakaian e-<br />
commerce dalam pemasaran UKM.<br />
Dari segi pengembangan sumber daya manusia UKM, pendidikan dan<br />
pelatihan (diklat) bagi pegawai UKM merupakan hal yang dominan dilakukan<br />
oleh semua negara pembanding. Dalam meningkatkan kualitas SDM- nya<br />
Indonesia dan Thailand masih memfokuskan pada peningkatan jiwa<br />
kewirausahawan dan diklat ekspor. Sedangkan Jepang, Taiwan, Korea Selatan,<br />
Malaysia dan Amerika sudah mengarah kepada diklat yang sifatnya lebih tinggi<br />
tingkatannya, misalnya diklat konsultansi (Thailand, Jepang, Taiwan, dan<br />
Amerika), diklat TOT (Jepang dan Taiwan), diklat pemanfaatan teknologi maju<br />
(Korea Selatan, Malaysia dan Amerika), diklat pemberdayaan UKM bagi wanita<br />
(Taiwan dan Amerika), diklat kepemimpinan (Amerika).<br />
5.2. Rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di Indonesia<br />
Jika menyimak dari perbandingan konsep kebijakan pengembangan UKM di<br />
berbagai negara yang sudah dipaparkan di atas, tampaknya masih banyak<br />
upaya yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dalam mengembangkan<br />
UKM. Oleh karenanya rekomendasi strategi kebijakan pengembangan UKM<br />
untuk pemerintah adalah sebagai berikut:<br />
a. Rekomendasi kebijakan untuk tataran konsep kebijakan pengembangan UKM<br />
di Indonesia. Rekomendasi kebijakan jangka pendek adalah diperlukan<br />
koordinasi antar institusi pemerintah untuk tetap memiliki konsistensi dalam<br />
membuat konsep kebijakan. Sedangkan dalam jangka panjang perlu adanya<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
81
perubahan terhadap undang-undang usaha kecil yang memasukan platform<br />
kebijakan dan yang melibatkan semua stakeholders (pihak terkait).<br />
b. Rekomendasi kebijakan pandangan umum terhadap kebijakan<br />
pengembangan UKM. Dalam jangka pendek pemerintah perlu membedakan<br />
dengan jelas apakah kebijakan UKM adalah kebijakan ekonomi atau<br />
kebijakan kesejahteraan. Sedangkan kebijakan jangka panjangnya adalah<br />
UKM harus dipandang sebagai unit ekonomi yang dilakukan dengan<br />
pendekatan bisnis.<br />
c. Rekomendasi kebijakan institusi pemerintah. Rekomendasi kebijakan jangka<br />
pendeknya adalah perlu adanya koordinasi yang intensif antara Menteri<br />
<strong>Negara</strong> dan departemen yang menangani UKM. Sedangkan rekomendasi<br />
jangka panjangnya hanya ada satu institusi yang menjadi pembuat kebijakan<br />
UKM.<br />
d. Rekomendasi kebijakan peran pemerintah dalam pengembangan UKM.<br />
Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah masalah teknis UKM<br />
dapat diberikan kepada institusi profesional, misalnya pihak universitas atau<br />
swasta. Peran pemerintah hanya sebagai fasilitator bagi pengembangan<br />
UKM. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />
keterlibatan universitas dan swasta dalam mengembangkan UKM agar<br />
tercapai efektifitas dan efisiensi usaha.<br />
e. Rekomendasi kebijakan pasar terbuka. Rekomendasi jangka pendeknya<br />
adalah pemerintah Indonesia perlu mempromosikan konsep dan ide tentang<br />
pasar bebas terhadap UKM. Dalam jangka panjang pemerintah perlu<br />
mengusahakan agar UKM sedikit demi sedikit mengarahkan pemasaran<br />
produknya kepada pasar regional dan global.<br />
f. Rekomendasi kebijakan perdagangan domestik. Rekomendasi jangka<br />
pendeknya adalah mengurangi masalah perdagangan antar pulau dan antar<br />
daerah. Sedangkan dalam jangka penjangnya adalah pemerintah perlu<br />
menerbitkan undang-undang perdagangan domestik untuk mengurangi atau<br />
menghilangkan gangguan-gangguan dalam melakukan usaha perdagangan.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
82
g. Rekomendasi kebijakan pembentukan asosiasi dan kamar dagang.<br />
Rekomendasi kebijakan jangka pendeknya adalah KADIN harus memberikan<br />
kewenangan kepada KADINDA untuk membantu mengembangkan UKM di<br />
daerah. Dalam jangka panjang pemerintah diharapkan dapat mendukung<br />
usaha untuk mendirikan asosiasi terutama asosiasi UKM.<br />
h. Rekomendasi kebijakan pemberian bantuan keuangan bagi UKM. Dalam<br />
kebijakan jangka pendek pemberian kredit kepada UKM dilakukan secara<br />
profesional. Sedangkan dalam jangka panjang pemerintah perlu mendukung<br />
pertumbuhan institusi keuangan yang efisien dan tidak diskriminatif kepada<br />
UKM.<br />
i. Rekomendasi kebijakan status hukum UKM. Dalam jangka pendek<br />
pemerintah perlu memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk<br />
dapat memberikan ijin usaha. Sedangkan dalam jangka panjang pemberian<br />
ijin perlu dirubah menjadi pemberian register atau tanda daftar kecuali untuk<br />
usaha tertentu.<br />
j. Pengkajian lingkungan usaha kecil menengah dan kebijakan perencanaan<br />
untuk meningkatkan lingkungan tersebut. Dalam hal ini, yang pertama<br />
peranan kepemimpinan pemerintahan dalam mengembangkan sektor UKM<br />
merupakan hal yang paling penting untuk dikaji. Yang kedua pembagian<br />
wewenang antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah dalam<br />
menangani masalah pengembangan UKM.<br />
k. Penerbitan kebijakan yang tepat. Faktor yang terkait dengan hal ini adalah<br />
pembuatan peraturan perdagangan yang transparan dan penegakannya<br />
didukung oleh pihak terkait terutama pihak pengadilan. Selain itu, kebijakan<br />
kompetisi, sistem pajak dan sistem tarif yang menunjang bagi<br />
berkembangnya UKM.<br />
l. Pelaksanaan program pembangunan yang efektif. Hal yang tercakup dalam<br />
lingkup ini adalah menetapkan titik pusat pada program kinerja biaya tinggi.<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
83
Dari rekomendasi kebijakan pengembangan UKM di atas dapat dibuat<br />
gambaran model vitalisasi UKM yang dapat diterapkan di Indonesia sebagai<br />
berikut:<br />
Table 12. Rekomendasi Model Vitalisasi UKM di Indonesia<br />
Strategi pemberdayaan<br />
UKM meliputi<br />
intervensi pemerintah<br />
dalam mengintegrasikan<br />
dan mensinergikan:<br />
1. Institusionalisasi melalui penguatan kelembagaan UKM dan lembaga kebijakan<br />
UKM serta lembaga terkait lainnya<br />
2. Lingkungan yang kondusif melalui penerbitan peraturan perundang-undangan<br />
yang mendukung pengembangan UKM<br />
3. Peningkatan akses pendanaan dan keuangan UKM<br />
4. Penerapan teknologi pada UKM yang mengedepankan peningkatan kualitas<br />
produk UKM, dan teknologi informasi (e-commerce)<br />
5. Peningkatan kualitas SDM<br />
6. Jaringan usaha dan kemitraan UKM dan Usaha besar<br />
7. Orientasi UKM pada pasar regional dan global<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
Ekonomi Kerakyatan yang mandiri dan mampu meningkatkan<br />
pertumbuhan perekonomian nasional dan daya saing bangsa.<br />
84
Daftar Pustaka<br />
Budiman, A. Bido (2001), Searching for better SME, disampaikan pada Seminar Model<br />
Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />
Ezaki, M.(1991). ASEAN Prospects for NIC Status, South East Asian Studies, 28 (4)<br />
136-153<br />
Fukuoka, Tetsu (2001), Japan’s Policy Framework on SME Development, disampaikan<br />
pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />
Ismawan, Indra (2001), Sukses di Era Ekonomi Liberal bagi Koperasi, dan PKM,<br />
Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia<br />
Iwantono, Sutrisno(2001), Konsep Kebijakan Pengembangan Koperasi, UKM Indonesia,<br />
disampaikan pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21<br />
Agustus 2001<br />
Kompas, 17 Juli 2000; 26 Januari 2001; 20 Februari 2001;<br />
Kotler, Philip (1984), Marketing Management: Analysis, Planning and Control,<br />
Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice Hall.<br />
Ministry of Economic Affairs (2000), White papers on SME in Taiwan , Taipei: SMEA<br />
Mustopadidjaja (2001), Paradigma-paradigma pembangunan, Jakarta: Lembga<br />
<strong>Administrasi</strong> <strong>Negara</strong><br />
Print, Murray (1993), Curriculum Development and Design, New South Wales : Allen<br />
and Unwin.<br />
Republika, 18 Maret 2001<br />
Salim, P., dan Salim Y. (1991), Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern<br />
English Press.<br />
Sarasi, Vita (2001), Strategi Pengembangan Bisnis Berbasis Kualitas Produk pada Usaha<br />
Kecil Menengah di Jawa Barat, Usahawan No. 04 ( XXX), 30 – 33<br />
Sarundajang,S.H.(2001), Pemerintah Daerah di Berbagai <strong>Negara</strong>: Sebuah Pengantar,<br />
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan<br />
Shamsuddin,Sheikh Azmi (2001), Small and Medium Industries Development<br />
Corporation, disampaikan pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>,<br />
<strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
85
Sod-Eiam, Prompol (2001), SME Development Policy in Thailand, disampaikan pada<br />
Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />
Steinhoff, D. (1978), Small Business Management Fundamentals, New York: McGraw-<br />
Hill Book Company.<br />
Wie, Thee Kian (1993), Industrial Structure and Small and Medium Enterprise<br />
Development in IndonesiaWorking Papers: Economic Development Institute of The<br />
World Bank<br />
Woo, Kang Si (2001), New Challenges and Opportunities for Korean SMEs, disampaikan<br />
pada Seminar Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong>, <strong>LAN</strong>, Jakarta 21 Agustus 2001<br />
World Bank (2001), Small-and Medium-Scale Enterprise Development,<br />
http:www.worldbank..org/htmlfpd/privatesector/sme.htm<br />
Model Vitalisasi UKM di Berbagai <strong>Negara</strong><br />
86