21.12.2016 Views

analisis-real-i

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Hand Out<br />

MATA KULIAH<br />

ANALISIS REAL I<br />

Disusun Oleh :<br />

La Ode Muhammad Agush Salam<br />

Dipergunakan untuk Mahasiswa S1 Prog. Studi Pend. Matematika Jurusan PMIPA<br />

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />

UNIVERSITAS HALUOLEO<br />

KENDARI<br />

2006<br />

Analisis Real I


Aljabar Himpunan<br />

BAB<br />

1<br />

PENDAHULUAN<br />

Pada bab pertama ini, kita akan membahas beberapa prasyarat yang diperlukan<br />

untuk mempelajari <strong>analisis</strong> <strong>real</strong>. Bagian 1.1 dan 1.2 kita akan mengulang sekilas tentang<br />

aljabar himpunan dan fungsi, dua alat yang penting untuk semua cabang matematika.<br />

Pada bagian 1.3 kita akan memusatkan perhatian pada metoda pembuktian<br />

yang disebut induksi matematika. Ini berhubungan dengan sifat dasar sistem bilangan<br />

asli, dan walaupun penggunaannya terbatas pada masalah yang khusus tetapi hal ini<br />

penting dan sering digunakan.<br />

1.1. Aljabar Himpunan<br />

Bila A menyatakan suatu himpunan dan x suatu unsurnya, kita akan tuliskan<br />

dengan<br />

x∈A,<br />

untuk menyingkat pernyataan x suatu unsur di A, atau x anggota A, atau x termuat<br />

di A, atau A memuat x. Bila x suatu unsur tetapi bukan di A kita tuliskan dengan<br />

x∉A.<br />

Bila A dan B suatu himpunan sehingga x∈A mengakibatkan x∈B (yaitu,<br />

setiap unsur di A juga unsur di B), maka kita katakan A termuat di B, atau B memuat<br />

A atau A suatu subhimpunan dari B, dan dituliskan dengan<br />

A ⊆ B atau B ⊇ A.<br />

Bila A ⊆ B dan terdapat unsur di B yang bukan anggota A kita katakan A subhimpunan<br />

sejati dari B.<br />

Analisis Real I 2


Pendahuluan<br />

1.1.1. Definisi. Dua himpunan A dan B dikatakan sama bila keduanya memuat unsurunsur<br />

yang sama. Bila himpunan A dan B sama, kita tuliskan dengan A = B<br />

Untuk membuktikan bahwa A = B, kita harus menunjukkan bahwa A ⊆ B dan<br />

B ⊆ A.<br />

Suatu himpunan dapat dituliskan dengan mendaftar anggota-anggotanya, atau<br />

dengan menyatakan sifat keanggotaan himpunan tersebut. Kata “sifat keanggotaan”<br />

memang menimbulkan keraguan. Tetapi bila P menyatakan sifat keanggotaan (yang<br />

tak bias artinya) suatu himpunan, kita akan tuliskan dengan<br />

{x⏐P(x)}<br />

untuk menyatakan himpunan semua x yang memenuhi P. Notasi tersebut kita baca dengan<br />

“himpunan semua x yang memenuhi (atau sedemikian sehinga) P”. Bila dirasa<br />

perlu menyatakan lebih khusus unsur-unsur mana yang memenuhi P, kita dapat juga<br />

menuliskannya dengan<br />

{ x∈S⏐P(x)}<br />

untuk menyatakan sub himpunan S yang memenuhi P.<br />

Beberapa himpunan tertentu akan digunakan dalam bukti ini, dan kita akan<br />

menuliskannya dengan penulisan standar sebagai berikut :<br />

• Himpunan semua bilangan asli, N = {1,2,3,...}<br />

• Himpunan semua bilangan bulat, Z = {0,1,-1,2,-2,...}<br />

• Himpunan semua bilangan rasional, Q = {m/n ⎢ m,n ∈ Z, n≠0}<br />

• Himpunan semua bilangan <strong>real</strong>, R.<br />

Contoh-contoh :<br />

(a). Himpunan {x ∈ N ⎢x 2 -3x+2=0}, menyatakan himpunan semua bilangan asli yang<br />

memenuhi x 2 - 3x + 2 = 0. Karena yang memenuhi hanya x = 1 dan x = 2, maka<br />

himpunan tersebut dapat pula kita tuliskan dengan {1,2}.<br />

(b). Kadang-kadang formula dapat pula digunakan untuk menyingkat penulisan himpunan.<br />

Sebagai contoh himpunan bilangan genap positif sering dituliskan dengan<br />

{2x ⎢x∈ N}, daripada {y∈ N ⎢y = 2x, x∈ N}.<br />

Analisis Real I 3


Aljabar Himpunan<br />

Operasi Himpunan<br />

Sekarang kita akan mendefinisikan cara mengkonstruksi himpunan baru dari<br />

himpunan yang sudah ada.<br />

1.1.2. Definisi. (a). Bila A dan B suatu himpunan, maka irisan (=interseksi) dari A ⊂<br />

B dituliskan dengan A∩B, adalah himpunan yang unsur-unsurnya terdapat di A juga<br />

di B. Dengan kata lain kita mempunyai<br />

A∩B = {x ⎢x∈A dan x∈B}.<br />

(b). Gabungan dari A dan B, dituliskan dengan A∪B, adalah himpunan yang unsurunsurnya<br />

paling tidak terdapat di salah satu A atau B. Dengan kata lain kita mempunyai<br />

A∪B = {x ⎢x∈A atau x∈B}.<br />

1.1.3. Definisi. Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong,<br />

dituliskan dengan { } atau ∅. Bila A dan B dua himpunan yang tidak mempunyai unsur<br />

bersama (yaitu, A∩B = ∅), maka A dan B dikatakan saling asing atau disjoin.<br />

Berikut ini adalah akibat dari operasi aljabar yang baru saja kita definisikan.<br />

Karena buktinya merupakan hal yang rutin, kita tinggalkan kepada pembaca sebagai<br />

latihan.<br />

1.1.4. Teorema. Misalkan A,B dan C sebarang himpunan, maka<br />

(a). A∩A = A, A∪A = A;<br />

(b). A∩B = B∩A, A∪B = B∪A;<br />

(c). (A∩B) ∩C = A∩(B ∩C), (A∪B)∪C = A∪(B∪C);<br />

(d). A∩(B∪C) = (A∩B)∪(A∩C), A∪(B ∩C) = (A∪B) ∩ (A∪C);<br />

Kesamaan ini semua berturut-turut sering disebut sebagai sifat idempoten, komutatif,<br />

asosiatif dan distributif, operasi irisan dan gabungan himpunan.<br />

Melihat kesamaan pada teorema 1.1.4(c), biasanya kita tanggalkan kurung dan<br />

cukup ditulis dengan<br />

A∩B ∩C, A∪B∪C.<br />

Analisis Real I 4


Pendahuluan<br />

Dimungkinkan juga untuk menunjukkan bahwa bila {A 1 ,A 2 , ,A n } merupakan koleksi<br />

himpunan, maka terdapat sebuah himpunan A yang memuat unsur yang merupakan<br />

pa-ling tidak unsur dari suatu A j , j = 1,2,...,n ; dan terdapat sebuah himpunan B yang<br />

unsur-unsurnya merupakan unsur semua himpunan A j , j=1,2,...,n. Dengan menanggalkan<br />

kurung, kita tuliskan dengan<br />

A = A 1 ∪A 2 ∪ ∪ A n = {x ⎢x∈A j untuk suatu j},<br />

B = A 1 ∩ A 2 ...∩A n = {x ⎢x∈A j untuk semua j}.<br />

Untuk mempersingkat penulisan, A dan B di atas sering dituliskan dengan<br />

A =<br />

n<br />

U A j<br />

j=<br />

1<br />

B =<br />

n<br />

I A j<br />

j=<br />

1<br />

Secara sama, bila untuk setiap j unsur di J terdapat himpunan A j , maka<br />

U<br />

j∈J<br />

A j<br />

menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya paling tidak merupakan unsur dari salah<br />

satu A j . Sedangkan<br />

semua A j untuk j∈J.<br />

I<br />

j∈J<br />

A j<br />

, menyatakan himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur<br />

1.1.5. Definisi. Bila A dan B suatu himpunan, maka komplemen dari B relatif terhadap<br />

A, dituliskan dengan A\B (dibaca “A minus B”) adalah himpunan yang unsurunsurnya<br />

adalah semua unsur di A tetapi bukan anggota B. Beberapa penulis menggunakan<br />

notasi A - B atau A ~ B.<br />

Dari definisi di atas, kita mempunyai<br />

A\B = {x ∈ A ⎢x ∉ B}.<br />

Seringkali A tidak dinyatakan secara eksplisit, karena sudah dimengerti/disepakati.<br />

Dalam situasi begini A\B sering dituliskan dengan C(B).<br />

1.1.6. Teorema. Bila A,B,C sebarang himpunan, maka A\(B∪C) = (A\B)∩(A\C),<br />

A\(B∩C) = (A\B) ∪(A\C).<br />

Analisis Real I 5


Aljabar Himpunan<br />

Bukti :<br />

Kita hanya akan membuktikan kesamaan pertama dan meninggalkan yang<br />

kedua sebagai latihan bagi pembaca. Kita akan tunjukkan bahwa setiap unsur di<br />

A\(B∪C) termuat di kedua himpunan (A\B) dan (A\C), dan sebaliknya.<br />

Bila x di A\(B∪C), maka x di A, tetapi tidak di B∪C. Dari sini x suatu unsur<br />

di A, tetapi tidak dikedua unsur B atau C. (Mengapa?). Karenanya x di A tetapi tidak<br />

di B, dan x di A tetapi tidak di C. Yaitu x ∈ A\B dan x ∈ A\C, yang menunjukkan<br />

bahwa<br />

x ∈(A\B)∩(A\C).<br />

Sebaliknya, bila x ∈(A\B)∩(A\C), maka x ∈(A\B)dan x ∈ (A\C). Jadi x ∈ A<br />

tetapi bukan anggota dari B atau C. Akibatnya x ∈ A dan x ∉ (B∪C), karena itu x ∈<br />

A\(B∪C).<br />

Karena himpunan (A\B)∩(A\C) dan A\(B∪C).memuat unsur-unsur yang<br />

sama, menurut definisi 1.1.1 A\(B∪C).= (A\B)∩(A\C).<br />

Produk (hasil kali) Cartesius<br />

Sekarang kita akan mendefinisikan produk Cartesius.<br />

1.1.7. Definisi. Bila A dan B himpunan-himpunan yang tak kosong, maka produk<br />

cartesius A×B dari A dan B adalah himpunan pasangan berurut (a,b) dengan a∈ A dan<br />

b ∈ B.<br />

Jadi bila A = {1,2,3} dan B = {4,5}, maka<br />

A×B = {(1,4),(1,5),(2,4),(2,5),(3,4),(3,5)}<br />

Latihan 1.1.<br />

1. Gambarkan diagram yang menyatakan masing-masing himpunan pada Teorema<br />

1.1.4.<br />

2. Buktikan bagian (c) Teorema 1.1.4.<br />

3. Buktikan bagian kedua Teorema 1.1.4(d).<br />

4. Buktikan bahwa A ⊆ B jika dan hanya jika A∩B = A.<br />

Analisis Real I 6


n<br />

U<br />

n<br />

Pendahuluan<br />

5. Tunjukkan bahwa himpunan D yang unsur-unsurnya merupakan unsur dari tepat<br />

satu himpunan A atau B diberikan oleh D = (A\B) ∪ (B\A). Himpunan D ini sering<br />

disebut dengan selisih simetris dari A dan B. Nyatakan dalam diagram.<br />

6. Tunjukkan bahwa selisih simetris D di nomor 5, juga diberikan oleh<br />

D = (A∪B)\(A∩B).<br />

7. Bila A ⊆ B, tunjukkan bahwa B = A\(A\B).<br />

8. Diberikan himpunan A dan B, tunjukkan bahwa A∩B dan A\B saling asing dan<br />

bahwa A = (A∩B) ∪ (A\B).<br />

9. Bila A dan B sebarang himpunan, tunjukkan bahwa A∩B = A\(A\B).<br />

10. Bila {A 1 , A 2 , ... , A n } suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukkan<br />

bahwa E ∩ A = (E ∩ A ), E ∪ A = (E ∪ A )<br />

j=<br />

1<br />

U<br />

j j j<br />

j=<br />

1<br />

j=1<br />

n<br />

n<br />

11. Bila {A 1 , A 2 , ... , A n } suatu koleksi himpunan, dan E sebarang himpunan, tunjukkan<br />

bahwa E ∩ A = (E ∩ A ), E ∪ A = (E ∪ A )<br />

n<br />

U<br />

I I I I<br />

j<br />

j<br />

j<br />

j= 1 j= 1<br />

j=1 j=<br />

1<br />

12. Misalkan E sebarang himpunan dan {A 1 , A 2 , ... , A n } suatu koleksi himpunan.<br />

Buktikan Hukum De Morgan<br />

n<br />

n<br />

I U U I<br />

n<br />

n<br />

U<br />

j=<br />

1<br />

E \ A = (E \ A ), E \ A = (E \ A ).<br />

j<br />

j<br />

j<br />

j= 1 j= 1<br />

j=1 j=<br />

1<br />

n<br />

Catatan bila E\A j dituliskan dengan C(A j ), maka kesamaan di atas mempunyai<br />

bentuk<br />

⎛<br />

n<br />

⎞<br />

n<br />

⎛<br />

n<br />

⎞<br />

n<br />

C ⎜IA j⎟ = UC ( A<br />

j) , C⎜UA j⎟ = I C ( A<br />

j)<br />

.<br />

⎝ j= 1 ⎠ j= 1 ⎝ j=1 ⎠ j=<br />

1<br />

13. Misalkan J suatu himpunan dan untuk setiap j∈J, A j termuat di E. Tunjukkan<br />

bahwa<br />

⎛ ⎞<br />

⎛ ⎞<br />

C ⎜IA j⎟ = UC ( A<br />

j) , C⎜UA j⎟ = I C ( A<br />

j)<br />

.<br />

⎝ j∈J<br />

⎠ j∈J<br />

⎝ j∈J<br />

⎠ j∈J<br />

14. Bila B 1 dan B 2 subhimpunan dari B dan B = B 1 ∪ B 2 , tunjukkan bahwa<br />

n<br />

n<br />

j<br />

j<br />

j<br />

Analisis Real I 7


Aljabar Himpunan<br />

A×B = (A×B 1 ) ∪ (A×B 2 ).<br />

1.2. Fungsi.<br />

Sekarang kita kembali mendiskusikan gagasan fundamental suatu fungsi atau<br />

pemetaan. Akan kita lihat bahwa fungsi adalah suatu jenis khusus dari himpunan,<br />

walaupun terdapat visualisasi lain yang sering lebih bersifat sugesti. Semua dari<br />

bagian terakhir ini akan banyak mengupas jenis-jenis fungsi, tetapi sedikit abstrak dibandingkan<br />

bagian ini.<br />

Bagi matematikawan abad terdahulu kata “fungsi” biasanya berarti rumus tertentu,<br />

seperti<br />

f(x) = x 2 + 3x -5<br />

yang bersesuaian dengan masing-masing bilangan <strong>real</strong> x dan bilangan lain f(x). Mungkin<br />

juga seseorang memunculkan kontroversi, apakah nilai mutlak<br />

h(x) = ⏐x⏐<br />

dari suatu bilangan <strong>real</strong> merupakan “fungsi sejati” atau bukan. Selain itu definisi<br />

⏐x⏐diberikan pula dengan<br />

⏐x⏐=<br />

⎧ x, bila x ≥ 0<br />

⎨<br />

⎩−x, bila x < 0<br />

Dengan berkembangnya matematika, semakin jelas bahwa diperlukan definisi fungsi<br />

yang lebih umum. Juga semakin penting untuk kita membedakan fungsi sendiri dengan<br />

nilai fungsi itu. Di sini akan mendefinisikan suatu fungsi dan hal ini akan kita lakukan<br />

dalam dua tahap.<br />

Definisi pertama :<br />

Suatu fungsi f dari himpunan A ke himpunan B adalah aturan korespondensi yang<br />

memasangkan masing-masing unsur x di A secara tunggal dengan unsur f(x) di B.<br />

Definisi di atas mungkin saja tidak jelas, dikarenakan ketidakjelasan frase<br />

“aturan korespondensi”. Untuk mengatasi hal ini kita akan mendefinisikan fungsi<br />

de-ngan menggunakan himpunan seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya.<br />

Analisis Real I 8


Pendahuluan<br />

De-ngan pendefinisian ini dapat saja kita kehilangan kandungan intuitif dari definisi<br />

terdahulu, tetapi kita dapatkan kejelasan.<br />

Ide dasar pendefinisian ini adalah memikirkan gambar dari suatu fungsi;<br />

yaitu, suatu korelasi dari pasangan berurut. Bila kita perhatikan tidak setiap koleksi<br />

pasangan berurut merupakan gambar suatu fungsi, karena sekali unsur pertama dalam<br />

pasangan berurut diambil, unsur keduanya ditentukan secara tunggal.<br />

1.2.1. Definisi. Misalkan A dan B himpunan suatu fungsi dari A ke B adalah himpunan<br />

pasangan berurut f di A×B sedemikian sehingga untuk masing-masing a ∈ A<br />

terdapat b ∈ B yang tunggal dengan (a,b),(a,b’) ∈ f, maka b = b’. Himpunan A dari<br />

unsur-unsur pertama dari f disebut daerah asal atau “domain” dari f, dan dituliskan<br />

D(f). Sedangkan unsur-unsur di B yang menjadi unsur kedua di f disebut “range” dari<br />

f dan dituliskan dengan R(f). Notasi<br />

f : A → B<br />

menunjukkan bahwa f suatu fungsi dari A ke B; akan sering kita katakan bahwa f<br />

suatu pemetaan dari A ke dalam B atau f memetakan A ke dalam B. Bila (a,b) suatu<br />

unsur di f, sering ditulis dengan<br />

b = f(a)<br />

daripada (a,b) ∈ f. Dalam hal ini b merupakan nilai f di titik a, atau peta a terhadap f.<br />

Pembatasan dan Perluasan Fungsi<br />

Bila f suatu fungsi dengan domain D(f) dan D 1 suatu subhimpunan dari D(f),<br />

seringkali bermanfaat untuk mendefinisikan fungsi baru f 1 dengan domain D 1 dan<br />

f 1 (x) = f(x) untuk semua x ∈ D 1 . Fungsi f 1 disebut pembatasan fungsi f pada D 1 .<br />

Menurut definisi 1.2.1, kita mempunyai<br />

f 1 = { (a,b) ∈ f ⎢a ∈ D 1 }<br />

Kadang-kadang kita tuliskan f 1 = f ⎢D 1 untuk menyatakan pembatasan fungsi f pada<br />

himpunan D 1 .<br />

Analisis Real I 9


Aljabar Himpunan<br />

Konstruksi serupa untuk gagasan perluasan. Bila suatu fungsi dengan domain<br />

D(g) dan D 2 ⊇ D(g), maka sebarang fungsi g 2 dengan domain D 2 sedemikian sehingga<br />

g 2 (x) = g(x) untuk semua x ∈ D(g) disebut perluasan g pada himpunan D 2 .<br />

Bayangan Langsung dan Bayangan Invers<br />

Misalkan f : A → B suatu fungsi dengan domain A dan range B.<br />

1.2.2. Definisi. Bila E subhimpunan A, maka bayangan langsung dari E terhadap f<br />

adalah sub himpunan f(E) dari B yang diberikan oleh<br />

f(E) = {f(x) : x ∈ E}.<br />

Bila H subhimpunan E, maka bayangan invers dari H terhadap f adalah subhimpunan<br />

f -1 (H) dari A, yang diberikan oleh<br />

f -1 (H) = { x ∈ A : f(x) ∈ H}<br />

Jadi bila diberikan himpunan E ⊆ A, maka titik y 1 ∈ B di bayangan langsung<br />

f(E) jika dan hanya jika terdapat paling tidak sebuah titik x 1 ∈ E sedemikian sehingga<br />

y 1 = f(x 1 ). Secara sama, bila diberikan H⊆B, titik x 2 ∈A di dalam bayangan invers f -<br />

1 (H) jika dan hanya jika y 2 = f(x 2 ) di H.<br />

1.2.3. Contoh. (a). Misalkan f : R ⎯→ R didefinisikan dengan f(x) = x 2 . Bayangan<br />

langsung himpunan E = {x ⎢0 ≤ x ≤ 2} adalah himpunan f(E) = {y ⎢0 ≤ y ≤ 4}. Bila G<br />

= {y ⎢0 ≤ y ≤ 4}, maka bayangan invers G adalah himpunan f -1 (G) = {x ⎢-2 ≤ x ≤ 2}.<br />

Jadi f -1 (f(E)) ≠ E.<br />

Disatu pihak, kita mempunyai f(f -1 (G)) = G. Tetapi bila H = {y ⎢-1 ≤ y ≤ 1},<br />

maka kita peroleh f(f -1 (H)) = {x ⎢0 ≤ x ≤ 1} ≠ H.<br />

(b). Misalkan f : A → B, dan G,H subhimpunan dari B kita akan tunjukkan bahwa<br />

f -1 (G∩H) ⊆ f -1 (G)∩ f -1 (H)<br />

Kenyataannya, bila x ∈ f -1 (G∩H) maka f(x) ∈ G∩H, jadi f(x) ∈ G dan f(x) ∈ H. Hal<br />

ini mengakibatkan x ∈ f -1 (G) dan x ∈ f -1 (H). Karena itu x ∈ f -1 (G)∩ f -1 (H), bukti selesai.<br />

Sebaliknya, f -1 (G∩H) ⊇ f -1 (G)∩ f -1 (H) juga benar, yang buktinya ditinggalkan sebagai<br />

latihan.<br />

Analisis Real I 10


Pendahuluan<br />

Sifat-sifat Fungsi<br />

1.2.4. Definisi. Suatu fungsi f : A ⎯→ B dikatakan injektif atau satu-satu bila x 1 ≠ x 2 ,<br />

mengakibatkan f(x 1 ) ≠ f(x 2 ). Bila f satu-satu, kita katakan f suatu injeksi.<br />

Secara ekivalen, f injektif jika dan hanya jika f(x 1 ) = f(x 2 ) mengakibatkan x 1 =<br />

x 2 , untuk semua x 1 ,x 2 di A.<br />

Sebagai contoh, misalkan A = {x ∈ R ⎢x ≠ 1} dan f : A ⎯→ R dengan f(x) =<br />

x<br />

x − 1<br />

. Untuk menunjukkan f injektif, asumsikan x 1,x 2 di A sehingga f(x 1 ) = f(x 2 ).<br />

Maka kita mempunyai<br />

x1<br />

x2<br />

x − 1<br />

= x − 1<br />

1<br />

2<br />

yang mengakibatkan (mengapa?) bahwa<br />

itu f injektif.<br />

x1<br />

x2<br />

x − 1<br />

= x − 1<br />

1<br />

2<br />

dan dari sini x 1 = x 2 . Karena<br />

1.2.5. Definisi. Suatu fungsi f : A → B dikatakan surjektif atau memetakan A pada B,<br />

bila f(A) = B. Bila f surjektif, kita sebut f suatu surjeksi.<br />

Secara ekivalen, f : A → B surjektif bila range f adalah semua dari B, yaitu<br />

untuk setiap y ∈ B terdapat x ∈ A sehingga f(x) = y.<br />

Dalam pendefinisian fungsi, penting untuk menentukan domain dan himpunan<br />

dimana nilainya diambil. Sekali hal ini ditentukan, maka dapat menanyakan apakah<br />

fungsi tersebut surjektif atau tidak.<br />

1.2.6. Definisi. Suatu fungsi f : A ⎯→ B dikatakan bijektif bila bersifat injektif dan<br />

surjektif. Bila f bijektif, kita sebut bijeksi.<br />

Fungsi-fungsi Invers<br />

Bila f suatu fungsi dari A ke B, (karenanya, subhimpunan khusus dari A×B),<br />

maka himpunan pasangan berurut di B×A yang diperoleh dengan saling menukar unsur<br />

pertama dan kedua di f secara umum bukanlan fungsi. Tetapi, bila f injektif, maka<br />

penukaran ini menghasilkan fungsi yang disebut invers dari f.<br />

Analisis Real I 11


Aljabar Himpunan<br />

1.2.7. Definisi. Misalkan f : A ⎯→ B suatu fungsi injektif dengan domain A dan<br />

range R(f) di B. Bila g = {(b,a)∈B×A ⎢(a,b) ∈ f}, maka g fungsi injektif dengan domain<br />

D(g) = R(f) dan range A. Fungsi G disebut fungsi invers dari f dan dituliskan<br />

dengan f -1 .<br />

Dalam penulisan fungsi yang standar, fungsi f -1 berelasi dengan f sebagai<br />

berikut : y = f -1 (y) jika dan hanya jika y = f(x).<br />

Sebagai contoh, kita telah melihat bahwa fungsi f(x) =<br />

x<br />

x − 1<br />

didefinisikan untuk<br />

x ∈ A = {x ⎢x ≠ 1} bersifat injektif. Tidak jelas apakah range dari f semua (atau<br />

hanya sebagian) dari R. Untuk menentukannya kita selesaikan persamaan y =<br />

x<br />

x − 1<br />

dan diperoleh x =<br />

y<br />

. Dengan informasi ini, kita dapat yakin bahwa rangenya R(f)<br />

y − 1<br />

= {y ⎢y ≠ 1} dan bahwa fungsi invers dari f mempunyai domain {y ⎢y ≠ -1} dan f -1 (y)<br />

=<br />

y<br />

y − 1<br />

. Bila suatu fungsi injektif, maka fungsi inversnya juga injektif. Lebih dari itu,<br />

fungsi invers dari f -1 adalah f sendiri. Buktinya ditinggalkan sebagai latihan.<br />

Fungsi Komposisi<br />

Sering terjadi kita ingin mengkomposisikan dua buah fungsi denga mencari<br />

f(x) terlebih dahulu, kemudian menggunakan g untuk memperoleh g(f(x)), tetapi hal<br />

ini hanya mungkin bila f(x) ada di domain g. Jadi kita harus mengasumsikan bahwa<br />

range dari f termuat di domain g.<br />

1.2.8. Definisi. Untuk fungsi f : A → B dan g : B - C, komposisi fungsi gof (perhatikan<br />

urutannya!) adalah fungsi dari A ke C yang didefinisikan dengan gof(x) = g(f(x))<br />

untuk x ∈ A.<br />

1.2.9. Contoh. (a). Urutan komposisi harus benar-benar diperhatikan. Misalkan f dan<br />

g fungsi-fungsi yang nilainya di x ∈ R ditentukan oleh<br />

f(x) = 2x, g(x) = 3x 2 - 1<br />

Analisis Real I 12


Pendahuluan<br />

Karena D(g) = R dan R(f) ⊆ R, maka domain D(gof) adalah juga R, dan fungsi komposisi<br />

gof ditentukan oleh<br />

gof(x) = 3(2x) 2 - 1 = 2x 2 - 1<br />

Di lain pihak, domain dari fungsi komposisi gof juga R, tetapi dalam hal ini kita<br />

mempunyai fog(x) = 2(3x 2 - 1) = 6x 2 - 2. Jadi fog ≠ gof.<br />

(b). Beberapa perhatian harus dilatih agar yakin bahwa range dari f termuat di domain<br />

dari g. Sebagai contoh, bila f(x) = 1 - x 2 dan y =<br />

x , maka fungsi komposisi yang<br />

diberikan oleh gof(x) = 1− x 2 didefinisikan hanya pada x di D(f) yang memenuhi<br />

f(x) ≥ 0; yaitu, untuk x memenuhi -1 ≤ x ≤ 1. Bila kita tukar urutannya, maka komposisi<br />

fog, diberikan oleh gof(x) = 1 - x, didefinisikan untuk semua x di domain dari g; yaitu<br />

himpunan {x ∈ R : x ≥ 0}.<br />

Teorema berikut memperkenalkan hubungan antara komposisi fungsi dan<br />

petanya. Sedangkan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.<br />

1.2.10. Teorema. Misalkan f : A ⎯→ B dan g : B ⎯→ C fungsi dan H suatu subhimpunan<br />

dari C. Maka (fog) -1 (H) = g -1 (f -1 (H)).<br />

Sering terjadi bahwa komposisi dua buah fungsi mewarisi sifat-sifat fungsi<br />

yang didefinisikan. Berikut salah satunya dan buktinya ditinggalkan sebagai latihan.<br />

1.2.11. Teorema. Bila f : A ⎯→ B dan g : B ⎯→ C keduanya bersifat injektif, maka<br />

komposisi gof juga bersifat injektif.<br />

Barisan<br />

Fungsi dengan N sebagai domain memeainkan aturan yang sangat khusus<br />

dalam <strong>analisis</strong>, yang kita akan perkenalkan berikut ini.<br />

1.2.12. Definisi. Suatu barisan dalam himpunan S adalah suatu fungsi yang domainnya<br />

himpunan bilangan asli N dan rangenya termuat di S.<br />

Untuk barisan X : N ⎯→ S, nilai X di n∈N sering dituliskan dengan x n daripada<br />

(x n ), dan nilainya sering disebut suku ke-n barisan tersebut. Barisan itu sendiri<br />

sering dituliskan dengan (x n ⎢ n ∈ N) atau lebih sederhana dengan (x n ). Sebagai con-<br />

Analisis Real I 13


Aljabar Himpunan<br />

toh, barisan di R yang dituliskan dengan ( n ⎢ n ∈ N) sama artinya dengan fungsi X :<br />

N ⎯→ R dengan X(n) = n .<br />

nilainya<br />

Penting sekali untuk membedakan antara barisan (x n ⎢ n ∈ N) dengan<br />

{x n ⎢ n ∈ N}, yang merupakan subhimpunan dari S. Suku barisan harus dipandang<br />

mempunyai urutan yang diinduksi dari urutan bilangan asli, sedangkan range dari barisan<br />

hanya merupakan subhimpunan dari S. Sebagai contoh, suku-suku dari barisan<br />

((-1) n ⎢ n ∈ N) berganti-ganti antara -1 dan 1, tetapi range dari barisan itu adalah<br />

{-1,1}, memuat dua unsur dari R.<br />

Latihan 1.2.<br />

1. Misalkan A = B = {x∈R ⎢-1 ≤ x ≤ 1} dan sub himpunan C = {(x,y) ⎢x 2 + y 2 = 1}<br />

dari A×B, apakah himpunan ini fungsi ?<br />

2. Misalkan f fungsi pada R yang didefinisikan dengan f(x) = x 2 , dan E = {x∈R ⎢-1 ≤<br />

x ≤ 0} dan F = {x∈R ⎢0 ≤ x ≤ 1}. Tunjukkan bahwa E∩F = {0} dan f(E∩F) = {0},<br />

sementara f(E) = f(F) = {y∈R ⎢0 ≤ y ≤ 1}. Di sini f(E∩F) adalah subhimpunan sejati<br />

dari f(E) ∩ f(F). Apa yang terjadi bila 0 dibuang dari E dan F?<br />

3. Bila E dan F seperti latihan no. 2, tentukan E\F dan f(E)\f(F) dan tunjukkan bahwa<br />

f(E\F) ≤ f(E)\f(F) salah.<br />

4. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan E,F sub himpunan dari A, maka f(E∪F) = f(E)<br />

∪ f(F) dan f(E ∩ F) ≤ f(E) ∩ f(F)<br />

5. Tunjukkan bahwa bila f : A→B dan G,H sub himpunan dari B,<br />

maka f -1 (G∪H) = f -1 (G) ∪ f -1 (H) dan f -1 (G ∩ H) ≤ f -1 (G) ∩ f -1 (H)<br />

6. Misalkan f didefinisikan dengan f(x) =<br />

dari R pada {y : -1 ≤ y ≤ 1}..<br />

x<br />

x 2 + 1<br />

, x ∈R. Tunjukkan bahwa f bijektif<br />

7. Untuk a,b ∈R dengan a < b, tentukan bijeksi dari A = {x ⎢a < x < b} pada B = {y<br />

⎢0 < y < 1}<br />

Analisis Real I 14


Pendahuluan<br />

8. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat injektif dan E ⊆ A, maka f -1 (f(E)). Berikan<br />

suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak injektif.<br />

9. Tunjukkan bahwa bila f : A→B bersifat surjektif dan H ⊆ B, maka f(f -1 (H)). Berikan<br />

suatu contoh untuk menunjukkan kesamaan tidak dipenuhi bila f tidak surjektif.<br />

10.Buktikan bahwa bila f injeksi dari A ke B, maka f -1 = {(b,a) ⎢(a,b)∈f} suatu fungsi<br />

dengan domain R(f). Kemudian buktikan bahwa f -1 injektif dan f invers dari f -1 .<br />

11.Misalkan f bersifat injektif. Tunjukkan bahwa f -1 of(x) = x, untuk semua x ∈ D(f)<br />

dan fof -1 (y) = y untuk semua y ∈ R(f).<br />

12. Berikan contoh dua buah fungsi f,g dari R pada R sehingga f ≠ g, tetapi fog = gof<br />

13. Buktikan teorema 1.2.10.<br />

14. Buktikan teorema 1.2.11.<br />

15. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f). Tunjukkan bahwa f injektif<br />

dan R(f) ⊆ D(f) dan R(g) ⊇ D(g).<br />

16. Misalkan f,g fungsi dan gof(x) = x untuk semua x di D(f) dan fog(y) untuk semua y<br />

di D(g). Buktikan bahwa g = f -1. .<br />

1.3. Induksi Matematika<br />

Induksi matematika merupakan metode pembuktian penting yang akan sering<br />

digunakan dalam buku ini. Metode ini digunakan untuk menguji kebenaran suatu<br />

pernyataan yang diberikan dalam suku-suku bilangan asli. Walau kegunaannya terbatas<br />

pada masalah tertentu, tetapi induksi matematika sangat diperlukan disemua cabang<br />

matematika. Karena banyak bukti induksi mengikuti urutan formal argumen<br />

yang sama, kita akan sering menyebutkan “hasilnya mengikuti induksi matematika”<br />

dan meninggalkan bukti lengkapnya kepada pembaca. Dalam bagian ini kita membahas<br />

prinsip induksi matematika dan memberi beberapa contoh untuk mengilustrasikan<br />

bagaimana proses bukti induksi.<br />

Kita akan mengasumsikan kebiasaan (pembaca) dengan himpunan bilangan<br />

asli<br />

N = {1,2,3,...}<br />

Analisis Real I 15


Aljabar Himpunan<br />

dengan operasi aritmetika penjumlahan dan perkalian seperti biasa dan dengan arti<br />

suatu bilangan kurang dari bilangan lain. Kita juga akan mengasumsikan sifat fundamental<br />

dari N berikut.<br />

1.3.1. Sifat urutan dengan baik dari N. Setiap subhimpunan tak kosong dari N mempunyai<br />

unsur terkecil.<br />

Pernyataan yang lebih detail dari sifat ini sebagai berikut : bila S subhimpunan<br />

dari N dan S ≠ ∅, maka terdapat suatu unsur m ∈ S sedemikian sehingga m ≤ k untuk<br />

semua k ∈ S.<br />

Dengan berdasar sifat urutan dengan baik, kita akan menurunkan suatu versi<br />

prinsip induksi matematika yang dinyatakan dalam suku-suku subhimpunan dari N.<br />

Sifat yang dideskripsikan dalam versi ini kadang-kadang mengikuti turunan sifat N.<br />

1.3.2. Prinsip Induksi Matematika. Misalkan S sub himpunan dari N yang mempunyai<br />

sifat<br />

(i).1 ∈ S<br />

(ii).jika k ∈ S., maka k + 1 ∈ S.<br />

maka S = N.<br />

Bukti :<br />

Andaikan S ≠ N. Maka N\S tidak kosong, karenanya berdasar sifat urutan dengan baik<br />

N\S mempunyai unsur terkecil, sebut m. Karena 1 ∈ S, maka m ≠ 1. Karena itu m > 1<br />

dengan m - 1 juga bilangan asli. Karena m - 1 < m dan m unsur terkecil di N\S, maka<br />

m - 1 haruslah di S.<br />

Sekarang kita gunakan hipotesis (2) terhadap unsur k = m - 1 di S, yang<br />

berakibat k + 1 = (m - 1) + 1 = m di S. Kesimpulan ini kontradiksi dengan pernyataan<br />

bahwa m tidak di S. Karena m diperoleh dengan pengandaian bahwa N\S tidak kosong,<br />

kita dipaksa pada kesimpulan bahwa N\S kosong. Karena itu kita telah buktikan<br />

bahwa S = N.<br />

Prinsip induksi matematika sering dinyatakan dalam kerangka sifat atau pernyataan<br />

tentang bilangan asli. Bila P(n) berarti pernyataan tentang n ∈ N, maka P(n)<br />

Analisis Real I 16


Pendahuluan<br />

benar untuk beberapa nilai n, tetapi tidak untuk yang lain. Sebagai contoh, bila P(n)<br />

pernyataan “ n 2 = n”, maka P(1) benar, sementara P(n) salah untuk semua n ≠ 1,<br />

n∈N. Dalam konteks ini prinsip induksi matematika dapat dirumuskan sebagai berikut<br />

:<br />

Untuk setiap n ∈ N, misalkan P(n) pernyataan tentang n. Misalkan bahwa<br />

(a). P(1) benar<br />

(b). Jika P(k) benar, maka P(k + 1) benar.<br />

Maka P(n) benar untuk semua n ∈ N.<br />

Dalam kaitannya dengan versi induksi matematika terdahulu yang diberikan<br />

pada 1.3.2, dibuat dengan memisalkan S = { n ∈ N ⎢P(n) benar}. Maka kondisi (1)<br />

dan (2) pada 1.3.2 berturut-turut tepat bersesuaian dengan (a) dan (b). Kesimpulan S =<br />

N pada 1.3.2. bersesuaian dengan kesimpulan bahwa P(n) benar untuk semua n ∈ N.<br />

Dalam (b) asumsi “jika P(k) benar” disebut hipotesis induksi. Di sini, kita tidak<br />

memandang pada benar atau salahnya P(k), tetap hanya pada validitas implikasi<br />

“jika P(k) benar, maka P(k+1) benar”. Sebagai contoh, bila kita perhatikan pernyataan<br />

P(n) : n = n + 5, maka (b) benar. Implikasinya “bila k = k + 5, maka k + 1 = k + 6”<br />

juga benar, karena hanya menambahkan 1 pada kedua ruas. Tetapi, karena pernyataan<br />

P(1) : 1 = 2 salah, kita tidak mungkin menggunakan induksi matematika untuk menyimpulkan<br />

bahwa n = n + 5 untuk semua n ∈ N.<br />

Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana prinsip induksi matematika<br />

bekerja sebagai metode pembuktian pernyataan tentang bilangan asli.<br />

1.3.3. Contoh. (a). Untuk setiap n ∈ N, jumlah n pertama bilangan asli diberikan oleh<br />

1 + 2 + ... + n = 1 n (n + 1).<br />

2<br />

Untuk membuktikan kesamaan ini, kita misalkan S himpunan n ∈ N, sehingga kesamaan<br />

tersebut benar. Kita harus membuktikan kondisi (1) dan (2) pada 1.3.2. dipenuhi.<br />

Bila n = 1, maka kita mempunyai 1 = 1 .1(1 + 1), jadi 1 ∈ S dan dengan asumsi ini<br />

2<br />

akan ditunjukkan k + 1 ∈ S. Bila k ∈ S, maka kita mempunyai<br />

1+2+...+k = 1 (k+1). (*)<br />

2<br />

Analisis Real I 17


Aljabar Himpunan<br />

Bila kita tambahkan k+1 pada kedua ruas, kita peroleh<br />

1+2+...+k+(k+1) = 1 k(k+1) + (k+1)<br />

2<br />

= 1 2<br />

(k+1) (k+2)<br />

Karena ini menyatakan kesamaan di atas untuk n = k + 1, kita simpulkan bahwa k + 1<br />

∈ S. Dari sini kondisi (2) pada 1.3.2. dipenuhi. Karena itu dengan prinsip induksi<br />

matematika, kita simpulkan bahwa S = N dan kesamaan (*) benar untuk semua n ∈<br />

N.<br />

(b). Untuk masing-masing n ∈ N, jumlah kuadrat dari n pertama bilangan asli diberikan<br />

oleh<br />

1 2 +2 2 +...+n 2 = 1 6 n(n+1)(2n+1)<br />

Untuk membuktikan kebenaran formula ini, pertama kita catat bahwa formula ini<br />

benar untuk n = 1, karena 1 2 1<br />

= .1 (1+1)(2+1). Bila kita asumsikan formula ini benar<br />

6<br />

untuk k, maka dengan menambahkan (k+1) 2 pada kedua ruas, memberikan hasil<br />

1 2 +2 2 +...+k 2 + (k+1) 2 = 1 k(k+1)(2k+1) + (k+1)2<br />

6<br />

= 1 6 (k+1)(2k2 +k+6k+6)<br />

= 1 6 (k+1)(k+2)(2k+3)<br />

Mengikuti induksi matematika, validitas formula di atas berlaku untuk semua n ∈ N.<br />

(c). Diberikan bilangan a,b, kita akan buktikan bahwa a - b faktor dari a n - b n untuk<br />

semua n ∈ N. Pertama kita lihat bahwa pernyataan ini benar untuk n = 1. Bila<br />

sekarang kita asumsikan bahwa a - b adalah faktor dari a k - b k , maka kita tuliskan<br />

a k+1 - b k+1 = a k+1 - ab k + ab k - b k+1<br />

= a(a k - b k ) + b k (a - b).<br />

Sekarang berdasarkan hipotesis induksi a-b merupakan faktor dari a(a k -b k ). Disamping<br />

itu a-b juga faktor dari b k (a - b). Dari sini a-b adalah dari a k+1 - b k+1 . Dengan induksi<br />

matematika kita simpulkan bahwa a-b adalah faktor dari a n - b n untuk semua<br />

n∈N.<br />

Analisis Real I 18


Pendahuluan<br />

(d). Ketaksamaan 2 n ≤ (n+1)!. Dapat dibuktikan dengan induksi matematika sebagai<br />

berikut. Pertama kita peroleh bahwa hal ini benar untuk n = 1. Kemudian kita asumsikan<br />

bahwa 2 k ≤ (k+1).Dan dengan menggunakan fakta bahwa 2 ≤ (k+2), diperoleh<br />

2 k+1 = 2.2 k ≤ 2(k+1)! ≤ (k+2)(k+1)! = (k+2)!<br />

Jadi, bila ketaksamaan tersebut berlaku untuk k, maka berlaku pula untuk k+1.<br />

Karenanya dengan induksi matematika, ketaksamaan tersebut benar untuk semua n ∈<br />

N.<br />

(e). Bila r ∈ R, r ≠ 1 dan n ∈ N, maka<br />

1 + r + r 2 + ... + r n = 1 − r<br />

1−<br />

r<br />

n+<br />

1<br />

Ini merupakan jumlah n suku deret geometri, yang dapat dibuktikan dengan induksi<br />

matematika sebagai berikut. Bila n = 1, kitya mempunyai 1 + r = 1 r 2<br />

−<br />

, jadi formula<br />

1−<br />

r<br />

tersebut benar. Bila kita asumsikan formula tersebut benar untuk n = k dan tambahkan<br />

r k+1 pada kedua ruas, maka kita peroleh<br />

1+r+ ... +r k + r k+1 = 1 − r<br />

1−<br />

r<br />

k+<br />

1<br />

+ r k+1 = 1 r +<br />

−<br />

1−<br />

r<br />

yang merupakan formula kita untuk n = k + 1. Mengikuti prinsip induksi matematika,<br />

maka formula tersebut benar untuk semua n ∈ N.<br />

Hal ini dapat dibuktikan tanpa menggunakan prinsip induksi matematika. Bila<br />

kita misalkan S n = 1+r+...+r n , maka rS n = r+r 2 +...+r n+1<br />

Jadi<br />

(1-r)S n = S n-r S n = 1-r n+1<br />

Bila kita selesaikan untuk Sn, kita peroleh formula yang sama.<br />

(f). Penggunaan prinsip induksi matematika secara ceroboh dapat menghasilkan kesimpulan<br />

yang slah. Pembaca diharap mencari kesalahan pada “bukti teorema” berikut.<br />

k 2<br />

Analisis Real I 19


Aljabar Himpunan<br />

Bila n sebarang bilangan asli dan bila maksimum dari dua bilangan asli p dan<br />

q adalah n, maka p = q. (Akibatnya bila p dan q dua bilangan asli sebarang, maka p =<br />

q).<br />

Bukti :<br />

Misalkan S subhimpunan bilangan asli sehingga pernyataan tersebut benar. Maka 1 ∈<br />

S, karena bila p,q di N dan maksimumnya 1, maka maksimum dari p-1 dan q-1 adalah<br />

k. Karenanya p-1 = q-1, karena k ∈ S, dan dari sini kita simpulkan bahwa p = q. Jadi,<br />

k + 1 ∈ S dan kita simpulkan bahwa pernyataan tersebut benar untuk semua n ∈ N.<br />

(g). Beberapa pernyataan yang benar untuk beberapa bilangan asli, tetapi tidak<br />

untuk semua. Sebagai contoh formula P(n) = n 2 - n + 41 memberikan bilangan prima<br />

untuk n =1,2,3,...41. Tetapi, P(41) bukan bilangan prima.<br />

Terdapat versi lain dari prinsip induksi matematika yang kadang-kadang sangat<br />

berguna. Sering disebut prinsip induksi kuat, walaupun sebenarnya ekivalen dengan<br />

versi terdahulu. Kita akan tinggalkan pada pembaca untuk menunjukkan ekivalensinya<br />

dari kedua prinsip ini.<br />

1.3.4. Prinsip Induksi kuat. Misalkan S subhimpunan N sedemikian sehinga 1∈S,<br />

dan bila {1,2,...,k}⊆ S maka k + 1 ∈ S. Maka S = N.<br />

Latihan 1.3<br />

Buktikan bahwa yang berikut berlaku benar untuk semua n ∈ N,<br />

1.<br />

1<br />

1.2<br />

1<br />

2.3 ... 1 n<br />

+ + + =<br />

n(n + 1) n + 1<br />

2. 1 3 + 2 3 + ... + n 3 = [ 1 2 n(n+1)]2<br />

3. 1 2 -2 2 +3 2 -...+(-1) n+1 n(n+1)/2<br />

4. n 3 + 5n dapat dibagi dengan 6<br />

5. 5 2n - 1 dapat dibagi dengan 8<br />

6. 5 n - 4n - 1 habis dibagi 16.<br />

7. Buktikan bahwa jumlah pangkat tiga dari bilangan asli yang berturutan n, n+1, n +<br />

2 habis dibagi 9<br />

Analisis Real I 20


8. Buktikan bahwa n < 2 n untuk semua n ∈ N<br />

9. Tentukan suatu formula untuk jumlah<br />

1<br />

1.3<br />

1<br />

3.5 ... 1<br />

+ + +<br />

2n − 1 (2n + 1)<br />

( )<br />

Pendahuluan<br />

dan buktikan dugaan tersebut dengan mengunakan induksi matematika. (Dugaan<br />

terhadap pernyataan matematika, sebelum dibuktikan sering disebut “Conjecture”).<br />

10.Tentukan suatu formula untuk jumlah n bilangan ganjil yang pertama<br />

1 + 3 + ... + (2n - 1)<br />

kemudian buktikan dugaan tersebut dengan menggunakan induksi matematika.<br />

11. Buktikan variasi dari 1.3.2. berikut : Misalkan S sub himpunan tak kosong dari N<br />

sedemikian sehingga untuk suatu n 0 ∈ N berlaku (a). n 0 ∈ S, dan (b) bila k ≥ n 0<br />

dan k ∈ S, maka k + 1 ∈ S. Maka S memuat himpunan { n ∈ N ⎢n ≥ n 0 }.<br />

12. Buktikan bahwa 2 n < n! untuk semua n ≥ 4, n ∈ N. (lihat latihan 11).<br />

13. Buktikan bahwa 2n - 3 ≤ 2 n-2 untuk semua n ≥ 5, n ∈ N. (lihat latihan 11).<br />

14. Untuk bilangan asli yang mana n 2 < 2 n ? Buktikan pernyataanmu (lihat latihan<br />

11).<br />

15. Buktikan bahwa<br />

1<br />

1<br />

12 ... 1<br />

+ + + > n untuk semua n ∈ N.<br />

n<br />

16. Misalkan S sub himpunan dari N sedemikian sehingga (a). 2 k ∈ S untuk semua k<br />

∈ N, dan (b). bila k ∈ S, dan k ≥ 2, maka k - 1 ∈ S. Buktikan S = N.<br />

17. Misalkan barisan (x n ) didefinisikan sebagai berikut : x 1 = 1, x 2 = 2 dan x n+2 =<br />

1<br />

(x 2 n+1 + x n ) untuk n∈N. Gunakan prinsip induksi kuat 1.3.4 untuk menunjukkan<br />

1 ≤ x n ≤ 2 untuk semua n ∈ N.<br />

Analisis Real I 21


Aljabar Himpunan<br />

BAB<br />

2<br />

BILANGAN REAL<br />

Dalam bab ini kita akan membahas sifat-sifat esensial dari sistem bilangan<br />

<strong>real</strong> R. Walaupun dimungkinkan untuk memberikan konstruksi formal dengan didasarkan<br />

pada himpunan yang lebih primitif (seperti himpunan bilangan asli N atau<br />

himpunan bilangan rasional Q), namun tidak kita lakukan. Akan tetapi, kita perkenalkan<br />

sejumlah sifat fundamental yang berhubungan dengan bilangan <strong>real</strong> dan menunjukkan<br />

bagaimana sifat-sifat yang lain dapat diturunkan darinya. Hal ini lebih bermanfaat<br />

dari pada menggunakan logika yang sulit untuk mengkonstruksi suatu model untuk<br />

R dalam belajar <strong>analisis</strong>.<br />

Sistem bilangan <strong>real</strong> dapat dideskripsikan sebagai suatu “medan/lapangan<br />

lengkap yang terurut”, dan kita akan membahasnya secara detail. Demi kejelasan, kita<br />

tidak akan membahas sifat-sifat R dalam suatu bagian, tetapi kita lebih berkonsentrasi<br />

pada beberapa aspek berbeda dalam bagian-bagian yang terpisah. Pertama kita perkenalkan,<br />

dalam bagian 2.1, sifat aljabar (sering disebut sifat medan) yang didasarkan<br />

pada ope-rasi penjumlahan dan perkalian. Berikutnya kita perkenalkan, dalam bagian<br />

2.2 sifat urutan dari R, dan menurunkan beberapa konsekuensinya yang berkaitan<br />

dengan ketaksamaan, dan memberi ilustrasi penggunaan sifat-sifat ini. Gagasan tentang<br />

nilai mutlak, yang mana didasarkan pada sifat urutan, dibahas secara singkat<br />

pada bagian 2.3.<br />

Dalam bagian 2.4, kita membuat langkah akhir dengan menambah sifat<br />

“kelengkapan” yang sangat penting pada sifat aljabar dan urutan dari R. Kemudian<br />

kita menggunakan sifat kelengkapan R dalam bagian 2.5 untuk menurunkan hasil<br />

fundamental yang berkaitan dengan R, termasuk sifat archimedes, eksistensi akar<br />

(pangkat dua), dan densitas (kerapatan) bilangan rasional di R.<br />

Analisis Real I 22


Pendahuluan<br />

2.1 Sifat Aljabar R<br />

Dalam bagian ini kita akan membahas “struktur aljabar” sistem bilangan <strong>real</strong>.<br />

Pertama akan diberikan daftar sifat penjumlahan dan perkaliannya. Daftar ini mendasari<br />

semua untuk mewujudkan sifat dasar aljabar R dalam arti sifat-sifat yang lain<br />

dapat dibuktikan sebagai teorema. Dalam aljabar abstrak sistem bilangan <strong>real</strong> merupakan<br />

lapangan/medan terhadap penjumlahan dan perkalian. Sifat-sifat yang akan<br />

disajikan pada 2.1.1 berikut dikenal dengan “Aksioma medan”.<br />

Yang dimaksud operasi biner pada himpunan F adalah suatu fungsi B dengan<br />

domain F×F dan range di F. Jadi, operasi biner memasangkan setiap pasangan berurut<br />

(a,b) dari unsur-unsur di F dengan tepat sebuah unsur B(a,b) di F. Tetapi, disamping<br />

menggunakan notasi B(a,b), kita akan lebih sering menggunakan notasi konvensional<br />

a+b dan a.b (atau hanya ab) untuk membicarakan sifat penjumlahan dan perkalian.<br />

Contoh operasi biner yang lain dapat dilihat pada latihan.<br />

2.1.1. Sifat-sifat aljabar R. Pada himpunan bilangan <strong>real</strong> R terdapat dua operasi<br />

biner, dituliskan dengan “+” dan “.” dan secara berturut-turut disebut penjumlahan<br />

dan perkalian. Kedua operasi ini memenuhi sifat-sifat berikut :<br />

(A 1 ). a + b = b + a untuk semua a,b di R (sifat komutatif penjumlahan);<br />

(A 2 ). (a + b) + c = a + (b + c) untuk semua a,b,c di R (sifat assosiatif penjumlahan);<br />

(A 3 ) terdapat unsur 0 di R sehingga 0 + a = a dan a + 0 = a untuk semua a di R (eksistensi<br />

unsur nol);<br />

(A 4 ). untuk setiap a di R terdapat unsur -a di R, sehingga a + (-a) = 0 dan (-a) + a = 0<br />

(eksistensi negatif dari unsur);<br />

(M 1 ). a.b = b.a untuk semua a,b di R (sifat komutatif perkalian);<br />

(M 2 ). (a.b) . c = a . (b.c) untuk semua a,b,c di R (sifat asosiatif perkalian);<br />

(M 3 ). terdapat unsur 1 di R yang berbeda dari 0, sehingga 1.a = a dan a.1 = a untuk<br />

semua a di R (eksistensi unsur satuan);<br />

(M 4 ). untuk setiap a ≠ 0 di R terdapat unsur 1/a di R sehingga a.1/a = 1 dan (1/a).a =<br />

1 (eksistensi balikan);<br />

Analisis Real I 23


Aljabar Himpunan<br />

(D). a . (b+c) = (a.b) + (a.c) dan (b+c) . a = (b.a) + (c.a) untuk semua a,b,c di R (sifat<br />

distributif perkalian terhadap penjumlahan);<br />

Pembaca perlu terbiasa dengan sifat-sifat di atas. Dengan demikian akan memudahkan<br />

dalam penurunan dengan menggunakan teknik dan manipulasi aljabar.<br />

Berikut kita akan dibuktikan beberapa konsekuensi dasar (tetapi penting).<br />

2.1.2 Teorema. (a). Bila z dan a unsur di R sehingga z + a = a, maka z = 0.<br />

(b). Bila u dan b ≠ 0 unsur R sehingga u.b = b, maka u = 1.<br />

Bukti :<br />

(a). Dari hipotesis kita mempunyai z + a = a. Kita tambahkan unsur -a (yang eksistensinya<br />

dijamin pada (A 4 )) pada kedua ruas dan diperoleh<br />

(z + a) + (-a) = a + (-a)<br />

Bila kita berturut-turut menggunakan (A 2 ), (A 4 ) dan (A 3 ) pada ruas kiri, kita<br />

peroleh<br />

(z + a) + (-a) = z + (a + (-a)) = z + 0 = z;<br />

bila kita menggunakan (A 4 ) pada ruas kanan<br />

a + (-a) = 0.<br />

Dari sini kita simpulkan bahwa z = 0.<br />

Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat<br />

penting.<br />

Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa bila diberikan a di R, maka unsur -a<br />

dan 1/a (bila a ≠ 0) ditentukan secara tunggal.<br />

2.1.3 Teorema. (a). Bila a dan b unsur di R sehinga a + b = 0, maka b = -a.<br />

(b). Bila a ≠ 0 dan b unsur di R sehingga a.b = 1, maka b = 1/a.<br />

Bukti :<br />

(a). Bila a + b = 0, maka kita tambahkan -a pada kedua ruas dan diperoleh<br />

(-a) + (a + b) = (-a) + 0.<br />

Bila kita berturut-turut menggunakan (A 2 ), (A 4 ) dan (A 3 ) pada ruas kiri, kita peroleh<br />

(-a) + (a + b) = ((-a) + a) + b = 0 + b = b;<br />

bila kita menggunakan (A 3 ) pada ruas kanan kita dapatkan<br />

Analisis Real I 24


Pendahuluan<br />

(-a) + 0 = -a.<br />

Dari sini kita simpulkan bahwa b = -a.<br />

Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan. Perlu dicatat bahwa hipotesis b ≠ 0 sangat<br />

penting.<br />

Bila kita perhatikan sifat di atas untuk menyelesaikan persamaan, kita peroleh<br />

bahwa (A 4 ) dan (M 4 ) memungkinkan kita untuk menyelesaikan persamaan a + x = 0<br />

dan a . x = 1 (bila a ≠ 0) untuk x, dan teorema 2.1.3 mengakibatkan bahwa solusinya<br />

tunggal. Teorema berikut menunjukkan bahwa ruas kanan dari persamaan ini dapat<br />

sebarang unsur di R.<br />

2.1.4 Teorema. Misalkan a,b sebarang unsur di R. Maka :<br />

(a). persamaan a + x = b mempunyai solusi tunggal x = (-a) + b;<br />

(b). bila a ≠ 0, persamaan a . x = b mempunyai solusi tunggal x = (1/a) . b.<br />

Bukti :<br />

Dengan menggunakan (A 2 ), (A 4 ) dan (A 3 ), kita peroleh<br />

a + ((-a) + b) = (a + (-a)) + b = 0 + b = b,<br />

yang mengakibatkan x = (-a) + b merupakan solusi dari persamaan a + x = b. Untuk<br />

menunjukkan bahwa ini merupakan satu-satunya solusi, andaikan x 1 sebarang solusi<br />

dari persamaan tersebut, maka a + x 1 = b, dan bila kita tambahkan kedua ruas dengan<br />

-a, kita peroleh<br />

(-a) + (a + x 1 ) = (-a) + b.<br />

Bila sekarang kita gunakan (A 2 ), (A 4 ) dan (A 3 ) pada ruas kiri, kita peroleh<br />

(-a) + (a + x 1 ) = (-a + a) + x 1 = 0 + x 1 = x 1 .<br />

Dari sini kita simpulkan bahwa x 1 = (-a) + b.<br />

Bukti (b) ditinggalkan sebagai latihan.<br />

Sejauh ini, ketiga teorema yang telah dikenalkan kita hanya memperhatikan<br />

penjumlahan dan perkalian secara terpisah. Untuk melihat keterpaduan antara keduanya,<br />

kita harus melibatkan sifat distributif (D). Hal ini diilustrasikan dalam teorema<br />

berikut.<br />

2.1.5 Teorema. Bila a sebarang unsur di R, maka :<br />

Analisis Real I 25


Aljabar Himpunan<br />

(a). a . 0 = 0 (b). (-1) . a = -a<br />

(c). -(-a) = a (d). (-1) . (-1) = 1<br />

Bukti :<br />

(a). Dari (M 3 ) kita ketahui bahwa a . 1 = a. Maka dengan menambahkan a . 0 dan<br />

mengunakan (D) dan (A 3 ) kita peroleh<br />

a + a . 0 = a . 1 + a . 0<br />

= a. (1 + 0) = a . 1 = a.<br />

Jadi, dengan teorema 2.1.2(a) kita peroleh bahwa a . 0 = 0.<br />

(b). Kita gunakan (D), digabung dengan (M 3 ), (A 4 ) dan bagian (a), untuk memperoleh<br />

a + (-1) . a = 1 . a + (-1) . a = 0 . a = 0<br />

Jadi, dari teorema 2.1.3(a) kita peroleh (-1) . a = - a.<br />

(c). Dengan (A 4 ) kita mempunyai (-a) + a = 0. Jadi dari teorema 2.1.3 (a) diperoleh<br />

bahwa a = - (-a).<br />

(d). Dalam bagian (b) substitusikan a = -1. Maka<br />

(-1) . (-1) = -(-1).<br />

Dari sini, kita menggunakan (c) dengan a = 1.<br />

Kita simpulkan deduksi formal kita dari sifat medan (bilangan <strong>real</strong>) dengan<br />

menutupnya dengan hasil-hasil berikut.<br />

2.1.6 Teorema. Misalkan a,b,c unsur-unsur di R.<br />

(a). Bila a ≠ 0, maka 1/a ≠ 0 dan 1/(1/a) = a<br />

(b). Bila a . b = a . c dan a ≠ 0, maka b = c<br />

(c). Bila a . b = 0, maka paling tidak satu dari a = 0 atau b = 0 benar.<br />

Bukti :<br />

(a). Bila a ≠ 0, maka terdapat 1/a. Andaikan 1/a = 0, maka 1 = a . (1/a) = a . 0 = 0,<br />

kontradiksi dengan (M 3 ). Jadi 1/a ≠ 0 dan karena (1/a) . a = 1, Teorema 2.1.3(b) mengakibatkan<br />

1/(1/a) = a.<br />

(b). Bila kita kalikan kedua ruas persamaan a . b = a . c dengan 1/a dan menggunakan<br />

sifat asosiatif (M 2 ), kita peroleh<br />

((1/a) . a) . b = ((1/a) . a) . c.<br />

Analisis Real I 26


Pendahuluan<br />

Jadi 1 . b = 1 . c yang berarti juga b = c<br />

(c). Hal ini cukup dengan mengasumsikan a ≠ 0 dan memperoleh b = 0. (Mengapa?)<br />

Karena a . b = 0 = a . 0, kita gunakan bagian (b) terhadap persamaan a . b = a . 0<br />

yang menghasilkan b = 0, bila a ≠ 0.<br />

Teorema-teorema di atas mewakili sebagian kecil tetapi penting dari sifat-sifat<br />

aljabar bilangan <strong>real</strong>. Banyak konsekuensi tambahan sifat medan R dapat diturunkan<br />

dan beberapa diberikan dalam latihan.<br />

Operasi pengurangan didefinisikan dengan a - b = a + (-b) untuk a,b di R. Secara<br />

sama operasi pembagian didefinisikan untuk a,b di R, b ≠ 0 dengan a/b = a.(1/b).<br />

Berikutnya, kita akan menggunakan notasi ini untuk pengurangan dan pembagian.<br />

Secara sama, sejak sekarang kita akan tinggalkan titik untuk perkalian dan menuliskan<br />

ab untuk a.b. Sebagaimana biasa kita akan menuliskan a 2 untuk aa, a 3 untuk<br />

(a 2 )a; secara umum, untuk n∈N, kita definisikan a n+1 = (a n )a. Kita juga menyetujui<br />

penulisan a 0 = 1dan a 1 = a untuk sebarang a di R (a ≠ 0). Kita tinggalkan ini sebagai<br />

latihan bagi pembaca untuk membuktikan (dengan induksi) bahwa bila a di R, maka<br />

a m+n = a m a n<br />

untuk semua m,n di N. Bila a ≠ 0, kita akan gunakan notasi a -1 untuk 1/a, dan bila<br />

n∈N, kita tuliskan a -n untuk (1/a) n , bila memang hal ini memudahkan.<br />

Bilangan Rasional dan Irasional<br />

Kita anggap himpunan bilangan asli sebagai subhimpunan dari R, dengan<br />

mengidentifikasi bilangan asli n∈N sebagai penjumlahan n-kali unsur satuan 1∈R.<br />

Secara sama, kita identifikasi 0∈Z dengan unsur nol di R, dan penjumlahan n-kali<br />

unsur -1 sebagai bilangan bulat -n. Akibatnya, N dan Z subhimpunan dari R.<br />

Unsur-unsur di R yang dapat dituliskan dalam bentuk b/a dengan a,b di Z dan<br />

a ≠ 0 disebut bilangan rasional. Himpunan bilangan rasional di R akan dituliskan dengan<br />

notasi standar Q. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional merupakan bilangan<br />

rasional (Buktikan!), dan lebih dari itu, sifat-sifat medan yang dituliskan di awal<br />

bagian<br />

Analisis Real I 27


Aljabar Himpunan<br />

ini dapat ditunjukkan dipenuhi oleh Q.<br />

Fakta bahwa terdapat unsur di R yang tidak di Q tidak begitu saja dikenali.<br />

Pada<br />

abad keenam sebelum masehi komunitas Yunani kuno pada masa Pytagoras menemukan<br />

bahwa diagonal dari bujur sangkar satuan tidak dapat dinyatakan sebagai<br />

pembagian bilangan bulat. Menurut Teorema Phytagoras tentang segitiga siku-siku,<br />

ini mengakibatkan tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya dua. Penemuan ini<br />

mempunyai sumbangan besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu<br />

konsekuensinya adalah unsur-unsur R yang bukan unsur Q merupakan bilangan yang<br />

dikenal dengan bilangan irrasional, yang berarti bilangan-bilangan itu bukan rasio (=<br />

hasil bagi dua buah) bilangan rasional. Jangan dikacaukan dengan arti tak rasional.<br />

Kita akan tutup bagian ini dengan suatu bukti dari fakta bahwa tidak ada bilang-an<br />

rasional yang kuadratnya 2. Dalam pembuktiannya kita akan menggunakan<br />

gagasan bilangan genap dan bilangan ganjil. Kita ingat kembali bahwa bilangan genap<br />

mempu-nyai bentuk 2n untuk suatu n di N, dan bilangan ganjil mempunyai bentuk 2n<br />

- 1 untuk suatu n di N. Setiap bilangan asli bersifat ganjil atau genap, dan tidak pernah<br />

bersifat keduanya.<br />

2.1.7 Teorema. Tidak ada bilangan rasional r, sehingga r 2 = 2<br />

Bukti :<br />

Andaikan terdapat bilangan rasional yang kuadratnya 2. Maka terdapat bilangan<br />

bulat p dan q sehingga (p/q) 2 = 2. Asumsikan bahwa p,q positif dan tidak mempunyai<br />

faktor persekutuan lain kecuali 1. (Mengapa?) Karena p 2 = 2q 2 , kita peroleh<br />

bahwa p 2 genap. Ini mengakibatkan bahwa p juga genap (karena bila p = 2n - 1ganjil,<br />

maka kuadratnya, p 2 = 4n 2 - 4n + 1 = 2(2n 2 - 2n +1) - 1 juga ganjil). Akibatnya, teorema<br />

2 bukan faktor persekutuan dari p dan q maka haruslah q ganjil.<br />

Karena p genap, maka p = 2m untuk suatu m ∈ N, dan dari sini 4m 2 = 2q 2 , jadi<br />

2m 2 = q 2 . Akibatnya q 2 genap, yang diikuti q juga genap, dengan alasan seperti pada<br />

paragraf terdahulu.<br />

Analisis Real I 28


Pendahuluan<br />

Dari sini kita sampai pada kontradiksi bahwa tidak ada bilangan asli yang bersifat<br />

genap dan ganjil.<br />

Latihan 2.1<br />

Untuk nomor 1 dan 2, buktikan bagian b dari teorema<br />

1. 2.1.2<br />

2. 2.1.3.<br />

3. Selesaikan persamaan berikut dan sebutkan sifat atau teorema mana yang anda<br />

gunakan pada setiap langkahnya.<br />

(a). 2x + 5 = 8; (b). 2x + 6 = 3x + 2;<br />

(c). x 2 = 2x; (d). (x - 1) (x + 2) = 0.<br />

4. Buktikan bahwa bila a,b di R, maka<br />

-(a + b) = (-a) + (-b)<br />

(b). (-a).(-b) = a.b<br />

(-a) = -(1/a) bila a ≠ 0 (d). -(a/b) = (-a)/b bila b ≠ 0<br />

5. Bila a,b di R dan memenuhi a.a = a, buktikan bahwa a = 0 atau a = 1<br />

6. Bila a ≠ 0 dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa 1/(ab) = (1/a).(1/b)<br />

7. Gunakan argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak<br />

ada bilangan rasional s, sehingga s 2 = 6.<br />

8. Modifikasi argumentasi pada bukti teorema 2.1.7 untuk membuktikan bahwa tidak<br />

ada bilangan rasional t, sehingga t 2 = 3.<br />

9. Tunjukkan bahwa bila ξ di R irasional dan r ≠ 0 rasional, maka r + ξ dan rξ irasional.<br />

10. Misalkan B operasi biner pada R. Kita katakan B :<br />

(i). komutatif bila B(a,b) = B(b,a) untuk semua a,b di R.<br />

(ii). asosiatif bila B(a,B(a,c)) = B(B(a,b),c) untuk semua a,b,c di R.<br />

(iii). mempunyai unsur identitas bila terdapat unsur e di R sehingga B(a,e) = a =<br />

B(e,a), untuk semua a di R<br />

Tentukan sifat-sifat mana yang dipenuhi operasi di bawah ini<br />

(a). B 1 (a,b) = 1 (a + b) (b). B 2 2(a,b) = 1 (ab) 2<br />

(c). B 3 (a,b) = a - b<br />

(d). B 4 (a,b) = 1 + ab<br />

Analisis Real I 29


Aljabar Himpunan<br />

11. Suatu operasi biner B pada R dikatakan distributif terhadap penjumlahan bila memenuhi<br />

B(a,b + c) = B(a,b) + B(a,c) untuk semua a,b,c di R. Yang mana (bila<br />

ada) dari operasi nomor 12 yang bersifat distributif terhadap penjumlahan?.<br />

12. Gunakan induksi matematika untuk menunjukan bahwa bila a di R dan m,n di N,<br />

maka a m+n = a m a n dan (a m ) n = a m.n .<br />

13. Buktikan bahwa bilangan asli tidak dapat bersifat genap dan ganjil secara bersamaan.<br />

2.2. Sifat Urutan Dalam R<br />

Sifat urutan R mengikuti gagasan positivitas dan ketaksamaan antara dua bilang-an<br />

<strong>real</strong>. Seperti halnya pada struktur aljabar sistem bilangan <strong>real</strong>, di sini kita<br />

utamakan beberapa sifat dasar sehingga sifat yang lain dapat diturunkan. Cara paling<br />

sederhana yaitu dengan mengidentifikasi sub himpunan tertentu dari R dengan menggunakan<br />

gagasan “positivitas”.<br />

2.2.1 Sifat Urutan dari R. Terdapat sub himpunan tak kosong P dari R, yang disebut<br />

himpunan bilangan <strong>real</strong> positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut :<br />

(i). Bila a,b di P, maka a + b di P<br />

(ii). Bila a,b di P, maka a.b di P<br />

(iii). Bila a di R, maka tepat satu dari yang berikut dipenuhi<br />

a ∈ P, a = 0, -a ∈ P<br />

Dua sifat yang pertama kesesuaian urutan dengan operasi penjumlahan dan<br />

perkalian. Kondisi (iii) biasa disebut “Sifat Trikotomi”, karena hal ini membagi R<br />

menjadi tiga daripada unsur yang berbeda. Hal ini menyatakan bahwa himpunan {-a ⎜<br />

a ∈ P} bilangan <strong>real</strong> negatif tidak mempunyai unsur sekutu di P, dan lebih dari itu, R<br />

gabungan tiga himpunan yang saling lepas.<br />

2.2.2 Definisi. Bila a∈P, kita katakan a bilangan <strong>real</strong> positif (atau positif kuat) dan<br />

kita tulis a > 0. Bila a∈P∪{0} kita katakan a bilangan <strong>real</strong> tak negatif dan ditulis a ≥<br />

0.<br />

Analisis Real I 30


Pendahuluan<br />

Bila -a∈P, kita katakan a bilangan <strong>real</strong> negatif (atau negatif kuat) dan kita tulis<br />

a < 0. Bila -a∈P∪{0} kita katakan a bilangan <strong>real</strong> tak positif dan ditulis a ≤ 0.<br />

Sekarang kita perkenalkan gagasan tentang ketaksamaan antara unsur-unsur R<br />

dalam himpunan bilangan positif P.<br />

2.2.3 Definisi. Misalkan a,b di R.<br />

(i). Bila a - b ∈ P, maka kita tulis a > b atau b < a.<br />

(ii). Bila a - b ∈ P∪{0} maka kita tulis a ≥ b.atau b ≤ a.<br />

Untuk kemudahan penulisan, kita akan menggunakan a < b < c, bila a < b dan<br />

b < c dipenuhi. Secara sama, bila a ≤ b dan b ≤ c benar, kita akan menuliskannya dengan<br />

a ≤ b ≤ c<br />

Juga, bila a ≤ b dan b < d benar, dituliskan dengan<br />

a ≤ b < d<br />

dan seterusnya.<br />

Sifat Urutan<br />

Sekarang akan kita perkenalkan beberapa sifat dasar relasi urutan pada R. Ini<br />

merupakan aturan ketaksamaan yang biasa kita kenal dan akan sering kita gunakan<br />

pada pembahasan selanjutnya.<br />

2.2.4 Teorema. Misalkan a,b,c di R.<br />

(a). Bila a > b dan b > c, maka a > c<br />

(b). Tepat satu yang berikut benar : a > b, a = b dan a < b<br />

(c). Bila a ≥ b dan b ≥ a, maka a = b<br />

Bukti :<br />

(a). . Bila a - b ∈ P dan b - c ∈ P, maka 2.2.1(i) mengakibatkan bahwa (a - b) + (b -<br />

c) = a - c unsur di P. Dari sini a > c.<br />

(b). . Dengan sifat trikotomi 2.2.1(iii), tepat satu dari yang berikut benar : a - b ∈ P, a<br />

- b = 0, -(a - b) = b - a ∈ P.<br />

Analisis Real I 31


Aljabar Himpunan<br />

(c). . Bila a ≠ b, maka a - b ≠ 0, jadi menurut bagian (b) kita hanya mempunyai a - b<br />

∈ P atau b - a ∈ P., yaitu a > b atau b > a. Yang masing-masing kontradiksi dengan<br />

satu dari hipotesis kita. Karena itu a = b.<br />

Adalah hal yang wajar bila kita berharap bilangan asli merupakan bilangan<br />

positif. Kita akan tunjukkan bagaimana sifat ini diturunkan dari sifat dasar yang<br />

diberikan dalam 2.2.1. Kuncinya adalah bahwa kuadrat dari bilangan <strong>real</strong> tak nol positif.<br />

2.2.5 Teorema. (a). Bila a∈R dan a ≠ 0, maka a 2 > 0<br />

(b). 1 > 0<br />

(c). Bila n∈N, maka n > 0<br />

Bukti :<br />

(a). Dengan sifat trikotomi bila a ≠ 0, maka a ∈ P atau -a ∈ P. Bila a ∈ P., maka dengan<br />

2.2.1(ii), kita mempunyai a 2 = a.a ∈ P. Secara sama bila -a ∈ P, maka 2.2.1<br />

(ii), kita mempunyai (-a).(-a) ∈ P. Dari 2.1.5(b) dan 2.1.5(d) kita mempunyai<br />

(-a).(-a) = ((-1)a) ((-1)a) = (-1)(-1).a 2 = a 2 ,<br />

jadi a 2 ∈ P. Kita simpulkan bahwa bila a ≠ 0, maka a 2 > 0.<br />

(b). Karena 1 = (1) 2 , (a) mengakibatkan 1 > 0.<br />

(c). Kita gunakan induksi matematika, validitas untuk n = 1 dijamin oleh (b). Bila pernyataan<br />

k > 0, dengan k bilangan asli, maka k∈P. Karena 1 ∈ P, maka k + 1 ∈ P,<br />

menurut 2.2.1(i) . Dari sini pernyataan n > 0 untuk semua n∈N benar.<br />

Sifat berikut berhubungan dengan urutan di R terhadap penjumlahan dan perkalian.<br />

Sifat-sifat ini menyajikan beberapa alat yang memungkinkan kita bekerja dengan<br />

ketaksamaan.<br />

2.2.6 Teorema. Misalkan a,b,c,d ∈ R<br />

(a). bila a > b, maka a + c > b + c<br />

(b). bila a > b dan c > d, maka a + c > b + d<br />

(c). bila a > b dan c > 0, maka ca > cb<br />

bila a > b dan c < 0, maka ca < cb<br />

Analisis Real I 32


Pendahuluan<br />

(d). bila a > 0, maka 1/a > 0<br />

bila a < 0, maka 1/a < 0<br />

Bukti :<br />

(a). Bila a - b ∈ P, maka (a + c) - (b + c) unsur di P. Jadi a + c > b + c<br />

(b). Bila a - b ∈ P dan c - d ∈ P, maka (a + c) - (b + d) = (a - b) + (c - d) juga unsur di<br />

P menurut 2.2.1(i). Jadi, a + c > b + d.<br />

(c). Bila a - b ∈ P dan c ∈ P, maka ca - cb = c(a - b) ∈ P menurut 2.2.1(ii), karena itu<br />

ca > cb, bila c > 0. Dilain pihak, bila c < 0, maka -c ∈ P sehingga cb - ca = (-c)(a -<br />

b) unsur di P. Dari sini, cb > ca bila c < 0.<br />

(d). Bila a > 0, maka a ≠ 0 (menurut sifat trikotomi), jadi 1/a ≠ 0 menurut 2.1.6(a).<br />

Andaikan 1/a < 0, maka bagian (c) dengan c = 1/a mengakibatkan bahwa 1 =<br />

a(1/a) < 0, kontradiksi dengan 2.2.5(b). Karenanya 1/a > 0.<br />

Secara sama, bila a < 0, maka kemungkinan 1/a > 0 membawa ke sesuatu yang<br />

kontradiksi yaitu 1 = a(1/a) < 0.<br />

Dengan menggabung 2.2.6(c) dan 2.2.6(d), kita peroleh bahwa 1 n dengan n<br />

sebarang bilangan asli adalah bilangan positif. Akibatnya bilangan rasional dengan<br />

bentuk m n = m ⎛ 1⎞<br />

⎜ ⎟ , untuk m dan n bilangan asli, adalah positif.<br />

⎝ n⎠<br />

2.2.7 Teorema. Bila a dan b unsur di R dan bila a < b, maka a < 1 2<br />

(a + b) < b.<br />

Bukti :<br />

Karena a < b, mengikuti 2.2.6(a) diperoleh bahwa 2a = a + a < a + b dan juga a + b <<br />

b + b = 2b. Karena itu kita mempunyai<br />

2a < a + b < 2b<br />

Menurut 2.2.5(c) kita mempunyai 2 > 0, karenanya menurut 2.2.6(d) kita peroleh 1 > 2<br />

0. Dengan menggunakan 2.2.6(c) kita dapatkan<br />

a = 1 (2a) < 1 (a + b) < 1 (2b) = b<br />

2 2 2<br />

Analisis Real I 33


Aljabar Himpunan<br />

Dari sifat urutan yang telah dibahas sejauh ini, kita tidak mendapatkan bilangan<br />

<strong>real</strong> positif terkecil. Hal ini akan ditunjukkan sebagai berikut :<br />

2.2.8 Teorema Akibat. Bila b ∈ R dan b > 0, maka 0 < 1 2 b < b.<br />

Bukti :<br />

Ambil a = 0 dalam 2.2.7.<br />

Dua hasil yang berikut akan digunakan sebagai metode pembuktian selanjutnya.<br />

Sebagai contoh, untuk membuktikan bahwa a ≥ 0 benar-benar sama dengan 0,<br />

kita lihat pada hasil berikut bahwa hal ini cukup dengan menunjukkan bahwa a<br />

kurang dari sebarang bilangan positif manapun.<br />

2.2.9 Teorema. Bila a di R sehingga 0 ≤ a < ε untuk setiap ε positif, maka a = 0.<br />

Bukti :<br />

Andaikan a > 0. Maka menurut 2.2.8 diperoleh 0 < 1 2 a 0. Maka a ≤ b.<br />

Bukti :<br />

Andaikan b < a dan tetapkan ε 0 = 1 2 (a - b). Maka ε 0 dan b < a - ε 0 , kontradiksi dengan<br />

hipotesis. (Bukti lengkapnya sebagai latihan).<br />

Hasil kali dua bilangan positif merupakan bilangan positif juga. Tetapi, positivitas<br />

suatu hasil kali tidak mengakibatkan bahwa faktor-faktornya positif. Kenyataannya<br />

adalah kedua faktor tersebut harus bertanda sama (sama-sama positif atau<br />

sama-sama negatif), seperti ditunjukkan berikut ini.<br />

2.2.11 Teorema. Bila ab > 0, maka<br />

(i). a > 0 dan b > 0 atau<br />

(ii). a < 0 dan b < 0<br />

Bukti :<br />

Analisis Real I 34


Pendahuluan<br />

Pertama kita catat bahwa ab > 0 mengakibatkan a ≠ 0 dan b ≠ 0 (karena bila a<br />

= 0 dan b = 0, maka hasil kalinya 0). Dari sifat trikotomi, a > 0 atau a < 0. Bila a >0,<br />

maka 1/a > 0 menurut 2.2.6(d) dan karenanya<br />

b = 1.b = ((1/a)a) b = (1/a) (ab) > 0<br />

Secara sama, bila a < 0, maka 1/a < 0, sehingga b = (1/a) (ab) < 0.<br />

2.2.12 Teorema Akibat. Bila ab < 0, maka<br />

(i). a < 0 dan b > 0 atau<br />

(ii). a > 0 dan b < 0<br />

Buktinya sebagai latihan.<br />

Ketaksamaan<br />

Sekarang kita tunjukkan bagaimana sifat urutan yang telah kita bahas dapat<br />

digunakan untuk menyelesaikan ketaksamaan. Pembaca diminta memeriksa dengan<br />

hati-hati setiap langkahnya.<br />

2.2.13 Contoh-contoh.<br />

(a). Tentukan himpunan A dari semua bilangan <strong>real</strong> x yang memenuhi 2x = 3 ≤ 6.<br />

Kita catat bahwa x ∈ A ⇔ 2x + 3 ≤ 6 ⇔ 2x ≤ 3 ⇔ x ≤ 3/2.<br />

Karenanya, A = {x ∈ R ⎜ x ≤ 3/2}.<br />

(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R ⎜ x 2 + x > 2}<br />

Kita ingat kembali bahwa teorema 2.2.11 dapat digunakan. Tuliskan bahwa x<br />

∈ B ⇔ x 2 + x - 2 > 0 ⇔ (x - 1) (x + 2) > 0. Karenanya, kita mempunyai (i). x - 1<br />

> 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 < 0 dan x + 2 < 0. Dalam kasus (i). kita mempunyai<br />

x > 1 dan x > -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x > 1. Dalam kasus (ii)<br />

kita mempunyai x < 1 dan x < -2, yang dipenuhi jika dan hanya jika x < -2.<br />

Jadi B = {x ∈ R ⎜x > 1}∪{x ∈ R ⎜x < -2}.<br />

(c). Tentukan himpunan C = {x ∈ R ⎜(2x + 1)/(x + 2) < 1}. Kita catat bahwa x ∈ C ⇔<br />

(2x + 1)/(x + 2) - 1 < 0 ⇔ (x - 1)/(x + 2) < 0. Karenanya, kita mempunyai (i).x - 1<br />

< 0 dan x + 2 > 0, atau (ii). x - 1 > 0 dan x + 2 < 0 (Mengapa?). Dalam kasus (i)<br />

kita harus mempunyai x < 1 dan x > -2, yang dipenuhi, jika dan hanya jika -2 < x<br />

Analisis Real I 35


Aljabar Himpunan<br />

< 1, sedangkan dalam kasus (ii), kita harus mempunyai x > 1 dan x < -2, yang tidak<br />

akan pernah dipenuhi.<br />

Jadi kesimpulannya adalah C = {x ∈ R ⎜-2 < x < 1}.<br />

Contoh berikut mengilustrasikan penggunaan sifat urutan R dalam pertaksamaan.<br />

Pembaca seharusnya membuktikan setiap langkah dengan mengidentifikasi<br />

sifat-sifat yang digunakan. Hal ini akan membiasakan untuk yakin dengan setiap langkah<br />

dalam pekerjaan selanjutnya. Perlu dicatat juga bahwa eksistensi akar kuadrat dari<br />

bilangan positif kuat belum diperkenalkan secara formal, tetapi eksistensinya kita terima<br />

dalam membicarakan contoh-contoh berikut.<br />

(Eksistensi akar kuadrat akan dibahas dalam 2.5).<br />

2.2.14. Contoh-contoh. (a). Misalkan a ≥ 0 dan b ≥ 0. Maka (i). a < b ⇔ a 2 < b 2 ⇔<br />

a<br />

<<br />

b<br />

Kita pandang kasus a > 0 dan b > 0, dan kita tinggalkan kasus a = 0 kepada<br />

pembaca. Dari 2.2.1(i) diperoleh bahwa a + b > 0. Karena b 2 - a 2 = (b - a) (b + a),<br />

dari 2.2.6(c) diperoleh bahwa b - a > 0 mengakibatkan bahwa b - a > 0.<br />

Bila a > 0 dan b > 0, maka a > 0 dan b > 0 , karena a = ( a ) 2 dan b =<br />

( b ) 2 , maka bila a dan b berturut-turut diganti dengan a dan b , dan kita gunakan<br />

bukti di atas diperoleh a < b ⇔ a < b<br />

Kita juga tinggalkan kepada pembaca untuk menunjukkan bahwa bila a ≥ 0<br />

dan b ≥ 0, maka<br />

a ≤ b ⇔ a 2 ≤ b 2 ⇔ a ≤ b<br />

(b). Bila a dan b bilangan bulat positif, maka rata-rata aritmatisnya adalah 1 (a + b)<br />

2<br />

dan rata-rata geometrisnya adalah<br />

diberikan oleh<br />

ab . Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris<br />

ab ≤ 1 (a + b) (2)<br />

2<br />

dan ketaksamaan terjadi jika dan hanya jika a = b.<br />

Analisis Real I 36


Pendahuluan<br />

Untuk membuktikan hal ini, perhatikan bahwa bila a > 0, b > 0, dan a ≠ b,<br />

maka a > 0, b > 0 dan a ≠ b (Mengapa?). Karenanya dari 2.2.5(a) diperoleh<br />

bahwa ( a - b ) 2 > 0. Dengan mengekspansi kuadrat ini, diperoleh<br />

a - 2 ab + b > 0,<br />

yang diikuti oleh<br />

ab < 1 (a + b).<br />

2<br />

Karenanya (2) dipenuhi (untuk ketaksamaan kuat) bila a ≠ b. Lebih dari itu, bila a = b<br />

(> 0), maka kedua ruas dari (2) sama dengan a, jadi (2) menjadi kesamaan. Hal ini<br />

membuktikan bahwa (2) dipenuhi untuk a > 0, b > 0.<br />

Dilain pihak, misalkan a > 0, b > 0 dan<br />

ab < 1 (a + b). Maka dengan meng-<br />

2<br />

kuadratkan kedua ruas kemudian mengalikannya dengan 4, kita peroleh<br />

4ab = (a + b) 2 = a 2 + 2ab + b 2 ,<br />

yang diikuti oleh<br />

0 = a 2 - 2ab + b 2 = (a - b) 2 .<br />

Tetapi kesamaan ini mengakibatkan a = b (Mengapa?). Jadi kesamaan untuk (2) mengakibatkan<br />

a = b.<br />

Catatan : Ketaksamaan rata-rata aritmetis-geometris yang umum untuk bilangan positif a 1 , a 2 ,...,a n<br />

adalah<br />

(a 1 a 2 ... a n ) 1/n ≤ a 1 + a 2 + ... + a<br />

n<br />

dengan kesamaan terjadi jika dan hanya jika a 1 = a 2 = ... = a n .<br />

n<br />

(c). Ketaksamaan Bernoulli. Bila x > -1, maka<br />

(1 + x) n ≥ 1 + nx ; untuk semua n ∈ N. (4)<br />

Buktinya dengan menggunakan induksi matematika. Untuk n = 1, menghasilkan kesamaan<br />

sehingga pernyataan tersebut benar dalam kasus ini. Selanjutnya, kita asumsikan<br />

bahwa ketaksamaan (4) valid untuk suatu bilangan asli n, dan akan dibuktikan<br />

valid juga untuk n + 1. Asumsi (1 + x) n ≤ 1 + nx dan fakta 1 + x > 0 mengakibatkan<br />

bahwa<br />

(3)<br />

Analisis Real I 37


Aljabar Himpunan<br />

(1 + x) n+1 = (1 + x) n (1 + x)<br />

≥ (1 + nx) (1 + x) = 1 + (n + 1)x + nx 2<br />

≥ 1 + (n + 1)x<br />

Jadi, ketaksamaan (4) valid untuk n + 1, bila valid untuk n. Dari sini, ketaksamaan (4)<br />

valid untuk semua bilangan asli.<br />

(d). Ketaksamaan Cauchy. Bila n∈N dan a 1 , a 2 , ... ,a n dan b 1 , b 2 , ..., b n bilangan <strong>real</strong><br />

maka<br />

(a 1 b 1 + ... + a n b n ) 2 ≤ (a 2 1 + ... + a 2 n ) (b 2 1 + ... + b 2 n ). (5)<br />

Lebih dari itu, bila tidak semua b j = 0, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi jika dan<br />

hanya jika terdapat bilangan <strong>real</strong> s, sehingga<br />

a 1 = sb 1 , ..., a n = sb n .<br />

Untuk membuktikan hal ini kita definisikan fungsi F : R ⎯→ R, untuk t∈R<br />

de-ngan<br />

F(t) = (a 1 - tb 1 ) 2 + ... + (a n - tb n ) 2 .<br />

Dari 2.2.5(a) dan 2.2.1(i) diperoleh bahwa F(t) ≥ 0 untuk semua t∈R. Bila kuadratnya<br />

diekspansikan diperoleh<br />

F(t) = A - 2Bt + Ct 2 ≥ 0,<br />

dengan A,B,C sebagai berikut<br />

A = a 2 1 + ... + a 2 n ;<br />

B = a 1 b 1 + ... + a n b n ;<br />

C = b 2 1 + ... + b 2 n .<br />

Karena fungsi kuadrat F(t) tak negatif untuk semua t ∈ R, hal ini tidak mungkin<br />

mempunyai dua akar <strong>real</strong> yang berbeda. Karenanya diskriminannya<br />

∆ = (-2B) 2 - 4AC = 4(B 2 - AC)<br />

harus memenuhi ∆ ≤ 0. Karenanya, kita mempunyai B ≤ AC, yang tidak lain adalah<br />

(5).<br />

Bila b j = 0, untuk semua j = 1, ..., n, maka kesamaan untuk (5) dipenuhi untuk<br />

sebarang a j . Misalkan sekarang tidak semua b j = 0. Maka, bila a j = sb j untuk suatu<br />

Analisis Real I 38


Pendahuluan<br />

s∈R dan semua j = 1, ..., n, mengakibatkan kedua ruas dari (5) sama dengan s 2 (b 1 2 +<br />

... +b n 2 ) 2 . Di lain pihak bila kesamaan untuk (5) dipenuhi, maka haruslah ∆ = 0, sehingga<br />

terdapat akar tunggal s dari persamaan kuadrat F(t) = 0. Tetapi hal ini mengakibatkan<br />

(mengapa?) bahwa<br />

a 1 - sb 1 = 0, ..., a n - sb n = 0<br />

yang diikuti oleh a j = sb j untuk semua j = 1, ..., n.<br />

(e). Ketaksamaan Segitiga. Bila n ∈ N dan a 1 , ..., a n dan b 1 , ..., b n bilangan <strong>real</strong> maka<br />

[(a 1 + b 1 ) 2 + ... + (a n + b n ) 2 ] 1/2 ≤ [a 1 2 + ... + a n 2 ] 1/2 + [b 1 2 + ... + b n 2 ] 1/2 (6)<br />

lebih dari itu bila tidak semua b j = 0, kesamaan untuk (6) dipenuhi jika dan hanya jika<br />

terdapat bilangan <strong>real</strong> s, sehingga a 1 = sb 1 , ..., a n = sb n .<br />

Karena (a j + b j ) 2 = a j 2 + 2a j b j + b j 2 untuk j = 1, ..., n,dengan menggunakan<br />

ketaksamaan Cauchy (5) [A,B,C seperti pada (d)], kita mempunyai<br />

(a 1 + b 1 ) 2 + ... + (a n + b n ) 2 = A + 2B + C<br />

≤ A + 2 AC + C = ( A + C ) 2<br />

Dengan mengunakan bagian (a) kita mempunyai (mengapa?)<br />

yang tidak lain adalah (b).<br />

[(a 1 + b 1 ) 2 + ... + (a n + b n ) 2 ] 1/2 ≤ A + C ,<br />

Bila kesamaan untuk (b) dipenuhi, maka B =<br />

AC , yang mengakibatkan kesamaan<br />

dalam ketaksamaan Cauchy dipenuhi.<br />

Latihan 2.2<br />

1. (a). Bila a ≤ b dan c < d, buktikan bahwa a + c < b + d.<br />

(b). Bila a ≤ b dan c ≤ d, buktikan bahwa a + c ≤ b + d.<br />

2. (a). Bila 0 < a < b dan 0 < c < d, buktikan bahwa 0 < ac < bd<br />

(b). Bila 0 < a < b dan 0 ≤ c ≤ d, buktikan bahwa 0 ≤ ac ≤ bd.<br />

Juga tunjukkan dengan contoh bahwa ac < bd tidak selalu dipenuhi.<br />

3. Buktikan bila a < b dan c < d, maka ad + bc < ac + bd.<br />

4. Tentukan bilangan <strong>real</strong> a,b,c,d yang memenuhi 0 < a < b dan c < d < 0, sehingga<br />

(i). ac < bd, atau (ii). bd < ac.<br />

5. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a 2 + b 2 = 0 jika dan hanya jika a = 0 dan b = 0.<br />

Analisis Real I 39


Aljabar Himpunan<br />

6. Bila 0 ≤ a < b, buktikan bahwa a 2 ≤ ab < b 2 . Juga tunjukkan dengan contoh bahwa<br />

hal ini tidak selalu diikuti oleh a 2 < ab < b 2 .<br />

7. Tunjukan bahwa bila 0 < a < b, maka a < ab < b dan 0 < 1/b < 1/a.<br />

8. Bila n ∈ N, tunjukan bahwa n 2 ≥ n dan dari sini 1/n 2 ≤ 1/n.<br />

9.Tentukan bilangan <strong>real</strong> x yang memenuhi<br />

(a). x 2 > 3x + 4; (b). 1 < x 2 < 4;<br />

(c). 1/x < x; (d). 1/x < x 2 .<br />

10. Misal a,b ∈ R dan untuk setiap ε > 0 kita mempunyai a ≤ b + ε.<br />

(a). Tunjukkan bahwa a ≤ b.<br />

(b). Tunjukkan bahwa tidak selalu dipenuhi a < b.<br />

11. Buktikan bahwa ( 1 (a + 2 b))2 ≤ 1 2 (a2 + b 2 ) untuk semua a,b ∈ R. Tunjukkan<br />

bahwa kesamaan dipenuhi jika dan hanya jika a = b.<br />

12. (a). Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa 0 < c 2 < c < 1<br />

(b). Bila 1 < c, tunjukkan bahwa 1 < c < c 2<br />

13. Bila c > 1, tunjukkan bahwa c n ≥ c untuk semua n ∈ N. (Perhatikan ketaksamaan<br />

Bernoulli dengan c = 1 + x).<br />

14. Bila c > 1, dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa c m > c n jika dan hanya jika m > n.<br />

15. Bila 0 < c < 1, tunjukkan bahwa c n ≤ c untuk semua n ∈ N.<br />

16. Bila 0 < c < 1 dan m,n ∈ N, tunjukkan bahwa c m < c n jika dan hanya jika m > n.<br />

17. Bila a > 0, b > 0 dan n ∈ N, tunjukkan bahwa a < b jika dan hanya jika a n < b n .<br />

18. Misalkan c k > 0 untuk k = 1,2,...,n. Buktikan bahwa<br />

n 2 1 1 1<br />

≤ (c 1 + c 2 + ... + c n ) ( + + ... +<br />

c )<br />

1 c2<br />

cn<br />

19. Misalkan c k > 0 untuk k = 1,2,...,n. Tunjukkan bahwa<br />

c + c + ... + c<br />

1 2<br />

n<br />

n<br />

2<br />

[ c1<br />

c2<br />

... cn<br />

]<br />

≤ + + +<br />

2 2 1 / 2<br />

≤ c 1 + c 2 + ... + c n<br />

20. Asumsikan eksistensi akar dipenuhi, tunjukkan bahwa bila c > 1, maka c 1/m < c 1/n<br />

jika dan hanya jika m > n.<br />

2.3. Nilai Mutlak<br />

Analisis Real I 40


Pendahuluan<br />

Dari sifat trikotomi 2.2.1(ii), dijamin bahwa bila a ∈ R dan a ≠ 0, maka tepat<br />

satu dari bilangan a atau -a positif. Nilai mutlak dari a ≠ 0 didefinisikan sebagai bilangan<br />

yang positif dari keduanya. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan 0.<br />

2.3.1 Definisi. Bila a ∈ R, nilai mutlak a, dituliskan dengan ⎪a⎪, didefinisikan dengan<br />

⎧ a , bila a > 0<br />

⎪<br />

a = ⎨ 0 , bila a = 0<br />

⎪<br />

⎩−a<br />

, bila a < 0<br />

Sebagai contoh 3 = 3 dan −2 = 2. Dari definisi ini kita akan melihat bahwa<br />

⎪a⎪ ≥ 0, untuk semua a ∈ R. Juga ⎪a⎪ = a bila a ≥ 0, dan ⎪a⎪ = -a bila a < 0.<br />

2.3.2 Teorema. (a). ⎪a⎪ = 0 jika dan hanya jika a = 0<br />

(b). ⎪-a⎪ = ⎪a⎪, untuk semua a ∈ R.<br />

(c). ⎪ab⎪ = ⎪a⎪⎪b⎪, untuk semua a,b ∈ R.<br />

(d). Bila c ≥ 0, maka ⎪a⎪ ≤ c jika dan hanya jika -c ≤ a ≤ c.<br />

(e). - ⎪a⎪ ≤ a ≤ ⎪a⎪ untuk semua a ∈ R.<br />

Bukti :<br />

(a). Bila a = 0, maka ⎪a⎪ = 0. Juga bila a ≠ 0, maka -a ≠ 0, jadi ⎪a⎪ ≠ 0. Jadi bila ⎪a⎪<br />

= 0, maka a = 0.<br />

(b). Bila a = 0, maka ⎪0⎪ = 0 = ⎪0⎪. Bila a > 0, maka -a < 0 sehingga ⎪a⎪ = a = -(-a)<br />

= ⎪-a⎪. Bila a < 0, maka -a > 0, sehinga ⎪a⎪ = -a = ⎪-a⎪.<br />

(c). Bila a,b keduanya 0, maka ⎪ab⎪ dan ⎪a⎪⎪b⎪ sama dengan 0. Bila a > 0 dan b > 0,<br />

maka ab > 0, sehingga ⎪ab⎪ = ab = ⎪a⎪⎪b⎪. Bila a > 0 dan b < 0, maka ab < 0, sehingga<br />

⎪ab⎪ = -ab = a(-b) = ⎪a⎪⎪b⎪. Secara sama untuk dua kasus yang lain.<br />

(d). Misalkan ⎪a⎪ ≤ c. Maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?) Karena<br />

ke-taksamaan terakhir ekivalen dengan a ≥ -c, maka kita mempunyai -c ≤ a ≤ c. Sebalik-nya,<br />

bila -c ≤ a ≤ c, maka kita mempunyai a ≤ c dan -a ≤ c. (Mengapa?), sehingga<br />

⎪a⎪ ≤ c.<br />

(e). Tetapkan c = ⎪a⎪ pada (d).<br />

Analisis Real I 41


Aljabar Himpunan<br />

Ketaksamaan berikut akan sering kita gunakan.<br />

2.3.3. Ketaksamaan Segitiga. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai<br />

Bukti :<br />

a + b ≤ a + b<br />

Dari 2.3.2(e), kita mempunyai -⎪a⎪ ≤ a ≤ ⎪a⎪ dan -⎪b⎪ ≤ b ≤ ⎪b⎪. Kemudian dengan<br />

menambahkan dan menggunaka 2.2.6(b), kita peroleh<br />

− ( a + b ) ≤ a + b ≤ a + b<br />

Dari sini, kita mempunyai a + b ≤ a + b dengan menggunakan 2.3.2(d).<br />

antaranya.<br />

Terdapat banyak variasi penggunaan Ketaksamaan Segitiga. Berikut ini dua di<br />

2.3.4 Teorema Akibat. Untuk sebarang a,b di R, kita mempunyai<br />

(a). a − b ≤ a − b<br />

(b). a − b ≤ a + b<br />

Bukti :<br />

(a). Kita tuliskan a = a - b + b dan gunakan Ketaksamaan Segitiga untuk memperoleh<br />

a = a − b + b ≤ a − b + b.<br />

Sekarang kita kurangi dengan b untuk memperoleh a − b ≤ a − b . Secara<br />

sama, dari b = b − a + a ≤ b − a + a dan 2.3.2(b), kita peroleh − a − b = − b − a<br />

≤<br />

a<br />

−<br />

b . Bila kedua ketaksamaan ini kita kombinasikan, dengan menggunakan<br />

2.3.2(d), kita memperoleh ketaksamaan di (a).<br />

(b). Tukar b pada Ketaksamaan Segitiga dengan -b untuk memperoleh a<br />

− b ≤<br />

⎪a⎪+⎪-b⎪ Karena − b =<br />

b [menurut 2.3.2(b)] kita dapatkan ketaksamaan (b).<br />

Aplikasi langsung induksi matematika memperluas Ketaksamaan Segitiga untuk<br />

sejumlah hingga bilangan <strong>real</strong>.<br />

2.3.5 Teorema Akibat. Untuk sebarang a 1 , a 2 ,...,a n ∈ R, kita mempunyai<br />

a + a + ... + a ≤ a + a + ... + a<br />

1 2 n 1 2<br />

Analisis Real I 42<br />

n


Pendahuluan<br />

Contoh-contoh berikut mengilustrasikan bagaimana sifat-sifat nilai mutlak<br />

terdahulu dapat digunakan.<br />

2.3.6 Contoh-contoh.<br />

(a). Tentukan himpunan A dari bilangan <strong>real</strong> x yang memenuhi 2x + 3 < 6<br />

Dari 2.3.2(d), kita lihat bahwa x ∈ A jika dan hanya jika -6 < 2x + 3 < 6, yang<br />

dipenuhi jika dan hanya jika -9 < 2x < 3. Dengan membagi dua, kita peroleh<br />

A = {x ∈ R ⎜ -9/2 < x < 3/2}.<br />

(b). Tentukan himpunan B = {x ∈ R ⎜ x − 1 < x }.<br />

Caranya dengan memperhatikan setiap kasus bila tanda mutlak dihilangkan.<br />

Di sini kita perhatikan kasus-kasus (i). x ≥ 1, (ii). 0 ≤ x < 1, (iii). x < 0. (Mengapa kita<br />

hanya memperhatikan ketiga kasus di atas?). Pada kasus (i) ketaksamaan kita menjadi<br />

x - 1 < x, yang dipenuhi oleh semua bilangan <strong>real</strong> x. Akibatnya semua x ≥ 1 termuat<br />

di B. Pada kasus (ii), ketaksamaan kita menjadi -(x - 1) < x, yang menghasilkan<br />

pembahasan lebih lanjut, yaitu x > 1/2. Jadi, kasus (ii) menyajikan semua x dengan<br />

1/2 < x < 1 termuat di B. Pada kasus (iii), ketaksamaan menjadi -(x - 1) < -x, yang<br />

ekivalen dengan 1 < 0. Karena 1 < 0 selalu salah, maka tiodak ada x yang memenuhi<br />

ketaksaman kita pada kasus (iii). Dengan mengkombinasikan ketiga kasus ini<br />

diperoleh bahwa<br />

B = {x ∈ R ⎜x > 1/2}.<br />

(c). Misalkan f fungsi yang didefinisikan dengan f (x)<br />

=<br />

2<br />

2x − 3x + 1<br />

2x − 1<br />

untuk 2 ≤ x ≤<br />

3. Tentukan konstanta M sehingga f (x) ≤ M untuk semua x yang memenuhi 2 ≤ x ≤<br />

3.<br />

Kita akan perhatikan secara terpisah pembilang dan penyebut dari<br />

f (x)<br />

=<br />

2<br />

2x − 3x + 1<br />

2x − 1<br />

Analisis Real I 43


Aljabar Himpunan<br />

Dari ketaksamaan segitiga, kita peroleh 2x 2 − 3x + 1 ≤ 2 x + 3 x + 1<br />

2<br />

2<br />

≤ 2 ⋅ 3 + 3⋅ 3 + 1<br />

= 28, karena x ≤ 3 untuk semua x yang kita bicarakan. Juga,<br />

2x − 1 ≥ 2 x − 1 ≥ 2 ⋅ 2 − 1 = 3, karena x ≥ 2 untuk semua x yang kita bicarakan.<br />

(Mengapa?) Karena itu, untuk 2 ≤ x ≤ 3 kita memperoleh bahwa f (x)<br />

≤<br />

28<br />

3<br />

. Dari<br />

sini kita dapat menetapkan M = 28/3. (Catatan bahwa kita meneukan sebuah konstanta<br />

yang demikian, M; sebenarnya semua bilangan M ≥ 28/3 juga memenuhi<br />

f (x)<br />

≤ M . Juga dimungkinkan bahwa 28/3 bukan pilihan terkecil untuk M).<br />

Garis Bilangan Real<br />

Interpretasi geometri yang umum dan mudah untuk sistem bilangan <strong>real</strong><br />

adalah garis bilangan. Pada interpretasi ini, nilai mutlak ⎪a⎪ dari unsur a di R dianggap<br />

seba-<br />

gai jarak dari a ke pusat 0. Lebih umum lagi, jarak antara unsur a dan b di R adalah<br />

a<br />

− b .<br />

Kita akan memerlukan bahasa yang tepat untuk membahas gagasan suatu bilangan<br />

<strong>real</strong> “dekat” ke yang lain. Bila diberikan bilangan <strong>real</strong> a, maka bilangan <strong>real</strong> x<br />

dikatakan “dekat” dengan a seharusnya diartikan bahwa jarak antara keduanya x − a<br />

“kecil”. Untuk membahas gagasan ini, kita akan menggunakan kata lingkungan, yang<br />

sebentar lagi akan kita definisikan.<br />

2.3.7 Definisi. Misalkan a ∈ R dan ε > 0. Maka lingkungan-ε dari a adalah himpunan<br />

V ε (a) = {x ∈ R ⎜ x − a < ε}.<br />

Untuk a ∈ R, pernyataan x termuat di V ε (a) ekivalen dengan pernyataan<br />

-ε < x - a < ε ⇔ a - ε < x < a + ε<br />

2.3.8 Teorema. Misalkan a ∈ R. Bila x termuat dalam lingkungan V ε (a) untuk setiap<br />

ε > 0, maka x = a.<br />

Bukti :<br />

Analisis Real I 44


Pendahuluan<br />

Bila x memenuhi x − a < ε untuk setiap ε > 0, maka dari 2.2.9 diperoleh bahwa<br />

x − a = 0, dan dari sini x = a.<br />

2.3.9. Contoh-contoh.<br />

(a). Misalkan U = {x ⎜ 0 < x < 1}. Bila a ∈ U, misalkan ε bilangan terkecil dari a atau<br />

1 - a. Maka V ε (a) termuat di U. Jadi setiap unsur di U mempunyai lingkungan-ε yang<br />

termuat di U.<br />

(b). Bila I = {x : 0 ≤ x ≤ 1}, maka untuk sebarang ε > 0, lingkungan-ε V ε (0) memuat<br />

titik di luar I, sehingga V ε (0) tidak termuat dalam I. Sebagai contoh, bilangan x ε = -ε/2<br />

unsur di V ε (0) tetapi bukan unsur di I.<br />

(c). Bila x − a < ε dan y − b <<br />

ε , maka Ketaksamaan Segitiga mengakibatkan<br />

bahwa<br />

( x + y) − ( a + b ) = ( x − a) + ( y − b )<br />

= x − a + y − b < 2 ε .<br />

Jadi bila x,y secara berturut-turut termuat di lingkungan -ε dari a,b maka x + y termuat<br />

di lingkungan -2ε dari (a + b) (tetapi tidak perlu lingkungan -ε dari (a + b)).<br />

Latihan 2.3.<br />

1. Misalkan a ∈ R. tunjukkan bahwa<br />

(a). ⎪a⎪ = a 2 2 2<br />

(b). a = a<br />

2. Bila a,b ∈ R. dan b ≠ 0, tunjukkan bahwa a / b = a / b .<br />

3. Bila a,b ∈ R, tunjukkan bahwa a + b = a + b .jika dan hanya jika ab > 0.<br />

4. Bila x,y,z ∈ R, x ≤ z, tunjukan bahwa x < y < z jika dan hanya jika x − y +<br />

y − z = x − z Interpretasikan secara geometris.<br />

5. Tentukan x ∈ R, yang memenuhi pertaksamaan berikut :<br />

(a). 4x − 3 ≤ 13; (b). x 2 − 1 ≤ 3;<br />

(c). x − 1 > x + 1 ; (d). x + x + 1 < 2 .<br />

6. Tunjukkan bahwa x − a < ε jika dan hanya jika a - ε < x < a + ε.<br />

Analisis Real I 45


Aljabar Himpunan<br />

7. Bila a < x < b dan a < y < b, tunjukkan bahwa x − y < b − a . Interpretasikan secara<br />

geometris.<br />

8. Tentukan dan sketsa himpunan pasangan berurut (a,b) di R×R yang memenuhi<br />

(a x = y ; (b). x + y = 1;<br />

(c xy = 2 ; (d). x − y = 2 .<br />

9. Tentukan dan sketsa himpunan berurut (x,y) yang memenuhi<br />

(a). x<br />

≤ y ; (b). x + y ≤ 1;<br />

(c). xy ≤ 2 ; (d). x − y ≥ 2 .<br />

10. Misalkan ε > 0 dan δ > 0, a ∈ R. Tunjukkan bahwa V ε (a) ∩ V δ (a) dan V ε (a) ∪<br />

V δ (a) adalah lingkungan-γ dari a untuk suatu γ.<br />

11. Tunjukkan bahwa bila a,b ∈ R, dan a ≠ b, maka terdapat lingkungan-ε U dari a<br />

dan lingkungan-γ V dari b, sehingga U∩V = ∅.<br />

2.4. Sifat Kelengkapan R<br />

Sejauh ini pada bab ini kita telah membahas sifat aljabar dan sifat urutan sistem<br />

bilangan <strong>real</strong>. Pada bagian ini kita akan membahas satu sifat lagi dari R yang sering<br />

disebut dengan “sifat kelengkapan”. Sistem bilangan rasional Q memenuhi sifat<br />

aljabar 2.1.1 dan sifat ururtan 2.2.1, tetapi seperti kita lihat<br />

2 tidak dapat direpresentasikan<br />

sebagai bilangan rasional, karena itu<br />

2 tidak termuat di Q. Observasi ini<br />

menunjukan perlunya sifat tambahan untuk bilangan <strong>real</strong>. Sifat tambahan ini, yaitu<br />

sifat kelengkapan, sangat esensial untuk R.<br />

Ada beberapa versi sifat kelengkapan. Di sini kita pilih metode yang paling<br />

efisien dengan mengasumsikan bahwa himpunan tak kosong di R mempunyai supremum.<br />

Supremum dan Infimum<br />

Sekarang kita akan perkenalkan gagasan tentang batas atas suatu himpunan<br />

bilangan <strong>real</strong>. Gagasan ini akan sangat penting pada pembahasan selanjutnya.<br />

2.4.1 Definisi. Misalkan S suatu sub himpunan dari R.<br />

(i). Bilangan u ∈ R dikatakan batas atas dari S bila s ≤ u, untuk semua s ∈ S.<br />

Analisis Real I 46


Pendahuluan<br />

(ii). Bilangan w ∈ R dikatakan batas bawah dari S bila w ≤ s, untuk semua s ∈ S<br />

Pembaca seharusnya memikirkan (dengan teliti) tentang apa yang dimaksud<br />

dengan suatu bilangan bukan batas atas (atau batas bawah) dari himpunan S. Pembaca<br />

seharusnya menunjukkan bahwa bilangan v ∈ R bukan batas atas dari S jika dan<br />

hanya jika terdapat s’ ∈ S, sehingga v < s’. (secara sama, bilangan z ∈ R bukan batas<br />

bawah dari S jika dan hanaya jika terdapat s’’ ∈ S, sehingga s” < z).<br />

Perlu kita cata bahwa subhimpunan S dari R mungkin saja tidak mempunyai<br />

batas atas (sbagai contoh, ambil S = R). Tetapi, bila S mempunyai batas atas, maka S<br />

mempunyai tak hingga banyak batas atas sebab bila n batas atas dari S, maka sebarang<br />

v dengan v > u juga merupakan batas atas dari S. (Observasi yang serupa juga berlaku<br />

untuk batas bawah).<br />

Kita juga catat bahwa suatu himpunan mungkin mempunyai batas bawah<br />

tetapi tidak mempunyai batas atas (dan sebaliknya). Sebagai contoh, perhatikan himpunan<br />

S 1 = {x ∈ R : x ≥ 0} dan S 2 = {x ∈ R : x < 0}<br />

Catatan : Bila kita menerapkan definisi di atas untuk himpunan kosong ∅, kita dipaksa kepada kesimpulan<br />

bahwa setiap bilangan <strong>real</strong> merupakan batas atas dari ∅. Karena agar u ∈ R bukan batas atas<br />

dari S, unsur s’ ∈ S harus ada, sehingga u < s’. Bila S = ∅, maka tidak ada unsur di S. Dari sini setiap<br />

bilangan <strong>real</strong> merupakan batas atas dari himpunan kosong. Secara sama, setiap bilangan <strong>real</strong> merupakan<br />

batas bawah dari himpunan kosong. Hal ini mungkin artifisial, tetapi merupakan konsekuensi<br />

logis dari definisi.<br />

Pada pembahasan ini, kita katakan bahwa suatu himpunan S di R terbatas di<br />

atas bila S mempunyai batas atas. Secara sama, bila himpunan P di R mempunyai<br />

batas bawah, kita katakan P terbatas di bawah. Sedangkan suatu himpunan A di R<br />

dikatakan tidak terbatas bila A tidak mempunyai (paling tidak satu dari) batas atas<br />

atau batas bawah. Sebagai contoh, {x ∈ R : x ≤ 2} tidak terbatas (walaupun mempunyai<br />

batas atas) karena tidak mempunyai batas bawah.<br />

2.4.2 Definisi. Misalkan S subhimpunan dari R,<br />

(i). Bila S terbatas di atas, maka batas atas u dikatakan supremum (atau batas atas<br />

ter-kecil) dari S bila tidak terdapat batas atas (yang lain) dari S yang kurang dari u.<br />

Analisis Real I 47


Aljabar Himpunan<br />

(ii). Bila S terbatas di bawah, maka batas bawah w dikatakan infimum (atau batas<br />

bawah terbesar) dari S bila tidak terdapat batas bawah (yang lain) dari S yang kurang<br />

dari w.<br />

Akan sangat berguna untuk memfarmasikan ulang definisi supremum dari<br />

suatu himpunan.<br />

2.4.3 Lemma. Bilangan <strong>real</strong> u merupakan supremum dari himpunan tak kosong S di<br />

R jika dan hanya jika u memenuhi kedua kondisi berikut :<br />

(1). s ≤ u untuk semua s ∈ S.<br />

(2). bila v < u, maka terdapat s’ ∈ S sehingga v < s’.<br />

Kita tinggalkan bukti dari lemma ini sebagai latihan yang sangat penting bagi<br />

pembaca. Pembaca seharusnya juga memfarmasikan dan membuktikan hal yang serupa<br />

untuk infimum.<br />

Tidak sulit untuk membuktikan bahwa supremum dari himpunan S di R bersifat<br />

tunggal. Misalkan u 1 dan u 2 supremum dari S, maka keduanya merupakan batas<br />

atas dari S. Andaikan u 1 < u 2 dengan hipotesis u 2 supremum mengakibatkan bahwa u 1<br />

bukan batas atas dari S. Secara sama, pengandaian u 2 < u 1 dengan hipotesis u 1 supremum<br />

menga-kibatkan bahwa u 2 bukan batas atas dari S. Karena itu, haruslah u 1 = u 2 .<br />

(Pembaca seharusnya menggunakan cara serupa untuk menunjukkan infimum dari<br />

suatu himpunan di R bersifat tunggal).<br />

Bila supremum atau infimum dari suatu himpunan S ada, kita akan menuliskan-nya<br />

dengan<br />

sup S dan inf S<br />

Kita amati juga bahwa bila u’ sebarang batas atas dari S, maka sup S ≤ u’.<br />

Yaitu, bila s ≤ u’ untuk semua s ∈ S, maka sup S ≤ u’. Hal ini mengatakan bahwa sup<br />

S merupakan batas atas terkecil dari S.<br />

Kriteria berikut sering berguna dalam mengenali batas atas tertentu dari suatu<br />

himpunan merupakan supremum dari himpunan tersebut.<br />

2.4.4 Lemma. Suatu batas atas u dari himpunan tak kosong S di R merupakan supremum<br />

dari S jika dan hanya jika untuk setiap ε > 0 terdapat s ε ∈ S sehingga u - ε < s ε .<br />

Analisis Real I 48


Pendahuluan<br />

Bukti :<br />

Misalkan u batas atas dari S yang memenuhi kondisi di atas. Bila v < u dan<br />

kita tetapkan ε = u - v, maka ε > 0, dan kondisi di atas mengakibatkan terdapat s ε ∈ S<br />

sehingga v = u - ε < s ε . Karennya v bukan batas atas dari S. Karena hal ini berlaku untuk<br />

sebarang v yang kurang dari u, maka haruslah u = sup S.<br />

Sebaliknya, misalkan u = sup S dan ε > 0. Karena u - ε < u, maka u - ε bukan<br />

batas atas dari S. Karenanya terdapat unsur s ε di S yang lebih dari u - ε, yaitu u - ε <<br />

s ε .<br />

Penting juga untuk dicatat bahwa supremum dari suatu himpunan dapat merupakan<br />

unsur dari himpunan tersebut maupun bukan. Hal ini bergantung pada jenis<br />

himpunannya. Kita perhatikan contoh-contoh berikut.<br />

2.4.5 Contoh-contoh<br />

(a). Bila himpunan tak kosong S 1 mempunyai berhingga jumlah unsur, maka S 1 mempunyai<br />

unsur terbesar u dan unsur terkecil w. Lebih dari itu u = sup S 1 dan w = inf S 1<br />

keduanya unsur di S 1 . (Hal ini jelas bila S 1 hanya mempunyai sebuah unsur, dan dapat<br />

digunakan induksi matematika untuk sejumlah unsur dari S 1 ).<br />

(b). Himpunan S 2 = {x : 0 ≤ x ≤ 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Kita akan buktikan<br />

1 merupakan supremum sebagai berikut. Bila v < 1, maka terdapat unsur s’ di S 2<br />

sehingga v < s’. (pilih unsur s’). Dari sini v bukan batas atas dari S 2 dan, karena v sebarang<br />

bilangan v < 1, haruslah sup S 2 = 1. Secara sama, dapat ditunjukkan inf S 2 = 0.<br />

Catatan : sup S 2 dan inf S 2 keduanya termuat di S 2 .<br />

(c). Himpunan S 3 = {x : 0 < x < 1} mempunyai 1 sebagai batas atas. Dengan menggunakan<br />

argumentasi serupa (b) untuk S 2 , diperoleh sup S 3 = 1. Dalam hal ini, himpunan<br />

S 3 tidak memuat sup S 3 . Secara sama, inf S 3 = 0, tidak termuat di S 3 .<br />

(d). Seperti telah disebutkan, setiap bilangan <strong>real</strong> merupakan batas atas dari himpunan<br />

kosong, karenanya himpunan kosong tidak mempunyai supremum. Secara sama himpunan<br />

kosong juga tidak mempunyai infimum.<br />

Sifat Supremum dari R<br />

Berikut ini kita akan membahas asumsi terakhir tentang R yang sering disebut<br />

dengan<br />

Sifat Kelengkapan dari R. Selanjutnya kita katakan R merupakan suatu<br />

medan terurut yang lengkap.<br />

Analisis Real I 49


Aljabar Himpunan<br />

2.4.6 Sifat Supremum dari R. Setiap himpunan bilangan <strong>real</strong> tak kosong yang mempunyai<br />

batas atas mempunyai supremum di R.<br />

Sifat infimum yang serupa dapat diturunkan dari sifat supremum. Katakan S<br />

sub himpunan tak kosong yang terbatas di bawah dari R. Maka himpunan S’ = {-s : s<br />

∈ S} terbatas di atas, dan sifat supremum mengakibatkan bahwa u = sup S’ ada. Hal<br />

ini kemudian diikuti bahwa -u merupakan infimum dari S, yang pembaca harus buktikan.<br />

2.4.7 Sifat Infimum dari R. Setiap himpunan bilangan <strong>real</strong> tak kosong yang mempunyai<br />

batas bawah mempunyai infimum di R.<br />

Pembaca seharusnya menuliskan bukti lengkapnya.<br />

Latihan 2.4<br />

1. Misalkan S 1 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Tunjukkan secara lengkap bahwa S 1 mempunyai<br />

batas bawah, tetapi tidak mempunyai batas atas. Tunjukkan pula bahwa inf S 1 = 0.<br />

2. Misalkan S 2 = {x ∈ R : x ≥ 0}. Apakah S 2 mempunyai batas bawah ? Apakah S 2<br />

mempunyai batas atas ? Buktikan pernyataan yang anda berikan.<br />

3. Misalkan S 3 = {1/n ⎜n ∈ N}. Tunjukkan bahwa sup S 3 = 1 dan inf S 3 ≥ 0. (Hal ini<br />

akan diikuti bahwa inf S 3 = 0, dengan menggunakan Sifat Arechimedes 2.5.2 atau<br />

2.5.3 (b)).<br />

4. Misalkan S 4 = {1 - (-1) n /n : n ∈ N}.Tentukan inf S 4 dan sup S 4 .<br />

5. Misalkan S subhimpunan tak kosong dari R yang terbatas di bawah. Tunjukkan<br />

bahwa inf S = -sup{-s : s ∈ S}.<br />

6. Bila S ⊆ R memuat batas atasnya, tunjukkan bahwa batas atas tersebut merupakan<br />

supremum dari S.<br />

7. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u ∈ R merupakan batas atas<br />

dari R jika dan hanya jika kondisi t ∈ R dan t > u mengakibatkan t ∉ S.<br />

8. Misalkan S ⊆ R yang tak kosong. Tunjukkan bahwa u = sup S, kaka untuk setiap<br />

n∈N, u - 1/n bukan batas atas dari S, tetapi u + 1/n batas atas dari S. (Hal sebaliknya<br />

juga benar ; lihat latihan 2.5.3).<br />

Analisis Real I 50


Pendahuluan<br />

9. Tunjukkan bahwa bila A dan B sub himpunan yang terbatas dari R, maka A∪B<br />

juga terbatas. Tunjukkan bahwa sup (A∪B) = sup {sup A, sup B}.<br />

10.Misalkan S terbatas di R dan S sub himpunan tak kosong dari S. Tunjukkan bahwa<br />

inf S ≤ inf S 0 ≤ sup S 0 ≤ sup S.<br />

11.Misalkan S ⊆ R dan s * = sup S termuat di S. Bila u∉ S, tunjukkan bahwa sup<br />

(S∪{u}) = sup {s * ,u}.<br />

12.Tunjukkan bahwa suatu himpunan tak kosong dan berhingga S ⊆ R memuat supremumnya.<br />

(Gunakan induksi matematika dan latihan nomor 11).<br />

2.5 Aplikasi Sifat Supremum<br />

Sekarang kita akan membahas bagaimana supremum dan infimum digunakan.<br />

Contoh berikut menunjukkan bagaimana definisi supremum dan infimum digunakan<br />

dalam pembuktian. Kita juga akan memberikan beberapa aplikasi penting sifat ini untuk<br />

menurunkan sifat-sifat fundamental sistem bilangan <strong>real</strong> yang akan sering digunakan.<br />

2.5.1 Contoh-contoh<br />

(a). Sangatlah penting untuk menghubungkan infimum dan supremum suatu<br />

.,KKMNBV himpunan dengan sifat-sifat aljabar R. Di sini kita akan sajikan salah<br />

satunya ; yaitu tentang penjumlahan, sementara yang lain diberikan sebagai latihan.<br />

Misalkan S sub himpunan tak kosong dari R. Definisikan himpunan<br />

a + S = {a + x : x ∈ S}.<br />

Kita akan tunjukkan bahwa<br />

sup (a + S) = a + sup S.<br />

Bila kita misalkan u = sup S, maka karena x ≤ u untuk semua x ∈ S, kita mempunyai<br />

a + x ≤ a + u. Karena itu a + u batas atas dari a + S ; akibatnya kita mempunyai sup (a<br />

+ S) ≤ a + u. Bila v sebarang batas atas dari himpunan a + S, maka a + x ≤ v untuk<br />

semua x ∈ S. Maka x ≤ v - a untuk semua x ∈ S, yang mengakibatkan u = sup S ≤ v -<br />

a, sehingga a + u ≤ v. Karena v sebarang batas atas dari a + S, kita dapat mengganti v<br />

Analisis Real I 51


Aljabar Himpunan<br />

dengan sup (a + S) untuk memperoleh a + u ≤ sup (a + S). Dengan menggabungkan<br />

ketaksamaan di<br />

atas diperoleh bahwa<br />

sup (a + S) = a + u = a + sup S.<br />

(b). Misalkan f dan g fungsi-fungsi bernilai <strong>real</strong> dengan domain D ⊆ R. Kita asumsikan<br />

rangenya f(D) = {f(x) : x ∈ D} dan g(D) = {g(x) : x ∈ D}himpunan terbatas di R.<br />

(i). Bila f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).<br />

Untuk membuktikan hal ini, kita catat bahwa sup g(D) merupakan batas atas<br />

himpunan f(D) karena untuk setiap x ∈ D, kita mempunyai f(x) ≤ g(x) ≤ sup g(D).<br />

Karenanya sup f(D) ≤ sup g(D).<br />

(ii). Bila f(x) ≤ g(y) untuk semua x,y ∈ D, maka sup f(D) ≤ sup g(D).<br />

Buktinya dalam dua tahap. Pertama, untuk suatu y tertentu di D, kita lihat<br />

bahwa f(x) ≤ g(y) untuk semua x ∈ D, maka g(y) batas atas dari himpunan f(D). Akibatnya<br />

sup f(D) ≤ g(y). Karena ketaksamaan terakhir dipenuhi untuk semua y ∈ D,<br />

maka sup f(D) merupakan batas bawah dari g(D). Karena itu, haruslah sup f(D) ≤ inf<br />

g(D).<br />

(c). Perlu dicatat bahwa hipotesis f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D pada (b) tidak<br />

menghasilkan hubungan antara sup f(D) dan inf g(D). Sebagai contoh, bila f(x) = x 2<br />

dan g(x) = x dengan D = {x ∈ R : 0 < x < 1}, maka f(x) ≤ g(x) untuk semua x ∈ D,<br />

tetapi sup f(D) = 1 dan inf g(D) = 0, serta sup g(D) = 1. Jadi (i) dipenuhi, sedangkan<br />

(ii) tidak.<br />

Lebih jauh mengenai hubungan infimum dan supremum himpunan dari nilai<br />

fungsi diberikan sebagai latihan.<br />

Sifat Archimedes<br />

Salah satu akibat dari sifat supremum adalah bahwa himpunan bilangan asli N<br />

tidak terbatas di atas dalam R. Hal ini berarti bahwa bila diberikan sebarang bilangan<br />

<strong>real</strong> x terdapat bilangan asli n (bergantung pada x) sehingga x < n. Hal ini tampaknya<br />

mudah, tetapi sifat ini tidak dapat dibuktikan dengan menggunakan sifat aljabar dan<br />

Analisis Real I 52


Pendahuluan<br />

urutan yang dibahas pada bagian terdahulu. Buktinya yang akan diberikan berikut ini<br />

menunjukkan kegunaan yang esensial dari sifat supremum R.<br />

2.5.2. Sifat Archimedes. Bila x ∈ R, maka terdapat n x ∈ N sehingga x < n x .<br />

Bukti :<br />

Bila kesimpulan di atas gagal, maka x terbatas atas dari N. Karenanya, menurut<br />

sifat supremum, himpunan tak kosong N mempunyai supremum u∈R. Oleh<br />

karena u -1 < u, maka menurut Lemma 2.4.4 terdapat m ∈ N sehingga u -1 < m.<br />

Tetapi hal ini mengakibatkan u < m + 1, sedangkan m + 1 ∈ N, yang kontradiksi dengan<br />

u batas atas dari N.<br />

Sifat Archimedes dapat dinyatakan dalam beberapa cara. Berikut kita sajikan<br />

tiga variasi diantaranya.<br />

2.5.3 Teorema Akibat. Misalkan y dan z bilangan <strong>real</strong> positif. Maka :<br />

(a). Terdapat n ∈ N sehingga z < ny.<br />

(b). Terdapat n ∈ N sehingga 0 < 1/n < y.<br />

(c). Terdapat n ∈ N sehingga n - 1 ≤ z < n.<br />

Bukti :<br />

(a). Karena x = z/y > 0, maka terdapat n ∈ N sehingga z/y = x < n dan dari sini diperoleh<br />

z < ny.<br />

(b). Tetapkan z = 1 pada (a) yang akan memberikan 1 < ny, dan akibatnya 1/n < y.<br />

(c). Sifat Archimedes menjamin subhimpunan {m ∈ N : z < m} dari N tidak kosong.<br />

Misalkan n unsur terkecil dari himpunan ini (lihat 1.3.1). Maka n - 1 bukan unsur<br />

himpunan tersebut, akibatnya n - 1 ≤ z < n.<br />

Eksistensi 2<br />

Pentingnya sifat supremum terletak pada fakta yang mana sifat ini menjamin<br />

eksistensi bilangan <strong>real</strong> di bawah hipotesis tertentu. Kita akan menggunakan ini beberapa<br />

kali. Sementara ini, kita akan mengilustrasikan kegunaannya untuk membuktikan<br />

eksistensi bilangan positif x sehingga x 2 = 2. Telah ditunjukkan (lihat Teorema<br />

Analisis Real I 53


Aljabar Himpunan<br />

2.1.7) bahwa x yang demikian bukan bilangan rasioanl ; jadi, paling tidak kita akan<br />

menunjukkan eksistensi sebuah bilangan irrasional.<br />

2.5.4 Teorema. Terdapat bilangan <strong>real</strong> positif x sehingga x 2 = 2.<br />

Bukti :<br />

Misalkan S = {s ∈ R ⎜ 0 ≤ s, s 2 < 2}. Karena 1 ∈ s, maka S bukan himpunan<br />

kosong. Juga, S terbatas di atas oleh 2, karena bila t > 2, maka t 2 > 4 sehingga t ∉ S.<br />

Karena itu, menurut sifat supremum, S mempunyai supremum di R, katakan x = sup<br />

S. Catatan : x > 1.<br />

< 2 dan x 2 > 2.<br />

Kita akan buktikan bahwa x 2 = 2 dengan menanggalkan dua kemungkinan x 2<br />

Pertama andaikan x 2 < 2. Kita akan tunjukkan bahwa asumsi ini kontradiksi<br />

dengan fakta bahwa x = sup S yaitu dengan menemukan n ∈ N sehingga x + 1/n ∈ S,<br />

yang berakibat bahwa x bukan batas atas dari S. Untuk melihat bagaimana cara<br />

memilih n yang demikian, gunakan fakta bahwa 1/n 2 ≤ 1/n, sehingga<br />

( x 1 2 2 2x 1 2 1<br />

+ ) = x + +<br />

2<br />

≤ x + ( 2x + 1)<br />

Dari sini kita dapat memilih n sehingga<br />

n<br />

1<br />

(2x + 1) < 2 - n x2 ,<br />

n<br />

n<br />

maka kita memperoleh (x + 1/n) 2 < x 2 + (2 - x 2 ) = 2. Dari asumsi, kita mempunyai 2 -<br />

x 2 > 0, sehingga (2 - x 2 )/(2x + 1) > 0. Dari sini sifat Archimedes dapat digunakan untuk<br />

memperoleh n ∈ N sehingga<br />

1<br />

n<br />

2<br />

2 x<br />

< − 2x + 1<br />

Langkah-langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan n ini<br />

kita mempunyai x + 1 ∈ S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x batas atas dari S.<br />

n<br />

Karenanya, haruslah x 2 ≥ 2.<br />

Analisis Real I 54<br />

n<br />

Sekarang andaikan x 2 > 2. Kita akan tunjukkan bahwa dimungkinkan untuk<br />

menemukan m ∈ N sehingga x - 1/m juga merupakan batas atas dari S, yang mengkontradiksi<br />

fakta bahwa x = sup S. Untuk melakukannya, perhatikan bahwa


Pendahuluan<br />

1<br />

( )<br />

1<br />

x + = x + + > x −<br />

m<br />

2 2 2x<br />

m<br />

Dari sini kita dapat memilih m sehingga<br />

2x<br />

m x 2<br />

< − 2 ,<br />

m<br />

2<br />

2 2x<br />

m<br />

maka (x - 1/m) 2 > x 2 - (x 2 - 2) = 2. Sekarang dengan pengandaian x 2 - 2 > 0, maka<br />

x 2 − 2 > 0. Dari sini, dengan sifat Archimedes, terdapat m ∈ N sehingga<br />

2x<br />

1<br />

m<br />

<<br />

2<br />

x − 2<br />

2x<br />

Langkah ini dapat dibalik untuk menunjukkan bahwa dengan pemilihan m ini kita<br />

mempunyai (x - 1/m) 2 > 2. Sekarang bila s ∈ S, maka s 2 < 2 < (x - 1/m) 2 , yang mana<br />

menurut 2.2.14(a) bahwa s < x - 1/m. Hal ini mengakibatkan bahwa x - 1/m merupakan<br />

batas atas dari S, yang kontradiksi dengan fakta bahwa x = sup S. Jadi tidak<br />

mungkin x 2 > 2.<br />

Karena tidak mungkin dipenuhi x 2 > 2 atau x 2 < 2, haruslah x 2 = 2. (*)<br />

Dengan sedikit modifikasi, pembaca dapat menunjukkan bahwa bila a > 0,<br />

maka terdapat b > 0 yang tunggal, sehingga b 2 = a. Kita katakan b akar kuadrat<br />

positif dari a dan dituliskan dengan b = a atau b = a 1/2 . Dengan cara sedikit lebih<br />

rumit yang melibatkan teorema binomial dapat diformulasikan eksistensi tunggal dari<br />

akar pangkat-n positif dari a, yang dituliskan dengan<br />

n<br />

a<br />

atau a 1/n , untuk n ∈ N.<br />

Densitas (= kepadatan) Bilangan Rasional di R<br />

Sekarang kita mengetahui terdapat paling tidak sebuah bilangan irrasional,<br />

yaitu 2 . Sebenarnya terdapat “lebih banyak” bilangan irasional dibandingkan bilangan<br />

rasional dalam arti himpunan bilangan rasional terhitung sementara himpunan<br />

bilangan irrasional tak terhitung. Selanjutnya kita akan tunjukkan bahwa himpunan<br />

bilangan rasional “padat” di R dalam arti bahwa bilangan rasional dapat ditemukan<br />

diantara sebarang dua bilangan <strong>real</strong> yang berbeda.<br />

Analisis Real I 55


Aljabar Himpunan<br />

2.5.5 Teorema Densitas. Bila x dan y bilangan <strong>real</strong> dengan x < y, maka terdapat bilangan<br />

rasional r sehingga x < r < y.<br />

Bukti :<br />

Tanpa mengurangi berlakunya secara umum, misalkan x > 0. (Mengapa?).<br />

Dengan<br />

sifat Archimedes 2.5.2, terdapat n ∈ N.sehingga n > 1/(y - x). Untuk n yang<br />

demi-kian, kita mempunyai bahwa ny - nx > 1. Dengan menggunakan Teorema Akibat<br />

2.5.3(c) ke nx > 0, kita peroleh m ∈ N sehingga m - 1 ≤ nx < m. Bilangan m ini<br />

juga memenuhi m < ny, sehingga r = m/n bilangan rasional yang memenuhi x < r < y.<br />

Untuk mengakhiri pembahasan tentang hubungan bilangan rasional dan irasional,<br />

kita juga mempunyai sifat serupa untuk bilangan irasional.<br />

2.5.6 Teorema akibat. Bila x dan y bilangan <strong>real</strong> dengan x < y, maka terdapat bilangan<br />

irasional z sehingga x < z < y.<br />

Bukti :<br />

Dengan menggunakan Teorema Densitas 2.5.5 pada bilangan <strong>real</strong> x<br />

2 dan<br />

y<br />

2 , kita peroleh bilangan rasional r ≠ 0 sehingga<br />

x 2 < r < y 2 .<br />

Maka z = r 2 adalah bilangan irrasional (Mengapa?) dan memenuhi x < z < y.<br />

Latihan 2.5<br />

1. Gunakan Sifat Archimedes atau Teorema Akibat 2.5.3 (b) untuk menunjukkan<br />

bahwa inf {1/n ⎜ n ∈ N} = 0.<br />

2. Bila S = {1/n - 1/m ⎜ n,m ∈ N}, tentukan inf S dan sup S.<br />

3. Misalkan S ⊆ R tak kosong. Tunjukkan bahwa bila u di R mempunyai sifat : (i).<br />

untuk setiap n ∈ N, u - 1/n bukan batas atas dari S, dan (ii). untuk setiap n ∈ N, u +<br />

1/n bukan batas atas dari S, maka u = sup S. (Ini merupakan kebalikan Teorema<br />

2.4.8).<br />

4. Misalkan S himpunan tak kosong dan terbatas di R.<br />

Analisis Real I 56


Pendahuluan<br />

(a). Misalkan a > 0, dan aS = {as ⎜ s ∈ S}. Tunjukkan bahwa<br />

inf (aS) = a inf S, sup (aS) = a sup S.<br />

(b). Misalkan b < 0, dan bS = {bs ⎜ s ∈ S}. Tunjukkan bahwa<br />

inf (bS) = b sup S, sup (bS) = b inf S.<br />

5. Misalkan X himpunan tak kosong dan f : X ⎯→R mempunyai range yang terbatas<br />

di R. Bila a ∈ R, tunjukkan bahwa contoh 2.5.1(a) mengakibatkan bahwa<br />

sup {a + f(x) ⎜ x ∈ X} = a + sup {f(x) ⎜ x ∈ X}.<br />

Tunjukkan pula bahwa<br />

inf {a + f(x) ⎜ x ∈ X} = a + inf {f(x) ⎜ x ∈ X}.<br />

6. Misalkan A dan B himpunan tak kosong dan terbatas di R, dan A + B = {a + b ⎜ a<br />

∈ A, b ∈ B}. Tunjukkan bahwa sup (A + B) = sup A + sup B dan inf (A + B) = inf<br />

A + inf B.<br />

7. Misalkan X himpunan tak kosong, f dan g fungsi terdefinisi pada X dan mempunyai<br />

range yang terbatas di R.<br />

Tunjukkan bahwa<br />

sup{f(x) + g(x) ⎜ x ∈ X} ≤ sup{f(x) ⎜ x ∈ X} + sup{g(x) ⎜ x ∈ X}<br />

dan<br />

inf{f(x) ⎜ x ∈ X} + inf {g(x) ⎜ x ∈ X} ≤ inf{f(x) + g(x) ⎜ x ∈ X}<br />

Berikan contoh yang menunjukkan kapan berlaku kesamaan atau ketaksamaan<br />

murni.<br />

8. Misalkan X = Y = {x∈R ⎜0 < x < 1}. Tentukan h : X×Y ⎯→R dan h(x,y) = 2x +<br />

y.<br />

(a). untuk setiap x ∈ X, tentukan f(x) = sup {h(x,y) : y ∈ Y}<br />

Kemudian tentukan inf {f(x) ⎜x ∈ X}.<br />

(b). untuk setiap y ∈ Y, tentukan g(y) = inf {h(x,y) : x ∈ X}<br />

Kemudian tentukan sup {g(y) ⎜y ∈ Y}.<br />

Bandingkan hasilnya dengan bagian (a).<br />

9. Lakukan perhitungan di (a) dan (b) latihan nomor 8 untuk fungsi h : X×Y ⎯→ R<br />

yang didefinisikan dengan<br />

Analisis Real I 57


Aljabar Himpunan<br />

h( x,y)<br />

⎧0 , bila x < y<br />

= ⎨<br />

⎩ 1 , bila x ≥ y<br />

10. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y ⎯→ R yang mempunyai range<br />

terbatas di R. Misalkan f : X ⎯→ R dan g : Y ⎯→ R didefinisikan dengan<br />

f(x) = sup {h(x,y) ⎜y ∈ Y},<br />

Tunjukkan bahwa<br />

sup{g(y) ⎜y ∈ Y} ≤ inf {f(x) ⎜ x ∈ X}<br />

Kita akan menuliskannya dengan<br />

supinf h ( x,y)<br />

≤ supinf h ( x,y)<br />

y<br />

x<br />

x<br />

y<br />

g(y) = inf {h(x,y) ⎜x ∈ X}.<br />

Catatan, pada latihan nomor 8 dan nomor 9 menunjukkan bahwa ketaksamaan<br />

bisa berupa kesamaan atau ketaksamaan murni.<br />

11. Misalkan X,Y himpunan tak kosong dari h : X×Y ⎯→ R yang mempunyai range<br />

terbatas di R. Misalkan F : X ⎯→ R dan G : Y ⎯→ R didefinisikan dengan<br />

F(x) = sup {h(x,y) ⎜y ∈ Y}, G(y) = inf {h(x,y) ⎜x ∈ X}.<br />

Perkenalkan Prinsip Iterasi Supremum :<br />

sup{h(x,y) ⎜x ∈ X, y ∈ Y} = sup {F(x) ⎜ x ∈ X}<br />

Hal ini sering dituliskan dengan<br />

sup<br />

x,y<br />

= sup {G(y) ⎜ y ∈ Y}.<br />

h( x, y) = sup sup h ( x, y)<br />

= sup sup h ( x, y)<br />

x<br />

y<br />

12. Diberikan sebarang x∈R, tunjukkan bahwa terdapat n∈Z yang tungal sehingga n -<br />

1 ≤ x < n.<br />

13. Bila y > 0 tunjukkan bahwa terdapat n ∈ N sehingga 1/2 n < y.<br />

14. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat<br />

bilangan <strong>real</strong> positif y sehingga y 2 = 3.<br />

15. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa bila a > 0,<br />

maka terdapat bilangan <strong>real</strong> positif z sehingga z 2 = a.<br />

16. Modifikasi argumentasi pada teorema 2.5.4 untuk menunjukkan bahwa terdapat<br />

bilangan <strong>real</strong> positif u sehingga u 3 = 2.<br />

y<br />

x<br />

Analisis Real I 58


Pendahuluan<br />

17. Lengkapi bukti Teorema Densitas 2.5.5 dengan menghilangkan hipotesis x > 0.<br />

18. Bila u > 0 dan x < y, tunjukkan bahwa terdapat bilangan rasional r sehingga x < ru<br />

< y. (Dari sini himpunan {ru ⎜ r ∈ Q} padat di R).<br />

Analisis Real I 59


Aljabar Himpunan<br />

BAB<br />

3<br />

BARISAN BILANGAN REAL<br />

3.1. Barisan dan Limit Barisan<br />

Di sini diharapkan pembaca mengingat kembali bahwa yang dimaksud dengan<br />

suatu barisan pada suatu himpunan S adalah suatu fungsi pada himpunan N = {1, 2, 3,<br />

...} dengan daerah hasilnya di S. Selanjutnya dalam bab ini kita hanya memperhatikan<br />

barisan di R.<br />

3.1.1. Definisi. Suatu barisan bilangan <strong>real</strong> (atau suatu barisan di R) adalah suatu<br />

fungsi pada himpunan N dengan daerah hasil yang termuat di R.<br />

Dengan kata lain, suatu barisan di R memasangkan masing-masing bilangan<br />

asli n = 1, 2, 3, ... secara tunggal dengan bilangan <strong>real</strong>. Bilangan <strong>real</strong> yang diperoleh<br />

tersebut disebut elemen, atau nilai, atau suku dari barisan tersebut. Hal yang biasa<br />

untuk menuliskan elemen dari R yang berpasangan dengan n∈N, dengan suatu simbol<br />

seperti x n (atau a n , atau z n ). Jadi bila X : N ⎯⎯→ R suatu barisan, kita akan biasa<br />

menuliskan nilai X di n dengan X n , dari pada X(n), kita akan menuliskan barisan ini<br />

dengan notasi<br />

X, X n , (X n : n ∈ N),<br />

Kita menggunakan kurung untuk menyatakan bahwa urutan yang diwarisi dari N<br />

adalah hal yang penting. Jadi, kita membedakan penulisan X = (X n : n∈N), yang<br />

suku-sukunya mempunyai urutan dan himpunan nilai-nilai dari barisan tersebut { X n :<br />

n∈N} yang urutannya tidak diperhatikan. Sebagai contoh, barisan X = ((-1) n : n∈N)<br />

yang berganti-ganti -1 dan 1, sedangkan himpunan nilai barisan tersebut { (-1) n : n∈N }<br />

sama dengan {-1, 1}.<br />

Analisis Real I 60


Pendahuluan<br />

Dalam mendefinisikan barisan sering lebih mudah dengan menulis secara<br />

berurutan suku-sukunya, dan berhenti setelah aturan formasinya kelihatan. Jadi<br />

kita boleh menulis<br />

X = (2, 4, 6, 8, ...)<br />

untuk barisan bilangan genap positif,<br />

atau<br />

1 1 1 1<br />

Y = ( , , , , ...)<br />

1<br />

untuk barisan kebalikan dari bilangan asli,<br />

atau<br />

2<br />

1 1 1 1<br />

Z = ( , , , , ...)<br />

1<br />

2<br />

3<br />

3<br />

4<br />

4<br />

untuk barisan kebalikan dari kuadrat bilangan asli. Metode yang lebih memuaskan<br />

adalah degan menuliskan formula untuk suku umum dari barisan tersebut, seperti<br />

X = (2n : n∈N), Y = ( 1 : m∈N), Z = ( 1 m<br />

s : s∈N)<br />

2<br />

Dalam prakteknya, sering lebih mudah dengan menentukan nilai x 1 dan suatu<br />

formula untuk mendapatkan x n + 1 (n ≥ 1) bila x n diketahui dan formula x n+1 (n ≥ 1)<br />

dari x 1 , x 2 , ... x n . Metode ini kita katakan sebagai pendefinisian barisan secara induktif<br />

atau rekursif. Dengan cara ini, barisan bilangan bulat positif X di atas dapat kita definisikan<br />

dengan<br />

x 1 = 2 x n+1 = x n + 2 (n ≥ 1);<br />

atau dengan definisi<br />

x 1 = 2 x n+1 = x 1 + x n (n ≥ 1).<br />

Catatan : Barisan yang diberikan dengan proses induktif sering muncul di ilmu komputer, Khususnya,<br />

barisan yang didefinisikan dengan suatu proses induktif dalam bentuk x 1 = diberikan, x n+1 = f(x n )<br />

untuk n∈N dapat dipertanggungjawabkan untuk dipelajari dengan menggunakan komputer. Barisan<br />

yang didefinisikan dengan proses : y 1 = diberikan, y n = .g n (y 1 ,y 2 , ... ,y n ) untuk n∈N juga dapat dikerjakan<br />

(secara sama). Tetapi, perhitungan dari suku-suku barisan demikian menjadi susah untuk n yang<br />

besar, karena kita harus menyimpan masing-masing nilai y 1 , ..., y n dalam urutan untuk menghitung y n+1 .<br />

3.1.2. Contoh-contoh.<br />

Analisis Real I 61


Aljabar Himpunan<br />

(a). Bila b ∈ R, barisan B = (b, b, b, ...), yang sukunya tetap b, disebut barisan konstan<br />

b. Jadi barisan konstan 1 adalah (1, 1, 1, ...) semua yang sukunya 1, dan barisan<br />

konstan 0 adalah baisan (0, 0, 0, ...).<br />

(b). Barisan kuadrat bilangan asli adalah barisan S = (1 2 , 2 2 , 3 2 , ...) = (n 2 : n∈N), yang<br />

tentu saja sama dengan barisan (1, 4, 9, ..., n 2 , ...).<br />

(c). Bila a∈R, maka barisan A = (a n : n∈N) adalah barisan (a 1 , a 2 , a 3 , ..., a n , ...).<br />

Khususnya bila a = 1 , maka kita peroleh barisan<br />

2<br />

⎛ 1<br />

⎜<br />

⎝ 2 : n n<br />

⎞<br />

∈N ⎟<br />

⎠<br />

(d). Barisan Fibonacci F = (f n : n ∈ N) diberikan secara induktif sebagai berikut :<br />

f 1 = 1, f 2 = 1, f 2+1 = f n-1 + f n (n ≥ 2)<br />

Maka sepuluh suku pertama barisan Fibonacci dapat dilihat sebagai F = (1, 1, 2, 3,<br />

5, 8, 13, 21, 34, 55, ...)<br />

Sekarang akan kita kenalkan cara-cara penting dalam mengkonstruksi barisan<br />

baru dari barisan-barisan yang diberikan.<br />

3.1.3. Definisi. Bila X = (x n ) dan Y = (y n ) barisan bilangan <strong>real</strong>, kita definisikan jumlah<br />

X + Y = (x n + y n : n∈N), selisih X - Y = (x n - y n : n∈N), dan hasil kali XY = (x n y n<br />

: n∈N). Bila c ∈ R, kita definisikan hasil kali X dengan c yaitu cX = (cx n : n∈N).<br />

Akhirnya, bila Z = (z n ) suatu barisan dengan z n ≠ 0 untuk semua n∈N, maka hasil<br />

bagi X oleh Z adalah X/Z = (x n / z n : n∈N).<br />

Sebagai contoh, bila X dan Y berturut-turut adalah barisan-barisan<br />

1 1 1 1<br />

X = (2, 4, 6, ..., 2n, ...), Y = ( )<br />

maka kita mempunyai<br />

3 9 19 2n 1<br />

X + Y = ( , , , ..., , ...<br />

1 2 3<br />

n )<br />

2 +<br />

1 7 17 2n 1<br />

X - Y = ( , , , ..., , ...<br />

1 2 3<br />

n )<br />

2 − ,<br />

XY = (2, 2, 2, ...,2, ...),<br />

3X = (6, 12, 18, ..., 6n, ...),<br />

1<br />

, , , ..., , ... ,<br />

2<br />

3<br />

n<br />

Analisis Real I 62


X<br />

Y = 2, 8, 18, ...,2n2 , ...).<br />

Kita catat bahwa bila z menyatakan barisan<br />

Z = (0, 2, 0, ..., 1 + (-1) n , ...),<br />

Pendahuluan<br />

maka kita dapat mendefinisikan X + Z, X-Z, dan X.Z; tetapi tidak dengan X/Z, karena<br />

Z mempunyai suku 0.<br />

Limit suatu barisan<br />

Terdapat beberapa konsep limit dalam analisa <strong>real</strong>. Pemikiran limit barisan<br />

merupakan yang paling mendasar dan merupakan fokus kita dalam bab ini.<br />

3.1.4. Definisi. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan <strong>real</strong>. Suatu bilangan <strong>real</strong> x dikatakan<br />

limit dari (x n ), bila untuk setiap ε > 0 terdapat bilangan asli K(ε), sedemikian sehingga<br />

untuk semua n ≥ K(ε), suku-suku x n terletak dalam lingkungan-ε, V ε (x).<br />

Bila x merupakan suatu limit dari barisan tersebut, kita katakan juga bahwa X<br />

= (x n ) konvergen ke x (atau mempunyai limit x). Bila suatu barisan mempunyai limit,<br />

kita katakan barisan tersebut konvergen, bila tidak kita katakan divergen.<br />

Penulisan K(ε) digunakan untuk menunjukkan secara eksplisit bahwa pemilihan<br />

K bergantung pada ε; namun demikian sering lebih mudah menuliskannya dengan<br />

K, dari pada K(ε). Dalam banyak hal nilai ε yang “kecil” biasanya akan memerlukan<br />

nilai K yang “besar” untuk menjamin bahwa x n terletak di dalam lingkungan V ε (x)<br />

untuk semua n ≥ K = K(ε).<br />

Kita juga dapat mendefinisikan kekonvergenan X = (x n ) ke x dengan mengatakan<br />

: untuk setiap lingkungan-ε V ε (x) dari x, semua (kecuali sejumlah hingga) sukusuku<br />

dari x terletak di dalam V ε (x). Sejumlah hingga suku-suku tersebut mungkin tidak<br />

terletak di dalam V ε (x) yaitu x 1 , x 2 , ..., x K(ε)-1 .<br />

notasi.<br />

Bila suatu barisan x = (x n ) mempunyai limit x di R, kita akan menggunakan<br />

lim X = x atau lim (x n ) = x.<br />

Analisis Real I 63


Aljabar Himpunan<br />

Kita juga akan menggunakan simbol x n ⎯→ x, yang menyatakan bahwa nilai x n<br />

“mendekati” x bila n menuju 0.<br />

3.1.5. Ketunggalan limit. Suatu barisan bilangan <strong>real</strong> hanya dapat mempunyai satu<br />

limit.<br />

Bukti :<br />

Andaikan sebaliknya, yaitu x′ dan x′′ keduanya limit dari X = (x n ) dan x’≠x”. Kita<br />

pilih ε > 0 sehingga V ε (x’) dan V ε (x”) saling asing (yaitu, ε < ½⏐x” - x’⏐). Sekarang<br />

misalkan K’ dan K” bilangan asli sehingga bila n > K’ maka x n ∈V ε (x’) dan bila n ><br />

K” maka x n ∈V ε (x”). Tetapi ini kontradiksi dengan pengandaian bahwa V ε (x’) dan<br />

V ε (x”) saling asing. (Mengapa?). Haruslah x’ = x”.<br />

3.1.6. Teorema. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan <strong>real</strong> dan misalkan pula x∈R.<br />

Maka pernyataan berikut ekivalen.<br />

(a). X konvergen ke x.<br />

(b). untuk setiap lingkungan-ε V ε (x), terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua<br />

n ≥ K(ε), suku-suku x n ∈V ε (x).<br />

(c). untuk setiap ε > 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),<br />

suku-suku x n memenuhi ⏐x n - x⏐ 0, terdapat bilangan asli K(ε) sehingga untuk semua n ≥ K(ε),<br />

Bukti :<br />

suku-suku x n memenuhi<br />

x-ε < x n < + ε, ∀ n ≥ K(ε)<br />

Ekivalensi dari (a) dan (b) merupakan definisi. Sedangkan ekivalensi dari (b), (c), dan<br />

(d) mengikuti implikasi berikut :<br />

x n ∈V ε (x) ⇔ ⏐x n - x⏐ < ε. ⇔ -ε < x n - x < ε<br />

⇔ x- ε < x n < x + ε<br />

Catatan : Definisi limit barisan bilangan <strong>real</strong> digunakan untuk membuktikan bahwa nilai x yang<br />

telah ditetapkan merupakan limit. Hal ini tidak menentukan berapa nilai limit seharusnya. Sehingga<br />

diperlukan latihan untuk sampai kepada dugaan (conjecture) nilai limit dengan perhitungan langsung<br />

suku-suku barisan tersebut. Dalam hal ini komputer akan sangat membantu. Namun demikian karena<br />

Analisis Real I 64


Pendahuluan<br />

komputer hanya dapat menghitung sampai sejumlah hingga suku barisan, maka perhitungan demikian<br />

bukanlah bukti.<br />

Untuk menunjukkan bahwa suatu barisan X = (x n ) tidak konvergen ke x, cukup<br />

dengan memilih ε o > 0 sehingga berapapun nilai K yang diambil, diperoleh suatu<br />

n k > K sehingga x n k<br />

tidak terletak dalam V ε (x), (Perubahan lebih detail pada 3.4).<br />

3.1.7. Contoh-contoh<br />

⎛ 1⎞<br />

(a). lim ⎜ ⎟ = 0 .<br />

⎝ n⎠<br />

Misalkan diberikan sebarang ε > 0. Maka menurut sifat Archimedes terdapat K∈N<br />

sehingga sehingga 1 K<br />

< ε . Akibatnya untuk semua n ≥ K dipenuhi<br />

⎪ 1 n - 0⎪ = 1 n ≤ 1 K < ε<br />

⎛<br />

Ini membuktikan lim ⎜ 1⎞ 0<br />

⎝n⎠ ⎟ =<br />

(b). lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ 0<br />

⎝<br />

2 ⎟ =<br />

n ⎠<br />

Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, sehingga 1 K <<br />

ε . Karena itu untuk<br />

semua n ≥ K dipenuhi<br />

1<br />

0<br />

2<br />

n − = 1 2<br />

n<br />

Ini membuktikan lim<br />

≤<br />

1<br />

K < ( ε)<br />

2 2 = ε<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ 0<br />

⎝<br />

2<br />

⎟ =<br />

n ⎠<br />

( , , , , , ( ) , L)<br />

(c). Barisan 0 2 0 2 L 1 ( 1 )<br />

maka<br />

+ − n , tidak konvergen ke 0.<br />

Pilih ε 0 = 1, sehingga untuk sebarang K∈N, jika n ≥ K dan n bilangan ganjil,<br />

⎪x n - 0⎪ = ⎪2 - 0⎪ = 2 > 1.<br />

( )<br />

Ini mengatakan bahwa barisan 1 ( 1)<br />

+ − n tidak konvergen ke 0.<br />

Analisis Real I 65


Aljabar Himpunan<br />

(d). lim<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

3n + 2<br />

n -1<br />

⎞<br />

⎟ = 3<br />

⎠<br />

1<br />

K − 1<br />

< ε 5 . Aki-<br />

Perhatikan kesamaan berikut<br />

3n + 2 5<br />

− 3 =<br />

n − 1 n − 1<br />

Bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K∈N, K>1, sehingga<br />

batnya untuk semua n ≥ K > 1 dipenuhi<br />

3n + 2 5 ⎛<br />

− 3 = < 5 ⎜ ε⎞ n − 1 n − 1 ⎝ 5⎠ ⎟ = ε<br />

⎛<br />

Ini membuktikan bahwa lim 3n + 2 ⎞<br />

⎜ ⎟ = 3.<br />

⎝ n -1 ⎠<br />

Ekor Barisan<br />

Perlu dimengerti bahwa kekonvergenan (atau kedivergenan) suatu barisan bergantung<br />

hanya pada prilaku suku-suku “terakhirnya”. Artinya, bila kita hilangkan m<br />

suku pertama suatu barisan yang menghasilkan X m konvergen jika hanya jika barisan<br />

asalnya juga konvergen, dalam hal ini limitnya sama.<br />

3.1.8. Definisi. Bila X = (x 1 , x 2 , ..., x n , ...) suatu barisan bilangan <strong>real</strong> dan m selalu<br />

bilangan asli maka ekor-m dari X adalah barisan<br />

X = (x m+n : n∈N) = (x m+1 ,x m+2 , ...).<br />

Sebagai contoh, ekor-3 dari barisan X = (2, 4, 6, 8, 10, ..., 2n, ...) adalah barisan<br />

X 3 = (8, 10, 12, ..., 2n + 6,...).<br />

3.1.9. Teorema. Misalkan X = (x n : n∈N) suatu barisan bilangan <strong>real</strong> dan m∈N. Maka<br />

ekor-m adalah X m = (x m+n : n∈N) dari X konvergen jika dan hanya jika X konvergen,<br />

dalam hal ini, lim X m = lim X.<br />

Bukti :<br />

Dapat kita catat untuk sebarang p∈N, suku ke-p dari X m merupakan suku ke-(m+p)<br />

dari X. Secara sama bila q > m, maka suku ke-q dari X merupakan suku ke-(q-m) dari<br />

X m .<br />

Analisis Real I 66


Pendahuluan<br />

Misalkan X konvergen ke x. Maka untuk sebarang ε > 0, bila untuk n ≥ K(ε)<br />

suku-suku dari X memenuhi ⎢x n -x ⎢< ε, maka suku-suku dari X m dengan k ≥ K m (ε) -<br />

m memenuhi ⎢x n -x ⎢< ε. Jadi kita dapat memilih K m (ε) = K m (ε) - m, sehingga X m<br />

juga konvergen ke x.<br />

Sebaliknya, bila suku-suku dari X m untuk k ≥ K m (ε) memenuhi ⎢x n -x ⎢< ε<br />

maka suku-suku dari X dengan n ≥ K m (ε) + m memenuhi ⎢x n -x ⎢< ε. Jadi kita dapat<br />

memilih K(ε) = K m (ε) + m. Karena itu, X konvergen ke x jika dan hanya jika X m konvergen<br />

ke x.<br />

Kadang-kadang kita akan mengatakan suatu barisan X pada akhirnya mempunyai sifat tertentu,<br />

bila beberapa akar x mempunyai sifat tersebut. Sebagai contoh, kita katakan bahwa barisan (3, 4,<br />

5, 5, 5, ...,5, ...) pada akhirnya konstan. Di lain pihak, barisan 3, 5, 3, 5, ..., 5, 5, ...) tidaklah pada<br />

akhirnya konstan. Gagasan kekonvergenan dapat pula dinyatakan dengan begini : suatu barisan X konvergen<br />

ke x jika dan hanya jika suku-suku dari X pada akhirnya terletak di dalam lingkungan-ε ke x.<br />

3.1.10. Teorema. Misalkan A = (a n ) dan X = (x n ) barisan bilangan <strong>real</strong> dan x∈R. Bila<br />

untuk suatu C > 0 dan suatu m∈N, kita mempunyai<br />

⎢x n -x ⎢≤ Ca n untuk semua n∈N dengan n ≥ m, dan lim (a n ) = 0, maka lim (x n ) = x.<br />

Bukti :<br />

Misalkan diberikanε > 0. Karena lim (a n ) = 0, maka terdapat bilangan asli K A (ε/C),<br />

sehingga bila n ≥ K A (ε/C) maka ⎢a n ⎢ = ⎢a n - 0 ⎢< ε/C.<br />

Karena itu hal ini mengakibatkan bila n ≥ K A (ε/C) dan n ≥ m, maka<br />

ε<br />

⎢x n -x ⎢≤ C ⎢x n - x ⎢< C( C ) = ε.<br />

Karena ε > 0 sebarang, kita simpulkan x = lim (x n ).<br />

3.1.11. Contoh-contoh.<br />

(a). Bila a > 0, maka lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ ⎟<br />

⎝1+<br />

na ⎠<br />

= 0.<br />

Karena a > 0, maka 0 < na < 1 + na. Karenanya 0 <<br />

mengakibatkan<br />

1<br />

na<br />

+ 1<br />

<<br />

1<br />

, yang selanjutnya<br />

na 1 1 1<br />

− 0 ≤ ⎛ 1+<br />

n ⎝ ⎜ ⎞<br />

⎟<br />

a a⎠<br />

n<br />

untuk semua n∈N.<br />

Analisis Real I 67


Aljabar Himpunan<br />

Karena lim 1 n<br />

= 0, menurut Teorema 3.1.10 dengan C = 1 a<br />

dan m = 1 diperoleh<br />

bahwa<br />

⎛<br />

(b). lim ⎜<br />

1 ⎝ 2<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ = 0<br />

⎠<br />

⎛ 1 ⎞<br />

lim ⎜ ⎟<br />

⎝1+<br />

na ⎠<br />

= 0.<br />

Karena 0 < n < 2 n 1 1<br />

(buktikan !) untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 < < yang<br />

n<br />

2 n<br />

mengakibatkan<br />

1<br />

n<br />

2<br />

1<br />

− 0 ≤ untuk semua n∈N.<br />

n<br />

Tetapi lim 1 n<br />

= 0, dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ 0<br />

n ⎟ =<br />

⎝ 2 ⎠<br />

(c). Bila 0 < b < 1, maka lim (b n ) = 0.<br />

Karena 0 < b < 1, kita dapat menuliskan b =<br />

1<br />

( 1+<br />

a) , dimana a 1<br />

= − 1 sehingga a ><br />

b<br />

0. Dengan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14 kita mempunyai (1 + a) n ≥ 1 + na. Dari sini<br />

n<br />

0 < b =<br />

1 1 1<br />

≤ <<br />

n<br />

(1 + a)<br />

1 + na na ,<br />

sehingga dengan menggunakan Teorema 3.1.10, diperoleh lim (b n ) = 0.<br />

1<br />

(d). Bila C > 0, maka lim ( C n<br />

) = 1.<br />

Untuk kasus C = 1 mudah, karena ( C )<br />

1 n<br />

merupakan barisan konstan (1, 1, 1, ...) yang<br />

jelas konvergen ke 1.<br />

1<br />

Bila C > 1, maka C<br />

n<br />

= 1 + d untuk suatu d n > 0.<br />

Dengan menggunakan ketaksamaan Bernoulli 2.2.14(c),<br />

( )<br />

n<br />

C = 1+ d ≥ 1+ nd , untuk semua n∈N.<br />

n<br />

n<br />

n<br />

Analisis Real I 68


Karenanya C - 1 ≥ nd n , sehingga d n ≤ C n<br />

1<br />

C<br />

n<br />

1<br />

− 1 = d<br />

n<br />

≤ C − 1 un-<br />

n<br />

tuk semua n∈N.<br />

− 1 . Akibatnya ( )<br />

Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim ( C )<br />

1 n<br />

= 1.<br />

Pendahuluan<br />

Sedangkan bila 0 < C < 1; maka C 1 n<br />

= 1/(1 + h n ) untuk suatu h n > 0. Dengan menggunakan<br />

kesamaan Bernoulli diperoleh<br />

C =<br />

1<br />

( 1+<br />

h )<br />

yang diikuti oleh 0 < h n <<br />

Karenanya kita mempunyai<br />

n<br />

n<br />

1<br />

nC<br />

1<br />

≤ <<br />

1 + nh<br />

n<br />

1<br />

nh<br />

untuk semua n∈N.<br />

1 h<br />

0 1 C n n<br />

< − = < hn<br />

<<br />

1 + h<br />

n<br />

n<br />

1<br />

nC<br />

1 1<br />

sehingga C n<br />

1<br />

− 1 < ⎛ ⎝ ⎜ ⎞<br />

⎟ untuk semua n∈N.<br />

C⎠<br />

n<br />

1<br />

Dengan menggunakan Teorema 3.1.10 diperoleh lim( C n<br />

) = 1 untuk 0 < C < 1.<br />

1<br />

(e). lim ( n n<br />

) = 1.<br />

Karena ( )<br />

1 n<br />

n<br />

n 1 n<br />

> 1 untuk n > 1, maka n = 1+ k untuk suatu k n > 0 bila n > 1. Akibatnya<br />

n = (1 + k n ) n untuk n > 1. Dengan teorema Binomial, bila n > 1 kita mempunyai<br />

2 1<br />

( ) ( )<br />

1<br />

n = 1+ nk + n n − 1 k + ... ≥ 1 + n n − 1 k ,<br />

yang diikuti oleh<br />

n<br />

1<br />

n 1 n<br />

2 n<br />

− ≥ ( − )<br />

2<br />

2<br />

n 1 k .<br />

n<br />

2<br />

2 n<br />

Analisis Real I 69


Aljabar Himpunan<br />

Dari sini kn ≤ 2 untuk n > 1. Sekarang bila ε > 0 diberikan, maka menurut sifat Ar-<br />

n<br />

chimedes terdapat bilangan asli N ε sehingga<br />

≥ sup{2, N ε } maka 2 n<br />

2<br />

< ε , karena barisan itu<br />

2<br />

N<br />

ε<br />

2<br />

< ε . Hal ini akan diikuti oleh bila n<br />

1 2<br />

1<br />

0 < n n<br />

− 1 = k n ≤ ⎛ ⎝ ⎜ 2⎞<br />

⎟ < ε .<br />

n⎠<br />

1<br />

Karena ε > 0 sebarang, maka lim ( n n<br />

) = 1.<br />

Latihan 3.1<br />

1. Suku-suku ke-n dari barisan (x n ) ditentukan oleh formula berikut. Tuliskan lima<br />

suku pertama dari masing-masing barisan tersebut<br />

(a) x 1 ( 1)<br />

(c).<br />

n<br />

x<br />

n<br />

= + − (b).<br />

n<br />

=<br />

1<br />

n n 1<br />

( + )<br />

(d). x<br />

x<br />

n<br />

( 1)<br />

n<br />

= − ,<br />

n<br />

1<br />

=<br />

n + 2<br />

n 2<br />

2. Beberapa suku pertama barisan (x n ) diberikan sebagai berikut. Anggap “pola dasarnya”<br />

diberikan oleh suku-suku tersebut, tentukan formula untuk suku ke-n, x n ,<br />

(a). 5, 7, 9, 11, ... (b). 1 1<br />

2 , -<br />

1 1 4 , 8 , - 16 , ...<br />

(c). 1 2<br />

2 ,<br />

3 4 3 , 4 , 5 , ... (d). 1, 4, 9, 16, ...<br />

3. Tuliskan lima suku pertama dari barisan yang didefinisikan secara induktif berikut<br />

(a). x 1 = 1, x n+1 = 3x n + 1;<br />

(b). y 1 = 2, y n+1 = ( )<br />

1<br />

y + 2<br />

2 n<br />

y n<br />

;<br />

(c). z 1 = 1, z 2 = 2, z n+2 = (z n+1 +z n )/z n+1 - z n );<br />

(d). s 1 = 3, s 2 = 5, s n+2 = s n + s n+1 .<br />

⎛<br />

4. Untuk sebarang b∈R, buktikan lim b ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0<br />

⎝ n⎠<br />

5. Gunakan definisi limit untuk membuktikan limit barisan berikut.<br />

Analisis Real I 70


Pendahuluan<br />

(a). lim<br />

(c). lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ 0<br />

⎝ n 2 ⎟ = (b). lim<br />

+ 1⎠<br />

⎛ 3n + 1⎞<br />

3<br />

⎜ ⎟ = (d). lim<br />

⎝ 2n + 5⎠<br />

2<br />

⎛ 2n ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0<br />

⎝ n + 1⎠<br />

2<br />

⎛ n − 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0<br />

2<br />

⎝ 2n + 3⎠<br />

6. Tunjukkan bahwa<br />

(a). lim<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

1 ⎞<br />

⎟ = 0<br />

(b). lim<br />

n + 7 ⎠<br />

⎛ 2n ⎞<br />

⎜ ⎟ = 2<br />

⎝ n + 2⎠<br />

⎛ n ⎞<br />

⎛<br />

(c). lim ⎜ ⎟ = 0<br />

(c). lim<br />

⎝ n + 1⎠<br />

⎜<br />

⎝<br />

( − )<br />

n<br />

1 n⎞<br />

n + 1 ⎟ = 0<br />

2<br />

⎠<br />

7. Buktikan bahwa lim (x n ) = 0 jika dan hanya jika lim ( x n ) = 0. Berikan contoh<br />

yang menunjukkan bahwa kekonvergenan dari ( x n ) tidak perlu mengakibatkan<br />

kekonvergenan dari (x n ).<br />

8. Tunjukkan bahwa bila x n ≥0 ∀ n∈N dan lim (x n ) = 0, maka lim( x n ) = 0.<br />

9. Tunjukkan bahwa bila lim (x n ) = x dan x > 0, maka terdapat bilangan M∈N sehingga<br />

x n > 0 untuk semua n ≥ M.<br />

10. Tunjukkan bahwa lim<br />

⎛ 1 1 ⎞<br />

⎜ − ⎟ = 0<br />

⎝ n n + 1⎠<br />

⎛<br />

11. Tunjukkan lim 1 ⎞<br />

⎜ 0<br />

⎝ 3 n ⎟ =<br />

⎠<br />

12. Misalkan b∈R memenuhi 0 < b < 1. Tunjukkan bahwa lim(nb n )<br />

( )<br />

13. Tunjukkan bahwa lim ( )<br />

1 n<br />

=<br />

2n 1<br />

14. Tunjukkan bahwa lim n 2<br />

⎛ ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0<br />

⎝ n! ⎠<br />

⎛<br />

⎞<br />

2 n n 2<br />

n−2<br />

3<br />

15. Tunjukkan bahwa lim ⎜ ⎟ = ⎢ ≥ ≤ 2( )<br />

⎝ n! ⎠<br />

⎡<br />

0. Bila n 3, maka 0 < 2<br />

⎣<br />

n!<br />

⎤<br />

⎥<br />

⎦<br />

Analisis Real I 71


Aljabar Himpunan<br />

3.2. Teorema-teorema Limit<br />

Dalam bagian ini kita akan memperoleh beberapa hal yang memungkinkan<br />

kita mengevaluasi limit dari barisan bilangan <strong>real</strong> yang tertentu. Hasil ini memungkinkan<br />

kita menambah koleksi barisan konvergen.<br />

3.2.1. Definisi. Barisan bilangan <strong>real</strong> X = (x n ) dikatakan terbatas bila terdapat bilangan<br />

<strong>real</strong> M > 0 sehingga ⎢x n ⎢≤ M; untuk semua n∈N.<br />

Jadi barisan X = (x n ) terbatas jika dan hanya jika himpunan {x n : n∈N} terbatas<br />

di R,<br />

3.2.2. Teorema. Suatu barisan bilangan <strong>real</strong> yang konvergen tarbatas.<br />

Bukti :<br />

Misalkan lim (x n ) = x dan ε = 1. Dengan menggunakan teorema 3.1.6(c), terdapat bilangan<br />

asli K = K(1) sehingga bila n ≥ K maka xn − x < 1. Dari sini, dengan menggunakan<br />

akibat 2.3.4(a) tentang ketaksamaan segitiga, bila n ≥ K, maka x < n<br />

x + 1 .<br />

Dengan menetapkan<br />

M = sup{ x<br />

1<br />

, x<br />

2<br />

, ..., x<br />

K-1<br />

, x + 1 },<br />

maka diperoleh x<br />

n<br />

≤ M untuk semua n∈M.<br />

Dalam definisi 3.1.3 kita telah mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali dan<br />

pembagian barisan bilangan <strong>real</strong>. Kita sekarang akan menunjukkan bahwa barisan<br />

yang diperoleh dengan cara demikian dari barisan-barisan konvergen, mengakibatkan<br />

limit barisan barunya dapat diprediksi.<br />

3.2.3. Teorema.<br />

(a). Misalkan X = (x n ) dan Y = (y n ) barisan bilangan <strong>real</strong> yang berturut-turut konvergen<br />

ke x dan y, serta c∈R. Maka barisan X + Y, X - Y, X . Y dan cX berturutturut<br />

konvergen ke x + y, x - y, xy dan cx.<br />

(b).. Bila X = (x n ) konvergen ke x dan Z = (z n ) barisan tak nol yang konvergen ke z,<br />

dan z ≠ 0, maka barisan X/Z konvergen ke x/z.<br />

Bukti :<br />

Analisis Real I 72


Pendahuluan<br />

(a). Untuk membuktikan lim (x n + y n ) = x + y kita akan menaksir<br />

⎪(x n + y n ) - (x + y)⎪ = ⎪(x n + x) + (y n + y)⎪<br />

≤ xn − x + yn<br />

− y .<br />

Dari hipotesis, untuk sebarang ε > 0 terdapat K∈N sehingga bila n ≥ K 1 , maka<br />

xn − x < ε , juga terdapat K 2 2∈N sehingga bila n ≥ K 2, maka xn − x < ε . Bila K(ε) =<br />

2<br />

sup{K 1 , K 2 }, maka untuk semua n ≥ K(ε)<br />

( ) ( )<br />

x + y − x + y ≤ x − x + y − y<br />

n n n n<br />

1 1<br />

< ε + ε = ε<br />

2<br />

2<br />

Karena ε > 0 sebarang, kita peroleh bahwa X + Y = (x n + y n ) konvergen ke x + y.<br />

Argumen serupa dapat digunakan untuk membuktikan bahwa X - Y = (x n - y n )<br />

konvergen ke x - y.<br />

Untuk membuktikan bahwa XY = (x n y n ) konvergen ke xy, kita akan mengestimasi<br />

( ) ( )<br />

x y − xy = x y − x y + x y − xy<br />

n n n n n n<br />

( ) ( )<br />

≤ x y − y + x − x y<br />

n n n<br />

= xn yn − y + xn<br />

− x y<br />

Menurut Teorema 3.2. terdapat bilangan <strong>real</strong> M 1 > 0 sehingga x<br />

n∈N dan tetapkan M = sup { M<br />

1, y }.<br />

Selanjutnya kita mempunyai<br />

xnyn − xy ≤ M yn − y + M xn<br />

− x<br />

≤ M untuk semua<br />

n 1<br />

Dari kekonvergenan X dan Y, bila diberikan sebarang ε > 0, maka terdapat K 1 , K 2 ,∈N<br />

sehingga bila n ≥ K 1 maka x<br />

n<br />

− x < ε , dan bila n ≥ K 2 maka y − y < ε .<br />

2M<br />

n<br />

2M<br />

Sekarang tetapkan K(ε) = sup {K 1 , K 2 }, maka untuk semua n ≥ K(ε) diperoleh<br />

⎪x n y n - xy⎪ ≤ M⎪y n - y⎪ + ⎪x n - x⎪<br />

( ) M( )<br />

< M + =<br />

ε ε<br />

ε .<br />

2M<br />

2 M<br />

Karena ε > 0 sebarang, hal ini membuktikan bahwa barisan XY = (x n y n ) konvergen ke<br />

xy.<br />

Analisis Real I 73


Aljabar Himpunan<br />

Bukti untuk barisan cX= (cx n ) konvergen ke cx ditinggalkan sebagai latihan.<br />

(b). Berikutnya kita akan menunjukkan bila Z = (z n ) barisan tak nol yang konvergen<br />

ke z, maka barisan<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ konvergen ke 1<br />

⎝ ⎠<br />

z (karena z ≠ 0). Pertama misalkan α = 1 2 z<br />

z n<br />

maka α > 0. Karena lim (z n ) = z, maka terdapat K 1 ∈N, sehingga bila n ≥ K 1 maka<br />

z<br />

n −<br />

z<br />

K(ε).<br />

Sekarang kita berikan ε > 0, mak terdapat K 2 ∈N sehingga bila n ≥ K 2 maka<br />

1<br />

z<br />

n<br />

1<br />

− ≤ ε untuk semua n > K(ε).<br />

z<br />

⎛<br />

Karena ε > 0 sebarang, jadi lim ⎜<br />

⎝<br />

1 z<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ =<br />

⎠<br />

1<br />

z .<br />

Dengan mendefinisikan Y barisan<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ dalam menggunakan XY =<br />

⎝ ⎠<br />

y n<br />

⎛ x<br />

⎜<br />

⎝ z<br />

n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ konvergen<br />

⎠<br />

⎛ 1<br />

ke x⎜ ⎞ x<br />

⎝ z ⎠ ⎟ = , bukti (b) telah selesai.<br />

z<br />

Beberapa hasil Teorema 3.2.3 dapat diperluas, dengan induksi matematika,<br />

untuk sejumlah hingga barisan konvergen. Sebagai contoh, bila A = (a n ), B = (b n ), ...,<br />

Z = (z n ) barisan konvergen, maka jumlahnya A + B + ... + Z = ( a n + b n + ... + z n ) juga<br />

merupakan barisan konvergen dan<br />

(1) lim(a n + b n + ... + z n ) = lim(a n ) + lim(b n ) + ... + lim(z n )<br />

Hasil kalinya juga konvergen dan<br />

(2) lim (a n b n ...z n ) = ( )<br />

[ lim a ][ lim( b )] ... lim( z )<br />

n n n .<br />

Analisis Real I 74


Pendahuluan<br />

Dan bila b∈N dan A = (a n ) barisan konvergen, maka<br />

[ n ]<br />

lim a .<br />

(3) lim (a n k ) = ( )<br />

k<br />

Buktinya ditingggalkan sebagai latihan.<br />

3.2.4. Teorema. Bila X = (x n ) barisan konvergen dan x n ≥ 0, untuk semua n∈N, maka<br />

x = lim (x n ) ≥ 0.<br />

Bukti :<br />

Andaikan x < 0, pilih z = - x > 0. Karena X konvergen ke x, maka terdapat<br />

K∈N, sehingga x - ε < x n < + ε untuk semua n ≥ Κ. Khususnya, kita mempunyai<br />

x K < x + z = x + (-x) = 0. Hal ini kontradiksi dengan hipotesis bahwa x n ≥ 0 untuk semua<br />

n∈N. Jadi haruslah x ≥ 0.<br />

3.2.5 Teorema. Bila X = (x n ) dan Y = (y n ) barisan konvergen dan x n ≤ y n untuk semua<br />

n∈N, maka lim (x n ) ≤ lim (y n ).<br />

Bukti :<br />

Misalkan z n = y n - x n sehingga Z = (z n ) = Y - X dan z n ≥ 0 untuk semua n∈N.<br />

Dari teorema 3.2.4 dan 3.2.3 diperoleh 0 ≤ lim Z = lim (y n ) - lim (x n ).<br />

Jadi lim (x n ) ≤ lim (y n ).<br />

Yang berikut mengatakan bahwa bila semua suku dari barisan konvergen memenuhi<br />

ketaksamaan a ≤ x n ≤ b, maka limitnya memnuhi ketaksamaan yang sama.<br />

3.2.6. Teorema. Bila x = (x n ) suatu barisan konvergen dan a ≤ x n ≤ b untuk semua<br />

n∈N, maka a ≤ lim (x n ) ≤ b.<br />

Bukti :<br />

Misalkan Y barisan konstan (b, b, b, ...). Dari Teorema 3.2.5 diperoleh lim X ≤ lim Y<br />

= b. Secara sama dapat ditunjukkan bahwa a ≤ lim X.<br />

Sedangkan yang berikut menyatakan bahwa bila barisan Y diapit oleh dua barisan<br />

konvergen yang limitnya sama, maka barisan y tersebut juga konvergen ke limit<br />

dari kedua barisan yang mengapitnya.<br />

Analisis Real I 75


Aljabar Himpunan<br />

3.2.7. Teorema Apit. Misalkan bahwa X = (x n ), Y = (y n ), dan Z = (z n ) barisan yang<br />

memenuhi<br />

x n ≤ y n ≤ z n untuk semua n∈N,<br />

dan lim (x n ) = lim (z n ) maka (y n ) konvergen dan lim (x n ) = lim (y n ) = lim (x n ).<br />

Bukti :<br />

Misalkan w = lim (x n ) = lim (z n ). Bila ε > 0 diberikan, maka karena X dan Z<br />

konvergen ke w, terdapat K∈N sehingga untuk semua n∈N dengan n ≥ K dipenuhi<br />

x − w < ε dan x − w < ε<br />

n<br />

n<br />

Dari hipotesis diperoleh bahwa x n - w ≤ y n - w ≤ z n -w, untuk semua n∈N, yang diikuti<br />

oleh (mengapa ?)<br />

-ε < y n - w < ε<br />

untuk semua n ≥ K. Karena ε > 0 sebarang, jadi lim (y n ) = w.<br />

Catatan : Karena sebarang ekor barisan mempunyai limit yang sama, hipotesis dari 3.2.4, 3.2.5,<br />

3.2.6, dan 3.2.7 dapat diperlemah dengan menerapkannya pada ekor barisan. Sebagai contoh, pada<br />

Teorema 3.2.4, bila X = (x n ) pada “akhirnya positif” dalam arti bahwa terdapat m∈N sehingga x n ≥ 0<br />

untuk semua n ≥ m, maka akan diperoleh kesimpulan yang sama yaitu n ≥ 0. Modifikasi yang sama<br />

juga berlaku untuk Teorema yang lain, yang pembaca perlu buktikan.<br />

3.2.8. Beberapa Contoh<br />

(a). Barisan (n) divergen.<br />

Mengikuti Teorema 3.2.2, andaikan barisan X = (n) konvergen, maka terdapat bilangan<br />

<strong>real</strong> M > 0 sehingga n = n < M untuk semua n∈N. Tetapi hal ini melanggar sifat<br />

Archimedes.<br />

(b). Barisan ((-1) n ) divergen<br />

Barisan ini terbatas (ambil M = 2), sehingga kita tidak dapat menggunakan Teorema<br />

3.2.2. Karena itu, andaikan X = ((-1) n ) konvergen dan a = lim X. Misalkan ε = 1,<br />

maka terdapat K∈N sehingga<br />

(-1)<br />

n − a < 1, untuk semua n ≥ K.<br />

Tetapi bila n ganjil dan n ≥ K, hal ini memberikan -1− a < 1, sehingga -2 < a < 0<br />

(Mengapa?). Sedangkan bila n genap dan n ≥ K, hal ini memberikan 1− a < 1, se-<br />

Analisis Real I 76


Pendahuluan<br />

hingga 0 < a < 2. Karena a tidak mungkin memenuhi kedua ketaksamaan tersebut,<br />

maka pengandaian bahwa X konvergen menghasilkan hal yang kontradiksi. Haruslah<br />

X divergen.<br />

⎛<br />

(c). lim 2n + 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = 2<br />

⎝ n ⎠<br />

Misalkan X = (2) dan Y<br />

n , maka 2n 1<br />

= ⎛ X Y,<br />

⎝ ⎜ 1⎞<br />

⎛ + ⎞<br />

⎟ ⎜ ⎟ = +<br />

⎠ ⎝ n ⎠<br />

Dengan menggunakan Teorema 3.2.3(a) diperoleh bahwa lim (X + Y) = lim X + lim<br />

Y = 2 + 0 = 2.<br />

⎛<br />

(d). lim 2n + 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = 2.<br />

⎝ n + 5 ⎠<br />

Karena barisan (2n + 1) dan (n + 5) tidak konvergen, kita tidak dapat mengguanakan<br />

Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi kita dapat melakukan yang berikut<br />

2n + 1 2 +<br />

=<br />

n + 5 1+<br />

1 n<br />

5 n<br />

,<br />

yang memberikan X =<br />

⎛<br />

2 + 1 ⎞ ⎛ 5⎞<br />

⎜ ⎟ dan Z = ⎜1+<br />

⎟<br />

⎝ n⎠<br />

⎝ n⎠<br />

sehingga Teorema 3.2.3(b) dapat<br />

digunakan. (Selidiki terlebih dahulu syarat-syarat yang harus dipenuhi). Selanjutnya<br />

diperoleh<br />

⎛<br />

(e) lim<br />

2n ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0<br />

⎝ n 2 + 1⎠<br />

⎛<br />

lim 2n + 1 ⎞ ⎛<br />

lim 2 +<br />

⎜ ⎟ = ⎜<br />

⎝ n + 5 ⎠ ⎝ 1+<br />

⎞<br />

⎠<br />

lim 2<br />

( + )<br />

5<br />

( + n )<br />

1 1<br />

n<br />

n<br />

⎟ =<br />

5 n<br />

lim 1<br />

2<br />

= =<br />

1<br />

Teorema 3.2.3(b) tidak dapat digunakan secara langsung, juga sampai pada<br />

2n 2<br />

n + 1<br />

= n +<br />

2 1 n<br />

(mengapa ?). Tetapi karena<br />

dan<br />

2n<br />

2<br />

n + 1 = n +<br />

,<br />

2 n<br />

1 n<br />

2<br />

,<br />

2<br />

Analisis Real I 77


Aljabar Himpunan<br />

⎛<br />

lim 2 ⎞<br />

⎛<br />

0 dan lim 1 + 1 ⎞<br />

⎛<br />

1, maka lim 2n ⎞<br />

⎜ ⎟ = ⎜<br />

0 0<br />

⎝ n ⎠<br />

2<br />

⎟ =<br />

⎜<br />

⎝<br />

2<br />

⎟ = = ,<br />

n ⎠<br />

⎝ n + 1⎠<br />

1<br />

dengan menggunakan Teorema 3.2.3(b).<br />

(f) lim sin n<br />

n<br />

= 0<br />

Di sini kita tidak dapat menggunakan Teorema 3.2.3(b) secara langsung. Tetapi perlu<br />

dicatat bahwa -1 ≤ sin n ≤ 1, maka<br />

Karena lim<br />

1<br />

( n ) lim<br />

1<br />

( n )<br />

- 1 sinn<br />

n<br />

≤ 1<br />

n<br />

≤ n<br />

, untuk semua n∈N.<br />

− = = 0, dengan menggunakan Teorema Apit diperoleh bahwa<br />

⎛<br />

lim sin n ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0 .<br />

⎝ n ⎠<br />

(g). Misalkan X = (x n ) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan p polinomial, sebagai<br />

contoh<br />

p(t) = a 0 + a 1 t + a 2 t 2 + ... + a k t k<br />

dengan k∈N dan a j ∈R untuk j = 0, 1, ..., k, a k ≠ 0. Dengan menggunakan Teorema<br />

3.2.3 barisan (p(x n )) konvergen ke p(x).<br />

Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.<br />

(h). Misalkan X = (x n ) barisan yang konvergen ke x. Sedangkan r(t) =<br />

p<br />

q<br />

( t)<br />

( t)<br />

dengan p<br />

dan q polinomial. Misalkan juga q(x n ) ≠ 0 untuk semua n∈N dan q(x) = 0. Maka barisan<br />

r(x n ) konvergen ke r(x). Bukti lengkapnya ditinggalkan sebagai latihan.<br />

Kita akan mengakhiri bagian ini dengan beberapa hasil berikut.<br />

3.2.4. Teorema. Misalkan barisan X = (x n ) konvergen ke x, maka barisan ( x n ) konvergen<br />

ke x , yaitu bila x = lim (x n ), maka = ( n )<br />

Bukti :<br />

Mengikuti sifat segitiga diperoleh<br />

x lim x .<br />

x − x ≤ x − x untuk semua n∈N.<br />

n<br />

n<br />

Analisis Real I 78


Pendahuluan<br />

Selanjutnya kekonvergenan dari ( x n ) ke x suatu akibat langsung dari kekonvergenan<br />

dari (x n ) ke x.<br />

3.2.10. Teorema. Misalkan barisan X = (x n ) konvergen ke x dan x n ≥ 0 , untuk semua<br />

n∈N. Maka barisan ( x n ) konvergen dan lim ( )<br />

Bukti :<br />

Dari Teorema 3.2.4 diperoleh bahwa x = lim (x n ) ≥ 0.<br />

Sekarang kita tinjau dua kasus (i). x = 0 dan (ii). x > 0.<br />

x n<br />

= x.<br />

(i). Misalkan x = 0, dan ε > 0 sebarang diberikan. Karena xn → 0 maka terdapat<br />

K∈N sehingga 0 ≤ x n = x n - 0 < ε 2 .<br />

Karena itu [lihat contoh 2.2.14(a)], 0 ≤ x n<br />

≤ ε untuk n ≥ K.<br />

Karena ε > 0 sebarang, maka ( xn ) → 0.<br />

(ii). Bila x > 0, maka x > 0 dan kita mempunyai<br />

x<br />

n<br />

− x =<br />

Karena x x x 0<br />

n<br />

+ ≥ > , maka<br />

( xn<br />

− x)( xn<br />

+ x)<br />

x<br />

n<br />

+<br />

x<br />

=<br />

x<br />

x<br />

n<br />

n<br />

− x<br />

+ x<br />

x<br />

n<br />

1<br />

− x ≤ ⎛ x x x n<br />

⎝ ⎜ ⎞<br />

⎟ − .<br />

⎠<br />

Kekonvergenan dari xn → x merupakan akibat yang mudah dari x → n<br />

x .<br />

Untuk jenis-jenis barisan tertentu, yang berikut menyajikan “uji rasio” yang mudah<br />

dan cepat untuk kekonvergenan.<br />

⎛<br />

3.2.11. Teorema. Misalkan (x n ) barisan bilangan <strong>real</strong> positif sehingga L = lim ⎜<br />

x ⎝ x<br />

ada. Bila L < 1, maka (x n ) konvergen dan lim (x n ) = 0.<br />

Bukti :<br />

Menurut 3.2.4 diperoleh bahwa L ≥ 0. Misalkan r bilangan dengan L < r < 1, dan ε = r<br />

- L > 0. Maka terdapat n∈K. dipenuhi<br />

n+1<br />

n<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

Analisis Real I 79


Aljabar Himpunan<br />

xn+ 1<br />

− L < ε .<br />

x<br />

n<br />

Akibatnya (mengapa ?) untuk bila n ≥ K, maka<br />

x<br />

x<br />

n+<br />

1<br />

Karena itu, bila n ≥ K diperoleh<br />

n<br />

( )<br />

< L + ε = L + r − L = r .<br />

0 < x n+1 < x n r < x n-1 r 2 < ... < x K r n-K+1<br />

Bila kita tetapkan C = x K /r K , kita peroleh 0 < x n+1 < Cr n+1 untuk semua n ≥ K. Karena<br />

0 < r


(d). lim<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

n − 1⎞<br />

⎟<br />

n + 1⎠<br />

(d). lim<br />

⎛ n + 1⎞<br />

⎜ ⎟<br />

⎝ n n ⎠<br />

Pendahuluan<br />

8. Misalkan y = n + n<br />

1 − n , untuk n∈N. Tunjukkan bahwa (y n) dan ( ny n ) konvergen.<br />

n n 1 n<br />

9. Misalkan z n = ( a b )<br />

+ dengan 0 < a < b, maka lim (z n ) = b.<br />

10. Gunakan Teorema 3.2.11 pada barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a<br />

< 1 dan b > 1.<br />

(a). (a n )<br />

(c).<br />

⎛ n ⎞<br />

⎜<br />

⎝<br />

n<br />

b ⎠<br />

⎛<br />

(b). ⎜<br />

⎝ 2<br />

b 2 n<br />

⎟ (d). ( 2n )<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

2 3n<br />

3<br />

11. (a). Berikan contoh barisan bilangan positif (x n ) yang konvergen sehingga<br />

⎛<br />

lim ⎜<br />

x ⎝ x<br />

n+<br />

1<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ = 1<br />

⎠<br />

(b). Berikan pula contoh barisan divergen dengan sifat tersebut. (Jadi, sifat ini tidak<br />

dapat digunakan untuk uji konvergensi).<br />

⎛<br />

12. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan positif sehingga lim ⎜<br />

x ⎝ x<br />

n+<br />

1<br />

⎞<br />

⎟ = L > 1. Tunjuk-<br />

⎠<br />

kan bahwa X barisan tak terbatas, karenanya X tidak konvergen.<br />

n<br />

13. Selidiki konvergensi barisan-barisan berikut, bila a, b memenuhi 0 < a < 1 dan<br />

b > 1<br />

(a). (n 2 a n ),<br />

⎛ b n ⎞<br />

(c). ⎜ ⎟<br />

⎝ n! ⎠<br />

(b).<br />

(d).<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

b n 2<br />

n<br />

n n<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

⎛ n! ⎞<br />

⎜ ⎟<br />

⎝ ⎠<br />

Analisis Real I 81


Aljabar Himpunan<br />

1<br />

14. Misalkan (x n ) barisan bilangan positif dengan lim ( x n<br />

n ) = L < 1. Tunjukkan<br />

bahwa terdapat bilangan dengan 0 < r < 1 sehingga 0 < x n < r n untuk suatu n∈N<br />

yang cukup besar. Gunakan ini untuk menunjukkan lim (x n ) = 0.<br />

15. (a) Berikan contoh barisan bilangan positif (x n ) yang konvergen sehingga lim<br />

1<br />

( x n<br />

n ) = 1.<br />

1<br />

(b). Berikan contoh barisan bilangan positif (x n ) yang divergen sehingga lim ( x n<br />

n ) =<br />

1. (Jadi , sifat ini tidak dapat digunakan untuk uji konvergensi).<br />

16. Misalkan (x n ) barisan konvergen dan (y n ) barisan sehingga untuk sebarang ε > 0<br />

terdapat M sehingga x<br />

n<br />

− y<br />

n<br />

< ε untuk semua n ≥ M. Apakah hal ini mengakibatkan<br />

(y n ) konvergen ?<br />

3.3. Barisan Monoton<br />

Sampai saat ini, kita telah mempunyai beberapa metode untuk menunjukkan<br />

bahwa barisan X = (x n ) konvergen :<br />

(i). Kita dapat menggunakan defenisi 3.1.4. atau Teorema 3.1.6. secara langsung.<br />

Tetapi ini sering (tetapi tidak selalu) sukar dikerjakan.<br />

(ii). Kita dapat mendominasi ⏐x n - x⏐ dengan perkalian dari suku-suku dalam barisan<br />

(a n ) yang diketahui konvergen ke 0, kemudian menggunakan Teorema 3.1.10.<br />

(iii). Kita dapat mengidentifikasi barisan X diperoleh dari barisan-barisan yang<br />

diketahui konvergennya dari lebar barisannya, kombinasi aljabar, nilai mutlak atau<br />

datar dengan menggunakan Teorema 3.1.9, 3.2.3, 3.2.9, atau 3.2.10.<br />

(iv). Kita dapat mengapit X dengan dua barisan yang konvergen ke limit yang sama<br />

dengan menggunakan Teorema 3.2.7.<br />

(v). Kita dapat menggunakan “Uji rasio” dari Teorema 3.2.4.<br />

Kecuali (iii), semua metode ini mengharuskan kita terlebih dahulu mengetahui (atau<br />

paling tidak dugaan) nilai limitnya yang benar, dan kemudian membuktikan bahwa<br />

dugaan kita benar.<br />

Analisis Real I 82


Pendahuluan<br />

Terdapat banyak contoh, yang mana tidak ada calon limit yang mudah dari<br />

suatu barisan, bahkan walaupun dengan <strong>analisis</strong> dasar diduga barisannya konvergen.<br />

Dalam bagian ini dan dua bagian berikutnya, kita akan membahas hasil-hasil yang<br />

lebih mendalam dibanding bagian terdahulu yang mana dapat digunakan untuk memperkenalkan<br />

konvergensi suatu barisan bila tidak ada kandidat limit yang mudah.<br />

3.3.1 Definisi. Misalkan X = (x n ) barisan bilangan <strong>real</strong>, kita katakan X tak turun bila<br />

memenuhi ketaksamaan :<br />

x 1 ≤ x 2 .... ≤ x n ≤ x n + 1 ≤ .....<br />

Kita katakan X tak naik bila memenuhi ketaksamaan<br />

x 1 ≥ x 2 ≥ .... ≥ x n ≥ x n+1 ≥ ......<br />

Kita katakan X monoton bila X tak naik, atau tak turun.<br />

Berikut ini barisan-barisan tak turun<br />

(1,2,3,4,.....,n,.....); (1,2,2,3,3,3, .......);<br />

(a,a 2 ,a 3 ,.....,a n ,......) bila a > 1<br />

Berikut ini barisan-barisan tak naik<br />

(1,1/2,1/3,.....,1/n,...), (1,1/2,1/2 3 ,.......,1/2 n-1 ,......),<br />

(b,b 2 ,b 3 ,.......,b n ,....), bila 0 < b < 1.<br />

Barisan-barisan berikut tak monoton<br />

(+1, -1, +1, ......, (-1) n+1 ,....), (-1, +2, -3, ....., (-1) n n, ....)<br />

Berisan-barisan berikut tak monoton, tetapi pada akhirnya monoton<br />

(7,6,2,1,2,3,4,......), (-2,0,1,1/2,1/3,1/4,.....).<br />

3.3.2 Teorema Konvergensi Monoton. Barisan bilangan <strong>real</strong> monoton konvergen<br />

jika dan hanya jika barisan ini terbatas.<br />

Lebih dari itu :<br />

(a). Bila X = (x n ) barisan tak turun yang terbatas, maka lim (x n ) = sup{x n }<br />

(b). Bila Y = (y n ) barisan tak naik yang terbatas, maka lim (y n ) = inf{y n }.<br />

Bukti :<br />

Dari teorema 3.2.2 diketahui bahwa barisan konvergen pasti terbatas.<br />

Analisis Real I 83


Aljabar Himpunan<br />

Sekarang kita akan buktikan sebaliknya, misalkan X barisan monoton yang<br />

terbatas. Maka X tak turun atau tak naik.<br />

(a). Pertama misalkan X barisan tak turun dan terbatas.Dari hipotesis terdapat Μ∈R,<br />

sehingga R n ≤ M untuk semua n∈N. Menurut prinsip supremum terdapat x * = sup{x n :<br />

n∈N.}; kita akan tunjukkan bahwa x * = lim (x n ).<br />

Bila ε > 0 diberikan, maka x * - ε bukanlah batas atas dari {x n : n∈N}; dari sini terdapat<br />

K∈N sehingga x * - ε < x k . Tetapi karena (x n ) tak turun maka hal ini diikuti<br />

x * - ε < x k ≤ x n ≤ x * untuk semua n ≥ Κ.<br />

Akibatnya<br />

x<br />

n<br />

*<br />

− x < ε untuk semua n ≥ Κ.<br />

Karena ε > 0 sebarang, jadi (x n ) konvergen ke x * .<br />

(b). Bila Y = (y n ) barisan terbatas tak naik, maka jelaslah bahwa X = -Y= (-y n ) barisan<br />

terbatas tak turun. Dari (a) diperoleh lim X = sup{-y n : n∈N}. Di lain pihak, dengan<br />

Teorema 3.2.3 (a) lim X = - lim Y, sedangkan dari latihan 2.5.4(b), kita mempunyai<br />

sup{-y n ; n∈N} = - inf {y n ; n∈N }. Karenanya lim Y = -lim X = inf{y n ; n∈N }<br />

Teorema konvergensi monoton memperkenalkan eksistensi limit dari barisan<br />

monoton terbatas. Hal ini juga memberikan cara perhitungan limit yang menyajikan<br />

kita dapat memperoleh supremum (a), infimum (b). Sering kali sukar untuk mengevaluasi<br />

supremum (atau infimum), tetapi kita ketahui bahwa hal ini ada, sering pula<br />

mungkin mengevaluasi limit ini dengan metode lain.<br />

3.3.3. Beberapa contoh<br />

⎛<br />

(a). lim<br />

1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = 0 .<br />

⎝ n ⎠<br />

Kita dapat menggunakan Teorema 3.2.10; tetapi, kita akan menggunakan Teorema<br />

Konvergen Monoton. Jelaslah bahwa 0 merupakan batas bawah, dari himpunan { 1 : n<br />

n∈N}, dan tidak sukar untuk menunjukkan bahwa infimumnya 0; dari sini<br />

⎛<br />

0 = lim 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ .<br />

⎝ n ⎠<br />

Analisis Real I 84


Pendahuluan<br />

Di lain pihak, kita ketahui bahwa X =<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

1 ⎞<br />

⎟ .terbatas dan tak naik, yang men-<br />

n ⎠<br />

gakibatkan X konvergen ke bilangan <strong>real</strong> x. Karena X =<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

1 ⎞<br />

⎟ .konvergen ke x,<br />

n ⎠<br />

menurut Teorema 3.2.3, X . X = (1/n) konvergen x 2 . Karena itu x 2 = 0, akibatnya x =<br />

0.<br />

(b). Misalkan x 1 1 1<br />

2 3 ... 1<br />

n<br />

= + + + + untuk n∈N.<br />

n<br />

Karena x<br />

1<br />

+<br />

= x + > x , kita melihat bahwa (x n ) suatu barisan naik. Dengan<br />

n + 1<br />

n 1 n n<br />

menggunakan Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2, pertanyaan apakah barisan ini<br />

konvergensi atau tidak dihasilkan oleh pertanyaan apakah barisan tersebut terbatas<br />

atau tidak. Upaya-upaya untuk menggunakan kalkulasi numerik secara langsung tiba<br />

pada suatu dugaan mengenai kemungkinan terbatasnya barisan (x n ) mengarah pada<br />

frustrasi yang tidak meyakinkan. Dengan perhitungan komputer akan memberikan<br />

nilai aproksiasi x n ≈ 11,4 untuk n = 50.000 dan x n ≈ 12,1 untuk n = 100.000. Fakta<br />

numerik ini dapat menyatukan pengamat secara sekilas untuk menyimpulkan bahwa<br />

barisan ini terbatas. Akan tetapi pada kenyataannya barisan ini divergen, yang diperlihatkan<br />

oleh<br />

1 ⎛ 1 1⎞<br />

⎛ 1<br />

X 1 ...<br />

2 1 .... 1<br />

n = + + +<br />

2<br />

⎜ ⎟ + + ⎜<br />

⎝ ⎠ ⎝<br />

n 1 n<br />

+ + + ⎞<br />

−<br />

⎟<br />

2 3 4<br />

2 ⎠<br />

1 ⎛ 1 1⎞<br />

> + + ⎜ +<br />

⎝ ⎠<br />

⎟ + + ⎛ 1<br />

⎜<br />

⎝<br />

+ + 1 ⎞<br />

1 ... ...<br />

n n ⎟<br />

2 4 4 2 2 ⎠<br />

= 1 1 1 1<br />

+ + +<br />

2 2<br />

... +<br />

2<br />

= 1 + n<br />

2<br />

Dari sini barisan (x n ) tak terbatas, oleh karena itu divergen (teorema 3.2.2).<br />

1<br />

(c) Misalkan Y = (y n ) didefenisikan secara induktif oleh Y 1 = 1, Y n+1 = ( 2y + 3)<br />

untuk n ≥ 1. Kita akan menunjukkan bahwa lim Y = 3 2 .<br />

4 n<br />

Analisis Real I 85


Aljabar Himpunan<br />

Kalkulasi langsung menunjukkan bahwa y 2 = 5 . Dari sini kita mempunyai y 4 1<br />

< y 2 < 2. Dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa y n < 2 untuk semua n∈N. Ini<br />

benar untuk n = 1,2. Jika y k < 2 berlaku untk suatu k∈N, maka<br />

1<br />

1<br />

y k+1 = ( ) ( )<br />

2y + 3 < 4 + 3 = 1+ < 2<br />

4 k<br />

4<br />

3<br />

4<br />

Dengan demikian y k+1 < 2. Oleh karena itu y n < 2 untuk semua n∈N.<br />

Sekarang, dengan induksi, kita akan tunjukkan bahwa y n < y n+1 untuk semua<br />

n∈N. Kemudian pernyataan ini tidak dibuktikan untuk n = 1. Anggaplah bahwa y k <<br />

y k+1 untuk suatu k∈N;<br />

2y + 3 < 2y + 3 < y<br />

+<br />

1<br />

1<br />

y k+1 = ( ) ( )<br />

4 k<br />

4 k +1 k 2<br />

Jadi y k < y k+1 mengakibatkan y k+1 < y k+2 . Oleh karena itu y n < y n+1 untuk semua n∈N.<br />

Kita telah menunjukkan bahwa Y = (y n ) adalah barisan naik dan terbatas di<br />

atas oleh 2. Menurut Teorema konvergensi Menoton, Y konvergen ke suatu limit<br />

yakni pada kurang dari atau sama dengan 2. Dalam hal ini, tidak mudah untuk<br />

mengevaluasi lim(y n ) dengan menghitung sup{y n : n∈N}. Tetapi terdapat cara lain<br />

1<br />

untuk mengevaluasi limitnya. Karena y n+1 = ( 2y 3)<br />

4 n<br />

+ untuk semua n∈N, maka suku<br />

ke n dari 1-ekor Y 1 dan suku ke n dari Y mempunyai relasi aljabar sederhana. Dengan<br />

Teorema 3.1.9, kita mempunyai y = lim Y 1 = lim Y yang diikuti dengan Teorema<br />

1<br />

3.2.3 diperoleh y = ( )<br />

2y + 3 yang selanjutnya mengakibatkan y = 3 .<br />

4 2<br />

(d). Misalkan Z = (z n ) dengan z 1 = 1, z n+1 =<br />

2z n<br />

untuk semua n∈N, kita akan lanjutkan<br />

lim (z n ) = 2.<br />

Catatan bahwa z 1 = 1 dan z 2 =<br />

2 ; Dari sini 1 ≤ z 1 ≤ z 2 < 2. Kita klaim bahwa<br />

Z tak turun dan terbatas di atas oleh 2. Untuk membuktikannya kita akan lakukan secara<br />

induksi, yaitu 1 ≤ z n < z n+1 < 2 untuk semua n∈N. Faktor ini dipenuhi untuk n =<br />

1. Misalkan hal ini juga dipenuhi untuk n = K, maka 2 ≤ 2z K < 2z K+1 < 4, yang diikuti<br />

oleh 1 < 2 ≤ z K+1 = 2z K < z K+2 = 2z K+ 1 < 4 = 2.<br />

[Pada langkah terakhir kita menggunakan contoh 2.2.14 (a)]. Dari sini ketaksamaan 1<br />

≤ z K < z K+1 < 2 mengakibatkan 1 ≤ z K+1 < z K+2 < 2. Karena itu 1 ≤ z n < z n+1 < 2 untuk<br />

semua n∈N.<br />

Analisis Real I 86


Pendahuluan<br />

Karena Z = (z n ) terbatas dan tak turun, menurut Teorema Konvergensi<br />

Monoton Z konvergen ke z = sup {z n }. Akan ditunjukkan secara langsung bahwa<br />

sup{z n }= 2, jadi z = 2. Atau kita dapat menggunakan cara bagian (c). Relasi z n+1<br />

= 2z n memberikan relasi antara suku ke n dari Z 1 dan suku ke n dari Z. Dengan<br />

Teorema 3.1.9,kita mempunyai lim Z 1 = z = lim Z. Lebih dari itu, menurut Teorema<br />

3.2.3 dan 3.2.10, z harus memenuhi z = 2z . Ini menghasilkan z = 0, 2. Karena 1 ≤ z<br />

≤ 2. Jadi z = 2<br />

Perhitungan akar kuadrat<br />

3.3.4. Contoh<br />

Misalkan a > 0, kita akan mengkonstruksi barisan (s n ) yang konvergen ke a .<br />

Misalkan s 1 > 0 sebarang dan didefinisikan s n+1 = 1 ⎛<br />

s<br />

2<br />

⎜<br />

⎝<br />

n<br />

a ⎞<br />

+ ⎟<br />

s ⎠<br />

n<br />

untuk semua<br />

n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa (s n ) konvergen ke<br />

a . (Proses ini untuk menghitung<br />

akar kuadrat yang sudah dikenal di Mesopotamia sebelum 1500 B.C.).<br />

2<br />

Pertama kita tunjukkan bahwa s n + ≥ a untuk semua n ≥ 2. Karena s 1<br />

n 2 - 2s n+1<br />

s n + a = 0, persamaan ini mempunyai akar <strong>real</strong>. Dari sini diskriminannya 4s + − 4 a<br />

2<br />

harus tak negatif, yaitu s n + 1<br />

mempunyai<br />

≥ a untuk n ≥ 1.<br />

Untuk melihat (s n ) Pada akhirnya tak naik, kita catat bahwa untuk n ≥ 2 kita<br />

1<br />

⎛ a ⎞<br />

sn − sn+<br />

1 = sn<br />

− s<br />

2<br />

⎜ n + ⎟ =<br />

⎝ s ⎠<br />

n<br />

1<br />

2<br />

2<br />

( sn<br />

)<br />

Dari sini, s n+1 ≤ s n untuk semua n ≥ 2. Menurut Teorema konvergensi monoton lim(s n )<br />

s<br />

n<br />

≥ 0<br />

= s ada. Lebih dari itu, dari Teorema 3.2.3, s harus memenuhi<br />

1 ⎛ a ⎞<br />

s = s +<br />

2 ⎜ ⎟ ,<br />

⎝ s⎠<br />

yang mengakibatkan s = a s atau s2 = a. Jadi s = a .<br />

2<br />

n 1<br />

Analisis Real I 87


Aljabar Himpunan<br />

Untuk perhitungan, sering penting untuk mengestimasi bagaimana cepatnya<br />

ba-risan (s n ) konvergen ke a . Dari di atas, kita mempunyai a ≥ s n untuk semua n<br />

≥ 2. Dengan menggunakan ketaksamaan ini kita dapat menghitung<br />

a dengan derajat<br />

akurasi yang diinginkan.<br />

Bilangan Euler<br />

3.3.5 Contoh.<br />

Misal e n = (1 + 1/n) n untuk n∈N. Kita akan tunjukkan bahwa Ε = (e n ) terbatas<br />

atau tak turun, karenanya Ε konvergen yang sangat terkenal itu, yang nilainya<br />

didekati dengan e ≈ 2,718281828459045... dan kemudian digunakan sebagai bilangan<br />

dasar logaritma natural.<br />

Bilamana kita menggunakan teorema Binomial, kita mempunyai<br />

e n = ( 1 1 n<br />

+ n )<br />

Ini dapat ditulis menjadi<br />

= 1 + n ⋅ 1 +<br />

1 n<br />

n( n-1)<br />

⋅ 1 +<br />

2! n 2<br />

n( n-1)( n-2)<br />

⋅ 1 + ... +<br />

3! n 3<br />

Analisis Real I 88<br />

( )<br />

n n-1 K2 ⋅ 1 ⋅<br />

1<br />

n! n n<br />

e n 1 1 1 1 2<br />

= 1 + 1 +<br />

2 ( 1− ! n ) +<br />

3 ( 1− )( 1−<br />

! n n ) + ... + 1 1 2<br />

n-1<br />

( 1− )( 1− ) K ( 1−<br />

n! n n<br />

n )<br />

Dengan cara serupa kita mempunyai :<br />

e n+1 1 1 1 1 2<br />

= 1 + 1 +<br />

2 ( 1− ! n+1 ) +<br />

3! ( 1− n+1)( 1− n+1)<br />

+ ...<br />

1 1 2<br />

n-1 1 1 2<br />

n<br />

+ ( 1− )( 1− ) K ( 1−<br />

) + ( ) ( 1− )( 1 − )...( 1−<br />

)<br />

n!<br />

n+1<br />

n+1<br />

n+1<br />

n+ 1 ! n+ 1 n+<br />

1<br />

Perhatikan bahwa ekspresi untuk e n menurut n + 1 suku, sedangkan untuk e n+1 menurut<br />

n+2 suku. Selain itu, masing-masing suku dalam e n adalah lebih kecil atau sama<br />

dengan suku yang bersesuaian dalam e n+1 dan e n+1 mengandung lebih satu suku positif.<br />

Oleh karena itu, kita mempunyai 2 ≤ e 1 ≤ e 2 < ... < e n < e n+1 < ..., dengan demikian<br />

suku-suku dari E naik.<br />

Untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari E terbatas di atas, kita perhatikan<br />

⎛<br />

bahwa jika p = 1 , 2 , ... , n, maka 1<br />

p ⎞<br />

⎜ − ⎟ < 1. Selain itu 2 p-1 ≤ p! [lihat 1.3.3 (d)]<br />

⎝ n⎠<br />

dengan demikian 1 p!<br />

1<br />

≤<br />

2 p − 1<br />

n+1<br />

Oleh karena itu, jika n > 1, maka kita mempunyai<br />

2 1 1 1 1 1<br />

< e < + + + + ... +<br />

−<br />

2 2 2<br />

n 2 n 1


Karena dapat dibuktikan bahwa [lihat 1.3.3 (b)]<br />

1<br />

2<br />

1 1 1<br />

+ + ... + = 1− < 1,<br />

2 n−1 n−<br />

1<br />

2 2 2<br />

Pendahuluan<br />

kita simpulkan bukan 2 ≤ e n < 3 untuk semua n∈N. Menurut Teorema Konvergensi<br />

Monoton, kita peroleh bahwa barisan E konvergen ke suatu bilangan <strong>real</strong> antara 2 dan<br />

3. Kita definisikan bilangan e merupakan limit dari barisan ini.<br />

Dengan penghalusan estimasi kita dapat menemukan bilangan yang dekat<br />

sekali ke e, tetapi kita tidak dapat menghitungnya secara eksak, karena e adalah suatu<br />

bilangan irasional. Akan tetapi mungkin untuk menghitung e sampai beberapa tempat<br />

desimal yang diinginkan. Pembaca boleh menggunakan kalkulator (atau komputer)<br />

untuk menghitung e n dengan mengambil nilai n yang “besar”<br />

Latihan 3.3.<br />

1. Misalkan x 1 > 1 dan xn+ 1<br />

= 2 − 1 untuk n ≥ 2. Tunjukkan bahwa (x n ) terbatas<br />

x<br />

dan menoton. Tentukan limitnya.<br />

n<br />

2. Misalkan y 1 = 1 dan y n+1 = 2 + y n<br />

. Tunjukkan bahwa (y n ) konvergen dan tentukan<br />

limitnya.<br />

3. Misalkan a > 0 dan z 1 > 0, Definisikan z n+1 = (a + z n ) 1/2 untuk n∈N. Tunjukkan<br />

bahwa (z n ) konvergen dan tentukan limitnya.<br />

4. Misalkan x 1 = a > 0 dan x n+1 = x n + 1/x n . Tentukan apakah (x n ) konvergen atau<br />

divergen.<br />

5. Misalkan (x n ) barisan terbatas dan, untuk masing-masing n∈N, s n = sup{x k : k ≥<br />

n} dan t n = inf{x k : k ≥ n}. Buktikan bahwa (s n ) dan (t n ) konvergen,. Juga buktikan<br />

bahwa bila lim (s n ) = lim (t n ), maka (x n ) konvergen. [ lim (s n ) disebut limit superior<br />

dari (x n ), dan lim (t n ) disebut limit inferior dari (x n ) ]<br />

6. Misalkan (a n ) barisan tak turun, (b n ) barisan tak naik dan misalkan a n ≤ b n untuk<br />

semua n∈N. Tunjukkan bahwa lim (a n ) ≤ lim (b n ), dan dari sini buktikan Teorema<br />

Interval Bersarang 2.1.b dari Teorema Konvergensi Monoton 3.3.2.<br />

Analisis Real I 89


Aljabar Himpunan<br />

7. Misalkan A subhimpunan tak hingga dari R dan terbatas di atas dengan u = sup A.<br />

Tunjukkan bahwa terdapat suatu barisan tak turun (x n ) dengan x n ∈ A untuk semua<br />

n∈N sehingga u = lim (x n ).<br />

8. Tentukan apakah barisan (y n ) konvergen atau divergen, bila y n =<br />

1<br />

untuk n∈N.<br />

9. Misalkan x n = 1 1<br />

+ + ... +<br />

1<br />

n+ 1 n+<br />

2<br />

1 1<br />

+ + L + untuk n∈N. Buktikan bahwa (x<br />

2 n<br />

2<br />

n ) tak turun dan<br />

2 2<br />

terbatas, jadi konvergen. [ Catatan bila k ≥ 2, maka<br />

1 1 1 1<br />

k ≤ k k -1 = 2<br />

k -1 − k<br />

]<br />

( )<br />

10. Perkenalkan konvergensi barisan berikut dan tentukan limitnya.<br />

n 1<br />

(a). ⎛⎜<br />

1<br />

+<br />

( 1+<br />

n )<br />

⎞⎟<br />

⎠<br />

; (b). ⎛⎜<br />

( + )<br />

⎝<br />

( )<br />

⎝<br />

⎞<br />

⎠<br />

⎟<br />

1<br />

2n<br />

1 ;<br />

n<br />

1<br />

n<br />

(c). ( 1+ ) n +<br />

; (d). ⎛⎜<br />

( − )<br />

1<br />

⎝<br />

1<br />

n<br />

1 .<br />

n<br />

11. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 2 , dengan benar sampai<br />

4 desimal.<br />

12. Gunakan metode pada contoh 3.3.4 untuk menghitung 5 , dengan benar sampai<br />

5 desimal.<br />

13. Hitung e n pada contoh 3.3.5 untuk n = 2, 4, 8, 16.<br />

14. Gunakan kalkulator untuk menghitung e n untuk n = 50 dan n = 100.<br />

15. Gunakan Komputer untuk menghitung e n untuk n = 1000.<br />

3.4. Subbarisan dan Teorema Bolzano-Weiestrass<br />

Dalam bagian ini kita akan memperkenalkan gagasan subbarisan dari barisan<br />

yang diberikan. Gagasan ini agak lebih umum daripada ekor barisan (yaitu dibahas<br />

pada 3.1.8) sering bermanfaat dalam membuktikan divergensi barisan. Kita juga akan<br />

membuktikan Teorema Bolzano-Weistrass, yang akan digunakan untuk memperkenalkan<br />

sejumlah hasil akibatnya.<br />

3.4.1. Definisi. Misalkan X = (x n ) barisan dan r 1 < r 2 < ... < r n < ..., barisan bilangan<br />

asli yang naik. Maka barisan X’ dalam R yang diberikan oleh<br />

⎞<br />

⎠<br />

⎟<br />

1<br />

2n<br />

Analisis Real I 90


( x ,x ,x , ,x ,<br />

r r r<br />

L<br />

r<br />

L )<br />

1 2 3 n<br />

Pendahuluan<br />

disebut subbarisan dari X.<br />

Sebagai contoh, berikut ini adalah subbarisan dari X =<br />

⎛ 1 1 1 1 ⎞<br />

⎜ , , , L, , L⎟ .<br />

⎝ 1 2 3 n ⎠<br />

⎛ 1 1 1 1 ⎞<br />

⎜ , , , L, , L⎟ ,<br />

⎝ 3 4 5 n + 2 ⎠<br />

⎛ 1 1 1 1 ⎞<br />

⎜ , , , L, , L⎟ ,<br />

⎝ 1 3 5 2n -1 ⎠<br />

⎛ 1 1 1 1<br />

⎜<br />

⎝ 2! , 4! , 6! , L,<br />

2n !<br />

, L ⎞<br />

⎟ .<br />

⎠<br />

( )<br />

Sedangkan yang berikut bukan subbarisan dari X =<br />

⎛ 1⎞<br />

⎜ ⎟ :<br />

⎝ n⎠<br />

⎛ 1 1 1 1 1 1<br />

⎜<br />

⎝ 2<br />

, 1<br />

, 4<br />

, 3<br />

, 6<br />

, 5<br />

,L ⎞<br />

⎟ ,<br />

⎠<br />

⎛ 1<br />

⎜<br />

1 , 0, 1 3 , 0, 1 ⎝ 5 , 0,L<br />

⎞<br />

⎟ .<br />

⎠<br />

Tentu saja, sebarang ekor barisan merupakan subbarisan, ekor-m bersesuaian dengan<br />

barisan yang ditentukan dengan<br />

r 1 = m + 1, r 2 = m + 2, ..., r n = m + n 1 ...<br />

Tetapi, tidak setiap subbarisan merupakan ekor barisan.<br />

Subbarisan dari barisan konvergen juga konvergen ke limit yang sama, seperti<br />

yang akan kita tunjukkan berikut.<br />

3.4.2. Teorema. Jika suatu barisan bilangan <strong>real</strong> X = (x n ) konvergen ke x, maka sebarang<br />

subbarisan dari X juga konvergen ke x.<br />

Bukti :<br />

Misalkan ε > 0 diberikan dan pilih bilangan asli Κ(ε) sedemikian sehingga jika n ≥<br />

Κ(ε), maka x<br />

n −<br />

x < ε. Karena r 1 < r 2


Aljabar Himpunan<br />

Kita telah melihat, pada Contoh 3.1.11 (c), bahwa bila 0 < b < 1 dan bila x n =<br />

b n , maka dari Ketaksamaan Bernoulli diperoleh bahwa lim(x n ) = 0. Cara lain, kita<br />

melihat bahwa karena 0 < b < 1, maka x n+1 = b n+1 < b n = x n dengan demikian (x n )<br />

adalah barisan turun. Jelas juga bahwa 0 ≤ x n ≤ 1, sehingga menurut Teorema Konvergensi<br />

Monoton 3.3.2 barisan tersebut konvergen. Misalkan x = lim (x n ). Karena<br />

(x 2n ) subbarisan dari (x n ) menururt Teorema 3.4.2 maka x = lim (x 2n ). Di lain pihak,<br />

karena x 2n = b 2n = (b n ) 2 = (x n ) 2 , menurut Teorema 3.2.3 diperoleh<br />

x = lim (x 2n ) = [lim (x n )] 2 = x 2<br />

Oleh karena itu kita mesti mempunyai x = 0 atau x = 1. Karena (x n ) barisan turun dan<br />

terbatas di atas oleh 1, maka haruslah x = 0.<br />

(b). lim ( c )<br />

1 n<br />

= 1untuk c > 1.<br />

Limit ini telah diperoleh dalam contoh 3.1.11 (d) untuk c > 0, dengan<br />

pemikiran argumen yang banyak diakal-akali. Di sini kita melihat pendekatan lain<br />

untuk kasus c > 1. Perhatikan bahwa jika z n = c 1/n , maka z n > 1 dan z n+1 < z n untuk<br />

semua n∈N. Jadi dengan menggunakan Teorema Konvergensi Monoton, z = lim (Z n )<br />

ada. Menurut teorema 3.4.2, berlaku z = lim (Z 2n ). Di lain pihak, karena<br />

1 2n 1 n<br />

1 2 12<br />

z 2n = c ( c )<br />

= =<br />

dan Teorema 3.2.10,maka<br />

z n<br />

( n )<br />

( ) ( )<br />

z = lim Z = lim Z = z .<br />

2n<br />

1 2<br />

1 2<br />

Karena itu z 2 = z yang menghasilkan z = 0 atau z = 1. Karena Z n > 1 untuk semua<br />

n∈N, maka haruslah z = 1.<br />

suatu barisan.<br />

Untuk kasus 0 < c < 1, kita tinggalkan sebagai latihan.<br />

Kegunaan subbarisan membuatnya mudah untuk menyajikan uji divergensi<br />

3.4.4. Kriterian Divergensi. Misalkan X = (x n ) suatu barisan.<br />

maka pernyataan berikut ekivalen :<br />

(i) Barisan X = (x n ) tidak konvergen ke x∈R.<br />

Analisis Real I 92


Pendahuluan<br />

(ii) Terdapat ε 0 > 0 sehingga untuk sebarang k∈N, terdapat r k ∈N sehingga r k ≥ k dan<br />

xr k<br />

− x ≥ ε 0<br />

(iii) Terdapat ε 0 > 0 dan subbarisan X = ( x rn ) dari X sehingga xr n<br />

− x ≥ 0 untuk semua<br />

n∈N.<br />

Bukti :<br />

(i) ⇒ (ii). Bila X = (x n ) tidak konvergen ke x, maka untuk suatu ε 0 > 0 tidak mungkin<br />

memperoleh bilangan Κ(ε) sehingga 3.1.b (c) dipenuhi. Yaitu, untuk sebarang k∈N<br />

tidak benar bahwa untuk semua n ≥ k sehingga xr − x ≥ ε<br />

k 0 .<br />

(ii) ⇒ (iii). Misalkan ε 0 seperti pada (ii) dan misalkan r 1 ∈N sehingga r 1 ≥1 dan<br />

xr − x ≥ ε<br />

1 0 . Sekarang misalkan r 2∈N sehingga r 2 > r 1 dan xr − x ≥ ε<br />

2 0 ; misalkan r 3<br />

> r 2 dan x x<br />

r 3<br />

− ≥ ε 0 . dengan meneruskan cara ini diperoleh subbarisan X’ =<br />

( x rn )(x rn ) dari X sehingga xr n<br />

− x ≥ ε 0 .<br />

(iii) ⇒ (i) Misalkan X = (x n ) mempunyai subbarisan X’ = ( x rn )<br />

memenuhi kondisi<br />

(iii); maka X tidak mungkin konvergen ke x. Karena andaikan demikian, maka menurut<br />

Teorema 3.4.2 subbarisan X’ juga akan konvergen ke x. Tetapi ini tidak mungkin<br />

suku dari x’ termuat dilingkungan x 0 dari x.<br />

3.4.5. Beberapa contoh.<br />

(a). Barisan ( )<br />

n<br />

( )<br />

( −1 n<br />

)<br />

−1 divergen .<br />

Bila barisan X = ( )<br />

konvergen ke x, maka (menururt Teorema 3.4.2) setiap subbarisan<br />

dari X harus konvergen ke x. Karena terdapat subbarisan yang konvergen ke<br />

+1 dan sub-barisan yang lain konvergen ke -1, maka haruslah X divergen.<br />

(b). Barisan ( 1, 1 1<br />

,3, ,...)<br />

2<br />

4<br />

divergen.<br />

[Kita dapat mendefinisikan barisan ini dengan Y = (y n ), yang mana y n = n bila<br />

n ganjil, dan y n = 1 n<br />

bila n genap]. Secara mudah dapat dilihat bahwa barisan ini tidak<br />

Analisis Real I 93


Aljabar Himpunan<br />

terbatas; dari sini, menurut Teorema 3.2.2, barisan ini tidak mungkin konvergen. Secara<br />

alternatif, walaupun sub-barisan<br />

1<br />

( 2 ,<br />

1 1 4 , 6 ,...)<br />

dari Y konvergen ke 0, keseluruhan<br />

barisan Y tidak konvergen ke 0. Yaitu, terdapat subbarisan (3,5,7,...) dari Y yang<br />

berada di luar lingkungan -1 dari 0; karena itu Y tidak konvergen ke 0.<br />

Eksistensi Subbarisan Monoton<br />

Sementara tidak setiap barisan monoton, kita sekarang akan menunjukkan<br />

bahwa setiap barisan mempunyai sub-barisan monoton.<br />

3.4.6. Teorema Subbarisan Monoton. Setiap barisan X = (x n ) mempunyai subbarisan<br />

monoton.<br />

Bukti<br />

Untuk tujuan ini kita akan menyatakan suku ke-m x m merupakan puncak bila<br />

x m ≥ x n untuk semua n ≥ m. Selanjutnya kita akan mempertimbangkan dua kasus.<br />

Kasus 1. X mempunyai sejumlah tak hingga puncak. Dalam kasus ini, kita mengururt<br />

puncak-puncak tersebut dengan indeks naik. Jad kita mempunyai puncak-puncak<br />

x ,x ,...,x ,...<br />

m m m<br />

1 2 k<br />

dengan m 1 < m 2 < ... < m k < ...,.Karena masing-masing suku<br />

tersebut puncak, kita mempunyai x ≥ x ≥ x ≥... ≥ x ≥ ...<br />

m m m m<br />

1 2 3 k<br />

Karenanya subbarisan ( x mk ) merupakan subbarisan tak naik dari X.<br />

Kasus 2. X mempunyai sejumlah hingga (mungkin nol) puncak. Misalkan puncakpuncak<br />

ini x ,x ,...,x ,...<br />

m m m<br />

1 2 r<br />

. Misalkan s 1 = m r + 1 (indeks pertama setelah puncak<br />

terakhir) Karena x s1<br />

bukan puncak, maka terdapat s 2 > s 1 sehingga x > x .<br />

Karena x s2<br />

bukan puncak, maka terdapat s 3 > s 2 , sehingga x<br />

s<br />

s<br />

s<br />

2 1<br />

> x . Bila kita<br />

s<br />

3 2<br />

meneruskan proses ini, kita peroleh subbarisan tak turun (bukan naik) ( x sn ) dari X.<br />

Teorema Bolzana Weierstrass<br />

3.4.7. Teorema Bolzana-Weierstrass. Setiap barisan terbatas mempunyai subbarisan<br />

konvergen.<br />

Bukti<br />

Analisis Real I 94


Pendahuluan<br />

Mengikuti Teorema Subbarisan Monoton, maka barisan terbatas X = (x n )<br />

mempu-nyai subbarisan X’ = ( x sn )<br />

monoton. Subbarisan inipun juga terbatas, sehingga<br />

menururt Teorema Konvergensi Monoton X’ = ( x sn )<br />

konvergen.<br />

Dari sini mudah dilihat bahwa barisan terbatas dapat mempunyai beberapa<br />

( −1 n<br />

)<br />

sub-barisan yang konvergen ke limit yang berbeda, sebagai contoh, barisan ( )<br />

mempunyai subbarisan yang konvergen ke -1, dan subbarisan yang lain konvergen ke<br />

+1. Barisan ini juga mempunyai sub-barisan yang tidak konvergen.<br />

Misalkan X’ subbarisan dari barisan X. Maka X’ sendiri juga merupakan barisan,<br />

yang juga dapat mempunyai sub-barisan, katakan X”. Di sini dapat kita catat bahawa<br />

X” juga merupakan subbarisan dari X.<br />

3.4.8. Teorema. Misalkan X barisan terbatas dan x∈R yang mempunyai sifat bahwa<br />

setiap sub-barisan konvergen dari X limitnya adalah x. Maka barisan X konvergen ke<br />

x.<br />

Bukti<br />

Misalkan M > 0, sehingga x<br />

n<br />

≤ M untuk semua n∈N. Andaikan X tidak konvergen<br />

ke x. Menurut Kriteria Divergensi 3.4.4 terdapat ε 0 > 0 dan subbarisan X’ = ( x rn )<br />

X sehingga<br />

(#) x − x ≥ ε , untuk semua n∈N.<br />

r 0<br />

n<br />

Karena X’ subbarisan dari X, maka X’ juga terbatas oleh M. Dari sini, menurut Teorema<br />

Bolzano-Weierstrass bahwa X’ mempunyai subbarisan X” yang konvergen.<br />

Tetapi X” juga merupakan subbarisan dari X, karenanya harus konvergen ke x, menurut<br />

hipotesis. Akibatnya pada akhirnya X” terletak di dalam lingkungan-ε 0 dari x.<br />

Karena setiap suku dari X” juga merupakan suku dari X’, hal ini membawa kita ke<br />

suatu yang kontradiksi dengan (#)<br />

Latihan 3.4<br />

1. Berikan contoh barisan tak terbatas yang mempunyai subbarisan konvergen.<br />

dari<br />

Analisis Real I 95


Aljabar Himpunan<br />

2. Gunakan metode pada contoh 3.4.3 (b) untuk menunjukkan bahwa 0 < c < 1,<br />

maka lim( )<br />

1 n<br />

c = 1.<br />

3. Misalkan X = (x n ) dan Y = (y n ) dan barisan Z = (z n ) didefenisikan dengan z 1 = x 1 ,<br />

z 2 = y 1 , ... z 2n-1 = x n , z 2n = y n ,.... Tunjukkan bahwa Z konvergen jika dan hanya jika<br />

X dan Y konvergen dan lim X = lim Y.<br />

1<br />

4. Misalkan x = n n<br />

untuk n∈N.<br />

n<br />

(a). Tunjukkan bahwa x n+1 < x n ekivalen dengan ( 1 1 n)<br />

n<br />

+ < n, dan diduga bahwa<br />

ketaksamaan ini benar untuk n ≥ 3. [ lihat contoh 3.3.5 ]Buktikan bahwa (x n )<br />

pada akhirnya tak naik dan η = lim (x n ) ada.<br />

(b) Gunakan fakta subbarisan (x 2n ) juga konvergen ke x untuk menunjukkan<br />

bahwa x = x . Simpulkan x = 1<br />

5. Misalkan setiap sub-barisan dari X = (x n ) mempunyai subbarisan lagi yang konvergen<br />

ke 0. Tunjukkan bahwa lim X = 0.<br />

6. Perkenalkan konvergensi dan tentukan limit barisan berikut :<br />

( )<br />

n<br />

( )<br />

(a). ( 1 1 2<br />

+ 2n)<br />

(b). ( 1+<br />

1 2n)<br />

(c).<br />

⎛( + 2 )<br />

2<br />

n<br />

⎜ 1<br />

1 ⎞<br />

n<br />

⎟ (d). ⎠<br />

( 1 2 n<br />

+ n)<br />

⎝<br />

( )<br />

7. Misalkan (x n ) barisan terbatas dan untuk masing-masing n∈N s n = sup{x k : k ≥ n}<br />

dan s = inf{ s n : n∈N}. Tunjukkan bahwa terdapat subbarisan dari (x n ) yang konvergen<br />

ke s.<br />

( −1 x )<br />

8. Misalkan bahwa x n ≥ 0 untuk semua n∈N dan lim ( )<br />

bahwa (x n ) konvergen.<br />

n n<br />

ada. Tunjukkan<br />

9. Tunjukkan bahwa bila (x n ) tak terbatas, maka terdapat subbarisan ( x n k<br />

)<br />

sehingga<br />

lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜<br />

0<br />

⎝ x ⎟<br />

⎠<br />

=<br />

n k<br />

Analisis Real I 96


10. Bila x n = ( −1)<br />

n<br />

n<br />

Teorema Bolzano-Weierstrass.<br />

Pendahuluan<br />

, tentukan subbarisan (x n ) yang dikonstruksi pada bukti kedua<br />

11. Misalkan (x n ) barisan terbatas dan s = sup{ x n : n∈N }. Tunjukkan bahwa bila s ∉<br />

{x n : n∈N}, maka terdapat subbarisan dari (x n ) yang konvergen ke s.<br />

12. Berikan contoh bahwa Teorema 3.4.8 gagal bila hipotesis X barisan terbatas dihilangkan.<br />

3.5 Kriteria Cauchy<br />

Teorema Konvergensi Monoton sangat penting dan berguna, tetapi sayangnya<br />

hanya dapat diterapkan pada barisan monoton. Padahal sangat penting untuk memperkenalkan<br />

kriteria konvergensi yang tidak bergantung pada barisan monoton maupun<br />

nilai limitnya,seperti yang akan kita bahas berikut ini.<br />

3.5.1 Definis.i Barisan X = (x n ) dikatakan barisan Cauchy bila untuk setiap ε > 0<br />

terdapat H(ε)∈N sehingga bila m,n ≥ H(ε), maka x m dan x n memenuhi x<br />

n<br />

− x < ε .<br />

Pembaca sebaiknya membandingkan definisi ini dekat dengan Teorema 3.1.6<br />

(c) yang menyinggung konvergensi barisan x. Akan kita lihat bahwa barisan Cauchy<br />

ekivalen dengan barisan konvergen. Untuk membuktikannya kita akan tunjukkan terlebih<br />

dahulu bahwa barisan konvergen merupakan barisan Cauchy.<br />

3.5.2. Lemma. Bila X = (x n ) barisan konvergen, maka X barisan Cauchy.<br />

Bukti :<br />

Misalkan x = lim X, maka menurut Teorema 3.1.6(c) untuk sebarang ε > 0, terdapat<br />

Κ( ε )∈N sehingga x x<br />

2 n − < ε untuk semua n ≥ Κ( ε ). Jadi, bila m,n ≥ Κ( ε )<br />

2 2 2<br />

maka<br />

( ) ( )<br />

x − x = x − x + x − x<br />

n m n m m<br />

≤ x − x + x − x <<br />

Karena ε > 0 sebarang, maka (x n ) barisan Cauchy.<br />

n<br />

m<br />

ε<br />

2 + ε 2 = ε<br />

m<br />

Analisis Real I 97


Aljabar Himpunan<br />

Untuk menunjukkan bahwa barisan Cauchy konvergen kita akan menggunakan<br />

hasil berikut.<br />

3.5.3. Lemma. Barisan Cauchy terbatas.<br />

Bukti :<br />

Misalkan x barisan Cauchy dan ε = 1. Bila H = H(1) dan n ≥ H, maka x −x ≤ 1.<br />

Dengan menggunakan ketaksamaan segitiga kita mempunyai x ≤ x + 1 untuk n ≥<br />

Η. Bila kita definisikan<br />

{<br />

M = sup x , x ,..., x , x + 1 ,<br />

1 2 H−<br />

1 H<br />

}<br />

n<br />

H<br />

n<br />

H<br />

maka x<br />

n<br />

≤ M untuk semua n∈N.<br />

3.5.4 Kriteria Konvergensi Cauchy. Barisan bilangan <strong>real</strong> konvergen jika dan hanya<br />

jika merupakan barisan cauchy.<br />

Bukti :<br />

Lemma 3.5.2 telah membuktikan bahwa barisan konvergen merupakan barisan<br />

Cauchy. Sebaliknya, misalkan X = (x n ) barisan Cauchy; kita akan tunjukkan bahwa X<br />

konvergen ke suatu bilangan. Pertama dari Lemma 3.5.3 kita peroleh bahwa X terbatas.<br />

Karena itu menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan X’ =<br />

( x n k<br />

)<br />

dari X yang konvergen ke x * suatu bilangan <strong>real</strong>. Kita akan melengkapi bukti<br />

dengan menunjukkan bahwa X konvergen ke x * .<br />

Karena X = (x n ) barisan Cauchy, untuk sebarang ε > 0 terdapat H( ε )∈N se-<br />

2<br />

hingga bila m,n ≥ H( ε 2 ) maka<br />

(*) xn<br />

− xm<br />

< ε 2<br />

Karena subbarisan X’ = ( x n k<br />

)<br />

konvergen ke x * , maka terdapat bilangan asli K ≥<br />

H( ε ) unsur dari {n 2 1,n 2 ,...} sehingga x − x < ε . 2<br />

Karena K ≥ H( ε ), dari (*) dengan m = K diperoleh<br />

2<br />

x<br />

n<br />

− x < ε , untuk n ≥ H( ε )<br />

2 2<br />

k<br />

K<br />

*<br />

Analisis Real I 98


Pendahuluan<br />

Karena itu, bila n ≥ H( ε ), kita mempunyai<br />

2<br />

*<br />

( n K) ( K )<br />

x − x = x − x + x − x<br />

n<br />

*<br />

≤ xn − xK + xK<br />

− x *<br />

< ε 2 + ε 2 = ε<br />

Karena ε > 0 sebarang, maka lim (x n ) = x * .<br />

Berikut kita lihat beberapa contoh aplikasi dari Kriteria Cauchy.<br />

3.5.5. Beberapa Contoh<br />

(a) Barisan<br />

⎛ 1⎞<br />

⎜ ⎟ konvergen.<br />

⎝ n⎠<br />

Tentu saja kita telah membuktikan bahwa barisan ini konvergen ke 0 pada<br />

3.1.7(a). Tetapi untuk menunjukkan secara langsung bahwa barisan ini Cauchy, kita<br />

catat bahwa bila diberikan sebarang ε > 0. maka terdapat H = H(ε)∈N, sehingga H ><br />

2<br />

( ε ) (Mengapa?). Dari sini, bila m,n ≥ H, maka<br />

1<br />

n<br />

− 1 1 1<br />

m<br />

≤ 2<br />

n<br />

+ m<br />

≤ H<br />

< ε<br />

Karena ε > 0 sebarang, maka<br />

⎛ 1⎞<br />

⎜ ⎟ barisan Cauchy; berdasar kriteria Konvergensi<br />

⎝ n⎠<br />

Cauchy barisan ini konvergen.<br />

(b). Misalkan X = (x n ) didefinisikan dengan<br />

1<br />

x 1 = 1, x 2 = 2 dan x = ( x + x )<br />

n n−2 n−1<br />

2<br />

untuk n > 2.<br />

Dapat ditunjukkan dengan induksi bahwa 1 ≤ x n ≤ 2 untuk semua n∈N. Beberapa<br />

perhitungan menunjukkan bahwa barisan x tidak menoton. Tetapi, karena sukusukunya<br />

diperoleh dari rata-rata, mudah dilihat bahwa<br />

x<br />

− x =<br />

1<br />

2<br />

n n+ 1 n− 1<br />

untuk n∈N<br />

(Buktikan dengan induksi) Jadi, bila m > n, kita dapat menggunakan ketaksamaan<br />

segitiga untuk memperoleh<br />

Analisis Real I 99


Aljabar Himpunan<br />

x − x ≤ x − x + x − x + ... + x − x<br />

n m n n+ 1 n+ 1 n+ 2 m−<br />

1 m<br />

=<br />

=<br />

1<br />

2<br />

1 1<br />

+ + ... +<br />

2 2<br />

n−1 n m−2<br />

1<br />

2<br />

⎛<br />

1 1 2 ... 1<br />

⎜ + + +<br />

⎝ 2<br />

⎞<br />

⎟ <<br />

⎠<br />

1<br />

2<br />

n − 1 m − n − 1 n − 2<br />

Karena itu, bila diberikan ε > 0, dengan memilih n yang begitu besar sehingga<br />

1<br />

2 < ε dan bila M ≥ n, maka x<br />

n<br />

4<br />

n<br />

− x<br />

m<br />

< ε . Karenanya, X barisan Cauchy. Dengan<br />

menggunakan Kriteria Cauchy 3.5.4 diperoleh barisan X konvergen ke suatu bilangan<br />

x.<br />

Untuk mencari nilai x, kita harus menggunakan aturan untuk definisi<br />

1<br />

( − − ) yang akan sampai pada kesimpulan x ( x x)<br />

1<br />

x = x + x<br />

n<br />

2 n 1 n 2<br />

= + , yang memang<br />

benar, tetapi tidak informatif. Karena itu, kita harus mencoba cara yang lain.<br />

Karena X konvergen ke x, demikian juga halnya subbarisan X’ dengan indeks<br />

ganjil. Menggunakan induksi pembaca dapat menunjukkan bahwa [lihat 1.3.3 (c)]<br />

x 1 1 1 1<br />

= + + + ... +<br />

2 2 2<br />

2n+ 1 3 2n−1<br />

=1 2 ⎛<br />

3 1 1 ⎞<br />

+ ⎜ − ⎟<br />

⎝ ⎠<br />

4 n<br />

Dari sini diperoleh bahwa (bagaimana ?) x = lim X = lim X’ = 1 2 5<br />

+ = .<br />

3 3<br />

(c) Misalkan Y = (y n ) barisan dengan<br />

y<br />

2<br />

( 1)<br />

1<br />

1! , y 1 1<br />

1! 2! , , y 1 1<br />

= = − = − + + − +<br />

L L , L<br />

1! 2! n!<br />

1 2 n<br />

Jelaslah, Y bukan barisan monoton. Tetapi, bila m > n, maka<br />

n 1<br />

y<br />

m<br />

( 1)<br />

( )<br />

( 1)<br />

( )<br />

( 1)<br />

n+ 2 n+ 3 m+<br />

1<br />

− yn<br />

= − + − + ... + −<br />

n + 1 ! n + 2 ! m!<br />

.<br />

Karena 2 r-1 ≤ r! [lihat 1.3.3 (d)], karenanya bila m > n, maka (mengapa ?)<br />

Analisis Real I 100


Pendahuluan<br />

y<br />

m<br />

− y<br />

n<br />

≤<br />

1<br />

+<br />

1<br />

+ ... +<br />

n 2 !<br />

( n + 1 )!<br />

( + )<br />

1 1 1<br />

≤ + + ... + <<br />

2 2 2<br />

1<br />

m!<br />

1<br />

2<br />

n n+ 1 m−1 n−1<br />

.<br />

Karena itu, (y n ) barisan Cauchy, sehingga konvergen, katakan ke y, saat ini kita tidak<br />

dapat menentukan nilai y secara langsung; kita mempunyai y<br />

− y ≤ 1<br />

2<br />

n n-2<br />

dari sini, kita dapat menghitung nilai y sampai derajat akurasi yang diinginkan dengan<br />

menghitung y n untuk n yang cukup besar. Pembaca sebaiknya mengerjakan hal ini dan<br />

menunjukkan bahwa y sama dengan 0.632 120 559. (Tepatnya y adalah 1- 1 e )<br />

(d) Barisan<br />

⎛ 1 1 1<br />

1 2 3 ... 1⎞<br />

⎜ + + + + ⎟ divergen.<br />

⎝<br />

n⎠<br />

1 1 1<br />

Misalkan H = (h n ) barisan yang didefinisikan dengan hn = 1<br />

+ 2<br />

+ L + n<br />

untuk<br />

n∈N, yang telah dibahas pada 3.3.3 (b). Bila m > n, maka<br />

h<br />

m<br />

− h =<br />

n<br />

1<br />

n 1 ... 1<br />

+ + + m<br />

.<br />

Karena masing-masing suku m-n ini melebihi 1 m , maka h m − h n . > m - n<br />

n<br />

Khususnya, bila m = 2n kita mempunyai h<br />

2n<br />

− h<br />

n<br />

> 1 2<br />

.<br />

= 1<br />

n<br />

m<br />

− .<br />

. Hal ini menunjukkan bahwa H<br />

bukan barisan Cauchy (mengapa ?); karenanya H bukan barisan konvergen.<br />

3.5.6. Definisi. Barisan X = (x n ) dikatakan kontraktif bila terdapat konstanta C, 0 <<br />

C < 1, sehingga x − x ≤ C x − x untuk semua n∈N. Bilangan C disebut<br />

n+ 2 n+ 1 n+<br />

1 n<br />

konstanta barisan kontraktif tersebut.<br />

3.5.7. Teorema. Setiap barisan kontraktif merupakan barisan Cauchy, karenanya konvergen.<br />

Bukti :<br />

Bila kita menggunakan kondisi barisan kontraktif, kita dapat membalik langkah<br />

kerja kita untuk memperoleh :<br />

Analisis Real I 101


Aljabar Himpunan<br />

untuk m > n, kita mempunyai<br />

2<br />

x − x ≤ C x − x ≤ C x − x<br />

x<br />

n+ 2 n+ 1 n+ 1 n<br />

n n−1<br />

m<br />

3<br />

≤ C x − x ≤ L ≤ C x − x<br />

n−1 n−2<br />

Analisis Real I 102<br />

n<br />

2 1<br />

− x ≤ x − x − + x − x + ... + x x<br />

n<br />

m m 1<br />

m−1 m−2<br />

≤ (C m-2 + C m-3 + ... + C n-1 )⏐x 2 -x 1 ⏐<br />

= C n-1 (C m-n-1 + C m-n-2 + ... + 1)⏐x 2 - x 1 ⏐<br />

= C n-1 m-1<br />

⎛1−<br />

C ⎞<br />

⎜ ⎟ −<br />

⎝ 1−<br />

C ⎠<br />

x x<br />

≤ C n-1 ⎛ 1 ⎞<br />

⎜<br />

⎝1−<br />

C⎠<br />

⎟ x<br />

2 1<br />

− x<br />

2 1<br />

n+ 1 −<br />

Karena 0 < C < 1, maka lim(C n ) = 0 [lihat 3.1.11(c)]. Karena itu (x n ) barisan Cauchy,<br />

sehingga (x n ) konvergen.<br />

Dalam proses menghitung limit dari barisan kontraktif, sering sangat penting<br />

untuk mengestimasi kesalahan pada tahap ke-n. Berikut ini kita memberikan dua estimasi;<br />

pertama melibatkan dua suku kata pertama dan n; yang kedua melibatkan<br />

selisih x n -x n-1 .<br />

3.5.8. Akibat. Bila x = (x n ) bariasan konstraktif dengan konstanta C, 0 < C < 1, dan x *<br />

= lim X, maka :<br />

Bukti :<br />

n-1<br />

(i). x<br />

(ii). x<br />

C<br />

1- C x − x<br />

*<br />

*<br />

n−1<br />

C<br />

− xn<br />

≤<br />

1 C x − x −<br />

2 1<br />

C<br />

− x ≤<br />

1 C x − x −<br />

n n n-1<br />

Kita telah melihat pada bukti terdahulu bahwa bila m>n, maka x<br />

2 1<br />

n<br />

m<br />

− x ≤<br />

. Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m), kita<br />

peroleh (i).<br />

Untuk membuktikan (ii), kita gunakan lagi m > n, maka<br />

x<br />

m<br />

− x .≤ x − x − + ... + x x<br />

n<br />

m m 1<br />

n+ 1 −<br />

n<br />

n


Pendahuluan<br />

Dengan induksi diperoleh<br />

k<br />

n+ k n+ k−1<br />

n n−1<br />

x −x ≤ C x − x<br />

karenanya<br />

m−n 2<br />

( )<br />

x − x ≤ C + ... + C + C x − x<br />

m<br />

n<br />

n n−<br />

1<br />

Bila kita menggunakan limit pada ketaksamaan ini (terhadap m) diperoleh (ii).<br />

3.5.9. Contoh.<br />

Diketahui solusi dari x 3 - 7x + 2 = 0 terletak antara 0 dan 1 dan kita akan<br />

mendekati solusi tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan prosedur iterasi<br />

berikut. Pertama kita tuliskan persamaan di atas menjadi x = 1 7 (x3 + 2) dan<br />

gunakan ini untuk mendefinisikan barisan, kita pilih x, sebarang nilai antara 0 dan 1,<br />

kemudian definisikan<br />

1<br />

x n+1 = ( x 2<br />

7 )<br />

n3 + , n∈N<br />

Karena 0< x 1 < 1, maka 0< x n


Aljabar Himpunan<br />

timasi akurasi, kita catat bahwa x2 − x1<br />

< 0,2. Jadi, setelah langkah ke n menurut<br />

Akibat 3.5.8(i) kita yakin bahwa x<br />

*<br />

− x ≤<br />

6<br />

3<br />

5<br />

( )<br />

4<br />

=<br />

7 20<br />

243<br />

48020<br />

< 0,0051 . Sebenarnya<br />

pendekatannya lebih baik daripada ini. Karena x6 − x5<br />

< 0,000005, menurut 3.5.8<br />

(ii) maka x<br />

− x ≤ 3 x − x < 0,0000004 . Jadi kelima tempat desimal yang per-<br />

4<br />

tama benar.<br />

*<br />

Latihan 3.5<br />

6<br />

6 5<br />

1. Beri contoh barisan terbatas yang bukan barisan Cauchy.<br />

2. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut barisan Cauchy<br />

(a).<br />

⎛ n + 1⎞<br />

⎛ 1 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ ; (b) ⎜1+ + ... + ⎟ .<br />

⎝ n ⎠<br />

⎝ 2! n! ⎠<br />

3. Tunjukkan secara langsung dari definisi bahwa yang berikut bukan barisan<br />

Cauchy<br />

(a). (( −1)<br />

n ) ; (b)<br />

( 1)<br />

⎛<br />

n + −<br />

⎜<br />

⎝ n<br />

4. Tunjukkan secara langsung bahwa bila (x n ) dan (y n ) barisan Cauchy, maka (x n +<br />

y n ) dan (x n y n ) juga barisan Cauchy.<br />

5. Misalkan (x n ) barisan Cauchy sehingga x n bilangan untuk semua n∈N. Tunjukkan<br />

bahwa (x n ) pada akhirnya konstan.<br />

6. Tunjukkan bahwa barisan monoton tak turun yang terbatas merupakan barisan<br />

Cauchy.<br />

1<br />

7. Bila x 1 < x 2 sebarang bilangan <strong>real</strong> dan x = ( x + x )<br />

2<br />

untuk n > 2, tunjukkan<br />

bahwa (x n ) konvergen. Hitunglah limitnya.<br />

n<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

n n−2 n−1<br />

1 2<br />

8. Bila y 1 < y 2 sebarang bilangan <strong>real</strong> dan yn = yn−1 + y<br />

3 3 n−2<br />

untuk n > 2, hitunglah<br />

limitnya.<br />

9. Bila 0 < r < 1 dan x + − x < r untuk semua n∈N, tunjukkan bahwa (x n ) barisan<br />

Cauchy.<br />

n 1<br />

n<br />

n<br />

Analisis Real I 104


10. Bila x 1 > 0 dan x ( 2 x )<br />

n+<br />

1<br />

n<br />

−1<br />

Pendahuluan<br />

= + untuk n ≥ 1, tunjukkan bahwa (x n ) barisan kontraktif.<br />

Tentukan limitnya.<br />

11. Persamaan x 3 - 5x + 1 = 0 mempunyai akar r antara 0 dan 1. Gunakan barisan<br />

kontraktif yang bersesuaian untuk menghitung r sampai 10 -4 .<br />

3.6. Barisan-barisan Divergen Murni<br />

Untuk tujuan-tujuan tertentu dipandang baik sekali untuk mendefinisikan atau<br />

yang dimaksudkan dengan suatu barisan bilangan <strong>real</strong> (x n ) yang “menuju ke ± ∞“.<br />

3.6.1. Definisi. Misalkan (x n ) suatu barisan bilangan <strong>real</strong>.<br />

(i). Kita katakan bahwa (x n ) menuju ke + ∞, dan ditulis lim (x n ) = +∞, jika untuk<br />

setiap α∈R terdapat bilangan asli K(α) sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka<br />

x n > α.<br />

(ii). Kita katakan bahwa (x n ) menuju ke - ∞, dan ditulis lim (x n ) = - ∞, jika untuk<br />

setiap β∈R terdapat bilangan asli K(β) sedemikian sehingga jika n ≥ K(β), maka<br />

x n < β.<br />

Kita katakan bahwa (x n ) divergen murni dalam hal kita mempunyai lim (x n )<br />

= +∞ dan (x n ) = - ∞.<br />

3.6.2. Contoh-contoh<br />

(a). lim (n) = + ∞.<br />

Kenyataannya, jika diberikan α∈R, misal K(α) sebarang bilangan asli<br />

sedemikian sehingga K(α) > α.<br />

(b). lim (n 2 ) = + ∞.<br />

Jika K(α) suatu bilangan asli sedemikian sehingga K(α) > α, dan jika n ≥<br />

K(α) maka kita mempunyai n 2 ≥ n > α.<br />

(c). Jika c > 1, maka lim (c n ) = + ∞<br />

Misalkan c = 1 + b, dimana b > α, Jika diberikan α∈R, misal K(α) suatu bilangan<br />

asli sedemikian sehingga K(α) > α . Jika n ≥ K(α) maka menurut ketaksamaan<br />

b<br />

Bernoulli<br />

Analisis Real I 105


Aljabar Himpunan<br />

c n = (1 + b) n ≥ 1 + nb > 1+ α > α.<br />

Oleh karena itu lim (c n ) = + ∞.<br />

Barisan-barisan monoton khususnya adalah sederhana dalam memandang<br />

konvergennya. Kita telah melihat dalam Teorema Konvergensi Monoton 3.2.2 bahwa<br />

suatu barisan monoton adalah konvergen jika dan hanya jika terbatas. Hasil berikut<br />

adalah suatu reformulasi dari hasil tersebut di atas.<br />

3.6.3. Teorema. Suatu barisan bilangan <strong>real</strong> yang monoton divergen murni jika dan<br />

hanya jika barisan tersebut tidak terbatas.<br />

(a). Jika (x n ) suatu barisan naik tak terbatas, maka lim (x n ) = +∞<br />

(b). Jika (x n ) suatu barisan turun tak terbatas, maka lim (x n ) = -∞<br />

Bukti :<br />

(a). Anggaplah bahwa (x n ) suatu barisan naik. Kita ketahui bahwa jika (x n ) terbatas,<br />

maka (x n ) konvergen. Jika (x n ) tak terbatas, maka untuk sebarang α∈R terdapat<br />

n(α)∈N sedemikian sehingga α < x n(α) . Tetapi karena (x n ), kita mempunyai α < x n<br />

untuk semua n ≥ n(α). Karena α sebarang, maka berarti lim (n) = + ∞.<br />

Bagian (b) dibuktikan dengan cara yang serupa.<br />

“Teorema perbandingan” berikut senantiasa akan dipergunakan dalam<br />

menunjukkan bahwa suatu barisan divergen murni. [Pada kenyataannya, tidak<br />

digunakan secara implisit dalam contoh 3.6.2 (c)].<br />

3.6.4. Teorema. Misalkan (x n ) dan (y n ) dua barisan bilangan <strong>real</strong> dan anggaplah<br />

bahwa<br />

(*) x n ≤ y n untuk semua n∈N.<br />

(a). Jika lim (x n ) = + ∞, maka lim (y n ) = + ∞.<br />

(b). Jika lim (y n ) = - ∞, maka lim (x n ) = - ∞.<br />

Bukti :<br />

(a) Jika lim (x n ) = + ∞, dan jika diberikan α∈R, maka terdapat bilangan asli K(α)<br />

sedemikian sehingga jika n ≥ K(α), maka α < x n . Mengingat (*), berarti α < y n untuk<br />

semua n ≥ K(α). Karena α sebarang, maka ini menyatakan bahwa lim (y n ) = + ∞.<br />

Analisis Real I 106


Pendahuluan<br />

Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara yang serupa.<br />

Remakkan :(a). Teorema 3.6.4 pada akhirnya benar jika syarat (*) pada akhirnya benar; yaitu, jika<br />

terdapat m ∈ Ν sedemikian sehingga x n ≤ y n untuk semua n ≥ m.<br />

(b). Jika syarat (*) dari teorema 3.6.4 memenuhi dan jika lim (y n ) = + ∞, tidak mesti berlaku bukan lim<br />

(x n ) = + ∞. Serupa juga, jika (*) dipenuhi dan jika lim (x n ) = - ∞, belum tentu berlaku lim (y n ) = - ∞.<br />

Dalam pemakaian teorema 3.6.4 untuk menunjukkan bahwa suatu barisan menuju ke + ∞ [atau ke -∞]<br />

kita perlu untuk menunjukkan bahwa suku-suku dari barisan ini adalah pada akhirnya lebih besar dari<br />

[atau lebih kecil] atau sama dengan suku-suku barisan lain yang bersesuaian dimana barisan lain kita<br />

ketahui bahwa menuju ke + ∞ [atau ke - ∞].<br />

Karena kadang-kadang sangat sulit untuk memperlihatkan ketaksamaan sebagaimana<br />

(*), maka “Teorema Perbandingan Limit” berikut masing-masing lebih<br />

tepat untuk digunakan daripada Teorema 3.6.4.<br />

3.6.5. Teorema. Misalkan (x n ) dan (y n ) dua barisan bilangan <strong>real</strong> positif dan anggaplah<br />

bahwa untuk suatu L∈R, L > 0, kita mempunyai<br />

(#) lim<br />

⎛ x<br />

⎜<br />

⎝ y<br />

n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ = L<br />

⎠<br />

Maka lim (x n ) = + ∞ jika dan hanya jika lim (y n ) = + ∞<br />

Bukti :<br />

Jika (#) berlaku, maka terdapat K∈N sedemikian sehingga<br />

1<br />

2<br />

xn<br />

L < < 3 L untuk semua n ≥ K<br />

y 2<br />

1<br />

3<br />

Dari sini kita mempunyai ( ) ( )<br />

n<br />

2<br />

n n 2 n<br />

L y < x < L y untuk semua n ≥ K. Sekarang kesimpulan<br />

didapat dari suatu modifikasi kecil teorema 3.6.4. Detailnya ditinggalkan<br />

untuk dikerjakan oleh pembaca.<br />

Pembaca dapat menunjukkan bahwa konklusi tidak perlu berlaku jika L = 0<br />

atau L = + ∞. Akan tetapi ada suatu hasil parsial belum dapat ditunjukkan dalam kasus-kasus<br />

ini, seperti telah diperlihatkan dalam latihan.<br />

Latihan 3.6.<br />

1. Tunjukkan bahwa jika (x n ) suatu barisan tak terbatas, maka terdapat suatu sistem<br />

barisannya yang divergen murni.<br />

Analisis Real I 107


Aljabar Himpunan<br />

2. Berikan contoh dari barisan-barisan (x n ) dan (y n ) yang divergen murni dengan y n ≠<br />

0 untuk semua n∈N sedemikian sehingga<br />

(a)<br />

⎛ x<br />

⎜<br />

⎝ y<br />

n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ konvergen<br />

⎠<br />

(b)<br />

⎛ x<br />

⎜<br />

⎝ y<br />

n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ divergen murni<br />

⎠<br />

3. Tunjukkan bahwa jika x n > 0 untuk semua n∈N, maka lim (x n ) = 0 jika dan hanya<br />

jika lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = + ∞<br />

⎝ ⎠<br />

x n<br />

4. Perlihatkan kedivergenan murni dari barisan-barisan berikut :<br />

(a). ( n )<br />

(b). ( n + 1)<br />

n ⎞<br />

(c). ( n − 1)<br />

(d). ⎟<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

n+<br />

1<br />

5. Apakah barisan (n sin n) divergen murni ?<br />

⎠<br />

6. Misalkan (x n ) divergen murni dan misalkan (y n ) barisan sedemikian sehingga lim<br />

(x n y n ) masuk ke R. Tunjukkan bahwa (y n ) konvergen ke 0.<br />

7. Misalkan (x n ) dan (y n ) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim<br />

⎛ x<br />

⎜<br />

⎝ y<br />

n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ = 0<br />

⎠<br />

(a) Tunjukkan bahwa jika lim (x n ) = + ∞, maka lim (y n ) = + ∞<br />

(b) Tunjukkan bahwa jika (y n ) terbatas, maka lim (x n ) = 0<br />

8. Selidikilah bahwa kekonvergenan atau kedivergenan dari barisan-barisan berikut :<br />

(a). ( n 2 − 2 )<br />

(b)<br />

⎛ n ⎞<br />

⎜ ⎟<br />

⎝ n 2 + 1⎠<br />

(c).<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

n 2 + 1⎞<br />

n ⎟<br />

⎠<br />

(d) ( sin n )<br />

9. Misalkan (x n ) dan (y n ) barisan-barisan bilangan positif dan anggaplah bahwa lim<br />

⎛ 1 ⎞<br />

⎜ ⎟ = + ∞<br />

⎝ ⎠<br />

x n<br />

(a) Tunjukkan bahwa jika lim (y n ) = + ∞, maka lim (y n ) = + ∞<br />

Analisis Real I 108


Pendahuluan<br />

(b) Tunjukkan bahwa jika (x n ) terbatas, maka lim (x n ) = 0<br />

10. Tunjukkan bahwa jika lim<br />

⎛<br />

⎜<br />

⎝<br />

a n<br />

n<br />

⎞<br />

⎟ = L, dimana l > 0, maka lim ( a )<br />

⎠<br />

n<br />

= + ∞.<br />

Analisis Real I 109


Aljabar Himpunan<br />

BAB<br />

4<br />

LIMIT-LIMIT<br />

Secara umum, “Analisis secara matematika” merupakan dasar matematika<br />

yang mana dibangun secara sistematik dari variasi konsep-konsep limit. Kita telah<br />

menjumpai salah satu dari konsep-konsep dasar tentang limit : kekonvergenan dari<br />

suatu barisan bilangan <strong>real</strong>. Dalam bab ini kita akan membahas pengertian dari limit<br />

suatu fungsi. Kita akan memperkenalkan pengertian limit ini dalam Pasal 4.1dan<br />

pembahasan selanjutnya dalam Pasal 4.2. Ini akan dilihat bahwa bukan hanya pengertian<br />

limit suatu fungsi yang sangat paralel dengan konsep tentang limit barisan, akan<br />

tetapi juga pertanyaan-pertanyaan mengenai keberadan limit-limit fungsi sering dapat<br />

dicobakan dengan pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan barisan. Dalam Pasal<br />

4.3 kita akan mengenal beberapa perluasan dari pengertian limit yang mana sering<br />

dipergunakan.<br />

4.1. Limit-limit Fungsi<br />

Pada pasal ini kita akan mendefinisikan pengertian penting dari limit suatu<br />

fungsi. Pembaca akan memperoleh pengertian yang paralel dengan definisi limit suatu<br />

barisan. Gagasan secara intuisi dari suatu fungsi yang mempunyai limit L pada c<br />

adalah bahwa nilai f(x) sangat dekat dengan L untuk x yang sangat dekat dengan c.<br />

Akan tetapi kita perlu mempunyai teknik-teknik pengerjaan dengan gagasan “dekat<br />

sekali”, dan ini memerlukan penggunaan pengertian lingkungan dari suatu titik. Jadi<br />

pernyataan: “fungsi f mendekati L pada c” berarti bahwa nilai f(x) akan terletak dalam<br />

sebarang lingkungan-ε yang diberikan dari L, asalkan kita mengambil x dalam lingkungan-δ<br />

dari c yang cukup kecil, dimana x ≠ c. Pemilihan δ akan bergantung pada ε<br />

yang diberikan. Kita tidak ingin terpengaruh dengan nilai dari f(c) pada c, karena<br />

Analisis Real I 110


Pendahuluan<br />

kita hanya ingin memandang “kecenderungan” ditentukan oleh nilai dari f pada titiktitik<br />

yang dekat sekali (tetapi berbeda dari) titik c.<br />

Agar limit fungsi ini bermakna, maka diperlukan fungsi f yang terdefinisi pada<br />

sekitar titik c. Kita menekankan bahwa fungsi f tidak perlu terdefinisi pada titik c atau<br />

pada setiap titik sekitar c, akan tetapi cukup terdefinisi pada titik-titik yang dekat<br />

sekali dengan c untuk menjadikan pembahasan menjadi menarik. Ini merupakan alasan<br />

untuk definisi berikut.<br />

4.1.1. Definisi. Misalkan A⊆R. Suatu titik c∈R adalah titik cluster dari A<br />

jika setiap lingkungan-δ V δ (c) = (c-δ,c+δ) dari c memuat aling kurang satu titik dari A<br />

yang berbeda dengan c.<br />

Catatan : Titik c merupakan anggota dari A atau bukan, tetapi meskipun demikian itu tidan<br />

menentukan apakah c suatu titik cluster dari A atau bukan, karena secara khusus yang diperlukan<br />

adalah bahwa adanya titik-titik dalam V δ (c)∩A yang berbeda dengan c agar c menjadi titik Cluster dari<br />

A.<br />

4.1.2. Teorema. Suatu bilangan c∈R merupakan titik cluster dari A⊆R jika<br />

dan hanya jika terdapat barisan bilangan <strong>real</strong> (a n ) dalam A dengan a n ≠ c untuk semua<br />

n∈N sedemikian sehingga lim (a n ) = c.<br />

Bukti. Jika c merupakan titik cluster dari A, maka untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n)<br />

V 1/n (c) memuat paling kurang satu titik yang berbeda dengan c. Jika titik<br />

yang dimaksud adalah a n , maka a n ∈A, a n ≠ c, dan lim (a n ) = c.<br />

Sebaliknya, jika terdapat suatu barisan (a n ) dalam A\{c} dengan lim (a n ) = c, maka<br />

untuk sebarang δ>0 terdapat bilangan asli K(δ) sedemikian sehingga jika n≥K(δ),<br />

maka an∈V δ (c). Oleh karena itu lingkungan-δ dari c V δ (c) memuat titik-titik a n ,<br />

n≥K(δ), yang mana termuat dalam A dan berbeda dengan c.<br />

Contoh-contoh berikut ini menekankan bahwa suatu titik cluster dari suatu<br />

himpunan bisa masuk dalam himpunan tersebut atau tidak. Bahkan lebih dari itu,<br />

suatu himpunan bisa mungkin tidak mempunyai titik cluster.<br />

Analisis Real I 111


Aljabar Himpunan<br />

4.1.3. Contoh-contoh. (a) Jika A 1 = (0,1), maka setiap titik dalam interval tutup<br />

[0,1] merupakan titik cluster dari A 1 . Perhatikan bahwa 0 dan 1 adalah titik cluster<br />

dari A 1 , messkipun titik-titik itu tidak termuat dalam A 1 . Semua titik dalam A 1 adalah<br />

titik cluster dari A 1 (mengapa ?)<br />

(b) Suatu himpunan berhingga tidak mempunyai titik cluster (mengapa ?)<br />

(c) Himpunan tak berhingga N tidak mempunyai titik cluster.<br />

(d) Himpunan A 4 = {1/n : n∈N} hanya mempunyai 0 sebagai titik clusternya.<br />

Tidak satu pun titik dalam A 4 yang merupakan titik cluster dari A 4 .<br />

(e) Himpunan A 5 = I∩Q yaitu himpunan semua bilangan rasional dalam interval<br />

tutup I={0,1]. Menurut Teorema Kepadatan 2.5.5 bahwa setiap titik dalam I merupakan<br />

titik cluster dari A 5 .<br />

Sekarang kita kembali kepada pengertian limit dari suatu fungsi pada titik<br />

cluster domainnya.<br />

Definisi Limit<br />

Berikut ini kita akan menyajikan definisi limit dari suatu fungsi pada suatu<br />

titik.<br />

y<br />

f<br />

(<br />

Diberikan V ε<br />

(L)<br />

Lo<br />

(<br />

(<br />

o<br />

c<br />

Ada V δ<br />

(c)<br />

(<br />

x<br />

Gambar 4.1 1. Limit dari f pada c adalah L<br />

Analisis Real I 112


Pendahuluan<br />

4.1.4 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A ⎯⎯→ R, dan c suatu titik cluster dari<br />

A. Kita katakan bahwa suatu bilangan <strong>real</strong> L merupakan limit dari f pada c jika<br />

diberikan sebarang lingkungan-ε dari L V ε (L), terdapat lingkungan-δ dari c V δ (c)<br />

sedemikian sehingga jika x ≠ c sebarang titik dari V δ (c)∩A, maka f(x) termasuk<br />

dalam V ε (L). (Lihat Gambar 4.1.1)<br />

Jika L merupakan suatu limit dari f pada c, maka kita juga mengatakan bahwa<br />

f konvergen ke L pada c. Sering dituliskan<br />

L =<br />

lim f atau L = lim f ( x)<br />

x→c<br />

Kita juga mengatakan bahwa “f(x) menuju L sebagaimana x mendekat ke c”, atau<br />

“f(x) menuju L sebagaimana x menuju ke c”. Simbol<br />

F(x) → L sebagaimana x → c<br />

juga diperguanakan untuk menyatakan fakta bahwa f mempunyai limit L pada c. Jika f<br />

tidak mempunyai suatu limit pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa f divergen<br />

pada c.<br />

Teorema berikut memberikan jaminan kepada kita akan ketunggalan<br />

limit suatu fungsi, jika limit dimaksud ada. Ketunggalan limit ini bukan merupakan<br />

bagian dari definisi limit, akan tetapi merupakan fakta yang harus dibuktikan.<br />

4.1.5. Teorema. Jika f : A ⎯→ R dan c suatu titik cluster dari A, maka f<br />

hanya dapat mempunyai satu limit pada c.<br />

Bukti. Andaikan kontradiksi, yaitu terdapat bilangan <strong>real</strong> L’ ≠ L” yang memenuhi<br />

definisi 4.1.4. Kita pilih ε>0 sedemikain sehingga lingkungan-ε V ε (L’) dan<br />

V ε (L”) saling lepas. Sebagai contoh, kita dapat mengambil sebarang ε yang lebih kecil<br />

dari ½⎪L’ – L”⎪. Maka menurut definisi 4.1.4, terdapat δ’ > 0 sedemikian sehingga<br />

jika x sebarang titik dalam A∩V δ’ (c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam V ε (L’). Secara<br />

serupa, terdapat δ” > 0 sedemikain sehingga jika x sebarang titik dalam<br />

A∩V δ” (c) dan x ≠ c, maka f(x) termuat dalam V ε (L”). Sekarang ambil δ = min<br />

{δ’,δ”}, dan misalkan V δ (c) lingkungan-δ dari c. Karena c titik cluster dar A, maka<br />

x→c<br />

Analisis Real I 113


Aljabar Himpunan<br />

terdapat paling sedikit satu titik x 0 ≠ c sedemikian sehingga x 0 ∈A∩Vδ(c). Akibatnya,<br />

f(x 0 ) mesti termasuk dalam V ε (L’) dan V ε (L”), yang mana kontradiksi dengan fakta<br />

bahwa kedua himpunan ini saling lepas. Jadi asumsi bahwa L’ ≠ L” merupakan limitlimit<br />

f pada c menimbulkan kontradiksi.<br />

Kriteria ε-δ untuk Limit<br />

Sekarang kita akan menyajikan formulasi yang ekivalen dengan definisi 4.1.4<br />

dengan menyatakan syarat-syarat lingkungan dalam ketaksamaan. Contoh-contoh<br />

yang mengikutinya akan menunjukkan bagaimana formulasi ini dipergunakan untuk<br />

memperlihatkan limit-limit fungsi. Pada bagian akhir kita akan membahas kriteria<br />

sekuensial (barisan) untuk limit suatu fungsi.<br />

4.1.6 Teorema. Misalkan f : A ⎯→ R dan c suatu titik cluster dari A; maka<br />

(i)<br />

(ii)<br />

lim f = L jika dan hanya jika<br />

x→c<br />

untuk sebarang ε > 0 terdapat suatu δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x∈A<br />

dan 0 < ⎪x - c⎪ < δ(ε), maka ⎪f(x) - L⎪ < ε.<br />

Bukti. (i) ⇒ (ii) Anggaplah bahwa f mempunyai limit L pada c. Maka diberikan<br />

ε > 0 sebarang, terdapat δ = δ(ε) > 0 sedemikian sehingga untuk setiap x dalam A<br />

yang merupakan unsur dalam lingkungan-δ dari c V δ c), x ≠ c, nilai f(x) termasuk<br />

dalam lingkungan-ε dari L V ε (L). Akan tetapi, x∈V δ (c) dan x≠c jika dan hanya jika 0<br />

< ⎪x - c⎪ < δ. (Perhatikan bahwa 0 < ⎪x - c⎪ adalah cara lain untuk menyatakan<br />

bahwa x ≠ c). Juga, f(x) termasuk dalam V ε (L) jika dan hanya jika ⎪f(x) – L⎪ < ε. Jadi<br />

jika x∈A memenuhi 0 < ⎪x - c⎪< δ, maka f(x) memenuhi ⎪f(x) - L⎪


Pendahuluan<br />

4.1.7. Contoh-contoh.. (a) lim b = b.<br />

x→c<br />

Untuk menjadi lebih eksplisit, misalkan f(x) = b untuk semua x∈R; kita claim<br />

bahwa<br />

lim f = b. Memang, diberikan ε > 0, misalkan δ = 1. Maka jika 0 0 sebarang, kita simpulkan<br />

dari 4.1.6(ii) bahwa<br />

lim f = b.<br />

x→c<br />

(b).<br />

lim x<br />

x→c<br />

= c.<br />

Misalkan g(x) = x untuk semua x∈R. Jika ε > 0 misalkan δ(ε) = ε. Maka jika<br />

0 0 sebarang, maka kita berkesimpulan bahwa<br />

lim g = c.<br />

x→c<br />

(c).<br />

2<br />

lim x<br />

x→c<br />

= c 2 .<br />

Misalkan h(x) = x 2 untuk semua x∈R. Kita ingin membuat selisih<br />

⎪h(x) – c 2 ⎪ = ⎪x 2 – c 2 ⎪<br />

lebih kecil dari suatu ε > 0 yang diberikan dengan pengambilan x yang cukup dekat<br />

dengan c. Untuk itu, kita perhatikan bahwa x 2 – c 2 = (x – c)(x + c). Selain itu, jka ⎪x -<br />

c⎪ < 1, makaa<br />

⎪x⎪ ≤ ⎪c⎪ + 1 dengan demikian ⎪x + c⎪ ≤ ⎪x⎪ + ⎪c⎪ ≤ 2⎪c⎪ + 1.<br />

Oleh karena itu, jika ⎪x - c⎪ < 1, kita mempunyai<br />

(*) ⎪x 2 – c 2 ⎪ = ⎪x – c⎪⎪x + c⎪ ≤ (2⎪c⎪ + 1)⎪x - c⎪<br />

Selain itu suku terakhir ini akan lebih kecil dari ε asalkan kita mengambil ⎪x - c⎪ <<br />

ε/(2⎪c⎪ + 1). Akibatnya, jika kita memilih<br />

δ(ε) = inf<br />

⎪⎧<br />

ε ⎪⎫<br />

⎨1,<br />

⎬ ,<br />

⎪⎩ 2 c +1⎪⎭<br />

maka jika 0


Aljabar Himpunan<br />

Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan<br />

demikian kita telah menunjukkan bahwa<br />

bahwa<br />

(d)<br />

1 1<br />

lim = , jika c > 0.<br />

x→c<br />

x c<br />

lim h(x)<br />

x→c<br />

=<br />

2<br />

lim x<br />

x→c<br />

= c 2 .<br />

Misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0 dan misalkan c > 0. Untuk menunjukkan<br />

lim<br />

x→c<br />

ϕ = 1/c kita ingin membuat selisih<br />

1<br />

ϕ ( x)<br />

− =<br />

c<br />

1 1 −<br />

x c<br />

lebih kecil dar ε >0 yang diberikan dengan pengambilan x cukup dekat dengan c > 0.<br />

Pertama kita perhatikan bahwa<br />

1 1 − = ( c − x )<br />

x<br />

1<br />

c<br />

cx<br />

1<br />

= x − c<br />

cx<br />

untuk x > 0.Itu berguna untuk mendapatkan batas atas dari 1/(cx) yang berlaku dala<br />

suatu lingkungan c. Khususnya, jika ⎪x - c⎪ < 2 1 c, maka 2 1 c < x < 2 3 c (mengapa?),<br />

dengan demikian<br />

1 2<br />

0 < < cx<br />

2<br />

c<br />

untuk ⎪x - c⎪ < 2 1 c.<br />

Oleh karena itu, untuk nilai-nilai x ini kita mempunyai<br />

(#) ( x)<br />

1 2<br />

ϕ − < x − c .<br />

2<br />

c c<br />

Agar suku terakhir lebih kecil dar ε, maka cukup mengambil ⎪x – c⎪ < 2 1 c 2 ε.<br />

Akibatnya, jika kita memilih<br />

δ(ε) = inf{ 2 1 c, 2 1 c 2 ε},<br />

maka jika 0 < ⎪x - c⎪ < δ(ε), pertama yang berlaku bahwa ⎪x - c⎪ < 2 1 c dengan<br />

demikian (#) valid, dan olehnya itu,, karena ⎪x – c⎪ < 2 1 c 2 ε maka berlaku<br />

1<br />

ϕ ( x)<br />

− =<br />

c<br />

1 1 − < ε.<br />

x c<br />

Analisis Real I 116


Pendahuluan<br />

Karena kita mempunyai pilihan δ(ε) > 0 untuk sebarang pilihan dari ε > 0, maka dengan<br />

demikian kita telah menunjukkan bahwa<br />

(e).<br />

3<br />

x − 4<br />

lim<br />

x 2<br />

=<br />

x→c<br />

+ 1<br />

4<br />

5<br />

lim ϕ(x)<br />

x→c<br />

=<br />

lim<br />

x→c<br />

Misalkan ψ(x) = (x 3 – 4)/(x 2 + 1) untuk x∈R. Maka sedikit manipulasi secara<br />

aljabar memberikan<br />

1<br />

x<br />

=<br />

1 .<br />

c<br />

4<br />

ψ ( x)<br />

− =<br />

5<br />

5x<br />

3<br />

− 4x<br />

5<br />

2<br />

2<br />

( x + 1)<br />

− 24<br />

=<br />

2<br />

5x<br />

+ 6x<br />

−12<br />

⎪x - 2⎪<br />

5<br />

2<br />

( x + 1)<br />

Untuk mendapatkan suatu batas dari koefiien ⎪x - 2⎪, kita membatasi x dengan syarat<br />

1 < x < 3. Unntuk x dalam interval ini, kita mempunyai 5x 2 + 6x + 12 ≤ 5(3 2 ) + 6(3) +<br />

12 =75 dan 5(x 2 + 1) ≥ 5(1 + 1) = 10, dengan demikian<br />

4 75 15<br />

ψ ( x)<br />

− ≤ ⎪x - 2⎪ = ⎪x - 2⎪.<br />

5 10 2<br />

Sekarang diberikan ε > 0, kita pilih<br />

⎧ 2 ⎫<br />

δ(ε) = inf ⎨1 , ε ⎬.<br />

⎩ 15 ⎭<br />

Maka jika 0 0 sebarang, maka contoh (e) terbukti.<br />

Kriteria Barisan Untuk Limit<br />

Berikut ini merupakan formulasi penting dari limit suatu fungsi dalam kaitannya<br />

dengan limir suatu barisan. Karakterisasi ini memungkinkan teori-teori pada<br />

bab3 dapat dipergunakan untuk mempelajari limit-limit fungsi.<br />

4.1.8. Teorema. (Kriteria Barisan) Misalkan f : A ⎯→ R dan c suatu titik<br />

cluster dari A; maka :<br />

(i) lim f = L jika dan hanya jika<br />

x→c<br />

Analisis Real I 117


Aljabar Himpunan<br />

(ii) untuk sebarang barisan (x n ) dalam A yang konvergen ke c sedemikian sehingga<br />

x ≠ c untuk semua n∈N, barisan (f(x n )) konvergen ke L.<br />

Bukti. (i) ⇒ (ii). Anggaplah f mempunyai limit L pada c, dan asumsikan (x n )<br />

barisan dalam A dengan ( x )<br />

x→c<br />

n<br />

lim = c dan x n ≠ c untuk semua n∈N. Kita mesti membuktikan<br />

bahwa barisan (f(x n )) konvergen ke L. Misalkan diberikan ε > 0 sebarang.<br />

Maka dengan kriteria ε-δ 4.1.6, terdapat δ > 0 sedemikian sehingga jika x memenuhi<br />

0 K(δ) maka ⎪x n – c⎪ < δ.<br />

Akan tetapi untuk setiap x n yang demikian kita mempunyai ⎪f(x n ) - L⎪ < ε. Jadi, jika n<br />

> K(δ), maka ⎪f(x n ) - L⎪ < ε. Oleh karena itu, barisan (f(x n )) konvergen ke L.<br />

(ii) ⇒ (i). [Pembuktian ini merupakan argumen kontrapositif.] Jika (i) tidak benar,<br />

maka terdapat suatu lingkungan-ε 0 dari L, ( L)<br />

Vε<br />

0<br />

, sedemikian sehingga lingkunga-δ<br />

apapun yang kita pilih, akan selalu terdapat paling kurang satu x δ dalam A∩V δ (c)<br />

dengan x δ ≠ c sedemikian sehingga f(x δ )∉ ( L)<br />

Vε<br />

0<br />

. Dari sini untuk setiap n∈N, lingkungan-(1/n)<br />

dari c memuat suatu bilangan x n sedemikian sehingga<br />

0


Pendahuluan<br />

karena itu dengan kriteria barisan, kita dapat menyimpulkan bahwa fungsi h(x) = x 2<br />

mempuntai limit lim h(<br />

x)<br />

= c 2 .<br />

x→c<br />

Kriteria Kedivergenan<br />

Kadang-kala penting untuk dapat menunjukkan (i) bahwa suatu bilangan tertentu<br />

bukan limit dari suatu fungsi pada suatu titik, atau (ii) bahwa suatu fungsi tidak<br />

mempunyai suatu limit pada suatu titik. Hasil berikut merupakan suatu konsekuensi<br />

dari pembuktian teorema 4.1.8. Pembuktiannya secara detail ditinggalkan untuk<br />

dikerjakan oleh pembaca.<br />

4.1.9. Kriteria Divergensi. Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik<br />

cluster dari A.<br />

(a). Jika L∈R, maka f tidak mempunyai limit L pada c jika dan hanya jika<br />

terdapat suatu barisan (x n ) dalam A dengan x n ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga<br />

barisan (x n ) konvergen ke c tetapi barisan (f(x n )) tidak konvergen ke L.<br />

(b). Fungsi f tidak mempunyai limit pada c jika dan hanya jika terdapat suatu<br />

barisan (x n ) dalam A dengan x n ≠ c untuk semua n∈N sedemikian sehingga barisan<br />

(x n ) konvergen ke c tetapi barisan (f(x n )) tidak konvergen dalam R.<br />

Berikut ini diberikan beberapa aplikasi dari kriteria divergensi untuk<br />

menunjukkan bagaimana kriteria itu dapat dipergunakan.<br />

4.1.10. Contoh-contoh. (a). lim( 1/ x)<br />

x→0<br />

tidak ada dalam R.<br />

Seperti Contoh dalam 4.1.7(d), misalkan ϕ(x) = 1/x untuk x > 0. Akan tetapi,<br />

disini kita menyelidiki pada c = 0. Argumen yang diberikan pada contoh 4.1.7(d) gagal<br />

berlaku jika c = 0 karena kita tidak akan memperoleh suatu batas sebagaimana<br />

dalam (#) pada contoh tersebut. Jika kita mengambil barisan (x n ) dengan x n = 1/n untuk<br />

n∈N, maka lim (x n ) = 0, tetapi ϕ(x n ) = 1/1/n = n. Seperti kita ketahui bahwa barisan<br />

(ϕ(x n )) = (n) tidak konvergen dalam R, karena barisan ini tidak terbatas. Dari sini,<br />

dengan teorema 4.1.9(b), lim( 1/ x)<br />

x→0<br />

tidak ada dalam R. [Akan tetapi, lihat contoh<br />

4.3.9(a).]<br />

Analisis Real I 119


Aljabar Himpunan<br />

(b) lim sgn( x)<br />

x→0<br />

tidak ada.<br />

1.(<br />

0<br />

) -1<br />

Gambar 4.1.2 Fungsi Signum<br />

Misalkan fungsi signum didefinisikan dengan<br />

sgn (x) =<br />

⎧+<br />

1,<br />

⎪<br />

⎨ 0,<br />

⎪<br />

⎩−1,<br />

untuk x > 0<br />

untuk x = 0<br />

untuk x < 0<br />

Perhatikan bahwa sgn(x) = x/⎪x⎪ untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.2) Kita akan menunjukkan<br />

bahwa sgn tidak mempunyai limit pada x = 0. Kita akan mengerjakan ini dengan<br />

menunjukkan bahwa terdapat barisan (x n ) sedemikian sehingga lim(x n ) = 0, tetapi<br />

sedemikian sehingga (sgn(x n )) tidak konvergen.<br />

Misalkan x n = (-1) n /n untuk n∈N dengan demikian lim(x n ) = 0. Akan tetapi ,<br />

karena<br />

sgn (x n ) = (-1) n untuk n∈N,<br />

maka dari Contoh 3.4.5(a), (sgn(x n )) tidak konvergen. Oleh karena itu lim( 1/ x)<br />

x→0<br />

tidak<br />

ada.<br />

(c) lim sin( 1/ x)<br />

x→0<br />

tidak ada dalam R.<br />

Misalkan g(x) = sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar 4.1.3.) Kita akan menunjukkan<br />

bahwa g tidak mempunyai limit pada c = 0, dengan memperlihatkan dua arisan<br />

(x n ) dan (y n ) dengan x n ≠ 0 dan y n ≠ 0 untuk semua n∈N dan sedemikian sehingga lim<br />

Analisis Real I 120


Pendahuluan<br />

(x n ) = 0 = lim (y n ), tetapi sedemikian sehingga lim (g(x n )) ≠ lim (g(y n )). Mengingat<br />

Teorema 4.1.9, ini mengakibatkan<br />

lim<br />

x→0<br />

g<br />

tidak ada. (Jelaskan mengapa.)<br />

Gambar 4.1 3. Grafik f(x) = sin(1/x), x ≠ 0<br />

Kita mengingat kembali dari kalkulus bahwa sin t = 0 jika t = nπ untuk n∈Z,<br />

dan sin t = +1 jika t = ½π + 2πn untuk n∈Z. Sekarang missalkan x n = 1/nπ untuk<br />

n∈N; maka lim (x n ) = 0 dan g(x n ) = 0 untuk semua n∈N, dengan demikian lim<br />

(g(x n )) = 0. Di pihak lain, misalkan y n = (½π + 2πn) -1 untuk n∈N; maka lim (y n ) = 0<br />

dan g(y n ) = sin (½π + 2πn) = 1 untuk semua n∈N, dengan demikian lim (g(y n )) = 1.<br />

Kita simpulkan bahwa lim sin( 1/ x)<br />

x→0<br />

tidak ada.<br />

Soal-soal Latihan<br />

1. Tentukan suatu syarat pada ⎪x - 1⎪ yang akan menjamin bahhwa :<br />

(a) ⎪x 2 - 1⎪ < ½,<br />

(b) ⎪x 2 - 1⎪ < 1/10 3<br />

(c) ⎪x 2 - 1⎪ < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan,<br />

(d) ⎪x 3 - 1⎪ < 1/n untuk suatu n∈N yang diberikan.<br />

Analisis Real I 121


Aljabar Himpunan<br />

2. Misalkan c suatu titik cluster dari A⊆R dan f : A ⎯→ R. Buktikan bahwa lim f ( x)<br />

x→0<br />

=<br />

lim<br />

L jika dan hanya jika f ( ) L<br />

x→0<br />

x<br />

−<br />

= 0.<br />

3. Misalkan f : R ⎯→ R, dan c∈ R. Tunjukkan bahwa lim f ( x)<br />

lim<br />

x→0<br />

f<br />

( x + c)<br />

= L.<br />

x→c<br />

= L jika dan hanya jika<br />

4. Misalkan f : R ⎯→ R, I⊆ R suatu interval buka, dan c∈I. Jika f 1 merupakan pembatasan<br />

dari f pada I, tunjukkan bahwa f 1 mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f<br />

mempunyai suatu limit pada c dan tunjukkan pula bahwa<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

= lim f1<br />

.<br />

x→c<br />

5. Misalkan f : R ⎯→ R, J⊆ R suatu interval tutup, dan c∈J. Jika f 2 merupakan pembatasan<br />

dari f pada I, tunjukkan bahwa jika f mempunyai suatu limit pada c dan hanya jika f 2<br />

mempunyai suatu limit pada c. Tunjukkan bahwa tidak berlaku bahwa jika f 2 mempunyai<br />

suatu limit pada c dan hanya jika f mempunyai suatu limit pada c.<br />

6. Misalkan I = (0,a), a > 0, dan misalkan g(x) = x 2 untuk x∈I. Untuk sebarang x,c dalam I,<br />

tunjukkan bahwa ⎪g(x) – c 2 ⎪ ≤ 2a⎪x - c⎪. Gunakan ketaksamaan ini untuk membuktikan<br />

bahwa<br />

2<br />

lim x<br />

x→c<br />

= c 2 untuk sebarang c∈I.<br />

7. Misalkan I⊆ R suatu interval, f : I ⎯→ R, dan c∈I. Misalkan pula terdapat K dan L<br />

sedemikian sehingga ⎪f(x) - L⎪≤K⎪x - c⎪ untuk x∈I. Tunjukkan bahwa<br />

lim f = L.<br />

x→c<br />

8. Tunjukkan bahwa<br />

3<br />

lim x<br />

x→c<br />

= c 3 untuk sebarang c∈ R.<br />

9. Tunjukkan bahwa lim x = c untuk sebatang c ≥ 0.<br />

x→c<br />

10. Gunakan formulasi ε-δ dan formulasi formulasi barisan dari pengertian limit untuk memperlihatkan<br />

berikut :<br />

(a)<br />

1<br />

lim = -1 (x > 1), (b)<br />

x 2 − x<br />

→ 1<br />

x<br />

lim =<br />

x→1<br />

1+<br />

x<br />

1<br />

2<br />

(x > 0),<br />

(c)<br />

2<br />

x<br />

lim = 0 (x ≠ 0), (d)<br />

x → 0 x<br />

x<br />

lim<br />

x→1<br />

2<br />

− x + 1<br />

=<br />

x + 1<br />

1<br />

2<br />

(x > 0).<br />

11. Tunjukkan bahwa limit-limit berikut ini tidak ada dalam R:<br />

Analisis Real I 122


Pendahuluan<br />

(a)<br />

1<br />

lim<br />

x→0<br />

x<br />

2<br />

(x > 0), (b)<br />

lim<br />

x→0<br />

1<br />

x<br />

(x > 0),<br />

(c) . lim ( x + sgn( x)<br />

)<br />

x→0<br />

⎛ 1 ⎞<br />

, (d) lim sin⎜<br />

⎟ (x ≠ 0).<br />

x→1<br />

2<br />

⎝ x ⎠<br />

12. Misalkan fungsi f : R ⎯→ R mempunyai limit L pada 0, dan misalkan pula a > 0. Jika g<br />

: R ⎯→ R didefinisikan oleh g(x) = f(ax) untuk x∈R, tunjukkan bahwa lim g = L.<br />

13. Misalkan c titik cluster dari A⊆ R dan f : A ⎯→ R sedemikian sehingga lim ( f ( x)<br />

) 2<br />

= L. Tunjukkan bahwa jika L =,0, maka lim f ( x)<br />

x→c<br />

x→0<br />

x→c<br />

= 0. Tnjukkan dengan contoh bahwa<br />

jika L ≠ 0, maka f bisa mungkin tidak mempunyai suatu limit pada c.<br />

14. Misalkna f : R ⎯→ R didefinisikan oleh f(x) = x jika x rasional, dan f(x) = 0 jika x irasional.<br />

Tunjukkan bahwa f mempunyai suatu limit pada x = 0. Gunakan argumen barisan<br />

untuk menunjukkan bahwa jika c ≠ 0, maka f tidak mempunyai limit pada c.<br />

4.2. Teorema-teorema Limit<br />

Sekarang kita akan memperlihatkan hasil-hasil yang dipergunakan dalam menentukan<br />

limit fungsi. Hasil-hasil ini serupa dengan teorema-teorema limit untuk barisan.yang<br />

telah diperlihatkan pada Pasal 3.2. Pada kenyataannya, dalam banyak kasus<br />

hasil-hasil ini dapat dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.1.8 dan hasil-hasil<br />

dari Pasal 3.2. Secara alternatif, hasil-hasil dalam Pasal ini dapat dibuktikan dengan<br />

menggunakan argumen ε-δ yang sangat serupa untuk hal yang sama dalam Pasal 3.2.<br />

4.2.1 Definisi. Misalkan A⊆ R, f : R ⎯→ R, dan c∈R suatu titik cluster dari<br />

A. Kita mengatakan bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c jika terdapat<br />

lingkungan-δ dari c V δ (c) dan suatu konstanta M > 0 sedemikian sehingga kita mempunyai<br />

⎪f(x)⎪ ≤ M untuk semua x ∈ A∩V δ (c).<br />

4.2.2 Teorema Jika A⊆ R dan f : A ⎯→ R mempunyai suatu limit pada c∈<br />

R, maka f terbatas pada suatu lingkungan dar c.<br />

Analisis Real I 123


Aljabar Himpunan<br />

Bukti. Jika L = lim f ( x)<br />

, maka oleh Teorema 4.1.6, dengan ε = 1, terdapat δ<br />

x→c<br />

> 0 sedemikian sehingga jika 0


lim ( fg)<br />

= LM, ( bf )<br />

x→c<br />

x→c<br />

Pendahuluan<br />

lim = bL.<br />

(b) Jika h : A ⎯→ R, h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, dan jika<br />

lim h = H<br />

x→c<br />

≠ 0, maka<br />

⎛ f ⎞ L<br />

lim ⎜ ⎟ = .<br />

x→c⎝<br />

h ⎠ H<br />

Bukti. Salah satu cara pembuktian dari teorema-teorema ini sangat serupa<br />

dengan pembuktian Teorema 3.2.3. Secara alternatif, teorema ini dapat dibuktikan<br />

dengan menggunakan Teorema 3.2.3 dan Teorema 4.1.8. Sebagai contoh, misalkan<br />

(x n ) sebarang barisan dalam A sedemikain sehingga x n ≠ c untuk semua n∈N,dan<br />

c = lim (x n ). Menurut Teorema 4.1.8, bahwa<br />

Di pihak lain, Definisi 4.2.3 mengakibatkan<br />

Oleh karena itu suatu aplikasi dari Teorema 3.2.3 menghasilkan<br />

= (lim f(x n )) (lim (g(x n )))<br />

= LM.<br />

Lim (f(x n )) = L, lim (g(x n )) = M.<br />

(fg)(x n ) = f(x n )g(x n ) untuk semua n∈N.<br />

Lim ((fg)(x n )) = lim (f(x n )g(x n ))<br />

Bagian lain dari teorema ini dibuktikan dengan cara yang serupa. Kita<br />

tinggalkan untuk dilakukan oleh pembaca.<br />

bahwa H =<br />

Catatan (1) Kita perhatikan bahwa, dalam bagian (b), asumsi tambahan dibuat<br />

lim h ≠ 0. Jika asumsi ini tidak dipenuhi, maka<br />

x→c<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

h<br />

( x)<br />

( x)<br />

tidak ada. Akan tetapi jika limit ini ada, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitungnya.<br />

(2) Misalkan A∈R, dan f 1 , f 2 , …, f n fungsi-fungsi pada A ke R, dan c suatu titk cluster<br />

dari A. Jika<br />

L k =<br />

lim fk<br />

x→c<br />

untuk k = 1,2, …, n,<br />

Analisis Real I 125


Aljabar Himpunan<br />

maka ,menurut Teorema 4.2.4 dengan argumen induksi kita peroleh bahwa<br />

dan<br />

L 1 + L 2 + … + L n = lim ( f + f + L+<br />

f )<br />

x→c<br />

L 1 · L 2 · … · L n = lim ( f ⋅ f ⋅L⋅<br />

f )<br />

x→c<br />

(3) Khususnya, kita deduksi dari (2) bahwa jika L = lim f dan n∈N, maka<br />

x→c<br />

L n = lim ( f ( x)<br />

) n<br />

x→c<br />

4.2.5 Contoh-contoh (a) Beerapa limit yang diperlihatkan dalam Pasal 4.1 dapat<br />

dibuktikan dengan menggunakan Teorema 4.2.4. Seagai contoh, mengikuti hasil ini<br />

bahwa karena lim x = c, maka<br />

(b)<br />

x→c<br />

1 1<br />

lim = .<br />

x→c<br />

x c<br />

2<br />

lim x<br />

x→c<br />

lim (x 2 + 1)(x 3 – 4) = 20<br />

x→2<br />

1<br />

= c 2 , dan jika c > 0, maka<br />

Berdasarkan Teorema 4.2.4, kita peroleh bahwa<br />

lim<br />

x→2<br />

⎛<br />

3<br />

x − 4 ⎞ 4<br />

(c) lim ⎜ 2<br />

⎟ = .<br />

x→2<br />

1<br />

⎝ x + ⎠ 5<br />

(x 2 + 1)(x 3 – 4) = ( lim (x 2 + 1))( lim (x 3 – 4))<br />

x→2<br />

= 5(4) = 20.<br />

1<br />

2<br />

x→2<br />

Jika kita menggunakan Teorema 4.2.4(b), maka kita mempunyai<br />

⎛<br />

3<br />

x − 4 ⎞ lim<br />

⎜ ⎟<br />

x →<br />

lim<br />

→2 2 =<br />

x<br />

⎝ x + 1 ⎠ lim<br />

x→2<br />

3<br />

( x − 4)<br />

2<br />

( x + 1)<br />

2<br />

=<br />

Perhatikan bahwa karena limit pada penyebut [yaitu lim ( 2 + 1)<br />

4<br />

.<br />

5<br />

= 5] tidak sama dengan<br />

0, maka Teorema 4.2.4(b) dapat dipergunakan.<br />

⎛<br />

2<br />

x − 4 ⎞ 4<br />

(d) lim ⎜ ⎟ = .<br />

x→2<br />

3 6<br />

⎝ x − ⎠ 3<br />

2<br />

x<br />

x→2<br />

n<br />

n<br />

Analisis Real I 126


Pendahuluan<br />

Jika kita misalkan f(x) = x 2 – 4 dan h(x) = 3x – 6 untuk x∈R, maka kita tidak<br />

dapat menggunakan Teorema 4.22.4(b) untuk meneghitung<br />

H = lim h( x)<br />

= lim ( 3x<br />

− 6)<br />

x→2<br />

x→2<br />

lim (f(x)/h(x)) sebab<br />

x→2<br />

= 3 lim x<br />

x→2<br />

- 6 = 3(2) – 6 = 0<br />

Akan tetapi, jika x ≠ 2, maka berarti bahwa<br />

2<br />

x − 4<br />

3x<br />

− 6<br />

= ( x − 2 )( x + 2 )<br />

3( x − 2)<br />

Oleh karena itu kita mempunyai<br />

= 3 1 (x + 2).<br />

⎛ x<br />

lim ⎜<br />

x<br />

⎝ 3<br />

2<br />

− 4 ⎞<br />

⎟<br />

−<br />

⎠<br />

→2 x 6<br />

1<br />

= lim 3<br />

( x + 2)<br />

x→2<br />

1<br />

= ⎜⎛ lim x + 2⎟⎞<br />

3<br />

⎝ x→2<br />

⎠<br />

= 3 1 (2 + 2) = 3<br />

4<br />

Perhatikan bahwa fungsi g(x) = (x 2 – 4)/(3x – 6) mempunyai limit pada x = 2<br />

meskipun tidak terdefinisi pada titik tersebut.<br />

(e)<br />

lim<br />

x→0<br />

Tentu saja<br />

1<br />

tidak ada dalam R.<br />

x<br />

lim<br />

x→0<br />

1 = 1 dan H = lim x = 0. Akan tetapi, karena H = 0, kita tidak<br />

x→0<br />

dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung<br />

lim<br />

x→0<br />

1<br />

. Kenyataannya,<br />

x<br />

seperti kita telah lihat pada Contoh 4.1.10(a), fungsi ϕ(x) = 1/x tidak mempunyai<br />

limit pada x = 0. Kesimpulan ini mengikuti juga Teorema 4.2.2 karena fungsi ϕ(x) =<br />

1/x tidak terbatas pada lingkungan daro x = 0. (Mengapa?)<br />

(f) Jika p fungsi polinimial, maka lim p(<br />

x)<br />

= p(c).<br />

x→c<br />

Misalkan p fungsi polinimial pada R dengan demikian p(x) = a n x n + a n-1 x n-1 +<br />

… + a 1 x + a 0 untuk semua x∈R. Menurut Teorema 4.2.4 dan fakta bahwa<br />

c k , maka<br />

lim<br />

x→c<br />

p(<br />

x)<br />

n n−1<br />

= lim [ a x + a x + L + a x + a ]<br />

x→c<br />

n<br />

n−1<br />

1<br />

0<br />

k<br />

lim x<br />

x→c<br />

=<br />

Analisis Real I 127


Aljabar Himpunan<br />

n<br />

= lim ( a x ) + lim ( a x ) + … + lim ( a )<br />

x→c<br />

n<br />

x→c<br />

n−1<br />

n−1<br />

x→c<br />

1 x<br />

+ lim a0<br />

x→c<br />

Dari sini lim p(<br />

x)<br />

x→c<br />

= a n c n + a n-1 c n-1 + … + a 1 c + a 0<br />

= p(c).<br />

= p(c) untuk ssebarang fungsi polinomial p.<br />

(g) Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R dan jika q(c) ≠ 0, maka<br />

( x)<br />

( c)<br />

( c)<br />

p(<br />

x)<br />

p<br />

lim = .<br />

x→c<br />

q q<br />

Karena q(x) suatu fungsi polinomial, berarti menurut sutu teorema alam aljabar<br />

bahwa terdapat paling banyak sejumlah hingga bilangan <strong>real</strong> α 1 , α 2 , … ,α m [pembuat<br />

nol dari q(x)] sedemikain sehingga q(α j ) = 0 dan sedemikian sehingga jika x∉{α 1 , α 2 ,<br />

…, α m } maka q(x) ≠ 0. Dari sini, jika x∉{α 1 , α 2 , …, α m } kita dapat mendefinisikan<br />

r(x) =<br />

p<br />

q<br />

( x)<br />

( x)<br />

.<br />

Jika c bukan pembuat nol dari q(x), maka q(c) ≠ 0, dari berdasarkan bagian (f) bahwa<br />

lim<br />

x→c<br />

q( x)<br />

= q(c). ≠ 0. Oleh karena itu kita dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk<br />

menyimpulkan bahwa<br />

A. Jika<br />

dan jika<br />

p(<br />

x)<br />

lim p(<br />

x)<br />

x→c<br />

p<br />

lim = = .<br />

x→c<br />

q<br />

q<br />

( x) lim q( x)<br />

x→c<br />

( c)<br />

( c)<br />

Hasil berikut adalah suatu analog langsung dari Teorema 3.2.6.<br />

4.2.6 Teorema Misalkan A⊆R. f : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik cluster dari<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

a ≤ f(x) ≤ b untuk semua x∈A, x ≠ c,<br />

ada, maka a ≤<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

≤ b.<br />

Bukti. Jika L =<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

, maka menurut Teorema 4.1.8 bahwa jika (x n ) sebarang<br />

barisan bilangan <strong>real</strong> sedemikain sehingga c≠ x n ∈A untuk semua n∈N dan jika bari-<br />

Analisis Real I 128


Pendahuluan<br />

san (x n ) konvergen ke c, maka barisan (f(x n )) konvergen ke L. Karena a ≤ f(x n ) ≤ b<br />

untuk semua n∈N, berarti menurut Teorema 3.2.6 bahwa a ≤ L ≤ b.<br />

Sekarang kita akan menyatakan suatu hasil yang analog dengan Teorema Apit<br />

3.2.7. Kita akan tinggalkan pembuktiannya untuk dicoba oleh pembaca.<br />

4.2.7 Teorema Apit. Misalkan A⊆R, f,g,h : A ⎯→ R, dan c∈R suatu titik<br />

cluster dari A. Jika<br />

f(x) ≤ g(x) ≤ h(x) untuk semua x∈A, x ≠ c,<br />

dan jika<br />

lim<br />

x→c<br />

f<br />

= L = lim h , maka lim g = L.<br />

x→c<br />

x→c<br />

4.2.8 Contoh-contoh (a)<br />

lim x<br />

x→0<br />

3 / 2<br />

= 0 (x > 0).<br />

Misalkan f(x) = x 3/2 untuk x > 0. Karena ketaksamaan x < x 1/2 ≤ 1 berlaku untuk<br />

0 < x ≤ 1, maka berarti bahwa x 2 < f(x) = x 3/2 ≤ x untuk 0 < x ≤ 1. Karena<br />

lim x<br />

x→0<br />

2<br />

= 0 dan lim x<br />

x→0<br />

= 0,<br />

maka dengan menggunakan Teorema Apit 4.2.7 diperoleh<br />

lim x<br />

x→0<br />

3 / 2<br />

= 0.<br />

(b)<br />

lim sin<br />

x→0<br />

x<br />

= 0.<br />

Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas<br />

pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa<br />

Karena lim ( ± x)<br />

x→0<br />

(c)<br />

lim cos<br />

x→0<br />

-x ≤ sin x ≤ x untuk semua x ≥ 0.<br />

= 0, maka menurut Teorema Apit bahwa lim sin x = 0.<br />

x<br />

= 1.<br />

Analisis Real I 129<br />

x→0<br />

Dapat dibuktikan dengan menggunakan pendekatan deret Taylor (akan dibahas<br />

pada lanjutan dari tulisan ini) bahwa<br />

(*) 1 - ½x 2 ≤ cos x ≤ 1 untuk semua x ∈ R.<br />

Karena lim 1 2<br />

( − x )<br />

1<br />

x→0 2<br />

⎛ cos x −1⎞<br />

(d) lim ⎜ ⎟ = 0.<br />

x→<br />

0 ⎝ x ⎠<br />

= 1, maka menurut Teorema Apit bahwa lim cos x = 1.<br />

x→0


Aljabar Himpunan<br />

Kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4 (b) secara langsung untuk menghitung<br />

limit ini. (Mengapa?) Akan tetapi, dari ketaksamaan (*) dalam bagian (c)<br />

bahwa<br />

dan juga bahwa<br />

-½x ≤ (cos x – 1)/x ≤ 0 untuk x > 0<br />

0 ≤ (cos x – 1)/x ≤ ½x untuk x < 0.<br />

Sekarang misalkan f(x) = - x/2 untuk x ≥ 0 dan f(x) = 0 untuk x < 0, dan misalkan<br />

pula h(x) = 0 untuk x ≥ 0 dan h(x) = -x/2 untuk x < 0. Maka kita mempunyai<br />

f(x) ≤ (cos x – 1)/x ≤ h(x) untuk x ≠ 0.<br />

Karena , mudah dilihat (Bagaimana?) bahwa<br />

cos x −1<br />

Apit bahwa lim = 0.<br />

x→0<br />

x<br />

(e)<br />

⎛ sin x ⎞<br />

lim ⎜ ⎟ = 1.<br />

x→<br />

0 ⎝ x ⎠<br />

lim<br />

x→0<br />

f<br />

= lim h , maka menurut Teorema<br />

x→0<br />

Sekali lagi, kita tidak dapat menggunakan Teorema 4.2.4(b) untuk menghitung<br />

limit ini. Akan tetapi, dapat dibuktikan (pada lanjutan diktat ini) bahwa<br />

dan bahwa<br />

x - 6 1 x 3 ≤ sin x ≤ x untuk x ≥ 0<br />

x ≤ sin x ≤ x - 6 1 x 3 untuk x ≤ 0.<br />

Oleh karena itu berarti (Mengapa?) bahwa<br />

Tetapi karena lim 1 2<br />

( − x )<br />

1 - 6 1 x 2 ≤ (sin x)/x ≤ 1 untuk semua x ≠ 0.<br />

1<br />

x→0 6<br />

= 1 -<br />

1 lim x<br />

6<br />

x→0<br />

2<br />

= 1, kita simpulkan dari Teorema Apit<br />

bahwa<br />

⎛ sin x ⎞<br />

lim⎜<br />

⎟ = 1.<br />

x→<br />

0 ⎝ x ⎠<br />

(f) lim( x sin( 1/ x)<br />

)<br />

x→0<br />

= 0.<br />

Misalkan f(x) = x sin (1/x) untuk x ≠ 0. Karena –1 ≤ sin z ≤ 1 untuk semua z<br />

∈ R, kita mempunyai ketaksamaan<br />

Analisis Real I 130


Pendahuluan<br />

-⎪x⎪ ≤ f(x) = x sin(1/x) ≤ ⎪x⎪<br />

untuk semua x ∈ R, x ≠ 0. Karena<br />

lim<br />

x→0<br />

x<br />

= 0, maka dari Teorema Apit diperoleh<br />

bahwa<br />

lim<br />

x→0<br />

f<br />

= 0.<br />

Terdapat hasil-hasil yang paralel dengan Teorema 3.2.9 dan 3.2.10; akan<br />

tetapi, akan dilewatkan untuk latihan bagi para pembaca. Kita tutup bagian ini dengan<br />

suatu hasil yang merupakan konvers parsial dari Teorema 4.2.6.<br />

4.2.9 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik cluster dari<br />

A. Jika<br />

lim f > 0 [ atau, lim f < 0],<br />

x→c<br />

x→c<br />

maka terdapat suatu lingkungan dari c V δ (c) sedemikian sehingga f(x) > 0 [atau f(x) <<br />

0] untuk semua x∈A∩V δ (c), x ≠ c.<br />

Bukti. Misalkan L =<br />

lim f and anggaplah L > 0. Kita ambil ε = ½L > 0<br />

x→c<br />

dalam Teorema 4.1.6(b), dan diperoleh suatu bilangan δ > 0 sedemikain sehingga jika<br />

0 ½L > 0.<br />

Jika L < 0, dapat digunakan argumen yang serupa.<br />

Latihan 4.2<br />

1. Gunakan Teorema 4.2.4 untuk menentukan limit-limit berikut :<br />

(a)<br />

(c)<br />

lim (x + 1)(2x + 3) (x∈R), (b)<br />

x→1<br />

⎛ 1 1 ⎞<br />

lim⎜<br />

− ⎟ x → ⎝ x + 1 2 (x > 0), (d)<br />

2 x ⎠<br />

2<br />

x + 2<br />

lim<br />

1 2<br />

(x > 0),<br />

x→<br />

x − 2<br />

x + 1<br />

lim<br />

0 2<br />

(x∈R)<br />

x→<br />

x + 2<br />

2. Tentukan limit-limit berikut dan nyatakan teorema-teorema mana yang digunakan dalam<br />

setiap kasus. (Anda bisa menggunakan latihan 14 di bawah.)<br />

(a)<br />

2x<br />

+ 1<br />

lim<br />

x→<br />

2 x + 3<br />

(x > 0), (b)<br />

2<br />

x<br />

lim<br />

x→<br />

x<br />

2 −<br />

− 4<br />

2<br />

(x > 0),<br />

Analisis Real I 131


Aljabar Himpunan<br />

(c)<br />

lim<br />

x→0<br />

( x + 1)<br />

x<br />

2<br />

−1<br />

(x > 0), (d)<br />

lim<br />

x −1<br />

x 1<br />

x→1 −<br />

(x > 0)<br />

3. Carilah<br />

lim<br />

1+<br />

2x<br />

− 1+<br />

3x<br />

x<br />

x →0 + 2<br />

x<br />

2<br />

dimana x > 0.<br />

4. Buktikan bahwa lim cos( 1/ x)<br />

tidak ada, akan tetapi lim xcos( 1/ x)<br />

x→0<br />

x→0<br />

= 0.<br />

5. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu<br />

titik cluster dari A. Anggaplah bahwa f terbatas pada suatu lingkungan dari c dan<br />

= 0. Buktikan bahwa lim fg = 0.<br />

x→c<br />

6. Gunakanlah formuasi ε-δ dari limit fungsi untuk membuktikan pernyataan pertama dalam<br />

Teorema 4.2.4(a).<br />

7. Gunakanlah formulasi sekuensial untuk limit fungsi untuk membuktikan Teorema<br />

4.2.4(b).<br />

8. Misalkan n∈N sedemikian sehingga n ≥ 3. Buktikan ketaksamaan –x 2 ≤ x n ≤ x 2 untuk –1<br />

lim<br />

x→c<br />

g<br />

< x < 1. Selanjutnya, gunakan fakta bahwa<br />

x<br />

x<br />

0<br />

n<br />

lim<br />

→<br />

= 0.<br />

lim x<br />

x→0<br />

2<br />

= 0 untuk menunjukkan bahwa<br />

9. Misalkan f,g fungsi-fungsi yang didefinisikan pada A⊆R ke R, dan misalkan c suatu<br />

titik cluster dari A.<br />

(a) Tunjukkan bahwa jika lim f dan lim ( f + g)<br />

ada, tunjukkanlah bahwa lim f ada.<br />

(b) Jika<br />

x→c<br />

x→c<br />

lim f dan lim fg ada, apakah juga lim g ada ?<br />

x→c<br />

x→c<br />

10. Berikan contoh fungsi-fungsi f dan g sedemikian sehingga f dan g tidak mempunyai limit<br />

pada suatu titik c, tetapi sedemikian sehingga fungsi-fungsi f + g dan fg mempunyai limit<br />

pada c.<br />

x→c<br />

11. Tentukan apakah limit-limit berikut ada dalam R.<br />

2<br />

2<br />

(a) lim sin( 1/ x ) (x ≠ 0), (b) lim xsin( 1/ x )<br />

x→0<br />

(c) limsgn sin( 1/ x)<br />

x→0<br />

x→0<br />

2<br />

(x ≠ 0), (d) lim x sin( 1/ x )<br />

x→0<br />

(x ≠ 0),<br />

(x > 0)<br />

x→c<br />

Analisis Real I 132


Pendahuluan<br />

12. Misalkan f : R ⎯→ R sedemikian sehingga f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y dalam<br />

R. Anggaplah lim f<br />

x→0<br />

= L ada. Buktikan bahwa L = 0, dan selanjutnya buktikan bahwa f<br />

mempunyai suatu limit pada setiap titik c∈R. [Petunjuk : Pertama-tama catat bahwa<br />

f(2x) = f(x) + f(x) = 2f(x) untuk semua x∈R. Juga perhatikan bahwa f(x) = f(x – c) + f(c)<br />

untuk semua x,c dalam R.]<br />

13. Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c suatu titik cluster dari A. Jika lim f<br />

x→0<br />

ada, dan jika<br />

⎪f⎪ menyatakan fungsi yang terdefinisi untuk x∈A dengan ⎪f⎪(x) = ⎪f(x)⎪, buktikan<br />

bahwa<br />

lim<br />

x→0<br />

f<br />

= ⎪ lim f<br />

x→0<br />

⎪.<br />

14. Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c suatu titik cluster dari A. Tambahan, anggaplah<br />

bahwa f(x) ≥ 0 untuk semua x ∈ A, dan misalkan<br />

A dengan f (x) = ( x)<br />

f untuk semua x∈A. Jika lim f<br />

f suatu fungsi yang terdefinisi pada<br />

x→0<br />

ada, buktikan bahwa<br />

lim f = lim f<br />

→<br />

x 0<br />

x→0<br />

.<br />

Pasal 4.3 Beberapa Perluasan dari Konsep Limit<br />

Pada pasal ini kita akan menyajikan tiga macam perluasan dari pengertian<br />

limit fungsi yang sering terjadi.<br />

Limit-limit Sepihak<br />

Terdapat banyak contoh fungsi f yang tidak mempunyai limit pada suatu titik<br />

c, meskipun demikian limit fungsi f tersebut ada jika dibatasi untuk suatu interval sepihak<br />

dari titik cluster c.<br />

Salah satu contohnya adalah fungsi signum dalam Contoh 4.1.10(b) dan gambarnya diperlihatkan<br />

pada Gambar 4.1.2, tidak mempunyai limit pada c = 0. Akan tetapi, jika kita membatasi fungsi<br />

signum pada interval (0,∞), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai limit 1 pada c = 0. Demikian<br />

juga, jika kita membatasi fungsi signum pada interval (-∞,0), maka fungsi hasil pembatasannya mempunyai<br />

limit –1 pada c = 0. Ini merupakan contoh-contoh dari konsep tentang limit-kiri dan lmit-kanan<br />

dari sutu fungsi pada suatu titik c = 0.<br />

Analisis Real I 133


Aljabar Himpunan<br />

Definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan merupakan modifikasi langsung dari Definisi 4.1.4.<br />

Dalam kenyataannya, Penggantian A dalam Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(c,∞) menghasilkan definisi<br />

limit-kanan suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(c,∞). Demikian<br />

juga, dengan penggantian A pada Definisi 4.1.4 oleh himpunan A∩(-∞,c) menghasilkan definisi limitkiri<br />

suatu fungsi pada suatu titik c yang merupakan titik cluster dari A∩(-∞,c). Untuk lebih mudahnya,<br />

definisi tentang limit-kiri dan limit-kanan yang dimaksud akan diformulasi dalam bentuk ε-δ, analog<br />

dengan Teorema 4.1.6 seperti berikut ini.<br />

4.3.1 Definisi. Misalkan A⊆R dan f : A ⎯→ R<br />

(i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) = {x∈A:x > c}, maka kita mengatakan bahwa<br />

L∈R adalah suatu limit-kanan dari f pada c dan dituliskan<br />

lim f = L<br />

x→c<br />

+<br />

jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan<br />

0 < x – c < δ, maka ⎪f(x) - L⎪ < ε.<br />

(ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) = {x∈A : x < c}, maka kita mengatakan<br />

bahwa L∈R adalah suatu limit-kiri dari f pada c dan dituliskan<br />

lim f = L<br />

x→c<br />

−<br />

jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ = δ(ε)> 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan<br />

0 < c – x < δ, maka ⎪f(x) - L⎪ < ε.<br />

Catatan: (1) Jika L suatu limit kanan dari f pada c, kita kadang-kadang mengatakan bahwa L<br />

adalah limit dari kanan pada c. Kita menggunakan notasi<br />

( x)<br />

lim f = L.<br />

+<br />

x→c<br />

Terminologi dan notasi yang serupa digunakan juga untuk limit-kiri.<br />

Analisis Real I 134


Pendahuluan<br />

(2) Limit-limit lim f dan lim f<br />

+<br />

-<br />

x→c<br />

x→c<br />

disebut limit-limit sepihak dari f pada c. Ini dimungkinkan<br />

kedua limit sepihak dimaksud ada. Juga bisa mungkin salah satu saja yang ada. Serupa, seperti<br />

kasus pada fungsi f(x) = sgn (x) pada c = 0, limit-limit ini ada, meskipun berbeda.<br />

(3) Jika A suatu interval dengan titik ujung kiri c, maka jelas nampak bahwa f : A ⎯→ R<br />

mempunyai suatu limit pada c jika dan hanya jika f mempunyai suatu limit kanan pada c. Selain itu,<br />

dalam kasus ini limit lim f dan limit pihak kanan lim f sama. (Situasi serupa juga akan berlaku<br />

x→c<br />

+<br />

x→c<br />

untuk limit-kiri suatu interval dengan titik ujung kanan adalah c.<br />

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa f hanya dapat memiliki satu limitkanan<br />

(atau, limit-kiri) pada suatu titik. Berikut ini adalah hasil yang analog dengan fakta yang diperlihatkan<br />

pada Pasal 4.1 dan 4.2 untuk limit-limit dua-pihak. Khususnya, keberadaan limit satu-pihak dapat<br />

direduksi untuk bahan pertimbangan selanjutnya.<br />

4.3.2 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c suatu titik cluster dari A∩(c,∞). Maka<br />

pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen.<br />

(i)<br />

(ii)<br />

lim f = L∈R;<br />

+<br />

x→c<br />

Untuk sebarang barisan (x n ) yang konvergen ke c sedemikian sehingga x n ∈A dan x n<br />

> c untuk semua n∈N, barisan (f(x n )) konvergen ke L∈R.<br />

Kita tinggalkan pembuktian Teorema ini (dan formulasi dan pembuktian dari teorema yang<br />

analog dengannya untuk limit-kiri) untuk dilakukan oleh pembaca.<br />

Berikut ini adalah suatu hasil yang merupakan hubungan pengertian limit suatu fungsi dengan<br />

limit-limit sepihak dari fungsi tersebut pada suatu titik.<br />

A∩(-∞,c). Maka<br />

4.3.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik Cluster dari A∩(c,∞) dan<br />

lim f = L∈R jika dan hanya jika lim f = L = lim f .<br />

x→c<br />

+<br />

x→c<br />

−<br />

x→c<br />

4.3.4 Contoh-contoh (a) Misalkan f(x) = sgn(x).<br />

Kita telah lihat dari contoh 4.1.10(b) bahwa sgn tidak mempunyai limit pada c = 0. Ini jelas<br />

bahwa lim sgn( x)<br />

= +1 dan bahwa lim sgn( x)<br />

= -1. Karena limit-limit satu pihak ini berbeda,<br />

+<br />

x→0<br />

−<br />

x→0<br />

maka mengikuti Teorema 4.3.3 bbahwa sgn tidak mempunyai limit pada 0.<br />

Analisis Real I 135


Aljabar Himpunan<br />

(b) Misalkan g(x) = e 1/x untuk x ≠ 0. (Lihat gambar 4.3.1)<br />

Pertama kita tunjukkan bahwa g tidak mempunyai limit kanan hingga pada c = 0 karena g tidak<br />

terbatas pada sebarang lingkungan kanan (0,∞) dari 0. Kita akan menggunakan ketaksamaan<br />

(*) 0 < t < e t untuk t > 0<br />

yang pada bagian ini tidak akan diberikan pembuktiannya. Berdasarkan (*), jika x > GAMBAR 4.3.1<br />

Grafik dari g(x) =<br />

x<br />

e 1 / (x ≠ 0)<br />

0 maka 0 < 1/x < e 1/x . Dari sini, jika kita mengambil xn = 1/n, maka g(x n ) > n untuk semua n∈N. Oleh<br />

karena itu<br />

lim<br />

+<br />

x→0<br />

e 1 /<br />

x<br />

tidak ada dalam R.<br />

Akan tetapi,<br />

lim<br />

−<br />

x→0<br />

e 1 /<br />

x<br />

= 0. Kita perhatikan bahwa, jika x < 0 dan kita mengambil<br />

t = 1/x dalam (*) kita peroleh 0 < -1/x < e -1/x . Karena x < 0, ini mengakibatkan 0 < e 1/x < -x untuk<br />

semua x < 0. Mengikuti ketaksamaan ini diperoleh<br />

lim<br />

−<br />

x→0<br />

e 1 /<br />

x<br />

= 0.<br />

(c) Misalkan h(x) = 1/(e 1/x + 1) untuk x ≠ 0. (lihat gambar 4.3.2).<br />

demikian<br />

Kita telah melihat bagian (b) bahwa 0 < 1/x < e 1/x untuk x > 0, dengan<br />

Analisis Real I 136


Pendahuluan<br />

0 <<br />

e<br />

1 /<br />

1<br />

x<br />

+ 1<br />

<<br />

1<br />

x<br />

e 1/<br />

< x<br />

yang mengakibatkan bahwa<br />

lim<br />

+<br />

x→0<br />

h = 0.<br />

GAMBAR 4.3.2. Grafik dari h(x) = 1/(e 1/x +1) (x ≠ 0)<br />

Karena kita telah melihat dalam bagian (b) bahwa<br />

lim<br />

+<br />

x→0<br />

e 1/x = 0, maka dari<br />

analog Teorema 4.2.4(b) untuk untuk limit-kiri, kita peroleh<br />

⎛ 1<br />

lim ⎜<br />

− 1 / x<br />

x 0<br />

⎝ e +<br />

→ 1<br />

⎞<br />

⎟<br />

⎠<br />

=<br />

lim<br />

−<br />

x→0<br />

1<br />

1 / x<br />

( e + 1)<br />

=<br />

1<br />

0<br />

1<br />

+ = 1<br />

Perhatikan bahwa untuk fungsi ini, limit sepihak kedua-duanya ada, akan tetapi tidak sama.<br />

Limit-limit Tak Hingga<br />

Analisis Real I 137


Aljabar Himpunan<br />

Fungsi f(x) = 1/x 2 untuk x ≠ 0 (lihat Gambar 4.3.3) tidak terbatas pada suatu<br />

lingkungan 0, dengan demikian fungsi tersebut tidak mempunyai suatu limit sesuai pengertian dalam<br />

Definisi 4.1.4. Sementara itu simbol-simbol ∞ (= +∞) dan -∞ tidak menyatakan suatu bilangan <strong>real</strong>, ini<br />

kadang-kadang menjadi bermakna dengan mengatakan bahwa “f(x) = 1/x 2 cenderung ke ∞ apabila x →<br />

0”.<br />

Analisis Real I 138


4.3.5 Definisi. Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik cluster dari A.<br />

Pendahuluan<br />

(i) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis<br />

lim f = ∞<br />

x→c<br />

jika untuk setiap α∈R terdapat δ = δ(α) > 0 sedemikain sehinggauntuk semua x∈A dengan 0 < ⎪x - c⎪<br />

< δ, maka f(x) > α.<br />

(ii) Kita katakan bahwa f menuju ke ∞ apabila x→c, dan ditulis<br />

lim f = −∞<br />

x→c<br />

jika untuk setiap β∈R terdapat δ = δ(β) > 0 sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < ⎪x - c⎪<br />

< δ, maka f(x) < β.<br />

2<br />

4.3.6 Contoh-contoh (a) lim( 1/ ) = −∞<br />

x→0<br />

x<br />

.<br />

Karena, jika α > 0 diberikan, misalkan δ = 1 / . Ini erarti bahwa jika 0 0 maka g(x) < α<br />

untuk semua x < 0, dengan demikian g tidak menuju ke ∞ apabila x→0. Serupa juga, jika β < 0 maka<br />

g(x) > β untuk semua x > 0, dengan demikian g tidak menuju ke -∞ apabila x→0.<br />

Hasil berikut analog dengan Teorema Apit 4.2.7. (Lihat juga Teorema 3.6.4).<br />

4.3.7 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A ⎯→ R dan c∈R suatu titik cluster dari A. Anggaplah<br />

bahwa f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A, x ≠ c.<br />

(a) Jika<br />

(b) Jika<br />

lim f = ∞ , maka lim g = ∞ .<br />

x→c<br />

x→c<br />

lim g = −∞ , maka lim f = −∞ .<br />

x→c<br />

x→c<br />

Analisis Real I 139


Aljabar Himpunan<br />

Analisis Real I 140


Pendahuluan<br />

GAMBAR 4.3.3 Grafik dari f(x) = 1/x 2 (x ≠ 0)<br />

GAMBAR 4.3.4 Grafik dari g(x) = 1/x (x ≠ 0)<br />

Bukti. (a) Jika<br />

lim f = ∞ dan α∈R diberikan, maka terdapat δ(α) > 0 sedemikian sehingga<br />

x→c<br />

jika 0 α. Akan tetapi, jika f(x) ≤ g(x) untuk semua x∈A x ≠ c,<br />

maka berarti jika 0 0. Oleh karena itu<br />

lim g = ∞ .<br />

x→c<br />

Pembuktian bagian (b) dilakukan dengan cara serupa.<br />

Fungsi g(x) = 1/x dalam Contoh 4.3.6(b) menyarankan bahwa itu dapat berguna untuk memandang<br />

limit-limit sepihaknya.<br />

4.3.8 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A ⎯→ R.<br />

Analisis Real I 141


Aljabar Himpunan<br />

(i) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(c,∞) ={x∈A: x > 0}, maka kita mengatakan bahwa f<br />

menuju ∞ [atau -∞] apabila x→c + , dan ditulis<br />

[ ]<br />

lim f = ∞ atau , lim f = −∞ ,<br />

x<br />

+<br />

→<br />

c<br />

x<br />

+<br />

→<br />

c<br />

jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < x – c < δ,<br />

maka f(x) > α [atau, f(x) < α].<br />

(ii) Jika c∈R suatu titik cluster dari A∩(-∞,c) ={x∈A: x < 0}, maka kita mengatakan bahwa f<br />

menuju ∞ [atau -∞] apabila x→c - , dan ditulis<br />

[ ]<br />

lim f = ∞ atau , lim f = −∞ ,<br />

x<br />

−<br />

→<br />

c<br />

x<br />

−<br />

→<br />

c<br />

jika untuk setiap α∈R terdapat δ=δ(α) sedemikian sehingga untuk semua x∈A dengan 0 < c – x < δ,<br />

maka f(x) > α [atau, f(x) < α].<br />

4.3.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0. Kita telah mencatat dalam Contoh<br />

4.3.6(b) bahwa<br />

lim<br />

x → 0<br />

g<br />

tidak ada. Akan tetapi suatu latihan yang mudah untuk menunjukkan bahwa<br />

lim 1/<br />

x<br />

+<br />

→<br />

0<br />

( x) = ∞<br />

lim 1/<br />

dan ( x) = −∞<br />

x<br />

−<br />

→<br />

c<br />

(b) Telah diperoleh pada Contoh 4.3.4(b) bahwa fungsi g(x) = e 1/x untuk x ≠ 0 tidak terbatas<br />

pada sebarang interval (0,δ), δ > 0. Dari sini limit-kanan dari e 1/x apabila x→0 + tidak ada dalam<br />

pengertian Definisi 4.3.1(I). Akan tetapi, karena<br />

1/x < e 1/x untuk x > 0,<br />

maka secara mudah kita melihat bahwa ( ) 1 x<br />

= ∞<br />

x<br />

+<br />

→<br />

e /<br />

lim dalam pengertian dari Definisi 4.3.8.<br />

0<br />

Limit-limit pada Ketakhinggaan<br />

Kita dapat mempertimbangkan pula untuk mendefinisikan pengertian limit dari suatu fungsi<br />

apabila x→∞ [atau, x→-∞].<br />

4.3.10 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A ⎯→ R.<br />

Analisis Real I 142


Pendahuluan<br />

(i) Anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu a∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan<br />

limit dari f apabila x→∞, dan ditulis<br />

lim f = L ,<br />

x→∞<br />

jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka<br />

⎪f(x) - L⎪ < ε.<br />

(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b) ⊆ A untuk suatu b∈R. Kita mengatakan bahwa L∈R merupakan<br />

limit dari f apabila x→-∞, dan ditulis<br />

lim f = L ,<br />

x→−∞<br />

jika diberikan sebarang ε > 0 terdapat K=K(ε) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka<br />

⎪f(x) - L⎪ < ε.<br />

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan bahwa limit-limit dari f apabila x→±∞<br />

adalah tunggal jika ada. Kita juga mempunyai Kriteria Sekuensial untuk limit-limit ini; kita hanya akan<br />

menyatakan kriteria apabila x→∞. Ini digunakan pengertian dari limit dari suatu barisan yang divergen<br />

murni (lihat Definisi 3.6.1)<br />

4.3.11 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R, dan anggaplah bahwa (a,∞) ⊆ A untuk suatu<br />

a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini eqivalen :<br />

lim ;<br />

(i) L = f<br />

x→∞<br />

(ii) Untuk sebarang barisan (x n ) dalam A∩(a,∞) sedemikian sehingga lim(x n ) = ∞, barisan<br />

(f(x n )) konvergen ke L.<br />

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk membuktikan teorema ini dan untuk merumuskan serta<br />

membuktikan teorema serupa dengannya untuk limit dimana x→-∞.<br />

4.3.12 Contoh-contoh (a) Misalkan g(x) = 1/x untuk x ≠ 0.<br />

Analisis Real I 143


Aljabar Himpunan<br />

Ini merupakan suatu latihan dasar untuk membuktikan bahwa lim( 1/ x<br />

→ ∞<br />

) = 0 = lim ( 1/ x<br />

−∞<br />

)<br />

(Lihat Gambar 4.3.4)<br />

x<br />

.<br />

x →<br />

(b) Misalkan f(x) = 1/x 2 untuk x ≠ 0.<br />

2<br />

2<br />

Pembaca dapat menunjukkan bahwa bahwa lim( 1/ x ) = 0 = lim ( 1/ x )<br />

x→∞<br />

x→−∞<br />

. (Lihat Gambar<br />

4.3.3). Cara lain untuk menunjukkan ini adalah dengan menunjukkan bahwa jika x ≥ 1 maka 0 ≤ 1/x 2 ≤<br />

2<br />

1/x. Mengingat bagian (a), ini mengakibatkan lim( 1/ x )<br />

x→∞<br />

= 0.<br />

y<br />

Κ(α)<br />

x<br />

α<br />

GAMBAR 4.3.5<br />

lim f = -∞<br />

x→∞<br />

4.3.13 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A ⎯→ R.<br />

(i) Anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu a∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞<br />

[atau, -∞] apabila x→∞, dan ditulis<br />

lim f = ∞ [ atau lim = −∞]<br />

,<br />

x→∞<br />

f<br />

x→∞<br />

jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) > a sedemikian sehingga untuk sebarang x > K, maka<br />

f(x) > α [atau, f(x) < α]. (Lihat Gambar 4.3.5)<br />

Analisis Real I 144


Pendahuluan<br />

(ii) Anggaplah bahwa (-∞,b)⊆A untuk suatu b∈A. Kita mengatakan bahwa f menuju ke ∞<br />

[atau, -∞] apabila x→-∞, dan ditulis<br />

lim f = ∞ [ ]<br />

atau lim f = −∞ ,<br />

x→−∞<br />

x→−∞<br />

jika diberikan sebarang α∈R terdapat K = K(α) < b sedemikian sehingga untuk sebarang x < K, maka<br />

f(x) > α [atau, f(x) < α].<br />

Sebagaimana sebelumnya, terdapat kriteria sekuensial untuk limit ini. Kita akan memformulasinya<br />

apabila x→∞.S<br />

4.3.14 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R, dan anggaplah bahwa (a,∞)⊆A untuk suatu<br />

a∈R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :<br />

(i)<br />

lim f = ∞ [atau, lim f<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

= -∞]<br />

(ii) Untuk sebarang barisan (x n ) dalam (a,∞) sedemikian sehingga lim(x n ) = ∞, maka lim<br />

(f(x n )) = ∞ [atau lim (f(x n )) = -∞].<br />

Hasil berikut ini analog dengan Teorema 3.6.5.<br />

4.3.15 Teorema Misalkan A⊆R, f,g : A ⎯→ R, dan anggaplah ahwa (a,∞)⊆A untuk suatu<br />

a∈R. Misalkan pula bahwa g(x) > 0 untuk semua x > a dan bahwa<br />

( x)<br />

( x)<br />

f<br />

lim = L<br />

x→∞<br />

g<br />

untuk suatu L∈R, L ≠ 0.<br />

(i) Jika L > 0, maka f<br />

lim = ∞ jika dan hanya jika g<br />

x→∞<br />

(ii) Jika L < 0, maka f<br />

x→∞<br />

lim = ∞.<br />

x→∞<br />

lim = -∞ jika dan hanya jika lim g<br />

x→∞<br />

= -∞.<br />

Bukti. (i) Karena L > 0, hipotesis mengakibatkan bahwa terdapat a 1 > a sedemikian sehingga<br />

0 < ½L <<br />

f<br />

g<br />

( x)<br />

( x)<br />

< 2 3 L untuk x > a 1 .<br />

Analisis Real I 145


Aljabar Himpunan<br />

Oleh karena itu kita mempunyai (½L)g(x) < f(x) < ( 2 3 L)g(x) untuk semua x > a 1 , dari sini dengan mudah<br />

kita peroleh kesimpulannya.<br />

Pembuktian bagian (ii) dikerjakan dengan cara serupa.<br />

Kita tinggalkan bagi pembaca untuk memformulasi hasil-hasil yang analogi dengan Teorema<br />

di atas, apabila x→-∞.<br />

4.3.16 Conyoh-contoh (a)<br />

x<br />

n<br />

lim = ∞ untuk n∈N.<br />

x→∞<br />

Misalkan g(x) = x n untuk x∈(0,∞). Diberikan α∈R, misalkan K = sup{1,α}. Maka untuk semua<br />

x > K, kita mempunyai g(x) = x n ≥ x ≥ α. Karena α∈R sebarang, maka ini berarti<br />

lim g = ∞.<br />

x→∞<br />

(b)<br />

x<br />

n<br />

lim = ∞ untuk n∈N, n genap, dan<br />

x→−∞<br />

x<br />

n<br />

lim = -∞ untuk n∈N, n ganjil.<br />

x→−∞<br />

Kita akan mencoba kasus n ganjil, katakanlah n = 2k+1 dengan k = 0,1, … . Diberikan α∈R,<br />

misalkan K = inf{α,-1}. Untuk sebarang x < K, maka karena (x 2 ) k ≥ 1, kita mempunyai x n = (x 2 ) k x ≤ x<br />

< α. Karena α∈R sebarang, maka berarti<br />

x<br />

n<br />

lim = -∞.<br />

x→−∞<br />

(c) Misalkan p : R ⎯→ R fungsi polinomial<br />

p(x) = a n x n + a n-1 x n-1 + … + a 1 x + a 0<br />

Maka<br />

lim p = ∞, jika a n > 0, dan lim p = -∞ jika a n < 0.<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

Misalkan g(x) = x n dan gunakan Teorema 4.3.15. Karena<br />

p<br />

g<br />

( x)<br />

( x)<br />

⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞<br />

= a n + a n-1 ⎜ ⎟ + … + a1 ⎜<br />

n−1<br />

⎟<br />

⎝ x ⎠ ⎝ x ⎠<br />

1 ,<br />

⎛ ⎞<br />

+ a 0 ⎜<br />

n<br />

⎟<br />

⎝ x ⎠<br />

maka diperoleh<br />

( x)<br />

( x)<br />

p<br />

lim = a n . Karena lim g = ∞, maka menurut Teorema 4.3.15, p<br />

x→∞<br />

g<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

lim = ∞.<br />

Analisis Real I 146


Pendahuluan<br />

(d) Misalkan p fungsi polinomial dalam bagian (c). Maka<br />

lim p = ∞ [atau, -∞] jika n<br />

x→−∞<br />

genap [atau, ganjil] dan a n > 0.<br />

Kita tinggalkan detailnya untuk pemaca kerjakan.<br />

Latihan-latihan<br />

1. Buktikan Teorema 4.3.2.<br />

2. Berikan contoh suatu fungsi yang mempunyai limit-kanan, tetapi tidak mempunyai limitkiri<br />

pada suatu titik.<br />

3. Misalkan f(x) = ⎪x⎪ ½ untuk x ≠ 0.. Tunjukkan bahwa lim f ( x)<br />

= f ( x )<br />

+<br />

x→0<br />

lim = +∞.<br />

4. Misalkan c∈R dan f didefinisikan untuk x∈(c,∞) dan f(x) > 0 untuk semua x∈(c,∞).<br />

Tunjukkan bahwa lim f = ∞ jika dan hanya jika lim( 1 f<br />

→<br />

) = 0.<br />

x→c<br />

x<br />

c<br />

−<br />

x→0<br />

5. Hitunglah limit-limit berikut, atau tunjukkan bahwa limit-limit ini tidak ada.<br />

(a)<br />

(c)<br />

x<br />

x<br />

lim (x ≠ 1), (b) lim (x ≠ 1),<br />

+<br />

x→1 x −1<br />

x→<br />

1 x −1<br />

x + 2<br />

lim (x > 0), (d)<br />

+<br />

x→1<br />

x<br />

x<br />

lim + 2 (x > 0),<br />

x→∞<br />

x<br />

(e)<br />

x +1<br />

lim<br />

x→<br />

0 x<br />

(x > -1), (f)<br />

lim<br />

x→∞<br />

x + 1<br />

x<br />

(x > 0),<br />

(g)<br />

lim<br />

x→∞<br />

x − 5<br />

x + 3<br />

(x > 0), (h)<br />

x − x<br />

lim (x > 0).<br />

x →∞<br />

x + x<br />

6. Buktikan Teorema 4.3.11.<br />

7. Misalkan f dan g masing-masing mempunyai limit dalam R apabila x→∞ dan f(x) ≤ g(x)<br />

untuk semua (α,∞). Buktikan bahwa<br />

lim f ≤ lim g .<br />

x→∞<br />

10. Buktikan Teorema 4.3.14.<br />

Analisis Real I 147<br />

x→∞<br />

8. Misalkan f terdefinisi pada (0,∞) ke R. Buktikan bahwa f ( x)<br />

jika lim f ( 1 x)<br />

x→0 +<br />

= L.<br />

lim = L jika dan hanya<br />

x→∞<br />

9. Tunjukkan bahwa jika f : (a,∞) ⎯→ R sedemikian sehingga xf ( x)<br />

lim = 0.<br />

L∈R, maka f ( x)<br />

x→∞<br />

lim = L dimana<br />

x→∞


Aljabar Himpunan<br />

11. Lengkapkan bukti dari Teorema 4.3.15.<br />

12. Misalkan lim f ( x)<br />

= L dimana L > 0, dan g( x)<br />

x→c<br />

( x) g( x)<br />

lim = ∞. Tunjukkan bahwa<br />

lim f = ∞. Jika L = 0, tunjukkan dengan contoh bahwa konklusi ini gagal.<br />

x→c<br />

13. Carilah fungsi-fungsi f dan g yang didefinisikan pada (0,∞) sedemikain sehingga lim f<br />

= ∞ dan g<br />

lim = ∞, akan tetapi ( f − g )<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

x→c<br />

x→∞<br />

lim = 0. Dapatkan anda menemukan fungsifungsi<br />

demikian, dengan g(x) > 0 untuk semua x∈(0,∞), sedemikain sehingga<br />

lim<br />

x→∞<br />

f<br />

g<br />

= 0?<br />

14. Misalkan f dan g terdefinisi pada (a,∞) dan misalkan pula lim f = L dan lim g = ∞.<br />

Buktikan bahwa lim f o g = L.<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

x→∞<br />

Analisis Real I 148


Pendahuluan<br />

BAB<br />

5<br />

FUNGSI-FUNGSI KONTINU<br />

Dalam bab ini kita akan memulai mempelajari kelas terpenting dari fungsifungsi<br />

yang muncul dalam <strong>analisis</strong> <strong>real</strong>, yaitu kelas fungsi-fungsi kontinu. Pertamatama<br />

kita akan mendefinisikan pengertian dari kekontinuan pada suatu titik dan pada<br />

suatu himpunan, dan menunjukkan bahwa variasi kombinasi dari fungsi-fungsi kontinu<br />

menghasilkan fungsi kontinu.<br />

Sifat-sifat dasar yang membuat fungsi-fungsi kontinu demikain penting diperlihatkan<br />

pada Pasal 5.3. Misalnya, kita akan memuktikan bahwa suatu fungsi kontinu<br />

pada suatu interval tertutup dan terbatas mesti mencapai nilai maksimum dan minimum.Kita<br />

juga akan membuktikan bahwa suatu fungsi kontinu mesti selalu memuat<br />

nilai antara untuk sebarang dua nilai yang dicapainya. Sifat-sifat ini dan beberapa<br />

lainnya tidak dimiliki oleh fungsi-fungsi pada umumnya, dan dengan demikian ini<br />

membedakan fungsi-fungsi kontinu sebagai suatu kelas yang sangat khusus dari<br />

fungsi-fungsi.<br />

Kedua, dalam Pasan 5.4 kita akan memperkenalkan pengertian penting dari<br />

kekontinuan seragam, dan kita akan menggunakan pengertian ini untuk masalah dari<br />

pendekatan (pengaproksimasian) fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi-fungsi dasar<br />

(elementer) (seperti polinomial). Fungsi-fungsi monoton adalah suatu kelas penting<br />

dari fungsi-fungsi dan mempunyai sifat-sifat kekontinuan kuat; mereka didiskusikan<br />

dalam Pasal 5.5. Khususnya, akan ditunjukkan bahwa fungsi monoton kontinu mempunyai<br />

fungsi invers yang monoton kontinu juga.<br />

Analisis Real I 149


Aljabar Himpunan<br />

PASAL 5.1 Fungsi-fungsi Kontinu<br />

Dalam Pasal ini, yang mana sangat serupa dengan pasal 4.1, kita akan<br />

mendefinisikan tentang apa yang dimaksudkan dengan fungsi kontinu pada suatu titik,<br />

atau pada suatu himpunan. Pengertian kekontinuan ini adalah salah satu dari pengertian<br />

sentral dari <strong>analisis</strong> matematika dan akan dipergunakan dalam hampir semua<br />

pada pembahasan dalam buku ini. Akibatnya, konsep ini sangat esensial yang pembaca<br />

mesti menguasainya.<br />

5.1.1 Definisi Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan c∈A. Kita katakan bahwa f<br />

kontinu pada c jika, diberikan sebarang lingkungan V ε (f(c)) dari f(c) terdapat suatu<br />

lingkungan<br />

V δ (c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada A∩V δ (c), maka f(x) termuat<br />

dalam V ε (f(c)). (Lihat Gambar 5.1.1).<br />

GAMBAR 5.1.1 Diberikan V ε (f(c)), lingkungan V δ (c) ditentukan<br />

Peringatan (1) Jika c∈A merupakan titik cluster dari A, maka pembandingan dari<br />

Definisi 4.1.4 dan 5.1.1 menunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika<br />

(1) f(c) = lim f .<br />

x→c<br />

Jadi, jika c titik cluster dari A, maka agar (1) berlaku, tiga syarat harus dipenuhi: (i) f harus<br />

terdefinisi pada c (dengan demikian f(c) dapat dimengerti), (ii) limit dari f harus ada dalam R<br />

Analisis Real I 150


(dengan demikian<br />

sama.<br />

Pendahuluan<br />

lim f dapat dimengerti), dan (iii) nilai-nilai dari f(c) dan lim f harus<br />

x→c<br />

(2) Jika c bukan titik cluster dari A, maka terdapat lingkungan<br />

V δ (c) dari c sedemikian sehingga A∩V δ (c) = {c}. Jadi kita menyimpulkan bahwa suatu<br />

fungsi f kontinu secara otomatis pada c∈A yang bukan titik cluster dari A. Titik-titik<br />

demikian ini sering disebut “titik-titik terisolasi” dari A; titik-titik ini kurang menarik untuk<br />

kita bahas, karena “far from the action”. Karena kekontinuan erlaku secara otomatis untuk<br />

titik-titik terisolasi ini, kita akan secara umum menguji kekontinuan hanya pada titik-titik<br />

cluster. Jadi kita akan memandang kondisi (1) sebagai karakteristik untuk kekontinuan pada<br />

c.<br />

x→c<br />

dari f pada suatu himpunan.<br />

Dalam definisi berikut kita mendefinisikan kekontinuan<br />

5.1.2 Definisi Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R. Jika<br />

B⊆A, kita katakan bahwa f kontinu pada B jika f kontinu pada setiap titik dalam B.<br />

Definisi 5.1.1.<br />

Sekarang kita berikan suatu formulasi yang setara untuk<br />

5.1.3 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R, dan c∈A. Maka kondisikondisi<br />

berikut ekivalen.<br />

(i) f kontinu pada c; yaitu, diberikan sebarang lingkungan V ε (f(c)) dari f(c)<br />

terdapat suatu lingkungan V δ (c) dari c sedemikain sehingga jika x sebarang titik pada<br />

A∩V δ (c), maka f(x) termuat dalam V ε (f(c))<br />

(ii) Diberikan sebarang ε > 0 terdapat suatu δ > 0 sedemikian sehingga untuk<br />

semua x∈A dengan ⎪x - c⎪ < δ, maka ⎪f(x) – f(c)⎪ < ε.<br />

(iii) Jika (x n ) sebarang barisan bilangan <strong>real</strong> sedemikian sehingga x n ∈A untuk<br />

semua n∈N dan (x n ) konvergen ke c, maka barisan (f(x n )) konvergen ke f(c).<br />

Pembuktian teorema ini hanya memerlukan sedikit<br />

modifikasi pembuktian dari Teorema 4.1.6 dan 4.1.8. Kita tinggalkan detailnya sebagai<br />

suatu latihan penting bagi pembaca.<br />

Kriteria Diskontinu berikut adalah suatu konsekuensi<br />

dari ekuivalensi dari (i) dan (ii) dari teorema sebelumnya; ini akan dibandingkan den-<br />

Analisis Real I 151


Aljabar Himpunan<br />

gan Kriteria Divergensi 4.1.9(a) dengan L = f(c). Pembuktiannya akan dituliskan secara<br />

detail oleh pembaca.<br />

5.1.4. Kriteria Diskontinu Misalkan A⊆R, f : A ⎯→<br />

R, dan c∈A. Maka f diskontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu barisan (x n )<br />

dalam A sedemikian sehingga (x n ) konvergen ke c, tetapi barisan (f(x n )) tidak konvergen<br />

ke f(c).<br />

5.1.5 Contoh-contoh (a) f(x) = b kontinu pada R<br />

c∈R, maka kita mempunyai<br />

Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(a) bahwa jika<br />

lim f = b. Karena f(c) = b, maka f kontinu pada setiap<br />

x→c<br />

titik c∈R. Jadi f kontinu pada R.<br />

c∈R, maka kita mempunyai<br />

(b) g(x) = x kontinu pada R.<br />

Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(b) bahwa jika<br />

lim g = c. Karena g(c) = c, maka g kontinu pada setiap<br />

x→c<br />

titik c∈R. Jadi g kontinu pada R.<br />

(c) h(x) = x 2 kontinu pada R.<br />

Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(c) bahwa jika c∈R, maka kita mempunyai<br />

lim h = c 2 . Karena h(c) = c 2 , maka h kontinu pada setiap titik c∈R. Jadi h kontinu<br />

x→c<br />

pada R.<br />

(d) ϕ(x) = 1/x kontinu pada A = {x∈R : x > 0}.<br />

Telah diperlihatkan pada Contoh 4.1.7(d) bahwa jika c∈A, maka kita mempunyai<br />

lim ϕ = 1/c. Karena ϕ(c) = 1/c, maka ϕ kontinu pada setiap titik c∈A. Jadi ϕ kontinu<br />

x→c<br />

pada A.<br />

(e) ϕ(x) = 1/x tidak kontinu pada x = 0<br />

Memang, jika ϕ(x) = 1/x untuk x > 0, maka tidak terdefinisi pada x= 0, dengan<br />

demikian tidak kontinu pada titik ini. Secara alternatif, telah diperlihatkan pada Con-<br />

Analisis Real I 152


toh 4.1.10(a) bahwa<br />

lim ϕ<br />

x →0<br />

Pendahuluan<br />

tidak ada dalam R, dengan demikian ϕ tidak kontinu pada<br />

x = 0.<br />

(f) Fungsi signum tidak kontinu pada x = 0.<br />

Fungsi signum telah didefinisikan pada contoh<br />

4.1.10(b), dimana juga telah ditunjukkan bahwa lim sgn( x)<br />

tidak ada dalam R. Oleh<br />

x→ 0<br />

karena itu sgn tidak kontinu pada x = 0 meskipun sgn 0 terdefinisi.<br />

(g) Misalkan A = R dan f “fungsi diskontinu” Dirichlet yang didefinisikan<br />

oleh<br />

⎧1,<br />

jika x rasional<br />

f(x) = ⎨<br />

⎩0 , jika x irasional<br />

Kita claim bahwa f tidak kontinu pada sebarang titik pada R. (Fungsi ini diperkenalkan<br />

pada tahun 1829 oleh Dirichlet)<br />

Memang, jika c bilangan rasional, misalkan (x n ) suatu barisan bilangan<br />

irasional yang konvergen ke c. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema 2.5.5 menjamin<br />

adanya barisan seperti ini.) Karena f(x n ) = 0 untuk semua n∈N, maka kita mempunyai<br />

lim (f(x n )) = 0 sementara f(c) = 1. Oleh karena itu f tidak kontinu pada bilangan rasional<br />

c.<br />

Sebaliknya, jika b bilangan rasional, misalkan (y n ) suatu<br />

barisan bilangan irasional yang konvergen ke b. (Teorema Akibat 2.5.6 untuk Teorema<br />

2.5.5 menjamin adanya barisan seperti ini.) Karena f(y n ) = 1 untuk semua n∈N,<br />

maka kita mempunyai lim (f(y n )) = 1 sementara f(b) = 0. Oleh karena itu f tidak kontinu<br />

pada bilangan irasional b.<br />

Karena setiap bilangan <strong>real</strong> adalah bilangan rasional<br />

atau irasional, kita simpulkan bahwa f tidak kontinu pada setiap titik dalam R.<br />

(h) Misalkan A = {x∈R : x > 0}. Untuk sebarang bilangan irasional x > 0<br />

kita definisikan h(x) = 0. Untuk suatu bilangan rasional dalam A yang berbentuk m/n,<br />

dengan bilangan asli m,n tidak mempunyai faktor persektuan kecuali 1, kita definisikan<br />

h(m/n) = 1/n. (Lihat Gambar 5.1.2.) Kita claim bahwa h kontinu pada setiap bi-<br />

Analisis Real I 153


Aljabar Himpunan<br />

langan irasional pada A, dan diskontinu pada setiap bilangan rasional dalam A.<br />

(Fungsi ini diperkenalkan pada tahun 1875 oleh K.J. Thomae)<br />

Memang, jika a > 0 bilangan rasional, misalkan (x n )<br />

suatu barisan bilangan irasional dalam A yang konvergen ke a. maka lim h(x n ) = 0<br />

sementara h(a) > 0. Dari sini h diskontinu pada a.<br />

Di pihak lain, jika b suatu bilangan irasional dan ε > 0,<br />

maka (dengan Sifat Arcimedean) terdapat bilangan asli n 0 sedemikian sehingga 1/n 0 <<br />

ε. Terdapat hanya sejumlah hingga bilangan rasional dengan penyebut lebih kecil dari<br />

n 0 dalam interval (b – 1, b + 1). (Mengapa?) Dari sini δ > 0 dapat dipilih sekecil<br />

mungkin yang mana lingkungan (b - δ,b + δ) tidak memuat tidak memuat bilangan<br />

rasional dengan penyebut lebih kecil dari n 0 . Selanjutnya, bahwa untuk ⎪x - b⎪< δ,<br />

x∈A, kita mempunyai ⎪h(x) – h(b)⎪ = h(x) ≤ 1/n 0 < ε. Jadi h kontinu pada bilangan<br />

irasional b.<br />

Akibatnya, kita berkesimpulan bahwa fungsi Thomae h<br />

kontinu hanya pada titik-titik irasional dalam A.<br />

1 *<br />

*<br />

1/2<br />

*<br />

*<br />

1/7<br />

*<br />

*<br />

* *<br />

* * * *<br />

* * * *<br />

* * * * * * * * * * * *<br />

* * * * * * * *<br />

1/2<br />

1 3/2<br />

2<br />

GAMBAR 5.1.2 Grafik Fungsi Thomae<br />

5.1.6 Peringatan (a) Kadang-kadang suatu fungsi f : A ⎯→ R tidak kontinu pada suatu<br />

titik c, sebab tidak terdefinisi pada titik tersebut.. Akan tetapi, jika fungsi f mempunyai suatu limit L<br />

pada tiitik c dan jika kita definisikan F pada A∪{c} ⎯→R dengan<br />

⎧L<br />

F(<br />

x)<br />

= ⎨<br />

⎩ f ( x)<br />

untuk x = c<br />

untuk x ∈ A<br />

Analisis Real I 154


maka F kontinu pada c. Untuk melihatnya, perlu mengecek bahwa<br />

lim F = L, tetapi ini brlaku (men-<br />

x→c<br />

gapa?), karena lim f = L<br />

x→c<br />

Pendahuluan<br />

(b) Jika fungsi g : A ⎯→ R tidak mempunyai suatu limit pada c,<br />

maka tidak ada cara untuk memperoleh suatu fungsi G : A∪{c} ⎯→ R yang kontinu pada c dengan<br />

pendefinisian<br />

Untuk melihatnya, amati bahwa jika<br />

sama dengan C.<br />

⎧C<br />

G(<br />

x)<br />

= ⎨<br />

⎩ g(<br />

x)<br />

G<br />

x→c<br />

untuk<br />

untuk<br />

x = c<br />

x ∈ A<br />

lim ada dan sama dengan C, maka lim g mesti ada juga dan<br />

5.1.7 Contoh-contoh (a) Fungsi g(x) = sin (1/x) untuk x ≠ 0 (lihat Gambar<br />

4.1.3) tidak mempunyai limit pada x = 0 (lihat contoh 4.1.10(c)). Jadi tidak terdapat<br />

nilai yang dapat kita berikan pada x = 0. Untuk memperoleh suatu perluasan kontinu<br />

dari g pada x = 0.<br />

(b) Misalkan f(x) = x sin(1/x) untuk x ≠ 0. (Lihat Gambar<br />

5.1.3) Karena f tidak terdefinisi pada x = 0, fungsi f tidak bisa kontinu pada titik<br />

ini. Akan tetapi, telah diperlihatkan pada Contoh 4.2.8(f) bahwa ( x sin( 1 x)<br />

)<br />

x→c<br />

lim = 0.<br />

x → 0<br />

Oleh karena itu mengikuti Peringatan 5.1.6(a) bahwa jika kita definisikan F : R ⎯→<br />

R dengan<br />

maka F kontinu pada x = 0.<br />

⎧0<br />

F ( x)<br />

= ⎨<br />

⎩x<br />

sin<br />

( 1 x)<br />

untuk<br />

untuk<br />

x = 0<br />

x ≠ 0<br />

Analisis Real I 155


Aljabar Himpunan<br />

Gambar 5.1.3 Grafik dari f(x) = x sin(1/x) x ≠ 0<br />

Latihan-latihan<br />

1. Buktikan Teorema 5.1.4.<br />

2. Perlihatkan Kriteria Diskontinu 5.1.4.<br />

3. Misalkan a < b < c. Misalkan pula bahwa f kontinu pada [a,b], g kontinu pada [b,c], dan<br />

f(b) = g(b). Definisikan h pada [a,c] dengan h(x) = f(x) untuk x∈[a,b] dan h(x) = g(x) untuk<br />

x∈(b,c]. Buktikan bahwa h kontinu pada [a,c].<br />

4. Jika x∈R, kita definisikan ⇓x◊ adalah bilangan bulat terbesar n∈Z sedemikian sehingga<br />

n ≤ x. (Jadi, sebagai contoh, ⇓8,3◊ = 8, ⇓π◊ = 3, ⇓-π◊ = -4.) Fungsi x a ⇓x◊ disebut<br />

fungsi bilangan bulat terbesar. Tentukan titik-titik dimana fungsi-fungsi berikut kontinu<br />

:<br />

(a). f(x) = ⇓x◊, (b) g(x) = x⇓x◊,<br />

(c). h(x) = ⇓sin x◊, (d) k(x) = ⇓1/x◊ (x ≠ 0).<br />

5. Misalkan f terdefinisi untuk semua x∈R, x ≠ 2, dengan f(x) = (x 2 + x – 6)/(x – 2). Dapatkah<br />

f terdefinisi pada x = 2 dimana dengan ini menjadikan f kontinu pada titik ini?<br />

Analisis Real I 156


Pendahuluan<br />

6. Misalkan A⊆R dan f : A ⎯→ R kontinu pada titik c∈A. Tunjukkan bahwa untuk sebarang<br />

ε > 0, terdapat lingkungan V δ (c) dari c sedemikian sehingga jika x,y∈A∩V δ (c),<br />

maka ⎪f(x) – f(y)⎪ < ε.<br />

7. Misalkan f : R ⎯→ R kontinu pada c dan misalkan f(c) > 0. Tunjukkan bahwa terdapat<br />

V δ (c) suatu lingkungan dari c sedemikian sehingga untuk sebarang x∈ V δ (c) maka f(x) ><br />

0.<br />

8. Misalkan f : R ⎯→ R kontinu pada R dan misalkan S = {x∈R : f(x) = 0} adalah “himpunan<br />

nol” dari f. Jika (x n ) ⊆ S dan x = lim (x n ), tunjukkan bahwa x∈S.<br />

9. Misalkan A⊆B⊆R, f : B ⎯→ R dan g pembatasan dari f pada A (yaitu, g(x) = f(x) untuk<br />

x∈A).<br />

(a). Jika f kontinu pada c∈A, tunjukkan bahwa g kontinu pada c.<br />

(b). Tunjukkan dengan contoh bahwa jika g kontinu pada c, tidak perlu berlaku bahwa f<br />

kontinu pada c.<br />

10. Tunjukkan bahwa fungsi nilai mutlak f(x) = ⎪x⎪ kontinu pada setiap titik c∈R.<br />

11. Misalkan K > 0 dan f : ⎯→ R memenuhi syarat ⎪f(x) – f(y)⎪ ≤ K⎪x - y⎪ untuk semua<br />

x,y∈R. Tunjukkan bahwa f kontinu pada setiap titik c∈R.<br />

12. Misalkan bahwa f : R ⎯→ R kontinu pada R dan f(r) = 0 untuk setiap bilangan rasional<br />

r. Buktikan bahwa f(x) = 0 untuk semua x∈R.<br />

13. Definisikan g : R ⎯→ R dengan g(x) = 2x untuk x rasional, dan g(x) = x + 3 untuk x<br />

irasional. Tentukan semua titik dimana g kontinu.<br />

14. Misalkan A = (0,∞) dan k : A ⎯→ R didefinisikan sebagai berikut. Untuk x∈A, x rasional,<br />

kita definisikan k(x) = 0; untuk x∈A rasional dan berbentuk x = m/n dengan bilangan<br />

asli m, n tidak mempunyai faktor persekutuan kecuali 1, kita definisikan k(x) = n.<br />

Buktikan bahwa k tidak terbatas pada setiap interval terbuka dalam A. Simpulkan bahwa<br />

k tidak kontinu pada sebarang titik dari A.<br />

PASAL 5.2 Kombinasi dari Fungsi-fungsi Kontinu<br />

Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A ke R dan b∈R.<br />

Dalam Definisi 4.2.3 kita mendefinisikan jumlah, selisih, hasil kali, dan kelipatan<br />

fungsi-fungsi disimbol f + g, f – g, fg, bf. Juga, jika h : A ⎯→ R sedemikian sehingga<br />

Analisis Real I 157


Aljabar Himpunan<br />

h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A, maka kita definisikan fungsi hasil bagi dinotasi dengan<br />

f/h.<br />

Hasil berikut ini serupa dengan Teorema 4.2.4.<br />

5.2.1 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A<br />

ke R dan b∈R. Andaikan bahwa c∈A dan f dan g kontinu pada c.<br />

(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada c.<br />

(b) Jika h : A ⎯→ R kontinu pada c∈A dan jika h(x) ≠ 0 untuk semua x∈A,<br />

maka fungsi f/h kontinu pada c.<br />

Bukti. Jika c bukan suatu titik cluster dari A, maka konklusi berlaku secara<br />

otomatis. Dari sini, kita asumsikan bahwa c titik cluster dari A.<br />

(a) Karena f dan g kontinu pad<br />

(b) a c, maka<br />

f(c) =<br />

lim f dan g(c) = lim g<br />

x→c<br />

x→c<br />

Oleh karena itu mengikuti Teorema 4.2.4(a) diperoleh<br />

(f + g)(c) = f(c) + g(c) = lim ( f + g )<br />

x→c<br />

Dengan demikian f + g kontinu pada c. Pernyataan-pernyataan lain pada bagian (a)<br />

dibuktikan dengan cara serupa.<br />

(c) Karena c∈A, maka h(c) ≠ 0. Tetapi karena h(c) =<br />

lim h , berikut dari Teorema<br />

4.2.4(b) bahwa<br />

f<br />

h<br />

( c)<br />

=<br />

f<br />

h<br />

( c)<br />

( c)<br />

=<br />

lim f<br />

x→c<br />

⎛ f ⎞ = lim ⎜ ⎟⎠ .<br />

lim h x→c⎝<br />

h<br />

x→c<br />

Oleh karena itu f/h kontinu pada c.<br />

Hasil berikut merupakan konsekuensi dari Teorema 5.2.1, diterapkan untuk<br />

semua titik dalam A. Akan tetapi, secara ekstrim, ini adalah suatu hasil penting, kita<br />

akan menyatakannya secara formal.<br />

5.2.2 Teorema Misalkan A⊆R, f dan g fungsi-fungsi yang terdefinisi pada A<br />

ke R dan b∈R.<br />

x→c<br />

Analisis Real I 158


Pendahuluan<br />

(a) Maka f + g, f – g, fg, dan bf kontinu pada A.<br />

(b) Jika h : A ⎯→ R kontinu pada A dan h(x) ≠ 0 untuk x∈A, maka fungsi<br />

f/h kontinu pada A.<br />

5.2.3 Komentar Untuk mendefinisikan fungsi hasil bagi, kadang-kadang lebih cocok memulainya<br />

sebagai berikut : Jika ϕ : ⎯→ R, misalkan A 1 = {x∈A : ϕ(x) ≠ 0}. Kita akan mendefinisikan<br />

fungsi hasil bagi f/ϕ pada himpunan A 1 dengan<br />

(*)<br />

⎛ f ⎞ f ( x)<br />

⎜ ( x)<br />

=<br />

ϕ<br />

⎟<br />

⎝ ⎠ ϕ(<br />

x)<br />

untuk x ∈ A 1 .<br />

Jika ϕ kontinu pada titik c∈A 1 , maka jelas bahwa pembatasan ϕ 1 dari ϕ pada A 1 juga kontinu pada c.<br />

Oleh karena itu mengikuti Teorema 5.2.1(b) dipergunkan untuk ϕ 1 bahwa f/ϕ kontinu pada c∈A 1 . Serupa<br />

juga jika f dan ϕ kontinu pada A, maka fungsi f/ϕ, didefinisikan pada A 1 oleh (*), kontinu pada<br />

A 1 .<br />

5.2.4 Contoh-contoh (a) Fungsi-fungsi polinomial.<br />

Jika p suatu fungsi polinimial, dengan demikian p(x) = anxn + an-1xn-1 + …<br />

+ a1x + a0 untuk semua x∈R, maka mengikuti Contoh 4.2.5(f) bahwa p(c) = lim p<br />

x→c<br />

untuk sebarang c∈R. Jadi fungsi polinomial kontinu pada R.<br />

(b) Fungsi-fungsi rasional<br />

Jika p dan q fungsi-fungsi polinomial pada R, maka terdapat paling banyak<br />

sejumlah hingga α 1 ,α 2 , … , α n akar-akar <strong>real</strong> dari q. Jika x∉{α 1 ,α 2 , … , α n } maka<br />

q(x) ≠ 0 dengan demikian kita dapat mendefinisikan fungsi rasional r dengan<br />

r(x) =<br />

p(<br />

x)<br />

q(<br />

x)<br />

untuk x∉{α 1 ,α 2 , … , α n }.<br />

Telah diperlihatkan dalam Contoh 4.2.5(g) bahwa jika q(c) ≠ 0, maka<br />

r(c) =<br />

p(<br />

c)<br />

=<br />

q(<br />

c)<br />

lim p(<br />

x)<br />

x→ c<br />

= limr(<br />

x)<br />

lim q(<br />

x)<br />

x→c<br />

x→c<br />

Dengan kata lain, r kontinu pada c. Karena c sebarang bilangan <strong>real</strong> yang bukan akar<br />

dari q, kita katakan bahwa suatu fungsi rasional yang kontinu pada setiap bilangan<br />

<strong>real</strong> dimana fungsi tersebut terdefinisi.<br />

(c) Kita akan menunjukkan bahwa fungsi sinus kontinu pada R.<br />

Analisis Real I 159


Aljabar Himpunan<br />

Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan<br />

cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai<br />

⎪sin z⎪ ≤ ⎪z⎪, ⎪cos z⎪ ≤ 1,<br />

sin x – sin y = 2sin[½(x – y)]cos[½(x + y)].<br />

Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai<br />

⎪sin x – sin c⎪ ≤ 2(½⎪x – c⎪)(1) = ⎪x - c⎪.<br />

Oleh karena itu sin kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi sin<br />

kontinu pada R.<br />

(d) Fungsi cosinus kontinu pada R.<br />

Untuk mengerjakan ini kita akan menggunakan sifat-sifat dari fungsi sinus dan<br />

cosinus yang pada bagian ini tidak akan dibuktikan. Untuk semua x,y,z∈R kita mempunyai<br />

⎪sin z⎪ ≤ ⎪z⎪, ⎪sin z⎪ ≤ 1,<br />

cos x – cos y = 2sin[½(x + y)]sin[½(y - x)].<br />

Dari sini, jika c∈R, maka kita mempunyai<br />

⎪cos x – cos c⎪ ≤ 2(1)(½⎪c – x⎪) = ⎪x - c⎪.<br />

Oleh karena itu cos kontinu pada c. Karena c∈R sebarang, maka ini berarti fungsi cos<br />

kontinu pada R. (Cara lain, kita dapat menggunakan hubungan cos x = sin (x + π/2).)<br />

(e) Fungsi-fungsi tan, cot, sec, csc kontinu dimana fungsi-fungsi ini terdefinisi.<br />

Sebagai contoh, fungsi cotangen didefinisikan dengan<br />

Cot x =<br />

cos x<br />

sin x<br />

Asalkan sin x ≠ 0 (yaitu, asalkan x ≠ nπ, n∈Z). Karena sin dan cos kontinu pada R,<br />

maka mengikuti Komentar 5.2.3 bahwa fungsi cot kontinu pada domainnya. Fungsifungsi<br />

trigonometri yang lain dilakukan dengan proses pengerjaan yang serupa.<br />

5.2.5 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan ⎪f⎪ didefinisikan untuk<br />

x∈A dengan ⎪f⎪(x) = ⎪f(x)⎪.<br />

Analisis Real I 160


Pendahuluan<br />

(a) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka ⎪f⎪ kontinu pada c.<br />

(b) Jika f kontinu pada A, maka ⎪f⎪ kontinu pada A.<br />

Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.13.<br />

5.2.6 Teorema Misalkan A⊆R, f : A ⎯→ R dan f(x) ≥ 0 untuk semua<br />

x∈A. Kita misalkan f didefinisikan untuk x∈A dengan f (x) = f (x)<br />

.<br />

(c) Jika f kontinu pada suatu titik c∈A, maka f kontinu pada c.<br />

(d) Jika f kontinu pada A, maka f kontinu pada A.<br />

Bukti. Ini merupakan konsekuensi dari Latihan 4.2.14.<br />

Komposisi Fungsi-fungsi Kontinu<br />

Sekarang kita akan menunjukkan bahwa jika f : A ⎯→ R kontinu pada suatu<br />

titik c dan jika g : B ⎯→ R kontinu pada b = f(c), maka komposisi g o f kontinu pada<br />

c. Agar menjamin bahwa g o f terdefinisi pada seleruh A, kita perlu menganggap<br />

bahwa f(A) ⊆ B.<br />

5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A ⎯→ R dan g : B ⎯→ R fungsifungsi<br />

sedemikian sehingga f(A)⊆B. Jika f kontinu pada suatu titik c∈A dan g kontinu<br />

pada b = f(c) ∈B, maka komposisi g o f : A ⎯→ R kontinu pada c.<br />

Bukti. Misalkan W suatu lingkungan-ε dari g(b). Karena g kontinu pada b,<br />

maka terdapat suatu lingkungan-δ V dari b = f(c) sedemikian sehingga jika y∈B∩V<br />

maka g(y)∈W. Karena f kontinu pada c, maka terdapat suatu lingkungan-γ U dari c<br />

sedemikian sehingga jika x∈U∩A, maka f(x)∈V. (Lihat Gambar 5.2.1.) Karena<br />

f(A)⊆B, maka ini berarti jika x∈A∩U, maka f(x)∈B∩V dengan demikian g o f(x) =<br />

g(f(x))∈W. Tetapi karena W suatu lingkungan-ε dari g(b), ini mengakibatkan bahwa g<br />

o f kontinu pada c.<br />

5.2.7 Teorema Misalkan A,B⊆R, f : A ⎯→ R kontinu pada A dan g : B<br />

⎯→ R kontinu pada B. Jika f(A)⊆B, maka komposisi g o f : A ⎯→ R kontinu pada<br />

A.<br />

Analisis Real I 161


Aljabar Himpunan<br />

Bukti. Teorema ini secara serta-merta mengikuti hasil sebelumnya, jika , berturut-turut,<br />

f dan g kontinu pada setiap titik A dan B.<br />

Teorema 5.2.7 dan 5.2.8 sangat bermanfaat dalam menunjukkan bahwa<br />

fungsi-fungsi tertentu kontinu. Teorema-teorema ini dapat dipergunakan dalam berbagai<br />

situasi dimana situasi ini akan sulit untuk menggunakan definisi kekontinuan<br />

secara langsung.<br />

5.2.9 Contoh-contoh (a) Misalkan g 1 (x) = ⎪x⎪ untuk x∈R. Menurut<br />

Ketaksamaan Segitiga (Lihat Akibat 2.3.4) bahwa<br />

⎪g 1 (x) – g 1 (c)⎪ ≤ ⎪x - c⎪<br />

untuk semua x,c∈R. Dari sini g 1 kontinu pada c∈R. Jika f : A ⎯→ R sebarang<br />

fungsi kontinu pada A, maka Teorema 5.2.8 mengakibatkan bahwa g 1 o f = ⎪f⎪ kontinu<br />

pada A. Ini memberikan cara lain pembuktian dari Teorema 5.2.5.<br />

(b) Misalkan g 2 (x) = x untuk x ≥ 0. Mengikuti Teorema 3.2.10 dan 5.1.3<br />

bahwa g 2 kontinu pada sebarang c ≥ 0. Jika f : A ⎯→ R kontinu pada A dan jika f(x)<br />

≥ 0 untuk semua x∈A, maka menurut Teorema 5.2.8 g 2 o f =<br />

f kontinu pada A. Ini<br />

memberikan pembuktian lain dari Teorema 5.2.6.<br />

(c) Misalkan g 3 (x) = sin x untuk x∈R. Kita telah tunjukkan dalam Contoh<br />

5.2.4(c) bahwa g 3 kontinu pada R. Jika f : A ⎯→ R kontinu pada A, maka mengikuti<br />

Teorema 5.2.8 bahwa g 3 o f kontinu pada A.<br />

Khususnya, jika f(x) = 1/x untuk x ≠ 0, maka fungsi g(x) = sin(1/x) kontinu<br />

pada setiap titik c ≠ 0. [Kita telah tunjukkan, dalam Contoh 5.1.7(a), bahwa g tidak<br />

didefinisikan pada 0 agar g menjadi kontinu pada titik itu.]<br />

V<br />

W<br />

U<br />

b<br />

g(b)<br />

c<br />

Analisis Real I f<br />

g<br />

162<br />

A B C<br />

GAMBAR 5.2.1 Komposisi dari f dan g


Pendahuluan<br />

Soal-soal<br />

1. Tentukan titik-titik kekontinuan dari fungsi-fungsi berikut dan nyatakan teoremateorema<br />

mana yang dipergunakan dalam setiap kasus :<br />

(a). f(x) =<br />

x<br />

2<br />

+ 2x<br />

+ 1<br />

x<br />

2<br />

+ 1<br />

(x∈R); (b) g(x) = x + x (x ≥ 0);<br />

(c). h(x) =<br />

1+ sin x<br />

x<br />

(x ≠ 0); (d) k(x) = cos x 2 + 1 (x∈R).<br />

2. Tunjukkan bahwa jika f : A→ R kontinu pada A⊆R dan jika n∈N, maka fungsi f n didefinisikan<br />

oleh f n (x) = (f(x)) n untuk x∈A, kontinu pada A.<br />

3. Berikan satu contoh f dan g yang kedua-duanya tidak kontinu pada suatu titik c dalam R<br />

sedemikian sehingga : (a) fungsi jumlah f + g kontinu pada c, (b) fungsi hasil kali fg kontinu<br />

pada c.<br />

4. Misalkan x ξ ⇓x◊ menyatakan fungsi bilangan bulat terbesar (lihat Latihan 5.1.4.) Tentukan<br />

titik-titik kekontinuan dari fungsi f(x) = x - ⇓x◊, x∈R.<br />

5. Misalkan g didefinisikan pada R oleh g(1) = 0, dan g(x) = 2 jika x ≠ 1, dan misalkan f(x)<br />

= x + 1 untuk semua x∈R. Tunjukkan bahwa lim g o f<br />

→<br />

kontradiksi dengan Teorema 5.2.7?<br />

x<br />

0<br />

≠ g o f(0). Mengapa ini tidak<br />

6. Misalkan f,g didefinisikan pada R dan c∈R. Misalkan juga bahwa lim f<br />

x → 0<br />

= b dan g kontinu<br />

pada b. Tunjukkan bahwa<br />

lim g o<br />

→<br />

x<br />

0<br />

f<br />

= g(b). (Bandingkan hasil ini dengan Teorema<br />

5.2.7 dan latihan sebelumnya.)<br />

7. Berikan contoh dari fungsi f : [0,1] → R yang diskontinu pada setiap titik dalam [0,1]<br />

tetapi sedemikian sehingga ⎪f⎪ kontinu pada [0,1].<br />

8. Misalkan f,g fungsi-fungsu kontinu dari R ke R, dan misalkan pula f(r) = g(r) untuk semua<br />

bilangan rasional r. Apakah benar bahwa f(x) = g(x) untuk semua x∈R?<br />

9. Misalkan h : R → R kontinu pada R memenuhi h(m/2 n ) = 0 untuk semua m∈Z, n∈N.<br />

Tunjukkan bahwa h(x) = 0 untuk semua x∈R.<br />

10. Misalkan f : R → R kontinu pada R, dan misalkan pula P = {x∈R : f(x) > 0}. Jika c∈P,<br />

tunjukkan bahwa terdapat suatu lingkungan V δ (c)⊆P.<br />

Analisis Real I 163


Aljabar Himpunan<br />

11. Jika f dan g kontinu pada R, misalkan pula S = {x∈R : f(x) ≥ g(x)}. Jika (s n )⊆S dan lim<br />

(s n ) = s, tunjukkan bahwa s∈S.<br />

12. Suatu fungsi f : R → R dikatakan aditif jika f(x + y) = f(x) + f(y) untuk semua x,y∈R.<br />

Buktikan bahwa jika f kontinu pada suatu titik x 0 , maka fungsi itu kontinu pada setiap titik<br />

dalam R. (Lihat Latihan 4.2.12.)<br />

13. Misalkan f fungsi aditif kontinu pada R. Jika c = f(1), tunjukkan bahwa kita mempunyai<br />

f(x) = cx untuk semua x∈R. [Petunjuk : Pertama-tama tunjukkan bahwa jika r suatu bilangan<br />

rasional, maka f(r) = cr.]<br />

14. Misalkan g : R → R memenuhi hubungan g(x + y) = g(x)g(y) untuk semua x,y∈R. Tunjukkan<br />

bahwa jika g kontinu pada x = 0, maka g kontinu pada setiap titik dalam R. Juga<br />

jika kita mempunyai g(a) = 0 untuk suatu a ∈R, maka g(x) = 0 untuk semua x∈R.<br />

15. Misalkan f,g : R → R kontinu pada suatu titik c, dan h(x) = sup{f(x), g(x)} untuk x∈R.<br />

Tunjukkan bahwa h(x) = ½(f(x) + g(x)) + ½⎪f(x) – g(x)⎪ untuk semua x∈R. Gunakan<br />

hasil ini untuk menunjukkan bahwa h kontinu pada c.<br />

16. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R terbatas dan kontinu pada I. Definisikan g : I → R dengan<br />

g(x) = sup{f(t) : a ≤ t ≤ b} untuk semua x∈I. Buktikan bahwa g kontinu pada I.<br />

PASAL 5.3 Fungsi-fungsi Kontinu pada Interval<br />

Fungsi-fungsi yang kontinu pada interval-interval mempunyai sejumlah sifat<br />

penting yang tidak dimiliki oleh fungsi kontinu pada umumnya. Dalam pasal ini kita<br />

akan memperlihatkan beberapa hasil yang agak mendalam yang dapat dipandang<br />

penting, dan yang akan diterapkan pada bagian-bagian selanjutnya.<br />

5.3.1 Definisi Suatu fungsi f : A → R dikatakan terbatas pada A, jika terdapat<br />

M > 0 sedemikan sehingga ⎪f(x)⎪ ≤ M untuk semua x∈A.<br />

Dengan kata lain, suatu fungsi dikatakan terbatas jika range-nya merupakan suatu<br />

himpunan terbatas dalam R. Kita mencatat bahwa suatu fungsi kontinu tidak perlu terbatas.<br />

Contohnya, fungsi f(x) = 1/x adalah fungsi kontinu pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. Akan<br />

tetapi, f tidak terbatas pada A. Kenyataannya, f(x) = 1/x tidak terbatas apabila dibatasi pada B<br />

= {x∈R : 0 < x < 1}. Akan tetapi, f(x) = 1/x terbatas apabila dibatasi untuk himpunan C =<br />

{x∈R : 1 ≤ x}, meskipun himpunan C tidak terbatas.<br />

Analisis Real I 164


Pendahuluan<br />

5.3.2 Teorema Keterbatasan Misalkan I = [a,b] suatu interval tertutup dan<br />

terbatas dan misalkan f : I → R kontinu pada I. Maka f terbatas pada I.<br />

Bukti. Andaikan f tidak terbatas pada I. Maka, untuk sebarang n∈N terdapat<br />

suatu bilangan x n ∈I sedemikian sehingga ⎪f(x n )⎪ > n. Karena I terbatas, barisan X =<br />

(x n ) terbatas. Oleh karena itu, menurut Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7 bahwa terdapat<br />

subbarisan X‘ = ( x<br />

nr<br />

) dari X yang konvergen ke x. Karena I tertutup dan unsurunsur<br />

X’ masuk kedalam I, maka menurut Teorema 3.2.6, x∈I. Karena f kontinu pada<br />

x, dengan demikian barisan (f( x nr<br />

)) konvergen ke f(x). Kita selanjutnya menyimpulkan<br />

dari Teorema 3.2.2 bahwa kekonvergenan barisan (f( x<br />

ini suatu kontradiksi karena<br />

⎪f( x )⎪ > n r ≥ r untuk r∈N<br />

nr<br />

nr<br />

)) mesti terbatas. Tetapi<br />

Oleh karena itu pengandaian bahwa fungsi kontinu f tidak terbatas pada interval tertutup<br />

dan terbatas I menimbulkan kontradiksi.<br />

5.3.3 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f mempunyai<br />

suatu maksimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik x * ∈A sedemikian sehingga<br />

f(x * ) ≥ f(x)<br />

untuk semua x∈A.<br />

Kita katakan f mempunyai suatu minimum mutlak pada A jika terdapat suatu titik<br />

x * ∈A sedemikian sehingga<br />

f(x * ) ≤ f(x)<br />

untuk semua x∈A.<br />

Kita katakan bahwa x * suatu titik maksimum mutlak untuk f pada A, dan x * suatu<br />

titik minimum mutlak dari f pada A, jika titik-titik itu ada.<br />

Kita perhatikan bahwa suatu fungsi kontinu pada himpunan A tidak perlu mempun-<br />

Analisis Real I 165


Aljabar Himpunan<br />

yai suatu maksimum mutlak atau minimum mutlak pada himpunan tersebut. Sebagai contoh,<br />

f(x) = 1/x, yang tidak mempunyai baik titik maksimum mutlak maupun minimum mutlak<br />

pada himpunan A = {x∈R : x > 0}. (Lihat Gambar 5.3.1). Tidak adanya titik maksimum absolut<br />

untuk f pada A karena f tidak terbatas diatas pada A, dan tidak ada titik yang mana f<br />

mencapai nilai 0 = inf{f(x) : x∈A}. Fungsi yang sama tidak mempunyai baik suatu maksimum<br />

mutlak maupun minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : 0 < x < 1},<br />

sedangkan fungsi ini mepumyai nilai maksimum mutlak dan juga minimum mutlak apabila<br />

dibatasi pada himpunan {x∈R : 1 ≤ x ≤ 2}. Sebagai tambahan, f(x) = 1/x mempunyai suatu<br />

maksimum mutlaktetapi tidak mempunyai minimum mutlak apabila dibatasi pada himpunan<br />

{x∈R : x ≥ 1}, tetapi tidak mempunyai maksimum mutlak dan tidak mempunyai nilai minimum<br />

mutlak apabila dibatasi pada himpunan {x∈R : x > 1}.<br />

GAMBAR 5.3.1 Grafik fungsi f(x) = 1/x (x > 0)<br />

Jika suatu fungsi mempunyai suatu titik maksimum mutlak, maka titik ini tidak<br />

perlu ditentukan secara tunggal. Sebagai contoh, fungsi g(x) = x 2 didefinisikan<br />

untuk x∈A = [-1,+1] mempunyai dua titik x = !1 yang memberikan titik maksimum<br />

pada A, dan titik tunggal x = 0 menghasilkan minimum mutlaknya pada A. (Lihat<br />

Gambar 5.3.2.) Untuk memilih suatu contoh ekstrim, fungsi konstan h(x) = 1 untuk<br />

x∈R adalah sedemikian sehingga setiap titik dalam R merupakan titik maksimum<br />

mutlak dan sekaligus titik minimum mutlak untuk f.<br />

5.3.4 Teorema Maksimum-Minimum Misalkan I = [a,b] interval tertutup<br />

dan terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f mempunyai maksimum mutlak dan<br />

minimum mutlak pada I.<br />

Bukti. Pandang himpunan tak kosong f(I) = {f(x) : x∈I} nilai-nilai dari f pada<br />

I. Dalam Teorema 5.3.2 sebelumnya telah diperlihatkan bahwa f(I) merupakan sub-<br />

Analisis Real I 166


Pendahuluan<br />

himpunan dari R yang terbatas. Misalkan s * = sup f(I) dan s * = inf f(I). Kita claim<br />

bahwa terdapat titik-titik x * dan x * sedemikian sehingga s * = f(x * ) dan s * = f(x * ). Kita<br />

akan memperlihatkan bahwa keberadaan titik x * , meninggalkan pembuktian eksistensi<br />

dari x * untuk pembaca.<br />

GAMBAR 5.3.2 Grafik fungsi g(x) = x 2 (⎪x⎪ ≤ 1)<br />

Karena s * = sup f(I), jika n∈N, maka s * - 1/n bukan suatu batas atas dari himpunan<br />

f(I). Akibatnya terdapat bilangan <strong>real</strong> x n ∈I sedemikian sehingga<br />

(#) s * - n<br />

1 < f(xn ) ≤ s * untuk n∈N.<br />

Karena I terbatas, barisan X = (x n ) terbatas. Oleh karena itu, dengan menggunakan<br />

Teorema Bolzano-Weiestrass 3.4.7, terdapat subbarisan X‘ = ( x<br />

nr<br />

) dari X yang konvergen<br />

ke suatu bilangan x * . Karena unsur-unsur dari X’ termasuk dalam I = [a,b],<br />

maka mengikuti Teorema 3.2.6 bahwa x * ∈I. Oleh karena itu f kontinu pada x * dengan<br />

demikian lim (f( x<br />

nr<br />

)) = f(x * ). Karena itu mengikuti (#) bahwa<br />

s * -<br />

1 < f( x n ) ≤ s * untuk r∈N,<br />

r<br />

n r<br />

kita menyimpulkan dari Teorema Apit 3.2.7 bahwa lim (f( x<br />

nr<br />

)) = s * . Oleh karena itu<br />

kita mempunyai<br />

f(x * ) = lim (f( x<br />

nr<br />

)) = s * = sup f(I).<br />

Kita simpulkan bahwa x * adalah suatu titik maksimum mutlak dari f pada I.<br />

Hasil berikut memberikan suatu dasar untu lokasi akar dari fungsi-fungsi kontinu.<br />

Pembuktiannya memberikan juga suatu algoritma untuk pencarian akar dan dapat<br />

dengan mudah diprogram untuk suatu komputer. Suatu alternatif pembuktian dari<br />

teorema ini ditunjukkan dalam Latihan 5.3.8.<br />

5.3.5 Teorema Lokasi Akar Misalkan I suatu interval dan f : I → R fungsi<br />

kontinu pada I. Jika α < β bilangan-bilangan dalam I sedemikian sehingga f(α) < 0 <<br />

f(β) (atau sedemikian sehingga f(α) > 0 > f(β)), maka terdapat bilangan c∈(α,β)<br />

sedemikian sehingga f(c) = 0.<br />

Analisis Real I 167


Aljabar Himpunan<br />

Bukti. Kita asumsikan bahwa f(α) < 0 < f(β). Misalkan I 1 = [α,β] dan γ = ½(α<br />

+ β). Jika f(γ) = 0 kita ambil c = γ dan bukti lengkap. Jika f(γ) > 0 kita tetapkan α 2 =<br />

α, β 2 = γ, sedangkan jika f(γ) < 0 kita tetapkan α 2 = γ, β 2 = β. Dalam kasus apapun,<br />

kita tetapkan I 2 = [α 2 ,β 2 ], dimana f(α 2 ) < 0 dan f(β 2 ) > 0. Kita lanjutkan proses biseksi<br />

ini.<br />

Anggaplah bahwa kita telah mempunyai interval-interval I 1 , I 2 , …, I k = [α k ,β k ]<br />

yang diperoleh dengan biseksi secara berturut-turut dan sedemikian sehingga f(α k ) < 0<br />

dan f(β k ) > 0. Misalkan γ k = ½(α k + β k ). Jika f(γ k ) = 0 kita ambil c = γ k dan bukti<br />

lengkap. Jika f(γ k ) > 0 kita tetapkan α k+1 = α k , β k+1 = γ k , sedangkan jika f(γ k ) < 0 kita<br />

tetapkan α k+1 = γ k , β k+1 = β k . Dalam kasus apapun, kita tetapkan I k+1 = [α k+1 ,β k+1 ],<br />

dimana<br />

f(α k+1 ) < 0 dan f(β k+1 ) > 0.<br />

Jika proses ini diakhiri dengan penetapan suatu titik γ n sedemikian sehingga f(γ n ) =0,<br />

pembuktian selesai. Jika proses ini tidak berakhir, kita memperoleh suatu barisan<br />

nested dari interval-interval tutup I n = [α n ,β n ], n∈N. Karena interval-interval ini<br />

diperoleh dengan biseksi berulang, kita mempunyai β n - α n = (β - α)/2 n – 1 . Mengikuti<br />

Sifat Interval Nested 2. 6.1 bahwa terdapat suatu titik c dalam I n untuk semua n∈N.<br />

Karena α n ≤ c ≤ β n untuk semua n∈N, kita mempunyai 0 ≤ c - α n ≤ β n - α n = (β -<br />

α)/2 n – 1 , dan 0 ≤ β n – c ≤ β n - α n = (β - α)/2 n – 1 . Dari sini diperoleh bahwa c = lim<br />

(α n ) dan c = lim (β n ). Karena f kontinu pada c, kita mempunyai<br />

lim (f(α n )) = f(c) = lim (f(β n )).<br />

Karena f(β n ) ≥ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti Teorema 3.2.4 bahwa f(c) = lim<br />

(f(β n )) ≥ 0. Juga Karena f(α n ) ≤ 0 untuk semua n∈N, maka mengikuti hasil yang sama<br />

(gunakan –f) bahwa f(c) = lim (f(α n )) ≤ 0. Oleh karena itu kita mesti mempunyai f(c) =<br />

0. Akibatnya c merupakan akar dari f.<br />

Hasil berikut adalah generalisasi dari teorema sebelumnya. Ini menjamin<br />

bahwa suatu fungsi kontinu pada suatu interval memuat sejumlah bilangan yang masuk<br />

diantara dua nilainya.<br />

Analisis Real I 168


Pendahuluan<br />

5.3.6 Teorema Nilai Antara Bolzano Misalkan I suatu interval dan f : I →<br />

R kontinu pada I. Jika a, b∈I dan jika k∈R memenuhi f(a) < k < f(b), maka terdapat<br />

suatu titik c∈I antara a dan b sedemikian sehingga f(c) = k.<br />

Bukti. Anggaplah a < b dan misalkna g(x) = f(x) – k; maka g(a) < 0 < g(b).<br />

Menurut Teorema Lokasi Akar 5.3.5 terdapat suatu titik c dengan a < c < b<br />

sedemikian sehingga 0 = g(c) = f(c) – k. Oleh karena itu f(c) = k.<br />

Jika b < a, misalkan h(x) = k – f(x) dengan demikian h(b) < 0 < h(a). Oleh<br />

karena itu terdapat titik c dengan b < c < a sedemikian sehingga 0 = h(c) = k – f(c),<br />

dari sini f(c) = k.<br />

5.3.7 Akibat Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan<br />

pula f : I → R kontinu pada I. Jika k∈R sebarang bilangan yang memenuhi<br />

inf f(I) ≤ k ≤ sup f(I)<br />

maka terdapat suatu bilangan c∈I sedemikian sehingga f(c) = k.<br />

Bukti. Ini mengikut pada Teorema MaksimumMinimum 5.3.4 bahwa terdapat<br />

titik-titik c * dan c * dalam I sedemikian sehingga<br />

inf f(I) = f(c * ) ≤ k ≤ f(c * ) = sup f(I).<br />

Sekarang kesimpulan mengikut pada Teorema 5.3.6.<br />

Teorema berikut ini meringkaskan hasil utama dari pasal ini. Teorema ini<br />

menyatakan bahwa peta dari suatu interval tertutup dan terbatas dibawah suatu fungsi<br />

kontinu juga interval tertutup dan terbatas. Titik-titik ujung dari interval peta adalah<br />

nilai maksimum mutlak dan minimum mutlak dari fungsi, dan pernyataan bahwa semua<br />

nilai antara nilai maksimum dan nilai minimum masuk dalam interval peta<br />

adalah suatu cara dari pertimbangan Teorema Nilai Antara Bolzano.<br />

5.3.8 Misalkan I = [a,b] suatu interval tutup dan terbatas. Misalkan pula f : I<br />

→ R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) = {f(x) : x∈I} adalah interval tutup dan terbatas.<br />

Analisis Real I 169


Aljabar Himpunan<br />

Bukti. Jika kita memisalkan m = inf f(I) dan M = sup f(I), maka mengetahui<br />

dari Teorema Maksimum-Minimum 5.3.4 bahwa m dan M masuk dalam f(I). Selain<br />

itu, kita mempunyai f(I) ⊆ [m,M]. Di pihak lain, jika k sebarang unsur dari [m,M],<br />

maka menurut Teotema Akibat sebelumnya bahwa terdapat suatu titik c∈I sedemikian<br />

sehingga k = f(c). Dari sini, k∈f(I) dan kita menyimpulkan bahwa [m,M]⊆f(I). Oleh<br />

M<br />

f(b)<br />

f(a)<br />

GAMBAR 5.3.3 f(I) = [m,M]<br />

Catatan. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R kontinu pada I, kita mempunyai<br />

bukti bahwa f(I) adalah interval [m,M]. Kita tidak mempunyai bukti (dan itu<br />

tidak selalu benar) bahwa f(I) adalah interval [f(a),f(b)]. (ihat Gambar 5.3.3.)<br />

Teorema sebelumnya adalah suatu teorema “pengawetan” dalam pengertian,<br />

teorema ini menyatakan bahwa peta kontinu dari suatu interval tutup dan terbatas<br />

adalah himpunan yang bertipe sama. Teorema berikut memperluas hasil ini untuk interval<br />

secara umum. Akan tetapi, akan dicatat bahwa meskipun peta kontinu dari<br />

suatu interval adalah juga suatu interval, tidak benar bahwa interval peta perlu mempunyai<br />

bentuk sama seperti interval domain. Sebagai contoh, peta kontinu dari interm<br />

a<br />

x *<br />

x *<br />

b<br />

karena itu, f(I) adalah interval [m,M].<br />

Analisis Real I 170


Pendahuluan<br />

val buka tidak perlu suatu interval buka, dan peta kontinu dari suatu interval tertutup<br />

tak terbatas tidak perlu interval tertutup. Memang, jika f(x) = 1/(x 2 + 1) untuk xεR,<br />

maka f kontinu pada R [lihat Contoh 5.2.4(b)]. Mudah untuk melihat bahwa jika I 1 =<br />

(-1,1), maka f(I 1 ) = (½,1], yang mana bukan suatu interval buka. Juga, jika I 2 = [0,∞),<br />

maka f(I 2 ) = (0,1] yang mana bukan interval tutup. (Lihat Gambar 5.3.4.)<br />

Untuk membuktikan Teorema Pengawetan Interval 5.3.10, kita perlu lemma<br />

pencirian interval berikut.<br />

GAMBAR 5.3.4 Grafik fungsi f(x) = 1/(x 2 + 1) (x∈R)<br />

5.3.9 Lemma Misalkan S⊆R suatu himpunan tak kosong dengan sifat<br />

(*) jika x,y∈S dan x < y, maka [x,y]⊆S.<br />

Maka S suatu interval.<br />

Bukti. Kita akan menganggap bahwa S mempunyai sekurang-kurangnya dua<br />

titik. Terdapat empat kasus untuk diperhatikan : (i) S terbatas, (ii) S terbatas diatas<br />

tetapi tidak terbatas dibawah, (iii) ) S terbatas dibawah tetapi tidak terbatas diatas, dan<br />

(iv) S tidak terbatas baik diatas maupun dibawah.<br />

(i) Misalkan a = inf S dan b = sup S. Jika s∈S maka a ≤ s ≤ b dengan<br />

demikian s∈[a,b]; karena s∈S sebarang, kita simpulkan bahwa S⊆[a,b].<br />

Dipihak lain kita claim bahwa (a,b)⊆S. Karena jika z∈(a,b), maka z bukan<br />

suatu batas bawah dari S dengan demikian terdapat x∈S dengan x < z. Juga z ukan<br />

Analisis Real I 171


Aljabar Himpunan<br />

suatu batas atas darin S dengan demikian terdapat y∈S dengan z < y. Akibatnya,<br />

z∈[x,y] dan sifat (*) mengakibatkan z∈[x,y]⊆S. Karena z unsur sebarang dalam (a,b),<br />

maka disimpulkan bahwa (a,b) ⊆ S.<br />

Jika a∉S dan b∉S, maka kita mempunyai S = (a,b); jika a∉S dan b∈S kita<br />

mempunyai S = (a,b]; jika a∈S dan b∉S kita mempunyai S = [a,b); dan jika a∈S dan<br />

b∈S kita mempunyai S = [a,b].<br />

(ii) Misalkan b = sup S. Jika s∈S maka s ≤ b dengan demikian kita mesti<br />

mempunyai S⊆(-∞,b]. Kita claim bahwa (-∞,b)⊆S. Karena, jika z∈(-∞,b), argumen<br />

yang diberikan (i) mengakibatkan terdapat x,y∈S sedemikian sehingga [x,y]⊆S. Oleh<br />

karena itu (-∞,b)⊆S.<br />

Jika b∉S, maka kita mempunyai S = (-∞,b); jika b∈S, maka kita mempunyai S<br />

= (-∞,b].<br />

(iii) Misalkan a = inf S dan memperlihatkan seperti dalam (ii). Dalam kasus<br />

ini kita mempunyai S = (a,∞) jika a∉S, dan S = [a,∞) jika a∈S.<br />

(iv)<br />

Jika z∈R, maka argumen yang diberikan pada (i) mengakibatkan<br />

bahwa terdapat x,y∈S sedemikian sehingga z∈[x,y]⊆S. Oleh karena itu R⊆S, dengan<br />

demikian S = (-∞,∞).<br />

Jadi, dalam semua kasus, S merupakan suatu interval.<br />

5.3.10 Teorema Pengawetan Interval Misalkan I suatu interval dan f : I →<br />

R kontinu pada I. Maka himpunan f(I) merupakan suatu interval.<br />

Bukti. Misalkan α,β∈f(I) dengan α < β; maka terdapat titik-titik a,b∈I<br />

sedemikian sehingga α = f(a) dan β = f(b). Selanjutnya, menurut Teorema Nilai<br />

Antara Bolzano 5.3.6 bahwa jika k∈(α,β) maka terdapat suatu c∈I dengan k =<br />

f(c)∈f(I). Oleh karena itu [α,β]⊆f(I), meninjukkan bahwa f(I) memiliki sifat (*) pada<br />

lemma sebelumnya. Oleh karena itu f(I) merupakan suatu interval.<br />

Analisis Real I 172


Latihan-latihan<br />

Pendahuluan<br />

1. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu sedemikian sehingga f(x) > 0 untuk<br />

setiap x∈I. Buktikan bahwa terdapat suatu α > 0 sedemikian sehingga f(x) ≥ α untuk semua<br />

x∈I.<br />

2. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R dan g : I → R fungsi kontinu pada I. Tunjukkan bahwa<br />

himpunan E = {x∈I : f(x) = g(x)} mempunyai sifat bahwa jika (x n )⊆E dan x n → x 0 , maka<br />

x 0 ∈E.<br />

3. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I sedemikian sehingga untuk setiap<br />

x dalam I terdapat y dalam I sedemikian sehingga ⎪f(y)⎪ ≤ ½⎪f(x)⎪. Buktikan bahwa terdapat<br />

suatu titik c dalam I sedemikian sehingga f(c).<br />

4. Tunjukkan bahwa setiap polinomial derajat ganjil dengan koefisien <strong>real</strong> mempunyai paling<br />

sedikit akar <strong>real</strong>.<br />

5. Tunjukkan bahwa polinomial p(x) = x 4 + 7x 3 – 9 mempunyai paling sedikit dua akar <strong>real</strong>.<br />

Gunakan kalkulator untuk menemukan akar-akar ini hingga dua tempat desimal.<br />

6. Misalkan f kontinu pada interval [0,1] ke R dan sedemikian sehingga f(0) = f(1). Buktikan<br />

bahwa terdapat suatu titik c dalam [0,½] sedemikian sehingga f(c) = f(c + ½). [Petunjuk<br />

: Pandang g(x) = f(x) – f(x +½).] Simpulkan bahwa , sebarang waktu, terdapat titiktitik<br />

antipodal pada equator bumi yang mempunyai temperatur yang sama.<br />

7. Tunjukkan bahwa persamaan x = cos x mempunyai suatu solusi dalam interval [0,π/2].<br />

Gunakan prosedur biseksi dalam pembuktian Teorema Pencarian Akar dan kalkulator untuk<br />

menemukan suatu solusi oproksimasi dari persamaan ini, teliti sampai dua tempat desimal.<br />

8. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R fungsi kontinu pada I dan misalkan f(a) < 0, f(b) > 0.<br />

Misalkan pula W = {x∈I : f(x) < 0}, dan w = sup W. Buktikan bahwa f(w) = 0. (Ini<br />

memberikan suatu alternatif pembuktian Teorema 5.3.5.)<br />

9. Misalkan I = [0,π/2], dan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = sup {x 2 ,cos x} untuk x∈I.<br />

Tunjukkan terdapat suatu titik minimum mutlak x 0 ∈I untuk f pada I. Tunjukkan bahwa x 0<br />

merupakan suatu solusi untuk persamaan cos x = x 2 .<br />

10. Andaikan bahwa f : R → R kontinu pada R dan bahwa lim f = 0 dan lim f = 0.<br />

x→−∞<br />

Buktikan bahwa f terbatas pada R dan mencapai maksimum atau minimum pada R.<br />

x→∞<br />

Analisis Real I 173


Aljabar Himpunan<br />

Berikan contoh untuk menunjukkan bahwa maksimum dan minimum, keduanya, tidak<br />

perlu dicapai.<br />

11. Misalkan f : R → R kontinu pada R dan β∈R. Tunjukkan bahwa jika x 0 ∈R sedemikian<br />

sehingga f(x 0 ) < β, maka terdapat suatu lingkungan-δ U dari x 0 sedemikian sehingga f(x)<br />

< β untuk semua x∈U.<br />

12. Ujilah bahwa interval-interval buka [atau, tutup] dipertakan oleh f(x) = x 2 untuk x∈R<br />

pada interval-interval buka [atau, tutup].<br />

13. Ujilah pemetaan dari interval-interval buka [atau, tutup] dibawah fungsi-fungsi g(x) =<br />

1/(x 2 + 1) dan h(x) = x 3 untuk x∈R.<br />

14. Jika f : [0,1] → R kontinu dan hanya mempunyai nilai-nilai rasional [atau, nilai-nilai<br />

irasional], mesti f fungsi konstan.<br />

15. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R suatu fungsi (tidak perlu kontinu) dengan sifat bahwa<br />

untuk setiap x∈I, fungsi f terbatas pada suatu lingkungan ( x)<br />

V<br />

x<br />

δ<br />

dari x (dalam pengertian<br />

pada Definisi 4.2.1). Buktikan bahwa f terbatas pada I.<br />

16. Misalkan J = (a,b) dan g : J → R fungsi kontinu dengan sifat bahwa untuk setiap x∈J,<br />

fungsi g terbatas pada suatu lingkungan ( x)<br />

terbatas pada J.<br />

V<br />

x<br />

δ<br />

dari x. Tunjukkan bahwa g tidak perlu<br />

PASAL 5.4 Kekontinuan Seragam<br />

Misalkan A⊆R dan f : A → R. Telah dilihat pada Teorema 5.1.3 bahwa pernyataan-pernyataan<br />

berikut ini ekivalen :<br />

(i) f kontinu pada setiap titik u∈A;<br />

(ii) diberikan ε > 0 dan u∈A, terdapat δ(ε,u) > 0 sedemikian sehingga untuk<br />

semua x∈A dan ⎪x - u⎪ < δ(ε,u), maka ⎪f(x) – f(u)⎪ < ε.<br />

Suatu hal kita ingin menekankan disini bahwa, secara umum, δ bergantung pada ε ><br />

0 dan u∈A. Fakta bahwa δ bergantung pada u adalah suatu refleksi bahwa fungsi f<br />

dapat diubah nilai-nilainya dengan cepat dekat titik-titik tertentu dan dengan lambat<br />

dekat dengan nilai-nilai lain. [Sebagai contoh, pandang f(x) = sin(1/x) untuk x > 0;<br />

lihat Gambar 4.1.3.]<br />

Analisis Real I 174


Pendahuluan<br />

Sekarang, sering terjadi bahwa fungsi f sedemikian sehingga δ dapat dipilih<br />

tidak bergantung pada titik u∈A dan hanya bergantung pada ε. Sebagai contoh, jika<br />

f(x) = 2x untuk semua x∈R, maka<br />

⎪f(x) – f(u)⎪ = 2⎪x - u⎪,<br />

dan dengan demikian kita dapat memilih δ(ε,u) = ε/2 untuk semua ε > 0, u∈R (Mengapa?)<br />

Di pihak lain jika kita memandang g(x) = 1/x unuk x∈A {x∈R : x > 0}, maka<br />

(1) g(x) – g(u) =<br />

u − x .<br />

ux<br />

Jika u∈A diberikan dan jika kita memilih<br />

(2) δ(ε,u) = inf {½u, ½u 2 ε},<br />

maka jika ⎪x - u⎪ < δ(ε,u) kita mempunyai ⎪x - u⎪ < ½u dengan demikian ½u < x <<br />

3<br />

u, dimana berarti bahwa 1/x < 2/u. Jadi, jika ⎪x - u⎪ < ½u, ketaksamaan (1)<br />

2<br />

menghasilkan ketaksamaan<br />

(3) ⎪g(x) – g(u)⎪ ≤ (2/u 2 )⎪x - u⎪.<br />

Akibatnya, jika ⎪x - u⎪ < δ(ε,u), ketaksamaan (3) dan definisi (2) mengakibatkan<br />

⎪g(x) – g(u)⎪ < (2/u 2 )(½u 2 ε) = ε<br />

Kita telah melihat bahwa pemilihan δ(ε,u) oleh formula (2) “works” dalam pengertian<br />

bahwa pemilihan itu memungkinkan kita untuk memberikan nilai δ yang akan menjamin<br />

bahwa ⎪g(x) – g(u)⎪ < ε apabila ⎪x - u⎪ < δ dan x,u∈A. Kita perhatikan bahwa<br />

nilai δ(ε,u) yang diberikan pada (2) tidak memunculkan satu nilai δ(ε) > 0 yang akan<br />

“work” untuk semua u > 0 secara simultan, karena inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.<br />

Analisis Real I 175


Aljabar Himpunan<br />

GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)<br />

Suatu tanda bagi pembaca akan mempunyai pengamatan bahwa terdapat pilihan<br />

lain yang dapat dibuat untuk δ. (Sebagai contoh kita juga dapat memilih δ 1 (ε,u) =<br />

inf{ 31<br />

u, 32<br />

u 2 ε}, sebagaimana pembaca dapat tunjukkan; akan tetapi kita masih mempunyai<br />

inf{δ(ε,u) : u > 0} = 0.) Kenyataannya, tidak ada cara pemilihan satu nilai δ<br />

yang akan “work” untuk semua u > 0 untuk fungsi g(x) = 1/x, seperti kita akan lihat.<br />

Situasi di atas diperlihatkan secara grafik dalam Gambar 5.4.1 dan 5.4.2 dimana,<br />

untuk lingkungan-ε yang diberikan sekitar f(2) = ½ dan f(½) = 2, sesuai dengan<br />

nilai maksimum dari δ terlihat sangat berbeda. Seperti u menuju 0, nilai δ yang<br />

diperbolehkan menuju 0.<br />

5.4.1 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Kita katakan f kontinu<br />

seragam pada A jika untuk setiap ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika<br />

x,u∈A sebarang bilangan yang memenuhi ⎪x - u⎪ < δ(ε), maka ⎪f(x) – f(u)⎪ < ε.<br />

Ini jelas bahwa jika f kontinu seragam pada A, maka f kontinu seragam pada<br />

setiap titk dalam A. Akan tetapi, secara umum konversnya tidak berlaku, sebagaimana<br />

telah ditunjukkan oleh fungsi g(x) = 1/x pada himpunan A = {x∈R : x > 0}.<br />

Pengertian di atas berguna untuk memformulasi syarat ekuivalensi untuk<br />

mengatakan bahwa f tidak kontinu seragam pada A. Kita akan memberikan kriteria<br />

demikian dalam hasil berikut, ditinggalkan pembuktiannya seagai latihan bagi pembaca.<br />

5.4.2 Kriteria Kekontinuan tidak Seragam Misalkan A⊆R dan f : A →<br />

R. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini ekuivalen :<br />

(i) f tidak kontinu seragam pada A;<br />

(ii) Terdapat ε 0 > 0 sedemikian sehingga untuk setiap δ > 0 terdapat titiktitik<br />

x δ , u δ dalam A sedemikian sehingga ⎪x δ - u δ ⎪ < δ dan ⎪f(x δ ) – f(u δ )⎪ ≥ ε 0 .<br />

Analisis Real I 176


Pendahuluan<br />

(iii) Terdapat ε 0 > 0 dan dua barisan (x n ) dan (u n ) dalam A sedemikian sehingga<br />

lim (x n – u n ) = 0 dan ⎪f(x n ) – f(u n )⎪ ≥ ε 0 untuk semua n∈N.<br />

Kita dapat menggunakan hasil ini untuk menunjukkan bahwa g(x) = 1/x kontinu<br />

tidak seragam pada A = {x∈R : x > 0}. Karena, jika x n = 1/n dan u n = 1/(n + 1),<br />

maka kita mempunyai lim (x n – u n ) = 0, tetapi ⎪g(x) – g(u)⎪ = 1 untuk semua n∈N.<br />

GAMBAR 5.4.1 g(x) = 1/x (x > 0)<br />

Sekarang kita menyajikan suatu hasil penting yang menjamin bahwa suatu<br />

fungsi kontinu pada interval tertutup dan terbatas I adalah kontinu seragam pada I.<br />

5.4.3 Teorema Kekontinuan Seragam Misalkan I suatu interval tutup dan<br />

terbatas dan f : I → R kontinu pada I. Maka f kontinu seragam pada I.<br />

Bukti. Jika f tidak kontinu seragam pada I maka menurut hasil sebelumnya,<br />

terdapat ε 0 > 0 dan dua barisan (x n ) dan (u n ) dalam A sedemikian sehingga ⎪x n - u n ⎪ <<br />

1/n dan ⎪f(x n ) – f(u n )⎪ > ε 0 untuk semua n∈N. Karena I terbatas, barisan (x n ) terbatas;<br />

menurut Teorema Bolzano-Weierstrass 3.4.7 terdapat subbarisan ( x<br />

nk<br />

) dari (x n ) yang<br />

konvergen ke suatu unsur z. Karena I tertutup, limit z masuk dalam I, menuurt Teorema<br />

3.2.6. Ini jelas bahwa subbarisan yang bersesuaian ( u ) juga konvergen ke z,<br />

karena<br />

nk<br />

Analisis Real I 177


Aljabar Himpunan<br />

⎪un<br />

k<br />

- z⎪ ≤ ⎪un<br />

k<br />

- xn<br />

⎪ + ⎪ x<br />

k<br />

n k<br />

- z⎪.<br />

Sekarang jika f kontinu pada titik z, maka barisan (f(x n )) dan (f(u n )) mesti<br />

konvergen ke f(z). Akan tetapi ini tidak mungkin karena<br />

⎪f(x n ) – f(u n )⎪ ≥ ε 0<br />

untuk semua n∈N. Jadi hipotesis bahwa f tidak kontinu seragam pada interval tutup<br />

dan terbatas I mengakibatkan f tidak kontinu pada suatu titik z∈I. Akibatnya, jika f<br />

kontinu pada setiap titik dalam I, maka f kontinu seragam pada I.<br />

Fungsi-fungsi Lipschitz<br />

Jika suatu fungsi kontinu seragam diberikan pada suatu himpunan yang merupakan<br />

interval tidak tertutup dan terbatas, maka kadang-kadang sulit untuk menunjukkan<br />

kekontinuan seragamnya. Akan tetapi, terdapat suatu syarat yang selalu terjadi<br />

yang cukup untuk menjamin kekontinuan secara seragam.<br />

5.4.4 Definisi Misalkan A⊆R dan f : A → R. Jika terdapat suatu konstanta<br />

K > 0 sedemikian sehingga<br />

⎪f(x) – f(u)⎪ ≤ K⎪x - u⎪<br />

untuk semua x,u∈A, maka f dikatakan fungsi Lipschitz (atau memenuhi syarat<br />

Lipschitz) pada A.<br />

Syarat bahwa suatu fungsi f : I → R pada suatu interval I adalah fungsi<br />

Lipschitz dapat diinterpretasi secara geometri sebagai berikut. Jika kita menuliskan<br />

syaratnya sebagai<br />

f<br />

( x) − f ( u)<br />

x − u<br />

≤ K, x,u∈I, x ≠ u,<br />

maka kuantitas dalam nilai mutlak adalah kemiringan segmen garis yang melalui titiktitik<br />

(x,f(x)) dan (u,f(u)). Jadi, suatu fungsi f memenuhi syarat Lipschitz jika dan<br />

hanya jika kemiringan dari semua segmen garis yang menghubungkan dua titik pada<br />

grafik y = f(x) pada I terbatas oleh suatu K.<br />

5.4.5 Teorema Jika f : A → R suatu fungsi Lipschitz, maka f kontinu<br />

seragam pada A.<br />

Analisis Real I 178


Pendahuluan<br />

Bukti. Jika syarat Lipschitz dipenuhi dengan konstanta K, maka diberikan ε ><br />

0 sebarang, kita dapat memilih δ = ε/K. Jika x,u∈A dan memenuhi ⎪x - u⎪ < δ, maka<br />

⎪f(x) – f(u)⎪ < K(ε/K) = ε<br />

Oleh karena itu, f kontinu seragam pada A.<br />

5.4.6 Contoh-contoh (a) Jika f(x) = x 2 pada A = [0,b], dimana b suatu konstanta<br />

positif, maka<br />

⎪f(x) – f(u)⎪ = ⎪x + u⎪⎪x -u⎪ ≤ 2b⎪x - u⎪<br />

untuk semua x,u dalam [0,b]. Jadi f memenuhi syarat Lipschitz dengan konstanta K =<br />

2b pada A, dan oleh karena itu f kontinu seragam pada A. Tentu saja, karena fkontinu<br />

pada A yang merupakan interval tertutup dan terbatas, ini dapat juga disimpulkan dari<br />

Teorema Kekontinuan Seragam. (Perhatikan bahwa f tidak memenuhi kondisi<br />

Lipschitz pada interval [0,∞).)<br />

(b) Tidak semua fungsi yang kontinu seragam merupakan fungsi Lipschitz.<br />

Misalkan g(x) = x untuk x dalam interval tertutup dan terbatas I = [0,2]. Karena g<br />

kontinu pada I, maka menurut Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3, g kontinu<br />

seragam pada I. Akan tetapi, tidak terdapat bilaknagn K > 0 sedemikian sehingga<br />

⎪g(x)⎪ ≤ K⎪x⎪ untuk semua x∈I. (Mengapa tidak?) Oleh karena itu, g bukan suatu<br />

fungsi Lipschitz pada I.<br />

(c) Teorema Kekontinuan Seragam dan Teorema 5.4.5 kadang-kadang dapat<br />

dikombinasikan untuk memperlihatkan kekontinuan seragam dari suatu fungsi pada<br />

suatu himpunan. Kita pandang g(x) = x pada himpunan A = [0,∞). Kekontinuan<br />

seragam dari g pada interval I = [0,2] mengikuti Teorema Kekontinuan Seragam<br />

seperti dicatat dalam (b). Jika J = [1,∞), maka jika x dan u dalam J, kita mempunyai<br />

⎪g(x) – g(u)⎪ = ⎪ x - u ⎪ =<br />

x − u ≤ ½⎪x - u⎪<br />

x + u<br />

Jadi g suatu fungsi Lipschitz pada J dengan konstanta K = ½, dan dari sini menurut<br />

Teorema 5.4.5, g kontinu seragam pada [1,∞). Karena A = I∪J, ini berarti [dengan<br />

pemilihan δ(ε) = inf{1,δ I (ε),δ J (ε)}] bahwa g kontinu seragam pada A. Kita tinggalkan<br />

detailnya untuk pembaca.<br />

Analisis Real I 179


Aljabar Himpunan<br />

Teorema Perluasan Kontinu<br />

Kita telah melihat fungsi yang kontinu tapi tidak kontinu seragam pada interval<br />

buka; sebagai contoh, fungsi f(x) = 1/x pada interval (0,1). Di pihak lain, dengan<br />

Teorema Kekontinuan Seragam, suatu fungsi yang kontinu pada interval tutup dan<br />

terbatas selalu kontinu seragam. Dengan demikian muncul pertanyaan: Syarat apa<br />

yang diperlukan suatu fungsi untuk kontinu seragam pada suatu interval buka? Jawabannya<br />

menampakkan kekuatan dari kekontinuan seragam, karena akan ditunjukkan<br />

bahwa suatu fungsi pada (a,b) kontinu seragam jika dan hanya jika dapat didefinisikan<br />

pada titik-titik ujung untuk menghasilkan suatu fungsi yang kontinu pada interval<br />

tertutup. Pertama=tama kita akan menunjukkan suatu hasil sebagai teorema berikut.<br />

5.4.7 Teorema Jika f : A → R kontinu seragam pada suatu A⊆R dan jika<br />

(x n ) barisan Cauchy dalam A, maka (f(x n )) barisan Cauchy dalam R.<br />

Bukti. Misalkan (x n ) barisan Cauchy dalam A, dan ε > 0 diberikan. Pertamatama<br />

pilih δ > 0 sedemikian sehingga jika x,u dalam A memenuhi ⎪x - u⎪ < δ, maka<br />

⎪f(x) – f(u)⎪ < ε. Karena (x n ) barisan Cauchy, maka terdapat H(δ) sedemikian sehingga<br />

⎪x n - x m ⎪ < δ untuk semua n,m > H(δ). Dengan pemilihan δ, ini mengakibatkan<br />

bahwa untuk n,m > H(δ), kita mempunyai ⎪f(x n ) – f(x m )⎪ < ε. Oleh karena itu barisan<br />

(f(x n )) barisan Cauchy.<br />

Hasil di atas memberikan kita suatu cara alternatif dalam melihat bahwa f(x) =<br />

1/x tidak kontinu seragam pada (0,1). Kita perhatikan bahwa barisan yang diberikan<br />

oleh x n = 1/n dalam (0,1) merupakan barisan Cauchy, tetapi barisan petanya, dimana<br />

f(x n ) = n untuk semua n∈N bukan barusan Cauchy.<br />

5.4.8 Teorema Perluasan Kontinu Suatu fungsi f kontinu seragam pada<br />

interval (a,b) jika dan hanya jika f dapat didefinisikan pada titik-titik ujung a dan b<br />

sedemikian sehingga fungsi perluasannya kontinu pada [a,b].<br />

Bukti. Suatu fungsi yang kontinu seragam pada [a,b] tentu saja kontinu pada<br />

(a,b), dengan demikian kita hanya perlu membuktikan implikasi sebaliknya.<br />

Analisis Real I 180


Pendahuluan<br />

Misalkan f kontinu seragam pada (a,b). Kita akan menunjukkan bagaimana<br />

memperluas f ke a; argumen untuk b dilakukan dengan cara yang sama. Ini dilakukan<br />

dengan menunjukkan bahwa lim f ( x)<br />

x→c<br />

= L ada, dan ini diselesaikan dengan penggunaan<br />

Kriteria Sekuensial untuk limit. Jika (x n ) barisan dalam (a,b) dengan lim (x n )<br />

= a, maka barisan ini barisan Cauchy, dan dengan demikian konvergen menurut Teorema<br />

3.5.4. Jadi lim (f(x n )) = L ada. Jika (u n ) sebarang barisan lain dalam (a,b) yang<br />

konvergen ke a, maka lim (u n - x n ) = a – a = 0, dengan demikian oleh kekontinuan<br />

seragam dari f kita mempunyai<br />

Lim (f(u n )) = lim (f(u n ) – f(x n )) + lim (f(x n ))<br />

= 0 + L = L.<br />

Karena kita memperoleh nilai L yang sama untuk sebarang barisan yang konvergen ke<br />

a, maka dari Kriteria Sekuensial untuk limit kita menyimoulkan bahwa f mempunyai<br />

limit L pada a. Argumen yang sama digunakan untuk IbI, dengan demikian kita simpulkan<br />

bahwa f mempunyai perluasan kontinu untuk interval [a,b].<br />

Karena lim dari f(x) = sin(1/x) pada 0 tidak ada,<br />

kita menegaskan dari Teorema Perluasan Kontinu bahwa fungsi ini tidak kontinu<br />

seragam pada (0,b] untuk sebarang b > 0. Di pihak lain, karena xsin( 1 x)<br />

lim<br />

x → 0<br />

= 0 ada,<br />

maka fungsi g(x) = x sin (1/x) kontinu seragam pada (0,b) untuk semua b > 0.<br />

Aproksimasi<br />

Dalam banyak aplikasi adalah penting untuk dapat<br />

mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan suatu fungsi yang memiliki sifat-sifat<br />

dasar. Meskipun terdapat variasi definisi yang dapat digunakan untuk membuat kata<br />

“aproksimasi” lebih tepat, satu diantaranya yang sangat alami (dan juga salah satu<br />

yang terpenting) adalah memaksa bahwa setiap titik dari domain yang diberikan,<br />

fungsi aproksimasinya akan tidak berbeda dari fungsi yang diberikan dengan lebih<br />

kecil dari kesalahan yang ditentukan.<br />

Analisis Real I 181


Aljabar Himpunan<br />

5.4.9 Definisi Misalkan I⊆R suatu interval dan s<br />

: I → R. Maka s dinamakan fungsi tangga jika s hanya mempunyai sejumlah hingga<br />

nilai-nilai yang berbeda, setiap nilai diberikan pada satu atau lebih interval dalam I.<br />

oleh<br />

Sebagai contoh, fungsi s : [-2,4] → R didefinisikan<br />

⎧ 0,<br />

⎪<br />

⎪<br />

1,<br />

1<br />

⎪ ,<br />

2<br />

s(x) = ⎨<br />

⎪ 3,<br />

⎪−<br />

2,<br />

⎪<br />

⎩ 2,<br />

- 2<br />

≤ x < 1,<br />

-1 ≤ x < 0,<br />

0 < x <<br />

1<br />

2<br />

1<br />

2<br />

≤ x < 1,<br />

,<br />

1 ≤ x ≤ 3,<br />

3 < x ≤ 4,<br />

y<br />

[<br />

(<br />

(<br />

[<br />

[<br />

(<br />

[<br />

[<br />

(<br />

(<br />

x<br />

[<br />

[<br />

merupakan fungsi tangga. (Lihat Gambar 5.4.3)<br />

GAMBAR 5.4.3 Grafik y = s(x)<br />

Analisis Real I 182


Pendahuluan<br />

Sekarang kita akan menunjukkan bahwa suatu<br />

fungsi kontinu pada suatu interval tertutup dan terbatas I dapat diaproksimasi secara<br />

sebarang dengan fungsi tangga.<br />

5.3.10 Teorema Misalkan I interval tertutup dan<br />

terbatas. Misalkan pula f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu<br />

fungsi tangga s ε : I → R sedemikian sehingga ⎪f(x) - s ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈I.<br />

Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam (menurut<br />

Teorema Kekontinuan Seragam 5.4.3), maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat<br />

δ(ε) > 0 sedemikian sehingga jika x,y∈I dan ⎪x - y⎪ < δ(ε), maka ⎪f(x) – f(y)⎪ < ε.<br />

Misalkan I = [a,b] dan m∈N cukup besar dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε).<br />

Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m interval saling lepas yang panjangnya h;<br />

yaitu I 1 = [a,a+h], dan I k = (a+(k-1)h,a+kh] untuk k = 2, … ,m. Karena panjang setiap<br />

subinterval I k adalah h < δ(ε), maka selisih antara dua nilai dari f dalam I k lebih kecil<br />

dari ε. Sekarang kita definisikan<br />

(4) s ε (x) = f(a + kh) untuk x∈I k , k = 1, … ,m,<br />

dengan demikian s ε adalah konstanta pada setiap interval I k . (Kenyataannya bahwa<br />

nilai dari s ε pada I k adalah nilai dari f pada titik ujung dari I k , Lihat Gambar 5.4.4.)<br />

Akibatnya jika x∈I k , maka<br />

⎪f(x) - s ε (x)⎪ = ⎪f(x) - f(a + kh)⎪ < ε.<br />

Oleh karena itu kita mempunyai ⎪f(x) - s ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈I.<br />

Analisis Real I 183


Aljabar Himpunan<br />

GAMBAR 5.4.4 Aproksimasi dengan fungsi tangga<br />

Perhatikan bahwa pembuktian dari teorema sebelumnya<br />

agak lebih dibandingkan dengan pernyataan dalam teorema. Pada kenyataannya<br />

kita telah membuktikan pernyataan berikut.<br />

5.4.11 Akibat Misalkan I = [a,b] interval tutup<br />

dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat bilangan asli m<br />

sedemikian sehingga jika kita membagi I dalam m interval saling lepas I k yang mempunyai<br />

panjang h = (b – a)/m, maka fungsi tangga s ε didefinisikan pada (4) memenuhi<br />

⎪f(x) - s ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈I.<br />

Fungsi tangga merupakan fungsi yang memiliki<br />

karakter dasar, akan tetapi tidak kontinu (kecuali dalam kasus trivial). Karena itu sering<br />

diperlukan sekali untuk mengaproksimasi fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi<br />

kontinu sederhana, bagaimana kita akan menunjukkan bahwa kita dapat mengaproksimasi<br />

fungsi-fungsi kontinu dengan fungsi linear kontinu piecewise (potong demi<br />

potong).<br />

5.4.12 Definisi Misalkan I = [a,b] suatu interval.<br />

Maka suatu fungsi g : I → R dikatakan linear potong demi potong pada I jika I merupakan<br />

gabungan dari sejumlah hingga interval saling lepas I 1 , … I m , sedemikian sehingga<br />

pembatasan dari g untuk setiap interval I k merupakan fungsi linear.<br />

Remark. Jelas bahwa agar suatu fungsi linear potong demi<br />

potong g kontinu pada I, segmen garis yang membentuk grafik g bertemu pada titik-titik ujung dari<br />

subinterval yang berdekatan I k dan I k + 1 k + 1 (k = 1, … , m-1)<br />

Teorema 5.4.13 Misalkan I suatu interval tutup<br />

dan terbatas, dan f : I → R kontinu pada I. Jika ε > 0, maka terdapat suatu fungsi linear<br />

potong-demi-potong kontinu g ε : I → R sedemikian sehingga ⎪f(x) - g ε (x)⎪ < ε<br />

untuk semua x∈I.<br />

Analisis Real I 184


Pendahuluan<br />

Bukti. Karena fungsi f kontinu seragam pada I =<br />

[a,b] maka itu berarti bahwa diberikan ε > 0 terdapat δ(ε) > 0 sedemikian sehingga<br />

jika x,y∈I dan ⎪x - y⎪ < δ(ε), maka ⎪f(x) – f(y)⎪ < ε. Misalkan m∈N cukup besar<br />

dengan demikian h = (b – a)/m < δ(ε). Sekarang kita membagi I = [a,b] ke dalam m<br />

interval saling lepas yang panjangnya h; yaitu I 1 = [a,a + h], dan I k = (a + (k-1)h,a +<br />

kh] untuk k = 2, … ,m. Pada setiap interval I k kita definisikan g ε fungsi linear yang<br />

menghubungkan titik-titik<br />

(a + (k – 1)h,f(a + (k – 1)h) dan (a + kh,f(a<br />

+ kh)).<br />

Maka g ε fungsi linear potong-demi-potong kontinu pada I. Karena, untuk x∈I k nilai<br />

f(x) tidak lebih dari ε dari f(a + (k –1)h) dan f(a + kh), ditinggalkan sebagai latihan<br />

pembaca untuk menunjukkan bahwa ⎪f(x) - g ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈I k ; oleh karena<br />

itu ketaksamaan ini berlaku untuk semua x∈I. (Lihat Gambar 5.4.5.)<br />

GAMBAR 5.4.5 Aproksimasi oleh fungsi linear potong-demi-potong<br />

Kita akan menutup pasal ini dengan mengemukakan<br />

teorema penting dari Weierstrass mengenai aproksimasi fungsi-fungsi kontinu<br />

Analisis Real I 185


Aljabar Himpunan<br />

dengan fungsi polinimial. Seperti diharapkan, agar memperoleh suatu aproksimasi<br />

tidak lebih dari suatu ε > 0 yang ditentukan, kita mesti bersedia untuk menggunakan<br />

polinomial sebarang derajat tinggi.<br />

5.4.14 Teorema Aproksimasi Weierstrass Misalkan<br />

I = [a,b] dan misalkan f : I → R kontinu. Jika ε > 0 diberikan, maka terdapat<br />

suatu fungsi polinimial p ε sedemikian sehingga ⎪f(x) - p ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈I.<br />

Terdapat sejumlah pembuktian dari teorema ini.<br />

Sayangnya, semua pembyktiian itu agak berbelit-belit, atau memakai hasil-hasil yang<br />

belum pada pengerjaan kita. Salah satu pembuktian yang paling elementer berdasarkan<br />

pada teorema berikut yang dikemukakan oleh Serge Bernsteîn, untuk fungsi kontinu<br />

pada [0,1]. Diberikan f : [0,1] → R, Bernsteîn mendefinisikan barisan polinomial<br />

:<br />

k<br />

(5) B n (x) = ∑ f ⎜ ⎟⎜<br />

⎟x<br />

( − x)<br />

n<br />

k = 0<br />

⎛ k ⎞⎛<br />

n⎞<br />

⎝ n ⎠⎝<br />

k ⎠<br />

n−k<br />

1 .<br />

Fungsi polinomial B n , yang didefinisikan dalam (5) dinamakan polinomial Bernsteîn<br />

ke-n untuk f; ini adalah suatu polinomial derajat aling tinggi n dan koefisienkoefisiennya<br />

bergantung pada nilai dari fungsi f pada n + 1 titik<br />

1 2 k<br />

0, , , … , , … ,1,<br />

n n n<br />

dan koefisien-koefisien binomial<br />

⎛ n ⎞ n!<br />

⎜ ⎟ =<br />

⎝k<br />

⎠ k!(<br />

n − k)!<br />

=<br />

n<br />

( n − k) L( n − k + 1)<br />

1⋅<br />

2Lk<br />

5.4.15 Teorema Aproksimasi Bernsteîn Misalkan<br />

f : [0,1] → R fungsi konttinu dan misalkan ε > 0. Terdapat n ε ∈N sedemikian sehingga<br />

jika n ≥ n ε , maka kita mempunyai ⎪f(x) – B n (x)⎪ < ε untuk semua x∈[0,1].<br />

Bukti. Pembuktian Teorema ini diberikan dalam<br />

Elements of Analysis Real, H. 169-172. Disana ditunjukkan bahwa jika δ(ε) > 0<br />

Analisis Real I 186


Pendahuluan<br />

sedemikian sehingga ⎪f(x) – f(y)⎪ < ε untuk semua x,y∈[0,1] dengan ⎪x - y⎪ < δ(ε),<br />

dan jika M ≥ ⎪f(x)⎪ untuk semua x∈[0,1], maka kita dapat memilih<br />

(6) n ε =sup{(δ(ε/2) -4 ,M 2 /ε 2 }.<br />

Menaksir (6) memberikan informasi tentang seberapa besar n yang mesti kita pilih<br />

agar B n mengaproksimasi f tidak melebihi ε.<br />

Teorema Aproksimasi Weierstrass 5.4.14 dapat<br />

diperoleh dari Teorema Aproksimasi Bernsteîn 5.4.15 dengan suatu pengubahan variabel.<br />

Secara khusus, kita ganti f : [a,b] → R dengan fungsi F : [0,1] → R yang didefinisikan<br />

oleh<br />

F(t) = f(a + (b – a)t) untuk t∈[0,1].<br />

Fungsi F dapat diaproksimasi dengan polinmial Bernsteîn untuk F pada interval [0,1],<br />

yang mana selanjutnya menghhasilkan polinomial pada [a,b] yang mengaproksimasi f.<br />

Latihan-latihan<br />

1. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/x kontinu seragam pada himpunan A = [a,∞),<br />

dimana a suatu konstanta positif.<br />

2. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) 1/x 2 kontinu seragam pada A = [1,∞), tetapi tidak<br />

kontinu seragam pada B = (0,∞).<br />

3. Gunakan Kriteria Kekontinuan Tak-Seragam 5.4.2 untuk menunjukkan bahwa<br />

fungsi-fungsi berkut ini tidak kontinu seragam pada himpunan yang diberikan.<br />

(a) f(x) = x 2<br />

A =[0,∞);<br />

(b) g(x) = sin(1/x) B = (0,∞).<br />

4. Tunjukkan bahwa fungsi f(x) = 1/(1 + x 2 ) untuk x∈R kontinu seragam pada R<br />

5. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R, maka f + g juga kontinu<br />

seragam pada A.<br />

6. Tunjukkan bahwa jika f dan g kontinu seragam pada A⊆R dan jika kedua-duanya<br />

terbatas pada A, maka hasil kali fg juga fungsi kontinu seragam.<br />

7. Jika f(x) = x dan g(x) = sin x, tunjukkan bahwa f dan g kontinu seragam pada R,<br />

tetapi hasil kali fg tidak kontinu seragam pada R.<br />

Analisis Real I 187


Aljabar Himpunan<br />

8. Buktikan bahwa jika f dan g masing-masing kontinu seragam pada R maka fungsi<br />

komposisinya f o g juga kontinu seragam pada R.<br />

9. Jika f kontinu seragam pada A⊆R, dan ⎪f(x)⎪ ≥ k > 0 untuk semua x∈A, tunjukkan<br />

bahwa 1/f kontinu seragam pada A.<br />

10. Buktikan bahwa jika f kontinu seragam pada suatu himpunan A⊆R yang terbatas,<br />

maka f terbatas pada A.<br />

11. Jika g(x) = x untuk x∈[0,1], tunjukkan bahwa tidak terdapat suatu konstanta K<br />

sedemikian sehingga ⎪g(x)⎪ ≤ K⎪x⎪ untuk semua x∈[0,1]. Berikan kesimpulan<br />

bahwa g kontinu seragam yang tidak merupakan fungsi Lipschitz pada [0,1].<br />

12. Tunjukkan bahwa jikaf kontinu pada [0,∞) dan kontinu seragam pada [a,∞) untuk<br />

suatu konstanta positif a, maka f kontinu seragam pada [0,∞).<br />

13. Misalkan A⊆R dan f : A → R memiliki difat: untuk setiap ε > 0 terdapat suatu<br />

fungsi g ε : A → R sedemikian sehingga g ε kontinu seragam pada A dan ⎪f(x) -<br />

g ε (x)⎪ < ε untuk semua x∈A. Buktikan bahwa f kontinu seragam pada A.<br />

14. Suatu fungsi f : R → R dikatakan fungsi periodik pada A jika terdapat suatu<br />

bilangan p > 0 sedemikian sehingga f(x + p) = f(x) untuk semua x∈R. Buktikan<br />

bahwa suatu fungsi periodik kontinu pada R adalah terbatas dan kontinu seragam<br />

pada R.<br />

15. Jika f 0 (x) = 1 untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn<br />

untuk f 0 .Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f 0 . [Petunjuk: Teorema<br />

Binomial menyatakan bahwa (a + b) n =<br />

n<br />

∑<br />

k = 0<br />

⎛ n⎞<br />

k<br />

⎜ ⎟a<br />

b<br />

⎝k<br />

⎠<br />

16. Jika f 1 (x) = x untuk x∈[0,1], Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn<br />

untuk f 1 .Tunjukkan bahwa polinomial ini serupa dengan f 1 .<br />

17. Jika f 2 (x) = x 2 untuk x∈(0,1), Hitunglah beberapa polinomial pertama Bernsteîn<br />

untuk f 2 .Tunjukkan bahwa B n (x) = (1 –1/n)x 2 + (1/n)x.<br />

n−k<br />

].<br />

Analisis Real I 188


Pendahuluan<br />

18. Gunakan hasil latihan sebelumnya untuk f 2 , seberapa besarnya n sedemikian sehingga<br />

polinomial Bernsteîn ke-n B n untuk f 2 memenuhi ⎪f 2 (x) – B n (x)⎪ ≤ 0,001<br />

untuk semua x∈[0,1].<br />

Pasal 5.5 Fungsi Monoton dan Fungsi Invers<br />

Ingat kembali bahwa jika A⊆R, maka fungsi f : A → R dikatakan naik pada<br />

A jika untuk setiap x 1 ,x 2 ∈A dengan x 1 ≤ x 2 berlaku f(x 1 ) ≤ f(x 2 ). Fungsi f dikatakan<br />

naik secara murni pada A jika untuk setiap x 1 ,x 2 ∈A dengan x 1 < x 2 berlaku f(x 1 ) <<br />

f(x 2 ). Demikian juga, g : A → R dikatakan turun pada A jika untuk setiap x 1 ,x 2 ∈A<br />

dengan x 1 ≥ x 2 berlaku g(x 1 ) ≥ g(x 2 ). Fungsi g dikatakan turun secara murni pada A<br />

jika untuk setiap x 1 ,x 2 ∈A dengan x 1 > x 2 berlaku g(x 1 ) > g(x 2 ).<br />

Jika suatu fungsi naik atau turun pada A, maka kita katakan fungsi tersebut<br />

monoton pada A. Jika f fungsi naimk murni ayau turun murni pada A, kita katakan<br />

bahwa f monoton murni pada A.<br />

Kita perhatikan bahwa jika f : A → R naik pada A maka g = -f turun pada A;<br />

demikian juga jika ϕ : A → R turun pada A, maka ψ = -ϕ naik pada A.<br />

Dalam pasal ini, kita akan bekerja dengan fungsi-fungsi monoton yang didefinisikan<br />

pada suatu interval I⊆R. Kita akan mendiskusikan fungsi-fungsi naik secara<br />

eksplisit, tetapi itu jelas bahwa terdapat persesuaian hasil untuk fungsi-fungsi turun.<br />

Hasil-hasil ini dapat diperoleh secara langsung dari hasil-hasil untuk fungsi-fungsi<br />

naik atau dibuktikan dengan argumen yang serupa.<br />

Fungsi monoton tidak perlu kontinu. Sebagai cintoh, jika f(x) = 0 untuk<br />

x∈[0,1] dan f(x) = 1 untuk x∈(1,2], maka f merupakan fungsi naik pada [0,1], tetapi<br />

tidak kontinu pada x = 1. Akan tetapi, hasil berikut ini menunjukkan bahwa suatu<br />

fungsi monoton selalu mempunyai limit-limit sepihak baik limit pihak-kiri maupun<br />

pihak-kanan (lihat Definisi 4.3.1) dalam R pada setiap titik yang bukan titik ujung<br />

dari domainnya.<br />

Analisis Real I 189


Aljabar Himpunan<br />

5.5.1 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Andaikan<br />

bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka<br />

(i)<br />

(ii)<br />

lim f = sup{f(x) : x∈I, x < c}<br />

x→c−<br />

lim f = inf{f(x) : x∈I, x > c}<br />

x →c+<br />

Bukti. Pertama-tama kita perhatikan jika x∈I dan x < c, maka f(x) ≤ f(c). Dari<br />

sini himpunan {f(x) : x∈I, x < c}, yang mana tidak kosong karena c bukan titik ujung<br />

dari I, terbatas diatas oleh f(c). Jadi ini menunjukkan bahwa supremumnya ada; kita<br />

simbol dengan L. Jika ε > 0 diberikan, maka L - ε bukan suatu batas atas dari himpunan<br />

ini. Dari sini, terdapat y ε ∈I, y ε < c sedemikian sehingga L - ε < f(y ε ) ≤ L.<br />

Karena f fungsi naik, kita simpulkan bahwa jika δ(ε) = c - y ε dan jika 0 < c – y < δ(ε),<br />

maka ), maka y ε < y < c dengan demikian<br />

L - ε < f(y ε ) ≤ f(y) ≤ L<br />

Oleh karena itu ⏐f(y) - L⏐ < ε bila 0 < c – y < δ(ε). Karena ε > 0 sebarang, kita katakan<br />

bahwa (i) berlaku.<br />

Pembuktian bagian (ii) dilakukan dengan cara serupa.<br />

Hasil berikut memberikan kriteria untuk kekontinuan dari fungsi naik f pada<br />

suatu titik c yang bukan titik ujung interval pada mana f didefinisikan.<br />

5.5.2 Akibat Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Andaikan<br />

bahwa c∈I bukan titik ujung dari I. Maka pernyataan-pernyataan berikut ini<br />

ekuivalen.<br />

(a) f kontinu pada c.<br />

(b)<br />

lim f = f(c) = lim f<br />

x→c−<br />

x →c+<br />

(c) sup{f(x) : x∈I, x < c} = f(c) = inf{f(x) : x∈I, x > c}<br />

Pembuktiannya mudah, tinggal mengikuti Teorema 5.5.1 dan 4.3.3. Kita tinggalkan<br />

detailnya untuk pembaca.<br />

Analisis Real I 190


Pendahuluan<br />

Misalkan I suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik. Jika a titik ujung<br />

kiri dari I, maka merupakan suatu latihan untuk menunjukkan bahwa f kontinu pada a<br />

jika dan hanya jika<br />

f(a) = inf{f(x) : x∈I, a < x}<br />

atau jika hanya jika<br />

lim<br />

x →a+<br />

kanan dari I, dan untuk fungsi-fungsi turun.<br />

f . Syarat yang serupa diterapkan pada suatu titik ujung<br />

j f<br />

(c)<br />

{<br />

c<br />

GAMBAR 5.5.1 Lompatan dari f pada c<br />

Jika f : I → R fungsi naik pada I dan jika c bukan suatu titik ujung dari I, kita<br />

definisikan lompatan dari f pada c sebagai j f (c) =<br />

5.5.1.) Mengikuti Teorema 5.5.1 bahwa<br />

lim f - lim f<br />

x →c+<br />

x→c−<br />

. (Lihat Gambar<br />

j f (c) = inf{f(x) : x∈I, x > c} - sup{f(x) : x∈I, x < c}<br />

untuk suatu fungsi naik. Jika titik ujung kiri a dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan<br />

lompatan dari f pada a menjadi j f (a) =<br />

lim f - f(a). Jika titik ujung kanan b<br />

x →a+<br />

dari I masuk dalam I, kita mendefinisikan lompatan dari f pada b menjadi j f (b) =<br />

f(b) -<br />

lim f .<br />

x→b−<br />

5.5.3 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R naik pada I. Jika<br />

c∈I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika j f (c) = 0<br />

Bukti. Jika c bukan suatu titik ujung, ini secara mudah mengikuti Akibat<br />

5.5.2. Jika c∈I titik kiri ujung dari I, maka f kontinu pada c jika dan hanya jika f(c) =<br />

Analisis Real I 191


Aljabar Himpunan<br />

lim<br />

x →c+<br />

f<br />

, yang mana ekuivalen dengan j f (c) = 0. Cara serupa juga dapat diperoleh untuk<br />

kasus c∈I titik ujung kanan dari I.<br />

Sekarang kita akan menunjukkan bahwa bisa terdapat paling banyak sejumlah terhitung titiktitik<br />

dimana fungsi monoton diskontinu.<br />

5.5.4 Teorema Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi monoton<br />

pada I. Maka himpunan titik-titik D⊆I dimana f diskontinu adalah himpunan terhitung.<br />

Bukti. Kita akan menganggap bahwa f fungsi naik pada I. Mengikuti Teorema<br />

5.5.3 bahwa D = {x∈I : j f (x) ≠ 0}. Kita akan memandang kasus bahwa I = [a,b] suatu<br />

interval tertutup dan terbatas, ditinggalkan kasus lain sebagai latihan bagi pembaca.<br />

Pertama-tama kita perhatikan bahwa karena f fungsi naik, maka j f (c) ≥ 0 untuk<br />

semua c∈I. Selain itu, jika a ≤ x 1 < … < x n ≤ b, maka (mengapa?) kita mempunyai<br />

f(a) ≤ f(a) + j f (x 1 ) < … < j f (x n ) ≤ f(b),<br />

yang mana berarti bahwa<br />

j f (x 1 ) < … < j f (x n ) ≤ f(b) – f(a).<br />

(Lihat Gambar 5.5.2.) Akibatnya bisa terdapat paling banyak k buah titik dalam I =<br />

[a,b] dimana j f (x) ≥ (f(b) – f(a))/k. Kita simpulkan bahwa terdapat paling banyak satu<br />

titik x∈I dimana j f (x) ≥ f(b) – f(a); terdapat baling banyak dua titik dalam I dimana<br />

j f (x) ≥ (f(b) – f(a))/2; terdapat baling banyak tiga titik dalam I dimana j f (x) ≥ (f(b) –<br />

f(a))/3; dan seterusnya. Oleh karena itu terdapat paling banyak sejuemlah terhitung<br />

titik-titik x dimana j f (x) > 0. Akan tetapi karena setiap titik dalam D mesti masuk<br />

dalam himpunan ini, kita simpulkan bahwa D himpunan terhitung.<br />

Teorema 5.5.4 beberapa aplikasi yang berguna. Sebagai contoh, diperlihatkan<br />

dalam Latihan 5.2.12 bahwa jika h : R → R memenuhi identitas<br />

(*) h(x + y) = h(x) + h(y) untuk semua x,y∈R<br />

Analisis Real I 192


Pendahuluan<br />

dan jika h kontinu pada satu titik x 0 , maka h kontinu pada setiap titik dalam R. Ini<br />

berarti bahwa jika h merupakan fungsi monotan yang memenuhi (*), maka h mesti<br />

j f<br />

(x 4<br />

)<br />

{<br />

f(b)<br />

j f<br />

(x 3<br />

)<br />

{<br />

j f<br />

(x 2<br />

)<br />

{<br />

f(b) - f(a)<br />

j f<br />

(x 1<br />

)<br />

{<br />

f(a)<br />

a<br />

x 1<br />

x 2<br />

x 3<br />

x 4<br />

b<br />

kontinu pada R.<br />

GAMBAR 5.5.2 j f (x 1 ) + … + j f (x n ) ≤ f(b) – f(a)<br />

Fungsi-fungsi Invers<br />

Sekarang kita akan memandang keberadaan invers suatu fungsi yang kontinu<br />

pada suatu interval I⊆R. Kita ingat kembali (lihat Pasal 1.2) bahwa suatu fungsi f : I<br />

→ R mempunyai fungsi invers jika dan hanya jika f injektif ( = satu-satu); yaitu x,y∈I<br />

dan x ≠ y mengakibatkan bahwa f(x) ≠ f(y). Kita perhatikan bahwa suatu fungsi<br />

monoton murni adalah injektif dan dengan demikian mempunyai invers. Dalam teorema<br />

berikut, kita menunjukkan bahwa jika f : I → R fungsi kontinu monoton murni,<br />

maka f mempunyai suatu fungsi invers g pada J = f(I) yang juga fungsi kontinu<br />

monoton murni pada J. Khususnya, jika f fungsi naik murni maka demikian juga dengan<br />

g, dan jika f fungsi turun murni maka demikian juga g.<br />

Analisis Real I 193


Aljabar Himpunan<br />

5.5.5 Teorema Invers Kontinu Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I→ R<br />

monoton murni dan kontinu pada I. Maka fungsi g invers dari f adalaj fungsi<br />

monoton murni dan kontinu pada J = f(I).<br />

x<br />

j g<br />

(c)<br />

{<br />

ȯ g(c)<br />

J<br />

c<br />

GAMBAR 5.5.3 g(y) ≠ x<br />

untuk y∈J<br />

Bukti. Kita pandang kasus f fungsi naik murni, meninggalkan kasus bahwa f<br />

fungsi turun murni untuk pembaca.<br />

Karena f kontinu dan I suatu interval, maka menurut Teorema Pengawetan Interval<br />

5.3.10, J = f(I) suatu interval. Selain itu, karena f naik murni pada I, maka f<br />

fungsi injektif pada I; oleh karena itu fungsi g : J → R invers dari f ada. Kita claim<br />

bahwa g naik murni. Memang, jika y 1 < y 2 , maka y 1 = f(x 1 ) dan y 2 = f(x 2 ) untuk suatu<br />

x 1 , x 2 ∈I. Kita mesti mempunyai x 1 < x 2 ; untuk hal lain x 1 ≥ x 2 , mengakibatkan y 1 =<br />

f(x 1 ) ≥ f(x 2 ) = y 2 , bertentangan dengan hipotesis bahwa y 1 < y 2 . Oleh karena itu kita<br />

mempunyai<br />

g(y 1 ) = x 1 < x 2 = g(x 2 ).<br />

Karena y 1 dan y 2 sebarang unsur dalam J dengan y 1 < y 2 , kita simpulkan bahwa g naik<br />

murni pada J.<br />

Analisis Real I 194


Pendahuluan<br />

Tinggal menunjukkan bahwa g kontinu pada J. Akan tetapi, ini merupakan<br />

konsekuensi dati fakta bahwa g(J) = I suatu interval. Memang, jika g diskontinu pada<br />

suatu titik c∈J, maka lompatan dari g pada c tidak nol dengan demikian<br />

lim g < lim g<br />

x→c−<br />

x →c+<br />

Jika kita memilih sebarang x ≠ g(c) yang memenuhi<br />

lim g < x < lim g , maka x<br />

x→c−<br />

x →c+<br />

mempunyai sifat bahwa x ≠ g(y) untuk sebarang y∈J. (Lihat Gambar 5.5.3.) Dari sini<br />

x∉I, yang mana kontradikdi dengan fakta bahwa I suatu interval. Oleh karena itu kita<br />

menyimpulkan bahwa g kontinu pada J.<br />

Fungsi Akar ke-n<br />

Kita kan menggunakan Teorema Invers Kontinu 5.5.5 untuk fungsi pangkat<br />

ke-n. Kita perlu membedakan atas dua kasus: (i) n genap, dan (ii) n ganjil.<br />

GAMBAR 5.5.4 Grafik dari f(x) = x n (x ≥ 0, n genap)<br />

(i) n genap. Agar diperoleh suatu fungsi yang monoton murni, kita batasi<br />

perhatian kita untuk interval I = [0,∞). Jadi, misalkan f(x) = x n untuk x∈I. (Lihat<br />

Gambar 5.5.4.) Kita telah melihat (dalam Latihan 2.2.17) bahwa jika 0 ≤ x < y, maka<br />

f(x) = x n < y n = f(y); oleh karena itu f monoton murni pada I. Selain itu, mengikuti<br />

Contoh 5.2.4(a) bahwa IfI kontinu pada I. Oleh karena itu, menurut Teorema Pengawetan<br />

Interval 5.3.10, J = f(I) suatu interval. Kita akan menunjukkan bahwa J =<br />

Analisis Real I 195


Aljabar Himpunan<br />

[0,∞). Misalkan y ≥ 0 sebarang; menurut Sifat Archimedean, terdapat k∈N<br />

sedemikian sehingga 0 ≤ y < k. Karena (Mengapa?)<br />

f(0) = 0 ≤ y < k ≤ k n = f(k),<br />

mengikuti Teorema Nilai Antara Bolzano 5.3.6 bahwa y∈J. Karena y ≥ 0 sebarang,<br />

kita simpulkan bahwa J = [0,∞).<br />

Kita menyimpulkan dari Teorema Invers Kontinu 5.5.5 bahwa fungsi g yaitu<br />

invers dari f(x) = x n pada I = [0.) naik murni dan kontinu pada J = [0,). Kita lazimnya<br />

menuliskan<br />

g(x) = x 1/n atau g(x) = n x<br />

untuk x ≥ 0 (n genap), dan menyebut x 1/n = n x akar ke-n dari x ≥ 0 (n genap).<br />

Fungsi g dinamakan fungsi akar ke-n (n genap). (Lihat Gambar 5.5.5.)<br />

GAMBAR 5.5.5 Grafik dari f(x) = x 1/n<br />

(x ≥ 0, n genap)<br />

Karena g invers untuk f, kita mempunyai<br />

g(f(x)) = x dan f(g(x)) = x untuk semua x∈[0,∞).<br />

Kita dapat menuliskan persamaan-persamaan ini dalam bentuk berikut:<br />

(x n ) 1/n = x dan (x 1/n ) n = x<br />

untuk semua x∈[0,∞) dan n genap.<br />

(ii) n ganjil. Dalam kasus ini kita misalkan F(x) = x n untuk semua x∈R;<br />

menurut 5.3.4(a), F kontinu pada R. Kita tinggalkan bagi pembaca untuk menunjukkan<br />

bahwa F naik murni pada R dan F(R) =R. (Lihat Gambar 5.5.6.)<br />

Analisis Real I 196


Pendahuluan<br />

Mengikuti Teorema Invers Kontinu 5.5.5, fungsi G yaitu invers dari F(x) = x n<br />

untuk x∈R, adalah fungsi naik murni dan kontinu pada R. Kita lazimnay menuliskan<br />

G(x) = x 1/n atau G(x) = n x untuk x∈R, n ganjil<br />

Dan menyebut x 1/n sebagai akar ke-n dari x∈R. Fungsi G disebut fungsi akar ke-n<br />

(n ganjil). (Lihat Gambar 5.5.7.) Disini kita mempunyai<br />

(x n ) 1/n = x dan (x 1/n ) n = x<br />

untuk semua x∈R dan n ganjil.<br />

GAMBAR 5.5.6 Grafik F(x) = x n (x∈R, n ganjil)<br />

Pangkat-pangkat Rasional<br />

Telah didefinisikan fungsi-fungsi akar ke-n untuk n∈N, yang mana hal ini<br />

memudahkan untuk mendefinisikan pangkat-pangkat rasional.<br />

5.5.6 Definisi (i) Jika m,n∈N dan x ≥ 0, kita definisikan x m/n = (x 1/n ) m . (ii)<br />

Jika m,n∈N dan x > 0, kita definisikan x -m/n = (x 1/n ) -m .<br />

Dari sini kita telah mendefinisikan x r apabila r bilangan rasional dan x > 0.<br />

Grafik dari x ξ x r bergantung pada apakah r > 1, r = 1, 0 < r < 1, r = 0, atau r < 0. (Lihat<br />

Ganbar 5.5.8.) Karena suatu bilangan rasional r∈Q dapat ditulis dalam bentuk r =<br />

m/n dengan m∈Z, n∈N, dalam banyak cara, akan diunjukkan bahwa Definisi 5.5.6<br />

tidak berarti ganda. Yaitu, jika r = m/n = p/q dengan m,p∈Z dan n,q∈N dan jika x ><br />

Analisis Real I 197


Aljabar Himpunan<br />

0, maka (x 1/n ) m = (x 1/q ) p . Kita tinggalkan sebagai latihan bagi pembaca untuk membuktikan<br />

hubungan ini.<br />

5.5.7 Teorema Jika m∈Z,n∈N, dan x > 0, maka x m/n = (x m ) 1/n .<br />

Bukti. Jika x > 0 dan m,n∈Z, maka (x m ) n = x mn = (x n ) m . Sekarang misalkan y<br />

= x m/n = (x 1/n ) m > 0 dengan demikian y n = ((x 1/n ) m ) n = ((x 1/n ) n ) m = x m . Oleh karena itu<br />

diperoleh bahwa y = (x m ) 1/n .<br />

GAMBAR 5.5.7 Grafik G(x) = x 1/n<br />

(x∈R, n ganjil)<br />

Pembaca akan menunjukkan juga, sebagai latihan, bahwa jika x > 0 dan<br />

r,s∈Q, maka<br />

x r x s = x r + s =x s x r dan (x r ) s = x rs = (x s ) r .<br />

Latihan-latihan<br />

1. Jika I = [a,b] suatu interval dan f : I → R suatu fungsi naik, maka titik a [atau juga, b]<br />

suatu titik minimum mutlak [atau juga, titik maksimum absolut] untuk f pada I. Jika f<br />

suatu fungsi naik murni, maka a merupakan satu-satunya titik minimum mutlak untuk f<br />

pada I.<br />

2. Jika f dan g fungsi-fungsi naik pada suatu interval I⊆R, tunjukkan bahwa f + g juga<br />

suatu fungsi naik pada I. Jika f juga fungsi naik murni pada I, maka f + g fungsi naik<br />

murni pada I.<br />

3. Tunjukkan bahwa f(x) = x dan g(x) = x – 1 naik murni pada I = [0,1], akan tetapi hasil<br />

kali fg tidak naik pada I.<br />

Analisis Real I 198


Pendahuluan<br />

4. Tunjukkan bahwa jika f dan g fungsi-fingsi positif naik pada suatu interval I, maka<br />

fungsi hasil-kalinya fg merupakan fungsi naik pada I.<br />

5. Tunjukkan bahwa jika I = [a,b] dan f : I → R fungsi naik pada I, maka f kontinu pada a<br />

jika dan hanya jika f(a) = inf{f(x) : x∈(a,b]}.<br />

GAMBAR 5.5.8 Grafik dari x ξ x r (x > 0)<br />

6. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Misalkan juga c∈I bukan<br />

titik ujung dari I. Tunjukkan bahwa f kontinu pada c jika dan hanya jika terdapat suatu<br />

barisan (x n ) dalam I sedemikian sehingga x n < c untuk n = 1,3,5, … ; x n > c untuk n =<br />

2,4,6, … ; dan sedemikian sehingga c = lim (x n ) dan f(c) = lim (f(x n )).<br />

7. Misalkan I⊆R suatu interval dan f : I → R fungsi naik pada I. Jika c∈I bukan titik ujung<br />

dari I, tunjukkan bahwa lompatan j f (c) dari f pada c diberikan oleh inf{f(y) –f(x) : x < c <<br />

y, x,y∈I}.<br />

8. Misalkan f,g fungsi-fungsi naik pada suatu interrval I⊆R dan f(x) > g(x) untuk semua<br />

x∈I. Jika y∈f(I)∩g(I), tunjukkan bahwa f -1 (y) < g -1 (y). [Petunjuk: Pertama-tama interpretasi<br />

pernyataan ini secara geometri].<br />

9. Misalkan I = [0,1] dan misalkan f : I → R didefinisikan oleh f(x) = x untuk x rasional,<br />

dan f(x) = 1 – x untuk x irasional. Tunjukkan bahwa f injektif pada I dan f(f(x)) = x untuk<br />

Analisis Real I 199


Aljabar Himpunan<br />

semua x∈I. (Dari sini f adalah fungsi invers untuk dirinya sendiri!) Tunjukkan bahwa f<br />

kontinu hanya pada x = ½.<br />

10. Misalkan I = [a,b] dan f : I → R kontinu pada I. Jika f mempunyai suatu maksimum mutlak<br />

[atau, minimum mutlak] pada suatu titik interior c dari I, tunjukkan bahwa f bukan injektif<br />

pada I.<br />

11. Misalkan f(x) = x untuk x∈[0,1], dan f(x) = x + 1 untuk x∈(1,2]. Tunjukkan bahwa f dan<br />

f -1 merupakan fungsi-fungsi naik murni. Apakah f dan f -1 kontinu pada setiap titik?<br />

12. Misalkan f : [0,1] → R suatu fungsi kontinu yang tidak memuat sebarang dari nilainilainya<br />

dua kali dan dengan f(0) < f(1). Tunjukkan bahwa f fungsi naik murni pada [0,1].<br />

13. Misalkan h : [0,1] → R suatu fungsi yang memuat nilai-nilainya tepat dua kali. Tunjukkan<br />

bahwa h tidak kontinu pada setiap titik. [Petunjuk : Jika c1 < c2 titik-titik dimana h<br />

mencapai supremumnya, tunjukkan bahwa c1 = 0, c2 = 1. Sekarang titik-titik dimana h<br />

mencapai infimumnya.]<br />

14. Misalkan x∈R, x > 0. Tunjukkan bahwa jika m,p∈Z, n,q∈N, dan mq = np, maka (x 1/n ) m<br />

= (x 1/q ) p .<br />

15. Jika x∈R, x > 0, dan jika r,s∈Q, tunjukkan bahwa x r x s = x r + s =x s x r dan (x r ) s = x rs =<br />

(x s ) r .<br />

Analisis Real I 200


Pendahuluan<br />

11. DAFTAR PUSTAKA<br />

Bartle, Robert G. 1992. Introductions to Real Analysis. Second edition. New York :<br />

John Wiley & Sons, Inc.<br />

Analisis Real I 201

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!