You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Edisi</strong> Oktober - Desember <strong>2017</strong><br />
A Comprehensive In-depth<br />
Review of Aceh Economy<br />
LAGI, ACEH<br />
DORONG INVESTASI<br />
ISSN 2089-4465<br />
9 772089 446550
Biro Perekonomian Setda Aceh
Saleum<br />
Redaksi<br />
Drs. Muhammad Raudhi, M.Si<br />
(Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh)<br />
Assalamualaikum wr.wb.<br />
Pembaca yang budiman, selamat berjumpa<br />
lagi pada edisi penutup tahun <strong>2017</strong> ini.<br />
Rasanya baru saja kemarin kami menyapa<br />
Anda dengan ucapan selamat menyambut<br />
tahun baru <strong>2017</strong>. Kini, tak terasa kita hampir<br />
memasuki masa penghujung tahun. Melalui<br />
edisi kali ini, kami kembali mengangkat<br />
Laporan Utama tentang investasi Aceh. Topik<br />
ini pernah kita angkat pada <strong>Edisi</strong> kedua tahun<br />
lalu. Namun, kepemimpinan Gubernur Irwandi<br />
Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah<br />
memberi perhatian serius terhadap hal ini.<br />
Sehingga, investasi ditempatkan sebagai salah<br />
satu agenda penting di awal pemerintahannya.<br />
Menurunnya nilai investasi di Aceh dalam dua<br />
tahun terakhir menjadi dasar bagi Pemerintah<br />
Aceh untuk melakukan langkah-langkah strategis<br />
terkait investasi. Pentingnya peranan investasi<br />
dalam menyediakan kesempatan kerja,<br />
menurunkan angka pengangguran, meningkatkan<br />
pendapatan masyarakat, dan akhirnya<br />
mendorong daya beli dan perekonomian daerah<br />
menjadi alasan yang utama. Oleh sebab itu,<br />
kami mengajak semua kalangan, para politisi,<br />
aparat penegak hukum, akademisi, cerdik pandai,<br />
para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk<br />
bersama-sama mendorong budaya yang ramah<br />
terhadap investasi. Kita bergandengan tangan<br />
mencegah dan melawan pihak-pihak yang<br />
mengganggu masuknya investasi. Demi masa<br />
depan rakyat Aceh yang makmur dan sejahtera.<br />
Melalui edisi kali ini, kami juga kembali<br />
mengajak pembaca untuk mengapresiasi para<br />
pengusaha kecil kita dan pahlawan penjaga<br />
warisan budaya Aceh. Dalam rubrik sosok, kami<br />
tampilkan dua pemuda yang juga pengusaha<br />
kopi dari Bener Meriah, yakni Mahdi Usati<br />
dan Fitra Cahyadi yang memperoleh sertifikat<br />
Q-grader sebagai coffee cupper – pencicip kopi<br />
kelas dunia. Mereka adalah ‘mesin penguji<br />
kualitas kopi berjalan’ di Aceh. Kepiawaiannya<br />
dalam mencicipi dan membandingkan cita<br />
rasa kopi berdasarkan jenisnya telah diakui<br />
dunia. Mereka menjadi rujukan pengusaha kopi<br />
mancanegara sebelum membeli kopi di Aceh.<br />
Selanjutnya, dalam rubrik peluang usaha, kami<br />
tampilkan sosok anak muda pegiat disain grafis<br />
yang mampu meraup jutaan dengan menjual<br />
karya seni logo dan grafik disain lainnya di situs<br />
internet mancanegara. Pada rubrik wisata, kami<br />
ajak Anda menikmati pesisir Pantai Lhokseudue<br />
yang bergaya ala Maldives. Belum pernah ke<br />
sana? Silahkan baca dan nikmati foto-foto<br />
eklusifnya di sini. Pada kesempatan kali ini, kami<br />
infokan juga perkembangan pembangunan<br />
jalan Tol Aceh – Medan yang sudah memasuki<br />
tahap pembangunan di rubrik nasional.<br />
Perkembangan ekonomi daerah seperti isu<br />
seputar Migas Aceh, Perizinan Aceh, dapat Anda<br />
simak di rubrik Nanggroe.<br />
Sebagai penutup, izinkan kami menukilkan<br />
salah satu hadist Baginda Rasulullah SAW<br />
betapa kita diwajibkan untuk berusaha meningkatkan<br />
perekonomian keluarga kita. Nabi<br />
SAW bersabda, “Sungguh alangkah baik jika<br />
salah seorang di antara kalian (umatku) yang<br />
mencari seikat kayu bakar dan mengikatnya<br />
kemudian memikulnya dan menjualnya dengan<br />
membuka wajah (tanpa rasa malu} karena Allah<br />
SWT, daripada meminta-minta kepada orang<br />
lain baik diberi maupun tidak (HR. Al-Bukhari).”<br />
Semoga ikhtiar kita dalam membangun<br />
ekonomi Aceh akan diridhai Allah SWT. Selamat<br />
membaca... [<strong>AER</strong>]<br />
Selamat menikmati...<br />
Wassalam<br />
REDAKSI<br />
Pelindung : Gubernur dan Sekretaris Daerah<br />
Ketua Pengarah : Asisten Keistimewaan Aceh,<br />
Pembangunan dan<br />
Ekonomi Aceh<br />
Wakil Ketua Pengarah : Drs. Muhammad Raudhi, M.Si<br />
(Kepala Biro Perekonomian Setda<br />
Aceh)<br />
Pemimpin Redaksi : Nurhayati, SE, M.Si<br />
(Kabag. Administrasi Sarana<br />
Perekonomian pada Biro<br />
Perekonomian)<br />
Wakil Pemimpin Redaksi : H. Mulyadi Nurdin, LC, MH<br />
Redaktur Pelaksana :<br />
(Kepala Biro Humas dan Protokol<br />
Setda Aceh)<br />
Anggota : M. Surya Putra, SE, M.Si<br />
Syarifah Masyitah<br />
Ketua : Aridiansyah Putra, SE<br />
Sekretaris : Warda, SE, Ak., MM<br />
Anggota : Nurdin, S.Pd<br />
Redaksi :<br />
Muhammad Iqbal, S.STP, M.Si<br />
Ketua : Dian Agusta, S.STP, MA<br />
Sekreataris : Dewi Ertika Pane, S.S<br />
Anggota : Kemalawati, BA<br />
Staf Redaksi :<br />
Marzuki, S.Sos<br />
Zaldi Akmal, SE, MM<br />
Mahdani<br />
Anggota : Zaldi Akmal, SE, MM<br />
Syaiful Ardy<br />
Managing Editor : Suhendra, SE<br />
T. Muda Syurmanshah, SE<br />
Dimas Aldrian, SE<br />
Wartawan : Mizla Sadrina, SE., Fauzan,<br />
Nazariandi, Mia, Miftah, Nanda,<br />
Aidil, Fitri, Jauhar, Febi, Lilis,<br />
Zulfurqan.<br />
Redaksi/Kontributor : Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA,<br />
Kartunis : Deky<br />
Said Muniruddin, SE, MA,<br />
Miftachuddin Cut Adek, SE, M.Si,<br />
Konsultan Media : Adi Warsidi, Yoserizal<br />
Desain Grafis/Layout : Amir Faisal<br />
Alamat Redaksi<br />
Kantor Gubernur Aceh,<br />
Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh<br />
Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh.<br />
Email: bulletin.aer@gmail.com<br />
Percetakan : PT AMG - Serambi Indonesia<br />
(Isi di luar tanggung jawab percetakan)
Daftar Isi<br />
Laporan Utama<br />
Laporan Utama<br />
6-7 Lagi, Aceh Dorong Investasi<br />
8-10 Biro Perekonomian Setda Aceh Gelar<br />
Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian<br />
Se-Aceh<br />
11-12 Aplikasi SAPA, Investasi di Aceh<br />
Semakin Mudah<br />
13-14 Gubernur Aceh Gandeng Investor Asing<br />
Dalam Menangani Krisis Energi<br />
Listrik Aceh<br />
Investasi<br />
15 Potensi Tuna Diincar Investor<br />
Aceh Targetkan 2.459 Ton/<strong>Tahun</strong><br />
Infografis<br />
16-17 Terobosan 100 Hari Pemerintahan<br />
Irwandi - Nova<br />
Nanggroe<br />
18-19 Peluang Investasi Terbuka di Aceh<br />
20-21 Izin investasi di Aceh selesai 1 hari berkat<br />
Aplikasi SAPA<br />
22-23 Kilas Balik Tantangan Migas Aceh<br />
24-25 Biro Perekonomian Sosialisasikan<br />
Kebijakan Subsidi Energi<br />
26-27 Meningkatkan Kualitas SDM Melalui<br />
Program ‘Aceh Carong’<br />
28-29 Warung Kopi Di Aceh Butuh<br />
Q Grader Personal<br />
Analisa<br />
30-31 Review Investasi Aceh<br />
Nasional<br />
32-33 Jelang 2018, Pemerintah Serius Garap<br />
Proyek Tol Aceh - Binjai<br />
34-35 Laut Untuk Kita<br />
Peluang Usaha<br />
36-39 Dunia Digital Lahan Bisnis Para Desainer<br />
Opini<br />
40-41 Potret Ekonomi Kreatif Mewujudkan<br />
Aceh Kreatif Dalam Rangka Implementasi<br />
Salah Satu Visi dan Misi Gubernur Aceh<br />
Periode <strong>2017</strong>-2022 (Sebagai Sumber<br />
Inspirasi Kreatif Daerah)<br />
Sosok<br />
42-43 Sekelumit Kisah Diaspora Aceh; Bertugas<br />
di Kawasan Konflik<br />
Wisata<br />
44-46 Pesona Pesisir Pantai Lhokseudu,<br />
“Maldives”nya Aceh<br />
Nanggroe<br />
Peluang Usaha<br />
Wisata<br />
Hal. 6<br />
Hal. 17<br />
Hal. 32<br />
Hal. 44
Surat Pembaca<br />
Zulkarnaini, SE | Sekretaris Dinas Penanaman Modal<br />
dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)<br />
Majalah ini bagus saya sangat mendukung keberadaan media cetak ini. Artinya<br />
keberadaan media cetak dalam bentuk majalah dapat memberikan informasi-informasi<br />
mengenai progress laju perkembangan pertumbuhan perekonomian Provinsi Aceh dalam<br />
bidang atau sektor apapun baik mikro maupun makro. Selalu up-to-date. Malah bila perlu<br />
diterbitkan setiap bulannya, sehingga berita yang dimuat tidak basi. Agar selaras dengan<br />
komitmen Bapak Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yaitu khusus sangat memprioritaskan<br />
dalam hal kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi yang semakin tajam.<br />
Kartina | Kepala Cabang PT. Bank BCA Banda Aceh<br />
Wah bagus ya majalahnya. Ini majalah dari mana, kok bisa bagus kayak gini? Oh,<br />
majalah dari kantor gubernur ya. Media seperti ini sangat bagus untuk sosialisasi<br />
dan edukasi tentang perekonomian Aceh. Maunya kita dibagi juga, biar bisa update<br />
perkembangan ekonomi daerah. Kan perbankan juga mitra pembangunan ekonomi<br />
daerah. Saya berharap Pemerintah Aceh dapat lebih memberdayakan perbankan swasta<br />
dalam pembangunan. Selama ini kita telah membuktikan dukungan yang besar bagi<br />
perkembangan pengusaha kecil dan menengah di Aceh.<br />
Maghfirah Mukammil |<br />
Inong Duta Wisata Kota Banda Aceh <strong>2017</strong><br />
Sebagai mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis, saya sangat suka membaca artikel<br />
maupun majalah yang membahas masalah ekonomi, peluang bisnis maupun keadaan<br />
sosial masyarakat terutama di daerah Aceh. Di majalah Aceh Economic Review ini<br />
saya bisa mendapatkan beberapa referensi baru mengenai perekonomian masa<br />
kini, kontennya juga sangat menarik. Favorit saya di kolom peluang bisnis, sangat<br />
menginspirasi. Sukses terus tim <strong>AER</strong> !!<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
5
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf berbicara dalam Russia-Indonesia<br />
Busness Forum di Moscow Jumat (4/8/<strong>2017</strong>) (Humas Setda Aceh)<br />
LAGI, ACEH<br />
DORONG INVESTASI<br />
Melihat potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Aceh,<br />
seharusnya Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi investor.<br />
Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak ada alasan bagi<br />
penurunan investasi di Aceh.<br />
6 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Laporan Utama<br />
Gubernur Irwandi giat mengundang<br />
investasi ke Aceh.<br />
Bukan kali ini saja, hal ini<br />
sudah dilakukannya hampir<br />
sepuluh tahun silam, ketika pertama<br />
menjabat sebagai Gubernur Aceh. Wajar,<br />
investasi, merupakan salah satu elemen<br />
penting dalam mendongkrak ekonomi<br />
suatu daerah/bangsa. Investasi yang<br />
dimaksudkan di sini adalah pengeluaran<br />
untuk belanja modal, seperti membeli<br />
mesin baru, membangun pabrik lebih<br />
besar, membeli robot untuk mengak tifkan<br />
otomatisasi, dll., bukan menabung di bank.<br />
Melihat perkembangan investasi dalam<br />
dua tahun terakhir, wajar jika Guber nur<br />
Irwandi sangat getol mengun dang investor<br />
Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk<br />
komitmennya dalam merealisasikan visi<br />
‘Aceh Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik<br />
investasi yang dimiliki Aceh, seharusnya<br />
Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi<br />
investor. Apalagi di masa damai saat ini,<br />
rasanya tidak ada alasan bagi penurunan<br />
investasi di Aceh.<br />
Selama ini, Penanaman Modal Dalam<br />
Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi<br />
realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada<br />
tahun 2016, capaian target investasi yang<br />
ditetapkan Badan Investasi dan Promosi<br />
Aceh mencapai 124,82 persen dengan<br />
nilai Rp 3,8 trilyun dari Rp 3,0 trilyun yang<br />
ditargetkan. Sedangkan Penanaman Modal<br />
Asing (PMA) hanya mencapai Rp 1,2 trilyun<br />
(38,68 %) dari total investasi tahun 2016.<br />
Namun, dari segi pencapaian total, terjadi<br />
penurunan dalam dua tahun terakhir.<br />
Inilah yang menjadi kegalauan banyak<br />
pihak. Capaian investasi Aceh mencapai<br />
puncaknya pada tahun 2014. Namun,<br />
setelah itu terus mengalami penurunan.<br />
Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah<br />
Aceh untuk mendongkrak investasi ke Aceh.<br />
Namun, mengundang inves tor memang<br />
tak semudah seperti mengundang tamu<br />
pernikahan. Ada banyak elemen yang<br />
perlu dipertimbangkan. Selain membutuhkan<br />
kesiapan perangkat hukum dan<br />
perundang-undangan, juga dukungan dari<br />
semua elemen masyarakat. Maka, dalam<br />
Ahmad Fadil, Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda, menandatangani kerjasama pendirian Badan<br />
Usaha Pembangunan dan Pengelola KEK Arun Lhokseumawe, Jumat (1011<strong>2017</strong>) di Banda Aceh. (Foto:<br />
Humas Setda Aceh)<br />
banyak kesempatan, gubernur, wakil<br />
gubernur dan para pejabat pemerintah<br />
di lingkup Provinsi Aceh selalu mengajak<br />
masyarakat untuk ramah terhadap investasi.<br />
Kita tidak boleh alergi dengan<br />
investasi, apalagi investasi asing. Salah<br />
satu yang dikeluhkan oleh calon investor<br />
di Aceh adalah sikap masyarakat yang<br />
belum sepenuhnya mendukung investasi.<br />
Optimis Investasi Aceh Membaik<br />
Meski dalam dua tahun yang lalu<br />
investasi Aceh agak merosot, namun<br />
banyak pihak optimis tahun depan invetasi<br />
Aceh akan kembali meningkat. Melihat<br />
suksesi Pilkada yang berjalan damai awal<br />
tahun ini, banyak pihak merasa yakin<br />
ekonomi Aceh akan sema kin membaik. Tak<br />
kurang, komitmen Gubernur Aceh sangat<br />
jelas untuk menda tangkan investasi ke<br />
Aceh. Dalam Festival Indonesia <strong>2017</strong> di<br />
Moskow Agustus silam, Irwandi mengajak<br />
pengusaha Rusia untuk berinvestasi di<br />
Aceh, khususnya di Kawasan Ekonomi<br />
Khusus (KEK) Arun – Lhokseumawe.<br />
Irwandi juga mena war kan berbagai<br />
peluang investasi stra tegis lainnya, seperti<br />
minyak dan gas, petrokimia, agroindustri<br />
(kopi), dan pari wisata.<br />
Dalam acara penandatanganan pen dirian<br />
PT Patriot Nusantara Aceh yang akan<br />
mengelola KEK Arun di Lhokseumawe<br />
(12/11), Wakil Konsorsium KEK Arun,<br />
Achmad Fadhil yang juga Direktur Utama<br />
PT Pupuk Iskandar Muda mengatakan, saat<br />
ini mereka sedang mempromosikan KEK<br />
Arun pada investor dalam negeri.<br />
“Kami berpikir sebaiknya kita undang<br />
juga investor dalam negeri untuk masuk<br />
ke KEK Arun. Agar industri cepat tumbuh.<br />
Setelah itu baru kita road show ke luar<br />
negeri,” ujarnya.<br />
Hal senada disampaikan juga oleh<br />
Kepala Dinas Penanaman Modal dan<br />
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)<br />
Aceh, Ir Iskandar MSc. Ia merasa optimis<br />
iklim investasi di Aceh akan terus membaik.<br />
“Apalagi, berdasarkan penilaian<br />
Indonesia Attractiveness Award <strong>2017</strong> yang<br />
diumumkan pada 29 September lalu,<br />
Aceh berada pada peringkat sembilan di<br />
Indonesia sebagai provinsi terbaik bidang<br />
investasi,” ujarnya. [<strong>AER</strong> – foto-foto Humas<br />
Setda Aceh]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
7
Foto : Humas Setda Aceh<br />
BIRO PEREKONOMIAN SETDA ACEH<br />
GELAR RAPAT KOORDINASI<br />
BIDANG PEREKONOMIAN SE-ACEH<br />
Rapat Koordinasi Bidang Pereko nomian se-Aceh <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> ini dapat dijadikan ajang evaluasi keberhasilan<br />
dan kegagalan penerapan, pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, pengembangan tata kelola<br />
ekonomi Aceh pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu diharapkan akan dapat melahirkan pemikiran dan<br />
gagasan yang inovatif dan prospektif dari seluruh peserta rapat maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk<br />
bersatu dalam mensinerjikan tantangan dan masalah yang sedang dan akan dihadapi dalam <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong><br />
dan tahun-tahun mendatang.<br />
Muhammad Raudhi<br />
Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh<br />
8 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Tidak dapat dipungkiri, untuk<br />
dapat mempercepat pem bangunan<br />
ekonomi di Aceh diperlukan<br />
peningkatan pena naman modal<br />
untuk mengolah potensi ekonominya<br />
menjadi kekuatan ekonomi riil dengan<br />
menggunakan modal yang berasal dari<br />
dalam ataupun luar negeri.<br />
Dalam Rapat Koordinasi (Rakor)<br />
Bidang Perekonomian Se-Aceh yang di<br />
gelar di Setdako Sabang, Kepala Biro Pereko<br />
nomian Setda Aceh, Muhammad<br />
Raudhi, mengatakan pelaksanaan Rakor<br />
ini memberikan pemahaman dan menyamakan<br />
persepsi terhadap berbagai regu lasi<br />
dan upaya dalam mendorong terciptanya<br />
iklim investasi yang kondusif di Aceh.<br />
Peserta Rakor ini terdiri dari SKPA terkait,<br />
yaitu Dinas Penanaman Modal dan PTSP<br />
Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata<br />
Aceh, Dinas Perindustrian dan Perdagangan<br />
Aceh, Dinas Peternakan Aceh, Dinas<br />
Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh,<br />
Bappeda Aceh, Dinas Pekerjaan Umum dan<br />
Penataan Ruang Aceh, Dinas Perumahan<br />
Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh,<br />
Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Tenaga<br />
Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Dinas<br />
Pertanahan Aceh.<br />
Hal ini menyadari kondisi ekonomi<br />
Aceh yang saat ini perlahan tapi pasti<br />
beranjak lebih baik dari tahun ke tahun.<br />
Dari data yang ditunjukkan oleh Badan<br />
Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi<br />
Aceh (dengan Migas) tahun 2016 bergerak<br />
positif pada kisaran 3,31 persen, sedangkan<br />
pertumbuhan migas mencapai 4,31 persen.<br />
Sementara, untuk tahun berjalan<br />
sampai semester I tahun <strong>2017</strong> ini, ekonomi<br />
Aceh (dengan Migas) tumbuh sebesar<br />
3,67 persen, sedangkan tanpa Migas<br />
pertumbuhannya adalah sebesar 3,54<br />
persen.<br />
Raudhi menjelaskan lebih jauh, di sisi<br />
lain, dari data yang diperoleh dari BPS Aceh,<br />
persentase penduduk miskin dari tahun ke<br />
tahun semakin menurun, walaupun pada<br />
Maret <strong>2017</strong> sempat mengalami peningkatan<br />
menjadi 16,89 persen. Menurutnya, kondisi<br />
ini didorong oleh membaiknya infrastruktur<br />
publik dan situasi keamanan yang semakin<br />
kon dusif yang akhirnya mendorong<br />
tum buhnya sektor agro di Aceh, seperti<br />
pertanian, perkebunan, peternakan, dan<br />
perikanan yang dapat menyediakan lapangan<br />
pekerjaan.<br />
Perlu diketahui, pertumbuhan angka<br />
pengangguran di Aceh pada Februari<br />
Laporan Utama<br />
<strong>2017</strong> sebesar 172 ribu orang, angka<br />
pertumbuhan ini menurun dibandingkan<br />
dengan keadaan Februari 2016 yang<br />
sebesar 182 ribu orang. Namun, jika<br />
dibandingkan dengan keadaan Agustus<br />
2016, jumlah penganggur mengalami<br />
peningkatan sebesar 1.000 orang dari 171<br />
ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka<br />
(TPT) di Provinsi Aceh pada Februari <strong>2017</strong><br />
mencapai 7,39 persen, lebih rendah 0,74<br />
persen dari TPT bulan Februari 2016 sebesar<br />
8,13 persen, dan lebih rendah 0,18 persen<br />
dari TPT bulan Agustus 2016 sebesar 7,57<br />
persen.<br />
Kondisi seperti ini menjadi cermin<br />
bahwa kondisi ekonomi Aceh masih belum<br />
stabil. Dibutuhkan langkah dan strategi<br />
yang efektif untuk mendorong perbaikan<br />
ekonomi di berbagai sektor, terutama<br />
dalam mendorong peran sektor investasi<br />
swasta dalam mendukung per ce patan<br />
pembangunan daerah.<br />
Mempermudah Kesempatan Berinvestasi<br />
“Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian<br />
se-Aceh <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> ini dapat<br />
dijadikan ajang evaluasi keberhasilan<br />
dan kegagalan penerapan, pelaksanaan<br />
program dan kegiatan pembangunan,<br />
pengembangan tata kelola ekonomi Aceh<br />
pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk<br />
itu diharapkan akan dapat melahirkan<br />
pemikiran dan gagasan yang inovatif<br />
dan prospektif dari seluruh peserta rapat<br />
maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk<br />
bersatu dalam mensinerjikan tantangan<br />
dan masalah yang sedang dan akan<br />
dihadapi dalam <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> dan tahuntahun<br />
mendatang,” lanjut Raudhi.<br />
Guna memudahkan kesempatan ber-<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
9
in vestasi di Indonesia, Pemerintah baru<br />
saja mengeluarkan serangkaian paket<br />
kebijakan ekonomi, antara lain, penerbitan<br />
Peraturan Presiden Nomor 91 tahun <strong>2017</strong><br />
tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha<br />
yang didukung dengan kebijakan Sistem<br />
Perizinan Terintegrasi serta Pelayanan<br />
Perizinan Investasi secara elektronik.<br />
Pemerintah Kabupaten/Kota harus<br />
dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat<br />
tentang manfaat investasi dalam<br />
perekonomian daerah, sehingga masyarakat<br />
dapat menerima investor swasta nasional<br />
maupun internasional. Dengan menerima<br />
mereka untuk berinvestasi, maka lapangan<br />
pekerjaan di Aceh akan semakin banyak<br />
terbuka. Penyerapan tenaga kerja inilah<br />
yang dapat menekan tingkat pengangguran<br />
lebih jauh lagi.<br />
Salah satu strategi untuk membangun<br />
situasi kondusif di Aceh adalah juga dengan<br />
melalui pengembangan sektor pariwisata.<br />
Semakin banyak wisatawan yang datang<br />
berkunjung ke suatu daerah, maka citra<br />
keamanan daerah itu pasti lebih baik.<br />
Dengan pencitraan positif inilah investor<br />
tentu lebih yakin mengembangkan<br />
usahanya di Aceh. Itu sebabnya pariwisata<br />
selalu sebanding linier dengan tingkat<br />
investasi.<br />
Salah satu event penting mencapai hal<br />
itu adalah dengan pelaksanaan Sail Sabang<br />
yang berlangsung pada 28 November<br />
sampai 5 Desember <strong>2017</strong>, sebuah event<br />
wisata internasional yang melibatkan<br />
peserta dari luar negeri. Dengan adanya<br />
event ini, citra positif akan Aceh akan<br />
semakin berkembang dan tersebar luas.<br />
Meninggalkan Program Pembangunan<br />
“Ego-Sektor”<br />
Dalam pemahaman perekonomian<br />
yang lebih luas hubungan antara kegiatan<br />
ekonomi, menunjukkan keterkaitan<br />
yang semakin kuat dan dinamis. Jenisjenis<br />
kegiatan baru bermunculan untuk<br />
mengisi kekosongan mata rantai kegiatan<br />
yang semakin panjang dan kait mengait,<br />
kemajuan di suatu sektor tidak mungkin<br />
dapat dicapai tanpa dukungan sektorsektor<br />
lain, begitu juga sebaliknya hilangnya<br />
kegiatan suatu sektor akan berdampak<br />
terhadap kegiatan sektor lainnya.<br />
Raudhi kembali menyebutkan bahwa<br />
konsep keterpaduan program pembangunan<br />
ekonomi menjadi semakin penting<br />
dalam era pembangunan jangka<br />
menengah dan jangka panjang secara<br />
ideal. Program pembangunan yang bersifat<br />
“Ego-Sektor” semakin tidak populer, hal itu<br />
dikarenakan dapat menimbulkan kerugian<br />
pada kepentingan pembangunan secara<br />
keseluruhan.<br />
“Berkaitan dengan hal tersebut di<br />
atas, maka perlu kiranya dilakukan rapat<br />
koordinasi untuk menyamakan persepsi<br />
dan sinkronisasi untuk perencanaan<br />
pembangunan ekonomi antara Pemerin tah<br />
Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota<br />
yang nantinya diharapkan akan ter bentuk<br />
suatu sinergi program pem bangunan<br />
daerah di Provinsi Aceh yang mampu<br />
menangani dan memahami eko nomi Aceh<br />
secara keseluruhan,” jelasnya. [DMS|<strong>AER</strong>/<br />
Foto: Humas Setda Aceh]
Laporan Utama<br />
Launching Sistem Aplikasi Perizinan Aceh<br />
APLIKASI SAPA,<br />
INVESTASI DI ACEH<br />
SEMAKIN MUDAH<br />
Mewujudkan Aceh yang damai<br />
dan sejahtera, tidak hanya<br />
dari peran aktif Pemerintah<br />
semata. Peran dunia usaha<br />
sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan<br />
sumber daya yang ada di daerah berjuluk<br />
Serambi Mekah ini. Hal itu disampaikan<br />
oleh Wakil Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah<br />
MT, dalam sambutannya saat meresmikan<br />
peluncuran Sistem Aplikasi Perizinan Aceh<br />
(SAPA) dan sosialisasi sistem informasi<br />
elektronik Perizinan, di Anjong Mon Mata<br />
Selasa 24 Oktober lalu.<br />
“Saat ini Pemerintah Aceh terus ber u -<br />
paya membuka peluang dan mem beri ruang<br />
kepada pihak swasta untuk mengembangkan<br />
usahanya di Aceh,” katanya.<br />
Pemerintah Aceh telah memper siapkan<br />
tiga faktor pendukung, yaitu me nyediakan<br />
informasi tentang potensi daerah<br />
yang mudah diakses oleh siapa saja.<br />
Kedua, menumbuhkan keyakinan calon<br />
investor tentang kepastian hukum bagi<br />
pengembangan usaha di Aceh, dan yang<br />
terakhir menjamin keamanan serta dukungan<br />
masyarakat dalam usaha menciptakan iklim<br />
investasi yang kondusif di Aceh.<br />
Kemudahan investasi juga dihadirkan<br />
lewat sebuah program yang disebut Sistem<br />
Informasi Aceh Terpadu atau SIAT. Program<br />
ini merupakan pengembangan dari sistem<br />
yang berbasis teknologi informasi. Dengan<br />
diterapkannya pro gram ini, berbagai informasi<br />
pemba ngunan Aceh terkini akan<br />
tersaji dengan cepat dan dapat diakses oleh<br />
semua pihak.<br />
Lewat Aplikasi Perizinan Aceh atau<br />
SAPA yang dirancang Pemerintah Aceh<br />
melalui Dinas Penanaman Modal dan<br />
Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP),<br />
selain meningkatkan pelayanan bagi calon<br />
investor dalam mendapat izin mengembangkan<br />
usaha di daerah ini, juga agar<br />
masyarakat dapat memantau kerja-kerja<br />
yang dilakukan Pemerintah Aceh. “Dalam<br />
pengembangan program ini, Pemerintah<br />
Aceh mendapat dukungan dari Komisi<br />
Pemberantasan Korupsi dalam rangka<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
11
memperkuat semangat transparansi di<br />
Pemerintahan Aceh,” kata Wagub Aceh.<br />
Dalam konteks program, sistem ini<br />
mengadopsi aplikasi serupa yang sebelumnya<br />
telah sukses dijalankan oleh<br />
Provinsi Jawa Barat. Setelah mengevaluasi<br />
semua sistem ini dengan akurat, maka<br />
hari ini Pemerintah Aceh secara resmi melaunching<br />
kehadiran program Apli kasi<br />
SAPA dalam rangka mendukung pengembangan<br />
investasi di Aceh.<br />
Wagub meyakini, kehadiran program<br />
ini akan memudahkan kalangan dunia<br />
usaha dalam mendapatkan izin pengembangan<br />
usaha di Aceh, sehingga pelayanan<br />
bagi calon investor akan lebih cepat, lebih<br />
efisien dan bersih dari pungutan liar. “Untuk<br />
itu saya menghimbau kalangan dunia usaha<br />
agar memanfaatkan kehadiran program<br />
ini, sehingga kita dapat memberdayakan<br />
potensi sumber daya yang ada di Aceh.”<br />
Sementara itu, Kepala Iskandar selaku<br />
Kepala Dinas PMPTSP Aceh menjelaskan,<br />
dengan kehadiran sistem online SAPA<br />
ini, pihaknya bisa menerima sebanyak 50<br />
perizinan per hari. “Untuk keluarnya izin itu<br />
berbeda tergantung izin usaha apa yang<br />
diajukan oleh investor, waktunya bervariasi,<br />
ada yang 3 hari, lima hari bahkan ada yang<br />
3 bulan,” ujar Iskandar.<br />
Menurutnya, tekad Pemerintah Aceh<br />
untuk mengundang investor telah membuahkan<br />
hasil. Saat ini, dalam 100 hari kerja<br />
pasangan Irwandi Nova, Aceh men jadi<br />
daerah paling menarik investasi nomor 9 di<br />
Indonesia.<br />
Iskandar menambahkan, aplikasi SAPA<br />
bertujuan untuk mewujudkan proses<br />
e-perizinan yang sederhana, efisien, transparan<br />
dan amanah. Terbentuknya wadah<br />
pengaduan masyarakat, terciptanya aparatur<br />
pelayanan yang bersih dan terintegrasi,<br />
serta tersebarnya informasi e-perizinan<br />
ke masyarakat luas.<br />
“Saat ini SAPA baru tersedia di tingkat<br />
Pemerintah Aceh. Ke depan, sebagai upaya<br />
memberi kemudahan investasi di seluruh<br />
Aceh, maka seluruh kabupaten/kota tentu<br />
harus terintegrasi dengan sistem ini,”<br />
sambung Iskandar.<br />
Kepala Satuan Tugas Wilayah II, Koordinasi<br />
dan Supervisi Pencegahan Tindak<br />
Pidana Korupsi KPK, Asep Rahmat<br />
Suwanda berpesan agar jika nantinya ada<br />
pengaduan dari masya rakat terkait dengan<br />
SAPA, maka jangan dipersepsikan sebagai<br />
hal yang negatif. “Jangan dipersepsikan<br />
sebagai suatu hal yang negatif, karena<br />
itu merupakan sumber masukan bagi<br />
kita untuk mem per baiki layanan SAPA,”<br />
ujarnya.<br />
***<br />
Usai SAPA diluncurkan, sebuah perusahaan<br />
mendirikan pabrik pengolahan<br />
Ikan Tuna di Aceh. Pembangunannya<br />
ditandai dengan peletakan batu pertama<br />
oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf<br />
terhadap pabrik milik PT. Yakin Pasifik Tuna<br />
di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo,<br />
Banda Aceh, Kamis 2 November <strong>2017</strong>.<br />
Gubernur berharap, perusahaan pengolahan<br />
tuna tersebut dapat tum buh dan<br />
berkembang, sehingga dapat memberikan<br />
kontribusi terhadap peningkatan produksi<br />
perikanan Aceh, mening katkan kesejahteraan<br />
nela yan dan mampu menjadi sumber<br />
pendapatan bagi Aceh. “Dengan lahirnya<br />
pabrik tersebut dapat menjadi pemicu<br />
semangat para pengusaha lain untuk berbisnis<br />
di sektor perikanan Aceh.”<br />
Potensi di sektor perikanan Aceh,<br />
kata Irwandi, selama ini belum tergarap<br />
maksimal. Padahal, tiga sisi Aceh berbatasan<br />
langsung dengan laut, sehingga<br />
menjadikan Aceh salah satu kawasan yang<br />
memiliki sumberdaya kelautan sangat<br />
besar. “Aceh memiliki luas kawasan laut<br />
mencapai 295 ribu km persegi dengan<br />
panjang garis pantai mencapai 2.666<br />
kilometer,” ujarnya.<br />
Dengan luas kawasan laut sebesar<br />
itu, potensi perikanan Aceh diperkirakan<br />
mencapai ratusan ribu, bahkan mungkin<br />
jutaan ton per tahun. Salah satu jenis ikan<br />
yang menjadi produk perikanan andalan<br />
Aceh adalah Tuna. Dengan cita rasa yang<br />
lezat dan kandungan gizi sangat tinggi,<br />
Ikan Tuna banyak digemari, bukan hanya<br />
Peletakan batu pertama Pabrik Ikan Tuna di Lampulo.<br />
oleh masyarakat Indonesia, melainkan juga<br />
seluruh masyarakat dunia. “Oleh sebab itu,<br />
wajar jika produksi ikan tuna ini sangat<br />
penting untuk dikembangkan,” ujar Irwandi.<br />
Mengutip data dari Dinas Kelautan<br />
dan Perikanan Aceh, produksi ikan tuna<br />
yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan<br />
Lampulo pada tahun 2016 sebanyak 2.459<br />
ton, cukup meningkat dibanding tahun<br />
2015 yang sebesar 2.119 ton.<br />
Dari jumlah tersebut, ada yang dijual<br />
untuk konsumsi lokal, ada yang dijual ke<br />
wilayah sekitar Aceh, seperti Sumatera<br />
Utara, dan ada juga yang diekspor ke<br />
mancanegara terutama Jepang.<br />
Pendukung potensi perikanan, Peme<br />
rintah Aceh akan terus berupaya<br />
untuk melengkapi berbagai hal maupun<br />
sarana atau fasilitas yang dibutuhkan,<br />
serta menggulirkan berbagai program<br />
pem berdayaan dan penguatan di sektor<br />
perikanan dan kelautan.<br />
Direktur PT Yakin Pasifik Tuna Aceh,<br />
Alver Havis mengatakan pabrik tersebut<br />
dijadwalkan akan beroperasi pada bulan<br />
Juli 2018. “Semoga potensi di laut Aceh bisa<br />
terus dimanfaatkan untuk kesejahteraan<br />
masyarakat,” katanya.<br />
Selain Irwandi Yusuf, peletakan batu<br />
pertama pembangunan pabrik tersebut<br />
turut dilakukan oleh Almer Havis dan<br />
Direktur PT Yamako Pasifik Kuala Lumpur,<br />
Abdul Malik Hasan. Sejumlah investor<br />
dari luar negeri dan sejumlah tamu<br />
lainnya ikut menyaksikannya. [Adi|Foto:<br />
Humas Aceh]<br />
12 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Laporan Utama<br />
Gubernur Terima Audiensi<br />
Akuo Energy<br />
(Humas Setda Aceh)<br />
Gubernur Aceh<br />
GANDENG INVESTOR ASING<br />
DALAM MENANGANI KRISIS<br />
ENERGI LISTRIK ACEH<br />
Semua ditawarkan peluang investasi, tapi yang udah ada sambutan dari Turki adalah di<br />
bidang energi listrik. Saya sudah meneken kontrak MoU dengan tiga perusahaan Turki. Dua<br />
perusahaan di bidang pembangkit tenaga listrik, tenaga gas dan satu perusahaan di bidang<br />
Geothermal.<br />
drh. Irwandi Yusuf M.Sc.<br />
Guburnur Aceh<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
13
Aceh merupakan salah satu provinsi<br />
di Indonesia yang sangat<br />
kaya. Selain dikarunia sumber<br />
daya alam yang melimpah,<br />
Aceh juga dianugerahi pemandangan<br />
yang mempesona. Masyarakatnya ramah,<br />
pemudanya terampil dan bertenaga. Maka<br />
tak heran jika beberapa negara mancanegara<br />
mulai melirik Aceh untuk berinvestasi.<br />
Apalagi akhir-akhir ini, Pemerintah Aceh<br />
sangat gencar mengundang investor<br />
asing. Komitmen ini dibuktikan dengan<br />
menyiapkan aplikasi Sapa yang memberikan<br />
berbagai informasi investasi, kepastian<br />
hukum, serta jaminan keamanan investasi.<br />
Semua ini dilakukan untuk memberikan<br />
kemudahan, keamanan, dan kenyamanan<br />
bagi para investor di Aceh.<br />
Pada kunjungannya ke Aceh, Wakil<br />
Perdana Menteri (PM) Turki, Fikri Isik,<br />
menyatakan dalam konferensi pers bersa ma<br />
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, di Pen dopo<br />
Gubernur, Jumat (13/10) bahwa Pemerintah<br />
Turki siap untuk berinvestasi apa pun di<br />
Aceh, terutama di bidang energi yang<br />
saat ini dijajaki Pemerintah Aceh dengan<br />
perusahaan-perusahaan swasta di Turki.<br />
Dalam konferensi pers tersebut, memang<br />
rencana investasi pihak Turki lebih<br />
menonjol dibandingkan dengan hal lainnya.<br />
Ia menyebutkan soal energi memang<br />
pihaknya telah membahas pan jang lebar<br />
dengan Gubernur Irwandi bebe rapa waktu<br />
yang lalu, termasuk persoalan energi di<br />
Aceh. Namun, ia menambahkan bahwa yang<br />
akan banyak berinvestasi di bidang energi<br />
bukanlah Pemerintah Turki, melainkan akan<br />
banyak dilakukan oleh perusahaan swasta.<br />
Sebelumnya, saat melangsungkan<br />
Aceh Business Forum yang dilaksanakan bersamaan<br />
dengan Festival Kopi Istanbul <strong>2017</strong>,<br />
di Istanbul, Turki, Jumat (22/9/17), Gubernur<br />
Aceh, Irwandi Yusuf, menawarkan empat<br />
peluang investasi di Aceh kepada para<br />
pengusaha yang berada di Turki. Peluang<br />
investasi yang ditawarkannya adalah sektor<br />
Pariwisata Aceh, Kawasan Ekonomi Khusus<br />
(KEK) Arun, Energi, dan Agro industri.<br />
“Pemerintah Aceh dan pusat saat ini<br />
sedang bekerja sama untuk mempromosikan<br />
Aceh sebagai salah satu wilayah<br />
terbaik untuk berinvestasi. Kami sekarang<br />
sangat ingin mengejar kembangkan<br />
Ekonomi dalam kemitraan dengan Negara<br />
lain, terutama dengan Negara sahabat<br />
seperti Republik Turki,” jelas Irwandi.<br />
Saat ini Aceh sedang memperbaiki iklim<br />
investasinya dengan memberi lebih banyak<br />
insentif dalam bentuk pengurangan pajak di<br />
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan berupaya<br />
meningkatkan investasi lokal dan asing.<br />
Hasil tidak akan pernah mengkhianati<br />
Gubernur Terima Audiensi Akuo Energy (Humas Setda Aceh)<br />
usaha, perjalanan jauh berbuah manis.<br />
Dari dua perusahaan Turki yang bergerak<br />
di bidang energi, Hitay Holding A.S dan<br />
Aksa Enerji Uretim A.S menandatangani<br />
Memorandum of Understanding (MoU)<br />
dengan Pemerintah Aceh untuk mengembangkan<br />
proyek Geothermal dan pembangkit<br />
listrik tenaga gas bumi di Aceh.<br />
Hal ini termasuk dalam terobosan 100<br />
hari Irwandi – Nova menjabat sebagai<br />
Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.<br />
Dengan slogan Aceh Energi, Irwandi dan<br />
Nova mencoba untuk mengatasi krisis listrik<br />
yang kerap terjadi di Aceh dan pengelolaan<br />
geothermal Seulawah Agam yang saat ini<br />
Pemerintah Aceh telah membentuk PT.<br />
Geothermal Energy Seulawah (PT. GES)<br />
untuk mengelola pembangkit listrik tenaga<br />
panas bumi di Seulawah.<br />
Potensi Sumber Daya Alam untuk Tangani<br />
Krisis Energi Listrik<br />
Tak hanya negara Turki yang tertarik<br />
berinvestasi di Aceh, perusahaan Peran cis<br />
yang bergerak di bidang energi terbarukan,<br />
Akuo Energy, mulai menjejakkan kakinya<br />
berinvestasi di Aceh untuk mengembangkan<br />
pembangkit tenaga angin, air dan bio mass<br />
di beberapa lokasi di Aceh.<br />
Dalam pertemuannya dengan Irwandi,<br />
Managing Director Akuo, Christophe,<br />
menga takan bahwa ia melihat potensi<br />
yang sangat besar di Aceh, baik itu potensi<br />
angin, air dan biomass.. Pengembangan<br />
pembangkit listrik tenaga angin akan<br />
dibangun sebanyak 50 turbin di kawasan<br />
Krueng Raya dan Lhoknga, di mana<br />
nantinya akan menghasilkan energi listrik<br />
sebesar 100 megawatt atau lebih.<br />
“Saat ini Akuo Energy akan melakukan<br />
pembelajaran terlebih dahulu untuk<br />
pengembangan Listrik Tenaga Angin, Air,<br />
dan Biomass di Aceh kurang lebih selama<br />
setahun,” lanjut Christophe.<br />
Sedangkan untuk biomass akan di<br />
lakukan di Simeulue dengan mengembangkan<br />
Kaliandra yang akan menghasilkan<br />
energi listrik sekitar 3 megawatt,<br />
dan pembangkit listrik tenaga air akan<br />
di bangun di kabupaten Aceh Tengah<br />
dengan perkiraan energi listrik sebanyak 6<br />
megawatt. Setelah mendapatkan izin dan<br />
melakukan studi fisibilitas selama setahun,<br />
proyek ini ditargetkan akan beroperasi<br />
pada tahun 2021 mendatang.<br />
Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah<br />
menandatangani nota kesepahaman<br />
(MoU) dengan perusahaan asal Hongkong<br />
dalam pengembangan di sektor pembangunan<br />
listrik. Kerja sama ini dilakukan<br />
dengan perusahaan Prosperity International<br />
Holding (H.K) Limited dalam bentuk<br />
investasi di sektor Hidropower, yaitu<br />
pembangunan pembangkit listrik sebesar<br />
1.000 MW dengan biaya 3 Milyar Dolar AS.<br />
Lokasi yang ditetapkan untuk investasi ini<br />
adalah di Tampur (Aceh Tengah), Teunom<br />
(Aceh Barat), dan Woyla (Aceh Barat).<br />
Irwandi memiliki komitmen kuat untuk<br />
mengembangkan Aceh sebagai tujuan<br />
investasi utama dengan potensi sumber<br />
daya alam dan geografis yang strategis, dan<br />
Pemerintah Aceh mengupayakan berbagai<br />
kemudahan untuk meningkatkan iklim<br />
di Aceh bahwa Aceh adalah tempat yang<br />
aman dan nyaman bagi investor domestik<br />
dan internasional untuk melakukan bisnis,<br />
memiliki komitmen kuat.<br />
Semoga dengan adanya investasi dari<br />
Turki dan Perancis ini bisa menciptakan<br />
lapangan pekerjaan baru yang berkualitas<br />
bagi para pemuda di Aceh dengan upah<br />
yang memadai. Pada gilirannya, semua<br />
ini akan menjadi kontribusi positif bagi<br />
perekonomian Aceh yang lebih baik lagi di<br />
masa depan. (Dms, Tata|<strong>AER</strong>)<br />
14 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Investasi<br />
POTENSI TUNA DIINCAR INVESTOR<br />
ACEH TARGETKAN 2.459 TON/TAHUN<br />
Sebagai negara maritim, Indonesia<br />
memiliki berbagai jenis hasil<br />
laut. Khususnya Aceh sendiri yang<br />
memiliki limpahan kekayaan sumber<br />
daya laut. Maka tak heran demi mewujudkan<br />
poros maritim dunia salah satunya dengan<br />
melakukan investasi kelautan yang masih<br />
belum tergarap secara maksimal contohnya<br />
di bidang pengelolaan ikan tuna.<br />
Hal ini disampaikan langsung oleh Ir.<br />
T. Diauddin, Kepala Dinas Kelautan dan<br />
Perikanan Aceh, “Aceh memiliki potensi<br />
perikanan tangkap sebesar 270.000 ton/<br />
tahun, sedangkan yang digarap hanya<br />
165.000 ton/tahun. Sehingga masih ada<br />
60% potensi perikanan Aceh yang belum<br />
tergarap.<br />
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan<br />
dan Perikanan Aceh, ikan tuna yang ditangkap<br />
nelayan dan didaratkan di Pelabuhan<br />
Perikanan Lampulo pada tahun 2016 sebanyak<br />
2.459 ton. Sedangkan pada tahun sebelumnya<br />
hanya mencapai 2.119 ton saja. Hal ini<br />
mengalami peningkatan yang sangat baik.<br />
Terlebih kini hadir perusahaan PT<br />
Yakin Pasific Tuna yang mulai membangun<br />
pabrik pengolahan tuna untuk ekspor di<br />
Kawasan Industri Pelabuhan Perikanan<br />
Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh.<br />
Direktur muda perusahaan ini adalah<br />
Ameer yang meru pakan anak mantan Wali<br />
Kota Banda Aceh yaitu Mawardy Nurdin<br />
(almarhum). Menurutnya, target pembangunan<br />
pabrik PT Yakin Pasific Tuna<br />
adalah delapan bulan, sehingga pada<br />
Agustus 2018 mendatang sudah harus<br />
rampung dan beroperasi seperti harapan<br />
Gubernur Irwandi sendiri. Kehadiran<br />
pabrik PT Yakin Pasific Tuna juga akan<br />
meningkatkan kesejahteraan para nelayan<br />
di Aceh dan masyarakat setempat.<br />
Tuna yang berhasil ditangkap oleh<br />
Aktivitas di Pelabuhan Lampulo (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />
Gubernur Letakkan Batu Pertama Pembangunan Pabrik Pengolahan Ikan Tuna (Acehprov.Go.Id)<br />
para nelayan tidak hanya dijual di Aceh<br />
saja melainkan di ekspor di seluruh wilayah<br />
Indonesia dan juga di ekspor ke mancanegara.<br />
Seperti yang terjadi pada PT. Nagata Prima<br />
Tuna yang sekarang sudah tembus ke enam<br />
negara yaitu, Malaysia, Singapura, Thailand,<br />
Hongkong, Jepang dan Korea Selatan melalui<br />
Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda<br />
(SIM) Blang Bintang Aceh Besar.<br />
Menurut Khairul Umri manajer perusahaan<br />
tersebut ikan tuna yang diekspor<br />
ke Jepang dengan grade A, grade A dan B<br />
untuk Malaysia, Singapura, Hongkong, dan<br />
Korea Selatan sedangkan kalau ke Thailand<br />
semua grade.<br />
Seperti yang kita ketahui ikan tuna memiliki<br />
beragam manfaat dan kandu ngan gizi yang sangat<br />
besar. Maka hal itu menjadikan ikan Tuna digemari<br />
oleh masyarakat Serambi Mekkah ini. Seperti<br />
yang diungkapkan oleh Irwandi bahwa ikan tuna<br />
tak hanya digemari oleh<br />
masyarakat Tanah Rencong<br />
tapi juga warga di seluruh<br />
dunia. Di samping itu olahan<br />
ikan tuna dapat diolah<br />
menjadi makanan yang<br />
lezat seperti abon, bakso,<br />
nugget ataupun kerupuk.<br />
Sehingga para UMKM di<br />
Aceh dapat memanfaatkan<br />
ikan tuna tersebut untuk<br />
mengembangkan usaha<br />
mereka.<br />
Akses Perizinan Mudah<br />
Dengan potensi tuna yang sangat besar,<br />
maka mendorong para pengusaha untuk<br />
berbisnis di sektor perikanan. Oleh sebab<br />
itu Pemerintah Aceh akan mempermudah<br />
segala urusan yang menyangkut dengan<br />
perizinan bagi calon investor. Salah satunya<br />
adalah dengan menghadirkan Sistem<br />
Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) di Dinas<br />
Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu<br />
Satu Pintu. Dengan kemunculan sistem<br />
ini maka akan mempermudah para calon<br />
investor dalam berinvestasi yang selama ini<br />
kerap menjadi hambatan mereka.<br />
Ir. Iskandar, MSc, Kepala Dinas Penanaman<br />
Modal dan Perizinan Terpadu Satu<br />
Pintu mengatakan bahwa, proses izin berva<br />
riasi, tergantung izin usaha apa yang<br />
diajukan oleh calon investor. Ada yang 1 hari,<br />
3 hari atau lima hari dan seterusnya. Hal itu<br />
didasarkan dari bahan –bahan persyaratan<br />
yang disiapkan oleh calon investor. Jika<br />
semua lengkap pihaknya berkomitmen<br />
untuk mempercepat semua proses.<br />
Lebih lanjut, mantan Kepala Bappeda<br />
dan Bainprom Aceh ini mengatakan<br />
bahwa proses perizinan di Pemerintah<br />
Aceh berlangsung cepat dan<br />
transparan. Maka pihak investor yang<br />
ingin berinvestasi tidak perlu khawatir<br />
mengenai biaya perizinan. Karena untuk<br />
proses perizinan juga dipastikan bebas<br />
pungutan liar. [Lilis/<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
15
Infografis<br />
16 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
16 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
| ACEH Data ECONOMIC : Adi W. REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
17
Peluang Investasi Terbuka di<br />
Aceh (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />
PELUANG INVESTASI<br />
TERBUKA DI ACEH<br />
Sebutan Negeri Serambi Mekkah<br />
memang tak asing lagi. Sebagai<br />
provinsi yang terletak di gerbang<br />
utara selat Malaka menjadikan<br />
Aceh sangat strategis terhadap arus<br />
perdagangan. Dengan luas wilayah mencapai<br />
57,956,00 km² (bps.go.id) yang<br />
hampir sebagian besar terdiri dari hutan,<br />
tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Aceh<br />
kaya akan hasil sumber daya alam yang<br />
tersebar di banyak tempat.<br />
Sejarah pernah mencatat bahwa Aceh<br />
sejak dahulu terkenal sebagai penghasil<br />
rempah-rempah. Sekarang, eksistensi<br />
Aceh juga tidak kalah unggulnya dengan<br />
provinsi lain yang ada di Indonesia. Ini<br />
dapat dibuktikan Aceh sebagai daerah<br />
produksi pertanian, kawasan kehutanan<br />
dan penghasil mineral dan bahan bakar.<br />
Salah satu contoh produksi yang sampai<br />
sekarang masih eksis didunia perdagangan<br />
ialah kopi yang berasal dari dataran tinggi<br />
Gayo. Varian robusta dan arabika yang di<br />
ekspor dari daerah ini juga tak main-main,<br />
tahun 2016 lalu, lebih dari 9.595 ton biji<br />
kopi Aceh di ekspor ke 23 negara yang<br />
sebagian besarnya ke Eropa. Kemudian tak<br />
melupakan sektor migas yang terdapat di<br />
Aceh Utara dan perkebunan kelapa sawit<br />
di Aceh Timur dan Aceh Tamiang, dan juga<br />
endapan batu bara yang terkonsentrasi<br />
di Meulaboh di Kecamatan Kaway XVI<br />
Kabupaten Aceh Barat.<br />
Sebagai modal investasi, peluang<br />
industri migas di Aceh sudah memulai<br />
babak yang baru dengan telah ditemukannya<br />
cadangan migas dalam jumlah<br />
raksasa di cekungan busur muka Simeulue<br />
yang terletak di lepas pantai sebelah barat<br />
Aceh. Kekayaan yang tersembunyi ini jika<br />
dimanfaat secara maksimal oleh Badan<br />
Pengelola Migas Aceh (BPMA) akan menjadi<br />
daya jual Aceh kepada investor di kancah<br />
lokal maupun Internasional.<br />
Tidak hanya kekayaan alam, Guber nur<br />
Aceh, Irwandi Yusuf sempat mema parkan<br />
sejumlah prospek kerja sama investasi Aceh<br />
di depan pengusaha dan Duta Besar dalam<br />
18 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Nanggroe<br />
acara Aceh Investment Forum – Trade,<br />
Tourism, and Investment di Shangri-La<br />
Hotel, Jakarta.<br />
“Ada empat sektor potensial lain yang<br />
menjadi prioritas dalam menarik investor<br />
untuk berinvestasi di Aceh, antara lain; agro<br />
industri, energi dan infrastruktur, pariwisata,<br />
dan zona pengembangan bisnis. Saat ini<br />
Aceh memiliki 45 perusahaan Crude Palm<br />
Oil (CPO), untuk itu kami mengundang<br />
saudara untuk membangun hilirisasi<br />
industri sawit, karena kita tidak ingin lagi<br />
mengekspor CPO, tapi produknya melalui<br />
refinery,” paparnya dalam forum.<br />
Setiap tahunnya, Pemerintah Aceh<br />
juga berupaya untuk mempromosikan<br />
Aceh sebagai tempat wisata halal dengan<br />
dalih harapan dapat menarik simpati<br />
para investor untuk dapat masuk ke Aceh.<br />
Keinginan ini berlandaskan kegigihan<br />
Pemerintah Aceh agar mendapatkan<br />
investor yang benar-benar ingin berinvestasi<br />
di Aceh, tidak sebatas pada MoU<br />
(Memorandum of Understanding) saja tanpa<br />
adanya realisasi. Mengingat ada empat<br />
kekuatan utama yang membuat Aceh<br />
sangat menjanjikan; (1) atmosfer hukum<br />
dan agama yang sangat bersahabat bagi<br />
para investor, dengan didukung Aceh<br />
sebagai provinsi yang mempunyai otonomi<br />
khusus (2) letak geografis Aceh yang<br />
strategis (3) kaya akan sumber daya alam,<br />
dan (4) sumber daya manusia.<br />
Lebih jauh, pemerintah juga perlu<br />
menunjukkan keseriusan kepada investor<br />
dengan mempermudah inves tasi, mulai<br />
dari memangkas sejumlah regulasi yang<br />
memberatkan, proses perizinan, dan<br />
membantu segala kebu tuhan lainnya. Hal<br />
ini dibuktikan dengan mempermudah<br />
berizinan usaha yang sekarang sudah bisa<br />
diurus secara online lewat Sistem Aplikasi<br />
Perizinan Aceh (SAPA).<br />
“Dengan sistem ini calon investor hanya<br />
butuh waktu tiga jam untuk mengurus<br />
perizinan. Ia berharap dengan fasilitas<br />
tersebut akan semakin mempermudah<br />
calon investor untuk membangun bisnis<br />
mereka di Aceh serta memberikan<br />
pelayanan yang lebih cepat, mudah dan<br />
efektif,” lanjut Irwandi menjelaskan.<br />
Investasi yang benar-benar terealisasi<br />
tahun 2012-2016<br />
Dari data investasi ini, terdapat lima<br />
negara maju yang melakukan Penanaman<br />
<strong>Tahun</strong><br />
Investasi Asing<br />
Langsung<br />
Investasi Lokal<br />
Total Investasi yang<br />
terealisasi<br />
2012 26,133,215 114,889,419 141,022,634<br />
2013 166,101,527 382,330,821 547,432,347<br />
2014 31,541,856 561,491,578 593,033,434<br />
2015 55,892,946 402,410,303 458,240,249<br />
2016 87,804,993 283,343,204 371,148,197<br />
Data: Aceh Investment Profile<br />
Modal Asing (PMA) investasi asing langsung<br />
di Aceh. Lima negara maju ini tercatat pada<br />
tahun 2016 adalah China dengan investasi<br />
sebesar 70,4juta US$, Malaysia 51,7 juta US$,<br />
Joint Countries 32,1 juta US$, Australia 26,4<br />
US$ dan Perancis 27,8 US$. Negara-negara<br />
tersebut berinvestasi di beberapa tempat<br />
di Aceh, diantaranya Aceh Selatan, Nagan<br />
Raya, Gayo Lues, Aceh Besar, dan Sabang.<br />
Investasi yang dilakukan pun berasal dari<br />
berbagai sektor diantaranya listrik, gas dan<br />
air, hotel dan restoran, tanaman pangan<br />
dan perkebunan, perdagangan dan sektorsektor<br />
lainnya.<br />
Selain itu Pemerintah Aceh juga telah<br />
membentuk tim task force untuk membantu<br />
mengatasi hambatan pela yanan investasi.<br />
Tim ini, sebut Irwandi, untuk memastikan<br />
keterlibatan pusat/provinsi/kabupaten<br />
untuk memfasilitasi penanaman modal dan<br />
menemukan solusi atas permasalahan yang<br />
dihadapi pengusaha.<br />
Terbukti, investasi dari investor lokal<br />
juga tak kalah besar nominalnya dengan<br />
investasi asing. Dibuktikan dengan ratarata<br />
angka di atas 100 dengan daerah yang<br />
menjadi sasaran Penanaman Modal Dalam<br />
Negeri (PMDN) meliputi Lhokseumawe,<br />
Aceh Utara, Nagan Raya, Pidie dan Banda<br />
Aceh. Sektor yang menjadi tujuan investor<br />
lokal, pun beragam, seperti sektor listrik,<br />
gas dan air, industri kimia dan farmasi,<br />
tanaman pangan dan perkebunan, industri<br />
mineral dan non logam, dan sektor-sektor<br />
lainnya.<br />
Dengan realisasi investasi di Aceh<br />
selama lima tahun terakhir yang berjumlah<br />
Rp 21 triliun menurut catatan Badan<br />
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),<br />
sangat diharapkan agar ditahun <strong>2017</strong> dan<br />
seterusnya semakin banyak investor asing<br />
maupun lokal yang mengintip dan masuk ke<br />
Aceh. Dengan banyaknya investasi di Aceh<br />
maka pertumbuhan ekonomi juga akan<br />
meningkat. Membuka kesempatan bagi<br />
tenaga kerja lokal dan akan menekan angka<br />
pengangguran dan kemiskinan. Akhirnya<br />
rakyat Aceh akan makmur. [tata|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
19
Wagub Aceh, Nova Iriansyah<br />
dalam peluncuran SAPA<br />
(acehprov.go.id)<br />
IZIN INVESTASI DI ACEH<br />
SELESAI 1 HARI BERKAT<br />
APLIKASI SAPA<br />
Di daerah Simeulue Cut banyak sekali terumbu karang, maka tak heran jenis ikan kerapu sangat<br />
banyak kita jumpai di pinggir-pinggir pesisir yang dihiasi oleh batu karang yang sudah mati.<br />
Dengan kondisi ini, ikan tersebut dapat diambil menggunakan alat bantu atau tangan kosong.<br />
Edy Miswar, S.Si., M.Si<br />
Sekretaris Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Peri kanan di Fakultas Kelautan dan<br />
Perikanan Unsyiah<br />
20 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Persoalan perizinan masih menjadi<br />
hambatan bagi investor, secara<br />
harfiah terdapat bebe rapa masalah<br />
dalam perizinan berusaha di Aceh,<br />
terkait hal tersebut Pemerintah Aceh terus<br />
berusaha un tuk menarik perhatian investor<br />
untuk menanamkan modalnya di Aceh, tentunya<br />
untuk memikat investor ke Aceh, para<br />
investor harus diberikan kemudahan dalam<br />
mengurus perizinan berinvestasi dengan<br />
demikian tidak ada lagi alasan bagi investor<br />
untuk angkat kaki di Aceh, apa saja yang<br />
mereka perlukan semuanya harus di berikan<br />
kemudahan.<br />
Kemajuan Informasi Teknologi (IT) di<br />
Indonesia menjadikan komunikasi data<br />
dengan berbagai pusat sistem telah di<br />
bangun, upaya itu juga mempermudah<br />
perizinan usaha yang sekarang sudah bisa<br />
di urus secara online lewat Sistem Aplikasi<br />
Perizinan Aceh (SAPA) dalam rangka<br />
meningkatkan pelayanan bagi calon investor<br />
dalam mendapat izin mengembangkan<br />
usaha di daerah Aceh.<br />
Dalam peluncuran aplikasi ini pada<br />
Selasa, 24 Oktober <strong>2017</strong> lalu, Wakil Gubernur<br />
Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan saat ini<br />
Pemerintah Aceh terus berupaya membuka<br />
peluang dan memberi ruang kepada pihak<br />
swasta untuk mengembangkan usahanya di<br />
Aceh. Dengan dukungan kemudahan berinvestasi<br />
ini, ia mengharapkan lapa ngan kerja<br />
semakin terbuka dan potensi daerah dapat<br />
dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.<br />
“Salah satu langkah untuk mem permudah<br />
akses informasi adalah dengan<br />
menampilkan aplikasi SAPA. Apli kasi SAPA ini<br />
merupakan salah satu sistem e-government<br />
agar masya rakat dapat memantau kerjakerja<br />
yang di lakukan Pemerintah Aceh.<br />
Dalam mengembangkan program ini,<br />
Pemerintah Aceh mendapat dukungan dari<br />
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam<br />
rangka memperkuat sema ngat transparansi<br />
di pemerintahan Aceh,” jelas Nova.<br />
Dengan penerapan sistem tersebut,<br />
keuntungan untuk investor adalah sangat<br />
efisien dan efektif artinya tidak harus<br />
mengunjungi dinas-dinas teknis yang sesuai<br />
dengan kebutuhan investasi itu sendiri.<br />
Dengan membuka aplikasi SAPA, investor<br />
langsung bisa meng-update data-datanya,<br />
misalnya pengajuan permohonan, sudah<br />
tertera formatnya dalam aplikasi tersebut,<br />
sehingga investor hanya tinggal mengisi<br />
identitas perusahaannya atau data-data<br />
yang diperlukan dan bisa mendapatkan<br />
perizinan dalam 1 hari.<br />
“Contohnya seperti investor yang datang<br />
kesini dia sedang mencari infor masi apa saja<br />
yang harus di penuhi ketika dia hendak<br />
berinvestasi terus kita jelaskan artinya yang<br />
pertama ya izin prinsipnya contohnya lagi<br />
kalau dia PMA berarti izin prinsipnya harus di<br />
BKPM pusat kalau dia PMDM bisa langsung<br />
ke pengantar daerah duta dan investor juga<br />
sangat terbantu dengan adanya Aplikasi<br />
SAPA ini,” jelas Zulkarnaini, Sekretaris Dinas<br />
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu<br />
Satu Pintu Aceh saat dijumpai di kantornya.<br />
Lebih jauh, Zulkarnaini menjelaskan<br />
salah satu permintaan calon investor yang<br />
ingin berinvestasi, baik lokal maupun asing<br />
Nanggroe<br />
SAPA Interface<br />
adalah kemudahan dalam mendapatkan izin.<br />
Di samping itu, adanya kepastian hukum dan<br />
tentunya keamanan juga mempengaruhi<br />
keputusan mereka berinvestasi. Tentu nya<br />
dengan terciptanya aplikasi SAPA tersebut<br />
tentu nya memper mudah calon investor,<br />
selain cepat dan transparan segala urusan<br />
perizinan di lingkungan pemerintahan Aceh<br />
juga di pastikan bebas dari pungutan liar<br />
(pungli).<br />
“Saat ini berinvestasi di Aceh semakin<br />
mudah dengan pelayanan yang di berikan.<br />
Hal ini bertujuan agar iklim investasi di Aceh<br />
semakin menggeliat. Tekad Pemerintah<br />
Aceh untuk mengundang investor telah<br />
membuahkan hasil, saat ini dalam 100 hari<br />
kerja pasangan Irwandi-Nova, Aceh menjadi<br />
daerah paling menarik investasi nomor 9 di<br />
Indonesia,” ucap Iskandar, kepala DPMPTSP<br />
Aceh dalam kesempatan yang sama.<br />
Menurut Zulkarnaini dengan kehadiran<br />
sistem online SAPA ini, DPMPTSP<br />
bisa menerima sebanyak 50 perizinan per<br />
hari, namun untuk proses izin itu memiliki<br />
beberapa variasi, tergantung izin usaha<br />
apa yang di ajukan oleh calon investor, jika<br />
perusahaan jasa surat izin investasinya dapat<br />
selesai 1 hari, namun jika perusahaannya<br />
pertambangan energi itu berkaitan dengan<br />
lingkungan harus ada surat izin dampak<br />
lingkungan terlebih dahulu atau surat izin<br />
eksternal lainnya yang membuat surat<br />
perizinan selesai 3 hari, 5 hari dan seterusnya<br />
tergantung perusahaannya, namun pihaknya<br />
tetap komit mempercepat semua<br />
prosesnya jika bahan sudah lengkap.<br />
”Mari sama-sama kita berupaya untuk<br />
memberikan kenyamanan kepada<br />
setiap investor dan kemudahan jangan<br />
mempersulit mereka kita ingin seperti itu<br />
harus sepakat kita semua baik dari pihak<br />
mahasiswa dari perangkat desa kita harus<br />
samakan pemahaman yang seperti itu<br />
karena investasi di suatu daerah sangat<br />
di harapkan karena dapat mendongkrak<br />
pertumbuhan ekonomi masyarakat banyak,”<br />
jelas Zulkarnaini. [INTAN|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
21
PT Arun NGL<br />
KILAS BALIK<br />
TANTANGAN MIGAS ACEH<br />
Baru baru ini, dunia sangat diheboh kan dengan keberadaan cadangan migas terbesar yang<br />
dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan migas tersebut<br />
berada di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh.<br />
BPPT bahkan memperkirakan cadangan migas ini sebesar 320,79 miliar barel, dan dapat<br />
memenuhi kebutuhan minyak dunia.<br />
22 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Iklim investasi yang sehat men jadi<br />
faktor penentu dalam mengem bangkan<br />
perekonomian suatu dae rah. Apalagi<br />
menyangkut sektor migas. Semua negara<br />
bahkan Indonesia menjadikan sektor Migas<br />
sebagai tulang punggung ekonomi nasional.<br />
Seperti yang dikutip dari situs resmi Direktorat<br />
Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas)<br />
Kementerian ESDM. Penetapan ini merupakan<br />
pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat 1<br />
Peraturan Pemerintah Nomor 55 <strong>Tahun</strong> 2005<br />
tentang Dana Perimbangan. Dalam keputusan<br />
ini dinyatakan, jumlah provinsi, kabupaten<br />
dan kota yang dite tap kan sebagai daerah<br />
penghasil dan dasar penghitungan dana bagi<br />
hasil sumber daya alam migas pada <strong>2017</strong>.<br />
Aceh bisa dikatakan masih bela jar dalam<br />
keikutsertaannya dalam menge lola potensi<br />
migasnya. Berdasarkan Pera turan Pemerintah<br />
(PP) No. 23 <strong>Tahun</strong> 2015 tentang Pengelolaan<br />
Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas<br />
Bumi di Aceh, maka Aceh turut berperan<br />
aktif dalam mengelola migas di wilayahnya.<br />
Wilayah yang menjadi sektor perkembangan<br />
migas tersebut meliputi Kabu paten<br />
Aceh Utara, Kabupaten Aceh Tamiang, dan<br />
Kabupaten Aceh Timur.<br />
Dahulu, Aceh pernah berada dimasa<br />
kejayaan karna mampu memproduksi gas<br />
alam cair (liquified natural gas/LNG) yang<br />
berlokasi di Lhokseumawe. PT Arun NGL<br />
memiliki catatan sejarah panjang sebagai<br />
pemasok besar LNG internasional dan<br />
ditugasi pemerintah untuk mengekspor LNG<br />
ke Jepang dan Korea Selatan sesuai kontrak.<br />
Kehadiran kilang Arun yang beroperasi sejak<br />
37 tahun silam itu men cip takan sentra-sentra<br />
ekonomi Aceh ber basis industri pengguna<br />
gas dan aneka bentuk jasa perdagangan.<br />
Perusahaan yang dibentuk dan mulai<br />
berproduksi tahun 1978 itu didirikan secara<br />
patungan dengan komposisi saham milik<br />
PT Pertamina 55%, Mobil Oil Inc. selaku<br />
perusahaan merger Exxon Mobil 30%, dan<br />
asosiasi para pembeli gas di Jepang (JILCO)<br />
memiliki porsi saham 15%.<br />
Pertumbuhan perekenomian juga<br />
harus didorong dengan dukungan oleh<br />
semua lapisan masyarakat termasuk juga<br />
Pemerintah Aceh sebagai pemangku<br />
kepentingan tertinggi. Bentuk dukungan<br />
Pemerintah dapat berupa memberikan<br />
solusi-solusi untuk permasalahan peri zinan,<br />
pembebasan lahan. Ujung tombak dari<br />
semua ini ialah agar tercipta iklim investasi<br />
yang kondusif dan aman ditengah rendahnya<br />
harga minyak dunia.<br />
Pada bulan Januari 2015, Medco Energi<br />
menandatangani perjanjian jual beli gas yang<br />
bernilai lebih dari AS$ 2 milyar, setara dengan<br />
Migas Simeulue (Serambinews)<br />
200 BCF cadangan dari Kontrak Kerja Sama<br />
Blok A di Provinsi Aceh, Indonesia. Pembeli gas<br />
Blok A adalah perusahaan negara Pertamina,<br />
dengan harga gas yang disepakati AS$ 9,45<br />
per MMBTU (Metric British Thermal Unit).<br />
MedcoEnergi, melalui anak usaha nya<br />
PT Medco E&P Malaka sedang menggarap<br />
potensi gas di Blok A, Aceh Timur untuk<br />
memenuhi kebutuhan gas pada industri di<br />
Aceh dan Sumatera Utara. Ada tiga lapangan<br />
gas yang sedang dikembangkan yakni<br />
lapangan Alur Siwah, Alur Rambong dan Julu<br />
Rayeu. Proyek pengembangan ini diharapkan<br />
bisa mulai berproduksi pada semester<br />
pertama 2018.<br />
Hilir dari kontrak ini menunjukkan<br />
dukungan Perusahaan untuk pengem bangan<br />
pasar gas domestik Indonesia, disaat yang<br />
sama menciptakan nilai bagi perusahaan<br />
dan membangun nilai ekonomis penting di<br />
provinsi Aceh.<br />
Sangat Menjanjikan<br />
Dalam mengelola potensi migasnya,<br />
Pemerintah Aceh membentu Badan Pengelola<br />
Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA).<br />
Pengelolaan rantai bisnis migas ini berpedoman<br />
pada beberapa hal yang menjadi<br />
pokok-pokok utamanya, yaitu Potensi Migas,<br />
Regulasi Migas, Investor Migas, dan Peran<br />
Pemerintah. Keempat hal ini merupakan<br />
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.<br />
Potensi migas di Wilayah Aceh saat ini<br />
masih sangat menjanjikan. Setidaknya,<br />
pada tahun 2016 terdapat 11 wilayah kerja<br />
migas seperti Blok B, Blok NSO, Blok A, dan<br />
beberapa blok migas lainnya. Blok A dan<br />
Blok B dari kesebelas wilayah itu merupakan<br />
dua wilayah kerja migas yang saat ini masih<br />
berproduksi di Aceh, sedangkan tiga blok<br />
lainnya masih dalam fase pengembangan<br />
lapangan. Enam blok migas lainnya masih<br />
Nanggroe<br />
dalam tahap eksplorasi.<br />
Baru baru ini, dunia sangat dihebohkan<br />
dengan keberadaan cadangan migas<br />
terbesar yang dirilis oleh Badan Pengkajian<br />
dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan<br />
migas tersebut berada di cekungan busur<br />
muka Simeulue yang terletak di lepas<br />
pantai sebelah barat Aceh. BPPT bahkan<br />
memperkirakan cadangan migas ini sebesar<br />
320,79 miliar barel, dan dapat memenuhi<br />
kebutuhan minyak dunia.<br />
Meskipun demikian, untuk dapat mem -<br />
buktikan jumlah cadangan tersebut masih<br />
diperlukan data-data tambahan seperti<br />
seismik dan pengeboran. Berda sar kan data<br />
itu dapat disimpulkan bahwa potensi migas di<br />
Aceh sangat menjanjikan. Upaya-upaya untuk<br />
mem per mudah dan mempercepat proses<br />
pembuktian dan pengembangan potensi<br />
migas di Aceh harus dikedepankan oleh<br />
Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh.<br />
Salah satu raja migas yang meru pakan<br />
investor asing, perusahaan Total Indonesia<br />
asal Perancis sudah positif berminat dan<br />
secara sukarela melakukan kerja besar ini<br />
untuk Aceh atas biaya dan risiko yang mereka<br />
tanggung sendiri.<br />
Hal ini merupakan suatu pertanda baik<br />
bagi Provinsi Aceh dalam mem bangun<br />
perekonomiannya berbasis pada sektor<br />
migas. Setelah sempat dahulu terpuruk<br />
akibat adanya perang politik yang terjadi<br />
selama puluhan tahun. Dampak dari konflik<br />
tersebut pula hampir dari seluruh perusahaan<br />
termasuk didalamnya PT Arun NGL berhenti<br />
berproduksi. Kini Kawasan Ekonomi Khusus<br />
(KEK) Arun Lhokseumawe juga memulai<br />
babak yang baru. Semakin besar harapan<br />
bahwa Aceh akan kembali berjaya dengan<br />
investasi baru di sektor migas. [Tata|<strong>AER</strong>]<br />
Kilang PT Arun<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
23
Dok. Biro Perekonomian<br />
Setda Aceh.<br />
BIRO PEREKONOMIAN<br />
SOSIALISASIKAN KEBIJAKAN<br />
SUBSIDI ENERGI<br />
Masih terdapat berbagai kendala dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar tepat sasaran.<br />
Salah satunya adalah sistem pendistribusian yang masih dilakukan secara terbuka, sehingga<br />
masih terdapat masyarakat yang tidak berhak turut menikmati subsidi yang diperuntukkan<br />
bagi masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya<br />
harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta terjadinya kelangkaan di beberapa tempat.<br />
Syaiba Ibrahim<br />
Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh
Merubah kebiasaan masya rakat<br />
dari menggunakan minyak<br />
tanah ke gas LPG untuk me masak<br />
memang bukanlah suatu hal<br />
yang mudah dan sederhana. Hal ini ditambah<br />
lagi dengan maraknya pemberitaan kasus<br />
tentang meledak gas LPG 3Kg di daerah<br />
yang lebih da hulu melakukan konversi<br />
menjadikan masyarakat semakin ragu dan<br />
resah.<br />
Provinsi Aceh mulai mengimple mentasikan<br />
program Konversi Minyak Tanah ke<br />
LPG 3Kg pada tahun 2009 hingga tahun<br />
2014 yang dilakukan secara bertahap. Naiknya<br />
harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di<br />
Indonesia diawali oleh naiknya harga minyak<br />
dunia sehingga membuat pemerintah tidak<br />
dapat mem pertahankan harga BBM, karena<br />
menyeb abkan bertambahnya anggaran<br />
sub sidi pada APBN.<br />
“Di Provinsi Aceh, program konversi<br />
minyak tanah ke LPG 3 Kg dilaksanakan pada<br />
22 kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten<br />
Simeulue belum dilakukan konversi karena<br />
belum tersedianya sarana dan prasarana<br />
pendukung un tuk pelaksanaan program<br />
tersebut,” sebut Syaiba Ibrahim, Asisten<br />
Bidang Perekonomian dan Pembangunan<br />
Sekda Aceh saat membacakan sambutan<br />
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, pada acara<br />
pembukaan Sosialisasi Kebijakan Subsidi<br />
Energi di Grand Nanggroe Hotel tanggal 4<br />
Oktober <strong>2017</strong> lalu.<br />
Syaiba mengatakan LPG 3 Kg pada awal<br />
proses konversi dari minyak tanah sempat<br />
mendapatkan resistensi dari masyarakat.<br />
Namun seiring dengan berjalannya waktu,<br />
LPG 3 Kg telah men jadi primadona bagi<br />
masyarakat, bahkan sebagian masyarakat<br />
mampu dan usaha non mikro turut<br />
menggunakan LPG 3 Kg. Pada awal diimplementasikan<br />
tahun 2009, Dalam pelaksanaan<br />
kon versi tahap I tersebut telah ter data calon<br />
penerima paket perdana LPG 3 Kg sebanyak<br />
569.353 paket yang terdiri dari 544.171<br />
paket untuk rumah tangga dan 25.182 paket<br />
untuk usaha mikro.<br />
“Hal tersebut merupakan bagian dari<br />
proses mengubah kebiasaan masyarakat<br />
dari menggunakan minyak tanah sebagai<br />
bahan bakar dalam memasak beralih<br />
dengan menggunakan LPG,” tambahnya.<br />
Sebelumnya, Syaiba mengatakan di<br />
tahun <strong>2017</strong> ini Pemerintah telah mengalokasikan<br />
Subsidi BBM dan LPG 3 Kg<br />
sebesar Rp. 32 triliun serta subsidi listrik<br />
sebesar Rp. 45 triliun. Subsidi tersebut<br />
akan diintegrasikan dengan program<br />
penang gulangan kemiskinan agar betulbetul<br />
diterima oleh rakyat miskin, rentan<br />
miskin, usaha kecil, dan industri kecil<br />
yang berhak menerima subsidi. Selain<br />
itu, pengintegrasian tersebut diharapkan<br />
akan meningkatkan efisiensi biaya logistik<br />
pemerintah dan mempermudah penyaluran<br />
serta pengawasannya.<br />
Distribusi LPG 3 Kg di Aceh<br />
Pada tahun <strong>2017</strong>, Provinsi Aceh mendapatkan<br />
alokasi kuota LPG 3 kg sebesar<br />
65.225 Metrik ton atau setara dengan 21,74<br />
juta Tabung LPG 3 kg. Dari alokasi tersebut,<br />
realisasi pendistribusian LPG 3 kg di Aceh<br />
mengalami over kuota sebesar 2,61%.<br />
Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh<br />
pemerintah melalui Direktorat Jenderal<br />
Minyak dan Gas Bumi, bahwa kuota LPG 3 kg<br />
Provinsi Aceh pada tahun 2016 mengalami<br />
kenaikan sebesar 18,70% dibanding tahun<br />
sebelumnya yaitu sebesar 77.423 Metrik<br />
Ton atau 25,81 juta Tabung LPG 3 kg. Banyak<br />
harapan agar distribusi LPG 3 kg pada<br />
tahun ini dapat dikendalikan sehingga tidak<br />
melebihi kuota.<br />
“Masih terdapat berbagai kendala<br />
dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar<br />
tepat sasaran. Salah satunya adalah sistem<br />
pendistribusian yang masih dilakukan<br />
secara terbuka, sehingga masih terdapat<br />
masyarakat yang tidak berhak turut menikmati<br />
subsidi yang diperuntukkan bagi<br />
masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya<br />
adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya<br />
harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta<br />
terjadinya kelangkaan di beberapa tempat,”<br />
jelasnya panjang lebar.<br />
Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh,<br />
Muhammad Raudhi, mengatakan jenis<br />
energi lainnya yang mendapatkan subsidi<br />
pemerintah adalah energi listrik yang<br />
Nanggroe<br />
dikelola oleh PT. PLN (Persero).<br />
“Pada tahun 2015, penerima subsidi<br />
listrik terbesar dinikmati oleh pelanggan<br />
rumah tangga 450 VA dan 900 VA yaitu<br />
sebesar 87% dari total peruntukan subsidi<br />
untuk energi listrik, bahkan dari kedua<br />
golongan pelanggan listrik tersebut terdapat<br />
rumah tangga yang tidak layak menikmati<br />
subsidi,” tutur Raudhi.<br />
Jelasnya lagi, pengurangan subsidi dari<br />
berbagai sektor khususnya sektor energi<br />
bertujuan untuk menyehatkan postur APBN<br />
sehingga sebagian ang garan subsidi yang<br />
berhasil dikurangi dapat dialihkan untuk<br />
membiayai pembangunan infrastruktur bagi<br />
dae rah-daerah yang belum menikmati layanan<br />
energi sebagaimana umumnya daerah<br />
di Indonesia, seperti perluasan jaringan<br />
listrik ke daerah yang belum terlayani listrik<br />
dan program BBM satu harga di daerah 3<br />
T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), serta<br />
pembangunan infrastruktur lainnya untuk<br />
pengem bangan daerah tersebut.<br />
Masih Adanya Daerah Yang Belum<br />
Terjangkau Listrik<br />
Aceh masih memiliki beberapa wilayah<br />
pemukiman yang terpencil dan belum<br />
terjangkau oleh listrik, sebagai contoh,<br />
di Kecamatan Pantan Cuaca Kabupaten<br />
Gayo Lues, terdapat masyarakat yang<br />
mata pencahariannya berkebun. Mereka<br />
masih menggunakan minyak tanah untuk<br />
penerangan dimalam hari, sementara<br />
LPG 3 Kg tidak dapat digunakan untuk<br />
penerangan. Hal-hal seperti ini perlu<br />
mendapat perhatian pemerintah pusat agar<br />
minyak tanah bersubsidi tetap dialokasikan<br />
kepada masyarakat yang membutuhkan.<br />
Di samping itu, Syaiba juga mengatakan<br />
pengawasan distribusi minyak tanah<br />
bersubsidi harus dilakukan secara intensif,<br />
untuk menghindari penyalah gunaan dan<br />
penyeludupan. Oleh karena itu ia mengharapkan<br />
kepada pihak PT. Pertamina agar<br />
senantiasa melakukan pembinaan terhadap<br />
SPPBE, Agen dan Pangkalan LPG 3 Kg.<br />
[DMS|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
25
Foto : Fahmi/<strong>AER</strong><br />
MENINGKATKAN KUALITAS SDM<br />
MELALUI PROGRAM ‘ACEH<br />
CARONG’<br />
Ada tiga pokok kompetensi yang harus dipenuhi dalam peningkatan kualitas Sumber Daya<br />
Manusia. Tiga pokok poin penting itu adalah Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini merupakan<br />
pokok utama dalam target program Aceh Carong<br />
Syahrul Badruddin<br />
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh<br />
26 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Dalam 15 program utama Pemerintah<br />
Aceh melalui kabinet<br />
gubernur Irwandi Yusuf, peningkatan<br />
kualitas Sumber Daya<br />
Manusia adalah salah satu prioritas<br />
utama pemerintah melalui yang dikemas<br />
dalam program Aceh Carong. Di 100 hari<br />
kepemimpinan Irwandi - Nova, bagaimanakah<br />
perkembangan program ini?<br />
Dihimpun dari Kepala Badan Pengembangan<br />
Sumber Daya Manusia (BPSDM)<br />
Provinsi Aceh, Syahrul Badruddin, ia<br />
mengaku program Aceh Carong sudah<br />
mulai dilaksanakan sesuai perintah dari<br />
gubernur. Berbagai program yang telah<br />
berjalan dan dilaksanakan, seperti Beasiswa<br />
untuk mahasiswa Aceh di dalam dan luar<br />
negeri, mengadakan sekolah umum, dan<br />
diklat untuk ruang lingkup internal instansi<br />
pemerintahan.<br />
Menurut Syahrul, ada 3 pokok kompetensi<br />
yang harus dipenuhi dalam<br />
peningkatan kualitas Sumber Daya<br />
Manusia, “3 pokok poin penting itu adalah<br />
Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini<br />
merupakan pokok utama dalam target<br />
program Aceh Carong,” jelasnya.<br />
Saat ditanyai tentang program pendukung<br />
yang akan dilakukan untuk<br />
menyukseskan program ini, ia dan instansi<br />
BPSDM sedang melakukan pengu rusan<br />
ke badan hukum tentang izin lembaga<br />
sertifikasi yang direncanakan mulai berjalan<br />
di tahun 2018 mendatang.<br />
“Kami sedang melakukan pengurusan<br />
ke badan hukum terkait rencana ini<br />
(lembaga sertifikasi). Nantinya sete lah<br />
lembaga ini rampung, kita akan melakukan<br />
mapping untuk menentukan pelatihan apa<br />
saja yang dibutuhkan dan dilaksanakan<br />
oleh lembaga sertifikasi,” ujarnya.<br />
Ia pun mengeluhkan pendanaan untuk<br />
kegiatan training dan diklat yang memasuki<br />
kurikulum baru. “Hal ini menjadi kendala<br />
tersendiri karena perbedaan tahun ajaran<br />
dan tahun anggaran. Oleh karena itu,<br />
kami sedang mengusulkan pembentukan<br />
BLUD (Badan Layanan Umum Daerah - red)<br />
agar waktunya menjadi lebih fleksibel,”<br />
tambahnya.<br />
Dalam kesempatan yang sama, Said<br />
Muhammad, Guru Besar Universitas Syiah<br />
Kuala menuturkan bahwa Pemerintah Aceh<br />
melalui BPSDM mendukung pro gram Aceh<br />
Carong dengan membe rikan beasiswa<br />
untuk mahasiswa Aceh untuk melanjutkan<br />
kuliah di dalam dan luar negeri.<br />
“Untuk saat ini kita membuka beberapa<br />
kategori dalam beasiswa; diantaranya<br />
beasiswa S2, D3, Spesialis, Jalur<br />
Pengembangan Daerah, serta Tahfidz,” jelas<br />
Said.<br />
Di tahun <strong>2017</strong> ini, penerima beasiswa<br />
tersebar di beberapa universitas dalam<br />
negeri seperti Universitas Syiah Kuala,<br />
UIN Ar-Ranirry, Institut Teknologi Surabaya<br />
(ITS) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).<br />
Sedangkan untuk beasiswa kuliah di luar<br />
negeri, Said mengaku pihaknya sedang<br />
melakukan training kompetisi dasar bagi<br />
penerima beasiswa ke Jerman.<br />
Sebagaimana diketahui, jika SDM yang<br />
dimiliki Aceh semakin baik, maka peluang<br />
untuk menekan angka pengangguran<br />
akan semakin besar. Dimana di asumsikan<br />
mereka yang ber pen didikan tinggi,<br />
akan lebih mudah dalam mendapatkan<br />
dan men ciptakan lapangan pekerjaan.<br />
Keadaan ketenagakerjaan di Provinsi<br />
Aceh pada triwulan ketiga tahun <strong>2017</strong> ini<br />
menunjukkan adanya peningkatan jumlah<br />
angkatan kerja. Hal ini dapat dilihat<br />
dari jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh<br />
pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 2,289 juta<br />
orang, bertambah sekitar 31 ribu orang<br />
dibanding Agustus 2016 sebesar 2,258 juta<br />
orang. Penduduk yang bekerja di Provinsi<br />
Aceh pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 2,139<br />
juta orang, bertambah sekitar 51 ribu<br />
orang jika dibandingkan dengan keadaan<br />
Agustus 2016 sebesar 2,087 juta orang.<br />
Sedangkan jumlah penganggur<br />
pada Agustus <strong>2017</strong> sebanyak 150 ribu<br />
mengalami penurunan sekitar 21 ribu<br />
orang dibandingkan keadaan Agustus<br />
2016 sebesar 171 ribu orang. Tingkat<br />
Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi<br />
Aceh pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 6,57<br />
persen, lebih rendah 1,00 persen dari TPT<br />
bulan Agustus 2016 sebesar 7,57 persen.<br />
“Saat ini kita sedang mempersiapkan<br />
beberapa penerima beasiswa ke Jerman<br />
yang inshaa Allah akan mulai kuliah<br />
di bulan Juli mendatang di beberapa<br />
Universitas bergengsi di Jerman. Selain<br />
Nanggroe<br />
Jerman, kita juga baru saja mengirim 10<br />
orang penerima beasiswa ke Mesir,” tambah<br />
Said yang juga bagian kerjasama dan<br />
pengurusan beasiswa di BPSDM.<br />
Kualitas tenaga pendidik juga masuk<br />
dalam sasaran target program Aceh Carong.<br />
Peningkatan kualitas guru merupakan hal<br />
yang harus mendapat perhatian besar<br />
dalam menanggulangi krisis pendidikan di<br />
Aceh. Said juga memberikan tanggapannya<br />
terhadap hal ini.<br />
“Pelatihan guru seharusnya meningkatkan<br />
kualitas guru, tidak hanya membuat<br />
training saja tapi hasilnya minim. Hal<br />
ini berdampak langsung pada muridmuridnya.<br />
Ini yang harus dibenahi untuk<br />
upaya meningkatkan kualitas SDM di Aceh,”<br />
jawabnya panjang lebar.<br />
Pendistribusian guru juga menjadi<br />
poin penting yang akan dibicarakan<br />
dalam peningkatan kualitas pendidikan.<br />
Pemerintah harus memberi rangsangan<br />
untuk sekolah di daerah yang minim<br />
peminat. Degan begitu, target pendidikan<br />
akan mudah tercapai.<br />
Saat ditanyai tentang pemberian<br />
award kepada daerah yang memiliki<br />
pelayanan & peningkatan kualitas SDM,<br />
Syahrul mengaku belum memiliki rencana.<br />
“Untuk award kita belum punya rencana,<br />
tapi untuk mendukung program ini,<br />
harus diperhatikan betul agar target yang<br />
diinginkan dapat tercapai,” ujar Syahrul.<br />
[Jauhar|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
27
Mahdi Usati dan Fitra<br />
Cahyadi sedang menilai kopi<br />
(Foto;Jeyhan)<br />
WARUNG KOPI DI ACEH<br />
BUTUH Q GRADER PERSONAL<br />
Tingkat konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap<br />
satu warung kopi harus memiliki Q Grader yang dapat memantau kualitas kopi yang kemudian<br />
dinikmati konsumen.<br />
Mahdi Usati<br />
Licensed Q Grader Cupper<br />
28 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Nanggroe<br />
Fitra Cahyadi (baju putih) (Foto;Jeyhan)<br />
Kondisi alam Aceh yang subur<br />
dipadu cuaca yang mendukung,<br />
menjadikan tanaman kopi Aceh<br />
berkembang menjadi komoditas<br />
yang bermutu tinggi dan menguntungkan.<br />
Indonesia merupakan pengekspor biji kopi<br />
terbesar keempat di dunia, dan Aceh adalah<br />
salah satu penghasil kopi terbesarnya yang<br />
mampu menghasilkan sekitar 40% biji kopi<br />
jenis Arabika tingkat premium dari total<br />
panen kopi di Indonesia. Dan ini menjadi<br />
salah satu hal yang kemudian menjadi<br />
penyebab kemunculan warung kopi dan<br />
modern coffee shop yang tersebar di seluruh<br />
penjuru Aceh. Hal ini sebenarnya sebuah<br />
dampak positif bagi sektor perekonomian<br />
masyarakat Aceh namun tak ayal pula ada<br />
hal yang kemudian perlu diperhatikan<br />
karena permintaan pasar yang semakin<br />
tinggi, yaitu kualitas kopi yang dihasilkan.<br />
Dalam acara Aceh Coffee Master<br />
Competition rangkaian Festival Kopi<br />
Dan Kuliner Sail Sabang <strong>2017</strong>, Tim <strong>AER</strong><br />
dipertemukan dengan Mahdi Usati dan<br />
Fitra Cahyadi, Q Grader Aceh berlisensi<br />
Internasional yang sedang melakukan<br />
cupping test terhadap beberapa produk<br />
kopi. Mungkin istilah Q Grader masih<br />
sangat awam di kalangan masyarakat<br />
namun keahlian mereka lah yang sangat<br />
menentukan kualitas kopi yang kita cicip di<br />
berbagai warung kopi dan kafe.<br />
Q Grader adalah orang yang bertanggung<br />
jawab menjalankan sistem penilaian<br />
standar kopi yang berlaku universal.<br />
Nilai tersebut harus bersifat kredibel dan<br />
dapat diverifikasi. Hal ini bertujuan untuk<br />
mendapatkan titik kalibrasi yang sama<br />
untuk sebuah biji kopi. CQI (Coffee Quality<br />
Institute) yang kemudian memberi lisensi<br />
ini sendiri adalah lembaga independen<br />
peneliti kopi yang berlokasi di Long Beach,<br />
California.<br />
CQI membagi dua kelompok Grader,<br />
yaitu Q Grader dan R Grader. Q Grader<br />
ditujukan untuk Grader kopi arabika dan<br />
kopi luwak. Sementara R Grader adalah<br />
lisensi untuk seorang Grader kopi robusta.<br />
Dengan penelitian terbaru milik Mahdi<br />
Usati dapat menunjukkan bahwa tingkat<br />
konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya<br />
di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap<br />
satu warung kopi harus memiliki Q Grader<br />
yang dapat memantau kualitas kopi yang<br />
kemudian dinikmati konsumen. “Karena<br />
ini satu dari sekian cara agar kita dapat<br />
mempertahankan kualitas kopi Aceh<br />
sekarang,” ujar pria yang juga tergabung<br />
dalam Gayo Cupper Team ini.<br />
Melihat hasil dari Aceh Coffee Master<br />
Competition, para senior cupper ini yakin<br />
bahwa Aceh sebenarnya memiliki banyak<br />
sumber daya manusia yang mampu<br />
menjadi Q grader bertaraf internasional,<br />
tampak dari beberapa hasil pengujian<br />
cupper untuk para peserta lomba.<br />
“Kunci dari menjadi Q Grader<br />
adalah jujur, karena tugas kami adalah<br />
menganalisa dan mengontrol cita rasa<br />
kopi. Jadi kopi yang sudah melewati uji<br />
kualitas dari Q Grader, berarti itu sudah ter<br />
garansi bahwa kopi tersebut aman dan siap<br />
untuk di distribusikan,” jelas Fitra Cahyadi<br />
menambahkan pesannya di akhir sesi<br />
wawancara. (Mia|<strong>AER</strong>)<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
29
REVIEW<br />
INVESTASI ACEH<br />
Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA<br />
Dosen Prodi Manajemen FEB Unsyiah, Alumni<br />
Georgia State University, Atlanta, USA<br />
Beberapa bulan sejak Irwandi kembali<br />
duduk sebagai Gubernur Aceh,<br />
gaung investasi kembali bergema.<br />
Tak heran, dulu-pun beliau sangat<br />
getol menggenjot investasi asing untuk<br />
masuk ke Aceh. Tak tanggung-tanggung, baru<br />
sebulan menjabat, Irwandi sudah promosi<br />
ke Rusia. Dalam banyak kesempatan melantik<br />
kepada daerah kabupaten/kota, Irwandi<br />
selalu berpesan agar kepala daerah turut<br />
mendorong inves tasi di daerahnya. Apakah<br />
investasi sedemikian penting bagi ekonomi<br />
Aceh?<br />
Menyimak diskursus investasi yang<br />
kembali hangat akhir-akhir ini, mengingatkan<br />
saya pada Aburizal Bakrie, mantan<br />
Ketua Umum Golkar yang dulu pernah ke<br />
Aceh dalam rangka persiapan menjelang<br />
konvensi Calon Presiden RI medio 2003 silam.<br />
Saya kebetulan menjadi moderator yang<br />
memandu jalannya diskusi. Dalam pidatonya,<br />
tokoh yang akrab disapa Ical berkata bahwa<br />
saat ini ada milyaran dolar investasi asing yang<br />
menggelantung di langit nusantara. “Mereka<br />
hanya menunggu sinyal untuk bisa masuk ke<br />
Indonesia,” ungkap Ical mantap.<br />
Intinya adalah, investasi, terutama investasi<br />
asing, banyak berseliweran di seluruh<br />
dunia. Ada banyak biliuner yang tidak tahu<br />
mau di bawa ke mana uangnya. Kita hanya<br />
perlu menyiapkan diri untuk meyakinkan<br />
mereka, bah wa bersama kita, investasi<br />
mereka akan aman dan meningkat dengan<br />
pertumbuhan yang berkesinambungan.<br />
Hanya tiga kata kunci, aman, bertumbuh, dan<br />
berkesinambungan. Namun per ta nyaannya,<br />
apakah kita mampu meya kinkan mereka?<br />
Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi<br />
Melihat pertumbuhan ekonomi Aceh<br />
tahun 2016 yang hanya sebesar 3,4% dan<br />
2,87% pada kuartal I tahun <strong>2017</strong>, rasanya<br />
Aceh memerlukan daya dorong ekonomi<br />
yang besar. Dalam konteks makro, investasi<br />
merupakan salah satu komponen pen ting<br />
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi<br />
daerah. Para ekonom tahu betul tentang ini.<br />
Bagi negara berkembang, dimana ekonomi<br />
belum mencapai kapa sitas penuh, maka<br />
investasi akan men dongkrak kenaikan<br />
permintaan agregat (AD) hingga mencapai<br />
16%. Karena inves tasi akan memberikan<br />
dampak pengganda (multiplier effect),<br />
mendorong ekspor, memperluas kesempatan<br />
kerja, dan pendapatan rumah tangga.<br />
Mening katnya pendapatan masyarakat akan<br />
meningkatkan daya beli konsumen sehingga<br />
akan mendorong konsumsi. Belanja<br />
konsumen, pada akhirnya akan mampu<br />
mendongkrak AD hingga men capai 66%.<br />
Jika ada kapasitas cadangan, maka kenaikan<br />
investasi dan kenaikan AD akan meningkatkan<br />
laju pertumbuhan ekonomi (Pettinger, <strong>2017</strong>) 1 .<br />
Oleh sebab itu, pemimpin yang cerdas<br />
akan berupaya semaksimal mung kin untuk<br />
meningkatkan daya beli masyarakatnya.<br />
Salah satu elemen yang sangat potensial<br />
bagi Aceh adalah meningkatkan investasi (I),<br />
selain memanfaatkan anggaran belanja (G)<br />
dengan efektif dan efisien.<br />
Perkembangan Investasi Aceh<br />
Melihat perkembangan investasi dalam<br />
dua tahun terakhir, wajar jika Gubernur<br />
Irwandi sangat getol mengundang inves tor<br />
Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk<br />
komitmennya dalam mereali sasikan visi ‘Aceh<br />
Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik investasi<br />
yang dimiliki Aceh, seharusnya Aceh mampu<br />
menjadi desti nasi utama bagi investor.<br />
Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak<br />
ada alasan bagi penurunan investasi di Aceh.<br />
Selama ini, Penanaman Modal Dalam<br />
Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi<br />
realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada<br />
tahun 2016, capaian target investasi yang<br />
1<br />
Pettinger, Tejvan (<strong>2017</strong>). Investment and Economic<br />
Growth. Economics Help. May 6, <strong>2017</strong>.<br />
30 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Analisa<br />
ditetapkan Badan Investasi dan Promosi Aceh<br />
mencapai 124,82 persen dengan nilai Rp 3,8<br />
triliun dari Rp 3,0 triliun yang ditargetkan.<br />
Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)<br />
berhasil mencapai Rp 1,2 triliun (38,68 %)<br />
dari total investasi tahun 2016. Namun, dari<br />
segi pencapaian total, terjadi penurunan<br />
dalam dua tahun terakhir. Inilah yang menjadi<br />
kegalauan banyak pihak, baik dari kalangan<br />
lembaga non pemerintah, akademisi, maupun<br />
para pemerhati ekonomi Aceh.<br />
Memang, dalam dua tahun terakhir,<br />
investasi Aceh semakin melorot. Hal ini<br />
tidak lepas dari anjloknya ekonomi dunia<br />
yang berimbas kepada Indonesia, dan<br />
Aceh pada khususnya. Selain itu, tentu saja<br />
ketidakmampuan kita dalam meyakinkan para<br />
investor. Ditutupnya beberapa perusahaan<br />
Asing terkait dengan isu lingkungan turut<br />
berdampak pada menurunnya kepercayaan<br />
investor terhadap komitmen Pemerintah<br />
Aceh. (Lihat tabel 1).<br />
Tabel di atas menunjukkan capaian<br />
investasi Aceh pernah mencapai puncaknya<br />
pada tahun 2014. Namun, setelah itu<br />
terus mengalami penurunan. Hal inilah yang<br />
menjadi alasan pentingnya mendongkrak<br />
investasi ke Aceh. Namun, mengundang<br />
investor memang tak semudah seperti<br />
mengundang tamu pernikahan. Ada banyak<br />
elemen yang perlu dipertimbangkan. Hal ini<br />
membu tuhkan persiapan dan dukungan dari<br />
semua elemen masyarakat.<br />
Kendala Investasi Aceh<br />
Kendala investasi di Aceh adalah<br />
masalah klasik. Di samping masalah<br />
regulasi dari pusat terkait perizinan,<br />
suku bunga, nilai tukar, perpajakan, dll.,<br />
ada banyak hambatan teknis dan nonteknis<br />
di daerah. Apalagi, masih ada efek<br />
konflik yang dirasakan oleh pelaku bisnis<br />
di lapangan meskipun sulit dibuktikan.<br />
Alih-alih kita mengundang investor, malah<br />
akhirnya kita mengusir investor. Penutupan<br />
beberapa perusahaan asing terkait isu<br />
lingkungan beberapa tahun silam sungguh<br />
memalukan. Berita terakhir, kendala yang<br />
melanda PT Semen Aceh akan menjadi<br />
bumerang baru. Masalah pajak siluman,<br />
perebutan hak waris, lahan parkir, jasa<br />
sewa tempat, hak ‘asoe lhok’, dll., akhirnya<br />
menghambat pembangunan suatu kawasan<br />
dan menjadi kendala investasi di<br />
Aceh. Berbagai promosi yang dila kukan<br />
Pemerintah Aceh menjadi tidak berarti jika<br />
berbagai hal ini tidak bisa diatasi.<br />
Oleh sebab itu, peran pemerintah serta<br />
aparat penegak hukum dan tokoh-tokoh<br />
masyarakat sangat dibutuhkan. Semua elemen<br />
masyarakat harus turut ambil bagian<br />
dalam meningkatkan iklim investasi yang<br />
Tabel 1: Perkembangan Realisasi Investasi di Aceh <strong>Tahun</strong> 2010-2016<br />
kondusif. Kita tidak bisa melepaskan masalah<br />
ini kepada pengusaha calon inves tor, apalagi<br />
investor asing. Ingat, uang me ngalir seperti<br />
air. Ia akan menu ju tempat yang mu dah untuk<br />
dilalui. Apa bila tidak ada kepastian hukum<br />
dan sulit menye le saikan ber bagai seng keta<br />
lahan, maka uang tersebut akan ber pindah ke<br />
daerah lain yang minim ham batan.<br />
Upaya Mendorong Investasi<br />
Sudah banyak reko men dasi yang diberi<br />
kan oleh para pemerhati. Saya tidak<br />
bermaksud untuk menambahkan, apalagi<br />
sampai terjadi duplikasi dan overlapping.<br />
Namun, hanya sekedar saran sebagai salah<br />
satu bentuk kepedulian. Berangkat dari<br />
pengalaman para investor di luar negeri, ada<br />
beberapa hal yang menjadi pertimbangan<br />
penting bagi investor asing yang perlu kita<br />
perhatikan:<br />
1. Stabilitas dan Kebijakan Pemerintah<br />
Stabilitas politik dan keamanan serta<br />
kebijakan pemerintahan yang proinvestasi<br />
menjadi prasyarat penting<br />
untuk investasi apapun. Investor akan<br />
selalu mencari pemerintah yang mendukung<br />
investasi dan yang tidak akan<br />
mengambil langkah-langkah yang anti<br />
investasi. Investor seharusnya tidak takut<br />
diambil alih oleh pemerintah. Ini akan<br />
memungkinkannya untuk melakukan<br />
ekspansi.<br />
2. Langkah proaktif pemerintah untuk mempro<br />
mosikan investasi dan kesia pan infrastruktur<br />
Pemerintah juga harus melakukan tindakan<br />
proaktif seperti perluasan pelabu han, daya<br />
tampung, pengem bangan jalan raya, serta<br />
ketersediaan listrik. Langkah-langkah<br />
ini akan menarik lebih banyak investasi<br />
langsung (FDI) asing.<br />
3. Faktor lokasi yang menguntungkan (termasuk<br />
logistik dan tenaga kerja):<br />
Produktivitas tenaga kerja di dalam negeri<br />
harus tinggi. Tenaga kerja terampil yang<br />
memadai harus tersedia, terutama di<br />
bidang teknis. Fasilitas transportasi yang<br />
berbeda dengan koordinasi yang tepat<br />
antara darat, rel dan udara harus tersedia.<br />
Dari segi lokasi, Aceh sangat strategis<br />
karena dekat dengan Thailand, Malaysia,<br />
Srilangka dan India. Namun, dari segi<br />
keterampilan tenaga kerja, kita masih jauh<br />
ketinggalan dibanding Sumut dan Pulau<br />
Jawa.<br />
4. Pengembalian investasi<br />
Salah satu daya tarik utama FDI adalah<br />
keuntungan yang mereka dapat kan untuk<br />
investasi yang dila kukan. Jika pengembalian<br />
tersebut jauh lebih tinggi daripada<br />
yang bisa mereka dapatkan di negara lain,<br />
mereka melakukan investasi. Pengembalian<br />
investasi juga harus konsis ten<br />
dan harus terus meningkat selama<br />
kurun waktu tertentu. Faktor-faktor ini<br />
diamati dengan cermat saat melakukan<br />
investasi. Pemodal FDI juga akan memastikan<br />
bahwa mereka mendapatkan uang<br />
mereka kembali karena merupakan investasi<br />
yang aman.<br />
Beberapa poin di atas merupakan<br />
segelintir dari sekian banyak elemen yang<br />
menjadi pertimbangan investor. Namun,<br />
apabila pemerintah bisa komit pada<br />
beberapa poin di atas, saya kira sudah<br />
memadai bagi kita dalam menyongsong<br />
turunnya hujan investasi asing yang<br />
selama ini sudah menggelantung di<br />
langit nusantara. Bagaimana menurut<br />
Anda? [ ]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
31
Ilustrasi Tol Aceh<br />
JELANG 2018,<br />
PEMERINTAH SERIUS GARAP<br />
PROYEK TOL ACEH - BINJAI<br />
Proyek Tol Lintas Sumatera<br />
merupakan salah satu Proyek<br />
Strategis Nasional (PSN) yang akan<br />
dibangun di Aceh. Kini, Pemerintah<br />
Aceh melalui Badan Perencanaan<br />
Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mulai<br />
melakukan berbagai persiapan sebelum<br />
proyek ini mulai dijalankan di tahun 2018<br />
mendatang.<br />
Pembangunan jalan Tol Aceh – Binjai<br />
diperkirakan akan memakan waktu yang<br />
cukup lama, dikutip dari pernyataan Yusria<br />
Darma yang merupakan Staf Ahli BAPPEDA<br />
Aceh dalam diskusi publik Peluang,<br />
tantangan dan hambatan pem bangunan<br />
proyek strategis di 3in1 Coffee Shop,<br />
Banda Aceh, Rabu (25/10), ia mengaku<br />
butuh waktu yang cukup lama untuk<br />
merampungkan mega proyek ini.<br />
“Untuk pembangunan satu gerbang<br />
tol ke gerbang lainnya saja butuh waktu<br />
dua sampai tiga tahun. Kalau Aceh-Binjai<br />
tentunya itu membutuhkan waktu yang<br />
sangat lama” jelasnya.<br />
Di tahap pertama, akan dibangun untuk<br />
jalur Banda Aceh – Pidie sepanjang 74<br />
Kilometer dari keseluruhan 455 Kilometer<br />
dan memiliki lebar jalan 60 – 100 Meter.<br />
Jalan tol Aceh-Binjai akan membentang<br />
sepanjang pantai timur utara Aceh karena<br />
jalur tersebut merupakan jalur lalu lintas<br />
yang rentan akan angka kecelakaan.<br />
Awalnya, akan dibangun 6 pintu tol yang<br />
mencakup Tungkop – Kutabaro – Blang<br />
Bintang – Indrapuri – Jantho – Seulimum<br />
– Padang Tiji. Proyek pembangunan<br />
jalan tol nasional ini diperkirakan akan<br />
menghabiskan dana sebesar 10 Triliun yang<br />
berasal dari anggaran BUMN Haka Utama<br />
Karya yang dipercayakan untuk menggarap<br />
proyek ini.<br />
Terkait dengan pembebasan lahan, Yusria<br />
mengaku pihak BAPPEDA Aceh mengalami<br />
kendala mengenai persoalan ganti rugi lahan.<br />
Namun, pihaknya telah melakukan sosialisasi<br />
kepada masyarakat bahwa pemerintah<br />
menjamin akan memberikan uang ganti rugi<br />
di atas harga pasar.<br />
32 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Nasional<br />
Dari 800 hektare lahan<br />
yang dibu tuhkan untuk<br />
pelaksanaan ruas jalan Tol<br />
Aceh itu, sekitar 200 hektare<br />
di antaranya mengenai areal<br />
hutan produksi dan lindung<br />
di Aceh Besar. Karena itu,<br />
Kementerian Pekerjaan<br />
Umum dan Peru mahan Rakyat<br />
(PUPR) bersama Peme rintah<br />
Aceh harus mengusulkan<br />
permohonan penggunaan<br />
pinjam pakai kepada Kementerian<br />
Lingkungan Hidup dan<br />
Kehutanan.<br />
Alfisyah<br />
Pejabat Pembuat Komitmen<br />
Tanah Balai Jalan Provinsi Aceh<br />
“Ganti rugi lahan ini dibayar di atas<br />
harga pasar. Masyarakat bisa mendapatkan<br />
lahan lebih bagus sete lah lahan mereka<br />
untuk tol dibayar. Masyarakat sangat<br />
antusias menyambut pembangunan tol<br />
ini. Makanya saat kami turun sosialisasi,<br />
masyarakat dapat menerimanya,” ujarnya.<br />
Yusria mengaku saat proses sosialisasi,<br />
kebanyakan kelompok masyarakat sejalan<br />
dengan pemerintah, namun ada juga<br />
yang menuntut lewat jalur pengadilan.<br />
“Hal ini yang sedang kita bicarakan untuk<br />
menemukan jalan keluarnya” tambah<br />
Yusria.<br />
Saat ditanyai tentang nasib hutan<br />
lindung yang akan dilewati saat proses<br />
pembangunan, Alfisyah yang merupakan<br />
Pejabat Pembuat Komitmen Tanah<br />
Balai Jalan Provinsi Aceh, ia mengaku<br />
pembangunan jalan bebas hambatan ini<br />
akan melewati 20 Kilometer hutan lindung<br />
di kawasan Seulawah.<br />
Lebih jauh, Alfi Menyebut bahwa saat<br />
ini pihaknya tengah menghitung total biaya<br />
investasi yang diperkirakan menghabiskan<br />
triliunan rupiah ini. Setelah proses perhitungan<br />
biaya selesai, baru dilanjutkan dengan pembuatan<br />
desain jalan yang hendak dibangun<br />
untuk kemudian dibuat perencanaan dan<br />
jadwal pembangunan fisiknya.<br />
Selain itu, kata Alfi masih ada peker jaan<br />
berat lainnya, yaitu pengurusan izin pinjam<br />
pakai wilayah hutan produksi dan lindung<br />
yang terkena lintasan jalan Tol Aceh ruas<br />
Banda Aceh-Sigli itu.<br />
“Dari 800 hektare lahan yang dibutuhkan<br />
untuk pelaksanaan ruas jalan Tol<br />
Aceh itu, sekitar 200 hektare di antaranya<br />
mengenai areal hutan produksi dan lindung<br />
di Aceh Besar. Karena itu, Kementerian<br />
Pekerjaan Umum dan Peru mahan Rakyat<br />
(PUPR) bersama Peme rintah Aceh harus<br />
mengusulkan permohonan penggunaan<br />
pinjam pakai kepada Kement erian Lingkungan<br />
Hidup dan Kehutanan,” jelas Alfi.<br />
Perjalanan lebih cepat<br />
Dengan rampungnya Tol Banda Aceh<br />
– Pidie, dipastikan waktu yang dihabiskan<br />
dalam perjalanan akan antar kota antar<br />
provinsi akan lebih cepat.<br />
“Jika proyek tol ini selesai waktu perjalanan<br />
juga lebih hemat. Jika melewati<br />
tol hanya satu jam. Dengan begitu, tentunya<br />
pengendara roda dua sudah aman<br />
melewati jalur nasional karena roda empat<br />
sudah masuk tol,” jelas Alfisyah panjang<br />
lebar.<br />
Muhammad Nasir, Ekonom dari Univer<br />
sitas Syiah Kuala juga menyambut<br />
rencana PSN ini dengan baik. Menurut nya,<br />
dengan adanya jalan tol Aceh – Binjai ini<br />
akan meningkatkan taraf perekonomian<br />
masyarakat khususnya di sektor pertanian<br />
Dalam diskusi yang sama, Nasir<br />
mengang gap bahwa transportasi masih<br />
menjadi kendala bagi petani dalam mendistribusikan<br />
hasil pertanian mereka.<br />
“Dengan adanya jalan Tol, masya rakat<br />
lebih mudah membawa hasil pertaniannya<br />
dan meningkatkan daya jual yang juga<br />
meningkatkan kesejahteraan petani secara<br />
langsung,” pungkas Dosen Fakultas<br />
Ekonomi Universitas Syiah Kuala ini.<br />
[Jauhar|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
33
Allah telah menganugerahkan<br />
kita dengan berbagai macam<br />
nikmatnya. Patutnya, nikmat<br />
yang telah diberikan kepada kita<br />
disyukuri. Aceh, memiliki kekayaan laut,<br />
ikannya yang banyak serta kein dahan di<br />
dalamnya. Para nelayan meman faatkan<br />
laut sebagai lading nafkahnya. Sedangkan<br />
kita bisa patut bersyukur masih bisa<br />
mengonsumsi ikan-ikan bergizi tersebut.<br />
Nah, karena laut kita begitu kaya, wajib bagi<br />
kita menjaganya.<br />
Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Un syiah<br />
Syahrul Purnawan, S.Pi., M.Si menjelaskan,<br />
kekayaan laut Aceh begitu besar, baik itu<br />
perikanannya yang beragam maupun<br />
hasil alam berupa minyak dan gas<br />
bumi. Meskipun banyak, kekayaan laut<br />
kita ternyata belum bisa dimanfaatkan<br />
sepenuhnya. “Tantangan di laut lebih besar<br />
daripada yang di darat,” ujarnya.<br />
Keindahan laut Aceh dapat dimanfaatkan<br />
sebagai objek pariwisata. Beberapa<br />
kawasan laut di Aceh memiliki spot<br />
diving dan snorkeling yang menarik. Spot<br />
diving yang paling terkenal berada di<br />
kawasan Sabang. Ternyata, di daerah lain<br />
masih banyak spot-spot diving yang tidak<br />
kalah indahnya. Kalau potensi laut seperti<br />
itu dimanfaatkan dengan baik, maka akan<br />
membantu meningkatkan perekonomian<br />
masyarakat. “Kesulitan sekarang, untuk<br />
mencapai spot-spot diving di Aceh karena<br />
aksesnya, perlu dukungan pemerintah,”<br />
paparnya.<br />
Satu lagi, laut juga bermanfaat untuk<br />
menyerap karbon di udara. Persis fungsinya<br />
seperti hutan. Di laut terdapat fitoplankton,<br />
organisme yang mampu berfotosintesis.<br />
Bukan tidak mung kin ada nilai ekonomi di<br />
sana. Seperti halnya<br />
isu Gunung<br />
Leuser sebagai<br />
penyerap<br />
k a r b o n<br />
terbesar di<br />
dunia. Kalau<br />
ada regulasi<br />
y a n g<br />
bagus<br />
diatur dengan baik, negara penghasil<br />
karbon terbesar harus membayar ke<br />
Indonesia, khususnya Aceh. Andai kondisi<br />
laut kita sangat baik, akan hidup<br />
banyak fitoplankton. Maka tidak menutup<br />
kemungkinan memikirkan regu lasi semacam<br />
itu juga.<br />
“Padahal laut yang bersih menghasilkan<br />
fitoplankton yang banyak, mengonversi<br />
karbon menjadi oksigen. Namun<br />
permasalahan laut adalah permasalahan<br />
global. Kita belum sampai ke situ,” tutur pria<br />
murah senyum ini.<br />
Sayangnya, laut kita semakin terancam<br />
oleh pemanasan global, suhu laut<br />
tidak menentu, serta kenaikan air laut.<br />
Akibatnya, terjadi degradasi habitat.<br />
Kekayaan laut kita pun menjadi menurun.<br />
Jumlah ikan berkurang. Otomatis akan<br />
menyulitkan para nelayan nantinya.<br />
Para nelayan akan terpaksa mencari titik<br />
penangkapan ikan yang lebih jauh dari<br />
bibir pantai. Biaya operasional mereka<br />
semakin meningkat. Ancaman tersebut<br />
juga dapat mengakibatkan terputusnya<br />
rantai makanan di laut. Bila demikian,<br />
kondisi ekosistem laut tidak stabil.<br />
Di samping pemanasan global, laut kita<br />
juga terancam oleh ulah tangan manusia<br />
yang tidak bertanggungjawab. Sampah<br />
dibuang sesuka hatinya ke laut. Efeknya,<br />
sampah tersebut mungkin akan tersangkut<br />
di terumbu karang tempat hidupnya ikan.<br />
Karang-karang yang indah rusak, ikan pun<br />
tidak lagi memiliki rumah untuk tinggal.<br />
“Walaupun rusak karena fenomena alam,<br />
alam bisa menyeimbangkannya, tapi<br />
jangan diperparah oleh manusia,” tuturnya.<br />
Kata Syahrul, masalah serius laut di<br />
Aceh adalah kerusakan habitat. Ia bersama<br />
timnya mengadakan kegiatan penyelaman<br />
di Amat Ramanyang, Aceh Besar. Rupanya,<br />
habitat laut di sana. Karang banyak<br />
yang mati. Jumlah ikan pun berkurang.<br />
Kemungkinan, kerusakan tersebut diakibatkan<br />
oleh penggunaan bom, racun, dan<br />
pukat yang tidak ramah lingkungan untuk<br />
menangkap ikan. Di Pulau Rubiah, Sabang,<br />
karang-karang di sana tidak sedikit yang<br />
mati. Tidak dapat dipungkiri semua itu<br />
terjadi karena aktivitas manusia. Karangkarang<br />
terse but tidak boleh dipegang<br />
apalagi diinjak. Ia berharap supaya ada<br />
instruksi di bawah air bagi para wisatawan,<br />
apa yang boleh tidak boleh dilakukan di<br />
objek wisata bawah air.<br />
Ia berharap pemerintah bisa memanfaatkan<br />
keka yaan laut Aceh dengan baik.<br />
Apalagi laut Aceh<br />
sangat indah.<br />
Keindahan<br />
LAUT<br />
UNTUK<br />
KITA<br />
Pinggiran Pantai di Aceh Jaya (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />
laut untuk pariwisata seyog yanya dikelola<br />
sesuai syariah karena pangsa pasarnya<br />
besar. “Sekarang tinggal kitanya, siap atau<br />
enggak,” imbuhnya.<br />
Penangkapan ikan<br />
Rian Juanda, M.Si, Dosen Program<br />
Studi Pemanfaatan Sumber Daya Peri kanan<br />
Unsyiah, menjelaskan, kondisi perikanan<br />
di Aceh masih terbilang stabil. Pemerintah<br />
sendiri sudah melarang penggunaan beberapa<br />
jenis alat tangkap agar tidak merusak<br />
kestabilan itu. Di Aceh sendiri, umumnya<br />
para nelayan menggunakan pukat cincin.<br />
“Pendapatan nelayan Aceh juga tidak<br />
mengalami pelonjakan,” sambungnya.<br />
Ia mengapresiasi kebijakan Menteri<br />
Kelautan dan Perikanan Indo ne sia Susi<br />
34 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
Syahrul Purnawan, S.Pi.,<br />
M.Si, Ketua Jurusan Ilmu<br />
Kelautan Unsyiah
Nasional<br />
Pudjiastuti. Keputusan Susi meneng gelamkan<br />
kapal ilegal membuah kan hasil nyata.<br />
Kapal-kapal ilegal semakin berkurang yang<br />
masuk ke perairan Indonesia. Di beberapa<br />
daerah, hasil tang kapan ikan nelayan Aceh<br />
meningkat setelah diterapkan kebijakan<br />
itu.<br />
Aceh memiliki Pelabuhan Perikanan<br />
Samudera (PPS), tepatnya di Lampulo,<br />
Banda Aceh. Kehadiran PPS yang luma yan<br />
luas ini akan sangat bermanfaat. Tetapi,<br />
sumber daya manusia di bidang perikanan<br />
masih kurang. Dengan meman faatkan<br />
teknologi, seharusnya penangkapan<br />
ikan lebih mudah. Para nelayan dapat<br />
menentukan titik strategis penangkapan.<br />
Namun, nelayan di Aceh masih banyak<br />
memanfaatkan cara-cara tradisional.<br />
Terkadang, harga ikan menurun<br />
drastis karena hasil tangkapan nelayan<br />
membludak. Ia berharap pemerintah<br />
supaya setiap daerah di Aceh sinergis.<br />
Ketika hasil tangkapan suatu daerah<br />
membludak, ikan tersebut dijual ke<br />
daerah yang kekurangan ikan. “Mungkin<br />
kendalanya masih mahal di transportasi,”<br />
imbuhnya.<br />
Ia menambahkan, kerapu merupakan<br />
salah satu jenis ikan yang paling diminati<br />
masyarakat. Penghasil ikan kerapu<br />
terbanyak di Indonesia adalah Aceh,<br />
terutama di Bireuen. Ikan kerapu<br />
tersebut diekspor melalui Belawan,<br />
Sumatera Utara. [Zulfurqan|<strong>AER</strong>]<br />
Rian Juanda MSi, Dosen Program<br />
Studi Pemanfaatan Sumber Daya<br />
Perikanan Unsyiah
DUNIA DIGITAL<br />
LAHAN BISNIS PARA<br />
DESAINER<br />
36 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
PELUANG USAHA<br />
Pelatihan desain grafis di<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER pesantren - DESEMBER al mujaddid <strong>2017</strong> | Sabang<br />
37
Perkembangan teknologi menghadirkan<br />
lapangan kerja yang luar<br />
biasa besar bagi pengguna yang<br />
kreatif. Kreatifitas itu tidak didapat<br />
begitu saja, melainkan perlu latihan serta<br />
konsisten. Seperti halnya yang dilakukan<br />
oleh Muslim Desainer Community (MDC)<br />
chapter Aceh yang berdiri pada 23 Januari<br />
<strong>2017</strong>. MDC menjadi wadah menarik bagi<br />
para pecinta dunia desain.<br />
“Berawal dari diskusi kecil para pecinta<br />
dunia desain di warung kopi, kita pun<br />
mendirikan MDC chapter Aceh,” pungkas<br />
Ruslan, ketua sekaligus inisiator berdirinya<br />
MDC di Aceh. Anggotanya berasal dari<br />
berbagai kalangan seperti karyawan di<br />
percetakan, mahasiswa, dan freelancer. Dari<br />
sekian banyak anggota MDC Aceh, hanya<br />
tiga orang perempuan. Sekarang, bersama<br />
anggotanya, Ruslan merintis MDC chapter<br />
Lhokseumawe.<br />
Katanya, pusat MDC berada di Surakarta,<br />
Solo. Terbentuk pada 2013. Pendirinya<br />
Nurhadi Ismail. Seiring berjalannya waktu,<br />
MDC pun berkembang ke berbagai daerah.<br />
Ada 30 chapter MDC di Indonesia, bahkan<br />
sudah hadir di Sudan.<br />
Pembentukan MDC dilatarbelakangi<br />
oleh perkembangan media sosial dan<br />
globalisasi. Munculnya beragam konten<br />
negatif di media sosial membuat hati<br />
terenyuh. Konten tersebut dianggap<br />
bertujuan melemahkan kekuatan umat<br />
Islam. Karenanya, MDC yang bervisi dakwah<br />
visual berharap mampu mempromosikan<br />
konten positif. Konten positif ciptaan<br />
anggota MDC berupa sosialisasi mencegah<br />
penyalahgunaan narkoba, mengajak<br />
masyarakat tidak meninggalkan shalat,<br />
dll. Di MDC tidak hanya mengedepankan<br />
persoalan desain, mereka turut mengadakan<br />
kajian-kajian keislaman.<br />
Lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa<br />
Arab UIN Ar-Raniry ini memaparkan, perkem<br />
bangan MDC di berbagai chapter<br />
tidak ada standarnya. Yang paling penting<br />
adalah misinya berdakwah melalui dunia<br />
digital. Sementara itu, MDC chapter Aceh<br />
membentuk pola kerja yang sedikit berbeda<br />
dibandingkan dengan daerah lain. Mereka<br />
memiliki divisi-divsi dengan tugas yang<br />
sudah diatur seperti divisi kaderisasi, humas,<br />
designer development, dan designpreneur.<br />
Di divisi designer development, anggota<br />
direkrut berdasarkan kemampuan dan<br />
kemauannya untuk belajar. Di divisi<br />
design preneur anggota dilatih menjadi<br />
pengusaha yang mampu mendisain font<br />
baru ataupun logo.<br />
Keuntungan menjadi desainer digital<br />
Keuntungan yang bisa diraup dari bisnis<br />
ini mencapai Rp 1 miliar hanya untuk satu<br />
logo. Tergantung dari pasarnya. Sementara<br />
itu, anggota MDC chapter Aceh ada yang<br />
berpenghasilan Rp 5-10 juta hasil membuat<br />
font. Sistem kerjanya tidak terikat ruang<br />
dan waktu. Ruslan lebih suka menyebutnya<br />
passive income. Font-font yang sudah<br />
dibuat, ditawarkan di dunia maya.<br />
Shutterstock, merupakan salah satu<br />
website bagi para desainer untuk<br />
memasarkan karyanya.<br />
Situs www.shutterstock.com<br />
yang berbasis di New York Amerika<br />
Serikat ini merupakan salah satu<br />
situs yang memperjualbelikan<br />
produk digital seperti kartu<br />
nama, template, vector,<br />
ilustrasi, foto, kartun,<br />
lukisan, emotikon,<br />
hingga musik.<br />
Kalau ada yang<br />
download,<br />
m a k a<br />
penyedia jasa<br />
memperoleh<br />
0,5 dolar sekali<br />
download.<br />
A s i k n y a ,<br />
download itu<br />
bisa terus berlanjut.<br />
“Setelah itu, semakin<br />
banyak yang membeli<br />
atau mengklik, uang<br />
mengalir terus ke<br />
penciptanya,” ujar lelaki<br />
kelahiran 17 April 1993<br />
38 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Peluang Usaha<br />
yang fokus menciptakan ikon.<br />
Untuk bisa bergelut di Shutterstock,<br />
penyedia jasa harus memiliki paspor, kreatif<br />
dan imajinatif, dan pastinya bisa mendesain.<br />
Apabila karya-karya sudah dipajang di situs<br />
mencapai ribuan, tanpa bekerja lagi pun<br />
penyedia jasa akan terus memperoleh<br />
penghasilan. “Melalui website, ruang<br />
lingkup pasar tidak terbatas. Pembelinya<br />
bisa saja merupakan perusahaan raksasa di<br />
Amerika,” paparnya.<br />
Kiat-kiat menjadi desainer<br />
Ruslan menjelaskan, ada beberapa<br />
pilihan software untuk mendesain, misalnya<br />
Adobe Ilustrator (AI), CorelDRAW, dan<br />
Adobe Photoshop. Ia menganjurkan supaya<br />
memilih salah satu di antaranya, kemudian<br />
menguasai teknik dasar penggunaannya.<br />
Pengguna dapat mempelajarinya otodidak<br />
melalui youtube. Langkah selanjutnya<br />
adalah menirukan karya-karya orang di<br />
internet, setelahnya dimodifikasi. Lama<br />
kelamaan, gaya khas pendesain akan<br />
muncul sendirinya.<br />
“Kalau bisa membuat karya sama<br />
dengan standar internasional dan persis,<br />
artinya kita mampu membuat karya standar<br />
internasional,” ujar Ruslan yang menjejal<br />
dunia desain sejak 2011.<br />
Agar diakui di dunia maya, desainer<br />
harus memiliki portofolio. Untuk membuat<br />
portofolio gratis bisa diperoleh salah<br />
satunya di drible.com. Jika ingin simpel,<br />
boleh saja menggunakan instagram. Kalau<br />
sudah banyak portofolio, karya seseorang<br />
akan dipromosikan sendiri oleh orang luar.<br />
“Kalau ingin mulai menjadi desainer,<br />
maka harus konsisten memposting.<br />
Setidak nya sehari ada satu portofolio.<br />
Postingannya di waktu yang banyak orang<br />
mengkakses. Kemungkinan besar pesanan<br />
akan masuk terus. Kredibel, disiplin, dan<br />
jujur,” tegasnya. [Zulfurqan]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
39
POTRET EKONOMI KREATIF<br />
MEWUJUDKAN ACEH KREATIF<br />
DALAM RANGKA IMPLEMENTASI<br />
SALAH SATU VISI DAN MISI GUBERNUR<br />
ACEH PERIODE <strong>2017</strong>-2022<br />
(Sebagai Sumber Inspirasi Kreatif Daerah)<br />
Oleh : Azwari<br />
Berdasarkan kondisi Aceh dewasa ini,<br />
tantangan yang mungkin dihadapi<br />
hingga akhir masa kepemimpinan<br />
Irwandi-Nova terkait program “Aceh<br />
Kreatif” adalah meningkatkan pertumbuhan<br />
ekonomi secara berkualitas dan berkelanjutan.<br />
Industri kreatif diyakini mampu mengejar<br />
ketertinggalan Aceh dari daerah-daerah yang<br />
sudah lebih dulu maju. Untuk itu, sistem<br />
perekonomian Aceh harus bertumpu pada<br />
kekuatan sumber daya manusia yang kreatif<br />
dalam menghasilkan produk-produk yang<br />
bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global.<br />
Pembangunan ekonomi kreatif menjadi<br />
sangat relevan dalam Rencana Pembangunan<br />
Jangka Menengah Aceh khususnya dalam<br />
menjawab segala tantangan yang ada.<br />
Ekonomi kreatif dapat dikerjakan oleh siapa<br />
saja, di mana saja, dengan modal relatif sedikit,<br />
asalkan punya ide kreatif dan kemauan untuk<br />
berkarya. Cakupannya bisa dalam segala aspek<br />
kehidupan, baik dalam bentuk souvernir kayu,<br />
bambu, atau kerajinan rumah tangga seperti kue<br />
tradisional dan kerajinan lainnya. Oleh sebab<br />
itu, program pemerintah yang mendorong<br />
pengembangan industri kreatif di Aceh perlu<br />
kita dukung bersama.<br />
Keragaman adat budaya Aceh juga<br />
merupakan potensi dan aset yang besar dalam<br />
ekonomi kreatif. Berbagai suku bahasa di Aceh<br />
dapat memperkaya hasil kreatifitas dan motif<br />
kerajinan di Aceh. Seperti bordir kerawang<br />
gayo, songket Aceh, dll. Semua ini harus<br />
ditransformasikan menjadi penggerak ekonomi<br />
kreatif yang dapat menjawab tantangan<br />
pembangunan pada masa mendatang.<br />
Sesuai dengan Visi Misi Gubernur Aceh<br />
Terpilih salah satunya yang dituangkan dalam<br />
Rencana Pem bangu nan Jangka Menengah<br />
Aceh yaitu men ciptakan “ACEH KREATIF” untuk<br />
mendorong tumbuhnya industri sesuai dengan<br />
potensi sumber daya daerah dan memproteksi<br />
produk yang dihasilkannya meliputi program<br />
yang akan dilaksa nakan melalui penyediaan<br />
sentra pro duksi yang berbasis potensi sumber<br />
daya lokal dan berorientasi pada pasal lokal,<br />
perlindungan produk-produk yang dihasilkan<br />
oleh industri lokal agar dapat bersaing dengan<br />
produk dari luar Aceh, merangsang lahirnya<br />
industri-industri kreatif yang potensial terutama<br />
di sektor jasa, membangun basis industri<br />
sebagai bagian menghadapi masa berakhirnya<br />
dana otonomi Aceh dengan cara merang sang<br />
dan melindungi tumbuhnya industri-industri<br />
untuk menyuplai kebu tuhan lokal masyarakat<br />
Aceh.<br />
Pada masa lalu, pemikiran mengenai konsep<br />
industri kreatif adalah bahwa produk-produk<br />
yang berasal dari seni budaya dan kreativitas<br />
yang hanya bertujuan untuk kepuasan jiwa<br />
atau bagian dari pertunjukan budaya. Namun<br />
dalam perjalanannya, industri kreatif tidak hanya<br />
menghasilkan produk-produk tersebut, tetapi<br />
juga mulai menghasilkan produk-produk yang<br />
penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga<br />
industri kreatif menunjukkan pertumbuhan<br />
yang lebih besar dari rata-rata pertumbuhan<br />
ekonomi global, termasuk juga kontribusinya<br />
dalam penciptaan lapangan pekerjaan, nilai<br />
tambah, dan jumlah usaha, maka hal yang perlu<br />
dilakukan sekarang adalah pembangunan pasar<br />
karya kreatif di seluruh Daerah Kabupaten/Kota.<br />
Terdapat beberapa faktor yang<br />
mempengaruhi permintaan terhadap karya<br />
kreatif, antara lain peningkatan daya beli<br />
masyarakat yang mendorong meningkatnya<br />
permintaan pada produk yang memiliki<br />
elastisitas pendapatan tinggi termasuk<br />
di dalamnya karya kreatif, di samping<br />
perkembangan teknologi yang membuat<br />
beberapa harga karya kreatif menjadi lebih<br />
terjangkau. Perubahan pola konsumsi karya<br />
kreatif juga menjadi faktor penentu, di mana<br />
saat ini konsumen karya kreatif tidak hanya<br />
menjadi pengguna pasif, akan tetapi juga<br />
menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri.<br />
Industri kreatif merupakan bagian atau sub<br />
sistem dari ekonomi kreatif, yang terdiri dari<br />
core creative industry, forward dan backward<br />
linkage cerative industry, dimana core creative<br />
industry adalah industri kreatif yang penciptaan<br />
nilai tambah utamanya adalah pemanfaatan<br />
kreativitas orang kreatif. Dalam proses<br />
penciptaan nilai tambah tersebut core creative<br />
industry, membutuhkan output dari industri<br />
lainnya sebagai input. Industri yang menjadi<br />
input bagi core creative industry, disebut sebagai<br />
backward linkage cerative industry. Ouput dari<br />
core creative industry juga dapat menjadi input<br />
bagi industri lainnya, yang disebut sebagai<br />
forward linkage cerative industry. Dengan melihat<br />
keterkaitan antar kelompok industri sebagai core<br />
creative industry, forward dan backward linkage<br />
cerative industry, maka dapat disimpulkan<br />
bahwa kelompok industri kreatif saling beririsan<br />
walaupun setiap kelompok industri memiliki<br />
karakteristik industri yang berbeda.<br />
Sejalan dengan perkembangannya, maka<br />
pendekatan definisi ekonomi kreatif di setiap<br />
negara berbeda, namun untuk mengaitkan<br />
ekonomi kreatif dengan industri kreatif, maka<br />
industri kreatif adala industri yang dihasilkan<br />
dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan<br />
40 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
akat individu untuk menciptakan nilai tambah,<br />
lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup.<br />
Sedangkan definisi mengenai ekonomi kreatif<br />
adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide<br />
yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia<br />
(orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu<br />
pengetahuan, termasuk warisan budaya dan<br />
teknologi.<br />
Sumber daya utama dalam ekonomi kreatif<br />
adalah kreativitas (creativity) yang didefinisikan<br />
sebagai kapasitas atau kemampuan untuk<br />
menghasilkan atau menciptakan sesuatu<br />
yang unik, menciptakan solusi dari sesuatu<br />
masalah atau melakukan sesuatu yang<br />
berbeda. Kreativitas merupakan faktor yang<br />
menggerakkan lahirnya inovasi dengan<br />
memanfaatkan penemuan yang telah ada.<br />
Inovasi merupakan transformasi atau<br />
implementasi dari ide atau gagasan berdasarkan<br />
kreativitas dengan memanfaatkan penemuanpenemuan<br />
yang ada untuk menghasilkan<br />
produk atau proses yang lebih baik, bernilai<br />
tambah, dan bermanfaat. Sedangkan penemuan<br />
adalah menciptakan sesuatu yang belum<br />
pernah ada sebelumnya dan diakui sebagai<br />
karya yang memiliki fungsi unik. Oleh karena itu,<br />
kreativitas sangat penting dalam mendorong<br />
lahirnya inovasi-inovasi yang berdaya guna dan<br />
berdaya saing.<br />
Ekonomi kreatif sangat erat kaitannya<br />
dengan industri kreatif, namun ekonomi<br />
kreatif memiliki cakupan yang lebih luas<br />
dari industri kreatif. Ekonomi kreatif<br />
merupakan ekosistem yang memiliki<br />
hubungan saling ketergantungan<br />
antara nilai kreatif; lingkungan<br />
pengembangan; pasar; dan<br />
pengarsipan. Ekonomi kreatif<br />
tidak hanya terkait dengan<br />
penciptaan nilai tambah<br />
secara ekonomi, tetapi juga<br />
penciptaan nilai tambah<br />
secara sosial, budaya dan<br />
lingkungan. Oleh karena itu,<br />
ekonomi kreatif selain dapat<br />
meningkatkan daya saing, juga<br />
dapat meningkatkan kualitas hidup<br />
bangsa.<br />
Kembali kepada Visi dan Misi Gubernur<br />
Aceh, kekayaan budaya dan alam Provinsi<br />
Aceh sebagai inspirasi dalam pengembangan<br />
“Ekonomi Kreatif”, hal ini dapat dilihat dari<br />
beberapa sudut pandang. Dari sisi budaya, Aceh<br />
memiliki beberapa suku, bahasa, tarian, busana<br />
adat. Di sisi lain, sumber daya alam Aceh yang<br />
memiliki hutan luas, merupakan potensi yang<br />
belum dioptimalkan pemanfaatannya. Sumber<br />
daya kelautan yang tersebar di beberapa<br />
kabupaten di Aceh dengan luas kelautan yang<br />
begitu menguntungkan dengan potensi hasil<br />
sektor perikanan cukup menjanjikan.<br />
Aspek Penting Dalam Pengembangan<br />
Ekonomi Kreatif di Daerah<br />
Pada program berkaitan dengan pasar lokal<br />
karya kreatif, secara umum permintaan terhadap<br />
karya kreatif dipengaruhi oleh 3 faktor utama,<br />
yang pertama adalah peningkatan daya beli<br />
masyarakat yang mendorong pada peningkatan<br />
permintaan produk-produk yang memiliki<br />
elastisitas pendapatan tinggi termasuk karya<br />
kreatif. Selain itu perkembangan teknologi telah<br />
membuat harga beberapa karya kreatif lebih<br />
terjangkau. Kedua, perubahan pola konsumsi<br />
karya kreatif, saat ini konsumen karya kreatif<br />
tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi juga<br />
menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri<br />
karena konsumen bisa menjadi co-creator dari<br />
karya kreatif. Ketiga, pertumbuhan jumlah<br />
penduduk. Peningkatan jumlah penduduk<br />
merupakan potensi bagi pemasaran karya<br />
kreatif. Keterbukaan informasi menjadikan karya<br />
Opini<br />
kreatif sebagai bagian yang tidak terpisahkan<br />
dari kehidupan masyarakat di semua lapisan<br />
usia.<br />
Salah satu aspek terpenting dalam<br />
pengembangan ekonomi kreatif di Daerah<br />
adalah penciptaan wirausahawan kreatif. Karena<br />
para wirausahawan inilah yang akan berperan<br />
penting dalam pengembangan ekonomi kreatif.<br />
Saat ini, Aceh belum masuk ke dalam kelompok<br />
daerah industri maju di Indonesia karena masih<br />
banyak aspek yang menjadi persoalan dalam<br />
mengembangkan sektor industri daerah. Salah<br />
satunya adalah masih minimnya pelaku usaha<br />
atau pengusaha pada sektor ekonomi terutama<br />
ekonomi kreatif. Padahal Setiap Kabupaten/<br />
Kota di Aceh pada umumnya memiliki potensi<br />
produk yang bisa diangkat dan dikembangkan,<br />
keunikan atau kekhasan produk lokal itulah<br />
yang mesti menjadi intinya lalu ditambah<br />
unsur kreativitas dengan sentuhan teknologi.<br />
Ini adalah tantangan bagi Pemerintah dalam<br />
mengimplementasikan visi dan misi yang antara<br />
lain menciptakan Aceh Kreatif.<br />
Sedangkan upaya untuk melindungi hasil<br />
produksi, kiranya dapat diberi kemudahan<br />
memperoleh hak paten bagi pelaku industri,<br />
dalam rangka menjamin keberlangsungan usah<br />
industri yang dijalankan. Dewasa ini, sudah<br />
banyak orang kreatif yang lahir di daerah seperti<br />
kelompok bisnis yang di sebut Usaha Mikro Kecil<br />
Menengah (UMKM), di mana berkumpulnya<br />
orang-orang kreatif yang menciptakan<br />
suatu barang dan jasa yang bermanfaat bagi<br />
penciptaan produk. Hasil produk tersebut<br />
dapat menambah pendapatan Daerah. Maka<br />
dari itu peran Pemerintah sangatlah penting<br />
untuk menyukseskan visi dan misi Aceh Kreatif,<br />
dengan merealisasikan pengetahuan mengenai<br />
ekonomi kreatif.<br />
Kesimpulan dari hasil penjelasan di atas<br />
bahwa realitas dan fenomena ekonomi kreatif<br />
sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi<br />
Provinsi Aceh yang telah terbukti memiliki aset<br />
kreativitas sejak dulu. Aceh tidak kekurangan<br />
modal kreativitas hanya kekurangan<br />
kemampuan mengintegrasikannya, oleh karena<br />
itu diperlukan konsep kebijakan Pemerintah<br />
sedini mungkin untuk memberikan kemudahan<br />
dalam segala sudut usaha demi mewujudkan<br />
Aceh Hebat melalui “Aceh Kreatif” di masa yang<br />
akan datang. []<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
41
SEKELUMIT KISAH DIASPORA ACEH;<br />
BERTUGAS DI KAWASAN<br />
KONFLIK<br />
Armaen sudah 10 tahun bekerja<br />
di International Organization<br />
for Migration (IOM). Keingi nannya<br />
melihat dunia luar merupakan<br />
motivasinya bekerja di orga nisasi<br />
internasional yang bernaung di bendera<br />
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.<br />
Lulusan Fakultas Ekonomi Unsyiah pada<br />
2001 ini sudah menapaki berbagai negara di<br />
tiga benua, seperti Irak dan Yordania di Timur<br />
Tengah (Asia), Kenya dan Rwanda di Afrika,<br />
serta Kosovo dan Italia di Eropa.<br />
Tidak begitu saja ia bisa bekerja di<br />
organisasi yang bergerak di bidang migrasi.<br />
Sebelumnya, ia melakoni peke rjaan sebagai<br />
instruktur komputer, akun tan, dan internal<br />
auditor di ber bagai perusahaan di Banda<br />
Aceh, dan berlanjut sebagai akuntan di<br />
Management Information System (MIS)<br />
Analyst, dan Livelihood Officer di dua lembaga<br />
kemanusiaan internasional. Sebagai catatan,<br />
selama konflik Aceh, hanya dua lembaga<br />
kemanusiaan yang beroperasi dan memiliki<br />
staf lapangan di Aceh, yakni IOM dan Save<br />
The Children.<br />
Keadaan berubah pasca bencana gempa<br />
bumi dan tsunami yang menimpa Aceh dan<br />
negara-negara lain di wilayah Samudera<br />
Hindia. Selain mengharuskan kedua<br />
lembaga tersebut memfokuskan aktivitas<br />
pada penanganan bencana.<br />
Satu tahun pasca tsunami Aceh, Armaen<br />
memutuskan untuk menerima tawaran<br />
bergabung dengan IOM yang pada saat itu<br />
memulai program pem berdayaan ekonomi<br />
masyarakat yang ter-imbas konflik dan<br />
bencana. “IOM mewawancara saya dan<br />
tertarik dengan pengalaman yang saya<br />
miliki dibidang pemberdayaan ekonomi<br />
masyarakat, alham dulillah saya diterima,”<br />
pungkas lelaki kelahiran Banda Aceh ini.<br />
Karier di IOM terus berlanjut. Sete lah<br />
menimba pengalaman di Aceh dari tahun<br />
2005 hingga 2009, Armaen dipercaya untuk<br />
mengkoordinir salah satu program IOM di<br />
wilayah timur Indonesia. Melalui kantor<br />
IOM di Makassar – Sulawesi Selatan, Armaen<br />
mengkoordinir sejumlah staf lapangan di<br />
Papua, Maluku, Maluku Utara, Sula wesi Utara,<br />
Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara.<br />
Masa-masa di timur Indonesia meng -<br />
haruskan Armaen secara rutin mengun jungi<br />
berbagai wilayah. “Saya sangat menikmati<br />
pekerjaan saya; setiap saya mengunjungi<br />
tempat baru, tidak hanya melihat hal-hal<br />
unik dan menarik, penga laman ini juga<br />
memperkaya pema haman saya di bidang<br />
sosial, adat, budaya, budaya dan tentu saja<br />
yang berkaitan dengan pekerjaan saya,”<br />
lanjut Armaen.<br />
Akhirnya, dikarenakan ketegangan antar<br />
suku Bugis dan salah satu suku pendatang di<br />
Makassar pada tahun 2011, IOM memutuskan<br />
memindahkan wilayah tugas Armaen dari<br />
Kota Makassar ke Kota Batam.<br />
Usai bertugas di Batam, pria yang sudah<br />
menyelesaikan studi S2 – Master of Advanced<br />
Studies in Humani tarian Operations and<br />
Supply Chain Management (MASHOM) di<br />
Fakultas Ekonomi Universitas della Swizerra<br />
italiana (University of Lugano, Switzer land),<br />
pulang ke Jakarta. Keluarganya berdomisili<br />
di sana.<br />
Selama setahun di Jakarta ia menghabiskan<br />
waktu mendampingi anak dan<br />
istri yang tidak ikut serta selama masa<br />
penempatan di luar Aceh.<br />
Akhir 2012, Armaen menerima email<br />
dari mantan atasan di IOM dan menawarkan<br />
untuk bergabung kembali, namun di wilayah<br />
penempatan di luar Indonesia, Irak. IOM<br />
menawarkan posisi menantang di selatan<br />
Irak yang berbatasan langsung dengan<br />
dengan Iran dan Kuwait. Dalam waktu<br />
singkat, Armaen menerima tawaran sebagai<br />
Operations Officer untuk IOM Iraq – Regional<br />
Hub Basra dengan cakupan wilayah 6<br />
governorate (setara dengan provinsi) – Basra,<br />
Maysan, Muthana, Thi-Qar, dan Qadissiya.<br />
Basra adalah satu-satunya kota pela-<br />
42 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
uhan di Iraq. Kota Basra dijuluki sebagai<br />
Venesia dari Timur karena keindahan Sungai<br />
Shatt al-Arab yang membelah kota ini. Sungai<br />
Shatt al-Arab adalah hilir dari Sungai Eufrat<br />
dan Tigris yang terkenal. Mantan Presiden<br />
Iraq – Saddam Hussein membangun salah<br />
satu istananya dan menyandarkan kapal<br />
pesiarnya yang bernama Basra Breeze di Kota<br />
Basra.<br />
Basra juga merupakan kota bersejarah<br />
bagi umat Islam dimana kota ini menjadi<br />
saksi atas pertempuran yang dinamakan<br />
Perang Unta pascaterbunuhnya khalifah<br />
ketiga Saidina Ustman bin Affan.<br />
Pascainvasi Amerika Serikat ke Iraq<br />
pada 2003, Basra yang terlibat dalam konflik<br />
bersenjata hancur porak-poranda. Namun,<br />
jejak kejayaan Basra masih sangat kental<br />
terlihat hingga sekarang.<br />
Tidak begitu lama, kontrak kerja sebagai<br />
Operations Officer untuk IOM Irak sudah<br />
ditandatangani. Namun untuk memulai<br />
penempatan di Irak, salah satu negara paling<br />
berbahaya didunia, harus melalui banyak<br />
proses.<br />
Yordania mempunyai peran penting<br />
bagi operasi kemanusiaan di Irak dan negara<br />
konflik lainnya di Timur Tengah.<br />
Armaen menjelaskan bahwa per jalanannya<br />
ke Irak dimulai dari Yordania. Di<br />
Kota Amman, Ibukota Yordania, seluruh<br />
protokol berkaitan penempatan di Irak<br />
diproses. Dimulai dari pengurusan visa<br />
kerja, security clearance (SC) dan Movement<br />
Planning (MoP), hingga mengikuti training<br />
wajib Security Awareness Induction Training<br />
(SAIT) yang pada saat itu dilaksanakan di<br />
instalasi militer Yordania di King Abdullah II<br />
Special Operations Training Center.<br />
SAIT Training adalah pembekalan untuk<br />
menjalani kehidupan di kawasan konflik,<br />
seperti penggunaan radio komu nikasi,<br />
P3K, menghadapi cuaca ekstrem (minus 0<br />
derajat Celsius saat musim dingin dan di<br />
atas 50 derajat Celsius saat musim panas),<br />
pengenalan budaya lokal dan interaksi<br />
dengan warga lokal, menghadapi situasi<br />
penyerangan bersenjata serta penculikan,<br />
penggunaan pakain dan kendaraan anti<br />
peluru, dan lainnya. “Prepare for the worst,<br />
but hope for the best. Itu intinya,” kata Armaen<br />
sambil tertawa.<br />
Ia tinggal di Bashrah International Hotel,<br />
satu-satunya tempat dalam zona hijau atau<br />
daerah aman. Bila hendak keluar hotel atau<br />
zona merah, harus mengikuti protokol<br />
keamanan seperti pengawalan pihak<br />
keamanan serta menggunakan kendaraan<br />
dan pakaian anti peluru yang tentu saja<br />
tidak murah pembiayaannya. Sebagian besar<br />
Sosok<br />
warga Irak memiliki dua paspor, seperti<br />
paspor Swedia, Australia, dan Denmark.<br />
Ketika situasi keamanan memburuk, mereka<br />
dapat keluar dari Irak dengan mudah, yang<br />
terkadang sulit disulit jika menggunakan<br />
paspor Irak.<br />
Ia menjelaskan bahwa konflik di Irak<br />
lebih mengerikan. Walaupun demikian,<br />
Irak mau menerima pengungsi dari Syria.<br />
Sehingga muncul persoalan baru antara<br />
masyarakat Irak dengan pengungsi. Masyarakat<br />
Irak menilai pengungsi akan membebani<br />
negaranya. Oleh karenanya, selain<br />
menangani pengungsi, IOM juga harus<br />
menga tasi masalah masyarakat Irak.<br />
Kini Armaen dipercayakan sebagai Kepala<br />
Kantor IOM di Mombasa, Kenya. Programnya<br />
reintegrasi ke masyarakat bagi warga Kenya<br />
yang mendapat amnesti atas kegiatan yang<br />
pernah mereka lalukan dengan kelompokkelompok<br />
radikal baik di dalam negeri<br />
maupun di negara tetangga seperti Somalia.<br />
Eks kombatan yang menyerahkan diri dibina<br />
untuk ditingkatkan pengetahuan dan<br />
keahlian serta dicarikan solusi pendapatan<br />
untuk menopang hidup. Untuk menghindari<br />
kecemburuan di masyarakat, IOM memberikan<br />
bantuan berupa infrastruktur kepada<br />
masyarakat Kenya yang tidak terlibat dalam<br />
kegiatan radikal.<br />
Sementara itu, Kenya kewalahan menangani<br />
300 ribu lebih pengungsi Somalia<br />
di dua kamp pengungsi – Dadaab dan<br />
Kakuma. Kamp pengungsi terbesar di dunia<br />
itu sering disebut-sebut sebagai lokasi<br />
pengaderan kelompok radikal. Karenanya,<br />
otoritas Kenya sempat berencana menutupnya<br />
sebe lum dihimbau dunia internasional<br />
untuk menghentikan rencana<br />
tersebut. Kalau benar-benar ditutup, nasib<br />
pengung si akan lebih memprihatinkan.<br />
[Zulfurqan|<strong>AER</strong>]<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
43
PESONA PESISIR<br />
PANTAI LHOKSEUDU,<br />
“Maldives”nya Aceh<br />
Kalau hari-hari biasa palingan kami dapat Rp.1.500.000 tergantung pengunjung yang<br />
datang, tapi kalau hari Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami bisa mengumpulkan<br />
pundi-pundi rupiah sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000 perhari.<br />
Darma<br />
Manajer Lhoek Aroen Kuphie<br />
44 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Wisata<br />
| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />
45
(oleh: intan khairani)<br />
Lhokseudu adalah sebuah Desa<br />
pesisir yang berada di Gampong<br />
Layeun, Kecamatan Leupung, Aceh<br />
Besar, teluk Lhokseudu menawarkan<br />
panorama alam yang memanjakan mata<br />
siapa saja yang memandangnya. Lukisan<br />
alam yang indah itu dapat di nikmati setelah<br />
menempuh perjalanan berkendara sekitar<br />
45 menit dari pusat kota Banda Aceh.<br />
Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan<br />
lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai<br />
sembari beristirahat dan menyantap<br />
makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa<br />
café dengan gazebo pinggir pantai yang<br />
mengingatkan pada pesisir Maldives yang<br />
bergaya jambo atau pondok sederhana.<br />
Pada tahun 2004, Lhokseudu termasuk<br />
daerah yang terkena dampak tsunami yang<br />
parah, bangunan hancur ada dimana-mana,<br />
termasuk pantainya yang terpisah dengan<br />
daratannya. Namun Lhokseudu bangkit<br />
dan sekarang tumbuh menjadi daerah<br />
wisata yang indah. Meski sebahagian besar<br />
area mengalami pemulihan dan ada tempat<br />
bencana yang sengaja dibiarkan untuk<br />
memperlihatkan dahsyatnya bencana<br />
tsunami yang menerjang kawasan ini di<br />
masa lampau.<br />
Di sini, ada empat jenis café yang<br />
tersusun rapi. Keempat café tersebut<br />
memberikan konsep yang sama, di awali<br />
oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang<br />
Tim <strong>AER</strong> kunjungi sore itu adalah café<br />
“Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang<br />
dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang<br />
lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat<br />
jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya<br />
menarik perhatian wisatawan dari berbagai<br />
daerah untuk menuju ke Lhokseudu.<br />
Bagi para penikmat pantai, wajib<br />
hukumnya untuk datang kemari. Selain<br />
menikmati indahnya laut dari jembatan<br />
dan jambo di atas air laut, makanan dan<br />
minuman yang disuguhkan pun tak<br />
kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café<br />
terapung seperti ini omzet yang di peroleh<br />
pun lumayan besar.<br />
“Kalau hari-hari biasa palingan<br />
kami dapat Rp.1.500.000 tergantung<br />
pengunjung yang datang, tapi kalau hari<br />
Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami<br />
bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah<br />
sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000<br />
perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen<br />
Kuphie yang kami temui sore itu.<br />
Respon masyarakat akan adanya<br />
café ini sangatlah positif. Ia mengatakan<br />
bahwa mereka sangat mendukung untuk<br />
memajukan area wisata di daerah tersebut.<br />
Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk<br />
desa Layeun khususnya anak-anak sekolah<br />
turut membantu untuk menjadi pelayan<br />
di café guna menambah uang jajan.<br />
Kadang-kadang, ada delapan orang<br />
anak yang turut membantu pada satu<br />
café ketika banyak pengunjung yang<br />
datang di akhir pekan.<br />
Adapun menu makanan yang dapat<br />
kita santap di café tersebut bermacammacam,<br />
mulai dari ikan bakar, mie Aceh,<br />
aneka jus, sop buah, mie udang, hingga<br />
mie kepiting. Harganya pun cukup<br />
variatif, namun tidak menguras dompet.<br />
Pengunjung yang datang pun beraneka<br />
ragam bermula dari anak-anak, mudamudi,<br />
hingga orang tua. Rata-rata mereka<br />
datang dari luar daerah, bahkan beberapa<br />
juga dari luar negeri, ada dari Malaysia,<br />
Thailand, Australia dan lain-lain.<br />
Keindahannya yang tak biasa membuat<br />
tempat ini menjadi hits bagi kawula muda<br />
yang aktif di sosial media, pada platform<br />
Instagram salah satunya. Mereka ramairamai<br />
datang ke tempat ini tidak hanya<br />
untuk bersantai namun mengabadikan<br />
gambar untuk sekedar posting di sosial<br />
media ataupun untuk kenang-kenangan.<br />
Banyak juga fotografer yang mengabadikan<br />
beberapa gambar di area pantai yang di<br />
hiasi oleh pondok sederhana tersebut,<br />
biasanya, suasana sunset di Lhokseudu ini<br />
tak kalah indahnya dengan suasana siang<br />
harinya.<br />
Dengan jembatan yang berdiri<br />
membelah pantai dan di hiasi beberapa<br />
jambo tak heran jika suasana di Lhokseudu<br />
itu pun seperti pesisir “Maldives” ala Aceh.<br />
Kendati indahnya tempat ini, banyak<br />
pengunjung yang hanya datang untuk<br />
mengambil beberapa foto dan kemudian<br />
pergi tanpa memesan minuman di café itu.<br />
Darma mengatakan untuk masuk ke dalam<br />
jambo tidak di kenakan tiket, tapi<br />
setiap orang yang ingin mengambil<br />
gambar di tempat tersebut haruslah<br />
memesan makanan atau minuman<br />
terlebih dahulu, seperti tulisan yang<br />
tertera jelas di pagar pintu masuk ke<br />
dalam jambo.<br />
”Kita kan masih dalam tahap<br />
pembangunan, belum semuanya<br />
jadi, dan masih banyak yang<br />
direnovasi, jadi setidaknya pesan<br />
makanan lah kalau memang mau<br />
menikmati pemandangan di sini.<br />
Jadi kan kita bisa jadi<br />
saling menguntungkan,<br />
makanya kami pasang<br />
pamflet seperti itu<br />
biar pengunjung pada<br />
mengertilah, hehehe,”<br />
ucap Darma dalam<br />
gelak tawanya tapi<br />
mengandung makna<br />
yang serius. Dengan adanya pamflet<br />
tersebut tentunya menjadi perhatian juga<br />
bagi para pengunjung.<br />
“Pertama kali kesini dan sebelumnya<br />
sudah terkesima karena dari akun-akun<br />
wisata yang ada di Aceh, saat datang<br />
terkesima juga dengan pamfletnya. Wajar<br />
aja sih kalau yang datang cuma mau fotofoto<br />
malah bisa ganggu ketenangan para<br />
pengunjung yang memang mau makan<br />
atau minum yakan,” pendapat salah satu<br />
pengunjung di café tersebut.<br />
Inilah Lhokseudu, pantai dengan<br />
keindahannya yang dikelola dengan hati<br />
dan inovasi. Dengan melihat bagaimana<br />
potensi media sosial dan pariwisata,<br />
tempat yang dulunya biasa saja dapat<br />
disulap menjadi lokasi wisata yang paling<br />
dikunjungi pada akhir pekan. Dengan<br />
menelisik bagaimana transformasi<br />
Lhokseudu dulu dan sekarang, diharapkan<br />
masyarakat dan pengusaha di Aceh agar<br />
lebih memerhatikan perkembangan<br />
yang ada dari berbagai sisi dan aspek,<br />
sehingga dapat berinovasi menjadi tempat<br />
yang menarik tak hanya bagi pariwisata<br />
Aceh, namun juga secara nasional dan<br />
internasional. [INTAN|<strong>AER</strong>]<br />
46 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |
Lhokseudu adalah sebuah Desa<br />
pesisir yang berada di Gampong<br />
Layeun, Kecamatan Leupung,<br />
Aceh Besar, teluk Lhokseudu<br />
menawarkan panorama alam yang<br />
memanjakan mata siapa saja yang<br />
memandangnya. Lukisan alam yang indah<br />
itu dapat di nikmati setelah menempuh<br />
perjalanan berkendara sekitar 45 menit<br />
dari pusat kota Banda Aceh.<br />
Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan<br />
lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai<br />
sembari beristirahat dan menyantap<br />
makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa<br />
café dengan gazebo pinggir pantai yang<br />
mengingatkan pada pesisir Maldies yang<br />
bergaya jambo atau pondok sederhana.<br />
Pada tahun 2004, Lhokseudu terma suk<br />
daerah yang terkena dampak tsuna mi yang<br />
parah, bangunan hancur ada dimana-mana,<br />
termasuk pantainya yang terpisah dengan<br />
daratannya. Namun Lhokseudu bangkit<br />
dan sekarang tum buh menjadi daerah<br />
wisata yang indah. Meski sebahagian besar<br />
area menga lami pemulihan dan ada tempat<br />
bencana yang sengaja dibiarkan untuk<br />
memperlihatkan dahsyatnya bencana<br />
tsunami yang menerjang kawasan ini di<br />
masa lampau.<br />
Di sini, ada empat jenis café yang<br />
tersusun rapi. Keempat café tersebut<br />
memberikan konsep yang sama, di awali<br />
oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang<br />
Tim <strong>AER</strong> kunjungi sore itu adalah café<br />
“Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang<br />
dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang<br />
lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat<br />
jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya<br />
menarik perhatian wisatawan dari berbagai<br />
daerah untuk menuju ke Lhokseudu.<br />
Bagi para penikmat pantai, wajib<br />
hukumnya untuk datang kemari. Selain<br />
menikmati indahnya laut dari jembatan<br />
dan jambo di atas air laut, makanan dan<br />
minuman yang disuguhkan pun tak<br />
kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café<br />
terapung seperti ini omzet yang di peroleh<br />
pun lumayan besar.<br />
“Kalau hari-hari biasa palingan<br />
kami dapat Rp.1.500.000 tergantung<br />
pengunjung yang datang, tapi kalau hari<br />
Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami<br />
bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah<br />
sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000<br />
perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen<br />
Kuphie yang kami temui sore itu.<br />
Respon masyarakat akan adanya<br />
café ini sangatlah positif. Ia mengatakan<br />
bahwa mereka sangat mendukung untuk<br />
memajukan area wisata di daerah tersebut.<br />
Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk<br />
desa Layeun khususnya anak-anak sekolah<br />
Foto-Haris
Biro Perekonomian Setda Aceh