04.05.2018 Views

AER Edisi 4 Tahun 2017

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>Edisi</strong> Oktober - Desember <strong>2017</strong><br />

A Comprehensive In-depth<br />

Review of Aceh Economy<br />

LAGI, ACEH<br />

DORONG INVESTASI<br />

ISSN 2089-4465<br />

9 772089 446550


Biro Perekonomian Setda Aceh


Saleum<br />

Redaksi<br />

Drs. Muhammad Raudhi, M.Si<br />

(Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh)<br />

Assalamualaikum wr.wb.<br />

Pembaca yang budiman, selamat berjumpa<br />

lagi pada edisi penutup tahun <strong>2017</strong> ini.<br />

Rasanya baru saja kemarin kami menyapa<br />

Anda dengan ucapan selamat menyambut<br />

tahun baru <strong>2017</strong>. Kini, tak terasa kita hampir<br />

memasuki masa penghujung tahun. Melalui<br />

edisi kali ini, kami kembali mengangkat<br />

Laporan Utama tentang investasi Aceh. Topik<br />

ini pernah kita angkat pada <strong>Edisi</strong> kedua tahun<br />

lalu. Namun, kepemimpinan Gubernur Irwandi<br />

Yusuf dan Wakil Gubernur Nova Iriansyah<br />

memberi perhatian serius terhadap hal ini.<br />

Sehingga, investasi ditempatkan sebagai salah<br />

satu agenda penting di awal pemerintahannya.<br />

Menurunnya nilai investasi di Aceh dalam dua<br />

tahun terakhir menjadi dasar bagi Pemerintah<br />

Aceh untuk melakukan langkah-langkah strategis<br />

terkait investasi. Pentingnya peranan investasi<br />

dalam menyediakan kesempatan kerja,<br />

menurunkan angka pengangguran, meningkatkan<br />

pendapatan masyarakat, dan akhirnya<br />

mendorong daya beli dan perekonomian daerah<br />

menjadi alasan yang utama. Oleh sebab itu,<br />

kami mengajak semua kalangan, para politisi,<br />

aparat penegak hukum, akademisi, cerdik pandai,<br />

para ulama, dan tokoh-tokoh masyarakat untuk<br />

bersama-sama mendorong budaya yang ramah<br />

terhadap investasi. Kita bergandengan tangan<br />

mencegah dan melawan pihak-pihak yang<br />

mengganggu masuknya investasi. Demi masa<br />

depan rakyat Aceh yang makmur dan sejahtera.<br />

Melalui edisi kali ini, kami juga kembali<br />

mengajak pembaca untuk mengapresiasi para<br />

pengusaha kecil kita dan pahlawan penjaga<br />

warisan budaya Aceh. Dalam rubrik sosok, kami<br />

tampilkan dua pemuda yang juga pengusaha<br />

kopi dari Bener Meriah, yakni Mahdi Usati<br />

dan Fitra Cahyadi yang memperoleh sertifikat<br />

Q-grader sebagai coffee cupper – pencicip kopi<br />

kelas dunia. Mereka adalah ‘mesin penguji<br />

kualitas kopi berjalan’ di Aceh. Kepiawaiannya<br />

dalam mencicipi dan membandingkan cita<br />

rasa kopi berdasarkan jenisnya telah diakui<br />

dunia. Mereka menjadi rujukan pengusaha kopi<br />

mancanegara sebelum membeli kopi di Aceh.<br />

Selanjutnya, dalam rubrik peluang usaha, kami<br />

tampilkan sosok anak muda pegiat disain grafis<br />

yang mampu meraup jutaan dengan menjual<br />

karya seni logo dan grafik disain lainnya di situs<br />

internet mancanegara. Pada rubrik wisata, kami<br />

ajak Anda menikmati pesisir Pantai Lhokseudue<br />

yang bergaya ala Maldives. Belum pernah ke<br />

sana? Silahkan baca dan nikmati foto-foto<br />

eklusifnya di sini. Pada kesempatan kali ini, kami<br />

infokan juga perkembangan pembangunan<br />

jalan Tol Aceh – Medan yang sudah memasuki<br />

tahap pembangunan di rubrik nasional.<br />

Perkembangan ekonomi daerah seperti isu<br />

seputar Migas Aceh, Perizinan Aceh, dapat Anda<br />

simak di rubrik Nanggroe.<br />

Sebagai penutup, izinkan kami menukilkan<br />

salah satu hadist Baginda Rasulullah SAW<br />

betapa kita diwajibkan untuk berusaha meningkatkan<br />

perekonomian keluarga kita. Nabi<br />

SAW bersabda, “Sungguh alangkah baik jika<br />

salah seorang di antara kalian (umatku) yang<br />

mencari seikat kayu bakar dan mengikatnya<br />

kemudian memikulnya dan menjualnya dengan<br />

membuka wajah (tanpa rasa malu} karena Allah<br />

SWT, daripada meminta-minta kepada orang<br />

lain baik diberi maupun tidak (HR. Al-Bukhari).”<br />

Semoga ikhtiar kita dalam membangun<br />

ekonomi Aceh akan diridhai Allah SWT. Selamat<br />

membaca... [<strong>AER</strong>]<br />

Selamat menikmati...<br />

Wassalam<br />

REDAKSI<br />

Pelindung : Gubernur dan Sekretaris Daerah<br />

Ketua Pengarah : Asisten Keistimewaan Aceh,<br />

Pembangunan dan<br />

Ekonomi Aceh<br />

Wakil Ketua Pengarah : Drs. Muhammad Raudhi, M.Si<br />

(Kepala Biro Perekonomian Setda<br />

Aceh)<br />

Pemimpin Redaksi : Nurhayati, SE, M.Si<br />

(Kabag. Administrasi Sarana<br />

Perekonomian pada Biro<br />

Perekonomian)<br />

Wakil Pemimpin Redaksi : H. Mulyadi Nurdin, LC, MH<br />

Redaktur Pelaksana :<br />

(Kepala Biro Humas dan Protokol<br />

Setda Aceh)<br />

Anggota : M. Surya Putra, SE, M.Si<br />

Syarifah Masyitah<br />

Ketua : Aridiansyah Putra, SE<br />

Sekretaris : Warda, SE, Ak., MM<br />

Anggota : Nurdin, S.Pd<br />

Redaksi :<br />

Muhammad Iqbal, S.STP, M.Si<br />

Ketua : Dian Agusta, S.STP, MA<br />

Sekreataris : Dewi Ertika Pane, S.S<br />

Anggota : Kemalawati, BA<br />

Staf Redaksi :<br />

Marzuki, S.Sos<br />

Zaldi Akmal, SE, MM<br />

Mahdani<br />

Anggota : Zaldi Akmal, SE, MM<br />

Syaiful Ardy<br />

Managing Editor : Suhendra, SE<br />

T. Muda Syurmanshah, SE<br />

Dimas Aldrian, SE<br />

Wartawan : Mizla Sadrina, SE., Fauzan,<br />

Nazariandi, Mia, Miftah, Nanda,<br />

Aidil, Fitri, Jauhar, Febi, Lilis,<br />

Zulfurqan.<br />

Redaksi/Kontributor : Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA,<br />

Kartunis : Deky<br />

Said Muniruddin, SE, MA,<br />

Miftachuddin Cut Adek, SE, M.Si,<br />

Konsultan Media : Adi Warsidi, Yoserizal<br />

Desain Grafis/Layout : Amir Faisal<br />

Alamat Redaksi<br />

Kantor Gubernur Aceh,<br />

Biro Perekonomian Sekretariat Daerah Aceh<br />

Jln. T. Nyak Arief, No. 219, Banda Aceh.<br />

Email: bulletin.aer@gmail.com<br />

Percetakan : PT AMG - Serambi Indonesia<br />

(Isi di luar tanggung jawab percetakan)


Daftar Isi<br />

Laporan Utama<br />

Laporan Utama<br />

6-7 Lagi, Aceh Dorong Investasi<br />

8-10 Biro Perekonomian Setda Aceh Gelar<br />

Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian<br />

Se-Aceh<br />

11-12 Aplikasi SAPA, Investasi di Aceh<br />

Semakin Mudah<br />

13-14 Gubernur Aceh Gandeng Investor Asing<br />

Dalam Menangani Krisis Energi<br />

Listrik Aceh<br />

Investasi<br />

15 Potensi Tuna Diincar Investor<br />

Aceh Targetkan 2.459 Ton/<strong>Tahun</strong><br />

Infografis<br />

16-17 Terobosan 100 Hari Pemerintahan<br />

Irwandi - Nova<br />

Nanggroe<br />

18-19 Peluang Investasi Terbuka di Aceh<br />

20-21 Izin investasi di Aceh selesai 1 hari berkat<br />

Aplikasi SAPA<br />

22-23 Kilas Balik Tantangan Migas Aceh<br />

24-25 Biro Perekonomian Sosialisasikan<br />

Kebijakan Subsidi Energi<br />

26-27 Meningkatkan Kualitas SDM Melalui<br />

Program ‘Aceh Carong’<br />

28-29 Warung Kopi Di Aceh Butuh<br />

Q Grader Personal<br />

Analisa<br />

30-31 Review Investasi Aceh<br />

Nasional<br />

32-33 Jelang 2018, Pemerintah Serius Garap<br />

Proyek Tol Aceh - Binjai<br />

34-35 Laut Untuk Kita<br />

Peluang Usaha<br />

36-39 Dunia Digital Lahan Bisnis Para Desainer<br />

Opini<br />

40-41 Potret Ekonomi Kreatif Mewujudkan<br />

Aceh Kreatif Dalam Rangka Implementasi<br />

Salah Satu Visi dan Misi Gubernur Aceh<br />

Periode <strong>2017</strong>-2022 (Sebagai Sumber<br />

Inspirasi Kreatif Daerah)<br />

Sosok<br />

42-43 Sekelumit Kisah Diaspora Aceh; Bertugas<br />

di Kawasan Konflik<br />

Wisata<br />

44-46 Pesona Pesisir Pantai Lhokseudu,<br />

“Maldives”nya Aceh<br />

Nanggroe<br />

Peluang Usaha<br />

Wisata<br />

Hal. 6<br />

Hal. 17<br />

Hal. 32<br />

Hal. 44


Surat Pembaca<br />

Zulkarnaini, SE | Sekretaris Dinas Penanaman Modal<br />

dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)<br />

Majalah ini bagus saya sangat mendukung keberadaan media cetak ini. Artinya<br />

keberadaan media cetak dalam bentuk majalah dapat memberikan informasi-informasi<br />

mengenai progress laju perkembangan pertumbuhan perekonomian Provinsi Aceh dalam<br />

bidang atau sektor apapun baik mikro maupun makro. Selalu up-to-date. Malah bila perlu<br />

diterbitkan setiap bulannya, sehingga berita yang dimuat tidak basi. Agar selaras dengan<br />

komitmen Bapak Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf yaitu khusus sangat memprioritaskan<br />

dalam hal kesejahteraan melalui pertumbuhan ekonomi yang semakin tajam.<br />

Kartina | Kepala Cabang PT. Bank BCA Banda Aceh<br />

Wah bagus ya majalahnya. Ini majalah dari mana, kok bisa bagus kayak gini? Oh,<br />

majalah dari kantor gubernur ya. Media seperti ini sangat bagus untuk sosialisasi<br />

dan edukasi tentang perekonomian Aceh. Maunya kita dibagi juga, biar bisa update<br />

perkembangan ekonomi daerah. Kan perbankan juga mitra pembangunan ekonomi<br />

daerah. Saya berharap Pemerintah Aceh dapat lebih memberdayakan perbankan swasta<br />

dalam pembangunan. Selama ini kita telah membuktikan dukungan yang besar bagi<br />

perkembangan pengusaha kecil dan menengah di Aceh.<br />

Maghfirah Mukammil |<br />

Inong Duta Wisata Kota Banda Aceh <strong>2017</strong><br />

Sebagai mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis, saya sangat suka membaca artikel<br />

maupun majalah yang membahas masalah ekonomi, peluang bisnis maupun keadaan<br />

sosial masyarakat terutama di daerah Aceh. Di majalah Aceh Economic Review ini<br />

saya bisa mendapatkan beberapa referensi baru mengenai perekonomian masa<br />

kini, kontennya juga sangat menarik. Favorit saya di kolom peluang bisnis, sangat<br />

menginspirasi. Sukses terus tim <strong>AER</strong> !!<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

5


Gubernur Aceh Irwandi Yusuf berbicara dalam Russia-Indonesia<br />

Busness Forum di Moscow Jumat (4/8/<strong>2017</strong>) (Humas Setda Aceh)<br />

LAGI, ACEH<br />

DORONG INVESTASI<br />

Melihat potensi dan daya tarik investasi yang dimiliki Aceh,<br />

seharusnya Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi investor.<br />

Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak ada alasan bagi<br />

penurunan investasi di Aceh.<br />

6 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Laporan Utama<br />

Gubernur Irwandi giat mengundang<br />

investasi ke Aceh.<br />

Bukan kali ini saja, hal ini<br />

sudah dilakukannya hampir<br />

sepuluh tahun silam, ketika pertama<br />

menjabat sebagai Gubernur Aceh. Wajar,<br />

investasi, merupakan salah satu elemen<br />

penting dalam mendongkrak ekonomi<br />

suatu daerah/bangsa. Investasi yang<br />

dimaksudkan di sini adalah pengeluaran<br />

untuk belanja modal, seperti membeli<br />

mesin baru, membangun pabrik lebih<br />

besar, membeli robot untuk mengak tifkan<br />

otomatisasi, dll., bukan menabung di bank.<br />

Melihat perkembangan investasi dalam<br />

dua tahun terakhir, wajar jika Guber nur<br />

Irwandi sangat getol mengun dang investor<br />

Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk<br />

komitmennya dalam merealisasikan visi<br />

‘Aceh Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik<br />

investasi yang dimiliki Aceh, seharusnya<br />

Aceh mampu menjadi destinasi utama bagi<br />

investor. Apalagi di masa damai saat ini,<br />

rasanya tidak ada alasan bagi penurunan<br />

investasi di Aceh.<br />

Selama ini, Penanaman Modal Dalam<br />

Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi<br />

realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada<br />

tahun 2016, capaian target investasi yang<br />

ditetapkan Badan Investasi dan Promosi<br />

Aceh mencapai 124,82 persen dengan<br />

nilai Rp 3,8 trilyun dari Rp 3,0 trilyun yang<br />

ditargetkan. Sedangkan Penanaman Modal<br />

Asing (PMA) hanya mencapai Rp 1,2 trilyun<br />

(38,68 %) dari total investasi tahun 2016.<br />

Namun, dari segi pencapaian total, terjadi<br />

penurunan dalam dua tahun terakhir.<br />

Inilah yang menjadi kegalauan banyak<br />

pihak. Capaian investasi Aceh mencapai<br />

puncaknya pada tahun 2014. Namun,<br />

setelah itu terus mengalami penurunan.<br />

Hal ini menjadi dasar bagi Pemerintah<br />

Aceh untuk mendongkrak investasi ke Aceh.<br />

Namun, mengundang inves tor memang<br />

tak semudah seperti mengundang tamu<br />

pernikahan. Ada banyak elemen yang<br />

perlu dipertimbangkan. Selain membutuhkan<br />

kesiapan perangkat hukum dan<br />

perundang-undangan, juga dukungan dari<br />

semua elemen masyarakat. Maka, dalam<br />

Ahmad Fadil, Direktur Utama PT Pupuk Iskandar Muda, menandatangani kerjasama pendirian Badan<br />

Usaha Pembangunan dan Pengelola KEK Arun Lhokseumawe, Jumat (1011<strong>2017</strong>) di Banda Aceh. (Foto:<br />

Humas Setda Aceh)<br />

banyak kesempatan, gubernur, wakil<br />

gubernur dan para pejabat pemerintah<br />

di lingkup Provinsi Aceh selalu mengajak<br />

masyarakat untuk ramah terhadap investasi.<br />

Kita tidak boleh alergi dengan<br />

investasi, apalagi investasi asing. Salah<br />

satu yang dikeluhkan oleh calon investor<br />

di Aceh adalah sikap masyarakat yang<br />

belum sepenuhnya mendukung investasi.<br />

Optimis Investasi Aceh Membaik<br />

Meski dalam dua tahun yang lalu<br />

investasi Aceh agak merosot, namun<br />

banyak pihak optimis tahun depan invetasi<br />

Aceh akan kembali meningkat. Melihat<br />

suksesi Pilkada yang berjalan damai awal<br />

tahun ini, banyak pihak merasa yakin<br />

ekonomi Aceh akan sema kin membaik. Tak<br />

kurang, komitmen Gubernur Aceh sangat<br />

jelas untuk menda tangkan investasi ke<br />

Aceh. Dalam Festival Indonesia <strong>2017</strong> di<br />

Moskow Agustus silam, Irwandi mengajak<br />

pengusaha Rusia untuk berinvestasi di<br />

Aceh, khususnya di Kawasan Ekonomi<br />

Khusus (KEK) Arun – Lhokseumawe.<br />

Irwandi juga mena war kan berbagai<br />

peluang investasi stra tegis lainnya, seperti<br />

minyak dan gas, petrokimia, agroindustri<br />

(kopi), dan pari wisata.<br />

Dalam acara penandatanganan pen dirian<br />

PT Patriot Nusantara Aceh yang akan<br />

mengelola KEK Arun di Lhokseumawe<br />

(12/11), Wakil Konsorsium KEK Arun,<br />

Achmad Fadhil yang juga Direktur Utama<br />

PT Pupuk Iskandar Muda mengatakan, saat<br />

ini mereka sedang mempromosikan KEK<br />

Arun pada investor dalam negeri.<br />

“Kami berpikir sebaiknya kita undang<br />

juga investor dalam negeri untuk masuk<br />

ke KEK Arun. Agar industri cepat tumbuh.<br />

Setelah itu baru kita road show ke luar<br />

negeri,” ujarnya.<br />

Hal senada disampaikan juga oleh<br />

Kepala Dinas Penanaman Modal dan<br />

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)<br />

Aceh, Ir Iskandar MSc. Ia merasa optimis<br />

iklim investasi di Aceh akan terus membaik.<br />

“Apalagi, berdasarkan penilaian<br />

Indonesia Attractiveness Award <strong>2017</strong> yang<br />

diumumkan pada 29 September lalu,<br />

Aceh berada pada peringkat sembilan di<br />

Indonesia sebagai provinsi terbaik bidang<br />

investasi,” ujarnya. [<strong>AER</strong> – foto-foto Humas<br />

Setda Aceh]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

7


Foto : Humas Setda Aceh<br />

BIRO PEREKONOMIAN SETDA ACEH<br />

GELAR RAPAT KOORDINASI<br />

BIDANG PEREKONOMIAN SE-ACEH<br />

Rapat Koordinasi Bidang Pereko nomian se-Aceh <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> ini dapat dijadikan ajang evaluasi keberhasilan<br />

dan kegagalan penerapan, pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan, pengembangan tata kelola<br />

ekonomi Aceh pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk itu diharapkan akan dapat melahirkan pemikiran dan<br />

gagasan yang inovatif dan prospektif dari seluruh peserta rapat maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk<br />

bersatu dalam mensinerjikan tantangan dan masalah yang sedang dan akan dihadapi dalam <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong><br />

dan tahun-tahun mendatang.<br />

Muhammad Raudhi<br />

Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh<br />

8 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Tidak dapat dipungkiri, untuk<br />

dapat mempercepat pem bangunan<br />

ekonomi di Aceh diperlukan<br />

peningkatan pena naman modal<br />

untuk mengolah potensi ekonominya<br />

menjadi kekuatan ekonomi riil dengan<br />

menggunakan modal yang berasal dari<br />

dalam ataupun luar negeri.<br />

Dalam Rapat Koordinasi (Rakor)<br />

Bidang Perekonomian Se-Aceh yang di<br />

gelar di Setdako Sabang, Kepala Biro Pereko<br />

nomian Setda Aceh, Muhammad<br />

Raudhi, mengatakan pelaksanaan Rakor<br />

ini memberikan pemahaman dan menyamakan<br />

persepsi terhadap berbagai regu lasi<br />

dan upaya dalam mendorong terciptanya<br />

iklim investasi yang kondusif di Aceh.<br />

Peserta Rakor ini terdiri dari SKPA terkait,<br />

yaitu Dinas Penanaman Modal dan PTSP<br />

Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata<br />

Aceh, Dinas Perindustrian dan Perdagangan<br />

Aceh, Dinas Peternakan Aceh, Dinas<br />

Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh,<br />

Bappeda Aceh, Dinas Pekerjaan Umum dan<br />

Penataan Ruang Aceh, Dinas Perumahan<br />

Rakyat dan Kawasan Permukiman Aceh,<br />

Dinas Perhubungan Aceh, Dinas Tenaga<br />

Kerja dan Mobilitas Penduduk Aceh, Dinas<br />

Pertanahan Aceh.<br />

Hal ini menyadari kondisi ekonomi<br />

Aceh yang saat ini perlahan tapi pasti<br />

beranjak lebih baik dari tahun ke tahun.<br />

Dari data yang ditunjukkan oleh Badan<br />

Pusat Statistik, pertumbuhan ekonomi<br />

Aceh (dengan Migas) tahun 2016 bergerak<br />

positif pada kisaran 3,31 persen, sedangkan<br />

pertumbuhan migas mencapai 4,31 persen.<br />

Sementara, untuk tahun berjalan<br />

sampai semester I tahun <strong>2017</strong> ini, ekonomi<br />

Aceh (dengan Migas) tumbuh sebesar<br />

3,67 persen, sedangkan tanpa Migas<br />

pertumbuhannya adalah sebesar 3,54<br />

persen.<br />

Raudhi menjelaskan lebih jauh, di sisi<br />

lain, dari data yang diperoleh dari BPS Aceh,<br />

persentase penduduk miskin dari tahun ke<br />

tahun semakin menurun, walaupun pada<br />

Maret <strong>2017</strong> sempat mengalami peningkatan<br />

menjadi 16,89 persen. Menurutnya, kondisi<br />

ini didorong oleh membaiknya infrastruktur<br />

publik dan situasi keamanan yang semakin<br />

kon dusif yang akhirnya mendorong<br />

tum buhnya sektor agro di Aceh, seperti<br />

pertanian, perkebunan, peternakan, dan<br />

perikanan yang dapat menyediakan lapangan<br />

pekerjaan.<br />

Perlu diketahui, pertumbuhan angka<br />

pengangguran di Aceh pada Februari<br />

Laporan Utama<br />

<strong>2017</strong> sebesar 172 ribu orang, angka<br />

pertumbuhan ini menurun dibandingkan<br />

dengan keadaan Februari 2016 yang<br />

sebesar 182 ribu orang. Namun, jika<br />

dibandingkan dengan keadaan Agustus<br />

2016, jumlah penganggur mengalami<br />

peningkatan sebesar 1.000 orang dari 171<br />

ribu orang. Tingkat Pengangguran Terbuka<br />

(TPT) di Provinsi Aceh pada Februari <strong>2017</strong><br />

mencapai 7,39 persen, lebih rendah 0,74<br />

persen dari TPT bulan Februari 2016 sebesar<br />

8,13 persen, dan lebih rendah 0,18 persen<br />

dari TPT bulan Agustus 2016 sebesar 7,57<br />

persen.<br />

Kondisi seperti ini menjadi cermin<br />

bahwa kondisi ekonomi Aceh masih belum<br />

stabil. Dibutuhkan langkah dan strategi<br />

yang efektif untuk mendorong perbaikan<br />

ekonomi di berbagai sektor, terutama<br />

dalam mendorong peran sektor investasi<br />

swasta dalam mendukung per ce patan<br />

pembangunan daerah.<br />

Mempermudah Kesempatan Berinvestasi<br />

“Rapat Koordinasi Bidang Perekonomian<br />

se-Aceh <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> ini dapat<br />

dijadikan ajang evaluasi keberhasilan<br />

dan kegagalan penerapan, pelaksanaan<br />

program dan kegiatan pembangunan,<br />

pengembangan tata kelola ekonomi Aceh<br />

pada tahun-tahun sebelumnya. Untuk<br />

itu diharapkan akan dapat melahirkan<br />

pemikiran dan gagasan yang inovatif<br />

dan prospektif dari seluruh peserta rapat<br />

maupun para pelaku ekonomi Aceh untuk<br />

bersatu dalam mensinerjikan tantangan<br />

dan masalah yang sedang dan akan<br />

dihadapi dalam <strong>Tahun</strong> <strong>2017</strong> dan tahuntahun<br />

mendatang,” lanjut Raudhi.<br />

Guna memudahkan kesempatan ber-<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

9


in vestasi di Indonesia, Pemerintah baru<br />

saja mengeluarkan serangkaian paket<br />

kebijakan ekonomi, antara lain, penerbitan<br />

Peraturan Presiden Nomor 91 tahun <strong>2017</strong><br />

tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha<br />

yang didukung dengan kebijakan Sistem<br />

Perizinan Terintegrasi serta Pelayanan<br />

Perizinan Investasi secara elektronik.<br />

Pemerintah Kabupaten/Kota harus<br />

dapat melakukan sosialisasi kepada masyarakat<br />

tentang manfaat investasi dalam<br />

perekonomian daerah, sehingga masyarakat<br />

dapat menerima investor swasta nasional<br />

maupun internasional. Dengan menerima<br />

mereka untuk berinvestasi, maka lapangan<br />

pekerjaan di Aceh akan semakin banyak<br />

terbuka. Penyerapan tenaga kerja inilah<br />

yang dapat menekan tingkat pengangguran<br />

lebih jauh lagi.<br />

Salah satu strategi untuk membangun<br />

situasi kondusif di Aceh adalah juga dengan<br />

melalui pengembangan sektor pariwisata.<br />

Semakin banyak wisatawan yang datang<br />

berkunjung ke suatu daerah, maka citra<br />

keamanan daerah itu pasti lebih baik.<br />

Dengan pencitraan positif inilah investor<br />

tentu lebih yakin mengembangkan<br />

usahanya di Aceh. Itu sebabnya pariwisata<br />

selalu sebanding linier dengan tingkat<br />

investasi.<br />

Salah satu event penting mencapai hal<br />

itu adalah dengan pelaksanaan Sail Sabang<br />

yang berlangsung pada 28 November<br />

sampai 5 Desember <strong>2017</strong>, sebuah event<br />

wisata internasional yang melibatkan<br />

peserta dari luar negeri. Dengan adanya<br />

event ini, citra positif akan Aceh akan<br />

semakin berkembang dan tersebar luas.<br />

Meninggalkan Program Pembangunan<br />

“Ego-Sektor”<br />

Dalam pemahaman perekonomian<br />

yang lebih luas hubungan antara kegiatan<br />

ekonomi, menunjukkan keterkaitan<br />

yang semakin kuat dan dinamis. Jenisjenis<br />

kegiatan baru bermunculan untuk<br />

mengisi kekosongan mata rantai kegiatan<br />

yang semakin panjang dan kait mengait,<br />

kemajuan di suatu sektor tidak mungkin<br />

dapat dicapai tanpa dukungan sektorsektor<br />

lain, begitu juga sebaliknya hilangnya<br />

kegiatan suatu sektor akan berdampak<br />

terhadap kegiatan sektor lainnya.<br />

Raudhi kembali menyebutkan bahwa<br />

konsep keterpaduan program pembangunan<br />

ekonomi menjadi semakin penting<br />

dalam era pembangunan jangka<br />

menengah dan jangka panjang secara<br />

ideal. Program pembangunan yang bersifat<br />

“Ego-Sektor” semakin tidak populer, hal itu<br />

dikarenakan dapat menimbulkan kerugian<br />

pada kepentingan pembangunan secara<br />

keseluruhan.<br />

“Berkaitan dengan hal tersebut di<br />

atas, maka perlu kiranya dilakukan rapat<br />

koordinasi untuk menyamakan persepsi<br />

dan sinkronisasi untuk perencanaan<br />

pembangunan ekonomi antara Pemerin tah<br />

Aceh dengan Pemerintah Kabupaten/Kota<br />

yang nantinya diharapkan akan ter bentuk<br />

suatu sinergi program pem bangunan<br />

daerah di Provinsi Aceh yang mampu<br />

menangani dan memahami eko nomi Aceh<br />

secara keseluruhan,” jelasnya. [DMS|<strong>AER</strong>/<br />

Foto: Humas Setda Aceh]


Laporan Utama<br />

Launching Sistem Aplikasi Perizinan Aceh<br />

APLIKASI SAPA,<br />

INVESTASI DI ACEH<br />

SEMAKIN MUDAH<br />

Mewujudkan Aceh yang damai<br />

dan sejahtera, tidak hanya<br />

dari peran aktif Pemerintah<br />

semata. Peran dunia usaha<br />

sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan<br />

sumber daya yang ada di daerah berjuluk<br />

Serambi Mekah ini. Hal itu disampaikan<br />

oleh Wakil Gubernur Aceh Ir Nova Iriansyah<br />

MT, dalam sambutannya saat meresmikan<br />

peluncuran Sistem Aplikasi Perizinan Aceh<br />

(SAPA) dan sosialisasi sistem informasi<br />

elektronik Perizinan, di Anjong Mon Mata<br />

Selasa 24 Oktober lalu.<br />

“Saat ini Pemerintah Aceh terus ber u -<br />

paya membuka peluang dan mem beri ruang<br />

kepada pihak swasta untuk mengembangkan<br />

usahanya di Aceh,” katanya.<br />

Pemerintah Aceh telah memper siapkan<br />

tiga faktor pendukung, yaitu me nyediakan<br />

informasi tentang potensi daerah<br />

yang mudah diakses oleh siapa saja.<br />

Kedua, menumbuhkan keyakinan calon<br />

investor tentang kepastian hukum bagi<br />

pengembangan usaha di Aceh, dan yang<br />

terakhir menjamin keamanan serta dukungan<br />

masyarakat dalam usaha menciptakan iklim<br />

investasi yang kondusif di Aceh.<br />

Kemudahan investasi juga dihadirkan<br />

lewat sebuah program yang disebut Sistem<br />

Informasi Aceh Terpadu atau SIAT. Program<br />

ini merupakan pengembangan dari sistem<br />

yang berbasis teknologi informasi. Dengan<br />

diterapkannya pro gram ini, berbagai informasi<br />

pemba ngunan Aceh terkini akan<br />

tersaji dengan cepat dan dapat diakses oleh<br />

semua pihak.<br />

Lewat Aplikasi Perizinan Aceh atau<br />

SAPA yang dirancang Pemerintah Aceh<br />

melalui Dinas Penanaman Modal dan<br />

Perizinan Terpadu Satu Pintu (PMPTSP),<br />

selain meningkatkan pelayanan bagi calon<br />

investor dalam mendapat izin mengembangkan<br />

usaha di daerah ini, juga agar<br />

masyarakat dapat memantau kerja-kerja<br />

yang dilakukan Pemerintah Aceh. “Dalam<br />

pengembangan program ini, Pemerintah<br />

Aceh mendapat dukungan dari Komisi<br />

Pemberantasan Korupsi dalam rangka<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

11


memperkuat semangat transparansi di<br />

Pemerintahan Aceh,” kata Wagub Aceh.<br />

Dalam konteks program, sistem ini<br />

mengadopsi aplikasi serupa yang sebelumnya<br />

telah sukses dijalankan oleh<br />

Provinsi Jawa Barat. Setelah mengevaluasi<br />

semua sistem ini dengan akurat, maka<br />

hari ini Pemerintah Aceh secara resmi melaunching<br />

kehadiran program Apli kasi<br />

SAPA dalam rangka mendukung pengembangan<br />

investasi di Aceh.<br />

Wagub meyakini, kehadiran program<br />

ini akan memudahkan kalangan dunia<br />

usaha dalam mendapatkan izin pengembangan<br />

usaha di Aceh, sehingga pelayanan<br />

bagi calon investor akan lebih cepat, lebih<br />

efisien dan bersih dari pungutan liar. “Untuk<br />

itu saya menghimbau kalangan dunia usaha<br />

agar memanfaatkan kehadiran program<br />

ini, sehingga kita dapat memberdayakan<br />

potensi sumber daya yang ada di Aceh.”<br />

Sementara itu, Kepala Iskandar selaku<br />

Kepala Dinas PMPTSP Aceh menjelaskan,<br />

dengan kehadiran sistem online SAPA<br />

ini, pihaknya bisa menerima sebanyak 50<br />

perizinan per hari. “Untuk keluarnya izin itu<br />

berbeda tergantung izin usaha apa yang<br />

diajukan oleh investor, waktunya bervariasi,<br />

ada yang 3 hari, lima hari bahkan ada yang<br />

3 bulan,” ujar Iskandar.<br />

Menurutnya, tekad Pemerintah Aceh<br />

untuk mengundang investor telah membuahkan<br />

hasil. Saat ini, dalam 100 hari kerja<br />

pasangan Irwandi Nova, Aceh men jadi<br />

daerah paling menarik investasi nomor 9 di<br />

Indonesia.<br />

Iskandar menambahkan, aplikasi SAPA<br />

bertujuan untuk mewujudkan proses<br />

e-perizinan yang sederhana, efisien, transparan<br />

dan amanah. Terbentuknya wadah<br />

pengaduan masyarakat, terciptanya aparatur<br />

pelayanan yang bersih dan terintegrasi,<br />

serta tersebarnya informasi e-perizinan<br />

ke masyarakat luas.<br />

“Saat ini SAPA baru tersedia di tingkat<br />

Pemerintah Aceh. Ke depan, sebagai upaya<br />

memberi kemudahan investasi di seluruh<br />

Aceh, maka seluruh kabupaten/kota tentu<br />

harus terintegrasi dengan sistem ini,”<br />

sambung Iskandar.<br />

Kepala Satuan Tugas Wilayah II, Koordinasi<br />

dan Supervisi Pencegahan Tindak<br />

Pidana Korupsi KPK, Asep Rahmat<br />

Suwanda berpesan agar jika nantinya ada<br />

pengaduan dari masya rakat terkait dengan<br />

SAPA, maka jangan dipersepsikan sebagai<br />

hal yang negatif. “Jangan dipersepsikan<br />

sebagai suatu hal yang negatif, karena<br />

itu merupakan sumber masukan bagi<br />

kita untuk mem per baiki layanan SAPA,”<br />

ujarnya.<br />

***<br />

Usai SAPA diluncurkan, sebuah perusahaan<br />

mendirikan pabrik pengolahan<br />

Ikan Tuna di Aceh. Pembangunannya<br />

ditandai dengan peletakan batu pertama<br />

oleh Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf<br />

terhadap pabrik milik PT. Yakin Pasifik Tuna<br />

di Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo,<br />

Banda Aceh, Kamis 2 November <strong>2017</strong>.<br />

Gubernur berharap, perusahaan pengolahan<br />

tuna tersebut dapat tum buh dan<br />

berkembang, sehingga dapat memberikan<br />

kontribusi terhadap peningkatan produksi<br />

perikanan Aceh, mening katkan kesejahteraan<br />

nela yan dan mampu menjadi sumber<br />

pendapatan bagi Aceh. “Dengan lahirnya<br />

pabrik tersebut dapat menjadi pemicu<br />

semangat para pengusaha lain untuk berbisnis<br />

di sektor perikanan Aceh.”<br />

Potensi di sektor perikanan Aceh,<br />

kata Irwandi, selama ini belum tergarap<br />

maksimal. Padahal, tiga sisi Aceh berbatasan<br />

langsung dengan laut, sehingga<br />

menjadikan Aceh salah satu kawasan yang<br />

memiliki sumberdaya kelautan sangat<br />

besar. “Aceh memiliki luas kawasan laut<br />

mencapai 295 ribu km persegi dengan<br />

panjang garis pantai mencapai 2.666<br />

kilometer,” ujarnya.<br />

Dengan luas kawasan laut sebesar<br />

itu, potensi perikanan Aceh diperkirakan<br />

mencapai ratusan ribu, bahkan mungkin<br />

jutaan ton per tahun. Salah satu jenis ikan<br />

yang menjadi produk perikanan andalan<br />

Aceh adalah Tuna. Dengan cita rasa yang<br />

lezat dan kandungan gizi sangat tinggi,<br />

Ikan Tuna banyak digemari, bukan hanya<br />

Peletakan batu pertama Pabrik Ikan Tuna di Lampulo.<br />

oleh masyarakat Indonesia, melainkan juga<br />

seluruh masyarakat dunia. “Oleh sebab itu,<br />

wajar jika produksi ikan tuna ini sangat<br />

penting untuk dikembangkan,” ujar Irwandi.<br />

Mengutip data dari Dinas Kelautan<br />

dan Perikanan Aceh, produksi ikan tuna<br />

yang didaratkan di Pelabuhan Perikanan<br />

Lampulo pada tahun 2016 sebanyak 2.459<br />

ton, cukup meningkat dibanding tahun<br />

2015 yang sebesar 2.119 ton.<br />

Dari jumlah tersebut, ada yang dijual<br />

untuk konsumsi lokal, ada yang dijual ke<br />

wilayah sekitar Aceh, seperti Sumatera<br />

Utara, dan ada juga yang diekspor ke<br />

mancanegara terutama Jepang.<br />

Pendukung potensi perikanan, Peme<br />

rintah Aceh akan terus berupaya<br />

untuk melengkapi berbagai hal maupun<br />

sarana atau fasilitas yang dibutuhkan,<br />

serta menggulirkan berbagai program<br />

pem berdayaan dan penguatan di sektor<br />

perikanan dan kelautan.<br />

Direktur PT Yakin Pasifik Tuna Aceh,<br />

Alver Havis mengatakan pabrik tersebut<br />

dijadwalkan akan beroperasi pada bulan<br />

Juli 2018. “Semoga potensi di laut Aceh bisa<br />

terus dimanfaatkan untuk kesejahteraan<br />

masyarakat,” katanya.<br />

Selain Irwandi Yusuf, peletakan batu<br />

pertama pembangunan pabrik tersebut<br />

turut dilakukan oleh Almer Havis dan<br />

Direktur PT Yamako Pasifik Kuala Lumpur,<br />

Abdul Malik Hasan. Sejumlah investor<br />

dari luar negeri dan sejumlah tamu<br />

lainnya ikut menyaksikannya. [Adi|Foto:<br />

Humas Aceh]<br />

12 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Laporan Utama<br />

Gubernur Terima Audiensi<br />

Akuo Energy<br />

(Humas Setda Aceh)<br />

Gubernur Aceh<br />

GANDENG INVESTOR ASING<br />

DALAM MENANGANI KRISIS<br />

ENERGI LISTRIK ACEH<br />

Semua ditawarkan peluang investasi, tapi yang udah ada sambutan dari Turki adalah di<br />

bidang energi listrik. Saya sudah meneken kontrak MoU dengan tiga perusahaan Turki. Dua<br />

perusahaan di bidang pembangkit tenaga listrik, tenaga gas dan satu perusahaan di bidang<br />

Geothermal.<br />

drh. Irwandi Yusuf M.Sc.<br />

Guburnur Aceh<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

13


Aceh merupakan salah satu provinsi<br />

di Indonesia yang sangat<br />

kaya. Selain dikarunia sumber<br />

daya alam yang melimpah,<br />

Aceh juga dianugerahi pemandangan<br />

yang mempesona. Masyarakatnya ramah,<br />

pemudanya terampil dan bertenaga. Maka<br />

tak heran jika beberapa negara mancanegara<br />

mulai melirik Aceh untuk berinvestasi.<br />

Apalagi akhir-akhir ini, Pemerintah Aceh<br />

sangat gencar mengundang investor<br />

asing. Komitmen ini dibuktikan dengan<br />

menyiapkan aplikasi Sapa yang memberikan<br />

berbagai informasi investasi, kepastian<br />

hukum, serta jaminan keamanan investasi.<br />

Semua ini dilakukan untuk memberikan<br />

kemudahan, keamanan, dan kenyamanan<br />

bagi para investor di Aceh.<br />

Pada kunjungannya ke Aceh, Wakil<br />

Perdana Menteri (PM) Turki, Fikri Isik,<br />

menyatakan dalam konferensi pers bersa ma<br />

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, di Pen dopo<br />

Gubernur, Jumat (13/10) bahwa Pemerintah<br />

Turki siap untuk berinvestasi apa pun di<br />

Aceh, terutama di bidang energi yang<br />

saat ini dijajaki Pemerintah Aceh dengan<br />

perusahaan-perusahaan swasta di Turki.<br />

Dalam konferensi pers tersebut, memang<br />

rencana investasi pihak Turki lebih<br />

menonjol dibandingkan dengan hal lainnya.<br />

Ia menyebutkan soal energi memang<br />

pihaknya telah membahas pan jang lebar<br />

dengan Gubernur Irwandi bebe rapa waktu<br />

yang lalu, termasuk persoalan energi di<br />

Aceh. Namun, ia menambahkan bahwa yang<br />

akan banyak berinvestasi di bidang energi<br />

bukanlah Pemerintah Turki, melainkan akan<br />

banyak dilakukan oleh perusahaan swasta.<br />

Sebelumnya, saat melangsungkan<br />

Aceh Business Forum yang dilaksanakan bersamaan<br />

dengan Festival Kopi Istanbul <strong>2017</strong>,<br />

di Istanbul, Turki, Jumat (22/9/17), Gubernur<br />

Aceh, Irwandi Yusuf, menawarkan empat<br />

peluang investasi di Aceh kepada para<br />

pengusaha yang berada di Turki. Peluang<br />

investasi yang ditawarkannya adalah sektor<br />

Pariwisata Aceh, Kawasan Ekonomi Khusus<br />

(KEK) Arun, Energi, dan Agro industri.<br />

“Pemerintah Aceh dan pusat saat ini<br />

sedang bekerja sama untuk mempromosikan<br />

Aceh sebagai salah satu wilayah<br />

terbaik untuk berinvestasi. Kami sekarang<br />

sangat ingin mengejar kembangkan<br />

Ekonomi dalam kemitraan dengan Negara<br />

lain, terutama dengan Negara sahabat<br />

seperti Republik Turki,” jelas Irwandi.<br />

Saat ini Aceh sedang memperbaiki iklim<br />

investasinya dengan memberi lebih banyak<br />

insentif dalam bentuk pengurangan pajak di<br />

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dan berupaya<br />

meningkatkan investasi lokal dan asing.<br />

Hasil tidak akan pernah mengkhianati<br />

Gubernur Terima Audiensi Akuo Energy (Humas Setda Aceh)<br />

usaha, perjalanan jauh berbuah manis.<br />

Dari dua perusahaan Turki yang bergerak<br />

di bidang energi, Hitay Holding A.S dan<br />

Aksa Enerji Uretim A.S menandatangani<br />

Memorandum of Understanding (MoU)<br />

dengan Pemerintah Aceh untuk mengembangkan<br />

proyek Geothermal dan pembangkit<br />

listrik tenaga gas bumi di Aceh.<br />

Hal ini termasuk dalam terobosan 100<br />

hari Irwandi – Nova menjabat sebagai<br />

Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.<br />

Dengan slogan Aceh Energi, Irwandi dan<br />

Nova mencoba untuk mengatasi krisis listrik<br />

yang kerap terjadi di Aceh dan pengelolaan<br />

geothermal Seulawah Agam yang saat ini<br />

Pemerintah Aceh telah membentuk PT.<br />

Geothermal Energy Seulawah (PT. GES)<br />

untuk mengelola pembangkit listrik tenaga<br />

panas bumi di Seulawah.<br />

Potensi Sumber Daya Alam untuk Tangani<br />

Krisis Energi Listrik<br />

Tak hanya negara Turki yang tertarik<br />

berinvestasi di Aceh, perusahaan Peran cis<br />

yang bergerak di bidang energi terbarukan,<br />

Akuo Energy, mulai menjejakkan kakinya<br />

berinvestasi di Aceh untuk mengembangkan<br />

pembangkit tenaga angin, air dan bio mass<br />

di beberapa lokasi di Aceh.<br />

Dalam pertemuannya dengan Irwandi,<br />

Managing Director Akuo, Christophe,<br />

menga takan bahwa ia melihat potensi<br />

yang sangat besar di Aceh, baik itu potensi<br />

angin, air dan biomass.. Pengembangan<br />

pembangkit listrik tenaga angin akan<br />

dibangun sebanyak 50 turbin di kawasan<br />

Krueng Raya dan Lhoknga, di mana<br />

nantinya akan menghasilkan energi listrik<br />

sebesar 100 megawatt atau lebih.<br />

“Saat ini Akuo Energy akan melakukan<br />

pembelajaran terlebih dahulu untuk<br />

pengembangan Listrik Tenaga Angin, Air,<br />

dan Biomass di Aceh kurang lebih selama<br />

setahun,” lanjut Christophe.<br />

Sedangkan untuk biomass akan di<br />

lakukan di Simeulue dengan mengembangkan<br />

Kaliandra yang akan menghasilkan<br />

energi listrik sekitar 3 megawatt,<br />

dan pembangkit listrik tenaga air akan<br />

di bangun di kabupaten Aceh Tengah<br />

dengan perkiraan energi listrik sebanyak 6<br />

megawatt. Setelah mendapatkan izin dan<br />

melakukan studi fisibilitas selama setahun,<br />

proyek ini ditargetkan akan beroperasi<br />

pada tahun 2021 mendatang.<br />

Sebelumnya, Pemerintah Aceh telah<br />

menandatangani nota kesepahaman<br />

(MoU) dengan perusahaan asal Hongkong<br />

dalam pengembangan di sektor pembangunan<br />

listrik. Kerja sama ini dilakukan<br />

dengan perusahaan Prosperity International<br />

Holding (H.K) Limited dalam bentuk<br />

investasi di sektor Hidropower, yaitu<br />

pembangunan pembangkit listrik sebesar<br />

1.000 MW dengan biaya 3 Milyar Dolar AS.<br />

Lokasi yang ditetapkan untuk investasi ini<br />

adalah di Tampur (Aceh Tengah), Teunom<br />

(Aceh Barat), dan Woyla (Aceh Barat).<br />

Irwandi memiliki komitmen kuat untuk<br />

mengembangkan Aceh sebagai tujuan<br />

investasi utama dengan potensi sumber<br />

daya alam dan geografis yang strategis, dan<br />

Pemerintah Aceh mengupayakan berbagai<br />

kemudahan untuk meningkatkan iklim<br />

di Aceh bahwa Aceh adalah tempat yang<br />

aman dan nyaman bagi investor domestik<br />

dan internasional untuk melakukan bisnis,<br />

memiliki komitmen kuat.<br />

Semoga dengan adanya investasi dari<br />

Turki dan Perancis ini bisa menciptakan<br />

lapangan pekerjaan baru yang berkualitas<br />

bagi para pemuda di Aceh dengan upah<br />

yang memadai. Pada gilirannya, semua<br />

ini akan menjadi kontribusi positif bagi<br />

perekonomian Aceh yang lebih baik lagi di<br />

masa depan. (Dms, Tata|<strong>AER</strong>)<br />

14 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Investasi<br />

POTENSI TUNA DIINCAR INVESTOR<br />

ACEH TARGETKAN 2.459 TON/TAHUN<br />

Sebagai negara maritim, Indonesia<br />

memiliki berbagai jenis hasil<br />

laut. Khususnya Aceh sendiri yang<br />

memiliki limpahan kekayaan sumber<br />

daya laut. Maka tak heran demi mewujudkan<br />

poros maritim dunia salah satunya dengan<br />

melakukan investasi kelautan yang masih<br />

belum tergarap secara maksimal contohnya<br />

di bidang pengelolaan ikan tuna.<br />

Hal ini disampaikan langsung oleh Ir.<br />

T. Diauddin, Kepala Dinas Kelautan dan<br />

Perikanan Aceh, “Aceh memiliki potensi<br />

perikanan tangkap sebesar 270.000 ton/<br />

tahun, sedangkan yang digarap hanya<br />

165.000 ton/tahun. Sehingga masih ada<br />

60% potensi perikanan Aceh yang belum<br />

tergarap.<br />

Berdasarkan data dari Dinas Kelautan<br />

dan Perikanan Aceh, ikan tuna yang ditangkap<br />

nelayan dan didaratkan di Pelabuhan<br />

Perikanan Lampulo pada tahun 2016 sebanyak<br />

2.459 ton. Sedangkan pada tahun sebelumnya<br />

hanya mencapai 2.119 ton saja. Hal ini<br />

mengalami peningkatan yang sangat baik.<br />

Terlebih kini hadir perusahaan PT<br />

Yakin Pasific Tuna yang mulai membangun<br />

pabrik pengolahan tuna untuk ekspor di<br />

Kawasan Industri Pelabuhan Perikanan<br />

Samudera (PPS) Lampulo, Banda Aceh.<br />

Direktur muda perusahaan ini adalah<br />

Ameer yang meru pakan anak mantan Wali<br />

Kota Banda Aceh yaitu Mawardy Nurdin<br />

(almarhum). Menurutnya, target pembangunan<br />

pabrik PT Yakin Pasific Tuna<br />

adalah delapan bulan, sehingga pada<br />

Agustus 2018 mendatang sudah harus<br />

rampung dan beroperasi seperti harapan<br />

Gubernur Irwandi sendiri. Kehadiran<br />

pabrik PT Yakin Pasific Tuna juga akan<br />

meningkatkan kesejahteraan para nelayan<br />

di Aceh dan masyarakat setempat.<br />

Tuna yang berhasil ditangkap oleh<br />

Aktivitas di Pelabuhan Lampulo (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />

Gubernur Letakkan Batu Pertama Pembangunan Pabrik Pengolahan Ikan Tuna (Acehprov.Go.Id)<br />

para nelayan tidak hanya dijual di Aceh<br />

saja melainkan di ekspor di seluruh wilayah<br />

Indonesia dan juga di ekspor ke mancanegara.<br />

Seperti yang terjadi pada PT. Nagata Prima<br />

Tuna yang sekarang sudah tembus ke enam<br />

negara yaitu, Malaysia, Singapura, Thailand,<br />

Hongkong, Jepang dan Korea Selatan melalui<br />

Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda<br />

(SIM) Blang Bintang Aceh Besar.<br />

Menurut Khairul Umri manajer perusahaan<br />

tersebut ikan tuna yang diekspor<br />

ke Jepang dengan grade A, grade A dan B<br />

untuk Malaysia, Singapura, Hongkong, dan<br />

Korea Selatan sedangkan kalau ke Thailand<br />

semua grade.<br />

Seperti yang kita ketahui ikan tuna memiliki<br />

beragam manfaat dan kandu ngan gizi yang sangat<br />

besar. Maka hal itu menjadikan ikan Tuna digemari<br />

oleh masyarakat Serambi Mekkah ini. Seperti<br />

yang diungkapkan oleh Irwandi bahwa ikan tuna<br />

tak hanya digemari oleh<br />

masyarakat Tanah Rencong<br />

tapi juga warga di seluruh<br />

dunia. Di samping itu olahan<br />

ikan tuna dapat diolah<br />

menjadi makanan yang<br />

lezat seperti abon, bakso,<br />

nugget ataupun kerupuk.<br />

Sehingga para UMKM di<br />

Aceh dapat memanfaatkan<br />

ikan tuna tersebut untuk<br />

mengembangkan usaha<br />

mereka.<br />

Akses Perizinan Mudah<br />

Dengan potensi tuna yang sangat besar,<br />

maka mendorong para pengusaha untuk<br />

berbisnis di sektor perikanan. Oleh sebab<br />

itu Pemerintah Aceh akan mempermudah<br />

segala urusan yang menyangkut dengan<br />

perizinan bagi calon investor. Salah satunya<br />

adalah dengan menghadirkan Sistem<br />

Aplikasi Perizinan Aceh (SAPA) di Dinas<br />

Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu<br />

Satu Pintu. Dengan kemunculan sistem<br />

ini maka akan mempermudah para calon<br />

investor dalam berinvestasi yang selama ini<br />

kerap menjadi hambatan mereka.<br />

Ir. Iskandar, MSc, Kepala Dinas Penanaman<br />

Modal dan Perizinan Terpadu Satu<br />

Pintu mengatakan bahwa, proses izin berva<br />

riasi, tergantung izin usaha apa yang<br />

diajukan oleh calon investor. Ada yang 1 hari,<br />

3 hari atau lima hari dan seterusnya. Hal itu<br />

didasarkan dari bahan –bahan persyaratan<br />

yang disiapkan oleh calon investor. Jika<br />

semua lengkap pihaknya berkomitmen<br />

untuk mempercepat semua proses.<br />

Lebih lanjut, mantan Kepala Bappeda<br />

dan Bainprom Aceh ini mengatakan<br />

bahwa proses perizinan di Pemerintah<br />

Aceh berlangsung cepat dan<br />

transparan. Maka pihak investor yang<br />

ingin berinvestasi tidak perlu khawatir<br />

mengenai biaya perizinan. Karena untuk<br />

proses perizinan juga dipastikan bebas<br />

pungutan liar. [Lilis/<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

15


Infografis<br />

16 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

16 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


| ACEH Data ECONOMIC : Adi W. REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

17


Peluang Investasi Terbuka di<br />

Aceh (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />

PELUANG INVESTASI<br />

TERBUKA DI ACEH<br />

Sebutan Negeri Serambi Mekkah<br />

memang tak asing lagi. Sebagai<br />

provinsi yang terletak di gerbang<br />

utara selat Malaka menjadikan<br />

Aceh sangat strategis terhadap arus<br />

perdagangan. Dengan luas wilayah mencapai<br />

57,956,00 km² (bps.go.id) yang<br />

hampir sebagian besar terdiri dari hutan,<br />

tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Aceh<br />

kaya akan hasil sumber daya alam yang<br />

tersebar di banyak tempat.<br />

Sejarah pernah mencatat bahwa Aceh<br />

sejak dahulu terkenal sebagai penghasil<br />

rempah-rempah. Sekarang, eksistensi<br />

Aceh juga tidak kalah unggulnya dengan<br />

provinsi lain yang ada di Indonesia. Ini<br />

dapat dibuktikan Aceh sebagai daerah<br />

produksi pertanian, kawasan kehutanan<br />

dan penghasil mineral dan bahan bakar.<br />

Salah satu contoh produksi yang sampai<br />

sekarang masih eksis didunia perdagangan<br />

ialah kopi yang berasal dari dataran tinggi<br />

Gayo. Varian robusta dan arabika yang di<br />

ekspor dari daerah ini juga tak main-main,<br />

tahun 2016 lalu, lebih dari 9.595 ton biji<br />

kopi Aceh di ekspor ke 23 negara yang<br />

sebagian besarnya ke Eropa. Kemudian tak<br />

melupakan sektor migas yang terdapat di<br />

Aceh Utara dan perkebunan kelapa sawit<br />

di Aceh Timur dan Aceh Tamiang, dan juga<br />

endapan batu bara yang terkonsentrasi<br />

di Meulaboh di Kecamatan Kaway XVI<br />

Kabupaten Aceh Barat.<br />

Sebagai modal investasi, peluang<br />

industri migas di Aceh sudah memulai<br />

babak yang baru dengan telah ditemukannya<br />

cadangan migas dalam jumlah<br />

raksasa di cekungan busur muka Simeulue<br />

yang terletak di lepas pantai sebelah barat<br />

Aceh. Kekayaan yang tersembunyi ini jika<br />

dimanfaat secara maksimal oleh Badan<br />

Pengelola Migas Aceh (BPMA) akan menjadi<br />

daya jual Aceh kepada investor di kancah<br />

lokal maupun Internasional.<br />

Tidak hanya kekayaan alam, Guber nur<br />

Aceh, Irwandi Yusuf sempat mema parkan<br />

sejumlah prospek kerja sama investasi Aceh<br />

di depan pengusaha dan Duta Besar dalam<br />

18 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Nanggroe<br />

acara Aceh Investment Forum – Trade,<br />

Tourism, and Investment di Shangri-La<br />

Hotel, Jakarta.<br />

“Ada empat sektor potensial lain yang<br />

menjadi prioritas dalam menarik investor<br />

untuk berinvestasi di Aceh, antara lain; agro<br />

industri, energi dan infrastruktur, pariwisata,<br />

dan zona pengembangan bisnis. Saat ini<br />

Aceh memiliki 45 perusahaan Crude Palm<br />

Oil (CPO), untuk itu kami mengundang<br />

saudara untuk membangun hilirisasi<br />

industri sawit, karena kita tidak ingin lagi<br />

mengekspor CPO, tapi produknya melalui<br />

refinery,” paparnya dalam forum.<br />

Setiap tahunnya, Pemerintah Aceh<br />

juga berupaya untuk mempromosikan<br />

Aceh sebagai tempat wisata halal dengan<br />

dalih harapan dapat menarik simpati<br />

para investor untuk dapat masuk ke Aceh.<br />

Keinginan ini berlandaskan kegigihan<br />

Pemerintah Aceh agar mendapatkan<br />

investor yang benar-benar ingin berinvestasi<br />

di Aceh, tidak sebatas pada MoU<br />

(Memorandum of Understanding) saja tanpa<br />

adanya realisasi. Mengingat ada empat<br />

kekuatan utama yang membuat Aceh<br />

sangat menjanjikan; (1) atmosfer hukum<br />

dan agama yang sangat bersahabat bagi<br />

para investor, dengan didukung Aceh<br />

sebagai provinsi yang mempunyai otonomi<br />

khusus (2) letak geografis Aceh yang<br />

strategis (3) kaya akan sumber daya alam,<br />

dan (4) sumber daya manusia.<br />

Lebih jauh, pemerintah juga perlu<br />

menunjukkan keseriusan kepada investor<br />

dengan mempermudah inves tasi, mulai<br />

dari memangkas sejumlah regulasi yang<br />

memberatkan, proses perizinan, dan<br />

membantu segala kebu tuhan lainnya. Hal<br />

ini dibuktikan dengan mempermudah<br />

berizinan usaha yang sekarang sudah bisa<br />

diurus secara online lewat Sistem Aplikasi<br />

Perizinan Aceh (SAPA).<br />

“Dengan sistem ini calon investor hanya<br />

butuh waktu tiga jam untuk mengurus<br />

perizinan. Ia berharap dengan fasilitas<br />

tersebut akan semakin mempermudah<br />

calon investor untuk membangun bisnis<br />

mereka di Aceh serta memberikan<br />

pelayanan yang lebih cepat, mudah dan<br />

efektif,” lanjut Irwandi menjelaskan.<br />

Investasi yang benar-benar terealisasi<br />

tahun 2012-2016<br />

Dari data investasi ini, terdapat lima<br />

negara maju yang melakukan Penanaman<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Investasi Asing<br />

Langsung<br />

Investasi Lokal<br />

Total Investasi yang<br />

terealisasi<br />

2012 26,133,215 114,889,419 141,022,634<br />

2013 166,101,527 382,330,821 547,432,347<br />

2014 31,541,856 561,491,578 593,033,434<br />

2015 55,892,946 402,410,303 458,240,249<br />

2016 87,804,993 283,343,204 371,148,197<br />

Data: Aceh Investment Profile<br />

Modal Asing (PMA) investasi asing langsung<br />

di Aceh. Lima negara maju ini tercatat pada<br />

tahun 2016 adalah China dengan investasi<br />

sebesar 70,4juta US$, Malaysia 51,7 juta US$,<br />

Joint Countries 32,1 juta US$, Australia 26,4<br />

US$ dan Perancis 27,8 US$. Negara-negara<br />

tersebut berinvestasi di beberapa tempat<br />

di Aceh, diantaranya Aceh Selatan, Nagan<br />

Raya, Gayo Lues, Aceh Besar, dan Sabang.<br />

Investasi yang dilakukan pun berasal dari<br />

berbagai sektor diantaranya listrik, gas dan<br />

air, hotel dan restoran, tanaman pangan<br />

dan perkebunan, perdagangan dan sektorsektor<br />

lainnya.<br />

Selain itu Pemerintah Aceh juga telah<br />

membentuk tim task force untuk membantu<br />

mengatasi hambatan pela yanan investasi.<br />

Tim ini, sebut Irwandi, untuk memastikan<br />

keterlibatan pusat/provinsi/kabupaten<br />

untuk memfasilitasi penanaman modal dan<br />

menemukan solusi atas permasalahan yang<br />

dihadapi pengusaha.<br />

Terbukti, investasi dari investor lokal<br />

juga tak kalah besar nominalnya dengan<br />

investasi asing. Dibuktikan dengan ratarata<br />

angka di atas 100 dengan daerah yang<br />

menjadi sasaran Penanaman Modal Dalam<br />

Negeri (PMDN) meliputi Lhokseumawe,<br />

Aceh Utara, Nagan Raya, Pidie dan Banda<br />

Aceh. Sektor yang menjadi tujuan investor<br />

lokal, pun beragam, seperti sektor listrik,<br />

gas dan air, industri kimia dan farmasi,<br />

tanaman pangan dan perkebunan, industri<br />

mineral dan non logam, dan sektor-sektor<br />

lainnya.<br />

Dengan realisasi investasi di Aceh<br />

selama lima tahun terakhir yang berjumlah<br />

Rp 21 triliun menurut catatan Badan<br />

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM),<br />

sangat diharapkan agar ditahun <strong>2017</strong> dan<br />

seterusnya semakin banyak investor asing<br />

maupun lokal yang mengintip dan masuk ke<br />

Aceh. Dengan banyaknya investasi di Aceh<br />

maka pertumbuhan ekonomi juga akan<br />

meningkat. Membuka kesempatan bagi<br />

tenaga kerja lokal dan akan menekan angka<br />

pengangguran dan kemiskinan. Akhirnya<br />

rakyat Aceh akan makmur. [tata|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

19


Wagub Aceh, Nova Iriansyah<br />

dalam peluncuran SAPA<br />

(acehprov.go.id)<br />

IZIN INVESTASI DI ACEH<br />

SELESAI 1 HARI BERKAT<br />

APLIKASI SAPA<br />

Di daerah Simeulue Cut banyak sekali terumbu karang, maka tak heran jenis ikan kerapu sangat<br />

banyak kita jumpai di pinggir-pinggir pesisir yang dihiasi oleh batu karang yang sudah mati.<br />

Dengan kondisi ini, ikan tersebut dapat diambil menggunakan alat bantu atau tangan kosong.<br />

Edy Miswar, S.Si., M.Si<br />

Sekretaris Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Peri kanan di Fakultas Kelautan dan<br />

Perikanan Unsyiah<br />

20 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Persoalan perizinan masih menjadi<br />

hambatan bagi investor, secara<br />

harfiah terdapat bebe rapa masalah<br />

dalam perizinan berusaha di Aceh,<br />

terkait hal tersebut Pemerintah Aceh terus<br />

berusaha un tuk menarik perhatian investor<br />

untuk menanamkan modalnya di Aceh, tentunya<br />

untuk memikat investor ke Aceh, para<br />

investor harus diberikan kemudahan dalam<br />

mengurus perizinan berinvestasi dengan<br />

demikian tidak ada lagi alasan bagi investor<br />

untuk angkat kaki di Aceh, apa saja yang<br />

mereka perlukan semuanya harus di berikan<br />

kemudahan.<br />

Kemajuan Informasi Teknologi (IT) di<br />

Indonesia menjadikan komunikasi data<br />

dengan berbagai pusat sistem telah di<br />

bangun, upaya itu juga mempermudah<br />

perizinan usaha yang sekarang sudah bisa<br />

di urus secara online lewat Sistem Aplikasi<br />

Perizinan Aceh (SAPA) dalam rangka<br />

meningkatkan pelayanan bagi calon investor<br />

dalam mendapat izin mengembangkan<br />

usaha di daerah Aceh.<br />

Dalam peluncuran aplikasi ini pada<br />

Selasa, 24 Oktober <strong>2017</strong> lalu, Wakil Gubernur<br />

Aceh, Nova Iriansyah, mengatakan saat ini<br />

Pemerintah Aceh terus berupaya membuka<br />

peluang dan memberi ruang kepada pihak<br />

swasta untuk mengembangkan usahanya di<br />

Aceh. Dengan dukungan kemudahan berinvestasi<br />

ini, ia mengharapkan lapa ngan kerja<br />

semakin terbuka dan potensi daerah dapat<br />

dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.<br />

“Salah satu langkah untuk mem permudah<br />

akses informasi adalah dengan<br />

menampilkan aplikasi SAPA. Apli kasi SAPA ini<br />

merupakan salah satu sistem e-government<br />

agar masya rakat dapat memantau kerjakerja<br />

yang di lakukan Pemerintah Aceh.<br />

Dalam mengembangkan program ini,<br />

Pemerintah Aceh mendapat dukungan dari<br />

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam<br />

rangka memperkuat sema ngat transparansi<br />

di pemerintahan Aceh,” jelas Nova.<br />

Dengan penerapan sistem tersebut,<br />

keuntungan untuk investor adalah sangat<br />

efisien dan efektif artinya tidak harus<br />

mengunjungi dinas-dinas teknis yang sesuai<br />

dengan kebutuhan investasi itu sendiri.<br />

Dengan membuka aplikasi SAPA, investor<br />

langsung bisa meng-update data-datanya,<br />

misalnya pengajuan permohonan, sudah<br />

tertera formatnya dalam aplikasi tersebut,<br />

sehingga investor hanya tinggal mengisi<br />

identitas perusahaannya atau data-data<br />

yang diperlukan dan bisa mendapatkan<br />

perizinan dalam 1 hari.<br />

“Contohnya seperti investor yang datang<br />

kesini dia sedang mencari infor masi apa saja<br />

yang harus di penuhi ketika dia hendak<br />

berinvestasi terus kita jelaskan artinya yang<br />

pertama ya izin prinsipnya contohnya lagi<br />

kalau dia PMA berarti izin prinsipnya harus di<br />

BKPM pusat kalau dia PMDM bisa langsung<br />

ke pengantar daerah duta dan investor juga<br />

sangat terbantu dengan adanya Aplikasi<br />

SAPA ini,” jelas Zulkarnaini, Sekretaris Dinas<br />

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu<br />

Satu Pintu Aceh saat dijumpai di kantornya.<br />

Lebih jauh, Zulkarnaini menjelaskan<br />

salah satu permintaan calon investor yang<br />

ingin berinvestasi, baik lokal maupun asing<br />

Nanggroe<br />

SAPA Interface<br />

adalah kemudahan dalam mendapatkan izin.<br />

Di samping itu, adanya kepastian hukum dan<br />

tentunya keamanan juga mempengaruhi<br />

keputusan mereka berinvestasi. Tentu nya<br />

dengan terciptanya aplikasi SAPA tersebut<br />

tentu nya memper mudah calon investor,<br />

selain cepat dan transparan segala urusan<br />

perizinan di lingkungan pemerintahan Aceh<br />

juga di pastikan bebas dari pungutan liar<br />

(pungli).<br />

“Saat ini berinvestasi di Aceh semakin<br />

mudah dengan pelayanan yang di berikan.<br />

Hal ini bertujuan agar iklim investasi di Aceh<br />

semakin menggeliat. Tekad Pemerintah<br />

Aceh untuk mengundang investor telah<br />

membuahkan hasil, saat ini dalam 100 hari<br />

kerja pasangan Irwandi-Nova, Aceh menjadi<br />

daerah paling menarik investasi nomor 9 di<br />

Indonesia,” ucap Iskandar, kepala DPMPTSP<br />

Aceh dalam kesempatan yang sama.<br />

Menurut Zulkarnaini dengan kehadiran<br />

sistem online SAPA ini, DPMPTSP<br />

bisa menerima sebanyak 50 perizinan per<br />

hari, namun untuk proses izin itu memiliki<br />

beberapa variasi, tergantung izin usaha<br />

apa yang di ajukan oleh calon investor, jika<br />

perusahaan jasa surat izin investasinya dapat<br />

selesai 1 hari, namun jika perusahaannya<br />

pertambangan energi itu berkaitan dengan<br />

lingkungan harus ada surat izin dampak<br />

lingkungan terlebih dahulu atau surat izin<br />

eksternal lainnya yang membuat surat<br />

perizinan selesai 3 hari, 5 hari dan seterusnya<br />

tergantung perusahaannya, namun pihaknya<br />

tetap komit mempercepat semua<br />

prosesnya jika bahan sudah lengkap.<br />

”Mari sama-sama kita berupaya untuk<br />

memberikan kenyamanan kepada<br />

setiap investor dan kemudahan jangan<br />

mempersulit mereka kita ingin seperti itu<br />

harus sepakat kita semua baik dari pihak<br />

mahasiswa dari perangkat desa kita harus<br />

samakan pemahaman yang seperti itu<br />

karena investasi di suatu daerah sangat<br />

di harapkan karena dapat mendongkrak<br />

pertumbuhan ekonomi masyarakat banyak,”<br />

jelas Zulkarnaini. [INTAN|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

21


PT Arun NGL<br />

KILAS BALIK<br />

TANTANGAN MIGAS ACEH<br />

Baru baru ini, dunia sangat diheboh kan dengan keberadaan cadangan migas terbesar yang<br />

dirilis oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan migas tersebut<br />

berada di cekungan busur muka Simeulue yang terletak di lepas pantai sebelah barat Aceh.<br />

BPPT bahkan memperkirakan cadangan migas ini sebesar 320,79 miliar barel, dan dapat<br />

memenuhi kebutuhan minyak dunia.<br />

22 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Iklim investasi yang sehat men jadi<br />

faktor penentu dalam mengem bangkan<br />

perekonomian suatu dae rah. Apalagi<br />

menyangkut sektor migas. Semua negara<br />

bahkan Indonesia menjadikan sektor Migas<br />

sebagai tulang punggung ekonomi nasional.<br />

Seperti yang dikutip dari situs resmi Direktorat<br />

Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas)<br />

Kementerian ESDM. Penetapan ini merupakan<br />

pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat 1<br />

Peraturan Pemerintah Nomor 55 <strong>Tahun</strong> 2005<br />

tentang Dana Perimbangan. Dalam keputusan<br />

ini dinyatakan, jumlah provinsi, kabupaten<br />

dan kota yang dite tap kan sebagai daerah<br />

penghasil dan dasar penghitungan dana bagi<br />

hasil sumber daya alam migas pada <strong>2017</strong>.<br />

Aceh bisa dikatakan masih bela jar dalam<br />

keikutsertaannya dalam menge lola potensi<br />

migasnya. Berdasarkan Pera turan Pemerintah<br />

(PP) No. 23 <strong>Tahun</strong> 2015 tentang Pengelolaan<br />

Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas<br />

Bumi di Aceh, maka Aceh turut berperan<br />

aktif dalam mengelola migas di wilayahnya.<br />

Wilayah yang menjadi sektor perkembangan<br />

migas tersebut meliputi Kabu paten<br />

Aceh Utara, Kabupaten Aceh Tamiang, dan<br />

Kabupaten Aceh Timur.<br />

Dahulu, Aceh pernah berada dimasa<br />

kejayaan karna mampu memproduksi gas<br />

alam cair (liquified natural gas/LNG) yang<br />

berlokasi di Lhokseumawe. PT Arun NGL<br />

memiliki catatan sejarah panjang sebagai<br />

pemasok besar LNG internasional dan<br />

ditugasi pemerintah untuk mengekspor LNG<br />

ke Jepang dan Korea Selatan sesuai kontrak.<br />

Kehadiran kilang Arun yang beroperasi sejak<br />

37 tahun silam itu men cip takan sentra-sentra<br />

ekonomi Aceh ber basis industri pengguna<br />

gas dan aneka bentuk jasa perdagangan.<br />

Perusahaan yang dibentuk dan mulai<br />

berproduksi tahun 1978 itu didirikan secara<br />

patungan dengan komposisi saham milik<br />

PT Pertamina 55%, Mobil Oil Inc. selaku<br />

perusahaan merger Exxon Mobil 30%, dan<br />

asosiasi para pembeli gas di Jepang (JILCO)<br />

memiliki porsi saham 15%.<br />

Pertumbuhan perekenomian juga<br />

harus didorong dengan dukungan oleh<br />

semua lapisan masyarakat termasuk juga<br />

Pemerintah Aceh sebagai pemangku<br />

kepentingan tertinggi. Bentuk dukungan<br />

Pemerintah dapat berupa memberikan<br />

solusi-solusi untuk permasalahan peri zinan,<br />

pembebasan lahan. Ujung tombak dari<br />

semua ini ialah agar tercipta iklim investasi<br />

yang kondusif dan aman ditengah rendahnya<br />

harga minyak dunia.<br />

Pada bulan Januari 2015, Medco Energi<br />

menandatangani perjanjian jual beli gas yang<br />

bernilai lebih dari AS$ 2 milyar, setara dengan<br />

Migas Simeulue (Serambinews)<br />

200 BCF cadangan dari Kontrak Kerja Sama<br />

Blok A di Provinsi Aceh, Indonesia. Pembeli gas<br />

Blok A adalah perusahaan negara Pertamina,<br />

dengan harga gas yang disepakati AS$ 9,45<br />

per MMBTU (Metric British Thermal Unit).<br />

MedcoEnergi, melalui anak usaha nya<br />

PT Medco E&P Malaka sedang menggarap<br />

potensi gas di Blok A, Aceh Timur untuk<br />

memenuhi kebutuhan gas pada industri di<br />

Aceh dan Sumatera Utara. Ada tiga lapangan<br />

gas yang sedang dikembangkan yakni<br />

lapangan Alur Siwah, Alur Rambong dan Julu<br />

Rayeu. Proyek pengembangan ini diharapkan<br />

bisa mulai berproduksi pada semester<br />

pertama 2018.<br />

Hilir dari kontrak ini menunjukkan<br />

dukungan Perusahaan untuk pengem bangan<br />

pasar gas domestik Indonesia, disaat yang<br />

sama menciptakan nilai bagi perusahaan<br />

dan membangun nilai ekonomis penting di<br />

provinsi Aceh.<br />

Sangat Menjanjikan<br />

Dalam mengelola potensi migasnya,<br />

Pemerintah Aceh membentu Badan Pengelola<br />

Minyak dan Gas Bumi Aceh (BPMA).<br />

Pengelolaan rantai bisnis migas ini berpedoman<br />

pada beberapa hal yang menjadi<br />

pokok-pokok utamanya, yaitu Potensi Migas,<br />

Regulasi Migas, Investor Migas, dan Peran<br />

Pemerintah. Keempat hal ini merupakan<br />

kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.<br />

Potensi migas di Wilayah Aceh saat ini<br />

masih sangat menjanjikan. Setidaknya,<br />

pada tahun 2016 terdapat 11 wilayah kerja<br />

migas seperti Blok B, Blok NSO, Blok A, dan<br />

beberapa blok migas lainnya. Blok A dan<br />

Blok B dari kesebelas wilayah itu merupakan<br />

dua wilayah kerja migas yang saat ini masih<br />

berproduksi di Aceh, sedangkan tiga blok<br />

lainnya masih dalam fase pengembangan<br />

lapangan. Enam blok migas lainnya masih<br />

Nanggroe<br />

dalam tahap eksplorasi.<br />

Baru baru ini, dunia sangat dihebohkan<br />

dengan keberadaan cadangan migas<br />

terbesar yang dirilis oleh Badan Pengkajian<br />

dan Penerapan Teknologi (BPPT). Cadangan<br />

migas tersebut berada di cekungan busur<br />

muka Simeulue yang terletak di lepas<br />

pantai sebelah barat Aceh. BPPT bahkan<br />

memperkirakan cadangan migas ini sebesar<br />

320,79 miliar barel, dan dapat memenuhi<br />

kebutuhan minyak dunia.<br />

Meskipun demikian, untuk dapat mem -<br />

buktikan jumlah cadangan tersebut masih<br />

diperlukan data-data tambahan seperti<br />

seismik dan pengeboran. Berda sar kan data<br />

itu dapat disimpulkan bahwa potensi migas di<br />

Aceh sangat menjanjikan. Upaya-upaya untuk<br />

mem per mudah dan mempercepat proses<br />

pembuktian dan pengembangan potensi<br />

migas di Aceh harus dikedepankan oleh<br />

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Aceh.<br />

Salah satu raja migas yang meru pakan<br />

investor asing, perusahaan Total Indonesia<br />

asal Perancis sudah positif berminat dan<br />

secara sukarela melakukan kerja besar ini<br />

untuk Aceh atas biaya dan risiko yang mereka<br />

tanggung sendiri.<br />

Hal ini merupakan suatu pertanda baik<br />

bagi Provinsi Aceh dalam mem bangun<br />

perekonomiannya berbasis pada sektor<br />

migas. Setelah sempat dahulu terpuruk<br />

akibat adanya perang politik yang terjadi<br />

selama puluhan tahun. Dampak dari konflik<br />

tersebut pula hampir dari seluruh perusahaan<br />

termasuk didalamnya PT Arun NGL berhenti<br />

berproduksi. Kini Kawasan Ekonomi Khusus<br />

(KEK) Arun Lhokseumawe juga memulai<br />

babak yang baru. Semakin besar harapan<br />

bahwa Aceh akan kembali berjaya dengan<br />

investasi baru di sektor migas. [Tata|<strong>AER</strong>]<br />

Kilang PT Arun<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

23


Dok. Biro Perekonomian<br />

Setda Aceh.<br />

BIRO PEREKONOMIAN<br />

SOSIALISASIKAN KEBIJAKAN<br />

SUBSIDI ENERGI<br />

Masih terdapat berbagai kendala dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar tepat sasaran.<br />

Salah satunya adalah sistem pendistribusian yang masih dilakukan secara terbuka, sehingga<br />

masih terdapat masyarakat yang tidak berhak turut menikmati subsidi yang diperuntukkan<br />

bagi masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya<br />

harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta terjadinya kelangkaan di beberapa tempat.<br />

Syaiba Ibrahim<br />

Asisten Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh


Merubah kebiasaan masya rakat<br />

dari menggunakan minyak<br />

tanah ke gas LPG untuk me masak<br />

memang bukanlah suatu hal<br />

yang mudah dan sederhana. Hal ini ditambah<br />

lagi dengan maraknya pemberitaan kasus<br />

tentang meledak gas LPG 3Kg di daerah<br />

yang lebih da hulu melakukan konversi<br />

menjadikan masyarakat semakin ragu dan<br />

resah.<br />

Provinsi Aceh mulai mengimple mentasikan<br />

program Konversi Minyak Tanah ke<br />

LPG 3Kg pada tahun 2009 hingga tahun<br />

2014 yang dilakukan secara bertahap. Naiknya<br />

harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di<br />

Indonesia diawali oleh naiknya harga minyak<br />

dunia sehingga membuat pemerintah tidak<br />

dapat mem pertahankan harga BBM, karena<br />

menyeb abkan bertambahnya anggaran<br />

sub sidi pada APBN.<br />

“Di Provinsi Aceh, program konversi<br />

minyak tanah ke LPG 3 Kg dilaksanakan pada<br />

22 kabupaten/kota, sedangkan Kabupaten<br />

Simeulue belum dilakukan konversi karena<br />

belum tersedianya sarana dan prasarana<br />

pendukung un tuk pelaksanaan program<br />

tersebut,” sebut Syaiba Ibrahim, Asisten<br />

Bidang Perekonomian dan Pembangunan<br />

Sekda Aceh saat membacakan sambutan<br />

Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, pada acara<br />

pembukaan Sosialisasi Kebijakan Subsidi<br />

Energi di Grand Nanggroe Hotel tanggal 4<br />

Oktober <strong>2017</strong> lalu.<br />

Syaiba mengatakan LPG 3 Kg pada awal<br />

proses konversi dari minyak tanah sempat<br />

mendapatkan resistensi dari masyarakat.<br />

Namun seiring dengan berjalannya waktu,<br />

LPG 3 Kg telah men jadi primadona bagi<br />

masyarakat, bahkan sebagian masyarakat<br />

mampu dan usaha non mikro turut<br />

menggunakan LPG 3 Kg. Pada awal diimplementasikan<br />

tahun 2009, Dalam pelaksanaan<br />

kon versi tahap I tersebut telah ter data calon<br />

penerima paket perdana LPG 3 Kg sebanyak<br />

569.353 paket yang terdiri dari 544.171<br />

paket untuk rumah tangga dan 25.182 paket<br />

untuk usaha mikro.<br />

“Hal tersebut merupakan bagian dari<br />

proses mengubah kebiasaan masyarakat<br />

dari menggunakan minyak tanah sebagai<br />

bahan bakar dalam memasak beralih<br />

dengan menggunakan LPG,” tambahnya.<br />

Sebelumnya, Syaiba mengatakan di<br />

tahun <strong>2017</strong> ini Pemerintah telah mengalokasikan<br />

Subsidi BBM dan LPG 3 Kg<br />

sebesar Rp. 32 triliun serta subsidi listrik<br />

sebesar Rp. 45 triliun. Subsidi tersebut<br />

akan diintegrasikan dengan program<br />

penang gulangan kemiskinan agar betulbetul<br />

diterima oleh rakyat miskin, rentan<br />

miskin, usaha kecil, dan industri kecil<br />

yang berhak menerima subsidi. Selain<br />

itu, pengintegrasian tersebut diharapkan<br />

akan meningkatkan efisiensi biaya logistik<br />

pemerintah dan mempermudah penyaluran<br />

serta pengawasannya.<br />

Distribusi LPG 3 Kg di Aceh<br />

Pada tahun <strong>2017</strong>, Provinsi Aceh mendapatkan<br />

alokasi kuota LPG 3 kg sebesar<br />

65.225 Metrik ton atau setara dengan 21,74<br />

juta Tabung LPG 3 kg. Dari alokasi tersebut,<br />

realisasi pendistribusian LPG 3 kg di Aceh<br />

mengalami over kuota sebesar 2,61%.<br />

Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh<br />

pemerintah melalui Direktorat Jenderal<br />

Minyak dan Gas Bumi, bahwa kuota LPG 3 kg<br />

Provinsi Aceh pada tahun 2016 mengalami<br />

kenaikan sebesar 18,70% dibanding tahun<br />

sebelumnya yaitu sebesar 77.423 Metrik<br />

Ton atau 25,81 juta Tabung LPG 3 kg. Banyak<br />

harapan agar distribusi LPG 3 kg pada<br />

tahun ini dapat dikendalikan sehingga tidak<br />

melebihi kuota.<br />

“Masih terdapat berbagai kendala<br />

dalam mengawal distribusi LPG 3 kg agar<br />

tepat sasaran. Salah satunya adalah sistem<br />

pendistribusian yang masih dilakukan<br />

secara terbuka, sehingga masih terdapat<br />

masyarakat yang tidak berhak turut menikmati<br />

subsidi yang diperuntukkan bagi<br />

masyarakat kurang mampu. Kendala lainnya<br />

adalah ketidaktepatan jumlah, tingginya<br />

harga LPG 3 kg di tingkat pengecer serta<br />

terjadinya kelangkaan di beberapa tempat,”<br />

jelasnya panjang lebar.<br />

Kepala Biro Perekonomian Setda Aceh,<br />

Muhammad Raudhi, mengatakan jenis<br />

energi lainnya yang mendapatkan subsidi<br />

pemerintah adalah energi listrik yang<br />

Nanggroe<br />

dikelola oleh PT. PLN (Persero).<br />

“Pada tahun 2015, penerima subsidi<br />

listrik terbesar dinikmati oleh pelanggan<br />

rumah tangga 450 VA dan 900 VA yaitu<br />

sebesar 87% dari total peruntukan subsidi<br />

untuk energi listrik, bahkan dari kedua<br />

golongan pelanggan listrik tersebut terdapat<br />

rumah tangga yang tidak layak menikmati<br />

subsidi,” tutur Raudhi.<br />

Jelasnya lagi, pengurangan subsidi dari<br />

berbagai sektor khususnya sektor energi<br />

bertujuan untuk menyehatkan postur APBN<br />

sehingga sebagian ang garan subsidi yang<br />

berhasil dikurangi dapat dialihkan untuk<br />

membiayai pembangunan infrastruktur bagi<br />

dae rah-daerah yang belum menikmati layanan<br />

energi sebagaimana umumnya daerah<br />

di Indonesia, seperti perluasan jaringan<br />

listrik ke daerah yang belum terlayani listrik<br />

dan program BBM satu harga di daerah 3<br />

T (Tertinggal, Terluar dan Terdepan), serta<br />

pembangunan infrastruktur lainnya untuk<br />

pengem bangan daerah tersebut.<br />

Masih Adanya Daerah Yang Belum<br />

Terjangkau Listrik<br />

Aceh masih memiliki beberapa wilayah<br />

pemukiman yang terpencil dan belum<br />

terjangkau oleh listrik, sebagai contoh,<br />

di Kecamatan Pantan Cuaca Kabupaten<br />

Gayo Lues, terdapat masyarakat yang<br />

mata pencahariannya berkebun. Mereka<br />

masih menggunakan minyak tanah untuk<br />

penerangan dimalam hari, sementara<br />

LPG 3 Kg tidak dapat digunakan untuk<br />

penerangan. Hal-hal seperti ini perlu<br />

mendapat perhatian pemerintah pusat agar<br />

minyak tanah bersubsidi tetap dialokasikan<br />

kepada masyarakat yang membutuhkan.<br />

Di samping itu, Syaiba juga mengatakan<br />

pengawasan distribusi minyak tanah<br />

bersubsidi harus dilakukan secara intensif,<br />

untuk menghindari penyalah gunaan dan<br />

penyeludupan. Oleh karena itu ia mengharapkan<br />

kepada pihak PT. Pertamina agar<br />

senantiasa melakukan pembinaan terhadap<br />

SPPBE, Agen dan Pangkalan LPG 3 Kg.<br />

[DMS|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

25


Foto : Fahmi/<strong>AER</strong><br />

MENINGKATKAN KUALITAS SDM<br />

MELALUI PROGRAM ‘ACEH<br />

CARONG’<br />

Ada tiga pokok kompetensi yang harus dipenuhi dalam peningkatan kualitas Sumber Daya<br />

Manusia. Tiga pokok poin penting itu adalah Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini merupakan<br />

pokok utama dalam target program Aceh Carong<br />

Syahrul Badruddin<br />

Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh<br />

26 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Dalam 15 program utama Pemerintah<br />

Aceh melalui kabinet<br />

gubernur Irwandi Yusuf, peningkatan<br />

kualitas Sumber Daya<br />

Manusia adalah salah satu prioritas<br />

utama pemerintah melalui yang dikemas<br />

dalam program Aceh Carong. Di 100 hari<br />

kepemimpinan Irwandi - Nova, bagaimanakah<br />

perkembangan program ini?<br />

Dihimpun dari Kepala Badan Pengembangan<br />

Sumber Daya Manusia (BPSDM)<br />

Provinsi Aceh, Syahrul Badruddin, ia<br />

mengaku program Aceh Carong sudah<br />

mulai dilaksanakan sesuai perintah dari<br />

gubernur. Berbagai program yang telah<br />

berjalan dan dilaksanakan, seperti Beasiswa<br />

untuk mahasiswa Aceh di dalam dan luar<br />

negeri, mengadakan sekolah umum, dan<br />

diklat untuk ruang lingkup internal instansi<br />

pemerintahan.<br />

Menurut Syahrul, ada 3 pokok kompetensi<br />

yang harus dipenuhi dalam<br />

peningkatan kualitas Sumber Daya<br />

Manusia, “3 pokok poin penting itu adalah<br />

Skill, Managerial dan Social Cultural. Ini<br />

merupakan pokok utama dalam target<br />

program Aceh Carong,” jelasnya.<br />

Saat ditanyai tentang program pendukung<br />

yang akan dilakukan untuk<br />

menyukseskan program ini, ia dan instansi<br />

BPSDM sedang melakukan pengu rusan<br />

ke badan hukum tentang izin lembaga<br />

sertifikasi yang direncanakan mulai berjalan<br />

di tahun 2018 mendatang.<br />

“Kami sedang melakukan pengurusan<br />

ke badan hukum terkait rencana ini<br />

(lembaga sertifikasi). Nantinya sete lah<br />

lembaga ini rampung, kita akan melakukan<br />

mapping untuk menentukan pelatihan apa<br />

saja yang dibutuhkan dan dilaksanakan<br />

oleh lembaga sertifikasi,” ujarnya.<br />

Ia pun mengeluhkan pendanaan untuk<br />

kegiatan training dan diklat yang memasuki<br />

kurikulum baru. “Hal ini menjadi kendala<br />

tersendiri karena perbedaan tahun ajaran<br />

dan tahun anggaran. Oleh karena itu,<br />

kami sedang mengusulkan pembentukan<br />

BLUD (Badan Layanan Umum Daerah - red)<br />

agar waktunya menjadi lebih fleksibel,”<br />

tambahnya.<br />

Dalam kesempatan yang sama, Said<br />

Muhammad, Guru Besar Universitas Syiah<br />

Kuala menuturkan bahwa Pemerintah Aceh<br />

melalui BPSDM mendukung pro gram Aceh<br />

Carong dengan membe rikan beasiswa<br />

untuk mahasiswa Aceh untuk melanjutkan<br />

kuliah di dalam dan luar negeri.<br />

“Untuk saat ini kita membuka beberapa<br />

kategori dalam beasiswa; diantaranya<br />

beasiswa S2, D3, Spesialis, Jalur<br />

Pengembangan Daerah, serta Tahfidz,” jelas<br />

Said.<br />

Di tahun <strong>2017</strong> ini, penerima beasiswa<br />

tersebar di beberapa universitas dalam<br />

negeri seperti Universitas Syiah Kuala,<br />

UIN Ar-Ranirry, Institut Teknologi Surabaya<br />

(ITS) dan Institut Pertanian Bogor (IPB).<br />

Sedangkan untuk beasiswa kuliah di luar<br />

negeri, Said mengaku pihaknya sedang<br />

melakukan training kompetisi dasar bagi<br />

penerima beasiswa ke Jerman.<br />

Sebagaimana diketahui, jika SDM yang<br />

dimiliki Aceh semakin baik, maka peluang<br />

untuk menekan angka pengangguran<br />

akan semakin besar. Dimana di asumsikan<br />

mereka yang ber pen didikan tinggi,<br />

akan lebih mudah dalam mendapatkan<br />

dan men ciptakan lapangan pekerjaan.<br />

Keadaan ketenagakerjaan di Provinsi<br />

Aceh pada triwulan ketiga tahun <strong>2017</strong> ini<br />

menunjukkan adanya peningkatan jumlah<br />

angkatan kerja. Hal ini dapat dilihat<br />

dari jumlah angkatan kerja di Provinsi Aceh<br />

pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 2,289 juta<br />

orang, bertambah sekitar 31 ribu orang<br />

dibanding Agustus 2016 sebesar 2,258 juta<br />

orang. Penduduk yang bekerja di Provinsi<br />

Aceh pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 2,139<br />

juta orang, bertambah sekitar 51 ribu<br />

orang jika dibandingkan dengan keadaan<br />

Agustus 2016 sebesar 2,087 juta orang.<br />

Sedangkan jumlah penganggur<br />

pada Agustus <strong>2017</strong> sebanyak 150 ribu<br />

mengalami penurunan sekitar 21 ribu<br />

orang dibandingkan keadaan Agustus<br />

2016 sebesar 171 ribu orang. Tingkat<br />

Pengangguran Terbuka (TPT) di Provinsi<br />

Aceh pada Agustus <strong>2017</strong> mencapai 6,57<br />

persen, lebih rendah 1,00 persen dari TPT<br />

bulan Agustus 2016 sebesar 7,57 persen.<br />

“Saat ini kita sedang mempersiapkan<br />

beberapa penerima beasiswa ke Jerman<br />

yang inshaa Allah akan mulai kuliah<br />

di bulan Juli mendatang di beberapa<br />

Universitas bergengsi di Jerman. Selain<br />

Nanggroe<br />

Jerman, kita juga baru saja mengirim 10<br />

orang penerima beasiswa ke Mesir,” tambah<br />

Said yang juga bagian kerjasama dan<br />

pengurusan beasiswa di BPSDM.<br />

Kualitas tenaga pendidik juga masuk<br />

dalam sasaran target program Aceh Carong.<br />

Peningkatan kualitas guru merupakan hal<br />

yang harus mendapat perhatian besar<br />

dalam menanggulangi krisis pendidikan di<br />

Aceh. Said juga memberikan tanggapannya<br />

terhadap hal ini.<br />

“Pelatihan guru seharusnya meningkatkan<br />

kualitas guru, tidak hanya membuat<br />

training saja tapi hasilnya minim. Hal<br />

ini berdampak langsung pada muridmuridnya.<br />

Ini yang harus dibenahi untuk<br />

upaya meningkatkan kualitas SDM di Aceh,”<br />

jawabnya panjang lebar.<br />

Pendistribusian guru juga menjadi<br />

poin penting yang akan dibicarakan<br />

dalam peningkatan kualitas pendidikan.<br />

Pemerintah harus memberi rangsangan<br />

untuk sekolah di daerah yang minim<br />

peminat. Degan begitu, target pendidikan<br />

akan mudah tercapai.<br />

Saat ditanyai tentang pemberian<br />

award kepada daerah yang memiliki<br />

pelayanan & peningkatan kualitas SDM,<br />

Syahrul mengaku belum memiliki rencana.<br />

“Untuk award kita belum punya rencana,<br />

tapi untuk mendukung program ini,<br />

harus diperhatikan betul agar target yang<br />

diinginkan dapat tercapai,” ujar Syahrul.<br />

[Jauhar|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

27


Mahdi Usati dan Fitra<br />

Cahyadi sedang menilai kopi<br />

(Foto;Jeyhan)<br />

WARUNG KOPI DI ACEH<br />

BUTUH Q GRADER PERSONAL<br />

Tingkat konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap<br />

satu warung kopi harus memiliki Q Grader yang dapat memantau kualitas kopi yang kemudian<br />

dinikmati konsumen.<br />

Mahdi Usati<br />

Licensed Q Grader Cupper<br />

28 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Nanggroe<br />

Fitra Cahyadi (baju putih) (Foto;Jeyhan)<br />

Kondisi alam Aceh yang subur<br />

dipadu cuaca yang mendukung,<br />

menjadikan tanaman kopi Aceh<br />

berkembang menjadi komoditas<br />

yang bermutu tinggi dan menguntungkan.<br />

Indonesia merupakan pengekspor biji kopi<br />

terbesar keempat di dunia, dan Aceh adalah<br />

salah satu penghasil kopi terbesarnya yang<br />

mampu menghasilkan sekitar 40% biji kopi<br />

jenis Arabika tingkat premium dari total<br />

panen kopi di Indonesia. Dan ini menjadi<br />

salah satu hal yang kemudian menjadi<br />

penyebab kemunculan warung kopi dan<br />

modern coffee shop yang tersebar di seluruh<br />

penjuru Aceh. Hal ini sebenarnya sebuah<br />

dampak positif bagi sektor perekonomian<br />

masyarakat Aceh namun tak ayal pula ada<br />

hal yang kemudian perlu diperhatikan<br />

karena permintaan pasar yang semakin<br />

tinggi, yaitu kualitas kopi yang dihasilkan.<br />

Dalam acara Aceh Coffee Master<br />

Competition rangkaian Festival Kopi<br />

Dan Kuliner Sail Sabang <strong>2017</strong>, Tim <strong>AER</strong><br />

dipertemukan dengan Mahdi Usati dan<br />

Fitra Cahyadi, Q Grader Aceh berlisensi<br />

Internasional yang sedang melakukan<br />

cupping test terhadap beberapa produk<br />

kopi. Mungkin istilah Q Grader masih<br />

sangat awam di kalangan masyarakat<br />

namun keahlian mereka lah yang sangat<br />

menentukan kualitas kopi yang kita cicip di<br />

berbagai warung kopi dan kafe.<br />

Q Grader adalah orang yang bertanggung<br />

jawab menjalankan sistem penilaian<br />

standar kopi yang berlaku universal.<br />

Nilai tersebut harus bersifat kredibel dan<br />

dapat diverifikasi. Hal ini bertujuan untuk<br />

mendapatkan titik kalibrasi yang sama<br />

untuk sebuah biji kopi. CQI (Coffee Quality<br />

Institute) yang kemudian memberi lisensi<br />

ini sendiri adalah lembaga independen<br />

peneliti kopi yang berlokasi di Long Beach,<br />

California.<br />

CQI membagi dua kelompok Grader,<br />

yaitu Q Grader dan R Grader. Q Grader<br />

ditujukan untuk Grader kopi arabika dan<br />

kopi luwak. Sementara R Grader adalah<br />

lisensi untuk seorang Grader kopi robusta.<br />

Dengan penelitian terbaru milik Mahdi<br />

Usati dapat menunjukkan bahwa tingkat<br />

konsumsi kopi mencapai 4 ton per harinya<br />

di kota Banda Aceh, sudah seharusnya tiap<br />

satu warung kopi harus memiliki Q Grader<br />

yang dapat memantau kualitas kopi yang<br />

kemudian dinikmati konsumen. “Karena<br />

ini satu dari sekian cara agar kita dapat<br />

mempertahankan kualitas kopi Aceh<br />

sekarang,” ujar pria yang juga tergabung<br />

dalam Gayo Cupper Team ini.<br />

Melihat hasil dari Aceh Coffee Master<br />

Competition, para senior cupper ini yakin<br />

bahwa Aceh sebenarnya memiliki banyak<br />

sumber daya manusia yang mampu<br />

menjadi Q grader bertaraf internasional,<br />

tampak dari beberapa hasil pengujian<br />

cupper untuk para peserta lomba.<br />

“Kunci dari menjadi Q Grader<br />

adalah jujur, karena tugas kami adalah<br />

menganalisa dan mengontrol cita rasa<br />

kopi. Jadi kopi yang sudah melewati uji<br />

kualitas dari Q Grader, berarti itu sudah ter<br />

garansi bahwa kopi tersebut aman dan siap<br />

untuk di distribusikan,” jelas Fitra Cahyadi<br />

menambahkan pesannya di akhir sesi<br />

wawancara. (Mia|<strong>AER</strong>)<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

29


REVIEW<br />

INVESTASI ACEH<br />

Jeliteng Pribadi, SE, MM, MA<br />

Dosen Prodi Manajemen FEB Unsyiah, Alumni<br />

Georgia State University, Atlanta, USA<br />

Beberapa bulan sejak Irwandi kembali<br />

duduk sebagai Gubernur Aceh,<br />

gaung investasi kembali bergema.<br />

Tak heran, dulu-pun beliau sangat<br />

getol menggenjot investasi asing untuk<br />

masuk ke Aceh. Tak tanggung-tanggung, baru<br />

sebulan menjabat, Irwandi sudah promosi<br />

ke Rusia. Dalam banyak kesempatan melantik<br />

kepada daerah kabupaten/kota, Irwandi<br />

selalu berpesan agar kepala daerah turut<br />

mendorong inves tasi di daerahnya. Apakah<br />

investasi sedemikian penting bagi ekonomi<br />

Aceh?<br />

Menyimak diskursus investasi yang<br />

kembali hangat akhir-akhir ini, mengingatkan<br />

saya pada Aburizal Bakrie, mantan<br />

Ketua Umum Golkar yang dulu pernah ke<br />

Aceh dalam rangka persiapan menjelang<br />

konvensi Calon Presiden RI medio 2003 silam.<br />

Saya kebetulan menjadi moderator yang<br />

memandu jalannya diskusi. Dalam pidatonya,<br />

tokoh yang akrab disapa Ical berkata bahwa<br />

saat ini ada milyaran dolar investasi asing yang<br />

menggelantung di langit nusantara. “Mereka<br />

hanya menunggu sinyal untuk bisa masuk ke<br />

Indonesia,” ungkap Ical mantap.<br />

Intinya adalah, investasi, terutama investasi<br />

asing, banyak berseliweran di seluruh<br />

dunia. Ada banyak biliuner yang tidak tahu<br />

mau di bawa ke mana uangnya. Kita hanya<br />

perlu menyiapkan diri untuk meyakinkan<br />

mereka, bah wa bersama kita, investasi<br />

mereka akan aman dan meningkat dengan<br />

pertumbuhan yang berkesinambungan.<br />

Hanya tiga kata kunci, aman, bertumbuh, dan<br />

berkesinambungan. Namun per ta nyaannya,<br />

apakah kita mampu meya kinkan mereka?<br />

Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi<br />

Melihat pertumbuhan ekonomi Aceh<br />

tahun 2016 yang hanya sebesar 3,4% dan<br />

2,87% pada kuartal I tahun <strong>2017</strong>, rasanya<br />

Aceh memerlukan daya dorong ekonomi<br />

yang besar. Dalam konteks makro, investasi<br />

merupakan salah satu komponen pen ting<br />

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi<br />

daerah. Para ekonom tahu betul tentang ini.<br />

Bagi negara berkembang, dimana ekonomi<br />

belum mencapai kapa sitas penuh, maka<br />

investasi akan men dongkrak kenaikan<br />

permintaan agregat (AD) hingga mencapai<br />

16%. Karena inves tasi akan memberikan<br />

dampak pengganda (multiplier effect),<br />

mendorong ekspor, memperluas kesempatan<br />

kerja, dan pendapatan rumah tangga.<br />

Mening katnya pendapatan masyarakat akan<br />

meningkatkan daya beli konsumen sehingga<br />

akan mendorong konsumsi. Belanja<br />

konsumen, pada akhirnya akan mampu<br />

mendongkrak AD hingga men capai 66%.<br />

Jika ada kapasitas cadangan, maka kenaikan<br />

investasi dan kenaikan AD akan meningkatkan<br />

laju pertumbuhan ekonomi (Pettinger, <strong>2017</strong>) 1 .<br />

Oleh sebab itu, pemimpin yang cerdas<br />

akan berupaya semaksimal mung kin untuk<br />

meningkatkan daya beli masyarakatnya.<br />

Salah satu elemen yang sangat potensial<br />

bagi Aceh adalah meningkatkan investasi (I),<br />

selain memanfaatkan anggaran belanja (G)<br />

dengan efektif dan efisien.<br />

Perkembangan Investasi Aceh<br />

Melihat perkembangan investasi dalam<br />

dua tahun terakhir, wajar jika Gubernur<br />

Irwandi sangat getol mengundang inves tor<br />

Asing. Hal ini merupakan salah satu bentuk<br />

komitmennya dalam mereali sasikan visi ‘Aceh<br />

Hebat’. Melihat potensi dan daya tarik investasi<br />

yang dimiliki Aceh, seharusnya Aceh mampu<br />

menjadi desti nasi utama bagi investor.<br />

Apalagi di masa damai saat ini, rasanya tidak<br />

ada alasan bagi penurunan investasi di Aceh.<br />

Selama ini, Penanaman Modal Dalam<br />

Negeri (PMDN) masih mendominasi porsi<br />

realisasi investasi di Provinsi Aceh. Pada<br />

tahun 2016, capaian target investasi yang<br />

1<br />

Pettinger, Tejvan (<strong>2017</strong>). Investment and Economic<br />

Growth. Economics Help. May 6, <strong>2017</strong>.<br />

30 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Analisa<br />

ditetapkan Badan Investasi dan Promosi Aceh<br />

mencapai 124,82 persen dengan nilai Rp 3,8<br />

triliun dari Rp 3,0 triliun yang ditargetkan.<br />

Sedangkan Penanaman Modal Asing (PMA)<br />

berhasil mencapai Rp 1,2 triliun (38,68 %)<br />

dari total investasi tahun 2016. Namun, dari<br />

segi pencapaian total, terjadi penurunan<br />

dalam dua tahun terakhir. Inilah yang menjadi<br />

kegalauan banyak pihak, baik dari kalangan<br />

lembaga non pemerintah, akademisi, maupun<br />

para pemerhati ekonomi Aceh.<br />

Memang, dalam dua tahun terakhir,<br />

investasi Aceh semakin melorot. Hal ini<br />

tidak lepas dari anjloknya ekonomi dunia<br />

yang berimbas kepada Indonesia, dan<br />

Aceh pada khususnya. Selain itu, tentu saja<br />

ketidakmampuan kita dalam meyakinkan para<br />

investor. Ditutupnya beberapa perusahaan<br />

Asing terkait dengan isu lingkungan turut<br />

berdampak pada menurunnya kepercayaan<br />

investor terhadap komitmen Pemerintah<br />

Aceh. (Lihat tabel 1).<br />

Tabel di atas menunjukkan capaian<br />

investasi Aceh pernah mencapai puncaknya<br />

pada tahun 2014. Namun, setelah itu<br />

terus mengalami penurunan. Hal inilah yang<br />

menjadi alasan pentingnya mendongkrak<br />

investasi ke Aceh. Namun, mengundang<br />

investor memang tak semudah seperti<br />

mengundang tamu pernikahan. Ada banyak<br />

elemen yang perlu dipertimbangkan. Hal ini<br />

membu tuhkan persiapan dan dukungan dari<br />

semua elemen masyarakat.<br />

Kendala Investasi Aceh<br />

Kendala investasi di Aceh adalah<br />

masalah klasik. Di samping masalah<br />

regulasi dari pusat terkait perizinan,<br />

suku bunga, nilai tukar, perpajakan, dll.,<br />

ada banyak hambatan teknis dan nonteknis<br />

di daerah. Apalagi, masih ada efek<br />

konflik yang dirasakan oleh pelaku bisnis<br />

di lapangan meskipun sulit dibuktikan.<br />

Alih-alih kita mengundang investor, malah<br />

akhirnya kita mengusir investor. Penutupan<br />

beberapa perusahaan asing terkait isu<br />

lingkungan beberapa tahun silam sungguh<br />

memalukan. Berita terakhir, kendala yang<br />

melanda PT Semen Aceh akan menjadi<br />

bumerang baru. Masalah pajak siluman,<br />

perebutan hak waris, lahan parkir, jasa<br />

sewa tempat, hak ‘asoe lhok’, dll., akhirnya<br />

menghambat pembangunan suatu kawasan<br />

dan menjadi kendala investasi di<br />

Aceh. Berbagai promosi yang dila kukan<br />

Pemerintah Aceh menjadi tidak berarti jika<br />

berbagai hal ini tidak bisa diatasi.<br />

Oleh sebab itu, peran pemerintah serta<br />

aparat penegak hukum dan tokoh-tokoh<br />

masyarakat sangat dibutuhkan. Semua elemen<br />

masyarakat harus turut ambil bagian<br />

dalam meningkatkan iklim investasi yang<br />

Tabel 1: Perkembangan Realisasi Investasi di Aceh <strong>Tahun</strong> 2010-2016<br />

kondusif. Kita tidak bisa melepaskan masalah<br />

ini kepada pengusaha calon inves tor, apalagi<br />

investor asing. Ingat, uang me ngalir seperti<br />

air. Ia akan menu ju tempat yang mu dah untuk<br />

dilalui. Apa bila tidak ada kepastian hukum<br />

dan sulit menye le saikan ber bagai seng keta<br />

lahan, maka uang tersebut akan ber pindah ke<br />

daerah lain yang minim ham batan.<br />

Upaya Mendorong Investasi<br />

Sudah banyak reko men dasi yang diberi<br />

kan oleh para pemerhati. Saya tidak<br />

bermaksud untuk menambahkan, apalagi<br />

sampai terjadi duplikasi dan overlapping.<br />

Namun, hanya sekedar saran sebagai salah<br />

satu bentuk kepedulian. Berangkat dari<br />

pengalaman para investor di luar negeri, ada<br />

beberapa hal yang menjadi pertimbangan<br />

penting bagi investor asing yang perlu kita<br />

perhatikan:<br />

1. Stabilitas dan Kebijakan Pemerintah<br />

Stabilitas politik dan keamanan serta<br />

kebijakan pemerintahan yang proinvestasi<br />

menjadi prasyarat penting<br />

untuk investasi apapun. Investor akan<br />

selalu mencari pemerintah yang mendukung<br />

investasi dan yang tidak akan<br />

mengambil langkah-langkah yang anti<br />

investasi. Investor seharusnya tidak takut<br />

diambil alih oleh pemerintah. Ini akan<br />

memungkinkannya untuk melakukan<br />

ekspansi.<br />

2. Langkah proaktif pemerintah untuk mempro<br />

mosikan investasi dan kesia pan infrastruktur<br />

Pemerintah juga harus melakukan tindakan<br />

proaktif seperti perluasan pelabu han, daya<br />

tampung, pengem bangan jalan raya, serta<br />

ketersediaan listrik. Langkah-langkah<br />

ini akan menarik lebih banyak investasi<br />

langsung (FDI) asing.<br />

3. Faktor lokasi yang menguntungkan (termasuk<br />

logistik dan tenaga kerja):<br />

Produktivitas tenaga kerja di dalam negeri<br />

harus tinggi. Tenaga kerja terampil yang<br />

memadai harus tersedia, terutama di<br />

bidang teknis. Fasilitas transportasi yang<br />

berbeda dengan koordinasi yang tepat<br />

antara darat, rel dan udara harus tersedia.<br />

Dari segi lokasi, Aceh sangat strategis<br />

karena dekat dengan Thailand, Malaysia,<br />

Srilangka dan India. Namun, dari segi<br />

keterampilan tenaga kerja, kita masih jauh<br />

ketinggalan dibanding Sumut dan Pulau<br />

Jawa.<br />

4. Pengembalian investasi<br />

Salah satu daya tarik utama FDI adalah<br />

keuntungan yang mereka dapat kan untuk<br />

investasi yang dila kukan. Jika pengembalian<br />

tersebut jauh lebih tinggi daripada<br />

yang bisa mereka dapatkan di negara lain,<br />

mereka melakukan investasi. Pengembalian<br />

investasi juga harus konsis ten<br />

dan harus terus meningkat selama<br />

kurun waktu tertentu. Faktor-faktor ini<br />

diamati dengan cermat saat melakukan<br />

investasi. Pemodal FDI juga akan memastikan<br />

bahwa mereka mendapatkan uang<br />

mereka kembali karena merupakan investasi<br />

yang aman.<br />

Beberapa poin di atas merupakan<br />

segelintir dari sekian banyak elemen yang<br />

menjadi pertimbangan investor. Namun,<br />

apabila pemerintah bisa komit pada<br />

beberapa poin di atas, saya kira sudah<br />

memadai bagi kita dalam menyongsong<br />

turunnya hujan investasi asing yang<br />

selama ini sudah menggelantung di<br />

langit nusantara. Bagaimana menurut<br />

Anda? [ ]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

31


Ilustrasi Tol Aceh<br />

JELANG 2018,<br />

PEMERINTAH SERIUS GARAP<br />

PROYEK TOL ACEH - BINJAI<br />

Proyek Tol Lintas Sumatera<br />

merupakan salah satu Proyek<br />

Strategis Nasional (PSN) yang akan<br />

dibangun di Aceh. Kini, Pemerintah<br />

Aceh melalui Badan Perencanaan<br />

Pembangunan Daerah (BAPPEDA) mulai<br />

melakukan berbagai persiapan sebelum<br />

proyek ini mulai dijalankan di tahun 2018<br />

mendatang.<br />

Pembangunan jalan Tol Aceh – Binjai<br />

diperkirakan akan memakan waktu yang<br />

cukup lama, dikutip dari pernyataan Yusria<br />

Darma yang merupakan Staf Ahli BAPPEDA<br />

Aceh dalam diskusi publik Peluang,<br />

tantangan dan hambatan pem bangunan<br />

proyek strategis di 3in1 Coffee Shop,<br />

Banda Aceh, Rabu (25/10), ia mengaku<br />

butuh waktu yang cukup lama untuk<br />

merampungkan mega proyek ini.<br />

“Untuk pembangunan satu gerbang<br />

tol ke gerbang lainnya saja butuh waktu<br />

dua sampai tiga tahun. Kalau Aceh-Binjai<br />

tentunya itu membutuhkan waktu yang<br />

sangat lama” jelasnya.<br />

Di tahap pertama, akan dibangun untuk<br />

jalur Banda Aceh – Pidie sepanjang 74<br />

Kilometer dari keseluruhan 455 Kilometer<br />

dan memiliki lebar jalan 60 – 100 Meter.<br />

Jalan tol Aceh-Binjai akan membentang<br />

sepanjang pantai timur utara Aceh karena<br />

jalur tersebut merupakan jalur lalu lintas<br />

yang rentan akan angka kecelakaan.<br />

Awalnya, akan dibangun 6 pintu tol yang<br />

mencakup Tungkop – Kutabaro – Blang<br />

Bintang – Indrapuri – Jantho – Seulimum<br />

– Padang Tiji. Proyek pembangunan<br />

jalan tol nasional ini diperkirakan akan<br />

menghabiskan dana sebesar 10 Triliun yang<br />

berasal dari anggaran BUMN Haka Utama<br />

Karya yang dipercayakan untuk menggarap<br />

proyek ini.<br />

Terkait dengan pembebasan lahan, Yusria<br />

mengaku pihak BAPPEDA Aceh mengalami<br />

kendala mengenai persoalan ganti rugi lahan.<br />

Namun, pihaknya telah melakukan sosialisasi<br />

kepada masyarakat bahwa pemerintah<br />

menjamin akan memberikan uang ganti rugi<br />

di atas harga pasar.<br />

32 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Nasional<br />

Dari 800 hektare lahan<br />

yang dibu tuhkan untuk<br />

pelaksanaan ruas jalan Tol<br />

Aceh itu, sekitar 200 hektare<br />

di antaranya mengenai areal<br />

hutan produksi dan lindung<br />

di Aceh Besar. Karena itu,<br />

Kementerian Pekerjaan<br />

Umum dan Peru mahan Rakyat<br />

(PUPR) bersama Peme rintah<br />

Aceh harus mengusulkan<br />

permohonan penggunaan<br />

pinjam pakai kepada Kementerian<br />

Lingkungan Hidup dan<br />

Kehutanan.<br />

Alfisyah<br />

Pejabat Pembuat Komitmen<br />

Tanah Balai Jalan Provinsi Aceh<br />

“Ganti rugi lahan ini dibayar di atas<br />

harga pasar. Masyarakat bisa mendapatkan<br />

lahan lebih bagus sete lah lahan mereka<br />

untuk tol dibayar. Masyarakat sangat<br />

antusias menyambut pembangunan tol<br />

ini. Makanya saat kami turun sosialisasi,<br />

masyarakat dapat menerimanya,” ujarnya.<br />

Yusria mengaku saat proses sosialisasi,<br />

kebanyakan kelompok masyarakat sejalan<br />

dengan pemerintah, namun ada juga<br />

yang menuntut lewat jalur pengadilan.<br />

“Hal ini yang sedang kita bicarakan untuk<br />

menemukan jalan keluarnya” tambah<br />

Yusria.<br />

Saat ditanyai tentang nasib hutan<br />

lindung yang akan dilewati saat proses<br />

pembangunan, Alfisyah yang merupakan<br />

Pejabat Pembuat Komitmen Tanah<br />

Balai Jalan Provinsi Aceh, ia mengaku<br />

pembangunan jalan bebas hambatan ini<br />

akan melewati 20 Kilometer hutan lindung<br />

di kawasan Seulawah.<br />

Lebih jauh, Alfi Menyebut bahwa saat<br />

ini pihaknya tengah menghitung total biaya<br />

investasi yang diperkirakan menghabiskan<br />

triliunan rupiah ini. Setelah proses perhitungan<br />

biaya selesai, baru dilanjutkan dengan pembuatan<br />

desain jalan yang hendak dibangun<br />

untuk kemudian dibuat perencanaan dan<br />

jadwal pembangunan fisiknya.<br />

Selain itu, kata Alfi masih ada peker jaan<br />

berat lainnya, yaitu pengurusan izin pinjam<br />

pakai wilayah hutan produksi dan lindung<br />

yang terkena lintasan jalan Tol Aceh ruas<br />

Banda Aceh-Sigli itu.<br />

“Dari 800 hektare lahan yang dibutuhkan<br />

untuk pelaksanaan ruas jalan Tol<br />

Aceh itu, sekitar 200 hektare di antaranya<br />

mengenai areal hutan produksi dan lindung<br />

di Aceh Besar. Karena itu, Kementerian<br />

Pekerjaan Umum dan Peru mahan Rakyat<br />

(PUPR) bersama Peme rintah Aceh harus<br />

mengusulkan permohonan penggunaan<br />

pinjam pakai kepada Kement erian Lingkungan<br />

Hidup dan Kehutanan,” jelas Alfi.<br />

Perjalanan lebih cepat<br />

Dengan rampungnya Tol Banda Aceh<br />

– Pidie, dipastikan waktu yang dihabiskan<br />

dalam perjalanan akan antar kota antar<br />

provinsi akan lebih cepat.<br />

“Jika proyek tol ini selesai waktu perjalanan<br />

juga lebih hemat. Jika melewati<br />

tol hanya satu jam. Dengan begitu, tentunya<br />

pengendara roda dua sudah aman<br />

melewati jalur nasional karena roda empat<br />

sudah masuk tol,” jelas Alfisyah panjang<br />

lebar.<br />

Muhammad Nasir, Ekonom dari Univer<br />

sitas Syiah Kuala juga menyambut<br />

rencana PSN ini dengan baik. Menurut nya,<br />

dengan adanya jalan tol Aceh – Binjai ini<br />

akan meningkatkan taraf perekonomian<br />

masyarakat khususnya di sektor pertanian<br />

Dalam diskusi yang sama, Nasir<br />

mengang gap bahwa transportasi masih<br />

menjadi kendala bagi petani dalam mendistribusikan<br />

hasil pertanian mereka.<br />

“Dengan adanya jalan Tol, masya rakat<br />

lebih mudah membawa hasil pertaniannya<br />

dan meningkatkan daya jual yang juga<br />

meningkatkan kesejahteraan petani secara<br />

langsung,” pungkas Dosen Fakultas<br />

Ekonomi Universitas Syiah Kuala ini.<br />

[Jauhar|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

33


Allah telah menganugerahkan<br />

kita dengan berbagai macam<br />

nikmatnya. Patutnya, nikmat<br />

yang telah diberikan kepada kita<br />

disyukuri. Aceh, memiliki kekayaan laut,<br />

ikannya yang banyak serta kein dahan di<br />

dalamnya. Para nelayan meman faatkan<br />

laut sebagai lading nafkahnya. Sedangkan<br />

kita bisa patut bersyukur masih bisa<br />

mengonsumsi ikan-ikan bergizi tersebut.<br />

Nah, karena laut kita begitu kaya, wajib bagi<br />

kita menjaganya.<br />

Ketua Jurusan Ilmu Kelautan Un syiah<br />

Syahrul Purnawan, S.Pi., M.Si menjelaskan,<br />

kekayaan laut Aceh begitu besar, baik itu<br />

perikanannya yang beragam maupun<br />

hasil alam berupa minyak dan gas<br />

bumi. Meskipun banyak, kekayaan laut<br />

kita ternyata belum bisa dimanfaatkan<br />

sepenuhnya. “Tantangan di laut lebih besar<br />

daripada yang di darat,” ujarnya.<br />

Keindahan laut Aceh dapat dimanfaatkan<br />

sebagai objek pariwisata. Beberapa<br />

kawasan laut di Aceh memiliki spot<br />

diving dan snorkeling yang menarik. Spot<br />

diving yang paling terkenal berada di<br />

kawasan Sabang. Ternyata, di daerah lain<br />

masih banyak spot-spot diving yang tidak<br />

kalah indahnya. Kalau potensi laut seperti<br />

itu dimanfaatkan dengan baik, maka akan<br />

membantu meningkatkan perekonomian<br />

masyarakat. “Kesulitan sekarang, untuk<br />

mencapai spot-spot diving di Aceh karena<br />

aksesnya, perlu dukungan pemerintah,”<br />

paparnya.<br />

Satu lagi, laut juga bermanfaat untuk<br />

menyerap karbon di udara. Persis fungsinya<br />

seperti hutan. Di laut terdapat fitoplankton,<br />

organisme yang mampu berfotosintesis.<br />

Bukan tidak mung kin ada nilai ekonomi di<br />

sana. Seperti halnya<br />

isu Gunung<br />

Leuser sebagai<br />

penyerap<br />

k a r b o n<br />

terbesar di<br />

dunia. Kalau<br />

ada regulasi<br />

y a n g<br />

bagus<br />

diatur dengan baik, negara penghasil<br />

karbon terbesar harus membayar ke<br />

Indonesia, khususnya Aceh. Andai kondisi<br />

laut kita sangat baik, akan hidup<br />

banyak fitoplankton. Maka tidak menutup<br />

kemungkinan memikirkan regu lasi semacam<br />

itu juga.<br />

“Padahal laut yang bersih menghasilkan<br />

fitoplankton yang banyak, mengonversi<br />

karbon menjadi oksigen. Namun<br />

permasalahan laut adalah permasalahan<br />

global. Kita belum sampai ke situ,” tutur pria<br />

murah senyum ini.<br />

Sayangnya, laut kita semakin terancam<br />

oleh pemanasan global, suhu laut<br />

tidak menentu, serta kenaikan air laut.<br />

Akibatnya, terjadi degradasi habitat.<br />

Kekayaan laut kita pun menjadi menurun.<br />

Jumlah ikan berkurang. Otomatis akan<br />

menyulitkan para nelayan nantinya.<br />

Para nelayan akan terpaksa mencari titik<br />

penangkapan ikan yang lebih jauh dari<br />

bibir pantai. Biaya operasional mereka<br />

semakin meningkat. Ancaman tersebut<br />

juga dapat mengakibatkan terputusnya<br />

rantai makanan di laut. Bila demikian,<br />

kondisi ekosistem laut tidak stabil.<br />

Di samping pemanasan global, laut kita<br />

juga terancam oleh ulah tangan manusia<br />

yang tidak bertanggungjawab. Sampah<br />

dibuang sesuka hatinya ke laut. Efeknya,<br />

sampah tersebut mungkin akan tersangkut<br />

di terumbu karang tempat hidupnya ikan.<br />

Karang-karang yang indah rusak, ikan pun<br />

tidak lagi memiliki rumah untuk tinggal.<br />

“Walaupun rusak karena fenomena alam,<br />

alam bisa menyeimbangkannya, tapi<br />

jangan diperparah oleh manusia,” tuturnya.<br />

Kata Syahrul, masalah serius laut di<br />

Aceh adalah kerusakan habitat. Ia bersama<br />

timnya mengadakan kegiatan penyelaman<br />

di Amat Ramanyang, Aceh Besar. Rupanya,<br />

habitat laut di sana. Karang banyak<br />

yang mati. Jumlah ikan pun berkurang.<br />

Kemungkinan, kerusakan tersebut diakibatkan<br />

oleh penggunaan bom, racun, dan<br />

pukat yang tidak ramah lingkungan untuk<br />

menangkap ikan. Di Pulau Rubiah, Sabang,<br />

karang-karang di sana tidak sedikit yang<br />

mati. Tidak dapat dipungkiri semua itu<br />

terjadi karena aktivitas manusia. Karangkarang<br />

terse but tidak boleh dipegang<br />

apalagi diinjak. Ia berharap supaya ada<br />

instruksi di bawah air bagi para wisatawan,<br />

apa yang boleh tidak boleh dilakukan di<br />

objek wisata bawah air.<br />

Ia berharap pemerintah bisa memanfaatkan<br />

keka yaan laut Aceh dengan baik.<br />

Apalagi laut Aceh<br />

sangat indah.<br />

Keindahan<br />

LAUT<br />

UNTUK<br />

KITA<br />

Pinggiran Pantai di Aceh Jaya (Dimas;<strong>AER</strong>)<br />

laut untuk pariwisata seyog yanya dikelola<br />

sesuai syariah karena pangsa pasarnya<br />

besar. “Sekarang tinggal kitanya, siap atau<br />

enggak,” imbuhnya.<br />

Penangkapan ikan<br />

Rian Juanda, M.Si, Dosen Program<br />

Studi Pemanfaatan Sumber Daya Peri kanan<br />

Unsyiah, menjelaskan, kondisi perikanan<br />

di Aceh masih terbilang stabil. Pemerintah<br />

sendiri sudah melarang penggunaan beberapa<br />

jenis alat tangkap agar tidak merusak<br />

kestabilan itu. Di Aceh sendiri, umumnya<br />

para nelayan menggunakan pukat cincin.<br />

“Pendapatan nelayan Aceh juga tidak<br />

mengalami pelonjakan,” sambungnya.<br />

Ia mengapresiasi kebijakan Menteri<br />

Kelautan dan Perikanan Indo ne sia Susi<br />

34 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

Syahrul Purnawan, S.Pi.,<br />

M.Si, Ketua Jurusan Ilmu<br />

Kelautan Unsyiah


Nasional<br />

Pudjiastuti. Keputusan Susi meneng gelamkan<br />

kapal ilegal membuah kan hasil nyata.<br />

Kapal-kapal ilegal semakin berkurang yang<br />

masuk ke perairan Indonesia. Di beberapa<br />

daerah, hasil tang kapan ikan nelayan Aceh<br />

meningkat setelah diterapkan kebijakan<br />

itu.<br />

Aceh memiliki Pelabuhan Perikanan<br />

Samudera (PPS), tepatnya di Lampulo,<br />

Banda Aceh. Kehadiran PPS yang luma yan<br />

luas ini akan sangat bermanfaat. Tetapi,<br />

sumber daya manusia di bidang perikanan<br />

masih kurang. Dengan meman faatkan<br />

teknologi, seharusnya penangkapan<br />

ikan lebih mudah. Para nelayan dapat<br />

menentukan titik strategis penangkapan.<br />

Namun, nelayan di Aceh masih banyak<br />

memanfaatkan cara-cara tradisional.<br />

Terkadang, harga ikan menurun<br />

drastis karena hasil tangkapan nelayan<br />

membludak. Ia berharap pemerintah<br />

supaya setiap daerah di Aceh sinergis.<br />

Ketika hasil tangkapan suatu daerah<br />

membludak, ikan tersebut dijual ke<br />

daerah yang kekurangan ikan. “Mungkin<br />

kendalanya masih mahal di transportasi,”<br />

imbuhnya.<br />

Ia menambahkan, kerapu merupakan<br />

salah satu jenis ikan yang paling diminati<br />

masyarakat. Penghasil ikan kerapu<br />

terbanyak di Indonesia adalah Aceh,<br />

terutama di Bireuen. Ikan kerapu<br />

tersebut diekspor melalui Belawan,<br />

Sumatera Utara. [Zulfurqan|<strong>AER</strong>]<br />

Rian Juanda MSi, Dosen Program<br />

Studi Pemanfaatan Sumber Daya<br />

Perikanan Unsyiah


DUNIA DIGITAL<br />

LAHAN BISNIS PARA<br />

DESAINER<br />

36 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


PELUANG USAHA<br />

Pelatihan desain grafis di<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER pesantren - DESEMBER al mujaddid <strong>2017</strong> | Sabang<br />

37


Perkembangan teknologi menghadirkan<br />

lapangan kerja yang luar<br />

biasa besar bagi pengguna yang<br />

kreatif. Kreatifitas itu tidak didapat<br />

begitu saja, melainkan perlu latihan serta<br />

konsisten. Seperti halnya yang dilakukan<br />

oleh Muslim Desainer Community (MDC)<br />

chapter Aceh yang berdiri pada 23 Januari<br />

<strong>2017</strong>. MDC menjadi wadah menarik bagi<br />

para pecinta dunia desain.<br />

“Berawal dari diskusi kecil para pecinta<br />

dunia desain di warung kopi, kita pun<br />

mendirikan MDC chapter Aceh,” pungkas<br />

Ruslan, ketua sekaligus inisiator berdirinya<br />

MDC di Aceh. Anggotanya berasal dari<br />

berbagai kalangan seperti karyawan di<br />

percetakan, mahasiswa, dan freelancer. Dari<br />

sekian banyak anggota MDC Aceh, hanya<br />

tiga orang perempuan. Sekarang, bersama<br />

anggotanya, Ruslan merintis MDC chapter<br />

Lhokseumawe.<br />

Katanya, pusat MDC berada di Surakarta,<br />

Solo. Terbentuk pada 2013. Pendirinya<br />

Nurhadi Ismail. Seiring berjalannya waktu,<br />

MDC pun berkembang ke berbagai daerah.<br />

Ada 30 chapter MDC di Indonesia, bahkan<br />

sudah hadir di Sudan.<br />

Pembentukan MDC dilatarbelakangi<br />

oleh perkembangan media sosial dan<br />

globalisasi. Munculnya beragam konten<br />

negatif di media sosial membuat hati<br />

terenyuh. Konten tersebut dianggap<br />

bertujuan melemahkan kekuatan umat<br />

Islam. Karenanya, MDC yang bervisi dakwah<br />

visual berharap mampu mempromosikan<br />

konten positif. Konten positif ciptaan<br />

anggota MDC berupa sosialisasi mencegah<br />

penyalahgunaan narkoba, mengajak<br />

masyarakat tidak meninggalkan shalat,<br />

dll. Di MDC tidak hanya mengedepankan<br />

persoalan desain, mereka turut mengadakan<br />

kajian-kajian keislaman.<br />

Lulusan Jurusan Pendidikan Bahasa<br />

Arab UIN Ar-Raniry ini memaparkan, perkem<br />

bangan MDC di berbagai chapter<br />

tidak ada standarnya. Yang paling penting<br />

adalah misinya berdakwah melalui dunia<br />

digital. Sementara itu, MDC chapter Aceh<br />

membentuk pola kerja yang sedikit berbeda<br />

dibandingkan dengan daerah lain. Mereka<br />

memiliki divisi-divsi dengan tugas yang<br />

sudah diatur seperti divisi kaderisasi, humas,<br />

designer development, dan designpreneur.<br />

Di divisi designer development, anggota<br />

direkrut berdasarkan kemampuan dan<br />

kemauannya untuk belajar. Di divisi<br />

design preneur anggota dilatih menjadi<br />

pengusaha yang mampu mendisain font<br />

baru ataupun logo.<br />

Keuntungan menjadi desainer digital<br />

Keuntungan yang bisa diraup dari bisnis<br />

ini mencapai Rp 1 miliar hanya untuk satu<br />

logo. Tergantung dari pasarnya. Sementara<br />

itu, anggota MDC chapter Aceh ada yang<br />

berpenghasilan Rp 5-10 juta hasil membuat<br />

font. Sistem kerjanya tidak terikat ruang<br />

dan waktu. Ruslan lebih suka menyebutnya<br />

passive income. Font-font yang sudah<br />

dibuat, ditawarkan di dunia maya.<br />

Shutterstock, merupakan salah satu<br />

website bagi para desainer untuk<br />

memasarkan karyanya.<br />

Situs www.shutterstock.com<br />

yang berbasis di New York Amerika<br />

Serikat ini merupakan salah satu<br />

situs yang memperjualbelikan<br />

produk digital seperti kartu<br />

nama, template, vector,<br />

ilustrasi, foto, kartun,<br />

lukisan, emotikon,<br />

hingga musik.<br />

Kalau ada yang<br />

download,<br />

m a k a<br />

penyedia jasa<br />

memperoleh<br />

0,5 dolar sekali<br />

download.<br />

A s i k n y a ,<br />

download itu<br />

bisa terus berlanjut.<br />

“Setelah itu, semakin<br />

banyak yang membeli<br />

atau mengklik, uang<br />

mengalir terus ke<br />

penciptanya,” ujar lelaki<br />

kelahiran 17 April 1993<br />

38 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Peluang Usaha<br />

yang fokus menciptakan ikon.<br />

Untuk bisa bergelut di Shutterstock,<br />

penyedia jasa harus memiliki paspor, kreatif<br />

dan imajinatif, dan pastinya bisa mendesain.<br />

Apabila karya-karya sudah dipajang di situs<br />

mencapai ribuan, tanpa bekerja lagi pun<br />

penyedia jasa akan terus memperoleh<br />

penghasilan. “Melalui website, ruang<br />

lingkup pasar tidak terbatas. Pembelinya<br />

bisa saja merupakan perusahaan raksasa di<br />

Amerika,” paparnya.<br />

Kiat-kiat menjadi desainer<br />

Ruslan menjelaskan, ada beberapa<br />

pilihan software untuk mendesain, misalnya<br />

Adobe Ilustrator (AI), CorelDRAW, dan<br />

Adobe Photoshop. Ia menganjurkan supaya<br />

memilih salah satu di antaranya, kemudian<br />

menguasai teknik dasar penggunaannya.<br />

Pengguna dapat mempelajarinya otodidak<br />

melalui youtube. Langkah selanjutnya<br />

adalah menirukan karya-karya orang di<br />

internet, setelahnya dimodifikasi. Lama<br />

kelamaan, gaya khas pendesain akan<br />

muncul sendirinya.<br />

“Kalau bisa membuat karya sama<br />

dengan standar internasional dan persis,<br />

artinya kita mampu membuat karya standar<br />

internasional,” ujar Ruslan yang menjejal<br />

dunia desain sejak 2011.<br />

Agar diakui di dunia maya, desainer<br />

harus memiliki portofolio. Untuk membuat<br />

portofolio gratis bisa diperoleh salah<br />

satunya di drible.com. Jika ingin simpel,<br />

boleh saja menggunakan instagram. Kalau<br />

sudah banyak portofolio, karya seseorang<br />

akan dipromosikan sendiri oleh orang luar.<br />

“Kalau ingin mulai menjadi desainer,<br />

maka harus konsisten memposting.<br />

Setidak nya sehari ada satu portofolio.<br />

Postingannya di waktu yang banyak orang<br />

mengkakses. Kemungkinan besar pesanan<br />

akan masuk terus. Kredibel, disiplin, dan<br />

jujur,” tegasnya. [Zulfurqan]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

39


POTRET EKONOMI KREATIF<br />

MEWUJUDKAN ACEH KREATIF<br />

DALAM RANGKA IMPLEMENTASI<br />

SALAH SATU VISI DAN MISI GUBERNUR<br />

ACEH PERIODE <strong>2017</strong>-2022<br />

(Sebagai Sumber Inspirasi Kreatif Daerah)<br />

Oleh : Azwari<br />

Berdasarkan kondisi Aceh dewasa ini,<br />

tantangan yang mungkin dihadapi<br />

hingga akhir masa kepemimpinan<br />

Irwandi-Nova terkait program “Aceh<br />

Kreatif” adalah meningkatkan pertumbuhan<br />

ekonomi secara berkualitas dan berkelanjutan.<br />

Industri kreatif diyakini mampu mengejar<br />

ketertinggalan Aceh dari daerah-daerah yang<br />

sudah lebih dulu maju. Untuk itu, sistem<br />

perekonomian Aceh harus bertumpu pada<br />

kekuatan sumber daya manusia yang kreatif<br />

dalam menghasilkan produk-produk yang<br />

bernilai tambah tinggi dan berdaya saing global.<br />

Pembangunan ekonomi kreatif menjadi<br />

sangat relevan dalam Rencana Pembangunan<br />

Jangka Menengah Aceh khususnya dalam<br />

menjawab segala tantangan yang ada.<br />

Ekonomi kreatif dapat dikerjakan oleh siapa<br />

saja, di mana saja, dengan modal relatif sedikit,<br />

asalkan punya ide kreatif dan kemauan untuk<br />

berkarya. Cakupannya bisa dalam segala aspek<br />

kehidupan, baik dalam bentuk souvernir kayu,<br />

bambu, atau kerajinan rumah tangga seperti kue<br />

tradisional dan kerajinan lainnya. Oleh sebab<br />

itu, program pemerintah yang mendorong<br />

pengembangan industri kreatif di Aceh perlu<br />

kita dukung bersama.<br />

Keragaman adat budaya Aceh juga<br />

merupakan potensi dan aset yang besar dalam<br />

ekonomi kreatif. Berbagai suku bahasa di Aceh<br />

dapat memperkaya hasil kreatifitas dan motif<br />

kerajinan di Aceh. Seperti bordir kerawang<br />

gayo, songket Aceh, dll. Semua ini harus<br />

ditransformasikan menjadi penggerak ekonomi<br />

kreatif yang dapat menjawab tantangan<br />

pembangunan pada masa mendatang.<br />

Sesuai dengan Visi Misi Gubernur Aceh<br />

Terpilih salah satunya yang dituangkan dalam<br />

Rencana Pem bangu nan Jangka Menengah<br />

Aceh yaitu men ciptakan “ACEH KREATIF” untuk<br />

mendorong tumbuhnya industri sesuai dengan<br />

potensi sumber daya daerah dan memproteksi<br />

produk yang dihasilkannya meliputi program<br />

yang akan dilaksa nakan melalui penyediaan<br />

sentra pro duksi yang berbasis potensi sumber<br />

daya lokal dan berorientasi pada pasal lokal,<br />

perlindungan produk-produk yang dihasilkan<br />

oleh industri lokal agar dapat bersaing dengan<br />

produk dari luar Aceh, merangsang lahirnya<br />

industri-industri kreatif yang potensial terutama<br />

di sektor jasa, membangun basis industri<br />

sebagai bagian menghadapi masa berakhirnya<br />

dana otonomi Aceh dengan cara merang sang<br />

dan melindungi tumbuhnya industri-industri<br />

untuk menyuplai kebu tuhan lokal masyarakat<br />

Aceh.<br />

Pada masa lalu, pemikiran mengenai konsep<br />

industri kreatif adalah bahwa produk-produk<br />

yang berasal dari seni budaya dan kreativitas<br />

yang hanya bertujuan untuk kepuasan jiwa<br />

atau bagian dari pertunjukan budaya. Namun<br />

dalam perjalanannya, industri kreatif tidak hanya<br />

menghasilkan produk-produk tersebut, tetapi<br />

juga mulai menghasilkan produk-produk yang<br />

penting dalam kehidupan sehari-hari, sehingga<br />

industri kreatif menunjukkan pertumbuhan<br />

yang lebih besar dari rata-rata pertumbuhan<br />

ekonomi global, termasuk juga kontribusinya<br />

dalam penciptaan lapangan pekerjaan, nilai<br />

tambah, dan jumlah usaha, maka hal yang perlu<br />

dilakukan sekarang adalah pembangunan pasar<br />

karya kreatif di seluruh Daerah Kabupaten/Kota.<br />

Terdapat beberapa faktor yang<br />

mempengaruhi permintaan terhadap karya<br />

kreatif, antara lain peningkatan daya beli<br />

masyarakat yang mendorong meningkatnya<br />

permintaan pada produk yang memiliki<br />

elastisitas pendapatan tinggi termasuk<br />

di dalamnya karya kreatif, di samping<br />

perkembangan teknologi yang membuat<br />

beberapa harga karya kreatif menjadi lebih<br />

terjangkau. Perubahan pola konsumsi karya<br />

kreatif juga menjadi faktor penentu, di mana<br />

saat ini konsumen karya kreatif tidak hanya<br />

menjadi pengguna pasif, akan tetapi juga<br />

menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri.<br />

Industri kreatif merupakan bagian atau sub<br />

sistem dari ekonomi kreatif, yang terdiri dari<br />

core creative industry, forward dan backward<br />

linkage cerative industry, dimana core creative<br />

industry adalah industri kreatif yang penciptaan<br />

nilai tambah utamanya adalah pemanfaatan<br />

kreativitas orang kreatif. Dalam proses<br />

penciptaan nilai tambah tersebut core creative<br />

industry, membutuhkan output dari industri<br />

lainnya sebagai input. Industri yang menjadi<br />

input bagi core creative industry, disebut sebagai<br />

backward linkage cerative industry. Ouput dari<br />

core creative industry juga dapat menjadi input<br />

bagi industri lainnya, yang disebut sebagai<br />

forward linkage cerative industry. Dengan melihat<br />

keterkaitan antar kelompok industri sebagai core<br />

creative industry, forward dan backward linkage<br />

cerative industry, maka dapat disimpulkan<br />

bahwa kelompok industri kreatif saling beririsan<br />

walaupun setiap kelompok industri memiliki<br />

karakteristik industri yang berbeda.<br />

Sejalan dengan perkembangannya, maka<br />

pendekatan definisi ekonomi kreatif di setiap<br />

negara berbeda, namun untuk mengaitkan<br />

ekonomi kreatif dengan industri kreatif, maka<br />

industri kreatif adala industri yang dihasilkan<br />

dari pemanfaatan kreativitas, keahlian dan<br />

40 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


akat individu untuk menciptakan nilai tambah,<br />

lapangan kerja dan peningkatan kualitas hidup.<br />

Sedangkan definisi mengenai ekonomi kreatif<br />

adalah penciptaan nilai tambah berbasis ide<br />

yang lahir dari kreativitas sumber daya manusia<br />

(orang kreatif) dan berbasis pemanfaatan ilmu<br />

pengetahuan, termasuk warisan budaya dan<br />

teknologi.<br />

Sumber daya utama dalam ekonomi kreatif<br />

adalah kreativitas (creativity) yang didefinisikan<br />

sebagai kapasitas atau kemampuan untuk<br />

menghasilkan atau menciptakan sesuatu<br />

yang unik, menciptakan solusi dari sesuatu<br />

masalah atau melakukan sesuatu yang<br />

berbeda. Kreativitas merupakan faktor yang<br />

menggerakkan lahirnya inovasi dengan<br />

memanfaatkan penemuan yang telah ada.<br />

Inovasi merupakan transformasi atau<br />

implementasi dari ide atau gagasan berdasarkan<br />

kreativitas dengan memanfaatkan penemuanpenemuan<br />

yang ada untuk menghasilkan<br />

produk atau proses yang lebih baik, bernilai<br />

tambah, dan bermanfaat. Sedangkan penemuan<br />

adalah menciptakan sesuatu yang belum<br />

pernah ada sebelumnya dan diakui sebagai<br />

karya yang memiliki fungsi unik. Oleh karena itu,<br />

kreativitas sangat penting dalam mendorong<br />

lahirnya inovasi-inovasi yang berdaya guna dan<br />

berdaya saing.<br />

Ekonomi kreatif sangat erat kaitannya<br />

dengan industri kreatif, namun ekonomi<br />

kreatif memiliki cakupan yang lebih luas<br />

dari industri kreatif. Ekonomi kreatif<br />

merupakan ekosistem yang memiliki<br />

hubungan saling ketergantungan<br />

antara nilai kreatif; lingkungan<br />

pengembangan; pasar; dan<br />

pengarsipan. Ekonomi kreatif<br />

tidak hanya terkait dengan<br />

penciptaan nilai tambah<br />

secara ekonomi, tetapi juga<br />

penciptaan nilai tambah<br />

secara sosial, budaya dan<br />

lingkungan. Oleh karena itu,<br />

ekonomi kreatif selain dapat<br />

meningkatkan daya saing, juga<br />

dapat meningkatkan kualitas hidup<br />

bangsa.<br />

Kembali kepada Visi dan Misi Gubernur<br />

Aceh, kekayaan budaya dan alam Provinsi<br />

Aceh sebagai inspirasi dalam pengembangan<br />

“Ekonomi Kreatif”, hal ini dapat dilihat dari<br />

beberapa sudut pandang. Dari sisi budaya, Aceh<br />

memiliki beberapa suku, bahasa, tarian, busana<br />

adat. Di sisi lain, sumber daya alam Aceh yang<br />

memiliki hutan luas, merupakan potensi yang<br />

belum dioptimalkan pemanfaatannya. Sumber<br />

daya kelautan yang tersebar di beberapa<br />

kabupaten di Aceh dengan luas kelautan yang<br />

begitu menguntungkan dengan potensi hasil<br />

sektor perikanan cukup menjanjikan.<br />

Aspek Penting Dalam Pengembangan<br />

Ekonomi Kreatif di Daerah<br />

Pada program berkaitan dengan pasar lokal<br />

karya kreatif, secara umum permintaan terhadap<br />

karya kreatif dipengaruhi oleh 3 faktor utama,<br />

yang pertama adalah peningkatan daya beli<br />

masyarakat yang mendorong pada peningkatan<br />

permintaan produk-produk yang memiliki<br />

elastisitas pendapatan tinggi termasuk karya<br />

kreatif. Selain itu perkembangan teknologi telah<br />

membuat harga beberapa karya kreatif lebih<br />

terjangkau. Kedua, perubahan pola konsumsi<br />

karya kreatif, saat ini konsumen karya kreatif<br />

tidak hanya menjadi pengguna pasif, tetapi juga<br />

menjadi bagian dari karya kreatif itu sendiri<br />

karena konsumen bisa menjadi co-creator dari<br />

karya kreatif. Ketiga, pertumbuhan jumlah<br />

penduduk. Peningkatan jumlah penduduk<br />

merupakan potensi bagi pemasaran karya<br />

kreatif. Keterbukaan informasi menjadikan karya<br />

Opini<br />

kreatif sebagai bagian yang tidak terpisahkan<br />

dari kehidupan masyarakat di semua lapisan<br />

usia.<br />

Salah satu aspek terpenting dalam<br />

pengembangan ekonomi kreatif di Daerah<br />

adalah penciptaan wirausahawan kreatif. Karena<br />

para wirausahawan inilah yang akan berperan<br />

penting dalam pengembangan ekonomi kreatif.<br />

Saat ini, Aceh belum masuk ke dalam kelompok<br />

daerah industri maju di Indonesia karena masih<br />

banyak aspek yang menjadi persoalan dalam<br />

mengembangkan sektor industri daerah. Salah<br />

satunya adalah masih minimnya pelaku usaha<br />

atau pengusaha pada sektor ekonomi terutama<br />

ekonomi kreatif. Padahal Setiap Kabupaten/<br />

Kota di Aceh pada umumnya memiliki potensi<br />

produk yang bisa diangkat dan dikembangkan,<br />

keunikan atau kekhasan produk lokal itulah<br />

yang mesti menjadi intinya lalu ditambah<br />

unsur kreativitas dengan sentuhan teknologi.<br />

Ini adalah tantangan bagi Pemerintah dalam<br />

mengimplementasikan visi dan misi yang antara<br />

lain menciptakan Aceh Kreatif.<br />

Sedangkan upaya untuk melindungi hasil<br />

produksi, kiranya dapat diberi kemudahan<br />

memperoleh hak paten bagi pelaku industri,<br />

dalam rangka menjamin keberlangsungan usah<br />

industri yang dijalankan. Dewasa ini, sudah<br />

banyak orang kreatif yang lahir di daerah seperti<br />

kelompok bisnis yang di sebut Usaha Mikro Kecil<br />

Menengah (UMKM), di mana berkumpulnya<br />

orang-orang kreatif yang menciptakan<br />

suatu barang dan jasa yang bermanfaat bagi<br />

penciptaan produk. Hasil produk tersebut<br />

dapat menambah pendapatan Daerah. Maka<br />

dari itu peran Pemerintah sangatlah penting<br />

untuk menyukseskan visi dan misi Aceh Kreatif,<br />

dengan merealisasikan pengetahuan mengenai<br />

ekonomi kreatif.<br />

Kesimpulan dari hasil penjelasan di atas<br />

bahwa realitas dan fenomena ekonomi kreatif<br />

sebenarnya bukanlah hal yang baru bagi<br />

Provinsi Aceh yang telah terbukti memiliki aset<br />

kreativitas sejak dulu. Aceh tidak kekurangan<br />

modal kreativitas hanya kekurangan<br />

kemampuan mengintegrasikannya, oleh karena<br />

itu diperlukan konsep kebijakan Pemerintah<br />

sedini mungkin untuk memberikan kemudahan<br />

dalam segala sudut usaha demi mewujudkan<br />

Aceh Hebat melalui “Aceh Kreatif” di masa yang<br />

akan datang. []<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

41


SEKELUMIT KISAH DIASPORA ACEH;<br />

BERTUGAS DI KAWASAN<br />

KONFLIK<br />

Armaen sudah 10 tahun bekerja<br />

di International Organization<br />

for Migration (IOM). Keingi nannya<br />

melihat dunia luar merupakan<br />

motivasinya bekerja di orga nisasi<br />

internasional yang bernaung di bendera<br />

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu.<br />

Lulusan Fakultas Ekonomi Unsyiah pada<br />

2001 ini sudah menapaki berbagai negara di<br />

tiga benua, seperti Irak dan Yordania di Timur<br />

Tengah (Asia), Kenya dan Rwanda di Afrika,<br />

serta Kosovo dan Italia di Eropa.<br />

Tidak begitu saja ia bisa bekerja di<br />

organisasi yang bergerak di bidang migrasi.<br />

Sebelumnya, ia melakoni peke rjaan sebagai<br />

instruktur komputer, akun tan, dan internal<br />

auditor di ber bagai perusahaan di Banda<br />

Aceh, dan berlanjut sebagai akuntan di<br />

Management Information System (MIS)<br />

Analyst, dan Livelihood Officer di dua lembaga<br />

kemanusiaan internasional. Sebagai catatan,<br />

selama konflik Aceh, hanya dua lembaga<br />

kemanusiaan yang beroperasi dan memiliki<br />

staf lapangan di Aceh, yakni IOM dan Save<br />

The Children.<br />

Keadaan berubah pasca bencana gempa<br />

bumi dan tsunami yang menimpa Aceh dan<br />

negara-negara lain di wilayah Samudera<br />

Hindia. Selain mengharuskan kedua<br />

lembaga tersebut memfokuskan aktivitas<br />

pada penanganan bencana.<br />

Satu tahun pasca tsunami Aceh, Armaen<br />

memutuskan untuk menerima tawaran<br />

bergabung dengan IOM yang pada saat itu<br />

memulai program pem berdayaan ekonomi<br />

masyarakat yang ter-imbas konflik dan<br />

bencana. “IOM mewawancara saya dan<br />

tertarik dengan pengalaman yang saya<br />

miliki dibidang pemberdayaan ekonomi<br />

masyarakat, alham dulillah saya diterima,”<br />

pungkas lelaki kelahiran Banda Aceh ini.<br />

Karier di IOM terus berlanjut. Sete lah<br />

menimba pengalaman di Aceh dari tahun<br />

2005 hingga 2009, Armaen dipercaya untuk<br />

mengkoordinir salah satu program IOM di<br />

wilayah timur Indonesia. Melalui kantor<br />

IOM di Makassar – Sulawesi Selatan, Armaen<br />

mengkoordinir sejumlah staf lapangan di<br />

Papua, Maluku, Maluku Utara, Sula wesi Utara,<br />

Gorontalo, dan Sulawesi Tenggara.<br />

Masa-masa di timur Indonesia meng -<br />

haruskan Armaen secara rutin mengun jungi<br />

berbagai wilayah. “Saya sangat menikmati<br />

pekerjaan saya; setiap saya mengunjungi<br />

tempat baru, tidak hanya melihat hal-hal<br />

unik dan menarik, penga laman ini juga<br />

memperkaya pema haman saya di bidang<br />

sosial, adat, budaya, budaya dan tentu saja<br />

yang berkaitan dengan pekerjaan saya,”<br />

lanjut Armaen.<br />

Akhirnya, dikarenakan ketegangan antar<br />

suku Bugis dan salah satu suku pendatang di<br />

Makassar pada tahun 2011, IOM memutuskan<br />

memindahkan wilayah tugas Armaen dari<br />

Kota Makassar ke Kota Batam.<br />

Usai bertugas di Batam, pria yang sudah<br />

menyelesaikan studi S2 – Master of Advanced<br />

Studies in Humani tarian Operations and<br />

Supply Chain Management (MASHOM) di<br />

Fakultas Ekonomi Universitas della Swizerra<br />

italiana (University of Lugano, Switzer land),<br />

pulang ke Jakarta. Keluarganya berdomisili<br />

di sana.<br />

Selama setahun di Jakarta ia menghabiskan<br />

waktu mendampingi anak dan<br />

istri yang tidak ikut serta selama masa<br />

penempatan di luar Aceh.<br />

Akhir 2012, Armaen menerima email<br />

dari mantan atasan di IOM dan menawarkan<br />

untuk bergabung kembali, namun di wilayah<br />

penempatan di luar Indonesia, Irak. IOM<br />

menawarkan posisi menantang di selatan<br />

Irak yang berbatasan langsung dengan<br />

dengan Iran dan Kuwait. Dalam waktu<br />

singkat, Armaen menerima tawaran sebagai<br />

Operations Officer untuk IOM Iraq – Regional<br />

Hub Basra dengan cakupan wilayah 6<br />

governorate (setara dengan provinsi) – Basra,<br />

Maysan, Muthana, Thi-Qar, dan Qadissiya.<br />

Basra adalah satu-satunya kota pela-<br />

42 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


uhan di Iraq. Kota Basra dijuluki sebagai<br />

Venesia dari Timur karena keindahan Sungai<br />

Shatt al-Arab yang membelah kota ini. Sungai<br />

Shatt al-Arab adalah hilir dari Sungai Eufrat<br />

dan Tigris yang terkenal. Mantan Presiden<br />

Iraq – Saddam Hussein membangun salah<br />

satu istananya dan menyandarkan kapal<br />

pesiarnya yang bernama Basra Breeze di Kota<br />

Basra.<br />

Basra juga merupakan kota bersejarah<br />

bagi umat Islam dimana kota ini menjadi<br />

saksi atas pertempuran yang dinamakan<br />

Perang Unta pascaterbunuhnya khalifah<br />

ketiga Saidina Ustman bin Affan.<br />

Pascainvasi Amerika Serikat ke Iraq<br />

pada 2003, Basra yang terlibat dalam konflik<br />

bersenjata hancur porak-poranda. Namun,<br />

jejak kejayaan Basra masih sangat kental<br />

terlihat hingga sekarang.<br />

Tidak begitu lama, kontrak kerja sebagai<br />

Operations Officer untuk IOM Irak sudah<br />

ditandatangani. Namun untuk memulai<br />

penempatan di Irak, salah satu negara paling<br />

berbahaya didunia, harus melalui banyak<br />

proses.<br />

Yordania mempunyai peran penting<br />

bagi operasi kemanusiaan di Irak dan negara<br />

konflik lainnya di Timur Tengah.<br />

Armaen menjelaskan bahwa per jalanannya<br />

ke Irak dimulai dari Yordania. Di<br />

Kota Amman, Ibukota Yordania, seluruh<br />

protokol berkaitan penempatan di Irak<br />

diproses. Dimulai dari pengurusan visa<br />

kerja, security clearance (SC) dan Movement<br />

Planning (MoP), hingga mengikuti training<br />

wajib Security Awareness Induction Training<br />

(SAIT) yang pada saat itu dilaksanakan di<br />

instalasi militer Yordania di King Abdullah II<br />

Special Operations Training Center.<br />

SAIT Training adalah pembekalan untuk<br />

menjalani kehidupan di kawasan konflik,<br />

seperti penggunaan radio komu nikasi,<br />

P3K, menghadapi cuaca ekstrem (minus 0<br />

derajat Celsius saat musim dingin dan di<br />

atas 50 derajat Celsius saat musim panas),<br />

pengenalan budaya lokal dan interaksi<br />

dengan warga lokal, menghadapi situasi<br />

penyerangan bersenjata serta penculikan,<br />

penggunaan pakain dan kendaraan anti<br />

peluru, dan lainnya. “Prepare for the worst,<br />

but hope for the best. Itu intinya,” kata Armaen<br />

sambil tertawa.<br />

Ia tinggal di Bashrah International Hotel,<br />

satu-satunya tempat dalam zona hijau atau<br />

daerah aman. Bila hendak keluar hotel atau<br />

zona merah, harus mengikuti protokol<br />

keamanan seperti pengawalan pihak<br />

keamanan serta menggunakan kendaraan<br />

dan pakaian anti peluru yang tentu saja<br />

tidak murah pembiayaannya. Sebagian besar<br />

Sosok<br />

warga Irak memiliki dua paspor, seperti<br />

paspor Swedia, Australia, dan Denmark.<br />

Ketika situasi keamanan memburuk, mereka<br />

dapat keluar dari Irak dengan mudah, yang<br />

terkadang sulit disulit jika menggunakan<br />

paspor Irak.<br />

Ia menjelaskan bahwa konflik di Irak<br />

lebih mengerikan. Walaupun demikian,<br />

Irak mau menerima pengungsi dari Syria.<br />

Sehingga muncul persoalan baru antara<br />

masyarakat Irak dengan pengungsi. Masyarakat<br />

Irak menilai pengungsi akan membebani<br />

negaranya. Oleh karenanya, selain<br />

menangani pengungsi, IOM juga harus<br />

menga tasi masalah masyarakat Irak.<br />

Kini Armaen dipercayakan sebagai Kepala<br />

Kantor IOM di Mombasa, Kenya. Programnya<br />

reintegrasi ke masyarakat bagi warga Kenya<br />

yang mendapat amnesti atas kegiatan yang<br />

pernah mereka lalukan dengan kelompokkelompok<br />

radikal baik di dalam negeri<br />

maupun di negara tetangga seperti Somalia.<br />

Eks kombatan yang menyerahkan diri dibina<br />

untuk ditingkatkan pengetahuan dan<br />

keahlian serta dicarikan solusi pendapatan<br />

untuk menopang hidup. Untuk menghindari<br />

kecemburuan di masyarakat, IOM memberikan<br />

bantuan berupa infrastruktur kepada<br />

masyarakat Kenya yang tidak terlibat dalam<br />

kegiatan radikal.<br />

Sementara itu, Kenya kewalahan menangani<br />

300 ribu lebih pengungsi Somalia<br />

di dua kamp pengungsi – Dadaab dan<br />

Kakuma. Kamp pengungsi terbesar di dunia<br />

itu sering disebut-sebut sebagai lokasi<br />

pengaderan kelompok radikal. Karenanya,<br />

otoritas Kenya sempat berencana menutupnya<br />

sebe lum dihimbau dunia internasional<br />

untuk menghentikan rencana<br />

tersebut. Kalau benar-benar ditutup, nasib<br />

pengung si akan lebih memprihatinkan.<br />

[Zulfurqan|<strong>AER</strong>]<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

43


PESONA PESISIR<br />

PANTAI LHOKSEUDU,<br />

“Maldives”nya Aceh<br />

Kalau hari-hari biasa palingan kami dapat Rp.1.500.000 tergantung pengunjung yang<br />

datang, tapi kalau hari Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami bisa mengumpulkan<br />

pundi-pundi rupiah sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000 perhari.<br />

Darma<br />

Manajer Lhoek Aroen Kuphie<br />

44 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Wisata<br />

| ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |<br />

45


(oleh: intan khairani)<br />

Lhokseudu adalah sebuah Desa<br />

pesisir yang berada di Gampong<br />

Layeun, Kecamatan Leupung, Aceh<br />

Besar, teluk Lhokseudu menawarkan<br />

panorama alam yang memanjakan mata<br />

siapa saja yang memandangnya. Lukisan<br />

alam yang indah itu dapat di nikmati setelah<br />

menempuh perjalanan berkendara sekitar<br />

45 menit dari pusat kota Banda Aceh.<br />

Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan<br />

lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai<br />

sembari beristirahat dan menyantap<br />

makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa<br />

café dengan gazebo pinggir pantai yang<br />

mengingatkan pada pesisir Maldives yang<br />

bergaya jambo atau pondok sederhana.<br />

Pada tahun 2004, Lhokseudu termasuk<br />

daerah yang terkena dampak tsunami yang<br />

parah, bangunan hancur ada dimana-mana,<br />

termasuk pantainya yang terpisah dengan<br />

daratannya. Namun Lhokseudu bangkit<br />

dan sekarang tumbuh menjadi daerah<br />

wisata yang indah. Meski sebahagian besar<br />

area mengalami pemulihan dan ada tempat<br />

bencana yang sengaja dibiarkan untuk<br />

memperlihatkan dahsyatnya bencana<br />

tsunami yang menerjang kawasan ini di<br />

masa lampau.<br />

Di sini, ada empat jenis café yang<br />

tersusun rapi. Keempat café tersebut<br />

memberikan konsep yang sama, di awali<br />

oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang<br />

Tim <strong>AER</strong> kunjungi sore itu adalah café<br />

“Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang<br />

dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang<br />

lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat<br />

jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya<br />

menarik perhatian wisatawan dari berbagai<br />

daerah untuk menuju ke Lhokseudu.<br />

Bagi para penikmat pantai, wajib<br />

hukumnya untuk datang kemari. Selain<br />

menikmati indahnya laut dari jembatan<br />

dan jambo di atas air laut, makanan dan<br />

minuman yang disuguhkan pun tak<br />

kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café<br />

terapung seperti ini omzet yang di peroleh<br />

pun lumayan besar.<br />

“Kalau hari-hari biasa palingan<br />

kami dapat Rp.1.500.000 tergantung<br />

pengunjung yang datang, tapi kalau hari<br />

Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami<br />

bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah<br />

sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000<br />

perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen<br />

Kuphie yang kami temui sore itu.<br />

Respon masyarakat akan adanya<br />

café ini sangatlah positif. Ia mengatakan<br />

bahwa mereka sangat mendukung untuk<br />

memajukan area wisata di daerah tersebut.<br />

Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk<br />

desa Layeun khususnya anak-anak sekolah<br />

turut membantu untuk menjadi pelayan<br />

di café guna menambah uang jajan.<br />

Kadang-kadang, ada delapan orang<br />

anak yang turut membantu pada satu<br />

café ketika banyak pengunjung yang<br />

datang di akhir pekan.<br />

Adapun menu makanan yang dapat<br />

kita santap di café tersebut bermacammacam,<br />

mulai dari ikan bakar, mie Aceh,<br />

aneka jus, sop buah, mie udang, hingga<br />

mie kepiting. Harganya pun cukup<br />

variatif, namun tidak menguras dompet.<br />

Pengunjung yang datang pun beraneka<br />

ragam bermula dari anak-anak, mudamudi,<br />

hingga orang tua. Rata-rata mereka<br />

datang dari luar daerah, bahkan beberapa<br />

juga dari luar negeri, ada dari Malaysia,<br />

Thailand, Australia dan lain-lain.<br />

Keindahannya yang tak biasa membuat<br />

tempat ini menjadi hits bagi kawula muda<br />

yang aktif di sosial media, pada platform<br />

Instagram salah satunya. Mereka ramairamai<br />

datang ke tempat ini tidak hanya<br />

untuk bersantai namun mengabadikan<br />

gambar untuk sekedar posting di sosial<br />

media ataupun untuk kenang-kenangan.<br />

Banyak juga fotografer yang mengabadikan<br />

beberapa gambar di area pantai yang di<br />

hiasi oleh pondok sederhana tersebut,<br />

biasanya, suasana sunset di Lhokseudu ini<br />

tak kalah indahnya dengan suasana siang<br />

harinya.<br />

Dengan jembatan yang berdiri<br />

membelah pantai dan di hiasi beberapa<br />

jambo tak heran jika suasana di Lhokseudu<br />

itu pun seperti pesisir “Maldives” ala Aceh.<br />

Kendati indahnya tempat ini, banyak<br />

pengunjung yang hanya datang untuk<br />

mengambil beberapa foto dan kemudian<br />

pergi tanpa memesan minuman di café itu.<br />

Darma mengatakan untuk masuk ke dalam<br />

jambo tidak di kenakan tiket, tapi<br />

setiap orang yang ingin mengambil<br />

gambar di tempat tersebut haruslah<br />

memesan makanan atau minuman<br />

terlebih dahulu, seperti tulisan yang<br />

tertera jelas di pagar pintu masuk ke<br />

dalam jambo.<br />

”Kita kan masih dalam tahap<br />

pembangunan, belum semuanya<br />

jadi, dan masih banyak yang<br />

direnovasi, jadi setidaknya pesan<br />

makanan lah kalau memang mau<br />

menikmati pemandangan di sini.<br />

Jadi kan kita bisa jadi<br />

saling menguntungkan,<br />

makanya kami pasang<br />

pamflet seperti itu<br />

biar pengunjung pada<br />

mengertilah, hehehe,”<br />

ucap Darma dalam<br />

gelak tawanya tapi<br />

mengandung makna<br />

yang serius. Dengan adanya pamflet<br />

tersebut tentunya menjadi perhatian juga<br />

bagi para pengunjung.<br />

“Pertama kali kesini dan sebelumnya<br />

sudah terkesima karena dari akun-akun<br />

wisata yang ada di Aceh, saat datang<br />

terkesima juga dengan pamfletnya. Wajar<br />

aja sih kalau yang datang cuma mau fotofoto<br />

malah bisa ganggu ketenangan para<br />

pengunjung yang memang mau makan<br />

atau minum yakan,” pendapat salah satu<br />

pengunjung di café tersebut.<br />

Inilah Lhokseudu, pantai dengan<br />

keindahannya yang dikelola dengan hati<br />

dan inovasi. Dengan melihat bagaimana<br />

potensi media sosial dan pariwisata,<br />

tempat yang dulunya biasa saja dapat<br />

disulap menjadi lokasi wisata yang paling<br />

dikunjungi pada akhir pekan. Dengan<br />

menelisik bagaimana transformasi<br />

Lhokseudu dulu dan sekarang, diharapkan<br />

masyarakat dan pengusaha di Aceh agar<br />

lebih memerhatikan perkembangan<br />

yang ada dari berbagai sisi dan aspek,<br />

sehingga dapat berinovasi menjadi tempat<br />

yang menarik tak hanya bagi pariwisata<br />

Aceh, namun juga secara nasional dan<br />

internasional. [INTAN|<strong>AER</strong>]<br />

46 | ACEH ECONOMIC REVIEW | EDISI OKTOBER - DESEMBER <strong>2017</strong> |


Lhokseudu adalah sebuah Desa<br />

pesisir yang berada di Gampong<br />

Layeun, Kecamatan Leupung,<br />

Aceh Besar, teluk Lhokseudu<br />

menawarkan panorama alam yang<br />

memanjakan mata siapa saja yang<br />

memandangnya. Lukisan alam yang indah<br />

itu dapat di nikmati setelah menempuh<br />

perjalanan berkendara sekitar 45 menit<br />

dari pusat kota Banda Aceh.<br />

Teluk Lhokseudu berada di pinggir jalan<br />

lintas barat selatan Aceh. Jika ingin bersantai<br />

sembari beristirahat dan menyantap<br />

makanan, sepanjang teluk berdiri beberapa<br />

café dengan gazebo pinggir pantai yang<br />

mengingatkan pada pesisir Maldies yang<br />

bergaya jambo atau pondok sederhana.<br />

Pada tahun 2004, Lhokseudu terma suk<br />

daerah yang terkena dampak tsuna mi yang<br />

parah, bangunan hancur ada dimana-mana,<br />

termasuk pantainya yang terpisah dengan<br />

daratannya. Namun Lhokseudu bangkit<br />

dan sekarang tum buh menjadi daerah<br />

wisata yang indah. Meski sebahagian besar<br />

area menga lami pemulihan dan ada tempat<br />

bencana yang sengaja dibiarkan untuk<br />

memperlihatkan dahsyatnya bencana<br />

tsunami yang menerjang kawasan ini di<br />

masa lampau.<br />

Di sini, ada empat jenis café yang<br />

tersusun rapi. Keempat café tersebut<br />

memberikan konsep yang sama, di awali<br />

oleh Café Ujong Glee. Salah satu café yang<br />

Tim <strong>AER</strong> kunjungi sore itu adalah café<br />

“Lhoek Aroen Kuphie Lhokseudu” yang<br />

dirintis oleh Saipul bahri dari 3 tahun yang<br />

lalu. Inovasi Saipul Bahri untuk membuat<br />

jambo-jambo di pinggir pantai itu supaya<br />

menarik perhatian wisatawan dari berbagai<br />

daerah untuk menuju ke Lhokseudu.<br />

Bagi para penikmat pantai, wajib<br />

hukumnya untuk datang kemari. Selain<br />

menikmati indahnya laut dari jembatan<br />

dan jambo di atas air laut, makanan dan<br />

minuman yang disuguhkan pun tak<br />

kalah nikmat. Ternyata, untuk usaha café<br />

terapung seperti ini omzet yang di peroleh<br />

pun lumayan besar.<br />

“Kalau hari-hari biasa palingan<br />

kami dapat Rp.1.500.000 tergantung<br />

pengunjung yang datang, tapi kalau hari<br />

Sabtu - Minggu itu biasanya rame dan kami<br />

bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah<br />

sekitar Rp.5.000.000 sampai Rp.7.000.000<br />

perhari,” ucap Darma, manajer Lhoek Aroen<br />

Kuphie yang kami temui sore itu.<br />

Respon masyarakat akan adanya<br />

café ini sangatlah positif. Ia mengatakan<br />

bahwa mereka sangat mendukung untuk<br />

memajukan area wisata di daerah tersebut.<br />

Bahkan, pada hari libur sekolah, penduduk<br />

desa Layeun khususnya anak-anak sekolah<br />

Foto-Haris


Biro Perekonomian Setda Aceh

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!