cahayamaulid_covermuqaddimah_salehalattas

1
Bila matamu tak lagi dapat melihat
orang yang kau cintai, maka jangan hendaknya
telingamu tak pula mendengar tentang dia.
Hamaziyah al-Būshiriy
Bila aku tak bisa dekat dengan
orang yang kucintai dan bertemu dengannya,
maka dalam mengingat mereka, kurasakan
keakraban yang memupus gersang jiwaku,
Kalaulah tak tersapu angin beliung,
niscaya hal itu akan menghidupkan rahasia
hatiku yang telah mati.
Diwân al-Sayyid al-Quthb Abdullah al-Haddâd

DILARANG KERAS MENYEBARLUASKAN ATAU MENCETAK BUKU SAYA INI
UNTUK HAL APAPUN, DI MANAPUN DAN OLEH SIAPAPUN
TANPA SEIZIN SAYA, HARAP MAKLUM. S@LATTAS
2
Vol. 1
Judul: Cahaya Maulid
Penyusun: S. Alattas
Disain sampul: S. Alattas
Tata letak isi: S. Alattas
Percetakan: ....................
Cetakan: Pertama
Tahun: xxxx H/ xxxx M
Tebal: xx + .... halaman
Ukuran: 17.5 x 25 cm
ISBN: ……………………

3
sederet kalimat pembuka
Tertambat atau terkerat
oleh penyusun
Duhai al-Amin,
Salam bagimu, saat engkau dilahirkan
Salam bagimu, saat engkau diwafatkan
Duhai al-Musthafā,
Salam bagimu, saat engkau hadir dalam dan antara
Muhammad, ayahanda Fāthimah
putranda Abdillāh, putranda Āminah
tersemat bercahaya namanya dalam
Shuhuf Syits, al-Khalil, Pelunak besi
hingga yang termaktub
di Khirbet Qumran dari lisan al-Hawariyun.
Dialah penjunjung tertinggi nilai persaudaran
dan insaniyah yang adil dan beradab.
Penyeru teristimewa dalam
petitih, petuah dan pitular yang tiada taksa
menafikan sekat kebelenguan strata dan kasta
di antara prolektar dan plutokrat
di antara priyai dan teknokrat.
Dengan Tsaqalain hendaklah khalayak
genggam erat kedua buhul suci hingga ajal menjerat.
Itulah wasiat akhir Shafwah (sari baik dari) Tihāmah
di hadapan beribu insan, menggema di Ghadir Khum
•●✿•✿●•
Muhammad, ayahanda Fāthimah
putranda Abdillāh, putranda Āminah
Mim Muhammad adalah
manba‘ ilmu dan cawan cendikia
mata air mengalir, menghijaukan
seantera buana yang melayu.

Munqiz bangsa ummi dari bibir
jurang nista dan labirin jiwa gelita.
Hā Muhammad adalah
Hāmid Tuhan-nya dalam samadinya
dan di tengah segenap jundu-nya
Hāmil, pengibar panji kemuliaan tertinggi
Pembawa tongkat bertuah dalam iringan
para utusan ma’shūm terdahulu
Dâl Muhammad adalah
Dalil yang menerangi jalan gelap tak berarah
dengan pijar risalah nubuwah,
Menghantar menuju puspaloka
kebahagian sarmadi.
•●✿•✿●•
Mim Muhammad adalah
Mahmūd dalam tata tak tertandingi
dan aksara tak terbilang
dalam kreasi keindahan
puji Khāliq Yang Maha Agung
pada makhluq berakhlaq agung
nampak jernih dalam Furqân nyata
tiada pekat lekat keraguan padanya
kecuali bagi hati bernoktah sekerat karat
Mim Hā Dāl dengan huruf hijaiyah itulah
Muhammad tersulam pola indah namanya.
Bersemayam dalam ruang kalbu
dan rindu menjelma dalam gerak
pena pecinta di tiap masa dan pijakan.
•●✿•✿●•
Muhammad, ayahanda Fāthimah
putranda Abdillāh, putranda Āminah
Lain nama mulia, Ahmad adalah
terhias dengan butiran tinta
‘kan meluap kerinduan hati dan kamitan kecap
bagi yang tertambat dan pejejak napak tilas Baginda,
Tertera nama dan ciri dalam lembaran suci diberkati
•●✿•✿●•
Alif Ahmad pun berarti
Atqā dari seluruh Taqi yang pernah dan ‘kan lahir
4

Anfas Nafis dari segala yang menghirup udara alam,
dari yang tersohor kemilau wujudnya.
Ath-har jiwanya, Anwar raganya dan Athyab olahnya.
al-Amin, gelar kehormatannya kala jaka
dari pesohor puak Quraisy yang terpukau.
al-Thāhirah, kembang mekar kaumnya pun
pada kemenakan singa sahara
terpesona atas kepiawaian berniaga,
terpikat keelokan pekertinya.
•●✿•✿●•
al-Kubrā, kelak dari zuriahnya pun lahir pria nan wibawa
Riasan elok para abūd yang berkemilau tajalli,
bebatuan al-Bathā pun mengenalnya
terpelihara dari Kancah Duka Lara Sahara Nainawa
(Karbun wa Balā, begitulah sejarawan menoreh).
Terbungkus keluhuran nasab, hasb dan ‘irq
Datuknya, putra Dzabihayn yang bersambung pada
yang menulang al-Baytal-‘Atiq, Rumah Tua
putra Kan’an bercucu Jurhum di bumi Bakkah terberkati.
•●✿•✿●•
Dia dan leluhurnya laksana mutiara dalam cangkang nan elok
Kelak darinya dan Sharubanu, terbit para surya agama
dalam pokok dan cabang, aditokoh dalam percontohan
Tak ayal dan pelak, tragedi nista silih berganti menerpa mereka
tiran lalim hendak memupus urat syazarah murtadhawiyah
kilatan pedang menyambar bagai petir
bagi tiap jiwa yang mengaung getir
di tiap sudut pedalaman, kota, lembah dan pesisir
•●✿•✿●•
Kala hari jalinan tali suci antara Hababah al-Buthul
dan Haydar, sang pendobrak gerbang Khaybar
mohon al-Musthafā terpenuhi nyata agar terberkati
terjaga dan mengeluarkan dari mereka berdua banyak puak
•●✿•✿●•
Dahulu Teman al-Rahman memanjatan kalimat:
Jadikanlah antara keturunan kami umat yang mematuhi-Mu
Trah Bani Zahra pun berselirak lintas katulistiwa,
Mereka cerminan sesama dan yang terkemudian
5

dalam bahtera ilmu dan amal menyatu
Mereka menuju ke akhir labuhan yang sama.
Shalawat sekali terlantun darimu,
sepuluh bagimu kebaikan zahir ‘tau
disimpan sebagai perbendaharaan kelak untukmu
tak ‘kan lekang oleh pergantian masa fana.
Demikian tertulis di lembaran khazanah
kaum cendekia, perawi tradisi Baginda.
•●✿•✿●•
O, insan senusa, kau katakan “aku salah”
aku katakan “kau salah”
Benar atau salah, dua sudut di mana,
dan dengan apa memandang horizon hidup
yang berserak awan peristiwa yang silih-berganti,
melihat sederet kalimat dalam tinta lama
dan pilar-pilar yang terpancang dalam kemegahan
bangunan al-Hanif atau menyibur hanya dari satu kolam belaka
menodai kolam susu lain dengan air tuba.
•●✿•✿●•
O, insan senusa, ketahuilah!
Kami merayakan maulid Baginda,
Sebab kami senang dengan milād Sayyidinā
Thāha al-Mujtabā, Sang Nabi Penutup dan Pembuka.
Rasa senang kami pada Baginda,
sebab kami adalah Muslim.
•●✿•✿●•
O, insan senusa, ketahuilah!
Kelahiran Baginda adalah
Kelahiran tamaddun baru ummat manusia.
Kelahiran Baginda adalah
penaburan benih perdamaian
dan kasih-sayang di atas permukaan dan dalam
di antara warna ras dan bahasa.
Kelahiran Baginda adalah
penyingkapan selimut pekat kejahilan
pencerahan dengan pijar Irfan.
•●✿•✿●•
Duhai insan senusa yang celih, tak terpatik,
dan berberat kaki ‘tuk menampakkan diri
6

di majlis keputraan Baginda yang bersinar ceria
Demi Yang Bersumpah “Demi masa”
Di graha sana, sungguh jamuan yang terhidang
bukalah semahan, bukan pula
wujud ritual klenik kaum pagan.
Di balairung sini, sungguh, tidaklah mereka
ada memakan khinzir dan menenggak arak
Janganlah dikau mencerca sumbang!
berbesar cakap menyerangsang garang berapi-api
Janganlah bersikap jenawa mencibir terhadap
mereka yang riang memukul rabana bertalu-talu,
Melayut suara pemadah yang syahdu kepada
Mukhtār Allah dari segenap penghuni buana raya.
•●✿•✿●•
Janganlah dikau bersikap besar diri,
bak pantun Melayu berujar
“Kayu bakar dibuat arang,
Arang dibakar memanaskan diri,
Jangan mudah menyalahkan orang,
Cermin muka lihat sendiri.
Burung puyuh burung Taktibau,
Terbang tinggi si burung Bayan,
Di dalam kilat ada kilau,
Rupanya awan mengandung hujan”
•●✿•✿●•
Bila kau melarang Milad Sang Nabi Agung
kaupun harus siap diri melarang dirimu
merayakan macam milad di lingkar sana,
dalam aneka bentuk dan cara untukmu tau gerangan lain
Bila tidak, sungguh kau telah menipu diri
dalam retorika kerdil dan sekujur jasad berlumur
lempung kegetiran.
•●✿•✿●•
Duhai Cahaya kosmos Yang Memiliki Kemahaluasan
rahmah dan Kemahaindahan kreasi
Ampunilah kealfaan dan kesengajaan kami
di tiap derap dan bersit
di tiap debar dan garit
pada yang makruh tau haram
7

Himpunlah kami dari yang terserak di Padang Mahsyar
dalam jumhur para pencinta Ahlal-Kisā al-Athāyib
dan segenapnya yang nan suci,
serta para pencerah bestari, piawai dalam ilmu,
dan cergas dalam amal
•●✿•✿●•
Himpunlah kami dalam barisan yang mencintai
para pecinta yang bijak tercerahkan.
Berilah dayuh kemudahan dalam mengais
bulir penghidupan di samudera fadhl
di negeri fana sebagai bekal ke negeri kekal.
Hapuslah namaku dan nama-nama yang dekat
padaku dari kelompok sesat dalam diwan induk
dan segala taqdir mubram yang buruk.
Lindungilah kami dari lisan menyembilu
dan laku dungu yang memupus
tali persaudaraan antara kami,
dan selaksa peristiwa menggetirkan.
•●✿•✿●•
Lindungilah kami dari hati-hati yang renap dan kelabu
Selimutilah ayahbunda kami dengan kehangatan Rahmat-Mu
Sebagaimana dekapan hangat mereka
di malam-malam sewaktu kami kecil
Sentuhlah mereka dengan jemari Rahmat-Mu
Sebagaimana mereka mengutkan tulang-tulang kami
dengan susu-susu mereka, menyatu dalam
butiran darah, lapisan daging
dan tiap ruas organ tubuh-tubuh kami.
•●✿•✿●•
Bangunkanlah kami dari tidur mata kebodohan
dan kalbu kebimbangan
Sehingga kami dapat “membaca” lebih baik
Tambatkan hati-hati kami
di tanjung kehambaan dan labuhkan di teluk kemuliaan.
Gandakan bagi kami bulir-bulir padi kebaikan
di masa mengetam nanti
Janganlah Engkau hanguskan lahan bekal kami
karena dosa-dosa dan kecongkakan diri-diri kami.
8

Tiada pati dan perisai bagi kami, hanya Engka jualah
Yang Maha Pengarunia dan Maha Pelindung.
Panjatku pula, kiranya daku dari mereka
yang meneguk air sejuk masyārib
Ahlas-Shafā wal-Wafā
dengan cawan keterdekatan.
Engkau jua Yang Maha Berkuasa atas segala
yang tersentuh dan terlintas
yang tampak dan sembunyi
yang telah, sedang dan akan.
•●✿•✿●•
O, Tuhan kami, Empu alam makro dan mikro,
Yang memiliki Nama-Nama Maha Terindah lagi Maha Teragung
Yang istiwa-Nya tiada dapat dinalar dalam mutasyabihat
Tiada bagi-Nya tajsim dengan segala yang baharu.
•●✿•✿●•
Duhai Yang Rahmat-Nya meliputi
segenap luas alam-alam terjamah dan tak teraksara
sampaikanlah salam sajahterah kami
keharibaan Sayyidinā, al-Rahmah al-Muhdâh,
Insan ‘aynul-wujud dan terparipurna dalam
ruh, akal, kalbu, nafsu dan taqwim
•●✿•✿●•
Pula, Ulul-Ajmi al-Mushthafin al-Akhyār,
dan segenap al-Ashfiyā al-Abrār
Selama wengian lantunan pujian merebak
bersama kesejukan simponi alam dengan
desiran ombak pagi,
Selama kemintang berkelip
dan rembulan mengembang bersenyum,
menghiasi atmosfir malam kering dan basah.
Selama air telaga dan savana
bermandikan kehangatan sinar mentari.
Selama butiran air hujan membasahi urat dedaunan
dan rongga rambut hitam dan beruban.
Demikian sederat kalimat pembuka
“Tertambat atau Terkerat”
dari daku yg haqir faqir ini,
putra Alwi, di tanah Betawi lahirnya.
9

10
sederet kalimat penutup
Cahaya tak Lekang
oleh penyusun
Cahaya itu senantiasa berkilau kemilau
tak pudar oleh lagam
tak ternoktah oleh goresan
tak lekang oleh panas, tak pula lapuk oleh hujan
Cahaya tersempurna tiada padanan,
berbinar abadi dari keindahan
Sang Maha Cahaya Sempurna
alam raya dan buana beserta isinya
•●✿•✿●•
Cahaya itu tercipta sejak azali,
berjalan dalam ruang dan waktu kosmik dan teristerial,
Melintasi peninsula Laut Merah dan Baltik
Cahaya itu merubah wajah kota tua Yasriba menjadi Tayba,
hingga terpancang pilar-pilar Madani yang kokoh
menjulang melampaui Menara Babilon
•●✿•✿●•
Cahaya itu memecah kabut pekat yang menyelimuti
negeri-negeri sejak berabad siklus tak berarah
dari ketiadaTuhanan yang esa,
ketiadaManusiaan yang adil dan beradab
•●✿•✿●•
Cahaya itu membangkitkan gelora patriotik,
melahirkan aditokoh asketik,
cendekiawan dan srikandi yang menggetarkan
singgahsana shahensyah
dan menggema di lorong Alhambra.
•●✿•✿●•
Cahaya itu energi equilibrium, memijar dalam kosmik
alam nisbi, merentas ke alam baka

Cahaya itu menghantar ke sanitarium raga-jiwa
dengan air kosmik, melepaskan kapsul kemajhulan ego,
membumbung melintasi tangga mi’raj ruh
dalam gepita tazkir
•●✿•✿●•
Cahaya itu membentuk notasi gita keheningan
pendendang bait-bait sayatan rindu,
tenggelam dengan tegukan anggur cawan,
meninggi di antara gugusan kemintang sakran.
•●✿•✿●•
Cahaya itu membangkitakan spirit revolusioner,
neraca keadilan dan gelora pengibaran panji ekualiti,
di antara sukma ras, bangsa dan kepercayaan
•●✿•✿●•
Cahaya itu memupus belenggu keterpasungan fikir dan fisik
dari alam utopia khayali dan dystopia futuris
dari doktrin kolot tak berpijakan,
dari balutan kafan kultur agnostik dan animis
dari tiran kolonialis badani dan nasabi.
•●✿•✿●•
Cahaya itu memangkas urat klenik cenayang
dari ragam medium nekromanse dan okultisme,
dari buhur istihdar thaghut yang tercampakkan,
pencarian jejak artifak Harut dan Marut,
pemujaan Lucifer dan Medusa,
hingga kultus seperangkat bertuah
kaum pagan dan Bahomia
Cahaya itu memadamkan api abadi di gerbang
Persepolis puak majus Zarathustra,
mengeringkan Nil dari tiran Faroah
dan meruntuhkan benteng Athena dari pemujaan Zeus
•●✿•✿●•
Cahaya itu menginspirasi kaligrafis mengukir namanya
pada kolom dan dinding dalam dan luar arsitektur,
Mempesonakan lebih dari sebingkai sapuan warna kanvas
sang impressionis, surualis dan kubis
•●✿•✿●•
Cahaya itu menyerbakkan tinta sarjana Arab dan Azam
pada goresan menerawang dan disain piawai
11

pada pola geometris mencengangkan
Menghiasi tiap ruas khazanah seni dan budaya,
dari Bait al-Hikmah hingga mediatek Sorbone,
dari al-Azhar hingga Library of Congress,
dari Isfahan hingga Demak,
dari Tanah Abee hingga Casablanca,
dari Samara hingga Louvre.
•●✿•✿●•
Cahaya itu menghangatkan pengumandang tua
di atas menarat dataran dingin Samarkand,
kehangatan angin di Gerbang Teluk Aden,
teduhnya Pantai Gading,
serta panasnya lekang Mombassa
•●✿•✿●•
Cahaya itu akan masih menyelimuti nafas alam
dan relung jiwa damai,
di ruang majlis ramai, zawiya kecil
‘taupun mihrab berseorang diri
Dari Mekkah hingga Pamijahan,
dari negri Karpet Terbang
hingga kawasan Beruang Merah,
dari Tareem hingga Vancouver,
dari dusun suku Zulu
hingga suku Dayak dan Cheeroke,
dari kota Melbourne hingga Praha,
dari Granada hingga Madagaskar,
dari Cape Town hingg Wina,
dari Tlimsan hingga Konstantinopel,
menembus Tembok Tiongkok dan Berlin.
•●✿•✿●•
Cahaya itu, cahaya insan tersuci dan teragung sepanjang
rentang sejarah insan masriq dan magrib
Itulah cahaya maulud dari seluruh maulud yang telah
dan akan wujud di alam fana dan kemudian
•●✿•✿●•
Cahaya itu ialah ….. an-Nabi al-Ummi,
Lentera yg menyingkap gelapnya selimut alam kebodohan
Cahaya itu … Muhammad namanya,
putranda Abdillah al-Hanif dan Aminah al-Aminah,
12

dari kabilah Quraisy terkemuka di Bath-ha al-Mahmiyah,
Cahaya itu pendamping Khadijah al-Kubra al-Radhiyah,
ayahanda Fathimah al-Bathul al-Mardhiyah
•●✿•✿●•
Shalawat dan salam sejahterah senantiasa tercurah
atas pada Beliau, segenap Ahlul-Kisā nan suci
turut sembilan ithrah bestari Beliau,
para sang pasak bumi yang agung terwariskan
tak lupa al-Muntazhar, sang pengurai benang
kekalutan mustad’afin,
pengayak kerikil kedurjanaan mustakbirin
Salam sejahterah senantiasa tercurah
atas pada mereka yang terbang dengan
sayap-sayap kesyahidan dari kilatan pedang
‘taupun tegukan racun teramu.
Serta atas pada mereka yang menabur
benih-benih mahabbah
pada tiap relung jiwa-jiwa terpanggil
dalam bingkai harmoni insaniyah dan ihsan
•●✿•✿●•
Salam sejahterah atas pada para pujangga
dari Zuhair hingga al-Bushiri
dari Sharshari hingga Sa’di
dari Kaylani hingga al-Haddad
dari Farazdaq hingga al-Habsyi
al-Iraqi dari hingga Iqbal
dari Ibnu Faridh hingga Firdausi
serta tiap hakim faqih termaktub
dalam lembaran tercetak dan terpatri
Salam sejahterah atas mereka
Selama mentari menghangatkan pagi,
dan bintang menghiasi malam.
Selama air telaga tersibak,
angin menghempas ombak laut,
dan kumbang hinggap di ilalang
Salam sejahterah atas mereka
Selama surya pagi merekah cemerlang
berterbangan sekawanan burung layang-layang
13

14
dari pohon-pohon lebat rindang
dari savannah hingga bukit cadas.
Demikian sederat kalimat penutup
“Cahaya Tak Lekang”
dari daku yang haqir faqir ini,
putra Alwi, di tanah Betawi lahirnya
والسالم ىلع األحباب واملحبني ىف لك بقعة وأوان
والسالم ىلع من اتبع اهلدى بقلب سليم و وِجدان
والسالم ىلع من سار ىلع منهجهم بإحسان و عِرفان

15
Daftar isi
BUKU KESATU
HIMPUNAN ANEKA KITAB MAULID DENGAN TERJEMAHAN
Maulid al-Barzanji ___
Maulid al-Diba’I ___
Maulid al-‘Azb ___
Maulid al-Habsyi ___
BUKU KEDUA
HIMPUNAN ANEKA KITAB MAULID TANPA TERJEMAHAN
Maulid al-Barzanji ___
Maulid al-Diba’I ___
Maulid al-‘Azb ___
Maulid al-Habsyi ___
Maulid Ibn Dahiyah ___
Maulid Ibn Katsir ___
Maulid Ibn Hajr ___
Maulid al-Dardir ___
Maulid al-‘Arûs ___
Maulid Ibn Siyālah ___
Maulid al-Qasthalāni ___
Maulid al-Nabhâni ___
Maulid al-Manâwi ___
Maulid Mawlâ ‘Aidid ___

16
BUKU KETIGA
Al-Burdah Sejarah ___
Al-Hamaziyah Sejarah ___
BUKU KEEMPAT
Sekilas Tentang Pengertian Sejarah ___
Sekilas Tentang Pengertian Jahiliyah ___
Sekilas Tentang Asal Mula Bangsa Semit ___
Sekilas Tentang Bangsa Arab ___
Sekilas Tentang Keutamaan Bangsa Arab ___
Sekilas Tentang Kerajaan Bangsa Arab ___
Sekilas Tentang Seni & Budaya Bangsa Arab ___
BUKU KELIMA
Sekilas Tentang Definisi & Pembagian Hadits,
Sunnah, Khabar dan Atsâr ___
Sekilas Tentang Mujahadah Ibadah dan
Pencarian Ilmu Kaum Terdahulu ___
Sekilas Tentang Definisi & Pembagian Bid’ah ___
Sekilas Tentang Definisi Maulid ___
Sekilas Tentang Tujuan Utama Peringatan Maulid ___
Sekilas Tentang Sejarah Perayaan Maulid ___
Sekilas Tentang Pendapat Para Ulama Seputar Maulid ___
Sekilas Tentang Adab dan Tata Cara Mengadakan &
Menghadiri Maulid ___
Sekilas Tentang Qiyām & Istihdhār ___
Sekilas Tentang Dogma Nur Nabi saw ___
Sekilas Tentang Seranai Klasifikasi Kitab Maulid ___
Sekilas Tentang Terma Āl, Ahl, Bani, Sayyid & Syarif ___
Syair: Cahaya Tak Lekang ___

17
Muqaddimah
Saya memulai dengan bismillahirrahmanirrahimi. Segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam, Yang Maha Pemurah Yang Maha Penyayang, Yang
menguasai Hari Pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya
kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni'mat kepada mereka
dari para hamba-hamba Engkau yang shaleh; bukan (jalan) mereka yang
dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat dari agama, persaudaraan
dan kemanusian.
Shalawat dan salam sejahterah Allah Ta’ala senantiasa tercurah atas
pada cahaya dari segala cahaya, rahasia dari segenap rahasia, penawar duka,
pelipur lara, pembuka pintu gerbang, penghantar ketercapaian, junjungan kita,
Nabi Muhammad, insan terpilih, terbaik dan terluhur dari segenap penghuni
alam. Pula dihaturkan pada segenap keluarga Beliau, ahl al-Abā yang suci mulia
beserta para sahabat yang baik dan berjasa. Pula para hamba Allah yang saleh,
terdahulu dan terkemudian, atas mereka sekalian shalawat dan salam
sejahterah Allah sebanyak bilangan ni’mat dan karunia-Nya di alam nyata dan
tersembunyi.
Saudaraku seagama dan senusa yang budiman, sebagaimana telah kita
ketahui bahwa Indonesia adalah negera yang dihuni dengan beragam etnis,
budaya, dan kepercayaan. Mayoritas penduduknya beragama Islam, paling
tidak bersesuaian dengan sensus berdasarkan kartu penduduk selama ini dan
bahkan sebagai negara terbesar berpenduduk Muslim di dunia. Hingga kini,
mereka mengikuti ragam mazhab dan aliran yang telah masih ada dan dikenal

dunia maupun regional. Ada pula yang muncul ke permukaan dan menjadi
gelombang tsunami yang menakutkan, bagaikan akar epedimi yang menjalar ke
berbagai urat pemikiran masyarakat kota dan desa, hingga melebar dan
membentuk pengkotakan dan penyebaran penistaan menyerang terhadap
ajaran-ajaran para ulama terdahulu, memutarbalikan dan memanipulasi petitih
dan petuah mereka. Kaum reformis, protestannya Islam, dikenal dengan laten
mendunia, melem-parkan argumentasi destruktif terhadap para ulama, kyai,
sarjana Muslim lain, laksana menghadapi lawan di medan tempur. Walhal,
sungguh mereka mengetahui, kitapun mengetahui semua, bahwa Muslim
sesama Muslim adalah saudara yang disusui dari laktosa yang sama, laktosa
akan keimanan bahwa Tiada Tuhan kecuali Allah dan Nabi Muhammad saw
adalah Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Tapi begitulah detak kehidupan kaum
Muslimin sejak beberapa kurun. Sejarah hanya mengulang peristiwa kemarin
kepada putra-putri dunia sekarang. Terasa akan sulit upaya untuk menyulam
paduan lukisan warna hellenisme dan orientalisme yang dapat melahirkan
renaisans baru bagi ummat Muslim Dunia dewasa ini. Telah banyak terajut
dengan benang sinisme membuta dan sekterianisme tak berpangkal di pelbagai
wilayah dan negeri.
Sinisme, berasal dari kata sinis, berarti mengejek dan memandang
rendah, merupakan pandangan atau pernyataan sikap —pemikiran, kata dan
tindakan— yang mencemooh dan memandang enteng terhadap sesuatu.
Sinisme juga merupakan ketidakseimbangan pandangan; dalam arti hanya
melihat sisi negatifnya saja, dan membuang hal-hal positif. Jadi, pandangan
sinis terhadap tradisional human interest dan doktrin agama yang diyakini dan
mengejewantah bagi sekelompok yang berlainan telah mempengaruhi pola
pikir dan pandangan sekelompok lain dengan melontarkan sinisme tekstual,
verbal maupun piktural. Dari sinisme timbul kemudian pemutarbalikan dalil dan
tadlis wa labs (manipulasi data) karya tulis ulama terhadahulu yang banyak
dibaca ataupun sebagai referensi utama kajian keislaman yang beredar di
pasaran akhir-akhir ini. Sinisme menunjukkan suatu konsep pikir melalui
ketidakseimbangan pandangan yang merendahkan nilai-nilai keilahian yang ada
pada agama, mazhab, thariqah dan pohon keberagamaan yang universal.
Sinisme telah menjadi bagian besar dalam detak kehidupan manusia
post-modernisme dewasa ini, kaum metropolis maupun rural, terutama dalam
praktek dari pemahaman klasik guna sebagai bagian mediasi dalam upaya
mendekatkan diri ke kehadiran propetik. Maka sinisme terhadap mereka yang
mewujudkan melalui bentuk suatu perayaan normatif dari kemajemukan pola
rutinitas dan mobilitas keseharian seorang yang berharap untuk dapat
18

menjejaki napak tilas para pencinta di masa lalu dengan turut menghadiri ruang
yang merayakan ulang tahun kelahiran insan teragung dianggap dan ditanggapi
dengan sinisme dan sarkasme oleh sekelompok firqah yang mengatas-namakan
diri mereka sebagai kaum sanitazer, kaum purifier dengan bola api yang
menggelinding di banyak ruas dan sudut, terlebih daerah-daerah urban,
pinggiran kota besar dan hampir menyebar ke seluruh profinsi yang ada kini.
Itulah mapping mereka dalam social approach yang radikal.
Apakah kini sudah saatnya bagi kita untuk introspeksi dan ekstro-speksi?
Menanggalkan segala atribut dan propaganda terselubung bahwa kamilah
sebenarnya yang ‘adi’, yang ‘ter’ bukan kaum terda-hulu, kini, maupun
terkemudian ataupun yang selain ‘kami’. Bukan pula sekonyong-konyong
mengumandangkan, kamilah sesungguhnya yang berjalan pada garis manhaj
yang murni. maka masuklah, kau kan berada pada garis-garis yang benar. Itulah
sebagian lisan dan tinta mereka yang terdengar dan membasahi banyak kertas.
Bila Anda dari firqah (golongan) yang tak menyukai mereka yang gemar
mendengar dan atau mendendangkan pepujian kepada Insan termulia penutup
risalah kenabian, kelompok ini saya sebut dengan istilah ‘mauludfobia’. Maka
janganlah bersesumbar tak langsung maupun langsung terhadap mereka,
biarkanlah mereka yang suka. Kuncilah lidah dan keringkanlah pena dari
penistaan sesama saudara seagama dan senusa. Sesungguhnya, tiap anak Adam
dan Hawa di planet bumi ini, apatah ia abid ataupun durja, apatah ia alim
ataupun pandir, apatah ia raja ataupun darwis, apatah ia tajir ataupun faqir,
apatah ia pemadat ataupun pesolek, bahwa tiap mereka mempunyai cara dan
motive untuk suka dan tidak suka, untuk berbuat atau tidak berbuat. Itulah
warna pelangi dunia yang mau tak mau harus kau lihat dan menerima adanya.
Para pesuka akan bersikap tidak bersahabat terhadap orang-orang yang
melontarkan cemooh dan ejekan bahwa maulid bagian dari penyesatan. Bila di
antara kita hanya sebagai peretak pot-pot keramik indah dengan puspa-ragam
warna-warni bunga yang telah ditanam dan dihias oleh para syuyūkh dan
sarjana Muslim andal di bidangnya sejak berabad-abad silam.
Ketahuilah wahai saudaraku seagama dan senusa, bahwa garis
penyampai ke suatu titik dalam peta kehambaan bisa berbeda, sebagaimana
rute jalan menuju lokasi tertentu. Itulah ‘perbedaan’ garis, sedangkan tujuan
titik sama, yaitu ‘keridhaan Ilahi’ semata. Tak akan cukup usia walau seribu
tahun untuk berbicara perihal perbedaan, perihal keburukan seseorang
ataupun suatu kaum. Begitu pula, tak akan cukup usia untuk menulis lautan
ilmu dengan tinta nafas kita, walau ditambahkan berlipat tujuh kali usia dari
19

seribu tahun usia yang telah dilalui. Pandangan seseorang bisa berbeda
sederhana ataupun kompleks pada satu subyek atau objek yang sama, boleh
jadi pula ada bagian-bagian yang sama dalam melihat dan menilai sesuatu. Hal
itu kembali pada “bagaimana” dan “dimana” pijakan kita dalam berpendapat
dan menilainya; subyektifkah atau objektifkah?
Adapun ‘benar’ atau ‘salah’ kembali kepada pemahaman dan keyakinan
masing-masing individu —dengan ilmu sebagai tolak ukurnya, amal keseharian,
adat istiadat, status, ataupun norma-norma yang berlaku. Apakah dalam halhal
agama maupun profan. Benarnya sesuatu bagi seseorang, belum tentu
benar menurut orang lain.
Kaum saleh terdahulu, sungguh mereka jauh lebih cendekia, bestari dan
lebih arif dari orang sekarang di manapun dan dari manapun, apatah dalam
ilmu, akal dan amal. Mereka adalah kaum yang berselimut kesalihan dalam
bingkai maqamât yang bergerak gegas dalam ahwal kesaharian, akhlak mereka
adalah cermin murni sejati dalam ukhuwah (persaudaraan) antar sesama
dengan menerima segala warna perbedaan mazhab yang dikuti yang
bersumber dari refleksi sejarah kehidupan Nabi saw yang sarat dengan akhlaq
qur’ani. Bila kita semua dapat menanggalkan superioritas kemazhaban dan
kesukuan, maka jari-jari akan dapat bersentuhan bersalaman dan merangkul
dalam hangatnya persaudaraan Islami sejati. Sebaliknya, hari demi hari bintangbintang
redup dan menghilang, ada pula yang kian bergesar jauh dari orbit
keharmonisan, membungkus cahaya dirinya di tengah cahaya pseudo kota,
hingga keterasingan satu dengan lain begitu mencekam, dan kacaunya
konstalasi hingga akan terjadi lebih parah dalam ‘kemunduran berulang’
sebagaimana yang telah tercatat dalam sejarah di masa-masa lampau, sebagai
rentetan sejak peristiwa Hari Kamis sebagai turning point dan juga sejak
pasukan Temujin meluluhlantakkan Bagdad.
Kebencian kelompok intoleran takfiri sudah mencapai tahap halusinasi
akut yang kerap orang-orang seperti mereka mengandalkan teologi kebencian
ini tidak lagi memanipulasi realitas, tapi menciptakan fantasi yg sebenarnya
mengungkap diri dan karakteristik serta pikiran negatif mereka yang
sesungguhnya. Proyek-proyek pemetaan misi mereka disebarkan melalui
ragam media, khususnya situs-situs dan jejaring sosial agar lebih cepat
menjalar, mengkontaminasi pikiran kaula muda. Mereka bergerak di kantongkantong
daerah “cekak”, daerah yang baru tumbuh (urbabisasi), terutama
pinggiran kota yang dihuni dari beragam suku yang umumnya memiliki
pemahaman “cekak” pula dalam hukum dan ilmu agama.
20

21
Nampak jelas serangan sporadis kebilinger mereka terhadap berbagai
seremoni dan liturgi Islami di kalangan mainstream —seperti peringatan Maulid
Nabi Muhammad saw— yang telah masih diprak-tekan sejak berabad di
Nusantara dan berbagai celoteh-celoteh delusif serta tulisan-tulisan amburadul
mereka yg berisikan penistaan terhadap agama dan mazhab lain, juga halnya
kebhinekaan dan humaniora. Hendaklah bila kita tidak dapat bersikap visioner
dalam kerangka kesatuan dan persatuan sesama ummat Nabi Muhammad saw.
Paling tidak, kita berdiam dari sikap mengecam antar seagama dan senusa.
Bila kita tengok sejenak, melihat berbagai media massa cetak,
khususnya elektronik, akan kita temukan banyak sekali di sana-sini pemugaran
dan penghancuran situs-situs sejarah Islam di hampir seluruh jazirah Arabia,
terutama daerah al-Harāmian al-Syarifain. Betapa memilukan fenomena megaproyek
sejak dekade terakhir. Mereka lakukan semua itu dengan misi-misi
terselubung dengan konspirasi zionisme dan salibisme global. Mereka
menghilangkan jejak arkiologis monumental peninggalan Nabi Muhammad
saw, para keluarga Beliau dan sebilang para sahabat. Semua itu mereka lakukan
atas nama ‘progress’. Mereka ingin membangun dengan cara mereka, semegah
mungkin melebihi gaya bangunan kapitalis di Las Vegas. Sedangkan di lain sisi,
dengan dana yg mereka kucurkan ke negara-negara Islam sebagai corong
propaganda arabisasi mereka (gaya dan idea kelompok mereka), proses
transformasi ajaran mereka melalui teriakan bid’ah di hampir semua level dan
jaringan komunikasi sosial dengan sikap otoritarianisme dan menafikan seluruh
pendapat lain. Mereka dewakan pendapat segelintir yang mereka anggap pakar
tafsir dan hadits melebihi yang pernah lahir di bumi manapun. Kemudian
mereka menggunting dan membendung segala opini dari luar mereka ataupun
yang berseberangan. Mereka adalah plagiaris yang hanya menyomot paragraf
maupun alenia guna kepentingan penyelarasan pendapat mereka untuk dapat
direrima bagi kalangan yang dinina-bobokan, hingga bagi pemuda-pemudi
Muslim yang seusia jagung, belum mawas akan dialektika dan retorika mereka
serta kelamnya sejarah berdirinya firqah mereka dalam pentas sejarah dunia.
Kuatnya organisasi mereka yang ditopang dan disuplai dana besar yang boleh
jadi potensi keberhasilan mereka sebagai kelompok kecil yang terorganisir rapi
akan dapat merombak garis-garis klasik (tatanan dan tuntunan) yang telah ada
di dalam dan pada kelompok besar yang tidak terorganisir dan saling
mengkebiri, terlebih di Nusantara yang multietnik dan multi-kultural. Paling
tidak, sulitnya pendekatan akademis dan kultural antara mereka dengan yang
lain, yang akan terus tersisa dan berlanjut adalah sinisme dan sinkretisme,
kontaminasi terserap faham mereka yang akan meluas.

22
Sungguh tak akan banyak guna dari sebanyak dan seluas apapun dalil
yang dikemukakan, tulisan yang dikaji ulang dan memutar kembali rekaman
sejarah kepada mereka yang membenci perayaan Maulid Nabi saw dan ataupun
membenci terhadap yang gemar hadir serempni maulid, walau tak dipungkiri
bahwa kaum pencibirpun merayakan upacara lain yang mereka anggap tidak
berseberangan, bahkan yang diadakan di negara-negara belahan timur sebagai
suplier dana propaganda seperti pesta ekstravaganza, acara kebangsaan, dan
sebagainya.
Seyogyanya kita fahami, bahwa para penulis kitab maulid di masa-masa
silam dan akan datang, merangkum kisah kehidupan Nabi Muhammad saw
frngan sentuhan pujian puitis berdasarkan pengetahuan mereka yang
terbungkus dari luapan cinta dan rindu pada Nabi saw. Seorang yang ‘āsyiq
ma’syūq menggunakan bahasa rasa, kerap berbeda dengan bahasa verbal
umum, walau boleh jadi dalam kosa kata yang sama. Bilamana ada lisan sufistik
yang tidak dapat kita fahami dan kemudian kita menyalahi mereka, maka itu
pernyataan yang tidak pantas dan elok. Anda dan saya dan dia, atau mereka
bisa mempunyai pandangan berbeda dalam menilai atau berpendapat dalam
suatu ‘keadaan’ atau ‘bentuk’ yang sama. Ketidaksamaan pandangan anda
terhadap penulis dari beberapa bagian tulisannya, sama halnya dengan
ketidaksefahaman orang lain terhadap pendapat anda, terlebih lagi bahwa tiap
manusia tiada sempurna dalam seluruh sisi, dan tiap kaum mempunyai media
berbeda dalam mengeks-presikan rindu atau cinta. Dalam hal ini, saya akan
tetap berada dalam haluan kanan, haluan yang mencintai maulid (sesuai
dengan kaidah syara) bukan haluan lain ataupun non-haluan.
Melihat gerak denyut nadi kaum Muslimin Indonesia yang membenci
maulud dan hal-hal keagamaan lain yang telah ada diajarkan oleh para
pendahulu dari kalangan ulama, kyai dan ajengan yang saleh, sungguh amat
sangat memprihatinkan sikap dan ulah mereka. Bukan saja dalam hal-hal
tersebut, tapi mereka berani mengatakan sesuatu hal yang tak layak, dengan
sikap dan cara yang amat naif, mempertanyakan perihal agama Nabi sebelum
Beliau diangkat menjadi seorang Nabi dan Rasul Allah. Ini sungguh sudah
kebelinger. Tentu, sebagai seorang yang menggap dirinya atau disebut
“berilmu” agar dapat berhias diri dan menerima warna-warni hiasan lain, dan
seharusnya demikian. Sebagaimana para ulama terdahulu, walau mereka
berbeda (ikhtifa’) tapi mereka enggan dan tak berani dengan lantang
mengatakan “suatu golongan” telah sesat karena hal-hal parsial. Mereka
berpijak dengan ilmu dan nurani yang tercerahkan.

23
Tapi sayang seribu sayang, dewasa ini sebagai zaman maftun, bila para
pembenci maulid sudah sedemikian gegabah, maka saya katakan pula, mereka
bagaikan berpakaian serba putih, tapi sesung-guhnya tidak. Di tangan kanan
mereka ada parang yang meng-hunus dan tangan kirinya ada arang yang
mengotori diri-diri mereka sendiri nantinya. Penghitaman kening laksana
atraksi sirkus pantomim. Retorika mereka adalah semu laksana fatamorgana.
Mereka mau memberikan mawar berduri dengan bisa di tiap ruasnya kepada
setiap ‘yang terkecoh’ oleh manisnya propaganda mereka. Sejarah telah
mencatat sepak terjang mereka dari sumber mana mereka menimba dan ke
ngarai manakah mereka mengalir serta dari manakah asal pendanaan gerak laju
komunitas mereka. Bacalah lembaran-lembaran sejarah sebanyak mungkin
dengan baik, bagaimana kaum imprealisme dunia menyokong dan mendukung
gigih dalam mewujudkan pendirian dinasti Najd pasca tumbangnya Ottoman
Turki. Siapakah dan dari manakah asal para pemimpin dinasti itu secara
geneologis. Bacalah dari buku-buku yang telah ditulis para sarjana kritis dari
Barat dan Timur, juga pembocoran data spionase Britania Raya di semenanjung
Arabia sejak awal abad ke-18, Bacalah buku-buku sejarah klasik Islam seputar
awal perkembangan aliran-aliran serumpun dan yang berafiliasi dengannya.
Sehingga akhirnya kita akan dapat iqra’ nantinya, manakah yang dimaksud
sesungguhnya dengan kelompok-kelompok yang disebut oleh sejarah sebagai
firqah sesat dan menyesatkan itu.
Cukup kiranya saya cantumkan dua ayat al-Qur’ān dan satu al-Hadits
sebagai kajian bagi kita semua dan kaum minor yang menyatakan diri-diri
mereka sebagai kaum “purifier” yang meniupkan sangkakala permusuhan,
melontarkan jumrah kemusrikan dan kesesatan atas kaum mayor yang
mengadakan perayaan maulid dan sejenisnya sebagai bagian dari manifestasi
hubungan vertical dan horizatal yang luas. Semoga kita dilindungi dari golongan
yang disebut dalam ayat dan hadits berikut.
Allah swt memberikan contoh tentang orang yang telah mengumpulkan
banyak kebaikan dan atau amal ibadah akan tetapi nanti di akhirat,
amalan kebaikan yang diandalkannya tidak dapat banyak bermanfaat, bahkan
dapat habis terbakar, sebagai mana firman-Nya:

ْ
ْ
‏ِن
َ
ْ
ُّ
ْ
ْ
َ
ْ
ْ
ْ
َ
ُّ
َ
ْ
ْ
ْ
ُّ
ْ
ْ
ْ
ْ
ُّ
َ
ْ
َ
ٌ
ْ
َ
ُّ
ْ
ُّ
ْ
َ
ْ
ْ
ْ
َ
ُّ
َ
ْ
ْ
ُّ
َ
24
اْل ‏َْن ‏َلَ‏
ح
ْ يْ‏
‏َاب تَ‏ ج رِ‏ مِ‏ ن تَ‏
أ د ُّ أ دُّكُّمْ‏ أ ‏َن تَ‏ كُّون ‏َلَ‏ ن ‏َة مِ‏ ن نَخِ‏ يْ‏ ل أ ‏َعن
وَ‏
جَ‏
‏َيَ‏ وَ‏ ‏َحَ‏
ٌ
‏َة اء فَأ اَبا إِعصا ‏ٌر فِيْ‏ هِ‏ نَا ‏ٌر
‏ْكِ‏ ‏َبَ‏ ُّ و ‏َلَ‏ ذ ِ ‏ُّري
كُّل الث ر اتِ‏ و أَصاب
ع فَ‏ ُّ
ضُّ‏ َ ‏َصَ‏ َ
ِ ‏َمَ‏ َ
‏ْم ت فَ‏ ‏َكر ن
لَكُّ‏ م اْلي ‏ِت ل ‏َكُّ‏
تَ‏ َ يب
لَعَ‏
كَ‏ ذَ‏ لِكَ‏
فِيْ‏ ها مِ‏ ن
ف ‏َاح ْ ‏َتَ‏ َ قَ‏ تْ‏
َ ارُّ‏
ْ تِها
َ
ُّ و
َ ا
ُّ ال
َ ه
ن َ اّلل
َ يِ‏ ُّ
“Apakah ada salah seorang di antaramu yang ingin mempunyai kebun kurma
dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam
kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada
orang itu sedang dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil. Maka kebun
itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu
memikirkannya”.[ 1 ]
—
:
َ ‏ّل َ اّلل َ ُّ
ُّ و ْ لُّ‏ اّلل َ ِ
قَ‏ رَ‏ ال س
وىف رواية :
ص
اء
‏ُّدَ‏ ح ثَ‏ ُّ
ِ ل
َ و آَلِ‏ وَ‏ سَ‏ ‏َمَ‏
ْ لَي هِ‏
عَ‏
‏َانِ‏ ن اء
اْل ‏َسْ‏
ُّ س فَ‏ هَ‏ ُّ
ر
ُّ ي ْ جُّ‏
سَ‏ ‏َخ
اْلَحْ‏ ال ‏َمِ‏ ، ي
اْلَسن
‏َا مٌ‏
‏ِفِ‏ آخِ‏ رِ‏ َ وْ‏ مَ‏ الز انِ‏ ، أ ْ ‏َح دَ‏ اثُّ‏
قَ‏
ْ
مِ‏ ن
َ
ل ‏ُّون
‏َةِ‏ ، الَ‏ ‏ُّجَ‏ ي اوِ‏ زُّ‏
خَ‏ ‏ِْي قَ‏ وْ‏ لِ‏ الَْبَ‏ ِ ي
‏ُّمُّ‏ وُهُّ‏
ْ ن ا لَقِ‏ يت
‏َمَ‏
َ قُّو
‏َةِ‏ ، ف ‏َأ ‏َي
رق ‏ُّون مِ‏ ن ما ي ر ‏ُّق الر مِ‏ ي
َ يْ‏ نِ‏ ، كَ‏ َ
الس هْ‏ م مِ‏
الِ‏
ُّ َ نَ‏
إِيمَ‏ اْنُّ‏ ‏ُّمْ‏ حَ‏ رَ‏ نَاجِ‏ ‏ُهُّ‏
ْ
‏ُّل ‏ُّوْ‏ ‏ُهُّ‏ تْ‏ لِ ‏ِهِ‏ أ ‏َجْ‏ رً‏ ا لَ ي ‏ِة
ف ‏َإِ‏ ‏َن ‏ِفِ‏ قَ‏ ‏َاقْ‏ ت
ف
ن قَ‏ تَ‏
‏َامَ‏
‏ْقِ‏
‏ِهُّ‏ يَ‏ مَ‏ و ال
لِمَ‏
َ م
Rasulullah saw bersabda, “Pada Akhir zaman nanti akan muncul kaum usia
muda (ahdâsul asnân), berpikiran pendek (sufahâ’ul ahlâm), mereka
memperkatakan sebaik-baik ucapan kebaikan, mereka membaca al-Quran
tetapi bacaan mereka itu tidaklah melebihi (melampaui) kerongkongan
mereka, mereka memecah agama sebagai-mana keluarnya anak panah dari
busurnya, maka di manapun kamu menjumpainya, maka perangilah mereka,
sebab dalam memerangi mereka terdapat pahala di sisi Allah pada Hari Kiamat
kelak".[ 2 ]
Perlu digarisbawahi, di sini ada perbedaan arti antara kata al-qatl
dengan al-qitâl. Bukanlah dimaksud dengan ‘memerangi’ sebagaimana
membunuh dalam peperangan (harb, qitāl, ghazwah). Tapi memerangi dengan
—
ْ ، يَ‏ م
،
[ 1 ] QS. al-Baqarah: 266
[ 2 ] Shahih al-Bukhāri, No. 6930, Shahih Muslim, No.2462, Sunan Abu Daūd, No. 4767, Sunan
Nasa'i, No.4107, Sunan Ibnu Mājah, No.168 dan Sunan Ahmad, No. 616. Hadits dari jalur ‘Amir
al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi Thālib.ِ

pedang lisan dan pena ilmu. Lain hal bila mereka memulai memerangi dengan
fisik, maka al-‘aynu bil-‘ayni.
Sehingga diharapkan tidaklah berterus-terusan dalam kancah perang
saraf, sekterianisme, apriori buruk, otoritarianisme pemikiran dari kaum
pecemooh dengan penjejalan pendapat mereka kepada yang lain, kerap bila tak
seberpaham dengan mereka, berati ‘musuh dan tersesat’, Jelas, paradigma
seperti ini akan berdampak jauh lebih buruk dalam banyak aspek, seperti api
dalam sekam yang akan mudah membakar dan menggiring ke dalam jurang
kehancuran dini bersama-sama. Demikian cermin sejarah di masa silam.
Bukankah demikian?
Maulid, sebagaimana difahami dalam terma kita sebagai Muslim
(pesuka atau pencerca), telah dan masih dipraktekan dalam berbagai acara,
tentunya bagi pencinta merupakan sebagai instrumen jiwa yang menenangkan
dan memberikan stimulus kuat bagi sebagian untuk ‘lebih’ dalam bingkai
cermin kesalehan amal diri. Dan atau, sebagai bagian yang, hanya sekedar
tradisi nasional tanpa efek hanya bersifat temporal. Tentunya, bukan saja dalam
mengadakan dan menghadiri Maulid, paling tidak, itu satu dari sekian
‘pendorong nyata’ yang tentunya diharapkan dan dihimbaukan agar dalam halhal
itu tidak berdenyut dalam gerak periodik, bukan sekedar seremonial liturgis
belaka. Tapi diharapkan dengan acara peringatan maulid Nabi Muhammad saw
dapat memperingati kita melalui anfās Nabi saw (yakni al-Hadits), dapat
melahirkan kebaikan berkesinam-bungan dalam keseharian nyata kita, yakni
dalam kebajikan kehambaan dan interaksi sosial yang beragam.
Wahai pembaca budiman, bila turunnya hidangan dari langit berkat doa
Nabi Isa as, kemudian hari turunnya karunia yang bersifat materi yang
mengenyangkan perut-perit kaum al-Hawariyūn sebagai Hari Raya bagi
mereka. 3 Gerangan apakah yang akan kita jadikan hari lahirnya Nabi
Muhammad saw? Mengapa kita sebagai ummat Beliau tidak menjadikan hari
kelahiran Beliau sebagai Hari Rahmat yang penuh suka cita? Sedangkan telah
nyata termaktub bahwa Belia merupakan karunia terbesar bagi umat Muslimin
khusus dan umat-umat lain di berbagai belahan dunia umumnya, yang mana
kerasulan (keterutusan) Beliau sebagai rahmat bagi seluruh alam materi dan
immateri, alam langit dan bumi serta seluruh alam bāthin dan zhāhir. 4 Kata al-
‘ālamin memiliki tafsiran yang sama dengan kata al-‘ālamin pada surah al-
[ 3 ] Lihat QS. al-Māidah: 112-115
[ 4 ] Lihat QS. al-Anbiyā’:107 dan al-Taubah:128
25

Fātihah. Hari kelahiran Nabi Muhammad saw adalah Hari Rahmah yang di
dalamnya dapat diisi dengan pembacaan kitab maulid dan pemberian bingkisan
kasih-sayang kepada orang-orang yang tak mampu dalam bingkai persaudaraan
dan kemanusiaan, misalnya hadiah yang dapat bermanfaat untuk segenap
keluarga mereka, baik berupa sandang maupun pangan. Praktek-praktek
kongkrit tersebut merupakan bagian di antara sekian perwujudan dari refleksi
bingkai “rahmah” dan esensi dari perayaan Maulid Nabi saw itu sendiri, selain
personifikasi figure manusia teragung dalam ingatan kita. Itulah peringatan
maulid Nabi saw sebagai wahana yang memperingati diri-diri kita dan agar pula
ingat selalu. Maulid bukanlah “memperingati” Nabi saw, tapi “memperingati”
diri-diri kita melalui apa yang dibawa dan diajarkan Beliau, di antara sekian
mediasinya ialah melalui perayaan dan atau pembacaan maulid Nabi saw yang
tentunya termasuk majlis dzikir dalam pengertian luas.
Buku sederhana ini terdiri dari dua volume, dan pada volume kesatu
yang berada di tangan anda sekarang, terbagi dalam enam bagian yang memuat
kumpulan buku maulud yang masyhur di Nusantara dan beberapa subyek
tematis lain yang dinukil dari komentar dan pendapat para tokoh ulama piawai
dan penulis andal dari berbagai sumber klasik maupun kontemporer serta
disiplin ilmu tertentu. Tentunya, tidak menutup kemungkinan adanya kehilafan
dan atau kekurangsesuaian di sana-sini dalam penulisannya. Pada hemat saya,
semua pasal dalam buku ini saling terkait, misalnya, seputar sejarah bangsa
Arab, merupakan kaleideskop bangsa Arab; pra dan pasca kelahiran Nabi
Muhamad saw, sehingga akan lebih mudah memahami kemudian bagaimana
Nabi saw tampil di tengah-tengah bermacam suku dan karakter. Begitu juga
bahasan-bahasan lainnya.
Tentunya, saya persembahkan buku ini hanya kepada para pecinta
maulid Nabi saw semata, guna menambah wawasan mereka seputar maulid
dalam perspektif yang agak lebih luas dan bersesuaian dengan pola Islami
(seperti tidak adanya pencampuran kaum Adam dan Hawa dalam satu tempat,
sehingga jarak duduk antar mereka berdekatan, tanpa penyekat sesuai syara’)
sekaligus menyegarkan kembali ingatan kita akan figure agung sepanjang
bentangan lembaran sejarah manusia, Nabi Muhammad saw. Buku ini bukan
sekali-kali untuk dibaca oleh pencemooh (ahlul-hazl), sehingga tidak menjalar
fitnah antar sesama muslim sejak beberapa dasawarsa terakhir. Lagi pula, agar
yang lainya pun dapat lebih merasakan bebasnya angin masuk ke buhul mereka,
ke dalam tatanan masyarakat majemuk dan tak terjadi dikotomi antar ragam
bingkai lukisan dalam homogitas dunia muslim yang ada, khususnya di
Nusantara, yang kini sedang mencari-cari (bagaikan mata rantai yang hilang,
26

missing link) akan sosok agamawan sejati sebagai figur sentral. Maka, biarkan
para pecinta dan pesuka begerak seperti di era-era berlalu.
Ada beberapa bagian dalam suatu kitab maulid yang tidak saya berikan
catatan kaki, dan akan saya berikan pada bagian dari subyek yang sama pada
kitab maulid lain. Misalnya, di kitab maulid al-Barjanzi tidak diberi keterangan
tambahan seputar pembelahan dada Nabi saw (syaq al-shadr) baik dari segi
kekuatan transmisi kisah itu, pengulangan peristiwanya, validitasnya dan
hikmahnya, maka akan saya berikan catatan dalam kitab maulid al-Habsyi, atau
Simth al-Durar yang masyhur.
Pastinya, buku ini berada di tangan anda dengan adanya bantuan
banyak orang. Maka tidaklah lupa saya mengucapkan banyak terimakasih
kepada mereka yang terlibat dalam pembuatan buku ini, dari yang dekat dan
jauh, yang telah turut memberikan kontribusi materi maupun masukan berguna
dalam edisi awal maupun nanti bilamana diperlukan adanya revisi. Juga
terimakasih bagi para penulis Muslim yang telah memberikan pencerahan
keislaman di banyak artikel yang tersebar, baik cetak maupun elektronik.
Semoga Allah Ta’ala memberikan dan menjadikan buku ini dan buku-buku serta
tulisan-tulisan mereka yang membangun sebagai penghantar manfaat
berkesinambungan bagi diri saya sebagai penyusun dan juga bagi semua
khalayak Muslim dan Muslimah yang hendak iqtibas dari Cahaya Maulid Nabi
saw. Bila mana ada kesalahan dalam rangkuman buku ini agar dimaafkan,
sebagaimana pepatah, ‘Pada setiap pensil ada penghapusnya’. Bila kita tak bisa
laksana sisir, paling tidak kita menyukai orang-orang Muslim yang bertindak
laksana sisir, rata di seluruh permukaannya”.
Kiranya pula, segala yang termaktub dalam buku sederhana ini tidaklah
dijadikan sebagai ajang pengkebirian antar sesama, tidak pula penghantar arus
pertarungan ideologi dan doktrin destruktif dalam homoginitas kebangsaan.
Tidak pula tidak dijadikan rangkaian pengukuhan ego-sentris, ego-mazhab dan
ego-partai sebagai ‘yang ter’.
Dengan kemahabelaskasihan Allah Ta’ala dan kemahamurahaan-Nya,
kiranya menerima segala bentuk amal baik kita yang zahir maupun batin dan
dapat memberatkan timbangan kebaikan kita sekalian di akhirat kelak. Kiranya,
Allah Ta’ala tidak jadikan amal-amal baik kita terbakar habis karena prejudis
(zhan) dan kebencian mengejewantah dan melahirkan kedengkian buta.
27

Semoga pula, dengan kemulian dan keluhuran Nabi Muhammad saw
yang agung dan para hamba-hamba Allah yang saleh dan segenap ulama al-
Abrâr yang disebut dalam buku ini, dengan wasilah Asma’-Nya dan kemuliaan
mereka, kiranya Allah sirami mahabbah kita dengan Luthf-Nya, dan karuniakan
pada kita akan keberkahan dalam ilmu, usia, harta dan keturunan, serta kita
dihimpun dalam kelompok para pecinta mereka yang dianugerahi syafaat
mereka di Hari Akhir. Tiada daya berbuat kebaikan dan tiada upaya mencegah
keburukan hanya dengan pertolongan dari sisi Allah Yang Maha Tinggi Yang
Maha Kuasa semata, Kepada Dia jualah kita berserah diri dan akan kembali.
Dialah Empu alam raya dan segala isinya dan di antara keduanya, serta ‘Arsy
yang agung.
28
Wassalam.
Saleh Alattas