13.11.2018 Views

Buku Rinjani 1

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

RINJANI<br />

DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />

<strong>Buku</strong> ini didedikasikan untuk mendiang sahabat<br />

kita bersama Alm. Dr. Ir. Budi Brahmantyo, M.Sc,<br />

atas upayanya menggagas Geopark pertama di Indonesia<br />

“RINJANI”<br />

”Harapan harus dengan amal.<br />

Jika tidak, ia hanya angan-angan”.


RINJANI<br />

DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />

HERYADI RACHMAT<br />

UJANG KURDIAWAN<br />

BANDUNG<br />

2018


RINJANI<br />

DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />

Penulis<br />

Heryadi Rachmat<br />

Ujang Kurdiawan<br />

ISBN : 978-602-9105-75-9<br />

Penyunting<br />

A. Djumarma Wirakusumah<br />

Atep kurnia<br />

Desain Sampul, Grafis dan Penata Letak<br />

Asep Saefudin<br />

Diterbitkan oleh<br />

Museum Geologi - Badan Geologi<br />

Kementerian ESDM<br />

Cetakan pertama 2018<br />

Hak Cipta<br />

© Museum Geologi 2018<br />

Semua foto dan gambar merupakan hasil karya penulis<br />

kecuali yang tertulis sumbernya<br />

Hak cipta dilindungi Undang-undang.<br />

Dilarang mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh<br />

isi buku ini untuk keperluan komersil tanpa izin tertulis dari penulis.


SAMBUTAN<br />

Masyarakat dan bangsa yang maju ditandai dengan<br />

kesadaran utuh terhadap sejarahnya. Tidak hanya<br />

tentang manusia namun juga alam membentang yang maha<br />

kaya.<br />

<strong>Rinjani</strong> adalah kesadaran, tak hanya gunung dan ekosistem<br />

yang menawan, kesadaran yang di dalamnya sarat nilai,<br />

budaya, sosio-kultural, keragaman flora dan fauna, khasanah<br />

geologis, antropologis dan segenap nilai yang hidup dalam<br />

rentang sejarah yang panjang.<br />

<strong>Buku</strong> ini mengupas satu sisi yang sering terabaikan. Proses<br />

evolusi kompleks yang patut menjadi pembelajaran bagi kita<br />

semua.<br />

Semoga bermanfaat.<br />

Terima kasih untuk kedua penulis.<br />

Mataram, 29 Januari 2018<br />

Gubernur Nusa Tenggara Barat<br />

Muh. Zainul Majdi<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

iii


SAMBUTAN<br />

Puji dan syukur kami panjatkan ke<br />

hadirat Tuhan yang Maha Esa atas<br />

terbitnya buku <strong>Rinjani</strong>, Dari Evolusi<br />

hingga Geopark yang ditulis oleh<br />

Saudara Heryadi Rachmat dan Ujang Kurdiawan. Saya menyambut<br />

baik penerbitan buku yang merekam evolusi dan<br />

sejarah kegunungapian <strong>Rinjani</strong> berikut berbagai potensi kegiatan<br />

wisata yang berbasiskan kepada ilmu kebumian, termasuk<br />

geowisata dan geopark, di Provinsi Nusa Tenggara Barat.<br />

Sebagaimana diketahui, G. <strong>Rinjani</strong> adalah gunungapi tertinggi<br />

kedua di Indonesia, setelah G. Kerinci. Gunung strato<br />

berdanau kawah ini mencapai 3.726 m tingginya. Berdasarkan<br />

catatan sejarah letusannya, <strong>Rinjani</strong> memiliki tiga masa kegiatan,<br />

yaitu kegiatan pra-kaldera, saat pembentukan kaldera<br />

dan pasca pembentukan kaldera.<br />

Dengan berbagai potensi yang dikandung gunungapi ini,<br />

kawasan tersebut telah diwujudkan dengan konsep geopark.<br />

Buktinya, pada 14 November 2013 di sekitar kawasan gunung<br />

ini ditetapkan sebagai geopark nasional. Kemudian, pada 12<br />

April 2018, Geopark <strong>Rinjani</strong> dikukuhkan sebagai salah satu<br />

anggota UNESCO Global Geopark (UGG) atau Geopark<br />

Global UNESCO.<br />

Dalam buku ini, penulis telah berusaha menginventarisasi<br />

dan mengkompilasi berbagai informasi yang terkait dengan<br />

kegunungapian <strong>Rinjani</strong> berikut berbagai potensinya, termasuk<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

v


memasukkan hasil penelitian terkini mengenai evolusi Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong>. Dalam praktiknya, kedua penulis meramu berbagai<br />

bahan dengan bahasa yang relatif populer sehingga mudah<br />

dipahami oleh semua kalangan.<br />

<strong>Buku</strong> ini merupakan bagian dari tugas dan fungsi Museum<br />

Geologi dalam mengedukasi dan penyampaian informasi<br />

kegunungapian pada seluruh lapisan masyarakat.<br />

Oleh karena itu, saya menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya<br />

kepada penulis buku ini, penyunting A. Djumarma<br />

Wirakusumah dan Atep Kurnia, serta semua pihak yang<br />

telah mendukung penulisan buku ini, dan membantu proses<br />

penerbitannya. Semoga isi buku ini bermanfaat dan menjadi<br />

salah satu acuan bagi siapapun yang melakukan kajian lebih<br />

lanjut mengenai Gunung <strong>Rinjani</strong> beserta berbagai potensinya.<br />

Bandung, Oktober 2018<br />

Kepala Museum Geologi,<br />

Iwan Kurniawan<br />

vi<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


KATA PENGANTAR<br />

<strong>Buku</strong> berjudul <strong>Rinjani</strong> : Dari Evolusi hingga Geopark<br />

ini membahas proses kebumian Gunung <strong>Rinjani</strong> dari<br />

dulu hingga kini, beserta implementasi perlindungan keragaman<br />

geologinya melalui pengembangan geowisata sebagai<br />

pendukung terwujudnya konsep geopark.<br />

Dari sisi sejarahnya, hingga akhir abad 20, waktu pembentukan<br />

Kaldera Gunung <strong>Rinjani</strong> masih belum diketahui. Penelitian-penelitian<br />

yang dilakukan selama itu belum menyentuh<br />

proses letusan dahsyat serta menghasilkan Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />

Penelitian ihwal waktu pembentukan kaldera baru dilakukan<br />

pada awal abad 21, melalui pengukuran umur arang kayu<br />

pada piroklastik, dan produk sulfat aerosol di Kutub Utara<br />

maupun Kutub Selatan, sehingga diketahui bahwa Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> terbentuk pada tahun 1257.<br />

Dalam buku ini, kami menjelaskan juga karakteristik<br />

produk Gunung <strong>Rinjani</strong> yang dihasilkan dari periode vulkanisme<br />

sebelum terbentuk kaldera, saat terbentuk kaldera,<br />

dan setelah terbentuk kaldera. Selain itu, dalam buku ini, kami<br />

juga menjelaskan dahsyatnya erupsi tahun 1257 dan akibat<br />

yang ditimbulkan terhadap iklim dunia, termasuk kesaksian<br />

yang termaktub dalam peninggalan tertulis yang ada di Pulau<br />

Lombok.<br />

Pada gilirannya, <strong>Rinjani</strong> merupakan kawasan yang pertama<br />

kali diusulkan menjadi geopark oleh Ikatan Ahli Geologi<br />

Indonesia (IAGI) pada tahun 2007. Perjalanan <strong>Rinjani</strong> hingga<br />

ditetapkan sebagai geopark nasional (2013) dan geopark<br />

global (2018), diperoleh melalui berbagai kegiatan mulai dari<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

vii


survei, seminar nasional maupun seminar internasional. Proses<br />

tersebut juga kami gambarkan dalam buku ini, termasuk<br />

keragaman geologi, hayati, dan budaya yang menjadi tiga pilar<br />

pembentukan suatu geopark.<br />

Atas tersusunnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih<br />

yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang mendukung u-<br />

paya ini, terutama kepada Bapak Ignasius Jonan (Menteri Energi dan<br />

Sumber Daya Mineral), Bapak Dr. TGH. M. Zainul Majdi (Gubernur<br />

Nusa Tenggara Barat), Bapak Ir. Rudy Suhendar, M.Sc (Kepala Badan<br />

Geologi), Bapak Iwan Kurniawan, ST (Kepala Museum Geologi), Bapak<br />

Ma’mur, ST. M.Hum. (Kepala Seksi Edukasi dan Informasi), Bapak<br />

Arief Kurniawan, ST., MT. (Kepala Seksi Peragaan), Bapak Johan<br />

Budi Winarto, ST. , MT. (Kepala Seksi Dokumentasi dan Konservasi),<br />

Bapak Ir. Oman Abdurahman, M.T., Bapak Dr. Igan S. Sutawidjaja,<br />

Bapak Mutaharlin (Ketua Pos Pengamatan G. <strong>Rinjani</strong>) serta berbagai<br />

pihak lainnya yang tidak dapat kami sampaikan satu per satu.<br />

Dengan terbitnya buku ini, kami berharap semoga dapat<br />

menambah wawasan dan memberikan manfaat bagi semua<br />

pihak yang berkepentingan dalam mengelola perlindungan<br />

dan pemanfaatan keragaman geologi, hayati, dan budaya<br />

yang ada di sekitar Geopark Global Kaldera <strong>Rinjani</strong> dengan<br />

tujuan untuk mengedukasi dan meningkatkan taraf ekonomi<br />

masyarakat setempat secara berkelanjutan.<br />

Bandung, Oktober 2018<br />

Penulis<br />

Heryadi Rachmat<br />

Ujang Kurdiawan<br />

viii<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


DAFTAR ISI<br />

Sambutan Gubernur NTB ............................................<br />

Sambutan Kepala Museum ..........................................<br />

Kata Pengantar ...........................................................<br />

Daftar Isi .....................................................................<br />

iii<br />

v<br />

vii<br />

ix<br />

Bab 1 Selamat Datang di Pulau Seribu Masjid .............. 1<br />

Tata pemerintahan ............................................ 6<br />

Dalam Haribaan Geologi Regional .................... 10<br />

Demografi ........................................................ 15<br />

Bab 2 Istana Dewi Anjani............................................. 17<br />

Gunungapi Tertinggi Kedua ............................... 20<br />

Surga Para Pendaki............................................. 23<br />

BAB 3 Sejarah Letusan ke Aktivitas Terkini ..................... 29<br />

Aktivitas Terkini................................................. 34<br />

Pengaruh Gempa Terhadap Aktivitas<br />

G. <strong>Rinjani</strong> ........................................................ 39<br />

BAB 4 Sarat Catatan, Kaya Penelitian .......................... 43<br />

Penelitian Produk Letusan ................................. 49<br />

BAB 5 Jangan Lupakan Samalas ................................... 59<br />

Misteri Letusan 1258.......................................... 63<br />

Babad Lombok Menguak Samalas...................... 70<br />

BAB 6 Hikayat Tua Sang Arga....................................... 79<br />

Aliran Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>....................... 85<br />

Piroklastik Kaldera <strong>Rinjani</strong>.................................. 88<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

ix


BAB 7 Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong>............................. 91<br />

Penyebaran Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.................. 94<br />

Penyebaran Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.............. 95<br />

Penyebaran Piroklastik Pra Terbentuknya<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 102<br />

Penyebaran Piroklastik Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.......... 102<br />

Penyebaran Piroklastik Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>...... 102<br />

Penentuan Umur Pembentukan Kaldera ............ 105<br />

BAB 8 Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong>...................... 111<br />

Asal Magma Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>................ 114<br />

Asal Magma Lava Pasca-kaldera <strong>Rinjani</strong> ............. 114<br />

Asal Magma Piroklastik Pra, Sin dan Pasca<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 114<br />

Pengaruh Tektonik Lempeng Terhadap<br />

Pembentukan Gunungapi .................................. 116<br />

Tipe Letusan Gunungapi Pembentuk<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 116<br />

Unsur Tanah Jarang Dan Unsur Jejak Lava Pra<br />

Dan Pasca Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> ............... 120<br />

BAB 9 Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> .......... 121<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Berdasarkan Aliran Lava Pra-Kaldera ................. 124<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Berdasarkan Aliran Lava Pasca-Kaldera .............. 124<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

Endapan Piroklastik Pra-Kaldera .......... 125<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

Endapan Piroklastik Pasca-Kaldera ....... 126<br />

x<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 10 <strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia ....................... 129<br />

Geopark di Indonesia....................................... 135<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong>............................................... 135<br />

Situs Geopark <strong>Rinjani</strong> ...................................... 139<br />

BAB 11 Dari Puncak Gunung Api Warisan Geologi<br />

Geopark Dunia ................................................ 147<br />

Batulayar Hingga Punikan................................. 150<br />

Tiu Pupus ke Mayung Putih............................... 153<br />

Dalam Haribaan <strong>Rinjani</strong>.................................... 154<br />

Grengengan Hingga Aik Kalak........................... 160<br />

Antara Narmada dan Korleko........................... 162<br />

BAB 12 Keragaman Hayati, Kekayaan Budaya.............. 169<br />

Keragaman Hayati........................................... 173<br />

Keragaman Budaya.......................................... 176<br />

BAB 13 Bagaimana Selanjutnya ?.................................. 183<br />

Makna Ilmiah Internasional, Nasional,<br />

Regional dan Lokal ......................................... 186<br />

Peluang Pendukung Geopark............................ 188<br />

Upaya Perlindungan Keragaman Hayati........... 189<br />

Menuju Tuan Rumah APGN Ke-6 .................... 190<br />

Daftar Pustaka.............................................................. 195<br />

Daftar Istilah ............................................................... 199<br />

Riwayat Penulis<br />

RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

xi


BAB I<br />

Selamat Datang<br />

Di Pulau Seribu Masjid


Masjid-masjid berdiri di setiap desa di sepanjang<br />

perjalanan di pulau ini. Keberadaan<br />

tempat ibadah umat Islam itu menjadi pertanda<br />

bahwa di pulau ini mayoritas masyarakatnya muslim.<br />

Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Pulau<br />

Lombok dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid.<br />

Berbicara tentang Lombok, pulau ini merupakan<br />

salah satu dari pulau utama yang membentuk<br />

Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara ke-<br />

seluruhannya dari 278 pulau kecil yang berada di<br />

sekeliling Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, pulau<br />

utama lainnya. Dari ratusan pulau tersebut, 32<br />

di antaranya telah berpenghuni (BPSNTB, 2012).<br />

Masjid Hubbul Wathan Islamic Center, merupakan salah satu<br />

masjid terbesar dan termegah di Nusa Tenggara Barat.<br />

(Foto: islamiccenter_ntb)<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

3


Provinsi NTB terletak antara 115 o 46’-119 o 5’ Bujur Timur<br />

dan 8 o 10’-9 o 5’ Lintang Selatan, dengan luas daratan 20.153.15<br />

km2 yang membentang dari barat ke timur. Satu per tiga dari<br />

luas tersebut adalah Pulau Lombok, yakni mencapai 5.435<br />

km², dan menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar<br />

pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota Mataram adalah<br />

ibu kota Provinsi NTB.<br />

Pulau ini terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat<br />

barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau<br />

ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam “ekor” di<br />

sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini<br />

dapat dicapai dari Pulau Jawa lewat Pulau Bali dengan menggunakan<br />

kendaraan pribadi maupun angkutan umum dari<br />

Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya<br />

dan Bali. Perjalanan darat ini melintasi Selat Bali yang menghubungkan<br />

Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk dan Selat Lombok<br />

yang menghubungkan Pelabuhan Padang Bai – Lembar dengan<br />

menggunakan sarana angkutan laut.<br />

Keadaan iklim pada umumnya kering. Namun, lebih basah<br />

bila dibanding dengan iklim rata-rata Pulau Sumbawa.<br />

Curah hujan rata-rata di Pulau Lombok adalah 2000-4000<br />

mm, sedang curah hujan di Pulau Sumbawa rata-rata 500-<br />

1000 mm. Keadaan iklim ini mempengaruhi pola penyebaran<br />

kegiatan pertanian dan penyebaran penduduk.Karena sekitar<br />

dua pertiga dari seluruh areal pertanian NTB ada di Pulau<br />

Lombok.<br />

Di samping itu, Lombok dilalui oleh Garis Wallacea,<br />

yakni kawasan biogeografis yang mencakup sekelompok pulau-pulau<br />

dan kepulauan di wilayah Indonesia bagian tengah,<br />

terpisah dari paparan benua-benua Asia dan Australia oleh selat-selat<br />

yang dalam. Nama Wallacea sendiri diambil dari naturalis<br />

Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang mendeskripsikan<br />

batas-batas biologis kawasan zoogeografisnya.<br />

4 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Selama sekitar enam tahun berkutat di Hindia Belanda,<br />

Alfred menyimpulkan bahwa keragaman di Indonesia berbeda<br />

antara wilayah Indonesia bagian barat dan timurnya.<br />

Menurutnya, keragaman tersebut berkaitan dengan pola<br />

persebaran fauna Asia dan Australia dalam tempo yang sangat<br />

lama. Alfred memberinya garis pemisah yang memanjang<br />

dari utara hingga ke selatan, tepatnya memanjang dari Selat<br />

Makassar hingga perbatasan antara Bali dan Lombok.<br />

Dengan demikian, kawasan Wallacea meliputi pulau-pulau<br />

Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor,<br />

Halmahera, Buru, Seram, serta banyak pulau-pulau kecil di<br />

antaranya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kawasan<br />

Wallacea memuat seluruh Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan<br />

Maluku.Wilayah ini terletak di antara Paparan Sunda atau<br />

Dangkalan Sunda di barat, dan Paparan Sahul atau Dangkalan<br />

Sahul di timur. Total luas daratan kawasan Wallacea sekitar<br />

347,000 km².<br />

Dampaknya, Lombok memiliki spesies flora dan fauna<br />

yang unik, karena menjadi titik pertemuan pengaruh kedua<br />

benua tersebut. Posisi ini menjadikannya tempat yang menarik<br />

untuk melakukan penelitian dan studi tentang alam dan<br />

biologi.<br />

Bagi pengembangan wisata, Pulau Lombok terletak pada<br />

segitiga emas destinasi pariwisata utama di Indonesia yakni<br />

Pulau Bali di sebelah barat, Tana Toraja dan Bunaken di sebelah<br />

utara, dan Pulau Komodo di sebelah timur. Lombok juga<br />

beradapada segitiga emas pelayaran lintas nasional dan internasional<br />

yakni Surabaya di sebelah barat, Makassar di utara<br />

dan Darwin, Australia, di timur. Posisi ini memberikan berkah<br />

kepada Pulau Lombok karena tidak hanya strategis sebagai<br />

destinasi wisata tetapi juga tempat transit kapal-kapal layar<br />

dari Darwin.<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

5


Tata Pemerintahan<br />

Secara administratif, Pulau Lombok terdiri dari empat<br />

kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten<br />

Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten<br />

Lombok Utara, dan Kota Mataram.<br />

Luas wilayah Kabupaten Lombok Barat adalah ±<br />

2.215,11 Km 2 , yang terdiri dari daratan seluas ± 862,62<br />

Km² dan lautan seluas ± 1.352,49 Km². Berdasarkan ketetapan<br />

Undang-undang No. 26 Tahun 2008 tentang pembentukan<br />

Daerah Otonomi Baru tertanggal 30 Desember 2008<br />

Kabupaten Lombok Barat terbagi dalam 10 kecamatan, 88<br />

Desa dan 671 Dusun, di mana Kecamatan Sekotong memiliki<br />

wilayah terbesar dengan luas wilayah ± 330,45 Km² dan terkecil<br />

Kecamatan Kuripan dengan luas wilayah ± 21,56 Km².<br />

Secara geografis, Kabupaten Lombok Barat terletak<br />

antara 115 o 46’ dan 116 o 28’ Bujur Timur dan dan 8 o 12’-8 o 55’<br />

Lintang Selatan. Ibu kotanya terletak di Gerung, yang mempunyai<br />

luas wilayah ± 2.215,11 km² yang terdiri dari daratan<br />

seluas ± 862,62 Km² dan lautan seluas ± 1.352 Km².<br />

Keadaan alamnya berupa pegunungan yang membentang<br />

dari Kecamatan Lingsar sampai Kecamatan Narmada dan<br />

menjadi sumber air sungai yang mengalir ke wilayah bagian<br />

tengah dan bermuara di pantai barat; daerah berbukit-bukit<br />

yang terletak di bagian selatan meliputi Kecamatan Sekotong<br />

dan Kecamatan Lembar di bagian selatan; serta daerah dataran<br />

rendah, yang membentang dari perbatasan ujung Timur<br />

dengan ujung Barat.<br />

Kemudian luas wilayah Kabupaten Lombok Tengah<br />

mencapai 1.208,39 km². Posisinya berada pada 82°7’-8°30’<br />

Lintang Selatan dan 116°10’-116°30’ Bujur Timur, membujur<br />

mulai dari kaki G. <strong>Rinjani</strong> di sebelah utara hingga ke pesisir<br />

Pantai Kuta di sebelah Selatan dengan beberapa pulau kecil<br />

yang ada disekitarnya.<br />

6 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Karena wilayahnya yang membujur dari utara ke selatan,<br />

letak dan ketinggian Lombok Tengah bervariasi mulai dari nol<br />

(0) hingga 2000 meter dari permukaan laut. Secara garis besar<br />

topografi masih mirip dengan kabupaten lain di Pulau Lombok.Ibu<br />

kota kabupatennya ada di Kota Praya, yang memiliki<br />

ketinggian 100 sampai dengan 200 meter dari permukaan<br />

laut.Secara administrasi pemerintahan, wilayah ini terdiri dari<br />

atas 12 Kecamatan, 127 desa dan 12 kelurahan, dengan jumlah<br />

dusun 1.354 dusun dan 59 lingkungan.<br />

Masuk ke Kabupaten Lombok Timur. Wilayahnya terletak<br />

pada 116 o – 117 o Bujur Timur dan 8 o – 9 o Lintang Selatan<br />

dengan luas wilayah mencapai 2.679,99 km 2 yang terdiri dari<br />

daratan seluas 1.605,55 km 2 (59,91 % luas Lombok Timur)<br />

dan lautan seluas 1.074,33 km 2 (40,09 % luas Lombok<br />

Timur).<br />

Ketinggian topografi di Lombok Timur Cukup bervariasi<br />

mulai dari 0 meter diatas permukaan laut yang merupakan<br />

dataran pantai dibagian selatan Lombok Timur hingga 3.775<br />

meter diatas permukaan laut yang berupa areal Pegunungan<br />

<strong>Rinjani</strong> di bagian utaranya. Ibu kota kabupatennya yaitu Kota<br />

Selong berketinggian 148 meter dari permukaan laut.<br />

Selanjutnya Kabupaten Lombok Utara. Pada awalnya kabupaten<br />

ini merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat.<br />

Secara administratif Kabupaten Lombok Utara terdiri dari 5<br />

kecamatan dan 33 desa dan 332 dusun. Kelima kecamatan itu<br />

yaitu Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan<br />

Bayan, sedangkan yang menjadi ibu kota Lombok Utara adalah<br />

Tanjung. Secara keseluruhan, luas wilayah Lombok Utara<br />

mencapai 80.953 Ha. Wilayahnya terletak di bagian sebelah<br />

barat dari Pulau Lombok, letaknya diapit antara Kabupaten<br />

Lombok Barat dan Selat Lombok.<br />

Topografi Lombok Utara sepanjang wilayahnya dari arah<br />

selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

7


yaitu Pemenang yaitu sebagian pegunungan dan Hutan Pusuk<br />

Pas merupakan milik Kabupaten Lombok Utara. Disamping<br />

kondisinya merupakan wilayah pegunungan mulai dari arah<br />

selatan dibatasi dengan pantainya yang cukup bersih dengan<br />

pemandangan yang indah.<br />

Memang sebagian besar lahannya berupa hutan mencakup<br />

hutan yang mencapai sekitar 36.186,35 Ha atau 44,70<br />

% dari luas daratan mencapai 809,53 km 2 , yang terdiri<br />

dari Taman Nasional Gunung <strong>Rinjani</strong> seluas 12.357,67 Ha,<br />

Hutan Lindung Rempek seluas 630,22Ha , Hutan Pusuk seluas<br />

11.042,56 Ha, hutan produksi Tetap Pandan Mas seluas<br />

739,78 dan Gunung <strong>Rinjani</strong> seluas 4.431,74 Ha serta Hutan<br />

Produksi terbatas seluas 6.984,38 Ha.<br />

Kabupaten Lombok Utara memiliki 92 Sumber Mata Air.<br />

Selain air tanah, Kabupaten Lombok Utara memiliki sumber<br />

air permukaan sungai yang berasal dari empat sungai yang<br />

cukup besar dan hulunya berada di sekitar lereng Gunung<br />

<strong>Rinjani</strong> dan bermuara di pantai barat (Selat Lombok), yakni<br />

Sungai Rangsot, Sungai Bentek, Sungai Sokong dan Sungai<br />

Braringan.<br />

Wilayah administratif yang terakhir adalah Kota<br />

Mataram. Kota ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor<br />

4 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah<br />

Tingkat II Mataram. Kota ini menjadi ibukota NTB sekaligus<br />

pusat pendidikan dan peredaran barang dan jasa dengan pintu<br />

masuk sebelah barat terdapat Bandara Selaparang, sebelah<br />

selatan melalui Pelabuhan Lembar yang datang dari Padang<br />

Bai (Bali) dan sebelah Timur Pelabuhan Kayangan, Labuan<br />

Lombok yang datang dari pulau Sumbawa.<br />

Kota Mataram terletak di bagian sebelah barat dari Pulau<br />

Lombok, letaknya diapit antara kabupaten Lombok Barat dan<br />

Selat Lombok, dengan posisi yang barada di antara 08 o 33’<br />

dan 08 o 38’ Lintang Selatan dan antara 116 o 04’-116 o 10’ Bujur<br />

8 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Timur. Secara topografis kota ini merupakan wilayah dataran<br />

rendah, sedang dan sisanya sebelah utara merupakan dataran<br />

pegunungan dan perbukitan. Kota Mataram berada pada<br />

posisi di bawah 50 meter di bawah permukaan laut dengan<br />

selang ketinggian sekitar 9 km.<br />

Luas wilayah Kota Mataram adalah 6130 Ha (61,30<br />

km 2 ). Pada tahun 2006, di kota ini telah dilakukan pemekaran<br />

wilayah yang semula hanyatiga kecamatan yaitu Kecamatan<br />

Ampenan, Mataram dan Kecamatan Cakranegara<br />

dengan jumlah kelurahan sebanyak 23 buah. Berdasarkan<br />

Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 3 tahun 2007, Tentang<br />

Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan, Kota<br />

Mataram menjadi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan,<br />

Sekarbela, Mataram, Selaparang, Cakranegara dan Kecamatan<br />

Sandubaya, yang terbagi lagi menjadi 50 kelurahan<br />

dan 304 Lingkungan.<br />

Dengan dua wilayah yang memiliki vegetasi alam yang<br />

kontras, Lombok bagian utara dan tengah lebih hijau dan subur<br />

dibandingkan bagian selatan. Vegetasi di utara dan tengah<br />

sangat dipengaruhi oleh Gunung <strong>Rinjani</strong>. Tidak aneh bila di<br />

Pulau Lombok ada lima lokasi taman wisata alam (TWA Suranadi,<br />

TWA Kerandangan, TWA Bangko Bangko dan TWA Pelangan<br />

di Kabupaten Lombok Barat serta TWA Gunung Tunak<br />

di Kabupaten Lombok Tengah).<br />

Bagian selatan Lombok memiliki vegetasi yang lebih kering<br />

tetapi dihiasi dengan hamparan pantai pasir putih yang<br />

memanjang dari timur sampai ke barat. Kontur Lombok selatan<br />

yang berbukit-bukit menciptakan relief yang indah dan<br />

bentuk teluk yang unik. Selain hamparan pantai dengan karakteristik<br />

yang beragam untuk berbagai aktivitas olahraga air.<br />

Selain itu, di Lombok bagian selatan juga memiliki desa-desa<br />

tradisional yang masih dihuni oleh suku Sasak, penduduk asli<br />

Pulau Lombok.<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

9


Dalam Haribaan Geologi Regional<br />

Keberadaan alam Pulau Lombok tidak terlepas dari<br />

proses kegeologian yang terjadi di sini. Secara regional pulau<br />

ini yang telah dipetakan oleh Mangga dkk. (1994), endapan<br />

batuannya dibagi menjadi beberapa formasi batuan, batuan<br />

terobosan, batuan gunungapi tak teruraikan, dan aluvium<br />

yang berumur dari Tersier (Awal Miosen) sampai Resen.<br />

Bentang alam Pulau Lombok dicirikan oleh morfologi<br />

gunungapi Kuarter-Resen yang menempati bagian utara pulau<br />

ini, morfologi dataran terdapat di bagian tengah, memanjang<br />

dengan arah barat-timurdan merupakan cekungan sedimentasi,<br />

dan morfologi perbukitan bergelombang yang terbentuk<br />

oleh Formasi batuan Tersier.<br />

Secara umum geologi Pulau Lombok dapat dibagi atas<br />

tiga bagian yaitu bagian utara, tengah dan bagian selatan.<br />

Bagian utara dan tengah ditempati oleh batuan gunungapi<br />

hasil kegiatan Gunungapi <strong>Rinjani</strong> yang berumur Plio-Plistosen<br />

sampai Resen.<br />

Bagian utara terdiri atas komplek gunungapi dengan<br />

kerucut Gunung <strong>Rinjani</strong> sebagai puncaknya yang menjulang<br />

setinggi 3736 m dpl dan merupakan gunungapi aktif. Pada lereng<br />

timur terbentuk sebuah kaldera yang berisi air dan dikenal<br />

dengan Danau Segara Anak, dimana di bagian tengahnya<br />

tumbuh kerucut gunungapi muda yaitu Gunung Rombongan<br />

dan Gunung Barujari. Bagian tengah merupakan dataran<br />

rendah sebagai cekungan sedimen yang terisi oleh endapan<br />

piroklastik hasil kegiatan kompleks gunungapi Kuarter dan<br />

Gunung <strong>Rinjani</strong> serta proses ikutan setelah terbentuknya<br />

endapan tersebut.<br />

Bagian Selatan dibangun oleh satuan gunungapi Tersier<br />

(Formasi Andesit Tua) dan seri gunungapi bawah laut, dimana<br />

pada bagian atasnya ditutupi oleh batugamping terumbu<br />

10 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


dengan sisipan batugamping kalkarenit dan napal yang<br />

umumnya berumur Oligosen sampai awal Miosen Awal (Sudiyono,1997).<br />

Satuan batuan ini disebut sebagai Formasi Pengulung<br />

(Andi Mangga, 1997) yang sebelumnya dikenal dengan<br />

nama ‘Old Andesite Formation” (van Bemmelen, 1949).<br />

Lebih rinci Mangga, dkk (1994) menyatakan bahwa<br />

Kelompok batuan tertua di daerah Lombok tersebar di bagian<br />

selatan, berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Formasi<br />

Pengulung menjemari dengan Formasi Kawangan (Tomk) berupa<br />

perselingan batupasir kuarsa, batulempung, dan breksi<br />

yang berumur Miosen Tengah. Kedua Formasi diterobos batuan<br />

intrusi yang bersusunan Dasit dan Basal (Tmi) yang berumur<br />

Miosen Tengah, mengakibatkan proses ubahan (alterasi)<br />

dan pemineralan bijih sulfida serta urat-urat kuarsa pada batuan<br />

yang diterobos. Secara tidak selaras di atas kedua formasi<br />

ditindih oleh Formasi Ekas (Tme) berupa batugamping/kalkarenit,<br />

setempat kristalin yang berumur Miosen Akhir. Ketiga<br />

Formasi itu membentuk daerah perbukitan di Lombok bagian<br />

selatan.<br />

Selanjutnya ketiga satuan batuan tua tersebut ditindih secara<br />

tidak selaras oleh Kelompok Batuan Gunungapi Lombok<br />

yang umurnya berkisar antara Pliosen Akhir hingga Plistosen<br />

Awal. Kelompok batuan tersebut terdiri atas Formasi Kali Palung<br />

(TQp) yang terdiri dari perselingan breksi gampingan<br />

dan lava, dengan Anggota Selayar (TQs) berupa batupasir tufaan,<br />

batulempung tufaan dengan sisipan tipis karbon, Formasi<br />

Kalibabak (TQb) terdiri dari breksi dan lava, serta Formasi<br />

Lekopiko (Qvl), yang terdiri dari tuf berbatuapung breksi<br />

lahar dan lava.<br />

Kelompok Batuan Gunungapi Lombok tertindih secara<br />

tidak selaras oleh batuan Gunungapi Takterpisahkan yang berumur<br />

Kuarter dan diperkirakan berasal dari G. Pusuk (Qhvp),<br />

G. Nangi (Qhvn) dan G. <strong>Rinjani</strong> (Qhvr) berupa lava, breksi,<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

11


Peta Geologi Pulau Lombok (Mangga, dkk., 1994).


dan tuf. Sedangkan satuan batuan termuda adalah aluvium<br />

(Qa) terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lempung, gambut, dan<br />

pecahan koral.<br />

Secara stratigrafi, Gunung <strong>Rinjani</strong> dialasi oleh batuan sedimen<br />

klastik Neogen (termasuk batugamping), dan setempat<br />

oleh batuan gunungapi Oligo-Miosen. Gunungapi Kuarter itu<br />

sendiri sebagian besar menghasilkan piroklastik, yang di beberapa<br />

tempat berselingan dengan lava. Litologi itu merekam<br />

sebagian letusan yang diketahui dalam sejarah. Sejak tahun<br />

1847 telah terjadi 7 kali letusan, dengan jangka istirahat terpendek<br />

1 tahun dan terpanjang 37 tahun.<br />

Dari sisi batuan dasarnya, Kepulauan Sunda Kecil merupakan<br />

bagian dari Sistem Pegunungan Sunda. Penunjaman<br />

Lempeng/Kerak Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia di<br />

kawasan ini berhubungan dengan Busur Banda. Sunda kecil<br />

yang terdiri dari pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba,<br />

Flores, dan Timor. Lombok dan Sumbawa merupakan dua pulau<br />

oseanik, yaitu pulau yang muncul di kerak samudra yang<br />

terisolasi dari kerak benua. Penyusun busur vulkanik dalam<br />

di sistem Busur Sunda paling timur ini berasal dari pecahan<br />

Kerak Eurasia yang membatasi Sundaland di sebelah tenggara.<br />

Kedua pulau ini merupakan gugusan kepulauan, sedangkan<br />

Pulau Bali merupakan hasil dari subduksi Kerak Indo-Australia<br />

terhadap Kerak Eurasia sebagai gugusan vulkanik tepi benua.<br />

Kemudian, dari batuan penutupnya, hal ini berkaitan<br />

dengan kondisi geologi wilayah NTB dengan batuan tertua<br />

berumur Tersier dan yang termuda berumur Kuarter, didominasi<br />

oleh batuan gunungapi serta aluvium. Batuan Tersier<br />

di Pulau Lombok terdiri dari perselingan batupasir kuarsa, batulempung,<br />

breksi, lava, tufa dengan lensa-lensa batu-<br />

14 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


gamping, batugamping dan dasit. Batuan Kuarter di Pulau<br />

Lombok terdiri dari perselingan breksi gampingan dan lava,<br />

breksi, lava, tufa, batuapung dan breksi lahar. Aluvium dan<br />

endapan pantai cukup luas terdapat di Pulau Lombok.<br />

Demografi<br />

Suku Sasak adalah penduduk asli Lombok yang mendiami<br />

lebih dari dua pertiga pulau ini. Juga ada suku Samawa<br />

dan Mbojo yang berasal dari Pulau Sumbawa, suku Bali yang<br />

sudah berada di Lombok sejak permulaan abad ke 15, dan<br />

sekelompok kecil keturunan Cina dan Arab yang diperkirakan<br />

telah mendiami pulau Lombok sejak ratusan tahun silam.<br />

Jumlah penduduk Pulau Lombok pada tahun 2013 tercatat<br />

sebanyak 3,2 juta jiwa atau 70% dari jumlah penduduk<br />

Provinsi NTB, yang terbagi menjadi 1,5 juta laki-laki dan 1,7<br />

juta perempuan. Persebaran penduduk menurut jenis kelamin<br />

seperti yang terjadi di Pulau Lombok sangat mendukung<br />

pengembangan industri pariwisata, mengingat pengembangan<br />

industri pariwisata yang merupakan industri berbasis<br />

layanan hospitality sangat membutuhkan tersedianya tenaga<br />

kerja perempuan.<br />

Saat ini, industri pariwisata di Lombok menyerap<br />

lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan tenaga<br />

kerja laki-laki, yang terlihat dari serapan tenaga kerja persektor<br />

di Lombok di mana proporsi tenaga kerja perempuan<br />

yang bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar28,86%,<br />

sementara tenaga kerja laki-laki hanya sebesar<br />

12,30%.<br />

Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />

15


Tampak atas Masjid Hubbul Wathan Islamic Center


BAB 2<br />

Istana<br />

Dewi Anjani


Masyarakat Sasak menyakini bahwa G. <strong>Rinjani</strong><br />

sangat berkaitan dengan mitos Dewi Anjani.<br />

Implikasi kepercayaan itu bagi masyarakat Sasak<br />

sangat signifikan. Dewi Anjani muncul dalam ri-<br />

tual-ritual yang diselenggarakan masyarakat adat.<br />

Misalnya, dalam upacara untuk seseorang<br />

atau keluarga yang tertimpa sakit, saat pendirian<br />

dan penempatan rumah baru, saat pemotongan<br />

rambut bayi, saat keberangkatan haji, saat tertimpa<br />

wabah penyakit cacar dan saat pada baru<br />

berisi, orang yang dituakan (penowaq) bertugas<br />

untuk mengundang roh leluhur dan Dewi Anjani<br />

penguasa G. <strong>Rinjani</strong> dengan dibantu para perempuan<br />

yang sudah tidak haid lagi atau menopause<br />

dan kyai bertugas memimpin doa.<br />

Terhampar luas padang savana di lereng sebelah timur<br />

G. <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu keindahan Istana Dewi<br />

Anjani.<br />

Istana Dewi Anjani<br />

19


Dalam cerita rakyat Sasak, Dewi Anjani kadang dikatakan<br />

sebagai seorang jin perempuan penunggu G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Tapi menurut para sesepuh Sasak, Dewi Anjani adalah seorang<br />

yang memberikan pengajaran kepada murid-murid yang ingin<br />

memperdalam ilmu agama sampai ketingkat tinggi di wilayah<br />

kaki G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Konon, ada raja jin wanita bertakhta di puncak G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Ratu jin itu bernama Dewi Anjani dan memiliki peliharaan<br />

seekor burung Beberi berparuh perak dan berkuku baja. Waktu<br />

itu daratan Pulau Lombok masih berupa bukit berhutan<br />

lebat dan belum dihuni manusia.<br />

Suatu hari, Patih Ratu yang bernama Patih Songan mengingatkan<br />

ratu akan pesan kakeknya. Kakeknya berpesan agar<br />

Dewi Anjani membuka hutan untuk tempat tinggal penduduk.<br />

Dewi Anjani bermaksud melaksanakan pesan kakeknya. Ratu<br />

dan patih menjelajah hutan. Hutan penuh sesak dengan tanaman.<br />

Mereka kesulitan bergerak. Dewi Anjani memberi<br />

nama pulau itu dengan Pulau Sasak.<br />

Dewi Anjani membuka hutan. Ia dibantu Berberi, burung<br />

peliharaannya. Berberi meratakan hutan dengan paruh<br />

perak dan kuku bajanya. Berberi membuat hutan lebat menjadi<br />

daratan. Selanjutnya, daratan ini menjadi tempat tinggal<br />

manusia. Mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan<br />

hidupnya. Saat ini, Pulau Sasak lebih dikenal dengan Pulau<br />

Lombok.<br />

Gunungapi Tertinggi Kedua<br />

Gunung yang menjadi istana Dewi Anjani itu terletak<br />

di sebelah utara Lombok, dan merupakan gunung tertinggi<br />

kedua di Indonesia sehingga termasuk dalam seven summit<br />

Indonesia. Ketinggian puncak G. <strong>Rinjani</strong> hanya dikalahkan<br />

oleh Cartenz Pyramid di Papua dan G. Kerinci di Sumatera.<br />

20 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Morfologi kerucut dan puncak G. <strong>Rinjani</strong> dilihat dari timur.<br />

Istimewanya, G. <strong>Rinjani</strong> yang berketinggian 3.726 m di<br />

atas permukaan laut dan terletak pada lintang 8 o 25’ LS dan<br />

116 o 28’ BT itu adalah salah satu gunungapi aktif di Indonesia.<br />

Gunungapi yang menjadi tertinggi kedua setelah G. Kerinci<br />

yang berketinggian 3.805 m dpl di Jambi - Sumatera<br />

Barat, merupakan gunungapi yang mempunyai danau kaldera<br />

dan di dalamnya terdapat gunungapi aktif, sehingga menjadi<br />

gunungapi berkaldera tertinggi di Indonesia, bahkan di dunia.<br />

Dengan demikian, gunungapi bertipe strato berdanau<br />

kawah ini memiliki morfologi yang bervariasi. Morfologi utama<br />

<strong>Rinjani</strong> adalah morfologi kaldera dan kerucut gunungapi.<br />

Morfologinya berbentuk lonjong, dengan kemiringan lereng<br />

60 - 80 derajat. Batuan dasarnya adalah lava dan jatuhan<br />

piroklastik.<br />

Morfologi kerucut gunungapi menempati bagian dalam<br />

kaldera serta tebing dinding kaldera, yaitu kerucut G. Barujari,<br />

Istana Dewi Anjani<br />

21


G. Rombongan, G. <strong>Rinjani</strong>, serta kerucut G. Manuk. Kemiringan<br />

lereng berkisar antara 30-70 derajat, dengan pola aliran<br />

sungai radial, sedangkan batuan dasarnya adalah adalah<br />

berupa aliran lava dan piroklastik.<br />

Sedangkan morfologi perbukitan tinggi dan morfologi<br />

punggungan rendah-bergelombang masing-masing terletak<br />

di timur, barat serta bagian lereng puncak komplek <strong>Rinjani</strong><br />

dan lereng bawah komplek <strong>Rinjani</strong>. Masing-masing morfologi<br />

kedua terakhir dicirikan dengan memiliki tebing yang terjal<br />

dengan sudut lereng 30 o -80 o dan sudut lereng kurang dari<br />

30 o .<br />

Di sebelah barat kerucut <strong>Rinjani</strong> terdapat kaldera dengan<br />

luas sekitar 7.000 m × 6.000 m, memanjang ke arah timur<br />

dan barat. Sekeliling kaldera, mulai dari sisi timur laut, barat,<br />

hingga tenggara terisi air, membentuk danau bulan sabit berukuran<br />

2.400 m x 2.800 m. Danau yang terletak di bagian<br />

timur laut hingga barat ini bernama Danau Segara Anak, sedangkan<br />

di sisi tenggara bernama Segara Endut. Danau ini luas<br />

nya sekitar 11.000.000 m 2 dan kedalamannya 230 m, dengan<br />

volume air ditaksir sebanyak 1.375 juta m 3 . Air danau mengalir<br />

di sisi utara - timur laut melalui hulu Sungai Kokok Putih.<br />

Di sebelah timur kaldera muncul kerucut yang dikenal<br />

dengan nama G. Barujari atau G. Tenga, yang dibangun dari<br />

material lava dan bahan lepas (piroklastik). Kerucut ini memiliki<br />

kawah berukuran 170 m x 200 m pada ketinggian 2.296 m<br />

– 2.376 m dpl. Di sebelah barat lautnya terdapat kerucut lain<br />

yang dikenal dengan nama G. Mas atau G. Rombongan.<br />

G. Barujari ini terakhir meletus pada tanggal 25 Oktober 2015<br />

dan 3 November 2015.<br />

Aktivitas kegunungapian <strong>Rinjani</strong> diamati dan dipantau<br />

oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)<br />

melalui Badan Geologi, dengan menempatkan Pos Pengamat-<br />

22 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


an G. <strong>Rinjani</strong> di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun,<br />

Kabupaten Lombok Timur.<br />

Surga Para Pendaki<br />

G. <strong>Rinjani</strong> merupakan surga bagi pendaki Indonesia karena<br />

keindahan pemandangannya. Gunung ini menjadi magnet<br />

yang menarik sekian banyak orang ke puncak dan sekitarnya.<br />

Setiap tahunnya ribuan orang, baik pengunjung lokal maupun<br />

pendatang dari mancanegara.<br />

Ada beberapa jalur yang sering digunakan oleh pendaki,<br />

yaitu via Sembalun, Senaru, dan Torean. Jalur pendakian<br />

Senaru merupakan jalur pendakian paling ramai, hal ini disebabkan<br />

selain sebagai jalur wisata treking juga kerap dipergunakan<br />

sebagai jalur pendakian oleh masyarakat adat yang<br />

akan melakukan ritual adat/keagamaan di puncak <strong>Rinjani</strong><br />

atau Danau Segara Anak.<br />

Rute pendakiannya adalah Senaru - Pelawangan Senaru-<br />

Danau Segara Anak dengan berjalan kaki. Waktu tempuhnya<br />

antara sekitar 10 - 12 jam melalui jalur wisata yang berada<br />

dalam hutan primer dan sepanjang jalan trail telah disediakan<br />

sarana peristirahatan pada setiap pos. Dari pintu gerbang Senaru<br />

sampai Danau Segara Anak terdapat tiga pos. Sejak dari<br />

Senaru medan yang ditempuh langsung mendaki hingga dinding<br />

kaldera <strong>Rinjani</strong>, setelah itu baru turun ke Danau Segara<br />

Anak.<br />

Dari Danau Segara Anak bila menuju ke Pelawangan<br />

Sembalun yang membutuhkan waktu sekitar 4 Jam, dari Pelawangan<br />

Sembalun ke Puncak <strong>Rinjani</strong> membutuhkan waktu<br />

4 - 5 Jam.<br />

Pendakian ke puncak umumnya dilakukan pada pukul 2<br />

dini hari, yang dimaksudkan agar pada pagi harinya dapat<br />

menikmati matahari terbit (sunrise) dari Puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />

Istana Dewi Anjani<br />

23


Keramaian di puncak G. <strong>Rinjani</strong> (3.726 m dpl).<br />

serta dapat menikmati pemandangan seluruh Pulau Lombok<br />

bahkan Pulau Bali apabila cuaca cerah.<br />

Kemudian, jalur Sembalun merupakan jalur yang dilalui<br />

oleh pengunjung terutama oleh para penggemar treking. Rute<br />

yang dilalui adalah gerbang Sembalun Lawang - Pelawangan<br />

Sembalun - Puncak <strong>Rinjani</strong>. Perjalanannya sendiri bisa memakan<br />

waktu 9 - 10 jam. Jalur ini sangat dramatis karena jalur<br />

yang harus dilaluinya merupakan padang savana dan punggung<br />

gunung yang berliku-liku dengan jurang di sebelah kiri<br />

dan kanan jalur.<br />

Perjalanannya dimulai dari Sembalun Lawang menuju<br />

ke G. Plawangan selama sekitar 8 jam. Tiba di Plawangan<br />

ada dua pilihan, yaitu mendaki ke puncak <strong>Rinjani</strong> atau Segara<br />

Anak. Dari Plawangan ke puncak <strong>Rinjani</strong> dapat ditempuh<br />

sekitar 3 jam dengan kondisi jalan yang terus menanjak dan<br />

gersang. Apabila memilih ke Segara Anak dapat ditempuh selama<br />

2,5 jam dengan menuruni tebing. Di tepi danau para<br />

24 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


pendaki dapat menyaksikan kerucut Barujari dan G. Mas. Untuk<br />

mencapai Barujari dari tepi danau dapat di tempuh selama<br />

1,5 jam.<br />

Dibandingkan Senaru, jalur pendakian ini tidak terlalu<br />

curam, tetapi karena didominasi oleh padang sabana sehingga<br />

indahnya pemandangan padang dan hutan yang luas sepanjang<br />

lembah yang menghijau disebelah timur G. <strong>Rinjani</strong>, dan<br />

indahnya Selat Alas dan Pulau Sumbawa di kejauhan. Setelah<br />

tiba di puncak <strong>Rinjani</strong>, pendaki bisa menikmati panorama<br />

alam dari ketinggian.<br />

Sementara kalau melalui Jalur Torean, sepanjang jalur<br />

ini, dari Desa Torean menuju kali Tiu (batas Taman Nasional<br />

G. <strong>Rinjani</strong>, TNGR) yang merupakan Pos I pendakian dapat<br />

dijumpai ladang, padang pengembalaan, perkebunan dan<br />

merupakan kawasan hutan produksi. Kemiringan 20 - 45%<br />

jarak Desa Torean dengan batas TNGR ( Pos I ) ± Km 5,00<br />

km dengan kemiringan ±10 - 30%. Jarak dari Pos III Torean<br />

menuju ke Plawangan sekitar 3,50 km dengan kemiringan<br />

sekitar 30-40%, sepanjang perjalanan pendaki akan berada<br />

dalam apitan dua gunung dan dapat menikmati aliran Sungai<br />

Kokok Putih.<br />

Antusiasime para pendaki ke G. <strong>Rinjani</strong> terus memperlihatkan<br />

peningkatan. Pada tahun 2014, jumlah pendaki G.<br />

<strong>Rinjani</strong> mencapai 50 ribu orang. Angka tersebut menunjukkan<br />

peningkatan sekitar 200% dibanding tahun 2013 yang mencapai<br />

24.114 orang. Rinciannya, selama April-Desember 2014,<br />

<strong>Rinjani</strong> dikunjungi 44 ribuan pendaki melalui Sembalun, Senaru,<br />

dan Timbenuh. Dengan demikian, rata-rata jumlah pendaki<br />

5.000 orang per bulan.<br />

Dari jumlah tersebut, pendaki mancanegara mencapai<br />

14.463 orang, yang terdiri dari Prancis (1.179 orang), Jerman<br />

(731 orang), Belanda (630 orang), Inggris (583 orang), dan<br />

Kanada (402 orang). Tentu saja kebanyakannya adalah para<br />

Istana Dewi Anjani<br />

25


pendaki yang berasal dari sekitar <strong>Rinjani</strong> dan daerah lain di<br />

Indonesia.<br />

Ada banyak alasan di balik kunjungan yang terus berlipat<br />

ke gunung yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten<br />

Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur dan Lombok<br />

Tengah ini. G. <strong>Rinjani</strong> adalah gunungapi tertinggi kedua<br />

di Indonesia setelah G. Kerinci. Selain itu, gunung ini memiliki<br />

potensi geowisata yang sangat mumpuni, berupa panorama<br />

kaldera, danau, puncak, kawah, air terjun, mata air panas,<br />

gua, sejarah letusan dan aliran lava baru.<br />

Membludaknya pendakian ke gunung yang termasuk<br />

TNGR ini mulanya dikelola secara lebih baik. Hal ini bermula<br />

dengan dibentuknya <strong>Rinjani</strong> Trekking Management Board<br />

(RTMB) atau Badan Pembina Trekking <strong>Rinjani</strong> pada 2003. Forum<br />

ini terdiri dari TNGR, Dinas Pertambangan dan Energi<br />

dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB, asosiasi<br />

pemandu wisata, lembaga swadaya masyarakat, klub pecinta<br />

alam, serta masyarakat lokal, yang menghendaki pengelolaan<br />

trekking ke <strong>Rinjani</strong> lebih terkoordiniasi. Termasuk secara rutin<br />

membersihkan sampah di puncak <strong>Rinjani</strong> sebulan dua kali.<br />

Melalui forum ini, <strong>Rinjani</strong> pun menuai prestasi tingkat<br />

dunia, berupa World Legacy Award untuk kategori Destination<br />

Stewardship dari Conservation International dan National<br />

Geographic Traveler 2004 serta Tourism for Tomorrow<br />

Award pada 2007.<br />

Namun sayang, sejak 24 April 2014, RTMB sebagai organisasi<br />

pengelola kegiatan pendakian G. <strong>Rinjani</strong> dibekukan<br />

sementara sampai ada kejelasan tentang lembaga pengelola<br />

yang lebih paten. Dampaknya, sampah membanjiri Rinja-<br />

26 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Barisan para pendaki pertanda antusiasme mendaki <strong>Rinjani</strong>.<br />

ni. Apalagi sejak Januari 2015, jumlah pendaki yang masuk<br />

melalui pintu Sembalun dan Senaru mencapai lebih dari 7 ribu<br />

pendaki. Jalur pendakian <strong>Rinjani</strong> pun dipenuhi sampah.<br />

Memang ada himbauan dan upaya dari TNGR. Salah<br />

satu caranya memberikan kantong plastik kepada para pendaki<br />

sebagai tempat sampah dan selanjutnya membawanya<br />

kembali ke bawah. Namun, kebanyakannya pendaki tidak<br />

membawanya lagi, melainkan dibuang saat perjalanan turun<br />

gunung. Jelaslah, pada benak kebanyakan para pendaki itu<br />

tidak tertanam kesadaran untuk bersih lingkungan. Sementara<br />

pendaki yang lain yang peduli terhadap kebersihan banyak<br />

yang mengeluhkan kondisi tersebut, sehingga mengajukan gagasan<br />

penghentian penjualan tiket masuk ke <strong>Rinjani</strong>.<br />

Istana Dewi Anjani<br />

27


Kompleks Gunungapi <strong>Rinjani</strong> dilihat dari Desa Senaru


BAB 3<br />

Sejarah Letusan<br />

Ke Aktivitas Terkini


Dalam tempo dua abad, terhitung sejak pertengahan<br />

abad ke-19, G. <strong>Rinjani</strong> terus saja memperlihatkan<br />

aktivitasnya. Letusan pertama yang<br />

tercatat di masa modern adalah pada tahun 1846.<br />

Saat itu, naturalis Heinrich Zollinger mengatakan<br />

bahwa dalam tahun 1846 kegiatan G. <strong>Rinjani</strong> dalam<br />

stadia fumarola, selanjutnya letusan yang terjadi<br />

berlangsung di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> (G. Barujari<br />

dan Rombongan/Mas). Sementara di akhir<br />

periode tahun 1800-an, yakni pada tahun 1884,<br />

Natuurkunding Tijdschrift voor Nederl. Indie, v. 45,<br />

mencantumkan bahwa asap dan nyala api tampak<br />

pada beberapa hari pertama bulan Agustus.<br />

Letusan samping (Flank Eruptions) G. Barujari pada 2009<br />

dan abu gunungapi membumbung tinggi mencapai ketinggian<br />

1.000 m.<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

31


Memasuki abad ke-20, G. <strong>Rinjani</strong> memperlihatkan aktivitasnya<br />

sejak 1901. Saat itu, tanggal 1 Juni 1901, pukul 23.00<br />

terdengar suara ledakan, dan malam berikutnya di Mataram<br />

terjadi hujan abu tipis. Lima tahun kemudian, pada April<br />

1906, pukul 21.15 terdengar suara ledakan. Sementara pada<br />

30 November 1909, pukul 21.15 hujan abu di Lombok yang<br />

berlangsung hingga 2 Desember. Setelah itu tampak kegiatan<br />

meningkat berupa asap tebal yang mengepul. Air sungai tampak<br />

keruh.<br />

Pada tahun belasan, yakni pada 4 November 1915 tampak<br />

kolom asap dari G. <strong>Rinjani</strong>. Selang berpuluh tahun kemudian,<br />

G. <strong>Rinjani</strong> memperlihatkan aktivitasnya lagi pada 1944.<br />

Pada 30 Mei terlihat asap di atas puncak G. <strong>Rinjani</strong>. Menurut<br />

Petroeschevsky kegiatan mulai pada 25 Desember 1943. Pukul<br />

16.00 terdengar suara gemuruh yang di- susul dengan hembusan<br />

asap tebal. Pada malam hari tampak sinar api dan kilat<br />

sambung-menyambung. Gempa bumi terasa terjadi antara 25<br />

- 30 Desember disertai suara gemuruh. Hujan abu turun selama<br />

7 hari dengan lebatnya, merusak tanaman dan rumah.<br />

G. Rombongan atau G. Mas muncul dari dalam danau<br />

(2110 m) yang berada di kaki G. Barujari sebelah baratlaut,<br />

melebar ke utara dan barat. Mitrohartono (1969) menghitung,<br />

bahwa jumlah bahan baru yang dikeluarkan waktu itu<br />

adalah sebanyak sekitar 7,4 x 10 7 m 3 . Kusumadinata (1969,<br />

1973) dengan menggunakan rumus Yokoyama (1956 - 1957)<br />

telah menghitung Energi Kalor yakni 2,3 x 10 24 erg, sedangkan<br />

besar letusannya adalah 8,98 dan Kesetaraan Bom Atomnya<br />

273,8.<br />

Dua puluhan tahun setelah letusan 1944, G. <strong>Rinjani</strong> aktif<br />

lagi pada 1966. Tanda-tandanya, pada 28 Maret Pulau Lombok<br />

digoncang gempabumi. Sejak itu terdengar suara dentuman<br />

berasal dari Segara Anak. Memasuki tanggal 21 Mei<br />

1966 terlihat dari puncak G. Punduk, bahwa di sebelah se-<br />

32 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


G. Rombongan (2110 m dpl)<br />

latan kepundan G. Barujari tempak ke luar pasir dari dasar<br />

Segara Anak menuju ke utara dan melebar ke barat dan timur.<br />

Persentuhan pasir panas dengan air Segara Anak menyebabkan<br />

terjadinya suatu kukusan, asap mengepul.<br />

Kusumadinata (1969) mengatakan bahwa yang disebut<br />

pasir panas ini pada hakikatnya adalah lava baru yang muncul<br />

di lereng G. Barujari sebelah timur mencapai Segara Anak di<br />

utara dan Segara Endut di selatan. Kemudian Mitrohartono<br />

(1969) telah menghitung penyebaran lava sebesar 954.350<br />

m 2 dan isi 6,6. 10 6 m 3 . Kusumadinata (1969) menghitung<br />

energi kalornya ialah 2,1. 10 21 erg, Kebesaran Letusan 6,44<br />

dan Kesetaraan Bom Atom 250,0.<br />

Pada periode pertengahan tahun 1990-an, gunung ini<br />

bangkit lagi dari istirahatnya pada 1994. Pada 4 Juni, pkl.<br />

02.00 WITA terjadi suatu ledakan sangat kuat yang berasal<br />

dari dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>, terdengar hingga ke Desa Sembalun.<br />

Pukul 08.00 terlihat asap hitam tebal membubung ke<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

33


udara mencapai tinggi 400 m dari puncak G. Plawangan.<br />

Pada 6 Juni, pkl 17.40 Wita terjadi hujan abu di sekitar Pos<br />

Pengamatan dengan ketebalan endapan 2 - 3 mm. Titik letusan<br />

berasal dari G. Barujari dan berlangsung hingga awal<br />

bulan Januari 1995.<br />

Letusan tersebut tidak menyebabkan korban jiwa secara<br />

langsung, tetapi akibat penumpukan material letusan berupa<br />

abu yang terdapat di hulu sungai yang mengalir ke Desa Aikmel<br />

telah menimbulkan banjir bandang dan 31 orang yang<br />

sedang mandi di bantaran sungai tersebut terbawa hanyut.<br />

Kerugian yang ditimbulkan akibat letusan Barujari ini, antara<br />

lain petani bawang putih di Sembalun gagal panen karena<br />

rusak oleh hujan abu. Volume material letusan sebesar<br />

15.036.405,07 m 3 , dengan energi thermal sekitar 4,7 X 10 23<br />

erg.<br />

Memasuki abad ke-21, G. <strong>Rinjani</strong> tetap aktif. Hal ini bisa<br />

dilihat dari aktivitasnya sejak tahun 2004, yakni pada bulan<br />

Oktober tahun itu terjadi letusan abu. Selang lima tahun,<br />

Pada 2 Mei 2009 pukul 16.01 WITA terjadi letusan asap pada<br />

berwarna coklat pekat mencapai ketinggian 1000 meter di<br />

atas titik letusan di G. Barujari disertai suara dentuman lemah.<br />

Aliran lava mengalir dari titik letusan masuk ke dalam Danau<br />

Segara Anak.<br />

Pada 19 November 2010 pukul 17:00 WITA tingkat aktivitas<br />

G. <strong>Rinjani</strong> diturunkan dari Level II (Waspada) menjadi<br />

Level I (Normal). Hal ini didasari oleh penurunan aktivitas<br />

kegempaan dan aktivitas permukaan yang teramati secara visual.<br />

Aktivitas Terkini<br />

Peningkatan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> terjadi pada tahun 2015.<br />

Menurut pengamatan dan evaluasi Pusat Vulkanologi dan<br />

Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG, 2015-2016), pada tanggal<br />

25 Oktober 2015 pukul 10:04 WITA teramati letusan dengan<br />

34 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


kolom abu setinggi sekitar 200 m di atas kawah G. Barujari<br />

yang berada di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Tinggi Puncak Barujari<br />

2300 m dari permukaan laut, sehingga tinggi kolom abu<br />

letusan 2500 m dari permukaan laut. Hasil letusan berupa<br />

jatuhan abu yang sebarannya terbatas di sekitar lereng Puncak<br />

Barujari ke arah barat daya (berdasarkan Satelit Himawari).<br />

Dari sisi kegempaannya, pada rentang waktu 1 - 22 Oktober<br />

2015 terekam 17 kejadian tremor dengan amplitudo<br />

maksimum 2 - 12 mm dan lama gempa 10 - 120 detik, 13 kejadian<br />

Gempa Low Frequency (LF), 3 kejadian Gempa Vulkanik<br />

Dangkal (VB), 3 kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 4<br />

kejadian Gempa Tektonik Lokal (TL) dan 10 kejadian Gempa<br />

Tektonik Jauh (TJ). Dan pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul<br />

10.04 terekam 1 kali gempa Letusan dengan amplituda maksimum<br />

3 mm dan lama gempa 20 detik.<br />

Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis data visual<br />

dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman<br />

bahayanya, maka mulai tanggal 25 Oktober 2015 pukul 13:00<br />

WITA tingkat aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> dinaikkan dari Level I (Normal)<br />

menjadi Level II (Waspada).<br />

Selanjutnya, berdasarkan “Evaluasi Data Pengamatan G.<br />

<strong>Rinjani</strong> hingga 13 November 2015 Pukul 12:00 WITA” yang<br />

dilakukan oleh PVMBG, ada beberapa pernyataan terkait<br />

dengan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong>. Pertama, pengamatan secara visual<br />

menunjukkan bahwa letusan Barujari utamanya menghasilkan<br />

abu, jatuhan piroklastik yang jatuh di badan G. Barujari<br />

dan aliran lava yang mengalir kearah baratlaut dan timurlaut<br />

kawah Barujari di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />

Aliran lava yang mengalir ke arah timurlaut telah masuk<br />

ke dalam danau hingga mencapai dinding kaldera bagian<br />

dalam menutupi area Batu Pagar. Kontak antara lava dan air<br />

kemudian menghasilkan hembusan asap putih tebal yang didominasi<br />

oleh uap air. Ancaman letusan yang dapat memba-<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

35


Kenampakan kawah lereng pasca letusan akhir 2015<br />

hayakan jiwa manusia secara langsung, yaitu berupa jatuhan<br />

piroklastik berukuran lapilli (2-64 mm) hingga bom (>64<br />

mm) dana liran lava, masih berada di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

dan di dalam radius 3 km dari pusat letusan.<br />

Kedua, material letusan berukuran abu (


Ketiga, kegempaan G. <strong>Rinjani</strong> sejak 2 November 2015<br />

pukul 11:09 WITA didominasi oleh tremor menerus. Hasil<br />

pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan pada 3 –<br />

4 November 2015 menunjukkan bahwa kegempaan tre-mor<br />

menerus berkorelasi dengan letusan menerus dari kerucut G.<br />

Barujari.<br />

Keempat, sejak 3 November 2015, dari Pos PGA <strong>Rinjani</strong><br />

yang terletak lebih kurang 9.5 km di sebelah timurlaut Puncak<br />

<strong>Rinjani</strong>, teramati asap kawah berwarna putih – putih kelabu<br />

yang keluar secara menerus, mencapai tinggi maksimum<br />

2.600 m di atas Barujari atau setara 5.000 m di atas permukaan<br />

laut.<br />

Kelima, hingga saat ini letusan masih terus terjadi di indikasikan<br />

dengan masih terekamnya tremor menerus dengan<br />

amplituda di atas latar belakang normalnya. Perhitungan amplituda<br />

seismik (RSAM) hingga saat ini mengindikasikan pola<br />

aktivitas yang fluktuatif dengan kecenderungan menurun.<br />

Keenam, analisis frekuensi dominan gempa mengindikasikan<br />

telah terjadinya transisi dari pita frekuensi lebar (wide<br />

frequency-band) ke pita frekuensi tipis (narrow frequency-band)<br />

yang mengindikasikan transisi dari aktivitas sistem<br />

tertutup ke aktivitas sistem terbuka pada 2 November 2015.<br />

Transisi ini kemudian berkorelasi dengan dimulainya fase<br />

efusif berupa aliran lava yang masih terus berlangsung hingga<br />

saat ini. Hal ini juga mengindikasikan bahwa hingga saat ini<br />

belum ada kecenderungan untuk terjadi letusan dengan eksplosivitas<br />

sangat tinggi. Namun, letusan dengan eksplosivitas<br />

rendah-menengah (aliran lava dan letusan strombolian) masih<br />

terus terjadi dengan indeks eksplosivitas maksimum sekitar<br />

VEI~II.<br />

Ketujuh, pengukuran suhu air Danau Segara Anak<br />

menunjukkan bahwa suhu air danau meningkat dari kisaran<br />

20.0 – 21.0° C (Juni 2015) menjadi kisaran 36.7 – 38.0° C (9<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

37


November 2015). Sementara suhu mata air panas Pancuran<br />

Mas meningkat dari 41.0° C menjadi 44.5° C.<br />

Kedelapan, hasil pemeriksaan Tim Tanggap Darurat<br />

PVMBG juga menunjukkan bahwa masuknya aliran lava ke<br />

dalam Danau Segara Anak telah mengakibatkan peningkatan<br />

muka air danau sekitar. 1 meter dari kondisi sebelum meletus<br />

sehingga berimplikasi pada perubahan debit air di aliran sungai<br />

Kokok Putih. Hal ini terukur di PLTA Kokok Putih (sekitar<br />

10 km di arah timurlaut danau Segara Anak) dimana debit air<br />

mengalami peningkatan maksimum hingga saat ini mencapai<br />

>2 kali lebih tinggi dari kondisi normal, yaitu dari sekitar 0.4<br />

m 3 /detik menjadi sekitar 0.9 m 3 /detik. Kondisi sungai Putih<br />

(Kokok Putih) yang berhulu di Danau Segara Anak dan bermuara<br />

di pantai utara Pulau Lombok. Sepanjang aliran Kokok<br />

Putih, airnya berwarna putih dan mengangkut material hasil<br />

letusan berukuran abu sampai pasir halus.<br />

Peningkatan debit air ini juga berkorelasi dengan pantauan<br />

satelit (informasi dari VDAP-USGS) di mana pelebaran sungai<br />

terpantau sekitar 2-3 kali lebih lebar di sepanjang aliran<br />

Sungai Kokok Putih setidaknya sejauh 4 km dari Danau Segara<br />

Anak. Pantauan satelit tidak dapat melihat lebih jauh dari 4<br />

km dikarenakan tertutup awan.<br />

Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis data visual<br />

dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman<br />

bahayanya, maka hingga 13 November 2015 pukul 12:00<br />

WITA tingkat aktivitas <strong>Rinjani</strong> masih dalam Level II (Waspada).<br />

Namun, berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental<br />

serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya,<br />

maka mulai 19 Januari 2015 pukul 17:00 WITA tingkat<br />

aktivitas <strong>Rinjani</strong> diturunkan dari Level II (Waspada) menjadi<br />

Level I (Normal).<br />

Hal ini berlandaskan pada kenyataan tingkat kegempaan<br />

G. <strong>Rinjani</strong> sudah menurun kembali kekondisi normalnya. Selain<br />

itu, secara visual, aktivitas permukaan G. <strong>Rinjani</strong> sudah<br />

38 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


menurun yang ditandai oleh tidak teramatinya aktivitas letusan<br />

maupun aliran lava dari kerucut G. Barujari. Sementara<br />

pemantauan dengan penginderaan jauh juga sudah tidak<br />

mendeteksi adanya titik api (hotspot) di tubuh G. Barujari.<br />

Pengaruh gempa terhadap aktivitas G. <strong>Rinjani</strong><br />

Di Pulau Lombok kerap terjadi gempa. Hal ini karena termasuk<br />

kawasan kegempaan aktif, yaitu adanya zona subduksi<br />

lempeng Indo-Australia yang menunjam ke utara di bawah<br />

P. Lombok di sebelah selatan dan struktur geologi Sesar Naik<br />

Flores (Flores Back Arc Thrusting) yang aktif dengan posisi<br />

memanjang dari laut Bali sampai laut Flores di sebelah utara.<br />

Gempa terakhir yang terjadi di Lombok yaitu pada 29<br />

Juli 2018 dengan magnitudo 6,4 Skala Richter (SR), 5 Agustus<br />

2018 (7 SR) dan 19 Agustus 2018 (6,5 SR), telah menimbulkan<br />

kerusakan parah pada infrastruktur serta korban jiwa<br />

a<br />

b<br />

c<br />

P. Lombok (gambar a dan c); P. Lombok diapit oleh 2 penyebab gempa<br />

di bagian selatan Lempeng Indo-Australia dan di bagian utara Lempeng<br />

Eurasia (gambar b). (sumber : Dongeng Geologi/geologi.co.id).<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

39


terutama di wilayah Lombok bagian utara, timur dan tengah.<br />

Sumber gempa yang potensial di P. Lombok terletak di bagian<br />

selatan pada zona penunjaman lempeng Indo-Australia<br />

dengan lempeng Eurasia. Sedangkan sumber di bagian utara<br />

disebabkan oleh adanya sesar naik busur belakang (back arc<br />

thrust) yang terletak di utara Lombok memanjang dari Selat<br />

Lombok sampai Flores bagian timur.<br />

Kerapnya gempa di Lombok terlihat selama 160 tahun<br />

terakhir. Selama masa tersebut telah tercatat gempa yang bermagnitudo<br />

> 5 Skala Richter.<br />

Kerusakan bangunan masjid yang roboh menyisakan kubah akibat gempabumi<br />

dan likuifaksi (sumber : Antara Foto/Zabur Karuru Reuters)<br />

Dengan perbandingan waktu kejadian gempa bumi dan<br />

letusan <strong>Rinjani</strong> di atas tidak terlihat adanya hubungan yang<br />

signifikan antara gempa di Lombok dengan letusan <strong>Rinjani</strong>.<br />

40 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Tabel hubungan antara kejadian gempa Lombok dengan letusan G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />

41


Oleh karena itu, gempa-gempa tersebut terutama episenter<br />

nya yang terletak di sebelah utara G. <strong>Rinjani</strong> dengan kedalaman<br />

relatif dangkal (< 30 km), terkait erat dengan keberadaan<br />

sesar naik Flores.<br />

Dengan demikian, gempa Lombok termasuk yang terjadi<br />

pada 29 Juli, 5 dan 19 Agustus 2018, berhubungan erat dengan<br />

sesar naik Flores dan tidak berhubungan dengan penyuplai<br />

magma untuk <strong>Rinjani</strong> yang berasal dari zona subduksi. Dengan<br />

kata lain, gempa tersebut selama ini tidak berpengaruh<br />

langsung terhadap peningkatan aktivitas <strong>Rinjani</strong>.<br />

Namun, peningkatan aktivitas <strong>Rinjani</strong> mungkin dapat<br />

dipicu oleh gempa bumi yang relatif dalam (> 50 km) yang<br />

lokasi episenternya berada di bagian selatan G. <strong>Rinjani</strong>. Karena<br />

gempa tersebut berkaitan dengan benioff zone, yang ar- tinya<br />

dapat meneruskan suplai magma dari subduction zone ke<br />

arah permukaan, sehingga dapat memicu terjadinya letusan di<br />

dalam Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

42 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 4<br />

Sarat Catatan<br />

Kaya Penelitian


Sejak pertengahan abad ke-19, G. <strong>Rinjani</strong> mulai<br />

dilaporkan keberadaannya ke tengah-tengah<br />

publik kaum kolonial Belanda. Dari sejak saat itu<br />

hingga sekarang, gunung ini tidak terlepas dari<br />

pengamatan, catatan, dan penelitian baik oleh<br />

para pelancong maupun oleh kalangan ilmuwan.<br />

Mengenai catatan-catatan <strong>Rinjani</strong> dari zaman<br />

Belanda hingga tahun 1974, ahli vulkanologi Indonesia<br />

Kama Kusumadinata mengumpulkannya dalam<br />

Sedjumlah Data mengenai Danau Kawah Se-<br />

gara Anak di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>, Lombok (1969)<br />

dan Data Dasar Gunungapi (1979). Di masa penjajahan,<br />

ada 24 catatan dan penelitian mengenai<br />

<strong>Rinjani</strong> dan sejak tahun 1849 hingga 1974 ada 28<br />

tulisan yang membahas mengenai <strong>Rinjani</strong>.<br />

Endapan berlapis rempah gunungapi (material piroklastik)<br />

sebagai hasil letusan paroksisma <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas).<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

45


Catatan pertama didedahkan oleh naturalis berkebangsaan<br />

Swiss, Heinrich Zollinger (1818-1859). Pada tahun 1849<br />

terbit tulisannya yang berjudul “Reis over de eilanden Bali en<br />

Lombok” yang dimuat dalam Verhandelingen van het Bataviaasch<br />

Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Volume<br />

22, No 11. Dengan catatan ini, Zollinger menjadi orang kulit<br />

putih pertama yang telah mencoba mendaki puncaknya.<br />

Pendakiannya sendiri dilakukan pada 6 Agustus 1846<br />

dari Kampung Loijok, di sebelah selatan G. <strong>Rinjani</strong>. Puncak<br />

G. Sangkareang dicapainya dalam waktu tempuh dua hari<br />

pendakian. Dari sana ia melihat Danau Segara Anak dan G.<br />

Baru yang masih mengepul-epul. Namun, karena perbekalan<br />

airnya sangat kurang, ia membatalkan pendakian ke puncak<br />

G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Catatan kedua baru ada setelah tiga tahun penerbitan<br />

tulisan Zollinger. Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn (1809-<br />

1864), seorang naturalis berkebangsaan Jerman, menuliskan<br />

perihal <strong>Rinjani</strong> dalam karya besarnya, Java, deszelfs gedaante,<br />

bekleeding en inwendige struktuur Vol III (1853-1854), dengan<br />

judul “Lombok, Piek <strong>Rinjani</strong>”. Namun, ternyata, dia<br />

sendiri tidak pernah mendaki G. <strong>Rinjani</strong>. Yang dicatatnya adalah<br />

berdasarkan pengukuran-pengukuran segitiga oleh P. Melvill<br />

van Carnee, tinggi G. <strong>Rinjani</strong> diketahuinya setinggi 1160<br />

kaki Paris.<br />

Sekian puluh tahun kemudian, pada 1886, dalam penerbitan<br />

Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch Indië Volume<br />

45 dan buku Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië ada<br />

kabar mengenai letusan G. <strong>Rinjani</strong>, “Uitbarstingen van Vulkanen”.<br />

Di situ memang tercatat bahwa G. <strong>Rinjani</strong> mengeluarkankan<br />

asap dan api pada hari-hari pertama bulan Agustus<br />

1884.<br />

Pada 1902, majalah Natuurkundig menurunkan tulisan<br />

yang berisi mengenai bahasan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> pada tahun<br />

1900, “Vulkanische Verschijnselen waargenomen Gedurende<br />

46 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


het jaar 1900”. Di situ digambarkan bahwa pada 30 November<br />

1900, di Lombok, turun hujan abu yang baru berhenti<br />

pada malam tanggal 2 Desember 1900. Kejadian ini berasal<br />

dari kawah Pegunungan <strong>Rinjani</strong> yang setelah itu juga memperlihatkan<br />

kegiatan yang meningkat dengan mengepulkan asap<br />

tebal. Beberapa bulan kemudian, Natuurkundig mencatat aktivitas<br />

<strong>Rinjani</strong> pada 1 Juni 1901. Saat itu terdengar ledakan<br />

seperti dari letusan gunungapi dan pada malam harinya hujan<br />

abu tipis.<br />

Pada tahun 1902, J.C.B. van Heek mengadakan pengamatan<br />

geologi mengenai Pulau Lombok, sekaligus G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Menurutnya, seluruh lereng barat Nangi tertimbun oleh<br />

material letusan G. <strong>Rinjani</strong>. Jalan yang ditempuhnya guna<br />

menemui sang gunungapi adalah melalui Sembalun Bumbung.<br />

Selanjutnya, pada 1915, kontrolir Lombok Timur melaporkan<br />

bahwa pada pagi hari tanggal 4 November 1915<br />

tampak kolom asap di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>. Hasil peninjauannya<br />

menyatakan bahwa Kawah Segara Muncar hanya sedikit<br />

tertutup, sedangkan sebagian dinding kawahnya telah runtuh.<br />

Sementara kawah Barujari, sebagian besarnya tersumbat. Pada<br />

tahun belasan ini, tercatat pula <strong>Rinjani</strong> dalam Laporan Tahunan<br />

Dinas Topografi Hindia Belanda tahun 1918. Di dalam<br />

laporan tersebut, antara lain, dinyatakan bahwa Pegunungan<br />

Lombok Utara, terutama dibangun oleh Pegunungan <strong>Rinjani</strong><br />

dengan beberapa puncak dan rangkaian pegunungan yang<br />

lebih rendah sebelah timur dan baratnya.<br />

Setahun sebelumnya, pada tahun 1917, W. Van Bemmelen<br />

mendaki G. <strong>Rinjani</strong>. Bulan September tahun itu, ia melakukan<br />

pendakian ke <strong>Rinjani</strong> melalui Swela. Menurutnya, setelah<br />

Zollinger, orang barat lainnya yang telah mengunjungi G. <strong>Rinjani</strong><br />

adalah Van Schaik, Elbert, Gruendler, Wormser, Kayser<br />

dan Termijtelen. Saat mendaki itu, van Bemmelen memilih G.<br />

Plawangan untuk meninjau puncak <strong>Rinjani</strong> dan Segara Anak.<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

47


Aliran lava 2015 mengalir dari lereng Barujari ke arah utara-timurlaut, menyeberangi danau hingga m<br />

Kemudian dalam suratnya kepada Gubernur Kepulauan<br />

Sunda Kecil, pada tanggal 19 Desember 1929, Ida Wajan Natra<br />

melaporkan bahwa sejak tahun 1927 terlihat suatu saluran<br />

air sebelah selatan G. Baru. Guguran-guguran sebelah barat G.<br />

Baru lebih banyak dari pada tahun 1925.<br />

Menginjak pada masa kemerdekaan Indonesia, tulisan<br />

yang pertama membahas mengenai G. <strong>Rinjani</strong> pada masa ini<br />

adalah sepucuk surat yang dikirimkan E.G.A. Lapre, “Surat kepada<br />

Vulkanologisch Onderzoek” pada tahun 1948. Namun<br />

tulisan yang benar-benar membahas G. <strong>Rinjani</strong> adalah tulisan<br />

A Wirjosumatro dan E. Karoma, Penyelidikan G. Rindjani,<br />

Lombok dalam bula April 1951. Kedua penyelidik ini melakukan<br />

pendakian dari Sembalun Lawang dan menginap di Tengengean,<br />

kemudian ke G. Plawangan dan Segara Anak.<br />

Pada tahun 1961, M.M. Purbo-Hadiwidjoyo telah<br />

menyelidiki kemungkinan air Segara Anak untuk tenaga listrik<br />

atau pengairan bersama-sama dengan Ismangun Surjo.<br />

Kesimpulan yang dikedepankan peneliti ini adalah bahwa pemakaian<br />

air danau akan terbentur kepada berbagai kesulitan,<br />

terutama karena sifat gunungnya yang termasuk gunungapi<br />

yang masih aktif.<br />

48 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


encapai dinding batu pagar.<br />

Pada tahun 1966, Saleh Basleman mengadakan pengamatan<br />

terhadap Danau Segara Anak dari G. Punduk dan<br />

pada tahun 1967, Sukardi, sewaktu mengadakan penelitian<br />

hidrologi Pulau Lombok, sempat pula mengunjungi Danau Segara<br />

Anak. Ia melihat-lihat kemungkinan mempergunakan air<br />

danau dalam rangka pertanian.<br />

Pada tahun 1968, Tanu Nataprawira, sebagai Kepala<br />

Dinas Kehutanan NTB telah dua kali melakukan perjalanan<br />

ke Segara Anak. Ia menyarankan agar mendapatkan gambaran<br />

keseluruhan situasi dan kondisi G. <strong>Rinjani</strong>, rombongan<br />

penyelidik diberangkatkan dari lima arah, yakni dari Sesaut,<br />

Bayan, Batusantek, Sajang, dan Sembalun. Kemudian, Kama<br />

Kusumadinata sendiri telah melakukan kunjungan ke Pegunungan<br />

<strong>Rinjani</strong> pada tahun 1969.<br />

Penelitian Produk Letusan<br />

Penelitian mengenai aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> semakin banyak<br />

dilakukan baik para peneliti dalam negeri maupun yang berasal<br />

dari luar negeri. Hasilnya, banyak produk ilmiah berupa<br />

skripsi, tesis, dan disertasi mengenai kegunungapian <strong>Rinjani</strong>.<br />

Demikian pula tulisan-tulisan ilmiah maupun populer yang<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

49


tersebar dalam jurnal-jurnal ilmiah maupun majalah dan koran.<br />

Khusus mengenai penelitian mengenai produk letusan<br />

gunungapi telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu,<br />

di antaranya Neumann van Padang (1951) menulis tentang Pegunungan<br />

<strong>Rinjani</strong> yang majemuk menjulang di Lombok Utara<br />

berikut dimensi puncak dan kawah kerucut <strong>Rinjani</strong>; Kaldera<br />

dengan isinya mulai dari ukuran kaldera, luas danau, kerucut<br />

G. Barujari, dan G. Rombongan.<br />

Kusumadinata (1969) mengulas tentang perkiraan tinggi<br />

G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang mencapai ketinggian ±5.000 mdpl, letaknya<br />

sebelah barat G. <strong>Rinjani</strong> sekarang. Akibat suatu kegiatan<br />

yang dahsyat berupa terjadinya letusan besar dan kuat (Paroxysmal<br />

eruption) diikuti dengan runtuhnya tubuh gunung<br />

itu sendiri (collapse) telah mengakibatkan lebih dari sebagian<br />

tubuhnya hilang dan sisanya berupa Kaldera Segara Anak<br />

yang diikuti dengan pembentukan gunungapi baru (G. Barujari<br />

dan G. Rombongan).<br />

Menurut Kusumadinata dalam Data Dasar Gunungapi<br />

(1979), letusan yang tercatat cukup besar dan menghasilkan<br />

aliran lava, terjadi pada tahun 1944 yang berasal dari G. Rombongan<br />

(±2110 mdpl) yang muncul dari dalam danau melebar<br />

ke utara dan barat dengan jumlah materialnya sebanyak<br />

±74 juta m 3 , dan tahun 1966 terjadi dari G. Barujari (±2.376<br />

mdpl) yang muncul dari kawahnya berupa aliran lava menuju<br />

kearah utara dan melebar kearah barat dan timur. ±6,6 juta<br />

m 3 .<br />

Foden dan R. Varne tahun 1981 menulis antara lain tentang<br />

komposisi dan aktivitas gunungapi <strong>Rinjani</strong> dan berikutnya<br />

pada tahun 1983 menulis tentang petrologi dari aliran<br />

lava calc-alkaline gunungapi <strong>Rinjani</strong>. Penelitian tersebut bersifat<br />

regional dan tidak secara spesifik menunjukan lokasi pengambilan<br />

contoh dari lava tersebut.<br />

50 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Diskusi mengenai produk letusan <strong>Rinjani</strong> Tua 1257 (Samalas)<br />

Imam Santosa dan Iman Sinulingga tahun 1994 meneliti<br />

tentang petrografi dari beberapa contoh aliran lava yang<br />

terdapat di dalam kaldera, tetapi tidak dilakukan secara sistematis<br />

dan hanya dilakukan pada aliran lava yang terbentuk<br />

sampai dengan tahun 1994.<br />

Heryadi Rachmat (2003), pada 1999 melakukan penelitian<br />

berupa pengambilan sampel untuk analisis petrografi dan<br />

geokimia dari aliran lava di dalam kaldera yang terbentuk sejak<br />

tahun 1944 sampai 1994, serta pengambilan contoh arang<br />

kayu (charcoal) untuk uji pentarikhan radiokarbon C 14 yang<br />

terdapat dalam aliran awan panas di daerah Korleko.<br />

Penelitian Nasution, dkk (2004), dilakukan terkait dengan<br />

produk letusan G. <strong>Rinjani</strong> secara regional mulai dari<br />

pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera. Hasil penelitiannya<br />

antara lain berupa peta geologi kompleks G. <strong>Rinjani</strong> serta<br />

peta sebaran piroklastik aliran dan jatuhan di Pulau Lombok<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

51


A<br />

G. <strong>Rinjani</strong><br />

G. Barujari<br />

B<br />

Bentang alam kompleks G. <strong>Rinjani</strong> dari kiri ke kanan : A) Puncak G.<br />

serta G. Rombongan; B) G. Barujari dan G. Rombongan dalam kalde<br />

bagian timur dan aliran lava 1944 muncul ke arah utara dan<br />

52 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


<strong>Rinjani</strong>, dinding kaldera dan di dalam kaldera muncul G. Barujari<br />

ra nampak aliran lava 1966 mengalir di lereng dan kaki G. Barujari<br />

timur G. Rombongan (sketsa K. Kusumadinata, 1969).<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

53


yang terbentuk saat pembentukan kaldera, berikut umur dari<br />

beberapa material hasil letusannya. Dari hasil analisis C 14 yang<br />

terdapat pada aliran piroklastik di laboratorium‘ Beta Analytic<br />

Inc’ Jepang, diperoleh umur dari material kompleks G. <strong>Rinjani</strong><br />

serta umur pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang diperkirakan<br />

terjadi pada abad ke-13 (1210 – 1300).<br />

Rachmat (2013) mengungkapkan bahwa aliran lava di<br />

dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terbentuk antara tahun 1944-<br />

2009 berkomposisi andesitis sampai basaltis dengan kandungan<br />

SiO 2<br />

berkisar antar 54,73% sampai dengan 58,88%.<br />

Kemudian Komorowski, dkk (2013), dan Lavigne, dkk (2013)<br />

mengungkapkan hasil penelitian yang relatif serupa dengan<br />

Nasution, dkk (2004).<br />

Data yang dihasilkan berupa peta sebaran piroklastik,<br />

peta isopach piroklastik jatuhan dan penampang tegak<br />

dari beberapa endapan piroklastik. Penelitiannya ditunjang<br />

dengan hasil peneliti lainnya terhadap endapan abu (sulfat<br />

aerosol) G. <strong>Rinjani</strong> yang terdapat di Kutub Utara dan Kutub<br />

Selatan serta sejarah letusan <strong>Rinjani</strong> yang tertulis pada daun<br />

lontar.<br />

Hasil analisis C 14 yang dilakukannya di ‘Eidgenössiche<br />

Technische Hochschule Zurich’, Swiss diperoleh umur dari<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas) yaitu pada tahun 1257. Informasi<br />

dari Tim Lavigne dkk tahun 2013, menjadi terkenal di dunia<br />

karena langsung dipublikasikan pada jurnal internasional ‘Proceeding<br />

of the National Academy Sciences of The United State<br />

of America’, 2013.<br />

Dengan demikian, G. <strong>Rinjani</strong> merupakan salah satu dari<br />

tiga kaldera di Indonesia yang terbentuk dalam kurun waktu<br />

750 tahun terakhir. G. ini juga memiliki sejarah letusan<br />

54 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Pengambilan sampel arangkayu (charcoal) pada produk letusan <strong>Rinjani</strong> Tua 1257<br />

(Samalas)<br />

dahsyat dan aktif mengeluarkan material letusan hingga saat<br />

ini. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya<br />

lebih banyak ditekankan pada material piroklastik, dan belum<br />

ada yang membahas secara khusus mengenai evolusi magmatis<br />

G. <strong>Rinjani</strong> berdasarkan produk letusan dari lava dan<br />

piroklastik pada pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera.<br />

Dengan demikian, penelitian mengenai evolusi magmatis<br />

berdasarkan analisis produk letusan yang didukung dengan<br />

hasil analisis lava dan piroklastik, penting untuk merekonstruksi<br />

hubungan antara evolusi magmatis G. <strong>Rinjani</strong> dengan<br />

sumber magma yang mempengaruhinya.<br />

Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />

55


Tim peneliti awal warisan geologi untuk geopark pertama yang di usulkan di Indones


ia.


<strong>Rinjani</strong> merupakan salah satu pemandangan puncak yang paling indah<br />

di Asia Tenggara


BAB 5<br />

Jangan Lupakan<br />

SAMALAS


Pada abad pertengahan, Eropa dan sebagian<br />

Asia dilanda perubahan iklim yang sangat drastis.<br />

Pada tahun 1258, tercatat secara umum Eropa<br />

dilanda musim dingin yang sangat hebat. Kabut<br />

kering menerpa Perancis, gerhana bulan terjadi di<br />

Inggris, musim semi yang keras di utara Islandia,<br />

terjadi kelaparan di Inggris, Jerman Barat, Perancis,<br />

utara Italia. Akibatnya wabah atau sampar pun<br />

menyebar ke London, sebagian Perancis, Austria,<br />

Irak, Suriah, dan tenggara Turki.<br />

Orang-orang yang melek tulisan pun memberi<br />

kesaksiannya. Mengenai kejadian di Perancis,<br />

Jerman Barat, dan utara Italia ada keterangan dari<br />

Notae Constantienses (Tahun 1260), Chronican<br />

Saviginiacensis (1300), Annales Spirenses (1259)<br />

dan dari Girard de Fracheto (1271). Sementara dari<br />

Inggris ada keterangan dari Matthew Paris (1259)<br />

dan John de Taxter (1265).<br />

Naskah Babad Lombok ditulis di atas daun lontar yang disimpan<br />

di Museum Budaya Nusa Tenggara Barat (NTB).<br />

Jangan Lupakan Samalas<br />

61


Khusus mengenai Matthew Paris (c. 1200-1259), ia dikenal<br />

sebagai rahib Benediktin, penulis kronik, ilustrator naskah<br />

dan pembuat peta, yang tinggal di St Albans Abbey, Hertfordshire,<br />

Inggris. Salah satu karya tulisnya yang terkenal adalah<br />

Chronica Majora (1259), naskah berbahasa Latin ini berisi kronik<br />

dari awal mula dunia hingga catatan 1259, saat Matthew<br />

meninggal.<br />

Matthew Paris (rahib Benediktin, 1200-1259) dan karya tulisnya<br />

naskah Chronica Majora.<br />

62 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Di dalam buku itu, antara lain, tercatat kutipan sebagai<br />

berikut: “Angin utara berhembus keras selama beberapa bulan...banyak<br />

sekali orang miskin yang meninggal. Tubuhnya<br />

bergeletakan ... tidak ada yang berani mendekati yang sakit<br />

atau sekarat, karena takut tertular ... wabah menjangkit, tak<br />

tertanggungkan, menyerang orang miskin. Di London sendiri,<br />

15,000 orang miskin meninggal; di England dan tempat lainnya<br />

ribuan orang meninggal.”<br />

Apalagi kemudian ternyata, pada penggalian arkeologi<br />

Inggris yang dilakukan antara 1991–2007 di situs tempat rahib<br />

Augustinian dan rumah sakit St Mary Spital, Spitalfields Market,<br />

London E1, para arkeologi menemukan lebih dari 10,500<br />

kerangka manusia. Laporan Museum of London Archaeology<br />

(MOLA) menyatakan, kuburan massal tersebut merupakan<br />

korban kelaparan yang terjadi pada 1258.<br />

Membaca keterangan tersebut, itu semua sama-sama<br />

menyatakan peran aktivitas gunungapi yang mempengaruhi<br />

iklim dunia. Mekanismenya, letusan gunungapi menyebarkan<br />

kandungan belerang yang berubah menjadi partikel sulfat<br />

mikroskopis di atmosfer yang tinggi sehingga membiaskan<br />

cahaya matahari mempengaruhi pendinginan suhu udara di<br />

bumi dapat bertahan selama beberapa bulan ataupun tahun.<br />

Misteri Letusan 1258<br />

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, jejak<br />

rekam kimia glasial (glaciochemical) memberikan perkiraan<br />

sulfat aerosol gunungapi yang terkandung dalam stratosfer<br />

serta berasosiasi dengan letusan gunungapi dan telah digunakan<br />

untuk menaksir respons sistem Bumi terhadap kegunungapian.<br />

Jejak rekam inti es yang beresolusi tinggi telah<br />

pula mengungkap letusan-letusan gunungapi yang signifikan<br />

tetapi tidak diketahui asal gunungapinya.<br />

Jangan Lupakan Samalas<br />

63


Dalam kaitannya dengan jejak rekam itu, sejak tiga dasawarsa<br />

lalu terungkap adanya sulfat vulkanik yang terkunci<br />

dalam sampel inti es yang diambil dari Greenland dan Antartika.<br />

Pada 1980, Hammer dan kawan-kawan menyatakan dalam<br />

tulisannya (“Greenland Ice Sheet Evidence of Post-Glacial<br />

Volcanism and its Climatic Impact”), salah satu yang terkunci<br />

itu adalah jatuhan aerosol yang tiba di kutub sejak 1258.<br />

Kemudian pada 1988, dalam Annals of Glaciology, Langway<br />

J.R., Clausen dan Hammer, mengukur keasaman ion sulfat di<br />

beberapa stasiun di Greenland dan Antartika, pada kedalaman<br />

yang berkorespondensi dengan tahun 1259. Dalam kajian<br />

mengenai anomali di inti es inilah, Langway dkk mulai memunculkan<br />

misteri letusan 1258 (Unknown 1258).<br />

Namun, selama tiga dasawarsa itu, identifikasi terhadap<br />

gunungapi yang “bertanggung jawab” pada letusan abad pertengahan<br />

itu tetap tidak terjawab atau tidak menentu. Ada<br />

yang menyangka berasal dari G. Oktaina (Selandia Baru), G.<br />

El Chichon (Meksiko), G. Quilota (Ekuador), G. Harrat Rahat<br />

dan Hara es Sawad di Saudi Arabia (pada 1256 dan 1270-an).<br />

Bahkan gunungapi di sekitar Samudra Pasifik, diajukan sebagai<br />

jawaban atas misteri 1257 itu.<br />

Selanjutnya, penelusuran dan penelitian mendalam yang<br />

telah dilakukan berbagai ahli akhirnya mengerucut pada sebuah<br />

gunung di Indonesia, yang bahkan mungkin tidak begitu<br />

dikenal oleh orang Indonesia pada umumnya. Pada 2013,<br />

terbit tulisan bertajuk “Source of the great A.D. 1257 mystery<br />

eruption unveiled, Samalas volcano, <strong>Rinjani</strong> Volcanic Complex,<br />

Indonesia”.<br />

Tulisan yang dimuat dalam Proceedings of the National<br />

Academy of Sciences of the United States of America (PNAS)<br />

vol. 110 no. 42 ini merupakan hasil penelitian 15 ahli gunungapi<br />

dunia. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo,<br />

geolog dari Badan Geologi Bandung, Danang Sri Hadmoko<br />

dari Geografi Universitas Gadjah Mada dan Surono, man-<br />

64 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


tan Kepala PVMBG. Sedangkan dari luar negeri yang terlibat<br />

meliputi 12 ahli dari berbagai kampus ternama di Eropa, di<br />

antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne,<br />

Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, Clive Oppenheimer<br />

dari University of Cambridge, Inggris, dan sejumlah<br />

ahli lainnya.<br />

Sebagaimana yang tersurat dalam judulnya, tulisan ini<br />

menyatakan bahwa sumber letusan misterius pada abad pertengahan<br />

itu berasal dari bagian Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>, Indonesia.<br />

Mengenai penelitian <strong>Rinjani</strong> yang mendekati sebagaimana<br />

yang dilakukan oleh Franck Lavigne, pernah dilakukan oleh<br />

Akira Takada & kawan-kawan dan disampaikan, antara lain,<br />

pada pertemuan IAVCEI tahun 2003 (“The volcanic activity of<br />

<strong>Rinjani</strong>, Lombok Island, Indonesia during the last ten thousand<br />

years, viewd from 14 C age datings”). Dari situ ada pernyataan<br />

bahwa “Penanggalan C 14 mengindikasikan bahwa klimaks letusan<br />

yang membentuk kaldera itu terjadi pada periode tahun<br />

1210-1300 M”.<br />

Sementara yang berhasil dikumpulkan dan dianalisis oleh<br />

Franck Lavigne dan kawan-kawan berupa data stratigrafi dan<br />

geomorfologi, vulkanologi fisik, penanggalan radiokarbon,<br />

geokimia tefra, dan kronik. Menurut hasil penelitiannya, letusan<br />

gunungapi di sekitar Kompleks <strong>Rinjani</strong> ini lebih besar<br />

dibandingkan letusan G. Tambora tahun 1815.<br />

Letusan tersebut melepaskan 40 kilometer kubik abu ke<br />

angkasa hingga setinggi 43 kilometer, yang terus mengelilingi<br />

bumi beberapa lama. Total magma yang dilepaskannya sebesar<br />

40,2 ± 3 km 3 Dence-Rock Equivalent (DRE). Dengan volume<br />

itu, diperkirakan letusannya bermagnitudo 7. Dan perbandingan<br />

geokimia pecahan gelas (glass shard) yang ditemukan<br />

di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 menunjukkan<br />

kemiripan, sehingga menjadi rujukan yang memperkuat<br />

hubungan letusan tahun 1257. Dengan demikian, letusan ini<br />

Jangan Lupakan Samalas<br />

65


menjadi salah satu letusan terbesar selama Holosen hingga<br />

menyebabkan anomali iklim pada 1258, utamanya di belahan<br />

utara bumi.<br />

Piroklastik yang berkaitan dengan pembentukan G. <strong>Rinjani</strong><br />

Tua dan kaldera <strong>Rinjani</strong> terdiri dari aliran piroklastik dan<br />

jatuhan peroklastik dan seluruhnya dapat dibagi menjadi tiga<br />

bagian yaitu, piroklastik pra, sin, dan pasca pembentukan<br />

kaldera.<br />

Piroklastik pra Kaldera <strong>Rinjani</strong> penyebarannya terdapat<br />

di dalam dan di luar kaldera. Untuk yang di dalam kaldera<br />

dapat dilihat melalui pengamatan dinding kaldera bagian dalam<br />

mulai dari dekat permukaan danau Segara Anak sampai<br />

bibir kaldera (crater rim). Endapan piroklastik ini posisinya<br />

selang seling dengan aliran lava pra kaldera sebagai penyusun<br />

utama tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua.<br />

Piroklastik sin-kaldera merupakan hasil letusan <strong>Rinjani</strong><br />

Tua (Samalas) yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> pada abad<br />

ke 13. Endapan aliran piroklastiknya, menyebar kearah utara,<br />

barat, dan tenggara. Sedangkan endapan jatuhan piroklastik,<br />

material halusnya menyebar sangat luas ke arah barat dari pusat<br />

letusan sesuai arah angin berbentuk elips hingga mencapai<br />

G. Merapi di Jawa Tengah<br />

Piroklastik pasca kaldera <strong>Rinjani</strong> hanya dijumpai di dalam<br />

kaldera, sebagai hasil letusan kerucut G. Barujari yang muncul<br />

dari dasar Danau Segara Anak. Jenis piroklastik yang dihasilkan<br />

berupa scoria, sebagai hasil letusan tipe strombolian dari<br />

kawah pusat dan kawah samping G. Barujari, yang terakhir<br />

meletus tahun 2015.<br />

Pada awal Juni 2018, masyarakat dikejutkan dengan<br />

ditemukannya berbagai artefak di sekitar bekas penambangan<br />

endapan piroklastik, diantaranya di Desa Tanak Beak yang<br />

terletak pada koordinat 8 o 35,2681’ - 8 o 35,229’ Lintang Selatan<br />

dan 116 o 17,810’ - 116 o 17,810’ Bujur Timur. Artefak ditemu-<br />

66 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


kan cukup luas penyebarannya, tepat di bagian dasar dari sisa<br />

penggalian pasir yang banyak mengandung batuapung sebagai<br />

bagian dari aliran piroklastik hasil letusan gunungapi <strong>Rinjani</strong><br />

1257. Akibat penggalian, telah menyisakan tebing yang cukup<br />

panjang dengan ketinggian ± 9-15 meter, dan saat ini telah dijadikan<br />

lokasi untuk menunjukkan material hasil letusan yang<br />

diendapkan secara utuh. Jenis artefak yang ditemukan oleh<br />

masyarakat terdiri dari keramik, bambu bagian dari bangunan<br />

tempat penyimpanan beras, berikut berasnya yang telah hangus<br />

terbakar oleh aliran piroklastik, serta tulang belulang dan<br />

gigi dari manusia.<br />

Aliran piroklastik hasil letusan <strong>Rinjani</strong> 1257 dan masuk ke<br />

laut yang terdapat di pantai utara Pulau Lombok, telah menghasilkan<br />

endapan sekunder membentuk tebing yang tingginya<br />

mencapai 25 meter. Endapan piroklastik yang ada dipantai<br />

utara ini telah dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata,<br />

Endapan piroklastik hasil letusan <strong>Rinjani</strong><br />

(Samalas) di Tanak Beak.


Lubang letusan samping G. Barujari yang menghasilkan endapan pi<br />

pasca kaldera dan aliran lava 2004, 2009 serta lava 2015.


oklastik


karena telah dilengkapi dengan papan interpretasi yang menjelaskan<br />

bagaimana tebing tersebut terbentuk.<br />

Babad Lombok Menguak Samalas<br />

Soalnya kemudian, gunung apakah yang menyebabkan<br />

letusan dahsyat tersebut ? Adakah sumber-sumber tertulis dari<br />

pribumi yang mengisahkan letusan tersebut? Menurut Franck<br />

Sketsa aliran piroklastik Samalas yang masuk ke laut membentuk<br />

endapan piroklastik hasil letusan sekunder.<br />

(sumber : modifikasi dari Brooks/Cole : Cengage Learning)<br />

70 RINJANI Dari Evolusi Aliran piroklastik Hingga Geopark letusan <strong>Rinjani</strong> 1257 di pantai utara P. Lombok yang<br />

masuk ke laut menghasilkan endapan sekunder membentuk tebing<br />

setinggi + 30 m..


Lavigne, untuk menjawab pertanyaan itu, ia memutuskan pergi<br />

ke Leiden, Belanda, tempat yang menyediakan dokumentasi<br />

Indonesia di masa lalu, terutama di Perpustakaan KITLV dan<br />

Perpustakaan Universitas Leiden.<br />

Pencariannya membuahkan hasil, terutama dengan<br />

“ditemukannya” naskah Babad Lombok. Menurut Sasak and<br />

Javanese Literature (1999) karya Geoffrey Morisson, Babad<br />

Lombok memiliki beberapa versi yaitu naskah yang berkode<br />

HKS 2502, KITLV 324, LOr. 6442, LOr. 6621, LOr. 10,667,<br />

LOr. 11,153, dan LOr. 10,296 dan LOr. 13,90. Sementara yang<br />

ada di Perpustakaan Nasional berkode Bd Codex 395.<br />

Dari naskah yang berisi mengenai tambo sejarah Lombok<br />

sejak Nabi Adam hingga kondisi politik di Lombok pada sekitar<br />

periode lahirnya naskah babad, yaitu abad ke-18, terutama<br />

yang telah ditransliterasi dan ditranskripsi oleh Lalu Wacana<br />

(1979), dan diperbaharui oleh Lalu Gede Suparman (1994).<br />

Franck menemukan nama Samalas. Nama ini merujuk kepada<br />

gunungapi yang berbarengan meletus dengan G. <strong>Rinjani</strong>, sesuai<br />

dengan kutipan naskah dan daun lontarnya yang ada di<br />

Museum Negeri Nusa Tenggara Barat.<br />

Penjelasan mengenai isi Babad Lombok yang disampaikan Jangan Lupakan Samalas<br />

oleh ahli filologi di Museum Negeri NTB.<br />

71


Antara lain, kutipan tersebut berbunyi: “G. Renjani kularat,<br />

miwah gunung samalas rakrat, balabur watu gumuruh,<br />

tibeng desa Pamatan, yata kanyut bale haling parubuh, kurambangning<br />

sagara, wong ngipun halong kang mati” (G. <strong>Rinjani</strong><br />

Longsor, dan G. Samalas runtuh, banjir batu gemuruh,<br />

menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan hanyut<br />

terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya<br />

banyak yang mati).<br />

Menurut perhitungan Franck dan kawan-kawan, G. Samalas<br />

yang menyebabkan terbentuknya Danau Segara Anak<br />

itu diperkirakan memiliki ketinggian sekitar 4200 m. Dan bila<br />

merujuk hasil rekonstruksi sebelum letusannya, G. Samalas berada<br />

di bagian barat G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Soalnya kemudian, bagaimana implikasi penelitian ini<br />

untuk di Indonesia? Menurut Indyo Pratomo (2013), yang<br />

menjadi salah satu penulis makalah dalam PNAS itu, temuan<br />

G. Samalas berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan<br />

mitigasi bencana, serta memberikan peluang penelitian baru<br />

di bidang arkeologi hingga sejarah Nusantara pada masa lalu.<br />

Temuan ini, lanjut Indyo, membuka kembali ide-ide penelitian<br />

tentang karakteristik letusan besar di kawasan itu,<br />

Di museum ini disimpan sekitar 1.200 takepan<br />

daun lontar (sumber : yuliaindahri.blogspot.com).<br />

72 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


sehingga paling tidak dalam 1.000 tahun ke belakang harus<br />

diteliti karena kemungkinan akan berulang. Letusan Samalas<br />

ini menjadi tantangan untuk meneliti lebih lanjut pola migrasi<br />

kerajaan, kebudayaan, dan populasi penduduk di kawasan<br />

tersebut di masa lalu. Misalnya, ia menyebutkan mengenai<br />

dampak letusan Samalas pada melemahnya kerajaan<br />

di kawasan timur Indonesia dan mempengaruhi penyerbuan<br />

Kertanegara Raja Singosari, ke Bali pada 1284.<br />

Pada Juni 2018, di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak<br />

dan Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang<br />

Utara, Kabupaten Lombok Tengah, ditemukan benda-benda<br />

yang diduga kuat terkubur letusan tahun 1257. Benda-benda<br />

yang dimaksud antara lain barang-barang tembikar (keramik)<br />

dari Dinasti Tang, Cina, gigi serta tulang belulang manusia.<br />

Lokasi penemuan tersebut ditemukan di bagian bawah<br />

endapan piroklastik yang membentuk tebing bekas kegiatan<br />

penambangan endapan pasir batuapung, yang arahnya relatif<br />

barat-timur dengan ketinggian ± 9 meter. Lokasi ini merupakan<br />

bekas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP), dan<br />

aktifitas penambangan tersebut saat ini telah dihentikan oleh<br />

pemerintah Provinsi NTB karena pada saat aktifitas penggalian,<br />

ditemukan beberapa artefak berupa keramik yang diduga<br />

tertimbun akibat aktivitas letusan G. Samalas tahun 1257.<br />

Dari hasil pengukuran vertikal terhadap lapisan yang<br />

tersingkap oleh tim peneliti dari Museum Geologi (2018),<br />

dijumpai 11 (sebelas) lapisan berbeda ditandai dengan adanya<br />

perbedaan warna dan ukuran butir dari masing-masing<br />

lapisan, yang disebabkan oleh perbedaan waktu pengendapan<br />

dan mekanisme pembentukan endapan piroklastik tersebut.<br />

Berdasarkan mekanisme pembentukannya, endapan<br />

piroklastik yang dijumpai di lokasi ini ada 2 (dua) jenis, yaitu<br />

jatuhan piroklastik (pyroclastic fall) dan aliran piroklastik (pyroclastic<br />

flow).<br />

Jangan Lupakan Samalas<br />

73


Pengamatan artefak berupa keramik, bambu dan tulang belulang di Desa Tanak Beak (atas).<br />

Para peneliti dari Museum Geologi, Balai Arkeologi Jawa Barat, dan Balai Arkeologi Denpasar<br />

sedang mendiskusikan artefak yang ditemukan di Desa Tanak Beak dan Desa Aik Beri (bawah).


Temuan artefak berupa keramik, beras, bambu dan tulang belulang di Dusun<br />

Ranjok, Desa Aik Beri


Samalas runtuh, <strong>Rinjani</strong> longsor menghancurkan Desa Pamatan. Kejadian ini tertua<br />

yang ditulis di atas daun lontar pada abad 18.


ng di dalam Babad Lombok


Bekas kampung Pamatan yang tertimbun oleh hasil letusan Samalas 1257 yang berlokasi di Desa Tanak Beak<br />

(tertuang dalam Babad Lombok yang ditulis di atas daun lontar pada abad 18


BAB 6<br />

Hikayat Tua<br />

Sang Arga


Dalam bahasa Sanskerta, dari India, yang sangat<br />

mempengaruhi bahasa-bahasa di Kepulauan<br />

Nusantara, istilah bagi gunung adalah arga.<br />

Sementara dalam bahasa Jawa Kuna atau Kawi,<br />

istilah arga merujuk kepada gunung yang sangat<br />

tinggi. Oleh karena itu, G. <strong>Rinjani</strong> bisa dianggap<br />

sebagai Sang Arga, mengingat tingginya gunungapi<br />

ini. Selain tinggi, gunung ini memiliki riwayat yang<br />

sangat panjang, sehingga bisa dikatakan tua. Hal<br />

ini bisa dibuktikan dari hasil kajian-kajian geologi<br />

yang telah dilakukan selama ini.<br />

Nasution, dkk., (2004), yang telah membuat<br />

Peta Geologi G. <strong>Rinjani</strong> dan membagi produk<br />

hasil letusannya menjadi tiga bagian, yaitu: produk<br />

sebelum kaldera <strong>Rinjani</strong>, saat Pembentukan Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong>, dan setelah pembentukan kaldera yang<br />

kemudian dimodifikasi Rachmat (2013).<br />

Danau Segara Anak, Puncak G. Barujari, kawah samping<br />

G. Barujari, dan aliran lava dilihat dari puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />

Hikayat Tua Sang Arga<br />

81


Rachmat (2013) telah merekonstruksi sejarah letusan<br />

G. <strong>Rinjani</strong> yang dimulai sekitar 1 juta tahun lalu. Pada awalnya<br />

ada sebuah gunungapi besar berketinggian sekitar 5.000<br />

mdpl tumbuh di bagian utara Pulau Lombok dan gunungapi<br />

itu diberi nama <strong>Rinjani</strong> Tua. Kemudian berdasarkan hasil<br />

penyempurnaan dari berbagai sumber (Rachmat, 2016) sejarah<br />

letusan G. <strong>Rinjani</strong>, setelah letusan awal antara 11.000<br />

sampai 6.000 tahun yang lalu (tyl) telah tumbuh kerucut G.<br />

<strong>Rinjani</strong> pada lereng timur <strong>Rinjani</strong> Tua. Selanjutnya pada abad<br />

ke-13 atau tahun 1257 terjadi letusan paroksisma <strong>Rinjani</strong> Tua<br />

(Samalas) yang menghasilkan Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />

Jenjang kegunungapian selanjutnya setelah terbentuk<br />

Kaldera terjadi lagi letusan G. <strong>Rinjani</strong> yang bersumber dari<br />

Kawah Segara Muncar (Kerucut Skoria <strong>Rinjani</strong>) menghasilkan<br />

endapan jatuhan piroklastik di sekitar puncak.<br />

Peta Geologi Gunungapi <strong>Rinjani</strong> (modifikasi dari Nasution, dkk, 2004)<br />

82 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Penampang G. Barujari dan G. Rombongan.<br />

Kemudian kaldera terisi air, membentuk danau dan secara<br />

bersamaan tumbuh kerucut Barujari, Rombongan, dan<br />

Anak Barujari menghasilkan aliran lava dan piroklastik Kerucut<br />

Skoria Barujari. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan pada<br />

endapan piroklastika dan lava baik yang ada di luar maupun<br />

di dalam kaldera. Penelitian geologi dan G. <strong>Rinjani</strong> sebelumnya<br />

telah banyak dilakukan, diantaranya Rachmat & Mujitahid<br />

(2003), dan mengungkapkan bahwa aliran piroklastika di<br />

pantai Desa Korleko berdasarkan pentarikhan C 14 di laboratorium<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) sekarang<br />

namanya menjadi Pusat Survei Geologi (PSG) diperoleh<br />

Hikayat Tua Sang Arga<br />

83


Sejarah Terbentuknnya Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Rachmat, 2016)<br />

84 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


a) b)<br />

a) Struktur gunungapi tipe strato berupa perselingan aliran lava dan piroklastik<br />

(Macdonald,1972), b) model aliran lava pada gunungapi (Strahler, 1979)<br />

umur 14.860 ±230 B.P. (1950) atau sekitar 14.000 tahun<br />

yang lalu.<br />

Selanjutnya Nasution, dkk (2004) bekerja sama dengan<br />

peneliti Jepang telah melakukan pentarikhan radiocarbon<br />

dating (C 14 ) di laboratorium Jepang diperoleh umur Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> terjadi antara tahun 1210-1300, tetapi karena hasilnya<br />

tidak dipublikasikan secara luas, maka tidak banyak diketahui.<br />

Akhirnya setelah Lavigne, dkk (2013) melakukan penelitian G.<br />

<strong>Rinjani</strong> bersama peneliti Indonesia dan melakukan pengukuran<br />

pentarikhan C 14 di laboratorium Swiss, ditunjang hasil penelitian<br />

endapan sulfat aerosol yang terdapat pada lapisan es<br />

di kedua kutub diperoleh umur dari Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas)<br />

tahun 1257.<br />

Aliran Lava Pasca Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Aliran lava yang termasuk di dalam pasca pembentukan<br />

kaldera <strong>Rinjani</strong> adalah aliran lava baru yang terdapat di dalam<br />

kaldera <strong>Rinjani</strong>, yaitu sebagai bagian dari suatu siklus letusan<br />

gunungapi pasca pembentukan kaldera.<br />

Penelitian lava ini sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti<br />

dari Direktorat Vulkanologi, yaitu Suyatna dan Hardjadinata<br />

(1966) telah mengambil 17 contoh lava 1944 dan<br />

Hikayat Tua Sang Arga<br />

85


Peta aliran lava pra 1944 - 2015,<br />

yang berasal dari Gunungapi<br />

Rombongan dan Barujari.


lava 1966 dan hasil analisisnya menunjukkan komposisi basalt-andesit<br />

sampai basalt, dan basalt. Sedangkan menurut<br />

Santosa dan Sinulingga (1994), dari empat contoh lava 1994<br />

yang dianalisis menunjukkan komposisi antara basalt sampai<br />

andesit-basaltis.<br />

Rachmat (2016) telah memetakan aliran lava pra 1944<br />

sampai dengan 2015 yang bersumber dari G. Rombongan<br />

dan G. Barujari, hasil analisis petrografi maupun geokimia<br />

kaldera gunung tersebut menunjukkan komposisi lava berkisar<br />

antara andesitik basal sampai basal.<br />

Piroklastik Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Piroklastik yang berkaitan dengan pembentukan G. <strong>Rinjani</strong><br />

Tua dan Kaldera <strong>Rinjani</strong> dapat dibagi menjadi tiga bagian<br />

yaitu, piroklastik pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera.<br />

Penyebaran endapan aliran piroklastik hasil pembentukan Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> (Vidal, 2015)<br />

88 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Pertama, piroklastik pra Kaldera <strong>Rinjani</strong> penyebarannya<br />

terdapat di dalam dan di luar kaldera. Untuk yang di dalam<br />

kaldera dapat dilihat melalui pengamatan dinding kaldera bagian<br />

dalam mulai dari dekat permukaan Danau Segara Anak<br />

sampai bibir kaldera (caldera rim). Endapan piroklastik ini posisinya<br />

selang seling dengan aliran lava pra kaldera sebagai<br />

penyusun utama tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua.<br />

Kedua, piroklastik sin-kaldera merupakan hasil letusan<br />

<strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

pada abad ke-13. Endapan piroklastik alirannya, menyebar ke<br />

arah utara, barat, dan tenggara. Sedangkan endapan jatuhan<br />

piroklastik, material halusnya menyebar sangat luas ke arah<br />

barat dari pusat letusan sesuai arah angin membentuk isopach<br />

berbentuk ellips. Volume material letusan saat terbentuknya<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> mencapai 33 sampai 44 km 2 , tinggi kolom<br />

letusan ± 43 km, dan Volcanic Explosivity Index (VEI) 7,1.<br />

(Vidal et al, 2015).<br />

Peta Isopach jatuhan piroklastik berbutir halus saat pembentukan<br />

kaldera <strong>Rinjani</strong> (Vidal, 2015)<br />

Hikayat Tua Sang Arga<br />

89


Ketiga, piroklastik pasca Kaldera <strong>Rinjani</strong> hanya dijumpai<br />

di dalam kaldera, sebagai hasil letusan kerucut G. Barujari<br />

yang muncul dari dasar Danau Segara Anak. Jenis piroklastik<br />

yang dihasilkan berupa skoria, sebagai hasil letusan tipe<br />

strombolian dari kawah pusat dan kawah samping sebagai<br />

G. Barujari, yang terbentuk sejak 2004 dan berlanjut sampai<br />

2015.<br />

Berikut adalah perbandingan volume material yang dikeluarkan<br />

saat pembentukan kaldera, pada beberapa gunungapi<br />

terkenal di dunia.<br />

Perbandingan volume material hasil pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Samalas dibandingkan dengan hasil letusan gunungapi lainnya di<br />

dunia (modifikasi dari J. P. Lockwood dan R. W. Hazlett, 2010)<br />

90 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 7<br />

Meneliti Lagi<br />

Geologi <strong>Rinjani</strong>


Penelitian yang terbaru mengenai kegeologian G.<br />

<strong>Rinjani</strong> telah dilakukan oleh Rachmat (2016). Ia<br />

melakukan berbagai analisis batuan (geokimia dan<br />

petrografi) termasuk penyebaran dan jenis batuan<br />

gunungapi mulai dari periode sebelum (pra), saat<br />

(sin), dan setelah (pasca) pembentukan Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong>. Penelitian ini mencakup 51 sampel lava<br />

dan 30 sampel piroklastik yang diperoleh dari dalam<br />

maupun dari luar Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />

Hamparan blok-blok aliran lava G. Barujari hasil letusan<br />

tahun 2009.<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

93


Produk Batuan Sebelum Terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Lava yang terbentuk sebelum Kaldera <strong>Rinjani</strong> merupakan<br />

bagian dari tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang berselingan dengan<br />

batuan piroklastik di dinding kaldera. Sebanyak 20 sampel<br />

lava dengan komposisi basalt sampai andesit diambil untuk<br />

dianalisa. Lava ini umumnya berwarna abu-abu kehitaman.<br />

Jenis batuan yang ditemukan disepanjang jalur Senaru adalah<br />

basalt, basaltik-andesit, dan andesit. Sementara batuan yang<br />

ditemukan sepanjang jalur Sembalun merupakan basalt, basaltik-andesit,<br />

andesit, dan dasit.<br />

Lava-lava yang ditemukan ini menunjukkan tekstur masif<br />

dan vesikuler. Vesikuler merupakan kenampakan batuan yang<br />

berlubang-lubang. Lubang-lubang ini dapat terbentuk akibat<br />

lepasnya kandungan gas saat lava mengalami pembekuan di<br />

permukaan bumi.<br />

Beberapa foto singkapan lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> pada dinding<br />

kaldera bagian timur dan kaldera bagian utara.<br />

94 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Produk Batuan Setelah Terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Erupsi ultra-plinian Samalas pada tahun 1257 menyebabkan<br />

terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Setelah terbentuknya<br />

kaldera ini, aktivitas magmatik kompleks ini tidak berhenti. Di<br />

dalam kaldera lahir gunung baru yang dikenal sebagai G. Barujari.<br />

Beberapa ahli juga menyebutkan keberadaan G. Rombongan<br />

yang berada di lereng barat laut Barujari yang menjadi<br />

pusat erupsi tahun 1944. Aktivitas pertama G. Barujari<br />

dan G. Rombongan yang berhasil dicatat dimulai sejak 1846.<br />

Sejak saat itu, Barujari mengalami beberapa kali erupsi bertipe<br />

strombolian hingga vulkanian.<br />

(1) Lava Pra-1944<br />

Aliran lava yang berasal dari G. Rombongan.<br />

Lava pra-1944 tersebar di bagian barat daya kawah Barujari.<br />

Dalam citra satelit tampak sebaran lava ini mulai ditumbuhi<br />

vegetasi. Aliran lava ini kemungkinan besar merupakan<br />

lava tertua yang diproduksi G. Barujari setelah erupsi ultraplinian<br />

Samalas 1257. Sebaran aliran lava ini mencapai luas<br />

5,31 km 2 .<br />

Lava segar pada periode ini berwarna abu-abu sementara<br />

yang lapuk menunjukkan warna kecokelatan. Lava ini<br />

menunjukkan tekstur porfiritik, yaitu tekstur yang menunjukkan<br />

adanya fenokris berupa mineral plagioklas yang tertanam<br />

dalam massa dasar yang lebih halus. Struktur vesikuler juga<br />

banyak ditemui di lava ini.<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

95


Mineral utama penyusun lava ini adalah plagioklas,<br />

kemudian klino-piroksen, dan sedikit olivin. Ditemukan juga<br />

mineral pirit sebagai mineral aksesoris dan tambahan.<br />

Lava pra 1944 yang tersingkap di selatan G. Baruujari.<br />

(2) Lava-1944<br />

Aktifitas Barujari sedikit bergeser ke arah barat laut pada<br />

tahun 1944. Aktivitas ini berpusat di G. Rombongan yang<br />

merupakan erupsi samping dari G. Barujari. Erupsi ini menghasilkan<br />

73 juta meter kubik lava berwarna abu-abu terang.<br />

Lava 1944 juga menunjukkan tekstur porfiritik dan vesikuler.<br />

Mineral penyusun utamanya adalah plagioklas hingga<br />

30-40% dan diikuti oleh piroksen dan olivin. Massa dasar,<br />

yaitu massa yang mengisi antara kristal, berupa plagioklas<br />

96 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


mikrolit dan gelas. Analisis kimia menunjukkan bahwa lava<br />

1944 termasuk ke dalam lava andesit-basaltik dengan komposisi<br />

SiO 2<br />

sekitar 54%.<br />

(3) Lava-1966<br />

Lava tahun 1966 tersebar di bagian timur G. Barujari.<br />

Sebaran lava ini memanjang dari bagian timur laut Barujari<br />

hingga tenggara Barujari. Erupsi tahun 1966 ini memproduksi<br />

6 juta meter kubik aliran lava dengan warna abu-abu terang.<br />

Sampel lava 1966 yang diambil menunjukkan tekstur porfiritik.<br />

Hal menarik yang ditemukan pada sampel 1966 adalah<br />

adanya beberapa sampel yang menunjukkan indeks warna<br />

berbeda. Selain itu, ada juga beberapa sampel yang miskin<br />

akan olivin dan menunjukkan komposisi SiO 2<br />

yang sedikit lebih<br />

banyak dibanding sampel-sampel lainnya.<br />

a<br />

b<br />

(4) Lava-1994<br />

Lava 1966 yang berkomposisi basalt porfiri dilihat dengan :<br />

a) mata telanjang; b) menggunakan mikroskop.<br />

Erupsi tahun 1994 memproduksi aliran lava ke arah<br />

barat-baratdaya G. Barujari. Saat terjadi letusan G. Barujari<br />

1994, merupakan kejadian istimewa karena saat berlangsungnya<br />

letusan penulis bergabung bersama tim Kanwil Pertam-<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

97


Tim peneliti Kaldera <strong>Rinjani</strong> di depan Pos pengamatan G. <strong>Rinjani</strong> di Sembalun Lawang.<br />

bangan dan Energi dan Tim Direktorat Vulkanologi untuk<br />

melakukan pengamatan dan pembuatan video yang pertama<br />

saat letusan. Tahun berikutnya kemudian dibangun pos<br />

pengamatan G. <strong>Rinjani</strong> yang terletak di Desa Sembalun Lawang.<br />

Erupsi ini menghasilkan 25 juta meter kubik lava. Lava<br />

yang terbentuk ini memiliki warna abu-abu dengan tekstur<br />

porfiritik dan vesikuler. Mineral utamanya adalah plagioklas<br />

(33-43%) diikuiti oleh piroksen dan olivin. Analisa kimia juga<br />

menunjukkan bahwa lava tahun 1994 adalah andesit-basaltik.<br />

(5) Lava 2004<br />

Erupsi tahun 2004 merupakan erupsi terkecil dibanding<br />

erupsi lainnya. Erupsi ini mengeluarkan lava yang mengalir ke<br />

arah utara Kawah Barujari. Lava menunjukkan teksur porfiritik<br />

dengan mineral penyusun utamanya adalah plagioklas<br />

98 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


dan diikuti oleh piroksen dan olivin. Lava juga menunjukkan<br />

struktur vesikuler. Dari pengamatan mikroskopis dan geokimia<br />

batuan lava menunjukkan komposisi andesit-basaltik.<br />

(6) Lava 2009<br />

Erupsi tahun 2009 memproduksi 10 juta meter kubik<br />

aliran lava yang mengalir ke arah utara dari kawah Barujari.<br />

Sumber erupsi berasal dari kawah samping yang berada sekitar<br />

200 meter di utara kawah Barujari. Tidak banyak perbedaan<br />

karakter lava tahun 2009 dengan lava tahun-tahun sebelumnya.<br />

Lava ini berkomposisi andesit-basaltik dengan dominasi<br />

mineral plagioklas dan diikuti oleh piroksen dan olivin.<br />

a) b)<br />

(7) Lava 2015<br />

Lava 2009 yang berkomposisi andesit porfiri dilihat dengan :<br />

a) mata telanjang; b) menggunakan mikroskop.<br />

Erupsi tahun 2015 menghasilkan aliran lava ke arah<br />

timurlaut dari Kawah Barujari. Aliran lava ini mencapai dinding<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> di bagian timurlaut. Lava yang dihasilkan<br />

erupsi 2009 ini berwarna hitam keabu-abuan. Komposisinya<br />

andesit-basaltik dengan dominasi mineral plagioklas dan di<br />

ikuti oleh piroksen dan olivin.<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

99


Lava 2015 (G. Barujari)<br />

Lava 1944 (G. Rombongan)<br />

100 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Lava 2015 (G. Barujari)<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

101


Penyebaran Piroklastik Pra Terbentuknya Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong><br />

Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk akibat<br />

erupsi gunungapi berupa pecahan-pecahan batu berukuran<br />

kasar sampai halus.<br />

Sampel Batuan piroklastik periode sebelum pembentukan<br />

kaldera diambil di 10 titik pada dinding kaldera jalur<br />

pendakian Sembalun. Sampel batuan piroklastik yang diambil<br />

ini merupakan jatuhan piroklastik. Jika mengacu pada klasifikasi<br />

genetik Fisher (1984), batuan ini termasuk ke dalam lapili<br />

tepra. Tekstur vesikuler juga dapat ditemukan pada sebagian<br />

besar sampel ini.<br />

Penyebaran Piroklastik Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Pengambilan sampel untuk batuan piroklastik yang terbentuk<br />

pada saat erupsi ultraplinian Samalas 1257 (periode<br />

sin-kaldera) diambil di enam titik. Pada umumnya batuan ini<br />

memiliki warna segar putih dengan tekstur berupa abu kasar<br />

hingga lappili. Mengacu pada klasifikasi Fisher (1984), batuan<br />

piroklastik ini dapat digolongkan sebagai lapili tepra serta abu<br />

kasar.<br />

Penyebaran Piroklastik Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Batuan piroklastik hasil erupsi pasca terbentuknya kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> memiliki warna segar abu-abu kehitaman, warna<br />

lapuk abu-abu kehitaman. Tekstur berupa besar butir abu<br />

kasar hingga lapili, bentuk butir menyudut tanggung-membundar<br />

tanggung, kemas ekuigranular. Pemilahan baik, porositas<br />

baik hingga sedang, permeabilitas baik hingga sedang,<br />

dan nonkarbonatan. Tampak struktur vesikuler pada seluruh<br />

sampel batuan yang merupakan tempat keluarnya gas-gas sesaat<br />

terbentuknya batuan.<br />

102 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Batuan yang termasuk piroklastik jatuhan ini belum<br />

mengalami konsolidasi, sehingga berdasarkan klasifikasi Fisher<br />

(1984) batuan piroklastik ini dapat digolongkan sebagai lapili<br />

tepra serta abu kasar.<br />

Dengan demikian, daerah penelitian yang dilakukan baru-baru<br />

ini oleh Heryadi Rachmat (2016) sebagian besar disusun<br />

oleh produk letusan berasal dari gunungapi di sekitar<br />

Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>. Produk letusannya terdiri dari endapan<br />

piroklastik dan aliran lava yang berasal dari berbagai sumber<br />

dengan umur yang berbeda-beda. Secara garis besar,<br />

penyebaran produk letusannya dapat dibagi menjadi produk<br />

pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>, Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong>, dan pasca-Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong>.<br />

Produk pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terkait langsung dengan<br />

penelitian adalah merupakan pembentuk dari G. <strong>Rinjani</strong> Tua<br />

yang tingginya mencapai ± 4.000 mdpl yang terdiri dari<br />

selang-seling endapan piroklastik dan aliran lava membentuk<br />

gunungapi strato.<br />

Produk sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong> adalah endapan piroklastik<br />

yang dihasilkan saat terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong> menghasilkan<br />

aliran piroklastik yang penyebarannya meluas di Pulau<br />

Lombok ke arah utara, timur, dan tenggara. Di beberapa tempat<br />

dengan jarak ± 30-40 km, aliran piroklastik ini memiliki<br />

ketebalan endapan mencapai 30-40 m, bahkan di bagian<br />

utara mencapai laut dan menghasilkan endapan sekunder<br />

membentuk tebing aliran piroklastik di pinggir pantai setinggi<br />

± 40 m.<br />

Produk pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terkait dengan<br />

penelitian, hanya dijumpai di dalam kaldera berupa jatuhan<br />

piroklastik dan aliran lava membentuk kerucut gunungapi<br />

baru Rombongan dan Barujari.<br />

Berdasarkan analisis petrografi pada aliran lava dan<br />

piroklastik pada daerah penelitian, menunjukkan komposi-<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

103


sinya berkisar antara porfiri basalt sampai dasit. Aliran lava<br />

pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang diambil sampelnya dari dinding Sembalun<br />

dan Senaru didominasi oleh porfiri andesit dan sedikit<br />

porfiri basalt. Untuk aliran lava pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang<br />

diambil dari lereng G. Barujari, komposisinya berkisar antara<br />

porfiri basalt sampai porfiri andesit. Hasil analisis petrografi<br />

endapan piroklastik pra dan pasca-kaldera, keduanya menunjukkan<br />

batuan berupa lapilli tepra.<br />

Pada aliran lava pra dan pasca-kaldera <strong>Rinjani</strong>, keduanya<br />

menunjukkan telah terjadi pencampuran magma (magma<br />

mixing) yang ditandai dengan dijumpainya tekstur Disconti<br />

nuous zoning, Convolute zoning, Sector zoning, dan Oscillatory<br />

zoning. Pada aliran lava pra-kaldera, komposisinya mempunyai<br />

rentang yang menyebar dari basal sampai andesit,<br />

sedangkan lava pasca - kaldera mempunyai komposisi andesit-basaltik<br />

yang mengelompok.<br />

Penelitian geokimia dilakukan terhadap batuan produk<br />

G. <strong>Rinjani</strong> (Pra, Sin, dan Pasca Pembentukan kaldera) dengan<br />

menggunakan analisa kimia utama atau mayor (Major<br />

Elements), analisa kimia berdasarkan unsur jejak (Trace Elements),<br />

analisa berdasarkan unsur tanah jarang (Rare Earth Elements).<br />

Penelitian geokimia ini dilakukan dengan metode XRF<br />

di laboratorium milik Pusat Survei Geologi (Badan Geologi).<br />

Hasil penelitian geokimia tersebut dapat membantu dalam<br />

menentukan klasifikasi penamaan batuan, kandungan<br />

kimia berdasarkan silika ataupun oksida lainnya, klasifikasi potensi<br />

magma pembentuk batuan, juga penentuan asal magma<br />

secara umum, juga penghitungan kedalaman Benioff Zone,<br />

serta pendugaan suhu magma dan massa jenis batuan. Semua<br />

komponen tersebut sangat penting dalam menentukan asal<br />

pembentukan magma dan pemodelan proses pembentukan/<br />

genesa magma selama perkembangan G. <strong>Rinjani</strong> yang terbangun<br />

dari awal sampai paling modern.<br />

104 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Penelitian petrografi dan geokimia G. <strong>Rinjani</strong> hubungannya<br />

dengan evolusi pembentukan kaldera dan magmatismenya<br />

secara rinci akan dituangkan di dalam buku terkait lainnya.<br />

Penentuan umur pembentukan kaldera<br />

Untuk mengetahui umur piroklastik saat terjadinya<br />

pembentukan Kompleks Kaldera <strong>Rinjani</strong>, pertama kali telah<br />

dilakukan pengambilan sampel arang kayu (charcoal) pada<br />

tahun 1999 yang diperoleh dari endapan piroklastik yang<br />

terletak di Pantai Korleko. Dengan uji pentarikhan radiokarbon<br />

C 14 diperoleh umur 14880 ±230 B.P. Berdasarkan hasil<br />

pengamatan ulang di lapangan dan hasil diskusi, diperkirakan<br />

sampel arang kayu yang terdapat di pantai Korleko, berasal<br />

dari aliran piroklastik yang berbeda, sehingga umurnya diperoleh<br />

jauh lebih tua.<br />

Selanjutnya Akira Takada, peneliti dari Jepang bekerja<br />

sama dengan Asnawir Nasution peneliti dari Indonesia<br />

melakukan penelitian di Kompleks Kaldera <strong>Rinjani</strong> termasuk<br />

di dalam kalderanya mulai tahun 2002 sampai 2003. Hasil<br />

penelitiannya berupa peta sebaran aliran piroklastik hasil letusan<br />

G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> dan<br />

peta geologi sekitar Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Di samping itu, diperoleh<br />

umur berdasarkan hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14<br />

dari 8 sampel charcoal yang terdapat dalam aliran piroklastik<br />

pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> di laboratorium Beta Analytic Inc<br />

di Jepang, yang menunjukkan umurnya antara tahun 1200<br />

sampai 1300.<br />

Hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14 tahun 2013 yang<br />

dilakukan oleh peneliti Prancis dan Indonesia, umur letusan<br />

<strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) yang terjadi tahun 1257 diketahui secara<br />

luas di seluruh dunia karena hasilnya langsung dipublikasikan<br />

melalui majalah internasional (Proceeding of the National<br />

Academic Sciences USA, September 2013).<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

105


Hasil pentarikhan radiokarbon dari 8 sampel charcoal yang terdapat<br />

dalam aliran piroklastik pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong>, menunjukkan<br />

umur antara tahun 1200 sampai 1300.<br />

Komorowski, dkk (2013) dan Lavigne, dkk (2013) mengungkapkan<br />

hasil penelitian yang relatif serupa dengan Nasution,<br />

dkk (2004). Data yang dihasilkan berupa peta sebaran<br />

piroklastik, peta isopach piroklastik jatuhan dan penampang<br />

tegak dari beberapa endapan piroklastik. Komorowski, dkk<br />

(2014) melakukan analisis 22 radiocarbon dating (C 14 ) di Eidgenossiche<br />

Technische Hochschule Zurich, Swiss dan diperoleh<br />

umur kaldera <strong>Rinjani</strong> yaitu antara tahun 1167-1284.<br />

Berikut adalah hasil analisis karbon dating dari 22 sampel<br />

arang kayu yang dihasilkan <strong>Rinjani</strong> Tua setelah pembentukan<br />

kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />

Penelitian selanjutnya untuk menentukan umur pembentukan<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong> dilakukan oleh Clive Oppenheimer,<br />

dkk., yaitu didasarkan pada sulfat aerosol yang terdapat pada<br />

inti es baik yang ada di Kutub Utara maupun yang ada di<br />

Kutub Selatan terhadap garis equator. Dari sekian banyak<br />

sulfat aerosol yang dihasilkan akibat letusan gunungapi, di<br />

antaranya ada yang menunjukkan banyaknya jumlah aero-<br />

106 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Hasil analisis karbon dating dari 22 sampel arang kayu hasil<br />

<strong>Rinjani</strong> Tua pasca kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

sol di bagian utara dan selatan equator relatif sama. Kemudian<br />

dihubungkan dengan kejadian banyaknya korban yang<br />

meninggal pada tahun 1258, serta hasil pengujian komposisi<br />

kimia yang terdapat di kedua kutub terdapat kesamaan. Berdasarkan<br />

bukti-bukti tersebut disimpulkan bahwa penyebabnya<br />

gunungapi yang ada di dekat garis equator, yaitu G. <strong>Rinjani</strong><br />

Tua atau dikenal dengan nama Samalas yang letusannya<br />

terjadi pada 1257.<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

107


Lokasi pengambilan salah satu sampel arang kayu (charcoal) yang terdapat<br />

di dalam endapan aliran piroklastik hasil pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> Tua<br />

(Samalas), di barat-laut G. <strong>Rinjani</strong><br />

Selain itu, untuk mengetahui umur piroklastik saat terjadinya<br />

pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> telah dilakukan pengambilan<br />

sampel arang kayu (charcoal) yang terdapat di dalam<br />

piroklastik terletak di Tanah Bengan – Lombok Tengah. Dari<br />

hasil analisis dalam penelitian ini yang dilakukan di Laboratorium<br />

Pusat Survei Geologi (Badan Geologi) diperoleh umur<br />

dari piroklastik sekitar 910 ±110 tahun. Penghitungan umur<br />

saat pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> akhirnya terhitung yaitu<br />

tahun 1257 (Vidal, 2016).<br />

Dengan demikian, <strong>Rinjani</strong> meletus dahsyat dan menghasilkan<br />

terbentuknya kaldera dengan penyebaran abu letusannya<br />

mencapai sekeliling dunia disimpulkan terjadi pada<br />

tahun 1257.<br />

108 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14 terhadap 22 sampel<br />

dari aliran piroklastik hasil pembentukan kaldera dan<br />

ditunjang hasil penelitian sulfat aerosol di Kutub Utara dan<br />

Selatan, maka dapat diketahui umur letusan <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas)<br />

terjadi tahun 1257. Informasi ini diketahui secara luas<br />

di seluruh dunia karena hasilnya langsung dipublikasikan pada<br />

majalah Internasional Proceeding of the National Academic<br />

Sciences USA, September 2013.<br />

Untuk mengetahui umur piroklastik yang cukup luas<br />

penyebarannya di Tanah Bengan–Lombok Tengah, telah<br />

dilakukan pengambilan sampel arang kayu (charcoal) yang<br />

dianalisis di Laboratorium Pusat Survei Geologi (Badan<br />

Geologi). Hasilnya diperoleh umur dari piroklastik sekitar 910<br />

±1010 tahun. Penghitungan umur tersebut relatif sama dengan<br />

batas bawah pengukuran umur yang dilakukan peneliti<br />

Jepang maupun peneliti Prancis.<br />

a<br />

b<br />

b<br />

Kegiatan pemboran inti dan penelitian lapisan es di kedua kutub<br />

(gambar a dan b); Hasil ploting banyaknya aerosol yang diendapkan<br />

di sebelah utara dan selatan ekuator (gambar c).<br />

Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />

109


Umur letusan G. <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) berdasarkan karbon dating C 14 dari<br />

22 sampel yang diperoleh dari aliran piroklastik, ditunjang dengan hasil<br />

analisis sulfat aerosol yang terdapat pada lapisan es hasil pemboran inti di<br />

kedua kutub, menunjukkan umur letusan terjadi pada tahun 1257.<br />

110 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 8<br />

Asal Magma<br />

Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong>


Hal keempat yang diupayakan oleh Heryadi<br />

Rachmat (2016) adalah melakukan analisa<br />

terhadap lava Kaldera <strong>Rinjani</strong> dalam kaitannya<br />

dengan asal atau sumber magma tersebut. Hal ini<br />

mengingat magma merupakan batuan yang meng-<br />

alami peluruhan akibat termperatur dan tekanan<br />

yang tinggi di sekitarnya.<br />

Sifat suatu magma menggambarkan dari batuan<br />

apa magma tersebut berasal. Magma dapat<br />

dibagi menjadi dua berdasarkan asal batuan pembentuknya,<br />

yaitu kontinen atau samudra. Pearce<br />

(1977) menentukan asal suatu magma dari kan-<br />

dungan K 2<br />

O, TiO 2<br />

, dan P 2<br />

O 5<br />

yang diplot dalam<br />

diagram segitiga.<br />

Kondisi terakhir G. Barujari dan sekitarnya pasca letusan<br />

yang terjadi pada bulan November 2015.<br />

Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

113


Dari tatanan tektonik di mana magma yang membentuk<br />

batuan berasal, berdasarkan Mullen (1983) sumber magma<br />

dapat dibagi menjadi 5 antara lain pada basal punggungan<br />

tengah samudera (Mid Oceanic Ridge Basalt), toleiitik busur<br />

kepulauan (Island Arc Thoeliite), alkali basal busur kepulauan<br />

(Island Arc Alkaline Basalt), toleiitik kepulauan samudera<br />

(Oceanic Island Tholeiitic), dan alkali basal kepulauan samudera<br />

(Oceanic Island Alkaline Basalt). Penentuan asal magma<br />

ini berdasarkan persentase TiO 2<br />

, 10X MnO, dan 10XP 2<br />

O 5<br />

yang<br />

diplot dalam diagram segitiga.<br />

Asal Magma Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Berdasarkan plotting pada diagram segitiga ini, lava<br />

pra-Kaldera G. <strong>Rinjani</strong> berasal dari kerak kontinen, dengan<br />

berdasarkan diagram segitiga Mullen (1983), menunjukkan<br />

bahwa asal magma yang membentuk batuan lava pra-Kaldera<br />

G. <strong>Rinjani</strong> adalah alkali basal busur kepulauan.<br />

Asal Magma Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Berdasarkan kandungan K 2<br />

O, TiO 2<br />

, dan P 2<br />

O 5<br />

yang<br />

menunjukan magma pembentuk lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

berinteraksi dengan kerak benua. Magma asal kerak benua<br />

memiliki silika, alumunium dan kalium yang cukup tinggi sedangkan<br />

magma asal kerak samudra memiliki silika, magnesium,<br />

dan titanium yang cukup tinggi.<br />

Berdasarkan plotting di atas, yang menunjukkan bahwa<br />

magma dan terbentuknya G. Barujari dan G. Rombongan,<br />

Kompleks G. <strong>Rinjani</strong> erat kaitannya dengan pembentukan alkali<br />

basal busur kepulauan.<br />

Asal Magma Piroklastik Pra, Sin dan Pasca-Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong><br />

Untuk menentukan seri magma asal batuan yang menghasilkan<br />

lava dan piroklastik pra, sin, dan pasca pembentuk<br />

114 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Kaldera <strong>Rinjani</strong>, digunakan perbandingan dalam diagram<br />

segitiga dan biner. Irvine Baragar (1971) dengan menggunakan<br />

diagram segitiga AFM, membagi seri batuan menjadi<br />

seri tholeiite dan seri calc-alkaline. A adalah kandungan Alkali<br />

(K 2<br />

O + Na 2<br />

O), F adalah oksida besi (FeO + Fe 2<br />

O 3<br />

) dan M<br />

adalah magnesium (MgO).<br />

Batuan yang memiliki seri magma calc alkaline, menunjukkan<br />

adanya afinitas magma-K (potasiumatau kalium) menengah<br />

dengan tipikal hydrous dan lebih mudah mengalami<br />

oksidasi dengan udara. Sedangkan pada seri Toleitik, beberapa<br />

sampel batuan memiliki kandungan potasiumatau kalium<br />

yang rendah.<br />

Golongan Calc-Alkaline, Memiliki kandungan potassium<br />

yang relatif lebih besar dari golongan tholeiite atau biasa disebut<br />

golongan K menengah rendah. Berdasarkan kandungan<br />

silikatnya, golongan ini dapat dibedakan menjadi empat jenis<br />

dengan urutan: basalt, basaltic andesite, andesite, dan dacite.<br />

Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.<br />

Dari hasil penelitian, magma pembentuk lava dan<br />

piroklastik Kompleks G. <strong>Rinjani</strong> berinteraksi dengan kerak<br />

benua. Magma asal kerak benua memiliki silika, alumunium<br />

dan kalium yang cukup tinggi sedangkan magma asal kerak<br />

samudra memiliki silika, magnesium, dan titanium yang cukup<br />

tinggi.<br />

Pendugaan suhu magma dikaitkan pada saat kristal mulai<br />

pertama kali terbentuk dalam kondisi yang setimbang. Berat<br />

jenis batuan didapat dari pengukuran massa setiap mineral<br />

penyusun batuan terhadap volume batuan.<br />

Diketahui juga bahwa piroklastik kompleks G. <strong>Rinjani</strong><br />

terbentuk pada suhu 912-1250 o C dengan berat jenis batuan<br />

2,48- 3,17 gram/cm 3 . Diperkirakan semakin dingin suhu magma,<br />

semakin besar letusan yang terbentuk. Hal itu juga terjadi<br />

pada berat jenisnya.<br />

Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

115


Pengaruh Tektonik Lempeng Terhadap pembentukan<br />

Gunungapi<br />

Berdasarkan analisis geokimia aliran lava dan piroklastik<br />

pra, sin dan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong>, dengan<br />

menggunakan diagram Pearce, (1977), diperoleh petunjuk<br />

bahwa sumber magma berasal dari kontinen. Sedangkan<br />

de-ngan menggunakan diagram penentuan asal magma berdasarkan<br />

tectonic setting Mullen (1983), dapat digunakan<br />

hanya untuk lava dan piroklastik pra dan pasca kaldera. Untuk<br />

piroklastik yang sin kaldera melebihi kadarnya (45-54%<br />

SiO 2<br />

). Pada diagram tersebut diperoleh asal magma adalah<br />

alkali basal busur kepulauan.<br />

Dengan membandingkan tektonik lempeng model tumbukan<br />

(konvergen) antara lempeng samudra (Lempeng Australia)<br />

dan lempeng Benua (Lempeng Eurasia), maka G. <strong>Rinjani</strong><br />

termasuk ke dalam bagian dari model tumbukan lempeng<br />

tersebut.<br />

Tipe Letusan Gunungapi Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Berdasarkan besarnya volume material letusan dan tinggi<br />

kolom letusan saat pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> maka<br />

dengan menggunakan klasifikasi endapan piroklastik jatuhan<br />

(Walker, 1973) Kaldera <strong>Rinjani</strong> terbentuk oleh letusan plinian-ultra<br />

plinian. Indeks letusan gunungapi yang dibuat oleh<br />

Newhall dan Self (1982), menilai besarnya letusan gunungapi<br />

dengan indeks letusan gunungapi (Volcanic Explosivity Index<br />

= VEI) yang diberi nilai mulai dari 0 sampai 8 dan seterusnya<br />

semakin besar tingkat letusan gunungapi, maka volume bahan<br />

letusan semakin besar dan kolom letusan semakin tinggi. Dalam<br />

hal ini letusan yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> tersebut<br />

mempunyai VEI sama dengan 7.1.<br />

Tinggi kolom letusan itu akan mempengaruhi injeksi bahan<br />

letusan ke lapisan atmosfer dan stratosfer di atas muka<br />

116 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Model tumbukan lempeng samudra dan lempeng Benua<br />

(Sudrajat, 19977)<br />

bumi. Hal ini ditunjang dengan hasil penelitian Lavigne dkk<br />

(2013), G. <strong>Rinjani</strong> ketika meletus membentuk kaldera telah<br />

melontarkan material gunungapi sebanyak lebih dari 40 km 3<br />

dengan tinggi kolom >40 km. Atas dasar tersebut, maka jenis<br />

letusan termasuk ke dalam tipe letusan plinian – ultra plinian<br />

hal tersebut didukung oleh bukti komposisi kimia berupa sulfat<br />

aerosol di lapisan es pada kawasan kutub utara dan kutub<br />

selatan sama dengan yang ada di G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Berdasarkan kandungan unsur tanah jarang dan unsur jejak<br />

pada batuan pra dan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

secara umum tidak jauh berbeda. Dari plotting unsur-unsur<br />

tersebut ke dalam diagram laba-laba, keduanya menunjukkan<br />

karakteristik magma yang terbentuk pada zona subduksi. Selama<br />

proses diferensiasi magma diduga ada keterlibatan<br />

kerak yang dibuktikan dengan adanya pengayaan LiL seperti<br />

tingginya unsur S dan pemiskinan unsur-unsur HREE seperti Y<br />

dan Tb.<br />

Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

117


Bom yang dihasilkan pada letusan G. Barujari 2015.


Unsur Tanah Jarang Dan Unsur Jejak Lava Pra Dan<br />

Pasca Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

Unsur Tanah Jarang adalah kumpulan 17 unsur kimia<br />

dalam tabel periodik yang meliputi 15 unsur latanida serta<br />

scandium dan yttrium. Secara umum, karakteristik unsur jejak<br />

maupun tanah jarang antara lava pra dan pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

tidaklah berbeda jauh. Berdasarkan diagram laba-laba,<br />

keduanya menunjukkan karakteristik magma yang terbentuk<br />

pada zona subduksi.<br />

Dipekirakan magma pada kedua lava pra dan pasca-Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> terbentuk pada lingkungan kerak di zona<br />

subduksi. Pengayaan pada unsur LiL menunjukkan adanya<br />

keterlibatan kerak selama proses diferensiasi magma. Hal ini<br />

juga didukung oleh tingginya nilai S dan adanya pemiskinan<br />

unsur-unsur HREE seperti Y dan Tb.<br />

Pengayaan pada unsur tanah jarang ringan ini dapat disebabkan<br />

oleh beberapa faktor. Unsur-unsur tanah jarang berat<br />

lebih kompatibel dengan mineral piroksen dan garnet.<br />

Sehingga fraksinasi piroksen atau mineral golongan garnet<br />

dapat menyebabkan pengayaan pada unsur-unsur tanah jarang<br />

ringan.<br />

120 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 9<br />

Model Evolusi Magmatis<br />

Kaldera <strong>Rinjani</strong>


Hal kelima yang diteliti oleh Heryadi Rachmat<br />

(2016) adalah melakukan pemodelan atas<br />

evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Permodelan<br />

dilakukan untuk menggambarkan proses pembentukan<br />

sampai dengan produk letusan 2009 yang<br />

berupa aliran lava dan piroklastik, ditunjang dengan<br />

model evolusi magmatis gunungapi yang<br />

sama muncul pada kala Plistosen-Resen, yaitu<br />

Kaldera Tambora. Oleh karena itu, maka model<br />

evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> berdasarkan produk<br />

letusannya dapat dibuat menjadi lima model.<br />

Uraiannya dapat diungkapkan sebagai berikut.<br />

Endapan berlapis rempah gunungapi (material<br />

piroklastik) yang dapat dijumpai di sekitar camp<br />

area Pelawangan Sembalun.<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

123


Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

aliran lava pra-kaldera.<br />

G. Tambora, selama kurang lebih 200 ribu tahun, telah<br />

tumbuh setinggi 4 ribu mdpl. G. <strong>Rinjani</strong> juga pernah memiliki<br />

ketinggian yang relatif sama. Maka G. <strong>Rinjani</strong> pun selama 200<br />

ribu tahun diperkirakan tumbuh setinggi 4 ribu mdpl yang<br />

membentuk gunungapi strato.<br />

Hasil analisa petrografi aliran lava pra-kaldera menunjukkan<br />

komposisi berkisar dari andesit porfiritik sampai basalt<br />

porfiritik.<br />

Hasil analisa geokimia menggunakan metode XRF terhadap<br />

aliran lava pra-kaldera menunjukkan komposisi antar basalt<br />

sampai andesit dan sedikit dasitik. Tetapi ada satu sampel<br />

berasal dari bibir kaldera yang komposisinya dasitik. Lava dasitik<br />

dijumpai sebagai retas yang muncul ke permukaan pada<br />

bibir kaldera bagian timur-tenggara yang menunjukkan adanya<br />

indikasi magma mulai berubah menjadi asam.<br />

Hasil dari analisa di atas menunjukkan komposisi lava<br />

yang berkisar dari basalt sampai dasit. Hal ini menunjukkan<br />

adanya perubahan magma akibat berbagai proses dari magma<br />

basaltis hingga menjadi dasitis. Hal ini dimungkinkan<br />

mengingat pertumbuhan <strong>Rinjani</strong> yang cukup panjang.<br />

Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

aliran lava pasca-kaldera<br />

Produk letusan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

adalah berupa aliran lava dan jatuhan piroklastik yang sebagian<br />

besar produknya terdapat di dalam kaldera. Aliran lava<br />

yang berhasil diamati saat kejadiannya, yaitu letusan 1944,<br />

1966, 1994, 2004, 2009, dan 2015. membentuk gunungapi.<br />

Hasil analisa petrografi aliran lava pasca-kaldera yang<br />

diperoleh dari dalam kaldera, menunjukkan komposisi lava<br />

berkisar antara basalt porfiritik sampai andesit porfiritik.<br />

124 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Hasil analisis geokimia (XRF) aliran lava pasca-kaldera<br />

menggunakan diagram Peccerilo dan Taylor (1976) menunjukkan<br />

komposisi andesit-basaltik dan sedikit andesit yang<br />

mengelompok.<br />

Hasil analisa petrografi dan geokimia batuan dari berbagai<br />

contoh menunjukkan bahwa aliran lava tidak terlalu<br />

bervariasi baik dari jenis maupun komposisinya.<br />

Berdasarkan analisis data seismik dari letusan Barujari<br />

tahun 2015, diperoleh kedalaman kantong magma berkisar<br />

antara 2 sampai 8 km, dan setiap kali terjadi letusan sering<br />

memperlihatkan tipe Stromboli yang dapat menunjukkan<br />

kantong magmanya relatif dangkal. Sehingga dapat disimpulkan<br />

letusan pasca kaldera tersebut di atas berasal dari kantong<br />

magma yang sama, kemudian diinjeksi oleh magma baru ke<br />

dalam kantong magma tersebut sehingga terjadi mixing dan<br />

menghasilkan lava berkomposisi menengah.<br />

Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

Endapan Piroklastik pra-kaldera<br />

Produk letusan pra pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> berupa<br />

endapan jatuhan piroklastik, sebarannya terdapat di luar<br />

dan di dalam kaldera.<br />

Hasil pengamatan petrografi menujukkan bahwa endapan<br />

piroklastik pra kaldera adalah batuan lapilli tepra berdasarkan<br />

klasifikasi Fisher (1984). Endapan piroklastik ini juga<br />

ditemukan berselang-seling dengan aliran lava. Hasil analisa<br />

geokimia menujukkan endapan piroklastik ini berkomposisi<br />

basalt, andesit, hingga dasit. Kedua pengamatan ini juga<br />

menunjukkan bahwa terjadi evolusi magma yang cukup signifikan<br />

mulai dari basaltis hingga dasitis.<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

125


Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />

Endapan Piroklastik pasca-kaldera<br />

Produk letusan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> berupa<br />

endapan jatuhan piroklastik sebarannya terdapat di sekitar G.<br />

Barujari. Hasil pengamatan petrografi menujukkan endapan ini<br />

adalah lapilli tepra. Hasil analisis geokimia menunjukkan bahwa<br />

komposisi endapan ini adalah andesit-basaltik jika mengacu<br />

pada klasifikasi Peccerilo dan Taylor (1976).<br />

Komposisi andesit-basaltik yang mendominasi endapan<br />

pasca kaldera menunjukkan adanya kemungkinan kantong<br />

magma baru yang terbentuk setelah erupsi ultraplinian tahun<br />

1257. Hal ini adalah gejala umum ketika gunungapi telah<br />

melewati fase pembentukan kaldera dan gunungapi baru<br />

yang tumbuh kembali di dalamnya memproduksi produk<br />

dengan komposisi lebih basaltis.<br />

Setelah magma dan bagian puncak G. <strong>Rinjani</strong> “dihancurkan”,<br />

maka terbentuk kaldera dan sebagian dari tubuh G.<br />

<strong>Rinjani</strong> runtuh mengisi rongga di dasar kaldera yang terbentuk<br />

setelah letusan. Selanjutnya komposisi magma berangsur<br />

berubah menjadi basa.<br />

Akibat letusan dahsyat yang telah mengosongkan bagian<br />

atas dapur magma, berikutnya magma naik mengisi rongga<br />

diikuti dengan terbentuknya retas-retas baru atau konduit<br />

baru dengan ukuran lebih kecil mengisi retakan membentuk<br />

kantong magma baru, yang sebagian naik ke permukaan<br />

berupa letusan menghasilkan endapan piroklastik dan aliran<br />

lava membentuk kerucut gunungapi baru, yaitu G. Barujari<br />

dan Rombongan.<br />

Oleh karena itu, model kondisi magma di bawah G. <strong>Rinjani</strong><br />

pada waktu pra dan pasca-kaldera diperlihatkan pada<br />

gambar berikut.<br />

126 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Model kantong magma sebelum dan sesudah pembentukan kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas)<br />

Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />

127


G. <strong>Rinjani</strong> terbentuk sebagai hasil letusan dari kantong<br />

magma yang dihasilkan oleh zona penunjaman pada 160-200<br />

km dan dari zona panas pada kedalaman 20-30 km. Pada<br />

periode pra kaldera, terbentuk kantong magma dangkal (3-10<br />

km) dengan temperatur 1200-1300 °C yang diisi oleh magma<br />

dari zona panas, melalui injeksi retas berkomposisi basal (bagian<br />

bawah) yang berdiferensiasi sampai dasitik (bagian atas)<br />

dan muncul ke permukaan secara bergantian.<br />

Kemudian tumbuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua sehingga mencapai<br />

ketinggian ±4.000 mdpl selama ±200.000 tahun, berbentuk<br />

strato (lava dan piroklastik) dan berkomposisi basal sampai<br />

dasit yang dipotong oleh berbagai jenis retas dan sill.<br />

Sementara pada periode pasca-kaldera adalah terjadinya<br />

gejala magma mixing pada kantong magma dangkal dengan<br />

suhu 1220-1350°C, akibat bercampurnya magma dasitik di<br />

dalam kantong lama (sisa letusan 1257) dengan Injeksi magma<br />

baru berkomposisi basal, sehingga menghasilkan batuan<br />

berkomposisi menengah (basaltik-andesitik). Oleh karena itu,<br />

di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> tumbuh gunungapi baru (Barujari<br />

dan Rombongan), yang menjadi pusat aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> Tua<br />

setelah pembentukan kaldera.<br />

Dengan demikian, dapat dilihat genesa pembentukan<br />

magma pada periode pra pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> didominasi<br />

oleh proses diferensiasi dan kristalisasi fraksional<br />

(fractional crystallization), sedangkan pada periode pasca-Kaldera<br />

<strong>Rinjani</strong> genesa magmanya didominasi oleh proses<br />

magma mixing pada kantong magma di kedalaman 2 hingga<br />

8 km.<br />

128 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 10<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju<br />

Geopark Dunia


Puncak G. <strong>Rinjani</strong> (3726 mdpl) sebagai gunungapi tertinggi ke-2 di Indonesia<br />

dan kaldera dengan gunungapi aktif tertinggi di dunia merupakan<br />

warisan geologi yang layak menjadi geopark dunia.


Pemanfaatan keragaman bumi (geodiversity) secara<br />

berkelanjutan, sekaligus mengedepankan kesejahteraan<br />

hidup yang juga terus berlanjut itu sangat penting.<br />

Hal ini berlandaskan kepada kenyataan bahwa keragaman<br />

tersebut lambat laun akan habis. Oleh karena itu,<br />

konsep pembangunan secara berkelanjutan yang harus<br />

dikedepankan.<br />

Gagasan geopark di Indonesia, diawali komunikasi<br />

antara Prof. Dr. Mohd. Shafeea Leman salah seorang penggagas<br />

Geopark Langkawi, Malaysia dengan penulis awal<br />

tahun 2007, seperti terlihat pada email di bawah ini.<br />

Fri. 12 Jan 2007 01:12:06<br />

To: ‘Heryadi Rachmat’ hery_rachmat@yahoo.com<br />

From: ‘Prof. Dr. Mohd Shafeea Leman’


Konsep itu bisa berupa geopark atau taman bumi, yang<br />

memiliki tiga pengertian dasar, yaitu: Merupakan kawasan<br />

yang memiliki makna sebagai suatu warisan geologi, sekaligus<br />

sebagai tempat mengaplikasikan strategi pengembangan<br />

ekonomi berkelanjutan yang dilakukan melalui struktur menejemen<br />

yang baik dan realistis; berimplementasi memberi peluang<br />

bagi penciptaan lapangan pekerjaan untuk masyarakat<br />

setempat dalam hal memperoleh keuntungan ekonomi secara<br />

nyata (biasanya melalui kegiatan pariwisata berkelanjutan);<br />

dan di dalam kerangka geopark, objek warisan geologi dan<br />

pengetahuan geologi berbagi dengan masyarakat umum. Unsur<br />

geologi dan bentangalam yang ada berhubungan dengan<br />

aspek lingkungan alam dan budaya (Komoo, 2008; Samodra,<br />

2010; Sutawidjaja, dkk, 2012, Oktariadi, 2013).<br />

Istilah Geopark Global Network (GGN) yang digunakan<br />

sejak tahun 2000, setelah Sidang Umumnya yang ke 38 di<br />

Paris pada 17 November 2015, namanya kini menjadi UNES-<br />

CO Global Geopark (UGG).<br />

Geopark Global UNESCO adalah wilayah geografis tunggal<br />

di mana situs dan bentangalam yang memiliki nilai internasional<br />

dikelola berdasarkan konsep perlindungan, pendidikan<br />

dan pembangunan berkelanjutan secara holistik. Geopark<br />

Global UNESCO menggunakan warisan geologi yang berkaitan<br />

dengan aspek warisan alam dan budaya lainnya guna<br />

meningkatkan kepedulian dan pemahaman aneka masalah<br />

yang dihadapi masyarakat seperti penggunaan sumber daya<br />

bumi secara berkelanjutan, mengurangi dampak perubahan<br />

iklim, serta memperkecil dampak bencana alam.<br />

Semboyan Geopark Global UNESCO, yaitu “Celebrating<br />

Earth Heritage and Sustaining Local Comminities.” Terjemahan<br />

bebasnya lebih kurang “Merayakan warisan Bumi<br />

dan menjaga keberlanjutan kehidupan masyarakat setempat.”<br />

132 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Di Indonesia, terinspirasi dengan semboyan tersebut, slogan<br />

Geopark Nasionalnya adalah “Memuliakan warisan bumi dan<br />

menyejahterakan masyarakat setempat”.<br />

Geopark Global UNESCO memberdayakan masyarakat<br />

setempat dan memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan<br />

kemitraan untuk tujuan mempromosikan proses<br />

geologi yang signifikan di wilayah itu, fitur, waktu, sejarah<br />

yang terkait dengan geologi, dan keindahan geologi yang<br />

luar biasa. Geopark Global UNESCO dibangun melalui proses<br />

bottom-up yang melibatkan semua pemangku kepentingan<br />

di tingkat lokal dan regional serta pihak-pihak berwenang di<br />

daerah seperti pemilik tanah, kelompok masyarakat, penyedia<br />

jasa pariwisata, masyarakat adat, atau organisasi setempat.<br />

Proses ini membutuhkan komitmen yang kuat dari masyarakat<br />

setempat, kemitraan jangka panjang, dukungan politik serta<br />

pengembangan strategi yang akan memenuhi semua tujuan<br />

masyarakat ketika mereka menampilkan dan melindungi<br />

warisan geologinya. Pengertian geopark menurut Samodra<br />

(2010) dapat dipahami melalui beberapa aspek. Pertama, sebagai<br />

suatu kawasan, yang berisi aneka jenis unsur geologi<br />

yang memiliki makna dan fungsi sebagai warisan alam. Di kawasan<br />

ini dapat diimplementasikan berbagai strategi pengembangan<br />

wilayah secara berkelanjutan, yang promosinya harus<br />

didukung oleh program pemerintah. Sebagai kawasan,<br />

geopark harus memiliki batas yang tegas dan nyata. Luas permukaan<br />

geopark pun harus cukup, dalam artian dapat mendukung<br />

penerapan kegiatan rencana aksi pengembangan.<br />

Kedua, sebagai sarana pengenalan warisan bumi, yang<br />

mengandung sejumlah situs geologi (geosite) yang memiliki<br />

makna dari sisi ilmu pengetahuan, kelangkaan, keindahan<br />

(estetika), dan pendidikan. Kegiatan di dalam geopark tidak<br />

terbatas pada aspek geologi saja, tetapi juga aspek lain seperti<br />

arkeologi, ekologi, sejarah, dan budaya.<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

133


Ketiga, sebagai kawasan lindung warisan bumi, yang<br />

berdasarkan arti, fungsi dan peluang pemanfaatannya, keberadaan<br />

dan kelestarian situs-situs itu perlu dijaga dan dilindungi.<br />

Keempat, sebagai tempat pengembangan geowisata<br />

yang dapat berpeluang menciptakan nilai ekonomi. Pengembangan<br />

ekonomi lokal melalui kegiatan pariwisata berbasis<br />

alam (geologi) atau geowisata merupakan salah satu pilihan.<br />

Penyelenggaraan kegiatan pariwisata geopark secara berkelanjutan<br />

dimaknai sebagai kegiatan dan upaya penyeimbangan<br />

antara pembangunan ekonomi dengan usaha konservasi.<br />

Kelima, sebagai sarana kerja sama yang efektif dan<br />

efisien dengan masyarakat lokal, karena pengembangan<br />

geopark di suatu daerah akan berdampak langsung kepada<br />

manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan. Konsep<br />

geopark memperbolehkan masyarakat untuk tetap tinggal<br />

di dalam kawasan, yaitu dalam rangka menghubungkan<br />

kembali nilai-nilai warisan bumi kepada mereka. Masyarakat<br />

dapat berpartisipasi aktif di dalam revitalisasi kawasan secara<br />

keseluruhan.<br />

Keenam, sebagai tempat implementasi aneka ilmu<br />

pengetahuan dan teknologi untuk melindungi objek-objek<br />

warisan alam dari kerusakan atau penurunan mutu lingkungan.<br />

Juga, kawasan geopark juga terbuka sepenuhnya untuk<br />

berbagai kegiatan kajian dan penelitian aneka ilmu pengetahuan<br />

dan teknologi tepat-guna.<br />

Pada 13 Februari 2004, rapat mengenai geopark diadakan<br />

di markas besar UNESCO, Paris. Peserta rapatnya,<br />

perwakilan IGCP, International Geographical Union (IGU),<br />

International Union of Geological Sciences (IUGS), dan pakar<br />

konservasi dan promosi warisan geologi. Mereka memutuskan<br />

untuk mendirikan Jaringan Geopark Dunia (dulu GGN,<br />

sekarang UGG), menerima garis-garis besar operasional untuk<br />

menjadi anggota UGG, dan memasukkan 17 geopark Eropa<br />

134 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


serta 8 geopark Cina ke dalam jaringan geopark dunia. Selain<br />

itu, diputuskan pula untuk mendirikan Kantor Koordinasi<br />

UGG di Kementrian Tanah dan Sumber Daya Cina di Beijing.<br />

Geopark di Indonesia<br />

Indonesia telah mempunyai instrumen yang cukup baik<br />

untuk melindungi sumber daya geologi yang penting dan<br />

unik, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 2008<br />

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).<br />

Peraturan ini berusaha memberikan jaminan perlindungan<br />

terhadap gejala-gejala geologi yang unik, langka, dan nilainilai<br />

keilmuan, pendidikan, atau yang berhubungan dengan<br />

nilai-nilai kemanusiaan dan budaya sebagai kawasan cagar<br />

alam geologi (KCAG) dan Warisan Geologi<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

G. <strong>Rinjani</strong> mulai diperkenalkan pada 23 Maret 1998<br />

pada Seminar Sehari Geowisata yang diselenggarakan oleh<br />

Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) di Bandung,<br />

dan tahun 2002 pada seminar internasional “The International<br />

Year of Mountains” di Sabah.<br />

Calon geopark di Indonesia yang pertama kali diusulkan<br />

ke GGN-UNESCO adalah Geopark <strong>Rinjani</strong>, atas usulan para<br />

pemerhati geowisata Indonesia MAPEGI (sekarang MAGI)<br />

tahun 2007 di Badan Geologi Bandung. Selanjutnya berdasarkan<br />

keputusan MAPEGI dilakukan survei potensi geodiversity<br />

oleh anggota IAGI yang diikuti dengan Seminar Geopark<br />

Nasional pertama di Indonesia, diselenggarakan atas kerjasama<br />

PP IAGI, Pengda Nusa Tenggara, Kementerian ESDM, Kehutanan,<br />

Pariwisata, Badan Geologi, Perguruan Tinggi, Pemda<br />

bertempat, dan <strong>Rinjani</strong> Trek Management Board (RTMB)<br />

di Mataram Lombok. Seminar internasional pertama untuk<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong> dilakukan tahun 2009 pada pertemuan<br />

GEO-SEA di Kualalumpur. Seminar geopark Nasional kedua<br />

diselenggarakan oleh Puslitbang Geoteknologi LIPI pada Agus-<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

135


Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia 2007 di Bali, sekaligus penetapan<br />

koordinator masing-masing disiplin ilmu geologi, termasuk Koordinator Geowisata yang<br />

tugasnya antara lain memberikan sertifikat bagi para ahli geowisata sesuai tingkatan.<br />

Pertemuan pertama pemerhati geowisata di Ruang Edukasi Museum Geologi, sepakat<br />

membentuk organisasi Masyarakat Pemerhati Geowisata ( MAPEGI) yang kemudian berubah<br />

menjadi Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) yang pertama kali diketuai Dr. Yunus Kusumahbrata.<br />

Pada pertemuan tersebut sepakat mengusulkan <strong>Rinjani</strong> sebagai calon geopark<br />

136 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

pertama Indonesia.


Seminar Geopark Nasional pertama di Indonesia<br />

Seminar internasional pertama untuk Geopark <strong>Rinjani</strong> dilakukan tahun<br />

2009 pada pertemuan GEO-SEA di Kualalumpur<br />

tus 2010, bertempat di Hotel Jayakarta Bandung. Pada tahun<br />

2012 bertempat di Kementerian Parekraf disepakati wilayah<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong> diperluas menjadi Geopark Lombok, tetapi<br />

setelah kunjungan tiga orang Tim Asesor UNESCO, 17–19<br />

November 2012 yang terdiri dari Guy Martini, Patric, dan<br />

Ibrahim Komoo merekomendasikan agar kawasan geopark<br />

di Lombok diperkecil dan namanya menjadi Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok.<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

137


Seminar geopark Nasional kedua diselenggarakan oleh Puslitbang<br />

Geoteknologi LIPI<br />

Dossier Aspiring Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok berhasil disusun<br />

pada 12–18 Juni di Bandung dan 19-30 Juni 2013 di<br />

Mataram, yang diikuti peserta dari Nusa Tenggara Barat sebanyak<br />

sepuluh orang yang diakhiri dengan workshop.<br />

Penyusunan dossier geopark <strong>Rinjani</strong> tahap 1 yang dilaksanakan oleh<br />

tim Badan Geologi dan tim dari Nusa Tenggara Barat di Bandung.<br />

138 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Penyusunan dossier geopark <strong>Rinjani</strong> tahap 2 yang dilaksanakan oleh<br />

tim Badan Geologi dan tim dari Nusa Tenggara Barat di Mataram.<br />

Pada 7 Oktober 2013, kawasan ini resmi memperoleh<br />

status geopark nasional dengan nama “Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok,<br />

NTB”. Pada Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok telah<br />

ditetapkan sebanyak 22 situs geologi, 8 situs biologi, dan 17<br />

situs budaya. Sejak 2014, kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> ini telah<br />

diproses untuk menjadi anggota geopark dunia atau UNESCO<br />

Global Geopark (UGG).<br />

Berdasarkan hasil sidang executive board UNESCO ke-<br />

204, komisi programme and external relations di Paris, Prancis<br />

pada 17 April 2018, kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok<br />

resmi memperoleh status sebagai Geopark Internasional dengan<br />

nama “UGG <strong>Rinjani</strong>” dan pada tanggal tersebut <strong>Rinjani</strong><br />

berhak menggunakan logo yang ditentukan oleh UNESCO.<br />

Situs Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

Warisan geologi (geoheritage) menjadi jantung pengembangan<br />

geopark. Warisan ini meliputi kekhasan mineral, batu-<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

139


Kawasan <strong>Rinjani</strong> resmi memperoleh status geopark nasional dengan nama<br />

“Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok”<br />

an, fosil, bentang alam, dan Proses geologi dalam berbagai<br />

skala, yang secara hakiki atau secara budaya merupakan situs<br />

penting, yang menawarkan informasi atau wawasan tentang<br />

formasi, evolusi bumi, atau sejarah ilmu pengetahuan; atau<br />

dapat digunakan untuk penelitian, pengajaran, atau referensi.<br />

Warisan geologi ditentukan oleh keragaman geologi<br />

(geodiversity), yakni berbagai bahan, bentuk dan proses yang<br />

menyusun dan membentuk bumi, baik seluruhnya maupun<br />

sebagian.<br />

Pada implementasinya, keragaman geologi diperoleh<br />

melalui tahapan pengumpulan data sekunder, tahapan pengumpulan<br />

data lapangan, dan tahapan penentuan atau penilaian.<br />

Kemudian penilaian keragaman geologi untuk ditetapkan<br />

menjadi warisan geologi di suatu negara sangat terkait<br />

dengan konsep konservasi yang dipilih oleh negara tersebut.<br />

Namun, pada prinsipnya, dasar dari penilaian itu adalah segi<br />

kekhasan atau keunikan, selain fakta bahwa fenomena kera-<br />

140 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


gaman geologi tersebut adalah sumber daya yang tidak dapat<br />

diperbaharui. Karena itu, keragaman geologi atau warisan<br />

geologi ini penting dan perlu untuk dilindungi.<br />

Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok meliputi 5 Kabupaten/kota<br />

yaitu kabupaten Lombok Utara, kabupaten Lombok<br />

Timur, kabupaten Lombok Tengah, kabupaten Lombok Barat,<br />

dan Kota Mataram, dengan luas kawasan 3.065 km 2 . Batasan<br />

kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok sesuai dengan batasan<br />

pada peta berikut ini.<br />

Batasan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

141


PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />

GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />

WILAYAH BARAT<br />

Peta lokasi situs geologi berupa Gua Lava, Lava Bantal, Danau Air Asin di Gili Meno, dan Mata Air Bawah Laut<br />

di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Barat.<br />

142 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />

GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />

WILAYAH SELATAN<br />

Peta lokasi situs geologi berupa Miniatur Danau Segara Anak, Gerakan Tanah, Air Terjun, dan Lokasi Pengambilan<br />

Arang Kayu (charcoal) di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Selatan.<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

143


PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />

GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />

WILAYAH TENGAH<br />

Peta lokasi situs geologi berupa Kaldera <strong>Rinjani</strong>, Puncak G. <strong>Rinjani</strong> dan Barujari, Aliran Lava Baru, Gua Lava, Mata Air Panas<br />

dan Endapan Travertin di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Tengah.<br />

144 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />

GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />

WILAYAH TIMUR<br />

Peta lokasi situs geologi berupa Kaldera Sembalun, Gawir Sesar Pusuk, Dinding Kaldera Sembalun, dan Aliran Lava<br />

di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Timur<br />

<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />

145


PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />

GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />

WILAYAH UTARA<br />

Peta lokasi situs geologi berupa Air Terjun Sindanggile dan Air Terjun Tiu Kelep di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />

wilayah Utara<br />

146 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 11<br />

Dari Puncak Gunungapi<br />

Warisan Geologi<br />

Geopark Dunia


Warisan geologi (geoheritage) menjadi jantung<br />

pengembangan geopark. Warisan ini<br />

meliputi kekhasan batuan beku, metamorf dan<br />

sedimen, stratigrafi, struktur geologi, geokimia,<br />

mineral, tinggalan paleontologi, geomorfologi,<br />

tanah, dan hidrologi, dalam berbagai skala, yang<br />

secara hakiki atau secara budaya merupakan situs<br />

penting, yang menawarkan informasi atau wawasan<br />

tentang formasi, evolusi bumi, atau sejarah<br />

ilmu pengetahuan; atau dapat digunakan untuk<br />

penelitian, pengajaran, atau referensi.<br />

Eksotisme Gili Meno, terletak di Kabupaten Lombok Utara<br />

(Foto: baskgilimeno.com)<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

149


Adapun warisan geologi ditentukan oleh keragaman<br />

geologi (geodiversity), yakni berbagai bahan, bentuk dan<br />

proses yang menyusun dan membentuk bumi, baik seluruhnya<br />

maupun sebagiannya. Bahan yang dimaksud meliputi<br />

mineral, batuan, sedimen, fosil, tanah, dan air. Bentuk antara<br />

lain: perlipatan, sesar, bentang alam, dan hubungan lain antar<br />

unit batuan. Sedangkan proses adalah tektonik, sedimentasi,<br />

pembentukan tanah, dan lain-lain.<br />

Pada praktiknya, keragaman geologi diperoleh melalui<br />

tahapan pengumpulan data sekunder, tahapan pengumpulan<br />

data lapangan, dan tahapan penentuan atau penilaian. Kemudian<br />

penilaian keragaman geologi untuk ditetapkan menjadi<br />

warisan geologi di suatu negara sangat terkait dengan konsep<br />

konservasi yang dipilih oleh negara tersebut. Namun, pada<br />

prinsipnya, dasar dari penilaian itu adalah segi kekhasan atau<br />

keunikan, selain fakta bahwa fenomena keragaman geologi<br />

tersebut adalah sumber daya yang tidak dapat diperbarui.<br />

Karena itu, keragaman geologi atau warisan geologi ini penting<br />

dan perlu untuk dilindungi.<br />

Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok mengusung tema<br />

“Kaldera dengan Gunungapi Aktif Tertinggi di Indonesia”<br />

dengan batuan penyusun berupa batuan vulkanik dan sedimen<br />

tua berumur Tersier, morfologi merentang dari puncak<br />

gunung hingga pantai, geopark ini memiliki beragam situs<br />

yang perlu dikonservasi. Ada 50 situs geologi, namun yang<br />

terpilih untuk diajukan ke dalam dokumen geopark ada 22<br />

situs. Pemerian situs-situs tersebut disajikan di bawah ini.<br />

BATULAYAR HINGGA PUNIKAN<br />

Di bagian barat terdapat tujuh situs geologi, yaitu pantai<br />

volkanik di Batulayar, Nipah, dan Papak (Krakas), air terjun<br />

Semporonan di Senggigi, dan dua gili (pulau) yang sa-<br />

150 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


ling berdekatan di Selat Lombok, yaitu Gili Meno dan Gili<br />

Trawangan; dan fosil arang kayu (charcoal) di Punikan.<br />

Pantai Vulkanik Batulayar<br />

Pantai sedimentasi dengan karakter lereng yang landai<br />

dan banyak terendapkan material pasir. Jenis pasirnya berwarna<br />

abu-abu kehitaman yang mencirikan materialnya berasal<br />

dari batuan vulkanik yang terabrasi. Pada bagian selatan<br />

terdapat daratan yang menjorok ke laut, yang disusun oleh<br />

batuan vulkanik berupa lava andesit-basalan dengan rekahan<br />

berlapis (sheeting joint). Di atas batuan ini terdapat Pura Batubolong<br />

yang menjadi salah satu tempat suci umat Hindu di<br />

Pulau Lombok.<br />

Pantai Batu Layar (sumber : Dhani Susilowati/ https://www.holidayislombok.com)


Pantai Vulkanik Nipah<br />

Pantai berbentuk teluk, di bagian utara dan selatannya di<br />

batasi oleh Tanjung Blambanan dan Tanjung Serombong yang<br />

disusun oleh batuan vulkanik berupa breksi dan lava dengan<br />

rekahan berlapis (sheeting Joint). Proses abrasi menyebabkan<br />

Tanjung Serombong terpotong menghasilkan bukit kecil<br />

menyerupai candi dan letaknya terpisah dari daratan induk.<br />

Gili Meno<br />

Gili Meno adalah pulau kecil dengan luas kurang lebih<br />

1.865 km 2 .Di bagian Utara terdapat danau berair asin dengan<br />

bentuk relatif menbulat. Permukaan pulau ditutupi endapan<br />

aluvial pantai berukuran halus sampai sangat kasar. Di sebelah<br />

Selatan danau terdapat keluaran air tanah lepas pantai (KALP)<br />

yang diduga sebagai rembesan air tanah tawar (groundwater<br />

seepage) dan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang<br />

yang khas yaitu koral biru (blue corral). Kehadiran groundwater<br />

seepage berkaitan dengan suplai air tawar berasal dari<br />

Pulau lombok.<br />

Gili Trawangan<br />

Gili Trawangan merupakan pulau kecil yang datarannya<br />

berupa endapan pasir pantai berwarna putih terdiri atas<br />

pecahan koral, cangkang kerang dan fosil foraminifera, berbutir<br />

halus sampai kasar. Pada ujung selatan pulau terdapat<br />

batuan berstruktur lava, yang berkomposisi basalan dan<br />

membentuk bukit landai dengan ketinggian maksimum 100 m<br />

di atas permukaan laut. lava bantal terbentuk akibat dari letusan<br />

atau lelehan lava (eruptions with relatively low effusion<br />

rates) yang bersentuhan langsung dengan media air laut.<br />

Pantai Vulkanik Papak (Krakas)<br />

Pantai Papak merupakan pantai dengan morfologi datar.<br />

Ke arah daratan morfologinya bergelombang. Mulai garis<br />

152 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


pantai ke arah laut disusun oleh terumbu karang. Pada jarak<br />

kurang lebih 50 meter dari garis pantai terdapat keluaran air<br />

tanah lepas pantai dalam bentuk mata air dasar laut (Spring<br />

sub marine/spring discharge), pada kedalaman 8-10 meter.<br />

Mata air muncul dari terumbu karang yang membentuk ceruk<br />

atau cekungan. Batuan dasar dari terumbu karang dipantai<br />

ini diduga merupakan batuan vulkanik dari Formasi Lekopiko<br />

yang terdiri dari breksi lahar dan lava.<br />

Air Terjun Semporonan (Sengigi)<br />

Air terjun dengan ketinggan kurang lebih 25 meter yang<br />

terletak di dusun Senggigi. Kawasan ini sering digunakan sebagai<br />

lokasi camping ground. Air mengalir melalui dinding<br />

gawir yang disusun oleh lava dan breksi. Terbentuknya gawir<br />

diduga terjadi pada lidah lava.Batuan breksi di bawahnya<br />

tergerus oleh air yang lama kelamaan membentuk rongga.<br />

Hal ini menyebabkan Lava yang berada di atasnya tidak<br />

memiliki penopang lagi sehinggga patah membentuk sebuah<br />

tebing yang terjal.<br />

Charcoal Punikan<br />

Di daerah tersingkap salah satu bukti adanya peristiwa<br />

letusan gunungapi yang menurut hasil penelitian para ahli dinyatakan<br />

sebagai letusan terbesar pada abad 13. Bukti tersebut<br />

adalah charcoal atau sisa batang kayu yang terangkan akibat<br />

terkena aliran panas materil piroklastik.<br />

TIU PUPUS KE MAYUNG PUTIH<br />

Di bagian utara terdapat tujuh situs geologi yang semuanya<br />

berupa air terjun, yaitu Air terjun Tiu Pupus, Kerta Gangga,<br />

Tiu Teja, Sendanggile, Tiu Kelep, Batara Lenjang, dan Mayung<br />

Putih.<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

153


Air Terjun Tiu Pupus<br />

Terletak di Dusun Kerurak, desa Genggelang, kecamatan<br />

Gangga, tinggi air terjun 50 m. Ada genangan air menyerupai<br />

kolam seluas 10 m 2 dan dalam 4m. Air Terjun ini terbentuk<br />

di dinding gawir yang disusun oleh lava andesit dan breksi.<br />

Lembah yang sempit mengindikasikan bahwa gawir terbentuk<br />

karena proses erosi. Bagian bawah gawir memiliki batuan<br />

yang relatif lebih tidak resisten (breksi) dibandingkan batuan<br />

di atasnya (lava).<br />

Air Terjun Kerta Gangga<br />

Terletak di Dusun Kertaraharja, desa Genggelang, Kecamatan<br />

Gangga Lombok Utara.memiliki dua tingkat, satu berada<br />

di bawah dan dua di atas. Berjalan ke arah hulu terdapat<br />

air terjun ketiga dengan bentuk yang menarik, air seolah-olah<br />

keluar dari dalam gua. Dinding gawir disusun oleh lava andesit<br />

dan breksi yang terlihat berselingan. Hal ini menunjukkan<br />

telah berjadi berkali-kali periode letusan.<br />

Air Terjun Tiu Teja<br />

Terletak di Desa Santong, Kecamatan Kayangan, tinggi<br />

air terjun 40 m. Tiu” artinya genangan air dalam jumlah<br />

yang besar, sedangkan “Teja” yang artinya “pelangi”. Air terjun<br />

ini terdiri dari dua terjunan air yang berdampingan, terbentuk<br />

pada dinding gawir yang terdiri dari lava dan breksi.<br />

Mekanisme terbentuknya gawir diduga karenaproses erosi,<br />

bagian bawah membentuk rongga, bagian atas seolah-olah<br />

menggantung yang pada akhirnya patah. Hal ini terjadi karena<br />

adanya perbedaan resistensi batuan yang berada di atas<br />

dan di bawah.<br />

Air Terjun Sendanggile<br />

Air terjun di ketinggian 486 m dml ini terletak di Desa<br />

Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Air ter-<br />

154 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


jun setinggi 30 m ini terbentuk di dinding gawir yang disusun<br />

oleh lava andesit di bagian atas dan breksi di bagian bawah.<br />

Di bagian atas, kekar-kekar yang sejajar gawir membentuk air<br />

terjun bertingkat.<br />

Air Terjun Tiu Kelep<br />

Air terjun Tiu Kelep terletak kearah hulu dari lokasi Sendang<br />

Gila, dengan jarak tempuh dari Sendang Gila memakan<br />

waktu ± 30 menit dengan menyusuri jalan setapak dan saluran<br />

irigasi. Berdasarkan pengamatan air terjun ini pembentukannya<br />

relatif sama dengan air terjun Sedang Gila maupun<br />

air terjun lainnya yang ada di sekitar G. <strong>Rinjani</strong>. Air terjun Tiu<br />

Kelep ini terletak pada ketinggian 600 m di atas permukaan<br />

laut.Cucuran air setinggi 50 m-60 m jatuh ke bawah melalui<br />

gawir curam yang dibentuk oleh lava andesit dan breksi.<br />

Air Terjun Batara Lenjang<br />

Berada di hulu atas dari air terjun Sendang Gila dan Tiu<br />

Kelep. Air terjun ini berada di kawasan Taman nasional G.<br />

<strong>Rinjani</strong>.Aliran air jatuh ke bawah melalui gawir curam yang<br />

dibentuk oleh lava dan breksi.<br />

Air Terjun Mayung Putih<br />

Terletak lebih kurang 1,5 km dari jalan antara Senaru-Sembalun.<br />

Airterjun ini terdapat pada aliran Sungai (Kokok) Putih.<br />

Sungai ini mengalir diatas lava dan jatuh melalui breksi di bagian<br />

bawahnya. Lava ini diduga merupakan lidah lava.<br />

DALAM HARIBAAN RINJANI<br />

Di bagian tengah terdapat 15 situs geologi, antar lain,<br />

dinding kaldera <strong>Rinjani</strong>, Danau Segara Anak, kerucut vulkanik<br />

Rombongan, kerucut volkanik Barujari. Selain itu ada<br />

Kawah I G. Barujari; sisi G. Barujari (kawah tahun 2004),<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

155


lava 1944, lava 1966, lava 1994, lava 2010. Situs geologi lainnya<br />

adalah kerucut G. <strong>Rinjani</strong>, kawah <strong>Rinjani</strong> (Segara Muncar),<br />

air panas Aik Kalaq, gua Susu, dan gua Payung.<br />

Dinding Kaldera G. <strong>Rinjani</strong> (View Point Pelawangan)<br />

Tinggi dinding kaldera mencapai 650 m, disusun perlapisan<br />

batuan berupa lava dan piroklastik, serta diterobos<br />

oleh berbagai bentuk dike dan sill sehingga membentuk hasil<br />

seni alami yang sangat menarik. Pemandangan spektakuler ke<br />

arah Danau Segara Anak dan G. Barujari dapat dilihat dari<br />

Plawangan.<br />

Danau Segara Anak<br />

Danau berbentuk bulan sabit, permukaannya terletak<br />

pada ketinggian sekitar 2009 m dpl, luasnya sekitar 11.126<br />

ha, dengan kedalaman 160 sampai 230 m. Banyak aktivitas<br />

yang dapat dilakukan di sekitar danau, mulai dari memancing,<br />

berkemah dan ritual agama. Pada lahan yang cukup datar biasa<br />

digunakan sebagai areal camping. Setiap tanggal 5 November,<br />

danau segara anak menjadi lokasi upacara Pancaka Mulang<br />

Pekelem yang di laksanakan oleh umat Hindu.<br />

156 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />

Danau Segara Anak (sumber : Imran)


Kerucut G. Rombongan<br />

Ada di sebelah baratlaut kaki G. Barujari dengan ketinggian<br />

2110 m dpl. Munculnya kerucut G. Rombongan diawali<br />

dengan gempabumi disertai suara gemuruh pada tanggal 25-<br />

30 Desember 1944, disusul hembusan asap tebal dan hujan<br />

abu selama 7 hari. Besar letusan setara dengan 273,8 bom<br />

atom.<br />

Kerucut G. Barujari<br />

Di bagian timur dari danau Segara Anak terdapat kerucut<br />

gunung baru disebut Barujari/Tenga dengan ketinggian 2376<br />

m dpl. Gunung ini muncul setelah letusan G. <strong>Rinjani</strong> dan masih<br />

aktif, sekali-sekali mengepulkan asap dan ketinggiannya<br />

makin bertambah sehingga menarik untuk diobservasi.<br />

Kawah Utama G. Barujari<br />

Kawah utama G. Baruhari berukuran + 170 x 200 m.<br />

Kawah ini merupakan pusat letusan yang menghasilkan aliran<br />

lava tahun 1966 dan 1994.<br />

Kawah Samping G. Barujari (kawah 2004)<br />

Terbentuk pada bagian lereng sebelah utara G. Barujari<br />

karena letusan yang terjadi pada 1 oktober 2004. Letusan terjadi<br />

berturut-turut dengan interval waktu 5 sampai dengan<br />

160 menitmengeluarkan abu tebal hingga ketinggian 300 -<br />

800 meter. Kawah ini merupakan pusat letusanyang menghasilkan<br />

aliran lava 2009.<br />

Lava 1944<br />

Batuan andesit-basalt yang sumbernya berasal dari letusan<br />

G. Rombongan pada tahun 1944. Material yang keluar melebar<br />

ke utara dan barat dengan volume sekitar73.259.000 m 3 .<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

157


Lava 1966<br />

Batuan basalt yang sumbernya berasal dari letusan G. Barujari<br />

pada tahun 1966. Material keluar ke arah timur kemudian<br />

melebar ke utara dan selatan dengan volume sekitar<br />

6.603.050 m 3 .<br />

Lava 1994<br />

Batuan basalt yang sumbernya berasal dari letusan G. Barujari<br />

pada tahun 1994. Material keluar ke arah barat dengan<br />

volume sekitar 25.425.000 m 3 .<br />

Lava 2010<br />

Berasal dari letusan samping G. Barujari yang terjadi pada<br />

tahun 2004, 2009 dan 2010. Luas sebaran aliran lava akibat<br />

letusan tahun 2009 mencapai 650.000 m 2 . Hal ini menyebabkan<br />

berkurangnya permukaan danau seluas 460.000 m 2 .<br />

Kerucut G. <strong>Rinjani</strong><br />

G. <strong>Rinjani</strong> merupakan gunung vulkanik yang masih aktif<br />

nomor 2 tertinggi di Indonesia. Terletak di tepi kaldera sebelah<br />

timur dengan ketinggian 3.726 m dpl. Puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />

merupakan tujuan sebagian besar para petualang dan pencinta<br />

alam yang mengunjungi kawasan ini Kerucut G. <strong>Rinjani</strong>.<br />

Kawah <strong>Rinjani</strong> (Segara Muncar)<br />

Kawah yang terdiri dari bahan lepas dengan diameter<br />

sekitar 300 m dan kedalaman sekitar 150 m.<br />

Aik Kalaq<br />

Aik kalak yang berarti air panas ini, telah muncul di beberapa<br />

tempat di sekitar Kaldera Segara Anak maupun jauh dari<br />

kaldera, ini dapat menggambarkan adanya sumber panas bumi<br />

di sekitarnya munculnya mata air panas. Pemunculannya ke<br />

158 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Segara Muncar, Kawah G. <strong>Rinjani</strong><br />

permukaan melalui zona lemah sebagai mata air panas membentuk<br />

sungai atau kolam.<br />

Gua Susu<br />

Gua ini terbentuk pada aliran lava yang terjadi karena<br />

pada saat lava mengalir, bagian luar lebih cepat mendingin<br />

akibat kontak dengan permukaan tanah dan udara luar, tetapi<br />

di bagian dalamnya masih mencair (panas) sehingga tetap<br />

mengalir dan membentuk rongga (gua). Gua ini merupakan<br />

Gua alam yang mempunyai nama susu karena air yang keluar<br />

dari Gua ini berwarna putih/kekuning-kuningan seperti susu.<br />

Air yang berwarna putih kekuningan merupakan air bikarbonat<br />

yang muncul dipermukaan dan membentuk endapan sinter<br />

karbonat (travertin/CaCO 3<br />

).<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

159


Goa Susu yang diselimuti travertin dekat aliran<br />

Kokok Putih (sumber : Imran Putra Sasak)<br />

Gua Payung<br />

Gua ini merupakan Gua alam yang mempunyai bentuk<br />

seperti payung dengan ketinggian/ukuran kurang lebih (3 x<br />

10) m. Di dalam Gua terdapat sumber air yang merupakan<br />

air bikarbonat yang muncul dipermukaan dan membentuk<br />

endapan sinter karbonat (travertin/CaCO 3<br />

). Air Bikarbonat<br />

terbentuk pada daerah pinggir dan dangkal dari suatu sistem<br />

geothermal. Gua ini sering digunakan sebagai lokasi untuk<br />

melakukan meditasi.<br />

GRENGGENGAN HINGGA AIK KALAK<br />

Di bagian timur hadir sembilan situs geologi, yaitu breksi<br />

sungai Grengengan (bukti geologi), geiser Sebau (bukti geologi),<br />

lembah Sembalun, lereng Pusuk, dinding kaldera Sembalun,<br />

struktur aliran lava, lava Lentih, alterasi andesit (bukti<br />

geologi), dan geiser Aik Kalak di Sembalun.<br />

160 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Breksiasi Sungai Grenggengan<br />

Breksiasi dan lava berwarna kehitaman, terkekarkan dan<br />

tersesarkan dengan arah hampir baratlaut - tenggara. Batuan<br />

ini merupakan produk pra-kaldera Sembalun.<br />

Mata Air Panas Sebau<br />

Air Panas Sebau terletak di bagian tenggara dari Taman<br />

Nasional G. <strong>Rinjani</strong>, muncul sebagai manispestasi adanya potensi<br />

panas bumi, muncul sebagai akibat adanya struktur yang<br />

mengarah ke lokasi ini dari sumber panas bumi yang ada di<br />

sekitar kawasan Kaldera Tua Sembalun.<br />

Lembah Sembalun<br />

Daerah Sembalun merupakan sisa gunungapi tua yang<br />

telah mengalami proses perubahan permukaan seperti erosi,<br />

pelapukan dan denudasi. Proses perubahan ini membentuk<br />

relief yang kasar dan terjal, ketinggian antara 550 – 2250 m<br />

diatas permukaan laut. Gunungapi ini mempunyai sebuah<br />

kaldera berukuran luas lebih dari 1 km 2 diperkirakan merupakan<br />

akhir proses penghancuran. Morfologi dasar kaldera<br />

berbentuk dataran yang luas pada ketinggian diatas 1000 m<br />

dpl dan merupakan daerah yang subur. Pembentukan sistem<br />

panas bumi di daerah Sembalun sangat berkaitan dengan terbentuknya<br />

G. Sembalun yang berumur Kuarter.<br />

Gawir Sesar Pusuk<br />

Bentukan morfologi dari G. Pusuk mencerminkan sebuah<br />

gawir yang sangat terjal. Hasil penarikan kelurusan topografi<br />

dan citra juga menunjukan hal yang sama. Gawir ini memanjang<br />

dengan arah hamper baratdaya – timurlaut.<br />

Dinding Kaldera Sembalun<br />

Mengitari Desa Sembalun Bumbung dengan bentuk tapal<br />

kuda yang puncaknya terdiri dari G. Telaga, G. Pusuk, G.<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

161


Tanakiabang, G. Nangi dan G. Banjer membuka ke utara dan<br />

Desa Sembalun Lawang sebagai lantai kalderanya.<br />

Lava dengan Struktur Aliran<br />

Lava andesit abu-abu kehitaman - kemerahan, tekstur<br />

porfiritik, keras, vesikuler dan terdapat struktur aliran halus<br />

(mirip laminasi) dari mineral hitamnya.<br />

Lava Lentih<br />

Lava andesit berwarna abu-abu – abuabu terang, porfiritik,<br />

beberapa tempat terdapat vesikuler dan terdiri dari mineral<br />

plagioklas, piroksen dan hornblenda. Terdapat kekar (shear<br />

joint) sebagai indikasi telah terjadinya aktivitas tektonik.<br />

Alterasi (ubahan Andesit)<br />

Alterasi yang muncul di tebing/dinding dari G. Batujang<br />

memiliki luas sekitar 10 m 2 . Munculnya alterasi pada daerah<br />

tersebut diperkirakan sebagai akibat kontrol dari sesar, komposisi<br />

batuan berubah karena dilalui oleh larutan panas (hidrotermal).<br />

Alterasi ini diperkirakan sebagai fosil dan bukan<br />

batuan ubahan yang masih terbentuk pada saat ini, karena<br />

disekitarnya tidak ditemukan manifestasi lain seperti air panas<br />

atau tanah panas.<br />

Mata air panas (Aik Kalak Sembalun)<br />

Manispestasi adanya potensi panas bumi, terletak pada<br />

elevasi 1891 meter dpl, suhu udara 19.8 C, suhu air 43 C, pH<br />

6.5, debit 2 liter/detik.<br />

ANTARA NARMADA DAN KORLEKO<br />

Di bagian selatan ditetapkan 12 situs geologi, antara lain<br />

dua mata air, yaitu Narmada dan Lemor, enam buah air terjun<br />

masing-masing Prabe, Segenter, Benang Stokel, Benang Kelam-<br />

162 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


u, Otak Kokok Gading, dan Jerukmanis; lembah Cerorong,<br />

fosil sisa kayu (charcoal) di Air Berik; kuari purba Lembah<br />

Hijau, dan ignimbrit di Korleko.<br />

Mata Air Narmada<br />

Ada beberapa mata air muncul di dalam dan di luar kawasan<br />

Taman Narmada. Mata air yang muncul di dalam Taman<br />

sudah tertutup bangunan. Ada satu mata air yang relatif<br />

masih terbuka, air muncul dari endapan pasir berbatu apung<br />

yang sesekali mengeluarkan gelembung udara. Di luar taman<br />

setidaknya terdapat 5 mata air yang dimanfaatkan penduduk<br />

sebagai lokasi pemandian. Mata air diduga muncul pada<br />

bidang kontak antara lapisan tufa batuapung dengan breksi.<br />

Air Terjun Prabe<br />

Berada di Dusun Punikan Desa Batu Mekar Kec. Lingsar.<br />

Untuk mencapai lokasi air terjun dapat ditempuh dengan berjalan<br />

kaki selama kurang lebih 30 menit. Air mengalir pada<br />

dinding gawir dengan ketinggian 48 meter. Batuan yang tersingkap<br />

terdiri dari lava dan breksi.<br />

Air Terjun Segenter<br />

Air terjun ini terdapat pada aliran sungai Kali Sesaot/<br />

Pengkoak yang termasuk dalam wilayah Desa Lembah Sempage.<br />

Tinggi air terjun sekitar 10 m dengan batuan di bagian<br />

atas berupa lava dan dibagian bawah breksi. Bentuk lava yang<br />

terlihat menggantung, lembah yang sempit, disusun dari batuan<br />

dengan resistensi yang berbeda, mencirikan gawir terjadi<br />

pada ujung lidah lava.<br />

Lembah Cerorong<br />

Lembah Cerorong berada pada suatu jalur kelurusan<br />

yang merupakan zona lemah yang terkait dengan sesar aktif,<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

163


sehingga rentan oleh proses-proses geodinamika di permukaan.<br />

Lembah ini tersusun oleh tuf mengandung batu apung<br />

dan batuan andesitik, berbutir halus hingga kasar sebagian<br />

kerikil-kerakal, bersifat padu dan agak padat hingga padat,<br />

dan sebagian bersifat mudah hancur. Pada kedua sisinya merupakan<br />

lereng/tebing yang hampir tegak.<br />

Charcoal Batu Kliang<br />

Terletak di kecamatan Batu Kliang kabupaten Lombok<br />

Tengah. Di lokasi ini tersingkap sisa batang kayu yang terarangkan<br />

(charcoal) dan menjadi salah satu bukti dari terjadinya<br />

letusan G. Samalas yang diyakini oleh para ahli sebagai<br />

letusan terbesar pada abad ke 13.<br />

Air Terjun Benang Stokel<br />

Terletak di Desa Teratak, Kecamatan Batukliang Utara,<br />

Kabupaten Lombok Tengah. Terdapat 2 cucuran air yang<br />

mengalir pada gawir dengan ketinggian sekitar 30 m. Pada<br />

dinding gawir tersingkap lava dan breksi yang terlihat berselingan.<br />

Kondisi ini menunjukkan bahwa batuan vulkanik<br />

tersebut berasal dari hasil letusan gunungapi dengan periode<br />

letusan lebih dari satu kali. Bagian bawah gawir terlihat membentuk<br />

rongga, mencirikan adanya proses erosi, sehingga diduga<br />

gawir yang terbentuk akibat lidah lava yang terpotong.<br />

Dalam bahasa masyarakat setempat, Benang Stokel berarti<br />

seikat benang.<br />

Air Terjun Benang Kelambu<br />

Air terjun ini berada sekitar 500 meter ke arah hulu<br />

dari lokasi Air Terjun Benang Stokel.Untuk menuju Air Terjun<br />

Benang Kelambu dapat ditempuh melalui jalan setapak sejauh<br />

1 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Air keluar dari<br />

celah-celah batu pada dinding gawir membentuk 4 tingkatan<br />

164 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Air terjun Benang Stokel<br />

Air terjun Benang Kelambu


dengan ketinggian sekitar 40 m. Air keluar menyerupai tirai<br />

yang dalam bahasa masyarakat setempat di sebut Kelambu.<br />

Air terjun Otak Kokok Gading<br />

Pada air terjun di ketinggian 709 m dml ini, air ke luar<br />

dari retakan lava yang berselingan dengan tuf pasir, piroklastik<br />

dan skoria. Di sekitar Otak Kokok ada 20 mata air yang<br />

tersebar di bagian selatan TNGR, di daerah seluas sekitar 20<br />

Ha. Mata air yang muncul di daerah rendahan itu mula jadinya<br />

berhubungan dengan muka air tanah setempat yang<br />

terpotong oleh bidang topografi.<br />

Air terjun Jerukmanis<br />

Air terjun di ketinggian 644 m dml ini terletak di Desa<br />

Kembangkuning, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.<br />

Sekitar 1 km di bawahnya terdapat pos TNGR. Tinggi air terjun<br />

berkisar antara 15 m-20 m, melalui dinding gawir yang<br />

disusun oleh lava basal.<br />

Mata Air Lemor<br />

Di daerah ini mata air muncul dari celah-celah lava berupa<br />

bongkah-bongkah pada sebuah bukit, membentuk aliran<br />

dengan debit yang cukup besar. Sumber air ini di manfaatkan<br />

sebagai sumber air bersih dan pemadian umum. Terdapat jaringan<br />

pipa yang menuju ke pemukiman penduduk. Di lokasi<br />

ini juga tersedia kolam renang dan fasilitas pendukung<br />

lainnya. Pada salah satu celah/lubang keluarnya air terdapat<br />

sisa-sisa ritual berupa daun lekok, lintingan rokok dan serabut<br />

kelapa yang digunakan untuk membakar kemenyan.<br />

Bekas Tambang Lembah Hijau<br />

Terletak di Desa Korleko, Lombok Timur. Daerah ini merupakan<br />

salah satu desa yang memiliki potensi bahan galian<br />

166 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Mata air Lemor<br />

batuapung. Pada era tahun 1990-an, banyak penambangan<br />

batuapung yang dilakukan masyarakat, sehingga bentang<br />

alam berubah menjadi lembah. Seorang masyarakat di daerah<br />

ini berinisiatif menata daerah bekas penambangan batu apung<br />

tersebut menjadi obyek wisata air yang menarik.<br />

Ignimbrit Korleko<br />

Ada di Pantai Korleko dengan tebing pantai yang terjal.<br />

Bagian tebing pantai yang terjal telah dilandaikan karena batuannya<br />

belum kompak berupa tufa batuapung, pasir pantai<br />

berwarna abu-abu kecoklatan hingga kehitaman, kearah laut<br />

dijumpai bolder-bolder batuan beku dengan bentuk membulat<br />

tanggung. Pada tebing pantai terlihat perselingan material<br />

berbutir halus dan kasar. Di beberapa tempat keluar air<br />

tawar dari bidang kontak perselingan tersebut. Pada bagian<br />

atas perselingan dijumpaisisa batang kayu yang terarangkan.<br />

Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />

167


Air Terjun Jeruk Manis (sumber : http://alimustikasari.com)


BAB 12<br />

Keragaman Hayati<br />

Kekayaan Budaya


Dua dari tiga pilar utama dalam pengembangan<br />

geopark, adalah keragaman<br />

hayati (biological diversity, biodiversity) dan ke-<br />

ragaman budaya (cultural diversity). Keragaman<br />

hayati adalah tingkat keragaman sumber daya<br />

alam hayati.Keragaman ini meliputi keterdapatannya<br />

maupun penyebaran dari tiga faktor. Pertama,<br />

keragaman Ekosistem, yaitu unit ekologis yang terdiri<br />

atas komponen biotik dan abiotik yang saling<br />

berinteraksi, dan antara komponen komponen<br />

tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan<br />

energi, daur materi, dan produktivitas.<br />

Padang savana <strong>Rinjani</strong><br />

Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />

171


Kedua, keragaman spesies, yakni kelompok organisme<br />

yang mampu dan saling berbiak satu dengan yang lain secara<br />

bebas dan menghasilkan keturunan, tetapi umumnya tidak<br />

berbiak dengan anggota dari jenis lain. Ketiga, keragaman<br />

Genetik, yang merupakan berbagai variasi aspek biokimia,<br />

struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara fisik dari<br />

induknya. Genetik ini diturunkan dari DNA.<br />

Sementara keragaman budaya adalah proses dan hasil<br />

karya seni dan budaya masyarakat sekitar yang merupakan<br />

hasil interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Dengan demikian,<br />

keragaman budaya berkaitan dengan pemahaman<br />

masyarakat lokal dalam menyikapi kondisi alam yang ada.<br />

Hal ini menjadi menarik untuk diangkat dalam upaya konservasi<br />

geologi.<br />

Dalam konteks Geopark <strong>Rinjani</strong>, tentu saja baik keragaman<br />

hayati maupun budayanya sangat terpengaruh oleh keadaan<br />

geologinya. Apalagi kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> - Lombok terletak<br />

pada zona transisi garis imajiner yang membagi peta keanekaragaman<br />

hayati dunia, baik flora dan fauna menjadi dua bagian,<br />

yakni Garis Wallacea.<br />

Hal ini membuat Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />

menjadi pusat persinggungan antara flora dan fauna tropis<br />

Asia dengan flora fauna Australia. Persinggungan dua hal selalu<br />

menciptakan sesuatu yang unik dan berbeda, begitu pula<br />

dengan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok. Sebagai zona transisi,<br />

kawasan ini memiliki flora fauna yang sangat beragam<br />

dan beberapa diantaranya merupakan flora fauna endemik.<br />

Selain itu, kawasan ini menjadi saksi dari proses dan lahirnya<br />

kebudayaan yang tumbuh umumnya di Pulau Lombok.<br />

Proses masyarakat Lombok berkebudayaan berikut hasilnya,<br />

tentu saja meliputi masa-masa yang telah lama. Hasil kebudayaan<br />

masyarakatnya tercipta selama kurun waktu beribu-ribu<br />

tahun yang lalu hingga kini. Dalam hal itu, pengaruh<br />

172 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


udaya lain pun datang silih berganti, ikut memperkaya<br />

kekayaan batin masyarakat di sekitar kawasan geopark ini.<br />

Dengan demikian, menurut hasil inventarisasi yang selama<br />

ini dilakukan, di sekitar kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>, paling<br />

tidak, tercatat ada 9 situs keragaman hayati dan 17 situs<br />

warisan budaya yang terbagi menjadi kawasan bagian barat,<br />

utara, tengah, timur dan selatan. Pemeriannya disajikan di<br />

bawah ini.<br />

KERAGAMAN HAYATI<br />

Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung <strong>Rinjani</strong> (TNGR)<br />

G. <strong>Rinjani</strong> bersama dengan daerah sekitarnya masuk dalam<br />

pengelolaan TNGR. Taman nasional ini merupakan salah<br />

satu ekosistem dengan tipe hutan hujan pegunungan savana<br />

yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem dan dan vegetasi yang<br />

cukup lengkap. TNGR diresmikan tanggal 27 Mei 1997 berdasarkan<br />

Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-<br />

II/1997 dengan luas 40.000 Ha. TNGR memiliki ragam flora<br />

antara lain; jelatang (Laportea stimulans), dedurenan (Aglaea<br />

argentea), bayur (Pterospermum javanicum), beringin (Ficus<br />

benjamina), jambu-jambuan (Syzygium sp) dan beberapa macam<br />

anggrek hutan endemik yaitu Perisstylus <strong>Rinjani</strong>ensis dan<br />

P. Lombokensis. Sementara ragam fauna yang ada antara lain;<br />

musang <strong>Rinjani</strong> (Paradoxurus hemaprhoditus <strong>Rinjani</strong>cus), rusa<br />

(Muntiacus muntjakNainggolani), lutung budeng (Trachypithecus<br />

auratus kohlbruggei), trenggiling (Manis javanicus),<br />

dan beberapa jenis reptilia ditambah sejumlah jenis ikan air<br />

tawar yang hidup di danau Segara Anak, antara lain; Mujair<br />

dan Karper.<br />

Kawasan Hutan Lindung Sambelia<br />

Kawasan Hutan Lindung Sambelia merupakan bagian<br />

dari wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Lin-<br />

Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />

173


dung (KPHL) <strong>Rinjani</strong> Timur. Kawasan hutan lindung Sambelia<br />

memiliki luas 27.319,67 Haatau 73,71% dari total luas KPHL<br />

<strong>Rinjani</strong> Timur. Keragaman flora di kawasan ini antara lainbajur,<br />

gaharu, rajumas, jowet, nyangsit, panik, ombar, bae,<br />

bangsal, sentul, prabu, goak, tampel, trep dan lain-lain. sementara<br />

faunanya antara lain keliang/elang, koak kaok, trenggiling,<br />

kepunek, sintu, krate/ayam hutan, ular belae, ularsawak/bentik,<br />

biawak, ular jara, ular kepu dan ular keliang,<br />

kijang,lutung/kera, landak, kelasih, menjangan, dan lain-lain.<br />

Kawasan Hutan Kebun Raya Lombok<br />

Kawasan konservasi tumbuhan ex-situ bernama Kebun<br />

Raya Lombok dalam kawasan Hutan Lindung Lemor/Petandakan<br />

di Desa Suela, Kecamatan Suela yang berjarak kurang<br />

lebih 28 km disebelah utara Kota Selong Lombok Timur<br />

dengan luas sekitar 130 ha. Arealnya masih berupa hutan<br />

sekunder sekitar 89,2 ha dengan vegetasi campuran dan areal<br />

yang terbuka (Kopang II) sekitar 42 ha yang saat ini digunakan<br />

untuk budidaya beberapa jenis tanaman pertanian oleh<br />

beberapa instansi Pemda Kabupaten Lombok Timur. Kebun<br />

raya ini dikembangkan dengan tema “konservasi tumbuhan<br />

Kepulauan Sunda Kecil”. Hal ini mengingat Kebun Raya Lombok<br />

merupakan kebun raya pertama (dan saat ini merupakan<br />

satu-satunya) yang dibangun di kawasan bioregion Sunda<br />

Kecil (Lesser Sunda Islands), dan diharapkan dapat menjadi<br />

salah satu pusat keberdayaan warga yang terintegrasi dalam<br />

pengembangan kawasan (DAS) melalui kolaborasi multi pihak<br />

yang sinergis.<br />

Tahura Nuraksa Sesaot<br />

Perubahan sebagian fungsi Hutan Lindung menjadi fungsi<br />

Hutan Konservasi yang diperuntukanuntuk Taman Hutan<br />

Raya (Tahura) Nuraksa Sesaot seluas ± 3.155 ha.Mempunyai<br />

174 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


tipe vegetasi berupa hutan tropis dataran rendah yang memiliki<br />

berbagai jenis flora danfauna khas. Suhu udara yang sejuk<br />

sepanjang tahun, topografi datar sampai landai dan banyaksumber<br />

mata air dan sungai dengan air yang mengalir sepanjang<br />

tahun, tanah yang subur dan lingkungan hidup yang<br />

relative masih baik, penghasil buah-buah dan dapat dikembangkan<br />

sebagailokasi Agroforestry.Terdapat arboretum berbagai<br />

jenis flora dan penangkaran rusa, di beberapatempat<br />

dapat dikembangkan dan dibuat forest trackingdan pengembangan<br />

lokasi wisata alam lainnya.<br />

Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Suranadi<br />

Taman Wisata Alam Suranadi luas 52 Ha dan terletak<br />

di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok<br />

Barat. Potensi alamnya yang relatif terjaga, menjadikan hutan<br />

TWA Suranadikaya akan aneka ragam tumbuhan mau pun<br />

satwa. Jenis flora yang terdapat di TWA Suranadi antara lain<br />

beringin (Ficus sp), garu (Disoxilum sp), terep (Arthocarpus<br />

elastica), suren (Toona sureni), kemiri (aleurites moluccana),<br />

dan lain-lain. Jenis fauna yang ada di TWASuranadi didominasi<br />

oleh kera abu-abu (Macaca fascicularis), beraneka<br />

ra-gam burung dan kupu-kupu antara lain Papilio helenus,<br />

Papilio memnon, Graphium sarpedon, Moduza prochris dan<br />

lain-lain.<br />

Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Krandangan<br />

Taman Wisata Alam Kerandangan berada di kawasan<br />

wisata pantai Senggigi di tepi barat PulauLombok. Jenis flora<br />

antara lain kelicung (Dyospiros malabarica), terep (Arthocarpus<br />

elastica), sentul (Aglaia sp), beringin (Ficus benjamina),<br />

dan lain-lain. Sementara faunanya antara lain ayam hutan<br />

(Gallus gallus), cerucukan (Pycnonotus goaivier), koakiau<br />

(Philemon buceroides), biawak (Varanus salvator), kera ekor<br />

panjang (Macaca fascicularis), dan lain-lain.<br />

Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />

175


Kawasan Konservasi Perairan Nasional Gili Ayer, Gili<br />

Meno dan Gili Trawangan<br />

Kawasan konservasi perairan nasional ini memiliki potensi<br />

sumber daya alam yang tinggi, berupabiota laut maupun<br />

flora dan fauna daratan. Berbagai biota laut yang dijumpai<br />

antara lainkarang lunak (Heliophora sp), Labophyelia sp, karang<br />

keras (Millephora sp), Anthipathes sp, Monthipora sp,<br />

berbagai macam jenis ikan hias(dan lain-lain. Vegetasi daratan<br />

merupakan vegetasi yang dianggap tumbuh secara alami seperti<br />

asam laut (Tamarindus indica), waru laut (Hibiscus tiliaceus),<br />

ketapang (Terminalia cattapa) dan lainnya. Fauna atau<br />

satwa liar yang dapat dengan mudah dijumpai antara lain<br />

jenis burung daratan dan itikliar.<br />

KERAGAMAN BUDAYA<br />

Pura Meru<br />

Pura Meru adalah pura terbesar dan salah satu pura Hindu<br />

Balitertua di Pulau Lombok. Dibangun oleh pangeran Bali<br />

Anak Agung Made Karang pada tahun 1720. Kompleks Pura<br />

Meru meliputi 3pura yakni Pura Brahma, Pura Syiwa dan Pura<br />

Wishnu. Pura ini menjadi simbol alam semesta mewakili tiga<br />

gunung yakni Pura Brahma mewakili G. Agung Bali, Pura Syiwa<br />

mewakili G. <strong>Rinjani</strong> serta G. Semeru yang disimbolkan<br />

oleh Pura Wishnu.<br />

Pura Lingsar<br />

Terletak di kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat.<br />

Pura ini dibangun sejak tahun 1714. Dalam kompleks Pura<br />

Lingsar terdapat pura peribadatan untuk masyarakat penganut<br />

agama Hindu dan masjid di areal Kemaliq Linggar untuk<br />

masyarakat penganut agamaIslam Waktu Telu. Dua bangunan<br />

yang berbeda ini menunjukkan sikap toleransi dan saling<br />

176 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


menghormati yang tinggi antar penganutagama berbeda<br />

pada masa itu.<br />

Perkampungan Tradisional Karang Bayan<br />

Perkampungan ini terletak di Kecamatan Lingsar dan<br />

berjarak sekitar 10 km dari arah Kota Mataram. Desa Karang<br />

Bayan ditetapkan sebagai desa Wisata Budaya karena keunikan<br />

desa tersebut yang masih mempertahankan keaslian adat dan<br />

budaya yang ada di desa tersebut seperti tata cara hidup,<br />

Kesenian, Rumah adat, serta Masjid Kuno Karang Bayan.<br />

Pura Suranadi<br />

Terletak di desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Lombok<br />

Barat. Pura Suranadi dibangun atas gagasan raja Pagesangan<br />

bernama AA Nyoman Karang pada 1720 Masehi. Di Pura ini<br />

terdapat tiga buah kelompok pura, yaitu Pura Ulon/Gaduh,<br />

Pura Pangentas dan Pura Pabersihan. Masing-masing diberi<br />

nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di dalamnya.<br />

Taman Narmada<br />

Taman Narmada terletak di Desa Lembuak, Kecamatan<br />

Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 km sebelah<br />

timur Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.<br />

Taman yang luasnya sekitar 2 ha ini dibangun pada<br />

tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah<br />

Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem.<br />

Makam Batulayar<br />

Makam Batulayar terletak di Desa Batulayar, merupakan<br />

makam salah satu tokoh penyebar agama Islam di Pulau<br />

Lombok. Untuk keperluan ibadah, di dalam komplek makam<br />

terdapat mata air Lingkok emas.<br />

Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />

177


Pura Batu Bolong, Senggigi<br />

Pura Batu Bolong<br />

Pura Batu Bolong berhadapan langsung dengan Selat<br />

Lombok dan G. Agung Bali. Terdapat dua buah pura, pura<br />

pertama yangberdiri di bawah naungan pohon yang rindang.<br />

Sedangkan pura kedua berdiri di atas karang yang menjulang<br />

setinggi + 4 meter.<br />

Masjid Lokaq Sesait<br />

Masjid Lokaq Sesait terletak desa Sesait, Kec. Kayangan<br />

Kab. Lombok Utara. Masjid ini merupakan pusat Kegiatan<br />

Ritual Adat Wet Sesait yang meliputi empat desa yaitu desa<br />

Sesait sebagai desa induk, desa Pendua, desa Kayangan dan<br />

desa Santong.<br />

Masjid Kuno Gumantar<br />

Pusat aspek keagamaan terdapat di dusun Gumantar,<br />

di Mesjid Kuno yang ada sekarang, sedangkan pusat Peme-<br />

178 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


intahannya kala itu terdapat di Dusun Dasan Beleq. Situs–situs<br />

sejarah peninggalan, menurut tokoh adat Dusun Dasan<br />

Beleq, Malinom (48), diantaranya ‘Bale Bangar Gubuq’, oleh<br />

masyarakat setempat disebut Pagalan, terletak ditengah-tengah<br />

Gubuq Dasan Beleq, dengan ukuran 5x5 m.<br />

Perkampungan Tradisional Segenter<br />

Desa Tradisional Segenter adalah sebuah dusun di desa-<br />

Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, sekitar<br />

80 km dari kota Mataram. Sebuah desa tradisional yang<br />

menjaga adat istiadatnya sebagai suku Sasak dan termasuk<br />

desa tertua di Lombok. Berugaq terlihat banyak dan berjejer<br />

rapi di rumah-rumah Segenter.<br />

Masjid Beleq Bayan<br />

Masjid Bayan Beleq merupakan salah satu situs bersejarah<br />

yang ada di Indonesia, berusia lebih dari 300 tahun.<br />

Bangunan masjid ini memiliki ukuran 9 x 9 m. Dinding-din<br />

dingnya rendah dan terbuat dari anyaman bambu, atapnya<br />

berbentuk tumpang yang disusun dari bilah-bilah bambu, sedangkan<br />

fondasi lantainya terbuat dari batu-batu kali.<br />

Perkampungan Tradisional Senaru<br />

Perkampungan ini terletak di dekat Pos Pendakian <strong>Rinjani</strong>–Senaru.<br />

Desa Adat Senaru dipimpin oleh seorang kepala<br />

adat yang disebut Maloka. Jumlah penduduknya hanya 79<br />

orang, terdiri dari 20 kepala keluarga, sesuai dengan jumlah<br />

rumah yang ada di desaadat ini. Seluruh Penduduk Desa Adat<br />

Senaru ini beragama Islam.<br />

Upacara Mulang Pakelem<br />

Upacara Pancaka Mulang Pekelem, diadakan setiap 5<br />

November menjelang Galungan kembar Hindu dan Festival<br />

Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />

179


Upacara Mulang Pakelem di tepi Danau Segara Anak<br />

(sumber : Imran Putra Sasak)<br />

Tahunan Kuningan. Mulang Pekelem adalah serangkaian upacara<br />

memanjatkan doa-doa dan persembahan sesajen berupa<br />

emas, perak dan tembaga dalam bentuk ikan dan udang yang<br />

dipersembahkan untuk Dewa Penguasa Danau Segara Anak<br />

agar rakyat memperoleh kedamaian dan kemakmuran.<br />

Upacara Ngayu-ayu Tirta<br />

Sebuah ritual adat yang diselenggarakan oleh masyarakat<br />

di sekitar lembah Sembalun. Acara adat ini diadakan setiap<br />

3 tahun sekali dan sudah turun temurun sejak lebih dari 600<br />

tahun yang lalu, berupa pengambilan air suci dari 12 mata<br />

air, kemudian penanaman/penguburan kepala kerbau, perang<br />

topat yang berpusat di Lapangan Umum Sembalun Bumbung,<br />

Lombok Timur dan pertunjukkan berupa tarian-tarian dan<br />

seni Cupak Gurantang. Acaranya berlangsung mengikuti alur<br />

yang sudah ada sejak dulu. Ritual ini merupakan bentuk<br />

180 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


asa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diberikan kelimpahan<br />

hasil bumi, terhindar dari bencana, dan masyarakat<br />

diharapkan terhindar dari penyakit-penyakit yang konon di<br />

zaman dahulu sering dialami oleh masyarakat setempat.<br />

Desa Beleq<br />

Menurut tradisi lisan, Desa Beleq merupakan awal peradaban<br />

Sembalun. Karena Desa Beleq sendiri mengandung arti<br />

rumah awal atau desa paling tua. Rumah ini berjumlah tujuh<br />

buah dengan tujuh tangga masuk ke dalam, dan tempat<br />

menaruh benda atau barang yang lain seperti alat masak dan<br />

bok pakaian yang disebut para pun berjumlah tujuh tersedia<br />

hanya dua kamar, yaitu kamar tidur dan ruangan tempat<br />

menyimpan alat pertanian. Ada dua lumbung berfungsi untuk<br />

menyimpan hasil pertanian seperti padi dan jagung atau yang<br />

lain ini disebut geleng. Tujuh rumah ini melambangkan tujuh<br />

keluarga yang menjadi awal kehidupan Desa Sembalun.<br />

Desa Beleq, Sembalun


Masjid Kotaraja<br />

Pada mulanya masjid berada di Desa Loyok di timur<br />

Kotaraja ± 5km. Kemudian dipindahkan ke Kotaraja oleh<br />

keturunan RajaLangko yang bernama Sutanegara dan Ling<br />

Negara pada tahun 1111 H. Menurut masyarakat setempat Sutanegara<br />

dan Ling Negara adalah pendiri Desa Kotaraja dan<br />

nenek moyang mereka. Masjid Raudhatul Muttaqim merupakan<br />

cagar budaya untuk tigaprovinsi di Indonesia, yaitu Bali,<br />

NTB dan NTT.<br />

Makam Selaparang<br />

Kompleks pemakaman ini berada di Kampung Karangjero,<br />

Desa Selaparang, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok<br />

Timur. Kompleks makam terdiri dari 3 halaman. Halaman I<br />

berada paling depan, kosong hanya terdapat bangunan rumah<br />

penjaga makam. Halaman II berada di bagian tengah,<br />

digunakan sebagai tempat istirahat bagi para peziarah. Halaman<br />

III merupakan halaman inti digunakan untuk menempatkan<br />

makam kuna berjumlah 30 buah. Kompleks makam<br />

yang terdiri dari tiga halaman juga terdapat padapura di Bali.<br />

Pada pura di Bali halaman I dinamakan halaman jaba, halaman<br />

kedua dinamakan tengah, dan halaman III dinamakan<br />

jero- yang merupakan halaman paling suci atau sakral.<br />

182 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


BAB 13<br />

Bagaimana<br />

Selanjutnya ?


Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana makna-makna<br />

yang ada di balik berbagai keragaman<br />

yang ada di sekitar kawasan Geopark<br />

<strong>Rinjani</strong> ? Bagaimanakah peluang pengembangan<br />

konsep berbasis konservasi geologi tersebut ? Demikian<br />

pula, bagaimanakah upaya untuk melin<br />

dungi berbagai keragaman hayati di sekitar kawasan<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong>. Berikut ini adalah jawabannya.<br />

Menikmati pagi di puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />

Bagaimana Selanjutnya ?<br />

185


Makna Ilmiah Internasional, Nasional, Regional dan<br />

Lokal<br />

Makna ilmiah Geopark <strong>Rinjani</strong> secara internasional berupa<br />

gunungapi aktif tertinggi kedua diIndonesia. G. <strong>Rinjani</strong><br />

masih menyimpan banyakmisteri untuk disingkap. Hal ini<br />

menjadikan kawasan G. <strong>Rinjani</strong> sebagai obyek penelitian yang<br />

menarik bagi para ahli kebumian/gunungapi baik nasional<br />

maupun internasional. Temuan terbaru mengenai letusan G.<br />

<strong>Rinjani</strong> merupakan temuan spektakuler yang dapat mengubah<br />

sejarah yang terjadi pada abad ke-13.<br />

Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok terletak pada zona<br />

transisi garis imajiner yang membagi peta keanekaragaman<br />

hayati dunia, baik flora dan fauna menjadi dua bagian, yakni<br />

Garis Wallacea. Hal ini membuat Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok<br />

menjadi pusat persinggungan antara flora dan faunatropis<br />

Asia dengan flora fauna Australia. Persinggungan dua<br />

hal selalu menciptakan sesuatu yang unik dan berbeda, begitu<br />

pula dengan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok. Sebagai zona<br />

transisi, kawasan ini memiliki flora fauna yang sangat beragam<br />

dan beberapa diantaranya merupakan florafauna endemik.<br />

Ditengah maraknya isu global warming, penetapan Kawasan<br />

G. <strong>Rinjani</strong> sebagai KawasanStrategis Nasional (KSN)<br />

dengan sudut kepentingan lingkungan hidup merupakan bagian<br />

dariusaha pemerintah Indonesia untuk turut serta mengatasi<br />

masalah lingkungan dunia. Selain ituRencana Tata Ruang<br />

KSN G. <strong>Rinjani</strong> bertujuan untuk mewujudkan tata ruang<br />

KawasanG. <strong>Rinjani</strong> yang lestari sebagai pusat tata air Pulau<br />

Lombok dan mendukung Pulau Lombok sebagai destinasi<br />

pariwisata berskala internasional.<br />

Kemudian ada makna ilmiah secara nasional. Makna<br />

ini berupa G. <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu gunungapi di Indonesia<br />

yang masih aktif. Aktivitas vulkaniknya terus dipantau<br />

186 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


oleh pemerintah pusat dengan menempatkan Pos Pengamat<br />

Gunungapi (PGA) di daerah Sembalun Lombok Timur. Personil<br />

yang bertugas di Pos PGA bernaungdi bawah Pusat Vulkanologi<br />

dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, Kementerian<br />

ESDM.<br />

Selain Penghargaan Internasional, pengelolaan kawasan<br />

TNGR juga telah menunjukkan prestasi di tingkat Nasional,<br />

diantaranya: Penghargaan dari Menteri Negara Kebudayaan<br />

dan Pariwisata dalam acara “KonferensiKepariwisataan Indonesia<br />

Tahun 2004” sebagai sebuah lembaga yang berhasil;<br />

mengembangkan inovasi kepariwisataan yang melibatkan<br />

peran serta masyarakat dalampengelolaannya sehingga mereka<br />

memperoleh manfaat; Penghargaan Anugerah Citra Pesona<br />

Wisata Award 2010.<br />

Terakhir adalah makna ilmiah secara regional dan lokal.<br />

Hal ini mengandung arti bahwa kawasan G. <strong>Rinjani</strong> merupakan<br />

daerah resapan bagi 2 cekungan air tanah (CAT) yang ada<br />

di Pulau Lombok yaitu CAT Mataram-Selong dan CAT Tanjung-Sambelia.<br />

Batas CAT ditetapkanb erdasarkan Keputusan<br />

Presiden nomor : 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan<br />

Air Tanah.<br />

Di kawasan Sembalun terdapat potensi sumber energi<br />

baru terbarukan yang ramah lingkungan yaitu potensi energi<br />

panasbumi. Kegiatan survei/penyelidikan pendahuluan telah<br />

dilaksanakan dan saat ini telah dikeluarkan Surat Keputusan<br />

Menteri ESDM Nomor : 2848/30/MEM/2012 tanggal 27<br />

September 2012 tentang penetapan Wilayah Kerja Pertambangan<br />

Panas Bumi di Daerah Sembalun, Kabupaten Lombok<br />

Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bila potensi panas bumi<br />

tersebut nantinya bisa di manfaatkan tentu akan berpengaruh<br />

terhadap kesejahteraan masyarakat di Pulau Lombok karena<br />

kebutuhan energi yang telah terpenuhi.<br />

Bagaimana Selanjutnya ?<br />

187


Wilayah konservasi perairan Gili-gili di bagian Barat (Gili<br />

Trawangan, Gili Meno dan Gili Air) merupakan pusat kegiatan<br />

dari Gili Eco Trust. Program kegiatannya antara lain regenerasi<br />

terumbu karang, membersihkan, mendidik, berkebun karang,<br />

mengatur pilihan daur ulang sampah, melakukan beberapa<br />

penelitian dan studi dengan Universitas, mengatur berkelanjutan<br />

ekowisata dengan energi hijau, memberikan perawatan<br />

hewan dan lain-lain.<br />

Peluang Pendukung Geopark<br />

Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok secara umum memiliki<br />

kandungan mineral, kandungan mineral yang dimiliki seperti<br />

bahan galian mineral logam yaitu emas, perak, tembaga,<br />

mangan, pasirbesi dan timbal (timah hitam), serta bahan<br />

galian mineral non logam yaitu: batu bangunan, batuapung,<br />

tanah liat, tanah urug, sirtu dan batu gamping.<br />

Selain itu, potensi tambang lainnya adalah ditemukannya<br />

cekungan hydrokarbon (sumber minyakdan gas bumi) di<br />

lepas pantai perairan utara pulau lombok. Selain kandungan<br />

mineral, Provinsi NTB juga memiliki sumber energi lokal terbarukan<br />

berupa panas bumi (geothermal), yang terdapat di<br />

sembalun (Kabupaten Lombok Timur).<br />

Dengan melihat potensi mineral dan energi yang cukup<br />

besar tersebut tidak menutup kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan<br />

ekploitasi baik yang dilakukan oleh pihak swasta<br />

ataupun oleh masyarakat. Yang cukup menonjol adalah penggalian<br />

batu skala kecil (masyarakat lokal) dan skala menengah<br />

dilakukan oleh beberapa perusahaan yang memiliki izin<br />

usaha. Penggalian yang dilakukan telah menimbulkan rusaknya<br />

bentang alam di permukaan dengan banyaknya dijumpai<br />

lubang-lubang bekas galian.<br />

Pembukaan lahan pertanian baru belum menjadi ancaman<br />

kerusakan yang signifikan, karena aktivitas itu tidak<br />

188 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


merubah bentang alam. Tetapi perubahan fungsi lahan yang<br />

tidak terkendali dimasa mendatang berpotensi menekan kelestarian<br />

lingkungan, yang memiliki fungsi sebagai habitat kehidupan.<br />

Usaha pariwisata dipastikan tidak akan mengganggu<br />

fungsi lingkungan. Geowisata yang dikembangkan di kawasan<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok dilandasi oleh azas green-tourism<br />

dan aspek keberkelanjutan. Komponen-komponen ABC (abiotic,<br />

biotic, culture) yang dikembangkanmenjadi objek dan<br />

daya tarik pariwisata senantiasa memikirkan aspek kelestarian<br />

lingkungan.<br />

Pembukaan lahan pertanian baru belum menjadi ancaman<br />

kerusakan yang signifikan, karena aktivitas itu tidak<br />

merubah bentang alam. Tetapi perubahan fungsi lahan yang<br />

tidak terkendali dimasa mendatang berpotensi menekan kelestarian<br />

lingkungan, sebagai habitat kehidupan.<br />

Upaya Perlindungan Keragaman Hayati<br />

Situs-situs geologi di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok<br />

secara otomatis memperoleh perlindungan tingkat nasional<br />

karena terletak di Kawasan Strategis Nasional. Peraturan<br />

yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26<br />

Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.<br />

Peraturan ini menjadi petunjuk pelaksanaan Undang-Undang<br />

Nomor 26 Tahun 2007 tentangPenataan Ruang.<br />

Kawasan ini sebagaian merupakan kawasan Taman Nasional<br />

G. <strong>Rinjani</strong> seluas 41.330 hayang ditetapkan sesuai dengan<br />

SK Menhut No. 185/kpts/1997 tanggal 27 Mei 1997,<br />

yang berfungsi sebagai penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,<br />

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.<br />

Taman Wisata Alam Krandangan seluas 396,10 Ha,<br />

sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 494/Kpts-<br />

Bagaimana Selanjutnya ?<br />

189


II/1992, tanggal 1 Juni 1992. Dan Taman Wisata Alam Suranadi<br />

seluas 52 Ha, ditetapkanoleh Mentari Pertanian sesuai<br />

Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 646/Kpts/Um/10/76,<br />

tanggal 15 Oktober 1976, dimana kawasan ini berfungsi sebagai<br />

pariwisata dan rekreasi alam.<br />

Taman Hutan Raya Nuraksa Sesaot seluas 3.155 sesuai<br />

dengan Keputusan Menteri Kehutanandan Perkebunan Nomor<br />

244/Kpts-II/1999 tentang perubahan fungsi sebagian kawasan<br />

hutanlindung Sesaot seluas 3.155 Ha menjadi Tahura.<br />

Dimana kawasan ini dimanfaatkan bagikepentingan penelitian,<br />

ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,<br />

budaya, pariwisatadan rekreasi.<br />

Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan ditetapkan sebagai<br />

kawasan konservasi perairan nasional dengan Keputusan<br />

Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.67/MEN/2009<br />

seluas 2.954 ha.<br />

Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi kawasan ini<br />

telah ditetapkan sebagai kawasan strategis propinsi berdasarkan<br />

PERDA Propoinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun<br />

2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa<br />

Tenggara Barat Tahun 2009 – 2029.<br />

Menuju Tuan Rumah APGN Ke-6<br />

Dalam rangka menjadi tuan rumah pada acara internasional<br />

pertemuan jaringan geopark asia pasifik (APGN) ke-6<br />

di Pulau Lombok pada September 2019, badan pengelola<br />

Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok, Nusa Tenggara Barat bekerja sama<br />

dengan asosiasi geopark di Indonesia telah menyusun agenda<br />

persiapan dan mengadakan kegiatan sebagai bagian dari<br />

penyelenggaraan simposium APGN yang diselenggaraan setiap<br />

2 tahun. Pada bulan Juni 2018 badan pengelola Geopark<br />

<strong>Rinjani</strong>, Lombok, Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan<br />

pengurus daerah Ikatan Ahli Geologi Nusa Tenggara mengadakan<br />

seminar nasional geowisata yang dihadiri oleh pe-<br />

190 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


ngelola geopark seluruh Indonesia baik yang sudah berstatus<br />

UGG maupun nasional serta pengurus APGN yang dihadiri<br />

langsung oleh ketuanya Prof. Dr. Ibrahim Komoo beserta istri.<br />

Seminar nasional geowisata diisi dengan kegiatan berupa<br />

acara talkshow yang menghadirkan 3 orang profesor wanita<br />

yaitu Prof. Dr. Emmy Suparka (ITB), Prof. Dr. Mega F. Rosana<br />

dan Prof. Dr. Noor Zaeni Asman dengan moderator Dr.<br />

Agusdin, MBA (dosen senior Fakultas Ekonomi Universitas<br />

Mataram).<br />

Acara talkshow yang menghadirkan 3 orang profesor wanita<br />

pada acara seminar nasional geowisata di Lombok.<br />

Kegiatan berikutnya seminar dengan pembicara yang<br />

berasal dari pengelola geopark, praktisi pengembangan masyarakat<br />

di kawasan geopark, perwakilan dari pemerintahan<br />

yang membidangi pariwisata dan geopark, serta ketua APGN.<br />

Kegiatan seminar di akhiri dengan kunjungan lapangan<br />

(fieldtrip) ke beberapa lokasi situs geologi antara lain : situs<br />

endapan hasil letusan G. Samalas di sekitar lokasi tertimbunnya<br />

Desa Pamatan dan air terjun Benang Kelambu yang muncul<br />

diantara lapisan batuan di bagian tengah dan atas tebing.<br />

Bagaimana Selanjutnya ?<br />

191


Penulis berdiskusi dengan Sukmandaru dan Emmy<br />

Suparka di lokasi endapan piroklastik Samalas<br />

Wisatawan asing menceritakan pengalaman<br />

perjalanannya dari puncak <strong>Rinjani</strong><br />

Tim peneliti G. <strong>Rinjani</strong>, Badan Geologi<br />

Perjalanan tim peneliti ke puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />

Kunjungan peserta Cities on Volcanoes (CoV) ke<br />

lokasi endapan Samalas<br />

Tim ahli geologi dalam perjalanan menuju<br />

puncak <strong>Rinjani</strong>


Penulis menunjukkan artefak yang tertimbun endapan<br />

piroklastik Samalas kepada arkeolog dan paleontolog.<br />

Pengambilan sampel aliran lava G. Barujari.<br />

Bersampan di Danau Segara Anak menuju<br />

lokasi aliran lava 2015<br />

Memasang tenda di tepi Danau Segara Anak<br />

dengan latar belakang lava 2015.<br />

Penulis bersama Sekda NTB<br />

Melaporkan hasil penelitian kepada Gubernur<br />

Nusa Tenggara Barat


Penyerahan buku <strong>Rinjani</strong> secara simbolis dari penulis<br />

kepada Sekda NTB<br />

Penyerahan sertifikat UGG pada perwakilan<br />

Kabupaten/Kota se P. Lombok.<br />

Pengamatan endapan piroklastik Samalas 1257<br />

Pengambilan sampel charcoal<br />

Logo Global Geoparks Network UNESCO yang disematkan untuk <strong>Rinjani</strong>


Kegiatan fieldtrip peserta seminar dilokasi<br />

endapan hasil letusan samalas 1257<br />

Tim inventarisasi situs geologi IAGI dengan<br />

latar belakang G. <strong>Rinjani</strong><br />

Pengamatan endpan aliran piroklastik yang<br />

masuk ke dalam laut<br />

Guy Martini (Asesor/Sekjen GGN UNESCO)<br />

sedang berdiskusi dengan penulis<br />

Penerimaan bendera APGN sebagai tuan rumah Pertemuan tahun 2019


Tim Survei untuk pengusulan <strong>Rinjani</strong> sebagai geopark pertama<br />

tahun 2008


DAFTAR PUSTAKA<br />

Bronto, S. 2013. Geologi Gunungapi Purba. Badan Geologi:<br />

Bandung.<br />

Cas, R.A.F. & Wright, J.V. 1987. Volcanic Successions Modern<br />

and Ancient. London: Allen & Unwin Boston Sydney<br />

Wellington.<br />

Fisher, R.V. & Schmincke, H.U., 1984. Pyroclastic Rocks,<br />

Springer-Verlag, Berlin, 472 h.<br />

Foden & Varne. 1981. The Geology of Indonesia/The Lesser<br />

Sunda Islands-IV. Volcanic Activity and Composition.<br />

Gary, M., Jr, McAfee, R., Wolf, Carol, L. 1974. GLOSSARY OF<br />

GEOLOGY. United States of America : American Geological<br />

Institute.<br />

Gill, R., 2010. Igneous Rock and Processes. United Kingdom:<br />

Wiley-Blackwell Publishing.<br />

Hamilton, W.B. 1979. The Geology of Indonesia/The Lesser<br />

Sunda Islands-IV. Volcanic Activity and Composition.<br />

Kusumadinata, K. 1969. Sejumlah data mengenai danau<br />

kawah Segara Anak di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>, Lombok,<br />

Direktorat Geologi, Bandung.<br />

Kusumadinata, K., R. Hadian, S. Hamidi & L.D. Reksowirogo,<br />

1979, Data dasar gunungapi Indonesia, Dir. Vulkanologi,<br />

Dirjen Pertambangan Umum, Dep. Pertambangan &<br />

Energi, Bandung.<br />

Komorowski, J-C., Metrich, N., Vidal, C. 2013. Final Research<br />

Report for Ristek<br />

Komorowski, J-C., Nugraha, M., Heryadi, R., Yudhi W. 2014.<br />

Guide book of <strong>Rinjani</strong> Caldera, Post Conference Field<br />

Trip, Cities on Volcanoes.<br />

Daftar Pustaka<br />

197


Kushiro, I., 1976 Decrease in viscosity of some synthetic silicate<br />

melts at high pressures. Carnegie Inst Wash Yb 75, pp<br />

611-614.<br />

Macdonald, G.A. 1989. Volcanoes. Englewood Cliffs, New<br />

Jersey: Prentice-Hall, Inc.<br />

Macpherson, 1984 dalam Cas dan Wright, 1987. Volcanic Successions<br />

Modern and Ancient. London: Allen & Unwin<br />

Boston Sydney Wellington.<br />

Mangga, S.A., Atmawinata, S., Hermanto, B., and Amin, T.C.,<br />

1994, Geological Map of Lombok Sheet, West Nusa<br />

tenggara: Geological Research Center (in Indonesian<br />

with English Summary).<br />

Mullen, E, D. 1983. A minor element discriminant for basaltic<br />

rocks of oceanic environment and its implications for<br />

petrogenesis. Earth Planet Sci.<br />

Mulyaningsih, 2013. Vulkanologi. AKPRIND : Yogyakarta.<br />

Murase T, McBirney AR. 1973. Properties of some common<br />

igneous rocks and their melts at high temperatures. Geol<br />

Soc Am Bull 84:3563-3592<br />

Nasution, A., Akira Takada., Rosgandika Mulyana., 2004, The<br />

volcanic activity of <strong>Rinjani</strong>, Lombok Island, Indonesia<br />

During the last ten thousand years, viewd from C14 age<br />

datings<br />

Niggli P., 1920. Die leichtflüchtigen Bestandteile im Magma. B.<br />

G. Teubner, Leipzig.<br />

Pearce T, H, Gorman B,E and Birkett T.C. 1977. The relationship<br />

between major element chemistry and tectonic<br />

environment of basic and intermediate volcanic rocks,<br />

Earth Planet Sci.<br />

Peccerillo R, & Taylor S,R. 1976. Geochemistry of Eocene<br />

calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area,<br />

northen Turkey. Contrib Mineral.<br />

198 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Rachmat, H., 1992, Pengamatan Komplek Gunungapi <strong>Rinjani</strong>,<br />

Kabupaten Lombok Timur. Penerbit: Kanwil DPE<br />

Propinsi Nusa Tenggara Barat.<br />

Rachmat, H. 2016. Evolusi Magmatik Kompleks Gunungapi<br />

<strong>Rinjani</strong> Berdasarkan Analisis Produk Letusan. Disertasi<br />

S3, Universitas Padjadjaran : Bandung.<br />

Rachmat, H. & Mujitahid. 2003. Gunungapi Nusa Tenggara<br />

Barat, Publikasi Khusus IAGI, No. 01, Oktober 2003,<br />

ISSN: 1410–7120.<br />

Richter, F.M., S.F. Daly & H.-C. Nafaf . 1982. A parameterized<br />

model for the evolution of isotopic heterogeneities in a<br />

convecting system. Earth Planet. Sci. Lett. 60, 178-194.<br />

Rittmann, A. 1973. Stable mineral assemblages of igneous<br />

rocks, 262 pp. Springer, Berlin,<br />

Sofyan Suwardi, dkk. (2017). Pembangunan dan Pengembangan<br />

Kawasan Geopark Indonesia, Cetakan kedua.<br />

Badan Geologi : Bandung<br />

Streckeisen, A. 1978. IUGS Subcommission on the Systematics<br />

of Igneous Rocks: Classification and nomenclature of<br />

volcanic rocks, lamprophyres, carbonatites and melilitic<br />

rocks; recommendation and suggestions. Neues Jahrbuch<br />

für Mineralogie, Abhandlungen 134, 1–14.<br />

Travis, Russel B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School<br />

of Mines, 4th edition, Colorado.<br />

Van Padang, Neumann. 1951. Catalogue of the active volcanoes<br />

of the world including solfatara fields, v. 1, Indonesia,<br />

17-18.<br />

Whitford, D.J., W. Compston, L.A. Nicholls and M.J. Abbott,<br />

1977, Geochemistry of Late Cenozoic. Lava from Eastern<br />

Indonesia-Role of subducted sediments in petrogenesis,<br />

Geology, v.5, 571-575<br />

Daftar Pustaka<br />

199


Williams, H. & McBirney, A.R., 1979. Volcanology. Freeman,<br />

Cooper & Co., San Francisco, 398 h.<br />

Wohletz, K. & Heiken, G. 1992. Volcanology and Geothermal<br />

Energy. Berkeley and Los Angeles, California: University<br />

of California Press.<br />

Wilson, M. 1989. Igneous Petrogenesis. London: Unwin Hyman<br />

Boston Sydney Wellington.<br />

200 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


DAFTAR ISTILAH<br />

Aerosol - Sering juga disebut aerosol sulfat artinya gas SO 2<br />

yang terlontar ke udara melalui letusan gunung kemudian<br />

teroksidasi membentuk H 2<br />

SO 4<br />

(asam sulfat) yang mencapai<br />

lapisan stratosfir (ketinggian > 40 km dari permukaan bumi)<br />

dan selanjutnya terbawa angin ke seluruh dunia antara lain<br />

sampai ke Kutub Selatan (Antartika) dan Kutub Utara (Artika).<br />

Di kedua kutub tersebut terdapat pemboran inti di lingkungan<br />

es yang apabila endapan aerosol tersebut terendapkan di<br />

lokasi tersebut, inti es (ice core) sangat membantu dalam penentuan<br />

umur letusan suatu gunungapi.<br />

Afanitik - Kristal yang relatif halus sehingga tidak dapat diidentifikasi<br />

dengan mata telanjang.<br />

Albit - Mineral yang masuk di dalam kelompok felspar dengan<br />

kelas silikat dan sub kelas tektosilikat.<br />

Altarasi - Perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam<br />

keadaan padat) karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang<br />

tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral<br />

lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam.<br />

Anggota - Suatu bagian dari Formasi yang menunjukan ciri<br />

khas di dalam Formasi batuan tersebut.<br />

Anhedral - Mineral dengan kristal berbentuk tidak menentu<br />

dan sebagian tidak menentukan sebagai tekstur dalam batuan<br />

beku.<br />

APGN - Asia Pasific Geopark Network<br />

Batuan beku - Jenis batuan yang terbentuk dari mendingin<br />

dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di<br />

bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun<br />

di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).<br />

Daftar Istilah<br />

201


Batuan plutonik - Batuan beku yang terbentuk dari pembekuan<br />

magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral<br />

mineral penyusunnya relatif besar.<br />

Blok - Kepingan batuan padat yang dilontarkan keluar dengan<br />

bentuk tajam dan berdiameter lebih besar dari 64 mm.<br />

Bom - Kepingan magma atau magma yang berbentuk bulat<br />

yang dilontarkan ketika masih cukup cair sehingga dapat berubah<br />

bentuk atau membentuk bulatan selama di udara. Bom<br />

lebih besar dari lapilli (64 mm) dan tidak seperti block, tidak<br />

mempunyai bentuk tajam kecuali pecah saat tumbukan.<br />

Deflasi - Proses pengangkutan satu material dari satu tempat<br />

ke tempat lainnya yang disebabkan karena adanya tenaga<br />

angin.<br />

Diferensiasi - Proses yang mengubah magma homogen berskala<br />

besar menjadi batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.<br />

Eksplosif - Erupsi yang terjadi apabila letak dapur magma yang<br />

dalam, kemudian terdapat volume gas yang besar, dan juga<br />

magma yang bersifat masam.<br />

Ekuigranular - Keseragaman ukuran kristal yang membentuk<br />

pada batuannya berkuruan sama besar.<br />

Fenokris - Tekstur kristal yang lebih besar dari matriks dan<br />

dapat diidentifikasi dengan mata telanjang, maupun secara<br />

petrografi di bawah mikroskop polarisasi pemisahan kristal<br />

dari larutan magma pada waktu terjadi pendinginan magma.<br />

Formasi - Suatu bagian dariI lmu Stratigrafi (bagian dari Geologi)<br />

yaitu satuan dasar dalam pengelompokan batuan, terdiri<br />

atas tubuh batuan yang biasanya batuan sedimen (endapan),<br />

tetapi dapat juga batuan beku, dan biasanya dicirikan dengan<br />

keseragaman unsur pembentuk dengan corak yang khas seperti<br />

susunan kimianya, atau kandungan fosilnya) dan dapat<br />

dipetakan.<br />

202 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Fraksinasi - Pemisahan kristal dari larutan magma pada waktu<br />

terjadi pendinginan magma.<br />

Fumarola - Lubang yang ada di daerah gunungapi, mengeluarkan<br />

gas dan uap.<br />

Geokimia - Ilmu yang mempelajari kimia kebumian antara<br />

lain mempelajari sebaran dan banyaknya unsur kimia di antara<br />

lapisan es di dalam mineral, bijih, batuan, tanah, air, dan<br />

udara, serta peredarannya di alam.<br />

Geopark - Atau taman bumi adalah sebuah kawasan atau situs<br />

warisan geologi (geological heritages) yang mempunyai nilai<br />

ekologi dan warisan budaya (cultural heritages) dan berfungsi<br />

sebagai daerah konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan.<br />

Gunungapi strato - Gunungapi yang terbentuk karena letusan<br />

Ekstrusi (Erupsi) Ekslposif dan Ekstrusi (Erupsi) Efusif secara<br />

terus-menerus dan saling bergantian. Gunungapi Strato berbentuk<br />

kerucut dengan lereng curam.<br />

Hipidiomorf - Batuan beku dimana sebagian besar kristalnya<br />

berbentuk euhedral dan subhedral sedangkan yang lainnya<br />

berbentuk anhedral.<br />

Hipokristalin - Batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas.<br />

Ilmenite - Oksida mineral titanium-besi dengan formula ideal<br />

FeTiO 3<br />

. Ilmenit memiliki magnetisme lemah dengan kenampakan<br />

hitam atau abu-abu-baja yang solid.<br />

Inequigranular - Keseragaman ukuran butir kristal yang membentuk<br />

batuan relatif tidak sama besar.<br />

Inklusi - Kenampakan secara mata telanjang maupun di bawah<br />

mikroskop polarisasi dimana Batuan Beku Tua tertanam dalam<br />

Batuan Beku Muda.<br />

Daftar Istilah<br />

203


Intersertal - Tekstur yang digunakan untuk menunjukkan ruang<br />

antara kristal (mineral basa) berukuran besar diisi oleh<br />

gelas dengan ukuran lebih kecil sebagai masa dasarnya.<br />

Intergranular - Tekstur dimana mineral olivin, piroksen, atau<br />

oksida besi dikelilingi butiran plagioklas. Mineral plagioklas<br />

seperti menusuk mineral-mineral olivin, dkk.<br />

Kaldera - Depresi di daerah vulkanik yang berbentuk cekungan<br />

besar, lebih kurang seperti lingkaran, yang mempunyai<br />

diameter jauh lebih besar dari lubang kawah atau celah<br />

gunungapi yang terdapat di dalamnya.<br />

Kawah - Lekuk yang biasanya terdapat di puncak gunungapi,<br />

dan dasar yang lebih–kurang bersesuaian dengan saluran<br />

magma.<br />

Labradorit - Mineral yang masuk dalam group feldspar yang<br />

paling sering ditemukan pada batuan-batuan beku mafik seperti<br />

pada basalt, gabro dan norite.<br />

Lahar - Aliran bahan rombakan dari gunungapi yang heterogen<br />

bercampur dengan air pada suhu lebih rendah dari<br />

titik didih, mungkin dibentuk selama letusan atau proses<br />

setelahnya atau karena lereng yang tidak stabil.<br />

Lapilli - Material yang jatuh dari udara selama letusan gunung<br />

berapi yang memiliki diameter rata-rata 2–64 mm.<br />

Lava - Istilah umum batuan beku yang lebur yang muncul dari<br />

kawah.<br />

Liquifaksi - Gejala peluluhan pasir lepas yang bercampur<br />

dengan air akibat goncangan gempa dimana gaya pemicu<br />

melebihi gaya yang dimiliki litologi setempat dalam menahan<br />

guncangan. Liquifaksi dapat menyebabkan beberapa kejadian<br />

seperti penurunan cepat, pondasi bangunan menjadi<br />

miring atau penurunan sebagian (differential settlement), dan<br />

mengeringnya air sumur yang tergantikan oleh material non<br />

kohesi.<br />

204 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Magma - Cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara<br />

alamiah, bersifat mobil, bersuhu antara 900 - 1200 o C<br />

atau lebih dan berasal dari kerak bumi bagian bawah atau<br />

selubung bumi bagian atas.<br />

Magmatisme - Hal-hal yang berkitan dengan kondisi magma<br />

seperti antara lain komposisi magma, klasifikasi atau penggolongan<br />

magma, temperatur, tekanan, dan tempat terbentuknya<br />

magma, asal muasal pembentukan magma, genesa<br />

atau proses pembentukan magma, eveolusi pembentukan<br />

magma.<br />

Magnitudo - Skala kekuatan gempabumi dengan skala 1 sampai<br />

dengan 10.<br />

Mineral aksesoris - Mineral yang terbentuk langsung dari<br />

pembekuan magma namun jumlahnya sangat sedikit sekali,<br />

sehingga tidak mempengaruhi penamaan betuan.<br />

Ofitik - Tekstur dalam batuan beku, dimana mineral plagioklas<br />

terlekatkan atau tertanam (embedded) di dalam kristal besar<br />

piroksen atau olivin.<br />

Panidiomorf - Beku dimana sebagian besar kristalnya berbentuk<br />

euhedral dan subhedral sedangkan yang lainnya berbentuk<br />

anhedral.<br />

Peta isopach - Peta yang menunjukan ketebalan lapisan batuan.<br />

Petrografi - Cabang ilmu petrologi yang berfokus pada<br />

deskripsi rinci dari batuan dimana Kandungan mineral dan<br />

hubungan tekstur dalam batuan dijelaskan secara rinci.<br />

Petrologi - Studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya.<br />

Piroklastik - Bebatuan klastik yang terbentuk dari material vulkanik.<br />

Daftar Istilah<br />

205


Piroksen - Sebuah kelompok mineral inosilikat yang banyak<br />

ditemukan pada batuan beku dan batuan metamorf.<br />

Riwayat Penulis<br />

Pleokroisme - Fenomena optik ketika butiran mineral di dalam<br />

sebuah batu terlihat berwarna-warni ketika dilihat dari<br />

sudut-sudut tertentu menggunakan mikroskop petrografi<br />

yang terpolarisasi.<br />

Poikilitik - Tekstur dimana butiran yang kecil ditutup/dikelilingi<br />

(enclosed) oleh satu mineral yang besar.<br />

Pra-kaldera - Kondisisebelum pembentukankaldera.<br />

Sin-kaldera - Kondisisaatpembentukankaldera.<br />

Pasca-kaldera - Kondisisetelahterbentukkaldera<br />

REE (Rare Earth Elemen) - Unsur tanah jarang.<br />

Retas - Batuan terobosan pipih yang memotong batuan lain<br />

di sekitarnya.<br />

Skala waktu geologi - Umur bumi diperoleh berdasarkan analisis<br />

batuan baik secara absolut dengan menggunakan metoda<br />

isotop, atau secara relatif yaitu dengan menggunakan metoda<br />

umur fosil.<br />

Silica-oversaturated basalt - Basalt yang mengandung mineral<br />

silika yang tidak jenuh, seperti Si 3<br />

O 8<br />

.<br />

Sill - Intrusi melembar berbentuk tabular yang menerobos<br />

baik di antara dua lapisan yang lebih tua dari batuan sedimen,<br />

perlapisan lava gunung berapi atau tuf, atau bahkan sepanjang<br />

arah foliasi di batuan metamorf.<br />

Situs Geologi - Warisan Geologi yang mempunyai nilai estetika<br />

yang tinggi dan mempunyai makna bagi pengembangan<br />

ilmu pengetahuan kebumian dan pendidikan. Sebagai contoh<br />

dalam aspek kegunungapian misalnya kaldera, kerucut-kerucut<br />

gunungapi muda, lapangan solfatara, mataair panas, air<br />

terjun dan lain-lain.<br />

206 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Subhedral - Mineral dengan bentuk kristal yang kurang sempurna.<br />

Tektonik lempeng - Suatu benda padat yang berdasarkan model<br />

Bumi dengan ciri adanya sejumlah kecil lempeng (10 – 25)<br />

besar, luas, dan tebal yang terapung pada alas yang kental,<br />

dan dapat bergerak bebas yang satu terhadap lainnya, sehingga<br />

antar satu lempeng satu dengan yang lainnya dapat bergerak<br />

dengan arah saling berlawanan (bertumbukan) atau saling<br />

menjauh.<br />

Tipe Gunungapi - Tipe letusan gunungapi yang didasarkan<br />

kepada cara meletusnya, tinggi lontaran material letusan,<br />

dan pelamparan material letusan secara horizontal. Dari tipe<br />

letusan kecil sampai besar berurutan dinamai Tipe Hawaii<br />

(Hawaian Type), Tipe Stromboli (Strombolian Type), Tipe<br />

Vulkano (Vulkanian Type), Tipe Plini (Plinian Type), dan Tipe<br />

Ultra - Plini (Plinian Type).<br />

Trakitik - Tekstur dimana butir mineral plagioklas menunjukan<br />

orientas karena suatu aliran, dan diantara butiran plagioklas<br />

terdapat gelas atau material criptokristalin.<br />

VEI - Singkatan dari Volcanic Explosivity Index atau Indeks<br />

Letusan Gunungapi atau Skala besarnya letusan gunungapi (1<br />

sampai dengan 8) berdasarkan tinggi tiang asap dan besarnya<br />

volume material yang dilontarkan pada suatu letusan gunungapi.<br />

Vesikuler - Struktur yang berlubang-lubang pada batu beku<br />

yang terjadi karena pelepasan gas saat pembekuan.<br />

Viskositas - Pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah<br />

baik dengan tekanan maupun tegangan.<br />

Vitrifikasi - Suatu proses pembentukan gelas dari suatu mineral<br />

maupun batuan.<br />

Volcanic neck - Bentang alam gunung berapi yang terbentuk<br />

ketika magma mengeras atau membeku di dalam lubang vulkanik<br />

pada gunung berapi aktif.<br />

Daftar Istilah<br />

207


Xenolith - Struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen<br />

batuan yang masuk atau tertekan di dalam batuan beku<br />

akibat peleburan tidak sempurna suatu batuan samping di dalam<br />

magma yang menerobos.<br />

Zona Benioff - Zona tabrakan atar lempeng yang bergerak<br />

saling berlawan arah.<br />

Zona subduksi - Zona yang terdapat pada batas antar lempeng<br />

yang bersifat konvergen. Akibat perbedaan massa jenis antara<br />

kedua jenis lempeng tersebut, maka lempeng yang lebih besar<br />

massa jenisnya menunjam kebawah lempeng lainnya.<br />

Zoning - Pembentukan jalur memanjang atau melingkar yang<br />

menandakan perbedaan komposisi kimia masing-masing jalur.<br />

208 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark


Lampiran<br />

Skala waktu geologi dan ciri kehidupan dari zaman ke zaman (dikompilasi dari berbagai sumber)<br />

Catatan : Baca dari bawah ke atas<br />

209


Riwayat Penulis<br />

Heryadi Rachmat, lahir di Ketapang,<br />

Kalimantan Barat pada tanggal<br />

28 Oktober 1953. Lulus S1 dan S3 dari<br />

Fakultas Teknik Geologi UNPAD, dan<br />

Magister Manajemen UNRAM. Sejak<br />

1982, bekerja di Direktorat Vulkanologi<br />

Bandung, 1986 mutasi ke Kanwil<br />

Pertambangan dan Energi NTB menduduki<br />

jabatan struktural sejak 1987<br />

sampai 2009 dengan jabatan terakhir<br />

sebagai kepala dinas. Pada 2010 kembali<br />

ke Bandung sebagai Perekayasa di Museum Geologi sampai<br />

memasuki masa purnabakti dengan jabatan terakhir sebagai<br />

Perekayasa Ahli Utama.<br />

Aktif dalam organisasi profesi sebagai anggota dan pengurus<br />

(Staf Khusus PP IAGI/NPA : 0784 dan Ketua MAGI),<br />

serta pembicara pada seminar nasional maupun internasional<br />

di bidang geologi dan geowisata. Memperoleh penghargaan<br />

dari PP IAGI sebagai presenter terbaik 2001 dan 2004 serta<br />

koordinator geowisata 2007. Mendapat penghargaan sebagai<br />

penulis buku “Gunungapi Nusa Tenggara Barat” 2003 dari<br />

Prof. Dr. J.A Katili (Ketua Indonesian Academy of Sciences),<br />

buku “Potensi dan Mitigasi Bencana Geologi Nusa Tenggara<br />

Barat” 2004 dari Menteri ESDM-RI berupa “Dharma Karya<br />

Energi dan Sumber Daya Mineral” 2008. Sebagai penggagas<br />

“Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok”. Mempunyai satu orang istri, tiga<br />

orang puteri dan satu orang cucu. Heryadi Rachmat dapat<br />

dihubungi melalui e-mail: heryadirachmat220@gmail.com


Riwayat Penulis<br />

Ujang Kurdiawan, lahir di Sembalun,<br />

Lombok Timur pada tanggal 13 Maret<br />

1990. Menyelesaikan pendidikan S1 jurusan<br />

Teknik Geologi di Institut Sains &<br />

Teknologi AKPRIND, Yogyakarta 2013.<br />

Sejak 2016 hingga sekarang bekerja di<br />

PT. Indra Karya Divisi Engineering 1<br />

(bidang geologi teknik). Selain bekerja<br />

dalam bidang geologi teknik, ia juga<br />

ikut serta dalam memperkenalkan Geotrek<br />

Gunung <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu alternatif wisata alam<br />

di Indonesia. Aktif dalam organisasi profesi Ikatan Ahli Geologi<br />

Indonesia (IAGI)/NPA : 5644 dan Sebagai anggota Masyarakat<br />

Geowisata Indonesia (MAGI).Ujang Kurdiawan dapat<br />

dihubungi melalui e-mail: kurdiawan.geost08@gmail.com

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!