Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
RINJANI<br />
DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />
<strong>Buku</strong> ini didedikasikan untuk mendiang sahabat<br />
kita bersama Alm. Dr. Ir. Budi Brahmantyo, M.Sc,<br />
atas upayanya menggagas Geopark pertama di Indonesia<br />
“RINJANI”<br />
”Harapan harus dengan amal.<br />
Jika tidak, ia hanya angan-angan”.
RINJANI<br />
DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />
HERYADI RACHMAT<br />
UJANG KURDIAWAN<br />
BANDUNG<br />
2018
RINJANI<br />
DARI EVOLUSI HINGGA GEOPARK<br />
Penulis<br />
Heryadi Rachmat<br />
Ujang Kurdiawan<br />
ISBN : 978-602-9105-75-9<br />
Penyunting<br />
A. Djumarma Wirakusumah<br />
Atep kurnia<br />
Desain Sampul, Grafis dan Penata Letak<br />
Asep Saefudin<br />
Diterbitkan oleh<br />
Museum Geologi - Badan Geologi<br />
Kementerian ESDM<br />
Cetakan pertama 2018<br />
Hak Cipta<br />
© Museum Geologi 2018<br />
Semua foto dan gambar merupakan hasil karya penulis<br />
kecuali yang tertulis sumbernya<br />
Hak cipta dilindungi Undang-undang.<br />
Dilarang mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh<br />
isi buku ini untuk keperluan komersil tanpa izin tertulis dari penulis.
SAMBUTAN<br />
Masyarakat dan bangsa yang maju ditandai dengan<br />
kesadaran utuh terhadap sejarahnya. Tidak hanya<br />
tentang manusia namun juga alam membentang yang maha<br />
kaya.<br />
<strong>Rinjani</strong> adalah kesadaran, tak hanya gunung dan ekosistem<br />
yang menawan, kesadaran yang di dalamnya sarat nilai,<br />
budaya, sosio-kultural, keragaman flora dan fauna, khasanah<br />
geologis, antropologis dan segenap nilai yang hidup dalam<br />
rentang sejarah yang panjang.<br />
<strong>Buku</strong> ini mengupas satu sisi yang sering terabaikan. Proses<br />
evolusi kompleks yang patut menjadi pembelajaran bagi kita<br />
semua.<br />
Semoga bermanfaat.<br />
Terima kasih untuk kedua penulis.<br />
Mataram, 29 Januari 2018<br />
Gubernur Nusa Tenggara Barat<br />
Muh. Zainul Majdi<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
iii
SAMBUTAN<br />
Puji dan syukur kami panjatkan ke<br />
hadirat Tuhan yang Maha Esa atas<br />
terbitnya buku <strong>Rinjani</strong>, Dari Evolusi<br />
hingga Geopark yang ditulis oleh<br />
Saudara Heryadi Rachmat dan Ujang Kurdiawan. Saya menyambut<br />
baik penerbitan buku yang merekam evolusi dan<br />
sejarah kegunungapian <strong>Rinjani</strong> berikut berbagai potensi kegiatan<br />
wisata yang berbasiskan kepada ilmu kebumian, termasuk<br />
geowisata dan geopark, di Provinsi Nusa Tenggara Barat.<br />
Sebagaimana diketahui, G. <strong>Rinjani</strong> adalah gunungapi tertinggi<br />
kedua di Indonesia, setelah G. Kerinci. Gunung strato<br />
berdanau kawah ini mencapai 3.726 m tingginya. Berdasarkan<br />
catatan sejarah letusannya, <strong>Rinjani</strong> memiliki tiga masa kegiatan,<br />
yaitu kegiatan pra-kaldera, saat pembentukan kaldera<br />
dan pasca pembentukan kaldera.<br />
Dengan berbagai potensi yang dikandung gunungapi ini,<br />
kawasan tersebut telah diwujudkan dengan konsep geopark.<br />
Buktinya, pada 14 November 2013 di sekitar kawasan gunung<br />
ini ditetapkan sebagai geopark nasional. Kemudian, pada 12<br />
April 2018, Geopark <strong>Rinjani</strong> dikukuhkan sebagai salah satu<br />
anggota UNESCO Global Geopark (UGG) atau Geopark<br />
Global UNESCO.<br />
Dalam buku ini, penulis telah berusaha menginventarisasi<br />
dan mengkompilasi berbagai informasi yang terkait dengan<br />
kegunungapian <strong>Rinjani</strong> berikut berbagai potensinya, termasuk<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
v
memasukkan hasil penelitian terkini mengenai evolusi Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong>. Dalam praktiknya, kedua penulis meramu berbagai<br />
bahan dengan bahasa yang relatif populer sehingga mudah<br />
dipahami oleh semua kalangan.<br />
<strong>Buku</strong> ini merupakan bagian dari tugas dan fungsi Museum<br />
Geologi dalam mengedukasi dan penyampaian informasi<br />
kegunungapian pada seluruh lapisan masyarakat.<br />
Oleh karena itu, saya menghaturkan penghargaan setinggi-tingginya<br />
kepada penulis buku ini, penyunting A. Djumarma<br />
Wirakusumah dan Atep Kurnia, serta semua pihak yang<br />
telah mendukung penulisan buku ini, dan membantu proses<br />
penerbitannya. Semoga isi buku ini bermanfaat dan menjadi<br />
salah satu acuan bagi siapapun yang melakukan kajian lebih<br />
lanjut mengenai Gunung <strong>Rinjani</strong> beserta berbagai potensinya.<br />
Bandung, Oktober 2018<br />
Kepala Museum Geologi,<br />
Iwan Kurniawan<br />
vi<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
KATA PENGANTAR<br />
<strong>Buku</strong> berjudul <strong>Rinjani</strong> : Dari Evolusi hingga Geopark<br />
ini membahas proses kebumian Gunung <strong>Rinjani</strong> dari<br />
dulu hingga kini, beserta implementasi perlindungan keragaman<br />
geologinya melalui pengembangan geowisata sebagai<br />
pendukung terwujudnya konsep geopark.<br />
Dari sisi sejarahnya, hingga akhir abad 20, waktu pembentukan<br />
Kaldera Gunung <strong>Rinjani</strong> masih belum diketahui. Penelitian-penelitian<br />
yang dilakukan selama itu belum menyentuh<br />
proses letusan dahsyat serta menghasilkan Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />
Penelitian ihwal waktu pembentukan kaldera baru dilakukan<br />
pada awal abad 21, melalui pengukuran umur arang kayu<br />
pada piroklastik, dan produk sulfat aerosol di Kutub Utara<br />
maupun Kutub Selatan, sehingga diketahui bahwa Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> terbentuk pada tahun 1257.<br />
Dalam buku ini, kami menjelaskan juga karakteristik<br />
produk Gunung <strong>Rinjani</strong> yang dihasilkan dari periode vulkanisme<br />
sebelum terbentuk kaldera, saat terbentuk kaldera,<br />
dan setelah terbentuk kaldera. Selain itu, dalam buku ini, kami<br />
juga menjelaskan dahsyatnya erupsi tahun 1257 dan akibat<br />
yang ditimbulkan terhadap iklim dunia, termasuk kesaksian<br />
yang termaktub dalam peninggalan tertulis yang ada di Pulau<br />
Lombok.<br />
Pada gilirannya, <strong>Rinjani</strong> merupakan kawasan yang pertama<br />
kali diusulkan menjadi geopark oleh Ikatan Ahli Geologi<br />
Indonesia (IAGI) pada tahun 2007. Perjalanan <strong>Rinjani</strong> hingga<br />
ditetapkan sebagai geopark nasional (2013) dan geopark<br />
global (2018), diperoleh melalui berbagai kegiatan mulai dari<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
vii
survei, seminar nasional maupun seminar internasional. Proses<br />
tersebut juga kami gambarkan dalam buku ini, termasuk<br />
keragaman geologi, hayati, dan budaya yang menjadi tiga pilar<br />
pembentukan suatu geopark.<br />
Atas tersusunnya buku ini, kami mengucapkan terima kasih<br />
yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang mendukung u-<br />
paya ini, terutama kepada Bapak Ignasius Jonan (Menteri Energi dan<br />
Sumber Daya Mineral), Bapak Dr. TGH. M. Zainul Majdi (Gubernur<br />
Nusa Tenggara Barat), Bapak Ir. Rudy Suhendar, M.Sc (Kepala Badan<br />
Geologi), Bapak Iwan Kurniawan, ST (Kepala Museum Geologi), Bapak<br />
Ma’mur, ST. M.Hum. (Kepala Seksi Edukasi dan Informasi), Bapak<br />
Arief Kurniawan, ST., MT. (Kepala Seksi Peragaan), Bapak Johan<br />
Budi Winarto, ST. , MT. (Kepala Seksi Dokumentasi dan Konservasi),<br />
Bapak Ir. Oman Abdurahman, M.T., Bapak Dr. Igan S. Sutawidjaja,<br />
Bapak Mutaharlin (Ketua Pos Pengamatan G. <strong>Rinjani</strong>) serta berbagai<br />
pihak lainnya yang tidak dapat kami sampaikan satu per satu.<br />
Dengan terbitnya buku ini, kami berharap semoga dapat<br />
menambah wawasan dan memberikan manfaat bagi semua<br />
pihak yang berkepentingan dalam mengelola perlindungan<br />
dan pemanfaatan keragaman geologi, hayati, dan budaya<br />
yang ada di sekitar Geopark Global Kaldera <strong>Rinjani</strong> dengan<br />
tujuan untuk mengedukasi dan meningkatkan taraf ekonomi<br />
masyarakat setempat secara berkelanjutan.<br />
Bandung, Oktober 2018<br />
Penulis<br />
Heryadi Rachmat<br />
Ujang Kurdiawan<br />
viii<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
DAFTAR ISI<br />
Sambutan Gubernur NTB ............................................<br />
Sambutan Kepala Museum ..........................................<br />
Kata Pengantar ...........................................................<br />
Daftar Isi .....................................................................<br />
iii<br />
v<br />
vii<br />
ix<br />
Bab 1 Selamat Datang di Pulau Seribu Masjid .............. 1<br />
Tata pemerintahan ............................................ 6<br />
Dalam Haribaan Geologi Regional .................... 10<br />
Demografi ........................................................ 15<br />
Bab 2 Istana Dewi Anjani............................................. 17<br />
Gunungapi Tertinggi Kedua ............................... 20<br />
Surga Para Pendaki............................................. 23<br />
BAB 3 Sejarah Letusan ke Aktivitas Terkini ..................... 29<br />
Aktivitas Terkini................................................. 34<br />
Pengaruh Gempa Terhadap Aktivitas<br />
G. <strong>Rinjani</strong> ........................................................ 39<br />
BAB 4 Sarat Catatan, Kaya Penelitian .......................... 43<br />
Penelitian Produk Letusan ................................. 49<br />
BAB 5 Jangan Lupakan Samalas ................................... 59<br />
Misteri Letusan 1258.......................................... 63<br />
Babad Lombok Menguak Samalas...................... 70<br />
BAB 6 Hikayat Tua Sang Arga....................................... 79<br />
Aliran Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>....................... 85<br />
Piroklastik Kaldera <strong>Rinjani</strong>.................................. 88<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
ix
BAB 7 Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong>............................. 91<br />
Penyebaran Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.................. 94<br />
Penyebaran Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.............. 95<br />
Penyebaran Piroklastik Pra Terbentuknya<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 102<br />
Penyebaran Piroklastik Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong>.......... 102<br />
Penyebaran Piroklastik Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong>...... 102<br />
Penentuan Umur Pembentukan Kaldera ............ 105<br />
BAB 8 Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong>...................... 111<br />
Asal Magma Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>................ 114<br />
Asal Magma Lava Pasca-kaldera <strong>Rinjani</strong> ............. 114<br />
Asal Magma Piroklastik Pra, Sin dan Pasca<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 114<br />
Pengaruh Tektonik Lempeng Terhadap<br />
Pembentukan Gunungapi .................................. 116<br />
Tipe Letusan Gunungapi Pembentuk<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> ................................................. 116<br />
Unsur Tanah Jarang Dan Unsur Jejak Lava Pra<br />
Dan Pasca Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> ............... 120<br />
BAB 9 Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> .......... 121<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Berdasarkan Aliran Lava Pra-Kaldera ................. 124<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Berdasarkan Aliran Lava Pasca-Kaldera .............. 124<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
Endapan Piroklastik Pra-Kaldera .......... 125<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
Endapan Piroklastik Pasca-Kaldera ....... 126<br />
x<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 10 <strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia ....................... 129<br />
Geopark di Indonesia....................................... 135<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong>............................................... 135<br />
Situs Geopark <strong>Rinjani</strong> ...................................... 139<br />
BAB 11 Dari Puncak Gunung Api Warisan Geologi<br />
Geopark Dunia ................................................ 147<br />
Batulayar Hingga Punikan................................. 150<br />
Tiu Pupus ke Mayung Putih............................... 153<br />
Dalam Haribaan <strong>Rinjani</strong>.................................... 154<br />
Grengengan Hingga Aik Kalak........................... 160<br />
Antara Narmada dan Korleko........................... 162<br />
BAB 12 Keragaman Hayati, Kekayaan Budaya.............. 169<br />
Keragaman Hayati........................................... 173<br />
Keragaman Budaya.......................................... 176<br />
BAB 13 Bagaimana Selanjutnya ?.................................. 183<br />
Makna Ilmiah Internasional, Nasional,<br />
Regional dan Lokal ......................................... 186<br />
Peluang Pendukung Geopark............................ 188<br />
Upaya Perlindungan Keragaman Hayati........... 189<br />
Menuju Tuan Rumah APGN Ke-6 .................... 190<br />
Daftar Pustaka.............................................................. 195<br />
Daftar Istilah ............................................................... 199<br />
Riwayat Penulis<br />
RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
xi
BAB I<br />
Selamat Datang<br />
Di Pulau Seribu Masjid
Masjid-masjid berdiri di setiap desa di sepanjang<br />
perjalanan di pulau ini. Keberadaan<br />
tempat ibadah umat Islam itu menjadi pertanda<br />
bahwa di pulau ini mayoritas masyarakatnya muslim.<br />
Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Pulau<br />
Lombok dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid.<br />
Berbicara tentang Lombok, pulau ini merupakan<br />
salah satu dari pulau utama yang membentuk<br />
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Secara ke-<br />
seluruhannya dari 278 pulau kecil yang berada di<br />
sekeliling Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa, pulau<br />
utama lainnya. Dari ratusan pulau tersebut, 32<br />
di antaranya telah berpenghuni (BPSNTB, 2012).<br />
Masjid Hubbul Wathan Islamic Center, merupakan salah satu<br />
masjid terbesar dan termegah di Nusa Tenggara Barat.<br />
(Foto: islamiccenter_ntb)<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
3
Provinsi NTB terletak antara 115 o 46’-119 o 5’ Bujur Timur<br />
dan 8 o 10’-9 o 5’ Lintang Selatan, dengan luas daratan 20.153.15<br />
km2 yang membentang dari barat ke timur. Satu per tiga dari<br />
luas tersebut adalah Pulau Lombok, yakni mencapai 5.435<br />
km², dan menempatkannya pada peringkat 108 dari daftar<br />
pulau berdasarkan luasnya di dunia. Kota Mataram adalah<br />
ibu kota Provinsi NTB.<br />
Pulau ini terpisahkan oleh Selat Lombok dari Bali di sebelat<br />
barat dan Selat Alas di sebelah timur dari Sumbawa. Pulau<br />
ini kurang lebih berbentuk bulat dengan semacam “ekor” di<br />
sisi barat daya yang panjangnya kurang lebih 70 km. Pulau ini<br />
dapat dicapai dari Pulau Jawa lewat Pulau Bali dengan menggunakan<br />
kendaraan pribadi maupun angkutan umum dari<br />
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang, Surabaya<br />
dan Bali. Perjalanan darat ini melintasi Selat Bali yang menghubungkan<br />
Pelabuhan Ketapang-Gilimanuk dan Selat Lombok<br />
yang menghubungkan Pelabuhan Padang Bai – Lembar dengan<br />
menggunakan sarana angkutan laut.<br />
Keadaan iklim pada umumnya kering. Namun, lebih basah<br />
bila dibanding dengan iklim rata-rata Pulau Sumbawa.<br />
Curah hujan rata-rata di Pulau Lombok adalah 2000-4000<br />
mm, sedang curah hujan di Pulau Sumbawa rata-rata 500-<br />
1000 mm. Keadaan iklim ini mempengaruhi pola penyebaran<br />
kegiatan pertanian dan penyebaran penduduk.Karena sekitar<br />
dua pertiga dari seluruh areal pertanian NTB ada di Pulau<br />
Lombok.<br />
Di samping itu, Lombok dilalui oleh Garis Wallacea,<br />
yakni kawasan biogeografis yang mencakup sekelompok pulau-pulau<br />
dan kepulauan di wilayah Indonesia bagian tengah,<br />
terpisah dari paparan benua-benua Asia dan Australia oleh selat-selat<br />
yang dalam. Nama Wallacea sendiri diambil dari naturalis<br />
Alfred Russel Wallace (1823-1913) yang mendeskripsikan<br />
batas-batas biologis kawasan zoogeografisnya.<br />
4 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Selama sekitar enam tahun berkutat di Hindia Belanda,<br />
Alfred menyimpulkan bahwa keragaman di Indonesia berbeda<br />
antara wilayah Indonesia bagian barat dan timurnya.<br />
Menurutnya, keragaman tersebut berkaitan dengan pola<br />
persebaran fauna Asia dan Australia dalam tempo yang sangat<br />
lama. Alfred memberinya garis pemisah yang memanjang<br />
dari utara hingga ke selatan, tepatnya memanjang dari Selat<br />
Makassar hingga perbatasan antara Bali dan Lombok.<br />
Dengan demikian, kawasan Wallacea meliputi pulau-pulau<br />
Sulawesi, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba, Timor,<br />
Halmahera, Buru, Seram, serta banyak pulau-pulau kecil di<br />
antaranya. Secara umum dapat dikatakan bahwa kawasan<br />
Wallacea memuat seluruh Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara, dan<br />
Maluku.Wilayah ini terletak di antara Paparan Sunda atau<br />
Dangkalan Sunda di barat, dan Paparan Sahul atau Dangkalan<br />
Sahul di timur. Total luas daratan kawasan Wallacea sekitar<br />
347,000 km².<br />
Dampaknya, Lombok memiliki spesies flora dan fauna<br />
yang unik, karena menjadi titik pertemuan pengaruh kedua<br />
benua tersebut. Posisi ini menjadikannya tempat yang menarik<br />
untuk melakukan penelitian dan studi tentang alam dan<br />
biologi.<br />
Bagi pengembangan wisata, Pulau Lombok terletak pada<br />
segitiga emas destinasi pariwisata utama di Indonesia yakni<br />
Pulau Bali di sebelah barat, Tana Toraja dan Bunaken di sebelah<br />
utara, dan Pulau Komodo di sebelah timur. Lombok juga<br />
beradapada segitiga emas pelayaran lintas nasional dan internasional<br />
yakni Surabaya di sebelah barat, Makassar di utara<br />
dan Darwin, Australia, di timur. Posisi ini memberikan berkah<br />
kepada Pulau Lombok karena tidak hanya strategis sebagai<br />
destinasi wisata tetapi juga tempat transit kapal-kapal layar<br />
dari Darwin.<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
5
Tata Pemerintahan<br />
Secara administratif, Pulau Lombok terdiri dari empat<br />
kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Lombok Barat, Kabupaten<br />
Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten<br />
Lombok Utara, dan Kota Mataram.<br />
Luas wilayah Kabupaten Lombok Barat adalah ±<br />
2.215,11 Km 2 , yang terdiri dari daratan seluas ± 862,62<br />
Km² dan lautan seluas ± 1.352,49 Km². Berdasarkan ketetapan<br />
Undang-undang No. 26 Tahun 2008 tentang pembentukan<br />
Daerah Otonomi Baru tertanggal 30 Desember 2008<br />
Kabupaten Lombok Barat terbagi dalam 10 kecamatan, 88<br />
Desa dan 671 Dusun, di mana Kecamatan Sekotong memiliki<br />
wilayah terbesar dengan luas wilayah ± 330,45 Km² dan terkecil<br />
Kecamatan Kuripan dengan luas wilayah ± 21,56 Km².<br />
Secara geografis, Kabupaten Lombok Barat terletak<br />
antara 115 o 46’ dan 116 o 28’ Bujur Timur dan dan 8 o 12’-8 o 55’<br />
Lintang Selatan. Ibu kotanya terletak di Gerung, yang mempunyai<br />
luas wilayah ± 2.215,11 km² yang terdiri dari daratan<br />
seluas ± 862,62 Km² dan lautan seluas ± 1.352 Km².<br />
Keadaan alamnya berupa pegunungan yang membentang<br />
dari Kecamatan Lingsar sampai Kecamatan Narmada dan<br />
menjadi sumber air sungai yang mengalir ke wilayah bagian<br />
tengah dan bermuara di pantai barat; daerah berbukit-bukit<br />
yang terletak di bagian selatan meliputi Kecamatan Sekotong<br />
dan Kecamatan Lembar di bagian selatan; serta daerah dataran<br />
rendah, yang membentang dari perbatasan ujung Timur<br />
dengan ujung Barat.<br />
Kemudian luas wilayah Kabupaten Lombok Tengah<br />
mencapai 1.208,39 km². Posisinya berada pada 82°7’-8°30’<br />
Lintang Selatan dan 116°10’-116°30’ Bujur Timur, membujur<br />
mulai dari kaki G. <strong>Rinjani</strong> di sebelah utara hingga ke pesisir<br />
Pantai Kuta di sebelah Selatan dengan beberapa pulau kecil<br />
yang ada disekitarnya.<br />
6 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Karena wilayahnya yang membujur dari utara ke selatan,<br />
letak dan ketinggian Lombok Tengah bervariasi mulai dari nol<br />
(0) hingga 2000 meter dari permukaan laut. Secara garis besar<br />
topografi masih mirip dengan kabupaten lain di Pulau Lombok.Ibu<br />
kota kabupatennya ada di Kota Praya, yang memiliki<br />
ketinggian 100 sampai dengan 200 meter dari permukaan<br />
laut.Secara administrasi pemerintahan, wilayah ini terdiri dari<br />
atas 12 Kecamatan, 127 desa dan 12 kelurahan, dengan jumlah<br />
dusun 1.354 dusun dan 59 lingkungan.<br />
Masuk ke Kabupaten Lombok Timur. Wilayahnya terletak<br />
pada 116 o – 117 o Bujur Timur dan 8 o – 9 o Lintang Selatan<br />
dengan luas wilayah mencapai 2.679,99 km 2 yang terdiri dari<br />
daratan seluas 1.605,55 km 2 (59,91 % luas Lombok Timur)<br />
dan lautan seluas 1.074,33 km 2 (40,09 % luas Lombok<br />
Timur).<br />
Ketinggian topografi di Lombok Timur Cukup bervariasi<br />
mulai dari 0 meter diatas permukaan laut yang merupakan<br />
dataran pantai dibagian selatan Lombok Timur hingga 3.775<br />
meter diatas permukaan laut yang berupa areal Pegunungan<br />
<strong>Rinjani</strong> di bagian utaranya. Ibu kota kabupatennya yaitu Kota<br />
Selong berketinggian 148 meter dari permukaan laut.<br />
Selanjutnya Kabupaten Lombok Utara. Pada awalnya kabupaten<br />
ini merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat.<br />
Secara administratif Kabupaten Lombok Utara terdiri dari 5<br />
kecamatan dan 33 desa dan 332 dusun. Kelima kecamatan itu<br />
yaitu Kecamatan Pemenang, Tanjung, Gangga, Kayangan dan<br />
Bayan, sedangkan yang menjadi ibu kota Lombok Utara adalah<br />
Tanjung. Secara keseluruhan, luas wilayah Lombok Utara<br />
mencapai 80.953 Ha. Wilayahnya terletak di bagian sebelah<br />
barat dari Pulau Lombok, letaknya diapit antara Kabupaten<br />
Lombok Barat dan Selat Lombok.<br />
Topografi Lombok Utara sepanjang wilayahnya dari arah<br />
selatan yang berbatasan dengan Kabupaten Lombok Barat<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
7
yaitu Pemenang yaitu sebagian pegunungan dan Hutan Pusuk<br />
Pas merupakan milik Kabupaten Lombok Utara. Disamping<br />
kondisinya merupakan wilayah pegunungan mulai dari arah<br />
selatan dibatasi dengan pantainya yang cukup bersih dengan<br />
pemandangan yang indah.<br />
Memang sebagian besar lahannya berupa hutan mencakup<br />
hutan yang mencapai sekitar 36.186,35 Ha atau 44,70<br />
% dari luas daratan mencapai 809,53 km 2 , yang terdiri<br />
dari Taman Nasional Gunung <strong>Rinjani</strong> seluas 12.357,67 Ha,<br />
Hutan Lindung Rempek seluas 630,22Ha , Hutan Pusuk seluas<br />
11.042,56 Ha, hutan produksi Tetap Pandan Mas seluas<br />
739,78 dan Gunung <strong>Rinjani</strong> seluas 4.431,74 Ha serta Hutan<br />
Produksi terbatas seluas 6.984,38 Ha.<br />
Kabupaten Lombok Utara memiliki 92 Sumber Mata Air.<br />
Selain air tanah, Kabupaten Lombok Utara memiliki sumber<br />
air permukaan sungai yang berasal dari empat sungai yang<br />
cukup besar dan hulunya berada di sekitar lereng Gunung<br />
<strong>Rinjani</strong> dan bermuara di pantai barat (Selat Lombok), yakni<br />
Sungai Rangsot, Sungai Bentek, Sungai Sokong dan Sungai<br />
Braringan.<br />
Wilayah administratif yang terakhir adalah Kota<br />
Mataram. Kota ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor<br />
4 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah<br />
Tingkat II Mataram. Kota ini menjadi ibukota NTB sekaligus<br />
pusat pendidikan dan peredaran barang dan jasa dengan pintu<br />
masuk sebelah barat terdapat Bandara Selaparang, sebelah<br />
selatan melalui Pelabuhan Lembar yang datang dari Padang<br />
Bai (Bali) dan sebelah Timur Pelabuhan Kayangan, Labuan<br />
Lombok yang datang dari pulau Sumbawa.<br />
Kota Mataram terletak di bagian sebelah barat dari Pulau<br />
Lombok, letaknya diapit antara kabupaten Lombok Barat dan<br />
Selat Lombok, dengan posisi yang barada di antara 08 o 33’<br />
dan 08 o 38’ Lintang Selatan dan antara 116 o 04’-116 o 10’ Bujur<br />
8 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Timur. Secara topografis kota ini merupakan wilayah dataran<br />
rendah, sedang dan sisanya sebelah utara merupakan dataran<br />
pegunungan dan perbukitan. Kota Mataram berada pada<br />
posisi di bawah 50 meter di bawah permukaan laut dengan<br />
selang ketinggian sekitar 9 km.<br />
Luas wilayah Kota Mataram adalah 6130 Ha (61,30<br />
km 2 ). Pada tahun 2006, di kota ini telah dilakukan pemekaran<br />
wilayah yang semula hanyatiga kecamatan yaitu Kecamatan<br />
Ampenan, Mataram dan Kecamatan Cakranegara<br />
dengan jumlah kelurahan sebanyak 23 buah. Berdasarkan<br />
Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 3 tahun 2007, Tentang<br />
Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan, Kota<br />
Mataram menjadi enam kecamatan, yaitu Kecamatan Ampenan,<br />
Sekarbela, Mataram, Selaparang, Cakranegara dan Kecamatan<br />
Sandubaya, yang terbagi lagi menjadi 50 kelurahan<br />
dan 304 Lingkungan.<br />
Dengan dua wilayah yang memiliki vegetasi alam yang<br />
kontras, Lombok bagian utara dan tengah lebih hijau dan subur<br />
dibandingkan bagian selatan. Vegetasi di utara dan tengah<br />
sangat dipengaruhi oleh Gunung <strong>Rinjani</strong>. Tidak aneh bila di<br />
Pulau Lombok ada lima lokasi taman wisata alam (TWA Suranadi,<br />
TWA Kerandangan, TWA Bangko Bangko dan TWA Pelangan<br />
di Kabupaten Lombok Barat serta TWA Gunung Tunak<br />
di Kabupaten Lombok Tengah).<br />
Bagian selatan Lombok memiliki vegetasi yang lebih kering<br />
tetapi dihiasi dengan hamparan pantai pasir putih yang<br />
memanjang dari timur sampai ke barat. Kontur Lombok selatan<br />
yang berbukit-bukit menciptakan relief yang indah dan<br />
bentuk teluk yang unik. Selain hamparan pantai dengan karakteristik<br />
yang beragam untuk berbagai aktivitas olahraga air.<br />
Selain itu, di Lombok bagian selatan juga memiliki desa-desa<br />
tradisional yang masih dihuni oleh suku Sasak, penduduk asli<br />
Pulau Lombok.<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
9
Dalam Haribaan Geologi Regional<br />
Keberadaan alam Pulau Lombok tidak terlepas dari<br />
proses kegeologian yang terjadi di sini. Secara regional pulau<br />
ini yang telah dipetakan oleh Mangga dkk. (1994), endapan<br />
batuannya dibagi menjadi beberapa formasi batuan, batuan<br />
terobosan, batuan gunungapi tak teruraikan, dan aluvium<br />
yang berumur dari Tersier (Awal Miosen) sampai Resen.<br />
Bentang alam Pulau Lombok dicirikan oleh morfologi<br />
gunungapi Kuarter-Resen yang menempati bagian utara pulau<br />
ini, morfologi dataran terdapat di bagian tengah, memanjang<br />
dengan arah barat-timurdan merupakan cekungan sedimentasi,<br />
dan morfologi perbukitan bergelombang yang terbentuk<br />
oleh Formasi batuan Tersier.<br />
Secara umum geologi Pulau Lombok dapat dibagi atas<br />
tiga bagian yaitu bagian utara, tengah dan bagian selatan.<br />
Bagian utara dan tengah ditempati oleh batuan gunungapi<br />
hasil kegiatan Gunungapi <strong>Rinjani</strong> yang berumur Plio-Plistosen<br />
sampai Resen.<br />
Bagian utara terdiri atas komplek gunungapi dengan<br />
kerucut Gunung <strong>Rinjani</strong> sebagai puncaknya yang menjulang<br />
setinggi 3736 m dpl dan merupakan gunungapi aktif. Pada lereng<br />
timur terbentuk sebuah kaldera yang berisi air dan dikenal<br />
dengan Danau Segara Anak, dimana di bagian tengahnya<br />
tumbuh kerucut gunungapi muda yaitu Gunung Rombongan<br />
dan Gunung Barujari. Bagian tengah merupakan dataran<br />
rendah sebagai cekungan sedimen yang terisi oleh endapan<br />
piroklastik hasil kegiatan kompleks gunungapi Kuarter dan<br />
Gunung <strong>Rinjani</strong> serta proses ikutan setelah terbentuknya<br />
endapan tersebut.<br />
Bagian Selatan dibangun oleh satuan gunungapi Tersier<br />
(Formasi Andesit Tua) dan seri gunungapi bawah laut, dimana<br />
pada bagian atasnya ditutupi oleh batugamping terumbu<br />
10 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
dengan sisipan batugamping kalkarenit dan napal yang<br />
umumnya berumur Oligosen sampai awal Miosen Awal (Sudiyono,1997).<br />
Satuan batuan ini disebut sebagai Formasi Pengulung<br />
(Andi Mangga, 1997) yang sebelumnya dikenal dengan<br />
nama ‘Old Andesite Formation” (van Bemmelen, 1949).<br />
Lebih rinci Mangga, dkk (1994) menyatakan bahwa<br />
Kelompok batuan tertua di daerah Lombok tersebar di bagian<br />
selatan, berumur Oligosen Akhir-Miosen Awal. Formasi<br />
Pengulung menjemari dengan Formasi Kawangan (Tomk) berupa<br />
perselingan batupasir kuarsa, batulempung, dan breksi<br />
yang berumur Miosen Tengah. Kedua Formasi diterobos batuan<br />
intrusi yang bersusunan Dasit dan Basal (Tmi) yang berumur<br />
Miosen Tengah, mengakibatkan proses ubahan (alterasi)<br />
dan pemineralan bijih sulfida serta urat-urat kuarsa pada batuan<br />
yang diterobos. Secara tidak selaras di atas kedua formasi<br />
ditindih oleh Formasi Ekas (Tme) berupa batugamping/kalkarenit,<br />
setempat kristalin yang berumur Miosen Akhir. Ketiga<br />
Formasi itu membentuk daerah perbukitan di Lombok bagian<br />
selatan.<br />
Selanjutnya ketiga satuan batuan tua tersebut ditindih secara<br />
tidak selaras oleh Kelompok Batuan Gunungapi Lombok<br />
yang umurnya berkisar antara Pliosen Akhir hingga Plistosen<br />
Awal. Kelompok batuan tersebut terdiri atas Formasi Kali Palung<br />
(TQp) yang terdiri dari perselingan breksi gampingan<br />
dan lava, dengan Anggota Selayar (TQs) berupa batupasir tufaan,<br />
batulempung tufaan dengan sisipan tipis karbon, Formasi<br />
Kalibabak (TQb) terdiri dari breksi dan lava, serta Formasi<br />
Lekopiko (Qvl), yang terdiri dari tuf berbatuapung breksi<br />
lahar dan lava.<br />
Kelompok Batuan Gunungapi Lombok tertindih secara<br />
tidak selaras oleh batuan Gunungapi Takterpisahkan yang berumur<br />
Kuarter dan diperkirakan berasal dari G. Pusuk (Qhvp),<br />
G. Nangi (Qhvn) dan G. <strong>Rinjani</strong> (Qhvr) berupa lava, breksi,<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
11
Peta Geologi Pulau Lombok (Mangga, dkk., 1994).
dan tuf. Sedangkan satuan batuan termuda adalah aluvium<br />
(Qa) terdiri dari kerakal, kerikil, pasir, lempung, gambut, dan<br />
pecahan koral.<br />
Secara stratigrafi, Gunung <strong>Rinjani</strong> dialasi oleh batuan sedimen<br />
klastik Neogen (termasuk batugamping), dan setempat<br />
oleh batuan gunungapi Oligo-Miosen. Gunungapi Kuarter itu<br />
sendiri sebagian besar menghasilkan piroklastik, yang di beberapa<br />
tempat berselingan dengan lava. Litologi itu merekam<br />
sebagian letusan yang diketahui dalam sejarah. Sejak tahun<br />
1847 telah terjadi 7 kali letusan, dengan jangka istirahat terpendek<br />
1 tahun dan terpanjang 37 tahun.<br />
Dari sisi batuan dasarnya, Kepulauan Sunda Kecil merupakan<br />
bagian dari Sistem Pegunungan Sunda. Penunjaman<br />
Lempeng/Kerak Indo-Australia terhadap Lempeng Eurasia di<br />
kawasan ini berhubungan dengan Busur Banda. Sunda kecil<br />
yang terdiri dari pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba,<br />
Flores, dan Timor. Lombok dan Sumbawa merupakan dua pulau<br />
oseanik, yaitu pulau yang muncul di kerak samudra yang<br />
terisolasi dari kerak benua. Penyusun busur vulkanik dalam<br />
di sistem Busur Sunda paling timur ini berasal dari pecahan<br />
Kerak Eurasia yang membatasi Sundaland di sebelah tenggara.<br />
Kedua pulau ini merupakan gugusan kepulauan, sedangkan<br />
Pulau Bali merupakan hasil dari subduksi Kerak Indo-Australia<br />
terhadap Kerak Eurasia sebagai gugusan vulkanik tepi benua.<br />
Kemudian, dari batuan penutupnya, hal ini berkaitan<br />
dengan kondisi geologi wilayah NTB dengan batuan tertua<br />
berumur Tersier dan yang termuda berumur Kuarter, didominasi<br />
oleh batuan gunungapi serta aluvium. Batuan Tersier<br />
di Pulau Lombok terdiri dari perselingan batupasir kuarsa, batulempung,<br />
breksi, lava, tufa dengan lensa-lensa batu-<br />
14 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
gamping, batugamping dan dasit. Batuan Kuarter di Pulau<br />
Lombok terdiri dari perselingan breksi gampingan dan lava,<br />
breksi, lava, tufa, batuapung dan breksi lahar. Aluvium dan<br />
endapan pantai cukup luas terdapat di Pulau Lombok.<br />
Demografi<br />
Suku Sasak adalah penduduk asli Lombok yang mendiami<br />
lebih dari dua pertiga pulau ini. Juga ada suku Samawa<br />
dan Mbojo yang berasal dari Pulau Sumbawa, suku Bali yang<br />
sudah berada di Lombok sejak permulaan abad ke 15, dan<br />
sekelompok kecil keturunan Cina dan Arab yang diperkirakan<br />
telah mendiami pulau Lombok sejak ratusan tahun silam.<br />
Jumlah penduduk Pulau Lombok pada tahun 2013 tercatat<br />
sebanyak 3,2 juta jiwa atau 70% dari jumlah penduduk<br />
Provinsi NTB, yang terbagi menjadi 1,5 juta laki-laki dan 1,7<br />
juta perempuan. Persebaran penduduk menurut jenis kelamin<br />
seperti yang terjadi di Pulau Lombok sangat mendukung<br />
pengembangan industri pariwisata, mengingat pengembangan<br />
industri pariwisata yang merupakan industri berbasis<br />
layanan hospitality sangat membutuhkan tersedianya tenaga<br />
kerja perempuan.<br />
Saat ini, industri pariwisata di Lombok menyerap<br />
lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan tenaga<br />
kerja laki-laki, yang terlihat dari serapan tenaga kerja persektor<br />
di Lombok di mana proporsi tenaga kerja perempuan<br />
yang bekerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar28,86%,<br />
sementara tenaga kerja laki-laki hanya sebesar<br />
12,30%.<br />
Selamat Datang di Pulau Seribu Mesjid<br />
15
Tampak atas Masjid Hubbul Wathan Islamic Center
BAB 2<br />
Istana<br />
Dewi Anjani
Masyarakat Sasak menyakini bahwa G. <strong>Rinjani</strong><br />
sangat berkaitan dengan mitos Dewi Anjani.<br />
Implikasi kepercayaan itu bagi masyarakat Sasak<br />
sangat signifikan. Dewi Anjani muncul dalam ri-<br />
tual-ritual yang diselenggarakan masyarakat adat.<br />
Misalnya, dalam upacara untuk seseorang<br />
atau keluarga yang tertimpa sakit, saat pendirian<br />
dan penempatan rumah baru, saat pemotongan<br />
rambut bayi, saat keberangkatan haji, saat tertimpa<br />
wabah penyakit cacar dan saat pada baru<br />
berisi, orang yang dituakan (penowaq) bertugas<br />
untuk mengundang roh leluhur dan Dewi Anjani<br />
penguasa G. <strong>Rinjani</strong> dengan dibantu para perempuan<br />
yang sudah tidak haid lagi atau menopause<br />
dan kyai bertugas memimpin doa.<br />
Terhampar luas padang savana di lereng sebelah timur<br />
G. <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu keindahan Istana Dewi<br />
Anjani.<br />
Istana Dewi Anjani<br />
19
Dalam cerita rakyat Sasak, Dewi Anjani kadang dikatakan<br />
sebagai seorang jin perempuan penunggu G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Tapi menurut para sesepuh Sasak, Dewi Anjani adalah seorang<br />
yang memberikan pengajaran kepada murid-murid yang ingin<br />
memperdalam ilmu agama sampai ketingkat tinggi di wilayah<br />
kaki G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Konon, ada raja jin wanita bertakhta di puncak G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Ratu jin itu bernama Dewi Anjani dan memiliki peliharaan<br />
seekor burung Beberi berparuh perak dan berkuku baja. Waktu<br />
itu daratan Pulau Lombok masih berupa bukit berhutan<br />
lebat dan belum dihuni manusia.<br />
Suatu hari, Patih Ratu yang bernama Patih Songan mengingatkan<br />
ratu akan pesan kakeknya. Kakeknya berpesan agar<br />
Dewi Anjani membuka hutan untuk tempat tinggal penduduk.<br />
Dewi Anjani bermaksud melaksanakan pesan kakeknya. Ratu<br />
dan patih menjelajah hutan. Hutan penuh sesak dengan tanaman.<br />
Mereka kesulitan bergerak. Dewi Anjani memberi<br />
nama pulau itu dengan Pulau Sasak.<br />
Dewi Anjani membuka hutan. Ia dibantu Berberi, burung<br />
peliharaannya. Berberi meratakan hutan dengan paruh<br />
perak dan kuku bajanya. Berberi membuat hutan lebat menjadi<br />
daratan. Selanjutnya, daratan ini menjadi tempat tinggal<br />
manusia. Mereka bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan<br />
hidupnya. Saat ini, Pulau Sasak lebih dikenal dengan Pulau<br />
Lombok.<br />
Gunungapi Tertinggi Kedua<br />
Gunung yang menjadi istana Dewi Anjani itu terletak<br />
di sebelah utara Lombok, dan merupakan gunung tertinggi<br />
kedua di Indonesia sehingga termasuk dalam seven summit<br />
Indonesia. Ketinggian puncak G. <strong>Rinjani</strong> hanya dikalahkan<br />
oleh Cartenz Pyramid di Papua dan G. Kerinci di Sumatera.<br />
20 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Morfologi kerucut dan puncak G. <strong>Rinjani</strong> dilihat dari timur.<br />
Istimewanya, G. <strong>Rinjani</strong> yang berketinggian 3.726 m di<br />
atas permukaan laut dan terletak pada lintang 8 o 25’ LS dan<br />
116 o 28’ BT itu adalah salah satu gunungapi aktif di Indonesia.<br />
Gunungapi yang menjadi tertinggi kedua setelah G. Kerinci<br />
yang berketinggian 3.805 m dpl di Jambi - Sumatera<br />
Barat, merupakan gunungapi yang mempunyai danau kaldera<br />
dan di dalamnya terdapat gunungapi aktif, sehingga menjadi<br />
gunungapi berkaldera tertinggi di Indonesia, bahkan di dunia.<br />
Dengan demikian, gunungapi bertipe strato berdanau<br />
kawah ini memiliki morfologi yang bervariasi. Morfologi utama<br />
<strong>Rinjani</strong> adalah morfologi kaldera dan kerucut gunungapi.<br />
Morfologinya berbentuk lonjong, dengan kemiringan lereng<br />
60 - 80 derajat. Batuan dasarnya adalah lava dan jatuhan<br />
piroklastik.<br />
Morfologi kerucut gunungapi menempati bagian dalam<br />
kaldera serta tebing dinding kaldera, yaitu kerucut G. Barujari,<br />
Istana Dewi Anjani<br />
21
G. Rombongan, G. <strong>Rinjani</strong>, serta kerucut G. Manuk. Kemiringan<br />
lereng berkisar antara 30-70 derajat, dengan pola aliran<br />
sungai radial, sedangkan batuan dasarnya adalah adalah<br />
berupa aliran lava dan piroklastik.<br />
Sedangkan morfologi perbukitan tinggi dan morfologi<br />
punggungan rendah-bergelombang masing-masing terletak<br />
di timur, barat serta bagian lereng puncak komplek <strong>Rinjani</strong><br />
dan lereng bawah komplek <strong>Rinjani</strong>. Masing-masing morfologi<br />
kedua terakhir dicirikan dengan memiliki tebing yang terjal<br />
dengan sudut lereng 30 o -80 o dan sudut lereng kurang dari<br />
30 o .<br />
Di sebelah barat kerucut <strong>Rinjani</strong> terdapat kaldera dengan<br />
luas sekitar 7.000 m × 6.000 m, memanjang ke arah timur<br />
dan barat. Sekeliling kaldera, mulai dari sisi timur laut, barat,<br />
hingga tenggara terisi air, membentuk danau bulan sabit berukuran<br />
2.400 m x 2.800 m. Danau yang terletak di bagian<br />
timur laut hingga barat ini bernama Danau Segara Anak, sedangkan<br />
di sisi tenggara bernama Segara Endut. Danau ini luas<br />
nya sekitar 11.000.000 m 2 dan kedalamannya 230 m, dengan<br />
volume air ditaksir sebanyak 1.375 juta m 3 . Air danau mengalir<br />
di sisi utara - timur laut melalui hulu Sungai Kokok Putih.<br />
Di sebelah timur kaldera muncul kerucut yang dikenal<br />
dengan nama G. Barujari atau G. Tenga, yang dibangun dari<br />
material lava dan bahan lepas (piroklastik). Kerucut ini memiliki<br />
kawah berukuran 170 m x 200 m pada ketinggian 2.296 m<br />
– 2.376 m dpl. Di sebelah barat lautnya terdapat kerucut lain<br />
yang dikenal dengan nama G. Mas atau G. Rombongan.<br />
G. Barujari ini terakhir meletus pada tanggal 25 Oktober 2015<br />
dan 3 November 2015.<br />
Aktivitas kegunungapian <strong>Rinjani</strong> diamati dan dipantau<br />
oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM)<br />
melalui Badan Geologi, dengan menempatkan Pos Pengamat-<br />
22 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
an G. <strong>Rinjani</strong> di Desa Sembalun Lawang, Kecamatan Sembalun,<br />
Kabupaten Lombok Timur.<br />
Surga Para Pendaki<br />
G. <strong>Rinjani</strong> merupakan surga bagi pendaki Indonesia karena<br />
keindahan pemandangannya. Gunung ini menjadi magnet<br />
yang menarik sekian banyak orang ke puncak dan sekitarnya.<br />
Setiap tahunnya ribuan orang, baik pengunjung lokal maupun<br />
pendatang dari mancanegara.<br />
Ada beberapa jalur yang sering digunakan oleh pendaki,<br />
yaitu via Sembalun, Senaru, dan Torean. Jalur pendakian<br />
Senaru merupakan jalur pendakian paling ramai, hal ini disebabkan<br />
selain sebagai jalur wisata treking juga kerap dipergunakan<br />
sebagai jalur pendakian oleh masyarakat adat yang<br />
akan melakukan ritual adat/keagamaan di puncak <strong>Rinjani</strong><br />
atau Danau Segara Anak.<br />
Rute pendakiannya adalah Senaru - Pelawangan Senaru-<br />
Danau Segara Anak dengan berjalan kaki. Waktu tempuhnya<br />
antara sekitar 10 - 12 jam melalui jalur wisata yang berada<br />
dalam hutan primer dan sepanjang jalan trail telah disediakan<br />
sarana peristirahatan pada setiap pos. Dari pintu gerbang Senaru<br />
sampai Danau Segara Anak terdapat tiga pos. Sejak dari<br />
Senaru medan yang ditempuh langsung mendaki hingga dinding<br />
kaldera <strong>Rinjani</strong>, setelah itu baru turun ke Danau Segara<br />
Anak.<br />
Dari Danau Segara Anak bila menuju ke Pelawangan<br />
Sembalun yang membutuhkan waktu sekitar 4 Jam, dari Pelawangan<br />
Sembalun ke Puncak <strong>Rinjani</strong> membutuhkan waktu<br />
4 - 5 Jam.<br />
Pendakian ke puncak umumnya dilakukan pada pukul 2<br />
dini hari, yang dimaksudkan agar pada pagi harinya dapat<br />
menikmati matahari terbit (sunrise) dari Puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />
Istana Dewi Anjani<br />
23
Keramaian di puncak G. <strong>Rinjani</strong> (3.726 m dpl).<br />
serta dapat menikmati pemandangan seluruh Pulau Lombok<br />
bahkan Pulau Bali apabila cuaca cerah.<br />
Kemudian, jalur Sembalun merupakan jalur yang dilalui<br />
oleh pengunjung terutama oleh para penggemar treking. Rute<br />
yang dilalui adalah gerbang Sembalun Lawang - Pelawangan<br />
Sembalun - Puncak <strong>Rinjani</strong>. Perjalanannya sendiri bisa memakan<br />
waktu 9 - 10 jam. Jalur ini sangat dramatis karena jalur<br />
yang harus dilaluinya merupakan padang savana dan punggung<br />
gunung yang berliku-liku dengan jurang di sebelah kiri<br />
dan kanan jalur.<br />
Perjalanannya dimulai dari Sembalun Lawang menuju<br />
ke G. Plawangan selama sekitar 8 jam. Tiba di Plawangan<br />
ada dua pilihan, yaitu mendaki ke puncak <strong>Rinjani</strong> atau Segara<br />
Anak. Dari Plawangan ke puncak <strong>Rinjani</strong> dapat ditempuh<br />
sekitar 3 jam dengan kondisi jalan yang terus menanjak dan<br />
gersang. Apabila memilih ke Segara Anak dapat ditempuh selama<br />
2,5 jam dengan menuruni tebing. Di tepi danau para<br />
24 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
pendaki dapat menyaksikan kerucut Barujari dan G. Mas. Untuk<br />
mencapai Barujari dari tepi danau dapat di tempuh selama<br />
1,5 jam.<br />
Dibandingkan Senaru, jalur pendakian ini tidak terlalu<br />
curam, tetapi karena didominasi oleh padang sabana sehingga<br />
indahnya pemandangan padang dan hutan yang luas sepanjang<br />
lembah yang menghijau disebelah timur G. <strong>Rinjani</strong>, dan<br />
indahnya Selat Alas dan Pulau Sumbawa di kejauhan. Setelah<br />
tiba di puncak <strong>Rinjani</strong>, pendaki bisa menikmati panorama<br />
alam dari ketinggian.<br />
Sementara kalau melalui Jalur Torean, sepanjang jalur<br />
ini, dari Desa Torean menuju kali Tiu (batas Taman Nasional<br />
G. <strong>Rinjani</strong>, TNGR) yang merupakan Pos I pendakian dapat<br />
dijumpai ladang, padang pengembalaan, perkebunan dan<br />
merupakan kawasan hutan produksi. Kemiringan 20 - 45%<br />
jarak Desa Torean dengan batas TNGR ( Pos I ) ± Km 5,00<br />
km dengan kemiringan ±10 - 30%. Jarak dari Pos III Torean<br />
menuju ke Plawangan sekitar 3,50 km dengan kemiringan<br />
sekitar 30-40%, sepanjang perjalanan pendaki akan berada<br />
dalam apitan dua gunung dan dapat menikmati aliran Sungai<br />
Kokok Putih.<br />
Antusiasime para pendaki ke G. <strong>Rinjani</strong> terus memperlihatkan<br />
peningkatan. Pada tahun 2014, jumlah pendaki G.<br />
<strong>Rinjani</strong> mencapai 50 ribu orang. Angka tersebut menunjukkan<br />
peningkatan sekitar 200% dibanding tahun 2013 yang mencapai<br />
24.114 orang. Rinciannya, selama April-Desember 2014,<br />
<strong>Rinjani</strong> dikunjungi 44 ribuan pendaki melalui Sembalun, Senaru,<br />
dan Timbenuh. Dengan demikian, rata-rata jumlah pendaki<br />
5.000 orang per bulan.<br />
Dari jumlah tersebut, pendaki mancanegara mencapai<br />
14.463 orang, yang terdiri dari Prancis (1.179 orang), Jerman<br />
(731 orang), Belanda (630 orang), Inggris (583 orang), dan<br />
Kanada (402 orang). Tentu saja kebanyakannya adalah para<br />
Istana Dewi Anjani<br />
25
pendaki yang berasal dari sekitar <strong>Rinjani</strong> dan daerah lain di<br />
Indonesia.<br />
Ada banyak alasan di balik kunjungan yang terus berlipat<br />
ke gunung yang secara administratif masuk wilayah Kabupaten<br />
Lombok Barat, Lombok Utara, Lombok Timur dan Lombok<br />
Tengah ini. G. <strong>Rinjani</strong> adalah gunungapi tertinggi kedua<br />
di Indonesia setelah G. Kerinci. Selain itu, gunung ini memiliki<br />
potensi geowisata yang sangat mumpuni, berupa panorama<br />
kaldera, danau, puncak, kawah, air terjun, mata air panas,<br />
gua, sejarah letusan dan aliran lava baru.<br />
Membludaknya pendakian ke gunung yang termasuk<br />
TNGR ini mulanya dikelola secara lebih baik. Hal ini bermula<br />
dengan dibentuknya <strong>Rinjani</strong> Trekking Management Board<br />
(RTMB) atau Badan Pembina Trekking <strong>Rinjani</strong> pada 2003. Forum<br />
ini terdiri dari TNGR, Dinas Pertambangan dan Energi<br />
dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi NTB, asosiasi<br />
pemandu wisata, lembaga swadaya masyarakat, klub pecinta<br />
alam, serta masyarakat lokal, yang menghendaki pengelolaan<br />
trekking ke <strong>Rinjani</strong> lebih terkoordiniasi. Termasuk secara rutin<br />
membersihkan sampah di puncak <strong>Rinjani</strong> sebulan dua kali.<br />
Melalui forum ini, <strong>Rinjani</strong> pun menuai prestasi tingkat<br />
dunia, berupa World Legacy Award untuk kategori Destination<br />
Stewardship dari Conservation International dan National<br />
Geographic Traveler 2004 serta Tourism for Tomorrow<br />
Award pada 2007.<br />
Namun sayang, sejak 24 April 2014, RTMB sebagai organisasi<br />
pengelola kegiatan pendakian G. <strong>Rinjani</strong> dibekukan<br />
sementara sampai ada kejelasan tentang lembaga pengelola<br />
yang lebih paten. Dampaknya, sampah membanjiri Rinja-<br />
26 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Barisan para pendaki pertanda antusiasme mendaki <strong>Rinjani</strong>.<br />
ni. Apalagi sejak Januari 2015, jumlah pendaki yang masuk<br />
melalui pintu Sembalun dan Senaru mencapai lebih dari 7 ribu<br />
pendaki. Jalur pendakian <strong>Rinjani</strong> pun dipenuhi sampah.<br />
Memang ada himbauan dan upaya dari TNGR. Salah<br />
satu caranya memberikan kantong plastik kepada para pendaki<br />
sebagai tempat sampah dan selanjutnya membawanya<br />
kembali ke bawah. Namun, kebanyakannya pendaki tidak<br />
membawanya lagi, melainkan dibuang saat perjalanan turun<br />
gunung. Jelaslah, pada benak kebanyakan para pendaki itu<br />
tidak tertanam kesadaran untuk bersih lingkungan. Sementara<br />
pendaki yang lain yang peduli terhadap kebersihan banyak<br />
yang mengeluhkan kondisi tersebut, sehingga mengajukan gagasan<br />
penghentian penjualan tiket masuk ke <strong>Rinjani</strong>.<br />
Istana Dewi Anjani<br />
27
Kompleks Gunungapi <strong>Rinjani</strong> dilihat dari Desa Senaru
BAB 3<br />
Sejarah Letusan<br />
Ke Aktivitas Terkini
Dalam tempo dua abad, terhitung sejak pertengahan<br />
abad ke-19, G. <strong>Rinjani</strong> terus saja memperlihatkan<br />
aktivitasnya. Letusan pertama yang<br />
tercatat di masa modern adalah pada tahun 1846.<br />
Saat itu, naturalis Heinrich Zollinger mengatakan<br />
bahwa dalam tahun 1846 kegiatan G. <strong>Rinjani</strong> dalam<br />
stadia fumarola, selanjutnya letusan yang terjadi<br />
berlangsung di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> (G. Barujari<br />
dan Rombongan/Mas). Sementara di akhir<br />
periode tahun 1800-an, yakni pada tahun 1884,<br />
Natuurkunding Tijdschrift voor Nederl. Indie, v. 45,<br />
mencantumkan bahwa asap dan nyala api tampak<br />
pada beberapa hari pertama bulan Agustus.<br />
Letusan samping (Flank Eruptions) G. Barujari pada 2009<br />
dan abu gunungapi membumbung tinggi mencapai ketinggian<br />
1.000 m.<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
31
Memasuki abad ke-20, G. <strong>Rinjani</strong> memperlihatkan aktivitasnya<br />
sejak 1901. Saat itu, tanggal 1 Juni 1901, pukul 23.00<br />
terdengar suara ledakan, dan malam berikutnya di Mataram<br />
terjadi hujan abu tipis. Lima tahun kemudian, pada April<br />
1906, pukul 21.15 terdengar suara ledakan. Sementara pada<br />
30 November 1909, pukul 21.15 hujan abu di Lombok yang<br />
berlangsung hingga 2 Desember. Setelah itu tampak kegiatan<br />
meningkat berupa asap tebal yang mengepul. Air sungai tampak<br />
keruh.<br />
Pada tahun belasan, yakni pada 4 November 1915 tampak<br />
kolom asap dari G. <strong>Rinjani</strong>. Selang berpuluh tahun kemudian,<br />
G. <strong>Rinjani</strong> memperlihatkan aktivitasnya lagi pada 1944.<br />
Pada 30 Mei terlihat asap di atas puncak G. <strong>Rinjani</strong>. Menurut<br />
Petroeschevsky kegiatan mulai pada 25 Desember 1943. Pukul<br />
16.00 terdengar suara gemuruh yang di- susul dengan hembusan<br />
asap tebal. Pada malam hari tampak sinar api dan kilat<br />
sambung-menyambung. Gempa bumi terasa terjadi antara 25<br />
- 30 Desember disertai suara gemuruh. Hujan abu turun selama<br />
7 hari dengan lebatnya, merusak tanaman dan rumah.<br />
G. Rombongan atau G. Mas muncul dari dalam danau<br />
(2110 m) yang berada di kaki G. Barujari sebelah baratlaut,<br />
melebar ke utara dan barat. Mitrohartono (1969) menghitung,<br />
bahwa jumlah bahan baru yang dikeluarkan waktu itu<br />
adalah sebanyak sekitar 7,4 x 10 7 m 3 . Kusumadinata (1969,<br />
1973) dengan menggunakan rumus Yokoyama (1956 - 1957)<br />
telah menghitung Energi Kalor yakni 2,3 x 10 24 erg, sedangkan<br />
besar letusannya adalah 8,98 dan Kesetaraan Bom Atomnya<br />
273,8.<br />
Dua puluhan tahun setelah letusan 1944, G. <strong>Rinjani</strong> aktif<br />
lagi pada 1966. Tanda-tandanya, pada 28 Maret Pulau Lombok<br />
digoncang gempabumi. Sejak itu terdengar suara dentuman<br />
berasal dari Segara Anak. Memasuki tanggal 21 Mei<br />
1966 terlihat dari puncak G. Punduk, bahwa di sebelah se-<br />
32 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
G. Rombongan (2110 m dpl)<br />
latan kepundan G. Barujari tempak ke luar pasir dari dasar<br />
Segara Anak menuju ke utara dan melebar ke barat dan timur.<br />
Persentuhan pasir panas dengan air Segara Anak menyebabkan<br />
terjadinya suatu kukusan, asap mengepul.<br />
Kusumadinata (1969) mengatakan bahwa yang disebut<br />
pasir panas ini pada hakikatnya adalah lava baru yang muncul<br />
di lereng G. Barujari sebelah timur mencapai Segara Anak di<br />
utara dan Segara Endut di selatan. Kemudian Mitrohartono<br />
(1969) telah menghitung penyebaran lava sebesar 954.350<br />
m 2 dan isi 6,6. 10 6 m 3 . Kusumadinata (1969) menghitung<br />
energi kalornya ialah 2,1. 10 21 erg, Kebesaran Letusan 6,44<br />
dan Kesetaraan Bom Atom 250,0.<br />
Pada periode pertengahan tahun 1990-an, gunung ini<br />
bangkit lagi dari istirahatnya pada 1994. Pada 4 Juni, pkl.<br />
02.00 WITA terjadi suatu ledakan sangat kuat yang berasal<br />
dari dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>, terdengar hingga ke Desa Sembalun.<br />
Pukul 08.00 terlihat asap hitam tebal membubung ke<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
33
udara mencapai tinggi 400 m dari puncak G. Plawangan.<br />
Pada 6 Juni, pkl 17.40 Wita terjadi hujan abu di sekitar Pos<br />
Pengamatan dengan ketebalan endapan 2 - 3 mm. Titik letusan<br />
berasal dari G. Barujari dan berlangsung hingga awal<br />
bulan Januari 1995.<br />
Letusan tersebut tidak menyebabkan korban jiwa secara<br />
langsung, tetapi akibat penumpukan material letusan berupa<br />
abu yang terdapat di hulu sungai yang mengalir ke Desa Aikmel<br />
telah menimbulkan banjir bandang dan 31 orang yang<br />
sedang mandi di bantaran sungai tersebut terbawa hanyut.<br />
Kerugian yang ditimbulkan akibat letusan Barujari ini, antara<br />
lain petani bawang putih di Sembalun gagal panen karena<br />
rusak oleh hujan abu. Volume material letusan sebesar<br />
15.036.405,07 m 3 , dengan energi thermal sekitar 4,7 X 10 23<br />
erg.<br />
Memasuki abad ke-21, G. <strong>Rinjani</strong> tetap aktif. Hal ini bisa<br />
dilihat dari aktivitasnya sejak tahun 2004, yakni pada bulan<br />
Oktober tahun itu terjadi letusan abu. Selang lima tahun,<br />
Pada 2 Mei 2009 pukul 16.01 WITA terjadi letusan asap pada<br />
berwarna coklat pekat mencapai ketinggian 1000 meter di<br />
atas titik letusan di G. Barujari disertai suara dentuman lemah.<br />
Aliran lava mengalir dari titik letusan masuk ke dalam Danau<br />
Segara Anak.<br />
Pada 19 November 2010 pukul 17:00 WITA tingkat aktivitas<br />
G. <strong>Rinjani</strong> diturunkan dari Level II (Waspada) menjadi<br />
Level I (Normal). Hal ini didasari oleh penurunan aktivitas<br />
kegempaan dan aktivitas permukaan yang teramati secara visual.<br />
Aktivitas Terkini<br />
Peningkatan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> terjadi pada tahun 2015.<br />
Menurut pengamatan dan evaluasi Pusat Vulkanologi dan<br />
Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG, 2015-2016), pada tanggal<br />
25 Oktober 2015 pukul 10:04 WITA teramati letusan dengan<br />
34 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
kolom abu setinggi sekitar 200 m di atas kawah G. Barujari<br />
yang berada di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Tinggi Puncak Barujari<br />
2300 m dari permukaan laut, sehingga tinggi kolom abu<br />
letusan 2500 m dari permukaan laut. Hasil letusan berupa<br />
jatuhan abu yang sebarannya terbatas di sekitar lereng Puncak<br />
Barujari ke arah barat daya (berdasarkan Satelit Himawari).<br />
Dari sisi kegempaannya, pada rentang waktu 1 - 22 Oktober<br />
2015 terekam 17 kejadian tremor dengan amplitudo<br />
maksimum 2 - 12 mm dan lama gempa 10 - 120 detik, 13 kejadian<br />
Gempa Low Frequency (LF), 3 kejadian Gempa Vulkanik<br />
Dangkal (VB), 3 kejadian Gempa Vulkanik Dalam (VA), 4<br />
kejadian Gempa Tektonik Lokal (TL) dan 10 kejadian Gempa<br />
Tektonik Jauh (TJ). Dan pada tanggal 25 Oktober 2015 pukul<br />
10.04 terekam 1 kali gempa Letusan dengan amplituda maksimum<br />
3 mm dan lama gempa 20 detik.<br />
Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis data visual<br />
dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman<br />
bahayanya, maka mulai tanggal 25 Oktober 2015 pukul 13:00<br />
WITA tingkat aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> dinaikkan dari Level I (Normal)<br />
menjadi Level II (Waspada).<br />
Selanjutnya, berdasarkan “Evaluasi Data Pengamatan G.<br />
<strong>Rinjani</strong> hingga 13 November 2015 Pukul 12:00 WITA” yang<br />
dilakukan oleh PVMBG, ada beberapa pernyataan terkait<br />
dengan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong>. Pertama, pengamatan secara visual<br />
menunjukkan bahwa letusan Barujari utamanya menghasilkan<br />
abu, jatuhan piroklastik yang jatuh di badan G. Barujari<br />
dan aliran lava yang mengalir kearah baratlaut dan timurlaut<br />
kawah Barujari di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />
Aliran lava yang mengalir ke arah timurlaut telah masuk<br />
ke dalam danau hingga mencapai dinding kaldera bagian<br />
dalam menutupi area Batu Pagar. Kontak antara lava dan air<br />
kemudian menghasilkan hembusan asap putih tebal yang didominasi<br />
oleh uap air. Ancaman letusan yang dapat memba-<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
35
Kenampakan kawah lereng pasca letusan akhir 2015<br />
hayakan jiwa manusia secara langsung, yaitu berupa jatuhan<br />
piroklastik berukuran lapilli (2-64 mm) hingga bom (>64<br />
mm) dana liran lava, masih berada di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
dan di dalam radius 3 km dari pusat letusan.<br />
Kedua, material letusan berukuran abu (
Ketiga, kegempaan G. <strong>Rinjani</strong> sejak 2 November 2015<br />
pukul 11:09 WITA didominasi oleh tremor menerus. Hasil<br />
pengamatan langsung di lapangan yang dilakukan pada 3 –<br />
4 November 2015 menunjukkan bahwa kegempaan tre-mor<br />
menerus berkorelasi dengan letusan menerus dari kerucut G.<br />
Barujari.<br />
Keempat, sejak 3 November 2015, dari Pos PGA <strong>Rinjani</strong><br />
yang terletak lebih kurang 9.5 km di sebelah timurlaut Puncak<br />
<strong>Rinjani</strong>, teramati asap kawah berwarna putih – putih kelabu<br />
yang keluar secara menerus, mencapai tinggi maksimum<br />
2.600 m di atas Barujari atau setara 5.000 m di atas permukaan<br />
laut.<br />
Kelima, hingga saat ini letusan masih terus terjadi di indikasikan<br />
dengan masih terekamnya tremor menerus dengan<br />
amplituda di atas latar belakang normalnya. Perhitungan amplituda<br />
seismik (RSAM) hingga saat ini mengindikasikan pola<br />
aktivitas yang fluktuatif dengan kecenderungan menurun.<br />
Keenam, analisis frekuensi dominan gempa mengindikasikan<br />
telah terjadinya transisi dari pita frekuensi lebar (wide<br />
frequency-band) ke pita frekuensi tipis (narrow frequency-band)<br />
yang mengindikasikan transisi dari aktivitas sistem<br />
tertutup ke aktivitas sistem terbuka pada 2 November 2015.<br />
Transisi ini kemudian berkorelasi dengan dimulainya fase<br />
efusif berupa aliran lava yang masih terus berlangsung hingga<br />
saat ini. Hal ini juga mengindikasikan bahwa hingga saat ini<br />
belum ada kecenderungan untuk terjadi letusan dengan eksplosivitas<br />
sangat tinggi. Namun, letusan dengan eksplosivitas<br />
rendah-menengah (aliran lava dan letusan strombolian) masih<br />
terus terjadi dengan indeks eksplosivitas maksimum sekitar<br />
VEI~II.<br />
Ketujuh, pengukuran suhu air Danau Segara Anak<br />
menunjukkan bahwa suhu air danau meningkat dari kisaran<br />
20.0 – 21.0° C (Juni 2015) menjadi kisaran 36.7 – 38.0° C (9<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
37
November 2015). Sementara suhu mata air panas Pancuran<br />
Mas meningkat dari 41.0° C menjadi 44.5° C.<br />
Kedelapan, hasil pemeriksaan Tim Tanggap Darurat<br />
PVMBG juga menunjukkan bahwa masuknya aliran lava ke<br />
dalam Danau Segara Anak telah mengakibatkan peningkatan<br />
muka air danau sekitar. 1 meter dari kondisi sebelum meletus<br />
sehingga berimplikasi pada perubahan debit air di aliran sungai<br />
Kokok Putih. Hal ini terukur di PLTA Kokok Putih (sekitar<br />
10 km di arah timurlaut danau Segara Anak) dimana debit air<br />
mengalami peningkatan maksimum hingga saat ini mencapai<br />
>2 kali lebih tinggi dari kondisi normal, yaitu dari sekitar 0.4<br />
m 3 /detik menjadi sekitar 0.9 m 3 /detik. Kondisi sungai Putih<br />
(Kokok Putih) yang berhulu di Danau Segara Anak dan bermuara<br />
di pantai utara Pulau Lombok. Sepanjang aliran Kokok<br />
Putih, airnya berwarna putih dan mengangkut material hasil<br />
letusan berukuran abu sampai pasir halus.<br />
Peningkatan debit air ini juga berkorelasi dengan pantauan<br />
satelit (informasi dari VDAP-USGS) di mana pelebaran sungai<br />
terpantau sekitar 2-3 kali lebih lebar di sepanjang aliran<br />
Sungai Kokok Putih setidaknya sejauh 4 km dari Danau Segara<br />
Anak. Pantauan satelit tidak dapat melihat lebih jauh dari 4<br />
km dikarenakan tertutup awan.<br />
Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis data visual<br />
dan instrumental serta mempertimbangkan potensi ancaman<br />
bahayanya, maka hingga 13 November 2015 pukul 12:00<br />
WITA tingkat aktivitas <strong>Rinjani</strong> masih dalam Level II (Waspada).<br />
Namun, berdasarkan hasil analisis data visual dan instrumental<br />
serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya,<br />
maka mulai 19 Januari 2015 pukul 17:00 WITA tingkat<br />
aktivitas <strong>Rinjani</strong> diturunkan dari Level II (Waspada) menjadi<br />
Level I (Normal).<br />
Hal ini berlandaskan pada kenyataan tingkat kegempaan<br />
G. <strong>Rinjani</strong> sudah menurun kembali kekondisi normalnya. Selain<br />
itu, secara visual, aktivitas permukaan G. <strong>Rinjani</strong> sudah<br />
38 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
menurun yang ditandai oleh tidak teramatinya aktivitas letusan<br />
maupun aliran lava dari kerucut G. Barujari. Sementara<br />
pemantauan dengan penginderaan jauh juga sudah tidak<br />
mendeteksi adanya titik api (hotspot) di tubuh G. Barujari.<br />
Pengaruh gempa terhadap aktivitas G. <strong>Rinjani</strong><br />
Di Pulau Lombok kerap terjadi gempa. Hal ini karena termasuk<br />
kawasan kegempaan aktif, yaitu adanya zona subduksi<br />
lempeng Indo-Australia yang menunjam ke utara di bawah<br />
P. Lombok di sebelah selatan dan struktur geologi Sesar Naik<br />
Flores (Flores Back Arc Thrusting) yang aktif dengan posisi<br />
memanjang dari laut Bali sampai laut Flores di sebelah utara.<br />
Gempa terakhir yang terjadi di Lombok yaitu pada 29<br />
Juli 2018 dengan magnitudo 6,4 Skala Richter (SR), 5 Agustus<br />
2018 (7 SR) dan 19 Agustus 2018 (6,5 SR), telah menimbulkan<br />
kerusakan parah pada infrastruktur serta korban jiwa<br />
a<br />
b<br />
c<br />
P. Lombok (gambar a dan c); P. Lombok diapit oleh 2 penyebab gempa<br />
di bagian selatan Lempeng Indo-Australia dan di bagian utara Lempeng<br />
Eurasia (gambar b). (sumber : Dongeng Geologi/geologi.co.id).<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
39
terutama di wilayah Lombok bagian utara, timur dan tengah.<br />
Sumber gempa yang potensial di P. Lombok terletak di bagian<br />
selatan pada zona penunjaman lempeng Indo-Australia<br />
dengan lempeng Eurasia. Sedangkan sumber di bagian utara<br />
disebabkan oleh adanya sesar naik busur belakang (back arc<br />
thrust) yang terletak di utara Lombok memanjang dari Selat<br />
Lombok sampai Flores bagian timur.<br />
Kerapnya gempa di Lombok terlihat selama 160 tahun<br />
terakhir. Selama masa tersebut telah tercatat gempa yang bermagnitudo<br />
> 5 Skala Richter.<br />
Kerusakan bangunan masjid yang roboh menyisakan kubah akibat gempabumi<br />
dan likuifaksi (sumber : Antara Foto/Zabur Karuru Reuters)<br />
Dengan perbandingan waktu kejadian gempa bumi dan<br />
letusan <strong>Rinjani</strong> di atas tidak terlihat adanya hubungan yang<br />
signifikan antara gempa di Lombok dengan letusan <strong>Rinjani</strong>.<br />
40 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Tabel hubungan antara kejadian gempa Lombok dengan letusan G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Sejarah Letusan Ke Aktivitas Terkini<br />
41
Oleh karena itu, gempa-gempa tersebut terutama episenter<br />
nya yang terletak di sebelah utara G. <strong>Rinjani</strong> dengan kedalaman<br />
relatif dangkal (< 30 km), terkait erat dengan keberadaan<br />
sesar naik Flores.<br />
Dengan demikian, gempa Lombok termasuk yang terjadi<br />
pada 29 Juli, 5 dan 19 Agustus 2018, berhubungan erat dengan<br />
sesar naik Flores dan tidak berhubungan dengan penyuplai<br />
magma untuk <strong>Rinjani</strong> yang berasal dari zona subduksi. Dengan<br />
kata lain, gempa tersebut selama ini tidak berpengaruh<br />
langsung terhadap peningkatan aktivitas <strong>Rinjani</strong>.<br />
Namun, peningkatan aktivitas <strong>Rinjani</strong> mungkin dapat<br />
dipicu oleh gempa bumi yang relatif dalam (> 50 km) yang<br />
lokasi episenternya berada di bagian selatan G. <strong>Rinjani</strong>. Karena<br />
gempa tersebut berkaitan dengan benioff zone, yang ar- tinya<br />
dapat meneruskan suplai magma dari subduction zone ke<br />
arah permukaan, sehingga dapat memicu terjadinya letusan di<br />
dalam Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
42 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 4<br />
Sarat Catatan<br />
Kaya Penelitian
Sejak pertengahan abad ke-19, G. <strong>Rinjani</strong> mulai<br />
dilaporkan keberadaannya ke tengah-tengah<br />
publik kaum kolonial Belanda. Dari sejak saat itu<br />
hingga sekarang, gunung ini tidak terlepas dari<br />
pengamatan, catatan, dan penelitian baik oleh<br />
para pelancong maupun oleh kalangan ilmuwan.<br />
Mengenai catatan-catatan <strong>Rinjani</strong> dari zaman<br />
Belanda hingga tahun 1974, ahli vulkanologi Indonesia<br />
Kama Kusumadinata mengumpulkannya dalam<br />
Sedjumlah Data mengenai Danau Kawah Se-<br />
gara Anak di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>, Lombok (1969)<br />
dan Data Dasar Gunungapi (1979). Di masa penjajahan,<br />
ada 24 catatan dan penelitian mengenai<br />
<strong>Rinjani</strong> dan sejak tahun 1849 hingga 1974 ada 28<br />
tulisan yang membahas mengenai <strong>Rinjani</strong>.<br />
Endapan berlapis rempah gunungapi (material piroklastik)<br />
sebagai hasil letusan paroksisma <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas).<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
45
Catatan pertama didedahkan oleh naturalis berkebangsaan<br />
Swiss, Heinrich Zollinger (1818-1859). Pada tahun 1849<br />
terbit tulisannya yang berjudul “Reis over de eilanden Bali en<br />
Lombok” yang dimuat dalam Verhandelingen van het Bataviaasch<br />
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen Volume<br />
22, No 11. Dengan catatan ini, Zollinger menjadi orang kulit<br />
putih pertama yang telah mencoba mendaki puncaknya.<br />
Pendakiannya sendiri dilakukan pada 6 Agustus 1846<br />
dari Kampung Loijok, di sebelah selatan G. <strong>Rinjani</strong>. Puncak<br />
G. Sangkareang dicapainya dalam waktu tempuh dua hari<br />
pendakian. Dari sana ia melihat Danau Segara Anak dan G.<br />
Baru yang masih mengepul-epul. Namun, karena perbekalan<br />
airnya sangat kurang, ia membatalkan pendakian ke puncak<br />
G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Catatan kedua baru ada setelah tiga tahun penerbitan<br />
tulisan Zollinger. Friedrich Franz Wilhelm Junghuhn (1809-<br />
1864), seorang naturalis berkebangsaan Jerman, menuliskan<br />
perihal <strong>Rinjani</strong> dalam karya besarnya, Java, deszelfs gedaante,<br />
bekleeding en inwendige struktuur Vol III (1853-1854), dengan<br />
judul “Lombok, Piek <strong>Rinjani</strong>”. Namun, ternyata, dia<br />
sendiri tidak pernah mendaki G. <strong>Rinjani</strong>. Yang dicatatnya adalah<br />
berdasarkan pengukuran-pengukuran segitiga oleh P. Melvill<br />
van Carnee, tinggi G. <strong>Rinjani</strong> diketahuinya setinggi 1160<br />
kaki Paris.<br />
Sekian puluh tahun kemudian, pada 1886, dalam penerbitan<br />
Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch Indië Volume<br />
45 dan buku Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië ada<br />
kabar mengenai letusan G. <strong>Rinjani</strong>, “Uitbarstingen van Vulkanen”.<br />
Di situ memang tercatat bahwa G. <strong>Rinjani</strong> mengeluarkankan<br />
asap dan api pada hari-hari pertama bulan Agustus<br />
1884.<br />
Pada 1902, majalah Natuurkundig menurunkan tulisan<br />
yang berisi mengenai bahasan aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> pada tahun<br />
1900, “Vulkanische Verschijnselen waargenomen Gedurende<br />
46 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
het jaar 1900”. Di situ digambarkan bahwa pada 30 November<br />
1900, di Lombok, turun hujan abu yang baru berhenti<br />
pada malam tanggal 2 Desember 1900. Kejadian ini berasal<br />
dari kawah Pegunungan <strong>Rinjani</strong> yang setelah itu juga memperlihatkan<br />
kegiatan yang meningkat dengan mengepulkan asap<br />
tebal. Beberapa bulan kemudian, Natuurkundig mencatat aktivitas<br />
<strong>Rinjani</strong> pada 1 Juni 1901. Saat itu terdengar ledakan<br />
seperti dari letusan gunungapi dan pada malam harinya hujan<br />
abu tipis.<br />
Pada tahun 1902, J.C.B. van Heek mengadakan pengamatan<br />
geologi mengenai Pulau Lombok, sekaligus G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Menurutnya, seluruh lereng barat Nangi tertimbun oleh<br />
material letusan G. <strong>Rinjani</strong>. Jalan yang ditempuhnya guna<br />
menemui sang gunungapi adalah melalui Sembalun Bumbung.<br />
Selanjutnya, pada 1915, kontrolir Lombok Timur melaporkan<br />
bahwa pada pagi hari tanggal 4 November 1915<br />
tampak kolom asap di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>. Hasil peninjauannya<br />
menyatakan bahwa Kawah Segara Muncar hanya sedikit<br />
tertutup, sedangkan sebagian dinding kawahnya telah runtuh.<br />
Sementara kawah Barujari, sebagian besarnya tersumbat. Pada<br />
tahun belasan ini, tercatat pula <strong>Rinjani</strong> dalam Laporan Tahunan<br />
Dinas Topografi Hindia Belanda tahun 1918. Di dalam<br />
laporan tersebut, antara lain, dinyatakan bahwa Pegunungan<br />
Lombok Utara, terutama dibangun oleh Pegunungan <strong>Rinjani</strong><br />
dengan beberapa puncak dan rangkaian pegunungan yang<br />
lebih rendah sebelah timur dan baratnya.<br />
Setahun sebelumnya, pada tahun 1917, W. Van Bemmelen<br />
mendaki G. <strong>Rinjani</strong>. Bulan September tahun itu, ia melakukan<br />
pendakian ke <strong>Rinjani</strong> melalui Swela. Menurutnya, setelah<br />
Zollinger, orang barat lainnya yang telah mengunjungi G. <strong>Rinjani</strong><br />
adalah Van Schaik, Elbert, Gruendler, Wormser, Kayser<br />
dan Termijtelen. Saat mendaki itu, van Bemmelen memilih G.<br />
Plawangan untuk meninjau puncak <strong>Rinjani</strong> dan Segara Anak.<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
47
Aliran lava 2015 mengalir dari lereng Barujari ke arah utara-timurlaut, menyeberangi danau hingga m<br />
Kemudian dalam suratnya kepada Gubernur Kepulauan<br />
Sunda Kecil, pada tanggal 19 Desember 1929, Ida Wajan Natra<br />
melaporkan bahwa sejak tahun 1927 terlihat suatu saluran<br />
air sebelah selatan G. Baru. Guguran-guguran sebelah barat G.<br />
Baru lebih banyak dari pada tahun 1925.<br />
Menginjak pada masa kemerdekaan Indonesia, tulisan<br />
yang pertama membahas mengenai G. <strong>Rinjani</strong> pada masa ini<br />
adalah sepucuk surat yang dikirimkan E.G.A. Lapre, “Surat kepada<br />
Vulkanologisch Onderzoek” pada tahun 1948. Namun<br />
tulisan yang benar-benar membahas G. <strong>Rinjani</strong> adalah tulisan<br />
A Wirjosumatro dan E. Karoma, Penyelidikan G. Rindjani,<br />
Lombok dalam bula April 1951. Kedua penyelidik ini melakukan<br />
pendakian dari Sembalun Lawang dan menginap di Tengengean,<br />
kemudian ke G. Plawangan dan Segara Anak.<br />
Pada tahun 1961, M.M. Purbo-Hadiwidjoyo telah<br />
menyelidiki kemungkinan air Segara Anak untuk tenaga listrik<br />
atau pengairan bersama-sama dengan Ismangun Surjo.<br />
Kesimpulan yang dikedepankan peneliti ini adalah bahwa pemakaian<br />
air danau akan terbentur kepada berbagai kesulitan,<br />
terutama karena sifat gunungnya yang termasuk gunungapi<br />
yang masih aktif.<br />
48 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
encapai dinding batu pagar.<br />
Pada tahun 1966, Saleh Basleman mengadakan pengamatan<br />
terhadap Danau Segara Anak dari G. Punduk dan<br />
pada tahun 1967, Sukardi, sewaktu mengadakan penelitian<br />
hidrologi Pulau Lombok, sempat pula mengunjungi Danau Segara<br />
Anak. Ia melihat-lihat kemungkinan mempergunakan air<br />
danau dalam rangka pertanian.<br />
Pada tahun 1968, Tanu Nataprawira, sebagai Kepala<br />
Dinas Kehutanan NTB telah dua kali melakukan perjalanan<br />
ke Segara Anak. Ia menyarankan agar mendapatkan gambaran<br />
keseluruhan situasi dan kondisi G. <strong>Rinjani</strong>, rombongan<br />
penyelidik diberangkatkan dari lima arah, yakni dari Sesaut,<br />
Bayan, Batusantek, Sajang, dan Sembalun. Kemudian, Kama<br />
Kusumadinata sendiri telah melakukan kunjungan ke Pegunungan<br />
<strong>Rinjani</strong> pada tahun 1969.<br />
Penelitian Produk Letusan<br />
Penelitian mengenai aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> semakin banyak<br />
dilakukan baik para peneliti dalam negeri maupun yang berasal<br />
dari luar negeri. Hasilnya, banyak produk ilmiah berupa<br />
skripsi, tesis, dan disertasi mengenai kegunungapian <strong>Rinjani</strong>.<br />
Demikian pula tulisan-tulisan ilmiah maupun populer yang<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
49
tersebar dalam jurnal-jurnal ilmiah maupun majalah dan koran.<br />
Khusus mengenai penelitian mengenai produk letusan<br />
gunungapi telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu,<br />
di antaranya Neumann van Padang (1951) menulis tentang Pegunungan<br />
<strong>Rinjani</strong> yang majemuk menjulang di Lombok Utara<br />
berikut dimensi puncak dan kawah kerucut <strong>Rinjani</strong>; Kaldera<br />
dengan isinya mulai dari ukuran kaldera, luas danau, kerucut<br />
G. Barujari, dan G. Rombongan.<br />
Kusumadinata (1969) mengulas tentang perkiraan tinggi<br />
G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang mencapai ketinggian ±5.000 mdpl, letaknya<br />
sebelah barat G. <strong>Rinjani</strong> sekarang. Akibat suatu kegiatan<br />
yang dahsyat berupa terjadinya letusan besar dan kuat (Paroxysmal<br />
eruption) diikuti dengan runtuhnya tubuh gunung<br />
itu sendiri (collapse) telah mengakibatkan lebih dari sebagian<br />
tubuhnya hilang dan sisanya berupa Kaldera Segara Anak<br />
yang diikuti dengan pembentukan gunungapi baru (G. Barujari<br />
dan G. Rombongan).<br />
Menurut Kusumadinata dalam Data Dasar Gunungapi<br />
(1979), letusan yang tercatat cukup besar dan menghasilkan<br />
aliran lava, terjadi pada tahun 1944 yang berasal dari G. Rombongan<br />
(±2110 mdpl) yang muncul dari dalam danau melebar<br />
ke utara dan barat dengan jumlah materialnya sebanyak<br />
±74 juta m 3 , dan tahun 1966 terjadi dari G. Barujari (±2.376<br />
mdpl) yang muncul dari kawahnya berupa aliran lava menuju<br />
kearah utara dan melebar kearah barat dan timur. ±6,6 juta<br />
m 3 .<br />
Foden dan R. Varne tahun 1981 menulis antara lain tentang<br />
komposisi dan aktivitas gunungapi <strong>Rinjani</strong> dan berikutnya<br />
pada tahun 1983 menulis tentang petrologi dari aliran<br />
lava calc-alkaline gunungapi <strong>Rinjani</strong>. Penelitian tersebut bersifat<br />
regional dan tidak secara spesifik menunjukan lokasi pengambilan<br />
contoh dari lava tersebut.<br />
50 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Diskusi mengenai produk letusan <strong>Rinjani</strong> Tua 1257 (Samalas)<br />
Imam Santosa dan Iman Sinulingga tahun 1994 meneliti<br />
tentang petrografi dari beberapa contoh aliran lava yang<br />
terdapat di dalam kaldera, tetapi tidak dilakukan secara sistematis<br />
dan hanya dilakukan pada aliran lava yang terbentuk<br />
sampai dengan tahun 1994.<br />
Heryadi Rachmat (2003), pada 1999 melakukan penelitian<br />
berupa pengambilan sampel untuk analisis petrografi dan<br />
geokimia dari aliran lava di dalam kaldera yang terbentuk sejak<br />
tahun 1944 sampai 1994, serta pengambilan contoh arang<br />
kayu (charcoal) untuk uji pentarikhan radiokarbon C 14 yang<br />
terdapat dalam aliran awan panas di daerah Korleko.<br />
Penelitian Nasution, dkk (2004), dilakukan terkait dengan<br />
produk letusan G. <strong>Rinjani</strong> secara regional mulai dari<br />
pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera. Hasil penelitiannya<br />
antara lain berupa peta geologi kompleks G. <strong>Rinjani</strong> serta<br />
peta sebaran piroklastik aliran dan jatuhan di Pulau Lombok<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
51
A<br />
G. <strong>Rinjani</strong><br />
G. Barujari<br />
B<br />
Bentang alam kompleks G. <strong>Rinjani</strong> dari kiri ke kanan : A) Puncak G.<br />
serta G. Rombongan; B) G. Barujari dan G. Rombongan dalam kalde<br />
bagian timur dan aliran lava 1944 muncul ke arah utara dan<br />
52 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
<strong>Rinjani</strong>, dinding kaldera dan di dalam kaldera muncul G. Barujari<br />
ra nampak aliran lava 1966 mengalir di lereng dan kaki G. Barujari<br />
timur G. Rombongan (sketsa K. Kusumadinata, 1969).<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
53
yang terbentuk saat pembentukan kaldera, berikut umur dari<br />
beberapa material hasil letusannya. Dari hasil analisis C 14 yang<br />
terdapat pada aliran piroklastik di laboratorium‘ Beta Analytic<br />
Inc’ Jepang, diperoleh umur dari material kompleks G. <strong>Rinjani</strong><br />
serta umur pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang diperkirakan<br />
terjadi pada abad ke-13 (1210 – 1300).<br />
Rachmat (2013) mengungkapkan bahwa aliran lava di<br />
dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terbentuk antara tahun 1944-<br />
2009 berkomposisi andesitis sampai basaltis dengan kandungan<br />
SiO 2<br />
berkisar antar 54,73% sampai dengan 58,88%.<br />
Kemudian Komorowski, dkk (2013), dan Lavigne, dkk (2013)<br />
mengungkapkan hasil penelitian yang relatif serupa dengan<br />
Nasution, dkk (2004).<br />
Data yang dihasilkan berupa peta sebaran piroklastik,<br />
peta isopach piroklastik jatuhan dan penampang tegak<br />
dari beberapa endapan piroklastik. Penelitiannya ditunjang<br />
dengan hasil peneliti lainnya terhadap endapan abu (sulfat<br />
aerosol) G. <strong>Rinjani</strong> yang terdapat di Kutub Utara dan Kutub<br />
Selatan serta sejarah letusan <strong>Rinjani</strong> yang tertulis pada daun<br />
lontar.<br />
Hasil analisis C 14 yang dilakukannya di ‘Eidgenössiche<br />
Technische Hochschule Zurich’, Swiss diperoleh umur dari<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas) yaitu pada tahun 1257. Informasi<br />
dari Tim Lavigne dkk tahun 2013, menjadi terkenal di dunia<br />
karena langsung dipublikasikan pada jurnal internasional ‘Proceeding<br />
of the National Academy Sciences of The United State<br />
of America’, 2013.<br />
Dengan demikian, G. <strong>Rinjani</strong> merupakan salah satu dari<br />
tiga kaldera di Indonesia yang terbentuk dalam kurun waktu<br />
750 tahun terakhir. G. ini juga memiliki sejarah letusan<br />
54 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Pengambilan sampel arangkayu (charcoal) pada produk letusan <strong>Rinjani</strong> Tua 1257<br />
(Samalas)<br />
dahsyat dan aktif mengeluarkan material letusan hingga saat<br />
ini. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan sebelumnya<br />
lebih banyak ditekankan pada material piroklastik, dan belum<br />
ada yang membahas secara khusus mengenai evolusi magmatis<br />
G. <strong>Rinjani</strong> berdasarkan produk letusan dari lava dan<br />
piroklastik pada pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera.<br />
Dengan demikian, penelitian mengenai evolusi magmatis<br />
berdasarkan analisis produk letusan yang didukung dengan<br />
hasil analisis lava dan piroklastik, penting untuk merekonstruksi<br />
hubungan antara evolusi magmatis G. <strong>Rinjani</strong> dengan<br />
sumber magma yang mempengaruhinya.<br />
Sarat Catatan Kaya Penelitian<br />
55
Tim peneliti awal warisan geologi untuk geopark pertama yang di usulkan di Indones
ia.
<strong>Rinjani</strong> merupakan salah satu pemandangan puncak yang paling indah<br />
di Asia Tenggara
BAB 5<br />
Jangan Lupakan<br />
SAMALAS
Pada abad pertengahan, Eropa dan sebagian<br />
Asia dilanda perubahan iklim yang sangat drastis.<br />
Pada tahun 1258, tercatat secara umum Eropa<br />
dilanda musim dingin yang sangat hebat. Kabut<br />
kering menerpa Perancis, gerhana bulan terjadi di<br />
Inggris, musim semi yang keras di utara Islandia,<br />
terjadi kelaparan di Inggris, Jerman Barat, Perancis,<br />
utara Italia. Akibatnya wabah atau sampar pun<br />
menyebar ke London, sebagian Perancis, Austria,<br />
Irak, Suriah, dan tenggara Turki.<br />
Orang-orang yang melek tulisan pun memberi<br />
kesaksiannya. Mengenai kejadian di Perancis,<br />
Jerman Barat, dan utara Italia ada keterangan dari<br />
Notae Constantienses (Tahun 1260), Chronican<br />
Saviginiacensis (1300), Annales Spirenses (1259)<br />
dan dari Girard de Fracheto (1271). Sementara dari<br />
Inggris ada keterangan dari Matthew Paris (1259)<br />
dan John de Taxter (1265).<br />
Naskah Babad Lombok ditulis di atas daun lontar yang disimpan<br />
di Museum Budaya Nusa Tenggara Barat (NTB).<br />
Jangan Lupakan Samalas<br />
61
Khusus mengenai Matthew Paris (c. 1200-1259), ia dikenal<br />
sebagai rahib Benediktin, penulis kronik, ilustrator naskah<br />
dan pembuat peta, yang tinggal di St Albans Abbey, Hertfordshire,<br />
Inggris. Salah satu karya tulisnya yang terkenal adalah<br />
Chronica Majora (1259), naskah berbahasa Latin ini berisi kronik<br />
dari awal mula dunia hingga catatan 1259, saat Matthew<br />
meninggal.<br />
Matthew Paris (rahib Benediktin, 1200-1259) dan karya tulisnya<br />
naskah Chronica Majora.<br />
62 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Di dalam buku itu, antara lain, tercatat kutipan sebagai<br />
berikut: “Angin utara berhembus keras selama beberapa bulan...banyak<br />
sekali orang miskin yang meninggal. Tubuhnya<br />
bergeletakan ... tidak ada yang berani mendekati yang sakit<br />
atau sekarat, karena takut tertular ... wabah menjangkit, tak<br />
tertanggungkan, menyerang orang miskin. Di London sendiri,<br />
15,000 orang miskin meninggal; di England dan tempat lainnya<br />
ribuan orang meninggal.”<br />
Apalagi kemudian ternyata, pada penggalian arkeologi<br />
Inggris yang dilakukan antara 1991–2007 di situs tempat rahib<br />
Augustinian dan rumah sakit St Mary Spital, Spitalfields Market,<br />
London E1, para arkeologi menemukan lebih dari 10,500<br />
kerangka manusia. Laporan Museum of London Archaeology<br />
(MOLA) menyatakan, kuburan massal tersebut merupakan<br />
korban kelaparan yang terjadi pada 1258.<br />
Membaca keterangan tersebut, itu semua sama-sama<br />
menyatakan peran aktivitas gunungapi yang mempengaruhi<br />
iklim dunia. Mekanismenya, letusan gunungapi menyebarkan<br />
kandungan belerang yang berubah menjadi partikel sulfat<br />
mikroskopis di atmosfer yang tinggi sehingga membiaskan<br />
cahaya matahari mempengaruhi pendinginan suhu udara di<br />
bumi dapat bertahan selama beberapa bulan ataupun tahun.<br />
Misteri Letusan 1258<br />
Dalam perkembangan ilmu pengetahuan alam, jejak<br />
rekam kimia glasial (glaciochemical) memberikan perkiraan<br />
sulfat aerosol gunungapi yang terkandung dalam stratosfer<br />
serta berasosiasi dengan letusan gunungapi dan telah digunakan<br />
untuk menaksir respons sistem Bumi terhadap kegunungapian.<br />
Jejak rekam inti es yang beresolusi tinggi telah<br />
pula mengungkap letusan-letusan gunungapi yang signifikan<br />
tetapi tidak diketahui asal gunungapinya.<br />
Jangan Lupakan Samalas<br />
63
Dalam kaitannya dengan jejak rekam itu, sejak tiga dasawarsa<br />
lalu terungkap adanya sulfat vulkanik yang terkunci<br />
dalam sampel inti es yang diambil dari Greenland dan Antartika.<br />
Pada 1980, Hammer dan kawan-kawan menyatakan dalam<br />
tulisannya (“Greenland Ice Sheet Evidence of Post-Glacial<br />
Volcanism and its Climatic Impact”), salah satu yang terkunci<br />
itu adalah jatuhan aerosol yang tiba di kutub sejak 1258.<br />
Kemudian pada 1988, dalam Annals of Glaciology, Langway<br />
J.R., Clausen dan Hammer, mengukur keasaman ion sulfat di<br />
beberapa stasiun di Greenland dan Antartika, pada kedalaman<br />
yang berkorespondensi dengan tahun 1259. Dalam kajian<br />
mengenai anomali di inti es inilah, Langway dkk mulai memunculkan<br />
misteri letusan 1258 (Unknown 1258).<br />
Namun, selama tiga dasawarsa itu, identifikasi terhadap<br />
gunungapi yang “bertanggung jawab” pada letusan abad pertengahan<br />
itu tetap tidak terjawab atau tidak menentu. Ada<br />
yang menyangka berasal dari G. Oktaina (Selandia Baru), G.<br />
El Chichon (Meksiko), G. Quilota (Ekuador), G. Harrat Rahat<br />
dan Hara es Sawad di Saudi Arabia (pada 1256 dan 1270-an).<br />
Bahkan gunungapi di sekitar Samudra Pasifik, diajukan sebagai<br />
jawaban atas misteri 1257 itu.<br />
Selanjutnya, penelusuran dan penelitian mendalam yang<br />
telah dilakukan berbagai ahli akhirnya mengerucut pada sebuah<br />
gunung di Indonesia, yang bahkan mungkin tidak begitu<br />
dikenal oleh orang Indonesia pada umumnya. Pada 2013,<br />
terbit tulisan bertajuk “Source of the great A.D. 1257 mystery<br />
eruption unveiled, Samalas volcano, <strong>Rinjani</strong> Volcanic Complex,<br />
Indonesia”.<br />
Tulisan yang dimuat dalam Proceedings of the National<br />
Academy of Sciences of the United States of America (PNAS)<br />
vol. 110 no. 42 ini merupakan hasil penelitian 15 ahli gunungapi<br />
dunia. Dari Indonesia yang terlibat adalah Indyo Pratomo,<br />
geolog dari Badan Geologi Bandung, Danang Sri Hadmoko<br />
dari Geografi Universitas Gadjah Mada dan Surono, man-<br />
64 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
tan Kepala PVMBG. Sedangkan dari luar negeri yang terlibat<br />
meliputi 12 ahli dari berbagai kampus ternama di Eropa, di<br />
antaranya Frank Lavigne dari Université Panthéon-Sorbonne,<br />
Jean-Philippe Degeai dari Université Montpellier, Clive Oppenheimer<br />
dari University of Cambridge, Inggris, dan sejumlah<br />
ahli lainnya.<br />
Sebagaimana yang tersurat dalam judulnya, tulisan ini<br />
menyatakan bahwa sumber letusan misterius pada abad pertengahan<br />
itu berasal dari bagian Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>, Indonesia.<br />
Mengenai penelitian <strong>Rinjani</strong> yang mendekati sebagaimana<br />
yang dilakukan oleh Franck Lavigne, pernah dilakukan oleh<br />
Akira Takada & kawan-kawan dan disampaikan, antara lain,<br />
pada pertemuan IAVCEI tahun 2003 (“The volcanic activity of<br />
<strong>Rinjani</strong>, Lombok Island, Indonesia during the last ten thousand<br />
years, viewd from 14 C age datings”). Dari situ ada pernyataan<br />
bahwa “Penanggalan C 14 mengindikasikan bahwa klimaks letusan<br />
yang membentuk kaldera itu terjadi pada periode tahun<br />
1210-1300 M”.<br />
Sementara yang berhasil dikumpulkan dan dianalisis oleh<br />
Franck Lavigne dan kawan-kawan berupa data stratigrafi dan<br />
geomorfologi, vulkanologi fisik, penanggalan radiokarbon,<br />
geokimia tefra, dan kronik. Menurut hasil penelitiannya, letusan<br />
gunungapi di sekitar Kompleks <strong>Rinjani</strong> ini lebih besar<br />
dibandingkan letusan G. Tambora tahun 1815.<br />
Letusan tersebut melepaskan 40 kilometer kubik abu ke<br />
angkasa hingga setinggi 43 kilometer, yang terus mengelilingi<br />
bumi beberapa lama. Total magma yang dilepaskannya sebesar<br />
40,2 ± 3 km 3 Dence-Rock Equivalent (DRE). Dengan volume<br />
itu, diperkirakan letusannya bermagnitudo 7. Dan perbandingan<br />
geokimia pecahan gelas (glass shard) yang ditemukan<br />
di inti es dengan material hasil letusan tahun 1257 menunjukkan<br />
kemiripan, sehingga menjadi rujukan yang memperkuat<br />
hubungan letusan tahun 1257. Dengan demikian, letusan ini<br />
Jangan Lupakan Samalas<br />
65
menjadi salah satu letusan terbesar selama Holosen hingga<br />
menyebabkan anomali iklim pada 1258, utamanya di belahan<br />
utara bumi.<br />
Piroklastik yang berkaitan dengan pembentukan G. <strong>Rinjani</strong><br />
Tua dan kaldera <strong>Rinjani</strong> terdiri dari aliran piroklastik dan<br />
jatuhan peroklastik dan seluruhnya dapat dibagi menjadi tiga<br />
bagian yaitu, piroklastik pra, sin, dan pasca pembentukan<br />
kaldera.<br />
Piroklastik pra Kaldera <strong>Rinjani</strong> penyebarannya terdapat<br />
di dalam dan di luar kaldera. Untuk yang di dalam kaldera<br />
dapat dilihat melalui pengamatan dinding kaldera bagian dalam<br />
mulai dari dekat permukaan danau Segara Anak sampai<br />
bibir kaldera (crater rim). Endapan piroklastik ini posisinya<br />
selang seling dengan aliran lava pra kaldera sebagai penyusun<br />
utama tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua.<br />
Piroklastik sin-kaldera merupakan hasil letusan <strong>Rinjani</strong><br />
Tua (Samalas) yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> pada abad<br />
ke 13. Endapan aliran piroklastiknya, menyebar kearah utara,<br />
barat, dan tenggara. Sedangkan endapan jatuhan piroklastik,<br />
material halusnya menyebar sangat luas ke arah barat dari pusat<br />
letusan sesuai arah angin berbentuk elips hingga mencapai<br />
G. Merapi di Jawa Tengah<br />
Piroklastik pasca kaldera <strong>Rinjani</strong> hanya dijumpai di dalam<br />
kaldera, sebagai hasil letusan kerucut G. Barujari yang muncul<br />
dari dasar Danau Segara Anak. Jenis piroklastik yang dihasilkan<br />
berupa scoria, sebagai hasil letusan tipe strombolian dari<br />
kawah pusat dan kawah samping G. Barujari, yang terakhir<br />
meletus tahun 2015.<br />
Pada awal Juni 2018, masyarakat dikejutkan dengan<br />
ditemukannya berbagai artefak di sekitar bekas penambangan<br />
endapan piroklastik, diantaranya di Desa Tanak Beak yang<br />
terletak pada koordinat 8 o 35,2681’ - 8 o 35,229’ Lintang Selatan<br />
dan 116 o 17,810’ - 116 o 17,810’ Bujur Timur. Artefak ditemu-<br />
66 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
kan cukup luas penyebarannya, tepat di bagian dasar dari sisa<br />
penggalian pasir yang banyak mengandung batuapung sebagai<br />
bagian dari aliran piroklastik hasil letusan gunungapi <strong>Rinjani</strong><br />
1257. Akibat penggalian, telah menyisakan tebing yang cukup<br />
panjang dengan ketinggian ± 9-15 meter, dan saat ini telah dijadikan<br />
lokasi untuk menunjukkan material hasil letusan yang<br />
diendapkan secara utuh. Jenis artefak yang ditemukan oleh<br />
masyarakat terdiri dari keramik, bambu bagian dari bangunan<br />
tempat penyimpanan beras, berikut berasnya yang telah hangus<br />
terbakar oleh aliran piroklastik, serta tulang belulang dan<br />
gigi dari manusia.<br />
Aliran piroklastik hasil letusan <strong>Rinjani</strong> 1257 dan masuk ke<br />
laut yang terdapat di pantai utara Pulau Lombok, telah menghasilkan<br />
endapan sekunder membentuk tebing yang tingginya<br />
mencapai 25 meter. Endapan piroklastik yang ada dipantai<br />
utara ini telah dijadikan sebagai salah satu destinasi wisata,<br />
Endapan piroklastik hasil letusan <strong>Rinjani</strong><br />
(Samalas) di Tanak Beak.
Lubang letusan samping G. Barujari yang menghasilkan endapan pi<br />
pasca kaldera dan aliran lava 2004, 2009 serta lava 2015.
oklastik
karena telah dilengkapi dengan papan interpretasi yang menjelaskan<br />
bagaimana tebing tersebut terbentuk.<br />
Babad Lombok Menguak Samalas<br />
Soalnya kemudian, gunung apakah yang menyebabkan<br />
letusan dahsyat tersebut ? Adakah sumber-sumber tertulis dari<br />
pribumi yang mengisahkan letusan tersebut? Menurut Franck<br />
Sketsa aliran piroklastik Samalas yang masuk ke laut membentuk<br />
endapan piroklastik hasil letusan sekunder.<br />
(sumber : modifikasi dari Brooks/Cole : Cengage Learning)<br />
70 RINJANI Dari Evolusi Aliran piroklastik Hingga Geopark letusan <strong>Rinjani</strong> 1257 di pantai utara P. Lombok yang<br />
masuk ke laut menghasilkan endapan sekunder membentuk tebing<br />
setinggi + 30 m..
Lavigne, untuk menjawab pertanyaan itu, ia memutuskan pergi<br />
ke Leiden, Belanda, tempat yang menyediakan dokumentasi<br />
Indonesia di masa lalu, terutama di Perpustakaan KITLV dan<br />
Perpustakaan Universitas Leiden.<br />
Pencariannya membuahkan hasil, terutama dengan<br />
“ditemukannya” naskah Babad Lombok. Menurut Sasak and<br />
Javanese Literature (1999) karya Geoffrey Morisson, Babad<br />
Lombok memiliki beberapa versi yaitu naskah yang berkode<br />
HKS 2502, KITLV 324, LOr. 6442, LOr. 6621, LOr. 10,667,<br />
LOr. 11,153, dan LOr. 10,296 dan LOr. 13,90. Sementara yang<br />
ada di Perpustakaan Nasional berkode Bd Codex 395.<br />
Dari naskah yang berisi mengenai tambo sejarah Lombok<br />
sejak Nabi Adam hingga kondisi politik di Lombok pada sekitar<br />
periode lahirnya naskah babad, yaitu abad ke-18, terutama<br />
yang telah ditransliterasi dan ditranskripsi oleh Lalu Wacana<br />
(1979), dan diperbaharui oleh Lalu Gede Suparman (1994).<br />
Franck menemukan nama Samalas. Nama ini merujuk kepada<br />
gunungapi yang berbarengan meletus dengan G. <strong>Rinjani</strong>, sesuai<br />
dengan kutipan naskah dan daun lontarnya yang ada di<br />
Museum Negeri Nusa Tenggara Barat.<br />
Penjelasan mengenai isi Babad Lombok yang disampaikan Jangan Lupakan Samalas<br />
oleh ahli filologi di Museum Negeri NTB.<br />
71
Antara lain, kutipan tersebut berbunyi: “G. Renjani kularat,<br />
miwah gunung samalas rakrat, balabur watu gumuruh,<br />
tibeng desa Pamatan, yata kanyut bale haling parubuh, kurambangning<br />
sagara, wong ngipun halong kang mati” (G. <strong>Rinjani</strong><br />
Longsor, dan G. Samalas runtuh, banjir batu gemuruh,<br />
menghancurkan Desa Pamatan, rumah-rumah rubuh dan hanyut<br />
terbawa lumpur, terapung-apung di lautan, penduduknya<br />
banyak yang mati).<br />
Menurut perhitungan Franck dan kawan-kawan, G. Samalas<br />
yang menyebabkan terbentuknya Danau Segara Anak<br />
itu diperkirakan memiliki ketinggian sekitar 4200 m. Dan bila<br />
merujuk hasil rekonstruksi sebelum letusannya, G. Samalas berada<br />
di bagian barat G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Soalnya kemudian, bagaimana implikasi penelitian ini<br />
untuk di Indonesia? Menurut Indyo Pratomo (2013), yang<br />
menjadi salah satu penulis makalah dalam PNAS itu, temuan<br />
G. Samalas berimplikasi terhadap disiplin kegunungapian dan<br />
mitigasi bencana, serta memberikan peluang penelitian baru<br />
di bidang arkeologi hingga sejarah Nusantara pada masa lalu.<br />
Temuan ini, lanjut Indyo, membuka kembali ide-ide penelitian<br />
tentang karakteristik letusan besar di kawasan itu,<br />
Di museum ini disimpan sekitar 1.200 takepan<br />
daun lontar (sumber : yuliaindahri.blogspot.com).<br />
72 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
sehingga paling tidak dalam 1.000 tahun ke belakang harus<br />
diteliti karena kemungkinan akan berulang. Letusan Samalas<br />
ini menjadi tantangan untuk meneliti lebih lanjut pola migrasi<br />
kerajaan, kebudayaan, dan populasi penduduk di kawasan<br />
tersebut di masa lalu. Misalnya, ia menyebutkan mengenai<br />
dampak letusan Samalas pada melemahnya kerajaan<br />
di kawasan timur Indonesia dan mempengaruhi penyerbuan<br />
Kertanegara Raja Singosari, ke Bali pada 1284.<br />
Pada Juni 2018, di Dusun Tanak Bengan, Desa Tanak Beak<br />
dan Dusun Ranjok, Desa Aik Berik, Kecamatan Batukliang<br />
Utara, Kabupaten Lombok Tengah, ditemukan benda-benda<br />
yang diduga kuat terkubur letusan tahun 1257. Benda-benda<br />
yang dimaksud antara lain barang-barang tembikar (keramik)<br />
dari Dinasti Tang, Cina, gigi serta tulang belulang manusia.<br />
Lokasi penemuan tersebut ditemukan di bagian bawah<br />
endapan piroklastik yang membentuk tebing bekas kegiatan<br />
penambangan endapan pasir batuapung, yang arahnya relatif<br />
barat-timur dengan ketinggian ± 9 meter. Lokasi ini merupakan<br />
bekas Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP), dan<br />
aktifitas penambangan tersebut saat ini telah dihentikan oleh<br />
pemerintah Provinsi NTB karena pada saat aktifitas penggalian,<br />
ditemukan beberapa artefak berupa keramik yang diduga<br />
tertimbun akibat aktivitas letusan G. Samalas tahun 1257.<br />
Dari hasil pengukuran vertikal terhadap lapisan yang<br />
tersingkap oleh tim peneliti dari Museum Geologi (2018),<br />
dijumpai 11 (sebelas) lapisan berbeda ditandai dengan adanya<br />
perbedaan warna dan ukuran butir dari masing-masing<br />
lapisan, yang disebabkan oleh perbedaan waktu pengendapan<br />
dan mekanisme pembentukan endapan piroklastik tersebut.<br />
Berdasarkan mekanisme pembentukannya, endapan<br />
piroklastik yang dijumpai di lokasi ini ada 2 (dua) jenis, yaitu<br />
jatuhan piroklastik (pyroclastic fall) dan aliran piroklastik (pyroclastic<br />
flow).<br />
Jangan Lupakan Samalas<br />
73
Pengamatan artefak berupa keramik, bambu dan tulang belulang di Desa Tanak Beak (atas).<br />
Para peneliti dari Museum Geologi, Balai Arkeologi Jawa Barat, dan Balai Arkeologi Denpasar<br />
sedang mendiskusikan artefak yang ditemukan di Desa Tanak Beak dan Desa Aik Beri (bawah).
Temuan artefak berupa keramik, beras, bambu dan tulang belulang di Dusun<br />
Ranjok, Desa Aik Beri
Samalas runtuh, <strong>Rinjani</strong> longsor menghancurkan Desa Pamatan. Kejadian ini tertua<br />
yang ditulis di atas daun lontar pada abad 18.
ng di dalam Babad Lombok
Bekas kampung Pamatan yang tertimbun oleh hasil letusan Samalas 1257 yang berlokasi di Desa Tanak Beak<br />
(tertuang dalam Babad Lombok yang ditulis di atas daun lontar pada abad 18
BAB 6<br />
Hikayat Tua<br />
Sang Arga
Dalam bahasa Sanskerta, dari India, yang sangat<br />
mempengaruhi bahasa-bahasa di Kepulauan<br />
Nusantara, istilah bagi gunung adalah arga.<br />
Sementara dalam bahasa Jawa Kuna atau Kawi,<br />
istilah arga merujuk kepada gunung yang sangat<br />
tinggi. Oleh karena itu, G. <strong>Rinjani</strong> bisa dianggap<br />
sebagai Sang Arga, mengingat tingginya gunungapi<br />
ini. Selain tinggi, gunung ini memiliki riwayat yang<br />
sangat panjang, sehingga bisa dikatakan tua. Hal<br />
ini bisa dibuktikan dari hasil kajian-kajian geologi<br />
yang telah dilakukan selama ini.<br />
Nasution, dkk., (2004), yang telah membuat<br />
Peta Geologi G. <strong>Rinjani</strong> dan membagi produk<br />
hasil letusannya menjadi tiga bagian, yaitu: produk<br />
sebelum kaldera <strong>Rinjani</strong>, saat Pembentukan Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong>, dan setelah pembentukan kaldera yang<br />
kemudian dimodifikasi Rachmat (2013).<br />
Danau Segara Anak, Puncak G. Barujari, kawah samping<br />
G. Barujari, dan aliran lava dilihat dari puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />
Hikayat Tua Sang Arga<br />
81
Rachmat (2013) telah merekonstruksi sejarah letusan<br />
G. <strong>Rinjani</strong> yang dimulai sekitar 1 juta tahun lalu. Pada awalnya<br />
ada sebuah gunungapi besar berketinggian sekitar 5.000<br />
mdpl tumbuh di bagian utara Pulau Lombok dan gunungapi<br />
itu diberi nama <strong>Rinjani</strong> Tua. Kemudian berdasarkan hasil<br />
penyempurnaan dari berbagai sumber (Rachmat, 2016) sejarah<br />
letusan G. <strong>Rinjani</strong>, setelah letusan awal antara 11.000<br />
sampai 6.000 tahun yang lalu (tyl) telah tumbuh kerucut G.<br />
<strong>Rinjani</strong> pada lereng timur <strong>Rinjani</strong> Tua. Selanjutnya pada abad<br />
ke-13 atau tahun 1257 terjadi letusan paroksisma <strong>Rinjani</strong> Tua<br />
(Samalas) yang menghasilkan Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />
Jenjang kegunungapian selanjutnya setelah terbentuk<br />
Kaldera terjadi lagi letusan G. <strong>Rinjani</strong> yang bersumber dari<br />
Kawah Segara Muncar (Kerucut Skoria <strong>Rinjani</strong>) menghasilkan<br />
endapan jatuhan piroklastik di sekitar puncak.<br />
Peta Geologi Gunungapi <strong>Rinjani</strong> (modifikasi dari Nasution, dkk, 2004)<br />
82 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Penampang G. Barujari dan G. Rombongan.<br />
Kemudian kaldera terisi air, membentuk danau dan secara<br />
bersamaan tumbuh kerucut Barujari, Rombongan, dan<br />
Anak Barujari menghasilkan aliran lava dan piroklastik Kerucut<br />
Skoria Barujari. Penelitian lebih lanjut telah dilakukan pada<br />
endapan piroklastika dan lava baik yang ada di luar maupun<br />
di dalam kaldera. Penelitian geologi dan G. <strong>Rinjani</strong> sebelumnya<br />
telah banyak dilakukan, diantaranya Rachmat & Mujitahid<br />
(2003), dan mengungkapkan bahwa aliran piroklastika di<br />
pantai Desa Korleko berdasarkan pentarikhan C 14 di laboratorium<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) sekarang<br />
namanya menjadi Pusat Survei Geologi (PSG) diperoleh<br />
Hikayat Tua Sang Arga<br />
83
Sejarah Terbentuknnya Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Rachmat, 2016)<br />
84 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
a) b)<br />
a) Struktur gunungapi tipe strato berupa perselingan aliran lava dan piroklastik<br />
(Macdonald,1972), b) model aliran lava pada gunungapi (Strahler, 1979)<br />
umur 14.860 ±230 B.P. (1950) atau sekitar 14.000 tahun<br />
yang lalu.<br />
Selanjutnya Nasution, dkk (2004) bekerja sama dengan<br />
peneliti Jepang telah melakukan pentarikhan radiocarbon<br />
dating (C 14 ) di laboratorium Jepang diperoleh umur Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> terjadi antara tahun 1210-1300, tetapi karena hasilnya<br />
tidak dipublikasikan secara luas, maka tidak banyak diketahui.<br />
Akhirnya setelah Lavigne, dkk (2013) melakukan penelitian G.<br />
<strong>Rinjani</strong> bersama peneliti Indonesia dan melakukan pengukuran<br />
pentarikhan C 14 di laboratorium Swiss, ditunjang hasil penelitian<br />
endapan sulfat aerosol yang terdapat pada lapisan es<br />
di kedua kutub diperoleh umur dari Kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas)<br />
tahun 1257.<br />
Aliran Lava Pasca Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Aliran lava yang termasuk di dalam pasca pembentukan<br />
kaldera <strong>Rinjani</strong> adalah aliran lava baru yang terdapat di dalam<br />
kaldera <strong>Rinjani</strong>, yaitu sebagai bagian dari suatu siklus letusan<br />
gunungapi pasca pembentukan kaldera.<br />
Penelitian lava ini sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti<br />
dari Direktorat Vulkanologi, yaitu Suyatna dan Hardjadinata<br />
(1966) telah mengambil 17 contoh lava 1944 dan<br />
Hikayat Tua Sang Arga<br />
85
Peta aliran lava pra 1944 - 2015,<br />
yang berasal dari Gunungapi<br />
Rombongan dan Barujari.
lava 1966 dan hasil analisisnya menunjukkan komposisi basalt-andesit<br />
sampai basalt, dan basalt. Sedangkan menurut<br />
Santosa dan Sinulingga (1994), dari empat contoh lava 1994<br />
yang dianalisis menunjukkan komposisi antara basalt sampai<br />
andesit-basaltis.<br />
Rachmat (2016) telah memetakan aliran lava pra 1944<br />
sampai dengan 2015 yang bersumber dari G. Rombongan<br />
dan G. Barujari, hasil analisis petrografi maupun geokimia<br />
kaldera gunung tersebut menunjukkan komposisi lava berkisar<br />
antara andesitik basal sampai basal.<br />
Piroklastik Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Piroklastik yang berkaitan dengan pembentukan G. <strong>Rinjani</strong><br />
Tua dan Kaldera <strong>Rinjani</strong> dapat dibagi menjadi tiga bagian<br />
yaitu, piroklastik pra, sin, dan pasca pembentukan kaldera.<br />
Penyebaran endapan aliran piroklastik hasil pembentukan Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> (Vidal, 2015)<br />
88 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Pertama, piroklastik pra Kaldera <strong>Rinjani</strong> penyebarannya<br />
terdapat di dalam dan di luar kaldera. Untuk yang di dalam<br />
kaldera dapat dilihat melalui pengamatan dinding kaldera bagian<br />
dalam mulai dari dekat permukaan Danau Segara Anak<br />
sampai bibir kaldera (caldera rim). Endapan piroklastik ini posisinya<br />
selang seling dengan aliran lava pra kaldera sebagai<br />
penyusun utama tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua.<br />
Kedua, piroklastik sin-kaldera merupakan hasil letusan<br />
<strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
pada abad ke-13. Endapan piroklastik alirannya, menyebar ke<br />
arah utara, barat, dan tenggara. Sedangkan endapan jatuhan<br />
piroklastik, material halusnya menyebar sangat luas ke arah<br />
barat dari pusat letusan sesuai arah angin membentuk isopach<br />
berbentuk ellips. Volume material letusan saat terbentuknya<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> mencapai 33 sampai 44 km 2 , tinggi kolom<br />
letusan ± 43 km, dan Volcanic Explosivity Index (VEI) 7,1.<br />
(Vidal et al, 2015).<br />
Peta Isopach jatuhan piroklastik berbutir halus saat pembentukan<br />
kaldera <strong>Rinjani</strong> (Vidal, 2015)<br />
Hikayat Tua Sang Arga<br />
89
Ketiga, piroklastik pasca Kaldera <strong>Rinjani</strong> hanya dijumpai<br />
di dalam kaldera, sebagai hasil letusan kerucut G. Barujari<br />
yang muncul dari dasar Danau Segara Anak. Jenis piroklastik<br />
yang dihasilkan berupa skoria, sebagai hasil letusan tipe<br />
strombolian dari kawah pusat dan kawah samping sebagai<br />
G. Barujari, yang terbentuk sejak 2004 dan berlanjut sampai<br />
2015.<br />
Berikut adalah perbandingan volume material yang dikeluarkan<br />
saat pembentukan kaldera, pada beberapa gunungapi<br />
terkenal di dunia.<br />
Perbandingan volume material hasil pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Samalas dibandingkan dengan hasil letusan gunungapi lainnya di<br />
dunia (modifikasi dari J. P. Lockwood dan R. W. Hazlett, 2010)<br />
90 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 7<br />
Meneliti Lagi<br />
Geologi <strong>Rinjani</strong>
Penelitian yang terbaru mengenai kegeologian G.<br />
<strong>Rinjani</strong> telah dilakukan oleh Rachmat (2016). Ia<br />
melakukan berbagai analisis batuan (geokimia dan<br />
petrografi) termasuk penyebaran dan jenis batuan<br />
gunungapi mulai dari periode sebelum (pra), saat<br />
(sin), dan setelah (pasca) pembentukan Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong>. Penelitian ini mencakup 51 sampel lava<br />
dan 30 sampel piroklastik yang diperoleh dari dalam<br />
maupun dari luar Kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />
Hamparan blok-blok aliran lava G. Barujari hasil letusan<br />
tahun 2009.<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
93
Produk Batuan Sebelum Terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Lava yang terbentuk sebelum Kaldera <strong>Rinjani</strong> merupakan<br />
bagian dari tubuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang berselingan dengan<br />
batuan piroklastik di dinding kaldera. Sebanyak 20 sampel<br />
lava dengan komposisi basalt sampai andesit diambil untuk<br />
dianalisa. Lava ini umumnya berwarna abu-abu kehitaman.<br />
Jenis batuan yang ditemukan disepanjang jalur Senaru adalah<br />
basalt, basaltik-andesit, dan andesit. Sementara batuan yang<br />
ditemukan sepanjang jalur Sembalun merupakan basalt, basaltik-andesit,<br />
andesit, dan dasit.<br />
Lava-lava yang ditemukan ini menunjukkan tekstur masif<br />
dan vesikuler. Vesikuler merupakan kenampakan batuan yang<br />
berlubang-lubang. Lubang-lubang ini dapat terbentuk akibat<br />
lepasnya kandungan gas saat lava mengalami pembekuan di<br />
permukaan bumi.<br />
Beberapa foto singkapan lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> pada dinding<br />
kaldera bagian timur dan kaldera bagian utara.<br />
94 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Produk Batuan Setelah Terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Erupsi ultra-plinian Samalas pada tahun 1257 menyebabkan<br />
terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Setelah terbentuknya<br />
kaldera ini, aktivitas magmatik kompleks ini tidak berhenti. Di<br />
dalam kaldera lahir gunung baru yang dikenal sebagai G. Barujari.<br />
Beberapa ahli juga menyebutkan keberadaan G. Rombongan<br />
yang berada di lereng barat laut Barujari yang menjadi<br />
pusat erupsi tahun 1944. Aktivitas pertama G. Barujari<br />
dan G. Rombongan yang berhasil dicatat dimulai sejak 1846.<br />
Sejak saat itu, Barujari mengalami beberapa kali erupsi bertipe<br />
strombolian hingga vulkanian.<br />
(1) Lava Pra-1944<br />
Aliran lava yang berasal dari G. Rombongan.<br />
Lava pra-1944 tersebar di bagian barat daya kawah Barujari.<br />
Dalam citra satelit tampak sebaran lava ini mulai ditumbuhi<br />
vegetasi. Aliran lava ini kemungkinan besar merupakan<br />
lava tertua yang diproduksi G. Barujari setelah erupsi ultraplinian<br />
Samalas 1257. Sebaran aliran lava ini mencapai luas<br />
5,31 km 2 .<br />
Lava segar pada periode ini berwarna abu-abu sementara<br />
yang lapuk menunjukkan warna kecokelatan. Lava ini<br />
menunjukkan tekstur porfiritik, yaitu tekstur yang menunjukkan<br />
adanya fenokris berupa mineral plagioklas yang tertanam<br />
dalam massa dasar yang lebih halus. Struktur vesikuler juga<br />
banyak ditemui di lava ini.<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
95
Mineral utama penyusun lava ini adalah plagioklas,<br />
kemudian klino-piroksen, dan sedikit olivin. Ditemukan juga<br />
mineral pirit sebagai mineral aksesoris dan tambahan.<br />
Lava pra 1944 yang tersingkap di selatan G. Baruujari.<br />
(2) Lava-1944<br />
Aktifitas Barujari sedikit bergeser ke arah barat laut pada<br />
tahun 1944. Aktivitas ini berpusat di G. Rombongan yang<br />
merupakan erupsi samping dari G. Barujari. Erupsi ini menghasilkan<br />
73 juta meter kubik lava berwarna abu-abu terang.<br />
Lava 1944 juga menunjukkan tekstur porfiritik dan vesikuler.<br />
Mineral penyusun utamanya adalah plagioklas hingga<br />
30-40% dan diikuti oleh piroksen dan olivin. Massa dasar,<br />
yaitu massa yang mengisi antara kristal, berupa plagioklas<br />
96 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
mikrolit dan gelas. Analisis kimia menunjukkan bahwa lava<br />
1944 termasuk ke dalam lava andesit-basaltik dengan komposisi<br />
SiO 2<br />
sekitar 54%.<br />
(3) Lava-1966<br />
Lava tahun 1966 tersebar di bagian timur G. Barujari.<br />
Sebaran lava ini memanjang dari bagian timur laut Barujari<br />
hingga tenggara Barujari. Erupsi tahun 1966 ini memproduksi<br />
6 juta meter kubik aliran lava dengan warna abu-abu terang.<br />
Sampel lava 1966 yang diambil menunjukkan tekstur porfiritik.<br />
Hal menarik yang ditemukan pada sampel 1966 adalah<br />
adanya beberapa sampel yang menunjukkan indeks warna<br />
berbeda. Selain itu, ada juga beberapa sampel yang miskin<br />
akan olivin dan menunjukkan komposisi SiO 2<br />
yang sedikit lebih<br />
banyak dibanding sampel-sampel lainnya.<br />
a<br />
b<br />
(4) Lava-1994<br />
Lava 1966 yang berkomposisi basalt porfiri dilihat dengan :<br />
a) mata telanjang; b) menggunakan mikroskop.<br />
Erupsi tahun 1994 memproduksi aliran lava ke arah<br />
barat-baratdaya G. Barujari. Saat terjadi letusan G. Barujari<br />
1994, merupakan kejadian istimewa karena saat berlangsungnya<br />
letusan penulis bergabung bersama tim Kanwil Pertam-<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
97
Tim peneliti Kaldera <strong>Rinjani</strong> di depan Pos pengamatan G. <strong>Rinjani</strong> di Sembalun Lawang.<br />
bangan dan Energi dan Tim Direktorat Vulkanologi untuk<br />
melakukan pengamatan dan pembuatan video yang pertama<br />
saat letusan. Tahun berikutnya kemudian dibangun pos<br />
pengamatan G. <strong>Rinjani</strong> yang terletak di Desa Sembalun Lawang.<br />
Erupsi ini menghasilkan 25 juta meter kubik lava. Lava<br />
yang terbentuk ini memiliki warna abu-abu dengan tekstur<br />
porfiritik dan vesikuler. Mineral utamanya adalah plagioklas<br />
(33-43%) diikuiti oleh piroksen dan olivin. Analisa kimia juga<br />
menunjukkan bahwa lava tahun 1994 adalah andesit-basaltik.<br />
(5) Lava 2004<br />
Erupsi tahun 2004 merupakan erupsi terkecil dibanding<br />
erupsi lainnya. Erupsi ini mengeluarkan lava yang mengalir ke<br />
arah utara Kawah Barujari. Lava menunjukkan teksur porfiritik<br />
dengan mineral penyusun utamanya adalah plagioklas<br />
98 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
dan diikuti oleh piroksen dan olivin. Lava juga menunjukkan<br />
struktur vesikuler. Dari pengamatan mikroskopis dan geokimia<br />
batuan lava menunjukkan komposisi andesit-basaltik.<br />
(6) Lava 2009<br />
Erupsi tahun 2009 memproduksi 10 juta meter kubik<br />
aliran lava yang mengalir ke arah utara dari kawah Barujari.<br />
Sumber erupsi berasal dari kawah samping yang berada sekitar<br />
200 meter di utara kawah Barujari. Tidak banyak perbedaan<br />
karakter lava tahun 2009 dengan lava tahun-tahun sebelumnya.<br />
Lava ini berkomposisi andesit-basaltik dengan dominasi<br />
mineral plagioklas dan diikuti oleh piroksen dan olivin.<br />
a) b)<br />
(7) Lava 2015<br />
Lava 2009 yang berkomposisi andesit porfiri dilihat dengan :<br />
a) mata telanjang; b) menggunakan mikroskop.<br />
Erupsi tahun 2015 menghasilkan aliran lava ke arah<br />
timurlaut dari Kawah Barujari. Aliran lava ini mencapai dinding<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> di bagian timurlaut. Lava yang dihasilkan<br />
erupsi 2009 ini berwarna hitam keabu-abuan. Komposisinya<br />
andesit-basaltik dengan dominasi mineral plagioklas dan di<br />
ikuti oleh piroksen dan olivin.<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
99
Lava 2015 (G. Barujari)<br />
Lava 1944 (G. Rombongan)<br />
100 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Lava 2015 (G. Barujari)<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
101
Penyebaran Piroklastik Pra Terbentuknya Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong><br />
Batuan piroklastik adalah batuan yang terbentuk akibat<br />
erupsi gunungapi berupa pecahan-pecahan batu berukuran<br />
kasar sampai halus.<br />
Sampel Batuan piroklastik periode sebelum pembentukan<br />
kaldera diambil di 10 titik pada dinding kaldera jalur<br />
pendakian Sembalun. Sampel batuan piroklastik yang diambil<br />
ini merupakan jatuhan piroklastik. Jika mengacu pada klasifikasi<br />
genetik Fisher (1984), batuan ini termasuk ke dalam lapili<br />
tepra. Tekstur vesikuler juga dapat ditemukan pada sebagian<br />
besar sampel ini.<br />
Penyebaran Piroklastik Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Pengambilan sampel untuk batuan piroklastik yang terbentuk<br />
pada saat erupsi ultraplinian Samalas 1257 (periode<br />
sin-kaldera) diambil di enam titik. Pada umumnya batuan ini<br />
memiliki warna segar putih dengan tekstur berupa abu kasar<br />
hingga lappili. Mengacu pada klasifikasi Fisher (1984), batuan<br />
piroklastik ini dapat digolongkan sebagai lapili tepra serta abu<br />
kasar.<br />
Penyebaran Piroklastik Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Batuan piroklastik hasil erupsi pasca terbentuknya kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> memiliki warna segar abu-abu kehitaman, warna<br />
lapuk abu-abu kehitaman. Tekstur berupa besar butir abu<br />
kasar hingga lapili, bentuk butir menyudut tanggung-membundar<br />
tanggung, kemas ekuigranular. Pemilahan baik, porositas<br />
baik hingga sedang, permeabilitas baik hingga sedang,<br />
dan nonkarbonatan. Tampak struktur vesikuler pada seluruh<br />
sampel batuan yang merupakan tempat keluarnya gas-gas sesaat<br />
terbentuknya batuan.<br />
102 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Batuan yang termasuk piroklastik jatuhan ini belum<br />
mengalami konsolidasi, sehingga berdasarkan klasifikasi Fisher<br />
(1984) batuan piroklastik ini dapat digolongkan sebagai lapili<br />
tepra serta abu kasar.<br />
Dengan demikian, daerah penelitian yang dilakukan baru-baru<br />
ini oleh Heryadi Rachmat (2016) sebagian besar disusun<br />
oleh produk letusan berasal dari gunungapi di sekitar<br />
Kompleks G. <strong>Rinjani</strong>. Produk letusannya terdiri dari endapan<br />
piroklastik dan aliran lava yang berasal dari berbagai sumber<br />
dengan umur yang berbeda-beda. Secara garis besar,<br />
penyebaran produk letusannya dapat dibagi menjadi produk<br />
pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong>, Sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong>, dan pasca-Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong>.<br />
Produk pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terkait langsung dengan<br />
penelitian adalah merupakan pembentuk dari G. <strong>Rinjani</strong> Tua<br />
yang tingginya mencapai ± 4.000 mdpl yang terdiri dari<br />
selang-seling endapan piroklastik dan aliran lava membentuk<br />
gunungapi strato.<br />
Produk sin-Kaldera <strong>Rinjani</strong> adalah endapan piroklastik<br />
yang dihasilkan saat terbentuknya Kaldera <strong>Rinjani</strong> menghasilkan<br />
aliran piroklastik yang penyebarannya meluas di Pulau<br />
Lombok ke arah utara, timur, dan tenggara. Di beberapa tempat<br />
dengan jarak ± 30-40 km, aliran piroklastik ini memiliki<br />
ketebalan endapan mencapai 30-40 m, bahkan di bagian<br />
utara mencapai laut dan menghasilkan endapan sekunder<br />
membentuk tebing aliran piroklastik di pinggir pantai setinggi<br />
± 40 m.<br />
Produk pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang terkait dengan<br />
penelitian, hanya dijumpai di dalam kaldera berupa jatuhan<br />
piroklastik dan aliran lava membentuk kerucut gunungapi<br />
baru Rombongan dan Barujari.<br />
Berdasarkan analisis petrografi pada aliran lava dan<br />
piroklastik pada daerah penelitian, menunjukkan komposi-<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
103
sinya berkisar antara porfiri basalt sampai dasit. Aliran lava<br />
pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang diambil sampelnya dari dinding Sembalun<br />
dan Senaru didominasi oleh porfiri andesit dan sedikit<br />
porfiri basalt. Untuk aliran lava pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong> yang<br />
diambil dari lereng G. Barujari, komposisinya berkisar antara<br />
porfiri basalt sampai porfiri andesit. Hasil analisis petrografi<br />
endapan piroklastik pra dan pasca-kaldera, keduanya menunjukkan<br />
batuan berupa lapilli tepra.<br />
Pada aliran lava pra dan pasca-kaldera <strong>Rinjani</strong>, keduanya<br />
menunjukkan telah terjadi pencampuran magma (magma<br />
mixing) yang ditandai dengan dijumpainya tekstur Disconti<br />
nuous zoning, Convolute zoning, Sector zoning, dan Oscillatory<br />
zoning. Pada aliran lava pra-kaldera, komposisinya mempunyai<br />
rentang yang menyebar dari basal sampai andesit,<br />
sedangkan lava pasca - kaldera mempunyai komposisi andesit-basaltik<br />
yang mengelompok.<br />
Penelitian geokimia dilakukan terhadap batuan produk<br />
G. <strong>Rinjani</strong> (Pra, Sin, dan Pasca Pembentukan kaldera) dengan<br />
menggunakan analisa kimia utama atau mayor (Major<br />
Elements), analisa kimia berdasarkan unsur jejak (Trace Elements),<br />
analisa berdasarkan unsur tanah jarang (Rare Earth Elements).<br />
Penelitian geokimia ini dilakukan dengan metode XRF<br />
di laboratorium milik Pusat Survei Geologi (Badan Geologi).<br />
Hasil penelitian geokimia tersebut dapat membantu dalam<br />
menentukan klasifikasi penamaan batuan, kandungan<br />
kimia berdasarkan silika ataupun oksida lainnya, klasifikasi potensi<br />
magma pembentuk batuan, juga penentuan asal magma<br />
secara umum, juga penghitungan kedalaman Benioff Zone,<br />
serta pendugaan suhu magma dan massa jenis batuan. Semua<br />
komponen tersebut sangat penting dalam menentukan asal<br />
pembentukan magma dan pemodelan proses pembentukan/<br />
genesa magma selama perkembangan G. <strong>Rinjani</strong> yang terbangun<br />
dari awal sampai paling modern.<br />
104 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Penelitian petrografi dan geokimia G. <strong>Rinjani</strong> hubungannya<br />
dengan evolusi pembentukan kaldera dan magmatismenya<br />
secara rinci akan dituangkan di dalam buku terkait lainnya.<br />
Penentuan umur pembentukan kaldera<br />
Untuk mengetahui umur piroklastik saat terjadinya<br />
pembentukan Kompleks Kaldera <strong>Rinjani</strong>, pertama kali telah<br />
dilakukan pengambilan sampel arang kayu (charcoal) pada<br />
tahun 1999 yang diperoleh dari endapan piroklastik yang<br />
terletak di Pantai Korleko. Dengan uji pentarikhan radiokarbon<br />
C 14 diperoleh umur 14880 ±230 B.P. Berdasarkan hasil<br />
pengamatan ulang di lapangan dan hasil diskusi, diperkirakan<br />
sampel arang kayu yang terdapat di pantai Korleko, berasal<br />
dari aliran piroklastik yang berbeda, sehingga umurnya diperoleh<br />
jauh lebih tua.<br />
Selanjutnya Akira Takada, peneliti dari Jepang bekerja<br />
sama dengan Asnawir Nasution peneliti dari Indonesia<br />
melakukan penelitian di Kompleks Kaldera <strong>Rinjani</strong> termasuk<br />
di dalam kalderanya mulai tahun 2002 sampai 2003. Hasil<br />
penelitiannya berupa peta sebaran aliran piroklastik hasil letusan<br />
G. <strong>Rinjani</strong> Tua yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> dan<br />
peta geologi sekitar Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Di samping itu, diperoleh<br />
umur berdasarkan hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14<br />
dari 8 sampel charcoal yang terdapat dalam aliran piroklastik<br />
pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> di laboratorium Beta Analytic Inc<br />
di Jepang, yang menunjukkan umurnya antara tahun 1200<br />
sampai 1300.<br />
Hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14 tahun 2013 yang<br />
dilakukan oleh peneliti Prancis dan Indonesia, umur letusan<br />
<strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) yang terjadi tahun 1257 diketahui secara<br />
luas di seluruh dunia karena hasilnya langsung dipublikasikan<br />
melalui majalah internasional (Proceeding of the National<br />
Academic Sciences USA, September 2013).<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
105
Hasil pentarikhan radiokarbon dari 8 sampel charcoal yang terdapat<br />
dalam aliran piroklastik pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong>, menunjukkan<br />
umur antara tahun 1200 sampai 1300.<br />
Komorowski, dkk (2013) dan Lavigne, dkk (2013) mengungkapkan<br />
hasil penelitian yang relatif serupa dengan Nasution,<br />
dkk (2004). Data yang dihasilkan berupa peta sebaran<br />
piroklastik, peta isopach piroklastik jatuhan dan penampang<br />
tegak dari beberapa endapan piroklastik. Komorowski, dkk<br />
(2014) melakukan analisis 22 radiocarbon dating (C 14 ) di Eidgenossiche<br />
Technische Hochschule Zurich, Swiss dan diperoleh<br />
umur kaldera <strong>Rinjani</strong> yaitu antara tahun 1167-1284.<br />
Berikut adalah hasil analisis karbon dating dari 22 sampel<br />
arang kayu yang dihasilkan <strong>Rinjani</strong> Tua setelah pembentukan<br />
kaldera <strong>Rinjani</strong>.<br />
Penelitian selanjutnya untuk menentukan umur pembentukan<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong> dilakukan oleh Clive Oppenheimer,<br />
dkk., yaitu didasarkan pada sulfat aerosol yang terdapat pada<br />
inti es baik yang ada di Kutub Utara maupun yang ada di<br />
Kutub Selatan terhadap garis equator. Dari sekian banyak<br />
sulfat aerosol yang dihasilkan akibat letusan gunungapi, di<br />
antaranya ada yang menunjukkan banyaknya jumlah aero-<br />
106 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Hasil analisis karbon dating dari 22 sampel arang kayu hasil<br />
<strong>Rinjani</strong> Tua pasca kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
sol di bagian utara dan selatan equator relatif sama. Kemudian<br />
dihubungkan dengan kejadian banyaknya korban yang<br />
meninggal pada tahun 1258, serta hasil pengujian komposisi<br />
kimia yang terdapat di kedua kutub terdapat kesamaan. Berdasarkan<br />
bukti-bukti tersebut disimpulkan bahwa penyebabnya<br />
gunungapi yang ada di dekat garis equator, yaitu G. <strong>Rinjani</strong><br />
Tua atau dikenal dengan nama Samalas yang letusannya<br />
terjadi pada 1257.<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
107
Lokasi pengambilan salah satu sampel arang kayu (charcoal) yang terdapat<br />
di dalam endapan aliran piroklastik hasil pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> Tua<br />
(Samalas), di barat-laut G. <strong>Rinjani</strong><br />
Selain itu, untuk mengetahui umur piroklastik saat terjadinya<br />
pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> telah dilakukan pengambilan<br />
sampel arang kayu (charcoal) yang terdapat di dalam<br />
piroklastik terletak di Tanah Bengan – Lombok Tengah. Dari<br />
hasil analisis dalam penelitian ini yang dilakukan di Laboratorium<br />
Pusat Survei Geologi (Badan Geologi) diperoleh umur<br />
dari piroklastik sekitar 910 ±110 tahun. Penghitungan umur<br />
saat pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> akhirnya terhitung yaitu<br />
tahun 1257 (Vidal, 2016).<br />
Dengan demikian, <strong>Rinjani</strong> meletus dahsyat dan menghasilkan<br />
terbentuknya kaldera dengan penyebaran abu letusannya<br />
mencapai sekeliling dunia disimpulkan terjadi pada<br />
tahun 1257.<br />
108 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Hasil uji pentarikhan radiokarbon C 14 terhadap 22 sampel<br />
dari aliran piroklastik hasil pembentukan kaldera dan<br />
ditunjang hasil penelitian sulfat aerosol di Kutub Utara dan<br />
Selatan, maka dapat diketahui umur letusan <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas)<br />
terjadi tahun 1257. Informasi ini diketahui secara luas<br />
di seluruh dunia karena hasilnya langsung dipublikasikan pada<br />
majalah Internasional Proceeding of the National Academic<br />
Sciences USA, September 2013.<br />
Untuk mengetahui umur piroklastik yang cukup luas<br />
penyebarannya di Tanah Bengan–Lombok Tengah, telah<br />
dilakukan pengambilan sampel arang kayu (charcoal) yang<br />
dianalisis di Laboratorium Pusat Survei Geologi (Badan<br />
Geologi). Hasilnya diperoleh umur dari piroklastik sekitar 910<br />
±1010 tahun. Penghitungan umur tersebut relatif sama dengan<br />
batas bawah pengukuran umur yang dilakukan peneliti<br />
Jepang maupun peneliti Prancis.<br />
a<br />
b<br />
b<br />
Kegiatan pemboran inti dan penelitian lapisan es di kedua kutub<br />
(gambar a dan b); Hasil ploting banyaknya aerosol yang diendapkan<br />
di sebelah utara dan selatan ekuator (gambar c).<br />
Meneliti Lagi Geologi <strong>Rinjani</strong><br />
109
Umur letusan G. <strong>Rinjani</strong> Tua (Samalas) berdasarkan karbon dating C 14 dari<br />
22 sampel yang diperoleh dari aliran piroklastik, ditunjang dengan hasil<br />
analisis sulfat aerosol yang terdapat pada lapisan es hasil pemboran inti di<br />
kedua kutub, menunjukkan umur letusan terjadi pada tahun 1257.<br />
110 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 8<br />
Asal Magma<br />
Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong>
Hal keempat yang diupayakan oleh Heryadi<br />
Rachmat (2016) adalah melakukan analisa<br />
terhadap lava Kaldera <strong>Rinjani</strong> dalam kaitannya<br />
dengan asal atau sumber magma tersebut. Hal ini<br />
mengingat magma merupakan batuan yang meng-<br />
alami peluruhan akibat termperatur dan tekanan<br />
yang tinggi di sekitarnya.<br />
Sifat suatu magma menggambarkan dari batuan<br />
apa magma tersebut berasal. Magma dapat<br />
dibagi menjadi dua berdasarkan asal batuan pembentuknya,<br />
yaitu kontinen atau samudra. Pearce<br />
(1977) menentukan asal suatu magma dari kan-<br />
dungan K 2<br />
O, TiO 2<br />
, dan P 2<br />
O 5<br />
yang diplot dalam<br />
diagram segitiga.<br />
Kondisi terakhir G. Barujari dan sekitarnya pasca letusan<br />
yang terjadi pada bulan November 2015.<br />
Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
113
Dari tatanan tektonik di mana magma yang membentuk<br />
batuan berasal, berdasarkan Mullen (1983) sumber magma<br />
dapat dibagi menjadi 5 antara lain pada basal punggungan<br />
tengah samudera (Mid Oceanic Ridge Basalt), toleiitik busur<br />
kepulauan (Island Arc Thoeliite), alkali basal busur kepulauan<br />
(Island Arc Alkaline Basalt), toleiitik kepulauan samudera<br />
(Oceanic Island Tholeiitic), dan alkali basal kepulauan samudera<br />
(Oceanic Island Alkaline Basalt). Penentuan asal magma<br />
ini berdasarkan persentase TiO 2<br />
, 10X MnO, dan 10XP 2<br />
O 5<br />
yang<br />
diplot dalam diagram segitiga.<br />
Asal Magma Lava Pra-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Berdasarkan plotting pada diagram segitiga ini, lava<br />
pra-Kaldera G. <strong>Rinjani</strong> berasal dari kerak kontinen, dengan<br />
berdasarkan diagram segitiga Mullen (1983), menunjukkan<br />
bahwa asal magma yang membentuk batuan lava pra-Kaldera<br />
G. <strong>Rinjani</strong> adalah alkali basal busur kepulauan.<br />
Asal Magma Lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Berdasarkan kandungan K 2<br />
O, TiO 2<br />
, dan P 2<br />
O 5<br />
yang<br />
menunjukan magma pembentuk lava Pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
berinteraksi dengan kerak benua. Magma asal kerak benua<br />
memiliki silika, alumunium dan kalium yang cukup tinggi sedangkan<br />
magma asal kerak samudra memiliki silika, magnesium,<br />
dan titanium yang cukup tinggi.<br />
Berdasarkan plotting di atas, yang menunjukkan bahwa<br />
magma dan terbentuknya G. Barujari dan G. Rombongan,<br />
Kompleks G. <strong>Rinjani</strong> erat kaitannya dengan pembentukan alkali<br />
basal busur kepulauan.<br />
Asal Magma Piroklastik Pra, Sin dan Pasca-Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong><br />
Untuk menentukan seri magma asal batuan yang menghasilkan<br />
lava dan piroklastik pra, sin, dan pasca pembentuk<br />
114 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Kaldera <strong>Rinjani</strong>, digunakan perbandingan dalam diagram<br />
segitiga dan biner. Irvine Baragar (1971) dengan menggunakan<br />
diagram segitiga AFM, membagi seri batuan menjadi<br />
seri tholeiite dan seri calc-alkaline. A adalah kandungan Alkali<br />
(K 2<br />
O + Na 2<br />
O), F adalah oksida besi (FeO + Fe 2<br />
O 3<br />
) dan M<br />
adalah magnesium (MgO).<br />
Batuan yang memiliki seri magma calc alkaline, menunjukkan<br />
adanya afinitas magma-K (potasiumatau kalium) menengah<br />
dengan tipikal hydrous dan lebih mudah mengalami<br />
oksidasi dengan udara. Sedangkan pada seri Toleitik, beberapa<br />
sampel batuan memiliki kandungan potasiumatau kalium<br />
yang rendah.<br />
Golongan Calc-Alkaline, Memiliki kandungan potassium<br />
yang relatif lebih besar dari golongan tholeiite atau biasa disebut<br />
golongan K menengah rendah. Berdasarkan kandungan<br />
silikatnya, golongan ini dapat dibedakan menjadi empat jenis<br />
dengan urutan: basalt, basaltic andesite, andesite, dan dacite.<br />
Semakin ke arah dacite, kandungan silikanya semakin besar.<br />
Dari hasil penelitian, magma pembentuk lava dan<br />
piroklastik Kompleks G. <strong>Rinjani</strong> berinteraksi dengan kerak<br />
benua. Magma asal kerak benua memiliki silika, alumunium<br />
dan kalium yang cukup tinggi sedangkan magma asal kerak<br />
samudra memiliki silika, magnesium, dan titanium yang cukup<br />
tinggi.<br />
Pendugaan suhu magma dikaitkan pada saat kristal mulai<br />
pertama kali terbentuk dalam kondisi yang setimbang. Berat<br />
jenis batuan didapat dari pengukuran massa setiap mineral<br />
penyusun batuan terhadap volume batuan.<br />
Diketahui juga bahwa piroklastik kompleks G. <strong>Rinjani</strong><br />
terbentuk pada suhu 912-1250 o C dengan berat jenis batuan<br />
2,48- 3,17 gram/cm 3 . Diperkirakan semakin dingin suhu magma,<br />
semakin besar letusan yang terbentuk. Hal itu juga terjadi<br />
pada berat jenisnya.<br />
Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
115
Pengaruh Tektonik Lempeng Terhadap pembentukan<br />
Gunungapi<br />
Berdasarkan analisis geokimia aliran lava dan piroklastik<br />
pra, sin dan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong>, dengan<br />
menggunakan diagram Pearce, (1977), diperoleh petunjuk<br />
bahwa sumber magma berasal dari kontinen. Sedangkan<br />
de-ngan menggunakan diagram penentuan asal magma berdasarkan<br />
tectonic setting Mullen (1983), dapat digunakan<br />
hanya untuk lava dan piroklastik pra dan pasca kaldera. Untuk<br />
piroklastik yang sin kaldera melebihi kadarnya (45-54%<br />
SiO 2<br />
). Pada diagram tersebut diperoleh asal magma adalah<br />
alkali basal busur kepulauan.<br />
Dengan membandingkan tektonik lempeng model tumbukan<br />
(konvergen) antara lempeng samudra (Lempeng Australia)<br />
dan lempeng Benua (Lempeng Eurasia), maka G. <strong>Rinjani</strong><br />
termasuk ke dalam bagian dari model tumbukan lempeng<br />
tersebut.<br />
Tipe Letusan Gunungapi Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Berdasarkan besarnya volume material letusan dan tinggi<br />
kolom letusan saat pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> maka<br />
dengan menggunakan klasifikasi endapan piroklastik jatuhan<br />
(Walker, 1973) Kaldera <strong>Rinjani</strong> terbentuk oleh letusan plinian-ultra<br />
plinian. Indeks letusan gunungapi yang dibuat oleh<br />
Newhall dan Self (1982), menilai besarnya letusan gunungapi<br />
dengan indeks letusan gunungapi (Volcanic Explosivity Index<br />
= VEI) yang diberi nilai mulai dari 0 sampai 8 dan seterusnya<br />
semakin besar tingkat letusan gunungapi, maka volume bahan<br />
letusan semakin besar dan kolom letusan semakin tinggi. Dalam<br />
hal ini letusan yang membentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong> tersebut<br />
mempunyai VEI sama dengan 7.1.<br />
Tinggi kolom letusan itu akan mempengaruhi injeksi bahan<br />
letusan ke lapisan atmosfer dan stratosfer di atas muka<br />
116 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Model tumbukan lempeng samudra dan lempeng Benua<br />
(Sudrajat, 19977)<br />
bumi. Hal ini ditunjang dengan hasil penelitian Lavigne dkk<br />
(2013), G. <strong>Rinjani</strong> ketika meletus membentuk kaldera telah<br />
melontarkan material gunungapi sebanyak lebih dari 40 km 3<br />
dengan tinggi kolom >40 km. Atas dasar tersebut, maka jenis<br />
letusan termasuk ke dalam tipe letusan plinian – ultra plinian<br />
hal tersebut didukung oleh bukti komposisi kimia berupa sulfat<br />
aerosol di lapisan es pada kawasan kutub utara dan kutub<br />
selatan sama dengan yang ada di G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Berdasarkan kandungan unsur tanah jarang dan unsur jejak<br />
pada batuan pra dan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
secara umum tidak jauh berbeda. Dari plotting unsur-unsur<br />
tersebut ke dalam diagram laba-laba, keduanya menunjukkan<br />
karakteristik magma yang terbentuk pada zona subduksi. Selama<br />
proses diferensiasi magma diduga ada keterlibatan<br />
kerak yang dibuktikan dengan adanya pengayaan LiL seperti<br />
tingginya unsur S dan pemiskinan unsur-unsur HREE seperti Y<br />
dan Tb.<br />
Asal Magma Lava Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
117
Bom yang dihasilkan pada letusan G. Barujari 2015.
Unsur Tanah Jarang Dan Unsur Jejak Lava Pra Dan<br />
Pasca Pembentuk Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
Unsur Tanah Jarang adalah kumpulan 17 unsur kimia<br />
dalam tabel periodik yang meliputi 15 unsur latanida serta<br />
scandium dan yttrium. Secara umum, karakteristik unsur jejak<br />
maupun tanah jarang antara lava pra dan pasca-Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
tidaklah berbeda jauh. Berdasarkan diagram laba-laba,<br />
keduanya menunjukkan karakteristik magma yang terbentuk<br />
pada zona subduksi.<br />
Dipekirakan magma pada kedua lava pra dan pasca-Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> terbentuk pada lingkungan kerak di zona<br />
subduksi. Pengayaan pada unsur LiL menunjukkan adanya<br />
keterlibatan kerak selama proses diferensiasi magma. Hal ini<br />
juga didukung oleh tingginya nilai S dan adanya pemiskinan<br />
unsur-unsur HREE seperti Y dan Tb.<br />
Pengayaan pada unsur tanah jarang ringan ini dapat disebabkan<br />
oleh beberapa faktor. Unsur-unsur tanah jarang berat<br />
lebih kompatibel dengan mineral piroksen dan garnet.<br />
Sehingga fraksinasi piroksen atau mineral golongan garnet<br />
dapat menyebabkan pengayaan pada unsur-unsur tanah jarang<br />
ringan.<br />
120 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 9<br />
Model Evolusi Magmatis<br />
Kaldera <strong>Rinjani</strong>
Hal kelima yang diteliti oleh Heryadi Rachmat<br />
(2016) adalah melakukan pemodelan atas<br />
evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong>. Permodelan<br />
dilakukan untuk menggambarkan proses pembentukan<br />
sampai dengan produk letusan 2009 yang<br />
berupa aliran lava dan piroklastik, ditunjang dengan<br />
model evolusi magmatis gunungapi yang<br />
sama muncul pada kala Plistosen-Resen, yaitu<br />
Kaldera Tambora. Oleh karena itu, maka model<br />
evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> berdasarkan produk<br />
letusannya dapat dibuat menjadi lima model.<br />
Uraiannya dapat diungkapkan sebagai berikut.<br />
Endapan berlapis rempah gunungapi (material<br />
piroklastik) yang dapat dijumpai di sekitar camp<br />
area Pelawangan Sembalun.<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
123
Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
aliran lava pra-kaldera.<br />
G. Tambora, selama kurang lebih 200 ribu tahun, telah<br />
tumbuh setinggi 4 ribu mdpl. G. <strong>Rinjani</strong> juga pernah memiliki<br />
ketinggian yang relatif sama. Maka G. <strong>Rinjani</strong> pun selama 200<br />
ribu tahun diperkirakan tumbuh setinggi 4 ribu mdpl yang<br />
membentuk gunungapi strato.<br />
Hasil analisa petrografi aliran lava pra-kaldera menunjukkan<br />
komposisi berkisar dari andesit porfiritik sampai basalt<br />
porfiritik.<br />
Hasil analisa geokimia menggunakan metode XRF terhadap<br />
aliran lava pra-kaldera menunjukkan komposisi antar basalt<br />
sampai andesit dan sedikit dasitik. Tetapi ada satu sampel<br />
berasal dari bibir kaldera yang komposisinya dasitik. Lava dasitik<br />
dijumpai sebagai retas yang muncul ke permukaan pada<br />
bibir kaldera bagian timur-tenggara yang menunjukkan adanya<br />
indikasi magma mulai berubah menjadi asam.<br />
Hasil dari analisa di atas menunjukkan komposisi lava<br />
yang berkisar dari basalt sampai dasit. Hal ini menunjukkan<br />
adanya perubahan magma akibat berbagai proses dari magma<br />
basaltis hingga menjadi dasitis. Hal ini dimungkinkan<br />
mengingat pertumbuhan <strong>Rinjani</strong> yang cukup panjang.<br />
Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
aliran lava pasca-kaldera<br />
Produk letusan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
adalah berupa aliran lava dan jatuhan piroklastik yang sebagian<br />
besar produknya terdapat di dalam kaldera. Aliran lava<br />
yang berhasil diamati saat kejadiannya, yaitu letusan 1944,<br />
1966, 1994, 2004, 2009, dan 2015. membentuk gunungapi.<br />
Hasil analisa petrografi aliran lava pasca-kaldera yang<br />
diperoleh dari dalam kaldera, menunjukkan komposisi lava<br />
berkisar antara basalt porfiritik sampai andesit porfiritik.<br />
124 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Hasil analisis geokimia (XRF) aliran lava pasca-kaldera<br />
menggunakan diagram Peccerilo dan Taylor (1976) menunjukkan<br />
komposisi andesit-basaltik dan sedikit andesit yang<br />
mengelompok.<br />
Hasil analisa petrografi dan geokimia batuan dari berbagai<br />
contoh menunjukkan bahwa aliran lava tidak terlalu<br />
bervariasi baik dari jenis maupun komposisinya.<br />
Berdasarkan analisis data seismik dari letusan Barujari<br />
tahun 2015, diperoleh kedalaman kantong magma berkisar<br />
antara 2 sampai 8 km, dan setiap kali terjadi letusan sering<br />
memperlihatkan tipe Stromboli yang dapat menunjukkan<br />
kantong magmanya relatif dangkal. Sehingga dapat disimpulkan<br />
letusan pasca kaldera tersebut di atas berasal dari kantong<br />
magma yang sama, kemudian diinjeksi oleh magma baru ke<br />
dalam kantong magma tersebut sehingga terjadi mixing dan<br />
menghasilkan lava berkomposisi menengah.<br />
Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
Endapan Piroklastik pra-kaldera<br />
Produk letusan pra pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> berupa<br />
endapan jatuhan piroklastik, sebarannya terdapat di luar<br />
dan di dalam kaldera.<br />
Hasil pengamatan petrografi menujukkan bahwa endapan<br />
piroklastik pra kaldera adalah batuan lapilli tepra berdasarkan<br />
klasifikasi Fisher (1984). Endapan piroklastik ini juga<br />
ditemukan berselang-seling dengan aliran lava. Hasil analisa<br />
geokimia menujukkan endapan piroklastik ini berkomposisi<br />
basalt, andesit, hingga dasit. Kedua pengamatan ini juga<br />
menunjukkan bahwa terjadi evolusi magma yang cukup signifikan<br />
mulai dari basaltis hingga dasitis.<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
125
Model evolusi magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong> Berdasarkan<br />
Endapan Piroklastik pasca-kaldera<br />
Produk letusan pasca pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> berupa<br />
endapan jatuhan piroklastik sebarannya terdapat di sekitar G.<br />
Barujari. Hasil pengamatan petrografi menujukkan endapan ini<br />
adalah lapilli tepra. Hasil analisis geokimia menunjukkan bahwa<br />
komposisi endapan ini adalah andesit-basaltik jika mengacu<br />
pada klasifikasi Peccerilo dan Taylor (1976).<br />
Komposisi andesit-basaltik yang mendominasi endapan<br />
pasca kaldera menunjukkan adanya kemungkinan kantong<br />
magma baru yang terbentuk setelah erupsi ultraplinian tahun<br />
1257. Hal ini adalah gejala umum ketika gunungapi telah<br />
melewati fase pembentukan kaldera dan gunungapi baru<br />
yang tumbuh kembali di dalamnya memproduksi produk<br />
dengan komposisi lebih basaltis.<br />
Setelah magma dan bagian puncak G. <strong>Rinjani</strong> “dihancurkan”,<br />
maka terbentuk kaldera dan sebagian dari tubuh G.<br />
<strong>Rinjani</strong> runtuh mengisi rongga di dasar kaldera yang terbentuk<br />
setelah letusan. Selanjutnya komposisi magma berangsur<br />
berubah menjadi basa.<br />
Akibat letusan dahsyat yang telah mengosongkan bagian<br />
atas dapur magma, berikutnya magma naik mengisi rongga<br />
diikuti dengan terbentuknya retas-retas baru atau konduit<br />
baru dengan ukuran lebih kecil mengisi retakan membentuk<br />
kantong magma baru, yang sebagian naik ke permukaan<br />
berupa letusan menghasilkan endapan piroklastik dan aliran<br />
lava membentuk kerucut gunungapi baru, yaitu G. Barujari<br />
dan Rombongan.<br />
Oleh karena itu, model kondisi magma di bawah G. <strong>Rinjani</strong><br />
pada waktu pra dan pasca-kaldera diperlihatkan pada<br />
gambar berikut.<br />
126 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Model kantong magma sebelum dan sesudah pembentukan kaldera <strong>Rinjani</strong> (Samalas)<br />
Model Evolusi Magmatis Kaldera <strong>Rinjani</strong><br />
127
G. <strong>Rinjani</strong> terbentuk sebagai hasil letusan dari kantong<br />
magma yang dihasilkan oleh zona penunjaman pada 160-200<br />
km dan dari zona panas pada kedalaman 20-30 km. Pada<br />
periode pra kaldera, terbentuk kantong magma dangkal (3-10<br />
km) dengan temperatur 1200-1300 °C yang diisi oleh magma<br />
dari zona panas, melalui injeksi retas berkomposisi basal (bagian<br />
bawah) yang berdiferensiasi sampai dasitik (bagian atas)<br />
dan muncul ke permukaan secara bergantian.<br />
Kemudian tumbuh G. <strong>Rinjani</strong> Tua sehingga mencapai<br />
ketinggian ±4.000 mdpl selama ±200.000 tahun, berbentuk<br />
strato (lava dan piroklastik) dan berkomposisi basal sampai<br />
dasit yang dipotong oleh berbagai jenis retas dan sill.<br />
Sementara pada periode pasca-kaldera adalah terjadinya<br />
gejala magma mixing pada kantong magma dangkal dengan<br />
suhu 1220-1350°C, akibat bercampurnya magma dasitik di<br />
dalam kantong lama (sisa letusan 1257) dengan Injeksi magma<br />
baru berkomposisi basal, sehingga menghasilkan batuan<br />
berkomposisi menengah (basaltik-andesitik). Oleh karena itu,<br />
di dalam Kaldera <strong>Rinjani</strong> tumbuh gunungapi baru (Barujari<br />
dan Rombongan), yang menjadi pusat aktivitas G. <strong>Rinjani</strong> Tua<br />
setelah pembentukan kaldera.<br />
Dengan demikian, dapat dilihat genesa pembentukan<br />
magma pada periode pra pembentukan Kaldera <strong>Rinjani</strong> didominasi<br />
oleh proses diferensiasi dan kristalisasi fraksional<br />
(fractional crystallization), sedangkan pada periode pasca-Kaldera<br />
<strong>Rinjani</strong> genesa magmanya didominasi oleh proses<br />
magma mixing pada kantong magma di kedalaman 2 hingga<br />
8 km.<br />
128 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 10<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju<br />
Geopark Dunia
Puncak G. <strong>Rinjani</strong> (3726 mdpl) sebagai gunungapi tertinggi ke-2 di Indonesia<br />
dan kaldera dengan gunungapi aktif tertinggi di dunia merupakan<br />
warisan geologi yang layak menjadi geopark dunia.
Pemanfaatan keragaman bumi (geodiversity) secara<br />
berkelanjutan, sekaligus mengedepankan kesejahteraan<br />
hidup yang juga terus berlanjut itu sangat penting.<br />
Hal ini berlandaskan kepada kenyataan bahwa keragaman<br />
tersebut lambat laun akan habis. Oleh karena itu,<br />
konsep pembangunan secara berkelanjutan yang harus<br />
dikedepankan.<br />
Gagasan geopark di Indonesia, diawali komunikasi<br />
antara Prof. Dr. Mohd. Shafeea Leman salah seorang penggagas<br />
Geopark Langkawi, Malaysia dengan penulis awal<br />
tahun 2007, seperti terlihat pada email di bawah ini.<br />
Fri. 12 Jan 2007 01:12:06<br />
To: ‘Heryadi Rachmat’ hery_rachmat@yahoo.com<br />
From: ‘Prof. Dr. Mohd Shafeea Leman’
Konsep itu bisa berupa geopark atau taman bumi, yang<br />
memiliki tiga pengertian dasar, yaitu: Merupakan kawasan<br />
yang memiliki makna sebagai suatu warisan geologi, sekaligus<br />
sebagai tempat mengaplikasikan strategi pengembangan<br />
ekonomi berkelanjutan yang dilakukan melalui struktur menejemen<br />
yang baik dan realistis; berimplementasi memberi peluang<br />
bagi penciptaan lapangan pekerjaan untuk masyarakat<br />
setempat dalam hal memperoleh keuntungan ekonomi secara<br />
nyata (biasanya melalui kegiatan pariwisata berkelanjutan);<br />
dan di dalam kerangka geopark, objek warisan geologi dan<br />
pengetahuan geologi berbagi dengan masyarakat umum. Unsur<br />
geologi dan bentangalam yang ada berhubungan dengan<br />
aspek lingkungan alam dan budaya (Komoo, 2008; Samodra,<br />
2010; Sutawidjaja, dkk, 2012, Oktariadi, 2013).<br />
Istilah Geopark Global Network (GGN) yang digunakan<br />
sejak tahun 2000, setelah Sidang Umumnya yang ke 38 di<br />
Paris pada 17 November 2015, namanya kini menjadi UNES-<br />
CO Global Geopark (UGG).<br />
Geopark Global UNESCO adalah wilayah geografis tunggal<br />
di mana situs dan bentangalam yang memiliki nilai internasional<br />
dikelola berdasarkan konsep perlindungan, pendidikan<br />
dan pembangunan berkelanjutan secara holistik. Geopark<br />
Global UNESCO menggunakan warisan geologi yang berkaitan<br />
dengan aspek warisan alam dan budaya lainnya guna<br />
meningkatkan kepedulian dan pemahaman aneka masalah<br />
yang dihadapi masyarakat seperti penggunaan sumber daya<br />
bumi secara berkelanjutan, mengurangi dampak perubahan<br />
iklim, serta memperkecil dampak bencana alam.<br />
Semboyan Geopark Global UNESCO, yaitu “Celebrating<br />
Earth Heritage and Sustaining Local Comminities.” Terjemahan<br />
bebasnya lebih kurang “Merayakan warisan Bumi<br />
dan menjaga keberlanjutan kehidupan masyarakat setempat.”<br />
132 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Di Indonesia, terinspirasi dengan semboyan tersebut, slogan<br />
Geopark Nasionalnya adalah “Memuliakan warisan bumi dan<br />
menyejahterakan masyarakat setempat”.<br />
Geopark Global UNESCO memberdayakan masyarakat<br />
setempat dan memberi mereka kesempatan untuk mengembangkan<br />
kemitraan untuk tujuan mempromosikan proses<br />
geologi yang signifikan di wilayah itu, fitur, waktu, sejarah<br />
yang terkait dengan geologi, dan keindahan geologi yang<br />
luar biasa. Geopark Global UNESCO dibangun melalui proses<br />
bottom-up yang melibatkan semua pemangku kepentingan<br />
di tingkat lokal dan regional serta pihak-pihak berwenang di<br />
daerah seperti pemilik tanah, kelompok masyarakat, penyedia<br />
jasa pariwisata, masyarakat adat, atau organisasi setempat.<br />
Proses ini membutuhkan komitmen yang kuat dari masyarakat<br />
setempat, kemitraan jangka panjang, dukungan politik serta<br />
pengembangan strategi yang akan memenuhi semua tujuan<br />
masyarakat ketika mereka menampilkan dan melindungi<br />
warisan geologinya. Pengertian geopark menurut Samodra<br />
(2010) dapat dipahami melalui beberapa aspek. Pertama, sebagai<br />
suatu kawasan, yang berisi aneka jenis unsur geologi<br />
yang memiliki makna dan fungsi sebagai warisan alam. Di kawasan<br />
ini dapat diimplementasikan berbagai strategi pengembangan<br />
wilayah secara berkelanjutan, yang promosinya harus<br />
didukung oleh program pemerintah. Sebagai kawasan,<br />
geopark harus memiliki batas yang tegas dan nyata. Luas permukaan<br />
geopark pun harus cukup, dalam artian dapat mendukung<br />
penerapan kegiatan rencana aksi pengembangan.<br />
Kedua, sebagai sarana pengenalan warisan bumi, yang<br />
mengandung sejumlah situs geologi (geosite) yang memiliki<br />
makna dari sisi ilmu pengetahuan, kelangkaan, keindahan<br />
(estetika), dan pendidikan. Kegiatan di dalam geopark tidak<br />
terbatas pada aspek geologi saja, tetapi juga aspek lain seperti<br />
arkeologi, ekologi, sejarah, dan budaya.<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
133
Ketiga, sebagai kawasan lindung warisan bumi, yang<br />
berdasarkan arti, fungsi dan peluang pemanfaatannya, keberadaan<br />
dan kelestarian situs-situs itu perlu dijaga dan dilindungi.<br />
Keempat, sebagai tempat pengembangan geowisata<br />
yang dapat berpeluang menciptakan nilai ekonomi. Pengembangan<br />
ekonomi lokal melalui kegiatan pariwisata berbasis<br />
alam (geologi) atau geowisata merupakan salah satu pilihan.<br />
Penyelenggaraan kegiatan pariwisata geopark secara berkelanjutan<br />
dimaknai sebagai kegiatan dan upaya penyeimbangan<br />
antara pembangunan ekonomi dengan usaha konservasi.<br />
Kelima, sebagai sarana kerja sama yang efektif dan<br />
efisien dengan masyarakat lokal, karena pengembangan<br />
geopark di suatu daerah akan berdampak langsung kepada<br />
manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan. Konsep<br />
geopark memperbolehkan masyarakat untuk tetap tinggal<br />
di dalam kawasan, yaitu dalam rangka menghubungkan<br />
kembali nilai-nilai warisan bumi kepada mereka. Masyarakat<br />
dapat berpartisipasi aktif di dalam revitalisasi kawasan secara<br />
keseluruhan.<br />
Keenam, sebagai tempat implementasi aneka ilmu<br />
pengetahuan dan teknologi untuk melindungi objek-objek<br />
warisan alam dari kerusakan atau penurunan mutu lingkungan.<br />
Juga, kawasan geopark juga terbuka sepenuhnya untuk<br />
berbagai kegiatan kajian dan penelitian aneka ilmu pengetahuan<br />
dan teknologi tepat-guna.<br />
Pada 13 Februari 2004, rapat mengenai geopark diadakan<br />
di markas besar UNESCO, Paris. Peserta rapatnya,<br />
perwakilan IGCP, International Geographical Union (IGU),<br />
International Union of Geological Sciences (IUGS), dan pakar<br />
konservasi dan promosi warisan geologi. Mereka memutuskan<br />
untuk mendirikan Jaringan Geopark Dunia (dulu GGN,<br />
sekarang UGG), menerima garis-garis besar operasional untuk<br />
menjadi anggota UGG, dan memasukkan 17 geopark Eropa<br />
134 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
serta 8 geopark Cina ke dalam jaringan geopark dunia. Selain<br />
itu, diputuskan pula untuk mendirikan Kantor Koordinasi<br />
UGG di Kementrian Tanah dan Sumber Daya Cina di Beijing.<br />
Geopark di Indonesia<br />
Indonesia telah mempunyai instrumen yang cukup baik<br />
untuk melindungi sumber daya geologi yang penting dan<br />
unik, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 tahun 2008<br />
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN).<br />
Peraturan ini berusaha memberikan jaminan perlindungan<br />
terhadap gejala-gejala geologi yang unik, langka, dan nilainilai<br />
keilmuan, pendidikan, atau yang berhubungan dengan<br />
nilai-nilai kemanusiaan dan budaya sebagai kawasan cagar<br />
alam geologi (KCAG) dan Warisan Geologi<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
G. <strong>Rinjani</strong> mulai diperkenalkan pada 23 Maret 1998<br />
pada Seminar Sehari Geowisata yang diselenggarakan oleh<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (P3G) di Bandung,<br />
dan tahun 2002 pada seminar internasional “The International<br />
Year of Mountains” di Sabah.<br />
Calon geopark di Indonesia yang pertama kali diusulkan<br />
ke GGN-UNESCO adalah Geopark <strong>Rinjani</strong>, atas usulan para<br />
pemerhati geowisata Indonesia MAPEGI (sekarang MAGI)<br />
tahun 2007 di Badan Geologi Bandung. Selanjutnya berdasarkan<br />
keputusan MAPEGI dilakukan survei potensi geodiversity<br />
oleh anggota IAGI yang diikuti dengan Seminar Geopark<br />
Nasional pertama di Indonesia, diselenggarakan atas kerjasama<br />
PP IAGI, Pengda Nusa Tenggara, Kementerian ESDM, Kehutanan,<br />
Pariwisata, Badan Geologi, Perguruan Tinggi, Pemda<br />
bertempat, dan <strong>Rinjani</strong> Trek Management Board (RTMB)<br />
di Mataram Lombok. Seminar internasional pertama untuk<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong> dilakukan tahun 2009 pada pertemuan<br />
GEO-SEA di Kualalumpur. Seminar geopark Nasional kedua<br />
diselenggarakan oleh Puslitbang Geoteknologi LIPI pada Agus-<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
135
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Ahli Geologi Indonesia 2007 di Bali, sekaligus penetapan<br />
koordinator masing-masing disiplin ilmu geologi, termasuk Koordinator Geowisata yang<br />
tugasnya antara lain memberikan sertifikat bagi para ahli geowisata sesuai tingkatan.<br />
Pertemuan pertama pemerhati geowisata di Ruang Edukasi Museum Geologi, sepakat<br />
membentuk organisasi Masyarakat Pemerhati Geowisata ( MAPEGI) yang kemudian berubah<br />
menjadi Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI) yang pertama kali diketuai Dr. Yunus Kusumahbrata.<br />
Pada pertemuan tersebut sepakat mengusulkan <strong>Rinjani</strong> sebagai calon geopark<br />
136 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
pertama Indonesia.
Seminar Geopark Nasional pertama di Indonesia<br />
Seminar internasional pertama untuk Geopark <strong>Rinjani</strong> dilakukan tahun<br />
2009 pada pertemuan GEO-SEA di Kualalumpur<br />
tus 2010, bertempat di Hotel Jayakarta Bandung. Pada tahun<br />
2012 bertempat di Kementerian Parekraf disepakati wilayah<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong> diperluas menjadi Geopark Lombok, tetapi<br />
setelah kunjungan tiga orang Tim Asesor UNESCO, 17–19<br />
November 2012 yang terdiri dari Guy Martini, Patric, dan<br />
Ibrahim Komoo merekomendasikan agar kawasan geopark<br />
di Lombok diperkecil dan namanya menjadi Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok.<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
137
Seminar geopark Nasional kedua diselenggarakan oleh Puslitbang<br />
Geoteknologi LIPI<br />
Dossier Aspiring Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok berhasil disusun<br />
pada 12–18 Juni di Bandung dan 19-30 Juni 2013 di<br />
Mataram, yang diikuti peserta dari Nusa Tenggara Barat sebanyak<br />
sepuluh orang yang diakhiri dengan workshop.<br />
Penyusunan dossier geopark <strong>Rinjani</strong> tahap 1 yang dilaksanakan oleh<br />
tim Badan Geologi dan tim dari Nusa Tenggara Barat di Bandung.<br />
138 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Penyusunan dossier geopark <strong>Rinjani</strong> tahap 2 yang dilaksanakan oleh<br />
tim Badan Geologi dan tim dari Nusa Tenggara Barat di Mataram.<br />
Pada 7 Oktober 2013, kawasan ini resmi memperoleh<br />
status geopark nasional dengan nama “Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok,<br />
NTB”. Pada Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok telah<br />
ditetapkan sebanyak 22 situs geologi, 8 situs biologi, dan 17<br />
situs budaya. Sejak 2014, kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> ini telah<br />
diproses untuk menjadi anggota geopark dunia atau UNESCO<br />
Global Geopark (UGG).<br />
Berdasarkan hasil sidang executive board UNESCO ke-<br />
204, komisi programme and external relations di Paris, Prancis<br />
pada 17 April 2018, kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok<br />
resmi memperoleh status sebagai Geopark Internasional dengan<br />
nama “UGG <strong>Rinjani</strong>” dan pada tanggal tersebut <strong>Rinjani</strong><br />
berhak menggunakan logo yang ditentukan oleh UNESCO.<br />
Situs Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
Warisan geologi (geoheritage) menjadi jantung pengembangan<br />
geopark. Warisan ini meliputi kekhasan mineral, batu-<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
139
Kawasan <strong>Rinjani</strong> resmi memperoleh status geopark nasional dengan nama<br />
“Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok”<br />
an, fosil, bentang alam, dan Proses geologi dalam berbagai<br />
skala, yang secara hakiki atau secara budaya merupakan situs<br />
penting, yang menawarkan informasi atau wawasan tentang<br />
formasi, evolusi bumi, atau sejarah ilmu pengetahuan; atau<br />
dapat digunakan untuk penelitian, pengajaran, atau referensi.<br />
Warisan geologi ditentukan oleh keragaman geologi<br />
(geodiversity), yakni berbagai bahan, bentuk dan proses yang<br />
menyusun dan membentuk bumi, baik seluruhnya maupun<br />
sebagian.<br />
Pada implementasinya, keragaman geologi diperoleh<br />
melalui tahapan pengumpulan data sekunder, tahapan pengumpulan<br />
data lapangan, dan tahapan penentuan atau penilaian.<br />
Kemudian penilaian keragaman geologi untuk ditetapkan<br />
menjadi warisan geologi di suatu negara sangat terkait<br />
dengan konsep konservasi yang dipilih oleh negara tersebut.<br />
Namun, pada prinsipnya, dasar dari penilaian itu adalah segi<br />
kekhasan atau keunikan, selain fakta bahwa fenomena kera-<br />
140 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
gaman geologi tersebut adalah sumber daya yang tidak dapat<br />
diperbaharui. Karena itu, keragaman geologi atau warisan<br />
geologi ini penting dan perlu untuk dilindungi.<br />
Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok meliputi 5 Kabupaten/kota<br />
yaitu kabupaten Lombok Utara, kabupaten Lombok<br />
Timur, kabupaten Lombok Tengah, kabupaten Lombok Barat,<br />
dan Kota Mataram, dengan luas kawasan 3.065 km 2 . Batasan<br />
kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok sesuai dengan batasan<br />
pada peta berikut ini.<br />
Batasan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
141
PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />
GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />
WILAYAH BARAT<br />
Peta lokasi situs geologi berupa Gua Lava, Lava Bantal, Danau Air Asin di Gili Meno, dan Mata Air Bawah Laut<br />
di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Barat.<br />
142 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />
GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />
WILAYAH SELATAN<br />
Peta lokasi situs geologi berupa Miniatur Danau Segara Anak, Gerakan Tanah, Air Terjun, dan Lokasi Pengambilan<br />
Arang Kayu (charcoal) di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Selatan.<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
143
PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />
GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />
WILAYAH TENGAH<br />
Peta lokasi situs geologi berupa Kaldera <strong>Rinjani</strong>, Puncak G. <strong>Rinjani</strong> dan Barujari, Aliran Lava Baru, Gua Lava, Mata Air Panas<br />
dan Endapan Travertin di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Tengah.<br />
144 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />
GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />
WILAYAH TIMUR<br />
Peta lokasi situs geologi berupa Kaldera Sembalun, Gawir Sesar Pusuk, Dinding Kaldera Sembalun, dan Aliran Lava<br />
di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok wilayah Timur<br />
<strong>Rinjani</strong> Menuju Geopark Dunia<br />
145
PETA LOKASI KERAGAMAN GEOLOGI<br />
GEOPARK RINJANI LOMBOK<br />
WILAYAH UTARA<br />
Peta lokasi situs geologi berupa Air Terjun Sindanggile dan Air Terjun Tiu Kelep di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />
wilayah Utara<br />
146 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 11<br />
Dari Puncak Gunungapi<br />
Warisan Geologi<br />
Geopark Dunia
Warisan geologi (geoheritage) menjadi jantung<br />
pengembangan geopark. Warisan ini<br />
meliputi kekhasan batuan beku, metamorf dan<br />
sedimen, stratigrafi, struktur geologi, geokimia,<br />
mineral, tinggalan paleontologi, geomorfologi,<br />
tanah, dan hidrologi, dalam berbagai skala, yang<br />
secara hakiki atau secara budaya merupakan situs<br />
penting, yang menawarkan informasi atau wawasan<br />
tentang formasi, evolusi bumi, atau sejarah<br />
ilmu pengetahuan; atau dapat digunakan untuk<br />
penelitian, pengajaran, atau referensi.<br />
Eksotisme Gili Meno, terletak di Kabupaten Lombok Utara<br />
(Foto: baskgilimeno.com)<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
149
Adapun warisan geologi ditentukan oleh keragaman<br />
geologi (geodiversity), yakni berbagai bahan, bentuk dan<br />
proses yang menyusun dan membentuk bumi, baik seluruhnya<br />
maupun sebagiannya. Bahan yang dimaksud meliputi<br />
mineral, batuan, sedimen, fosil, tanah, dan air. Bentuk antara<br />
lain: perlipatan, sesar, bentang alam, dan hubungan lain antar<br />
unit batuan. Sedangkan proses adalah tektonik, sedimentasi,<br />
pembentukan tanah, dan lain-lain.<br />
Pada praktiknya, keragaman geologi diperoleh melalui<br />
tahapan pengumpulan data sekunder, tahapan pengumpulan<br />
data lapangan, dan tahapan penentuan atau penilaian. Kemudian<br />
penilaian keragaman geologi untuk ditetapkan menjadi<br />
warisan geologi di suatu negara sangat terkait dengan konsep<br />
konservasi yang dipilih oleh negara tersebut. Namun, pada<br />
prinsipnya, dasar dari penilaian itu adalah segi kekhasan atau<br />
keunikan, selain fakta bahwa fenomena keragaman geologi<br />
tersebut adalah sumber daya yang tidak dapat diperbarui.<br />
Karena itu, keragaman geologi atau warisan geologi ini penting<br />
dan perlu untuk dilindungi.<br />
Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok mengusung tema<br />
“Kaldera dengan Gunungapi Aktif Tertinggi di Indonesia”<br />
dengan batuan penyusun berupa batuan vulkanik dan sedimen<br />
tua berumur Tersier, morfologi merentang dari puncak<br />
gunung hingga pantai, geopark ini memiliki beragam situs<br />
yang perlu dikonservasi. Ada 50 situs geologi, namun yang<br />
terpilih untuk diajukan ke dalam dokumen geopark ada 22<br />
situs. Pemerian situs-situs tersebut disajikan di bawah ini.<br />
BATULAYAR HINGGA PUNIKAN<br />
Di bagian barat terdapat tujuh situs geologi, yaitu pantai<br />
volkanik di Batulayar, Nipah, dan Papak (Krakas), air terjun<br />
Semporonan di Senggigi, dan dua gili (pulau) yang sa-<br />
150 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
ling berdekatan di Selat Lombok, yaitu Gili Meno dan Gili<br />
Trawangan; dan fosil arang kayu (charcoal) di Punikan.<br />
Pantai Vulkanik Batulayar<br />
Pantai sedimentasi dengan karakter lereng yang landai<br />
dan banyak terendapkan material pasir. Jenis pasirnya berwarna<br />
abu-abu kehitaman yang mencirikan materialnya berasal<br />
dari batuan vulkanik yang terabrasi. Pada bagian selatan<br />
terdapat daratan yang menjorok ke laut, yang disusun oleh<br />
batuan vulkanik berupa lava andesit-basalan dengan rekahan<br />
berlapis (sheeting joint). Di atas batuan ini terdapat Pura Batubolong<br />
yang menjadi salah satu tempat suci umat Hindu di<br />
Pulau Lombok.<br />
Pantai Batu Layar (sumber : Dhani Susilowati/ https://www.holidayislombok.com)
Pantai Vulkanik Nipah<br />
Pantai berbentuk teluk, di bagian utara dan selatannya di<br />
batasi oleh Tanjung Blambanan dan Tanjung Serombong yang<br />
disusun oleh batuan vulkanik berupa breksi dan lava dengan<br />
rekahan berlapis (sheeting Joint). Proses abrasi menyebabkan<br />
Tanjung Serombong terpotong menghasilkan bukit kecil<br />
menyerupai candi dan letaknya terpisah dari daratan induk.<br />
Gili Meno<br />
Gili Meno adalah pulau kecil dengan luas kurang lebih<br />
1.865 km 2 .Di bagian Utara terdapat danau berair asin dengan<br />
bentuk relatif menbulat. Permukaan pulau ditutupi endapan<br />
aluvial pantai berukuran halus sampai sangat kasar. Di sebelah<br />
Selatan danau terdapat keluaran air tanah lepas pantai (KALP)<br />
yang diduga sebagai rembesan air tanah tawar (groundwater<br />
seepage) dan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang<br />
yang khas yaitu koral biru (blue corral). Kehadiran groundwater<br />
seepage berkaitan dengan suplai air tawar berasal dari<br />
Pulau lombok.<br />
Gili Trawangan<br />
Gili Trawangan merupakan pulau kecil yang datarannya<br />
berupa endapan pasir pantai berwarna putih terdiri atas<br />
pecahan koral, cangkang kerang dan fosil foraminifera, berbutir<br />
halus sampai kasar. Pada ujung selatan pulau terdapat<br />
batuan berstruktur lava, yang berkomposisi basalan dan<br />
membentuk bukit landai dengan ketinggian maksimum 100 m<br />
di atas permukaan laut. lava bantal terbentuk akibat dari letusan<br />
atau lelehan lava (eruptions with relatively low effusion<br />
rates) yang bersentuhan langsung dengan media air laut.<br />
Pantai Vulkanik Papak (Krakas)<br />
Pantai Papak merupakan pantai dengan morfologi datar.<br />
Ke arah daratan morfologinya bergelombang. Mulai garis<br />
152 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
pantai ke arah laut disusun oleh terumbu karang. Pada jarak<br />
kurang lebih 50 meter dari garis pantai terdapat keluaran air<br />
tanah lepas pantai dalam bentuk mata air dasar laut (Spring<br />
sub marine/spring discharge), pada kedalaman 8-10 meter.<br />
Mata air muncul dari terumbu karang yang membentuk ceruk<br />
atau cekungan. Batuan dasar dari terumbu karang dipantai<br />
ini diduga merupakan batuan vulkanik dari Formasi Lekopiko<br />
yang terdiri dari breksi lahar dan lava.<br />
Air Terjun Semporonan (Sengigi)<br />
Air terjun dengan ketinggan kurang lebih 25 meter yang<br />
terletak di dusun Senggigi. Kawasan ini sering digunakan sebagai<br />
lokasi camping ground. Air mengalir melalui dinding<br />
gawir yang disusun oleh lava dan breksi. Terbentuknya gawir<br />
diduga terjadi pada lidah lava.Batuan breksi di bawahnya<br />
tergerus oleh air yang lama kelamaan membentuk rongga.<br />
Hal ini menyebabkan Lava yang berada di atasnya tidak<br />
memiliki penopang lagi sehinggga patah membentuk sebuah<br />
tebing yang terjal.<br />
Charcoal Punikan<br />
Di daerah tersingkap salah satu bukti adanya peristiwa<br />
letusan gunungapi yang menurut hasil penelitian para ahli dinyatakan<br />
sebagai letusan terbesar pada abad 13. Bukti tersebut<br />
adalah charcoal atau sisa batang kayu yang terangkan akibat<br />
terkena aliran panas materil piroklastik.<br />
TIU PUPUS KE MAYUNG PUTIH<br />
Di bagian utara terdapat tujuh situs geologi yang semuanya<br />
berupa air terjun, yaitu Air terjun Tiu Pupus, Kerta Gangga,<br />
Tiu Teja, Sendanggile, Tiu Kelep, Batara Lenjang, dan Mayung<br />
Putih.<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
153
Air Terjun Tiu Pupus<br />
Terletak di Dusun Kerurak, desa Genggelang, kecamatan<br />
Gangga, tinggi air terjun 50 m. Ada genangan air menyerupai<br />
kolam seluas 10 m 2 dan dalam 4m. Air Terjun ini terbentuk<br />
di dinding gawir yang disusun oleh lava andesit dan breksi.<br />
Lembah yang sempit mengindikasikan bahwa gawir terbentuk<br />
karena proses erosi. Bagian bawah gawir memiliki batuan<br />
yang relatif lebih tidak resisten (breksi) dibandingkan batuan<br />
di atasnya (lava).<br />
Air Terjun Kerta Gangga<br />
Terletak di Dusun Kertaraharja, desa Genggelang, Kecamatan<br />
Gangga Lombok Utara.memiliki dua tingkat, satu berada<br />
di bawah dan dua di atas. Berjalan ke arah hulu terdapat<br />
air terjun ketiga dengan bentuk yang menarik, air seolah-olah<br />
keluar dari dalam gua. Dinding gawir disusun oleh lava andesit<br />
dan breksi yang terlihat berselingan. Hal ini menunjukkan<br />
telah berjadi berkali-kali periode letusan.<br />
Air Terjun Tiu Teja<br />
Terletak di Desa Santong, Kecamatan Kayangan, tinggi<br />
air terjun 40 m. Tiu” artinya genangan air dalam jumlah<br />
yang besar, sedangkan “Teja” yang artinya “pelangi”. Air terjun<br />
ini terdiri dari dua terjunan air yang berdampingan, terbentuk<br />
pada dinding gawir yang terdiri dari lava dan breksi.<br />
Mekanisme terbentuknya gawir diduga karenaproses erosi,<br />
bagian bawah membentuk rongga, bagian atas seolah-olah<br />
menggantung yang pada akhirnya patah. Hal ini terjadi karena<br />
adanya perbedaan resistensi batuan yang berada di atas<br />
dan di bawah.<br />
Air Terjun Sendanggile<br />
Air terjun di ketinggian 486 m dml ini terletak di Desa<br />
Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. Air ter-<br />
154 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
jun setinggi 30 m ini terbentuk di dinding gawir yang disusun<br />
oleh lava andesit di bagian atas dan breksi di bagian bawah.<br />
Di bagian atas, kekar-kekar yang sejajar gawir membentuk air<br />
terjun bertingkat.<br />
Air Terjun Tiu Kelep<br />
Air terjun Tiu Kelep terletak kearah hulu dari lokasi Sendang<br />
Gila, dengan jarak tempuh dari Sendang Gila memakan<br />
waktu ± 30 menit dengan menyusuri jalan setapak dan saluran<br />
irigasi. Berdasarkan pengamatan air terjun ini pembentukannya<br />
relatif sama dengan air terjun Sedang Gila maupun<br />
air terjun lainnya yang ada di sekitar G. <strong>Rinjani</strong>. Air terjun Tiu<br />
Kelep ini terletak pada ketinggian 600 m di atas permukaan<br />
laut.Cucuran air setinggi 50 m-60 m jatuh ke bawah melalui<br />
gawir curam yang dibentuk oleh lava andesit dan breksi.<br />
Air Terjun Batara Lenjang<br />
Berada di hulu atas dari air terjun Sendang Gila dan Tiu<br />
Kelep. Air terjun ini berada di kawasan Taman nasional G.<br />
<strong>Rinjani</strong>.Aliran air jatuh ke bawah melalui gawir curam yang<br />
dibentuk oleh lava dan breksi.<br />
Air Terjun Mayung Putih<br />
Terletak lebih kurang 1,5 km dari jalan antara Senaru-Sembalun.<br />
Airterjun ini terdapat pada aliran Sungai (Kokok) Putih.<br />
Sungai ini mengalir diatas lava dan jatuh melalui breksi di bagian<br />
bawahnya. Lava ini diduga merupakan lidah lava.<br />
DALAM HARIBAAN RINJANI<br />
Di bagian tengah terdapat 15 situs geologi, antar lain,<br />
dinding kaldera <strong>Rinjani</strong>, Danau Segara Anak, kerucut vulkanik<br />
Rombongan, kerucut volkanik Barujari. Selain itu ada<br />
Kawah I G. Barujari; sisi G. Barujari (kawah tahun 2004),<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
155
lava 1944, lava 1966, lava 1994, lava 2010. Situs geologi lainnya<br />
adalah kerucut G. <strong>Rinjani</strong>, kawah <strong>Rinjani</strong> (Segara Muncar),<br />
air panas Aik Kalaq, gua Susu, dan gua Payung.<br />
Dinding Kaldera G. <strong>Rinjani</strong> (View Point Pelawangan)<br />
Tinggi dinding kaldera mencapai 650 m, disusun perlapisan<br />
batuan berupa lava dan piroklastik, serta diterobos<br />
oleh berbagai bentuk dike dan sill sehingga membentuk hasil<br />
seni alami yang sangat menarik. Pemandangan spektakuler ke<br />
arah Danau Segara Anak dan G. Barujari dapat dilihat dari<br />
Plawangan.<br />
Danau Segara Anak<br />
Danau berbentuk bulan sabit, permukaannya terletak<br />
pada ketinggian sekitar 2009 m dpl, luasnya sekitar 11.126<br />
ha, dengan kedalaman 160 sampai 230 m. Banyak aktivitas<br />
yang dapat dilakukan di sekitar danau, mulai dari memancing,<br />
berkemah dan ritual agama. Pada lahan yang cukup datar biasa<br />
digunakan sebagai areal camping. Setiap tanggal 5 November,<br />
danau segara anak menjadi lokasi upacara Pancaka Mulang<br />
Pekelem yang di laksanakan oleh umat Hindu.<br />
156 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark<br />
Danau Segara Anak (sumber : Imran)
Kerucut G. Rombongan<br />
Ada di sebelah baratlaut kaki G. Barujari dengan ketinggian<br />
2110 m dpl. Munculnya kerucut G. Rombongan diawali<br />
dengan gempabumi disertai suara gemuruh pada tanggal 25-<br />
30 Desember 1944, disusul hembusan asap tebal dan hujan<br />
abu selama 7 hari. Besar letusan setara dengan 273,8 bom<br />
atom.<br />
Kerucut G. Barujari<br />
Di bagian timur dari danau Segara Anak terdapat kerucut<br />
gunung baru disebut Barujari/Tenga dengan ketinggian 2376<br />
m dpl. Gunung ini muncul setelah letusan G. <strong>Rinjani</strong> dan masih<br />
aktif, sekali-sekali mengepulkan asap dan ketinggiannya<br />
makin bertambah sehingga menarik untuk diobservasi.<br />
Kawah Utama G. Barujari<br />
Kawah utama G. Baruhari berukuran + 170 x 200 m.<br />
Kawah ini merupakan pusat letusan yang menghasilkan aliran<br />
lava tahun 1966 dan 1994.<br />
Kawah Samping G. Barujari (kawah 2004)<br />
Terbentuk pada bagian lereng sebelah utara G. Barujari<br />
karena letusan yang terjadi pada 1 oktober 2004. Letusan terjadi<br />
berturut-turut dengan interval waktu 5 sampai dengan<br />
160 menitmengeluarkan abu tebal hingga ketinggian 300 -<br />
800 meter. Kawah ini merupakan pusat letusanyang menghasilkan<br />
aliran lava 2009.<br />
Lava 1944<br />
Batuan andesit-basalt yang sumbernya berasal dari letusan<br />
G. Rombongan pada tahun 1944. Material yang keluar melebar<br />
ke utara dan barat dengan volume sekitar73.259.000 m 3 .<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
157
Lava 1966<br />
Batuan basalt yang sumbernya berasal dari letusan G. Barujari<br />
pada tahun 1966. Material keluar ke arah timur kemudian<br />
melebar ke utara dan selatan dengan volume sekitar<br />
6.603.050 m 3 .<br />
Lava 1994<br />
Batuan basalt yang sumbernya berasal dari letusan G. Barujari<br />
pada tahun 1994. Material keluar ke arah barat dengan<br />
volume sekitar 25.425.000 m 3 .<br />
Lava 2010<br />
Berasal dari letusan samping G. Barujari yang terjadi pada<br />
tahun 2004, 2009 dan 2010. Luas sebaran aliran lava akibat<br />
letusan tahun 2009 mencapai 650.000 m 2 . Hal ini menyebabkan<br />
berkurangnya permukaan danau seluas 460.000 m 2 .<br />
Kerucut G. <strong>Rinjani</strong><br />
G. <strong>Rinjani</strong> merupakan gunung vulkanik yang masih aktif<br />
nomor 2 tertinggi di Indonesia. Terletak di tepi kaldera sebelah<br />
timur dengan ketinggian 3.726 m dpl. Puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />
merupakan tujuan sebagian besar para petualang dan pencinta<br />
alam yang mengunjungi kawasan ini Kerucut G. <strong>Rinjani</strong>.<br />
Kawah <strong>Rinjani</strong> (Segara Muncar)<br />
Kawah yang terdiri dari bahan lepas dengan diameter<br />
sekitar 300 m dan kedalaman sekitar 150 m.<br />
Aik Kalaq<br />
Aik kalak yang berarti air panas ini, telah muncul di beberapa<br />
tempat di sekitar Kaldera Segara Anak maupun jauh dari<br />
kaldera, ini dapat menggambarkan adanya sumber panas bumi<br />
di sekitarnya munculnya mata air panas. Pemunculannya ke<br />
158 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Segara Muncar, Kawah G. <strong>Rinjani</strong><br />
permukaan melalui zona lemah sebagai mata air panas membentuk<br />
sungai atau kolam.<br />
Gua Susu<br />
Gua ini terbentuk pada aliran lava yang terjadi karena<br />
pada saat lava mengalir, bagian luar lebih cepat mendingin<br />
akibat kontak dengan permukaan tanah dan udara luar, tetapi<br />
di bagian dalamnya masih mencair (panas) sehingga tetap<br />
mengalir dan membentuk rongga (gua). Gua ini merupakan<br />
Gua alam yang mempunyai nama susu karena air yang keluar<br />
dari Gua ini berwarna putih/kekuning-kuningan seperti susu.<br />
Air yang berwarna putih kekuningan merupakan air bikarbonat<br />
yang muncul dipermukaan dan membentuk endapan sinter<br />
karbonat (travertin/CaCO 3<br />
).<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
159
Goa Susu yang diselimuti travertin dekat aliran<br />
Kokok Putih (sumber : Imran Putra Sasak)<br />
Gua Payung<br />
Gua ini merupakan Gua alam yang mempunyai bentuk<br />
seperti payung dengan ketinggian/ukuran kurang lebih (3 x<br />
10) m. Di dalam Gua terdapat sumber air yang merupakan<br />
air bikarbonat yang muncul dipermukaan dan membentuk<br />
endapan sinter karbonat (travertin/CaCO 3<br />
). Air Bikarbonat<br />
terbentuk pada daerah pinggir dan dangkal dari suatu sistem<br />
geothermal. Gua ini sering digunakan sebagai lokasi untuk<br />
melakukan meditasi.<br />
GRENGGENGAN HINGGA AIK KALAK<br />
Di bagian timur hadir sembilan situs geologi, yaitu breksi<br />
sungai Grengengan (bukti geologi), geiser Sebau (bukti geologi),<br />
lembah Sembalun, lereng Pusuk, dinding kaldera Sembalun,<br />
struktur aliran lava, lava Lentih, alterasi andesit (bukti<br />
geologi), dan geiser Aik Kalak di Sembalun.<br />
160 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Breksiasi Sungai Grenggengan<br />
Breksiasi dan lava berwarna kehitaman, terkekarkan dan<br />
tersesarkan dengan arah hampir baratlaut - tenggara. Batuan<br />
ini merupakan produk pra-kaldera Sembalun.<br />
Mata Air Panas Sebau<br />
Air Panas Sebau terletak di bagian tenggara dari Taman<br />
Nasional G. <strong>Rinjani</strong>, muncul sebagai manispestasi adanya potensi<br />
panas bumi, muncul sebagai akibat adanya struktur yang<br />
mengarah ke lokasi ini dari sumber panas bumi yang ada di<br />
sekitar kawasan Kaldera Tua Sembalun.<br />
Lembah Sembalun<br />
Daerah Sembalun merupakan sisa gunungapi tua yang<br />
telah mengalami proses perubahan permukaan seperti erosi,<br />
pelapukan dan denudasi. Proses perubahan ini membentuk<br />
relief yang kasar dan terjal, ketinggian antara 550 – 2250 m<br />
diatas permukaan laut. Gunungapi ini mempunyai sebuah<br />
kaldera berukuran luas lebih dari 1 km 2 diperkirakan merupakan<br />
akhir proses penghancuran. Morfologi dasar kaldera<br />
berbentuk dataran yang luas pada ketinggian diatas 1000 m<br />
dpl dan merupakan daerah yang subur. Pembentukan sistem<br />
panas bumi di daerah Sembalun sangat berkaitan dengan terbentuknya<br />
G. Sembalun yang berumur Kuarter.<br />
Gawir Sesar Pusuk<br />
Bentukan morfologi dari G. Pusuk mencerminkan sebuah<br />
gawir yang sangat terjal. Hasil penarikan kelurusan topografi<br />
dan citra juga menunjukan hal yang sama. Gawir ini memanjang<br />
dengan arah hamper baratdaya – timurlaut.<br />
Dinding Kaldera Sembalun<br />
Mengitari Desa Sembalun Bumbung dengan bentuk tapal<br />
kuda yang puncaknya terdiri dari G. Telaga, G. Pusuk, G.<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
161
Tanakiabang, G. Nangi dan G. Banjer membuka ke utara dan<br />
Desa Sembalun Lawang sebagai lantai kalderanya.<br />
Lava dengan Struktur Aliran<br />
Lava andesit abu-abu kehitaman - kemerahan, tekstur<br />
porfiritik, keras, vesikuler dan terdapat struktur aliran halus<br />
(mirip laminasi) dari mineral hitamnya.<br />
Lava Lentih<br />
Lava andesit berwarna abu-abu – abuabu terang, porfiritik,<br />
beberapa tempat terdapat vesikuler dan terdiri dari mineral<br />
plagioklas, piroksen dan hornblenda. Terdapat kekar (shear<br />
joint) sebagai indikasi telah terjadinya aktivitas tektonik.<br />
Alterasi (ubahan Andesit)<br />
Alterasi yang muncul di tebing/dinding dari G. Batujang<br />
memiliki luas sekitar 10 m 2 . Munculnya alterasi pada daerah<br />
tersebut diperkirakan sebagai akibat kontrol dari sesar, komposisi<br />
batuan berubah karena dilalui oleh larutan panas (hidrotermal).<br />
Alterasi ini diperkirakan sebagai fosil dan bukan<br />
batuan ubahan yang masih terbentuk pada saat ini, karena<br />
disekitarnya tidak ditemukan manifestasi lain seperti air panas<br />
atau tanah panas.<br />
Mata air panas (Aik Kalak Sembalun)<br />
Manispestasi adanya potensi panas bumi, terletak pada<br />
elevasi 1891 meter dpl, suhu udara 19.8 C, suhu air 43 C, pH<br />
6.5, debit 2 liter/detik.<br />
ANTARA NARMADA DAN KORLEKO<br />
Di bagian selatan ditetapkan 12 situs geologi, antara lain<br />
dua mata air, yaitu Narmada dan Lemor, enam buah air terjun<br />
masing-masing Prabe, Segenter, Benang Stokel, Benang Kelam-<br />
162 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
u, Otak Kokok Gading, dan Jerukmanis; lembah Cerorong,<br />
fosil sisa kayu (charcoal) di Air Berik; kuari purba Lembah<br />
Hijau, dan ignimbrit di Korleko.<br />
Mata Air Narmada<br />
Ada beberapa mata air muncul di dalam dan di luar kawasan<br />
Taman Narmada. Mata air yang muncul di dalam Taman<br />
sudah tertutup bangunan. Ada satu mata air yang relatif<br />
masih terbuka, air muncul dari endapan pasir berbatu apung<br />
yang sesekali mengeluarkan gelembung udara. Di luar taman<br />
setidaknya terdapat 5 mata air yang dimanfaatkan penduduk<br />
sebagai lokasi pemandian. Mata air diduga muncul pada<br />
bidang kontak antara lapisan tufa batuapung dengan breksi.<br />
Air Terjun Prabe<br />
Berada di Dusun Punikan Desa Batu Mekar Kec. Lingsar.<br />
Untuk mencapai lokasi air terjun dapat ditempuh dengan berjalan<br />
kaki selama kurang lebih 30 menit. Air mengalir pada<br />
dinding gawir dengan ketinggian 48 meter. Batuan yang tersingkap<br />
terdiri dari lava dan breksi.<br />
Air Terjun Segenter<br />
Air terjun ini terdapat pada aliran sungai Kali Sesaot/<br />
Pengkoak yang termasuk dalam wilayah Desa Lembah Sempage.<br />
Tinggi air terjun sekitar 10 m dengan batuan di bagian<br />
atas berupa lava dan dibagian bawah breksi. Bentuk lava yang<br />
terlihat menggantung, lembah yang sempit, disusun dari batuan<br />
dengan resistensi yang berbeda, mencirikan gawir terjadi<br />
pada ujung lidah lava.<br />
Lembah Cerorong<br />
Lembah Cerorong berada pada suatu jalur kelurusan<br />
yang merupakan zona lemah yang terkait dengan sesar aktif,<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
163
sehingga rentan oleh proses-proses geodinamika di permukaan.<br />
Lembah ini tersusun oleh tuf mengandung batu apung<br />
dan batuan andesitik, berbutir halus hingga kasar sebagian<br />
kerikil-kerakal, bersifat padu dan agak padat hingga padat,<br />
dan sebagian bersifat mudah hancur. Pada kedua sisinya merupakan<br />
lereng/tebing yang hampir tegak.<br />
Charcoal Batu Kliang<br />
Terletak di kecamatan Batu Kliang kabupaten Lombok<br />
Tengah. Di lokasi ini tersingkap sisa batang kayu yang terarangkan<br />
(charcoal) dan menjadi salah satu bukti dari terjadinya<br />
letusan G. Samalas yang diyakini oleh para ahli sebagai<br />
letusan terbesar pada abad ke 13.<br />
Air Terjun Benang Stokel<br />
Terletak di Desa Teratak, Kecamatan Batukliang Utara,<br />
Kabupaten Lombok Tengah. Terdapat 2 cucuran air yang<br />
mengalir pada gawir dengan ketinggian sekitar 30 m. Pada<br />
dinding gawir tersingkap lava dan breksi yang terlihat berselingan.<br />
Kondisi ini menunjukkan bahwa batuan vulkanik<br />
tersebut berasal dari hasil letusan gunungapi dengan periode<br />
letusan lebih dari satu kali. Bagian bawah gawir terlihat membentuk<br />
rongga, mencirikan adanya proses erosi, sehingga diduga<br />
gawir yang terbentuk akibat lidah lava yang terpotong.<br />
Dalam bahasa masyarakat setempat, Benang Stokel berarti<br />
seikat benang.<br />
Air Terjun Benang Kelambu<br />
Air terjun ini berada sekitar 500 meter ke arah hulu<br />
dari lokasi Air Terjun Benang Stokel.Untuk menuju Air Terjun<br />
Benang Kelambu dapat ditempuh melalui jalan setapak sejauh<br />
1 km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Air keluar dari<br />
celah-celah batu pada dinding gawir membentuk 4 tingkatan<br />
164 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Air terjun Benang Stokel<br />
Air terjun Benang Kelambu
dengan ketinggian sekitar 40 m. Air keluar menyerupai tirai<br />
yang dalam bahasa masyarakat setempat di sebut Kelambu.<br />
Air terjun Otak Kokok Gading<br />
Pada air terjun di ketinggian 709 m dml ini, air ke luar<br />
dari retakan lava yang berselingan dengan tuf pasir, piroklastik<br />
dan skoria. Di sekitar Otak Kokok ada 20 mata air yang<br />
tersebar di bagian selatan TNGR, di daerah seluas sekitar 20<br />
Ha. Mata air yang muncul di daerah rendahan itu mula jadinya<br />
berhubungan dengan muka air tanah setempat yang<br />
terpotong oleh bidang topografi.<br />
Air terjun Jerukmanis<br />
Air terjun di ketinggian 644 m dml ini terletak di Desa<br />
Kembangkuning, Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur.<br />
Sekitar 1 km di bawahnya terdapat pos TNGR. Tinggi air terjun<br />
berkisar antara 15 m-20 m, melalui dinding gawir yang<br />
disusun oleh lava basal.<br />
Mata Air Lemor<br />
Di daerah ini mata air muncul dari celah-celah lava berupa<br />
bongkah-bongkah pada sebuah bukit, membentuk aliran<br />
dengan debit yang cukup besar. Sumber air ini di manfaatkan<br />
sebagai sumber air bersih dan pemadian umum. Terdapat jaringan<br />
pipa yang menuju ke pemukiman penduduk. Di lokasi<br />
ini juga tersedia kolam renang dan fasilitas pendukung<br />
lainnya. Pada salah satu celah/lubang keluarnya air terdapat<br />
sisa-sisa ritual berupa daun lekok, lintingan rokok dan serabut<br />
kelapa yang digunakan untuk membakar kemenyan.<br />
Bekas Tambang Lembah Hijau<br />
Terletak di Desa Korleko, Lombok Timur. Daerah ini merupakan<br />
salah satu desa yang memiliki potensi bahan galian<br />
166 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Mata air Lemor<br />
batuapung. Pada era tahun 1990-an, banyak penambangan<br />
batuapung yang dilakukan masyarakat, sehingga bentang<br />
alam berubah menjadi lembah. Seorang masyarakat di daerah<br />
ini berinisiatif menata daerah bekas penambangan batu apung<br />
tersebut menjadi obyek wisata air yang menarik.<br />
Ignimbrit Korleko<br />
Ada di Pantai Korleko dengan tebing pantai yang terjal.<br />
Bagian tebing pantai yang terjal telah dilandaikan karena batuannya<br />
belum kompak berupa tufa batuapung, pasir pantai<br />
berwarna abu-abu kecoklatan hingga kehitaman, kearah laut<br />
dijumpai bolder-bolder batuan beku dengan bentuk membulat<br />
tanggung. Pada tebing pantai terlihat perselingan material<br />
berbutir halus dan kasar. Di beberapa tempat keluar air<br />
tawar dari bidang kontak perselingan tersebut. Pada bagian<br />
atas perselingan dijumpaisisa batang kayu yang terarangkan.<br />
Dari Puncak Gunungapi Warisan Geologi Geopark <strong>Rinjani</strong><br />
167
Air Terjun Jeruk Manis (sumber : http://alimustikasari.com)
BAB 12<br />
Keragaman Hayati<br />
Kekayaan Budaya
Dua dari tiga pilar utama dalam pengembangan<br />
geopark, adalah keragaman<br />
hayati (biological diversity, biodiversity) dan ke-<br />
ragaman budaya (cultural diversity). Keragaman<br />
hayati adalah tingkat keragaman sumber daya<br />
alam hayati.Keragaman ini meliputi keterdapatannya<br />
maupun penyebaran dari tiga faktor. Pertama,<br />
keragaman Ekosistem, yaitu unit ekologis yang terdiri<br />
atas komponen biotik dan abiotik yang saling<br />
berinteraksi, dan antara komponen komponen<br />
tersebut terjadi pengambilan dan perpindahan<br />
energi, daur materi, dan produktivitas.<br />
Padang savana <strong>Rinjani</strong><br />
Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />
171
Kedua, keragaman spesies, yakni kelompok organisme<br />
yang mampu dan saling berbiak satu dengan yang lain secara<br />
bebas dan menghasilkan keturunan, tetapi umumnya tidak<br />
berbiak dengan anggota dari jenis lain. Ketiga, keragaman<br />
Genetik, yang merupakan berbagai variasi aspek biokimia,<br />
struktur dan sifat organisme yang diturunkan secara fisik dari<br />
induknya. Genetik ini diturunkan dari DNA.<br />
Sementara keragaman budaya adalah proses dan hasil<br />
karya seni dan budaya masyarakat sekitar yang merupakan<br />
hasil interaksi manusia dengan alam sekitarnya. Dengan demikian,<br />
keragaman budaya berkaitan dengan pemahaman<br />
masyarakat lokal dalam menyikapi kondisi alam yang ada.<br />
Hal ini menjadi menarik untuk diangkat dalam upaya konservasi<br />
geologi.<br />
Dalam konteks Geopark <strong>Rinjani</strong>, tentu saja baik keragaman<br />
hayati maupun budayanya sangat terpengaruh oleh keadaan<br />
geologinya. Apalagi kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> - Lombok terletak<br />
pada zona transisi garis imajiner yang membagi peta keanekaragaman<br />
hayati dunia, baik flora dan fauna menjadi dua bagian,<br />
yakni Garis Wallacea.<br />
Hal ini membuat Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-Lombok<br />
menjadi pusat persinggungan antara flora dan fauna tropis<br />
Asia dengan flora fauna Australia. Persinggungan dua hal selalu<br />
menciptakan sesuatu yang unik dan berbeda, begitu pula<br />
dengan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok. Sebagai zona transisi,<br />
kawasan ini memiliki flora fauna yang sangat beragam<br />
dan beberapa diantaranya merupakan flora fauna endemik.<br />
Selain itu, kawasan ini menjadi saksi dari proses dan lahirnya<br />
kebudayaan yang tumbuh umumnya di Pulau Lombok.<br />
Proses masyarakat Lombok berkebudayaan berikut hasilnya,<br />
tentu saja meliputi masa-masa yang telah lama. Hasil kebudayaan<br />
masyarakatnya tercipta selama kurun waktu beribu-ribu<br />
tahun yang lalu hingga kini. Dalam hal itu, pengaruh<br />
172 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
udaya lain pun datang silih berganti, ikut memperkaya<br />
kekayaan batin masyarakat di sekitar kawasan geopark ini.<br />
Dengan demikian, menurut hasil inventarisasi yang selama<br />
ini dilakukan, di sekitar kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>, paling<br />
tidak, tercatat ada 9 situs keragaman hayati dan 17 situs<br />
warisan budaya yang terbagi menjadi kawasan bagian barat,<br />
utara, tengah, timur dan selatan. Pemeriannya disajikan di<br />
bawah ini.<br />
KERAGAMAN HAYATI<br />
Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung <strong>Rinjani</strong> (TNGR)<br />
G. <strong>Rinjani</strong> bersama dengan daerah sekitarnya masuk dalam<br />
pengelolaan TNGR. Taman nasional ini merupakan salah<br />
satu ekosistem dengan tipe hutan hujan pegunungan savana<br />
yang terdiri dari berbagai tipe ekosistem dan dan vegetasi yang<br />
cukup lengkap. TNGR diresmikan tanggal 27 Mei 1997 berdasarkan<br />
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 280/Kpts-<br />
II/1997 dengan luas 40.000 Ha. TNGR memiliki ragam flora<br />
antara lain; jelatang (Laportea stimulans), dedurenan (Aglaea<br />
argentea), bayur (Pterospermum javanicum), beringin (Ficus<br />
benjamina), jambu-jambuan (Syzygium sp) dan beberapa macam<br />
anggrek hutan endemik yaitu Perisstylus <strong>Rinjani</strong>ensis dan<br />
P. Lombokensis. Sementara ragam fauna yang ada antara lain;<br />
musang <strong>Rinjani</strong> (Paradoxurus hemaprhoditus <strong>Rinjani</strong>cus), rusa<br />
(Muntiacus muntjakNainggolani), lutung budeng (Trachypithecus<br />
auratus kohlbruggei), trenggiling (Manis javanicus),<br />
dan beberapa jenis reptilia ditambah sejumlah jenis ikan air<br />
tawar yang hidup di danau Segara Anak, antara lain; Mujair<br />
dan Karper.<br />
Kawasan Hutan Lindung Sambelia<br />
Kawasan Hutan Lindung Sambelia merupakan bagian<br />
dari wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Lin-<br />
Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />
173
dung (KPHL) <strong>Rinjani</strong> Timur. Kawasan hutan lindung Sambelia<br />
memiliki luas 27.319,67 Haatau 73,71% dari total luas KPHL<br />
<strong>Rinjani</strong> Timur. Keragaman flora di kawasan ini antara lainbajur,<br />
gaharu, rajumas, jowet, nyangsit, panik, ombar, bae,<br />
bangsal, sentul, prabu, goak, tampel, trep dan lain-lain. sementara<br />
faunanya antara lain keliang/elang, koak kaok, trenggiling,<br />
kepunek, sintu, krate/ayam hutan, ular belae, ularsawak/bentik,<br />
biawak, ular jara, ular kepu dan ular keliang,<br />
kijang,lutung/kera, landak, kelasih, menjangan, dan lain-lain.<br />
Kawasan Hutan Kebun Raya Lombok<br />
Kawasan konservasi tumbuhan ex-situ bernama Kebun<br />
Raya Lombok dalam kawasan Hutan Lindung Lemor/Petandakan<br />
di Desa Suela, Kecamatan Suela yang berjarak kurang<br />
lebih 28 km disebelah utara Kota Selong Lombok Timur<br />
dengan luas sekitar 130 ha. Arealnya masih berupa hutan<br />
sekunder sekitar 89,2 ha dengan vegetasi campuran dan areal<br />
yang terbuka (Kopang II) sekitar 42 ha yang saat ini digunakan<br />
untuk budidaya beberapa jenis tanaman pertanian oleh<br />
beberapa instansi Pemda Kabupaten Lombok Timur. Kebun<br />
raya ini dikembangkan dengan tema “konservasi tumbuhan<br />
Kepulauan Sunda Kecil”. Hal ini mengingat Kebun Raya Lombok<br />
merupakan kebun raya pertama (dan saat ini merupakan<br />
satu-satunya) yang dibangun di kawasan bioregion Sunda<br />
Kecil (Lesser Sunda Islands), dan diharapkan dapat menjadi<br />
salah satu pusat keberdayaan warga yang terintegrasi dalam<br />
pengembangan kawasan (DAS) melalui kolaborasi multi pihak<br />
yang sinergis.<br />
Tahura Nuraksa Sesaot<br />
Perubahan sebagian fungsi Hutan Lindung menjadi fungsi<br />
Hutan Konservasi yang diperuntukanuntuk Taman Hutan<br />
Raya (Tahura) Nuraksa Sesaot seluas ± 3.155 ha.Mempunyai<br />
174 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
tipe vegetasi berupa hutan tropis dataran rendah yang memiliki<br />
berbagai jenis flora danfauna khas. Suhu udara yang sejuk<br />
sepanjang tahun, topografi datar sampai landai dan banyaksumber<br />
mata air dan sungai dengan air yang mengalir sepanjang<br />
tahun, tanah yang subur dan lingkungan hidup yang<br />
relative masih baik, penghasil buah-buah dan dapat dikembangkan<br />
sebagailokasi Agroforestry.Terdapat arboretum berbagai<br />
jenis flora dan penangkaran rusa, di beberapatempat<br />
dapat dikembangkan dan dibuat forest trackingdan pengembangan<br />
lokasi wisata alam lainnya.<br />
Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Suranadi<br />
Taman Wisata Alam Suranadi luas 52 Ha dan terletak<br />
di Desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok<br />
Barat. Potensi alamnya yang relatif terjaga, menjadikan hutan<br />
TWA Suranadikaya akan aneka ragam tumbuhan mau pun<br />
satwa. Jenis flora yang terdapat di TWA Suranadi antara lain<br />
beringin (Ficus sp), garu (Disoxilum sp), terep (Arthocarpus<br />
elastica), suren (Toona sureni), kemiri (aleurites moluccana),<br />
dan lain-lain. Jenis fauna yang ada di TWASuranadi didominasi<br />
oleh kera abu-abu (Macaca fascicularis), beraneka<br />
ra-gam burung dan kupu-kupu antara lain Papilio helenus,<br />
Papilio memnon, Graphium sarpedon, Moduza prochris dan<br />
lain-lain.<br />
Kawasan Hutan Taman Wisata Alam Krandangan<br />
Taman Wisata Alam Kerandangan berada di kawasan<br />
wisata pantai Senggigi di tepi barat PulauLombok. Jenis flora<br />
antara lain kelicung (Dyospiros malabarica), terep (Arthocarpus<br />
elastica), sentul (Aglaia sp), beringin (Ficus benjamina),<br />
dan lain-lain. Sementara faunanya antara lain ayam hutan<br />
(Gallus gallus), cerucukan (Pycnonotus goaivier), koakiau<br />
(Philemon buceroides), biawak (Varanus salvator), kera ekor<br />
panjang (Macaca fascicularis), dan lain-lain.<br />
Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />
175
Kawasan Konservasi Perairan Nasional Gili Ayer, Gili<br />
Meno dan Gili Trawangan<br />
Kawasan konservasi perairan nasional ini memiliki potensi<br />
sumber daya alam yang tinggi, berupabiota laut maupun<br />
flora dan fauna daratan. Berbagai biota laut yang dijumpai<br />
antara lainkarang lunak (Heliophora sp), Labophyelia sp, karang<br />
keras (Millephora sp), Anthipathes sp, Monthipora sp,<br />
berbagai macam jenis ikan hias(dan lain-lain. Vegetasi daratan<br />
merupakan vegetasi yang dianggap tumbuh secara alami seperti<br />
asam laut (Tamarindus indica), waru laut (Hibiscus tiliaceus),<br />
ketapang (Terminalia cattapa) dan lainnya. Fauna atau<br />
satwa liar yang dapat dengan mudah dijumpai antara lain<br />
jenis burung daratan dan itikliar.<br />
KERAGAMAN BUDAYA<br />
Pura Meru<br />
Pura Meru adalah pura terbesar dan salah satu pura Hindu<br />
Balitertua di Pulau Lombok. Dibangun oleh pangeran Bali<br />
Anak Agung Made Karang pada tahun 1720. Kompleks Pura<br />
Meru meliputi 3pura yakni Pura Brahma, Pura Syiwa dan Pura<br />
Wishnu. Pura ini menjadi simbol alam semesta mewakili tiga<br />
gunung yakni Pura Brahma mewakili G. Agung Bali, Pura Syiwa<br />
mewakili G. <strong>Rinjani</strong> serta G. Semeru yang disimbolkan<br />
oleh Pura Wishnu.<br />
Pura Lingsar<br />
Terletak di kecamatan Lingsar Kabupaten Lombok Barat.<br />
Pura ini dibangun sejak tahun 1714. Dalam kompleks Pura<br />
Lingsar terdapat pura peribadatan untuk masyarakat penganut<br />
agama Hindu dan masjid di areal Kemaliq Linggar untuk<br />
masyarakat penganut agamaIslam Waktu Telu. Dua bangunan<br />
yang berbeda ini menunjukkan sikap toleransi dan saling<br />
176 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
menghormati yang tinggi antar penganutagama berbeda<br />
pada masa itu.<br />
Perkampungan Tradisional Karang Bayan<br />
Perkampungan ini terletak di Kecamatan Lingsar dan<br />
berjarak sekitar 10 km dari arah Kota Mataram. Desa Karang<br />
Bayan ditetapkan sebagai desa Wisata Budaya karena keunikan<br />
desa tersebut yang masih mempertahankan keaslian adat dan<br />
budaya yang ada di desa tersebut seperti tata cara hidup,<br />
Kesenian, Rumah adat, serta Masjid Kuno Karang Bayan.<br />
Pura Suranadi<br />
Terletak di desa Suranadi, Kecamatan Narmada, Lombok<br />
Barat. Pura Suranadi dibangun atas gagasan raja Pagesangan<br />
bernama AA Nyoman Karang pada 1720 Masehi. Di Pura ini<br />
terdapat tiga buah kelompok pura, yaitu Pura Ulon/Gaduh,<br />
Pura Pangentas dan Pura Pabersihan. Masing-masing diberi<br />
nama sesuai dengan fungsi sumber air yang ada di dalamnya.<br />
Taman Narmada<br />
Taman Narmada terletak di Desa Lembuak, Kecamatan<br />
Narmada, Kabupaten Lombok Barat atau sekitar 10 km sebelah<br />
timur Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Indonesia.<br />
Taman yang luasnya sekitar 2 ha ini dibangun pada<br />
tahun 1727 oleh Raja Mataram Lombok, Anak Agung Ngurah<br />
Karang Asem, sebagai tempat upacara Pakelem.<br />
Makam Batulayar<br />
Makam Batulayar terletak di Desa Batulayar, merupakan<br />
makam salah satu tokoh penyebar agama Islam di Pulau<br />
Lombok. Untuk keperluan ibadah, di dalam komplek makam<br />
terdapat mata air Lingkok emas.<br />
Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />
177
Pura Batu Bolong, Senggigi<br />
Pura Batu Bolong<br />
Pura Batu Bolong berhadapan langsung dengan Selat<br />
Lombok dan G. Agung Bali. Terdapat dua buah pura, pura<br />
pertama yangberdiri di bawah naungan pohon yang rindang.<br />
Sedangkan pura kedua berdiri di atas karang yang menjulang<br />
setinggi + 4 meter.<br />
Masjid Lokaq Sesait<br />
Masjid Lokaq Sesait terletak desa Sesait, Kec. Kayangan<br />
Kab. Lombok Utara. Masjid ini merupakan pusat Kegiatan<br />
Ritual Adat Wet Sesait yang meliputi empat desa yaitu desa<br />
Sesait sebagai desa induk, desa Pendua, desa Kayangan dan<br />
desa Santong.<br />
Masjid Kuno Gumantar<br />
Pusat aspek keagamaan terdapat di dusun Gumantar,<br />
di Mesjid Kuno yang ada sekarang, sedangkan pusat Peme-<br />
178 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
intahannya kala itu terdapat di Dusun Dasan Beleq. Situs–situs<br />
sejarah peninggalan, menurut tokoh adat Dusun Dasan<br />
Beleq, Malinom (48), diantaranya ‘Bale Bangar Gubuq’, oleh<br />
masyarakat setempat disebut Pagalan, terletak ditengah-tengah<br />
Gubuq Dasan Beleq, dengan ukuran 5x5 m.<br />
Perkampungan Tradisional Segenter<br />
Desa Tradisional Segenter adalah sebuah dusun di desa-<br />
Sukadana, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara, sekitar<br />
80 km dari kota Mataram. Sebuah desa tradisional yang<br />
menjaga adat istiadatnya sebagai suku Sasak dan termasuk<br />
desa tertua di Lombok. Berugaq terlihat banyak dan berjejer<br />
rapi di rumah-rumah Segenter.<br />
Masjid Beleq Bayan<br />
Masjid Bayan Beleq merupakan salah satu situs bersejarah<br />
yang ada di Indonesia, berusia lebih dari 300 tahun.<br />
Bangunan masjid ini memiliki ukuran 9 x 9 m. Dinding-din<br />
dingnya rendah dan terbuat dari anyaman bambu, atapnya<br />
berbentuk tumpang yang disusun dari bilah-bilah bambu, sedangkan<br />
fondasi lantainya terbuat dari batu-batu kali.<br />
Perkampungan Tradisional Senaru<br />
Perkampungan ini terletak di dekat Pos Pendakian <strong>Rinjani</strong>–Senaru.<br />
Desa Adat Senaru dipimpin oleh seorang kepala<br />
adat yang disebut Maloka. Jumlah penduduknya hanya 79<br />
orang, terdiri dari 20 kepala keluarga, sesuai dengan jumlah<br />
rumah yang ada di desaadat ini. Seluruh Penduduk Desa Adat<br />
Senaru ini beragama Islam.<br />
Upacara Mulang Pakelem<br />
Upacara Pancaka Mulang Pekelem, diadakan setiap 5<br />
November menjelang Galungan kembar Hindu dan Festival<br />
Keragaman Hayati Kekayaan Budaya<br />
179
Upacara Mulang Pakelem di tepi Danau Segara Anak<br />
(sumber : Imran Putra Sasak)<br />
Tahunan Kuningan. Mulang Pekelem adalah serangkaian upacara<br />
memanjatkan doa-doa dan persembahan sesajen berupa<br />
emas, perak dan tembaga dalam bentuk ikan dan udang yang<br />
dipersembahkan untuk Dewa Penguasa Danau Segara Anak<br />
agar rakyat memperoleh kedamaian dan kemakmuran.<br />
Upacara Ngayu-ayu Tirta<br />
Sebuah ritual adat yang diselenggarakan oleh masyarakat<br />
di sekitar lembah Sembalun. Acara adat ini diadakan setiap<br />
3 tahun sekali dan sudah turun temurun sejak lebih dari 600<br />
tahun yang lalu, berupa pengambilan air suci dari 12 mata<br />
air, kemudian penanaman/penguburan kepala kerbau, perang<br />
topat yang berpusat di Lapangan Umum Sembalun Bumbung,<br />
Lombok Timur dan pertunjukkan berupa tarian-tarian dan<br />
seni Cupak Gurantang. Acaranya berlangsung mengikuti alur<br />
yang sudah ada sejak dulu. Ritual ini merupakan bentuk<br />
180 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
asa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diberikan kelimpahan<br />
hasil bumi, terhindar dari bencana, dan masyarakat<br />
diharapkan terhindar dari penyakit-penyakit yang konon di<br />
zaman dahulu sering dialami oleh masyarakat setempat.<br />
Desa Beleq<br />
Menurut tradisi lisan, Desa Beleq merupakan awal peradaban<br />
Sembalun. Karena Desa Beleq sendiri mengandung arti<br />
rumah awal atau desa paling tua. Rumah ini berjumlah tujuh<br />
buah dengan tujuh tangga masuk ke dalam, dan tempat<br />
menaruh benda atau barang yang lain seperti alat masak dan<br />
bok pakaian yang disebut para pun berjumlah tujuh tersedia<br />
hanya dua kamar, yaitu kamar tidur dan ruangan tempat<br />
menyimpan alat pertanian. Ada dua lumbung berfungsi untuk<br />
menyimpan hasil pertanian seperti padi dan jagung atau yang<br />
lain ini disebut geleng. Tujuh rumah ini melambangkan tujuh<br />
keluarga yang menjadi awal kehidupan Desa Sembalun.<br />
Desa Beleq, Sembalun
Masjid Kotaraja<br />
Pada mulanya masjid berada di Desa Loyok di timur<br />
Kotaraja ± 5km. Kemudian dipindahkan ke Kotaraja oleh<br />
keturunan RajaLangko yang bernama Sutanegara dan Ling<br />
Negara pada tahun 1111 H. Menurut masyarakat setempat Sutanegara<br />
dan Ling Negara adalah pendiri Desa Kotaraja dan<br />
nenek moyang mereka. Masjid Raudhatul Muttaqim merupakan<br />
cagar budaya untuk tigaprovinsi di Indonesia, yaitu Bali,<br />
NTB dan NTT.<br />
Makam Selaparang<br />
Kompleks pemakaman ini berada di Kampung Karangjero,<br />
Desa Selaparang, Kecamatan Suela, Kabupaten Lombok<br />
Timur. Kompleks makam terdiri dari 3 halaman. Halaman I<br />
berada paling depan, kosong hanya terdapat bangunan rumah<br />
penjaga makam. Halaman II berada di bagian tengah,<br />
digunakan sebagai tempat istirahat bagi para peziarah. Halaman<br />
III merupakan halaman inti digunakan untuk menempatkan<br />
makam kuna berjumlah 30 buah. Kompleks makam<br />
yang terdiri dari tiga halaman juga terdapat padapura di Bali.<br />
Pada pura di Bali halaman I dinamakan halaman jaba, halaman<br />
kedua dinamakan tengah, dan halaman III dinamakan<br />
jero- yang merupakan halaman paling suci atau sakral.<br />
182 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
BAB 13<br />
Bagaimana<br />
Selanjutnya ?
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana makna-makna<br />
yang ada di balik berbagai keragaman<br />
yang ada di sekitar kawasan Geopark<br />
<strong>Rinjani</strong> ? Bagaimanakah peluang pengembangan<br />
konsep berbasis konservasi geologi tersebut ? Demikian<br />
pula, bagaimanakah upaya untuk melin<br />
dungi berbagai keragaman hayati di sekitar kawasan<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong>. Berikut ini adalah jawabannya.<br />
Menikmati pagi di puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />
Bagaimana Selanjutnya ?<br />
185
Makna Ilmiah Internasional, Nasional, Regional dan<br />
Lokal<br />
Makna ilmiah Geopark <strong>Rinjani</strong> secara internasional berupa<br />
gunungapi aktif tertinggi kedua diIndonesia. G. <strong>Rinjani</strong><br />
masih menyimpan banyakmisteri untuk disingkap. Hal ini<br />
menjadikan kawasan G. <strong>Rinjani</strong> sebagai obyek penelitian yang<br />
menarik bagi para ahli kebumian/gunungapi baik nasional<br />
maupun internasional. Temuan terbaru mengenai letusan G.<br />
<strong>Rinjani</strong> merupakan temuan spektakuler yang dapat mengubah<br />
sejarah yang terjadi pada abad ke-13.<br />
Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok terletak pada zona<br />
transisi garis imajiner yang membagi peta keanekaragaman<br />
hayati dunia, baik flora dan fauna menjadi dua bagian, yakni<br />
Garis Wallacea. Hal ini membuat Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok<br />
menjadi pusat persinggungan antara flora dan faunatropis<br />
Asia dengan flora fauna Australia. Persinggungan dua<br />
hal selalu menciptakan sesuatu yang unik dan berbeda, begitu<br />
pula dengan kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok. Sebagai zona<br />
transisi, kawasan ini memiliki flora fauna yang sangat beragam<br />
dan beberapa diantaranya merupakan florafauna endemik.<br />
Ditengah maraknya isu global warming, penetapan Kawasan<br />
G. <strong>Rinjani</strong> sebagai KawasanStrategis Nasional (KSN)<br />
dengan sudut kepentingan lingkungan hidup merupakan bagian<br />
dariusaha pemerintah Indonesia untuk turut serta mengatasi<br />
masalah lingkungan dunia. Selain ituRencana Tata Ruang<br />
KSN G. <strong>Rinjani</strong> bertujuan untuk mewujudkan tata ruang<br />
KawasanG. <strong>Rinjani</strong> yang lestari sebagai pusat tata air Pulau<br />
Lombok dan mendukung Pulau Lombok sebagai destinasi<br />
pariwisata berskala internasional.<br />
Kemudian ada makna ilmiah secara nasional. Makna<br />
ini berupa G. <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu gunungapi di Indonesia<br />
yang masih aktif. Aktivitas vulkaniknya terus dipantau<br />
186 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
oleh pemerintah pusat dengan menempatkan Pos Pengamat<br />
Gunungapi (PGA) di daerah Sembalun Lombok Timur. Personil<br />
yang bertugas di Pos PGA bernaungdi bawah Pusat Vulkanologi<br />
dan Mitigasi Bencana, Badan Geologi, Kementerian<br />
ESDM.<br />
Selain Penghargaan Internasional, pengelolaan kawasan<br />
TNGR juga telah menunjukkan prestasi di tingkat Nasional,<br />
diantaranya: Penghargaan dari Menteri Negara Kebudayaan<br />
dan Pariwisata dalam acara “KonferensiKepariwisataan Indonesia<br />
Tahun 2004” sebagai sebuah lembaga yang berhasil;<br />
mengembangkan inovasi kepariwisataan yang melibatkan<br />
peran serta masyarakat dalampengelolaannya sehingga mereka<br />
memperoleh manfaat; Penghargaan Anugerah Citra Pesona<br />
Wisata Award 2010.<br />
Terakhir adalah makna ilmiah secara regional dan lokal.<br />
Hal ini mengandung arti bahwa kawasan G. <strong>Rinjani</strong> merupakan<br />
daerah resapan bagi 2 cekungan air tanah (CAT) yang ada<br />
di Pulau Lombok yaitu CAT Mataram-Selong dan CAT Tanjung-Sambelia.<br />
Batas CAT ditetapkanb erdasarkan Keputusan<br />
Presiden nomor : 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan<br />
Air Tanah.<br />
Di kawasan Sembalun terdapat potensi sumber energi<br />
baru terbarukan yang ramah lingkungan yaitu potensi energi<br />
panasbumi. Kegiatan survei/penyelidikan pendahuluan telah<br />
dilaksanakan dan saat ini telah dikeluarkan Surat Keputusan<br />
Menteri ESDM Nomor : 2848/30/MEM/2012 tanggal 27<br />
September 2012 tentang penetapan Wilayah Kerja Pertambangan<br />
Panas Bumi di Daerah Sembalun, Kabupaten Lombok<br />
Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Bila potensi panas bumi<br />
tersebut nantinya bisa di manfaatkan tentu akan berpengaruh<br />
terhadap kesejahteraan masyarakat di Pulau Lombok karena<br />
kebutuhan energi yang telah terpenuhi.<br />
Bagaimana Selanjutnya ?<br />
187
Wilayah konservasi perairan Gili-gili di bagian Barat (Gili<br />
Trawangan, Gili Meno dan Gili Air) merupakan pusat kegiatan<br />
dari Gili Eco Trust. Program kegiatannya antara lain regenerasi<br />
terumbu karang, membersihkan, mendidik, berkebun karang,<br />
mengatur pilihan daur ulang sampah, melakukan beberapa<br />
penelitian dan studi dengan Universitas, mengatur berkelanjutan<br />
ekowisata dengan energi hijau, memberikan perawatan<br />
hewan dan lain-lain.<br />
Peluang Pendukung Geopark<br />
Kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok secara umum memiliki<br />
kandungan mineral, kandungan mineral yang dimiliki seperti<br />
bahan galian mineral logam yaitu emas, perak, tembaga,<br />
mangan, pasirbesi dan timbal (timah hitam), serta bahan<br />
galian mineral non logam yaitu: batu bangunan, batuapung,<br />
tanah liat, tanah urug, sirtu dan batu gamping.<br />
Selain itu, potensi tambang lainnya adalah ditemukannya<br />
cekungan hydrokarbon (sumber minyakdan gas bumi) di<br />
lepas pantai perairan utara pulau lombok. Selain kandungan<br />
mineral, Provinsi NTB juga memiliki sumber energi lokal terbarukan<br />
berupa panas bumi (geothermal), yang terdapat di<br />
sembalun (Kabupaten Lombok Timur).<br />
Dengan melihat potensi mineral dan energi yang cukup<br />
besar tersebut tidak menutup kemungkinan adanya kegiatan-kegiatan<br />
ekploitasi baik yang dilakukan oleh pihak swasta<br />
ataupun oleh masyarakat. Yang cukup menonjol adalah penggalian<br />
batu skala kecil (masyarakat lokal) dan skala menengah<br />
dilakukan oleh beberapa perusahaan yang memiliki izin<br />
usaha. Penggalian yang dilakukan telah menimbulkan rusaknya<br />
bentang alam di permukaan dengan banyaknya dijumpai<br />
lubang-lubang bekas galian.<br />
Pembukaan lahan pertanian baru belum menjadi ancaman<br />
kerusakan yang signifikan, karena aktivitas itu tidak<br />
188 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
merubah bentang alam. Tetapi perubahan fungsi lahan yang<br />
tidak terkendali dimasa mendatang berpotensi menekan kelestarian<br />
lingkungan, yang memiliki fungsi sebagai habitat kehidupan.<br />
Usaha pariwisata dipastikan tidak akan mengganggu<br />
fungsi lingkungan. Geowisata yang dikembangkan di kawasan<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong>-lombok dilandasi oleh azas green-tourism<br />
dan aspek keberkelanjutan. Komponen-komponen ABC (abiotic,<br />
biotic, culture) yang dikembangkanmenjadi objek dan<br />
daya tarik pariwisata senantiasa memikirkan aspek kelestarian<br />
lingkungan.<br />
Pembukaan lahan pertanian baru belum menjadi ancaman<br />
kerusakan yang signifikan, karena aktivitas itu tidak<br />
merubah bentang alam. Tetapi perubahan fungsi lahan yang<br />
tidak terkendali dimasa mendatang berpotensi menekan kelestarian<br />
lingkungan, sebagai habitat kehidupan.<br />
Upaya Perlindungan Keragaman Hayati<br />
Situs-situs geologi di kawasan Geopark <strong>Rinjani</strong> Lombok<br />
secara otomatis memperoleh perlindungan tingkat nasional<br />
karena terletak di Kawasan Strategis Nasional. Peraturan<br />
yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor 26<br />
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.<br />
Peraturan ini menjadi petunjuk pelaksanaan Undang-Undang<br />
Nomor 26 Tahun 2007 tentangPenataan Ruang.<br />
Kawasan ini sebagaian merupakan kawasan Taman Nasional<br />
G. <strong>Rinjani</strong> seluas 41.330 hayang ditetapkan sesuai dengan<br />
SK Menhut No. 185/kpts/1997 tanggal 27 Mei 1997,<br />
yang berfungsi sebagai penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,<br />
menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.<br />
Taman Wisata Alam Krandangan seluas 396,10 Ha,<br />
sesuai Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : 494/Kpts-<br />
Bagaimana Selanjutnya ?<br />
189
II/1992, tanggal 1 Juni 1992. Dan Taman Wisata Alam Suranadi<br />
seluas 52 Ha, ditetapkanoleh Mentari Pertanian sesuai<br />
Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 646/Kpts/Um/10/76,<br />
tanggal 15 Oktober 1976, dimana kawasan ini berfungsi sebagai<br />
pariwisata dan rekreasi alam.<br />
Taman Hutan Raya Nuraksa Sesaot seluas 3.155 sesuai<br />
dengan Keputusan Menteri Kehutanandan Perkebunan Nomor<br />
244/Kpts-II/1999 tentang perubahan fungsi sebagian kawasan<br />
hutanlindung Sesaot seluas 3.155 Ha menjadi Tahura.<br />
Dimana kawasan ini dimanfaatkan bagikepentingan penelitian,<br />
ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,<br />
budaya, pariwisatadan rekreasi.<br />
Gili Air, Gili Meno, dan Gili Terawangan ditetapkan sebagai<br />
kawasan konservasi perairan nasional dengan Keputusan<br />
Menteri Kelautan dan Perikanan No. Kep.67/MEN/2009<br />
seluas 2.954 ha.<br />
Sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi kawasan ini<br />
telah ditetapkan sebagai kawasan strategis propinsi berdasarkan<br />
PERDA Propoinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun<br />
2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa<br />
Tenggara Barat Tahun 2009 – 2029.<br />
Menuju Tuan Rumah APGN Ke-6<br />
Dalam rangka menjadi tuan rumah pada acara internasional<br />
pertemuan jaringan geopark asia pasifik (APGN) ke-6<br />
di Pulau Lombok pada September 2019, badan pengelola<br />
Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok, Nusa Tenggara Barat bekerja sama<br />
dengan asosiasi geopark di Indonesia telah menyusun agenda<br />
persiapan dan mengadakan kegiatan sebagai bagian dari<br />
penyelenggaraan simposium APGN yang diselenggaraan setiap<br />
2 tahun. Pada bulan Juni 2018 badan pengelola Geopark<br />
<strong>Rinjani</strong>, Lombok, Nusa Tenggara Barat bekerja sama dengan<br />
pengurus daerah Ikatan Ahli Geologi Nusa Tenggara mengadakan<br />
seminar nasional geowisata yang dihadiri oleh pe-<br />
190 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
ngelola geopark seluruh Indonesia baik yang sudah berstatus<br />
UGG maupun nasional serta pengurus APGN yang dihadiri<br />
langsung oleh ketuanya Prof. Dr. Ibrahim Komoo beserta istri.<br />
Seminar nasional geowisata diisi dengan kegiatan berupa<br />
acara talkshow yang menghadirkan 3 orang profesor wanita<br />
yaitu Prof. Dr. Emmy Suparka (ITB), Prof. Dr. Mega F. Rosana<br />
dan Prof. Dr. Noor Zaeni Asman dengan moderator Dr.<br />
Agusdin, MBA (dosen senior Fakultas Ekonomi Universitas<br />
Mataram).<br />
Acara talkshow yang menghadirkan 3 orang profesor wanita<br />
pada acara seminar nasional geowisata di Lombok.<br />
Kegiatan berikutnya seminar dengan pembicara yang<br />
berasal dari pengelola geopark, praktisi pengembangan masyarakat<br />
di kawasan geopark, perwakilan dari pemerintahan<br />
yang membidangi pariwisata dan geopark, serta ketua APGN.<br />
Kegiatan seminar di akhiri dengan kunjungan lapangan<br />
(fieldtrip) ke beberapa lokasi situs geologi antara lain : situs<br />
endapan hasil letusan G. Samalas di sekitar lokasi tertimbunnya<br />
Desa Pamatan dan air terjun Benang Kelambu yang muncul<br />
diantara lapisan batuan di bagian tengah dan atas tebing.<br />
Bagaimana Selanjutnya ?<br />
191
Penulis berdiskusi dengan Sukmandaru dan Emmy<br />
Suparka di lokasi endapan piroklastik Samalas<br />
Wisatawan asing menceritakan pengalaman<br />
perjalanannya dari puncak <strong>Rinjani</strong><br />
Tim peneliti G. <strong>Rinjani</strong>, Badan Geologi<br />
Perjalanan tim peneliti ke puncak G. <strong>Rinjani</strong><br />
Kunjungan peserta Cities on Volcanoes (CoV) ke<br />
lokasi endapan Samalas<br />
Tim ahli geologi dalam perjalanan menuju<br />
puncak <strong>Rinjani</strong>
Penulis menunjukkan artefak yang tertimbun endapan<br />
piroklastik Samalas kepada arkeolog dan paleontolog.<br />
Pengambilan sampel aliran lava G. Barujari.<br />
Bersampan di Danau Segara Anak menuju<br />
lokasi aliran lava 2015<br />
Memasang tenda di tepi Danau Segara Anak<br />
dengan latar belakang lava 2015.<br />
Penulis bersama Sekda NTB<br />
Melaporkan hasil penelitian kepada Gubernur<br />
Nusa Tenggara Barat
Penyerahan buku <strong>Rinjani</strong> secara simbolis dari penulis<br />
kepada Sekda NTB<br />
Penyerahan sertifikat UGG pada perwakilan<br />
Kabupaten/Kota se P. Lombok.<br />
Pengamatan endapan piroklastik Samalas 1257<br />
Pengambilan sampel charcoal<br />
Logo Global Geoparks Network UNESCO yang disematkan untuk <strong>Rinjani</strong>
Kegiatan fieldtrip peserta seminar dilokasi<br />
endapan hasil letusan samalas 1257<br />
Tim inventarisasi situs geologi IAGI dengan<br />
latar belakang G. <strong>Rinjani</strong><br />
Pengamatan endpan aliran piroklastik yang<br />
masuk ke dalam laut<br />
Guy Martini (Asesor/Sekjen GGN UNESCO)<br />
sedang berdiskusi dengan penulis<br />
Penerimaan bendera APGN sebagai tuan rumah Pertemuan tahun 2019
Tim Survei untuk pengusulan <strong>Rinjani</strong> sebagai geopark pertama<br />
tahun 2008
DAFTAR PUSTAKA<br />
Bronto, S. 2013. Geologi Gunungapi Purba. Badan Geologi:<br />
Bandung.<br />
Cas, R.A.F. & Wright, J.V. 1987. Volcanic Successions Modern<br />
and Ancient. London: Allen & Unwin Boston Sydney<br />
Wellington.<br />
Fisher, R.V. & Schmincke, H.U., 1984. Pyroclastic Rocks,<br />
Springer-Verlag, Berlin, 472 h.<br />
Foden & Varne. 1981. The Geology of Indonesia/The Lesser<br />
Sunda Islands-IV. Volcanic Activity and Composition.<br />
Gary, M., Jr, McAfee, R., Wolf, Carol, L. 1974. GLOSSARY OF<br />
GEOLOGY. United States of America : American Geological<br />
Institute.<br />
Gill, R., 2010. Igneous Rock and Processes. United Kingdom:<br />
Wiley-Blackwell Publishing.<br />
Hamilton, W.B. 1979. The Geology of Indonesia/The Lesser<br />
Sunda Islands-IV. Volcanic Activity and Composition.<br />
Kusumadinata, K. 1969. Sejumlah data mengenai danau<br />
kawah Segara Anak di Pegunungan <strong>Rinjani</strong>, Lombok,<br />
Direktorat Geologi, Bandung.<br />
Kusumadinata, K., R. Hadian, S. Hamidi & L.D. Reksowirogo,<br />
1979, Data dasar gunungapi Indonesia, Dir. Vulkanologi,<br />
Dirjen Pertambangan Umum, Dep. Pertambangan &<br />
Energi, Bandung.<br />
Komorowski, J-C., Metrich, N., Vidal, C. 2013. Final Research<br />
Report for Ristek<br />
Komorowski, J-C., Nugraha, M., Heryadi, R., Yudhi W. 2014.<br />
Guide book of <strong>Rinjani</strong> Caldera, Post Conference Field<br />
Trip, Cities on Volcanoes.<br />
Daftar Pustaka<br />
197
Kushiro, I., 1976 Decrease in viscosity of some synthetic silicate<br />
melts at high pressures. Carnegie Inst Wash Yb 75, pp<br />
611-614.<br />
Macdonald, G.A. 1989. Volcanoes. Englewood Cliffs, New<br />
Jersey: Prentice-Hall, Inc.<br />
Macpherson, 1984 dalam Cas dan Wright, 1987. Volcanic Successions<br />
Modern and Ancient. London: Allen & Unwin<br />
Boston Sydney Wellington.<br />
Mangga, S.A., Atmawinata, S., Hermanto, B., and Amin, T.C.,<br />
1994, Geological Map of Lombok Sheet, West Nusa<br />
tenggara: Geological Research Center (in Indonesian<br />
with English Summary).<br />
Mullen, E, D. 1983. A minor element discriminant for basaltic<br />
rocks of oceanic environment and its implications for<br />
petrogenesis. Earth Planet Sci.<br />
Mulyaningsih, 2013. Vulkanologi. AKPRIND : Yogyakarta.<br />
Murase T, McBirney AR. 1973. Properties of some common<br />
igneous rocks and their melts at high temperatures. Geol<br />
Soc Am Bull 84:3563-3592<br />
Nasution, A., Akira Takada., Rosgandika Mulyana., 2004, The<br />
volcanic activity of <strong>Rinjani</strong>, Lombok Island, Indonesia<br />
During the last ten thousand years, viewd from C14 age<br />
datings<br />
Niggli P., 1920. Die leichtflüchtigen Bestandteile im Magma. B.<br />
G. Teubner, Leipzig.<br />
Pearce T, H, Gorman B,E and Birkett T.C. 1977. The relationship<br />
between major element chemistry and tectonic<br />
environment of basic and intermediate volcanic rocks,<br />
Earth Planet Sci.<br />
Peccerillo R, & Taylor S,R. 1976. Geochemistry of Eocene<br />
calc-alkaline volcanic rocks from the Kastamonu area,<br />
northen Turkey. Contrib Mineral.<br />
198 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Rachmat, H., 1992, Pengamatan Komplek Gunungapi <strong>Rinjani</strong>,<br />
Kabupaten Lombok Timur. Penerbit: Kanwil DPE<br />
Propinsi Nusa Tenggara Barat.<br />
Rachmat, H. 2016. Evolusi Magmatik Kompleks Gunungapi<br />
<strong>Rinjani</strong> Berdasarkan Analisis Produk Letusan. Disertasi<br />
S3, Universitas Padjadjaran : Bandung.<br />
Rachmat, H. & Mujitahid. 2003. Gunungapi Nusa Tenggara<br />
Barat, Publikasi Khusus IAGI, No. 01, Oktober 2003,<br />
ISSN: 1410–7120.<br />
Richter, F.M., S.F. Daly & H.-C. Nafaf . 1982. A parameterized<br />
model for the evolution of isotopic heterogeneities in a<br />
convecting system. Earth Planet. Sci. Lett. 60, 178-194.<br />
Rittmann, A. 1973. Stable mineral assemblages of igneous<br />
rocks, 262 pp. Springer, Berlin,<br />
Sofyan Suwardi, dkk. (2017). Pembangunan dan Pengembangan<br />
Kawasan Geopark Indonesia, Cetakan kedua.<br />
Badan Geologi : Bandung<br />
Streckeisen, A. 1978. IUGS Subcommission on the Systematics<br />
of Igneous Rocks: Classification and nomenclature of<br />
volcanic rocks, lamprophyres, carbonatites and melilitic<br />
rocks; recommendation and suggestions. Neues Jahrbuch<br />
für Mineralogie, Abhandlungen 134, 1–14.<br />
Travis, Russel B. 1955. Classification of Rocks. Colorado School<br />
of Mines, 4th edition, Colorado.<br />
Van Padang, Neumann. 1951. Catalogue of the active volcanoes<br />
of the world including solfatara fields, v. 1, Indonesia,<br />
17-18.<br />
Whitford, D.J., W. Compston, L.A. Nicholls and M.J. Abbott,<br />
1977, Geochemistry of Late Cenozoic. Lava from Eastern<br />
Indonesia-Role of subducted sediments in petrogenesis,<br />
Geology, v.5, 571-575<br />
Daftar Pustaka<br />
199
Williams, H. & McBirney, A.R., 1979. Volcanology. Freeman,<br />
Cooper & Co., San Francisco, 398 h.<br />
Wohletz, K. & Heiken, G. 1992. Volcanology and Geothermal<br />
Energy. Berkeley and Los Angeles, California: University<br />
of California Press.<br />
Wilson, M. 1989. Igneous Petrogenesis. London: Unwin Hyman<br />
Boston Sydney Wellington.<br />
200 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
DAFTAR ISTILAH<br />
Aerosol - Sering juga disebut aerosol sulfat artinya gas SO 2<br />
yang terlontar ke udara melalui letusan gunung kemudian<br />
teroksidasi membentuk H 2<br />
SO 4<br />
(asam sulfat) yang mencapai<br />
lapisan stratosfir (ketinggian > 40 km dari permukaan bumi)<br />
dan selanjutnya terbawa angin ke seluruh dunia antara lain<br />
sampai ke Kutub Selatan (Antartika) dan Kutub Utara (Artika).<br />
Di kedua kutub tersebut terdapat pemboran inti di lingkungan<br />
es yang apabila endapan aerosol tersebut terendapkan di<br />
lokasi tersebut, inti es (ice core) sangat membantu dalam penentuan<br />
umur letusan suatu gunungapi.<br />
Afanitik - Kristal yang relatif halus sehingga tidak dapat diidentifikasi<br />
dengan mata telanjang.<br />
Albit - Mineral yang masuk di dalam kelompok felspar dengan<br />
kelas silikat dan sub kelas tektosilikat.<br />
Altarasi - Perubahan komposisi mineralogi batuan (dalam<br />
keadaan padat) karena pengaruh Suhu dan Tekanan yang<br />
tinggi dan tidak dalam kondisi isokimia menghasilkan mineral<br />
lempung, kuarsa, oksida atau sulfida logam.<br />
Anggota - Suatu bagian dari Formasi yang menunjukan ciri<br />
khas di dalam Formasi batuan tersebut.<br />
Anhedral - Mineral dengan kristal berbentuk tidak menentu<br />
dan sebagian tidak menentukan sebagai tekstur dalam batuan<br />
beku.<br />
APGN - Asia Pasific Geopark Network<br />
Batuan beku - Jenis batuan yang terbentuk dari mendingin<br />
dan mengeras, dengan atau tanpa proses kristalisasi, baik di<br />
bawah permukaan sebagai batuan intrusif (plutonik) maupun<br />
di atas permukaan sebagai batuan ekstrusif (vulkanik).<br />
Daftar Istilah<br />
201
Batuan plutonik - Batuan beku yang terbentuk dari pembekuan<br />
magma yang relatif lebih lambat sehingga mineral<br />
mineral penyusunnya relatif besar.<br />
Blok - Kepingan batuan padat yang dilontarkan keluar dengan<br />
bentuk tajam dan berdiameter lebih besar dari 64 mm.<br />
Bom - Kepingan magma atau magma yang berbentuk bulat<br />
yang dilontarkan ketika masih cukup cair sehingga dapat berubah<br />
bentuk atau membentuk bulatan selama di udara. Bom<br />
lebih besar dari lapilli (64 mm) dan tidak seperti block, tidak<br />
mempunyai bentuk tajam kecuali pecah saat tumbukan.<br />
Deflasi - Proses pengangkutan satu material dari satu tempat<br />
ke tempat lainnya yang disebabkan karena adanya tenaga<br />
angin.<br />
Diferensiasi - Proses yang mengubah magma homogen berskala<br />
besar menjadi batuan beku dengan komposisi yang bervariasi.<br />
Eksplosif - Erupsi yang terjadi apabila letak dapur magma yang<br />
dalam, kemudian terdapat volume gas yang besar, dan juga<br />
magma yang bersifat masam.<br />
Ekuigranular - Keseragaman ukuran kristal yang membentuk<br />
pada batuannya berkuruan sama besar.<br />
Fenokris - Tekstur kristal yang lebih besar dari matriks dan<br />
dapat diidentifikasi dengan mata telanjang, maupun secara<br />
petrografi di bawah mikroskop polarisasi pemisahan kristal<br />
dari larutan magma pada waktu terjadi pendinginan magma.<br />
Formasi - Suatu bagian dariI lmu Stratigrafi (bagian dari Geologi)<br />
yaitu satuan dasar dalam pengelompokan batuan, terdiri<br />
atas tubuh batuan yang biasanya batuan sedimen (endapan),<br />
tetapi dapat juga batuan beku, dan biasanya dicirikan dengan<br />
keseragaman unsur pembentuk dengan corak yang khas seperti<br />
susunan kimianya, atau kandungan fosilnya) dan dapat<br />
dipetakan.<br />
202 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Fraksinasi - Pemisahan kristal dari larutan magma pada waktu<br />
terjadi pendinginan magma.<br />
Fumarola - Lubang yang ada di daerah gunungapi, mengeluarkan<br />
gas dan uap.<br />
Geokimia - Ilmu yang mempelajari kimia kebumian antara<br />
lain mempelajari sebaran dan banyaknya unsur kimia di antara<br />
lapisan es di dalam mineral, bijih, batuan, tanah, air, dan<br />
udara, serta peredarannya di alam.<br />
Geopark - Atau taman bumi adalah sebuah kawasan atau situs<br />
warisan geologi (geological heritages) yang mempunyai nilai<br />
ekologi dan warisan budaya (cultural heritages) dan berfungsi<br />
sebagai daerah konservasi, edukasi, dan pembangunan berkelanjutan.<br />
Gunungapi strato - Gunungapi yang terbentuk karena letusan<br />
Ekstrusi (Erupsi) Ekslposif dan Ekstrusi (Erupsi) Efusif secara<br />
terus-menerus dan saling bergantian. Gunungapi Strato berbentuk<br />
kerucut dengan lereng curam.<br />
Hipidiomorf - Batuan beku dimana sebagian besar kristalnya<br />
berbentuk euhedral dan subhedral sedangkan yang lainnya<br />
berbentuk anhedral.<br />
Hipokristalin - Batuan beku yang tersusun oleh kristal dan gelas.<br />
Ilmenite - Oksida mineral titanium-besi dengan formula ideal<br />
FeTiO 3<br />
. Ilmenit memiliki magnetisme lemah dengan kenampakan<br />
hitam atau abu-abu-baja yang solid.<br />
Inequigranular - Keseragaman ukuran butir kristal yang membentuk<br />
batuan relatif tidak sama besar.<br />
Inklusi - Kenampakan secara mata telanjang maupun di bawah<br />
mikroskop polarisasi dimana Batuan Beku Tua tertanam dalam<br />
Batuan Beku Muda.<br />
Daftar Istilah<br />
203
Intersertal - Tekstur yang digunakan untuk menunjukkan ruang<br />
antara kristal (mineral basa) berukuran besar diisi oleh<br />
gelas dengan ukuran lebih kecil sebagai masa dasarnya.<br />
Intergranular - Tekstur dimana mineral olivin, piroksen, atau<br />
oksida besi dikelilingi butiran plagioklas. Mineral plagioklas<br />
seperti menusuk mineral-mineral olivin, dkk.<br />
Kaldera - Depresi di daerah vulkanik yang berbentuk cekungan<br />
besar, lebih kurang seperti lingkaran, yang mempunyai<br />
diameter jauh lebih besar dari lubang kawah atau celah<br />
gunungapi yang terdapat di dalamnya.<br />
Kawah - Lekuk yang biasanya terdapat di puncak gunungapi,<br />
dan dasar yang lebih–kurang bersesuaian dengan saluran<br />
magma.<br />
Labradorit - Mineral yang masuk dalam group feldspar yang<br />
paling sering ditemukan pada batuan-batuan beku mafik seperti<br />
pada basalt, gabro dan norite.<br />
Lahar - Aliran bahan rombakan dari gunungapi yang heterogen<br />
bercampur dengan air pada suhu lebih rendah dari<br />
titik didih, mungkin dibentuk selama letusan atau proses<br />
setelahnya atau karena lereng yang tidak stabil.<br />
Lapilli - Material yang jatuh dari udara selama letusan gunung<br />
berapi yang memiliki diameter rata-rata 2–64 mm.<br />
Lava - Istilah umum batuan beku yang lebur yang muncul dari<br />
kawah.<br />
Liquifaksi - Gejala peluluhan pasir lepas yang bercampur<br />
dengan air akibat goncangan gempa dimana gaya pemicu<br />
melebihi gaya yang dimiliki litologi setempat dalam menahan<br />
guncangan. Liquifaksi dapat menyebabkan beberapa kejadian<br />
seperti penurunan cepat, pondasi bangunan menjadi<br />
miring atau penurunan sebagian (differential settlement), dan<br />
mengeringnya air sumur yang tergantikan oleh material non<br />
kohesi.<br />
204 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Magma - Cairan atau larutan silikat pijar yang terbentuk secara<br />
alamiah, bersifat mobil, bersuhu antara 900 - 1200 o C<br />
atau lebih dan berasal dari kerak bumi bagian bawah atau<br />
selubung bumi bagian atas.<br />
Magmatisme - Hal-hal yang berkitan dengan kondisi magma<br />
seperti antara lain komposisi magma, klasifikasi atau penggolongan<br />
magma, temperatur, tekanan, dan tempat terbentuknya<br />
magma, asal muasal pembentukan magma, genesa<br />
atau proses pembentukan magma, eveolusi pembentukan<br />
magma.<br />
Magnitudo - Skala kekuatan gempabumi dengan skala 1 sampai<br />
dengan 10.<br />
Mineral aksesoris - Mineral yang terbentuk langsung dari<br />
pembekuan magma namun jumlahnya sangat sedikit sekali,<br />
sehingga tidak mempengaruhi penamaan betuan.<br />
Ofitik - Tekstur dalam batuan beku, dimana mineral plagioklas<br />
terlekatkan atau tertanam (embedded) di dalam kristal besar<br />
piroksen atau olivin.<br />
Panidiomorf - Beku dimana sebagian besar kristalnya berbentuk<br />
euhedral dan subhedral sedangkan yang lainnya berbentuk<br />
anhedral.<br />
Peta isopach - Peta yang menunjukan ketebalan lapisan batuan.<br />
Petrografi - Cabang ilmu petrologi yang berfokus pada<br />
deskripsi rinci dari batuan dimana Kandungan mineral dan<br />
hubungan tekstur dalam batuan dijelaskan secara rinci.<br />
Petrologi - Studi mengenai batuan dan kondisi pembentukannya.<br />
Piroklastik - Bebatuan klastik yang terbentuk dari material vulkanik.<br />
Daftar Istilah<br />
205
Piroksen - Sebuah kelompok mineral inosilikat yang banyak<br />
ditemukan pada batuan beku dan batuan metamorf.<br />
Riwayat Penulis<br />
Pleokroisme - Fenomena optik ketika butiran mineral di dalam<br />
sebuah batu terlihat berwarna-warni ketika dilihat dari<br />
sudut-sudut tertentu menggunakan mikroskop petrografi<br />
yang terpolarisasi.<br />
Poikilitik - Tekstur dimana butiran yang kecil ditutup/dikelilingi<br />
(enclosed) oleh satu mineral yang besar.<br />
Pra-kaldera - Kondisisebelum pembentukankaldera.<br />
Sin-kaldera - Kondisisaatpembentukankaldera.<br />
Pasca-kaldera - Kondisisetelahterbentukkaldera<br />
REE (Rare Earth Elemen) - Unsur tanah jarang.<br />
Retas - Batuan terobosan pipih yang memotong batuan lain<br />
di sekitarnya.<br />
Skala waktu geologi - Umur bumi diperoleh berdasarkan analisis<br />
batuan baik secara absolut dengan menggunakan metoda<br />
isotop, atau secara relatif yaitu dengan menggunakan metoda<br />
umur fosil.<br />
Silica-oversaturated basalt - Basalt yang mengandung mineral<br />
silika yang tidak jenuh, seperti Si 3<br />
O 8<br />
.<br />
Sill - Intrusi melembar berbentuk tabular yang menerobos<br />
baik di antara dua lapisan yang lebih tua dari batuan sedimen,<br />
perlapisan lava gunung berapi atau tuf, atau bahkan sepanjang<br />
arah foliasi di batuan metamorf.<br />
Situs Geologi - Warisan Geologi yang mempunyai nilai estetika<br />
yang tinggi dan mempunyai makna bagi pengembangan<br />
ilmu pengetahuan kebumian dan pendidikan. Sebagai contoh<br />
dalam aspek kegunungapian misalnya kaldera, kerucut-kerucut<br />
gunungapi muda, lapangan solfatara, mataair panas, air<br />
terjun dan lain-lain.<br />
206 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Subhedral - Mineral dengan bentuk kristal yang kurang sempurna.<br />
Tektonik lempeng - Suatu benda padat yang berdasarkan model<br />
Bumi dengan ciri adanya sejumlah kecil lempeng (10 – 25)<br />
besar, luas, dan tebal yang terapung pada alas yang kental,<br />
dan dapat bergerak bebas yang satu terhadap lainnya, sehingga<br />
antar satu lempeng satu dengan yang lainnya dapat bergerak<br />
dengan arah saling berlawanan (bertumbukan) atau saling<br />
menjauh.<br />
Tipe Gunungapi - Tipe letusan gunungapi yang didasarkan<br />
kepada cara meletusnya, tinggi lontaran material letusan,<br />
dan pelamparan material letusan secara horizontal. Dari tipe<br />
letusan kecil sampai besar berurutan dinamai Tipe Hawaii<br />
(Hawaian Type), Tipe Stromboli (Strombolian Type), Tipe<br />
Vulkano (Vulkanian Type), Tipe Plini (Plinian Type), dan Tipe<br />
Ultra - Plini (Plinian Type).<br />
Trakitik - Tekstur dimana butir mineral plagioklas menunjukan<br />
orientas karena suatu aliran, dan diantara butiran plagioklas<br />
terdapat gelas atau material criptokristalin.<br />
VEI - Singkatan dari Volcanic Explosivity Index atau Indeks<br />
Letusan Gunungapi atau Skala besarnya letusan gunungapi (1<br />
sampai dengan 8) berdasarkan tinggi tiang asap dan besarnya<br />
volume material yang dilontarkan pada suatu letusan gunungapi.<br />
Vesikuler - Struktur yang berlubang-lubang pada batu beku<br />
yang terjadi karena pelepasan gas saat pembekuan.<br />
Viskositas - Pengukuran dari ketahanan fluida yang diubah<br />
baik dengan tekanan maupun tegangan.<br />
Vitrifikasi - Suatu proses pembentukan gelas dari suatu mineral<br />
maupun batuan.<br />
Volcanic neck - Bentang alam gunung berapi yang terbentuk<br />
ketika magma mengeras atau membeku di dalam lubang vulkanik<br />
pada gunung berapi aktif.<br />
Daftar Istilah<br />
207
Xenolith - Struktur yang memperlihatkan adanya suatu fragmen<br />
batuan yang masuk atau tertekan di dalam batuan beku<br />
akibat peleburan tidak sempurna suatu batuan samping di dalam<br />
magma yang menerobos.<br />
Zona Benioff - Zona tabrakan atar lempeng yang bergerak<br />
saling berlawan arah.<br />
Zona subduksi - Zona yang terdapat pada batas antar lempeng<br />
yang bersifat konvergen. Akibat perbedaan massa jenis antara<br />
kedua jenis lempeng tersebut, maka lempeng yang lebih besar<br />
massa jenisnya menunjam kebawah lempeng lainnya.<br />
Zoning - Pembentukan jalur memanjang atau melingkar yang<br />
menandakan perbedaan komposisi kimia masing-masing jalur.<br />
208 RINJANI Dari Evolusi Hingga Geopark
Lampiran<br />
Skala waktu geologi dan ciri kehidupan dari zaman ke zaman (dikompilasi dari berbagai sumber)<br />
Catatan : Baca dari bawah ke atas<br />
209
Riwayat Penulis<br />
Heryadi Rachmat, lahir di Ketapang,<br />
Kalimantan Barat pada tanggal<br />
28 Oktober 1953. Lulus S1 dan S3 dari<br />
Fakultas Teknik Geologi UNPAD, dan<br />
Magister Manajemen UNRAM. Sejak<br />
1982, bekerja di Direktorat Vulkanologi<br />
Bandung, 1986 mutasi ke Kanwil<br />
Pertambangan dan Energi NTB menduduki<br />
jabatan struktural sejak 1987<br />
sampai 2009 dengan jabatan terakhir<br />
sebagai kepala dinas. Pada 2010 kembali<br />
ke Bandung sebagai Perekayasa di Museum Geologi sampai<br />
memasuki masa purnabakti dengan jabatan terakhir sebagai<br />
Perekayasa Ahli Utama.<br />
Aktif dalam organisasi profesi sebagai anggota dan pengurus<br />
(Staf Khusus PP IAGI/NPA : 0784 dan Ketua MAGI),<br />
serta pembicara pada seminar nasional maupun internasional<br />
di bidang geologi dan geowisata. Memperoleh penghargaan<br />
dari PP IAGI sebagai presenter terbaik 2001 dan 2004 serta<br />
koordinator geowisata 2007. Mendapat penghargaan sebagai<br />
penulis buku “Gunungapi Nusa Tenggara Barat” 2003 dari<br />
Prof. Dr. J.A Katili (Ketua Indonesian Academy of Sciences),<br />
buku “Potensi dan Mitigasi Bencana Geologi Nusa Tenggara<br />
Barat” 2004 dari Menteri ESDM-RI berupa “Dharma Karya<br />
Energi dan Sumber Daya Mineral” 2008. Sebagai penggagas<br />
“Geopark <strong>Rinjani</strong>, Lombok”. Mempunyai satu orang istri, tiga<br />
orang puteri dan satu orang cucu. Heryadi Rachmat dapat<br />
dihubungi melalui e-mail: heryadirachmat220@gmail.com
Riwayat Penulis<br />
Ujang Kurdiawan, lahir di Sembalun,<br />
Lombok Timur pada tanggal 13 Maret<br />
1990. Menyelesaikan pendidikan S1 jurusan<br />
Teknik Geologi di Institut Sains &<br />
Teknologi AKPRIND, Yogyakarta 2013.<br />
Sejak 2016 hingga sekarang bekerja di<br />
PT. Indra Karya Divisi Engineering 1<br />
(bidang geologi teknik). Selain bekerja<br />
dalam bidang geologi teknik, ia juga<br />
ikut serta dalam memperkenalkan Geotrek<br />
Gunung <strong>Rinjani</strong> sebagai salah satu alternatif wisata alam<br />
di Indonesia. Aktif dalam organisasi profesi Ikatan Ahli Geologi<br />
Indonesia (IAGI)/NPA : 5644 dan Sebagai anggota Masyarakat<br />
Geowisata Indonesia (MAGI).Ujang Kurdiawan dapat<br />
dihubungi melalui e-mail: kurdiawan.geost08@gmail.com