27.07.2019 Views

E-BOOKLET

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

KATA PENGANTAR<br />

Puja dan Puji Syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang<br />

telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga<br />

penyusunan e-booklet sejarah lokal Perkembangan<br />

Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini akhirnya dapat<br />

terselesaikan. Pembuatan dan penyusunan e-booklet ini<br />

bertujuan untuk membantu proses belajar serta mengajar<br />

dalam mata pelajaran sejarah Indonesia dan menambah<br />

wawasan peserta didik mengenai sejarah lokal Perkembangan<br />

Pemerintahan Kota Blitar.<br />

E-booklet ini dapat terselesaikan dengan baik tentu tidak<br />

terlepas dari bantuan semua pihak. Oleh karena itu, penyusun<br />

menyampaikan ucapan terimakasih kepada :<br />

1. Dr. Dewa Agung Gede Agung, M.Hum, selaku pembimbing<br />

skripsi<br />

2. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan<br />

e-booklet ini.<br />

Penyusun menyadari e-booklet yang dibuat ini masih jauh<br />

dari kesempurnaan, oleh karena itu penyusun mengharapkan<br />

saran dan kritik demi perbaikan e-booklet selanjutnya. Semoga<br />

e-booklet ini dapat bermanfaat untuk semua pihak.<br />

Blitar, Agustus 2019<br />

Penyusun


Petunjuk penggunaan<br />

1. Pelajari daftar isi e-booklet, kompetensi<br />

dasar serta indikator<br />

2. Baca dan pahami mengenai uraian materi<br />

yang tersaji pada setiap bab pembahasan<br />

kegiatan belajar<br />

3. E-booklet terdiri dari 4 bab pembahasan<br />

kegiatan belajar<br />

4. Catatlah kesulitan yang anda dapat dalam<br />

buku catatan atau lembar catatan dan<br />

tanyakan pada akhir kegiatan<br />

pembelajaran.<br />

5. Bacalah sumber yang relevan dengan<br />

materi e-booklet untuk menambah<br />

wawasan kalian.<br />

Selamat<br />

membaca anak<br />

anak!


Kompetensi dasar dan indikator<br />

1. Menganalisis proses masuk dan<br />

perkembangan penjajahan bangsa Eropa<br />

(Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris) ke<br />

Indonesia<br />

Indikator :<br />

Menelaah dan memahami proses<br />

masuk dan berkembangnya Bangsa<br />

barat di Kota Blitar 1906-1945<br />

2. Menganalisis dampak politik, budaya,<br />

sosial, ekonomi, dan pendidikan masa<br />

penjajahan bangsa Eropa (Portugis,<br />

Spanyol, Belanda, Inggris) dalam<br />

kehidupan bangsa Indonesia masa kini.<br />

Indikator :<br />

Menelaah dan memahami dampak<br />

politik, budaya, sosial, ekonomi, dan<br />

pendidikan sama penjajahan bangsa<br />

Eropa (Portugis, Spanyol, Belanda,<br />

Inggris) dalam kehidupan bangsa<br />

Indonesia masa kini.


Kompetensi dasar dan indikator<br />

3. Menganalisis peristiwa pembentukan<br />

pemerintahan Republik pada awal<br />

kemerdekaan dan maknanya bagi<br />

kehidupan kebangsaan Indonesia masa<br />

kini<br />

Indikator :<br />

a. Menelaah, mengindentifikasi<br />

dan memahami<br />

perkembangan<br />

pemerintahan Kota Blitar<br />

1945-1965<br />

b. Menelaah, mengidentifikasi<br />

dan memahami<br />

perkembangan<br />

pemerintahan Kota Blitar<br />

tahun 1965-1990<br />

c. Menelaah, mengidentifikasi<br />

perkembangan<br />

pemerintahan Kota Blitar<br />

tahun 1990-2016


Tujuan mempelajari e-booklet<br />

Setelah mempelajari e-booklet sejarah perkembangan<br />

pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini anda diharapkan<br />

memiliki kemampuan dalam :<br />

1. Mengamati melalui membaca, menelaah dan memahami<br />

e-booklet mengenai perkembangan Kota Blitar dan<br />

pengaruhnya terhadap kehidupan di masa kini<br />

2. Mengajukan pertanyaan atau berdiskusi untuk<br />

mendapatkan klarifikasi dan pendalaman mengenai<br />

perkembangan Kota Blitar dan pengaruhnya terhadap<br />

kehidupan masa kini.<br />

3. Mengumpulkan data lanjutan dan sumber yang relevan<br />

terkait pembahasan dan hasil diskusi mengenai<br />

perkembangan Kota Blitar<br />

4. Mengasosiasikan dengan mengidentifikasi dan<br />

menganalisis informasi dari berbagai sumber mengenai<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar<br />

5. Mengkomunikasikan hasil identifikasi dan analisis<br />

dalam bentuk menarik kesimpulan akhir mengenai<br />

perkembangan Kota Blitar<br />

Selain itu dengan mempelajari e-<br />

booklet sejarah perkembangan<br />

pemerintahan Kota Blitar 1906-2016<br />

ini tujuan lainnya yang diharapkan<br />

yaitu :


Tujuan mempelajari e-booklet<br />

1. Setelah membaca dan memahami isi e-booklet sejarah<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini<br />

peserta didik dapat secara mandiri mampu<br />

menguraikan proses masuk dan berkembangnya<br />

bangsa Barat dan pendudukan Jepang di Kota Blitar<br />

tahun 1906-1945<br />

2. Setelah membaca dan memahami isi e-booklet sejarah<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini<br />

peserta didik dapat secara mandiri mampu<br />

menguraikan perkembangan pemerintahan Kota Blitar<br />

tahun 1945-1965<br />

3. Setelah membaca dan memahami isi e-booklet sejarah<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini<br />

peserta didik secara mandiri mampu menguraikan<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar tahun 1965-<br />

1990<br />

4. Setelah membaca dan memahami isi e-booklet sejarah<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 ini<br />

peserta didik secara mandiri mampu menguraikan<br />

perkembangan pemerintahan Kota Blitar tahun 1990-<br />

2016


Daftar istilah/kosakata<br />

VOC<br />

Vereenigde Oostindische Compagnie, Kongsi<br />

dagang atau persekutuan dagang Belanda di<br />

Hindia Belanda dan Asia Tenggara<br />

Gemeente<br />

Istilah untuk menyebut Kota pada masa<br />

pemerintahan Hindia Belanda yang diberi<br />

otonomi terbatas<br />

Stadgemeente<br />

Istilah untuk menyebut Kota pada masa<br />

pemerintahan Hindia Belanda yang diberi<br />

otonomi penuh untuk mengatur daerahnya<br />

Karesidenan<br />

Pembagian administratif dalam sebuah provinsi<br />

masa Hindia Belanda


Daftar istilah/kosakata<br />

Osamu Seirei<br />

Lembaran resmi yang berisi perundangundangan,<br />

referensi pemuatan segala bentuk<br />

pengumuman yang dikeluarkan oleh<br />

pemerintahan Balatentara Jepang.<br />

Pemekaran Wilayah<br />

Pembentukan wilayah administratif baru tanpa<br />

menambah luas wilayah<br />

Penambahan Wilayah<br />

Penambahan wilayah yang dilakukan suatu<br />

daerah dengan menambah wilayah daerah lain.<br />

Otonomi Daerah<br />

Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom<br />

untuk mengatur dan mengurus kepentingan<br />

masyarakat setempat sesuai dengan<br />

peraturan perundang-undangan


Daftar isi e-booklet<br />

Sekilas Tentang Kota Blitar<br />

Hal. 1<br />

Pemerintahan Kota Blitar 1906-1945<br />

Hal. 2<br />

Pemerintahan Kota Blitar 1945-1965<br />

Hal. 28<br />

Pemerintahan Kota Blitar 1965-1990<br />

Hal. 30<br />

Pemerintahan Kota Blitar 1990-2016<br />

Hal. 34


Sekilas tentang Kota Blitar<br />

Kota Blitar merupakan salah satu<br />

kota yang berada di Provinsi Jawa Timur.<br />

Wilayah Kota Blitar merupakan wilayah<br />

terkecil kedua setelah Kota Mojokerto.<br />

Terletak di sekitar 167 km sebelah barat daya<br />

Surabaya dan 80 km sebelah barat Malang.<br />

Kota Blitar terdiri dari 3 Kecamatan yaitu Sananwetan,<br />

Kepanjenkidul, dan Sukorejo dengan luas wilayah 32,57 km 2<br />

serta berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Blitar<br />

dan secara geografis wilayah Kota Blitar terletak 112°14' - 112°28'<br />

Bujur Timur dan 8°2' - 8°8' Lintang Selatan.<br />

Gambar 1.1 Peta Kota Blitar<br />

(Sumber : Maps 2019 google.com)<br />

Kota Blitar dikenal dengan sebutan Kota Patria, Kota Lahar, dan<br />

Kota Proklamator. Kota Blitar secara legal-formal didirikan<br />

pada tanggal 1 April 1906. Sehingga pada tanggal 1 April<br />

diperingati sebagai hari jadi Kota Blitar.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 1


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Pada tahun 1799 VOC dinyatakan bangkut,<br />

untuk itu aset yang tidak bergerak milik VOC<br />

menjadi milik negara. Aset tersebut kemudian<br />

menjadi milik Kerajaan Belanda dan menjadi<br />

cikal bakal berdirinya Negeri Kolonial Belanda<br />

pada tahun 1817 (Leirissa & Soejono, 2010:52)<br />

Dengan bangkrutnya VOC, maka Indonesia menjadi wilayah<br />

jajahan Belanda dan salah satu dampak dari pemerintahan<br />

Kolonial Belanda adalah terjadinya perubahan struktur<br />

pemerintahan di Indonesia. Puncaknya adalah penerapan<br />

Undang-Undang Desentralisasi 1903 yang berimplikasi pada<br />

pemberian status otonomi pada daerah-daerah di Indonesia<br />

(Hudiyanto, 2011:53).<br />

Adanya penerapan undang tersebut membuat kota-kota<br />

di Indonesia yang memenuhi syarat dirubah statusnya menjadi<br />

Gemeente.<br />

Gemeente itu merupakan pemberian<br />

otonomi terbatas, sedangkan<br />

Staadsgemeente merupakan pemberian<br />

otonomi secara penuh.<br />

Bagaimana sudah mengerti, kan?<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 2


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Blitar merupakan salah satu kota yang<br />

berada di Provinsi Jawa Timur. Blitar<br />

berdiri sebagai sebuah kotapraja<br />

(gemeente) pada 01 April 1906 melalui<br />

penetapan Staatblad Van Nederlansche<br />

Indie Nomor 150 tahun 1906.<br />

Gambar 1.2 Logo<br />

Gemeente Blitar 1930<br />

(Sumber : ngw.nl)<br />

Staatsblad berarti lembaran yang dalam istilah bahasa Inggris<br />

sama artinya dengan Statue Book. Staatsblad adalah buku<br />

penerbitan resmi yang berisi tentang perundang-undangan<br />

baru sebagai alat<br />

pengumuman pemerintah<br />

agar masyarakat luas<br />

mengetahuinya. Staatsblad<br />

biasa disingkat Stbl.<br />

Identitas Staatsblad yang<br />

sering dipakai sebagai<br />

sumber perundangundangan<br />

hanya<br />

mencantumkan tahun dan<br />

nomornya (Yan Pramadya<br />

Puspa, 1977:533, Tim<br />

Penulis Blitar, 2008:92).<br />

Gambar 1.3 contoh Staatsblad<br />

Van Nederlandsche Indie<br />

(Sumber : Arsip Jawa Timur)<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 3


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Luas wilayah Kotapraja Blitar saat itu seluas 6,5 km 2 .<br />

Pusat pemerintahan pada awalnya hanya meliputi lebih kurang<br />

2,5 km 2 . Secara berangsur wilayah Kotapraja Blitar<br />

dikembangkan kearah utara hingga Jurang sembot dan Bendo,<br />

keselatan kampung baru, Bamban (Karangsari) dan Plosokerep,<br />

ketimur Gebang, Sidorejo, Bendogerit dan Karanglo, kebarat<br />

Dawuhan dan Sudimoro (Dimoro). Dengan demikian ketika<br />

terjadi pembentukan Gemeente Blitar di tahun 1907 wilayahnya<br />

telah mencapai luas 6,5 km2.<br />

Gemeente Blitar dipimpin<br />

oleh seorang Belanda yang disebut<br />

Burgemeester atau Walikota, dan<br />

untuk pertama kalinya dirangkap<br />

oleh Assisten Residen Blitar yang<br />

bernama Th.J. Cathero.<br />

Penyelenggaraan birokrasi<br />

dilakukan di rumah dinas sekaligus<br />

kantor asisten residen lama<br />

(sekarang Kantor Walikota Blitar),<br />

namun berpindah dengan<br />

dibangunnya Kantor Burgemeester<br />

atau Staatdhuis (sekarang gedung<br />

DPRD Kota Blitar).<br />

Menjelang tahun 1928, Gemeente pernah menjadi Kota<br />

Karesidenan dengan nama residensi Blitar.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 4


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.3 Peta Administrasi Kota Blitar<br />

(Sumber :<br />

petatematikindo.files.wordpress.com/2015/03/ad<br />

ministrasi-kota-blitar-a11.jpg?w=551&h=781)<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 5


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Menjelang tahun 1928, Gemeente Blitar<br />

pernah menjadi Kota Karesidenan dengan<br />

nama residensi Blitar, tetapi status<br />

tersebut tidak berlangsung lama.<br />

Berdasarkan Staatsblad No. 447 tahun<br />

1928, Blitar ditetapkan kembali menjadi<br />

Gemeente Blitar dengan J.H. Boestra<br />

sebagai Burgeemester yang merangkap<br />

sebagai Assisten Residen Kediri di Blitar.<br />

Gambar 1.4 J.H. Boestra,<br />

Burgemeester Blitar<br />

(Sumber : halomalang.com)<br />

Luas wilayah Kotapraja Blitar dikembangkan menjadi 16,1 Km 2<br />

yang meliputi 12 desa yaitu Kepanjen Lor, Kepanjen Kidul,<br />

Kauman, Bendo, Sentul, Plosokerep, Karang tengah,<br />

Sananwetan, Bendogerit, Karangsari, Sukorejo, dan Turi.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 6


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.5 Kantor Asisten Residen Blitar tampak<br />

dari depan dan belakang<br />

(Sumber : colonialarchitecture.eu)<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 7


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.7 Ruas Jalan Heerenstraat<br />

(sekarang ruas Jalan Merdeka, Blitar)<br />

(Sumber : Maps 2019, google.com)<br />

Infrastruktur juga mulai<br />

dikembangkan dan<br />

dibangun pada masa<br />

gemeente guna menunjang<br />

kehidupan dan tata<br />

Kotapraja. Pembangunan<br />

infrastruktur yang ada di<br />

Kotapraja Blitar antara lain<br />

ruas jalan Heerenstraat<br />

(sekarang Jalan Merdeka).<br />

Poros pusat pemerintahan<br />

yang dilalui jalan<br />

Heerenstraat terdapat alunalun.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 8


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Alun-alun sering menjadi tempat kegiatan kemasyarakatan dan<br />

hiburan untuk rakyat, pada masa itu hiburan rampongan macan<br />

merupakan contoh kegiatan hiburan rakyat yang sering<br />

diadakan di Alun-alun. Selain Alun-Alun, di Kota Blitar juga<br />

dibangun bangunan untuk penyelenggaraan pendidikan.<br />

Pembaharuan pendidikan di Hindia Belanda<br />

dilaksanakan karena adanya politik etis. Politik<br />

etis merupakan politik yang bertujuan untuk<br />

melunasi hutang “balas budi” Pemerintah Kolonial<br />

terhadap penduduk tanah jajahannya di Hindia<br />

Belanda. Penerapan politik ini menekankan pada<br />

tiga progam, yaitu pengairan, pendidikan dan<br />

perpinahan penduduk.<br />

(Ricklefs, 2008:327-328)<br />

Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi anak-anak<br />

Belanda dan para bangsawan, maka didirikan Eropesche Lagere<br />

Shool/ELS, dengan lama belajar 7 tahun. Bangunan ELS Blitar<br />

saat ini yaitu gedung SMPN 1 Blitar. Selain ELS, terdapat pula<br />

beberapa sekolah pribumi yang didirikan oleh Belanda.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 9


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.8 Alun-Alun Blitar Tahun 1900-an<br />

(Sumber : Tropen Museum)<br />

Selain ELS, terdapat pula beberapa sekolah<br />

pribumi yang didirikan oleh Belanda (sekarang<br />

bangunan sekolah pribumi Blitar yaitu SD<br />

Sentul, SD Kepanjenkidul, dan SD Bendogerit<br />

I). Pendidikan pribumi dipilah menjadi dua<br />

kategori yaitu sekolah kelas satu (Schoolen de<br />

eerste klasse) dan sekolah kelas dua “ongko<br />

loro” (Schoolen de twede klasse)<br />

(Tim Penulisan Blitar, 2008:106-107)<br />

.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 10


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.9 Pertunjukan Rampongan Macan di Alun-Alun<br />

Blitar<br />

(Sumber : colonialarchitecture.eu)<br />

Selain itu untuk memenuhi kebutuhan tenaga guru<br />

dibuka sekolah guru desa (Normal school) diberbagai tempat<br />

termasuk Blitar.<br />

Gambar 1.10<br />

De Holandsch-<br />

Inlandsche<br />

Kweekschool<br />

Blitar<br />

(Sumber :<br />

Tropen<br />

museum)<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 11


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Di Blitar sekolah guru terdiri dari dua sekolah yaitu<br />

Meiyes Normal School atau sekolah guru desa putri (sekarang<br />

menjadi gedung kampus III Universitas Negeri Blitar). Sekolah<br />

guru desa yang kedua Jongens Normal School atau sekolah guru<br />

desa laki-laki (sekarang SMAN 1 Blitar).<br />

Gambar 1.11 Gedung Meiyes Normal School<br />

(sekarang menjadi gedung kampus III Universitas Negeri<br />

Malang)<br />

(Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id)<br />

Kesibukan pemerintah mengurus sekolah pribumi<br />

membuat masyarakat Cina merasa tidak dipedulikan, akhirnya<br />

membuat sekolah sendiri dengan Choeng Hwa Cheong Hwi,<br />

dengan lama belajar 7 tahun. Merasa kecolongan akhirnya<br />

pemerintah membentuk sekolah asar berbahasa Belanda bagi<br />

anak-anak Cina yaitu Holandsch Chineesche School/HCS<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 12


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

(Sekarang SMPN 2 Blitar). Sekolah Dasar Kelas I diresmikan<br />

menjadi sekolah Dasar pribumi berbahasa Belanda yaitu<br />

Holandsche Indische School/HIS (yang sekarang menjadi SD<br />

Bendogerit 1). Selain itu didirikan pula Meer Uitgebreid Lager<br />

Onderwijs/MULO (sekarang bangunan kompleksnya menjadi<br />

SMPN 3,5,6 Blitar).<br />

Gambar 1.12 Gedung Jongens Normal School (Sekarang<br />

menjadi SMAN 1 Blitar)<br />

(Sumber : google.co.id)<br />

Selain itu, para misionaris agama katholik<br />

mendirikan yayasan Yohanes Gabriel<br />

(Yohanes Gabrielstichting). Sesuai dengan<br />

tujuan pendirian yayasan yang difokuskan<br />

pada bidang pendidikan, maka dibuka HIS<br />

Katholik Blitar sebagai sekolah yang<br />

didirikan yayasan (sekarang menjadi SMAK<br />

Diponegoro Blitar).<br />

INFO<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 13


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Berikutnya selain mendirikan sekolah, pada hari raya<br />

pantekosta tanggal 24 Mei 1931 didirikan sebuah gereja Blitar<br />

(sekarang Gereja Katholik Paroki Santo Yusup).<br />

Gambar 1.13 Gereja Paroki Santo Yusup Blitar<br />

(Sumber : google.co.id)<br />

Pembangunan infrastruktur lainnya seperti<br />

kantor, saluran-saluran irigasi, jalan dan<br />

jembatan, perumahan, taman kota serta<br />

bangunan publik lainnya, secara arsitek<br />

dan bangunan peninggalan kolonial telah<br />

memberikan kontribusi untuk<br />

perkembangan Kota Blitar hingga saat ini.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 14


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Seperti Stasiun Blitar, dibangunnya<br />

stasiun memudahkan akses untuk ekspor<br />

dan impor produk industri karena Blitar<br />

telah dihubungkan dengan kereta api<br />

sejak 1884, melalui Tulungagung-Kediri-<br />

Kertosono-Surabaya. Pembangunan<br />

kereta api menjadi pendukung utama<br />

distribusi produk industri sampai ke<br />

pelabuhan ekspor (Sasmita, 2011:5).<br />

Industri jasa komunikasi juga telah<br />

dibangun pada masa itu di Blitar, seperti<br />

kantor pos. Dioperasikannya kantor pos<br />

di Blitar, dilakukan hubungan pos<br />

dengan kantor pos Nganjuk. Hal tersebut<br />

diperkuat dengan layanan pos kuda yang<br />

menghubungkan Nganjuk-Kediri-Blitar.<br />

Jaringan tersebut terus meluas, antara<br />

lain dengan Kantor Pos Pembantu<br />

Kertosono dan daerah-daerah lainnya<br />

setelah semakin terbukanya dan<br />

lancarnya jalur transportasi dasar. Selain<br />

kantor pos, untuk menunjang pelayanan<br />

publik, dibangun bangunan pelayanan<br />

publik.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 15


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Untuk menunjang pelayanan publik dibangun pula bangunan<br />

seperti pengadilan negeri atau yang disebut dengan landraad.<br />

Landraad merupakan badan<br />

pengadilan yang di bentuk kota<br />

atau kabupaten maupun kota lain<br />

dan memiliki kewenangan dalam<br />

mengadili perkara perata dan<br />

pidana.<br />

Gambar 1.14 Bekas Kantor Landraad atau Pengadilan<br />

Negeri Blitar<br />

(Sumber : kebudayaan.kemdikbud.go.id)<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 16


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Disamping bangunan pengadilan, pemerintah gemeente Blitar<br />

juga membangun rumah potong hewan serta rumah dinas bagi<br />

kepala rumah potong hewan atau yang disebut dengan<br />

keurmeester. Selain itu untuk menunjang pelayanan kesehatan,<br />

dibangun pula rumah sakit serta klinik-klinik kesehatan.<br />

Gambar 1.15 Hotel Centrum<br />

(sekarang dikenal sebagai Hotel Tugu Sri Lestari)<br />

(Sumber : jelajahblitar.com)<br />

Info<br />

Terdapat pula setidaknya tiga<br />

hotel yang namanya dikenal<br />

sepanjang masa kolonial Hindia<br />

Belanda, yaitu Hotel Chemin de<br />

Fer, Hotel Van Rheeden, dan Hotel<br />

Centrum.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 17


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Hotel Chemin de Fer merupakan salah satu hotel yang berada<br />

dekat dan selalu berhubungan dengan jalur kereta api. Letak<br />

hotel Chemin de Fer tidak jauh dari stasiun KA Blitar (sekarang<br />

menjadi bank BNI Blitar).<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 18


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Hotel Van Rheeden merupakan dua dari tiga hotel<br />

yang juga terkenal di Kota Blitar pada masa kolonial<br />

Belanda. Letak Hotel Van Rheeden berada disebelah<br />

utara dan satu lintasan jalan Hereenstrat (Hotel ini<br />

sudah tidak dapat ditemukan lagi bekasnya, namun<br />

lokasi saat ini merupakan gedung DPRD Kota Blitar).<br />

Terakhir adalah Hotel Centrum yang memiliki gaya<br />

bangunan Indisch dan saat ini lebih dikenal engan<br />

Hotel Tugu-Sri Lestari.<br />

Dari Gemeente menjadi Blitar- Shi<br />

Pada 8 Maret 1942, Gubernur Jendral Jonkheer Tjarda Van<br />

Starkenborgh Stachouwer bersama Letnan Hein ter Poorten,<br />

Panglima tertinggi Hindia Belanda datang ke Kalijati dan<br />

melakukan perundingan dengan pihak tentara Jepang yang<br />

diwakili langsung oleh Letnan Jendral Immamura.<br />

Melalui perundingan tersebut menandai<br />

berakhirnya pemerintahan Hindia-Belanda<br />

dan dimulai masa penjajahan Jepang dengan<br />

menyerahnya Belanda kepada Jepang.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 19


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Hudiyanto (2011:63) menuliskan bahwa pemerintahan Kolonial<br />

Belanda ditopang oleh kekuasaan bangsa kulit putih dan<br />

cenderung menggunakan cara halus. Berbeda dengan masa<br />

kekuasaan Jepang yang menggunakan cara kasar dan dinamis.<br />

Sekitar bulan Agustus 1942, pemerintahan<br />

balatentara Jepang mengeluarkan Undang-Undang<br />

dengan Osamu Seirei. Berdasarkan Osamu Seirei,<br />

struktur pemerintahan pada masa pendudukan<br />

Jepang dibagi ke dalam beberapa istilah. Yaitu<br />

antara lain sebagai berikut :<br />

Pemerintahan<br />

Masa Jepang<br />

Pengertian<br />

Kepala<br />

Pemerintahan<br />

Shu<br />

Daerah seluas Shucokan<br />

Residen namun<br />

kekuasaannya<br />

sama dengan<br />

gubernur<br />

Shi Kotamadya Shico<br />

Ken Kabupaten Kenco<br />

Gun<br />

Kawedanan<br />

Gunco<br />

(distrik)<br />

Son<br />

Kecamatan<br />

Sonco<br />

(ondedistrik)<br />

Ku Keluarahan (desa) Kuco<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 20


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Pemerintahan Kota Blitar berubah dan dilakukan re-organisasi<br />

besar-besaran. Berdasarkan Osamu Seirei, Gemente Blitar<br />

diubah menjadi Blitar Shi dengan walikota yang disebut Shico.<br />

Pada masa pemerintahn Blitar Shi, Blitar memiliki luas 16,1 km2<br />

dan jumlah penduduk mencapai 45.000 jiwa. Pembangunan<br />

Kotapraja Blitar pada masa itu nyaris tidak ada. Beberapa pusat<br />

penyelenggaraan pendidikan dipergunakan sebagai markas<br />

militer (salah satu tempat yaitu Osvia-Mulo yang dipergunakan<br />

sebagai markas PETA Blitar).<br />

Pemberontakan peta blitar<br />

Masa Pendudukan Jepang yang berlangsung tiga<br />

setengah tahun menggoncangkan bukan hanya<br />

sendi-sendi pemerintahan Hindia Belanda,<br />

melainkan juga strukur masyarakat Indonesia<br />

sendiri. Pemerintahan balatentara membuat siasat<br />

baru dengan mempersiapkan segala sesuatunya<br />

guna membangkitkan perlawanan yang lebih luas di<br />

sepanjang bekas kekuasaan Hindia, dengan<br />

mengerahkan sebanyak-banyaknya rakyat pribumi<br />

diajak bersama-sama Dai Nippon memerangi pihak<br />

sekutu, menggunakan semboyan “Hidup dibawah<br />

lindungan saudara tua” (Tim Penulis Blitar,<br />

2008:165)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Tentara Kesatuan Pembela<br />

Tanah Air atau PETA adalah<br />

kesatuan militer yang dibentuk Jepang<br />

berdasarkan keputusan Saiko Sikikan<br />

dan Letjen Kumakitji Harada tentang<br />

pembentukan pasukan sukarela untuk<br />

mempertahankan tanah air dari<br />

serangan sekutu, sesuai dengan undangundang<br />

Osamu Seirei No.44 tertanggal 3<br />

Oktober 1943. Jepang merekrut para<br />

pemuda Indonesia untuk dijadikan<br />

tentara teritorial guna mempertahankan<br />

Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera sebagai<br />

antisipasi jika terjadi penyerangan yang<br />

dilakukan oleh pasukan Sekutu yang<br />

berada di Front Pertmpuran Asia Pasifik<br />

pada Perang Dunia II. Lahirnya PETA<br />

merupakan realisasi politik perjuangan<br />

para tokoh nasional untuk menyusun<br />

suatu kelengkapan kekuatan inti dalam<br />

menyongsong kemerdekaan bangsa<br />

Indonesia.


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.17 Poster<br />

Propaganda PETA<br />

(Sumber :<br />

hariansejarah.id)<br />

Kepala barisan<br />

dinamakan Daindancho,<br />

Kepala bawahnya<br />

disebut Sjodancho<br />

(pemimpin kompi), dan<br />

Budancho untuk<br />

pimpinan peleton,<br />

semuanya merupakan<br />

orang Indonesia. Dalam<br />

perjalanan ke tempattempat,<br />

anggota PETA<br />

Blitar melihat segala<br />

jenis penderitaan<br />

rakyat. Di tempat kerja<br />

mereka melihat nasib<br />

para romusha yang<br />

diperlakukan tidak<br />

sebagai manusia,<br />

timbul rasa berontak yang mendendam (Tim Penulis Blitar,<br />

2008:165; hariansejarah.id, 2019). Tepatnya pada tanggal 14<br />

Februari 1945 pukul 03.30 meletuslah pemberontakan PETA<br />

Blitar yang dipimpin oleh Sjodancho Soepriyadi.<br />

Booklet Sejarah Lokal Perkembangan Pemerintahan Kota Blitar 1906-2016 23


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.18 Monumen PETA Blitar<br />

(Sumber : google.co.id)<br />

Para tentara PETA Blitar yakin dan<br />

menginsyafi bahwa mereka akan<br />

menghadapi resiko yang sangat berat<br />

apabila melakukan pemberontakan terhadap<br />

Balatentara Jepang, namun dorongan untuk<br />

membela dan membebaskan bangsa dan<br />

tanah airnya dari peninasan dan penjajahan<br />

balatentara Jeoang telah memanggil jiwa<br />

para tentara untuk melakukan<br />

pemberontakan walaupun dengan segala<br />

resiko yang mereka hadapi.


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Dengan semangat juang pantang menyerah tentara PETA<br />

melakukan pemberontakan guna membebaskan tanah air serta<br />

bangsanya. Dengan kekuatan yang sama sekali tidak seimbang,<br />

maka perjuangan pasukan tentara PETA dapat dikalahkan oleh<br />

Balatentara Jepang. Operasi penindakan pemberontakan<br />

dipimpin Kolonel Katagiri yang banyak pengalaman bertempur<br />

dalam Perang Dunia I dan II. Daidan Blitar diduduki dan<br />

pemberontakan dapat ditumpas. Walaupun usaha perjuangan<br />

tentara PETA Blitar mengalami kekalahan, namun semangat dan<br />

jiwa patriotisme untuk membela bangsa dan tanah air sangat<br />

penting untuk diketahui dan dihayati oleh generasi muda dan<br />

generasi seterusnya.


Pemerintahan kota Blitar<br />

1906-1945<br />

Gambar 1.18 Kantor Pos dan Stasiun Kereta<br />

Api Blitar<br />

(Sumber : KITLV)<br />

Gambar 1.18 Perempatan Lovi 1930. Terlihat<br />

adanya tiang jaringan listrik disisi kanan.<br />

(Sumber : KITLV)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1945-1965<br />

Kekuasaan Jepang selama 3,5 tahun di Indonesia<br />

berakhir dengan menyerahnya Jepang kepada<br />

sekutu 14 Agustus 1945 setelah dua kota<br />

penting, yaitu Hiroshima dan Nagasaki luluh<br />

lantah setelah dijatuhi bom atom oleh pihak<br />

sekutu. Kabar menyerahnya Jepang kepada<br />

pihak sekutu didengar oleh golongan muda.<br />

Dengan adanya kabar tersebut membuat golongan muda<br />

mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan<br />

kemerdekaan Indonesia. Setelah melalui proses yang cukup<br />

sulit, akhirnya Indonesia berhasil memproklamasikan<br />

kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.<br />

Pada periode ini Kotapraja Blitar<br />

mengalami perubahan penyebutan<br />

dan tatanan pemerintahannya. Sejak<br />

kemerdekaan Republik Indonesia<br />

Tahun 1945.


Pemerintahan kota Blitar<br />

1945-1965<br />

Sejak kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1945,<br />

berdasarkan Undang Undang Nomor 22 tahun 1949 Kotapraja<br />

Blitar disebut Kota Blitar.<br />

Info<br />

Kota Blitar pada tahun 1949<br />

wilayahnya hanya seluas satu<br />

kecamatan yaitu 16,1 km 2 .<br />

Roda Pemerintahan dilakukan di Jalan Cokroaminoto bersamasama<br />

dengan Dinas Peternakan Kabupaten Blitar. Seiring<br />

dengan perkembangan, Kota Blitar mengalami pemerkaran<br />

menjadi tiga kecamatan yang meliputi Kecamatan Sananwetan,<br />

Kecamatan Kepanjen kidul, dan Kecamatan Sukorejo.<br />

Berdasarkan Undang Undang nomor 17 tahun 1950, Kota Blitar<br />

mengalami perubahan dengan nama Kota kecil Blitar, meskipun<br />

kedudukan dan tempat penyelenggaraan roda pemerintahan<br />

tetap sama seperti semula.<br />

Gambar 2.1 Logo Kota Blitar (Krida Hangudi<br />

Jaya)<br />

(Sumber : blitarkota.go.id)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1945-1965<br />

Tahun 1950, Indonesia memasuki masa RIS (Republik Indonesia<br />

Serikat) dimana pada tahun tersebut Presiden Soekarno<br />

memberlakukan konstitusi UUDS 1950. Disebut UUDS karena<br />

Kota Blitar saat itu dapat dipastikan menggunakan istilah<br />

Kotamadya Blitar, dengan pemerintahan daerah yang terdiri<br />

dari Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah.<br />

Berdasarkan Undang Undang Nomor 1 Tahun 1957,<br />

kota kecil Blitar berubah menjadi Kotapraja Blitar.<br />

Perkembangan Kotapraja Blitar dapat dikatakan tidak<br />

begitu mencolok selain jumlah penduduknya yang<br />

semakin bertambah. Selanjutnya dalam Undang<br />

Undang Nomor 18 Tahun 1965, menetapkan Kotapraja<br />

Blitar dengan nama “Kota Madya Blitar” dengan luas<br />

wilayah 16,1 dan jumlah penduduknya 73.143 jiwa.<br />

Walikota yang pernah menjabat pada periode 1945-1965<br />

1. Soeroso Harsono (1945-1947)<br />

2. Soenarjo Adiprojo (1947-1948)<br />

3. Soenardjo (1948)<br />

4. Soetardji (1949-1950)<br />

5. R. Ismaoen Danoe Soesastro<br />

(1950-1953)<br />

6. R. Koesmadi (1960-1964)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1965-1990<br />

Setelah pemerintahan presiden Soekarno berakhir, aturan<br />

pemerintah daerah pun berganti dengan diterapkannya<br />

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974, Kota Blitar merupakan<br />

wilayah Kotamadya Daerah Tingkah II.<br />

Kotamadya Daerah Tingkat II<br />

merupakan daerah dengan<br />

jumlah penduduk 500.000<br />

sampai 1.000 jiwa. (Sapto,<br />

2012:7)<br />

Pada tahun 1982 Kota Blitar melakukan pemekaran wilayah yang<br />

disahkan dengan Peraturan Pemerintah nomor 48 Tahun 1982<br />

tentang perubahan batas wilayah daerah tingkat II Blitar. Luas<br />

wilayah Kotamadya Blitar yang semula seluas 16,101 km 2 dengan<br />

satu kecamatan yaitu Kecamatan Sananwetan, mengalami<br />

perkembangan kota mengarah ke arah luar kota.<br />

Info<br />

Perkembangan ke arah luar ini<br />

meliputi daerah-daerah yang tepat<br />

berada disekitar perbatasan<br />

Kotamadya Blitar dan Kabupaten<br />

Blitar


Pemerintahan kota Blitar<br />

1965-1990<br />

Pemerekaran dan perluasan di Kotamadya Blitar meliputi 3<br />

wilayah kecamatan, antara lain :<br />

1. Kecamatan Kepanjen Kidul dengan pusat pemerintahan<br />

yang berkedudukan di Kepanjen Kidul, yang terdiri dari :<br />

2. Kecamatan Sukorejo dengan pusat pemerintahan yang<br />

berkedudukan di Sukorejo, yang terdiri dari :


Pemerintahan kota Blitar<br />

1965-1990<br />

3. Kecamatan Sananwetan dengan pusat pemerintahan<br />

yang berkedudukan di Sananwetan, yang terdiri dari ;<br />

Dengan perluasan wilayah tersebut, luas wilayah Kota Blitar<br />

menjadi 32,578 km 2 dengan 3 Kecamatan dan 20 Kelurahan.<br />

Penambahan tersebut dua kali luas wilayah Kota Blitar<br />

sebelumnya, dimana luas Kotamadya Blitar Tingkat II hanya<br />

mencapai 16,1 km 2 .<br />

Walikota yang pernah menjabat pada<br />

periode 1965-1990<br />

1. Prawiro Koesoemo (1964-1968)<br />

2. Fakhihudin (1968-1969)<br />

3. Soerjadi (1969-1975)<br />

4. Soekiman (1975-1985)<br />

5. Haryono Koesoemo (1985-1990)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1965-1990<br />

Gambar 1.3 Peta Tata Ruang Kota Blitar<br />

(Sumber : https://1.bp.blogspot.com/-<br />

TkJ1Pxe9fh8/VvrK0XLgVdI/AAAAAAAAGIA/qYXEJVr<br />

8fIYsfOzqhPhYXSBxVRkzHkvBw/s1600/01%2BPETA%<br />

2BADMINISTRASI.jpg)


Pemerintahan kota Blitar<br />

1990-2016

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!