Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PSIKOMEDIA
Media Bicara Perilaku
DIGITAL LIFESTYE
Lipsus:
Mindfulness: Meditasi di Tengah
Aktivitas Sehari-hari
POJOK REDAKSI
Oleh: Septania Nurdika Putri
Pemimpin Divisi Redaksi
Saat itu Selasa pagi, tepatnya 11
Agustus 2020. Rapat brainstorming
redaksi sudah dimulai sejak pukul
09.00 WIB. Kegiatan ini khusus dilakukan
Divisi Redaksi untuk memberikan opsi tema
serta topik rubrik produk kami agar
mempermudah brainstorming umum. Ini
adalah brainstorming redaksi ke-3 di tahun
ini, setelah SIKLUS April dan SIKLUS Maba.
Meski menjadi fase penting untuk
produk Psikomedia, pelaksanaan
brainstorming tentu tidak semudah itu.
Faktanya, masih banyak moment of silence
dan kebuntuan yang kami rasakan. Apalagi
dengan pengerjaan yang 100% daring. Kedua
hal ini kadang malah membuat kami
canggung.
Seperti biasa, tantangan dalam
menentukan tema Majalah Psikomedia
adalah kami harus mengusahakan agar tema
tersebut selaras dengan tema yang diangkat
SIKOLASTIK—acara tahunan BPPM
Psikomedia. Di mana tahun ini, SIKOLASTIK
mengangkat tema “Digital Wellness”.
Dengan berbagai kesulitan brainstorming
dan usaha untuk meminimalisasi bahasan
agar tidak terlalu mirip dengan tema
Cyberpsychology yang pernah diangkat
beberapa tahun lalu, akhirnya kami
2
memutuskan untuk mengangkat “Digital
Lifestyle” sebagai tema Majalah Psikomedia
2020.
Meskipun tidak mudah dalam
merumuskannya, secara keseluruhan, kami
merasa tema ini cocok dengan kondisi saat
ini. Terutama di tengah situasi pandemi yang
membuat kita semakin bergantung pada
teknologi digital. Duduk menatap layar
berjam-jam hingga badan lelah, kerjasama
terhambat karena miskomunikasi,
multitasking yang seolah tiada henti, sampai
mengikuti dua video conference di waktu
yang bersamaan. Itu hanyalah beberapa
contoh dari sekian banyaknya dampak yang
mungkin pernah kita alami di masa ini. It
may sound ridiculous, tapi ini sungguh
dialami oleh beberapa orang.
Bagaimanapun juga, selama mendalami
tema ini, banyak temuan yang kami rasa
insightful dan membantu diri kami sendiri
dalam menjaga keseimbangan hidup di era
digital ini. Kami berharap, hal itu berhasil
dituangkan dengan baik dalam majalah kali
ini sehingga juga dapat memberi manfaat
bagi tiap pembaca.
Terima kasih dan selamat membaca!
Majalah Psikomedia 2020
TAJUK RENCANA
Digital Lifestyle, Perubahan, dan Keseimbangan
Oleh: Nur Nisrina Hanif Rifda
Redaktur Pelaksana
Perkembangan teknologi saat ini telah
memberikan banyak kemudahan
dalam hidup manusia, khususnya
melalui dunia digital. Mulai dari kemudahan
akses informasi hingga kemudahan aktivitas
sehari-hari, seperti berbelanja.
Perkembangan teknologi tersebut akhirnya
berpengaruh terhadap perubahan berbagai
gaya hidup (lifestyle) manusia.
Di tengah perubahan yang terjadi
secara cepat dan masif di berbagai aspek
kehidupan manusia, diperlukan adanya
kemampuan lebih dalam hal beradaptasi.
Digital lifestyle atau gaya hidup digital pun
menciptakan sebuah dunia baru yang
terkadang bisa membuat manusia kesulitan
untuk menyeimbangkan antara gaya hidup di
dunia maya dengan gaya hidup di dunia
nyata.
Langkah awal dalam mengasah
kemampuan beradaptasi yaitu dengan
mengidentifikasi berbagai jenis perubahan
yang terjadi. Selanjutnya, kita sebagai
manusia, perlu untuk mengenali diri secara
lebih mendalam agar mampu menentukan
cara yang paling tepat untuk beradaptasi di
tengah gaya hidup serba digital ini. Berbagai
alternatif cara, seperti penerapan
mindfulness hingga social media detox pun
mulai banyak diserukan demi penyebaran
semangat adaptasi tersebut.
Urgensi pemberian informasi tentang
adaptasi terhadap gaya hidup digital
merupakan akar penyusunan majalah
Psikomedia tahun 2020. Terlebih lagi di kala
situasi pandemi Covid-19 yang
mengharuskan masyarakat untuk
beraktivitas secara virtual. Kemampuan
adaptasi menjadi sangat dibutuhkan agar
kesehatan mental masyarakat tetap terjaga,
meskipun berada di tengah situasi yang tidak
biasa.
Oleh karena itu, majalah ini diharapkan
mampu turut menjadi sarana yang baik
untuk menggugah kesadaran masyarakat
mengenai pentingnya adaptasi terhadap
gaya hidup digital. Di samping itu, ditujukan
pula agar masyarakat lebih mampu
mengenali berbagai bentuk perubahan,
sehingga mampu mempersiapkan diri sebaik
mungkin dalam menjaga keseimbangan gaya
hidup digital dengan gaya hidup di dunia
nyata.
Digital Lifestyle 3
DAFTAR ISI
Pojok Redaksi & Tajuk Rencana 2
Digital Lifes tyle, Perubahan, dan Keseimbangan
Fenomena 5
Influencer Media Sosial: Dari Bisnis hingga Politik
Fokus 8
Digital Lifes tyle: Ketika Gaya Hidup Harus Berpacu dengan Teknologi
Lipsus 12
Mindfulness: Meditasi di Tengah Aktivitas Sehari-hari
Humaniora 16
Social Media Detox: Healing-mu dari Kehidupan yang ‘Semu’
Bidik 20
Digital World: A New Future
Opini 22
Dominasi Dopamin di Dunia Digital
Spektrum 24
Dua Faktor Pemicu Fenomena Online Impulse Buying
Profil 27
Rizqona Faqihul Ilma: Antara Dunia Maya dan Dunia Nyata
Fenomena 30
Virality: The Uncontrolled Information
Komik 33
Bung Komet: Kena Tipu Olshop
Takar Sinema 34
HER - Jatuh Cinta dan Patah Hati pada Kemajuan Teknologi
Takar Sinema 36
Black Mirror: Nosedive - Sindiran Tajam bagi Pengguna Media Sosial
FENOMENA
Influencer Media Sosial:
Dari Bisnis Hingga Politik
Oleh : Clarisa Cahyanti Putri
Editor : Hanief Fawzan
Layouter : Andika Rizky
Media sosial dikatakan merevolusi berbagai aspek kehidupan manusia. Mulai
dari cara mengonsumsi berita, bersosialisasi, dan lainnya. Tulisan kali ini
mencoba mengangkat isu bagaimana produk media sosial (influencer)
merasuk ke berbagai lini.
eknologi yang semakin berkembang
memengaruhi pesatnya perkembangan
media sosial. Antarmanusia
dapat terhubung satu sama lain melalui
media sosial sehingga setiap pengguna
media sosial dapat melakukan jejaring
sosial dan saling memengaruhi antarpengguna
dalam berkomunikasi (Zhang dkk.,
2019). Jaringan sosial adalah jaringan kompleks
yang terdiri dari banyak pengguna
dan memiliki hubungan yang kompleks
(Hsin dalam Zhang dkk, 2019). Dalam
jejaring sosial, dampak timbal balik di
antara pengguna adalah hal biasa dan tidak
terhindarkan. Media sosial memberdayakan
publik dengan menyediakan platform
seperti Twitter, Instagram, dan Snapchat
yang memungkinkan individu untuk berbagi
pendapat, wawasan, pengalaman, dan
perspektif dengan orang lain (Marken
dalam Zhao dkk., 2018).
Ketika media sosial belum berkembang,
memanfaatkan tokoh-tokoh terkenal
sebagai bintang iklan radio, televisi, dan
koran dianggap efektif dalam memengaruhi
publik untuk mengonsumsi produk atau jasa
tertentu. Namun, sebuah penelitian
menunjukkan bahwa konsumen cenderung
tidak mengingat iklan tersebut dan lebih
buruk lagi tidak mengingat brand yang
bersangkutan (Talaverna dalam Chopra dkk,
2020). Terlebih lagi konsumen merasa
terganggu dengan iklan tersebut dan
cenderung untuk menghindari melihat
sebuah iklan (Dogtiev dalam Chopra dkk,
2020). Setelah hadir era media sosial,
orang-orang yang sebelumnya memiliki
pengaruh di masyarakat akhirnya dapat
beriklan melalui media sosial pribadi.
Sehingga, banyak bermunculan influencer
media sosial (selanjutnya disebut influencer)
yang memiliki pengaruh di dunia
bisnis dan pemasaran (marketing).
Influencer didefinisikan sebagai seseorang
yang memiliki basis pengikut besar di
media sosial dan terlibat langsung dengan
pengikutnya (Chopra dkk, 2020). Mereka
membuat konten tentang berbagai topik di
media sosial pilihan mereka dan menghasilkan
banyak pengikut yang antusias dan
memperhatikan pandangan mereka.
Seorang influencer bisa siapa saja, mulai
dari fashion blogger di Instagram,
fotografer di Pinterest, hingga pakar
Digital Lifestyle 5
FENOMENA
keamanan dunia maya yang membuat
cuitan di Twitter. Influencer juga memungkinkan
perusahaan untuk meningkatkan
pemasaran produk mereka secara daring
(Chopra dkk, 2020).
Berdasarkan hasil sebuah penelitian,
konsumen lebih memilih untuk mencari
pendapat dari influencer atau orang
terdekat dalam membuat keputusan membeli
suatu produk atau jasa (Chopra dkk,
2020). Tak dapat disangkal influencer kini
memainkan peran penting dalam membentuk
opini konsumen tentang suatu produk
atau brand. Hal ini mendorong pembentukan
influencer-influencer baru dan tentu saja
meningkatkan arus platform media sosial
seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan
media lain sebagai media pemasaran. Produk
dan jasa yang ditawarkan pun beragam
dengan kategori yang lebih diminati bagi
khalayak umum adalah kecantikan, gaya
hidup, dan perjalanan (Chopra dkk, 2020).
6
Akan tetapi, akhir-akhir ini influencer
perlahan mulai merambah ke ranah lain.
Pada awalnya yang hanya berfokus dalam hal
produk dan jasa kini mulai memasuki aspek
politik. Seperti yang dikatakan oleh Dosen
Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta (UMY), Fajar Junaedi bahwa
istilah influencer sebenarnya berasal dari
marketing di bidang ekonomi tetapi sekarang
mulai diadopsi sebagai teknik komunikasi
politik (Gustav, 2020).
Hal ini semakin dipertegas dengan kejadian
beberapa pekan lalu, sekitar 10-12
Agustus 2020 di mana banyak influencer
yang turut mengampanyekan RUU Cipta
Kerja dengan mengunggah tagar Indonesia
butuh kerja melalui media sosial Instagram
dan Twitter. Dalam unggahannya, mereka
meminta masyarakat mendukung RUU Cipta
kerja yang merupakan solusi dari pemerintah
untuk mengatasi masalah ketenagakerjaan.
Mereka juga berpandangan bahwa aturan
hukum tersebut dapat memperlancar aliran
investasi yang dibutuhkan sehingga membuka
banyak lapangan kerja baru bagi
masyarakat. Namun, bukannya menuai
pujian melainkan kritiklah yang didapat
lantaran influencer tersebut mempromosikan
RUU Cipta Kerja yang menjadi polemik
dan dianggap merugikan masyarakat.
Setelah muncul banyak kritik dan menjadi
kontroversi, beberapa influencer pun mulai
mengajukan permintaan maaf melalui media
sosial pribadi mereka. Para influencer
mengaku tidak mengetahui kampanye yang
mereka publikasikan ternyata berkaitan
Majalah Psikomedia 2020
FENOMENA
dengan RUU Cipta Kerja (Gustav, 2020).
Meninjau lebih lanjut, RUU Cipta Kerja
merupakan aturan yang sudah dipersiapkan
Presiden Joko Widodo sejak 2019 lalu yang
dianggap sebagai jalan keluar untuk memperbaiki
berbagai birokrasi yang tumpang
tindih. Pada kenyataannya, RUU Cipta kerja
mendapatkan banyak tentangan lantaran
dinilai membuka ruang untuk eksploitasi dan
memangkas hak-hak para pekerja. Amnesty
International di Indonesia mengkritik
beberapa ketentuan, yaitu penghapusan
upah minimum kabupaten/kota (UMK),
penentuan upah dengan mengacu kebutuhan
hidup layak saat pekerja masih lajang, penghapusan
batas maksimum Perjanjian Kerja
Waktu Tertentu (PKWT), penghapusan beberapa
jenis cuti berbayar (paid leave), dan
memperbolehkan pengusaha mempekerjakan
karyawannya lebih dari 40 jam per
minggu. Berbagai macam kontroversi inilah
yang mengakibatkan RUU Cipta Kerja dinilai
tidak layak untuk didukung apalagi dipromosikan.
Berkaca dari fenomena ini, seorang
influencer seharusnya memiliki kapasitas
dalam memilih sesuatu yang akan dipromosikan
dengan selektif serta memperhitungkan
risiko yang mereka terima. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Berger dan Keller Fay (dalam Zhao dkk,
2018), yang menyatakan bahwa influencer
harus memiliki kredibilitas dan pengetahuan
lebih sehingga dapat membuat konsumen
bersedia untuk mengikuti rekomendasinya.
Selain itu, seorang influencer juga harus
berhati-hati dalam berkonten agar tidak
menimbulkan dampak negatif bagi diri
mereka sendiri (Marwick dalam Coco &
Eckert, 2020). Hal ini tentu bertentangan
dengan kenyataan bahwa influencer tadi
tidak mengetahui apa yang mereka iklankan
sehingga menimbulkan backlash terhadap
diri mereka sendiri. Pada akhirnya, baik
pemasar, influencer, serta konsumen harus
memiliki sikap kehati-hatian dalam memilih
serta menerima apa yang diiklankan sehingga
tidak menimbulkan kerugian bagi pihak
manapun (Wong dalam Zhao dkk, 2018).
Referensi:
Chopra, A., Avhad, V., & Jaju, a. (2020). Influencer
Marketing: An Exploratory Study to Identify
Antecedents of Consumer Behavior of Millennial.
Business Perspectives And Research,
2 2 7 8 5 3 3 7 2 0 9 2 3 4 8 .
https://doi.org/10.1177/2278533720923486
Coco, S., & Eckert, S. (2020). #sponsored: Consumer
insights on social media influencer marketing.
Public Relations Inquiry, 9(2), 177-194.
https://doi.org/10.1177/2046147x20920816
Gustav, J. (2020, Agustus 16). Fenomena Influencer,
Mulai dari Iklan hingga Promosi RUU Cipta Kerja
Halaman all - Kompas.com. KOMPAS.com.
https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/16/
181500665/fenomena-influencer-mulai-dari-iklan-hi
ngga-promosi-ruu-cipta-kerja?page=all.
Novelino, A. (2020, Agustus 08). Polemik RUU Cipta
Kerja, Kecemasan Buruh hingga Promosi Artis.
e k o n o m i .
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200813
103839-532-535219/polemik-ruu-cipta-kerja-kecem
asan-buruh-hingga-promosi-artis.
Zhang, B., Zhang, L., Mu, C., Zhao, Q., Song, Q., &
Hong, X. (2019). A most influential node group
discovery method for influence maximization in
social networks: A trust-based perspective. Data &
Knowledge Engineering, 121, 71-87.
https://doi.org/10.1016/j.datak.2019.05.001
Zhao, X., Zhan, M., & Liu, B. (2018). Disentangling
social media influence in crises: Testing a
four-factor model of social media influence with
large data. Public Relations Review, 44(4), 549-561.
https://doi.org/10.1016/j.pubrev.2018.08.002
Digital Lifestyle 7
FOKUS
Digital Lifestyle:
Ketika Gaya Hidup
Harus Berpacu
dengan Teknologi
Oleh : Tasya Asdityasha
Editor : Septania N. P.
Layouter : Kanza Qotrunnada
Masih banyakkah di antara kita yang berlangganan koran cetak yang diantar setiap
pagi? Atau mungkin mengisi pulsa di kios pulsa dekat rumah? Atau bahkan masih
mengoleksi berbagai CD dan DVD dari artis favorit kita?
angankan bersusah-susah mengisi pulsa
di kios dekat rumah, sarapan saja kita
lebih memilih menggunakan aplikasi
layanan makanan. Sebagai generasi yang
lahir dan tumbuh bersama internet, sudah
dapat dipastikan bahwa sebagian besar dari
kita lebih memilih opsi yang praktis, yaitu
hanya dengan beberapa sentuhan pada
gawai kita.
Sadar atau tidak, gaya hidup kita hari
ini sudah banyak bergeser dari gaya hidup
sehari-hari kakek-nenek atau bahkan orang
tua kita. Sejarah panjang perjalanan manusia
mencatat bahwa peradaban kita telah
banyak mengalami perubahan perilaku.
Manusia yang pertama kali berevolusi di
Afrika Timur sekitar 2,5 juta tahun yang lalu,
nyaris tidak memiliki persamaan gaya hidup
dengan anak muda saat ini. Jika kita
berjalan mundur sekitar dua juta tahun yang
lalu di Afrika Timur, kita akan menemui
manusia-manusia purba yang secara perilaku
tidak jauh berbeda dengan simpanse, babun,
dan binatang primata lainnya. Tidak seorang
pun di kala itu mungkin berpikir, bahwa
keturunan mereka di masa depan akan
merencanakan kolonisasi planet lain, mem-
8
baca sandi genetik, dan menjadi mesin
pemikir sebesar ini lewat evolusi.
Evolusi gaya hidup manusia ini telah
dan akan terus terjadi. Di kemudian hari,
pekerjaan para petani mungkin akan digantikan
oleh robot-robot pertanian yang lebih
presisi. Pekerjaan akuntan mungkin akan
digantikan software khusus yang diciptakan
untuk mencatat laporan keuangan secara
otomatis, yang lebih akurat dibanding akuntan
manapun. Digitalisasi ini telah banyak
mengubah tata kehidupan masyarakat.
______________________________________
Media Sosial
Media sosial merupakan ruang gema
yang ‘memerangkap’ kita sehingga kita
hanya menilik satu sudut pandang saja.
Mereka memiliki filter yang membuat kita
terus terpapar oleh satu opini saja sehingga
kita akan kesulitan untuk mengambil sudut
pandang yang berlawanan. Hal ini tentunya
merusak kemampuan berpikir kritis kita
sehingga kita akan beranggapan bahwa
pendapat dan pandangan kita selalu benar.
Media sosial juga mengubah pola komunikasi
kita. Instagram akan selalu
Majalah Psikomedia 2020
FOKUS
memberikan kabar terbaru akan kawan dan
kerabat kita. Dari unggahan foto mereka
hingga kegiatan sehari-hari mereka melalui
Instastory. Dari situ kita melihat ‘kehidupan
mereka yang menyenangkan’ dan akan membandingkannya
dengan kehidupan kita. Hal
ini dapat menjadi sumber insecurity para
remaja yang mungkin dapat berdampak
besar di kemudian hari.
Meskipun memiliki banyak dampak
negatif, internet juga mempunyai banyak
manfaat. Dapat kita lihat bahwa internet
menciptakan banyak lapangan pekerjaan
yang mungkin tidak pernah terpikirkan
sebelumnya. Menjadi influencer misalnya.
Mengunggah sebuah foto ke media sosial
ternyata dapat menjadi pekerjaan yang
menjanjikan bagi generasi kita saat ini. Para
youtuber pun dapat menghasilkan uang
dengan mengunggah video yang hanya
berdurasi beberapa menit. Dengan pekerjaan
apa pun, saat ini seseorang dapat mempunyai
penghasilan yang cukup—dan bahkan
di atas rata-rata—jika dilakukan dengan
sungguh-sungguh.
Penyebaran Informasi
Penyebaran informasi yang mudah dan
gratis membuat kita ‘kenyang’ dengan berbagai
berita, yang sering kali tidak pasti dan
tidak penting. Kita kini lebih sering mende-
ngar kabar harta kekayaan artis-artis dan
rumah mewah mereka daripada pencapaian
dan karya mereka. Informasi juga kerap kali
datang, hanya dengan beberapa klik tanpa
kita perlu mengeluarkan satu rupiah pun.
Kepraktisan ini tentunya membuat kita
malas untuk menyisihkan sedikit uang kita
untuk menjadi anggota suatu portal berita
yang memang kredibel, menyajikan berita
yang lebih berkualitas. Padahal produksi dan
pendistribusian informasi yang berkualitas
tidaklah gratis. Hal ini menyebabkan
portal-portal berita formal yang sudah ada
sejak dulu harus memutar otak jika ingin
terus menyuarakan berita kepada
masyarakat.
Kemudahan penyebaran informasi ini
membuat kita sulit untuk memilah, mana
informasi yang terpercaya dan tidak. Kita
terkadang lebih mengutamakan keaktualan
dan kepraktisan sehingga mengorbankan
kredibilitas isi berita itu sendiri. Pemerintah
juga sulit untuk membendung gelombang
informasi yang berjalan sangat cepat dan
dengan volume yang besar.
Jurnalistik
Kemajuan ini tentunya mengubah
banyak aspek dari kehidupan kita dan perubahan
perilaku ini dapat berdampak ke
hal-hal yang lebih besar, seperti industri
Digital Lifestyle 9
FOKUS
jurnalistik. Internet jelas mengubah pola
produksi, distribusi dan konsumsi informasi.
Dahulu, koran, radio, dan TV mungkin
merupakan satu-satunya sumber informasi
yang kita miliki sehingga untuk mendapatkan
suatu informasi kita dituntut untuk membeli
koran atau memiliki radio dan televisi.
Pendapatan media jurnalistik ini datang dari
iklan. Namun, saat ini penyebaran informasi
dikuasai oleh platform raksasa seperti
Google, Facebook, dan Twitter. Menurut
Podcast Progresif (2020) sebagian besar
pendapatan (sekitar 85%) dari iklan justru
masuk ke kantong platform ini, bukan ke
media jurnalistiknya. Hal ini menyebabkan
banyaknya fenomena gulung tikar yang
terjadi di dunia media jurnalistik.
Saat ini pendapatan media diukur oleh
seberapa banyak ‘klik’ pada berita mereka.
Terlebih porsi pendapatan iklan yang sedikit
membuat media harus berlomba-lomba
untuk mendapatkan ‘klik’. Itulah sebabnya
banyak dari mereka yang gagal berinovasi
mengikuti zaman harus menggunakan
metode ‘clickbait’ agar dapat terus menjalankan
usaha. Seperti yang kita ketahui,
sulit bagi mereka untuk terus memegang
idealisme selagi terus mencari nafkah. Oleh
karena itu, pada akhirnya banyak dari
mereka yang mencari berita sensasional artis
yang lebih mengedepankan unsur popularitas
dan mengkompromikan kepentingan
publik.
Kehidupan Serba Cepat dan Instan
Digitalisasi memberikan berbagai
kenyamanan bagi kehidupan kita. Dengan
media sosial, kita dapat menengok kabar
kerabat serta mendapat berita terkini yang
mungkin kita perlukan untuk kehidupan
profesional kita. Dengan media sosial, kita
dapat melihat berbagai macam kehidupan
orang lain. Sayangnya, kadang kita kerap
memperlakukan media sosial sebagai pengganti
percakapan yang sebenarnya kita
perlukan.
Digitalisasi juga membuat hidup kita
berjalan dengan sangat cepat. Dengan
digitalisasi kita diharapkan untuk dapat
multitasking beberapa pekerjaan sekaligus
sehingga waktu kita banyak dihabiskan untuk
mengerjakan berbagai tugas. Online shop
dan layanan pengantar makanan online juga
membuat kehidupan kita serba mudah dan
instan. Semua dapat kita lakukan dalam
hitungan detik, tetapi pekerjaan kita justru
semakin menggunung karena aktivitas semakin
banyak dan kita diharapkan untuk bisa
multitasking, sehingga waktu habis untuk
mengejar deadline.
10
Majalah Psikomedia 2020
______________________________________
Kemajuan teknologi tentu membawa
segudang manfaat. Mereka yang ‘melek’ dan
cepat beradaptasi akan mendapatkan keuntungan
dari kemajuan ini. Kemudian, pihak
yang kalah—yang cenderung pasif disetir
oleh fenomena digitalisasi ini—hanya akan
menjadi penonton kesuksesan mereka.
Merekalah yang menambah jumlah penonton
konten sensasional yang menyulut emosi
masyarakat dan termakan kabar burung dari
grup-grup WhatsApp keluarga.
Kemajuan zaman tidak kenal belas
kasihan, siapa yang tidak mengikutinya akan
kalah ditelan berbagai macam teknologi
baru yang lebih menjanjikan. Meski begitu,
jangan lupa untuk berhenti sejenak dan
mengerem segala kesibukan yang ada di
zaman serba cepat ini karena hanya dengan
begitu kita dapat lebih mengenali diri sendiri
dan sekitar, juga mensyukuri apa yang telah
ada di kehidupan kita saat ini.
FOKUS
Daftar Pustaka:
Abel, J. P., Buff, C. L., & Burr, S. A. (2016). Social Media
and the Fear of Missing Out: Scale Development
and Assessment. Journal of Business & Economics
Research (JBER), 14(1), 33-44.
https://doi.org/10.19030/jber.v14i1.9554
GCFLearnFree.org. (2019, Juni 18). What is an Echo
Chamber? [Video file]. Retrieved from https://www.youtube.com/watch?v=Se20RoB331w
Harari, Y. N. (2017). Sapiens. Israel: KPG.
Susanto, M. (2019, Januari 18). Home Blog. Retrieved
from Zenius: https://www.zenius.net/blog/21104/revolusi-industri-4-0
Yonathan, E. (Host). Media sekarang Hamba Clickbait
[Audio podcast]. (2020). Retrieved July/August,
2020, from https://open.spotify.com/episode/3IOEQZmdcBK9bMAH16AsTD?si=icmDdZ5jT7CQ2Kxvix9GWg
Digital Lifestyle 11
LIPSUS
Mindfulness:
Meditasi di Tengah Aktivitas Sehari-hari
Oleh : Anggia Atin Aprila
Editor : Syibly Adam
Layouter : Kanza Qotrunnada
Kita hidup di zaman serba instan. Sadarkah kita, seberapa banyak
value yang kian memudar dari tiap aktivitas?
stilah mindfulness kini tengah banyak
dibahas. Dimulai dari artikel, seminar,
hingga banyak bermunculan aplikasi praktiknya.
Mindfulness juga dikaitkan dengan
kesadaran dan kualitas aktivitas yang kita
lakukan. Namun, sebenarnya apa itu mindfulness?
Konsep mindfulness sudah ada pada
tradisi Buddhis selama 2500 tahun. Mindfulness
berasal dari kata ‘Sati’ (bahasa Pali)
yang berarti mengingat (Kornfield, 1977
dalam Berthon dan Pitt, 2018). Mengingat
dalam konteks tersebut berarti menjadi
sadar tentang apa yang kita lakukan atau
“the act of returning to an object” (Berthon
dan Pitt, 2018). Kabbat-Zin (2003)
mendeskripsikan mindfulness sebagai “kesadaran
yang muncul melalui pemberian
perhatian yang disengaja pada momen saat
ini, tanpa memberikan penilaian pada
momen demi momen”. Annisa Poedji Pratiwi,
seorang psikolog klinis dan praktisi mindfulness
mengatakan bahwa mindfulness
adalah kemampuan dan keterampilan yang
dilatih untuk membantu kita lebih sadar
12
atau mindful dengan pengalaman hidup di
sini dan saat ini. Dari kedua pernyataan
tersebut, dapat dikatakan bahwa mindfulness
adalah kesadaran penuh kita terhadap
momen saat ini tanpa menilainya. Janssen et
al. (2018) menyatakan bahwa kesadaran
tersebut dapat ditujukan pada pengalaman
internal (sensasi tubuh, perasaan atau
emosi, dan pikiran) dan pengalaman internal
(apa yang kita lihat, dengar, rasakan, cium,
dan sentuh). Penggabungan praktik pengalaman
internal dan eksternal akan membantu
kita mengembangkan pemikiran yang ‘mindful’.
Sering kali, kita tidak menyadari bahwa
kita melakukan aktivitas sehari-hari secara
autopilot, alias otomatis tanpa perlu
berpikir. Kita seolah terprogram untuk memulai
hari dengan satu aktivitas, kemudian
berlanjut ke aktivitas selanjutnya, dan
runtutan aktivitas ini berulang-ulang setiap
hari. Misalnya, bangun di pagi hari, kita
langsung menuju kamar mandi, berpakaian,
sarapan sambil membaca daftar kegiatan
yang akan dilakukan hari itu, lalu bekerja
Majalah Psikomedia 2020
LIPSUS
atau sekolah, pulang, dan akhirnya istirahat.
Kita memulai kegiatan di hari Senin, lalu
tiba-tiba saja kita sudah berada di hari
Sabtu. Tidak heran bila kita sering merasa
jenuh atau bahkan stres entah karena pekerjaan
atau tugas. Sebab kita tidak benarbenar
merasakan satu momen aktivitas yang
kita lakukan karena program auto-pilot
tersebut. Tidak hanya itu, kita juga sering
mengalami distraksi ketika beraktivitas di
era digital seperti saat ini. Misalnya saja,
ketika sarapan dibarengi dengan mengecek
email kerja atau bermain gadget. Bukti
kemajuan teknologi seperti komputer dan
gadget seolah membersamai kita sepanjang
waktu. Kita juga kadang sampai pada tahap
kecanduan memainkannya sehingga kualitas
aktivitas yang sebenarnya menjadi turun dan
kehilangan mindful-nya.
Dalam wawancara kami, Annisa
menyebutkan bahwa terdapat empat aspek
dalam mindfulness yaitu menyadari apa yang
sedang kita pikirkan, perasaan kita, sensasi
tubuh yang kita alami, dan kecenderungan
perilaku kita. Misalnya kecenderungan
perilaku ketika duduk. Apakah kita adalah
tipe orang yang selalu berganti posisi atau
tetap diam di satu tempat. Melakukan praktik
mindfulness berarti menyadari hal-hal
yang sebelumnya tidak kita perhatikan.
Mindfulness adalah bentuk meditasi
yang dapat dilakukan sambil beraktivitas
sehari-hari. Ketika makan, fokuslah pada
tiap suapan dan tekstur makanan yang
menyentuh lidah. Ketika bernapas, fokuslah
pada ritme napas yang keluar dan masuk ke
tubuh. Memberikan fokus penuh pada aktivitas
yang dilakukan akan mampu meningkatkan
mindfulness yang kita miliki. Annisa
menyebutkan bahwa terdapat dua jenis
latihan mindfulness yaitu latihan formal dan
latihan informal. Latihan formal dilakukan
ketika kita meluangkan waktu untuk berlatih.
Misalnya melakukan mindful breathing
yaitu mencoba fokus pada ritme pernapasan
ketika duduk. Sedangkan, latihan informal
yaitu latihan yang dapat dilakukan bersama
dengan aktivitas sehari-hari seperti mindful
eating yaitu mencoba menyadari sensasi
yang muncul ketika makan. Untuk melatih
mindfulness, dapat juga dilakukan dengan
cara-cara berikut
1. Mindful Breathing
Mindful breathing adalah cara yang cocok
bagi pemula. Cara ini dapat dilakukan
dengan berkonsentrasi pada tiap embusan
napas yang keluar dan masuk dari tubuh.
Perhatikan ritmenya dan rasakan sensasi
ketika menghirup udara. Bernapas adalah
contoh kegiatan otomatis sehingga kita
jarang menyadarinya tetapi ternyata
mampu meningkatkan mindfulness.
2. Seeing Meditation
Amati hal-hal yang berada di sekitar.
Misalnya ketika Anda berada di mobil,
cobalah melihat pemandangan di luar
jendela. Perhatikan warna, bentuk, dan
pola dari benda-benda yang Anda lihat.
Namun, jangan memberikan label pada
bentuk tersebut. Ketika Anda melihat
pohon, jangan melabelinya sebagai
‘pohon’ tetapi lebih perhatikan bentuk
dan warnanya. Tugas Anda adalah mengamatinya,
bukan memberi penilaian atau
label terhadap apa yang Anda lihat. Hal
ini mampu memberikan Anda ‘rasa
menerima’ apa adanya mengenai sesuatu.
3. Body Scan
Ketika bangun tidur, jangan langsung
bergegas bangun atau mengecek gadget
tetapi tetaplah berbaring dan cobalah
untuk terhubung dengan tubuh Anda.
Body scan dapat dimulai dengan
menyentuh kulit Anda lalu rasakan tekstur
Digital Lifestyle 13
LIPSUS
dan suhunya. Lalu beralihlah pada bagian
tubuh lain dan coba sadari sensasi yang
timbul ketika Anda melakukannya.
Latihan tersebut berguna untuk melatih
keterhubungan Anda dengan fisik melalui
sensasi tubuh yang Anda rasakan.
4. Mindful Listening
Mindful listening dapat dipraktikan
ketika Anda mengobrol atau curhat
dengan orang lain. Berusahalah fokus
pada suara dan hal yang diceritakan oleh
lawan bicara Anda lalu coba sadari
pikiran, perasaan, dan sensasi yang
muncul. Teknik mindfulness ini juga
dapat dipraktikan ketika Anda mendengarkan
lagu dan menghayatinya. Anda
berfokus pada suara si penyanyi, liriknya,
dan instrumennya lalu coba amati
bagaimana perasaan dan sensasi yang
Anda rasakan ketika mendengarkan lagu
tersebut.
5. Five Sense Exercise
Cara ini adalah penggabungan dari kelima
indra yang kita miliki (pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecap, dan
sentuhan). Five Sense Exercise ini juga
dapat dimulai ketika Anda bangun tidur.
Rasakan tekstur seprai yang bergesekan
dengan kulit Anda, fokus pada suara-suara
di sekitar Anda seperti suara denting jam
atau suara air yang mengalir ketika Anda
membasuh tangan. Lalu perhatikan
bentuk, warna, dan tekstur dari
benda-benda di sekitar Anda. Setelah itu,
beri perhatian pada aroma-aroma seperti
pengharum ruangan. Langkah terakhir,
ketika Anda mulai sarapan, fokuslah pada
tiap kunyahan dan rasa dari makanan
Anda. Hasil dari praktik mindfulness baru
akan terasa apabila terus dipraktikan
dengan rutin dan berulang kali.
Seperti cara-cara di atas, mempraktikan
mindfulness sebenarnya cukup sederhana,
bukan? Melakukan aktivitas dengan
memusatkan pikiran dan kesadaran penuh
sudah dapat dikatakan melatih mindfulness.
Akan tetapi, justru karena terlalu sederhana
itulah yang membuat kita menyepelekannya.
Mungkin kita sibuk, tuntutan pekerjaan yang
banyak dengan deadline semakin dekat
sehingga kita cenderung menyelesaikan
pekerjaan tanpa menikmatinya. Apalagi di
era digital saat ini ketika teknologi mempermudah
kita multitasking. Mana sempat kita
menikmati setiap aktivitas? Padahal, mindfulness
adalah langkah mencapai keseimbangan
batin dan makna hidup (Savel dan
Munro, 2017).
Kesadaran penuh yang kita miliki terhadap
momen saat ini akan membantu kita
melihat segala sesuatu menjadi lebih jelas.
Sehingga kemampuan kita dalam mengevaluasi
dan memilih objek atau keadaan akan
meningkat. Konsep menerima apa yang hadir
dengan apa adanya mencegah kita terjebak
dalam penyesalan di masa lalu atau
melayang memikirkan masa depan yang
belum tahu akan terjadi seperti apa.
Berfokus pada keadaan saat ini mendorong
14
Majalah Psikomedia 2020
kita membuat perencanaan yang lebih baik
mengenai hidup yang kita jalani. Berlatih
menjadi seseorang yang mindful juga membuat
kita lebih sadar tentang apa yang tubuh
kita rasakan. Misalnya dengan mindful
breathing, kita menjadi tahu bila napas kita
tidak teratur sehingga kita akan mencoba
menarik napas dengan lebih baik. Mindfulness
juga dapat menjadi solusi kejenuhan
dan stres tanpa harus mengonsumsi
obat-obatan. Dalam psikologi kontemporer,
mindfulness dianggap sebagai sarana
meningkatkan kesadaran dan merespons
secara optimal proses mental yang berkontribusi
pada tekanan emosional dan perilaku
adaptif (Bischop et al, 2004 dalam Jannsen
et al, 2018).
LIPSUS
Referensi:
Berthon, P. R. and Leyland F. Pitt (2018). Types of
mindfulness in an age of digital distraction.
ScienceDirect, 1-7.
Janssen, M., et al. (2018). Effects of Mindfulness-Based
Stress Reduction on employees’ mental health: A
systematic review. PLOS ONE, 1-37.
Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-Based Interventions
in Context: Past, Present, and Future. 144-156.
Savel, R. H. and Cindy L. Munro. (2017). Queit The Mind:
Mindfulness, Meditation, and The Search for Inner
Peace. AJCC AMERICAN JOURNAL OF CRITICAL
CARE, 433-436.
Saat ini, mindfulness juga telah
berkembang menjadi terapi penanganan
gangguan mental. Berdasarkan konsep mindfulness,
berkembang dua jenis terapi yaitu
Mindfulness-Based Stress Reduction (MBSR)
dan Mindfulness-Based Cognitive Therapy
(MBCT). Seperti namanya, dua model terapi
tersebut digunakan untuk mengurangi stres
dan meningkatkan kinerja kognitif. MBSR
juga dapat mengurangi tingkat kelelahan
emosi (burnout), depresi, anxiety, psychological
distress, occupational distress, dan
lain-lain (Jannsen et al, 2018). Tuntutan
kerja dan stresor yang tinggi pada lingkungan
kerja dan sekolah di era digital dapat
menjadi ancaman dari kesehatan mental.
Oleh karena itu, praktik mindfulness dapat
menjadi solusi mengurangi permasalahan
tersebut.
Nah, begitulah praktik mindfulness dan
manfaat-manfaatnya. Jadi, apakah sudah
tertarik untuk mencoba berlatih mindfulness?
Digital Lifestyle 15
3
HUMANIORA
SOCIAL
MEDIA
DETOX:
Healing-mu
dari
Kehidupan
yang ‘Semu’
Oleh : Anindita Istighfarin
Editor : Septania N. P.
Layouter : Rizki W. R.
Pernah, kan, mendengar kalimat “segala sesuatu yang berlebihan itu tidaklah
baik”? Tampaknya kata-kata ini sangat cocok diberikan pada seseorang yang
hidupnya telah “dipenuhi” media sosial. Seseorang yang berlebihan dalam
menggunakan media sosial sudah sepatutnya melakukan social media detox.
16
Majalah Psikomedia 2020
Sadar atau tidakkah kamu bahwa media
sosial telah mengambil hidup dan
memenuhi pikiran banyak orang? Saat
berlibur, apakah kamu gemar berswafoto
(selfie) sebanyak mungkin, demi membantumu
memilih foto mana yang pantas untuk
diunggah di Instagram? Apakah kamu pengguna
Twitter yang selalu scrolling beranda
dan mengecek notifikasi, barangkali ada
yang menyukai atau me-retweet tweet-mu?
Apakah kamu sering membuka aplikasi Facebook
dan meninggalkan komentar pada
setiap unggahan baru yang kamu lihat? Jika
menurutmu jawaban dari tiga pertanyaan di
atas adalah ‘iya’, maka besar kemungkinan
bahwa pikiranmu sudah dipenuhi media
sosial.
Sekarang, media sosial sudah seperti
alkohol dan rokok, membuat candu penggunanya.
Pelan-pelan, ia mulai mengubah
hidup manusia. Meski bisa jadi pekerjaanmu
terbantu atau bahkan berasal dari media
sosial, dampak negatif dari hal tersebut juga
tidak kalah besar. Pertama, privasimu berkurang
karena kamu terlalu sering mengunggah
apa pun yang kamu lalui di saat bahagia
maupun terpuruk sehingga semua yang melihat
dapat mengetahui kehidupanmu. Kedua,
kreativitas dan produktivitasmu berkurang
drastis karena kamu terlalu lama menyiakan-nyiakan
waktumu untuk media
sosial. Ketiga, renggangnya hubungan keluarga
dan pertemanan sebab kalian kerap
saling mengabaikan ketika tengah bersama,
hanya karena terlalu fokus berselancar di
media sosial.
Kita tahu bahwa semua yang berlebihan
di dunia ini tidaklah baik. Tiga contoh
dampak negatif tersebut seiring berjalannya
waktu akan mengganggu kesehatan fisik dan
mentalmu. Fisikmu terganggu karena minimnya
badanmu bergerak, paparan sinar layar
handphone-mu juga dapat membuatmu
HUMANIORA
mengalami gangguan tidur dan efeknya
dapat menjalar ke organ-organ lain. Di sisi
lain, standar seseorang akan kecantikan dan
kesuksesan akan berubah semakin tinggi,
lantas banyak orang yang merasa gagal
dalam hal tersebut. Efeknya tidak
main-main, besar kemungkinan ia akan mengalami
insecurity, anxiety, atau bahkan
depresi. Seperti pepatah “lebih baik mencegah
daripada mengobati”, melakukan social
media detox sebelum dampak-dampak buruk
tersebut datang merupakan jalan yang
tepat. Social media detox atau detoksifikasi
media sosial adalah healing diri dari media
sosial dengan cara membatasi penggunaannya
dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Jadi, Bagaimana Cara Melakukan Social
Media Detox?
Berikut langkah serta tips menjalaninya:
1. Beri kabar ke orang-orang terdekat.
Sebelum melakukan rehat dari media
sosial, langkah pertama yang krusial adalah
mengabari orang-orang di sekitar—terutama
yang sering berkomunikasi denganmu, entah
itu teman dekat, keluarga, atau kolega—bahwa
kamu akan “menghilang” sejenak
dari media sosial. Dengan begini, mereka
tidak akan bingung mencari kamu. Mereka
juga akan “menahan diri” berbagi informasi
terkini yang kurang penting. Namun, jangan
lupa untuk juga memberitahukan cara agar
kamu tetap dapat dikontak untuk keperluan
penting dan darurat. Seperti melalui
telepon, SMS, atau e-mail.
Digital Lifestyle 17
HUMANIORA
2. Uninstall aplikasi media sosial.
4. Lakukan social media detox bersama
temanmu.
UNINSTALLING
Kenali media sosial apa yang paling
sering kamu gunakan, lantas hapus aplikasinya
dari handphone-mu. Tidak adanya
aplikasi tersebut di handphone tentunya
akan mempersulit dirimu untuk berselancar
di media sosial. Jika belum memungkinkan
untuk melakukan langkah ini, logout akun
media sosial tanpa menghapus aplikasinya
mungkin menjadi langkah awal yang tepat,
sebab kamu tidak lagi dapat melihat notifikasi
media sosial tersebut di bar handphone-mu.
3. Alihkan fokusmu untuk mengembangkan
hobi yang lain.
Carilah teman yang juga tertarik
dengan social media detox. Kalian dapat
saling menyemangati, mengingatkan jika
kamu kelupaan terlalu lama berselancar di
media sosial, serta menceritakan progress
yang sudah dilalui.
5. Berilah handphone-mu waktu
beristirahat.
DETOX
MODE
Kamu dapat mengeksplor hobimu yang
sebelumnya terganggu akibat terlalu fokus
pada media sosial, seperti berkebun, membaca
buku, atau bahkan membuat
benda-benda do it yourself (DIY).
18
Buatlah jadwal istirahat untuk handphone-mu,
kamu hanya boleh membuka dan
melepasnya dari genggamanmu pada
jam-jam tertentu. Misalnya kamu baru boleh
menghidupkan handphone-mu ketika waktu
menunjukkan pukul tujuh pagi dan wajib
mematikannya beberapa jam sebelum waktu
tidurmu tiba. Kamu juga dapat mengatur
berapa lama handphone-mu boleh digunakan
dalam satu hari.
Majalah Psikomedia 2020
6. Lakukan meditasi.
Kamu dapat mencoba menjernihkan
pikiran dengan bermeditasi. Banyak aplikasi-aplikasi
populer yang dapat membimbingmu
dalam melakukan meditasi, seperti Riliv
atau Headspace.
Beralih dari FoMO ke JoMO
Pernahkah kamu mendengar FoMO?
Fear of Missing Out (FoMO) merupakan
keadaan ketika seseorang takut atau cemas
ketinggalan informasi yang membutuhkan
atensinya. Di kehidupan sehari-hari, informasi
ini bisa berupa kabar berita, gosip,
hingga pekerjaan. Orang dengan FoMO
memiliki kebiasaan sering membuka handphone-nya
saat sedang luang. Sering kali
dengan alasan mengecek jam, notifikasi,
atau apa pun itu yang kemudian membuatnya
tenggelam dalam dunia layar handphone
(Aranda & Baig, 2018).
Ketika melakukan social media detox,
tentunya kamu sudah mengetahui dan
HUMANIORA
menerima konsekuensi bahwa kemungkinan
besar kamu tidak akan se-update sebelumnya.
Namun, kamu bisa mengatasinya
dengan sering membaca majalah atau koran.
Dua media cetak tersebut tentunya dapat
memberitahumu informasi yang tengah
hangat dibicarakan orang-orang. Selain itu,
kamu dapat sering-sering menanyakan berita
terkini dengan teman melalui telepon atau
bahkan membicarakannya langsung dengan
datang ke rumah mereka.
Social media detox dianjurkan berjalan
dalam waktu kurang lebih 30 hari. Namun
apabila kamu baru mau melakukannya,
cobalah bertahap mulai dari 7 hari. Perlu
diingat bahwa hal tersebut sangatlah sulit
untuk banyak orang, mungkin termasuk
dirimu. Lantas, apabila kamu mendapati
kesulitan di tengah perjalanan, jangan
patah semangat dan selalu ingat niatmu
sejak awal.
Kelancaranmu dalam melakukan social
media detox akan membawamu pada Joy of
Missing Out (JoMO). Berlawanan dari FoMO,
JoMO merupakan ketidaktakutan seseorang
ketika ia melewatkan sesuatu, bisa berita
terkini ataupun acara yang booming. Menerapkan
JoMO bukan berarti kamu menjauhi
media sosial dengan sepenuhnya. Dalam
keadaan ini, kamu mampu mengendalikan
obsesimu pada media sosial. Kamu hanya
membukanya ketika benar-benar dibutuhkan,
seperti saat mencari teman lamamu di
Facebook. Semuanya kamu lakukan dengan
tujuan tertentu, bukan semata-mata hanya
untuk pamer sesuatu yang sudah dicapai,
scrolling timeline, dan berkomentar sanasini
agar dicap ‘update’ oleh pengguna lain.
Daftar Pustaka:
Aranda, J. H., & Baig, S. (2018, September). Toward
"JOMO" the joy of missing out and the freedom of
disconnecting. In Proceedings of the 20th international
conference on human-computer interaction
with mobile devices and services (pp. 1-8).
Digital Lifestyle 19
BIDIK
Digital
world:
A new future
20
Majalah Psikomedia 2020
BIDIK
Digital Lifestyle
21
OPINI
Dominasi Dopamin
di Dunia Digital
Penulis : Muhammad Azka Hifni Firdaus (Alumni Psikologi UGM 2014, Penulis)
Editor : Jinggan Anggun P.
Layouter : Rizki W. R.
Zaman digital yang serba cepat membuat
perubahan yang signifikan dalam
kehidupan manusia. Hal-hal yang lambat
dan membutuhkan lebih banyak energi
(effortful) kini perlahan digantikan oleh hal
baru yang lebih cepat, tidak membutuhkan
banyak energi (effortless) dan ringan. Pada
era digital, sesuatu yang efektif saja tidaklah
cukup, perlu adanya efisiensi agar tetap
survive di pasar bebas yang penuh kompetisi
ini.
Simon Sinek (2014), seorang pakar
perilaku organisasi mencatat pola penting
dari zaman digital, yaitu zaman di mana
“dopamin” menjadi raja dalam perilaku
manusia. Neurokimiawi yang terkait sistem
imbalan, motivasi, dan kesenangan sesaat
(pleasure at moment) ini mendominasi di
hampir segala lini kehidupan era digital.
Sebenarnya dopamin bukanlah sesuatu yang
buruk, tetapi apabila hal ini berjibun dan
menguasai perilaku seseorang, maka dapat
memicu timbulnya masalah.
Gemerlapnya dunia digital tentu saja
tidak selalu membawa dampak positif. Hal
ini merupakan sebuah kepastian. Dominasi
dopamin pada sebagian perilaku manusia
tentu bukan merupakan sesuatu yang sehat
dalam jangka panjang. Hormon ini erat
kaitannya dengan perilaku adiktif seperti
pada aktivitas merokok, miras, junk food,
22
menonton video porno, dan penggunaan
obat-obat terlarang.
Sayangnya, saat ini adiksi tidak hanya
melibatkan konsumsi benda yang tampak
nyata masuk ke dalam tubuh kita. Kecanduan
media sosial juga sangat mungkin
terjadi dan individu akan sulit melepaskan
diri. Individu ingin selalu berselancar di
platform-platform digital dalam intensitas
dan frekuensi tertentu yang apabila terlewat
maka membuat dirinya merasa tidak
nyaman. Dominasi dopamin juga terkait
dengan sebuah fenomena Fear of Missing
Out (FoMO) yaitu adanya perasaan ketakutan
tertinggal dari tren (berita, media sosial,
fashion, dan lain-lain) (Fang, dkk., 2020).
Mirisnya, rencana-rencana pengembangan
diri yang dimiliki oleh individu akan
sangat mungkin dikalahkan oleh dopamin ini.
Misalnya, individu hendak pergi ke lapangan
untuk berolahraga, tetapi di saat yang sama
ada keinginan untuk memantau Instagram.
Setelah dipikir menikmati konten di Instagram
lebih menarik dan memberikan kenyamanan,
maka individu tersebut memutuskan
untuk tidak berolahraga dan memilih menikmati
konten di internet. Saat menikmati
konten yang menarik, otak kita akan dibanjiri
dopamin. Sebab, dopamin memberikan
kenikmatan walaupun sesaat, perilaku tersebut
cenderung akan diulangi di lain
Majalah Psikomedia 2020
kesempatan dan kita tidak sadar bahwa
sudah mengalami kecanduan. Saat sudah di
tahap kecanduan, sebagian besar individu
akan mengabaikan rencana-rencana yang
signifikan bagi perkembangan dirinya dan
mulai kurang berfungsi secara optimal dari
sisi produktivitas.
Atensi dan Distraksi
Di era yang serba instan ini, manusia
cenderung multitasking yang melakukan
beberapa hal secara bersamaan. Banyak
orang mengira aktivitas ini dapat membuat
kita semakin produktif, nyatanya justru akan
membuat diri kita kurang optimal dalam
mengerjakan tugas. Efek dominasi dopamin
ini membuat rata-rata atensi manusia semakin
pendek, tidak mampu fokus dalam
jangka waktu yang cukup lama, dan mudah
terdistraksi. Padahal tanpa adanya atensi
yang cukup dan fokus yang memadai, mustahil
akan memberikan performa terbaik
dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
Nir Eyal (2019) dalam bukunya berjudul
Indistractable menjelaskan bahwa seiring
berjalannya waktu, otak manusia akan
mudah merasa bosan dengan aktivitas yang
sebenarnya biasa saja dalam beberapa
dekade yang lalu. Hal ini jika dibiarkan maka
dapat berpengaruh pada kemampuan manusia
secara umum. Sebab, menjadi master
atau pakar di suatu bidang, membutuhkan
kesabaran, fokus yang dalam, dan ketahanan
untuk melatih keterampilan tertentu dalam
waktu yang cukup lama.
Lanjut Eyal, bahkan saat ini pengelolaan
waktu yang membagi aktivitas kerja
untuk fokus mengerjakan satu tugas selama
45 menit dengan 10 menit waktu jeda
sebagaimana time-management yang
disarankan oleh para pakar, merupakan hal
yang sulit dicapai. Sebab, individu akan terdistraksi
untuk mengecek notifikasi di layar
atau sekedar mengalihkan perhatian karena
kebosanan semata. Bisa dikatakan ini
merupakan sebuah new normal dalam pola
hidup manusia modern, tapi tentu saja tidak
bisa dibiarkan tanpa ada perlakuan agar
tidak mengganggu produktivitas manusia
secara umum.
Puasa Dopamin
OPINI
Untuk mengembalikan performa manusia
di taraf yang paling optimal, kita perlu
melakukan puasa dopamin, yaitu berhenti
melakukan kegiatan yang dapat memicu
banjirnya dopamin yang biasa dilakukan di
waktu normal selama 24 jam seperti tidak
menatap layar (smartphone, komputer, dan
video games), tidak mengonsumsi apa saja
yang mengandung gula dan kafein, tidak
membaca buku atau majalah, tidak menonton
yang berkaitan dengan porno atau yang
dapat memicu birahi, tidak mendengarkan
musik, tidak mengonsumsi alkohol dan apa
saja yang dapat menstimulasi otak seperti
rokok dan vape.
Selain itu, individu disarankan pula
untuk menulis terkait refleksi diri, berpetualang
ke alam bebas yang serba kehijau-hijauan,
meditasi dan minum air putih yang
cukup. Kegiatan ini akan membuat proses
pengambilan keputusan dan pikiran semakin
jelas serta meningkatkan motivasi dan
performa seseorang (Eyal, 2019). Sebab,
produktivitas individu terkait fungsi diri yang
optimal sangat mahal harganya dan bahkan
tidak bisa dibeli oleh apapun.
Daftar Pustaka:
Eyal, N. (2019). Indistractable: How to control your
attention and choose your life. Bloomsbury
Publishing.
Fang, J., Wang, X., Wen, Z., & Zhou, J. (2020). Fear of
missing out and problematic social media use as
mediators between emotional support from social
media and phubbing behavior. Addictive behaviors,
106430.
Sinek, S. (2014). Leaders eat last: Why some teams pull
together and others don't. Penguin.
Digital Lifestyle 23
SPEKTRUM
Dua Faktor Pemicu Fenomena
Online Impulse Buying
Oleh : Naufal Shabri
Editor : Kinansa Husainy
Layouter : Andika Rizky
Pembeli sering kali menghadapi godaan untuk membeli barang yang tidak ada
di daftar belanjanya. Godaan untuk melakukan pembelian secara berlebihan
ini akhirnya mengarah ke perilaku impulse buying.
Fenomena impulse buying adalah
fenomena yang cukup marak terjadi.
Impulse buying diartikan sebagai pembelian
yang spontan dan tiba-tiba tanpa
direncanakan terlebih dahulu (Gandhi,
2020). Menurut Gandhi, ketatnya persaingan
antarkompetitor ditambah dengan ekspektasi
konsumen yang makin tinggi membuat
penyedia produk merasa perlu untuk
memaksimalkan pengeluaran konsumen.
Vohs & Baumsteir (2011, dalam Pradipto et
al., 2016) menyebut tiga ciri khas dari
impulse buying, yaitu keputusan yang cepat
untuk membeli, kurangnya perhatian terhadap
konsekuensi bila pembelian dilakukan,
serta munculnya konflik dalam diri antara
keinginan (desire) dan kognisi (control).
Di era yang makin modern, e-commerce
menjadi sesuatu hal yang makin lazim
ditemukan. Secara sederhana, e-commerce
dapat diartikan sebagai transaksi yang
dilakukan dengan media elektronik. Dengan
adanya e-commerce, orang-orang dapat
mendapatkan produk atau pelayanan dengan
perantara internet yang tentunya lebih praktis
dan tidak membuang waktu (Khan &
Uweni, 2018). Hal-hal yang sebelumnya
hanya dapat diakses secara offline kini
dapat diakses dengan mudah. Salah satu
dampak e-commerce adalah perubahan pola
perilaku dalam melakukan transaksi. Transaksi
e-commerce menjadi makin marak dan
turut menggerakkan roda perekonomian (Fu
et al., 2016).
Pertumbuhan e-commerce yang
masif menunjukkan banyak penyedia
produk yang juga ingin berpartisipasi
di transaksi online (Lo et al., 2016).
Bagi para penyedia produk,
pendapatan akan sangat bergantung
pada perilaku belanja
konsumen. Makin banyak pembelian
dilakukan oleh
konsumen, penyedia produk
dianggap makin berhasil. Di
sisi lain, apabila ditinjau dari
ilmu psikologi dan kognisi, impulse
buying merupakan suatu perilaku
konsumen yang irasional dan
merupakan kegagalan sistem
kognisi konsumen dalam menghadapi
rangsangan yang bersifat
kognitif (Lo et al., 2016).
24
Majalah Psikomedia 2020
Pada studinya tahun 2016, Lo, Lin, &
Hsu meneliti motivasi seseorang dalam
melakukan impulse buying. Penelitian ini
didasarkan pada dugaan bahwa kontrol diri
seseorang dalam melakukan pembelian
produk dapat dipengaruhi oleh keinginan
(desire), stimulus lingkungan, dan pengambilan
keputusan yang dilakukan terus-menerus.
Stimulus dari lingkungan diduga dapat
mengurangi kemampuan orang untuk dapat
mengendalikan diri.
Salah satu stimulus dari lingkungan
yang diduga terkait dengan impulse buying
adalah desain fisik dari sebuah toko. Toko
offline dapat menimbulkan stimulus yang
memikat lima indra sekaligus yaitu penglihatan,
pendengaran, sentuhan, penciuman,
dan pengecapan. Keberhasilan memikat
pancaindra manusia lebih mungkin memunculkan
keinginan manusia untuk melakukan
pembelian. Hal berbeda terjadi di toko
online di mana kelima indra manusia tidak
dapat dipengaruhi dengan leluasa dan hanya
terbatas pada penglihatan serta pendengaran.
Keterbatasan indra manusia yang dapat
digunakan sebagai pemikat membuat toko
online harus cerdik dalam menerapkan
strategi penjualan. Peneliti ingin meneliti
desain toko
online dan
rangsangan
promosi
SPEKTRUM
seperti apa yang memicu perilaku impulse
buying. Pemilihan topik mengenai desain
dan rangsangan promosi didasarkan pada
teori job motivation (Hezberg, 2003, dalam
Lo et al., 2016). Untuk membedakan
pengaruh desain dan rangsangan promosi,
penelitian ini membaginya berdasar teori
job motivation menjadi faktor kebersihan
dan motivasi.
Faktor kebersihan adalah kondisi
produk atau pelayanan yang ada saat pembelian
dilakukan. Di sisi lain, faktor motivasi
adalah promosi atau stimulus yang memicu
konsumen melakukan pembelian. Peneliti
menduga faktor kebersihan dan motivasi
mengurangi perasaan uncertainty atau
ketidakpastian bagi calon konsumen sekaligus
meningkatkan kemungkinan konsumen
melakukan pembelian. Toko online dapat
menarik lebih banyak konsumen apabila
dapat memanfaatkan faktor motivasi dengan
efektif.
Pada awal pengambilan data, peneliti
memastikan seluruh partisipan memahami
definisi impulse buying. Setelah partisipan
dirasa paham, peneliti membagikan kuesioner
untuk mengetahui bagaimana toko
online dapat memengaruhi pengambilan
keputusan konsumen. Kuesioner ini berisi
empat indikator besar yang mencakup
pengetahuan partisipan terkait
impulse buying, faktor-faktor
yang memicu impulse buying,
pengalaman belanja online, dan
informasi demografi. Pada
bagian pengalaman belanja
online, peneliti membaginya lagi ke
indikator-indikator kecil untuk mengetahui
pengalaman belanja partisipan
dengan lebih mendalam.
Terdapat enam indikator yang
ingin diketahui peneliti, yaitu
kemudahan dalam mengenali web toko
Digital Lifestyle 25
SPEKTRUM
online, kemudahan mencari informasi
produk, pelayanan sebelum transaksi dilakukan,
pilihan produk yang ada, pelayanan saat
transaksi, dan pelayanan setelah transaksi.
Partisipan diminta mengelompokkan
faktor-faktor yang ada dalam keenam
indikator tersebut ke dalam salah satu dari
dua pilihan: memicu partisipan melakukan
impulse buying atau merupakan faktor
penting ketika partisipan melakukan transaksi
online.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai
faktor kebersihan dan motivasi, peneliti
menganalisis data untuk menentukan klasifikasi
data dari masing-masing faktor. Data
dibedakan berdasar faktor kebersihan dan
motivasi. Faktor kebersihan dilacak melalui
indikator seperti kemudahan akses web,
pencarian informasi yang cepat, dan kemudahan
transaksi. Di sisi lain, faktor motivasi
dideteksi lewat pilihan seperti adanya promo
buy one get one, gratis belanja, promo
penjualan terbatas, dan diskon.
26
Hasil penelitian ini menunjukkan hal
yang mengejutkan. Dari 22 elemen desain
toko online yang dijadikan indikator penelitian
ini, hanya empat elemen dari faktor
motivasi yang benar-benar memicu orang
melakukan impulse buying yaitu judul toko
yang besar, tersedianya chatroom online,
rekomendasi teman kerja, dan adanya
promo belanja gratis. Di sisi lain, faktor
kebersihan yang mempengaruhi pengambilan
keputusan dan berujung pada impulse
buying meliputi user interface yang ramah,
kerahasiaan informasi pembeli, penggunaan
font yang sesuai, penyediaan keanggotaan,
dan kategorisasi produk. User interface yang
ramah dan sistem kerahasiaan yang terjamin
berperan krusial dalam menarik minat pembeli.
Faktor kebersihan yang kurang diperhatikan
akan mengakibatkan pembeli merasakan
uncertainty sehingga kontrol diri pembeli
meningkat dan impulse buying
kemungkinan besar tidak akan terjadi.
Secara sederhana, dapat ditarik kesimpulan
bahwa faktor kebersihan dan faktor motivasi
punya porsi masing-masing dalam memicu
perilaku impulse buying.
Meski menyajikan hasil yang menarik,
penelitian ini juga memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan pertama, peneliti tidak
menaruh perhatian khusus pada umur partisipan
yang mungkin punya pengaruh pada
preferensi mereka. Selain itu, seiring
perkembangan zaman, aspek-aspek toko
online yang diteliti pada penelitian ini bisa
jadi tak lagi relevan dan kebutuhan penelitian
sejenis di masa depan akan selalu dinantikan.
Referensi:
Fu, H. P., Chang, T. H., Hsu, K. Y., & Chen, P. S. (2016).
A study on factors that increase customer value
when conducting television shopping. International
Journal of Business and Systems Research,
10(2/3/4), 403. https://doi.org/10.1504/ijbsr.2016.075735
Gandhi, S. (2020). Analysis of Impulsive Buying Behavior
in Fashion Industry. Papers.Ssrn.Com. https://www.ssrn.com/abstract=3559987
Khan, H. U., & Uwemi, S. (2018). What are e-commerce
possible challenges in developing countries: a case
study of Nigeria. International Journal of Business
and Systems Research, 12(4), 454. https://-
doi.org/10.1504/ijbsr.2018.095077
Lo, L. Y.-S., Lin, S.-W., & Hsu, L.-Y. (2016). Motivation
for online impulse buying: A two-factor theory
perspective. International Journal of Information
Management, 36(5), 759–772. https://-
doi.org/10.1016/j.ijinfomgt.2016.04.012
Pradipto, Y. D., Winata, C., Murti, K., & Azizah, A.
(2016). Think Again Before You Buy: The Relationship
between Self-regulation and Impulsive Buying
Behaviors among Jakarta Young Adults. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 222, 177–185.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.05.209
Majalah Psikomedia 2020
PROFIL
Antara
&
Dunia Maya
Dunia Nyata
3.9k
Oleh : Safira Ulinnuha
Editor : Septania N. P.
Layouter : Atika Hidayati
Menyeimbangkan kehidupan di dunia nyata dan
dunia maya tentu tak mudah. Namun, itulah yang
dilakukan Rizqona Faqihul Ilma. Mahasiswa Teknik
Fisika tingkat akhir di Universitas Gadjah Mada ini
menggeluti tiga platform media sekaligus di tengah
kesibukannya menggarap skripsi.
9,9k Like 2,5k Coment
Rizqona Faqihul Ilma
Co-Founder dari UGMtoday (@ugmtoday)
Social Media Strategis t di Asumsi.co (@asumsico)
Founder Nirbobol.co (@nirbobol.co)
@rizqonafi
medium.com/@rizqonafi
rizqonafi.wordpress.com
Tempat, tanggal lahir : Surakarta, 14 Oktober 1996
Asal daerah
: Bekasi
Digital Lifestyle 27
PROFIL
Qona—panggilan akrab Rizqona—
merupakan co-founder dari UGMtoday,
sebuah kanal informasi terintegrasi
yang telah dibangun sejak tahun
2017. UGMtoday yang awalnya ia jalankan
hanya berdua dengan seorang teman, kini
mulai dikenal dan menjadi salah satu
platform media daring terbesar yang ditargetkan
untuk seluruh civitas academica
Universitas Gadjah Mada. Semenjak bulan
Juli lalu, ia juga menjabat sebagai social
media strategist di Asumsi; media daring
yang berfokus pada pembahasan politik,
berita terkini, dan budaya pop. Qona juga
tengah bergerak untuk membangunkan
kembali Nirbobol.co, sebuah platform media
khusus sepak bola yang sempat ‘tertidur
panjang’ semenjak dibangunnya pada tahun
2017 lalu.
28
NEWS
“Media adalah wadah yang terus
berganti wujud dan karakteristiknya,” jawabnya
saat ditanya pendapat mengenai
perkembangan teknologi yang kian pesat.
Zaman dahulu, tak sembarang orang bisa
tampil di televisi, pun menjadi penulis di
koran dikarenakan tingkat kurasinya yang
sangat tinggi. Maka dari itu, menurut Qona,
media sosial adalah embusan angin segar
bagi demokrasi. Kemudahan pengaksesannya
membuat hampir semua orang dari berbagai
kalangan menjadi vokal terhadap apa yang
mereka rasakan dan pikirkan.
Berperan aktif dalam tiga platform
online sekaligus tentu bukan hal yang
mudah. Qona dituntut untuk selalu awas
mengenai isu-isu yang terjadi di tengah
masyarakat untuk kemudian dituangkan ke
dalam bentuk tulisan. Untuk dapat menulis,
ia mengaku bahwa memperbanyak bacaan
adalah suatu hal yang penting untuk dilakukan.
“Seseorang yang ingin menulis harus
memperbanyak membaca,” ujar pria asal
Bekasi, Jawa Barat ini.
Oleh karena hal tersebut, Qona pun
berlangganan berbagai newsletter (surat
kabar daring) dari dalam dan luar negeri. Ia
berpendapat bahwa membaca tentang
hal-hal yang terjadi di Indonesia saja tidaklah
cukup karena banyak hal yang sedang
ramai diperbincangkan di Indonesia
sebenarnya sudah terlebih dahulu menjadi
tren di negara lain. “Seperti podcast,
baru-baru ini lagi in di Indonesia, padahal di
Amerika Serikat udah happening dari
beberapa tahun yang lalu,” ujarnya memberi
contoh.
Majalah Psikomedia 2020
Selain newsletter, Qona juga mengunduh
aplikasi-aplikasi untuk membaca
berita di ponsel demi menambah referensi
nya. Push notification untuk aplikasi-aplikasi
tersebut dinyalakannya, agar ia dapat segera
mengetahui apabila ada suatu topik yang
layak untuk ia tulis dan bagikan. Tak ayal,
notifikasi yang ia dapatkan tiap hari di
ponselnya pun menggunung dan bertumpuk.
Kendati demikian, Qona mengaku hal itu
merupakan salah satu caranya agar tetap
selalu update dengan hal-hal yang terjadi di
luar sana. “Kalau ditanya lelah atau enggak,
ya jujur, terpapar begitu banyak informasi
setiap hari itu melelahkan. Akan tetapi,
karena pada dasarnya aku enjoy, itu bikin
titik jenuhku dalam mengerjakan hal ini jadi
lebih panjang,” jawabnya.
Tiga tahun berperan aktif
menjadi orang di balik platform
media online membuat Qona memiliki
cukup pengalaman tentang
berkarya di media sosial. Menurutnya,
amat membahagiakan saat karya yang
kita buat kemudian dibaca, direspons,
dan diapresiasi oleh orang lain. Apresiasi
inilah yang dapat kita jadikan sebagai
dorongan untuk terus berkembang, bukan
lantas berpuas diri terhadap karya yang
telah kita hasilkan. Di sisi lain, ia sadar
betul bahwa kehati-hatian dalam mengangkat
sebuah isu adalah suatu hal yang penting
dan harus diperhatikan—apalagi jika isu
tersebut adalah suatu hal yang sensitif—sebab
bukan mustahil justru komentar negatif
dan hujatan yang kita terima. Ia berkata
bahwa kehati-hatian juga diperlukan agar
karya yang kita hasilkan bersifat objektif,
tanpa ada preferensi pribadi yang tertuang
di dalamnya.
Saat ditanya tentang impian apa yang ia
punya untuk ketiga platform yang dijalankannya,
Qona mengaku bahwa ia dan timnya
PROFIL
masih banyak belajar, mengamati, meniru,
memodifikasi, juga menggodok kiranya apa
yang dapat diberikan karena ia ingin menyuguhkan
sesuatu yang lebih baik untuk para
pembaca. “Pengin menjadikan UGMtoday
lebih besar dan bermanfaat tentunya, juga
ingin menghidupi orang-orang yang bekerja
di dalamnya secara layak,” ujarnya.
Qona juga menitipkan beberapa pesan
untuk pembaca Majalah Psikomedia untuk
menjadi bijak dalam menggunakan media
sosial. Menurutnya, sah-sah saja apabila tiap
orang memiliki pandangan yang berbeda
mengenai media sosial: ada orang yang
menganggap media sosial sebagai tempat
hiburan, sumber informasi, tempat
berkarya, ataupun mencari penghidupan. Ia
berpendapat bahwa kita memang perlu
bersyukur dan memanfaatkan kebebasan
yang kita miliki hari ini dalam menyuarakan
pendapat. Akan tetapi, tentu saja dengan
tetap memperhatikan aturan dan batasan,
terutama peraturan serta undang-undang
yang berlaku. Dalam membuat suatu karya
maupun menyuarakan pendapat, ia
berkata bahwa kita harus memikirkan
akibat dan risiko yang akan ditimbulkan.
Selain itu, Qona juga berpesan
bahwa dalam proses memberi
dan menerima informasi, verifikasi
adalah suatu hal yang sangat
penting untuk dilakukan, baik bagi
para jurnalis maupun kalangan awam.
Menelan mentah-mentah dan menyebarkan
suatu berita tanpa mengetahui kredibilitasnya
adalah hal yang wajib dihindari, apalagi
jika hal itu adalah sesuatu yang mengandung
unsur provokasi.
“Silakan rayakan kebebasan yang kita
miliki ini dengan penuh tanggung jawab,”
pungkasnya.
Digital Lifestyle 29
FENOMENA
VIRALITY:
The Uncontrolled
Information
Edit Profile
Oleh : Syibly Adam Firmanda
Editor : Kinansa Husainy
Layouter : Atika Hidayati
Internet saat ini tidak bisa dipisahkan dari masyarakat modern saat ini.
Internet telah hadir untuk memberi kemudahan bagi penggunanya, terutama
mengenai kebutuhan akses dan koneksi. Masyarakat kini dapat dengan mudah
saling terhubung dan bertukar informasi. Media-media baru muncul untuk
membantu terjadinya pertukaran informasi ini. Lebih dari itu, pengguna
internet, atau yang dikenal dengan sebutan netizen tidak lagi bertindak
hanya sebagai penerima apa yang diberitakan, melainkan juga sebagai
produsen atau penyebar informasi yang relevan.
Bersepeda, memasak, hingga bermain
TikTok telah menjadi sebagian dari
banyak kegiatan yang banyak dilakukan
orang pada masa pandemi. Seperti yang
telah diketahui, hingga saat ini penyebaran
virus Coronavirus disease (covid-19) telah
membuat kita semua jadi melakukan segala
kegiatan di rumah. Segala kegiatan yang
umumnya dijalankan dengan pertemuan
seperti bekerja, sekolah, berbelanja sampai
dengan kumpul keluarga mulai dilaksanakan
secara daring via internet. Lebih lanjut
mengenai internet, seringkali hal-hal yang
mulai banyak diikuti dan dilakukan banyak
orang seperti yang penulis sebut di atas
maupun sebuah peristiwa yang menghebohkan
seringkali disebut dengan sesuatu yang
‘viral’. Nah, seperti apa definisi dari istilah
‘viral’ ini dan seperti apa pengaruhnya
dalam masyarakat?
Jika merujuk pada Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), kata viral dapat diartikan
sebagai “virus atau segala sesuatu yang
bersifat menyebar dengan sangat cepat.”
Sedangkan untuk leksikon dari viral sendiri
berasal dari 2 kata, virus dan virtual (Widiastuti,
2019). Jika didefinisikan secara harfiah,
viral adalah suatu informasi, kejadian,
berita dan lainnya yang telah tersebar luas
secara cepat sehingga diibaratkan seperti
virus, dan dalam waktu yang singkat dapat
menjadi gempar melalui dunia maya,
internet atau media sosial. Media sosial
sendiri saat ini memiliki
pengaruh kuat pada cara
pengguna berinteraksi dan
berbagi informasi.
30
Majalah Psikomedia 2020
Lantas, bagaimana segala sesuatu bisa
viral? Virality dapat didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengangkat suatu produk
atau konsep secara viral (Permana &
Yusmawati, 2019). Viral sendiri merupakan
salah satu karakteristik dari internet, yaitu
kemampuan untuk berkembang secara
eksponensial berkali-kali lipat dalam waktu
sangat singkat. Dalam teori structural
diffusion, mekanisme ‘virality’ berbeda
dengan mekanisme broadcast (dilakukan
secara siaran). Jika umumnya dalam broadcast,
informasi secara sengaja disebar luas
dan dapat langsung diterima oleh
masyarakat melalui media massa. Konsep
virality mengusung struktur yang agak
sedikit berbeda, mekanisme virality dapat
digambarkan seperti proses difusi dari
bahasan biologi. (Goel, dkk., 2015)
Perbandingan mekanisme broadcast (kiri) dan struktur
virality (kanan)
(Sumber ilustrasi: Goel, dkk., 2015)
Jika melihat gambar di atas, terlihat
bagaimana sebuah struktur virality terjadi.
Meski demikian, terdapat persamaan konsep
dari broadcast dan virality, yaitu sama-sama
dimulai dari satu sumber utama yang menyebarkan
sebuah konten. Sebuah konten daring
—contohnya ketika seseorang menulis
unggahan di Facebook, atau sebuah utas di
Twitter —dapat berpotensi kuat untuk menjadi
titik permulaan dari struktur virality.
Kemudian, mekanisme virality terjadi ketika
individu lain menyebarkan lalu direspons
oleh sedikitnya tiga individu lainnya, dan
tiga individu berikutnya meneruskan, serta
FENOMENA
begitu seterusnya. Ada proses penyebaran
seperti virus yang menekankan perbedaan
konsep virality dan broadcast. Virality juga
melibatkan hubungan kuat antara influencer
dan follower. Beberapa penelitian juga
mengemukakan bahwa seorang influencer
atau seseorang yang memiliki pengaruh
besar terhadap sekelilingnya —seperti artis,
musisi, seniman, hingga politikus, di mana
mereka telah memiliki banyak pengikut—
dapat digolongkan sebagai pemicu virality di
internet. Selain itu influencer juga memiliki
jaringan sosial yang sangat besar, sehingga
pengaruh mereka yang paling berpotensi
untuk memulai sebuah virality (Berger &
Milkman, 2009).
Berdasarkan penelitian yang berjudul
What Makes Online Content Viral; Berger &
Milkman (2012) mengkaji tentang karakteristik
dan bagaimana sebuah konten yang bisa
viral. Konten viral memiliki kapasitas
pembangkit emosi yang tinggi, contohnya
seperti dalam emosi kebahagiaan dan ketakutan.
Skala emosi yang ditunjukan juga bisa
berbeda-beda, seperti contoh, kapasitas
emosi dapat bervariasi mulai dari emosi yang
negatif hingga emosi yang positif. Chakrabarti
dan Berthon (2012) juga mengemukakan
bahwa emosi, khususnya emosi sosial,
merupakan pusat dari berbagai pertukaran
di media sosial saat ini. Tingkatan energi
pada emosi yang tinggi contohnya seperti
kemarahan, sedangkan tingkatan energi
emosi yang rendah terdapat pada ketakutan.
Level dominasi dari emosi juga bervariasi,
tergantung pada seberapa besar kontrol
yang dimiliki oleh seorang individu. Emosi
kekaguman merupakan emosi dengan level
dominan yang tinggi, dan emosi ketakutan
merupakan emosi dengan level dominan
yang rendah.
Digital Lifestyle 31
FENOMENA
Konten viral tidak harus selalu memiliki
karakteristik konten yang positif, tetapi
konten tersebut membangkitkan kapasitas,
energi serta dominasi emosi manusia (Jones,
Libert, & Tynski, 2016). Dari ketiga karakteristik
emosi: kapasitas, energi, dan dominansi
emosi, faktor kapasitas emosi menjadi
faktor terlemah dalam kontribusinya terhadap
virality. Dobele, dkk. (2007) telah
menyelidiki mengapa orang menyebarkan
sesuatu yang viral, dan jawabannya adalah
karena mereka terhubung secara emosional.
Mereka berpendapat bahwa virality harus
membangun hubungan emosional antara apa
yang dikampanyekan dengan sasaran
audience untuk memastikan pesan itu tersebar
luas. Secara khusus, platform mikroblog
seperti Twitter adalah fokus dari berbagai
macam studi yang bertujuan untuk memahami
bagaimana pesan menyebar di dalam
jejaring sosial dan bagaimana peran
pengaruh penulis pesan pada jangkauan
penyebarannya. Jaringan media sosial juga
banyak digunakan oleh perusahaan sebagai
media komunikasi untuk promosi dan keterlibatan
pelanggan.
Namun, bukan berarti segala hal yang
viral bisa menjadi sebuah sumber yang valid
dan kredibel. Banyak sekali informasi yang
belum terbukti kebenarannya akan tetapi
sudah disebarluaskan oleh khalayak luas,
bahkan bisa dikategorikan sebagai berita
hoaks. Untuk itu, diperlukan kehati-hatian
dalam memproses dan menerima segala
informasi yang beredar di internet. Jangan
sampai kita menyebarkan tanpa tahu faktanya.
Hal tersebut terkadang diperparah
dengan berbagai konotasi negatif dari
headline berita viral yang disebarkan serta
kemudian disambut dengan reaksi murka
hingga kecewa dari penerima pesan yang
terprovokasi oleh berita tersebut. Nukman
Luthfie, seorang konsultan yang kerap dijuluki
‘Bapak Medsos Indonesia’, berpesan agar
32
senantiasa lebih bijak dalam bermedia
sosial. Dikutip dari Lupiyanto (2019),
Nukman menganalogikan media sosial itu
jendela kecil untuk menafsir siapa kita.
Quote yang juga menjadi bio dari akun
Twitter-nya ini dapat diartikan bahwasanya
segala sesuatu yang kita share dan respons di
internet menjadi cerminan dalam melihat
seperti apa kita sebenarnya.
Referensi:
Berger, J., & Milkman, K. (2009). Virality: The Science
Of Sharing and the Sharing of Science.
Berger, J., & Milkman, K. L. (2012). What Makes Online
Content Viral? Journal of Marketing Research,
49(2), 192–205. doi:10.1509/jmr.10.0353
Chakrabarti, R., & Berthon, P. (2012). Gift giving and
social emotions: experience as content. Journal of
Public Affairs, 12, 154-161
Dobele, A., Lindgreen, A., Beverland, M., Vanhamme,
J., & Van Wijk, R. (2007). Why pass on viral messages?
Because they connect emotionally. Business
Horizons, 50(4), 291-304.
Goel, S., Anderson, A., Hofman, J., & Watts, D. J.
(2015). The Structural Virality of Online Diffusion.
Management Science, 150722112809007.
doi:10.1287/mnsc.2015.2158
Jones, K., Libert, K., & Tynski, K. (2016). The emotional
combinations that make stories go viral. Harvard
Business Review, 13-16.
Lupiyanto, R. (2019). Obituari Nukman Luthfie: Membumikan
Bijak Bermedsos. Retrieved August 31,
2020, from https://jalandamai.net/obituari-nukman-luthfie-membumikan-bijak-bermedsos.html
Widiastuti, N. (2019). Berita Viral di Media Sosial
Sebagai Sumber Informasi Media Massa Konvensional.
Journal Digital Media & Relationship, 1(1),
23-30.
1
1
Majalah Psikomedia 2020
BUNG KOMET
KENA TIPU
OLSHOP
sobbi
BUY NOW
KOMIK
pADA SUATU HARI...
Kak komet, beliin aku baju di
online shop dong! BUAT KADo
uLANG TAHUN SAHABAT AKU NIH!
aku pilih yang ini kak.
Rp 30.000
SSSTTT
sobbi
HMMM.. BOLEH.
NIH MILIH SENDIRI DI
SOBBI.
wah murah banget nih.
oke langsung kakak klik
checkout yaa...
PAKET TELAH TIBA...
HAH KECIL BANGET!!
wah penjuanya nipu nih!
produk ga sesuai gambar.
kasih bintang satu!
apaan sih kak komet. pas
banget kok ini sama bebi,
sahabatku. kemarin milihnya
emang baju barbie, kakak aja
yang asal checkout engga baca
deskripsi produk dulu.
pesan:
1. baca deskripsi produk
sebelum checkout
2. jangan asal nuduh
penjual penipu
3. jadilah pembeli cerdas
OLEH: atika
Digital Lifestyle 33
TAKAR SINEMA
HER
Jatuh Cinta dan Patah Hati
Pada Kemajuan Teknologi
Oleh : Nur Rohmah Itsnaini
Editor : Jinggan Anggun P.
Layouter : Fajrul Falah H.
Judul : Her
Genre : Romance & Science-fiction
Tahun rilis : 2013
Durasi : 126 menit
Sutradara : Spike Jonze
Pemain : Joaquin Phoenix,
Scarlet Johansson
Pernahkah Anda membayangkan
bagaimana rasanya jatuh cinta pada
hal yang tidak terlihat dan tidak nyata?
Ya, hal itu terjadi pada film Her (2013) yang
disutradarai oleh Spike Jonze dan sukses
menjadikan film ini begitu futuristik. Film ini
menceritakan seorang penulis pria Theodore
Twobly (Joaquin Phoenix) yang merasakan
kesepian dalam hidupnya setelah mengalami
kegagalan dalam pernikahannya. Ia
kemudian memutuskan untuk membeli
sebuah mesin operating system (OS) dengan
teknologi yang sangat canggih. OS yang
mengadaptasi konsep artificial intelligence
pada mesin komputer ini digambarkan
sebagai seorang perempuan bernama
Samantha (Scarlet Johansson).
Samantha bukanlah sebuah OS
biasa—lebih dari itu. Samantha merupakan
sebuah teknologi ciptaan manusia yang
memiliki kemampuan beradaptasi sangat
34
baik. Layaknya manusia yang hidup di dunia
nyata, Samantha selalu menemani
keseharian Theodore. Samantha tidak
terlihat seperti robot, ia hidup—paling tidak
dalam pikiran Theodore. Tanpa disadari,
Theodore merasakan ada sesuatu yang
membuncah dalam hatinya ketika bersama
Samantha. Ya, Theodore telah jatuh cinta
pada sebuah OS. Namun entah bagaimana,
Samantha ternyata juga jatuh cinta pada
Theodore sehingga terjalinlah suatu
hubungan di antara mereka.
Semakin lama hubungan berjalan,
Theodore merasakan ada hal aneh dalam
hubungannya dengan Samantha. Samantha
terasa begitu nyata yang membuat Theodore
merasakan kebingungan dan kegalauan yang
luar biasa. Konflik demi konflik pun perlahan
muncul. Theodore untuk kesekian kalinya
merasakan ketakutan akan kehilangan orang
yang dicintai dalam hidupnya.
Majalah Psikomedia 2020
Hingga akhirnya, Theodore mengetahui
fakta bahwa Samantha juga sedang
mencintai dan berpacaran dengan 641 pria
lainnya karena pada dasarnya Samantha
berada di satu ruang yang sama di kantor
pusat OS. Hal tersebut membuat hati
Theodore hancur berkeping-keping.
Theodore akhirnya tersadar bahwa tidak
seharusnya ia merasakan kekecewaan pada
sebuah OS. Theodore pun memutuskan untuk
berpisah dan menjalani kehidupan seperti
dahulu sebelum ia mengenal Samantha.
Film Her ini memiliki setting waktu
masa depan yang menggambarkan betapa
pesatnya kemajuan teknologi yang
membersamai kehidupan manusia untuk
membantu meringankan pekerjaan atau
sekadar menjadi teman setia para
penggunanya. Spike Jonze sebagai sutradara
berhasil membawakan cerita dengan sangat
indah sehingga penonton mampu merasakan
saat keduanya saling jatuh cinta. Tak hanya
itu, interaksi yang terjadi di antara
keduanya terasa sangat natural dengan
iringan gambar dan musik yang sangat
menarik. Tak heran film ini berhasil meraih
beberapa penghargaan sebagai film terbaik,
di antaranya nominasi Oscar sebagai best
picture.
Sinematografi pada film berdurasi 126
menit ini menampilkan gambar dengan tone
yang terasa pucat dan halus diikuti tata
ruang modern yang tampak lengang
seolah-olah menggambarkan suasana kelak
di masa depan. Alur cerita pada film ini
sangat runtut dan mudah dipahami, bahkan
konsep mengenai impossible relationship
antara manusia dengan komputer terasa
begitu manusiawi dan romantis. Selain itu,
film ini begitu brilian dengan tema yang
futuristik, naskah yang jenius, dan skenario
serta kekuatan akting dari para pemerannya
yang mumpuni.
TAKAR SINEMA
Selain kelebihan yang telah disebutkan,
film ini juga memiliki beberapa kekurangan,
diantaranya tempo film yang terlalu lambat
dan flat sehingga pada 30 menit pertama
akan membuat Anda mengantuk dan bosan.
Tak cukup sampai di situ, film ini juga
menayangkan beberapa adegan vulgar yang
membuat film ini tidak layak untuk ditonton
oleh anak-anak. “I’ve never loved anyone
the way I loved you”. Kata-kata tersebut
begitu manis dan romantis, tetapi menjadi
terdengar menggelikan tatkala diucapkan
Theodore kepada Samantha—OS
kesayangannya.
Film ini tidak sesingkat judulnya,
banyak sekali pesan moral yang dapat
dipetik setelah menonton film Her ini. Di
balik hal-hal baik dan buruk yang telah
disebutkan di atas, film Her menceritakan
bagaimana keadaan manusia pada era
digital. Era digital ini membawa perubahan
pada banyak sisi kehidupan manusia, salah
satunya adalah gaya hidup manusia (digital
lifestyle). Digital lifestyle ini
menggambarkan gaya hidup di era modern
yang sarat dengan teknologi informasi. Hal
tersebut dapat dilihat dari maraknya
penggunaan gawai maupun aplikasi yang
mengurangi intensitas interaksi manusia di
kehidupan nyata dan lebih menyukai
berinteraksi di dunia maya. Teknologi
memang memudahkan segala kegiatan
manusia, tetapi sadar atau tidak, teknologi
juga menyebabkan pola perilaku dan
hubungan yang aneh. Pesan yang tersirat
pada film ini, jangan sampai kemajuan
teknologi membuat kita sebagai makhluk
sosial menjadi terlena dan cenderung lebih
individualis.
Digital Lifestyle 35
TAKAR SINEMA
Black Mirror: Nosedive
Sindiran Tajam Bagi Pengguna Media Sosial
Oleh: Monica Giovanni H.S. Editor: Gita Dewantry S. Layouter: Rizki W. R.
Tidak perlu terlalu khawatir apabila jumlah likes di media sosialmu
tidak sesuai ekspektasi, karena tentunya kamu tidak ingin berakhir
seperti tokoh utama di film ini.
Judul serial : Black Mirror
Tanggal rilis : 4 Desember 2011
Produser
: Charlie Brooker & Annabel Jones
Durasi
: 41-89 menit setiap episode
Jaringan penyiar : Channel 4 & Netflix
Genre
: Fiksi ilmiah, Satire, Distopia
Judul episode : Nosedive
Tanggal rilis : 21 Oktober 2016
Episode : Season 3 Episode 1
Jika kamu adalah penggemar TV serial
barat, pasti kamu sudah tidak asing lagi
dengan serial asal Britania Raya yang
berjudul Black Mirror. Serial yang sudah
menginjak seri kelima ini memang sangat
familiar bagi para penyuka genre fiksi
ilmiah. Uniknya lagi, ide cerita Black Mirror
berangkat dari kombinasi antara penggunaan
teknologi dengan satire kehidupan masa
kini. Berbeda dengan TV serial lain yang
antar episodenya merupakan cerita
berkesinambungan, setiap episode dalam
Black Mirror justru menyuguhkan kisahnya
sendiri-sendiri, tanpa ada keterkaitan
dengan episode sebelumnya. Alur cerita di
setiap episode Black Mirror dikemas secara
apik dan mampu membuat para penonton
terheran-heran dengan ide cemerlang yang
diusung dalam setiap episodenya. Sounds
intriguing, doesn’t it?
Salah satu episode Black Mirror yang
erat kaitannya dengan digital wellness
berjudul Nosedive. Episode ini mengambil
latar dunia modern, di mana setiap orang
bisa saling menilai satu sama lain dengan
36
skala 1 hingga 5 dalam setiap interaksi yang
mereka lakukan. Rating tersebut merupakan
hal yang sangat penting dan sangat diperjuangkan
karena menyangkut status sosial
ekonomi seseorang. Semakin rendah rating
seseorang, maka ia akan dikucilkan di
masyarakat.
Nosedive menceritakan tentang Lacie
Pound, seorang wanita yang terobsesi untuk
memiliki rating tinggi. Dalam kesehariannya,
Lacie menjalani hidup yang terkesan
dibuat-buat dan seringkali menyunggingkan
senyum palsu demi mendapatkan bintang 5.
Suatu ketika, Lacie ingin membeli hunian
baru. Sayangnya, harga hunian tersebut di
atas perkiraan Lacie. Untuk mendapatkan
diskon 20%, ia harus memiliki rating 4,5 ke
atas. Maka dari itu, Lacie melanjutkan
kehidupan palsunya untuk mengejar rating
agar memenuhi target. Peluang yang dimiliki
Lacie semakin terbuka lebar ketika Naomi
−teman masa kecil Lacie yang populer−
meminta Lacie untuk menjadi maid of honor
di pernikahannya. Meskipun demikian,
terdapat serentetan kejadian buruk yang
Majalah Psikomedia 2020
menimpanya di perjalanan yang mengakibatkan
hidupnya menjadi hancur karena terlalu
sibuk mengejar rating.
Lacie dan orang-orang di sekitarnya
sibuk dengan gawai
Rating Lacie turun drastis
Ide cerita Nosedive yang fresh dengan
alur yang runtut menuai berbagai respons
dari banyak pihak. Melalui situs rating film
Rotten Tomatoes, terdapat 22 reviewer
episode Nosedive dan 95% di antaranya
merespon secara positif. Walaupun demikian,
terdapat beberapa kritikus yang justru
mengatakan bahwa alur cerita Nosedive
mudah diprediksi dan repetitif. Well, terlepas
dari hal tersebut, sebenarnya setiap
adegan yang ditampilkan berhasil “menyindir”
banyak individu di zaman sekarang.
Sambil menyelam minum air, Nosedive
mampu menyajikan tontonan yang menghibur
sekaligus mengedukasi masyarakat
modern. Dari segi visual, penggunaan warna
pastel dalam setting filmnya patut diapresiasi
karena sejuk dipandang mata. Akting
Bryce Dallas Howard sebagai pribadi yang
terobsesi akan rating serta senyum palsunya
juga menuai banyak pujian dari berbagai
pihak.
TAKAR SINEMA
Sepanjang penayangan film, Lacie dan
seluruh tokoh di Nosedive hampir selalu
terlihat memegang gawai dan saling merating
satu sama lain. Selain Lacie, tokohtokoh
lain juga terlihat memaksakan senyumnya
dan menata setiap kata yang akan
diucapkan, dikarenakan takut mendapat
rating buruk apabila tidak berperilaku sesuai
tuntutan masyarakat. Adegan itu tentunya
senada dengan fenomena yang terjadi di
seluruh dunia saat ini, di mana keseharian
seseorang tidak bisa dilepaskan dengan
adanya gawai dan media sosial.
Di zaman digital yang semua serba
instan dan modern, tren untuk meraih
engagement yang tinggi di media sosial menjadi
marak. Mayoritas pengguna menunjukkan
sisi palsu dari dirinya, seperti membubuhkan
filter, menggunakan bot, dan
meniru gaya orang lain. Namun, di sisi lain
justru mengorbankan self well-being karena
terlalu tidak percaya diri untuk menjadi diri
sendiri.
Melalui kisah Lacie, para penonton
diajak untuk menyadari bahwa kebahagiaan
tidak hanya berasal dari jumlah engagement
di media sosial yang diterima. Pasalnya, hal
tersebut tidak lagi penting apabila dalam
prosesnya justru tidak bahagia. Ditambah
lagi, segala sesuatu yang tampak di media
sosial biasanya bukan merupakan realita
yang ada, melainkan visualisasi terhadap apa
yang ingin dilihat oleh orang lain. Hidup akan
jauh lebih bermakna apabila dijalani secara
natural tanpa kepalsuan. It’s okay to follow
the trend, tetapi jangan sampai kehilangan
diri sendiri dalam prosesnya ya, fellas!
Highly recommended untuk kalian
yang susah lepas dari gawai dan
media sosial!
Digital Lifestyle 37
IKLAN
@bungkometjualan
Hi guys! Kemarin tanggal 17 Agustus aku launching
online shop baruku di Instagram. Aku jualan berbagai
alat tulis yang bikin catatan estetik loh!
Cek @bungkometjualan kuy!
Tas serut
Sticky notes landscape
Mau bawa barang printilan tapi
ribet bawanya? Tas serut motif
solusinya! Estetik dan praktis
dibawa ke mana aja.
Tempat pensil pastel
Cari sticky notes yang estetik tapi
nyegerin mata? Aku jual loh!
Harganya terjangkau, only 8k!
Highlighter
Lagi cari tempat pensil lucu,
kualitas bagus, dan harga
terjangkau? Aku jualan loh!
Highlighter unik yang bisa dihapus
kalo kalian salah nge-highlight
tulisan loh! Harganya cuma 14k
aja.
Jalan jalan ke Pasar Batik
Pulangnya bawa jajanan
Cari alat tulis estetik?
Ya di @bungkometjualan!
38
Majalah Psikomedia 2020
PSIKOMEDIA 2020
Pemimpin Umum: Kinansa Husainy| Sekretaris: Hanif Yumna Ulinnuha|
Bendahara: Rizki Wahyu Ramadhan| Pemimpin Redaksi: Septania Nurdika
Putri| Pemimpin Penelitian: Naufal Shabri| Pemimpin PSDM: Gita
Dewantry Suryani| Pemimpin Perusahaan: Monica Giovanni Hadi Sutanto|
Pemimpin Hubungan dan Jaringan: Nabila Rosa Damayanti| Pemimpin
Desain dan Produksi: Kanza Qotrunnada
Redaktur Pelaksana: Nur Nisrina Hanif R.| Penanggung Jawab Layouting:
Fajrul Falah H.| Redaktur Produksi: Endah Ratnaningsih
Redaksi: Jinggan Anggun Permani, Syibli Adam Firmanda, Anggia Atin
Aprila, Tasya Asdityasha| Penelitian: Hanif Fawzan, Clarissa Cahyanti
Putri, Muhammad Rif’an A.| PSDM: Farhana Rizqy Amalia, Anindita
Istighfarin, Mutiarahmi Bella Alifa| Perusahaan: Dzulfani Solikhatunnisa,
Dela Aisyah Putri, Nur Rohmah Itsnaini| Hubungan dan Jaringan: Ghania
Luthfi Utami, Nisa Salsabila, Safira Ulinnuha| Desain dan Produksi: Andi
Andika A. P., Atika Hidayati
DITERBITKAN OLEH
BPPM PSIKOMEDIA
FAKULTAS PSIKOLOGI UGM
Jl. Humaniora 1, Bulaksumur,
Yogyakarta
Email : bppm.psikologi@ugm.ac.id
Twitter : @psikomediaugm
Instagram : @bppmpsikomedia
Website : psikomedia.net
OA LIne : uhj5267g
Diterbitkan oleh:
BPPM Psikomedia
Fakultas Psikologi UGM
Jalan Humaniora No. 1
Bulaksumur