25.04.2022 Views

COMDIS STAT 7

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

STATION 7

KASUS 1

Scenario :

Seorang pasien rawat inap didiagnosa kolesistitis sehingga diberikan resep antibiotik oleh dokter

penanggung jawab. Riwayat pasien sebelumnya tertulis pada rekam medik pasien.

Tugas :

1. Lakukan analisis DRP pada resep yang berada di meja kerja anda! Anda dipersilahkan

menggunakan literatur standar uang sudah disiapkan di meja tersebut.

2. Tulislah kategori DRP, alasan mengapa DRP terjadi, dan rekomendasi penyelesaian DRP

yang anda temukan di lembar kerha anda! Serahkan lembar kerja pada penguji setelah

melaksanakan tugas ketiga!

3. Lakukan komunikasi ke dokter penulisan resep terkait DRP yang anda temukan, dan

sampaikan solusi yang anda tawarkan melalui telepon yang berada di meja kerja anda!

Data rekam medik yang menunjukkan kolesistitis :

Suhu >37,3 C

Bilirubin total >8,5 mg/dL

Leukositosis >14.100/mm 3

PCO3 <32mmHg

Nadi 112x/menit

Gambaran USG : tidak ditemukan adanya batu dalam kandung empedu, penebalan dinding

empedu dengan atau tanpa cairan perikolesistik, sonographic murphy’s sign positif yakni nyeri

saat probe USG ditekan pada daerah kandung empedu


(Fuxc et al, 2013)

- Tidak adanya kegagalan organ (grade 1 et 2), Tidak adanya faktor risiko infeksi dengan

beta-laktamase-tahan mikroorganisme

- Tidak adanya kegagalan organ (grade 1 et 2), Faktor risiko infeksi dengan beta-laktamasetahan

mikroorganisme

- Adanya kegagalan organ (derajat 3), Tidak adanya faktor risiko infeksi dengan betalaktamase

resisten mikroorganisme

- Adanya kegagalan organ (derajat 3), Faktor risiko infeksi dengan beta-laktamase-tahan

mikroorganisme

Guideline (Pisano et al, 2020)

Pengobatan harus dimulai dengan antibiotik yang memiliki distribusi bilier yang baik dan aktivitas

yang baik terhadap bakteri. Penisilin sering digunakan pada infeksi bilier. Aminopenisilin seperti


amoksisilin diekskresikan tidak berubah dalam empedu. Pada pasien dengan fungsi bilier normal,

konsentrasi amoksisilin tiga kali lebih tinggi dalam empedu daripada dalam plasma.

Fluoroquinolones memiliki bio-availabilitas yang sangat baik dengan di ekskresi pada ginjal dan

hati. Misalnya, konsentrasi bilier ciprofloxacin adalah 28 hingga 45 kali lebih tinggi dari

konsentrasi plasma. Konsentrasi empedu tetap tinggi bahkan pada pasien dengan obstruksi

kantong empedu. Kombinasi ciprofloxacin dengan metronidazol dapat menjadi alternatif

amoksisilin/asam klavulanat pada pasien dengan ACC ringan atau sedang dan tidak ada faktor

risiko. Dari penisilin, piperasilin mencapai konsentrasi tertinggi dalam empedu (25% dalam bentuk

aktif, 60 kali lebih tinggi dalam empedu daripada di plasma). Penggunaan kombinasi piperacillin

dan tazobactam juga merupakan alternatif yang menarik. Namun, tazobactam memiliki

farmakokinetik yang berbeda dari piperasilin, hanya mencapai konsentrasi efektif dalam empedu

hanya selama 3 jam pertama setelah pemberian. Glisilsiklin, seperti sebagai tigecycline, memiliki

spektrum aktivitas yang luas dan baik ketersediaan dalam empedu dan di dinding kandung

empedu. Sebagian besar sefalosporin, penisilin, aminoglikosida, dan karbapenem diekskresikan

oleh ginjal, dosisnya harus dikurangi pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Dosis

penyesuaian untuk ceftriaxone tidak diperlukan pada pasien dengan insufisiensi ginjal; Namun,

dosisnya harus berkurang pada pasien dengan insufisiensi hati. Aminoglikosida adalah antibiotik

harus diberikan sebagai dosis harian tunggal dalam jumlah besar sebagian besar situasi. Sementara

aktivitas bakterisida berkorelasi dengan konsentrasi puncak, toksisitas berkorelasi dengan sisa atau

tingkat palung. Untuk mengoptimalkan penggunaannya, puncak dan melalui konsentrasi serum

aminoglikosida harus dipantau secara rutin.

Kemungkinan DRP :

Pemilihan obat kurang tepat

Pasien Tn Fulan (57 tahun) didiagnosis oleh dokter menderita kolesistitis dan mendapatkan resep

obat yaitu berupa cefazoline 1 gr vial. Berdasarkan Fuks et al (2013) first line terapi untuk

kolesistitis dengan grade… menggunakan obat…. karena terapi tersebut memiliki distribusi

bile/serum yang baik dan efektivitas yang baik untuk bakteri.

Percakapan dokter dengan apoteker

Apoteker : selamat pagi dok, apakah betul ini dengan dokter langit ?

Dokter

Apoteker

Dokter

Apoteker

: iya betul

: perkenalkan dok saya Winda Dwi Septianti selaku apoteker penanggung jawab di

apotek rawat inap RS Sehat Sentosa

: ada apa ya mba?

: apakah betul terdapat pasien yg bernama Bapak Fulan usia 57 Tahun yang

didiagnosa penyakit kolesistitis dengan diberikan resep obat cefazolin 1g vial ?


Dokter

Apoteker

Dokter

Apoteker

Dokter

: sebentar saya cek terlebih dahulu, oh iya mba ada, ada apa ya mba?

: jadi begini dok berdasarkan jurnal Fuxc et al (2013) tentang treatment antibiotik

untuk pasien kolesistitis, first line nya menggunakan obat… karena….

: oh iya boleh mba

: baik kalau begitu dok, saya izin mengkonfirmasi ulang ya dok, jadi obatnya

diganti menjadi blablabla

: iya mba sudah betul

Daftar Pustaka

Fuxc, D., Cosse, C., and Regimbeau, M. 2013. Antibiotic therapy in acute calculous cholecystitis.

Elsevier Masson SAS.

Pisano et al. 2020. 2020 World Society of Emergency Surgery updated guidelines for the diagnosis

and treatment of acute calculus cholecystitis. World Journal of Emergency Surgery.

Vol.15(61):1-26.


STATION 6

Kasus 1

Kasus 2

Seorang pasien pria 57 tahun datang ke apotek mengeluhkan gula darahnya

yang kembali meningkat sejak sebulan yang lalu. Pasien datang dengan kondisi

seperti kelelahan, terbatuk-batuk, dan sedikit sesak nafas. Pasien mendapatkan obat

Glimepirid 2 mg 2x sehari untuk mengatasi gula darahnya. Pasien menginginkan

supaya kadar gula darahnya kembali normal.

1. Galilah informasi dari pasien untuk menemukan masalah yang dialami

terkait pengobatan DMnya!

2. Jelaskan pada pasien mengenai penyebab peningkatan gula darah yang

dialami!

Penyelesaian :

- Menyapa pasien

- Perkenalan

- Ada yang bisa saya bantu? (pasien menyampaikan keluhan)

- Obat gula darah yang dikonsumsi apa?

- Kapan terakhir cek gula darah?

- Berapa gula darah terakhir cek?

- Bagaimana pola makan Bapak selama ini?

- Bagaimana cara Bapak minum obat selama ini? (setelah makan)

- Berapa kali sehari minum obat? (2x sehari)

- Apakah sedang konsumsi obat lain selain untuk gula darah? (pasien

menunjukkan rifampisin)

- Sudah berapa lama mengonsumsi rifampisin?

- Apakah ketika ke dokter Bapak menyampaikan riwayat penggunaan obat Bapak? ∙

Sebentar ya Pak saya cek dulu (interaksi glimepiride & rifampisin)

- (kembali ke pasien dan menjelaskan) Terimakasih Pak telah menunggu. Setelah saya cek, ada

beberapa hal yang menyebabkan gula darah Bapak tidak turun, pertama karena cara minum obat

gula darahnya kurang tepat, seharusnya 2x sehari diminum secepatnya sebelum atau suapan

pertama makan., namun Bapak minum setelah makan. Kemudian dapat juga disebabkan

karena adanya efek dari OAT yang Bapak konsumsi yaitu obat rifampisin. Rifampisin

dapat menurunkan efek dari oba gulanya (glimepiride), sehingga walaupun

Bapak meminum obat gula darah, gula darah Bapak akan tetap tinggi.

- Saya menyarankan agar Bapak konsultasikan kembali ke dokter untuk penggunaan obat

gula darah dan OAT nya pak, mungkin nanti dokter akan memberikan solusi mengenai

pengobatan Bapak sesuai dengan kondisi Bapak.


- Untuk mengontrol gula darah Bapak sebaiknya rutin cek gula darah ya Pak, atur

pola makan, kurangi makanan manis

- Bagaimana Pak apakah ada yang ingin ditanyakan lagi?

Solusi kalua ditanya penguji : benerin cara minum sama konsul ke dokter

Glimepiride : maksimum harian 4 mg diminum secepatnya sebelum atau suapan pertama

makan

Glibenklamid : 5 mg 1 kali sehari; segera setelah makan pagi, dosis maksimum 15 mg

sehari

Interaksi rifampisin – glimepiride : Rifampisin dapat meningkatkan metabolisme

sulfonilurea oral. Efek terapeutik sulfonilurea dapat dikurangi. Mekanismenya adalah

induksi isoenzim hati CYP450. Reaksi serupa mungkin terjadi dengan rifabutin.

PENATALAKSANAAN: Pasien dengan terapi bersamaan harus dipantau untuk

kehilangan kontrol glukosa darah. Dosis sulfonilurea mungkin perlu ditingkatkan. Klinisi

juga harus waspada terhadap hipoglikemia setelah rifamycin dihentikan


STATION 7

Kasus 3

Skenario :

Anda adalah apoteker di apotek yang menerima resep berikut:

Tugas :

1. Lakukan skrining resep tersebut!

- Syarat administratif

Nama, umur, jenis kelamin, alamat pasien

Nama, alamat, nomor izin praktek dokter

Tempat & tgl penulisan resep

Tanda R/

Nama obat, komposisi, dan aturan pakai

- Kesesuaian farmasetik

Nama, dosis, jumlah, bentuk, dan kekuatan sediaan obat

Stabilitas

Kompatibilitas

Aturan dan cara penggunaan obat

- Kesesuaian klinis

Ketepatan indikasi dan dosis obat

Ketepatan aturan, waktu, cara, dan lama penggunaan obat

Duplikasi, ROTD (ESO atau alergi), kontraindikasi, IO

2. Tentukan alternatif solusi terhadap permasalahan yang ditemukan!

3. Komunikasikan permasalahan dan alternatif solusi yang Anda temukan kepada

dokter!


Penyelesaian:

- TETRASIKLIN (antibiotik spektrum luas gol tetrasiklin)

a. Indikasi: eksaserbasi bronkitis kronis, klamidia, mikoplasma dan riketsia, efusi

pleura karena keganasan atau sirosis, acne vulgaris

b. Dosis: PO 250 mg tiap 6 jam (4 x sehari) bisa ditingkatkan jd 500 mg tiap 6-8

jam pd infeksi berat

c. Peringatan: Pd px gangguan fungsi hati (tidak boleh iv), gangguan fungsi ginjal,

kadang menimbulkan fotosensitivitas.

d. IO: antasida

e. Kontraindikasi: ibu hamil dan menyusui, anak-anak <12 tahun (karena

tetrasiklin dpt terikat pd kalsium shg menyebabkan pewarnaan kuning pd gigi),

px gangguan ginjal (dpt menyebabkan eksaserbasi penyakit ginjal)

f. ESO: mual, muntah, diare, eritema

g. KIE: tab/kapsul harus ditelan bersama air yang cukup dalam posisi duduk atau

beridiri; diberikan 2 jam sebelum atau 4-6 jam sesudah susu, zat besi, vitamin,

antasida krn dpt menurunkan absorpsi tetrasiklin; hindari paparan cahaya

matahari terlalu lama atau pake baju yang tertutup atau pake sunscreen

- SIMETIDIN (gol H2RA=mengurangi sekresi as lambung)

a. Indikasi: PUD, GERD, bisa jg sebegai terapi pemeliharaan dispepsia karena

nsaid/h.pylori

b. Dosis: PO 400 mg 2x sehari atau 800 mg 1x sehari min 4 minggu

c. Peringatan: -

d. IO: dengan warfarin, fenitoin, teofilin, aminofilin (sime menghambat metabolisme

obat lain), antasida

e. Kontraindikasi: Px dengan penyakit hati, gagal ginjal

f. ESO: pusing, diare, nyeri kepala, lemas

g. KIE: minum sime 2 jam setelah antasida, zat besi

Konsul ganti obat:

Selamat pagi, dok. Apakah benar saya berbicara dengan dokter Mutia? Perkenalkan

saya Rifdah, apoteker dari apotek Kimia Farma yang bertugas pada hari ini.

Saya izin minta waktu Dokter sebentar untuk konsultasi terkait pasien dokter.

Benarkan Tn. Ario, 29 tahun, alamat di Kalijaran merupakan pasien dokter?

Baik, jadi begini dok, … (konsultasi: sampaikan masalah dan solusinya)

Baik, kalau begitu izinkan saya untuk konfirmasi ya Dok. Jadi, Tn. Ario diberikan …

Terima kasih, dok, atas waktunya. Selamat pagi.


Eradikasi H.pylori:

PPI + amoksisilin + klaritromisin/metrinidazol selama 1 minggu

PPI bisa diganti ranitidin

Bisa juga digunakan tetrasiklin, namun harus dikombinasi dengan ab lain dan

penghambat sekresi asam

PIONAS. 2022. Antitukak.

https://pionas.pom.go.id/ioni/bab-1-sistem-saluran-cerna-0/13-antitukak. Diakses pada

16 Maret 2022.

*Jika px ada riwayat gangguan hati atau ginjal, simetidin bisa diganti PPI omeprazol

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!