21.01.2013 Views

T7suaY

T7suaY

T7suaY

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan<br />

Lorong Keluar dari Berbagai Paradoks Pembangunan,<br />

MMenuju j Indonesia I d i yang g Tertata T t t<br />

Oleh<br />

Tim Visi Indonesia 2033


PPemindahan i d h Ibu Ib Kota K t ke k KKalimantan li t<br />

Lorong g Keluar dari Berbagai g Paradoks Pembangunan, g ,<br />

Menuju Indonesia yang Tertata<br />

Tim Visi Indonesia 2033<br />

Tim Visi Indonesia 2033<br />

Andrinof A Chaniago<br />

Ahmad Erani Yustika<br />

M. Jehansyah Siregar<br />

Tata Mutasya


Usulan agenda pemindahan ibu kota ke Kalimantan -sebagai bagian dari isi Visi<br />

IIndonesia d i 2033 2033- bbukanlah k l h id ide reaktif ktif yang semata-mata t t bberangkat k t ddari i kkemacetan t ddan<br />

kepadatan kota Jakarta. Masalah kemacetan kronis, ancaman banjir, dan sebagainya,<br />

di Jakarta, hanyalah sisi kecil dari landasan usulan pemindahan Ibu Kota Negara ke<br />

Kalimantan Kalimantan. Sisi kecil itu saja sudah amat penting penting, karena ia harus dilihat sebagai<br />

penanda bahwa persoalan sebenarnya di Kota Jakarta sudah terlampau berat karena<br />

tidak adanya kebijakan visioner yang menjadi acuan dalam tiga puluh tahun terakhir.<br />

Dengan kata lain lain, usulan agenda pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan ini adalah<br />

usulan kongkrit untuk membalik paradigma pembangunan yang terbukti saat ini<br />

mewarisi setumpuk masalah. Dengan menekankan prinsip-prinsip “terbesar, terpusat,<br />

tertinggi, tercepat, dan sebagai” sebagai dalam perlombaan mengejar pertumbuhan,<br />

paradigma lama ini telah mewariskan sejumlah masalah besar di tingkat Kota Jakarta<br />

maupun nasional. Salah satu warisan buruk yang ditinggalkan oleh paradigma tadi<br />

adalah terjadinya j y kongesti g arus lalu lintas kedatangan g dan keberangkatan g alat<br />

transportasi udara dan laut, di bandara dan pelabuhan, dan kemacetan kronis di jalanjalan<br />

Jakarta dan sekitarnya saat ini.<br />

Secara keseluruhan, usulan pemindahan Ibu Kota oleh Tim Visi Indonesia 2033<br />

sejak tahun 2008 lebih didasarkan pada kepentingan bangsa Indonesia di masa<br />

1


depan, seperti halnya Presiden Soekarno merencanakan pemindahan Ibu Kota tahun<br />

195 1957. Melihat lh perkembangan k b tiga puluh l h tahun h terakhir, kh termasukk rendahnya dh kkualitas l<br />

kebijakan dan implementasi kebijakan strategis dalam pengelolaan pembangunan<br />

nasional, usulan yang kami kemukakan sejak tahun 2008 ini berangkat dari<br />

pertimbangan yang kompleks dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab<br />

(underlying causes) dan faktor-faktor penggerak (key drivers) secara utuh. Berdasarkan<br />

kompleksitas p pertimbangan p g di balik usulan ini pula, p , kami dapat p menegaskan g usulan<br />

wilayah untuk lokasi Ibu Kota baru NKRI itu yang paling tepat adalah di wilayah<br />

Kalimantan, tetapi tidak di lokasi yang sudah tumbuh menjadi sebuah kota yang<br />

ramai ramai.<br />

Alasan Mendasar Perlunya Pemindahan Ibu Kota<br />

Tujuan utama memindahkan Ibu Kota ke Kalimantan adalah agar setiap<br />

pemerintahan di masa mendatang bisa melangkah konsisten dan terhindar dari<br />

berbagai langkah paradoks dalam mencapai cita-cita bangsa yang ingin mewujudkan<br />

Indonesia yang sejahtera sejahtera, berkeadilan berkeadilan, dengan perekonomian yang tumbuh secara<br />

berkelanjutan. Di satu sisi, pemindahan kota pusat pemerintahan Indonesia<br />

2


dan pusat kegiatan lembaga-lembaga negara ke salah satu lokasi di Kalimantan akan<br />

melahirkan episentrum baru yang mendekati sebagian besar kawasan tertinggal dan<br />

kawasan pinggiran yang selama ini tidak pernah efektif dibangkitkan lewat proyekproyek<br />

pembangunan, seperti transmigrasi, percepatan pembangunan daerah<br />

tertinggal, percepatan pembangunan kawasan timur Indonesia dan sebagainya. Di sisi<br />

lain, pemindahan ibu kota ke Kalimantan akan memudahkan pemerintah menata<br />

kota Jakarta dan kota-kota besar lain di Jawa yang terus-menerus menjadi tujuan para<br />

migran g baru dari desa-desa di Jawa J dan dari berbagai g daerah di luar Jawa, J , serta<br />

menghindari ketegangan yang makin tinggi akibat menurunnya daya dukung alam di<br />

Jawa dihadapkan dengan makin bertambahnya penduduk di Jawa yang saat ini sudah<br />

mencapai 59 persen dari total penduduk nasional.<br />

Muara dari dua sisi tadi akan berujung pada tujuan puncak dari pengelolaan<br />

negara bangsa Indonesia di masa depan, yakni pertumbuhan ekonomi yang<br />

berkualitas, peningkatan kesejahteraan yang merata dan berkelanjutan, dan lahirnya<br />

wajahh Indonesia d yang bbisa db dibanggakan. k DDengan kkata llain, pemindahan dh Ibu b Kotake k<br />

Kalimantan adalah sebuah aksi strategis diantara beberapa aksi strategis yang<br />

diperlukan untuk mewujudkan paradigma baru pembangunan yang selama ini hanya<br />

hdi hadir sebagai b i wacana yang menggantung, kkarena iia memiliki iliki perkiraan ki efek fkyang<br />

jelas.<br />

3


Ancaman terhadap Jakarta sebagai Ibu Kota RI<br />

Ibu kota juga harus diselamatkan dari ancaman akibat salah kelola Kota Jakarta yang<br />

semakin parah. Kesalahan pengelolaan ini termasuk ketidakmampuan pemerintah di masa<br />

lalu mengantisipasi dampak ancaman alam yang semakin meningkat. Perubahan iklim<br />

yang ditandai kenaikan permukaan air laut, ternayata diiringi pula oleh bertambahnya<br />

penurunan muka tanah akibat pembangunan kota yang eksploitatif terhadap tanah dan<br />

sumberdaya air. Pesatnya pertambahan bangunan-bangunan gedung pusat bisnis dan<br />

perkantoran telah diikuti oleh penyedotan air tanah secara besar-besar. Akibatnya, banjir<br />

semakin menjadi ancaman serius bagi sebagian wilayah Kota Jakarta Jakarta, meskipun Proyek<br />

Banjir Kanal Timur telah dioperasikan.<br />

Kelemahan manajemen Kota Jakarta, dan beberapa kota besar lainnya di Jawa, tampak<br />

pula dalam mengantisipasi urbanisasi yang cepat seiring dengan berkembangnya gejala<br />

kesenjangan dan segregasi sosial di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, berbagai jenis<br />

infrastruktur permukiman dan transportasi di Jakarta sangat jauh dari memadai, yang<br />

ditandai dengan kemacetan yang sangat parah dan buruknya pelayanan transportasi<br />

publik publik, permukiman kumuh dan ilegal yang semakin bertumbuh bertumbuh, sistem drainase dan<br />

sanitasi yang buruk, pasokan energi dan listrik yang tidak stabil, dan sebagainya. Sebagai<br />

contoh, di bidang transportasi, untuk mengatasi kemacetan, rencana MRT baru mulai<br />

dibangun g 2012 dan bisa mulai digunakan g tahun 2016. Itupun p sebatas ruas Lebak Bulus-<br />

Bundaran HI dan tanpa jaminan subway tidak akan terkena banjir dan gempa.<br />

4


Fenomena alam dan mismanajemen kota Jakarta ini semakin berakumulasi dan<br />

memberi b i ancaman yang serius. i BBukan k hhanya sudah dh mengganggu ki kinerja j<br />

Pemerintahan NKRI yang ditandai dengan ragam masalah perkotaan yang setiap hari<br />

dihadapi seluruh pejabat dan pegawai negeri, namun sudah mengancam pula masa<br />

depan Jakarta sebagai ibukota NKRI yang juga berfungsi sebagai kawasan instalasi<br />

strategis negara. Ancaman terhadap Jakarta ini memberikan ketidakpastian akan<br />

masa depan Jakarta tiga, lima hingga sepuluh tahun ke depan, apakah masih dapat<br />

menjalankan perannya sebagai ibukota NKRI? Tidak ada satu pihak pun yang mampu<br />

menjamin. Dari perspektif ini, pemindahan ibukota NKRI ke suatu lokasi harus<br />

direncanakan dengan baik dalam mengemban peran baru sebagai ibukota NKRI<br />

untuk jangka waktu yang lama.<br />

Ketidaklayakan Peran dan Tanggung Jawab Jakarta sebagai Ibukota NKRI<br />

Melihat kondisi saat ini dan kecenderungan ke depan depan, meskipun dilakukan<br />

penataan besar-besaran, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan semakin tidak mampu<br />

menjalankan peran dan memikul tangung jawab mengelola Kota Jakarta sebagai<br />

ib ibukota k t NKRI sebagaimana b i di diatur t dl dalam UU 29/2007 ttentang t PPemprov<br />

5


DKI Jakarta. Di dalam undang-undang ini disebutkan bahwa Provinsi DKI Jakarta<br />

bberperan sebagai b i Ib Ibukota k t NNegara KKesatuan t RRepublik blik IIndonesia d i yang memiliki iliki<br />

kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu dalam<br />

penyelenggaraan pemerintahan (pasal 5). Hal ini bermakna bahwa Jakarta sebagai<br />

ibukota NKRI bukan hanya berarti memiliki hak dan kewenangan khusus saja tetapi<br />

juga kewajiban dan tanggung jawab.<br />

Karena kekhususannya tadi, maka terdapat kewajiban Pemprov DKI kepada<br />

Presiden RI (pasal 26 ayat 7) 7). Urusan-urusan yang harus dipertanggungjawabkan<br />

penyelenggaraannya ke Presiden RI itu meliputi bidang: a. tata ruang, sumber daya<br />

alam, dan lingkungan hidup; b. pengendalian penduduk dan permukiman; c.<br />

transportasi; d. industri dan perdagangan; dan e. pariwisata. Dalam penyelenggaraan<br />

kewenangan dan urusan pemerintahan tersebut, Gubernur bertanggung jawab<br />

kepada Presiden.<br />

Kini, , ketika Jakarta J terbukti tidak mampu p lagi g mengendalikan g tata ruangg dan<br />

pelestarian lingkungan hidup yang ditandai dengan pelanggaran demi pelanggaran<br />

peruntukan ruang, tidak mampu mengendalikan penduduk dan permukiman yang<br />

ditandai dengan ketidakmampuan menyediakan hunian yang layak bagi warga<br />

Jakarta, terutama golongan berpendapatan rendah dan miskin dan<br />

6


erbagai keperluannya, serta gagal dalam menata transportasi umum yang layak dan<br />

terjangkau j k ddan mampu menghindari hi d i kkemacetan, kketidakmampuan id k PPemprov DKI Jk Jakarta iinii tentu harus dievaluasi secara mendalam dan menyeluruh. Untuk selanjutnya, perlu dikaji<br />

dan direncanakan kota pengganti yang dibangun secara visioner untuk mampu mengemban<br />

peran dan tanggungjawab sebagai ibukota NKRI hingga ratusan tahun ke depan depan.<br />

Upaya Meringankan Penataan Jakarta<br />

Mengeluarkan fungsi ibukota akan memudahkan penataan Kota Jakarta dengan banyak<br />

fungsi yang masih tersisa tadi agar menjadi kota lestari lestari, berbasiskan penanggulangan<br />

bencana dan ramah bagi semua lapisan masyarakat. Dengan demikian, Jakarta lebih mudah<br />

keluar dari berbagai atribut yang bernilai negatif, seperti salah satu dari tiga kota yang paling<br />

terpolusi p dan paling p g macet di dunia, , sebagai g kota yang y g paling p g boros dalam mengkonsumsi g<br />

BBM, dan berbagai sebutan negatif lainnya yang berpotensi melekat pada Kota Jakarta.<br />

Daya suplai prasana dan sarana kebutuhan umum tidak akan bisa mengimbangi<br />

tekanan permintaan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan transportasi. Sehingga,<br />

selain li pemerintah i h wajib jib menambah bhprasarana jl jalan umum ddan sarana transportasii massal, l<br />

tekanan permintaan ini harus dikendalikan dengan mengurangi laju migrasi penduduk ke<br />

Jakarta dan sekitarnya.<br />

7


Kebijakan Strategis Pemerataan Pembangunan<br />

Agenda pemindahan ibukota tentunya bukan bukan semata didasarkan pada pertimbangan<br />

ancaman terhadap dan ketidaklayakan Jakarta, melainkan didasarkan pada visi ke depan<br />

tentang tata kelola pembangunan kawasan dan antarkawasan secara nasional. Oleh<br />

karena tujuan j pemindahan p Ibu Kota itu bukan bersifat tunggal, gg maka ia harus berisi<br />

beberapa rencana tindakan strategis di bidang ekonomi, pembangunan kawasan,<br />

pemerintahan, politik, hukum, kebudayaan, dan tatanan sosial, yang kesemuanya<br />

bergerak saling mendukung, bukan merupakan masing-masing dinamika yang terpisah.<br />

PPemindahan i d h Ib Ibu KKota adalah dlhjjuga strategii untukk meredakan dk kketegangan-ketegangan k<br />

dalam proses membangun yang selama ini mengalirkan energi secara tidak adil dan<br />

merata serta menimbulkan banyak paradoks dalam langkah-langkah yang diklaim untuk<br />

memperbaiki taraf hidup warga negara negara, mewujudkan keadilan keadilan, kesejahteraan<br />

kesejahteraan,<br />

kemakmuran dan sebagainya. Perlu kiranya disadari, dengan episentrum yang mahakuat<br />

di Jakarta saat ini, ditambah porsi 80% industri yang berlokasi di Jawa, maka program<br />

transmigrasi g penduduk p keluar Jawa, J , percepatan p p pembangunan p g daerah tertinggal gg di luar<br />

Jawa, pengembangan pendidikan di luar Jawa, dan sebagainya, tidak akan bisa efektif dan<br />

optimal karena kuatnya daya tarik dari episentrum Kota Jakarta dan Pulau Jawa untuk<br />

menarik kembali berbagai sumber daya yang ada di luar Jawa, termasuk yang dialokasikan<br />

lewat berbagai kebijakan tadi.<br />

8


Untuk tujuan pengentasan kemiskinan, dalam jangka menengah dan jangka<br />

panjang panjang, hal hal ini dapat dapat memecahkan dua karakteristik masalah kemiskinan sekaligus sekaligus,<br />

yaitu karakteristik kemiskinan di Jawa dan luar Jawa. Kemiskinan di Jawa memiliki<br />

karakteristik kemiskinan ’Asia’, yang disebabkan penduduk yang terlampau banyak<br />

dan padat. Sementara itu, kemiskinan di Indonesia bagian tengah dan timur<br />

berkarakter kemiskinan ’Afrika’ yaitu kemiskinan karena minimnya infrastruktur dan<br />

ditandai dengan penduduk yang jarang. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan baru<br />

di Indonesia bagian g tengah g dan timur dapat p menciptakan p stimulasi untuk mengatasi g<br />

persoalan ini dengan menciptakan keseimbangan baru secara bertahap.<br />

Agenda pemindahan ibu kota itu tentu saja harus diiringi oleh beberapa tindakan<br />

strategis g pendukung p g lainnya y di bidanggekonomi, pembangunan p g kawasan,<br />

pemerintahan, politik hukum, kebudayaan, dan tatanan sosial, yang kesemuanya<br />

bergerak saling mendukung, bukan gerakan yang masing-masing otonom.<br />

Pemindahan ibu kota adalah jalan untuk meredakan ketegangan-ketegangan dalam<br />

proses membangun yang selama ini mengalirkan energi secara tidak adil dan<br />

menimbulkan banyak paradoks dalam langkah-langkah yang diklaim untuk<br />

memperbaiki taraf hidup warga negara, mewujudkan keadilan, kesejahteraan,<br />

kkemakmuran, k ddan sebagainya.<br />

b<br />

9


Agenda pemindahan ibu kota ke Kalimantan adalah agenda kunci untuk menata<br />

Indonesia Indonesia, sejauh ia diiringi dengan agenda-agenda strategis lainnya lainnya, yang di dalamnya<br />

termasuk agenda menata Kota Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Pemindahan ibu<br />

kota ke Kalimantan adalah jalan untuk menata perekonomian nasional agar betul-<br />

betul bisa meraih pertumbuhan yang berkualitas, karena memperbesar peluang untuk<br />

memanfaatkan sumber daya alam, daya dukung lingkungan, dan manusia secara<br />

efisien.<br />

Dalam konteks upaya py nation building, g, pemindahan p ibu kota ke Kalimantan juga j g<br />

akan menghasilkan tonggak nasionalisme baru Indonesia, karena penempatan Ibu<br />

Kota di titik tengah nusantara itu bisa menjadi simbol kebersamaan antara berbagai<br />

’bagian’ g Indonesia, simbol untuk berbagi, g yang y g akan mendorongg semua warga g negara g<br />

merasa lebih memiliki Indonesia. Kalimantan di sekitar bagian selatan agak ke timur,<br />

adalah titik tengah nusantara diantara rentang Sabang-Merauke dan rentang Miangas<br />

dan Pulau Rote.<br />

Strategi Pembangunan Wilayah dan Ketahanan Pangan<br />

Indonesia sangat g memerlukan pembangunan p g growth g ppole lain di luar Pulau Jawa J gguna<br />

menetralisisasi potensi gaya sentrifugal Jawa yang membuat ekonomi<br />

10


jangka panjang tidak efisien dan makin tidak berkualitas. Saat ini, 80 persen industri<br />

nasional i l bberlokasi l k i di JJawa. SSementara, t sebagian b i bbesar bh bahan penghasil h il energii li listrik t ik<br />

dan energi panas bagi industri-industri tersebut didatangkan dari luar Pulau Jawa.<br />

Lahan pertanian di Jawa adalah lahan yang memiliki produktifitas paling tinggi<br />

karena kesuburan tanahnya 33,5 5 kali lipat dari rata rata-rata rata kesuburan lahan di luar Jawa Jawa.<br />

Maka, konsentrasi industri di Jawa dan aglomerasi kota yang tidak terkelola di Jawa<br />

tentu akan terus menyusutkan lahan-lahan pertanian di Jawa. Pihak Badan Pusat<br />

Statistik melaporkan (tanggal 1 Juli 2010) bahwa setiap tahun terjadi penyusutan<br />

lahan pertanian di Jawa seluas 27 juta hektar. Dari kondisi ini saja, telah terjadi<br />

sejumlah langkah-langkah paradoks dalam pembangunan yang dicanangkan, seperti<br />

membangun ketahanan pangan, pembangunan berwawasan lingkungan,<br />

pembangunan hemat energi, pembangunan yang merata dan berkeadilan dan<br />

sebagainya.<br />

Menuju Kebangkitan Kembali Indonesia sebagai Negara Maritim<br />

Industri maritim adalah industri yang padat tenaga kerja dan ramah lingkungan,<br />

terutama jika dibanding dengan usaha pertambangan pertambangan. Karena karakter<br />

11


positifnya itu, industri maritim harus menjadi komponen penting dari agenda<br />

pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan pembangunan berkelanjutan<br />

berkelanjutan.<br />

Pemindahan ibu kota ke wilayah Kalimantan akan memberikan energi untuk<br />

memperkuat keberadaan Indonesia sebagai negara maritim dan mendukung misi<br />

mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas serta pembangunan<br />

berkelanjutan. Dengan 2/3 luas wilayah yang terdiri dari lautan, selama ini<br />

pembangunan ekonomi di Indonesia justru berbasis daratan. Implikasinya, potensi<br />

ekonomi kemaritiman menjadi j lenyap. yp Perekonomian maritim dalam wujud j industri<br />

perkapalan, pengolahan ikan, pariwisata laut, energi air, transportasi air, dan lain-lain<br />

tidak berkembang.<br />

Problem ekonomi biaya tinggi di Indonesia selama ini antara lain disebabkan<br />

tingginya ongkos logistik yang bersumber dari inefisiensi transportasi laut (kapal).<br />

Demikian pula, masih belum maksimalnya ekspor Indonesia karena sangat tergantung<br />

dari komoditas darat (perkebunan dan lain-lain). Seluruh problem itu akan dapat<br />

ddiurai jika k perekonomian k kkita bbergerakk menuju pemanfaatan f potensi maritim.<br />

Penempatan ibu kota di Kalimantan bagian selatan agak ke timur sangat tepat sebagai<br />

episentrum pengembangan ekonomi maritim nasional yang akan menggerakkan<br />

potensii ekonomi k i maritim ii di kkawasan timur i maupun bbarat IIndonesia. d i<br />

12


Menuju Kelahiran Sebuah Kota Global<br />

Kita harus jujur mengakui bahwa kita adalah salah satu dari sedikit negara besar yang<br />

tidak memiliki kota kelas dunia. Hal ini sekaligus menjadi salah satu alasan penting perlunya<br />

pemindahan ibu kota ke lokasi yang relatif kosong, dengan tujuan agar pendirian dan<br />

pengembangan p g g Ibukota yang y g baru ini nanti sejalan j dengan g misi agar g Indonesia juga j g memiliki<br />

sebuah kota yang berkualitas kota global. Kota global adalah kota yang memilki tata ruang,<br />

morfologi, pola transportasi dan pola pemukiman yang efisien dan memiliki ruang yang<br />

cukup untuk kepentingan publik, seperti jalur pejalan kaki, pengendara sepeda, hutan kota,<br />

taman kkota, pantai publik bl k ddan sebagainya, b yang tidak dkmungkin k bbisa kkita ddapatkan k llagi ddi<br />

Jakarta dan sekitarnya.<br />

Untuk pola pemukiman dan perumahan, kota global mutlak didominasi oleh hunian<br />

vertikal dan beradan dalam sistem bangunan campuran (mixed building) dengan lingkungan<br />

tertata yang hemat lahan. Pola pemukiman dan perumahan vertikal yang berada di dalam<br />

kompleks bangunan campuran ini adalah untuk menjadikan kota ini sebagai kota yang<br />

efisien bagi g warga g dalammenjalankan j aktifitas sehari-hari. Di kota yang y g betul-betul dirancangg<br />

khusus ini pula, pemerintah bisa menerapkan kebijakan yang “memaksa” warga inti kota<br />

untuk memulai nilai-nilai hidup baru dalam bermukim dan bertempat tinggal, karena<br />

penghuni kota ini sebagian besar adalah 400 ribu pegawai pemerintah pusat.<br />

13


Model Pembangunan Kota Lestari<br />

PPermasalahan l h li lingkungan k ddan bb beban urbanisasi b i i yang bberatt membuat b t Jk Jakarta t<br />

kewalahan mewujudkan dirinya sebagai kota yang berkelanjutan. Pemindahan<br />

Ibukota NKRI yang diiringi oleh pengembangan kota baru sebagai fungsi ibukota<br />

merupakan k peluang l membangun b salah lhsatu model dlKota<br />

Lestari.<br />

Membangun Kota Lestari tentunya tidak dapat diserahkan semata kepada sektor<br />

swasta yang berorientasi keuntungan. Kota Lestari mengandung misi-misi<br />

permukiman berkelanjutan yang hanya dapat dijalankan dengan kepemimpinan<br />

sektor publik yang kuat dan didukung sektor swasta dan masyarakat secara sinergis.<br />

Sebagai g model Kota Lestari di tanah air, , ibukota baru adalah simbol Indonesia<br />

Baru dengan segala kebaikan pembangunan kota dan penataan permukimannya.<br />

Ibukota baru direncanakan menampung kepadatan penduduk yang terencana hingga<br />

berjumlah lebih kurang 1 juta penduduk saja saja. Ibukota baru sebagai model kota lestari<br />

adalah ajang diterapkannya berbagai pendekatan pengembangan permukiman dan<br />

kota yang belum berhasil diwujudkan hingga kini.<br />

14


Upaya Reformasi Tata Kelola Pembangunan<br />

St Strategi t i pembangunan b kt kota-kota kt sebagai b i upaya pemerataan t pembangunan b<br />

wilayah di tanah air yang sudah dirumuskan sejak lama tidak kunjung terwujud<br />

karena lemahnya kemampuan pemerintah untuk menggerakkan investasi swasta di<br />

luar Jawa Jawa. Pemindahan ibukota NKRI dapat dipandang sebagai peluang bagi<br />

pemerintah untuk membangun sektor publik yang kuat untuk menggerakkan<br />

investasidiluarJawasecaraefektif.<br />

Pelepasan fungsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan merupakan upaya yang<br />

paling memungkinkan dibanding melepas fungsi-fungsi lain seperti pusat keuangan,<br />

pusat bisnis, pusat jasa dan perdagangan, pusat pendidikan, dan sebagainya.<br />

Pemindahan Ibukota NKRI sebagai sebuah prakarsa sektor publik yang dipimpin<br />

oleh pemerintah pusat harus dipandang sebagai instrumen paling strategis untuk<br />

meningkatkan kemampuan pemerintah dalam membangun pola spasial investasi<br />

swasta sekaligus g mengendalikan g arah pertumbuhan p wilayah y dan kota-kota.<br />

15


Manfaat Ekonomi Ibu Kota Baru<br />

Pemindahan Pemindahan ibu kota ke Kalimantan Kalimantan, meskipun akan akan memakan biaya sekitar Rp<br />

100 triliun, tidak dikeluarkan sekaligus. Pembiayaan dilakukan dalam jangka waktu<br />

10 (sepuluh) tahun, dengan rata-rata Rp 10 triliun pertahun. Biaya tersebut<br />

merupakan investasi bangsa yang akan menghasilan keuntungan berlipat-lipat dalam<br />

jangka panjang, untuk masa depan NKRI sepanjang usianya. Ibu Kota yang baru<br />

akan menambah daya tarik Indonesia di mata dunia internasional, dan daya tarik itu<br />

akan mendatangkan nilai devisa bagi negara melalui aliran masuk investasi maupun<br />

wisatawan. i Sj Sejauhh ki kita bi bisa mendorong d persebaran b kd kedatangan pemodal dl ddan<br />

wisatawan asing itu ke berbagai wilayah di Indonesia, peningkatan devisa itu tentu<br />

akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.<br />

Pengeluaran Rp 100 triliun untuk waktu sepuluh tahun tahun, atau kurang dari 1%<br />

nilai APBN, jelas jauh lebih rendah dibandingkan kerugian akibat kemacetan di<br />

Jakarta yang sekarang mencapai di atas Rp 20 triliun per tahun, dan degradasi<br />

lingkungan g g yang y g terus meningkat g dari tahun ke tahun. Apabila p kerugian g akibat<br />

kemacetan tersebut digabungkan lagi dengan kerugian akibat banjir, kemerosotan<br />

daya dukung lingkungan, kemerosotan kualitas hubungan sosial, dan sebagainya<br />

dengan nilai yang terus meningkat dari tahun ke tahun, investasi memindahkan ibu<br />

kkota menjadi jdijjauhh lbihb lebih besar llagiimanfaatnya. f<br />

16


Dari total investasi untuk infrastruktur dan sarana yang dibangun di Ibu Kota<br />

baru ini tentu sebagian akan berfungsi juga sebagai penjual jasa-jasa pemerintahan<br />

kepada publik. Infrastruktur dan sarana itu misalnya adalah jaringan listrik, instalasi<br />

air bersih, bandara, pelabuhan dan beberapa lainnya. Artinya, untuk jenis<br />

infrastruktur dan sarana tertentu, dalam jangka panjang investasi yang dikeluarkan<br />

bisa dikembalikan dari pembayaran yang dikenakan kepada pengguna jasa.<br />

KarakteristikKalimantan Usulan pemindahan ibu kota ke Kalimantan harus diletakkan dalam agenda<br />

membangun multigrowth pole nasional yang selanjutnya diiringi oleh agenda<br />

membangun g multigrowth g pole p perwilayah. p y Ibu kota yang y g baru -karena posisi p dan<br />

lokasinya- akan berada dalam jaringan kota-kota nasional yang sehat, seimbang, saling<br />

memperkuat dan membentuk tatanan kewilayahan yang harmonis.<br />

Dengan bentuk jaringan baru kota-kota nasional, dalam jangka panjang akan<br />

tercipta efisiensi ekonomi nasional karena tiap jenis industri berada relatif di dekat<br />

sumber bahan energi dan bahan baku yang dibutuhkan. Kota-kota besar serta kotakota<br />

industri di Jawa juga terhindar dari kongesti bongkar muat pelabuhan laut,<br />

kkongesti traffic ff penerbangan, b ddan kkemacetan ll lalu llintas ddijalan l raya.<br />

17


Usulan pemindahan ke Kalimantan juga telah mempertimbangkan manfaat agregat<br />

dibanding pemindahan ke lokasi lain lain. Pertama Pertama, Kalimantan Kalimantan, tepatnya Kalimantan bagian<br />

selatan, adalah kawasan tengah Indonesia, yang membuat biaya pergerakan dari Pulau Jawa yang<br />

dihuni oleh 59% penduduk nasional tidak terlalu tinggi. Kedua, Kalimantan adalah sumber<br />

utama bahan baku energi nasional, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas. Ketiga, sumberair<br />

memadai d untukk kb kebutuhan jangka k panjang, sejauh program pelestarian l llingkungan k bberjalan l<br />

baik dan teknologi pengolahan air digunakan sebagaimana mestinya. Keempat, Kalimantan<br />

merupakan daerah dengan kepadatan penduduk paling rendah di Indonesia bersama Papua.<br />

Kelima Kelima, Kalimantan adalah pulau yang paling aman dari ancaman bencana gempa bumi di<br />

Indonesia. Keenam, Kalimantan adalah salah satu wilayah yang mengalami proses pertumbuhan<br />

dan sirkulasi modal yang tidak adil dan sangat tidak seimbang di Indonesia. Dengan prosi<br />

jumlah penduduk yang hanya 5,6% persen dari total penduduk nasional, Kalimantan memberi<br />

kontribusi sebesar 9,3% terhadap PDB nasional. Sementara daerah lain, porsi sumbangannya<br />

terhadap PDB nasional hampir sama atau kurang dari porsi prosentase jumlah penduduknya<br />

terhadap nasional. Tetapi, yang lebih menyedihkan adalah, porsi investasi di Kalimantan<br />

terhadap total investasi nasional yang hanya 00,6%. 6% Hal ini amat kontras dengan porsi investasi<br />

yang tertanam di Jawa yang besarnya mencapai 72,3% dari total investasi secara nasional. Ini<br />

jelas mengisyaratkan bahwa Kalimantan adalah daerah yang terancam tidak berkembang secara<br />

ekonomi karena sebagian besar pendapatan yang dihasilkan di daerah ini dibawa ke Jawa.<br />

18


Mengapa Bukan Jonggol, Sentul, atau Karawang?<br />

Alternatif pemindahan ibukota ke Jonggol atau Sentul -seperti yang selama ini<br />

banyak dimunculkan- hanyalah ide menggeser ibukota semata dan tidak didasari<br />

agenda pemerataan pembangunan wilayah dan kota-kota. Untuk mengurangi laju<br />

migrasi penduduk dari daerah lain ke Jabodetabek, ide ini justru mengandung<br />

kontradiksi dengan tujuan manajemen kependudukan selama ini, karena ia akan<br />

terus merangsang orang untuk datang dari berbagai daerah dan memberikan tekanan<br />

pada p Jakarta J untuk semakin membesar menuju j megaurban g yang y g berkembangg secara<br />

menjalar (urban sprawl) dan berserakan (scattered). Di luar hal tersebut, ide<br />

pemindahan Ibu Kota ke Sentul atau Jonggol tidak menjawab persoalan-persoalan<br />

besar yang y g akan dihadapi p bangsa g Indonesia ke depan. p<br />

Jonggol adalah kawasan pertanian penghasil padi yang terintegrasi dengan<br />

Karawang sebagai lumbung padi Jawa Barat. Menjadikan Jonggol sebagai kota baru<br />

pusat pemerintahan RI jelas akan berdampak beralih fungsinya lahan pertanian di<br />

Jonggol hingga ke Karawang, akibat munculnya kawasan-kawasan perumahan di<br />

sekeliling Jonggol.<br />

Adanya argumentasi yang mengatakan bahwa biaya pemindahan kota pusat<br />

pemerintahan h kke Kl Kalimantan sangat mahal hldb dibanding d kke JJonggol l<br />

19


atau kawasan lain di sekitar Jakarta, adalah argumentasi sesat dan menyesatkan<br />

masyarakat masyarakat. Mereka yang meminta pemindahan ibukota pemerintahan ke Jonggol Jonggol,<br />

ke Sentul atau ke Karawang itu, sepertinya menyuruh masyarakat membayangkan<br />

aktifitas pemindahan ibukota adalah kegiatan memindahkan pohon-pohon yang<br />

sudah ditanam dan gedung-gedung yang telah didirikan di Jakarta Jakarta. Bayangan keliru<br />

ini lalu membuat orang berkesimpulan bahwa biaya pemindahan ibukota ke Jonggol<br />

menjadi lebih murah karena yang dibayangkan adalah biaya pengangkutan barang.<br />

Ini jelas logika yang sesat dan menyesatkan. Dimanapun lokasi pendirian ibukota<br />

yang baru, proses kerjanya akan sama dan biayanya relatif sama, mulai dari disain<br />

kota, penetapan lahan, penataan lahan, pembangunan infrastruktur dasar,<br />

konstruksi, , pembangunan p g sistem dan sebagainya. g y Yangg membuat biaya y pembangunan<br />

p g<br />

kota baru itu berbeda justeru harga lahan dan harga pembebasan lahan. Karena<br />

faktor terakhir ini, maka justeru pemindahan ibukota pusat pemerintahan ke Jonggol<br />

itu akan lebih mahal berdasarkan nilai teknis proyek. Sedangkan berdasarkan<br />

manfaat, jelas pembangunan ibukota pemerintahan di Kalimantan jelas memberi<br />

manfaat jauh lebih besar untuk masa depan bangsa Indonesia.<br />

20


Bertolak dari tujuan pemindahan ibukota seperti itu, maka ibukota<br />

PPemerintahan i t h RI yang bbaru it itu hhendaklah d kl h dib dibangun bberdasarkan d k sejumlah j l h kit kriteria i<br />

wajib. Kriteria-kriteria wajib tersebut adalah:<br />

1. Terpadu antara fungsi-fungsi permukiman, pusat pendidikan, pusat penelitian,<br />

kkawasan industri d jasa, ddan rekreasi k serta dd didukung k sistem transportasi, prasarana<br />

permukiman dan fasilitas-fasilitas kota yang memadai (Revisi UU 29/2007<br />

tentang Ibu Kota Negara);<br />

2. Memiliki konsep manajemen kota yang kuat dan mampu mengendalikan<br />

pemanfaatan ruang-ruang kota dan wilayahnya secara efektif (Implementasi UU<br />

Penataan Ruangg 26/2007); / );<br />

3. Memiliki sistem transportasi publik yang terpadu inter-moda dan terpadu dengan<br />

pusat-pusat aktivitas kota berdasarkan konsep TOD (Transit Oriented Development);<br />

44. Pengembangannya didasarkan pada integrated urban infrastructure management;<br />

5. Memiliki Kawasan siap bangun dan lingkungan siap bangun (Implementasi UU<br />

4/1992 dan PP 80/1999);<br />

21


6. Menyediakan perumahan yang layak bagi seluruh warganya, melalui<br />

pengembangan permukiman campuran multistrata yang bebas dari eksklusivisme<br />

lingkungan permukiman;<br />

7. Pengembangan permukiman berbasis komunitas (community housing);<br />

8. Penerapan konsep green building, sustainable landscape dan juga sustainable settlements;<br />

9. Pembangunan kapasitas dan pengembangan kelembagaan (capacity building and<br />

institutional development) p ) pengelolaan p g Ibukota NKRI; ;<br />

10. Memiliki agenda pembangunan sosial dan budaya yang jelas untuk mewujudkan<br />

masyarakat kewargaan (citizenship) dan masyarakat demokratis;<br />

11 11. Memproteksi dan menjamin reservasi seluruh panjang kawasan pantai pantai, atau<br />

kawasan tepian sungai, atau tepian danau dan situ, sebagai ruang publik, dimana<br />

tidak seorangpun terhalang untuk mengaksesnya secara bebas;<br />

12 12. PPemerintahan i t h Kt Kota yangg bberbentuk b t k DDaerah h Ad Administratif i i t tif Kh Khusus yangg<br />

Walikotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan melewati tahap Uji<br />

Kelayakan oleh sebuah Tim atau Dewan Kota.<br />

22


BIODATA TIM PERANCANG<br />

26<br />

64


ANDRINOF A. CHANIAGO lahir di Padang, 3 November 1962. Saat ini bekerja<br />

sebagai Pengajar pada Departemen Ilmu Politik FISIP UI UI, untuk mata kuliah-mata<br />

kuliah: Ekonomi-Politik pada Program S1 dan S2; Politik Perkotaan pada Program<br />

Sarjana Ekstensi, dan Isu-isu Politik Dalam Kebijakan Publik pada Program S2 FISIP<br />

UI. Selain itu, penulis juga menjadi Senior Fellow The Habibie Center .<br />

BBersama bb beberapa peneliti li i mendirikan di ik CCenter ffor IIndonesian d i RRegional i l andd Ub Urban<br />

Studies (CIRUS) pada tahun 1999, dan mendirikan CIRUS Surveyors Group<br />

(CSG) pada 2008. Saat mahasiswa pernah menjadi Ketua Badan Perwakilan<br />

Mahasiswa dan menjadi Ketua Umum Senat Mahasiswa FISIP UI. Juga pernah<br />

aktif pada beberapa organisasi sosial (nonprofit) (nonprofit), yakni sebagai Anggota Dewan<br />

Redaksi Jurnal Galang, (jurnal pemikiran tentang penggalangan dana sosial atau<br />

filantrofi); dan menjadi Ketua III Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI);<br />

Menyelesaikan S-1 dari Jurusan Ilmu Politik, FISIP UI, dan S2 (Magister)) dari Program Magister<br />

Perencanaan ddan Kebijakan b k Publik bl k ddari FE UI, serta Diploma l The h NationallDevelopment l Courses ddari<br />

Fu<br />

Hsing Kang College, Taipei, Taiwan, (2004); Mengkuti Short Courses dan Training, antara lain, (1)<br />

Economic Globalization, di Wuhan, China, 2007; (2) Taiwan Economic Development and Planning, di Taipei,<br />

Taiwan, 2006; (3) Sustainable Urban Development di Touyuan City, Taiwan, 2004; dan (4) Conflict<br />

Mediation Mediation, di Oslo dan Troms OO, Norwegia Norwegia, 2003 2003. Menulis buku berjudul berjudul, Gagalnya Pembangunan:<br />

Kajian Ekonomi Politik Akar Krisis Indonesia (LP3ES, Jakarta, 2001), dan sejumlah tulisan pada buku,<br />

jurnal dan media massa.<br />

27


AHMAD ERANI YUSTIKA lahir di Ponorogo, 22 Maret 1973. Menyelesaikan<br />

gelar sarjana dari Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP)<br />

Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 1996. Setelah lulus aktif<br />

memublikasikan tulisan di berbagai media massa dan jurnal ilmiah. Pada tahun<br />

2001 menuntaskan studi postgraduate (MSc.) dan tahun 2005 menyelesaikan<br />

studi doktoral doktoral, semuanya di University of Göttingen (George-August Univesitat<br />

Göttingen) Jerman dengan spesialisasi ekonomi kelembagaan.<br />

Buku yang pernah diterbitkan antara lain: Perspektif Baru Pembangunan Indonesia:<br />

Catatan Kritis terhadap Isu-Isu Isu Isu Aktual (Brawijaya University Press dan P3BE,<br />

Malang, 1997); Industrialisasi Pinggiran (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000);<br />

Pembangunan dan Krisis: Memetakan Perekonomian Indonesia (PT Grasindo,<br />

Jakarta, 2002); Economic Analysis of Small Farm Households (Brawijaya Univesity Press, Malang, 2003);<br />

Negara vs Kaum Miskin (Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003); Transaction Cost Economic of the Sugar Industry<br />

in Indonesia (Wissenschafttsverlag Vauk Kiel KG, Germany, 2005). Selain itu, juga menjadi editor buku:<br />

Emansipasi Kebijakan Lokal: Ekonomi dan Bisnis Paskasentralisasi Pembangunan (Bayumedia, Malang, 2003);<br />

Perekonomian Indonesia: Deskripsi, Preskripsi, dan Kebijakan (Bayumedia, Malang, 2005); dan Menjinakkan<br />

Liberalisme: Revitalisasi Sektor Pertanian dan Kehutanan (Pustaka ( Pelajar, j , Yogyakarta, gy , 2005). )<br />

Sejak tahun 1997 bekerja sebagai dosen di kampus almamater dan pernah menjabat sebagai sebagai<br />

Direktur Eksekutif ECORIST (The Economic Reform Institute). Pada tahun 2006 terpilih sebagai Dosen<br />

Berprestasi I (Teladan I) Universitas Brawijaya. Sekarang menjabat sebagai Direktur Utama INDEF.<br />

28


MOHAMMAD JEHANSYAH SIREGAR dikenal dengan Jehan Siregar sejak<br />

tahun 1995 hingga gg sekarangg menjadi j staf pengajar p g j dan peneliti p di Kelompok p<br />

Keahlian Perumahan dan Permukiman, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan<br />

Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (KKPP, SAPPK ITB).<br />

Setelah menamatkan Sarjana Arsitektur di ITB tahun 1995, di tempat yang sama<br />

Jh Jehan mendapatkan dptk Mgit Magister di alur l studi t di PPerumahan h ddan PPermukiman ki pd pada<br />

tahun 1999, hingga kemudian memperoleh gelar Ph.D pada 2006 di bidang<br />

Perencanaan Kota dari The University of Tokyo, Jepang. Konsistensi di bidang<br />

perumahan dan permukiman terlihat dari fokus studi sejak tingkat sarjana, yaitu<br />

Studio Tugas Akhir berjudulAplikasi Konsep Support dalam Desain Rumah Susun<br />

Sederhana, Tesis berjudul Model Perumahan untuk Keluarga Muda Kelas<br />

Menengah Perkotaan, dan Disertasi di bidang kebijakan perumahan berjudul<br />

Identifying Policy Networks in the Development of Indonesian Housing Policy.<br />

Sli Selain mengajar j di PProgram SSarjana j AArsitektur it kt ddan MMagister i t PPerumahan h ddan PPermukiman ki ITB ITB, sejak jkth tahun<br />

1993 Jehan Siregar sudah terlibat dalam berbagai kegiatan pendampingan masyarakat, terutama di kawasan<br />

Kota Bandung dan Jawa Barat. Antara 1997 hingga 2002 sebagian besar kegiatannya ada di Lembaga<br />

Pengakbdian Masyarakat ITB. Sejak tahun 2001 terlibat dalam berbagai kegiatan di Direktorat Jenderal<br />

Perumahan dan Permukiman, Departemen Pekerjaan Umum, di Kementerian Perumahan Rakyat sejak tahun<br />

2005, di Direktorat Perumahan Bappenas, dan di UN-Habitat Jakarta sejak tahun 2007. Beberapa karya yang<br />

dihasilkan di antaranya adalah RPJM Perumahan dan Permukiman 2000-2004, Rencana Pembangunan<br />

Rusunawa 2000-2004, dan berbagai makalah di bidang perumahan, permukiman, pengembangan komunitas,<br />

pertanahan dan penataan ruang<br />

29


TATA MUSTASYA menyelesaikan pendidikan pascasarjana (Master of Arts)<br />

bidangg Manajemen j Pembangunan g di Universityy of Turin and ITC-ILO (2009) dan<br />

sarjana bidang Ekonomi Pembangunan, FE UI (2001). Sejak lulus UI, ia bergelut<br />

di bidang riset, analisa, dan advokasi kebijakan dengan konsentrasi politik dan<br />

pembangunan. Dalam kurun yang sama, ia menjadi editor freelance dan penulisa<br />

kolom di beberapa media nasional, seperti Kompas,TheJakartaPost,MediaIndonesia<br />

ddan Si Sinar a Ha Harapan. apa<br />

Pengalamannya di dunia riset antara lain: Policy and Advocacy Officer Oxfam<br />

Great Britain-Indonesia (2007-2009); Analyst/Researcher The Indonesian Institute,<br />

Center for Public Policyy Research (2005-2007); ; Researcher The Habibie Center<br />

(2004), Researcher and Community Development Officer Indonesian Partnership<br />

on Local Governance Initiatives (2002-2003). Pengalaman lainnya adalah Country Lead, Biofuels<br />

Advocacy and Media Campaign, Oxfam International in Indonesia 2008-2009 dan Lead, Monitoring,<br />

Evaluation and Learning-Oxfam GB in Indonesia, Media, Advocacy and Communications Team (2007-<br />

2009).<br />

Selain itu, ia aktif mengikuti berbagai konferensi dan seminar, baik sebagai peserta maupun pembicara,<br />

misalnya: kontributor “International Institute for Environment and Development (IIED) Regional<br />

Advisory Panel Meeting” Meeting , Bangkok Bangkok, Thailand (2008) (2008), peserta aktif “Poverty Poverty Footprint Workshop” Workshop ,<br />

Bangkok, Thailand (2008), utusan “Asian Forum on Corporate Social Responsibility”, Ho Chi Minh<br />

City Vietnam (2007), pembicara dan utusan “Roundtable on Sustainable Biofuels for Asia Outreach”,<br />

Shanghai, China (2007), dan utusan Oxfam International Policy and Lobby Team “Conference of<br />

Parties for Climate Change, Bali, Indonesia (2007).<br />

30

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!