29.01.2013 Views

analisa ekonomi dan finansial pengelolaan hutan desa

analisa ekonomi dan finansial pengelolaan hutan desa

analisa ekonomi dan finansial pengelolaan hutan desa

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL PENGELOLAAN<br />

HUTAN DESA<br />

DI KABUPATEN KULON PROGO DIY *<br />

Siti Zunariyah**<br />

A. Latar Belakang<br />

Kerja sama <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> negara bersama masyarakat biasanya dengan sistem<br />

tumpangsari. Melalui tumpangsari, masyarakat berkesempatan menandur tanaman<br />

semusim di bawah tanaman pokok dengan kontrak 2 tahunan. Kewajibannya: masyarakat<br />

harus menanam <strong>dan</strong> merawat tanaman keras selama jangka waktu <strong>pengelolaan</strong>. Berdasar<br />

pengalaman lapangan, hingga kini, kerjasama itu kerap gagal. Masyarakat gagal panen.<br />

Hutan malah semakin rusak.<br />

Kenyataan buruk itu juga terjadi di <strong>hutan</strong> negara di Kabupaten Kulon Progo. Kondisi<br />

<strong>hutan</strong> seluas seluas 1.045 ha memprihatinkan. Baik dilihat dari kerapatan tegakan<br />

maupun dari kualitas fisik <strong>dan</strong> tanahnya. Jika dibandingkan dengan kondisi <strong>hutan</strong> milik<br />

masyarakat—atau dikenal sebagai <strong>hutan</strong> rakyat—akan terlihat perbedaan ekstrem.<br />

Betapa, <strong>hutan</strong> rakyat seluas 13.000 ha itu jauh lebih bagus. Hal ini memberi bukti,<br />

masyarakat telah memiliki tradisi mengkonservasi <strong>hutan</strong>. Melihat fakta tersebut,<br />

mustinya masyarakat diberi kepercayaan sepenuhnya mengelola <strong>hutan</strong> negara.<br />

Hutan sebagai common proverty adalah sumberdaya bersama yang memiliki potensi<br />

tinggi untuk mensejahterakan semua warga negara. Selain fungsi <strong>ekonomi</strong>s, sebenarnya<br />

ada banyak peran <strong>hutan</strong> bagi masyarakat. Fungsi ekologis misalnya. Hutan merupakan<br />

daerah konservasi air. Petaka kekurangan air tahun 1997 <strong>dan</strong> 2002 di Kulonprogo<br />

umpamanya, tak akan terulang jika fungsi ekologis itu optimum. Hutan negara yang ada<br />

di Kulon Progo memiliki fungsi ekologi sangat vital. Ia merupakan catch area bagi<br />

tersedianya air di waduk sermo. Tak sekadar itu, seandainya <strong>hutan</strong> hijau kembali, udara<br />

bersih, satwa terlindungi, longsor terhindari.....Lihat, pentingnya <strong>hutan</strong> di Kulonprogo.<br />

Kenyataannya, <strong>pengelolaan</strong> yang selama ini dikendalikan negara kurang mampu<br />

memfungsikan <strong>hutan</strong> sepenuhnya. Tak juga fungsi ekologis <strong>dan</strong> <strong>ekonomi</strong>s. Hal ini<br />

merupakan akibat rendahnya keterlibatan masyarakat <strong>desa</strong> sekitar <strong>hutan</strong> mengelola <strong>hutan</strong>.<br />

Belajar dari kegagalan tersebut, belakangan, muncul kebijakan <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong><br />

berbasis masyarakat. Kebijakan itu membuka peluang bagi masyarakat terlibat proses<br />

perencanaan kawasan <strong>hutan</strong>. Salah satu varian <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> berbasis masyarakat<br />

adalah <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong>.<br />

Model ini berjangka waktu <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> sepanjang 25 tahun. Model ini<br />

memberi kesempatan warga <strong>desa</strong> <strong>dan</strong> tata pemerintahan <strong>desa</strong> sebagai unit terkecil<br />

administrasi mengelola sendiri <strong>hutan</strong> yang berada di wilayah <strong>desa</strong>nya. Sepanjang tahun<br />

itu, dapat disemai harapan <strong>pengelolaan</strong> saling menguntungkan antara pemerintah <strong>dan</strong><br />

masyarakat—dari pelbagai aspek. Masyarakat berkesempatan mengelola <strong>hutan</strong> sepanjang<br />

25 tahun. Jika angin segar ini benar-benar terasakan, perasaan “handarbeni” masyarakat<br />

semoga memberi respon positif. Sehingga <strong>hutan</strong> akan terjaga <strong>dan</strong> lestari.<br />

Bila kita optimis menuju <strong>pengelolaan</strong> bersama <strong>hutan</strong> <strong>dan</strong> masyarakat, melalui <strong>hutan</strong><br />

<strong>desa</strong>, kita memerlukan paramater <strong>dan</strong> indikator yang dapat meneropong keuntungan yang<br />

diperoleh oleh pelbagai pihak. Hal ini perlu sejauh untuk meyakinkan bahwa model <strong>hutan</strong><br />

1


<strong>desa</strong> memberikan keuntungan bagi semua pihak. Penelitian mengenai Biaya (cost)-<br />

Manfaat (benefit) <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> diperlukan guna untuk mengetahui nilai<br />

<strong>ekonomi</strong> <strong>dan</strong> <strong>finansial</strong> <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> tersebut. Laporan ini hanya berisi datadata<br />

olahan dari data primer yang kami dapatkan dari penelitian lapangan. Untuk data<br />

yang lebih komplit lihat DAMAR (Unpublish Data 2002).<br />

B. Tujuan Penelitian<br />

Penelitian <strong>analisa</strong> <strong>ekonomi</strong> <strong>dan</strong> <strong>finansial</strong> <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> ini memiliki dua<br />

tujuan penting. Pertama, membanding beaya yang dikeluarkan <strong>dan</strong> hasil yang diperoleh<br />

pemerintah maupun masyarakat, sehingga dapat dihitung besarnya Benefit Sharing.<br />

Kedua, mengetahui nilai <strong>ekonomi</strong> <strong>dan</strong> nilai <strong>finansial</strong> model <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong><br />

selama 25 tahun.<br />

C. Metodologi Penelitian<br />

Penelitian dilaksanakan di lima petak <strong>hutan</strong> negara di Kabupaten Kulon Progo.<br />

Kelima petak itu adalah: 17 <strong>dan</strong> 19 (<strong>hutan</strong> Produksi), petak 28, 29 <strong>dan</strong> 30 ( <strong>hutan</strong><br />

lindung). Pemilihan petak tersebut karena kelima petak tersebut petak yang paling siap<br />

dikelola masyarakat. Selain itu petak-petak itu tersebut perbedaan status <strong>hutan</strong>, model<br />

<strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong>, <strong>dan</strong> persoalan yang melingkupi serta petak itu mewakili keragaman<br />

pola <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> negara oleh masyarakat di Kulon Progo. Data diperoleh<br />

menggunakan kuesioner atau wawancara terstruktur pada masing-masing responden.<br />

Data ini kami sebut data primer. Sementara itu data sekunder diperlukan untuk mencek<br />

data akurat.<br />

Penelitian ini memakai pendekatan kuantitatif. Kami menggunakan angka-angka<br />

hasil perhitungan. Tapi kami merasa <strong>analisa</strong> kuantitatif tidaklah cukup sehingga<br />

diperlukan <strong>analisa</strong> deskriptif <strong>dan</strong> kualitatif. Secara keseluruhan penelitian<br />

menggabungkan <strong>analisa</strong> kuantitatif <strong>dan</strong> kualitatif. Analisa yang tersaji hanya yang<br />

memiliki kaitan dengan benefit sharing, <strong>analisa</strong> <strong>ekonomi</strong> <strong>dan</strong> <strong>analisa</strong> <strong>finansial</strong>.<br />

D. Analisa data <strong>dan</strong> pembahasan<br />

1..Kawasan Hutan Produksi<br />

1.1 Benefit Sharing<br />

Hutan Produksi menurut UU no 41 tahun 1999 adalah kawasan <strong>hutan</strong> fungsi<br />

pokoknya memproduksi hasil <strong>hutan</strong>. Hutan Produksi pada petak 17 <strong>dan</strong> 19 yagn<br />

berlokasidi RPH Kokap <strong>dan</strong> BDH Kulon Progo—yang akan digarap KTH (Kelompok<br />

Tani Hutan) Taruna Tani <strong>dan</strong> Nuju Makmur—selama ini belum dioptimalkan fungsinya.<br />

Hal ini dibuktikan dengan sedikitnya hasil <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> pada petak tersebut. Hingga<br />

kini, capaian yang diperoleh dari adalah daun kayu putih. Sementara tanaman lain seperti<br />

We, kenanga, gmelina, tidak tumbuh dengan baik. Pemeliharaan <strong>dan</strong> penjagaan dari<br />

pihak dinas sangat rendah karena minimnya tenaga lapangan.<br />

Model <strong>pengelolaan</strong> Hutan Desa memungkinkan terjadinya Benefit sharing antara<br />

petani penggarap dengan Dinas. Benefit sharing itu dihitung berdasarkan peran<br />

(pengeluaran) masing-masing pihak. Benefit Sharing pada <strong>pengelolaan</strong> Hutan Desa di<br />

KTH Taruna Tani <strong>dan</strong> KTH Nuju Makmur menghelatkan input dari Dinas ke<strong>hutan</strong>anan<br />

sangat kecil (antara 6-16%) dibanding input petani (84-94%). Sementara hasil yang<br />

2


diperoleh KTH Taruna Tani lebih besar dibanding petani KTH Nuju Makmur meski<br />

lahan kedua KTH itu hampir sama. Hal itu bisa di simpulkan kalau intensitas<br />

penggarapan lahan Taruna Tani lebih besar daripada KTH Nuju Makmur. Para petani<br />

KTH Taruna Tani pun melakukan pemeliharaan terhadap tanaman keras lebih banyak<br />

daripada petani KTH nuju Makmur (Lihat Tabel 1).<br />

Tabel 1 Rekapitulasi Benefit Sharing<br />

a. KTH Taruna Tani<br />

Jati-Mahoni We<br />

Uraian Total Cost Proporsi Total Cost Proporsi<br />

(Rp) (%) (Rp) (%)<br />

Pengeluaran<br />

Petani<br />

2,141,728,105 93.98 257,766,388 93.26<br />

Pengeluaran<br />

Dinas<br />

137,211,135 6.02 18,640,820 6.74<br />

Total Biaya 2,278,939,240 100.00 276,407,208 100.00<br />

Gmelina Kenanga<br />

Uraian Total Cost Proporsi Total Cost Proporsi<br />

(Rp) (%) (Rp) (%)<br />

Pengeluaran<br />

Petani<br />

257,766,388 93.28 108,026,051 92.16<br />

Pengeluaran<br />

Dinas<br />

18,574,147 6.72 9,195,301 7.84<br />

Total Biaya 276,340,535 100.00 117,221,352 100.00<br />

b. KTH Nuju Makmur<br />

Jati <strong>dan</strong> Mahoni Kenanga<br />

Total Cost Proporsi Total Cost Proporsi<br />

Uraian (Rp) (%) (Rp) (%)<br />

Pengeluaran<br />

89,25 251,616,888<br />

Petani 731,426,710<br />

84,73<br />

Pengeluaran<br />

10,75 45,359,466<br />

Dinas 88,086,165<br />

15,27<br />

Total 819,512,876 100,00 296,976,355 100,00<br />

Sumber : Analisis data primer, 2002<br />

Tanaman jati <strong>dan</strong> mahoni pada kawasan <strong>hutan</strong> produksi ditanam secara swadaya oleh<br />

masyarakat. Hal ini terkait dengan akses bibit yang lebih mudah di sekitar lahan.<br />

Sementara itu untuk jenis tanaman we (eucalyptus deglupta), kenanga, <strong>dan</strong> Gmelina<br />

(melina) bibitnya didapat dari pemerintah, walaupun belum ada kejelasan tujuan<br />

penanaman pohon tersebut. Kalau jati <strong>dan</strong> mahoni sudah jelas orientasinya. Menurut<br />

dinas ke<strong>hutan</strong>an setempat, pohonan tersebut di anggap mampu memulihkan <strong>hutan</strong> yang<br />

sudah sejak 25 tahun terakhir ini mengalami kegagalan permudaan.<br />

Pada tabel 1 dapat dilihat perbedaan input masing-masing pihak pengelola <strong>hutan</strong><br />

<strong>desa</strong>. Input yang dimaksud disini adalah total besarnya biaya yang dikeluarkan. Tabel<br />

3


tersebut mengisyaratkan proporsi kewajaran bagi pemberlakukan benefit sharing antara<br />

petani <strong>dan</strong> dinas. Proporsi petani jauh lebih besar dibandingkan dengan pemerintah. Hal<br />

tersebut menunjukkan bahwa sesungguhnya pemerintah tak perlu mengeluarkan biaya<br />

besar guna merehabilitasi <strong>hutan</strong>. Biaya-biaya tersebut sudah ditanggung oleh masyarakat.<br />

2. Analisis Ekonomi <strong>dan</strong> Finansial<br />

Penilaian efisiensi <strong>finansial</strong> <strong>ekonomi</strong> kegiatan Hutan Desa ini menggunakan analisis<br />

Biaya-Manfaat proyek. Pada analisis ini Biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan<br />

manfaat yang dihasilkan. Perlu suatu penyesuaian manfaat <strong>dan</strong> biaya agar biaya <strong>dan</strong><br />

manfaat itu dapat diperbandingkan karena nilai uang dari waktu ke waktu berubah.<br />

Manfaat <strong>dan</strong> biaya tersebut lantas dinilai dengan kondisi saat ini menggunakan discount<br />

factor. Untuk itu digunakan tingkat bunga yang diterapkan melalui proses “discounting”.<br />

Dalam hal ini digunakan Discount factor untuk mengalikan suatu jumlah di waktu yang<br />

akan datang supaya menjadi nilai sekarang (Kadariyah dkk, 1978).<br />

Tingkat suku bunga yang digunakan untuk analisis <strong>ekonomi</strong> sebesar 5.64%. Angka<br />

ini merupakan rata-rata Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) Pripinsi Daerah<br />

Istimewa Yogyakarta selama 10 tahun (1991-2001). Sementara untuk <strong>analisa</strong> <strong>finansial</strong><br />

menggunakan bunga 8.47%. Angka ini kami peroleh dari suku bunga riil dari tahun<br />

1991-2002 tanpa menyertakan tahun 1998—pada tahun tersebut terjadi inflasi besarbesaran.<br />

Umur proyek yang digunakan analisis <strong>ekonomi</strong> (25 tahun) berdasar umur<br />

tanaman jati dapat dipanen.<br />

Untuk mencapai ukuran menyeluruh tentang layak-tidaknya proyek kami memakai<br />

pelbagai indeks. Indeks-indeks tersebut disebut “Investment Criteria” (Kadariyah dkk,<br />

1978). Setiap indeks itu menggunakan Present Value yang telah mendiscount arus-arus<br />

benefit <strong>dan</strong> biaya selama umur suatu proyek. Kriteria-kriteria itu antara lain(a) Net<br />

Present Value (NPV) a) (b) Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) b) (c) Internal Rate of Return<br />

(IRR) c) (Kadariyah dkk. 1978; Pudjosumarto, 1985).<br />

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Analisis Finansial <strong>dan</strong> Ekonomi <strong>pengelolaan</strong><br />

Hutan Desa di kawasan Hutan Produksi<br />

a. KTH Taruna Tani<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 10,312,231,464 Total Biaya/COST 10,126,828,097<br />

Total Benefit 44,319,063,508 Total Benefit 39,616,393,415<br />

Keuntungan nominal 34,006,832,044 Keuntungan nominal 29,489,565,318<br />

Biaya terdiscon 5,112,154,191 Discount Cost 3,880,487,973<br />

Benefit terdiscon 15,255,237,963 Discount Benefit 8,782,839,836<br />

NPV a)<br />

10,143,083,772 NPV 4,902,351,863<br />

BCR b)<br />

2.98 BCR 2.26<br />

IRR c)<br />

NPV per ha per<br />

tahun<br />

45.37% IRR 46.97%<br />

9,348,464 NPV per ha per tahun 4,518,297<br />

4


. KTH Nuju Makmur<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 3,246,784,866 Total Biaya/COST 3,113,339,234<br />

Total Benefit 10,331,628,850 Total Benefit 9,542,835,873<br />

Keuntungan nominal 7,084,843,984 Keuntungan nominal 6,429,496,639<br />

Biaya terdiscon 1.508.813.218 Discount Cost 1.445.281.922<br />

Benefit terdiscon 3.252.786.354 Discount Benefit 3.056.096.878<br />

NPV 1,743,973,136 NPV 1,610,814,955<br />

BCR 2,16 BCR 2,11<br />

IRR 63% IRR 76%<br />

NPV per ha per<br />

tahun<br />

2,325,298 NPV per ha per tahun 2,147,753<br />

Sumber : Analisis chas flow <strong>ekonomi</strong>, 2002<br />

2. Kawasan Hutan Lindung<br />

Hutan lindung, menurut UU 41 1999 adalah <strong>hutan</strong> yang berfungsi melindungi sistem<br />

penyangga kehidupan, mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi,<br />

mencegah instrusi air laut <strong>dan</strong> memelihara kesuburan tanah. Kawasan <strong>hutan</strong> lindung<br />

petak 28, 29, <strong>dan</strong> 30 di Kulonprogi belum dioptimalkan fungsinya. Keadaan <strong>hutan</strong> yang<br />

rusak mengakibatkan fungsi ekologisnya tak tercapai. Perhitungan nilai moneter <strong>hutan</strong><br />

lindung bermanfaat untuk mempelajari nilai kerugian jasa ekosistem yang dapat dihindari<br />

dengan pelaksanaan kegitan <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong>. Keterbatasan waktu <strong>dan</strong> <strong>dan</strong>a<br />

penelitan ini membuat kaijan penilaian moneter belum dapat dilakukan.<br />

Manfaat <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> lindung—diluar nilai servis ekosistem—antara lain<br />

panenan tanaman ke<strong>hutan</strong>an, tanaman MPTS, tanaman semusim, rumput pakan ternak<br />

<strong>dan</strong> empon-empon. Data penelitian memberi keterangan kalau bahwa manfaat lahan<br />

garapan petani KTH Menggerrejo paling sedikit. Gangguan celeng sepanjang musim di<br />

lahan Menggerrejo membuat petani tak dapat menikmati 100% panennya. Hampir 99%<br />

hasil panenan rusak. Dari tanaman empon-empon, penghasilan KTH belum begitu besar.<br />

Jawaban atas data ini di duga karena masyarakat belum terbiasa menanam tanaman<br />

empon-empon. Keuntungan saat ini (terdiskon) petani KTH Itu tidak begitu besar setiap<br />

tahun. Laba itu berkisar antara Rp.2.000.000—Rp.4.000.000 tiap ha/tahun untuk <strong>hutan</strong><br />

produksi <strong>dan</strong> Rp.400.000—Rp.2.000.000 tiap ha/tahu untuk <strong>hutan</strong> lindung (Tabel 3).<br />

Untuk menaikkan tingkat penghasilan <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong>, ke depannya perlu<br />

ikhtiar—baik petani maupun dinas-- memberantas hama celeng tersebut, penyuburan<br />

tanah, intensifikasi <strong>dan</strong> pemilihan jenis tanaman yang sesuai dengan keadaan tanah. Juga<br />

sebagai alternatif, penyuluhan tentang empon-empon dapat mendorong petani<br />

memanfaatan lahan-lahan kosong dengan tanaman yangmemiliki prospek yang baik.<br />

Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Finansial <strong>dan</strong> Ekonomi Pengelolaan<br />

Hutan Desa dikawasan Hutan Lindung<br />

a. KTH Suko Makmur<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 8,433,900,282 Total Biaya/COST 8,370,908,103<br />

Total Benefit 9,019,684,990 Total Benefit 9,019,684,990<br />

Keuntungan nominal 585,784,708 Keuntungan nominal 648,776,887<br />

5


Biaya terdiscon 4,055,881,114 Biaya terdiscon 2,961,637,002<br />

Benefit terdiscon 4,275,489,985 Benefit terdiscon 3,125,421,835<br />

Keuntungan<br />

219,608,870 Keuntungan<br />

163,784,833<br />

terdiscon<br />

terdiscon<br />

BCR 1.054 BCR 1.055<br />

IRR 23.61% IRR 28.71%<br />

NPV per ha per th 585,624 NPV per ha per th 436.760<br />

b. KTH Rukun Makaryo.<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 11,628,523,393 Total Biaya/COST 11,481,492,800<br />

Total Benefit 14,749,344,000 Total Benefit 14,749,344,000<br />

Keuntungan nominal 3,120,820,607 Keuntungan nominal 3,267,851,200<br />

Biaya terdiscon 6,598,402,632 Biaya terdiscon 5,264,038,257<br />

Benefit terdiscon 7,975,671,101 Benefit terdiscon 6,285,605,920<br />

Keuntungan 1,377,268,469 Keuntungan 1,021,567,664<br />

terdiscon<br />

terdiscon<br />

BCR 1.209 BCR 1.19<br />

IRR 49.44% IRR 57.10%<br />

NPV per ha per th 1,530,298 NPV per ha per th 1,135,075<br />

c. KTH Menggerrejo<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 21,471,601,876 Total Biaya/COST 20,218,922,697<br />

Total Benefit 32,381,206,417 Total Benefit 32,381,206,417<br />

Keuntungan nominal 10,909,604,541 Keuntungan nominal 12,162,283,719<br />

Biaya terdiscon 9,962,681,045 Biaya terdiscon 6,808,666,414<br />

Benefit terdiscon 11,269,686,084 Benefit terdiscon 6,986,397,862<br />

Keuntungan 1,307,005,039 Keuntungan<br />

177,731,447<br />

terdiscon<br />

terdiscon<br />

BCR 1.13 BCR 1.026<br />

IRR 7.70% IRR 8.88%<br />

NPV per ha per th 3,485,347 NPV per ha per th 473,951<br />

d. KTH Mandiri<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 4,494,261,462 Total Biaya/COST 4,375,051,518<br />

Total Benefit 7,347,206,771 Total Benefit 7,347,206,771<br />

Keuntungan nominal 2,852,945,310 Keuntungan nominal 2,972,155,253<br />

Biaya terdiscon 2.724.350.984 Biaya terdiscon 2.217.780.455<br />

Benefit terdiscon 3.707.028.283 Benefit terdiscon 2.871.284.876<br />

NPV 982,677,299 NPV 653,504,422<br />

BCR 1,36 BCR 1,29<br />

IRR 34% IRR 41%<br />

NPV per ha per th 1,355,417 NPV per ha per th 901,385<br />

6


d. KTH Sido Akur<br />

Analisis Ekonomi Analisis Finansial<br />

Total Biaya/COST 3,243,195,531 Total Biaya/COST 3,160,981,780<br />

Total Benefit 6,946,651,839 Total Benefit 6,946,651,839<br />

Keuntungan nominal 3,703,456,308 Keuntungan nominal 3,785,670,058<br />

Biaya terdiscon Biaya terdiscon 1.373.037.816<br />

Benefit terdiscon Benefit terdiscon 2.326.775.466<br />

NPV 1,429,277,735 NPV 953,737,650<br />

BCR 1,8 BCR 1,69<br />

IRR 35% IRR 37%<br />

NPV per ha per th 2,858,555 NPV per ha per th 1,907,475<br />

Sumber: Analisis Data Primer, 2002<br />

Mengikuti analisis <strong>finansial</strong> <strong>dan</strong> <strong>ekonomi</strong> <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> di Kulonprogo, di<br />

peroleh nilai IRR≥nilai discount rate (i), nilai NPV > 0 (positif), <strong>dan</strong> B/C Ratio ≥ 1 pada<br />

masing-masing KTH. Kesimpulan yang dapat diambil: <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> baik pada<br />

kawasan <strong>hutan</strong> produksi <strong>dan</strong> <strong>hutan</strong> lindung oleh seluruh KTH itu layak untuk<br />

dilaksanakan. Penting di catat, <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong> itu tak hanyak menguntungkan<br />

bagi petani, tapi juga dinas <strong>dan</strong> masyarakat umum.<br />

E. Kesimpulan <strong>dan</strong> Saran<br />

Pembangunan <strong>hutan</strong> semestinya menjadi tugas seluruh pihak. Akan tetapi Dinas<br />

Ke<strong>hutan</strong>an selama ini paling dominan. Gagalnya rehabilitasi <strong>dan</strong> recovery <strong>hutan</strong> oleh<br />

pemerintah pada kawasan <strong>hutan</strong> negara memberikan pelajaran bagi kita bersama. Bahwa:<br />

pentingnya partisipasi masyarakat. Sebenarnya kalau mau jujur, usaha ke arah itu telah<br />

banyak dilakukan masyarakat. Tindakan-tindakan itu adalah garansi bahwasanya<br />

masyarakat layak diberi kepercayaan mengelola <strong>hutan</strong>. Tanpa kepercayaan pemerintah<br />

terhadap warga mustahil <strong>hutan</strong> hijau kembali.<br />

Jika kepercayaan itu ada, lelangkah yang perlu kita ayunkan adalah merangkai<br />

mekanisme kesepakatan pemberian ijin <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> negara berjangka waktu 25<br />

tahun antara masyarakat <strong>dan</strong> pemerintah. Salah satu poin pentingnya adalah perumusan<br />

hak <strong>dan</strong> kewajiban antara pemerintah <strong>dan</strong> petani. Kesepahaman antara kedua belah pihak<br />

akan tercapai manakala ada proses transparansi. Riset adalah sebentuk upaya untuk<br />

membuktikan perlunya nota kesepahaman tersebut.<br />

Dari riset yang kami lakukan, dapat ditarik beberapa benang merah. Kesatu, petani<br />

pada kawasan <strong>hutan</strong> produksi layak mendapatkan proporsi bagi keuntungan (benefit<br />

sharing) lebih besar dibanding dinas. Hal ini bersesuaian denan azas pengorbanan <strong>dan</strong><br />

hasil. Petani lebih banyak berkorban investgasi (input) dari pada dinas. Walaupun<br />

pemerintah memiliki kontribusi bibit bagi masyarakat. Namun nilainya tidak cukup<br />

signifikan jika dibandingkan dengan jasa pemeliharaan ekosistem, perawatan tanah, <strong>dan</strong><br />

tanaga untuk merawat tanaman sepanjang 25 tahun.<br />

Kesimpulan kedua adalah: meski pada kawasan <strong>hutan</strong> lindung tak terdapat<br />

mekanisme benefit sharing, akan tetapi biaya yang dikeluarkan petani tak kalah besar<br />

dibandingkan petani di <strong>hutan</strong> produksi. Hal ini terkait dengan kondisi topografi <strong>hutan</strong><br />

yang relatif curam <strong>dan</strong> tipisnya lapisan tanah. Kondisi ini meningkatkan beaya tenaga<br />

7


pengolahan lahan. Ketiga, terlihat jelas pendapatan hasil <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> negara cukup<br />

besar. Akan tetapi pada beberapa kelompok tani di kawasan <strong>hutan</strong> lindung tak<br />

mendapatkan keuntungan yang sepa<strong>dan</strong>. Kondisi topografi lahan <strong>dan</strong> kualitas tanah serta<br />

jenis tanaman yang cocok untuk di tandur menyebabkan keuntungan mereka berkurang.<br />

Peran pemerintah, pada model <strong>pengelolaan</strong> <strong>hutan</strong> <strong>desa</strong>, untuk itu ditingkatkan lagi.<br />

Terutama sebgai pihak yang menjamin kondisi lingkungan. Misalnya berupa regulasi<br />

kebijakan, pemantauan, penyuluhan, <strong>dan</strong> sebagainya.<br />

Pengorbanan masyarakat yang besar demi pulihnya kembali <strong>hutan</strong> di Kulonprogo<br />

mustinya menjadi aset <strong>dan</strong> kebanggaan bagi pemerintah. Apa yang sudah dilakukan oleh<br />

masyarakat memberikan kontribusi yang tak terhitung nilainya bagi keberlangsungan<br />

alam <strong>dan</strong> memberi manfaat bagi masyarakat sekitarnya.<br />

*) Riset yang dilakukan oleh Bi<strong>dan</strong>g Riset <strong>dan</strong> pengembangan Yayasan Damar Tahun<br />

2002<br />

**) Penanggungjawab Penelitian (penelitian dilakukan bersama Nasrilla Primasari &<br />

Sahali)<br />

Endnote<br />

a) NPV merupakan selisih Present Value dari benefit <strong>dan</strong> biaya. Proyek akan dipilih jika NPV>0. Jika<br />

NPV=0, berarti proyek tersebut mengembalikan Social Opportunity Cost of Capital. Jika NPV1. Proyek gagal bila Nett B/C Ratio0. Proyek dipilih bila<br />

IRR≥Social Discount Rate. Jika IRR


_____, Rencana Operasional (RO) Proyek Pemanfaatan <strong>dan</strong> Optimalisasi Hutan Tahun<br />

Anggaran 1994 (Yogyakarta: Dinas Ke<strong>hutan</strong>an Propinsi Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta, 1994)<br />

_____, Rencana Operasional (RO) Proyek Pemanfaatan <strong>dan</strong> Optimalisasi Hutan Tahun<br />

Anggaran 2000 (Yogyakarta: Dinas Ke<strong>hutan</strong>an Propinsi Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta, 2000)<br />

_____ , 2001. Rencana Operasional (RO) Proyek Pemanfaatan <strong>dan</strong> Optimalisasi Hutan<br />

Tahun Anggaran 2001 (Yogyakarta: Dinas Ke<strong>hutan</strong>an Propinsi Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta, 2001)<br />

Yayasan Damar <strong>dan</strong> Masyarakat, Hargorejo, Hargowilis <strong>dan</strong> Sen<strong>dan</strong>gsari. Geliat<br />

Masyarakat Menoreh Menata Hutan. (Yogyakarta: DAMAR, 2000)<br />

Yayasan Damar, Profil KTH (Yogyakarta: DAMAR, 2000)<br />

9

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!