27.02.2013 Views

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia ... - usaid

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia ... - usaid

Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia ... - usaid

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

A. Background<br />

<strong>Orangutan</strong>s are the only great apes native to Asia. The three other types (gorilla, chimpanzee, and bonobo) are found in Africa. Less than<br />

20,000 years ago the orangutan could still be found all over Southeast Asia, from Java in the south to the Himalayas and southern China in<br />

the north. Today this great ape can only be found in Sumatra and Borneo (Kalimantan), 90% of it is located within <strong>Indonesia</strong> (Figure 1). This<br />

substantial habitat loss is primarily caused by competition with humans, especially since both orangutan and human share a land preference for alluvial<br />

plains along major rivers and peat swamps. Human invasion into these area for social, economic, and cultural development frequently has fatal<br />

consequences to the orangutan.<br />

Formerly, orangutan was considered as one species, Pongo pygmaeus, and having two sub-species, Pongo pygmaeus pygmaeus (Bornean orangutan)<br />

and Pongo pygmaeus abelii (Sumatran orangutan). Most primatologists nowadays classify the Sumatran orangutan as Pongo abelii (Figure 2), a distinct<br />

species from the P. pygmaeus (Figure 3) that inhabit lowland forests in Borneo. The Sumatran orangutan is considerably less widespread than its<br />

Bornean cousin. In Sumatra, the orangutan can only be found in the northern regions, stretching from Timang Gajah<br />

Figure 1. <strong>Orangutan</strong> Distribution in the world<br />

(Central Aceh) to Sitinjak in Southern Tapanuli, whereas the Bornean orangutan is found in Sabah, Sarawak, and near-<br />

(Meijaard et all, 2001)<br />

ly all lowland forest in Kalimantan except for South Kalimantan and Brunei Darussalam. The Bornean orangutan is<br />

classified into three sub-species based on its geographical distribution, namely Pongo pygmaeus pygmaeus (from the northern part of Kapuas River to the northeastern Sarawak),<br />

P. p. wurmbii (from the south of Kapuas River to the west of the Barito River) and P. p. morio (from Sabah extended south to the Mahakam River in East Kalimantan).<br />

photo by: Jamartin Sihite<br />

Figure 2. Sumatera <strong>Orangutan</strong><br />

The orangutan can act as an ‘umbrella species’ to increase public awareness of environmental conservation efforts. The conservation of orangutans also will ensure the conservation<br />

of its forest habitat along with other creatures found within the same environment. As a frugivorous species, the orangutan is an effective agent of seed dispersal<br />

that helps guarantee the regeneration of its native forests. It is also an important subject of scientific interest due to its biological similarities to the human species. Last but<br />

not least, its unique position as the only great ape in Asia gives it an enormous potential to be an important tourism icon for <strong>Indonesia</strong>.<br />

Since lowland tropical rainforest is the orangutan’s preferred habitat, the conservation of this ecosystem is extremely needed for this great ape’s survival. Although the<br />

Government has set up 6.5 million hectares of conservation areas in northern Sumatra, West Kalimantan, Central Kalimantan, and East Kalimantan, the management of<br />

orangutan habitats outside the national parks and nature reserves is equally important. Careless exploitation of forest areas without respect for principles of natural conservation,<br />

either for logging industries or for agriculture, could lead to a devastating impact to the orangutan population. The conflict between humans and orangutans outside<br />

conservation areas can be a disadvantage to local communities and companies operating within the region.<br />

In the last decade, the loss and destruction of lowland tropical forest in Sumatra and Kalimantan is very critical and might lead to a large-scale ecological<br />

disaster. For orangutans, the loss of forest has reduced the size of orangutan habitat at an average rate of 1-1.5% per year in Sumatra, while<br />

the rate of loss in Kalimantan is even higher at 1.5-2% per year. As a result of the deforestation and the habitat loss (Figure 4), the distribution of<br />

orangutans is now fragmented into several small pockets (2004 PHVA Revision). Another important threat to the orangutans is poaching, mostly<br />

to capture and sell them (illegally) as exotic pets and occasionally as an alternative source of food. This bleak outlook has led to the inclusions of<br />

Sumatran orangutans into the “critically en<strong>dan</strong>gered” category based on IUCN (2007), a worldwide organization responsible to monitor en<strong>dan</strong>gered<br />

species globally. As for the Bornean orangutan, even though this species is placed in the lower “en<strong>dan</strong>gered” category, the future for this primate is<br />

similar to its Sumatran cousin. Immediate real actions by all stakeholders to protect and conserve orangutans in both regions are desperately needed<br />

to save the Asia’s only great ape from the brink of extinction.<br />

photo by: Jamartin Sihite<br />

Figure 3. Central Kalimantan <strong>Orangutan</strong><br />

Gambar 1. Distribusi <strong>Orangutan</strong> di Dunia<br />

eng | | ind<br />

A. Latar Belakang<br />

photo by: Jamartin Sihite<br />

Gambar 2. <strong>Orangutan</strong> Sumatera<br />

photo by: Jamartin Sihite<br />

Gambar 3. <strong>Orangutan</strong> Kalimantan Tengah<br />

<strong>Orangutan</strong> merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, sementara tiga kerabatnya, yaitu; gorila, simpanse, <strong>dan</strong> bonobo hidup di Afrika.<br />

Kurang dari 20.000 tahun yang lalu orangutan dapat dijumpai di seluruh Asia Tenggara, dari Pulau Jawa di ujung selatan sampai ujung utara Pegunungan<br />

Himalaya <strong>dan</strong> Cina bagian selatan. Akan tetapi, saat ini jenis kera besar itu hanya ditemukan di Sumatera <strong>dan</strong> Borneo (Kalimantan), 90%<br />

berada di <strong>Indonesia</strong> (Gambar 1). Penyebab utama mengapa terjadi penyempitan daerah sebaran adalah karena manusia <strong>dan</strong> orangutan menyukai tempat<br />

hidup yang sama, terutama dataran alluvial di sekitar daerah aliran sungai <strong>dan</strong> hutan rawa gambut. Pemanfaatan lahan tersebut untuk aktivitas sosial, ekonomi,<br />

<strong>dan</strong> budaya manusia umumnya berakibat fatal bagi pihak orangutan.<br />

Para ahli primata saat ini sepakat untuk menggolongkan orangutan yang hidup di Sumatera sebagai Pongo abelii (Gambar 2) yang berbeda dari Pongo pygmaeus<br />

(Gambar 3) yang menempati hutan-hutan dataran rendah di Borneo. Dibandingkan dengan kerabatnya di Borneo, orangutan sumatera menempati<br />

daerah sebaran yang lebih sempit. <strong>Orangutan</strong> di Sumatera hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak<br />

di Tapanuli Selatan. Sementara itu, di Borneo orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, <strong>dan</strong> hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali<br />

Kalimantan Selatan <strong>dan</strong> Brunei Darussalam. <strong>Orangutan</strong> di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di<br />

bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat<br />

Sungai Barito; <strong>dan</strong> Pongo pygmaeus morio, yang tersebar mulai dari Sabah sampai ke selatan mencapai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.<br />

<strong>Orangutan</strong> dapat dijadikan ‘umbrella species’ (spesies payung) untuk meningkatkan kesadaran konservasi masyarakat. Kelestarian orangutan menjamin<br />

kelestarian hutan yang menjadi habitatnya, sehingga diharapkan kelestarian makhluk hidup lain ikut terjaga pula. Sebagai pemakan buah, orangutan<br />

merupakan agen penyebar biji yang efektif untuk menjamin regenerasi hutan. <strong>Orangutan</strong> juga sangat menarik dari sisi ilmu pengetahuan karena kemiripan<br />

karakter biologi satwa itu dengan manusia. Sebagai satu-satunya kera besar yang hidup di Asia, orangutan memiliki potensi menjadi ikon pariwisata untuk<br />

<strong>Indonesia</strong>.<br />

<strong>Orangutan</strong> menyukai hutan hujan tropis dataran rendah sebagai tempat hidupnya, sehingga perlindungan ekosistem tersebut sangat penting untuk menjamin<br />

kelangsungan hidup satwa itu. Meskipun Pemerintah telah membangun sistem kawasan konservasi seluas 6,5 juta hektar di Sumatera bagian utara<br />

<strong>dan</strong> Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, upaya pengelolaan kawasan hutan yang menjadi habitat orangutan di luar taman nasional <strong>dan</strong><br />

cagar alam tidak kalah pentingnya. Pemanfaatan kawasan hutan, baik untuk industri kayu maupun pertanian, yang tidak memperhatikan prinsip kelestarian<br />

lingkungan terbukti berdampak sangat buruk bagi keberadaan orangutan. Konflik yang terjadi antara orangutan <strong>dan</strong> manusia di luar kawasan konservasi<br />

bahkan tidak jarang merugikan pihak pengusaha <strong>dan</strong> masyarakat.<br />

Penyusutan <strong>dan</strong> kerusakan kawasan hutan dataran rendah yang terjadi di Sumatera <strong>dan</strong> Kalimantan selama sepuluh tahun terakhir telah mencapai titik<br />

kritis yang dapat membawa bencana ekologis skala besar bagi masyarakat. Bagi orangutan, kerusakan kawasan hutan telah menurunkan jumlah habitat<br />

orangutan sebesar 1-1,5% per tahunnya di Sumatera. Jumlah kehilangan habitat di Kalimantan yaitu 1,5-2% per tahunnya, lebih tinggi jika dibandingkan<br />

dengan Sumatera. Kerusakan hutan <strong>dan</strong> habitat orangutan di Kalimantan (Gambar 4) menyebabkan distribusi orangutan menjadi terfragmentasi di kantong<br />

kantong habitat (Revisi PHVA 2004). Nasib orangutan juga diperburuk dengan ancaman perburuan untuk dijadikan satwa peliharaan, bahkan sebagai<br />

sumber makanan bagi sebagian masyarakat. Kondisi yang sangat mengkhawatirkan tersebut telah menempatkan orangutan sumatera ke dalam kategori<br />

kritis/sangat terancam punah (critically en<strong>dan</strong>gered) di dalam daftar merah IUCN (2007), sebuah ba<strong>dan</strong> dunia yang memantau tingkat keterancaman jenis<br />

secara global. Meskipun orangutan di Kalimantan ditempatkan pada posisi terancam punah/en<strong>dan</strong>gered, tidak berarti masa depan primata itu lebih cerah<br />

dibandingkan kerabatnya di Sumatera. Hanya tindakan segera <strong>dan</strong> nyata dari semua pemangku kepentingan untuk melindungi orangutan di kedua pulau<br />

tersebut yang dapat menyelamatkan satu-satunya kera besar Asia dari ancaman kepunahan.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!