Pandanus conoideus Lamk. - Pustaka
Pandanus conoideus Lamk. - Pustaka
Pandanus conoideus Lamk. - Pustaka
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
PELUANG PENGEMBANGAN BUAH MERAH<br />
(<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) DI PROVINSI PAPUA<br />
Jermia Limbongan 1 dan Afrizal Malik 2<br />
1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan Km. 17,5, Kotak Pos 1234, Makassar.<br />
Telp. (0411) 556449, Faks. (0411) 554522, E-mail: bptp-sulsel@yahoo.com<br />
2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Jalan Yahim Sentani, Kotak Pos 256 Sentani, Jayapura 99352<br />
Telp. (0967) 592179, Faks. (0967) 591235, E-mail: bptp-papua@yahoo.com<br />
Tanaman buah merah (<strong>Pandanus</strong><br />
<strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) termasuk dalam<br />
famili <strong>Pandanus</strong>. Tanaman ini banyak ditemukan<br />
di Papua, Papua Nugini, dan secara<br />
sporadis mulai ditanam di beberapa daerah<br />
seperti Maluku, Sulawesi, Kalimantan,<br />
Jawa, dan Sumatera. Daerah penyebarannya<br />
di Papua cukup luas, meliputi lembah<br />
Baliem Wamena, Tolikara, Pegunungan<br />
Bintang, Yahukimo, Jayapura, daerah sekitar<br />
kepala burung (Sorong dan Manokwari),<br />
dan beberapa daerah pedalaman.<br />
Diajukan: 24 April 2009; Diterima: 10 Oktober 2009<br />
ABSTRAK<br />
Tanaman buah merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) merupakan salah satu tanaman tradisional Papua, tumbuh<br />
menyebar mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Tanaman tumbuh mengelompok di sekitar aliran sungai,<br />
dan beradaptasi dengan baik pada tanah tandus dengan pH masam (4,30−5,30). Tanaman umumnya dibudidayakan<br />
secara tradisional, tanpa pemupukan, dan penanganan pascapanen secara sederhana. Minyak yang dihasilkan dari<br />
buah merah digunakan sebagai penyedap masakan yang bernilai gizi tinggi karena mengandung beta-karoten, juga<br />
dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang tidak mengandung logam berat dan mikroorganisme berbahaya. Minyak<br />
buah merah juga berkhasiat mengobati beberapa penyakit, seperti kanker, HIV, malaria, kolesterol, dan diabetes.<br />
Ampas dari pemerasan buah merah dapat digunakan sebagai pakan unggas. Karena kegunaannya yang beragam,<br />
minyak buah merah diminati konsumen baik di dalam negeri maupun mancanegara dengan harga yang cukup tinggi.<br />
Peluang pengembangan buah merah cukup baik, karena selain harganya yang mahal, budi daya dan cara pengolahannya<br />
sederhana. Faktor pendukung lainnya adalah tersedianya lahan yang luas di Papua serta varietas unggul dan<br />
teknologi budi daya, panen, dan pascapanen.<br />
Kata kunci: <strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong>, varietas, budi daya, teknologi pascapanen, gizi, analisis ekonomi<br />
ABSTRACT<br />
Opportunity of red fruit crop (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) development in Papua Province<br />
Red fruit (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) is one of traditional crops of Papua. The crop grows spreadly from lowland<br />
to highland in a cluster around river stream, and adapts well to acid unfertile soils with pH of 4.30−5.30. Farmers<br />
commonly cultivate the crop traditionally, without fertilizer, and apply simple postharvest handling. Oil extracted<br />
from the fruit is used as valuable food flavoring because it contains high nutrients such as betacarotene, also utilized<br />
as natural colorant that does not contain heavy metal and pathogenic microorganisms. The special usage of the oil<br />
is to cure some diseases such as cancer, HIV, malaria, cholesterol, and diabetes melitus. Dregs of red fruit oil<br />
extraction can be used as feed supplement for poultry. Due to these various usages, red fruit oil is preferred by<br />
people in Indonesia and foreign states and has high price. Agribusiness of red fruit is prospective to be developed<br />
because the oil has high price and its cultivation and processing technology is simple. It is also supported by land<br />
availability in this province, superior variety, cultivation technology, harvest and postharvest technology.<br />
Keywords: <strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong>, varieties, cultivation, postharvest technology, nutrients, economic analysis<br />
Tanaman buah merah tumbuh subur<br />
secara alami di dataran rendah hingga<br />
tinggi (Wamaer dan Malik 2009). Masyarakat<br />
Papua secara turun-temurun mengolah<br />
buah merah menjadi minyak makan<br />
atau digunakan langsung sebagai penyedap<br />
masakan. Mereka mengenal buah<br />
merah sejak puluhan tahun lalu sebagai<br />
makanan berenergi dan minyak makan,<br />
serta digunakan sebagai obat untuk<br />
menyembuhkan berbagai penyakit<br />
(Ohtsuka dalam Surono et al. 2006).<br />
Hadad et al. (2005) mengelompokkan<br />
tanaman buah merah menjadi empat tipe<br />
berdasarkan warna, ukuran, dan bentuk<br />
buah, yaitu buah merah panjang, buah<br />
merah pendek, buah merah kecoklatan,<br />
dan buah kuning. Sementara itu, Kore<br />
(2002) serta Limbongan dan Uhi (2005)<br />
mengelompokkan tanaman buah merah<br />
menjadi enam, yaitu buah merah panjang,<br />
buah merah coklat, buah merah pendek,<br />
buah merah sedang, buah merah kuning<br />
panjang, dan buah merah kuning pendek.<br />
134 Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Dari sekian banyak aksesi yang ada, enam<br />
aksesi diminati dan dibudidayakan oleh<br />
masyarakat, yaitu Maler, Mbarugum,<br />
Ibagaya, Kuanggo, Kenen, dan Muni.<br />
Pada tahun 2006, melalui SK Mentan No.<br />
161/Kpts/SR.120/3/2006 tanggal 6 Maret<br />
2006, Mbarugum telah dilepas sebagai<br />
varietas unggul buah merah.<br />
Tanaman buah merah dapat tumbuh<br />
pada dataran rendah hingga ketinggian<br />
2.500 m dari permukaan laut (dpl), dengan<br />
kesuburan tanah rendah, masam sampai<br />
agak masam, dan naungan 0−15% (Nainggolan<br />
2001). Salah satu sentra pengembangan<br />
tanaman buah merah di Papua<br />
adalah Kecamatan Kelila, yang terletak<br />
pada ketinggian 2.500 m dpl, dan tanahnya<br />
didominasi Podsolik dengan tekstur<br />
gelum. Kedalaman tanah sampai batas<br />
batuan kasar atau lapisan akar tanaman<br />
mampu menembus tanah untuk menyerap<br />
unsur hara berkisar antara 100−150 cm.<br />
Tanaman ini memiliki akar tunjang yang<br />
panjang dan jumlahnya banyak. Akar<br />
tersebut berfungsi menyerap oksigen dari<br />
udara dan hara dari tanah. Tanaman lebih<br />
menghendaki tanah yang lembap.<br />
Berdasarkan hasil analisis tanah dari<br />
empat lokasi pengembangan buah merah<br />
di Papua (Hadad et al. 2005), umumnya<br />
tanaman buah merah dapat tumbuh pada<br />
tanah kurang subur, banyak mengandung<br />
pasir, dan bersifat agak masam (pH 4,30−<br />
5,30). Tanaman tumbuh mengelompok di<br />
sekitar aliran sungai. Menurut Yuhono dan<br />
Malik (2006), lebih dari 90% tanaman buah<br />
merah tumbuh secara liar atau dipelihara<br />
dengan teknologi budi daya dan pascapanen<br />
seadanya.<br />
Iklim Papua sesuai bagi pertumbuhan<br />
tanaman buah merah. Data dari Stasiun<br />
Meteorologi dan Geofísika Kabupaten<br />
Jayawijaya tahun 2004 menunjukkan,<br />
curah hujan rata-rata sebesar 173 mm/<br />
bulan, tertinggi pada bulan Desember dan<br />
terendah bulan Juli. Jumlah hari hujan 25<br />
hari/bulan dengan suhu udara rata-rata<br />
20,20°C dan kelembapan 84,70% (Badan<br />
Pusat Statistik Provinsi Papua 2005).<br />
Kondisi iklim tersebut sangat mendukung<br />
bagi pertumbuhan tanaman buah merah.<br />
Buah merah mengandung asam lemak<br />
terutama asam oleat sekitar 30%, sehingga<br />
bermanfaat untuk meningkatkan status<br />
gizi masyarakat. Buah merah juga mengandung<br />
antioksidan yang cukup tinggi,<br />
di antaranya karotenoid dan tokoferol.<br />
Antioksidan bermanfaat mencegah penyakit<br />
gondok, kebutaan, dan sebagai<br />
antikanker. Buah merah juga mengandung<br />
mineral Fe, Ca, dan Zn (Budi 2003). Daya<br />
tarik buah merah adalah kandungan<br />
kimianya, yaitu zat gizi penting untuk<br />
ketahanan tubuh. Oleh karena itu, Hadad<br />
et al. (2006) menyatakan, tanaman ini<br />
berpotensi dikembangkan sebagai bahan<br />
baku obat degeneratif untuk mengobati<br />
penyakit HIV, di samping sebagai penunjang<br />
makanan pokok sehari-hari. Tulisan<br />
ini menginformasikan peluang pengembangan<br />
buah merah, termasuk karakteristik<br />
botani, varietas, cara budi daya, panen,<br />
pascapanen, dan kegunaannya sebagai<br />
sumber pangan, pakan, pewarna alami<br />
maupun bahan baku obat-obatan.<br />
CIRI BOTANI<br />
Beberapa kultivar buah merah ditemukan<br />
di Provinsi Papua. Kultivar dibedakan<br />
berdasarkan ukuran buah, warna buah,<br />
dan bentuk buah. Kultivar yang dikenal<br />
antara lain adalah kultivar merah pendek,<br />
merah coklat, merah sedang, merah<br />
panjang, kuning panjang, dan kuning<br />
pendek (Sadsoeitoeboen 2003; Limbongan<br />
dan Uhi 2005). Umumnya tanaman<br />
berumur hingga 10 tahun, umur berbuah<br />
3−5 tahun, dan umur buah sampai panen<br />
3−4 bulan. Tanaman tumbuh mengelompok<br />
dengan kerapatan 12−30 individu<br />
setiap rumpun.<br />
Hasil observasi Lebang et al. (2004)<br />
menunjukkan, tanaman buah merah memiliki<br />
akar tunjang 0,20−3,50 m, lingkar akar<br />
6−20 cm, berwarna coklat dengan bercak<br />
putih, bentuk bulat, dan permukaan<br />
berduri. Jumlah akar dalam satu rumpun<br />
berkisar antara 11−97. Lingkar batang<br />
utama berkisar antara 20−40 cm, tinggi<br />
tanaman 2−3,50 m. Batang berwarna coklat<br />
dengan bercak putih, berbentuk bulat,<br />
berkas pembuluh tidak tampak jelas, keras,<br />
arah tumbuh vertikal atau tegak, jumlah<br />
percabangan 2−4, dan permukaan berduri.<br />
Daun berukuran 96 cm x 9,30 cm sampai<br />
323 cm x 15 cm. Ujung daun bertusuk<br />
(micronate), pangkal merompong (cut off),<br />
tepi daun dan bagian bawah tulang daun<br />
berduri. Komposisi daun tunggal dengan<br />
susunan daun berseling (alternate). Daun<br />
lentur, berwarna hijau tua, pola pertulangan<br />
daun sejajar, tanpa tangkai daun<br />
(sessile), dan tidak beraroma. Bunga<br />
menyerupai bunga nangka dengan warna<br />
kemerahan. Buah berukuran panjang 68–<br />
110 cm, diameter 10−15 cm, berbentuk<br />
silindris, ujung menumpul, dan pangkal<br />
menjantung. Saat masih muda, buah<br />
berwarna merah pucat, dan berubah<br />
menjadi merah bata saat tua.<br />
Lebang et al. (2004) menemukan tiga<br />
jenis buah merah unggul, yaitu buah merah<br />
Mbarugum, Maler, dan Magari. Beberapa<br />
kriteria buah merah unggul yaitu: 1) jumlah<br />
buah 5–10 butir/rumpun, 2) empulur lunak,<br />
3) ukuran buah besar (diameter 10−15 cm)<br />
dan panjang (60−110 cm), 4) hasil sari<br />
(minyak) tinggi, rata-rata 120 ml/kg buah,<br />
5) jumlah anakan banyak, yaitu 5−10<br />
anakan/rumpun, dan 6) jumlah akar<br />
tunjang banyak, yaitu 11−97 akar/rumpun,<br />
sehingga mampu memasok hara lebih<br />
banyak, menyerap oksigen dari udara, dan<br />
memperkokoh tanaman berdiri tegak.<br />
MANFAAT BUAH MERAH<br />
Masyarakat Papua umumnya mengonsumsi<br />
buah merah sebagai campuran<br />
sayuran daun labu siam, daun ubi jalar<br />
(hipere), atau kol. Buah merah mengandung<br />
lemak cukup tinggi sehingga<br />
sayuran menjadi lebih gurih. Namun bila<br />
diolah menjadi saus kurang diminati<br />
masyarakat karena bila dikonsumsi dalam<br />
jumlah banyak akan menyebabkan sulit<br />
tidur. Buah merah juga diolah menjadi<br />
aneka makanan seperti puding, es krim,<br />
dan taro (Anonymous 2006). Agar hasil<br />
olahan berkualitas baik, buah harus<br />
dipanen saat telah masak.<br />
Selain sebagai makanan, obat-obatan,<br />
dan pakan, masyarakat Papua menggunakan<br />
tanaman buah merah sebagai umpan<br />
untuk menangkap burung cenderawasih,<br />
kuskus pohon, dan tikus tanah karena<br />
buah dan bunganya beraroma harum dan<br />
rasanya manis. Akar tanaman dimanfaatkan<br />
untuk membuat tali, pengikat, dan<br />
tikar, dan batangnya untuk papan rumah.<br />
Sumber Nutrisi<br />
Kandungan nutrisi minyak buah merah<br />
hasil analisis di laboratorium Jepang<br />
disajikan pada Tabel 1. Setiap 100 g<br />
ekstrak minyak buah merah mengandung<br />
94,20 mg lipida, 5,10 mg karbohidrat, dan<br />
tidak ditemukan adanya protein. Ekstrak<br />
minyak buah merah juga mengandung<br />
beta-karoten dan alfa-karoten masingmasing<br />
130 µg dan 1.980 µg/100 g sampel,<br />
tetapi tidak ditemukan lutein, zeasantin,<br />
dan likopen. Kandungan vitamin E cukup<br />
tinggi, yaitu 21,20 mg/100 g sampel. Hal<br />
ini berarti buah merah sangat baik sebagai<br />
Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009 135
Tabel 1. Hasil analisis laboratorium ekstrak minyak buah merah per 100 g<br />
sampel.<br />
Parameter yang diamati Nilai<br />
Air (g) 0,70<br />
Energi (kkal) 868<br />
Protein 0<br />
Lipida (mg) 94,20<br />
Karbohidrat (mg) 5,10<br />
Abu 0<br />
Sodium (mg) 3<br />
Αlfa-karoten (µg) 130<br />
Beta-karoten (µg) 1.980<br />
Beta-kriptosantin (µg) 1.460<br />
Lutein Tidak terdeteksi<br />
Zeasantin Tidak terdeteksi<br />
Likopen Tidak terdeteksi<br />
Vitamin E (alfa-tokoferol) (mg) 21,20<br />
Sumber: Surono et al. (2006).<br />
sumber vitamin E alami. Ekstrak minyak<br />
buah merah tidak mengandung logam<br />
berat dan mikroorganisme berbahaya.<br />
Hadad et al. (2005) menyatakan, kandungan<br />
kimia, terutama beta-karoten,<br />
buah merah yang berasal dari dataran<br />
tinggi lebih tinggi daripada buah merah<br />
dari dataran rendah, yaitu berturut-turut<br />
8.590 ppm dan 3.698 ppm. Hal ini menunjukkan<br />
bahwa kualitas buah merah yang<br />
ditanam di dataran tinggi, seperti Wamena<br />
(Kabupaten Jayawijaya), Kelila, Bokondini,<br />
dan daerah sekitarnya, lebih baik<br />
daripada yang ditanam di dataran rendah,<br />
seperti Sentani (Kabupaten Jayapura) dan<br />
sekitarnya.<br />
Limbongan dan Uhi (2005) melaporkan,<br />
buah merah berkhasiat mengobati mata<br />
rabun, gatal-gatal, luka tergores, pegal dan<br />
capek, menyuburkan rambut, mengobati<br />
kanker dan penyakit degeneratif (jantung,<br />
kolesterol, diabetes, darah tinggi), serta<br />
untuk kesehatan ternak, khususnya babi.<br />
Sutarno (2001) telah melakukan pengujian<br />
beberapa jenis tumbuhan penghasil zat<br />
pewarna alami, termasuk buah merah, dan<br />
menyimpulkan bahwa minyak buah merah<br />
dapat digunakan sebagai pewarna alami<br />
untuk warna merah kosmetik dan kuning.<br />
Penghambat Sel Kanker,<br />
Penyakit Malaria, dan<br />
Menurunkan Glukosa Darah<br />
Kandungan alfa kriptosantin dalam ekstrak<br />
buah merah, walaupun jumlahnya<br />
sedikit (1.460 µg/100 g sampel), secara in<br />
vitro dapat menghambat pertumbuhan sel<br />
kanker A 549 (Surono et al. 2006; Waspodo<br />
dan Nishigaki 2007). Hasil pengujian<br />
pada 110 ekor tikus putih betina (Rattus<br />
novergicus) menunjukkan, persentase<br />
tikus yang memperlihatkan gejala tumor<br />
menurun setelah diberi minyak buah<br />
merah (Munim et al. 2006). Tabel 2<br />
menunjukkan, tikus yang diberi perlakuan<br />
kontrol normal (diberi 1 ml minyak wijen<br />
dan akuades) tidak ditemukan kelainan<br />
pada paru-paru maupun organ lainnya.<br />
Pada perlakuan kontrol yang diberi<br />
DMBA (7,12 dimetilbenz(a)antrasene),<br />
10% hewan uji memiliki benjolan pada<br />
paru-paru serta 5% hewan uji memiliki dua<br />
benjolan bulat di bawah kulit dengan berat<br />
masing-masing 2,06 g dan 0,32 g. Pada<br />
kondisi ini, 20% hewan uji normal, 60%<br />
pada stadium awal, dan 20% terkena<br />
kanker ganas. Pada kelompok preventif 1,<br />
hanya 5% hewan uji yang memiliki<br />
benjolan pada paru-paru, dan 50% hewan<br />
uji terkena kanker ganas.<br />
Pada kelompok preventif 2, tidak<br />
ditemukan benjolan pada paru-paru, tetapi<br />
5% hewan uji memperlihatkan adanya<br />
benjolan di bawah kulit paha. Hasil<br />
pengamatan mikroskopis pada kelompok<br />
preventif 2, ditemukan 90% hewan uji<br />
normal dan 10% mengalami tahap awal<br />
penebalan sel. Pada kelompok preventif 3<br />
tidak ditemukan benjolan. Berdasarkan<br />
pengamatan mikroskopis, pada kelompok<br />
ini ditemukan 50% hewan uji normal dan<br />
20% mengalami kanker ganas. Pada kelompok<br />
preventif 4, ditemukan 5% hewan uji<br />
yang memiliki benjolan pada paru-paru, di<br />
mana 60% hewan uji normal dan 20%<br />
mengalami kanker ganas.<br />
Hasil penelitian Moeljoprawiro et al.<br />
(2007) pada manusia menunjukkan, dari uji<br />
sitotoksisitas terlihat bahwa IC50 ekstrak<br />
buah merah terhadap sel kanker payudara<br />
lebih rendah dari sel kanker rahim. Ekstrak<br />
metanol buah merah jenis Mbarugum dan<br />
ekstrak kloroform buah merah jenis Maler<br />
lebih toksik terhadap sel kanker payudara<br />
dan rahim dibanding doksorubisin. Disimpulkan<br />
pula bahwa struktur senyawa<br />
bioaktif dalam fraksi isolat tengah terhadap<br />
sel kanker payudara (T47D) dalam ekstrak<br />
kloroform buah merah jenis Maler adalah<br />
hexadecanoic acid dan 9-octadecanoic<br />
acid (Z).<br />
Penelitian efektivitas buah merah<br />
terhadap penyakit malaria pada manusia<br />
dengan cara menilai berat dan gambaran<br />
histologis limpa mencit Swiss yang diinfeksi<br />
Plasmodium berghei ANKA, telah<br />
dilakukan Angrieni (2008). Hasil penelitian<br />
menunjukkan bahwa pemberian minyak<br />
buah merah 0,05 ml/hari selama tujuh hari<br />
menghasilkan perbedaan yang nyata pada<br />
gambaran limpa yang diamati secara<br />
mikroskopis, namun tidak dapat menurunkan<br />
secara nyata berat limpa mencit Swiss<br />
yang diinfeksi P. berghei ANKA.<br />
Efek hipoglikemik ekstrak kloroform<br />
buah merah pada kelinci New Zealand<br />
jantan diteliti oleh Lestari (2008). Hasilnya<br />
menunjukkan, dosis ekstrak kloroform 200<br />
dan 300 mg/kg berat badan kelinci dapat<br />
menurunkan secara nyata kadar glukosa<br />
darah dibanding kontrol. Namun, kemampuan<br />
menurunkan kadar glukosa darah<br />
masih lebih baik dibandingkan dengan<br />
glibenklamid dosis 0,23mg/kg berat<br />
badan kelinci. Dosis ekstrak buah merah<br />
100 mg/kg berat badan kelinci tidak<br />
mampu menurunkan kadar glukosa darah<br />
secara nyata. Pengaruh minyak buah<br />
merah terhadap kadar gula darah pada<br />
tikus diteliti oleh Winarto (2007). Disimpulkan<br />
bahwa pemberian minyak buah merah<br />
pada tikus dapat menurunkan secara nyata<br />
kadar gula darah pada pemeriksaan hari<br />
ke-1, 7, dan 14 dibandingkan dengan<br />
kontrol.<br />
Pakan<br />
Ampas pemerasan minyak buah merah<br />
dapat digunakan sebagai pakan terutama<br />
pada unggas. Ampas perasan minyak buah<br />
merah jumlahnya cukup besar, sekitar<br />
60% dari berat buah yang diolah. Hasil<br />
136 Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Tabel 2. Persentase munculnya gejala tumor pada organ tikus yang diberi minyak buah merah setelah dilakukan<br />
pembedahan.<br />
Perlakuan<br />
penelitian Usman (2007) pada ayam buras<br />
periode grower dapat dilihat pada Tabel<br />
3. Pemberian pasta buah merah sebanyak<br />
3% dalam kombinasi pakan, dapat meningkatkan<br />
bobot badan ayam buras periode<br />
grower dari 111,80 g menjadi 137,90 g ekor/<br />
minggu. Demikian pula mortalitas anak<br />
ayam menurun dari 12,50% menjadi 0%.<br />
Pengaruh pemberian ampas buah<br />
merah terhadap produksi telur dan bobot<br />
ayam buras telah diteliti oleh Tirajoh et al.<br />
(2004). Disimpulkan bahwa pemberian<br />
ampas buah merah sebanyak 5% dicampur<br />
dengan jagung 50% dan pakan pabrik 45%<br />
belum memperlihatkan pengaruh yang<br />
nyata.<br />
VARIETAS UNGGUL<br />
Persentase tikus yang memperlihatkan gejala tumor<br />
Kelainan paru-paru menurut<br />
Benjolan Benjolan pengamatan mikroskopis<br />
pada paru-paru pada kulit<br />
Normal Stadium awal Ganas<br />
Diberi 1 ml minyak wijen dan selanjutnya<br />
hanya diberi akuades sampai akhir penelitian<br />
(kontrol normal)<br />
− − 100 − −<br />
Diinduksi dengan DMBA tanpa pemberian<br />
minyak buah merah (kontrol DMBA)<br />
10 5 20 60 20<br />
Diberi minyak buah merah 0,43 ml/200 g<br />
berat badan tikus 2 minggu sebelum induksi<br />
DMBA sampai akhir penelitian (preventif 1)<br />
5 − 50 − 50<br />
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah<br />
merah 0,21 ml/200 g berat badan tikus sampai<br />
akhir penelitian (preventif 2)<br />
− 5 90 10 −<br />
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah<br />
merah 0,43 ml/200 g berat badan tikus<br />
sampai akhir penelitian (preventif 3)<br />
− − 50 30 20<br />
Setelah induksi DMBA diberi minyak buah<br />
merah 0,86 ml/200 g berat badan tikus sampai<br />
akhir penelitian (preventif 4)<br />
5 − 60 20 20<br />
DMBA = 7, 12-dimetilbenz(a)antrasene (zat perangsang kanker).<br />
− = tidak terdapat tumor.<br />
Sumber: Munim et al. (2006).<br />
Tabel 3. Rata-rata pertambahan bobot badan ayam buras periode grower<br />
dan mortalitas anak ayam umur 2 bulan, Kabupaten Jayapura,<br />
2007.<br />
Kombinasi pakan<br />
Pertambahan Mortalitas<br />
bobot badan (%)<br />
(g/ekor/minggu)<br />
Jagung 46% + dedak 15% + pakan pabrik<br />
25% + tepung (ikan, sagu, kangkung,<br />
ubi kayu) – (kontrol)<br />
Jagung 46% + dedak 15% + pakan pabrik<br />
25% + tepung (ikan, sagu, kangkung,<br />
111,80 12,50<br />
ubi kayu) + pasta buah merah 3% 137,90 0<br />
Sumber: Usman (2007).<br />
Hadad et al. (2006) dalam eksplorasinya<br />
di Papua melaporkan, calon aksesi yang<br />
ditemukan pada suatu daerah diberi nama<br />
sesuai suku dan kebiasaan masyarakat di<br />
daerah tersebut. Berdasarkan bentuk,<br />
ukuran, dan warna buah, aksesi buah<br />
merah dikelompokkan menjadi empat tipe,<br />
yaitu:<br />
1) Tipe merah panjang, memiliki buah<br />
berbentuk segitiga dan silindris, ujung<br />
tumpul dan pangkal menjantung.<br />
Panjang buah berkisar antara 60−105<br />
cm dengan lingkar pangkal buah 35−<br />
74 cm dan ujung buah 14−20 cm. Bobot<br />
tiap buah 6−10 kg dan warna biji merah<br />
tua.<br />
2) Tipe merah pendek, bentuk buah silindris,<br />
ujung lancip, dan pangkal menjantung.<br />
Panjang buah mencapai 55 cm<br />
dengan diameter 10−15 cm atau lingkar<br />
buah 20−30 cm. Bobot tiap buah 2,50−<br />
4 kg.<br />
3) Tipe merah kecoklatan, bentuk buah<br />
silindris, ujung tumpul, dan pangkal<br />
menjantung. Panjang buah berkisar<br />
antara 27−33 cm dengan diameter 6,50−<br />
12 cm. Bobot tiap buah 2,50−4 kg.<br />
4) Tipe buah kuning, bentuk buah silindris,<br />
ujung lancip dan pangkal menjantung.<br />
Panjang buah 35−45 cm<br />
Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009 137
dengan diameter 12−14 cm. Bobot tiap<br />
buah 2,50−3,50 kg.<br />
Salah satu contoh tipe buah merah panjang<br />
adalah varietas Mbarugum yang telah<br />
dilepas oleh Menteri Pertanian sebagai<br />
varietas unggul pada tahun 2006 (Gambar<br />
1). Pengamatan terhadap penyebaran<br />
tanaman, kepemilikan, cara panen dan<br />
pemasaran menemukan enam aksesi yang<br />
paling banyak diminati masyarakat, seperti<br />
terlihat pada Tabel 4.<br />
BUDI DAYA<br />
Meskipun tanaman buah merah oleh<br />
sebagian masyarakat masih dianggap<br />
sebagai tanaman tradisional, upaya<br />
pengembangannya perlu diikuti dengan<br />
teknik budi daya yang sesuai, meliputi<br />
pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan<br />
tanaman. Tanaman diperbanyak secara<br />
vegetatif menggunakan setek tunas dari<br />
akar atau setek batang. Ukuran setek<br />
tunas berkisar antara 20−40 cm, dan bila<br />
menggunakan setek batang ukurannya<br />
80−100 cm. Setek tunas dipilih yang<br />
mempunyai paling sedikit satu akar agar<br />
dapat memacu pertumbuhan tunas. Bila<br />
setek diangkut ke lokasi yang jauh, setek<br />
diletakkan pada tempat yang basah agar<br />
anakan tidak mati karena kekurangan air.<br />
Pembibitan dapat dilakukan dengan<br />
tiga cara, yaitu: 1) membuat pesemaian<br />
sementara di bawah induk tanaman, 2)<br />
dibibitkan pada kantong plastik yang diisi<br />
media tanah dan pupuk kandang dengan<br />
perbandingan 3:1, dan 3) setek langsung<br />
ditanam di lahan dengan diberi naungan<br />
sampai tanaman tumbuh dengan baik.<br />
Waktu yang diperlukan untuk pembibitan<br />
dalam kantong plastik berkisar antara 1–2<br />
bulan.<br />
Lahan tempat penanaman dibersihkan<br />
dari gulma, lalu dicangkul sedalam 15–20<br />
cm. Bisa menggunakan lahan bekas<br />
tanaman lain seperti ubi atau pisang.<br />
Lahan sebaiknya dekat dengan sumber air.<br />
Tanah dikeringanginkan 1−2 hari dan tidak<br />
perlu dibuat drainase karena tanaman ini<br />
tumbuh baik pada tanah gembur dan<br />
lembap. Bibit ditanam pada lubang tanam<br />
ukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm dengan jarak<br />
tanam 5 m x 5 m. Tanaman ini dapat ditumpangsarikan<br />
dengan tanaman lain, seperti<br />
ubi jalar, jagung, dan kacang-kacangan.<br />
Pemeliharaan tanaman, terutama<br />
pengendalian gulma dilakukan pada saat<br />
tanaman masih muda. Gangguan hama dan<br />
penyakit sedikit, tetapi yang sering terjadi<br />
adalah gangguan ternak, seperti sapi, babi,<br />
kerbau, dan kambing. Cendawan biasanya<br />
muncul pada buah yang luka karena jatuh<br />
atau dirusak ternak.<br />
Gambar 1. Bibit buah merah dan tanaman dewasa serta buah siap olah dari tipe<br />
buah merah panjang.<br />
PANEN DAN PENGOLAHAN<br />
Umur panen buah untuk tanaman yang<br />
berasal dari setek tunas berkisar antara 3−<br />
5 tahun. Dalam satu tahun dapat dilakukan<br />
dua kali panen, yaitu pada bulan Juni−<br />
Agustus (panen pertama) dan November−<br />
Januari (panen kedua). Kriteria buah yang<br />
siap panen adalah: 1) umur sekitar 3−4<br />
bulan, 2) warna buah berubah dari merah<br />
muda menjadi merah tua, 3) pelepah<br />
pembungkus buah berwarna coklat kering,<br />
dan 4) biji pada ujung buah terlepas. Buah<br />
dipanen dengan menggunakan galah dari<br />
kayu yang ujungnya berbentuk huruf V,<br />
dan dilakukan secara hati-hati agar buah<br />
tidak terbelah atau rusak.<br />
Diagram alir proses pengolahan buah<br />
merah menjadi minyak disajikan pada<br />
Gambar 2. Pembuatan minyak buah merah<br />
dimulai dengan memilih buah yang benarbenar<br />
matang. Selanjutnya, buah dibelah<br />
dan empulurnya dikeluarkan, lalu daging<br />
buah dipotong-potong dan dicuci bersih.<br />
Daging buah dikukus 1−1,50 jam, dan<br />
setelah matang atau lunak diangkat dan<br />
didinginkan. Irisan buah matang ditambah<br />
sedikit air lalu diremas dan diperas hingga<br />
menjadi pasta. Pasta lalu disaring untuk<br />
memisahkan ampas biji dari pasta. Selanjutnya,<br />
pasta dimasak 4−5 jam. Setelah<br />
mendidih, pasta dibiarkan tetap di atas api<br />
selama 10 menit sampai muncul minyak<br />
berwarna hitam pada permukaannya.<br />
Rebusan pasta lalu diangkat dan didiamkan<br />
selama 1 hari kemudian minyak diambil<br />
secara perlahan menggunakan sendok.<br />
Minyak dipindahkan ke wadah transparan<br />
dan didiamkan selama 2 jam hingga minyak<br />
terpisah dari air dan pasta. Langkah ini<br />
diulangi beberapa kali hingga tidak ada<br />
lagi air di bawah lapisan minyak. Air dapat<br />
pula dihilangkan dengan cara memanaskan<br />
minyak pada suhu 95−100°C selama<br />
2−3 menit sampai tidak ada lagi gelembung<br />
air yang terlihat. Hasil akhir berupa sari<br />
buah atau disebut minyak buah merah didinginkan<br />
lalu dikemas.<br />
ANALISIS FINANSIAL<br />
Buah merah yang diperdagangkan sebagian<br />
besar berasal dari tanaman yang tidak<br />
dibudidayakan, sehingga biaya budi daya<br />
dianggap nol. Hasil analisis finansial<br />
pengolahan minyak buah merah di Sentani,<br />
Kabupaten Jayapura dapat dilihat pada<br />
Tabel 5. Analisis berpedoman pada harga<br />
buah merah Rp35.000−Rp50.000/buah<br />
(Karyono 2003).<br />
138 Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
Tabel 4. Deskripsi karakter aksesi tanaman buah merah yang banyak dibudidayakan petani di Papua.<br />
Aksesi Batang/cabang Daun Buah<br />
Maler Berbatang tinggi, besar dan Daun besar, panjang Buah besar panjang, buah panjang (60–<br />
bercabang, 2–15 cabang/batang; daun 1,40–2,10 cm, 86 cm), bentuk bulat agak segitiga,<br />
diameter batang bawah 40–56 cm; lebar daun 7–10 cm, lingkar pangkal buah 35–54 cm,<br />
jumlah akar tunjang 6–16 buah/ termasuk terbesar, duri lingkar ujung buah 16–28 cm, berat 6–9,50 kg;<br />
batang; umur mulai berbuah rapat biji berwarna merah berbaris tidak beraturan;<br />
3 tahun (berumur dalam) kandungan minyak banyak<br />
Mbarugum Tinggi 2−3,50 m, diameter 20−40 cm, Daun besar, panjang daun Buah besar dan panjang (68–110 cm),<br />
2–4 cabang/batang; jumlah akar 323 cm, lebar daun 15 cm, berbentuk silindris, lingkar pangkal buah<br />
tunjang 11–97, akar berduri panjang; duri rapat, ujung daun 31,50–40,50 cm, lingkar ujung buah<br />
umur mulai berbuah 3−5 tahun, umur bertusuk 14–20 cm, berat 7–10 kg, biji berwarna<br />
panen 3−4 bulan merah berbaris tidak beraturan; hasil minyak<br />
120 cc/buah, rendemen minyak 15%<br />
Ibagaya Berbatang pendek-sedang dan Daun sedang, panjang daun Buah kecil, panjang buah 30–46 cm,<br />
bercabang sedang (2–8 cabang/ 1,10–1,60 cm, lebar daun berbentuk agak bulat, lingkar pangkal buah<br />
batang); diameter batang bawah 30– 4–8 cm, termasuk ter- 35–44 cm, lingkar ujung buah 10–15<br />
46 cm; jumlah akar tunjang 6–13 besar, duri agak jarang cm, berat 4–7 kg, biji berwarna merah<br />
buah/batang; umur mulai berbuah berbaris tidak beraturan, kandungan minyak<br />
16 bulan (termasuk berumur genjah) sedikit, minyak enak dimakan<br />
Kuanggo Berbatang sedang dengan jumlah cabang Daun sedang, panjang daun Buah berbentuk agak segitiga, lingkar pangkal<br />
sedang (2–8 cabang/batang); diameter 1,10–1,60 cm, lebar daun sedang, panjang buah 35–58 cm, buah<br />
batang bawah 30–46 cm; jumlah 4–8 cm, termasuk terbesar, 39–54 cm, lingkar ujung buah 10–15 cm,<br />
akar tunjang 6–13 buah/batang; umur duri rapat dan tajam berat 5–6 kg; biji berwarna merah berbaris<br />
mulai berbuah 16 bulan (termasuk tidak beraturan; kandungan minyak sedang<br />
berumur genjah)<br />
Kenen Berbatang pendek, sedang dengan jumlah Daun sedang, panjang daun Buah kecil, panjang buah 30–46 cm,<br />
cabang sedang (2–8 cabang/batang); 1,10–1,60 cm, lebar daun berbentuk agak bulat, lingkar pangkal<br />
diameter batang bawah 30–46 cm; 4–8 cm, termasuk terbesar, buah 35–44 cm, lingkar ujung buah<br />
jumlah akar tunjang 6–13 buah/batang; duri agak jarang 10–15 cm, berat 4–7 kg; biji berwarna<br />
umur mulai berbuah 16 bulan merah berbaris tidak beraturan; kandungan<br />
(termasuk berumur genjah) minyak sedikit, minyak enak dimakan<br />
Muni Batang agak tinggi dan bercabang, Daun besar, panjang daun Buah sedang agak pendek, panjang buah<br />
2–9 cabang/batang; diameter batang 1,40–2,10 cm, lebar daun 50–73 cm, berbentuk segitiga, lingkar<br />
bawah 40–56 cm; jumlah akar tunjang 7–10 cm, termasuk ter- pangkal buah 55–74 cm, lingkar ujung<br />
60–12 buah/batang; umur mulai besar, duri tidak tajam buah 14–20 cm, berat 5−8 kg; biji berberbuah<br />
3 tahun (termasuk warna merah berbaris tidak beraturan;<br />
berumur dalam) kandungan minyak banyak<br />
Sumber: Hadad et al. (2006).<br />
Komponen biaya terbesar pada pengolahan<br />
buah merah adalah biaya tenaga<br />
kerja yakni Rp2.800.000, meliputi upah<br />
pengupasan, pemotongan, pencucian,<br />
peremasan, perebusan, penyaringan, dan<br />
pengepakan. Komponen biaya yang<br />
cukup besar lainnya adalah biaya pembelian<br />
bahan baku atau buah merah.<br />
Untuk menghasilkan 45 liter minyak buah<br />
merah diperlukan 80 buah dengan total<br />
harga Rp3.100.000. Total biaya untuk satu<br />
kali proses dengan hasil minyak 45 liter<br />
mencapai Rp7.347.775, dengan tingkat<br />
keuntungan Rp15.125.225 dan R/C 3,05.<br />
Hasil analisis ini menunjukkan bahwa<br />
usaha pengolahan minyak buah merah<br />
pada skala rumah tangga menguntungkan.<br />
PELUANG DAN UPAYA<br />
PENGEMBANGAN<br />
Buah merah merupakan salah satu komoditas<br />
unggulan Papua. Secara tradisional,<br />
buah merah sudah dikenal masyarakat<br />
yang bermukim di daerah pantai maupun<br />
pegunungan. Daya tarik buah merah<br />
adalah kandungan kimianya, berupa zat<br />
gizi penting untuk ketahanan tubuh seperti<br />
beta-karoten, tokoferol (vitamin E), asam<br />
linolenat, asam oleat, asam stearat, dan<br />
asam palmitat. Beta-karoten dan tokoferol<br />
dikenal sebagai senyawa antioksidan<br />
yang dapat menghambat perkembangan<br />
radikal bebas di dalam tubuh manusia.<br />
Oleh karena itu, buah merah potensial<br />
dikembangkan sebagai bahan baku obat<br />
degeneratif, seperti gangguan jantung,<br />
lever, kolesterol, diabetes, asam urat,<br />
osteoporosis, serta sebagai antiinfeksi<br />
seperti HIV (Hadad et al. 2005).<br />
Lahan yang berpotensi untuk pengembangan<br />
komoditas perkebunan, termasuk<br />
buah merah, di Papua tersebar di beberapa<br />
kabupaten, antara lain Jayawijaya, Puncak<br />
Jaya, Tolikara, Yahukimo, Jayapura,<br />
Manokwari, Sorong, Merauke, Biak,<br />
Nabire, Paniai, Yapen Waropen, Mimika,<br />
dan Fakfak. Luasnya mencapai 7,20 juta<br />
ha, namun baru dimanfaatkan 165.885 ha<br />
(Rumbarar 2002).<br />
Pemanfaatan buah merah oleh masyarakat<br />
lokal, baik sebagai sumber gizi,<br />
penyedap masakan, obat beberapa jenis<br />
penyakit, maupun pakan ternak, telah<br />
Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009 139
Buah merah matang<br />
t<br />
t t<br />
Empulur dibuang Daging buah dipotong-potong<br />
dan dicuci bersih<br />
t<br />
Ampas untuk<br />
pakan<br />
Ampas<br />
(kue, dodol, dsb.)<br />
t<br />
Dikukus 1−1,50 jam<br />
didinginkan,<br />
ditambahkan air,<br />
diremas, diperas,<br />
disaring<br />
t<br />
t<br />
t t<br />
Sari (minyak)<br />
buah merah<br />
Pasta<br />
Dimasak 4−5 jam,<br />
didiamkan 1 hari,<br />
didiamkan 2 jam<br />
Gambar 2. Diagram pembuatan minyak buah merah (Limbongan dan Uhi 2005).<br />
Tabel 5. Analisis finansial pengolahan minyak buah merah untuk satu kali<br />
proses, Sentani, Kabupaten Jayapura, 2006.<br />
Uraian Volume<br />
dimulai sejak puluhan tahun lalu. Beberapa<br />
pengusaha di tingkat lokal maupun<br />
nasional telah melirik komoditas ini<br />
sebagai bahan baku industri makanan<br />
Harga satuan Jumlah<br />
(Rp) (Rp)<br />
A. Bahan<br />
Buah (Tolikara) 20 buah 50.000 1.000.000<br />
Buah (Sentani) 60 buah 35.000 2.100.000<br />
Air 4 drum 3.000 12.000<br />
Kayu bakar 4 ikat 5.000 20.000<br />
Minyak tanah 20 liter 3.000 60.000<br />
B. Alat<br />
Dandang 2 buah 170.000 14.150<br />
Toples 4 buah 35.000 3.800<br />
Jerigen 16 buah 25.000 64.000<br />
Drum 1 buah 125.000 5.200<br />
Kompor 1 buah 375.000 15.625<br />
C. Biaya operasional<br />
Tenaga kerja 80 OH 35.000 2.800.000<br />
Pengepakan 8 OH 35.000 280.000<br />
Insentif pakar 1 OH 1.000.000 1.000.000<br />
D. Hasil<br />
Minyak 45 liter 500.000 22.500.000<br />
E. Biaya (A+B+C) 7.374.775<br />
F. Pendapatan (D-E) 15.125.225<br />
R/C 3,05<br />
Sumber: Wamaer dan Malik (2009).<br />
dan obat-obatan. Sejak tahun 2003,<br />
minyak buah merah dalam kemasan<br />
telah dipasarkan ke beberapa daerah di<br />
Indonesia dan mancanegara. Harga<br />
minyak buah merah dalam kemasan botol<br />
250 ml mencapai Rp125.000.<br />
Peluang pengembangan buah merah<br />
cukup besar karena didukung hal-hal<br />
sebagai berikut: 1) tanaman beradaptasi<br />
cukup luas mulai dari dataran rendah<br />
hingga dataran tinggi, dapat tumbuh pada<br />
tanah miskin hara tetapi cukup air dengan<br />
curah hujan lebih dari 1.000 mm/tahun, 2)<br />
budi daya cukup mudah, tanaman kurang<br />
disukai hama, buah tidak cepat busuk, dan<br />
pengolahan buah menjadi minyak dapat<br />
dilakukan di tingkat petani, dan 3) pemasaran<br />
minyak buah merah cukup mudah<br />
karena permintaan bukan hanya dari konsumen<br />
lokal, tetapi juga dari daerah lain<br />
dan mancanegara. Oleh karena itu, prospek<br />
penggunaan minyak buah merah<br />
sebagai bahan baku industri obat-obatan,<br />
makanan, dan kosmetik cukup baik.<br />
Upaya yang perlu dilakukan untuk<br />
mendorong pengembangan tanaman buah<br />
merah ialah ekstensifikasi dengan cara<br />
mendorong petani untuk membudidayakan<br />
buah merah dengan menggunakan<br />
bibit unggul, pembibitan yang baik,<br />
pengolahan tanah, pembuatan lubang<br />
tanam, pengaturan jarak tanam, pemangkasan,<br />
penyiangan, dan pemupukan.<br />
Secara ilmiah, tanaman buah merah belum<br />
banyak dikenal sehingga perlu dilakukan<br />
penelitian yang berkaitan dengan budi<br />
daya tanaman, seperti teknologi perbanyakan<br />
tanaman, pemupukan, jarak<br />
tanam, kesesuaian lahan, serta panen dan<br />
pascapanen, termasuk teknologi pengolahan<br />
minyak sebagai bahan makanan, pakan<br />
maupun bahan baku obat-obatan.<br />
KESIMPULAN DAN SARAN<br />
Peluang pengembangan tanaman buah<br />
merah ke depan cukup baik karena budi<br />
daya tanaman dan cara pengolahan<br />
minyaknya mudah dilaksanakan di tingkat<br />
petani, selain harga minyak cukup tinggi.<br />
Masyarakat meyakini bahwa minyak buah<br />
merah memiliki berbagai manfaat, antara<br />
lain sebagai bahan baku obat-obatan,<br />
makanan, pewarna alami, kosmetik, dan<br />
limbahnya sebagai pakan. Untuk mendapatkan<br />
produksi yang tinggi dan<br />
kualitas hasil yang baik, pengembangan<br />
tanaman buah merah harus dilakukan<br />
dengan menerapkan teknologi budi daya<br />
dan pascapanen sesuai dengan sifat dan<br />
karakter biologis tanaman. Perlu dilakukan<br />
penelitian lebih lanjut tentang tingkat<br />
keefektifan minyak buah merah sebagai<br />
140 Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009
ahan baku obat, makanan, dan pewarna<br />
alami dari berbagai jenis buah merah pada<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Angrieni, W. 2008. Pengaruh pemberian buah<br />
merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) terhadap<br />
berat dan gambaran histologis limpa<br />
mencit Swis yang diinfeksi Plasmodium<br />
berghei ANKA. Jurnal Ilmiah Mahasiswa<br />
Kedokteran Indonesia 3(1): 5−8.<br />
Anonymous. 2006. <strong>Pandanus</strong>. Pacific Food<br />
Leaflet. Healthy Pacific Lifestyle Section–<br />
Secretariat of the Pacific Community,<br />
Noumea Cedex 98848, New Caledonia. 6<br />
pp.<br />
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. 2005.<br />
Papua dalam Angka Tahun 2004/2005.<br />
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua. hlm.<br />
35−61.<br />
Budi, M. 2003. Potensi kandungan gizi buah<br />
merah (P. <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) sebagai sumber<br />
pangan alternatif untuk mendukung ketahanan<br />
pangan masyarakat Papua. hlm. 211−<br />
214. Lokakarya Nasional Pendayagunaan<br />
Pangan Spesifik Lokal, Jayapura 2−4<br />
Desember 2003. Kerja sama Dinas Pertanian<br />
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten<br />
Jayapura dengan Universitas Negeri<br />
Papua.<br />
Hadad, M., T. Sugandi, D. Wamaer, M. Ondikleu,<br />
dan P. Ramba. 2005. Laporan Eksplorasi<br />
Tanaman Buah Merah di Papua. Kerja Sama<br />
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat<br />
dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian<br />
Papua.<br />
Hadad, M., Atekan, A. Malik, dan D. Wamaer.<br />
2006. Karakteristik dan potensial tanaman<br />
buah merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.)<br />
di Papua. hlm. 243–255. Prosiding Seminar<br />
Nasional BPTP Papua, Jayapura 24−25 Juli<br />
2006. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan<br />
Teknologi Pertanian, Bogor.<br />
Karyono, O.K. 2003. Nilai Ekonomi Buah Merah<br />
di Bawah Tegakan Hutan Rakyat; Studi Kasus<br />
di Kabupaten Wamena. Laporan Hasil<br />
Penelitian. Badan Penelitian dan Pengembangan<br />
Kehutanan, Bogor.<br />
Kore, G.I. 2002. Variasi <strong>Pandanus</strong> dan Pemanfaatannya<br />
oleh Masyarakat Ayamaru. Skripsi<br />
Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri<br />
Papua, Manokwari.<br />
Lebang, A., Amiruddin, J. Limbongan, G.I. Kore,<br />
S. Pambunan, dan I M. Budi. 2004. Laporan<br />
Usulan Pelepasan Varietas Buah Merah<br />
Mbarugum. Kerja Sama Balai Pengawasan<br />
lokasi yang berbeda. Kerja sama instansi<br />
terkait juga diperlukan untuk mendorong<br />
dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan<br />
Hortikultura Provinsi Papua dengan Balai<br />
Pengkajian Teknologi Pertanian Provinsi<br />
Papua.<br />
Lestari, S.E. 2008. Efek Hipoglikemik Ekstrak<br />
Kloroform Buah Merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong><br />
<strong>Lamk</strong>.) pada Kelinci New Zealand<br />
Jantan yang Dibebani Glukosa. Tesis, Universitas<br />
Muhammadiyah Surakarta.<br />
Limbongan, J. dan H.T. Uhi. 2005. Penggalian<br />
data pendukung domestikasi dan komersialisasi<br />
jenis, spesies dan varietas tanaman<br />
buah di Provinsi Papua. hlm. 55−82.<br />
Prosiding Lokakarya I Domestikasi dan<br />
Komersialisasi Tanaman Hortikultura,<br />
Jakarta 15 September 2005. Pusat Penelitian<br />
dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta.<br />
Moeljoprawiro, S., T.R. Nuringtyas, R. Noveriza,<br />
dan O. Trisilawati. 2007. Kajian Bioaktif<br />
Antikanker 3 Varietas Buah Merah: Identifikasi<br />
fraksi bioaktif antikanker payudara<br />
dan kanker rahim dan mikrobia kontaminan<br />
pada 3 varietas buah merah (<strong>Pandanus</strong><br />
<strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.). Laporan Hasil Penelitian<br />
Kerja Sama Universitas Gadjah Mada dengan<br />
Badan Litbang Pertanian. 61 hlm.<br />
Munim, A.R. Andrajati, dan H. Susilowati. 2006.<br />
Uji hambatan tumorigenesis sari buah merah<br />
(<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) terhadap tikus<br />
putih betina yang diinduksi 7, 12 dimetilbenz(a)antrasene<br />
(DMBA). Majalah Ilmu<br />
Kefarmasian III(3): 153−161.<br />
Nainggolan, D. 2001. Aspek Ekologis Kultivar<br />
Buah Merah Panjang (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong><br />
<strong>Lamk</strong>.) di Daerah Dataran Rendah Manokwari.<br />
Skripsi Fakultas Kehutanan, Universitas<br />
Negeri Papua, Manokwari.<br />
Rumbarar, L. 2002. Kebijakan pembangunan<br />
wilayah perkebunan. hlm. 6−15. Prosiding<br />
Seminar Regional Peran Teknologi Pertanian<br />
Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan<br />
Pangan dan Agribisnis pada Era Otonomi<br />
Khusus Papua, Jayapura 7−8 Januari 2002.<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial<br />
Ekonomi Pertanian, Bogor.<br />
Sadsoeitoeboen, M.J. 2003. Buah merah (<strong>Pandanus</strong><br />
<strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) dalam kehidupan<br />
suku Arfak di Kabupaten Manokwari. hlm.<br />
155−160. Prosiding Lokakarya Nasional<br />
Pendayagunaan Pangan Spesifik Lokal,<br />
Jayapura 2−4 Desember 2003. Kerja Sama<br />
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan<br />
pengembangan tanaman buah merah pada<br />
masa yang akan datang.<br />
Hortikultura Kabupaten Jayapura dengan<br />
Universitas Negeri Papua.<br />
Surono, I.S., T. Nishigaki, A. Endaryanto, and<br />
P. Waspodo. 2006. Indonesian biodiversities<br />
from microbes to herbal plants as potential<br />
functional food. J. Fac. Agric. Shinshu Univ.<br />
44(1−2): 23−27.<br />
Sutarno, S. 2001. Tumbuhan Penghasil Warna<br />
Alami dan Pemanfaatannya dalam Kehidupan<br />
Suku Meyah di Desa Yoom Nuni,<br />
Manokwari. Skripsi Fakultas Pertanian,<br />
Universitas Negeri Papua, Manokwari.<br />
Tirajoh, S., A. Hanafiah, dan D. Tungkoye. 2004.<br />
Pemanfaatan limbah buah merah (<strong>Pandanus</strong><br />
<strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) sebagai pakan<br />
untuk meningkatkan produktivitas ayam<br />
buras. hlm. 319−324. Prosiding Seminar<br />
Nasional BPTP Papua 5−6 Oktober 2004.<br />
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial<br />
Ekonomi Pertanian, Bogor.<br />
Usman. 2007. Pemanfaatan pasta buah merah<br />
sebagai pakan alternatif ayam buras periode<br />
grower. hlm. 238−243. Prosiding Seminar<br />
Nasional BPTP Papua, 5−6 Juni 2007. Balai<br />
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi<br />
Pertanian, Bogor.<br />
Wamaer, D. dan A. Malik. 2009. Analisis finansial<br />
pascapanen buah merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong><br />
<strong>Lamk</strong>.). Jurnal Tambue Universitas<br />
Moh. Yamin Solok VIII(1): 96−100.<br />
Waspodo, P. and T. Nishigaki. 2007. Novel<br />
Chemopreventive Herbal Plant Buah Merah<br />
(<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) for Lung<br />
Cancer. Association of Tropical Medicinal<br />
Plants, Japan SEAMEO TROP-MED-<br />
RCCN, University of Indonesia. 15 pp.<br />
Winarto. 2007. Pengaruh Minyak Buah Merah<br />
(<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong> <strong>Lamk</strong>.) terhadap<br />
Gambaran Sel A-Pankreas dan Efek<br />
Hipoglikemik Glibenklamid pada Tikus Putih<br />
(Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar<br />
Diabetik. Tesis Sekolah Pascasarjana, Universitas<br />
Gadjah Mada, Yogyakarta. 58 hlm.<br />
Yuhono, Y.T. dan A. Malik. 2006. Keragaan<br />
komoditas buah merah (<strong>Pandanus</strong> <strong>conoideus</strong><br />
<strong>Lamk</strong>.): Teknologi pendukung dan<br />
solusi arah kebijakannya sebagai sumber<br />
pendapatan daerah Papua. hlm. 273−281.<br />
Prosiding Seminar Nasional BPTP Papua<br />
24−25 Juli 2006. Balai Besar Pengkajian dan<br />
Pengembangan Teknologi Pertanian, Bogor.<br />
Jurnal Litbang Pertanian, 28(4), 2009 141