29.03.2013 Views

prospek pengembangan sorgum di indonesia sebagai komoditas

prospek pengembangan sorgum di indonesia sebagai komoditas

prospek pengembangan sorgum di indonesia sebagai komoditas

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

PROSPEK PENGEMBANGAN SORGUM DI INDONESIA<br />

SEBAGAI KOMODITAS ALTERNATIF UNTUK<br />

PANGAN, PAKAN, DAN INDUSTRI<br />

Sorgum (Sorghum bicolor L.)<br />

merupakan salah satu jenis tanaman<br />

serealia yang mempunyai potensi besar<br />

untuk <strong>di</strong>kembangkan <strong>di</strong> Indonesia<br />

karena mempunyai daerah adaptasi yang<br />

luas. Tanaman <strong>sorgum</strong> toleran terhadap<br />

kekeringan dan genangan air, dapat<br />

berproduksi pada lahan marginal, serta<br />

relatif tahan terhadap gangguan hama/<br />

penyakit. Biji <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>gunakan<br />

<strong>sebagai</strong> bahan pangan serta bahan baku<br />

industri pakan dan pangan seperti<br />

industri gula, monoso<strong>di</strong>um glutamat<br />

M.P. Sirappa<br />

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan, Jalan Perintis Kemerdekaan km 17,5,<br />

Kotak Pos 1234, Makassar 90243<br />

ABSTRAK<br />

Sorgum (Sorghum bicolor) merupakan tanaman serealia yang cukup potensial untuk <strong>di</strong>kembangkan <strong>di</strong> Indonesia<br />

karena mempunyai adaptasi lingkungan yang cukup luas, khususnya pada lahan marginal. Sorgum merupakan<br />

komo<strong>di</strong>tas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Biji <strong>sorgum</strong> mempunyai nilai gizi setara dengan jagung,<br />

namun kandungan tanin yang tinggi menyebabkan pemanfaatannya masih terbatas. Selain itu, biji <strong>sorgum</strong> sulit<br />

<strong>di</strong>kupas sehingga <strong>di</strong>perlukan perbaikan teknologi penyosohan antara lain dengan menggunakan penyosoh beras<br />

yang <strong>di</strong>lengkapi dengan silinder gurinda batu. Masalah utama <strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> adalah nilai keunggulan<br />

komparatif dan kompetitif <strong>sorgum</strong> yang rendah, penanganan pascapanen yang masih sulit, dan usaha tani <strong>sorgum</strong><br />

<strong>di</strong> tingkat petani belum intensif. Untuk mengatasi masalah tersebut <strong>di</strong>perlukan pengelolaan sistem produksi <strong>sorgum</strong><br />

secara menyeluruh (holistik) yang mencakup empat <strong>di</strong>mensi, yaitu: 1) wilayah, (areal tanam), 2) ekonomi (nilai<br />

keunggulan komparatif dan kompetitif <strong>sorgum</strong> terhadap komo<strong>di</strong>tas lain), 3) sosial, (sikap dan persepsi produsen<br />

terhadap <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bagian dari usaha taninya), dan 4) industri (nilai manfaat <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bahan baku<br />

industri makanan dan pakan).<br />

Kata kunci: Sorgum, pangan, pakan ternak, industri, Indonesia<br />

ABSTRACT<br />

Prospect of sorghum development in Indonesian as alternative commo<strong>di</strong>ty for food, feed, and industrial uses<br />

Sorghum (Sorghum bicolor) is a cereal which has a potential to be developed in Indonesia because it has wide<br />

adaptation, especially in marginal land. Sorghum can be used as an alternative commo<strong>di</strong>ty for food, feed, and<br />

industry. Its grains have high nutrition equivalent to corn, however, its high tanin content has limited its usage.<br />

Husking of sorghum is also <strong>di</strong>fficult, therefore, husking technology need to be improved such as by using rice<br />

polisher combined with emery stone. Several major problems for developing sorghum are low comparative and<br />

competitive advantage values, <strong>di</strong>fficulties in postharvest handling, and low application of sorghum farming in<br />

farmers level. To overcome these problems, a holictic management of sorghum production system are required,<br />

i.e.: 1) region (sorghum areas), 2) economic (comparative and competitive advantages of sorghum than other<br />

cereals), 3) social (behavior and perception of farmers to sorghum), and 4) industry (benefit and value of sorghum<br />

as raw material for food and feed industry).<br />

Keywords: Sorghum, foods, feeds, industry, Indonesia<br />

(MSG), asam amino, dan industri minuman.<br />

Dengan kata lain, <strong>sorgum</strong> merupakan<br />

komo<strong>di</strong>tas pengembang untuk <strong>di</strong>versifikasi<br />

industri secara vertikal.<br />

Prospek penggunaan biji <strong>sorgum</strong><br />

yang terbesar adalah untuk pakan, yang<br />

mencapai 26,63 juta ton untuk wilayah Asia-<br />

Australia dan <strong>di</strong>perkirakan masih terja<strong>di</strong><br />

kekurangan sekitar 6,72 juta ton (Gowda<br />

dan Stenhouse 1993; Rao 1993 dalam<br />

Sumarno dan Karsono 1996). Kon<strong>di</strong>si ini<br />

memberi peluang bagi Indonesia untuk<br />

mengekspor <strong>sorgum</strong>.<br />

Menurut Beti et al. (1990), Direktorat<br />

Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura<br />

(1996) dan Direktorat Jenderal<br />

Perkebunan (1996), <strong>sorgum</strong> merupakan<br />

komo<strong>di</strong>tas sumber karbohidrat yang<br />

cukup potensial karena kandungan karbohidratnya<br />

cukup tinggi, sekitar 73 g/100<br />

g bahan. Namun, masalah utama penggunaan<br />

biji <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bahan pangan<br />

maupun pakan adalah kandungan tanin<br />

yang cukup tinggi, mencapai 0,40−3,60%<br />

(Rooney dan Sullines 1977). Sorgum juga<br />

merupakan tanaman penghasil pakan<br />

Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003 133


hijauan sekitar 15−20 t/ha/tahun (Anonim<br />

1996), dan pada kon<strong>di</strong>si optimum dapat<br />

mencapai 30−45 t/ha/tahun (Wardhani<br />

1996).<br />

Di negara-negara miskin <strong>di</strong> daerah<br />

beriklim kering, umumnya <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong>usahakan<br />

<strong>sebagai</strong> tanaman pangan.<br />

Namun, <strong>di</strong> negara-negara maju yang<br />

perse<strong>di</strong>aan bahan pangannya berlimpah,<br />

<strong>sorgum</strong> <strong>di</strong>tanam <strong>sebagai</strong> bahan pakan<br />

karena kandungan gizinya cukup tinggi<br />

(setara dengan jagung) serta <strong>sebagai</strong><br />

bahan baku industri.<br />

Untuk mengembangkan <strong>sorgum</strong><br />

<strong>di</strong>perlukan keterkaitan antara pemerintah,<br />

petani produsen, dan pabrik pakan ternak.<br />

Dengan adanya keterkaitan tersebut,<br />

produksi <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>tampung oleh<br />

industri pakan sehingga terdapat jaminan<br />

pasar bagi petani.<br />

Tujuan dari penulisan ini adalah: 1)<br />

memberikan informasi mengenai <strong>prospek</strong><br />

<strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> komo<strong>di</strong>tas<br />

alternatif untuk pangan, pakan, dan<br />

bahan industri, dan 2) mengetahui<br />

masalah/tantangan <strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong><br />

serta pemecahannya.<br />

POTENSI LAHAN DAN<br />

PRODUKSI SORGUM<br />

Areal yang berpotensi untuk <strong>pengembangan</strong><br />

<strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> Indonesia sangat luas,<br />

meliputi daerah beriklim kering atau<br />

musim hujannya pendek serta tanah yang<br />

kurang subur. Daerah penghasil <strong>sorgum</strong><br />

dengan pola pengusahaan tra<strong>di</strong>sional<br />

adalah Jawa Tengah (Purwoda<strong>di</strong>, Pati,<br />

Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa<br />

Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo),<br />

Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro,<br />

Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa<br />

Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.<br />

Di lahan tegal dan sawah tadah<br />

hujan, <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong>tanam <strong>sebagai</strong> tanaman<br />

sisipan atau tumpang sari dengan pa<strong>di</strong><br />

gogo, kedelai, kacang tanah atau tembakau,<br />

sehingga luas tanaman <strong>sorgum</strong><br />

yang sesungguhnya agak sulit <strong>di</strong>ukur.<br />

Demikian juga <strong>di</strong> lahan sawah, <strong>sorgum</strong><br />

sering <strong>di</strong>tanam secara monokultur pada<br />

musim kemarau, namun sejak awal tahun<br />

1980-an tanaman ini terdesak oleh tanaman<br />

lain, seperti jagung, kedelai, tebu,<br />

semangka, dan mentimun.<br />

Rata-rata luas tanam dan produktivitas<br />

<strong>sorgum</strong> pada beberapa daerah sentra<br />

produksi <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> Indonesia cukup<br />

bervariasi (Tabel 1). Variasi tersebut<br />

<strong>di</strong>sebabkan oleh perbedaan agroekologi<br />

serta teknologi bu<strong>di</strong> daya yang <strong>di</strong>terapkan<br />

oleh petani, terutama varietas dan<br />

pupuk. Pengusahaan <strong>sorgum</strong> terbesar <strong>di</strong><br />

Indonesia terdapat <strong>di</strong> Jawa Tengah,<br />

<strong>di</strong>susul oleh Jawa Timur, DI Yogyakarta,<br />

serta NTB dan NTT.<br />

Rata-rata produktivitas <strong>sorgum</strong><br />

tertinggi <strong>di</strong>capai <strong>di</strong> Amerika Serikat, yaitu<br />

3,60 t/ha, bahkan secara in<strong>di</strong>vidu dapat<br />

mencapai 7 t/ha (Sumarno dan Karsono<br />

1996). Produktivitas yang tinggi ini dapat<br />

<strong>di</strong>capai dengan menerapkan teknologi<br />

bu<strong>di</strong> daya secara optimal, antara lain<br />

penggunaan varietas hibrida, pemupukan<br />

secara optimal, dan pengairan. Sebaliknya<br />

<strong>di</strong> beberapa negara produsen <strong>sorgum</strong>,<br />

rata-rata produktivitas <strong>sorgum</strong> masih <strong>di</strong><br />

bawah 1 t/ha, yang <strong>di</strong>sebabkan oleh<br />

pengaruh iklim yang kering, penggunaan<br />

varietas lokal yang hasilnya rendah,<br />

pemupukan minimal, dan penanaman<br />

secara tumpang sari.<br />

Menurut Beti et al. (1990), luas areal<br />

<strong>sorgum</strong> dunia sekitar 50 juta hektar setiap<br />

tahun dengan total produksi 68,40 juta<br />

ton dan rata-rata produktivitas 1,30 t/ha<br />

(Tabel 2). Negara penghasil <strong>sorgum</strong><br />

utama adalah In<strong>di</strong>a, Cina, Nigeria, dan<br />

Amerika Serikat, sedangkan Indonesia<br />

termasuk negara yang masih ketinggalan,<br />

baik dalam penelitian, produksi, <strong>pengembangan</strong>,<br />

penggunaan, maupun ekspor<br />

<strong>sorgum</strong>.<br />

Meskipun dalam jumlah yang terbatas,<br />

produksi <strong>sorgum</strong> Indonesia telah<br />

<strong>di</strong>ekspor ke Singapura, Hongkong,<br />

Taiwan, Malaysia, dan Jepang untuk<br />

<strong>di</strong>gunakan <strong>sebagai</strong> bahan baku pakan<br />

serta industri makanan dan minuman.<br />

Ekspor <strong>sorgum</strong> selama Pelita V mencapai<br />

1.092.400 kg dengan nilai US$ 116.211,<br />

sedangkan impor <strong>sorgum</strong> mencapai 4.615<br />

kg atau US$ 3.988, sehingga masih terja<strong>di</strong><br />

net ekspor 1.087.785 kg atau perolehan<br />

nilai devisa US$ 112.233 (Tabel 3). Gowda<br />

dan Stenhouse (1993) dan Rao (1993)<br />

dalam Sumarno dan Karsono (1996)<br />

menyatakan bahwa proyeksi penye<strong>di</strong>aan<br />

<strong>sorgum</strong> untuk wilayah Asia-Australia<br />

Tabel 1. Rata-rata luas tanam dan produktivitas <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> beberapa daerah<br />

sentra <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> Indonesia*.<br />

Tempat/tahun Luas tanam Produksi Produktivitas<br />

(ha) (t) (t/ha)<br />

Jawa Tengah (1973−1983) 1 15.309 17.350 1,13<br />

Jawa Timur (1984−1988) 2 5.963 10.522 1,76<br />

DI Yogyakarta (1974−1980) 3 1.813 670 0,37<br />

Nusa Tenggara Barat (1993/94) 4 30 54 1,80<br />

Nusa Tenggara Timur (1993/94) 4 26 39 1,50<br />

*Data <strong>di</strong>olah (pembulatan).<br />

Sumber: 1 Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah TK I Jawa<br />

Tengah dalam Beti et al. (1990).<br />

2 Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Daerah TK I Jawa<br />

Timur dalam Beti et al. (1990).<br />

3 Dinas Pertanian Tanaman Pangan DI Yogyakarta dalam Beti et al. (1990).<br />

4 Direktorat Jenderal Perkebunan (1996).<br />

Tabel 2. Negara produsen utama <strong>sorgum</strong> dunia.<br />

Negara<br />

Luas panen Produksi Produktivitas<br />

(000 ha) (000 t) (t/ha)<br />

In<strong>di</strong>a 15.781 11.583 0,73<br />

Cina 8.570 11.175 1,30<br />

Nigeria 6.000 3.720 0,62<br />

Amerika Serikat 5.477 19.975 3,65<br />

Sudan 2.854 2.198 0,77<br />

Argentina 2.253 6.394 2,84<br />

Meksiko 1.422 4.141 2,91<br />

Thailand 886 618 0,70<br />

Indonesia 18 13 0,72<br />

Jumlah 43.261 59.817 1,38<br />

Sumber: Beti et al. (1990).<br />

134 Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003


Tabel 3. Ekspor-impor <strong>sorgum</strong> Indonesia selama Pelita V (1989−−−−−1993).<br />

Tahun<br />

Ekspor Impor<br />

Volume (kg) Nilai (US$) Volume (kg) Nilai (US$)<br />

1989 454.500 48.269 − −<br />

1990 − − 225 1.430<br />

1991 − − − −<br />

1992 319.900 42.646 43 64<br />

1993 318.000 25.296 4.347 2.494<br />

Jumlah 1.092.400 116.211 4.615 3.988<br />

Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura (1996).<br />

pada tahun 2000 mengalami defisit sekitar<br />

6.716.000 ton.<br />

Hingga kini, perkembangan produksi<br />

<strong>sorgum</strong> nasional belum masuk dalam<br />

statistik pertanian, yang menunjukkan<br />

bahwa komo<strong>di</strong>tas tersebut belum mendapat<br />

prioritas untuk <strong>di</strong>kembangkan.<br />

Namun <strong>di</strong>tinjau dari daerah pengusahaan<br />

yang cukup luas, rata-rata produktivitas<br />

yang lebih tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng negara<br />

produsen utama <strong>sorgum</strong>, serta adanya<br />

defisit permintaan <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> beberapa<br />

negara, <strong>sorgum</strong> mempunyai <strong>prospek</strong> yang<br />

cukup cerah <strong>di</strong> Indonesia.<br />

PROSPEK SORGUM<br />

SEBAGAI BAHAN PANGAN,<br />

PAKAN, DAN INDUSTRI<br />

Penggunaan <strong>sorgum</strong> sangat beragam,<br />

tetapi secara garis besar dapat <strong>di</strong>golongkan<br />

menja<strong>di</strong> tiga kelompok yaitu <strong>sebagai</strong><br />

bahan pangan, bahan pakan, dan bahan<br />

industri (Sumarno dan Karsono 1996).<br />

Sorgum <strong>sebagai</strong> Bahan Pangan<br />

Sorgum mempunyai potensi cukup besar<br />

<strong>sebagai</strong> bahan pangan, namun pemanfaatannya<br />

belum berkembang karena<br />

pengupasan biji <strong>sorgum</strong> cukup sulit<br />

<strong>di</strong>laksanakan. Di Indonesia, biji <strong>sorgum</strong><br />

<strong>di</strong>gunakan <strong>sebagai</strong> bahan makanan<br />

substitusi beras, namun karena kandungan<br />

taninnya cukup tinggi (0,40−3,60%),<br />

hasil olahannya kurang enak. Menurut<br />

Sudaryono (1996), masalah ini telah dapat<br />

<strong>di</strong>atasi dengan memperbaiki teknologi<br />

pengolahan. Kulit biji dan lapisan testa<br />

<strong>di</strong>kikis dengan menggunakan mesin<br />

penyosoh beras merek “Satake Grain<br />

Testing Mill” atau “Satake Polisher Rice<br />

Machine” yang <strong>di</strong>lengkapi dengan silinder<br />

gurinda batu dengan permukaan yang<br />

kasar.<br />

Kandungan nutrisi <strong>sorgum</strong> juga<br />

cukup tinggi <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng bahan pangan<br />

lainnya, sehingga cukup potensial <strong>sebagai</strong><br />

bahan pangan substitusi beras (Tabel 4).<br />

Begitu pula kandungan asam aminonya<br />

tidak kalah dengan bahan makanan<br />

lainnya (Tabel 5).<br />

Beberapa jenis makanan dari <strong>sorgum</strong><br />

berdasarkan cara pengolahannya yaitu<br />

(Vogel dan Graham 1979; Reddy et al.<br />

1995):<br />

• Makanan sejenis roti tanpa ragi, misalnya<br />

chapati, tortila.<br />

• Makanan sejenis roti dengan ragi,<br />

misalnya injera, kisia, dosai.<br />

• Makanan bentuk bubur kental, misalnya<br />

to, tuwu, ugali, bagobe, sankati.<br />

• Makanan bentuk bubur cair, misalnya<br />

ogi, ugi, ambili, e<strong>di</strong>.<br />

• Makanan camilan, misalnya pop<br />

<strong>sorgum</strong>, tape <strong>sorgum</strong>, emping <strong>sorgum</strong>.<br />

• Sorgum rebus, misalnya: urap <strong>sorgum</strong>,<br />

som.<br />

Tabel 4. Kandungan nutrisi <strong>sorgum</strong> dalam 100 g bahan <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng bahan<br />

pangan lainnya.<br />

Bahan Kalori Protein Lemak Karbo- Air Serat Ca P Fe<br />

pangan (kal) (g) (g) hidrat (g) (%) (%) (mg) (mg) (mg)<br />

Sorgum 332 11 3,30 73 11,20 2,30 28 287 4,40<br />

Beras 360 7 0,70 79 9,80 1 6 147 0,80<br />

Jagung 361 9 4,50 72 13,50 2,70 9 380 4,60<br />

Kentang 83 2 0,10 19 − − 11 56 0,70<br />

Ubi kayu 157 1,20 0,30 35 63 − 33 40 0,70<br />

Ubi jalar 123 1,80 0,70 28 − − 30 49 0,70<br />

Terigu 365 8,90 1,30 77 − − 16 106 1,20<br />

Sumber: Beti et al. (1990).<br />

Tabel 5. Kandungan asam amino esensial <strong>sorgum</strong> dan bahan makanan<br />

lainnya (mg/g protein).<br />

Asam amino<br />

Sorgum<br />

Jagung Beras Terigu Kedelai Kacang<br />

Lokal Hibrida tanah<br />

Lisin 21 21 30 37 34 64 35<br />

Treonin 29 27 41 33 31 38 26<br />

Histi<strong>di</strong>n 23 21 26 25 − 25 24<br />

Leusin 139 147 146 72 89 78 64<br />

Isoleusin 44 45 42 43 49 45 34<br />

Valin 53 57 57 58 53 55 42<br />

Fenilalanin 58 54 58 49 62 49 49<br />

Asam aspartat 71 71 92 91 63 117 114<br />

Asam glutamat 227 222 229 222 378 187 183<br />

Prolin 73 87 96 42 126 39 44<br />

Alanin 90 95 92 48 44 43 39<br />

Arginin 35 32 49 79 56 72 111<br />

Glisin 31 29 47 37 51 42 56<br />

Serin 35 33 56 33 36 51 48<br />

Tirosin 46 42 52 25 39 31 39<br />

Sumber: Beti et al. (1990).<br />

Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003 135


• Makanan yang <strong>di</strong>kukus, misalnya<br />

couscous, wowoto, juadah-<strong>sorgum</strong>.<br />

Sorgum <strong>sebagai</strong> Pakan Ternak<br />

Penggunaan biji <strong>sorgum</strong> dalam ransum<br />

pakan ternak bersifat suplemen (substitusi)<br />

terhadap jagung, karena nilai<br />

nutrisinya tidak berbeda dengan jagung<br />

(Tabel 6). Namun karena kandungan tanin<br />

yang cukup tinggi (0,40−3,60%), biji<br />

<strong>sorgum</strong> hanya <strong>di</strong>gunakan dalam jumlah<br />

terbatas karena dapat mempengaruhi<br />

fungsi asam amino dan protein (Rooney<br />

dan Sullines 1977). Menurut Scott et al.<br />

(1976) dalam Koentjoko (1996), kandungan<br />

tanin dalam ransum <strong>di</strong> atas 0,50%<br />

dapat menekan pertumbuhan ayam, dan<br />

apabila mencapai 2% akan menyebabkan<br />

kematian (Rayudu et al. 1970).<br />

Biji <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>berikan langsung<br />

berupa biji atau <strong>di</strong>olah terlebih dulu dan<br />

<strong>di</strong>campur dengan bahan-bahan lain<br />

dengan komposisi <strong>sebagai</strong> berikut: biji<br />

<strong>sorgum</strong> 55−60%, bungkil kedelai/kacang<br />

tanah 20%, tepung ikan 2,50−20%, dan<br />

vitamin-mineral 2−8% (Beti et al. 1990).<br />

Penggunaan <strong>sorgum</strong> 30−60% dalam<br />

ransum tidak berpengaruh terhadap<br />

performa ayam. Menurut Beti et al. (1990)<br />

dan ICRISAT (1994) dalam Reddy et al.<br />

(1995), <strong>sorgum</strong> dapat mengganti seluruh<br />

jagung dalam ransum pakan ayam, itik,<br />

kambing, babi, dan sapi tanpa menimbulkan<br />

efek samping. Penggunaan biji <strong>sorgum</strong><br />

dalam ransum dengan berbagai rasio tidak<br />

mempengaruhi produksi telur dan bobot<br />

ayam (Tabel 7).<br />

Limbah <strong>sorgum</strong> (daun dan batang<br />

segar) dapat <strong>di</strong>manfaatkan <strong>sebagai</strong><br />

hijauan pakan ternak. Potensi daun<br />

<strong>sorgum</strong> manis sekitar 14−16% dari bobot<br />

segar batang atau sekitar 3 t daun segar/<br />

ha dari total produksi 20 t/ha. Soebarinoto<br />

dan Hermanto (1996) melaporkan bahwa<br />

setiap hektar tanaman <strong>sorgum</strong> dapat<br />

menghasilkan jerami 2,62 + 0,53 t bahan<br />

kering. Konsumsi rata-rata setiap ekor sapi<br />

adalah 15 kg daun segar/hari (Direktorat<br />

Jenderal Perkebunan 1996). Daun <strong>sorgum</strong><br />

tidak dapat <strong>di</strong>berikan secara langsung<br />

kepada ternak, tetapi harus <strong>di</strong>layukan<br />

dahulu sekitar 2−3 jam.<br />

Nutrisi daun <strong>sorgum</strong> setara dengan<br />

rumput gajah dan pucuk tebu. Komposisi<br />

kimia dari limbah <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan<br />

dengan limbah pertanian lainnya <strong>di</strong>sajikan<br />

pada Tabel 8. Data komposisi kimia pada<br />

tabel tersebut tidak cukup untuk menilai<br />

Tabel 6. Kandungan nutrisi biji <strong>sorgum</strong> dan bahan lainnya <strong>sebagai</strong> pakan<br />

ternak.<br />

Komponen nutrisi Sorgum Jagung Ubi kayu<br />

Kadar air (%) 12 11 12<br />

Protein (%) 9,50 9 3<br />

Serat kasar (%) 2,30 2,50 4<br />

Ekstrak ethor (%) 2,50 4 0,69<br />

Abu (%) 2,30 2,20 0,50<br />

Karbohidrat (%) 68 71 75<br />

Pati (%) 72 76 79<br />

Energi metabolis<br />

Unggas (kal/kg) 3.250 3.385 3.750<br />

Sapi (MJ/kg) 13,40 14,20 14,50<br />

Kalsium (%) 0,11 0,02 0,25<br />

Fosfor (%) 0,24 0,25 0,35<br />

Metionin + sistin (%) 0,35 0,33 0,03<br />

Lisin (%) 0,22 0,27 0,16<br />

Sumber: Wright (1993).<br />

Tabel 7. Produksi telur dan bobot ayam broiler pada berbagai rasio biji<br />

<strong>sorgum</strong> dalam ransum.<br />

Ransum (%)<br />

Sorgum Jagung<br />

kualitas limbah untuk pakan ternak, tetapi<br />

perlu <strong>di</strong>dukung oleh nilai daya cerna dan<br />

komponen serat dari limbah tersebut<br />

seperti yang <strong>di</strong>sajikan dalam Tabel 9.<br />

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa<br />

nutrisi jerami <strong>sorgum</strong> tidak kalah <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ng<br />

jerami jagung dan pucuk tebu.<br />

Sorgum <strong>sebagai</strong> Bahan Industri<br />

Biji <strong>sorgum</strong> mengandung 65−71% pati<br />

yang dapat <strong>di</strong>hidrolisis menja<strong>di</strong> gula<br />

sederhana. Menurut Somani dan Pan-<br />

Produksi telur (%) Bobot ayam (g)<br />

0 45 96 −<br />

0 60 − 1.119<br />

0 100 83 1.035<br />

15 SP 30 95 −<br />

15 SK 30 96 −<br />

15 SP 45 − 1.183<br />

15 SK 45 − 1.108<br />

45 SP 0 95 −<br />

45 SK 0 95 −<br />

45 SP 15 − 1.153<br />

45 SK 15 − 1.243<br />

50 ICSV 112 50 83 1.010<br />

50 ICSV 145 50 80 1.029<br />

100 ICSV 112 0 82 1.032<br />

100 ICSV 145 0 81 926<br />

Ransum petani (komersial) 78 1.026<br />

SP = <strong>sorgum</strong> putih; SK = <strong>sorgum</strong> kuning.<br />

Sumber: ICRISAT 1994 dalam Reddy et al. (1995).<br />

drangi (1993) dalam Sumarno dan<br />

Karsono (1996), biji <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>buat<br />

gula atau glukosa cair atau sirup fruktosa<br />

sesuai dengan kandungan gula pada biji.<br />

Proses pengolahan gula dari biji <strong>sorgum</strong><br />

dapat <strong>di</strong>lihat pada Gambar 1.<br />

Gula sederhana yang <strong>di</strong>peroleh dari<br />

biji <strong>sorgum</strong> selanjutnya dapat <strong>di</strong>fermentasi<br />

untuk menghasilkan alkohol. Menurut<br />

Somani dan Pandrangi (1993) dalam<br />

Sumarno dan Karsono (1996), setiap ton<br />

biji <strong>sorgum</strong> dapat menghasilkan 384 l<br />

alkohol. Alkohol umumnya <strong>di</strong>buat dari<br />

biji <strong>sorgum</strong> yang berkualitas rendah atau<br />

berjamur. Alkohol dapat juga <strong>di</strong>buat dari<br />

136 Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003


Tabel 8. Komposisi nutrisi limbah <strong>sorgum</strong> dan bahan lainnya <strong>sebagai</strong> pakan<br />

ternak (% bahan kering).<br />

Limbah<br />

Daun<br />

Protein kasar Lemak Serat kasar Abu BETN<br />

1<br />

Sorgum 7,82 2,60 28,94 11,43 40,57<br />

Rumput gajah 6 1,08 34,25 11,79 46,84<br />

Pucuk tebu 5,33 0,90 35,48 9,69 48,60<br />

Ubi kayu<br />

Jerami<br />

20,40 6 22,80 9,90 40,90<br />

2<br />

Sorgum 4,40 1,60 32,30 8,90 52,80<br />

Pa<strong>di</strong> 4,50 1,50 28,80 20 45,20<br />

Jagung 7,40 1,50 27,80 10,80 53,10<br />

Kacang tanah 11,10 1,80 29,90 18,70 38,20<br />

Kedelai 10,60 2,80 36,30 7,60 42,80<br />

Ubi jalar 11,30 2,50 24,90 14,50 46,80<br />

BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen.<br />

Sumber: 1 Direktorat Jenderal Perkebunan (1996); 2 Poespo<strong>di</strong>hardjo (1983).<br />

Tabel 9. Nilai daya cerna in vitro dan in vivo serta fraksi serat limbah <strong>sorgum</strong><br />

dan limbah pertanian lainnya.<br />

Komponen<br />

Sorgum<br />

Jerami<br />

Jagung Kacang tanah<br />

Daun<br />

ubi kayu<br />

Pucuk<br />

tebu<br />

Bobot kering (%)<br />

Fraksi serat<br />

39,80 39,80 29,30 23,50 37,40<br />

<strong>di</strong>n<strong>di</strong>ng sel (%)<br />

Acid detergent<br />

81,80 79,50 69,40 62,40 86,50<br />

Serat (%) 76 73,50 62 58,50 81,50<br />

Hemiselulosa (%) 5,80 6 7,40 3,40 5<br />

Lignin (%) 16 12,80 6,80 14,20 9,20<br />

Silika (%)<br />

Daya cerna in vitro<br />

4,40 20,40 1,90 1,60 4,60<br />

BKTIV (%) 39,40 32,70 67,30 54,30 39,40<br />

BOTIV (%)<br />

Daya cerna in vivo<br />

39,20 30,70 59,00 48,70 36,30<br />

TNT (%) 33 36,60 67,20 54,30 39,40<br />

Protein tercerna (%) 1 0,60 3,90 − 1,50<br />

ET (kkal/kg) 1.766 902 2.992 − 1.917<br />

BKTIV = bahan kering tercerna in vitro; TNT = total nutrien tercerna.<br />

BOTIV = bahan organik tercerna in vitro; ET = energi tercerna.<br />

Sumber: Harta<strong>di</strong> et al. (1981) dalam Tangendjaja dan Gunawan (1988).<br />

nira <strong>sorgum</strong> yang terdapat dalam batang.<br />

Komposisi nira <strong>sorgum</strong> manis <strong>di</strong>tunjukkan<br />

pada Tabel 10.<br />

Kualitas nira <strong>sorgum</strong> manis setara<br />

dengan nira tebu, kecuali kandungan<br />

amilum dan asam akonitat yang relatif<br />

tinggi. Kandungan amilum yang tinggi<br />

tersebut merupakan salah satu masalah<br />

dalam proses kristalisasi nira <strong>sorgum</strong><br />

sehingga gula yang <strong>di</strong>hasilkan berbentuk<br />

cair. Untuk mengatasi masalah tersebut,<br />

Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia<br />

(P3GI) telah merekayasa alat<br />

“Amylum Separator” yang mampu<br />

menurunkan kandungan amilum sampai<br />

50% dari kadar awal.<br />

Biji <strong>sorgum</strong> juga dapat <strong>di</strong>buat pati<br />

(starch) yang berwarna putih. Pati <strong>sorgum</strong><br />

<strong>di</strong>gunakan dalam berbagai industri, seperti<br />

perekat, bahan pengental, dan a<strong>di</strong>tif pada<br />

industri tekstil, sedangkan hasil samping<br />

dari pembuatan pati dapat <strong>di</strong>gunakan<br />

<strong>sebagai</strong> makanan ternak. Pati merupakan<br />

bahan utama pada berbagai sistem pengolahan<br />

pangan, antara lain <strong>sebagai</strong> sumber<br />

energi utama, serta berperan <strong>sebagai</strong><br />

penentu struktur, tekstur, konsistensi, dan<br />

penampakan bahan pangan. Sorgum<br />

dapat <strong>di</strong>gunakan <strong>sebagai</strong> pengganti<br />

dalam industri pati jagung karena adanya<br />

beberapa persamaan, namun ekstraksi<br />

pati <strong>sorgum</strong> masih menja<strong>di</strong> masalah. Pengikatan<br />

pati pada <strong>sorgum</strong> berkisar antara<br />

35−38%, sedangkan pada jagung 8−15%<br />

(Caransa dan Bakker 1987).<br />

Produk industri penting dari biji<br />

<strong>sorgum</strong> adalah bir. Selama dekade terakhir,<br />

biji <strong>sorgum</strong> dapat menggantikan barley<br />

dalam pembuatan bir (Canalis dan Sierra<br />

1976 dalam Reddy et al. 1995). Sifat kimia<br />

biji <strong>sorgum</strong> yang sangat penting dalam<br />

pembuatan bir adalah aktivitas <strong>di</strong>astatik,<br />

alfa-amino nitrogen, dan total nitrogen<br />

yang dapat larut. Namun, konsentrasi<br />

amilopektin yang tinggi dalam pati<br />

<strong>sorgum</strong> menyebabkan pati sangat sulit<br />

<strong>di</strong>hidrolisis (Twagirumukiza 1983 dalam<br />

Reddy et al. 1995). Gorinstein et al. (1980)<br />

dalam Reddy et al. (1995) menyatakan<br />

bahwa aktivitas <strong>di</strong>astatik yang tinggi dapat<br />

meningkatkan fraksi albumin-globulin<br />

protein, <strong>di</strong> mana albumin dan alfa-amino<br />

protein <strong>di</strong>gunakan untuk faktor rasa,<br />

stabilitas busa, dan kepekaan <strong>di</strong>ngin dari<br />

bir.<br />

PELUANG DAN TANTANGAN<br />

PENGEMBANGAN SORGUM<br />

Dalam upaya memenuhi kebutuhan<br />

pangan, pakan, dan bahan industri yang<br />

terus meningkat, serta untuk meningkatkan<br />

pendapatan petani <strong>di</strong> daerah beriklim<br />

kering, <strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> merupakan<br />

salah satu alternatif yang dapat <strong>di</strong>pilih.<br />

Di daerah-daerah yang sering mengalami<br />

kekeringan atau mendapat genangan<br />

banjir, tanaman <strong>sorgum</strong> masih dapat<br />

<strong>di</strong>usahakan. Oleh karena itu, terdapat<br />

peluang yang cukup besar untuk meningkatkan<br />

produksi <strong>sorgum</strong> melalui<br />

perluasan areal tanam.<br />

Pengembangan <strong>sorgum</strong> juga berperan<br />

dalam meningkatkan ekspor nonmigas,<br />

mengingat pemanfaatan <strong>sorgum</strong><br />

<strong>di</strong> luar negeri cukup beragam. Menurut<br />

Direktorat Bina Usaha Tani dan Pengolahan<br />

Hasil Tanaman Pangan, volume<br />

ekspor <strong>sorgum</strong> Indonesia ke Singapura,<br />

Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai<br />

1.092,40 ton atau senilai US$<br />

116.211. Demikian juga <strong>di</strong> Thailand, pada<br />

tahun 1979 ekspor <strong>sorgum</strong> dapat menyumbang<br />

devisa 371 juta Bath (Rp 26<br />

miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke<br />

Jepang, Taiwan, Singapura, Malaysia, dan<br />

Timur Tengah (Detachet 1979 dalam Beti<br />

Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003 137


Biji <strong>sorgum</strong><br />

et al. 1990; Direktorat Jenderal Tanaman<br />

Pangan dan Hortikultura 1996). Dengan<br />

demikian terdapat peluang untuk<br />

meningkatkan ekspor <strong>sorgum</strong> ke luar<br />

negeri.<br />

Tantangan dalam <strong>pengembangan</strong><br />

<strong>sorgum</strong> adalah harga <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> tingkat<br />

petani yang rendah terutama pada saat<br />

panen serta kesulitan dalam pengupasan<br />

biji. Nilai <strong>sorgum</strong> yang rendah dapat<br />

<strong>di</strong>atasi apabila <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>angkat<br />

menja<strong>di</strong> salah satu komo<strong>di</strong>tas strategis<br />

▼ Mesin penyosoh<br />

Tepung<br />

▼ Air<br />

Bubur<br />

▼ 80 o C, pH 6,50−6,80<br />

Gelatinasi<br />

Alfa amilase, 0,50 kg/t <strong>sorgum</strong> kering<br />

▼ 95−100 o C, 1 jam<br />

Pencairan<br />

60 o C, pH 4, 60 jam<br />

▼ Amiloglukanase, 0,60 l/t <strong>sorgum</strong> kering<br />

Sakarafikasi<br />

▼<br />

Pengepresan/penyaringan Pakan ternak<br />

▼<br />

Pemutihan<br />

▼<br />

Pertukaran kation dan anion<br />

Isomerase<br />

▼ ▼ ▼<br />

Evaporasi Glukosa cair Kristal<br />

▼ ▼<br />

Sirup fruktosa Dekstrosa monohidrat<br />

Gambar 1. Proses pembuatan gula dari biji <strong>sorgum</strong> (Somani dan Pandrangi 1993<br />

dalam Sumarno dan Karsono 1996).<br />

Tabel 10. Perban<strong>di</strong>ngan komposisi nira <strong>sorgum</strong> manis dan nira tebu.<br />

Komposisi Nira <strong>sorgum</strong> Nira tebu<br />

Brix (%) 13,60 − 18,40 12 − 19<br />

Sukrosa (%) 10 − 14,40 9 − 17<br />

Gula reduksi (%) 0,75 − 1,35 0,48 − 1,52<br />

Gula total (%) 11 − 16 10 − 18<br />

Amilum (ppm) 209 − 1.764 1,50 − 95<br />

Asam akonitat (%) 0,56 0,25<br />

Abu (%) 1,28 − 1,57 0,40 − 0,70<br />

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan (1996).<br />

▼<br />

dalam <strong>pengembangan</strong> sistem agribisnis<br />

dan agroindustri. Sementara itu kesulitan<br />

pengupasan biji <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong>atasi dengan<br />

pengadaan mesin penyosoh beras tipe<br />

“Satake Polisher Rice Machine”.<br />

Penyosohan dengan alat ini dapat<br />

menghasilkan beras <strong>sorgum</strong> yang bersih<br />

dan tidak pahit.<br />

Masalah penggunaan <strong>sorgum</strong><br />

<strong>sebagai</strong> bahan pakan adalah kandungan<br />

tanin yang cukup tinggi. Namun masalah<br />

ini dapat <strong>di</strong>atasi dengan menyosoh beras<br />

<strong>sorgum</strong> dengan mesin penyosoh beras<br />

yang <strong>di</strong>lengkapi dengan silinder gurinda<br />

batu. Demikian juga jerami <strong>sorgum</strong> cukup<br />

potensial <strong>sebagai</strong> pakan ternak, namun<br />

kandungan serat, lignin dan silika yang<br />

tinggi serta kadar nitrogen yang rendah<br />

merupakan kendala pemanfaatan jerami<br />

<strong>sorgum</strong> untuk pakan. Masalah tersebut<br />

dapat <strong>di</strong>atasi dengan meningkatkan<br />

kualitas jerami <strong>sorgum</strong> melalui suplemen<br />

urea atau amoniasi urea (Soebarinoto dan<br />

Hermanto 1996).<br />

Menurut Beti et al. (1990) dan<br />

Sudaryono (1996), tantangan <strong>pengembangan</strong><br />

<strong>sorgum</strong> meliputi aspek teknologi<br />

bu<strong>di</strong> daya dan pascapanen serta jaminan<br />

pasar dan permintaan. Walaupun teknologi<br />

bu<strong>di</strong> daya <strong>sorgum</strong> spesifik lokasi<br />

belum terse<strong>di</strong>a, teknologi bu<strong>di</strong> daya<br />

<strong>sorgum</strong> hampir sama dengan jagung,<br />

sehingga tantangan yang paling mendasar<br />

adalah penye<strong>di</strong>aan teknologi<br />

pascapanen baik primer maupun sekunder<br />

serta jaminan pasar dan permintaan.<br />

Secara umum, masalah utama dalam<br />

<strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> adalah <strong>sebagai</strong><br />

berikut (Anonim 1996; Sudaryono 1996):<br />

1) Nilai keunggulan komparatif dan<br />

kompetitif ekonomi <strong>sorgum</strong> relatif<br />

rendah <strong>di</strong>ban<strong>di</strong>ngkan komo<strong>di</strong>tas<br />

serealia lain.<br />

2) Pascapanen <strong>sorgum</strong> (peralatan dan<br />

pengolahan) pada skala rumah tangga<br />

masih sulit <strong>di</strong>lakukan.<br />

3) Pangsa pasar <strong>sorgum</strong> belum kondusif,<br />

baik <strong>di</strong> tingkat regional maupun<br />

nasional.<br />

4) Penyebaran informasi serta pembinaan<br />

usaha tani <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> tingkat petani<br />

belum intensif.<br />

5) Biji <strong>sorgum</strong> mudah rusak selama<br />

penyimpanan.<br />

6) Keterse<strong>di</strong>aan varietas yang <strong>di</strong>senangi<br />

petani masih kurang.<br />

7) Penye<strong>di</strong>aan benih belum memenuhi<br />

lima tepat (jenis, jumlah, mutu, waktu,<br />

dan tempat).<br />

DUKUNGAN TEKNOLOGI<br />

DAN KEBIJAKAN<br />

OPERASIONAL<br />

Untuk menciptakan sistem agribisnis dan<br />

agroindustri <strong>sorgum</strong>, keterse<strong>di</strong>aan teknologi<br />

mutlak <strong>di</strong>perlukan, yang meliputi<br />

teknologi bu<strong>di</strong> daya serta pascapanen/<br />

pengolahan (Anonim 1996). Teknologi<br />

bu<strong>di</strong> daya <strong>sorgum</strong> meliputi: 1) varietas<br />

138 Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003


unggul berdaya hasil tinggi, tahan<br />

kekeringan, genangan, dan ratun, rasa<br />

manis dengan rendemen gula tinggi dan<br />

kadar amilum rendah, 2) teknologi bu<strong>di</strong><br />

daya spesifik lokasi, 3) perlindungan<br />

tanaman secara terpadu, serta 4) pengaturan<br />

saat tanam/pergiliran tanaman.<br />

Teknologi tersebut <strong>di</strong>peroleh melalui<br />

penelitian yang meliputi a) penelitian<br />

teknologi bu<strong>di</strong> daya <strong>sorgum</strong> spesifik<br />

lokasi, b) penelitian terapan, dan c)<br />

penelitian terpadu dan terapan <strong>di</strong> lahan<br />

petani (on-farm research).<br />

Program <strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong><br />

mencakup: 1) evaluasi teknologi dan<br />

penyusunan paket teknologi, 2) penyebaran<br />

varietas unggul, 3) <strong>pengembangan</strong><br />

interaksi antara peneliti, penyuluh,<br />

instansi terkait, dan petani dalam proses<br />

alih teknologi, dan 4) pemantauan bersama<br />

antara peneliti, penyuluh, instansi<br />

terkait, pengambil kebijakan, dan petani<br />

pada penelitian <strong>di</strong> lahan petani. Dalam<br />

<strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> untuk industri<br />

<strong>di</strong>perlukan keterkaitan antara kebijakan<br />

pemerintah, petani produsen, dan industri<br />

mulai dari penelitian (perakitan teknologi),<br />

<strong>pengembangan</strong> (alih teknologi), produksi<br />

(penye<strong>di</strong>aan sarana produksi), pelaksanaan<br />

agribisnis/agroindustri (pengumpulan,<br />

penyimpanan, pemasaran, dan pengolahan),<br />

dan penggunaan hasil (industri<br />

makanan dan minuman, industri pakan,<br />

Kebijakan pemerintah<br />

dalam industri pakan<br />

industri gula dan maltose, dan ekspor).<br />

Contoh model keterkaitan institusi dalam<br />

<strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> untuk industri<br />

pakan <strong>di</strong>sajikan pada Gambar 2. Selanjutnya<br />

menurut Sudaryono (1996),<br />

<strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> perlu memperhatikan<br />

empat hal yaitu: 1) wilayah/<br />

tipologi lahan, (areal tanaman <strong>sorgum</strong>), 2)<br />

sosial (sikap dan persepsi produsen<br />

terhadap <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bagian dari<br />

usaha taninya), 3) ekonomi (nilai keunggulan<br />

komparatif dan kompetitif<br />

<strong>sorgum</strong> terhadap komo<strong>di</strong>tas lain), dan 4)<br />

industri (nilai manfaat <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong><br />

bahan baku industri).<br />

KESIMPULAN<br />

▼ ▼<br />

Sorgum merupakan salah satu tanaman<br />

serealia yang cukup potensial untuk<br />

<strong>di</strong>kembangkan <strong>di</strong> Indonesia karena<br />

mempunyai daya adaptasi lingkungan<br />

yang cukup luas. Biji <strong>sorgum</strong> dapat <strong>di</strong>olah<br />

menja<strong>di</strong> berbagai jenis makanan, <strong>sebagai</strong><br />

bahan pakan ternak, dan <strong>sebagai</strong> bahan<br />

baku industri.<br />

Biji <strong>sorgum</strong> mempunyai nilai gizi<br />

setara dengan jagung, namun kandungan<br />

taninnya tinggi dan biji sulit <strong>di</strong>kupas.<br />

Perbaikan teknologi pengolahan dengan<br />

menggunakan penyosoh beras merek<br />

Program produksi Program pemanfaatan<br />

<strong>sorgum</strong> <strong>sorgum</strong><br />

(Departemen Pertanian) (Departemen Perindustrian)<br />

▼ ▼<br />

Daerah <strong>pengembangan</strong> Peraturan penggunaan<br />

<strong>sorgum</strong> <strong>sorgum</strong><br />

dalam industri pakan<br />

▼<br />

Kelembagaan<br />

pemasaran <strong>sorgum</strong><br />

Gambar 2. Model keterkaitan institusional <strong>pengembangan</strong> <strong>sorgum</strong> untuk industri<br />

pakan (Beti et al. 1990).<br />

▼<br />

▼<br />

Industri pakan ternak<br />

▼<br />

Peternak,<br />

pakan murah<br />

“Satake Grain Testing Mill” yang<br />

<strong>di</strong>lengkapi dengan silinder gurinda batu<br />

dapat mengatasi masalah tersebut.<br />

Masalah utama <strong>pengembangan</strong><br />

<strong>sorgum</strong> adalah nilai keunggulan komparatif<br />

dan kompetitif <strong>sorgum</strong> yang<br />

relatif rendah, penerapan teknologi<br />

pascapanen yang masih sulit, biji mudah<br />

rusak dalam penyimpanan, dan usaha<br />

tani <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> tingkat petani belum<br />

intensif. Untuk mengatasi masalah<br />

tersebut <strong>di</strong>perlukan pengelolaan sistem<br />

produksi <strong>sorgum</strong> secara menyeluruh<br />

(holistik) melalui empat <strong>di</strong>mensi, yaitu:<br />

1) wilayah (areal tanam <strong>sorgum</strong>), 2)<br />

ekonomi (nilai keunggulan komparatif<br />

dan kompetitif <strong>sorgum</strong> terhadap komo<strong>di</strong>tas<br />

lain), 3) sosial (sikap dan persepsi<br />

produsen terhadap <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bagian<br />

dari usaha taninya), dan 4) industri (nilai<br />

manfaat <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> bahan baku<br />

industri makanan dan pakan ternak).<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Anonim. 1996. Rumusan Simposium Produksi<br />

Tanaman Sorgum untuk Pengembangan<br />

Agroindustri. Risalah Simposium Prospek<br />

Tanaman Sorgum untuk Pengembangan<br />

Agroindustri, 17−18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si<br />

Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan<br />

dan Umbi-umbian No. 4-1996, 6<br />

hlm.<br />

Beti, Y.A., A. Ispan<strong>di</strong>, dan Sudaryono. 1990.<br />

Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian<br />

Tanaman Pangan, Malang. 25 hlm.<br />

Caransa, A. and W.G.M. Bakker. 1987. Modern<br />

Process for the Production of Sorghum<br />

Starch. Starch/Strake 39(11): 381−385.<br />

Poespo<strong>di</strong>hardjo, S. (Ed.). 1983. Inventarisasi<br />

Limbah Pertanian (Inventory of Agricultural<br />

Wastes). Direktorat Bina Produksi<br />

Peternakan/Fakultas Peternakan, Universitas<br />

Gadjah Mada, Yogyakarta.<br />

Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan<br />

Hortikultura. 1996. Prospek <strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong><br />

bahan pangan dan industri pangan. Risalah<br />

Simposium Prospek Tanaman Sorgum untuk<br />

Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari<br />

1995. E<strong>di</strong>si Khusus Balai Penelitian Tanaman<br />

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-<br />

1996: 2−5.<br />

Direktorat Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum<br />

manis komo<strong>di</strong>ti harapan <strong>di</strong> propinsi kawasan<br />

timur Indonesia. Risalah Simposium Prospek<br />

Tanaman Sorgum untuk Pengembangan<br />

Agroindustri, 17−18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si<br />

Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacangkacangan<br />

dan Umbi-umbian No.4-1996: 6−<br />

12.<br />

Koentjoko. 1996. Sorgum untuk makanan ternak<br />

unggas. Risalah Simposium Prospek Tanam-<br />

Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003 139


an Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri,<br />

17−18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si Khusus<br />

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan<br />

dan Umbi-umbian No. 4-1996: 213−216.<br />

Reddy, B.V.S., J.W. Stenhouse, and H.F.W.<br />

Rattunde. 1995. Sorghum Grain Quality<br />

Improvement for Food, Feed and Industrial<br />

Uses. E<strong>di</strong>si Khusus Balai Penelitian Tanaman<br />

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No.<br />

4-1995: 39−52.<br />

Rayudu, G.V.N., R. Ca<strong>di</strong>rvel, P. Vohra, and F.H.<br />

Kratzer. 1970. Toxicity of tannic acid and<br />

its metabolits of chickens. Poultry Sci. 49.<br />

Rooney, L.W. and R.D. Sullines. 1977. The<br />

Structure of Sorghum and Its Relation to<br />

Processing and Nutritional Value. Cereal<br />

Quality Laboratory, Texas University, USA.<br />

p. 91−109.<br />

Soebarinoto dan Hermanto. 1996. Potensi jerami<br />

<strong>sorgum</strong> <strong>sebagai</strong> pakan ternak ruminansia.<br />

Risalah Simposium Prospek Tanaman Sor-<br />

gum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−<br />

18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si Khusus Balai<br />

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan<br />

Umbi-umbian No. 4-1996: 217−221.<br />

Sudaryono. 1996. Prospek <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> Indonesia:<br />

Potensi, peluang dan tantangan <strong>pengembangan</strong><br />

agribisnis. Risalah Simposium<br />

Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan<br />

Agroindustri, 17−18 Januari 1995.<br />

E<strong>di</strong>si Khusus Balai Penelitian Tanaman<br />

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian No. 4-<br />

1996: 25−38.<br />

Sumarno dan S. Karsono. 1996. Perkembangan<br />

produksi <strong>sorgum</strong> <strong>di</strong> dunia dan penggunaannya.<br />

Risalah Simposium Prospek Tanaman<br />

Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri,<br />

17−18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si Khusus Balai<br />

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan<br />

Umbi-umbian No. 4-1996: 13−24.<br />

Tangendjaja, B. dan Gunawan. 1988. Jagung dan<br />

limbahnya untuk makanan ternak. Dalam<br />

Jagung. Pusat Penelitian dan Pengembangan<br />

Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 349−378.<br />

Vogel, S. and M. Graham. 1979. Sorghum and<br />

Millet: Food Production and Use. Int. Dev.<br />

Res. Cent. Pub. IDRC, Canada.<br />

Wardhani, N.K. 1996. Sorghum vulgare sudanense<br />

<strong>sebagai</strong> alternatif penye<strong>di</strong>aan hijauan<br />

pakan. Risalah Simposium Prospek Tanaman<br />

Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri,<br />

17−18 Januari 1995. E<strong>di</strong>si Khusus Balai<br />

Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan<br />

Umbi-umbian No. 4-1996: 327−332.<br />

Wright, A.F. 1993. Animal Feeds: Combining<br />

the Best of Both Worlds. World Agriculture.<br />

Sterling Pub. Group PLC, Hongkong.<br />

140 Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!