10.04.2013 Views

November - Desember 2012. Vol.13 No. 6 - Perpustakaan POM ...

November - Desember 2012. Vol.13 No. 6 - Perpustakaan POM ...

November - Desember 2012. Vol.13 No. 6 - Perpustakaan POM ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Topik<br />

sajian utama<br />

Mengenal<br />

Penyalahgunaan<br />

Dekstrometorfan<br />

B A DA N P OM R I<br />

Siaran Pers<br />

Hasil Pengawasan Kosmetika<br />

Mengandung Bahan<br />

Berbahaya/Dilarang<br />

Dinantikan Lahirnya:<br />

Payung Hukum yang Lebih<br />

Kuat untuk Pengawasan<br />

Obat dan Makanan<br />

Seri Swamedikasi 6<br />

Infeksi Jamur pada Kulit


2<br />

Tim<br />

Redaksi<br />

Penasehat<br />

Kepala Badan Pengawas Obat dan<br />

Makanan<br />

Pengarah<br />

Sekretaris Utama Badan Pengawas Obat<br />

dan Makanan<br />

Penanggungjawab<br />

Kepala Pusat Informasi Obat dan Makanan<br />

Redaktur<br />

Kepala Bidang Informasi Obat<br />

Editor<br />

Irhamahayati, Apt., MTI; Dra. Murti<br />

Hadiyani; Indah Widyaningrum, S.Si, Apt;<br />

Eriana Kartika Asri, S.Si, Apt<br />

Kontributor<br />

DR. Tepy Usia, M.Phil; Sofhiani Dewi, STP,<br />

Msi; Dina Puspita Mayasari, S.Farm, Apt.;<br />

Dra. Tri Asti I., Apt., M.Pharm.; Dra. Tutut<br />

Sumartini, MM; Dra. Sutanti Siti Namtini,<br />

Ph.D; Sandhyani ED, S.Si., Apt.; Dra Rini<br />

Tria Suprantini, M.Sc; Yustina Muliani,<br />

S.Si., Apt.; Judhi Saraswati, SP., MKM;<br />

Indah Widyaningrum, S.Si, Apt.; Khusnul<br />

Khotimah, S.Si; Eriana Kartika Asri, S.Si,<br />

Apt.; drg. Indah Ratnasari; Arlinda Wibiayu,<br />

S.Si., Apt.; Fitri Fatima, S.Si., Apt.; Linda<br />

Octaviani, S.Si., Apt.<br />

Sekretariat<br />

Judhi Saraswati, SP., MKM; Arlinda Wibiayu,<br />

S.Si., Apt.; Riani Fajar Sari, A.Md; Tanti<br />

Kuspriyanto, S.Si., M.Si.; Arif Dwi Putranto,<br />

S.Si., Apt.; Netty Sirait; Surtiningsih<br />

Desain Grafis<br />

Dwi Resmiyarti, S.Farm, Apt.; Eriana Kartika<br />

Asri, S.Si, Apt.<br />

Foto<br />

Ridwan Sudiro, S.Sos.<br />

Redaksi menerima sumbangan<br />

artikel yang berisi informasi terkait<br />

dengan obat, makanan, kosmetika,<br />

obat tradisional, komplemen<br />

makanan, zat adiktif dan bahan<br />

berbahaya. Kirimkan tulisan melalui<br />

alamat redaksi dengan melampirkan<br />

identitas diri penulis.<br />

Editorial<br />

Pembaca yang terhormat,<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Kasus penyalahgunaan obat batuk yang mengandung dekstrometorfan<br />

belakangan cukup marak terjadi. Penyalahgunaan obat yang dijual secara<br />

bebas terbatas ini, ada yang sampai menyebabkan kematian karena<br />

overdosis. Dekstrometorfan sering disalahgunakan karena selain dapat<br />

menyebabkan euforia dan rasa tenang (jika digunakan dalam dosis besar),<br />

juga dapat diperoleh secara bebas. Selain itu, dekstrometorfan juga dianggap<br />

sebagai obat yang relatif aman. Namun, apa dampak / risiko yang terjadi<br />

jika dekstrometorfan disalahgunakan? Mari kita mengenal lebih lanjut<br />

tentang obat ini dalam Sajian Utama kami “Mengenal Penyalahgunaan<br />

Dekstrometorfan” agar kita bisa mewaspadai penggunaannya.<br />

Selain tentang obat, dalam edisi kali ini kita juga menyajikan artikel tentang<br />

obat tradisional. Jinten hitam saat ini sedang naik daun di masyarakat untuk<br />

meningkatkan daya tahan tubuh atau dengan kata lain sebagai imunostimulan.<br />

Banyaknya faktor risiko seperti infeksi virus, bakteri, stres psikologi, serta<br />

kondisi lingkungan dan cuaca yang tidak menentu membuat masyarakat lebih<br />

menyadari pentingnya pencegahan penyakit dengan menjaga daya tahan<br />

tubuhnya, dan salah satunya adalah dengan mengkonsumsi imunostimulan.<br />

Bagaimana mekanisme jinten hitam dalam meningkatkan daya tahan<br />

tubuh? Dan bagaimana cara penggunaannya? Serta hal-hal apa yang harus<br />

diperhatikan dalam mengkonsumsi jinten hitam? Mari kita simak dalam artikel<br />

“Jinten Hitam sebagai Imunostimulan”.<br />

Begitu banyaknya produk obat dan makanan yang beredar di pasaran<br />

membuat Badan <strong>POM</strong> RI harus bekerja ekstra melakukan pengawasan.<br />

Dengan misi melindungi masyarakat dari produk obat dan makanan yang<br />

membahayakan kesehatan, Badan <strong>POM</strong> melakukan pengawasan full spectrum<br />

mulai dari pre-market hingga post market control yang disertai dengan upaya<br />

penegakkan hukum dan pemberdayaan masyarakat. Namun demikian, di<br />

masyarakat masih ditemukan produk obat dan makanan ilegal dan atau<br />

mengandung bahan berbahaya yang berisiko terhadap kesehatan masyarakat.<br />

Hukuman yang diberikan terhadap para pelanggar hukum relatif sangat ringan<br />

dan tidak menimbulkan efek jera, sehingga pelaku kembali beroperasi setelah<br />

menjalani hukumannya. Hal ini terjadi karena lemahnya payung hukum yang<br />

mengatur pengawasan obat dan makanan. Oleh karena itu, saat ini kita sedang<br />

menantikan Payung Hukum yang Lebih Kuat untuk Pengawasan Obat dan<br />

Makanan.<br />

Seperti biasa, untuk melengkapi sajian Info<strong>POM</strong> akhir tahun ini, kami juga<br />

sajikan artikel swamedikasi dengan tema Infeksi Jamur Kulit.<br />

Oya pemirsa, setelah sekian lama bersama kami, layak kiranya kami ingin<br />

mengetahui pendapat dan saran anda terhadap buletin Info<strong>POM</strong> ini. Untuk itu<br />

kami harap anda tidak keberatan untuk mengisi kuisioner yang kami sediakan<br />

dan mengembalikannya kepada kami.<br />

Selamat membaca.


Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

SIARAN PERS<br />

HASIL PENGAWASAN KOSMETIKA<br />

MENGANDUNG BAHAN BERBAHAYA/DILARANG<br />

Untuk melindungi masyarakat dari penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, manfaat dan mutu,<br />

Badan <strong>POM</strong> secara rutin dan berkesinambungan melakukan pengawasan peredaran kosmetika, termasuk kemungkinan<br />

penggunaan bahan berbahaya/dilarang dalam sediaan kosmetika.<br />

Berdasarkan hasil pengawasan Badan <strong>POM</strong> di seluruh Indonesia pada tahun 2012 sampai dengan bulan Oktober ditemukan<br />

48 kosmetika yang mengandung bahan berbahaya/dilarang. Untuk itu Badan <strong>POM</strong> mengeluarkan peringatan publik/public<br />

warning sebagaimana Lampiran I sampai dengan III, dengan tujuan agar masyarakat tidak menggunakan kosmetika tersebut<br />

karena dapat membahayakan kesehatan.<br />

Temuan kosmetika yang mengandung bahan berbahaya/dilarang selama 5 tahun terakhir mengalami penurunan dari 3,19%<br />

menjadi 0,42% temuan dari jumlah produk yang disampling. Pada 2008 jumlah temuan 3,19% dari produk yang disampling; 2009<br />

jumlah temuan 1,49% ; tahun 2010 jumlah temuan 0,86%; tahun 2011 jumlah temuan 0,70%; dan tahun 2012 jumlah temuan<br />

0,42%.<br />

Bahan berbahaya/ dilarang yang diidentifikasi terkandung dalam kosmetika tahun 2012 menunjukkan tren yang sama dengan<br />

tahun-tahun sebelumnya, yaitu penggunaan bahan berbahaya/dilarang pada bahan pemutih kulit dan pewarna dilarang.<br />

Sebagai tindak lanjut terhadap seluruh temuan kosmetika mengandung bahan berbahaya/ dilarang tersebut, dilakukan penarikan<br />

produk dari peredaran dan dimusnahkan.<br />

Karena temuan ini merupakan tindak pidana, maka kasusnya dibawa ke pengadilan, dalam hal ini Badan <strong>POM</strong> bekerja sama<br />

dengan aparat penegak hukum lainnya. Selama lima tahun terakhir sejumlah 219 kasus diajukan ke pengadilan dengan sanksi<br />

putusan pengadilan paling tinggi berupa hukuman penjara 2 tahun 1 bulan. Putusan pengadilan ini ternyata belum menimbulkan<br />

efek jera bagi pelaku tindak pidana di bidang obat dan makanan.<br />

Badan <strong>POM</strong> berkomitmen untuk terus melakukan koordinasi lintas sektor antara lain dengan Pemda Kab/Kota (Dinas Kesehatan/<br />

Dinas Perindustrian/Dinas Perdagangan) – Kepolisian serta Asosiasi dalam pengawasan dan penanganan kasus kosmetika<br />

mengandung bahan berbahaya/ dilarang. Selain itu, dilakukan pula pembinaan/advokasi kepada Usaha Kecil dan Menengah<br />

(UKM) kosmetika.<br />

Diserukan kepada pelaku usaha yang melakukan produksi dan/atau mengedarkan kosmetika mengandung bahan berbahaya/<br />

dilarang untuk menghentikan praktek-praktek tersebut.<br />

Kepada masyarakat:<br />

1. ditegaskan untuk tidak menggunakan kosmetika mengandung bahan berbahaya/ dilarang sebagaimana tercantum<br />

dalam lampiran peringatan publik/public warning ini termasuk peringatan publik/public warning yang sudah diumumkan<br />

sebelumnya, karena dapat menyebabkan risiko bagi kesehatan bahkan dapat berakibat fatal.<br />

2. diharapkan melaporkan kepada Badan <strong>POM</strong> atau Pemda setempat apabila diduga adanya produksi dan peredaran kosmetika<br />

secara ilegal kepada Unit Layanan Pengaduan Konsumen Badan <strong>POM</strong> RI di Jakarta, nomor telepon: 021-4263333 dan 021-<br />

32199000 atau email ulpk@pom.go.id dan ulpk_badanpom@yahoo.co.id atau melalui Layanan Informasi Konsumen di Balai<br />

Besar/Balai <strong>POM</strong> di seluruh Indonesia.<br />

Demikian peringatan ini disampaikan untuk diketahui dan disebarluaskan.<br />

3


4<br />

Sajian Utama<br />

Mengenal Penyalahgunaan<br />

Dekstrometorfan<br />

Kasus penyalahgunaan obat batuk dengan kandungan<br />

dekstrometorfan kerap terjadi. Beberapa waktu lalu kasus<br />

penyalahgunaan obat batuk yang dijual bebas ini terjadi<br />

di Kabupaten Cilacap, dimana dua siswa SMP warga Desa<br />

Tambaksari, Kecamatan Kedungreja, meninggal dunia<br />

akibat overdosis setelah mencoba fly dengan menggunakan<br />

obat batuk ini. Sedangkan dua orang lainnya, masih bisa<br />

diselamatkan dan harus menjalani perawatan (1). Obat<br />

batuk dekstrometorfan sering disalahgunakan karena dapat<br />

menyebabkan euforia dan rasa tenang (seperti halnya<br />

psikotropika) ketika digunakan dalam dosis besar. Selain itu,<br />

obat ini juga dapat dibeli secara bebas sehingga “dianggap”<br />

obat yang aman.<br />

Mengenal Dekstrometorfan<br />

Dekstrometorfan (DXM) adalah zat aktif dalam bentuk<br />

serbuk berwarna putih, yang berkhasiat sebagai antitusif<br />

atau penekan batuk. Zat aktif ini selain banyak digunakan<br />

pada obat batuk tunggal juga digunakan pada obat<br />

flu kombinasi dengan zat aktif lain seperti fenilefrin,<br />

paracetamol, dan klorfeniramin maleat. Obat yang<br />

mengandung dekstrometorfan tersedia di pasar dalam<br />

berbagai bentuk sediaan seperti sirup, tablet, spray, dan<br />

lozenges.<br />

Ada beberapa alasan mengapa dekstrometorfan banyak<br />

disalahgunakan, diantaranya adalah :<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

• Desktrometorfan mudah didapat. Dekstrometorfan<br />

merupakan yang dapat diperoleh secara bebas baik di<br />

apotek maupun di warung-warung. Dekstrometorfan yang<br />

disalahgunakan umumnya dalam bentuk sediaan tablet,<br />

karena dalam bentuk tablet dapat diperoleh dosis yang lebih<br />

tinggi dibandingkan dengan bentuk sediaan lain seperti<br />

sirup.<br />

• Harga dekstrometorfan relatif murah. Menurut Keputusan<br />

Menteri Kesehatan Republik Indonesia <strong>No</strong>. 092/Menkes/<br />

SK/II/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik<br />

Tahun 2012, harga eceran tertinggi Desktrometorfan HBr<br />

tablet 15 mg dengan kemasan kotak isi 10 x 10 tablet adalah<br />

Rp. 14.850,- . Dekstrometorfan HBr tablet 15 mg dengan<br />

kemasan botol isi 1000 tablet, harga eceran tertingginya<br />

adalah Rp. 53.406,-. Jadi rata-rata harga eceran tertinggi<br />

untuk 1 tablet Dekstrometorfan HBr adalah Rp. 50,- hingga<br />

Rp. 150,-.<br />

• Persepsi masyarakat bahwa obat bebas itu aman, karena<br />

dekstrometorfan dapat dibeli secara bebas sebagai<br />

obat batuk, sehingga banyak orang beranggapan bahwa<br />

penyalahgunaan dekstrometorfan relatif lebih aman<br />

dibandingkan dengan obat golongan narkotika atau<br />

psikotropika yang regulasinya lebih ketat.<br />

Anggapan masyarakat bahwa Dekstrometorfan aman karena<br />

saat ini di Indonesia statusnya sebagai Obat Bebas, perlu<br />

dipikirkan kembali, karena legal status Dekstrometorfan<br />

sebenarnya tidak selalu demikian. Bila kita lihat sejarahnya,


Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

status penggolongan Dekstrometorfan pada Surat Keputusan<br />

Direktorat Jenderal Kefarmasian <strong>No</strong>. 2669/Dir.Jend/SK/68<br />

tahun 1968, Dekstrometorfan HBr digolongkan sebagai obat<br />

keras. Kemudian pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan <strong>No</strong>.<br />

9548/A/SK/71 tahun 1971 disebutkan bahwa sediaan-sediaan<br />

yang mengandung dekstrometorfan HBr tidak lebih dari 16<br />

mg tiap takaran digolongkan sebagai Obat Bebas Terbatas.<br />

Lalu pada Keputusan Menteri Kesehatan RI <strong>No</strong>. 2500/Menkes/<br />

SK/XII/2011 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2011<br />

menyebutkan bahwa dekstrometorfan tablet 15mg dan sirup<br />

10 mg/5 ml merupakan obat yang termasuk dalam DOEN<br />

2011. Dapat disimpulkan bahwa walaupun Dekstrometorfan<br />

banyak dijual di berbagai tempat, namun dosis penggunaannya<br />

memang telah dibatasi dan tidak tepat jika digunakan melebihi<br />

dosis yang dianjurkan, dan mengingat statusnya pernah<br />

sebagai Obat Keras, maka tetap perlu kehati-hatian dan tidak<br />

serta merta menganggapnya aman. Di negara lain legal status<br />

Dekstrometorfan juga bervariasi, ada yang menggolongkannya<br />

sebagai produk Over the Counter (OTC) atau Obat Bebas,<br />

seperti Kanada, ada juga yang memasukkan sebagai obat yang<br />

hanya diperoleh dengan resep (Presciption Only Medicines)<br />

atau Obat Keras, ada juga yang menggolongkan sebagai obat<br />

yang Pharmacy Medicines (hanya dapat dibeli di apotik dengan<br />

penjelasan/informasi dari apoteker) atau Obat Bebas Terbatas.<br />

Di Singapura misalnya, Dekstrometorfan hanya bisa didapatkan<br />

dengan resep dokter.<br />

Mekanisme Penyalahgunaan<br />

Dekstrometorfan<br />

Dekstrometorfan adalah dekstroisomer dari kodein analog<br />

metorfan. dekstrometorfan tidak bekerja pada reseptor opioid<br />

tipe mu dan delta seperti jenis levoisomer, tetapi bekerja pada<br />

reseptor tipe sigma.<br />

Dekstrometorfan memiliki efek halusinogen. Zat yang<br />

memiliki peran dalam mengakibatkan efek halusinogen ini<br />

adalah metabolit aktif dari dekstrometorfan yaitu dekstrorfan<br />

(3-hydroxy-17-methylmorphinan). Dekstrorfan dapat terikat<br />

dengan afinitas lemah dengan reseptor opioid tipe sigma dan<br />

terikat dengan afinitas kuat dengan reseptor NMDA (N-methyl-<br />

D-aspartate). (Klein et al., 1989; Murray et al., 1984); (Franklin<br />

et al., 1992). Dextrorfan bekerja sebagai antagonis reseptor<br />

N-methyl-D-aspartate (NMDA) yang akan memproduksi efek<br />

yang sama dengan efek dari ketamin maupun fenisiklidin<br />

(PCP). Hal inilah yang menyebabkan orang menggunakan<br />

dekstrometorfan untuk mendapatkan efek yang mirip dengan<br />

penggunaan ketamin. Ketamin sendiri adalah obat yang<br />

digunakan sebagai anestetik umum.<br />

Akumulasi dekstrorfan dapat mengakibatkan efek psikotropik.<br />

Efek yang muncul dibagi dalam 4 tingkatan:<br />

1. Dosis 100 – 200mg, timbul efek stimulasi ringan<br />

2. Dosis 200 – 400mg, timbul efek euforia dan halusinasi<br />

3. Dosis 300 – 600mg, timbul efek perubahan pada<br />

penglihatan dan kehilangan koordinasi motorik<br />

4. Dosis 500 – 1500mg, timbul efek sedasi disosiatif<br />

Efek Penyalahgunaan Dekstrometorfan<br />

Dosis lazim dekstrometorfan hidrobromida untuk dewasa<br />

dan anak diatas 12 tahun adalah 10mg - 20mg tiap 4 jam atau<br />

30mg tiap 6 - 8 jam, dan tidak lebih dari 120mg dalam satu<br />

hari. Pada penggunaan dengan dosis lazim efek samping yang<br />

pernah muncul seperti mengantuk, pusing, nausea, gangguan<br />

pencernaan, kesulitan dalam berkonsentrasi dan rasa kering<br />

pada mulut dan tenggorok.<br />

Pada kasus penyalahgunaan, dosis yang digunakan biasanya<br />

jauh lebih besar daripada dosis lazim. Pada dosis 5-10 kali<br />

lebih besar dari dosis yang lazim, efek samping yang timbul<br />

menyerupai efek samping yang diamati pada penggunaan<br />

ketamin atau PCP, dan efek ini meliputi: kebingungan, keadaan<br />

seperti mimpi, rasa kehilangan identitas pribadi, gangguan<br />

bicara dan pergerakan, disorientasi, keadaan pingsan,<br />

mengantuk (Schwartz, 2005; Siu et al., 2007).<br />

Toksisitas bromida akut dapat terjadi pada kasus<br />

penyalahgunaan dekstrometorfan HBr meskipun sangat jarang<br />

dan sedikit disebutkan dalam literatur. Biasanya toksisitas<br />

bromida terjadi ketika kadar bromida pada serum lebih besar<br />

daripada 50-100 mg/dl. Toksisitas akut dapat dihubungkan<br />

dengan adanya depresi sistem saraf pusat, hipotensi, dan<br />

takikardia. Konsumsi kronis dapat mengakibatkan sindrom<br />

“bromism”, yang ditandai dengan adanya perubahan perilaku,<br />

iritabilitas, dan letargi. Tidak ada antidot khusus untuk<br />

menangani toksisitas bromida. Untuk menangani kasus<br />

keracunan bromida biasanya digunakan metode hidrasi dengan<br />

menggunakan larutan saline untuk mendorong ekskresi<br />

Dekstrometorfan banyak<br />

dijual di berbagai<br />

tempat, namun dosis<br />

penggunaannya memang<br />

telah dibatasi dan tidak<br />

tepat jika digunakan<br />

melebihi dosis yang<br />

dianjurkan, dan mengingat<br />

statusnya pernah sebagai<br />

Obat Keras, maka tetap<br />

perlu kehati-hatian<br />

dan tidak serta merta<br />

menganggapnya aman<br />

5


melalui urin, dan pada kasus yang parah digunakan metode<br />

hemodialisis.<br />

Pemberian bersama dekstrometorfan dengan obat dari<br />

golongan inhibitor Monoamin Oksidase (MAOI) seperti<br />

moklobemid dan isoniazid, dapat menyebabkan sindrom<br />

serotonin, yaitu keadaan dimana terjadi perubahan status<br />

mental, hiperaktifitas saraf otonom dan abnormalitas saraf<br />

otot (neuromuscular). Meskipun demikian, keadaan ini tidak<br />

selalu muncul pada orang yang mengkonsumsi kedua obat<br />

tersebut.<br />

Jika obat batuk dan obat flu yang mengandung<br />

dekstrometorfan dikonsumsi dengan jumlah 5- 10 kali dosis<br />

lazimnya maka dapat terjadi peningkatan toksisitas bahan<br />

tambahan dan atau bahan aktif kombinasi lainnya. Kombinasi<br />

dekstrometorfan dengan guaifenesin dosis tinggi dapat<br />

menyebabkan mual yang hebat dan muntah. Sedangkan<br />

kombinasi dengan klorfeniramin dapat menyebabkan rasa<br />

terbakar pada kulit, midriasis, takikardia, delirium, gangguan<br />

pernafasan, syncope dan kejang. Penyalahgunaan dalam<br />

bentuk sirup, memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk<br />

menimbulkan gangguan pada saluran pencernaan karena<br />

larutan tersebut mengandung etanol sebagai pelarutnya.<br />

Pencegahan<br />

Tenaga kesehatan memiliki peranan penting dalam<br />

pencegahan penyalahgunaan dengan memberikan edukasi<br />

6<br />

Informasi untuk Tenaga Medis<br />

Penanggulangan Keracunan Dekstrometorfan<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

kepada masyarakat saat pembelian obat dekstrometorfan.<br />

Selain itu diperlukan komunikasi dan edukasi kepada remaja<br />

tentang risiko penyalahgunaan dekstrometorfan. Komunikasi<br />

dan edukasi ini selain dilakukan pada remaja juga sebaiknya<br />

dilakukan pada para orangtua supaya dapat berperan aktif<br />

dalam pencegahan penyalahgunaan dekstrometorfan pada<br />

anak remaja mereka.<br />

Untuk menghindari penggunaan yang salah dari obat<br />

dekstrometorfan pada anak-anak maka para orang tua<br />

harus memperhatikan penyimpanan obat di lemari/kotak<br />

penyimpanan obat. Lemari penyimpanan obat diletakkan pada<br />

tempat dimana anak-anak tidak dapat menjangkaunya.<br />

Penulis<br />

Pusat Informasi Obat dan Makanan<br />

Daftar Pustaka<br />

1. WHO Expert Committee on Drug Dependence, Dextromethorphan Pre-<br />

Review Report, Juni 2012<br />

2. SK Menteri Kesehatan Republik Indonesia <strong>No</strong>mor 092/MENKES/SK/II/2012<br />

tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun 2012<br />

3. Frank Romanelli and Kelly M. Smith, Review Article: Dextromethorphan<br />

abuse: Clinical effects and Management.<br />

4. Edward W. Boyer, M.D., Ph.D., and Michael Shannon, M.D., M.P.H., Review<br />

Article: current concepts The Serotonin Syndrome<br />

5. AHFS 2010, hal 2787.<br />

Karena tingginya tingkat penyalahgunaan Dekstrometorfan, maka akan meningkatkan potensi terjadinya keracunan<br />

dekstrometorfan. Untuk itu, perlu juga diketahui bahwa bila hal itu terjadi maka dilakukan penanggulangan sebagai<br />

berikut :<br />

Tidak ada antidot khusus untuk intoksikasi dekstrometorfan. Arang diketahui dapat menyerap opiat dan diharapkan<br />

dapat mengikat dekstrometorfan. Prosedur standar lainnya yang juga diharapkan memberikan hasil efektif untuk<br />

mengurangi penyerapan dekstrometorfan dari saluran pencernaan jika dilakukan tepat waktu adalah dengan<br />

melakukan emesis atau bilas lambung.<br />

Penggunaan nalokson untuk menangani keracunan dekstrometorfan masih diperdebatkan karena bertentangan dengan<br />

laporan tentang keefektivitasannya. Walaupun tidak ada kontradiksi dalam penggunaan nalokson, kemampuannya<br />

untuk menangani gejala dari keracunan dekstrometorfan masih dipertanyakan. Ketika digunakan, nalokson sebaiknya<br />

diberikan pada dosis standard yang direkomendasikan untuk penanganan asupan opioid. (0.4–2 mg I.V. diulangi tiap<br />

2–3 menit hingga respon dicapai pada dosis maksimum 10 mg). Proses detoksifikasi tetap perlu dilakukan pada pasien<br />

dengan riwayat penyalahgunaan dekstrometorfan kronis.


Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Dinantikan Lahirnya:<br />

Payung Hukum yang Lebih Kuat untuk<br />

Pengawasan Obat dan Makanan<br />

Pendahuluan<br />

Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian integral<br />

dari upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Misi Badan<br />

<strong>POM</strong> dalam melindungi masyarakat dari produk Obat dan<br />

Makanan yang membahayakan kesehatan dituangkan dalam<br />

sistem pengawasan full spectrum mulai dari pre-market<br />

hingga post-market control yang disertai dengan upaya<br />

penegakan hukum dan pemberdayaan masyarakat (community<br />

empowerment).<br />

Dewasa ini dan di masa depan pengawasan obat dan makanan<br />

sebagai bagian integral pembangunan kesehatan di Indonesia<br />

menghadapi lingkungan strategis yang sangat dinamis.<br />

Globalisasi yang ditandai dengan meningkatnya peredaran<br />

obat, obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik dan<br />

makanan dalam jumlah yang sangat besar dan arus yang<br />

sangat cepat karena tereduksinya berbagai hambatan ekspor<br />

impor yang terjadi sebelumnya. Kondisi ini dapat mempunyai<br />

implikasi meningkatnya peredaran produk-produk ilegal, tidak<br />

saja di dalam negeri tetapi juga antar negara.<br />

Dalam sistem pengawasan obat dan makanan (SIS<strong>POM</strong>),<br />

peran aktif masyarakat/publik sangat strategis sebagai mata<br />

dan telinga Badan <strong>POM</strong> telah dapat memberikan umpan balik<br />

dalam melakukan perbaikan secara terus menerus. Disisi lain<br />

kerja sama lintas sektor dalam implementasi SIS<strong>POM</strong> masih<br />

belum optimal karena kerja sama dengan instansi penegak<br />

hukum yang masih bersifat marjinal dan tindakan hukum yang<br />

belum memberikan efek jera terhadap para pelanggar.<br />

Sistem Pengawasan Obat dan Makanan<br />

Untuk menekan sekecil mungkin risiko kesehatan yang<br />

mungkin terjadi dari produk obat dan makanan, dilakukan<br />

Sistem Pengawasan tiga lapis (SIS<strong>POM</strong> 3 lapis). Lapis pertama<br />

dalam sistem pengawasan adalah pengawasan yang dilakukan<br />

oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi<br />

yang baik agar setiap bentuk penyimpangan dari standar<br />

mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen<br />

bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang<br />

dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran<br />

terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen<br />

dikenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.<br />

Pengawasan lapis kedua adalah pengawasan yang dilakukan<br />

oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi;<br />

penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum<br />

diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sample<br />

dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta<br />

peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum.<br />

Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat<br />

konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk<br />

maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi,<br />

informasi dan edukasi. Dengan pengawasan yang berlapis,<br />

diharapkan masyarakat dapat terhindar dari produk obat dan<br />

makanan yang berbahaya bagi kesehatan.<br />

Pengawasan lapis ketiga adalah pengawasan oleh konsumen<br />

melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan<br />

mengenai kualitas produk yang digunakannya dan caracara<br />

penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh<br />

masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada<br />

akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk<br />

membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan<br />

kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu<br />

dan kegunaan suatu produk, disatu sisi dapat membentengi<br />

dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang<br />

tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedang pada sisi<br />

lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam<br />

menjaga kualitas produknya.<br />

Payung Hukum Pengawasan Obat dan<br />

Makanan<br />

Sistem pengawasan tiga lapis diharapkan dapat menjamin<br />

keamanan, mutu dan manfaat produk obat dan makanan yag<br />

7


8<br />

beredar di Indonesia. Namun demikian, pada kenyataannya<br />

masih ditemukan produk obat dan makanan ilegal dan atau<br />

mengandung bahan berbahaya yang berisiko terhadap<br />

kesehatan masyarakat luas.<br />

Merujuk pada beberapa kasus pro justicia hasil penyidikan<br />

Badan <strong>POM</strong>, hukuman yang diberikan kepada pelaku relatif<br />

sangat ringan dan tidak menimbulkan efek jera. Hal ini<br />

menyebabkan pelaku kembali beroperasi setelah menjalani<br />

hukumannya. Keadaan ini terjadi karena lemahnya payung<br />

hukum yang mengatur pengawasan obat dan makanan, yang<br />

saat ini masih merujuk pada Undang-Undang <strong>No</strong>. 36 Tahun<br />

2009 tentang Kesehatan, Undang-Undang <strong>No</strong>. 7 Tahun 1996<br />

tentang Pangan, Undang-Undang <strong>No</strong>. 5 Tahun 1997 tentang<br />

Psikotropika, Undang-Undang <strong>No</strong>. 8 Tahun 1999 tentang<br />

Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang <strong>No</strong>. 35 Tahun<br />

2009 tentang Narkotika.<br />

Hukuman yang terlalu ringan, denda yang tidak cukup berat<br />

untuk membuat pelakunya bangkrut, hingga minimnya<br />

pengawasan pada jalur-jalur distribusi obat dan makanan<br />

resmi, membuat bisnis ini dianggap lebih menguntungkan<br />

dibandingkan bisnis haram narkotika atau penyelundupan<br />

produk tembakau/rokok yang konsekwensi hukumnya lebih<br />

berat.<br />

Diperlukan legal basis `yang kuat, agar kasus-kasus pemalsuan<br />

dan peredaran obat dan makanan ilegal serta produk<br />

mengandung bahan berbahaya tidak terus bermunculan yang<br />

berarti akan memperbesar risiko kesehatan yang mungkin<br />

timbul di masyarakat. Untuk itu, pemerintah mengusulkan<br />

Rancangan Undang-Undang Pengawasan Obat dan Makanan<br />

kepada Lembaga Legislatif dengan usulan nama Undang-<br />

Undang Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) serta Undang-<br />

Undang Pangan.<br />

UU Pangan telah disahkan sejak bulan <strong><strong>No</strong>vember</strong> 2012,<br />

yaitu UU nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, sedangkan<br />

pembahasan terhadap RUU Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat<br />

Kesehatan dan PKRT saat ini telah memasuki tahap akhir.<br />

Dalam UU Pangan yang baru ini mengatur setiap lingkup<br />

penyelenggaran pangan, meliputi perencanaan, ketersediaan,<br />

keterjangkauan, konsumsi, keamanan, label dan iklan,<br />

pengawasan, sistem informasi, penelitian dan pengembangan,<br />

kelembagaan, peran serta masyarakat dan penyidikan.<br />

Hukuman bagi pelaku pelanggaran ditingkatkan dan lebih<br />

mencakup secara luas dan mendetil untuk setiap perbuatan<br />

yang termasuk tindak pidana.<br />

UU Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan PKRT<br />

yang diusulkan secara lengkap mengatur pengawasan di<br />

setiap fungsi meliputi penetapan standar dan persyaratan,<br />

pembuatan, penandaan (label) dan informasi, peredaran,<br />

pengeluaran (ekspor), pemasukan (impor), promosi dan iklan,<br />

pengujian laboratorium, penarikan kembali dan pemusnahan<br />

produk, pemeriksaan sarana dan pengambilan contoh produk,<br />

penyidikan, serta partisipasi masyarakat. UU tersebut juga<br />

menyebutkan secara jelas kewenangan Badan Pengawas,<br />

dalam melakukan pengawasan. Mengenai hukuman atau<br />

sanksi yang dikenakan, pada RUU ini diusulkan sanksi yang<br />

lebih berat baik pidana maupun denda yang diharapkan dapat<br />

memberikan efek jera kepada pelaku usaha yang melakukan<br />

pelanggaran.<br />

Diharapkan apabila Undang-Undang ini sudah disahkan,<br />

maka Indonesia mempunyai payung hukum yang jelas dalam<br />

mengawasi produk obat, obat tradisional, suplemen makanan,<br />

kosmetik dan produk pangan untuk melindungi masyarakat<br />

dari risiko kesehatan yang mungkin timbul dari produk-produk<br />

yang tidak memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan<br />

mutu produk obat dan makanan.<br />

Penutup.<br />

Payung hukum pengawasan obat dan makanan merupakan<br />

syarat mutlak yang diperlukan untuk melindungi masyarakat<br />

terhadap produk obat dan makanan yang berisiko terhadap<br />

kesehatan. Dengan adanya Undang-Undang yang mengatur<br />

pengawasan obat dan makanan, maka petugas pengawas<br />

dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih baik dan membuat<br />

masyarakat lebih terlindungi sehingga cita-cita Indonesia<br />

Sehat sesuai target Millenium Development Goals bukan<br />

hanya menjadi tujuan dan mimpi, tetapi dapat segera menjadi<br />

kenyataan.<br />

Penulis<br />

Biro Hukum dan Humas


Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Seri Swamedikasi 6<br />

Infeksi Jamur pada Kulit<br />

Penyakit yang satu ini memang sangat meresahkan karena<br />

dapat menganggu aktivitas serta membuat berkurangnya<br />

rasa kepercayaan diri. Oleh karena itu masyarakat akan<br />

melakukan berbagai cara untuk menghilangkan infeksi jamur<br />

ini. Penanganan yang tidak tepat serta kurangnya pengetahuan<br />

masayarakat terkait infeksi jamur, seringkali menjadikan<br />

pengobatan yang dilakukan tidak efektif.<br />

Infeksi jamur pada kulit sering disebut juga dengan tinea atau<br />

kurap. Biasanya infeksi jamur pada manusia dapat terjadi di<br />

permukaan kulit dan mukosa (superfisial), subkutan, atau<br />

sistemik. Karakteristik tinea atau kurap berupa luka berbentuk<br />

cincin dengan lingkaran merah dan batas yag bersisik .<br />

Infeksi jamur biasanya diberi sesuai dengan area tubuh yang<br />

terinfeksi, sebagaimana dijelaskan berikut:<br />

1.<br />

Tinea pedis<br />

Infeksi ini biasanya terjadi diantara jari kaki keempat dan<br />

kelima atau diantara jari kaki ketiga dan keempat. Dari area<br />

ini, infeksi biasanya menyebar ke punggung kaki dan kadang-<br />

kadang ke telapak kaki, seperti terlihat pada gambar dibawah<br />

ini:<br />

Gambar 1. Kaki yang terkena Tinea pedis.<br />

2.<br />

Tinea unguium<br />

Tinea unguium atau jamur pada kuku kaki. Warna kuku yang<br />

terserang jamur akan menjadi buram dan tidak bersinar. Jika<br />

tidak ditangani segera maka kuku akan menjadi tebal, kasar,<br />

dan rapuh seperi gambar berikut ini:<br />

Gambar 2. Kuku kaki yang terkena Tinea unguium.<br />

3.<br />

Tinea corporis<br />

Tinea corporis yaitu infeksi ditandai dengan luka kecil<br />

berbentuk lingkaran yang makin lama makin besar dan bersisik<br />

serta adanya tonjolan ( pustule ) pada pinggiran luka. Tinea<br />

corporis dapat menyerang semua bagian tubuh, seperti<br />

gambar berikut ini :<br />

Gambar 3. Kulit yang terkena Tinea corporis.<br />

4.<br />

Tinea cruis<br />

Infeksi jamur ini biasanya terjadi pada paha dan selangkangan<br />

paha. Lebih sering terjadi pada laki – laki, jarang terjadi pada<br />

anak – anak, ditandai dengan luka yang memanjang dengan<br />

batas yang jelas, bagian pinggir lebih bersisik dibanding bagian<br />

tengah.seperti gambar dibawah ini:<br />

9


10<br />

Gambar 4. Kulit yang terkena Tinea cruis.<br />

5.<br />

Tinea capitis<br />

Mempunyai ciri – ciri luka dengan tonjolan kecil disekitar<br />

lubang rambut. Penyebaran dari tinea capitis berasal dari<br />

kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, melalui<br />

penggunaan sisir, topi, mainan,telepon atau baju dan handuk<br />

secara bergantian dengan orang yang terinfeksi seperti gambar<br />

di bawah ini:<br />

Gambar 5. Kulit Kepala yang terkena Tinea capitis.<br />

Untuk menghindari infeksi jamur pada kulit ini, kita harus<br />

mengenali penyebab-penyebannya. Berikut beberapa<br />

penyebab terjadinya infeksi jamur:<br />

1. Infeksi jamur disebabkan oleh beberapa species yaitu<br />

Trichophyton, Microsorum Epidermophyton dan candida.<br />

2. Perpindahan jamur dapat disebabkan oleh kontak dengan<br />

orang atau hewan yang terinfeksi walaupun kebanyakan<br />

infeksi terjadi karena kontak antara orang dengan orang.<br />

3. Kurang terjaganya kebersihan badan dan lingkungan.<br />

4. Seseorang yang mempunyai masalah kesehatan dan atau<br />

sedang menjalani terapi pengobatan yang menurunkan<br />

system imun (daya tahan tubuh).<br />

5. Faktor lingkungan seperti iklim dan adat kebiasaan dapat<br />

mempengaruhi perkembangan penyakit.<br />

Kenali gejala penyakit jamur pada kulit.<br />

Gejala akibat infeksi jamur ini yaitu dimulai dari gatal-gatal<br />

ringan diikuti proses peradangan eksudatif dengan ciri – ciri<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

penggundulan, kulit terbelah-belah dan atau perubahan warna<br />

pada kulit.<br />

Pengobatan<br />

Setelah mengenali macam-macam infeksi jamur, penyebab,<br />

serta gejalanya, kita harus mengetahui cara pengobatannya<br />

agar infeksi jamur ini tidak muncul kembali. Terapi atau<br />

pengobatan infeksi jamur dibedakan menjadi terapi non obat<br />

dan terapi obat.<br />

1. Terapi non obat<br />

a. Gunakan handuk tersendiri untuk mengeringkan bagian<br />

yang terkena infeksi atau bagian yang terinfeksi dikeringkan<br />

terakhir untuk mencegah penyebaran infeksi ke bagian<br />

tubuh lainnya.<br />

b. Jangan mengunakan handuk, baju, atau benda lainnya<br />

secara bergantian dengan orang yang terinfeksi.<br />

c. Cuci handuk dan baju yang terkontaminasi jamur dengan air<br />

panas untuk mencegah penyebaran jamur tersebut.<br />

d. Bersihkan kulit setiap hari menggunakan sabun dan air<br />

untuk menghilangkan sisa-sisa kotoran agar jamur tidak<br />

mudah tumbuh.<br />

e. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu<br />

yang dapat menyebabkan kulit selalu basah seperti bahan<br />

wool dan bahan sintetis yang dapat menghambat sirkulasi<br />

udara.<br />

f. Sebelum menggunakan sepatu, sebaiknya dilap terlebih<br />

dahulu dan bersihkan debu-debu yang menempel pada<br />

sepatu.<br />

g. Hindari kontak langsung dengan orang yang mengalami<br />

infeksi jamur. Gunakan sandal yang terbuat dari bahan kayu<br />

dan karet.<br />

2. Terapi obat<br />

Pengobatan infeksi jamur bisa secara topikal, sistemik atau<br />

kombinasi keduanya. Pengobatan topikal adalah pengobatan<br />

pada bagian tubuh yang terinfeksi menggunakan obat<br />

luar seperti salep dan krim. Pengobatan sistemik adalah<br />

pengobatan dari dalam tubuh melalui oral atau injeksi yang<br />

dampaknya ke seluruh bagian tubuh. Jenis pengobatan infeksi<br />

jamur seringkali tergantung pada kondisi klinisnya.<br />

Berikut ini beberapa zat aktif yang biasa digunakan secara<br />

topikal untuk pengobatan infeksi jamur diantaranya sebagai<br />

berikut :<br />

a. Asam Salisilat<br />

Digunakan untuk kulit yang terinfeksi jamur. Mempunyai sifat<br />

keratolitik (pengelupasan pada kulit ) sehingga membantu<br />

penyerapan obat anti jamur. Hindarkan kontak dengan mulut,<br />

mata, membran mukosa, efek sistemik setelah penggunaan<br />

yang berlebihaan. Biasanya efek yang tidak diinginkaan reaksi<br />

iritasi kulit. Aturan pakai dioleskan 2 -3 kali sehari.


Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

b. Asam Benzoat<br />

Digunakan untuk kulit yang terinfeksi jamur dan juga<br />

mempunyai efek antibakteri. Efek yang tidak diinginkan<br />

biasanya reaksi iritasi kulit. Aturan pemakaian dengan<br />

dioleskan 2 – 3 kali sehari.<br />

c. Sulfur<br />

Digunakan untuk kulit yang terinfeksi jamur dengan kandungan<br />

sulfur 3% sampai 10% bersifat sebagai keratolitik dan<br />

antibakteri . Aturan pemakaian dengan dioleskan 1 – 3 kali<br />

sehari.<br />

d. Asam Undesilinat dan seng Undesilinat<br />

Asam undesilinat mempunyai efek fungistatik ( penghambat<br />

pertumbuhan jamur ). Sedangkan seng undesilinat mempunyai<br />

efek astringen yang berfungsi membantu mengurangi iritasi<br />

dan peradangan akibat infeksi. Asam undesilinat efektif untuk<br />

tinea pedis. Efek yang tidak diinginkan rasa terbakar akibat<br />

kandungan alcohol yang tinggi dan aturan pakai digunakan 2<br />

kali sehari setelah bagian yang terinfeksi dibersihkan.<br />

e. Klotrimazol<br />

Mempunyai efek fungisida dengan menghancurkan kulit sel<br />

jamur tersebut dan digunakan untuk mengobati Tinea pedis,<br />

Tinea cruris dan Tinea corporis. Jangan digunakan pada mata<br />

dan selaput lendir. Efek yang tidak diinginkan kadang – kadang<br />

iritasi atau sensitivitas, rasa terbakar dan pedih pada saat<br />

digunakan dan aturan pakai dioleskan 2 kali sehari, pada pagi<br />

hari dan sekali pada malam hari selama 4 minggu.<br />

Tips Pencegahan<br />

f. Mikonazol<br />

Mikonazol mempunyai efek antiinfeksi jamur dengan cara<br />

merusak dinding sel jamur karena kosentrasi mikonazol yang<br />

tinggi dalam sel. Jangan digunakan pada mata dan selaput<br />

lendir. Efek yang tidak diinginkan menyebabkan iritasi dan<br />

reaksi alergi dan aturan pakai biasanya untuk anak – anak dan<br />

dewasa gunakan pada area yang terkena kemudian dioleskan<br />

2 kali sehari, pada pagi hari dan sekali pada malam hari selama<br />

4 minggu. Hentikan swamedikasi dan konsultasi kedokter<br />

apabila terjadi kemerahan, ruam kulit, rasa terbakar dan<br />

lecet / melepuh.<br />

g. Terbinafin<br />

Tebinafin digunakan untuk mengobati infeksi akibat tinea<br />

pedis, tinea cruris dan tinea corporis. Cara kerjanya yaitu<br />

dengan membunuh dan menghambat pertumbuhan jamur.<br />

Pada saat menggunakan terbinafin, sebaiknya gunakan terus<br />

menerus hingga beberapa minggu atau lebih walaupun gejala<br />

dari infeksi tersebut sudah hilang. Jika penggunaan obat terlalu<br />

singkat maka gejala dari infeksi tersebut akan timbul kembali.<br />

Jangan digunakan pada mata dan selaput lendir. Biasanya efek<br />

yang tidak diinginkan itu menyebabkan kemerahan, gatal, atau<br />

perasan tertusuk, jarang terjadi reaksi alergi. Aturan pakai<br />

oleskan tipis 1 -2 kali sehari hingga satu minggu pada tinea<br />

pedis, 1 -2 minggu pada tinea corporis dan tinea cruris.<br />

Pustaka :<br />

1. Badan <strong>POM</strong> RI, 2011. Kompendia Obat Bebas. Jakarta. Penerbit Badan <strong>POM</strong><br />

RI<br />

1. Mandilah minimal 2 kali dalam sehari. Ketika mandi, jangan hanya menghabiskan waktu 2 menit, hanya menggosok<br />

tubuh seadanya, dan setelah itu selesai. Bersihkanlah tubuh anda dengan baik dan benar, jika perlu gunakan sabun<br />

anti bakteri untuk membuat kulit anda tetap bersih agar jamur tidak mudah tumbuh.<br />

2. Gunakan handuk tersediri untuk mengeringkan bagian yang terinfeksi<br />

3. Jangan menggunakan handuk, baju atau benda lainnya secara bergantian dengan orang yang terkena infeksi.<br />

4. Hindari kontak langsung dengan orang yang terinfeksi jamur.<br />

5. Jika memungkinkan hindari penggunaan baju dan sepatu yang dapat menyebabkan kulit menjadi basah<br />

6. Ganti handuk Anda sesering mungkin. Jangan menggunakan handuk yang sama selama berbulan-bulan. Gantilah<br />

handuk Anda satu atau dua kali dalam seminggu.<br />

7.<br />

Gantung pakaian Anda di tempat yang kering. Pakaian yang telah Anda cuci, simpanlah di tempat yang kering.<br />

11


Penanganan Efek Samping Batuk<br />

Kering dari Kaptopril<br />

Jawaban:<br />

Kaptopril merupakan obat golongan penghambat ACE yang diindikasikan<br />

untuk hipertensi. Efek samping yang sering terjadi pada pasien yang<br />

mengkonsumsi obat-obat golongan ACE adalah batuk kering yang menetap.<br />

Hal ini terjadi pada 10% populasi orang kulit putih dan mencapai 44%<br />

pada populasi Asia. Wanita memiliki kemungkinan dua kali lebih banyak<br />

mengalami efek samping tersebut dibandingkan laki-laki.<br />

FORUM PIO Nas<br />

PIONas adalah Pusat Informasi Obat Nasional yang menyediakan<br />

akses informasi terstandar (Approved Label) dari semua obat<br />

yang beredar di Indonesia yang telah disetujui oleh Badan <strong>POM</strong><br />

sebagai NRA (National Regulatory Authority). PIONas melayani<br />

permintaan informasi dan konsultasi terkait dengan penggunaan<br />

obat. Permintaan informasi ke PIONas dapat disampaikan secara<br />

langsung dengan datang ke PIONas (Ged. A lt. 1 B<strong>POM</strong>, Jl.<br />

Percetakan Negara <strong>No</strong>. 23 Jakarta Pusat) atau melalui telepon di<br />

nomor 021-428889117 / 021 - 4259945, HP nomor 08121899530,<br />

email ke informasi@pom.go.id<br />

12<br />

Pertanyaan:<br />

Ibu saya menderita hipertensi, setelah mengkonsumsi<br />

kaptopril Ibu mengalami batuk kering. Apakah konsumsi<br />

Kaptoprilnya harus dihentikan dan apakah obat batuk yang<br />

tepat untuk ibu saya?<br />

(Dian, Pelajar/Mahasiswa)<br />

Mekanisme terjadinya efek samping batuk kering belum dapat dipastikan,<br />

namun diperkirakan efeknya terjadi akibat ACE inhibitor menghambat<br />

pemecahan bradikinin sehingga kadar bradikinin meningkat dan<br />

mempengaruhi saluran pernapasan atas.<br />

Penggunaan kaptopril tidak boleh dihentikan tanpa anjuran dari dokter, karena<br />

penghentian obat anti hipertensi dapat mempengaruhi stabilitas tekanan<br />

darah pasien sehingga dapat membahayakan kesehatan pasien. Jika batuk<br />

kering yang menetap tersebut terasa sangat mengganggu maka sampaikan<br />

keluhan tersebut kepada dokter agar dokter dapat mengganti kaptopril dengan<br />

obat anti hipertensi dari golongan lain yang sesuai.<br />

Pustaka:<br />

1. Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan <strong>POM</strong> RI 2008, hal.112<br />

2. Sukandar, E.Y., Andrajati, R., Sigit, J.I dan Kusnandar., 2008. ISO Farmakoterapi.<br />

3. ISFI, Jakarta.Cardiovascular Drugs Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors, Nancy J.<br />

Brown, MD; Douglas E. Vaughan, MD. WeMeReC Bulletin, March 2012<br />

Info<strong>POM</strong> - <strong>Vol.13</strong> <strong>No</strong>. 6 <strong><strong>No</strong>vember</strong>-<strong>Desember</strong> 2012<br />

Apoteker adalah Sarjana Profesi Farmasi,<br />

merupakan orang yang paling tepat untuk<br />

menjawab berbagai pertanyaan mengenai<br />

obat-obatan.<br />

Jangan segan untuk bertanya kepada Apoteker,<br />

karena Anda berhak memperoleh segala<br />

informasi obat yang Anda.<br />

Segenap Tim Redaksi Buletin Info<strong>POM</strong> mengucapkan<br />

Selamat Tahun Baru<br />

2013<br />

FORUM SIKer Nas<br />

SIKerNas adalah Sentra Informasi Kecanduan Nasional yang secara<br />

aktif mencari dan mengumpulkan data/informasi keracunan dan<br />

menyiapkannya sebagai informasi yang teliti, benar dan mutakhir<br />

serta siap pakai untuk diberikan/ diinformasikan kepada masyarakat<br />

luas, profesional kesehatan, serta instansi pemerintah/swasta<br />

yang membutuhkannya dalam rangka mencegah dan mengobati<br />

keracunan. Permintaan informasi ke SIKerNas dapat disampaikan<br />

secara langsung dengan datang ke SIKerNas (Ged. A lt. 1 B<strong>POM</strong>,<br />

Jl. Percetakan Negara <strong>No</strong>. 23 Jakarta Pusat) atau melalui telepon<br />

di nomor 021-428889117 / 021-4259945, HP SIKerNas nomor<br />

081310826879, email ke siker@pom.go.id

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!