12.04.2013 Views

Heterosis Padi Beras Merah Tipe Cere dan Bulu Kultivar NTB

Heterosis Padi Beras Merah Tipe Cere dan Bulu Kultivar NTB

Heterosis Padi Beras Merah Tipe Cere dan Bulu Kultivar NTB

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

HETEROSIS PADI BERAS MERAH TIPE CERE DAN BULU KULTIVAR <strong>NTB</strong><br />

HETEROSIS OF INDICA AND JAVANICA TYPES OF RED RICE CULTIVARS<br />

OF WEST NUSA TENGGARA<br />

IGP Muliarta Aryana<br />

Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Mataram<br />

ABSTRAK<br />

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai heterosis dari suatu kombinasi persilangan padi<br />

beras merah tipe cere <strong>dan</strong> bulu. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas dilakukan kegiatan-kegiatan<br />

penelitian sebagai berikut: Hibridisasi model dialel lengkap antar tujuh tetua varietas lokal padi beras<br />

merah tipe cere <strong>dan</strong> bulu. Hibridisasi dilakukan dengan menyilangkan antar semua kombinasi tetua<br />

termasuk resiproknya. Evaluasi generasi hasil hibridisasi (F1) <strong>dan</strong> tetuanya dengan menggunakan<br />

Rancangan Acak Kelompok. Nilai heterosis di hitung berdasarkan nilai tetua tertinggi (heterobeltiosis).<br />

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Kombinasi persilang tetua Pujut x Kala (cere x cere) memberikan<br />

nilai heterosis tinggi terhadap hasil, bobot gabah per rumpun, bobot 100 butir, jumlah gabah <strong>dan</strong> jumlah<br />

gabah berisi per malai, panjang malai <strong>dan</strong> jumlah anakan produktif. Kombinasi persilangan tetua Angka<br />

x Soba (cere x bulu) memiliki nilai heterosis tinggi terhadap hasil gabah, bobot gabah per rumpun,<br />

jumlah anakkan produktif <strong>dan</strong> jumlah anakan non produktif.<br />

ABSTRACT<br />

The objective of this research was to know heterosis value of crossed combinations of indica and<br />

javanica types of red rice. To achieve that objective, several research activities were conducted, as<br />

follows : Hybridization using complete diallele model among seven parents of local red rice of indica<br />

and javanica types. The hybridization was done by crossing among all parent combinations including<br />

their reciprocals. Evaluation of hybridization generations (F1) and their parents using Randomized<br />

Complete Block Design. <strong>Heterosis</strong> value base on heterobeltiosis value. Results indicated that: Crossed<br />

combination of Pujut x Kala parents (indica x indica) gave a high heterosis value on yield, grain weight<br />

per clump, weight of 100 seeds, number of grain and filled grain per panicle, panicle length, and number<br />

of productive tillers. Crossed combination of Angka x Soba parents (indica x javanica) gave a high<br />

heterosis value on yield, grain weight per clump, number of productive and non-productive tillers.<br />

______________<br />

Kata kunci : beras merah, heterosis, cere, bulu<br />

Key words: red rice, heterosis. indica, javanica<br />

PENDAHULUAN<br />

<strong>Padi</strong> beras merah merupakan salah satu<br />

sumber plasma nutfah yang keberadaannya<br />

semangkin langka <strong>dan</strong> akan menampakan<br />

kepunahan jika tidak ditangani secara serius.<br />

Dari hasil koleksi yang dilakukan dari berbagai<br />

daerah seperti Jawa, Bali, Lombok <strong>dan</strong><br />

Sumbawa terkumpul 35 kultivar (Muliarta <strong>dan</strong><br />

Kantun 2002). <strong>Kultivar</strong>-kultivar tersebut dapat di<br />

golongkan kedalam tipe cere <strong>dan</strong> bulu, <strong>dan</strong> ada<br />

tujuh kutivar secara kuantitatif <strong>dan</strong> kualitatif<br />

yang berpeluang dipergunakan sebagai gen pool<br />

untuk pembentukan varietas unggul hibrida.<br />

Gejala hiterosis <strong>dan</strong> daya hasil tinggi pada<br />

F1 mempunyai arti sangat penting dalam<br />

pembentukan varietas hibrida. <strong>Heterosis</strong> merupakan<br />

peningkatan <strong>dan</strong> penurunan nilai pada F1<br />

jika dibandingkan dengan nilai rata-rata kedua<br />

tetuanya atau tetua tertinggi (heterobeltiosis)<br />

terhadap sifat yang sama. Teori yang mendasari<br />

heterosis adalah heterogenitas, yaitu ketegaran<br />

hibrida terjadi akibat akumulasi gen dominan<br />

(Virmani et al. 1981).<br />

Dalam persilangan, informasi mengenai<br />

pengaruh heterosis sangat penting dalam<br />

menentukan pemilihan galur sebagai tetua yang<br />

potensial untuk membentuk hibrida berdaya<br />

hasil tinggi. Salah satu pedoman dalam<br />

menentukan rancangan persilangan galur<br />

hibrida adalah asal-usul tetuanya. <strong>Heterosis</strong> yang<br />

tinggi diperoleh dari tetua hibrida yang berbeda<br />

secara genetik <strong>dan</strong> mempunyai potensi hasil<br />

tinggi (Moentono, 1987; Virmani et al., 1981).<br />

Melalui persilangan model dialel dari semua<br />

pasangan tetuanya, akan diperoleh potensi hasil<br />

suatu kombinasi hasil hibrida, besarnya nilai<br />

daya gabung umum, daya gabung khusus,<br />

93<br />

Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007


94<br />

dugaan ragam genetik <strong>dan</strong> heterosis suatu<br />

karakter. Hasil tinggi dapat diperoleh apabila<br />

kombinasi antar galur memiliki nilai heterosis<br />

<strong>dan</strong> daya gabung khusus tinggi (Silitonga et al.,<br />

1993). Dari hasil persilangan dialel lengkap<br />

antar tujuh tetua padi beras merah tipe cere <strong>dan</strong><br />

bulu diperoleh : kultivar Pujut <strong>dan</strong> Angka<br />

menunjukan efek daya gabung umum tinggi<br />

terhadap hasil, bobot gabah per rumpun <strong>dan</strong><br />

jumlah gabah berisi per malai. Kombinasi<br />

persilangan kultivar Pujut (cere) dengan<br />

kultivar Donggo (cere) menunjukan efek daya<br />

gabung khusus tinggi terhadap hasil, bobot<br />

gabah per rumpun, jumlah gabah berisi per<br />

malai, panjang malai,<strong>dan</strong> jumlah anakan<br />

produktif per rumpun. Kombinasi persilangan<br />

kultivar Sri (cere) dengan kultivar Angka (cere)<br />

menunjukan efek daya gabung khusus tinggi<br />

terhadap karakter hasil, bobot gabah per<br />

rumpun, bobit 100 butir gabah, jumlah total<br />

gabah per malai <strong>dan</strong> jumlah gabah berisi per<br />

malai (Muliarta <strong>dan</strong> Kuswanto, 2007).<br />

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui<br />

nilai heterosis dari suatu kombinasi persilangan<br />

padi beras merah tipe cere <strong>dan</strong> bulu.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Rancangan persilangan yang digunakan<br />

untuk memperoleh F1 adalah persilangan<br />

Metode Dialel 1 (dialel lengkap <strong>dan</strong> resiprocal),<br />

dengan tujuh kultivar padi beras merah sebagai<br />

tetua jantan (♂) sekaligus sebagai tetua betina<br />

(♀).yaitu Kala (cere), Pujut (cere), Sri (cere),<br />

Donggo (cere), Angka (cere), Soba (bulu), Barak<br />

(bulu). Evaluasi hasil Persilangan dirancang<br />

dengan Rancangan Acak kelompok (RAK)<br />

dengan menanam populasi hasil hibridisasi F1<br />

<strong>dan</strong> F1 resiprokal <strong>dan</strong> tetua. Masing-masing<br />

diulang tiga kali sehingga diperoleh 147 unit<br />

percobaan. Penelitian dilakukan di kebun<br />

hibridisasi Program Studi Pemuliaan Tanaman<br />

Fakutas Pertanian Unram mulai bulan Januari<br />

sampai dengan Oktober 2007. Penanaman<br />

dilaksakan dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm,<br />

satu tanaman perlubang tanam. Pemupukan<br />

dengan Urea 300 kg/ha; SP36 150 kg/ha, KCl<br />

150 kg/ha. Nilai heterosis di hitung berdasarkan<br />

nilai tetua tertinggi (heterobeltiosis) (Virmani et<br />

al. 1981).<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Nilai heterosis dari beberapa kombinasi<br />

persilangan untuk semua sifat yang diamati<br />

dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat<br />

IGP Muliarta Aryana: <strong>Heterosis</strong> padi …<br />

bahwa heterosis untuk umur berbunga berkisar<br />

antara – 17,93 sampai 7,65 %. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

heterosis untuk umur panen berkisar dari – 14,38<br />

% sampai 7,65 %. <strong>Heterosis</strong> tinggi tanaman yang<br />

terendah – 40,27 % <strong>dan</strong> tertinggi 8,86 %.<br />

<strong>Heterosis</strong> jumlah anakkan produktif per rumpun<br />

berkisar – 40,30 % sampai 32,90 %, se<strong>dan</strong>gkan<br />

untuk heterosis jumlah anakan non produktif per<br />

rumpun nampak yang terendah – 77,78 % <strong>dan</strong><br />

tertinggi 1328,57 %. Panjang malai memiliki<br />

nilai heterosis terendah - 42,09 % <strong>dan</strong> tertinggi<br />

9,37 %. <strong>Heterosis</strong> jumlah gabah berisi per malai<br />

berkisar dari – 70,13 % sampai 26,14 %, Jumlah<br />

gabah hampa per malai nilai heterosis terendah<br />

– 92,02 <strong>dan</strong> tertinggi 1856,36 %. Se<strong>dan</strong>gkan<br />

untuk jumlah gabah total per malainya nilai<br />

heterosis terendah –63,01 % <strong>dan</strong> tertinggi 26,59<br />

%. <strong>Heterosis</strong> untuk bobot 100 butir gabah<br />

berkisar dari – 36,02 % hingga 3,31 %. Untuk<br />

bobot gabah perumpun kisaran nilai<br />

heterosisnya – 42,46 % hingga 71,05 %.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan untuk hasil gabah per hektar nilai<br />

heterosis terendah – 42,58 % <strong>dan</strong> tertinggi<br />

71,33%.<br />

Dalam penelitian ini perhitungan nilai<br />

heterosis berdasarkan nilai tetua tertinggi<br />

(Heterobeltiosis). <strong>Heterosis</strong> negatif memberikan<br />

arti bahwa persilangan di antara kedua tetua<br />

akan menghasilkan keturunan yang memiliki<br />

sifat lebih rendah jika dibandingkan dengan<br />

tetua tertingginya dengan nilai tertentu pada sifat<br />

tertentu. Se<strong>dan</strong>gkan heterosis positif menunjukkan<br />

bahwa persilangan kedua tetua akan<br />

menghasilkan keturunan yang memiliki sifat<br />

lebih tinggi dari tetua tertinggi dengan besaran<br />

tertentu.<br />

Persilangan tetua Kala x Barak memberikan<br />

nilai heterosis negatif tertinggi dalam hal umur<br />

berbunga - 17,93 % demikian pula dengan umur<br />

panennya - 14,38 %. Hal ini menunjukkan<br />

terdapat pengurangan umur berbunga maupun<br />

umur panen. Artinya tanaman tersebut berbunga<br />

maupun panen lebih cepat dibandingkan dengan<br />

persilangan lainnya.<br />

Sifat genjah ini mengun-tungkan bagi<br />

pemulia dalam memilih varietas hibrida berumur<br />

genjah . Se<strong>dan</strong>gkan persilangan tetua Kala x<br />

Pujut memberikan nilai heterosis positif tertinggi<br />

7,65 % untuk umur berbunga <strong>dan</strong> 7,25 % untuk<br />

umur panen. Hal ini menunjukkan bahwa tetuatetua<br />

tersebut berbunga maupun panen lambat.<br />

Pada tinggi tanaman diharapkan heterosis<br />

negatif atau rendah karena dengan demikian<br />

akan diperoleh tanaman-tanaman yang lebih<br />

pendek dari rata-rata tetua tertinggi. <strong>Heterosis</strong><br />

terendah didapat dari hasil persilangan antara<br />

tetua Kala x Barak yaitu -40,27 %.


Tabel 1. Nilai heterosis beberapa kombinasi persilangan diallel lengkap pada beberapa sifat padi<br />

beras merah.<br />

HETEROSIS (%) dari beberapa sifat<br />

No Perlakuan UB UP TT JAP JANP PM JGB JGH JG B100 BPR H<br />

1 Kala x Pujut 7.65 7.25 -11.97 -3.11 -66.67 -0.71 -4.77 73.53 -2.62 -0.29 9.59 9.48<br />

2 Kala x Sri -2.26 -1.59 -18.08 -11.36 98.58 -3.67 -8.51 -7.62 -6.73 0.85 0.64 0.47<br />

3 Kala x Donggo -5.85 -4.30 -25.67 -0.67 -28.32 -8.34 4.06 21.61 4.92 0.89 -14.58 -14.61<br />

4 Kala x Angka -0.43 -0.31 -4.10 -1.88 -34.84 8.68 15.48 -6.01 16.15 -1.75 14.98 14.83<br />

5 Kala x Soba -12.56 -9.51 -33.20 -12.11 947.62 -22.84 -38.82 127.99 -33.10 -32.43 0.24 14.92<br />

6 Kala x Barak -17.93 -14.38 -40.27 32.77 852.38 -36.88 -42.47 -89.41 -55.65 -12.23 1.73 1.80<br />

7 Pujut x Kala -2.92 -0.56 -4.45 30.72 -29.63 9.37 26.14 41.07 26.59 1.17 71.05 71.33<br />

8 Pujut x Sri -2.09 -1.46 2.91 -0.76 11.11 2.86 11.45 -33.80 11.58 1.33 22.28 22.48<br />

9 Pujut x Donggo -5.05 -3.71 -21.59 10.91 -66.67 -13.17 2.63 -53.37 -0.16 -1.47 -13.98 -14.01<br />

10 Pujut x Angka -4.64 -0.99 -8.82 16.11 -49.87 -1.29 3.39 -11.23 4.08 1.58 27.35 27.19<br />

11 Pujut x Soba -12.13 -9.18 -12.11 17.65 -77.78 -23.71 -46.02 875.17 -14.48 -24.91 11.00 11.18<br />

12 Pujut x Barak -16.83 -13.02 -30.60 -17.72 -29.63 -39.82 -50.68 -94.57 -63.01 -7.50 -15.79 -15.65<br />

13 Sri x Kala -2.43 -1.10 -8.29 -5.30 112.77 -1.15 -1.67 -32.26 -1.23 -7.47 -0.77 -0.94<br />

14 Sri x Pujut -2.93 -2.07 -6.88 2.27 -51.85 -9.54 -12.14 31.64 -8.71 -4.39 -16.78 -16.64<br />

15 Sri x Donggo -3.37 -2.47 -15.84 -9.81 -42.65 -13.20 -20.19 -45.81 -21.47 -5.46 -22.35 -22.37<br />

16 Sri x Angka -1.17 -0.79 -2.85 -6.06 -79.95 -0.30 -10.46 -28.41 -10.81 -0.02 31.40 31.23<br />

17 Sri x Soba -11.63 -8.81 -21.67 -16.67 13.48 -27.59 -32.74 239.35 -23.42 -36.02 0.84 0.67<br />

18 Sri x Barak -16.76 -12.97 -37.70 -25.00 126.95 -42.09 -49.68 -75.40 -56.90 -6.12 -6.67 -6.82<br />

19 Donggo x Kala -3.05 -2.24 -15.10 1.16 -35.48 -3.78 7.06 -27.54 5.33 -0.92 -10.53 -9.15<br />

20 Donggo x Pujut -5.13 -3.77 -11.83 1.77 -25.93 -2.51 17.73 -17.24 16.00 0.81 13.92 15.68<br />

21 Donggo x Sri -3.29 -2.42 -9.49 1.77 0.36 -4.39 13.37 -43.92 10.03 0.25 -15.31 -14.01<br />

22 Donggo x Angka -4.65 -3.42 -9.76 -5.55 -39.85 -1.57 16.50 -20.60 14.64 3.31 -9.33 -7.93<br />

23 Donggo x Soba -7.92 -6.54 -17.62 -20.78 -71.33 -18.07 -30.74 477.82 -9.48 -28.18 -20.78 -20.81<br />

24 Donggo barak -14.55 -11.26 -28.69 -15.30 57.71 -36.50 -23.38 -92.00 -42.66 -2.83 4.77 4.73<br />

25 Angka x Kala -2.93 -0.12 -0.18 2.71 50.54 1.11 0.58 14.01 -0.21 -0.43 7.26 2.00<br />

26 Angka x Pujut -3.61 -2.60 -1.78 -4.65 -66.67 -1.95 -19.03 558.83 0.27 2.96 3.46 1.12<br />

27 Angka x Sri -4.35 -3.11 -2.01 -12.12 136.56 -6.03 6.92 43.60 10.48 -1.04 3.86 3.73<br />

28 Angka x Donggo -8.17 -6.01 -16.51 -4.33 15.29 -9.20 -7.54 68.10 -3.79 -2.84 -4.40 -4.43<br />

29 Angka x Soba -13.70 -10.37 -22.54 31.13 45.36 -24.98 -28.74 -17.98 -28.36 -34.90 36.86 36.68<br />

30 Angka x Barak -17.15 -13.27 -39.18 -0.96 15.29 -37.73 -43.13 -92.02 -56.86 -14.21 -4.22 -4.34<br />

31 Soba x Kala -10.85 -8.32 -9.33 32.97 1328.57 -7.30 -51.68 1499.70 1.44 -19.85 -17.52 -17.57<br />

32 Soba X Pujut -6.21 -4.70 8.86 -26.95 -33.33 -12.48 -45.97 1157.34 -4.77 -11.27 -12.23 -12.09<br />

33 Soba x Sri -10.14 -7.78 -8.17 -14.39 98.58 -10.32 -70.13 1847.33 -4.48 -19.26 -16.13 -16.27<br />

34 Soba x Donggo -8.07 -6.10 -2.61 -17.12 21.86 -9.69 -63.73 1728.61 9.79 -14.08 -39.17 -39.29<br />

35 Soba x Angka -9.99 -7.56 -11.13 -3.71 -49.87 -15.13 -66.58 1856.36 -0.75 -15.70 -14.17 -14.28<br />

36 Soba x Barak -7.60 -6.39 -18.28 -4.18 471.43 -19.67 -48.86 -11.79 -39.97 -13.46 3.28 3.48<br />

37 Barak x Kala -7.67 -5.93 -16.32 -40.39 -43.26 -10.98 -52.65 26.77 -30.34 -4.67 -7.20 -7.14<br />

38 Barak x Pujut -5.07 -3.92 -12.80 -37.72 -66.67 -10.21 -15.30 13.63 -7.17 -8.83 -1.75 -1.58<br />

39 Barak x Sri -8.38 -6.49 -11.58 -37.12 -0.71 -13.60 -43.40 39.37 -20.13 -6.18 -0.56 -0.73<br />

40 Barak x Donggo -8.08 -6.28 -5.83 -24.44 -21.15 -8.44 -54.67 77.88 -17.43 -4.49 -42.46 -42.58<br />

41 Barak x Angka -11.63 -9.00 -15.58 -32.14 -44.86 -14.34 -16.49 -9.24 -14.45 -0.75 22.72 22.56<br />

42 Barak x Soba -3.31 -2.56 -2.91 -12.33 376.19 -6.16 -5.89 -11.91 -7.58 -23.16 30.58 30.84<br />

Keterangan: UB= Umur berbunga; UP=Umur panen; TT=tinggi tanaman; JAP= jumlah anakkan Produktif per<br />

rumpun ; JANP=jumlah anakkan non produktif per rumpun; PM=panjang malai; JGB=Jumlah Gabah<br />

berisi per malai; JGH=jumlah gabah hampa per malai ; JG=jumlah gabah total permalai ; B100= bobot<br />

100 butir; BPR = bobot gabah; per rumpun , H = hasil gabah (ton/Ha)<br />

95<br />

Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007


96<br />

Dari 42 kombinasi persilangan 40 memberikan<br />

heterosis negatif. Hanya persilangan<br />

Soba x Pujut dengan nilai 8,86% <strong>dan</strong> persilangan<br />

Pujut x Sri dengan nilai 2,91% yang memberikan<br />

heterosis positif (memberi tanaman lebih<br />

tinggi dibandingkan dengan tetua tertinggi).<br />

Untuk jumlah anakkan produktif per rumpun<br />

kombinasi persilangan tetua Soba x Kala<br />

memberikan nilai heterosis positif 32,97 % yang<br />

berarti kombinasi persilangan ini memberikan<br />

jumlah anakkan produktif per rumpun terbanyak.<br />

Untuk kombinasi persilangan tetua Barak x Kala<br />

memberikan nilai heterosis negatif terendah -<br />

40,39 %. Artinya jumlah anakkan produktif yang<br />

dihasilkan pada kombinasi persilangan tersebut<br />

adalah terendah.<br />

Untuk jumlah anakkan non produktif per<br />

rumpun kombinasi persilangan tetua Soba x<br />

Kala memberikan nilai heterosis positif tertinggi<br />

yaitu 1328,57 %, hal ini menunjukkan bahwa<br />

kombinasi persilangan tersebut memberikan<br />

jumlah anakkan non produktif per rumpun<br />

tertinggi. Se<strong>dan</strong>gkan kombinasi persilangan<br />

tetua Pujut x Soba memberikan nilai heterosis<br />

negatif tertinggi pada jumlah anakkan non<br />

produktif yaitu -77,78 %, artinya kombinasi<br />

persilangan tersebut memberikan jumlah<br />

anakkan non produktif per rumpun terendah.<br />

Pada panjang malai nilai heterosis negatif<br />

terendahnya dijumpai pada kombinasi persilangan<br />

tetua Sri x Barak sebesar - 42,09 % yang<br />

artinya dari hasil semua kombinasi persilangan<br />

maka kombinasi tetua Sri x Barak memberikan<br />

panjang malai terpendek. Se<strong>dan</strong>gkan untuk<br />

kombinasi persilangan tetua Pujut x Kala<br />

memberikan penambahan panjang malai tertinggi<br />

karena nilai heterosisnya positif 9,37%.<br />

Pada jumlah gabah berisi per malai nilai<br />

heterosis negatif terendah didapat pada kombinasi<br />

persilangan tetua Soba x Sri sebesar -<br />

70,13% yang artinya kombinasi ini menurunkan<br />

jumlah gabah berisi per malai sebesar 70,13 %<br />

dibandingkan dengan rata-rata tetua tertingginya.<br />

Se<strong>dan</strong>gkan kombinasi persilangan tetua Pujut x<br />

Kala memberikan nilai heterosis positif tertinggi<br />

26,14 %. Artinya kombinasi persilangan tersebut<br />

mampu meningkatkan jumlah gabah berisi per<br />

malainya sebesar 26,14 % dari tetua tertingginya.<br />

Kombinasi persilangan tetua Soba x Angka<br />

memberikan nilai heterosis positif tertinggi<br />

terhadap jumlah gabah hampa per malai 1856,36<br />

% <strong>dan</strong> kombinasi persilangan tetua Angka x<br />

Barak memberikan nilai heterosis terendah untuk<br />

jumlah gabah hampa per malai - 92,02%.<br />

Persilangan tetua Pujut x Kala memberikan<br />

nilai heterosis positif tertinggi dalam hal jumlah<br />

gabah total per malai dibandingkan dengan<br />

IGP Muliarta Aryana: <strong>Heterosis</strong> padi …<br />

persilangan lainnya. Se<strong>dan</strong>gkan persilangan<br />

tetua Pujut x Barak memberikan nilai heterosis<br />

negatif terendah untuk jumlah gabah total per<br />

malai - 63,01 %, artinya ada penurunan jumlah<br />

gabah total per malainya.<br />

<strong>Heterosis</strong> terendah pada bobot 100 butir<br />

gabah terdapat pada kombinasi persilangan tetua<br />

Sri x Soba sebesar - 36,02 %, se<strong>dan</strong>gkan heterosis<br />

tertingginya terdapat pada kombinasi<br />

persilangan antara tetua Donggo x Angka<br />

sebesar 3,31 %.<br />

Untuk bobot gabah per rumpun <strong>dan</strong> hasil<br />

gabah perhektar kombinasi persilangan tetua<br />

Barak x Donggo memberikan nilai heterosis<br />

negatif terendah yaitu sebesar – 42,46 % untuk<br />

bobot gabah per rumpun <strong>dan</strong> – 42,58 % untuk<br />

hasil gabah per hektar. Se<strong>dan</strong>gkan kombinasi<br />

persilangan tetua Puju x Kala memberikan nilai<br />

heterosis positif tertinggi baik terhadap bobot<br />

gabah per rumpun 71,05 % maupun hasil gabah<br />

per hektar 71,33 % artinya kombinasi<br />

persilangan tersebut memberikan bobot gabah<br />

perumpun maupun hasil gabah per hektarnya<br />

tertinggi dibandingkan dengan tetua tertinggi.<br />

Dari hasil penelitian Suprihatno <strong>dan</strong> Satoto<br />

(1986) menggunakan hibrida yang berasal dari<br />

persilangan IR 42 dengan 3 galur mandul jantan<br />

pada padi, menunjukkan nilai heterosis terhadap<br />

hasil gabah hibrida dengan IR 42 masing-masing<br />

100,8 % ; 108,0 % <strong>dan</strong> 115,3 %. Demikian pula<br />

Mugiono (1996) dari hasil persilangan half dialel<br />

pada padi dihasilkan nilai heterosis hasil gabah<br />

2,89 % untuk persilangan Obs –18/IR 64; <strong>dan</strong><br />

2,77 % pada persilangan Obs-33/IR 64.<br />

<strong>Heterosis</strong> yang dihasilkan dalam penelitian<br />

ini tergolong rendah <strong>dan</strong> sangat tinggi terutama<br />

untuk sifat jumlah anakkan non produktif <strong>dan</strong><br />

jumlah gabah hampa per malai. Nilai heterosis<br />

yang tergolong sangat rendah hingga sangat<br />

tinggi sangat berkaitan dengan hubungan<br />

kekerabatan dari tetua yang digunakan. Di mana<br />

tetua Kala, Pujut, Sri, Donggo <strong>dan</strong> Angka<br />

tergolong tipe cere <strong>dan</strong> tetua Soba <strong>dan</strong> Barak<br />

dari tipe bulu. <strong>Heterosis</strong> rendah disebabkan<br />

karena tetua yang digunakan memiliki hubungan<br />

kekerabatan dekat sebaliknya heterosis yang<br />

tinggi memiliki kekerabatan cukup jauh.<br />

Menurut Bohn, Utz and Melchinger (1999)<br />

genotipe tetua yang berkerabat dekat akan<br />

menunjukkan kesamaan genetik sehingga<br />

persilangan di antara mereka tidak akan<br />

menimbulkan efek heterosis yang besar.<br />

Manjarrez et al. (1997) menambahkan bahwa<br />

jarak tetua yang semakin jauh akan semakin<br />

memperbesar perbedaan gen-gen <strong>dan</strong> memperbesar<br />

interaksi gen-gen potensial dalam bentuk<br />

epistasis <strong>dan</strong> dominan sehingga akhirnya akan


memperbesar potensi heterosisnya. Demikian<br />

pula pendapat Reimann (1983) bahwa gejala<br />

heterosis suatu sifat akan tampil bila mengandung<br />

gen dominan <strong>dan</strong> terdapat perbedaan<br />

keragaman gen di antara dua tetuanya yang<br />

disilangkan. <strong>Heterosis</strong> dapat dikatakan sebagai<br />

turunan heterozigot yang memiliki penampilan<br />

lebih superior (overdominan).<br />

Hasil penelitian yang telah dilakukan Cina<br />

maupun IRRI menunjukkan bahwa tingkat<br />

heterosis pada berbagai hibrida padi ternyata<br />

mengikuti kecenderungan sebagai berikut :<br />

Indica/Japonica >Indica/Javanica ><br />

Japonica/Javanica> Indica/Indica ><br />

Japonica/Japonica. Tiga macam hibrida yang<br />

pertama adalah hibrida antar sub spesies<br />

se<strong>dan</strong>gkan dua hibrida berikutnya adalah<br />

hubungan antar varietas. Persilangan antara<br />

indica/japonica menimbulkan gabah kurang<br />

bernas ( hampa / steril ), hal ini dapat diatasi<br />

dengan menggunakan gen WC (Wide<br />

Compatibility Gene). ( Ikekashi et al., 1994 ).<br />

Dalam melakukan kombinasi persilangan<br />

yang baik dengan memanfaatkan efek heterosis,<br />

hendaknya pemilihan di arahkan pada kombinasi<br />

persilangan yang memiliki efek daya gabung<br />

khusus <strong>dan</strong> heterosis tinggi Untuk sifat<br />

terpenting <strong>dan</strong> sifat-sifat pendukung lainnya<br />

serta nilai rata-rata yang tinggi terutama untuk<br />

sifat-sifat terpenting. Oleh karena itu kombinasi<br />

persilangan tetua Pujut x Kala merupakan<br />

kombinasi persilangan yang bagus atau baik<br />

untuk dikembangkan lebih lanjut dengan<br />

memanfaatkan efek heterosis (Tabel 1), karena<br />

hibrida ini memiliki nilai heterosis tinggi.<br />

Kombinasi persilangan ini juga memiliki daya<br />

gabung khusus <strong>dan</strong> rata-rata hasil tinggi<br />

demikian juga tetua Pujut merupakan tetua yang<br />

memiliki daya gabung tertinggi (Muliarta <strong>dan</strong><br />

Kuswanto, 2007). Borojevic (1990) menambahkan<br />

bahwa tetua dengan daya gabung<br />

umum baik akan mengekspresikan aksi gen<br />

aditif dalam persilangannya. Tetua yang<br />

memiliki daya gabung umum tinggi menjadi<br />

fenomena heterosis di dalam suatu persilangan,<br />

sehingga penampilan keturunan generasi<br />

pertama (F1) lebih baik dari kedua tetuanya<br />

sehingga nantinya sangat berpeluang untuk<br />

mendapatkan genotipe superior.<br />

KESIMPULAN DAN SARAN<br />

Kesimpulan<br />

Kombinasi persilangan tetua Pujut x Kala<br />

(cere x cere) memberikan nilai heterosis tinggi<br />

terhadap hasil, bobot gabah per rumpun, bobot<br />

100 butir, jumlah gabah <strong>dan</strong> jumlah gabah berisi<br />

per malai, panjang malai <strong>dan</strong> jumlah anakan<br />

produktif. Kombinasi persilangan tetua Angka<br />

x Soba (cere x bulu) memiliki nilai heterosis<br />

tinggi terhadap hasil gabah , bobot gabah per<br />

rumpun , jumlah anakkan produktif <strong>dan</strong> jumlah<br />

anakan non produktif.<br />

Saran<br />

<strong>Kultivar</strong> Kala, Pujut, Angka <strong>dan</strong> Soba dapat<br />

dipertimbangkan sebagai bahan persilangan<br />

guna mendapatkan hibrida hasil gabah tinggi.<br />

UCAPATAN TERIMA KASIH<br />

Terima kasih yang sedalam dalamnya<br />

penulis sampaikan kepada Direktur DP2M<br />

Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen<br />

Pendidikan Nasional yang telah memberikan<br />

dukungan <strong>dan</strong>a penelitian Fundamental ini<br />

dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian<br />

Nomor. 046/SP2H/PP/DP2M/III/2007 Tanggal<br />

29 Maret 2007.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Bohn, M., H.F. Utz and A.E. Melchinger. 1999.<br />

Genetic Similarities Winter Wheat cultivars<br />

Determined on The Basic of RFLPs, AFLPs<br />

and SSRs and Their Use for Predicting<br />

Progency Shorgum. Crop Sci, 25: 749-752<br />

Ikehashi H., Jiang-shi Zou,H.P. Moon, and K.<br />

Murayama. 1994. Wide compatibility gene<br />

(s) and Indica-Japonica heterosis in rice for<br />

temperate countries. 21-23. in: Hybrid Rice<br />

Technology: New developments and future<br />

prospects. Selected papers from the Intl.<br />

Rice Res. Conference, IRRI Philippines.<br />

Manjjerez S. P., T.E. Carter, J,r., D.M., Web and<br />

J.W. Burton,1997. <strong>Heterosis</strong> in Soybean its<br />

Prediction by Genetic Similirity Measures.<br />

Crop Sci. 37:1443-1452.<br />

Moentono, M.D. 1997. Daya hasil <strong>dan</strong> tingkat<br />

tanggapan hibrida jagung yang melibatkan<br />

galur inbrid eksotik. Penelitian Pertanian<br />

Tanaman Pangan. Bogor. 16(1): 33-40.<br />

Mugiono, 1996. Penampilan <strong>Heterosis</strong> Beberapa<br />

Sifat Agronomi Tanaman F1 dari<br />

Persilangan Mutan Tanaman <strong>Padi</strong>. 35-40.<br />

Dalam Soemarno, Hari Bowo, B.Prajitno, N.<br />

Agustine, K., <strong>dan</strong> W. Wuryani. Proseding<br />

Simposium Pemuliaan Tanaman IV .<br />

PERIPI Komda . Jatim.<br />

97<br />

Muliarta <strong>dan</strong> Kantun, 2002. Sifat Kuantitatif <strong>dan</strong><br />

kualitatif plasma nutfah padi beras merah.<br />

Agroteksos Vol.17 No.2 Agustus 2007


98<br />

Laporan Penelitian Dosen Muda (tidak<br />

dipublikasikan). 21 h<br />

Muliarta <strong>dan</strong> Kuswanto, 2007. Studi genetik<br />

hasil hibridisasi model dialel lengkap padi<br />

beras merah tipe cere <strong>dan</strong> bulu kultivar<br />

lokal <strong>NTB</strong>. Laporan Penelitian Fundamental<br />

(tidak dipublikasikan). 45 h.<br />

Reiment-Philip.R.1983. heterosis in ornamental<br />

in. Frankel. R(ed). <strong>Heterosis</strong> reapraisal of<br />

teory and practice pp 234-259. monograps<br />

on theoritical and applied genettict.<br />

Springnger-verlag. Berlin Heidelberg. New<br />

York.<br />

IGP Muliarta Aryana: <strong>Heterosis</strong> padi …<br />

Silitonga, T.S., Minantyorini, L. Cholisoh,<br />

Warsono, <strong>dan</strong> Indarjo, 1993. Evaluasi daya<br />

gabung padi bulu <strong>dan</strong> cere. Penelitian<br />

Pertanian 1:6-14.<br />

Suprihatno. B. <strong>dan</strong> Satoto.1986. Vigor hibrid<br />

untuk Hasil <strong>dan</strong> komponen hasil pada<br />

beberapa Kombinasi F1 Hibrida. Media<br />

Penelitian. Sukamandi. 3: 5-11<br />

Virmani,S.S., R.C. Aquino, G.S. Khush, and S.<br />

Yoshida. 1981. <strong>Heterosis</strong> breeding in rice.<br />

Paper presented at 12th Annual Scientific<br />

Meeting of the Crop Science Society,<br />

Sapilang, Philippines, April 22-24, 1981.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!