TEKNIK HIBRIDISASI ANGGREK TANAH SONGKOK ... - Pustaka
TEKNIK HIBRIDISASI ANGGREK TANAH SONGKOK ... - Pustaka
TEKNIK HIBRIDISASI ANGGREK TANAH SONGKOK ... - Pustaka
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>TEKNIK</strong> <strong>HIBRIDISASI</strong> <strong>ANGGREK</strong> <strong>TANAH</strong> <strong>SONGKOK</strong> (Spathoglottis plicata)<br />
Tahun 1928 R.E.Holtum berhasil menumbuhkan biji<br />
anggrek melalui kultur in vitro dengan menggunakan<br />
formula Knudson. Hasil persilangan Holtum yang pertama<br />
kali berbunga adalah hibrida Spathoglottis. Sejak tahun 1970an,<br />
spesies yang tumbuh di Malaysia seperti Spathoglottis<br />
affinis, S. aurea, S. graculis, S. hardingiana, S. microchilina,<br />
dan S. plicata mulai banyak dibudidayakan di Singapura<br />
(Gunadi 1986).<br />
Spathoglottis dikenal dengan nama anggrek tanah atau<br />
anggrek terestrial. Jenis yang sering dijumpai adalah Spathoglottis<br />
plicata dengan bunga berwarna ungu (Gambar 1).<br />
Sekitar 40 spesies terdapat di Asia Tenggara dan Papua<br />
Nugini, 7 spesies di antaranya asli Filipina (Holtum dan<br />
Enoch 1972).<br />
Nama genetik Spathoglottis berasal dari bahasa Yunani;<br />
spathe berarti belati dan glossa atau glotta berarti lidah,<br />
mengacu pada karakteristik labellum dari genus (Davis dan<br />
Steiner 1982). Nama spesifik plicata diperoleh dari penampilan<br />
atau lekukan daun yang plicated, suatu karakter<br />
botanik yang digambarkan sebagai plicate.<br />
Gambar 1. Spathoglottis plicata<br />
1 Teknisi Litkayasa Pelaksana Pemula pada Balai Penelitian Tanaman<br />
Hias, Jalan Raya Ciherang, Segunung, Pacet, Cianjur 43253, Kotak<br />
Pos 8 Sindanglaya, Telp. (0263) 512607, Faks. (0263) 514138,<br />
E-mail: segunung@indoway.net<br />
Laily Qodriyah 1<br />
Spathoglottis merupakan tanaman taman dan tanaman<br />
pot. Anggrek ini pernah dimanfaatkan sebagai bunga potong<br />
andalan Singapura pada era 1930-1940-an (Parker 1994 dalam<br />
Kartikaningrum et al. 2004). Pada taman, Spathoglotis<br />
biasanya ditanam secara massal di dalam bedengan sebagai<br />
tanaman pembatas atau tanaman tepi.<br />
Di Indonesia, Spathoglottis dapat tumbuh di dataran<br />
rendah maupun dataran tinggi, bergantung pada spesiesnya.<br />
S. plicata banyak dijumpai di dataran rendah dan sedang,<br />
sedangkan S. aurea dan S. afnis tumbuh baik di dataran<br />
tinggi (Kartikaningrum et al. 2004). Lingkungan tumbuhnya<br />
adalah tempat yang terbuka dengan sinar matahari penuh,<br />
tetapi perlu sedikit naungan pada sore hari.<br />
Spathoglottis menghendaki media tumbuh yang memiliki<br />
drainase baik, karena anggrek ini tidak tahan genangan<br />
(Holtum dan Enoch 1972). Media tanam yang cocok adalah<br />
lapisan bawah berupa pecahan bata/genteng/arang dan<br />
lapisan atasnya humus daun-daunan. Di Malaysia, sebagai<br />
media tanam digunakan tanah lumpur yang dibakar dan<br />
dicampur dengan humus daun-daunan (Parker 1994 dalam<br />
Kartikaningrum et al. 2004).<br />
Warna bunga Spathoglottis bervariasi yaitu ungu tua,<br />
ungu muda, merah keunguan, pink, oranye, kuning, coklat,<br />
putih, dan campuran. Beberapa jenis memiliki panjang<br />
tangkai melebihi tinggi tanaman, sedangkan yang lain bunga<br />
tersembunyi di bawah kanopi tanaman karena tangkai<br />
bunganya pendek. Bunga mekar tidak serempak dalam satu<br />
rangkaian bunga; setelah 2-3 hari bunga layu dan diganti<br />
dengan bunga yang lain secara berurutan. Jumlah bunga<br />
mekar pada saat yang sama bervariasi, dan jumlah bunga tiap<br />
tangkai bervariasi antara 6-30 bunga (Hawkes 1970).<br />
Spathoglottis berkembang biak melalui anakan atau<br />
pseudobulb. Menanam pseudobulb tidak boleh seluruhnya<br />
terbenam di dalam tanah, separuhnya diusahakan berada di<br />
atas permukaan tanah (Holtum dan Enoch 1972). Pengembangbiakan<br />
melalui biji juga dapat dilakukan tetapi<br />
memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga hanya cocok<br />
untuk menanam biji hasil persilangan. Percobaan ini bertujuan<br />
untuk mendapatkan populasi F1 anggrek Spathoglottis<br />
yang bervariasi dengan sifat-sifat baik yang diturunkan dari<br />
induknya.<br />
78 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005
BAHAN DAN METODE<br />
Percobaan dilaksanakan pada bulan Januari 2003 hingga<br />
Desember 2004 di Kebun Percobaan Tanaman Hias<br />
Pasarminggu, Jakarta dan Kebun Percobaan Balai Penelitian<br />
Tanaman Hias, Segunung. Bahan induk yang disilangkan<br />
memiliki sifat warna dan bentuk bunga menarik, tegar, tahan<br />
hama dan penyakit serta rajin berbunga. Bahan induk yang<br />
digunakan adalah:<br />
1. Spathoglottis plicata berbunga putih, ungu tua, ungu<br />
sedang, ungu muda, dan pink; S. aurea warna bunga<br />
kuning oranye dan kuning muda; S. unguiculata warna<br />
ungu tua; S. augustorum warna putih; S. vanoverbergii<br />
warna kuning; dan Spathoglottis sp. dengan warna bunga<br />
kuning keunguan.<br />
2. Spathoglottis hibrida bertangkai bunga pendek (30-40<br />
cm) dengan warna bunga putih, ungu kemerahan, kuning,<br />
dan ungu kemerahan berbercak kuning.<br />
3. Spathoglottis hibrida bertangkai panjang, jumlah bunga/<br />
tangkai banyak dengan warna bunga kuning berbercak<br />
ungu, krem, ungu kemerahan berbercak kuning, dan ungu<br />
tua berbercak kuning.<br />
4. Anggrek tanah dari genus lain seperti Calanthe<br />
triplicata dengan bunga putih dan pink serta Bletila<br />
striata yang berwarna ungu.<br />
Alat yang digunakan adalah pinset kecil dan tusuk gigi<br />
atau batang korek api . Untuk penanaman buah secara aseptik<br />
diperlukan laminar, botol kultur, cawan petri, lampu bunsen,<br />
pinset, scalpel, korek api, spidol untuk pelabelan, dan lampu<br />
neon 40 W untuk penerangan.<br />
Persilangan dilakukan secara searah maupun dua arah<br />
(resiprok) antara bunga dengan jumlah kuntum banyak dan<br />
tangkai bunga sedang-panjang dengan tanaman bertangkai<br />
bunga pendek. Sebelum persilangan dilakukan pemilihan<br />
atau seleksi tetua jantan maupun betina, baik untuk tanaman<br />
pot, taman atau bunga potong. Tetua yang digunakan berasal<br />
dari koleksi plasma nutfah anggrek Spathoglottis. Penyerbukan<br />
dilakukan pada pagi hari pada bunga yang telah mekar<br />
1-2 hari. Ada penyilang anggrek yang beranggapan bahwa<br />
kuntum bunga nomor ganjil (dihitung dari pangkal tangkai)<br />
paling baik untuk dijadikan induk betina, karena buahnya<br />
berbiji banyak dan fertil (Gambar 2). Induk jantan dapat<br />
diambil dari kuntum sembarang.<br />
Kuntum induk jantan anggrek Spathoglottis diambil<br />
tepung sarinya dengan menggunakan tusuk gigi yang bersih.<br />
Tepung sari yang terbungkus kotak sari terletak di pusat<br />
bunga, berwarna kuning. Kotak sari dicungkil pelan sampai<br />
tepung sarinya menempel pada alat yang dipakai, kemudian<br />
Bunga ke-4<br />
(genap)<br />
Bunga ke-3<br />
sudah gugur (ganjil)<br />
Bunga ke-1<br />
sudah gugur (ganjil)<br />
Bunga ke-6<br />
(genap)<br />
Bunga ke-5<br />
(ganjil)<br />
Bunga ke-2<br />
sudah gugur (genap)<br />
Pangkal tangkai<br />
Gambar 2. Kuntum bunga nomor ganjil dihitung dari pangkal<br />
tangkai<br />
tepung sari dibawa ke induk betina, yaitu menuju lekukan<br />
berlendir yang letaknya persis di bawah kotak sari. Tepung<br />
sari induk jantan dilekatkan secara sempurna pada putik induk<br />
betina, sementara itu tepung sari induk betina dibuang agar<br />
persilangannya murni. Sampai langkah ini perkawinan sudah<br />
berlangsung. Selanjutnya tanaman diberi label tetua betina<br />
x tetua jantan, tanggal penyilangan, dan kode penyilang. Bila<br />
dalam jangka waktu 3-4 hari tangkai kuntum induk betina<br />
masih segar berwarna kehijauan maka persilangan berhasil.<br />
Beberapa hari kemudian kelopak dan mahkota bunga<br />
mulai layu sampai akhirnya kering dan rontok. Selanjutnya<br />
muncul bakal buah berbentuk bulat telur berwarna hijau<br />
sampai hijau kecoklatan (Trubus 1993). Buah dipanen 25-65<br />
hari setelah penyerbukan. Selanjutnya biji disemaikan secara<br />
aseptik pada media Vacin & Went ditambah air kelapa di dalam<br />
botol kultur pada laminar dengan bantuan pinset, scalpel dan<br />
cawan petri yang disteril dengan lampu spiritus. Semaian<br />
diberi label serta dipelihara dalam ruangan dengan suhu 24 o C<br />
di bawah lampu neon 40 W dengan jarak 60 cm. Protokorm<br />
yang sudah tumbuh disubkultur pada media Vacin dan Went<br />
ditambah pisang ambon. Planlet yang telah tumbuh cukup<br />
besar ditanam secara kompotan pada campuran media sekam<br />
bakar dan kompos daun bambu dan dilekatkan di rumah sere<br />
dengan naungan lebih kurang 65%. Selanjutnya bibit ditanam<br />
secara individu dalam pot pada media yang sama, namun<br />
ditambah dengan pupuk kandang dan dipelihara di dalam<br />
rumah sere.<br />
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan penyiraman<br />
sekali sehari. Tanaman kompotan dan tanaman muda dipupuk<br />
menggunakan pupuk organik cair yaitu super top soil dengan<br />
interval pemberian satu kali seminggu dengan dosis 1 cc/liter<br />
air. Tanaman induk dan tanaman F1 dewasa dipupuk dengan<br />
pupuk yang sama dengan interval satu kali seminggu, namun<br />
Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 79
dengan dosis yang lebih tinggi yaitu 2 cc /liter air. Penyiangan<br />
dilakukan sesuai kondisi gulma. Hama dan penyakit<br />
dikendalikan menggunakan pestisida dengan dosis sesuai<br />
anjuran.<br />
Hibridisasi dinyatakan berhasil apabila dalam satu<br />
populasi persilangan muncul variasi seperti warna bunga,<br />
tinggi tanaman, atau bentuk tanaman dan semua itu dapat<br />
diketahui melalui karakterisasi hasil persilangan. Parameter<br />
yang diukur dalam karakterisasi adalah variasi warna bunga,<br />
panjang daun, lebar daun, pertambahan jumlah anakan,<br />
panjang bunga, panjang tangkai bunga, lebar bunga, panjang<br />
bibir, lebar bibir, dan jumlah kuntum tiap tangkai (Kartikaningrum<br />
et al. 2004).<br />
HASIL DAN PEMBAHASAN<br />
Persilangan yang dilakukan pada tahun 2004 merupakan<br />
lanjutan persilangan tahun-tahun sebelumnya. Status hasil<br />
persilangan sampai tahun 2003 disajikan pada Tabel l. Hasil<br />
persilangan tahun sebelumnya (2003) yaitu antara S. aurea<br />
dengan S. plicata (ungu muda) terjadi segregasi bentuk dan<br />
corak bunga. Corak bunga terbagi dalam tiga tipe (Gambar 3).<br />
Persilangan antara S. aurea dengan S. plicata (ungu tua)<br />
menghasilkan keturunan yang relatif seragam. Hal ini<br />
menunjukkan bahwa S. plicata ungu muda (Spathoglottis<br />
yang umum dijumpai) sudah merupakan hasil persilangan<br />
(kemungkinan hasil persilangan dengan warna putih),<br />
sedangkan S. plicata ungu tua bukan merupakan hasil<br />
persilangan, sehingga persilangan dengan spesies lain<br />
menghasilkan keturunan yang seragam, baik warna, bentuk<br />
maupun corak. Perbedaan hanya terletak pada intensitas<br />
warna pada setiap keturunannya (Gambar 4).<br />
Gambar 3. Hasil persilangan antara Sphatoglottis aurea dengan S.<br />
plicata ( ungu muda)<br />
Gambar 4. Hasil persilangan antara Spathoglottis aurea dengan S.<br />
plicata ( ungu tua)<br />
Tabel 1. Status persilangan anggrek Spathoglottis yang dilakukan tahun 2003 di Kebun Percobaan Tanaman Hias<br />
Pasarminggu Jakarta dan Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung<br />
Sumber tetua Tanggal silang Tanggal panen Keterangan<br />
Betina Jantan<br />
S019 S023 10-1-2003 7-3-2003 Jumlah klon yang tumbuh 14<br />
S019 S005S 20-1-2003 24-2-2003 Sudah berbunga<br />
S006 S019 25-1-2003 7-3-2003 Biji tidak tumbuh<br />
S001 S023 10-2-2003 24-3-2003 Sudah berbunga<br />
S001 S019 13-2-2003 24-3-2003 Planlet mati dalam botol<br />
5001 Calanthe sp 17-2-2003 24-3-2003 Planlet tumbuh tidak normal<br />
KSP7.3 S023 17-2-2003 26-3-2003 Buah pecah<br />
S001 S019 13-2-2003 26-3-2003 Buah pecah<br />
S005 Calanthe sp. 17-2-2003 1-4-2003 Buah tidak berkecambah<br />
Calanthe sp Calanthe sp 19-2-2003 3-4-2003 Bunga gugur<br />
S019 S006S 26-2-2003 22-4-2003 Sebagian sudah berbunga<br />
S019 S023 13-3-2003 26-6-2003 Sulit diaklimatisasi<br />
S021J Calanthe 8-4-2003 19-5-2003 Buah gugur<br />
S021J S005 1-4-2003 19-5-2003 -<br />
S019 5023 22-8-2003 13-10-2003 Sulit diaklimatisasi<br />
Spa. Plicata 5019 19-8-2003 13-10-2003 Bunga gugur<br />
Spa. Plicata”putih” S023 28-8-2003 13-10-2003 Sgn100 sudah aklimatisasi<br />
Spa. vanoverb. S85-41 7-11-2003 24-12-2003 Sulit aklimatisasi<br />
Sumber: Kartikaningrum et al. (2004)<br />
80 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005
Tabel 2 . Persilangan yang dilakukan tahun 2004 di Kebun Percobaan Tanaman Hias Pasarminggu Jakarta dan<br />
Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias, Segunung<br />
Sumber tetua<br />
Tanggal silang Tanggal panen Keterangan<br />
Betina Jantan<br />
S025 S019 8-1-2004 26-2-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S019 S023 2-3-2004 - Tanaman sudah diaklimatisasi<br />
KSP1905-279 S025 9-8-2004 21-9-2004 Masih dalam botol kultur<br />
KSP1905-279 S023 9-8-2004 21-9-2004 Masih dalam botol kultur<br />
KSP1905-252 S025 9-8-2004 21-9-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S025 S085-001 10-9-2004 10-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S085-001 S025 10-9-2004 21-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
LQ002-1 S025 10-9-2004 5-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S025 LQ002-1 10-9-2004 10-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S003 S023 10-9-2004 22-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S006 S025 26-8-2004 7-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S024 S023 8-10-2004 11-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S024 S025 8-10-2004 11-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S006 S023 26-8-2004 7-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S024 S023 8-10-2004 11-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S024 S025 8-10-2004 11-10-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S025 S024 18-10-2004 20-12-2004 Masih dalam botol kultur<br />
S025 S96 23-11-2004 28-01-2005 Masih dalam botol kultur<br />
S96 S025 23-11-2004 4-01-2005 Masih dalam botol kultur<br />
S021 S022 8-2-2005 29-3-2005 Biji belum tumbuh<br />
Sumber: Kartikaningrum et al. (2004)<br />
Persilangan antara S001 dengan S. unguiculata menghasilkan<br />
keturunan F1 yang seragam. Hal ini juga menandakan<br />
kedua tetua tersebut masih murni spesies. Hasil<br />
persilangan memiliki karakter yang merupakan kombinasi dari<br />
kedua tetuanya, namun warna bunga dominan dari tetua S.<br />
unguiculata dan tanaman pendek sehingga dapat dijadikan<br />
sebagai tanaman pot. Namun karakter nonresupinasi (yang<br />
menyebabkan bunga menghadap ke atas) yang berasal dari<br />
S. unguiculata masih dominan, sehingga perlu dilakukan<br />
silang balik agar bunganya menghadap ke depan.<br />
Persilangan yang dilakukan tahun 2004 (Tabel 2) banyak<br />
menggunakan tetua betina S023 dan S025 yang keduanya<br />
merupakan sumber tetua untuk tangkai bunga pendek. S023<br />
merupakan spesies anggrek S. unguiculata yang memiliki<br />
sifat cepat membentuk anakan, namun memiliki kelemahan<br />
yaitu bunganya menggerombol di atas dan menghadap ke<br />
atas. S025 adalah spesies anggrek S. vanoverbergii yang<br />
berwarna kuning, keping sisi ungu sampai merah, dan ukuran<br />
bunga kecil, namun tangkai bunganya kurang kokoh.<br />
Hasil persilangan pada tahun-tahun sebelumnya menunjukkan<br />
bahwa bila kondisi tanaman atau lingkungan<br />
kering, persilangan sering tidak berhasil. Kondisi yang<br />
lembap akan meningkatkan peluang keberhasilan persilangan.<br />
Persilangan dengan menggunakan genus lain sudah<br />
dicoba yaitu dengan Bletila striata, namun biji belum<br />
tumbuh. Persilangan Spathoglottis dengan Calanthe juga<br />
telah dilakukan, namun perkembangan tanaman selanjutnya<br />
tidak bagus.<br />
Persilangan S. aurea dengan S. unguiculata sulit memperoleh<br />
tanaman dalam jumlah besar sehingga persilangan<br />
terus dilakukan. Kedua tetua ini mempunyai indikasi menurunkan<br />
warna-warna yang dominan. Menurut Lacandula<br />
(2004) yang mengutip pernyataan Aurique, warna kuning<br />
biasanya bersifat dominan pada setiap persilangan. Namun,<br />
persilangan S. plicata dengan S. unguiculata menghasilkan<br />
keturunan yang bunganya memiliki warna dominan dari S.<br />
unguiculata. Semua keturunan memiliki warna yang sama<br />
yaitu ungu tua. Diharapkan persilangan antara S. unguiculata<br />
dengan S. aurea akan memberikan warna campuran keduanya.<br />
KESIMPULAN<br />
Persilangan anggrek Spathoglottis yang dilakukan tahun<br />
2004 menghasilkan populasi Fl hasil persilangan (20 seri<br />
persilangan) dengan umur buah berkisar antara 25-65 hari<br />
setelah penyerbukan. Keragaman karakter Spathoglottis<br />
terletak pada tangkai bunga, bunga dan bagian-bagian<br />
bunga, sedangkan karakter pada daun tidak menunjukkan<br />
keragaman.<br />
Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005 81
Persilangan Spathoglottis yang memiliki warna berbeda<br />
akan menghasilkan keturunan dengan kombinasi warna<br />
kedua tetuanya. Karakter yang dimiliki S. unguiculata sangat<br />
mendominasi keturunannya. Dengan adanya hibridisasi<br />
anggrek Spathoglottis diharapkan dapat diperoleh hibridahibrida<br />
dengan kombinasi warna yang bervariasi sehingga<br />
dapat mendorong minat masyarakat akan anggrek Spathoglottis.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Davis, R.S and M.L. Steiner. 1982. Philippines Orchids. Entrient<br />
Press, Atlagmalolos, Bulacan. 270 pp.<br />
Gunadi, T. 1986. Anggrek dari Benua ke Benua. Angkasa, Jakarta.<br />
129 hlm.<br />
Hawkes, A. D. 1970. Encyclopedia of Cultivated Orchids. Faber<br />
and Faber Limited, London. p. 602.<br />
Holtum, R.E. and 1. Enoch. 1972. Flora of Malaya. Orchid. Gov<br />
Printing Office, Singapura 1: 759.<br />
Kartikaningrum, S., Yoyo Sulyo, Nur. Q. Hayati, dan Suryanah.<br />
2004. Hibridisasi anggrek Spathoglottis secara konvensional.<br />
Laporan Akhir Tahun Balai Penelitian Tanaman Hias,<br />
Segunung, Cianjur. hlm. 74-82.<br />
Lacandula, J.M.M. 2004. The amazing garden sentries (http://<br />
www.manilatimes.net/national/2004/may/04/yehey/life/<br />
20040504.html).<br />
Trubus. 1993. Menyilang Anggrek. Penebar Swadaya, Jakarta. hlm.<br />
27-40.<br />
82 Buletin Teknik Pertanian Vol. 10. Nomor 2, 2005