07.08.2013 Views

Pembelajaran “Pakem” Bahasa Inggris Dengan Metode Aplikasi

Pembelajaran “Pakem” Bahasa Inggris Dengan Metode Aplikasi

Pembelajaran “Pakem” Bahasa Inggris Dengan Metode Aplikasi

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

Mas’udi, <strong>Pembelajaran</strong> <strong>“Pakem”</strong> <strong>Bahasa</strong> <strong>Inggris</strong> <strong>Dengan</strong> <strong>Metode</strong> <strong>Aplikasi</strong> Strategi “Dalia”<br />

PEMBELAJARAN “PAKEM”<br />

BAHASA INGGRIS DENGAN METODE APLIKASI<br />

STRATEGI “DALIA”<br />

Mas’udi<br />

M.Ts Negeri 1 Malang<br />

e-mail: mcudy@ymail.com<br />

Abstract: <strong>Pembelajaran</strong> Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan / PAKEM or Active, Creative,<br />

Effective, and Joyful Learning is an alternative model of teaching English in Indonesia. However,<br />

implementing this model in teaching English is not easy because English is used as a medium of<br />

communication. As matter of a fact, in learning a language students have to deal with four skills<br />

such as listening, speaking, reading, and writing. Practices are required in order to get success.<br />

There are five strategies applied in the teaching and learning process proposed in this paper. They<br />

are Direct Practice, Authentic Material, Learning Community, Inquiry, and Authentic Assessment<br />

(DALIA). Some benefits can be taken from those strategies because they relate the materials in<br />

class with daily activities. Finally, PAKEM in teaching and learning English by using DALIA strategies<br />

can meet the basic competency of the curriculum.<br />

Key Words: PAKEM, teaching and learning English, DALIA strategies.<br />

<strong>Bahasa</strong> <strong>Inggris</strong> yang diajarkan sebagai<br />

bahasa asing mulai diminati para siswa di Indonesia,<br />

khususnya pada Sekolah Lanjutan<br />

(SMP/MTs dan SMA/MA). Hal ini dapat dilihat<br />

dari antusias mereka terhadap mata pelajaran<br />

tersebut di kelas. Minat tersebut tentunya harus<br />

dipertahankan, bahkan ditingkatkan. Salah satu<br />

cara yang dapat ditempuh adalah dengan<br />

mengemas kegiatan pembelajaran menarik dan<br />

menyenangkan. Ditawarkannya model pembelajaran<br />

PAKEM (<strong>Pembelajaran</strong> Aktif, Kreatif,<br />

Efektif, dan Menyenangkan) sangatlah dapat<br />

diterima dengan baik.<br />

Akan tetapi, dalam perjalanan pelaksanaan<br />

PAKEM ternyata tidak sepenuhnya<br />

dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan.<br />

Untuk menciptakan kegiatan pembelajaran<br />

efektif yang utamanya dapat menyenangkan<br />

sekaligus membuat siswa menjadi aktif dan<br />

kreatif ternyata tidaklah mudah. Seringkali<br />

ditemui kesulitan dalam menentukan dan<br />

menerapkan metode yang sesuai, sehingga<br />

PAKEM tidak dapat tercipta untuk mencapai<br />

tujuan pempelajaran.<br />

Di sisi lain, belajar bahasa <strong>Inggris</strong> berarti<br />

mempelajari bagaimana berkomunikasi, baik<br />

dalam bentuk lisan maupun tulisan, yang<br />

melibatkan keempat ketrampilan berbahasa:<br />

menyimak (listening), berbicara (speaking),<br />

membaca (reading), dan menulis (writing).<br />

Oleh karena itu, dalam proses pembelajarannya<br />

harus lebih dikaitkan dengan bagaimana siswa<br />

berkomunikasi menggunakan keempat ketrampilan<br />

bahasa tersebut dibanding unsur-unsur<br />

bahasanya; tata bahasa, kosa kata, lafal, dan<br />

ejaan. Dalam hal ini metode aplikasi, belajar<br />

melalui penerapan penggunaan bahasa target<br />

untuk berkomunikasi secara langsung, tentunya<br />

akan lebih membantu siswa mencapai tujuan<br />

pembelajaran dibanding harus belajar melalui<br />

teori yang lebih banyak melibatkan aturanaturan<br />

kebahasaan.<br />

Penulis telah melakukan percobaan<br />

berkaitan dengan model pembelajaran PAKEM<br />

serta dapat mencapai tujuan pembelajaran. Hasil<br />

yang dicapai menyimpulkan bahwa metode<br />

aplikasi dengan lima strategi: Direct Practice,<br />

Authentic Material, Learning Community In-<br />

9


10 Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011<br />

quiry, dan Authentic Assessment (DALIA),<br />

mampu memecahkan berbagai masalah pembelajaran<br />

(Mas’udi, 2009). Di samping itu,<br />

strategi DALIA dalam pembelajaran bahasa<br />

<strong>Inggris</strong> sangat efektif untuk mencapai tujuan<br />

pembelajaran, baik yang terkait dengan model<br />

PAKEM maupun Kompetensi Dasar yang telah<br />

ditetapkan oleh kurikulum sebab DALIA dapat<br />

memadukan antara materi kebahasaan dengan<br />

kehidupan nyata sehari-hari. Hal ini dapat dilihat<br />

dari keunggulan masing-masing strategi<br />

sebagaimana penjelasan berikut.<br />

Direct Practice dapat memberikan lebih<br />

banyak kesempatan kepada siswa untuk<br />

mempraktikkan bahasa yang dipelajarinya.<br />

<strong>Bahasa</strong> diajarkan kepada siswa agar dapat<br />

berkomunikasi baik lisan maupun tulisan dalam<br />

kehidupan sehari-hari, tapi bukan untuk<br />

menghafal teori dan aturan penggunaan bahasa<br />

tersebut. Semakin sering para siswa berlatih,<br />

semakin lancar mereka berkomunikasi dalam<br />

bahasa <strong>Inggris</strong>.<br />

Authentic material telah diklaim oleh<br />

beberapa ahli memiliki efek positif terhadap<br />

motivasi siswa di kelas (Fields, 1997; Peacock,<br />

1997). Mereka berpendapat bahwa materi<br />

autentik pada hakekatnya lebih menarik<br />

dibanding materi non-autentik, yaitu materi<br />

yang ditulis dan disiapkan untuk siswa seperti<br />

teks bacaan dan latihan pada buku-buku paket.<br />

Ada pula yang menambahkan bahwa materi<br />

atau teks autentik akan membawa pemahaman<br />

siswa untuk lebih mendekati budaya bahasa<br />

yang sedang dipelajarinya, membuat pembelajaran<br />

menyenangkan, dan karenanya<br />

menambah minat siswa (Peacock, 1997).<br />

Learning Community memberikan<br />

kesempatan untuk melakukan komunikasi dua<br />

arah, baik antara siswa dengan siswa atau siswa<br />

dengan guru. Terjadinya komunikasi dua arah<br />

menyebabkan bahasa <strong>Inggris</strong> yang sedang<br />

dipelajari dapat langsung dipraktekkan. Di<br />

samping itu, melalui kerja kelompok siswa<br />

dapat saling membantu, yang pandai kepada<br />

yang lemah, yang sudah tahu kepada yang<br />

belum tahu, dan sebagainya (Nurhadi, 2002).<br />

Inquiry memberikan kesempatan dan<br />

melatih siswa dalam mengembangkan kemampuan<br />

berfikir, terutama kemampuan melakukan<br />

observasi, bertanya, mengajukan dugaan,<br />

pengumpulan data, dan penyimpulan (Nurhadi,<br />

2002). Pemberian kesempatan kepada para<br />

siswa untuk menemukan dan mengembangkan<br />

materi yang disajikan menyebabkan mereka<br />

lebih leluasa mengembangkan ungkapan-ungkapan<br />

dalam bahasa <strong>Inggris</strong> yang dipelajarinya.<br />

Authentic Assessment dapat memberikan<br />

hasil penilaian yang sesuai dengan<br />

kemampuan dan ketrampilan siswa dalam<br />

menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong>. Hasil penilaian<br />

yang diperoleh selama proses pembelajaran<br />

berlangsung akan lebih mencerminkan kemampuan<br />

siswa dalam berbahasa dibanding tes akhir,<br />

terutama dalam bentuk tes tulis yang seringkali<br />

masih bersifat “to test about language” dibanding<br />

“to test language”. Kemampuan siswa<br />

dalam berbahasa lebih dapat dilihat dari<br />

keseharian dia menggunakan bahasa tersebut<br />

dibanding dengan hasil menyelesaikan sebuah<br />

tes akhir yang juga dapat dipengaruhi oleh<br />

kondisi siswa saat mengerjakan tes.<br />

PEMBAHASAN<br />

Mekanisme <strong>Pembelajaran</strong> dengan <strong>Metode</strong><br />

<strong>Aplikasi</strong><br />

Mekanisme pembelajaran bahasa <strong>Inggris</strong><br />

menggunakan metode aplikasi yang lebih<br />

menekankan bentuk praktek langsung (direct<br />

practice) baik antara siswa dengan siswa, siswa<br />

dengan guru, dan siswa dengan orang lain<br />

(selain guru bahasa <strong>Inggris</strong> yang mengajar pada<br />

saat itu). <strong>Pembelajaran</strong> dapat dilaksanakan di<br />

dalam kelas dan di luar kelas sesuai dengan<br />

bentuk persiapan yang dibuat oleh guru dengan<br />

mengaplikasikan lima komponen sebagai<br />

strategi: Direct practice, Authentic material,<br />

Learning community, Inquiry, dan Authentic<br />

assessment. Pengertian dari masing-masing<br />

strategi tersebut adalah sebagai berikut:<br />

Direct Practice (Praktek Secara Langsung)<br />

Strategi ini merupakan pokok dari metode<br />

pembelajaran bahasa <strong>Inggris</strong> aplikatif.<br />

Proses pembelajaran dikemas lebih banyak<br />

dalam bentuk praktek berkomunikasi langsung<br />

menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong> mengingat bahwa<br />

mempelajari bahasa berarti belajar berkomu-


Mas’udi, <strong>Pembelajaran</strong> <strong>“Pakem”</strong> <strong>Bahasa</strong> <strong>Inggris</strong> <strong>Dengan</strong> <strong>Metode</strong> <strong>Aplikasi</strong> Strategi “Dalia”<br />

nikasi, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan.<br />

Hal ini juga berarti mempelajari kehidupan<br />

sehari-hari di mana bahasa tersebut digunakan.<br />

Oleh karena itu, kemampuan guru dalam berkomunikasi<br />

menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong><br />

mutlak diperlukan. Guru harus selalu menggunakan<br />

bahasa tersebut, minimal selama<br />

proses pembelajaran berlangsung.<br />

Agar para siswa dapat lebih banyak<br />

melakukan praktek, penciptaan lingkungan<br />

berbahasa <strong>Inggris</strong> (English environment)<br />

menjadi sangat penting. Lingkungan di luar<br />

sekolah masih kurang mendukung akan hal ini.<br />

Istilah-istilah dan ungkapan-ungkapan berbahasa<br />

<strong>Inggris</strong>, seperti nama tempat-tempat<br />

usaha, sulit didapatkan, karena adanya keharusan<br />

menggunakan bahasa nasional Indonesia.<br />

Program-program televisi lebih banyak<br />

menayangkan acara-acara yang dalam bahasa<br />

aslinya menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong>, seperti<br />

film dan sebagainya, ditayangkan dalam bentuk<br />

bilingual atau diterjemahkan dalam bentuk teks.<br />

Oleh karena itu, lingkungan berbahasa <strong>Inggris</strong><br />

harus diciptakan di sekolah, minimal di kelas.<br />

Lingkungan berbahasa <strong>Inggris</strong> di kelas<br />

dapat diciptakan melalui tempelan gambargambar<br />

yang berkomentar dalam bahasa <strong>Inggris</strong><br />

dan ungkapan-ungkapan kalimat dalam bahasa<br />

<strong>Inggris</strong>. Adanya hiasan-hiasan dan tulisantulisan<br />

seperti anekdot, puisi, dan sebagainya<br />

dalam bahasa <strong>Inggris</strong> suasana di dalam kelas<br />

akan berbeda dengan kelas non-bahasa <strong>Inggris</strong>.<br />

Ketika para siswa memasuki ruang kelas, image<br />

mereka akan terbawa ke suasana asing di<br />

mana bahasa yang dipelajarinya berada, terutama<br />

jika pembelajaran di kelas tersebut sepenuhnya<br />

menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong>. Di<br />

samping itu, tempelan-tempelan tersebut juga<br />

dapat berfungsi sebagai media pembelajaran<br />

dalam rangka penyajian materi autentik.<br />

Authentic Material (Materi Otentik)<br />

Penyajian materi, baik yang dikaitkan<br />

dengan tema maupun pencapaian Kompetensi<br />

Dasar, hendaknya berbentuk materi otentik. Hal<br />

ini mengingat bahwa dalam pembelajaran suatu<br />

bahasa harus mengembangkan empat ketrampilan;<br />

menyimak, berbicara, membaca, dan<br />

11<br />

menulis. Oleh karena itu, aktivitas kelas harus<br />

dikaitkan dengan keempat ketrampilan tersebut,<br />

dengan memiliki referensi terhadap tujuan<br />

pembelajaran yang didasarkan pada keempatnya.<br />

1. Untuk ketrampilan menyimak, siswa dapat<br />

memahami bahasa yang diucapkan oleh<br />

penutur aslinya pada situasi serupa sebagai<br />

pengalamannya sendiri. Di samping itu, dia<br />

juga harus dapat memahami penggunaan<br />

bahasa sehari-hari, seperti pertanyaan<br />

berbagai kegiatan umum yang biasa<br />

dilakukan baik di dalam maupun di luar<br />

lingkungan sekolah, cerita, penjelasan<br />

tentang suatu kejadian, dan sebagainya.<br />

2. Untuk ketrampilan berbicara, siswa dapat<br />

bercakap-cakap menggunakan bahasa yang<br />

dipelajarinya pada situasi sehari-hari<br />

dengan lancar dan benar, dengan lafal<br />

seperti yang diucapkan oleh penutur<br />

aslinya. Siswa harus dapat bertanya dan<br />

menjawab pertanyaan mengenai aktivitas<br />

umum pada situasi kehidupan sehari-hari,<br />

menceritakan kembali berbagai cerita,<br />

menjelaskan kejadian-kejadian yang sudah<br />

banyak dikenal, dan sebagainya.<br />

3. Untuk ketrampilan membaca, bahwa siswa<br />

harus memiliki kemampuan membaca dan<br />

memahami teks yang ditulis dalam bahasa<br />

yang dipelajarinya tanpa secara sengaja<br />

melakukan penerjemahan.<br />

4. Untuk ketrampilan menulis, siswa harus<br />

dapat menuliskan berbagai penjelasan,<br />

laporan dan surat dengan jelas dan benar.<br />

Materi otentik dapat dibuat sendiri oleh<br />

guru. Materi otentik dapat didefinisikan sebagai<br />

materi yang dirancang atau ditulis bukan untuk<br />

tujuan pendidikan, melainkan untuk tujuan<br />

kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat<br />

(Little et al., 1989; Peacock, 1997; Nunan,<br />

1998). Siapa saja boleh membuat atau menulis<br />

materi otentik sepanjang materi tersebut dapat<br />

dipahami oleh penutur asli (native speaker)<br />

bahasa yang dipelajari (Michel, 1967; Lee,<br />

1995; Peacock, 1997). Guru dapat menyiapkannya<br />

dari surat kabar, majalah, puisi, lagu,<br />

dan sebagainya. Beberapa bentuk materi otentik<br />

yang terkadang memang sulit didapat, seperti


12 Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011<br />

kartu identitas, dapat dibuat tiruan menyerupai<br />

aslinya.<br />

Sebagai catatan tambahan, bahwa di<br />

dalam memilih materi otentik guru hendaknya<br />

berhati-hati sebab materi otentik bisa dianggap<br />

tidak otentik bagi siswa apabila tidak sesuai<br />

dengan respon siswa. Sementara interaksi yang<br />

sesuai antara siswa dengan materi tidak akan<br />

pernah terjadi jika siswa tersebut tidak mampu<br />

merespon materi yang disajikan dengan tepat<br />

(Lee, 1995). Akan tetapi, apakah materi<br />

tersebut akan dapat dikategorikan otentik bagi<br />

siswa tampaknya tergantung pada bagaimana<br />

guru menyiapkannya untuk para siswa. Sehubungan<br />

dengan hal ini, Lee (1995) menambahkan<br />

penjelasannya bahwa autentisitas siswa<br />

seharusnya tidak hanya dihubungkan dengan<br />

kesesuaian respon dengan materi, tetapi juga<br />

persepsi positip terhadap materi tersebut. Oleh<br />

karena itu, dalam memilih materi harus<br />

disesuaikan dengan level siswa dan lingkungan<br />

di mana siswa berada, yang terkait dengan<br />

kebutuhan siswa.<br />

Learning Community (Masyarakat belajar)<br />

Strategi ini mengharapkan siswa memperoleh<br />

pengetahuan dari hasil kerjasama<br />

dengan orang lain. Guru dalam setiap kegiatan<br />

pembelajaran diharapkan membiasakan siswa<br />

belajar dalam kelompok yang anggotanya<br />

heterogen. Melalui kelompok tersebut diharapkan<br />

siswa pandai dapat membantu yang lemah,<br />

yang sudah tahu memberi tahu pada yang belum<br />

tahu, yang cepat dapat memahami materi<br />

memberikan dorongan pada yang lambat, yang<br />

memiliki gagasan secepatnya mengajukan usul,<br />

dan sebagainya.<br />

Jika kegiatan kelas dikemas dalam bentuk<br />

sharing teacher, anggota (kelompok) learning<br />

community bukan hanya sebatas teman<br />

sekelasnya, tapi dapat juga teman di luar kelas,<br />

siswa di kelas yang lebih atas, atau bahkan orang<br />

lain (tenaga ahli) yang mungkin dihadirkan<br />

di kelas, sesuai dengan siapa atau guru yang<br />

dipersiapkan untuk melaksanakan sharing.<br />

Demikian pula dengan jumlah anggota<br />

kelompok bisa bervariasi dari dua, tiga, dan<br />

seterusnya.<br />

Ciri dari kelas learning community adalah<br />

terjadinya komunikasi dua arah. Kegiatan guru<br />

yang menerangkan atau memberikan informasi<br />

belum dapat disebut learning community<br />

apabila kesempatan untuk memperoleh dan<br />

mempelajari hanya terdapat pada siswa<br />

terhadap guru, sementara guru tidak mendapat<br />

kesempatan untuk memperoleh dan mempelajari<br />

informasi dari siswa. Demikian pula<br />

tidak diharapkan adanya siswa dalam kelompok<br />

belajar yang bertindak sebagai pemberi<br />

informasi semata, tetapi seluruh anggota saling<br />

memberi informasi, pendapat atau saling<br />

mempelajari.<br />

Inquiry (Menemukan)<br />

Kegiatan selama proses pembelajaran<br />

berlangsung hendaknya dikemas agar siswa<br />

banyak mencari dan menemukan mulai dari<br />

kosakata (vocabulary), ungkapan (phrase), dan<br />

kalimat (sentence). Demikian juga dengan tata<br />

bahasa (structure dan grammar). Biarkan siswa<br />

lebih banyak explore terhadap masalah-masalah<br />

tersebut dibanding dengan guru menjelaskannya.<br />

Untuk menciptakan kegiatan ini,<br />

misalnya dapat dikemas dalam bentuk diskusi<br />

sebab inti dari strategi ini adalah ‘siswa menemukan<br />

sendiri’. Artinya bahwa siswa memperoleh<br />

pengetahuan dan ketrampilan dari<br />

menemukan sendiri, bukan dari menerima dan<br />

mengingat teori-teori serta gambaran dari<br />

berbagai fakta. Fungsi dan tugas guru dalam<br />

hal ini adalah sebagai mediator yang merancang<br />

serangkaian kegiatan yang dapat membuat<br />

siswa menemukan.<br />

Menurut Nurhadi (2002), siklus inkuiri<br />

antara lain:<br />

a. Observasi (observation).<br />

b. Bertanya (questioning).<br />

c. Mengajukan dugaan (hypothesis).<br />

d. Pengumpulan data (data gathering).<br />

e. Penyimpulan (conclusion).<br />

Langkah-langkah yang dapat dilaksanakan<br />

dalam strategi menemukan adalah:<br />

a. Merumuskan masalah.<br />

b. Mengamati atau melakukan observasi.<br />

c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam


Mas’udi, <strong>Pembelajaran</strong> <strong>“Pakem”</strong> <strong>Bahasa</strong> <strong>Inggris</strong> <strong>Dengan</strong> <strong>Metode</strong> <strong>Aplikasi</strong> Strategi “Dalia”<br />

tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel dan<br />

bentuk karya lainnya.<br />

d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil<br />

karya pada pembaca, teman sekelas, guru,<br />

atau audien yang lain.<br />

Authentic Assessment (Penilaian yang<br />

sebenarnya)<br />

Penilaian merupakan proses pengumpulan<br />

data tentang perkembangan belajar siswa.<br />

Guru perlu mengetahui perkembangan belajar<br />

siswa guna melihat benar atau tidaknya serta<br />

sejauh mana keberhasilan proses pembelajaran<br />

yang dilalui siswa, untuk selanjutnya menetapkan<br />

tindakan yang tepat. Atas dasar tersebut,<br />

maka penilaian perlu dilakukan di sepanjang<br />

proses pembelajaran dan tidak dipisahkan dari<br />

kegiatan pembelajaran tersebut, bukan hanya<br />

pada akhir periode seperti semester dalam<br />

bentuk ulangan akhir semester (UAS) atau ujian<br />

nasional (UN).<br />

Penilaian lebih ditekankan pada proses<br />

pembelajaran, maka data yang terkumpul harus<br />

diperoleh dari kegiatan nyata yang dilakukan<br />

siswa ketika proses pembelajaran berlangsung.<br />

Untuk mengetahui perkembangan belajar siswa<br />

dibidang bahasa <strong>Inggris</strong>, misalnya, guru harus<br />

mengumpulkan data dari kegiatan nyata ketika<br />

para siswa (berkomunikasi) menggunakan<br />

bahasa tersebut, tapi bukan pada saat mengerjakan<br />

tes. Data yang diperoleh dari kegiatan<br />

siswa ketika menggunakan bahasa <strong>Inggris</strong>, baik<br />

yang dilakukan di dalam maupun di luar kelas,<br />

itulah yang disebut data autentik.<br />

Perkembangan belajar dinilai dari proses,<br />

bukan hanya dari hasil. Siswa yang dapat<br />

berkomunikasi dengan baik dan lancar menggunakan<br />

bahasa <strong>Inggris</strong> itulah yang berhak<br />

memperoleh nilai tinggi, tapi bukan hasil<br />

menyelesaikan tes tentang grammar. Authentic<br />

Assessment menilai pengetahuan dan<br />

ketrampilan yang diperoleh siswa. Oleh karena<br />

itu penilaian bukan hanya dapat dilakukan oleh<br />

guru tatapi juga teman (siswa) lain atau bahkan<br />

orang lain.<br />

Menurut Kasbolah (2003), ada beberapa<br />

karakteristik Authentic Assessments, antara<br />

lain:<br />

13<br />

a. Dilaksanakan selama dan sesudah proses<br />

pembelajaran berlangsung.<br />

b. Dapat digunakan untuk formatif maupun<br />

sumatif.<br />

c. Aspek yang diukur adalah pengetahuan dan<br />

keterampilan (performansi), bukan<br />

mengingat fakta.<br />

d. Berkesinambungan.<br />

e. Terintegrasi.<br />

f. Dapat digunakan sebagai feed back.<br />

Hal-hal yang dapat digunakan sebagai<br />

dasar menilai prestasi siswa antara lain proyek/<br />

kegiatan dan laporannya, pekerjaan rumah<br />

(PR), kuis, karya siswa, prestasi atau penampilan<br />

siswa, demontrasi, laporan, jurnal, hasil<br />

tes rutin, dan karya tulis.<br />

Kesimpulan<br />

Model PAIKEM untuk bahasa <strong>Inggris</strong>,<br />

dapat diwujudkan jika menggunakan metode<br />

aplikatif dengan lima strategi. 1) Direct practice,<br />

bentuk pembelajaran, baik yang dilaksanakan<br />

di dalam kelas maupun di luar kelas,<br />

dilaksanakan dalam bentuk praktek secara<br />

langsung. Artinya, bahasa <strong>Inggris</strong> selalu dipergunakan<br />

sebagai alat komunikasi pada setiap<br />

pembelajaran bahasa tersebut berlangsung. 2)<br />

Authentic material, dalam menyajikan materi<br />

pembejaran lebih diutamakan berbentuk materi<br />

otentik. 3) Learning community, kegiatan<br />

pembelajaran lebih banyak dilakukan secara<br />

berpasangan atau berkelompok, agar para siswa<br />

dapat saling bekerja sama, berdiskusi dan<br />

membantu satu dengan lainnya. 4) Inquiry, para<br />

siswa lebih banyak diberikan kesempatan untuk<br />

menemukan sendiri contoh-contoh ungkapan<br />

berkaitan dengan tema atau topik yang<br />

disajikan, termasuk unsur-unsur bahasa; tata<br />

bahasa, kosakata, lafal, dan ejaan. Guru lebih<br />

bertindak sebagai fasilitator. 5) Authentic assessment,<br />

penilaian dilaksanakan selama proses<br />

pembelajaran berlangsung, bukan hanya pada<br />

tes akhir.<br />

Rekomendasi<br />

Untuk dapat mewujudkan harapan di<br />

atas, hendaknya ditetapkan sebagai keharusan


14 Jurnal Penelitian Dan Pemikiran Pendidikan, Volume 1, Nomor 1, September 2011<br />

bagi guru bahasa <strong>Inggris</strong> benar-benar memiliki<br />

kompetensi yang cukup sebagai guru bahasa<br />

<strong>Inggris</strong>. Tidak mungkin seorang guru yang tidak<br />

bisa “pencak silat” dapat berhasil mengajar para<br />

siswa untuk memiliki ketrampilan pencak silat.<br />

Demikian pula dengan guru bahasa <strong>Inggris</strong>,<br />

yang di samping harus memiliki ketrampilan<br />

menggunakan bahasa tersebut untuk berkomunikasi<br />

juga dituntut untuk dapat memilih dan<br />

menetapkan metode atau pola pembelajaran,<br />

merancang kegiatan, dan tugas yang akan<br />

dilakukan oleh para siswa.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Fields, F. 1997. Notes on listening: authenticity.<br />

Modern English Teacher. vol. 6, no.<br />

3, pp. 49-51.<br />

Harmer, J. 1998. How to teach English. London:<br />

Longman.<br />

Kasbolah, E; Suyanto, K. 2003. Penilaian<br />

Otentik (Authentic Assessment). Maka-<br />

lah Disajikan pada kegiatan CTL di<br />

SMU Negeri 1 Malang tanggal 3 Juli<br />

2003.<br />

Lee, W. Y. 1995. Authenticity revisited: text<br />

authenticity and learner authenticity. ELT<br />

Journal, vol. 49, pp. 323-328.<br />

Mas’udi. 2009. <strong>Metode</strong> <strong>Aplikasi</strong> dengan<br />

Strategi DALIA untuk Menciptakan<br />

<strong>Pembelajaran</strong> Aktif, Kreatif, Efektif, dan<br />

Menyenangkan pada Siswa Madrasah<br />

Tsanawiyah Negeri Malang I. Laporan<br />

Penelitian tidak diterbitkan. Malang:<br />

MTsN Malang I.<br />

Nunan, D. 1998. Language Teaching Methodology.<br />

New Jersey: Prentice Hall.<br />

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual<br />

Teaching and Learning). Jakarta:<br />

Departemen Pendidikan Nasional,.<br />

Peacock, M. 1997. The effect of authentic materials<br />

on the motivation of EFL learners.<br />

ELT Journal, vol. 51. pp. 144-9.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!