10.08.2013 Views

13-II-2009-Maswar- set final.pdf - Balai Penelitian Tanah

13-II-2009-Maswar- set final.pdf - Balai Penelitian Tanah

13-II-2009-Maswar- set final.pdf - Balai Penelitian Tanah

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KECEPATAN DEKOMPOSISI BIOMASSA DAN AKUMULASI<br />

KARBON PADA KONVERSI LAHAN GAMBUT<br />

MENJADI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT<br />

<strong>Maswar</strong><br />

<strong>Balai</strong> <strong>Penelitian</strong> <strong>Tanah</strong>, Bogor<br />

ABSTRAK<br />

Hubungan antara isu-isu tentang karbon dengan pengelolaan gambut di<br />

Indonesia menjadi semakin penting, Hal ini salah satunya akibat dari konversi<br />

lahan gambut untuk perluasan perkebunan kelapa sawit yang menurut perkiraan<br />

melepaskan 2 miliar ton karbon ke atmosfer <strong>set</strong>iap tahunnya, sehingga<br />

menempatkan Indonesia menjadi pembuang emisi karbon ketiga terbesar di<br />

dunia <strong>set</strong>elah AS dan Cina. Berkaitan dengan masalah ini telah dilakukan<br />

penelitian yang bertujuan menghitung karbon yang hilang dan terakumulasi dan<br />

emisi gas rumah kaca (GRK) pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut.<br />

<strong>Penelitian</strong> dilaksanakan mulai bulan Mei 2008 sampai dengan Agustus <strong>2009</strong>,<br />

pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Suak Raya, Kecamatan Johan<br />

Pahlawan, kabupaten Aceh Barat. Sebanyak enam kantong serasah (litter bag)<br />

yang berisi biomassa dari tumbuhan yang dominan pada lokasi tersebut yaitu<br />

pelepah dan daun kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg.), Melastoma malabatricum<br />

dan Cycas sp., masing-masing sebanyak 100 g (berdasar berat kering oven)<br />

diletakkan dipermukaan tanah gambut (pada lapisan oksidasi) untuk mengetahui<br />

kecepatan dekomposisi, kehilangan karbon serta emisi gas CO2 selama proses<br />

dekomposisi berlangsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa <strong>set</strong>elah 14 bulan<br />

proses dekomposisi berlangsung biomassa yang tersisa adalah sebanyak 12,45,<br />

16,93, dan 74,57% masing-masing untuk Melastoma malabatricum, Elaeis<br />

guinensis Jacg dan Cycas sp. secara berturut-turut. Sementara itu, <strong>set</strong>iap<br />

kilogram biomassa mengalami kehilangan karbon sebanyak 470,2 g C; 464,0 g<br />

C, dan 109,2 g C masing-masing untuk Melastoma malabatricum, Elaeis<br />

guinensis Jacg. dan Cycas sp. secara berturut-turut. Dari <strong>set</strong>iap kilogram biomassa<br />

yang terdekomposisi ini akan mengemisikan GRK sekitar 1,73 kg CO2; 1,70 kg<br />

CO2 dan 0,40 kg CO2 /tahun, masing-masing untuk Melastoma malabatricum,<br />

Elaeis guinensis Jacg. dan Cycas sp. secara berturut-turut. Sedangkan potensi<br />

karbon yang dapat dikembalikan ke lahan <strong>set</strong>iap tahunnya adalah berkisar antara<br />

1,40-1,86 t C/ha dari pelepah dan daun sawit dan 7,99-10,37 t C/ha dari<br />

biomassa gulma. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa walaupun terjadi proses<br />

dekomposisi biomassa yang dikembalikan ke lahan gambut, namun <strong>set</strong>iap<br />

tahunnya masih ada bahan organik tersisa yang dapat dijadikan sebagai sumber<br />

cadangan karbon pada lahan gambut yang dikonversi menjadi perkebunan<br />

kelapa sawit.<br />

165


166<br />

<strong>Maswar</strong><br />

PENDAHULUAN<br />

Saat ini lahan gambut Indonesia telah menjadi pusat perhatian dunia<br />

karena fungsi dan peranannya dalam perbaikan atau penurunan kualitas<br />

lingkungan global. Hubungan antara isu-isu tentang karbon dengan pengelolaan<br />

gambut di Indonesia menjadi semakin penting, karena sekitar <strong>set</strong>engah dari lahan<br />

gambut di daerah tropika berada di Indonesia. Menurut Bellamy (1997) dan<br />

Global Peatland Initiative (2002) di dunia terdapat kurang lebih 400 juta ha lahan<br />

gambut, 90% di antaranya berada di daerah temperate dan 10% sisanya berada<br />

di daerah tropika. Sementara itu, lebih dari separuh luas lahan gambut tropika<br />

berada di Indonesia yakni sekitar 20 juta ha.<br />

Pengrusakan hutan lahan gambut di Indonesia masih terus berlangsung.<br />

Hal ini salah satunya adalah akibat dari perluasan perkebunan kelapa sawit.<br />

Selama periode 1985-2000 lahan gambut Indonesia telah dikonversi rata-rata<br />

1,3% (sekitar 260.000 ha) per tahun (Hooijer et al., 2006). Wetlands International,<br />

memperkirakan konversi lahan gambut Indonesia melepaskan 2 miliar ton karbon<br />

ke atmosfer <strong>set</strong>iap tahunnya. Ini sebanding dengan 8% dari emisi karbon<br />

manusia secara global dan hal inilah yang menempatkan kenapa Indonesia<br />

menjadi pembuang emisi karbon ketiga terbesar di dunia <strong>set</strong>elah AS dan Cina.<br />

Intervensi dan aktivitas masyarakat pada lahan gambut telah merubah fungsi<br />

lahan dari rosot (sinks) menjadi pelepas (source) karbon. Sebagai contoh, untuk<br />

memproduksi 1 metrik ton minyak sawit akan melepaskan CO2 sebesar 20 t ini<br />

hanya bersumber dari proses dekomposisi gambut tidak tercakup dari proses<br />

produksi atau pembakaran (Butler, 2007).<br />

Biomassa merupakan bagian penting dari dalam satu sistim pengelolaan<br />

lahan khususnya dalam usaha perkebunan kelapa sawit di lahan gambut. Salah<br />

satu peranannya adalah dalam menyerap karbon (carbon sequestration).<br />

Sebagai mana dijelaskan oleh Sorensen (1993) gambut tropika berperan penting<br />

dam ekosistim global yaitu sebagai penyimpan karbon, dalam hal ini biomassa<br />

berberan penting terhadap proses ini. Pada ekosistim gambut selalu terjadi<br />

proses dekomposisi baik dari bahan gambutnya sendiri maupun biomassa dari<br />

tumbuhan yang ada di atasnya. Untuk itu, diperlukan adanya pemahaman yang<br />

baik mengenai proses penimbunan dan pelepasan bahan organik atau karbon<br />

pada usahatani kelapa sawit di lahan gambut. Beberapa penelitian mengenai<br />

dekomposisi bahan organik khususnya bomassa telah dilaksanakan di lahan<br />

gambut (Brady, 1997; Alfred et al., 2001; Shimamura and Momose, 2005).<br />

Namun khususnya untuk Indonesia masih terbatas adanya informasi mengenai<br />

masukan dan keluaran karbon yang berkaitan dengan proses dekomposisi pada


Kecepatan Dekomposisi Biomassa dan Akumulasi Karbon pada Konversi Lahan Gambut<br />

perkebunan sawit di lahan gambut. <strong>Penelitian</strong> ini bertujuan untuk menghitung<br />

jumlah karbon yang hilang dan terakumulasi secara kuantitatif pada lahan gambut<br />

yang diusahakan untuk perkebunan kelapa sawit.<br />

BAHAN DAN METODE<br />

<strong>Penelitian</strong> dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai bulan Agustus <strong>2009</strong>.<br />

Lokasi penelitian dilakukan pada perkebunan kelapa sawit rakyat di Desa Suak<br />

Raya, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.<br />

Dalam penelitian ini, biomassa berasal dari tumbuhan yang dominan ada di<br />

lokasi yakni : a) biomassa dari pangkasan daun dan pelepah sawit Elaeis<br />

guinensis Jacg. yang dipotong <strong>set</strong>iap tiga bulan sekali; b) biomassa Melastoma<br />

malabatricum dan c) biomassa Cycas sp., (lampiding istilah lokal) yang biasanya<br />

(b dan c) dibabat <strong>set</strong>iap enam bulan sekali. Sampel masing-masing spesies<br />

dikumpulkan dan dikering-anginkan dan ditentukan kadar airnya. Selanjutnya<br />

sebanyak 100 g (berdasarkan berat kering oven) biomassa kering angin<br />

dimasukkan ke dalam kantong serasah (litter bag) yang terbuat dari bahan kasa<br />

nilon dengan ukuran 35 x 35 cm dengan ukuran lobang kasa 1 mm (Gambar 1).<br />

Untuk masing-masing spesies biomassa dibuat sebanyak enam kantong untuk<br />

diamati kecepatan dekomposisinya. Masing-masing kantong serasah diletakkan<br />

pada permukaan lahan atau pada lapisan oksidasi dari lahan gambut. Tiga dari<br />

enam kantong serasah diambil secara acak untuk diamati beratnya yang masih<br />

tersisa <strong>set</strong>elah periode waktu enam bulan, sedangkan yang tiga lagi diamati<br />

<strong>set</strong>elah periode waktu 14 bulan. Sesegera mungkin <strong>set</strong>elah kantong serasah<br />

diambil dari lapangan, masing-masing disimpan dalam kotak busa (ice box) dan<br />

dibawa ke laboratorium. Serasah yang tertinggal dalam kantong serasah <strong>set</strong>elah<br />

proses dekomposisi berjalan pada <strong>set</strong>iap pengamatan, dengan hati-hati<br />

dipisahkan/dikeluarkan dari kantong dan dibersihkan atau dipisah dari akar-akar<br />

tanaman dan tanah, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 70 o C selama<br />

48 jam, sehingga diperoleh berat biomassa yang tersisa dan kehilangan berat<br />

juga dapat dihitung.<br />

Untuk mengetahui kadar karbon masing-masing biomassa, baik sebelum<br />

maupun <strong>set</strong>elah proses dekomposisi berlangsung dilakukan dengan metode Lost<br />

on Ignition (LOI) yaitu dengan cara membakar sekitar 2 g sampel biomassa<br />

kering oven 105 o C dalam oven khusus pada suhu 550 o C selama 6 jam.<br />

167


168<br />

<strong>Maswar</strong><br />

Gambar 1. Biomassa dalam kantong serasah (litter bag) sebelum terdekomposisi<br />

Berat sampel yang hilang selama proses pembakaran adalah merupakan<br />

jumlah bahan organik yang terkandung dalam masing-masing biomassa.<br />

Sedangkan persentase karbon yang terkandung dalam masing-masing sampel<br />

biomassa dihitung dengan rumus :<br />

.................................................... (1)<br />

dimana :<br />

% C = Kandungan karbon biomassa<br />

%LOI = Persentase biomassa yang hilang pada proses Lost on Ignition<br />

Perhitungan emisi CO2<br />

Untuk mengetahui jumlah gas CO2 yang terbentuk atau teremisi akibat<br />

proses dekomposisi biomassa digunakan rumus :<br />

dimana :<br />

1<br />

%C = X %LOI<br />

1,724<br />

CO2 = C x 3,67 ................................................................ (2)<br />

CO2 = Jumlah gas CO2 hasil dekomposisi biomassa<br />

C = Berat atau jumlah karbon yang hilang selama proses dekomposisi


Kecepatan Dekomposisi Biomassa dan Akumulasi Karbon pada Konversi Lahan Gambut<br />

Penentuan produksi biomassa<br />

Untuk menentukan potensi produksi biomassa per tahun dari lahan<br />

perkebunan kelapa sawit dilakukan dengan cara menjumlahkan biomassa dari<br />

pangkasan daun kelapa sawit dengan biomassa gulma yang tumbuh pada<br />

perkebunan kelapa sawit tersebut yakni:<br />

• Biomassa pelepah dan daun kelapa sawit, dihitung dengan cara menimbang<br />

berat segar pelepah dan daun yang dipangkas secara langsung dilapang dan<br />

mengambil sebagian sample untuk ditentukan kadar airnya.<br />

• Biomassa gulma, dihitung dengan cara membuat petakan ukuran 1 x 1 m<br />

secara acak pada lokasi gulma. Kemudian seluruh biomassa dari tumbuhan<br />

yang ada dalam kotak tersebut dipangkas rata dengan permukaan tanah dan<br />

ditimbang berat segarnya.<br />

Biomassa gulma dan pelepah sawit ini selanjutnya ditentukan kadar airnya<br />

dengan cara memanaskan sekitar 100 g sampel biomassa segar dalam oven<br />

pada suhu 70 0 C selama 48 jam. Total berat kering biomassa dihitung dengan<br />

rumus :<br />

dimana :<br />

BM = Berat biomassa total<br />

%KA = Kadar air biomassa (dalam %)<br />

BMs = Total berat biomassa segar.<br />

BM = (100 - %KA)/100 x BMs ......................................... (3)<br />

Biomassa kering oven ini selanjutnya digiling dan diambil sekitar 2 g untuk<br />

penentuan kadar abu dan bahan organik serta kandungan karbonnya dengan<br />

metode Lost on Ignition menggunakan rumus 1.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Pola perubahan berat biomassa yang terjadi selama 14 bulan proses<br />

dekomposisi berlangsung untuk masing masing spesies disajikan pada Tabel 1,<br />

sedangkan keragaan dari masing-masing spesies <strong>set</strong>elah 14 bulan<br />

terdekomposisi disajikan dalam Gambar 1.<br />

169


170<br />

<strong>Maswar</strong><br />

Tabel 1. Pola dekomposisi dari masing-masing spesies biomassa<br />

Biomassa<br />

Berat biomassa yang tinggal<br />

Awal (0 bulan) Setelah 6 bulan Setelah 14 bulan<br />

................................. % atau g .................................<br />

Elais guenensis Jacg. 100,00 54,75 16,93<br />

Melastoma malabatrikum 100,00 40,36 12,45<br />

Cycas sp. 100,00 98,91 74,57<br />

Terlihat bahwa <strong>set</strong>elah 14 bulan terdekomposisi, masih ada tersisa bahan<br />

tanaman yang tidak ikut terdekomposisi untuk semua jenis biomassa. Biomassa<br />

Cycas sp. terlihat lebih tahan terhadap proses dekomposisi kemudian diikuti<br />

biomassa kelapa sawit (Elais guenensis Jacg.) dan Melastoma malabatrikum. Hal<br />

ini menunjukkan bahwa apabila biomassa tumbuhan dalam hal ini hasil<br />

pemangkasan daun kelapa sawit dan penyiangan gulma dikembalikan atau<br />

diupayakan tetap berada pada lahan, masih berpotensi mengakumulasi bahan<br />

gambut sebesar 12,45; 16,98; dan 74,57% dari total produksi biomassa yang<br />

dibiarkan tinggal pada permukaan lahan, masing-masing untuk Melastoma<br />

malabatrikum, Elais guenensis Jacg., Cycas sp. secara berturut-turut (Tabel 1).<br />

Elaeis guenensis Jacg.<br />

Cycas sp. Melastoma malabatricum<br />

Gambar 2. Keragaan dari biomassa <strong>set</strong>elah 14 bulan mengalami proses<br />

dekomposisi<br />

Dari Gambar 2 terlihat bahwa <strong>set</strong>elah 14 bulan proses dekomposisi<br />

berjalan masih ada bagain-bagian tanaman yang masih utuh seperti: pelepah<br />

daun sawit (Elaeis guenensis Jacg.), batang pakis (Cycas sp.), batang Elaeis<br />

guenensis Jacg. Umumnya yang cepat hancur adalah bagian lembaran daun dari<br />

tanaman, yang mana <strong>set</strong>elah 14 bulan terdekomposisi bentuk asli dari dari daun<br />

sudah tidak terlihat lagi yang tersisa hanya hancuran daun yang ukurannya > 1<br />

mm.


Kecepatan Dekomposisi Biomassa dan Akumulasi Karbon pada Konversi Lahan Gambut<br />

Untuk menentukan besarnya karbon yang hilang selama proses<br />

dekomposisi biomassa dan memprediksi besarnya emisi gas rumah kaca (GRK)<br />

khususnya gas CO2 (karena selama proses dekomposisi bahan organik dalam<br />

kondisi aerob gas yang dihasilkan adalah CO2), maka diperlukan data kandungan<br />

bahan organik dan kadar abu sebelum dan <strong>set</strong>elah proses dekomosisi<br />

berlangsung dari masing-masing jenis biomassa. Dengan diketahuinya<br />

kandungan bahan organik dan kadar abu sebelum dan sesudah proses<br />

dekomposisi dapat dihitung jumlah karbon yang hilang menggunakan rumus 1<br />

dan CO2 yang dihasilkan menggunakan rumus 2 dalam metodologi.<br />

Besarnya kandungan bahan organik, kadar abu, kadar karbon sebelum dan<br />

sesudah proses dekomposisi dan gas CO2 yang diemisikan dari masing-masing<br />

jenis biomassa disajikan dalam Tabel 2.<br />

Tabel 2. Kadar bahan organik, abu, dan karbon sebelum dan sesudah proses<br />

dekomposisi serta emisi CO2 dari 100 g biomassa<br />

Biomassa<br />

Berat awal Berat akhir Berat yang hilang<br />

B-org Abu C B-org Abu C B-org Abu C<br />

……………………………………. g …………………………………….<br />

Elaeis<br />

guenensis Jacg.<br />

95,64 4,36 55,48 15,64 1,29 9,07 80,00 3,07 46,40 170,30<br />

Melastoma<br />

malabatrikum<br />

92,03 7,97 53,38 10,96 1,49 6,36 81,07 6,48 47,02 172,58<br />

Cycas sp. 90,69 9,31 52,60 71,87 2,70 41,69 18,82 6,61 10,92 40,06<br />

Terlihat bahwa selama 14 bulan proses dekomposisi berjalan, untuk <strong>set</strong>iap<br />

kg biomassa terjadi kehilangan atau teremisi karbon sebesar 109,2 g C; 464,0 g<br />

C, dan 470,2 g C masing-masing untuk Cycas sp.; Elaeis guenensis Jacg., dan<br />

Melastoma malabatrikum secara berturut-turut. Apabila diasumsikan bahwa<br />

besarnya karbon yang hilang selama proses dekomposisi ini seluruhnya<br />

membentuk gas CO2, maka besarnya gas rumah kaca (GRK) yang diemisikan<br />

dari proses dekomposisi <strong>set</strong>iap kg biomassa per tahunnya adalah sekitar 400,6;<br />

1.703,0; dan 1.725,8 g CO2 masing-masing untuk biomassa Cycas sp.; Elaeis<br />

guenensis Jacg., dan Melastoma malabatrikum secara berturut-turut.<br />

Produksi biomassa pada perkebunan kelapa sawit di lahan gambut yang<br />

apabila dibiarkan tinggal di lahan berpotensi untuk menambah cadangan karbon<br />

lahan gambut disajikan pada Tabel 3.<br />

Terlihat bahwa total produksi biomassa per tahun dari hasil pangkasan<br />

daun sawit adalah sekitar 2,53-3,35 t. Ini berasal dari hasil pangkasan daun sawit<br />

CO2<br />

171


172<br />

<strong>Maswar</strong><br />

yang dilaksanakan <strong>set</strong>iap empat bulan sekali yang mana <strong>set</strong>iap kali<br />

pemangkasan ada sekitar tiga lembar pelepah daun tua yang dipotong dengan<br />

berat segar sekitar 4-6 kg per pelepah, dengan kadar air 62,35% dan abu 4,36%.<br />

Di sisi lain gulma yang tumbuh di perkebunan kelapa sawit juga sangat besar<br />

potensi biomassanya yakni berkisar antara 14,94-19,39 t/ha/tahun yang berasal<br />

dari berat akumulatif hasil pemangkasan yang biasanya dilaksanakan <strong>set</strong>iap<br />

enam bulan sekali. Apabila biomassa hasil pangkasan daun kelapa sawit dan<br />

gulma ini dikumpulkan dan dibiarkan tetap berada di lahan perkebunan, maka<br />

karbon yang dikembalikan ke lahan <strong>set</strong>iap tahunnya adalah sekitar 9,39-12,23 t<br />

C/ha/tahun (Tabel 3).<br />

Tabel 3. Total potensi produksi biomassa pada perkebunan kelapa sawit di<br />

lahan gambut<br />

Jenis biomassa<br />

Produksi biomassa<br />

Biomassa kering oven Setara C<br />

..................... t/ha/tahun .....................<br />

Pelepah dan daun sawit 2,53 ± 3,35 1,40 ± 1,86<br />

Biomassa penyiangan (Melastoma<br />

malabatricum + Cycas sp., dll)<br />

14,94 ± 19,39 7,99 ± 10,37<br />

Total 17,47 ± 22,74 9,39 ± 12,23<br />

Apabila dikaitkan dengan hasil proses dekomposisi Tabel 1 dan Tabel 2<br />

yang mana pelepah sawit yang tersisa adalah sebanyak 16,93% dan rata-rata<br />

biomassa gulma yang tertinggal (biomassa Melastoma malabatricum + Cycas<br />

sp.) adalah 43,51% maka dapat diprediksi total karbon bersih (net carbon) yang<br />

terakumulasi dari sisa dekomposisi biomassa adalah sekitar 3,08-4,77 t C/ha/<br />

tahun.<br />

KESIMPULAN<br />

1. Walaupun biomassa sisa tumbuhan yang dikembalikan ke lahan mengalami<br />

proses dekomposisi, namun <strong>set</strong>elah lebih dari satu tahun masih ada tersisa<br />

bahan organik dari proses dekomposisi tersebut yang jumlahnya berkisar<br />

antara 12,45; 16,93; dan 74,57% dari total berat biomassa awal atau sekitar<br />

63,6; 90,7; dan 416,9 g C per kg biomassa pertahun, masing-masing untuk<br />

Melastoma malabatrikum, Elaeis guenensis Jacg., dan Cycas sp. secara<br />

berturut-turut.<br />

2. Setiap kilogram biomassa yang dikembalikan pada lahan gambut dalam<br />

periode waktu 14 bulan akan kehilangan karbon sebesar 109,2; 464,0; dan


Kecepatan Dekomposisi Biomassa dan Akumulasi Karbon pada Konversi Lahan Gambut<br />

470,2 g C atau mengemisikan gas rumah kaca (GRK) sebanyak: 400,6;<br />

1.703,0; dan 1.725,8 g CO2 masing-masing untuk biomassa Cycas sp., Elaeis<br />

guenensis Jacg., dan Melastoma malabatrikum secara berturut-turut.<br />

3. Potensi biomassa yang dapat dikembalikan sebagai sumber cadangan<br />

karbon yang berasal dari sisa tumbuhan pada usaha tani kelapa sawit di<br />

lahan gambut adalah berkisar antara 17,47-22,74 t biomassa kering air per<br />

ha per tahun dengan total karbon sekitar 9,39-12,23 t C/ha/tahun.<br />

Ucapan terima kasih<br />

<strong>Penelitian</strong> ini dibiayai oleh The World Agroforestry Centre (ICRAF), Bogor,<br />

melalui kerjasama penelitian dengan <strong>Balai</strong> <strong>Penelitian</strong> <strong>Tanah</strong>, Bogor, dalam<br />

rangka pelaksanaan kegiatan penelitian ReGrin di Provinsi Nanggroe Aceh<br />

Darussalam, dan dana “Individual Student-Attachment/Degree Fellowsip” dari<br />

ICRAF.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Alfred, E., Hartemink, and J.N. O’Sullivan. 2001. Leaf litter decomposition of Piper<br />

aduncun, Gliricidia sepium, and Imperata cylindrica in humid lowlands of<br />

Papua New Gunea. Plant and Soil 230:115-124.<br />

Bellamy, D.J. 1997. Peatland of Indonesia: their key role in global conservationcan<br />

they be used sustainably. Pp 19-21. In I.O. Reley and S.E. Page (Ed.).<br />

Tropical Peatland. Samara Pub. Ltd. Cardigan,<br />

Brady, M.A. 1997. Organic Matter Dynamics Of Coastal Peat Deposits in Sumatra,<br />

Indonesia. Ph.D. University of British Columbia, Vancouver, Canada.<br />

Butler, R. 2007. Is peat swamp worth more than palm oil plantations? mongabay.<br />

com. http://news.mongabay.com/2007/0717-indonesia.htm.<br />

Global Peatland Initiative. 2002. World Peatland Map.<br />

Hooijer, A., M. Silvius, H. Wösten, and S. Page. 2006. PEAT CO2, assessment of<br />

CO2 emission from drained peatlands in SE Asia. Wetland International<br />

and Delft Hydraulics report Q3943.<br />

Shimamura, T. and K. Momose. 2005. Organic matter dynamics control plant<br />

species coexistence in a tropical peat swamp forest. Pp 1503-1510. In<br />

Proceedings of the Royal Society: B 272.<br />

Sorensen, K.W. 1993. Indonesian peat swamp forests and their role as a carbon<br />

sink. Chemosphere 27(6):1065-1082.<br />

173


174<br />

<strong>Maswar</strong><br />

TANYA JAWAB<br />

Pertanyaan (M. Noor, Balittra) :<br />

Bagaimana studi tentang emisi karbon di lahan sawit telah dilakukan oleh<br />

berbagai pihak dengan metode yang berbeda-beda. Apakah ada kisaran antara<br />

nilai hasil pengukuran dengan asumsi-asumsi yang bapak gunakan ?<br />

Jawaban :<br />

Metode pengukuran berbeda hasilnya. Kami mengukur kehilangan karbon<br />

selama 14 bulan (pengukuran dilakukan di laboratorium), ada juga peneliti lain<br />

yang mengukur kehilangan C langsung di lapangan dan ternyata hasilnya juga<br />

berbeda. Untuk kalibrasi didekati dari kadar abu sehingga dapat dihitung C yang<br />

hilang.<br />

Pertanyaan (K. Nugroho, BBDLP) :<br />

Berbagai kalangan baik nasional maupun internasional berpendapat bahwa ada<br />

kecenderungan Indonesia menjadi emitor GRK ? hasil pak <strong>Maswar</strong> dan peneliti<br />

lainnya perlu dipublikasikan/diinformasikan ke berbagai kalangan guna mendukung<br />

kita untuk mengklarifikasi pendapat/pandangan tersebut.<br />

Jawaban :<br />

Terima kasih komentarnya.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!