10.08.2013 Views

kualitas limbah pertanian sebagai bahan baku pembenah tanah ...

kualitas limbah pertanian sebagai bahan baku pembenah tanah ...

kualitas limbah pertanian sebagai bahan baku pembenah tanah ...

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI BAHAN BAKU<br />

PEMBENAH TANAH BERUPA BIOCHAR UNTUK<br />

REHABILITASI LAHAN<br />

NL. Nurida, A. Dariah dan A. Rachman<br />

ABSTRAK<br />

Dalam upaya meningkatkan <strong>kualitas</strong> sifat fisik <strong>tanah</strong>, sebaiknya dipilih<br />

<strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> dari <strong>bahan</strong> yang sulit terdekomposisi agar dapat bertahan lama<br />

dalam <strong>tanah</strong>. Bahan yang mudah diperoleh dan relatif murah adalah penggunaan<br />

<strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> seperti tempurung kelapa, kulit buah kakao, sekam padi, batang<br />

kayu bakau, tempurung kelapa sawit dll. Penelitian ini bertujuan untuk<br />

mendapatkan <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> yang ber<strong>kualitas</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong><br />

<strong>tanah</strong> dalam rangka rehabilitasi lahan kering. Limbah <strong>pertanian</strong> yang diuji adalah<br />

(1) tempurung kelapa, (2) kulit buah kakao, (3) sekam padi, dan (4) kulit kelapa<br />

sawit, dengan lama pembakaran (1) 1 jam, (2) 2 jam dan (3) 3,5 jam.<br />

Pembakaran dilakukan dengan menggunakan pirolisator untuk mendapatkan<br />

arang (biochar) melalui pembakaran tidak sempurna (pyrolisis) dengan suhu<br />

sekitar 250-300 0 C. Kriteria yang digunakan jumlah arang yang dihasilkan<br />

kemampuan meretensi air (water holding capacity), C-organik total, dan<br />

kelembaban, kadar N, P, dan K. Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui<br />

proses pembakaran tidak sempurna (pirolisis), jumlah arang yang dihasilkan<br />

sekitar 18,0-53,5%. Tempurung kelapa sawit, kulit buah kakao dan sekam padi<br />

menghasilkan arang yang paling tinggi bila dibakar selama 3.5 jam, sedangkan<br />

hasil arang tertinggi dari tempurung sawit dicapai bila dibakar selama 1 jam.<br />

Kemampuan meretensi air paling tinggi dicapai bila dilakukan pembakaran<br />

selama 1 jam untuk arang tempurung kelapa dan tempurung sawit, serta<br />

pemakaran 3,5 jam untuk arang kulit buah kakao dan sekam padi. Kadar Corganik<br />

arang tempurung kelapa tergolong paling rendah yaitu hanya C-organik<br />

sebesar 1,37-1,70%, selain itu kandungan unsur hara makro yang terkandung<br />

dalam arang tempurung kelapa juga tergolong paling rendah baik yang dibakar 1<br />

jam, 2 jam maupun 3,5 jam. Dengan pertimbangan sifat fisik dan kimia arang<br />

yang dihasilkan, maka telah terpilih 3 jenis <strong>bahan</strong> arang (biochar) terbaik yaitu<br />

kakao dengan lama pembakaran 3,5 jam; tempurung sawit dengan lama<br />

pembakaran 1 jam dan sekam padi dengan lama pembakaran 3.5 jam.<br />

PENDAHULUAN<br />

Pada saat ini, <strong>pertanian</strong> tanaman pangan di lahan kering dihadapkan<br />

kepada masalah pengelolaan lahan yang tidak sesuai dengan potensi dan<br />

kesesuaiannya. Selain untuk menanggulangi penurunan degradasi kimia <strong>tanah</strong>,<br />

kegiatan rehabilitasi lahan juga harus diarahkan pada perbaikan sifat fisik <strong>tanah</strong>.<br />

211


212<br />

NL. Nurida et al.,<br />

Untuk mempercepat pemulihan sifat fisik <strong>tanah</strong> perlu dilakukan upaya rehabilitasi<br />

lahan dengan menggunakan berbagai <strong>bahan</strong> amelioran yang mudah tersedia.<br />

Salah satu upaya perbaikan <strong>kualitas</strong> <strong>tanah</strong> yang dapat ditempuh adalah<br />

penggunaan <strong>bahan</strong>-<strong>bahan</strong> yang tergolong <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>.<br />

Dalam upaya meningkatkan <strong>kualitas</strong> sifat fisik <strong>tanah</strong>, sebaiknya dipilih <strong>bahan</strong><br />

<strong>pembenah</strong> dari <strong>bahan</strong> yang sulit terdekomposisi agar dapat bertahan lama dalam<br />

<strong>tanah</strong>. Bahan yang mudah diperoleh dan relatif murah adalah penggunaan <strong>limbah</strong><br />

<strong>pertanian</strong> seperti tempurung kelapa, kulit buah kakao, sekam padi, batang kayu<br />

bakau, tempurung kelapa sawit dan lain-lain. Bahan-<strong>bahan</strong> tersebut sangat sulit<br />

didekomposisi, dan dalam penerapannya diperlukan proses antara yaitu<br />

pembakaran tidak sempurna (pyrolisis) sehingga diperoleh arang yang<br />

mengandung karbon aktif untuk diaplikasikan ke dalam <strong>tanah</strong>.<br />

Di Indonesia potensi penggunaan charcoal atau biochar cukup besar,<br />

mengingat <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam padi,<br />

tanaman bakau cukup tersedia. Potensi tempurung kelapa di Indonesia sangat<br />

besar mengingat luas areal tanaman kelapa di Indonesia tergolong terluas di<br />

dunia yaitu mencapai 3,7 juta hektar dengan produksi setara kopra sebesar 3 juta<br />

ton (Ditjen Bina Produksi, 2001). Proporsi tempurung dari satu buah kelapa<br />

sekitar 15-19%. Pembuatan arang cukup dikenal masyarakat Indonesia, namun<br />

belum dimanfaatkan <strong>sebagai</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>, selama ini umumnya pembuatan<br />

arang (charcoal) dari <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> ditujukan untuk ekspor. Data dari Biro<br />

Pusat Statistik (2000) menunjukkan bahwa ekspor arang terus meningkat<br />

terutama yang berasal dari tempurung kelapa. Okimori et al. (2003) melaporkan<br />

bahwa pada tahun 2000, Indonesia mampu mengekspor sekitar 150.000 ton<br />

arang yang berasal dari bakau (44 394 ton), tempurung kelapa (26 735 ton) dan<br />

sisanya berasal dari kayu.<br />

Penggunaan <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> ber<strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong><br />

yang sulit terdekomposisi merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh<br />

untuk mempercepat peningkatan <strong>kualitas</strong> sifat fisik <strong>tanah</strong>. Kendala-kendala fisik<br />

dalam pemanfaatan lahan kering <strong>sebagai</strong> sumber pangan dapat dikurangi<br />

sehingga produksi tanaman dapat ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk<br />

mendapatkan <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> yang ber<strong>kualitas</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong><br />

<strong>tanah</strong> dalam rangka rehabilitasi lahan kering.


Kualitas <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

METODE PENELITIAN<br />

Pemilihan <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> ber<strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong><br />

dilakukan di laboratorium. Mengingat <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> mempunyai<br />

<strong>kualitas</strong> yang berbeda, maka untuk menghasilkan arang dalam bentuk padatan<br />

diperlukan waktu pembakaran yang berbeda pula. Limbah <strong>pertanian</strong> yang diuji<br />

adalah (1) tempurung kelapa, (2) kulit buah kakao, (3) sekam padi, dan (4)<br />

tempurung kelapa sawit, dengan lama pembakaran (1) 1 jam, (2) 2 jam dan (3)<br />

3,5 jam. Pembakaran dilakukan dengan menggunakan pirolisator untuk<br />

mendapatkan arang (biochar) melalui pembakaran tidak sempurna (pyrolisis)<br />

dengan suhu sekitar 250-300 0 C. Masing-masing jenis <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> dimasukkan ke<br />

dalam drum pirolisator sampai penuh, selanjutnya hasil pembakaran (arang)<br />

ditimbang. Pengujian <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> dilakukan untuk mendapat 3 (tiga)<br />

jenis <strong>bahan</strong> yang terbaik berdasarkan kriteria jumlah arang yang dihasilkan<br />

kemampuan meretensi air (water holding capacity), C-organik total, dan<br />

kelembaban, kadar N, P, dan K. Pengamatan terhadap kriteria penilaian<br />

dilakukan sebelum dan sesudah proses pembakaran.<br />

HASIL PENELITIAN<br />

Kualitas <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> arang (biochar)<br />

Kualitas <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> yang digunakan <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> arang<br />

(biochar) yang berasal dari <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> cukup beragam. Ditinjau sifat kimia<br />

tanaman, keempat jenis <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> tersebut sangat potensial untuk<br />

dijadikan <strong>bahan</strong> arang, namun perlu diuji lamanya pembakaran yang ideal untuk<br />

menghasilkan arang yang ber<strong>kualitas</strong>. Selain itu, untuk menentukan <strong>limbah</strong><br />

<strong>pertanian</strong> yang terbaik <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berupa arang masih<br />

perlu dilihat dari sifat kimia dan fisika arang yang dihasilkan. Ogawa (2006)<br />

mengemukakan bahwa <strong>kualitas</strong> charcoal atau biochar sangat tergantung pada<br />

sifat kimia dan fisik biochar yang ditentukan oleh jenis <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> (kayu lunak,<br />

kayu keras, sekam padi dll.) dan metode karbonisasi (tipe alat pembakaran,<br />

temperatur), dan bentuk biochar (padat, serbuk, karbon aktif).<br />

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kandungan C-organik dan kandungan<br />

unsur hara makro seperti N, P dan K dari tempurung kelapa tergolong paling<br />

rendah dibandingkan ketiga <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> lainnya (kulit kakao, tempurung<br />

kelapa sawit dan sekam padi). Limbah <strong>pertanian</strong> yang digunakan <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong><br />

<strong>baku</strong> pembuatan arang adalah <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> dengan rasio C/N yang tinggi<br />

213


214<br />

NL. Nurida et al.,<br />

(>20), bahkan tempurung kelapa mempunyai rasio C/N yang sangat tinggi yaitu<br />

122. Limbah <strong>pertanian</strong> dengan rasio C/N tinggi tersebut kurang potensial untuk<br />

dijadikan kompos, namun sangat potensial untuk dijadikan arang (biochar) yang<br />

mampu berfungsi <strong>sebagai</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>. Kandungan C-organik total cukup<br />

tinggi yaitu > 20%, bahkan kulit buah kakao, tempurung sawit dan sekam padi<br />

memiliki kandungan C-organik total > 35%. Selain itu kandungan unsur hara<br />

esensial (N, P dan K) dari tempurung kelapa relatif lebih rendah dibandingkan<br />

<strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> lainnya.<br />

Tabel 1. Hasil analisis <strong>bahan</strong> arang (biochar) dari <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> yang<br />

digunakan<br />

Variabel<br />

Tempurung<br />

kelapa<br />

Kulit buah<br />

kakao<br />

Tempurung<br />

kelapa sawit<br />

Sekam padi<br />

C-organik total (%) 24.33 37.5 37.53 35.98<br />

Asam humat (%) 0.56 0.91 2.1 0.79<br />

Asam fulfat (%) 0.71 3.31 2.36 1.57<br />

Kadar abu (%) 2.09 13.65 10.04 27.05<br />

Kadar N (%) 0.20 1.91 1.09 0.73<br />

C/N rasio 122 20 34 49<br />

Kadar P (%) 0.02 0.4 0.09 0.14<br />

Kadar K (%) 0.01 0.47 0.01 0.03<br />

Sifat fisik arang (biochar) <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Pada Tabel 2 dapat dilihat hasil analisis arang yang dihasilkan dari empat<br />

macam <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> dengan lama pembakaran 1 jam, 2 jam dan 3,5 jam.<br />

Setelah melalui proses pembakaran tidak sempurna (pirolisis) terlihat bahwa<br />

jumlah arang yang dihasilkan sekitar 18,0-53,5%. Tempurung kelapa , kulit buah<br />

kakao dan sekam padi menghasilkan arang yang paling tinggi bila dibakar selama<br />

3.5 jam, sedangkan hasil arang tertinggi dari tempurung sawit dicapai bila dibakar<br />

selama 1 jam. Namun demikian, untuk menghasilkan arang secara menyeluruh<br />

dibutuhkan waktu yang berbeda yaitu 2 jam, 1 jam, 9 jam dan 1 jam masingmasing<br />

untuk tempurung kelapa, kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit dan<br />

sekam padi (Tabel 2). Perbedaan waktu yang dibutuhkan sampai terbentuk arang<br />

tergantung pada kadar air, bentuk dan komposisi kimia <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> yang<br />

digunakan. Pembakaran dengan temperatur yang lebih tinggi akan menurunkan<br />

produksi biochar namun meningkatkan fixed carbon (Tanaka, 1963), sedangkan<br />

proporsi abu biochar berpengaruh langsung terhadap nilai pH.


Kualitas <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Tabel 2. Hasil analisis fisik biochar <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Variabel 1<br />

jam<br />

Tempurung kelapa Kulit Kakao Tempurung Sawit Sekam padi<br />

2<br />

jam<br />

3.5<br />

jam<br />

1<br />

jam<br />

Berat arang (kg) 7.0 7.5 7.6 2.8 2.7 3.3 10.7 11.4 21.8 2.8 2.8 3.8<br />

Persentase arang (%) 23.3 25.0 25.3 18.7 18.0 22.0 53.5 45.6 48.4 23.3 23.3 30.4<br />

Persentase abu (%) 2.0 1.7 1.3 4.7 3.3 0.0 2.5 2.8 3.3 13.3 11.7 11.2<br />

Volume asap cair (liter)<br />

Persentase asap cair<br />

6 7.5 11.5 5 5.5 6 6 8 12 3.5 3 5<br />

(%)<br />

Kemampuan retensi air<br />

20.0 25.0 38.3 33.3 36.7 40.0 30.0 32.0 26.7 29.2 25.0 40.0<br />

(%) 55.1 48.2 49.6 47.6 49.4 50.5 63.2 63.1 62.6 37.5 38.3 40.0<br />

Kadar air (%) 8 6 7.5 17.5 19.5 11.5 5 3 6 2 3 2.5<br />

(%) 70<br />

60<br />

50<br />

40<br />

30<br />

20<br />

(%) 70<br />

60<br />

50<br />

40<br />

30<br />

20<br />

1 jam<br />

Tempurung kelapa<br />

2 jam 3.5 jam<br />

5' 10' 15' 20' 25' 30' 40' 50' 60' 75' 90'<br />

Waktu (menit)<br />

1 jam<br />

Tempurung kelapa sawit<br />

2 jam 3.5 jam<br />

5' 10' 15' 20' 25' 30' 40' 50' 60' 75' 90'<br />

Waktu (menit)<br />

Gambar 1. Kemampuan retensi air biochar <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong><br />

Kemampuan meretensi air merupakan kriteria yang penting mengingat<br />

<strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berupa arang akan digunakan di lahan kering yang<br />

mempunyai kendala ketersediaan air. Arang tempurung kelapa sawit mempunyai<br />

kemampuan meretensi air paling tinggi yaitu sekitar 62,6 – 63,2%, sedangkan<br />

arang lainnya berkisar antara 37,5% sampai 55,1%. Kemampuan merentensi air<br />

kemungkinan sangat tergantung pada bentuk dan porositas (volume pori) arang<br />

2<br />

jam<br />

(%) 70<br />

60<br />

50<br />

40<br />

30<br />

20<br />

(%) 70<br />

60<br />

50<br />

40<br />

30<br />

20<br />

3.5<br />

jam<br />

1<br />

jam<br />

2<br />

jam<br />

3.5<br />

jam<br />

1<br />

jam<br />

1 j am<br />

Kulit buah kakao<br />

2 jam 3.5 jam<br />

2<br />

jam<br />

5' 10' 15' 20' 25' 30' 40' 50' 60' 75' 90'<br />

Waktu (menit)<br />

1 jam<br />

Sekam padi<br />

2 jam 3.5 jam<br />

5' 10' 15' 20' 25' 30' 40' 50' 60' 75' 90'<br />

Waktu (menit)<br />

3.5<br />

jam<br />

215


216<br />

NL. Nurida et al.,<br />

yang dihasilkan. Bila dilihat pada masing-masing jenis <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong>, arang yang<br />

mampu meretensi air tertinggi adalah <strong>sebagai</strong> berikut: arang tempurung kelapa<br />

yang dibakar 1 jam, arang kulit buah kakao yang dibakar 3,5 jam, arang<br />

tempurung sawit yang dibakar 1 jam serta arang sekam padi yang dibakar 3,5<br />

jam.<br />

Sifat kimia arang (biochar) <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Pada Gambar 2 terlihat bahwa arang yang masih mempunyai kandungan<br />

C-organik total cukup tinggi (>4%) sehingga diharapkan mampu meningkatkan<br />

kadar <strong>bahan</strong> organik <strong>tanah</strong> dan berperan dalam memperbaiki sifat fisik dan<br />

biologi <strong>tanah</strong>. Sebelum dibakar kadar C-organik tempurung kelapa sekitar<br />

24,33%, namun setelah dalam bentuk arang kadar Corganik sangat rendah yaitu<br />

hanya 1,37-1,70%, jauh lebih rendah dari ketiga jenis <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> lainnya.<br />

Arang tempurung kelapa sawit memiliki kadar C-organik dan N-total lebih tinggi<br />

dibandingkan arang lainnya, sedangkan arang coklat mengandung P dan K yang<br />

masih cukup tinggi. Pada Gambar 2 dapat juga dilihat bahwa dari kandungan Ntotal,<br />

P dan K arang tempurung kelapa jauh lebih rendah dibandingkan ketiga<br />

jenis arang lainnya.<br />

(%)<br />

(%)<br />

40<br />

35<br />

30<br />

25<br />

20<br />

15<br />

10<br />

5<br />

0<br />

Kadar C-organik<br />

M entah dibakar 1 jam dibakar 2 jam dibakar 3 jam<br />

0.6<br />

0.4<br />

0.2<br />

0.0<br />

Kelapa Kakao Sawit Sekam padi<br />

Kadar P<br />

M entah dibakar 1 jam dibakar 2 jam dibakar 3 jam<br />

Kelapa Kakao Sawit Padi<br />

Kadar N-total<br />

Gambar 2. Kandungan C-organik, N-total, P dan K biochar <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong><br />

(%)<br />

(%)<br />

M entah dibakar 1 jam dibakar 2 jam dibakar 3 jam<br />

2.0<br />

1.5<br />

1.0<br />

0.5<br />

0.0<br />

1.4<br />

1.2<br />

1.0<br />

0.8<br />

0.6<br />

0.4<br />

0.2<br />

0.0<br />

Kelapa Kakao Sawit Padi<br />

Kadar K<br />

M entah dibakar 1 jam dibakar 2 jam dibakar 3 jam<br />

Kelapa Kakao Sawit Padi


Kualitas <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong> <strong>baku</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Tabel 3. Hasil analisis kimia biochar <strong>limbah</strong> <strong>pertanian</strong> <strong>sebagai</strong> <strong>bahan</strong><br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

Variabel 1<br />

jam<br />

Tempurung kelapa Kulit kakao Tempurung sawit Sekam padi<br />

2<br />

jam<br />

3.5<br />

jam<br />

1<br />

jam<br />

2<br />

jam<br />

Asam humat (%) tad tad tad tad tad tad 1.08 0.59 0.46 tad tad tad<br />

Asam fulfat (%) 0.03 0.05 0.07 0.23 0.05 0.09 2.55 1.52 1.28 0.07 0.06 0.05<br />

Kadar abu (%) 1.46 1.42 1.27 27.89 28.79 27.36 26.07 40.94 26.38 53.4 47.04 48.9<br />

Kadar Ca (%) 0.06 0.04 0.05 1.29 1.44 1.3 0.67 1.00 0.66 0.31 0.13 0.21<br />

Kadar Mg (%) 0.03 0.03 0.03 0.85 0.98 0.86 0.31 0.55 0.31 0.13 0.07 0.13<br />

Keterangan: tad=data masih dianalisis<br />

Ditinjau dari kadar abu dan kandungan unsur hara makro lainnya seperti<br />

Ca dan Mg dalam arang tempurung kelapa juga tergolong paling rendah baik<br />

yang dibakar 1 jam, 2 jam maupun 3,5 jam. Dengan demikian, ditinjau dari sifat<br />

kimia arang maka dari seluruh arang yang dihasilkan, arang tempurung kelapa<br />

mempunyai <strong>kualitas</strong> paling rendah untuk dijadikan <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> .<br />

3.5<br />

jam<br />

KESIMPULAN<br />

1. Limbah <strong>pertanian</strong> tempurung kelapa, kulit buah kakao, tempurung kelapa<br />

sawit dan sekam padi sangat potensial untuk dijadikan <strong>bahan</strong> arang,<br />

namun diperlukan lama pembakaran yang berbeda untuk menghasilkan<br />

arang yang ber<strong>kualitas</strong>.<br />

2. Setelah melalui proses pembakaran tidak sempurna (pirolisis), jumlah<br />

arang yang dihasilkan sekitar 18,0-53,5%. Kemampuan meretensi air paling<br />

tinggi dihasilkan oleh arang tempurung kelapa (1 jam) dan arang<br />

tempurung kelapa sawit, kulit buah kakao dan sekam padi (3,5 jam).<br />

3. Kadar C-organik arang tempurung kelapa dan kandungan unsur hara arang<br />

tempurung kelapa tergolong paling rendah baik yang dibakar 1 jam, 2 jam<br />

maupun 3,5 jam.<br />

4. Dengan pertimbangan sifat fisik dan kimia arang yang dihasilkan, maka<br />

telah terpilih 3 jenis <strong>bahan</strong> arang (biochar) terbaik yaitu kakao dengan lama<br />

pembakaran 3,5 jam; tempurung kelapa sawit dengan lama pembakaran 1<br />

jam dan sekam padi dengan lama pembakaran 3.5 jam.<br />

1<br />

jam<br />

2<br />

jam<br />

3.5<br />

jam<br />

1<br />

jam<br />

2<br />

jam<br />

3.5<br />

jam<br />

217


218<br />

NL. Nurida et al.,<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Biro Pusat Statistik. 2000. Ekspor-Impor Indonesia.<br />

Direktorat Jenderal Bina Produksi. 2001. Statistik Perkebunan Indonesia.<br />

Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and chemical<br />

properties of highly weathered soils in the tropics with charcoal: A review.<br />

Biol. Fertil. Soils 35:219-230.<br />

Ogawa, M.2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and<br />

forestation:three case studies. p 133-146.<br />

Okimori, Y., M. Ogawa, and F. Takahashi. 2003. Potential of CO2 reduction by<br />

carbonizing biomass waste from industrial tree plantation in South Sumatra,<br />

Indonesia. Mitigation and Adaption Strategies for Global Change 8. p 261-<br />

280.<br />

Tanaka, 1963. Fundamental study on wood carbonization. Bull. Exp. Forest of<br />

Hokkaido University.

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!