10.08.2013 Views

efikasi formula pembenah tanah biochar dalam berbagai bentuk

efikasi formula pembenah tanah biochar dalam berbagai bentuk

efikasi formula pembenah tanah biochar dalam berbagai bentuk

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

EFIKASI FORMULA PEMBENAH TANAH BIOCHAR<br />

DALAM BERBAGAI BENTUK (SERBUK, GRANUL, DAN<br />

PELET) DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LAHAN<br />

KERING MASAM TERDEGRADASI<br />

N.L. Nurida, Sutono, A. Dariah, dan A. Rachman<br />

Balai Penelitian Tanah<br />

ABSTRAK<br />

Kondisi lahan kering terdegradasi termasuk lahan tidur (lahan alangalang)<br />

umumnya ditandai dengan struktur <strong>tanah</strong> yang jelek, kandungan Corganik<br />

sangat rendah, dan kemampuan meretensi air rendah. Dalam<br />

kondisi <strong>tanah</strong> yang demikian, pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> sangat diperlukan<br />

untuk meningkatkan kualitas <strong>tanah</strong> tersebut. Bahan pembehan <strong>tanah</strong> alami<br />

yang mulai digunakan pada beberapa tahun terakhir adalah arang (<strong>biochar</strong>)<br />

yang berasal dari residu atau limbah pertanian seperti kayu-kayuan,<br />

tempurung kelapa, sekam dan lain-lain. Penelitian ini bertujuan untuk<br />

menguji <strong>berbagai</strong> <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> <strong>dalam</strong><br />

memperbaiki kualaitas lahan kering masam terdegradasi dan mendapatkan<br />

kemasan (<strong>bentuk</strong>) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> yang paling tepat untuk masingmasing<br />

bahan baku <strong>biochar</strong> yang berbeda. Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> yang<br />

diuji merupakan hasil penelitian terdahulu (2008) yaitu tiga <strong>formula</strong><br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terbaik (SP75, SP50 dan KS50) dengan dosis tertentu 2,5<br />

t/ha. Percobaan di rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap<br />

dengan 3 (tiga) ulangan, perlakuan adalah sebagai berikut: 1) Tanpa<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>, 2) Pembenah SP75, padat, 3) pembebah <strong>tanah</strong> SP75,<br />

serbuk, 4) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP75, pelet, 5) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, padat,<br />

6) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, serbuk, 7) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, pelet, 8)<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50, padat, 9) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50, serbuk, dan 10)<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50 pelet. Bahan <strong>tanah</strong> diambil dari Kebun Percobaan<br />

Tamanbogo dan menggunakan pot berukuran 15 kgdan menggunakan<br />

indikator tanaman untuk melihat pengaruhnya terhadap sifat <strong>tanah</strong> dan<br />

tanaman. Parameter yang diamati meliputi (1) sifat fisik <strong>tanah</strong>: BD, porositas<br />

dll., (2) sifat kima <strong>tanah</strong>: pH, KTK, C-organik, N, P, dan K dan (3) sifat biologi<br />

<strong>tanah</strong>: respirasi mikroorganisme, (4) pertumbuhan tanaman dan berat<br />

biomas. Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong> limbah pertanian<br />

(SP75, SP50 dan KS50) <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk, granul dan pelet selama satu<br />

1


2<br />

N.L. Nurida et al.<br />

musim tanam mmampu meningkatkan kualitas sifat kimia (C-organik, Ptersedia,<br />

KTK) dan fisika <strong>tanah</strong> (BD dan PAT) pada <strong>tanah</strong> kering masam<br />

terdegradasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama satu musim<br />

tanam, perbedaan <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> tanh belum mampu<br />

meningkatkan aktivitas mikroorganisme secara signifikan. Pertumbuhan<br />

tanaman (tinggi tanaman) dan berat biomas kering pada <strong>tanah</strong> yang diberi<br />

SP75 granul yang menunjukkan efektivitas yang rendah dan tidak berbeda<br />

nyata dengan kontrol. Peningkatan tinggi tanaman akibat pemberian<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> mencapai 39,7-69%, tertinggi diperoreh dari<br />

pemberian <strong>formula</strong> KS50 granul. Pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> mampu<br />

meningkatkan berat biomas kering sekitar 40-204,6%, dan tertinggi dicapai<br />

oleh SP50 serbuk. Efektivitas <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong><br />

limbah pertanian sangat berkaitan dengan kualitas <strong>formula</strong> tersebut.<br />

Pengemasan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul dan pelet akan menyebabkan adanya<br />

perbedaan kualitas <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> karena pengemasan <strong>dalam</strong><br />

<strong>bentuk</strong> granul dan pelet memerlukan proses pemanasan secara tidak<br />

langsung.<br />

PENDAHULUAN<br />

Kebijakan pertanian lima tahun ke depan diarahkan untuk<br />

meningkatkan ketahanan pangan dan meningkatkan produksi <strong>berbagai</strong><br />

komoditas unggulan. Salah satu kebijakan yang mendukung hal tersebut<br />

adalah pemanfaatan sumberdaya lahan yang diarahkan pada perluasan<br />

areal pertanian dengan memanfaatkan lahan sub optimal (lahan kering dan<br />

rawa). Luas lahan kering di Indonesia sekitar 140 juta ha. Lahan kering yang<br />

mempunyai relief datar sampai bergelombang sekitar 52 juta ha dan sekitar<br />

49 juta berada pada wilayah iklim basah, sedangkan sisanya 3 juta ha di<br />

wilayah beriklim kering (Mulyani dan Agus, 2006).<br />

Kondisi lahan kering terdegradasi termasuk lahan tidur (lahan alangalang)<br />

umumnya ditandai dengan struktur <strong>tanah</strong> yang jelek, kandungan Corganik<br />

sangat rendah, dan kemampuan meretensi air rendah. Agar lahan<br />

kering terdegradasi tersebut mampu berproduksi secara normal maka perlu<br />

diawali dengan upaya rehabilitasi lahan, misalnya dengan pemberian<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>. Berbagai <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> telah digunakan seperti emulsi<br />

aspal (Lenvain et al, 1973, Suwardjo et al., 1973), emulsi bitumen (Nugroho


Efikasi Formula Pembenah Tanah Biochar <strong>dalam</strong> Berbagai Bentuk<br />

dan Niswati, 1995), zeolit (Prihatini et al., 1987; Sastiono dan Wiradinata,<br />

1989; Sutono dan Agus, 1998), terra cotem (Sutono dan Abdurachman,<br />

1997), lateks (Nugroho dan Niswati, 1995), pupuk kandang (Abdurachman<br />

et al., 2000), dan biomas flemingia dan sisa tanaman (Nurida, 2006; Hafif et<br />

al., 1993). Meskipun bahan-bahan tersebut sudah banyak digunakan oleh<br />

petani, namun seringkali dibutuhkan jumlah yang sangat banyak sehingga<br />

menyulitkan <strong>dalam</strong> penyediaannya.<br />

Bahan pembehan <strong>tanah</strong> alami yang mulai digunakan pada beberapa<br />

tahun terakhir adalah arang (<strong>biochar</strong>) yang berasal dari residu atau limbah<br />

pertanian seperti kayu-kayuan, tempurung kelapa, sekam dan lain-lain.<br />

Efektivitas <strong>biochar</strong> <strong>dalam</strong> meningkatkan kualitas <strong>tanah</strong> sangat tergantung<br />

pada sifat kimia dan fisik <strong>biochar</strong> yang ditentukan oleh jenis bahan baku<br />

(kayu lunak, kayu keras, sekam padi, dan lain-lain.) dan metode karbonisasi<br />

(tipe alat pembakaran, temperatur), dan <strong>bentuk</strong> <strong>biochar</strong> (padat, serbuk,<br />

karbon aktif) (Ogawa, 2006). Perbedaan <strong>bentuk</strong> <strong>biochar</strong> akan berpengaruh<br />

terhadap kualitas <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> dan kemampuannya <strong>dalam</strong> memperbaiki<br />

kualitas <strong>tanah</strong> (Glaser et al., 2002), khususnya <strong>dalam</strong> : (1) ketersediaan<br />

hara, (2) retensi hara, dan (3) retensi air. Penelitian ini bertujuan untuk<br />

menguji <strong>berbagai</strong> <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong><br />

<strong>dalam</strong> memperbaiki kualitas lahan kering masam terdegradasi dan<br />

mendapatkan kemasan (<strong>bentuk</strong>) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> yang paling tepat<br />

untuk masing-masing bahan baku <strong>biochar</strong> yang berbeda.<br />

METODE PENELITIAN<br />

Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> yang diuji merupakan hasil penelitian<br />

terdahulu (2008) yaitu tiga <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terbaik (SP75, SP50<br />

dan KS50) dengan dosis tertentu 2,5 t/ha. Percobaan di rumah kaca<br />

menggunakan rancangan acak lengkap dengan 3 (tiga) ulangan, perlakuan<br />

adalah sebagai berikut: 1) Tanpa <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>, 2) Pembenah SP75,<br />

padat, 3) pembebah <strong>tanah</strong> SP75, serbuk, 4) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP75, pelet,<br />

5) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, padat, 6) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, serbuk, 7)<br />

3


4<br />

N.L. Nurida et al.<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50, pelet, 8) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50, padat, 9)<br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50, serbuk, dan 10) <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50 pelet<br />

Bahan <strong>tanah</strong> diambil dari Kebun Percobaan Tamanbogo dan<br />

menggunakan pot berukuran 15 kg. Sebelumnya bahan <strong>tanah</strong><br />

dikeringudarakan, ditumbuk dan diayak dengan saringan 2 mm, lalu<br />

dimasukkan ke <strong>dalam</strong> pot, kemudian diberi perlakuan <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong><br />

<strong>tanah</strong> <strong>dalam</strong> 3 <strong>bentuk</strong> kemasan. Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> diaduk dengan<br />

<strong>tanah</strong> sehingga mendekati homogen, kemudian diinkubasi selama 2 minggu.<br />

Selama inkubasi, kadar air <strong>tanah</strong> dipertahankan sekitar kapasitas lapang.<br />

Percobaan dilakukan dengan menggunakan indikator tanaman untuk<br />

melihat pengaruhnya terhadap sifat <strong>tanah</strong> dan tanaman. Pengambilan<br />

contoh <strong>tanah</strong> dilakukan berupa contoh <strong>tanah</strong> utuh dengan menggunakan<br />

ring sample untuk analisa sifat fisik <strong>tanah</strong> dan contoh <strong>tanah</strong> komposit untuk<br />

analisa sifat kimia dan biologi <strong>tanah</strong>. Parameter yang diamati meliputi (1)<br />

sifat fisik <strong>tanah</strong>: BD, porositas dll., (2) sifat kima <strong>tanah</strong>: pH, KTK, C-organik,<br />

N, P, dan K dan (3) sifat biologi <strong>tanah</strong>: respirasi mikroorganisme, (4)<br />

pertumbuhan tanaman dan berat biomas.<br />

HASIL DAN PEMBAHASAN<br />

Kualitas <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong><br />

Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong> limbah pertanian<br />

sekam padi dan tempurung sawit (SP75, SP50, KS50) merupakan <strong>formula</strong><br />

<strong>biochar</strong> terbaik berdasarkan pengujian di laboratorium dan rumah kaca<br />

(Nurida et al., 2008). Formulasi <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk telah<br />

teruji mampu memperbaiki kualitas Ultisol terdegradasi di KP Tamanbogo.<br />

Pengemasan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul dan pelet diharapkan akan meningkatkan<br />

efektivitasnya terhadap perbaikan kualitas <strong>tanah</strong>. Pada Tabel 1 diperlihatkan<br />

kualitas <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul, serbuk dan<br />

pelet.


Efikasi Formula Pembenah Tanah Biochar <strong>dalam</strong> Berbagai Bentuk<br />

Tabel 1. Kualitas <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong> limbah pertanian<br />

<strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul, serbuk, dan pelet<br />

No. Para-<br />

meter<br />

Satuan<br />

SP-75<br />

Gran Ser Pel Gran<br />

SP-50<br />

Ser Pel Gran<br />

KS50<br />

Ser Pel<br />

1. pH H2O 6,7 7,7 7,7 7,7 7,1 7,4 6,6 7,4 7,5<br />

2. KA % 5,97 8,69 14,02 7,03 10,24 8,86 6,57 10,07 11,03<br />

3. C-0rg % 26,8 32,82 26,05 32,46 32,07 27,74 41,14 41,83 34,86<br />

4. C/N 27 25 21 26 22 21 27 26 20<br />

5. As Humat % 0,54 0,33 0,65 0,70 0,45 0,81 0,04 0,48 0,03<br />

6. P2O5 % 0,5 0,91 0,93 0,79 1,14 0,91 0,73 1,09 1,28<br />

7. K2O % 0,60 0,90 0,98 1,07 1,14 1,07 0,85 1,09 1,23<br />

8. As Fulvat % 0,38 0,32 0,45 0,76 0,44 0,89 1,5 0,47 2,13<br />

9. KTK Cmol 22,6 23,43 30,74 22,94 32,32 29,35 23,64 21,83 38,52<br />

(+)/kg<br />

10. Fe ppm 6.209 3.078 9.531 8.149 3.942 9.323 5.637 3.578 6.111<br />

11. Al ppm 9.991 6.570 8.480 8.225 6.244 9.376 4.335 4.016 6.971<br />

12. Pb ppm 20 3,6 28 19 4,4 27 10 3,7 28<br />

13. Cd ppm 0,3 0,04 0,2 0 0,06 0,4 0,2 0,06 0,3<br />

14. As ppm td td td td td td td td td<br />

15. Hg ppm 0,06 0,10 006 0,06 td 0,01 0,04 td 0,06<br />

Keterangan : gran = granul; ser = serbuk; pel = pelet<br />

Pembenah <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> yang dikemas <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul<br />

mempunyai kadar air, kandungan hara P dan K serta pH yang lebih rendah<br />

namun mempunyai nisbah C/N lebih tinggi dibandingkan <strong>bentuk</strong> serbuk dan<br />

pelet. Pada umumnya kemasan serbuk mempunyai kandungan C-organik<br />

yang lebih tinggi, namun kandungan asam fulvat lebih rendah dibandingkan<br />

<strong>bentuk</strong> granul dan pelet. Pembenah <strong>tanah</strong> <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> pelet tersebut<br />

mempunyai kadar air relatif lebih tinggi dan nisbah C/N yang paling rendah.<br />

Rendahnya nisbah C/N akan menyebabkan mikroorganisme mudah<br />

memanfaatkan <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> tersebut sebagai sumber energinya<br />

(Blanco-Canqui dan Lal, 2004).<br />

Sifat kimia dan biologi <strong>tanah</strong><br />

Kualitas <strong>tanah</strong><br />

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perbedaan <strong>bentuk</strong><br />

<strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terlihat pada C-organik, P-total, P-tersedia, dan<br />

KTK, sedangkan pH, N-total tidak dipengaruhi <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong><br />

5


6<br />

N.L. Nurida et al.<br />

<strong>tanah</strong> (Tabel 2). Ditinjau dari sifat kimia <strong>tanah</strong>, pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

SP75 serbuk memberikan P-tersedia dan KTK <strong>tanah</strong> lebih tinggi. Pembenah<br />

<strong>tanah</strong> SP50 juga sebaiknya diberikan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk karena<br />

memberikan hasil yang sama dengan SP75 hanya KTK yang dihasilkan<br />

lebih rendah. Efektivitas pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> KS50 lebih tinggi bila<br />

diberikan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul dimana C-organik, P-total, K-total dan KTK<br />

<strong>tanah</strong> yang dihasilkan relatif lebih tinggi.<br />

Ditinjau dari kontribusi <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terhadap peningkatan Corganik<br />

<strong>tanah</strong>, terlihat bahwa <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> SP50 serbuk, KS50 serbuk<br />

dan pelet lebih rendah dibandingkan <strong>bentuk</strong> lainnya bahkan tidak berbeda<br />

nyata dengan kontrol. Peningkatan C-organik <strong>tanah</strong> tidak berkorelasi<br />

dengan kandungan C-organik <strong>dalam</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> karena<br />

kandungan ketiga <strong>formula</strong> tersebut relatif tinggi. Kandungan hara P dan K<br />

<strong>dalam</strong> <strong>tanah</strong> lebih tinggi bila diberikan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk (SP75 dan<br />

SP50), hal ini kemungkinan berkaitan dengan lebih tingginya kandungan P<br />

dan K <strong>dalam</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong>. Aplikasi selama satu musim <strong>tanah</strong><br />

belum mampu memingkatkan kualitas` <strong>tanah</strong> secara signifikan, namun<br />

secara umum, SP50 serbuk mempunyai kemampuan memperbaiki sifat<br />

kimia <strong>tanah</strong> Ultisol terdegradasi lebih baik dibandingkan <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

lainnya.<br />

Tabel 2. Sifat kimia dan biologi <strong>tanah</strong> pada beberapa <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong><br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> di rumah kaca, tahun 2009<br />

Perlakuan<br />

Corganik<br />

P-total K-total P-tersedia KTK<br />

Respirasi<br />

mikroorganisme<br />

% ….. mg/100 gr .... ppm cmol(+)/kg mg CO2/kg<br />

<strong>tanah</strong>/hari<br />

Kontrol 0,84 b 5,00 d 3,00 d 5,93 d 5,13 b 10,31 a<br />

SP75 Granul 0,86 a 7,00 cd 4,00 cd 8,57 c 5,64 ab 11,51 a<br />

SP75 Serbuk 0,90 a 8,33 abc 5,00 abc 14,10 abc 6,08 a 11,50 a<br />

SP75 Pelet 0,90 a 8,33 abc 5,00 abc 12,40 ab 5,92 ab 11,90 a<br />

SP50 Granul 0,87 a 10,33 a 6,33 ab 16,43 ab 5,82 ab 11,00 a<br />

SP50 Serbuk 0,83 b 10,00 a 6,67 a 17,77 a 5,68 ab 11,41 a<br />

SP50 Pelet 0,92 a 7,33 bc 4,00 cd 7,30 cd 5,17 b 11,13 a<br />

KS50 Granul 0,89 a 9,33 ab 5,33 abc 10,77 b 5,91 ab 10,96 a<br />

KS50 Serbuk 0,84 b 8,67 abc 5,33 abc 11,100 ab 5,98 ab 11,99 a<br />

KS50 Pelet 0,84 b 8,33 abc 4,67 bcd 13,60 ab 5,84 ab 11,09 a


Efikasi Formula Pembenah Tanah Biochar <strong>dalam</strong> Berbagai Bentuk<br />

Pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong> sampai umur<br />

jagung 8 MST belum berpengaruh terhadap aktivitas mikroorganisme. Pada<br />

Tabel 2 dapat dilihat bahwa respirasi mikroorganisme pada <strong>tanah</strong> yang<br />

diberi <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> (10,96-11,90 mg CO2/kg <strong>tanah</strong>/hari) relatif lebih<br />

tinggi dibandingkan kontrol (10,31 mg CO2/kg <strong>tanah</strong>/hari). Peningkatan<br />

aktivitas mikroorganisme lebih tinggi terjadi pada <strong>tanah</strong> yang diberi <strong>formula</strong><br />

KS50 serbuk dan SP75 pelet, namun belum dapat dijelaskan bagaimana<br />

korelasi dari peningkatan respirasi mikroorganisme dengan kualitas <strong>formula</strong><br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> tersebut.<br />

Gambar 1. pH dan N-total pada beberapa <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

di rumah kaca, tahun 2009<br />

Gambar 1 menunjukkan bahwa <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> yang diberikan<br />

<strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul menghasilkan pH relatif lebih tinggi dibandingkan<br />

<strong>bentuk</strong> lainnya, walaupun pH <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul<br />

paling rendah. Hal ini berarti bahwa peningkatan pH <strong>tanah</strong> tidak berkorelasi<br />

dengan pH <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> yang diberikan.<br />

Sifat fisik <strong>tanah</strong><br />

Secara umum perubahan sifat fisik selama satu musim tanam masih<br />

berfluktuasi dan dinilai belum mantap, perubahan akan dapat dilihat <strong>dalam</strong><br />

7


8<br />

N.L. Nurida et al.<br />

jangka panjang. Sebagai indikasi perbaiakan kualaitas sifat fisik <strong>tanah</strong>,<br />

khususnya BD dan PAT, maka pemberian SP50 serbuk dan KS50 granul<br />

mempunyai kemampuan untuk menurunkan BD dan meningkatkan pori air<br />

tersedia (Tabel 3). Perbedaan pengaruh <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terhadap BD dan<br />

PAT kemungkinan disebabkan perbedaan kemasan fisik <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong><br />

<strong>tanah</strong> tersebut yang akan memberikan distribusi dan komposisi pori yang<br />

berbeda. Bentuk pelet mempunyai kadar air dan C/N yang lebih rendah,<br />

sehingga lebih mudah hancur dibandingkan <strong>bentuk</strong> granul dan serbuk.<br />

Perbedaan <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> tidak berpengaruh terhadap<br />

pori aerasi atau pori drainase cepat, bahkan <strong>formula</strong> SP75 serbuk, granul<br />

dan pelet <strong>dalam</strong> mempunyai PDC yang lebih rendah dari kontrol.<br />

Tabel 3. Sifat fisik <strong>tanah</strong> pada uji beberapa <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong><br />

di rumah kaca, tahun 2009<br />

Perlakuan BD RPT PDC PAT Permeabilitas<br />

gr/cm 3 …….. % vol …….. cm/jam<br />

Kontrol 1.17 a 50,03 a 29,83 a 6,67 de 4,66 a<br />

SP75 Granul 1,23 a 53,57 a 25,73 a 7,53 cd 4,89 a<br />

SP75 Serbuk 1,19 a 55,13 a 27,60 a 6,83 de 2,72 a<br />

SP75 Pelet 1,19 a 55,00 a 29,20 a 6,40 e 2,94 a<br />

SP50 Granul 1,16 a 56,43 a 30,73 a 7,87 cd 3,44 a<br />

SP50 Serbuk 1,12 a 57,60 a 32,20 a 9,20 ab 3,17 a<br />

SP50 Pelet 1,20 a 54,95 a 27,94 a 9,65 ab 2,29 a<br />

KS50 Granul 1,20 a 54,73 a 27,37 a 10,33 a 3,21 a<br />

KS50 Serbuk 1,15 a 56,60 a 32.17 a 8,40 abc 3,28 a<br />

KS50 Pelet 1,18 a 55,67 a 30,77 a 8,63 abc 2,55 a<br />

Keterangan : PDC = Pori Drainase Cepat; PAT = pori air tersedia<br />

Pertumbuhan tanaman<br />

Pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> 2,5 t/ha atau hanya 0,13% dari<br />

volume <strong>tanah</strong> se<strong>dalam</strong> 20 cm mampu menghasilkan pertumbuhan tanaman<br />

jagung yang lebih tinggi. Pertumbuhan jagung pada umur 2-8 minggu


Efikasi Formula Pembenah Tanah Biochar <strong>dalam</strong> Berbagai Bentuk<br />

setelah tanam (MST) dan jagung tertinggi dicapai pada pemberian SP50<br />

serbuk. Formula SP50 granul pun menunjukkan hasil yang cukup baikPada<br />

Tabel 4 diperlihatkan bahwa pemberian ketiga <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong><br />

<strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> limbah pertanian mempunyai tinggi tanaman yang nyata lebih<br />

tinggi dibandingkan kontrol.<br />

Tabel 4. Tinggi tanaman jagung pada uji beberapa <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong><br />

<strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> di rumah kaca, tahun 2009<br />

Perlakuan<br />

Tinggi tanaman Berat biomas<br />

2 MST 4 MST 6 MST 8 MST Basah Kering<br />

……………………… cm ……………………… ……. gr/pot …….<br />

Kontrol 49,00 c 65,67 d 102,67 c 116,67 c 33,07 c 14,03 c<br />

SP75 Granul 47,50 c 91,67 c 147,67 b 163,00 b 56,33 bc 19,73 bc<br />

SP75 Serbuk 59,83 abc 122,00 ab 167,33 ab 179,33 ab 68,30 abc 35,80 a<br />

SP75 Pelet 54,17 abc 122,33 ab 172,33 a 185,00 ab 85,57 ab 38,10 a<br />

SP50 Granul 63,83 a 124,67 ab 175,00 a 190,33 ab 64,27 abc 30,97 ab<br />

SP50 Serbuk 62,83 ab 132,00 a 176,00 a 194,00 a 101,67 a 42,73 a<br />

SP50 Pelet 46,33 c 108,33 bc 160,67 ab 185,33 ab 77,97 ab 37,40 a<br />

KS50 Granul 58,83 abc 120,00 ab 167,33 ab 197,33 a 66,97 abc 37,30 a<br />

KS50 Serbuk 49,50 abc 110,67 bc 152,67 ab 179,33 ab 69,80 abc 31,80 ab<br />

KS50 Pelet 56,00 abc 119,67 ab 167,00 ab 173,00 ab 69,93 abc 33,23 ab<br />

9


10<br />

N.L. Nurida et al.<br />

Pada umur tanaman jagung 2-4 MST, <strong>formula</strong> SP75 yang dikemas<br />

<strong>dalam</strong> granul dan SP50 <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> pelet, KS <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk<br />

menghasilkan tinggi tanaman yang nyata lebih rendah dibandingkan <strong>bentuk</strong><br />

<strong>formula</strong> lainnya. Semakin bertambah umur tanaman, khususnya umur<br />

tanaman 8 MST ternyata untuk <strong>formula</strong> SP75 tinggi tanaman terbaik<br />

diperoleh dari <strong>bentuk</strong> serbuk atau pellet. Formula SP50 <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong><br />

serbuk menghasilkan tinggi tanaman yang terbaik, sedangkan <strong>formula</strong> KS50<br />

granul mempunyai tinggi tanaman terbaik. Sejalan dengan pertumbuhan<br />

tanaman umur 8 MST, berat biomas basah yang dihasilkan pada <strong>formula</strong><br />

SP50 serbuk nyata lebih tinggi. Beberapa <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> seperti SP75<br />

<strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul dan serbuk, SP50 granul dan <strong>formula</strong> KS50 <strong>dalam</strong><br />

ketiga <strong>bentuk</strong> menghasilkan berat biomas basah yang tidak berbeda nyata<br />

dengan kontrol.<br />

KESIMPULAN<br />

1. Formula <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> berbahan baku <strong>biochar</strong> limbah pertanian<br />

(SP75, SP50 dan KS50) <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> serbuk, granul dan pelet selama<br />

satu musim tanam mmampu meningkatkan kualitas sifat kimia (C-


Efikasi Formula Pembenah Tanah Biochar <strong>dalam</strong> Berbagai Bentuk<br />

organik, P-tersedia, KTK) dan fisika <strong>tanah</strong> (BD dan PAT) pada <strong>tanah</strong><br />

kering masam terdegradasi.<br />

2. Selam satu musim tanam, perbedaan <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> tanh<br />

belum mampu meningkatkan aktivitas mikroorganisme secara signifikan.<br />

3. Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman) dan berat biomas kering pada<br />

<strong>tanah</strong> yang diberi SP75 granul yang menunjukkan efektivitas yang<br />

rendah dan tidak berbeda nyata dengan kontrol.<br />

4. Peningkatan tinggi tanaman akibat pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong><br />

mencapai 39,7-69%, tertinggi diperoreh dari pemberian <strong>formula</strong> KS50<br />

granul. Pemberian <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> mampu meningkatkan berat biomas<br />

kering sekitar 40-204,6%, dan tertinggi dicapai oleh SP50 serbuk.<br />

5. Efektivitas <strong>bentuk</strong> <strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> <strong>biochar</strong> limbah pertanian<br />

sangat berkaitan dengan kualitas <strong>formula</strong> tersebut. Pengemasan <strong>dalam</strong><br />

<strong>bentuk</strong> granul dan pelet akan menyebabkan adanya perbedaan kualitas<br />

<strong>formula</strong> <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> karena pengemasan <strong>dalam</strong> <strong>bentuk</strong> granul dan<br />

pelet memerlukan proses pemanasan secara tidak langsung.<br />

DAFTAR PUSTAKA<br />

Abdurachman, A., I. Juarsah, dan U. Kurnia. 2000. Pengaruh penggunaan<br />

<strong>berbagai</strong> jenis dan takaran pupuk kandang terhadap Produktivitas<br />

<strong>tanah</strong> Ultisols terdegradasi di Desa Batin, Jambi. Hlm 303-319 <strong>dalam</strong><br />

Pros. Seminar Nasional Sumber Daya Tanah, Iklim dan Pupuk. Buku<br />

II. Bogor, 6-8 Des. 1999. Puslittanak.<br />

Blanco-Canqui, H. and R. Lal. 2004. Mechanisms of carbon sequestration in<br />

soil agre-gates. Cri. Rev. in Plant Sci. 23(6):481-504.<br />

Glaser, B., J. Lehmann, and W. Zech. 2002. Ameliorating physical and<br />

chemical properties of highly weathered soils in the tropics with<br />

charcoal: A review. Biol. Fertil. Soils 35:219-230.<br />

Hafif, B., D. Santoso, S. Adiningsih, dan H. Suwardjo. 1993. Evaluasi<br />

penggunaan beberapa pengelolaan <strong>tanah</strong> untuk reklamasi dan<br />

konservasi lahan terdegradasi. Pembrt. Pen. Tanah dan Pupuk 11: 7-<br />

12.<br />

11


12<br />

N.L. Nurida et al.<br />

Lenvain, J., M. De Boodt, D. Mulyadi, and A. Abdurachman. 1973. The use<br />

of hyddrophobic bitumenous emulsion on sandy soil. P. 63-72. In<br />

Proc. The Second ASEAN Soil Conference Vol. II. Soil Res. Institute,<br />

Bogor.<br />

Mulyani dan F. Agus. 2006. Potensi lahan mendukung revitalisasi pertanian.<br />

Prosiding seminar Multifungsi dan Revitalisasi Pertanian. Kerjasama<br />

Badan Ltbang Pertanian, MAFF, dan ASEAN Secretariat. Hlm 279-<br />

293.<br />

Nugroho dan Niswati. 1995. Efikasi <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> alami dan sintetik<br />

terhadap stabilitas agregat <strong>tanah</strong> lapisan atas dari empat lokasi di<br />

Lampung. Journal Tanah Tropika 1 (1) : 8-15.<br />

Nurida, N. L. 2006. Peningkatan Kualitas Ultisol Jasinga Terdegradasi<br />

dengan pengolahan Tanah dan Pemberian bahan Organik. Disertasi<br />

Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.<br />

Nurida, N. L., A. Dariah, dan A. Rachman. 2008. Kualitas limbah pertanian<br />

sebagai bahan baku <strong>pembenah</strong> berupa <strong>biochar</strong> untuk rehabilitasi<br />

lahan. Prosiding Seminar Nasional dan dialog Sumberdaya Lahan<br />

Pertanian. Balai Besar penelitian dan Pengembangan Sumberdaya<br />

Lahan Pertanian. Bogor. Hlm 209-215.<br />

Ogawa, M.2006. Carbon sequestration by carbonization of biomass and<br />

forestation: three case studies. p 133-146.<br />

Prihatini, T, Mursidi, dan A. Hamid. 1987. Pengaruh zeolit terhadap sifat<br />

<strong>tanah</strong> dan tanaman. Pembrit. Penel. Tanah dan Pupuk 7: 5-8.<br />

Sastiono, A. dan O. W. Wiradinata. 1989. Laporan Penelitian Peranan Zeolit<br />

<strong>dalam</strong> Peningkatan Produksi Pertanian. Jurusan Tanah. Fak.<br />

Pertanian. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)<br />

Sutono dan Abdurachman. 1997. Pemanfaatan soil conditioer <strong>dalam</strong> upaya<br />

rehabilitasi lahan terdegradasi. Hlm. 107-122 <strong>dalam</strong> Prociding<br />

Pertemuan Pembahasan dan Komunikasi Hasil Penelitian Tanah dan<br />

Agroklimat. Makalah Review. Cisarua, Bogor 4-6 Maret 1997. Pusat<br />

Penelitian Tanah dan Agroklimat.<br />

Sutono dan F. Agus, 1998. Pengaruh <strong>pembenah</strong> <strong>tanah</strong> terhadap hasil kedlai<br />

di Cibugel, Sumedang. Hlm. 379-386.<strong>dalam</strong> Prosiding Seminar<br />

Nasional Sumberdaya Lahan. Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.<br />

Suwardjo, S. Sukmana, A. Abdurachman, dan A. Barus. 1973. Evaluation on<br />

the results of study on the aplication of syntetic soil conditioner on<br />

several soils in Indonesia. Pusat Penelitian Tanah (un-publish).

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!