18.11.2014 Views

September-oktober 09 - Forest Climate Center

September-oktober 09 - Forest Climate Center

September-oktober 09 - Forest Climate Center

SHOW MORE
SHOW LESS

You also want an ePaper? Increase the reach of your titles

YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.

<strong>September</strong>—Oktober 20<strong>09</strong><br />

Volume 4<br />

Edisi kali ini:<br />

Joint Working<br />

Group II<br />

Mengenal lebih<br />

dekat dengan<br />

REDD, apa dan<br />

bagaimana..?<br />

FGD:Mempertajam<br />

hasil kajian<br />

Pengembangan<br />

Kerangka Hukum,<br />

Kelembagaan dan<br />

Mekanisme<br />

Keuangan<br />

Mengulas Keterlibatan<br />

Masyarakat<br />

dalam Skema REDD<br />

Mengukur potensi<br />

deforestasi pada<br />

kawasan hutan<br />

produksi di Kabupaten<br />

Berau<br />

Agenda ke depan 6<br />

1<br />

2<br />

3<br />

4<br />

5<br />

Joint Working Group II<br />

Ketenangan dan keindahan Hotel Novotel Bogor merupakan tempat diskusi yang nyaman<br />

bagi anggota kelompok-kelompok kerja yang tergabung dalam Joint Working Group<br />

BFCP (Berau <strong>Forest</strong> Carbon Program). Pertemuan ini merupakan yang kali kedua dilaksanakan<br />

dan sudah menjadi agenda tetap bagi kelompok kerja yang terdiri dari pokja<br />

pada tingkat kabupaten Berau, propinsi Kalimantan Timur dan tingkat pemerintah pusat<br />

(nasional). Selama dua hari sejak tanggal 28 – 29 Oktober 20<strong>09</strong>, dibahas perkembangan<br />

beserta isu-isu penting yang sudah pernah teridentifikasi<br />

termasuk langkah-langkah konkritnya.<br />

Untuk kali ini pertemuan diikuti perwakilan dari<br />

pemerintah Berau yaitu dari Dinas Kehutanan, Dinas<br />

Tata Ruang, BKSDA dan Yayasan Bestari serta<br />

didampingi oleh Sekretariat POKJA Berau. Perwakilan<br />

dari pemerintah Propinsi hadir pula dari Universitas<br />

Mulawarman, BKSDA Kaltim, Dinas Kehutanan<br />

Propinsi (UPTD PPA), Balai Besar Dipterocarpa serta<br />

PT Sumalindo Samarinda. Sedangkan dari pemerintah<br />

pusat, hadir pula Direktur PJL-WA Ditjen PHKA<br />

Departemen Kehutanan, Direktur Bina Pengelolaan<br />

Hutan Alam, BPK Dephut, Bappenas, Ditjen<br />

Planologi, serta berbagai lembaga non pemerintah<br />

seperti ICRAF, WE, TNC, IHSA, Sekala.<br />

Pertemuan ini dibuka oleh bapak Tonny Soehartono<br />

yang merupakan Direktur PJL-WA Ditjen PHKA Dephut dengan<br />

menggambarkan upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh Indonesia dalam berperan aktif menghadapi dampak<br />

perubahan iklim dan harapannya agar dapat lebih bermanfaat bagi kabupaten Berau yang telah berperan aktif<br />

dalam pengembangan program karbon hutan Berau (Berau <strong>Forest</strong> Carbon Program/BFCP).<br />

Dilanjutkan dengan pemaparan hasil kajian-kajian yang telah dilakukan oleh konsultan dalam rangka menjawab<br />

13 aspek penting yang telah diidentifikasi dalam<br />

pertemuan JWG I di Balikpapan beberapa waktu lalu.<br />

Pemaparan dimulai dengan kajian terhadap faktor pendorong<br />

perubahan penggunaan lahan oleh Prof.<br />

Mustofa Agung dan analisa profitabilitas oleh bapak<br />

Suseno (ICRAF) dilanjutkan dengan carbon accounting<br />

oleh Gerry (Daemeter Consulting), keterlibatan komunitas<br />

oleh Ilya Moelyono (WE) serta analisa legal,<br />

kelembagaan dan mekanisme keuangan oleh Sulaiman<br />

Sembiring (IHSA).<br />

Bersambung ke halaman 6


Volume 3<br />

Halaman 2<br />

Mengenal lebih dekat dengan REDD, apa dan bagaimana..?<br />

Salah satu Keputusan pada Conference of Parties (COP 13) di<br />

Bali Desember 2007 adalah mendorong para pihak untuk mendukung<br />

upaya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi<br />

hutan sebagai upaya mitigasi perubahan iklim di sektor<br />

kehutanan. Walaupun pada kenyataannya masih banyak ketidak<br />

jelasan dan perbedaan pendapat tentang REDD, namun<br />

proses-proses persiapan untuk kegiatan-kegiatan REDD sudah<br />

berjalan di berbagai tingkat di Indonesia. Hal ini akan memerlukan<br />

keterlibatan dan komitmen yang luas dari berbagai<br />

stakeholder. Namun demikian, sebagai sebuah isu yang baru<br />

dan masih sedang berkembang, pemahaman yang jelas tentang<br />

REDD, konteksnya dan bagaimana para pihak bisa terlibat<br />

dalam mekanisme ini masih sangat terbatas terutama di tingkat<br />

daerah. Ada ketimpangan pemahaman, pengetahuan dan<br />

keterampilan terkait mekanisme REDD, perkembangannya<br />

sebagai sebuah dialog global, persiapan secara nasional, bagaimana<br />

daerah bisa terlibat dalam implementasi REDD, apa<br />

implikasi, serta peran dan tanggung jawab apa yang dituntut<br />

dari stakeholder lokal.<br />

Untuk menjamin berjalannya<br />

ujicoba<br />

(demonstration activity)<br />

REDD, proses peningkatan<br />

kapasitas menjadi sangat<br />

dibutuhkan. Terkait dengan<br />

hal tersebut atas kerjasama<br />

antar GTZ dan The Nature Concervancy menyelenggarakan<br />

pelatihan “Introductory Course on Reducing Emission<br />

from Deforestation and <strong>Forest</strong> Degradation (REDD). Tujuan<br />

utama pelatihan ini adalah untuk memberikan pemahaman<br />

dasar kepada peserta tentang REDD, perkembangannya pada<br />

tingkat nasional dan internasional, pelaksanaan dan hal-hal<br />

lainnya terkait implementasi<br />

REDD.<br />

Pelatihan yang dilaksanakan<br />

di Hotel Sagita Balikpapan<br />

pada tanggal 6-8 Oktober ini diikuti oleh berbagai perwakilan<br />

dari beberapa kabupaten yaitu<br />

Malinau, Berau, Kutai Timur,<br />

Samarinda, Pontianak, Kapuas<br />

Hulu. Rata-rata peserta merupakan<br />

perwakilan dari Dinas Kehutanan,<br />

Bappeda, Dinas Tata Ruang,<br />

Badan Lingkungan Hidup dan lembaga<br />

organisasi non pemerintah.<br />

Pemahaman tentang apa dan bagaimana<br />

perubahan iklim berlaku<br />

serta dampaknya pada kondisi<br />

alam disampaikan secara lugas<br />

oleh Prof. Deddy Hadriyanto termasuk<br />

fungsi hutan dalam perubahan iklim. Hal ini penting<br />

karena Indonesia merupakan negara terbesar ketiga yang<br />

memiliki hutan tropis, sehingga dalam skema REDD menjadi<br />

penting untuk terlibat dalam upaya mengatasi perubahan iklim<br />

di tingkat global.<br />

Dilanjutkan dengan materi deforestasi dan degradasi hutan<br />

beserta strategi pengurangannnya yang disampaikan oleh<br />

Deforestasi: perubahan secara permanen dari areal berhutan<br />

menjadi tidak berhutan yang di akibatkan oleh kegiatan manusia,<br />

sedangkan degradasi : penurunan kuantitas tutupan hutan<br />

dan stok karbon selama periode tertentu yang di akibatkan oleh<br />

kegiatan manusia<br />

Tomy. Banyak factor yang<br />

bisa menjadi penyebab<br />

terjadinya deforestasi,<br />

baik langsung maupun<br />

tidak langsung.<br />

Prof. Mustofa Agung<br />

Sardjono sebagai salah satu penggiat program REDD ini menjadi<br />

pemateri dari aspek kelembagaan dan REDD. Konsep<br />

kelembagaan yang paling tepat dan sesuai dalam implementasi<br />

REDD masih menjadi perdebatan yang serius di setiap<br />

daerah. Isu penting yang sering muncul adalah bentuk kelembagaan<br />

tersebut. Efektivitas dan efisiensi merupakan kata<br />

REDD merupakan mekanisme untuk mengurangi GRK dengan<br />

cara memberikan kompensasi kepada para pihak yang melakukan<br />

pencegahan deforestasi dan degradasi hutan<br />

tugas dan fungsinya masing-masing.<br />

kunci yang juga harus<br />

diperhatikan agar tidak<br />

terjadi tumpang tindih<br />

antar dinas atau kantor<br />

yang saat ini sudah ada<br />

Materi tentang berbagai elemen<br />

teknis REDD, aspek hukum dan<br />

aturan REDD, aspek social serta<br />

pengenalan pasar karbon dikupas<br />

habis secara berurutan oleh bung<br />

Tunggul Butar-butar, Alfan<br />

Subekti, Rahmina dan Prof<br />

Mustofa.<br />

Besar harapan agar pelatihan<br />

seperti dapat pula dilakukan di<br />

Kabupaten Berau sehingga akan<br />

lebih banyak pihak yang memahami<br />

lebih dalam apa dan bagaimana REDD dapat diimplementasikan.<br />

(Iwied)


Volume 3<br />

Halaman 3<br />

Focus discussion group: Mempertajam hasil kajian Pengembangan Kerangka Hukum,<br />

Kelembagaan dan Mekanisme Keuangan<br />

Menindaklanjuti proses kajian yang dilakukan oleh Institut<br />

Hukum Sumberdaya Alam (IHSA) yang telah dilakukan pada<br />

bulan Juli dan Agustus 20<strong>09</strong> lalu, pada tanggal 21 Oktober<br />

20<strong>09</strong> bertempat di ruang pertemuan kantor Badan Lingkungan<br />

Hidup Kabupatem Berau dilaksanakan Focus Discussion Group<br />

(FGD) yang bertujuan untuk menyampaikan laporan hasil studi<br />

hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme keuangan<br />

untuk mendukung pelaksanaan Program Karbon Hutan di<br />

Berau serta rencana strategis implementasinya. Selain itu juga<br />

untuk mendapatkan masukan, saran dari kelompok kerja<br />

REDD Berau dan pihak terkait lainnya untuk penyempurnaan<br />

hasil studi hukum, kebijakan, kelembagaan dan mekanisme<br />

keuangan untuk pelaksanaan Berau <strong>Forest</strong> Carbon Program<br />

(BFCP).<br />

Diskusi ini dibuka dengan sambutan oleh Bapak Basri Syahrin<br />

sebagai Wakil Ketua POKJA Berau sekaligus Kepala Dinas BLH<br />

Kabupaten Berau. Disampaikan oleh beliau bahwa Kabupaten<br />

Berau telah berkomitmen untuk mengelola sumberdaya alamnya<br />

dengan memperhatikan prinsip-prinsip kelestarian. Hal ini<br />

dapat dilihat dengan proses penyusunan tata ruang yang didasarkan<br />

pada berbagai aspek baik fisik, biofisik maupun<br />

aspek social. Sebagai contoh, kabupaten Berau juga menetapkan<br />

kawasan lindung seluas + 11.000 hektar yang semula merupakan<br />

kawasan non hutan di kecamatan Kelay. Selain itu<br />

juga, BLH sebagai lembaga yang mengawasi perlindungan lingkungan<br />

juga bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan<br />

yang ada di Berau untuk selalu menjaga proses kerja masingmasing<br />

agar memiliki dampak yang seminimal mungkin bagi<br />

lingkungan baik perusahaan tambang, perkebunan dan perusahaan<br />

lain yang sering kali dituding sebagai perusak lingkungan.<br />

Diharapkan kerjasama ini dapat menurunkan kerusakan<br />

lingkungan diakibatkan oleh berkembangnya kegiatan ekonomi<br />

produksi. Saat ini sudah ada perhatian serius pemerintah<br />

mengenai pemanfaatan dan perlindungan sumberdaya alam<br />

dan lingkungan dengan munculnya undang-undang lingkungan<br />

hidup yang cukup tegas bagi para pengerusak SDA dan lingkungan.<br />

Pemerintah Kabupaten Berau juga berharap kegiatan<br />

(REDD) seperti ini terus berlanjut.<br />

Hasil studi yang dilakukan disampaikan oleh bapak M. Nasir<br />

yang juga merupakan dosen pada Fakultas Hukum Universitas<br />

Balikpapan. Kemudian dilanjutkan dengan rancangan rencana<br />

strategis yang bisa dilakukan dalam proses pengembangan ke<br />

depan.<br />

Beberapa temuan yang teridentifikasi antara lain: 1) terdapat<br />

9 bidang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan<br />

REDD, antara lain bidang agraria, lingkungan hidup, kehutanan,<br />

perkebunan, tata ruang, pengaturan kewenangan,<br />

kelembagaan, dan keuangan dan perpajakan, keterbukaan<br />

informasi dan pengaturan penyusunan peraturan perundangundangan.<br />

2) Rangkaian pengaturan perubahan iklim serta<br />

kegiatan mitigasinya, baik dari tingkat Internasional yang sudah<br />

diratifikasi maupun tingkat nasional, propinsi dan Kabupaten<br />

masih belum diterjemahkan ke dalam bentuk program.<br />

3) dari sisi kelembagaan diketahui bahwa pada tingkat nasional<br />

telah dibentuk Komisi Nasional REDD dan Surat Keputusan<br />

Ketua Bappenas No. 44 Tahun 20<strong>09</strong> tentang Pembentukan<br />

Indonesia <strong>Climate</strong> Change Trust Fund (ICCTF); pada tingkat<br />

propinsi dibentuk Tim Pengkaji REDD dan Mitigasi Perubahan<br />

Iklim di Sektor Kehutanan Propinsi Kaltim melalui SK Gubernur<br />

No. 522 tahun 2008 dan pada tingkat kabupaten Kelompok<br />

Kerja REDD Kabupaten melalui SK Bupati Berau No. 313 Tahun<br />

2008. 4) dari sisi mekanisme keuangan dapat diatur dalam<br />

mekanisme keuangan yang terkait dengan Izin Usaha Pemanfaatan<br />

Jasa Lingkungan (IUP JL); namun dengan adanya peraturan<br />

Menteri Kehutanan No.P36 Tahun 20<strong>09</strong> tentang tata<br />

cara Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan dan/atau<br />

Penyimpanan Karbon Pada Hutan Produksi dan Hutan Lindung<br />

ternyata berpotensi bertentangan dengan UU No. 20 Tahun<br />

1997 Tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak sehingga hal ini<br />

harus dikaji kembali.<br />

Selain berbagai temuan-temuan tersebut juga disampaikan isu<br />

-isu lain yang akan berimplikasi pada pengembangan program<br />

ini ke depannya, antara lain: masih minimnya kawasan hutan<br />

yang memiliki kepastian tata batas dan yang telah dikukuhkan<br />

dan di sisi lain unit pengelolaan hutan berdasarkan PP. 6<br />

Tahun 2007 (KPH) belum dibentuk. Adanya isu pemekaran<br />

wilayah kabupaten yang akan membagi Berau menjadi wilayah<br />

administratif baru yang berdampak pada pembagian kawasan<br />

hutan. Juga belum jelas status keberadaan masyarakat hukum<br />

adat, masyarakat lokal yang berdiam di dalam dan sekitar<br />

hutan menjadi isu tersendiri. Isu lainnya adalah berkurang<br />

mutu/kualitas hutan yang berimplikasi pada inisiatif dari<br />

sektor lain di luar kehutanan untuk mengubah status kawasan<br />

hutan menjadi bukan kawasan hutan dengan pertimbangan<br />

pertumbuhan ekonomi dan investasi.<br />

Masukan dari berbagai stakeholder untuk menjawab hal tersebut<br />

diatas disampaikan secara terbuka dalam diskusi yang dilaksanakan<br />

satu hari ini. Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan<br />

dari pemerintah kabupaten Berau yang juga sebagai POKJA<br />

REDD Berau seperti BLH, Bappeda, Dinas Tata Ruang, dan juga<br />

dari DPRD Kabupaten Berau. Masukan-masukan tersebut tentunya<br />

akan mempertajam analisis dalam kajian yang dilakukan<br />

oleh IHSA. (Iwied)


Volume 3<br />

Halaman 4<br />

Mengulas Keterlibatan Masyarakat dalam Skema REDD<br />

Salah satu persyaratan REDD adalah dapat dipastikannya partisipasi<br />

dan manfaat bagi masyarakat. Selain bahwa partisipasi<br />

sudah menjadi salah satu benang merah<br />

dalam nyaris semua kebijakan pembangunan<br />

pasca reformasi di Indonesia, hal<br />

ini juga mengacu kepada standar CCBA<br />

(The <strong>Climate</strong>, Community & Biodiversity<br />

Alliance) yang menjadi salah satu acuan<br />

dunia internasional dan kepada Piagam<br />

PBB tentang hak-hak masyarakat asli.<br />

Kajian tentang keberadaan masyarakat<br />

dan peluang pelibatannya dalam REDD<br />

dimulai pada bulan Juli 20<strong>09</strong> dan<br />

sekarang masih berlangsung. Sebagai<br />

lanjutan proses ini dilakukan pula lokakarya<br />

pada tanggal 22 Okto-ber 20<strong>09</strong><br />

di ruang pertemuan Kantor Badan Lingkungan Hidup Kabupaten<br />

Berau yang dihadiri oleh perwakilan dari dinas dan kantor<br />

di lingkungan Pemerintah Kabupaten Berau, kalangan perusahaan<br />

HPH, Perkebunan dan juga perwakilan dari masyarakat.<br />

Dalam lokakarya ini disampaikan hasil sementara dari kajian<br />

yang dilakukan oleh World Education (WE) untuk menjawab<br />

pertanyaan kajian yang utama adalah “Bagai-mana melibatkan<br />

masyarakat secara bermakna dalam Skema REDD?”<br />

Informasi kajian dikumpulkan dari beberapa pihak, yakni pemerintah,<br />

masyarakat di kampung-kampung, dan perusahaan,<br />

dan DPRD, dengan sampling sebagai berikut: Kampungkampung<br />

yang dikunjungi di hulu Sungai Kelay adalah Long Pai,<br />

Long Sului, Long Lamcin, Long Boy, Long Dohung dan Merabu.<br />

Kampung di wilayah KBNK: Merapun, Sido Bangen, Lesan<br />

Dayak, Merasa. Kampung Transmigran: Labanan Makarti, Labanan<br />

Jaya, Labanan Makmur dan Melati Jaya. Dan kampung<br />

Pesisir: Mataritip, Tanjung Batu, Semanting, dan Kasay.<br />

Karena ini barulah kajian awal,<br />

maka yang dijumpai masih terbatas<br />

pada Kepala Kampung, beberapa<br />

tokoh masyarakat dan<br />

beberapa warga masyarakat<br />

lainya. Selain itu juga dilakukan<br />

konsultasi dengan pihak perusahaan<br />

perkebunan dilakukan dengan<br />

PT. Yudha. Sementara perusahaan<br />

kayu (HPH) yang dijumpai<br />

adalah PT. Mardhika Insan Mulia,<br />

PT. Amindo Wana Persada, dan<br />

PT. INHUTANI I. Sementara instansi<br />

pemerintah yang dijumpai<br />

adalah Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kantor Bupati<br />

(Assisten II), dan Dinas Kehutanan.<br />

Beberapa temuan penting dijelaskan oleh bapak Ilya Moelyono<br />

mulai dari kondisi umum kampung-kampung termasuk<br />

ketergantungannya terhadap hutan, kelembagaan dan kepemimpinan<br />

yang ada di kampong tersebut serta hubungannya<br />

dengan perusahaan<br />

yang selama ini beraktifitas<br />

di sekitar wilayah kampung<br />

baik perusahaan HPH maupun<br />

perusahaan perkebunan.<br />

Tentunya kondisi ini<br />

dapat menjadi factor penguat<br />

sekaligus peluang<br />

dalam pelibatan masyarakat<br />

kedepan dalam program ini.<br />

Untuk itu disampaikan pula<br />

beberapa gagasan yang bisa<br />

dilakukan dalam pengembangan<br />

program, seperti<br />

memastikan hak-hak masyarakat atas sumberdaya alam sebagaimana<br />

yang telah diamanatkan dalam peraturan dengan<br />

mengacu pada Permenhut no.30 tahun 20<strong>09</strong> tentang Tata<br />

Cara Pelaksanaan Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan<br />

Degradasi Hutan (REDD), kita ketahui bahwa selain pada berbagai<br />

bentuk hutan negara, REDD dapat dilakukan pada Hutan<br />

Adat dan Hutan Desa sehingga hal ini dapat menjadi peluang.<br />

Selain itu juga penguatan terhadap kelembagaan kampung<br />

dengan meningkatkan pemahaman aparat kampong terhadap<br />

peran dan fungsinya dalam bingkai kebijakan otonomi desa/<br />

kampong serta revitalisasi peran pimpinan dan lembaga adat<br />

dalam menguatkan kembali kekuatan adat dalam berbagai<br />

aspek kehidupan masyarakat. Termasuk juga pengembangan<br />

peraturan-peraturan kampung (perkam) dalam kerangka<br />

pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin keberlanjutan<br />

sumberdaya alam yang bersangkutan. Kewenangan untuk<br />

membuat peraturan kampung juga memberikan ruang partisipasi<br />

warga masyarakat untuk turut mengelola sumberdaya<br />

alam di wilayahnya. Hal yang lain adalah perencanaan internal<br />

kampong melalui mekanisme musrenbang dengan penggunaan<br />

dengan metoda Kajitindak Partisipatif<br />

(Participatory Action Research) sehingga<br />

dalam hal pengelolaan sumberdaya<br />

alam proses Musrenbang-kam itu<br />

bisa menjadi proses yang benar-benar<br />

sistematis dan bermakna; dimulai dari<br />

proses pengkajian dan penyadaran masalah,<br />

peng-kajian prioritas, pengembangan<br />

alternatif, dan seterusnya.<br />

Melalui kajian yang mendalam terhadap<br />

isu keterlibatan masyarakat ini diharapkan<br />

dapat menjawab tantangan yang dihadapi<br />

dalam implementasi program karena<br />

masyarakat merupakan salah satu komponen utama dalam<br />

program ini. Masukan dari semua pihak masih sangat diharapkan<br />

dalam mempertajam hasil kajian yang dilakukan.<br />

(disarikan dari resume kajian keterlibatan masyarakat oleh<br />

World Education – Iwied).


Volume 3<br />

Halaman 5<br />

Mengukur potensi deforestasi pada kawasan hutan produksi di Kabupaten Berau<br />

Salah satu aspek penting dalam REDD adalah mengukur<br />

tingkat deforestasi yang dapat terjadi akibat kegiatan<br />

manusia terutama pada kawasan-kawasan hutan produksi.<br />

Bekerjasama dengan Winrock sebuah lembaga<br />

penelitian yang cukup berpengalaman dalam penerapan<br />

metode-metode pengukuran tingkat deforestasi ini, TNC<br />

dan POKJA REDD Berau melakukan kegiatan pengukuran<br />

tingkat deforestasi yang dapat menyebabkan terjadinya<br />

pengurangan emisi karbon di beberapa areal HPH di Kabupaten<br />

Berau. Perusahaan HPH yang menjadi lokasi<br />

pengambilan data adalah PT Inhutani I Labanan, PT Sumalindo<br />

Lestari Jaya IV dan PT Amindo Wana Persada.<br />

Adapun waktu pelaksanaan adalah pada tanggal 11—30<br />

Oktober 20<strong>09</strong>.<br />

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperkirakan<br />

pengurangan karbon per unit area lahan, karbon per unit<br />

untuk produksi<br />

kayu, dan<br />

karbon<br />

per unit<br />

area untuk<br />

keterbukaan<br />

kawasan<br />

yang diakibatkan<br />

dari<br />

kegiatan<br />

penebangan<br />

di kawasan<br />

hutan alami yang terdapat di Kabupaten Berau.<br />

Adapun metode yang digunakan adalah Logging Plot,<br />

Tree Crown, Bio-massa, dan pemetaan jalan sarad. Target<br />

yang harus dicapai untuk logging plot adalah sekitar<br />

100 titik, pada metode ini data-data yang dikumpulkan<br />

adalah data diameter kayu/log (bawah dan atas), pola<br />

kerusakan akibat rebahan pohon yang ditebang, jarak<br />

antar tunggul dan bagian atas bebas cabang, jenis-jenis<br />

vegetasi yang mengalami kerusakan di sekitar lokasi. Namun<br />

tidak semua tunggul yang berada di sekitar jalan<br />

sarad bisa diambil datanya karena ada beberapa persyaratan<br />

seperti top-nya (tajuknya) masih ada dan belum<br />

dipindahkan. Sedangkan untuk target Tree Crown yang<br />

harus dicapai adalah sebanyak 7 titik, serta data yang<br />

dikumpulkan terdiri dari tinggi dan diameter pohon serta<br />

pola tajuknya. Dan untuk menghitung Biomassa target<br />

yang harus dicapai adalah 21 titik, dalam perhitungan<br />

biomassa ini diambil dari lokasi–lokasi yang merupakan<br />

kawasan hutan alam yang masih perawan namun masih<br />

di dalam RKT 2008. Metode ini menggunakan plot<br />

berupa lingkaran yang terbagi dalam 3 sub<br />

plot dengan jari-jari 5, 12, dan 20 meter. Untuk<br />

plot 5 meter data yang diambil berupa<br />

jenis pohon dengan diameter 10 cm ke atas,<br />

di dalam plot 12 meter data yang diambil jenis<br />

pohon yang memiliki diameter 30 cm ke atas<br />

sedangkan untuk plot 20 m data yang diambil<br />

adalah pohon dengan diameter 50 cm ke atas.<br />

Selanjutnya kegiatan untuk memetakan jalur<br />

sarad dengan cara membuat peta manual dan<br />

setiap persimpangan dan ujung jalan sarad<br />

akan diambil titik koordinat, selain itu jumlah<br />

tunggul yang berada di sekitar jalan sarad juga<br />

dihitung.<br />

Data-data yang dikumpulkan akan dianalisis kembali sehingga<br />

bisa<br />

diketahui secara<br />

pasti tingkat pengurangan<br />

karbon<br />

pada kawasan<br />

hutan produksi di<br />

kabupaten Berau.<br />

Semoga kerja<br />

keras kita untuk<br />

dalam melaksanakan<br />

kegiatan<br />

REDD ini dapat<br />

memberikan kebaikan<br />

bagi Kabupaten<br />

Berau.<br />

(@djie)


JWG II (Sambungan halaman 1)<br />

Informasi lebih lanjut<br />

mengenai REDD Program,<br />

kontak :<br />

Iwied Wahyulianto<br />

Koordinator Sekretariat<br />

POKJA REDD Kab. Berau<br />

Jln. Anggur No 265 Tanjung<br />

Redeb, Berau<br />

Telp/Fax. 0554 - 21232<br />

email:<br />

iwe130<strong>09</strong>@gmail.com ;<br />

iwied@cbn.net.id<br />

Hamzah As-Saied<br />

Dinas Kehutanan Kab.<br />

Berau Jl. Pulau Sambit No 1<br />

Tanjung Redeb<br />

Email:<br />

hazbrou@gmail.com<br />

Fakhrizal Nashr<br />

Berau Program Leader<br />

The Nature Conservancy<br />

JL. Cempaka No. 7 - RT 07/<br />

RW 07 Berau 77311<br />

Tel. +62 - 554 23388<br />

Hp.: +62-812-5408141<br />

Email : fnashr@tnc.org<br />

Alfan Subekti<br />

REDD Field Manager<br />

The Nature Conservancy<br />

Jalan Polantas No. 5,<br />

Markoni, Balikpapan,<br />

76112,<br />

Telp.: +62-542-442896<br />

Fax.: +62-542-745730<br />

Email : asubekti@tnc.org<br />

Dari hasil pemaparan hasil kajian<br />

tersebut diajukan beberapa<br />

pertanyaan kunci yang kemudian<br />

dibahas dalam diskusi<br />

kelompok. Peserta kemudian<br />

dibagi menjadi empat kelompok<br />

besar yang bertugas untuk<br />

membahas beberapa pertanyaan<br />

kunci tersebut. Kelompokkelompok<br />

tersebut akan membahas<br />

pertanyaan terkait dengan<br />

perencanaan tata ruang; perundangan dan kelembagaan; strategi pengurangan<br />

emisi berbasis site; dan isu-isu komunitas. Dalam diskusi kelompok dihasilkan berbagai<br />

macam ide dan gagasan yang dapat dikembangkan dalam program ke depan. Hasil<br />

diskusi kelompok disampaikan pada peserta lain dihari kedua.<br />

Sebagai tindak lanjut, direncanakan adanya pertemuan dengan pemerintah Kabupaten<br />

Berau pada minggu kedua<br />

bulan November 20<strong>09</strong> untuk menyampaikan<br />

kemajuan proses sampai<br />

saat ini. Juga pembahasan draft SK<br />

Menhut yang mengarahkan pelaksanaan<br />

BFCP oleh pemerintah Kabupaten,<br />

Provinsi, dan Pusat, bersama<br />

LSM dan pihak pemangku kepentingan<br />

lainnya; penyusunan rencana<br />

bisnis program; pembangunan kerangka<br />

kerja bersama; pengumpulan<br />

dana dan persiapan menghadapi<br />

COP 15 di Copenhagen dimana BFCP<br />

akan dijadikan side event oleh delegasi Indonesia dan juga disampaikan dalam <strong>Forest</strong><br />

Day yang dilaksanakan bersama dengan CIFOR. (Iwied)<br />

Agenda bulan November—Desember 20<strong>09</strong><br />

1. Pelatihan Tingkat Lanjut GIS dan Penginderaan Jauh<br />

2. Pembahasan tindak lanjut Joint Working Group Meeting<br />

3. Pertemuan COP 15 di Copenhagen<br />

Pokja REDD Updates merupakan lembar informasi internal bagi seluruh anggota Pokja<br />

REDD Kabupaten Berau yang diterbitkan oleh Sekretariat Pokja REDD Kabupaten Berau<br />

setiap akhir bulan untuk memberikan berbagai perkembangan program REDD di Kabupaten<br />

Berau<br />

Sekretariat menerima tulisan dari semua pihak yang ingin terlibat aktif dalam program<br />

REDD di Kabupaten Berau.<br />

Foto-foto:<br />

Adji R, Ebe, Iwied, Aji Wihardandi (halaman 1); Aji Wihardandi (halaman 2); Adji<br />

Rahmad (halaman 3 dan 4); Aliansyah dan Adji R (halaman 5); Ebe (halaman 6)

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!