Lampiran 1 : Salah satu model pertumbuhan organisasi ...
Lampiran 1 : Salah satu model pertumbuhan organisasi ...
Lampiran 1 : Salah satu model pertumbuhan organisasi ...
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>Lampiran</strong> 1 :<br />
<strong>Salah</strong> <strong>satu</strong> <strong>model</strong> <strong>pertumbuhan</strong> <strong>organisasi</strong> diperkenalkan oleh Greiner 1).<br />
Larry E. Greiner : “Evolution and Revolution as Organization Grow.” Harvard Business<br />
Review, 50 (July-August 1972). hal 37-46.<br />
Greiner mempelajari <strong>pertumbuhan</strong> <strong>organisasi</strong> untuk mengetahui titi-titik kritis yang akan<br />
dilalui dalam <strong>pertumbuhan</strong> tersebut. Ia juga menunjukkan bahwa <strong>organisasi</strong> akan mengalami<br />
kesulitan jika strukturnya tidak sesuai dengan tahap <strong>pertumbuhan</strong> tersebut. Greiner<br />
menamakan perioda sebelum dan sesudah setiap titik kritis tersebut sebagai tahapan<br />
<strong>pertumbuhan</strong>.<br />
Urutan tahapan <strong>pertumbuhan</strong> dan titik-titik kritis yang dilalui dalam <strong>pertumbuhan</strong> <strong>organisasi</strong><br />
ditunjukkan dalam gambar dibawah ini.<br />
BESAR<br />
Krisis <br />
Krisis birokrasi<br />
UKURAN<br />
ORGANISASI<br />
Krisis<br />
kepemimpinan<br />
Krisis pengawasan<br />
Krisis otonomi<br />
Pertumbuhan melalui pendelegasian<br />
(Growth by Delegation)<br />
Pertumbuhan melalui pengarahan (Growth by Direction)<br />
Pertumbuhan melalui<br />
kolaborasi (growth by<br />
collaboration)<br />
Pertumbuhan melalui koordinasi<br />
(Growth by Coordination)<br />
KECIL<br />
Pertumbuhan melalui kreativitas (Growty by Creativity)<br />
bayi remaja dewasa<br />
UMUR ORGANISASI<br />
1
Tahapan pertama : Pertumbuhan melalui Kreativitas (Growth by Creativity).<br />
Pada tahapan ini <strong>organisasi</strong> baru saja berdiri, perhatian terutama dipusatkan untuk<br />
menciptakan suatu produk tertentu dan juga kemampuan bertahan dalam menghadapi<br />
persaingan. Tahapan ini dinamakan <strong>pertumbuhan</strong> melalui kreativitas karena menemukan<br />
produk dan mengembangkan kemampuan bertahan sangat erat hubungannya dengan<br />
kreativitas pendiri <strong>organisasi</strong>. Oleh karena itu pula, pendiri <strong>organisasi</strong> umumnya adalah orang<br />
yang berjiwa wiraswasta (entrepreneur) yang mencurahkan perhatiannya pada kegiatan<br />
produksi dan pemasaran produk. Organisasi biasanya bersifat tidak formal dan juga tidak<br />
birokratis. Jam kerja dalam <strong>organisasi</strong> ini umumnya sangat panjang, dan pengawasan<br />
dilakukan secara pribadi oleh pemilik ataupun pimpinan <strong>organisasi</strong>.<br />
Tahap kritis pada tahapan ini disebut Krisis Kepemimpinan, sebagai akibat membesarnya<br />
ukuran <strong>organisasi</strong>.<br />
Pertambahan jumlah karyawan karena membesarnya membesarnya <strong>organisasi</strong> membawa<br />
persoalan baru bagi pemimpin <strong>organisasi</strong>. Pimpinan, yang semula hanya terbiasa menangani<br />
masalah produksi dan pemasaran, diharuskan menghadapi persoalanan manajemen karena ia<br />
terpaksa memimpin dan mengatur karyawan yang jumlahnya semakin besar. Organisasi<br />
memasuki masa kritis karena pemimpinnya umumnya berjiwa wiraswasta yang biasanya<br />
tertarik pada masalah produksi serta pemasaran, dan umumnya kurang tertarik dan kurang<br />
terlatih dalam kegiatan pengaturan karyawan.<br />
Agar <strong>organisasi</strong> mampu tumbuh lebih besar, diperlukan pimpinan yang manajer disertai<br />
dengan keahlian memadai dalam teknik-teknik pengaturan karyawan.<br />
Tahapan kedua : Pertumbuhan melalui Pengarahan (Growth by Direction).<br />
Jika krisis kepemimpinan telah berhasil dilampaui berarti bahwa <strong>organisasi</strong> telah memiliki<br />
pimpinan yang kuat dan mulai merumuskan arah maupun sasaran yang jelas. Organisasi<br />
mulai dipecah menjadi bagian-bagian dengan hirarki wewenang, penugasan dan pembagian<br />
kerja yang jelas. Sistem manajemen dan <strong>organisasi</strong> juga mulai lebih teratur. Komunikasi<br />
dalam <strong>organisasi</strong> mulai menjadi lebih formal dan birokrasi dalam <strong>organisasi</strong> mulai lebih jelas.<br />
Titik kritis pada tahapan ini disebut Krisis Otonomi.<br />
Hal ini terjadi karena bawahan mulai merasa dibatasi geraknya karena kepemimpinan yang<br />
kuat serta makin terasanya birokrasi dalam <strong>organisasi</strong>. Sementara itu, pemimpin ditingkat<br />
bawah mulai merasa berkuasa dibagian masing-masing, dan mulai juga menghendaki<br />
perhatian maupun kekuasaan yang lebih besar dari atasan. Krisis otonomi terjadi, jika<br />
pimpinan <strong>organisasi</strong> belum bersedia mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada<br />
pimpinan yang lebih rendah. Pimpinan tingkat bawah merasa tidak mendapat wewenang<br />
untuk melakukan pengambilan keputusan, dan tidak merasa puas. Perlu ditambahkan bahwa<br />
pimpinan ditingkat bawah ini, walaupun mempunyai keinginan untuk memperoleh wewenang<br />
yang lebih besar, belum tentu mampu mengambil keputusan dengan baik. Krisis otonomi ini<br />
bisa dilampaui jika pimpinan <strong>organisasi</strong> bersedia mendelegasikan sebagian wewenangnya<br />
kepada bawahan dan mempersiapkan bawahannya yang tepat untuk itu, dan juga bawahan<br />
ini mulai terlatih untuk pengambilan keputusan secara baik.<br />
Tahap ketiga : Pertumbuhan melalui Pendelegasian (Growth by Delegation).<br />
Pada tahapan ini sebagian wewenang telah didelegasikan secara resmi kepada pimpinan<br />
tingkat bawah, dan mulai terasa adanya desentralisasi dalam <strong>organisasi</strong>. Wewenang dan<br />
tanggung jawab yang lebih besar mulai diberikan kepada para pimpinan tingkat bawah<br />
(middle managers). Pimpinan tertinggi dalam <strong>organisasi</strong> mulai mengarahkan perhatiannya<br />
pada pemikiran yang bersifat strategis, sementara operasi sehari-hari dipercayakan kepada<br />
2
pimpinan yang lebih rendah. Mulai digunakan sistem pengendalian internal serta sistem<br />
informasi dalam <strong>organisasi</strong>. Komunikasi pimpinan puncak kebawah menjadi lebih jarang,<br />
tetapi bersifat lebih formal. Dan dalam <strong>organisasi</strong> mulai muncul karyawan spesialis dengan<br />
tugas-tugas yang sangat khusus.<br />
Titik kritis pada tahapan ini adalah Krisis Pengawasan.<br />
Kondisi kritis ini terjadi karena pimpinan tingkat menengah maupun bawah telah<br />
mendapatkan cukup otonomi, yang berakibat bahwa <strong>organisasi</strong> dapat berkembang ke arah tak<br />
terkendali. Pimpinan <strong>organisasi</strong> perlu mengarahkan <strong>organisasi</strong> kesuatu arah tertentu, yaitu<br />
melalui penggunaan teknik-teknik koordinasi yang baru, untuk menyatukan arah<br />
perkembangan bagian-bagian <strong>organisasi</strong>. Koordinasi untuk menuju suatu arah tersebut<br />
dilaksanakan dengan teknik-teknik pengawasan yang selalu mengusahakan agar semua<br />
bagian berkembang tanpa menyalahi arah yang dikehendaki.<br />
Tahap keempat : Pertumbuhan melalui Koordinasi (Growth by Coordination).<br />
Jika tahapan sebelumnya telah terlewati, berarti <strong>organisasi</strong> telah mencapai tingkat koordinasi<br />
yang baik. Pada <strong>organisasi</strong> telah ada staf profesional atau spesialis yang menguasai program<br />
& proses & prosedur <strong>organisasi</strong> secara keseluruhan, sehingga dapat menggunakannya dan<br />
mengarahkan semua kegiatan bagian sesuai dengan rencana keseluruhan tersebut. Dibentuk<br />
<strong>organisasi</strong> menurut produk ataupun bentuk bentuk lainnya yang bisa memudahkan<br />
tercapainya koordinasi antar bagian. Juga biasa digunakan sistem imbalan yang dapat<br />
merangsang para karyawan agar bersedia mengarahkan kegiatannya untuk kepentingan<br />
<strong>organisasi</strong> secara keseluruhan.<br />
Titik kritis pada tahapan ini adalah Krisis Birokrasi.<br />
Krisis ini terjadi karena program & prosedur <strong>organisasi</strong> secara keseluruhan seringkali<br />
membatasi gerak para pimpinan menengah. Organisasi menjadi terlalu birokratis, dan<br />
pengaruh pimpinan puncak dan serta stafnya terlalu kuat sehingga menghambat kegiatan para<br />
pimpinan menengah. Akibatnya, hambatan ini menyebabkan pimpinan menengah menjadi<br />
kurang inovatif. Organisasi menjadi kaku, tampak terlalu besar untuk bisa dikelola dengan<br />
baik hanya melalui aturan maupun program formal.<br />
Tahap kelima : Pertumbuhan melalui Kerjasama (Growth by Collaboration).<br />
Suasana baru akan tumbuh dalam <strong>organisasi</strong> yang telah melewati krisis birokrasi, yaitu<br />
munculnya semangat kerjasama/ kolaborasi. Pada tahapan ini, seluruh karyawan telah<br />
menyadari bahwa birokrasi yang berlebihan akan sangat menghambat kegiatan. Karena it,<br />
para karyawan telah terlatih dan juga terbiasa menghadapi serta serta menyelesaikan<br />
permasalahan tanpa terhambat oleh birokrasi, dan mencoba menyelesaikan perbedaan<br />
pendapat dengan cara yang tidak formal. Birokrasi terasa telah mencapai batas, sehingga jika<br />
dibuat lebih formal akan terasa menghambat. Karyawan akan menyadari pentingnya bekerja<br />
dalam <strong>organisasi</strong> tanpa membuat organsisasi itu lebih birokratis. Pengawasan formal menjadi<br />
tidak dibutuhkan karena muncul kontrol sosial yang membatasi gerak karyawan, menuju<br />
kearah yang lebih baik. Untuk mencapai kerjasama yang baik, dalam <strong>organisasi</strong> seringkali<br />
dibentuk team yang anggotanya diambil dari berbagai bagian ataupun fungsi-fungsi<br />
<strong>organisasi</strong>. Komunikasi ataupun hubungan formal lainnya seringkali digantikan dengan rapat<br />
koordinasi ataupun pembentukkan kelompok kerja, yang seluruhnya bertujuan untuk<br />
menyederhanakan koordinasi dalam <strong>organisasi</strong>. Tahapan perkembangan yang paling akhir ini<br />
seringkali memerlukan waktu yang cukup lama untuk tercapai. Selama <strong>pertumbuhan</strong> tersebut<br />
<strong>organisasi</strong> menjadi lebih formal dengan desentralisasi yang lebih tinggi. Titik kritis pada<br />
tahapan ini belum diketahui bentuknya. Hal ini mungkin terjadi karena <strong>organisasi</strong> pada<br />
3
tahapan ini telah mempunyai mekanisme yang secara otomatis akan melakukan tindakan<br />
perbaikan jika titik kritis tersebut tercapai. Karena belum diketahui bentuknya, titik kritis<br />
pada tahapan ini dinyatakan dengan nama Krisis <br />
4
STATUS VS PERAN<br />
PERAN<br />
High level<br />
mgr<br />
Inovation &<br />
strategic<br />
40-45% 40-45% 10-20%<br />
Middle<br />
level mgr<br />
10%<br />
30-50%<br />
improvement<br />
40-60%<br />
Low level<br />
mgr<br />
10%<br />
operational<br />
90%<br />
STATUS<br />
Kegiatan manajemen dapat dikelompokkan dalam 3 kategori:<br />
1. Kegiatan operasional<br />
2. Kegiatan pengembangan/perbaikan (improvement)<br />
3. Kegiatan yang bersifat Inovasi & strategis<br />
Pada low level management, porsi waktu dan kegiatan terbanyak pada operational (90%) dan<br />
sumbangsih untuk improvement masih kecil (10%)<br />
Makin tinggi level jabatan dalam management, maka porsi operasional berkurang, porsi<br />
improvement dan Inovasi bertambah.<br />
Pada middle management operational menjadi (60-40%), improvement , inovation &<br />
strategic meningkat menjadi (40-60%)<br />
Pada high level management porsi operasional menjadi sangat rendah (10-20%) dan<br />
improvement dan inovasi strategis memperoleh porsi terbesar (90-80%).<br />
5