Sahabat Senandika - Yayasan Spiritia
Sahabat Senandika - Yayasan Spiritia
Sahabat Senandika - Yayasan Spiritia
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
<strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong><br />
<strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong><br />
Newsletter Bulanan tentang Dukungan untuk Odha<br />
Laporan Kegiatan<br />
Laporan Penguatan Daerah<br />
ke Jambi<br />
Oleh: Hertin Setyowati<br />
Tim dalam kunjungan ini adalah Daniel dan<br />
Hertin di <strong>Spiritia</strong>, Ginan dari Bandung dan Tuti<br />
dari Bengkulu. Kunjungan kami ke Jambi dibantu<br />
oleh <strong>Yayasan</strong> Sikok yang bergerak dibidang<br />
kesehatan remaja dan PKBI. Jambi dengan jumlah<br />
penduduk 3 juta jiwa, terdiri 1 kotamadya dan 10<br />
kabupaten. Menurut data dinas kesehatan diketahui<br />
ada 54 kasus HIV berdasarkan sero survey di<br />
Lokalisasi pekerja seks dan panti pijat, juga 2 kasus<br />
dari PMI dan 5 kasus AIDS.<br />
RSU punya keinginan besar membentuk tim<br />
Pokja dan melaksanakan VCT. Salah satu dokter<br />
baru saja ikut pelatihan VCT yang difasilitasi dari<br />
Depkes di Jakarta. Diskusi kami dengan<br />
manajemen, dokter dan perawat cukup menarik,<br />
kami membahas tentang pengobatan dan<br />
perawatan. 2 teman Odha yang sudah pakai obat<br />
akhirnya membagi pengalamannya tentang<br />
memakai obat ARV. Pihak RSU sudah pernah<br />
menangani 5 pasien AIDS. Komitmen wakil<br />
direktur, dokter dan perawat membentuk pokja dan<br />
meningkatkan pelayanan pengobatan dan<br />
perawatan menjadi awal yang baik.<br />
KPAD propinsi/kotamadya dan kabupaten tidak<br />
berfungsi. Pertemuan kami dengan KPAD Propinsi<br />
batal karena tim KPAD sebetulnya boleh dibilang<br />
belum berperan.<br />
Kami menggunakan kesempatan talk show di 2<br />
radio, melakukan penyuluhan di lokalisasi yang<br />
dihuni sekitar 400 PSK. Penyuluhan di Lapas yang<br />
dihuni sekitar 600 orang dan 40% pengguna<br />
narkoba. Sayangnya kami hanya diijinkan menyuluh<br />
sebahagian kecil dari penghuni lokalisasi dan lapas.<br />
70-80% dari mereka meminta untuk di tes. Ini<br />
memang menjadi tantangan buat <strong>Yayasan</strong> Sikok,<br />
mereka berencana akan menindaklanjutinya.<br />
Diskusi kami dengan para lsm dan media massa<br />
dapat membuka pikiran mereka bahwa HIV/AIDS<br />
Daftar Isi<br />
No. 19, Juni 2004<br />
masalah yang serius tetapi kelihatannya belum ada<br />
rencana yang jelas atas peran mereka selanjutnya.<br />
Belum ada 1 lsm pun yang melakukan kegiatan<br />
terkait dengan HIV/AIDS selain <strong>Yayasan</strong> Sikok.<br />
Alat tes HIV di PMI hanya ada di Unit Transfusi<br />
Darah Kotamadya, sementara di 10 kabupaten<br />
lainnya semua darah tidak di screening. Wakil Ketua<br />
PMI mengatakan tantangan ini belum terpecahkan.<br />
Alat tes HIV di Jambi hanya ada di PMI (rapid<br />
test) dan laboratorium kesehatan daerah (elisa dan<br />
rapid test), dinas kesehatan propinsi. Ada cukup<br />
banyak orang yang ingin melakukan tes di Jambi<br />
apakah remaja dampingan <strong>Yayasan</strong> Sikok, penghuni<br />
lapas, atau pekerja seks di lokalisasi. Sayangnya<br />
tidak ada fasilitas tes yang tersedia.<br />
Kami mendiskusikan hal ini dengan Kadinkes<br />
dan <strong>Yayasan</strong> Sikok, sementara belum ada tempat tes<br />
swasta, kami mengusulkan kepada Kadinkes agar<br />
reagen test untuk sero survey yang selalu sisa tiap<br />
tahun dapat mendukung orang ingin yang tes secara<br />
sukarela. Akhirnya disepakati bersama, konseling<br />
akan dilakukan oleh yayasan Sikok dan dokter di<br />
Laporan Kegiatan 1<br />
Laporan Penguatan Daerah ke Jambi 1<br />
Peran Bandung Plus Support terhadap<br />
ketersediaan obat ARV di Bandung 2<br />
Malam renungan AIDS Nusantara 2004<br />
di Padang 2<br />
Peristiwa 3<br />
Kisah Bayi HIV+ yang Menjadi Headline 3<br />
Pengetahuan adalah Kekuatan 4<br />
Pil dan Perjanjian—Kisah Pribadi dari<br />
Uganda 4<br />
Pojok Info 5<br />
Lembaran Informasi Baru 5<br />
Program Hibah AFAO Internasional<br />
Mengundang Permohanan 5<br />
Tips 5<br />
Tips untuk orang dengan HIV 5<br />
Tanya-Jawab 6<br />
Tanya jawab 6<br />
Positif Fund 6<br />
Laporan Keuangan Positif Fund 6<br />
Semua informasi di dalam <strong>Sahabat</strong> <strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong> <strong>Senandika</strong> sekadar untuk menambah wawasan dan pengetahuan.<br />
Sebelum melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter.
RSU, setelah itu darah akan dikirmkan ke Labkesda<br />
dengan prinsip VCT.<br />
Diskusi kami dengan wakil ketua DPRD pripinsi<br />
dan ketua Komisi E serta anggotanya sangat<br />
menarik. Mereka sangat tersentuh dan sadar bahwa<br />
ternyata mereka punya peran penting. 3 hal penting<br />
kami angkat tentang pemberdayaan KPAD dan lsm,<br />
alat tes dan obat ARV didukung oleh mereka. Pihak<br />
DPRD berjanji akan mendiskusikan segera dengan<br />
jajaran dinas kesehatan.<br />
Peran Bandung Plus<br />
Support terhadap<br />
ketersediaan obat ARV di<br />
Bandung<br />
Oleh: Anto -Wakil ketua Bandung Plus<br />
Support<br />
(Bandung Plus Support (BPS) adalah sebuah<br />
kelompok dukungan sebaya yang berdiri<br />
berdasarkan rasa kesepian dari para Odha yang<br />
berlatar belakang IDU, merasa tidak ada wadah<br />
untuk bertanya dan berbagi rasa antar sesama.<br />
Target sasarannya untuk jangka pendek adalah IDU<br />
yang non aktif dan sasaran jangka panjang adalah<br />
semua Odha dari berbagai latar belakang. Sekarang<br />
BPS beranggotakan 30 Odha dan Ohidha dari<br />
berbagai latar belakang.)<br />
Tahun 2003 obat ARV belum bisa didapatkan di<br />
kota Bandung. Odha di Bandung harus mengambil<br />
ARV di Pokdiksus Jakarta sehingga hal ini<br />
membuat BPS harus berbuat sesuatu. Pada tahun<br />
2004 obat ARV generik diproduksi oleh Kimia<br />
Farma. Namun pada awal peluncuran obat tersebut,<br />
Odha di Bandung masih tetap harus mengambil<br />
obat ARV ke Pokdiksus sehingga hal ini membuat<br />
BPS perlu untuk mengadvokasi pihak-pihak terkait<br />
agar ARV dapat tersedia di Bandung karena Kimia<br />
Farma (produsen ARV generik) terletak di<br />
Bandung dan secara logika harusnya obat itu bisa<br />
didapat di Bandung, karena Bandung sudah punya<br />
dokter dan rumah sakit yang dapat melayani Odha<br />
dan pengobatan ARV.<br />
Dengan bekal keberanian untuk berbicara di<br />
depan umum, serta mengadvokasi pihak-pihak<br />
terkait seperti KPAD dan Dinkes Jabar serta Tim<br />
Penanggulangan HIV/AIDS RS Hasan Sadikin<br />
Bandung. Akhirnya pada bulan April berkat<br />
advokasi yang dilakukan BPS di forum-forum<br />
terkait di Jawa Barat bisa mendapatkan ARV di<br />
Bandung tepatnya di RSHS (Tim Penanggulangan<br />
HIV/AIDS)<br />
2<br />
Malam renungan AIDS<br />
Nusantara 2004 di Padang<br />
Oleh: Pompi di Cemara PKBI Padang<br />
Setiap tahun, Cemara PKBI Sumbar<br />
melaksanakan peringatan Malam Renungan AIDS<br />
Nusantara (MRAN). Peringatan untuk tahun ini<br />
dilaksanakan bekerjasama dengan Pemda Propinsi<br />
Sumatera Barat, Pemko Padang, Dinas Pariwisata<br />
kota Padang, Dinas Kesehatan Propinsi Sumbar,<br />
Harian Umum Singgalang, TVRI Padang, Radio<br />
Boss FM dan BKKBN Propinsi Sumatera Barat.<br />
Rangkaian acara sudah dimulai sejak tanggal 21<br />
Mei 2004 yaitu penerbitan artikel di media cetak<br />
yang bertemakan HIV/AIDS dan Malam<br />
Renungan AIDS 2004 selanjutnya ‘nonton bareng’<br />
beberapa film seri “Kupu-kupu Ungu” (Yuni dan<br />
Api serta Emilia dan Piano) di Pantai Padang<br />
tepatnya di Gelanggang Terbuka Dinas Pariwisata<br />
kota Padang. Acara puncak pada tanggal tanggal 29<br />
Mei 2004, merupakan perpaduan antara malam<br />
kesenian dan renungan juga dilaksanakan di tempat<br />
tersebut. Hal ini dilakukan mengingat Pantai<br />
Padang merupakan tempat rekreasi yang sangat<br />
digemari oleh warganya bahkan merupakan tujuan<br />
wisata bagi warga diluar kota Padang.<br />
Satu hal yang sangat berbeda dari MRAN<br />
sebelumnya adalah komitmen Dinas Kesehatan<br />
Propinsi Sumatera Barat sepakat merealisasikan<br />
VCT di kota Padang yang diungkapkan dalam<br />
konferensi pers pada hari Rabu, 25 Mei 2004 di<br />
ruang pertemuan PKBI Sumatera Barat.<br />
Kedatangan mbak Karni dari <strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong> ke<br />
Padang merupakan point penting juga dari semua<br />
peringatan MRAN ini. Hal ini membuat mata<br />
masyarakat Padang terbuka bahwa memang benar<br />
persoalan HIV bukan hanya persoalan moral, dosa<br />
dan pahala saja. Tetapi merupakan persoalan kita<br />
semua. Semau yang hadir bisa menerima bahkan<br />
mengajak diskusi intensif setelah sesi ‘talkshow<br />
interaktif’ selesai.<br />
Satu harapan yang muncul bersamaan dengan<br />
pembakaran lilin-lilin kecil diakhir acara, bahwa<br />
setelah ini akan ada langkah konkrit dari siapa saja,<br />
baik individu, organisasi, institusi pemerintah untuk<br />
menanggulangi HIV/AIDS di Sumatera Barat.<br />
<strong>Sahabat</strong> <strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong> <strong>Senandika</strong> No. 19
Peristiwa<br />
Kisah Bayi HIV+ yang<br />
Menjadi Headline<br />
Oleh: Frika<br />
Kalau teman-teman membaca di Koran-koran<br />
tentang bayi yang terlibat dalam sindikat penjualan<br />
bayi ke Singapore itu, kedengarannya memang<br />
sangat boombastis. Tapi kalau yang saya dengar<br />
sendiri dari Brenda (ibu yang ingin mengadopsi bayi<br />
itu), ceritanya lain loh dari cerita yang di korankoran.<br />
Jadi ceritanya begini: Brenda (Singaporean) ingin<br />
mengadopsi anak, jadi dia melalui perantaranya di<br />
Singapore, sebutlah (A). Si A, mengontak perantara<br />
di Indonesia (B). B cari-carilah bayi yang bisa dijual.<br />
Lalu dibawalah si bayi ini (D) ke S’pore. Brenda<br />
sendiri bermaksud untuk mengadopsi D dengan<br />
jalan hukum legal yang berlaku. Maka Bayi D yang<br />
berusia 3 bulan itu harus melewati tes kesehatan.<br />
Waktu bertemu pertama kali, si perantara ini<br />
bilang ke Brenda kalau bayi D, mempunyai masalah<br />
kesehatan kekurangan sel darah putih, jadi dipikir<br />
Brenda dan keluarga, mungkin hanya leukemia,<br />
buat mereka itu nggak jadi masalah. Lalu tes HIVnya<br />
positif, 2 kali tes hasilnya positif. (Pada waktu<br />
itu, yang kami dengar tesnya adalah tes PCR- untuk<br />
melihat virus yang ada di darah), jadi biasanya kalau<br />
2 kali tes PCR positif itu artinya dia positif HIV.<br />
Lalu menurut undang-undang S’pore, maka bayi D<br />
di deportasi. Baliklah dia ke Jakarta, bersama<br />
perantara dari Indonesia (B).<br />
Brenda, sudah keburu jatuh cinta dengan bayi D,<br />
jadi dia tidak sampai hati kalau bayi D sampai di<br />
tangan orang yang tidak bertanggung jawab atau<br />
Brenda berharap, bayi D bisa di gereja atau di<br />
yayasan yang bisa memahami HIV/AIDS. Akhirnya<br />
Brenda berkunjung ke Jakarta, dia berusaha<br />
mencari tempat yang tepat untuk bayi D. Brenda<br />
menghubungi Babe Chris, menceritakan<br />
keadaannya, Babe Chris berpikir dan mulai<br />
mencari-cari bantuan. Nah, yayasan Pelita Ilmu,<br />
mengatakan siap untuk membantu. Lalu Brenda<br />
dan Babe Chris merencanakan pertemuan.<br />
Juni 2004<br />
Pertemuan itu untuk mengambil si bayi D ini,<br />
supaya bisa ditaruh di YPI. Brenda mengajak<br />
perantara B untuk bertemu di YPI, dia tidak mau,<br />
takut bertemu banyak orang. Lalu perjanjian di<br />
lobby hotel, pada saat itu, perantara B meminta<br />
Brenda untuk membayar US$ 2500 untuk<br />
membayar semua pengeluarannya. Dalam hati,<br />
Brenda tidak mau bayar US$ 2500, kalau dia bayar<br />
sebesar itu, bisa berarti Brenda membeli bayi D<br />
secara illegal. Tapi melalui telepon, Brenda tidak<br />
mengatakan bahwa dia tidak akan memberikan<br />
uang itu. Ini strategi untuk memancing perantara B<br />
datang ke loby hotel dengan bayinya. Brenda<br />
menyiapkan US$300 untuk sekedar upah terima<br />
kasih.<br />
Nah… Dalam pertemuan ini, Brenda sudah<br />
barang tentu tidak mau sendirian, dia ingin ada<br />
orang dari yayasan, untuk menjadi saksi. Lantaran<br />
Brenda juga berpikir, dia ingin orang yayasan tau<br />
siapa dan bagaimana muka perantara B, agar lain<br />
kali, perantara B tidak bisa lagi ke YPI untuk<br />
mengambil bayi D dengan alasan yang macammacam.<br />
Apa yang dilakukan Brenda adalah strategi<br />
cari aman. Babe Chris, mencari tahu informasi dari<br />
Depsos dan minta bantuan Depsos…(Yang<br />
ternyata di Koran-koran, kedengarannya jadi<br />
pahlawan pembongkar sindikat). Padahal, kalau<br />
Babe Chris tidak menceritakan ke mereka, mereka<br />
juga tidak akan tahu.<br />
Yang berangkat dari <strong>Spiritia</strong>: babe Chris, Frika<br />
dan Bayu. Ada teman-teman dari YPI, Depsos juga.<br />
Gak taunya, orang Depsos ini membawa polisipolisi,<br />
menyergap perantara B dan Brenda beserta<br />
ibu Brenda, yang mendampinginya saat itu.<br />
Langsung dibawa ke kantor polisi. Sekarang<br />
perantara-perantara itu ditangkap. Tapi tetap,<br />
pahlawan dibalik itu semua yang tidak kedengaran<br />
adalah Babe Chris. Terima kasih ya Babe….<br />
Berkatmu, sindikat penjualan bayi ini terungkap.<br />
3
Pengetahuan<br />
adalah Kekuatan<br />
Pil dan Perjanjian—Kisah<br />
Pribadi dari Uganda<br />
Oleh Alex Coutinho, TASO Uganda, 27<br />
Maret 2004<br />
Saya pertama kali bertemu dengan HIV pada<br />
1982 saat saya bekerja di Lembaga Kanker Uganda.<br />
Pada saat itu, saya tidak sadar bahwa kasus Sarkoma<br />
Kaposi yang saya obati sebenarnya terkait dengan<br />
HIV. Selama 22 tahun terakhir sebagai dokter dan<br />
petugas kesehatan masyarakat, saya sudah merawat<br />
ratusan Odha, banyak di antaranya sanak saudara<br />
saya atau teman dekat. Saya harus melihatnya<br />
meninggal secara pelan dan dengan rasa sangat<br />
sakit.<br />
Saya tamat fakultas kedokteran dengan<br />
antusiasme yang tanpa batas dan idealisme yang<br />
tinggi. Saya ingin menyelamatkan dunia dan<br />
melayani umat manusia. Saya yakin, saya sebagai<br />
dokter dapat menghadapi semua penyakit. Jadi,<br />
dengan menghadapi penyakit yang pada saat ini,<br />
lambat laun pasti mengakibatkan kematian adalah<br />
sulit diterima dan membuat frustrasi.<br />
Tahun demi tahun, pasien demi pasien, teman<br />
demi teman, dan sembilan sanak saudara lagi, saya<br />
merasa saya sudah berperang selama 22 tahun,<br />
dengan hanya sedikit kemenangan untuk<br />
meningkatkan semangat saya. Selama tiga tahun<br />
terakhir sejak menjadi pimpinan The AIDS Service<br />
Organization (TASO), saya juga ambil tanggung<br />
jawab untuk membantu 30.000 Odha di Uganda<br />
yang belum mendapatkan ARV dan yang<br />
tergantung pada TASO untuk menyelamatkan<br />
jiwanya. Tanggung jawab ini merasa sangat besar,<br />
dan menghalangi tidur malam saya.<br />
Kedatangan ARV yang terjangkau sepertinya<br />
dikirim oleh Tuhan. Akhirnya pasien kami<br />
mendapatkan harapan untuk melengkapi strategi<br />
hidup positifnya; anaknya dapat bermimpi masa<br />
depan bersama dengan orang tuanya; akhirnya<br />
petugas layanan kesehatan mempunyai senjata<br />
terhadap virus ini.<br />
4<br />
Saya tidak sekadar memandang ARV sebagai<br />
pengobatan—obat ini dapat mencegah yatim piatu,<br />
kematian, kesengsaraan, stigma, dan diskriminasi.<br />
Memang, tidak semuanya dapat segera menerima<br />
obat, tetapi untuk mereka yang mendapatkannya,<br />
pengobatan ini membuat perbedaan yang sangat<br />
besar dan memberi semangat pada pasien lain.<br />
Jadi apakah prakarsa “3 pada 5” akan sukses?<br />
Apakah program tersebut mencoba melakukan<br />
sesuatu yang mustahil? Ini tergantung pada<br />
bagaimana kita mengukur keberhasilan. Bila kita<br />
mencoba menjangkau rembulan, mungkin kita<br />
dapat menyentuh puncak gunung!<br />
Pengobatan, terutama ART adalah bagian yang<br />
sangat penting dari rangkaian pencegahan infeksi<br />
HIV dan mendukung Odha. WHO tidak<br />
mempunyai dana untuk membeli obat untuk tiga<br />
juta orang, tetapi bersama dengan UNAIDS<br />
mempunyai wewenang moral untuk menentukan<br />
bahwa hambatan pada pengobatan dapat dikurangi.<br />
Secara berlawan asas, tantangan terbesar pada “3<br />
pada 5” dalam beberapa bulan berikut bukan dana<br />
untuk obat, melainkan kekurangan kemampuan<br />
dalam negara-negara untuk meningkatkan program<br />
pengobatan secara cepat, dan juga kadang kala<br />
permintaan obat yang kurang karena ketakutan<br />
orang dan ketidaktahuannya tentang status HIVnya,<br />
yang disebabkan oleh stigma dan diskriminasi.<br />
Sebagai orang yang terpengaruh setiap hari oleh<br />
HIV, yang setiap hari melihat anak-anak adik<br />
perempuan dan laki-laki saya yang menjadi yatim<br />
piatu, yang setiap hari mendengar cerita klien<br />
TASO, saya hanya dapat mendukung “3 pada 5”<br />
dan semuanya yang diwakilinya secara penuh—<br />
sebuah pemikiran baru dan desakan baru untuk<br />
menghadapi HIV/ADIS.<br />
Sumber: The Lancet, Volume 363, Number 9414<br />
URL: http://www.thelancet.com/journal/vol363/iss9414/full/<br />
llan.363.9414.health_and_human_rights.29163.1<br />
<strong>Sahabat</strong> <strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong> <strong>Senandika</strong> No. 19
Pojok Info<br />
Lembaran Informasi Baru<br />
Pada Juni 2004, <strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong> telah menerbit<br />
empat lagi lembaran informasi baru untuk Odha,<br />
sbb:<br />
• Topik Khusus<br />
Lembaran Informasi 624—Afte (Seriawan)<br />
• Advokasi<br />
Lembaran Informasi 811—Kewaspadaan<br />
Universal<br />
Lembaran Informasi 813—Kerahasiaan dalam<br />
Sarana Medis<br />
Dengan ini, sudah diterbitkan 84 lembaran<br />
informasi dalam seri ini.<br />
Juga ada 12 lembaran informasi yang direvisi:<br />
• Informasi Dasar<br />
Lembaran Informasi 001—Daftar Lembaran<br />
Informasi<br />
• Terapi Antiretroviral<br />
Lembaran Informasi 422—ddI<br />
Lembaran Informasi 423—d4T<br />
• Infeksi Oportunistik<br />
Lembaran Informasi 503—Meningitis<br />
Kriptokokus<br />
Lembaran Informasi 506—Hepatitis C (HCV) &<br />
HIV<br />
• Obat untuk Infeksi Oportunistik<br />
Lembaran Informasi 530—Azitromisin<br />
Lembaran Informasi 531—Siprofloksasin<br />
• Efek Samping<br />
Lembaran Informasi 555—Neuropati Perifer<br />
Lembaran Informasi 556—Toksisitas<br />
Mitokondria<br />
• Topik Khusus<br />
Lembaran Informasi 617—Terapi Antiretroviral<br />
untuk Anak<br />
Lembaran Informasi 620—Masalah Kulit<br />
• Referensi<br />
Lembaran Informasi 900—Daftar Istilah<br />
Untuk memperoleh lembaran baru/revisi ini atau<br />
seri Lembaran Informasi komplet, silakan hubungi<br />
<strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong> dengan alamat di halaman<br />
belakang. Anggota milis WartaAIDS dapat akses<br />
file ini dengan browse ke:<br />
<br />
Juni 2004<br />
Program Hibah AFAO<br />
Internasional Mengundang<br />
Permohanan<br />
Australian Federation of AIDS Organisations<br />
(AFAO) bergembira mengumumkan bahwa<br />
permohonan untuk program hibah internasional<br />
telah dibuka. Semua informasi tentang program<br />
hibah ini, termasuk persyaratan dan formulir<br />
permohonan, dapat dilihat di situs web AFAO di<br />
http://www.afao.org.au (klik ‘The AFAO<br />
International Grants Scheme’ di bawah ‘Whats<br />
New’ di sebelah kanan).<br />
Siapa yang dapat mengajukan permohonan untuk<br />
hibah?<br />
Persyaratan<br />
Organisasi yang mengajukan permohonan harus<br />
memenuhi semua kriteria berikut:<br />
• Adalah LSM atau organisasi komunitas lokal<br />
• Odha harus terlibat dalam perancangan dan<br />
penerapan proyek oleh organisasi<br />
• Harus bekerja di Indonesia atau beberapa negara<br />
lain di Asia-Pasifik<br />
• Batas waktu mengajukan permohonan: 27<br />
Agustus 2004<br />
Ms Alex Turner, International Programs Officer<br />
AFAO, akan hadir pada Konferensi AIDS<br />
Internasional di Bangkok. Pesan untuk dia tentang<br />
program hibah ini dapat dititipkan di Seven Sisters<br />
Bar di Global Village.<br />
<strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong> siap membantu kelompok yang<br />
ingin mengajukan permohonan.<br />
Tips...<br />
Tips untuk orang dengan<br />
HIV<br />
Sangat penting untuk Odha yang sudah memakai<br />
ARV. Tes Hb dan tes fungsi hati, sebelum memakai<br />
ARV , 3 bulan pertama dan rutin 6 bulan sekali.<br />
Jika mempunyai sejarah anemia sebaiknya minum<br />
tablet tambah darah atau tidak memakai AZT agar<br />
tidak memperparah anemia.<br />
5
Tanya-Jawab<br />
Tanya jawab<br />
T: Tes HIV dilakukan dengan sukarela, tidak<br />
dipaksa dan kerahasiaannya dijamin. Sebelum tes<br />
dilakukan, mereka harus diberi pre dan post<br />
konseling terlebih dahulu. Sebuah lembaga dapat<br />
dituntut bila tes dilakukan tanpa keinginan yang<br />
bersangkutan. Tetapi bagaimana dengan rumah<br />
sakit yang harus mengambil darah pasien, dengan<br />
melihat diagnosa penyakit yang ada pada pasien?<br />
Kita tahu bahwa dengan pemeriksaan<br />
laboratoriumlah pihak RS dapat mendiagnosis<br />
penyakit seseorang untuk penyembuhannya.<br />
Masih seputar kerahasiaan hasil tes. Apakah kita<br />
tetap menunggu persetujuan dari Odha untuk<br />
memberitahukan hasilnya kepada keluarga? Saya<br />
juga ada kasus nih… ada Odha (Lk. 29 th, Narkoba<br />
suntik) yang saya dampingi, tidak mengizinkan saya<br />
memberitahukan kepada keluarganya bahwa dia<br />
HIV+. Saya menyetujui keinginannya, keluarganya<br />
tidak tahu bahwa dia terinfeksi HIV. Adik<br />
perempuan dan neneknya memberitahukan bahwa<br />
dia akan dinikahkan dalam waktu dekat ini<br />
(dijodohkan). Saya tidak tahu harus bagaimana<br />
mendengar berita ini. Disatu sisi, saya ingin tetap<br />
menjaga kerahasiaan itu, tetapi bila itu saya lakukan,<br />
bagaimana nanti dengan istri dan anaknya?<br />
J: Tes HIV harus diikuti konseling pre dan post.<br />
Untuk kasus di rumah sakit, jika pasien dicurigai<br />
AIDS, pasien juga harus dikonseling sebelum darah<br />
diambil dan diberi konseling lagi setelah hasil tesnya<br />
keluar. Kerahasiaan juga harus dijunjung tinggi.<br />
(baca Lembar Informasi: Kerahasiaan Dalam<br />
Sarana Medis)<br />
Ya, kita harus mendapatkan persetujuan dari<br />
Odha-nya sendiri untuk memberitahukan tentang<br />
status HIV+. Kita tidak berhak memberitahukan<br />
kepada orang lain. Memang banyak dilema jika kita<br />
mendampingi Odha. Hal yang harus dilakukan<br />
mengkonseling Odha, memberitahukan<br />
pencegahan penularan melalui hubungan seksual<br />
dan kemungkinan mempunyai anak.<br />
Positif Fund<br />
Laporan Keuangan Positive Fund<br />
<strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong><br />
Periode Juni 2004<br />
Saldo awal 1 Juni 2004 6,475,675<br />
Penerimaan di bulan Juni 2004 300,000<br />
_________+<br />
Total penerimaan 6,775,675<br />
Pengeluaran selama bulan Juni :<br />
Item Jumlah<br />
Pengobatan 516,500<br />
Transportasi 0<br />
Komunikasi 0<br />
Peralatan / Pemeliharaan 34,500<br />
Modal Usaha 0<br />
__________+<br />
Total pengeluaran 551,000<br />
Saldo akhir Positive Fund<br />
per 30 Juni 2004 6,224,675<br />
<strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong><br />
Diterbitkan sekali sebulan oleh<br />
<strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong><br />
dengan dukungan<br />
THE THE FORD<br />
FORD<br />
FOUND FOUND FOUNDATION<br />
FOUND TION<br />
Kantor Redaksi:<br />
Jl Radio IV/10<br />
Kebayoran Baru<br />
Jakarta 12130<br />
Telp: (021) 7279 7007<br />
Fax: (021) 726-9521<br />
E-mail: yayasan_spiritia@yahoo.com<br />
Editor:<br />
Hertin Setyowati<br />
Copyright 2002 <strong>Yayasan</strong> <strong>Spiritia</strong>. Izin dikeluarkan bukan untuk<br />
diperdagangkan, sehingga bila mengutip isinya Anda harus<br />
mencantumkan sumber (termasuk alamat dan nomor telepon).<br />
Semua informasi di dalam <strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong> sekadar<br />
untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Sebelum<br />
melaksanakan suatu pengobatan sebaiknya Anda berkonsultasi<br />
dengan dokter.<br />
6 <strong>Sahabat</strong> <strong>Sahabat</strong> <strong>Senandika</strong> <strong>Senandika</strong> No. 19