08.01.2015 Views

Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun ...

Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun ...

Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun ...

SHOW MORE
SHOW LESS

Create successful ePaper yourself

Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.

<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan<br />

penting yang mempengaruhi kehidupan mereka.<br />

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI)<br />

adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan,<br />

dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia (bisa juga digunakan<br />

untuk Daerah). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah<br />

negara (daerah) adalah negara (daerah) maju, negara (daerah)<br />

berkembang atau negara (daerah) terbelakang dan juga untuk mengukur<br />

pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup.<br />

Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya<br />

Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav<br />

Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of<br />

Economics dan sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada<br />

laporan IPM tahunannya.<br />

IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara (daerah) menjadi 3<br />

(tiga) dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu sebagai berikut:<br />

1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan<br />

hidup saat kelahiran.<br />

2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang<br />

dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar,<br />

menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).<br />

3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari Produk<br />

Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per<br />

Kapita dalam Paritasi Daya Beli (Purchasing Power Varity)<br />

Berikut ini adalah formula serta tahapan yang seringkali digunakan<br />

dalam proses perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM):<br />

*) Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masingmasing<br />

komponen IPM, yaitu:<br />

ü X1 = Indeks Angka Harapan Hidup<br />

ü X2 = Indeks Pendidikan (Melek Huruf + Rata-rata Lama Sekolah)<br />

3-17


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

ü<br />

X3 = Indeks Standar Hidup Layak (Konsumsi per Kapita/ PPP)<br />

Xi-Xmin<br />

Indeks (Xi) =<br />

Xmax-Xmin<br />

Keterangan:<br />

Xi = <strong>Indikator</strong> komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3<br />

Xmin = Nilai minimum Xi<br />

Xmax = Nilai maksimum Xi<br />

*) Tahap kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari<br />

masing-masing indeks Xi dengan rumus sebagai berikut:<br />

IPM =<br />

(X1+X2+X3)<br />

3<br />

Keterangan;<br />

X1 = Indeks Angka Harapan Hidup<br />

X2 = 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata Lama Sekolah)<br />

X3 = Indeks Konsumsi perkapita yang disesuaikan (PPP)<br />

*) Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang digunakan untuk<br />

mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu<br />

tertentu.<br />

r = {(IPM t+n – IPM t) / (IPM ideal – IPM t) x 100} 1/n<br />

Keterangan:<br />

IPM t = IPM pada tahun t<br />

3-18


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

IPM t+n = IPM pada tahun t+n<br />

IPM ideal = 100<br />

3.2. METODOLOGI PENELITIAN<br />

Sesuai dengan pendapat diatas, metode yang digunakan dalam<br />

penelitian ini adalah metode deskriptif, dimana menurut Suharsimi Arikunto<br />

(1990), metode deskriptif adalah pengumpulan informasi mengenai suatu gejala<br />

yang ada, yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian<br />

dilaksanakan.<br />

Menurut Nazir, M. (1999:63) pendekatan analisis deskriptif kuantitatif<br />

yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek,<br />

suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa<br />

sekarang, mempunyai tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan<br />

secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta<br />

hubungan antara fenomena yang diselidiki..<br />

Artinya, bahwa penelitian ini hanya difokuskan pada wilayah <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong>. Sementara itu, permasalahan penelitian sebagaimana dikemukakan di<br />

atas, dijawab melalui teknik dan prosedur mendeskripsikan berbagai data<br />

kuantitatif empirik pada <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>.<br />

A. Teknik Pengumpulan data<br />

1. Sumber Data<br />

Sesuai dengan jenis data yang digunakan yaitu data sekunder,<br />

pengumpulan yang dilakukan dalam hal ini yaitu dengan menelaah datadata<br />

sekunder yang ada dalam berbagai dokumen resmi Pemerintah<br />

Daerah. Dokumen resmi yang digunakan terutama adalah adalah:<br />

a. <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> Dalam Angka beberapa edisi (2005-2011), yang<br />

diterbitkan oleh Kantor Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>;<br />

b. Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Walikota <strong>Bekasi</strong>, beberapa<br />

tahun (2005-2011);<br />

3-19


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

c. Hasil penelitian sebelumnya tentang “<strong>Penyusunan</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Makro</strong><br />

<strong>Ekonomi</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011” yang dilakukan oleh Pemerintah<br />

<strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>.<br />

d. Dokumen-dokumen terkait lainnya.<br />

2. Prosedur Pengumpulan Data<br />

Untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan, penulis melakukan<br />

kegiatan-kegiatan sebagai berikut:<br />

a. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca litelatur-litelatur bidang<br />

ekonomi dan pembangunan yang digunakan sebagai landasan<br />

kerangka berfikir dan teori yang sesuai dengan topik penelititan.<br />

b. Penelitian dokumenter yaitu dengan menelaah dan menganalisa<br />

laporan-laporan mengenai ekonomi dan pembangunan yang<br />

diterbitkan diantaranya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda,<br />

LKPJ Walikota dan dokumen lainnya.<br />

B. Model dan Teknik <strong>Analisis</strong> Data<br />

1. Alat <strong>Analisis</strong><br />

a. Teknik komparatif<br />

Teknik komparatif dimaksudkan untuk membandingkan kinerja<br />

pembangunan indikator makro ekonomi wilayah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dengan<br />

<strong>Kota</strong>-kota sebanding lainnya dan terdekat dalam wilayah <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong>, seperti Jabodetabek ataupun Jawa Barat.<br />

b. Teknik Pertumbuhan<br />

Teknik pertumbuhan dilakukan untuk melihat pertumbuhan dari<br />

beberapa indikator kinerja pembangunan selama periode<br />

pengamatan. Formulasi pertumbuhan yang digunakan sebagai<br />

berikut:<br />

3-20


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

G =<br />

X (t) – X (t-1)<br />

X( t-1)<br />

Keterangan:<br />

G = growth (pertumbuhan)<br />

X (t) = variable perhitungan pada waktu t<br />

X (t-1) = variable perhitungan pada waktu (t-1)<br />

c. Perhitungan Trend<br />

Trend merupakan suatu gerakan kecenderungan naik atau turun<br />

dalam jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari<br />

waktu ke waktu dan nilainya cukup rata (smooth). Menghitung nilai<br />

trend dapat dilakukan dengan beberapa metode, dalam tulisan ini<br />

akan disampaikan 2 (dua) metode yang paling sering digunakan<br />

yaitu:<br />

1) Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method)<br />

Perhitungan nilai trend dengan metode ini juga biasa disebut<br />

dengan metode linier yang dilakukan dengan menggunakan<br />

persamaan:<br />

Y X<br />

= a + bX<br />

Keterangan:<br />

Y adalah data time series periode X<br />

X adalah waktu ( tahun)<br />

a dan b adalah bilangan konstan (nilai a dan b diperoleh dari):<br />

a = ΣY / n atau a = Y<br />

b = ΣXY / ΣX²<br />

3-21


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

2) Metode Trend Kuadratis (Quadratic Trend Method)<br />

Menghitung nilai trend dengan metode ini dilakukan dengan<br />

menggunakan persamaan:<br />

Y X<br />

= a + bX + cX²<br />

Keterangan:<br />

Y adalah data time series periode X<br />

X adalah waktu (tahun)<br />

a, b dan c adalah bilangan konstan (nilai a dan b diperoleh dari):<br />

a = ((ΣY)(ΣX². X²)-(Σ X².Y)(Σ X²)) / n(ΣX². X²)-(ΣX²)²<br />

b = ΣX.Y / Σ X²<br />

c = (n.(Σ X².Y)-(Σ X²)(ΣY)) / n(ΣX². X²)-(Σ X²)²<br />

Untuk menentukan metode yang paling baik dari metode<br />

tersebut harus dipilih metode yang mempunyai derajat kesalahan<br />

paling kecil yaitu yang mempunyai selisih antara data asli (actual)<br />

dengan hasil estimasi (trend) yang paling kecil. Untuk<br />

mengukurnya dilakukan dengan menggunakan persamaan<br />

perhitungan nilai trend dapat juga dilakukan dengan<br />

menggunakan software SPSS atau Eviews, dan untuk<br />

menentukan metode yang paling baik adalah memilih metode<br />

yang mempunyai nilai Standard Error paling kecil dan R-square<br />

yang paling besar.<br />

C. Uji Statistik<br />

1. Regresi Linier<br />

Untuk mengukur seberapa dekat model regresi yang terestimasi<br />

dengan data sesungguhnya atau seberapa besar pengaruh antara<br />

variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan suatu ukuran yang<br />

3-22


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

disebut dengan Koefisien Determinasi (R 2 ). Rumus R 2 (Dominic<br />

Salvatore, 2001:161) adalah sebagai berikut:<br />

_<br />

∑ (Ŷ t – Y ) 2<br />

R 2 = _________<br />

_<br />

∑ (Y t – Y ) 2<br />

Keterangan :<br />

R 2<br />

Y t<br />

= Nilai koefisien determinasi<br />

= Variabel terikat pada observasi ke-t<br />

Ŷ t<br />

Ϋ<br />

= Estimasi nilai Y t<br />

= Nilai rata-rata dari Y<br />

Nilai koefisien determinasi (R 2 ) ini mencerminkan seberapa besar<br />

variasi dari variabel terikat (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebas (X).<br />

Bila R 2 =0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh variabel<br />

bebas X sama sekali. Sementara bila R 2 =1, maka variasi Y secara<br />

keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas X, atau bisa<br />

dikatakan bahwa semua titik pengamatan berada tepat pada garis<br />

regresi. Dengan demikian nilai R 2 dapat diasumsikan sebagai nilai antara<br />

0 dan 1, dimana nilai R 2 semakin mendekati 1 semakin baik suatu<br />

persamaan regresi tersebut.<br />

2. Koefisien Korelasi (R)<br />

<strong>Analisis</strong> koefisien korelasi (R) Yaitu untuk melihat besarnya<br />

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Korelasi<br />

merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik<br />

pengukuran asosiasi/ hubungan (measures of association). Pengukuran<br />

asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok<br />

teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan<br />

hubungan antara dua variabel.<br />

3-23


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat<br />

dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi<br />

Pearson Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Selain kedua<br />

teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal,<br />

Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer, dan Wilson.<br />

Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui<br />

tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel<br />

dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi<br />

variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel<br />

tersebut disebut independen.<br />

Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua<br />

variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu,<br />

misalnya Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan<br />

Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data<br />

nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai<br />

dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua<br />

arah (two tailed).<br />

Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif;<br />

sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak<br />

searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu<br />

pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika<br />

koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka<br />

terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien<br />

korelasi diketemukan +1, maka hubungan tersebut disebut sebagai<br />

korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan<br />

(slope) positif. Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan<br />

tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear<br />

sempurna dengan kemiringan (slope) negatif.<br />

Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis,<br />

karena kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna.<br />

Artinya variabel X mempengaruhi variabel Y secara sempurna. Jika<br />

korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara<br />

kedua variabel tersebut.<br />

3-24


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

3. Uji-F<br />

Uji-F digunakan untuk mengetahui signifikansi seluruh koefisien<br />

regresi, apakah variabel bebas secara bersama-sama (simultan)<br />

berpengaruh terhadap variabel terikat. Langkah awal yang dikerjakan<br />

dalam uji-F adalah dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut:<br />

§<br />

Ho : ß 1 = ß 2 = ß 3 = 0 , yang berarti tidak ada pengaruh yang<br />

signifikan antara variabel bebas (independent variables)<br />

terhadap variabel terikat (dependent variable) secara<br />

bersama-sama<br />

§<br />

Ha : ß 1 ≠ ß 2 ≠ ß 3 ≠ 0 , yang berarti bahwa ada pengaruh yang<br />

signifikan antara variabel bebas (independent variables)<br />

terhadap variabel terikat (dependent variable) secara<br />

bersama-sama.<br />

Rumus menghitung uji- F menurut Nachrowi (2006:21) adalah<br />

sebagai berikut:<br />

R 2 n – k -1<br />

F hitung = ──── ٠۰ ─────<br />

1 – R 2 k<br />

Keterangan:<br />

R 2<br />

n<br />

k<br />

= koefisen determinasi<br />

= jumlah observasi<br />

= jumlah variabel bebas<br />

Kemudian tentukan F tabel dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 5%<br />

dan degree of freedom (df) = k;(n-k-1). Selanjutnya dibandingkan antara<br />

F tabel dengan F hitung untuk menentukan Ho ditolak atau diterima. Kriteria<br />

keputusannya adalah sebagai berikut :<br />

3-25


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

a. Ho diterima jika F hitung < F tabel<br />

b. Ho ditolak jika F hitung > F tabel<br />

Untuk mempermudah dan menjamin ketelitian pelaksana uji<br />

statistik, maka dalam penelitian ini dalam perhitungannya akan<br />

digunakan program siap pakai SPSS.<br />

3-26


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

BAB IV<br />

ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO<br />

4.1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB)<br />

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih populer dengan istilah<br />

Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang<br />

merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi disuatu<br />

wilayah. Berikut ini disajikan data pertumbuhan PDRB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun<br />

2005 hingga tahun 2011, baik itu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB)<br />

maupun PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), dalam bentuk tabel<br />

maupun grafik.<br />

Tabel 4.1<br />

(Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

PDRB -ADHB<br />

(Juta Rupiah)<br />

Pertumbuhan<br />

PDRB-ADHB<br />

PDRB-ADHK<br />

(Juta Rupiah)<br />

Pertumbuhan<br />

PDRB-ADHK<br />

2005 19.226.331,12 23,1% 11.739.946,23 5,6%<br />

2006 22.376.414,93 16,4% 12.453.012,96 6,1%<br />

2007 25.419.184,81 13,6% 13.255.153,53 6,4%<br />

2008 29.525.360,38 16,2% 14.042.404,18 5,9%<br />

2009 31.475.387,85 6,6% 14.622.593,73 4,1%<br />

2010 35.679.065,36 13,4% 15.476.100,56 5,8%<br />

2011 40.528.807,92 13,6% 16.571.540,11 7,1%<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-1


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Grafik 4.1<br />

(Grafik Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Sebagaimana sudah disampaikan diatas bahwa PDRB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> yang<br />

disajikan melalui tabel dan grafik tersebut merupakan PDRB Atas Dasar Harga<br />

Berlaku (ADHB) dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan tahun<br />

dasar yang dijadikan acuan adalah tahun 2000.<br />

Pertumbuhan rata-rata PDRB-ADHB mencapai 14,7%, dimana<br />

pertumbuhan tertinggi berada pada tahun 2005, yaitu mencapai pertumbuhan<br />

sebesar 23,1%, sedangkan pertumbuhan yang paling rendah yaitu hanya<br />

mencapai 6,6% berada pada tahun 2009. Sementara itu pertumbuhan rata-rata<br />

PDRB-ADHK mencapai 5,85% dimana pertumbuhan tertinggi berada pada<br />

tahun 2011 dimana mencapai angka 7,1%, sementara itu pertumbuhan yang<br />

paling rendah juga berada pada tahun 2009 atau hanya mencapai 4,1% saja.<br />

4-2


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Nilai PDRB-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> secara berkelanjutan mengalami trend<br />

pertumbuhan yang terus meningkat, meskipun kenaikan nilai PDRB pada tahun<br />

2009 tidak seperti peningkatan pada tahun-tahun sebelumnya (2005-2008).<br />

Kondisi ini direfleksikan dengan nilai pertumbuhan PDRB-ADHB pada tahun<br />

2009 yang hanya mencapai 6,6%, jauh lebih rendah ketimbang rata-rata<br />

pertumbuhan PDRB-ADHB tahun 2005-2011, yang mencapai hingga 14,7%.<br />

Sementara itu PDRB-ADHK cenderung meningkat secara konsisten<br />

meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan seperti kita lihat pada PDRB-<br />

ADHB. Rata-rata pertumbuhan PDRB-ADHK hanya mencapai kisaran 5,85%<br />

pertahunnya, terhitung sejak tahun 2005 hingga tahun 2011.<br />

Nilai PDRB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011,<br />

sebagaimana sudah ditampilkan dalam tabel dan grafik diatas kemudian akan<br />

kita breakdown lagi dalam bentuk distribusi kedalam beberapa sektor yang<br />

tercakup dalam perhitungan standar PDRB. Berikut ini disajikan datanya dalam<br />

bentuk tabel 4.2 seperti tampak dibawah ini:<br />

4-3


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.2<br />

(Distribusi Sektoral PDRB-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011, Juta Rupiah)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Pertanian<br />

Pertambang<br />

an dan<br />

Penggalian<br />

Industri<br />

Pengolahan<br />

Listrik, Gas,<br />

dan Air<br />

Bersih<br />

Bangunan<br />

Perdagangan,<br />

Hotel dan<br />

Restoran<br />

Pengangkutan<br />

dan<br />

Komunikasi<br />

Keuangan,<br />

Persewaan<br />

& Jasa<br />

Perusahaan<br />

Jasa-Jasa<br />

2005 175.624,94 - 8.972.716,97 684.437,88 642.514,22 5.416.447,99 1.591.070,35 626.676,72 1.116.842,05<br />

2006 192.767,89 - 10.241.541,23 781.350,38 820.591,16 6.403.494,04 1.822.012,97 772.704,55 1.341.952,71<br />

2007 214.956,77 - 11.765.711,35 876.762,33 936.593,07 7.261.830,13 1.933.126,55 939.876,90 1.490.327,71<br />

2008 262.837,87 - 13.344.270,25 1.045.974,72 1.091.817,87 8.633.456,68 2.362.760,16 1.103.846,53 1.680.396,30<br />

2009 271.780,41 - 13.499.050,01 1.159.616,13 1.146.303,07 9.640.712,00 2.676.363,38 1.199.729,96 1.881.832,89<br />

2010 318.617,63 - 15.092.960,96 1.364.063,54 1.218.520,16 11.077.001,17 3.137.586,29 1.360.572,83 2.109.742,78<br />

2011 341.293,59 - 17.168.824,03 1.607.057,35 1.376.312,87 12.491.927,52 3.572.443,06 1.566.220,34 2.404.729,15<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-4


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Grafik 4.2<br />

(Grafik Distribusi Sektoral PDRB-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Distribusi PDRB-ADHB pada berbagai sektor (tahun 2005-2011) juga<br />

mengalami trend peningkatan sejalan dengan PRDB-ADHB secara<br />

komprehensif. Dari 9 (sembilan) sektor yang berkontribusi terhadap nilai total<br />

PDRB-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu<br />

sektor unggulan yang paling banyak memiliki kontribusi terhadap nilai total<br />

PDRB-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>.<br />

4-5


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.3<br />

(Distribusi Sektoral PDRB-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Pertanian<br />

Pertambang<br />

an dan<br />

Penggalian<br />

Industri<br />

Pengolahan<br />

Listrik, Gas,<br />

dan Air<br />

Bersih<br />

Bangunan<br />

Perdagangan,<br />

Hotel dan<br />

Restoran<br />

Pengangkutan<br />

dan<br />

Komunikasi<br />

Keuangan,<br />

Persewaan &<br />

Jasa<br />

Perusahaan<br />

Jasa-Jasa<br />

2005 126.235,06 - 5.478.623,00 398.020,25 407.545,00 3.239.088,80 927.067,17 403.358,84 760.008,11<br />

2006 123.367,34 - 5.712.583,24 428.944,01 433.719,12 3.509.562,84 978.649,00 453.245,74 812.941,67<br />

2007 129.426,07 - 6.112.459,47 468.274,18 485.652,18 3.689.782,45 1.003.499,61 525.067,64 840.991,93<br />

2008 131.568,51 - 6.388.657,78 512.610,33 529.219,49 3.882.989,35 1.170.570,25 563.669,30 863.119,17<br />

2009 130.852,55 - 6.344.557,00 562.665,48 542.548,82 4.148.715,64 1.366.629,78 596.092,77 930.531,69<br />

2010 132.840,89 - 6.545.807,28 627.784,60 564.793,32 4.401.545,04 1.550.992,54 647.054,50 1.005.282,39<br />

2011 135.205,37 - 6.868.059,82 696.315,14 620.425,47 4.782.974,62 1.707.287,22 704.351,80 1.056.920,67<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-6


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Grafik 4.3<br />

(Grafik Distribusi Sektoral PDRB-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Sementara itu distribusi PDRB-ADHK pada berbagai sektor (tahun 2005-<br />

2011) juga mengalami trend peningkatan sejalan dengan PRDB-ADHK secara<br />

komprehensif. Dari 9 (sembilan) sektor yang berkontribusi terhadap nilai total<br />

PDRB-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu<br />

sektor unggulan yang paling banyak memiliki kontribusi terhadap nilai total<br />

PDRB-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>. Jadi dapat disimpulkan bahwa pergerakan PDRB<br />

total, baik itu PDRB-ADHB maupun PDRB-ADHK, merupakan pergerakan<br />

peningkatan pertumbuhan secara proporsional.<br />

4.2. PDRB PER KAPITA<br />

PDRB per Kapita merupakan data turunan yang bisa kita hasilkan dari<br />

PDRB. Untuk mendapatkan PDRB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> per Kapita, maka terlebih<br />

dahulu disajikan jumlah pertumbuhan penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005<br />

hinggga tahun 2011, sebagaimana terlihat melalui tabel 4.4 dibawah ini:<br />

4-7


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.4<br />

(Pertumbuhan Jumlah Penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Jumlah Penduduk<br />

Pertumbuhan<br />

Penduduk (%)<br />

2005 2.001.899 -<br />

2006 2.071.444 3,47%<br />

2007 2.143.804 3,49%<br />

2008 2.238.717 4,43%<br />

2009 2.319.518 3,61%<br />

2010 2.334.871 0,66%<br />

2011 2.422.922 3,77%<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Melalui tabel diatas dapat kita lihat bahwa sejak tahun 2005, jumlah<br />

penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sudah mencapai jumlah 2.001.899 jiwa, kemudian pada<br />

tahun 2006 meningkat menjadi 2.071.44 jiwa atau tumbuh sebesar 3,47%.<br />

Pada tahun 2007 kembali tumbuh 3,49% atau menjadi 2.143.804 jiwa.<br />

Peningkatan jumlah penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> tertinggi terjadi pada tahun<br />

2008, dimana melonjak hingga mencapai 2.238.717 jiwa atau mengalami<br />

pertumbuhan sebesar 4,43%, kemudian ditahun berikutnya (2009) kembali<br />

meningkat sebesar 3,61% atau menjadi 2.319.518 jiwa.<br />

Sementara itu pertumbuhan paling rendah terjadi pada tahun 2010,<br />

dimana pertumbuhan jumlah penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> hanya tumbuh sebesar<br />

0,66% hingga berada pada kisaran 2.334.871 jiwa. Namun pada tahun 2011<br />

kembali tumbuh sebesar 3,77% atau hingga berada pada kisaran 2.422.922<br />

jiwa. Dengan kata lain sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, telah terjadi<br />

pertumbuhan sebesar 21,03% atau jumlah penduduk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> mengalami<br />

kenaikan sebesar 421.023 jiwa, dari 2.001.899 jiwa pada tahun 2005, melonjak<br />

hingga menjadi 2.422.922 jiwa pada tahun 2011.<br />

Pendapatan per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011<br />

adalah dengan membagi jumlah total PDRB dengan jumlah penduduk seperti<br />

sudah disajikan diatas. Hasil perhitungan Pendapatan Per Kapita tersebut akan<br />

disajikan dalam tabel 4.5 seperti dibawah ini:<br />

4-8


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.5<br />

(PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHB per Kapita PDRB-ADHK per Kapita<br />

2005 9.604.046,52 5.864.404,86<br />

2006 10.802.326,75 6.011.754,58<br />

2007 11.857.047,01 6.183.006,25<br />

2008 13.188.518,41 6.272.523,14<br />

2009 13.569.796,76 6.304.151,87<br />

2010 15.280.957,86 6.628.246,51<br />

2011 16.727.244,18 6.839.485,59<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Grafik 4.4<br />

(Grafik PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011) <br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Pertumbuhan PDRB per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dari tahun ke tahun (2005-<br />

2011) meningkat secara konsisten, baik itu pada PDRB-ADHB maupun PRDB-<br />

ADHK. Pendapatan per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> PDRB-ADHB pada tahun 2005<br />

sebesar 9,6 juta rupiah terus meningkat hingga berada pada kisaran 16,7 juta<br />

rupiah pada tahun 2011. Sementara itu Pendapatan per Kapita <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

PDRB-ADHK jauh lebih rendah, dimana pada tahun yang sama (2005) hanya<br />

mencapai 5,8 juta rupiah dan 6,8 juta rupiah pada tahun 2011. Pergerakan<br />

kenaikan PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK bisa kita lihat melalui grafik 4.4<br />

tersebut.<br />

4-9


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.3. LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI (LPE)<br />

<strong>Indikator</strong> ekonomi lainnya yang dapat diturunkan dari PDRB yaitu Laju<br />

Pertumbuhan <strong>Ekonomi</strong> (LPE), Laju Pertumbuhan <strong>Ekonomi</strong> dapat melihat<br />

perkembangan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi<br />

sektoral memperlihatkan peranan masing-masing sektor terhadap<br />

pembentukan PDRB. Sedangkan PDRB perkapita memberikan gambaran ratarata<br />

pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk di <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>.<br />

Dalam proses perencanaan, salah satu rangkaian kegiatan yang<br />

dilakukan pemerintah adalah dengan membuat suatu rencana ekonomi.<br />

Rencana ekonomi yang baik tentunya memerlukan data sebagai bahan acuan<br />

perencanaan. <strong>Indikator</strong> ekonomi makro yang sering digunakan sebagai acuan<br />

untuk proses perencanaan dan evaluasi proses pembangunan antara lain Laju<br />

Pertumbuhan <strong>Ekonomi</strong> (LPE). Melalui tabel 4.6 dibawah ini, disajikan data<br />

pertumbuhan LPE <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011.<br />

Tabel 4.6<br />

(Pertumbuhan LPE-ADHB dan LPE-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> LPE-ADHB LPE-ADHK<br />

2005 23,09% 5,64%<br />

2006 16,38% 6,07%<br />

2007 13,60% 6,44%<br />

2008 16,15% 5,94%<br />

2009 6,60% 4,13%<br />

2010 13,36% 5,84%<br />

2011 13,59% 7,08%<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-10


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Grafik 4.5<br />

(Grafik Pertumbuhan LPE-ADHB dan LPE-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

LPE-ADHB <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> mengalami pertumbuhan yang paling optimal<br />

pada tahun 2005, karena mencapai pertumbuhan ekonomi hingga mencapai<br />

23,09%. Sementara itu LPE paling rendah terjadi pada tahun 2009, dimana<br />

LPE-nya hanya mencapai 6,60%, namun pada tahun 2010 LPE-ADHB <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong> kembali melonjak hingga mencapai pertumbuhan sebesar 13.36%,<br />

kemudian bergerak perlahan hingga berada pada kisaran 13.59% pada tahun<br />

berikutnya (2011).<br />

Sementara itu pertumbuhan LPE-ADHK <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005<br />

hingga tahun 2011 cenderung meningkat stabil, dimana titik tertinggi<br />

pertumbuhan terjadi pada tahun 2011 karena mencapai nilai pertumbuhan<br />

sebesar 7,08%. Sementara itu pertumbuhan terendah berada pada tahun yang<br />

sama pada LPE-ADHB, yaitu pada tahun 2009, karena hanya mencapai<br />

pertumbuhan sebesar 4,13%.<br />

Berdasarkan fakta serta data-data diatas, bisa disimpulkan bahwa pada<br />

tahun 2009 merefleksikan kondisi perekonomian <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> yang kurang<br />

bagus, jika kita coba bandingkan dengan kondisi perekonomian <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

dalam rentang waktu tahun 2005 hingga tahun 2011 penelitian ini.<br />

4-11


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.4. INFLASI DAN INDEKS HARGA IMPLISIT (IHI)<br />

Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian di mana terjadi<br />

kenaikan harga-harga secara umum. Kenaikan dalam harga barang dan jasa<br />

yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah<br />

penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang<br />

yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah<br />

barang dan jasa yang tersedia. Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa<br />

disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran<br />

dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta. Biasanya untuk<br />

mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan Indek Harga Konsumen (IHK)<br />

Sementara itu, Indeks Harga Implisit (IHI) adalah suatu indeks harga<br />

yang mengambarkan perbandingan antara nilai produk atas dasar harga<br />

berlaku dan atas harga konstan, sedangkan perubahan Indeks Harga Implisit<br />

(IHI) mencerminkan tingkat inflasi yang tejadi dalam suatu periode. Perubahan<br />

Indeks Harga Implisit (IHI) dapat dianggap lebih menggambarkan tingkat tinflasi<br />

yang menyeluruh dibandingkan dengan indikator inflasi lainnya seperti Indeks<br />

Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Sembilan Bahan Pokok. Hal ini disebabkan<br />

Indeks Harga Implisit (IHI) sudah mewakili semua jenis harga yaitu harga<br />

konsumen, harga produsen, harga perdagangan besar, harga eceran dan<br />

harga lainnya yang sesuai dengan berbagai jenis harga yang dipergunakan<br />

dalam penghitungan nilai produksi setiap sektor. Laju Inflasi dan Indeks Harga<br />

Implisit (IHI) <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> pada tahun 2005 hingga tahun 2011 bisa terlihat<br />

melalui tabel dan grafik dibawah ini :<br />

Tabel 4.7<br />

(Inflasi dan Indeks Harga Implisit/ IHI <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Inflasi<br />

Indeks Harga Implisit<br />

(IHI)<br />

2005 16,88% 163,77%<br />

2006 6,53% 179,69%<br />

2007 4,85% 191,77%<br />

2008 10,10% 210,26%<br />

2009 1,93% 215,25%<br />

2010 7,88% 230,54%<br />

2011 3,45% 244,57%<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-12


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Grafik 4.6<br />

(Grafik Laju Inflasi <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Grafik 4.7<br />

(Grafik Indeks Harga Implisit/ IHI <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Laju inflasi tertinggi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> terjadi pada tahun 2005, dimana nilai<br />

inflasi mencapai 16,88% selanjutnya laju inflasi terus bergerak sangat<br />

berfluktuatif, mulai turun menjadi 6,53% pada tahun 2006, kemudian kemblai<br />

bergerak turun paada tahun berikutnya (2007) hingga berada pada kisaran<br />

4,85%. Peningkatan laju inflasi kembali terjadi pada tahun 2008 hingga berada<br />

pada kisaran 10,10% atau naik lebih dari 2 (dua) kali lipat jika dibandingkan<br />

4-13


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

dengan tahun sebelumnya (2007), lalu kembali anjlok sangat curam hingga<br />

menjadi 1,93% saja pada tahun 2009. Pergerakan naik laju inflasi kembali<br />

terjadi pada tahun berikutnya (2010) yaitu berada pada angka 7,88% dan turun<br />

kembali pada tahun 2011 hingga berada pada kisaran 3,45%.<br />

Kondisi fluktuatifnya angka inflasi mulai dari 1 (satu) digit hingga menjadi<br />

2 (dua) digit lalu menjadi 1 (satu) digit lagi merefleksikan kondisi inflasi yang<br />

kurang bagus kontrol dan tidak terkontrol. Padahal jika saja pergerakan laju<br />

inflasi dari tahun ke tahun bisa dilakukan prediksi, maka diharapkan pemerintah<br />

bisa melakuka intervensi untuk meredam laju inflasi yang mencapai titik<br />

tertinggi pada angka 16,88% pada tahun 2005.<br />

Sementara itu pergerakan Indeks Harga Implisit (IHI) yang<br />

menggambarkan perbandingan antara nilai produk Atas Dasar Harga Berlaku<br />

(ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK),dan juga bisa merefleksikan<br />

tingkat inflasi sesungguhnya yang terjadi dalam suatu periode tertentu, juga<br />

bisa kita lihat melalui tabel dan graifik diatas. Sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011, pergerakan laju IHI meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun.<br />

Mulai dari 163,77% pada tahun 2005 hingga berada pada kisaran 244,57%<br />

pada tahun 2011. Dengan melihat fakta-fakta tersebut diatas dapat disimpulkan<br />

bahwa pergerakan turun-naik laju inflasi hanya bersifat sementara, karena jika<br />

kita lihat pergerakan IHI, yang sesungguhnya terjadi adalah kenaikan tingkat<br />

inflasi bergerak naik secara perlahan dan konsisten sejak tahun 2005 hingga<br />

tahun 2011.<br />

4.5. EKSPOR-IMPOR<br />

Kinerja Ekspor-Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sebagaimana tampak pada tabel 4.6<br />

dibawah, cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun (2005-2011).<br />

Untuk volume ekspor sendiri, pada tahun 2005 mencapai nilai US$ 152,5 juta,<br />

namun mengalami penurunan pada tahun berikutnya (2006) karena pada tahun<br />

tersebut hanya berhasil dicapai volume ekspor sebesar US$ 138,6 juta. Pada<br />

tahun berikutnya (2007), volume ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> kembali mengalami<br />

4-14


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

peningkatan yang cukup berarti hingga mencapai nilai US$ 152,5 juta dan<br />

kembali meningkat menjadi US$ 167,8 juta pada tahun berikutnya (2008).<br />

Peningkatan yang cukup siginifikan hingga mencapai lebih dari dua kali lipat<br />

dari tahun sebelumnya adalah pada tahun 2009, dimana nilai volume ekspor<br />

<strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> mencapai nilai US$ 366,1 juta dalam satu tahun, lalu kembali turun<br />

pada tahun berikutnya (2010) hingga berada pada kisaran US$ 315,4 juta,<br />

sebelum akhirnya kembali melonjak naik pada tahun 2011 hingga berada pada<br />

kisaran US$ 536,4 juta.<br />

Tabel 4.8<br />

(Nilai Ekspor & Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> Ekspor (US$) Impor (US$)<br />

2005 152.513.254,00 31.698.837,00<br />

2006 138.690.042,10 38.038.604,75<br />

2007 152.559.046,31 45.646.325,00<br />

2008 167.814.950,94 52.493.273,75<br />

2009 366.141.711,71 63.790.255,84<br />

2010 315.480.103,77 66.403.991,29<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Sementara itu volume impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> cenderung meningkat stabil<br />

dari tahun ke tahun meskipun tidak terlalu mencolok seperti nilai ekspor pada<br />

tahun 2009. Pada tahun 2005 volume impor mencapai nilai US$ 31,6 juta, lalu<br />

meningkat menjadi US$ 38 juta pada tahun berikutnya (2006). <strong>Tahun</strong> 2007<br />

volume impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> kembali mengalami peningkatan hingga mencapai<br />

nilai US$ 45,6 juta, lalu meningkat menjadi US$ 52,4 juta pada tahun 2008 dan<br />

menjadi US$ 63,7 juta pada tahun 2009. Pada tahun berikutnya (2010), nilai<br />

impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> kembali meningkat tipis hinggga berada pada kisaran US$<br />

66,4 juta, dan kembali melonjak cukup signifikan pada tahun 2011, dimana nilai<br />

impor mencapai angka US$ 122,8 juta, atau meningkat hampir 2 (dua) kali lipat<br />

dari tahun sebelumnya.<br />

Positifnya nilai ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dari tahun ke tahun (2005-2011)<br />

merefleksikan kondisi surflus, dimana cadangan devisa <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> cukup baik<br />

dan bisa menghandle atau mengkompensasi nilai impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dengan<br />

cukup baik pula. Surflusnya nilai ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> juga akan memberikan<br />

kontribusi pada pendapatan <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> itu sendiri dimana nilai ekspor sebagai<br />

4-15


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

indikator positif (faktor penambah) pendapatan daerah melebihi nilai import<br />

sebagai indikator negatif (faktor pengurang) pendapatan daerah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>.<br />

Berikut ini melalui grafik 4.8, disajikan juga nilai pertumbuhan ekspor-Impor<br />

<strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011:<br />

Grafik 4.8<br />

(Grafik Pertumbuhan Ekspor-Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

4.6. KEUANGAN DAERAH (APBD, PAD)<br />

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana<br />

keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan<br />

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan Peraturan<br />

Daerah. <strong>Tahun</strong> anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1<br />

Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD sendiri terdiri atas:<br />

a. Anggaran Pendapatan, terdiri atas (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD),<br />

yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan<br />

daerah, dan penerimaan lain-lain (2) Bagian dana perimbangan, yang<br />

meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi<br />

Khusus, (3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana<br />

darurat.<br />

b. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan<br />

tugas pemerintahan di daerah.<br />

4-16


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau<br />

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang<br />

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.<br />

Sementara itu, realisasi Penerimaan dan Pengeluaran pemerintah <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong> dengan mengacu terhadap nilai APBD yang sudah ada, mulai tahun<br />

2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana terlihat pada tabel dan grafik<br />

dibawah ini:<br />

Tabel 4.9<br />

(Realisasi Pengeluaran dan Penerimaan APBD <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> Realisasi Pengeluaran (Rp) Realisasi Penerimaan (Rp)<br />

2005 772.005.871.763 693.295.367.464<br />

2006 882.004.547.483 893.239.242.964<br />

2007 1.028.289.186.131 1.109.796.738.023<br />

2008 1.363.777.222.839 1.235.060.641.143<br />

2009 1.501.555.212.793 1.476.770.000.163<br />

2010 1.593.446.958.195 1.582.441.084.727<br />

2011 1.981.344.801.647 2.220.351.556.783<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Grafik 4.9<br />

(Grafik Realisasi Penerimaan & Pengeluaran APBD <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Pengeluaran sebagaimana kita lihat pada grafik diatas merupakan<br />

realisasi dari Belanja Pemerintah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>. Dalam grafik tersebut bisa<br />

terlihat bahwa realisasi penerimaan pemerintah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> masih lebih kecil<br />

4-17


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

jika kita bandingkan dengan realisasi pengeluarannya. Kondisi surflus hanya<br />

terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2011, sementara itu, pada tahun 2005,<br />

2008, 2009 dan 2010, selalu mengalami defisit, karena penerimaan yang ada<br />

tidak bisa menutupi jumlah pengeluaran yang ada.<br />

4.7. INVESTASI<br />

<strong>Indikator</strong> makro ekonomi selalu menampilkan sisi investasi. Walaupun<br />

hanya menampilkan angka absolut yang dibandingkan dari tahun ke tahun,<br />

namun besaran ini sangat berdampak terhadap kinerja ekonomi suatu daerah.<br />

Penilaian terhadap keberhasilan suatu daerah salah satunya adalah daya tarik<br />

untuk berinvestasi didaerah tersebut.<br />

Dari infrastruktur, Pemerintah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> terus mengembangkannya<br />

bahkan relatif dapat dikatakan berkembang pesat dari tahun ketahun. Hal ini<br />

menjadi daya tarik tersendiri bagi pebisnis untuk terus melakukan aktivitas<br />

bisnisnya di <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>. Indikasi terus meningkatnya investor masuk ke <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong>, antara lain dengan melihat tingginya angka permohonan perizinan<br />

usaha. Pemohon Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) terlihat terus<br />

meningkat dari 2008 hingga 2010.<br />

Investasi di <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori industri,<br />

diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Industri Logam, Mesin dan Elektronika;<br />

(2) Industri Agro dan Hasil Hutan; dan (3) Industri Kimia. Berdasarkan data<br />

yang diperoleh untuk memperkuat analisis kajian penelitian ini, berikut ini<br />

disajikan data investasi ketiga kategori tersebut dalam bentuk tabel 4.10,<br />

sebagai berikut:<br />

4-18


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.10<br />

(Investasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> Berdasarkan Kelompok Industri <strong>Tahun</strong> 2008-2011)<br />

<strong>Tahun</strong><br />

Industri Logam,<br />

Mesin dan<br />

Elektronika<br />

Industri Agro dan<br />

Hasil Hutan<br />

Industri Kimia<br />

2008 120.790.972.000 83.611.470.000 18.564.550.000<br />

2009 60.364.363.480 19.058.176.270 26.351.500.000<br />

2010 81.553.560.000 96.089.703.000 76.939.250.000<br />

2011 89.687.005.000 133.348.516.000 199.878.000.000<br />

Sumber: BKPMD <strong>Bekasi</strong><br />

Grafik 4.10<br />

(Grafik Investasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> Berdasarkan Kelompok Industri <strong>Tahun</strong> 2008-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Pada tahun 2008, Industri Logam, Mesin dan Elektronika nilai<br />

investasinya masih cukup besar jika dibandingkan kelompok industri lainnya<br />

dan hal tersebut masih terjadi pada tahun 2009, namun selanjutnya menurun di<br />

tahun 2010 dan kembali menurun pada tahun 2011. Sementara itu jika kita<br />

perhatikan investasi pada kelompok Industri Kimia semakin meningkat dari<br />

tahun ke tahun, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011. Investasi pada kelompok<br />

Industri Agro dan Hasil Hutan dalam tabel dan grafik di atas cenderung tetap,<br />

meskipun penurunan cukup signifikan terlihat pada tahun 2009.<br />

Selain pengelompokkan data investasi berdasarkan industri, data<br />

investasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> juga dikelompokkan berdasarkan skalanya, yaitu<br />

sebagaimana tampak pada tabel 4.11 seperti dibawah ini:<br />

4-19


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.11<br />

(Investasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> Berdasarkan Skala Industri <strong>Tahun</strong> 2008-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> Kecil Menengah Besar<br />

2008 26.782.380.000 24.748.175.000 171.436.437.000<br />

2009 21.110.564.750 34.637.275.000 50.026.200.000<br />

2010 26.880.010.000 33.382.003.000 194.320.500.000<br />

2011 23.033.150.000 46.681.871.000 353.198.500.000<br />

Sumber: BKPMD <strong>Bekasi</strong><br />

Grafik 4.11<br />

(Grafik Investasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> Berdasarkan Skala Industri <strong>Tahun</strong> 2008-2011)<br />

Sumber: Hasil Olah Data<br />

Nilai investasi pada skala industri memang di dominasi oleh industri<br />

dengan skala besar. Perbedaan cukup signifikan nampak terlihat pada tahun<br />

2009 dengan nilai investasi hanya mencapai 50 miliar rupiah, dimana nilainya<br />

menurun 3 (tiga) kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008)<br />

yang berada pada kisaran 171 miliar rupiah. Lalu bergerak naik kembali pada<br />

tahun 2010 hingga berada pada kisaran 194 miliar rupiah, dan terus melonjak<br />

pada tahun 2011 hingga mencapai 353 miliar rupiah. Sementara itu untuk<br />

industri dengan skala kecil dan menengah nilai investasi hanya mencapai nilai<br />

yang tidak melebihi 50 miliar rupiah.<br />

4-20


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.8. ANALISA KOMPARATIF DENGAN KOTA/ KABUPATEN DI JAWA<br />

BARAT<br />

Melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antar wilayah juga<br />

diperlukan bagi penelitian ini, agar kondisi Pemerintah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> bisa segera<br />

melakukan evaluasi atau perbaikan sejak dini, jika dirasakan masih tidak lebih<br />

baik dari daerah sekitar yang dijadikan pembanding tersebut.<br />

Selain itu dalam penyusunan indikator ekonomi makro daerah juga<br />

biasanya dengan membandingkan data PDRB daerah tersebut dengan daerah<br />

disekitarnya melalui analisis Location Quotient (LQ) untuk melihat keuntungan<br />

komparatif suatu daerah terhadap daerah pembandingnya. Terkait dengan<br />

data-data pembanding kota-kota lainnya yang sangat sulit diperoleh, maka<br />

analisis perbandingan kajian ini hanya terhadap nilai Indeks Pembangunan<br />

manusia (IPM) dari seluruh <strong>Kota</strong> dan Kabupaten yang berada dalam cakupan<br />

wilayah Jawa Barat.<br />

Metode Location Quetion (LQ) merupakan suatu alat pengembangan<br />

ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya.<br />

Teknik Location Quetion (LQ0 merupakan salah satu pendekatan yang paling<br />

umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk<br />

memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location<br />

Quetion (LQ) juga mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi<br />

kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.<br />

4.8.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)<br />

Menurut United Nation Development Programme (UNDP) (1995),<br />

paradigma pembangunan manusia terdiri dari 4 (empat) komponen utama,<br />

yaitu:<br />

a. Produktivitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka<br />

dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan<br />

dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah<br />

salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia,<br />

b. Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan<br />

yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus<br />

4-21


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh<br />

manfaat dari kesempatan-kesempatan ini,<br />

c. Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan<br />

tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang.<br />

Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus<br />

dilengkapi,<br />

d. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan<br />

hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam<br />

mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan<br />

mereka. Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas<br />

manusia akan meningkat sehingga mereka menjadi agen pertumbuhan<br />

yang efektif. Pertumbuhan ekonomi harus dikombinasikan dengan<br />

pemerataan hasil-hasilnya. Pemerataan kesempatan harus tersedia baik,<br />

semua orang, perempuan maupun laki-laki harus diberdayakan untuk<br />

berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan<br />

penting yang mempengaruhi kehidupan mereka.<br />

Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang<br />

menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari<br />

seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber<br />

daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan<br />

(usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan<br />

baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan<br />

kegiatan ekonomi).<br />

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI)<br />

adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan<br />

dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia (bisa juga digunakan<br />

untuk Daerah). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah<br />

negara (daerah) adalah negara (daerah) maju, negara (daerah)<br />

berkembang atau negara (daerah) terbelakang dan juga untuk mengukur<br />

pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada<br />

1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul<br />

Haq seorang ekonom Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale<br />

4-22


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan<br />

sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM<br />

tahunannya.<br />

Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena<br />

batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna<br />

daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan.<br />

Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk<br />

mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan<br />

manusianya.<br />

IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara (daerah) menjadi 3<br />

(tiga) dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu sebagai berikut:<br />

a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan<br />

hidup saat kelahiran.<br />

b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang<br />

dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar ,<br />

menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga).<br />

c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari Produk<br />

Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per<br />

Kapita dalam Paritasi Daya Beli (Purchasing Power Varity)<br />

Salah satu data komparatif kota atau wilayah sekitar yang bisa diperoleh<br />

dalam kajian ilmiah ini adalah data Indeks Pembangunan Manusia (IPM),<br />

sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah ini:<br />

Tabel 4.12<br />

(IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dan <strong>Kota</strong>/ Kabupaten Pembanding di Jawa Barat <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

Kabupaten/ <strong>Kota</strong><br />

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)<br />

2006 2007 2008 2009 2010 2011<br />

3201 Kab Bogor 69,73 70,08 70,66 71,35 72,16 72,58<br />

3202 Kab Sukabumi 68,88 69,21 69,66 70,17 70,66 71,06<br />

3203 Kab Cianjur 67,1 67,65 68,17 68,66 69,14 69,59<br />

3204 Kab Bandung 72,62 72,97 73,41 73,84 74,05 74,43<br />

3205 Kab Garut 69,46 69,99 70,52 70,98 71,36 71,70<br />

3206 Kab Tasikmalaya 70,86 71,24 71,35 71,73 72,00 72,51<br />

4-23


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

3207 Kab Ciamis 69,3 70,14 70,57 70,96 71,37 71,81<br />

3208 Kab Kuningan 69,21 69,7 70,12 70,42 70,89 71,55<br />

3209 Kab Cirebon 66,32 67,3 67,7 68,37 68,89 69,27<br />

3210 Kab Majalengka 68,41 68,94 69,4 69,94 70,25 70,81<br />

3211 Kab Sumedang 70,56 71,3 71,68 72,14 72,42 72,67<br />

3212 Kab Indramayu 66,28 66,22 66,78 67,39 67,75 68,40<br />

3213 Kab Subang 69,88 70,03 70,43 70,86 71,14 71,50<br />

3214 Kab Purwakarta 68,86 69,88 70,31 70,79 71,17 71,59<br />

3215 Kab Karawang 66,95 68,45 69,06 69,47 69,79 70,28<br />

3216 Kab <strong>Bekasi</strong> 70,72 71,55 72,1 72,47 72,93 73,54<br />

3217 Kab Bandung Barat 72,27 72,29 72,65 72,99 73,35 73,80<br />

3271 <strong>Kota</strong> Bogor 74,57 74,73 75,16 75,47 75,75 76,08<br />

3272 <strong>Kota</strong> Sukabumi 73 73,66 74,17 74,57 74,91 75,36<br />

3273 <strong>Kota</strong> Bandung 74,52 74,86 75,35 75,64 76,06 76,39<br />

3274 <strong>Kota</strong> Cirebon 73,8 73,67 74,26 74,68 74,93 75,42<br />

3275 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 74,82 75,31 75,73 76,10 76,36 76,68<br />

3276 <strong>Kota</strong> Depok 77,67 77,89 78,36 78,77 79,09 79,36<br />

3277 <strong>Kota</strong> Cimahi 73,35 74,42 74,79 75,17 75,51 76,01<br />

3278 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 72,27 72,75 73,35 73,96 74,40 74,85<br />

3279 <strong>Kota</strong> Banjar 69,64 70,17 70,61 70,98 71,38 71,82<br />

3200 JAWA BARAT 70,32 70,71 71,12 71,64 72,29 72,73<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dengan melihat tabel diatas, nampak bahwa IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> masih<br />

berada pada nomor urut 2 (dua) dengan nilai mencapai 74-76, masih jauh lebih<br />

baik ketimbang beberapa wilayah atau kota kabupaten pembandingnya dalam<br />

wilayah Jawa Barat, diantaranya seperti <strong>Kota</strong> Bandung, <strong>Kota</strong> Cirebon, <strong>Kota</strong><br />

Cimahi, <strong>Kota</strong> Tasikmalaya dan <strong>Kota</strong> lainnya. <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> hanya berada<br />

dibawah <strong>Kota</strong> Depok yang menempati nomor urut 1 (satu) untuk IPM-nya yang<br />

berkisar antara 77-79. Sementara itu jika kita bandingkan dengan Provinsi Jawa<br />

Barat, rata-rata IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> memang berada diatas rata-rata IPM Jawa<br />

Barat yang nilainya antara 70-72 saja. Kondisi ini merefleksikan bahwa<br />

pertumbuhan IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> masih lebih baik ketimbang Provinsi Jawa Barat.<br />

4-24


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.13<br />

(Ranking <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dan <strong>Kota</strong>/ Kabupaten Pembanding di Jawa Barat <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

Kabupaten/ <strong>Kota</strong><br />

Peringkat IPM di Jawa Barat<br />

2006 2007 2008 2009 2010 2011<br />

3201 Kab Bogor 15 16 16 14 13 13<br />

3202 Kab Sukabumi 20 21 21 21 21 21<br />

3203 Kab Cianjur 23 24 24 24 24 24<br />

3204 Kab Bandung 8 8 8 9 9 9<br />

3205 Kab Garut 17 18 17 15 17 17<br />

3206 Kab Tasikmalaya 11 13 13 13 14 14<br />

3207 Kab Ciamis 18 15 16 17 16 16<br />

3208 Kab Kuningan 19 20 20 20 20 19<br />

3209 Kab Cirebon 25 25 25 25 25 25<br />

3210 Kab Majalengka 22 22 22 22 22 22<br />

3211 Kab Sumedang 13 12 12 12 12 12<br />

3212 Kab Indramayu 26 26 26 26 26 26<br />

3213 Kab Subang 14 17 18 18 19 20<br />

3214 Kab Purwakarta 21 19 19 19 18 18<br />

3215 Kab Karawang 24 23 23 23 23 23<br />

3216 Kab <strong>Bekasi</strong> 12 11 11 11 11 11<br />

3217 Kab Bandung Barat 9 10 10 10 10 10<br />

3271 <strong>Kota</strong> Bogor 3 4 4 4 4 4<br />

3272 <strong>Kota</strong> Sukabumi 7 7 7 7 7 7<br />

3273 <strong>Kota</strong> Bandung 4 3 3 3 3 3<br />

3274 <strong>Kota</strong> Cirebon 5 6 6 6 6 6<br />

3275 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 2 2 2 2 2 2<br />

3276 <strong>Kota</strong> Depok 1 1 1 1 1 1<br />

3277 <strong>Kota</strong> Cimahi 6 5 5 5 5 5<br />

3278 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 10 9 9 8 8 8<br />

3279 <strong>Kota</strong> Banjar 16 14 15 16 15 15<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> tetap konsisten<br />

menempati nomor urut 2 (dua), sementara itu <strong>Kota</strong> Depok juga konsisten<br />

berada pada urutan pertama sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, sementara<br />

itu <strong>Kota</strong>-<strong>Kota</strong> pembanding lainnya mengalami perubahan urutan sejak tahun<br />

2006 hingga tahun 2011. Sementara itu jika nilai IPM berada di atas 80, maka<br />

wilayah tersebut termasuk kategori wilayah yang status pembangunan<br />

manusianya tinggi.<br />

4-25


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.14<br />

(IPM Jawa Barat dan Provinsi Pembanding di Indonesia <strong>Tahun</strong> 2005-2010)<br />

Provinsi 2005 2006 2007 2008 2009 2010<br />

11. Nanggroe Aceh Darussalam 69.05 69.41 70.35 70.76 71.31 71.70<br />

12. Sumatera Utara 72.03 72.46 72.78 73.29 73.80 74.19<br />

13. Sumatera Barat 71.19 71.65 72.23 72.96 73.44 73.78<br />

14. Riau 73.63 73.81 74.63 75.09 75.60 76.07<br />

15. Jambi 70.95 71.29 71.46 71.99 72.45 72.74<br />

16. Sumatera Selatan 70.23 71.09 71.40 72.05 72.61 72.95<br />

17. Bengkulu 71.09 71.28 71.57 72.14 72.55 72.92<br />

18. Lampung 68.85 69.38 69.78 70.30 70.93 71.42<br />

19. Bangka Belitung 70.68 71.18 71.62 72.19 72.55 72.86<br />

20. Kepulauan Riau 72.23 72.79 73.68 74.18 74.54 75.07<br />

31. DKI Jakarta 76.07 76.33 76.59 77.03 77.36 77.60<br />

32. Jawa Barat 69.93 70.32 70.71 71.12 71.64 72.29<br />

33. Jawa Tengah 69.78 70.25 70.92 71.60 72.10 72.49<br />

34. Yogyakarta 73.50 73.70 74.15 74.88 75.23 75.77<br />

35. Jawa Timur 68.42 69.18 69.78 70.38 71.06 71.62<br />

36. Banten 68.80 69.11 69.29 69.70 70.06 70.48<br />

51. Bali 69.78 70.07 70.53 70.98 71.52 72.28<br />

52. Nusa Tenggara Barat 62.42 63.04 63.71 64.12 64.66 65.20<br />

53. Nusa Tenggara Timur 63.59 64.83 65.36 66.15 66.60 67.26<br />

61. Kalimantan Barat 66.20 67.08 67.53 68.17 68.79 69.15<br />

62. Kalimantan Tengah 73.22 73.40 73.49 73.88 74.36 74.64<br />

63. Kalimantan Selatan 67.44 67.75 68.01 68.72 69.30 69.92<br />

64. Kalimantan Timur 72.94 73.26 73.77 74.52 75.11 75.56<br />

71. Sulawesi Utara 74.21 74.37 74.68 75.16 75.68 76.09<br />

72. Sulawesi Tengah 68.47 68.85 69.34 70.09 70.70 71.14<br />

73. Sulawesi Selatan 68.06 68.81 69.62 70.22 70.94 71.62<br />

74. Sulawesi Tenggara 67.52 67.80 68.32 69.00 69.52 70.00<br />

75. Gorontalo 67.46 68.01 68.83 69.29 69.79 70.28<br />

76. Sulawesi Barat 65.72 67.06 67.72 68.55 69.18 69.64<br />

81. Maluku 69.24 69.69 69.96 70.38 70.96 71.42<br />

82. Maluku Utara 66.95 67.51 67.82 68.18 68.63 69.03<br />

91. Irian Jaya Barat 64.83 66.08 67.28 67.95 68.58 69.15<br />

94. Papua 62.08 62.75 63.41 64.00 64.53 64.94<br />

Indonesia (BPS) 69.57 70.10 70.59 71.17 71.76 72.27<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik<br />

4-26


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Sementara itu jika kita coba bandingkan IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dengan IPM<br />

seluruh Provinsi bahkan IPM Nasional, faktanya memang nilai IPM yang<br />

berhasil diraih oleh <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011<br />

cukup membanggakan, karena rata-rata nilai IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong>, masih lebih<br />

tinggi ketimbang nilai rata-rata dalam skala nasional yang hanya berada pada<br />

kisaran 69-72 saja (tahun 2005 sampai dengan tahun 2010). Walaupun tidak<br />

lebih baik dari Provinsi DKI Jakarta, yang IPM-nya berada pada kisaran nilai 76-<br />

77, namun sebagai sebuah bagian dari Provinsi Jawa Barat, ternyata <strong>Kota</strong><br />

<strong>Bekasi</strong> mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap nilai IPM<br />

Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan.<br />

4.8.2. Komponen IPM-Angka Harapan Hidup (Indeks Kesehatan)<br />

Angka Harapan Hidup (Indeks Kesehatan) untuk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dari tahun<br />

ke tahun, sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 sebagaimana terlihat pada tabel<br />

4.15 dibawah ini terus meningkat, hanya saja jika dilihat dari rangking secara<br />

keseluruhan pada komponen ini terhadap Kabupaten/ <strong>Kota</strong> se-Jawa Barat<br />

tidaklah demikian. Jika kita perhatikan, mulai tahun 2006 hingga tahun 2008<br />

<strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> terus-menerus berada pada rangking ke-3, selanjutnya mengalami<br />

penurunan pada tahun 2010 dan berada pada rangking ke-4, bahkan pada<br />

tahun 2011 kembali merosot hingga berada pada rangking ke-6.<br />

Meski secara keseluruhannya terhadap Kabupaten/ <strong>Kota</strong> se-Jawa Barat<br />

IPM <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> selalu berada pada nomor urut 2, tetapi perlu ditinjau lebih<br />

lanjut agar pada komponen Angka Harapan Hidup yang merupakan bagian dari<br />

perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> tidak terjadi<br />

penurunan jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat. Tabel<br />

IPM, khususnya komponen Angka Harapan Hidup <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun<br />

2006 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana tampak pada tabel 4.15 dibawah<br />

ini :<br />

4-27


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.15<br />

(IPM-Angka Harapan Hidup <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2006 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2007 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2008 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2009 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2010 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2011<br />

1 <strong>Kota</strong> Depok 72,60 1 <strong>Kota</strong> Depok 72,72 1 <strong>Kota</strong> Depok 72,85 1 <strong>Kota</strong> Depok 72,97 1 <strong>Kota</strong> Depok 73,09 1 <strong>Kota</strong> Depok 73,22<br />

2 <strong>Kota</strong> Bandung 69,60 2 <strong>Kota</strong> Bandung 69,55 2 <strong>Kota</strong> Bandung 69,61 2 <strong>Kota</strong> Bandung 69,66 2 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 69,86 2 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 70,23<br />

3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,40 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,45 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,52 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,58 3 <strong>Kota</strong> Bandung 69,72 3 <strong>Kota</strong> Bandung 69,78<br />

4 <strong>Kota</strong> Cimahi 68,90 4 <strong>Kota</strong> Cimahi 68,97 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 69,13 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 69,49 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,64 4 Kab <strong>Bekasi</strong> 69,73<br />

5 Kab Subang 68,80 5 Kab Subang 68,95 5 Kab Subang 69,09 5 Kab Subang 69,24 5 <strong>Kota</strong> Sukabumi 69,44 5 <strong>Kota</strong> Sukabumi 69,70<br />

6 Kab Bandung 68,70 6 <strong>Kota</strong> Sukabumi 68,87 6 <strong>Kota</strong> Cimahi 69,04 6 <strong>Kota</strong> Sukabumi 69,18 6 Kab <strong>Bekasi</strong> 69,40 6 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 69,70<br />

7 <strong>Kota</strong> Bogor 68,60 7 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 68,78 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 68,92 7 <strong>Kota</strong> Cimahi 69,11 7 Kab Subang 69,39 7 Kab Subang 69,54<br />

8 Kab Bandung Barat 68,50 8 Kab Bandung 68,78 8 Kab Bandung 68,86 8 Kab <strong>Bekasi</strong> 69,07 8 <strong>Kota</strong> Cimahi 69,18 8 Kab Bogor 69,28<br />

9 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 68,40 9 <strong>Kota</strong> Bogor 68,69 9 Kab <strong>Bekasi</strong> 68,74 9 Kab Bandung 68,94 9 Kab Bandung 69,02 9 <strong>Kota</strong> Cimahi 69,25<br />

10 <strong>Kota</strong> Sukabumi 68,40 10 Kab Bandung Barat 68,53 10 <strong>Kota</strong> Bogor 68,68 10 <strong>Kota</strong> Bogor 68,77 10 <strong>Kota</strong> Bogor 68,87 10 Kab Bandung 69,10<br />

11 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,40 11 Kab <strong>Bekasi</strong> 68,43 11 Kab Bandung Barat 68,58 11 Kab Bandung Barat 68,61 11 Kab Bogor 68,86 11 <strong>Kota</strong> Bogor 68,97<br />

12 Kab <strong>Bekasi</strong> 68,10 12 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,42 12 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,45 12 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,47 12 Kab Bandung Barat 68,65 12 Kab Bandung Barat 68,68<br />

13 Kab Bogor 67,20 13 Kab Bogor 67,53 13 Kab Bogor 68,03 13 Kab Bogor 68,44 13 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,50 13 <strong>Kota</strong> Cirebon 68,52<br />

14 Kab Tasikmalaya 67,10 14 Kab Tasikmalaya 67,32 14 Kab Tasikmalaya 67,53 14 Kab Tasikmalaya 67,75 14 Kab Tasikmalaya 67,96 14 Kab Tasikmalaya 68,18<br />

15 Kab Sumedang 67,00 15 Kab Kuningan 67,12 15 Kab Kuningan 67,23 15 Kab Kuningan 67,35 15 Kab Kuningan 67,47 15 Kab Kuningan 67,59<br />

16 Kab Kuningan 67,00 16 Kab Sumedang 67,10 16 Kab Sumedang 67,21 16 Kab Sumedang 67,31 16 Kab Sumedang 67,42 16 Kab Sumedang 67,52<br />

17 Kab Ciamis 66,60 17 Kab Ciamis 66,77 17 Kab Ciamis 66,94 17 Kab Ciamis 67,11 17 Kab Ciamis 67,29 17 Kab Ciamis 67,47<br />

18 Kab Indramayu 66,20 18 Kab Purwakarta 66,20 18 Kab Purwakarta 66,48 18 Kab Purwakarta 66,77 18 Kab Sukabumi 67,06 18 Kab Sukabumi 67,38<br />

19 Kab Purwakarta 65,90 19 Kab Sukabumi 66,12 19 Kab Sukabumi 66,43 19 Kab Sukabumi 66,74 19 Kab Purwakarta 67,06 19 Kab Purwakarta 67,35<br />

20 <strong>Kota</strong> Banjar 65,80 20 <strong>Kota</strong> Banjar 65,91 20 Kab Karawang 66,10 20 Kab Indramayu 66,41 20 Kab Indramayu 66,82 20 Kab Indramayu 67,23<br />

21 Kab Sukabumi 65,80 21 Kab Karawang 65,70 21 <strong>Kota</strong> Banjar 66,03 21 Kab Karawang 66,40 21 Kab Karawang 66,70 21 Kab Karawang 67,00<br />

22 Kab Karawang 65,60 22 Kab Indramayu 65,62 22 Kab Indramayu 66,01 22 <strong>Kota</strong> Banjar 66,15 22 Kab Majalengka 66,35 22 Kab Majalengka 66,62<br />

23 Kab Majalengka 65,30 23 Kab Majalengka 65,57 23 Kab Majalengka 65,82 23 Kab Majalengka 66,09 23 <strong>Kota</strong> Banjar 66,26 23 <strong>Kota</strong> Banjar 66,38<br />

24 Kab Cirebon 64,80 24 Kab Cianjur 64,96 24 Kab Cianjur 65,29 24 Kab Cianjur 65,64 24 Kab Cianjur 66,00 24 Kab Cianjur 66,35<br />

25 Kab Cianjur 64,80 25 Kab Cirebon 64,92 25 Kab Cirebon 65,05 25 Kab Garut 65,20 25 Kab Garut 65,60 25 Kab Garut 66,00<br />

26 Kab Garut 64,00 26 Kab Garut 64,42 26 Kab Garut 64,80 26 Kab Cirebon 65,17 26 Kab Cirebon 65,29 26 Kab Cirebon 65,41<br />

JAWA BARAT 67,40 JAWA BARAT 67,88 JAWA BARAT 67,80 JAWA BARAT 68,00 JAWA BARAT 68,20 JAWA BARAT 68,40<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-28


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.8.3. Komponen IPM-Angka Melek Huruf (Indeks Pendidikan)<br />

Angka Melek Huruf (Indeks Pendidikan) di <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> dari tahun ke<br />

tahun mengalami peningkatan. Sedangkan secara rangking ada peningkatan<br />

rangking, jika pada tahun 2006 berada pada rangking ke-10, maka pada tahun<br />

2007 komponen IPM-Angka Melek Huruf <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> jika dibandingkan dengan<br />

komponen sejenis dengan kota-kota pembanding lainnya dalam wilayah Jawa<br />

Barat, <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> berada pada rangking ke-8. Namun untuk selanjutnya, sejak<br />

tahun 2009 hingga tahun 2010 berturut-turut mendapatkan rangking ke-10,<br />

bahkan kembali turun pada tahun 2011, yaitu berada pada rangking ke-11.<br />

4-29


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.16<br />

(IPM-Angka Melek Huruf <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2006 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2007 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2008 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2009 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2010 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2011<br />

1 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,84 1 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,64 1 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,64 1 <strong>Kota</strong> Bandung 99,67 1 <strong>Kota</strong> Bandung 99,67 1 <strong>Kota</strong> Cimahi 99,74<br />

2 <strong>Kota</strong> Cimahi 99,63 2 <strong>Kota</strong> Bandung 99,58 2 <strong>Kota</strong> Bandung 99,64 2 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,66 2 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,66 2 <strong>Kota</strong> Bandung 99,70<br />

3 <strong>Kota</strong> Bandung 99,58 3 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 99,20 3 <strong>Kota</strong> Cimahi 99,63 3 <strong>Kota</strong> Cimahi 99,64 3 <strong>Kota</strong> Cimahi 99,65 3 <strong>Kota</strong> Sukabumi 99,67<br />

4 Kab Garut 98,89 4 <strong>Kota</strong> Depok 98,90 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 99,42 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 99,45 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 99,55 4 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 99,57<br />

5 Kab Tasikmalaya 98,81 5 Kab Garut 98,88 5 <strong>Kota</strong> Depok 98,90 5 Kab Garut 98,93 5 Kab Garut 98,94 5 Kab Bandung Barat 99,11<br />

6 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 98,80 6 Kab Tasikmalaya 98,81 6 Kab Garut 98,89 6 <strong>Kota</strong> Depok 98,93 6 <strong>Kota</strong> Depok 98,94 6 <strong>Kota</strong> Depok 98,96<br />

7 <strong>Kota</strong> Bogor 98,70 7 <strong>Kota</strong> Bogor 98,70 7 Kab Tasikmalaya 98,81 7 Kab Tasikmalaya 98,88 7 Kab Tasikmalaya 98,90 7 Kab Garut 98,96<br />

8 <strong>Kota</strong> Depok 98,39 8 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 98,48 8 <strong>Kota</strong> Bogor 98,70 8 <strong>Kota</strong> Bogor 98,75 8 <strong>Kota</strong> Bogor 98,77 8 Kab Tasikmalaya 98,92<br />

9 Kab Bandung 98,37 9 Kab Bandung 98,37 9 Kab Bandung 98,59 9 Kab Bandung 98,72 9 Kab Bandung 98,72 9 <strong>Kota</strong> Bogor 98,79<br />

10 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 97,70 10 Kab Sumedang 97,51 10 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 98,46 10 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 98,49 10 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 98,51 10 Kab Bandung 98,75<br />

11 Kab Sumedang 97,40 11 Kab Cianjur 97,09 11 Kab Bandung Barat 98,00 11 Kab Bandung Barat 98,04 11 Kab Bandung Barat 98,51 11 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 98,56<br />

12 Kab Cianjur 97,09 12 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,00 12 Kab Sumedang 97,51 12 Kab Sumedang 97,58 12 Kab Sumedang 97,73 12 Kab Ciamis 97,93<br />

13 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,00 13 Kab Ciamis 96,66 13 Kab Cianjur 97,21 13 Kab Cianjur 97,45 13 Kab Ciamis 97,59 13 Kab Sumedang 97,75<br />

14 Kab Sukabumi 96,59 14 Kab Sukabumi 96,59 14 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,00 14 Kab Sukabumi 97,33 14 Kab Cianjur 97,55 14 Kab Cianjur 97,64<br />

15 Kab Ciamis 96,38 15 <strong>Kota</strong> Banjar 96,43 15 Kab Ciamis 96,68 15 <strong>Kota</strong> Banjar 97,16 15 Kab Sukabumi 97,33 15 Kab Sukabumi 97,35<br />

16 <strong>Kota</strong> Banjar 96,20 16 Kab Bandung Barat 96,00 16 <strong>Kota</strong> Banjar 96,65 16 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,02 16 <strong>Kota</strong> Banjar 97,26 16 <strong>Kota</strong> Banjar 97,30<br />

17 Kab Bandung Barat 96,00 17 Kab Purwakarta 95,59 17 Kab Sukabumi 96,59 17 Kab Ciamis 97,01 17 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,05 17 <strong>Kota</strong> Cirebon 97,06<br />

18 Kab Majalengka 94,81 18 Kab Majalengka 94,81 18 Kab Purwakarta 95,59 18 Kab Purwakarta 95,65 18 Kab Purwakarta 95,71 18 Kab Kuningan 96,99<br />

19 Kab Purwakarta 94,24 19 Kab <strong>Bekasi</strong> 93,67 19 Kab Majalengka 94,81 19 Kab Majalengka 95,03 19 Kab Kuningan 95,45 19 Kab Purwakarta 96,07<br />

20 Kab Kuningan 93,64 20 Kab Kuningan 93,64 20 Kab Kuningan 93,86 20 Kab Bogor 94,29 20 Kab Majalengka 95,09 20 Kab Majalengka 95,11<br />

21 Kab Bogor 93,59 21 Kab Bogor 93,59 21 Kab <strong>Bekasi</strong> 93,67 21 Kab Kuningan 94,28 21 Kab Bogor 95,02 21 Kab Bogor 95,09<br />

22 Kab <strong>Bekasi</strong> 92,70 22 Kab Karawang 93,06 22 Kab Bogor 93,59 22 Kab <strong>Bekasi</strong> 93,69 22 Kab <strong>Bekasi</strong> 94,03 22 Kab <strong>Bekasi</strong> 94,14<br />

23 Kab Subang 92,38 23 Kab Subang 92,38 23 Kab Karawang 93,06 23 Kab Karawang 93,09 23 Kab Karawang 93,21 23 Kab Karawang 93,22<br />

24 Kab Cirebon 88,51 24 Kab Cirebon 90,66 24 Kab Subang 92,38 24 Kab Subang 92,40 24 Kab Subang 92,45 24 Kab Subang 92,47<br />

25 Kab Karawang 88,21 25 <strong>Kota</strong> Cimahi 89,63 25 Kab Cirebon 90,66 25 Kab Cirebon 91,55 25 Kab Cirebon 92,33 25 Kab Cirebon 92,41<br />

26 Kab Indramayu 83,80 26 Kab Indramayu 85,58 26 Kab Indramayu 85,58 26 Kab Indramayu 85,60 26 Kab Indramayu 85,65 26 Kab Indramayu 85,66<br />

JAWA BARAT 94,91 JAWA BARAT 95,32 JAWA BARAT 95,53 JAWA BARAT 95,98 JAWA BARAT 96,18 JAWA BARAT 96,29<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-30


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.8.4. Komponen IPM-Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan)<br />

Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) untuk <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara rangking, pada komponen<br />

IPM-Rata-rata Lama Sekolah ini, <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> berada pada rangking ke-3 sejak<br />

tahun 2006 hingga tahun 2008, dan kembali mengalami peningkatan pada<br />

tahun 2009 hingga tahun 2010, dimana <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> menempati rangking ke-2,<br />

namun pada tahun 2011 kembali menggalami penurunan hingga berada pada<br />

rangking ke-3 se-Jawa Barat.<br />

4-31


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.17<br />

(IPM-Rata-rata Lama Sekolah <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2006 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2007 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2008 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2009 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2010 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2011<br />

1 <strong>Kota</strong> Depok 10,5 1 <strong>Kota</strong> Depok 10,5 1 <strong>Kota</strong> Depok 10,5 1 <strong>Kota</strong> Depok 10,77 1 <strong>Kota</strong> Depok 10,94 1 <strong>Kota</strong> Depok 10,97<br />

2 <strong>Kota</strong> Bandung 10,1 2 <strong>Kota</strong> Cimahi 10,28 2 <strong>Kota</strong> Cimahi 10,26 2 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10,52 2 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10,53 2 <strong>Kota</strong> Cimahi 10,61<br />

3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10,19 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10,19 3 <strong>Kota</strong> Cimahi 10,42 3 <strong>Kota</strong> Cimahi 10,50 3 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 10,58<br />

4 <strong>Kota</strong> Cimahi 9,7 4 <strong>Kota</strong> Bandung 10,1 4 <strong>Kota</strong> Bandung 10,1 4 <strong>Kota</strong> Bandung 10,22 4 <strong>Kota</strong> Bandung 10,44 4 <strong>Kota</strong> Bandung 10,45<br />

5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,6 5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,6 5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,6 5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,77 5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,79 5 <strong>Kota</strong> Bogor 9,80<br />

6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,2 6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,2 6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,2 6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,46 6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,47 6 <strong>Kota</strong> Cirebon 9,75<br />

7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9,21 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9,32 7 <strong>Kota</strong> Sukabumi 9,35<br />

8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,4 8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,4 8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,4 8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,59 8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,83 8 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 8,85<br />

9 Kab Bandung 8,2 9 Kab Bandung 8,2 9 Kab Bandung 8,2 9 Kab Bandung 8,37 9 Kab Bandung 8,37 9 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,60<br />

10 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,1 10 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,1 10 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,1 10 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,21 10 Kab <strong>Bekasi</strong> 8,33 10 Kab Bandung 8,46<br />

11 Kab Bandung Barat 8 11 Kab Bandung Barat 8 11 Kab Bandung Barat 8 11 Kab Bandung Barat 8,04 11 Kab Bandung Barat 8,07 11 <strong>Kota</strong> Banjar 8,12<br />

12 <strong>Kota</strong> Banjar 7,8 12 <strong>Kota</strong> Banjar 7,8 12 <strong>Kota</strong> Banjar 7,8 12 <strong>Kota</strong> Banjar 7,97 12 <strong>Kota</strong> Banjar 8,01 12 Kab Bandung Barat 8,11<br />

13 Kab Bogor 7,2 13 Kab Sumedang 7,65 13 Kab Sumedang 7,65 13 Kab Sumedang 7,91 13 Kab Bogor 7,98 13 Kab Bogor 7,99<br />

14 Kab Sumedang 7,2 14 Kab Bogor 7,2 14 Kab Bogor 7,2 14 Kab Bogor 7,54 14 Kab Sumedang 7,93 14 Kab Sumedang 7,94<br />

15 Kab Garut 7,1 15 Kab Garut 7,1 15 Kab Garut 7,1 15 Kab Garut 7,29 15 Kab Purwakarta 7,42 15 Kab Ciamis 7,47<br />

16 Kab Purwakarta 7 16 Kab Purwakarta 7 16 Kab Purwakarta 7 16 Kab Purwakarta 7,24 16 Kab Garut 7,34 16 Kab Purwakarta 7,44<br />

17 Kab Ciamis 6,9 17 Kab Ciamis 6,9 17 Kab Ciamis 6,9 17 Kab Ciamis 7,09 17 Kab Ciamis 7,19 17 Kab Garut 7,37<br />

18 Kab Tasikmalaya 6,8 18 Kab Tasikmalaya 6,8 18 Kab Tasikmalaya 6,8 18 Kab Tasikmalaya 6,98 18 Kab Tasikmalaya 6,99 18 Kab Tasikmalaya 7,33<br />

19 Kab Kuningan 6,8 19 Kab Kuningan 6,8 19 Kab Kuningan 6,8 19 Kab Subang 6,91 19 Kab Kuningan 6,95 19 Kab Kuningan 7,22<br />

20 Kab Majalengka 6,7 20 Kab Majalengka 6,7 20 Kab Majalengka 6,7 20 Kab Kuningan 6,87 20 Kab Karawang 6,95 20 Kab Majalengka 7,17<br />

21 Kab Subang 6,6 21 Kab Karawang 6,68 21 Kab Karawang 6,68 21 Kab Majalengka 6,83 21 Kab Subang 6,92 21 Kab Karawang 7,02<br />

22 Kab Karawang 6,5 22 Kab Subang 6,6 22 Kab Subang 6,6 22 Kab Karawang 6,83 22 Kab Sukabumi 6,88 22 Kab Subang 6,94<br />

23 Kab Cianjur 6,4 23 Kab Cirebon 6,42 23 Kab Cianjur 6,42 23 Kab Cirebon 6,67 23 Kab Cirebon 6,85 23 Kab Sukabumi 6,90<br />

24 Kab Sukabumi 6,3 24 Kab Cianjur 6,4 24 Kab Cirebon 6,42 24 Kab Cianjur 6,63 24 Kab Majalengka 6,84 24 Kab Cirebon 6,87<br />

25 Kab Indramayu 5,5 25 Kab Sukabumi 6,39 25 Kab Sukabumi 6,39 25 Kab Sukabumi 6,54 25 Kab Cianjur 6,82 25 Kab Cianjur 6,85<br />

26 Kab Cirebon 5,1 26 Kab Indramayu 5,5 26 Kab Indramayu 5,5 26 Kab Indramayu 5,64 26 Kab Indramayu 5,73 26 Kab Indramayu 5,95<br />

JAWA BARAT 7,5 JAWA BARAT 7,5 JAWA BARAT 7,5 JAWA BARAT 7,72 JAWA BARAT 8,02 JAWA BARAT 8,06<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-32


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.8.5. Komponen IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan (Indeks<br />

Standar Hidup Layak/ Indeks Kemampuan Daya Beli)<br />

Komponen IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan atau lebih sering<br />

disebut dengan Indeks Standar Hidup Layak atau Indeks Kemampuan Daya<br />

Beli, di <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> bisa dikatakan relatif cukup stabil, hal ini direfleksikan<br />

dengan diperolehnya rangking ke-4 oleh <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> secara berturut-turut sejak<br />

tahun 2006 hingga tahun 2011, dibandingkan dengan beberapa <strong>Kota</strong>/<br />

Kabupaten se-Jawa Barat.<br />

4-33


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.18<br />

(IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan <strong>Tahun</strong> 2006-2011)<br />

No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2006 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2007 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2008 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2009 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2010 No <strong>Kota</strong>/ Kabupaten 2011<br />

1 <strong>Kota</strong> Depok 640,23 1 <strong>Kota</strong> Depok 640,7 1 <strong>Kota</strong> Depok 645,91 1 <strong>Kota</strong> Depok 647,69 1 <strong>Kota</strong> Depok 649,20 1 <strong>Kota</strong> Cirebon 651,47<br />

2 <strong>Kota</strong> Cirebon 638,72 2 <strong>Kota</strong> Bogor 638,69 2 <strong>Kota</strong> Bogor 643,65 2 <strong>Kota</strong> Bogor 645,22 2 <strong>Kota</strong> Cirebon 647,96 2 <strong>Kota</strong> Depok 651,46<br />

3 <strong>Kota</strong> Bogor 637,28 3 <strong>Kota</strong> Cirebon 637,55 3 <strong>Kota</strong> Cirebon 642,34 3 <strong>Kota</strong> Cirebon 645,13 3 <strong>Kota</strong> Bogor 647,89 3 <strong>Kota</strong> Bogor 651,25<br />

4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 633,09 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 635,02 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 639,93 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 641,20 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 643,92 4 <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> 646,92<br />

5 Kab Garut 626,94 5 Kab Garut 630,72 5 Kab Garut 634,95 5 Kab Bandung 636,30 5 Kab Bandung 638,56 5 Kab Bandung 642,00<br />

6 Kab Tasikmalaya 625,85 6 Kab Tasikmalaya 629,09 6 Kab Bandung 633,46 6 Kab Garut 636,01 6 Kab Garut 637,49 6 <strong>Kota</strong> Bandung 640,65<br />

7 Kab Bandung 624,96 7 Kab Indramayu 628,97 7 Kab <strong>Bekasi</strong> 632,42 7 Kab Indramayu 635,04 7 <strong>Kota</strong> Bandung 636,89 7 Kab Bandung Barat 639,14<br />

8 Kab Bandung Barat 624,8 8 Kab Bandung 628,90 8 <strong>Kota</strong> Sukabumi 632,17 8 <strong>Kota</strong> Bandung 634,04 8 Kab Sumedang 636,01 8 Kab Indramayu 638,98<br />

9 Kab Sumedang 622,92 9 Kab <strong>Bekasi</strong> 627,49 9 <strong>Kota</strong> Bandung 631,84 9 Kab Sumedang 633,75 9 Kab Indramayu 635,67 9 Kab Garut 638,77<br />

10 Kab Indramayu 622,64 10 <strong>Kota</strong> Sukabumi 627,24 10 Kab Indramayu 631,4 10 Kab <strong>Bekasi</strong> 633,74 10 Kab Bandng Barat 635,56 10 <strong>Kota</strong> Sukabumi 638,41<br />

11 <strong>Kota</strong> Bandung 622,07 11 Kab Sumedang 627,16 11 Kab Sumedang 631,29 11 <strong>Kota</strong> Sukabumi 633,32 11 Kab <strong>Bekasi</strong> 635,18 11 Kab Sumedang 638,36<br />

12 Kab <strong>Bekasi</strong> 621,93 12 Kab Purwakarta 627,01 12 Kab Purwakarta 630,57 12 Kab Bandng Barat 632,85 12 <strong>Kota</strong> Sukabumi 634,82 12 <strong>Kota</strong> Cimahi 637,86<br />

13 Kab Bogor 621,61 13 <strong>Kota</strong> Bandung 626,13 13 Kab Kuningan 629,46 13 Kab Purwakarta 632,20 13 Kab Majalengka 633,65 13 Kab <strong>Bekasi</strong> 637,76<br />

14 Kab Subang 621,09 14 Kab Kuningan 625,5 14 Kab Bandng Barat 629,21 14 Kab Majalengka 631,79 14 <strong>Kota</strong> Cimahi 633,20 14 Kab Majalengka 635,71<br />

15 Kab Ciamis 620,83 15 Kab Bandug Barat 624,8 15 Kab Tasikmalaya 629,09 15 Kab Kuningan 630,62 15 Kab Purwakarta 633,15 15 Kab Cirebon 635,25<br />

16 <strong>Kota</strong> Sukabumi 620,68 16 Kab Majalengka 624,49 16 Kab Majalengka 628,61 16 Kab Tasikmalaya 630,56 16 Kab Tasikmalaya 632,31 16 Kab Purwakarta 635,21<br />

17 Kab Sukabumi 620,67 17 Kab Ciamis 624,01 17 Kab Ciamis 628,34 17 <strong>Kota</strong> Cimahi 630,06 17 Kab Kuningan 631,73 17 <strong>Kota</strong> Banjar 635,10<br />

18 Kab Kuningan 620,08 18 Kab Bogor 623,09 18 Kab Bogor 627,74 18 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 629,71 18 Kab Cirebon 631,55 18 Kab Tasikmalaya 634,06<br />

19 Kab Karawang 620,03 19 <strong>Kota</strong> Cimahi 622,97 19 Kab Karawang 627,42 19 Kab Cirebon 629,67 19 <strong>Kota</strong> Banjar 631,36 19 Kab Subang 633,46<br />

20 Kab Cirebon 619,92 20 <strong>Kota</strong> Banjar 622,72 20 <strong>Kota</strong> Cimahi 627,2 20 Kab Ciamis 629,43 20 Kab Ciamis 630,86 20 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 633,13<br />

21 Kab Purwakarta 619,78 21 Kab Cirebon 622,52 21 <strong>Kota</strong> Banjar 626,97 21 Kab Karawang 629,05 21 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 630,24 21 Kab Karawang 633,04<br />

22 Kab Majalengka 619,49 22 Kab Karawang 622,41 22 Kab Cirebon 626,82 22 Kab Bogor 628,34 22 Kab Subang 630,09 22 Kab Kuningan 632,44<br />

23 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 619,32 23 Kab Subang 622,14 23 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 626,35 23 Kab Subang 627,82 23 Kab Karawang 629,62 23 Kab Bogor 631,63<br />

24 <strong>Kota</strong> Banjar 617,2 24 Kab Sukabumi 621,82 24 Kab Subang 626,32 24 <strong>Kota</strong> Banjar 627,79 24 Kab Bogor 629,62 24 Kab Ciamis 631,63<br />

25 <strong>Kota</strong> Cimahi 614,69 25 <strong>Kota</strong> Tasikmalaya 621,65 25 Kab Sukabumi 625,5 25 Kab Sukabumi 626,15 25 Kab Sukabumi 626,99 25 Kab Sukabumi 629,72<br />

26 Kab Cianjur 603,38 26 Kab Cianjur 608,41 26 Kab Cianjur 612,1 26 Kab Cianjur 613,26 26 Kab Cianjur 614,83 26 Kab Cianjur 617,59<br />

JAWA BARAT 621,11 JAWA BARAT 623,64 JAWA BARAT 626,81 JAWA BARAT 628,71 JAWA BARAT 632,22 JAWA BARAT 635,8<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-34


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.9. HASIL ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO<br />

Data-data indikator ekonomi makro milik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> yang sudah<br />

disajikan tersebut, untuk kemudian kita lakukan analisis olah data dengan<br />

menggunakan software statistik SPSS, tujuannya agar bisa terlihat indikatorindikator<br />

ekonomi makro mana saja yang paling memberikan pengaruh ataupun<br />

tidak sama sekali terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau<br />

Regional Income <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011.<br />

4.9.1. Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHB<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku<br />

(PDRB-ADHB) serta laju Inflasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.19 dibawah ini:<br />

Tabel 4.19<br />

(PDRB-ADHB dan Inflasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHB (juta rupiah) Inflasi (%)<br />

2005 19.226.331,12 16,88<br />

2006 22.376.414,93 6,53<br />

2007 25.419.184,81 4.85<br />

2008 29.525.360,38 10,10<br />

2009 31.475.387,85 1,93<br />

2010 35.679.065,36 7,88<br />

2011 40.528.807,92 3,45<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-Square<br />

(Nilai koefisien determinasi (R 2 ) ata R-Square ini mencerminkan seberapa<br />

besar variasi dari variabel terikat (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebas (X).<br />

Bila R 2 =0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh variabel<br />

bebas X sama sekali. Sementara bila R 2 =1, maka variasi Y secara<br />

keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas X, atau bisa dikatakan<br />

bahwa semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan<br />

demikian nilai R 2 dapat diasumsikan sebagai nilai antara 0 dan 1, dimana nilai<br />

R 2<br />

semakin mendekati 1 semakin baik suatu persamaan regresi tersebut)<br />

sebesar 0,346 atau 34,60%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator<br />

4-35


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

ekonomi makro berupa inflasi kurang bisa menjelaskan hubungannya dengan<br />

PDRB-ADHB atau dengan kata lain faktor inflasi ternyata tidak begitu relevan<br />

untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dan tidak bisa dijelaskan melalui sebuah<br />

model linier atau model linier ditolak. Sementara itu hasil korelasi diantara<br />

keduanya adalah sebesar -0,589 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan<br />

negatif atau berlawanan, dimana jika Inflasi mengalami kenaikan, maka nilai<br />

PDRB-ADHB akan mengalami penurunan.<br />

4.9.2. Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHK<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan<br />

(PDRB-ADHK) serta laju Inflasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.20 dibawah ini:<br />

Tabel 4.20<br />

(PDRB-ADHK dan Inflasi <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHK (juta rupiah) Inflasi (%)<br />

2005 11.739.946,23 16,88<br />

2006 12.453.012,96 6,53<br />

2007 13.255.153,53 4,85<br />

2008 14.042.404,18 10,10<br />

2009 14.622.593,73 1,93<br />

2010 15.476.100,56 7,88<br />

2011 16.571.540,11 3,45<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,369 atau 36,90%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa inflasi kurang bisa menjelaskan hubungannya<br />

dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain faktor inflasi ternyata juga tidak<br />

begitu relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dan tidak bisa dijelaskan<br />

melalui sebuah model linier atau model linier ditolak Sementara itu hasil<br />

korelasi diantara keduanya adalah sebesar -0,608 yang menyatakan bahwa<br />

terdapat hubungan negatif atau berlawanan, dimana jika Inflasi mengalami<br />

kenaikan, maka nilai PDRB-ADHK juga akan mengalami penurunan.<br />

4-36


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

4.9.3. Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHB<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku<br />

(PDRB-ADHB) serta nilai Ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.21 dibawah ini:<br />

Tabel 4.21<br />

(PDRB-ADHB dan Ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHB (juta rupiah) Ekspor (US$)<br />

2005 19.226.331,12 152,513,254.00<br />

2006 22.376.414,93 138,690,042.10<br />

2007 25.419.184,81 152,559,046.31<br />

2008 29.525.360,38 167,814,950.94<br />

2009 31.475.387,85 366,141,711.71<br />

2010 35.679.065,36 315,480,103.77<br />

2011 40.528.807,92 536,478,650.91<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,784 atau 78,40%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa nilai ekspor bisa menjelaskan hubungannya<br />

dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain faktor ekspor ternyata memiliki<br />

pengaruh relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dan bisa dijelaskan melalui<br />

sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi<br />

diantara keduanya adalah sebesar 0,886, dimana angka korelasi mendekati<br />

nilai 1, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor memiliki pengaruh positif yang<br />

cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB.<br />

4.9.4. Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHK<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan<br />

(PDRB-ADHK) serta nilai Ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.22 dibawah ini:<br />

4-37


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Tabel 4.22<br />

(PDRB-ADHK dan Ekspor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHK (juta rupiah) Ekspor (US$)<br />

2005 11.739.946,23 152,513,254.00<br />

2006 12.453.012,96 138,690,042.10<br />

2007 13.255.153,53 152,559,046.31<br />

2008 14.042.404,18 167,814,950.94<br />

2009 14.622.593,73 366,141,711.71<br />

2010 15.476.100,56 315,480,103.77<br />

2011 16.571.540,11 536,478,650.91<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,789 atau 78,90%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa nilai ekspor bisa menjelaskan hubungannya<br />

dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain faktor ekspor ternyata memiliki<br />

pengaruh relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dan bisa dijelaskan melalui<br />

sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi<br />

diantara PDRB-ADHK dan nilai Ekpor adalah sebesar 0,888, dimana angka<br />

korelasi mendekati nilai 1, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor memiliki<br />

pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHK.<br />

4.9.5. Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHB<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku<br />

(PDRB-ADHB) serta nilai Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.23 dibawah ini:<br />

Tabel 4.23<br />

(PDRB-ADHB dan Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHB (juta rupiah) Impor (US$)<br />

2005 19.226.331,12 31,698,837.00<br />

2006 22.376.414,93 38,038,604.75<br />

2007 25.419.184,81 45,646,325.00<br />

2008 29.525.360,38 52,493,273.75<br />

2009 31.475.387,85 63,790,255.84<br />

2010 35.679.065,36 66,403,991.29<br />

2011 40.528.807,92 122,847,383.80<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

4-38


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,833 atau 83,30%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa nilai impor bisa menjelaskan hubungannya<br />

dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain indikator Impor ternyata memiliki<br />

pengaruh sangat relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dimana hubungan<br />

kedua variabel tersebut bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model<br />

linier diterima. Sementara itu hasil korelasi antara PDRB-ADHB dan nilai Impor<br />

adalah sebesar 0,913 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka<br />

dapat disimpulkan pula bahwa nilai impor memiliki pengaruh positif yang sangat<br />

signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB.<br />

4.9.6. Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHK<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan<br />

(PDRB-ADHK) serta nilai Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun<br />

2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.24 dibawah ini:<br />

Tabel 4.24<br />

(PDRB-ADHK dan Impor <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHK (juta rupiah) Impor (US$)<br />

2005 11.739.946,23 31,698,837.00<br />

2006 12.453.012,96 38,038,604.75<br />

2007 13.255.153,53 45,646,325.00<br />

2008 14.042.404,18 52,493,273.75<br />

2009 14.622.593,73 63,790,255.84<br />

2010 15.476.100,56 66,403,991.29<br />

2011 16.571.540,11 122,847,383.80<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,830 atau 83,00%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa nilai impor bisa menjelaskan hubungannya<br />

dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain indikator Impor ternyata memiliki<br />

pengaruh sangat relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dimana hubungan<br />

kedua variabel tersebut bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model<br />

linier diterima. Sementara itu hasil korelasi antara PDRB-ADHK dan nilai Impor<br />

4-39


<strong>Penyusunan</strong> <strong>Analisis</strong> <strong>Indikator</strong> <strong>Ekonomi</strong> <strong>Makro</strong> <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2011<br />

adalah sebesar 0,911 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka<br />

dapat disimpulkan pula bahwa nilai impor memiliki pengaruh positif yang sangat<br />

signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHK.<br />

4.9.7. Analisa Pengaruh Government Expenditure (Investasi/ Pengeluaran/<br />

Belanja) Terhadap PDRB-ADHB<br />

Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku<br />

(PDRB-ADHB) serta nilai Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure)<br />

<strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana<br />

disajikan dalam tabel 4.25 dibawah ini:<br />

Tabel 4.25<br />

(PDRB-ADHB dan Goverment Expenditure <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong> <strong>Tahun</strong> 2005-2011)<br />

<strong>Tahun</strong> PDRB-ADHB (juta rupiah) Pengeluaran (rupiah)<br />

2005 19.226.331,12 772.005.871.763,00<br />

2006 22.376.414,93 882.004.547.482,50<br />

2007 25.419.184,81 1.028.289.186.131,01<br />

2008 29.525.360,38 1.363.777.222.839,00<br />

2009 31.475.387,85 1.501.555.212.793,00<br />

2010 35.679.065,36 1.593.446.958.195,00<br />

2011 40.528.807,92 1.981.344.801.647,00<br />

Sumber: Badan Pusat Statistik <strong>Kota</strong> <strong>Bekasi</strong><br />

Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-<br />

Square sebesar 0,982 atau 98,20%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya<br />

indikator ekonomi makro berupa Goverment Expenditure sangat bisa<br />

menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain<br />

indikator government expenditure ternyata memiliki pengaruh sangat relevan<br />

untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dimana hubungan kedua variabel tersebut<br />

bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara<br />

itu hasil korelasi antara PDRB-ADHB dan government expenditure adalah<br />

sebesar 0,991 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka dapat<br />

disimpulkan pula bahwa government expenditure memiliki pengaruh positif<br />

yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB.<br />

4-40

Hooray! Your file is uploaded and ready to be published.

Saved successfully!

Ooh no, something went wrong!