Banjarmasin Post Senin, 12 Januari 2015
NO. 151687 TH XLIII/ ISSN 0215-2987
NO. 151687 TH XLIII/ ISSN 0215-2987
You also want an ePaper? Increase the reach of your titles
YUMPU automatically turns print PDFs into web optimized ePapers that Google loves.
<strong>12</strong> SENIN<br />
ribun Borneo<br />
<strong>Banjarmasin</strong><br />
<strong>Post</strong><br />
<strong>12</strong> JANUARI <strong>2015</strong><br />
Warga Kobar<br />
Merasa Ditipu<br />
BANJARMASINPOST/GROUP /FATURAHMAN<br />
BELA DIRI - Personel satuan pengamanan atau satpam menunjukkan kemampuan bela diri dalam peringatan<br />
HUT ke-34 Satpam di halaman Mapolresta Palangkaraya. Tahun <strong>2015</strong> ini, sebanyak <strong>12</strong>0 pegawai kontrak di<br />
Pemko Palangkaraya, akan dialihkan menjadi satpam untuk menjaga setiap kantor SKPD.<br />
<strong>12</strong>0 Tenaga Kontrak<br />
Dialihkan Jadi Satpam<br />
PALANGKARAYA,BPOST - Sebanyak <strong>12</strong>0<br />
pegawai atau tenaga kontrak di Pemko Palangkaraya,<br />
yang tidak memiliki keahlian<br />
akan direkomendasikan menjadi tenaga satuan<br />
pengamanan (satpam) dan ditempatkan<br />
di kantor-kantor satuan kerja perangkat daerah<br />
(SKPD). Namun, hanya berlaku untuk tenaga<br />
kontrak laki-laki.<br />
Berdasar evaluasi kinerja pegawai yang sedang<br />
dilakukan Badan Kepegawaian Pendidikan<br />
dan Pelatihan (BKPP) Pemko Palangkaraya,<br />
jumlah pegawai kontrak yang dinilai<br />
tidak efektif karena tidak punya keahlian.<br />
Kepala BKPP Pemko Palangkaraya, H Sahdin<br />
Hasan, mengatakan, evaluasi dilakukan<br />
karena selama ini banyak tenaga kontrak yang<br />
tidak punya keahlian. Menjadi tidak efektif<br />
ketika dipekerjakan untuk membantu tugas<br />
administrasi di kantor.<br />
“Khusus bagi tenaga kerja kontrak yang<br />
laki-laki, memang akan diarahkan untuk menjadi<br />
satpam di kantor. Ini juga sebagai upaya<br />
pemberdayaan tenaga kontrak yang ada saja,”<br />
kata Sahdin Hasan, bebeapa hari lalu.<br />
Dikatakan mantan Kabag Humas Setdako Pa-<br />
langkaraya ini, idealnya dalam satu kantor ada dua<br />
orang satpam. Dan dalam tahun <strong>2015</strong> ini, semua<br />
kantor pemerintah akan dijaga oleh satpam yang<br />
bekerja siang dan malam hari,” katanya.<br />
Hal ini, lanjutnya, juga didasari selama ini pengamanan<br />
kantor-kantor SKPD di Pemko Palangkaraya<br />
belum maksimal dilakukan. “Karena<br />
memang tidak ada satpamnya,” ujarnya.<br />
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan<br />
Aset Daerah Pemko Palangkaraya, Fordiansyah,<br />
mengatakan, pihaknya telah menganggarkan<br />
dana pelatihan dan pendidikan untuk<br />
pegawai kontrak guna dijadikan satpam pada<br />
masing-masing SKPD.<br />
Namun tidak merekrut pegawai baru, hanya<br />
memanfaatkan tenaga pegawai kontrak yang sudah<br />
ada pada masing-masing SKPD. Dari jumlah<br />
<strong>12</strong>0 orang, masing-masing pegawai kontrak yang<br />
dilatih akan dianggarkan sebesar Rp 5 juta.<br />
“Tahun ini, ada sebanyak <strong>12</strong>0 pegawai kontrak<br />
yang diarahkan untuk dijadikan satpam. Mereka<br />
akan diberikan pelatihan dan pendidikan satpam,<br />
BKPP Pemko Palangkaraya sebagai pengordinirnya.<br />
Nantinya, semua kantor Pemko Palangkaraya<br />
akan dijaga satpam,” kata Fordiansyah. (tur)<br />
Bangkai Orangutan Dikirim ke Unair<br />
■ Penyelidik Belum Ungkap Pelaku Penembakan<br />
PALANGKARAYA, BPOST -<br />
Penyelidikan atas tewasnya<br />
orangutan di kawasan perkebunan<br />
kelapa sawit di Kabupaten<br />
Kotawaringin Timur<br />
(Kotim) pada awal Desember<br />
2014, sampai kini masih berkutat<br />
pada penyebab kematian.<br />
Sementara pihak yang bertanggung<br />
jawab atas kejadian<br />
tersebut, belum juga terungkap.<br />
Bahkan secara khusus,<br />
bangkai orangutan betina<br />
yang sebelumnya disimpan<br />
di lemari beku di Kalimantan<br />
Tengah (Kalteng) diterbangkan<br />
ke Surabaya. Hal itu, dilakukan<br />
guna pemeriksaan<br />
medis untuk mengungkap<br />
penyebab kematian.<br />
“Ini untuk memastikan penyebab<br />
kematian, karena selama<br />
ini anggapan yang muncul<br />
orangutan itu mati karena<br />
malnutrisi,” kata Kepala Badan<br />
Konservasi dan Sumber Daya<br />
Alam (BKSDA) Kalteng Nandang<br />
Prihadi, Minggu (11/1).<br />
Fakultas Kedokteran Hewan<br />
Universitas Airlangga<br />
(Unair) yang menjadi tujuan<br />
pengiriman. Selain pemeriksaan<br />
fisik, identifikasi lamanya<br />
peluru bersarang maupun<br />
data lain yang selama ini<br />
belum terungkap, diharapkan<br />
bisa diketahui dari hasil<br />
pemeriksaan tersebut.<br />
Orangutan betina yang pada<br />
Kamis (4/<strong>12</strong>) sekitar pukul<br />
18.07 WIB lalu dinyatakan tewas,<br />
diduga merupakan korban<br />
konflik industri kelapa<br />
sawit. Ditemukan sekitar 40<br />
butir peluru dari senapan<br />
angin menembus kulit satwa<br />
dilindungi tersebut. Selain di<br />
kepala, kaki, pinggul kiri dan<br />
kanan, peluru timah juga mengenai<br />
dada serta tangan.<br />
Dalam tindakan medis,<br />
tim dokter dari Yayasan Borneo<br />
Orangutan Survival<br />
(BOS) Nyaru Menteng ketika itu<br />
mengoperasi dan mengamputasi<br />
lengan kirinya yang sudah<br />
membusuk. Namun, tindakan<br />
itu tidak mampu menyelamatkan<br />
nyawanya. Kaki kanannya<br />
pun telah dibersihkan dan dijahit<br />
karena ada bagian yang robek<br />
dan tulang yang keluar.<br />
Orangutan tersebut diserahkan<br />
pihak Balai Konservasi<br />
Sumber Daya Alam<br />
(BKSDA) Kalteng kepada Yayasan<br />
BOS Nyaru Menteng.<br />
Orangutan ini diketahui berasal<br />
dari Barunang Miri Estate<br />
atau PT Surya Inti Sawit<br />
Kahuripan (SISK), sebuah perusahaan<br />
kelapa sawit yang<br />
merupakan anak perusahaan<br />
dari Makin Group di wilayah<br />
Kabupaten Kotim.<br />
“Kami sudah melakukan<br />
gelar perkara secara internal<br />
atas hasil penyelidikan yang<br />
dilakukan. Namun, memang<br />
belum ada saksi yang melihat<br />
pelaku penembakan orangu-<br />
tan itu, begitu pula warga<br />
yang dicurigai sebagai pemilik<br />
senjata,” ujar Nandang.<br />
Reaksi dari berbagai kalangan<br />
pun bermunculan atas<br />
insiden itu. Desakan dilakukannya<br />
investigasi dan penegakan<br />
hukum terus menguat.Melalui<br />
sebuah petisi, satu organisasi<br />
yang mengatasnamakan diri<br />
sebagai Palm Oil Consumer<br />
Action, melakukan penggalangan<br />
10 ribu tanda tangan.<br />
“Palm Oil Consumer Action<br />
meluncurkan petisi untuk<br />
mendorong pemerintah melakukan<br />
investigasi terhadap<br />
Makin Group secara total dan<br />
transparan, serta menegakkan<br />
hukum yang berlaku,”<br />
kata Tim Komunikasi Yayasan<br />
BOS Nyaru Menteng,<br />
Monterado Fridman. (ami)<br />
<strong>12</strong>01/B<strong>12</strong><br />
ISTIMEWA<br />
ORANGUTAN betina yang tewas<br />
karena diberondong puluhan<br />
peluru dari senapan angin.<br />
■ Tutup Jalan Perkebunan Sawit PT BAK di Kemawen<br />
PALANGKARAYA, BPOST-<br />
Program kemitraan perkebunan<br />
dengan perusahaan besar<br />
swasta (PBS) di Kalteng,<br />
kembalimenuai masalah. Kali<br />
ini, yang menjadi korban adalah<br />
warga empat desa dan satu<br />
dusun di Kecamatan Kotawaringin<br />
Lama, Kabupaten<br />
Kotawaringin Barat (Kobar).<br />
Sengketa ini sudah berlangsung<br />
sejak 20<strong>12</strong>, tapi<br />
sampai sekarang belum juga<br />
ada penyelesaian. Masyarakat<br />
pemilik lahan sudah telanjur<br />
merelakan tanaman<br />
kebunnya dibabat PT Bumitama<br />
Gunajaya Abadi (BGA)<br />
untuk digantikan tanaman<br />
sawit.<br />
“Kami hanya menuntut<br />
PT BGA melaksanakan kesepakatan<br />
awal yang telah dibuat.<br />
Sementara persoalan<br />
yang berkembang juga semakin<br />
kompleks,” kata Ketua<br />
Koperasi Kompak Maju Bersama,<br />
Gusti Gelombang,<br />
Minggu (11/1).<br />
Bagi 1.589 warga pemilik<br />
lahan di Desa Kindil, Sukajaya,<br />
Riamdurian, Dawa, dan<br />
Dusun Mekartijaya, Koperasi<br />
Kompak Maju Bersama merupakan<br />
kelompok usaha<br />
yang diharapkan bisa mengoordinasi<br />
kesepakatan<br />
yang telah dibuat. Namun,<br />
koperasi ini juga tidak bisa<br />
berbuat banyak, karena ternyata<br />
Sisa Hasil Kebun (SHK)<br />
yang diharapkan dapat menjadi<br />
penopang hidup masyarakat<br />
setelah lahannya diganti<br />
tanaman sawit, tidak sesuai<br />
perjanjian.<br />
Sebagaimana komitmen<br />
awal yang dibuat pada 2009,<br />
lanjut Gelombang, PT BGA<br />
berjanji menyediakan separuh<br />
dari hasil lahan yang dikelola<br />
untuk masyarakat.<br />
Berarti, dari sekitar 7.000 hektare<br />
lahan, seluas 3.500 hektare<br />
diberikan bagi program<br />
plasma.<br />
Kenyataannya, lahan plasma<br />
yang diberikan kepada<br />
warga pemilik total luasannya<br />
diperhitungkan hanya<br />
1.470 hektare. Anggota koperasi<br />
diperhitungkan masingmasing<br />
hanya memiliki hak<br />
atas lahan 0,92 hektare.<br />
Belum lagi duka yang dirasakan<br />
136 kepala keluarga<br />
(KK) di Desa Sukajaya yang<br />
kini dibuat bingung, karena<br />
sertifikat lahannya belakangan<br />
diketahui ‘hilang’.<br />
“Total sertifikat yang tidak<br />
ada kejelasan keberadaannya<br />
“Total sertifikat<br />
yang tidak ada<br />
kejelasan<br />
keberadaannya itu<br />
seluruhnya 423<br />
buah. Kami sudah<br />
mencoba<br />
menelusuri<br />
keberadaannya ke<br />
BPN (Badan<br />
Pertanahan<br />
Nasional) maupun<br />
bank, tapi tidak<br />
ada”<br />
GUSTI GELOMBANG<br />
Ketua Koperasi Kompak Maju<br />
Bersama<br />
itu seluruhnya 423 buah. Kami<br />
sudah mencoba menelusuri<br />
keberadaannya ke BPN<br />
(Badan Pertanahan Nasional)<br />
maupun bank, tapi tidak ada.<br />
Ini yang aneh, karena perusahaan<br />
tidak memberikan<br />
penjelasan apapun soal ini,”<br />
kata Gusti Gelombang.<br />
Dari SHK, menurutnya,<br />
mereka hanya mendapatkan<br />
Rp 500 per bulan. Itu pun dibayarkan<br />
setiap tiga bulan sekali.<br />
“Untuk hidup sehari-hari,<br />
warga yang masih kuat bekerja<br />
harus menjadi buruh di<br />
perusahaan sawit. Namun<br />
kalau tidak, terpaksa menganggur<br />
karena kini tidak<br />
lagi punya lahan,” katanya.<br />
Gejolak masyarakat akibat<br />
pembukaan perusahaan perkebunan<br />
kelapa sawit juga<br />
terjadi di Kabupaten Barito<br />
Utara (Barut). Ratusan orang,<br />
melakukan aksi penutupan<br />
jalan milik PT Berjaya Agro<br />
Kalimantan (BAK) di Desa<br />
Kemawen, Kecamatan Montalat.<br />
“Aksi ini merupakan lanjutan<br />
dari tindakan serupa<br />
yang sebelumnya juga pernah<br />
dilakukan warga, karena<br />
tuntutan masyarakat tidak<br />
pernah diindahkan,” kata<br />
Manajer Pengorganisasian<br />
dan Penguatan Komunitas<br />
Wahana Lingkungan Hidup<br />
Indonesia (Walhi) Kalteng Tri<br />
K Atmaja, Minggu (11/1).<br />
Tindakan itu dilakukan sejak<br />
Sabtu (10/1). Munculnya<br />
penolakan terhadap aktivitas<br />
PBS di Desa Kemawen, telah<br />
disampaikan sejak 2005. Hal<br />
itu, karena perusahaan tidak<br />
hanya membabat lahan masyarakat<br />
tapi juga situs adat<br />
berupa pekuburan Nyahu<br />
atau Nayu.<br />
Namun karena tidak ada<br />
penindakan dari pihak berwenang,<br />
warga pun geram.<br />
Sampai akhirnya, mereka<br />
ngeluruk melalukan pemasangan<br />
portal secara adat dan<br />
mendesak agar perusahaan<br />
mengembalikan lahan tersebut<br />
kepada fungsi awalnya.<br />
“Hentikan intimidasiterhadap<br />
masyarakat yang memperjuangkan<br />
haknya itu,”<br />
ujar Tri. (ami)<br />
Tuntut Janji PT BGA<br />
WARGA pemilik lahan di empat desa dan<br />
satu dusun di Kecamatan Kotawaringin Lama,<br />
Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar)<br />
yang merasa diperlakukan tidak adil oleh PT<br />
Bumitama Gunajaya Abadi (BGA), telah meminta<br />
pendampingan Wahana Lingkungan<br />
Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng. Kemarin,<br />
Minggu (11/1), mereka menggelar pertemuan<br />
dengan Koperasi Kompak Maju Bersama dan<br />
anggotanya merupakan kelompok usaha yang<br />
diharapkan bisa mengoordinasi kesepakatan<br />
yang telah dibuat dengan PT BGA, untuk<br />
menentukan langkah yang akan diambil.<br />
Direktur ekesekutif Walhi Kalteng, Arie<br />
Rompas, menyatakan, pihaknya akan berupaya<br />
memberikan pendampingan bagi masyarakat<br />
yang haknya tidak dipenuhi perusahaan<br />
akibat pengingkaran dari perjanjian<br />
awal yang telah dibuat.<br />
“Jika memang perlu dilakukan langkah hukum,<br />
kami akan dampingi. Warga hanya berharap,<br />
lahan mereka dikembalikan,” kata Arie<br />
Sedangkan sengketa lahan sawit antara<br />
warga di Desa Kemawen, Kecamatan Montalat,<br />
Kabupaten Barito Utara (Barut) dengan<br />
PT Berjaya Agro Kalimantan (BAK), selain<br />
Walhi, juga mendapat dukungan sejumlah<br />
lembaga swadaya masyarakat (LSM) di<br />
antaranya Save Our Borneo, JPIC Kalimantan,<br />
GMNI Cabang Palangkaraya, AMAN Kalteng,<br />
Yayasan Betang Borneo, serta FMN Cabang<br />
Palangkaraya. Melalui sekretariat<br />
bersama Pengaduan dan Penanganan Konflik<br />
Sumber Daya Alam Kalteng, mereka menyatakan<br />
dukungan atas tindakan warga<br />
Desa Kemawen yang memperjuangkan<br />
haknya. (ami)<br />
Lahan Sengketa di Kobar dan Barut<br />
1. Desa Kindil<br />
2. Desa Sukajaya<br />
3. Desa Riamdurian<br />
4. Desa Dawa<br />
5. Dusun Mekartijaya<br />
6. Desa Kemawen, Kabupaten Barut<br />
(sumber: diolah)