RENUNGAN HARI RAYA PASKAH - The Mail Archive
RENUNGAN HARI RAYA PASKAH - The Mail Archive
RENUNGAN HARI RAYA PASKAH - The Mail Archive
- No tags were found...
Create successful ePaper yourself
Turn your PDF publications into a flip-book with our unique Google optimized e-Paper software.
:: Yohanes B.M Berteologi ::<br />
dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada<br />
murid-murid Yesus”. Berita malaikat Tuhan tersebut menghasilkan suatu transformasi pengharapan dan<br />
perspektif iman yang sama sekali baru. Sehingga para wanita tersebut kelak berubah menjadi para saksi kebangkitan<br />
Kristus. Itu sebabnya dalam kisah Injil, gerak langkah kaki mereka berubah. Semula mereka melangkah ke kubur Yesus<br />
dengan perasaan sedih dan tertekan, tetapi kini langkah mereka berubah menjadi: “berlari cepat-cepat untuk<br />
memberitahukannya kepada murid-murid Yesus yang lain”. Peristiwa Paskah bermakna sebagai peristiwa<br />
transformasi pengalaman iman yang mengubah kesedihan menjadi sukacita, dan mampu mengubah kehidupan yang<br />
penuh dengan rasa putus-asa menjadi hidup yang berpengharapan.<br />
Beberapa kalangan mengartikan peristiwa<br />
kebangkitan Kristus sebenarnya hanyalah sebagai suatu upaya rasionalisasi dari jemaat Kristen perdana. Mereka<br />
menyebut peristiwa kebangkitan Kristus dengan istilah “cognitive dissonance”. Maksud pengertian dari<br />
“cognitive dissonance” secara harafiah adalah: “melesetnya suatu pemahaman terhadap<br />
sesuatu”. Jadi dalam pengertian ini, berita tentang peristiwa kebangkitan Kristus dapat terjadi karena sebenarnya<br />
para murid Yesus waktu itu secara psikologis sangat terpukul karena harapan mereka sama sekali hancur dengan<br />
kematian Yesus di atas kayu salib. Padahal semula mereka sangat mengharapkan Yesus sebagai seorang Messias<br />
yang memiliki kuasa Ilahi, mampu untuk melepaskan diri dan mengalahkan semua musuhNya. Tetapi kenyataannya<br />
Yesus justru mati terbunuh. Itu sebabnya para murid dalam teori “cognitive dissonance” kemudian<br />
mengandaikan setelah kematianNya, Yesus dapat bangkit dengan tubuhNya, lalu Yesus dianggap menampakkan diri<br />
kepada para murid, tubuh Yesus dapat disentuh dan Dia dapat makan roti serta ikan goreng di hadapan para muridNya.<br />
Padahal faktanya menurut golongan ini Yesus tidak pernah bangkit dengan tubuh fisikNya. Para murid hanya mengalami<br />
kehadiran dari Roh Yesus saja. Agar para murid dan gereja perdana tidak mengalami beban psikologis yang sangat<br />
berat akibat perasaan kecewa dan tekanan psikologis, maka mereka kemudian memiliki dorongan yang sangat kuat<br />
untuk memberitakan Injil kepada semua bangsa. Jadi para murid dan gereja perdana dapat menjadi saksi kebangkitan<br />
Kristus, karena mereka ingin melepaskan dari beban perasaan kecewa dan tekanan psikologis. Sebenarnya teori<br />
“cognitive dissonance” mengandung segi kebenaran dalam mengungkap motif dan dorongan psikologis<br />
suatu sekte atau kelompok bidaah yang baru muncul. Tetapi untuk mengungkap rahasia atau misteri peristiwa<br />
kebangkitan Kristus, pisau operasi “cognitive dissonance” bukanlah pisau operasi yang tepat dan benar<br />
secara metodologis. Sebab para saksi kebangkitan Yesus dalam perjalanan sejarah yang sangat panjang mereka telah<br />
terbukti bersedia mempertaruhkan nyawa, mereka bersedia hidup menderita, menerima penganiayaan dan mereka juga<br />
telah membuktikan diri sebagai para pemikir yang menghasilkan pemikiran teologis yang jernih, otentik, sangat kaya<br />
dengan kekayaan spiritualitas dan sama sekali tidak dilandasi oleh perasaan takut.<br />
Perkataan pertama dari Yesus<br />
yang bangkit kepada para muridNya adalah: “Salam bagimu” (Mat. 28:9). Ucapan salam dari Tuhan Yesus<br />
ini tentunya memiliki makna yang sangat dalam. Sebab Tuhan Yesus yang telah bangkit menyatakan realita<br />
“syaloom” dari Allah, yaitu realita damai-sejahtera dan keselamatan dari Allah. Tuhan Yesus datang<br />
menjumpai para muridNya dalam keadaan damai sehingga mereka dibebaskan dari perasaan takut, tertekan, sedih,<br />
gelisah dan tidak berdaya. Itu sebabnya Tuhan Yesus melanjutkan perkataanNya, yaitu: “Jangan takut. Pergi dan<br />
katakanlah kepada saudara-saudaraKu, supaya mereka pergi ke Galilea dan di sanalah mereka akan melihat<br />
Aku” (Mat. 28:10). Justru dalam peristiwa kebangkitanNya, Tuhan Yesus datang untuk menghibur dan mengusir<br />
perasaan takut yang sempat mengelayuti hati para murid beberapa hari sebelumnya. Artinya kehadiran Kristus yang<br />
bangkit itu sama sekali tidak menimbulkan perasaan takut, tetapi perasaan damai-sejahtera. Sebab kehadiran Tuhan<br />
Yesus dengan tubuh kebangkitanNya, Dia telah menetralisir dan menyembuhkan semua perasaan sedih dan kecewa<br />
yang sempat dialami oleh para murid Yesus. Yang sangat menarik, Yesus yang bangkit itu justru menyuruh mereka<br />
pergi ke Galilea untuk berjumpa lagi dengan Dia. Mengapa mereka harus pergi ke Galilea untuk bertemu dengan Yesus<br />
yang bangkit Pada zaman itu semua orang Israel umumnya paham bahwa Galilea merupakan daerah yang dianggap<br />
terbelakang dan udik dengan tipe orang-orangnya yang dianggap kurang berpendidikan, lemah secara ekonomis dan<br />
adat kesopanan yang kurang halus. Pada awal pelayananNya Tuhan Yesus telah memulai di Galilea; dan ketika Ia<br />
bangkit, Tuhan Yesus berada kembali di Galilea. Ini berarti Tuhan Yesus yang pernah hidup, wafat dan kemudian<br />
bangkit dari antara orang mati pada hakikatnya menjadi Juru-selamat bagi setiap orang yang lemah dan terbuang.<br />
Tuhan Yesus yang bangkit adalah juga Kristus yang sungguh-sungguh peduli dan mengasihi setiap orang yang tidak<br />
berdaya, papa, dan kehilangan pengharapan. Jadi Kristus yang bangkit dari kematian secara nyata memposisikan<br />
diriNya sebagai seorang pembela dan Juru-selamat bagi setiap orang yang terbuang, tersisih dan ditolak oleh dunia ini.<br />
Di Kel. 14 dikisahkan bagaimanakah keadaan umat Israel yang waktu itu sedang mengalami ketakutan yang sangat<br />
hebat, dan mereka tidak memiliki kekuatan sedikitpun untuk menyelamatkan diri dari pengejaran tentara Firaun. Mereka<br />
harus lari menyelamatkan diri dari pengejaran tentara Firaun, tetapi mereka juga sangat kebingungan sebab di depan<br />
mereka terbentang laut Merah yang luas. Apabila mereka mundur maka mereka akan dibunuh oleh tentara Firaun; tetapi<br />
apabila mereka melarikan diri dari tentara Firaun dengan terus maju ke depan maka mereka akan dihanyutkan oleh air<br />
laut. Dalam situasi yang sangat membingungkan itu, Allah berfirman: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan<br />
lihatlah keselamatan dari Tuhan yang akan diberikanNya hari ini kepadamu; sebab orang Mesir yang kamu lihat hari ini,<br />
tidak akan kamu lihat lagi untuk selama-lamanya. Tuhan akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja”<br />
(Kel. 14:13-14). Di tengah-tengah situasi tanpa pengharapan dan tidak memilliki daya sama sekali, pada saat itulah Allah<br />
memberi penghiburan dan kekuatan kepada umatNya, yaitu: “Jangan takut!” Firman Tuhan inilah yang<br />
juga disampaikan dalam peristiwa kebangkitan Kristus dari antara orang mati, yaitu: “Jangan takut!”.<br />
Dalam peristiwa di tepi laut Merah, Allah kemudian memberikan suatu pertolongan di luar dugaan atau melampaui<br />
semua kemampuan olah pikir serta kebijaksanaan manusia, yaitu dengan cara membelah laut Merah, sehingga seluruh<br />
umat Israel dapat tiba dengan selamat di seberang. Kisah karya keselamatan Allah yang pernah terjadi bukanlah<br />
sekedar hasil rasionalisasi atau “cognitive dissonance” sebab realitanya umat Israel dapat mengalami<br />
http://yohanesbm.com Powered by Joomla! Generated: 22 March, 2008, 10:34